Puisi mabuk

35
Puisi Mabuk Irfan Purnama

description

Sebuah kemabukkan yang diramu dalam wadah kata-kata yang jujur...

Transcript of Puisi mabuk

Page 1: Puisi mabuk

PuisiMabuk

Irfan Purnama

Page 2: Puisi mabuk
Page 3: Puisi mabuk
Page 4: Puisi mabuk
Page 5: Puisi mabuk

1

Cerita Pertama

Mula cerita, semua datang dari satu mimpi,

Angan-angan yang merayu birahiku

Untuk merdeka di tengah padang,

mengalir bersama arus kedamaian

disini aku mulai, dengan apa yang kupegang

Page 6: Puisi mabuk

baru dimulai!

Aku sempat bungkam, diam selama yang kumau

Asal kau turut menggangguk dan setuju,

Mari mulai, yang akan kita gumam

Cuma untuk satu asa, impian yang pasti pergi

Dicuci udara dan sekelebat sinar kebenaran tanpa

tuan.

Kini langit diatasku dikunci sayap-sayap

kelak dibawahnya lahirkan tawa,

tapi setelah dimulai,

Harus tetap seperti ini, sedikit senyap

Terluap tumpah pada secarik kertas berisi janji

kesurupan

Sudah, Diam! nikmati saja dulu kisahnya

FEB/14/JKT

2

Page 7: Puisi mabuk

Penunggang Asa

Telah ku jadikan satuKepalan dan harapanUjung hati yang bertumbuh duriMembelai erat secuil jiwaDan kehormatan di setengah dadaTelah ku belah duaDalam dua telaga warnaKuharap tanpa kecewaTerpenjara kaca-kacaYang penting pernah dilantangCukup pernah sajaBiar waktu yang urus semuanyaIni hidup, KawanUrus dulu udara yang singgah di dadaHingga isi perutmuNanti kalau fajar tibaMenghamburkan sahajanyaItu baru ruang barumuMelantang, menghasut pertiwinya

NOV/20133

Page 8: Puisi mabuk

Ini tentang kaki-kaki,

Hulu cerita, hingga klimaksnya

Urat tema yang sudah tersunat

pada plot-plot yang sempat kosong

dan dialog yang disuarakan sendirian

Tumbuk peran dalam satu lambung

Maju mundur berbatas naluri

Tidak perlu rencana lagi

Tidak perlu latar indah dibelakangnya

Ini tentang apa yang kau dapat

Kau lihat dan saksikan, dengarkan,

dan jangan berikan apapun untuk perbaikan

Keseharian setengah nerakanya..

Jadi makian, jadi hinaan

Ini keterberantakan.

Sebuah keterserahan

Kalimat pembunuh pujangga

Kalimat penyalib suara

Kerdil, dangkal dan sesumbar

Feb/13/ JKT

Drama

4

Page 9: Puisi mabuk

Cuma HijauPernah aku katakan,Hijau itu cuma salah satu bias udaraJangan jatuh hati padanyaNanti susah lagi jual jantung yang lainSudah, bangun.. cuci mukamuTanah yang dipijak butuh jerih payahmuBawa sapu ijuk emak, banyak kotoran yang mesti dibersihkan

FEB/14/JKT

5

Page 10: Puisi mabuk

Kenapa Merah?

Dalam Merah ada ruangAda kerah dan ketajamanAda bias pada sudut udara kebebasanKepentingan berantai, penyetaraan impianDalam Merah ada tulang,Kerangka kesatuan, maklumat kejayaanDalam Merah ada borokPercik kebencian, kesempurnaan yang tamakDalam Merah ada TuhanPetunjuk untuk benar dan membenarkanDalam Merah ada barangKongsi dalam kebersamaan, tunduk dalam tiraiIlusi ini akan masuk cawanBiar bentang datar bumi tetap mencatatnyaNanti angin akan tiba mengabarkanPelangi telah patah karenanyaKenapa harus Merah?Pertanyaan dari kaki langitSebuah pengharapan hidupSebuah pencarian jati diri

April/13/JKT

6

Page 11: Puisi mabuk

Kenapa harus Themis

Kenapa harus dibutakan?

Kenapa harus ditimbang?

Kenapa harus berpedang?

Kenapa harus wanita?

Kenapa begitu buta?

Kenapa begitu berat sebelahnya?

Kenapa tumpul pedangnya?

Kenapa harus Themis?

Nov/2013

7

Page 12: Puisi mabuk

Doa yang kotor

bagi mereka yang berdiri diatas lemak kotornya

tersumpal lembaran penutup mulut

maka matilah lebih dalam dari jahanam

semoga arwahmu damai ditelan bumi

8

Page 13: Puisi mabuk

Wangi-wanginya menerbangkanIsi-isinya mengelabui

Rasanya tinggal raba-rabaKalau dapat bisa nikmatKalau silap bisa kualatAda apa dibaliknya?Dibawahnya?Lipatan penutupnya?Haruskah kita tanya?Ketika ada seuatu yang menjulur keluar dari penutupnyaKetika terlihat bercak aksi yang tertinggal padanya?Sudah terkoyak sebagianTak penuh melindungi isinya lagi

NOV/2013

Celana dalam republik

9

Page 14: Puisi mabuk

Saat di depan wajahmu

“Boleh saya minta izin? Ada pelangi terpancar di bola matamu.Tapi dibelakangnya ada api,biar saya padamkan apinya.Hanya sebentar, tidak akan lama..tunggu ya.”

“Nah, selesai sudah..kamu bisa tenang memandang sekarang. Tepuk saja punggung saya kalau api itu datang lagi, nanti saya siram dengan air yang sama.”

“Sini, biar saya tiup asap hitam yang masih mengumpul itu. Biar bola matamu bersih kembali. Saya takut kalau tidak ditiup, matamu nanti akan perih.”

“Itu air matamu kok menetes? Mungkin karena asap tadi. Biar ku usap dengan sapu tangan ini. Aku takut bedakmu luntur kalao kena air mata.”

“Sekarang rambutmu jadi berantakan, pasti karena terlalu banyak angin. Biar saya sisirkan sedikit, rambut wangimu harus selalu terlihat rapih.”

“Rautmu kini berubah marah, apa ada yang salah dengan diriku? Katakan saja, mungkin aku bisa menghiburmu.”

Juli/JKT/ 2013

Gambar dari : http://becuo.com/

10

Page 15: Puisi mabuk

11

Page 16: Puisi mabuk

Malam Itudengan tegak kutelusuri,lengkungan dan sisi-sisinyamenujunya penuh lelahmengantarkan pada celahdan himpitan ruangnyaini aku diserambi dagingmu,bukalah dengan kepantasan

Usaha menujumu

12

Page 17: Puisi mabuk

100

Emak, sudah 100 hari emak disana

Dalam hari kami, sama saja tersiksa kesepian

Kalau saja Tuhan beri Emak pena dan kertas

Pasti Emak kirimi aku sajak rindu.

Sama seperti kami disini ,mak

Dalam tunggu, jerat penuh rindu

Hanya saja pak pos tak mau pergi ke pusaramu

Karena dia tak mengerti sajak, mak

JAN/14/JKT13

Page 18: Puisi mabuk

Kretek Jahanam

1 batang terbilangSelusin tersebar, bekas abunya

Sebungkus kubilangSatu setengah bungkus kau bilang

Abu-abu yang gentayangantinggal bungkusnya terbuang

sajak ini telah patah batangnyaujung lipatannya,

hingga ramuan tembakaunyabelum pada asap kugerutuikala fajar cengkehnya usai

JAN/14/JKT

14

Page 19: Puisi mabuk

Kelopak melati menundukan bunganya.Bukan untuk membunuh wanginya,Hanya untuk menyambut bunga yang baru.Andai jatuh, tanah dengan riang menyambutnya...Sesilau raut mentari, nanti petang daun berpulangBercerita tentang angin yang menggelitikAngkuhnya batang yang tegar menjulangMasih dipojokan serambi rumah tanpa nenekSebuah taman mungil penanda hikayat.

TERCAGAK

15

Page 20: Puisi mabuk

Cerita Ku (Nyuk)

Pak, Kunyuk minta makanPak, Kunyuk minta istirahat

Untuk satu siangBukan setelah senja

Pak, mana makannyaPak, mana kasurnya

Untuk satu malamBukan setelah fajar

Rantai dibukaNanti disemat kembali

Gigi rodaDigebuk arit dalam pedati

Kunyuk matiKunyuk pergi

Hari mati roda jalan lagiKira pawang dari hatiNanti banyak kunyuk dicari

1 Mei 2013, memperingati MAYDAY

16

Page 21: Puisi mabuk

LEGAM!kata-katanya sudah mati

dibawa janji pagi

melarikan diri

tinggal luka dalam hati

bersembunyi diantara duri

jejak nya samar

ditelan setengah bumi

biar nanti

biar nanti...

katanya

17

Page 22: Puisi mabuk

Cuma hujan…

Jatuh lagi serbuan titik airBasah dan memenuhi bidangnyaTajam kebawahTerkumpul disanaMenghalangi pijakanMenutupi jalanMenggenang, menguasaiMenarik angin disekitarnyaMengantarkan arahnyaMenerpa ruangnyaJatuh dan terus jatuhSebanyaknyaSebisanyaCuma hujan, biarkan sajaPohon pasti sedang jingkrakMenari meledakkan tawaTelah sirna dahaganyaCuma hujan, biarkan sajaAirnya berkumpul,Hilir mudik menghampiriSebanyaknyaSebisanya

NOV/2013

18

Page 23: Puisi mabuk

Sendu

Tertiup berita pada raja senjaTentang apa itu merindu, dalam hening dan ratapandingin jemari angin menyentuhmenyapa lembut permukaan hatikukelembaban terasa disekujurnyamemperingati ragu-ragu yang menyelimutibaru saja ku patahkan setengah kretektanda duka yang mendalamdari lamunan akan kerumunanyang membakar pelita kesendirianmalam ini harus makan lagi

setengah rasa yang sudah kau lukaisisakan sedikit untuk fajarsetengahnya untuk dikenangkelam asa dibayang ketika datangdijemput gemulai kabut malammenukar bahagia...sesaat pada waktu yang akan terkenang

19

Page 24: Puisi mabuk

Saat datang

tanpa nama

Tiba dia menyapa, aku terpagu

Waktu telah membohongi, kupikir

Membelakangi akal, sadar dan nyatanya

Mengiris serbuk–serbuk tanda tanyaMeniupkannya kesegala arah

Busur kebingungan lepaskan panahnya

jatuh di tanah tanpa gembala

kosong tanpa tuan dan namanya

gulana kabut kini ditepi sangka

siapakah dia itu?20

Page 25: Puisi mabuk

Ini busuk kakimu,

Bungkus…

dan cium sendiri!Semilir, dibawa angin lewat, yang sempat menyapaAda kecewa yang mati, setengah geram, karena terinjak sebagianAda peluh yang dikubur, tersimpan, lekat pada belaian yg baru lewatPenuhi ruang, saat busuknya terbit memuai.

Juni/13/JKT

21

Page 26: Puisi mabuk

1 Menit sebelum santap

Pernah kukirim serantang doa makan

Untuk dinikmati, dimiliki.

Terurai pada butir-butir nasi

Sebuah karunia yang tersyukuri

FEB/14/JKT22

Page 27: Puisi mabuk

Riuh dan tergigit gaduhSaat senja menjemput peraduannya

Mengajak pulang candu-candu harapanKunang-kunang yang menderu, mengisi tiap-tiap ruang alir

Menuju kesenyapan yang berkabut gelapAku masih saja terjebak, ditengah pongah

Dalm sadar, dalam kesunyian yang malu-maluMengharap fajar membuka celah gerbang penuh janji

Ini hidup bukan dongengBanyak tumpah lendir kepalsuan,

Ruang-ruang kotak, Serta persetubuhanSudah-suratan namanya, Kerancuan yang abadi,

Dan pesona ketamakan yang mengunyah keteraturan.

23

Page 28: Puisi mabuk

Petuah Dari Si Juru tulis (palsu)

Ketika sajak itu terbaca :Mengapa tidak judul dulu kau tulis,Mengepalai badan dan bentuknya

Baru kerangka, hingga rongga nafasnya—Ketiak dan akhirnya kulit luarnyaTidak usah isi daging dalamnya

Ini Cuma sementara, nanti mati lagiKoyak alur jadi dua bagian

Seduh, biar aroma temanya terciumBergetayangan sampai akhir

lantas kubilang:Apa tuan pikir itu kata?Apa tuan pikir ini prosa?

Dengan bentuk wujud yang tuan urai?Lekuk cerita yang menikam makna

Rendah, dangkal dan tak berpenyedap rasa?ini bukan apapun untuk dinikmati,

Cuma tombol-tombol aksara dan aku yang tahuSedang Tuhan pun hanya mengintipnya sebagian.

Jadi apa harus seperti ini, Itu? Maaf bawa pergi sajak tuan, saya makan huruf-huruf ini nanti

NOV/2013

24

Page 29: Puisi mabuk

2 matahariku2 purnamaku

2 harapan kebahagiaan2 penyejuk hati

2 pujaan2 kebanggaan

Dunia tanpa kalian adalah kubur

Sayangilah anakmu seperti Tuhan menyayangi mereka

25

Page 30: Puisi mabuk

Kuala Bangkai

Monyong-monyong yang lantang,mata-mata dibelakang meja.

Pelan - pelan dan hikmatmenghabisi dupa kebenaran,

hingga jauh abu-abu terbuang.

Menyisihkan tali kemudi,menyisakan omong kosong.

Masih berjalan ditempat, sendirian.Menginjak bayangannya sendiri

Revolusinya impoten,tak bisa lagi tahtai malam.

Menari mesra, diiringi nyanyian,Mari beronani dan puaskan diri.

Pada hijau-hijaunya rerimbunan,kantong kata ini dirajut.

Masih di lokalisasi yang sama, Pada kota-kota yang hampir tenggelam

FEB/14/JKT 26

Page 31: Puisi mabuk

Lintas

Telah ku gulung-gulung bayangan selepas Dzuhur

Dibuntal, dipompong pelan-pelan

Ku tinggalkan nota di bekas tapaknya

“Aku simpan dulu sementara,Nanti kalau lahar kebingungan padam.

ku bentangkan kembali dengan megah

Di pinggir Ciliwung, kala arus menyapa riang.”27

Page 32: Puisi mabuk

28

Page 33: Puisi mabuk

29

Page 34: Puisi mabuk

Dialog Kecil

Aku katakan pada malam, “ Dimana dirimu tadi siang?”“Jika itu bisa kujawab, apa takdirku?” tanyanya balik.

“Kau serang lagi aku seperti kemarin! Kapan kau jawab gundah itu?’”Ku balik bertanya.

“Tanya pada Mataharimu saja, dia mengejar mimpiku saat itu.”jawabnya, dengan raut perihnya.

FEB/14/JKT 30

Page 35: Puisi mabuk

2014