Prospek PLTN di Indonesia
-
Upload
azka-rianto -
Category
Documents
-
view
12 -
download
0
description
Transcript of Prospek PLTN di Indonesia
Nama : Azka Rianto Tedja Ningrat
NPM : 1206230832
Email : [email protected]
HP : 081210931073
Peningkatan Penggunaan Energi Terbarukan di Indonesia (Nuklir)
Indonesia merupakan salah satu negara yang mempunyai potensi sumber daya energi
yang begitu besar. Kebutuhan akan konsumsi energi terus meningkat pesat seiring dengan
pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan penduduk. Lebih dari 60% beban konsumsi energi
terdapat di Pulau Jawa, pulau yang memiliki beban konsumsi energi yang begitu besar namun
tidak mempunyai sumber daya yang memadai. Oleh karena itu, kebutuhan energi yang begitu
besar ini disokong oleh sumber daya yang tersebar di seluruh kepulauan Indonesia seperti Pulau
Sumatra, Kalimantan, Papua dan masih banyak daerah lain yang pertumbuhan ekonomi nya
masih rendah dan berjarak cukup jauh dari pulau Jawa.
Di tahun 2013, Handbook of Energi and Economic Statistic of Indonesia merilis bahwa
selama tahun 2012, total pasokan energi primer Indonesia sebesar 1.255,3 juta SBM. Di sisi
permintaan, membaiknya perekonomian Indonesia yang ditunjukkan dengan meningkatnya
pertumbuhan ekonomi mencapai 6,23% telah ikut mendorong peningkatan konsumsi energi
nasional mencapai 1.160,6 juta SBM. Kuatnya perekonomian, pertumbuhan golongan
pendapatan menengah, dan meningkatnya urbanisasi menjadi faktor yang dominan dalam
mendorong konsumsi energi dalam negeri beberapa puluh tahun ke depan.
Penggunaan energi terbesar dialokasikan untuk listrik. Karena kebutuhan akan listrik
berbanding lurus dengan pertumbuhan ekonomi. Dalam hal ini, PLN sebagai Badan Usaha Milik
Negara mengatur dan memenuhi kebutuhan Indonesia akan energi listrik. Penjualan tenaga listrik
PLN tumbuh dari 79 TWh pada tahun 2000 menjadi 147 TWh pada tahun 2012 atau tumbuh
rata-rata 6,4% per tahun.
Dalam memenuhi kebutuhan listrik ada berbagai opsi teknologi dan bahan bakar untuk
pembangkit listrik di masa mendatang. Pembangkit berbahan bakar batubara, gas dan minyak
diperkirakan masih mendominasi pangsa pembangkit. Namun hal ini diimbangi dengan makin
meningkatnya pangsa pembangkit berbahan bakar energi terbarukan, salah satunya Pembangkit
Listrik Tenaga Nuklir. Pemilihan opsi PLTN harus betul-betul mempertimbangkan biaya kapital
dan biaya operasi dan perawatan yang terkait dengan spent fuel disposal, dan biaya
decommisioning. Pengambilan keputusan untuk membangun PLTN tidak semata-mata
didasarkan atas keekonomian dan keenergian saja, namun juga pertimbangan lain seperti aspek
politik, keselamatan, penerimaan sosial, budaya dan lingkungan. Bahan bakar PLTN yang
berupa uranium dapat diperoleh dari Kalan (Kalimantan Barat) ataupun diimpor.
Pengembangan PLTN merupakan opsi yang prospektif mengingat pembangkit ini dapat
dibangun dengan skala besar. Lalu sebenarnya bagaimana cara kerja PLTN? Pada dasarnya cara
kerja PLTN serupa dengan pembangkit listrik konvensional. Di dalamnya terdapat reaktor nuklir
yang digunakan untuk membuat, mengatur dan menjaga kesinambungan reaksi nuklir berantai
pada laju yang tetap. Ini membuat PLTN menjadi salah satu pembangkit daya yang hemat,
karena bahan yang digunakan dapat dipakai berkali-kali.
Perbedaan PLTN dari pembangkit listrik konvensional yaitu sumber panas yang
digunakan. PLTN mendapatkan suplai panas dari reaksi nuklir, sedangkan pembangkit listrik
lain mendapat suplai panas dari pembakaran bahan bakar fosil atau tergantung dari bahan bakar
pembangkit listrik tersebut. Pembangkit termal yang ada saat ini biasanya dalam orde 600 MW,
sedangkan pada pembangkit nuklir dapat menghasilkan hingga 1400-1600 MW.
Reaktor daya dirancang untuk memproduksi energi listrik melalui PLTN. Reaktor daya
hanya memanfaatkan energi panas yang timbul dari reaksi fisi, sedangkan kelebihan neutron
dalam teras reaktor akan dibuang atau diserap menggunakan batang kendali. Karena
memanfaatkan panas hasil fisi, maka reaktor daya dirancang berdaya thermal tinggi dari orde
ratusan hingga ribuan MW. Proses pemanfaatan panas hasil fisi untuk menghasilkan energi
listrik di dalam PLTN adalah sebagai berikut :
1. Bahan bakar nuklir melakukan reaksi fisi sehingga dilepaskan energi dalam
bentuk panas yang sangat besar
2. Panas hasil reaksi nuklir tersebut dimanfaatkan untuk menguapkan air
pendingin, biasa pendingin primer maupun sekunder bergantung pada tipe
reaktor nuklir yang digunakan
3. Uap air yang dihasilkan dipakai untuk memutar turbin sehingga dihasilkan
energi gerak
4. Energi kinetik dari turbin ini selanjutnya dipakai untuk memutar generator
sehingga dihasilkan arus listrik
Sedangkan komponen dasar dari reaktor nuklir sebagai berikut:
1. Bahan bakar nuklir, berbentuk batang logam berisi bahan radioaktif yang
berbentuk pelat
2. Moderator, berfungsi menyerap energi neutron
3. Reflektor, berfungi memantulkan kembali neutron
4. Pendingin, berupa bahan gas atau logam cair untuk mengurangi energi panas
dalam reaktor
5. Batang kendali, berfungi menyerap neutron untuk mengatur reaksi fisi
6. Perisai, merupakan pelindung dari proses reaksi fisi yang berbahaya
Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir tidak menghasilkan emisi gas rumah kaca selama
operasi normal, gas rumah kaca dikeluarkan ketika generator diesel darurat dinyalakan dan gas
yang dihasilkan pun sedikit, sehingga bisa dibilang PLTN ramah terhadap udara. Hal ini
dikarenakan PLTN tidak menghasilkan gas-gas berbahaya seperti karbon monoksida, sulfur
dioksida, aerosol, nitrogen oksida, partikulate atau asap fotokimia. PLTN juga sedikit
menghasilkan limbah padat selama operasi normal, biaya bahan bakarnya rendah, karena sangat
sedikit yang diperlukan. Ketersediaan bahan bakarnya pun melimpah, juga karena hanya sedikit
bahan bakar yang diperlukan untuk membangkitkan daya.
Pada akhirnya muncul pertanyaan, apakah penggunaan energi nuklir dibutuhkan di
Indonesia? Bila ditelaah lebih lanjut, energi nuklir diperlukan dalam mendukung terwujudnya
keamanan pasokan energi nasional jangka panjang (longterm energy security of supply). Selain
untuk pembangkitan listrik (diversifikasi, konservasi, dan pelestarian lingkungan), juga dapat
digunakan untuk pengembangan iptek khususnya di bidang nuklir.
Persiapan pembangunan PLTN di Indonesia sudah dilakukan sejak tahun 1972.
Kemajuan persiapannya berjalan seiring dengan situasi nasional dan internasional yang terkait
dengan perkembangan kebijakan harga energi, maupun situasi sosial ekonomi, dan politik yang
ada di indonesia. Berbagai kecelakaan nuklir yang ada di dunia, terutama Three Miles Island
(1979) dan Chernobyl (1986) tentunya juga mempengaruhi pertimbangan terhadap rencana
pembangunan PLTN di Indonesia.
Studi CADES (Comprehensive Asessment for Different Energy Sources for Electricity
Energy Generation) telah dilakukan pada tahun 2001-2002 oleh tim yang terdiri dari BATAN,
BPPT, DESDM/DJLPE/DJMIGAS, BAPEDAL, PLN, BPS, LSM dan dibantu tenaga ahli dan
software IAEA. Hasil studi tersebut disampaikan oleh IAEA kepada pemerintah Indonesia pada
tanggal 6 Agustus 2003. Hasil CADES juga disampaikan oleh Kepala BATAN kepada Menteri
ESDM dan merupakan salah satu pertimbangan dan landasan dalam menyusun Blue Print
energi. Dalam kajian tersebut, dipergunakan harga energi pada tahun 2000 yaitu sekitar US $25
per barel. Dengan faktor-faktor pertimbangan lingkungan, hasil perhitungan external cost untuk
pembangkit listrik di Pulau Jawa adalah sebesar 0,270 sen/KWh untuk PLTU Batubara, 0,078
sen/KWh untuk pembangkit gas dan 0,006 sen/KWh untuk PLTN. Kesiapan teknis pun telah
dilakukan oleh BATAN dengan menyiapkan fasilitas penelitian, program penelitian, dan
pembinaan personil yang diarahkan untuk mendukung program PLTN.
Masalah paling utama yang menghambat pembangunan PLTN di Indonesia adalah aspek
keselamatan. Banyak pertanyaan terkait dengan masalah keselamatan apabila PLTN beroperasi
di Indonesia. Oleh karena itu keselamatan PLTN menjadi perhatian utama semua pihak yang
terkait dengan penyediaan jasa PLTN (desainer, konstruktor, operator, penyedia bahan bakar,
pihak maintenance, termasuk juga pihak pengawas). Disadari bahwa kecelakaan yang terjadi
menjadi masalah bagi semua pihak industri nuklir global. Menghadapi kondisi tersebut, industri
nuklir maupun organisasi yang terkait memberlakukan suatu standar keselamatan yang harus
diikuti oleh anggotanya. Sedangkan badan regulasi sebagai pemberi izin harus mengawasi mulai
dari proses pendesainan, operasi serta perawatannya. PLTN harus dibangun pada suatu tempat
yang memenuhi syarat-syarat bebas dari adanya berbagai fenomena alam atau secara teknis dapat
dihindarkannya. Untuk menjamin keselamatan PLTN, diterapkan tiga hal pokok:
1. Penegakan peraturan dan pengawasan yang ketat oleh pengawas internal,
nasional dan internasional
2. Penggunaan SDM yang handal, tersertifikasi dan secara reguler disegarkan
3. Pemanfaatan teknologi yang teruji dengan sistem pertahan berlapis defence-
in-depth)
Selain masalah kecelakaan, masalah limbah yang dihasilkan oleh PLTN menjadi masalah
tersendiri yang tidak dapat dipisahkan. Limbah radioaktif yang berasal dari kegiatan
industri nuklir merupakan subjek keselamatan nuklir yang dijadikan items dalam inspeksi
oleh lembaga keselamatan yang berwenang. Karenanya fasilitas nuklir harus didesain
untuk menangani masalah limbah tersebut dengan sempurna, artinya bahwa sejak tahap
desain, fasilitas sudah harus disiapkan dalam menangani limbah, baik gas, cair/semi-cair,
ataupun padat. Dalam hal ini, menurut UU No. 10 tahun 1997, BATAN mempunyai
tugas untuk menangani seluruh limbah radioaktif di Indonesia. Sampai saat ini, dengan
fasilitas yang ada di Serpong, limbah radioaktif yang dihasilkan oleh kegiatan nuklir baik
oleh BATAN, industri nuklir maupun rumah sakit, dapat ditangani dengan cukup baik.
Masalah terakhir yang menjadi penghambat pembangunan PLTN yaitu mengenai
ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintah karena masalah korupsi yang ada di tubuh
pemerintah. Masalah ini merupakan tantangan tersendiri dalam sosialisasi tentang PLTN. Dalam
hal ini, pemerintah beratnggungjawab penuh dalam hal mengembalikan kepercayaan masyarakat
terhadap pemerintah, demi kemajuan Indonesia khususnya di bidang pembangkitan listrik.
Terhadap masalah ini, yang dapat dilakukan adalah :
1. Setuju bahwa korupsi harus diberantas dan proyek pembangunan PLTN harus
terbebas dari korupsi
2. Perlu partisipasi dari seluruh masyarakat untuk melakukan pengawasan terhadap hal-
hal yang terkait dengan pelaksanaan program PLTN, dengan menyertakan masyarakat
dalam kegiatan terkait PLTN
3. Selagi masih ada waktu sampai pelaksanaan pembangunan dimulai kemudian PLTN
dioperasikan, perlu dipersiapkan peraturan (tentang CSR, Community Development),
penyediaan SDM yang nantinya akan diperlukan dalam kegiatan pembangunan dan
pengoperasian PLTN.
Kesimpulan
Perumbuhan ekonomi yang pesat di Indonesia membuat kebutuhan Indonesia energi
semakin besar. Salah satu energi yang paling dibutuhkan adalah energi listrik. Hal ini mendorong
Indonesia untuk selalu mencukupi kebutuhannya akan listrik. Pembangkit listrik merupakan
fasilitas yang esensial dalam memenuhi kebutuhan Indonesia akan listrik. Pembangkit listrik
konvensional, menggunakan bahan bakar fosil yang jumlahnya semakin lama semakin
berkurang. Oleh karena itu, penggunaan energi terbarukan menjadi solusi dalam memenuhi
kebutuhan akan listrik jangka panjang.
Energi Nuklir merupakan salah satu energi yang dapat digunakan untuk membangkitkan
listrik. Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) memiliki beberapa keuntungan, selain biaya
operasi nya yang relatif murah, ketersediaan bahan bakar nya yang melimpah (karena bahan
yang dibutuhkan dalam pengoperasian sangat sedikit), dan energi listrik yang dihasilkan pun
relatif besar.
Namun di balik segala keuntungan itu, isu keselamatan dan limbah menjadi masalah
utama yang menghambat pembangunan PLTN. Oleh karena itu, perlu dilakukannya persiapan
yang matang oleh pihak pelaksana mulai dari proses pendesainan hingga pada akhirnya
pengoperasian. Badan regulasi sebagai pemberi izin bertugas mengawasi dan bila ada
pelanggaran melakukan penindakan. Dan terakhir perlu juga adanya pastisipasi dari masyarakat
dalam hal pengawasan. Ini semua dilakukan demi kemajuan Bangsa Indonesia dalam memenuhi
kebutuhan energi seiring dengan pertumbuhan ekonomi di Indonesia.