Pulau Ende. Kisah Sukses Pulau Pertama di Indonesia yang Terbebas dari Buang Air Besar Sembarangan
-
Upload
pustaka-perumahan-dan-kawasan-permukiman-piv-pkp -
Category
Documents
-
view
311 -
download
11
description
Transcript of Pulau Ende. Kisah Sukses Pulau Pertama di Indonesia yang Terbebas dari Buang Air Besar Sembarangan
a
Kisah Sukses Pulau Pertama Indonesia yang Terbebas
dari Buang Air Besar Sembarangan
POKJAAMPL
Pulau Ende
i
B u k u P e m b e l a j a r a nPulau Ende
ii iii
Perilaku hidup bersih dan sehat adalah prasyarat penting untuk membangun masyarakat Indonesia sejahtera, berkualitas dan produktif. Karena itu, Kementerian Kesehatan secara aktif mendorong perubahan perilaku di seluruh pelosok Indonesia. Bekerjasama dengan pemerintah provinsi dan kabupaten/kota, Kementerian Kesehatan telah menerapkan program Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) di berbagai tempat. Program ini bertumpu pada keyakinan dan tekad masyarakat untuk berubah, dan terbukti memberi hasil yang berkelanjutan. Dalam tiga tahun terakhir, banyak desa di pulau besar yang telah mendeklarasikan terbebas dari Buang Air Besar Sembarangan (BABS). Namun, belum banyak pulau kecil yang mencapai prestasi serupa.
Umumnya di wilayah kepulauan, pelaksanaan program STBM menemui tantangan unik. Kendalanya adalah keterbatasan memperoleh informasi dan produk terkait perilaku hidup bersih dan sehat, serta keterbatasan sumber air baku. Padahal, dari Sabang sampai Merauke, terhitung ribuan pulau kecil yang penduduknya belum menikmati fasilitas air minum, sanitasi dan masih BAB secara sembarangan.
Keberhasilan warga Pulau Ende membebaskan diri dari BABS membawa angin segar – bahwa masyarakat suatu pulau kecil dapat terpicu dan menyatakan hasrat untuk memulai kehidupan yang lebih sehat. Semangat ini patut ditularkan ke masyarakat pulau kecil lainnya. Pemerintah di semua lini patut mendorong masyarakat agar merubah perilaku dan mendukung dengan berbagai cara.
Buku ini memaparkan kisah perjalanan di Kecamatan Pulau Ende, dan memberi kiat sukses untuk daerah lain yang ingin melakukan replikasi. Terbitnya buku ini diharapkan dapat memberi inspirasi bagi aparat dan tokoh masyarakat di wilayah lain di Indonesia, terutama di pulau-pulau kecil.
Kementerian Kesehatan mengucapkan terima kasih kepada semua mitra pembangunan yang telah membantu pelaksanaan program STBM. Peran aktif Gubernur Provinsi Nusa Tenggara Timur dan Kepala Daerah Kabupaten Ende yang tak pernah putus memberi dukungan dan bantuan membuat program ini berjalan dengan sukses, terlebih dengan dicanangkannya program Kabupaten Ende Stop BABS pada tahun 2015. Khusus untuk UNICEF, kerjasama dengan pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur dan khususnya Kabupaten Ende serta warga Pulau Ende memberi contoh pola kolaborasi yang sangat efektif. Harapan kami semakin banyak kerjasama yang memberi hasil positif dan berkelanjutan.
Selamat membaca. Semoga buku ini bermanfaat!
Jakarta, Agustus 2012
dr. Nafsiah Mboi, Sp.A, MPH
Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Kata PengantarNarasumber: Komisi C DPRD Kabupaten Ende: Heribertus Gani, SPd; Kantor Bupati
Kabupaten Ende: Martinus Ndate; BAPPEDA Kabupaten Ende: drg. Dominikus Minggu, M.Kes,
Andreas Worho, ST, MT, Ernesta Sri Say, ST, Yohanes Don Bosco, S. Sos, Maria Theresia Firmina
Baru, S.Si, M.Sc, Patrisius Surda, S.Si; Dinas Kesehatan Kabupaten Ende: Anfrina L.N. Mani,
Ahmad Gunung; Himpunan Ahli Kesehatan Lingkungan Indonesia: Mukhsin Mustika; Kantor
Kecamatan Ende Tengah: Petrus H. Djata; Kantor Kecamatan Pulau Ende: Nasrul Ibrahim;
Direktur Yayasan Prima Massa: Servasius Goa, Amd; Fasilitator: Thedeus Mbabho, SE, Ayub
Seda Gani; Puskesmas Akhmad Yani Kecamatan Pulau Ende: Fransiskus Dadjo, AMK, Haji Ali;
Desa Rendoraterua: Ahmad Yusuf; Desa Rorurangga: Junaidin P.S, Juleha Roja, Mashadin;
Desa Ndoriwoy: Rasjid Kuri, Muchsin Bone, Boro Koa, Wahab Abdullah, Kajo Abdullah, Said
Ibrahim, Roswati, Sufiah A. Ma.; Desa Redodori: Aliasa H.A., Hamzah Parera, Abdullah Ali Jawa,
Adulkadir Bahlil; Desa Aejeti: Golkar Yusuf, Surafan Muhammad, Saudin Abdullah, Amir Jabir;
Desa Paderape: M. Abdullah; Desa Puutara: Saleh, Pua Rasyid, Wahyah Darham, Ismail, Dede
Broto; Sekolah Dasar Puutara: Musosman; Madrasah Ibtidaiyah Swasta Nurul Ummah Pulau
Ende: Maemuna Wio; Sekolah Dasar Inpres Rendomaupandi: Halimah Jaenab; Dasar Negeri
Ekoreko: Nurdin Ibrahim.
Konsep dan Arahan: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia: Wilfried H.
Purba, Zainal I. Nampira, Trisno Soebarkah, Kristin Darundiyah; Sekretariat STBM; Pokja AMPL
Nasional; UNICEF: Nadarajah Moorthy, Juliaty Ansye Sopacua, Dormaringan Saragih; Sekretariat
WES UNICEF.
Apresiasi
Penyusun: Qipra Galang Kualita: Isna Marifa, Laksmi Wardhani, Deasy Sekar T. Sari dan
Sylvana Corputty (Tulisan); M. Taufik S (Tata Letak dan Desain Grafis).
July 2012
iv 1
Berbagi Pengalaman
Pengantar i
Apresiasi ii
Daftar Isi iii
Berbagi Pengalaman 1Mengenal Pulau Ende 2
Box: Sejarah Pulau Ende 2Mengapa Perlu Perubahan? 4Air Tawar Komoditi Langka 4
Box: Kriteria Kejadian Luar Biasa 5Tahapan Program Air Bersih dan Sanitasi Lingkungan di Pulau Ende 6Masyarakat yang Membangun Sendiri 8Desa Rorurangga 10Desa Aejeti 11Desa Redodori 12Desa Ndoriwoy 13Desa Rendoratarua 14Desa Padarape 15Desa Puutara 16Perhatian Pemerintah Kabupaten 17Sanitarian yang Jeli dan Berdedikasi 18Pendamping yang Ulet dan Bersahabat 19Kepala Desa sebagai Pemimpin Gerakan 20Buser Tinja 21Pemuka Agama sebagai Pembawa Pesan 22Perempuan & Anak – Agen Perubahan 23Arisan Jamban 24Tugu Informasi 25Peraturan Desa 26Didukung Dengan Data 27Deklarasi di Pulau Ende 28Tingkat Kabupaten Menciptakan Mimpi AMPL 29
Sebelas Langkah Replikasi 30Ciptakan Komitmen Pimpinan 32Tentukan Wilayah Sasaran 33Kaji Kondisi Wilayah Sasaran 34
Box: Sanitasi Total Berbasis Masyarakat 35Rencanakan Program 36
Box: Perlu Pembiayaan 37Siapkan Tim Kerja 38Sosialisasi Program 39Rancang Kegiatan Lapangan 40
Box: Cara BAB yang Benar 41Siapkan Kader Desa 42Lakukan Pemicuan Masyarakat 43Jadwalkan Pendampingan 44
Box: Tangga Sanitasi 45Nyatakan Wilayah Terbebas BAB Sembarangan 46
Daftar Istilah 47
Daftar Pustaka 48
Daf
tar I
si
Kisah sukses di Pulau Ende patut dikumandangkan ke seluruh negeri. Warga pulau ini menempuh perjalanan panjang sampai berhasil merubah perilaku buang air besar. Penyakit diare yang sebelumnya mewabah secara rutin dapat diatasi. Dan pulau ini dideklarasi sebagai wilayah yang terbebas dari buang air besar sembarangan. Perubahan perilaku melibatkan seluruh unsur masyarakat, dan kerjasama pemerintah kabupaten, pemerintah pusat, tokoh masyarakat dapat dijadikan contoh bagi wilayah lain.
Bagian ini memaparkan pengalaman di Pulau Ende, serta pihak-pihak yang berperan. Bagian ini juga memperlihatkan faktor-faktor keberhasilan yang penting diperhatikan. Perjalanan pulau cantik ini diharapkan menjadi sumber inspirasi bagi komunitas lain di seluruh Indonesia, terutama komunitas pulau kecil lain.
Foto: Qipra/2012/Taufik S.
2 3
Mengenal Pulau EndePulau Ende merupakan salah satu kecamatan dari 21 kecamatan yang ada di Kabupaten Ende, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Pulau Ende terletak di sebelah Barat Kota Ende, dan dapat dijangkau menggunakan kapal motor. Setiap hari ada kapal motor khusus penumpang yang secara reguler berlayar dari Pulau Ende ke Kota Ende dan sebaliknya.
Pulau Ende memiliki luas keseluruhan 63,03 km². Saat ini Pulau Ende didiami oleh lebih kurang 7786 penduduk, dengan kepadatan 124 jiwa/km². Pulau Ende memiliki tujuh desa yakni Desa Redodori, Aejeti, Rorurangga, Puutara, Paderape, Rendoraterua, dan Ndoriwoy. Mereka menggunakan Bahasa Ende, sebagai bahasa sehari hari.
Mata pencaharian mayoritas masyarakat Pulau Ende adalah sebagai nelayan, dan hasil tangkapannya menjadi andalan konsumen di Kota Ende dan sekitarnya. Kemahiran warga Pulau Ende membuat perahu, diakui pelaut dari berbagai daerah. Selain melaut, penduduk Pulau Ende juga berladang di lahan sempit dan kurang subur. Tanaman yang menghasilkan terbatas pada ubi, kelapa dan jagung.
Pulau Ende memang unik. Pertama, seratus persen penduduknya beragama Islam, padahal penduduk NTT mayoritas beragama Katolik. Kedua, di Pulau Ende nyaris tidak ada air tawar. Sebagian besar sumur di pulau ini menghasilkan air payau. Keunikan yang ketiga adalah hanya ada sepeda motor sebagai alat transportasi di dalam pulau. Semua warga berjalan kaki dan naik sepeda motor untuk menjalankan aktifitasnya.
Sejarah Pulau EndeSejarah Pulau Ende tidak banyak terdokumentasi. Catatan paling tua mungkin dari tahun 1400an, sebagaimana dikutip Sir Thomas Stamford Raffles dari manuskrip Natakoesoema mengenai kawasan Timur Nusantara: Sumenep, Bali (www.portal.endekab.go.id). Kisah masuknya Islam di Pulau Ende ada berbagai versi. Ada cerita Nabi Muhamad SAW yang langsung mengutus Imam Syafi’i untuk menyebarkan Islam di Pulau Ende, ada pula yang menyebut berasal dari pedagang asal Palembang pada abad ke 15 (www.hierobokilia.blogspot.com).
Pastinya pada tahun 1600an Portugis sempat menjadikan Pulau Ende sebagai pusat pemerintahan dan membangun benteng di Dusun Kemo, Desa Rendoraterua. Kisah penting lainnya adalah saat pemerintah Belanda mengasingkan Soekarno ke Kota Ende, Pulau Flores pada tahun 1934-1938. Beliau kerap berkunjung ke Pulau Ende; bahkan beliau juga menulis sebuah naskah drama dengan judul Rendo Rate Rua. (www.sipriseko.blogspot.com).
Profil Pulau EndeDESA LUAS (KM2) JUMLAH
PENDUDUK (JIWA)
Rendoraterua 6,50 996
Redodori 4,00 998
Ndoriwoy 9,53 1043
Paderape 4,69 896
Puutara 14,29 1520
Rorurangga 14,29 912
Aejeti 9,73 1421
Kabupaten Ende
Provinsi Nusa Tenggara Timur
P. Sumba P. Timor
P. Flores
P. Adonara
P. Alor
P. Pantap
P. Lembata
P. Sabu
Laut Sawu
Ndoriwoy
Redodori
Rendoraterua
Paderape
Aejeti
Puutara
Rorurangga
Laut Sawu
Laut Sawu
Laut Sawu
Pulau Ende
Utara
Selatan
TimurBarat
Infographis: Qipra/2012/Taufik S.
2 3
4 5
Mengapa Perlu Perubahan?Sebelum tahun 2007, Kecamatan Pulau Ende dikenal sebagai “Pulau Bencana”
atau “Pulau Malapetaka”. Tahun 2004, 2005 dan 2006, diakhir musim hujan,
pulau ini mengalami KLB diare, dimana ratusan warga terserang diare. Tahun
2005, terjadi 1 kali KLB, dengan mayoritas (67%) korban anak usia 0 – 5 tahun.
Pada tahun 2006, bahkan terjadi 2 kali KLB. Penderita juga sebagian besar
anak dibawah lima tahun.
Julukan lain yang disandang Pulau Ende adalah “jamban terpanjang di
dunia”. Pemandangan rutin di setiap subuh, adalah warga berjejer di
sepanjang pantai untuk membuang hajat, sambil bercengkrama dengan
orang yang berada disebelahnya, bertukar kabar dan bercanda. Pantai
sekeliling pulau sepanjang 63 kilometer berfungsi sebagai jamban bersama
– jamban terpanjang di dunia.
Insiden diare di Pulau Ende merupakan yang tertinggi di Kabupaten Ende.
Para pejabat di tingkat Kabupaten sangat prihatin dan mencoba berbagai
upaya untuk mengatasi masalah ini. Namun, pemerintah memahami bahwa
jika masalah air bersih di Pulau Ende belum teratasi, masalah diare akan
terus muncul kembali.
laut menjadi air tawar (proses desalinasi). Sayangnya, hasil pengolahan ini
menunjukkan air tercemar bakteri E-coli, yang berasal dari tinja dalam air laut.
Alhasil, warga Pulau Ende terpaksa terus bergantung pada air payau (dari
sumur) untuk mandi dan cuci, dan air tawar dari sumur-sumur di Desa
Ndoriwoy, di sebelah Barat Daya pulau. Bahkan, sebagian warga pulau
terbiasa minum air yang sedikit payau. Tugas mengambil air untuk minum
dan masak jatuh pada para ibu, karena para bapak pergi melaut atau
berladang.
Pemerintah Kabupaten Ende menyadari bahwa warga harus
mendapatkan air dahulu sebelum masalah BAB
sembarangan dapat ditangani. Jika tidak, upaya
memberantas diare akan setengah jalan. Pemerintah
Kabupaten memutuskan untuk melakukan Program
Air dan Sanitasi Lingkungan untuk mengatasi masalah
diare di Pulau Ende dengan dukungan dari UNICEF.
Martinus Ndate Asisten 1 Bupati Kabupaten Ende
“Data menunjukkan bahwa kecamatan Pulau Ende adalah wilayah yang paling parah kekurangan air, sering terkena wabah diare dan
pendapatan penduduknya paling rendah di kabupaten”.
Foto: Qipra/2012/Taufik S.
5
Air Tawar – Komoditi Langka
Berbagai upaya dilakukan untuk meningkatkan akses air bersih bagi warga
Pulau Ende. Pada tahun 2004, selama satu tahun, pemerintah mengirimkan
air bersih dalam tangki dari daratan Pulau Flores. Kendalanya adalah biaya
angkutan (kapal motor) yang tinggi dan cuaca buruk, terutama pada musim
angin Barat. Pembuatan sumur dalam juga kurang berhasil karena sumber
air yang ditemukan memiliki kadar garam yang tinggi. Upaya lain diprakarsai
oleh lembaga swadaya dari Portugal adalah membuat unit pengolahan air
Data Kejadian Diare di Kecamatan Pulau Ende
tahun 2003-2011
Tidak Ada KLB Diare
Ada KLB Diare
2003 2007 2008 2009 2010 2011
2004 2005 2006
Kriteria Kejadian Luar Biasa
Suatu kejadian kesakitan atau kematian dinyatakan luar biasa bila terdapat unsur:
• Timbulnyasuatupenyakitmenularyangsebelumnyatidakadaatautidakdikenal
• Peningkatankejadianpenyakit/kematianterus-menerusselama3kurunwaktuberturut-turutmenurut
jenis penyakitnya (jam, hari, minggu)
• Peningkatankejadianpenyakit/kematian2kalilipatataulebihdibandingkandenganperiodesebelumnya
(jam, hari, minggu, bulan, tahun).
• Jumlahpenderitabarudalamsatubulanmenunjukkankenaikan2kalilipatataulebihbiladibandingkan
dengan angka rata-rata perbulan dalam tahun sebelumnya.
Sumber: Keputusan Dirjen No.451/91, tentang Pedoman Penyelidikan dan Penanggulangan Kejadian Luar Biasa; dikutip dalam http://www.tempo.co/read/news/2005/09/19/05566790/Kejadian-Luar-Biasa-Apa-Artinya
6 7
TAHAPAN PROGRAM AIR BERSIH DAN SANITASI LINGKUNGAN
Proses perbaikan kondisi sanitasi dan akses air bersih di Pulau Ende melalui beberapa tahapan
kegiatan. Pemerintah Kabupaten Ende menjalin kerjasama dengan UNICEF, dan merancang kegiatan
berdasarkan pendekatan sanitasi berbasis masyarakat. Diagram dibawah ini menunjukkan proses
yang dilalui di Pulau Ende sampai dengan deklarasi terbebas dari BAB sembarangan.
9Penyiapan
Masyarakat
Masyarakat disiapkan untuk membangun PAH bersama kader teknis yang sudah dilatih.
13Pelatihan CLTS desa
Lima orang dari setiap desa mendapat pelatihan proses pemicuan CLTS. Kelima orang tersebut membentuk tim CLTS desa.
Mengikuti rekomendasi lokakarya, Universitas Flores melakukan penelitian tentang perilaku warga Pulau Ende, dan opsi pendekatan untuk merubah perilaku.
5Penelitian
Perubahan Perilaku
10Sosialisasi
Program
Sosialisasi pembangunan PAH di setiap desa dilakukan bersama staf dari Kementerian Kesehatan.
14Pemicuan
Masyarakat
Pemicuan dilakukan oleh tim CLTS desa, didampingi Dinas Kesehatan Kabupaten.6
Pembentukan Tim
Tim dibentuk dengan anggota terdiri dari: BAPPEDA, Dinas Kesehatan, Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, Dinas Pekerjaan Umum dan LSM.
Penentuan Target
Dinas Kesehatan Kabupaten Ende memilih lokasi pelaksanaan program berdasarkan analisis data penyebaran penyakit.
3Penyusunan Rencana
Kerja Masyarakat11 Masyarakat bersama
tim program melakukan identifikasi masalah, mencari solusi dan menyusun rencana kerja bersama.
Pendampingan15 Selama proses perubahan
perilaku, dilakukan berbagai kegiatan seperti lomba-lomba dan penyuluhan oleh tim CLTS desa dan pendamping masyarakat
Penggalian Ide
Tim berdiskusi dan menggali ide tentang isu yang akan diangkat. Untuk Pulau Ende, isu pertama yang dipilih adalah air minum.
7
4Advokasi
di Kabupaten
Diadakan rangkaian lokakarya melibatkan semua pemangku kepentingan di tingkat Kabupaten tentang keberadaan program. Lokakarya menghasilkan rekomendasi kegiatan.
Penyiapan Pendamping
12 Pendamping masyarakat bertugas untuk meyakinkan masyarakat agar menggunakan air hujan sebagai sumber air minum
Deklarasi BABS
16 Upacara pengakuan wilayah Pulau Ende bebas dari BAB sembarangan dilakukan oleh Kementerian Kesehatan dan dihadiri oleh wakil dari UNICEF, Pemerintah Kabupaten dan pihak terkait lainnya.
Pemilihan Opsi
8 Isu penyediaan air minum diangkat ke masyarakat, dan masyarakat memilih opsi menampung air hujan sebagai sumber air minum.
Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur melayangkan tawaran kepada Pemerintah Kabupaten, lalu memilih lokasi kegiatan berdasarkan surat minat dari Kabupaten dan kriteria yang telah ditentukan.
1Komitmen
Provinsi
2Sosialisasi
di Kabupaten
Pemerintah Kabupaten menunjuk Pokja AMPL Kabupaten sebagai penanggung-jawab program, dan memberi tugas kepada SKPD terkait.
6 7
8 9
MASYARAKAT YANG MEMBANGUN SENDIRI Pada tahun 2006, pemerintah mulai memperkenalkan kampanye perilaku hidup bersih dan sehat ke Pulau Ende. Melalui proses pemicuan, masyarakat disadarkan tentang pentingnya merubah perilaku agar penyakit bisa dihindari. Perilaku yang dianjurkan termasuk buang air besar di tempat yang tepat, dan cuci tangan memakai sabun. Namun, di Pulau Ende yang sumber airnya terbatas, perilaku hidup bersih dan sehat menjadi tantangan besar.
Saat warga sudah memahami perlunya ketersediaan air minum yang baik, pemerintah bersama UNICEF turun tangan untuk memperbaiki akses terhadap air minum. UNICEF menyelenggarakan pelatihan pembangunan unit Penampung Air Hujan (PAH), dan menyediakan cetakan PAH yang terbuat dari FRP (Fiberglass Reinforced Plastic). Pelatihan pembangunan PAH dilakukan pertama kali di Desa Aejeti dan Desa Paderape. Setelah kedua desa, pelatihan dilanjutkan di lima desa lainnya. Hasilnya, di setiap desa ada sejumlah warga (tenaga teknis) yang terlatih menggunakan cetakan PAH dan membantu setiap keluarga membangun PAH masing-masing.
Warga yang menginginkan PAH harus menyediakan sendiri material lokal, yaitu, pasir, kerikil dan batu dasar, dan juga mengerahkan tenaga sendiri untuk membangun PAHnya. Warga dibantu oleh tenaga teknis yang sudah terlatih; dan pendamping mengawasi pelaksanaan pembangunan PAH dan perputaran cetakan PAH. Cetakan PAH digilir per keluarga atau per kelompok, tergantung kesepakatan dalam desa mengenai kebutuhan akan PAH. Ada desa yang sepakat untuk membangun PAH untuk setiap rumah tangga, dan ada pula yang membangun PAH per kelompok keluarga.
Setelah seluruh warga menikmati akses terhadap air minum, pemicuan selanjutnya dilakukan terkait perilaku BAB. Pemerintah dan UNICEF melakukan sosialisasi dan pelatihan bagi para pendamping dan tokoh setempat. Selanjutnya, para tokoh agama dan Kepala Desa aktif menyampaikan pesan-pesan kepada warga pada setiap kesempatan. Saat titik-balik terjadi, warga Pulau Ende mulai mendambakan jamban di rumah masing-masing.
Untuk memastikan warga Pulau Ende bisa mendapatkan jamban dengan harga terjangkau, UNICEF membantu menyiapkan sebuah sentra produksi kloset di Desa Rendoraterua. Sebagian warga dilatih menjadi pembuat kloset, sehingga sentra produksi ini sempat menjadi sumber penghasilan tambahan bagi sebagian warga. Jamban-jamban pertama yang dibangun warga Pulau Ende merupakan jamban dari sentra produksi ini. Dengan berjalannya waktu dan setelah terbiasa menggunakan jamban, warga mulai mengganti sendiri jamban dengan kloset buatan pabrik. Saat ini, hampir semua jamban keluarga di Pulau Ende adalah kloset buatan pabrik, yang dibeli dari Kota Ende.
Keberhasilan warga membangun PAH dan jamban dengan jerih-payah dan material sendiri merupakan sumber kebanggaan di seluruh pulau. Dukungan dari Pemerintah Kabupaten dan UNICEF hanya berupa pemicuan, cetakan dan pelatihan tenaga teknis. Dengan cara ini, rasa memiliki masyarakat terhadap PAH dan jambannya sangat kuat. Hal ini dapat dilihat dari fakta bahwa PAH dan jamban terus dipakai dan dirawat.
8 9
Teknik Pembuatan PAH1. Siapkan lokasi dan bahan kerja2. Siapkan dan rakit tiang beton3. Buatlah dasar PAH4. Pasang cetakan FRP5. Lakukan pengecoran semen untuk
dinding PAH 6. Buka cetakan dinding PAH7. Pasang cetakan FRP dan lakukan
pengecoran tutupan PAH8. Buka cetakan tutupan PAH
Teknik Pembuatan Kloset1. Siapkan lokasi, bahan dan alat kerja2. Posisikan cetakan kloset rata dengan permukaan tanah 3. Buatlah adonan semen dan pasir 4. Tuangkan adonan semen kedalam cetakan kloset5. Lepaskan kloset dari cetakan.
10 11
“Saya malu dengan pernyataan
Pemerintah Kabupaten bahwa Pulau Ende adalah
jamban terpanjang di dunia. Saya terpacu
untuk merubah perilaku warga saya.”
Junaidin P.SKepala Desa
Desa AejetiMereka Awalnya Menolak
Awalnya Desa Aejeti adalah desa yang menolak pelaksanaan
program Air Minum dan Sanitasi Lingkungan. Bahkan salah
satu tokoh agamanya sempat berdebat dengan penanggung
jawab program dari kabupaten. Setelah melalui serangkaian
dialog dengan fokus pendekatan melalui sisi agama, akhirnya
tokoh agama tersebut menyetujui dan mendukung rencana
pelaksanaan program.
Selain melalui dialog, pemaparan mengenai fakta kondisi
lingkungan juga dilakukan. Misalnya tokoh agama diajak untuk
membuktikan bahwa air yang mereka gunakan untuk beribadah
selama ini telah tercemar dengan bakteri E-coli, bakteri yang ada
di dalam tinja. Pembuktian ini meyakinkan para tokoh agama,
bahwa mereka harus mengubah kebiasaan BAB semua warga.
Agar para tokoh agama memiliki pengetahuan yang cukup maka
mereka diberikan bekal. Pelatihan Promosi Hygiene Melalui
Mimbar Agama Islam diberikan oleh Pemerintah Kabupaten
Ende selama dua hari. Setelah pemicuan dimulai di masyarakat,
setiap Jumat para tokoh agama menyisipkan topik sanitasi
dan kebersihan lingkungan pada materi khotbahnya. Hal ini
terus dilakukan hingga akhirnya masyarakat dapat mengubah
perilaku BABnya.“Merubah sikap warga perlu pengorbanan, kesabaran dan kelihaian. Sebelum mulai mengajak bicara tentang perilaku BAB ataupun jamban, kami harus memahami kondisi mereka dulu”.
Juleha RojaKetua LKMD
“Mengubah kebiasaan yang telah berjalan secara
turun temurun bukan hal yang mudah, tapi juga bukan hal yang tidak mungkin dilakukan. Asal dilakukan dengan sabar
dan berkesinambungan pasti akan terlihat
hasilnya”.
Amir JabirTokoh Agama
Desa RoruranggaAir Tak Lagi JauhDesa Rorurangga yang terletak di ujung Utara Pulau Ende, sepanjang sejarah bergelut dengan keterbatasan air tawar. Awalnya, seluruh warga mengambil air dari Desa Aejeti. Pembangunan PAH, dilakukan sejak tahun 2007 dengan pemicuan. Para tukang diberi pelatihan pembuatan PAH, dengan mal (cetakan) yang disumbangkan UNICEF. Semua rumah di Desa Rorurangga sekarang mempunyai PAH, dan merasakan kenikmatan memiliki sumber air minum sendiri. “Dengan adanya PAH, baru kami merasa merdeka. Karena tidak harus ambil air dari tempat lain”, demikian tutur Kepala Desa, menceritakan kebahagiaan warga desa ini.
Setelah air minum teratasi, pemicuan untuk Stop BABS baru dimulai. Kepala Desa dan Ketua LKMD mendapat pelatihan dari pemerintah Kabupaten. Dari pintu ke pintu, dari satu keluarga ke keluarga berikutnya, Juleha dan Junaidin mendekati warganya untuk mengajak mereka merubah kebiasaan BAB di pinggir pantai. Banyak yang menolak awalnya; namun dengan kesabaran dan kelihaian, akhirnya pemicuan berhasil. Desa Rorurangga menggunakan forum warga yang sudah ada, seperti kelompok
yasinan dan arisan, untuk membahas soal kebiasaan BAB. Sekarang semua warga sudah memiliki jamban.
Foto: Qipra/2012/Taufik S.
Foto: UN
ICEF/2012/Ansye Sopacua
Foto: Qipra/2012/Taufik S.
Foto: UN
ICEF/2012/Ansye Sopacua
12 13
Rasyid Kuri Kepala Desa
“Semua rumah di desa kami sekarang memiliki jamban keluarga.”
Desa NdoriwoySatpam Malam Menghalau BABS
Desa Ndoriwoy adalah satu-satunya desa di Pulau Ende yang kaya
air tawar. Total ada 32 sumur yang airnya tawar. Saat musim kering,
sumber air tawar ini menjadi tumpuan warga dari desa-desa lain.
Seperti desa lain di Pulau Ende, Ndoriwoy juga sering tertimpa
KLB diare dan muntaber. BAB di pinggir pantai adalah kebiasaan
yang dulu sulit dihilangkan. Sosialisasi yang pernah dilakukan oleh
Pemerintah Kabupaten tidak berhasil merubah perilaku, karena
keterbatasan ekonomi dan keterampilan. Perilaku baru berhasil
dirubah setelah pemicuan oleh Pemerintah Kabupaten Ende
dengan UNICEF, yang diikuti bantuan cetakan jamban dan PAH.
Sebagian tokoh masyarakat aktif memantau perilaku warga.
Setiap malam, imam masjid, Said Ibrahim, yang rumahnya
di pinggir pantai menjadi “satpam malam” khusus BAB
sembarangan. Dengan senter, ia menyinari siapapun
yang terlihat siap BAB di pantai. Sinar dari senter cukup
jitu membuat sang calon pelaku BAB sembarangan lari
sambil menutup kepalanya dengan sarung!
Desa RedodoriPemicuan Menjadi Titik BalikDesa ini merupakan hasil pemekaran dari Desa Ndoriwoy. Kepala
Desa pertama dilantik pada tahun 2002, yaitu Aliasa H. A. Tata.
Tantangan pertamanya adalah mencegah terulangnya wabah
diare dan mengurangi ketergantungan pada desa lain untuk
sumber air minum. Pendekatan pemicuan berhasil menciptakan
titik-balik bagi masyarakat, sehingga mata dan hati warga terbuka
untuk perubahan ke arah yang lebih baik – menjaga desa jadi lebih
bersih dan perilaku lebih sehat.
Para orang-tua mengajarkan anak-anaknya untuk menghindari
perilaku yang salah dan najis. Para pendamping tidak lelah
melakukan motivasi. Selain itu, dengan Peraturan Desa, semua
warga menjadi polisi bagi diri sendiri. Tidak ada kekhawatiran
bahwa perilaku BAB akan kembali ke cara lama.
Bahkan, pantai sekarang dinikmati anak-anak dan pemuda
sebagai tempat bermain, sesuatu yang tidak pernah terjadi saat
masih banyak ‘ranjau’ kotoran manusia di pantai. Sejak tidak ada
masyarakat yang BAB sembarangan, setiap sore, pantai menjadi
tempat olahraga dan tempat menikmati pemandangan, terutama
saat matahari terbenam.Aliasa H.A. Tata
Tokoh Masyarakat Pendekatan pemicuan menjadi titik-balik. Upaya-upaya yang dilakukan sebelumnya gagal, karena
warga tidak terpicu. Dulu yang terjadi hanya “ngomong – dengar – pulang – hilang”. Said Ibrahim
Tokoh Agama Satpam malam beraksi memantau perilaku BABS di pinggir pantai.
Foto: Qipra/2012/Taufik S.
Foto: Qipra/2012/Taufik S.
Foto: UN
ICEF/2012/Ansye Sopacua
Foto: UN
ICEF/2012/Ansye Sopacua
Foto: UN
ICEF/2012/Ansye Sopacua
14 15
Desa RendorateruaSiapkan Anggaran untuk SanitasiDesa Rendoraterua juga mengalami KLB diare berulang-ulang. Sebagian
besar korban diare adalah anak dibawah lima tahun. Kepala Desa mulai
memperkenalkan jamban swadaya sejak tahun 2004. Namun, masih banyak
yang tidak berminat membangun jamban. Kebiasaan BAB di pinggir pantai
sudah mendarah-daging dan menjadi ajang bercengkrama setiap pagi.
Percepatan pembangunan jamban berhasil dilakukan setelah program
kerjasama dengan UNICEF sukses melakukan pemicuan. Jamban dibangun
secara swadaya oleh masyarakat. Desa menanggung 3 sak semen dan 1
kloset, sisanya ditanggung oleh keluarga yang akan membangun jambannya.
Sebagai Kepala Desa, Ahmad Yusuf, setiap tahun mengalokasikan 45 persen
Alokasi Dana Desa (ADD) untuk pembangunan fisik. Untuk urusan sanitasi, 5
persen ADD dianggarkan untuk peningkatan kualitas jamban. Saat ini semua
rumah sudah memiliki jamban di rumah, dan KLB diare tidak terjadi lagi.
Peraturan Desa diterbitkan tahun 2009, dan merupakan hasil kesepakatan
bersama antara warga dan aparat desa. Sanksi yang diberikan bagi warga
yang tertangkap melakukan BAB sembarangan akan mendapat teguran
dan disuruh untuk mengangkat kotorannya sendiri. Selain itu mereka harus
membayar denda berupa 3 sak semen dan 1 kloset, yang dipakai untuk
membangun jamban di rumahnya sendiri, atau di rumah keluarga yang
belum memiliki jamban.
“Penggunaan PAH secara bersama di beberapa
rumah membuat model PAH di desa kami berbeda dengan desa lainnya”.
M. AbdullahKetua BPD
Remaja putri di Desa Paderape ikut berperan dalam menjaga kondisi
kesehatan masyarakat di desanya dengan cara aktif
mengikuti Pelatihan Kader Posyandu.
Kader Posyandu
Desa PaderapePAH Bersama Juga Ampuh
Lahan yang terbatas tidak mengurangi semangat warga Desa
Paderape untuk membangun PAH. Sebagai desa kecil dengan
penduduk yang cukup banyak dan posisi rumah yang saling
berdekatan, awalnya warga mengalami kesulitan saat menentukan
lokasi PAH di rumah masing-masing.
Setelah melalui berbagai pertemuan, akhirnya warga yang
rumahnya berdekatan memutuskan untuk menggunakan PAH
secara bersama. Lokasi PAH diletakkan di antara rumah-rumah
tersebut. Talang penampung air hujan berasal dari beberapa
atap rumah. Pipa penyalur dari PAH juga diberi cabang agar bisa
menjangkau beberapa rumah.
Penyaluran air PAH harus dilakukan melalui kerja sama yang baik
diantara penghuni rumah. Pemakaiannya harus efisien, hanya
untuk keperluan makan dan minum. “Penggunaan PAH secara
bersama oleh beberapa keluarga disini tidak menjadi masalah,
karena antar keluarga telah terjalin rasa kekerabatan yang baik”,
demikian tutur M. Abdullah selaku Kepala BPD Desa Paderape.
Ahmad YusufKepala Desa
“Kami bangga desa ini sudah memiliki akses jamban 100 persen. Generasi muda sudah tidak mau lagi ke pantai untuk
BAB. Mereka saling menegur.”Foto: Q
ipra/2012/Isna Marifa
Foto: Qipra/2012/Taufik S.
Foto: Qipra/2012/Taufik S.
Foto: Qipra/2012/Taufik S.
Foto: Qipra/2012/Taufik S.
16 17
“Jika masih ada warga yang BAB sembarangan, akan diberi sanksi yaitu mengambil tinja dengan tangan
untuk dibawa ke jamban”.
SalehWakil Sekretaris Desa
Salah seorang Kader Desa yang pernah mengikuti pelatihan PHBS selama tiga hari di Kabupaten. Saat ini setiap Jumat
Bersih, dia memberikan penyuluhan, misalnya tentang cara membersihkan PAH.
Wahyah Darham Kader Desa
Desa PuutaraRencana Kerja MasyarakatSalah satu faktor keberhasilan Program Air Minum dan Sanitasi Lingkungan
adalah pelaksanaan program yang disesuaikan dengan kebutuhan
masyarakat. Setelah sosialisasi program, masyarakat didampingi tim program,
menyusun Rencana Kerja Masyarakat (RKM). “Saat menyusun RKM tidak
jarang terjadi perdebatan diantara warga”, demikian cerita Saleh, Sekretaris
Desa mengingat kegiatan yang berlangsung pada tahun 2007 lalu.
Dalam menyusun RKM, masyarakat melakukan analisis situasi dan identifikasi
masalah di desanya. Kemudian masyarakat berdiskusi bagaimana cara
mengatasi masalah tersebut. Personel yang bertanggung jawab untuk
mengkoordinasi kegiatan juga dibentuk dengan nama Panitia Kerja
Masyarakat. Didalam RKM, masyarakat juga harus melakukan pemilihan
sarana air bersih. Seluruh kepala keluarga harus ikut memilih salah satu opsi.
RKM terbukti ampuh dalam pelaksanaan program. Rencana
kegiatan dan waktu pelaksanaan ditentukan oleh warga
sendiri. RKM membuat warga dapat mengenali masalah di
wilayahnya masing-masing dan juga membuat hubungan
antar warga lebih erat karena keputusan yang diambil
bersama merupakan tanggung jawab bersama.
Perhatian Pemerintah Kabupaten Dinas Kesehatan Pemerintah Kabupaten Ende membuat profil kesehatan
provinsi, dan menemukan bahwa setiap tahun, KLB diare menyerang Pulau
Ende. Saat KLB terjadi, Dinas Kesehatan selalu mengirim tenaga dokter ke
Pulau Ende, namun KLB diare terjadi kembali tahun berikutnya. Kepala Dinas
saat itu, drg. Dominikus Minggu, M.Kes , sadar bahwa hanya pendekatan
preventif yang bisa mengatasi masalah diare di Pulau Ende.
Langkah pertama yang diambil oleh Kepala Dinas Kesehatan adalah
mengangkat status kelembagaan Kesehatan Lingkungan dari Seksi menjadi
Sub-Dinas. Para tenaga kesehatan lingkungan diberdayakan, dan sub-dinas
diberi dana cukup. Tugas besar pertama adalah memastikan KLB diare tidak
terulang lagi di Kecamatan Pulau Ende.
Kepala Dinas Kesehatan kemudian mengutus staf Kesehatan Lingkungan
untuk melakukan kunjungan ke Pulau Ende. Setelah kunjungan itu,
staf Kesehatan Lingkungan melaporkan bahwa ternyata masyarakat
mengeluhkan kurangnya air minum. Dinas Kesehatan memutuskan untuk
mengatasi masalah air dulu, baru mencoba mengatasi masalah jamban.
Selain itu, Dinas Kesehatan Provinsi juga melengkapi fasilitas puskesmas
yang ada di Pulau Ende. Pertimbangannya adalah warga pulau sulit untuk
mengakses layanan kesehatan dari luar pulau. Puskesmas Ahmad Yani, di
Pulau Ende, dilengkapi dengan fasilitas rawat inap, dan rumah paramedis.
Setelah keberhasilan Kecamatan Pulau Ende, pihak kabupaten berniat
melakukan replikasi di kecamatan lain. Namun disadari bahwa strategi
yang sama belum tentu jitu untuk tempat lain. Yang perlu diperhatikan
adalah mengenal masyarakat dan wataknya. “Kekuatan ada di tahapan
proses. Tidak boleh terburu-buru. Ini bukan soal wujud PAH atau
jamban, melainkan membentuk rasa memiliki masyarakat”, demikian
ungkap drg. Dominikus Minggu.
“KLB dihentikan bukan oleh dokter, melainkan oleh sanitarian. Kunci ada di tingkat Kabupaten. Unit Kesehatan Lingkungan di Dinas Kesehatan
Kabupaten harus diberi tempat yang tepat.”
drg. Dominikus Minggu, M.Kes Kepala BAPPEDA
Foto: Qipra/2012/Taufik S.
Foto: Qipra/2012/Taufik S.
Foto: Qipra/2012/Taufik S.
Foto: Qipra/2012/Taufik S.
18 19
Sanitarian yang Jeli dan Berdedikasi Petrus H. Djata atau lebih dikenal sebagai Piet Djata adalah salah satu staf
Dinas Kesehatan yang pertama ditugaskan ke Kecamatan Pulau Ende.
Dengan pengalaman sebagai sanitarian, ia dikenal pandai berkomunikasi
dalam menyampaikan pesan kesehatan ke masyarakat. Kedatangan Piet
Djata di Pulau Ende awalnya mendapat penolakan keras terutama dari
tokoh agama di Desa Aejeti dan Desa Paderape.
Dengan mempelajari latar belakang budaya dan watak warga Pulau Ende,
Piet Djata akhirnya menemukan kuncinya. Ternyata warga Pulau Ende taat
beragama Islam dan sangat menghormati tokoh agamanya. Menggunakan
salah satu slogan “Sucikan negerimu, sucikan pula orangnya”, Piet Djata
berdiskusi dengan para tokoh agama di Pulau Ende. Sejak saat itu Piet Djata
sering diundang untuk memberikan penyuluhan setelah khotbah Jumat
usai. Para tokoh agamapun berbalik menjadi penyebar informasi yang
sangat efektif.
Pengalaman di Pulau Ende menunjukkan bahwa sanitarian yang
berdedikasi tinggi dan mampu menyelami budaya setempat adalah kunci
dari keberhasilan perubahan perilaku. Peran sanitarian tidak berhenti
saat deklarasi. Pasca deklarasi di Pulau Ende, para sanitarian masih harus
melakukan inspeksi untuk melihat kelayakan sarana sanitasi di rumah
penduduk. Haji Ali, seorang sanitarian yang bertugas di Puskesmas Ahmad
Yani, Pulau Ende selalu rajin keliling dan memberikan konseling terkait
penyakit yang berhubungan dengan lingkungan.
Pendamping yang Ulet dan Bersahabat Masyarakat Pulau Ende tentunya tidak sendiri dalam melalui masa
menuju perilaku hidup sehat. Pendekatan pemberdayaan masyarakat
yang dipakai dalam program ini menggunakan tenaga pendamping yang
membantu warga dan tokoh-tokoh masyarakat melalui setiap tahapan. Para
pendamping di Pulau Ende diantaranya adalah Servasius Goa dan Ayub
Seda Gani.
Servasius Goa atau biasa dipanggil Pak Servas, sudah aktif di Pulau Ende sejak
tahun 2004, saat ada uji-coba pembangunan sumur gali dan jamban keluarga
oleh pemerintah Kabupaten. Sedangkan Ayub Seda Gani, biasa disebut Pak
Ayub mulai bertugas di Pulau Ende pada saat pembangunan PAH, di tahun
2008. Keterlibatan selama bertahun-tahun dan pendekatan secara santai
kepada warga pulau membuat semua Kepala Desa menganggap mereka
sebagai saudara, dan kehadiran mereka selalu disambut dengan gembira.
Dari perjalanan Pulau Ende, pendamping yang efektif adalah mereka
yang berdedikasi tinggi, dan mampu menyelami pola pikir dan budaya
masyarakat yang didampinginya. Proses perubahan perilaku bukan proses
yang cepat, sehingga dibutuhkan keuletan dan kelihaian para pendamping.
Membangun rasa percaya dan rasa kekeluargaan dengan masyarakat
akhirnya menjadi kunci keberhasilan para pendamping.
“Tugas pendamping saat itu adalah memeriksa mal dibawa ke kelompok
yang mana. Ini dilakukan melalui sms.”
“Sehabis sholat subuh, saya selalu ke pantai. Yang lucu, kalau lihat saya, orang yang mau duduk di
pinggir pantai untuk BAB, akhirnya kabur sambil berteriak ‘ada pak Ayuub!!’.”
Servasius Goa
Ayub Seda Gani
Petrus H. DjataKantor Kecamatan Ende Tengah
“Warga Pulau Ende sangat kuat menjalankan agama Islam. Pulau Ende kami tantang untuk menjadi serambi Mekkah ke-tiga di Indonesia.
Untuk mencapai itu, warga harus meninggalkan kebiasaan lama BAB di pinggir pantai, yang bertentangan dengan ajaran
agama.” Piet mendapat nama kehormatan Pua ‘Haji’ Djata.
Foto: Qipra/2012/Taufik S.
Foto: Qipra/2012/Taufik S.
Foto: Qipra/2012/Taufik S.
20 21
Kepala Desa sebagaiPemimpin GerakanPara Kepala Desa di Pulau Ende memegang peranan yang sangat penting
dalam proses membebaskan pulau dari BAB sembarangan. Setelah sosialisasi
awal dari Pemerintah Kabupaten, masing-masing Kepala Desa dari tujuh desa
merasa tergugah untuk melakukan perubahan bagi warga mereka.
Kepala Desa menunjuk beberapa tokoh dan warga untuk terlibat pelatihan dan
sosialisasi. Individu ini yang dirangkul Kepala Desa untuk menjadi ujung-tombak
pemicuan dan dialog dengan masyarakat. Individu terpilih di desa-desa Pulau
Ende termasuk tokoh agama, ketua Badan Pemberdayaan Masyarakat, tokoh
perempuan, guru, dan lain sebagainya. Bersama, mereka mendekati setiap
keluarga dan mencoba meyakinkan mereka tentang pentingnya merubah
perilaku hidup.
Kepala Desa juga membuka pintu dan menjadi mitra utama bagi pendamping
pemberdayaan masyarakat yang ditugaskan ke Pulau Ende. Bersama, mereka
mencari kegiatan-kegiatan penyuluhan yang tepat
untuk warga desa, serta pendekatan lain yang patut
dicoba. Kerjasama yang baik dan rasa saling percaya
memudahkan pelaksanaan semua tahap.
Para Kepala Desa awalnya mengalami penolakan
dari anggota masyarakat tertentu. Berbagai alasan
dikemukakan anggota masyarakat - dari kendala
keuangan, kebiasaan yang sudah mengakar, sampai
alasan tidak percaya pada janji dari pihak luar.
Namun, dengan kesabaran dan ketekunan, semua
warga berhasil dirangkul hingga perubahan perilaku
BAB terjadi.
Kepala Desa juga yang memotori penyusunan Peraturan Desa. Kepala Desa
memimpin rapat dengan warga, dan bersama mereka merumuskan dan
mencapai kesepakatan tentang isi Peraturan Desa. Peraturan ini diharapkan
menjadi dasar hukum yang mengikat semua warga, dan memastikan bahwa
perubahan perilaku akan kekal.
“Masyarakat menjadi polisi bagi masyarakat untuk membangun suatu budaya baru, yaitu BAB di jamban. Impian yang dituju adalah Pulau Ende yang bersih tanah dan suci jiwa, menuju Pulau Ende Serambi Mekah Ketiga”.
Komitmen Tim Buser
Buser TinjaBuser merupakan kependekan dari “Buru Sergap”, nama tim yang dibentuk
di setiap desa untuk melakukan pengawasan dan penangkapan terhadap
masyarakat yang masih melakukan BAB sembarangan. Tim buser tinja
dikoordinasi oleh Kepala Desa. Kriteria untuk menjadi anggota tim buser
tinja adalah individu yang rajin dan disegani masyarakat.
Tim buser tinja terdiri dari: 1) Koordinator Umum (Camat); 2) Koordinator
Teknis (Puskesmas dan Fasilitator Desa); 3) Ketua Pelaksana (Kepala Desa); 4)
Anggota (BPD dan 2 orang tokoh masyarakat yang diutus dari setiap desa).
Tim buser tinja melaksanakan tugasnya setiap waktu. Subuh dan menjelang
magrib adalah waktu yang paling rawan terjadi pelanggaran. Setiap
pelanggaran yang terjadi kemudian diberi sanksi sesuai dengan kesepakatan
warga yang telah ditetapkan dalam Peraturan Desa. Sanksi yang diberikan
antara lain adalah pemungutan kembali tinja untuk dibuang ke jamban
atau tidak mendapatkan pelayanan di kantor desa seperti pelayanan BLT,
raskin atau keperluan administrasi lainnya. Selain melakukan pemantauan
dan pengawasan, tim buser tinja juga melakukan kegiatan Jum’at bersih,
melakukan penyuluhan melalui mimbar masjid, posyandu, dan melalui
kegiatan pemuda.
Foto: UN
ICEF/2012/Ansye Sopacua
Foto: UN
ICEF/2012/Ansye Sopacua
22 23
Pemuka Agama SebagaiPembawa PesanMimbar Agama Islam dipilih sebagai pintu masuk untuk menyampaikan
pesan perubahan perilaku. Oleh karena itu, para tokoh agama berperan
penting dalam menyampaikan informasi tentang perilaku hidup sehat.
Untuk menambah pengetahuan, Pelatihan Promosi Hygiene Melalui
Mimbar Agama Islam diadakan selama dua hari
oleh Pemerintah Kabupaten Ende. Menurut Amir
Jabir, salah seorang tokoh agama dari desa Aejeti,
masing – masing desa mengirimkan dua orang
tokoh agama. Disana, mereka diberi pelatihan
komunikasi agar lebih mudah menyampaikan
pesan tentang kebersihan dan pentingnya
perilaku hidup bersih dan sehat melalui ayat suci
Al Quran dan Hadist. Setelah bekal dirasa cukup, para pemuka agama ini
kemudian secara rutin menyebar luaskan pemahaman untuk hidup sehat
dan larangan untuk BAB sembarangan di setiap kesempatan. Perlu kesabaran
ekstra untuk merubah suatu perilaku yang telah menjadi kebiasaan secara
turun temurun. Tapi cara ini terbukti berhasil. Kini Pulau Ende telah terbebas
dari BAB sembarangan.
“Jagalah kebersihan dengan segala usaha yang dapat kamu lakukan. Sesungguhnya Allah menegakkan islam diatas prinsip kebersihan. Dan tak akan memasuki syurga kecuali orang orang yang memelihara kebersihan”. (Hadis riwayat At-Thabrani)
Foto: Qipra/2012/Isna Marifa
Perempuan dan Anak - Agen PerubahanPerempuan di Pulau Ende, khususnya kaum ibu, berperan mengumpulkan,
membawa dan mengatur penggunaan air sehari-hari. Mereka harus berjalan
kaki ke desa lain, antri berjam-jam untuk mengambil air di sumur atau
membeli dari air yang diangkut dari Kota Ende. Setelah pembangunan PAH,
kaum ibu yang paling merasakan manfaatnya. Waktu dan tenaga mereka
tidak lagi banyak terpakai untuk mengambil air dari jauh.
Para ibu juga merupakan tokoh kunci dalam merubah perilaku keluarga.
Anak-anak dan suami diingatkan untuk menjalankan perilaku hidup
sehat dalam rumah tangga. Perilaku yang diajarkan dalam sosialisasi
dan pemicuan, seperti BAB di jamban, mencuci tangan sebelum makan,
memasak air hingga benar benar matang, ditularkan oleh para ibu ke
anggota keluarga lainnya.
Anak-anak juga diingatkan soal perilaku hidup sehat di sekolah. Di
semua sekolah di Pulau Ende sudah tersedia jamban sekolah, dan
tempat untuk cuci tangan. Setelah ada jamban di rumah dan di
sekolah, anak-anak sudah meninggalkan kebiasaan BAB di
pinggir pantai. Jika melihat ada orang mendekati pantai
tanpa alat pancing, anak-anak akan berteriak “Ada
yang mau BAB di pantai!!” sambil berlari. Teriakan ini
cukup membuat orang mengurungkan niatnya
melakukan BAB sembarangan.
Murid Madrasah Ibtidaiyah Swasta Nurul Ummah Pulau Ende Setiap Sabtu ada pelajaran pengembangan diri, dengan tema kebersihan lingkungan. Disana murid murid diajarkan antara lain sikat gigi dengan benar dan cuci tangan pakai sabun.
Foto: Qipra/2012/Taufik S.
RusminiIbu Rumah Tangga
Ibu Rusmini merupakan ibu dari 7 anak yang berasal dari Jawa Timur. Ia merasakan sangat senang, setelah ada PAH ia tidak perlu lagi antri untuk mengambil air dari sumur atau membeli air dari Kota Ende yang dibawa dengan menggunakan perahu.
Foto: Qipra/2012/Taufik S.
Khutbah jum’at, majlis taklim dan kegiatan pengajian dijadikan ajang penyampaian pesan-pesan perubahan perilaku hidup bersih dan sehat oleh para tokoh agama.
24 25
Arisan JambanSalah satu pendekatan yang digunakan di Pulau Ende adalah arisan
jamban. Selain sebagai ajang komunikasi, arisan juga menawarkan
solusi keterbatasan finansial keluarga. Di Pulau Ende, pola arisan jamban
diserahkan kepada desa masing-masing. Camat Pulau Ende, Dahlan S.Ip
memperkenalkan sistem arisan berkelompok. Ada kelompok yang terdiri
dari 10 orang, bahkan ada satu kelompok yang mencapai 70 keluarga. Dana
yang harus mereka keluarkan per bulan untuk arisan ini berbeda-beda,
sesuai dengan kesepakatan kelompok arisan tersebut, mulai dari Rp. 5.000
hingga Rp. 20.000,-. Uang penarikan arisan kemudian digunakan untuk
membeli bahan yang harus dipasok dari luar pulau, seperti seng, semen
ataupun paku. Bahan lokal disiapkan sendiri oleh warga yang mendapatkan
giliran arisan. Desa Aejeti memberlakukan sistem yang berbeda. Kepala
Desa Aejeti, Golkar Yusuf mengatakan orang yang menjadi pemenang
arisan akan mendapatkan satu buah pipa, 1 buah kloset dan 3 sak semen.
Cara ini terbukti sukses. Dengan arisan jamban ini, pembangunan jamban
keluarga meningkat secara signifikan.
Tugu InformasiSalah satu media yang digunakan di Pulau Ende untuk mengingatkan
masyarakat tentang perilaku hidup bersih dan sehat adalah tugu informasi.
Setiap desa merancang tugu informasi masing-masing, berikut pesan dan
gambarnya. Tugu dibangun di lokasi-lokasi strategis dengan harapan agar
mudah dilihat oleh masyarakat.
Di seluruh pulau, ada 21 tugu informasi yang tersebar di tujuh desa. Pesan-
pesan kesehatan yang ditulis, dibuat berdasarkan kreatifitas dari masyarakat
sendiri. Ada pesan yang dituliskan dengan bahasa setempat, seperti “temu
tai rewo” atau dalam Bahasa Indonesia berarti “jangan membuang hajat di
sembarangan tempat”. Selain itu ada juga pesan yang ditulis dalam Bahasa
Arab yaitu, “anazofatum minal iman” yang artinya kebersihan adalah bagian
dari iman. Dengan adanya tugu informasi ini, masyarakat diharapkan
mengingat pesan pada masa pemicuan dan terus menerapkan pesan
tersebut dalam kehidupan sehari-hari.
Foto
: Kol
eksi
UN
ICEF
Desa Rorurangga
Desa RoruranggaArisan Jamban diberlakukan untuk membantu masyarakat yang kurang mampu agar bisa memiliki jamban sendiri.
Foto: UN
ICEF/2012/Ansye Sopacua
Foto: UN
ICEF/2012/Ansye Sopacua
Desa Redodori
Desa Ndoriwoy
Foto: UN
ICEF/2012/Ansye Sopacua
Foto: Qipra/2012/Taufik S.
26 27
Didukung Dengan DataMempelajari data adalah hal yang mutlak dilakukan saat kita akan
menentukan lokasi sebagai target pelaksanaan program. Dalam Program
Air Bersih dan Sanitasi Lingkungan, Dinas Kesehatan Kabupaten Ende
melakukan Analisis Penyebaran Penyakit saat menentukan Pulau Ende
sebagai target pelaksanaan program. Hasil analisis menyebutkan bahwa
Pulau Ende mempunyai sarana sanitasi yang buruk.
Data demografi seperti jumlah penduduk, mata pencaharian, pendidikan
dan agama juga penting dipelajari. Perilaku masyarakat juga menjadi
pertimbangan, misalnya perilaku BAB sembarangan. Fakta-fakta tersebut
berhubungan dengan data kesehatan dari Puskesmas yang menyebutkan
bahwa terjadi KLB diare setiap tahun di Pulau Ende.
Selain mempelajari data, pembuktian kondisi lapangan juga perlu dilakukan.
Masyarakat di Pulau Ende membawa air yang biasa mereka gunakan untuk
diperiksa di Laboratorium Kesehatan Lingkungan di Dinas Kesehatan
Kabupaten. Hasil pemeriksaan sampel air menyebutkan bahwa air yang
masyarakat bawa mengandung bakteri E-coli, bakteri yang hidup dalam
tinja. Hal ini menyakinkan masyarakat bahwa air mereka telah tercemar –
secara ilmiah terbukti, bukan hanya kabar burung saja.
Peraturan DesaSetiap desa di Pulau Ende mengembangkan Peraturan Desa sebagai
pengikat perilaku sanitasi setiap warganya. Isi peraturan dikembangkan
bersama warga, sehingga setiap butir kewajiban dan sanksi merupakan
hasil kesepakatan semua unsur masyarakat. Inisiatif penyusunan peraturan
desa berasal dari Kepala Desa, Dinas Kesehatan Kabupaten dan Badan
Pemberdayaan Masyarakat Desa. Proses penyusunan melibatkan pertemuan
warga, dan dibantu oleh pendamping masyarakat.
Inti dari Peraturan Desa adalah mengatur kewajiban masyarakat dan sanksi
yang dikenakan jika ada pelanggaran. Sebagian besar Peraturan Desa di
Pulau Ende mencantumkan kewajiban warga antara lain: 1) Mengikuti arisan
jamban, membangun dan menggunakan jamban keluarga; 2) Memelihara
sumur gali secara swadaya; 3) Memelihara, menjaga dan merawat PAH, serta
menggunakan air PAH hanya untuk minum dan masak; 4) Menggali lubang
sampah di setiap rumah; 5) Membuat kandang ternak jauh dari rumah
(khusus KK yang memiliki ternak); 6) Mengikuti kegiatan Jum’at bersih; 7)
Membuat bak peresapan sederhana atau penampung air limbah pada
setiap jamban keluarga.
Sanksi diberlakukan bagi mereka yang melakukan pelanggaran. Contoh
sanksi yang dikenakan berupa : 1) Teguran lisan; 2) Teguran tertulis oleh
aparat desa; 3) Denda sebesar Rp. 10.000,-; 4) Tindak pidana. Khusus terkait
penggunaan jamban, desa membentuk Tim Buru Sergap Tinja untuk
memantau dan menindak warga yang melakukan pelanggaran. Ada desa
yang memberlakukan hukuman berupa memungut tinja dengan tangan
untuk kemudian dibuang ke jamban. Pemberlakuan sanksi yang tegas
terhadap setiap pelanggaran terbukti efektif menimbulkan efek jera. Pada
akhirnya masyarakat pun hidup dengan pola yang
lebih sehat.
Peraturan Desa disusun atas kesepakatan bersama. Mekanisme
penyusunannya ada 10 tahap yang dilaksanakan oleh tim perumus
perwakilan dari 7 desa.
Foto: Qipra/2012/Sylvana
Foto: Istimewa
Escherichia coli adalah bakteri yang menyebabkan
gangguan pencernaan pada manusia. Bakteri ini tumbuh ideal pada
suhu 20-400C dan dapat menggandakan dirinya
menjadi dua kali lipat dalam waktu 15-20 menit.
28 29
Tingkat Kabupaten Menciptakan Mimpi AMPL Keberhasilan membasmi BAB sembarangan di Kecamatan Pulau Ende
meyakinkan unsur-unsur di tingkat Kabupaten bahwa perbaikan perilaku
terkait air dan sanitasi sangat mungkin dilakukan di seluruh Kabupaten.
Untuk menggerakkan semua unsur di Kabupaten, para aparat Pemerintah
Kabupaten menyusun Rencana Strategik AMPL, sebagai bentuk kesepakatan
antara semua SKPD. Pada tahun 2012 ini dilakukan uji coba integrasi
Rencana Strategik AMPL ke dalam program SKPD. Tujuannya agar kegiatan
SKPD terkait berjalan sesuai dengan sasaran-sasaran peningkatan akses air
minum dan sanitasi.
Komisi C DPRD Kabupaten Ende mengambil inisiatif untuk membuat
Rancangan Peraturan Daerah tentang AMPL. Sebuah Peraturan Daerah
diharapkan dapat memperkuat strategi, kebijakan, serta program yang
tertuang dalam Rencana Strategik AMPL. Rancangan Perda ini mencakup
tanggung-jawab pemerintah, dunia usaha, masyarakat, serta menjelaskan
sanksi terhadap pelanggaran. Semangatnya adalah: lebih baik melakukan
investasi preventif, daripada mengatasi KLB secara kuratif. “Saat ini,
rancangan ini sudah masuk ke dalam program legislasi DPRD”, demikian
tutur Heribertus Gani, SPd, Ketua Komisi C DPRD Kabupaten Ende.
Pemerintah Kabupaten mengajak kecamatan lain memilih satu desa
untuk replikasi. Kabupaten memberi arahan bahwa pembiayaan dapat
diupayakan dari Dana Alokasi Khusus (APBN). Sedangkan, pemicuan dapat
menggunakan dana Bantuan Operasi Kesehatan (BOK) yang dikaitkan
dengan kegiatan Puskesmas. Seringkali dana APBD tidak memadai untuk
membiayai kegiatan AMPL. Dana dari pusat perlu didaya-gunakan dengan
baik, demikian dijelaskan oleh Andreas Worho, Kepala Bidang Fisik Sarana
Prasarana, BAPPEDA Kabupaten Ende dan Ketua Pokja AMPL.
Deklarasi di Pulau Ende 12 April 2011 merupakan hari bersejarah untuk Kecamatan Pulau Ende. Hari
itu, ratusan warga, para Kepala Desa, aparat Kecamatan, dan tokoh-tokoh
setempat membuat deklarasi bahwa seluruh pulau sudah terbebas dari BAB
sembarangan! Desa Rorurangga, lokasi diadakan deklarasi ini, didatangi
Muspida, Anggota DRRD dan Satuan Kerja Perangkat Daerah Kabupaten
Ende, Pemerintah Pusat dan Kedutaan Besar Belanda untuk Indonesia, tak
ketinggalan perwakilan dari UNICEF. Desa di ujung pulau yang biasanya
sunyi-sepi, hari itu penuh gegap-gempita hadirin yang berbagi rasa bangga
dan suka cita.
Pernyataan deklarasi dilakukan oleh lima elemen masyarakat Pulau Ende,
yakni anak-anak, wanita, pemuda, tokoh masyarakat dan tokoh agama.
Masing-masing elemen menyatakan tekad mereka untuk mempertahankan
prestasi yang sudah dicapai. Tarian dipersembahkan dan lakon drama
dimainkan untuk meramaikan suasana. Walaupun perubahan perilaku
memakan waktu yang tidak sedikit, semua warga merasa berperan dalam
keberhasilan ini. Secara perlahan tapi pasti, keseluruhan pulau telah
terbebas dari BAB sembarangan.
Dengan deklarasi ini, Pulau Ende dikatakan sebagai pulau pertama di
Indonesia yang terbebas dari BAB sembarangan. Prestasi besar, terutama
bagi pulau yang pernah dikenal sebagai “jamban terpanjang di dunia”.
Masih ada prestasi lain, salah satunya, penghargaan “Best Practice di Pulau
Ende menuju STOP BABS”, yang diserahkan pada acara Konferensi Nasional
Program Sanitasi Total Berbasis Masyarakat, pada tanggal 13-14 Oktober
2011 di Bekasi, Jawa Barat. Penghargaan ini memberi pengakuan bagi
pendekatan STBM berbasis kepulauan.
Andreas WorhoKepala Bidang Fisik Sarana Prasarana, BAPPEDA
Kabupaten Ende dan Ketua Pokja AMPL
Heribertus Gani, SPdKetua Komisi C DPRD Kabupaten Ende
Deklarasi bertujuan untuk memberikan apresiasi atas keberhasilan suatu wilayah dan mengingatkan masyarakatnya agar mempertahannkan kondisi yang telah dicapai.
Foto: Koleksi UN
ICEF
Foto: Qipra/2012/Taufik S.
Foto: Qipra/2012/Taufik S.
30 31
SEBELAS LANGKAH REPLIKASI
Simaklah pesan Kepala BAPPEDA Kabupaten Ende bagi pimpinan daerah lain yang
berminat melakukan replikasi:
1. Pelajari data kesehatan lingkungan, perhatikan trend dan kejadian-kejadian
penyakit di daerah tersebut.
2. Sediakan sumber dana dari APBD. Setiap tahun, alokasikan jumlah yang lebih
besar dari tahun sebelumnya.
3. Bangun koordinasi yang baik antara semua SKPD dan lembaga terkait.
4. Ciptakan komitmen politik yang jelas. Prestasi Bupati tercerminkan oleh KLB
yang terus menurun.
5. Jangan terburu-buru. Semua proses harus dijalani dengan sabar dan tekun.
Ciptakan Komitmen Pimpinan 1
Kaji Kondisi Wilayah Sasaran 3
Rencanakan Program 4 Siapkan
Tim kerja 5
11
Tentukan Wilayah Sasaran 2
Sosialisasi
Program
Siapkan Kader Desa
Lakukan
Pemicuan
MasyarakatJadwalkan
Pendampingan
6
8
910
Rancang Kegiatan Lapangan 7
Nyatakan
Wilayah Bebas
dari BABS
Keberhasilan program di Pulau Ende
bukan tidak mungkin dilakukan oleh
wilayah lain. Bagian ini menjabarkan
langkah-langkah yang perlu dilakukan,
dan memberikan kiat sukses untuk setiap
langkah replikasi.
32 33
Kiat Sukses:Tetapkan TujuanDari awal, tetapkan tujuan yang ingin dicapai. Untuk air dan sanitasi, pilih salah satu tujuan, seperti:
membasmi KLB diare, meningkatkan akses sanitasi, atau mencapai status terbebas dari BAB
sembarangan. Tujuan program dan komitmen pimpinan perlu dinyatakan secara resmi agar diketahui
semua pihak terkait.
Ajak Semua Pihak Pimpinan meyakinkan semua pihak untuk terlibat, sesuai dengan kompetensi masing-masing. Setiap
SKPD menyiapkan rencana kegiatan dan anggaran biaya. Pokja AMPL memastikan komunikasi antara
pihak-pihak terjalin dengan baik. Pihak swasta dan organisasi masyarakat dapat diajak pula untuk
mendukung program. Pemerintah di semua tingkatan (provinsi, kabupaten, kecamatan dan desa) harus
satu tekad. Dari Pemerintah Pusat, dukungan berupa bantuan teknis dan pelatihan dapat diharapkan.
Bentuk Penanggung-Jawab ProgramPilih lembaga yang bertanggung-jawab atas keberhasilan program. Bekali dengan mandat yang jelas
dan anggaran yang memadai. Serahkan koordinasi perencanaan selanjutnya kepada penanggung-
jawab program ini.
1
Kepala Daerah harus menunjukkan komitmen terhadap peningkatan akses air minum dan sanitasi. Komitmen dapat ditunjukkan dengan membentuk dan memberdayakan Pokja AMPL, meningkatkan anggaran SKPD terkait, maupun dengan mengeluarkan surat keputusan resmi. Tujuan atau misi yang ingin dicapai harus dirumuskan dengan tepat.
C i p t a k a n
Komitmen Pimpinan
Kiat Sukses:Pelajari Data KesehatanData kejadian penyakit adalah barang berharga. Data dari tahun ke tahun dapat menunjukkan pola
atau kecenderungan kesehatan lingkungan di suatu wilayah. Data yang dikumpulkan secara rutin
patut dipelajari dan dianalisa secara seksama. Perbandingan data antar desa dan kecamatan akan
memperlihatkan wilayah yang perlu penanganan cepat. Data penunjang yang dapat dipelajari
termasuk data tentang akses terhadap sarana sanitasi, dan data demografi penduduk.
KAP SurveiSelain mempelajari data kesehatan, pembuktian dengan KAP survei juga penting untuk dilakukan.
Amati akses warga terhadap sarana sanitasi yang layak, seperti jamban yang memenuhi syarat. Lakukan
pengambilan sampel air yang biasa mereka gunakan dan periksa kualitasnya di Laboratorium. Analisa
hasil survei lapangan untuk memperkuat hasil analisa data kesehatan.
Tentukan SasaranSetelah data terkumpul, dokumentasikan dengan rinci. Lakukan analisa untuk menarik kesimpulan.
Hasilnya kemudian digunakan untuk menentukan lokasi yang paling tepat untuk pelaksanaan
program. Tentukan pula sasaran sanitasi yang ingin dicapai di wilayah tersebut.
T e n t u k a n Wilayah S asaran2
Pilih wilayah sasaran dimana program akan dilaksanakan. Apabila ada lebih dari satu wilayah, tentukan pentahapan pelaksanaan sesuai prioritas.
Foto
: Qip
ra/2
012/
Taufi
k S.
Foto
: Kol
eksi
Qip
ra
34 35
Kiat Sukses:Kenali MasyarakatSebelum memulai proses perubahan di lingkup masyarakat, hal pertama yang penting untuk
dilakukan adalah pahami karakternya. Pelajari budaya, watak, dan gaya hidup masyarakat setempat.
Identifikasi tokoh-tokoh yang berpengaruh, serta kegiatan atau media yang lazim digunakan untuk
menyebarkan informasi dan membangun opini masyarakat. Perhatikan pula kelompok-kelompok
perempuan dan pemuda, serta kegiatan mereka.
Pelajari Kondisi Air dan Sanitasi Setempat Lakukan survey lebih mendalam di lokasi yang sudah ditentukan. Amati tingkat akses terhadap sarana
air minum dan sanitasi yang layak. Perhatikan perilaku warga sehari-hari terkait perilaku hidup bersih
dan sehat. Kumpulkan data dari puskesmas setempat, dan bicaralah dengan para sanitarian atau
tenaga medis. Jika perlu, ambil kembali sejumlah sampel air dan periksa kualitasnya di laboratorium.
Dokumentasikan semua hasil secara detil, lakukan analisa dan tarik kesimpulan.
Kaji Kondisi W i l a y a h Sasaran3
Kenalilah karakteristik wilayah, dari segi fisik, sosial-budaya, kesehatan masyarakat, serta lingkungan. Analisa seluruh informasi dan dokumentasikan agar dapat menjadi dasar pengambilan keputusan.
Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) merupakan suatu pendekatan pemberdayaan masyarakat agar dapat menerapkan perilaku hidup yang lebih bersih dan sehat. Lima pilar STBM adalah:
Sanitasi TotalBerbasis Masyarakat
STBM adalah program yang berbasis masyarakat, dan tidak ada subsidi yang disediakan untuk pembangunan sarana sanitasi di tingkat rumah tangga.
STBM sudah dijadikan program nasional oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. STBM dikukuhkan sebagai strategi nasional pada bulan September 2008 melalui Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 852/Menkes/SK/IX/2008. Strategi ini menjadi acuan bagi mereka yang terlibat dalam dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi pelaksanaan program STBM.
Setiap individu mempunyai akses terhadap sarana sanitasi dasar sehingga terwujud komunitas terbebas dari BAB sembarangan.
Setiap rumah tangga dan sarana umum menyediakan fasilitas cuci tangan yang dilengkap air dan sabun atau abu.
Setiap rumah tangga mengelola air minum dan makanan yang aman.
Setiap rumah tangga mengelola sampahnya dengan benar.
Setiap rumah tangga mengelola air limbahnya dengan benar.
Stop Buang Air Besar Sembarangan (Stop BABS)
Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS)
Pengelolaan Air Minum di Rumah Tangga (PAM RT)
Pengelolaan Sampah Rumah Tangga
Pengelolaan Limbah Cair Rumah Tangga
STOP BAB
S
C T
P S
PA
M R T
P S R T
S P A L
Foto
: Kol
eksi
Qip
ra
36 37
Kiat Sukses:Perlu PembiayaanSuatu program hanya dapat terlaksana jika didukung oleh dana yang memadai. Program Air Bersih Dan
Sanitasi memerlukan dana untuk biaya sosialisasi, pelatihan fasilitator dan tim teknis, pendampingan
masyarakat selama pemicuan, biaya pemeriksaan laboratorium, serta untuk biaya monitoring dan
evaluasi, juga biaya transportasi dan penyewaan ruangan. Sumber dana utama adalah Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Sumber dana tambahan adalah Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara (APBN) melalui Dana Alokasi Khusus (DAK). Kegiatan pemicuan bisa ditetapkan
sebagai kegiatan Puskesmas setempat, sehingga dapat didanai oleh Bantuan Operasional Kesehatan
(BOK). Alokasi Dana Desa (ADD) bisa juga dimanfaatkan, walaupun jumlahnya tidak besar.
Siapkan Proposal dan Galang MitraRencana program yang tertuang dalam proposal dapat menjadi media komunikasi dengan berbagai
lembaga calon mitra kerjasama. Kecamatan dapat mengajukan proposal ke kabupaten, kabupaten
mengajukan ke Pemerintah Provinsi dan/atau ke Pemerintah Pusat. Kerjasama dengan lembaga diluar
pemerintahan dapat dijajaki, misalnya lembaga donor atau perusahaan. Semua kerjasama berawal
dari proposal yang menuangkan dengan jelas rencana kegiatan dan tujuan yang ingin dicapai.
Proposal juga berisi kebutuhan biaya dan bantuan teknis.
Pelajari kondisi dan kebutuhan di wilayah sasaran, dan susun rencana program. Tentukan kegiatan yang perlu dilakukan, sumberdaya yang dibutuhkan dan identifikasi mitra-mitra yang dapat diajak kerjasama.
R e n c a n a k a n Pro gram4
Pembiayaan untuk Air Minum dan SanitasiSemua upaya perbaikan akses air minum dan sanitasi perlu pembiayaan yang memadai. Setiap desa, kecamatan, kabupaten dan provinsi perlu membuat perkiraan biaya untuk setiap unsur kegiatan. Perkiraan biaya ini dikaitkan dengan rencana kegiatan perubahan perilaku maupun pembangunan fasilitas di setiap lokasi sasaran.
Komitmen anggaran sebaiknya dibuat untuk jangka waktu lebih dari satu tahun. Ini dikarenakan semua upaya perbaikan akses sanitasi butuh waktu lebih dari satu tahun. Perencanaan tahun-ganda (multi-year planning) merupakan pendekatan paling bijak. Pembahasan antar tingkatan pemerintahan juga akan memastikan bahwa rencana kerja dan perkiraan biaya yang disusun sesuai dengan kebutuhan nyata.
Pembangunan Fasilitas Air Minum atau Jamban
1. Perolehan/pembelian cetakan.
2. Transportasi cetakan ke lokasi kegiatan.
3. Pelatihan tenaga teknis untuk menggunakan cetakan.
4. Pemantauan pembuatan PAH dan jamban.
5. Pemantauan operasi dan perawatan fasilitas.
Perubahan Perilaku 1. Pelaksanaan sosialisasi untuk lembaga terkait.
2. Pelaksanaan pelatihan untuk warga dan lembaga terkait.
3. Proses pendampingan dan pelatihan pendamping.
4. Transportasi dan akomodasi ke lokasi kegiatan.
Kajian Dan Penyusunan Rencana 1. Pengiriman tenaga untuk pengumpulan informasi dan
pelaksanaan survei.
2. Pemeriksaan sampel air di laboratorium.
3. Pembahasan hasil kajian dan penyusunan rencana kerja.
Contoh unsur kegiatan yang butuh pembiayaan di tiga tahap kegiatan
Foto
: Kol
eksi
Qip
ra
Foto
: Kol
eksi
UN
ICEF
Foto
: Kol
eksi
UN
ICEF
Foto
: Qip
ra/2
012/
Taufi
k S.
38 39
Kiat Sukses:Sosialisasikan Secara BerjenjangSosialisasi program dilakukan dari tingkat pusat ke provinsi, kabupaten/kota, kecamatan, kelurahan,
sampai pada tingkat desa, bahkan dusun. Dilakukan secara berjenjang, tingkat yang lebih tinggi
meneruskan pengetahuan ke tingkat pemerintahan dibawahnya sampai kepada masyarakat.
Kerjasama yang baik antar instansi pemerintahan yang terkait dengan program sangat mendukung
kesuksesan program.
Dokumentasikan Setiap Langkah Setiap kegiatan sosialisasi, perencanaan, dan pelaksanaan kegiatan sebaiknya didokumentasikan
dengan baik. Dokumentasi ini dapat menjadi catatan perjalanan program, yang bermanfaat saat
harus melaporkan proses dan hasil program. Catatan tersebut juga akan berguna saat upaya replikasi
di lokasi lain akan dilakukan. Dokumentasi sebaiknya mencakup catatan kegiatan, foto atau video
pelaksanaan kegiatan, serta daftar nama individu dan lembaga yang terlibat.
Jelaskan program ke semua tingkatan pemerintahan, agar ada pemahaman yang sama, dan koordinasi yang lancar.
Sosialisasi P r o g r a m6
Kiat Sukses:Tunjuk Penanggung JawabIdentifikasi SKPD yang akan berperan dalam program air dan sanitasi yang akan dilaksanakan.
Tunjuk salah satu SKPD sebagai penanggung jawab program, dan berikan mandat yang jelas secara
tertulis. Arahkan SKPD lain agar menjalankan fungsi sesuai kompetensi dan tugas masing-masing.
SKPD penanggung-jawab menyusun rencana kerja rinci dan menunjuk unit atau individu yang perlu
menjalankan peran kunci.
Siapkan PendampingPendamping masyarakat dapat berupa perorangan ataupun lembaga swadaya masyarakat. Pilihlah
pendamping yang mempunyai kepedulian dan kompetensi di bidang pemberdayaan masyarakat,
air minum, sanitasi dan/atau lingkungan hidup. Pendamping masyarakat dapat direkrut oleh
Dinas Kesehatan atau SKPD penanggung-jawab. Para pendamping sebaiknya mendapat pelatihan
untuk perkenalan program dan pendekatannya, serta membekali mereka dengan informasi teknis.
Kementerian Kesehatan dapat dimintakan bantuan teknis untuk pelaksanaan pelatihan.
S i a p k a n Tim Kerja
Tugaskan lembaga dan individu-individu untuk turun ke lapangan dan memulai program.5
Foto
: Kol
eksi
UN
ICEF
Foto
: Kol
eksi
UN
ICEF
40 41
Cara BAB yang BenarPilar pertama STBM melarang BAB secara sembarangan (Baca boks: Lima Pilar STBM, hal. 35). Perubahan
perilaku BAB bukan sekedar pindah lokasi, tetapi ada syarat-syarat yang harus dipenuhi. Bagaimana
cara melakukan BAB yang benar? Dan bagaimana kondisi jamban yang baik?
BAB dikatakan sembarangan jika dilakukan di sembarang tempat, dapat terlihat orang lain, dan
bahkan dilakukan bersama dengan orang lain. Tinja dibiarkan begitu saja di tempat terbuka, sehingga
dapat terlihat atau tersentuh oleh orang lain atau hewan. Tinja juga dapat mencemari lingkungan,
khususnya air sungai, air laut dan air tanah. BAB di sawah, kebun, pekarangan, comberan, sungai atau
laut digolongkan sebagai BAB sembarangan.
BAB yang benar harus dilakukan di jamban tertutup agar dapat menjaga privasi penggunanya.
Jamban harus memiliki lubang pembuangan tinja dan selanjutnya ditutup atau ditimbun dengan
tanah. Hal ini untuk menjaga agar tinja tidak lagi terlihat dan tidak tercium baunya. Jamban yang baik
tidak harus mewah dan mahal, yang penting dapat memenuhi syarat-syarat yang diperlukan.
Kiat Sukses:Sisipkan di Kegiatan MasyarakatPesan-pesan perilaku hidup bersih dan sehat dapat disampaikan secara informal. Cari cara
penyampaian pesan yang sesuai untuk masyarakat yang dituju. Salah satu caranya dengan menyisipkan
penyampaian pesan pada forum atau kegiatan warga yang sudah ada dan rutin dilaksanakan. Jalinlah
komunikasi yang baik dengan masyarakat. Bangun komunikasi dua arah. Biarkan mereka terlibat
dalam memilih forum yang tepat, beri kesempatan untuk memberikan masukan dalam setiap kegiatan
yang dilakukan. Bangunlah rasa memiliki sehingga mereka tidak merasa terpaksa untuk menjalani.
Rangkul Tokoh BerpengaruhDekati tokoh masyarakat yang berpengaruh, dan jelaskan program dan tujuannya. Buatlah para tokoh
tersebut percaya bahwa program membawa perubahan yang baik. Niscaya masyarakat lain akan
mengikuti. Jadikan tokoh masyarakat sebagai pintu masuk dan pembawa pesan perubahan perilaku.
Lakukan dialog dengan masyarakat untuk menentukan kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan dan lokasinya. Tuangkan hasil dialog dalam Rencana Kegiatan Masyarakat.
Rancang K e g i a t a n L a p a n g a n7
Foto: Koleksi UNICEF
Foto
: Kol
eksi
UN
ICEF
42 43
Kiat Sukses:Peran PendampingPara pendamping bertugas memfasilitasi proses pembelajaran masyarakat dalam proses pemicuan.
Keragaman kepribadian dalam sebuah komunitas akan menjadi tantangan yang cukup berat. Oleh
karena itu penting bagi seorang pendamping untuk kreatif dan memiliki insting kuat dalam melakukan
pendekatan kepada masyarakat.
Tentukan LokasiTentukan lokasi pemicuan. Salah satu jenis kegiatan pemicuan yang sering dilakukan adalah transect
walk. Dalam transect walk, pendamping membawa masyarakat ke lokasi dimana tindakan BAB
sembarangan sering dilakukan. Peserta diminta membuat sebuah peta wilayah desa dan memberikan
tanda dimana mereka biasa melakukan BAB sembarangan.
Memilih TeknologiSaat pemicuan, masyarakat diajak memikirkan teknologi yang paling tepat untuk digunakan. Para
pendamping dan tenaga ahli memaparkan pilihan teknologi yang bisa dipertimbangkan, lalu
membahas dengan masyarakat semua kelebihan dan kekurangan masing-masing pilihan. Akhirnya,
masyarakat yang memilih teknologi yang diinginkan.
Adakan kegiatan-kegiatan yang mendorong terpicunya masyarakat terhadap perilaku bersih dan sehat. Pemicuan merupakan proses yang penting dilalui dan ditekuni, dan sulit diprediksi waktu yang diperlukan.
Lakukan Pemicuan Masyarakat9
Kiat Sukses:Identifikasi Kader Desa (Sukarela)Buatlah pertemuan warga di masing-masing desa. Identifikasi siapa yang bersedia secara sukarela
menjadi kader desa. Jumlahnya disesuaikan dengan kebutuhan. Kader desa bisa berasal dari tokoh
agama, tokoh pemuda, perempuan atau Kepala Desa. Yang pasti kaum perempuan, sebagai tokoh
kunci dalam pola hidup sehat keluarga, wajib untuk dilibatkan.
Adakan PelatihanBerikan pelatihan untuk para kader desa terpilih. Melalui pelatihan ini para kader desa diharapkan
dapat memahami perilaku hidup bersih dan sehat, serta teknik komunikasi dan pemantauan. Selain
itu, setelah mengikuti pelatihan ini pada kader desa diharapkan bisa melakukan proses pemicuan
sehingga masyarakat yang menjadi target bisa terpicu dan merubah perilaku tidak sehat mereka.
S i a p k a n Kader Desa
Identifikasi sejumlah warga di masing-masing desa yang akan menjadi kader sukarela. Beri pelatihan dan jelaskan tanggung-jawabnya. Kader desa akan berperan setelah para pengelola program dan pendamping tidak lagi di lokasi. Tugas kader desa adalah terus menyampaikan pesan perilaku bersih dan sehat, serta memantau perilaku masyarakat.8
Foto
: Kol
eksi
UN
ICEF
Foto
: Kol
eksi
UN
ICEF
44 45
Kiat Sukses:Susun Peraturan DesaPendamping dapat membantu Kepala Desa dan warga membahas dan menyusun Peraturan Desa. Isi
peraturan merupakan kesepakatan yang mengikat semua warga tentang perilaku BAB, dan diharapkan
mendorong perilaku yang konsisten. Sanksi bagi pelanggaran juga disepakati dan dituangkan dalam
Peraturan Desa.
Serah Terima ke Kader DesaUmumnya, tugas pendamping berakhir saat status terbebas dari BAB sembarangan sudah dicapai.
Setelah itu, monitoring dan evaluasi menjadi tanggung-jawab para aparat dan kader desa. Sebelum
masa tugas para pendamping berakhir, diharapkan semua pengetahuan, data dan informasi sudah
di-serah-terimakan dari pendamping kepada para kader desa, agar kader desa dapat menjalankan
tugasnya dengan baik.
Jadwalkan Pendampingan
Sepakati saat-saat dimana para pendamping harus ada di wilayah sasaran. Jadwalkan interaksi dengan warga sesuai kesepakatan. Siapkan pula pemantauan pasca-deklarasi, dimana kehadiran para pendamping secara rutin tidak lagi diharapkan.10
1
2
3
Tangga SanitasiSaat beralih dari BAB sembarangan ke perilaku BAB yang lebih sehat, setiap keluarga mempunyai
pilihan untuk membuat jenis jamban yang sesuai dengan kemampuan dan keinginannya masing-
masing. Namun, dengan berjalannya waktu, diharapkan bahwa keluarga dapat meningkatkan kualitas
jamban yang dimilikinya, sampai ke tingkat yang paling baik. Tahapan peningkatan kualitas jamban
ditunjukkan dengan tangga sanitasi, yang menggambarkan jamban yang paling sederhana sampai
dengan jamban yang memenuhi semua persyaratan kesehatan dan kebersihan.
Leher angsaLeher angsa butuh air yang cukup banyak untuk pembilasan. Air juga berfungsi untuk mengurangi bau, ciri kebersihan dan sebagai tanda berfungsi tidaknya kloset. Leher angsa dapat dibeli di toko atau dibuat sendiri dengan menggunakan cetakan.
PlengsenganPlengsengan dapat dibuat sendiri dengan kemiringan tertentu supaya tinja tidak langsung jatuh kebawah, tetapi melalui media kloset. Air hanya dibutuhkan untuk membilas. Penutupnya sebaiknya yang mudah diangkat atau dipindahkan.
CemplungCemplung bentuknya berupa lubang yang menyalurkan tinja ke dalam tanah. Dapat dikelilingi bangunan yang tidak permanen. Cemplung tidak memerlukan air untuk pembilasan. Penutupnya sebaiknya yang mudah diangkat atau dipindahkan.
Foto
: Kol
eksi
Qip
ra
46 47
ADD : Alokasi Dana Desa
AMPL : Air Minum dan Penyehatan Lingkungan
APBD : Anggaran Pendapatan Belanja Daerah
APBN : Anggaran Pendapatan Belanja Negara
BAB : Buang Air Besar
BABS : Buang Air Besar Sembarangan
BAPPEDA : Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
BLT : Bantuan Langsung Tunai
BOK : Bantuan Operasional Kesehatan
BPD : Badan Pengurus Desa
BUSER : Buru Sergap
CSR : Corporate Social Responsibility
CLTS : Community-Led Total Sanitation
CTPS : Cuci Tangan Pakai Sabun
DPRD : Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
FRP : Fiberglass Reinforced Plastic
KAP : Knowledge, Attitude, Practice
KEMENKES : Kementerian Kesehatan
KLB : Kejadian Luar Biasa
LAB KESLING : Laboratorium Kesehatan Lingkungan
LKMD : Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa
LSM : Lembaga Swadaya Masyarakat
NTT : Nusa Tenggara Timur
ORMAS : Organisasi Massa
PAH : Penampung Air Hujan
PAM RT : Pengelolaan Air Minum Rumah Tangga
PERDA : Peraturan Daerah
PERDES : Peraturan Desa
PHBS : Perilaku Hidup Bersih Sehat
POKJA AMPL : Kelompok Kerja Air Minum dan Penyehatan Lingkungan
POSYANDU : Pos Pelayanan Terpadu
PUSKESMAS : Pusat Kesehatan Masyarakat
RASKIN : Beras untuk Rumah Tangga Miskin
RKM : Rencana Kerja Masyarakat
RT : Rukun Tetangga
RW : Rukun Warga
SD : Sekolah Dasar
SD INPRES : Sekolah Dasar Instruksi Presiden
SKPD : Satuan Kerja Perangkat Daerah
SMS : Short Message Service
STBM : Sanitasi Total Berbasis Masyarakat
UNICEF : United Nations Children’s Fund
Daftar Istilah
Kiat Sukses:Monitoring dan EvaluasiPemantauan terhadap perilaku dan perawatan fasilitas oleh masyarakat harus terus dilakukan. Selain
itu monitoring dan evaluasi secara resmi juga dilakukan pemerintah, terutama Dinas Kesehatan
setempat, melalui penugasan sanitarian. Pemerintah juga secara berkala perlu memeriksa kualitas air
dan juga kuantitas air untuk memastikan kesehatan lingkungan tetap terjaga.
Antisipasi Pasca DeklarasiSetelah deklarasi terbebas dari BAB sembarangan masih ada hal-hal yang perlu diperhatikan
pemerintah. Dalam jangka menengah, tanki septik dibawah masing-masing jamban akan
membutuhkan pengurasan dan penanganan lumpur tinja. Selain itu, PAH membutuhkan obat
pencegahan jentik nyamuk. Pemerintah patut merencanakan upaya penanganan lumpur tinja dan
pengadaan obat pencegahan jentik nyamuk, serta memastikan tersedianya dana dan layanan yang
memadai. Dialog dengan masyarakat tentang upaya pasca deklarasi patut dilakukan, sehingga
kesadaran masyarakat tentang perilaku hidup sehat yang sudah terbangun dapat terus terjaga.
Setelah teruji bahwa wilayah sudah terbebas dari BAB sembarangan, siapkan dan umumkan pernyataan resmi atau deklarasi. Pernyataan dimaksudkan sebagai pengakuan dari pihak pemerintah tingkat tertinggi, maupun sebagai apresiasi terhadap partisipasi masyarakat.11Nyatakan Wilayah
Terbebas dari
BAB sembarangan
Foto
: Kol
eksi
Qip
ra
48
DAFTAR PUSTAKABadan Pusat Statistik Kabupaten Ende. Pulau Ende dalam Angka 2011.
Hans. 2009. Unicef sampaikan Penghargaan kepada Pemkab Ende. NTT Onlinenews.com.
Kabupaten Ende. Laporan Kegiatan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan Kabupaten Ende Tahun
2006 – 2011.
Mukherjee, Nilanjana & Shatifan Nina .2008. The CLTS Story in Indonesia: Empowering communities,
transforming institutions, furthering decentralization. AMPL
Obor, Hans. 2011. UNICEF Deklarasi Stop BABS di Pulau Ende. NTT Onlinenews.com.
Pamsimas. Field Book: Sanitation Ladder (Tangga Sanitasi).
Pius, Romualdus. 2011. Pulau Ende Bebas BABS. Tribunnews.com
UNICEF . 2008. WES-NTT News. Edisi 1, tahun 2008. Kupang.
UNICEF. 2009. Modul Pelatihan: Promosi Hygiene Melalui Mimbar Agama Islam. Kerjasama UNICEF
dengan Dinas Kesehatan dan Pemerintah Kabupaten Ende Tahun 2009.
UNICEF. 2009. Status and Trends Drinking Water and Sanitation in East Asia and the Pacific. Bangkok.
UNICEF. 2010. Annual Report 2010. UNICEF Indonesia Country Office.
Willetts J, Wicken J, Robinson A. 2008. Meeting the Sanitation and Water Challenge in South-East Asia
and the Pacific : Synthesis Report on The Sanitation and Water Conference. International Water
Centre .
www.ampl.or.id
www.hierobokilia.blogspot.com
www.portal.endekab.go.id
www.ristek.go.id
www.sanitasi.or.id
www.sipriseko.blogspot.com
www.stbm-indonesia.org
www.watercentre.org
Untuk keterangan Lebih lanjut hubungi:
Sekretariat STBM NasionalDirektorat Penyehatan Lingkungan, Direktorat Jenderal PP dan PLGedung D Lantai 1 - Jl. Percetakan Negara No. 29,Jakarta Pusat 10560 - PO BOX 223Telp. (021) 4209930 Ext: 182, (021) 42886822, Fax: (021) 42886822