pudan.files.wordpress.com · Web viewPada perusahaan dagang untuk menentukan apakah barang itu...
Transcript of pudan.files.wordpress.com · Web viewPada perusahaan dagang untuk menentukan apakah barang itu...
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Setiap perusahaan dalam melaksanakan kegiatan produksinya, selalu
berusaha untuk mencapai tingkat efisiensi dan efektifitas yang optimal. Salah satu
yang dihadapi dalam mencapai tujuan tersebut adalah menyangkut persediaan.
Persediaan merupakan salah satu unsure aktiva lancer dalam operasi perusahaan
yang secara terus-menerus diperoleh, diubah dan dijual kembali.
Persediaan juga merupakan salah satu harta perusahaan dan mempunyai
peranan penting dalam hubungannya dengan kegiatan usaha untuk mencapai
tujuan perusahaan. Dalam laporan keuangan kebanyakan perusahaan dagang
maupun industri menunjukkan bahwa unsur aktiva lancer yang terbesar adalah
persediaan, bahkan juga merupakan bagian terbesar dari total harta perusahaan.
Dalam pelaksanaannya, persediaan memerlukan suatu perhitungan yang
cermat agar jumlah persediaan tetap terkendali. Artinya jangan sampai persediaan
tersebut kekurangan dan kelebihan karena itu akan menimbulkan hal-hal yang
tidak menguntungkan bagi perusahaan. Misalnya, kekurangan persediaan akan
mengakibatkan tidak dapat dipenuhi permintaan sehingga berkurangnya
pendapatan perusahaan. Kelebihan persediaan juga berakibat buruk bagi
perusahaanm, misalnya akan memperbesar biaya penyimpanan, tingginya resiko
kerusakan.
1
1
Persediaan mencakup prosedur, metode dan tehnik pencatatan dan
penilaian terhadap persediaan perusahaan. Persediaan sangat penting karena
persediaan mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap laporan keuangan
dimana persediaan secara langsung mempengaruhi besarnya aktiva dalam neraca
dan besarnya laba dalam laba rugi.
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis tertarik untuk memilih
judul “METODE PENILAIAN PERSEDIAAN PADA PERUM BULOG
MEDAN”.
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka yang menjadi
identifikasi masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimanakah cara menentukan jumlah persediaan yang
dilakukan oleh Perum Bulog Medan?
2. Bagaimana system pencatatan persediaan yang dilakukan oleh
Perum Bulog Medan?
3. Apakah dengan menggunakan metode penilaian persediaan
akan mempengaruhi tingkat pendapatan Perum Bulog Medan ?
1.3 Pembatas Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah yang telah dikemukakan diatas, maka
yang menjadi pokok permasalahan penelitian adalah Metode Penilaian Persediaan
Pada Perum Bulog Medan.
2
1.4 Perumusan Masalah
Sebagai usaha untuk menghindari penafsiran yang menjadi perumusan
masalah dalam penelitian ini adalah apakah dengan menerapkan metode penilaian
persediaan yang tepat pada Perum Bulog Medan dapat membantu manajemen
perusahaan dalam mengoptimalkan persediaan.
1.5 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penulis mengadakan penelitian adalah :
1. Untuk mengetahui prosedur pencatatan dan metode penilaian
persediaan pada Perum Bulog Medan.
2. Untuk memperoleh pengetahuan lebih mendalam mengenai
system pencatatan dan penilaian persediaan.
3. Untuk membandingkan teori-teori yang dipelajari dengan
praktek-praktek dilapangan.
1.6 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah :
1. Untuk menambah pengetahuan penulis mengenai pencatatan dan penilaian
persediaan.
2. Sebagai bahan masukan bagi penulis lainnya dan untuk menambah
perbendaharaan perpustakaan Politeknik Unggul LP3M Medan.
3. Sebagai bahan masukan bagi PERUM BULOG MEDAN bila ada hal-hal
yang tidak sesuai dengan Standart Akuntansi Keuangan.
3
BAB II
URAIAN TEORITIS
2.1 Pengertian Persediaan
Menurut Baridwan (2004: 19) istilah persediaan yang digunakan untuk menunjukkan barang yang dimiliki oleh suatu perusahaan akan tergantung pada jenis usaha perusahaan. Istilah yang digunakan dapatdibedakan untuk usaha dangang yaitu perusahaan yang membeli barang dan menjualnya kembali tanpa mengadakan perubahan bentuk barang, dan perusahaan manufaktur yaitu perusahaan yang membeli bahan dan mengubah bentuknya untuk dapat dijual. Secara umum istilah persediaan barang dipakai untuk menunjukkan barang-barang yang dimiliki untuk dijual kembali atau digunakan untuk memproduksi barang-barang yang akan dijual.
Ikatan Akuntan Indonesia (2004: 141) adalah menyatakan dengan jelas pengertian persediaan,sebagai berikut:
1. Tersedia untuk dijual dalam kegiatan usaha normal
2. Dalam proses produksi dan dalam perjalanan.
3. Dalam bentuk bahan baku atau perlengkapan untuk digunakan dalam proses produksi atau pemberian jasa.
K.F. Skousen (1987:326) “istilah persedaan menunjukkan barang-barang
yang dimiliki untuk dijual dalam kegiatan normal perusahaan serta, untuk
perusahaan manufaktur, barang-barang yang sedang diproduksi atau akan
dimasukkan kedalam proses produksi.
Dari beberapa defenisi persediaan yang dikemukakan oleh para ahli
berbeda antara yang satu dengan yang lain, akan tetapi pada hakekatnya arti dan
tujuan sama. Secara umum persediaan (inventory) merupakan aktiva perusahaan
4
yang menempati posisi yang cukup penting dalam suatu perusahaan, baik
perusahaan dagang maupun perusahaan manufaktur (industri).
Pada perusahaan manufaktur persediaan dikelompokkan dalam tiga bagian
yaitu bahan baku, barang dalam proses dan barang jadi.
Bahan baku merupakan barang-barang yang diperoleh untuk digunakan
dalam proses produksi. Istilah bahan penolong atau pembantu (factory supplies,
atau manufacturing supplies), digunakan untuk menyebut bahan tambahan, yaitu
bahan baku yang diperlukan dalam proses produksi tetapi tidak secara langsung
dimasukkan kedalam produk. Bahan baku yang secara langsung digunakan dalam
produksi barang-barang tertentu sering disebut bahan langsung, bahan penolong
disebut bahan tak langsung.
Meskipun bahan penolong dapat diiktisarkan secara terpisah, barang-
barang tersebut harus dilaporkan sebagai bagian dari persediaan perusahaan
karena akhirnya akan dipakai dalam proses produksi.
Barang dalam proses (goods in process) yang juga disebut pekerjaan
dalam proses (work in process), terdiri dari bahan baku yang sebagian telah
diproses dan perlu dikerjakan lebih lanjut sebelum dijual. Persediaan ini meliputi
tiga unsur biaya yaitu bahan langsung, upah langsung dan overhead pabrik atau
overhead produksi (factory overhead atau manufacturing overhead). Biaya bahan
bahan yang secara langsung dikaitkan dengan barang-barang dalam produksi
dikelompokkan dalam bahan langsung, biaya pekerja yang secara langsung dapat
dikaitkan dengan barang-barang dalam produksi dikelompokkan dalam upah
langsung,
5
Overhead pabrik terdiri dari seluruh biaya produksi selain bahan langsung
dan upah langsung. Biaya ini meliputi bahan penolong yang digunakan dan biaya
tenaga kerja yang tidak dapat secara langsung dikaitkan dengan proses pengerjaan
produk tertentu.
Pada perusahaan dagang untuk menentukan apakah barang itu sudah dapat
dicatat sebagai persediaan, dasar yang digunakan adalah hak pemilikn. Barang-
barang akan dicatat sebagai persediaan pihak yang memiliki barang-barang
tersebut, sehingga perubahan catatan persediaan akan didasarkan pada
perpindahan hak pemilik barang. Kesulitan menentukan perpindahan hak atas
barang antara lain timbul dalam keadaan barang-barang dalam perjalanan (goods
in transit) dan barang-barang yang dipisahkan (segregated goods).
Barang-barang dalam perjalanan (goods in transit)
Barang-barang yang pada tanggal neraca masih dalam perjalanan
menimbulkan masalah apakah masih menjadi milik penjual atau sudah berpindah
haknya pada pembeli. Untuk mengetahui barang itu milik siapa, harus diketahui
syarat pengiriman barang-barang tersebut. Ada dua syarat pengiriman yaitu
F.O.B. shipping point dan F.O.B. destination.
1. F.O.B. (free on board) shipping point
Jika syarat penjualan adalah prangko gudang penjual FOB (free on board)
shipping point, hak atas barang dipindahkan kepada pembeli ketika barang
dimuat kealat angkut ketika akan diangkut. Dengan persyaratan ini, maka
penerapan aturan hukum atas pengiriman pada akhir tahun memerlukan
pencatatan penjualan dan penurunan persediaan dalam pembukuan penjual.
6
Karena hak itu berpindah pada saat pengangkutan, barang-barang dalam
perjalanan pada akhir tahun harus dimasukkan dalam persediaan pembeli,
meskipun barangnya belum tiba. Penetapan jumlah barang dalam perjalanan
pada akhir tahun dilakukan dengan mengkaji pesanan-pesanan yang dating
selama awal periode baru. Catatan pembelian dapat dibiarkan tebuka
melampaui priode fiscal agar pencatatan barang dalam perjalanan pada akhir
periode dapat dilaksanakan, atau barang-barang dalam perjalanan dapat dicatat
dengan menggunakan ayat penyesuaian.
2. F.O.B.(free on board) destination
Syarat pengiriman F.O.B destination berarti bahwa hak atas barang baru
berpindah pada pembeli jika barang-barang yang dikirim sudh diterima oleh
pembeli. Jadi perpindahan hak atas barang terjadi pada tanggal penerimaan
barang oleh pembeli. Pada saat tersebut penjual mengurangi persediaan
barangnya dan mencatat penjualan, sedangkan pembeli mencatat pembelian
dan menambah persediaan barangnya. Ada kesulitan bagi penjual untuk
menentukan kapan barang-barang tersebut sampai ditangan pembeli. Oleh
karena itu dalam prakteknya terjadi penyimpangan-penyimpangan yaitu
penjual sudah mencatat penjualan dan mengurangi barangnya pada saat
mengirimkan barang-barang tersebut, sedangkan pembeli mencatat dan
menambah persediaan barangnya pada saat menerima barang-barang tersebut.
7
2.2 Sistem Pencatatan Persediaan Barang
Dalam melakukan pencatatan ada 2 (dua) sistem yaitu metode fisik/periodic
(periodical/physical inventory system) dan sistem buku (continual inventory
system).
Sistem Fisik (Periodical System)
Penggunaan metode fisik mengharuskan adanya perhitungan barang yang
masih ada pada tanggal penyusunan laporan keuangan. Perhitungan persediaan
(stock opname) ini diperlukan untuk mengetahui berapa jumlah barang yang
masih ada dan kemudian diperhitungkan harga pokoknya.
Dalam metode ini persediaan barang tidak diikuti dalam buku-buku, setiap
pembelian barang dicatat dalam rekening pembelian. Karena tidak ada catatan
mutasi persediaan barang maka harga pokok penjualan juga tidak dapat diketahui
sewaktu-waktu. Harga pokok penjualan baru dapat dihitung apabila persediaan
akhir sudah dihitung
Menurut sistem fisik ini persediaan ditentukan dengan cara mengadakan
perhitungan terhadap jumlah persediaan yang ada digudang. Persediaan hanya
dicatat setelah dihitung pada akhir periode akuntansi. Pembelian barang dicatat
dalam perkiraan pembelian sebesar harga perolehannya dan penjualan barang
dicatat kedalam perkiraan penjualan sebesar harga jualnya.
Dalam sistem ini persediaan barang tidak dicatat dalam kartu persediaan,
sehingga tidak dapat diketahui jumlah persediaan pada setiap saat karena tidak
pernah dicatat penambahan maupun pengurangannya. Oleh sebab itu untuk
8
menentukan jumlah persediaan pada akhir periode, perusahaan harus melakukan
perhitungan fisik langsung ke gudang.
Keuntungan penggunaan fisik sistem pencatatan fisik ini adalah lebih
sederhana dalm pencatatan transaksi pembelian maupun penjualan, hal ini
dikarenakan tidak diikutinya mutasi persediaan dam kartu persediaan.
Sedangkan kerugian dari sistem pencatatan ini adalah:
1. tidak terdapatnya identifikasi terhadap barang-barang yangterjual dalam
periode akuntansi yang bersangkutan, sehingga harga pokok penjualan
tidak dapat diselenggarakan dengan kontiniu
2. tidak dapat disusun laporan keuangan jangka pendek karena keharusan
mengadakan perhitungan fisik atas persediaan barang yang membutuhkan
waktu yang cukup lama, apabila jenis dan jumlah persediaan yang cukup
banyak
Sistem Perpetual ( Perpectual System )
Dalam sistem buku (perpetual) setiap jenis persediaan dibuatkan rekening
sendiri-sendiri yang merupakan buku pembantu persediaan. Rincian dalam buku
pembantu bisa diawasi dari rekening kontrol persediaan barang dalam buku besar.
Rekening yang digunakan untuk mencatat persediaan ini terdiri dari beberapa
kolom yang dapat dipakai untuk mencatat pembelian, penjualan dan saldo
persediaan.
9
Setiap perubahan dalam persediaan diikuti dengan pencatatan dalam
rekening persediaan sehingga jumlah persediaan sewaktu-waktu dapat diketahui
dengan melihat kolom saldo dalam rekening persediaan yang biasa disebut dengan
kartu persediaan. Masing-masing kolom dirinci lagi untuk kuantitas dan harga
perolehannya.
Penggunaan metode buku (perpetual) akan memudahkan penyusunan
neraca dan laporan laba rugi jangka pendek, karena tidak perlu lagi mengadakan
perhitungan fisik untuk mengetahui jumlah persediaan akhir. Walaupun neraca
dan laporan laba rugi dapat segera disusun tanpa mengadakan perhitungan fisik
barang, setidak-tidaknya setahun sekali perlu diadakan pengecekan apakah jumlah
barang dalam gudang sesuai dengan jumlah dalam rekening persediaan.
Pengecekan ini dilakuikan dengan cara membandingkan hasil perhitungan
fisik dengan jumlah dalam rekening persediaan. Bila terdapat selisih jumlah
persediaan antara hasil perhitungan fisik dengan saldo rekening persediaaan, dapat
diadakan penelitian terhadap sebab-sebab terjadinya perbedaan itu.
Dalam sistem perpetual, setiap transaksi yang mempengaruhi jumlah nilai
persediaan akan dicatat dalam perkiraan persediaan. Pembelian barang akan
dicatat menambah persediaan dan penjualan barang akan dicatat mengurangi
persediaan. Dengan demikian perkiraan persediaan dan penjualan barang akan
dicatat mengurangi persediaan. Dengan demikian perkiraan persediaan barang
akan dicatat senantiasa menunjukkan keadaan jumlah sisa persediaan barang yang
masih ada beserta mutasi perubahannya. Oleh karena itu, dengan melihat catatan
10
dalm perkiraan telah dapat diketahui sisa persediaan tanpa harus menghitung
secara pisik barang tersebut.
2.4 Model-Model Persediaan
Tiap perusahaan ini berproduksi secara efisien dan efektif. Perusahaan
yang memerlukan persediaan, bukan berarti harus melakukan pemesanan
sekaligus tetapi untuk mencapai biaya yang serendah-rendah mungkin dan
perusahaan juga harus memikirkan biaya pemeliharaan dan peyimpanan untuk
persediaan tersebut. Seperti halnya kebijakan persediaan produk jadi, kebijakan
persediaan produk jadi, kebijakan persediaan bahan baku cenderung
meminimumkan biaya penyimpanan persediaan. Oleh karena itu Bambang
Riyanto (2000 : 132) mengemukakan bahawa “Dalam kebijakan manajemen
berkenaan dengan persediaan perlu ada sistem yang efektif dalam manajememen
persediaan antara lain pemesanan yang ekonomis (reorder point)
Adapun sistem yang efektif dalam persediaan yakni:
2.4.1 Jumlah Pesanan Ekonomis
Metode manajemen persediaan yang paling terkenal adalah model-model
economic order quantity (EOQ) atau economic lot size (ELS). Metode-metode ini
dapat digunakan baik untuk barang-barang yang dibeli maupun yang diproduksi
sendiri. Model EOQ adalah nama yang biasa digunakan untuk barang-barang
yang dibeli, sedangkan ELS digunakan untuk barang-barang yang diproduksi
secara internal. Perbedaan pokoknya adalah bahwa untuk ELS, biaya pemesanan
11
(ordering cost) meliputi biaya penyiapan pesanan untuk dikirim kepabrik dan
biaya penyiapan mesin-mesin (setup cost) yang diperlukan untuk mengerjakan
pesanan-pesanan. Dalam hal ini akan digunakan istilah EOQ yang mencakup
pengertian keduanya, EOQ dan ELS.
Dalam teori konsep EOQ (kadang-kadang disebut model fixed-order-
quantity) adalah sederhana. Model EOQ digunakan untuk menentukan kuantitas
pesanan persediaan yang meminimumkan biaya langsung penyimpanan
persediaan dan biaya kebalikannya (inverse cost) pemesanan persediaan.
Ada dua keputusan dasar dalam EOQ yaitu :
a. Berapa jumlah bahan baku yang harus dipesan pada saat bahan
baku tersebut perlu dibeli kembali (Replenisment Cyle)
b. Kapan perlu dilakukan pembelian kembali (Reorder Point).
Asumsi yang digunakan dalam analisis EOQ ini adalah :
1. Jumlah kebutuhan bahan baku sudah dapat ditentukan lebih dahulu
secara pasti untuk penggunaan selama satu tahun per satu periode tertentu.
2. Penggunaan bahan baku selalu pada tingkat yang konstan secara
kontuniu
3. Pesanan persis diterima pada saat tingakat persediaan sama dengan
nol atau diatas safety stock (persediaan minumal)
4. Harga konstan selama satu periode.
12
2.4.2 Reorder Point
Titik pemesanan sering juga disebut dengan reorder point.dengan
demikian Reoprder point adalah saat atau dimana harus diadakan pesenan lagi
sedemikian rupa sehingga kedatangan atau penerima yang di pesan.
Reorder point terjadi apabila jumlah persediaan yang terdapat di dalam
stok berkurang terus sehingga kita harus menentukan berapa banyak batas
minimal tingakat persediaan yang harus dipertimbangkan sehingga tidak terjadi
kekurangan persediaan. Jumlah yang diharapkan tersebut dihitung selama masa
tenggang, mungkin dapat juga ditambahkan dengan safety stock yang biasanya
mengacu kepada probabilitas atau kemungkinan terjadinya kekurangan stok
selama masa tenggang. Ada 4 model-model reorder point yaitu:
1. Jumlah permintaan maupun masa tenggang adalah konstan
2. Jumlah perminataan aedalah variabel sedangkan masa tenggang adalah
konstan
3. Jumlah permintaan adalah konstan sedangkan masa tenggang adalah
variabel
4. Jumlah permintaan maupun masa tenggang adalah variabel
2.5. Metode Penilaian Persediaan
Penilaian persediaan adalah menentukan nilai persediaan yang akan
disajikan dalam laporan keuangan. Penilaian persediaan mempunyai pengaruh
penting pada pendapatan yang dilaporkan pada posisi keuangan perusahaan. Oleh
13
karena itu penilaian persediaan atas harus sesuai dengan kenyataan sehingga
persediaan tersebut benar-benar menunjukkan jumlah atau nilai yang wajar
dicantumkan dalam laporan keuangan.
Dalam hubungannya dengan persediaan,harga pokok adalah jumlah semua
pengeluaran-pengeluaran langsung atau tidak langsung yang berhubungan dengan
perolehan, penyiapan dan penepatan persediaan tersebut agar dapat dijual. Untuk
menentukan nilai persediaan ada banyak metode yang dipergunakan.
Untuk mencapai laba yang tinggi maka perusahaan dapat menggunakan
tiga metode yaitu metode FIFo, yang digunakan pada saat harga-harga yang terus
menanjak akan menghasilkan laba yang tinggi dalam laporan perhitungan laba-
rugi. Metode LIFO, yang digunakan padas saat harga-harga terus menanjak dan
akan menghasilkan harga yang lebih rendah dalam laporan perhitungan laba-rugi.
Tetapi memberikan penghematan pajak penghasilan. Metode Rata-rata
Tertimabang adalah merupakan gabungan antara metode FIFO dan LIFO.
Untuk menghindari kerugian atau resiko akibat persediaan, maka
diperlukan metode penilaian persediaan yang baik oleh manajemen untuk
mengoptimalkan persediaan sehingga nilai dari persediaan tersebut disajikan
secara wajar dalam laporan keuangan
Menurut Standart Akuntansi Keuangan (2004:14.5) biaya persediaan harus
dihitung dengan menggunakan rumus biaya masuk pertama keluar pertama
(MPKP atau FIFO), rata-rata tertimbang (weighted average cost method), atau
masuk terakhir keluar pertama (MTKP atau LIFO), dan (14.2) persediaan harus
14
diukur berdasarkan biaya atau nilai realisasi bersih, mana yang lebih rendah (the
lower of cost and net realizable value).
Menurut Baridwan (2004:158) menyatakan bahwa “untuk dapat
menghitung harga pokok penjualan dan harga pokok persediaan akhir dapat
digunakan berbagai cara yaitu identifikasi khusus, masuk pertama keluar pertama
(MPKP atau FIFO), rata-rata tertimbang, masuk terakhir keluar pertama (MTKP
atau LIFO), persediaan minimum, biaya standar, biaya rata-rata sederhana, harga
beli terakhir, metode nilai penjualan relatif dan metode biaya variabel.”
Menurut KF. Skousen (2001:524), persediaan akhir periode akuntansi,
total biaya persediaan harus dialokasikan antara persediaan yang masih ada (untuk
dilaporkan dalam neraca sebagai aktiva) dan persediaan yang terjual selama
periode itu (untuk dilaporkan dalam laporan laba rugi sebagai biaya harga pokok
penjualan). Beberapa metode telah dikembangkan untuk membuat alokasi ini
antara harga pokok barang yang dijual dan persediaan. Metode yang paling umum
adalah identifikasi khusus, nilai rata-rata, First In First Out (FIFO), Last In First
Out (LIFO).
Sistem periodik hanya mencatat penerimaan setiap kali penjualan
dilakukan. Untuk menentukan harga pokok penjualan, suatu pemeriksaan
persediaan fisik harus dilakkukan. Metode pembiayaan persediaan yang umumnya
paling digunakan adalah metode FIFO (First In First Out), LIFO (Last In First
15
Out), dan biaya rata-rata atau biaya tertimbang rata-rata. (sumber :
http://www.peoi.org/Courses/Coursesba/ac/temp/ac 10t3.html)
2.5.1 Metode Masuk Pertama Keluar Pertama (FIFO)
Metode ini disebut juga dengan metode firts in first out. Metode ini
mengasumsikan bahwa barang yang terjual karena pesanan adalah barang yang
mereka beli. Oleh karenanya, barang-barang yang dibeli pertama kali adalah
barang-barang pertama yang dijual dan barang-barang sisa ditangan (persediaan
akhir) siasumsikan untuk biaya akhir. Karenanya, untuk penentuan pendapatan,
biaya-biaya sebelumnya dicocokkan dengan pendapatan dan biaya-biaya yang
baru digunakan untuk penilaian laporan neraca.
Metode ini konsisten dengan arus biaya aktual, sejak pemilik barang
mencoba untuk menjual persediaan lama pertama kali. FIFO merupakan metode
yang paling luas digunakan dalam persediaan.
Harus dicatat bahwa sebagai metode yang menunjukkan biaya-biaya, FIFO
dapat digunakan tanpa memperhatikan fisik aktual dari barang dagangan. Dalam
periode kenaikan harga inflasi contohnya metode FIFO akan menghasilkan nilai
persediaan tertinggi, kemudian menghasilkan pendapatan bersih dalam jumlah
terbesar. Sebaliknya, metode FIFO menghasilkan harga pokok penjualan yang
rendah karena biaya awal terentah ditetapkan kepada harga pokok penjualan.
Karena FIFO menunjukkan pembebanan ongkos terbaru persediaan, maka nilai
persediaan akhir ditutup dengan biaya penggantinya.
16
Selama periode inflasi atau kenaikan harga metode FIFO menghasilkan
antara lain:
1. harga pokok penjualan yang rendah
2. laba kotor yang tinggi
3. persediaan akhir yang tinggi.
Akan tetapi dalam kondisi ekonomi turun, akan terjadi kebalikannya.
Disamping itu ada juga keuntungan dari metode masuk pertama keluar
pertama ini antara antara lain:
1. Manfaat periode inflasi, laba yang dilaporkan lebih
rendah dengan menggunakan metode ini sehingga pajak juga menjadi
rendah. Penggunaan metide ini mengurangi pembagian pajak penghasilan
yang menghasilkan penghematan atas pajak berjalan.
2. Pengukuran laba yang lebih baik .
Karena metode ini mengalokasikan biaya yang terjadsi paling belakangan
kepada harga pokok berjalan.
Tabel berikut ini akan dipakai untuk menggambarkan perbedaan metode
penilaian persediaan, dan transaksi dibawah ini adalah data pembelian dan
penjualan yang terjadi selama bulan Februari 2005 di pt. X. Dan selanjutnya data
pada tabel ini akan dipakai dalam contoh perhitungan dengan menggunakan
metode-metode yang akan disajikan lebih lanjut nanti.
17
TABEL 2.1
PT. X
DAFTAR PEMBELIAN DAN PENJUALAN
Untuk Bulan Februari 2005
Tanggal Tansaksi Unit Diterima harga/unit Diketahui unit
1 Februari
9 Februari
10 Februari
15 Februari
Persediaan awal
Pembelian
Penjualan
Pembelian
200
300
-
400
100
110
-
116
-
-
400
-
18
18 Februari
24 Februari
Penjualan
Pembelian
-
100
-
126
300
-
Jumlah 1.300 700
Sumber : Prof. Dr. Zaki Baridwan, M.Sc., Akt. (Intermediate Accounting ) 2004
Berdasarkan data diatas maka menurut sistem persediaan barang yang
tersisa 600 unit dengan perincian:
200 unit @ RP 116 = RP 23. 200
400 unit @ RP 126 = RP 50.400
Jumlah persediaan akhir = Rp 67.000
Apabila menggunakan sistem persediaan buku maka nilai persediaan akhir
untuk PT.X adalah sebagai berikut :
Pada tanggal 9 Februari nilai perseediaan 500 unit, pada tanggal 10 Februari
dijual 400 unit sehingga sisa 100 unit @ Rp 110, maka nilai persediaan = 100 x
Rp 110 = Rp 11.000, pada tanggal 15 Februari nilai persediaan 500 unit. Pada
tanggal 18 Februari dijual sebanyak 300 unit sehingga sisa 200 unit. Maka nilai
persediaan = 200 unit x Rp 116 = Rp 23 .200. Pada tanggal 24 Februari jumlah
pembelian persediaan 100 unit. Sehingga persediaan yang tersisa akibat
pembelian persediaan dan sisa penjualan adalah 300 unit
200 unit @ Rp 116 = Rp. 23. 200
19
100 unit @ Rp 126 = Rp. 12. 600
maka nilai persediaan akhir = Rp. 35. 800
Dengan contoh diatas maka dengan menggunakan metode masuk pertama
keluar pertama atau FIFO maka, total persediaan akan nampak seperti pada tabel
dibawah ini yaitu:
TABEL 2.2
Metode Masuk Pertama Keluar Pertama
(Rupiah)
TglDiterima Dikeluarkan Sisa
Unit Harga Total Unit Harga Total Unit Harga Total
1 Feb
9 Feb
10 Feb
300 110 33.000
200 100 20.000
200
300
100
110
20.000
33.000
20
15 Feb
18 Feb
24 Feb
400
100
116
126
46.400
12.600
200
100
200
110
110
116
22.000
11.000
23.200
100
400
200
100
110
116
116
126
11.000
46.400
23.200
12.600
Jumlah 35.800
Sumber : Prof. Dr. Zaki Baridwan, M.Sc., Akt. (Intermediate Accounting ) 2004
2.5.2 Metode Masuk Terakhir Keluar pertama (LIFO)
Pada dasarnya metode ini disebut juga dengan metode last in first out
untuk menetapkan harga pokok persediaan. Metode ini merupakan kebalikan dari
metode masuk pertama keluar pertama (FIFO). Pada metode ini harga pokok per
satuan dari barang-barang yang terakhir dibeli (diproduksi) justru dibebabankan
kepada barang-barang yang pertama kali dijual (dipakai). Dengan demikian hasil
penjualan yang sekarang diepertemukan dengan dengan harga pokok per satuan
barang yang berlaku pada saat yang sama didalam proses penentuan laba rugi
periodiknya. Sebaliknya terhadap barang-barang yang ada dalam persediaan akhir
akan dinilai berdasarkan harga pokok per satuan yang terjadi pada awal periode.
Pemakaian metode ini, seperti halnya pada metode masuk pertama keluar pertama
21
menghendaki berlakunya harga pokok per satuan yang berbeda untuk berbagai
jumlah barang yang ada dalam persediaan.
Meskipun berlaku konsepsi yang sederhana seperti halnya pada metode
MPKP tetapi pelaksanaan metode Masuk Terakhir Keluar Pertama (MTKP)
sangat rumit. Metode MTKP memerlukan pencatatan detail dan sikap disiplin
konsekuen dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku untuk mencapai tujuan
akuntansi terhadap persediaan.
Tujuan utama metode LIFO adalah untuk mempertemukan hasil penjualan
itu dengan harga poko per satuan barang yang dijual yang relatif baru, sehingga
proses penentuan laba rugi periodik lebih menggambarkan antara usaha
(pengorbanan) dengan prestasi yang dihasilkan.
Kekurangan metode LIFO adalah tidak mewakili fisik aktual dari barang
dalam transaksi usaha, sebagai usaha tidak menunjukkan pembelian terbarunya.
Perusahaan memperbolehkan metode ini karena ada kesesuaian antara biaya
pembelian terbaru dengan pendapatan saat ini, karena itu menjaga pendapatan dari
penyimpangan yang besar oleh kenaikan atau penurunan fluktuasi harga.
Bagaimanapun, kadang-kadang manajer mendesak untuk merubah pendapatan
bersih. Ketika harga naik, keuntungan pajak pasti akan diperoleh dengan LIFO
karena hasilnya adalah sedikit keuntungan karena adanya biaya-biaya tinggi dari
barang yang terjual.
Disamping itu ada juga keuntungan dari metode masuk terahir keluar
pertama ini yaitu manfaat periode inflasi, laba yang dilaporkan lebih rendah
22
dengan menggunakan metode ini sehingga pajak juga menjadi rendah.
Penggunaan metode ini mengurangi pembagian pajak penghasilan yang
menghasilkan penghematan atas pajak berjalan.
Selama periode inflasi atau kenaikan harga metode LIFO menghasilkan
antara lain:
1. harga pokok penjualan yang tinggi
2. laba kotor yang rendah
3. persediaan akhir yang rendah.
Dari contoh diatas maka dengan metode Masuk Terakhir Keluar Pertama
(MTKP) nilai persediaan akhir adalah:
TABEL 2.3
Metode Masuk Terakhir Keluar Pertama
(Rupiah)
TglDiterima Dikeluarkan Sisa
Unit Harga Total Unit Harga Total Unit Harga Total
1 Feb
9 Feb
10 Feb
300 110 33.000
300
100
110
100
33.000
10.000
200
300
100
100
110
100
20.000
33.000
10.000
23
15 Feb
18 Feb
24 Feb
400
100
116
126
46.400
12.600
300 116 34.800
400
100
100
100
100
100
116
100
116
100
116
126
46.400
10.000
11.600
10.000
11.600
12.600
Jumlah 34.200
Sumber : Prof. Dr. Zaki Baridwan, M.Sc., Akt. (Intermediate Accounting ) 2004
2.5.3. Metode Rata-Rata Tertimbang
Pada metode ini barang-barang baik yang telah dijual kembali maupun
yang masih ada dalam persediaan, dinilai atas dasar harga pokok reta-rata yang
berlaku dalam periode akuntansi yang bersangkutan. Pemakaian metode harga
pokok rata-rata tergantung pada sistem pencatatan terhadap persediaan. Dalam hal
sistem pencatatan yang dipaka adalah sistem phisik (periodik), harga pokok rata-
rata dihitung dari jumlah kuantitas dan harga pokok barang yang tersedia untuk
dijual dalam tahun buku yang bersangkutan.
24
Dengan demikian baik untuk barang-barang yang terjual maupun yang
ada dalam persediaan diperlakukan harga pokok per satuan yang sama. Metode ini
dikenal sebagai rata-rata tertimbang (weighted average cost method). Didalam
sistem permanen (perpetual), harga pokok rata-rata per satua dihitung setiap kali
terjadi pembelian barang dengan harga berbeda dari harga pokok rata-rata
sebelumnya. Dengan demikian utuk barang-barang yang terjual berlaku beberapa
harga pokok per satuan yang berbeda-beda pada tiap-tiap kali transaksi penjualan.
Sedang untuk barang-barang yang ada dalam persediaan akhir periode berlaku
satu harga pokok rata-rata paling akhir yang besar kemungkinannya berbeda dari
harga pokok rata-rata untuk barang-barang yang dijual. Perosedur perhitungan
harga pokok rata-rata demikian disebut sebagai rata-rata bergerak.
Oleh karena itu terdapat kemungkinan perbedaan hasil akhir yang
diperoleh dari kedua sistem pencatatan terhadap persediaan, sebagai akibat
perbedaan konsep dan cara perthitungan harga pokok rata-rata per satuan.
Pada metode ini harga pokok rata-rata per satuan, dihitung pada akhir
periode tahun buku berdasarkan jumlah kuantitas barang dan harga pokok barang-
barang yang dimiliki dalam periode tahun buku yang bersangkutan.
Harga pokok rata-rata itu kemudian dipakai sebagai dasar penentuan nilai
barang-barang yang masih dalam persediaan pada akhir periode dan barang-
barang yang terjual (untuk menentukan harga pokok penjualannya).
Metode ini bayak dipakai didalam prakteknya, karena relatif mudah
pelaksanaannya dan didukung dengan perhitungan-perhitungan yang obyektif.
25
Rata-rata tertimbang yang dipakai sebagai dasar perhitungan menghindarkan
pengaruh-pengaruh ekstrim dari perubahan harga barang-barang yang dibeli.
Dalam hal ini terjadi kenaikan harga terhadap barang-barang yang dibeli, rata-rata
tertimbang akan lebih rendah dari harga-harga beli untuk transaksi pembelian
yang terakhir. Dilain pihak rata-rata tertimbang lebih besar dari harga untuk
pembelian terakhir, dalam hal ini terdapat kecenderungan penurunan harga.
Metode ini dianggap sistematis dan rational dalam hubungannya dengan proses
penentuan laba rugi periodik dan mengurangi kecenderungan perusahaan untuk
berbuat manipulasi didalam menentukan laba rugi periodiknya.
Metode ini cocok dipakai pada perusahaan-perusahaan yang
menyelenggarakan pencatatan persediaan berdasarkan phisik, karena kuantitas
phisik persediaan ditentukan (dihitung) pada saat yang sama dengan penentuan
harga pokok rata-rata. Dengan demikian juga berlaku satu macam harga untuk
keseluruhan barang, baik yang telah dijual maupun yang berada dalam persediaan.
Dalam sistem permanen setiap mutasi persediaan harus segera diikuti
melalui rekenig-rekening pembukuannya. Oleh sebab itu harga pokok rata-rata
persediaan harus dihitung kembali setiap kali terjadi pembelian dengan harga
berlainan dari harga pokok rata-rata sebelumnya. Harga pokok rata-rata terbaru
dipakai sebagai dasar penentuan jumlah harga pokok barang-barang yang dijual,
pada setiap kali terkadi penjualan. Prosedur demikian itu dapat dilaksanakan,
dengan penyelenggaraan kartu persediaan yang memuat baik data kuantitas
maupun harganya untuk setiap jenis barang. Pada sistem permanen ini informasi
26
persediaan pada setiap saat dapat diketahui dan selalu memperlihatkan harga
pokok rata-rata yang terbaru.
TABEL 2.4
Metode Rata-Rata Tertimbang
( Rupiah )
TglDiterima Dikeluarkan Sisa
Unit Harga Total Unit Harga Total Unit Harga Total
27
1 Feb
9 Feb
10 Feb
15 Feb
18 Feb
24 Feb
300
400
100
110
116
126
33.000
46.400
12.600
400
300
106
114
42.400
34.200
200
500
100
500
200
300
100
106
106
114
114
118
20.000
53.000
10.600
57.000
22.800
35.400
Jumlah 35.400
Sumber : Prof. Dr. Zaki Baridwan, M.Sc., Akt. (Intermediate Accounting ) 2004
BAB III
PERUSAHAAN UMUM BADAN URUSAN LOGISTIK
(BULOG) REGIONAL SUMATERA UTARA
3.1 Sejarah Singkat Perusahaan
28
Dalam perjalanan sejarah bangsa kehadiran lembaga pangan tidak dapat
dipungkiri keberadaannya. Sejak zaman kerajaan Majapahit dan Mataram telah
dikenal adanya lumbung-lumbung pangan yang berfungsi sebagai penyedia
pangan pada saat langka. Secara formal pemerintah mulai ikut menangani pangan
pada zaman Belanda, ketika berdiri Voedings Midelen Fonds (VMF) yang
bertugas membeli, menjual dan menyediakan bahan makanan. Dalam masa
Jepang, VMF dibekukan dan muncul lembaga baru yang bernama Nanyo Kohatsu
Kaisha.
Pada masa peralihan sesudah kemerdekaan Republik Indonesia terdapat
dualisme penanganan masalah pangan. Di daerah kekuasaan Republik Indonesia,
pemasaran beras dilakukan oleh Kementrian Pengawasan Makanan Rakyat (PMR)
Jawatan Persediaan dan Pembagian Bahan Makanan (PPBM) sedangkan daerah-
daerah yang diduduki Belanda, VMF dihidupkan kembali. Keadaan ini berjalan
terus sampai VMF dibubarkan dan dibentuk Yayasan Bahan Makanan (BAMA).
Dalam perkembangan selanjutnya terjadi perubahan kebijaksanaan yang
ditempuh oleh pemerintah. Bama yang berada di bawah Kementrian Pertanian
masuk dalam Kementrian Perekonomian dan diubah menjadi Yayasan Urusan
Bahan Makanan (YUBM) sedangkan pelaksanaan pembelian padi dilakukan oleh
Yayasan Bahan Pembelian Padi (YBPP) yang dibentuk di daerah-daerah dan
diketuai oleh Gubernur. Adanya YUBM dan YBPP ternyata masih menimbulkan
dualisme baru dalam pembinaan.
29
34
Berdasarkan Peraturan Presiden No. 3 Tahun 1964, dibentuk Dewan
Bahan Makanan (DBM). Sejalan dengan itu dibentuklah Badan Pelaksanaan
Urusan Pangan (BPUP) peleburan dari YUBM dan YBPP. BPUP ini bertujuan
mengurus bahan pangan, pengakutan dan pengolahannya, menyimpan dan
menyalurkannya menurut ketentuan dari Dewan Bahan Makanan (DBM). Dengan
terbentuknya BUPP, maka penanganan bahan pangan kembali berada dalam satu
tangan.
Memasuki Era Orde Baru setelah ditumpasnya pemberontakan G30 S /
PKI, penanganan pengendalian operasional bahan pokok kebutuhan hidup
dilaksanakan oleh Komando Logistik Nasional (KOLOGNAS) yang dibentuk
berdasarkan Keputusan Presidium Kabinet Ampera No. 87 Tahun 1966. Namun
perannya tidak berjalan lama karena pada tanggal 10 Mei 1967, Kolognas
dibubarkan dan dibentuk Badan Urusan Logistik (BULOG) berdasarkan
Keputusan Presidium Kabinet No. 114/Kep/1967.
Kehadiran Bulog sebagai lembaga stabilitasi pangan memiliki arti khusus
dalam menunjang keberhasilan Order Baru sampai tercapainya swadembada beras
tahun 1984 menjelang Repelita 1 (1 April 1969), struktur organisasi Bulog diubah
dengan Keppres RI No. 11/1969 tanggal 22 Januari 1969 disesuaikan dengan misi
barunya yang berubah dari penunjang peningkatan produksi pangan menjadi
buffere tock holder dan distribusi untuk golongan anggaran. Kemudian dengan
Keppres No. 39/1978 tanggal 5 November 1978, Bulog mempunyai tugas pokok
melaksanakan pengendalian harga beras, gabah, gandum dan bahan pokok lainnya
30
guna menjaga kestabilan harga beras baik bagi produsen maupun bagi konsumen
sesuai dengan kebijaksanaan umum pemerintah.
Dalam kabinet Pembangunan VI, Bulog sempat disatukan dengan
lembaga baru yaitu Menteri Negara Urusan Pangan. Organisasinya pun
disesuaikan dengan keluarnya Keppres RI No. 103/1993. Namun tidak terlalu
lama, karena dengan Keppres RI No. 61/M tahun 1995, Kantor Menteri Negara
urusan pangan dipisahkan dengan Bulog dengan Wakabulog pada saat itu
diangkat menjadi Kabulog.
Pemisahan Menteri Negara Urusan Pangan dan Bulog mengharuskan
Bulog menyesuaikan organisasinya dengan Keppres RI No. 50 tahun 1995 tanggal
12 Juli. Status pegawainya pun terhitung mulai 1 April 1995 berubah menjadi
Pegawai Negeri Sipil sesuai dengan Keppres No. 51 tahun 1995 tanggal 12 Juli.
Memasuki Era Reformasi, beberapa lembaga pemerintah mengalami
revitalisasi serta reformasi termasuk Bulog. Melalui Keppres RI No. 45 tahun
1997 tugas pokok Bulog hanya dibatasi untuk komoditi beras dan gula pasir.
Tugas ini lebih diciutkan lagi dengan diterbitkannya Keppres RI No. 19 tahun
1998 yang menetapkan peran Bulog hanya mengelola komoditi beras saja.
Mengawali millenium III, sesuai dengan Keputusan Presiden Nomor 29
tahun 2000 tanggal 26 Februari 2000, peranan Bulog diharapkan lebih mandiri
dalam usahanya dengan fungsi utama manajemen logistik ini diharapkan lebih
berhasil dalam mengelola persediaan, distribusi, dan pengendalian harga beras,
serta usaha jasa logistik.
31
Pada tanggal 23 November 2000, pemerintah mengeluarkan Keppres RI
No. 166 tahun 2000 mengenai LPND yang diantara pasal-pasal mengatur
mengenai tugas dan fungsi Bulog yang baru, yaitu melaksanakan tugas
pemerintah di bidang manajemen logistik sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Dengan keluarnya Keppres tersebut, maka
Keppres RI No. 29 tahun 2000 tidak berlaku lagi. Selanjutnya pemerintah
mengeluarkan Keppres RI No. 178 tahun 2001 tanggal 15 Desember yang pada
beberapa pasalnya menetapkan mengenai bentuk organisasi Bulog yang baru.
Mengingat Keppres RI No. 166 tahun 2000 masih mengandung pasal-pasal yang
membatasi operasi dan peran Bulog, maka masih dirasa perlu diupayakan untuk
diubah sehingga lebih sesuai dengan fungsi dan peran Bulog.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 7 tahun 2003 Lembaga
BULOG yang semula Lembaga Pemerintahan Non Departemen (LPND) berubah
menjadi Perusahaan Umum (Perum) dengan Visi Menjadi Lembaga Pangan yang
handal untuk memantapkan ketahanan pangan dan Misinya adalah
Menyelenggarakan tugas pelayanan publik untuk keberhasilan pelaksanaan
kebijakan pangan nasional. Menyelenggarakan kegiatan ekonomi di bidang
pangan secara berkelanjutan, serta memberikan manfaat kepada perkonomian
nasional.
3.2. Tugas Pokok Perum Bulog
Ada 4 (empat) tugas publik yang tetap diemban Perum Bulog yaitu:
32
Pertama : Menjaga Harga Dasar Pembelian Pemerintah untu Gabah (HDPP).
Pada saat panen raya yang serampak, maka permintaan gabah sangat
inelastis sementara gudang swasta terbatas dan iklim yang kurang bersahabat,
serta masih lemahnya industri penggilingan padi oleh karena itu, dengan pola ini
supplai beras yang berasal dari produksi dalam negri akan terjamin dan
kemandirian pangan akan lebih besar. Hal ini tentunya terkait erat dengan
ketersediaan pangan dari produksi dalam negri, serta pendapatan jutaan petani
kecil yang tersebar di berbagai pelosik ditanah air. Perum Bulog dirancang untuk
tetap melakukan pembelian gabah dalam negri, mendorong berkembangnya
industri penggilingan modern sehingga mampu mendongkrak harga ketingkat
yang diinginkan, terutama dimusim panen raya.
Keduan : Stabilitas harga, khususnya pangan pokok
Pada saat pengeluaran rumah tangga masih dominan terhadap pangan,
maka ketidak stabilan harga pangan khususnya beras meningkat melebihi tingkat
intervensi manakala harga pangan khususnya beras meningkat melebihi tingkat
harga yang ditolerir. Untuk itu Perum Bulog siap menerima penugasan tersebut
apabila mendapat mandat dari pemerintah dan atau situasi yang mengharuskan.
Ketiga : Menyalurkan beras untuk orang miskin (raskin)
Program ini merupakan upaya pemerintah untuk memberikan
perlindungan sosial (Social Protection Programme) yang ditujukan kepada rumah
tangga miskin (Targeted Subsidy), umumnya mereka beresiko tinggi terhadap
food insecurity. Raskin membuka akses secara ekonomi terhadap pangan,
33
sehingga dapat melindungi rumah tangga rawan pangan dari malnutrition
terutama energi dan protein. Hal ini menjadi dominannya masyarakat yang
kekurangan energi dan protein. Sehingga berakibat buruk terhadap kecerdasan
anak-anak serta rendahnya produktivitas SDM dan kematian akibat penyakit
infeksi karena lemahnya daya tahan tubuh.
Keempat : Pengelolaan stok pangan
Pemerintah menguasai stok beras yang dikelola oleh Perum Bulog, sebagai
usaha untuk mengatasi keadaan darurat, seperti bencana alam, bencana yang
dibuat manusia seperti konflik sosial dan lain-lain. Perum Bulog diharapkan
mempunyai stok optimal sekitar satu juta ton beras (Pipe Line Stock) guna
mengatasi hal-hal yang disebutkan diatas. Dengan manajemen stok yang
tersentralisir dan dibiayai oleh pemerintah pusat, maka akan memudahkan
pengelolaan penyimpangan serta penyaluran.
3.3 Stuktur Organisasi Perum Bulog Sumatera Utara
Untuk mencapai tujuan organisai diperlukan pemimpin dan yang dipimpin
dimana hubungan antara pemimpin dan yang dipimpin dapat dilihat dari struktur
organisasi. Stuktur organisasi adalah merupakan gambaran secara sistematis
tentang hubungan kerjasama dari orang-orang yang menggerakkan organisasi
sehingga tercapai fungsi-funsi manajemen, tugas, wewenang dan tanggung jawab
setiap orang yang duduk dalam struktur organisasi tersebut.
34
Struktur organisasi pada Perum Bulog Sumatera Utara Medan adalah
bentuk organisasi garis, dimana pimpinan langsung memberi perintah kepada
bawahan. Pimpinan tertinggi adalah Kabulog yang bertanggung jawab
mengkoordinir semua bagian yang ada di perusahaan.
Struktur organisasi Perum Bulog Sumatera Utara diklasifikasikan atas 2
tipe yaitu:
a. Divre Tipe I
b. Divre Tipe II
Perbedaan ini didasarkan atas beban kerja diwilayahnya. Susunan
organisasi Bulog tipe I sama dengan susunan organisasi tipe II, kecuali pada
Bulog tipe II wakil kepala ditiadakan. Sedangkan organisasi Bulog tipe khusus
sama dengan Pada Perum Bulog Sumatera Utara Medan struktur organisasinya
diklasifikasikan kedalam Bulog tipe I, kecuali memiliki wakil kepala yang
bertanggung jawab langsung kepada kepala.
Berikut ini adalah struktur organisasi Perum Bulog Sumatera Utara Medan.
Struktur Organisasi
Perum Bulog Sumatera Utara
35
KEPALA
BIDANG
PELAYANAN PUBLIK
BIDANG PERENCANAAN
DAN PENGEMBANGAN
USAHA
BIDANG ADMINISTRASI
DAN KEUANGAN
Sumber : Perum Bulog Sumut
Untuk lebih jelasnya, berikut ini dijelaskan uraian tugas dan tanggung
jawab untuk masing-masing bagian pada Bulog Sumut.
1. Kepala
Kepala mempunyai tugas:
a. Memimpin Bulog sesuai dengan tugas yang telah ditetapkan
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku,
36
SEKSI
PENGADAAN
SEKSI ANALISIS HARGA
DAN PASAR
SEKSI PERSEDIAAN
DAN ANGKUTAN
SEKSI PERAWATAN
KUALITAS
SEKSI INDUSTRI DAN PERDAGANGAN
SEKSIJAS
SEKSITEKNOLOGI INFORMASI
SEKSI
TATA USAHA DAN UMUM
SEKSI HUBUNGAN
MASYARAKAT
SEKSI
SDM DAN HUKUM
SEKSI PENYALURAN
SEKSI KEUANGAN
SEKSI AKUNTANSI
SUB DIVISI REGIONAL
b. Membina sumber daya Perum Bulog dilingkungan Divre,
c. Melaksanakan kebijakan teknis pelayanan publik, komersial,
administrasi dan keuangan
d. Melaksanakan kerjasama dengan badan usaha lain atau instansi
pemerintah.
2. Bidang Pelayanan Publik
Bidang pelayanan publik mempunyai tugas meremcanakan, melaksanakan
mengkoordinasikan dan mengendalikan kegiatan pengadaan gabah/beras dan
analisis perkembangan harga pasar, persediaan dan prognosa serta angkutan,
perawatan kualitas, dan pengeluaran.
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud bidang pelayanan publik
mempunyai fungsi :
a. Merencanakan, melakukan dan mengkoordinasikan kegiatan
pengadaan gabah/beras, pembinaan teknis, kerjasama lembaga niaga pangan
koperasi dan non koperasi serta analis dan pengamatan perkembangan harga
pangan pokok serta penyusunan statistik,
b. Merencanakan, melakukan dan mengkoordinasi kegiatan
pengolahan persediaan dan pergudangan serta angkutan pemuatan, pemuatan
dan pembongkaran,
37
c. Merencanakan melakukan dan mengkoordinasikan kegiatan
perawatan kualitas dan pemberantasan hama serta pengelolahan komoditi
pangan,
d. Merencanakankan, melakukan dan mengkoordinasikan kegiatan
pelayanan penyaluran beras kepada kelembagaan pemerintah dan masyarakat
umum dan khususnya.
Bidang Pelayanan Publik terdiri dari :
1. Seksi Pengadaan
Seksi pengadaan mempunyai tugas merencanakan, melakukan dan
mengkoordinasikan kegiatan perhitungan perkiraan jumlah dan biaya pengadaan
gabah/beras serta karung pembungkus, pelaksanaan pengadaan melalui Satuan
Tugas (Satgas) atau kontraktor, penyiapan perjanjian atau kontrak, penyiapan
dokumen tagihan, pengajuan dan pendistribusian serta pengecekan L/C
pengadaan, pembinaan teknis dan analisis serta pengamatan perkembangan harga
pangan pokok dan penyusunan statistik.
2. Seksi Analisis Harga dan Pasar
Seksi Analisis Harga dan Pasar mempunyai tugas merencanakan,
mengkoordinasikan, memonitor dan mengevaluasi serta melakukan kegiatan
monitoring dan analisa serta pengamatan perkembangan harga dan pasar di
tingkat produsen dan konsumen serta penyusunan data statistik seluruh komoditi.
3. Seksi Persediaan dan Angkutan
38
Seksi Persediaan dan Angkutan mempunyai tugas merencanakan,
mengkoordinasikan, memonitor dan mengevaluasi serta melakukan kegiatan
pengolahan laporan posisi persediaan dan penyebaran persediaan, penghitungan
kebutuhan biaya penyimpanan/sewa gudang, penyusunan prognosa pelayanan
publikonal pengadaan, persediaan dan penyaluran serta angkutan, pembongkaran
dan pemuatan barang serta administrasinya.
4. Seksi Perawatan Kualitas
Seksi Perawatan Kualitas mempunyai tugas merencanakan,
mengkoordinasikan, memonitor dan mengevaluasi serta melakukan kegiatan
inspeksi kualitas, penghitungan kebutuhan biaya perawatan dan obat-obatan,
pengendalian aplikasi teknis penyimpanan, sanitasi gudang dan lingkungannya,
pemberantasan hama, pengendalian hama gudang terpadu serta pengolahan gabah
dan pengolahan hasil pemeriksaan kualitas,
5. Seksi Penyaluran
Seksi Penyaluran mempunyai tugas merencanakan, mengkoordinasikan,
memonitor dan mengevaluasi serta melakukan kegiatan pelayanan penyaluran
beras kepada kelembagaan pemerintah dan masyarakat umum dan khusus meliputi
penyiapan surat perintah setor, delivery order, nota tagihan, berita acara
penyerahan, daftar penyimpulan, perjanjian jual beli dan konsinyasi.
3. Bidang Perencanaan dan Pengembangan Usaha
39
Bidang Perencanaan dan Pengembangan Usaha mempunyai tugas
merencanakan, menkordinasikan, mengendalikan dan mengevaluasi seta
melaksanakan kegiatan industri dan perdagangan, usaha jasa dan teknologi
imformasi :
Dalam meyelenggarakan tugas, Bidang Perencanaan dan Pegembangan
Usaha mempunyai fungsi :
a. merencanakan dan mengkordinasikan kegiatan pegelolaan perencanaan
dan pengembangan industri dan pengolahan serta pedagangan komoditi
pangan dan non pangan ;
b. merencanakan dan mengkordinasikan kegiatan perencanaandan
pengembangan usaha jasa pengundangan, angkutan dan pembongkaran,
survey dan perawatan serta usaha jasa lainnya;
c. merencanakan dan mengkordinasikan perencanaan dan pengembangan
pemeliharaan sarana dan dukungan teknologi informasi.
Bidang Perencanaan dan Pengembangan Usaha terdiri dari:
1. Seksi Industri dan Perdagangan
Seksi Industri dan Perdaganganmempunyai tugas merencanakan,
menkordinasikan, memonitor dan mengevaluasi serta melakukan kegiatan
pengelolaan industri dan pengelolaan serta perdagangan komoditi pangan dan
nonpangan .
2. Seksi Jasa
40
Seksi Jasa mempunyai tugas merencanakan, mengkordinasikan,memonitor,
dan mengevaluasi seta melakukan kegiatan pengelolaan usaha jasa
pergudangan, angkutan dan pembogkaran, survey dan perawatan seta usaha
jasa lainnya.
3. Seksi Teknologi Informasi
Seksi Teknologi Informasi mempunyai tugas merencanakan,
mengkoordinasikan,memonitor dan mengevaluasi setamelakukan kegiatan
pemeliharaan danperewatan sarana dan dukungan teknologi informasi.
4. Bidang Administrasi dan Keuangan
Bidang administrasi dan keuangan mempunyai tugas merencanakan,
melaksanakan, mengkoordinasikan dan mengendalikan kegiatan pengelolaan
sumber daya manusia dan hukum, ketatausahaan dan kerumahtanggaan serta
umum, kehumasan, pengelolaan anggaran dan pembiayaan serta membuat
lapporan pertanggung jawaban keuangan Divre.
Dalam menyelenggarakan tugas, bidang administrasi dan keuangan
mempunyai fungsi:
a. Merencanakan dan mengkoodinasikan kegiatan pengelolaan administrasi
sumber daya manusia, urusan hukum klaim,
b. Merencanakan dan mengkoordinasikan kegiatan pengelolaan surat
menyurat, arsip, ekspedisi, hubungan masyarakat, kerumahtanggaan dan
pengelolaan pengadaan, pemliharaan perlengkapan sarana kantor, rumah
dinas jabatan, mess, pergudangan dan inventaris serta penghapusan,
41
c. Merencanakan dan mengkoordinasikan kegiatan kehumasan,
d. Merencanakan dan mengkoordinasikan kegiatan pengelolaan anggaran,
administrasi pembiayaan dan verifikasi,
e. Merencanakan dan mengkoordinasikan kegiatan administrasi pembukuan,
neraca, laporan pertanggung jawaban keuangan dan hubungan rekening antar
kantor.
Bidang Administrasi dan keuangan terdiri dari:
1. Seksi SDM dan Hukum
Seksi SDM dan Hukum mempunyai tugas merencanakan, melakukan dan
mengkoordinasikan kegiatan pengelolaan administrasi sumber daya manusia
dan urusan hukum serta klaim dan tuntutan ganti rugi,
2. Seksi Tata Usaha dan Umum
Seksi Tata Usaha dan Umum mempunyai tugas merencanakan, melakukan
dan mengkoordinasikan kegiatan pengelolaan surat menyurat, arsip, ekspedisi,
keprotokolan, kerumahtanggaan dan pengelolaan pengadaan, pemeliharaan
perlengkapan sarana kantor, rumah dinas jabatan, mess, pergudangan,
inventaris serta penghapusan,
3. Seksi Hubungan Masyarakat
Seksi Hubungan Masyarakat mempunyai tugas merencanakan, melakukan dan
mengkoordinasikan kegiatan pengolahan berita dan informasi yang berasal
dari eksternal maupun internal, menjalin koordinasi dan komunikasi dengan
42
media masa dalam upaya peningkatan citra dan pelayanan pada konsumen
serta menganalisa dan menyajikan berita dan informasi bagi pimpinan.
4. Seksi Keuangan
Seksi Keuangan mempunyai tugas merencanakan, melakukan dan
mengkoordinasikan kegiatan pengelolaan administrasi pembiayaan meliputi
penerimaan, penyikmpanan, pengeluaran dan pembayaran uang atau surat
berharga, meneliti kebenaran transaksi pengeluaran dan penerimaan,
pencocokan dokumen pendukung dan penyusunan serta penyediaan dan
pengalokasian anggaran serta analisis kebutuhan anggaran.
5. Seksi Akuntansi
Seksi Akuntansi mempunyai tugas merencanakan, melakukan dan
mengkoordinasikan kegiatan administrasi pembukuan, neraca, laporan
pertanggung jawaban, keuangan dan hubungan rekening antar kantor.
7. Sub Bulog
Sub Bulog mempunyai tugas melakukan pelaksanaan dan pengendalian
kegiatan kebutuhan di gudang dan administrsi serta mengevakuasi posisi
persediaan dalam melaporkan pelaksanaannyan.Unit posisi pelaksanaan
teknis dipimpin oleh seorang kepala yang berada dibawah dan bertanggung
jawab kepada Kabulog
BAB IV
43
ANALISA DAN EVALUASI
1.1 Persediaan
Persediaan pada Perum Bulog Divisi Regional Sumatera Utara merupakan
persediaan barang dagangan yang bergerak dalam membeli dan menjual kembali
barang tanpa merubah bentuk barang. Persediaan pada perusahaan ini merupakan
nilai yang paling berpengaruh terhadap operasi perusahaan, dan merupakan salah
satu unsur aktiva lancar. Perusahaan Perum Bulog Medan ini bergerak dalam
bidang pangan yaitu beras.
1.2 Biaya-biaya Dalam Persediaan
Biaya adalah nilai uang yang dikeluarkan atau dipergunakan untuk
menghasilkan sesuatu yang lebih berguna.
Biaya-biaya yang ada pada Perum Bulog adalah biaya pemesanan, biaya
penyimpanan, biaya kehabisan persediaan. Biaya pemesanan diperusahaan ini
adalah biaya transportasi yang dikeluarkan pada saat pemesanan persediaan.
1.3 Sistem Pencatatan Persediaan
44
49
Sistem pencatatan persediaan yang dapat dilakukan yaitu secara periodik
dan perpectual. Dalam pencatatan periodik pencatatan persediaan tidak mengikuti
mutasi persediaan. Perum Bulog Divisi Regional Sumatera Utara Medan
menggunakan pencatatan persediaan perpectual (Perpectual System) tiap jenis
persediaan dicatat secara terperinci pada kartu persediaan yang merupakan
rekening pembantu persediaan.
1.4 Metode Penilaian Persediaan
Metode penilaian persediaan sangat penting guna mengetahui besarnya
nilai persediaan akhir digudang. Untuk menghitung metode penilaian persediaan
dapat dihitung dengan menggunakan metode FIFO (First In First Out) atau biasa
disebut Masuk Pertama Keluar Pertama (MPKP). Metode ini diasumsikan bahwa
barang yang dijual ditetapkan dengan harga pokok pertama kali sesuai dengan
urutannya dan ditetapkan dengan harga pokok yang terbaru.
Perum Bulog Medan menggunakan metode FIFO (First In First Out)
dimana persediaan beras yang ada di Perum Bulog Medan merupakan persediaan
yang bersifat tidak tahan lama dikarenakan jenis persediaan nya adalah beras.
Berikut ini akan disajikan data persediaan beras untuk bulan Januari
sebagai Persediaan Awal dan bulan Desember tahun 2007
TABEL 1
45
Daftar Pembelian dan Penjualan Persediaan
Januari dan Desember 2007
Bulan Keterangan Unit Harga Pokok / Unit
Januari Persediaan awal 35177184 4000
Desember Pembelian 3199925 2600
Desember Penjualan 159630 -
Desember Penjualan 900 -
Desember Penjualan 6800 -
Desember Penjualan 20455 -
Desember Penjualan 28466 -
Desember Penjualan 50000 -
Desember Penjualan 154290 -
Sumber : Perum Bulog Devisi Regional Sumatera Utara
Pada tabel 1 diatas mengenai data persedian barang bulan Januari dan
Desember 2007 bahwa jumlah unit barang yang dijual mengalami kenaikan dan
penurunan (tidak stabil), sedangkan persediaan awal barang tahun 2007 sebesar
35.177.184 unit
46
Penggunaan metode FIFO cocok karena persediaan yang ada pada perum
BULOG Medan merupakan persediaan yang bersifat tidak tahan lama. Dengan
demikian, persediaan beras tidak mengalami pembusukan. Penggunaan metode
FIFO cocok juga digunakan apabila harga barang mengalami kenaikan atau
penurunan.
Untuk menghitung nilai persediaan akhir diasumsikan harga pokok
pembelian yang terakhir dibeli, pertama kali dijual. Penggunaan metode LIFO
untuk perusahaan ini tidak cocok karena apabila barang yang dibeli terakhir,
pertama untuk dijual maka perusahaan akan mengalami kerugian besar. Dan
persediaan beras yang ada di Perum BULOG Medan tidak layak lagi dikonsumsi
oleh masyarakat. Metode LIFO tidak cocok untuk keadaan harga yang mengalami
kenaikan dan penurunan. Tidak efektif digunakan karena apabila pembelian
barang yang pertama memiliki harga yang tinggi, maka perhitungan persediaan
akhir akan mengalami kerugian karena sesuai dengan asumsinya.
Jika perusahaan menggunakan Rata-rata Tertimbang (AVERAGE) nila
persediaan akhir diasumsikan jumlah persediaan dikalikan dengan harga rata-rata.
Penggunaan metode Rata-rata Tertimbang oleh jumlah barang yang diperoleh
pada masing-masing harga. Kenaikan dan penurunan cocok karena metode Rata-
rata Tertimbang tidak dipengaruhi oleh keadaan harga.
47
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dikemukankan penulis dengan
menggunakan perbandingan antara teori dan pelaksanaanya yang dilakukan oleh
Perum Bulog Divisi Regional Sumatera Utara – Medan, dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut:
1. Sistem pencatatan persediaan yang diselenggarakan oleh Perum
Bulog Divisi Regional Sumatera Utara – Medan adalah sistem Perpetual
(Perpectual System)
2. Metode penilaian persediaan yang digunakan adalah metode FIFO
(First In First Out) atau masuk pertam keluar pertama (MPKP) dimana
menurut metode ini bahwa persediaan yang terlebih dahulu masuk yang lebih
dahulu dikeluarkan. Dimana metode ini digunakan untuk menghindari
terjadinya pembusukan persediaan yang disimpan yang dikarenakan
persediaan yang ada di Perum Bulog Medan Divisi Regional Sumatera – Utara
adalah persediaan yang tidak tahan lama yaitu beras.
48
5.2 SARAN
1. Dalam penelitian ini penulis menyarankan agar penerapan metode FIFO (First
In First Out) supaya tetap dipertahankan dalam menentukan persediaan guna
ketahanan mutu kualitas bahan. Dimana bahan tersebut merupakan salah satu
unsur pangan yang sangat dibutuhkan masyarakat umum.
2. Dalam penelitian ini penulis juga menyarankan agar metode penilaian yang
digunakan sesuai dengan keadaan persediaan barang, untuk menjaga
kestabilan harga, karena harga pasar sewaktu-waktu dapat meningkat sehingga
harga beras dapat dijangkau oleh masyarakat menengah kebawah.
49