Public Disclosure Authorized -...

95
Public Disclosure Authorized Public Disclosure Authorized Public Disclosure Authorized Public Disclosure Authorized Public Disclosure Authorized Public Disclosure Authorized Public Disclosure Authorized Public Disclosure Authorized Public Disclosure Authorized Public Disclosure Authorized Public Disclosure Authorized Public Disclosure Authorized Public Disclosure Authorized Public Disclosure Authorized Public Disclosure Authorized Public Disclosure Authorized Public Disclosure Authorized Public Disclosure Authorized Public Disclosure Authorized Public Disclosure Authorized Public Disclosure Authorized Public Disclosure Authorized Public Disclosure Authorized Public Disclosure Authorized Public Disclosure Authorized Public Disclosure Authorized Public Disclosure Authorized Public Disclosure Authorized Public Disclosure Authorized Public Disclosure Authorized Public Disclosure Authorized Public Disclosure Authorized Public Disclosure Authorized Public Disclosure Authorized Public Disclosure Authorized Public Disclosure Authorized Public Disclosure Authorized Public Disclosure Authorized Public Disclosure Authorized Public Disclosure Authorized Public Disclosure Authorized Public Disclosure Authorized Public Disclosure Authorized Public Disclosure Authorized Public Disclosure Authorized Public Disclosure Authorized Public Disclosure Authorized Public Disclosure Authorized Public Disclosure Authorized Public Disclosure Authorized Public Disclosure Authorized Public Disclosure Authorized Public Disclosure Authorized Public Disclosure Authorized Public Disclosure Authorized Public Disclosure Authorized Public Disclosure Authorized Public Disclosure Authorized Public Disclosure Authorized Public Disclosure Authorized Public Disclosure Authorized Public Disclosure Authorized Public Disclosure Authorized Public Disclosure Authorized

Transcript of Public Disclosure Authorized -...

Pub

lic D

iscl

osur

e A

utho

rized

Pub

lic D

iscl

osur

e A

utho

rized

Pub

lic D

iscl

osur

e A

utho

rized

Pub

lic D

iscl

osur

e A

utho

rized

Pub

lic D

iscl

osur

e A

utho

rized

Pub

lic D

iscl

osur

e A

utho

rized

Pub

lic D

iscl

osur

e A

utho

rized

Pub

lic D

iscl

osur

e A

utho

rized

Pub

lic D

iscl

osur

e A

utho

rized

Pub

lic D

iscl

osur

e A

utho

rized

Pub

lic D

iscl

osur

e A

utho

rized

Pub

lic D

iscl

osur

e A

utho

rized

Pub

lic D

iscl

osur

e A

utho

rized

Pub

lic D

iscl

osur

e A

utho

rized

Pub

lic D

iscl

osur

e A

utho

rized

Pub

lic D

iscl

osur

e A

utho

rized

Pub

lic D

iscl

osur

e A

utho

rized

Pub

lic D

iscl

osur

e A

utho

rized

Pub

lic D

iscl

osur

e A

utho

rized

Pub

lic D

iscl

osur

e A

utho

rized

Pub

lic D

iscl

osur

e A

utho

rized

Pub

lic D

iscl

osur

e A

utho

rized

Pub

lic D

iscl

osur

e A

utho

rized

Pub

lic D

iscl

osur

e A

utho

rized

Pub

lic D

iscl

osur

e A

utho

rized

Pub

lic D

iscl

osur

e A

utho

rized

Pub

lic D

iscl

osur

e A

utho

rized

Pub

lic D

iscl

osur

e A

utho

rized

Pub

lic D

iscl

osur

e A

utho

rized

Pub

lic D

iscl

osur

e A

utho

rized

Pub

lic D

iscl

osur

e A

utho

rized

Pub

lic D

iscl

osur

e A

utho

rized

Pub

lic D

iscl

osur

e A

utho

rized

Pub

lic D

iscl

osur

e A

utho

rized

Pub

lic D

iscl

osur

e A

utho

rized

Pub

lic D

iscl

osur

e A

utho

rized

Pub

lic D

iscl

osur

e A

utho

rized

Pub

lic D

iscl

osur

e A

utho

rized

Pub

lic D

iscl

osur

e A

utho

rized

Pub

lic D

iscl

osur

e A

utho

rized

Pub

lic D

iscl

osur

e A

utho

rized

Pub

lic D

iscl

osur

e A

utho

rized

Pub

lic D

iscl

osur

e A

utho

rized

Pub

lic D

iscl

osur

e A

utho

rized

Pub

lic D

iscl

osur

e A

utho

rized

Pub

lic D

iscl

osur

e A

utho

rized

Pub

lic D

iscl

osur

e A

utho

rized

Pub

lic D

iscl

osur

e A

utho

rized

Pub

lic D

iscl

osur

e A

utho

rized

Pub

lic D

iscl

osur

e A

utho

rized

Pub

lic D

iscl

osur

e A

utho

rized

Pub

lic D

iscl

osur

e A

utho

rized

Pub

lic D

iscl

osur

e A

utho

rized

Pub

lic D

iscl

osur

e A

utho

rized

Pub

lic D

iscl

osur

e A

utho

rized

Pub

lic D

iscl

osur

e A

utho

rized

Pub

lic D

iscl

osur

e A

utho

rized

Pub

lic D

iscl

osur

e A

utho

rized

Pub

lic D

iscl

osur

e A

utho

rized

Pub

lic D

iscl

osur

e A

utho

rized

Pub

lic D

iscl

osur

e A

utho

rized

Pub

lic D

iscl

osur

e A

utho

rized

Pub

lic D

iscl

osur

e A

utho

rized

Pub

lic D

iscl

osur

e A

utho

rized

wb350881
Typewritten Text
53691

SINGKATAN

APBD Anggaran Pendapatan dan IWAPI Ikatan Wanita Pengusaha Belanja Daerah Indonesia APBN Anggaran Pendapatan dan KADIN Kamar Dagang Indonesia Belanja Negara KAPOLDA Kepala Polisi Daerah ASITA Asosiasi Perusahaan Perjalanan KIPEM Kartu Identitas Penduduk Wisata Indonesia Musiman Babinkamtibmas Badan Pembinaan dan Ketertiban KUKM Kredit Usaha Kecil dan Masyarakat Menengah Balitbangda Badan Penelitian dan LPD Lembaga Perkreditan Desa Pengembangan Daerah MAP Modal Awal Padanan BAPPEDA tingkat I Badan Perencanaan MENKO EKUIN Kementerian Koordinator Pembangunan Daerah tingkat I Bidang Perekonomian BAPPEDA tingkat II Badan Perencanaan MENKO KESRA Kementerian Koordinator Pembangunan Daerah tingkat II Bidang Kesejahteraan Rakyat BAPPENAS Badan Perencanaan dan MENKO POLKAM Kementerian Koordinator Pembangunan Nasional Bidang Politik dan Keamanan BPR Bank Perkreditan Rakyat MENPARSENIBUD Kementerian Koordinator BPS Biro Pusat Statistik Bidang Pariwisata, Seni dan BRI Bank Rakyat Indonesia Budaya DAU Dana Alokasi Umum PAD Pendapatan Asli Daerah Deparsenibud Departemen Pariwisata Seni PHR Pajak Hotel dan Restoran dan Budaya PUSKOWANJATI Pusat Koperasi Wanita Jawa HIPMI Himpunan Pengusaha Muda Timur Indonesia TKI Tenaga Kerja Indonesia

KATA PENGANTAR

Pada 12 Oktober 2002, dua bom meledak di resor wisata Kuta, Bali yang merenggut lebih dari 200 jiwa. Sebagian besar korban jiwa merupakan wisatawan asing yang berlibur di tujuan wisata utama Indonesia itu, dan peristiwa tersebut menjadi tragedi internasional yang memicu reaksi dari seluruh dunia. Kasus bom Bali, yang diikuti dengan perang di Irak dan wabah SARS di Asia Timur, lantas melumpuhkan ekonomi Bali yang mengandalkan pariwisata. UNDP dan Bank Dunia mengambil inisiatif untuk mengkaji dampak sosial ekonomi krisis beruntun tersebut terhadap ekonomi dan penduduk Bali, serta dampak lanjutan yang dirasakan di dua provinsi tetangga Jawa Timur dan Lombok. Hasil kajian selama lebih dari empat bulan tersebut dituang dalam laporan ini, yang merupakan: (i) kajian independen terhadap kondisi pariwisata dan jasa-jasa terkait dan dampak krisis terhadap kesejahteraan sosial; (ii) tinjauan dan analisa terhadap respon pemerintah dan donor internasional, dan (iii) rekomendasi langkah pemulihan jangka pendek dan pembangunan berkelanjutan jangka panjang di Bali dan daerah lainnya. Besar harapan kami agar temuan-temuan dalam laporan ini dapat berguna bagi pemerintah, lembaga donor, dan pihak berkepentingan lainnya dalam memahami sifat permasalahan yang dihadapi Bali dan daerah lainnya dan dalam memajukan masa depan yang lebih sejahtera bagi semua yang terkena dampak peristiwa-peristiwa pasca Oktober 2002. Studi ini dilengkapi oleh upaya-upaya yang terus berjalan untuk memfasilitasi antarmuka antara riset dan pengembangan kebijakan dan untuk memperkaya sifat konsultatif studi dan temuan-temuannya untuk dapat melibatkan pihak yang berkepentingan dalam respon-respon pembangunan.

Studi ini terlaksana berkat sumbangsih banyak pihak. Laporan ditulis oleh tim pengkaji UNDP-Bank Dunia yang terdiri dari Nick Mawdsley (UNDP), Eugenia Piza-Lopez (UNDP), dan Kai Kaiser (Bank Dunia). Monica Tanuhandaru (UNDP) memimpin kajian di Jawa Timur, I Putu Widhiantara Sri Bangun (UNDP) memberikan banyak kontribusi terhadap kajian di Bali, dan Michael Bak (USAID), Ketty Kardawati (USAID), Sofyan Lubis (USAID), Laurie Pierce (USAID) dan Jennica Larrison sangat membantu dalam mempersiapkan kajian. Sebagian besar informasi didasari atas survei dan studi primer yang dilaksanakan Universitas Udayana (Bali), Yayasan Manikaya Kauci (Bali), Pusat Koperasi Wanita Jawa Timur (Jawa Timur), Universitas Mataram (Lombok), ISAI dan Gravitasi (Lombok). Pemberi sumbangsih lainnya adalah DR. IGW. Murjana Yasa (Koordinator Kajian), Dra. AAIN. Marhaeni (survei Sekolah), Drs. Made Suyana Utama (survei Responden Kunci), dan Drs. Ketut Djayastra (survei Pedagang) dari Fakultas Ekonomi Universitas Udayana; tim Yayasan Manikaya Kauci; Ibu Hj. Joos Lutfi dan Shahputra Waworuntu dan tim Pusat Koperasi Wanita Jawa Timur; Pak H. Busaini dan tim Universitas Mataram; Bimo Nugroho dan Agus Sudibyo di ISAI; Munzirin dan tim Gravitasi. Menno Pradhan dan Melanie Moechtar memberikan bantuan berharga dalam finalisasi instrumen-instrumen survei. George Soraya (Bank Dunia) dan Paul Hulshoff (UNDP) memberikan masukan-masukan berharga selama penyusunan draft pertama laporan. Edisi Bahasa Indonesia diterjemahkan oleh Laurens Sipahelut (UNDP). Nina Herawati, Retno Widuri dan Christina Sukmawati (Bank Dunia) memproses laporan ini hingga laik cetak, dibawah koordinasi Mohamad Al-Arief (Bank Dunia). Bersama ini, tim pengkaji bermaksud untuk mengucapkan terimakasih kepada mereka yang disebutkan di atas dan kepada pihak-pihak yang turut melancarkan kegiatan studi ini berkat jasa mereka dalam mengumpulkan dan mengolah data yang tersaji dalam laporan ini, serta sejumlah besar pihak lainnya di Bali, Jawa Timur, dan Lombok yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk kajian ini.

Laporan ini memanfaatkan hasil-hasil terbaru proses Consultative Group Indonesia (CGI) menyusul tragedi bom Bali yang meliputi Vulnerabilities of Bali's Tourism Economy; A Preliminary Assessment (Makalah Informil Staf Bank Dunia, Interim CGI, 1 November 2002) dan Confronting Crisis: Impacts & Response to the Bali Tragedy (Ikhtisar untuk CGI di Bali, Januari 2003 berdasarkan kajian bersama UNDP/USAID/WB).

DAFTAR SI I

RINGKASAN EKSEKUTIF..................................................................................................................... i

BAB 1 PENGANTAR ........................................................................................................................... 1 1.1 ‘Booming’ Pariwisata Indonesia.................................................................................. 1 1.2 Pembangunan Pariwisata di Bali ...................................................................................... 3 1.3 Pembangunan Pariwisata di Lombok.............................................................................. 10 1.4 Pengeluaran Wisatawan dan Dampak Pengali ................................................................. 11

BAB 2 DAMPAK ............................................................................................................................... 13 2.1 Pariwisata .................................................................................................................... 14 2.2 Industri Pariwisata Terkait............................................................................................ 19 2.3 Dampak Sosial Ekonomi ............................................................................................... 23 2.4 Dampak Ketegangan Sosial dan Keamanan Lokal........................................................... 32 2.5 Keamanan Lokal........................................................................................................... 39 2.6 Penanganan Lokal Ketegangan Sosial ............................................................................ 39 2.7 Dampak di Luar Bali: Jawa Timur ................................................................................ 41

BAB 3 RESPON ................................................................................................................................ 47 3.1 Respon Pemerintah Pusat .............................................................................................. 48 3.2 Respon Pemda Propinsi dan Lokal ................................................................................. 49 3.3 Respon Donor .............................................................................................................. 54 3.4 Respon Sektoral untuk Pemulihan dan Bantuan Pembangunan......................................... 55 3.5 Prioritas dan Respon Masyarakat ................................................................................... 60 3.6 Ikhtisar Respon Pemerintah dan Lembaga Donor ............................................................ 61

BAB 4 KESIMPULAN DAN SARAN.................................................................................................... 63 4.1 Menangani Krisis dan Memajukan Pemulihan ................................................................ 64 4.2 Dari Pemulihan sampai ke Pembangunan dan Pertumbuhan Berkelanjutan ....................... 70 4.3 Pemberlanjutan Pengawasan dan Koordinasi Donor ........................................................ 72

TABEL Tabel 1 Sebaran Hotel di Bali ................................................................................................... 4 Tabel 2 Data Dinas Pariwisata .................................................................................................. 5 Tabel 3 Prakiraan BPS tentang Jumlah Total Pengunjung ke Bali ........................................... 6 Tabel 4 Struktur Ekonomi Bali ................................................................................................. 7 Tabel 5 Ketenagakerjaan Bali per Sektor.................................................................................. 8 Tabel 6 Sebaran Hotel di Lombok .......................................................................................... 11 Tabel 7 Pengeluaran Tamu menurut Golongan (Bali) ............................................................ 12 Tabel 8 Angka Kunjungan Wisatawan Lombok..................................................................... 18 Tabel 9 Penurunan Pendapatan Penjaja Pantai dan Pedagang ................................................ 18 Tabel 10 Survei Industri Terkait Pariwisata.............................................................................. 19 Tabel 11 Usaha Mikro dan UKM Terkena Pukulan Lebih Keras............................................. 20 Tabel 12 Ikhtisar Bank dan Lembaga Perkreditan Desa (LPD) di Bali .................................... 20

Tabel 13 Dampak Krisis Terhadap Pedagang Lombok ............................................................ 22 Tabel 14 Dampak Krisis Industri Kecil Lombok...................................................................... 22 Tabel 15 Mekanisme Penanggulangan Krisis dalam Masyarakat............................................. 24 Tabel 16 Dampak Sosial Ekonomi di Lombok ......................................................................... 26 Tabel 17 Lombok: Mekanisme Penanggulangan Krisis di dalam Masyarakat........................ 27 Tabel 18 Preferensi Bantuan oleh Masyarakat (menurut Peringkat) ........................................ 28 Tabel 19 Agen Utama yang Diandalkan untuk Bantuan (Diperingkatkan) .............................. 28 Tabel 20 Indikator Kasus Putus Sekolah .................................................................................. 30 Tabel 21 Persepsi tentang Penyebab Kerusuhan Sosial di Bali sejak 1998.............................. 35 Tabel 22 Pemicu Potensial Kerusuhan Sosial di Masa Mendatang Menurut Kabupaten ........ 37 Tabel 23 Perilaku terhadap Aparat Keamanan di Bali.............................................................. 38 Tabel 24 Keuangan Publik Daerah Bali pada 2003. ................................................................. 51 Tabel 25 Penyedia Bantuan Setempat selama Krisis di Bali. ................................................... 61

GAMBAR Gambar 1 Tingkat Kedatangan Wisatawan secara Langsung di Indonesia dan Bali.................... 1 Gambar 2 Kawasan Wisata di Bali ............................................................................................... 3 Gambar 3 Pertumbuhan PDRB Bali (1983-1996) ........................................................................ 9 Gambar 4 Tingkat Kedatangan ke Lombok................................................................................ 10 Gambar 5 Angka Kedatangan Wisman di Bali 1997-2003 ........................................................ 14 Gambar 6 Trend Regional Pariwisata ......................................................................................... 15 Gambar 7 Bali: Angka Hunian Terkini menurut Klasifikasi Bintang Hotel.............................. 16 Gambar 8 Pariwisata Domestik Hanya Merupakan Pengganti Parsial ....................................... 17 Gambar 9 Komposisi Terkini Tamu Manca Negara Bali (2000-2003) ...................................... 17 Gambar 10 Bali: Jumlah Kasus Putus Sekolah yang Dilaporkan ................................................ 29 Gambar 11 Insiden Kerusuhan Sosial yang Dilaporkan di Bali sejak 1998 ................................. 33 Gambar 12 Kerusuhan Sosial Per Kabupaten yang Dilaporkan (1998-2003) .............................. 34 Gambar 13 Kekhawatiran terhadap Ketegangan Sosial (Desember 2002 versus May 2003) ...... 35 Gambar 14 Kekhawatiran terhadap Ketegangan Sosial di Masa Mendatang pada Mei 2003...... 36 Gambar 15 Dampak terhadap Sektor Barang Kerajinan dan Makanan di Jawa Timur................ 43 Gambar 16 Jawa Timur: Perubahan dalam Penjualan dan Ketenagakerjaan............................... 44

RINGKASAN EKSEKUTIF

Serangan teroris pada Oktober 2002 di Bali merupakan guncangan luar biasa bagi Indonesia dan masyarakat internasional, yang sekaligus merusak citra Bali sebagai tempat wisata yang damai dan aman. Lepas dari terenggutnya jiwa manusia secara tragis, kasus peledakan bom tersebut berdampak terhadap ekonomi rumah tangga sejumlah besar penduduk di dalam dan luar Bali, dampak yang terutama dirasakan oleh golongan masyarakat kecil dan miskin. Perang di Irak dan wabah SARS mementahkan pemulihan yang baru mau membuahkan hasil dan pada pertengahan 2003 dilaporkan terjadinya penurunan pendapatan hingga 40 persen di daerah-daerah yang terkena dampak, pemangkasan pegawai secara dalam jumlah besar untuk industri yang terkait dengan pariwisata, dan peningkatan angka putus sekolah, terutama di kabupaten-kabupaten Bali yang lebih miskin. Respon Pemerintah dalam bidang keamanan patut diacungi jempol, dan bantuan untuk para korban disalurkan secara cepat. Meski begitu, perencanaan dan pelaksanaan operasi jaring pengaman sosial menemui jauh lebih banyak tantangan. Sekarang, satu tahun sesudah peledakan bom dampak terburuk mungkin telah berlalu, namun yang pasti belum menghilang secara tuntas. Sementara angka kedatangan wisatawan mulai memulih, tingkat pendapatan masih rendah, dimana untuk menjaring wisatawan diperlukan strategi diskon besar-besaran, dan pengunjung yang datang tidak membelanjakan uang seperti pengunjung pra bom Bali. Selain itu, bom Marriott yang terjadi baru-baru ini makin menegaskan kerentanan industri dan ekonomi pariwisata Indonesia terhadap serangan teroris. Untuk itu dibutuhkan intervensi yang terarah. Untuk jangka pendek, hal-hal yang tetap perlu diperhatikan adalah: (i)

kewaspadaan dalam melaksanakan tindakan-tindakan untuk menjamin keamanan, (ii) fokus dalam melaksanakan program-program yang sedang dan akan dilaksanakan, (iii) meningkatkan koordinasi antar berbagai tingkat pemerintah dalam melaksanakan program-program, dan (iv) terus memantau dampak ekonomi krisis, dan memanfaatkan informasi yang diperoleh untuk mengarahkan intervensi pada tingkat kecamatan. Untuk jangka menengah, di luar memulihkan citra Indonesia dan Bali sebagai tujuan wisata, Pemerintah perlu memfasilitasi dialog inklusif antar pihak yang berkepentingan tentang bagaimana membentuk pembangunan berbasis pariwisata yang berkelanjutan yang menguntungkan semua pihak. Terakhir, Pemerintah perlu merumuskan strategi tentang bagaimana tanggap darurat harus beroperasi dalam era desentralisasi agar lebih siap di masa mendatang. Lembaga-lembaga donor dapat membantu dalam semua upaya tersebut. Mereka perlu melanjutkan program-program yang diprakarsai pasca bom Bali, memaksimalkan penargetan kelompok-kelompok rentan, mendukung kelanjutan monitoring dampak, dan mempertimbangkan bantuan teknis kepada pemerintah-pemerintah daerah dalam meningkatkan dan memajukan perencanaan strategis untuk pembangunan berbasis pariwisata, dan bantuan kepada pemerintah pusat dalam merancang strategi-strategi tanggap darurat.

Dampak Bom Bali 1

Pariwisata merupakan peraih devisa kedua terbesar Indonesia setelah migas. Industri pariwisata Bali tumbuh secara pesat selama 1 Kajian sementara dampak bom Bali disajikan dalam pertemuan CGI pada Januari 2003 dan Juni 2003.

Ringkasan Eksekutif

dua dasarwarsa terakhir, dan menjadi motor utama pertumbuhan pulau tersebut. Hasilnya, angka kemiskinan Bali pra bom Bali hanya mencapai empat persen pada 2002, dibandingkan dengan angka 16 persen untuk Indonesia secara keseluruhan. Pariwisata Indonesia menderita menyusul kerusuhan pada 1998, dan karena melesunya industri pariwisata secara global menyusul kasus WTC pada 11 September 2001, namun hingga kasus di Kuta sudah mulai memulih. Secara menyeluruh, dampak sosial ekonomi bom Bali adalah signifikan dan bertambah parah selama paruh pertama 2003. Di luar anjloknya angka kedatangan wisatawan secara tajam selama periode awal dan dampak terhadap industri perhotelan dan perjalanan, seketika terjadi penurunan permintaan untuk industri-industri yang berkaitan langsung dengan pariwisata, yang misalnya dialami oleh pengemudi taksi dan pengrajin di Bali. Usaha-usaha kecil dan menengah tampaknya menerima pukulan terberat. Kabupaten-kabupaten Bali yang lebih miskin, dan

daerah-daerah lainnya yang terkait, merasakan dampak yang cukup berat dalam hal tingkat pendapatan dan ketenagakerjaan.

Kedatangan Wisatawan din Bali, 2001-2003

0

20,000

40,000

60,000

80,000

100,000

120,000

140,000

160,000

Sept Oct Nov Dec Jan Feb Mar April May Jun Jul Aug

Kedatangan Wisatawan Mancanegara secara langsung

2001/2

2002/3

Pariwisata. Bom Bali menyebabkan anjloknya angka kedatangan wisatawan mancanegara secara langsung. Tepat setelah krisis, angka tersebut hanya sepertiga dari normal, dan setelah memulih untuk sesaat pada awal 2003 menyusul strategi pemasaran dan diskon khusus, angka ini kembali melemah pada Mei/Juni hingga setengah dari normal. Setelah pariwisata sempat membaik pada awal 2003, dampak bom Bali lantas diperparah oleh perang Irak dan wabah SARS, yang mempengaruhi pariwisata di seluruh kawasan Asia. Setahun setelah peledakan bom, angka kedatangan wisatawan mancanegara masih berada jauh di bawah normal, meski belakangkan ini mulai memulih hingga 70-80 persen dari angka normal. Hanya saja, mutu pengunjung mengalami perubahan dibanding periode pra bom Bali. Strategi diskon besar-besaran perlu dijalankan dalam rangka menarik wisatawan

ii

Ringkasan Eksekutif

sekarang ini, dan tingkat pengeluaran per wisatawan tampaknya jauh lebih rendah dibanding mereka di masa lalu. Selain itu, musim lonjakan (peak season) 2003 sudah berjalan cukup jauh sebelum angka kedatangan memulih. Dengan demikian, penghasilan dari sektor pariwisata, yang berimplikasi terhadap pendapatan, akan kemungkinan masih secara signifikan tertekan akibat tingkat kedatangan wisatawan. Tingkat Pendapatan. Kerentanan di dalam dan luar Bali segera tampak pada saat pariwisata melesu. Di Bali, 94 persen responden kunci tingkat kecamatan melaporkan terjadinya penurunan pendapatan dalam masyarakat mereka antara Oktober 2002 dan Mei 2003, dimana untuk Bali secara menyeluruh dilaporkan penurunan pendapatan rata-rata hingga 43 persen. Penurunan rata-rata tertinggi dilaporkan terjadi di kabupaten Karangasem (49 persen) dan Gianyar (47 persen), dan terendah di Buleleng (39,6 persen) dan Denpasar (40,7 persen). Menurut laporan, anjloknya tingkat permintaan selama delapan bulan terakhir berujung dengan penurunan omset hingga 60 persen untuk bidang pekerjaan tertentu. Pedagang pasar, penjaja pantai dan pengemudi taksi melaporkan penurunan penghasilan antara 32 persen (Pasar Badung) hingga 71 persen (Pasar Ubud) yang berpengaruh terhadap keuntungan. Ketenagakerjaan. Secara menyeluruh, responden kunci di semua kecamatan Bali memprakirakan bahwa 29 persen tenaga kerja mengalami pemutusan hubungan kerja antara Januari dan akhir April 2003. Dalam ekonomi Bali secara menyeluruh, dampak terhadap ketenagakerjaan umum dinyatakan dari segi penurunan tingkat pendapatan dan jumlah setengah pengangguran, dan bukan dari segi jumlah pengangguran resmi dan kehilangan mata pencaharian. Data statistik resmi tentang pemutusan hubungan kerja di sektor formal

menunjukkan bahwa per Mei 2003 dari sekitar 50.000 orang yang dipekerjakan dalam sektor hotel, sekitar 1.400 yang mengalami PHK. Bukti anekdotal memperlihatkan bahwa tiga per empat dari jumlah pekerja hotel bekerja dengan jumlah shift yang lebih sedikit atau dipulangkan untuk sementara waktu. Banyak dari mereka yang kehilangan pekerjaan di kawasan wisata di daerah selatan Bali telah pulang kembali ke kampung halaman. Lebih dari satu setengah responden mengkonfirmasi hal ini. UKM. Menurut survei, UKM berupaya untuk bertahan dengan mengurangi jumlah pegawai, dimana 52 persen usaha mengurangi jumlah staf sehingga secara total terjadi pengurangan staf yang hampir mencapai 60 persen. Banyak usaha mengaku makin sulit untuk memenuhi kewajiban keuangan, dan banyak usaha kecil dan usaha keluarga yang lantas menjual harta benda. Angka Putus Sekolah. Dampak negatif terhadap tingkat pendapatan dan angka pengangguran juga berimbas terhadap sektor pendidikan, dimana pendidikan anak berpotensi untuk mengalami gangguan yang signifikan. Tiga puluh satu persen sekolah melaporkan terjadinya kasus putus sekolah selama tahun ini. Angka putus sekolah berbeda secara nyata antar kabupaten, dengan jumlah tertinggi di kawasan timur laut Bali yang merupakan daerah termiskin, dimana Buleleng (60 persen) dan Karangasem (55 persen) memiliki angka tertinggi. Meski begitu, dari segi jumlah murid angka aktual putus sekolah yang dilaporkan hanya kurang dari satu persen jumlah murid. Meski begitu masih ada ketidakpastian soal pendaftaran anak ke sekolah pada tahun ajaran baru yang berjalan terhitung sejak Juli 2003. Ketegangan Sosial. Tidak seperti yang semula dikhawatirkan, ketegangan sosial hanya terjadi secara terbatas. Secara umum,

iii

Ringkasan Eksekutif

kerekatan sosial bahkan meningkat selama 2003, meski ketegangan tetap tinggi di sejumlah kecil kecamatan yang mengalami tekanan ekonomi, permasalahan sosial, dan permasalahan pemuda dan pengangguran yang cukup berat. Sebagian besar gejolak sosial di masa lalu terjadi di kawasan utara dan timur Bali (Buleleng, Karangasem), dan menurut responden tidak ada peningkatan gejolak sosial yang nyata pada 2003. Yang patut dicatat, hanya segelintir kerusuhan yang melibatkan penduduk asli dan pendatang, dimana kebanyakan insiden terjadi anatar kelompok masyarakat Bali. Kepala desa, tokoh adat dan pihak kepolisian diidentifikasi sebagai aktor utama yang menangani ketegangan sosial, yang menekankan pentingnya suatu pendekatan sosial ekonomi dan keamanan yang terpadu di kecamatan-kecamatan yang rentan. Dampak di Luar Bali. Dampak yang terjadi di luar Bali tersebar jauh lebih luas. Di Lombok, tiga per empat responden di kecamatan-kecamatan yang paling menderita melaporkan rata-rata penurunan pendapatan hingga 50 persen. Hal ini lantas diperparah oleh turunnya angka permintaan terhadap barang kerajinan di Bali serta turunnya kesempatan kerja bagi pekerja pendatang dari Lombok di Bali. Di Jawa Timur, dampak makro ekonomi yang dialami pada tingkat provinsi cukup kecil, namun dampak yang lebih berat dirasakan di sejumlah desa dan kecamatan tertentu yang memiliki kaitan ekonomi yang erat dengan Bali, misalnya dalam bidang perdagangan dan ketenagakerjaan. Industri kerajinan perak dan kayu di Pasuruan, pengrajin granit dan logam di Tulungagung, dan pengrajin kayu dan bambu di Banyuwangi mengalami penurunan omset hingga 50 persen. Meski begitu, informasi komprehensif tentang sistem dagang tersebut dan peran penting Bali

terhadap produsen di Jawa Timur dan daerah lainnya belum tersedia.

Respon terhadap krisis

Pihak pemerintah, donor, dan masyarakat Bali memberikan respon pada saat terjadinya bom Bali. Upaya-upaya awal berhasil meningkatkan keamanan, dan bantuan awal bagi korban langsung juga diberikan. Prakarsa-prakarsa yang menangani dampak sosial ekonomi membutuhkan waktu lebih lama sebelum benar-benar berjalan, yang sebagian dikarenakan kendala administratif dan waktu tenggang yang diberlakukan. Organisasi-organisasi masyarakat, yaitu terutama lembaga-lembaga adat Bali yang memiliki pengaruh kuat, merespon krisis secara cepat. Masyarakat menyadari bahwa mereka akan turut merasakan manfaatnya jika pariwisata dapat memulih. Keprihatinan yang ada pada masa awal bahwa ketegangan sosial akan meningkat tidak terbukti dimana masyarakat secara aktif membantu menanggulangi potensi konflik sosial pada tingkat lokal dan meningkatkan keamanan. Hampir semua sekolah di Bali (97 persen) memiliki dewan sekolah, yaitu suatu forum yang mempertemukan guru dan orang tua. Lebih dari dua per tiga (70 persen) dari dewan tersebut bertemu untuk membahas dampak krisis, dan seringkali memberikan bantuan dalam bentuk uang tunai. Tanggap Darurat. Bantuan tanggap darurat untuk para korban, dan bantuan untuk penyelidikan polisi dengan cepat diberikan, dan langkah-langkah peningkatan keamanan di Pulau Dewata dilaksanakan sejak dini. Bantuan kepada para korban, termasuk bantuan medis dan keuangan senilai lebih dari $10 juta telah diberikan. Sejak awal, pihak donor dan Pemerintah juga sepakat untuk mendirikan sistem monitoring dampak sosial ekonomi bom Bali, dan pada Januari 2003 hasil-hasil pertama upaya tersebut sudah

iv

Ringkasan Eksekutif

tersedia. Sedapat mungkin, segala upaya diarahkan untuk menjadikan program-program lebih responsif terhadap konteks bom Bali. Sebagai contoh, USAID dan AusAID memberikan bantuan langsung dalam rangka pemulihan pasca bom Bali, sementara UNDP menangani kebutuhan jangka pendek masyarakat-masyarakat yang paling menderita. Respon Sosial Ekonomi. Sejak awal pemberian respon sudah diprakirakan bahwa kelesuan dalam industri pariwisata akan berdampak negatif terhadap kesejahteraan sosial, dan kemungkinan juga terhadap ketegangan sosial. Yang menjadi pertanyaan besar adalah ruang lingkup dan pengaruh dari dampak yang ditimbulkan kelesuan tersebut. Oleh karena itu, sejak awal sudah disadari bahwa suatu strategi pemulihan bukan saja harus menangani dampak ekonomi, tapi juga memulihkan keadaan Bali sebagai tujuan wisata yang aman dan menarik dengan aneka ragam kebudayaan. Pemerintah tingkat pusat, provinsi dan lokal memusatkan perhatian pada tiga bidang: (i) promosi pemulihan pariwisata; (ii) perlindungan kesejahteraan sosial; dan (iii) promosi sektor alternatif selain pariwisata. Pemerintah pada semua tingkat secara cepat membentuk sejumlah Tim Pemulihan yang melingkupi enam bidang kerja: (i) keamanan, (ii) promosi dan penyelenggaraan even pariwisata, (iii) pembangunan prasarana, (iv) transportasi, (v) insentif anggaran, dan (vi) pemulihan sosial ekonomi. Pemerintah pusat mengalokasikan Rp 100 milyar untuk maksud tersebut. Per Juni 2003, setengah dari jumlah tersebut telah dialokasikan untuk program-program penyelamatan, kampanye pariwisata, dan peningkatan keamanan, dimana sekitar 20 persen dari dana tersebut telah disalurkan. Pemerintah provinsi dan kabupaten sudah melaksanakan sejumlah program yang

dimaksudkan untuk membantu mereka yang terkena dampak bom Bali, yaitu antara lain dalam bidang akses pelayanan kesehatan dan pendidikan. Meski begitu, pemerintah daerah tidak memiliki cukup dana untuk melaksanakan program pemulihan yang komprehensif. Pemerintah Provinsi Bali juga mengembangkan rencana untuk Program Pemulihan Bali, yang memusatkan perhatian pada bantuan pada tingkat masyarakat, kegiatan peningkatan pendapatan dan pemeliharaan akses kepada pelayanan sosial, namun program tersebut belum terlaksana karena terbentur kendala sumber daya. Pemerintah menemui kendala-kendala tersebut karena baru mengalami kejadian seperti ini untuk pertama kalinya, ditambah lagi dengan penyesuaian-penyesuaian yang harus dilakukan dengan diberlakukannya sistem desentralisasi yang memberi wewenang lebih luas kepada pemerintah kabupaten dan provinsi. Koordinasi antara berbagai tingkat pemerintah dalam melaksanakan program merupakan tantangan yang cukup besar. Respon donor terarah pada perlindungan kesejahteraan sosial dan bantuan peningkatan pendapatan dari sektor selain pariwisata, mata pencaharian dan pengembangan masyarakat. Sebelum peristiwa peledakan bom itu, Bali bukan menjadi provinsi target untuk program-program pengentasan kemiskinan yang didanai masyarakat donor karena tingkat kesejahteraan pulau itu yang relatif lebih tinggi. Oleh karena itu, dampak negatif yang berkepanjangan di Bali harus dipandang dari konteks tantangan yang mendesak yang dihadapi dalam pembangunan sosial di seluruh wilayah Nusantara. Program-program donor utama yang bergerak dalam bidang sosial ekonomi yang aktif di Bali adalah: (i) Bali Rehabilitation Fund (AusAID), AUD 750.000 untuk bantuan sektor alternatif selain pariwisata, (ii) Kecamatan Development Program (Bank Dunia), USD 28 juta selama

v

Ringkasan Eksekutif

kurun waktu tiga tahun yang terdiri dari dana masyarakat di ke-53 kecamatan Bali, dimana menurut rencana penyaluran dana yang pertama akan berlangsung pada September 2003, (iii) Bali Response (USAID), $ 5 juta yang sebagian besar terdiri dari dana kecil yang terutama dimaksudkan untuk pemulihan ekonomi dan pencegahan konflik, (iv) Community Recovery Programme (UNDP), USD300.000 dalam bentuk bantuan dana langsung untuk masyarakat di daerah-daerah yang terkena dampak terberat, (v) Bali Urban Infrastructure Project (Bank Dunia), USD 2-3 juta dalam bentuk bantuan dana langsung untuk masyarakat dengan memanfaatkan model CBD yang dikembangkan Bappeda Bali, dan (vi) Dana Perwalian Bank Dunia-Pemerintah Belanda sebesar USD 2-3 juta untuk bantuan dana untuk sekolah, program ini belum terlaksana. Karena dampak bom Bali belum diketahui secara pasti dan karena tingkat kesejahteraan pulau tersebut yang relatif lebih tinggi, masyarakat donor sepakat untuk terus memantau keadaan dan siap memberikan bantuan jika memang dibutuhkan. Pemerintah Belanda, melalui Bank Dunia, mengalokasikan dana sekolah dalam rangka mengantisipasi kenaikan angka putus sekolah. Meski disinyalir bahwa angka putus sekolah mengalami kenaikan, kondisi Bali masih jauh lebih baik dibanding angka rata-rata nasional, yang berarti bahwa dana tersebut belum dimanfaatkan selama tahun ajaran 2002/3. Selain monitoring, sejumlah kecil program donor dikembangkan di luar Bali dalam rangka menanggulangi dampak bom Bali. Sejumlah besar pemerintah negara donor mengeluarkan anjuran perjalanan (travel advisory) pasca bom Bali. Hal ini mempertegas peran penting persepsi keamanan terhadap pemulihan industri pariwisata. Sementara pemerintah-pemerintah luar negeri terus memperingatkan warganya

terhadap risiko yang ada, pemerintah Indonesia memprihatinkan dampak yang ditimbulkan anjuran perjalanan terhadap pariwisata dan ekonomi daerah. Pada akhirnya, pemerintah asing ataupun Indonesia tidak dapat membendung niat wisatawan untuk mengunjungi Indonesia. Permasalahan anjuran perjalanan tersebut lebih jauh menyoroti kenyataan bahwa meski Bali merupakan pintu masuk internasional ke Indonesia, stabilitas keamanan dan politik di wilayah lain Nusantara akan berdampak terhadap upaya pemulihan di Bali.

Bali setelah tragedi

Satu tahun setelah serangan teroris, upaya-upaya terarah masih dibutuhkan untuk membantu proses pemulihan Bali yang sedang berlangsung dan meningkatkan prospek Pulau Dewata. Pada tahap ini, prioritas adalah untuk secara efektif melaksanakan dan menyalurkan komitmen bantuan pemerintah dan donor yang ada, meski sejumlah intervensi kunci yang disebutkan di sini belum menerima pendanaan. Melihat situasi yang terus berkembang, kegiatan monitoring tetap penting, dan program-program kini harus siap sedia untuk memberi respon secara kreatif dan fleksibel. Prioritas jangka pendek adalah kewaspadaan keamanan, pelaksanaan program-program yang sudah ada, dan monitoring dampak. Pemajuan lingkungan yang aman. Bali dan industri pariwisata Indonesia membutuhkan upaya-upaya berkelanjutan yang menangani ancaman terorisme dan kekerasan dan menciptakan lingkungan yang aman bagi penduduk Indonesia maupun wisatawan. Lingkungan yang aman merupakan prasyarat bagi upaya-upaya revitalisasi sektor swasta dan membantu upaya masyarakat yang berkelanjutan. Untuk itu dibutuhkan:

vi

Ringkasan Eksekutif

• Pada tingkat nasional, pemerintah melanjutkan upaya untuk mencegah serangan-serangan di masa mendatang.

• Bantuan untuk upaya Pemerintah Indonesia untuk menguatkan dialog dan kerjasama efektif antara sektor swasta, masyarakat, dan kepolisian untuk memastikan partisipasi semua pihak yang berkepentingan dalam menciptakan lingkungan yang aman.

• Bantuan untuk upaya profesionalisasi kepolisian dan mengembangkan proyek-proyek percontohan pemolisian masyarakat yang terarah dan berbasis wilayah di daerah-daerah rentan, yang bertujuan untuk memantapkan hubungan polisi-masyarakat dan perancangan prakarsa-prakarsa pencegahan ketegangan sosial dan tindak kekerasan.

Melaksanakan program-program yang sudah ada. Fokus program-program penanggulangan dampak perlu difokuskan pada upaya-upaya yang sudah ada, bukan komitmen baru. Agar dapat membuahkan hasil di lapangan, • Memastikan penyaluran dana bantuan

pemerintah secara terarah dan efektif kepada daerah-daerah dan kelompok-kelompok yang paling menderita untuk memastikan bahwa kesejahteraan sosial tidak terkena dampak lebih parah.

• Memastikan bahwa lembaga-lembaga kesehatan dan pendidikan terus memperhatikan aspek keterjangkauan (accessibility), terutama bagi golongan masyarakat miskin.

• Meninjau kembali program-program yang mengadakan dana masyarakat (KDP, BUIP dan CRP) untuk memastikan penargetan yang efektif yang sesuai dengan temuan-temuan kajian dan meningkatkan koordinasi bantuan dengan pemerintah daerah.

Monitoring Dampak. Pada saat pariwisata mulai memulih, monitoring secara berkelanjutan terhadap aspek-aspek yang rentan dan terhadap aspek-aspek yang tertinggal dalam proses pemulihan perlu dilakukan. Untuk itu, Pemerintah perlu: • Memantapkan dan meningkatkan kegiatan

pengumpulan dan pengelolaan data dan informasi yang terkait dengan pariwisata domestik dan internasional di Bali dalam rangka membangun landasan yang lebih baik dalam membuat kebijakan (misalnya, untuk BPS Bali dan lembaga/organisasi pariwisata).

• Mengulang survei sarana sekolah dalam rangka mengkaji dampak berkelanjutan terhadap akses dan mutu pendidikan.

• Mempertimbangkan pelaksanaan survei rumah tangga yang terarah dalam rangka mengkaji strategi penanggulangan krisis menjelang Susenas 2004.

• Melaksanakan kajian kebutuhan pasar tenaga kerja, pencari kerja dan UKM melalui kerjasama dengan lembaga pemerintah provinsi dan kabupaten terkait dalam rangka merancang strategi jangka menengah untuk program-program padat-karya dan bantuan kepada UKM.

• Mengevaluasi status terkini kondisi hutang usaha-usaha yang terkena dampak krisis, terutama UKM.

Untuk jangka menengah, Pemerintah perlu menggeser perhatian dari krisis ke pembangunan yang lebih berkelanjutan dan terdiversifilasi di Bali dan luar Bali. Dan berdasarkan pengalaman bom Bali, Pemerintah juga perlu merubah mekanisme tanggap darurat dalam era desentralisasi. Memajukan pembangunan berbasis pariwisata yang berkelanjutan. Hingga Bali keluar dari kelesuan ekonomi, agenda jangka pendek dalam rangka pemulihan berbasis pariwisata yang menanggulangi dampak krisis yang terarah pada akses terhadap pelayanan

vii

Ringkasan Eksekutif

sosial dan kesempatan kerja alternatif tetap memainkan peran yang sangat penting. Pada akhirnya, ekonomi berbasis pariwisata Bali perlu lebih berkelanjutan dan peka terhadap berbagai gejolak dengan cara pemajuan inovasi dan partisipasi masyarakat setempat. Trend terkini pariwisata global dan masa depan yang tidak menentu mengisyaratkan dibutuhkannya upaya penempatan dan renovasi kembali Bali sebagai tujuan wisata serta pembangunan ekonomi yang lebih terdiversifikasi dan berkelanjutan yang lebih 'tahan banting'. Sejarah pembangunan pariwisata Bali menunjukkan bahwa perencanaan top-down tidak selalu efektif. Meski dilakukan perencanaan, industri pariwisata Bali berkembang menurut dinamikanya tersendiri, yang bergerak pada laju yang sedemikian rupa sehingga menciptakan kerentanan yang amat tinggi dalam struktur ekonomi pulau tersebut. Pengalaman ini menegaskan bahwa rencana-rencana top-down akan kian tidak efektif dalam mengelola proses kompleks pembangunan berbasis pariwisata di Indonesia, yang dimulai di tujuan wisata utama Bali. Berbagai pihak yang berkepentingan - termasuk pemerintah pusat, provinsi dan lokal, masyarakat, dan sektor swasta - harus mau memainkan peran masing-masing. Pembangunan yang berkelanjutan mensyaratkan pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana pariwisata dapat menguntungkan masyarakat secara langsung maupun tidak langsung. Tidak dapat dipungkiri bahwa pariwisata akan terus menjadi sektor andalan Bali, dan hubungan kemitraan dan keterkaitan yang lebih efektif antara masyarakat, dunia usaha dan aktor ekonomi setempat lainnya perlu dikembangkan sehingga manfaat ekonomi Bali dapat didistribusi secara lebih adil. Visi seperti ini memerlukan hal-hal sebagai berikut:

• Meningkatkan dialog antara pemerintah daerah dan pihak yang berkepentingan di sektor pariwisata Bali, NTB dan tujuan wisata lainnya melalui Kelompok Pemulihan Pariwisata multi-stakeholder yang luas (pemerintah, kepolisian, industri, perwakilan masyarakat) dalam rangka menghasilkan strategi pemulihan pariwisata yang komprehensif yang secara efektif menjalin hubungan koordinasi dengan kelompok kerja Pemulihan Pariwisata Nasional dan aktor-aktor tingkat provinsi.

• Mendorong pihak-pihak yang berkepentingan untuk menghasilkan dokumen strategi dengan kerangka waktu, tahapan pencapaian proyek (milestone), dan sumber daya pelaksanaan yang jelas, dan bersama masyarakat mengidentifikasi kemungkinan-kemungkinan pelaksanaan proyek-proyek revitalisasi tempat wisata yang dapat dilaksanakan masyarakat setempat dengan dana pemerintah atau donor sebagai bagian dari suatu pendekatan pariwisata berbasis masyarakat yang juga akan membuka lapangan kerja yang sangat dibutuhkan itu.

• Menjajaki alternatif-alternatif untuk mendiversifikasi ekonomi Bali dengan memanfaatkan kaitan-kaitan dengan sektor pariwisata (misalnya melalui pemantapan saluran-saluran ekspor).

• Mengembangkan pasar dan pola pembangunan untuk UKM yang berkaitan dengan pariwisata yang berlokasi di Bali, Lombok dan Jawa Timur yang terarah pada penguatan analisa pasar dan riset produk, pelayanan pendukung, pengembangan ketrampilan dan kapasitas dan meningkatkan hubungan dagang dan manajemen informasi.

• Mempertimbangkan perancangan proyek-proyek percontohan pariwisata berbasis masyarakat dan kawasan-kawasan revitalisasi pariwisata di Bali dan Lombok

viii

Ringkasan Eksekutif

dalam rangka memetik pelajaran dan praktek terbaik untuk ditiru di masa mendatang. Proyek-proyek tersebut dapat dikembangkan pemerintah provinsi dan kabupaten dengan partisipasi pihak relevan yang berkepentingan seperti masyarakat dan bantuan donor.

Merancang kembali mekanisme tanggap darurat. Satu pelajaran yang dapat dipetik dari dampak bom Bali adalah bahwa koordinasi krisis dan aspek pelaksanaan perlu mendapat penanganan yang lebih baik di era desentralisasi. Oleh karena itu Pemerintah perlu mengkaji mekanisme tanggap darurat dan pemulihan pasca krisis dalam lingkungan terdesentralisasi, dan menyepakati instrumen-instrumen efisien untuk penyaluran sumber daya, mekanisme koordinasi dan kerjasama yang efektif antara berbagai tingkat pemerintah. Lembaga-lembaga donor dapat membantu dalam semua upaya tersebut. Pertama, mereka perlu melanjutkan pelaksanaan program yang diprakarsai pasca bom Bali. Kunci keberhasilan program yang terarah pada bantuan kesejahteraan sosial adalah penargetan kelompok-kelompok yang benar-

benar rentan. Melihat dampak krisis yang sangat beragam, penargetan pada tingkat kecamatan merupakan langkah tepat dengan memanfaatkan informasi dari kegiatan monitoring yang disajikan dalam laporan ini. Kedua, lembaga-lembaga donor perlu terus membantu upaya monitoring. Putaran survei responden kunci, dan mungkin survei sekolah, yang selanjutnya dapat memberitahu apakah pemulihan pariwisata memiliki pengaruh positif terhadap ekonomi rumah tangga dari mereka yang menderita akibat dampak bom Bali. Ketiga, lembaga-lembaga donor perlu memberikan bantuan teknis kepada berbagai tingkat pemerintah. Bantuan tersebut dapat diberikan dalam bidang perencanaan dan pelaksanaan program-program yang sudah dijanjikan, berikut bantuan jangka panjang dalam bidang perencanaan dan penganggaran. Selain itu bantuan juga perlu diberikan kepada pemerintah provinsi dan lokal dalam memfasilitasi perencanaan strategis untuk pemulihan dan diversifikasi jangka panjang. Terakhir, donor dapat membantu mengembangkan strategi untuk pelaksanaan respon yang terkoordinir dalam menanggulangi potensi krisis di masa mendatang.

ix

BAB 1: PENGANTAR

Pariwisata, dengan Bali sebagai primadona, muncul sebagai salah satu sektor terdinamisperekonomian Indonesia. Sektor tersebut menempati urutan kedua setelah migas dalam halperaihan devisa. Industri pariwisata Bali masih terpusat di kawasan selatan pulau tersebut,seperti semenanjung Nusa Dua, menyusul pembangunan besar-besaran selama dasawarsa 1970-an dan 1980-an. Walau semula pihak perencana merasa khawatir kebudayaan Bali akan terkenaekses negatif proses pembangunan pariwisata internasional, akomodasi dan jasa-jasa yang terkait dengan industri pariwisata menjamur di berbagai lokasi, terutama di Kuta tempatterjadinya tragedi bom pada Oktober 2002 itu. Hasilnya, pariwisata mempengaruhi matapencaharian seluruh pulau Bali, termasuk kawasan utara dan timur yang lebih miskin, karenakaitan-kaitan dalam bentuk migrasi penduduk, kiriman uang ke kampung halaman, danpengeluaran umum di semua sektor. Kaitan-kaitan tersebut dapat ditelusuri hingga Lombok, pemasok bagi Bali yang telah mengembangkan industri pariwisatanya sendiri.

1.1 'Booming' Pariwisata Indonesia

1. Pulau Bali berkembang menjadi salah satu tujuan wisata terkemuka dengan lebih dari satu juta kunjungan langsung wisatawan mancanegara (wisman) per tahun sejak 1994 (Gambar 1). Sejak pertengahan 1980-an, jumlah kunjungan ke Indonesia pada umumnya dan Bali pada khususnya meningkat enam kali lipat dan berlipat ganda

selama 1990-an, dimana sekitar seperempat kunjungan wisata ke Indonesia merupakan kunjungan langsung ke Bali. Meski sejak 1998 Indonesia diguncang gejolak ekonomi dan transisi politik, wisman tetap berdatangan karena, antara lain, melemahnya nilai tukar Rupiah.

2. Meski penduduk Bali yang berjumlah 3,4 juta jiwa itu hanya 1,6 persen dari jumlah

Gambar 1. Tingkat Kedatangan Wisatawan secara Langsung di Indonesia dan Bali

0

1,000

2,000

3,000

4,000

5,000

6,000

1970

1972

1974

1976

1978

1980

1982

1984

1986

1988

1990

1992

1994

1996

1998

2000

2002

Year

Num

ber o

f Dire

ct F

orei

gn T

ouris

t Arr

ival

s ('0

00s)

0

0.05

0.1

0.15

0.2

0.25

0.3

0.35

Indonesia

Bali

Bali Direct Share

Bab 1: Pengantar

penduduk Indonesia, hampir semua orang asing yang datang ke Indonesia bersinggah ke pulau tersebut. Seyogyanya Bali mewakili citra Indonesia di mata dunia. Angka kedatangan aktual ke Bali jauh melampaui angka kedatangan pengunjung secara langsung di Denpasar, dimana diprakirakan bahwa satu setengah pengunjung Bali masuk melalui titik masuk lainnya seperti Jakarta, dan seringkali pengunjung merangkai perjalanan dengan kunjungan ke tujuan wisata lainnya seperti Yogyakarta. Selain itu, banyak penduduk Indonesia, dan orang asing yang menetap di Indonesia, memilih Bali sebagai tempat berlibur. Karena itu pengunjung Bali dapat digolongkan menjadi tiga: pengunjung yang datang secara langsung, yang datang secara tidak langsung, dan pengunjung domestik.

3. Pariwisata juga memainkan peran yang makin penting di Lombok, meski skalanya masih kurang dari sepersepuluh pariwisata Bali. Daerah wisata Senggigi, Kepulauan Gili (Lombok Barat) dan Kuta (Lombok Tengah) merupakan tujuan wisatawan nusantara (wisnus) maupun wisman, dimana sebagian besar tiba melalui Bali. Mataram membidik pasar domestik. Di luar daerah-daerah tersebut pembangunan sarana wisata sudah berjalan meski masih terbatas, namun pemerintah daerah (Pemda) setempat tengah mempromosikan pengembangan wilayah lainnya yang lebih terpencil sebagai tujuan wisata. Lombok memiliki banyak sentra produk keramik, tekstil, dan barang kerajinan lainnya yang dijual ke pasar wisatawan lokal atau diekspor ke Bali dan tempat lainnya. Pedagang menjual barang produksi lokal maupun barang impor langsung ke pasar wisatawan lokal atau mengekspor barang produksi lokal ke Bali.

1 PROPEDA Bali 2000-2004.

4. Jawa Timur, dengan jumlah penduduk lebih dari 38 juta jiwa dengan angkatan kerja lebih dari 18 juta, merupakan provinsi terpadat kedua Indonesia. Jawa Timur memiliki kaitan yang cukup erat dengan Bali, terutama dalam bidang perdagangan dan migrasi. Provinsi ini telah memasok berbagai produk untuk Bali, seperti barang kerajinan, furnitur, perak, dan bahan pangan maupun tenaga buruh, dalam volume yang makin besar yang turut membantu pertumbuhan industri pariwisata Bali. Komoditi utama yang diperdagangkan dengan Bali meliputi kayu, rotan, perak, logam, batu dan permata, bambu, kulit, tanah liat dan keramik, garmen, bahan pangan, dan hasil bumi.

5. Peristiwa tragis pada 12 Oktober 2002, yang disusul perang di Irak dan wabah SARS, memicu krisis besar terhadap ekonomi berbasis pariwisata di Bali dan Indonesia yang imbasnya merambah ke daerah lain terutama Lombok, Jawa Timur, Jawa Tengah, Yogyakarta, serta daerah lainnya.

6. Dalam pertemuan tahunan CGI pada Januari 2003, UNDP, USAID, dan Bank Dunia menyajikan laporan dampak sosial ekonomi tiga bulan pasca bom Bali. Kesimpulan yang dicapai pada waktu itu adalah bahwa proses pemulihan belum bergulir dan bahwa penting untuk terus memantau krisis dan meninjau respon demi memajukan proses pemulihan dan menanggulangi dampak negatif. Tujuh bulan setelah bom Bali diluncurkanlah laporan ini yang mengkaji dampak dan respon di tiga provinsi, yaitu Bali, Lombok, dan Jawa Timur, yaitu daerah-daerah yang terkena dampak tragedi tersebut dan peristiwa lain yang menyusulnya. Perhatian khusus diberikan kepada Bali melihat tingkat ketergantungannya pada pariwisata. Bab 1 selanjutnya akan memerinci latar belakang pariwisata Bali dan Lombok dan menganalisa dampak potensial berdasarkan informasi dan data yang tersedia mengenai sektor pariwisata

2

Bab 1: Pengantar

Bali. Bab 2 berisi tinjauan terkini tentang situasi sosial ekonomi di Bali, Lombok, dan Jawa Timur berdasarkan data primer yang dikumpulkan di lapangan pada Mei 2003. Bab 3 meninjau berbagai respon Pemerintah Indonesia dan donor terhadap krisis. Bab 4 memberikan kesimpulan dan rekomendasi.

1.2 Pembangunan Pariwisata di Bali

7. Meski kegiatan pariwisata telah berlangsung di Bali sejak abad lalu, pariwisata masal baru meraih momentum pada pertengahan atau akhir 1980-an, jauh hari setelah Bali ditemukan dan dihuni oleh kalangan seniman dan peselancar. Pada awalnya, sebagian besar kegiatan pembangunan terpusat di selatan semenanjung Nusa Dua, selain di Sanur (tempat dibangunnya Bali Beach Hotel pada masa pemerintahan Soekarno di era 1950-an dengan ganti rugi perang Jepang), Kuta, dan Legian.

8. Rencana Induk Bali Tourism Development yang pertama didanai oleh

UNDP dengan Bank Dunia sebagai badan pelaksana. Proses pembangunan dimulai pada April 1970 oleh perusahaan Prancis Societe Centrale pour l'Equipement Touristique Outre-Mer (SCETO). Konsep 'wisata budaya' diprakirakan dapat menekan dampak pariwisata terhadap kehidupan budaya pulau tersebut. Pertama, keikutsertaan penduduk Bali dalam mengembangkan rencana tersebut adalah sangat minim. Peran Pemda Provinsi sebatas sebagai pengarah, ditambah dengan tak adanya satu pun anggota tim SCETO yang berpengalaman dengan Indonesia dan tidak adanya proses pengarahan bersama pihak berkepentingan yang lebih luas di Bali. Kedua, fokus studi terang-terangan terarah pada pengembangan pariwisata internasional tanpa memberikan prioritas yang cukup pada pembangunan Bali secara luas atau dampak sosial, budaya, dan lingkungan yang diakibatkan pariwisata masal internasional terhadap Bali. Picard (1996) menyoroti kenyataan bahwa tim SCETO menyadari dilema yang diakibatkan pengembangan pariwisata masal di Bali:

Gambar 2. Kawasan Wisata di Bali

3

Bab 1: Pengantar

"Pengunjung tiba sebagai individu dengan standar hidup yang lebih tinggi, yang kurang lebih merasa frustrasi dengan kebudayaannya sendiri dan berupaya untuk mengidealisasi suatu peradaban yang mereka tahu sebatas kulitnya saja, yang mereka samakan dengan Sorga yang Hilang yang mereka harap tidak akan berubah. Sebaliknya, si tuan rumah terkesima dengan gaya hidup orang asing dan cenderung menganggap negara asal wisman sebagai Tanah Perjanjian yang layak ditiru." (SCETO 1971: Vol. 2, hlm. 97, di dalam Picard (1996))

9. Pada 1983, Pemerintah Indonesia menerapkan sejumlah langkah kebijakan untuk memajukan Indonesia dan Bali sebagai tujuan wisata melalui pembentukan

Departemen Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi (Deparpostel), pembebasan visa bagi wisman (masalah seputar visa belakangan ini kembali menghangat), pembukaan sejumlah pintu masuk (entry port) baru (disamping Jakarta), dan sarana untuk menarik penanaman modal asing (PMA). Langkah-langkah kebijakan liberalisasi untuk memajukan perdagangan dan penanaman modal asing pada 1988 berhasil merangsang industri pariwisata Bali, dan pada 1980-an dan 1990-an hotel-hotel baru bertaraf internasional bermunculan di Nusa Dua dan daerah lainnya.

10. Pada 1988, Rencana Induk Bali untuk Pariwisata yang pertama rampung dan Pemda Provinsi Bali mengadopsi Pola Dasar Pembangunan Daerah (POLDAS) yang baru. Tidak seperti model sebelumnya yang

Tabel 1. Sebaran Hotel di Bali

Jumlah hotel Jumlah kamar hotel

Kabupaten

PDRB per kapita (Rp)

(2000) Bintang Non Bintang Bintang Non

Bintang Bintang Total

Jembrana 4,8 juta 0 22 22 0 263 263

Tabanan 3,9 juta 2 38 40 317 441 758

Badung 10,1 juta 71 317 388 12.933 8.221 21.154

Gianyar 5,1 juta 7 407 414 291 3.059 3.350

Klungkung 5,1 juta 26 26 0 231 231

Bangli 3,8 juta 0 24 24 0 184 184

Karangasem 3,1 juta 7 121 128 250 1.550 1.800

Buleleng 3,6 juta 4 132 136 297 1.909 2.206

Denpasar 6,1 juta 22 168 190 2.939 3.670 6.609

Total (2001) 113 1.255 1.368 17.027 19.528 36.555 Sumber: BPS 2001, Bali dalam Angka.

0

4

Bab 1: Pengantar

Tabel 2. Data Dinas Parawisata

Pondok Wisata Hotel Melati Hotel Berbintang Kabupaten

Unit Kamar Unit Unit Kamar Unit

Denpasar 44 204 140 3.185 23 3.034

Badung 81 377 274 6.589 86 14.954

Bangli 5 23 15 185

Buleleng 26 125 63 1.095 5 225

Gianyar 123 563 87 1.269 9 422

Jembrana 14 70 23 314

Klungkung 9 40 3 30 3 36

Karangasem 43 195 63 1.130 7 293

Tabanan 27 124 23 425 2 305

Total (2002) 372 1.721 691 14.222 135 19.269

2001 330 1.411 613 12.721 128 18.464

2000 322 1.474 598 12.357 117 17.933

1999 305 1.371 594 12.476 112 17.713

1998 289 1.291 555 11.766 106 16.697 Sumber: Dinas Pariwisata. 2002. Directory of Licensed Establishments (Direktori Usaha Berijin: Hotel. Pondok Wisata. Rumah Makan/Restaurant Bar. Biro Perjalanan Wisata).

menganjurkan pengembangan kawasan yang terkonsentrasi, POLDAS mengandalkan pariwisata sebagai tiang ekonomi untuk seluruh Bali. Pemda Provinsi Bali membentuk lima belas (15) kawasan wisata, dan kemudian memperluasnya menjadi dua puluh satu (21) yang meliputi 178.470 Ha atau 24,7 persen dari wilayah darat Bali. Penduduk Bali diharapkan dapat memetik manfaat dari lapangan kerja serta peluang di sektor

perdagangan, pertunjukan budaya, dan jasa yang tercipta di kawasan-kawasan wisata.

11. Persediaan Akomodasi di Bali Saat Ini. Fokus terhadap daerah selatan Bali menimbulkan kesenjangan ekonomi antar kabupaten, dimana kesempatan kerja langsung di sektor pariwisata serta pendapatan asli daerah (PAD) dari hotel dan restoran terpusat di kabupaten Badung dan Denpasar. Pada 2000, Bali memiliki 113 hotel

5

Nick Mawdsley
Check numbers – 15/21

Bab 1: Pengantar

berbintang (48 hotel bintang empat dan lima), dimana lebih dari 80 persen berlokasi di Badung dan Denpasar. Dengan lebih dari tiga puluh enam ribu kamar penginapan, Bali telah melampaui target ambisius yang ditetapkan tim perencana SCETO hingga lima kali lipat. Sebagian besar kamar tersebut adalah milik hotel non bintang, yang menurut Biro Pusat Statistik (BPS) berjumlah lebih dari seribu dua ratus usaha dengan jumlah total kamar yang mendekati dua puluh ribu.

12. Dinas Pariwisata Provinsi Bali menangani data tempat penginapan berizin di Bali. Estimasi Dinas Pariwisata terhadap sektor hotel berbintang mendekati prakiraan BPS, namun keduanya berbeda secara nyata dalam hal estimasi sektor hotel non bintang. Menurut Dinas Pariwisata, inventarisasi kamar hotel non bintang pada 2001 hanya mencapai empat belas ribu, padahal menurut BPS jumlah tersebut mendekati dua puluh ribu (lebih besar 40 persen). Data ini mempertegas bahwa hotel-hotel, dengan klasifikasi apapun, terpusat di Kabupaten Badung. Sebagai contoh, menurut laporan 78 persen hotel berbintang terpusat di Badung. Hotel non bintang (pondok wisata dan hotel melati) memiliki sebaran yang lebih luas di pulau Bali. Meski begitu, prasarana akomodasi di beberapa kabupaten (seperti Bangli, Buleleng, Jembrana, dan Klungkung) masih sangat terbatas.

13. Tingkat Hunian Hotel dan Kunjungan Wisatawan. Tepatnya berapa jumlah dan tipe wisatawan yang berkunjung ke Bali setiap tahunnya masih menjadi bahan perdebatan. Selain data kunjungan langsung wisman ke Bali, kita harus mengandalkan statistik tingkat hunian hotel dan informasi tak langsung lainnya mengenai kunjungan wisman ke Indonesia guna memperoleh gambaran yang lebih lengkap mengenai tingkat kunjungan tidak langsung wisatawan luar dan dalam negeri ke Bali. Dari data akomodasi BPS, satu-satunya sumber data akomodasi yang komprehensif yang diperbarui secara berkala, dapat dilihat bahwa selama 2001/2 total tingkat kunjungan wisman ke Bali berkisar antara 4,3 sampai 5,1 juta (Tabel 3). Ini sulit untuk diterima, sekalipun angka tersebut sudah memperhitungkan faktor pengunjung berulang. Pasalnya, angka sebesar itu menyiratkan bahwa hampir semua pengunjung asing yang datang ke Indonesia sudah pasti mengunjungi Bali. Tanda tanya pun muncul tentang mutu data yang diperbarui setiap tahun dan bulan itu.3

Tabel 3. Prakiraan BPS tentang Jumlah Total Pengunjung ke Bali Bintang Kamar Tamu

Asing Tamu

Domestik Tamu Total

Non Bintang

Kamar Asing Domestik Total

2002 2001 126 2.009.221 500.661 2.509.882 2000 113 17.027 1.155.129 253.120 1.408.249 1.255 19.529 3.169.999 1.146.053 4.316.052 1999 104 22.254 1.333.233 210.739 1.543.973 1.240 18.529 1998 102 16.371 1.177.074 202.346 1.379.420 1.189 18.379 1997 90 14.626 1.283.157 241.232 1.524.389 1.157 19.022 1996 13.938 1.127 17.410 Sumber: Bali Dalam Angka. Tabel 8.7 ff Bali Dalam Angka.

2 BPS mengumpulkan data jumlah tamu yang menginap per bulan dan per tahun di hotel-hotel berbintang dan non bintang (melati) (lihat di bawah), sementara Dinas Pariwisata Bali mengumpulkan data tentang hotel-hotel non bintang (melati). Dulu, Kanwil Departemen Kebudayaan dan Pariwisata mengumpulkan data tentang hotel-hotel berbintang di Bali, namun semenjak era otonomi daerah tugas ini diambil alih Dinas Pariwisata Bali.

6

Bab 1: Pengantar

Tabel 4. Struktur Ekonomi Bali Ketenagakerjaan

(2002, %) PDRB(2000,

%)

Pertumbuhan (%, 1997-

2000)

Ketenagakerjaan Nasional (%)

PDRB Nasional

(%)

Pertumbuhan Nasional (%, 1997-2000)

Pertanian 32,2 20,6 0,5 44,9 16,0 5,4 Pertambangan & Penggalian

0,5 0,7 -1,6 0,9 8,7 5,5

Manufaktur 14,5 9,6 -3,5 12,6 20,9 -11,1 Utilitas 0,1 1,3 30,9 0,1 1,0 23 Konstruksi 7,9 4,2 -9,6 4,4 4,6 -33,7 Perdagangan, Restoran & Hotel

24,2 33,2 1,1 18,3 15,4 -6,8

- Grosir & Eceran

20,2 12,1 -12,2 17,3 12,7 -7,4

- Hotel 2,9 12,9 9,1 0,2 0,5 -6,1 - Restoran 1,1 8,14 7,1 0,7 2,23 2,7 Transpor & Komunikasi

5,1 11,3 -2,8 5,6 5,2 4,6

Pelayanan Keuangan

1,2 6,0 0,6 0,62 5,4 -17,22

Administrasi & Pelayanan Publik

14,3 13,2 -0,9 12,61 7,13 -2,45

TOTAL 1,71 juta 1,65 triliun

Rp

-0,5 87,29 juta 1.291 triliun

Rp

-6,48

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) 2002 dan Laporan Daerah BPS. Angka di kolom nasional sudah termasuk pengolahan migas, yang ditambahkan pada pertambangan dan manufaktur. Hal ini sedikit bebeda dengan laporan nasional. Data untuk 2001 belum tersedia.

3 Sepengetahuan kami, BPS mengumpulkan data akomodasi berdasarkan dua lembaran isian. Sekali setahun BPS menyebarkan kuesioner VHT-L setebal 16 halaman. Selain menanyakan jumlah total tamu di tahun sebelumnya, termasuk perbandingan antara tamu domestik dan asing, kuesioner tersebut juga menyinggung perihal sarana (kamar, dsb.) dan ketenagakerjaan. Sekali sebulan, BPS juga menyebarkan kuesioner yang lebih ringkas (VHT-S) yang melibatkan semua hotel berbintang dan satu sampel (sekitar 15 persen) hotel non bintang. Data kemudian diolah untuk memperoleh estimasi tingkat hunian bulanan. Karena tidak semua usaha penginapan menyerahkan kembali kuesioner, data harus disesuaikan guna memperhitungkan mereka yang tidak melapor pada bulan tertentu.

14. Secara keseluruhan, kelemahan data akomodasi terletak pada sektor akomodasi non bintang. Tidak seperti sektor hotel non bintang, data hotel berbintang, terutama golongan kelas mewah, dipublikasi secara tepat waktu. Akibatnya sektor hotel non bintang mendapat porsi perhatian yang lebih kecil karena data yang tidak lengkap. Laporan untuk hotel berbintang jauh lebih lengkap, jadi meski berjumlah hanya seratus lebih, tingkat hunian sektor inilah yang selalu dikutip media massa. Hotel non bintang, yang berjumlah lebih dari seribu usaha, adalah sangat ragam. Secara geografis mereka memiliki sebaran yang lebih luas dibanding jenis akomodasi lainnya. Oleh karena itu hotel

7

Bab 1: Pengantar

non bintang berperan penting dalam menciptakan kesempatan kerja langsung di sektor pariwisata di luar wilayah aglomerasi kawasan pariwisata di selatan Bali.

15. Meski begitu, fluktuasi tahunan pada Tabel 3 menandakan bahwa data untuk hotel berbintang juga perlu dicermati secara seksama. Sebagai contoh, data tahun 1999 menunjukkan kenaikan jumlah kamar hotel berbintang yang tak masuk akal, sementara data tahun 2001 menunjukkan lonjakan tajam pada jumlah tamu asing dan domestik yang menginap di hotel berbintang. Yang lebih mengherankan adalah data hotel non bintang. Dengan kapasitas kamar yang hampir sama, tingkat hunian pada 2000 di sektor ini hampir

tiga kali lipat hotel berbintang. Data yang tidak konsisten seperti ini cukup memprihatinkan. Pasalnya, data tersebut merupakan salah satu dari hanya sekian sumber informasi yang dapat menjelaskan peran relatif tamu domestik dan kinerja sektor hotel non bintang.

16. Ketenagakerjaan dan Ekonomi Bali. Meski tumbuh secara pesat, sektor perhotelan hanya menyediakan lapangan kerja langsung untuk tiga persen dari total angkatan kerja Bali (sekitar 50 ribu jiwa). Mayoritas penduduk diserap sektor pertanian, perdagangan dan manufaktur, dimana banyak usaha yang bergerak di sektor-sektor itu memiliki kaitan langsung maupun tidak

Tabel 5. Ketenagakerjaan Bali per Sektor

Bali Tingkat Upah Rata-rata (Rp/bulan Per Kapita)

Formal Non formal Formal Angka % Angka % National Bali

Pertanian 18.045 3,27 534.021 96,73 552.066 347.520 474.377 Pertambangan 2.591 33,74 5.088 66,26 7.679 1.143.482 631.243 Manufaktur 113.052 45,50 135.402 54,50 248.454 607.078 433.783 Listrik 2.149 100,00 0 0,00 2.149 1.021.943 1.214.801 Konstruksi 88.868 65,91 45.968 34,09 134.836 618.986 635.380 Pelayanan: - Transportasi 33.780 50,90 32.584 49,10 66.364 755.868 778.099 - Grosir 20.232 61,43 12.703 38,57 32.935 848.263 627.272 - Eceran 73.568 23,45 240.218 76,55 313.786 500.717 500.337 - Hotel 49.014 97,50 1.255 2,50 50.269 830.224 821.900 - Restoran 14.277 78,22 3.976 21,78 18.253 483.994 585.765 - Agen Perjalanan 11.201 81,80 2.492 18,20 13.693 1.195.428 892.326 - Telekomunikasi 6.511 91,89 575 8,11 7.086 1.071.142 895.409 - Pelayanan Keuangan 21.196 100,00 0 0,00 21.196 1.331.869 744.330 - Perumahan 0 0,00 373 100,00 373 986.970 - - Pelayanan Bisnis 7.655 74,59 2.608 25,41 10.263 1.183.879 998.955 - Pelayanan Pemerintah 143.840 97,61 3.521 2,39 147.361 979.160 1.096.319 - Pelayanan Lainnya 46.747 53,32 40.919 46,68 87.666 368.922 390.519 TOTAL 652.726 38,07 1.061.703 61,93 1.714.429 670.104 701.583

Sumber: SUSENAS 2002.

8

Bab 1: Pengantar

Gambar 3. Pertumbuhan PDRB Bali (1983-1996)

Nom PC RGDP (1983), Av.= 100

Note: Excluding Jakarta and E. Kalimantan Nom PC RGDP (1996), Av.= 100

25.0 50.0 75.0 100.0 125.0 150.0

25.0

50.0

75.0

100.0

125.0

150.0

ACEH

SUMNSUMW

RIA

JAM

SUMS

BEGK

LAMP

JAVWJAVCYOGY

JAVEBALI

NTB NTT

KALW

KALC

KALS

SULN

SULC

SULSSULSE

MALK

WPAP

Sumber: Dinas Pariwisata NTB (2002)

langsung dengan ekonomi pariwisata. Tabel 4 memperlihatkan bahwa walau Bali masih menderita akibat dampak Krisis Ekonomi Asia pada 2000, Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) Bali hanya turun 0,5 persen.

17. Bali boleh bersyukur bahwa pada 2002 angka kemiskinannya hanya mencapai empat persen (dibanding dengan angka kemiskinan Indonesia adalah 15,9 persen). Data menunjukkan bahwa pada awalnya bukan masyarakat miskin yang merupakan golongan paling rentan terhadap kelesuan industri pariwisata. Susenas 2002 memperlihatkan bahwa 71 persen masyarakat miskin Bali bergantung pada sektor pertanian, yang tampaknya tidak terkena dampak langsung bom Bali. Dampak yang dirasakan mereka sebatas pada jumlah pasokan mereka ke

industri pariwisata. Pada 2002, hampir semua pekerja hotel merupakan pekerja upahan sektor formal (97,5 persen), demikian juga dengan pekerja restoran (78,2 persen). Hampir dua per tiga buruh bangunan adalah pekerja upahan. Sebaliknya, sebagian besar mereka yang bekerja sebagai pedagang eceran merupakan pekerja non formal (75,5 persen).

18. Tingkat kesejahteraan Bali terlihat dari kemajuan yang dicapai pulau tersebut antara 1987 hingga 1996, dimana Bali berhasil mendongkrak PDRB non migas per kapita nasional dari sedikit dibawah rata-rata nasional menjadi 30 persen diatas rata-rata nasional. Pariwisata telah mendongkrak tingkat kesejahteraan Bali, namun seperti yang dapat dilihat pasca bom Bali, roda nasib provinsi itu sangat bergantung pada sektor andalannya itu.

9

Bab 1: Pengantar

1.3 Pembangunan Pariwisata di Lombok

19. Pembangunan pariwisata di Lombok tertinggal jauh dengan Bali, dan tumbuh berkat keberhasilan yang dicapai industri pariwisata Bali. Pada titik puncaknya pada 1996 sekalipun, jumlah kunjungan wisman ke Lombok hanya sepersepuluh dari Bali. Meski pariwisata Lombok mengalami pertumbuhan pesat selama awal 1990-an dan mendapat perhatian yang cukup besar dari Pemda dan sektor swasta, kunjungan wisman ke NTB terus menurun sejak 1997. Gejolak yang dialami Indonesia sejak 1998, meningkatnya aksi kriminil dan kekerasan di Lombok, terutama kerusuhan 17 Januari 2000, merupakan faktor-faktor utama anjloknya jumlah pengunjung ke daerah tersebut.

20. Meski begitu, agen-agen perjalanan di Lombok berupaya untuk mempromosi ekowisata dan budaya Sasak, yang hingga sekarang belum terbentuk sebagai bagian utama citra pariwisata Lombok. Meski hal ini berpotensi untuk memajukan pembangunan pariwisata Lombok dan distribusi manfaat kepada masyarakat setempat, namun jika melihat kendala transportasi dan prasarana yang ditambah lagi dengan tingkat kriminalitas yang relatif tinggi dibanding Bali, maka sebelum Oktober 2002 pun pembangunan industri pariwisata Lombok tidak terlalu menjanjikan.

21. Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah belum pernah dirumuskan untuk Lombok dimana DPRD Provinsi menyerahkan pembangunan pariwisata kepada sektor swasta, sepanjang tidak bertentangan dengan national tourism development policy guidelines.4 Salah satu terobosan dalam pembangunan pariwisata Lombok secara resmi adalah penetapan

sembilan wilayah Lombok sebagai kawasan wisata dengan luas wilayah total 27.630 Ha atau sekitar 6 persen dari wilayah Lombok (Bali menyisakan 25 persen wilayahnya).5 Yang paling signifikan dari kesembilan kawasan tersebut adalah:

4 Syahreza, A. (1999) Where to Lombok? Bali Echo No. 41/VIII.

• Kepulauan Gili dan Senggigi di Lombok Barat (1.805 Ha)

• Kuta di Lombok Tengah (2.590 Ha) • Gunung Rinjani yang meliputi sebagian

daerah Lombok Barat, Tengah. dan Timur (17.000 Ha)

22. Lombok mempromosikan dirinya dengan citra "Bali 20 tahun lampau", dengan maksud menjaring wisatawan yang mencari suasana yang berbeda. Pada umumnya, penanaman modal sektor swasta terpusat di Senggigi (Lombok Barat) dan dalam jumlah yang lebih sedikit di Kuta (Lombok Tengah), tempat Pemda bekerjasama secara erat dengan

Gambar 4. Tingkat Kedatangan ke Lombok

Sumber: Dinas Pariwisata NTB (2002)

0

50,000

100,000

150,000

200,000

250,000

300,000

350,000

400,000

1996 1998 2000 2002 2004

Year

Num

ber

of fo

reig

n vi

sito

rs

Plan Actual

5 DPRD Provinsi melalui Peraturan Daerah No. 9 tahun 1989, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata NTB (2002) Pariwisata NTB Dalam Angka 2001.

10

Bab 1: Pengantar

Lombok Development Tourism Consortium.6 Pengalaman Kuta, dimana terjadi sengketa tanah yang berkepanjangan dengan penduduk, merupakan contoh risiko jika menyerahkan pembangunan pariwisata kepada sektor swasta tanpa rencana strategis, yang berujung dengan hilangnya dukungan masyarakat dalam proses pembebasan tanah dan pembangunan.

1.4 Pengeluaran Wisatawan dan Dampak Pengali

23. Sebelum membahas dampak kasus bom Bali secara lebih rinci di Bab 2, pengeluaran rata-rata wisman (wisatawan mancanegara) dan wisnus (wisatawan nusantara) yang disajikan di bawah ini dapat memberikan sedikit petunjuk tentang kerugian relatif perekonomian yang ditimbulkan tragedi tersebut.

24. Pengeluaran wisatawan tidak terpusat pada hotel semata. Tamu membelanjakan

uang untuk berbagai barang yang lantas diresap ekonomi setempat. Wisman dari negara yang berbeda memiliki pola belanja yang berbeda pula, dan pola belanja wisman juga berbeda dari wisnus. Survei membuktikan bahwa tingkat pengeluaran wisman jauh melampaui tingkat pengeluaran wisnus.

Tabel 6. Sebaran Hotel di Lombok

Jumlah hotel Jumlah kamar hotel

Kabupaten

PDRB per kapita (Rp)

(2000) Bintang Non Bintang

Total Bintang Bintang Non Bintang

Lombok Barat 2,3 juta 16 142 158 1,161 1,068 2,229

Lombok Tengah 1,8 juta 1 10 11 108 156 264

Mataram 4,1 juta 9 45 54 476 933 1,409

Total 26 197 223 1,745 2,157 3,902 Sumber: BPS

6 Lihat Dinas Kebudayaan dan Pariwisata NTB (2002) Pariwisata NTB Dalam Angka 2001 untuk ikhtisar kemitraan swasta/publik dalam pengembangan pariwisata di Lombok; untuk artikel tentang LTDC lihat Kompas (4 Agustus 2001) Pariwisata Kute, Lombok Tengah: Lunturnya Sebuah Cita-Cita.

25. Prakiraan dampak agregat kasus bom Bali terhadap pendapatan daerah Bali dan pendapatan nasional serta tingkat pengangguran mengandalkan asumsi-asumsi yang jauh dari sempurna tentang penurunan sektor pariwisata dan bagaimana hal tersebut berimbas terhadap ekonomi. Dampak aksi teroris terhadap wilayah-wilayah yang mengandalkan pariwisata sudah cukup sering terjadi (Pizam dan Smith 2001). Hanya saja, pengalaman internasional merupakan acuan yang jauh dari sempurna. Cukup jarang terjadi insiden yang melibatkan serangan langsung terhadap wisatawan seperti di Bali. Yang mendekati kasus Bali mungkin kasus Luxor, Mesir. Kasus pembunuhan 58 wisatawan pada November 1997 di kuil Ratu Hatshepsut terjadi setelah industri pariwisata Mesir mengalami pertumbuhan tahunan 20 persen terhitung sejak 1994. Dampak yang langsung terasa menyusul kasus tersebut adalah anjloknya pertumbuhan pariwisata pada 1997,

11

Bab 1: Pengantar

Tabel 7. Pengeluaran Tamu menurut Golongan (Bali) Asing Domestik Jenis

Pengeluaran Harian (USD)

Total (USD)

Harian (USD)

Total (USD)

Akomodasi 29,60 324,71 7,38 32,77

Makanan & minuman 11,82 129,67 4,11 18,25

Transportasi 2,11 23,15 0,64 2,84

Pertunjukan 1,54 16,89 0,97 4,31

Perjalanan 2,81 30,83 0,98 4,35

Cinderamata 9,81 107,62 6,02 26,73

Pemandu 3,63 39,82 0,26 1,15

Lainnya 0,92 10,09 0,32 1,42

Total (Harian versus Lama Kunjungan) 62,24 682,77 20,68 91,82

Sumber: Dinas Pariwisata Bali. Jumlah total diperoleh dari pengeluaran harian dan lama kunjungan. Data nasional juga tersedia di Depbudpar. (www.depbudpar.go.id).

dan penurunan angka kedatangan wisatawan hingga 13 persen pada tahun berikutnya. Meski begitu, pertumbuhan pariwisata Mesir pulih hingga 30 persen pada 1999 (ILO 2001). Contoh lain adalah Israel dan Yunani, dimana dampak suatu tragedi bersifat sementara dan bukan permanen (Aly dan Strazicih 2000). Bukti dari pengalaman dunia internasional bahwa dampak aksi teroris bersifat sementara dan bukan permanen cukup membesarkan hati. Hanya saja, pengalaman tersebut tidak mempungkiri kenyataan bahwa tujuan wisata yang mengalami penurunan pertumbuhan akan kehilangan masa pertumbuhan selama beberapa tahun sebelum mulai memulih, dan akan membutuhkan waktu yang cukup lama untuk mengejar ketertinggalan menyusul aksi teroris (ILO 2001).

26. Prakiraan yang dibuat berdasarkan tabel masukan-keluaran merupakan salah satu cara untuk memproyeksi potensi dampak ekonomi makro. Simulasi berdasarkan tabel masukan-keluaran nasional menunjukkan bahwa penurunan Produk Domestik Bruto (PDB) dapat berkisar antara 0,25 sampai 0,56 persen dari GDP (Yoshioka 2003). Karena besarnya peran yang dimainkan ekonomi pariwisata, maka diprakirakan bahwa dampak bom Bali akan lebih besar. Tabel Masukan-Keluaran Bali 2000 memberikan gambaran tentang potensi

dampak menyeluruh penurunan pertumbuhan tahunan yang nyata pada tingkat kedatangan wisatawan. Kami memprakirakan dampak berbagai skenario penurunan kedatangan pariwisata, yang berkisar antara 10, 30 dan 50 persen. Meski bersifat indikatif, data ini tidak mencerminkan langkah-langkah penyesuaian (misalnya dalam hal ketenagakerjaan) atau strategi penanggulangan krisis yang diterapkan untuk mengatasi krisis ekonomi yang terjadi.

12

BAB 2: DAMPAK

Imbas dampak bom Bali, perang di Irak, dan wabah SARS terasa di seluruh Bali, Lombok,dan, meski tidak terlalu parah, juga di Jawa Timur. Meski sektor perhotelan terkenapukulan yang paling telak, jasa-jasa terkait serta daerah-daerah yang memiliki ikatanmelalui kegiatan perdagangan, migrasi, dan uang kiriman, tak pelak merasakan dampakyang cukup nyata. Dampak langsung sangat terasa di pusat industri pariwisata: SelatanBali (Badung dan Denpasar) dan kawasan-kawasan pariwisata yang lebih kecil. Dampaklangsung bom Bali juga dirasakan kelompok seperti pekerja hotel dan pedagang pantai.Kenyataannya, kerentanan relatif dampak bom Bali adalah sama besar, dan mungkin justrulebih parah, di wilayah Utara dan Timur Bali. Meski masyarakat, rumah tangga, dan duniausaha memiliki berbagai strategi untuk menangani krisis, namun karena krisis yangberkepanjangan strategi mereka berada dibawah tekanan besar. Lombok juga mengalamidampak yang nyata, meski hal itu lebih berkaitan dengan penurunan yang sudah dialamiprovinsi itu sejak sebelum bom Bali. Dampak di Jawa Timur, dengan populasi 10 kali lipatBali, juga sangat terasa meski sifatnya jauh lebih tersebar, dimana kajian kami menemukankantong-kantong daerah yang rentan.

27.

28.

Imbas dampak bom Bali, perang di Irak, dan wabah SARS terasa di seluruh aspek perekonomian Indonesia. Untung saja dampak nasional ternyata lebih kecil dari yang semula diperkirakan. Walau pariwisata telah mendongkrak tingkat kesejahteraan Bali, dan juga daerah-daerah sekitarnya, sektor itu pula yang lantas menjadikan pulau itu sangat rentan terhadap eksodus wisatawan menyusul tragedi bom tersebut. Melihat kontribusi daerah yang nyata sektor pariwisata kepada Bali, Lombok, dan daerah-daerah terkait di Jawa Timur, maka dilakukan suatu kajian cepat (rapid assessment) pada tingkat daerah yang selesai pada Januari 2003. Melihat dampak yang berkepanjangan terhadap sektor pariwisata, maka dilakukan kajian lanjutan yang selesai pada Juli 2003. Tujuan kedua kajian tersebut adalah untuk menggali informasi yang komprehensif dalam waktu singkat tentang dampak aktual dan dampak yang diperkirakan akan terjadi guna membantu dalam pembuatan kebijakan oleh

pemerintah nasional dan daerah serta pihak donor.

Kajian dampak tersebut mengandalkan sejumlah survei kuantitatif, disamping kajian kualitatif dan informasi sekunder. Pasca peledakan bom pada Oktober 2002, putaran pertama serangkaian kajian dilaksanakan di lapangan pada Januari 2003. Putaran kedua berlangsung pada Mei dan Juni 2003. Melihat luasnya ruang lingkup dampak yang diantisipasi di dalam dan luar Bali, kajian-kajian tersebut dirancang sedemikian rupa agar melingkup wilayah geografis dan sektoral yang luas, namun sekaligus menyoroti tempat dan sektor yang dianggap paling rentan. Tidak seperti biasanya, kajian yang dilakukan tidak mengandalkan survei rumah tangga dalam mengukur dampak sosial ekonomi karena kendala waktu dan sumber daya. Sebaliknya, kajian tersebut mengandalkan responden kunci yang terstruktur dan survei-survei kelembagaan.

Bab 2: Dampak

Gambar 5. Angka Kedatangan Wisman di Bali 1997-2003

0

20,000

40,000

60,000

80,000

100,000

120,000

140,000

160,000

180,000

Jan-

97

Mar

-97

May

-97

Jul-9

7

Sep-

97

Nov

-97

Jan-

98

Mar

-98

May

-98

Jul-9

8

Sep-

98

Nov

-98

Jan-

99

Mar

-99

May

-99

Jul-9

9

Sep-

99

Nov

-99

Jan-

00

Mar

-00

May

-00

Jul-0

0

Sep-

00

Nov

-00

Jan-

01

Mar

-01

May

-01

Jul-0

1

Sep-

01

Nov

-01

Jan-

02

Mar

-02

May

-02

Jul-0

2

Sep-

02

Nov

-02

Jan-

03

Mar

-03

May

-03

Jul-0

3

Sep-

03

Month

Dire

ct a

rriv

als

to B

ali

0%

20%

40%

60%

80%

100%

120%

140%

% c

hang

e on

200

0 di

rect

arr

ival

s

Number Direct Foreign Arrivials Relative to 2000 monthly average

May 1998Soeharto D f ll

September2001

October 2001

29.

Instrumen inti yang dipakai meliputi survei terhadap 17 responden kunci di ke-53 kecamatan Bali, survei terhadap lebih dari 400 sekolah di seluruh pulau tersebut, dan survei terarah terhadap pedagang, penjaja pantai, pengemudi taksi, dan jasa-jasa terkait industri pariwisata.7 Struktur kajian yang

serupa juga diadopsi di Lombok, meski hanya meliputi kecamatan-kecamatan yang dianggap paling rentan. Melihat luasnya perekonomian Jawa Timur, fokus kajian di provinsi tersebut adalah pada upaya untuk mengidentifikasi tempat dan sektor paling rentan. Dengan demikian, studi Jawa Timur terdiri dari kajian-kajian cepat terhadap kurang dari sepertiga jumlah kabupaten.

7 Di Bali, Sampel Responden Kunci meliputi 901 responden kunci dari seluruh Bali, masing-masing 17 responden kunci dari ke-53 kecamatan Bali. Selain Camat, survei tersebut menyeleksi secara acak dua desa. Di tiap masyarakat, kami mensurvei kepala desa, tokoh adat, koperasi desa, kepala Lembaga Perkreditan Desa (LPD), kepala Pendidikan Kesejahteraan Keluarga (PKK), bidan desa, perwakilan kelompok pemuda desa (sekaa taruna), dan tokoh masyarakat non Bali. Survei Sekolah melibatkan 425 sekolah di seluruh Bali, masing-masing delapan sekolah dari ke-53 kecamatan Bali. Survei pertama dilakukan pada Januari 2003 untuk pertemuan CGI pertama. Kedelapan sekolah tersebut terdiri dari lima sekolah dasar negeri, dua sekolah tingkat menengah negeri, dan satu sekolah tingkat menengah swasta. Survei Industri Terkait Pariwisata mensurvei 600 penjaja pantai, pedagang, dan sopir angkot yang diseleksi dari kawasan niaga utama (Pantai Kuta, pasar-pasar di Badung, Sukawati, Ubud, dan Amlapura). Selain itu

juga dilibatkan 140 produsen dari sepuluh klaster industri lokal.

2.1 Pariwisata

30. Kedatangan Wisatawan. Angka kedatangan wisman ke Indonesia, khususnya Bali, masih jauh dibawah angka normal pasca tragedi 12 Oktober. Selama bulan-bulan pertama 2003, angka kedatangan pulih hingga dua per tiga jumlah pada 2000, tahun yang relatif normal. Namun wabah SARS dan perang di Irak mementahkan semua upaya pemulihan. Peristiwa-peristiwa tersebut berdampak jauh lebih parah dibanding

14

Bab 2: Dampak

Gambar 6. Trend Regional Pariwisata

Sumber: CIEC

40

60

80

100

120

140

160

Jan-02 Mar-02 May-02 Jul-02 Sep-02 Nov-02 Jan-03 Mar-03 May-03 Jul-03

Malaysia

Thailand

Indonesi

China

kerusuhan Mei 1998 dan tragedi 11 September 2001, yang juga mempengaruhi pariwisata Indonesia. Meski ada peningkatan selama Juni dan Juli, namun hal itu belum menandakan pemulihan yang sesungguhnya.

31.

32.

33.

Kecenderungan Regional. Seluruh kawasan Asia merasakan dampak bom Bali dan keprihatinan terhadap faktor keamanan yang menyusulnya, meski Indonesia merasakan pukulan yang paling telak. Malaysia, Thailand, Vietnam, dan Cina juga mengalami penurunan pariwisata pasca 12 Oktober 2002. Sebaliknya, perang Irak dan wabah SARS berdampak lebih besar terhadap pariwisata kawasan Asia dibanding peristiwa yang terjadi di Indonesia (Gambar 6).

Angka Hunian Hotel. Seperti disinggung di Bab 1, angka kedatangan langsung wisman tidak memberikan gambaran yang lengkap tentang arus wisatawan ke Bali. Gambaran yang komprehensif tentang tamu wisman dan wisnus harus diolah dari data angka hunian hotel. Data hotel berbintang, yang berjumlah sekitar 130 itu, relatif terandalkan.

Sebaliknya situasi hotel non bintang, yang berjumlah lebih dari seribu usaha itu, lebih sulit untuk dikaji. Meski begitu, ada indikasi bahwa sektor itulah yang terkena pukulan terkeras, dan kebanyakan usaha hotel non bintang tidak memiliki mekanisme untuk menanggulangi krisis. Mereka yang menggantungkan hidup pada usaha-usaha hotel non bintang tersebut cenderung lebih rentan.

Gambar 7 menyajikan angka hunian hotel berbintang. Secara tipikal, angka hunian hotel bintang lima adalah yang tertinggi, dan tepat sebelum peledakan bom angka huniannya merangkak naik hingga diatas 75 persen. Pasca bom Bali, angka tersebut anjlok hingga dibawah 20 persen. Hotel-hotel mewah berhasil menaikkan angka hunian hingga 40 persen antara Desember 2002 dan Maret 2003, yang diprakirakan terjadi karena strategi persaingan harga. Sebaliknya, hotel berbintang 1-3 tidak berhasil mencapai kenaikan serupa, yang diperkirakan terjadi karena pangsa pasar mereka direbut hotel-hotel mewah. Hanya saja, hotel-hotel bintang

15

Nick Mawdsley
Can we get total arrivals data from central gov?
Nick Mawdsley
\(1\) Still 30-40% down on June 2000 and June 2002 – need to make this clear as some people are quoting already normal cf. average daily arrivals \(i.e. not taking seasonality into account\); \(2\) Add the % drops? E.g. 70% down in November 2002 etc.
Nick Mawdsley
Maybe reword – let’s not equate recovery with numbers – perhaps we can say “these remain about one-third below levels for pervious years” – we should make a final check on July arrivals

Bab 2: Dampak

1-3 hanya mewakili sekitar seperempat bagian dari jumlah kamar hotel berbintang yang dijual per malam. Pada kuartal pertama 2003, angka tersebut adalah 17 persen.

34. Hotel mewah bukan saja berada dalam posisi yang lebih menguntungkan untuk menghadapi krisis untuk waktu yang lebih lama, masing-masing hotel tersebut juga memiliki mekanisme yang lebih efektif untuk menanggulangi kelesuan pasar. Menurut indikasi, hotel-hotel bintang lima berhasil mempertahankan angka hunian pada 40 persen. Hal ini berhasil dicapai berkat strategi diskon dan promosi secara agresif. Hasilnya, tamu yang biasanya menginap di segmen pasar yang lain beralih ke hotel mewah. Tidak seperti hotel berkategori lebih rendah, atau hotel non bintang, hotel mewah memiliki akses ke jaringan pemasaran di luar negeri. Hal ini dapat membantu mengobati luka yang diderita citra Bali di mata publik internasional. Stabilnya jumlah tamu dan angka hunian hotel berbintang cukup menggembirakan. Meski begitu, diprakirakan bahwa kesenjangan sektor hotel non bintang

adalah cukup nyata. Kami belum dapat menaksir nasib hotel per kecamatan. Bukti dalam bentuk anekdot menunjukkan bahwa permintaan terpusat di daerah konurbasi seperti pantai Kuta, yang sekarang menarik tamu yang biasanya bepergian ke tempat lain. Karena itu tempat akomodasi yang lebih terpencil terbukti lebih rentan, terutama yang terdapat di kawasan-kawasan yang lebih miskin seperti Karangasem.

35.

Gambar 7. Bali: Angka Hunian Terkini menurut Klasifikasi Bintang Hotel

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

Jan-0

2

Feb-02

Mar-02

Apr-02

May-02

Jun-0

2Ju

l-02

Aug-02

Sep-02

Oct-02

Nov-02

Dec-02

Jan-0

3

Feb-03

Mar-03

Apr-03

Month

Hot

el O

ccup

ancy

Rat

e (%

)

5-star

4-star

3-star

2-star

1-star

Substitusi Domestik. Meski pariwisata domestik meningkat sejak akhir 2002, jumlah wisnus dan tingkat pengeluaran mereka tidak dapat menggantikan arus wisman yang hilang. Tak pelak, wisman tetap merupakan pilar utama ekonomi pariwisata Bali. Untuk sebagian besar segmen akomodasi, bukan saja hotel mewah, hal ini memang benar: angka hunian anjlok untuk semua jajaran akomodasi. Meski pangsa pasar wisnus untuk jumlah total tamu hotel berbintang mengalami peningkatan, terutama pada Desember 2002, jumlah wisman masih tetap dominan (Gambar 8). Hal ini berlaku baik untuk angka total lama menginap (stay over) maupun total

16

Bab 2: Dampak

kamar yang terjual (room night). Meski pangsa pasar wisnus naik di hotel berbintang empat dan lima, mereka masih merupakan kelompok minoritas dibanding wisman.

36. Komposisi Wisman. Krisis yang berlangsung menyebabkan perubahan komposisi wisman (Gambar 9). Kerugian terbesar pada awalnya adalah hilangnya kunjungan wisman dari benua Australia dan

Eropa. Meski diversifikasi pola kunjungan merupakan perubahan positif, namun jumlahnya belum sepadan dengan jumlah mutlak tamu secara keseluruhan. Selain itu, seperti halnya tamu domestik, wisatawan kawasan Asia mungkin tidak memiliki daya belanja seperti tamu internasional lainnya. Meski begitu, tidak jelas apakah permintaan tersebut terpusat di hotel-hotel yang bersifat padat-karya. Yang jelas, pemerintah harus

Gambar 8. Pariwisata Domestik Hanya Merupakan Pengganti Parsial

Sumber: Survei hotel BPS VHT-S.

Gambar 9. Komposisi Terkini Tamu Manca Negara Bali (2000-2003)

0.0

20.0

40.0

60.0

80.0

100.0

120.0

140.0

160.0

180.0

200.0

Jan-0

2

Feb-02

Mar-02

Apr-02

May-02

Jun-0

2Ju

l-02

Aug-02

Sep-0

2

Oct-02

Nov-02

Dec-02

Jan-0

3

Feb-03

Mar-03

Apr-03

Month

Num

ber o

f Gue

sts

('000

s)

Dom e stic

Fore ign

0.0

50.0

100.0

150.0

200.0

250.0

300.0

350.0

400.0

Jan-02

Feb-02

Mar-02

Apr-02

May-02

Jun-02

Jul-02

Aug-02

Sep-02

Oct-02

Nov-02

Dec-02

Jan-03

Feb-03

Mar-03

Apr-03

Month

Num

ber o

f Roo

m-N

ight

s So

ld ('

000s

)

Dome st ic

Foreign

0

100,000

200,000

300,000

400,000

500,000

600,000

2000 2001 2002 2003

Year

Num

ber o

f vis

itors Others

EuropeAmericas

ASEAN

Asia Paci fic

0

20,000

40,000

60,000

80,000

100,000

120,000

140,000

160,000

2000 2001 2002 2003

Year

Num

ber o

f Vis

itors

Japan

Other Eur .

Taiw an

Australia

Malaysia/ S'poreGermany

UK

U S A

17

Bab 2: Dampak

tetap mengawasi dampak ekonomi aktual jumlah tamu ke Bali dan dampaknya terhadap upaya pemulihan secara menyeluruh dalam ketenagakerjaan dan mata pencaharian lokal.

37.

38.

Pada Mei 2003, industri pariwisata Bali masih suram dan kebanyakan operator masih berupaya untuk mengatasi krisis. Casa Grande, perhimpunan yang terdiri dari 35 hotel bintang empat dan lima di Bali, mengkaji pemesanan kamar untuk masa mendatang dan menemukan bahwa jumlah pemesanan antara Juni-Oktober 2003 adalah jauh lebih rendah dibanding tahun lalu. Total 878 karyawan terkena pemangkasan di Badung dan sekitar 600 di Denpasar (termasuk Sanur) mengalami nasib serupa. Dengan begitu, total 1.400 karyawan terkena pemangkasan. Bali Grand Mirage termasuk diantara hotel yang gulang tikar, dan Le Meriden Nirwana Resort (Tabanan) memangkas 90 pegawai setelah menyaring 150 yang mendaftar untuk di-PHK secara sukarela.

Perhotelan di Lombok. Sektor perhotelan

Lombok masih berupaya mengatasi kelesuan yang berlangsung sebelum krisis ekonomi Asia. Angka hunian hotel, berdasarkan survei yang dilakukan dalam rangka kajian ini terhadap 17 hotel, adalah sekitar 50 persen sebelum tragedi Kuta, anjlok hingga 18 persen pada November 2002 dan merangkak naik selama liburan akhir tahun sebelum berdiam pada 20 persen hingga April (Tabel 8). Angka hunian untuk sampel hotel tersebut masih jauh dibawah titik impas, yaitu masing-masing 38 persen dan 47 persen.

Tabel 8. Angka Kunjungan Wisatawan ke Lombok Angka Hunian Hotel **

Bulan Kedatangan Wisatawan

* Berbintang Non

Bintang September 2002 31.425 47,6% 52,3% Oktober 2002 29.738 30,4% 14,1% November 2002 21.075 18,4% 18,6% Desember 2002 34.497 46,4% 30,5% Januari 2003 7.450 22,0% 18,8% Februari 2003 6.223 21,4% 17,7% Maret 2003 11.659 22,2% 19,6% April 2003 - 23,0% 20,2% * Data menurut Laporan Unram (Disparda NTB, 2003) ** Data menurut Survei Hotel Lombok (Universitas Mataram, Januari & Mei 2003)

Tabel 9. Penurunan Pendapatan Penjaja Pantai dan Pedagang Penjualan Harian

Rata-rata Laba Harian

Rata-rata

Lokasi Usaha Kabupaten Jenis Pasar N Pra Tragedi Kuta (Rp)

Setelah 6 bulan (Rp)

Penurunan Penjualan

(%) Pra Tragedi Kuta (Rp)

Setelah 6 bulan (Rp)

Penu

runa

n La

ba (%

)

Pantai Kuta Badung Wisatawan 102 151.716 60.735 60% 48.284 18.578 62% Pasar Badung Badung Umum 48 294.167 200.313 32% 83.854 68.021 19% Pasar Sukawati

Gianyar Wisatawan 50 561.000 176.400 69% 177.000 35.900 80%

Pasar Ubud Gianyar Wisatawan 30 398.333 116.667 71% 148.333 43.500 71% Pasar Amlapura

K’asem Umum 30 734.000 275.833 62% 101.333 34.167 66%

Sumber: Universitas Udayana (Denpasar), Survei Pedagang, Mei 2003.

18

Bab 2: Dampak

39.

40.

41.

Pada Januari 2003, tidak satupun dari ke-16 hotel yang dikunjungi di Lombok yang memangkas pengeluaran operasional. Namun pada Mei 2003 88 persen terpaksa melakukannya, dimana dua per tiga diantaranya mengaku tidak sanggup menutup biaya operasional. Hotel non bintang menderita lebih banyak dibanding hotel berbintang, dimana 58 persen mensinyalir memiliki masalah dalam hal pelunasan pinjaman. Dua diantara lima hotel mengaku bahwa kondisi sekarang lebih parah dibanding pasca kerusuhan Januari 2001. Akibatnya, hotel mulai mendiskon tarif kamar (76 persen dari jumlah hotel yang dikunjungi), memotong gaji pegawai (29 persen), dan mengurangi jam kerja (35 persen). Pada Mei 2003, sejumlah hotel non bintang melakukan pemangkasan pegawai, namun makin sedikit hotel yang menerapkan strategi ini jika dibanding dengan Januari.

Kebanyakan hotel meninjau kembali strategi pemasaran mereka, dan sekarang banyak diantaranya yang melirik pasar domestik dan Asia. Meski begitu, tampaknya pada April kecenderungan yang terjadi adalah

penurunan jumlah tamu asing maupun domestik. Responden survei hotel kini kurang optimis mengenai prospek pemulihan dibanding Januari 2003. Pada Januari, kebanyakan hotel berbintang memprakirakan bahwa angka hunian akan kembali membaik dalam waktu 6-12 bulan - pada Mei 2003, tiga diantara lima tidak yakin kapan situasi akan pulih. Sebagian besar hotel non bintang pada Mei memprakirakan bahwa angka hunian akan naik setelah 1-2 tahun.

2.2 Industri Pariwisata Terkait

Kajian yang rampung pada Januari 2003 menegaskan menciutnya jumlah permintaan industri dan pedagang di sektor pariwisata. Omset pengemudi taksi, pedagang, dan pengrajin lokal kembang kempis. Meski terjadi penurunan permintaan yang cukup tajam, namun pada waktu itu durasinya jauh lebih singkat. Permintaan yang tak kunjung naik setelah hampir sembilan bulan telah menguji mekanisme penanggulangan krisis sektor ini, yang misalnya ditunjukkan oleh pemangkasan pegawai secara besar-besaran.

Tabel 10. Survei Industri Terkait Pariwisata Angkatan Kerja Laba Prospek

Kecamatan Kabupaten Produk N % pengurangan

staf

% pengurangan

dalam staf Impas Rugi

% tidak yakin bisnis akan

bertahan sampai akhir tahun

Denpasar Selatan Denpasar Tekstil 14 42,9 39,2 35,7 7,1 0,0

Kuta/Kuta Utara Badung Perak/logam 14 92,9 35,8 64,3 7,1 7,1 Kuta/Kuta Utara Badung Tekstil 14 7,1 5,0 21,4 21,4 7,7 Sukawati Gianyar Furnitur/kayu 14 84,6 57,0 64,3 28,6 0,0 Blahbatuh Gianyar Furnitur 14 69,2 69,4 7,1 7,1 7,1 Sukawati Gianyar Kayu 14 71,4 57,0 21,4 28,6 0,0 Ubud Gianyar Kayu 14 71,4 51,8 21,4 42,9 7,1 Sukawati Gianyar Perak/logam 14 57,1 60,0 42,9 7,1 7,1 Selat/Be’dem/Abang Karangasem Kayu 14 78,6 57,0 7,1 7,1 7,1 Rendang Karangasem Kayu 14 21,4 33,8 7,1 0,0 0,0 Total Total - 140 59,4 51,6 29,3 15,7 4,3

19

Bab 2: Dampak

42.

43.

Penjualan dan Dampak di Bali. Pedagang mengalami penurunan omset dan keuntungan rata-rata yang cukup drastis. Penjaja pantai dan pedagang di sebagian besar pasar melaporkan penurunan omset hingga 60 persen (Tabel 9). Sebuah survei terhadap pedagang pasar, penjaja pantai, dan pengemudi taksi menunjukkan penurunan tajam dalam pendapatan dan keuntungan, yang untuk sejumlah kasus dapat mencapai 70 persen. Penurunan yang sama tajamnya terjadi terhadap nilai keuntungan. Penurunan

pendapatan terjadi di seluruh pulau Bali, bukan di pusat-pusat wisata semata, yang antara lain disebabkan menurunnya transfer dari pusat wisata ke daerah lain di Bali.

Survei terhadap 140 usaha yang terkait dengan pariwisata di 10 klaster pada Juni 2003 juga mensinyalir terjadinya dampak yang sangat besar. Data menunjukkan terjadinya penyesuaian yang nyata

dalam hal tingkat produksi (penurunan rata-rata 55 persen), harga (22 persen), dan kesulitan finansial (71 persen). Menurut laporan, mayoritas usaha tidak mengalami kerugian, namun mereka berupaya untuk melakukan penyesuaian dengan memangkas pegawai (berdasarkan sampel, 52 persen usaha melakukan pemangkasan dengan angka pengurangan yang hampir mencapai 60 persen dari jumlah total staf).8 UKM merupakan sektor dengan angka pemangkasan pegawai tertinggi (61,4 vs 29,2

2.029 24.131 6,4 4,9 1,2 4,5% 1,8% 5,0% 4,1%

Klungkung 9 6 84 6.164 1.609 13.754 3,8 4,3 1,8 3,9% 4,2% 10,3% 4,8%

K’asem 10 5 146 5.992 1.992 22.370 4,6 4,0 1,1 3,9% 4,2% 11,2% 13,7%

Total Bali 95

Tabel 11. Usaha Mikro dan UKM Terkena Pukulan Lebih Keras

Mikro Kecil Menengah Indikator Usaha

1-4 staf 5-20 staf 20+ staf

% produksi di luar Bali 25,0 39,4 35,0

% pemangkasan jumlah staf 61,4 51,0 29,2

% penurunan tingkat produksi 66,6 54,9 38,6

% pemotongan harga 21,2 23,3 23,3

% ekspor 18,7 24,5 33,8

% penurunan tingkat penjualan 65,1 55,8 41,4

8 Ud yana, Hasi ve ksi Indu Yang Terkait Dengan Parawista Bali Pasca “Tragedi Kuta” Putaran Kedua, Juli 2003, hlm. 22.

a l Sur i: E stensi stri 69.223 100.830268.703 - - - 100% 2,6% 11,5% 6,3%

Sumber: BI dan BPD Bali, Desember 2002.

Tabel 12. Ikhtisar Bank dan Lembaga Perkreditan Desa (LPD) di Bali

Jumlah Cabang Jumlah Peminjam Jumlah Rata-Rata

Pinjaman (Rp juta)

Kredit LPD (Diragukan /

Macet) Kesehatan

LPD Kabupaten

BRI BPR LPD BRI BPR LPD BRI BRI BPR

% Total

Kredit LPD

LPD BRI BPR LPD

Denpasar 14 9 31 4,5% 9,6% 0,0%

Badung 13 57 103 19.237 48.631 61.995 5,7 5,3 5,1 49,6%

1,6% 4,2% 0,0%

Buleleng 12 9 159 6.593 6.249 33.068 4,4 3,4 1,1 5,7% 2,6% 7,9% 10,7%

Jembrana 8 1 56 10.533 2.841 10.828 3,6 0,3 1,3 2,2% 3,7% 14,2% 12,5%

Tabanan 14 25 225 9.203 12.957 44.100 4,7 4,3 1,7 11,8% 3,4% 8,0% 8,9%

Gianyar 11 31 225 9.188 24.522 58.457 4,8 5,1 2,0 18,4% 2,6% 25,0% 0,0%

Bangli 4 3 123 2.313

146 1.152

20

Bab 2: Dampak

persen). Dampak yang dirasakan dalam hal produksi dan penjualan adalah lebih parah dibanding usaha berskala lebih besar. Mekanisme UKM untuk menanggulangi krisis bersifat lebih terbatas, yaitu antara lain karena posisinya yang kurang mapan di pasar ekspor. 44.

45.

Badan Perkreditan di Bali. Badan perkreditan utama di Bali adalah Bank Rakyat Indonesia (BRI) milik negara, Bank Perkreditan Rakyat (BPR) milik swasta, dan Lembaga Perkreditan Desa (LPD) milik desa adat tempat ia bernaung. Jaringan LPD adalah yang terluas, dengan lebih dari 1.100 cabang di ke-1.392 desa adat Bali (Tabel 12).9 Ada keprihatinan bahwa UKM dan keluarga-keluarga yang paling menderita akibat dampak bom Bali akan mengalami krisis hutang, yang diindikasi oleh kecenderungan dimana mereka mulai menjual harta benda untuk dapat melunasi pinjaman.

Jumlah total pinjaman per Desember 2002 yang dikeluarkan BRI, BPR, dan LPD masing-masing mencapai Rp. 329 miliar, Rp. 485 miliar, dan Rp. 636 miliar. Mayoritas debitor LPD berasal dari Badung dan Denpasar, yang menandakan bahwa kedua kabupaten tersebut memiliki tingkat pinjaman rata-rata yang lebih tinggi. Berdasarkan sampel 140 usaha yang disurvei pada Mei 2003, sekitar seperempat usaha di Gianyar mengambil pinjaman dari LPD setempat, sementara usaha-usaha di kabupaten lainnya,

seperti halnya di Gianyar, mengandalkan modal sendiri dan pinjaman bank. Hingga Desember 2002, 2,6 persen pinjaman LPD dinyatakan sebagai kredit macet atau berstatus diragukan, dan melibatkan sampai 11,5 persen debitor. Meski LPD tetap memiliki likuiditas yang tinggi, data menunjukkan bahwa sejumlah besar peminjam kecil kesulitan melunasi hutang, yaitu terutama di Gianyar dimana seperempat pinjaman dinyatakan sebagai kredit macet atau berstatus diragukan. Dipandang dari segi lembaga, sejumlah besar LPD yang dinyatakan tidak sehat atau yang memiliki kredit macet berada di Karangasem (14 persen), Jembrana (13 persen), dan Buleleng (11 persen). Kesimpulannya, daerah-daerah yang lebih miskin di Bali mengalami permasalahan terbesar dalam jasa pembiayaan mikro, sementara proporsi terbesar nasabah yang kesulitan melunasi pinjaman berasal dari Gianyar.

46.

9 LPD untuk pertama kalinya dibentuk pada masa 1980-an untuk memerangi sistem kredit yang eksploitatif, meningkatkan standar hidup penduduk desa dan menguatkan keuangan desa, terutama keuangan mikro. Sistem LPD menyediakan pinjaman kepada lebih dari 250.000 nasabah, dimana biasanya jumlah pinjaman yang diberikan adalah lebih kecil dibanding yang diberikan BRI atau BPR. LPD dimonitor oleh BPD Bali dan pembinaan teknis diberikan oleh 16 PLPDK yang dipayungi pemkab-pemkab Bali.

Jasa Terkait Industri Pariwisata di Lombok. Jasa terkait industri pariwisata Lombok memproduksi berbagai barang kerajinan seperti keramik, pahatan kayu, keranjang, dan kain tenunan yang dijual langsung ke pasar Lombok, Bali, dan daerah lain Indonesia, serta pasar ekspor. Kajian pada Mei 2003 di Lombok melakukan survei terhadap pedagang, pengrajin (industri kecil dan rumah tangga), dan koperasi untuk mengetahui cara mereka menanggulangi situasi tujuh bulan pasca bom Bali. Industri pariwisata dan kerajinan Lombok terkena dampak yang sama parahnya dengan di Bali menyusul rangkaian kejadian yang bergulir sejak Oktober 2002, yang lantas mempengaruhi kesejahteraan sosial daerah-daerah yang memiliki ikatan paling erat dengan kedua sektor provinsi itu. Turunnya permintaan terhadap barang kerajinan di Bali serta berkurangnya kesempatan kerja di Bali bagi pekerja pendatang dari Lombok memperparah dampak terhadap kesejahteraan sosial. Tidak seperti di Bali, dampak yang dirasakan di Lombok lebih terlokalisir,

21

Nick Mawdsley
Kai - what is the English technical translation of these?

Bab 2: Dampak

dimana diprakirakan bahwa Lombok Timur dan Mataram relatif mengalami dampak yang lebih ringan dibanding Lombok Barat. Karena industri pariwisata dan kerajinan tidak memainkan peran yang dominan dalam perekonomian lokal Lombok, melesunya kedua sektor tersebut tidak menurunkan pengeluaran konsumen secara umum seperti di Bali, dan mereka yang bekeja di sektor pertanian Lombok tampaknya tidak terlalu terpengaruh. Tidak ada dampak residual bom Bali terhadap ketegangan sosial di Lombok, namun permasalahan internal provinsi itu perlu ditangani untuk memastikan bahwa even-even mendatang, seperti Pemilu, tidak akan menyebabkan eskalasi ketegangan sosial.

47.

48.

Pedagang. Sampel 23 pedagang yang disurvei menunjukkan bahwa omset bulanan pada Mei 2003 mengalami penurunan hingga

dua per tiga dibanding dengan masa sebelum tragedi Kuta (Table 13). Hal ini berujung dengan pemangkasan pegawai tetap dan tidak tetap hingga 50 persen. Pedagang kayu tampaknya menderita lebih besar dibanding pedagang keramik, dimana omset bulanan pedagang kayu menurun hingga rata-rata 80 persen. Enam puluh persen pedagang menyatakan bahwa kebutuhan utama mereka adalah informasi pasar. Seperti halnya di Bali, ada indikasi bahwa ekspor barang kerajian ke luar negeri sedikit banyak dapat menyangga dampak penurunan permintaan lokal untuk produk kerajinan.10

Produsen Kecil, Koperasi, dan Industri Rumah Tangga. Lebih dari 80 persen produsen kecil barang kerajinan (kayu, kain, emas, dan perak) yang disurvei melaporkan telah mengurangi angka produksi hingga rata-rata 58 persen, dimana angka yang sama juga

Tabel 13. Dampak Krisis terhadap Pedagang di Lombok

INDIKATOR EKONOMI PEDAGANG Semua

Pedagang (n=23)

Pedagang Produk Kayu

(n=6)

Pedagang Tembikar

(n =6) sebelum tragedi Kuta 6,0 8,7 5,0 Rata-rata jumlah staf

permanen Mei 2003 2,8 3,0 3,3 Rata-rata jumlah staf sementara

Tabel 14. Dampak Krisis Industri Kecil Lombok

INDIKATOR EKONOMI INDUSTRI KECIL Semua Produk (n=23)

Produk Kayu

(n=10)

Produk Logam (n=5)

Jumlah rata-rata staf permanen 9,6 9,1 16,4 Jumlah rata-rata staf sementara 13,7 7,8 8,0 Persentase usaha yang memangkas staf (%) 67% 60,0% 60,0% Dari mereka, rata-rata staf yang di-PHK (%) 58,9% 67,7% 46,7% Tingkat produksi bulanan (Rp juta) 41,2 10,1

10 Bali Post, 10 Februari 2002, Di Mataram, Pemasaran Kerajinan di Art shop Anjlok.

sebelum tragedi Kuta 9,0 7,8 21,2 Mei 2003 4,4 1,7 13,5 sebelum tragedi Kuta (Rp juta) 30,8 28,2 24,1 Rata-rata omset

bulanan Mei 2003 (Rp juta) 11,8 5,9 12,2 Sumber: Survei Universitas Mataram, Mei 2003.

219,0 Persentase usaha yang menurunkan produksi (%) 82% 80% 60% Dari mereka, penurunan dalam produksi (%) 57,8% 62,5% 41,7% Sumber: Survei Universitas Mataram, Mei 2003

22

Bab 2: Dampak

berlaku untuk pemangkasan staf yang dilakukan (Tabel 14). Secara keseluruhan, sembilan persen produsen kecil mengatakan menderita kerugian pada Mei 2003, dimana sedikit diatas setengah yang masih mengais keuntungan. Ke-17 koperasi (kayu, kain tenunan, emas, dan perak) yang disurvei juga mengalami penurunan omset hingga rata-rata 50 persen. Industri rumah tangga penghasil barang kerajinan tak lepas dari dampak bom Bali, dimana 60 persen melaporkan penurunan omset hingga rata-rata 70 persen. Semua kelompok menyatakan bahwa permasalahan utama adalah berkurangnya jumlah tamu/pembeli, dan secara umum lebih dari 85 persen mengalami masalah dalam hal pemasaran. Jelas sudah bahwa industri-industri ini membutuhkan bantuan dalam bentuk promosi perdagangan dan pengembangan jaringan pasar.

2.3 Dampak Sosial Ekonomi

49.

50.

Dampak kasus bom Bali terhadap ketenagakerjaan dan pendapatan adalah jauh lebih parah dibanding Januari 2003. Di Bali, 94 persen responden kunci melaporkan penurunan tingkat pendapatan dan 70 persen melaporkan penurunan ketenagakerjaan.11 Rata-rata penghasilan diprakirakan turun hingga 40 persen, dimana 20 persen orang dilaporkan kehilangan pekerjaan akibat peristiwa bom (meski beberapa berhasil mendapat pekerjaan baru).

Survei Responden Kunci

Pendapatan Masyarakat Bali. Sembilan puluh empat persen responden melaporkan bahwa masyarakat tempat mereka berdiam

mengalami penurunan pendapatan pasca ledakan bom Bali. Untuk seluruh pulau Bali, rata-rata penurunan pendapatan yang terjadi adalah 43,4 persen. Rata-rata penurunan tertajam terjadi di Karangasem (48,6 persen) dan Gianyar (47,7 persen), sementara Buleleng (39,6 persen) dan Denpasar (40,7 persen) mengalami penurunan yang lebih rendah.

51.

52.

53.

54.

11 Survei Responden Kunci. Perhatikan bahwa angka yang disebutkan bukan merupakan data aktual penurunan pendapatan dan pemangkasan pegawai, namun merupakan prakiraan responden kunci terhadap masyarakat mereka.

Pengangguran di Bali. Sebanyak 71 persen responden berpendapat bahwa angka pengangguran telah meningkat atau meningkat secara nyata selama 2003. Secara rata-rata, responden memprakirakan bahwa 20 persen pekerja terkena pemangkasan selama kuartal terakhir 2003, dimana antara Januari sampai akhir April 2003 persentase tersebut mencapai 29 persen.

Barang Kerajinan Bali. Tujuh puluh persen responden masyarakat menyatakan bahwa barang kerajinan memiliki peran penting. Sebanyak 84 persen responden mengaku bahwa pada tahun ini terjadi penurunan keuntungan, bahkan penurunan yang dialami adalah cukup nyata. Hanya dua persen yang mengatakan bahwa keadaan sudah membaik.

Migrasi Bali. Lebih dari setengah jumlah responden masyarakat (54 persen) melapor adanya penduduk yang pulang kembali ke kampung halaman. Delapan persen tidak memiliki informasi mengenai hal ini, dan sisanya tidak melaporkan terjadinya arus balik penduduk.

Respon dan Mekanisme Penanggulangan Krisis Bali. Responden melaporkan sejumlah mekanisme untuk menanggulangi krisis yang diterapkan anggota masyarakat, mulai dari pembatasan pengeluaran (93,6 persen) sampai peminjaman uang (45,9 persen). Hampir seperempat (24,1 persen) melaporkan terjadinya pergeseran dalam makanan pokok masyarakat. Pengurangan jumlah porsi

23

Bab 2: Dampak

makanan (5,2 persen) dan kegiatan keagamaan (5,4 persen) merupakan yang terendah. Yang perlu dicatat adalah bahwa respon-respon tersebut sangat terkonsentrasi di kecamatan-kecamatan tertentu. Hanya di seperempat kecamatan saja yang menghadirkan lebih dari satu dari total 17 responden kunci yang melaporkan pengurangan jumlah porsi makanan sebagai salah satu mekanisme untuk menanggulangi

krisis. Respon tersebut berjumlah lebih tinggi di wilayah-wilayah miskin Bali seperti Karangasem (contohnya Manggis), yang menandakan perlu diidentifikasinya kantong-kantong spesifik yang rentan.

55.

56.

Sebagai ilustrasi untuk menekankan peran penting program jaring pengaman sosial masyarakat, suatu survei proyek pembangunan kecamatan yang dilaksanakan di Bali pada Mei 2003, 76 persen responden menyatakan bahwa keluarga merupakan pihak pertama yang akan membantu dalam situasi krisis, dimana 66 persen responden menyebutkan kenalan atau teman di

lingkungan sekitar sebagai pihak kedua yang paling mungkin untuk diminta bantuan.12

Penurunan Pendapatan di Lombok. Tiga per empat responden di Lombok melaporkan bahwa penduduk desa mereka mengalami penurunan tingkat pendapatan hingga 50 persen menyusul bom Bali (Tabel 16), dan bahwa yang paling menderita adalah masyarakat golongan miskin. Dampak

Tabel 15. Mekanisme Penanggulangan Krisis dalam Masyarakat

Ya Tidak Ragu (%)

(1). Membatasi pengeluaran 827 41 16 93,6% (2). Berhutang untuk kebutuhan sehari-hari 405 435 43 45,9% (3). Menunda pelunasan hutang 612 235 36 69,3% (4). Menjual harta 431 403 50 48,8% (5). Menggadai harta 528 311 45 59,7% (6). Pindah bidang usaha 311 514 48 35,6% (7).

12 Kecamatan Development Project (KDP) atau Proyek Pembangunan Kecamatan melaksanakan suatu survei di Bali pada Mei 2003 untuk mencari kepastian tentang dampak-dampak bom Bali. Sebanyak 79 fasilitator mewawancarai penduduk Bali untuk mengetahui persepsi mereka. Hasil yang diperoleh dari Survei Kajian Krisis KDP pada bulan Mei itu menegaskan hasil yang diperoleh survei responden kunci, yang membuktikan tingkat ketelitian dan manfaat kegiatan para fasilitator KDP tersebut di lapangan. KDP memiliki fasilitator di sebagian besar kecamatan Indonesia. Jaringan fasilitator tersebut sewaktu-waktu dapat diturunkan ke lapangan untuk mengkaji dampak krisis di Indonesia. Bali tidak merupakan bagian dari proyek ini hingga awal tahun ini, dan tidak diikutsertakan dalam putaran pertama survei repsonden kunci di Bali.

Mempekerjakan anggota keluarga lainnya 349 474 58 39,6% (8). Beralih profesi 395 411 46 46,4% (9). Mengurangi partisipasi dalam arisan 228 592 63 25,8% (10). Mengurangi iuran desa 222 616 45 25,1% (11). Merubah makanan pokok 213 617 53 24,1% (12). Mengurangi jumlah makanan 46 791 45 5,2% (13). Menunda/mengurangi kegiatan keagamaan 48 809 25 5,4% (14). Menunda/mengurangi perawatan sarana/prasarana 527 317 31 60,2% Sumber: Universitas Udayana, Survei Responden Kunci.

24

Bab 2: Dampak

25

KOTAK 1: Bukti dari Studi Transisi Ekonomi dan Sosial Bali Survei Longitudinal tentang Aspek Kehidupan Perorangan dan Rumah Tangga

Kebijakan yang dimaksudkan untuk menanggulangi krisis yang diakibatkan bom Bali memiliki peluang keberhasilan yang lebih besar jikadidasari atas pemahaman yang baik tentang bagaimana peristiwa tersebut mempengaruhi kesejahteraan perorangan dan rumah tangga. StudiTransisi Ekonomi dan Sosial (EST-B = Economic and Social Transition Study), suatu survei longitudinal yang unik tentang aspek rumah tanggadi Bali, memberikan informasi untuk hal tersebut.

Pada Februari 2002, dalam rangka pelaksanaan Susenas, Badan Pusat Statistik (BPS) mewawancarai sampel yang terdiri dari 7.500 orang dari2.000 rumah tangga di Bali. BPS bermurah hati untuk mengizinkan kami mewawancarai kembali beberapa orang tersebut pasca bom Bali danpada awal 2003 kami mewawancarai 92 persen dari mereka dalam rangka pelaksanaan EST-B.

Survei-survei ini memberikan informasi yang unik tentang bagaimana kehidupan masyarakat Bali terpengaruh oleh peristiwa peledakan bomitu. Khususnya karena Susenas mengukur berbagai indikator kesejahteraan perorangan dan rumah tangga mereka pra bom Bali, dan kamimengukur rangkaian indikator yang sama dengan sampel yang sama pasca bom Bali. Dengan demikian kami dapat menentukan dampak krisis.Selain itu, karena data memberikan informasi tentang rumah tangga seutuhnya, kami dapat mengidentifikasi beberapa mekanismepenanggulangan krisis yang diterapkan ditingkat perorangan dan rumah tangga dan menentukan bagaimana dampak krisis dibagi dalamantara rumah tangga.

Hasil survei memberikan wawasan-wawasan baru tentang konsekuensi peledakan bom terhadap kehidupan ekonomi dan sosial masyarakat Bali.Pertama, tidak seperti yang diduga oleh banyak pihak, tingkat pengangguran tidak melonjak secara tajam pasca bom. Angka kerja laki-laki usiakerja utama hanya mengalami sedikit penurunan, yang diimbangi oleh kenaikan angka kerja bagi perempuan usia kerja utama. Permasalahanutama bom Bali adalah anjloknya pendapatan riil - dan bukan saja di sektor non formal. Pendapatan rumah tangga rata-rata menurun hingga 25 persen.

Rumah tangga mampu menyiasati penurunan pendapatan tersebut melalui pola pengeluaran harian mereka. Total pengeluaran rumah tanggamenurun hingga 14 persen - meski cukup besar, namun jumlahnya masih jauh dibawah penurunan tingkat pendapatan yang dialami. Selain itu,rumah tangga menyesuaikan pengeluaran mereka sedemikian rupa sehingga mengimbangi penurunan daya beli mereka. Sebagai contoh,mereka memangkas konsumsi makanan di luar rumah (hingga 50 persen) dan mengurangi pengeluaran untuk pembelian baju dan perawatanpribadi, barang kurang tahan lama (semi durable) dan perayaan-perayaan. Semuanya merupakan kebutuhan-kebutuhan yang dapat ditunda yangmemiliki hanya sedikit pengaruh terhadap tingkat kesejahteraan. Selain itu, rumah tangga juga menyesuaikan pengaturan tempatdan, khususnya, bergabung dengan rumah tangga lain sehingga dapat berbagi sumber daya seperti tempat tinggal dan makanan.

Walaupun memiliki mekanisme-mekanisme penanggulangan krisis, konsekuensi bom Bali terhadap aspek kesehatan adalah cukup besar. Padasaat tingkat pengeluaran menurun, pengeluaran per kapita pada 2003 untuk kesehatan berlipat ganda dibanding tahun sebelumnya. Menurutkedua survei, akses terhadap pelayanan kesehatan mengalami kenaikan bagi orang dewasa dan anak-anak sebulan sebelum wawancaradilakukan, dan naik 50 persen antara 2002 dan 2003. Menurut laporan, pembatasan kegiatan sehari-hari akibat penurunan kesehatan meningkat50 persen, demikian juga dengan proporsi responden yang mengalami demam, batuk-batuk atau pusing dalam periode empat minggu jelangwawancara. Sebagai contoh, persentase yang mengalami demam meningkat dari 30 persen menjadi 60 persen untuk anak-anak, dan dari 35persen menjadi 58 persen bagi orang dewasa. Kemungkinan besar hal ini mencerminkan memburuknya status kesehatan sosial psikologis.

Rangkaian pertanyaan yang kami ajukan pada 2003 menguatkan penafsiran tersebut. Lebih dari dua per tiga responden dewasa mengaku terusikjika teringat pada bom Bali dan 10 persen mengaku teringat pada peristiwa tersebut secara berkala. Selain itu, sekitar tujuh persen laki-lakidewasa dan 13 persen perempuan dewasa menyatakan bahwa kondisi emosional mereka menurun dibanding pada masa pra bom Bali.

Temuan-temuan studi menunjukkan bahwa dampak negatif bom Bali tersebar secara luas, dan mempengaruhi orang dan rumah tanggasepanjang spektrum sosial ekonomi. Meski begitu, rumah tangga yang miskin mendapat pukulan terkeras. Rumah tangga yang tingkatpendapatannya tergolong dalam persentil ke-25 pada distribusi 2002 mengalami penurunan pendapatan pada 2003 yang mendekati 75 persen.Sebaliknya, penurunan yang terjadi dalam persentil ke-75 pada 2002 adalah 25 persen. Beban ekonomi terutama terasa sangat berat bagigolongan rumah tangga termiskin. Statistik tersebut, berikut fakta terjadinya penurunan status kesehatan, dan bahwa pengeluaran untukkesehatan mengalami kenaikan secara nyata pada saat tingkat pengeluaran total mengalami penurunan, menandakan bahwa upaya penguatanjaring pengaman sosial perlu diarahkan pada golongan rumah tangga termiskin terlebih dahulu.

Data 2003 menyingkap banyak hal tentang konsekuensi bom Bali terhadap aspek kesejahteraan. Hasil studi menyatakan bahwa kesehatanmasyarakat terpengaruh, namun mereka mampu melindungi tingkat pengeluaran walau mengalami penurunan pendapatan. Rumah tanggamenanggulangi krisis dengan menyesuaikan pengeluaran dan menarik uang tabungan. Mekanisme ini mungkin tidak berkelanjutan untukjangka menengah, terutama jika industri pariwisata tidak mulai memulih, dan kesejahteraan ekonomi dapat memburuk lebih jauh. Disisi lain,kesehatan masyarakat dapat membaik dengan berlalunya waktu pasca bom Bali.

Satu-satunya cara untuk mendokumentasi dampak jangka menengah bom Bali dan respon perilaku terhadapnya adalah dengan terus mengikutijejak orang dan rumah tangga yang sama selama periode tertentu. Informasi yang diperoleh lewat cara ini memberikan kesempatan yang luarbiasa untuk mengukur rumah tangga di Bali.

Menurut rencana, putaran berikut EST-B akan berlangsung pada kuartal pertama 2004. Survei tersebut akan mewawancari kembali orang danrumah tangga yang sama yang diwawancarai pada 2002 dan 2003. Jika telah pindah lokasi, maka mereka akan dilacak. Kuesioner 2004 akanmengulang pertanyaan yang diajukan pada 2002 dan 2003 namun dengan alat-alat survei yang lebih baik guna memperoleh gambaran yang

Untuk informasi lebih lanjut hubungi: EST-B, Wayan Suriastini di [email protected]

lebih lengkap tentang kehidupan masyarakat Bali di masa sekarang.

dan

formal. Tingkat pendapatan bahkan menurun lebih tajam di sektor

tinggal mereka

dinamika adaptasi terhadap suatu peristiwa yang memiliki dampak ekonomi dan kesehatan yang besar terhadap orang dan

.

Bab 2: Dampak

terparah melanda Lombok Barat dan Tengah. Secara umum, responden berpendapat bahwa industri (kecil) serta hotel dan restoran adalah sektor yang menanggung dampak terberat, dimana tidak seperti di Bali, beberapa juga menyinggung sektor pertanian. Seperti dapat diduga, Lombok Barat, tempat terdapatnya sebagian besar hotel, hotel dan restoran dilaporkan sebagai sektor yang paling merasakan dampak bom Bali.

57.

58.

PHK dan Dampak Sosial di Lombok. Tiga per empat responden melaporkan kehilangan pekerjaan di desa masing-masing, dimana jumlah terbesar terjadi di Lombok Tengah

dan dalam jumlah lebih kecil juga di Lombok Timur. Kasus pemberhentian pekerja terutama terjadi selama periode antara Oktober dan Desember 2002, dan antara Januari dan April 2003. Dua dampak kesejahteraan sosial terbesar yang dilaporkan adalah tidak mampunya penduduk untuk berobat di rumah sakit (35 persen responden) dan putus sekolah (25 persen). Hampir setengah jumlah responden merasa prihatin dengan nasib di masa mendatang dan 43 persen menyoroti konsumsi alkohol dan mabuk-mabukan.

Migrasi Lombok. Sekitar sepertiga

Tabel 16. Dampak Sosial Ekonomi di Lombok

Indikator Sosial Ekonomi Periode Waktu / Tempat Tujuan

Lombok Barat

Lombok Tengah

Lombok Timur Mataram Total

% responden yang melaporkan penurunan tingkat pendapatan di desa Okt 2002-Mei 2003 96% 93% 59% 61% 76%

Jika ya, rata-rata penurunan tingkat pendapatan di desa Okt 2002-Mei 2003 51% 59% 51% 58% 54%

Pertanian (sektor yang terkena dampak terberat) Okt 2002-Mei 2003 21,4% 13,3% 18,8% 0,0% 14,3%

Industri (sektor yang terkena dampak terberat) Okt 2002-Mei 2003 51,6% 78,6% 92,0% 54,2% 68,5%

Hotel/restoran (sektor yang terkena dampak terberat) Okt 2002-Mei 2003 77,8% 50,0% 0,0% 38,5% 58,5%

Pedagang (sektor yang terkena dampak terberat) Okt 2002-Mei 2003 31,0% 0,0% 13,0% 31,8% 20,7% Transportasi (sektor yang terkena dampak terberat) Okt 2002-Mei 2003 4,3% 0,0% 0,0% 8,3% 2,7%

% responden yang melaporkan kehilangan pekerjaan di desa Okt 2002-Mei 2003 83% 100% 55% 83% 78%

Okt-Des 2002 38% 34% 39% 28% 34% Jika ya, rata-rata persentase orang kehilangan pekerjaan Jan-April 2003 26% 28% 25% 25% 26% % responden yang melaporkan penduduk yang pulang kampung Okt 2002-Mei 2003 35% 61% 25% 37% 37%

Juli-Sep 2002 25 6 4 1 6 Okt-Des 2002 20 19 6 4 13 Jumlah orang yang pulang kampung Jan-Mar 2003 13 15 3 3 9

% responden yang melaporkan adanya penduduk yang pergi merantau Okt 2002-Mei 2003 57% 11% 9% 34% 30%

July-Sept 2002 2 19 16 1 12 Okt-Des 2002 10 14 24 3 14 Jumlah penduduk yang pergi merantau: Jan-Mar 2003 29 17 21 1 17 Di dalam NTB 1

Peringkat daerah tempat orang merantau:

3 2 4 3 Jawa 3 4 2 4 Bali 4 2 3 1 2

Lainnya 2 1 1 3 1

Sumber: Survei Universitas Mataram, Mei 2003. Responden mewakili delapan responden kunci tingkat desa. Lombok Barat n = 46; Lombok Tengah n = 29; Lombok Timur n = 44; Lombok Barat n = 42.

26

Bab 2: Dampak

Tabel 17. Lombok: Mekanisme Penanggulangan Krisis di dalam Masyarakat

Mekanisme Penanggulangan Ya Tidak Ragu (%) (1). Membatasi pengeluaran 123 43 3 72,8% (2). Berhutang untuk kebutuhan sehari-hari 72 93 4 42,6% (3). Menunda pelunasan hutang 115 47 7 68,0% (4). Menjual harta 104 63 1 61,5% (5). Menggadai harta 133 33 3 78,7% (6). Pindah bidang usaha 27 137 5 16,0% (7). Mempekerjakan anggota keluarga lainnya 71 97 1 42,0% (8). Beralih profesi 69 93 7 40,8% (9). Mengurangi partisipasi dalam arisan 34 116 19 20,1% (10). Mengurangi iuran desa 52 102 15 30,8% (11). Merubah makanan pokok 51 113 5 30,2% (12). Mengurangi jumlah makanan 17 149 3 10,1% (13). Menunda/mengurangi kegiatan keagamaan 10 155 4 5,9% (14). Menunda/mengurangi perawatan sarana/prasarana 61 96 12 36,1% Sumber: Survei Responden Kunci UNRAM.

responden melaporkan terjadinya arus balik ke atau keluar dari desa antara periode Oktober 2002 dan Mei 2003. Penyebab utama terjadinya arus balik adalah karena pendapatan yang tidak memadai (83 persen), kehilangan pekerjaan (59 persen), keamanan (56 persen), dan administrasi kependudukan (33 persen). Hasil survei terhadap sampel desa mengenai migrasi penduduk menunjukkan bahwa terjadi peningkatkan migrasi ke luar Lombok Barat menyusul bom Bali, sementara di Lombok Tengah justru penduduk lebih banyak yang pulang ke kampung halaman. Diantara mereka yang bergerak ke luar Lombok Timur dan Tengah, diprakirakan bahwa banyak yang bekerja sebagai TKI. Sekitar 30.000 TKI asal Lombok tengah bekerja di luar negeri, terutama di Malaysia. Pada 2002, 24.685 terdapat TKI asal NTB, dimana 99 persen bekerja di Malaysia.13 Jumlah TKI yang dikirim antara periode Januari dan Mei 2003 menurun 27 persen pada periode yang sama

pada 2003, yang mungkin disebabkan oleh wabah SARS.

59.

60.

13 Data diambil dari BP2TKI PROP NTB.

Strategi Penanggulangan Krisis Lombok. Mekanisme penanggulangan krisis yang paling dominan di Lombok adalah penggadaian harta, pengurangan jumlah pengeluaran, penundaan pelunasan hutang, penjualan harta, pinjaman untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, dan penambahan anggota keluarga dalam mencari nafkah (Tabel 17). Sebagai perbandingan dengan Bali, di Lombok jumlah responden yang menjual dan menggadai harta adalah lebih tinggi, namun sebaliknya, responden yang mengurangi tingkat pengeluaran, merubah jalur usaha, dan menunda perawatan sarana dan prasarana adalah lebih rendah.

Prioritas Respon Masyarakat Lombok dan Agen Utama untuk Bantuan: Responden diminta untuk menyebutkan prioritas bantuan menurut pandangan mereka. Prioritas pertama yang paling tinggi adalah Puskesmas (20,3 persen) yang disusul dengan pendidikan (18,8 persen). Kredit atau dana berputar bagi UKM (18,3 persen) dan petani (12,5 persen)

27

Bab 2: Dampak

Tabel 18. Preferensi Bantuan oleh Masyarakat (Menurut Peringkat)

Prioritas Bantuan Pilihan ke-1

(%) Pilihan ke-2

(%) Pilihan

ke-3 (%)

Bantuan Lain yang

Disebutkan

(1). Bantuan Kesehatan (Puskesmas) 20,3% 15,3% 10,4% 492

Tabel 19. Agen Utama yang Diandalkan untuk Bantuan (Diperingkatkan)

Aktor Pilihan ke-

1 (%) Pilihan ke-2

(%)Pilihan ke-

3 (%)(1). Kepala Desa 20,9% 31,7% 10,5%(2). Desa Adat /banjar 40,0% 20,2% 10,6%(3). Camat 1,8% 14,8% 45,6%(4). Pemda Lokal 21,1% 15,1% 16,4%(5). Pemda Provinsi 10,2% 12,9% 7,0%(6). LSM 3,8% 4,3% 8,7%(7). Lainnya 2,3% 1,0% 1,2%

hampir menyusun sepertiga bagian dari daftar prioritas utama responden.

61. 62. Responden masih memandang desa adat sebagai penyalur bantuan utama (40,0 persen), yang disusul pemerintah daerah (21,1 persen). Meski begitu, kepala desa merupakan salah satu pilihan alternatif utama (31,7 persen). Secara keseluruhan, Lombok mengalami imbas dampak bom Bali dan berupaya untuk mengatasinya melalui mekanisme-mekanisme penanggulangan krisis.

Dampak Pada Tingkat Sekolah di Bali

Dampak negatif terhadap tingkat pendapatan dan ketenagakerjaan berimbas pada sektor pendidikan, dimana pendidikan anak-anak mengalami potensi disrupsi yang cukup nyata. Disrupsi yang dimaksud berkisar mulai dari kesulitan membayar uang sekolah, yang berimbas pada sulitnya sekolah untuk memenuhi kebutuhannya dan memberikan pendidikan yang bermutu, hingga putus sekolah selama berjalannnya tahun ajaran atau ketidakmampuan untuk

mendaftar ke sekolah pada awal tahun ajaran baru. Yang banyak terjadi adalah bahwa anak terpaksa pindah sekolah, yaitu seringkali ke kawasan yang lebih miskin, bersama keluarga besarnya. Mekanisme lain untuk menanggulangi krisis adalah menyuruh si anak bekerja sebelum atau setelah jam sekolah dan mengurangi jumlah makanan bagi si anak, yang juga dapat berimbas pada mutu pendidikan. Dampak sampingan negatif dari

(2). Bantuan Kesehatan (Hospitals) 3,1% 10,4% 6,8% 714(3). Pendidikan (Sekolah) 18,8% 21,2% 21,6% 366(4). Dana untuk Desa Adat 7,7% 4,5% 8,2% 713(5). Dana untuk Subak 2,2% 3,4% 4,2% 803(6). Kredit Berputar (UKM) 18,3% 15,0% 14,0% 483(7). Bantuan Non Kredit (Pelatihan) 2,8% 5,3% 4,5% 778(8). Bantuan Peternakan 2,6% 3,6% 5,4% 788(9). Kredit Usahatani/Dana Berputar 12,5% 11,3% 10,0% 598(10). Bantuan Non Kredit Usahatani 2,6% 4,3% 4,7% 787(11). Rehabilitasi Sarana/Prasarana 5,4% 4,6% 9,0% 726(12). Lainnya 3,7% 1,2% 1,3% 831

28

Bab 2: Dampak

BULELENG

TABANAN

JEMBRANA

BANGLI

KARANGASEM

BADUNG

GIANYAR

KLUNGKUNG

KOTA DENPASAR

DANAU BUYANDANAU BRATAN

Schools Reporting Dropouts (out of 8)01234567 - 8

Districts

N

EW

S

Figures through end-April 2003

0 30 60 90 120 150 180 Kilometers

Gambar 10. Bali: Jumlah Kasus Putus Sekolah yang Dilaporkan

keadaan dimana anak harus bekerja atau mendapat gizi yang kurang adalah menurunnya energi, konsentrasi dan minat belajar anak di sekolah.

63.

Pendekatan Kajian. Sebuah survei sarana sekolah bertujuan untuk mengkaji dampak krisis terhadap sekolah-sekolah di Bali. Sebagai alat pengkajian, suatu survei sarana memberikan gambaran kasar mengenai wilayah yang disurvei pada waktu tertentu.14 Sebagai kajian cepat terhadap dampak-dampak yang terlokalisir (misalnya menurut

kecamatan), pendekatan ini lebih layak dari segi waktu dan pelaksanaan dibanding survei rumah tangga dengan tingkat keterwakilan yang sama, meski memiliki sejumlah kelemahan.

64.

14 Alternatif untuk survei sarana adalah survei rumah tangga, seperti Susenas. Pendekatan pada tingkat rumah tangga memungkinkan dilacaknya anak dari tahun ke tahun sehingga diperoleh gambaran yang lebih akurat dibanding survei sarana. Ukuran sampel untuk memperoleh hasil yang absah tidak memakan banyak biaya dan dari segi waktu juga layak, yaitu menjelang Susenas yang dilakukan tiap tahun pada bulan Februari. Inti survei menawarkan indikator-indikator kesejahteraan umum pada tingkat kabupaten.

Dampak. Tiga puluh satu persen sekolah melaporkan adanya murid yang putus sekolah selama tahun ini. Jumlah kasus putus sekolah sangat beragam antar kabupaten, dengan jumlah terbesar di kawasan timur laut Bali, dimana Buleleng (60 persen) dan Karangasem (55 persen) memiliki jumlah kasus tertinggi. Wilayah yang mengalami kasus putus sekolah terendah adalah Tabanan (12,5 persen) dan Badung (14,6 persen). Sekitar seperempat responden (25,9 persen) yakin bahwa akan terjadi lebih banyak kasus putus sekolah. Di Buleleng (47,9 persen) dan Karangasem (46,9 persen) hampir setengah jumlah responden berpendapat bahwa akan terjadi lebih kasus putus sekolah. Dua puluh tiga persen

29

Bab 2: Dampak

Tabel 20. Indikator Kasus Putus Sekolah

Penduduk

(000)

Angka Kemiskinan

(%)

Kedalaman Kemiskinan

(%)

Putus Sekolah sebagai

mekanisme penanggulangan per Des 02 (%)

Sekolah yang Mengalami Kasus Putus Sekolah per

Apr 03

10-Denpasar 382 1 0,23 0 20,8%20-Badung 312 3,2 0,56 6 14,6%30-Gianyar 337 6,4 1,08 0 19,6%40-Klungkung 164 13,1 3,91 4 28,1%50-Bangli 198 13,2 2,42 0 34,4%60-Karangasem 379 19,5 5,43 0 54,7%70-Tabanan 387 4,2 0,69 4 12,5%80-Jembrana 195 7,4 1,62 4 15,6%90-Buleleng 576 12,1 2,04 0 59,7%

2.900 8,9 2,0 31,6%

Sumber: Survei Sekolah Bali, pangkalan data DAU Departemen Keuangan.

responden berpendapat bahwa kasus putus sekolah disertai dengan migrasi keluar.15

65.

Angka putus sekolah "normal" versus putus sekolah karena krisis. Hasil kajian kasus putus sekolah menurut sekolah cukup membingungkan, dimana asumsi yang berlaku adalah bahwa angka putus sekolah yang tinggi berkaitan dengan krisis. Untuk menentukan dampak krisis terhadap sekolah yang sebenarnya, maka perlu dilakukan patok duga (benchmarking). Yang dapat dilakukan adalah menentukan berapa sebenarnya angka putus sekolah "normal" selama tahun tahun

ajaran, dan angka putus sekolah antar tahun ajaran.

66.

67.

15 Gambar di atas yang menyajikan data migrasi perlu dianalisa lebih lanjut. Kisah yang paling sering didengar adalah bahwa krisis menyebabkan orang tua yang bekerja di daerah selatan mengirim anak mereka kembali ke kampung halaman di daerah utara dan timur (seperti Buleleng dan Karangasem). Sekilas tingkat migrasi penduduk di seluruh daerah hampir tidak ada perbedaan.

Angka dalam perspektif. Meski angka putus sekolah tampak merisaukan, perlu diperhatikan bahwa hanya 805 dari 113.096 murid dari sekolah yang disurvei yang putus sekolah. Artinya, secara keseluruhan angka putus sekolah sekolah-sekolah tersebut adalah kurang dari satu persen. Sebagai pembanding data sekolah, wilayah-wilayah dengan angka putus sekolah yang tinggi adalah Karangasem dan Buleleng, dimana angka putus sekolah masing-masing mencapai 16 persen dan delapan persen.16

Informasi kami untuk saat ini belum dapat berbicara banyak mengenai murid yang mendaftar untuk tahun ajaran 2002/2003, namun pada 2003 tidak mendaftar untuk

16 Data tidak mewakili populasi anak usia sekolah untuk semua sekolah dalam suatu daerah karena angka tidak diboboti untuk jumlah murid yang dikaji.

30

Bab 2: Dampak

tahun ajaran 2003/2004. Awal tahun ajaran biasanya melibatkan pembayaran uang muka yang tidak sedikit, sehingga orangtua pun memilih untuk menunda pendaftaran anak mereka selama krisis. Sayang sekali, gambaran komprehensif baru akan tersedia setelah Susenas yang akan dilakukan pada Februari 2004. Meski begitu, kegiatan monitoring berkelanjutan lainnya - seperti kajian lapangan dan kajian sekolah - dapat memberikan wawasan tambahan tentang angka putus sekolah dari tahun ajaran kemarin hingga tahun ajaran sekarang, berikut respon-respon yang dapat dilakukan.

68.

69.

70.

71.

Hasil Susenas dapat menjadi bahan pembanding, namun ia tidak memberikan gambaran seutuhnya. Survei sarana tidak memperhitungkan angka putus sekolah dari tahun ke tahun, namun untuk saat ini Susenas belum memperhitungkan kasus putus sekolah yang terjadi selama tahun ajaran. Di Indonesia secara keseluruhan diprakirakan bahwa empat persen murid sekolah dasar putus sekolah pada masa peralihan tahun ajaran 2000/2001 ke 2001/2002. Pada 2000, 12 persen murid kelas satu tidak kembali ke sekolah untuk mengenyam pendidikan di kelas dua pada 2001, yang mengisyaratkan pentingnya untuk memantau kehadiran murid dari tahun pertama hingga tahun berikutnya. Sebaliknya, menurut Susenas angka putus sekolah murid sekolah dasar untuk Bali pada tahun ajaran 2000/2001 hingga tahun ajaran 2001/2002 adalah kurang dari satu persen, yaitu sekitar 0,3 persen. Angka putus sekolah untuk NTB adalah delapan persen, sementara untuk Jawa Timur angka tersebut adalah sembilan persen untuk tahun ajaran 2000/2001 hingga 2001/2002. Dengan demikian, persentase putus sekolah di Bali selama tahun ajaran 2002/2003, meski memprihatinkan, masih wajar. Oleh karena itu, pemanfaatan dana bantuan sekolah untuk mengurangi angka putus sekolah perlu dipandang dalam konteks dampak marjinal intervensi di daerah-daerah yang memiliki

angka putus sekolah yang tinggi namun "normal".

Seringkali mutu pendidikan juga terkena imbas krisis seperti ini. Seringkali guru memberikan les kepada murid diluar jam pelajaran untuk mendapat pemasukan tambahan. Dua puluh persen sekolah melaporkan terjadinya penurunan jumlah murid yang mengikuti les tersebut, yang berimbas terhadap proses belajar mengajar murid dan kesempatan guru untuk mendapat pemasukan tambahan. Tiga puluh satu persen sekolah melaporkan bahwa guru mulai menyambi setelah peristiwa bom. Jika guru terpaksa harus bekerja sampingan untuk mencari nafkah, motivasi dan tenaga mereka di kelas menurun. Dengan demikian pendidikan bukan saja mengalami penurunan dari segi kuantitas, tapi juga kualitas.

Sejumlah tindakan dapat diambil untuk menanggulangi dampak-dampak tersebut. Dana bantuan atau beasiswa dari pemerintah atau donor swasta dapat membantu mengurangi angka putus sekolah dan meringankan beban sekolah. Program jaring pengaman sosial dalam masyarakat, seperti dewan sekolah, dapat menyalurkan bantuan kepada sekolah dan anak yang terkena dampak krisis. Dampak aktual dari dan respon terhadap krisis di Bali berkisar secara luas.

Respon Masyarakat. Survei sekolah melakukan kajian yang mengaitkan pemerintah dengan pendanaan sekolah. Sekolah-sekolah yang memiliki dewan sekolah yang aktif diprakirakan lebih siap, baik secara teknis maupun keuangan, dalam menanggulangi suatu permasalahan. Selain itu, Dinas Pendidikan dengan mudah dapat bermusyawarah dengan dewan sekolah dalam rangka menetapkan kebutuhan masing-masing sekolah.

31

Bab 2: Dampak

72.

73.

Di Bali, 97 persen dari 425 sekolah yang disurvei memiliki suatu dewan sekolah. Dewan-dewan tersebut bertindak secara cepat dan efisien menyusul peristiwa bom Bali, dimana 70 persen panitia sekolah menyalurkan bantuan kepada sekolah, yaitu sebagian besar dalam bentuk uang tunai (83 persen).17 Krisis di Bali menunjukkan bahwa, meski jarang bertemu, dewan sekolah bersatu dan memberi respon secara efektif dalam masa-masa susah.

Bantuan Pemerintah. Lebih dari setengah (54,2 persen) sekolah melaporkan bahwa mereka menerima bantuan pemerintah sejak peledakkan bom. Hanya segelintir (6,5 persen) yang melaporkan bahwa bantuan tersebut adalah dalam bentuk uang tunai. Dana bantuan dan beasiswa, meski hanya merupakan persentase kecil dari pemasukan sekolah, adalah sangat bermanfaat selama masa krisis untuk meringankan beban yang ditempatkan pada sekolah. Sebagaimana disebutkan dalam laporan ini, sebagian besar dana pemerintah belum dicairkan. Dengan demikian, peran penting respon dan keuletan masyarakat perlu ditekankan. Pada saat banyak wilayah dinyatakan layak menerima bantuan pemerintah, maka sudah setahun berlalu sejak bom Bali. Masyarakat harus mulai mengandalkan kekuatan sendiri untuk dapat menanggulangi dampak krisis. Monitoring secara kualitatif dan kuantitatif terhadap dampak yang dialami sektor pendidikan perlu dilakukan untuk memastikan bahwa anak dan sekolah tidak menderita lebih lanjut.

74.

75.

76.

17 Sebanyak 83 persen dewan sekolah yang diwakili dalam survei memberikan dana bantuan menyusul bom Bali, 25 persen menawarkan bantuan dalam bentuk barang, dan 34 persen menawaran bantuan melalui renovasi bangunan.

2.4 Dampak Ketegangan Sosial dan Keamanan Lokal

Peristiwa peledakan bom Bali disusul dengan kekhawatiran terhadap gejolak etnis akibat menajamnya ketegangan sosial antara penduduk Bali dan pendatang, seperti yang sudah diduga akan terjadi. Perbaruan laporan Bali pada Januari 2002 menemukan bahwa meski kekhawatiran terjadinya kerusuhan sosial tetap meluas, tokoh masyarakat dan agama dan masyarakat pada umumnya berhasil menangani hal ini secara efektif melalui ajakan untuk menenangkan diri dan bercermin menyusul peristiwa nahas tersebut dan serangkaian ritual penyucian di Bali. Meski begitu, sekelompok kecil melaporkan bahwa hubungan etnis di Bali telah menurun, dan bahwa tindakan untuk mempertahankan hubungan masyarakat dan kerekatan sosial masih diperlukan.

Sejak Januari 2003, dampak bom Bali terhadap perekonomian makin memburuk, yang lantas menimbulkan keprihatinan bahwa ketegangan sosial sebagai akibat dari tekanan sosial dan ekonomi dapat memperparah gejolak dan kerusuhan. Selain itu, persidangan para tersangka bom Bali, penataan tertib administrasi kependudukan, dan peningkatan mobilisasi menjelang Pemilu 2004 dapat memperparah ketegangan sosial dalam masyarakat. Kerusuhan sosial apapun di Bali sudah pasti akan berdampak negatif terhadap imej dan upaya pemulihan Bali.

Dalam rangka mengkaji permasalahan dan faktor yang berkontribusi terhadap ketegangan sosial di Bali, kajian melakukan studi kualitatif di 26 kecamatan dimana survei responden kunci di ke-53 kecamatan menyertakan komponen ketegangan sosial. Kajian ketegangan sosial mengarahkan fokus pada insiden gangguan dan gejolak sosial masa lalu dan kini, sifat dan intensitas insiden masa lalu, keprihatinan masa sekarang tentang kerusuhan sosial, penanganan

32

Bab 2: Dampak

Gambar 11. Insiden Kerusuhan Sosial yang Dilaporkan di Bali sejak 1998

ketegangan sosial, dan kebijakan keamanan lokal. Secara keseluruhan, hasil kajian mengemukakan bahwa kini ketegangan sosial di Bali adalah lebih rendah dibanding pada Januari 2003, meski ketegangan sosial di sejumlah kecil kecamatan masih tetap tinggi, yang terutama berkaitan dengan tekanan ekonomi, permasalahan sosial, pemuda, dan pengangguran. Yang penting untuk dicatat, hanya segelintir perselisihan masa lalu yang melibatkan penduduk Bali dan pendatang, dimana sebagian besar insiden terjadi antar kelompok masyarakat Bali.

Gejolak Sosial di Bali antara 1998 dan 2003

77.

Peristiwa Kerusuhan Sosial.18 Beberapa tahun terakhir Bali mengalami sejumlah insiden gejolak sosial yang saling terpisah.

Survei BPS PODES 2003 mencatat 7,8 persen desa di Bali yang melaporkan kasus konflik pad akhir 2002, dimana Bali menduduki peringkat ke-11 dari 30 provinsi dalam hal kejadian konflik lokal. Menurut informasi dari responden kunci di ke-53 kecamatan Bali, hanya 14 kecamatan yang tidak mengalami konflik atau kerusuhan sosial sejak 1998. Insiden yang dilaporkan dalam survei responden kunci kebanyakan melibatkan pengrusakan harta, namun di dua kabupaten, yaitu Gianyar dan Buleleng, insiden berbuntut dengan korban luka-luka dan, yaitu di Buleleng, sejumlah korban jiwa. Mayoritas gejolak di masa lalu yang dilaporkan terjadi di Buleleng (34 insiden) dimana kabupaten lain yang diperingkat menurut jumlah insiden adalah sebagai berikut: Karangasem (18 insiden), Badung (14), Klungkung (10), Gianyar (8), Bangli (6), Negara (5), Denpasar (3), dan Tabanan (3).

78.18 'Kerusuhan sosial' didefinisikan di sini sebagai mobilisasi kelompok masyarakat yang berbuntut dengan konfrontasi dan/atau kekerasan yang diarahkan pada harta benda atau orang.

Pada umumnya, peristiwa gejolak sosial menurut kabupaten di Bali tidak memperlihatkan peningkatan yang nyata pada

33

Bab 2: Dampak

Gambar 12. Kerusuhan Sosial per Kabupaten yang Dilaporkan (1998-2003)

1998 1999 2000 2001 2002 2003

Bul

elen

g

Kar

anga

sem

Bad

ung

Klu

ngku

ng

Gia

nyar

Ban

gli

Neg

ara

Den

pasa

r

Taba

nan

0

2

4

6

8

10

12

34

Penyebab ketegangan sosial di masa lalu yang paling sering dilaporkan adalah permasalahan antar pemuda, yang disusul dengan politik, permasalahan sosial, dan tekanan ekonomi (Tabel 21). Menurut responden, secara umum hubungan masyarakat yang buruk bukan merupakan faktor penting; hanya untuk Denpasar faktor

hubungan masyarakat paling sering disebutkan, meski tingkat insiden di kota itu masih terbilang rendah. Tekanan ekonomi disebutkan merupakan faktor yang paling banyak disebut untuk Bangli dan Karangasem, yang kemungkinan adalah cukup signifikan berdasarkan kenyataan bahwa kedua daerah tersebut mengalami kesengsaraan ekonomi akibat melesunya pariwisata. Politik menjadi faktor paling umum di Tabanan, Negara, dan Buleleng, meski jumlah insiden di Tabanan dan Negara cukup kecil. Pada 1999, insiden memuncak di Buleleng, yang terutama dipicu kekalahan Megawati dalam pemilihan presiden pada Oktober 1999. Secara keseluruhan, faktor terpenting di ketiga kabupaten lainnya (Badung, Gianyar, Klungkung) dan Karangasem adalah perselisihan antara pemuda dari banjar dan desa yang berlainan yang berujung dengan konfrontasi dan terkadang kekerasan. Ini lantas diperparah oleh permasalahan sosial seperti mabuk-mabukan dimana pemuda diidentifikasi sebagai kelompok rentan kunci.

2003. Pengecualiannya adalah Gianyar, yang pada Mei 2003 mengalami jumlah insiden yang sama seperti tahun sebelumnya.19 Desa yang disurvei di Karangasem dan Buleleng mengalami jumlah insiden yang sama, yaitu 2-3 kasus selama lima bulan pertama tahun ini. Dilihat dari segi insiden, data tersebut menunjukkan bahwa tidak terjadi peningkatan yang berarti dalam gejolak sosial pasca bom Bali.

79.

19 Pada Juni dan Juli 2003, kerusuhan melanda Batubulan dan Sukawati yang dipicu salah paham antar pemuda dan permasalahan tanah. Lihat Bali Post, 11 Juli 2003, 'Lagi, Warga Tengkulak Tengah - Tengkulak Mas Bentrok'.

Bab 2: Dampak

80. Perselisihan di Bali sejak 1998. Tidak seperti kerusuhan, survei responden kunci menunjukkan bahwa sengketa tanah adalah bentuk perselisihan yang paling sering terjadi (71 dari 124 persilisihan yang dilaporkan) di 106 desa, dimana kebanyakan terjadi di dalam (56 persen) atau di antara desa adat (31 persen). Beberapa diantara sengketa tanah tersebut berujung dengan konfrontasi, tindak

kekerasan, dan pengrusakan harta, yang dapat menjadi faktor penting pasca ledakan bom 12 Oktober karena meningkatnya penggunaan lahan dan/atau penjualan lahan sebagai strategi penanggulangan krisis. Peningkatan ketegangan sosial di masa mendatang, kemungkinan akan disebabkan oleh permasalahan yang sama, yang selama lima tahun terakhir berkaitan dengan pemuda dan

Gambar 13. Kekhawatiran terhadap ketegangan sosial (Desember 2002 versus Mei 2003)

Catatan: Data mewakili persentase responden survei di responden kunci kecamatan yang merasa khawatirterhadap kerusuhan sosial. Data Desember 2002 adalah dari Universitas Udayana (Januari 2003) dan data Mei2003 adalah dari Universitas Udayana (Juni 2003).

Tabel 21. Persepsi tentang Penyebab Kerusuhan Sosial di Bali sejak 1998

Kabupaten Hubungan sosial yang

buruk

Tekanan ekonomi

Masalah sosial

Agama dan adat Politik Kegiatan

ilegal

Masalah antar

pemuda

Balas dendam Lainnya

Denpasar 25% 13% 13% 19% 6% 6% 0% 13% 6%

Badung 3% 13% 21% 8% 8% 0% 37% 3% 8%

Gianyar 5% 7% 9% 14% 7% 5% 34% 16% 5%

Klungkung 5% 0% 10% 0% 5% 5% 38% 24% 14%

Bangli 0% 33% 25% 8% 8% 8% 17% 0% 0%

Karangasem 13% 23% 17% 7% 0% 3% 23% 3% 10%

Tabanan 0% 0% 10% 0% 50% 0% 20% 10% 10%

Negara 0% 0% 17% 0% 50% 0% 0% 0% 33%

Buleleng 9% 11% 18% 5% 35% 2% 17% 2% 2%

Seluruh Bali 7% 12% 16% 7% 17% 3% 24% 7% 7%

Catatan: Angka yang dicetak tebal merupakan dua faktor teratas di tiap kabupaten. (Data merupakan persentase responden).

0%10%20%30%40%50%60%70%80%90%

Denpa

sar

Gianya

r

Bangli

Klungk

ung

Karang

asem

Buleleng

Jembra

na

Taban

an

Badun

g

Total B

ali

District

% re

spon

dent

s w

orrie

d ab

out s

ocia

lun

rest

ove

r nex

t 6 m

onth

s

December 2002 May 2003

35

Bab 2: Dampak

permasalahan sosial, politik, lahan, dan, dalam jumlah yang lebih sedikit, hubungan masyarakat antara penduduk Bali dan masyarakat pendatang. Perselisihan antara penduduk Bali dan non Bali hanya merupakan 10 persen dari jumlah total perselisihan yang terjadi, yang sebagian besar berhubungan dengan permasalahan sosial budaya.

81.

82.

Kekhawatiran terhadap Kerusuhan Sosial selama Enam Bulan Kedepan. Secara keseluruhan, 34 persen responden pada Mei 2003 merasa khawatir terhadap kerusuhan sosial dibanding 65 persen pada Desember 2002. Kecenderungan ini diamati di semua kabupaten kecuali Klungkung, dan terutama terlihat di Denpasar dan Jembrana, dimana keduanya memiliki sejumlah besar warga non Bali. Di tiga belas kecamatan, lebih dari 50 persen responden mengaku mengkhawatirkan potensi kerusuhan sosial untuk enam bulan kedepan, yaitu di Buleleng (7 kecamatan), Tabanan (2), Gianyar (2), Karangasem (1), dan Badung (1) (Gambar 10). Di tujuh kecamatan tersebut [Kuta Utara (Badung),

Payangan (Gianyar), Manggis (Karangasem), Kubutambahan, Sukasada, Seirit, Busungbiu (Buleleng)], terdapat proporsi responden yang lebih banyak dibanding Desember 2002 yang merasa khawatir. Kecamatan Bangli, Klungkung, dan Jembrana merupakan tempat dengan ketegangan sosial terendah, dimana kurang dari seperempat responden yang merasa khawatir dengan potensi ketegangan sosial untuk enam bulan kedepan.

Faktor yang Mempengaruhi Ketegangan Sosial. Survei responden kunci pada Mei 2003 mengidentifikasi tiga faktor utama yang diyakini responden sebagai penyebab ketegangan sosial sekarang dan masa mendatang, yaitu tekanan ekonomi (65 persen responden), permasalahan sosial (64 persen), dan ketegangan politik (59 persen) (Tabel 22). Tindak provokator (49 persen), hubungan masyarakat yang buruk (39 persen), dan dampak kegiatan ilegal (39 persen) dianggap kurang berpengaruh. Pada tingkat kabupaten diamati pola yang serupa, meski antar kabupaten terdapat perbedaan penekanan

Gambar 14. Kekhawatiran terhadap Ketegangan Sosial di Masa Mendatang pada Mei 2003

36

Bab 2: Dampak

Tabel 22. Pemicu potensial kerusuhan sosial di masa mendatang menurut Kabupaten Respon terhadap Faktor yang Berpotensi Menimbulkan Ketegangan Sosial di Masa Mendatang

Kabupaten Hubungan sosial yang

buruk

Tekanan ekonomi

Persaingan bisnis

Masalah sosial Migrasi Agama dan

adat Politik Kegiatan ilegal Provokator Lainnya

Denpasar 54,9 82,4 29,4 58,8 15,7 23,5 31,4 35,3 29,4 6,3

Badung 43,5 78,7 30,0 74,6 10,3 38,0 79,2 50,0 57,4

Gianyar 54,9 74,6 47,3 88,6 45,5 50,9 67,0 61,9 75,2 20,0

Klungkung 38,5 63,1 43,1 67,7 12,3 29,2 55,4 49,2 68,8 6,7

Bangli 31,6 71,4 50,0 81,6 4,2 37,8 79,2 46,9 61,5 7,1

Karangasem 33,3 69,9 22,8 47,8 7,9 6,4 37,4 29,1 37,0 8,6

Tabanan 30,6 40,0 12,0 48,0 1,6 4,8 69,8 20,0 43,7 7,7

Negara 56,3 79,7 51,6 73,4 12,5 23,4 59,4 60,9 57,8

Buleleng 21,3 53,5 15,7 52,3 6,3 9,4 49,6 18,0 28,1 6,9

Seluruh Bali 38,8 65,3 30,3 63,7 14,0 22,4 59,0 38,1 49,3 6,8 Catatan: Data mewakili persentase responden kunci per kabupaten yang mengidentifikasi faktor tertentu sebagai pemicu potensial ketegangan sosial di masa mendatang. Angka yang dicetak tebal menandakan > 50 persen responden.

permasalahan. Di Buleleng, dengan jumlah responden terbesar yang menyatakan khawatir terhadap ketegangan sosial, faktor utama yang diidentifikasi adalah tekanan ekonomi, permasalahan sosial, dan politik, sementara di Gianyar, permasalahan sosial merupakan faktor terpenting. Hubungan masyarakat merupakan faktor yang diidentifikasi oleh lebih dari setengah jumlah responden.20

83.

Dampak Persidangan terhadap Ketegangan Sosial. Persidangan tersangka bom Bali dimulai sejak 12 Mei 2003, tepat sebelum survei ini dilakukan. Polda Bali secara proaktif memastikan dan memperlihatkan kepada publik bahwa faktor keamanan telah diperhatikan secara seksama dalam kaitannya dengan persidangan tersebut.21 Di Bali, persidangan tersangka bom Bali telah diantisipasi sejak lama dan

disiarkan secara langsung di televisi lokal (Bali TV). Satu diantara lima responden survei berpendapat bahwa acara persidangan ini dapat mempertajam ketegangan sosial. Seperti sudah dapat diduga, jumlah responden yang berpendapat demikian terkonsentrasi di Denpasar Selatan (50 persen responden), tempat persidangan berlangsung, tapi tidak di Kuta Tengah (25 persen). Dari ke-12 kecamatan, dimana satu diantara tiga responden mengantisipasi peningkatan ketegangan sosial sebagai akibat dari persidangan, empat diantaranya merupakan kecamatan di daerah Buleleng (Grogkak, Sukasada, Banjar) dan Karangasem (Manggis), tempat responden juga mengkhawatirkan potensi ketegangan sosial untuk enam bulan kedepan.

84.

20 Survei KDP yang dilaksanakan pada Mei menemukan hasil serupa dimana 92 persen responden berpendapat bahwa kelesuan ekonomi berpotensi untuk memicu ketegangan sosial dan 87 persen berpendapat bahwa perbedaan pandangan politik dapat menimbulkan ketegangan sosial. 21 Bali Post, 10 Mei 2003, Dari Gelar Pasukan Polda Bali - Dari Jihandak sampai Anjing Pelacak.

Administrasi Kependudukan. Dalam laporan yang disajikan kepada CGI pada Januari 2003 disebutkan bahwa penerapan Kartu Identitas Penduduk Musiman (Kipem) bagi pendatang dari luar kabupaten tertentu menjadi sumber keprihatinan sejumlah

37

Bab 2: Dampak

Tabel 23. Perilaku terhadap Aparat Keamanan di Bali Kabupaten Masyarakat Pecalang Polisi Hansip Denpasar 2,30 2,35 1,96 2,97 Badung 1,93 2,23 1,99 3,18 Gianyar 2,14 2,13 2,24 2,60 Klungkung 1,80 2,45 2,21 3,00 Bangli 1,74 2,04 2,65 3,40 Karangasem 1,52 2,04 2,23 3,20 Tabanan 1,26 2,13 2,92 2,93 Jembrana 1,52 1,94 3,09 2,98 Buleleng 1,85 1,92 2,41 2,92 Seluruh Bali 1,68 2,10 2,34 3,00 Catatan: Data mewakili peringkat rata-rata yang diberikan kepada masing-masing aktor (angka rendah = lebih penting).

daerah, terutama di Denpasar dan Badung.22 Sejak itu pemerintah provinsi dan kabupaten di Bali menetapkan prosedur standar dimana ongkos KIPEM tiga bulanan bagi pendatang dari luar Bali adalah Rp. 50.000,- dan bagi pendatang dari kabupaten lain di Bali adalah Rp. 5.000,-.23 Pada Mei 2003, sebagian besar responden kunci berpendapat bahwa per Desember 2002 pelayanan administrasi kependudukan telah meningkat (25 persen) atau tidak mengalami perubahan (37 persen). Survei responden kunci dan survei pedagang menunjukkan bahwa lebih dari 70 persen orang mendukung kebijakan administrasi kependudukan sebagai langkah keamanan, meski serangkaian studi kualitatif memperlihatkan bahwa definisi 'penduduk lokal' dan 'pendatang' masih perlu dipertegas, dan bahwa penerapan kebijakan tersebut tidak

dilakukan secara berlebihan. Yang menggembirakan, pada Mei 2003 tempat kelahiran seseorang (Bali vs di luar Bali) tidak berpengaruh terhadap sikap penduduk terhadap administrasi kependudukan, yang menunjukkan bahwa oleh seluruh warga Bali kebijakan tersebut dipandang semata-mata sebagai suatu langkah keamanan yang penting. Dari 50 pedagang non Bali yang diwawancarai pada Mei 2003, sekitar tiga per empat telah mengantongi KIPEM, dimana tingginya ongkos pembuatan atau ketidakmampuan membayar

menjadi alasan utama mereka yang belum memilikinya.

85.

22 World Bank, UNDP, USAID (2003) Confronting Crisis: Impacts and Response to the Bali Tragedy. Januari 2003 23 Kesepakatan Bersama Gubernor Bali dengan Bupati/Walikota SeBali No. 153 Tahun 2003 tentang Pelaksanaan Tertib Administrasi Kependudukan di Propinsi Bali. Lihat http://www.bali.go.id/terkini/berita/100203.htm.

Pemilihan. Bali akan melangsungkan Pemilihan Gubenur pada Agustus 2003 yang disusul dengan Pemilu pada April 2004, yang berpotensi untuk meningkatkan ketegangan sosial antara partai politik. Pada Mei 2003, jumlah bentrok antar pendukung parpol yang terjadi belum lama ini paling banyak terjadi di Badung (3,2 persen responden), Tabanan (2,3 persen), Denpasar (2,0 persen), dan Buleleng (1,5 persen), dan ketegangan politik kemungkinan akan memanas hingga 2004. Di beberapa daerah, Forum Parpol dibentuk dengan tujuan untuk memastikan bahwa Pemilu akan berlangsung lancar dan damai. Wawancara dengan responden di banyak kecamatan menunjukan sikap tidak peduli yang makin besar terhadap parpol dan pemilihan, dimana penduduk khawatir bahwa parpol tidak memperhatikan pada permasalahan dan pendidikan politik, namun lebih suka memobilisasi masa sebagai ajang unjuk kekuatan yang hanya membuat masyarakat merisaukan keamanan. Sejumlah daerah tertentu prihatin bahwa parpol dapat mengakibatkan perpecahan dalam masyarakat jika dukungan didasari atas hubungan adat atau darah.

38

Bab 2: Dampak

2.5 Keamanan Lokal

86.

Bali telah mengambil sejumlah langkah kebijakan untuk meningkatkan keamanan di daerah wisata, sarana strategis utama (seperti bandara udara), dan Siskamling menyusul tragedi Kuta. Polda mengidentifikasi 10 ancaman keamanan utama, termasuk terorisme, kejahatan kekerasan, narkoba, perdagangan senjata ringan, perdagangan perempuan, penyelundupan manusia, pencucian uang, penipuan dan kecurangan, perkelahian antar banjar, dan konflik antar parpol.24 Angka kejahatan telah menurun menurut hampir seperempat jumlah responden, sekitar setengah berpendapat bahwa tidak terjadi perubahan, dimana hampir 10 persen berpendapat bahwa angka kejahatan justru tengah meningkat. Lebih dari satu diantara lima orang berpendapat bahwa angka kejahatan tengah meningkat di Blahbatuh (58 persen responden), Kubutambahan (33 persen), Denpasar Barat (28 persen), Sawan (25 persen), dan Sukasada (21 persen). Premanisme makin memprihatinkan bagi 44 persen responden di Bali, terlebih bagi penduduk daerah perkotaan (63 persen) dibanding pedesaan (36 persen).25 Lebih dari tiga perempat responden menyoroti hal tersebut di kecamatan Kuta Selatan (100 persen), Negara (100 persen), Kuta Tengah

(88 persen), Sawan (88 persen), Pupuan (83 persen), Mengwi (82 persen), Denpasar Selatan (77 persen), Tabanan (77 persen), Ubud (75 persen), dan Tembuku (75 persen).

87.

88.

24 Irjen Pol Drs Made Mangku Pastika (2003) Upaya menuju Pemulihan Pariwisata dari Perspektif Polisi. Makalah disajikan dalam lokakarya tentang 'Pemulihan Pariwisata di Bali', 8 Juli 2003, Pusat Penelitian dan Pengembangan Pariwisata dan Kebudayaan, Universitas Udayana dengan bantuan Dinas Pariwisata Bali, USAID dan UNDP). 25 Premanisme merujuk pada tindak kejahatan dan semi kejahatan yang dilakukan kelompok-kelompok gang yang beranggotakan pemuda pengangguran dan terpinggirkan serta orang lainnya yang berasal dari sektor pekerja non formal. Lihat Phillip King, Securing the 1999 Indonesian Election: Satgas Parpol and the State. CAPSTRANS Working Paper.

Responden kunci relatif memiliki kepercayaan yang tinggi terhadap polisi di Badung dan Denpasar, yang dianggap sebagai pengaman yang paling handal di Denpasar (Tabel 23). Hal ini belum tentu berlaku di daerah-daerah lainnya, dimana secara umum responden kunci lebih mempercayakan keamanan pada masyarakat dan pecalang. Kapolda Bali, Irjen Pol Drs I Made Mangku Pastika berencana untuk meningkatkan keamanan di Bali hingga sesuai standar internasional, yang membuat kebutuhan terhadap pendekatan pemolisian masyarakat yang profesional makin mendesak.

2.6 Penanganan Lokal Ketegangan Sosial

Ketegangan sosial di Bali telah ditangani secara cukup baik, meski begitu penyebab ketegangan sosial di sejumlah daerah tertentu masih perlu ditangani. Seyogyanya, ikatan sosial yang kuat di Bali berikut pandangan masyarakat Bali tentang dunia sebagai suatu keseimbangan antar kekuatan yang berlawanan (Rwa Bhineda), tempat kegiatan sehari-hari (karma) bertujuan untuk menjaga keseimbangan tersebut, memainkan peran yang amat penting. Peristiwa peledakan bom telah mengguncang keseimbangan di Bali, dan respon berbasis kekerasan barang tentu bertolak belakang dengan niat Bali yang ingin menciptakan ketertiban di tanah mereka. Karena itu tidak mengherankan jika salah satu respon utama adalah introspeksi dan sembayangan, yang mencapai puncaknya dengan ritual penyucian Pemarisuda Karipubaya pada 15 November 2002. Seperti terungkap dalam sebagian besar wawancara, tragedi peledakan bom merupakan pertanda bahwa keseimbangan di Bali telah terganggu, yang lantas disalahkan pada sifat pariwisata Bali pada masa sekarang ini.

39

Bab 2: Dampak

89.

90.

91.

92.

Menurut survei responden kunci yang dilaksanakan pada Januari 2003, aktor yang berperan paling penting dalam menangani konflik sosial di masa lalu adalah kepala desa, tokoh adat dan polisi, bersama dengan camat dan tokoh masyarakat lainnya. Secara keseluruhan, aktor yang paling berperan adalah kepala desa, dimana 39 persen responden menyebut kepala desa sebagai aktor terpenting, suatu persentase yang jauh diatas aktor lainnya. Untuk menangani konflik dan ketegangan sosial di masa mendatang, lebih dari setengah jumlah responden kunci (54 persen) menempatkan kepala desa sebagai aktor terpenting dalam menangani konflik, meski peran tokoh adat mendapat penekanan yang lebih besar mengingat makin pentingnya peran desa adat dibawah otonomi daerah.

Tokoh masyarakat dan agama pada semua tingkatan di Bali memainkan peran aktif dalam menjaga ketenangan dan membina hubungan masyarakat yang baik, termasuk melalui forum antar umat beragama pada tingkat propinsi dan kabupaten (Forum Kerjasama Antar Umat Beragama) yang berdampak cukup positif. Yang menjadi titik permasalahan adalah bagaimana struktur tersebut menjangkau kelompok-kelompok yang paling rentan terhadap konfrontasi dan kekerasan, terutama kelompok penganggur dan pemuda. Dalam hal kelembagaan yang perlu ditargetkan, hasil survei menyebutkan bahwa langkah kebijakan yang tepat untuk membantu aktor yang terlibat dalam menanggulangi ketegangan sosial dan konflik perlu diarahkan pada peran kepala desa, tokoh adat dan pihak kepolisian. Pada tingkat kabupaten dan kecamatan, Forum Kepala Desa, Forum Bendesa Adat, dan pihak kepolisian (Polres, Polsek) dapat dibantu dalam hal pendekatan dalam menangani penyebab ketegangan sosial dan mereka yang berpotensi untuk terlibat dalam tindak kekerasan.

Seperti masyarakat lainnya, Bali memiliki sejarah ketegangan sosial yang bertambah parah menyusul peledakan bom di Kuta. Ketegangan yang terjadi dalam minggu dan bulan pertama peristiwa 12 Oktober itu ditangani secara berhasil guna oleh tokoh masyarakat, dan Bali mengukuhkan reputasinya sebagai pulau cinta damai meski dihadapi dengan tragedi yang begitu besar. Meski begitu, krisis ekonomi yang tak kunjung reda, terutama akibat SARS, menimbulkan ketegangan baru dalam masyarakat pada saat bertambah besarnya tekanan sosial ekonomi, seperti penurunan tingkat pendapatan, pengangguran dan putus sekolah, mulai berdampak terhadap kemampuan penduduk untuk menanggulangi krisis dan semangat membentuk masa depan. Dengan meningkatnya angka tindak kejahatan dan makin prihatinnya masyarakat terhadap keamanan lokal di daerah tertentu, maka jelas terdapat hubungan yang saling terkait antara kesejahteraan dan keamanan yang membutuhkan respon yang menghubungkan kesejahteraan sosial dengan pendekatan keamanan. Irjen (Pol) Drs Made Mangku Pastika pernah menyatakan bahwa Bali berpotensi untuk menghadapi bencana yang lebih dahsyat dibanding 12 Oktober jika situasi sosial ekonomi tidak ditanggapi secara baik.26

Permasalahan yang dihadapi di Bali tidak tersebar secara merata di seluruh pulau. Sebaliknya, Bali memiliki sejumlah kecamatan rawan konflik tempat faktor kesejahteraan sosial dan permasalahan sosial lainnya, keamanan, ketegangan politik dan hubungan masyarakat berinteraksi dan cenderung mempertajam ketegangan sosial. Permasalahan yang dianggap cukup pelik adalah yang berkaitan dengan pemuda dan penggangguran. Laporan ini merupakan

26 Wawancara dengan Irjen Pol Drs Made Mangku Pastika, Juni 2003.

40

Bab 2: Dampak

langkah pertama dalam upaya untuk mengkaji ukuran dan tingkat ketegangan sosial dan penyebabnya di Bali. Untuk jangka pendek, pihak pemerintah, polisi, tokoh masyarakat dan aktor lainnya perlu memanfaatkan hasil kajian ini dan bekerjasama dalam menangani penyebab ketegangan sosial dan membina kerekatan sosial di daerah-daerah paling rentan di Bali.

2.7 Dampak di Luar Bali: Jawa Timur

93.

94.

95.

Dampak bom Bali terhadap perekonomian Jawa Timur jauh lebih terlokalisir dibanding di Bali, yang mencerminkan luas wilayah dan struktur perekonomian Jawa Timur. Dampak bom Bali tertutupi oleh proses pemulihan Jawa Timur yang lambat menyusul krisis ekonomi Asia sejak 1997/8. Ekspor non migas Jawa Timur pada 2002 mencapai US$ 4,8 milyar, atau menurun 8,9 persen dibanding 2001. Pada 2002, ekspor kayu lapis, kerajinan, dan bahan pangan mengalami peningkatan dibanding tahun sebelumnya, sementara selama dua bulan pertama 2003, ekspor secara menyeluruh mengalami kenaikan 10 persen dari 2002. Perbandingan antara Januari-Februari 2002 dan 2003 menunjukkan terjadinya penurunan ekspor pada awal 2003 untuk, antara lain, tekstil (-23 persen), barang kerajinan (-24 persen), dan pakaian siap pakai (-21 persen). Ringkasnya, Jawa Timur masih menderita akibat dampak krisis ekonomi 1998, dimana pendapatan PDRB per kapita pada 2002 masih 8 persen lebih rendah dibanding 1997.

Beberapa dari penurunan tersebut mungkin berkaitan dengan dampak bom Bali, namun faktor eksternal seperti menajamnya persaingan dari negara lain di kawasan Asia, seperti Cina, dan faktor internal seperti melesunya industri udang barang tentu turut berandil. Secara keseluruhan, pada 2001 Jawa Timur hanya menempati urutan ke-22 dari 26 provinsi berdasarkan Indeks Pembangunan Manusia dengan angka

kemiskinan 29,5 persen, yang menandakan bahwa bom Bali hanya merupakan bagian kecil dari tantangan pembangunan yang lebih besar yang dihadapi Jawa Timur.27 Skala sektor UKM di Jawa Timur jauh lebih besar dibanding yang terdapat di Bali, dimana dampak langsung bom Bali kemungkinan tidak berdampak terlalu besar terhadap nasib sektor tersebut.28 Sebagian besar UKM di Jawa Timur memasarkan barang dan jasa mereka di kecamatan dan kabupaten tempat mereka berlokasi (yaitu masing-masing 48 persen dan 30 persen), dimana hanya delapan persen yang memasarkan produk ke luar propinsi dan kurang dari satu persen yang memproduksi untuk pasar ekspor. Karena itu, UKM di Jawa Timur menggantungkan nasibnya pada pasar lokal di dalam provinsi, yang berarti bahwa dampak krisis di Bali tak mungkin memiliki sebaran yang luas di Jawa Timur, tapi sebaliknya lebih terfokus pada komiditi tertentu di daerah tertentu yang memiliki hubungan dagang dengan Bali.

Sayang sekali tidak pernah dilakukan kegiatan pengumpulan data secara rutin guna

27 UNDP (2001) Towards a New Consensus: Democracy and Human Development in Indonesia. Indonesia Human Development Report 2001. 28 Usaha kecil dan menengah di Jawa Timur diperkirakan berjumlah 6 juta (data Dinas Koperasi dan UKM Jawa Timur, 2002) dan bergerak di berbagai bidang, termasuk pertanian, kerajinan tangan, dan produksi pangan dengan setengah jumlah ini bergerak di sektor non-pertanian. Usaha kecil dan menengah memberikan peluang kerja yang besar di Jawa Timur, mencakup 92% dari total pekerjaan, namun menghasilkan kurang dari 50% Pendapatan Domestik Bruto Daerah Jawa Timur. Jumlah ekspor total barang yang dihasilkan UKM di tahun 2001 diperkirakan mencapai US$337 juta, lebih dari setengahnya merupakan kerajinan tangan dan makanan (Hasil riset bersama tentang Potensi Ekspor UKM, Balitbangda, Institut Teknologi Surabaya dan Universitas Brawijaya, Desember 2002 dan PUSKOWANJATI Penilaian Pengaruh Ekonomi, Januari 2003, BPS, DEPERINDAG Jawa Timur).

41

Bab 2: Dampak

mengkaji hubungan dagang antar propinsi. Produk yang diekspor melalui Bali, 36 persen diprakirakan berasal dari UKM di Jawa Timur. Lebih dari 50 persen bahan pangan yang dikonsumsi di Bali berasal dari Jawa Timur.29 Biasanya barang yang diekspor ke Bali adalah barang setengah jadi untuk diselesaikan di Bali dan dikirim ke pemesan di luar negeri. Banyak produsen di Jawa memiliki ruang pamer di Bali, dan ekspor dilakukan langsung dari Bali atau tempat produksi di Jawa. Sayang sekali, informasi mengenai pola perdagangan dan peran penting Bali terhadap produsen di Jawa Timur dan tempat lain masih kurang lengkap.

96.

Jawa Timur merupakan sumber tenaga buruh, terutama buruh sektor non formal, dimana migrasi pekerja dari Jawa Timur ke Bali telah meningkat menyusul krisis ekonomi yang berlangsung sejak 1998.30 Prakiraan jumlah orang yang memasuki Bali melalui pelabuhan laut pada 2002 adalah sekitar 230.000 orang asal Jawa Timur yang masuk melalui Gilimanuk dan sekitar 460.000 asal Lombok yang masuk melalui Padangbai.31 Tidak jelas berapa banyak dari mereka yang datang untuk bekerja, namun berdasarkan laporan bahwa pada Desember 2002 kabupaten Badung sejak 2000 mengeluarkan sekitar 80.000 izin kependudukan sementara, suatu kewajiban bagi warga sementara yang berasal dari dalam

maupun luar Bali, maka proporsi penduduk yang datang untuk bekerja adalah relatif kecil, bahkan kalau jumlah tersebut ditambah dengan pendatang yang belum mengantongi izin kependudukan sementara. Meski begitu, data tersebut menunjukkan bahwa lebih dari seperempat penduduk Badung kemungkinan berasal dari kabupaten lain di dalam maupun luar Bali.

97.

98. 29 Riset gabungan tentang potensi ekspor UKM, Balitbangda, Institut Teknologi Surabaya dan Universitas Brawijaya, Desember 2002 dan wawacancara dengan ASDP, Dinas Perhubungan Jawa Timur. 30 Universitas Airlangga, UNDP, USAID, WORLDBANK, Rapid Assessment Report, Januari 2003. 31 Bali Post, 3 Desember 2002, Upaya Penertiban Penduduk; lihat juga Bali Post, 15 Januari 2003, Aparat Bertindak Cepat dan Bebas Sogokan yang menyatakan bahwa sejak 2000 Kuta telah mengeluarkan 31.677 izin penduduk musiman, Benoa 13.151 dan Dalung 12.407.

Kajian yang dilakukan pada Mei 2003 mengidentifikasi 10 kabupaten yang paling menderita akibat dampak bom Bali: Surabaya, Sidoarjo, Mojokerto, Lamongan, Pasuruan, Lumajang, Jember, Situbondo, Banyuwangi and Tulungagung. Berdasarkan sampel 200 UKM yang diambil dari kabupaten-kabupaten tersebut di Jawa Timur ditemukan bahwa dampak bom Bali terbatas pada daerah-daerah tertentu yang menjalin hubungan dagang dengan Bali, misalnya Pasuruan yang merupakan sentra industri perak dan kayu, Tulungagung yang merupakan sentra produk granit dan logam, dan Banyuwangi yang merupakan sentra produk kayu dan bambu, dimana semuanya mengalami penurunan omset diatas 50 persen. Dampak bom Bali terhadap UKM di kawasan perindustrian Surabaya dan Sidoarjo relatif kecil dibandingkan daerah lainnya. Kebanyakan dampak yang diidentifikasi melalui kajian bulan Mei 2003 berkaitan dengan bom Bali, sementara menurut laporan dampak perang Irak dan wabah SARS adalah lebih terbatas.

Tiga perempat tokoh masyarakat di ke-10 kabupaten melaporkan bahwa masyarakat mengalami penurunan pendapatan sejak Oktober 2002. Ini tampaknya diakibatkan oleh beberapa hal sekaligus, yaitu memburuknya kondisi perekonomian di daerah-daerah yang berkaitan dengan Bali, terbatasnya lapangan kerja di Bali, dan naiknya harga BBM dan tarif listrik dan telpon sejak Januari 2003. Akibatnya adalah kesengsaraan dimana peserta diskusi kelompok terarah melaporkan penurunan

42

Bab 2: Dampak

Gambar 15. Dampak terhadap Sektor Barang Kerajinan dan Makanan di Jawa Timur

Sumber: (Data dari Mei 2003).

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

Pre-bomb Post-bomb Iraq War SARS

Period

Rela

tive

Mon

thly

Sal

esVo

lum

e

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

% B

usin

esse

s w

ith S

ales

Dow

ntur

% Sales Dow nturn

Monthly SalesVolume

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

Pre-bomb Post-bomb Iraq War SARS

Period

Rel

ativ

e M

onth

ly S

taff

Em

ploy

ed

0

10

20

30

40

50

60

70

% B

usin

esse

s w

ith S

taff

Red

uctio

n% Reduced Staff

Employment

tingkat pendapatan dan konsumsi, dan bahkan kasus putus sekolah. Sejak kasus bom Bali tidak terjadi peningkatan yang nyata dalam ketegangan sosial, meski responden melaporkan memburuknya sentimen anti Amerika menyusul perang di Irak.

99.

100.

Penurunan Volume Penjualan. Berdasarkan sampel 200 UKM barang kerajinan dan makanan yang dikunjungi, dampak terbesar bom Bali adalah pada omset dimana pada April 2003 UKM mengalami penurunan penjualan rata-rata 50 persen (beberapa bahkan sampai 70 persen) sejak periode pra bom Bali. Perang Irak dan SARS memiliki dampak yang jauh lebih kecil. Usaha yang menjalin hubungan dagang dengan Bali mengalami dampak terbesar enam bulan setelah bom Bali karena pembatalan dan pemangkasan permintaan maupun penundaan pembayaran.32

Komoditi yang Paling Menderita. Dari ke-10 komoditi yang diselidiki, yang

memiliki pasar ekspor yang nyata - kayu (furnitur), perak, kerajinan, dan garmen - merupakan yang paling menderita akibat krisis. Tujuh puluh persen barang kerajian perak diekspor dari Jawa Timur, dengan pasar ekspor utama Eropa, Amerika, dan Jepang, dimana sejumlah produsen yang diwawancarai mengaku belum melakukan ekspor sejak Oktober 2002. Industri garmen terus anjlok dimana siklus ekonominya mencapai titik nadir yang ditambah dengan persaingan yang makin ketat dari negara lainnya di kawasan Asia. Pembeli dari luar negeri yang bergerak di komoditi tertentu dilaporkan mengurangi frekuensi kunjungan ke Bali dan Jawa Timur. Akibatnya terjadi penururan permintaan ekspor untuk komoditi terkait dari Jawa Timur.

101.

32 Kajian Dampak Sosial Ekonomi PUSKOWANJATI, Mei 2003.

Daerah yang Paling Menderita. Survei menunjukkan bahwa daerah yang paling merasakan dampak krisis adalah kabupaten dengan klaster atau industri desa yang memiliki hubungan dagang langsung maupun tidak langsung dengan Bali. Mereka adalah Pasuruan (industri kerajian perak dan kayu), Tulungagung (produk kerajinan granit dan logam), Lumajang (perak, garmen, dan

43

Bab 2: Dampak

makanan), Banyuwangi (produk kayu dan bambu), dan Situbondo (kayu, perikanan, dan kerajinan kerang). Klaster atau industri desa yang dikunjungi di daerah perkotaan Surabaya dan Sidoarjo tampaknya tidak terlalu merasakan dampak bom Bali karena memiliki akses yang lebih baik terhadap pasar lokal masing-masing.

102.

103.

104.

Pengangguran. Berdasarkan sampel, penurunan tingkat penjualan berdampak terhadap angka pengangguran. Pertama majikan memangkas jam kerja staf dan mem-PHK pekerja sementara, namun dengan berlanjutnya krisis maka juga dilakukan PHK terhadap staf tetap. Lebih dari 80 persen usaha dilaporkan memangkas lebih dari 50 persen staf menyusul kasus bom Bali, dimana dampak perang di Irak dan wabah SARS adalah jauh lebih kecil.

Kesejahteraan Sosial. Kesejahteraan sosial di Jawa Timur tampaknya mengalami dampak yang terlokalisir, meski sulit untuk menentukan secara pasti tingkat keparahan dan intensitas dampak tersebut. Survei responden kunci di Jawa Timur menemukan bahwa 74 persen tokoh masyarakat melaporkan terjadinya penurunan pendapatan

rumah tangga sejak Oktober 2002.33 Diskusi kelompok terarah menyingkapkan bahwa sejak Oktober 2002 masyarakat mengurangi tingkat konsumsi dan pengeluaran untuk bahan pangan dan perawatan medis, dan mengalami kesulitan membayar SPP sekolah dimana dilaporkan kasus murid-murid yang putus sekolah. Pemda kabupaten memainkan peran penting dalam menindak-lanjuti temuan-temuan tersebut dan mengidentifikasi secara lebih rinci dampak yang dimiliki bom Bali terhadap kesejahteraan sosial dan dampak faktor lainnya terhadap perekonomian lokal dan mata pencaharian masyarakat di Jawa Timur.

Gambar 16. Jawa Timur: Perubahan dalam Penjualan dan Ketenagakerjaan

Catatan: Data merupakan ukuran relatif terhadap tingkat penjualan dan PHK pra bom Bali (= 100) dari sampel 200 UKM di Jawa Timur.

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

Suraba

ya

Sidoa

rjo

Mojoke

rto

Pasuru

an

Lamong

an

Tulung A

gung

Si tub

ondo

Luma jan

g

Jembe

r

Banyu

wangi

District

Mon

thly

Sal

es

Post Bali Bomb Iraq War SARS outbreak

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

Suraba

ya

Sidoa

rjo

Mojoke

rto

Pasuru

an

Lamon

gan

Tulun

g Agu

ng

Situbo

ndo

Lumaja

ng

Jembe

r

Banyuw

angi

District

Mon

thly

Em

ploy

men

t

Post Bali Bomb Iraq War SARS outbreak

Tenaga Kerja Pendatang. Sensus Penduduk tahun 2000 menunjukkan bahwa sejumlah besar penduduk Jawa Timur (contohnya Banyuwangi) merantau ke Bali untuk mencari pekerjaan. Arus migrasi tersebut masih rendah dibandingkan dengan total jumlah penduduk Jawa Timur. Sejak tragedi Bali tercatat lebih dari 1.100 pekerja kehilangan pekerjaan di Bali dan pulang ke

33 Responden kunci di Jawa Timur meliputi 50 kepala desa, tokoh masyarakat, ulama/kyai, guru, dan kepala koperasi daerah di 10 kabupaten.

44

Bab 2: Dampak

Jawa Timur.34 Meski begitu, tenaga kerja yang kembali ke Jawa Timur kemungkinan berjumlah lebih besar dari itu dan meliputi mereka yang pulang karena keterbatasan lapangan pekerjaan berikut ribuan orang yang dipulangkan ke Jawa karena melanggar kebijakan kependudukan. Merantau ke luar negeri sebagai TKI merupakan mekanisme berpotensi untuk menanggulangi krisis dan membuka kesempatan bagi keluarga untuk meningkatkan pendapatan rumah tangga. Jawa Timur telah menyalurkan lebih dari 40.000 TKI pada 2002, dan hasil kajian menunjukkan meningkatnya minat warga untuk bekerja sebagai TKI.

105.

Permasalahan dan Ketegangan Sosial. Peristiwa bom Bali menyulut rasa khawatir penduduk Jawa Timur (39 persen responden) namun secara menyeluruh tidak memiliki dampak nyata terhadap permasalahan dan ketegangan sosial. Sejumlah responden melaporkan bahwa mereka takut bepergian ke tempat-tempat ramai (16 persen), makin berhati-hati membahas SARS (16 persen), dan merasakan memburuknya sentimen anti Amerika (22 persen) menyusul perang di Irak. Menurut responden, bom Bali tidak berdampak di Surabaya dan Sidoarjo, dimana kenaikan harga barang, terutama gula, BBM, tarif telpon, listrik, dan air berdampak jauh lebih besar. Di Lamongan, masyarakat melaporkan makin sulit untuk bepergian ke Bali atau melakukan perjalanan ke Malaysia sebagai TKI karena alasan diskriminasi.

107.

106.

34 Wawancara dengan BAPPEPROP Jawa Timur, Januari 2003.

Mekanisme Penanggulangan Krisis di Jawa Timur. Strategi yang diidentifikasi dan diterapkan kebanyakan responden adalah sebagai berikut: memangkas jumlah pegawai; menjual aset; menjajaki pasar lokal dan domestik; mencari peluang untuk mengekspor secara langsung; menyesuaikan dan menciptakan perminaan lokal; menurunkan harga; memperbesar jumlah pinjaman; menabung untuk mengantisipasi krisis lebih lanjut; mempekerjakan anggota keluarga atau kerabat; menutup usaha; mencari sumber pemasukan lain yang berpotensi. Sejumlah responden tidak tahu bagaimana harus memajukan usaha mereka di masa mendatang. Secara umum, responden merasa positif dan optimis bahwa krisis akan berlalu, meski tidak tahu secara pasti "kapan" dan "bagaimana" ini akan terjadi.

Bali, Lombok, dan Jawa Timur mengalami dampak negatif menyusul kasus bom Bali pada Oktober 2002. Dampak terutama dirasakan di daerah-daerah yang memiliki kaitan langsung dengan pariwisata, yang berkisar dari kehilangan pendapatan secara langsung hingga kendala sosial ekonomi hingga kekhawatiran terhadap ketegangan sosial. Di masing-masing pulau, penduduk menerapkan mekanisme-mekanisme penanggulangan krisis untuk mengatasi dampak riil dan yang dipersepsi.

45

Bab 2: Dampak

46

BAB 3: RESPON

108.

109.

Respon dan penjanjian respon untuk menanggulangi dampak langsung dan dampak yang diprakirakan akan timbul akibat tragedi bom Bali mengalir dari sejumlah besar aktor termasuk Pemerintah Indonesia, donor internasional, badan amal swasta, dan organisasi masyarakat madani setempat dan internasional. Hal ini merupakan bukti dukungan dan solidaritas dunia kepada Bali dan Indonesia yang mengalami serangan teroris ternahas sejak kasus 11 September 2001. Meski akan cukup menarik untuk membahas semua dukungan dan respon yang diterima pasca bom Bali, namun hal ini berada diluar lingkup kajian. Sebaliknya kita akan fokus pada respon pemerintah dan lembaga donor yang sudah diberdayakan untuk menanggulangi dampak sosial ekonomi krisis guna mengkaji kelayakan respon tersebut dari segi ketepatan waktu dan tingkat efektivitas, serta apakah respon tersebut sudah memadai untuk menanggulangi dampak krisis.

Anjloknya tingkat kunjungan wisatawan ke Bali dan Indonesia sejak Oktober 2002 menimbulkan sejumlah tantangan multi dimensi dalam upaya penanggulangan krisis. Secara garis besar dapat dijabarkan lima pokok penting yang berkaitan dengan aspek konteks, dampak dan respon krisis, yaitu:

• Banyak daerah yang sangat bergantung pada industri pariwisata di Bali sebelumnya mengalami kemajuan ekonomi yang cukup pesat dan relatif lebih makmur dibanding daerah lainnya. Hal ini lantas menimbulkan pertanyaan mengenai prioritas penyaluran bantuan, dimana banyak daerah lain di Indonesia memiliki tingkat kemiskinan yang lebih tinggi.

• Dalam menjalankan agenda pemulihan jangka pendek, Bali mengalami permasalahan pembangunan jangka panjang yang cukup serius. Jika pemulihan jangka pendek tersebut ditekankan pada sektor pariwisata dengan tidak memprioritaskan kepentingan pembangunan jangka panjang (seperti diversifikasi perekonomian, pelayanan publik yang efektif, tatalaksana pemerintahan yang baik, manajemen lingkungan dan perencanaan tata ruang), maka seyogyanya upaya pemulihan ini akan gagal menjadikan Bali lebih tahan terhadap krisis dan trend di masa mendatang yang dapat mempengaruhi sektor pariwisata.

• Dampak krisis tidak terpusat pada wilayah tertentu namun tersebar luas, dimana hal ini menimbulkan kesulitan tersendiri dalam mengarahkan respon secara efektif.

• Respon yang berjalan sekarang kebanyakan dirancang tepat setelah tragedi bom Bali dan sudah tidak relevan dengan tuntutan yang muncul pada akhir 2003. Seandai pemulihan tingkat kunjungan wisatawan mancanegara (wisman), yang sudah mulai tampak pada awal 2003, dapat terealisir, maka barang tentu krisis perekonomian Bali dan daerah lain yang terkena imbasnya dapat diredakan. Kenyataannya, sejak serangan teroris pada Oktober itu, perang di Irak dan wabah SARS telah memperburuk tingkat kedatangan wisman dan dampak sosial ekonomi yang terkait. Akibatnya, krisis menjadi semakin parah dan berkepanjangan dari yang diprakirakan sebelumnya pada Januari 2003.

• Banyak yang dapat dilakukan pemerintah daerah melalui kegiatan restrukturisasi

Bab 3: Respon

pengeluaran dan program pembangunan saat ini, namun perlu upaya Pemda untuk secara proaktif menyesuaikan pengeluaran pembangunan masa kini dan mendatang dengan kondisi Bali dan daerah terkait yang sudah berubah. Hal ini menandakan tidak adanya informasi yang rinci mengenai krisis maupun kendala yang dihadapi dalam mengoperasionalisasikan pendekatan dan strategi pembangunan yang baru.

110.

111.

112.

Bab ini membahas respon Pemerintah Indonesia dan lembaga donor internasional terhadap krisis Bali berdasarkan hasil survey dan wawancara, untuk kemudian menganalisa respon tersebut berdasarkan temuan-temuan kajian tersebut. Yang perlu dipertimbangkan secara masak dalam merumuskan kebijakan umum untuk pemberian respon terhadap krisis Bali adalah keseimbangan antara (a) prakarsa pemulihan berlandaskan pariwisata, (b) respon perlindungan sosial, dan (c) prakarsa diversifikasi perekonomian jangka menengah untuk meningkatkan kebersinambungan. Langkah kebijakan pemerintah dalam menanggapi kasus 12 Oktober sebagian besar menekankan pada respon pemulihan berlandaskan pariwisata dengan fokus pada pada pemajuan sektor pariwisata dan keamanan. Hanya saja langkah kebijakan tersebut mendapat sambutan dingin oleh sebagian besar pihak yang berkepentingan, yang menandakan perlunya komunikasi dan hubungan masyarakat (humas) yang lebih efektif. Sebaliknya, pihak donor merespon dengan prakarsa perlindungan sosial dan diversifikasi jangka menengah dengan memodifikasi program yang ada dan yang baru berjalan, meski kebanyakan dari program tersebut belum menunjukkan hasil nyata di lapangan. Permasalahan dan kelambatan dalam merealisasi respon tersebut berandil terhadap perkembangan opini di Bali bahwa penjanjian dukungan menyusul kasus

bom Bali tidak ditindak-lanjuti dengan hasil-hasil yang konkrit.

3.1 Respon Pemerintah Pusat

Setelah fase darurat yang segera digulirkan menyusul bom Bali, pihak pemerintah dan lembaga donor mulai menangani konsekuensi langsung tragedi tersebut. Akhir November 2002, pemerintah pusat membentuk Tim Koordinasi Pemulihan Pariwisata Nasional yang diketuai Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat (Menko Kesra) dan terdiri dari enam kelompok kerja (Pokja) yang masing-masing menangani bidang: (i) keamanan di tempat-tempat wisata, (ii) promosi dan penyelenggaraan even, (iii) pembangunan prasarana, (iv) transportasi, (v) insentif anggaran, dan (vi) jaring pengaman sosial (JPS).35

Pada Desember 2002, target pemerintah adalah memulihkan pariwisata Bali dalam jangka waktu satu tahun. Proses pemulihan tersebut terdiri dari tiga tahap, yaitu tahap "penyelamatan" (Oktober-Desember 2002), tahap "rehabilitasi" (Januari-Juni 2003), dan tahap "normalisasi" (Juli-November 2003). Indikator utama pemulihan sebagaimana dirumuskan oleh Menko Kesra adalah 5.000 kunjungan langsung wisman ke Bali per hari, dimana 3.000 kunjungan ditetapkan sebagai "titik impas".36 Dari perspektif pemerintah, kendala utama pemulihan Bali berkaitan dengan persepsi keamanan dan pariwisata, dan oleh karenanya fokus diberikan pada pemajuan keamanan dan pariwisata.

35 Keputusan Bersama Menkopolkam, Menkoekuin, Menkokesra – 29 November 2002. 36 Pikiran Rakyat, 14 Desember 2002, ’Bali Harus Kembali Dikunjungi 5.000 Wisatawan/Hari Setahun untuk Normalkan Kepariwisataan Nasional’.

48

Bab 3: Respon

113.

Pemerintah menganggarkan dana Rp. 100 milyar untuk upaya pemulihan jangka pendek Tim Pemulihan Pariwisata Nasional.37 Pencairan aktual dana tersebut tergantung pada usulan yang diajukan. Usulan yang dikembangkan oleh kantor menteri atau departemen harus diajukan ke Menko Kesra untuk ditinjau sebelum dikaji oleh Bappenas dan Departemen Keuangan (Depkeu). Dana akan cair jika Menteri Keuangan menyetujui usulan. Dana diserahkan kepada Menko Kesra, yang kemudian menyerahkannya ke Kantor Menteri atau Departemen terkait. BAPPENAS dan Depkeu telah meminta agar semua Menteri dan kepala-kepala lembaga memprioritaskan Bali pada saat penyusunan anggaran pembangunan 2003. Awal Juni 2003, Pemerintah Pusat mengajukan alokasi dana berikut sebagai respon terhadap krisis Bali (rincian respon sektoral dibahas di bagian 3.4.):

• Rp. 12 milyar untuk Kantor Menko Kesra untuk operasi penyelamatan, persiapan, dan koordinasi (sudah cair).

• Rp. 8 milyar untuk Kantor Menteri Negara Kebudayaan dan Pariwisata untuk mengkoordinasi dan mempersiapkan kampanye dan even yang merangsang kepariwisataan (sudah cair).

• Rp. 36 milyar untuk pemulihan keamanan kepada Departement Pertahanan dan Keamanan untuk program revitalisasi sistem keamanan (sudah disetujui).

• Selain itu, Kantor Menteri Negara Kebudayaan dan Pariwisata telah mengajukan proposal tambahan senilai Rp. 18 milyar, namun belum ada keputusan.

114.

115.

37 Bali Post, 6 Januari 2003, Pencairan Dana Pemulihan Pariwisata Bali.

Pada akhir Juni 2003, Menteri Negara Kebudayaan dan Pariwisata membentuk Pokja yang terdiri dari unsur pemerintah, industri pariwisata (ASITA), dan Forum Dialog Pariwisata guna mendukung pemulihan pariwisata nasional. Pokja akan mengembangkan dan melaksanakan program di bidang pemajuan pariwisata, pengembangan sumber daya manusia, dan kerjasama internasional, bidang gebyar wisata nusantara, dan insentif untuk industri pariwisata.38

3.2 Respon Pemda Provinsi dan Lokal

Respon Pemda Provinsi Bali

Pemda Provinsi Bali membentuk Tim Pemulihan Bali dan merumuskan rencana pemulihan yang terdiri dari fase darurat, fase jangka pendek, fase jangka menengah, dan fase jangka panjang (lihat Lampiran 2).39 Tim Pemulihan Bali, yang diketuai Wakil Gubernur (Wagub) Bali, membentuk enam Pokja yang memiliki bidang kerja yang sama dengan pokja-pokja pada tim nasional untuk pemulihan pariwisata. Pada Maret 2003 keenam pokja tersebut ditata kembali dimana dana untuk kegiatan tim bersumber dari APBD provinsi tahun anggaran 2003. Tim yang ditata ulang tersebut, yang masih diketuai Wagub dan berada dibawah Bappeda, memiliki enam Pokja dengan sub bidang sebagai berikut:

• Sistem Keamanan - diketuai Wakapolda Bali dengan anggota yang terdiri dari bupati-bupati dan pejabat Pemda lainnya.

38 Bisnis Indonesia, 15 Juli 2003, ‘Pokja pemulihan pariwisata terbentuk’. 39 SK Gubernur No. 472/04-F/HK/2002 dan 102/04-F/HK/2003.

49

Nick Mawdsley
Possibly to widen participation and include other stakeholders (NM)

Bab 3: Respon

• Promosi dan Penyelenggaraan Even - dipimpin Kepala Dinas Pariwisata Bali dengan anggota yang terdiri dari pejabat Pemda lainnya dan sektor swasta (Bali Tourism Board, PHRI, dan asosiasi-asosiasi pariwisata).

• Transportasi - dipimpin Kepala Dinas Transportasi Bali dengan anggota yang terdiri dari Kepala Bandara Udara Ngurah Rai dan pejabat Pemda lainnya.

• Pembangunan Prasarana di Kawasan Pariwisata - dipimpin Dinas Pekerjaan Umum Bali dan meliputi Bupati Badung, Parum Samigita, dan Kelompok Studi Ekologi Kemanusiaan Bali.

• Insentif Fiskal - dipimpin Kepala Dinas Koperasi dan UKM Bali dengan anggota yang terdiri dari pejabat Pemda lainnya dan kepala Bank Indonesia di Denpasar.

• Pemulihan Sosial Ekonomi – dipimpin Ketua Badan Pemberdayaan Masyarakat Bali dengan anggota yang terdiri dari kepala dinas-dinas terkait dan LSM.

116.

Yang patut disayangkan adalah bahwa Tim Pemulihan Bali belum efektif dalam memprakarsai respon pemulihan yang komprehensif karena kendala dana, khususnya dana pemulihan jangka pendek dari Pemerintah Pusat, dan mekanisme koordinasi, perencanaan, dan anggaran yang buruk antara tingkat dan berbagai bagian Pemerintah (pusat, provinsi, dan lokal).40 Tingkat efektivitas respon bukan saja memberikan pelajaran untuk bergerak maju, namun juga kerjasama pusat-daerah dalam

prakarsa respon krisis daerah/sub nasional lainnya di masa mendatang.

117.

118.

40 Sebagai contoh lihat Bali Post, 6 Maret 2003, 'Menko Kesra Akui Dana "Recovery" Bom Bali Lamban'.

Sejak diberlakukannya Undang-Undang tentang Desentralisasi pada 2001, Pemda (kabupaten dan kota) memiliki otonomi dan alokasi sumber daya yang lebih besar. Oleh karena itu, respon Pemda harus mempertimbangkan kewenangan dan basis sumber daya mereka yang makin besar, terutama karena hal ini merupakan isu yang cukup peka menyusul melesunya industri pariwisata pasca bom Bali. Pemda Bali - provinsi, kota dan kabupaten - membelanjakan Rp 2,5 triliun pada 2001. Meski begitu, untuk respon fiskal jangka pendek, wewenang Pemda adalah terbatas karena sebagian besar dana tersebut diperuntukkan upah pegawai negeri sipil (PNS). Jumlah PNS di provinsi yang harus ditangung Pemerintah Pusat sudah jauh berkurang, meski pada 2001 harus menyisihkan setidaknya Rp 0,57 triliun untuk pengeluaran pembangunan dekonsentrasi.41

Penyaluran dana dari departemen pemerintah pusat ke dinas Pemda Provinsi yang berlangsung tanpa adanya kerangka program anggaran strategis dan tanpa adanya koordinasi yang baik menyebabkan penggunaan dana secara tidak efektif, dalam arti bahwa dana tersebut tidak dikemas sebagai satu paket pemulihan yang komprehensif. Yang diharapkan adalah bahwa pemerintah pusat akan memberikan dana kepada Pemda untuk menjalankan program-program pemulihan di Bali. Pada Juli 2003, Direktorat Jenderal Anggaran, Departement Keuangan, melaporkan bahwa alokasi dana dekonsentrasi untuk 2003 dari APBN mencapai Rp 341 milyar. Bappeda

41 Data ini melingkupi sedikit diatas setengah dari jumlah pengeluaran pembangunan pusat kepada provinsi-provinsi tertentu (WBOJ 2002).

50

Bab 3: Respon

melaporkan bahwa sekitar Rp 10 milyar dari dana dekonsentrasi tersebut diterima dari APBN, dan bahwa pemda mengalami kendala sumber daya dalam hal pelaksanaan program-program pemulihan.

119.

120.

Karena itu upaya pemerintah provinsi semata-mata tergantung pada APBD provinsi. Pemda Provinsi Bali telah mengarahkan fokus pada keamanan (termasuk administrasi kependudukan) dan promosi pariwisata. Pada awal 2003 banyak rencana lain yang dikembangkan Pemda Provinsi belum terlaksanakan. Untuk memperoleh dana, Bappeda Bali mengajukan usulan kepada pemerintah pusat pada Februari 2003 namun tidak memperoleh dukungan dana untuk 'Program Penyelamatan dan Pemulihan Bali'. Fokus program tersebut adalah dana masyarakat, ketahanan pangan, pendidikan, dan kesehatan yang melingkupi kira-kira setengah dari jumlah desa adat di Bali dengan anggaran yang mencapai Rp. 350 milyar.

Dibawah desentralisasi, sebagian besar pendapatan Pemda Provinsi dan Pemda lokal masih bersumber dari pemerintah pusat, yaitu melalui Dana Alokasi Umum (DAU). Dana tersebut dialokasi sedemikian rupa sehingga melindunginya dari penurunan ekonomi daerah yang tajam, seperti yang terjadi di Bali menyusul bom Bali. Pajak hotel dan restoran (PHR) merupakan sumber pendapatan asli daerah (PAD) bagi Pemda di Indonesia. Meski di kebanyakan daerah tidak memainkan peran penting, namun PHR menjadi sumber pendapatan besar bagi Bali, terutama bagi kabupaten dengan konsentrasi pariwisata yang tinggi seperti Badung. Sebagai contoh, pada 2001 Pemda kabupaten memiliki APBD per kapita sebesar dua kali lipat rata-rata nasional (Rp 1,3 vs Rp 6,6 juta per kapita) dimana hampir setengah dari pendapatan total berasal dari hotel dan restoran.

Tabel 24. Keuangan Publik Daerah Bali pada 2003

APBD (Rp milyar)

PAD (Rp milyar)

Pemasukan PHR (Rp milyar)

Upa

h (%

)

APBD per Kapita (Rp) Kabupaten

2002 20031 % perubahan 2002 20031 %

perubahan 2002 20031 % perubahan 2002 20031 20031

Badung2 516,0 379,5 -26,5% 310,7 205,0 -34,0% 250,0 150,0 -40,0% 43,9 1.491.920 1.097.255

Denpasar 379,0 325,0 -14,2% 91,0 85,8 -5,7% 45,0 37,5 -16,7% 56,5 711.817 610.397

Tabanan 282,3 317,2 +12,4% 31,2 34,0 +9,0% 7,6 6,5 -14,8% 76,7 750.738 843.550

Jembrana 192,7 187,6 -2,6% 6,0 7,0 +16,7% 0,13 0,11 -16,0% 62,8 831.299 809.384

Buleleng 296,1 379,8 +28,3% 16,2 19,7 +21,6% 2,5 3,3 +29,6% 85,2 530.384 680.453

Karangasem 243,6 238,0 -2,3% 23,7 23,2 -2,1% 10,0 8,0 -20,0% 78,3 675.754 660.220

Bangli 137,3 166,3 +21,1% 6,1 5,6 -8,2% 0,6 0,15 -75,0% 66,0 708.550 858.207

Klungkung 151,0 172,7 +14,3% 12,4 10,3 -16,9% 0,7 0,5 -26,5% 77,4 972.743 1.112.313

Gianyar 365,8 283,2 -22,6% 54,2 44,0 -18,8% 21,2 21,0 -0,9% 17,1 930.422 720.327

Provinsi 29,8

Catatan: Data 2002 merujuk pada realisasi, data 2003 pada rencana anggaran, data 2001 diambil dari Departement Keuangan.

51

Bab 3: Respon

Respon Pemda Kabupaten di Bali

121.

122.

Tabel 24 mengevaluasi perkembangan terakhir dalam basis pendapatan daerah. Berdasarkan perbandingan antara realisasi dan rencana 2002, PAD memiliki dampak yang nyata. Meski pengeluaran Badung untuk upah tidak terlalu besar (44 persen dibanding dengan hampir 80 persen di Karangasem), PAD memiliki dampak yang jauh lebih besar, dimana pendapatan dari PHR diprakirakan turun 40 persen (sekitar Rp. 100 milyar). Meski sumber pendapatan yang lebih stabil, seperti DAU, memungkinkan Pemda untuk menutupi biaya rutin (terutama upah), sumber daya yang seharusnya dapat digunakan untuk merespon krisis ditingkat daerah terpangkas karena penurunan pendapatan daerah.42

Kabupaten yang memangkas target APBD 2003 adalah Badung, Denpasar, Gianyar dan Karangasem. Sebelum tragedi bom, Badung menyalurkan 30 persen dari pendapatan PHR-nya ke enam kabupaten lainnya (Klungkung, Bangli, Tabanan, Jembrana, Buleleng dan Karangasem), namun persentase tersebut telah disesuaikan menjadi 22 persen.43 Pada Juni 2003, sejumlah kabupaten (termasuk Karangasem dan Bangli) melaporkan bahwa pendapatan aktual dari PHR jauh dari target yang ditetapkan anggaran.

123.

124.

42 Hingga 2002, pemerintah daerah di Indonesia membagi anggaran mereka menjadi anggaran rutin dan anggaran pembangunan. Proyek-proyek, seperti bantuan untuk sektor tertentu atau transfer ke desa-desa, lazimnya dimasukkan dalam anggaran pembangunan. 43 Pembagian pendapatan dari sektor hotel dan restoran merupakan wujud ketergantungan antar pemerintah-pemerintah daerah Bali dibidang pariwisata, dan kemungkinan juga merupakan pertanda meningkatnya koordinasi dan manajemen ditingkat provinsi dalam sektor pariwisata, meski sekaligus mencerminkan kerentanan mereka semasa krisis ekonomi.

Meski diberi peran yang lebih terbatas dalam hal pelayanan jasa dasar menyusul desentralisasi yang dimulai pada 2001, dari segi fiskal dan koordinasi, Pemda Provinsi masih merupakan pilihan paling tepat untuk memainkan peran yang proaktif dalam respon krisis. Pendapatan Bali per kapita pada 2001 adalah Rp 245.000 per kapita, hampir sepertiga diatas rata-rata nasional yang mencapai Rp. 189.000 per kapita. Selain itu, kurang dari sepertiga pengeluarannya secara efektif dialokasikan untuk gaji. Pada saat yang bersamaan, Pemda Provinsi juga mengalami pengetatan fiskal. Provinsi Bali juga sangat tergantung pada pajak BBM dan pajak registrasi (PBBKD, PKB, BBNKD), yang amat rentan terhadap penurunan ekonomi. Karena pajak dibagi dengan Pemda lokal, hal ini makin menyudutkan posisi fiskal mereka. Penargetan APBD provinsi secara efektif, dibawah koordinasi ketat dana dekonsentrasi pemerintah pusat, menjadi saluran fiskal utama untuk memberikan respon yang efektif terhadap dampak yang terjadi di Bali.

Menurut data tersebut, Pemda lokal, baik yang terkena dampak langsung maupun tidak langsung dari bom Bali, telah terkena dampak dan akan mempengaruhi kemampuan Pemda kabupaten untuk mengumpulkan sumber daya yang diperlukan untuk memprakarsai respon dan untuk membiayai kebutuhan rutin. Meski relatif lebih makmur dan memiliki wewenang yang lebih besar dalam mengelola anggaran pembangunannya, aspek fiskal Badung terkena dampak tragedi bom Bali secara langsung. Sebaliknya, Karangasem mengalami dampak yang relatif lebih ringan karena tingkat ketergantungannya yang lebih kecil terhadap kedatangan langsung wisatawan. Karangasem kurang leluasa dalam mengelola anggaran, anggarannya yang mencapai Rp 420.000 per kapita sudah sepertiga dibawah rata-rata per kapita nasional, wage share sebesar 78 persen

52

Bab 3: Respon

adalah jauh diatas rata-rata nasional untuk 2001, dan tingkat kerentanan penduduk adalah lebih tinggi.

125.

Prakarsa Respon Krisis yang Tengah Berjalan. Meski mengalami keterbatasan anggaran, Pemda kabupaten berhasil memprakarsai sejumlah respon untuk menanggulangi kelesuan sektor pariwisata dan dampak-dampak yang terkait. Lampiran 3 menyajikan ikhtisar respon Pemda kabupaten yang dilaporkan dalam serangkaian pertemuan di tiap kabupaten yang dihadiri pejabat Pemda terkait. Hanya saja, respon Pemda kabupaten belum komprehensif dan tidak direncanakan secara strategis.44 Hampir semua Pemda kabupaten yang dikunjungi di Bali meminta dukungan berupa dana dan/atau bantuan teknis dalam mengembangkan respon jangka pendek untuk menangani permasalahan-permasalahan spesifik seperti pengangguran dan perencanaan pembangunan ekonomi jangka panjang. Secara keseluruhan, Pemda kabupaten mengharapkan pemerintah provinsi dan pusat untuk mengambil initiatif terhadap respon pemulihan, dan menyatakan perlunya koordinasi yang lebih baik antar berbagai tingkatan pemerintah yang terkait. Pemda kabupaten mematok empat prioritas utama untuk kegiatan respon di masa mendatang:

• Menegakkan dan meningkatkan keamanan

• Program respon krisis untuk menanggulangi dampak krisis

• Bantuan teknis dalam merencanakan pembangunan ekonomi

126.

127.

128.

44 Pertemuan yang diadakan pada Juni 2003 oleh UNDP bersama Bappeda, Dinas Pariwisata, Dinas Tenaga Kerja, Dinas Perdagangan dan Perindustrian, Badan Pemberdayaan Masyarakat, dan Badan Kesatuan Bangsa dan Perlindungan Masyarakat tingkat kabupaten.

• Pembentukan sistem koordinasi yang efektif antara Pemda provinsi dan kabupaten

Respon Pemda Provinsi Jawa Timur dan NTB

Jawa Timur. Pemda Provinsi Jawa Timur menanggapi krisis dengan mengarahkan fokus ke sektor usaha kecil dan menengah (UKM) dan dampak-dampak sosial.45 Untuk UKM, Biro Ekonomi Pemda provinsi tengah melakukan pemetaan UKM yang akan mengidentifikasi jenis-jenis bantuan untuk UKM seperti akses terhadap modal, pelatihan, dan promosi perdagangan. Promosi jaringan perdagangan dengan pasar luar negeri dilakukan dengan mengikuti pameran dan eksibisi perdagangan, dan dengan menjalin kerjasama dengan misi Indonesia di luar negeri. Jawa Timur juga aktif dalam mengembangkan jaringan dengan daerah lain di dalam negeri (misalnya Yogyakarta) dalam memasarkan produk.

Karena TKI merupakan sumber pendapatan yang penting bagi Jawa Timur, terutama pada saat krisis ekonomi berkepanjangan yang tengah dialami provinsi tersebut, Pemda provinsi telah memprioritaskan penyaluran bantuan untuk TKI dalam bentuk kesepakatan dan koordinasi dengan pemerintah negara tujuan, dokumen legal untuk TKI, perlindungan hak, dan peningkatkan ketrampilan melalui pendidikan dan pelatihan.

Di tingkat kabupaten, ke-10 Pemda kabupaten yang dikunjungi di Jawa Timur saat melakukan kajian belum memprakarsai respon penanggulangan krisis secara resmi. Proyek PERFORM yang dilaksanakan USAID akan membantu mengembangkan perencanaan, perancangan program, dan

45 Ikhtisar Rapat dengan Gubernur Jawa Timur H. Imam Oetomo, PUSKOWANJATI, UNDP Consultant.

53

Bab 3: Respon

anggaran untuk 2004 di Jawa Timur, yang merupakan kesempatan untuk mendukung respon Pemda provinsi tersebut.46

129.

130.

131.

NTB/Lombok. Pemda Provinsi NTB belum memprakarsai respon resmi guna menanggulangi dampak krisis.47 Dinas Pemda NTB telah melancarkan sejumah respon yang kurang signifikan, seperti promosi perdagangan untuk membantu usaha-usaha yang terkena imbas krisis, namun pihak lokal yang berkepentingan pada umumnya tidak yakin dengan kemampuan pemerintah daerah untuk memberikan respon yang efektif.48

3.3 Respon Donor

Respon Donor. Masyarakat internasional dengan cepat menanggapi krisis Bali. Respon diberikan dalam bentuk restrukturisasi program yang sudah ada untuk menanggulangi krisis maupun komitmen untuk menyalurkan sumber daya baru. Disamping proses pengkajian yang dilakukan UNDP, Bank Dunia, dan USAID, lembaga-lembaga donor mendukung sejumlah prakarsa pembangunan darurat, jangka pendek, dan jangka panjang (lihat Lampiran 4).

Berikut merupakan prakarsa-prakarsa utama yang tengah berjalan di Bali yang diluncurkan pihak donor dalam rangka memulihkan kondisi sosial ekonomi:

46 Proyek PERFORM (Performance Oriented Regional Management) mendukung penguatan kapasitas kelembagaan Pemda Sumatera Barat, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Selatan dan Papua, khususnya dibidang keuangan daerah, pengadaan jasa perkotaan, dan perencanaan pembangunan partisipatif. Lihat www.perform.or.id. 47 Wawancara bersama kepaka Bappeda, NTB. 48 Universitas Mataram, Lokakarya tentang krisis di Lombok, Juni 2003.

• AusAID - Bali Rehabilitation Fund (AUD 750.000 dalam bentuk dana bantuan langsung)

• USAID - Office for Conflict Prevention and Response (lebih dari USD 5 juta)

• UNDP - Program Pemulihan Keberdayaan Masyarakat (USD 300.000)

• Bank Dunia - Proyek Pembangunan Kecamatan (USD 28 juta selama tiga tahun)

132.

133.

Kecuali USAID, respon dari donor-donor tersebut belum mencairkan dana dalam jumlah signifikan dan belum berdampak nyata terhadap kondisi sosial ekonomi. Sebagian besar prakarsa ini hanya melakukan kegiatan persiapan awal, sementara beberapa yang lain mengalami penundaan administratif. Program-program tersebut diperkirakan mulai beroperasi penuh dan mencairkan dana di paruh pertama 2004.

Selain itu, sejumlah proyek donor lain di Bali sudah berjalan sebelum krisis dan tengah mengembangkan atau melaksanakan kegiatan yang membantu proses pemulihan, yaitu:

• International Finance Corporation - East Indonesia Business Facility (USD 20 juta untuk empat provinsi termasuk Bali, Lombok, dan Jawa Timur selama lima tahun)

• CIDA - PEP II (Private Enterprise Participation, Fase Kedua) bertujuan untuk membantu pengentasan kemiskinan di Jawa Timur, Bali, Sulawesi Selatan dan Sulawesi Utara dengan (i) menciptakan lingkungan yang lebih kondusif untuk pengembangan dan pertumbuhan UKM dan (ii) melakukan intervensi yang

54

Nick Mawdsley
Awaiting confirmation from Michael Bak

Bab 3: Respon

bertujuan untuk mendukung penciptaan lapangan kerja melalui UKM.

• Komisi Eropa - Proyek Pembangunan Berkelanjutan Pertanian Beririgasi di Buleleng dan Karangasem akan memperkenalkan sistem usahatani terpadu yang dapat meningkatkan pendapatan petani secara nyata dengan memperkenalkan bibit unggul dengan hasil panen yang tinggi, meningkatkan keterlibatan perempuan dalam kegiatan pertanian dan kegiatan produktif lainnya, dan mengembangkan kapasitas organisasi irigasi dan pertanian setempat.49

• GTZ - PROFI (Promotion of Small Financial Institutions) sejak 1999 membantu pengembangan lembaga-lembaga keuangan mikro yang layak, serta penguatan sistem dan kerangka kerja di Jawa Timur, Bali, dan NTB.

• Bank Dunia - Bali Urban Infrastructure Project - pencairan dana sebesar USD 2-3 juta melalui Program Pembangunan Berbasis Masyarakat, dilaksanakan dan direncanakan di hampir 300 desa adat; dukungan untuk konsultasi masyarakat di Kuta; proyek drainase padat karya di Kuta.

134.

Di sektor Pariwisata di luar Bali, yaitu di Lombok, Jawa Timur dan di daerah lainnya yang terkena imbas dampak peristiwa 12 Oktober 2002, donor menyelenggarakan sejumlah respon tertentu. Meski begitu, IFC, AusAID dan USAID berencana untuk menyalurkan bantuan program di Lombok, dan IFC juga akan aktif di Jawa Timur. Secara keseluruhan, bantuan donor terpusat di Bali dan hal ini perlu ditinjau kembali melihat krisis yang berlangsung secara berkepanjangan menyusul perang di Irak dan

wabah SARS. Yogyakarta dan beberapa daerah di Lombok tempat pariwisata dan jasa-jasa terkait merupakan lahan mata pencaharian dan lapangan kerja yang penting, dan berpotensi untuk mendapat dukungan lebih lanjut dari pihak donor.

135.

136.

49 Lihat http://www.delidn.cec.eu.int/develop1.htm.

Koordinasi Donor. UNDP selama ini membantu koordinasi antara donor dengan pemerintah di tingkat nasional dan provinsi di Bali, Jawa Timur, dan Lombok/NTB. Serangkaian pertemuan dengan Pemda kabupaten di Bali dijadikan kesempatan untuk mensosialisasikan respon donor kepada Pemda kabupaten. Di Bali telah diadakan serangkaian pertemuan antara donor dan pihak lokal yang berkepentingan tempat diberikannya penerangan ringkas kepada Pemda provinsi mengenai semua bantuan donor dan dibahasnya bantuan yang dapat diberikan kepada sektor usaha. Secara keseluruhan, sumber daya yang tersedia untuk koordinasi donor kurang berhasil memfasilitasi hubungan yang lebih baik antara proyek donor, pemerintah, dan pihak berkepentingan lainnya, dimana hal ini perlu menjadi prioritas selama bulan-bulan mendatang.

3.4 Respon Sektoral untuk Pemulihan dan Bantuan Pembangunan

Tanggap Darurat

Diprakarsai lembaga pemerintahan, Palang Merah Indonesia (PMI), dan masyarakat Bali, dan dibantu oleh masyarakat internasional, operasi tanggap darurat secara besar-besaran dilancarkan selama minggu-minggu pertama tragedi 12 Oktober 2002. Palang Merah Australia menyalurkan bantuan awal dan jasa pelacakan (AUS $174.451), memasok tiga mobil ambulan (AUS $281.000), meluncurkan proyek penyakit TBC (AUS $400.000), menyalurkan bantuan kepada bank darah setempat (AUS $250.000)

55

Bab 3: Respon

dan menjalankan proyek kesiapsiagaan menghadapi bencana (AUS $2.506.025). WHO juga telah meninjau operasi tanggap darurat di RS Sanglah.

Respon Keamanan

137.

Peningkatan keamanan merupakan bagian kunci respon pemerintah terhadap tragedi Kuta yang bertujuan untuk memastikan bahwa serangan teroris yang menimpa Bali tidak akan terulang sekaligus menjaga keamanan masyarakat. Langkah-langkah keamanan yang diambil adalah sebagai berikut:

• Peningkatan keamanan di pintu-pintu masuk seperti bandara Ngurah Rai, Gilimanuk50, Benoa, Padang Bai dan Celukan Bawang melalui pemeriksaan kartu identitas dan barang bawaan.

• Bantuan teknis dari World Tourism Organization (WTO) yang mengevaluasi dan mengusulkan langkah kebijakan peningkatkan keamanan di Bandara Ngurah Rai, dimana hasil evaluasi tersebut menemukan bahwa langkah kebijakan keselamatan dan keamanan yang telah dijalankan masih dapat ditingkatkan lebih lanjut.

• Pengadaan perlengkapan keamanan bandara oleh Pemerintah Jepang - perlengkapan tersebut belum beroperasi.

• Penerapan langkah kebijakan keamanan baru melalui desa adat di Bali yang memberdayakan tenaga pengamanan adat (pecalang) dan melakukan

pengawasan yang lebih ketat terhadap penduduk pendatang melalui pemeriksaan KTP dan penerbitan kartu indentitas untuk pendatang (KIPP/KIPEM).

138.

139.

50 Pemda Kabupaten Jembrana membina keamanan di Gilimanuk dan telah mengajukan tambahan perlengkapan keamanan untuk pelabuhan tersebut. Kabupaten Jembrana juga mengusulkan agar Pemda Provinsi yang mengelola keamanan Gilimanuk mengingat status pelabuhan tersebut sebagai titik masuk provinsi.

• Peningkatan keamanan di sarana-sarana pariwisata seperti hotel dan restoran, obyek pariwisata, dan tempat umum lainnya. Keamanan akan menjadi salah satu faktor yang dipertimbangkan dalam prosedur klasifikasi hotel dimana Polda akan mengawasi langkah kebijakan keamanan hotel.

• Peningkatan jumlah polisi khusus pariwisata (tourist police) yang menjaga keamanan tempat-tempat wisata dengan berpatroli secara teratur.

• Pengembangan intelijen polisi dan kapasitas polisi di bandara udara dan meningkatkan jumlah polisi yang aktif ditingkat masyarakat melalui peran Polsek dan Badan Pembinaan Keamanan-Ketertiban Masyarakat (Babinkamtibmas).

Penanganan permasalahan sosial dan tindak kejahatan dengan mengantisipasi dampak sosial ekonomi krisis merupakan bagian dari strategi kebijakan Bali yang bersifat preventif yang bertujuan untuk membina kepercayaan publik terhadap polisi. Ditingkat desa, polisi bekerjasama dengan kepala desa dalam menangani dampak dan ketegangan sosial dengan cara membantu pemuda dan keamanan lingkungan, namun karena keterbatasan dana hasil yang dicapai belum optimal. Polda Bali sudah menerima sejumlah perlengkapan baru, yaitu motor dan mobil, namun menurut Kapolda Bali keduanya belum dapat beroperasi secara aktif karena keterbatasan dana operasional.

Target Kapolda Bali adalah untuk meningkatkan keamanan di Bali hingga sesuai standar internasional, yang kemudian diverifikasi oleh suatu lembaga independen.

56

Nick Mawdsley
The latter point should be rechecked or cut

Bab 3: Respon

Kajian keamanan yang dilakukan World Tourism Organisation menghasilkan lebih dari 30 rekomendasi yang perlu ditindak-lanjuti. Selain itu, aspek keamanan lainnya di Bali dapat dikaji dan diverifikasi secara teratur oleh pihak ketiga yang independen. Kemajuan riil yang dicapai dalam sistem keamanan harus disosialisasi secara efektif ke pihak yang berkepentingan, terutama sektor pariwisata.

Pemulihan Pariwisata

140.

141.

Pokja tingkat nasional untuk bidang promosi dan even telah mengembangkan kebijakan-kebijakan pemulihan, mendirikan pusat media untuk diseminasi informasi ke misi-misi Indonesia di luar negeri, mengembangkan kampanye pariwisata nasional, menggelar konser musik di Bali, dan merekrut sejumlah konsultan internasional, yaitu Gavin Anderson & Co (Australia) dan Marketing Garden (Jepang).51 Kegiatan promosi di luar negeri meliputi kampanye iklan di CNN dan promosi lewat pameran-pameran pariwisata yang penting. Salah satu strategi kunci yang dilakukan adalah promosi Bali kepada wisatawan domestik dan penyelenggaraan konferensi dan pertemuan di Bali.

Meski Indonesia tidak terkena dampak langsung SARS yang mewabah pada Maret 2003, beberapa rute penerbangan langsung yang penting (misalnya rute ke Taiwan) dan rute penerbangan tidak langsung (misalnya rute ke Singapura) terkena dampak wabah penyakit tersebut, dan praktis upaya pemulihan pariwisata Bali 'sirna' dalam sekejap. Sejak itu, Kantor Menteri Negara Kebudayaan dan Pariwisata merumuskan

Rencana Pemulihan Pariwisata Nasional baru yang mulai berjalan per pertengahan 2003 sampai dengan akhir 2004. Rencana tersebut bertujuan untuk memulihkan kepercayaan pasar internasional dan domestik selama fase rencana penyelamatan (3 bulan), rehabilitasi (4 bulan), normalisasi (6 bulan) dan ekspansi (6 bulan) yang meliputi promosi domestik dan internasional, kampanye media, bantuan untuk perwakilan-perwakilan pasar, promosi kebudayaan Indonesia, pengembangan produk pariwisata, dan insentif fiskal untuk industri pariwisata.

142.

143.

51 Rencana promosi pariwisata global yang dikembangkan Gavin Anderson diserahkan kepada Pemerintah Indonesia pada Maret 2003, namun rencana tersebut belum terlaksana.

Dengan terkendalikannya wabah SARS, negara lain di kawasan Asia menggenjot kegiatan promosi sebagai upaya untuk memulihkan pendapatan dari sektor pariwisata yang bernilai signifikan itu. Hong Kong meluncurkan kampanye bertajuk 'Looking Ahead' dengan dana USD 128 juta, Thailand meluncurkan 'Smiles Plus Campaign', dan sebagian besar negara lain yang memiliki sektor pariwisata yang cukup maju seperti Malaysia, Filipina, dan Australia juga menggelar kampanye promosi pariwisata. Ada keprihatinan bahwa Indonesia tidak melakukan promosi dan pemasaran pariwisata secara efektif untuk bersaing dengan negara-negara lain di kawasan Asia, yang memiliki implikasi nyata terhadap masa depan jangka panjang industri pariwisata dan sumber daya manusianya.

Satuan Tugas Pemulihan Bali PATA. Pada Desember 2002, Satgas Pemulihan Bali yang dibentuk Pacific Asia Travel Association (PATA) mengunjungi Bali dan memberikan serangkaian rekomendasi yang berkaitan dengan upaya pemulihan pariwisata Bali dan Indonesia, yaitu:

• Semua unsur yang terkait dengan pariwisata Bali harus bersatu untuk menghasilkan satu agenda kegiatan.

• Mengambil langkah-langkah guna melakukan perencanaan pariwisata

57

Bab 3: Respon

secara cermat yang melingkupi permasalahan-permasalahan dibidang keselamatan dan keamanan.

• Perumusan Rencana Penanganan Krisis Terpadu untuk Bali.

• Membangun kembali dan meluaskan 'nama' Bali agar mencakup semua kebudayaan dan pusaka budaya.

• Memasarkan 'nama' Bali melalui pasar-pasar kontemporer dan kemitraan dibidang pemasaran.

144.

145.

146.

147.

Pada intinya, Satgas PATA mengatakan bahwa "organisasi-organisasi utama yang berkaitan dengan pariwisata Indonesia gagal menanggapi situasi ini secara efektif dan gagal memberikan kepemimpinan kelembagaan yang dibutuhkan dalam saat-saat seperti ini". Laporan PATA menyoroti peran penting anjuran perjalanan (travel advisory), kampanye promosi, keselamatan dan keamanan, dan program publisitas dan komunikasi yang efektif serta kebutuhan terhadap aktor-aktor daerah dan nasional untuk bekerjasama menurut satu agenda dan strategi bersama dengan dana operasional yang memadai. Untuk itu Indonesia dapat mencontoh manajemen dan promosi parawisata di banyak negara di kawasan Asia (seperti Malaysia, Singapura, dan Thailand).

Respon Pemerintah Pusat terhadap SARS. Sebagai respon terhadap wabah SARS, Departemen Kesehatan merumuskan langkah kebijakan yang melingkupi kegiatan sosialisasi, peningkatan pengawasan di bandara udara, pelabuhan, dan perbatasan negara serta pengembangan kapasitas dalam hal pengawasan epidemiologi radang paru-paru. Indonesia tidak mengalami wabah SARS secara langsung, meski begitu tindak pencegahan tetap dilakukan di titik-titik masuk dan pusat-pusat kesehatan.

Peraturan Visa. Pada Maret 2003, pemerintah mengeluarkan Keputusan

Presiden No. 18 tahun 2003 yang menghapuskan sarana Bebas Visa Kunjungan Singkat (BVKS) sebagai bagian dari komitmen internasional untuk melawan terorisme, perdaganan obat-obatan terlarang, perdagangan perempuan dan anak-anak, dan bentuk tindak kejahatan internasional lainnya.52 Menurut rencana peraturan baru tersebut akan diberlakukan enam bulan sejak pengesahannya, namun menyusul upaya lobi sektor pariwisata, pemerintah membatalkan rencana untuk menghapus sarana visa kunjungan tersebut. Sebagai penggantinya, pemerintah memberlakukan biaya USD 35 untuk visa kunjungan yang berlaku untuk ke-48 negara yang mendapat BVKS yang, berdasarkan angka kedatangan wisman nasional pada 2001, diprakirakan akan menghasilkan USD 140 juta.53 Yang lebih penting adalah bahwa langkah kebijakan ini, seperti kebijakan yang mendahuluinya, dapat menjadi bumerang terhadap kunjungan wisman ke Bali dan Indonesia. Belum jelas bagaimana tepatnya 'pajak pariwisata' ini akan digunakan, dan manfaatnya bagi Indonesia perlu ditinjau kembali.

Industri

Bantuan untuk Koperasi dan UKM. Kantor Menteri Negara Urusan Koperasi dan Usaha Kecil Menengah memiliki tiga kegiatan utama di Bali, dan meski bukan untuk merespon krisis ekonomi yang dialami sektor UKM setempat, kegiatan-kegiatan

52 Wawancara dengan Divisi Perencanaan dan Persiapan, Departemen Kehakiman dan HAM. 53 Bisnis Indonesia, 28 Juni 2003. Menurut artikel, penurunan kedatangan wisatawan sebesar 4,7 persen saja sebagai akibat dari pemberlakukan pajak tersebut akan meniadakan semua manfaatnya, meski begitu tidak jelas cara proyeksi tersebut dihitung dan apakah yang dimaksud adalah pengeluaran wisatawan atau hasil (yield) pajak.

58

Bab 3: Respon

tersebut membuka kesempatan kepada pemda provinsi untuk mengarahkan dana tersebut kepada UKM yang membutuhkan bantuan. Ketiga program tersebut pada 2003 adalah: (1) alokasi dari subsidi BBM sebesar Rp 3,56 miliar; (2) dana dekonsentrasi sebesar Rp 2,9 miliar yang dialokasi untuk membantu Pengembangan Kewirausahaan dan KUKM dan dana Rp 1,88 miliar untuk membantu pengembangan sistem informasi usaha kecil dan mikro; dan (3) program Modal Awal Padanan yang dialokasi untuk membantu klaster usaha kecil dan mikro yang diidentifikasi oleh Pemda.

148.

Respon Fiskal dan Insentif bagi Industri Pariwisata dan Jasa-Jasa Terkait. Pemerintah pusat belum memberikan konsesi pajak kepada usaha-usaha yang terkena dampak bom Bali. Sebagai respon terhadap kesulitan yang dihadapi usaha-usaha tersebut dalam melunasi pinjaman, Bank Indonesia mengeluarkan peraturan pada Desember 2002 yang meminta agar bank melakukan restrukturisasi pinjaman.54 Selain itu, Satgas Prakarsa Jakarta (JITF, Jakarta Initiative Task Force) telah mengadakan serangkaian pertemuan dan konferensi pada Maret 2003 bersama bank dan pengusaha di Bali untuk memuluskan restrukturisasi pinjaman antara debitor dan kreditor. JITF menemukan bahwa bank sudah mengambil langkah kebijakan yang memungkinkan debitor menangguhkan pembayaran bunga dan menunda pembayaran pokok, namun disamping itu juga ditemukan tidak adanya kebijakan yang mampu menangani krisis yang ternyata berlangsung lebih parah dan lebih lama dari waktu yang semula diprakirakan hanya enam bulan itu. BRI aktif dalam melakukan restrukturisasi pinjaman di Bali sejak Oktober 2002, dan sampai sekarang sudah merestrukturisasu pinjaman Rp. 20 milyar milik 1.500

nasabah.55 Bank Indonesia mengaku khawatir Bank Perkreditan Rakyat (BPR) tidak mampu mengimbangi krisis dan menyatakan bahwa BPR membutuhkan bantuan teknis dalam hal restrukturisasi pinjaman.

149.

54 Peraturan BI No. 4/11/PBI/2002 tertanggal 20 Desember 2002 (lihat http://www.bi.go.id).

Belakangan ini industri pariwisata makin gencar menyerukan penyaluran paket bantuan untuk memulihkan industri tersebut menyusul pukulan beruntun berupa bom Bali, perang di Irak, dan wabah SARS.56 Negara-negara lain di kawasan Asia telah meluncurkan paket pemulihan untuk membantu industri pariwisata masing-masing.57 Pada Juni 2003, Pokja untuk bidang insentif anggaran sedang mengembangkan serangkaian insentif yang memungkinkan industri pariwisata dan jasa-jasa terkait untuk melanjutkan usaha mereka.

55 Presentasi BRI - Perbankan Bali dan Tragedi Bali 12 Oktober 2002. 56 Bali Discovery Tours News, 14 Juli 2003, 'Calls Mount for Tourism Supports: State Ministry Supports Calls for Scheme of Supports and Relief for Damaged Tourism Sector'. Lihat http://www.balidiscovery.com. 57 Malaysia, misalnya, meluncurkan paket stimulus ekonomi pada Mei 2003 guna membantu biro perjalanan dan operator tur selama enam bulan kedepan. Paket tersebut menawarkan (i) dana Special Relief Guarantee Facility senilai RM 1 milyar untuk operator sektor pariwisata, (ii) insentif biaya listrik sebesar lima persen bagi pemilik hotel dari Juni sampai Desember 2003, (iii) potongan lima puluh persen pajak jalan selama enam bulan bagi taksi, (iv) pembebasan dari pajak jasa untuk hotel dan restoran dari Juni sampai Desember 2003, (v) penghapusan pajak jasa yang dikenakan terhadap kamar gratis di hotel mulai Juni 2003, (vi) penundaan angsuran PPh untuk operator tur dari Juni sampai Desember 2003, (vii) restrukturisasi dan penjadwalan kembali pinjaman oleh lembaga keuangan untuk gaji pekerja yang dikenakan potongan gaji akibat lesunya iklim usaha. Sumber: Tourism Malaysia, Mei 2003.

59

Nick Mawdsley
More information on BPRs is available from GTZ – Monica to chase up

Bab 3: Respon

Kesejahteraan Sosial

150.

151.

152.

Dukungan bagi Mereka yang Terkena Dampak Langsung Bom Bali. Sejumlah besar bantuan dari luar maupun dalam negeri mengalir untuk keluarga korban bom Bali dengan nilai total lebih dari USD 10 juta. Bantuan yang diberikan berupa bantuan keuangan, obat-obatan, konseling, dan beasiswa bagi anak-anak serta proyek-proyek jangka panjang yang meliputi proyek bantuan untuk RS Sanglah dan pembangunan rumah sakit memorial. Meski sudah diupayakan untuk mengkoordinir semua respon tersebut, berkucurnya donasi dan dukungan dari beragam sumber telah menyulitkan upaya tersebut.58 Pengembangan mekanisme yang lebih baik untuk mengelola penggunaan private funds yang digalang untuk Bali melalui kegiatan program yang efektif dapat menghasilkan keluaran yang lebih beragam dan bermanfaat.

Jaring Pengaman Sosial. Pokja untuk bidang JPS tengah mengembangkan rencana penyaluran paket bantuan ke daerah-daerah yang terkena dampak kelesuan pariwisata nasional, namun rencana tersebut masih harus disetujui. Sekarang ini belum ada program JPS nasional di Bali, tapi sejumlah Pemda kabupaten menyediakan pendidikan gratis (misalnya Jembrana), pelayanan kesehatan dasar gratis (misalnya Denpasar) atau program kerja padat-karya terbatas (misalnya Tabanan).

Dana Masyarakat. Dana masyarakat disalurkan oleh Proyek Pembangunan Kecamatan (Bank Dunia), Program Pembangunan Berbasis Masyarakat (Bank Dunia-BUIP), dan Program Pemulihan Keberdayaan Masyarakat (UNDP).

Koordinasi antara pemerintah dan lembaga-lembaga tersebut dapat ditingkatkan sehingga pihak yang berkepentingan dapat memiliki informasi yang lebih jelas tentang kemajuan proyek dan target yang ingin dicapai.

153.

154.

58 Lihat www.balirecoverygroup.com.

3.5 Prioritas dan Respon Masyarakat

Respon Masyarakat dan Desa Adat. Modal sosial dan kebudayaan Bali menjadi aset yang vital selama krisis. Di tengah masyarakat lokal, yaitu ditingkat keluarga, banjar, dan desa adat, terdapat suatu mekanisme penanganan krisis yang membantu keluarga pada masa-masa sulit. Lebih dari setengah (51 persen) responden menyatakan bahwa desa adat memiliki sistem tradisionil yang membantu keluarga dalam menghadapi kesulitan perekonomian dan yang menangani permasalahan sosial. Dalam menghadapi permasalahan sosial ekonomi, masyarakat Bali cenderung memperoleh bantuan pertama dari pihak keluarga, kemudian tokoh masyarakat dan teman, lalu kepala desa (Tabel 25). Hal ini mencerminkan peran penting yang dimainkan tokoh adat dan banjar dalam menanggapi kebutuhan kesejahteraan sosial. Banyak desa adat memiliki pendapatan yang berasal dari Lembaga Perkreditan Desa (LPD) serta dana lain yang dikumpulkan dari kontribusi usaha-usaha lokal dan warga masyarakat, dimana dana-dana tersebut berpotensi untuk dimanfaatkan untuk kepentingan warga lokal.59

Prioritas Masyarakat untuk Respon. International Republic Institute (IRI), dengan dukungan USAID, membantu pemerintah daerah dalam melakukan polling pendapat

59 LPD di Kuta, salah satu LPD yang paling menguntungkan di Bali, meraih laba bersih Rp. 2 miliar pada 2002 namun tidak ada perincian mengenai penggunaan laba tersebut.

60

Nick Mawdsley
Kai to check HNSDP and add note on WB/ADB education preparedness response

Bab 3: Respon

umum tentang prioritas program pemulihan. Polling berlangsung pada Desember 2002. Kajian IRI menemukan bahwa langkah kebijakan keamanan lingkungan (termasuk administrasi kependudukan), bantuan untuk masyarakat golongan miskin seperti kesehatan dan pendidikan, dan bantuan untuk UKM merupakan prioritas. Pada Mei 2003, prioritas tertinggi adalah bantuan untuk masyarakat golongan miskin yang terarah pada pengangguran dan dampak krisis, yang memperoleh 57 persen suara responden kunci. Prioritas berikutnya adalah penguatan polisi (24 persen dari responden kunci), promosi pariwisata (21 persen), bantuan kepada sektor UKM (15 persen), bantuan kepada sektor pertanian (14 persen), dan peningkatan administrasi kependudukan (13 persen). Prioritas untuk program sosial ekonomi meliputi akses terhadap pelayanan kesehatan dasar (35 persen), bantuan kredit untuk UKM (31 persen), pendidikan (26 persen), bantuan kredit untuk petani (24 persen), community grants (21 persen), prasarana dan sarana (14 persen), bantuan non kredit untuk UKM seperti promosi perdagangan, dsb. (13 persen), rumah sakit (11 persen), bantuan dana untuk subak (11 persen), bantuan ternak (10 persen), dan bantuan non kredit untuk usahatani (11 persen).

3.6 Ikhtisar Respon Pemerintah dan Lembaga Donor

155.

156.

Secara umum, respon terhadap krisis Bali dirancang berdasarkan prakiraan awal mengenai lama waktu yang dibutuhkan sektor pariwisata untuk pulih serta tingkat keparahan dampak sosial ekonomi. Sudah jelas bahwa krisis ternyata berlangsung lebih parah dan lama daripada yang semula diprakirakan, yang makin menekankan pentingnya respon yang efektif. Respon pemulihan yang diluncurkan lembaga donor dan pemerintah belum berdampak nyata di lapangan karena hal-hal sebagai berikut: (a) sulitnya melakukan penargetan secara efektif, (b) penundaan dalam pencairan dana, (c) respon hanya terarah pada kesejahteraan, (d) koordinasi yang buruk, (e) sinergi yang buruk antara respon pemerintah dan donor, (f) persepsi bahwa Bali adalah provinsi yang kaya, (g) terbatasnya kegiatan promosi pariwisata, dan (h) asumsi-asumsi pemulihan sektor pariwisata. Pada Mei 2003, tercacat hanya 13 persen responden kunci di Bali yang mengetahui mengenai kegiatan respon terhadap krisis. Jelas bahwa respon krisis belum bergaung, yang menandakan perlu ditingkatkannya kegiatan humas dan komunikasi tentang prakarsa pemulihan di Bali. Namun yang lebih penting adalah kenyataan bahwa hal ini mencerminkan bahwa banyak respon belum berjalan atau tidak berdampak.

Tabel 25. Penyedia Bantuan Setempat selama Krisis di Bali

Kelompok Peringkat Rata-rata

Families 1,67 Kelian Adat 2,38 Sahabat 2,43 Kepala Desa 2,70 Tokoh Agama 3,49 Bidan Desa 4,08 Dokter 4,36 PKK 4,65 Sumber: Universitas Udayana, Survei Responden Kunci.

Kelemahan utama respon pemulihan Bali terletak pada proses perencanaan. Respon yang diberikan cenderung terpenggal dan golongan masyarakat yang paling rentan kurang diperhatikan. Hal ini lantas diperparah oleh terbatasnya data yang dapat memberi gambaran tentang sektor pariwisata dan informasi mengenai dampak krisis yang relevan bagi pembuat kebijakan. Karena itu, respon cenderung diberikan tanpa pandangan yang jelas mengenai situasi yang dihadapi. Pemerintah daerah memiliki pemahaman

61

Bab 3: Respon

yang terbaik tentang situasi namun belum berhasil menggalang respon yang efektif karena kendala keuangan maupun kendala lainnya.

157. Yang perlu dilakukan pemerintah kabupaten, provinsi, dan pusat adalah memanfaatkan informasi yang ada mengenai situasi sosial ekonomi Bali dan daerah terkait, termasuk informasi yang terdapat dalam kajian ini, untuk kemudian bersama-sama dengan lembaga donor merumuskan suatu program pemulihan yang komprehensif dan terkoordinir. Di minggu-minggu mendatang,

informasi dalam kajian ini dan sumber lainnya perlu dimanfaatkan dalam merencanakan pemanfaatan sumber daya secara efektif yang dialokasi untuk pemulihan Bali, memprakarsai respon baru untuk menanggulangi dampak krisis yang lebih serius, dan mengembangkan rencana perekonomian jangka panjang yang dapat memajukan pertumbuhan dan pembangunan yang berkelanjutan. Konsultasi yang efektif di Bali dan daerah lainnya adalah penting agar suara masyarakat dan pihak berkepentingan lainnya yang terkena dampak krisis diperhatikan.

62

BAB 4: KESIMPULAN DAN SARAN

158.

159.

Dampak sosial ekonomi bom Bali, yang diperparah perang di Irak dan wabah SARS, makin memprihatinkan sejak Januari 2003. Jumlah kedatangan wisatawan secara langsung ke Bali hanya naik menjadi diatas 3.000 per hari pada pertengahan Juni 2003 , angka yang ditetapkan pemerintah sebagai 'titik impas' ekonomi Bali.60 Menurut skenario yang optimistis sekalipun, jika tidak ada bencana baru yang menghadang, tampaknya tidak mungkin tingkat kunjungan kembali normal sebelum 2004, yang tentu memperparah dampak krisis. Dari segi positif, volume ekspor dari Bali berhasil dipertahankan, yang paling tidak merupakan pelipur lara bagi perekonomian pulau tersebut. Lepas dari itu, sektor UKM tetap menderita dibawah dampak krisis dimana lembaga-lembaga keuangan melaporkan makin banyak kasus kredit macet. Kesengsaraan melanda masyarakat di daerah-daerah tertentu di Bali dan Lombok yang menandakan gagalnya mekanisme yang diterapkan masyarakat untuk bertahan menghadapi krisis. Pemeliharaan keselarasan dan keamanan sosial tetap menjadi permasalahan kunci, terutama dalam kaitannya dengan pengangguran dan pemuda yang terkena dampak krisis.

Meski dampak krisis terhadap pariwisata tidak dapat dikesampingkan, adalah sangat penting bagi pemerintah,

160.

60 Tingkat kedatangan wisman secara langsung per hari selama periode puncak (Juni sampai September) antara 1997 sampai 2001 mencapai rata-rata 4.140 kunjungan per hari. Informasi mengenai angka kedatangan wisman secara tidak langsung dan angka kedatangan domestik yang digabungkan dengan kebiasaan belanja pengunjung diperlukan untuk mengkaji status ekonomi pariwisata Bali secara tuntas.

kalangan industri dan donor untuk tetap berpegang pada agenda jangka panjang pariwisata dan pembangunan berkelanjutan di Bali dan daerah lainnya. Seperti yang dapat dilihat di Bab 1, kebanyakan pertumbuhan pariwisata Bali dan Lombok terjadi secara spontan dan tumbuh diluar kerangka perencanaan kebijakan. Proses ini sewaktu-waktu memicu resistensi masyarakat setempat karena kepentingan mereka tidak terwakili secara memadai dalam proses pengambilan keputusan. Pariwisata merupakan industri yang rumit yang melibatkan banyak aktor, dan tantangan bagi pemerintah adalah untuk mengembangkan proses dan pendekatan yang menyediakan kesempatan bagi masyarakat setempat untuk ikut menentukan masa depan pembangunan, ikut mempengaruhi langkah kebijakan pemerintah, dan ikut menetapkan prioritas program yang akan dijalankan. Selain itu, Bali perlu mengembangkan sektor diluar pariwisata, terutama sektor pertanian dan industri kecil.

Sejumlah besar respon yang dijalankan sejak sejak enam bulan lalu belum membuahkan hasil nyata di lapangan, dan ternyata tidak mampu untuk memenuhi berbagai kebutuhan bagi mereka yang terkena dampak krisis di Bali, Lombok, dan daerah lainnya. Respon donor selama ini belum tentu menangani kebutuhan-kebutuhan prioritas, cenderung lamban dalam mencairkan dana, dan tidak memiliki mekanisme penargetan yang efektif, yang sebagian disebabkan oleh ketiadaan informasi tentang dampak krisis. Respon pemerintah cenderung lemah dalam hal koordinasi, disarankan lebih proaktif dan dengan strategi komunikasi yang lebih efektif. Baik untuk jangka pendek dan panjang diperlukan pendekatan-pendekatan baru yang

Bab 4: Kesimpulan dan Saran

dapat mempertemukan pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat secara lebih efektif.

161.

162.

163.

164.

Pemerintah Indonesia, baik ditingkat pusat maupun daerah, dan pihak donor diharapkan untuk mempertimbangkan kesimpulan dan saran kajian ini dalam merencanakan respon baru dan menyesuaikan respon lama yang tengah berjalan dengan tujuan menanggulangi krisis dan merangsang pembangunan jangka panjang yang berkelanjutan di daerah-daerah yang terkena dampak krisis. Yang perlu dicatat adalah bahwa upaya untuk memulihkan Bali ke keadaan pra bom Bali bukan pilihan yang tepat. Trend masa kini dan skenario masa depan pariwisata global dalam kaitannya dengan Bali membuat kebutuhan untuk suatu agenda jangka panjang yang menumbuhkan kembali Bali sebagai tujuan wisata dan yang mendiversifikasi ekonomi Bali, makin mendesak.

4.1 Menangani Krisis dan Memajukan Pemulihan

Untuk jangka pendek, Bali dan daerah-daerah terkait akan tetap berada dalam krisis, yang baru akan berhenti pada saat tingkat kedatangan wisatawan mengalami kenaikan sedemikian rupa sehingga perekonomian daerah tersebut dapat terbebas dari krisis. Sementara waktu perlu dijalankan suatu agenda jangka pendek yang memajukan pemulihan berbasis pariwisata dan yang menanggulangi dampak krisis. Belum dapat dipastikan kapan krisis akan berlalu, namun secara umum diprakirakan bahwa krisis akan berakhir paling cepat pada akhir kuartal keempat 2003, atau pada 2004. Meski tingkat kedatangan wisatawan mengalami peningkatan pada Juni dan Juli 2003, dimana hotel, restoran, dan pengecer menawarkan potongan harga besar-besaran pada saat profil dan kebiasaan belanja pengunjung sudah

berubah, ekonomi Bali yang berbasis pariwisata itu tetap rapuh. Hanya saja, tidak adanya informasi dan data yang komprehensif tentang sektor pariwisata Bali menciptakan kesenjangan pengetahuan yang harus dijembatani guna memungkinkan perumusan langkah kebijakan secara efektif. Bab 1 dan 2 mengatakan bahwa hanya kedatangan wisman secara langsung ke Bali yang dapat dijadikan sebagai indikator utama yang efektif untuk sektor ini. Indikator untuk kedatangan wisman secara tidak langsung, wisnus yang menginap, dan tingkat pengeluaran jauh lebih buruk dari segi keterandalan dan ketepatan waktu.

'Back to Bali': Mendukung Pemulihan Sektor Pariwisata Indonesia

Upaya pemulihan perekonomian yang berbasis pariwisata merupakan langkah kebijakan jangka pendek yang terbaik. Perumusan dan pelaksanaan Comprehensive Multi-Stakeholder Tourism Recovery Plan yang mempertimbangkan kepentingan jangka panjang, merupakan langkah kebijakan pemulihan jangka pendek dan pemeliharaan kesejahteraan sosial yang paling hemat biaya. Pengalaman yang dipetik dari krisis pariwisata lainnya menunjukkan bahwa suatu rencana yang terkoordinir dan yang secara konsisten mengirim pesan kepada pasar mengenai keprihatinan terhadap keselamatan dan keamanan adalah pendekatan yang terefektif. Sekarang ini sejumlah kegiatan promosi tengah berjalan dan sektor swasta pun melakukan respon secara terpisah, tapi hal ini belum dapat dikatakan sebagai respon terhadap krisis yang komprehensif dan terkoordinir.

Pertumbuhan pariwisata tidak dapat dikendalikan menurut pendekatan ‘dari atas ke bawah’ (top down). Karena itu, prakarsa yang dijalankan harus mempertimbangkan kepentingan jangka panjang masyarakat dan

64

Bab 4: Kesimpulan dan Saran

pihak berkepentingan lainnya, dan suatu solusi kreatif harus dicari untuk menyalurkan manfaat pariwisata secara efektif. Rencana yang tetap mengandalkan pendekatan lama tak akan memberikan hasil yang diharapkan, dan penting disini untuk melibatkan pihak berkepentingan dalam mengembangkan satu strategi dan rencana tindak yang komprehensif. Untuk itu perlu dibentuk suatu mekanisme multi-stakeholder yang mengkoordinir kegiatan perencanaan dan pelaksanaan dengan pelibatan perwakilan dari berbagai pihak berkepentingan di Bali. Selain itu, dalam proses otonomi daerah menjadi tantangan dalam melakukan upaya koordinasi pengelolaan pariwisata dan fungsi-fungsi terkait secara efektif. Pariwisata Bali dapat dikatakan merupakan aset provinsi, sehingga dalam konteks UU No. 22 tahun 1999 tanggungjawab atas pariwisata, perencanaan tata ruang dan manajemen lingkungan akan terlaksana lebih efektif seandai diserahkan kepada provinsi.

165.

166.

167.

Pada Juli 2003, pihak lokal yang berkepentingan (polisi, pemerintah, sektor swasta, dan aktor non pemerintah) di Bali bertemu untuk mengembangkan satu agenda tunggal yang bertujuan untuk memulihkan tingkat kedatangan wisatawan ke Bali. Sebagai tindak-lanjut, pihak yang berkepentingan di Jakarta dan Bali perlu menjalin koordinasi secara ketat dalam merumuskan dan melaksanakan suatu rencana tindak. Strategi yang dikembangkan Gavin Anderson & Co, yang dikontrak Badan Pengembangan Kebudayaan dan Pariwisata (BP Budpar), yang menangani permasalahan-permasalahan utama promosi pariwisata di Bali di sejumlah pasar kunci, layak ditinjau untuk dijadikan komponen kunci upaya pemerintah dalam menangani krisis.

Bali merupakan "permata mahkota" industri pariwisata Indonesia dan prospek pariwisata Pulau Dewata berpengaruh langsung terhadap masa depan sektor tersebut

secara nasional. Bali merupakan pintu gerbang bagi wisatawan yang ingin melanglang ke tujuan-tujuan lain di Indonesia seperti Lombok dan Yogyakarta. Keputusan-keputusan strategis mengenai langkah kebijakan pengembangan 'produk pariwisata Indonesia,' perumusan kembali 'nama' Bali, dan pelaksanaan pembangunan yang memperhatikan tujuan-tujuan lain di Indonesia perlu dilakukan sedemikian rupa sehingga menghasilkan tujuan-tujuan wisata yang baru dan menarik yang memperhatikan pasar wisata kontemporer. Untuk jangka menengah, hal ini membutuhkan strategi pariwisata yang baru bagi Bali dan tujuan wisata lainnya di Indonesia melalui suatu proses yang berjenjang (nasional, provinsi, dan kabupaten) dan multi-stakeholder (meliputi partisipasi masyarakat luas dan pihak berkepentingan lainnya). Kegiatan yang dapat dilakukan perlu diarahkan pada perencanaan tata ruang, manajemen lingkungan, tata pemerintahan, penyaluran bantuan kepada lembaga dan masyarakat lokal agar dapat memetik manfaat dari pariwisata berbasis masyarakat serta kegiatan lainnya yang terarah pada kebudayaan dan pusaka budaya.

Usaha Kecil Menengah

Sejumlah besar UKM di Bali memerlukan bantuan untuk menyelamatkan usaha dengan prospek jangka panjang yang menjanjikan. Pemerintah dan donor perlu mengarahkan perhatian pada prakarsa yang membantu kondisi keuangan UKM secara langsung melalui restrukturisasi pinjaman dan kebijakan fiskal lainnya, pelatihan manajemen bisnis dalam situasi krisis, serta membantu mereka menembus pasar baru dengan produk yang ada dan pengembangan produk baru.

65

Bab 4: Kesimpulan dan Saran

A. Saran untuk Pemulihan Pariwisata

1. Lembaga pemerintah, dengan kemungkinan bantuan dari UNDP/Bank Dunia, disarankan untukmengkonsolidasi pengumpulan dan pengelolaan data dan informasi yang berkaitan denganpariwisata Bali guna memperkokoh landasan perumusan langkah kebijakan. Pada khususnya,BPS Bali dan Dinas Pariwisata Bali perlu mengkonsolidasi data mereka dan memanfaatkanupaya Dinas Pariwisata Bali dalam mendistribusikannya ke pihak-pihak yang berkepentingan.

2. Pemerintah dan donor disarankan untuk mendukung pelaksanaan rencana tindak yangdirumuskan dalam pertemuan pada Juli 2003 dan menyalurkan bantuan serupa bagi tujuan-tujuan wisata lainnya seperti Lombok dan Yogyakarta. Pembatalan biaya USD 35 untuk visakunjungan merupakan permasalahan kunci untuk dipertimbangkan.

3. Pemda Provinsi Bali, NTB, dan tujuan-tujuan wisata lainnya disarankan untuk membentukKelompok Pemulihan Pariwisata yang melingkupi berbagai pihak yang berkepentingan(pemerintah, polisi, industri, perwakilan masyarakat) yang melaksanakan strategi pemulihanpariwisata yang komprehensif yang secara efektif mengkoordinir Pokja Pemulihan PariwisataNasional dan aktor ditingkat provinsi. Kelompok tersebut lantas akan menghasilkan dokumenstrategi dengan kerangka waktu, tahapan pencapaian proyek (milestone), dan sumber dayapelaksanaan yang jelas. Donor dapat ikut berperan dengan menyalurkan bantuan teknis.

4. Pemerintah, dengan kemungkinan bantuan dari pihak donor, disarankan untuk memastikanbahwa langkah kebijakan keamanan yang baru (misalnya kajian ulang keamanan bandaraWTO) benar-benar terlaksana dan bahwa sistem keamanan ditingkatkan dan diverifikasimenurut standar internasional. Penempatan Police Advisors, seperti yang pernah dilakukanUNHCR di daerah lain di Indonesia, akan membantu pihak kepolisian dalam meningkatkankeamanan di Bali dan daerah lainnya.

5. Pemerintah disarankan untuk mengintensifkan kegiatan kampanye promosi internasional dandiseminasi informasi pada waktu-waktu tertentu di pasar-pasar kunci sebagai bagian daristrategi umum pemulihan pariwisata. Pemerintah perlu meninjau strategi yang diusulkan GavinAnderson & Co sebagai bagian dari upaya tersebut.

6. Pemerintah disarankan untuk meninjau kebutuhan terhadap dan opsi yang ada untuk langkahkebijakan fiskal untuk mendukung industri pariwisata yang berada dalam krisis. Donor dapatmendukung pemerintah melalui bantuan teknis dalam memilih opsi respon kebijakan fiskal.

7. Pemda Provinsi Bali, Lombok, dan tujuan wisata kunci lainnya disarankan untuk bekerjasamadengan Pemda tingkat kabupaten serta masyarakat untuk mengidentifikasi proyek-proyekrevitalisasi yang layak bagi tempat wisata yang dapat dijalankan masyarakat setempat dengandana pemerintah atau donor sebagai bagian dari pendekatan pariwisata berbasis masyarakatyang akan membuka lapangan kerja yang sangat dibutuhkan sekarang ini. Donor perlumempertimbangkan untuk mendukung lembaga-lembaga publik-swasta seperti Bali HeritageFoundation.

8. UNDP dan lembaga donor lainnya disarankan untuk mendukung Kantor Menteri NegaraKebudayaan dan Pariwisata dalam merumuskan rencana pariwisata nasional dan daerah,termasuk untuk Bali. Kemitraan swasta/publik, seperti Bali Heritage Trust yang baru terbentukitu, yang dilandasi SK Gubernur pada Februari 2003, membuka kesempatan untuk menggiatkanpenyaluran bantuan dalam konteks ini.

9. Pemerintah agar meninjau manajemen pariwisata, perencanaan tata ruang, dan manajemenlingkungan di Bali dengan mempertimbangkan UU No. 22 tahun 1999.

66

Bab 4: Kesimpulan dan Saran

B. Saran untuk Membantu Usaha Kecil 10. Pemerintah dan Bank Indonesia di Bali dan Lombok disarankan untuk melakukan

musyawarah peninjauan langkah kebijakan, dengan bantuan donor jika perlu, untukmengidentifikasi respon fiskal yang tepat bagi usaha-usaha di Bali, Lombok, danmungkin juga di daerah lainnya yang terkena dampak krisis. Hasil musyawarah tersebutperlu dipublikasi dan disosialisasi secara efektif kepada kalangan pengusaha sebelumditempuhnya langkah kebijakan apapun.

11. Pemda Provinsi, Bank Indonesia, persatuan usaha (seperti Kadin, Asita, Hipmi, Iwapi,dsb.), lembaga keuangan (misalnya BRI, BPR, LPD), dan donor disarankan untukbekerjasama dalam membentuk dan mengkonsolidasi mekanisme-mekanisme lokaluntuk membantu negosiasi ulang pinjaman antara debitor dan kreditor. Kegiatan yangdapat dilakukan adalah Small Business Roadshow, bantuan teknis kepada lembagakeuangan dan persatuan usaha, dan pelatihan usaha kecil melalui jaringan yang sudahterbentuk.

12. Pemda tingkat provinsi dan kabupaten disarankan untuk mengembangkan strategi danmendukung proyek percontohan bersama kalangan pengusaha dan koperasi (misalnyaPuskowanjati di Jawa Timur) (termasuk kemungkinan bantuan donor dari IFC, AusAID,Jepang, dan USAID) dalam mengembangkan dan melaksanakan prakarsa-prakarsa barudibidang pemasaran dan promosi perdagangan, dan untuk jangka menengahmengembangkan produk baru di Bali, Lombok, Jawa Timur serta daerah lain yangterkena dampak krisis.

13. UNDP dan/atau IFC disarankan untuk membentuk mekanisme koordinasi yang efektifantara donor, pemerintah, Bank Indonesia, lembaga keuangan, dan persatuan usaha sertaaktor lainnya di Bali dan Lombok.

168.

169.

68.

169.

Restrukturisasi pinjaman sudah dirampungkan untuk sejumlah industri pariwisata Bali dan jasa-jasa terkait, namun skala permasalahan ternyata terlalu besar untuk kapasitas yang ada, terutama bagi usaha-usaha kecil. JITF mengusulkan langkah kebijakan sebagai berikut: (a) melanjutkan kegiatan monitoring terhadap situasi, (b) memudahkan mekanisme negosiasi restrukturisasi pinjaman, (c) membantu UKM dalam perencanaan manajemen sederhana, penyiapan arus kas serta ketrampilan manajemen keuangan lainnya guna membantu debitur mengelola usaha dan merundingkan dengan kreditor syarat-syarat pelunasan yang realistis, dan (d) mendukung lembaga-lembaga keuangan, terutama lembaga keuangan berskala kecil seperti BPR dan

LPD, dalam menentukan langkah kebijakan yang harus diambil (menerima kerugian atau menagih setoran penyelesaian), terutama yang menyangkut kredit konsumsi.

Restrukturisasi pinjaman sudah dirampungkan untuk sejumlah industri pariwisata Bali dan jasa-jasa terkait, namun skala permasalahan ternyata terlalu besar untuk kapasitas yang ada, terutama bagi usaha-usaha kecil. JITF mengusulkan langkah kebijakan sebagai berikut: (a) melanjutkan kegiatan monitoring terhadap situasi, (b) memudahkan mekanisme negosiasi restrukturisasi pinjaman, (c) membantu UKM dalam perencanaan manajemen sederhana, penyiapan arus kas serta ketrampilan manajemen keuangan lainnya guna membantu debitur mengelola usaha dan merundingkan dengan kreditor syarat-syarat pelunasan yang realistis, dan (d) mendukung lembaga-lembaga keuangan, terutama lembaga keuangan berskala kecil seperti BPR dan

LPD, dalam menentukan langkah kebijakan yang harus diambil (menerima kerugian atau menagih setoran penyelesaian), terutama yang menyangkut kredit konsumsi.

Sejumlah perusahaan dan aktor bisnis menganjurkan skema kredit murah (subsidized credit). Walau akses terhadap kredit lunak dapat cukup bermanfaat bagi sebagian usaha, namun melihat situasi perekonomian yang tidak pasti seperti sekarang, kredit lunak bukan merupakan intervensi yang tepat karena dapat menimbulkan kesulitan keuangan yang lebih parah bagi usaha-usaha yang tengah bergelut melawan krisis. Permasalahan ini perlu dianalisa secara cermat, namun pemberian pinjaman melalui penambahan dana modal

Sejumlah perusahaan dan aktor bisnis menganjurkan skema kredit murah (subsidized credit). Walau akses terhadap kredit lunak dapat cukup bermanfaat bagi sebagian usaha, namun melihat situasi perekonomian yang tidak pasti seperti sekarang, kredit lunak bukan merupakan intervensi yang tepat karena dapat menimbulkan kesulitan keuangan yang lebih parah bagi usaha-usaha yang tengah bergelut melawan krisis. Permasalahan ini perlu dianalisa secara cermat, namun pemberian pinjaman melalui penambahan dana modal

67

Bab 4: Kesimpulan dan Saran

kerja secara kasus per kasus dapat memberikan manfaat jangka panjang yang cukup penting.

170.

angan dalam melakukan kegiatan pemasaran.

Kesejahteraan Sosial Akses pasar merupakan permasalahan

utama yang dihadapi usaha kecil yang terkena imbas dampak krisis. Dampak krisis terasa sampai jauh di luar Bali dan untuk itu diperlukan upaya pemasaran dan promosi perdagangan yang lebih baik guna mendukung usaha-usaha yang bermasalah akibat krisis. Penyediaan informasi secara efektif, kerjasama antara provinsi dan, jika perlu, penggunaan teknologi informasi dan media massa dapat menghemat biaya kegiatan promosi. Pemda dan persatuan-persatuan usaha perlu melibatkan misi-misi Indonesia di

luar negeri dan sarana promosi perdag

171. Dampak krisis terhadap kesejahteraan sosial makin memburuk sejak Januari 2003 dan sekarang Bali benar-benar mulai mengalami krisis sosial ekonomi seperti yang diramalkan akan terjadi menyusul tragedi Kuta. Pihak pemerintah dan donor perlu menjalankan program JPS yang terarah guna membantu mereka yang terkena imbas terparah krisis. Sedapat mungkin program JPS memanfaatkan respon masyarakat setempat dan menghindari terciptanya ketergantungan, yang dapat terjadi, misalnya, melalui pembagian uang tunai. Instrumen kebijakan

C. Saran Langkah Kebijakan Pemeliharaan Kesejahteraan Sosial

14. ADB dan Bank Dunia, dengan bantuan pemerintah Belanda, disarankan untukmemutuskan bersama Pemda lokal dan provinsi apakah dana sekolah terarah perludisalurkan di daerah-daerah yang paling menderita akibat dampak krisis (yangdiidentifikasi oleh survei sekolah baru-baru ini) pada saat awal tahun ajaran baru.

15. Departemen Kesehatan dan Dinas Kesehatan Pemda, jika perlu dengan bantuan ADB,disarankan untuk memastikan terdapatnya mekanisme yang efektif untuk menyalurkanKartu Sehat kepada keluarga-keluarga yang memenuhi syarat dan bahwa Puskesmasdan rumah sakit memiliki dana yang cukup untuk merawat pasien yang memiliki KartuSehat tersebut.

16. Penyaluran dana masyarakat melalui KDP, BUIP dan CRP disarankan untukdikoordinir secara lebih baik dengan pemerintah dan diarahkan kepada masyarakat yangpaling menderita akibat krisis. Mekanisme-mekanisme ini perlu dikoordinir secaraefektif dengan program pemulihan lainnya, jika memungkinkan.

17. UNDP dengan kemungkinan bantuan dari ILO dan lembaga lainnya (seperti KDP,AusAID) disarankan untuk membantu pelaksanaan kajian cepat bursa tenaga kerja danpencari kerja bersama Pemda di daerah-daerah kunci. Hasil kajian dapat membantumerumuskan program dan insentif yang konkrit dalam menciptakan lapangan kerjayang dikaitkan ke pengembangan UKM dan diversifikasi perekonomian lokal,kesempatan untuk mengikuti pelatihan kejuruan, lembaga pelatihan kejuruan, programkerja padat-karya, dan pendekatan yang lebih baik dalam menangani masalahpengangguran.

18. Sub Tim Provinsi untuk Bidang Pemulihan Sosial Perekonomian disarankan untukmenjalin koordinasi secara efektif dengan proyek-proyek donor terkait.

68

Bab 4: Kesimpulan dan Saran

utama yang dapat dipakai donor adalah dana sekolah dan dana/kredit masyarakat.

uk mendapat Kartu Sehat perlu diidentifikasi.

kolah setelah memasuki tahun ajaran baru.

yang ditimbulkan kelesuan pariwisata di Bali.

gan pengembangan UKM bagi wiraswastawan dengan gagasan dan konsep

onomi Sosial dan Ketega

operasi dan profesionalisme terpenuhi, dan

172. Pendidikan dan kesehatan merupakan dua sektor kunci yang perlu diperhatikan oleh program perlindungan sosial. Yang perlu dipastikan adalah bahwa anak tidak putus sekolah dan bahwa mutu pendidikan tidak menurun akibat lesunya industri pariwisata Bali. Akses terhadap pelayanan kesehatan dasar dan rumah sakit perlu dijaga dan mereka yang memenuhi syarat unt

173. Kualitas dan kuantitas pendidikan di Bali terus menurun. Monitoring kualitatif dan kuantitatif sangat penting dalam menentukan sejauh mana sekolah terkena dampak krisis. Survei lanjutan perlu dilakukan guna mengkaji perubahan-perubahan dalam komposisi se

Menangani Dampak Ek

174. Penyaluran dana masyarakat merupakan cara yang efektif untuk merangsang perekonomian lokal pada saat krisis. Dana yang disalurkan secara terarah untuk sektor pendidikan dapat menanggulangi dampak krisis pada sekolah, sekaligus menjaga angka pendaftaran murid. Respon donor yang melibatkan dana masyarakat adalah Proyek Pembangunan Kecamatan dan Program Pemulihan Keberdayaan Masyarakat, dan kepada pemerintah pusat Bappeda Bali telah mengajukan usulan kegiatan dibidang pemulihan dimana pengadaan dana masyarakat merupakan bagian kunci. Saat ini pengadaan dana masyarakat masih terbatas karena kekurangan dana atau tidak adanya mekanisme operasional. Diseminasi skema penyaluran dana masyarakat dapat membantu menentukan sejauh mana program-program tersebut menangani dampak sosial langsung

175. Menurut informasi terkini, semenjak krisis, jam kerja dan gaji ratusan ribu pekerja dipangkas untuk waktu yang tidak terbatas, sementara banyak lainnya kehilangan pekerjaan dan mata pencaharian. Pengangguran, dan yang lebih penting lagi pengangguran terselubung, muncul sebagai salah satu permasalahan kunci yang perlu ditangani, dan menyoroti perlunya penyaluran respon dalam hal (a) bantuan dalam hubungan dan mediasi pegawai / majikan, (b) penciptaan lapangan kerja, (c) bantuan untuk pencari kerja / ketrampilan yang efektif / program pembelajaran ketrampilan baru, dan (d) kaitan den

usaha baru.61

ngan Sosial

176. Pemeliharaan keamanan dan penanganan ketegangan sosial yang timbul akibat krisis memainkan peran kritis dalam respon di Bali. Meski masyarakat setempat dan pecalang memainkan peran penting dalam keamanan lingkungan, aktor keamanan kunci yang diidentifikasi di Bali adalah pihak kepolisian. Donor dan pemerintah dapat membantu polisi dan pihak terkait lainnya yang bertanggungjawab atas keamanan dengan memastikan bahwa kebijakan keamanan terlaksana dan dioperasionalisasikan, kebijakan standar

61 AusAID Bali Rehabilitation Fund telah menyelenggarakan kajian kebutuhan pelatihan untuk Bali dan Lombok. Dalam kajian tersebut, penduduk Bali mengidentifikasi hanya sejumlah kecil kesempatan untuk bekerja diluar industri pariwisata, meski banyak yang ingin memperoleh mata pencaharian diluar sektor tersebut. Pelatihan yang tidak dikaitkan dengan kesempatan kerja dan penciptaan lapangan kerja akan sia-sia. Sebaliknya, pelatihan yang diberikan perlu diarahkan pada penempatan kerja, program magang, dan penciptaan lapangan kerja diluar sektor pariwisata.

69

Bab 4: Kesimpulan dan Saran

D. Saran untuk Menjaga Keamanan Lokal dan Menangani Ketegangan Sosial Pemerintah dan pihak donor lainnya disarankan untuk membantu Polda dalam pengadaa19. nperlengkapan dan dana operasional yang memadai guna meningkatkan keamanan dankinerja polisi Bali. Donor dapat membantu polisi dalam mengembamasyarakat yang efektif dan profesional melalui peran Police Advisors.

Pemerintah dan kalangan donor disarankan untuk mengembangkan respon preventi20. fberbasis wilayah di kecamatan-kecamatan yang mengalami ketegangan sosial yang tinggiakibat krisis. Respon tersebut dapat berupa bantuan kepada lembaga lokal dan forummasyarakat maupun kegiatan program yang men

ngkan pemolisian

angani akar permasalahan ketegangansosial seperti pengangguran dan tindak kejahatan.

kepercayaan terhadap polisi ditingkatkan melalui pemolisian masyarakat dan langkah kebijak

ndekatan dan tindakan untuk menangani akar permasalahan ketegangan

ulihan sampai ke Pembangunan dan Pertumbuhan Berkela

Daripada terus mengandalkan pariwisata di masa mendatang, Bali perlu melakukan

t jika melibatkan kerjasama antara mereka.

Pembangunan Ekonomi Jangka Panjang

peroleh manfaat langsung dari pariwisata.

an lainnya.

177. Beberapa daerah di Bali tetap prihatin bahwa dampak krisis dan ketegangan sosial dapat mengancam keamanan setempat. Keprihatinan tersebut sebagian besar dipicu permasalahan pemuda dan pengangguran, namun penyebab dan konteks spesifik berbeda-beda antara satu tempat dengan yang lain. Untuk itu kerjasama dengan pihak lokal yang berkepentingan perlu tetap dibina dalam merumuskan pe

sosial tersebut.

4.2 Dari Pem

njutan

178. Masa depan pariwisata kian tak menentu menyusul sejumlah peristiwa yang terjadi di dalam dan luar negeri, yang makin menyoroti risiko bawaan yang melekat pada sektor ini dan pada industri pariwisata secara keseluruhan. Hal ini lantas diperburuk stagnasi pertumbuhan pariwisata Bali, dimana target jangka panjang untuk merevitalisasi Pulau Dewata sebagai tujuan wisata unggulan membutuhkan perencanaan strategis.

diversifikasi ekonomi dengan tujuan membantu pertumbuhan dan pembangunan kabupaten tempat pariwisata tidak memainkan peran nyata dalam perekonomian. UKM di Bali, Jawa Timur, Lombok, dan daerah lainnya yang menggantungkan diri pada pasar Bali perlu dibantu agar dapat mengurangi tingkat ketergantungan pada tingkat kedatangan wisatawan dan menciptakan perekonomian yang lebih berkelanjutan. Mengingat eratnya kaitan antara Bali, Jawa Timur, dan Lombok, biaya pemasaran produk dapat dihema

179. Pariwisata merupakan pilar utama ekonomi Bali dan terpusat di kawasan selatan pulau tersebut. Untuk masa mendatang, Bali perlu menyeimbangkan strategi pembangunannya agar (i) penyaluran manfaat pariwisata dapat berlangsung secara lebih merata, (ii) dikembangkannya lingkungan yang kondusif untuk penanaman modal, (iii) terbantunya sektor lainnya sehingga risiko bawaan yang melekat pada sektor pariwisata dapat ditanggulangi, dan (iv) menciptakan kebijakan pembangunan pedesaan yang efektif yang menguntungkan mereka yang tidak mem

70

Bab 4: Kesimpulan dan Saran

E. Saran untuk Pembangunan Ekonomi Jangka Panjang di Bali 21.

22.

23.

Donor disarankan untuk membantu kabupaten-kabupaten yang terkena dampak krisis dengan mengembangkan rencana pengembangan ekonomi baru yang terarah pada sektor pedesaan. Disarankan untuk, bersama perguruan tinggi lokal dan pihak berkepentingan lainnya, mengkoordinir perumusan strategi pembangunan ekonomi jangka panjang untuk kabupaten-kabupaten di Bali dan Lombok.

Pemerintah dan donor disarankan untuk membantu pengkajian ulang kebijakan dan prosedur yang berhubungan dengan penanaman modal dan skema insentif guna menarik minat penanam modal kecil di Bali dan Lombok.

Pemda disarankan untuk memanfaatkan informasi dalam kajian ini serta sumber informasi lainnya dengan pengarahan dari pihak lokal yang berkepentingan dan proyek-proyek donor dalam rangka mengembangkan dan mengoperasionalisasikan strategi hasil revisi untuk pembangunan ekonomi yang berkelanjutan.

180.

181.

182.

183.

Pemda tingkat kabupaten di Bali menyinggung perlu dikembangkannya rencana pembangunan ekonomi yang komprehensif, terutama untuk sektor pedesaan. Pengembangan kebijakan dan program pembangunan ekonomi pedesaan yang efektif akan berdampak nyata terhadap golongan penduduk termiskin dan sekaligus membantu terciptanya peluang-peluang realistis yang dapat mengurangi arus migrasi ke daerah perkotaan.

Meski tengah mengalami krisis, Bali tetap memiliki potensi penamanan modal yang besar. Penanam modal asing membawa serta ketrampilan dan pengalaman yang dapat mengembangkan industri bernilai tambah lebih tinggi.

Usaha Kecil: Membangun Sektor Swasta yang Kokoh

Banyak produk Indonesia yang memanfaatkan Bali sebagai ruang pamer. Namun pada saat Indonesia pada umumnya menghadapi persaingan yang makin ketat dari negara-negara lain di pasar ekspor, maka untuk jangka panjang Bali, Jawa Timur, dan Lombok perlu memupuk inovasi, daya saing,

dan pasar untuk memetik hasil yang lebih besar dari sektor-sektor baru dengan nilai tambah yang lebih tinggi. Hal ini memerlukan respon jangka panjang, yaitu:

a. Analisa Pasar dan Riset dan Pengembangan Produk

b. Lembaga Pengembangan Bisnis c. Akses terhadap Modal d. Promosi Dagang e. Pengembangan Kapasitas dan

Ketrampilan UKM f. Jaringan dan Informasi Perdagangan

Pemerintah dan donor dapat (i) mengidentifikasi dan menguatkan klaster ekonomi, industri desa, UKM, dan sistem dagang / jaringan yang adil, (ii) memberi bantuan teknis dalam hal pengembangan disain, inovasi, produksi, pemasaran, dan pengelolaan produk serta strategi bisnis, (iii) membantu pendidikan dan pelatihan kejuruan untuk pekerja yang tidak terlatih sehingga menjadi terlatih dan membantu lembaga-lembaga kejuruan, (iv) memanfaatkan teknologi informasi dan alat multimedia untuk membantu, mencari, dan merebut pasar-pasar baru, (v) menyediakan informasi dan pelatihan bagi usaha kecil dan koperasi

71

Bab 4: Kesimpulan dan Saran

F. Saran untuk Peningkatan Koordinasi dan Perencanaan Respon 24.

25.

26.

27.

UNDP dan pemerintah disarankan untuk mendiseminasi hasil kajian kepada pihak yang berkepentingan ditingkat nasional, provinsi, dan lokal.

Pemerintah ditingkat pusat, provinsi, dan kabupaten disarankan untuk bekerjasama dalam melaksanakan suatu proses perencanaan yang komprehensif namun cepat dengan bantuan pengarahan dari pihak sektor swasta dan non-pemerintah lokal yang berkepentingan dengan tujuan mendefinisikan dan mengarahkan respon pemulihan yang spesifik. Proses ini dapat dipimpin oleh Tim Provinsi untuk Bidang Pemulihan Sosial Ekonomi, dan pihak donor dapat membantu dalam hal ini.

Pemerintah, UNDP, dan donor lainnya disarankan untuk bekerjasama dalam menyelenggarakan pertemuan publik di Bali, Jawa Timur, dan Lombok yang membahas temuan-temuan laporan ini.

Pemanfaatan sumbangan masyarakat dan individu dapat diikoordinir secara lebihbaik dengan respon donor dan pemerintah sehingga sumber daya tersebut dapatdimanfaatkan secara lebih efektif dalam memenuhi berbagai kebutuhan.

mengenai teknologi yang dapat diterapkan, (vi) mengkonsolidasi informasi tentang potensi perekonomian sehingga memudahkan akses terhadap informasi tersebut oleh UKM, koperasi, dan penanam modal kecil. East Indonesia Small Business Facility milik IFC, dengan kantor di Denpasar, akan memainkan peran kunci dalam mengembangkan beberapa diantara pendekatan tersebut di atas dalam rangka membangun sektor swasta yang kuat, dimana IFC perlu membagi pengalamannya secara efektif dengan pihak berkepentingan lainnya.

4.3 Pemberlanjutan Pengawasan dan Koordinasi Donor

184.

185.

186.

Dengan berlanjutnya krisis dan dibutuhkannya respon yang lebih kuat, maka kegiatan pengawasan perlu dilanjutkan, koordinasi perlu ditingkatkan dan perencanaan secara bersama perlu dilaksanakan.

Koordinasi dan Perencanaan

Belum ada kerangka kerja pemulihan Bali yang komprehensif dan terprioritaskan. Kajian ini merupakan kesempatan bagi pemerintah ditingkat pusat, provinsi, dan kabupaten untuk bekerjasama dalam merumuskan respon krisis jangka pendek (misalnya melalui mekanisme penanganan krisis pemerintah dan bantuan donor) dan respon pembangunan jangka panjang (misalnya melalui APBD/APBN).

Koordinasi antara bantuan donor dan respon pemerintah perlu ditingkatkan agar tidak tumpang-tindih dan untuk membina sinergi antar respon. Sejumlah besar sumber daya telah dikerahkan melalui donasi private. Meski ada mekanisme koordinasi masyarakat madani, penyaluran dana untuk korban kasus bom Bali belum terkoordinir dengan mengalirnya donasi dari berbagai sumber. Untuk itu perlu ada koordinasi yang lebih baik agar dana yang digalang dapat disalurkan kepada mereka yang terkena dampak - baik langsung maupun tidak - tragedi Kuta.

72

Bab 4: Kesimpulan dan Saran

Monitoring dan Evaluasi

187. Kegiatan monitoring dan pengkajian perlu dilanjutkan karena krisis belum berakhir. Selain itu, tidak ada sistem monitoring dan evaluasi yang independen yang dapat memberikan umpan-balik kepada

pemerintah dan donor tentang kinerja pelaksanaan dan tingkat efektivitas respon. Sistem seperti itu akan bermanfaat selama 12 bulan ke depan dalam memberikan evaluasi secara berlanjut mengenai mekanisme respon.

G. Saran untuk Kegiatan Monitoring dan Evaluasi di Masa Mendatang 28. ADB atau Bank Dunia disarankan untuk mengulang survei sekolah pada November 2003

yang dilaksanakan oleh Universitas Udayana. Perluasan survei tersebut ke daerah-daerahlain, termasuk Jawa Timur, harus dipadu dalam suatu sistem monitoring sekolah pascadesentralisasi yang bersifat lebih umum.

29. Bank Dunia disarankan untuk mengulang survei responden kunci pada November 2003 yang dilaksanakan oleh Universitas Udayana.

30. IFC Bali Facility disarankan untuk mengulang survei industri pada November 2003 yang dilaksanakan oleh Universitas Udayana.

31. Bank Dunia disarankan untuk menyediakan informasi monitoring melalui jaringan fasilitator KDP di 47 kecamatan dan sebuah survei yang dilaksanakan oleh Universitas Udayana.

32. Bank Dunia bekerjasama dengan GTZ PROFI dalam melakukan monitoring terhadap lembaga-lembaga keuangan lokal.

33. Pemerintah dan donor disarankan untuk mempertimbangkan untuk mendukung suatu mekanisme monitoring dan evaluasi yang terbatas yang dapat mengumpan-balik informasi tentang kendala dan tingkat efektivitas program pemulihan Bali.

73

Lampiran 1: Program Pengelolaan Pengaruh Tragedi Bali yang dilakukan oleh berbagai Departemen, Kementrian, Badan Non-Departemen, dan Pemerintah Daerah

(Sumber: BAPPENAS, Mei 2003).

NO PROGRAMANGGARAN NASIONAL

(TF003)

ANGGARAN DAERAH (FY 2003)

DILUAR ANGGARAN NASIONAL

TOTAL

A. Departemen, Kementrian, Badan Non-Departemen, dan Pemerintah Daerah 1 Kantor Menkopolkan 8,969,367,000 8,969,367,0002 Kantor Menkokesra 40,000,000,000 40,000,000,0003 Departemen Perhubungan 2,400,000,000 122,000,000,000 124,400,000,0004 Departemen Dalam Negeri 3,650,000,000 46,500,000,000 50,150,000,0005 Departemen Keuangan 22,659,158,000 22,659,158,0006 Departemen Perindustrian dan Perdagangan 2,005,386,000 2,005,386,0007 Departemen Kesehatan 69,472,770,040 48,369,000,000 117,841,770,0408 Kantor Menteri Negara Koperasi dan PPK 23,746,000,000 23,746,000,0009 Departemen Pendidikan Nasional 260,214,450,000 260,214,450,00010 Departemen Kimpraswil 72,369,160,000 72,369,160,00011 Badan Pengembangan Budaya dan Pariwisata 180,000,000,000 180,000,000,00012 Departemen Luar Negeri 13 Departemen Tenaga Kerja 14 Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral 15 Departemen Agama 16 BAPPENAS 17 Kantor Menteri Negara BUMN

Sub-Total (Pemerintah Pusat) 652,770,924,040 249,584,367,000 902,355,291,040

B. Pemerintah Daerah 1 Propinsi Bali 207,193,810,700 35,097,012,000 748,466,300,000 990,757,122,7002 Propinsi Jawa Timur 15,750,000,000 15,750,000,000 3 Propinsi Sulawesi Selatan 8,195,000,000 3,200,500,000 11,395,500,0004 Propinsi Jawa Tengah 5 Propinsi DI Yogyakarta 6 Propinsi NTB

Sub-Total (Pemerintah Daerah) 231,138,810,700 38,297,512,000 748,466,300,000 1,017,902,622,700

Total (Pemerintah) 883,909,734,740 38,297,512,000 998,050,667,000 1,920,257,913,740

74

Lampiran 2: Matriks Pemulihan Pemerintah Propinsi Bali untuk (A) Darurat, (B) Pemulihan jangka pendek, (C) Pemulihan

jangka menengah, dan (D) Pemulihan jangka panjang.

A. Fase Darurat Tindakan Instansi Waktu Pemulihan sosial

1 Pembentukan dan lokakarya tim nasional dan daerah Bappenas / Bappeda Minggu ke-4 Oktober 2002

2 Pemulihan imej I: Roadshow, media asing and kegiatan luar negeri Deplu, Pemprop Bali, Dep. Budpar, BTB November 2002 -

Januari 2003

3 Pemulihan citra positif pariwisata Bali melalui pendekatan kemanusiaan (keagamaan, dukungan bagi korban)

Dep. Agama, Deplu, Pemprop Bali, Dep. Budpar, BTB November 2002

4 Pengembangan paket-paket pariwisata ASITA, PHRI, Maskapai penerbangan, DIPARDA November 2002 5 Konsolidasi dengan investor besar di Bali KADIN, BTB, BTDC, Dep. Budpar, DIPARDA November 2002

6 Peningkatan pelayanan dan keamanan (hotline polisi, peralatan, keamanan lingkungan, sistem domisili, polisi pariwisata, penjagaan pintu masuk)

Polisi, badan pariwisata dan perhubungantourism, pemerintah daerah dan masyarakat November 2002

7 Pembersihan lokasi bom dan perencanaan monumen

Pemda Bali/ Dinas PU November 2002

8 Penilaian pengaruh sosio-ekonomi (kelompok miskin, pengusaha kecil, dll.)

Institusi/Tim Koordinasi Pemulihan Kondisi Sosial Ekonomi Pasca Tragedi Kuta

November 2002 - Januari 2003

9 Insentif (biaya penerbangan dan paket pariwisata domestik) PT. Angkasa Pura, M. Culture & Tourism

10 Pelayanan rumah sakit Dinas Kesehatan November 2002

11 Perbaikan sistem air bersih, jalan, drainase, dan trotoar

Dinas PU Desember 2002

12 Keamanan pangan Dinas Pertanian Oktober 2002

13 Pelaporan dan akuntabilitas publik dan pemilihan sosio-ekonomi di Bali

Institusi / Tim koordinasi Pemulihan Kondisi social Ekonomi Pasca Tragedi Kuta Januari 2003

75

B. Pemulihan Jangka Pendek Tindakan Instansi Waktu B1. Pemulihan Sosial

1 Pelaksanaan program pembangunan sosio-ekonomi berbasis masyakarat di desa-desa adat miskin (KDP, CBD dll.) Institusi / Tim Koordinasi Pemulihan Bali Februari - April 2003

2 Pelayanan sosial dasar untuk kelompok miskin dan korban (kesehatan dan pendidikan) Dinas Kesehatan Februari-April 2003

3 Pengembangan prasarana sosio-ekonomi masyarakat di lokasi bom, Kuta-Legian (air bersih, drainase, jalan, perumahan) Dinas PU Februari - April 2003

4 Institusionalisasi forum antar-agama di tingkat desa, kecamatan, kabupaten, dan propinsi untuk meningkatkan kohesi masyarakat Biro Tata Pem Balimas April 2003

5 Pengaturan dan keamanan di titik masuk ke Bali Polisi, pemerintah daerah Februari - April 2003 6 Perbaikan kesejahteraan sosial (dukungan bagi korban) Dinas Sosial 7 Pengembangan usaha dan dukungan bagi pengusaha kecil dan menengah Dinas Kop, PK&M 2003 8 Kredit untuk koperasi termasuk melalui subsidi BBM Dinas Kop. PK&M 2003

9 Pemberdayaan sumber daya manusia dan penguatan institusi koperasi serta pengusaha kecil dan menengah Dinas Kop, PK&M 2003

B2. Kampanye Bali Damai 1 Pemulihan imej II: Roadshow, media asing and kegiatan luar negeri Deplu, Pemprop Bali, Dep. Budpar, BTB Februari-April 2003 2 Pelaporan dan akuntabilitas publik dari pemulihan sosio-ekonomi Bali Institusi / Tim Koordinasi Pemulihan Bali April 2003

B3. Economic Recovery 1 Restructuring credit of SMEs Tim Koordinasi Pemulihan Bali Februari - April 2003 2 Supporting business through subsidised credit, tax breaks etc. Tim Koordinasi Pemulihan Bali Februari - April 2003

3 Programme to facilitate the intensification and diversification of SMEs in job creation, production skills, marketing, credit, trading house Tim Koordinasi Pemulihan Bali Februari - April 2003

4 Kebijakan ekonomi nasional dan lokal yang kondusif bagi pemulihan ekonomi Tim Koordinasi Pemulihan Bali Februari - April 2003

5 Pengembangan rute penerbangan internasional Merpati Nusantara

6 Pengembangan usaha agribisnis perikanan, pengelolaan dan pengembangan sumber daya laut serta perikanan Dinas Perikanan 2003

7 Penyediaan hewan peternakan bagi masyarakat Dinas Pertenakan 2003

8 Pengembangan keamanan pangan (keamanan pangan, agribisnis, hortikultura, pemberdayaan pekerja pertanian) Dinas Pertanian 2003

9 Pengembangan agribisnis perkebunan (kredit, pengembangan, pengelolaan, pemasaran, prasarana) Dinas Perkebunan 2003

10 Pelayanan teknis di bidang produksi Dinas Perindag 2003 11 Pelayanan teknis serta promosi perdagangan domestik dan luar negeri Dinas Perindag 2003

76

C. Pemulihan Jangka Menengah Tindakan Instansi Waktu C1. Pemulihan Sosial 1 Reorientasi program pembangunan daerah agar pro-miskin Tim Koordinasi Pemulihan Bali dan DPRD 2003

2 Pelaksanaan program pembangunan sosio-ekonomi berbasis masyakarat di desa-desa adat miskin (KDP, CBD dll.) Institusi / Tim Koordinasi Pemulihan Bali 2003 - 2005

3 Pelayanan sosial dasar untuk kelompok miskin dan korban (kesehatan dan pendidikan) Institusi / Tim Koordinasi Pemulihan Bali 2003 - 2005

4 Pengembangan prasarana sosio-ekonomi masyarakat di lokasi bom, Kuta-Legian (air bersih, drainase, jalan, perumahan) 2003 - 2005

5 Institusionalisasi forum antar-agama di tingkat desa, kecamatan, kabupaten, dan propinsi untuk meningkatkan kohesi masyarakat Institusi / Tim Koordinasi Pemulihan Bali 2003 - 2005

6 Normalisasi pengaturan dan keamanan di pintu masuk Polda Bali, Pemda Bali 2003 - 2005

7 Perbaikan pelayanan dan keamanan (asuransi untuk pekerja bidang pariwisata, keamanan bandara, plang petunjuk)

C2. Kampanye Bali Damai

1 Pemulihan imej III: Roadshow, media asing and kegiatan luar negeri Institusi / Tim Koordinasi Pemulihan Bali; Diparda 2003 - 2005

2 Pelaporan dan akuntabilitas publik dari pemulihan sosio-ekonomi Bali/tata pemerintahan yang baik Tim Koordinasi Pemulihan Bali 2003 - 2005

3 Pendidikan masyarakat dan peningkatan Gerakan Disiplin Nasional Polri, Instansi terkait, Industri Pariwisata C3. Pemulihan Ekonomi 1 Restrukturisasi credit usaha kecil dan menengah Institusi / Tim Koordinasi Pemulihan Bali 2003 - 2005 2 Dukungan usaha melalui kredit tersubsidi, pengurangan pajak, dll. Institusi / Tim Koordinasi Pemulihan Bali 2003 -2005

3 Program untuk memfasilitasi intensifikasi dan diversifikasi UKM di bidang penciptaan lapangan kerja, keahlian produksi, pemasaran, kredit, perdagangan Institusi / Tim Koordinasi Pemulihan Bali 2003 - 2005

4 Kebijakan ekonomi nasional dan lokal yang kondusif bagi pemulihan ekonomi Institusi / Tim Koordinasi Pemulihan Bali 2003 - 2005

5 Program pengembangan Pariwisata Bali yang berwawasan lingkungan dan pertumbuhan yang pro-miskin Institusi / Tim Koordinasi Pemulihan Bali 2003 - 2005

6 Pengembangan ‘Wisata Bahari’(pembangunan Pelabuhan Benoa dan marina) Pemda Bali, Pelindo, Dephub, Gahawisri 7 Program untuk memperkuat sektor ekonomi yang non-pariwisata Institusi / Tim Koordinasi Pemulihan Bali 2003 - 2005 8 Insentif keuangan (pengurangan tarif, pembaharuan pajak, dll.) PT. PLN, Meneg BUMN, Dep.Keu

9 Pemasaran dan hubungan masyarakat (keikutsertaan perusahaan profesional untuk melakukan humas, keamanan; undang pelaksana tur; pembuatan film; Konferensi PATA; kerjasama ASEAN; malam dana dengan artis internasional)

Pata Annual Conf. Host Committee, Kementerian & BP Budpar, Pemda Bali, BTB, Tourism Associations

2003

10 Promosi paket pariwisata domestik BP Budpar, BTB, Industri Par, Asosiasi Par, Pemda Bali

77

D. Pemulihan Jangka Panjang Tindakan Instansi Waktu D1. Pemulihan Sosial

1 Membuat perencanaan skenario bagi masa depan Bali Tim Koordinasi Pemulihan Kondisi sosial ekonomi Pasca Tragedi Kuta dan DPRD 2004 - 2005

2 Institusionalisasi forum antar-agama di tingkat desa, kecamatan, kabupaten, dan propinsi untuk meningkatkan kohesi masyarakat

Institusi /Tim Koordinasi Pemulihan Kondisi sosial Ekonomi Pasca Tragedi Kuta 2003

3 Perbaikan pelayanan dan keamanan (asuransi untuk pekerja bidang pariwisata, fasilitas kesehatan darurat di daerah pariwisata, pelayanan keimigrasian, keamanan bandara, plang petunjuk, dll.)

Tourism Associations, Depkes, Ditjen Imigrasi maskapai Penerbangan, Dephub, PT. Angkasa Pura, maskapai Penerbangan, Dep Kimpraswil, Pemda Bali, Kabupaten /Kota

D2. Diplomasi untuk Bali Damai

1 Pembentukan badan untuk mempromosikan Bali Institusi / tim Koordinasi Pemulihan Kondisi sosial ekonomi Pasca Tragedi Kuta 2005

2 Pelaporan dan akuntabilitas publik dari pemulihan sosio-ekonomi Bali/tata pemerintahan yang baik

Institusi / tim Koordinasi Pemulihan Kondisi sosial Ekonomi pasca Tragedi Kuta 2003 – 2005

D3. Economic Recovery

1 Program untuk memfasilitasi intensifikasi dan diversifikasi UKM di bidang penciptaan lapangan kerja, keahlian produksi, pemasaran, kredit, perdagangan

Institusi / Tim Koordinasi Pemulihan Kondisi sosial Ekonomi Pasca Tragedi Kuta 2003

2 Kebijakan ekonomi nasional dan lokal yang kondusif bagi pemulihan ekonomi

Institusi / Tim Koordinasi Pemulihan Kondisi Sosial Ekonomi pasca Tragedi Kuta 2005

3 Pembentukan Program Pengembangan Pariwisata yang menekankan pada pelestarian lingkungan dan pertumbuhan pro-miskin

Institusi / Tim Koordinasi Pemulihan Kondisi sosial Ekonomi Pasca Tragedi Kuta 2005

4 Program untuk memperkuat sektor ekonomi yang non-pariwisata Institusi / Tim Koordinasi Pemulihan Kondisi Sosial Ekonomi Pasca Tragedi Kuta 2005

5 Kampanye media internasional BP Budpar, BTB 6 Pembangunan monumen tragedi Bali Dep. Kimpraswil, Pemda Bali

7 Pendidikan masyarakat dan peningkatan Gerakan Disiplin Nasional (Sadar pariwisata di tingkat desa, pelatihan pengembangan produk non-pariwisata)

Instansi terkait Industri Par, LSM, Deperindag, Dept. pertanian, Dep. kelautan & Perikanan, Instansi terkait

78

Lampiran 3: Tanggapan terhadap Krisis di Bali dari Pemerintah-pemerintah Kabupaten. Daftar ini berdasarkan

pertemuan dengan para pemerintah kabupaten yang dilakukan oleh UNDP pada Juni 2003, serta merupakan tanggapan yang diutarakan oleh para pejabat pada pertemuan-pertemuan tersebut.

Kabupaten Tanggapan Rencana dan Kebutuhan Masa Depan

Denpasar

• Hotel diberikan masa tenggang pembayaran pajak (PHR) dari bulan Oktober 2002.

• Meminta hotel untuk menghindari kelebihan staf dan melakukan pertemuan dengan para serikat pekerja dan asosiasi hotel.

• Penyediaan pelatihan bagi yang tidak mempunyai pekerjaan. • Pengaturan kejelasan domisili yang dilakukan atas kerjasama dengan

Forum Kepala Desa dan Forum Pimpinan Adat. • Pembentukan Badan Koordinasi Keamanan di Sanur. • Pelayanan gratis di pusat kesehatan bagi semua warga.

• Peningkatan keamanan tingkat masyarakat. • Dana bergulir untuk industri yang banyak

menciptakan lapangan kerja.

Badung

• Hotel diberikan masa tenggang pembayaran pajak (PHR) dari bulan Oktober 2002.

• Distribusi PHR ke Kabupaten lainnya (kecuali Gianyar dan Denpasar) dikurangi dari 30% ke 22%.

• Penyediaan pelatihan bagi yang tidak mempunyai pekerjaan. • Identifikasi pengalaman kerja dan penempatan bagi yang tidak

mempunyai pekerjaan. • Pengaturan kejelasan domisili.

• Mempertahankan dan memperbaiki upaya keamanan.

• Dukungan jangka pendek guna (i) mengembangan ekonomi pedesaan, (ii) meningkatkan SDM, (iii) meningkatkan investasi skala kecil.

• Dukungan asistensi teknis jangka panjang untuk pengembangan rencana dasar pembangunan ekonomi.

Gianyar

• Promosi pariwisata dengan agen perjalanan lokal dengan fokus pada turis domestik.

• Promosi kerajinan tangan. • Pengaturan kejelasan domisili dan pengembalian individu tanpa

KTP.

• Mendukung upaya menanggapi pengaruh ekonomi secara cepat.

• Bantuan fasilitas keamanan. • Dukungan untuk pembangunan dan

perencanaan pariwisata. • Asistensi teknis untuk mendukung

pengembangan strategi mengatasi krisis.

Klungkung

• Penyediaan pelatihan bagi yang tidak mempunyai pekerjaan dan penciptaan lapangan kerja baru.

• Pemberian kredit usaha kecil bagi masyarakat melalui skema desa adat.

• Pengaturan kejelasan domisili.

• Mendukung upaya peningkatan keamanan; program-program sosial.

• Asistensi teknis jangka panjang untuk mendukung pengembangan rencana dasar pembangunan ekonomi.

• Peningkatan keamanan tingkat masyarakat.

79

Kabupaten Tanggapan Rencana dan Kebutuhan Masa Depan

Bangli

• Promosi kerajinan tangan dilakukan, namun hasilnya terbatas. • Penyediaan pelatihan bagi yang tidak mempunyai pekerjaan.

• Mendukung upaya peningkatan keamanan; program-program sosial.

• Asistensi teknis untuk pengembangan potensi ekonomi daerah.

• Asistensi pengembangan usaha.

Tabanan

• Penurunan anggaran pemerintah sekitar 10% semakin membatasi kemampuan memberi tanggapan.

• Promosi kesempatan kerja luar negeri/TKI (mis. Korea Selatan). • Program padat karya dicanangkan di empat desa. • Dukungan ekonomi lokal di beberapa kecamatan, termasuk bantuan

penyedian hewan ternak, modal dan peralatan. • Kredit untuk petani untuk mendukung keamanan pangan di 8 kecamatan. • Proyek percontohan di Kecamatan Kediri untuk membentuk Badan Usaha

Milik Desa (BUMDES). • Pembangunan pasar desa di satu kecamatan. • Kredit bergulir untuk perbaikan rumah bagi keluarga miskin.

• Pemeliharaan keamanan melalui asistensi teknis dan peralatan.

• Mendukung pembentukan industri berbasis masyarakat guna menciptakan kesempatan kerja yang luas.

• Asistensi teknis untuk mendukung strategi pembangunan ekonomi setelah bom bulan Oktober.

Jembrana

• Melakukan aktifitas promosi. • Pembangunan pasar seni. • Rp. 15 milyar untuk program kemiskinan melalui kredit bergulir. • Pelatihan untuk pekerja di luar negeri (TKI). • Pembentukan forum lintas-agama, koordinasi dengan polisi dan upaya

pencegahan konflik.

• Asistensi teknis untuk menyusun rencana pengembangan pariwisata di Jembrana. TA to develop tourism development plan in Jembrana.

• Asistensi teknis dan pelayanan bagi usaha kecil.

Karangasem

• Upaya keamanan dan pengecekan KTP di pintu masuk pelabuhan Padangbai.

• Menghimpun dan mengidentifikasi perubahan komposisi keluarga pra-sejahtera (PRA KS) akibat pengaruh dari tragedi bom.

• Kredit bergulir untuk perbaikan rumah bagi keluarga miskin.

• Rencana kerja yang dikaitkan dengan pembangunan jalan untuk menjangkau desa-desa terisolasi.

• Asistensi teknis untuk mendukung pengembangan rencana pembangunan ekonomi kabupaten.

Buleleng

• Program promosi pariwisata dengan mengikuti kegiatan seni nasional dan internasional.

• Program padat karya dicanangkan di empat desa. • Dana bergulir untuk sektor informal, seperti penjaja di pasar tradisional

/petani. • Meningkatkan alokasi anggaran kabupaten untuk promosi pariwisata dan

kerajinan tangan.

• Asistensi teknis untuk mengembangkan rencana pembangunan pariwisata di Singaraja.

• Asistensi teknis untuk mendukung pengembangan rencana ekonomi kabupaten.

Dukungan untuk memfasilitasi koordinasi antar kabupaten dan dengan propinsi.

80