Pruritus Pada Pasien Hemodialisis

5
CDK-203/ vol. 40 no. 4, th. 2013 260 TINJAUAN PUSTAKA PENDAHULUAN Pruritus merupakan keluhan yang paling sering terjadi pada pasien hemodialisis. Hampir 60-80% pasien yang menjalani dialisis (baik hemodialisis maupun dialisis peritoneal) mengeluhkan pruritus. 1-6 Pruritus didefinisikan sebagai rasa gatal setidaknya 3 periode dalam waktu 2 minggu yang menimbulkan gangguan, atau rasa gatal yang terjadi lebih dari 6 bulan secara teratur. Pruritus umumnya dialami sekitar 6 bulan setelah awal dialisis dan biasanya makin meningkat dengan lamanya pasien menjalani dialisis. 13 Kejadian pruritus tidak berhubungan dengan usia, jenis kelamin, suku atau penyakit penyerta. Pruritus bisa dikeluhkan setiap saat (konstan), atau hilang timbul (episodik). 4-8 Beberapa pasien mengeluhkan pruritus di bagian tubuh tertentu (terlokalisasi), sementara yang lain di seluruh tubuh (menyeluruh). Bila terlokalisasi, biasanya di lengan atas dan punggung bagian atas. Meskipun telah dilakukan penelitian, penyebab yang jelas ataupun terapi yang tepat belum diketahui. Kondisi kulit lain yang juga sering timbul pada pasien hemodialisis (tabel 1) antara lain kulit kering (xerosis) dan diskolorasi kulit (hiperpigmentasi). 3 Makalah ini hanya membahas tentang pruritus. ETIOLOGI Uremia merupakan penyebab metabolik pruritus yang paling sering. Faktor yang mengeksaserbasi pruritus termasuk panas, waktu malam hari (nighttime), kulit kering dan keringat. Penyebab pruritus pada penyakit ginjal tidak jelas dan dapat multifaktorial. Sejumlah faktor diketahui menyebabkan pruritus uremik namun etiologi spesifik pada umumnya belum diketahui pasti. Beberapa kasus pruritus lebih berat selama atau setelah dialisis dan dapat berupa reaksi alergi terhadap heparin, eritropoietin, formaldehid, atau asetat. Pada pasien tersebut, penggunaan gamma ray–sterilized dialiser, diskontinuasi penggunaan formaldehid, mengganti cairan dialisat bikarbonat dan penggunaan dialisat rendah kalsium dan magnesium dapat menghilangkan rasa gatal. Reaksi eksematosa terhadap cairan antiseptik, sarung tangan karet atau komponen jarum punksi, jarum punksi atau cellophane sebaiknya juga dipertimbangkan. 14, 15 Penyebab pruritus lain termasuk di antaranya adalah hiperparatiroid sekunder, dry skin (disebabkan atrofi kelenjar keringat), hiperfosfatemia dengan meningkatnya deposit kalsium-fosfat di kulit dan pe- ningkatan produk kalsium-fosfat, dialisis inadekuat, meningkatnya kadar ß2- mikroglobulin, anemia (atau manifestasi defisiensi eritropoietin), neuropati perifer, Pruritus pada Pasien Hemodialisis Eva Roswati Divisi Nefrologi dan Hipertensi Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK USU/RSUP H. Adam Malik Medan ABSTRAK Hampir 60-80% pasien yang menjalani dialisis (baik hemodialisis maupun dialisis peritoneal) mengeluhkan pruritus. Pruritus didefinisikan sebagai rasa gatal setidaknya 3 periode dalam waktu 2 minggu yang menimbulkan gangguan, atau rasa gatal yang terjadi lebih dari 6 bulan secara teratur. Pruritus umumnya dialami sekitar 6 bulan setelah awal dialisis dan biasanya makin meningkat dengan lamanya pasien menjalani dialisis. Penyebab pruritus belum diketahui jelas. Pengobatan berupa mengoptimalkan dosis dialisis (adekuasi hemodialisis), mengobati anemia penyakit kronik, perbaikan kadar mineral, terutama bila kalsium dan fosfat <55 mg/dL, emolien, antihistamin, capsaicin topikal, sinar UVB, dan/ atau antagonis opiat. Kata kunci: pruritus, hemodialisis, dialisis peritoneal ABSTRACT Approximately 60-80% of dialysis patients (either hemodialysis or periotenal dialysis) complained pruritus. Pruritus is defined as an itchy sensa- tion for at least 3 periods within 2 weeks which causes disorder or itchy sensation occured regularly for more than 6 weeks. Pruritus is generally experienced around 6 weeks after the beginning of dialysis and usually worsened proportionally with the duration of dialysis. The certain cause of pruritus is still unknown. Treatment includes optimalization of dialysis dose (hemodialysis adequacy), treatment of chronic disease anemia, correction of mineral level, especially if calcium and phosphate <55 mg/dL, emolient, antihistamin, topical capsaicin, UVB light, and/or opiate antagonist. Key words: pruritus, hemodialysis, peritoneal dialysis Alamat korespondensi email: [email protected]

description

pruritis pd pasien hemodialisa

Transcript of Pruritus Pada Pasien Hemodialisis

CDK-203/ vol. 40 no. 4, th. 2013260

TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN

Pruritus merupakan keluhan yang paling

sering terjadi pada pasien hemodialisis.

Hampir 60-80% pasien yang menjalani dialisis

(baik hemodialisis maupun dialisis peritoneal)

mengeluhkan pruritus.1-6 Pruritus didefi nisikan

sebagai rasa gatal setidaknya 3 periode

dalam waktu 2 minggu yang menimbulkan

gangguan, atau rasa gatal yang terjadi lebih

dari 6 bulan secara teratur. Pruritus umumnya

dialami sekitar 6 bulan setelah awal dialisis dan

biasanya makin meningkat dengan lamanya

pasien menjalani dialisis.13

Kejadian pruritus tidak berhubungan dengan

usia, jenis kelamin, suku atau penyakit penyerta.

Pruritus bisa dikeluhkan setiap saat (konstan),

atau hilang timbul (episodik).4-8 Beberapa

pasien mengeluhkan pruritus di bagian tubuh

tertentu (terlokalisasi), sementara yang lain di

seluruh tubuh (menyeluruh). Bila terlokalisasi,

biasanya di lengan atas dan punggung bagian

atas. Meskipun telah dilakukan penelitian,

penyebab yang jelas ataupun terapi yang

tepat belum diketahui. Kondisi kulit lain yang

juga sering timbul pada pasien hemodialisis

(tabel 1) antara lain kulit kering (xerosis) dan

diskolorasi kulit (hiperpigmentasi).3 Makalah

ini hanya membahas tentang pruritus.

ETIOLOGI

Uremia merupakan penyebab metabolik

pruritus yang paling sering. Faktor yang

mengeksaserbasi pruritus termasuk panas,

waktu malam hari (nighttime), kulit kering dan

keringat. Penyebab pruritus pada penyakit

ginjal tidak jelas dan dapat multifaktorial.

Sejumlah faktor diketahui menyebabkan

pruritus uremik namun etiologi spesifi k pada

umumnya belum diketahui pasti. Beberapa

kasus pruritus lebih berat selama atau setelah

dialisis dan dapat berupa reaksi alergi terhadap

heparin, eritropoietin, formaldehid, atau

asetat. Pada pasien tersebut, penggunaan

gamma ray–sterilized dialiser, diskontinuasi

penggunaan formaldehid, mengganti cairan

dialisat bikarbonat dan penggunaan dialisat

rendah kalsium dan magnesium dapat

menghilangkan rasa gatal. Reaksi eksematosa

terhadap cairan antiseptik, sarung tangan

karet atau komponen jarum punksi, jarum

punksi atau cellophane sebaiknya juga

dipertimbangkan.14, 15

Penyebab pruritus lain termasuk di antaranya

adalah hiperparatiroid sekunder, dry skin

(disebabkan atrofi kelenjar keringat),

hiperfosfatemia dengan meningkatnya

deposit kalsium-fosfat di kulit dan pe-

ningkatan produk kalsium-fosfat, dialisis

inadekuat, meningkatnya kadar ß2-

mikroglobulin, anemia (atau manifestasi

defi siensi eritropoietin), neuropati perifer,

Pruritus pada Pasien Hemodialisis

Eva RoswatiDivisi Nefrologi dan Hipertensi Departemen Ilmu Penyakit Dalam

FK USU/RSUP H. Adam Malik Medan

ABSTRAK

Hampir 60-80% pasien yang menjalani dialisis (baik hemodialisis maupun dialisis peritoneal) mengeluhkan pruritus. Pruritus didefi nisikan

sebagai rasa gatal setidaknya 3 periode dalam waktu 2 minggu yang menimbulkan gangguan, atau rasa gatal yang terjadi lebih dari 6 bulan

secara teratur. Pruritus umumnya dialami sekitar 6 bulan setelah awal dialisis dan biasanya makin meningkat dengan lamanya pasien menjalani

dialisis. Penyebab pruritus belum diketahui jelas. Pengobatan berupa mengoptimalkan dosis dialisis (adekuasi hemodialisis), mengobati anemia

penyakit kronik, perbaikan kadar mineral, terutama bila kalsium dan fosfat <55 mg/dL, emolien, antihistamin, capsaicin topikal, sinar UVB, dan/

atau antagonis opiat.

Kata kunci: pruritus, hemodialisis, dialisis peritoneal

ABSTRACT

Approximately 60-80% of dialysis patients (either hemodialysis or periotenal dialysis) complained pruritus. Pruritus is defi ned as an itchy sensa-

tion for at least 3 periods within 2 weeks which causes disorder or itchy sensation occured regularly for more than 6 weeks. Pruritus is generally

experienced around 6 weeks after the beginning of dialysis and usually worsened proportionally with the duration of dialysis. The certain cause

of pruritus is still unknown. Treatment includes optimalization of dialysis dose (hemodialysis adequacy), treatment of chronic disease anemia,

correction of mineral level, especially if calcium and phosphate <55 mg/dL, emolient, antihistamin, topical capsaicin, UVB light, and/or opiate

antagonist.

Key words: pruritus, hemodialysis, peritoneal dialysis

Alamat korespondensi email: [email protected]

261CDK-203/ vol. 40 no. 4, th. 2013

TINJAUAN PUSTAKA

kadar alumunium dan magnesium yang

tinggi, peningkatan sel mast, xerosis, anemia

defi siensi besi, hipervitaminosis A dan

disfungsi imun.

PATOGENESIS1-6, 8-10, 12-15

Patofi siologi pruritus pada pasien dialisis masih

belum diketahui. Keluhan pruritus diperkirakan

berhubungan dengan pelepasan histamin

dari sel mast di kulit. Persepsi pruritus dibawa

oleh sistem saraf pusat melalui jalur neural

yang berhubungan dengan reseptor opioid.

Namun, mekanisme uremia menginduksi

pruritus belum diketahui jelas, mungkin

karena disekuilibrium metabolik. Menarik

diperhatikan bahwa pruritus tidak terjadi

pada pasien gagal ginjal akut, sehingga kadar

blood urea nitrogen (BUN) dan kreatinin bukan

menjadi penyebab satu-satunya pruritus.

Berikut ini beberapa mekanisme yang

menyebabkan pruritus:

• Xerosis

Xerosis merupakan masalah kulit yang sering

terjadi (60% - 90%) pada pasien dialisis

yang memicu terjadinya pruritus uremia.

Xerosis atau dry skin akibat atrofi kelenjar

sebasea, gangguan fungsi sekresi eksternal,

dan gangguan hidrasi stratum korneum.

Skin dryness pada pasien dialisis yang

pruritus mempunyai hidrasi lebih rendah

dibandingkan pasien dialisis tanpa keluhan

pruritus (Morton et al)

• Berkurangnya eliminasi transepidermal

faktor pruritogenik

Secara teori, akumulasi senyawa pruritogenik

yang tidak terdiaisis dapat menimbulkan efek

sensasi gatal di saraf pusat ataupun di reseptor.

Senyawa pruritogenik di antaranya vitamin

A, hormon paratiroid dan histamin yang

berpotensi menimbulkan pruritus. Namun

tidak ada bukti yang mendukung bahwa

senyawa-senyawa tersebut menyebabkan

pruritus uremik. Kadar plasma vitamin A

meningkat pada pasien dialisis, tetapi tidak

ada hubungan antara kadar plasma vitamin

A dengan derajat pruritus; bahkan autopsi

menunjukkan bahwa kadar vitamin A di

organ-organ tubuh sama atau lebih rendah

pada pasien uremia dibandingkan pasien

yang tidak uremia. Senyawa pruritogenik lain

adalah interleukin-1, yang dikeluarkan setelah

kontak antara plasma dengan membran

hemodialisis yang bioinkompatibel.

Interleukin-1 mempunyai efek proinfl amasi

di kulit dan secara teori dapat menyebabkan

rasa gatal. Stale-Backdahl menyatakan

hipotesa bahwa pruritus uremik dapat

disebabkan oleh proliferasi abnormal serabut

saraf sensorik yang dikenal sebagai neuropati

uremik. Stale menemukan serabut saraf dan

saraf terminal tersebar di lapisan epidermis

pasien dialisis. Namun, laporan terbaru

menyatakan tidak ada perbedaan distribusi

serabut saraf sensorik enolase-positip antara

pasien normal dengan pasien uremik. Marker

infl amasi seperti C-reactive protein dan

interleukin-6 dilaporkan juga meningkat

pada pasien pruritus uremik.

• Hiperparatiroid

Hiperparatiroid dapat menstimulasi sel

mast untuk melepaskan histamin dan dapat

menyebabkan mikropresipitasi garam

kalsium dan magnesium di kulit. Namun,

tidak semua pasien hiperparatiroid berat

mengalami pruritus. Suatu studi pernah

melaporkan pruritus dapat hilang sama sekali

setelah tindakan paratiroidektomi. Lebih

lanjut diketahui tidak ada hubungan antara

kadar PTH (parathyroid hormone) plasma

dengan proliferasi sel dermal, juga tidak ada

perbedaan jumlah sel mast atau kadar PTH

antara pasien dengan atau tanpa pruritus.

• Hiperkalsemia

• Hiperfosfatemia

• Peningkatan kadar histamin

Histamin, basofi l, trombosit, dan sel mast

peritoneal serta bronkial telah dikenal sebagai

pemicu rasa gatal pada kulit yang alergi.

Pelepasan histamin dipicu oleh substansi P,

neurotransmiter yang terlibat dalam sensasi

rasa gatal. Kadar histamin yang meningkat

telah dilaporkan pada pasien uremia, namun

hubungan antara kadar histamin dengan

derajat pruritus masih belum jelas. Reaksi

fl are akibat histamin sangat sedikit pada

pasien uremia dibandingkan pasien normal,

dan antagonis histamin biasanya tidak efektif

mengurangi pruritus uremik. Jadi, sangat tidak

mungkin bahwa histamin berperan sebagai

patogen utama pruritus.

• Peningkatan kadar serotonin (5-hidroksi-

triptamin [5-HT3])

Masih menjadi perdebatan dalam terjadinya

pruritus uremik.

• Peningkatan proliferasi sel mast di kulit

Pada pasien uremia, jumlah sel mast dermis

meningkat, dan kadar histamin dan triptase

plasma lebih tinggi pada pasien dengan

pruritus uremik berat.

• Neuropati sensorik uremik

Pruritus uremik merupakan sensasi gatal

dari neuropati dan neurogenik. Pruritus

ditransmisikan melalui serabut C di kulit.

Stimulan serabut C meliputi sitokin, histamin,

serotonin, prostaglandin, neuropeptida, dan

enzim. Sensasi gatal neuropati dapat berasal

dari kerusakan sistem saraf di sepanjang

jalur aff eren, contohnya neuralgia post-

herpetik dan infeksi HIV. Sensasi gatal yang

berasal dari sentral tanpa kerusakan neuron

diistilahkan sebagai neurogenik, contohnya

kolestasis dan pemakaian opioid eksogen.

Pada nyeri neurogenik, dijumpai peningkatan

tonus opioidergik akibat akumulasi opioid

endogen.11

Stahle-Backdahl menyatakan bahwa pruritus

uremik dapat disebabkan oleh proliferasi

abnormal serabut saraf sensorik. Studi lain

atas 24 pasien uremik dan 10 subjek normal

menunjukkan tidak terdapat perbedaan antara

kedua kelompok dalam distribusi serabut

saraf, namun diketahui terjadi pengurangan

jumlah serabut saraf terminal kulit pada

pasien uremik sehingga inervasi kulit secara

nonspesifi k berubah pada kebanyakan pasien

gagal ginjal kronik, mungkin akibat neuropati

yang terjadi.

Tabel 1 Manifestasi kulit sekunder akibat penyakit ginjal12, 13

Nonspesifi k

Pruritus� Xerosis� Acquired ichthyosis� Pigmentary alteration� Pallor (secondary to anemia)� Hyperpigmentation� Dyspigmentation (yellow tint)� Infections (fungal, bacterial, viral)� Purpura�

Borderline

Acquired perforating � dermatosis

Calciphylaxis� Metastatic calcifi cation� Blistering disorders� Porphyria cutanea tarda� Pseudoporphyria� Eruptive xanthomas� Pseudo–Kaposi’s sarcoma�

Spesifi k

Nephrogenic systemic fi brosis� Dialysis-associated steal syndrome� Metastatic renal cell carcinoma� Dialysis-related amyloidosis� Arteriovenous shunt dermatitis� Uremic frost�

CDK-203/ vol. 40 no. 4, th. 2013262

TINJAUAN PUSTAKA

seperti likhen simpleks, prurigo nodularis dan

papula keratotik (folikulitis perforatif ) dan

hiperkeratosis folikular.

Keluhan pruritus digolongkan berdasarkan

derajat keluhan, frekuensi, dan distribusinya.

Sistem skor yang diperkenalkan oleh Duo,

kemudian dimodifi kasi oleh Mettang dan

Hiroshige, seperti berikut ini4,6:

Skor derajat pruritus:

• skor 1: gatal tanpa garukan

• skor 2: gatal dengan garukan tanpa

ekskoriasi

• skor 3: gatal dengan garukan terus-

menerus atau dengan ekskoriasi

• skor 4: gatal menyebabkan kegelisahan

total;

Skor distribusi pruritus:

• skor 1: gatal di satu lokasi tubuh

• skor 2: gatal tersebar di beberapa lokasi

tubuh

• skor 3: gatal menyeluruh;

Skor frekuensi pruritus:

• skor: setiap 4 episode (masing-masing

episode <10 menit) atau satu episode gatal

(>10 menit) mempunyai skor 1 poin, maksimal

4 poin.

Beberapa peneliti melaporkan keluhan

pruritus berdasarkan intensitas (absen, ringan,

berat) dan frekuensi (absen, kadang-kadang,

setiap hari). Namun, kebanyakan keluhan

pruritus hanya dibedakan berdasarkan ada

atau tidaknya pruritus.

TERAPI

Penyebab pruritus uremik pada pasien

penyakit ginjal kronik dan dialisis yang

mirip kelainan kulit primer (seperti urtikaria,

psoriasis, dermatitis atopik), penyakit hepar

(seperti hepatitis), dan kelainan endokrin

(seperti hipotiroid, diabetes mellitus)

sebaiknya dieksklusi terlebih dahulu. Pruritus

biasanya mempengaruhi pola tidur pasien

dan status psikologis, sehingga sebaiknya

diterapi dengan adekuat.

Terapi defi nitif pasien dialisis dengan pruritus

uremik yang berat adalah transplantasi ginjal.

Penelitian sebelumnya melaporkan pruritus

umum hilang setelah transplantasi ginjal.

Bagi pasien yang tidak dapat melakukan

transplantasi atau masih menunggu,

pengobatan yang berhubungan ataupun

lokal.14, 15

• Teori lain adalah opioid dapat menstimulasi

serabut C. Hipotesis sistem opioid adalah

bahwa pruritus uremik disebabkan oleh

overekspresi reseptor opioid di sel dermis dan

limfosit.13

MANIFESTASI KLINIS DAN DIAGNOSIS

Pruritus sering dirasakan di seluruh tubuh

paling dominan di punggung. Pruritus

biasanya makin dikeluhkan selama dialisis dan

seperempat pasien mempunyai keluhan saat

dan pada akhir dialisis.

Pruritus uremik merupakan diagnosis eksklusi

sehingga penyebab pruritus lain pada pasien

yang menjalani dialisis harus dieksklusi

terlebih dahulu. Biopsi kulit pada pasien

pruritus uremik biasanya tidak memuaskan.

Ekskoriasi akibat garukan berulang dapat

menyebabkan kondisi dermatologi lain

Gambar 1 Perubahan kulit pada pasien pruritus uremik. (a) Garukan di lengan tempat fi stula. (b) Luka parut di bahu dan

punggung seorang pasien wanita dengan hemodialisis. (c) Prurigo nodularis dengan ekskoriasi dan superinfeksi di lengan

atas seorang pasien dengan dialisis peritoneal. (d) Penyakit Kyrles di punggung seorang pasien hemodialisis. 14

Tabel 2 Pilihan terapi pruritus uremik 6

Topical treatment

Skin emollients• Capsaicin•

Physical treatment

Phototherapy (Ultraviolet)• Acupuncture•

Systemic treatment

Low-protein diet• Primrose oil• Lidocaine and mexiletine• Opioid antagonists• Active charcoal• Cholestyramine• Parathyroidectomy• Thalidomide• Nicergoline• Nalfurafi ne•

Dyalisis-related treatment

Effi cient dialysis• Erythropoietin• Kidney transplantation•

• Middle molecule theory: eksistensi senyawa

pruritogenik terakumulasi karena tidak

terdialisis akibat ukuran molekulnya. Namun

suatu studi melaporkan bahwa pruritus lebih

sering terjadi pada pasien dialisis dengan

Kt/V tinggi; karena perhitungan tersebut

berdasarkan bersihan (clearance) molekul

kecil, memberikan bukti terhadap middle

molecule theory.4

• Teori imunitas yang mengemukakan

bahwa pruritus uremik adalah suatu penyakit

infl amasi sistemik dibandingkan kelainan kulit

263CDK-203/ vol. 40 no. 4, th. 2013

TINJAUAN PUSTAKA

tidak berhubungan dengan prosedur

dialisis dapat meringankan keluhan pruritus.

Pengobatan tersebut di antaranya :4

• Mengoptimalkan dosis dialisis (adekuasi

hemodialisis):

Terapi dialisis yang optimal akan memperbaiki

efi kasi dialisis dan status nutrisi pasien yang

selanjutnya akan mengurangi prevalensi

dan derajat keparahan pruritus uremik.

Penggunaan membran hemodialisis yang

biokompatibel juga mempunyai efek

menguntungkan. Kontrol konsentrasi plasma

kalsium dan fosfor yang adekuat dengan

penggunaan konsentrasi dialisat rendah

kalsium dan magnesium dalam jangka pendek

akan mengurangi keluhan keluhan pruritus di

beberapa studi kecil.

• Mengobati anemia penyakit kronik

• Perbaikan kadar mineral, terutama

mempertahankan serum kalsium dan fosfat

<55mg/dl.

Selain itu dapat diberikan emolient,

antihistamin, capsaicin topikal, sinar UVB, dan/

atau antagonis opiat.

Pendekatan berikut bisa menjadi panduan

dalam mengobati pasien dengan pruritus

uremik (Skema 1):

Berikut akan dibahas mengenai efi kasi

masing-masing obat.

• Antihistamin

Antihistamin mempunyai efi kasi yang terbatas

dan tidak berbeda dibandingkan emolien.

Antihistamin generasi terbaru belum pernah

diujicobakan pada pruritus uremik. Ketotifen

(2-4 mg/hari), suatu penstabil sel mast

dilaporkan bermanfaat mengurangi keluhan

pruritus uremik dari suatu studi kecil.

• Emolien

Emolien efektif pada pruritus uremik. Dari

penelitian terhadap 21 pasien pruritus uremik,

pemberian emolien regular mengurangi

keluhan pada 9 pasien (43%). Terapi bath

oil yang mengandung polidokanol, suatu

campuran komponen monoeter laurilalkohol

dan makrogol, nampaknya bermanfaat bagi

beberapa pasien.

• Capsaicin topikal4,7

Capsaicin (trans-8-metil-N-vanilil-6-

nonenamida), suatu alkaloid alami yang

terdapat di berbagai spesies Solanacea,

diekstraksi dari red chili pepper dan telah banyak

digunakan untuk terapi pruritus. Capsaicin

efektif menghilangkan pruritus uremik

melalui inhibisi neuropeptida, substansi P.

Substansi P merupakan neuropeptida yang

berfungsi sebagai mediator nyeri dan impuls

rasa gatal dari perifer ke sistem saraf pusat.

Efek farmakologik terutama deplesi substansi

P dari neuron sensorik. Dari penelitian,

pemberian krim capsaicin 0,025 % lebih efektif

secara bermakna dibandingkan plasebo.

• Sinar ultraviolet

Sinar ultraviolet mengurangi keluhan

pruritus melalui mekanisme yang belum

jelas. Penelitan 18 pasien pruritus berat yang

persisten mendapatkan keluhan pruritus

berkurang secara bermakna pada pasien yang

mendapat sinar spektrum. Penelitian lainnya

pada 14 pasien yang mendapat terapi sinar

UVB (panjang gelombang 280-315 nm) selama

2 bulan, 8 pasien melaporkan pengurangan

intensitas gatal sebesar 30%. Durasi efek

antipruritus terapi UVB 3 kali seminggu

bervariasi, namun dapat bertahan selama

beberapa bulan. Penggunaan UVB dalam

jangka panjang dikontraindikasikan pada

pasien dengan kulit putih (skin phototypes I

dan II) serta efek karsinogenik dari radiasi UV

tetap harus menjadi perhatian.

• Antagonis opioid4,12-14

Nalfurafi ne efektif menghilangkan keluhan

pruritus. Setelah pemberian nalfurafi ne selama

2-4 minggu, memberikan hasil keluhan gatal,

intensitas gatal dan gangguan tidur menjadi

berkurang. Studi terbaru pada 144 pasien,

keluhan pruritus, ekskoriasi, dan gangguan

tidur berkurang secara signifi kan pada pasien

yang mendapat nalfurafi ne IV tanpa efek

samping yang berlebihan dibandingkan

plasebo.

Naltrexone, antagonis reseptor opiod, juga

efektif untuk terapi pruritus uremik dari studi

15 pasien dialisis. Namun pada studi yang

lebih besar, tidak dijumpai perbedaan efi kasi

yang bermakna terapi naltrexone (50 mg/hari)

selama 4 minggu dibandingkan plasebo.

• Butorfanol intranasal4

Suatu agonis reseptor kappa-opioid dan

antagonis reseptor mu, dilaporkan efektif

pada pruritus uremik.

• Gabapentin11

Gabapentin, obat antiepilepsi, secara

struktur berkaitan dengan neurotransmiter

g-aminobutyric acid (GABA), diketahui

efektif untuk pruritus uremik. Dari 25 pasien

hemodialisis yang mendapat gabapentin

Skema 1 Penanganan pruritus pada pasien hemodialisis2, 14

CDK-203/ vol. 40 no. 4, th. 2013264

TINJAUAN PUSTAKA

didapatkan data yang mendukung.

• Antagonis 5-hidroksitriptamin

Ondansetron, suatu antagonis selektif

5-HT3, bermanfaat pada suatu studi pasien

yang menjalani dialisis peritoneal. Namun,

studi acak dengan subjek yang lebih besar

tidak menunjukkan superioritas pemakaian

ondansentron dibandingkan plasebo.

• Lain-lain

Meliputi heparin, kolestiramin, γ-asam

linolenat topikal, sauna, nicergolin, akupunktur,

diet rendah protein, lidokain intravena, dan

meksiletin. Pemberian agen-agen tersebut

dalam terapi pruritus uremik belum diketahui

secara jelas. 4

SIMPULAN

Pruritus uremik disebabkan oleh berbagai

mekanisme: masalah psikologis, gangguan

biokimia, perubahan reaktivitas lokal, dan

sebagainya. Terapi terbaik untuk pruritus

berat adalah kombinasi dari dosis dialisis

yang adekuat, manajemen anemia dan

metabolisme mineral yang efektif, emolien,

sinar UVB, dan (jika diperlukan) pemberian

antihistamin dan capsaicin topikal. Naltrekson

dapat berperan pada pruritus refrakter.

selama 4 minggu dibandingkan plasebo,

gabapentin mengurangi keluhan pruritus

secara bermakna dari skor pruritus (8,4-1,2 vs

8,4-7,6 dibandingkan plasebo). Efek samping:

somnolen, dizziness, dan fatigue. Gabapentin

dieliminasi terutama melalui ginjal dan saat

hemodialisis. Dosis rekomendasi untuk pasien

hemodialisis adalah 200-300 mg setiap

selesai dialisis. Dosis dikurangi, jika diberikan

dalam waktu lama, karena gabapentin

dapat terakumulasi dan menyebabkan efek

samping neurotoksik. Meskipun mekanisme

kerjanya belum jelas, gabapentin sepertinya

mempunyai efek pada kanal ion kalsium

(voltage-dependent calcium-ion channels).

Hambatan infl uks kalsium neuronal

menyebabkan gangguan sensasi pruritus

pada uremia.

• Primrose oil

Suplemen oral dari γ-linoleic acid (GLA)–rich

primrose oil dilaporkan bermanfaat. Efek

primrose oil diperkirakan dari meningkatnya

sintesis anti-infl amasi eikosanoid. Efek yang

sama dapat diperoleh dengan menggunakan

minyak ikan, minyak zaitun, dan minyak

saffl ower. Pada studi 16 pasien dialisis yang

diberi 2 g/hari primrose oil sore hari, dilaporkan

keluhan pruritus uremik (serta masalah kulit

lainnya) berkurang dibandingkan sebelum

diberi primrose oil.

• Oral activated charcoal

Keluhan pruritus hilang total atau berkurang

secara bermakna pada pasien dialisis yang

diobati dengan activated charcoal (6 g/hari)

selama 8 minggu. Senyawa yang murah dan

dapat ditolerir ini dapat menjadi alternatif

yang bermanfaat.

• Imunomodulator dan Imunosupresif

Pemberian talidomid selama 7 hari mengurangi

intensitas pruritus uremik sampai 80% pada

29 pasien hemodialisis. Namun karena efek

samping yang sangat teratogenik, talidomid

sebaiknya diberikan pada pasien dengan

pruritus berat yang resisten. Efek samping

talidomid, seperti neuropati perifer dan

kardiovaskular, membatasi penggunaannya.

• Salep tacrolimus

Studi pada 25 pasien dialisis, penggunaan

salep tacrolimus (0,1%) selama 6 minggu

mengurangi keluhan pruritus secara

signifi kan. Tacrolimus dapat ditolerir dan tidak

menyebabkan efek samping sistemik. Namun,

risiko pemakaian jangka panjang belum

diketahui dan tidak direkomendasikan sampai

DAFTAR PUSTAKA

1. Giovambattista V. Pruritus in Haemodialysis Patients, http: //www.uninet.edu/cin2003/conf/virga/ virga.html.

2. Mettang T, Weisshaar E. Pruritus: Control of Itch in Patients Undergoing Dialysis, 2012 SkinThearpyLetter®,Last modifi ed: Thursday, 21-Jun-2012 16:53:26.

3. Skin Problems and Dialysis, http://www.davita.com/kidney-disease/dialysis/life-on-dialysis/skin-problems-and-dialysis/e/5291.

4. Henrich WL Uremic Pruritus, Uptodate version 19.3.

5. Julia RN, Dirk ME. Dermatologic Manifestations of Renal Disease, http://emedicine.medscape. com/article/1094846.

6. Narita I, Iguchi S, Omori K, Gejyo F. Uremic pruritus in chronic hemodialysis patients, J.Nephrol 2008; 21: 161-5.

7. Atieh Makhlough, Topical Capsaicin Therapy for Uremic Pruritus in Patients on Hemodialysis, Iranian J. f Kidney Dis. 2010, 4:2.

8. Ponticelli C, Bencini PL. Pruritus in dialysis patients: a neglected problem, Nephrol Dial Transplant 1995: Editorial Comments, p. 2174-6.

9. Mathur VS, Lindberg J, Germain M, Block G, Tumlin J, Smith M,. A Longitudinal Study of Uremic Pruritus in Hemodialysis Patients, Clin J Am Soc Nephrol 2010; 5: 1410–9.

10. Akhyani M, Ganji M-R, Samadi N, Khamesan B, Daneshpazhooh M. Pruritus in hemodialysis patients, BMC Dermatology 2005, 5:7.

11. Ali Ihsan Gunal, Goksel Ozalp, Tahir Kurtulus Yoldas, Servin Yesil Gunal, Ercan Kirciman and Huseyin Celiker, Gabapentin therapy for pruritus in haemodialysis patients: a randomized,

placebo-controlled, double-blind trial, Nephrol Dial Transplant (2004) 19: 3137–9.

12. Thomas Mettang, Christiane Pauli-Magnus and Dominik Mark Alscher, Uraemic pruritus—new perspectives and insights from recent trials, Nephrol Dial Transplant (2002) 17: 1558–63.

13. Ko CJ, Cowper SE. Dermatologic Conditions in Kidney Disease, Brenner & Rector’s The Kidney 9th Edition Chapter 59, p.2 156-79.

14. Evenepoel P, Kuypers DR. Dermatologic Manifestations of Chronic Kidney Disease, Comprehensive Clinical Nephrology, 4th ed, 2010,Ch. 84, p.1001-4.

15. Harrison’s Nephrology and Acid-Base Disorders, Uremic Pruritus, p. 124-6.