PT a - Jawaban Kasus Akuntansi Perpajakan

download PT a - Jawaban Kasus Akuntansi Perpajakan

of 22

description

Dari gambaran umum usaha PT A, anda diminta memberikan penjelasan tentang perpajakannya, yaitu hal hal yang harus diperhatikan dalam pelaporan dan perhitungan : laba kena pajak, PPN dan PPD.

Transcript of PT a - Jawaban Kasus Akuntansi Perpajakan

  • ANALISIS KASUS ASPEK AKUNTANSI,

    AUDIT DAN PERPAJAKAN

    PT A

    I. Dari gambaran umum usaha PT A, anda diminta memberikan penjelasan tentang

    perpajakannya, yaitu hal hal yang harus diperhatikan dalam pelaporan dan

    perhitungan : laba kena pajak, PPN dan PPD.

    Laba kena Pajak, merupakan laba yang didapat dari hasil koreksi laba

    komersial. Hal yang perlu diperhatikan dalam perhitungan laba kenapajak adalah

    sebagai berikut :

    a. Pendapatan final, pendapatan final PT. A merupakan pendapatan final

    terkait persewaan untuk perkantoran dan pertokoan yang akan dijelaskan

    lebih rinci di bagian selanjutnya.

    b. Taxable income, Atas penghasilan lain lain yang dimiliki PT A dari

    diversifikasi bisnisnya maka akan menambah taxable income PT. A di

    bagian penghasilan lain lain.

    c. Deductible expense, terkait dengan penghasilan final PT A, maka

    beban beban terkait usaha untuk memperoleh penghasilan tersebut

    tidak boleh dikurangkan atau nondeductible.

    d. Kredit pajak, Kredit pajak akan mengurangi pajak terutang. Kredit

    pajak PT. A terkait dengan PPh 23 untuk jasa cleaning service dan

    design

    e. Penghasilan lain lain, penghasilan lain lain yang dimiliki PT A

    dari diversifikasi bisnisnya

    Aspek Pajak Bumi dan Bangunan

    PT A didirikan ditahun 2001, sudah mendapatkan NPWP dan NPPKP, demikian juga

    dengan NPWPD untuk kewajiban pajak daerahnya.

    PT A mempunyai gedung diatas tanah seluas 1 HA termasuk area parkir . Gedung

    tersebut dikelolanya dengan mengusahakan ruang perkantoran dan pertokoan , hotel

    dengan disiapkan juga ruang untuk disewakan ( Ball room) dan tempat parkir, fasilitas

    kolam renang, tempat untuk olahraga ( gym), futsal, restoran termasuk jasa catering,

    untuk pesta yang menggunakan ruang ballroomnya, termasuk jasa dekorasi yang

  • dimonopoli oleh PTA dan ada diversifikasi usaha yang ekstreem yaitu PT A juga

    menjual barang elektronik berbagai merek, sebagai salah satu divisinya., dengan

    membuka gerai seluas 400m2 di lantai 2 gedungnya.

    Dasar Hukum

    UU Pajak Bumi dan Bangunan, UU Nomor 12 Tahun 1994

    Perhitungan Pajak

    Objek Pajak Bumi dan bangunan adalah bumi dan bangunan. PT. A juga

    termasuk sebagai subjek pajak, sehingga dapat dikatakan telah memenuhi syarat

    objektif dan subjektif. Termasuk dalam pengertian bumi adalah tanah yang dimiliki

    PT. A yakni tanah seluas 1 hektare. Bangunan yang dimiliki PT. A yang dikenai PBB

    adalah segala yang termasuk dalam klasifikasi bangunan berdasar UU No. 12 tahun

    1994. Bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap

    pada tanah dan / perairan Yng termasuk dalam kategori bangunan yang dikenai PBB

    PT. A adalah gedung yang memuat ruang perkantoran, hotel dan emplasementnya,

    tempat parkir, fasilitas kolam renang, futsal, restoran, tempat oleh raga (GYM), dan

    fasilitas lainnya yang dapat diambil manfaatnya akan terutang PBB.

    Dasar Pengenaan PBB adalah NJOP yang telah ditetapkan berdasar KMK.

    Sedangkan NJOPTKP merupakan batas NJOP yang tidak dikenai pajak. Besar

    NJOPTKP adalah maksimum Rp 12,000,000 yang bisa dikenakan satu kali dalam satu

    tahun pajak dan dikenakan pada satu objek pajak yang nilainya terbesar. Dari NJOP

    dikurangi NJOPTKP menghasilkan NJKP untuk objek pajak lainnya(pedesaan dan

    perkotaan) yakni dengan persentase 40% untuk NJOP 1 milyar, dan 20% jika

    kurang dari 1 milyar kemudian dikalikan dengan tarif PBB 0,5% (tarif x NJKP).

    Pajak Penghasilan

    PPh pasal 4 ayat 2 atas persewaan Bangunan

    PT. A memiliki gedung yang terdiri dari 6 lantai untuk usaha persewaannya yang luas

    lantai yang dapat disewakan seluruhnya 4.400m2, yang seluruhnya sudah disewakan,

    dengan harga Rp 15.000/m2.

    Dasar Hukum : PPh pasal 4 ayat 2 mengenai sewa tanah dan atau bangunan maka

    akan terkena PPh final dengan tarif 10%.

    Dasar Pengenaan Pajak : Dasar Pengenaan pajak adalah nilai sewa yang diberikan.

    Yakni sebesar Rp 15,000/m2.

  • Ketentuan Lain : jika penyewa bukan orang pribadi atau bukan pula subjek PPh

    maka penyewa yang memiliki kewajiban untuk memotong pajak terutang dari pihak

    yang menyewa, menyetor dan melaporkan serta memberi bukti potong PPh pasal 4

    ayat 2 pada penyewa.

    Pelaporan : terhutangnya PPh pasal 4 ayat 2 ini bergantung pada mana yang lebih

    dulu antara pembayaran atau tercatatnya hutang sewa. Penyetoran paling lambat

    tanggal 10 bulan berikutnya dengan SSP. Dan pelaporan paling lambat tanggal 20

    bulan berikutnya.

    Atas jasa dekorasi yang dimonopoli PT. A

    Atas Jasa dekorasi dengan asumsi sama dengan jasa design maka termasuk dalam

    kategori penyerahan jasa lain yang dipotong PPh 23. Yang dikenakan tarif 2% dari

    jumlah bruto. PPh 23 terutang saat mana yang lebih dahulu, saat akhir bulan

    dilakukan pembayaran, disediakan untuk dibayar, atau telah jatuh tempo

    pembayarannya. Kemudian PPh 23 ini disetorkan oleh pemotong paling lambat

    tanggal 10 bulan berikutnya dan dilaporkan dalam SPT Masa.

    Pajak atas Jasa Cleaning Service

    Atas Jasa Cleaning Service termasuk dalam kategori penyerahan jasa lain yang

    dipotong PPh 23. Yang dikenakan tarif 2% dari jumlah bruto. PPh 23 terutang saat

    mana yang lebih dahulu, saat akhir bulan dilakukan pembayaran, disediakan untuk

    dibayar, atau telah jatuh tempo pembayarannya. Kemudian PPh 23 ini disetorkan oleh

    pemotong paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya dan dilaporkan dalam SPT

    Masa.

    Pajak Pertambahan Nilai

    Berdasarkan UU PPN, pasal 4a ayat 2 terdapat beberapa jasa yang tidak

    dikenai PPN, beberapa terkait dengan kasus diantaranya adalah poin l ( jasa

    perhotelan) , poin n ( penyediaan tempat parkir ), poin q ( jasa boga atau katering )

    yang kemudian pajak pajak ini diatur dalam pajak daerah. Begitu pula jenis

    makanan dan minuman yang disajikan di restoran merupakan jenis barang tertentu

    yang menurut pasal 4A ayat 2 poin c UU PPN. Ketentuan tersebut dimaksudkan untuk

    menghindari pajak berganda karena sudah termasuk dalam objek pajak daerah.

  • Jasa di bidang perhotelan yang tidak dikenai PPN meliputi jasa penyewaan

    kamarnya, kemudian fasilitas yang terkait dengan fasilitas pendukung tamu yang

    menginap, kemudian ruangan untuk pertemuan. Jasa sewa ruangan yang dikenakan

    PPN pada kasus tersebut meliputi jasa sewa ruangan untuk perkantoran. Dan

    pertokoan, serta ruang pertemuan ( convention hall). Namun untuk ruang pertemuan

    diasumsikan guna mendukung atau menyediakan fasilitas terkait perhotelan, tidak

    tergolong penyewaan ruangan yang dikenakan PPN.

    Pajak atas sewa ruangan yang digunakan sendiri

    Atas ruangan yang digunakan sendiri untuk menjual produk elektroniknya di Gedung

    lantai 2, seluas 400 m2. Maka berdasarkan Surat Direktur Jenderal Pajak No. S

    795/PJ.53/1994 mengenai PPN atas pemakaian sendiri Jasa Kena Pajak. Maka

    apabila PT. A memiliki usaha persewaan ruangan yang meliputi; disewakan kepada

    pihak lain, dipakai sendiri untuk pertokoan diversifikasi usahanya. Maka dasar

    pengenaan pajak yang dikenakan atas PPN sewa ruangan tersebut adalah nilai sewa

    terendah PT. A pada pihak penyewa lainnya yang independen.

    Perhitungan : Dasar Pengenaan Pajak atas sewa ruangan adalah sejumlah

    penggantian yang diminta pihak yang menyewakan dan tidak termasuk service

    charge. Tarif 10% x nilai sewa. Untuk service charge dikenakan pula PPN dengan

    DPP nilai yang ditagihkan dikali 10%.

    Pengkreditan Pajak Masukan : Untuk PT. A yang melakukan usaha penyewaan

    atas ruangan untuk perkantoran dan atau pertokoan, dapat mengkreditkan PPN

    masukannya yang terkait dengan kegiatan penunjang pengoperasian gedung yang

    menjadi objek PPN tersebut.

    Pajak Penjualan atas barang mewah

    Atas diversifikasi usahanya dibidang elektronik maka PT. A dikenakan PPnBM. Dalam

    pengenaan PPNBM ini diberlakukan dasar pertimbangan pengenaan PPnBM yakni

    keseimbangan konsumen berpenghasilan tinggi dan rendah, pengendalian pola konsumsi atas

    BKP Mewah, perlindungan terhadap produsen kecil atau tradisional, serta penerimaan

    negara. PPnBM dikenakan hanya sekali yakni saat penyerahan dari pabrikan dan pabrikan

    juga bertindak sebagai pihak yang memungut.

  • Perhitungan : Tarif PPnBM paling rendah adalah 10% dan paling tinggi adalah 200%.

    Dimana berdasar kelompok barang yang terkena PPnBM selain kendaraan bermotor, jenis

    BKP yang dijual PT. A ini umumnya dikenakan tarif 10-20%.

    Pajak Daerah

    Pajak Hotel

    Pajak hotel menjadi bagian dari pajaj daerah, Objek pajak hotel merupakan pelayanan yang

    disediakan oleh hotel termasuk jasa kelengkapan dan kemudahannya yang diberikan pada

    penyewa. Subjek pajak hotel merupakan orang pribadi atau badan yang melakuakan

    pembayaran sedangkan wajib pajak hotel merupakan orang yang mengusahakannya.

    Perhitungan :Tarif pajak hotel ditetapkan paling tinggi sebesar 10% dan tarif ditetapkan oleh

    peraturan daerah dikalikan dengan Dasar Penerimaan Pajak Hotel, yakni jumlah pembayaran

    yang seharusnya dibayar kepada hotel.

    Pelaporan :

    Pajak Restoran

    Pajak restoran menjadi bagian dari pajak daerah. Objek pajak restoran merupakan pelayanan

    yang disediakan oleh restoran termasuk dalam pelayanan adalah pelayanan makanan dan

    minuman yang dijual kepada pembeli baik yang dikonsumsi ditempat atau di rumah. Subjek

    pajak restoran merupakan orang pribadi atau badan yang melakuakan pembayaran sedangkan

    wajib pajak restoran merupakan orang yang mengusahakannya.

    Perhitungan : Tarif pajak restoran ditetapkan paling tinggi sebesar 10% dan tarif ditetapkan

    oleh peraturan daerah dikalikan dengan Dasar Penerimaan Pajak restoran, yakni jumlah

    pembayaran atau jumlah yang seharusnya diterima.

    Pajak Parkir

    Pada dasarnya berdasarkan S-38/PJ.532/2003 menjelaskan bahwa pendapatan parkir tidak

    lagi terutang PPN, karena sudah dipungut dalam retribusi daerah. Berdasarkan UU PPN

    disebutkan bahwa PPN dikenakan atas penyerahan Jasa Kena pajak di dalam daerah Pabean.

  • Dan disebutkan pula bahwa jasa parkir tidak termsuk dalam jas yang tidak dikenakan PPN,

    sehingga atas imbalan dari jasa tersebut dikenakan PPN. jenis pajak Kabupaten/Kota antara

    lain terdiri dari Pajak Parkir. Pajak Parkir adalah pajak yang dikenakan atas penyelenggaraan

    tempat parkir di luar badan jalan oleh orang pribadi atau badan, baik yang disediakan

    berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai suatu usaha, termasuk

    penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor dan garasi kendaraan bermotor yang

    memungut bayaran.

    Dalam hal ini, maka PT Sekuran, bertindak sebagai pengelola tempat parkir yang dimiliki

    oleh PT A dengan menerima imbalan dari PT A sebesar 2% dari pendapatan Bruto. Maka

    atas pungutan bayaran parkir oleh pengelola tidak dikenakan PPN, namun atas penyerahan

    jasa pengelolaan parkir oleh PT. Sekuran pada PT a dikenai PPN sebesar nilai penggantian

    termasuk biaya yang diminta PT. Sekuran, dan juga imbalan yang diperoleh dari bagi hasil.

    Perhitungan : tarif parkir ditetapkan paling tinggi 30% dari DPP yang merupakan nilai

    pembayaran atau iuran parkir.

    Pajak Katering

    Pengertian jasa boga atau katering adalah adanya penyediaan jasa makanan/ minuman secara

    lengkap. Dengan atau tanpa peralatan dan petugas katering, untuk keperluan tertentu, seperti

    pesta, resepsi, perjamuan, rapat atau pertemuan, makan karyawan pada instansi pemerintahan

    atau BUMN atau perusahaan perseorangan,makan untuk pelanggan perseorangan,

    perlombaan, atau acara acara lain yang sejenis, atau berdasarkan pada kontrak baik tertulis

    atau tidak tertulis. Perdebatan terjadi antara jasa katering dan pajak daerah, yang menganggap

    apabila makanan dibeli dari restoran dan diantar ke kantor maka akan dikenai PPh 23 sebagai

    jasa katering. Namun berdasar pengertian hal tersebut masuk pajak daerah. Untuk pengenaan

    PPN, sejal 1 April 2010, makanan / minuman terkait bukan menjadi objek PPN.

    Perhitungan : pajak pertambahan nilai tarifnya 10% dikalikan DPP berupa nilai penggantian

    berupa uang termasuk semua biaya yang seharusnya diminta oleh pengusaha jasa boga atau

    katering karena penyerahan jasa boga.

    II. Pertanyaan masalah pajak dalam transaksi yang dilakukan PT A. Atas beberapa

    transaki berikut, staff akuntansi dan pajak PT A menanyakan bagaimana pencatatan

    dan penanganan pajaknya.

  • 1. Pada tanggal 5 Januari A menjual alat elektronik X sebanyak1.000 unit @

    Rp5.000.000,- ke pada tuan B, barang x tersebut terkena ppn BM 20%.Kemudian

    pada tanggal 5 Maret - B menyatakan dia hanya mau membayar 80% dari

    pembelian tersebut (80%*5.000.000=4.000.000), karena saat itu ada masalah

    keuangan, dan A, menyetujui karena B merupakan langganan lama. Staff akunting

    PT A tidak faham bagaimana harus mencatat masalah ini dalam pembukuannya

    ( journal) dan bagaimana dengan perlakuan faktur pajaknya ?, diperbaiki atau

    tidak . mereka menanyakan kepada anda , dan peraturan mana yang

    mengaturnya ?

    Jawab:

    Dasar Hukum : Peraturan Pemerintah Nomor 1 tahun 2012 tentang Pajak

    Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Barang Mewah Pasal 9 ayat

    3 Dasar Pengenaan Pajak atas penyerahan Barang Kena Pajak yang tergolong

    mewah yang dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak yang menghasilkan Barang Kena

    Pajak yang tergolong mewah atau atas impor Barang Kena Pajak yang tergolong

    mewah, adalah tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas

    Barang Mewah yang dikenakan atas penyerahan atau atas impor Barang Kena Pajak

    yang tergolong mewah tersebut.

    Aplikasi Teori : Keterangan soal menyatakan bahwa telah dilakukan penjualan alat

    elektronik X sebanyak 1000 unit @ Rp 5000.000. Penulis mengasumsikan bahwa

    nilai tersebut belum termasuk PPN. Berdasarkan teori, perhitungannya adalah sebagai

    berikut :

    Dasar Pengenaan Pajak : 5.000.000

    PPN 10% : 500.000

    PPn BM 20% :1.000.000

    Total yang dibayar PT B = 6.500.000/unit

    Atas transaksi ini, pada 5 Januari, PT A akan mencatat :

    Piutang Usaha 6.500.000.000

    Penjualan 5.000.000.000

    PPN Keluaran 500.000.000

    Hutang PPn BM 1.000.000.000

  • COGS XXX

    Inventory-Alat Elektronik XXX

    Ketika pada 5 Maret B menyatakan bahwa ia hanya ingin membayar sejumlah 80%

    dari pembeliannya, maka :

    Dasar Hukum : Undang undang Pajak Penghasilan pasal 6 ayat 1 huruf h, bahwa

    piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih adalah piutang dengan syarat sebagai

    berikut :

    a. Telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial

    b. Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih kepada

    Direktur Jenderal Pajak

    c. Telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau instansi

    pemerintah yang menangani piutang negara atau adanya perjanjian tertulis

    mengenai penghapusan piutang/ pembebasan utang antara kreditur dan debitur

    yang bersangkutan;atau telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus;

    atau adanya pengakuan dari debitur bahwa utangnya telah dihapuskan untuk

    jumlah utang tertentu.

    Penulis mengasumsikan bahwa PT A telah memenuhi persyaratan di atas, sehingga

    pencatatannya ialah sebagai berikut :

    Saat penghapusan piutang

    Bad Debt Expense 1.300.000.000

    Piutang usaha 1.300.000.000

    Saat menyetorkan pajak Keluaran dan PPn BM (asumsi kas sudah diterima)

    Hutang PPN Keluaran 500.000.000

    Hutang PPn BM 1.000.000.000

    Kas 1.500.000.000

    Mengenai pembetulan faktur,

    Dasar hukum : Peraturan Pemerintah No. 143 tahun 2000 Pasal 7 ayat 1

    Penghapusan piutang tidak mengakibatkan dilakukan penyesuaian Pajak yang telah

    dilaporkan oleh Pengusaha Kena Pajak penjual atau Pengusaha Kena Pajak pemberi

    jasa, dan tidak mengakibatkan dilakukan penyesuaian Pajak yang telah dikreditkan

    atau yang telah dibebankan sebagai biaya oleh Pengusaha Kena Pajak pembeli atau

    Pengusaha Kena Pajak penerima jasa.

  • Aplikasi teori : Adanya penghapusan piutang oleh PT A tidak serta merta mengubah

    pajak keluaran yang telah dilaporkannya di Faktur Pajak, sehingga tidak diperlukan

    adanya pembetulan terhadap Faktur Pajak.

    2. Pada 10 Januari Pabrik T (PKP) ,menjual produk Y (400 unit @ Rp 5.000.000 ) ke

    toko PT A ( menjual dengan kredit bukan konsinyasi) Tanggal 20 April Pabrik A

    mengumumkan bahwa:

    Produk Y yang masih tersisa belum terjual, dan di toko PT A ada sebanyak 200 unit

    harga satuannya diturunkan menjadi Rp 2.000.000/ unit. Tapi untuk Produk Y yang

    sudah terjual harus dilunasi dan komisi (20%) untuk toko langsung diperhitungkan.

    Atas hal ini Staff akunting PT A tidak faham bagaimana harus mencatat

    masalah ini dalam pembukuannya ( journal) dan bagaimana dengan perlakuan

    faktur pajaknya ?, diperbaiki atau tidak . mereka menanyakan kepada anda ,

    dan peraturan mana yang mengaturnya ?

    Jawab:

    Terdapat beberapa segmen permasalahan yang dibahas dalam kasus ini, salah satunya

    adalah mengenai komisi penjualan.

    Dasar hukum : Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-145/PJ/2010 tentang

    Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai atas Jasa Perdagangan poin 1

    Yang dimaksud dengan jasa perdagangan adalah jasa yang diberikan oleh orang atau

    badan kepada pihak lain, dengan menghubungkan pihak lain tersebut kepada pembeli

    barang pihak lain itu, atau menghubungkan pihak lain tersebut kepada penjual barang

    yang akan dibeli pihak lain itu. Dengan demikian, jasa perdagangan dapat berupa jasa

    perantara, jasa pemasaran, dan jasa mencarikan penjual atau pembeli.

    Poin 3 Berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud pada angka 2 di atas, dengan

    ini diberikan penegasan bahwa penyerahan jasa perdagangan dikenai Pajak

    Pertambahan Nilai dalam hal penyerahan jasa perdagangan dilakukan di dalam

    Daerah Pabean, dengan kondisi-kondisi sebagai berikut

    a. pengusaha jasa perdagangan dan penjual barang selaku penerima jasa

    perdagangan berada di dalam Daerah Pabean, sedangkan pembeli dapat berada di

    dalam atau di luar Daerah Pabean;

    b. pengusaha jasa perdagangan dan pembeli barang selaku penerima jasa

    perdagangan berada di dalam Daerah Pabean, sedangkan penjual dapat berada di

    dalam atau di luar Daerah Pabean;

  • c. pengusaha jasa perdagangan dan pembeli barang berada di dalam Daerah Pabean,

    sedangkan penjual barang selaku penerima jasa perdagangan berada di luar

    Daerah Pabean;

    d. pengusaha jasa perdagangan dan penjual barang berada di dalam Daerah Pabean,

    sedangkan pembeli barang selaku penerima jasa perdagangan berada di luar

    Daerah Pabean; atau

    e. pengusaha jasa perdagangan berada di dalam Daerah Pabean, sedangkan penjual

    barang dan pembeli barang yang salah satunya adalah penerima jasa perdagangan

    berada di luar Daerah Pabean.

    Dasar hukum lainnya : Surat Direktur Jenderal Pajak Nomor S-170/PJ.312/1996

    tentang PPh Pasal 23,26 dan PPN Atas Pembayaran Komisi Penjualan kepada WP

    Dalam Negeri dan Komisi Penjualan kepada WP Luar Negeri poin 4 b

    Pembayaran atas komisi penjualan kepada Wajib Pajak badan dalam negeri, bukan

    merupakan obyek PPh Pasal 21 maupun PPh Pasal 23. Dengan demikian, atas

    pembayaran komisi tersebut tidak perlu dilakukan pemotongan pajak.

    Dan poin 5 ayat 2 Sesuai dengan Pasal 4 huruf c dan huruf e Undang-undang Nomor

    8 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 11 Tahun

    1994, yang menyatakan bahwa penyerahan Jasa Kena Pajak yang dilakukan di

    Daerah Pabean atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar negeri di dalam Daerah

    Pabean merupakan obyek yang dikenakan Pajak Pertambahan Nilai.

    Aplikasi teori : Terlihat bahwa dalam hal ini PT A merupakan pengusaha jasa

    perdagangan dan Pabrik T merupakan penjual. Kondisi di dalam kasus merefleksikan

    SE-145/PJ/2010 poin 3A sehingga komisi penjualan yang diterima PT A harus

    dikenakan PPN.

    Pencatatan :

    Kas 220.000.000

    PPN Keluaran 20.000.000

    Pendapatan dari komisi penjualan 200.000.000

    Perihal sejumlah uang yang harus disetor oleh PT A atas barang Pabrik T yang sudah

    terjual, pencatatannya adalah sebagai berikut :

    Saat awal pembelian

    Inventory 2.000.000.000

    PPN Masukan 200.000.000

    AP 2.200.000.000

  • Saat melakukan pembayaran atas 200 unit barang yang terjual

    AP 1.100.000.000

    Kas 1.100.000.000

    Di sisi lain, dalam hal penyesuaian harga jual oleh Pabrik T kepada PT A, penulis

    mengasumsikan hal ini sejenis dengan kasus sebelumnya, yaitu Pabrik T dianggap

    akan menghapuskan piutang PT A sebesar 200 x Rp 2000.000 dan diasumsikan juga

    bahwa persyaratan penghapusan piutang telah dipenuhi oleh Pabrik T. Dengan

    menggunakan dasar hukum yang sama,

    Penghapusan piutang tidak mengakibatkan dilakukan penyesuaian Pajak yang telah

    dilaporkan oleh Pengusaha Kena Pajak penjual atau Pengusaha Kena Pajak pemberi

    jasa, dan tidak mengakibatkan dilakukan penyesuaian Pajak yang telah

    dikreditkan atau yang telah dibebankan sebagai biaya oleh Pengusaha Kena

    Pajak pembeli atau Pengusaha Kena Pajak penerima jasa.

    Artinya dalam hal ini, juga tidak dilakukan pembetulan terhadap Faktur Pajak PT A

    3. Untuk memindahkan barang-barang antik milik salah satu share holder terbesar Pt A

    . , menunjuk Pt F, perusahaan yang bergerak dibidang forwarding untuk mengurus

    perpindahan barang barang tersebut dari Tokyo Jepang. Untuk pengurusan

    pengepakan barang di Tokyo dan pengiriman sampai di pelabuhan Jakarta, Pt. F,

    meminta bantuan pada FJ inc, yang berkedudukan di Jepang. Atas pekerjaan tersebut

    FJ inc , akan menagih kepada Pt F, sebesar Rp 20 juta rupiah. Sesuai kesepakatan

    dengan Pt A, Pt F akan meminta penggantian kepada PT A ditambah supervision

    fee sebesar 15 %, dari fee Pt FJ, sedangkan fee Pt F atas pekerjaan pengurusan

    barang dari Pelabuhan Tanjung priok, sampai ke lokasi gerai PTA , feenya sebesar

    Rp 25 juta, termasuk biaya penempatan tapi belum termasuk pajak di geraiPT A,

    karena barang tersebut akan dikonsinyasikan oleh share holder kepada PT A. Nilai

    barang tersebut seluruhnya ada 100 unit akan dijual @ RP 15 juta .

    Jawab :

    Atas transaksi diatas tersebut merupakan objek PPh dan PPN

    OBJEK PPh

    Berdasarkan SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR S -

    478/PJ.313/2001 Kegiatan usaha PT. F pada dasarnya meliputi 2 bidang yaitu jasa

    pengepakan dan pengiriman barang serta jasa perantara antara pemakai jasa (klien)

    dengan perusahaan pengangkutan maupun perusahaan pengepakan dan pengiriman

  • barang di luar negeri. Oleh karena itu perlu dilakukan pemisahaan atas penghasilan

    berupa imbalan (fee) yang diterima PT. F dari pelanggan berdasarkan jenis kegiatan

    tersebut di atas:

    a. Penghasilan atas supervision fee sebesar 15% x Rp 20juta = Rp 3juta (JASA

    PERANTARA)

    Kegiatan mengkoordinir serta menunjuk perusahaan di luar negeri (FJ inc) sebagai

    mata rantai pengiriman barang (supervisi) yang dilaksanakan oleh PT. F termasuk

    sebagai pemberian jasa perantara sehingga terutang PPh Pasal 23. Oleh karena itu

    dalam hal pemberi penghasilan adalah badan pemerintah, Subjek Pajak badan dalam

    negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar

    negeri lainnya, maka atas imbalan (fee) yang diterima PT. F wajib dipotong PPh Pasal

    23 oleh pemberi penghasilan sebesar 2% dari jumlah bruto imbalan.

    Oleh karena itu, PT A harus memotong PPh 23 sebesar Rp 60.000 (2% x Rp 3juta)

    atas supervision fee yang diberikan kepada PT F sebagai jasa perantara.

    b. Penghasilan atas pengurusan barang dari Pelabuhan Tanjung Priok sampai

    ke PT A sebesar Rp 25juta (JASA PENGRIMAN BARANG)

    Dalam hal ini, PT F akan melanjutkan pengurusan barang dari pelabuhan ke

    PT A atau dengan kata lain PT F memberikan jasa pengiriman dan pengepakan

    dari pelabuhan sampai ke PT A. PPh atas jasa pengiriman barang tidak

    termasuk dalam jenis-jenis jasa yang dikenakan PPh (PPH 23) sesuai dengan

    Peraturan Menteri Keuangan No. 244/PMK.03/2008.

    Oleh karena itu, PT A tidak akan memotong PPh 23 atas fee sebesar Rp 25juta

    yang diberikan kepada PT F.

    c. Reimbursement atas Jasa Pengepakan yang diberikan FJ Inc.

    Dalam Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) Indonesia-Jepang

    Pasal 8 ayat (1) menyatakan bahwa Laba yang diperoleh dari pengoperasian kapal laut

    atau pesawat udara dalam jalur lalu lintas internasional oleh suatu perusahaan dari

    suatu Negara pihak pada Persetujuan hanya dikenakan pajak di Negara tersebut.

    Dalam hal perusahaan pengangkutan, pengiriman dan pengepakan barang di

    luar negeri merupakan perusahaan Jepang yaitu FJ Inc, maka sesuai P3B Indonesia-

    Jepang, penggantian (reimbursement) yang dibayarkan oleh PT A bukan merupakan

    objek PPh Pasal 26. Sehingga PT A tidak akan memotong PPh 26 atas reimbursement

    ini.

    OBJEK PPN

  • Berdasarkan Pasal 2 huruf m Keputusan Menteri Keuangan Nomor

    38/PMK.011/2013 tentang Nilai Lain Sebagai Dasar Pengenaan Pajak, ditegaskan

    bahwa nilai lain untuk penyerahan jasa pengurusan transportasi (freight forwarding)

    yang di dalam tagihan jasa pengurusan transportasi tersebut terdapat biaya

    transportasi (freight charges) adalah 10% dari jumlah yang ditagih atau seharusnya

    ditagih

    Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-33/PJ/2013 memberikan beberapa

    tambahan penegasan bahwa tidak termasuk penyerahan freight forwarding adalah

    reimbursement tagihan dari pihak ketiga. Dalam hal ini biaya sebesar Rp 20juta

    sebagai penggatian dari PT A kepada PT F atas jasa yang disediakan FJ Inc bukan

    merupakan penyerahan freight forwarding. Sehingga nilai penyerahannya hanya

    sebesar supervision fee dan fee pengurusan barang dari pelabuhan ke PT A.

    Dengan asumsi bahwa fee yang dibayarkan kepada PT F didalamnya terdapat

    komponen biaya transportasi (freight forward) maka PPN yang terutang atas transaksi

    tersebut adalah Rp 280.000 (10% x 10% x (Rp 3juta + Rp 25juta)

    PENCATATAN

    Oleh karena itu, PT A akan melakukan pencatatan akuntansi sebagai berikut dengan

    asumsi biaya forwarding tersebut akan diganti oleh shareholder

    Dr. Piutang kepada consignor 48.000.000

    Dr. Piutang kepada consignor (atas

    PPN)

    280.000

    Cr. Hutang PPh 23

    60.000

    Cr. Kas

    48.220.000

    Sedangkan jurnal atas PPN (10% x 100 x Rp 15juta) terhadap penyerahan barang

    konsinyasi adalah sebagai berikut :

    Dr. PPN Masukan 150.000.000

  • Cr. Utang kepada consignor 150.000.000

    4. Sama halnya dengan yang diatas anda diminta pendapat bagaimana pencatatan

    dan pajaknya atas kegiatan ini.

    PT A membayar biaya pemasangan iklan kepada PT AM sebuah Perusahaan

    Periklanan sebesar Rp 2.100.000.000,- karena PT AM yang menagih kepada PT

    A, untuk perusahaan Siaran TV yaitu C Inc. yang berkedudukan di Malaysia.

    Iklan tersebut dipasang di Malaysia oleh C Inc , karena PT A mengiklankan

    usahanya terutama hotelnya di Malaysia.

    PT B kemudian akan membayar kepada C Inc yang berkedudukan di Kuala

    Lumpur, dan atas pekerjaan mengoordinasikan iklan ini supervision fee 5% akan

    ditagihkan ke PTA oleh PT AM.

    Jawab:

  • Dalam hal ini PT AM adalah sebuah perusahaan periklanan, sedangkan C Inc

    adalah perusahaan siaran TV (perusahaan media) yang berkedudukan di Malaysia. PT

    A mengiklankan usahanya terutama hotelnya di Malaysia.

    Dasar Hukum: Berdasarkan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor Se -

    10/Pj.3/1998 Tentang Perlakuan Perpajakan Atas Perusahaan Periklanan poin 4

    Dalam hal pembuatan materi iklan dan/atau penayangannya dilakukan oleh

    perusahaan luar negeri maka :

    a. atas pembuatan materi iklan dan/atau penayangannya oleh perusahaan luar negeri

    tersebut dipotong PPh Pasal 26 sebesar 20% dari jumlah imbalan bruto oleh

    perusahaan yang melakukan pembayaran kepada perusahaan luar negeri tersebut.

    b. atas jasa pembuatan materi iklan dan penayangan iklan luar negeri yang dipesan

    oleh Perusahaan Periklanan di dalam negeri terutang PPN karena merupakan

    pemanfaatan jasa dari luar Daerah Pabean ke dalam Daerah Pabean. Pihak yang

    memanfaatkan Jasa Kena Pajak tersebut wajib memungut, menyetor dan

    melaporkan PPN yang terutang, dengan berpedoman pada Keputusan Menteri

    Keuangan..

    Pajak Tarif DPP Dikenakan Atas

    PPh 26 20% bruto Pembayaran dari

    Perusahaan Iklan

    dalam negeri ke

    Media Luar Negeri

    Pemasangan iklan

    di Media Luar

    Negeri melalui

    Perusahaan iklan

    dalam Negeri

    PPN 10% Terutang PPN

    dengan DPP

    sebesar tagihan

    kepada klien

    (tagihan dari

    Perusahaan Media

    + fee)

    Pemasangan iklan

    di Media Luar

    Negeri melalui

    Perusahaan iklan

    dalam Negeri

  • Maka dari peraturan di atas dapat disimpulkan bahwa:

    Biaya pemasangan iklan

    yang dibebankan oleh C Inc adalah sebesar Rp 2.100.000.000,00

    Supervision fee 5% yang

    didapatkan oleh PT AM

    5%x Rp 2.100.000.000,00 Rp 105.000.000,00

    Total Rp 2.205.000.000,00

    Pajak yang dibayarkan:

    PPh 26

    (20% x Rp 2.100.000.000,00) Rp 420.000.000,00

    PPN

    (10% x Rp 2.100.000.000,00)+

    (10%x (Rp 105.000.000,00)) Rp 220.500.000,00

    PPh 23

    (2%x Rp105.000.000,00) Rp 2.100.000,00

    Pencatatan akuntansi (Jurnal terkait):

    PT A (untuk iklan)

    Beban Iklan Rp 2.100.000.000,00

    PPN Masukan Rp 210.000.000,00

    Kas Rp 2.210.000.000,00

    PT A (untuk komisi)

    Beban Komisi Rp 105.000.000,00

    PPN Masukan Rp 10.500.000,00

    Utang PPh-23 Rp 2.100.000,00

    Kas Rp 113.400.000,00

    PT AM

    Kas Rp 2.310.000.000,00

    PPN Keluaran Rp 210.000.000,00

    Utang C Inc Rp 2.100.000.000,00

    Utang C Inc Rp 2.100.000.000,00

    Utang PPh-26 Rp 420.000.000,00

  • Kas Rp 1.680.000.000,00

    Kas Rp 113.400.000,00

    Piutang PPh-23 Rp 2.100.000,00

    PPN Keluaran Rp 10.500.000,00

    Pendapatan Komisi Rp 105.000.000,00

    5. Dalam mengelola gedung, PT A mengusahakan ruangan yang disewakan untuk

    perkantoran dan pertokoan dan kamar hotel, sebagaimana telah dibahas dalam butir I

    diatas tentang gambaran umum, ada pendapatan yang terkena PPh badan yang

    dihitung berdasarkan ketentuan pasal 4 (2) dan ada biaya service charge dari PT

    Tetap Bersih yang ditagihkan kembali ( reimburse ) ke tenants dan diallokasikan ke

    hotel.

    Pertanyaannya adalah:

    Terkait yang terkena final, berapa tarif PPh final yang dikenakan ? dan berapa

    artinya laba yang ditentukan oleh peraturan itu?

    Berdasarkan ketentuan pasal 4 ayat (2) persewaan atas tanah dan bangunan

    dikenaan tarif sebesar 10% dari nilai transaksi bruto dan bersifat final. Dalam hal ini

    PT A menyewakan perkantoran dan pertokoan dan kamar hotel. Atas penghasilan

    yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan dari Persewaan tanah dan atau

    bangunan berupa tanah, rumah, rumah susun, apartemen, kondominium, gedung

    perkantoran, rumah kantor, toko, rumah toko, gudang dan industri, terutang Pajak

    Penghasilan yang bersifat final. Tidak dikenakan PPh final apabila persewaan

    kamar dan ruang rapat di hotel dan sejenisnya.

    Dari peraturan di atas maka dapat disimpulkan bahwa tarif PPh final yang

    dikenakan adalah sebesar 10% dari nilai bruto (nilai sewa bruto). Untuk biaya service

    charge dari PT Tetap Bersih yang ditagihkan kembali ( reimburse ) ke tenants dan

    diallokasikan ke hotel. Dalam hal ini biaya service charge sebesar terkait dengan PPh

    final harus dikoreksi dari laporan laba-rugi perusahaan karena terkait dengan

    pendapatan sewa yang sudah dikenakan PPh final, nilai dari pendapatan sewa

    perkantoran dan pertokoan juga harus dikeluarkan dari laba rugi.

    Pendapatan dari sewa:

    (Asumsi tarif sewa dan biaya kebersihan dalam soal salah dan asumsi tarif sewa

    Rp 150.000,00/m2 dan biaya kebersihan Rp 20.000,00/m2)

  • Luas perkantoran adalah 4.400m2 akan tetapi seluas 400m2 digunakan untuk operasi

    perusahaan maka luas yang disewakan adalah 4.000m2.

    1. Perkantoran dan pertokoan Rp 600.000.000,00

    (Rp 150.000,00 x 4000 m)

    2. Biaya Kebersihan gedung perkantoran

    (Rp 20.000,00 x 4000m) Rp 160.000.000,00

    Dari perhitungan di atas maka nilai yang dikenakan pajak final 4 ayat (2) adalah

    sebesar:Rp 600.000.000,00 x 10% = Rp 60.000.000,00

    Sedangkan nilai Biaya kebersihan sebesar Rp 160.000.000,00 berhubungan dengan

    pendapatan sewa yang bersifat final dan memang akan ditagihkan kembali ke tenants

    sehingga tidak dapat dikurangkan dalam laporan laba rugi karena merupakan

    undeductable expense.

    Untuk usaha yang terkena final, apakah menurut anda sebenarnya tidak ada

    masalah timing diference atau seharusnya ada timing difference, bagaimana

    menurut anda bila dilihat dari perhitungan pajaknya ?

    Timing Difference adalah perbedaan yang diakibatkan karena bedanya saat pengakuan

    (waktu pengakuan) baik itu terhadap pendapatan maupun beban (pendapatan/beban

    tangguhan).

    Pendapatan

    Tidak akan ada Timing Difference apabila sewa dibayar tiap bulan, akan tetapi apabila

    sewa dibayar untuk jangka waktu tertentu dimuka maka akan muncul Timing

    Difference.

    Contoh:

    Pada tanggal 1 Oktober 2013 PT A menyewakan gedung perkantorannya kepada PT Z

    untuk jangka waktu dua tahun sewa dibayar dimuka dengan nominal Rp

    480.000.000,00 (100m2x Rp 200.000,00x 24). Berdasarkan transaksi tersebut pada

    tahu pertama:

    Akuntansi:

    Kas Rp 480.000.000,00

    Pendapatan Sewa Diterima Dimuka Rp 480.000.000,00

  • Secara Akuntansi PT A belum mengakui penerimaan sewa dibayar dimuka ini sebagai

    pendapatan, namun menurut peraturan perpajakan:

    Perpajakan

    Kas Rp 480.000.000,00

    Pendapatan Sewa Rp 480.000.000,00

    Pada saat pembayaran ini berdasarkan peraturan perpajakan PT A sudah menerima

    pendapatan sewa sebesar Rp 480.000.000,00 sehingga pada saat itu sudah terutang

    PPh 4 (2) atas sewa, sebaliknya pada tahun 2014 pada saat pengakuan pendapatan

    sewa, berdasarkan peraturan pajak sudah tidak terutang PPh 4(2) lagi. Disisi lain pada

    tahun 2013 PT B juga sudah dapat mengakui seluruh biaya sewa sebesar Rp

    480.000.000,00 sedangkan pada tahun 2014 biaya sewa menurut pajak adalah Rp

    0,00.

    Beban

    Menurut pendapat kami, tidak ada timing difference dalam transaksi ini. Hal yang

    menyebakan seakan-akan ada timing difference adalah ketika perusahaan

    membayarkan terlebih dahulu biaya kebersihan bangunan yang disewakan pada saat

    PT Tetap Bersih menagih pada PT A dan kemudian tenants akan melakukan

    reimbursement terhadap biaya kebersihan tersebut. PPh Final untuk sewa dikenakan

    dengan tarif 10% dari pendapatan sewa bruto sehingga biaya kebersihan ini tidak

    boleh dikurangkan dari pendapatan sewa meskipun itu belum di reimburse oleh

    penyewa atau tidak boleh juga dimasukan sebagai komponen beban dalam laba rugi

    meskipun itu belum di reimburse oleh penyewa sebab beban kebersihan perkantoran

    ini terkait dengan pendapatan final sehingga merupakan undeductable expense.

    Perhitungan:

    PPh 4 (2) =10% x pendapatan sewa bruto

  • =10% x Rp 180.000.000,00

    = Rp 18.000.000,00

    DAFTAR PUSTAKA

    Fitriandi, Primandita, dkk. Kompilasi Undang-Undang Perpajakan Terlengkap.2011. Jakarta:

    Salemba Empat

    Timing Difference diakses dari

    http://books.google.co.id/books?id=UMXyZUgGYmwC&pg=PA39&lpg=PA39&dq=TIMIN

    G+DIFFERENCE+sewa+dibayar+dimuka+pph+final&source=bl&ots=Et4HuSavpD&sig=k5

    GEI-I9PlYofQNXNtXCj6zop8M&hl=en&sa=X&ei=KdybUv2oGsaOrQe5jYGY

    pada tanggal 1 Desember 2013

    Perhitungan dan Pemotongan PPh 23 diakses dari http://putra-finance-accounting-

    taxation.blogspot.com/2008/05/pph-pasal-23-perhitungan-pemotongan.html pada 1 Desember

    2013

    Pajak Pembuatan dan Pemasangan Iklan di Luar Negeri diakses dari

    http://www.pbtaxand.com/consultations/285-pajak-pembuatan-dan-pemasangan-iklan-di-

    luar-negeri#sthash.Ifa2Fsrz.Bko85Sfx.dpbs pada 1 Desember 2013

  • Statement of Authorship

    Saya/kami yang bertandatangan dibawah ini menyatakan bahwa makalah/tugas

    terlampir adalah murni hasil pekerjaan saya/kami sendiri. Tidak ada pekerjaan orang lain

    yang saya/kami gunakan tanpa menyebutkan sumbernya.

    Materi ini tidak/belum pernah disajikan/digunakan sebagai bahan untuk makalah/tugas

    pada mata ajaran lain kecuali saya/kami menyatakan dengan jelas bahwa saya/kami

    menyatakan dengan jelas menggunakannya.

    Saya/kami memahami bahwa tugas yang saya/kami kumpulkan ini dapat diperbanyak

    dan atau dikomunikasikan untuk tujuan mendeteksi adanya plagiarisme.

    Mata Ajaran : Perpajakan2

    Judul Tugas : Analisis Kasus Akuntansi, Audit dan Perpajakan PT A

    Tanggal : 12 Desember 2013

    Dosen : Novita Budi Sulisyarini S.E., M.Ak., BAP

    Nama : Rosa Mega Libryani

    NPM : 1106000634

    Tandatangan :

  • Nama : Sevrina Nurul N

    NPM : 1106075181

    Tandatangan :

    Nama : Siti Rokhana

    NPM : 1106003775

    Tandatangan :

    Nama : Sylvia Rianda A

    NPM : 1106005894

    Tandatangan :

    Nama : Vita Puji Lestari

    NPM : 1106009583

    Tandatangan :

    (Dibuat Oleh Seluruh Anggota Kelompok)