psikologi kebribadian
-
Upload
ocriyana-alifia-puspa -
Category
Documents
-
view
181 -
download
6
Transcript of psikologi kebribadian
Definisi kepribadian adalah mekanisme seseorang untuk berekspresi, biasanya
terfokus pada motivasi seseorang untuk menunjukkan perilaku tertentu. Motivasi
tersebut menunjang energi dan perilaku. Sebagai contoh, apabila seseorang berlari
dengan sekuat tenaga menuju sebuah pintu, kita mungkin berpikir, ”Mengapa
orang itu berlari? Apa motivasinya?”
Para pencetus teori kepribadian mengungkapkan banyak motif. Beberapa di
antaranya beranggapan bahwa dasar motivasi atau tujuan seseorang sebenarnya
sama. Freud beranggapan bahwa kepribadian berdasar pada dorongan seksual
seseorang. Rogers beranggapan bahwa seseorang memiliki tendensi untuk meraih
level perkembangan yang lebih tinggi yang mendasari kepribadiannya. Teori
lainnya menyatakan bahwa motif atau tujuan tiap orang bervariasi.
Dinamika kepribadian sendiri adalah bagaimana bagian-bagian dari
kepribadian seseorang saling mempengaruhi satu sama lain, sehingga dapat
membentuk dorongan bagi seseorang untuk berekspresi atau merespon sesuatu.
Dinamika kepribadian termasuk tentang bagaimana cara mereka beradapatasi.
Kepribadian ditentukan, dan menentukan, seseorang tentang bagaimana caranya
membiasakan diri dengan lingkungannya. Peran kognitif juga mempengaruhi
kepribadian seseorang. Freud beranggapan bahwa kesadaran memainkan peran,
meski dalam batasan kecil, dalam dinamika kepribadian. Dalam sejarah
penelitian, teori kepribadian terfokus pada individu, dan tidak memperhatikan
budaya serta kondisi sosial individu tersebut. Hal ini yang membuat perbedaan
gender, suku, serta budaya tidak dapat menjelaskan dinamika kepribadian.
Masalah lain dalam teori kepribadian adalah bentuk dan perubahan
kepribadian itu sendiri. Dalam hal apa kepribadian dipengaruhi oleh faktor
biologi, seperti misalnya keturunan (sifat)? Dalam hal apa kepribadian dapat
berubah sebagai bagian dari hasil proses belajar? Seberapa penting masa kanak-
kanak seseorang untuk perkembangan kepribadiannya, dan seberapa besar
pengaruhnya pada saat dia dewasa kelak?
Di sini akan kami paparkan teori-teori kepribadian yang terbagi dalam
beberapa sudut pandang. Di antaranya sudut pandang behavioral, humanistik, trait
dan eksistensial. Akan kami coba jelaskan dan beri keterangan tentang dinamika
kepribadian serta psikopatologi berdasarkan masing-masing sudut pandang dari
tiap-tiap tokoh yang mencetuskan teori tersebut.
I. Teori Kepribadian Behavioral
Pandangan behavioral adalah bagaimana lingkungan mempengaruhi
dinamika kepribadian seseorang. Tokoh-tokoh behaviorisme lebih
menekankan pada metode eksperimental, sehingga yang menjadi pusat
perhatiannya adalah variable-variabel yang dapat diamati, diukur dan
dimanipulasi, serta menghindari apapun yang bersifat subjektif, mental dan
tidak bisa diamati secara empiris. Yang menjadi prosedur standar dalam
eksperimental adalah bagaimana memanipulasi satu variabel kemudian
mengukur pengaruhnya terhadap variabel-variabel yang lain. Dari proses
semacam inilah lahir teori kepribadian yang menyatakan lingkungan tempat
seseorang pasti membentuk dan mempengaruhi perilakunya. Tokoh-tokoh
penganut behavioral di antaranya adalah B.F. Skinner dan Albert Bandura.
1. B. F. Skinner
Skinner menggunakan pendekatan behavioristik dalam menganalisis
tingkah laku. Teorinya menjelaskan tentang pentingnya reinforcement
dalam pembentukan perilaku, dan bagaimana perilaku dapat dipengaruhi
oleh reward dan punishment. Skinner mengarahkan perhatiannya pada
respon-respon yang dilakukan seseorang (emitted), bukan pada respon-
respon yang ditimbulkan (elicited). Dia berfokus pada perubahan tingkah
laku, proses belajar, dan modifikasi tingkah laku. Sehingga prediksi dan
penjelasan mengenai tingkah laku dapat dicapai melalui pengetahuan
tentang aspek-aspek kepribadian yang bersifat tetap dan dapat diubah
(dimanipulasi), sehingga kita bisa mendapatkan perilaku yang kita
inginkan.
Skinner memiliki tiga asumsi dasar dalam membangun teorinya:
a. Behavior is lawful (perilaku memiliki hukum tertentu)
b. Behavior can be predicted (perilaku dapat diramalkan)
c. Behavior can be controlled (perilaku dapat dikontrol)
Skinner mengklasifikasikan tingkah laku menjadi dua, yaitu:
a. Tingkah laku yang alami (innate behavior/respondent behavior)
b. Tingkah laku operan (operant behavior)
Skinner menggunakan konsep-konsep dinamik atau konsep-konsep
motivasi, sehingga ia mengakui bahwa seseorang tidak selalu
memperlihatkan tingkah laku yang sama dengan kadar yang sama pula
walaupun dalam situasi yang tetap. Dalam hal ini keadaan internal
digunakan untuk menjelaskannya.
Menurut Skinner, cara efektif untuk meramal dan merubah perilaku
adalah dengan memberikan reinforcement (penguatan). Menurutnya,
terdapat dua macam reinforcement, yaitu:
a. Reinforcement Positive: cara untuk Memperkuat suatu perilaku atau
menghambat perilaku dengan cara memberikan sesuatu yang
menyenangkan bagi subyek segera setelah perilaku itu muncul.
b. Reinforcement Negative: cara untuk memperkuat suatu perilaku atau
menghambat perilaku dengan cara mencabut sumber ketidaknyamanan
atau ketegangan subyek setiap kali perilaku itu muncul.
Pemberian reinforcement juga berpengaruh terhadap munculnya
perilaku. Karena itu Skinner pun membuat Schedule of Reinforcement
(Jadwal Penguatan), yang bergantung pada waktu dan jumlah penguat
yang diberikan (interval):
a. Penguatan dengan interval yang tetap (fixed interval)
Pemberian penguatan dengan jeda waktu yang tetap. Contohnya
pemberian penguatan setiap lima menit atau sepuluh menit sekali.
b. Penguatan dengan interval yang tidak tetap (variable interval)
Pada jadwal penguatan adalah bahwa penguat diberikan pada
interval waktu yang beragam (acak).
Munculnya perilaku tidak semata-mata bergantung pada waktu dan
banyaknya penguat yang diberikan, tetapi juga pada tingkah laku itu
sendiri.
a. Penguatan dengan rasio tetap (fixed ratio)
Contohnya adalah memberikan penguat setelah melakukan suatu
hal sebanyak X kali, dan seperti itu selanjutnya.
b. Penguatan dengan rasio bervariasi (variable ratio)
Contohnya adalah memberikan penguat setelah suatu hal dilakukan X
kali, dan untuk selanjutnya penguat diberikan pada saat-saat yang tidak
diduga, atau pada waktu yang berlainan.
2. Albert Bandura
Bandura adalah tokoh yang berpengaruh dalam tradisi behavioris dan
pembelajaran. Menurutnya, lingkungan memang membentuk perilaku
namun perilaku juga membentuk lingkungan. Konsep ini dia namakan
dengan determinisme resiprokal, yaitu lingkungan dan perilaku seseorang
itu saling memengaruhi. Bandura juga memandang kepribadian sebagai
interaksi dari tiga hal yaitu: lingkungan, perilaku dann proses psikologi
seseorang. Proses psikologis ini berisi kemampuan kita untuk memuaskan
berbagai citra (image) dalam pikiran dan bahasa kita.
Ringkasnya, apabila menurut Skinner pribadi mempengaruhi tingkah
laku melalui menipulasi lingkungan, Bandura berpendapat bahwa pribadi,
lingkungan, dan tingkah laku saling mempengaruhi.
Teori-teori Bandura dianggap lebih efektif daripada teori Skinner
karena Bandura memandang Skinner terlalu bergantung pada
reinforcement. Menurutnya reinforcement penting dalam menentukan
apakah suatu tingkah laku akan terus terjadi atau tidak, tetapi itu bukan
satu-satunya pembentuk tingkah laku. Seseorang dapat belajar melakukan
sesuatu hanya dengan mengamati dan kemudian mengulang apa yang
dilihatnya (ini yang disebut Bandura dengan teori belajar sosial). Belajar
dilakukan melalui observasi, tanpa ada reinforcement yang terlibat.
Sehingga berarti tingkah laku yang ditunjukkan seseorang bukan
merupakan antisipasi individu terhadap konsekuensi yang akan
diterimanya. Itulah pokok teori belajar sosial Bandura.
Struktur kepribadian menrutnya terdiri dari tiga hal:
1. Self-system
Self-system (sistem diri) bukan unsur psikis yang mengontrol tingkah
laku, tetapi mengacu pada struktur kognitif yang memberikan pedoman
mekanisme dan seperangkat fungsi-fungsi persepsi, evaluasi, dan
pengaturan tingkah laku. Pengaruh self tidak otomatis (mengatur tingkah
laku secara otonom), tetapi self menjadi bagian dari sistem interaksi
resiprokal (individu dengan lingkungannya).
2. Self-regulation
Disebut juga kemampuan mengontrol perilaku sendiri. Tingkah laku
yang timbul merupakan hasil belajar melalui pengalaman, baik langsung
maupun tidak, dan tidak hanya ditentukan oleh lingkungan. Dapat terjadi:
a. Strategi reaktif: dipakai untuk mencapai tujuan
b. Strategi proaktif: merupakan strategi yang menentukan tujuan baru
yang lebih tinggi.
3. Self-efficacy
Self-efficacy (efikasi diri) berhubungan dengan keyakinan bahwa diri
memiliki kemampuan melakukan tindakan yang diharapkan. Sumber
efikasi diri di antaranya adalah:
a. Pengalaman menguasai suatu prestasi (performent accomplishment)
b. Pengalaman vikarius (vicarious experience)
c. Persuasi sosial (social persuation)
d. Pembangkitan emosi (emotional / psychological states)
Reinforcement penting dalam menetukan apakah suatu tingkah laku
akan terus terjadi atau tidak, tetapi itu bukan satu-satunya pembentuk
tingkah laku. Orang dapat belajar melakukan sesuatu hanya dengan
mengamati dan kemudian mengulang apa yang dilihatnya. Namun tidak
berarti Bandura juga mementahkan manfaat reinforcement. Menurutnya,
seseorang juga dapat belajar melalui:
1. Vicarious reinforcement
Mengamati orang lain yang mendapat penguatan, membuat orang ikut
puas dan berusaha belajar gigih agar menjadi seperti orang itu.
2. Expectation reinforcement
Orang terus menerus berbuat tanpa mendapat penguatan, karena yakin
akan mendapat penguatan yang sangat memuaskan pada masa yang akan
datang.
3. Beyond reinforcement
Belajar tanpa ada reinforcement sama sekali, mirip dengan konsep
otonomi fungsional dari Allport.
Paradigma Psikopatologi Behavioral
Konsep psikopatologi Skinner:
Skinner berpendapat bahwa tingkah laku abnormal berkembang dengan
prinsip yang sama dengan perkembangan tingkah laku normal. Karena itu
menurut Skinner tngkah laku abnormal dapat diganti dengan tingkah laku normal
dengan cara sederhana, yakni dengan memanipulasi lingkungan. Kelainan tingkah
laku itu adalah kegagalan belajar membuat seperangkat respon yang tepat.
Kegagalan belajar itu dapat berupa:
1. Kesalahan penguatan (behavior deficit); tidak memiliki pengulangan
respon yang dikehendaki karena miskin penguatan.
2. Kesalahan penguatan (schedule reinforcement error); pilihan respon tepat
yang tidak diikuti dengan cara pemberia reinforcemen yang benar.
3. Kesalahan memahami stimulus (failure in discrimanating stimulus);
kegagalan memilah tanda-tanda yang ada pada stimulus, sehingga stimulus
yang benar dihubungkan dengan hukuman dan yang salah dihubungkan
dengan penguatan (reinforcement). Kebanyakan terjadi pada penderita
skizoprenik dan psikotik.
4. Merespon secara salah (inapropriate set of response); ketidakmampuan
mengenali pertanda spesifik suatu stimulus, orang akhirnya
mengembangkan respon yang salah karena justru respon itu yang mendapat
reinforcement.
Kesimpulannya adalah untuk memahami perilaku abnormal, kita perlu
memahami sejarah reinforcement yang diterima seseorang. Tingkah laku
abnormal itu dapat diubah dengan cara memanipulasi reinforcement lingkungan,
mengikuti kondisioning operan dan kondisioning responden.
Konsep psikopatologi Bandura:
a. Reaksi Depresi
Standar pribadi dan penetapan tujuan yang terlalu tinggi, membuat orang
rentan mengalami kegagalan, dan akan berakibat orang mengalami
depresi. Sesudah dalam keadaan depresi, orang akan cenderung menilai
rendah prestasi dirinya, sehingga keberhasilan tetap dipandang sebagai
kegagalan. Akibatnya terjadi kesengsaraan yang kronis, merasa tidak
berharga, tidak mempunyai tujuan, dan depresi yang mendalam.
b. Fobia
II. Teori Kepribadian Humanistik
Istilah psikologi humanistik (Humanistic Psychology) diperkenalkan oleh
sekelompok ahli psikologi yang pada awal tahun 1960-an bekerja sama di bawah
kepemimpinan Abraham Maslow dalam mencari alternatif dari dua teori yang
sangat berpengaruh atas pemikiran intelektual dalam psikologi. Kedua teori yang
dimaksud adalah psikoanalisis dan behaviorisme. Maslow menyebut psikologi
humanistik sebagai “kekuatan ketiga” (a third force).
Meskipun tokoh-tokoh psikologi humanistik memiliki pandangan yang
berbeda-beda, tetapi mereka berpijak pada konsepsi fundamental yang sama
mengenai manusia, yang berakar pada salah satu aliran filsafat modern, yaitu
eksistensialisme. Manusia, menurut eksistensialisme adalah hal yang mengada-
dalam dunia (being-in-the-world), dan menyadari penuh akan keberadaannya
(Koeswara, 1986 : 113). Eksistensialisme menolak paham yang menempatkan
manusia semata-mata sebagai hasil bawaan ataupun lingkungan. Sebaliknya, para
filsuf eksistensialis percaya bahwa setiap individu memiliki kebebasan untuk
memilih tindakan, menentukan sendiri nasib atau wujud dari keberadaannya, serta
bertanggung jawab atas pilihan dan keberadaannya.
1. Abraham Maslow
Menurut Maslow, holisme menegaskan bahwa organisme selalu bertingkah
laku sebagai kesatuan yang utuh, bukan sebagai rangkaian bagian atau komponen
yang berbeda. Jiwa dan tubuh bukan dua unsur yang terpisah tetapi bagian dari
suatu kesatuan, dan apa yang terjadi pada bagian yang satu akan mempengaruhi
bagian yang lain. Pandangan holistik dalam kepribadian, yang terpenting adalah :
a. Kepribadian normal ditandai dengan unitas, integrasi, konsistensi, dan
koherensi. Organisasi adalah keadaan normal dan disorganisasai adalah
keadaan patologis (sakit).
b. Organisme dapat dianalisis dengan membedakan tiap bagiannya, tetapi tidak
ada bagian yang dapat dipelajari dalam isolasi.
c. Organisme memiliki suatu dorongan yang berkuasa, yaitu aktualisasi diri.
d. Pengaruh lingkungan eksternal pada perkembangan normal bersifat minimal.
Potensi organisme jika bisa terkuak di lingkungan yang tepat akan
menghasilkan kepribadian yang sehat dan integral.
e. Penelitian yang komprehensif terhadap satu orang lebih berguna dari pada
penelitian ekstensif terhadap banyak orang mengenai fungsi psikologis yang
diisolasi.
Individu adalah penentu bagi tingkah laku dan pengalamannya sendiri. Manusia
adalah agen yang sada, bebas memilih atau menentukan setiap tindakannya. Dengan
kata lain manusia adalah makhluk yang bebas dan bertanggung jawab.
Manusia tidak pernah diam, tetapi selalu dalam proses untuk menjadi sesuatu
yang lain dari sebelumnya (becoming). Namun demikian perubahan tersebut
membutuhkan persyaratan, yaitu adanya lingkungan yang bersifat mendukung.
Individu sebagai keseluruhan yang integral, khas, dan terorganisasi. Manusia pada
dasarnya memiliki pembawaan yang baik atau tepatnya netral. Kekuatan jahat
atau merusak pada diri manusia merupakan hasil atau pengaruh dari lingkungan
yang buruk, dan bukan merupakan bawaan. Manusia memiliki potensi kreatif
yang mengarahkan manusia kepada pengekspresian dirinya menjadi orang yang
memiliki kemampuan atau keistimewaan dalam bidang tertentu.
Manusia memiliki bermacam-macam kebutuhan yang secara hirarki
dibedakan menjadi sebagai berikut (Boeree, 2004):
1) Kebutuhan-kebutuhan fisiologis (the physiological needs)
2) Kebutuhan akan rasa aman (the safety and security needs)
3) Kebutuhan akan cinta dan memiliki (the love and belonging needs)
4) Kebutuhan akan harga diri (the esteem needs)
5) Kebutuhan akan aktualisasi diri (the self-actualization needs)
2. Carl Rogers
Tokoh psikologi humanistik selain Abraham Maslow, adalah Carl Rogers.
Rogers (1902-1987) menjadi terkenal berkat metoda terapi yang
dikembangkannya, yaitu terapi yang berpusat pada klien (client-centered therapy).
Tekniknya tersebar luas di kalangan pendidikan, bimbingan, dan pekerja sosial.
Rogers sangat kuat memegang asumsinya bahwa manusia itu bebas, rasional,
utuh, mudah berubah, subjektif, proaktif, heterostatis, dan sukar dipahami
(Alwisol, 2005 : 333).
Pokok-pokok Teori Carl Rogers
a. Struktur Kepribadian
Rogers lebih mementingkan dinamika dari pada struktur kepribadian.
Namun demikian ada tiga komponen yang dibahas bila bicara tentang
struktur kepribadian menurut Rogers, yaitu: organisme, medan
fenomena, dan self.
Organisme mencakup:
- Makhluk hidup. Organisme adalah makhluk lengkap dengan fungsi
fisik dan psikologisnya, tempat semua pengalaman dan segala
sesuatu yang secara potensial terdapat dalam kesadar setiap saat.
- Realitas subjektif. Organisme menanggapi dunia seperti yang diamati
atau dialaminya. Realita adalah medan persepsi yang sifatnya
subjektif, bukan benar-salah.
- Holisme. Organisme adalah kesatuan sistem, sehingga perubahan
pada satu bagian akan mempengaruhi bagian lain. Setiap perubahan
memiliki makna pribadi atau bertujuan, yakni tujuan
mengaktualisasi, mempertahankan, dan mengembangkan diri.
Medan fenomena
Rogers mengartikan medan fenomena sebagai keseluruhan
pengalaman, baik yang internal maupun eksternal, baik yang disadari
maupun yang tidak disadari. Medan fenomena merupakan seluruh
pengalaman pribadi seseorang sepanjang hidupnya.
Self
Self merupakan konsep pokok dari teori kepribadian Rogers, yang
intinya adalah :
a. Terbentuk melalui medan fenomena dan melalui introjeksi nilai-nilai
orang tertentu
b. Bersifat integral dan konsisten
c. Menganggap pengalaman yang tak sesuai dengan struktur self
sebagai ancaman
d. Dapat berubah karena kematangan dan belajar.
Paradigma Psikopatologi
1. Humanisme – Menekankan Kesehatan Psikologi
Menurut Maslow psikopatologi umumnya hasil dari penolakan, frustasi, atau
penyimpangan dari hakekat alami seseorang.
2. Motivasi – The Safety and Security Needs
Dipandang dari sudut yang negatif, kebutuhan manusia akan ditunjukkan,
tidak dengan rasa lapar dan haus, tetapi dengan ketakutan dan kecemasan.
3. Motivasi – The Love and Belongingnes
Manusia mulai merasa perlu mempunyai teman-teman, kekasih, anak-anak,
kasih sayang hubungan secara umum, bahkan rasa komunitas. Memandang
negatif hal ini, manusia akan rentan terhadap kesepian dan kegelisahan
sosial.
4. Motivasi – The Esteem Needs
Versi negatif dari kebutuhan ini, rendah diri dan kompleks inferioritas.
Menurut Rogers, orang maladjustment sepertinya tidak sadar dengan perasaan
yang mereka ekspresikan (yang ditangkap secara jelas oleh orang luar). Mereka juga
tidak sadar dengan pernyataan yang bertentangan dengan self-nya dan menolak
ekspresi yang dapat mengungkap hal itu.
Tak saling suai (Incongruence)
Orang yang secara psikologik sangat sehat pun secara berkala tetap
dihadapkan dengan pengalaman yang mengancm konsep dirinya yang
memaksanya untuk mendistorsi atau mengingkari pengalamannya. Ketika
pengalaman sangat tidak konsisten dengan struktur self atau pengalaman
inkongruen sering timbul, tingkat kecemasan yang terjadi dapat merusak rutinitas
dan orang menjadi neurotic.
Kecemasan dan ancaman
Rogers mendefinisikan kecemasan sebagai “keadaan ketidaknyamanan atau
ketegangan yang sebabnya tidak diketahui”. Ketika orang semakin tidak
menyadari ketidakkongruenan antara pengalaman dengan persepsi dirinya,
kecemasan berubah menjadi ancaman terhadap konsep diri kongruen, dan terjadi
pergeseran konsep diri kongruen.
Tingkah laku bertahan
Rogers hanya mengklasifikasikan dua tingkah laku bertahan, yakni distorsi
dan denial. Termasuk dalam distorsi adalah kompulsif, kompensasi, rasionalisasi,
fantasi, dan projeksi.
- Distorsi: pengalaman diinterpretasi secara salah dalam rangka
menyesuaikannya dengan aspek yang ada dalam konsep self. Orang
mempersepsi pengalaman secara sadar tapi gagal menangkap (tidak
menginterpretasi) makna pengalaman seperti yang sebenarnya. Dapat
menimbulkan bermacam defense dan tingkah laku salah suai.
- Denial: orang menolak menyadari suatu pengalaman, atau paling tidak
mengahalangi beberapa bagian dari pengalaman untuk disimbolisasi.
Pengingkaran itu dilakukan terhadap pengalaman yang tidak kongruen
dengan konsep diri, sehingga orang terbebas dari ancaman ketidak-
kongruenan diri.
III. Teori Kepribadian Trait
Trait sendiri dijelaskan sebagai konstruk teoritis yang menggambarkan
unit/dimensi dasar dari kepribadian. Trait menggambarkan konsistensi respon
individu dalam situasi yang berbeda-beda. Sedangkan tipe adalah pengelompokan
bermacam-macam trait. Dibandingkan dengan konsep trait, tipe memiliki tingkat
regularity dan generality yang lebih besar daripada trait.
Trait merupakan disposisi untuk berperilaku dalam cara tertentu, seperti yang
tercermin dalam perilaku seseorang pada berbagai situasi. Teori trait merupakan
teori kepribadian yang didasari oleh beberapa asumsi, yaitu:
A. Trait merupakan pola konsisten dari pikiran, perasaan, atau tindakan yang
membedakan seseorang dari yang lain, sehingga:
- Trait relatif stabil dari waktu ke waktu
- Trait konsisten dari situasi ke situasi
B. Trait merupakan kecenderungan dasar yang menetap selama kehidupan,
namun karakteristik tingkah laku dapat berubah karena:
- Ada proses adaptif
- Adanya perbedaan kekuatan
- Kombinasi dari trait yang ada
Tingkat trait kepribadian dasar berubah dari masa remaja akhir hingga masa
dewasa. McCrae dan Costa yakin bahwa selama periode dari usia 18 sampai 30
tahun, orang sedang berada dalam proses mengadopsi konfigurasi trait yang stabil,
konfigurasi yang tetap stabil setelah usia 30 tahun (Feist, 2006)
Teori trait dimunculkan pertama kalinya oleh Gordon W. Allport. Selain Allport,
terdapat dua orang ahli lain yang mengembangkan teori ini. Mereka adalah
Raymond B. Cattell dan Hans J. Eysenck.
Allport mengenalkan istilah central trait, yaitu kumpulan kata-kata yang
biasanya digunakan oleh orang untuk mendeskripsikan individu. Central trait
dipercaya sebagai jendela menuju kepribadian seseorang. Menurut Allport, unit
dasar dari kepribadian adalah trait yang keberadaannya bersumber pada sistem
saraf. Allport percaya bahwa trait menyatukan dan mengintegrasikan perilaku
seseorang dengan mengakibatkan seseorang melakukan pendekatan yang serupa
(baik tujuan ataupun rencananya) terhadap situasi-situasi yang berbeda. Walaupun
demikian, dua orang yang memiliki trait yang sama tidak selalu menampilkan
tindakan yang sama. Mereka dapat mengekspresikan trait mereka dengan cara
yang berbeda. Perbedaan inilah yang membuat masing-masing individu menjadi
pribadi yang unik. Oleh sebab itu Allport percaya bahwa individu hanya dapat
dipahami secara parsial jika menggunakan tes-tes yang menggunakan norma
kelompok.
Sama seperti Allport, Cattell juga percaya bahwa kata-kata yang digunakan
seseorang untuk menggambarkan dirinya dan orang lain adalah petunjuk penting
kepada struktur kepribadian. Perbedaan mendasar antara Allport dan Cattell
adalah bahwa Cattell percaya kepribadian dapat digeneralisir. Yang harus
dilakukan adalah dengan mencari trait dasar atau utama dari ribuan trait yang ada.
Menurut Allport, faktor genetik dan lingkungan sama-sama berpengaruh dalam
menentukan perilaku manusia. Bukan hanya faktor keturunan sendiri atau faktor
lingkungan sendiri yang menentukan bagaimana kepribadian terbentuk, melainkan
melalui pengaruh resiprokal faktor keturunan dan lingkungan yang memunculkan
karakteristik kepribadian.
Sehubungan dengan adanya peran genetik dalam pembentukan kepribadian,
terdapat 4 pemahaman penting yang perlu diperhatikan:
1. Meskipun faktor genetik mempunyai peran penting terhadap
perkembangan kepribadian, faktor non-genetik tetap mempunyai peranan
bagi variasi kepribadian.
2. Meskipun faktor genetik merupakan hal yang penting dalam
mempengaruhi lingkungan, faktor non-genetik adalah faktor yang paling
bertanggungjawab akan perbedaan lingkungan pada individu.
3. Pengalaman-pengalaman dalam keluarga adalah hal yang penting
meskipun lingkungan keluarga berbeda bagi setiap anak sehubungan
dengan jenis kelamin anak, urutan kelahiran, atau kejadian unik dalam
kehidupan keluarga pada tiap anak.
4. Meski terdapat kontribusi genetik yang kuat terhadap trait kepribadian,
tidak berarti bahwa trait itu tetap atau tidak dapat dipengaruhi oleh
lingkungan.
Secara general, personality sendiri merupakan keseluruhan total cara seorang
individu beraksi dan berinteraksi dengan yang lain. Personality seseorang,
ditentukan oleh tiga hal yang saling mendukung satu sama lain, dan merupakan
satu kesatuan, yaitu:
1. Genetik/keturunan
2. Lingkungan, mulai dari budaya, lingkungan keluarga, sekolah, pergaulan.
3. Situasi, kepribadian seseorang bisa berubah pada situasi-situasi tertentu.
Idealnya seseorang akan memiliki kepribadian yang tidak jauh beda dengan
leluhurnya/orang tuanya. Tetapi karena adanya pengaruh lingkungan atau situasi
tertentu, bukan tidak mungkin kepribadiannya berbeda dengan ciri keperibadian
keluarganya.
Menurut Renee Baron dan Elizabeth Wagele, kepribadian seseorang dibagi
dalam 9 tipe, yaitu:
1. Perfeksionis
Orang dengan tipe ini termotivasi oleh kebutuhan untuk hidup dengan
benar, memperbaiki diri sendiri dan orang lain dan menghindari marah.
2. Penolong
Tipe kedua dimotivasi oleh kebutuhan untuk dicintai dan dihargai,
mengekspresikan perasaan positif pada orang lain, dan menghindari kesan
membutuhkan.
3. Pengejar Prestasi
Para pengejar prestasi termotivasi oleh kebutuhan untuk menjadi orang
yang produktif, meraih kesuksesan, dan terhindar dari kegagalan.
4. Romantis
Orang tipe romantis termotivasi oleh kebutuhan untuk memahami
perasaan diri sendiri serta dipahami orang lain, menemukan makna hidup,
dan menghindari citra.
5. Pengamat
Orang tipe ini termotivasi oleh kebutuhan untuk mengetahui segala
sesuatu dan alam semesta, merasa cukup dengan diri sendiri dan menjaga
jarak, serta menghindari kesan bodoh atau tidak memiliki jawaban.
6. Pencemas
Orang tipe pencemas termotivasi oleh kebutuhan untuk mendapatkan
persetujuan, merasa diperhatikan, dan terhindar dari kesan pemberontak.
7. Petualang
Tipe ini termotivasi oleh kebutuhan untuk merasa bahagia serta
merencanakan hal-hal menyenangkan, memberi sumbangsih pada dunia,
dan terhindar dari derita.
8. Pejuang
Tipe pejuang termotivasi oleh kebutuhan untuk dapat mengandalkan diri
sendiri, kuat, memberi pengaruh pada dunia, dan terhindar dari kesan
lemah.
9. Pendamai
Para pendamai dimotivasi oleh kebutuhan untuk menjaga kedamaian,
menyatu dengan orang lain dan menghindari konflik.
Paradigma Psikopatologi Trait
Cattell setuju dengan pandangan klinis bahwa neurosis dan psikosi itu
terjadi akibat adanya konflik yang tak terpecahkan dalam diri individu. Dia
kemudian berusaha mengembangkan teknik kuantitatif untuk membantu terapis
mendiagnosis dan melakukan tritmen. Setiap konflik selalu ada sekian banyak
attitude, erg, dan sentiment yang terlibat, sehingga muncul pilihan tingkah laku
yang tidak dikehendaki.
Neurosis
Neurosis adalah pola tingkah laku yang ditunjukkan oleh seseorang yang
merasa dirinya mengalami keulitan emosional tetapi tidak menunjukkan gangguan
psikotik. Definisi ini sangat operasional karena menurut Cattell pemahaman
tentang neurosis harus dimulai dengan pengukuran untuk mengidentifikasi
perbedaan orang neurosis dengan orang normal. Ternyata perbedaan normal
dengan neurotic dan psikotik bukan hanya perbedaan tingkatan, tetapi juga
perbedaan dimensi.
Cattell menemukan neurotic banyak berkembang pada keluarga yang penuh
konflik, kurang disiplin dan kurang kasih saying. Keluarga itu menerapkan
standar moral yang tinggi, dan suami istri yang memiliki latar belakang stabilitas
emosional yang rendah.
Psikosis
Psikosis adalah bentuk gangguan mental yang berbeda dengan neurosis, di
mana individu kehilangan kontak dengan realita dan membutuhkan perawatan
untuk melindungi dirinya dan orang lain. Jadi perbedaannya dengan neurotic
adalah psikotik tidak memiliki pemahaman terhadap masalahnya sendiri, tidak
dapat merawat diri, dan mungkin membahayakan orang lain dan dirinya sendiri.
Menurut Cattell, psikotis manis-depresif dan skizofrenia factor keturunannya
sangat besar. Sama seperti neurosis, peran keluarga cukup besar menyumbang
terjadinya psikotik. Banyak bukti orang tua psikotik lebih hangat dan melindungi
disbanding orang tua penderita skizofrenia.
Sedangkan menurut Eysenck, neurotisme dan psikotisme itu bukan sifat
patologis, walaupun tentu individu yang mengalami gangguan akan memperoleh
skor yang ekstrim. Ekstraversi, neurotisme, dan psikotisme, tiga dimensi itu
adalah bagian normal dari struktur kepribadian. Semuanya bersifat bipolar;
ekstraversi lawannya introversi, neurotisme lawannya stabilita, dan psikotisme
lawannya fungsi super ego. Semua orang berada dalam rentangan bipolar itu
mengikuti kurva normal, artinya sebagian besar orang berada di tengah-tengah
polarisasi, dan semakin mendekati titik ekstrim, jumlahnya semakin sedikit.
Hal ini dapat diartikan bahwa, orang yang variable psikotismenya tinggi
tidak harus psikotik, tetapi mereka mempunyai predisposisi untuk mengidap stress
dan mengembangkan gangguan psikotik. Pada masa orang hanya mengalami
stress yang rendah, skor psikotis yang tinggi mungkin masih bisa berfungsi
normal, tetapi ketika mengalami stress yang berat, orang menjadi psikotik yang
ketika stress yang berat itu sudah lewat, fungsi normal kepribadian sulit untuk
diraih kembali.
IV. Teori Kepribadian Eksistensialisme
Keinginan individu untuk berfungsi, dorongan dalam diri seseorang untuk
menunjukkan bahwa dirinya ada. Psikologi eksistensial berawal dari pemikiran
filsuf abad 19, seperti Soren Kierkegaard dan Friedrich Nietzsche. Keduanya
mendekati filsafat dari sudut pandang manusia nyata, manusia yang terlibat
langsung dengan berbagai tantangan hidup, keduanya yakin bahwa eksistensi
manusia tidak bisa dibakukan ke dalam rasional, baik dari segi religius maupun
filosofis.
Menurut Sartre, eksistensi kita mendahului esensi kita. Pilihan bagaimana kita
akan menjalani kehidupan kitalah yang akan membentuk dan menentukan siapa
kita sebenarnya. Kitalah yang menciptakan diri kita sendiri. Menurut kaum
eksistensialis, manusia ideal adalah seniman. Esensi manusia adalah hal yang ada
pada setiap diri manusia dan yang membedakan kita dari apapun di alam semesta
ini, esensi manusia adalah kebebasan manusia. Manusia memiliki ’bahan mentah’
yang beraneka ragam namun memiliki kesamaan tugas untuk membentuk diri
sendiri.
Salah satu tokoh eksistensial adalah Ludwig Binswanger. Teorinya mengenai
kepribadian meliputi:
Fenomenologi: Studi mendalam dan menyeluruh tentang isi kesadaran, yaitu
benda-benda, kualitas, hubungan, peristiwa, buah pikiran, citraan, kenangan,
fantasi, perasaan-perasaan dan lainnya yang kita serap dan pahami.
Dasein: Berbeda, bergerak melampaui diri sendiri dan menjadi. Bisa juga
berarti keterbukaan (opennes).
Keterlemparan (Throwness): Keterlemparan disini adalah keadaan kita yang
“terlempar” ke alam semesta bukan atas dasar pilihan kita sendiri, juga
diartikan sebagai keadaan kita yang terlahir ke dalam dunia sosial yang sudah
tersedia.
Kecemasan (anxiety): Para pemikir eksistensialis menggunakan kata
kecemasan untuk merujuk pada perasaan kuatir yang kita rasakan pada saat
kita menghadapi ketidakpastian dari apa yang akan terjadi di masa yang akan
datang.
Rasa bersalah (guilt): Rasa bersalah sebenarnya adalah kekecewaan terhadap
segala sesuatu yang telah kita lakukan – atau yang belum kita lakukan – yang
telah membuat orang lain sengsara.
Kematian (death): Manusia adalah satu-satunya makhluk yang menyadari
keakhiran dirinya sendiri. Mengingkari kematian berarti mengingkari
kehidupan.
Keotentikan (authenticity): Bagi kaum eksistensialis jalan hidup pasti ada
yang baik dan ada yang buruk, jalan hidup yang baik disebut jalan yang
otentik. Hidup otentik berarti kita sadar akan diri sendiri, lingkungan
(keterlemparan), dunia sosial (keterjatuhan), tugas kita untuk membentuk diri
sendiri (memahami), kecemasan yang tak terelakkan, rasa bersalah, dan
kematian.
Ketidakotentikan (inauthenticity): Menurut Binswanger, orang yang hidupnya
tidak otentik adalah orang yang hanya memilih satu tema tunggal dalam
hidupnya atau hanya beberapa tema saja dan membiarkan eksistensinya
(dasein) didominasi oleh tema tunggal tersebut.
Rollo May mengemukakan tahap-tahap perkembangan manusia dalam
pandangan eksistensial. Menurutnya, pemicu motivasi yang paling dasar adalah
the daimonic, yaitu keseluruhan sistem motivasi yang tidak sama pada diri setiap
orang yang terdiri dari berbagai macam motif yang disebut daimon. Yang
termasuk daimon adalah kebutuhan-kebutuhan seperti makan, minum,dan seks,
serta kebutuhan yang lebih tinggi seperti cinta. Menurut May, daimon adalah
segala sesuatu yang bisa mengendalikan seseorang dari dalam, situasi seperti ini
disebut keinginan daimonik yang menggebu-gebu.
Saat keseimbangan antar berbagai macam daimon dalam diri seseorang
terganggu, dia dapat dikatakan jahat. Bagi May, daimon yang paling penting
adalah eros (cinta). May mengartikan cinta sebagai kebutuhan kita untuk bersatu
dengan orang lain. Eros merupakan daimon yang baik selama belum menguasai
kepribadian, sejauh kita belum terobsesi dengannya.
Konsep May yang lain adalah kehendak, yaitu kemampuan manusia menata
dirinya agar daat mencapai tujuan, kehendak berpotensi menguasai seseorang.
Kehendak juga berarti keinginan, yanti kemungkinan-kemungkinan yang
diimajinasikan sedemikian rupa dan merupakan perwujudan dari daimon-daimon
kita.
Menurut Rollo May, ada tiga tipe kepribadian:
1. Neo-puritan: orang yang hanya punya keinginan tanpa sedikitpun memiliki
cinta, sangat mendewakan dispilin diri, dan dapat mewujudkan segala-
galanya tapi tidak memiliki keinginan untuk mewujudkannya. Tipe seperti
ini akan menjadi sangat perfeksionis.
2. Pengkhayal: orang yang hanya memiliki keinginan tapi tidak mempunya
kehendak, hidupnya hanya dipenuhi mimpi dan hasrat tapi tidak dapat
menjalankan disiplin agar apa yang diimpikan dan diinginkan jadi
kenyataan. Tipe seperti ini sangat bergantung pada orang lain, mudah
berkompromi dengan keadaan, dan memiliki cina tapi tidak banyak berarti.
3. Kreatif: kombinasi seimbang antara kedua tipe sebelumnya. May
mengatakan bahwa tugas manusia adalah menyatukan cinta dan kehendak.
Paradigma Psikopatologi Eksistensialisme
Menurut Binswanger
- Kejatuhan (Fallness)
Ketika kita membiarkan diri kita menjadi budak masyarakat, di sinilah kita
mengalami sebuah kejatuhan.
- Kecemasan (Anxiety).
Kecemasan dalam hal ini merujuk pada kekhawatiran kita akan hal-hal
yang akan terjadi di masa depan, karena kita diberikan kebebasan untuk
memilih. Rasa takut itu muncul dari berbagai pertimbangan yang
dilakukan ketika kita harus memilih dan keputusan itu mempengaruhi
masa depan.
- Rasa bersalah (Guilt)
Rasa bersalah di sini merupakan suatu bentuk rasa kecewa terhadap hal-
hal yang yang telah (atau belum) kita lakukan, yang telah membuat orang
lain menjadi sengsara. Rasa bersalah ini akan muncul ketika kita tidak
melakukan apa yang menurut kita memang harus dilakukan. Apabila hal
ini terjadi, maka kita akan merasa berhutang budi terhadap Dasein.
- Ketidakotektikan (Inautotenticity)
Menurut Binswanger, orang yang hidupnya tidak otentik adalah orang-
orang yang hanya memilih satu tema tunggal dalam hidupnya. Atau hanya
beberapa tema saja dan membiarkan eksistensinya (Dasein) dikuasai oleh
tema tunggal tersebut. Konvensionalitas merupakan bentuk paling umum
dari ketidakotentikan. Misalnya saja, sikap dari seseorang yang
mengabaikan kebebasan diri sendiri dan menjalani hidupnya berdasarkan
kompromi-kompromi dan bertuan pada harta.
Menurut Rollo May
Menurut May apati dan kekosongan menjadi sumber penyakit zaman
modern. Ketika manusia menyangkal adanya takdir atau meninggalkan mitos,
mereka menjadi kehilangan tujuan mereka untuk mengada dan menjadi tidak
bertujuan. Tanpa tujuan atau sasaran, manusia menjadi sakit, dan terlibat di
beragam perilaku yang mengarah pada perusakan diri sendiri. Banyak orang di
masyarakat barat modern merasa terasing dari dunia (umwelt), orang lain
(mitwelt), dan khususnya terasing dari diri sendiri (eigenwelt). May melihat
psikopatologis sebagai kurangnya komunikasi, ketidakmampuan untuk
mengetahui orang lain dan berbagi dengan mereka sendiri. Individu-individu yang
terganggu secara psikologis menyangkali takdir mereka, karena itu kehilangan
kebebasannya. Kemudian mereka menghasilkan beragam simptom neurotik, yang
berarti tidak meraih kembali kebebasan mereka.
Menurut Frankl
Ketika seorang individu, tidak memahami bahwa kecemasannya muncul karena
merasa tidak mampu memikul tanggung jawa dan tidak menemukan makna
kehidupan akan menggunakan rasa cemas dan fokusnya menjadi bertujuan pada
beberapa detail problematic yang ada dalam kehidupannya.
DAFTAR PUSTAKA
Alwisol. (2008). Psikologi Kepribadian. Malang: UMM Press.
Boeree, George. (2007). Personality Theories. Yogyakarta: Prismasophie
Suryabrata, Sumadi. (2005). Psikologi Kepribadian. Jakarta : CV Rajawali.
TUGAS PSIKOLOGI KEPRIBADIAN II
Teori Kepribadian dan Paradigma Psikopatologi
Disusun Oleh:
Rivo Mega Z. 110911134
Yanti Amalia 110911137
Dimas Ardenta 110911198
Panji Kusuma W. 110911226
Alifia Puspa O. 111011121
Kelas A
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS AIRLANGGA
2012