Public Disclosure Authorized Meningkatkan Keamanan ...documents.worldbank.org/curated/en/... ·...

62
Meningkatkan Keamanan Bendungan dan Perlindungan Masyarakat Umum melalui Rencana Tindak Darurat dan Rencana Kontinjensi Berbasis InaSAFE Public Disclosure Authorized Public Disclosure Authorized Public Disclosure Authorized Public Disclosure Authorized

Transcript of Public Disclosure Authorized Meningkatkan Keamanan ...documents.worldbank.org/curated/en/... ·...

Page 1: Public Disclosure Authorized Meningkatkan Keamanan ...documents.worldbank.org/curated/en/... · Batas-batas negara, warna, denominasi, dan ... merupakan salah satu dari sejumlah ancaman

Meningkatkan Keamanan Bendungan dan Perlindungan Masyarakat Umum melalui Rencana Tindak Darurat dan Rencana Kontinjensi Berbasis InaSAFE

Pub

lic D

iscl

osur

e A

utho

rized

Pub

lic D

iscl

osur

e A

utho

rized

Pub

lic D

iscl

osur

e A

utho

rized

Pub

lic D

iscl

osur

e A

utho

rized

Page 2: Public Disclosure Authorized Meningkatkan Keamanan ...documents.worldbank.org/curated/en/... · Batas-batas negara, warna, denominasi, dan ... merupakan salah satu dari sejumlah ancaman

©2018 The World BankInternational Bank for Reconstruction and DevelopmentThe World Bank Group1818 H Street NW, Washington, DC 20433 USAApril 2018

SANGKALANLaporan ini merupakan hasil kerja dari staf Bank Dunia dengan kontribusi eksternal. Temuan, interpretasi, dan kesimpulan yang ada di dalamnya tidak berarti mencerminkan pandangan Bank Dunia, Direktur Eksekutif atau pemerintahan yang mereka wakili. Bank Dunia tidak menjamin keakuratan data yang dimuat dalam Laporan ini. Batas-batas negara, warna, denominasi, dan informasi-informasi lain yang diperlihatkan dalam peta-peta di Laporan ini tidak menyatakan penilaian apa pun dari Bank Dunia mengenai status hukum dari wilayah tersebut maupun dukungan atau penerimaan atas batas-batas tersebut.Laporan ini tidak mengandung apapun yang akan merupakan atau dianggap menjadi batasan atas atau pengabaian hak-hak istimewa dan kekebalan dari Bank Dunia, yang semuanya disediakan secara khusus. Laporan ini mencerminkan informasi yang tersedia hingga 30 November 2017.

HAK DAN IJINMateri di dalam laporan ini dilindungi undang-undang. Karena Bank Dunia mendukung diseminasi pengetahuan, laporan ini dapat diperbanyak, penuh atau sebagian, untuk tujuan non komersial selama atribusi penuh atas laporan ini disebutkan. Setiap pertanyaan tentang hak dan lisensi, termasuk hak anak perusahaan, harus ditujukan kepada World Bank Publications, The World Bank Group, 1818 H Street NW, Washington, DC 20433, USA; e-mail: [email protected].

Page 3: Public Disclosure Authorized Meningkatkan Keamanan ...documents.worldbank.org/curated/en/... · Batas-batas negara, warna, denominasi, dan ... merupakan salah satu dari sejumlah ancaman

Meningkatkan Keamanan Bendungan dan Perlindungan Masyarakat Umum melalui Rencana Tindak Darurat dan Rencana Kontinjensi Berbasis InaSAFE

CATATAN PENGETAHUANJIT DAM SAFETY ANDDISASTER PREPAREDNESS

Page 4: Public Disclosure Authorized Meningkatkan Keamanan ...documents.worldbank.org/curated/en/... · Batas-batas negara, warna, denominasi, dan ... merupakan salah satu dari sejumlah ancaman

Keterpaparan Indonesia pada berbagai ancaman bahaya berpotensi menimbulkan kerugian ekonomi dan keuangan yang besar. Selama tahun-tahun dimana terjadi bencana-bencana besar, kerugian-kerugian yang diakibatkan bencana alam bisa mencapai 0,3 persen dari PDB nasional dan bisa mencapai hingga 45 persen PDB provinsi. Menyusul Bencana Tsunami di Samudra Hindia pada 2004, pemerintah telah mengalokasikan lebih dari US$ 7 milyar untuk pembangunan kembali Aceh dan Nias dan sekitar US$2 milyar menyusul erupsi Gunung Merapi pada 2010.

Dengan semakin meningkatnya urbanisasi dan perlunya untuk mengamankan sumber daya-sumber daya air untuk tujuan-tujuan produktif, keamanan bendungan merupakan salah satu dari sejumlah ancaman bahaya yang mulai muncul di Indonesia. Pengalaman pemerintah dengan runtuhnya Bendungan Situ Gintung pada 2009 dan Bendungan Alam Way Ela pada 2013 telah menegaskan pentingnya perencanaan yang tepat dan perlunya perbaikan serta inovasi terus menerus dalam kesiapsiagaan bencana yang disertai dengan koordinasi antar pemerintah.

Sebuah lokakarya tentang keselamatan bendungan yang diselenggarakan oleh World Bank dan Global Facility for Disaster Reduction and Recovery di Tokyo, April 2017 telah mempertemukan berbagai praktisi dari seluruh Asia Timur untuk menelaah kerangka kerja-kerangka kerja hukum dan kelembagaan serta alat-alat yang ada untuk memperbaiki perencanaan dan kesiapsiagaan keadaan darurat. Salah satu kesimpulan utama dari lokakarya tersebut adalah pengakuan akan perlunya untuk meningkatkan kesadaran dan aksi tentang keamanan bendungan di Indonesia.

Perangkat lunak InaSAFE yang dikembangkan oleh BNPB dengan bermitra dengan Pemerintah Australia dan World Bank sangat penting dalam mendukung Pemerintah dalam mewujudkan keamanan bendungan dan kesiapsiagaan bencana yang lebih baik. Perangkat lunak ini membantu para manajer bencana dan para pengambil keputusan dalam menyusun dan mensimulasikan skenario-skenario bencana alam, untuk memperkirakan besarnya dampak bencana-bencana tersebut dan menggunakan hasilnya untuk menyusun satu rencana kesiapsiagaan keadaan darurat di tingkat lokal. Dengan dukungan aktif World Bank dan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kemen PUPR) melalui bantuan GFDRR JIT ini, InaSAFE telah semakin dikembangkan untuk memungkinkan dilakukannya analisis tentang kegagalan-kegagalan bendungan dan penyusunan mekanisme-mekanisme respons yang tepat.

Prakarsa ini merupakan satu kolaborasi penting antara Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat dan BNPB serta kelompok-kelompok masyarakat. Saya menyampaikan penghargaan kepada Kementerian Pekerjaan Umum dan dan Perumahan Rakyat World Bank atas dukungannya dalam memperbaiki dan memodernkan kesiapsiagaan terhadap bencana waduk di Indonesia. Saya yakin bahwa upaya-upaya yang terkoordinasikan seperti itu harus terus dijaga dan diterapkan untuk bendungan-bendungan lain dalam portofolio ini. Ini bukan saja membawa manfaat bagi penduduk di hilir bendungan Jatigede dan Gintung, yang menjadi fokus prakarsa ini, namun juga untuk masyarakat secara keseluruhan, para pelaksana bendungan dan para ahli penanggulangan bencana yang bekerja dalam bendungan-bendungan besar di seluruh Indonesia.

Jakarta, Desember 2017

B. Wisnu WidjajaDeputi Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan Badan National Penanggulangan Bencana

Kata Pengantar

4

Page 5: Public Disclosure Authorized Meningkatkan Keamanan ...documents.worldbank.org/curated/en/... · Batas-batas negara, warna, denominasi, dan ... merupakan salah satu dari sejumlah ancaman

Kata PengantarPengembangan dan pengelolaan sumber daya-sumber daya air secara berkelanjutan sangat penting untuk menjamin pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan Indonesia yang berkesinambungan. Laju pertumbuhan pengambilan air dibandingkan dengan pasokan yang ada, serta geografi pulau dan kurangnya daya tampung, diramalkan akan mengakibatkan tingginya tingkat tekanan air pada 2040.

Untuk menghadapinya, Pemerintah telah berkomitmen untuk membangun 65 bendungan baru dalam lima tahun yang diperkirakan akan memakan biaya lebih dari Rp 70 trilyun. Pembangunan bendungan-bendungan baru tersebut merupakan sumbangan penting bagi kesejahteraan ekonomi dan upaya-upaya pengentasan kemiskinan dengan menyimpan air untuk tujuan-tujuan produktif, dan bendungan-bendungan baru tersebut akan meningkatkan total volume daya tampung air sebesar 6.5 milyar meter kubik untuk mengairi sekitar 460.380 hektar lahan di negara yang kaya lahan irigasi ini.

Mayoritas bendungan-bendungan yang ada (85%) dimiliki oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat dan dioperasikan baik oleh balai-balai besar wilayah sungai dan perusahaan milik negara. Dari semua bendungan tersebut, 110 bendungan terdaftar untuk satu tujuan khusus saja yaitu terutama sebagai pasokan air yang banyak untuk pengairan di bawah Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Dari 49 bendungan dengan berbagai tujuan, 23 diantaranya merupakan gabungan untuk pengairan dan pasokan air untuk rumah tangga, 13 merupakan gabungan untuk pengairan dan pembangkit listrik tenaga air, sementara 13 merupakan gabungan untuk pengairan dan pembangkit listrik tenaga air serta pasokan air untuk rumah tangga.

Para pemilik bendungan diwajibkan untuk menyusun satu Rencana Tindak Darurat (RTD) untuk kemungkinan terjadinya kegagalan bendungan yang tidak diharapkan. Lebih dari 80 Rencana Tindak Darurat telah dikembangkan hingga saat ini yang didasarkan pada Pedoman RTD dan Klasifikasi Bahaya yang disetujui oleh Komisi Keamanan Bendungan pada 1999. Dalam menyusun Rencana Tindak Darurat, pemilik bendungan harus berkonsultasi dengan masyarakat di daerah hilir dan keselamatan masyarakat merupakan hal yang paling diutamakan dalam upaya-upaya Pemerintah.

Dengan dibangunnya bendungan-bendungan baru, terus meningkatnya urbanisasi dan berubahnya sifat lanskap Indonesia, memastikan upaya-upaya yang tepat untuk meningkatkan keselamatan masyarakat dan keamanan ekonomi melalui kolaborasi sangat penting untuk memastikan keberhasilan yang berkesinambungan.

Jakarta, Desember 2017

Imam SantosoDirektur Jenderal Sumber Daya AirKementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat

5

Page 6: Public Disclosure Authorized Meningkatkan Keamanan ...documents.worldbank.org/curated/en/... · Batas-batas negara, warna, denominasi, dan ... merupakan salah satu dari sejumlah ancaman

Ucapan Terima Kasih

Catatan Pengetahuan ini merangkum hasil-hasil dari fasilitasi Just-in-Time yang diberikan oleh Global Facility for Disaster Reduction and Recovery (GFDRR) kepada The Coordination of Dam Safety and Disaster Preparedness in Indonesia. Ini dilaksanakan oleh World Bank sebagai bagian dari bantuan kepada Pemerintah Indonesia di bawah Proyek Peningkatan Operasional dan Keselamatan Bendungan (Dam Operational Improvement and Safety Project/DOISP) dengan bekerja sama dengan Badan Penanggulangan Bencana Nasional dan Direktorat Jenderal Sumber Daya Air dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kemen PUPR). Pendanaan sebesar US$50.000 untuk proyek ini tersedia melalui GFDRR Multi-Donor Trust Fund (MDTF) for Mainstreaming Disaster and Climate Risk Management in Developing Countries, Climate Change Thematic Program, Just-in-Time Capacity Building and Advice.

Tim World Bank dipimpin oleh Marcus Wishart (Senior Water Resources Specialist), David Ginting (Water Resources Engineer), dan Ruby Mangunsong (Disaster Risk Management Consultant), dan termasuk Agus Jatiwiryono (Dam Safety Specialist), Ilham Abla (Irrigation Specialist), Vica Bogaerts (Disaster Risk Management Specialist) dan Nina Herawati (Program Assistant). Bantuan teknis diberikan oleh Mohammad Fadli dan Faizal Prabowo (Geo Enviro Omega) dan Humanitarian Openstreetmap Team (HOT) Indonesia. Tim sangat berterima kasih atas dukungan yang diberikan oleh Cindy Robles (Disaster Risk Management Specialist) dan Cristina Otano (Senior Partnership Specialist) dari GFDRR, termasuk Jolanta Kryspin-Watson (East Asia and the Pacific Regional DRM Coordinator).

Tim dari Badan Penanggulangan Bencana National (BNPB) terdiri dari B. Wisnu Widjaja (Deputi Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan), Medi Herlianto (Direktur Kesiapsiapaan), Bambang Surya Putra (Deputi Direktur Peringatan Dini), Maryanto (Kasi Pemaduan Sistem Jaringan), dan Pusat Analisis Situasi Siaga Bencana (PASTIGANA).

Tim dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kemen PUPR) antara lain adalah Agung Djuhartono (Direktur Bina Operasi dan Pemeliharaan), Adek Rizal (Sekretaris CPIU/CPMU Proyek DOISP), dan Nova Swara (Kasi Operasional dan Pemeliharaan Bendungan dan Danau).

Temuan, penafsiran, dan kesimpulan yang dinyatakan di dalam naskah ini tidak dengan sendirinya mewakili pandangan perorangan-perorangan atau lembaga-lembaga tersebut di atas.

Foto: Dam Operational Improvement and Safety Project (DOISP), Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kemen PUPR), Badan Penanggulangan Bencana Nasional (BNPB), Haryono Sirait, Ruby Mangunsong. Desain, tata letak, infografis: Indra Irnawan.

6

Page 7: Public Disclosure Authorized Meningkatkan Keamanan ...documents.worldbank.org/curated/en/... · Batas-batas negara, warna, denominasi, dan ... merupakan salah satu dari sejumlah ancaman

Daftar Singkatan

AWLR: Automatic Water Level RecorderBappeda: Badan Perencanaan Pembangunan

DaerahBBWS: Balai Besar Wilayah SungaiBIG: Badan Informasi GeospasialBMKG: Badan Meteorologi, Klimatologi dan

GeofisikaBNPB: Badan Nasional Penanggulangan

BencanaBPBD: Badan Penanggulangan Bencana

DaerahBPS: Badan Pusat StatistikBWS: Balai Wilayah SungaiDIBI: Data Indeks Bencana IndonesiaDirjen SDA: Direktur Jenderal Sumber Daya AirDOISP: Dam Operational Improvement and

Safety Project FSL: Full Supply LimitGFDRR: Global Facility for Disaster Reduction

and RecoveryGIS: Geographic Information System /

Sistem Informasi GeografisHOT: Humanitarian OpenStreetMap TeamICOLD: International Commission on Large

Dams InaSAFE: Indonesia Scenario Assessment for

EmergencyInaWARE: Indonesia All-hazards Warning and

Risk Evaluation

JakSAFE: Jakarta Scenario Assessment for Emergency

JIT: Just in Time Kemen PUPR: Kementerian Pekerjaan Umum dan

Perumahan Rakyat KKB: Komisi Keamanan BendunganKNI-BB Komite Nasional Indonesia untuk

Bendungan Besar LAPAN: Lembaga Penerbangan dan Antariksa

NasionalLSM: Lembaga Swadaya Masyarakat

(Lembaga Non-Pemerintah)MDTF: Multi-Donor Trust Fund MHEWS: Multi Hazard Early Warning SystemOSM: OpenStreetMapPASTIGANA: Pusat Analisis Situasi Siaga Bencana PDB: Produk Domestik BrutoPJT: Perusahaan Umum Jasa Tirta PMF: Probable Maximum FloodPMI: Palang Merah IndonesiaPODES: Data Potensi DesaQGIS: Quantum Geographic Information

System Renkon: Rencana KontinjensiRENSTRA: Rencana StrategisRPJMN: Rencana Pembangunan Jangka

Menengah NasionalRTD: Rencana Tindak DaruratUKB: Unit Keamanan Bendungan

7

Page 8: Public Disclosure Authorized Meningkatkan Keamanan ...documents.worldbank.org/curated/en/... · Batas-batas negara, warna, denominasi, dan ... merupakan salah satu dari sejumlah ancaman
Page 9: Public Disclosure Authorized Meningkatkan Keamanan ...documents.worldbank.org/curated/en/... · Batas-batas negara, warna, denominasi, dan ... merupakan salah satu dari sejumlah ancaman

PENDAHULUAN

PENGELOLAAN RISIKO BENCANA INDONESIA DAN KEAMANAN BENDUNGAN

15 Profil Bencana Alam di Indonesia17 Keamanan Bendungan Indonesia19 Tantangan-Tantangan dalam Keamanan Bendungan di Indonesia21 Kerangka Kelembagaan23 Kerangka Hukum24 Perencanaan Keamanan Bendungan

INDONESIA SCENARIO ASSESSMENT FOR EMERGENCY (InaSAFE)

27 Analisis Dampak InaSAFE30 Mengembangkan Kemampuan Keamanan Bendungan dalam InaSAFE

RENCANA TINDAK DARURAT DAN RENCANA KONTINJENSI

39 Rencana Tindak Darurat43 Rencana Kontinjensi45 Perbandingan Umum47 Dukungan Untuk Penyusunan RTD Dan Rencana Kontinjensi

LANGKAH MAJU KE DEPAN: RENCANA TINDAK DARURAT DAN RENCANA KONTINJENSI BERBASIS INASAFE?

53 Kerja Sama Antar Lembaga54 Kompatibilitas Database BNPB dan Kemen PUPR54 Pemetaan Partisipatif55 Komunikasi Risiko Bencana55 Kelompok Kerja Bersama Antara BNPB DAN Kemen PUPR

58 DAFTAR ACUAN

Daftar Isi

Page 10: Public Disclosure Authorized Meningkatkan Keamanan ...documents.worldbank.org/curated/en/... · Batas-batas negara, warna, denominasi, dan ... merupakan salah satu dari sejumlah ancaman

Pendahuluan

10

Page 11: Public Disclosure Authorized Meningkatkan Keamanan ...documents.worldbank.org/curated/en/... · Batas-batas negara, warna, denominasi, dan ... merupakan salah satu dari sejumlah ancaman

Dalam satu dekade terakhir, Indonesia muncul sebagai negara dengan ekonomi berpenghasilan menengah yang penuh gairah, dengan PDB per kapita sebesar USD 3.603 pada 2016. Selama kurun waktu 2000-2013, pertumbuhan PDB riil per tahun rata-rata mencapai 5,9% dan pendapatan per kapita nominal telah meningkat lebih dari tiga kali lipat dibandingkan dengan dekade sebelumnya.1 Selama kurun waktu yang sama, pertumbuhan jumlah penduduk stabil (angka rata-rata nasional adalah 1,5% per tahun) dengan peningkatan jumlah penduduk di perkotaan lebih dari dua kali lipat dibandingkan angka pertumbuhan di tingkat nasional yaitu rata-rata per tahun 3,4%. Ini membuat wilayah-wilayah perkotaan di Indonesia sebagai kota-kota dengan tingkat urbanisasi yang paling cepat di kawasan Asia Tenggara. Meskipun demikian, pengentasan kemiskinan mandeg selama tahun-tahun terakhir ini dan kesenjangan meningkat dengan cepat. Angka kemiskinan nasional saat ini adalah 11,3% dengan 28 juta penduduk miskin di Indonesia, dengan angka penurunan hampir nol pada 2014. Sebagai akibatnya, Koefisien Gini, suatu indikator kesenjangan ekonomi, melonjak dari 30 menjadi 42 selama kurun waktu ini (termasuk sebagai salah satu angka yang melebar paling cepat di kawasan ini).

Pemerintah telah menyampaikan garis besar komitmennya untuk mengatasi tantangan-tantangan tersebut dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015 – 2019 dengan fokus pada pembangunan manusia, masyarakat, dan infrastruktur, yang diharapkan akan meningkatkan produktivitas dan mengurangi kesenjangan2. RPJMN memberi penekanan kuat pada pengelolaan sumber daya air dan pembangunan infrastruktur, yang dipandang sangat penting untuk secara langsung membantu mewujudkan tujuan-tujuan keamanan air, kemandirian pangan dan energi, dengan target akhir meningkatkan kesejahteraan penduduk Indonesia. Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kemen PUPR) telah menuangkan kembali ketentuan-ketentuan dalam RPJMN ke dalam satu Rencana Strategis (RENSTRA) yang memberikan rincian tentang target-target untuk mendukung visi dan tujuan-tujuan RPJMN. Secara khusus, Kemen PUPR telah menargetkan pembangunan 65 bendungan baru dalam kurun waktu lima tahun serta

rehabilitasi 46 bendungan yang ada dan 1.175 embung.3 Bendungan dan waduk diharapkan akan memberikan pemberdayaan dan keamanan ekonomi kepada penduduk miskin dan kelompok-kelompok rentan lainnya dengan memberikan perlindungan terhadap banjir dan meminimalkan dampak yang diakibatkan kekeringan sembari memperbaiki ketersediaan dan kepastian pasokan irigasi untuk sektor pertanian, satu sektor yang memperkerjakan mayoritas penduduk miskin negara ini. Mengingat posisinya yang penting dalam upaya-upaya pengentasan kemiskinan, bendungan dan waduk harus dikelola dan dipelihara dengan baik melalui satu ketentuan operasional dan perawatan yang baik untuk mempertahankan tingkat penyediaan layanan, memperpanjang masa hidup aset produktif dan menjaga risiko kegagalan bendungan pada tingkat yang bisa diterima dengan menjaga stabilitas struktur selama masa hidupnya.

Keamanan bendungan semakin dirasa penting untuk meningkatkan keamanan masyarakat dan ekonomi di Indonesia. Tantangan-tantangan yang diakibatkan pertumbuhan penduduk dan urbanisasi yang cepat, yang disertai dengan semakin meningkatnya variabilitas iklim dan intensifikasi curah hujan, akan menekankan adanya ancaman-ancaman bahaya di kawasan hulu dengan dibangunnya 65 bendungan besar yang baru. Hampir semua model iklim meramalkan bahwa ketersediaan air yang sudah terbatas akan diperburuk di banyak kawasan dengan semakin meningkatnya kemungkinan dan frekuensi bencana yang berkaitan dengan air, seperti banjir, khususnya di kawasan-kawasan perkotaan di dekat pesisir yang padat penduduk. Penduduk yang paling miskin akan menanggung dampak-dampak yang diakibatkan kekeringan, banjir, dan tanah longsor dan mencari penghidupan yang sangat tergantung pada sektor-sektor yang peka terhadap iklim. Pentingnya keamanan bendungan ditekankan oleh dua kegagalan bendungan yang banyak diberitakan: Bendungan Gintung (Provinsi Banten) pada 2009 (sebelumnya bernama Situ Gintung) dan Bendungan Alam Way Ela (Provinsi Maluku) pada 2012. Dua peristiwa tersebut telah mendorong pemerintah untuk meningkatkan kesiapsiagaan terhadap bencana dan perencanaan untuk meminimalkan potensi dampak yang berkaitan dengan kegagalan bendungan.

Rencana Tindak Darurat dan Rencana Kontinjensi Berbasis InaSAFE 11

Page 12: Public Disclosure Authorized Meningkatkan Keamanan ...documents.worldbank.org/curated/en/... · Batas-batas negara, warna, denominasi, dan ... merupakan salah satu dari sejumlah ancaman

Untuk memperbaiki kapasitas dalam kesiapsiagaan bencana, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) telah berkolaborasi dengan Global Facility for Disaster Reduction and Recovery (GFDRR) dan Pemerintah Australia untuk mengembangkan dan terus menyempurnakan satu perangkat lunak sumber terbuka (open source) untuk pengkajian dampak ancaman bahaya yaitu InaSAFE (Indonesia Scenario Assessment for Emergency). InaSAFE menghasilkan skenario-skenario dampak ancaman bahaya alam secara realistis dari berbagai data teknis dan sosial untuk menjadi dasar aktivitas-aktivitas perencanaan, kesiapsiagaan, dan respons yang lebih baik. Perangkat lunak ini memberikan satu cara yang sederhana namun akurat untuk menggabungkan data dari para ilmuwan, pemerintah daerah, dan masyarakat untuk memberikan wawasan tentang kemungkinan dampak-dampak yang ditimbulkan oleh peristiwa-peristiwa bencana di masa mendatang yang dapat digunakan untuk mengkomunikasikan informasi tentang risiko kepada para pemangku kepentingan utama dan untuk menyusun perencanaan tanggap darurat yang lebih baik. Perangkat lunak ini difokuskan untuk menelaah dampak-dampak satu ancaman bahaya tunggal terhadap populasi dan lingkungan hidupnya. Meskipun versi yang ada saat ini sudah mencakup banjir alamiah, serta gempa bumi, tsunami, dan

Cakupan bantuan JIT untuk Keamanan Bendungan Gambar 1.1

erupsi gunung api, belum ada pertimbangan untuk peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan infrastruktur, misalnya kegagalan bendungan.

Tujuan prakarsa Just-in-Time adalah untuk membantu BNPB dan Kemen PUPR untuk memperluas cakupan analisis InaSAFE saat ini dengan memadukan aspek-aspek keamanan bendungan ke dalam InaSAFE dan membantu dalam persiapan penyusunan rencana kontinjensi berbasis InaSAFE untuk digunakan apabila terjadi kegagalan bendungan. Ini diwujudkan melalui lima aktivitas utama:

1. memberikan bantuan untuk memperluas cakupan analisis InaSAFE versi saat ini untuk meliputi analisis tentang dampak kegagalan bendungan.

2. membantu dalam pengumpulan dan pertukaran data input yang relevan antara BNPB dan Kemen PUPR

3. membantu perolehan data tambahan melalui pemetaan partisipatif

4. memberikan pelatihan pengantar untuk BNPB, Kemen PUPR dan pihak-pihak lain yang terkait tentang InaSAFE, dan

5. menyelenggarakan lokakarya tentang Rencana Tindak Darurat dan Rencana Kontinjensi Berbasis InaSAFE

Bantuan Just In Time – Keamanan BendunganIntegrasi Keamanan Bendungan ke dalam InaSAFE

Lokakarya tentang Rencana Tindak Darurat dan

Rencana Kontinjensi Berbasis InaSAFE

Pelatihan tentangpenggunaan InaSAFEyang sudah diperluas

Persiapan Penyusunan Rencana Kontinjensi berbasais InaSAFE

Memasukkananalisis tentang

kegagalanbendungan

ke dalamInaSAFE

Pengumpulandan

pertukarandata yangtersedia

Perolehandata:

Pemetaanpartisipatif

Catatan Pengetahuan JIT Dam Safety and Disaster Preparedness12

Page 13: Public Disclosure Authorized Meningkatkan Keamanan ...documents.worldbank.org/curated/en/... · Batas-batas negara, warna, denominasi, dan ... merupakan salah satu dari sejumlah ancaman

Keamanan bendungan semakin penting dalam memastikan keselamatan masyarakat umum dan keamanan ekonomi

Page 14: Public Disclosure Authorized Meningkatkan Keamanan ...documents.worldbank.org/curated/en/... · Batas-batas negara, warna, denominasi, dan ... merupakan salah satu dari sejumlah ancaman

Pengelolaan Risiko Bencana Indonesia dan Keamanan Bendungan

14

Page 15: Public Disclosure Authorized Meningkatkan Keamanan ...documents.worldbank.org/curated/en/... · Batas-batas negara, warna, denominasi, dan ... merupakan salah satu dari sejumlah ancaman

Bencana alam di Indonesia (2005 – 2017)4 Gambar 2.1

PROFIL BENCANA ALAM DI INDONESIA

Data Informasi Bencana Indonesia (DIBI), yang dikembangkan dan dijalankan oleh BNPB, mencatat lebih dari 15.800 peristiwa bencana alam di seluruh Indonesia dalam kurun waktu 2005-2017 (Gambar 2.1). Mayoritas dari bencana alam ini, yaitu sekitar 78%, merupakan bencana hidrometeorologi (termasuk: banjir, kekeringan, cuaca ekstrem, gelombang ekstrem dan kebakaran hutan dan lahan).4 Ini jauh lebih tinggi dibandingkan bencana geologi (termasuk: gempa bumi, erupsi gunung api, tanah longsor dan tsunami).

Pada tahun 2016 BNPB melaksanakan satu pengkajian umum untuk memperkirakan besarnya dampak berbagai bencana alam terhadap lingkungan, penduduk, infrastruktur, dan aktivitas-aktivitas ekonomi. Hasilnya (Tabel 2.1) menegaskan bahwa bencana-bencana hidrometeorologi merupakan tantangan utama di Indonesia. Tantangan ini diperkirakan akan meningkat karena meningkatnya variabilitas iklim, intensifikasi curah hujan, dan pertumbuhan penduduk dan urbanisasi yang cepat.

Hidrometeorologi

Geologi

20072006 2008 20092005 20122011 2013 20142010 2015 2016 2017

729679 979 830539 15161299 1431 13621129 1155 1688 1578

158126

141 292

76

325

356317

634840

545

625

595

Rencana Tindak Darurat dan Rencana Kontinjensi Berbasis InaSAFE 15

Page 16: Public Disclosure Authorized Meningkatkan Keamanan ...documents.worldbank.org/curated/en/... · Batas-batas negara, warna, denominasi, dan ... merupakan salah satu dari sejumlah ancaman

Potensi dampak bencana-bencana alam besar di Indonesia5 Tabel 2.1

Banjir (termasuk banjir bandang

42,105,133 13,192,322 109,451,827 221,009,360 155,878,446

Cuaca ekstrem 106,582,476 - 244,295,774 11,972,702 3,088,869

Gelombang pasang ekstrem dan abrasi

1,888,085 460,252 4,917,327 22,042,350 1,290,842

Kekeringan 163,101,784 63,781,004 228,163,266 - 192,737,143

Kebakaran lahan dan hutan

86,457,259 41,856,289 - - 59,036,830

Gempa bumi 52,374,614 - 86,247,258 466,689,834 182,185,171

Volcanic eruption 394,324 139,676 749,126 2,695,427 12,613

Tanah longsor 57,418,460 41,337,707 14,131,542 78,279,825 75,870,343

Tsunami 961,133 119,688 3,702,702 71,494,821 7,976,358

Cakupan dampak(Ha)

Lingkungan alam yang terpapar

(Ha)

Penduduk yang terpapar

Kerugian infrastruktur

(Juta Rp)

Dampak terhadap aktivitas ekonomi

(Juta Rp)

Catatan Pengetahuan JIT Dam Safety and Disaster Preparedness16

Page 17: Public Disclosure Authorized Meningkatkan Keamanan ...documents.worldbank.org/curated/en/... · Batas-batas negara, warna, denominasi, dan ... merupakan salah satu dari sejumlah ancaman

KEAMANAN BENDUNGAN INDONESIA: PORTOFOLIO DAN PERKEMBANGAN SAAT INIIndonesia mempunyai sejarah panjang terkait pembangunan bendungan dengan jaringan yang sangat luas yang terdiri dari lebih dari 2.200 bendungan. Dari seluruh bendungan tersebut, 213 masuk klasifikasi sebagai bendungan yang besar menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat No. 27/PRT/M/2015. Mayoritas dari bendungan-bendungan besar tersebut (yaitu 184 per tahun 2017) dimiliki oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kemen PUPR) sementara sisanya dimiliki dan dioperasikan oleh perusahaan-perusahaan swasta atau badan usaha-badan usaha milik negera. Bendungan-bendungan tersebut mempunyai berbagai fungsi (Tabel 2.2) dimana pengairan merupakan fungsi tunggal untuk 110 bendungan dalam portofolio saat ini.

Penyebaran bendungan di Indonesia menunjukkan adanya asimetri pembangunan yang kuat di seluruh Indonesia (Gambar 2.2). Lebih dari 40 persen dari bendungan besar terletak di pulau Jawa, yang

menjadi tempat tinggal hampir 60 persen penduduk negara ini, dan paling banyak digunakan untuk mendukung 750.000 hektar pertanian beririgasi (sekitar 11 persen dari total wilayah pertanian beririgasi di seluruh Indonesia). Termasuk dalam portfolio ini adalah 91 bendungan besar yang menyediakan volume penampungan air baku yang paling tinggi untuk pulau ini yaitu sekitar 8,5 juta meter kubik.

Pemerintah telah merencanakan untuk membangun 65 bendungan baru antara 2014 dan 2019 yang bertujuan untuk mengurangi kesenjangan antar pulau dengan meningkatkan kapasitas penampungan air pulau-pulau lain secara signifikan (terutama Sulawesi, Kalimantan dan Nusa Tenggara Barat dan Timur) sebagai bagian dari satu tujuan keamanan air, ketahanan pangan dan keamanan energi yang lebih luas. Keseluruhan biaya untuk program ini diperkirakan akan mencapai lebih dari Rp 70 Trilyun (sekitar USD 5 milyar). Setelah selesai dibangun, volume daya tampung total akan meningkat 6,5 juta meter kubik dan akan tersedia air untuk sekitar 460.382 hektar lahan irigasi.

Penggunaan bendungan-bendungan besar di Indonesia Tabel 2.2

TUJUAN BENDUNGAN JUMLAH BENDUNGAN

Multi Guna / Serba Guna

Pengairan + Pasokan Air 23

Pengairan + Pembangkit listrik 13

Pengairan + Pembangkit listrik + Pasokan Air 13

Pembangkit listrik + Pasokan Air 0

Eka Guna

Pengairan saja 110

Pembangkit listrik saja 18

Pasokan Air saja 6

Menampung limbah tambah atau lain-lain 32

Multi + Eka Guna

Pengairan total 159

Pembangkit listrik total 43

Pasokan Air total 41

Rencana Tindak Darurat dan Rencana Kontinjensi Berbasis InaSAFE 17

Page 18: Public Disclosure Authorized Meningkatkan Keamanan ...documents.worldbank.org/curated/en/... · Batas-batas negara, warna, denominasi, dan ... merupakan salah satu dari sejumlah ancaman

Penyebaran usia bendungan-bendungan besar milik negara6 Gambar 2.3

Penyebaran bendungan-bendungan besar yang sudah ada dan yang direncanakan (milik negara) di Indonesia

Gambar 2.2

50 - 100 tahun19%

> 100 tahun2%

25 - 50 tahun

23%

10 - 25 tahun

43%

< 10 tahun

13%

Sumatra20Bendungan

yang sudah ada2,850,000

Daya Tampung(103 m3)

11Direncanakan/

sedang dibangun

985,000Daya Tampung

(103 m3)

Java91

Bendunganyang sudah ada8,600,000

Daya Tampung(103 m3)

24Direncanakan/

sedang dibangun

2,674,370Daya Tampung

(103 m3)

Bali5

Bendunganyang sudah ada

27,160Daya Tampung

(103 m3)

3Direncanakan/

sedang dibangun

29,600Daya Tampung

(103 m3)

Nusa TenggaraBarat

62Bendunganyang sudah ada270,150Daya Tampung

(103 m3)

4Direncanakan/

sedang dibangun

99,920Daya Tampung

(103 m3)

15Bendungan

yang sudah ada

33,525Daya Tampung

(103 m3)

7Direncanakan/

sedang dibangun

216,590Daya Tampung

(103 m3)

Maluku2Bendungan

yang sudah ada275

Daya Tampung(103 m3)

1Direncanakan/

sedang dibangun

15,000Daya Tampung

(103 m3)Sulawesi9

Bendunganyang sudah ada506,060Daya Tampung

(103 m3)

9Direncanakan/

sedang dibangun

1,380,620Daya Tampung

(103 m3)

Kalimantan9

1,225,713Daya Tampung

(103 m3)

5Direncanakan/

sedang dibangun

916,570Daya Tampung

(103 m3)

Papuap1

Direncanakan/sedang dibangun

200,000Daya Tampung

(103 m3)

Nusa TenggaraTimur

Bendunganyang sudah ada

Catatan Pengetahuan JIT Dam Safety and Disaster Preparedness18

Page 19: Public Disclosure Authorized Meningkatkan Keamanan ...documents.worldbank.org/curated/en/... · Batas-batas negara, warna, denominasi, dan ... merupakan salah satu dari sejumlah ancaman

TANTANGAN-TANTANGAN DALAM KEAMANAN BENDUNGAN DI INDONESIAIndonesia mempunyai portofolio bendungan-bendungan tua (Gambar 2.3) yang dibangun melalui satu kurun waktu pembangunan tertentu (terutama pada 1980an dan 1990an yang merupakan lebih dari separuh portofolio saat ini). Hampir separuh dari bendungan yang dimiliki oleh Kemen PUPR berusia lebih dari 25 tahun dimana sebagian diantaranya dibangun sebelum kemerdekaan Indonesia pada 1945. Kinerja dan stabilitas struktural bendungan-bendungan tersebut dihadapkan pada tantangan-tantangan yang disebabkan akumulasi sedimen dan meningkatnya ketidakpastian iklim. Selain itu, terbatasnya catatan hidrologis berarti banyak dari bendungan-bendungan tua tersebut yang mungkin tidak dirancang untuk mengakomodasi perkiraan perubahan aliran permukaan dan meningkatnya variabilitas curah hujan. Ini meningkatkan risiko yang berkaitan dengan banjir yang tak terkendali di hilir dan kegagalan bendungan.

Meskipun kegagalan bendungan merupakan peristiwa yang jarang terjadi, dampaknya bisa sangat parah dan sudah ada sejumlah peristiwa kegagalan bendungan di Indonesia. Ini termasuk jebolnya coffer dam Bendungan Sempor di Jawa Tengah pada 1967, sebuah bendungan timbunan tanah yang jebol karena meluapnya limpasan air melalui puncak bendungan dan menewaskan sekitar 127 orang. Pada 2009, kegagalan Bendungan Situ Gintung setinggi 10 meter menggenangi lebih dari 400 tempat tinggal, membuat 170 orang mengungsi, dan menewaskan sekitar 100 orang. Kedua bendungan tersebut tidak mempunyai rencana kesiapsiagaan darurat, yang berbeda dengan pengalaman runtuhnya Bendungan Alam Way Ela di Maluku pada 2013. Dalam kasus Bendungan Alam Way Ela, sudah ada prosedur berupa rencana tindak darurat sehingga hampir 5.000 jiwa bisa dievakuasi tepat pada waktunya dan secara efektif sebelum bendungan akhirnya runtuh 12 jam kemudian pada 25 Juli 2013 (Boks 1).

Tanggul Situ Gintung jebol pada 2009 karena hujan lebat selama berhari-hari, yang mengakibatkan banjir bandang yang menggenangi lebih dari 400 tempat tinggal.

Rencana Tindak Darurat dan Rencana Kontinjensi Berbasis InaSAFE 19

Page 20: Public Disclosure Authorized Meningkatkan Keamanan ...documents.worldbank.org/curated/en/... · Batas-batas negara, warna, denominasi, dan ... merupakan salah satu dari sejumlah ancaman

Kasus I: Situ Gintung Boks 1

Bendungan Situ Gintung setinggi 10 meter dibangun pada 1933 pada jaman penjajahan Belanda. Bendungan ini terletak di anak sungai Pesanggrahan dekat desa Cirendeu di provinsi Banten yang telah menjadi bagian dari pinggiran kota Jakarta. Bendungan tersebut awalnya digunakan untuk mengairi areal sawah tanaman padi namun seiring dengan waktu sawah telah berganti karena pembangunan permukiman dan ukuran waduk telah berkurang. Sejumlah kawasan permukiman yang ada di bagian hilir bendungan kemungkinan berstatus ilegal dan melanggar UU Tata Ruang No.24 tahun 1992 dan No. 26 tahun 2007.

Pada 27 Maret 2009, bendungan Situ Gintung jebol. Hujan lebat menaikkan tinggi muka air pada bendungan sehingga menyebabkan limpasan air di atas bendungan dan erosi permukaan bendungan. Ini mengakibatkan jebolnya bendungan pada sekitar pukul 2 dini hari. Hampir 1 juta m3 air menerjang tak terkendali yang mengakibatkan banjir bandang yang menggenangi lebih dari 400 tempat tinggal, membuat 170 penduduk mengungsi, dan menewaskan sekitar 100 orang. Tidak ada sistem peringatan dini yang bisa memberikan peringatan tepat pada waktunya untuk menghindari korban jiwa. Satu tahun sebelum peristiwa tersebut, sudah ada laporan-laporan mengenai kerentanan bendungan namun tidak ada tindak lanjut untuk mengurangi risiko kegagalan bendungan.

Kasus II: Way Ela

Pada 13 Juli 2012, gempa berkekuatan 5,6 skala Richter mengguncang Maluku dan memicu tanah longsor yang menghalangi aliran Sungai Way Ela. Ini mengakibatkan terbentuknya bendungan alam setinggi 215 meter dan selebar 300 meter dengan kapasitas daya tampung 19,8 juta m3. Menyadari potensi risiko yang dihadapi 4.777 penduduk desa Negeri Lima yang terletak 2,5 kilometer di hilir bendungan, Direktorat Jenderal Sumber Daya Air melakukan survei segera setelah peristiwa tersebut untuk mengkaji kondisi bendungan. Hasil dari survei menunjukkan bahwa menghancurkan bendungan tersebut kemungkinan akan memicu tanah longsor lebih lanjut. Oleh karena itu, pemerintah memutuskan untuk mengambil tindakan untuk melindungi bendungan dan melakukan aktivitas-aktivitas kesiapsiagaan bersama masyarakat untuk menjaga keselamatan masyarakat umum apabila bendungan runtuh.

Upaya-upaya kesiapsiagaan di kawasan hulu yang dilakukan oleh Balai Wilayah Sungai (BWS) Maluku difokuskan terutama pada pelestarian bendungan alam dan pemantauan terus menerus di lokasi. Aktivitas-aktivitas meliputi pemasangan pompa air, pembangunan sistem drainase kaki untuk menampung rembesan, dan pembangunan saluran pembuangan darurat untuk memastikan pelepasan air yang terkontrol dari bendungan. Selain itu, Balai Wilayah Sungai terlibat dalam pemantauan bendungan, terutama ketinggian muka air dan volume pembuangan rembesan; pengembangan satu sistem peringatan dini; dan penyusunan satu rencana tindak darurat. Sistem peringatan dini terdiri dari berbagai sensor

untuk mengukur ketinggian muka air, intensitas curah hujan, dan tingkat runtuhan, dan untuk memberikan peringatan awal tentang potensi kegagalan bendungan. Apabila terjadi kegagalan bendungan, sistem akan secara otomatis menghidupkan sirene-sirene untuk memberikan peringatan kepada penduduk di daerah hilir. Pada waktu yang sama, upaya-upaya di daerah hilir fokus untuk menghindarkan korban jiwa apabila terjadi kegagalan bendungan. Sementara Balai Wilayah Sungai Maluku mengemban tugas untuk melakukan kampanye penyadaran masyarakat tentang rencana tindak darurat, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) fokus untuk mempersiapkan rute-rute evakuasi dan menyelenggarakan berbagai jenis latihan simulasi bersama dengan masyarakat umum untuk menguji prosedur standar operasional dan logistik.

Upaya-upaya yang dilaksanakan selama 18 hingga 25 Juli 2013 gagal untuk menurunkan ketinggian muka air dan kondisi bendungan menjadi kritis. Dengan mengikuti prosedur rencana tindak darurat, Kepala Balai Wilayah Sungai Maluku memberitahukan Gubernur Maluku, Bupati Maluku Tengah, dan BPBD untuk memulai evakuasi. Ketika bendungan alam tersebut akhirnya runtuh dalam waktu 12 jam pada tanggal 25 Juli 2013, hampir semua penduduk di Negeri Lima telah dipindahkan ke kawasan-kawasan evakuasi yang ditentukan. Pada akhirnya, penyampaian peringatan kepada masyarakat yang efektif dan tepat pada waktunya telah menyelamatkan hampir 5.000 nyawa.

Catatan Pengetahuan JIT Dam Safety and Disaster Preparedness20

Page 21: Public Disclosure Authorized Meningkatkan Keamanan ...documents.worldbank.org/curated/en/... · Batas-batas negara, warna, denominasi, dan ... merupakan salah satu dari sejumlah ancaman

KERANGKA KELEMBAGAAN Manajemen keamanan bendungan di Indonesia melibatkan berbagai pemangku kepentingan, termasuk antara lain:

1. BNPB dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD)

2. Balai (Besar) Wilayah Sungai (BBWS/BWS) sebagai badan pelaksana dari Direktorat Jenderal Sumber Daya Air, Kemen PUPR

3. Unit Pengelola Bendungan dalam Balai (Besar) Wilayah Sungai

4. Unit Keamanan Bendungan (Balai Bendungan) 5. Pusat Bendungan6. Direktorat Bina Operasi dan Pemeliharaan –

Kemen PUPR7. Komisi Keamanan Bendungan8. Badan-badan usaha swasta dan milik negara

yang memiliki/mengelola bendungan9. Komite Nasional Indonesia untuk Bendungan

Besar (KNI-BB)

Sebagai badan tingkat nasional yang berwenang menangani penanggulangan bencana, BNPB mempunyai peran yang utama dalam tingkat strategis maupun operasional untuk kesiapsiagaan bencana. Di tingkat strategis, BNPB mengeluarkan kebijakan, dan standar serta pedoman aktivitas-aktivitas pencegahan bencana, tanggap darurat, rehabilitasi dan rekonstruksi; dan menyusun rencana strategis nasional untuk penanggulangan bencana (seperti yang diatur dalam UU Penanggulangan Bencana No. 24 tahun 2007). Di tingkat operasional, BNPB bertanggung jawab untuk mendukung pengembangan sekaligus pelaksanaan Badan-Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) dalam membangun kesiapsiagaan, tanggap bencana, dan kerja rehabilitasi. Meskipun BNPB dan BPBD tidak secara langsung bertanggung jawab atas keamanan bendungan, keduanya mempunyai mandat untuk mengkaji penyebaran risiko-risiko bencana di seluruh Indonesia dan menyusun rencana-rencana kontinjensi untuk bencana-bencana berisiko tinggi. Di daerah-daerah tertentu dan dalam kondisi-kondisi khusus tertentu, ini bisa termasuk potensi kegagalan bendungan. Untuk memenuhi perannya dalam mengkomunikasikan risiko-risiko bencana kepada masyarakat umum, BNPB mengumpulkan berbagai data sosial dan teknis yang menggambarkan risiko bencana dan kerentanan masyarakat. Semua data tersebut diolah dan bisa diakses masyarakat umum melalui berbagai perangkat lunak sumber terbuka

(dan dikembangkan di BNPB) dan situs web, termasuk InaSAFE, InaRISK dan InaWARE.

Sumber Daya Air, termasuk lisensi untuk infrastruktur air dan keamanan bendungan, merupakan tanggung jawab Kemen PUPR yang dimandatkan kepada Direktorat Jenderal Sumber Daya Air. Kemen PUPR bertanggung jawab untuk menyusun dan melaksanakan kebijakan-kebijakan untuk pengelolaan sumber daya air; pengelolaan jalan; penyediaan perumahan; pembangunan kawasan pemukiman; pembiayaan perumahan; penataan bangunan, sistem penyediaan air minum, sistem pengelolaan air limbah dan drainase lingkungan, serta pengelolaan sampah dan pembinaan jasa konstruksi. Kemen PUPR juga bertugas dalam pelaksanaan pengembangan sumber daya manusia di bidang pekerjaan umum dan perumahan rakyat selain strategi keterpaduan pengembangan infrastruktur pekerjaan umum.

Mengingat uniknya karakteristik topografi dan iklim Indonesia, sebuah sistem pengembangan dan pengelolaan sumber daya air telah dikembangkan di Indonesia yang menggabungkan sejumlah daerah aliran sungai yang independen ke dalam Wilayah Sungai yang lebih besar secara administratif. UU tentang Sumber Daya Air tahun 2004 memperkenalkan satu sistem nasional dalam pengelolaan daerah aliran sungai yang dilaksanakan oleh lembaga yang disebut sebagai Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) atau Balai Wilayah Sungai (BWS). Balai-balai tersebut mempunyai fungsi baik regulatori maupun pengelolaan serta melakukan konstruksi, pengoperasian, dan pemeliharaan infrastruktur sungai serta sistem-sistem pengairan yang lebih besar dari 3.000 hektar. Peraturan Menteri No. No.34/PRT/M/2015 menetapkan wilayah kerja setiap Balai (Besar) Wilayah Sungai (dan secara tidak langsung mendistribusikan tanggung jawab untuk pengoperasian dan pemeliharaan bendungan-bendungan besar di antara Balai-Balai tersebut). Dalam praktiknya, pengoperasian dan pemeliharaan bendungan merupakan gabungan kerja Satuan Kerja Operasi dan Pemeliharaan dan, jika memang ada, Unit Pengelola Bendungan di bawah Balai. Upaya-upaya gabungan tersebut didukung dan dipandu oleh lembaga-lembaga lain di dalam Direktorat Jenderal Sumber Daya Air, misalnya Direktorat Bina Operasi dan Pemeliharaan dalam pengelolaan bendungan.

Direktorat Jenderal Sumber Daya Air dan Balai (Besar) Pengelolaan Sumber Daya Air didukung oleh

Rencana Tindak Darurat dan Rencana Kontinjensi Berbasis InaSAFE 21

Page 22: Public Disclosure Authorized Meningkatkan Keamanan ...documents.worldbank.org/curated/en/... · Batas-batas negara, warna, denominasi, dan ... merupakan salah satu dari sejumlah ancaman

Pusat Bendungan dalam tahap pembangunan dan Direktorat Bina Operasi dan Pemeliharaan dalam tahap pengelolaan, dimana garis besar peran dan tanggung jawabnya diatur dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat No. 15/PRT/M/2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Dalam kaitannya dengan keamanan bendungan, ini antara lain termasuk (i) penyusunan dan pembinaan pelaksanaan norma, standar, prosedur, dan kriteria untuk bendungan, danau, situ, dan embung, serta konservasi fisik sumber daya air; (ii) penilaian kesiapan dan pelaksanaan kegiatan pada bendungan, danau, situ, dan embung, serta konservasi fisik sumber daya air; (iii) penyusunan perencanaan bendungan, danau, situ, dan embung, serta konservasi fisik sumber daya air; (iv) pembinaan sumber daya manusia dalam pengelolaan bendungan, danau, situ, dan embung, serta konservasi fisik sumber daya air; dan pedoman Direktorat Bina Operasi dan Pemeliharaan untuk semua infrastruktur sumber daya air termasuk bendungan.

Komisi Keamanan Bendungan telah dibentuk sejak 2007 dan ditetapkan kembali dengan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat No. 03/KPTS/M/2016 untuk membantu kementerian dalam: (i) memberikan rekomendasi mengenai keamanan bendungan kepada Menteri dalam setiap tahapan pembangunan bendungan misalnya dalam penyusunan desain, pelaksanaan konstruksi, pengoperasian, rehabilitasi dan penutupan bendungan; (ii) melakukan evaluasi terhadap aktivitas-aktivitas Balai Bendungan untuk bisa memberikan rekomendasi kepada Menteri; dan (iii) menyusun laporan-laporan akuntabilitas kepada Menteri dan (iv) menyelenggarakan inspeksi bendungan.

Menurut Peraturan-Peraturan Pemerintah sebelumnya, Komisi Keamanan Bendungan merupakan lembaga yang berwenang untuk mengatur jaminan keamanan bendungan, termasuk berbagai kementerian/badan pemerintah yang memiliki bendungan, namun peraturan-peraturan yang berlaku hanya mengikat bendungan-bendungan yang di bawah Kemen PUPR. Meskipun demikian, badan-badan pemerintah lain juga terus mengacu kepada ketentuan-ketentuan dalam peraturan-peraturan kementerian yang berlaku saat ini. Komisi Keamanan Bendungan (KKB) diketuai oleh Direktur Jenderal Sumber Daya Air dan keanggotaannya terdiri dari wakil-wakil dari pemerintah dan perusahaan-perusahaan milik pemerintah yang memiliki bendungan, asosiasi profesional, dan

badan pemerintah lainnya yang berkenaan dengan bendungan seperti ditunjuk oleh Menteri.

Komisi Keamanan Bendungan dibantu oleh Balai Bendungan yang mempunyai tugas umum memberikan bantuan teknis dan administratif kepada Komisi. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat No. 25/PRT/M/2006 menetapkan garis besar peran Balai Bendungan yaitu: (i) pengumpulan dan pengolahan data setiap bendungan, (ii) pengkajian terhadap konstruksi dan pengelolaan bendungan, (iii) pelaksanaan inspeksi bendungan, (iv) pemberian saran teknis tentang konstruksi bendungan, (v) penyebarluasan dan pemberian panduan tentang keamanan bendungan, (vi) penyusunan peraturan, pedoman, dan petunjuk teknis tentang keamanan bendungan, (vii) pemantauan terhadap pelaksanaan aspek-aspek keamanan dalam konstruksi bendungan, (viii) melakukan inventarisasi dan registrasi bendungan serta klasifikasi ancaman bahaya bendungan, (ix) pengelolaan arsip bendungan.

Komite Nasional Indonesia untuk Bendungan Besar (KNI-BB) adalah sebuah lembaga profesi yang duduk di dalam Komisi Keamanan Bendungan dan mempunyai peran aktif dalam pembangunan, pengoperasian dan pemeliharaan bendungan-bendungan besar di Indonesia melalui keberadaan lembaga ini secara berkesinambungan dan aktivitas-aktivitas para anggotanya. Keterlibatan KNI-BB sebagai anggota aktif Komisi Internasional Bendungan-Bendungan Besar (International Commission on Large Dams /ICOLD) sejak 1967, serta upayanya yang tidak henti-hentinya untuk menjaga hubungan dengan lembaga-lembaga regional dan internasional lainnya, mencerminkan upayanya untuk mempertahankan keberadaan aktif lembaga ini di tingkat global. KNI-BB bertujuan untuk membangun dan memelihara bendungan-bendungan besar untuk menciptakan sarana pembangunan dan pengelolaan sumber daya air secara lebih efektif dan efisien untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Ini dicapai melalui: 1) Pengembangan dan pengelolaan perencanaan, pelaksanaan, dan pengoperasian serta pemeliharaan bendungan-bendungan besar; 2) peningkatan kualitas keahlian dan tanggung jawab Tenaga Ahli Teknis Bendungan Indonesia dalam bidang bendungan besar; dan 3) partisipasi aktif dalam meningkatkan kesejahteraan penduduk Indonesia melalui pembangunan dan pengelolaan bendungan-bendungan besar dan pengelolaan sumber daya air.

Catatan Pengetahuan JIT Dam Safety and Disaster Preparedness22

Page 23: Public Disclosure Authorized Meningkatkan Keamanan ...documents.worldbank.org/curated/en/... · Batas-batas negara, warna, denominasi, dan ... merupakan salah satu dari sejumlah ancaman

KERANGKA HUKUM Indonesia mempunyai kerangka hukum nasional yang dikembangkan dengan baik untuk keamanan bendungan yang didasarkan pada tiga prinsip utama: (i) keamanan struktural, (ii) pengamatan dan (iii) kesiapsiagaan terhadap keadaan darurat. Ini telah berkembang selama empat dekade terakhir dan saat ini diatur melalui Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat No. 27/PRT/M/2015 khusus tentang bendungan. Menyusul dibatalkannya Undang-Undang Sumber Daya Air Nomor 7 tahun 2004 pada 2015, Indonesia kembali menggunakan Undang-Undang Air Nomor 11 tahun 1974 dan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat No. 72/PRT/1997 tentang Keamanan Bendungan. Peraturan ini kemudian dicabut dan dinyatakan tidak berlaku dan kemudian digantikan oleh Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat No. 27/2015 tentang Bendungan dan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat No. 03/KPTS/M/2016 tentang Komisi Keamanan Bendungan. Meskipun ada perubahan dalam rejim hukum, ada kerangka hukum yang menyeluruh untuk memastikan keamanan bendungan.

Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat No. 27/2015 Pasal 77(1), pengelolaan bendungan dan waduk-waduknya, serta jaminan keamanan bendungan merupakan tanggung jawab utama pemilik bendungan. Untuk bendungan-bendungan yang dimiliki negara, Kemen PUPR menunjuk unit pelaksana teknis yang bertanggung jawab terhadap pengelolaan sumber daya air atau sebuah badan usaha milik negara untuk menjadi manajer bendungan. Manajer bendungan dibantu dalam mengelola bendungan, serta waduknya, oleh satu unit pengelolaan bendungan. Menurut ketentuan-ketentuan ini, Balai-Balai (Besar) Wilayah Sungai ditunjuk sebagai unit-unit pelaksana teknis bersama dengan dua badan usaha milik negara dalam pengelolaan sumber daya air yaitu Perusahaan Umum Jasa Tirta (PJT). Laporan-laporan berkala perlu dikirimkan kepada badan-badan terkait oleh unit pengelolaan bendungan, termasuk informasi struktural dan operasional tentang perilaku bendungan dan kondisi waduk; hasil pembacaan dari instrumen-instrumen dan interpretasinya, hasil inspeksi, dan evaluasi keamanan; modifikasi atau rehabilitasi; peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan keamanan bendungan dan insiden luar biasa; dan kondisi waduk penampungan air termasuk alokasi air. Unit pengelolaan bendungan harus

memiliki satu sistem informasi untuk bendungan-bendungan yang berada di dalam jurisdiksinya, serta waduk-waduknya, yang dapat diakses masyarakat umum. Informasi tersebut harus menjelaskan: pengumpulan, pengolahan, dan penyediaan data dan informasi tentang bendungan serta waduk; serta pemutakhiran informasi tentang bendungan serta waduknya secara rutin.

Sebuah pedoman telah disusun oleh Balai Bendungan dan dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Sumber Daya Air pada 2003 melalui Keputusan Ditjen SDA 199/ KPTS/D/2003 tentang Pedoman Operasi, Pemeliharaan dan Pengamatan Bendungan. Pedoman ini mencakup pengamatan terhadap keamanan bendungan sebagai bagian yang penting dan tidak terpisahkan dari pengoperasian dan perawatan rutin. Ini termasuk pemantauan rutin terhadap berbagai parameter teknis yang berkenaan dengan kinerja dan keamanan serta evaluasi berkala terhadap keamanan bendungan oleh pihak ketiga yang independen.

Kesiapsiagaan terhadap keadaan darurat merupakan elemen ketiga dalam kerangka keamanan bendungan di Indonesia. Selama penyusunan, penduduk di kawasan hilir yang akan terdampak oleh kemungkinan kegagalan bendungan dan pemerintah provinsi maupun setempat yang bertanggung jawab atas peringatan dini, evakuasi, dan bantuan pasca banjir harus dilibatkan dalam konsultasi. Ketentuan-ketentuan legislatif untuk kesiapsiagaan darurat terkait dengan keamanan bendungan dimaksudkan untuk memastikan manajer bendungan siap menghadapi kondisi-kondisi terburuk jika terjadi bencana kegagalan bendungan. Rancangan rencana tindak darurat harus berisi tindakan-tindakan yang berkaitan dengan keamanan bendungan serta tindakan-tindakan penyelamatan penduduk dan keamanan lingkungan dan harus didasari oleh analisis tentang potensi bentuk-bentuk kegagalan bendungan.

Untuk membantu para pemilik dan manajer bendungan dalam menyusuan Rencana Tindak Darurat, Balai Bendungan mengeluarkan sebuah pedoman pada 1998, yang disahkan melalui Keputusan Direktorat Jenderal Sumber Daya Air No. 94/KPTS/A/1998. Pedoman tersebut memberikan kerangka kerja untuk mengidentifikasi ancaman bahaya/faktor pendorong kegagalan bendungan, mengembangkan skenario-skenario bencana, mengkaji potensi dampak yang diakibatkan kegagalan bendungan, merancang protokol-protokol penyampaian peringatan dan menyusun rencana tindak darurat. Pedoman ini

Rencana Tindak Darurat dan Rencana Kontinjensi Berbasis InaSAFE 23

Page 24: Public Disclosure Authorized Meningkatkan Keamanan ...documents.worldbank.org/curated/en/... · Batas-batas negara, warna, denominasi, dan ... merupakan salah satu dari sejumlah ancaman

telah digunakan untuk menyusun berbagai Rencana Tindak Darurat untuk bendungan-bendungan milik negara, termasuk Bendungan Jatigede dan Gintung (yang menjadi fokus kajian kasus dalam catatan pengetahuan ini). Selain itu, BNPB mengeluarkan satu pedoman pada 2011 tentang penyusunan perencanaan kontinjensi bencana.

Berbeda dari Pedoman Rencana Tindak Darurat, pedoman penyusunan perencanaan kontinjensi bencana ini tidak secara khusus ditujukan untuk satu jenis ancaman bahaya tertentu namun merupakan satu panduan universal dalam membangunan kesiapsiagaan terhadap bencana alam secara umum. Pedoman menyatakan bahwa rencana kontinjensi harus dimulai dengan mengkaji risiko berbagai ancaman bencana yang berbeda (dimana penentuan skor didasarkan pada tingkat dampak bencana dan probabilitas kejadian bencana) dan hanya ancaman-ancaman bahaya berisiko tinggi yang harus dicakup dalam rencana kontinjensi. Mengingat kemungkinan kejadiannya dan dampaknya yang terjadi pada tingkat lokal, kegagalan bendungan jarang dipilih sebagai dasar satu rencana kontinjensi. Rencana kontinjensi untuk Runtuhnya Bendungan Alam Way Ela merupakan satu-satunya rencana kontinjensi yang dikeluarkan oleh BNPB dan

BPBD yang secara khusus ditujukan untuk peristiwa bendungan. Bagian 5 dokumen ini membahas dua dokumen pedoman tersebut lebih dekat.

PERENCANAAN KEAMANAN BENDUNGAN

Pemerintah telah melaksanakan sejumlah program untuk meningkatkan keseluruhan arsitektur untuk keamanan bendungan di Indonesia. Kesemuanya bertujuan untuk meningkatkan efisiensi pengoperasian infrastruktur sembari membangun ketangguhan terhadap bencana-bencana hidrometeorologi dan kesiapsiagaan jika terjadi kegagalan bendungan. Kemen PUPR sedang mengembangkan satu database berbasis web yang mengkompilasi hasil-hasil pengukuran di lokasi secara berkala untuk mendapatkan parameter-parameter keamanan untuk bendungan-bendungan besar di seluruh Indonesia. Database ini membantu Kemen PUPR untuk terus menerus memantau tingkat keamanan bendungan dan mempersiapkan respons yang semestinya untuk berbagai tingkat ancaman bahaya yang berbeda.

Antarmuka pengguna database keamanan bendungan dari Kemen PUPR12 Gambar 2.4

Catatan Pengetahuan JIT Dam Safety and Disaster Preparedness24

Page 25: Public Disclosure Authorized Meningkatkan Keamanan ...documents.worldbank.org/curated/en/... · Batas-batas negara, warna, denominasi, dan ... merupakan salah satu dari sejumlah ancaman

Sistem pengamatan bendungan waktu nyata7 Gambar 2.5

Kemen PUPR juga sedang melakukan ujicoba sistem pengamatan bendungan yang waktu-nyata (real time) dan bisa diakses masyarakat http://monitoringbendungan.com/index.php). Kamera-kamera pengamatan telah dipasang di sembilan bendungan besar di seluruh pulau Jawa dan Sumatra. Sistem ini menggunakan satu tampilan yang disederhanakan yang berasal dari database yang lebih besar dimana penyajian difokuskan hanya pada tinggi air muka, intensitas curah hujan dan satu foto udara bendungan dan waduknya.

Meskipun BNPB tidak secara khusus diberi mandat untuk melindungi bendungan besar, mereka melakukan sejumlah aktivitas yang berkaitan dengan keamanan air nasional dan dengan demikian meningkatkan ketangguhan terhadap kegagalan bendungan. BNPB juga bekerja sama dengan badan-badan internasional dan regional dalam mengembangkan berbagai aplikasi penanggulangan bencana berbasis web, yang termasuk:

1. Multi Hazard Early Warning System (MHEWS) atau Sistem Peringatan Dini Multi-Ancaman: untuk memprediksi perubahan tingkat ancaman bahaya dimana prediksi terutama didasarkan pada

parameter-parameter hidrometeorologi termasuk intensitas curah hujan, suhu udara, tekanan udara, kelembaban udara, kecepatan dan arah angin, yang bisa diakses di http://mhews.bnpb.go.id/

2. Indonesia All-hazards Warning and Risk Evaluation (InaWARE) untuk mengkompilasi dan mengolah data yang diperlukan untuk melakukan sinkronisasi terhadap persepsi berbagai pemangku kepentingan tentang risiko bencana dan untuk menyediakan platform komunikasi dan koordinasi untuk para pemangku kepentingan tersebut, yang bisa diakses di http://inaware.bnpb.go.id/

3. Indonesia Scenario Assessment for Emergency (InaSAFE): memberikan simulasi skenario bencana alam di seluruh Indonesia dan kemudian mengkaji dampak-dampaknya terhadap penduduk dan penggunaan lahan; bisa diakses di http://inasafe.org/

4. Jakarta Scenario Assessment for Emergency (JakSAFE): perangkat yang sama dengan InaSAFE yang dilengkapi cakupan analisis yang terbatas pada Provinsi DKI Jakarta; bisa diakses di http://jaksafe.bpbd.jakarta.go.id/

Rencana Tindak Darurat dan Rencana Kontinjensi Berbasis InaSAFE 25

Page 26: Public Disclosure Authorized Meningkatkan Keamanan ...documents.worldbank.org/curated/en/... · Batas-batas negara, warna, denominasi, dan ... merupakan salah satu dari sejumlah ancaman

Indonesia Scenario Assessment for Emergency[InaSAFE]

26

Page 27: Public Disclosure Authorized Meningkatkan Keamanan ...documents.worldbank.org/curated/en/... · Batas-batas negara, warna, denominasi, dan ... merupakan salah satu dari sejumlah ancaman

InaSAFE awalnya dikembangkan di Indonesia melalui kemitraan antara BNPB, Pemerintah Australia dan GFDRR World Bank sebagai satu alat untuk para manajer bencana dan masyarakat untuk mendukung rencana kontinjensi. InaSAFE adalah perangkat lunak yang bisa diakses bebas yang menghasilkan skenario-skenario dampak ancaman bahaya alam secara realistis untuk menjadi dasar aktivitas-aktivitas perencanaan, kesiapsiagaan dan respons yang lebih baik. InaSAFE memberikan satu cara yang sederhana namun akurat untuk menggabungkan data dari ilmuwan, pemerintah daerah dan masyarakat untuk memberikan wawasan tentang potensi dampak peristiwa-peristiwa bencana di masa mendatang. Perangkat lunak ini fokus untuk menelaah secara terperinci dampak-dampak satu ancaman bahaya tunggal terhadap penduduk dan lingkungan hidupnya. Cakupan analisis versi awal InaSAFE meliputi empat jenis bahaya alam, termasuk gempa bumi, banjir, tsunami dan erupsi gunung api.

InaSAFE tersedia sebagai satu plug-in untuk paket perangkat lunak QGIS sumber terbuka dan penggunaannya telah disebarkan secara luas oleh, atau melalui kerja sama erat dengan, BNPB. Dalam periode antara pengembangan awalnya (Juni 2011) hingga diluncurkannya versi terakhir yaitu versi 4.1 (Juni 2017), telah diselenggarakan 126 pelatihan dan lokakarya tentang InaSAFE di 17 provinsi di Indonesia yang menjangkau lebih dari 3200 peserta.

Analisis Dampak InaSAFEInaSAFE menggabungkan data tentang ancaman dan keterpaparan bencana untuk menilai besarnya dampak bencana -bencana alam yang paling umum terjadi di Indonesia. InaSAFE melakukan pengkajian dengan melakukan overlay data spasial tentang ancaman bahaya pada data keterpaparan dalam paket perangkat lunak QGIS dan kemudian menelaah bagian yang saling berpotongan. Analisis ini menghasilkan tiga keluaran: peta dampak bencana, laporan dampak bencana dan daftar periksa tindakan saat bencana (Gambar 3.1).

Langkah-langkah analisis InaSAFE8 Gambar 3.1

Ancaman

Banjir, gempa bumi,tsunami, erupsi gunung api

Keterpaparan

tutupan lahan

Laporankebutuhan

tanggap bencanaminimum

yang ditentukanpengguna Aksi

peta

Analisisdampak

Populasi jaringan jalanbangunan

Rencana Tindak Darurat dan Rencana Kontinjensi Berbasis InaSAFE 27

Page 28: Public Disclosure Authorized Meningkatkan Keamanan ...documents.worldbank.org/curated/en/... · Batas-batas negara, warna, denominasi, dan ... merupakan salah satu dari sejumlah ancaman

Jakarta Pusat

Jakarta Selatan

Jakarta Timur

Jakarta Barat

Jakarta Utara

AncamanInaSAFE mendefinisikan “ancaman” sebagai satu peristiwa atau rangkaian peristiwa yang diakibatkan alam atau manusia yang bisa menimbulkan dampak negatif pada penduduk, infrastruktur atau sumber daya dalam satu kawasan. Data ancaman biasanya diperoleh dari aktivitas-aktivitas analisis atau pemetaan sebelumnya terhadap ancaman bencana yang dilakukan oleh berbagai badan pemerintah. Analisis seperti itu menggunakan data tentang karakteristik-karakteristik bencana (yang terutama berhubungan dengan skala, frekuensi, dan durasinya yang didasarkan pada catatan historis dan kajian-kajian probabilitas) dan pada ciri-ciri fisik kawasan di sekitar sumber ancaman (terutama profil topografi dan konfigurasi penggunaan lahan) untuk memperkirakan cakupan kawasan yang terpapar pada satu jenis bahaya dan penyebaran tingkat risiko secara spasial di seluruh kawasan yang berpotensi terdampak. Hasil analisis ini harus dikonversi, jika belum, ke dalam format spasial geografis (yaitu gambar raster/ .tiff atau gambar vektor/ .shp) yang bisa dicerna oleh InaSAFE.

Sebagai contoh, dengan menggunakan model-model hidrologis (melalui komputasi), analisis banjir perkotaan di Jakarta menghasilkan peta yang menyajikan luas dan kedalaman penggenangan karena curah hujan yang ekstrem dan luapan sungai di seluruh Jakarta (Gambar 3.2).

KeterpaparanInaSAFE mengartikan “keterpaparan” sebagai kerentanan satu kawasan terhadap satu jenis bencana tertentu; ini didefinisikan dengan memasukkan informasi spasial berbasis GIS tentang penyebaran penduduk, bangunan, jaringan jalan dan tutupan lahan. Ketersediaan data spasial saat ini di badan-badan pemerintah sangat terbatas, termasuk di BNPB dan Kemen PUPR, terutama data tentang tutupan lahan dan penyebaran bangunan. Jika pun ada, data seringkali sudah tidak berlaku atau tidak tersedia dalam format yang tepat (yaitu hanya tersedia dalam bentuk .pdf, .jpg atau cetak). Dari pengalaman-pengalaman sebelumnya, BNPB mengakui “pemetaan partisipatif” sebagai upaya yang efektif untuk mengkonversi data yang tersedia

Contoh data ancaman banjir perkotaan untuk Jakarta8 Gambar 3.2

Catatan Pengetahuan JIT Dam Safety and Disaster Preparedness28

Page 29: Public Disclosure Authorized Meningkatkan Keamanan ...documents.worldbank.org/curated/en/... · Batas-batas negara, warna, denominasi, dan ... merupakan salah satu dari sejumlah ancaman

Contoh peta keterpaparan Jakarta, yang berisi informasi tentang penggunaan lahan, penyebaran bangunan dan jaringan jalan (tersedia di OpenStreetMap)8

Gambar 3.3

ke dalam format dan versi yang diperlukan. Upaya seperti itu mengundang partisipasi aktif masyarakat, yang seringkali diwakili oleh kelompok-kelompok mahasiwa dan peminat untuk melakukan digitasi data yang ada menjadi raster atau shape file. BNPB mempunyai berbagai pengalaman dalam menyelenggarakan upaya-upaya seperti ini, misalnya selama pengembangan JakSAFE dan InaRISK, untuk menkonversi informasi tutupan lahan (biasanya tersedia dalam format citra fotografi /.jpg) menjadi data spasial (peta dalam format shape file) dan mengunggah hasilnya ke database sumber terbuka tentang penyebaran tutupan lahan dan bangunan (OpenStreetMap – OSM).

Hasil analisis dampak Keluaran InaSAFE termasuk satu Peta dampak Bencana, satu laporan Dampak Bencana dan satu Daftar Periksa Aksi Bencana. Peta dampak bencana

terutama menyajikan perpotongan antara data spasial ancaman dengan keterpaparan. Berdasarkan peta ini, InaSAFE secara otomatis akan menghasilkan laporan dampak bencana. Laporan dampak terdiri dari dua bagian utama: (i) rekapitulasi dampak: mendaftar dan menghitung jumlah penduduk, jalan, bangunan, fasilitas umum dan berbagai jenis tutupan lahan yang terdampak, dan (ii) kebutuhan tanggap bencana: memperkirakan pasokan minimum (pangan, air bersih, paket sanitasi dan keluarga) untuk tanggap bencana yang didasarkan pada laporan dampak (Gambar 3.4). Rasio konversi antara “dampak” dan “kebutuhan tanggap bencana” ditetapkan oleh pengguna” sementara angka rasio default didasarkan pada Peraturan BNPB No. 2/2012 tentang Pedoman Umum tentang Pengkajian Risiko Bencana. Terakhir, daftar periksa aksi berisi pertanyaan-pertanyaan untuk memulai percakapan tentang kesiapsiagaan bencana yang lebih baik.

Rencana Tindak Darurat dan Rencana Kontinjensi Berbasis InaSAFE 29

Page 30: Public Disclosure Authorized Meningkatkan Keamanan ...documents.worldbank.org/curated/en/... · Batas-batas negara, warna, denominasi, dan ... merupakan salah satu dari sejumlah ancaman

Mengembangkan Kemampuan Keamanan Bendungan dalam InaSAFE

Cakupan analisis versi InaSAFE saat ini (yaitu ver. 4.1) meliputi bencana-bencana alam yang paling umum terjadi di Indonesia; termasuk: gempa bumi, erupsi gunung api, tsunami dan banjir. Untuk bisa memperluas cakupan agar meliputi aspek-aspek keamanan bendungan dan membantu pertukaran data input yang diperlukan, dua lokasi uji coba telah dipilih oleh Kemen PUPR dan BNPB untuk mengujicobakan pemutakhiran pada versi InaSAFE-Keamanan Bendungan. Pengumpulan data difokuskan pada bendungan Jatigede dan Gintung.

Perluasan InaSAFE: Memasukkan analisis kegagalan bendungan Alat analisis banjir dalam InaSAFE 4.1 dirancang untuk mengkaji dampak banjir karena luapan sungai dan penggenangan setempat, yang ditandai dengan velositas aliran yang relatif rendah, naiknya tingkat penggenangan secara bertahap dan masa penggenangan yang berkepanjangan. Dengan demikian alat ini tidak cocok untuk mengkaji banjir karena kegagalan bendungan yang biasanya ditandai dengan pelepasan air yang tiba-tiba dan tidak terkontrol dengan ciri-ciri seperti banjir bandang.

Perubahan-perubahan telah dimasukkan ke dalam InaSAFE untuk mencakup juga fungsi pengkajian kegagalan bendungan. Proses pengembangan dilakukan dengan selalu berkonsultasi dengan Disaster Management Innovation (DMI), pengembang

Contoh suatu hasil analisis dampak (peta, laporan, dan daftar aksi) yang dihasilkan dari simulasi banjir 2013 di Jakarta

Gambar 3.4

Catatan Pengetahuan JIT Dam Safety and Disaster Preparedness30

Page 31: Public Disclosure Authorized Meningkatkan Keamanan ...documents.worldbank.org/curated/en/... · Batas-batas negara, warna, denominasi, dan ... merupakan salah satu dari sejumlah ancaman

Latar belakang dan ciri-ciri teknis utama Bendungan Gintung dan Jatigede9, 10 Tabel 3.1

Bendungan Gintung Bendungan Jatigede

Bendungan Gintung terletak di dekat desa Cirendu, Provinsi Banten, yang karena perkembangan perkotaan telah menjadi bagian dari daerah pinggiran kota Jakarta. Bendungan timbunan tanah ini menutup anak Sungai Pasanggrahan dan digunakan terutama untuk perlindungan dari banjir, penyimpanan air dalam jumlah besar, dan tujuan pariwisata. Setelah runtuh pada Maret 2009, pembangunan kembali dilakukan pada Desember 2009. Pekerjaan pembangunan kembali bendungan ini selesai pada awal 2011 dan disetujui untuk dioperasikan oleh Komisi Keamanan Bendungan. Bendungan milik negara ini saat ini dioperasikan dan dipelihara oleh BBWS Ciliwung Cisadane.

Latar belakang

Bendungan Jatigede Dam terletak di Kemacatan, Kabupaten, Provinsi Jawa Barat. Pembangunannya dimulai pada 2008 dan selesai pada 2015. Bendungan urugan batu ini menutup Sungai Cimanuk dengan wilayah tangkapan air yang sangat luas yaitu 1.462 km2 yang meliputi Garut, Sumedang, Majalengka dan Indramayu. Bendungan ini digunakan terutama untuk pengairan, pembangkit listrik, penyimpanan air baku, perlindungan dari banjir, dan pariwisata. Bendungan milik negara ini saat ini dioperasikan dan dipelihara oleh Cimanuk-Cisanggarung.

Urugan tanah dengan perkerasan geotekstil di bagian hulu Struktur bendungan Urugan batu

El. +100 m Tinggi ambang bendungan El. +265 m

15 m Ketinggian bendungan (diukur dari fondasi paling dalam) 114 m

180 m Panjang ambang bendungan 1,715 m

5 m Lebar ambang bendungan 12 m

22.92 ha Luas permukaan waduk 412,200 ha; tinggi muka air El +262 m

0,720 juta m3; tinggi muka air El. +97.50 m

Daya tampung saat pengoperasian maksimal

(FSL)

980 juta m3; tinggi muka air El. +260 m

0,619 juta m3 Daya tampung efektif 877 juta m3

32.7 km2 Luas daerah tangkapan air 1,462 km2

75 l/s Debit sungai rata-rata 2.5 x 109 m3/tahun

EL +92.70 m Tinggi Muka Air Normal El +260 m

EL +87.60 m Tinggi Muka Air Rendah El +230 m

El +98.70 m Tinggi Muka Air Banjir El +262 m

124.30 m3/detik Debit banjir maksimum (PMF) 11,000 m3/detik

Rencana Tindak Darurat dan Rencana Kontinjensi Berbasis InaSAFE 31

Page 32: Public Disclosure Authorized Meningkatkan Keamanan ...documents.worldbank.org/curated/en/... · Batas-batas negara, warna, denominasi, dan ... merupakan salah satu dari sejumlah ancaman

awal InaSAFE, yang bukan saja telah menghasilkan versi InaSAFE yang telah diperluas (Gambar 3.5) namun juga membantu BNPB dan Kemen PUPR untuk mengidentifikasi data input yang dibutuhkan, untuk menginventarisasi ketersediaan data dan mengidentifikasi kekurangan data.

Pengumpulan dan pertukaran data yang adaSelama proses perluasan kemampuan InaSAFE dan serangkaian pertemuan koordinasi JIT dengan para operator bendungan dan manajer bencana dari BNPB dan Kemen PUPR (Gambar 3.6), data sosial teknis berikut ini telah diidentifikasi sebagai data yang penting untuk mendukung analisis keruntuhan bendungan dalam versi mutakhir InaSAFE dan dalam membangun kesiapsiagaan bencana: (i) peta penggenangan akibat runtuhnya bendungan; (ii) peta penyebaran penduduk; (iii) peta tutupan lahan; (iv) peta penyebaran bangunan; (v) peta jaringan jalan. Data ini diperlukan untuk studi kasus terpilih yaitu Bendungan Jatigede dan Gintung dalam format yang didukung GIS (yaitu format shp atau tiff) untuk bisa kompatibel dengan sistem InaSAFE berbasis QGIS.

Peta-peta genangan akibat runtuhnya bendungan diperoleh dari Rencana Tindak Darurat Bendungan Jatigede (diterbitkan pada 2012) dan Bendungan Gintung (diterbitkan pada 2011). Kedua peta tersebut dihasilkan sebagai bagian dari keluaran

dari pengkajian-pengkajian tentang kegagalan bendungan dengan menggunakan model-model hidraulik melalui komputasi yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan teknik yang dikontrak oleh Kemen PUPR. Hasil-hasil dari pengkajian tersebut diserahkan kepada Kemen PUPR dalam format .pdf dan .doc dan tidak kompatibel dengan InaSAFE. Peta-peta kemudian diperoleh dari perusahaan-perusahaan teknik tersebut dalam format yang diinginkan (Gambar 3.7).

Peta-peta penyebaran penduduk dan peta-peta tutupan lahan diperoleh dari arsip data di dalam BNPB (Gambar 3.8). Data ini dikumpulkan selama pengembangan InaRISK, sebuah situs web terbuka pelengkap yang menyediakan informasi tentang penyebaran risiko bencana alam di seluruh Indonesia. Data penyebaran penduduk dikeluarkan oleh Biro Pusat Statistik (BPS) yang didasarkan pada survei kependudukan nasional pada 2014 (Pendataan Potensi Desa 2014), sementara data peta penggunaan lahan diterbitkan oleh Badan Informasi Geospasial (BIG) pada 2013. Peta penggunaan lahan mewakili konfigurasi spasial penggunaan lahan di tingkat makro dan dengan demikian tidak menampilkan lokasi tepat bangunan, jalan dan prasarana umum. Data yang terakhir ini diperlukan untuk mengkaji dampak genangan pada infrastruktur secara terperinci.

Antarmuka pengguna: Fungsi keruntuhan bendungan diantara pilihan-pilihan lain dalam analisis bencana

Gambar 3.5

Catatan Pengetahuan JIT Dam Safety and Disaster Preparedness32

Page 33: Public Disclosure Authorized Meningkatkan Keamanan ...documents.worldbank.org/curated/en/... · Batas-batas negara, warna, denominasi, dan ... merupakan salah satu dari sejumlah ancaman

JIT coordination meeting and discussions Gambar 3.6

Perolehan Data: pemetaan partisipatif Informasi tentang penyebaran bangunan, jaringan jalan, dan prasarana umum tidak tersedia di badan pemerintah mana pun di Indonesia. Meskipun sejumlah data tersedia melalui platform OpenStreetMap (OSM), dan bisa langsung diunggah dari InaSAFE, data ini terbatas pada kota-kota besar di Indonesia. Database OSM telah mengalami perluasan terus menerus dan memanfaatkan keluaran berbagai aktivitas pemetaan yang bertujuan untuk mendigitasi foto udara atau peta bangunan dan prasarana umum (umumnya tersedia dalam format .jpg) ke dalam format berbasis GIS.11

Humanitarian OpenStreetMap Team (HOT), sebuah organisasi nonpemerintah yang mempunyai komitmen untuk terus mengembangkan database OSM dan mempertahankan aksesibilitasnya kepada

masyarakat, terlibat untuk memfasilitasi sejumlah pemetaan partisipatif. Pemetaan ditujukan untuk mengkonversi citra satelit dengan resolusi tinggi dari wilayah-wilayah yang berpotensi terdampak apabila terjadi kegagalan bendungan Jatigede dan Gintung ke dalam shape file (yaitu kawasan pedesaan yang belum masuk dalam database OSM yang sudah ada). Aktivitas ini dilakukan dalam dua tahap (Gambar 3.9). Pertama, tim HOT melakukan digitasi citra-citra ke dalam shape file yang berisi penyebaran bangunan, jalan dan prasarana umum secara spasial. Tim kemudian melakukan pengecekan lapangan untuk memvalidasi keakurasian peta-peta yang dihasilkan. Ini dilakukan dengan menyelenggarakan pertemuan-pertemuan dengan tokoh setempat (termasuk kepala desa dan tetua masyarakat) dan dengan mengunjungi bangunan-bangunan dan prasarana-prasarana untuk menghasilkan rangkaian data yang tervalidasi dan OpenStreetMap (Gambar 3.10).

Inundation map of Gintung Dam (left) and Jatigede Dam (right) from a Dam break analysis carried out by MPWH9,10

Gambar 3.7

Rencana Tindak Darurat dan Rencana Kontinjensi Berbasis InaSAFE 33

Page 34: Public Disclosure Authorized Meningkatkan Keamanan ...documents.worldbank.org/curated/en/... · Batas-batas negara, warna, denominasi, dan ... merupakan salah satu dari sejumlah ancaman

Peta penggunaan lahan dan penyebaran penduduk di hilir Bendungan Gintung (atas) dan Bendungan Jatigede (bawah)

Gambar 3.8

Catatan Pengetahuan JIT Dam Safety and Disaster Preparedness34

Page 35: Public Disclosure Authorized Meningkatkan Keamanan ...documents.worldbank.org/curated/en/... · Batas-batas negara, warna, denominasi, dan ... merupakan salah satu dari sejumlah ancaman

Konsultasi dengan para kepala desa dan tetua masyarakat sebagai bagian dari pemetaan partisipatif

Gambar 3.9

Database OpenStreetMap tentang lingkungan sekitar Bendungan Gintung sebelum dan setelah dilakukan pemetaan partisipatif

Gambar 3.10

Sebelum Sesudah

Rencana Tindak Darurat dan Rencana Kontinjensi Berbasis InaSAFE 35

Page 36: Public Disclosure Authorized Meningkatkan Keamanan ...documents.worldbank.org/curated/en/... · Batas-batas negara, warna, denominasi, dan ... merupakan salah satu dari sejumlah ancaman

Database OpenStreetMap tentang lingkungan sekitar Bendungan Jatigede sebelum (kiri) dan setelah (kanan) dilakukan pemetaan partisipatif

Gambar 3.11

Sebelum

Catatan Pengetahuan JIT Dam Safety and Disaster Preparedness36

Page 37: Public Disclosure Authorized Meningkatkan Keamanan ...documents.worldbank.org/curated/en/... · Batas-batas negara, warna, denominasi, dan ... merupakan salah satu dari sejumlah ancaman

Sesudah

Rencana Tindak Darurat dan Rencana Kontinjensi Berbasis InaSAFE 37

Page 38: Public Disclosure Authorized Meningkatkan Keamanan ...documents.worldbank.org/curated/en/... · Batas-batas negara, warna, denominasi, dan ... merupakan salah satu dari sejumlah ancaman

Rencana Tindak Darurat dan Rencana Kontinjensi

38

Page 39: Public Disclosure Authorized Meningkatkan Keamanan ...documents.worldbank.org/curated/en/... · Batas-batas negara, warna, denominasi, dan ... merupakan salah satu dari sejumlah ancaman

Kesiapsiagaan bencana dan tanggap bencana ketika terjadi kegagalan bendungan merupakan tanggung jawab bersama antara Kemen PUPR dan BNPB. Kemen PUPR, yang diwakili oleh B(B)WS sebagai manajer bendungan, bertanggung jawab untuk menyusun rencana tindak darurat sementara BNPB, yang diwakili oleh BPBD sebagai manajer penanggulangan bencana di daerah, bertanggung jawab untuk menyusun rencana kontinjensi. Meskipun ada tumpang tindih yang signifikan dalam isi dua dokumen perencanaan tersebut, keduanya disusun melalui mekanisme-mekanisme yang berbeda dan fokus pada aspek-aspek yang berbeda dalam penanggulangan bencana. Bagian ini berisi penjelasan rinci tentang kedua rencana tersebut dan perbandingan tentang keduanya untuk membantu menjembatani kedua rencana tersebut dan mewujudkan satu alat perencanaan kesiapsiagaan berbasis InaSAFE yang terkoordinasi.

RENCANA TINDAK DARURAT

Peraturan Menteri PUPR No. 27/2015 yang mengatur keamanan bendungan mensyaratkan para pemilik dan manajer bendungan untuk menyusun Rencana Tindak Darurat (RTD) untuk digunakan jika terjadi kegagalan bendungan. Lebih dari 80 RTD telah disusun oleh B(B)WS atas nama Kemen PUPR. Enam puluh lima dari RTD tersebut didanai sebagai bagian dari Dam Operational Improvement and Safety Project (DOISP) dengan menggunakan pedoman yang disusun di bawah proyek ini. RTD-RTD tersebut dilandasi oleh Pedoman Klasifikasi Bahaya yang disusun oleh Komisi Keamanan Bendungan Indonesia pada 1999. Dalam menyusun RTD, pemilik bendungan bisa mendapatkan masukan teknis dari manajer sumber daya air di wilayah sungai terkait dan masukan dari masyarakat-masyarakat yang berpotensi terdampak di daerah hilir.

Jika satu wilayah sungai mempunyai lebih dari satu bendungan (sebagai kaskade), RTD untuk tiap bendungan harus disusun untuk kemudian disatukan menjadi satu RTD terpadu. Jika bendungan dibangun dalam satu wilayah sungai dimana sudah ada bendungan, penyusunan RTD untuk bendungan baru juga harus melibatkan unit pengelolaan bendungan yang sudah ada selain melibatkan badan-badan teknis setempat dan masyarakat setempat. RTD untuk bendungan yang sudah ada harus disesuaikan dan kemudian diintegrasikan menjadi satu RTD terpadu. Jika dalam satu wilayah sungai dibangun berbagai bendungan secara bersamaan, RTD harus disusun secara terkoordinasi sehingga semua RTD bisa disatukan ke dalam satu rencana terpadu.

Kementerian PUPR telah mengeluarkan satu pedoman, yang disahkan melalui Keputusan Menteri PUPR No. 94/KPTS/A/1998, untuk membantu para pemilik bendungan dalam menyusun dan memutakhirkan RTD. Pedoman tersebut berisi rekomendasi bahwa sebuah RTD paling tidak harus berisi:

1. Penjelasan tentang situasi darurat, potensi pendorong, pengkajian dampak dan pilihan-pilihan upaya pencegahan dan pemulihan;

2. Prosedur komunikasi dalam keadaan darurat dan protokol penyampaian pemberitahuan, rencana koordinasi dan pembagian tugas antar pihak-pihak terkait (contoh ada di Gambar 4.1);

3. Penjelasan tentang ketersediaan (kuantitas dan aksesibilitas) listrik, alat-alat dan barang-barang yang diperlukan untuk aktivitas-aktivitas pencegahan kegagalan bendungan dan pemulihan;

4. Peta penggenangan karena kegagalan bendungan;

5. Rencana evakuasi;6. Kriteria untuk mengakhiri keadaan

darurat karena keruntuhan bendungan.

Sesuai dengan Peraturan Menteri PUPR No. 27/2015, pedoman tersebut juga mensyaratkan agar RTD rutin

Rencana Tindak Darurat dan Rencana Kontinjensi Berbasis InaSAFE 39

Page 40: Public Disclosure Authorized Meningkatkan Keamanan ...documents.worldbank.org/curated/en/... · Batas-batas negara, warna, denominasi, dan ... merupakan salah satu dari sejumlah ancaman

SELESAI

Pelaporansebagai

aktivitasOperasi dan

Pemeliharaan

Berkoordinasi denganpemerintah daerah

dan pihak-pihak terkait

Keadaandarurat

Inspeksikeadaandarurat

MULAI

Normal?Tidak

Ya

Menyatakan akhir status keadaan darurat

Kondisikritis?

Pembacaaninstrumen

Pengamatan yang lebih intensif

Pelaporanbencana

Ya

Ya

Ya

Pelaporan kepada:- Koordinator RTD- Kepala tim RTD- Kepala Unit Pemantauan Bendungan- Balai Bendungan (UKB)- Direktorat Sungai dan Pantai

Pelaporan seperti pelaporanOperasi dan Pemeliharaan,dengan tambahan:- Komisi Keamanan Bendungan - Unit Pemantauan Bendungan Pusat

Pelaporan seperti KeadaanSiaga Bendungan III, dengantambahan:- Walikota Tangerang Selatan dan Walikota Jakarta Selatan- BPBD Tangerang Selatan dan Jakarta Selatan

Pelaporan seperti Keadaan SiagaBendungan II, dengan tambahan:Walikota Tangerang Selatan danWalikota Jakarta Selatanmenginstruksikan BPBD setempatuntuk memulai prosedur evakuasidan menjaga koordinasi diseluruh proses

Dinyatakan oleh:- Untuk daerah di sekitar bendungan: oleh pemilik bendungan (Kemen PUPR – BBWS)- Untuk daerah hulu: Walikota Tangerang Selatan dan Walikota Jakarta Selatan

Pencegahan berhasil?

Evakuasi penduduk

Kondisi aman?

Teruslakukan

perbaikan/tindakan

pencegahan

Inspeksirutin tentangkondisibendungan

oper

asi d

an pe

mel

ihar

aan

bend

unga

nsi

aga

bend

unga

nle

vel i

IIsi

aga

bend

unga

nle

vel i

Isi

aga

bend

unga

nle

vel i

PENG

AKHI

RAN

KEAD

AAN

DARU

RAT

Tidak

Tidak

Tidak

Rencana tindak darurat dan alur komunikasi Bendungan Gintung9 Gambar 4.1

Catatan Pengetahuan JIT Dam Safety and Disaster Preparedness40

Page 41: Public Disclosure Authorized Meningkatkan Keamanan ...documents.worldbank.org/curated/en/... · Batas-batas negara, warna, denominasi, dan ... merupakan salah satu dari sejumlah ancaman

dimutakhirkan. Pedoman sangat merekomendasikan agar dilakukan tinjauan dan pemutakhiran cepat setahun sekali sementara pemutakhiran menyeluruh harus dilakukan paling tidak sekali dalam lima tahun (atau lebih awal jika dipandang ada perubahan yang cepat dan signifikan terhadap kondisi sosial, ekonomi dan lingkungan).

Pedoman tersebut juga memperkenalkan pengelolaan keadaan darurat multi- tahap dimana satu keadaan darurat dipecah menjadi tiga level berdasarkan hasil pengamatan mengenai tingkat keparahan kerusakan bendungan dan/atau kekuatan ancaman atau faktor-faktor pendorong kegagalan bendungan (Tabel 4.1). Aksi-aksi tanggap darurat dan rencana keterlibatan dengan para pemangku kepentingan terkait disusun sesuai dengan berbagai tahapan keadaan darurat yang berbeda (Tabel 4.2) untuk mencegah aksi-aksi tanggap darurat yang berlebihan atau kurang memadai. Oleh karena itu, pengamatan secara konsisten (secara visual atau dengan bantuan alat ukur) terhadap bendungan diperlukan untuk melacak tahap keadaan darurat sesungguhnya.

Lebih jauh lagi pedoman tersebut juga menyebutkan bahwa ketika terjadi keruntuhan bendungan, keputusan untuk menjalankan prosedur evakuasi harus diambil oleh pemerintah daerah dari kawasan yang terdampak kegagalan bendungan. Pemilik bendungan harus menempatkan diri sebagai mitra pendukung yang aktif dimana aktivitas evakuasi itu

sendiri dimotori oleh pemerintah daerah (paling tidak oleh pemerintah tingkat kabupaten) dan badan penanggulangan bencana daerah. Pemerintah daerah dan BPBD juga bertanggung jawab untuk mengeluarkan pernyataan berakhirnya keadaan darurat ketika tingkat bahaya dianggap sudah menjadi normal. Pemilik bendungan bertanggung jawab untuk aktif membantu proses ini dengan terus melakukan pemantauan dan membuat perkiraan tingkat keamanan di sekitar bendungan dan kawasan yang terdampak; dan melaporkan temuan-temuannya kepada pemerintah daerah.

Pedoman mensyaratkan adanya satu halaman persetujuan untuk setiap RTD. Halaman tersebut harus ditandatangani oleh wakil pemerintah daerah dan badan-badan pemerintah terkait (dimana tugas dan tanggung jawabnya selama keadaan darurat karena kegagalan bendungan dinyatakan dalam RTD) sebagai satu bentuk persetujuan untuk melakukan aksi yang diperlukan selama satu kegagalan bendungan. Urutan aksi-aksi dan protokol pemberitahuan dirangkum dalam bentuk bagan alir dalam RTD. Pedoman RTD memberikan satu templat meskipun ini dianggap sudah tidak berlaku karena dibuat pada 1998 sebelum adanya B(B)WS, BNPB dan BPBD yang saat ini merupakan pihak-pihak penting dalam sektor keamanan bendungan di Indonesia. Kementerian PUPR saat ini sedang menyusun rancangan pemutakhiran pedoman untuk bisa mencakup evolusi kelembagaan dalam sektor ini.

INDIKASI RESPONS UMUM

Keadaan darurat level 1 (siaga 1 atau awas)

pengkajian teknis menegaskan bahwa bendungan akan segera runtuh atau kegagalan sedang terjadi

memulai prosedur evakuasi (jika diperlukan); pemerintah daerah dan badan-badan pemerintah terkait melaksanakan tugas-tugas mereka seperti dipaparkan dalam RTD

Keadaan darurat level 2 (siaga 2 atau siaga)

perubahan parameter-parameter utama lebih lanjut menuju (dan hampir mencapai) tingkat ambang batas; kerusakan struktural mulai terjadi pada bendungan

Semakin meningkatkan pemantauan terhadap parameter-parameter keamanan utama, melakukan aktivitas pemulihan kerusakan, memberitahukan pemerintah daerah dan badan-badan pemerintah terkait tentang situasi yang ada

Keadaan darurat level 3 (siaga 3 atau waspada)

perubahan parameter-parameter utama keamanan bendungan (intensitas curah hujan, tinggi muka air, debit sungai, dll) menuju tingkat ambang batas

meningkatkan (frekuensi dan cakupan) aktivitas-aktivitas pemantauan tentang parameter-parameter keamanan utama

Berbagai tahapan dalam manajemen keadaan darurat menurut RTD 9, 10 Tabel 4.1

Rencana Tindak Darurat dan Rencana Kontinjensi Berbasis InaSAFE 41

Page 42: Public Disclosure Authorized Meningkatkan Keamanan ...documents.worldbank.org/curated/en/... · Batas-batas negara, warna, denominasi, dan ... merupakan salah satu dari sejumlah ancaman

Pengelolaan ancaman multi-level di Bendungan Jatigede10 Tabel 4.2

Jenis ancaman indikasi aksi

Limpahan air melalui puncak bendungan (Overtopping)

• Curah hujan > 75 mm/jam; dengan prakiraan menunjukkan tren peningkatan dalam jam-jam berikutnya

• Tinggi air muka waduk melebihi El +260,5 m dan terus meningkat

• Menurunkan tinggi muka air waduk dengan membuka penuh pintu air dan saluran intake irigasi sesuai prosedur yang sudah ada

• Mengukur tinggi muka air waduk setiap jam (secara manual atau otomatis menggunakan pencatat tinggi muka air yaitu AWLR)

• Inspeksi rutin terhadap struktur bendungan dan melakukan pemulihan sesuai kebutuhan

• Curah hujan > 100 mm/jam; dengan prakiraan menunjukkan tren peningkatan dalam jam-jam berikutnya

• Tinggi air muka waduk mencapai El +262,5 m

• Menurunkan tinggi muka air waduk dengan membuka penuh pintu air dan saluran intake irigasi sesuai prosedur yang sudah ada

• Mengukur tinggi muka air waduk setiap 15 menit • Menempatkan karung-karung pasir dan tanah di sepanjang

puncak bendungan untuk menambah ketinggian ambang bendungan dan mengarahkan aliran menuju saluran pelimpah (spillway)

• Memasang lapisan yang tahan erosi (lapisan plastik, geotekstil, dll.) di wilayah hilir bendungan untuk melindungi kawasan-kawasan yang rentan erosi

• Curah hujan > 150 mm/jam; dengan prakiraan adanya pening-katan tren

• Debit banjir PMF (Q-PMF) tercapai• Tinggi muka air waduk mencapai El +245,5 m (tinggi

jagaan 0,5 m) dan air hampir melampaui puncak bendungan

• Pengkajian teknis memperkuat bahwa bendungan akan runtuh

• Membiarkan semua pintu air terbuka hingga bukaan maksimal

• Pengukuran terhadap aliran rem-besan menunjukkan peningkatan yang signifikan

• Memulai proses evakuasi

Erosi buluh(Piping)

• Pengukuran terhadap aliran rembesan menunjukkan peningkatan yang signifikan

• Aliran rembesan menjadi sangat keruh • Pengukuran menggunakan Piezometer

menunjukkan peningkatan yang signifikan • Adanya aliran vorteks di hulu bendungan

• Meningkatkan intensitas frekuensi pengukuran rembesan (aliran dan kualitas)

• Menurunkan tinggi muka air waduk dengan membuka penuh pintu air dan saluran intake irigasi sesuai dengan prosedur yang sudah ada

• Inspeksi rutin terhadap struktur bendungan dan melakukan pemulihan sesuai kebutuhan

• Aliran rembesan terus meningkat • Tingkat kekeruhan rembesan dan beban debris

terus meningkat • Ukuran dan jumlah aliran vorteks di daerah hulu

terus meningkat • Aliran vorteks mulai terjadi di hilir bendungan

• Meningkatkan intensitas frekuensi pengukuran rembesan (aliran dan kualitas)

• Menurunkan tinggi muka air waduk dengan membuka penuh pintu air dan saluran intake irigasi sesuai dengan prosedur yang sudah ada

• Inspeksi rutin terhadap struktur bendungan dan melakukan pemulihan sesuai kebutuhan

• Menambal kawasan dimana air merembes dengan kerikil

• Aliran vorteks semakin meluas di daerah hulu • Aliran rembesan terus meningkat diikuti dengan

penurunan tanah dan tanah longsor • Pengkajian teknis memperkuat bahwa bendungan

akan runtuh

• Membiarkan semua pintu air terbuka hingga bukaan maksimal

• Memulai proses evakuasi

Gempa Bumi

• Kekuatan gempa bumi (kh) 0,05 g < kh < 0,10 g• Adanya retakan memanjang atau melintang pada

tubuh bendungan• Bendungan mulai bergerak secara vertikal atau

horisontal

• Melakukan inspeksi keadaan darurat sesuai dengan prosedur yang sudah ditetapkan

• Melakukan pemulihan untuk mencegah kerusakan lebih lanjut sesuai kebutuhan

• Melakukan inspeksi mingguan secara visual dan dibantu dengan alat paling tidak selama 6 minggu

• Kekuatan gempa (kh) > 0,10 g atau gempa beruntun 0,05 g < kh < 0,10 g

• Pelebaran retakan memanjang atau melintang pada tubuh bendungan

• Adanya tanah longsor dan penurunan tanah• Semakin meningkatnya gerakan bendungan secara

vertikal dan horisontal

• Menurunkan tinggi muka air waduk dengan membuka penuh pintu air dan saluran intake irigasi sesuai dengan prosedur yang sudah ada

• Mengisi bagian-bagian yang retak pada bendungan (di bagian hilir) dengan karung berisi campuran kerikil dan pasir

• Kekuatan gempa bumi (kh) > 0,10 g• Semakin melebarnya retakan memanjang/

melintang pada tubuh bendungan • Longsor dan penurunan tanah semakin meningkat

dari segi jumlah dan ukuran

• Membiarkan semua pintu air terbuka hingga maksimal • Memulai prosedur evakuasi

Catatan Pengetahuan JIT Dam Safety and Disaster Preparedness42

Page 43: Public Disclosure Authorized Meningkatkan Keamanan ...documents.worldbank.org/curated/en/... · Batas-batas negara, warna, denominasi, dan ... merupakan salah satu dari sejumlah ancaman

RENCANA KONTINJENSI

Rencana kontinjensi merupakan salah satu instrumen kunci untuk kesiapsiagaan bencana dan keberhasilan tanggap darurat terletak pada kualitas persiapan dan pelaksanaan. Ini diakui dalam rencana strategis BNPB untuk 2015-2019 yang menggunakan pendekatan indeks pengurangan risiko bencana dengan menyusun dan kemudian menginternalisasikan prinsip-prinsip pengurangan risiko bencana ke dalam perencanaan pembangunan. Ini dicapai dengan menyusun satu rencana kontinjensi di tingkat kota atau kabupaten. Pendekatan ini terbukti berhasil dalam Kegagalan Bendungan Alam Way Ela (Boks 2). Seperti diatur dalam UU Penanggulangan Bencana No. 24/2007, “rencana kontinjensi” adalah suatu proses perencanaan ke depan terhadap situasi-situasi yang tidak dapat diduga untuk mencegah atau mengatasi satu situasi darurat atau kritis dengan lebih baik dengan bersama-sama menyepakati skenario dan tujuan, menentukan tindakan-tindakan teknis dan manajerial, serta tanggap darurat dan menggerakkan potensi-potensi. UU tersebut juga menyatakan bahwa kesiapsiagaan dan tanggap bencana merupakan tanggung jawab pemerintah daerah.

Untuk membantu Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) dalam menyusun rencana kontinjensi, BNPB mengeluarkan satu pedoman pada 2011.13 Pedoman ini tidak secara khusus ditujukan untuk satu jenis ancaman tertentu namun memberikan satu panduan umum dalam membangun kesiapsiagaan terhadap bencana alam. Pedoman ini menyatakan

bahwa perencanaan kontinjensi harus dimulai dengan “kajian risiko.” Dalam hal ini, BPBD membuat daftar dan perkiraan risiko yang diakibatkan ancaman yang menimbulkan bencana (pengkajian dilakukan dengan memberikan skor pada kemungkinan terjadinya bencana dan potensi besarnya dampak) dan kemudian menangani ancaman-ancaman berisiko tinggi dalam rencana kontinjensi. Langkah-langkah untuk menyusun rencana kontinjensi bisa dilihat di Gambar 4.2.

Menurut pedoman ini, sebuah rencana kontinjensi harus mencakup paling tidak berikut ini:1. Identifikasi para pemangku kepentingan yang

terkait;2. Ketersediaan data terkait pada pemangku

kepentingan;3. Tanggung jawab untuk menyusun dan

menyebarkan antar para pemangku kepentingan;4. Perkiraan kebutuhan sumber daya untuk tanggap

bencana;5. Inventarisasi sumber daya yang tersedia pada

para pemangku kepentingan;6. Kesepakatan antar para pemangku kepentingan

tentang aksi-aksi darurat, peninjauan rencana kontinjensi, dan rencana gladi bencana;

Pedoman menekankan bahwa proses perencanaan kontinjensi harus memberikan prioritas pada pengambilan konsensus (mewujudkan satu persepsi yang sama tentang ancaman, satu skenario bencana yang disusun bersama dan kesepakatan tentang pembagian tugas dan tanggung jawab) daripada sekedar menghasilkan satu dokumen. Oleh karena itu, pedoman ini tegas merekomendasikan agar

Gladi bencana di desa Kapaha dan Seith, Februari 2013 sebelum Bendungan Alam Way Ela runtuh pada Juli 2013

Gambar 4.2

Rencana Tindak Darurat dan Rencana Kontinjensi Berbasis InaSAFE 43

Page 44: Public Disclosure Authorized Meningkatkan Keamanan ...documents.worldbank.org/curated/en/... · Batas-batas negara, warna, denominasi, dan ... merupakan salah satu dari sejumlah ancaman

Kesiapsiagaan Bencana untuk Keruntuhan Bendungan Alam Way Ela12 Boks 2

Pada 25 Juli 2013, Bendungan Alam Way Ela runtuh pada pukul 12:30 malam waktu setempat dan dalam kurang dari 3 menit menghasilkan banjir bandang yang menyapu desa-desa sekitarnya. Pemerintah daerah mengumumkan keadaan darurat dan bersama-sama dengan BNPB dan sejumlah kementerian dan badan-badan pemerintah mengesahkan satu rencana kontinjensi yang disusun khusus untuk kegagalan bendungan.

Kegagalan bendungan tersebut sudah diantisipasi sejak terbentuknya bendungan secara alamiah pada Juli 2012 dan kondisi bendungan semakin memburuk karena hujan lebat terus menerus. Ini menjadi dasar bagi BPBD setempat untuk mulai menyebarkan informasi risiko bencana dan melaksanakan gladi bencana pada 29 Januari dan 2 Februari 2013, dan mempersiapkan penduduk setempat dan staf pemerintah daerah menghadapi keadaan darurat. Selama simulasi, BPBD mengujicobakan keefektifan rute dan rambu-rambu evakuasi yang sudah disiapkan serta prosedur operasional standar yang berkaitan dengan aktivitas terkait dan distribusi logistik. Secara bersamaan, Balai Wilayah Sungai setempat dan Kemen PUPR bekerja dengan dilandasi oleh ketentuan-ketentuan dalam RTD untuk fokus menstabilkan bendungan alam, pemantauan di lokasi terus menerus, dan memasang berbagai sensor untuk menjadi dasar sistem peringatan dini.

Dalam menjalankan seluruh proses, BNPB bekerja erat dengan kepala pemerintah daerah sebagai badan yang bertanggung jawab dalam tanggap bencana sembari juga melibatkan berbagai pemangku kepentingan selama proses kesiapsiagaan darurat. Sebagai hasilnya, selama keadaan darurat, koordinasi antar pihak berjalan dengan cepat dan efisien sehingga mempercepat tanggap darurat. Banjir bandang menumpahkan 40 juta m3 air yang menggenangi Desa Negeri Lima, menghanyutkan 470 rumah di daerah hilir 2,5 km menuju arah Laut Banda. Tiga orang dilaporkan hilang namun 5.233 penduduk berhasil dievakuasi.

44 Catatan Pengetahuan JIT Dam Safety and Disaster Preparedness

Page 45: Public Disclosure Authorized Meningkatkan Keamanan ...documents.worldbank.org/curated/en/... · Batas-batas negara, warna, denominasi, dan ... merupakan salah satu dari sejumlah ancaman

rencana kontinjensi dibentuk melalui serangkaian aktivitas konsultasi (hearing, lokakarya, pelatihan, dll.) dengan beragam pemangku kepentingan. Ini bukan hanya melibatkan mereka yang terdampak oleh bencana namun juga mereka yang mempunyai kapasitas dan kepentingan untuk berperan dalam penanggulangan bencana. Menurut pedoman ini, sebuah rencana kontinjensi yang ideal harus dipandang oleh para pemangku kepentingan sebagai satu dokumen kontraktual yang mencatat dan merinci pendekatan yang disepakati bersama untuk merespons pada satu keadaan darurat. Pedoman juga merekomendasikan bahwa rencana kontinjensi harus melibatkan paling tidak: pemerintah daerah, badan-badan pemerintah setempat, militer, kepolisian, perusahaan swasta, Palang Merah Indonesia (PMI), Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), LSM, universitas, media, tokoh masyarakat setempat dan organisasi pemuda.

bencana

Simulasi /gladi bencana

Kebutuhansumber dayauntuk tanggapdarurat

Ketersediaansumber daya

Penyusunankebijakan danstrategi

Penyusunanskenario

Analisiskesenjangan

Perencanaansektoral

Perangkinganancaman

Kajian risiko

Formalisasi

Perencanaanaksi

aktivasi

Tinjauan

Proses penyusunan satu rencana kontinjensi13 Gambar 4.2

PERBANDINGAN UMUM

RTD dan Rencana Kontinjensi mempunyai tujuan yang sama yaitu membangun kesiapsiagaan bencana. Meskipun demikian, kedua dokumen tersebut mempunyai pendekatan dan fokus yang berbeda (Tabel 4.3).

Menurut pedoman, sebuah rencana kontinjensi harus berupaya untuk menjadi satu kesepakatan tentang pembagian tanggung jawab tanggap bencana antar para pemangku kepentingan terkait. Para pemangku kepentingan diartikan sebagai pihak-pihak yang berpotensi terkena dampak satu kegagalan bendungan, badan-badan pemerintah yang mempunyai mandat untuk berperan dalam penanggulangan bencana dan segala kelompok yang mempunyai kapasitas dan kepentingan untuk berperan dalam sektor ini. Sebaliknya, alih-

45Rencana Tindak Darurat dan Rencana Kontinjensi Berbasis InaSAFE

Page 46: Public Disclosure Authorized Meningkatkan Keamanan ...documents.worldbank.org/curated/en/... · Batas-batas negara, warna, denominasi, dan ... merupakan salah satu dari sejumlah ancaman

alih sebagai sebuah dokumen kesepakatan, RTD mengidentifikasikan diri lebih sebagai satu laporan dampak dan tanggap bencana. Meskipun setiap RTD diharuskan untuk menyertakan satu halaman persetujuan, penanda tangan lembar tersebut terbatas pada badan-badan pemerintah di wilayah-wilayah yang terdampak bencana atau badan-

badan pemerintah yang mempunyai tanggung jawab formal dalam penanggulangan bencana. Sifat RTD dan rencana kontinjensi secara tidak langsung menentukan metodologi penyusunan dan sejauh mana diperlukan keterlibatan masyarakat. Penyusunan sebuah rencana kontinjensi didominasi oleh konsultasi publik karena dokumen ini berupaya

Perbandingan antara RTD dan Rencana Kontinjensi9,10,13,14 Tabel 4.3

RENCANA TINDAK DARURAT RENCANA KONTINJENSI

Pedoman Unit Keamanan Bendungan – Kemen PUPR. (1998). Pedoman Penyiapan Rencana Tindak Darurat

BNPB. (2011). Panduan Perencanaaan Kontinjensi Menghadapi Bencana

Pengembang B(B)WS sebagai manajer bendungan dengan dibantu oleh Kemen PUPR

BPBD dibantu oleh BNPB

Metodologi penyusunan

Didasarkan pada kajian-kajian terperinci (yang sebagian besar dilakukan oleh perusahaan atau tenaga ahli teknik eksternal) dan konsultasi publik terbatas

Didominasi oleh konsultasi publik dan kajian pustaka terbatas di tempat

Pihak-pihak yang dilibatkan dalam konsultasi selama penyusunan

(1) pemerintah daerah dan penduduk di dalam kawasan-kawasan yang terdampak, (2) badan-badan pemerintah yang mempunyai tanggung jawab yang berkaitan dengan bendungan dan penanggulangan bencana

(1) pemerintah daerah dan penduduk di dalam kawasan-kawasan yang terdampak, (2) badan-badan pemerintah yang mempunyai tanggung jawab yang berkaitan dengan bendungan dan penanggulangan bencana, dan (3) pihak swasta atau pemerintah yang mempunyai kapasitas dan kepentingan dalam penanggulangan bencana

Pemutakhiran secara rutin?

Ya, pemutakhiran cepat setahun sekali dan pemutakhiran menyeluruh setiap 5 tahun sekali (atau lebih cepat jika ada perubahan sosial, ekonomi, dan lingkungan yang cepat dan signifikan)

Ya, pemutakhiran rutin diperlukan tanpa secara khusus menyebutkan frekuensi yang diperlukan

Pengkajian ancaman (faktor pendukung kegagalan bendungan)

Potensi ancaman didaftar dan kemudian dikaji secara kualitatif

Level-level risiko yang ditimbulkan potensi ancaman dikaji didasarkan pada satu sistem skor (menggunakan indeks normal) untuk mempelajari potensi kekuatan dampak dan kemungkinan kejadiannya dan menemukan ancaman yang berisiko paling tinggi

Skenario bencana Multi-skenario yang didasarkan pa-da berbagai ancaman berbeda yang diidentifikasi selama pengkajian ancaman

Skenario tunggal yang didasarkan pada ancaman paling berisiko

Pengkajian dampak Didasarkan pada model-model hidrologi melalui komputasi untuk memberikan simulasi peristiwa keruntuhan bendungan dan memperkirakan luasan genangan

Pengkajian didasarkan pada penilaian ahli dan catatan sejarah

Manajemen keadaan darurat multi-level

Ya, manajemen keadaan darurat dibagi menjadi tiga level ancaman

Tidak, manajemen keadaan darurat fokus pada aktivitas tanggap bencana

Sosialisasi pedoman Sederhana: fokus pada badan-badan pemerintah terkait dan penduduk di dalam kawasan yang terdampak termasuk simulasi

• Terperinci: disosialisasikan kepada, paling tidak, setiap pihak yang dilibatkan dalam konsultasi dalam tahap persiapan.

• Sistematis: dimulai dengan latihan simulasi atau yang bertujuan untuk membangun kesiapsiagaan kelembagaan), simulasi evakuasi sukarela untuk membangun kesiapsiagaan masyarakat, dan terakhir kombinasi keduanya: gladi bencana di lokasi

Catatan Pengetahuan JIT Dam Safety and Disaster Preparedness46

Page 47: Public Disclosure Authorized Meningkatkan Keamanan ...documents.worldbank.org/curated/en/... · Batas-batas negara, warna, denominasi, dan ... merupakan salah satu dari sejumlah ancaman

untuk mewujudkan konsensus antar banyak pemangku kepentingan tentang berbagai aspek dalam tanggap bencana. Sebaliknya, penyusunan RTD sangat berlandaskan pada kajian-kajian, khususnya dalam melakukan simulasi jenis kegagalan bendungan dan peristiwa keruntuhan bendungan yang mungkin terjadi dengan menggunakan model-model komputasi. Aktivitas-aktivitas konsultasi masuk dalam proses ini namun terbatas pada penduduk yang berpotensi terdampak dan badan-badang pemerintah yang bertanggung jawab.

Dalam hal isi, setiap dokumen fokus pada aspek-aspek yang sedikit berbeda dalam penanggulangan bencana sesuai dengan peran dan tanggung jawab kelembagaan (Tabel 4.4). RTD, yang menggunakan pendekatan manajemen keadaan darurat multi-tahap dan berisi penjelasan yang luas tentang aktivitas-aktivitas dan penyelenggaraan pra-bencana yang diperlukan, terutama bertujuan untuk memberikan perkiraan kuantitatif tentang potensi dampak yang diakibatkan kegagalan bendungan dan langkah-langkah yang diperlukan untuk mencegah dan membatasi dampaknya. RTD menekankan bahwa B(B)WS, sebagai pemilik/manajer bendungan dan penyusun RTD, harus menempatkan diri sebagai mitra pendukung untuk pemerintah daerah dan badan penanggulangan bencana daerah yang memegang peran utama dalam aktivitas-aktivitas tersebut. Sebaliknya, isi dari rencana kontinjensi fokus pada aktivitas-aktivitas tanggap bencana dan pasca bencana, yaitu evakuasi dan rencana bantuan bencana.

Kenyataan bahwa fokus dan kekuatan kedua dokumen terletak pada aspek-aspek penanggulangan bencana yang berbeda namun berpotensi saling berkaitan erat dan melengkapi menunjukkan adanya satu peluang dan kebutuhan di masa mendatang akan perencanaan bencana terpadu antara BNPB dan Kemen PUPR. Rencana kontinjensi merupakan satu alat yang kuat untuk tanggap bencana dengan keterlibatan pemangku kepentingan yang luas sementara RTD merupakan satu rencana kesiapsiagaan bencana yang efektif yang didasarkan pada kajian-kajian teknis yang terperinci (dibahas lebih lanjut dalam bagian 5).

DUKUNGAN UNTUK PENYUSUNAN RTD DAN RENCANA KONTINJENSI

Pelatihan tentang pemanfaatan InaSAFE yang sudah diperluas Sejumlah pelatihan telah diberikan untuk staf-staf teknis BNPB dan BPBD dan para wakil pemangku kepentingan dalam sektor penanggulangan bencana Indonesia tentang pengantar dan penggunaan InaSAFE sejak peluncuran versi pertama pada 2011.15 Sebagai contoh, BPBD Maluku Tengah dan Kota Ambon telah menyelenggarakan serangkaian lokakarya yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan daerah (termasuk pemerintah daerah, kepolisian setempat, dan TNI, Dinas Kesehatan, dan PMI). Dalam rangkaian lokakarya tersebut, perangkat lunak diperkenalkan dan satu pelatihan menyeluruh diberikan (mulai dari pengumpulan data input, menyusun skenario bencana dan membaca hasil analisis perangkat lunak). Keluaran aktivitas-aktivitas ini kemudian digunakan sebagai landasan dalam menyusun satu rencana kontinjensi untuk bencana tsunami di Kota Ambon.15

Dalam rangka meneruskan upaya ini, sebuah pelatihan diselenggarakan pada 29 November 2017 yang bertujuan untuk memperkenalkan InaSAFE (baik versi saat ini dan versi perluasan) dan mekanisme penggunaannya. Setelah pengantar oleh Direktur Kesiapsiagaan BNPB tentang bagaimana InaSAFE dapat digunakan untuk mengelola risiko kegagalan bendungan dalam penanggulangan bencana, pengembang InaSAFE dari Geo Enviro Omega (GEO) dan tim HOT memberikan materi berikut ini: pengantar QGIS; langkah-langkah analisis dalam versi InaSAFE yang sudah diperluas dan mengekstraksi hasil analisis menggunakan kajian kasus Bendungan Gintung, dan membuat data keterpaparan menggunakan platform OSM. Pelatihan diikuti oleh B(B)WS dari 13 provinsi, Badan Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Air, dan Unit-Unit Keamanan Bendungan (Gambar 4.3).

Rencana Tindak Darurat dan Rencana Kontinjensi Berbasis InaSAFE 47

Page 48: Public Disclosure Authorized Meningkatkan Keamanan ...documents.worldbank.org/curated/en/... · Batas-batas negara, warna, denominasi, dan ... merupakan salah satu dari sejumlah ancaman

Usulan Daftar Isi RTD dan Rencana Kontinjensi Tabel 4.4

RENCANA TIDAK DARURAT RENCANA KONTINJENSI

Format Daftar Isi diusulkan oleh Keputusan Direktorat Jenderal Sumber Daya Air No. 94/KPTS/A/1998 tentang Penyusunan Rencana Tindak Darurat

Format Daftar Isi diusulkan oleh: BNPB. (2011). Panduan Perencanaan Kontinjensi Menghadapi Bencana

Bab I: Pengantar Bab I: Gambaran Umum

Sub-bab: tujuan, cakupan, daftar dokumen pendukung, pemantauan terhadap nilai ambang batas, revisi, halaman persetujuan, daftar penyebaran laporan

Sub-bab: Tidak ada

Isi: pengantar tentang potensi ancaman, dan penyebabnya, skenario keadaan darurat, serta pengantar tentang prinsip-prinsip pencegahan dan pemulihan

Isi: paling tidak termasuk kondisi fisik dan hidrologi tentang daerah; pengorganisasian oleh pemerintah dan jenis potensi bencana di daerah

Bab 2: Pengantar tentang situasi darurat Bab 2: Penilaian Risiko

Sub-bab: skenario keadaan darurat

Isi: ciri-ciri fisik dan hidrologi bendungan, waduk dan lingkungan sekitarnya, potensi pendorong kegagalan bendungan (tanpa kajian risiko)

Isi: daftar jenis potensi ancaman bencana (faktor pendorong bencana) dan penilaian tentang risiko yang didasarkan pada potensi besarnya dampak dan kemungkinan kejadian.

Bab 3: Tanggung jawab, peringatan dan komunikasi Bab 3: Skenario Bencana

Sub-bab: pembagian tanggung jawab, kerangka kelembagaan, sistem peringatan dini

Sub-bab: Tidak ada

Isi: daftar tentang aktivitas-aktivitas yang diperlukan selama keadaan darurat (dan pembagian aktivitas antar pihak-pihak terkait), protokol pemberitahuan dan urutan tindak lanjut (protokol dan urutan yang berbeda untuk setiap tingkat ancaman)

Isi: pengaturan skenario bencana (lokasi, waktu, durasi, perkiraan kekuatan), peta cakupan dampak bencana dan pengkajian dampak terhadap lima aspek (penduduk, ekonomi, lingkungan, infrastruktur dan pemerintah)

Bab 4: Listrik, alat-alat dan barang-barang Bab 4: Kebijakan dan strategi

Berisi rincian ketersediaan dan akses ke listrik, alat-alat dan barang-barang yang diperlukan selama pencegahan dan pemulihan kegagalan bendungan. Rincian harus jelas mengenai: jenis barang yang tersedia, lokasi dan jumlah

Isi: penyusunan pedoman umum bagi sektor-sektor untuk bertindak dalam keadaan darurat

Bab 5: Peta genangan Bab 5: Perencanaan Sector

Sub-bab: Tidak ada Sub-bab: kesehatan, transportasi, logistik, pencarian dan penyelamatan (SAR)

Isi: peta genangan, daftar wilayah administratif yang terdampak (jarak antara wilayah tersebut dengan bendungan, durasi banjir di setiap wilayah), tinggi muka air waduk dan sungai (selama kondisi normal dan darurat), debit maksimum karena kegagalan bendungan.

Isi: identifikasi/membuat daftar aktivitas yang diperlukan selama keadaan darurat, pembagian/penugasan aktivitas-aktivitas antar pihak yang terkait dan rekapitulasi kebutuhan barang oleh setiap sektor

Bab 6: Evakuasi Bab 6: Pemantauan dan Aksi Tindak Lanjut

Sub-bab: Tidak ada Sub-bab: Tidak ada

Isi: pedoman umum untuk prosedur evakuasi sesuai dengan sistem peringatan dini multi-level yang diterapkan.

Isi: langkah-langkah yang diperlukan untuk menghadapi situasi keadaan darurat (gladi ruang, simulasi, gladi lapangan)

Chapter 7: Termination of emergency condition Bab 7: Penutup

Isi: prosedur umum untuk pengakhiran keadaan darurat; dan peran pemilik bendungan dalam proses ini

Isi tidak ditentukan

Catatan Pengetahuan JIT Dam Safety and Disaster Preparedness48

Page 49: Public Disclosure Authorized Meningkatkan Keamanan ...documents.worldbank.org/curated/en/... · Batas-batas negara, warna, denominasi, dan ... merupakan salah satu dari sejumlah ancaman

Lokakarya tentang Penyusunan RTD dan Rencana Kontinjensi berbasis InaSAFEAktivitas sebelumnya segera diikuti dengan satu sesi lokakarya tentang Penyusunan RTD dan Rencana Kontinjensi berbasis InaSAFE dengan fokus pada dua kajian kasus dari Bendungan Jatigede dan Gintung.

Meskipun keluaran-keluaran dari aktivitas ini secara teoritis bisa digunakan untuk penyusunan rencana kontinjensi Bendungan Jatigede dan Gintung, produk-produk ini (khususnya peta banjir, rincian tentang penduduk dan infrastruktur yang terdampak seperti disajikan di Gambar 4.4. dan 4.5) tidak boleh

digunakan untuk tujuan perencanaan kontinjensi karena sejumlah data input tidak berlaku lagi dan tidak tepat (khususnya peta-peta genangan yang dihasilkan pada 2011, data penduduk yang diterbitkan BPS pada 2014, dan data penggunaan lahan di tingkat makro yang dikeluarkan BIG pada 2013). Meskipun demikian, keluaran-keluaran tersebut memberikan contoh gambaran bagaimana InaSAFE bisa digunakan untuk menjadi dasar penyusunan dan pelaksanaan RTD dan Rencana Kontinjensi untuk kegagalan bendungan, beserta dengan aktivitas-aktivitas respons yang diperlukan.

Pelatihan tentang penggunaan InaSAFE dengan skenario kegagalan bendungan Gambar 4.3

Rencana Tindak Darurat dan Rencana Kontinjensi Berbasis InaSAFE 49

Page 50: Public Disclosure Authorized Meningkatkan Keamanan ...documents.worldbank.org/curated/en/... · Batas-batas negara, warna, denominasi, dan ... merupakan salah satu dari sejumlah ancaman

Hasil-hasil dari analisis InaSAFE untuk Bendungan Gintung:Peta bencana, laporan dampak dan daftar periksa aksi bencana

Gambar 4.4

Catatan Pengetahuan JIT Dam Safety and Disaster Preparedness50

Page 51: Public Disclosure Authorized Meningkatkan Keamanan ...documents.worldbank.org/curated/en/... · Batas-batas negara, warna, denominasi, dan ... merupakan salah satu dari sejumlah ancaman

Hasil-hasil dari analisis InaSAFE untuk Bendungan Jatigede:Peta bencana, laporan dampak dan daftar periksa aksi bencana

Gambar 4.5

Rencana kontinjensi yang inklusif merupakan satu cara

yang efektif untuk memperkuatkolaborasi dan koordinasi

antar para pemangku kepentingan

Rencana Tindak Darurat dan Rencana Kontinjensi Berbasis InaSAFE 51

Page 52: Public Disclosure Authorized Meningkatkan Keamanan ...documents.worldbank.org/curated/en/... · Batas-batas negara, warna, denominasi, dan ... merupakan salah satu dari sejumlah ancaman

Langkah Maju ke Depan:Rencana Tindak Darurat dan Rencana Kontinjensi berbasis InaSAFE?

52

Page 53: Public Disclosure Authorized Meningkatkan Keamanan ...documents.worldbank.org/curated/en/... · Batas-batas negara, warna, denominasi, dan ... merupakan salah satu dari sejumlah ancaman

InaSAFE merupakan satu alat yang kuat yang berpotensi menjadi alat yang sangat penting dalam penyusunan RTD dan rencana-rencana kontinjensi. InaSAFE membantu para manajer bendungan dan spesialis risiko bencana untuk mengembangkan skenario-skenario bencana yang berkaitan dengan peristiwa-peristiwa khusus, mengkaji dampak skenario-skenario tersebut dan membuat perkiraan kebutuhan tanggap bencana. Kesemuanya merupakan input utama dalam menyusun RTD dan rencana kontinjensi. Keluaran-keluaran dari InaSAFE meliputi peta potensi kegagalan bendungan dalam format tabular (berisi daftar jumlah penduduk dan infrastruktur yang terdampak) serta informasi spasial (peta cakupan bencana). Kesemuanya bisa digunakan dalam menyusun rencana evakuasi dengan mengidentifikasi cakupan bencana, menentukan lokasi-lokasi yang tidak terdampak untuk membuat rute-rute evakuasi dan titik-titik berkumpul.16

Kemen PUPR dan BNPB telah mengakui potensi peran InaSAFE yang dapat dimainkan dalam membangun kesiapsiagaan bencana menghadapi kemungkinan kegagalan bendungan.17 Bagian ini menggambarkan pengalaman dari dua aktivitas percontohan di Jatigede dan Gintung dan khusus ditujukan untuk memberikan sintesis terhadap temuan-temuan dan pembelajaran yang diperoleh ke dalam satu kerangka untuk kolaborasi di masa mendatang antara BNPB dan Kemen PUPR dalam penyusunan RTD dan rencana kontinjensi. Kerangka tersebut mengusulkan satu kesepakatan pembagian peran antara BNPB dan Kemen PUPR serta aksi-aksi khusus untuk mewujudkan RTD yang berbasis InaSAFE dan perangkat perencanaan kontinjensi yang bisa merekatkan/menyatukan rencana-rencana tersebut dengan masyarakat dan lembaga-lembaga terkait. (Gambar 5.1).

Untuk memastikan keberhasilan penggunaan kerangka tersebut, penting untuk mengakui adanya tantangan-tantangan di setiap bagian. Tantangan-tantangan yang teridentifikasi melalui proses ini dikompilasi dan digunakan sebagai landasan untuk mengembangkan

faktor-faktor keberhasilan dalam mengadopsi dan menggunakan kerangka ini. Kegagalan untuk mencakup elemen-elemen utama ini bukan saja akan mengecilkan praktik penyusunan RTD dan rencana kontinjensi namun juga berpotensi untuk meningkatkan dampak dari kegagalan bendungan pada masyarakat dan aset-aset di kawasan hilir karena perencanaan dan mekanisme-mekanisme koordinasi yang tidak semestinya.

KERJA SAMA ANTAR LEMBAGA

Kerja sama antar lembaga penting dalam manajemen risiko bencana dan jaminan keamanan bendungan. Diperlukan data sosial dan teknis yang ekstensif untuk menjadi dasar informasi dalam analisis keruntuhan bendungan dan mempersiapkan perencanaan dan mekanisme-mekanisme respons yang efektif. Data-data tersebut seringkali ada di beragam pemangku kepentingan yang berbeda. Dalam praktiknya, kebanyakan data tersebut tidak mudah diakses oleh pihak-pihak luar (bahkan oleh badan-badan pemerintah) dan biasanya akan memerlukan paling tidak satu surat permohonan resmi untuk bisa mengaksesnya. Satu Nota Kesepahaman yang sudah ada antara BNPB dan Kemen PUPR tentang Penanggulangan Bencana telah membantu pertukaran informasi untuk dua proyek percontohan tersebut. Adanya kesepakatan seperti itu telah diakui sangat berharga dalam pertukaran data yang diperlukan dan oleh karenanya mempercepat proses analisis dan penyusunan. Penting bagi BNPB dan Kemen PUPR untuk secara aktif memperluas dan memperkuat kolaborasi mereka dengan badan-badan lain yang memiliki data terkait, khususnya: Badan Informasi Geospasial (batas administratif), LAPAN (citra satelit), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (peta tata guna lahan tingkat makro), Badan Pusat Statistik (penyebaran penduduk), pemerintah daerah dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah / Bappeda (peta tata guna lahan terperinci).

Rencana Tindak Darurat dan Rencana Kontinjensi Berbasis InaSAFE 53

Page 54: Public Disclosure Authorized Meningkatkan Keamanan ...documents.worldbank.org/curated/en/... · Batas-batas negara, warna, denominasi, dan ... merupakan salah satu dari sejumlah ancaman

KOMPATIBILITAS DATABASE BNPB DAN KEMEN PUPR

Salah satu tantangan utama yang dihadapi dalam pelaksanaan proyek percontohan adalah perbedaan sistem-sistem manajemen data antara BNPB dan Kemen PUPR. Sebagai host InaSAFE dan perangkat lunak informasi geografis lainnya untuk penanggulangan bencana, BNPB mengadopsi database berbasis GIS. Sebaliknya, Kemen PUPR mengumpulkan dan mengelola data teknis mereka dalam bentuk aplikasi perkantoran Office atau format dokumen portabel (misalnya .doc, .xls, .pdf, dan lain-lain). Hanya segelintir RTD (dan peta-peta genangannya) di dalam Kemen PUPR yang tersedia dalam format GIS sementara sisanya hanya tersedia dalam format .pdf atau .doc. Untuk bisa menggunakan data-data tersebut (khususnya peta genangan) dalam InaSAFE, harus dilakukan digitasi/konversi, satu aktivitas yang seringkali memakan waktu untuk menghasilkan replikasi yang tidak sama persis. Menyadari kendala-kendala sistem database yang tidak kompatibel ini, pengadopsian (paling tidak sebagian) database berbasis GIS dalam

Kemen PUPR untuk data keamanan bendungan akan meningkatkan dan mempercepat proses analisis InaSAFE. Satu langkah pertama untuk mewujudkan perubahan ini adalah dengan mengumpulkan peta-peta genangan berbasis GIS dari perusahaan-perusahaan teknik atau tenaga ahli eksternal yang dapat melakukan analisis keruntuhan bendungan (di masa lalu, saat in dan di masa mendatang). Kemen PUPR juga harus mempertimbangkan untuk menggunakan teknik-teknik perolehan data jarak jauh, seperti citra jarak jauh, foto udara, drone, dll. Dalam jangka panjang, BNPB dan Kemen PUPR harus mempertimbangkan untuk membangun satu database bersama tentang keamanan bendungan yang terintegrasi dengan sistem pengamatan keamanan bendungan waktu nyata (Bagian 2.5).

PEMETAAN PARTISIPATIF

Pemetaan partisipatif merupakan satu alat yang kuat untuk meningkatkan perolehan dan akurasi data, memberdayakan partisipasi masyarakat dan mengatasi keterbatasan sumber daya

Pengumpulan data teknis, sosial dan ekonomi (diperlukan dalam langkah 1 dan 2) dalam format GIS, yaitu penduduk, penggunaan lahan, infrastruktur; karakteristik hidrometeorologi dan topografi dll.

Simulasi keruntuhan bendungan berdasarkan model komputasi (hidraulik) untuk menghasilkan peta permukaan genangan dan ciri-ciri banjir (kedalaman, durasi dan waktu genangan)

Memasukkan keluaran simulasi keruntuhan bendungan (langkah 2) dan data pendukung yang relevan (diperoleh dalam langkah1) ke dalam InaSAFE untuk mengkaji dampak peristiwa keruntuhan bendungan dan untuk memperkirakan kebutuhan tanggap bencana.

Menyusun satu rencana tanggap bencana gabungan (dari diskusi awal antara BNPB dan Kemen PUPR, dokumen akan dinamai: RTD-Renkon) yang akan mensinergikan kekuatan-kekuatan kedua dokumen perencanaan yang telah diidentifikasi.

Melakukan sosialisasi tentang rencana kontinjensi kepada aktor-aktor terkait melalui satu proses yang sistematis: gladi ruang/permainan peran, latihan evakuasi (sukarela) oleh masyarakat, dan kemudian gladi bencana di lapangan.

Peta jalan menuju Penyusunan Rencana Tindak Darurat dan Rencana Kontinjensi yang berbasis InaSAFE

Gambar 5.1

Pengumpulan Data

Simulasi Keruntuhan Bendungan

AnalisisInaSAFE

RTD-Rencana Kontinjensi

Sosialiasi Rencana

BNPB-Kemen PUPR

BNPB-Kemen PUPR

BNPB-Kemen PUPR

BNPB

Kemen PUPR

Peraturan Menteri No. 27 tahun 2015

RTD-Rencana KontinjensiPengesahanKemen PUPR

Catatan Pengetahuan JIT Dam Safety and Disaster Preparedness54

Page 55: Public Disclosure Authorized Meningkatkan Keamanan ...documents.worldbank.org/curated/en/... · Batas-batas negara, warna, denominasi, dan ... merupakan salah satu dari sejumlah ancaman

manusia dalam lembaga. Karena itu, pemetaan partisipatif merupakan salah satu input utama untuk memastikan keberhasilan perencanaan dan kesiapsiagaan terhadap peristiwa bencana alam. Data spasial tentang penyebaran bangunan dan infrastruktur umum secara terperinci (dalam format GIS) saat ini terbatas ketersediaannya di badan pemerintah mana pun. OSM saat ini merupakan satu-satunya platform yang menyediakan data ini. Meskipun platform OSM telah melalui proses perluasan terus menerus, pengembangan database OSM tidak terkoordinasi dan bersifat tidak reguler dan fokus pada kawasan perkotaan. Pengembangan platform OSM semata-mata tergantung pada pemetaan-pemetaan partisipatif yang dilakukan oleh pihak mana pun untuk berbagai tujuan berbeda, mulai dari perencanaan daerah hingga rekayasa teknik untuk infrastruktur. Pemetaan partisipatif memberikan peluang yang unik kepada BNPB dan Kemen PUPR untuk secara aktif melibatkan masyarakat setempat, tokoh-tokoh mereka, universitas, kelompok-kelompok kepentingan dan para fasilitator pemetaan partisipatif dalam penyusunan dan evaluasi RTD, rencana kontinjensi dan mekanisme-mekanisme tanggap bencana.

KOMUNIKASI RISIKO BENCANA

Penyebarluasan informasi risiko bencana penting untuk memastikan keberhasilan pelaksanaan satu RTD dan satu rencana kontinjensi dalam peristiwa kegagalan bendungan. Peran dan tanggung jawab operator/pemilik bendungan dinyatakan dengan jelas dan komunikasi harus fokus paling tidak pada dua pihak: lembaga-lembaga yang terlibat dalam aktivitas respons dan masyarakat yang berpotensi terdampak. Komunikasi risiko dengan badan-badan pemerintah dan pihak-pihak swasta yang terlibat harus dimulai oleh manajer bendungan di tahap awal penyusunan RTD dan rencana kontinjensi. Ini penting untuk membangun persepsi yang sama tentang risiko, aksi-aksi tanggap bencana yang diperlukan dan untuk menelaah tugas dan tanggung jawab setiap pihak. Pengalaman di masa lalu menekankan pentingnya komunikasi yang bertahap dan santai dengan masyarakat selama persiapan dan perencanaan skenario untuk menjaga agar tidak memunculkan rasa takut pada masyarakat. Untuk ini

diperlukan satu strategi komunikasi yang dilakukan dengan mendekati para tokoh dan tetua masyarakat dan kemudian menggunakan suara mereka dan mempengaruhi mereka untuk mengungkapkan risiko kepada masyarakat dan meyakinkan mereka selama proses fasilitasi. Pendekatan ini juga diketahui efektif untuk meningkatkan partisipasi publik selama latihan evakuasi (sukarela) oleh masyarakat.

KELOMPOK KERJA BERSAMA ANTARA BNPB DAN KEMEN PUPR

Selama pelaksanaan kegiatan-kegiatan percontohan tersebut, diakui bahwa keberadaan satu kelompok kerja bersama antara BNPB dan Kemen PUPR sangat tak ternilai harganya untuk mewujudkan dan memperlancar proses, khususnya dalam pengumpulan data dan penyelenggaraan pemetaan partisipatif. Adanya kelompok kerja bersama tersebut telah mempercepat proses-proses administratif di dalam BNPB dan Kemen PUPR, membantu tercapainya konsensus tentang pandangan mereka tentang kesiapsiagaan bencana, mendelegasikan tugas-tugas kelembagaan dan akhirnya, mewujudkan keterlibatan yang lebih besar selama pelaksanaan aktivitas percontohan. Akan penting untuk mewujudkan satu mekanisme koordinasi berkesinambungan untuk keamanan bendungan dan kesiapsiagaan dalam keadaan darurat antara BNPB dan Kemen PUPR melalui adanya satu kelompok kerja bersama yang khusus ditunjuk. Aktivitas-aktivitas percontohan telah berhasil membentuk satu tim kerja lintas lembaga, yang diketuai oleh para pejabat tinggi (Pejabat Eselon 1 dari BNPB dan Kemen PUPR) dan dilaksanakan oleh staf teknis dari kedua lembaga. Kelompok kerja ini dapat dibentuk lebih lanjut dan diperluas bukan hanya untuk fokus pada perencanaan bencana berbasis InaSAFE namun juga pada aspek-aspek lain dalam kesiapsiagaan dan perencanaan bencana. Kelompok kerja ini harus terus bertemu secara rutin untuk memberikan dasar bagi perencanaan dan pembangunan bendungan-bendungan baru, rehabilitasi dan modernisasi bendungan-bendungan yang sudah ada, memutakhirkan RTD dan rencana kontinjensi yang ada dan selama situasi siaga keamanan bendungan.

Rencana Tindak Darurat dan Rencana Kontinjensi Berbasis InaSAFE 55

Page 56: Public Disclosure Authorized Meningkatkan Keamanan ...documents.worldbank.org/curated/en/... · Batas-batas negara, warna, denominasi, dan ... merupakan salah satu dari sejumlah ancaman
Page 57: Public Disclosure Authorized Meningkatkan Keamanan ...documents.worldbank.org/curated/en/... · Batas-batas negara, warna, denominasi, dan ... merupakan salah satu dari sejumlah ancaman

“Masyarakat adalah sumber

daya yang paling penting dalam kesiapsiagaan

dan respons”

Page 58: Public Disclosure Authorized Meningkatkan Keamanan ...documents.worldbank.org/curated/en/... · Batas-batas negara, warna, denominasi, dan ... merupakan salah satu dari sejumlah ancaman

1 The World Bank. (2015). More and Better Spending: Connecting People to Improved Water Supply and Sanitation in Indonesia – Public Expenditure Review.

2 Bappenas. (2015). Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2015-2019)

3 Kementerian PUPR. (2015). Rencana Strategis Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat

4 BNPB. (2016a). Risiko Bencana Indonesia dan Data Informasi Bencana Indonesia (DIBI), diakses dari http://dibi.bnpb.go.id/ on December 20, 2017.

5 BNPB. (2016b). Penurunan Indeks Risiko Bencana di Indonesia 2016. [Tayangan presentasi]

6 Kementerian PUPR. (2017). Keamanan Bendungan dan Rencana Tindak Darurat. [Tayangan presentasi]

7 Kementerian PUPR. (2017). Monitoring Keamanan Bendungan. Diakses dari http://monitoringbendungan.com/index.php pada November 2017

8 DM Innovation. (2016). InaSAFE Concepts [Tayangan presentasi]. Diakses dari http://docs.inasafe.org/en/training/socialisation/inasafe_concepts.html pada Oktober 2017

9 BBWS Ciliwung Cisadane – Kementerian PUPR. (2011). Rencana Tindak Darurat Bendungan Gintung

10 BBWS Cimanuk Cisanggarung – Kementerian PUPR. (2012). Rencana Tindak Darurat Bendungan Jatigede

DAFTAR ACUAN

11 OpenStreetMap. https://wiki.openstreetmap.org/wiki/Main_Page

12 Kayadoe F.J., Nugroho S.P. and Triutomo S. (2016). Ketangguhan Masyarakat Dalam Menghadapi Banjir Bandang Way Ela di Desa Negeri Lima Kabupaten Maluku Tengah. Dialogue Journal of Disaster Management Vol.7, diakses dari http://perpustakaan.bnpb.go.id/repository/volume7_no1_2016.pdf pada 12 November 2017.

13 BNPB. (2011). Panduan Rencana Kontinjensi Menghadapi Bencana

14 BPBD Maluku Tengah. (2012). Buku Rencana Kontinjensi Penanggulangan Bencana Banjir Bandang Way Ela

15 InaSAFE. (2016). InaSAFE for Contingency Planning Training. Diakses dari http://inasafe.org/inasafe-forcontingency-planning-training/ pada 2 November 2017.

16 InaSAFE. (2014). Modul 2: QGIS dan InaSAFE dalam Rencana Kontinjensi. Diakses dari at: http://docs.inasafe.org/id/training/old-training/beginner/qgis-inasafe/202-qgis-and-inasafe-incontingency-plan.html pada 2 November 2017.

17 BNPB dan Kementerian PUPR. (2017). Notulensi Rapat Keamanan Bendungan 9 Agustus 2017

Catatan Pengetahuan JIT Dam Safety and Disaster Preparedness58

Page 59: Public Disclosure Authorized Meningkatkan Keamanan ...documents.worldbank.org/curated/en/... · Batas-batas negara, warna, denominasi, dan ... merupakan salah satu dari sejumlah ancaman

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat No. 27/PRT/M/2015 tentang Bendungan

Undang-Undang No. 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang

Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang

Undang-undang No. 7 Tahun 2004 tentang Sumberdaya Air

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat No. 27/PRT/M/2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat No. 27/PRT/M/2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Bendungan

Undang-Undang No 11 Tahun 1974 tentang Pengairan

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat No. 72/PRT/1997 tentang Keamanan Bendungan

Keputusan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat No. 03/KPTS/M/2016 tentang Komisi Keamanan Bendungan

Keputusan Ditjen SDA No. 199/KPTS/D/2003 Pedoman Operasi, Pemeliharaan dan Pengamatan Bendungan

Peraturan Kepala BNPB No 2 Tahun 2012 tentang Pedoman Umum Pengkajian Risiko Bencana

Keputusan Ditjen SDA No. 94/KPTS/A/1998 Tentang Pedoman Penyiapan Rencana Tindak Darurat

Rencana Tindak Darurat dan Rencana Kontinjensi Berbasis InaSAFE 59

Page 60: Public Disclosure Authorized Meningkatkan Keamanan ...documents.worldbank.org/curated/en/... · Batas-batas negara, warna, denominasi, dan ... merupakan salah satu dari sejumlah ancaman
Page 61: Public Disclosure Authorized Meningkatkan Keamanan ...documents.worldbank.org/curated/en/... · Batas-batas negara, warna, denominasi, dan ... merupakan salah satu dari sejumlah ancaman
Page 62: Public Disclosure Authorized Meningkatkan Keamanan ...documents.worldbank.org/curated/en/... · Batas-batas negara, warna, denominasi, dan ... merupakan salah satu dari sejumlah ancaman

www.gfdrr.org Global Facility for Disaster Reduction and Recovery (GFDRR)

adalah sebuah kemitraan global yang membantu negara-negara berkembang untuk mempunyai pemahaman yang lebih baik dan mengurangi kerentanan terhadap ancaman alam dan beradaptasi terhadap perubahan iklim. Bekerja dengan lebih dari 400 mitra di tingkat lokal, nasional, regional, dan internasional, GFDRR memberikan pendanaan hibah, bantuan teknis, pelatihan dan aktivitas-aktivitas pertukaran pengetahuan untuk mengarusutamakan bencana dan manajemen risiko iklim ke dalam kebijakan dan strategi. Dikelola oleh World Bank, GFDRR didukung oleh 34 negara dan 9 lembaga internasional.