pterigium

9
BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1 KERANGKA TEORI 2.1.1 Definisi Pterygium adalah pertumbuhan jaringan fibrovaskular berbentuk segitiga yang tumbuh dari arah konjungtiva menuju kornea pada daerah interpalpebra. Pterygium tumbuh berbentuk sayap pada konjungtiva bulbi. Asal kata pterygium adalah dari bahasa Yunani, yaitu pteron yang artinya sayap. 1,2,3,5,6,7,8,9,10 2.1.2 Epidemiologi Pterygium tersebar di seluruh dunia, tetapi lebih banyak di daerah iklim panas dan kering. Prevalensi juga tinggi di daerah berdebu dan kering. Faktor yang sering mempengaruhi adalah daerah dekat ekuator, yakni daerah yang terletak kurang 37 0 Lintang Utara dan Selatan dari ekuator. Prevalensi tinggi sampai 22% di daerah dekat ekuator dan kurang dari 2% pada daerah yang terletak di atas 40 0 Lintang. Insiden pterygium cukup tinggi di Indonesia yang terletak di daerah ekuator, yaitu 13,1%. 4 Pasien di bawah umur 15 tahun jarang terjadi pterygium. Prevalensi pterygium meningkat dengan umur, terutama dekade ke-2 dan ke-3 dari kehidupan. Insiden tinggi pada umur antara 20 dan 49. Kejadian berulang (rekuren) lebih sering pada umur muda daripada umur tua. Laki-laki 4 kali lebih resiko dari perempuan dan berhubungan dengan merokok, pendidikan rendah, riwayat terpapar lingkungan di luar rumah. 2,4 2.1.3 Faktor Resiko Faktor resiko yang mempengaruhi pterygium adalah lingkungan yakni radiasi ultraviolet sinar matahari, iritasi kronik dari bahan tertentu di udara dan faktor herediter. 4 Universitas Sumatera Utara

Transcript of pterigium

Page 1: pterigium

BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1 KERANGKA TEORI

2.1.1 Definisi

Pterygium adalah pertumbuhan jaringan fibrovaskular berbentuk segitiga yang

tumbuh dari arah konjungtiva menuju kornea pada daerah interpalpebra. Pterygium tumbuh

berbentuk sayap pada konjungtiva bulbi. Asal kata pterygium adalah dari bahasa Yunani,

yaitu pteron yang artinya sayap.1,2,3,5,6,7,8,9,10

2.1.2 Epidemiologi

Pterygium tersebar di seluruh dunia, tetapi lebih banyak di daerah iklim panas dan

kering. Prevalensi juga tinggi di daerah berdebu dan kering. Faktor yang sering

mempengaruhi adalah daerah dekat ekuator, yakni daerah yang terletak kurang 370 Lintang

Utara dan Selatan dari ekuator. Prevalensi tinggi sampai 22% di daerah dekat ekuator dan

kurang dari 2% pada daerah yang terletak di atas 400 Lintang. Insiden pterygium cukup tinggi

di Indonesia yang terletak di daerah ekuator, yaitu 13,1%.4

Pasien di bawah umur 15 tahun jarang terjadi pterygium. Prevalensi pterygium

meningkat dengan umur, terutama dekade ke-2 dan ke-3 dari kehidupan. Insiden tinggi pada

umur antara 20 dan 49. Kejadian berulang (rekuren) lebih sering pada umur muda daripada

umur tua. Laki-laki 4 kali lebih resiko dari perempuan dan berhubungan dengan merokok,

pendidikan rendah, riwayat terpapar lingkungan di luar rumah.2,4

2.1.3 Faktor Resiko

Faktor resiko yang mempengaruhi pterygium adalah lingkungan yakni radiasi

ultraviolet sinar matahari, iritasi kronik dari bahan tertentu di udara dan faktor herediter.4

Universitas Sumatera Utara

Page 2: pterigium

1. Radiasi ultraviolet

Faktor resiko lingkungan yang utama sebagai penyebab timbulnya pterygium adalah

terpapar sinar matahari. Sinar ultraviolet diabsorbsi kornea dan konjungtiva

menghasilkan kerusakan sel dan proliferasi sel. Letak lintang, waktu di luar rumah,

penggunaan kacamata dan topi juga merupakan faktor penting.

2. Faktor Genetik

Beberapa kasus dilaporkan sekelompok anggota keluarga dengan pterygium dan

berdasarkan penelitian case control menunjukkan riwayat keluarga dengan pterygium,

kemungkinan diturunkan autosom dominan.

3. Faktor lain

Iritasi kronik atau inflamasi terjadi pada area limbus atau perifer kornea merupakan

pendukung terjadinya teori keratitis kronik dan terjadinya limbal defisiensi, dan saat

ini merupakan teori baru patogenesis dari pterygium. Wong juga menunjukkan adanya

pterygium angiogenesis factor dan penggunaan pharmacotherapy antiangiogenesis

sebagai terapi. Debu, kelembaban yang rendah, dan trauma kecil dari bahan partikel

tertentu, dry eye dan virus papilloma juga penyebab dari pterygium.4

2.1.4 Patogenese

Etiologi pterygium tidak diketahui dengan jelas. Tetapi penyakit ini lebih sering

pada orang yang tinggal di daerah iklim panas. Oleh karena itu gambaran yang paling

diterima tentang hal tersebut adalah respon terhadap faktor-faktor lingkungan seperti paparan

terhadap matahari (ultraviolet), daerah kering, inflamasi, daerah angin kencang dan debu atau

faktor iritan lainnya. Pengeringan lokal dari kornea dan konjungtiva yang disebabkan

kelainan tear film menimbulkan pertumbuhan fibroplastik baru merupakan salah satu teori.

Tingginya insiden pterygium pada daerah dingin, iklim kering mendukung teori ini.1

Universitas Sumatera Utara

Page 3: pterigium

Ultraviolet adalah mutagen untuk p53 tumor supresor gene pada limbal basal stem

cell. Tanpa apoptosis, transforming growth factor-beta diproduksi dalam jumlah berlebihan

dan menimbulkan proses kolagenase meningkat. Sel-sel bermigrasi dan angiogenesis.

Akibatnya terjadi perubahan degenerasi kolagen dan terlihat jaringan subepitelial

fibrovaskular. Jaringan subkonjungtiva terjadi degenerasi elastoik proliferasi jaringan

vaskular bawah epithelium dan kemudian menembus kornea. Kerusakan pada kornea terdapat

pada lapisan membran bowman oleh pertumbuhan jaringan fibrovaskular, sering disertai

dengan inflamasi ringan. Epitel dapat normal, tebal atau tipis dan kadang terjadi

displasia.1,8,11

Limbal stem cell adalah sumber regenerasi epitel kornea. Pada keadaan defisiensi

limbal stem cell, terjadi pembentukan jaringan konjungtiva pada permukaan kornea. Gejala

dari defisiensi limbal adalah pertumbuhan konjungtiva ke kornea, vaskularisasi, inflamasi

kronis, kerusakan membran basement dan pertumbuhan jaringan fibrotik. Tanda ini juga

ditemukan pada pterygium dan karena itu banyak penelitian menunjukkan bahwa pterygium

merupakan manifestasi dari defisiensi atau disfungsi limbal stem cell. Kemungkinan akibat

sinar ultraviolet terjadi kerusakan limbal stem cell di daerah interpalpebra.4

Pemisahan fibroblast dari jaringan pterygium menunjukkan perubahan phenotype,

pertumbuhan banyak lebih baik pada media mengandung serum dengan konsentrasi rendah

dibanding dengan fibroblast konjungtiva normal. Lapisan fibroblast pada bagian pterygiun

menunjukkan proliferasi sel yang berlebihan. Pada fibroblast pterygium menunjukkan matrix

metalloproteinase, dimana matriks ekstraselluler berfungsi untuk jaringan yang rusak,

penyembuhan luka, mengubah bentuk. Hal ini menjelaskan kenapa pterygium cenderung

terus tumbuh, invasi ke stroma kornea dan terjadi reaksi fibrovaskular dan inflamasi.4

2.1.5 Gambaran Klinis Dan Pembagian Pterygium

Universitas Sumatera Utara

Page 4: pterigium

Pterygium lebih sering dijumpai pada laki-laki yang bekerja di luar rumah. Bisa

unilateral atau bilateral. Kira-kira 90% terletak di daerah nasal. Pterygium yang terletak di

nasal dan temporal dapat terjadi secara bersamaan walaupun pterygium di daerah temporal

jarang ditemukan. Kedua mata sering terlibat, tetapi jarang simetris. Perluasan pterygium

dapat sampai ke medial dan lateral limbus sehingga menutupi sumbu penglihatan,

menyebabkan penglihatan kabur.2,4,10

Secara klinis pterygium muncul sebagai lipatan berbentuk segitiga pada konjungtiva

yang meluas ke kornea pada daerah fissura interpalpebra. Biasanya pada bagian nasal tetapi

dapat juga terjadi pada bagian temporal. Deposit besi dapat dijumpai pada bagian epitel

kornea anterior dari kepala pterygium (stoker's line).2,7,8

Pterygium dibagi menjadi tiga bagian yaitu : body, apex (head) dan cap. Bagian

segitiga yang meninggi pada pterygium dengan dasarnya kearah kantus disebut body,

sedangkan bagian atasnya disebut apex dan ke belakang disebut cap. A subepithelial cap

atau halo timbul pada tengah apex dan membentuk batas pinggir pterygium.2,7,8

Pembagian pterygium berdasarkan perjalanan penyakit dibagi atas 2 tipe, yaitu :

- Progresif pterygium : tebal dan vaskular dengan beberapa infiltrat di depan

kepala pterygium (disebut cap pterygium).

- Regresif pterygium : tipis, atrofi, sedikit vaskular. Akhirnya menjadi

membentuk membran tetapi tidak pernah hilang.4

Pada fase awal pterygium tanpa gejala, hanya keluhan kosmetik. Gangguan terjadi

ketika pterygium mencapai daerah pupil atau menyebabkan astigatisme karena pertumbuhan

fibrosis pada tahap regresi. Kadang terjadi diplopia sehingga menyebabkan terbatasnya

pergerakan mata.1,2,4,6,7,11,12

Universitas Sumatera Utara

Page 5: pterigium

Pembagian lain pterygium yaitu :

1. Tipe I : meluas kurang 2 mm dari kornea. Stoker's line atau deposit besi dapat

dijumpai pada epitel kornea dan kepala pterygium. Lesi sering asimptomatis

meskipun sering mengalami inflamasi ringan. Pasien dengan pemakaian lensa

kontak dapat mengalami keluhan lebih cepat.

2. Type II : menutupi kornea sampai 4 mm, bias primer atau rekuren setelah operasi,

berpengaruh dengan tear film dan menimbulkan astigmatisma.

3. Type III : mengenai kornea lebih 4 mm dan mengganggu aksis visual. Lesi yang

luas terutama yang rekuren dapat berhubungan dengan fibrosis subkonjungtiva

yang meluas ke fornik dan biasanya menyebabkan gangguan pergerakan bola

mata.10

Pterygium juga dapat dibagi ke dalam 4 derajat yaitu :

1. Derajat 1 : jika pterygium hanya terbatas pada limbus kornea.

2. Derajat 2 : jika sudah melewati limbus kornea tetapi tidak lebih dari 2 mm

melewati kornea.

3. Derajat 3 : sudah melebihi derajat 2 tetapi tidak melebihi pinggiran pupil mata

dalam keadaan cahaya normal (pupil dalam keadaan normal sekitar 3 – 4 mm)

4. Derajat 4 : pertumbuhan pterygium melewati pupil sehingga mengganggu

penglihatan.6

2.1.6 Diagnosa Banding

Secara klinis pterygium dapat dibedakan dengan dua keadaan yang sama yaitu

pinguekula dan pseudopterygium. Bentuknya kecil, meninggi, masa kekuningan berbatasan

Universitas Sumatera Utara

Page 6: pterigium

dengan limbus pada konjungtiva bulbi di fissura interpalpebra dan kadang-kadang mengalami

inflamasi. Tindakan eksisi tidak diindikasikan. Prevalensi dan insiden meningkat dengan

meningkatnya umur. Pinguekula sering pada iklim sedang dan iklim tropis dan angka

kejadian sama pada laki-laki dan perempuan. Paparan sinar ultraviolet bukan faktor resiko

penyebab pinguekula.2,4,8,10,12,13

Pertumbuhan yang mirip dengan pterygium, pertumbuhannya membentuk sudut

miring seperti pseudopterygium atau Terrien's marginal degeneration. Pseudopterygium

mirip dengan pterygium, dimana adanya jaringan parut fibrovaskular yang timbul pada

konjungtiva bulbi menuju kornea. Berbeda dengan pterygium, pseudopterygium adalah akibat

inflamasi permukaan okular sebelumnya seperti trauma, trauma kimia, konjungtivitis

sikatrikal, trauma bedah atau ulkus perifer kornea. Untuk mengidentifikasi pseudopterygium,

cirinya tidak melekat pada limbus kornea. Probing dengan muscle hook dapat dengan mudah

melewati bagian bawah pseudopterygium pada limbus, dimana hal ini tidak dapat dilakukan

pada pterygium. Pada pseudopterygium tidak dapat dibedakan antara head, cap dan body dan

pseudopterygium cenderung keluar dari ruang fissura interpalpebra yang berbeda dengan

true pterygium.2,4,7,8

2.1.7 Penatalaksanaan

Keluhan fotofobia dan mata merah dari pterygium ringan sering ditangani dengan

menghindari asap dan debu. Beberapa obat topikal seperti lubrikans, vasokonstriktor dan

kortikosteroid digunakan untuk menghilangkan gejala terutama pada derajat 1 dan derajat 2.

Untuk mencegah progresifitas, beberapa peneliti menganjurkan penggunaan kacamata

pelindung ultraviolet.2,5,9,10,11

Universitas Sumatera Utara

Page 7: pterigium

Indikasi eksisi pterygium sangat bervariasi. Eksisi dilakukan pada kondisi adanya

ketidaknyamanan yang menetap, gangguan penglihatan bila ukuran 3-4 mm dan pertumbuhan

yang progresif ke tengah kornea atau aksis visual, adanya gangguan pergerakan bola mata.1

Eksisi pterygium bertujuan untuk mencapai gambaran permukaan mata yang licin.

Suatu tehnik yang sering digunakan untuk mengangkat pterygium dengan menggunakan

pisau yang datar untuk mendiseksi pterygium kearah limbus. Memisahkan pterygium kearah

bawah pada limbus lebih disukai, kadang-kadang dapat timbul perdarahan oleh karena trauma

jaringan sekitar otot. Setelah eksisi, kauter sering digunakan untuk mengontrol perdarahan.

Beberapa tehnik operasi yang dapat menjadi pilihan yaitu :

1. Bare sclera : tidak ada jahitan atau jahitan, benang absorbable digunakan untuk

melekatkan konjungtiva ke sklera di depan insersi tendon rektus. Meninggalkan suatu

daerah sklera yang terbuka.

2. Simple closure : tepi konjungtiva yang bebas dijahit bersama (efektif jika hanya defek

konjungtiva sangat kecil).

3. Sliding flaps : suatu insisi bentuk L dibuat sekitar luka kemudian flap konjungtiva

digeser untuk menutupi defek.

4. Rotational flap : insisi bentuk U dibuat sekitar luka untuk membentuk lidah

konjungtiva yang dirotasi pada tempatnya.

5. Conjunctival graft : suatu free graft biasanya dari konjungtiva superior, dieksisi sesuai

dengan besar luka dan kemudian dipindahkan dan dijahit.

6. Amnion membrane transplantation : mengurangi frekuensi rekuren pterygium,

mengurangi fibrosis atau skar pada permukaan bola mata dan penelitian baru

mengungkapkan menekan TGF-β pada konjungtiva dan fibroblast pterygium.

Pemberian mytomicin C dan beta irradiation dapat diberikan untuk mengurangi

rekuren tetapi jarang digunakan.

Universitas Sumatera Utara

Page 8: pterigium

7. Lamellar keratoplasty, excimer laser phototherapeutic keratectomy dan terapi baru

dengan menggunakan gabungan angiostatik dan steroid.1

2.1.8 Komplikasi

Komplikasi pterygium termasuk ; merah, iritasi, skar kronis pada konjungtiva dan

kornea, pada pasien yang belum eksisi, distorsi dan penglihatan sentral berkurang, skar pada

otot rektus medial yang dapat menyebabkan diplopia. Komplikasi yang jarang adalah

malignan degenerasi pada jaringan epitel di atas pterygium yang ada.11

Komplikasi sewaktu operasi antara lain perforasi korneosklera, graft oedem, graft

hemorrhage, graft retraksi, jahitan longgar, korneoskleral dellen, granuloma konjungtiva,

epithelial inclusion cysts, skar konjungtiva, skar kornea dan astigmatisma, disinsersi otot

rektus. Komplikasi yang terbanyak adalah rekuren pterygium post operasi4.

2.1.9 Prognosa

Penglihatan dan kosmetik pasien setelah dieksisi adalah baik, rasa tidak nyaman pada

hari pertama postoperasi dapat ditoleransi, kebanyakan pasien setelah 48 jam post operasi

dapat beraktivitas kembali6.

Rekurensi pterygium setelah operasi masih merupakan suatu masalah sehingga untuk

mengatasinya berbagai metode dilakukan termasuk pengobatan dengan antimetabolit atau

antineoplasia ataupun transplantasi dengan konjungtiva. Pasien dengan rekuren pterygium

dapat dilakukan eksisi ulang dan graft dengan konjungtiva autograft atau transplantasi

membran amnion. Umumnya rekurensi terjadi pada 3 – 6 bulan pertama setelah operasi 6.

Pasien dengan resiko tinggi timbulnya pterygium seperti riwayat keluarga atau karena

terpapar sinar matahari yang lama dianjurkan memakai kacamata sunblock dan mengurangi

terpapar sinar matahari11.

Universitas Sumatera Utara

Page 9: pterigium

2.2 TEKNIK BARE SCLERA

- Operasi dengan menggunakan mikroskop dilakukan dibawah anastesi lokal.

- Setelah pemberian anastesi topikal, desinfeksi, dipasang eye spekulum.

- Lidokain 0,5 ml disuntikkan dibawah badan pterygium dengan spuit 1cc.

- Dilakukan eksisi badan pterygium mulai dari puncaknya di kornea sampai pinggir limbus.

Kemudian pterygium diekstirpasi bersama dengan jaringan tenon dibawah badannya dengan

menggunakan gunting1-6.

2.3 TEKNIK CONJUNCTIVAL AUTOGRAFT

- Setelah pterygium diekstirpasi, ukuran dari bare sclera yang tinggal diukur.

- Diambil konjungtiva dari bagian superior dari mata yang sama, diperkirakan lebih besar

1mm dari bare sclera yang diukur, kemudian diberi tanda.

- Area yang sudah ditandai diinjeksikan dengan lidokain, agar mudah mendiseksi konjungtiva

dari tenon selama pengambilan autograft.

- Bagian limbal dari autograft ditempatkan pada area limbal dari area yang akan digraft.

- Autograft kemudian dijahit ke konjungtiva disekitarnya dengan menggunakan vicryl 8.0 1-6.

Universitas Sumatera Utara