Pruritus Pada Pasien Hemodialisis
-
Upload
abdulazizmochammad -
Category
Documents
-
view
135 -
download
8
description
Transcript of Pruritus Pada Pasien Hemodialisis
CDK-203/ vol. 40 no. 4, th. 2013260
TINJAUAN PUSTAKA
PENDAHULUAN
Pruritus merupakan keluhan yang paling
sering terjadi pada pasien hemodialisis.
Hampir 60-80% pasien yang menjalani dialisis
(baik hemodialisis maupun dialisis peritoneal)
mengeluhkan pruritus.1-6 Pruritus didefi nisikan
sebagai rasa gatal setidaknya 3 periode
dalam waktu 2 minggu yang menimbulkan
gangguan, atau rasa gatal yang terjadi lebih
dari 6 bulan secara teratur. Pruritus umumnya
dialami sekitar 6 bulan setelah awal dialisis dan
biasanya makin meningkat dengan lamanya
pasien menjalani dialisis.13
Kejadian pruritus tidak berhubungan dengan
usia, jenis kelamin, suku atau penyakit penyerta.
Pruritus bisa dikeluhkan setiap saat (konstan),
atau hilang timbul (episodik).4-8 Beberapa
pasien mengeluhkan pruritus di bagian tubuh
tertentu (terlokalisasi), sementara yang lain di
seluruh tubuh (menyeluruh). Bila terlokalisasi,
biasanya di lengan atas dan punggung bagian
atas. Meskipun telah dilakukan penelitian,
penyebab yang jelas ataupun terapi yang
tepat belum diketahui. Kondisi kulit lain yang
juga sering timbul pada pasien hemodialisis
(tabel 1) antara lain kulit kering (xerosis) dan
diskolorasi kulit (hiperpigmentasi).3 Makalah
ini hanya membahas tentang pruritus.
ETIOLOGI
Uremia merupakan penyebab metabolik
pruritus yang paling sering. Faktor yang
mengeksaserbasi pruritus termasuk panas,
waktu malam hari (nighttime), kulit kering dan
keringat. Penyebab pruritus pada penyakit
ginjal tidak jelas dan dapat multifaktorial.
Sejumlah faktor diketahui menyebabkan
pruritus uremik namun etiologi spesifi k pada
umumnya belum diketahui pasti. Beberapa
kasus pruritus lebih berat selama atau setelah
dialisis dan dapat berupa reaksi alergi terhadap
heparin, eritropoietin, formaldehid, atau
asetat. Pada pasien tersebut, penggunaan
gamma ray–sterilized dialiser, diskontinuasi
penggunaan formaldehid, mengganti cairan
dialisat bikarbonat dan penggunaan dialisat
rendah kalsium dan magnesium dapat
menghilangkan rasa gatal. Reaksi eksematosa
terhadap cairan antiseptik, sarung tangan
karet atau komponen jarum punksi, jarum
punksi atau cellophane sebaiknya juga
dipertimbangkan.14, 15
Penyebab pruritus lain termasuk di antaranya
adalah hiperparatiroid sekunder, dry skin
(disebabkan atrofi kelenjar keringat),
hiperfosfatemia dengan meningkatnya
deposit kalsium-fosfat di kulit dan pe-
ningkatan produk kalsium-fosfat, dialisis
inadekuat, meningkatnya kadar ß2-
mikroglobulin, anemia (atau manifestasi
defi siensi eritropoietin), neuropati perifer,
Pruritus pada Pasien Hemodialisis
Eva RoswatiDivisi Nefrologi dan Hipertensi Departemen Ilmu Penyakit Dalam
FK USU/RSUP H. Adam Malik Medan
ABSTRAK
Hampir 60-80% pasien yang menjalani dialisis (baik hemodialisis maupun dialisis peritoneal) mengeluhkan pruritus. Pruritus didefi nisikan
sebagai rasa gatal setidaknya 3 periode dalam waktu 2 minggu yang menimbulkan gangguan, atau rasa gatal yang terjadi lebih dari 6 bulan
secara teratur. Pruritus umumnya dialami sekitar 6 bulan setelah awal dialisis dan biasanya makin meningkat dengan lamanya pasien menjalani
dialisis. Penyebab pruritus belum diketahui jelas. Pengobatan berupa mengoptimalkan dosis dialisis (adekuasi hemodialisis), mengobati anemia
penyakit kronik, perbaikan kadar mineral, terutama bila kalsium dan fosfat <55 mg/dL, emolien, antihistamin, capsaicin topikal, sinar UVB, dan/
atau antagonis opiat.
Kata kunci: pruritus, hemodialisis, dialisis peritoneal
ABSTRACT
Approximately 60-80% of dialysis patients (either hemodialysis or periotenal dialysis) complained pruritus. Pruritus is defi ned as an itchy sensa-
tion for at least 3 periods within 2 weeks which causes disorder or itchy sensation occured regularly for more than 6 weeks. Pruritus is generally
experienced around 6 weeks after the beginning of dialysis and usually worsened proportionally with the duration of dialysis. The certain cause
of pruritus is still unknown. Treatment includes optimalization of dialysis dose (hemodialysis adequacy), treatment of chronic disease anemia,
correction of mineral level, especially if calcium and phosphate <55 mg/dL, emolient, antihistamin, topical capsaicin, UVB light, and/or opiate
antagonist.
Key words: pruritus, hemodialysis, peritoneal dialysis
Alamat korespondensi email: [email protected]
261CDK-203/ vol. 40 no. 4, th. 2013
TINJAUAN PUSTAKA
kadar alumunium dan magnesium yang
tinggi, peningkatan sel mast, xerosis, anemia
defi siensi besi, hipervitaminosis A dan
disfungsi imun.
PATOGENESIS1-6, 8-10, 12-15
Patofi siologi pruritus pada pasien dialisis masih
belum diketahui. Keluhan pruritus diperkirakan
berhubungan dengan pelepasan histamin
dari sel mast di kulit. Persepsi pruritus dibawa
oleh sistem saraf pusat melalui jalur neural
yang berhubungan dengan reseptor opioid.
Namun, mekanisme uremia menginduksi
pruritus belum diketahui jelas, mungkin
karena disekuilibrium metabolik. Menarik
diperhatikan bahwa pruritus tidak terjadi
pada pasien gagal ginjal akut, sehingga kadar
blood urea nitrogen (BUN) dan kreatinin bukan
menjadi penyebab satu-satunya pruritus.
Berikut ini beberapa mekanisme yang
menyebabkan pruritus:
• Xerosis
Xerosis merupakan masalah kulit yang sering
terjadi (60% - 90%) pada pasien dialisis
yang memicu terjadinya pruritus uremia.
Xerosis atau dry skin akibat atrofi kelenjar
sebasea, gangguan fungsi sekresi eksternal,
dan gangguan hidrasi stratum korneum.
Skin dryness pada pasien dialisis yang
pruritus mempunyai hidrasi lebih rendah
dibandingkan pasien dialisis tanpa keluhan
pruritus (Morton et al)
• Berkurangnya eliminasi transepidermal
faktor pruritogenik
Secara teori, akumulasi senyawa pruritogenik
yang tidak terdiaisis dapat menimbulkan efek
sensasi gatal di saraf pusat ataupun di reseptor.
Senyawa pruritogenik di antaranya vitamin
A, hormon paratiroid dan histamin yang
berpotensi menimbulkan pruritus. Namun
tidak ada bukti yang mendukung bahwa
senyawa-senyawa tersebut menyebabkan
pruritus uremik. Kadar plasma vitamin A
meningkat pada pasien dialisis, tetapi tidak
ada hubungan antara kadar plasma vitamin
A dengan derajat pruritus; bahkan autopsi
menunjukkan bahwa kadar vitamin A di
organ-organ tubuh sama atau lebih rendah
pada pasien uremia dibandingkan pasien
yang tidak uremia. Senyawa pruritogenik lain
adalah interleukin-1, yang dikeluarkan setelah
kontak antara plasma dengan membran
hemodialisis yang bioinkompatibel.
Interleukin-1 mempunyai efek proinfl amasi
di kulit dan secara teori dapat menyebabkan
rasa gatal. Stale-Backdahl menyatakan
hipotesa bahwa pruritus uremik dapat
disebabkan oleh proliferasi abnormal serabut
saraf sensorik yang dikenal sebagai neuropati
uremik. Stale menemukan serabut saraf dan
saraf terminal tersebar di lapisan epidermis
pasien dialisis. Namun, laporan terbaru
menyatakan tidak ada perbedaan distribusi
serabut saraf sensorik enolase-positip antara
pasien normal dengan pasien uremik. Marker
infl amasi seperti C-reactive protein dan
interleukin-6 dilaporkan juga meningkat
pada pasien pruritus uremik.
• Hiperparatiroid
Hiperparatiroid dapat menstimulasi sel
mast untuk melepaskan histamin dan dapat
menyebabkan mikropresipitasi garam
kalsium dan magnesium di kulit. Namun,
tidak semua pasien hiperparatiroid berat
mengalami pruritus. Suatu studi pernah
melaporkan pruritus dapat hilang sama sekali
setelah tindakan paratiroidektomi. Lebih
lanjut diketahui tidak ada hubungan antara
kadar PTH (parathyroid hormone) plasma
dengan proliferasi sel dermal, juga tidak ada
perbedaan jumlah sel mast atau kadar PTH
antara pasien dengan atau tanpa pruritus.
• Hiperkalsemia
• Hiperfosfatemia
• Peningkatan kadar histamin
Histamin, basofi l, trombosit, dan sel mast
peritoneal serta bronkial telah dikenal sebagai
pemicu rasa gatal pada kulit yang alergi.
Pelepasan histamin dipicu oleh substansi P,
neurotransmiter yang terlibat dalam sensasi
rasa gatal. Kadar histamin yang meningkat
telah dilaporkan pada pasien uremia, namun
hubungan antara kadar histamin dengan
derajat pruritus masih belum jelas. Reaksi
fl are akibat histamin sangat sedikit pada
pasien uremia dibandingkan pasien normal,
dan antagonis histamin biasanya tidak efektif
mengurangi pruritus uremik. Jadi, sangat tidak
mungkin bahwa histamin berperan sebagai
patogen utama pruritus.
• Peningkatan kadar serotonin (5-hidroksi-
triptamin [5-HT3])
Masih menjadi perdebatan dalam terjadinya
pruritus uremik.
• Peningkatan proliferasi sel mast di kulit
Pada pasien uremia, jumlah sel mast dermis
meningkat, dan kadar histamin dan triptase
plasma lebih tinggi pada pasien dengan
pruritus uremik berat.
• Neuropati sensorik uremik
Pruritus uremik merupakan sensasi gatal
dari neuropati dan neurogenik. Pruritus
ditransmisikan melalui serabut C di kulit.
Stimulan serabut C meliputi sitokin, histamin,
serotonin, prostaglandin, neuropeptida, dan
enzim. Sensasi gatal neuropati dapat berasal
dari kerusakan sistem saraf di sepanjang
jalur aff eren, contohnya neuralgia post-
herpetik dan infeksi HIV. Sensasi gatal yang
berasal dari sentral tanpa kerusakan neuron
diistilahkan sebagai neurogenik, contohnya
kolestasis dan pemakaian opioid eksogen.
Pada nyeri neurogenik, dijumpai peningkatan
tonus opioidergik akibat akumulasi opioid
endogen.11
Stahle-Backdahl menyatakan bahwa pruritus
uremik dapat disebabkan oleh proliferasi
abnormal serabut saraf sensorik. Studi lain
atas 24 pasien uremik dan 10 subjek normal
menunjukkan tidak terdapat perbedaan antara
kedua kelompok dalam distribusi serabut
saraf, namun diketahui terjadi pengurangan
jumlah serabut saraf terminal kulit pada
pasien uremik sehingga inervasi kulit secara
nonspesifi k berubah pada kebanyakan pasien
gagal ginjal kronik, mungkin akibat neuropati
yang terjadi.
Tabel 1 Manifestasi kulit sekunder akibat penyakit ginjal12, 13
Nonspesifi k
Pruritus� Xerosis� Acquired ichthyosis� Pigmentary alteration� Pallor (secondary to anemia)� Hyperpigmentation� Dyspigmentation (yellow tint)� Infections (fungal, bacterial, viral)� Purpura�
Borderline
Acquired perforating � dermatosis
Calciphylaxis� Metastatic calcifi cation� Blistering disorders� Porphyria cutanea tarda� Pseudoporphyria� Eruptive xanthomas� Pseudo–Kaposi’s sarcoma�
Spesifi k
Nephrogenic systemic fi brosis� Dialysis-associated steal syndrome� Metastatic renal cell carcinoma� Dialysis-related amyloidosis� Arteriovenous shunt dermatitis� Uremic frost�
CDK-203/ vol. 40 no. 4, th. 2013262
TINJAUAN PUSTAKA
seperti likhen simpleks, prurigo nodularis dan
papula keratotik (folikulitis perforatif ) dan
hiperkeratosis folikular.
Keluhan pruritus digolongkan berdasarkan
derajat keluhan, frekuensi, dan distribusinya.
Sistem skor yang diperkenalkan oleh Duo,
kemudian dimodifi kasi oleh Mettang dan
Hiroshige, seperti berikut ini4,6:
Skor derajat pruritus:
• skor 1: gatal tanpa garukan
• skor 2: gatal dengan garukan tanpa
ekskoriasi
• skor 3: gatal dengan garukan terus-
menerus atau dengan ekskoriasi
• skor 4: gatal menyebabkan kegelisahan
total;
Skor distribusi pruritus:
• skor 1: gatal di satu lokasi tubuh
• skor 2: gatal tersebar di beberapa lokasi
tubuh
• skor 3: gatal menyeluruh;
Skor frekuensi pruritus:
• skor: setiap 4 episode (masing-masing
episode <10 menit) atau satu episode gatal
(>10 menit) mempunyai skor 1 poin, maksimal
4 poin.
Beberapa peneliti melaporkan keluhan
pruritus berdasarkan intensitas (absen, ringan,
berat) dan frekuensi (absen, kadang-kadang,
setiap hari). Namun, kebanyakan keluhan
pruritus hanya dibedakan berdasarkan ada
atau tidaknya pruritus.
TERAPI
Penyebab pruritus uremik pada pasien
penyakit ginjal kronik dan dialisis yang
mirip kelainan kulit primer (seperti urtikaria,
psoriasis, dermatitis atopik), penyakit hepar
(seperti hepatitis), dan kelainan endokrin
(seperti hipotiroid, diabetes mellitus)
sebaiknya dieksklusi terlebih dahulu. Pruritus
biasanya mempengaruhi pola tidur pasien
dan status psikologis, sehingga sebaiknya
diterapi dengan adekuat.
Terapi defi nitif pasien dialisis dengan pruritus
uremik yang berat adalah transplantasi ginjal.
Penelitian sebelumnya melaporkan pruritus
umum hilang setelah transplantasi ginjal.
Bagi pasien yang tidak dapat melakukan
transplantasi atau masih menunggu,
pengobatan yang berhubungan ataupun
lokal.14, 15
• Teori lain adalah opioid dapat menstimulasi
serabut C. Hipotesis sistem opioid adalah
bahwa pruritus uremik disebabkan oleh
overekspresi reseptor opioid di sel dermis dan
limfosit.13
MANIFESTASI KLINIS DAN DIAGNOSIS
Pruritus sering dirasakan di seluruh tubuh
paling dominan di punggung. Pruritus
biasanya makin dikeluhkan selama dialisis dan
seperempat pasien mempunyai keluhan saat
dan pada akhir dialisis.
Pruritus uremik merupakan diagnosis eksklusi
sehingga penyebab pruritus lain pada pasien
yang menjalani dialisis harus dieksklusi
terlebih dahulu. Biopsi kulit pada pasien
pruritus uremik biasanya tidak memuaskan.
Ekskoriasi akibat garukan berulang dapat
menyebabkan kondisi dermatologi lain
Gambar 1 Perubahan kulit pada pasien pruritus uremik. (a) Garukan di lengan tempat fi stula. (b) Luka parut di bahu dan
punggung seorang pasien wanita dengan hemodialisis. (c) Prurigo nodularis dengan ekskoriasi dan superinfeksi di lengan
atas seorang pasien dengan dialisis peritoneal. (d) Penyakit Kyrles di punggung seorang pasien hemodialisis. 14
Tabel 2 Pilihan terapi pruritus uremik 6
Topical treatment
Skin emollients• Capsaicin•
Physical treatment
Phototherapy (Ultraviolet)• Acupuncture•
Systemic treatment
Low-protein diet• Primrose oil• Lidocaine and mexiletine• Opioid antagonists• Active charcoal• Cholestyramine• Parathyroidectomy• Thalidomide• Nicergoline• Nalfurafi ne•
Dyalisis-related treatment
Effi cient dialysis• Erythropoietin• Kidney transplantation•
• Middle molecule theory: eksistensi senyawa
pruritogenik terakumulasi karena tidak
terdialisis akibat ukuran molekulnya. Namun
suatu studi melaporkan bahwa pruritus lebih
sering terjadi pada pasien dialisis dengan
Kt/V tinggi; karena perhitungan tersebut
berdasarkan bersihan (clearance) molekul
kecil, memberikan bukti terhadap middle
molecule theory.4
• Teori imunitas yang mengemukakan
bahwa pruritus uremik adalah suatu penyakit
infl amasi sistemik dibandingkan kelainan kulit
263CDK-203/ vol. 40 no. 4, th. 2013
TINJAUAN PUSTAKA
tidak berhubungan dengan prosedur
dialisis dapat meringankan keluhan pruritus.
Pengobatan tersebut di antaranya :4
• Mengoptimalkan dosis dialisis (adekuasi
hemodialisis):
Terapi dialisis yang optimal akan memperbaiki
efi kasi dialisis dan status nutrisi pasien yang
selanjutnya akan mengurangi prevalensi
dan derajat keparahan pruritus uremik.
Penggunaan membran hemodialisis yang
biokompatibel juga mempunyai efek
menguntungkan. Kontrol konsentrasi plasma
kalsium dan fosfor yang adekuat dengan
penggunaan konsentrasi dialisat rendah
kalsium dan magnesium dalam jangka pendek
akan mengurangi keluhan keluhan pruritus di
beberapa studi kecil.
• Mengobati anemia penyakit kronik
• Perbaikan kadar mineral, terutama
mempertahankan serum kalsium dan fosfat
<55mg/dl.
Selain itu dapat diberikan emolient,
antihistamin, capsaicin topikal, sinar UVB, dan/
atau antagonis opiat.
Pendekatan berikut bisa menjadi panduan
dalam mengobati pasien dengan pruritus
uremik (Skema 1):
Berikut akan dibahas mengenai efi kasi
masing-masing obat.
• Antihistamin
Antihistamin mempunyai efi kasi yang terbatas
dan tidak berbeda dibandingkan emolien.
Antihistamin generasi terbaru belum pernah
diujicobakan pada pruritus uremik. Ketotifen
(2-4 mg/hari), suatu penstabil sel mast
dilaporkan bermanfaat mengurangi keluhan
pruritus uremik dari suatu studi kecil.
• Emolien
Emolien efektif pada pruritus uremik. Dari
penelitian terhadap 21 pasien pruritus uremik,
pemberian emolien regular mengurangi
keluhan pada 9 pasien (43%). Terapi bath
oil yang mengandung polidokanol, suatu
campuran komponen monoeter laurilalkohol
dan makrogol, nampaknya bermanfaat bagi
beberapa pasien.
• Capsaicin topikal4,7
Capsaicin (trans-8-metil-N-vanilil-6-
nonenamida), suatu alkaloid alami yang
terdapat di berbagai spesies Solanacea,
diekstraksi dari red chili pepper dan telah banyak
digunakan untuk terapi pruritus. Capsaicin
efektif menghilangkan pruritus uremik
melalui inhibisi neuropeptida, substansi P.
Substansi P merupakan neuropeptida yang
berfungsi sebagai mediator nyeri dan impuls
rasa gatal dari perifer ke sistem saraf pusat.
Efek farmakologik terutama deplesi substansi
P dari neuron sensorik. Dari penelitian,
pemberian krim capsaicin 0,025 % lebih efektif
secara bermakna dibandingkan plasebo.
• Sinar ultraviolet
Sinar ultraviolet mengurangi keluhan
pruritus melalui mekanisme yang belum
jelas. Penelitan 18 pasien pruritus berat yang
persisten mendapatkan keluhan pruritus
berkurang secara bermakna pada pasien yang
mendapat sinar spektrum. Penelitian lainnya
pada 14 pasien yang mendapat terapi sinar
UVB (panjang gelombang 280-315 nm) selama
2 bulan, 8 pasien melaporkan pengurangan
intensitas gatal sebesar 30%. Durasi efek
antipruritus terapi UVB 3 kali seminggu
bervariasi, namun dapat bertahan selama
beberapa bulan. Penggunaan UVB dalam
jangka panjang dikontraindikasikan pada
pasien dengan kulit putih (skin phototypes I
dan II) serta efek karsinogenik dari radiasi UV
tetap harus menjadi perhatian.
• Antagonis opioid4,12-14
Nalfurafi ne efektif menghilangkan keluhan
pruritus. Setelah pemberian nalfurafi ne selama
2-4 minggu, memberikan hasil keluhan gatal,
intensitas gatal dan gangguan tidur menjadi
berkurang. Studi terbaru pada 144 pasien,
keluhan pruritus, ekskoriasi, dan gangguan
tidur berkurang secara signifi kan pada pasien
yang mendapat nalfurafi ne IV tanpa efek
samping yang berlebihan dibandingkan
plasebo.
Naltrexone, antagonis reseptor opiod, juga
efektif untuk terapi pruritus uremik dari studi
15 pasien dialisis. Namun pada studi yang
lebih besar, tidak dijumpai perbedaan efi kasi
yang bermakna terapi naltrexone (50 mg/hari)
selama 4 minggu dibandingkan plasebo.
• Butorfanol intranasal4
Suatu agonis reseptor kappa-opioid dan
antagonis reseptor mu, dilaporkan efektif
pada pruritus uremik.
• Gabapentin11
Gabapentin, obat antiepilepsi, secara
struktur berkaitan dengan neurotransmiter
g-aminobutyric acid (GABA), diketahui
efektif untuk pruritus uremik. Dari 25 pasien
hemodialisis yang mendapat gabapentin
Skema 1 Penanganan pruritus pada pasien hemodialisis2, 14
CDK-203/ vol. 40 no. 4, th. 2013264
TINJAUAN PUSTAKA
didapatkan data yang mendukung.
• Antagonis 5-hidroksitriptamin
Ondansetron, suatu antagonis selektif
5-HT3, bermanfaat pada suatu studi pasien
yang menjalani dialisis peritoneal. Namun,
studi acak dengan subjek yang lebih besar
tidak menunjukkan superioritas pemakaian
ondansentron dibandingkan plasebo.
• Lain-lain
Meliputi heparin, kolestiramin, γ-asam
linolenat topikal, sauna, nicergolin, akupunktur,
diet rendah protein, lidokain intravena, dan
meksiletin. Pemberian agen-agen tersebut
dalam terapi pruritus uremik belum diketahui
secara jelas. 4
SIMPULAN
Pruritus uremik disebabkan oleh berbagai
mekanisme: masalah psikologis, gangguan
biokimia, perubahan reaktivitas lokal, dan
sebagainya. Terapi terbaik untuk pruritus
berat adalah kombinasi dari dosis dialisis
yang adekuat, manajemen anemia dan
metabolisme mineral yang efektif, emolien,
sinar UVB, dan (jika diperlukan) pemberian
antihistamin dan capsaicin topikal. Naltrekson
dapat berperan pada pruritus refrakter.
selama 4 minggu dibandingkan plasebo,
gabapentin mengurangi keluhan pruritus
secara bermakna dari skor pruritus (8,4-1,2 vs
8,4-7,6 dibandingkan plasebo). Efek samping:
somnolen, dizziness, dan fatigue. Gabapentin
dieliminasi terutama melalui ginjal dan saat
hemodialisis. Dosis rekomendasi untuk pasien
hemodialisis adalah 200-300 mg setiap
selesai dialisis. Dosis dikurangi, jika diberikan
dalam waktu lama, karena gabapentin
dapat terakumulasi dan menyebabkan efek
samping neurotoksik. Meskipun mekanisme
kerjanya belum jelas, gabapentin sepertinya
mempunyai efek pada kanal ion kalsium
(voltage-dependent calcium-ion channels).
Hambatan infl uks kalsium neuronal
menyebabkan gangguan sensasi pruritus
pada uremia.
• Primrose oil
Suplemen oral dari γ-linoleic acid (GLA)–rich
primrose oil dilaporkan bermanfaat. Efek
primrose oil diperkirakan dari meningkatnya
sintesis anti-infl amasi eikosanoid. Efek yang
sama dapat diperoleh dengan menggunakan
minyak ikan, minyak zaitun, dan minyak
saffl ower. Pada studi 16 pasien dialisis yang
diberi 2 g/hari primrose oil sore hari, dilaporkan
keluhan pruritus uremik (serta masalah kulit
lainnya) berkurang dibandingkan sebelum
diberi primrose oil.
• Oral activated charcoal
Keluhan pruritus hilang total atau berkurang
secara bermakna pada pasien dialisis yang
diobati dengan activated charcoal (6 g/hari)
selama 8 minggu. Senyawa yang murah dan
dapat ditolerir ini dapat menjadi alternatif
yang bermanfaat.
• Imunomodulator dan Imunosupresif
Pemberian talidomid selama 7 hari mengurangi
intensitas pruritus uremik sampai 80% pada
29 pasien hemodialisis. Namun karena efek
samping yang sangat teratogenik, talidomid
sebaiknya diberikan pada pasien dengan
pruritus berat yang resisten. Efek samping
talidomid, seperti neuropati perifer dan
kardiovaskular, membatasi penggunaannya.
• Salep tacrolimus
Studi pada 25 pasien dialisis, penggunaan
salep tacrolimus (0,1%) selama 6 minggu
mengurangi keluhan pruritus secara
signifi kan. Tacrolimus dapat ditolerir dan tidak
menyebabkan efek samping sistemik. Namun,
risiko pemakaian jangka panjang belum
diketahui dan tidak direkomendasikan sampai
DAFTAR PUSTAKA
1. Giovambattista V. Pruritus in Haemodialysis Patients, http: //www.uninet.edu/cin2003/conf/virga/ virga.html.
2. Mettang T, Weisshaar E. Pruritus: Control of Itch in Patients Undergoing Dialysis, 2012 SkinThearpyLetter®,Last modifi ed: Thursday, 21-Jun-2012 16:53:26.
3. Skin Problems and Dialysis, http://www.davita.com/kidney-disease/dialysis/life-on-dialysis/skin-problems-and-dialysis/e/5291.
4. Henrich WL Uremic Pruritus, Uptodate version 19.3.
5. Julia RN, Dirk ME. Dermatologic Manifestations of Renal Disease, http://emedicine.medscape. com/article/1094846.
6. Narita I, Iguchi S, Omori K, Gejyo F. Uremic pruritus in chronic hemodialysis patients, J.Nephrol 2008; 21: 161-5.
7. Atieh Makhlough, Topical Capsaicin Therapy for Uremic Pruritus in Patients on Hemodialysis, Iranian J. f Kidney Dis. 2010, 4:2.
8. Ponticelli C, Bencini PL. Pruritus in dialysis patients: a neglected problem, Nephrol Dial Transplant 1995: Editorial Comments, p. 2174-6.
9. Mathur VS, Lindberg J, Germain M, Block G, Tumlin J, Smith M,. A Longitudinal Study of Uremic Pruritus in Hemodialysis Patients, Clin J Am Soc Nephrol 2010; 5: 1410–9.
10. Akhyani M, Ganji M-R, Samadi N, Khamesan B, Daneshpazhooh M. Pruritus in hemodialysis patients, BMC Dermatology 2005, 5:7.
11. Ali Ihsan Gunal, Goksel Ozalp, Tahir Kurtulus Yoldas, Servin Yesil Gunal, Ercan Kirciman and Huseyin Celiker, Gabapentin therapy for pruritus in haemodialysis patients: a randomized,
placebo-controlled, double-blind trial, Nephrol Dial Transplant (2004) 19: 3137–9.
12. Thomas Mettang, Christiane Pauli-Magnus and Dominik Mark Alscher, Uraemic pruritus—new perspectives and insights from recent trials, Nephrol Dial Transplant (2002) 17: 1558–63.
13. Ko CJ, Cowper SE. Dermatologic Conditions in Kidney Disease, Brenner & Rector’s The Kidney 9th Edition Chapter 59, p.2 156-79.
14. Evenepoel P, Kuypers DR. Dermatologic Manifestations of Chronic Kidney Disease, Comprehensive Clinical Nephrology, 4th ed, 2010,Ch. 84, p.1001-4.
15. Harrison’s Nephrology and Acid-Base Disorders, Uremic Pruritus, p. 124-6.