psikologi olahraga (KARAKTER)

9
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Dewasa ini bangsa Indonesia mengalami berbagai macam krisis baik ekonomi, politik, hukum, dan moral. Bila diamati secara cermat, krisis moral merupakan hal krusial untuk diperhatikan oleh karena masyarakat sebagai aset pembangunan sudah mulai kehilangan karakter yang sesuai dengan kondisi bangsa. Ary Ginanjar (2008) mengatakan bahwa krisis moral dalam masyarakat antara lain ditandai oleh (1) hilangnya kejujuran, (2) hilangnya rasa tanggung jawab, (3) tidak mampu berpikir jauh ke depan (visioner), (4) rendahnya disiplin, (5) krisis kerjasama, (6) krisis keadilan, dan (7) krisis kepedulian (Ary Ginanjar, 2008). Keadaan tersebut secara otomatis menghilangkan jiwa sportivitas, kejujuran, kepercayaan diri, dan rasa saling menghargai dalam diri manusia. Artinya, manusia sudah tidak mampu introspeksi diri, mengakui kekalahan, dan tidak dapat berinteraksi dengan baik terhadap orang lain. Kenyataan di atas menunjukkan bahwa sebagian besar karakter masyarakat Indonesia masih belum terbentuk secara positif. Untuk itu, kualitas sumber daya manusia Indonesia harus terus ditingkatkan melalui berbagai jalur pendidikan, diantaranya melalui bidang olahraga. Oleh karena, olahraga dapat berfungsi sarana untuk (1) penyaluran emosi, (2) penguatan identitas, (3) kontrol sosial, (4) sosialisasi, (5) agen perubahan, (6) penyaluran kata hati, dan (7) mencapai keberhasilan (Wuest and Bucher, 1995). Dengan demikian, melalui kegiatan olahraga diharapkan dapat membentuk karakter masyarakat Indonesia ke arah yang positif sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup. Karakter merupakan sebuah konsep dari moral, yang tersusun dari sejumlah karakteristik yang dapat dibentuk melalui aktivitas olahraga. Setidaknya terdapat nilai -nilai yang baik yang dapat dibentuk melalui aktivitas olahraga, antara lain: rasa terharu (compassion), keadilan (fairness), sikap sportif (sport-personship), dan integritas (integrity) (Weinberg, Robert S and Gould, Daniel, 2002). Artinya, perkembangan dan terbentuknya karakter seseorang dipengaruhi oleh kemampuan kognisi dan daya tangkapnya dalam berinteraksi dengan lingkungan sosial budaya. Dengan demikian, karakter seseorang terbentuk bukan saja karena menirukan melalui pengamatan, melainkan dapat diajarkan melalui situasi olahraga, latihan, dan aktivitas fisik. Akhir-akhir ini, isu tentang pentingnya pendidikan karakter menjadi wacana yang sangat hangat diperbincangkan di dunia pendidikan Indonesia, bahkan telah ditetapkan sebagai kebijakan nasional di bidang pendidikan. Rencana menteri pendidikan Nasional periode 2010- 2015 mengusung pendidikan budaya dan karakter sebagai suatu keniscayaan bagi kesatuan dan persatuan bangsa (Somantri; 2011; dalam Budimansyah dan Komalasari, Eds; 2011:3). Gagasan tentang pentingnya pendidikan karakter sebagai landasan pembangunan, sesungguhnya sejak lama sudah dicanangkan, semenjak era kepemimpinan Soekarno yang dikenal dalam visi “character and national building” yang menjadi payung semua aspek pembangunan, termasuk olahraga. Visi ini merupakan kristalisasi dari semangat kebangsaan, yang secara historis mengkristal dalam wujud gerakan Kebangkitan Nasional 1908, Sumpah Pemuda 1928, dan Proklamasi 1945. Selanjutnya dalam Rancangan Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025 (UU RI Nomor 17 Tahun 2007) tercantum,: “…terwujudnya karakter bangsa yang tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, dan bermoral berdasarkan pancasila, yang dicirikan dengan watak dan perilaku manusia dan masyarakat Indonesia yang beragam, beriman dan

Transcript of psikologi olahraga (KARAKTER)

Page 1: psikologi olahraga (KARAKTER)

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG Dewasa ini bangsa Indonesia mengalami berbagai macam krisis baik ekonomi, politik,

hukum, dan moral. Bila diamati secara cermat, krisis moral merupakan hal krusial untuk

diperhatikan oleh karena masyarakat sebagai aset pembangunan sudah mulai kehilangan

karakter yang sesuai dengan kondisi bangsa. Ary Ginanjar (2008) mengatakan bahwa krisis

moral dalam masyarakat antara lain ditandai oleh (1) hilangnya kejujuran, (2) hilangnya rasa

tanggung jawab, (3) tidak mampu berpikir jauh ke depan (visioner), (4) rendahnya disiplin, (5)

krisis kerjasama, (6) krisis keadilan, dan (7) krisis kepedulian (Ary Ginanjar, 2008). Keadaan

tersebut secara otomatis menghilangkan jiwa sportivitas, kejujuran, kepercayaan diri, dan rasa

saling menghargai dalam diri manusia. Artinya, manusia sudah tidak mampu introspeksi diri,

mengakui kekalahan, dan tidak dapat berinteraksi dengan baik terhadap orang lain.

Kenyataan di atas menunjukkan bahwa sebagian besar karakter masyarakat Indonesia masih

belum terbentuk secara positif. Untuk itu, kualitas sumber daya manusia Indonesia harus terus

ditingkatkan melalui berbagai jalur pendidikan, diantaranya melalui bidang olahraga. Oleh

karena, olahraga dapat berfungsi sarana untuk (1) penyaluran emosi, (2) penguatan identitas, (3)

kontrol sosial, (4) sosialisasi, (5) agen perubahan, (6) penyaluran kata hati, dan (7) mencapai

keberhasilan (Wuest and Bucher, 1995). Dengan demikian, melalui kegiatan olahraga diharapkan

dapat membentuk karakter masyarakat Indonesia ke arah yang positif sehingga dapat

meningkatkan kualitas hidup.

Karakter merupakan sebuah konsep dari moral, yang tersusun dari sejumlah karakteristik

yang dapat dibentuk melalui aktivitas olahraga. Setidaknya terdapat nilai -nilai yang baik yang

dapat dibentuk melalui aktivitas olahraga, antara lain: rasa terharu (compassion), keadilan

(fairness), sikap sportif (sport-personship), dan integritas (integrity) (Weinberg, Robert S and

Gould, Daniel, 2002). Artinya, perkembangan dan terbentuknya karakter seseorang dipengaruhi

oleh kemampuan kognisi dan daya tangkapnya dalam berinteraksi dengan lingkungan sosial

budaya. Dengan demikian, karakter seseorang terbentuk bukan saja karena menirukan melalui

pengamatan, melainkan dapat diajarkan melalui situasi olahraga, latihan, dan aktivitas fisik.

Akhir-akhir ini, isu tentang pentingnya pendidikan karakter menjadi wacana yang sangat

hangat diperbincangkan di dunia pendidikan Indonesia, bahkan telah ditetapkan sebagai

kebijakan nasional di bidang pendidikan. Rencana menteri pendidikan Nasional periode 2010-

2015 mengusung pendidikan budaya dan karakter sebagai suatu keniscayaan bagi kesatuan dan

persatuan bangsa (Somantri; 2011; dalam Budimansyah dan Komalasari, Eds; 2011:3). Gagasan

tentang pentingnya pendidikan karakter sebagai landasan pembangunan, sesungguhnya sejak

lama sudah dicanangkan, semenjak era kepemimpinan Soekarno yang dikenal dalam visi

“character and national building” yang menjadi payung semua aspek pembangunan, termasuk

olahraga. Visi ini merupakan kristalisasi dari semangat kebangsaan, yang secara historis

mengkristal dalam wujud gerakan Kebangkitan Nasional 1908, Sumpah Pemuda 1928, dan

Proklamasi 1945. Selanjutnya dalam Rancangan Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun

2005-2025 (UU RI Nomor 17 Tahun 2007) tercantum,: “…terwujudnya karakter bangsa yang

tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, dan bermoral berdasarkan pancasila, yang dicirikan

dengan watak dan perilaku manusia dan masyarakat Indonesia yang beragam, beriman dan

Page 2: psikologi olahraga (KARAKTER)

2

bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi luhur, bertoleransi, bergotong royong, berjiwa

patriotik, berkembang dinamis, dan berorientasi ipteks.” (Winataputra dan Saripudin 2011;

dalam Budimansyah dan Komalasasi, 2011:12).

Kebijakan pembangunan nasional merupakan artikulasi aspirasi bangsa dalam menyikapi

kegalauan seluruh komponen bangsa tentang kondisi bangsa yang dirasakan mengkhawatirkan

saat ini dan prospek bangsa di masa depan. (Winataputra dan Saripudin, 2011; dalam

Budimansyah dan Komalasari, 2011:12), Persoalan budaya dan karakter bangsa kini menjadi

sorotan tajam masyarakat (Somantri 2011; dalam Budimansyah Komalasari, 2011:5). Persoalan

yang muncul di masyarakat seperti korupsi, kekerasan, kejahatan seksual, perusakan,

perkelahian masal, kehidupan ekomoni yang konsumtif, kehidupan politik yang tidak produktif

dan sebagainya menjadi topik pembahasan hangat di media masa, seminar, dan berbagai

kesempatan.

Untuk mengatasi masalah besar tersebut, pendidikan merupakan cara terbaik, sehingga

dalam kebijakan nasional, pendidikan karakter berfungsi: (1) membentuk dan mengembangkan

potensi manusia Indonesia berpikiran baik, berhati baik, dan berperilaku baik sesuai dengan

falsafah hidup pancasila, (2) memperbaiki dan memperkuat peran keluarga, satuan pendidikan,

masyarakat, dan pemerintah untuk ikut serta dalam pembangunan bangsa, (3) memilih budaya

bangsa sendiri, dan menyaring budaya asing yang tidak relevan (Winataputra dan Saripudin,

2011; dalam Budimansyah dan Komalasari, 2011:13).

1.2. RUMUSAN MASALAH 1. Apa Yang Dimaksud Dengan Karakter..?

2. Faktor-faktor Apa Yang Mempengarui Karakter Seseorang..?

3. Bagaimana Pembinaan Karakter Melalui Olahraga..?

4. Apa Kaitannya Karakter Dengan Nilai Moral Yang Terkandung Dalam Olahraga.,.?

Page 3: psikologi olahraga (KARAKTER)

3

BAB 2

PEMBAHASAN 2.1. PENGERTIAN KARAKTER

Karakter adalah cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk

hidup dan bekerjasama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Individu

yang berkarakter baik adalah individu yang bisa membuat keputusan dan siap

mempertanggungjawabkan tiap akibat dari keputusan yang dibuat. Terdapat sembilan pilar

karakter yang berasal dari nilai-nilai luhur universal, yaitu: (1) karakter cinta Tuhan dan segenap

ciptaan-Nya, (2) kemandirian dan tanggungjawab, (3) kejujuran, amanah dan diplomatis, (4)

hormat dan santun, (5) dermawan, suka tolong-menolong dan gotong royong serta kerjasama,

(6) percaya diri dan pekerja keras, (7) kepemimpinan dan keadilan, (9) baik dan rendah hati, (9)

karakter toleransi, kedamaian dan kesatuan (Suyanto, Urgensi Pendidikan Karakter, )

Karakter merupakan sebuah konsep moral yang tersusun dari sejumlah karakteristik yang

dapat dibentuk melalui aktivitas olahraga. Setidaknya terdapat nilai -nilai yang baik yang dapat

dibentuk melalui aktivitas olahraga, antara lain: rasa kasih sayang (compassion), keadilan

(fairness), sikap sportif (sport-personship), dan integritas (integrity) (Weinberg dan

Gould.2007:552). Menurut Martens, untuk membentuk karakter peserta didik dapat ditempuh

dengan tiga tahap: (1) mengidentifikasi prinsip-prinsip karakter yang akan ditransferkan, (2)

mengajarkan prinsip-prinsip karakter, dan (3) memberikan kesempatan kepada peserta didik

untuk mempraktikkan karakter. Pada tahap mengajarkan prinsip-prinsip karakter meliputi enam

strategi pendekatan yang dipakai, yaitu: (1) menciptakan suasana moral tim yang kondusif, (2)

model perilaku moral, (3) menyusun regulasi untuk perilaku yang baik, (4) menerangkan dan

mendiskusikan perilaku moral, (5) menggunakan dan mengajarkan pengambilan keputusan yang

etis, dan (6) memotivasi pemain untuk mengembangkan karakter yang baik. Pada tahap

memberikan kesempatan kepada partisipan olahraga untuk praktik melalui rutinitas perilaku

yang baik dalam setiap latihan dan pertandingan, dan memberikan hadiah bagi olahragawan,

pelatih, dan pembina olahraga yang memiliki perilaku karakter yang baik. Pada tahap identifikasi

karakter yang perlu ditanamkan kepada para partisipan akitivitas olahraga di antaranya seperti

yang terangkum dalam tabel berikut ini (Martens, 2004: 59).

2.2. FACTOR-FACTOR YANG MEMPENGARUHI KARAKTER SESEORANG

a. Faktor keturunan (Warisan Biologis)

Adanya persamaan biologis dalam diri manusia membantu menjelaskan beberapa

persamaan dalam kepribadian dan perilaku semua orang. Semua manusia yang normal dan

sehat mempunyai persamaan biologis tertentu seperti mempunyai dua tangan, dua kaki, panca

indra, otak, dan sebagainya. Selain itu setiap warisan biologis membentuk karakter kepribadian

unik karena tidak semua orang mempunyai karakter fisik yang sama meskipun anak kembar pasti

ada perbedaannya. Hal lain yang juga terkait dengan biologis adalah kematangan biologis.

Kematangan biologis misalnya seorang anak berusia 2 tahun yang dipaksa belajar membaca

dan menghitung tentu saja mengalami kesulitan. Ini bukan karena anaknya yang bodoh tetapi

karena pada umur 2 tahun otot mata belum berkembang dengan sepenuhnya.

Page 4: psikologi olahraga (KARAKTER)

4

b. Faktor kelompok

Karakter seseorang juga dipengaruhi oleh adanya kelompok manusia lainnya. Hal ini

dikarenakan kodrat manusia sebagai makhluk sosial yang tidak mungkin dapat hidup sendiri.

Kelompok manusia pertama yang memengaruhi kepribadian anak adalah keluarga, tetangga,

teman sepermainan, dan sekolah.

Misalnya seorang anak kurang diperhatikan oleh keluarganya, anak itu menjadi nakal

karena dirinya tidak dicintai. Ia akan bergabung dengan kelompok yang mempunyai standar

perilaku yang sesuai dengannya. Sebaliknya, anak yang berperilaku baik akan

mengelompokan dirinya dengan anak yang baik juga.

c. Faktor kebudayaan

Kebudayaan sangat berperan dalam membentuk karakter seseorang, karena

kebudayaan itu dapat berbentuk norma dalam keluarga, lingkungan, teman dan kelompok

sosial. Hal tersebut dapat membantu manusia dalam membentuk kepribadian dalam

dirinya.Budaya membentuk norma, sikap, dan nilai yang diwariskan dari satu generasi ke

generasi berikutnya dan menghasilkan konsistensi seiring berjalannya waktu sehingga

ideologi yang secara intens berakar di suatu kultur mungkin hanya memiliki sedikit pengaruh

pada kultur yang lain. Misalnya, orang-orang Amerika Utara memiliki semangat ketekunan,

keberhasilan, kompetisi, kebebasan dan etika kerja yang terus tertanam dalam diri mereka

melalui buku, sistem sekolah, keluarga dan teman, sehingga orang-orang tersebut

cenderung ambisius dan agresif bila dibandingkan dengan individu yang dibesarkan dalam

budaya yang menekankan hidup bersama individu lain, kerja sama, serta memprioritaskan

keluarga daripada pekerjaan dan karier.

2.3 PEMBINAAN KARAKTER MELALUI OLAHRAGA

Pendidikan untuk pembangunan karakter pada dasarnya mencakup pengembangan

substansi, proses dan suasana atau lingkungan yang menggugah, mendorong dan

memudahkan seseorang untuk mengembangkan kebiasaan baik dalam kehidupan sehari -

hari. Kebiasaan ini tumbuh dan berkembang dengan didasari oleh kesadaran, keyakinan,

kepekaan dan sikap orang yang bersangkutan. Dengan demikian, karakter bersifat inside -

out, dalam arti bahwa perilaku yang berkembang menjadi kebiasaan baik ini terjadi karena

adanya dorongan dari dalam, bukan karena adanya paksaan dari luar. karakter hendaknya

dijalankan sebagai upaya berkelanjutan yang ditanam pada semua susbstansi, proses dan

iklim pendidikan.

Pembentukan karakter olahragawan merupakan hasil interaksi dari faktor bawaan yaitu

orangtua, dengan unsur-unsur dari luar yaitu peran serta guru dan pelatih olahraga, serta

faktor luar yang lain. Berbagai kajian dan literatur mengungkapkan bahwa olahragawan

membutuhkan karakter khusus sesuai dengan cabang olahraganya. Undang-undang No. 3

tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional menegaskan bahwa olahraga berfungsi

mengembangkan kemampuan jasmani rohani dan sosial serta membentuk watak

kepribadian bangsa yang bermanfaat. Dimensi non fisikal yang dikandung dalam olahraga

dan pendidikan jasmani pada dasarnya dapat melahirkan berbagai kondisi kepribadian dan

sikap mental positif (Menko Polkam 22 September 1997). Perkembangan nilai-nilai karakter

Page 5: psikologi olahraga (KARAKTER)

5

dan keterampilan membuat keputusan etis merupakan unsur utama yang dapat diperoleh

dari hasil proses olahraga (Wuest dan Buher 1995: 414-415).

Indonesia pada saat ini membutuhkan olahragawan yang memiliki mental dan

kepribadian yang tangguh, penuh percaya diri, berani bertindak, dalam mengambil

prakarsa, sehat, berkemampuan jasmani yang optimal, memiliki pikiran dan tindakan untuk

setiap saat berjuang dalam mewujudkan prestasi olahraga yang tinggi. Siedentop (1994:

128) menjelaskan bahwa olahraga adalah panggung tempat proses pembelajaran gerak

yang merupakan salah satu dimensi perilaku yang sangat penting, karena berkaitan dengan

aktivitas manusia setiap hari, bersifat alamiah, nyata dan juga logis serta merangkum tidak

hanya peristiwa jasmaniah semata, namun juga proses moral, mental dan social

2.4 KAITANNYA KARAKTER DENGAN NILAI MORAL YANG TERKANDUNG DALAM OLAHRAGA

Ada sembilan jenis karakter yang sangat penting yang dapat dibangun melalui

olahraga antara lain: kejujuran, keadilan, tanggung jawab, kedamaian, respek terhadap diri

sendiri atau kepercayaan diri, rasa hormat dan kepedulian terhadap orang lain,

menghormati peraturan dan kewenangan, apresiasi terhadap kebhinekaan, dan semangat

kerja.Karakter ini sangat diperlukan sebagai modal dasar untuk memecahkan masalah besar

yang menjadi akar dari kemunduran bangsa Indonesia selama ini yaitu korupsi, konf lik

horizontal yang berkepanjangan, perasaan sebagai bangsa kelas dua, semangat kerja dan

semangat belajar yang rendah.

1. Kejujuran

Kejujuran adalah semangat utama dari olahraga yang sangat didambakan dapat

diterapkan oleh semua atlit dari semua cabang olahraga. Tanpa fair play, olahraga

kehilangan nilai hakikinya. “Menang dan kalah dalam sebuah pertandingan bukanlah suatu

yang penting, yang penting adalah bagaimana hasil tersebut dicapai, spirit dalam olahraga

dan seni adalah kejujuran dan sportifitas, yang terbaik adalah bagaimana mendapatkan

keikhlasan dari yang dikalahkan. Kejujuran dan kebajikan selalu terkait dengan kesan

terpercaya, dan terpercaya selalu terkait dengan kesan tidak berdusta, menipu atau

memperdaya. Hal ini terwujud dalam tindak dan perkataan. Semua pihak percaya bahwa

wasit dapat mempertaruhkan integritasnya dengan membuat keputusan yang fair. Ia

terpercaya karena keputusannya mencerminkan kejujuran.

2. Keadilan

Keadilan ada dalam beberapa bentuk; distributif, prosedural, retributif dan

kompensasi. Keadilan distributif berarti keadilan yang mencakup pembagian keuntungan

dan beban secara relatif. Keadilan proseduralmencakup persepsi terhadap prosedur yang

dinilai sportif atau fair dalam menentukan hasil. Keadilan retributif mencakup persepsi yang

fair sehubungan dengan hukuman yang dijatuhkan bagi pelanggar hukum.Keadilan

kompensasi mencakup persepsi mengenai kebaikan atau keuntungan yang diperoleh

penderita atau yang diderita pada waktu sebelumnya. Seorang wasit tentunya tidak akan

pilih kasih dalam mengambil suatu keputusan karena tanpa keadilan pasti akan merugikan

salah satu pihak.

3. Tanggung Jawab

Tanggung jawab merupakan nilai moral penting dalam kehidupan bermasyarakat.

Tanggung jawab ini adalah pertanggungan perbuatan sendiri. Seorang atlet harus

bertanggung jawab kepada timnya, pelatihnya dan kepada permainan itu sendiri. Tanggung

Page 6: psikologi olahraga (KARAKTER)

6

jawab ini merupakan nilai moral terpenting dalam olahraga. Tidak mungkin ada tanggung

jawab tanpa konsep amanah (kepercayaan). Dengan kata lain, amanah mendahului

tanggung jawab; tegasnya amanah melahirkan tanggung jawab.

Dengan menunaikan amanah berarti kita telah bersikap jujur pada hati kita sendiri,

dimana misi yang telah kita terima dan akui di hadapan para konstituen kita kemudian ki ta

tunaikan dengan segenap hati, segenap pikiran, segenap tenaga kita. Keutuhan semua ini,

yakni pengakuan mulut, perasaan, pikiran, dan tenaga kita, pada hakikatnya itulah yang

disebut integritas. Integritas adalah komitmen, janji yang ditepati, untuk menunaikan

tanggung jawab hingga selesai sampai tuntas, tidak pura-pura lupa pada tugas atau ingkar

pada tanggung jawab. Dalam proses penerapannya, untuk membangun integritas

diperlukan pengetahuan akan dan komitmen kuat pada nilai -nilai etika. Keduanya tidak

terpisahkan sebagai prasyarat utama bagi kemampuan kita mengemban amanah. Hal ini

didukung oleh adanya kompetensi teknis (keandalan/reliability) dan kompetensi etis

(trustworthiness) yang dimiliki oleh pribadi. Dalam olahraga pada permainan beregu,

seorang pemain memiliki tugas dan tanggung jawabnya masing-masing. Bila tanggung

jawab ini tidak dilaksanakan maka akan mengganggu tim secara keseluruhan dan tidak

mungkin hasil maksimal dapat diraih

4. Kedamaian

Kedamaian mengandung pengertian : a)tidak akan menganiaya, b)mencegah

penganiayaan, c) menghilangkan penganiaan, dan d)berbuat baik. Dalam pencak silat selalu

ditanamkan bahwa seorang pesilat harus bisa menciptakan kedamaian minimal pada

lingkngan sekitarnya.

5. Respek Terhadap Diri Sendiri Atau Kepercayaan Diri

Apa yang terjadi jika seorang atlet merasa kehilangan kepercayaan dirinya? Kalah

sebelum bertanding mungkin akan menjadi hasil yang di dapat. Namun, bagaimana jika ada

atlet mempunyai rasa percaya diri yang berlebih? Kekalahan akan membuatnya runtuh

seketika. Atlet yang merasa tidak percaya diri, atau sering disebut diffident, merupakan

akibat dari ketidakyakinannya pada kemampuan yang dia miliki. Atlet tersebut

mempersepsi dirinya terlalu rendah sehingga kemampuan optimalnya tidak tampak.

Dengan kata lain, atlet tersebut meremehkan dirinya sendiri. Untuk kasus seperti ini,

sebuah kesalahan kecil akan menimbulkan malapetaka, karena akan mengukuhkan persepsi

tentang ketidakmampuannya. Kasus yang tidak kalah merugikannya adalah ketika seorang

atlet mempunyai kepercayaan diri yang melampaui batas atau overconfidence. Dengan kata

lain, atlet tersebut mempunyai keyakinan yang terlalu berlebih mengenai kemampuan

aslinya (Wann, 1997). Overconfidence inipun tidak kalah berbahaya dari kekurangan rasa

percaya diri. Akibat kepercayaannya yang tidak sesuai dengan kondisi nyata, atlet tersebut

akan cenderung untuk mengurangi atau bahkan malas berlatih. Efeknya adalah penurunan

performa pada saat kompetisi. Dan karena atlet dengan rasa percaya diri yang be rlebihan

ini biasanya tidak pernah membayangkan kekalahan, maka pada saat harus menerima

kekalahan yang muncul adalah rasa frustasi yang berlebihan. Oleh karena itulah, seorang

atlet harus tetap menjaga rasa percaya dirinya (self confidence) pada titik yang optimal.

Atlet membutuhkan respek terhadap diri sendiri dan imej positif tentang dirinya untuk

menjadi sukses. Pelatih dan pengajar yang melatih semua anak didiknya dengan sama

mengambil langkah tepat dalam setiap arahnya agar anak didiknya merasa dirinya

penting dan layak dimata pengajarnya.

Page 7: psikologi olahraga (KARAKTER)

7

6. Rasa Hormat Dan Kepedulian Terhadap Orang Lain

Atlet membutuhkan rasa hormat kepada orang lain, apakah teman sekelasnya,

lawan bertanding, guru ataupun pelatihnya. Mereka perlu belajar tentang bagaimana

pentingnya memperlakukan orang lain dengan hormat.Sikap peduli, didukung dengan fokus

kepada orang lain dan membangun kesan pertama yang positif akan lebih menguatkan

karisma seorang. Dalam olahraga beladiri khususnya setiap akan memulai pertandingan

atau sesudahnya dituntut untuk memberikan hormat kepada lawan hal ini dimaksudkan

bahwa atlet harus hormat dan peduli terhadap orang lain meskipun lawan sekalipun.

7. Menghormati Peraturan Dan Kewenangan

Atlet perlu menghormati kewenangan dan peraturan, karena tanpa kedua hal ini

suatu perhimpunan tidak akan berfungsi. Setiap cabang olahraga memiliki peeraturan yang

berbeda, namun peraturan tersebut tujuan utamanyaadalah untuk memberikan rambu-

rambu atau aturan kepada yang menjalankannya. Apabila atlet tidak mentaati peraturan

justru akan merugikan dirinya maupun timnya. Misalkan saja apabila atlet melakukan

pelanggaran maka aka nada tindakan yang diambil oleh wasit. Sangsi atau hukuman yang

diberikan bisa merugikan diri sendiri maupun orang lain fdalam hal ini timnya.

8. Apresiasi Terhadap Kebhinekaan

Hanya sedikit sekali bangsa di dunia yang dianugrahi kebhinekaan seperti Indonesia.

Indonesia sangat bhineka dari berbagai aspek: flora, fauna, suku, adat istiadat, bahasa,

agama dan sistem kepercayaan. Kebhinekaan dalam kehidupan di bumi ini adalah hal yang

kodrati. Kebhinekaan secara biologis telah menjadi sumber kekuatan. Bibit-bibit unggul

atau generasi baru yang lebih baik, lahir dari persilangan beraneka jenis species atau

varietas. ’Persilangan’ dari yang sejenis tidak akan membawa keunggulan, bahkan akan

mewariskan kelemahan. Kehidupan di dunia ini tidak akan berlangsung lama apabila tidak

ada kebhinekaan, atau apabila hanya ada sejenis tumbuhan, atau sejenis hewan, sejenis

manusia, dan semuanya berfikir dengan cara yang sama. Dalam olahraga berarti, substansi,

sistem, dan lingkungan olahraga perlu secara sistematik mencegah tumbuhnya arogansi

sosial yang didasari keyakinan agama, suku, atau golongan atau ras, mencegah

berkembangnya eksklusifisme, kecenderungan bersikap diskriminatif dan pada saat yang

sama menganjurkan berkembangnya inklusivisme. Olahraga dapat memberikan perhatian

yang lebih besar pada upaya menemukan kesamaan di tengah-tengah perbedaan, bukan

sebaliknya justru hanya membesar-besarkan perbedaan dan mengabaikan kesamaan. Tim

yang kuat adalah tim yang memiliki berbagai macam kehlian, namun keanekaragaman

tersebut dimaksudkan untuk mencapai tujan yang sama.

9. Semangat Kerja

Kejelasan hasrat yang dituangkan menjadi visi dan target yang bening bagaikan

kristal merupakan syarat perlu bagi munculnya kerja keras. keras, keyakinan, dan fokus

adalah tiga serangkai kunci menuju keberhasilan. Disini, kerja keras merupakan elemen

pendukung yang berfungsi sebagai wahana aktualisasi diri bagi sang manusia pekerja.

Potensi diri manusia berkembang melalui kerja keras dan proses aktualisasi diri.

Kerja sebagai kehormatan, dan karenanya kita wajib menjaga kehormatan itu

dengan menampilkan kinerja yang unggul (excellent performance). Kehormatan itu berakar

pada kualitas dan keunggulan. Intinya, bahwa saat kita melakukan suatu pekerjaan maka

hakikatnya kita sedang melakukan suatu proses pelayanan.

Page 8: psikologi olahraga (KARAKTER)

8

BAB 3

PENUTUP

3.1. KESIMPULAN

Karakter adalah ciri atau corak khas yang dimiliki seseorang dalam kehidupan

kesehariannya.Terdapat sembilan pilar karakter yang berasal dari nilai -nilai luhur universal, yaitu: (1)

karakter cinta Tuhan dan segenap ciptaan-Nya, (2) kemandirian dan tanggungjawab, (3) kejujuran,

amanah dan diplomatis, (4) hormat dan santun, (5) dermawan, suka tolong-menolong dan gotong

royong serta kerjasama, (6) percaya diri dan pekerja keras, (7) kepemimpinan dan keadilan, (9) baik

dan rendah hati, (9) karakter toleransi, kedamaian dan kesatuan.

Karakter seseorang itu dipenaruhi factor warisan sifat (gen), karakter seseorang sangat

dipengaruhi oleh sifat yang diturunkan dari orang tuanya. Karakter seseorang juga dipengaruhi oleh

adanya kelompok manusia lainnya. Hal ini dikarenakan kodrat manusia sebagai makhluk sosial yang

tidak mungkin dapat hidup sendiri. Kelompok manusia pertama yang memengaruhi kepribadian

anak adalah keluarga, tetangga, teman sepermainan, dan sekolah selain itu juga budaya masyarakat

tempat seseorang/ atlet itu tinggal.

Dalam olahraga juga menanamkan nilai-nilai kejujuran, keadilan, tanggung jawab,

kedamaian, respek terhadap diri sendiri atau kepercayaan diri, rasa hormat dan kepedulian terhadap

orang lain, menghormati peraturan dan kewenangan, apresiasi terhadap kebhinekaan, dan

semangat kerja. Hal tersebutlah yang diharapkan mampu memperbaiki kemunduran karakter bangsa

Indonesia.

3.2. SARAN

Harapan saya selaku penyusun berharap olahraga di Indonesia mampu mengubah karakter

bangsa Indonesia yang KORUP menjadi bangsa yang jujur, adil,tanggung jawab,respect,semangat

kerja seperti nilai-nilai yang terkandung dalam setiap kegiatan olahraga.

Page 9: psikologi olahraga (KARAKTER)

9

DAFTAR PUSTAKA