Puisi Chairil Anwar
-
Upload
tri-ramadhan -
Category
Documents
-
view
219 -
download
0
description
Transcript of Puisi Chairil Anwar
PUISI CHAIRIL ANWAR
PUISI TAUFIK ISMAIL
PUISI ZAWAWI IMRON
PUISI WS RENDRA
Gugur
Ia merangkakdi atas bumi yang dicintainya
Tiada kuasa lagi menegakTelah ia lepaskan dengan gemilang
pelor terakhir dari bedilnyaKe dada musuh yang merebut kotanya
Ia merangkakdi atas bumi yang dicintainya
Ia sudah tualuka-luka di badannya
Bagai harimau tuasusah payah maut menjeratnya
Matanya bagai sagamenatap musuh pergi dari kotanya
Sesudah pertempuran yang gemilang itulima pemuda mengangkatnya
di antaranya anaknyaIa menolak
dan tetap merangkakmenuju kota kesayangannya
Ia merangkakdi atas bumi yang dicintainya
Belumlagi selusin tindakmautpun menghadangnya.
Ketika anaknya memegang tangannyaia berkata :
” Yang berasal dari tanahkembali rebah pada tanah.
Dan aku pun berasal dari tanahtanah Ambarawa yang kucinta
Kita bukanlah anak jadahKerna kita punya bumi kecintaan.
Bumi yang menyusui kitadengan mata airnya.
Bumi kita adalah tempat pautan yang sah.Bumi kita adalah kehormatan.
Bumi kita adalah juwa dari jiwa.Ia adalah bumi nenek moyang.
Ia adalah bumi waris yang sekarang.Ia adalah bumi waris yang akan datang.”
Hari pun berangkat malamBumi berpeluh dan terbakar
Kerna api menyala di kota Ambarawa
Orang tua itu kembali berkata :“Lihatlah, hari telah fajar !Wahai bumi yang indah,
kita akan berpelukan buat selama-lamanya !Nanti sekali waktu
seorang cucukuakan menacapkan bajak
di bumi tempatku berkuburkemudian akan ditanamnya benih
dan tumbuh dengan suburMaka ia pun berkata :
-Alangkah gemburnya tanah di sini!”
Hari pun lengkap malamketika menutup matanya
Kelelawar
Silau oleh sinar lampu lalulintasAku menunduk memandang sepatuku.
Aku gentayangan bagai kelelawar.Tidak gembira, tidak sedih.
Terapung dalam waktu.Ma, aku melihatmu di setiap ujung jalan.
Sungguh tidak menyangkaBegitu penuh kamu mengisi buku alamat batinku.
Sekarang aku kembali berjalan.
Apakah aku akan menelefon teman?Apakah aku akan makan udang gapit di restoran?
Aku sebel terhadap cendikiawan yang menolak menjadi saksi.Masalah sosial dipoles gincu menjadi fizika.
Sikap jiwa dianggap maya dibanding mobil berlapis baja.Hanya kamu yang enak diajak bicara.
Kakiku melangkah melewati sampah-sampah.
Akan menulis sajak-sajak lagi.Rasa berdaya tidak bisa mati begitu saja.
Ke sini, Ma, masuklah ke dalam saku bajuku.Daya hidup menjadi kamu, menjadi harapan.