PUNCAK PERCEPATAN BATUAN DI PULAU JAWA …...PUNCAK PERCEPATAN BATUAN DI PULAU JAWA KALA ULANG 2500...

10
PROSIDING KONFERENSI NASIONAL PASCASARJANA TEKNIK SIPIL (KNPTS) X 2019 “Adaptasi dan Mitigasi Bencana dalam Mewujudkan Infrastruktur yang Berkelanjutan” Bandung, 5 November 2019 | ISSN 2477-00-86 267 PUNCAK PERCEPATAN BATUAN DI PULAU JAWA KALA ULANG 2500 TAHUN MENGGUNAKAN USGS PSHA MODIFIKASI Arifan Jaya Syahbana 1 , Masyhur Irsyam 2 , M. Asrurifak 3 dan Hendriyawan 4 1 Mahasiswa Program Studi Doktoral Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung, Email: [email protected] 2 Staf Pengajar, Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung, Email: [email protected] 3 Peneliti, Pusat Penelitian Mitigasi Bencana, Institut Teknologi Bandung, Email: [email protected] 4 Staf Pengajar, Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung, Email: [email protected] ABSTRAK Pemakaian piranti lunak kegempaan dalam analisis puncak percepatan batuan (Peak Ground Acceleration/PGA) pada umumnya menggunakan piranti yang sudah siap digunakan sehingga hal ini membuat banyak pengguna enggan untuk mengembangkan piranti lunak open source. Pada sisi lain, perkembangan Ground Motion Prediction Equation (GMPE) yang ada tiap selang tahun tertentu harus diakomodir dengan baik. Studi ini menekankan pada langkah pembaruan GMPE yang ada dalam piranti lunak USGS PSHA dan dilaksanakan analisis pada Pulau Jawa dengan kala ulang 2500 tahun. Pembaruan dilakukan dengan menambahkan kode pada file fortran HazgridXnga, yaitu GMPE BC Hydro 2012 untuk sumber gempa subduksi interslab. Hasil yang diperoleh adalah dengan menggunakan USGS PSHA modifikasi ini (1) daerah di dekat sekitar sesar mempunyai nilai PGA yang lebih tinggi, (2) berdasar sumber gempa background, daerah yang disinyalir terdapat zona subduksi dan sesar mengalami pembentukan zona PGA yang lebih tinggi (3) terdapat kesesuaian dengan hasil analisis Peta Gempa Indonesia 2017 menggunakan OpenQuake. Kata kunci: PGA, USGS PSHA modifikasi, BC Hydro 2012, OpenQuake PENDAHULUAN Analisis kegempaan merupakan hal yang dirasakan bertambah penting seiring dengan perkembangan pembangunan serta tata ruang dan wilayah suatu daerah. Kegiatan ini mengalami perubahan dengan adanya kemajuan di bidang keilmuan yang terkait dengan hal tersebut, seperti geofisika, geologi, seismologi dan teknik sipil. Pada waktu awal mula ilmu ini berkembang, analisis kegempaan, yang dipakai adalah metode deterministik, dimana hanya melibatkan beberapa sumber gempa yang dirasa mempunyai peran besar pada area dan titik yang dihitung merupakan satu- satunya poin yang mempunyai peluang terjadi gempa. Selanjutnya dilaksanakan metode probabilistik yang melibatkan seluruh sumber gempa yang ada dengan anggapan daerah yang dianalisis mempunyai peluang yang sama terjadi gempa. Pada PSHA (Probabilistic Seismic Hazard Analysis), salah satu parameter yang menjadi perhatian adalah GMPE (Ground Motion Prediction Equation) atau yang sering disebut atenuasi dimana persamaan ini yang menghubungkan parameter jarak, magnitude, kedalaman, kecepatan geser tanah/batuan dan sebagainya terhadap kecepatan, akselerasi atau perpindahan. Penyempurnaan terhadap GMPE akan berimbas kepada data base piranti lunak yang dipakai dalam pengolahan atau analisis kegempaan tersebut. Karenanya dalam studi ini akan digunakan GMPE BC Hydro 2012 (BC Hydro, 2012) di Pulau Jawa dengan katalog gempa yang bersumber dari Pusgen 2016 (PusGen, 2017). USGS PSHA merupakan piranti lunak berbasis bahasa pemrograman fortran yang dikembangkan oleh instansi geologi Amerika Serikat (Bella, 2008; Idriss, 2007; Mueller, Briggs, Wesson, & Petersen, 2015; Petersen et al., 2008). Dalam perkembangannya, piranti ini mempunyai indikasi telah dihentikan semenjak adanya piranti lunak sejenis (berkisar tahun 2014). Hal ini ditandai

Transcript of PUNCAK PERCEPATAN BATUAN DI PULAU JAWA …...PUNCAK PERCEPATAN BATUAN DI PULAU JAWA KALA ULANG 2500...

PROSIDING KONFERENSI NASIONAL PASCASARJANA TEKNIK SIPIL (KNPTS) X 2019 “Adaptasi dan Mitigasi Bencana dalam Mewujudkan Infrastruktur yang Berkelanjutan”

Bandung, 5 November 2019 | ISSN 2477-00-86

267

PUNCAK PERCEPATAN BATUAN DI PULAU JAWA KALA

ULANG 2500 TAHUN MENGGUNAKAN USGS PSHA MODIFIKASI

Arifan Jaya Syahbana1, Masyhur Irsyam2, M. Asrurifak3 dan Hendriyawan4

1Mahasiswa Program Studi Doktoral Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung, Email: [email protected]

2 Staf Pengajar, Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung, Email: [email protected]

3 Peneliti, Pusat Penelitian Mitigasi Bencana, Institut Teknologi Bandung, Email: [email protected] 4 Staf Pengajar, Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung, Email:

[email protected]

ABSTRAK

Pemakaian piranti lunak kegempaan dalam analisis puncak percepatan batuan (Peak Ground Acceleration/PGA) pada umumnya menggunakan piranti yang sudah siap digunakan sehingga hal ini membuat banyak pengguna enggan untuk mengembangkan piranti lunak open source. Pada sisi lain, perkembangan Ground Motion Prediction Equation (GMPE) yang ada tiap selang tahun tertentu harus diakomodir dengan baik. Studi ini menekankan pada langkah pembaruan GMPE yang ada dalam piranti lunak USGS PSHA dan dilaksanakan analisis pada Pulau Jawa dengan kala ulang 2500 tahun. Pembaruan dilakukan dengan menambahkan kode pada file fortran HazgridXnga, yaitu GMPE BC Hydro 2012 untuk sumber gempa subduksi interslab. Hasil yang diperoleh adalah dengan menggunakan USGS PSHA modifikasi ini (1) daerah di dekat sekitar sesar mempunyai nilai PGA yang lebih tinggi, (2) berdasar sumber gempa background, daerah yang disinyalir terdapat zona subduksi dan sesar mengalami pembentukan zona PGA yang lebih tinggi (3) terdapat kesesuaian dengan hasil analisis Peta Gempa Indonesia 2017 menggunakan OpenQuake.

Kata kunci: PGA, USGS PSHA modifikasi, BC Hydro 2012, OpenQuake

PENDAHULUAN

Analisis kegempaan merupakan hal yang dirasakan bertambah penting seiring dengan perkembangan pembangunan serta tata ruang dan wilayah suatu daerah. Kegiatan ini mengalami perubahan dengan adanya kemajuan di bidang keilmuan yang terkait dengan hal tersebut, seperti geofisika, geologi, seismologi dan teknik sipil. Pada waktu awal mula ilmu ini berkembang, analisis kegempaan, yang dipakai adalah metode deterministik, dimana hanya melibatkan beberapa sumber gempa yang dirasa mempunyai peran besar pada area dan titik yang dihitung merupakan satu-satunya poin yang mempunyai peluang terjadi gempa. Selanjutnya dilaksanakan metode probabilistik yang melibatkan seluruh sumber gempa yang ada dengan anggapan daerah yang dianalisis mempunyai peluang yang sama terjadi gempa. Pada PSHA (Probabilistic Seismic Hazard Analysis), salah satu parameter yang menjadi perhatian adalah GMPE (Ground Motion Prediction Equation) atau yang sering disebut atenuasi dimana persamaan ini yang menghubungkan parameter jarak, magnitude, kedalaman, kecepatan geser tanah/batuan dan sebagainya terhadap kecepatan, akselerasi atau perpindahan. Penyempurnaan terhadap GMPE akan berimbas kepada data base piranti lunak yang dipakai dalam pengolahan atau analisis kegempaan tersebut. Karenanya dalam studi ini akan digunakan GMPE BC Hydro 2012 (BC Hydro, 2012) di Pulau Jawa dengan katalog gempa yang bersumber dari Pusgen 2016 (PusGen, 2017).

USGS PSHA merupakan piranti lunak berbasis bahasa pemrograman fortran yang dikembangkan oleh instansi geologi Amerika Serikat (Bella, 2008; Idriss, 2007; Mueller, Briggs, Wesson, & Petersen, 2015; Petersen et al., 2008). Dalam perkembangannya, piranti ini mempunyai indikasi telah dihentikan semenjak adanya piranti lunak sejenis (berkisar tahun 2014). Hal ini ditandai

PROSIDING KONFERENSI NASIONAL PASCASARJANA TEKNIK SIPIL (KNPTS) X 2019 “Adaptasi dan Mitigasi Bencana dalam Mewujudkan Infrastruktur yang Berkelanjutan”

Bandung, 5 November 2019 | ISSN 2477-00-86

268

dengan data file terakhir yang dapat diunduh merupakan hasil studi pada tahun tersebut. Mekanisme perhitungan mempertimbangkan sumber gempa yang ada: 1) Sumber gempa background diolah dengan modul agridMLsm.v2 dan hazgridXnga2 secara berturutan, 2) sumber gempa sesar diolah dengan filtrate.v2 dan hazFXnga7c secara simultan dan terakhir 3) sumber gempa subduksi dengan hazSUBXnga. Keseluruhan dapat diolah dengan hazallXL.v2 untuk dilihat hasilnya. Pada studi ini dilakukan modifikasi pada piranti lunak tahun 2007 dengan alasan program ini yang lebih umum digunakan hingga pada pembuatan Peta Gempa Indonesia 2017 (PusGen, 2017) dengan menggunakan logic tree GMPE Peta Gempa Indonesia tahun 2010 (Asrurifak, 2010).

Pada sisi lain, GMPE BC Hydro mempunyai latar belakang yang menarik. BC Hydro merupakan pemilik dam di daerah British Columbia, Canada yang memulai proyek penilaian gempa untuk daerah dam mereka. Lokasi ini dipengaruhi dominan oleh sumber gempa subduksi di Cascadia. Dari kegiatan tersebut terciptalah persamaan atenuasi yang kemudian diberi nama BC Hydro (Abrahamson, Gregor, & Addo, 2016). Subroutine yang dimasukkan ke dalam modul hazSUBXnga tahun 2007 merupakan bagian dari hazSUBXnga tahun 2014 (BC Hydro, 2012).

METODOLOGI

Tahap pertama studi ini dimulai dengan pengumpulan dan pengolahan data gempa. Data gempa yang akan digunakan dalam studi ini akan dikumpulkan dari beberapa katalog, baik nasional, internasional, maupun perseorangan. Data gempa yang akan digunakan dikelompokkan berdasarkan magnitudo (Mw 4.5-6, 6-7, dan di atas 7). Pengelompokan tersebut untuk mengetahui tingkat kelengkapan data (completeness) dengan menggunakan metode Stepp (Nasir, Lenhardt, Hintersberger, & Decker, 2013). Metode ini akan menghitung frekuensi magnitude berdasarkan tingkat kelengkapan data per durasi gempa terekam secara baik. Tujuan dari completeness ini adalah untuk meningkatkan validitas hasil. Dalam langkah ini, ketersediaan data untuk tiap rentang magnitudo berbeda dapat terlihat dan dengan demikian dalam penghitungan frekuensi kejadian tidak dapat disamaratakan, dengan kata lain tergantung dari kelengkapan data. Semakin kecil magnitudo, terdapat kecenderungan data pada tahun yang lama akan semakin tidak lengkap, hal ini disebabkan karena perkembangan teknologi perekam gempa yang belum canggih.

Tahap kedua yaitu identifikasi sumber-sumber gempa. Sumber-sumber gempa yang akan digunakan dikumpulkan juga dari beberapa sumber sebagaimana yang telah disebutkan di tahap sebelumnya. Sumber-sumber tersebut akan dibedakan menjadi 3 mekanisme, yaitu: (1) subduksi megathrust, (2) subduksi beniof, dan (3) shallow crustal yang terdiri atas background dan sesar. Tujuan dari pemisahan mekanisme tersebut terkait dengan fungsi atenuasi yang akan digunakan.

Tahap ketiga adalah merangkum semua langkah di atas untuk dianalisis menggunakan piranti lunak USGS PSHA dan dilakukan pilot project pada lokasi studi, yaitu di Pulau Jawa. Selain hal tersebut juga dilaksanakan perbandingan dengan menggunakan hasil OpenQuake. Alasan dipilih Pulau Jawa adalah tingkat kepentingan dari berbagai sisi seperti poleksusbudhankam dan keanekaragaman sumber gempa yang ada di daerah tersebut. Seluruh langkah ini disajikan pada Gambar 1.

Dalam paper ini disampaikan hasil studi pada sebagian tahap ketiga. Dapat dikatakan sebagian karena pada tahap pertama belum dimasukkan semua atenuasi/GMPE terbaru (tahun 2014) pada piranti lunak USGS PSHA. Diharapkan dengan hasil pertama ini dapat mempermudah pemahaman penulis mengenai pembaruan subroutine pada program tersebut.

Analisis pada sumber gempa background dilakukan sebagai berikut: (1) pembuatan input yang akan diolah menggunakan modul agridMLsm.v2. Dalam input ini dimasukkan data batas area yang akan diolah, jarak antar titik yang akan dihitung, tahun data, jarak korelasi, file sumber gempa serta minimum magnitudo. Hasilnya berupa file dengan yang nantinya menjadi input pada modul hazgridXnga2. Mirip dengan sumber gempa background, untuk sumber sesar juga mengalami dua tahap perhitungan, yang pertama dengan filtrate.v2 dan dilanjutkan dengan HazFXnga7c. Yang terakhir, sumber subduksi (megathrust), berbeda dengan kedua sumber di atas, yang ini hanya menggunakan sekali perhitungan, yaitu hazSUBXnga yang telah dimodifikasi pada file dengan adanya subroutine BC Hydro 2012. Percobaan pembaruan subroutine dari modul hazSUBXnga

PROSIDING KONFERENSI NASIONAL PASCASARJANA TEKNIK SIPIL (KNPTS) X 2019 “Adaptasi dan Mitigasi Bencana dalam Mewujudkan Infrastruktur yang Berkelanjutan”

Bandung, 5 November 2019 | ISSN 2477-00-86

269

tahun 2014 ke tahun 2007 dilakukan dengan alasan modul tahun 2007 yang terbukti handal untuk dipakai pada pembuatan Peta Gempa Indonesia 2017.

Gambar 1. Alur metode penelitian dalam studi ini. Pengumpulan data sumber gempa diakomodir oleh tim PusGen (Pusat Studi Gempa Nasional) dan pembaruan atenuasi

dimulai dengan penambahan GMPE BC Hydro 2012 untuk mekanisme subduksi megathrust/interslab.

Logic tree yang dipakai dapat dilihat pada Gambar 2a-d. Terlihat pada logic tree tersebut bahwa terdapat pembobotan tipe character dan Gutenberg Richter untuk tipe sesar dan subduksi megathrust, magnitudo maksimum dengan rentang 0.2 Mw dan GMPE berdasar mekanisme yang ada. Magnitudo gempa background dangkal dibatasi pada rentang 4.5<Mw<6.5, sedangkan pada kedalaman yang lebih dalam, yaitu sampai dengan 300 km pada rentang 4.5<Mw<7.8. Untuk sumber gempa sesar dan subduksi megathrust dibatasi magnitudo minimum lebih dari 6.5 Mw. Penggunaan nilai b untuk semua sumber bernilai 1 kecuali untuk sumber gempa megathrust (lihat Tabel 1)

Tabel 1. Properties nilai a dan b untuk sumber gempa megathrust

Di sisi lain, nilai a pada sumber gempa background dihitung berdasarkan metode smoothed gridded seismicity (Frankel, 1995) yang sudah termasuk pada modul agridXLsm.v2, sementara untuk sumber sesar dihitung terhadap parameter slip-rate yang ada pada modul filtrate.v2 (Harmsen, 2010). Dengan demikian maka nilai a dan b pada semua sumber gempa sudah tersedia pada setiap masukan piranti lunak USGS PSHA.

No Nama Properties

1 M4 Mentawai-Siberut Mw=8.9 a=4.25 b=0.85

2 M5 Mentawai-Pagai Mw=8.9 a=3.02 b=0.63

3 M6 Enggano Mw=8.4 a=5.57 b=1.05

4 M7 Selat Sunda Mw=8.7 a=5.99 b=1.15

5 M8 West-Central Java Mw=8.7 a=5.55 b=1.08

6 M9-10 East Java Mw=8.7 a=5.63 b=1.08

7 M11-12-13 Sumba Mw=8.5 a=5.63 b=1.11

PROSIDING KONFERENSI NASIONAL PASCASARJANA TEKNIK SIPIL (KNPTS) X 2019 “Adaptasi dan Mitigasi Bencana dalam Mewujudkan Infrastruktur yang Berkelanjutan”

Bandung, 5 November 2019 | ISSN 2477-00-86

270

Gambar 2. Logic tree pada semua skenario sumber gempa yang terdiri atas pembobotan model, sense, magnitude dan GMPE (Asrurifak, 2010), dengan a) model sesar, b) model

subduksi megathrust, c) model background dan d) model Benioff

Mmax-0.2

0.2

Mmax Boore-Atkinson NGA 2006

Characteristic 0.6 1/3

0.66 Mmax+0.2 Campbel-Bozorgnia NGA 2006

0.2 1/3

Fault Chiou-Youngs NGA 2006

Trace Mmax-0.2 1/3

0.2

Gutenberg Richter Mmax

0.34 0.6

Mmax+0.2

0.2

Fault ModelMagnitude

uncertaintyGMPE

Mmax-0.2

0.2

Mmax BC Hydro 2012

Characteristic 0.6 1/4

0.5 Mmax+0.2 Atkinson Boore 2003

0.2 1/4

Subd Zhao et al 2006

Trace Mmax-0.2 1/2

0.2

Gutenberg Richter Mmax

0.5 0.6

Mmax+0.2

0.2

Subduction ModelMagnitude

uncertaintyGMPE

Strike Slip

0.33

Shallow Reverse Slip Boore Atkinson NGA 2008

0-50 km 0.33 1/3

Normal Slip Campbell Bozorgnia NGA 2006

0.33 1/3

Chiou Youngs NGA 2006

1/3

Shallow Background Model Sense uncertainty GMPE

Strike Slip

0.33

Deep Reverse Slip AB intraslab BC rock

50-300 km 0.33 1/3

Normal Slip Geomatrix slab 1997

0.33 1/3

AB 2003 intraslab world

data BC rock

1/3

Deep Background Model Sense uncertainty GMPE

a)

b)

c)

d)

PROSIDING KONFERENSI NASIONAL PASCASARJANA TEKNIK SIPIL (KNPTS) X 2019 “Adaptasi dan Mitigasi Bencana dalam Mewujudkan Infrastruktur yang Berkelanjutan”

Bandung, 5 November 2019 | ISSN 2477-00-86

271

DATA

Pada penelitian ini digunakan data yang berasal dari katalog Pusgen 2016 dan Buku Sumber Gempa Indonesia 2017. Data yang digunakan berjumlah sekitar 70.718 data gempa baik mainshock, fore shock dan after shock. Data ini kemudian dilakukan declustering dengan metode Gardner Knopoff 1974 (Gardner & Knopoff, 1974) untuk mendapatkan mainshock-nya. Semua sumber tersebut kemudian dipilih berdasarkan ketentuan radius lebih kurang 500 km dari posisi terluar daerah studi (Pulau Jawa). Untuk data sumber background, dipisahkan menjadi 6 interval kedalaman sebagaimana yang disajikan pada Gambar 3a, sementara untuk sesar dan subduksi juga dapat diamati pada Gambar 3b dan 3c.

a)

b)

PROSIDING KONFERENSI NASIONAL PASCASARJANA TEKNIK SIPIL (KNPTS) X 2019 “Adaptasi dan Mitigasi Bencana dalam Mewujudkan Infrastruktur yang Berkelanjutan”

Bandung, 5 November 2019 | ISSN 2477-00-86

272

Gambar 3. Penyajian peta menggunakan QGis (Team, 2015) mengenai sumber gempa yang dipergunakan dalam analisis ini (a) Data gempa background yang digunakan pada studi ini. Berasal dari katalog Pusgen 2016 untuk daerah sekitar Pulau Jawa radius 605 km dengan

magnitudo antara 4.5 sampai dengan 6.5 Mw, kedalaman maksimal 300 km dan tahun kejadian dari 1900 sampai dengan 2016. (b) Sumber sesar dengan jumlah sesar 66 buah dan

magnitudo maksimum di atas 6.5 Mw (c) Sumber subduksi interslab/interface dengan kedalaman maksimum 50 km yang terdiri dari M4-M13.

Parameter yang digunakan dalam analisis sumber gempa sesar mengacu kepada data yang ada pada Buku Peta Sumber dan Bahaya Gempa Indonesia 2017. Terdapat keterangan menarik pada variable sliprate untuk daerah Baribis-Kendeng, dimana data yang ada merupakan nilai 20% dari nilai yang terukur. Hal ini disebabkan adanya ketidaklengkapan data untuk mengukur keaktivitasan sesar yang sebenarnya membutuhkan data dengan rentang waktu yang lebih lama.

Tabel 2. Properties sesar untuk analisis PSHA Pulau Jawa (Pusgen, 2017) dengan keterangan mekanisme sesar tipe 1= strike slip, tipe 2= reverse dan tipe 3=normal

No NamaSliprate

(mm/y)Tipe *

Panjang

fault

(km)Dip (૰) Top (km)

Bottom

(km)

Width

(km)Mmax

1 CimandiriFault-Cimandiri 0.55 2 23 45 3 18 28 6.7

2 CimandiriFault-Nyalindung-Cibeber 0.4 2 15 45 3 18 28 6.5

3 CimandiriFault-Rajamandala 0.1 1 22.5 90 3 18 20 6.6

4 LembangFault-Lembang 2 1 29.5 90 3 18 20 6.8

5 Baribis-KendengFold-ThrustZone-Subang 0.1 2 16.5 45 3 18 30 6.6

6 Baribis-KendengFold-ThrustZone-Tegal 0.1 2 15 45 3 18 30 6.5

7 Baribis-KendengFold-ThrustZone-Pekalongan 0.1 2 16 45 3 18 30 6.6

8 Baribis-KendengFold-ThrustZone-Weleri 0.1 2 17 45 3 18 30 6.6

9 Baribis-KendengFold-ThrustZone-Semarang 0.1 2 17 45 3 18 30 6.6

10 Baribis-KendengFold-ThrustZone-Demak 0.1 2 15.5 45 3 18 30 6.6

11 Baribis-KendengFold-ThrustZone-Purwodadi 0.1 2 19 45 3 18 30 6.7

12 Baribis-KendengFold-ThrustZone-Cepu 0.1 2 50 45 3 18 30 7.1

13 Baribis-KendengFold-ThrustZone-Waru 0.05 2 32 45 3 18 30 6.9

14 Baribis-KendengFold-ThrustZone-Surabaya 0.05 2 12.5 45 3 18 30 6.5

15 Baribis-KendengFold-ThrustZone-Blumbang 0.05 2 15.5 45 3 18 30 6.6

16 Ciremai-StrikeSlipFault 0.1 1 20 90 3 18 20 6.6

17 Ajibarang-StrikeSlipFault 0.1 1 20 90 3 18 20 6.6

18 Opak-StrikeSlipFault 0.75 1 45 60 3 18 20 7

c)

PROSIDING KONFERENSI NASIONAL PASCASARJANA TEKNIK SIPIL (KNPTS) X 2019 “Adaptasi dan Mitigasi Bencana dalam Mewujudkan Infrastruktur yang Berkelanjutan”

Bandung, 5 November 2019 | ISSN 2477-00-86

273

Lanjutan Tabel 2. Properties sesar untuk analisis PSHA Pulau Jawa (Pusgen, 2017) dengan keterangan mekanisme sesar tipe 1= strike slip, tipe 2= reverse dan tipe 3=normal

HASIL

Berdasarkan simulasi dengan keseluruhan data gempa, maka dapat dilihat hasilnya sebagaimana disajikan pada Gambar 4 a-d. Pada daerah subduksi (megathrust) dapat dilihat untuk kedalaman dangkal maka nilai PGA akan meningkat (Gambar 4a), hal ini disebabkan jarak sumber terhadap titik perhitungan (kedalaman 0 km) adalah semakin kecil. Sama halnya untuk sumber sesar (Gambar

No NamaSliprate

(mm/y)Tipe *

Panjang

fault

(km)Dip (૰) Top (km)

Bottom

(km)

Width

(km)Mmax

19 Merapi-Merbabu-StrikeSlipFault 0.1 1 28 90 3 18 20 6.8

20 PatiThrust 0.1 1 34.5 90 3 18 30 6.9

21 SumateraFault_Sianok 14 1 90 90 3 20 20 7.4

22 SumateraFault_Sumani 14 1 60 90 3 20 20 7.2

23 SumateraFault_Suliti 14 1 95 90 3 20 20 7.4

24 SumateraFault_Siulak 14 1 70 90 3 20 20 7.3

25 SumateraFault_Dikit 12 1 60 90 3 20 20 7.2

26 SumateraFault_Ketaun 12 1 85 90 3 20 20 7.4

27 SumateraFault_Musi 13.5 1 70 90 3 20 20 7.3

28 SumateraFault_Manna 13.5 1 85 90 3 20 20 7.4

29 MentawaiFault_Mentawai 5 2 560 45 3 20 20 8.5

30 MentawaiFault_Enggano 5 2 160 45 3 20 20 7.7

31 SumateraFault_KumeringN 12.5 1 111 90 3 20 20 7.5

32 SumateraFault_KumeringS 12.5 1 60 90 3 20 20 7.2

33 SumateraFault_SemangkoBaratA 8 1 90 90 3 20 20 7.4

34 SumateraFault_SemangkoTimurB 3 1 35 90 3 20 20 6.9

35 SumbawaStraitStrikeslipFault-Central 0.5 1 104 90 3 18 20 7.4

36 SumbawaStraitStrikeslipFault-South2 0.5 1 40 90 3 18 20 6.9

37 SumbawaStraitStrikeslipFault-South1 0.5 1 47 90 3 18 20 7

38 LombokStraitStrikeslipFault-North 0.5 1 156 90 3 18 20 7.6

39 LombokStraitStrikeslipFault-North 0.5 1 156 90 3 18 20 7.6

40 LombokStraitStrikeslipFault-Central 0.5 1 133 90 3 18 20 7.6

41 SumbaStrikeslip-1 0.5 1 83 90 3 18 20 7.3

42 FloresBackarcThrust-Bali 13.9 2 84 45 3 18 20 7.3

43 SumbaStrikeslip-2 0.5 1 42 90 3 18 20 7

44 SumbaStrikeslip-3 0.5 1 25 90 3 18 20 6.7

45 SumbaStrikeslip-4 0.5 1 31 90 3 18 20 6.8

46 SumbaStrikeslip-5 0.5 1 46 90 3 18 20 7

47 FloresBackarcThrust-LombokSumbawa 19.8 2 310 45 3 18 20 7.9

48 MakasarStraitThrust-North 2 2 50 45 3 18 30 7.12

49 MakasarStraitThrust-Central 3 2 85 45 3 18 30 7.38

50 MakasarStraitThrust-Mamuju 6 2 40 45 3 18 30 7.02

51 MakasarStraitThrust-Somba 6 2 80 45 3 18 30 7.35

52 PalukoroFault-Moa 33 1 66 90 3 18 20 7.19

53 PalukoroFault-Saluki 33 1 44 90 3 18 20 6.99

54 PalukoroFault-Palu 33 1 31 90 3 18 20 6.81

55 Walanae 0.1 1 65 90 3 18 20 7

56 SumateraFault_UjungKulonA 10 1 80 90 3 20 20 7.4

57 SumateraFault_UjungKulonB 10 1 150 90 3 20 20 7.7

58 SumateraFault_SemangkoBaratB 8 1 80 90 3 20 20 7.4

59 SumateraFault_SemangkoGraben 3 3 50 60 3 20 20 7.1

60 RMKSFault-West 3 1 258 90 3 18 20 7.9

61 RMKSFault-East 3 1 230 90 3 18 20 7.8

62 SapeStrikeslip 0.5 1 27 90 3 18 20 6.7

63 BondowatuFault 0.5 3 44 60 3 18 20 6.5

64 TelukPanasFault-North 0.5 1 175 90 3 18 20 7.7

65 BaweanFault 0.5 1 156 90 3 18 20 7.6

66 Meratus 0.2 2 52.5 45 3 18 30 7

PROSIDING KONFERENSI NASIONAL PASCASARJANA TEKNIK SIPIL (KNPTS) X 2019 “Adaptasi dan Mitigasi Bencana dalam Mewujudkan Infrastruktur yang Berkelanjutan”

Bandung, 5 November 2019 | ISSN 2477-00-86

274

4b), maka nilai PGA akan meningkat seiring dengan dekatnya terhadap sumber gempa. Yang terakhir, untuk sumber background (Gambar 4c), akan tampak zona-zona yang secara sepintas terlihat adanya sumber gempa yang telah teridentifikasi maupun belum, hal ini tampak pada semakin tingginya nilai PGA pada area subduksi dangkal dan sesar. Semua sumber tersebut jika digabungkan maka akan terlihat seperti Gambar 4d yang mana tampak zona dengan PGA tinggi berada pada area dekat subduksi dan sesar.

a) b)

c)

PROSIDING KONFERENSI NASIONAL PASCASARJANA TEKNIK SIPIL (KNPTS) X 2019 “Adaptasi dan Mitigasi Bencana dalam Mewujudkan Infrastruktur yang Berkelanjutan”

Bandung, 5 November 2019 | ISSN 2477-00-86

275

Gambar 4. Peta PGA batuan Pulau Jawa kala ulang 2500 tahun menggunakan USGS PSHA modifikasi (a) hubungannya dengan daerah megathrust, (b) hubungannya dengan sumber

sesar dan (c) hubungannya dengan sumber background. (d) semua sumber gempa

Sebagai perbandingan dengan hasil analisis pada Peta Gempa Indonesia 2017 dengan menggunakan OpenQuake (Gambar 5) maka dapat terlihat ada kemiripan. Kemiripan tersebut adalah adanya penampakan zonasi PGA yang semakin meningkat seiring dengan dekatnya kepada sumber megathrust, dan juga semakin meningkat dengan adanya kedekatan terhadap sumber gempa sesar. Sementara itu juga terdapat perbedaan, yaitu dengan menggunakan USGS PSHA lebih sensitif terhadap keberadaan sesar, sehingga untuk daerah yang berada di sekitar sesar akan lebih besar nilai PGA nya. Adapun rentang maksimum PGA yang dihasilkan tidak terpaut jauh, yaitu pada kisaran 1,0g.

Gambar 5. PGA batuan Pulau Jawa dengan kala ulang 2500 tahun menggunakan OpenQuake (GEM (2016), courtesy Phil Cummin (2019)). Tampak dengan pirani lunak ini,

sensitifitas terhadap keberadaan sesar kurang tinggi dibandingkan dengan USGS PSHA sebagaimana yang terlihat pada daerah sekitar Sesar Cimandiri, Lembang dan Pati.

d)

PROSIDING KONFERENSI NASIONAL PASCASARJANA TEKNIK SIPIL (KNPTS) X 2019 “Adaptasi dan Mitigasi Bencana dalam Mewujudkan Infrastruktur yang Berkelanjutan”

Bandung, 5 November 2019 | ISSN 2477-00-86

276

KESIMPULAN

Makalah ini memaparkan hasil kemajuan penelitian disertasi yang telah dilakukan sampai saat ini. Hasil analisis menunjukkan keberhasilan pembaruan atenuasi pada USGS PSHA, yaitu pada GMPE BC Hydro 2012 untuk mekasnisme megathrust/intraslab. Di samping itu, terdapat kesesuaian antara piranti lunak USGS PSHA dan OpenQuake yang mewakili Peta Gempa Indonesia 2017. Rentang PGA batuan yang dihasilkan berada pada rentang 0,0-1,0g dengan zonasi tinggi berada pada jarak yang dekat dengan sumber gempa baik subduksi maupun sesar. Sementara itu sumber gempa background memiliki kelebihan dalam mengidentifikasi sumber gempa baik yang sudah diketahui maupun belum. Dari studi ini juga dapat diamati bahwa USGS PSHA lebih sensitif terhadap sumber gempa sesar. Kedepannya diharapkan dengan mengetahui proses pembaruan, maka GMPE yang baru dapat diakomodir lebih cepat sehingga ketergantungan kita terhadap piranti lunak lain dapat berkurang.

DAFTAR PUSTAKA

Abrahamson, N., Gregor, N., & Addo, K. (2016). BC Hydro ground motion prediction equations for subduction earthquakes. Earthquake Spectra, 32(1), 23–44.

Asrurifak, M. (2010). Peta Respon Spektra Indonesia Untuk Perencanaan Struktur Bangunan Tahan Gempa Dengan Model Sumber Gempa Tiga Dimensi Dalam Analisis Probabilitas. Disertasi Doktor Teknik Sipil ITB, Indonesia.

BC Hydro. (2012). Probabilistic Seismic Hazard Analysis (PSHA) Model Volumes 1, 2, 3 and 4. BC Hydro Engineering Report E658, (November).

Bella, R. A. (2008). Pembuatan Program Interface untuk Software USGS PSHA 2007 dengan Studi Kasus Pembuatan Peta Spectra Hazard di Wilayah Nusa Tenggara Timur. Tesis Teknik Sipil Institut Teknologi Bandung, 116.

Frankel, A. (1995). Mapping seismic hazard in the central and eastern United States. Seismological Research Letters, 66(4), 8–695.

Gardner, J. K., & Knopoff, L. (1974). Is the sequence of earthquakes in Southern California, with aftershocks removed, Poissonian? Bulletin of the Seismological Society of America, 64(5), 1363–1367.

GEM. (2016). The OpenQuake-engine User Manual. Global Earthquake Model (GEM) Technical Report 2016-06, 193. https://doi.org/10.13117/GEM.OPENQUAKE.MAN.ENGINE.2.0/01

Harmsen, S. (2010). USGS Software for Probabilistic Seismic Hazard Analysis (PSHA). Manual USGS PSHA Software (Unpublished), (July 20, 2010).

Idriss, I. M. (2007). Empirical Model for Estimating The Average Horizontal Values of Pseudo-Absolute Spectral Accelerations Generated By Crustal Earthquakes. Interim Report Issued for USGS Review, (January 2007), 76.

Mueller, C. S., Briggs, R. W., Wesson, R. L., & Petersen, M. D. (2015). Updating the USGS seismic hazard maps for Alaska. Quaternary Science Reviews, 113, 39–47.

Nasir, A., Lenhardt, W., Hintersberger, E., & Decker, K. (2013). Assessing the completeness of historical and instrumental earthquake data in Austria and the surrounding areas. Austrian Journal of Earth Sciences, 106/1, 13.

Petersen, M. D., Harmsen, S., Mueller, C., Haller, K., Dewey, J., Luco, N., … Lidke, D. (2008). New USGS Southeast Asia seismic hazard maps. In The 14th World Conf. Earthquake Engineering (pp. 12–17).

PusGen. (2017). Peta Sumber dan Bahaya Gempa Indonesia Tahun 2017 (1st ed.). Bandung: Puslitbang Perumahan dan Pemukiman.

Team, Q. D. (2015). QGIS geographic information system. Open Source Geospatial Foundation Project, Versão, 2(7).