psikologi olahraga (KARAKTER)
-
Upload
yoga-arianto-fkip-pendidikan-olahraga-univ-pgri-palembang -
Category
Education
-
view
69 -
download
1
Transcript of psikologi olahraga (KARAKTER)
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG Dewasa ini bangsa Indonesia mengalami berbagai macam krisis baik ekonomi, politik,
hukum, dan moral. Bila diamati secara cermat, krisis moral merupakan hal krusial untuk
diperhatikan oleh karena masyarakat sebagai aset pembangunan sudah mulai kehilangan
karakter yang sesuai dengan kondisi bangsa. Ary Ginanjar (2008) mengatakan bahwa krisis
moral dalam masyarakat antara lain ditandai oleh (1) hilangnya kejujuran, (2) hilangnya rasa
tanggung jawab, (3) tidak mampu berpikir jauh ke depan (visioner), (4) rendahnya disiplin, (5)
krisis kerjasama, (6) krisis keadilan, dan (7) krisis kepedulian (Ary Ginanjar, 2008). Keadaan
tersebut secara otomatis menghilangkan jiwa sportivitas, kejujuran, kepercayaan diri, dan rasa
saling menghargai dalam diri manusia. Artinya, manusia sudah tidak mampu introspeksi diri,
mengakui kekalahan, dan tidak dapat berinteraksi dengan baik terhadap orang lain.
Kenyataan di atas menunjukkan bahwa sebagian besar karakter masyarakat Indonesia masih
belum terbentuk secara positif. Untuk itu, kualitas sumber daya manusia Indonesia harus terus
ditingkatkan melalui berbagai jalur pendidikan, diantaranya melalui bidang olahraga. Oleh
karena, olahraga dapat berfungsi sarana untuk (1) penyaluran emosi, (2) penguatan identitas, (3)
kontrol sosial, (4) sosialisasi, (5) agen perubahan, (6) penyaluran kata hati, dan (7) mencapai
keberhasilan (Wuest and Bucher, 1995). Dengan demikian, melalui kegiatan olahraga diharapkan
dapat membentuk karakter masyarakat Indonesia ke arah yang positif sehingga dapat
meningkatkan kualitas hidup.
Karakter merupakan sebuah konsep dari moral, yang tersusun dari sejumlah karakteristik
yang dapat dibentuk melalui aktivitas olahraga. Setidaknya terdapat nilai -nilai yang baik yang
dapat dibentuk melalui aktivitas olahraga, antara lain: rasa terharu (compassion), keadilan
(fairness), sikap sportif (sport-personship), dan integritas (integrity) (Weinberg, Robert S and
Gould, Daniel, 2002). Artinya, perkembangan dan terbentuknya karakter seseorang dipengaruhi
oleh kemampuan kognisi dan daya tangkapnya dalam berinteraksi dengan lingkungan sosial
budaya. Dengan demikian, karakter seseorang terbentuk bukan saja karena menirukan melalui
pengamatan, melainkan dapat diajarkan melalui situasi olahraga, latihan, dan aktivitas fisik.
Akhir-akhir ini, isu tentang pentingnya pendidikan karakter menjadi wacana yang sangat
hangat diperbincangkan di dunia pendidikan Indonesia, bahkan telah ditetapkan sebagai
kebijakan nasional di bidang pendidikan. Rencana menteri pendidikan Nasional periode 2010-
2015 mengusung pendidikan budaya dan karakter sebagai suatu keniscayaan bagi kesatuan dan
persatuan bangsa (Somantri; 2011; dalam Budimansyah dan Komalasari, Eds; 2011:3). Gagasan
tentang pentingnya pendidikan karakter sebagai landasan pembangunan, sesungguhnya sejak
lama sudah dicanangkan, semenjak era kepemimpinan Soekarno yang dikenal dalam visi
“character and national building” yang menjadi payung semua aspek pembangunan, termasuk
olahraga. Visi ini merupakan kristalisasi dari semangat kebangsaan, yang secara historis
mengkristal dalam wujud gerakan Kebangkitan Nasional 1908, Sumpah Pemuda 1928, dan
Proklamasi 1945. Selanjutnya dalam Rancangan Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun
2005-2025 (UU RI Nomor 17 Tahun 2007) tercantum,: “…terwujudnya karakter bangsa yang
tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, dan bermoral berdasarkan pancasila, yang dicirikan
dengan watak dan perilaku manusia dan masyarakat Indonesia yang beragam, beriman dan
2
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi luhur, bertoleransi, bergotong royong, berjiwa
patriotik, berkembang dinamis, dan berorientasi ipteks.” (Winataputra dan Saripudin 2011;
dalam Budimansyah dan Komalasasi, 2011:12).
Kebijakan pembangunan nasional merupakan artikulasi aspirasi bangsa dalam menyikapi
kegalauan seluruh komponen bangsa tentang kondisi bangsa yang dirasakan mengkhawatirkan
saat ini dan prospek bangsa di masa depan. (Winataputra dan Saripudin, 2011; dalam
Budimansyah dan Komalasari, 2011:12), Persoalan budaya dan karakter bangsa kini menjadi
sorotan tajam masyarakat (Somantri 2011; dalam Budimansyah Komalasari, 2011:5). Persoalan
yang muncul di masyarakat seperti korupsi, kekerasan, kejahatan seksual, perusakan,
perkelahian masal, kehidupan ekomoni yang konsumtif, kehidupan politik yang tidak produktif
dan sebagainya menjadi topik pembahasan hangat di media masa, seminar, dan berbagai
kesempatan.
Untuk mengatasi masalah besar tersebut, pendidikan merupakan cara terbaik, sehingga
dalam kebijakan nasional, pendidikan karakter berfungsi: (1) membentuk dan mengembangkan
potensi manusia Indonesia berpikiran baik, berhati baik, dan berperilaku baik sesuai dengan
falsafah hidup pancasila, (2) memperbaiki dan memperkuat peran keluarga, satuan pendidikan,
masyarakat, dan pemerintah untuk ikut serta dalam pembangunan bangsa, (3) memilih budaya
bangsa sendiri, dan menyaring budaya asing yang tidak relevan (Winataputra dan Saripudin,
2011; dalam Budimansyah dan Komalasari, 2011:13).
1.2. RUMUSAN MASALAH 1. Apa Yang Dimaksud Dengan Karakter..?
2. Faktor-faktor Apa Yang Mempengarui Karakter Seseorang..?
3. Bagaimana Pembinaan Karakter Melalui Olahraga..?
4. Apa Kaitannya Karakter Dengan Nilai Moral Yang Terkandung Dalam Olahraga.,.?
3
BAB 2
PEMBAHASAN 2.1. PENGERTIAN KARAKTER
Karakter adalah cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk
hidup dan bekerjasama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Individu
yang berkarakter baik adalah individu yang bisa membuat keputusan dan siap
mempertanggungjawabkan tiap akibat dari keputusan yang dibuat. Terdapat sembilan pilar
karakter yang berasal dari nilai-nilai luhur universal, yaitu: (1) karakter cinta Tuhan dan segenap
ciptaan-Nya, (2) kemandirian dan tanggungjawab, (3) kejujuran, amanah dan diplomatis, (4)
hormat dan santun, (5) dermawan, suka tolong-menolong dan gotong royong serta kerjasama,
(6) percaya diri dan pekerja keras, (7) kepemimpinan dan keadilan, (9) baik dan rendah hati, (9)
karakter toleransi, kedamaian dan kesatuan (Suyanto, Urgensi Pendidikan Karakter, )
Karakter merupakan sebuah konsep moral yang tersusun dari sejumlah karakteristik yang
dapat dibentuk melalui aktivitas olahraga. Setidaknya terdapat nilai -nilai yang baik yang dapat
dibentuk melalui aktivitas olahraga, antara lain: rasa kasih sayang (compassion), keadilan
(fairness), sikap sportif (sport-personship), dan integritas (integrity) (Weinberg dan
Gould.2007:552). Menurut Martens, untuk membentuk karakter peserta didik dapat ditempuh
dengan tiga tahap: (1) mengidentifikasi prinsip-prinsip karakter yang akan ditransferkan, (2)
mengajarkan prinsip-prinsip karakter, dan (3) memberikan kesempatan kepada peserta didik
untuk mempraktikkan karakter. Pada tahap mengajarkan prinsip-prinsip karakter meliputi enam
strategi pendekatan yang dipakai, yaitu: (1) menciptakan suasana moral tim yang kondusif, (2)
model perilaku moral, (3) menyusun regulasi untuk perilaku yang baik, (4) menerangkan dan
mendiskusikan perilaku moral, (5) menggunakan dan mengajarkan pengambilan keputusan yang
etis, dan (6) memotivasi pemain untuk mengembangkan karakter yang baik. Pada tahap
memberikan kesempatan kepada partisipan olahraga untuk praktik melalui rutinitas perilaku
yang baik dalam setiap latihan dan pertandingan, dan memberikan hadiah bagi olahragawan,
pelatih, dan pembina olahraga yang memiliki perilaku karakter yang baik. Pada tahap identifikasi
karakter yang perlu ditanamkan kepada para partisipan akitivitas olahraga di antaranya seperti
yang terangkum dalam tabel berikut ini (Martens, 2004: 59).
2.2. FACTOR-FACTOR YANG MEMPENGARUHI KARAKTER SESEORANG
a. Faktor keturunan (Warisan Biologis)
Adanya persamaan biologis dalam diri manusia membantu menjelaskan beberapa
persamaan dalam kepribadian dan perilaku semua orang. Semua manusia yang normal dan
sehat mempunyai persamaan biologis tertentu seperti mempunyai dua tangan, dua kaki, panca
indra, otak, dan sebagainya. Selain itu setiap warisan biologis membentuk karakter kepribadian
unik karena tidak semua orang mempunyai karakter fisik yang sama meskipun anak kembar pasti
ada perbedaannya. Hal lain yang juga terkait dengan biologis adalah kematangan biologis.
Kematangan biologis misalnya seorang anak berusia 2 tahun yang dipaksa belajar membaca
dan menghitung tentu saja mengalami kesulitan. Ini bukan karena anaknya yang bodoh tetapi
karena pada umur 2 tahun otot mata belum berkembang dengan sepenuhnya.
4
b. Faktor kelompok
Karakter seseorang juga dipengaruhi oleh adanya kelompok manusia lainnya. Hal ini
dikarenakan kodrat manusia sebagai makhluk sosial yang tidak mungkin dapat hidup sendiri.
Kelompok manusia pertama yang memengaruhi kepribadian anak adalah keluarga, tetangga,
teman sepermainan, dan sekolah.
Misalnya seorang anak kurang diperhatikan oleh keluarganya, anak itu menjadi nakal
karena dirinya tidak dicintai. Ia akan bergabung dengan kelompok yang mempunyai standar
perilaku yang sesuai dengannya. Sebaliknya, anak yang berperilaku baik akan
mengelompokan dirinya dengan anak yang baik juga.
c. Faktor kebudayaan
Kebudayaan sangat berperan dalam membentuk karakter seseorang, karena
kebudayaan itu dapat berbentuk norma dalam keluarga, lingkungan, teman dan kelompok
sosial. Hal tersebut dapat membantu manusia dalam membentuk kepribadian dalam
dirinya.Budaya membentuk norma, sikap, dan nilai yang diwariskan dari satu generasi ke
generasi berikutnya dan menghasilkan konsistensi seiring berjalannya waktu sehingga
ideologi yang secara intens berakar di suatu kultur mungkin hanya memiliki sedikit pengaruh
pada kultur yang lain. Misalnya, orang-orang Amerika Utara memiliki semangat ketekunan,
keberhasilan, kompetisi, kebebasan dan etika kerja yang terus tertanam dalam diri mereka
melalui buku, sistem sekolah, keluarga dan teman, sehingga orang-orang tersebut
cenderung ambisius dan agresif bila dibandingkan dengan individu yang dibesarkan dalam
budaya yang menekankan hidup bersama individu lain, kerja sama, serta memprioritaskan
keluarga daripada pekerjaan dan karier.
2.3 PEMBINAAN KARAKTER MELALUI OLAHRAGA
Pendidikan untuk pembangunan karakter pada dasarnya mencakup pengembangan
substansi, proses dan suasana atau lingkungan yang menggugah, mendorong dan
memudahkan seseorang untuk mengembangkan kebiasaan baik dalam kehidupan sehari -
hari. Kebiasaan ini tumbuh dan berkembang dengan didasari oleh kesadaran, keyakinan,
kepekaan dan sikap orang yang bersangkutan. Dengan demikian, karakter bersifat inside -
out, dalam arti bahwa perilaku yang berkembang menjadi kebiasaan baik ini terjadi karena
adanya dorongan dari dalam, bukan karena adanya paksaan dari luar. karakter hendaknya
dijalankan sebagai upaya berkelanjutan yang ditanam pada semua susbstansi, proses dan
iklim pendidikan.
Pembentukan karakter olahragawan merupakan hasil interaksi dari faktor bawaan yaitu
orangtua, dengan unsur-unsur dari luar yaitu peran serta guru dan pelatih olahraga, serta
faktor luar yang lain. Berbagai kajian dan literatur mengungkapkan bahwa olahragawan
membutuhkan karakter khusus sesuai dengan cabang olahraganya. Undang-undang No. 3
tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional menegaskan bahwa olahraga berfungsi
mengembangkan kemampuan jasmani rohani dan sosial serta membentuk watak
kepribadian bangsa yang bermanfaat. Dimensi non fisikal yang dikandung dalam olahraga
dan pendidikan jasmani pada dasarnya dapat melahirkan berbagai kondisi kepribadian dan
sikap mental positif (Menko Polkam 22 September 1997). Perkembangan nilai-nilai karakter
5
dan keterampilan membuat keputusan etis merupakan unsur utama yang dapat diperoleh
dari hasil proses olahraga (Wuest dan Buher 1995: 414-415).
Indonesia pada saat ini membutuhkan olahragawan yang memiliki mental dan
kepribadian yang tangguh, penuh percaya diri, berani bertindak, dalam mengambil
prakarsa, sehat, berkemampuan jasmani yang optimal, memiliki pikiran dan tindakan untuk
setiap saat berjuang dalam mewujudkan prestasi olahraga yang tinggi. Siedentop (1994:
128) menjelaskan bahwa olahraga adalah panggung tempat proses pembelajaran gerak
yang merupakan salah satu dimensi perilaku yang sangat penting, karena berkaitan dengan
aktivitas manusia setiap hari, bersifat alamiah, nyata dan juga logis serta merangkum tidak
hanya peristiwa jasmaniah semata, namun juga proses moral, mental dan social
2.4 KAITANNYA KARAKTER DENGAN NILAI MORAL YANG TERKANDUNG DALAM OLAHRAGA
Ada sembilan jenis karakter yang sangat penting yang dapat dibangun melalui
olahraga antara lain: kejujuran, keadilan, tanggung jawab, kedamaian, respek terhadap diri
sendiri atau kepercayaan diri, rasa hormat dan kepedulian terhadap orang lain,
menghormati peraturan dan kewenangan, apresiasi terhadap kebhinekaan, dan semangat
kerja.Karakter ini sangat diperlukan sebagai modal dasar untuk memecahkan masalah besar
yang menjadi akar dari kemunduran bangsa Indonesia selama ini yaitu korupsi, konf lik
horizontal yang berkepanjangan, perasaan sebagai bangsa kelas dua, semangat kerja dan
semangat belajar yang rendah.
1. Kejujuran
Kejujuran adalah semangat utama dari olahraga yang sangat didambakan dapat
diterapkan oleh semua atlit dari semua cabang olahraga. Tanpa fair play, olahraga
kehilangan nilai hakikinya. “Menang dan kalah dalam sebuah pertandingan bukanlah suatu
yang penting, yang penting adalah bagaimana hasil tersebut dicapai, spirit dalam olahraga
dan seni adalah kejujuran dan sportifitas, yang terbaik adalah bagaimana mendapatkan
keikhlasan dari yang dikalahkan. Kejujuran dan kebajikan selalu terkait dengan kesan
terpercaya, dan terpercaya selalu terkait dengan kesan tidak berdusta, menipu atau
memperdaya. Hal ini terwujud dalam tindak dan perkataan. Semua pihak percaya bahwa
wasit dapat mempertaruhkan integritasnya dengan membuat keputusan yang fair. Ia
terpercaya karena keputusannya mencerminkan kejujuran.
2. Keadilan
Keadilan ada dalam beberapa bentuk; distributif, prosedural, retributif dan
kompensasi. Keadilan distributif berarti keadilan yang mencakup pembagian keuntungan
dan beban secara relatif. Keadilan proseduralmencakup persepsi terhadap prosedur yang
dinilai sportif atau fair dalam menentukan hasil. Keadilan retributif mencakup persepsi yang
fair sehubungan dengan hukuman yang dijatuhkan bagi pelanggar hukum.Keadilan
kompensasi mencakup persepsi mengenai kebaikan atau keuntungan yang diperoleh
penderita atau yang diderita pada waktu sebelumnya. Seorang wasit tentunya tidak akan
pilih kasih dalam mengambil suatu keputusan karena tanpa keadilan pasti akan merugikan
salah satu pihak.
3. Tanggung Jawab
Tanggung jawab merupakan nilai moral penting dalam kehidupan bermasyarakat.
Tanggung jawab ini adalah pertanggungan perbuatan sendiri. Seorang atlet harus
bertanggung jawab kepada timnya, pelatihnya dan kepada permainan itu sendiri. Tanggung
6
jawab ini merupakan nilai moral terpenting dalam olahraga. Tidak mungkin ada tanggung
jawab tanpa konsep amanah (kepercayaan). Dengan kata lain, amanah mendahului
tanggung jawab; tegasnya amanah melahirkan tanggung jawab.
Dengan menunaikan amanah berarti kita telah bersikap jujur pada hati kita sendiri,
dimana misi yang telah kita terima dan akui di hadapan para konstituen kita kemudian ki ta
tunaikan dengan segenap hati, segenap pikiran, segenap tenaga kita. Keutuhan semua ini,
yakni pengakuan mulut, perasaan, pikiran, dan tenaga kita, pada hakikatnya itulah yang
disebut integritas. Integritas adalah komitmen, janji yang ditepati, untuk menunaikan
tanggung jawab hingga selesai sampai tuntas, tidak pura-pura lupa pada tugas atau ingkar
pada tanggung jawab. Dalam proses penerapannya, untuk membangun integritas
diperlukan pengetahuan akan dan komitmen kuat pada nilai -nilai etika. Keduanya tidak
terpisahkan sebagai prasyarat utama bagi kemampuan kita mengemban amanah. Hal ini
didukung oleh adanya kompetensi teknis (keandalan/reliability) dan kompetensi etis
(trustworthiness) yang dimiliki oleh pribadi. Dalam olahraga pada permainan beregu,
seorang pemain memiliki tugas dan tanggung jawabnya masing-masing. Bila tanggung
jawab ini tidak dilaksanakan maka akan mengganggu tim secara keseluruhan dan tidak
mungkin hasil maksimal dapat diraih
4. Kedamaian
Kedamaian mengandung pengertian : a)tidak akan menganiaya, b)mencegah
penganiayaan, c) menghilangkan penganiaan, dan d)berbuat baik. Dalam pencak silat selalu
ditanamkan bahwa seorang pesilat harus bisa menciptakan kedamaian minimal pada
lingkngan sekitarnya.
5. Respek Terhadap Diri Sendiri Atau Kepercayaan Diri
Apa yang terjadi jika seorang atlet merasa kehilangan kepercayaan dirinya? Kalah
sebelum bertanding mungkin akan menjadi hasil yang di dapat. Namun, bagaimana jika ada
atlet mempunyai rasa percaya diri yang berlebih? Kekalahan akan membuatnya runtuh
seketika. Atlet yang merasa tidak percaya diri, atau sering disebut diffident, merupakan
akibat dari ketidakyakinannya pada kemampuan yang dia miliki. Atlet tersebut
mempersepsi dirinya terlalu rendah sehingga kemampuan optimalnya tidak tampak.
Dengan kata lain, atlet tersebut meremehkan dirinya sendiri. Untuk kasus seperti ini,
sebuah kesalahan kecil akan menimbulkan malapetaka, karena akan mengukuhkan persepsi
tentang ketidakmampuannya. Kasus yang tidak kalah merugikannya adalah ketika seorang
atlet mempunyai kepercayaan diri yang melampaui batas atau overconfidence. Dengan kata
lain, atlet tersebut mempunyai keyakinan yang terlalu berlebih mengenai kemampuan
aslinya (Wann, 1997). Overconfidence inipun tidak kalah berbahaya dari kekurangan rasa
percaya diri. Akibat kepercayaannya yang tidak sesuai dengan kondisi nyata, atlet tersebut
akan cenderung untuk mengurangi atau bahkan malas berlatih. Efeknya adalah penurunan
performa pada saat kompetisi. Dan karena atlet dengan rasa percaya diri yang be rlebihan
ini biasanya tidak pernah membayangkan kekalahan, maka pada saat harus menerima
kekalahan yang muncul adalah rasa frustasi yang berlebihan. Oleh karena itulah, seorang
atlet harus tetap menjaga rasa percaya dirinya (self confidence) pada titik yang optimal.
Atlet membutuhkan respek terhadap diri sendiri dan imej positif tentang dirinya untuk
menjadi sukses. Pelatih dan pengajar yang melatih semua anak didiknya dengan sama
mengambil langkah tepat dalam setiap arahnya agar anak didiknya merasa dirinya
penting dan layak dimata pengajarnya.
7
6. Rasa Hormat Dan Kepedulian Terhadap Orang Lain
Atlet membutuhkan rasa hormat kepada orang lain, apakah teman sekelasnya,
lawan bertanding, guru ataupun pelatihnya. Mereka perlu belajar tentang bagaimana
pentingnya memperlakukan orang lain dengan hormat.Sikap peduli, didukung dengan fokus
kepada orang lain dan membangun kesan pertama yang positif akan lebih menguatkan
karisma seorang. Dalam olahraga beladiri khususnya setiap akan memulai pertandingan
atau sesudahnya dituntut untuk memberikan hormat kepada lawan hal ini dimaksudkan
bahwa atlet harus hormat dan peduli terhadap orang lain meskipun lawan sekalipun.
7. Menghormati Peraturan Dan Kewenangan
Atlet perlu menghormati kewenangan dan peraturan, karena tanpa kedua hal ini
suatu perhimpunan tidak akan berfungsi. Setiap cabang olahraga memiliki peeraturan yang
berbeda, namun peraturan tersebut tujuan utamanyaadalah untuk memberikan rambu-
rambu atau aturan kepada yang menjalankannya. Apabila atlet tidak mentaati peraturan
justru akan merugikan dirinya maupun timnya. Misalkan saja apabila atlet melakukan
pelanggaran maka aka nada tindakan yang diambil oleh wasit. Sangsi atau hukuman yang
diberikan bisa merugikan diri sendiri maupun orang lain fdalam hal ini timnya.
8. Apresiasi Terhadap Kebhinekaan
Hanya sedikit sekali bangsa di dunia yang dianugrahi kebhinekaan seperti Indonesia.
Indonesia sangat bhineka dari berbagai aspek: flora, fauna, suku, adat istiadat, bahasa,
agama dan sistem kepercayaan. Kebhinekaan dalam kehidupan di bumi ini adalah hal yang
kodrati. Kebhinekaan secara biologis telah menjadi sumber kekuatan. Bibit-bibit unggul
atau generasi baru yang lebih baik, lahir dari persilangan beraneka jenis species atau
varietas. ’Persilangan’ dari yang sejenis tidak akan membawa keunggulan, bahkan akan
mewariskan kelemahan. Kehidupan di dunia ini tidak akan berlangsung lama apabila tidak
ada kebhinekaan, atau apabila hanya ada sejenis tumbuhan, atau sejenis hewan, sejenis
manusia, dan semuanya berfikir dengan cara yang sama. Dalam olahraga berarti, substansi,
sistem, dan lingkungan olahraga perlu secara sistematik mencegah tumbuhnya arogansi
sosial yang didasari keyakinan agama, suku, atau golongan atau ras, mencegah
berkembangnya eksklusifisme, kecenderungan bersikap diskriminatif dan pada saat yang
sama menganjurkan berkembangnya inklusivisme. Olahraga dapat memberikan perhatian
yang lebih besar pada upaya menemukan kesamaan di tengah-tengah perbedaan, bukan
sebaliknya justru hanya membesar-besarkan perbedaan dan mengabaikan kesamaan. Tim
yang kuat adalah tim yang memiliki berbagai macam kehlian, namun keanekaragaman
tersebut dimaksudkan untuk mencapai tujan yang sama.
9. Semangat Kerja
Kejelasan hasrat yang dituangkan menjadi visi dan target yang bening bagaikan
kristal merupakan syarat perlu bagi munculnya kerja keras. keras, keyakinan, dan fokus
adalah tiga serangkai kunci menuju keberhasilan. Disini, kerja keras merupakan elemen
pendukung yang berfungsi sebagai wahana aktualisasi diri bagi sang manusia pekerja.
Potensi diri manusia berkembang melalui kerja keras dan proses aktualisasi diri.
Kerja sebagai kehormatan, dan karenanya kita wajib menjaga kehormatan itu
dengan menampilkan kinerja yang unggul (excellent performance). Kehormatan itu berakar
pada kualitas dan keunggulan. Intinya, bahwa saat kita melakukan suatu pekerjaan maka
hakikatnya kita sedang melakukan suatu proses pelayanan.
8
BAB 3
PENUTUP
3.1. KESIMPULAN
Karakter adalah ciri atau corak khas yang dimiliki seseorang dalam kehidupan
kesehariannya.Terdapat sembilan pilar karakter yang berasal dari nilai -nilai luhur universal, yaitu: (1)
karakter cinta Tuhan dan segenap ciptaan-Nya, (2) kemandirian dan tanggungjawab, (3) kejujuran,
amanah dan diplomatis, (4) hormat dan santun, (5) dermawan, suka tolong-menolong dan gotong
royong serta kerjasama, (6) percaya diri dan pekerja keras, (7) kepemimpinan dan keadilan, (9) baik
dan rendah hati, (9) karakter toleransi, kedamaian dan kesatuan.
Karakter seseorang itu dipenaruhi factor warisan sifat (gen), karakter seseorang sangat
dipengaruhi oleh sifat yang diturunkan dari orang tuanya. Karakter seseorang juga dipengaruhi oleh
adanya kelompok manusia lainnya. Hal ini dikarenakan kodrat manusia sebagai makhluk sosial yang
tidak mungkin dapat hidup sendiri. Kelompok manusia pertama yang memengaruhi kepribadian
anak adalah keluarga, tetangga, teman sepermainan, dan sekolah selain itu juga budaya masyarakat
tempat seseorang/ atlet itu tinggal.
Dalam olahraga juga menanamkan nilai-nilai kejujuran, keadilan, tanggung jawab,
kedamaian, respek terhadap diri sendiri atau kepercayaan diri, rasa hormat dan kepedulian terhadap
orang lain, menghormati peraturan dan kewenangan, apresiasi terhadap kebhinekaan, dan
semangat kerja. Hal tersebutlah yang diharapkan mampu memperbaiki kemunduran karakter bangsa
Indonesia.
3.2. SARAN
Harapan saya selaku penyusun berharap olahraga di Indonesia mampu mengubah karakter
bangsa Indonesia yang KORUP menjadi bangsa yang jujur, adil,tanggung jawab,respect,semangat
kerja seperti nilai-nilai yang terkandung dalam setiap kegiatan olahraga.
9
DAFTAR PUSTAKA