PTK TEK Bangunan
Transcript of PTK TEK Bangunan
01/26/2009
CONTOH PROPOSAL PENELITIAN KUALITATIF
DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONALUNIVERSITAS NEGERI XXXXPROGRAM PASCASARJANA
RANCANGAN TESIS
Diajukan oleh :
Nama : XXXXNIM : XXXXProgram Studi : Pendidikan Matematika
A. JudulCOOPERATIVE LEARNING DAN ANALISIS SIKAP DALAM UPAYA MENGURANGI TINGKAT KENAKALAN SISWA SMK SEBAGAI SARANA PENINGKATAN KUALITAS LULUSAN SMK (STUDI KASUS SISWA JURUSAN TEKNIK BANGUNAN SMK DI XXXX)
B. PendahuluanBerdasarkan informasi dari beberapa guru SMK di Semarang mengatakan bahwa sebagian besar siswa SMK sangat sulit dikendalikan dalam proses pembelajaran di dalam kelas. Siswa banyak yang bertindak sekeinginan hatinya. Kenyataan yang terjadi saat ini, ada guru yang sama sekali tidak dihiraukan oleh siswanya sendiri.Guru telah mencoba untuk mengatasinya, tetapi masih saja guru belum berhasil untuk memecahkan masalah tersebut. Berdasarkan hasil diskusi antara guru kelas dan dosen, sampailah pada suatu intuisi bahwa pada umumnya dalam belajar, siswa menginginkan sebuah suasana yang harmonis dan menyenangkan. Tetapi permasalahan tidak berhenti pada hal itu saja. Konsep menyenangkan antara guru dan siswa SMK sangatlah berbeda dan sangat sulit untuk dapat dipertemukan kedua konsep tersebut sehingga permasalahan tersebut tetap saja berlangsung sampai dengan saat ini.Dengan permasalahan tersebut, yang terjadi saat ini adalah rendahnya hubungan antar personal guru dengan siswa SMK. Guru hanya mementingkan tugas mengajar tanpa mengikutsertakan tugas membimbingnya. Dan siswa pun akhirnya menjadi acuh tak acuh, sehinga proses pendidikan yang terjadi di sekolah menjadi sulit diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Adanya permasalahan tersebut dapat diduga bahwa akhirnya pembelajaran menjadi kurang bermakna bagi siswa. Hal ini juga sesuai dengan penelitian Outhred & Michelmore dalam Silberman (2001) bahwa siswa mengalami kesulitan dalam menerapkan konsep untuk memecahkan masalah yang terkait dengan kehidupan sehari-hari.Pendidikan yang diberikan selama sekolah seakan-akan menjadi sia-sia. Mereka hanya secara formalitas bersekolah hanya untuk mendapat uang saku, dan akhirnya orientasi mereka
bersekolah pun menjadi lain. Sikap seperti inilah yang kemudian dilampiaskan kepada tawuran dan hal-hal negatif lain. Sudah menjadi rahasia umum bahwa siswa SMK mudah untuk melakukan tawuran. Tanpa ikatan yang kuat dari sekolah bukan hal yang mustahil jika setiap hari terjadi perkelahian di sebuah SMK.Untuk mengatasi permasalahan yang diuraikan tersebut perlu adanya suatu penelitian yang menerapkan suatu strategi pembelajaran tertentu yang dapat meningkatkan ketertarikan siswa pada materi pelajaran. Selain itu juga perlu dilakukan sebuah penelitian yang mengukur sikap siswa dan guru dalam pembelajaran. Penelitian ini difokuskan kepada siswa dan guru SMK jurusan teknik bangunan.
C. Rumusan MasalahPermasalahan yang telah diuraikan dalam pendahuluan dapat dirumuskan sebagai berikut.Bagaimanakah cara untuk mengurangi tingkat kenakalan siswa SMK?Bagaimanakah cara meningkatkan minat siswa SMK untuk belajar?Untuk menjawab permasalahan tersebut akan di jawab melalui penelitian dengan berdasarkan pada refleksi awal (keadaan sebelum penelitian dilakukan).Selanjutnya permasalahan yang ada diuraikan dalam pertanyaan sebagai berikut.a. Bagaimanakah cara untuk mengurangi tingkat kenakalan siswa SMK?b. Metode pembelajaran yang bagaimanakah yang dapat digunakan untuk meningkatkan minat siswa SMK dalam proses pembelajaran dalam kelas?c. Bagaimanakah hubungan guru dan siswa SMK yang seharusnya?
D. Pemecahan MasalahUntuk memecahkan masalah yang telah dirumuskan akan dilakukan kegiatan sebagai berikut.Untuk memecahkan masalah pertama dilakukan dengan mengadakan diskusi antar pihak yang terkait di luar siswa yang bersangkutan, kemudian dirumuskan pemecahannya. Selain itu dilakukan penelitian kualitatif yang menganalisis sikap siswa dan hubungannya dengan guru di kelas.Untuk memecahkan masalah kedua akan digunakan strategi pembelajaran kooperatif, di mana dalam metode ini dikembangkan untuk mencapai setidak-tidaknya tiga tujuan pembelajaran penting, yaitu hasil belajar akademik, penerimaan terhadap keragaman dan pengembangan keterampilan sosial. Untuk memecahkan masalah ketiga peneliti akan menggunakan analisis sikap guru dan siswa. Guru dan siswa diberikan angket untuk mengetahui sejauhmana sikap guru terhadap siswa dan sebaliknya sejauhmana sikap siswa terhadap guru kelasnya. Dengan analisis sikap ini nantinya akan dapat dirumuskan solusi yang tepat untuk menyelesaikan permasalahan yang ada.
E. Tinjauan Pustaka1. Pembelajaran KooperatifDalam strategi pembelajaran perlu dikembangkan suatu strategi pembelajaran yang memungkinkan siswa belajar aktif . Belajar aktif meliputi...............................................................dst.
10:27 Permalink | Comments (203) | Email this | Tags: penelitian kualitatif
PROBLEM POSING
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
1. Kajian Teoritik
a. Problem Posing
Problem Posing dapat diartikan membangun atau membentuk permasalahan.
Pemberian tugas dengan Problem Posing secara berkelompok adalah suatu
kegiatan pemberian tugas dimana siswa secara kelompok terlibat langsung dalam
pembuatan soal dan menyelesaikannya sesuai dengan konsep atau materi yang telah
dipelajari. Pada penelitian ini konsep yang diajarkan adalah Konsep Pangkat Tak
Sebenarnya. Pembentukan soal atau pembentukan masalah mencakup dua macam
yaitu : 1) pembentukan soal baru atau pembentukan soal dari situasi atau
pengalaman siswa, dan 2) pembentukan soal dari soal lain yang sudah ada (PPGM,
1999 : 5).
Pembelajaran konsep Matematika khususnya Konsep Pangkat Tak
Sebenarnya melalui latihan membentuk soal diharapkan merupakan pendekatan
yang efektif dalam meningkatkan kemampuan siswa untuk menerapkan konsep
Matematika.
-11-
-12-
Menurut ( PPGM, 1999 : 5 – 6 ) dijelaskan bahwa : (a) adanya korelasi positif
antara kemampuan membentuk soal dan kemampuan membentuk masalah, (b)
latihan membentuk soal merupakan cara yang efektif untuk meningkatkan
kreatifitas siswa dalam memecahkan masalah.
Untuk mengembangkan kemampuan siswa dalam membentuk soal, guru perlu
memberikan contoh dengan cara sebagai berikut :
(1) Membentuk soal dari soal yang sudah ada atau memperluas soal yang
sudah ada.
(2) Membentuk soal dari suatu situasi atau gambar di Majalah atau Surat
Kabar, atau membuat soal mengenai benda-benda kongkrit yang dapat
dianalisa lebih lanjut.
(3) Membuat soal terbuka.
(4) Membentuk sejumlah soal yang mirip tetapi dengan taraf kesulitan yang
berbeda dan bervariasi.
(5) Setelah diberi beberapa contoh, selanjutnya siswa diberi tugas membentuk
soal sesuai dengan pokok bahasan yang diberikan, yang selanjutnya soal
tersebut harus dikerjakan oleh kelompok lain, demikian juga sebaliknya.
-13-
Dalam memberikan tugas dengan Pendekatan Problem Posing, siswa bekerja
secara kelompok. Hal ini dimaksudkan agar guru mudah memantau aktifitas siswa
selama pelaksanaan pemberian tugas berlangsung, dan memudahkan guru dalam
pemeriksaan hasil kegiatan. Soal yang dibuat siswa adalah yang mirip dengan
contoh yang telah diberikan guru. Dengan kata lain soal itu sedikit berbeda dari
contoh yang dibeirkan guru.
Untuk dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam menerapkan Konsep
Pangkat Tak Sebenarnya, kegiatan pemberian tugas dengan Pendekatan
Problem Posing dikembangkan dan dimodifikasi dimana siswa bukan hanya
membuat soal dan menyelesaikan saja, tetapi setiap kelompok akan mengerjakan
juga soal-soal yang telah dibuat oleh kelompok lain. Selain itu agar suasana
pemberian tugas dengan Problem Posing ini menarik dan menyenangkan, maka
kelompok yang mampu membuat soal dan menyelesaikannya lebih dari satu atau
lebih dari ketentuan guru akan diberi bonus. Demikian pula pada saat mengerjakan
soal buatan kelompok lain, apabila dapat mengerjakan lebih dari satu atau lebih dari
ketentuan guru maka kelompok itu akan mendapat bonus dari guru.
-14-
Kerbehasilan pelaksanaan tindakan ini dapat dilihat dari kemampuan siswa
dalam mebuat soal dan menyelesaikannya serta dari kemampuan siswa dalam
mengerjakan soal buatan kelompok lain. Apabila kemampuan siswa dalam kegiatan
pemberian tugas dengan Pendekatan Problem Posing berarti kemampuan siswa
dalam menerapkan Konsep Pangkat Tak Sebenarnya juga meningkat. Dan
selanjutnya dapat disimpulkan bahwa para siswa telah mengalami peningkatan
motivasi belajar.
b. Motivasi Belajar
Belajar dalam pandangan Teori Modern adalah merupakan proses
perubahan tingkah laku berkat interaksi dengan lingkungan. Jadi seseorang
dikatakan melakukan kegiatan belajar, setelah ia memperoleh hasil yaitu terjadinya
perubahan. Misalnya : dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak mengerti menjadi
mengerti
Motivasi adalah dorongan yang tumbuh karena tingkah laku dan kegiatan
manusia. Dalam proses belajar mengajar motivasi merupakan faktor yang sangat
penting karena dapat memberikan semangat dan petunjuk bagi peserta didik dalam
kegiatan belajarnya.
-15-
Lebih lanjut A. Tabrani Rusyan, dkk dalam Bukunya : Pendataan dalam Proses
Belajar Mengajar, halaman 99 mengatakan : “Motivasi adalah penggerak tingkah
laku kearah suatu tujuan dengan didasari adanya suatu kebutuhan”. Pada bagian lain
( Pasaribu dan Simanjuntak, dalam bukunya Proses Belajar Mengajar halaman
59) menjelaskan bahwa motivasi adalah besarnya dorongan yang
ditimbulkan adanya suatu sikap positif dari siswa, dalam hal ini adalah kegiatan
untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Belajar adalah proses perubahan kegiatan,
reaksi terhadap lingkungan dan perubahan tersebut tidak dapat disebut belajar bila
disebabkan oleh pertumbuhan atau keadaan sementara seseorang. Belajar
merupakan usaha yang dilakukan setiap manusia dalam rangka untuk mencapai
sesuatu yang ingin dicapai. Belajar akan menimbulkan perubahan perilaku yang
diperoleh melalui pengetahuan dan wawasan. Belajar merupakan aktifitas mental
yang berlangsung dalam interaksi dengan lingkungan yang menghasilkan
perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, kemampuan dan nilai sikap, perubahan
itu bersifat relative konstan. Motivasi Belajar adalah dorongan yang
ditimbulkan oleh siswa untuk melakukan usaha dalam rangka mencapai sesuatu
yang
-16-
diinginkan. Indikasi motivasi belajar antara lain terlihat pada keaktifan dan
partisipasi siswa di dalam kelas.
2. Kerangka Berpikir
Pendekatan Problem Posing merupakan salah satu model pembelajaran yang
mengarah pada model pembelajaran yang bernuansa PAKEM yaitu model Pendidikan
Aktif, Kreatif, Efektif, Menyenangkan. Kondisi ini diharapkan mampu meningkatkan
penguasaan belajar siswa Kelas IX.F terhadap materi pembelajaran Matematika
khususnya Konsep Pangkat Tak Sebenarnya.
3. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kerangka berpikir diatas maka hipotesis tindakan yang diajukan
dalam Penelitian Tindakan Kelas adalah “ Melalui pemberian tugas dengan
Pendekatan Problem Posing secara berkelompok, kemampuan siswa dalam
menerapkan Konsep Pangkat Tak Sebenarnya dapat meningkat“.
BAB III
METODE PENELITIAN
1. Rancangan Penelitian
a. Desain Penelitian
Penelitian direncanakan dengan mengimplementasikan penelitian tindakan
kelas yang meliputi komponen-komponen :
1). Perencanaan / Planning .................................DST.
06:52 Permalink | Comments (37) | Email this | Tags: pernak-pernik ptk
TAXONOMI dan PEDOMAN PENULISAN KTI
DOWNLOAD DISINI REFERENSI PTK DARI NARA SUMBER
06:42 Permalink | Comments (37) | Email this | Tags: pernak-pernik ptk
PTK Suharsimi
YANG MAU DOWNLOAD PTK DARI NARA SUMBER KLIK DISINI
05:53 Permalink | Comments (99) | Email this | Tags: pernak-pernik ptk
LAPORAN PENELITIAN TINDAKAN KELAS BAHASA JERMAN
AUSZUG
Dewi, Elia Puspa. Die Anwendung der Lernaktivität und Die Bewertungsprozess der Team Teachingstrategie an der Deutsch 2 im gerade Semester 2007/2008. Diplomarbeit, Deutschabteilung, Literaturwissenschaftliche Fakultät der Staatlichen Universität Malang.Betreuerin: Dra. Sawitri Retnantiti, M. Pd
Schlüsselwörter: Team Teaching, Deutsch 2
Team teaching ist eine Lehrstrategie, die aus wenigstens zwei Dozenten besteht. Die Dozenten plannen, unterrichten, und bewerten Unterichtsaktivität in einer Klasse. Team teachingstrategie ist schon an der Universität angewandt wird. Diese Strategie wird auch in Deutsch 2 an der Literaturwissenschaftliche Fakultät der Staatlichen Universität Malang angewandt. Deutsch 2 ist ein Basis der deutschen Vorlesung die aus vier Sprachfertigkeiten besteht. Die Fertigkeiten sind Hörverstehen, Sprechen, Schriftliche Ausdruck, und Leseverstehen. Diese Vorlesung wird im gerade Semester durchgefürt. Auf dieser Grund untersucht die Verfasserin Die Anwendung der Lernaktivität und die Bewertungsprozess der Team Teachingstrategie an der Deutsch 2.
Das Untersuchungsziel beschreiben die Anwendung der Lernaktivität und die Bewertungsprozess der Team Teachingstrategie an der Deutsch 2, und auch das Lernergebnis der StudentInnen.
Diese Untersuchung ist eine deskriptive Methode. Die Daten sind die Beobachtungsergebnis, Befragungsergebnis, und die Dokumentation der Deutsch 2 Lernergebnis der StidentInnen im gerade Semester 2007/2008.
Das Ergebnis dieser Untersuchung zeigt, dass die Anwendung der Lernaktivität der Team Teachingstrategie mit zwei Dozenten effektiver als mit vier Dozenten ist. Es gibt aber ein Problem, das von dem Dozentsteam erfahren wird. Wegen der wenige Zeit zwischen der Unterrichtstunde der zwei Dozenten in einem Team können sie nicht die vorherige und die nächste Materialien gut besprechen. Die Bewertungsprozess, die aus kognitif, afektif, und psikomotor aspekte besteht, wird von dem Dozentsteam benutzt. Deutsch 2 Lernergebnis (Mittsemestertest und Endsemestertest) den StudentInnen zeigt, dass die Note des Endsemestertest besser als Mittsemestertest. Das bedeutet die Anwendung der Team Teachingstrategie an der Deutsch 2 wird gut gemacht.
Nach dem Untersuchungsergebnis hat die Verfasserin Vorschläge für die Team Teachingsdozen und die Deutschabteilung. Die Team Teachingsdozenten sollen die Methode varieren. Die Deutschabteilung sollte der Zeitplan des Dozentsteam verbesseren. Der Zeitplan des Dozentsteam sollte nicht in einer Reihe konstruieren, damit das Dozentsteam gute besprechung machen können.
TAHU NGGAK ARTINYA....? TANYA PADA MBAK DEWI YANG NULIS (SORRY MBAK SAYA UPLOAD)
NIIIIII......CHHHH ARTINYAABSTRAK
Dewi, Elia Puspa. Implementasi Kegiatan Belajar Mengajar dan Penilaian dengan Strategi
Team Teaching pada Mata Kuliah Deutsch 2 Semester Genap 2007/2008. Skripsi, Jurusan Sastra Jerman, Fakultas Sastra, Universitas Negeri Malang.Pembimbing: Dra. Sawitri Retnantiti, M. Pd
Kata Kunci: Team Teaching, Deutsch 2
Team teaching adalah strategi pengajaran yang melibatkan sedikitnya dua orang guru atau dosen dalam merencanakan, menginstruksikan, dan mengevaluasi kegiatan pembelajaran pada suatu kelas. Strategi team teaching telah banyak diterapkan pada institusi- institusi pendidikan termasuk di universitas. Pada pelaksanaan mata kuliah Deutsch 2 Jurusan Sastra Jerman Universitas Negeri Malang juga menggunakan strategi team teaching. Mata kuliah Deutsch 2 merupakan mata kuliah dasar berbahasa Jerman yang di dalamnya terdapat penguasaan keterampilan berbahasa Jerman seperti mendengar, berbicara, membaca, dan menulis dan disajikan pada semester genap 2007/2008 serta memiliki delapan sks. Oleh karena itu peneliti melakukan penelitian tentang implementasi strategi team teaching pada mata kuliah Deutsch 2.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan implementasi kegiatan belajar mengajar dan penilaian dalam proses belajar mengajar dengan strategi team teaching. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk mendeskripsikan hasil belajar mahasiswa pada mata kuliah Deutsch 2 tahun akademik 2007/2008.
Penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif. Data diambil melalui observasi, wawancara dengan tim dosen pembina mata kuliah Deutsch 2, dan hasil dokumentasi nilai UTS dan UAS mahasiswa pada mata kuliah Deutsch 2 tahun akademik 2007/2008.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa, implementasi strategi team teaching pada mata kuliah Deutsch 2 tahun akademik 2007/2008 sudah berjalan lebih efektif dengan dua dosen daripada empat dosen. Namun, dalam pelaksanaannya, terdapat kendala yang dialami oleh dosen tim yaitu tidak ada waktu untuk berkoordinasi dalam melanjutkan materi yang akan diajarkan. Penilaian dalam proses belajar mengajar yang dilakukan oleh dosen adalah berkenaan dengan tiga aspek yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor. Dari hasil belajar mahasiswa, nilai UAS mengalami peningkatan dibandingkan dengan nilai UTS pada mata kuliah Deutsch 2. Hal ini berarti strategi team teaching yang dilakukan dalam proses belajar mengajar pada semester genap 2007/2008 berjalan baik.
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, peneliti dapat memberikan saran kepada dosen team teaching dan untuk Jurusan Sastra Jerman. Saran bagi dosen team teaching adalah dalam implementasinya, sebaiknya dosen menggunakan metode pengajaran yang bervariasi. Saran bagi Jurusan Sastra Jerman Universitas Negeri Malang adalah sebaiknya jadwal mengajar antar dosen tim pembina mata kuliah Deutsch 2 tidak disusun berurutan dan ada jeda waktu yang cukup sehingga dosen tim pembina mata kuliah Deutsch 2 dapat berkoordinasi tentang materi yang telah dan yang akan diajarkan dengan baik.
BRAVO UM KHUSUSNYA SPA 306 & KANTIN-KANTINNYA HE...3X
05:40 Permalink | Comments (4) | Email this | Tags: laporan ptk jerman
TING PLENCING.... MAAF YANG BENAR TEAM TEACHING
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Pada bab ini akan dibahas tentang (1) pengertian team teaching (2) variasi team teaching, (3)
mata kuliah Deutsch 2 yang terdiri dari kompetensi dan tujuan, sumber/bahan pengajaran, dan
rencana perkuliahan semester (RPS), (4) kegiatan belajar mengajar dalam proses belajar
mengajar yang terdiri dari macam-macam metode, dan macam-macam media pengajaran, (5)
penilaian dalam proses belajar mengajar yang terdiri dari aspek kognitif, aspek afektif, dan aspek
psikomotor.
A. Pengertian Team Teaching
Di dalam American Heritage Dictionary of English Language (2000) dinyatakan bahwa
team teaching (pengajaran berkelompok) adalah sebuah model instruksi di dalam kelas yang
melibatkan beberapa guru dengan mengkombinasikan mata pelajaran yang dibina oleh masing-
masing guru menjadi satu mata pelajaran terpadu yang diajarkan secara bersama kepada satu
kelompok siswa.
Menurut Johnson dan Lobb dalam Amstrong (1977:65), dijelaskan bahwa team teaching
sebagai sekelompok tim pengajar yang terdiri dari dua atau lebih orang yang bekerja dalam
waktu bersamaan untuk tujuan proses pembelajaran subyek (mata pelajaran) tertentu atau
kombinasi dari beberapa mata pelajaran. Pendapat ini memiliki keterkaitan dengan definisi yang
terdapat di dalam American Heritage Dictionary Language (2000) bahwa tim pengajar akan
mengajarkan satu mata pelajaran tertentu atau mengkombinasikan mata pelajaran yang dibina
menjadi satu mata pelajaran terpadu.
Curzon (1994:302) mendefinisikan team teaching atau pengajaran berkelompok sebagai
pengajaran yang dilakukan oleh dua atau lebih guru secara berkelompok dengan teliti dan sesuai
metode dalam penyusunan rencana, pembelajaran, dan pengevaluasian proses pembelajaran.
Sama halnya menurut Curzon, Waradani (2000:9) mengemukakan definisi literal dari
team teaching sebagai metode pembelajaran secara berkelompok, yang terdiri dari dua atau lebih
dosen yang mengajar di kelas yang sama pada waktu yang bersamaan.
Menurut Freiberg dan Army (1992:98) team teaching adalah model susunan proses
pengajaran. Melalui team teaching, para anggota kelompok membagi tugas-tugas kurikuler
dengan memanfaatkan minat dan keahlian seorang guru.
Dari beberapa definisi tentang team teaching di atas maka dapat disimpulkan bahwa,
team teaching adalah suatu strategi pengajaran yang melibatkan sedikitnya dua orang guru dalam
marencanakan, menginstruksikan, dan mengevaluasi kegiatan pembelajaran pada suatu kelas.
Mereka bekerja tidak secara perorangan namun sebagai kelompok yang bekerjasama.
Di Indonesia pelaksanaan team teaching yang dilaksanakan di institusi-institusi
pendidikan seperti di sekolah maupun di universitas merupakan team teaching yang sesuai
dengan definisi menurut Wardani, yaitu tim pengajar saling bekerjasama, baik sebagai team
teaching penuh maupun semi team teaching.
Pelaksanaan strategi team teaching pada mata kuliah Deutsch 2 Jurusan Sastra Jerman
Universitas Negeri Malang merupakan strategi pengajaran yang terdiri dari dua orang dosen
sebagai tim pengajar pada setiap kelas paralel. Pada tahun ajaran 2007/2008 ini terdapat tiga
kelas paralel. Masing-masing tim dosen akan bekerjasama dalam membuat perencanaan
pengajaran sampai evaluasi, namun dalam implementasinya, masing-masing dosen mengajar
pada jam berbeda di kelas yang sama.
B. Variasi Team Teaching
Cunningham pada Bailey (1992:162) mengidentifikasi empat model kepengurusan umum dalam penyusunan team teaching, yaitu: .................................. dst.
05:30 Permalink | Comments (14) | Email this | Tags: pernak-pernik ptk
EVALUASI PEMBELAJARAN
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Pengertian Evaluasi PembelajaranDavies mengemukakan bahwa evaluasi merupakan proses untuk memberikan atau
menetapkan nilai kepada sejumlah tujuan, kegiatan, keputusan, unjuk kerja, proses, orang,
maupun objek (Davies, 1981:3). Menurut Wand dan Brown, evaluasi merupakan suatu proses
untuk menentukan nilai dari sesuatu (dalam Nurkancana, 1986:1).
Pengertian evaluasi lebih dipertegas lagi dengan batasan sebagai proses memberikan
atau menentukan nilai kepada objek tertentu berdasarkan suatu kriteria tertentu ( Sudjana,
1990:3). Dengan berdasarkan batasan-batasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa evaluasi secara
umum dapat diartikan sebagai proses sistematis untuk menentukan nilai sesuatu (tujuan,
kegiatan, keputusan, unjuk kerja, proses, orang, maupun objek) berdasarkan kriteria tertentu.
Evaluasi mencakup sejumlah teknik yang tidak bisa diabaikan oleh seorang guru maupun
dosen. Evaluasi bukanlah sekumpulan teknik semata-mata, tetapi evaluasi merupakan suatu
proses yang berkelanjutan yang mendasari keseluruhan kegiatan pembelajaran yang baik.
Evaluasi pembelajaran bertujuan untuk mengetahui sampai sejauh mana efisiensi proses
pembelajaran yang dilaksanakan dan efektifitas pencapaian tujuan pembelajaran yang telah
ditetapkan. Dalam rangka kegiatan pembelajaran, evaluasi dapat didefinisikan sebagai suatu
proses sistematik dalam menentukan tingkat pencapaian tujuan pembelajaran yang telah
ditetapkan.
Erman (2003:2) menyatakan bahwa evaluasi pembelajaran juga dapat diartikan sebagai
penentuan kesesuaian antara tampilan siswa dengan tujuan pembelajaran. Dalam hal ini yang
dievaluasi adalah karakteristik siswa dengan menggunakan suatu tolak ukur tertentu.
Karakteristik-karakteristik tersebut dalam ruang lingkup kegiatan belajar-mengajar adalah
tampilan siswa dalam bidang kognitif (pengetahuan dan intelektual), afektif (sikap, minat, dan
motivasi), dan psikomotor (ketrampilan, gerak, dan tindakan). Tampilan tersebut dapat
dievaluasi secara lisan, tertulis, mapupun perbuatan. Dengan demikian mengevaluasi di sini
adalah menentukan apakah tampilan siswa telah sesuai dengan tujuan instruksional yang telah
dirumuskan atau belum.
Apabila lebih lanjut kita kaji pengertian evaluasi dalam pembelajaran, maka akan
diperoleh pengertian yang tidak jauh berbeda dengan pengertian evaluasi secara umum.
Pengertian evaluasi pembelajaran adalah proses untuk menentukan nilai pembelajaran yang
dilaksanakan, dengan melalui kegiatan pengukuran dan penilaian pembelajaran. Pengukuran
yang dimaksud di sini adalah proses membandingkan tingkat keberhasilan pembelajaran dengan
ukuran keberhasilan pembelajaran yang telah ditentukan secara kuantitatif, sedangkan penilaian
yang dimaksud di sini adalah proses pembuatan keputusan nilai keberhasilan pembelajaran
secara kualitatif.
05:24 Permalink | Comments (25) | Email this | Tags: pernak-pernik ptk
PENGERTIAN METODE
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A.1 Pengertian Metode
Metode berasal dari Bahasa Yunani “Methodos’’ yang berarti cara atau jalan yang
ditempuh. Sehubungan dengan upaya ilmiah,maka metode menyangkut masalah cara kerja untuk
dapat memahami objek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan. Fungsi metode berarti
sebagai alat untuk mencapai tujuan.[1]
Pengetahuan tentang metode-metode mengajar sangat di perlukan oleh para pendidik,
sebab berhasil atau tidaknya siswa belajar sangat bergantung pada tepat atau tidaknya metode
mengajar yang digunakan oleh guru.
Metode belajar yang mampu membangkitkan motif, minat atau gairah belajar murid
dan menjamin perkembangan kegiatan kepribadian murid adalah metode diskusi. Metode diskusi
merupakan suatu cara mengajar yang bercirikan oleh suatu keterikatan pada suatu topik atau
pokok pertanyaan atau problem. Di mana para anggota diskusi dengan jujur berusaha mencapai
atau memperoleh suatu keputusan atau pendapat yang disepakati bersama.[2] Dalam metode
diskusi guru dapat membimbing dan mendidik siswa untuk hidup dalam suasana yang penuh
tanggung jawab, msetiap orang yang berbicara atau mengemukakan pendapat harus berdasarkan
prinsip-prinsip tertentu yang dapat diperanggungjawabkan. Jadi bukan omong kosong, juga
bukan untuk menghasut atau mengacau suasana. Menghormati pendapat orang lain, menerima
pendapat yang enar dan menolak pendapatb yang salah adalah ciri dari metode yang dapat
dighunakan untuk mendidik siswa berjiwa demokrasi dan melatih kemampuan berbicara siswa.
Agar suasana belajar siswa aktif dapat tercapai, maka diskusi dapat menggunakan variasi model-
model pembelajaran menarik dan memotivasi siswa. Dari sekan banyak model pembelajaran
yang ada, model pembelajaran jigsaw cocok untuk digunakan dalam metode diskusi. Model
pembelajaran jigsaw membantu murid untuk mempelajari sesuatu dengan baik dan sekaligus
siswa mampu menjadi nara sumber bagi satu sama yang lain.
[1] Oemar Hamalik, Proes Belajar Mengajar, Jakarta : 2001 : Bumi Aksara[2] Oemar Hamalik, Proes Belajar Mengajar, Jakarta : 2001 : Bumi Aksara
05:18 Permalink | Comments (50) | Email this | Tags: pernak-pernik ptk
TGT
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
B. Model Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif menjadi salah satu pembaharuan dalam pergerakan reformasi
pendidikan. Pembelajaran kooperatif meliputi banyak jenis bentuk pengajaran dan pembelajaran
yang merupakan perbaikan tipe pembelajaran tradisional.Pembelajaran kooperatif dilaksanakan
dalam kumpulan kecil supaya anak didik dapat bekerja sama untuk mempelajari kandungan
pelajaran dengan berbagai kemahiran sosial.
Pendekatan pembelajaran kooperatif mempunyai beberapa ciri, antara lain:
1. Ketrampilan sosial
Artinya ketrampilan untuk menjalin hubungan antarpribadi dalam kelompok untuk
mencapai dan menguasai konsep yang diberikan guru.
2. Interaksi tatap muka
Setiap individu akan berinteraksi secara bersemuka dalam kelompok. Interaksi yang
serentak berlangsung dalam setiap kelompok melalui pembicaraan setiap individu yang
turut serta mengambil bagian.
3. Pelajar harus saling bergantung positif
Artinya setiap siswa harus melaksanakan tugas masing-masing yang diberikan untuk
menyelesaikan tugas dalam kelompok itu. Setiap siswa mempunyai peluang yang sama
untuk mengambil bagian dalam kelompok. Siswa yang mempunyai kelebihan harus
membantu temannya dalam kelompok itu untuk tercapainya tugas yang diberikan kepada
kelompok itu. Setiap anggota kelompok harus saling berhubungan,saling memenuhi dan
bantu-membantu.
Menurut Kagan (1994),pembelajaran kooperatif mempunyai banyak manfaat,yaitu:
a.. dapat meningkatkan pencapaian dan kemahiran kognitif siswa;
b. dapat meningkatkan kemahiran sosial dan memperbaiki hubungan sosial;
c. dapat meningkatkan keterampilan kepemimpinan;
d. dapat meningkatkan kepercayaan diri;
e. dapat meningkatkan kemahiran teknologi.
Beberapa tipe pembelajaran kooperatif,yaitu: Jigsaw II,Student Teams Achievement
Devition (STAD ) ,Team Assisted Individualization ( TAI ),Teams Game Tournament
( TGT ),Group Investigation ( GI ) dan metode struktural .
E. Model Pembelajaran Kooperatif TGT ( Teams Games Tournament )
Pembelajaran kooperatif model TGT adalah salah satu tipe atau model pembelajaran
kooperatif yang mudah diterapkan,melibatkan seluruh siswa tanpa harus ada perbedaan status.
Tipe ini melibatkan peran siswa sebagai tutor sebaya,mengandung unsur permainan yang bisa
menggairahkan semangat belajar dan mengandung reinforcement. Aktivitas belajar dengan
permainan yang dirancang dalam pembelajaran kooperatif model TGT memungkinkan siswa
dapat belajar lebih rileks disamping menumbuhkan tanggung jawab, kejujuran, kerja
sama,persaingan sehat dan keterlibatan belajar.
Ada lima komponen utama dalam TGT,yaitu:
1. Penyajian kelas
Pada awal pembelajaran guru menyampaikan materi dalam penyajian kelas,biasanya
dilakukan dengan pengajaran langsung atau dengan ceramah,diskusi yang dipimpin guru.
Pada saat penyajian kelas ini ,siswa harus benar-benar memperhatikan dan memahami
materi yang diberikan guru,karena akan membantu siswa bekerja lebih baik pada saat kerja
kelompok dan pada saat game karena skor game akan menentukan skor kelompok.
2. Kelompok ( team )
Kelompok biasanya terdiri atas empat sampai dengan lima orang siswa.Fungsi kelompok
adalah untuk lebih mendalami materi bersama teman kelompoknya dan lebih khusus untuk
mempersiapkan anggota kelompok agar bekerja dengan baik dan optimal pada saat game.
3. Game
Game terdiri atas pertanyaan-pertanyaan yang dirancang untuk menguji pengetahuan yang
didapat siswa dari penyajian kelas dan belajar kelompok.Kebanyakan game terdiri dari
pertanyaan-pertanyaan sederhana bernomor.Siswa memilih kartu bernomor dan mencoba
menjawab pertanyaan yang sesuai dengan nomor itu.Siswa yang menjawab benar
pertanyaan itu akan mendapatkan skor.
2. Turnamen
Untuk memulai turnamen masing-masing peserta mengambil nomor undian. Siswa yang
mendapatkan nomor terbesar sebagai reader 1,terbesar kedua sebagai chalennger 1,terbesar
ketiga sebagai chalenger 2,terbesar keempat sebagai chalenger 3.Dan kalau jumlah peserta
dalam kelompok itu lima orang maka yang mendapatkan nomor terendah sebagai
reader2.Reader 1 tugasnya membaca soal dan menjawab soal pada kesempatan yang
pertama. Chalenger 1 tugasnya menjawab soal yang dibacakan oleh reader1 apabila
menurut chalenger 1 jawaban reader 1 salah. Chalenger 2 tugasnya adalah menjawab soal
yang dibacakan oleh reader 1 tadi apabila jawaban reader 1 dan chalenger 1 menurut
chalenger 2 salah. Chalenger 3 tugasnya adalah menjawab soal yang dibacakan oleh reader
1 apabila jawaban reader1,chalenger 1,chalenger 2 menurut chalenger 3 salah. Reader 2
tugasnya adalah membacakan kunci jawaban .Permainan dilanjutkan pada soal nomor
dua.Posisi peserta berubah searah jarum jam.Yang tadi menjadi chalenger 1 sekarang
menjadi reader1,chalenger 2 menjadi chalenger 1,chalenger3 menjadi chalenger 2,reader 2
menjadi chalenger 3 dan reader 1 menjadi reader2. Hal itu terus dilakukan sebanyak jumlah
soal yang disediakan guru.
3. Penghargaan kelompok (team recognise)
Guru kemudian mengumumkan kelompok yang menang,masing-masing team akan
mendapat sertifikat atau hadiah apabila rata-rata skor memenuhi kriteria yang ditentukan.
05:12 Permalink | Comments (33) | Email this | Tags: pernak-pernik ptk
RME
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. REALISTIC MATHEMATIC EDUCATION (RME)
Realistic Mathematic Education (RME) telah lama dikembangkan di Nedherlands (Belanda). RME tersebut mengacu pada pendapat Freudenthal yang mengatakan bahwa matematika harus dikaitkan dengan realita dan matematika merupakan aktifitas manusia. Ini berarti harus dekat dengan anak dan relevan dengan situasi sehari-hari. Matematika sebagai aktifitas manusia maksudnya manusia harus diberikan kesempatan untuk menemukan kembali ide dan konsep matematika.Prinsip atau ide yang mendasari Realistic Mathematic Education (RME) adalah situasi dimana siswa diberi kesempatan untuk menemukan kembali ide-ide matematika. Berdasarkan situasi realistik, siswa didorong untuk mengkontruksi sendiri masalah realistik, karena masalah yang dikontruksi oleh siswa akan menarik siswa lain untuk memecahkannya.
Menurut Treffers (1991) ada dua jenis matematisasi yaitu matematisasi horisontal
dan vertikal. Dalam matematika horisontal siswa menggunakan matematika untuk
mengorganisasikan dan menyelesaikan masalah yang ada pada situasi nyata. Contoh
matematisasi horisontal adalah : pengidentifikasian, perumusan dan pemvisualan masalah
dalam cara-cara yang berbeda, merumuskan masalah kehidupan sehari-hari ke dalam bentuk
matematika. Sedangkan matematisasi vertikal berkaitan dengan proses pengorganisasian
kembali pengetahuan yang telah diperoleh dalam simbol-simbol matematika yang lebih
abstrak. Contoh matematisasi vertikal adalah menghaluskan dan memperbaiki model,
menggunakan model yang berbeda, memadukan dan mengkombinasikan beberapa model,
membuktikan keteraturan, merumuskan konsep matematika yang baru dan
penggeneralisasian.
Dalam RME kedua matematisasi horisontal dan vertikal digunakan dalam proses
belajar mengajar. Treffers (1991) mengklasifikasikan empat pendekatan pembelajaran
matematika yaitu, mekanistik, emperistik, strukturalis dan realistik.
Mekanistik lebih memfokuskan pada drill, emperistik lebih menekankan
matematisasi horisontal, strukturalis lebih menekankan pada matematisasi vertikal,
sedangkan realistik memberikan perhatian yang seimbang antara matematisasi horisontal dan
vertikal dan disampaikan secara terpadu pada siswa.
Sedangkan menurut Streefland (1991) prinsip utama dalam belajar mengajar yang
berdasarkan pada pengajaran realistik adalah :
1) Constructing and Concretizing
Pada prisip ini dikatakan bahwa belajar matematika adalah aktivitas konstruksi.
Karakteristik kontruksi ini tampak jelas dalam pembelajaran, yaitu siswa menemukan
sendiri prosedur untuk dirinya sendiri. Pengkontruksian ini akan lebih menghasilkan
apabila menggunakan pengalaman dan benda-benda konkret.
2) Levels and Models
Belajar konsep matematika atau ketrampilan adalah proses yang merentang panjang dan
bergerak pada level abstraksi yang bervariasi. Untuk dapat menerima kenaikan dalam
level ini dari batas konteks aritmatika informal sampai aritmatika formal dalam
pembelajaran digunakan model supaya dapat menjembatani gap antara konkret dan
abstrak.
3) Reflection dan Spesial Assignment
Belajar matematika dan kenaikan level khusus dari proses belajar ditingkatkan melalui
refleksi. Penilaian terhadap seseorang tidak hanya berdasarkan pada hasil saja, tetapi juga
memahami bagaimana proses berfikir seseorang. Perlu dipertimbangkan bagaimana
memberikan penilaian terhadap jawaban siswa yang bervariasi.
4) Social context and inteaction
Belajar bukan hanya merupakan aktivitas individu, tetapi sesuatu yang terjadi dalam
masyarakat dan langsung berhubungan dengan konteks sosiokultural. Sehingga di dalam
belajar, siswa harus diberi kesempatan bertukar pikiran, adu argumen dan sebagainya.
5) Structuring and Interwining
Belajar matematika tidak hanya terdiri dari penyerapan kumpulan pengetahuan dan
unsur-unsur ketrampilan yang tidak berhubungan, tetapi merupakan kesatuan yang
terstruktur. Konsep baru dan obyek mental harus cocok dengan dasar pengetahuan yang
lebih besar atau lebih kecil, sehingga dalam pembelajaran diupayakan agar ada
keterkaitan antara yang satu dengan yang lainnya.
Proses yang berhubungan dalam berfikir dan pemecahan masalah ini dapat
meningkatkan hasil mereka dalam masalah ini.