Psikiatri Anak Retardasi Mental, Gangguan Hiperkinetik, Autisme

25
MAKALAH DISKUSI TOPIK PSIKIATRI ANAK (RETARDASI MENTAL, GANGGUAN HIPERKINETIK, DAN AUTISME MASA KANAK) Disusun oleh: NAMA : HERDI NIM : I11105024 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN 1

description

ok

Transcript of Psikiatri Anak Retardasi Mental, Gangguan Hiperkinetik, Autisme

Page 1: Psikiatri Anak Retardasi Mental, Gangguan Hiperkinetik, Autisme

MAKALAH DISKUSI TOPIK

PSIKIATRI ANAK

(RETARDASI MENTAL, GANGGUAN HIPERKINETIK,

DAN AUTISME MASA KANAK)

Disusun oleh:

NAMA : HERDI

NIM : I11105024

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS TANJUNGPURA

PONTIANAK

2011

1

Page 2: Psikiatri Anak Retardasi Mental, Gangguan Hiperkinetik, Autisme

Disusun oleh :

Herdi

NIM I11105024

LEMBAR PENGESAHAN

Telah disetujui Diskusi Topik dengan judul :

PSIKIATRI ANAK ( RETARDASI MENTAL, GANGGUAN/REAKSI HIPERKINETIK, AUTISME MASA KANAK)

Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan

Kepaniteraan Klinik Modul Psikiatri

Telah disetujui,,

Pontianak, 25 Maret 2011

Pembimbing Diskusi Topik Psikiatri

dr. Edi Hermeni, Sp.KJ

2

Page 3: Psikiatri Anak Retardasi Mental, Gangguan Hiperkinetik, Autisme

Retardasi Mental

A. Definisi Retardasi Mental

Retardasi mental ialah keadaan dengan intelegensi yang kurang sub normal sejak

masa perkembangan (sejak lahir atau masa anak). Biasanya terdapat perkembangan mental

yang kurang secara keseluruhan (seperti juga pada demensia), tetapi gejala utama (yang

menonjol) ialah intelegensi yang terbelakang. Retardasi mental di sebut juga oligofrenia

(oligo=kurang atau sedikit dan fren= jiwa) atau tuna mental.

B. Penyebab

Penyebab retardasi mental mungkin faktor keturunan (retardasi mental genetik), mun

gkin juga tidak diketahui (retardasi mental simplex). Kedua-duanya ini dinamakan juga

retardasi mental primer. Retardasi mental sekunder disebabkan faktor-faktor dari luar yang

diketahui dan faktor-faktor ini mempengaruhi otak pada waktu pranatal, perinatal, atau

postnatal.

Pedoman penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa ke-1 (PPDGJ-1) memberikan

subkategori-subkategori klinis atau keadaan-keadaan yang disertai retardasi mental sebagai

berikut:

1. Akibat Infeksi dan Intoxikasi

Dalam kelompok ini termasuk keadaan retardasi mental karena kereusakan

jaringan otak akibat infeksi intrakranial, karena serum, obat atau toxix lainnya.

Beberapa contoh adalah:

Parotis epodemika,rubela, sifilis, dan toxoplasmosiskongenital.

Ensefalopatia karena infeksi postnatal

2. Akibat Rudapaksa dan Sebab Fisik Lain

Rudapaksa: rudapaksa sebelum lahir serta juga trauma lain, seperti sinar X,

bahan kontrasepsi dan usaha melakukan abortus dapat menyebabkan kelainan

dengan retardasi mental.

Pada waktu lahir (perinatal) kepala dapat mengalami tekanan sehingga timbul

pendarahan di dalam otak. Juga terjadi kekurangan O2 ( asfixia neonatum) yang

terjadi pada 1/5 dari semua kelahiran.hal ini dapat terjadi karena aspirasi lendir,

aspirasi liquor amnii, anestesia ibu dan prematuritas. Bila zat asam berlangsung

3

Page 4: Psikiatri Anak Retardasi Mental, Gangguan Hiperkinetik, Autisme

terlalu lama maka akan terjadi degrenasi sel-sel kortex yang kelak mengakibatkan

retardasi mental.

PPDGJ-1 menyebutkan:

Ensefalopatia karena kerusakan pranatal.

Ensefalopatia karena kerusakan pada waktu lahir.

3. Akibat Gangguan Metabolisme, Pertumbuhan atau Gizi

Semua retardasi mental yang langsung disebabkan oleh gangguan

metabolisme (misalnya gangguan metabolisme zat lipida, karbohidrat dan

protein), pertumbuhan atau zat gizi termasuk dalam kelompok ini.

Gangguan gizi yang berat dan langsung lama sebelum umue 4 tahun dapat

mempengaruhi perkembangan otak dan dapat menyebabkan retardasi mental.

Keadaan ini dapat diperbaiki dengan memperbaiki gizi sebelum 6 tahun.

Beberapa contoh keadaan yang sering mengakibatkan retardasi mental dalam

sub kategori ini adalah:

Lipidosis otak infantil(penyakit Tay-Sach)

Histiositosis lipidum jenis keratin ( penyakit gaucher)

Fenilketonuria: diturunkan melalui gen yang resesif.

4. Akibat Penyakit Otak yang Nyata

Dalam kelompok ini termasuk retardasi mental akibat neoplasma( tidak

termasuk tumbuhan sekunder karena rudapaksa atau keradangan) dan beberapa

reaksi sel-sel yang nyata,tetapi yang belum diketahui betul etiologinya. Reaksi sel-

sel otak (reaksi struktural) ini dapat bersifat degeneratif, infiltratif, radang,

proliferatif, skelerotik atau reparatif. Misalnya:

Angiomantosis otak trigemini( penyakit sturge-weber-dimitri)

Skerosis spinal( ataxia Fridreich)

5. Akibat Penyakit atau Pengaruh pranatal yang tidak jelas

Keadaan ini sudah di ketahui sudah ada sejak lahir, tetapi tidak di ketahui

etiologinya, termasuk anomali kranial primer dan efek kongenital yang tidak di

ketahui penyebabnya.

Anensefali dan hemi-ensefali

Kelainan pembentukan diri

Porensefali kongenital

Kraneostenosis

4

Page 5: Psikiatri Anak Retardasi Mental, Gangguan Hiperkinetik, Autisme

Hidrosefalus kongenital

Hipertelorisme

Makrosefali

Mikrosefali primer

Sindrome Laurence-Moon-Biedl

6. Akibat Kelainan Kromosom

Kelainan dalam jumlah kromosom: sindrom Down atau Langton-Down atau

Mongolisme(trisomi otomosalatau trisomi kromosom 120

Kelainan dalam bentuk kromosom:”Cri Du Cat”: tidak terdapat cabang pendek

pada kromosom 5. Cabang pendek pada kromosom 18 tidak terdapat.

7. Akibat Prematuritas

Dalam kelompok ini termasuk dalam retardasi mental yang berhubungan

dengan keadaan bayi pada waktu lahir yang beratnya kurang dari 2500 gram dan

dengan massa hamil kurang dari 38 minggu serta tidak terdapat sebab-sebab lain

seperti dalam subkategori sebelum ini.

8. Akibat Gangguan Jiwa yang Berat

Retardasi mental mungkin juga uatu gangguan jiwa yang berat dalam masa

anak-anak. Penderita skizofrenia residual dengan deteriorasi mental tidak

termasuk dalam kelompok ini.

9. Akibat Deprivasi Psikososial

Retardasi mental kultural-familial berdasarkan pada dua buah anggapan, yaitu

bahwa deprivasi kultural dapat mengakibatkan retardasi mental ringan dan bahwa

deprivasi kultural itu mungkin merupakan akibat retardasi familial. Untuk

mendiagnosis retardasi mental kultural –familial harus di dapatkan retardasi

mental paling sedikit pada salah seorang dari orang tua penderita dan pada

seorang atau lebih saudaranya. Retardasi mental jenis ini biasanya ringan.

Retardasi mental akibat deprivasi lingkungan timbul karena kurangnya

rangsangan dari lingkungan. Deprivasi lingkungan mungkin juga karena gangguan

pancaindera. Tingkat retardasi biasanya ringan atau perbatasan.

5

Page 6: Psikiatri Anak Retardasi Mental, Gangguan Hiperkinetik, Autisme

C. Tingkat-Tingkat Retardasi Mental

Hasil-hasil intelegensi(HI atau IQ=intellegence quotient) bukan satu-satunya

patokan yang dapat di pakai untuk menentukan berat-ringannnya retardasi mental.

1. Tingkat-Tingkat Retardasi Mental dalam PPDGJ-1 dibagi menjadi:

Retardasi mental taraf perbatasan

Retardasi mental ringan

Retardasi mental sedang

Retardasi mental berat

Retardasi mental sangat berat

2. Penanganan Masalah Retardasi Mental

Sebagian besar jumlah penderita retardasi mental dapat

mengembangkan penyesuaian sosial dan vokasional yang baik serta

kemampuan hubungan dan kasih sayang antar manusia yang wajar bila

terdapat lingkungan keluarga yang mau memahaminya dan memberi semangat

padanya secara memadai serta fasilitas pendidikan dan latihan vokasional

yang tepat.

3. Pembagian Tingkat Intelegensi

Nama HI(IQ) Tingkat Patokan sosial Patokan

pendidikan

Sangat superior >130 Tinggi

sekali

Bila berguna

bagi

masyarakat

disebut

“Zeni”(genous)

Terlalu pandai

buat sekolah

biasa

Superior 110-

130

tinggi Dapat

berfungsi biasa

Dapat

menyelesaikan

perguruan

tinggi dengan

6

Page 7: Psikiatri Anak Retardasi Mental, Gangguan Hiperkinetik, Autisme

mudah

Normal 86-109 normal Dapat

berfungsi biasa

Dapat

menyelesaikan

SlA, sedikit

kesukaran di

perguruan

tinggi

Keadaan bodoh

atau bebal

68-85 Taraf

perbatasan

Tidak sanggup

bersaing dalam

mencari nafkah

Beberapa kali

tidak naik di

SD

Debilitas(keadaan

tolol)

52-85 Retardasi

mental

ringan

Dapat mencari

nafkah secara

sederhana

dalam keadaan

baik

Dapat di latih

dan di didik di

sekolah

khusus

Imbesilitas(keadaan

dungu)

36-51

20-35

Retardasi

mental

sedang

Retardasi

mental

berat

Mengenal

bahaya, tidak

dapat mencari

nafkah

Tidak dapt

dididik, dapat

di latih

Idiosi(keadaan

pandir)

<20 Retardasi

mental

sangat

berat

Tidak

mengenal

bahaya, tidak

dapat

mengurus diri

sendiri

Tidak dapt

dididik, tidak

dapat di latih

7

Page 8: Psikiatri Anak Retardasi Mental, Gangguan Hiperkinetik, Autisme

4. Ciri-ciri Perkembangan Penderita Retardasi mental

Tingkat

retardasi

mental

Umur pra-

sekolah:0-5 tahun

pematangan dan

perkembangan

Umur sekolah:6-

20 tahun latihan

dan pendidikan

Masa dewasa: 21

tahun atau lebih

kecukupan sosial

dan pekerjaan

Berat sekali Retardasi berat:

kemampuan

minimal untuk

berfungsi dalam

bidang sensori

motorik,

membutuhkan

perawatan

Perkembangan

motorik sedikit:

dapat bereaksi

terhadap latihan

mengurus diri

sendiri secara

minimal atau

terbatas

Perkembangan

motorik dan bicara

sedikit: dapat

mencapai

mengurus diri

sendiri secara

sangat terbatas,

membutuhkan

perawatan.

Berat Perkembanagan

motorik kurang ,

bicara minimal,

umumnya tidak

dapat dilatih untuk

mengurus diri

sendiri,

keterampilan

komunikasi tidak

ada atau hanya

sedikit sekali

Dapat berbicara

atau belajar

berkomunikasi

dapat di latih

dalam kebiasaan

kesehatan dasar,

dapat dilatih

secara

sistematikdalam

kebiasan

Dapat mencapai

sebagian dalam

mengurus diri

sendiri dalam

pengawasan

penuh, dapat

mengembangkan

secara minimal

berguna

keterampilan

menjaga diri dalam

lingkunagan yang

terkontrol

Sedang Dapat berbicara

atau belajar

berkomunikasi,

Dapat dilatih

dengan

kerketerampilan

Dapat mencari

nafkah dalam

pekerjaan

8

Page 9: Psikiatri Anak Retardasi Mental, Gangguan Hiperkinetik, Autisme

kesadaran sosial

kurang,

perkembangan

motorik cukup,

dapat belajar

mengurus diri

sendiri, dapat

diatur dengan

pengawasan

sedang.

sosial dan

pekerjaan, sukar

untuk maju lewat

kelas dua SD

dalam mata

pelajaran

akademik, dapat

belajar bepergian

sendirian di

tempat yang sudah

di kenal.

kasar( unskilled)

atau setengah

terlatih dalam

keadaan terlindun,

memerlukan

pengawasan dan

bimbingan bila

mengalami stress

sosial atau stress

ekonomi yang

ringan.

Ringan mengembangkan

keterampilan

sosial dan

komunikasi,

keterbelakangan

minimal dalam

bidang

sesorimotorik,

sering tidak dapat

di bedakan dari

normal hingga usia

lebih tua.

Dasar belajar

keterampilan

akademik sampai

kira-kira kelas 6

pada umur

belasaan

tahun,dekat umur

20 tahun, dapat di

bimbing ke arah

konformitas sosial

Biasanya dapat

mencapai

keterampilan

sosial dan

pekerjaan yang

cukup untuk

mencari nafkah,

tetapi memerlukan

bimbingan dan

bantuan bila

mengalami stres

sosial atau stres

ekonomi yang luar

biasa.

9

Page 10: Psikiatri Anak Retardasi Mental, Gangguan Hiperkinetik, Autisme

D. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepribadian

Seseorang dengan retardasi mental, karena keadaannya sepannjang hidupnya

menghadapi lebih banyak resiko daripada orang yang normal. Resiko ini rupanya

bertambah sesuai dewngan beratnya retardasi mental.

Sikap umum masyarakat terhadap retardasi mental sangat mempengaruhi

reaksi orang tua terhadap anaknya dengan retardasi mental dalam keluarga

mereka. Bila anak dengan retardasi mental menjadi lebih besar, maka di terimanya

dia oleh anak-anak yang lain di pengaruhi sikap, toleransi dan emosi pribadi orang

tua anak-anak itu terhadap retardasi mental.

E. Diagnosis dan Diagnosis Banding

Untuk mendiagnosa retardasi mental dengan tepat, perlu di ambil anamnesis

dari orang tua dengan teliti mengenai kehamilan, persalinan dan perkembangan

anak. Bila mungkin dilakukan juga pemeriksaan psikologis, labolatorium,

diadakan evaluasi pendengaran, dan bicara. Observasi psikiatrik dikerjakan untuk

mengetahui adanya gangguan psikiatrik di samping retardasi mental.

Diagnosis banding ialah anak-anak dari keluarga yang sangat melarat dengan

deprivasi ransangan yang berat (retardasi mental ini reversibel bila di beri

ransangan yang baik scaraa dini).

F. Pencegahan dan Pengobatan

Pencegahan primer dapat dilakukan dengan pendidikan kesehatan pada

masyarakat, perbaikan sosio-ekonomi, konseling genetik, dan tindakan

kedokteran.

Pencegahan sekunder meliputi diagnosis pengobatan dini keradangan otak,

pendarahan sub dural, kraniostenosis.

Pencegahan tersier merupakan pendidikan penderita atau latihan khusus

sebaiknya di sekolah luar biasa.

Konseling pada orang tua dilakukan secara fleksibel dan pragmatis dengan

tujuan antara lain membantu mereka dalam mengatasi frustasi oleh karena

mempunyai anak dengan retardsai mental.

Terapi farmakologis untuk mengatasi sindrom perilaku pada retardasi mental

yaitu:

1). Agresif dan melukai diri sendiri: Carbamazepin dan valproic acid

10

Page 11: Psikiatri Anak Retardasi Mental, Gangguan Hiperkinetik, Autisme

2). Gerakan motorik stereotipik: haloperidol dan chlorpromazine

3). Kemarahan eksplosif: propranolol dan buspiron

G. Prognosis

Retardasi mental yang diketahui penyakit dasarnya biasanya prognosisnya

lebih baik tetapi pada umumnya sulit untuk mengetahui penyakit dasarnya. Anak

dengan retardasi mental ringan, dengan kesehatan yang baik, tanpa penyakit

kardiorespirasi, pada umumnya umur harapan hidupnya sama dengan orang

normal. Tetapi sebaliknya pada retardasi mental yang berat dengan masalah

kesehatan dan gizi sering meninggal pada usia muda.

Gangguan Hiperkinetik

A. Definisi

11

Page 12: Psikiatri Anak Retardasi Mental, Gangguan Hiperkinetik, Autisme

Merupakan suatu aktivitas yang berlebihan, kegelisahan, perhatian yang

mudah dialihkan dan daya konsentrasi yang kurang. Seseorang anak yang normal

mungkin saja menunjukkan aktivitas yang tinggi tetapi anak hiperkinetik hampir

tidak henti-hentinya bergerak ke sana dan ke sini, melakukan ini dan itu, hal-hal

yang menghawatirkan orang tuanya karena berbahaya. Anak itu dapat bereaksi

terhadap rangsangan dengan emosi yang berlebihan, ia sering labil, impulsif dan

mudah mengalami kecelakaan.

B. Eitologi

Gangguan hiperkinetik diduga merupakan suatu keadaan yang primer

fisiologis, tetapi dapat menimbulkan gangguan emosi pada anak itu, yang

disebabkan oleh perlakuan orang tua terhadapnya (tidak sabar, tekanan, hukuman,

celaan, dan sebagainya) karena mereka tidak mengerti prilaku anak tersebut.

C. Diagnosis

Diagnosis dibuat terutama atas dasar riwayat anak. Perubahan pada

elektroensefalogram atau nilai ambang konvulsi yang rendah.

D. Terapi

Pengobatan ialah dengan amfetamin (sebenarnya suatu stimulan, tetapi

mempunyai efek paradoxal terhadap anak hiperkinetik dan bekerja sebagai

penenang), neroleptika atau anti depresant trisiklik (amitriptilin, imipramin). Bila

terdapat gangguan emosional karena hiperkinesa diterangkan kepada orang tua

dan anak itu sendiri. Mereka diberi kesempatan mencurahkan isi hati (katarsis).

Lingkungan yang teratur dan tenang dapat membantu.

E. Prognosis

Gangguan fisiologis ini akan menghilang antara umur 12-18 tahun, medikasi

lalu di hentikan.

AUTISME MASA KANAK

12

Page 13: Psikiatri Anak Retardasi Mental, Gangguan Hiperkinetik, Autisme

A. Definisi

Suatu kondisi mengenai seseorang sejak lahir ataupun saat masa balita, yang

membuat dirinya tidak dapat membentuk hubungan sosial atau komunikasi yang

normal. Akibatnya anak tersebut terisolasi dari manusia lain dan masuk dalam dunia

repetitif, aktivitas dan minat yang obsesif. (Baron-Cohen, 1993). Menurut Power

(1989) karakteristik anak dengan autisme adalah adanya 6 gangguan dalam bidang:

interaksi sosial,

komunikasi (bahasa dan bicara).

perilaku-emosi

pola bermain

gangguan sensorik dan motorik

perkembangan terlambat atau tidak normal.

Gejala ini mulai tampak sejak lahir atau saat masih kecil; biasanya sebelum anak

berusia 3 tahun.

B. Etiologi

Autisme diakibatkan terjadi kelainan fungsi luhur di daerah otak.

Kelainan fungsi ini bisa disebabkan berbagai macam trauma seperti:

• Sewaktu bayi dalam kandungan, misalnya karena keadaan keracunan kehamilan

(toxemia gravidarum), infeksi virus rubella, virus cytomegalo, dan lain-lain.

• Kejadian segera setelah lahir (perinatal), seperti kekurangan oksigen (anoksia).

• Keadaan selama kehamilan seperti pem-bentukan otak yang kecil, misalnya vermis

otak kecil yang lebih kecil (mikrosepali) atau terjadi pengerutan jaringan otak (tuber

sklerosis).

• Mungkin karena kelainan metabolisme seperti pada penyakit Addison, (karena

infeksi Tuberkulosa, dimana terjadi bertambahnya pigment tubuh dan kemunduran

mental).

• Mungkin karena kelainan chromosom seperti pada syndrome chromosoma X yang

fragil.

C. Gejala

13

Page 14: Psikiatri Anak Retardasi Mental, Gangguan Hiperkinetik, Autisme

Anak dengan autisme dapat tampak normal di tahun pertama maupun tahun kedua

dalam kehidupannya. Para orang tua seringkali menyadari adanya keterlambatan

kemampuan berbahasa dan cara-cara tertentu yang berbeda ketika bermain serta

berinteraksi dengan orang lain. Anak-anak tersebut mungkin dapat menjadi sangat

sensitif atau bahkan tidak responsif terhadap rangsangan-rangasangan dari kelima

pancainderanya (pendengaran, sentuhan, penciuman, rasa dan penglihatan). Perilaku-

perilaku repetitif (mengepak-kepakan tangan atau jari, menggoyang-goyangkan badan

dan mengulang-ulang kata) juga dapat ditemukan. Perilaku dapat menjadi agresif

(baik kepada diri sendiri maupun orang lain) atau malah sangat pasif. Besar

kemungkinan, perilaku-perilaku terdahulu yang dianggap normal mungkin menjadi

gejala-gejala tambahan. Selain bermain yang berulang-ulang, minat yang terbatas dan

hambatan bersosialisasi, beberapa hal lain yang juga selalu melekat pada para

penyandang autisme adalah respon-respon yang tidak wajar terhadap informasi

sensoris yang mereka terima, misalnya; suara-suara bising, cahaya, permukaan atau

tekstur dari suatu bahan tertentu dan pilihan rasa tertentu pada makanan yang menjadi

kesukaan mereka.

Beberapa atau keseluruhan karakteristik yang disebutkan berikut ini dapat diamati

pada para penyandang autisme beserta spektrumnya baik dengan kondisi yang

teringan hingga terberat sekalipun.

1. Hambatan dalam komunikasi, misal: berbicara dan memahami bahasa.

2. Kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain atau obyek di sekitarnya serta

menghubungkan peristiwa-peristiwa yang terjadi.

3. Bermain dengan mainan atau benda-benda lain secara tidak wajar.

4. Sulit menerima perubahan pada rutinitas dan lingkungan yang dikenali.

5. Gerakkan tubuh yang berulang-ulang atau adanya pola-pola perilaku yang tertentu

Para penyandang Autisme beserta spektrumnya sangat beragam baik dalam

kemampuan yang dimiliki, tingkat intelegensi, dan bahkan perilakunya. Beberapa

diantaranya ada yang tidak 'berbicara' sedangkan beberapa lainnya mungkin terbatas

bahasanya sehingga sering ditemukan mengulang-ulang kata atau kalimat. Mereka

yang memiliki kemampuan bahasa yang tinggi umumnya menggunakan tema-tema

yang terbatas dan sulit memahami konsep-konsep yang abstrak. Dengan demikian,

selalu terdapat individualitas yang unik dari individu-individu penyandangnya.

14

Page 15: Psikiatri Anak Retardasi Mental, Gangguan Hiperkinetik, Autisme

D. Diagnosis Autisme Sesuai DSM IV

a. Interaksi Sosial (minimal 2):

1. Tidak mampu menjalin interaksi sosial non verbal: kontak mata, ekspresi

muka, posisi tubuh, gerak-gerik kurang tertuju

2. Kesulitan bermain dengan teman sebaya

3. Tidak ada empati, perilaku berbagi kesenangan/minat

4. Kurang mampu mengadakan hubungan sosial dan emosional 2 arah

b. Komunikasi Sosial (minimal 1):

1. Tidak/terlambat bicara, tidak berusaha berkomunikasi non verbal

2. Bisa bicara tapi tidak untuk komunikasi/inisiasi, egosentris

3. Bahasa aneh & diulang-ulang/stereotip

4. Cara bermain kurang variatif/imajinatif, kurang imitasi social

c. Imaginasi, berpikir fleksibel dan bermain imaginatif (minimal 1):

1. Mempertahankan 1 minat atau lebih dengan cara yang sangat khas dan

berlebihan, baik intensitas dan fokusnya

2. Terpaku pada suatu kegiatan ritualistik/rutinitas yang tidak berguna

3. Ada gerakan-gerakan aneh yang khas dan berulang-ulang. Seringkali sangat

terpukau pada bagian-bagian tertentu dari suatu benda.

E Terapi

Terapi harus dimulai sejak awal dan harus diarahkan pada hambatan maupun

keterlambatan yang secara umum dimiliki oleh setiap anak autis, misalnya;

komunikasi dan persoalan-persolan perilaku. Terapi yang komprehensif umumnya

meliputi; Terapi Wicara (Speech Therapy), Okupasi Terapi (Occupational Therapy)

dan Applied Behavior Analisis untuk mengubah serta memodifikasi perilaku.

F. Prognosis

15

Page 16: Psikiatri Anak Retardasi Mental, Gangguan Hiperkinetik, Autisme

Anak-anak autis kadang-kadang sembuh hal ini terjadi setelah perawatan intensif

dan kadang-kadang tidak. Anak autism dengan kemampuan bahasa sebelum usia

enam, memiliki IQ di atas 50, dan memiliki keterampilan diprediksi akan lebih baik;

hidup mandiri. Inggris pada tahun 2004 studi dari 68 orang dewasa yang didiagnosis

sebelum 1980 sebagai anak-anak autis dengan IQ di atas 50 menemukan bahwa 12%

mencapai tingkat tinggi kemandirian sebagai orang dewasa, 10% mempunyai

beberapa teman dan umumnya dapat bekerja, tetapi diperlukan beberapa dukungan,

19% memiliki kemandirian tetapi umumnya tinggal di rumah dan membutuhkan

dukungan dan pengawasan dalam kehidupan sehari-hari, 46% diperlukan perawat

spesialis dari penyedia fasilitas hunian yang mengkhususkan diri dengan dukungan

tingkat tinggi dan 12% membutuhkan tingkat tinggi perawatan di rumah sakit.

(Howlin, et all, 2004). Sebuah penelitian tahun 2005 di Swedia 78 orang dewasa yang

tidak mengecualikan IQ rendah ditemukan prognosis lebih buruk misalnya, hanya 4%

mencapai kemandirian.

Daftar Pustaka

Kaplan & saddock. 2010. Sinopsis Psikiatri. Tangerang : Binarupa Aksara

Maramis, W. F. 2005. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: Airlangga University Press

Soetjiningsih. 1995. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta : EGC

16

Page 17: Psikiatri Anak Retardasi Mental, Gangguan Hiperkinetik, Autisme

Tomb, D. A. 2004. Buku Saku Psikatri ed 6. Jakarta : EGC

17