PROSIDING - Unand
Transcript of PROSIDING - Unand
PROSIDING
SEMINAR NASIONAL PENGEMBANGAN PENDIDIKAN TINGGI
“Kolaborasi dan Sinergi untuk Peningkatan Daya Saing Lulusan Pendidikan
Tinggi dalam Pasar Bebas Masyarakat Ekonomi ASEAN"
Padang, 25 Oktober 2016
Editor
Dr. Rika Ampuh Hadiguna Fakultas Teknik, Universitas Andalas
Jonrinaldi, Ph.D Fakultas Teknik, Universitas Andalas
Dr. Yulia Hendri Yeni, SE., MT., Ak LP3M, Universitas Andalas
Dr. Nofialdi LP3M, Universitas Andalas
Nilda Tri Putri, Ph.D LP3M, Universitas Andalas
Editor Pelaksana
Nofri Dodi, ST, M.Pd, MT LP3M, Universitas Andalas
Aprianova, S.Kom LP3M, Universitas Andalas
Mitra Bestari
Prof. Togar M. Simatupang, Ph.D Institut Teknologi Bandung
Prof. Dr. Ir. Siti Herlinda, MSi Universitas Sriwijaya
Dr. Mahriyuni, M. Hum Universitas Negeri Medan
Dr. drh. Hapsari Mahatmi, MP Universitas Udaya
Dr. Adjar Pratoto Universitas Andalas
KATA SAMBUTAN
Dengan mengucapkan syukur ke hadhirat Allah s.w.t., laporan kegiatan “Seminar
Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi (SNPPT) II Tahun 2016 dengan tema
“Kolaborasi dan Sinergi untuk Peningkatan Daya Saing Lulusan Pendidikan Tinggi
dalam Pasar Bebas Masyarakat Ekonomi ASEAN". telah selesai disusun. Kegiatan
SNPPT II Tahun 2016 telah dilaksanakan sesuai rencana dengan hasil sesuai dengan
harapan. Kegiatan dilaksanakan pada 25 Oktober 2016 di Hotel Grand Inna Muara,
Padang.
Kegiatan ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan yang ditujukan untuk
peningkatan daya saing lulusan melalui reformasi kurikulum dan/atau pengembangan
metoda pembelajaran. Dari seminar ini, diperoleh praktik baik dalam pengembangan
pendidikan tinggi, khususnya pengembangan kurikulum dan metoda pembelajaran, dari
peserta-peserta seminar dan narasumber untuk menghasilkan lulusan yang berdaya
saing tinggi dalam lingkungan yang semakin kompetitif di tengah ketidak pastian
keekonomian global.
Dalam kesempatan ini, kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
mendukung kegiatan ini sehingga dapat terlaksana dengan sukses.
Padang, 25 Oktober 2016
Ketua LP3M Unand,
Dr. Yulia Hendri Yeni, SE., MT., Ak
NIP 196407021990012001
PRAKATA
Prosiding ini adalah salah satu luaran dari Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan
Tinggi (SNPPT) II Tahun 2016 dengan tema “Kolaborasi dan Sinergi untuk
Peningkatan Daya Saing Lulusan Pendidikan Tinggi dalam Pasar Bebas Masyarakat
Ekonomi ASEAN” yang telah dilaksanakan pada tanggal 25 Oktober 2016 di Padang,
Sumatera Barat.
Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk menggalang ide, pengalaman, dan praktik-baik
dari kolega, akademisi, pakar pendidikan, dan pemangku kepentingan untuk dijadikan
landasan dalam perencanaan strategis peningkatan daya saing lulusan melalui reformasi
kurikulum peningkatan, teknik pembelajaran ataupun peningkatan kelembagaan
pendidikan tinggi. Penerima manfaat langsung dari kegiatan ini adalah program studi
dalam bentuk peningkatan kaasitas institusi melalui peningkatan kapasitas dosen dalam
pengembangan kurikulum dan metoda pembelajaran serta peningkatan mutu lulusannya.
Dalam kesempatan ini, kami menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang
telah mendukung terselenggaranya kegaitan ini. Semoga prosiding ini memberikan
manfaat terhadap peningkatan mutu pendidikan tinggi di Indonesia.
Ketua Panitia Seminar,
Dr. Rika Ampuh Hadiguna, IPM
v
DAFTAR ISI
Kata Sambutan
iii
Prakata
iv
Daftar Isi
v
Implementasi Softskill Speedreading pada Kurikulum dan Pengaruhnya Terhadap
Peningkatan Pemahaman Membaca Mahasiswa di Fakultas Kedokteran
Universitas Syiah Kuala
Sofia, Tilaili Ibrahim, Iskandar Abdul Samad, Siti Sarah Fitriani
1
Penerapan Berbagai Metode SCL (Metode SGD, PBL Dan PjBL) Pada
Matakuliah PMPA Untuk Pengembangan Softskills Mahasiswa
Nuraini Budi Astuti , Zulvera, Elfi Rahmi, Rafnel Azhari
9
Model Pengembangan Kurikulum Pendidikan Tinggi Vokasi Berbasiskan Standar
Kompetensi Kerja Nasional Indonesia/SKKNI (Studi Kasus Program Studi di
Politeknik ATI Padang)
Zulhamidi, Ester Edwar
17
Pengembangan dan Penerapan Model Cooperative Learning Teknik Jigsaw
Berbasis KBK Mengacu pada KKNI pada Program Studi Manajemen 2010
Universitas Trilogi Jakarta
M. Faisal
24
Teknologi Pasca Panen Ayam Potong (BROILER)
Milda Metia
32
Penerapan Project Based Learning (PjNL) Dalam Meningkatkan Kemampuan
Manajemen Kelompok Pada Kewirausahaan Teknologi
Rika Hariance, Afrianingsih Putri, Nofialdi
39
Resep Unggulan Peningkatan Nilai TOEFL
Iskandar Abdul Samad, Hizir, Usman Kasim, Siti Sarah Fitriani, Faisal Mustafa
48
Desain Visual Display Pada Ruang Proses Produksi (Studi Kasus PT. XYZ)
Riko Ervil
54
vi
Metoda Pembelajaran Peer Tutor Sebagai Upaya Peningkatan Kemampuan
Berpikir Kritis Dan Keterampilan Keperawatan Klinik
Yulastri Arif, Widya Francisca, Rezi Prima
61
Pengembangan Metode Pembelajaran Dan Asesmen Mahasiswa Pada Mata
Kuliah Arsitektur Dan Organisasi Komputer
Tati Erlina
70
Penerapan Metode Delphi dalam Perumusan Instrumen Audit Mutu Internal
Program Sarjana Universitas Andalas
Nilda Tri Putri, Difana Meilani, Ratri Fradinda Wulan
79
Penerapan Metode Project-Motivated Learning pada Mata Kuliah Matematika
Dasar
Mahdhivan Syafwan
87
Menuju Paradigma Baru Metode Pengajaran di Fakultas Teknik Universitas
Andalas Berdasarkan ABET dan KKNI–SNPT
Dedison Gasni
96
Pengembangan Metode Pembelajaran Project Based Learning Berbasis Internet
Dan Media Sosial
Muhammad Makky, Omil Charmyn Chatib
105
Penerapan Sistem Evaluasi Berbasiskan Rubrik dalam Pengukuran Capaian
Pembelajaran dalam Kompetensi Kemampuan Perancangan Lulusan di Jurusan
Teknik Mesin Universitas Andalas
Eka Satria, Meifal Rusli
112
Pembinaan Karakter/Agama Wujud Nyata dari Student Center Learning (SCL)
Nilma Suryani
123
Perumusan Capaian Pembelajaran Kurikulum Program Studi Sistem Komputer
Mengacu Pada Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI)
Derisma
131
Penerapan Metode Project Based Learning melalui Presentasi Blog dan Simulasi
Darwison
144
vii
Penerapan Penggunaan Media Belajar “LogBook” dalam Proses Belajar
Mahasiswa pada Mata Kuliah Teori Getaran Jurusan Teknik Sipil Fakultas
Teknik Universitas Andalas
Nofri Dodi
151
Peranan dan Fungsi Lembaga Pengembangan Pendidikan dan Penjaminan Mutu
(LP3M) Universitas Andalas dalam Meningkatkan Akreditasi Program Studi di
Lingkungan Universitas Andalas Andalas
Nofri Dodi
162
Langkah Maju Universitas Andalas Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN
(MEA)
Benny Dwika Leonanda
170
Implementasi Metode Socrates di Perguruan Tinggi Untuk Meningkatkan Daya
Saing Lulusan
Afrizal Aziz
179
Optimalisasi Pembinaan Karakter Mahasiswa Yang Berdaya Saing di Universitas
Syiah Kuala
Nur Wahyuniati, Marwan, Sofia
184
Peranan Laboratorium Bioteknologi Halal Mewujudkan Bioindustri untuk
Meningkatkan Pendapatan Rakyat
Endang Purwati, Hendri Purwanto
192
Pengembangan Metode Pembelajaran Studi Kasus (Case Study) Sebagai Salah
satu Upaya Peningkatan Daya Saing Mahasiswa Universitas Andalas
Verinita
196
Dampak Anticipatory Socialization terhadap Ethical Orientation Mahasiswa
Akuntansi Universitas Andalas
Hansel Jordan Wijaya, Yulia Hendri Yeni
201
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
1
ISBN: 978-602-60613-0-0
Implementasi Softskill Speedreading pada Kurikulum dan
Pengaruhnya Terhadap Peningkatan Pemahaman Membaca
Mahasiswa di Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala
Sofia1,2, Tilaili Ibrahim3, Iskandar Abdul Samad4,5, Siti Sarah Fitriani6
1Lembaga Pengembangan Pendidikan dan Penjaminan Mutu Unsyiah 2Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala
Darussalam-Banda Aceh
Email: [email protected] 3Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala
Darussalam-Banda Aceh
Email: [email protected] 4Lembaga Pengembangan Pendidikan dan Penjaminan Mutu Unsyiah
5Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Unsyiah
Email: [email protected] 6Tim Pengembangan Mutu Akademik, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Unsyiah
Email: [email protected]
Abstrak
Membaca adalah salah satu ketrampilan yang harus dimiliki oleh peserta didik
khususnya mereka yang belajar di tingkat universitas, karena dalam kegiatan
belajar mereka diharuskan untuk membaca berbagai referensi terkait bidang
ilmu masing-masing. Membaca membutuhkan strategi untuk membantu peserta
didik memahami bahan bacaan. Salah satu strategi membaca adalah
speedreading. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendesain dan menguji
bahwa pelatihan speedreading dapat meningkatkan kecepatan membaca dan
pemahaman pada mahasiswa. Metode yang dipakai adalah studi kasus dengan
melibatkan 252 mahasiswa Fakultas Kedokteran di Universitas Syiah Kuala
yang mengikuti enam kali sesi pelatihan dan tiap sesi lamanya 120 menit. Data
yang diambil adalah hasil tes membaca (pre-test dan post-test) dan juga
beberapa catatan dari observasi yang dilakukan di dalam kelas. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa enam kali sesi pelatihan dinyatakan cukup
dalam melakukan pelatihan untuk meningkatkan kecepatan membaca dan
pemahaman. Kegiatan pelatihan yang dilakukan dalam bentuk praktikum
menunjukkan bahwa kecepatan membaca berpengaruh kuat terhadap
pemahaman (r = 0,798).
Kata kunci: speedreading, softskill, pemahaman
Pendahuluan
Kemajuan di bidang informasi dan teknologi sangat memengaruhi perkembangan di bidang
pendidikan. Berbagai aplikasi dan produk teknologi yang dihasilkan mendorong proses
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
2
ISBN: 978-602-60613-0-0
belajar mengajar berlangsung dengan baik. Perguruan Tinggi (PT) sebagai wadah
pendidikan bagi mahasiswa mengembangkan keilmuwan dan kreativitas akan terus
berupaya menyediakan dan memberikan pelayanan terbaik kepada para civitasnya
terutama kepada mahasiswa. Transfer ilmu pengetahuan dari dosen ke mahasiswa akan
optimal bila manajemen akademik PT disusun dan dijalankan secara baik serta didukung
dengan strategi dan perumusan teknik pembelajaran yang baik oleh PT.
Seiring dengan perkembangan teknologi dan informasi yang semakin pesat, meningkat
pula penerbitan bahan bacaan terkait ilmu pengetahuan pada bidang yang berbeda. Bahan
bacaan tersebut sangat bermanfaat khususnya bagi peserta didik dari jenjang sekolah dasar
sampai perguruan tinggi. Studi ini berasumsi bahwa peserta didik harus mempunyai
keterampilan membaca yang baik untuk dapat menyerap ilmu dari bahan bacaan yang
tersedia. Membaca adalah suatu proses mengkonstruksi makna da riteks yang dibaca
(Snow & Sweet, 2003) sehingga dapat dipahami dan dipergunakan sesuai kebutuhan ilmu
peserta didik. Tujuan dari aktifitas membaca adalah pemahaman (Palincsar, 2003). Pada
sebuah aktifitas belaja rmengajar, seorang guru ataupun dosen harus memastikan bahwa
peserta didik paham betulin formasi yang mereka baca. Untuk membantu pemahaman
membaca, peserta didik memerlukan strategi (Grabe, 2010). Guru ataupun dosen dapat
memperkenalkan strategi membaca dalam kegiatan belaja rmengajar.
Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala sebagai fakultas yang memperoleh akreditasi
terbaik (A) di tahun 2016, telah menerapkan sistem pembelajaran dengan kurikulum
berbasis kompetensi dengan metode Problem-Based Learning (PBL) sejak tahun 2006.
Sistem dan metode pembelajaran seperti ini memberi peluang kepada mahasiswa
kedokteran untuk menguasai materi perkuliahan dengan baik yang juga terpapar dengan
ketrampilan klinik lebih awal. Selain itu, metode PBL juga menuntut mahasiswa
melaksanakan kegiatan belajar mandiri lebih banyak.
Metode PBL ini pertama sekali dikembangkan pada mahasiswa pendidikan dokter di
McMaster University pada tahun 1960-an. Metode ini terbukti mampu memberikan
pemikiran tentang pemecahan masalah, berfikir kritis dan kreatif, menghargai pendapat
orang lain, pembelajaran diri sendiri (self-directed learning), melaksanakan komunikasi
efektif, mengasah keterampilan kepemimpinan (leadership skills), dan penggunaan sumber
bacaan yang relevan dan bervariasi. Metode PBL bersifat integratif, terstruktur dengan
baik, memfasilitasi proses belajar melalui diskusi kelompok kecil dan besar, dan
memperbanyak waktu belajar mandiri. Metode ini juga terbukti mampu membantu
mahasiswa menyelesaikan permasalahan dalam memahami materi pada blok untuk
diselesaikan dengan cepat dan tepat (Barrows and Tamblyn, 1980).
Untuk mendorong tercapainya sasaran pembelajaran yang tepat bagi peserta didik di
fakultas kedokteran, peserta didik sangat memerlukan bimbingan dan arahan agar
menguasai materi kuliah dengan bahan ajar bervariasi. Salah satu keterampilan dasar yang
harus diberikan dan sangat membantu peserta didik adalah keterampilan membaca dengan
strategi speedreading.
Studi ini bertujuan untuk melihat pengaruh implementasi keterampilan
speedreadingsebagai softskilldalam meningkatkan kecepatan membaca dan pemahaman
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
3
ISBN: 978-602-60613-0-0
terhadap bahan bacaan pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala
melalui pelatihan dalam bentuk praktikum.
Kajian Literatur
Speedreading
Kajian tentang membaca cepat (speedreading) telah banyak dibahas oleh para peneliti.
Krumian’s (1999) menyatakan bahwa dalam memperdalam kemampuan membaca cepat
untuk meningkatkan kecepatan dan pemahaman bacaan, perlu adanya pelatihan. Studi
Krumian ini merekomendasikan perlu adanya pelatihan yang banyak untuk dapat mencapai
tujuan itu. Keterampilan speedreading ini sangat membantu peserta didikmenjadi terampil
dalam memilih bahan bacaan yang sesuai dengan tujuan pembelajaran dari tiap blok
dengan waktu yang efektif dan efisien. Speedreading merupakan salah satu teknik
membaca dengan cara menentukan pikiran pokok dengan melatih gerakan mata secara
cepat. Kecepatan membaca selalu diiringi dengan pemahaman terhadap bahan bacaan yang
dibaca.
Kemampuan membaca cepat memerlukan kemampuan motorik atau visual dan
kemampuan kognitif. Membaca cepat juga merupakan perpaduan antara kecepatan
membaca dengan pemahaman isi bacaan. Widiatmoko (2011) menganalisis bahwa ketika
seseorang membaca cepat dari suatu bahan baca, tujuan yang dicapai sebenarnya adalah
mengidentifikasi dan memahami makna dari bacaan tersebut seefisien mungkin dan
kemudian mentransfer informasi ini ke dalam memori jangka panjang dalam otak.
Membaca cepat merupakan aspek penting dalam mengajarkan proses membaca karena
pembaca yang terampil dapat dengan cepat dan mudah mengenal kata-kata yang tertera
pada teks bacaan. Pembaca yang mampu membaca cepat akan mampu memahami dengan
mudah, cepat dan akurat (Sa’ad, 2006).
Manfaat speedreading telah tercatat banyak oleh para peneliti yang mencoba keterampilan
ini dalam proses pembelajaran. Garaibah (2013) menyatakan dengan membaca cepat
mampu mencapai efisiensi dalam belajar; membaca merupakan hal menarik (Bergquist,
1984), menyediakan pembaca dengan bahan bacaan terkini yang bervariasi yang pada
akhirnya dapat memperluas wawasan, meningkatkan pemahaman karena pembaca mampu
mengambil intisari bacaan dari paragraf lebih akurat (Amarnah, 1998), serta mengenalkan
pembaca dengan pengetahuan dan penelitian ilmiah terbaru (Dudley, 1993).
Faktor-faktor yang Memengaruhi Kecepatan Membaca
Mengingat pentingnya keterampilan speedreading bagi peserta didik maka peserta didik
yang ingin mengembangkannya perlu mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi
keterampilan ini. Widiatmoko (2011) menyatakan bahwa untuk mampu membaca cepat
diperlukan modal membaca yaitu pengalaman, bahasa, metode, dan tujuan. Ada beberapa
metode yang digunakan dalam mengembangkan kecepatan membaca yaitu metode
kosakata, metode motivasi, metode bantuan alat, metode gerakan mata. Tiap-tiap metode
ini memiliki fokus berbeda. Metode kosakata meletakkan perhatiannya pada
perbendaharaan kata, metode motivasi meletakkan fokusnya pada minat seseorang
terhadap bacaan yang dibacanya, metode bantuan alat merupakan metode menggunakan
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
4
ISBN: 978-602-60613-0-0
alat bantu berupa pensil, ujung jari atau alat penunjuk khusus dari kayu. Metode gerakan
mata difokuskan pada peningkatan kecepatan gerak mata dalam menelusuri unit-unit
bahasa dalam bacaan.
Metodologi Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan studi kasus. Yin (2009) dan Nunan
(1992) mendefinisikan studi kasus sebagai sebuah investigasi satu atau banyak kasus untuk
mendapatkan informasi mendalam untuk kontek tertentu dimana kasus ini terjadi. Nilai
pre-test and post-test terhadap 252 mahasiswa di tahun pertama yang mengambil
matakuliah pada blok I, Communication and Learning Skills, Fakultas Kedokteran
Universitas Syiah Kuala dikumpulkan dan dianalisis. Kegiatan dilakukan dalam bentuk
praktikum. Peserta dibagi menjadi lima kelompok dan tiap kelompok mendapat perlakuan
yang sama. Tiap kelompok menjalani enam kali pelatihan. Peserta didik yang terlibat
dalam penelitian ini diberikan pelatihan dengan variasi materi.
Materi yang diberikan pada tiap-tiap pelatihan yaitu keterampilan kecepatan membaca
(P1), fiksasi bola mata dan faktor-faktor penghambat dalam membaca cepat (P2), teknik
skimming dan scanning, membaca grafik dan tabel (P3), keterampilan pemahaman bahan
bacaan, mencari ide pokok bacaan (P4), dan brain mapping (P5). Observasi juga dilakukan
pada setiap sesi perlakuan untuk mengetahui kesesuaian pelaksanaan tindakan dengan
rencana tindakan yang telah disusun sebelumnya. Selain itu observasi dilakukan untuk
mengetahui seberapa jauh pelaksanaan tindakan yang sedang berlangsung diharapkan
dapat memberi perubahan untuk pengembangan keterampilan speedreading ini. Hasil dari
observasi dijadikan evaluasi sebelum pelatihan tahap berikutnya dilanjutkan. Setiap selesai
per sesi pelatihan dicatat umpan balik dan penghitungan nilai kecepatan membaca per
menit (kpm).
Analisis Data
Observasi yang dilakukan pada setiap pelatihan dicatat melalui deskripsi hambatan-
hambatan yang dialami peserta didik saat proses membaca dengan speedreading. Hasil
kecepatan membaca (kpm) diuraikan dalam persentase (%). Uji korelasi Pearson-r
digunakan untuk melihat pengaruh kecepatan membaca terhadap pemahaman bahan
bacaan.
Hasil dan Pembahasan
Peningkatan kecepatan membaca peserta didik dicatat setelah menjalani pelatihan
sebanyak enam kali. Gambar 1 menunjukkan pencapaian kecepatan membaca (kata per
menit/kpm) yang terus meningkat dengan bertambahnya frekuensi pelatihan yang
diberikan.
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
5
ISBN: 978-602-60613-0-0
Gambar 1. Grafik rata-rata kecepatan membaca mahasiswa dari tiap pelatihan
Gambar 1 menunjukkan bahwa peningkatan rata-rata kecepatan membaca mahasiswa
terlihat naik setelah pelatihan pertama dilakukan. Kecepatan membaca mahasiswa dari
awal hingga akhirpelatihan meningkat sekitar 50% yaitu dari 234 kpm menjadi 462 kpm.
Hal ini menunjukkan bahwa pelatihan yang dilakukan berulang dan teratur terbukti dapat
meningkatkan kecepatan membaca mahasiswa.
Pemahaman dalam Membaca
Pemahaman dari kegiatan membaca pada studi inimenunjukkan hasil yang bervariasi.
Gambar 2 menampilkan nilai rata-rata pemahaman mahasiswa dari tiap pelatihan yang
dikuti.
Gambar 2. Rata-rata pemahaman mahasiswa dari tiap pelatihan
0
100
200
300
400
500
1 2 3 4 5 6
Kec
epat
an m
embac
a (k
pm
)
Pelatihan
0
20
40
60
80
0 1 2 3 4 5 6
Pem
aham
an (
%)
Pelatihan
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
6
ISBN: 978-602-60613-0-0
Berdasarkan kecenderungan yang ditunjukkan pada gambar 2 dapat dilihat bahwa hasil
pengukuran tingkat pemahaman peserta didik dari setiap pelatihan bervariasi. Persentase
pemahaman dari kegiatan membaca dengan strategi speedreadingmenunjukkan penurunan
pada pelatihan ketiga (11%) namun mengalami peningkatan (19%) pada pelatihan
keempat. Penurunan pemahaman terjadi lagi pada pelatihan kelima (7%) namun terjadi
peningkatan pada pelatihan keenam (17%). Variasi penurunan dan kenaikan tingkat
pemahaman ini mungkin terjadi akibat pengaruh jenis materi yang diberikan pada
pelatihan. Pada pelatihan ketiga, materi yang diberikan adalah teknik skimming dan
scanning. Pada kegiatan sesi ini, peserta didikterlihat lebih fokus untuk meningkatkan
kecepatan membacanya dengan mempraktikkan metode skimming dan scanning sehingga
tidak terkonsentrasi untuk memahami bahan bacaan. Demikian pula pada pelatihan kelima,
materi yang diberikan adalah mencari ide pokok paragraf, yang mungkin
meyebabkanpeserta didik tidak fokus untuk memahami keseluruhan informasi yang
tersedia dari bahan bacaan karena lebih cenderung mencari ide pokok yang tepat dari tiap
paragraf. Walaupun terjadi penurunan pada beberapa pelatihan namun terlihat
kecenderungan peningkatan pemahaman membaca mahasiswa hampir31%.
Berdasarkan observasi dari tiap pelatihan, terdapat beberapa faktor yang berperan dalam
membaca cepat dari hasil studi ini yaitu jenis bacaan yang diberikan pada pelatihan,
motivasi, konsentrasi, kondisi lingkungan dan stamina saat melakukan kegiatan
membaca.Snow (2010) menyatakan bahwa pemahaman dapat dicapai ketika pembaca
memiliki kemampuan mengenal kata secara akurat, mampu mengerti makna kata-kata
yang dibaca, dan memiliki memori jangka pendek terhadap fonologi kata. Keterampilan
yang beragam dalam memahami bahan bacaan juga dipengaruhi pada kesalahan dalam
memberi arti pada kata-kata yang dibaca, tidak mengerti makna kata-kata yang dibaca dari
teks, tidak dapat menguraikan sintaks dari ucapan, serta tidak mengingat lagi kalimat
pertama pada sebuah paragraf saat melanjutkan membaca kalimat kedua. Instruksi yang
dapat diberikan pada pembaca agar kemampuan pemahaman bisa didapat yaitu dengan
melakukan monitoring diri sendiri (self-monitoring) guna memastikan bahwa proses
membacamerupakan proses membangun mental bukan hanya membaca kata-kata.
Sedangkan strategi yang dapat digunakan untuk meningkatkan pemahaman dalam
membaca adalah dengan visualisasi, membuat pertanyaan saat membaca, membuat
hubungan kata ke kata. Selain hal tersebut di atas,secara mendasar, latar belakang
keilmuwan dan motivasi juga memegang peran.Palicsar (2011) menyatakan selain faktor
dari jenis bahan bacaan, faktor kondisi lingkungan juga memengaruhi yaitu latar belakang
keilmuwan individu, pengalaman individu, ketertarikan, dan tujuan membaca.
Pengaruh Kecepatan Membaca terhadapPemahaman
Kecepatan membaca mahasiswa diuji pengaruhnya secara statistik terhadap pemahaman
dari bahan bacaan. Gambar 3 menunjukkan pengaruh kedua variabel tersebut.
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
7
ISBN: 978-602-60613-0-0
Gambar 3. Pengaruh kecepatan membaca dan pemahaman dari bahan bacaan
Gambar 3 menunjukkan pengaruh antara kecepatan membaca dan pemahaman mahasiswa
dari kegiatan membaca. Analisis statistik dengan nilai Pearson-r = 0,798 menunjukkan
bahwa kecepatan membaca terhadap pemahaman bahan bacaan menunjukkan hubungan
yang kuat. Hal ini dapat dijelaskan bahwa dengan meningkatnya kecepatan membaca
seseorang maka pemahamannya juga dapat berpengaruh positif.
Alarfaj dan Alshumaimeri (2012) menambahkan bahwa peningkatan yang terjadi dalam
kecepatan membaca dan pemahaman ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain
terarahnya tujuan membaca, jenis bahan bacaan, kesehatan penglihatan, IQ, kecenderungan
membaca, latar belakang bahasa, kebiasaan buruk dalam membaca, dan metode
pembelajaran tradisional.
Kesimpulan
Speedreading merupakan softskill yang dapat digunakan sebagai strategi membaca bagi
mahasiswa yang teruji mampu meningkatkan pemahaman peserta didik. Pengaruh
kecepatan membaca terhadap pemahaman menunjukkan pengaruh yang kuat secara
statistik (r=0,798). Kecepatan membaca seseorang tergantung pada banyak faktor. Studi ini
menunjukkan faktor konsentrasi, pengalaman, jenis bacaan, dan banyaknya jumlah latihan
secara teratur memberi peran dalam peningkatan nilai kecepatan membaca peserta didik
terhadap pemahaman.
Daftar Pustaka
Alarfaj, A., & Alshumaimeri, Y. (2012). The effect of a suggested training program on
reading speed andcomprehension of Saudi female university students. Procedia - Social
and Behavioral Sciences 31, 612 – 628
y = 0.1099x + 22.216R² = 0.6383
0
20
40
60
80
200 250 300 350 400 450 500
Pem
aham
an (
%)
Kecepatan membaca (kpm)
r = 0,798
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
8
ISBN: 978-602-60613-0-0
Amarnah, I. F. (1998). The Impact of the Proposal for the Development of Learning Skills
in Speed Reading for Tenth Grade Primary Students (Unpublished Masters thesis).
Yarmouk University.
Barrows, H.S., & Tamblyn, R. M. (1980). Problem-Based Learning: an approach to
medical education. New York, Springer Publishing
Bergquist, L. (1984). Rapid Silent Reading: Techniques for Improving Rate in
Intermediate Grades. Reading Teacher, 38(1), 50-53
Dudley, G. (1993). Studies in Speed-reading, A Fast Way to Increase Your Ability to
Learn. (Translated by Abdul Latif Aljmlaa). Tunis: Arab Organization for Education,
Culture and Science
Garaibah, S. A. A. (2013). The Effect of Single and Cooperative Learning in Reading
Comprehension and Reading Speed in the Arabic Language Among Students in the Sixth
and Tenth Grades in Jordan(Unpublished Dissertation). Amman Arab University
Grabe, W. (2010). Reading in a Second Language: Moving from Theory to Practice.
Cambridge University Press
Krumian, A.(1999). Critical analysis of the study of speed reading(Doctoral dissertation).
The Claremont Graduate University
Nunan, D. (1992). Research methods in language learning. Cambridge: Cambridge
University Press
Palincsar, A. S. (2003). Collaborative approaches to comprehension instruction.Rethinking
Reading Comprehension, 99-114
Palincsar, A.S., Schutz, K.M. (2011). Reconnecting strategy instruction with its theoretical
roots. Theory Into Practice.50(2), 85-92
Sa’ad, M. A. I. (2006). Weakness in reading and learning styles. Dr Elwafaa Publishing,
Alexandria
Snow, C.E. (2010). Reading Comprehension: Reading for Learning.Elsevier Ltd
Snow, C. E., & Sweet, A. P. (2003). Reading for comprehension. Rethinking Reading
Comprehension, 1-11
Widiatmoko, I. (2011) Super Speed Reading. Metode lengkap dan praktis
untukmeningkatkan kemampuan membaca. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
Yin, R. K. (2009). Case Study Research (4th eds). Thousand Oaks: Sage Publication
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
9
ISBN: 978-602-60613-0-0
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
9
ISBN: 978-602-60613-0-0
Penerapan Berbagai Metode SCL (Metode SGD, PBL dan PjBL) pada
Matakuliah PMPA untuk Pengembangan Softskills Mahasiswa
Nuraini Budi Astuti1, Zulvera, Elfi Rahmi2, Rafnel Azhari3
1,2,3Universitas Andalas
Prodi Agribisnis Fakultas Pertanian Kampus Unand Limau Manis Padang
Email: [email protected]
Abstrak
Proses pembelajaran saat ini dituntut untuk bertransformasi dari transfer
pengetahuan oleh dosen kemahasiswa kepada upaya mengkonstruksi
pengetahuan secara bersama. Ini berarti penekanan proses pembelajaran
tidak lagi hanya sekedar berorientasi penguasaan ilmu (hardskill) namun juga
bertujuan untuk mengembangkan kemampuan proses (softskills). Berdasarkan
hal tersebut tim dosen matakuliah Pembelajaran Masyarakat dan Pelatihan
Agribisnis (PMPA) pada Tahun Ajaran 2014/2015 memutuskan untuk merobah
metode pembelajaran yang awalnya hanya menerapkan satu metode saja yaitu
Metode Problem Based Learning (PBL) menjadi berbagai metode seperti
diskusi kelompok kecil dan project based learning selain tetap juga
menggunakan metode PBL.Perubahan ini diambil untuk mengatasi kekurangan
salah satu metode dengan keunggulan metode lainnya. Pemilihan metode tetap
dengan pendekatan Student Center Learning. Hasil dari penerapan tersebut
didapat bahwa terdapat indikasi yang memperlihatkan tumbuhnya softskills
mahasiswaberupa creative Intelegencecummunication skills, relationships
building, keterampilan sosialdan presentation skil, disamping hardskill berupa
penguasaan terhadap materi. Hal ini terlihat dari nilai akhir mahasiswa yang
berada pada kategori sangat baik dan baik. sedangkan persepsi mahasiswa
terhadap metode perkuliahan yang diberikan berada pada kategori positif.
Kata kunci: metode pembelajaran, softskills, hardskills
Pendahuluan
Proses pembelajaran/perkuliahan saat ini diharapkan tidak lagi “hanya” sekedar transfer
pengetahuan dari dosen ke mahasiswa namun lebih kepada upaya mengkonstruksi
pengetahuan secara bersama. Perubahan ini berimplikasi pada tuntutan akan perubahan
dalam proses perkuliahan atau metode perkuliahan dimana ilmu tersebut dikomunikasikan.
Hal ini sejalan dengan pendapat John Dewey, “True learning is based on discovery
guideed by mentoring rather than transmission of knowledge”. Untuk mewujudkan hal
tersebut maka perlu transformasi model pembelajaran dari berpusat kepada guru (teacher
centre learning/TCL) menjadi pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centre
learning/SCL).
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
10
ISBN: 978-602-60613-0-0
Penerapan metode SCL dalam perkuliahan memberikan ruang kepada mahasiswa untuk
turut menetukan arah kegiatan belajar. Menurut O’neil (2001) kegiatan belajar yang
diarahkan oleh siswa sering dengan perencanaan pendidikan yang bersifat kolaboratif
antara guru dan para siswa, adalah kegiatan belajar yang lebih baik ketimbang yang
ditentukan dan diarahkan oleh guru.
Metode pembelajaran SCL ada banyak jenisnya diantaranya adalah diskusi. Diskusi sendiri
didefinisakan sebagai strategi instruksional atau pengarahan yang melibatkan siswa untuk
berbagi ide tentang satu topik umum (Eggen dan Kauchak, 2012). Metode SCl lainnya
adalah Metode Problem Based Learning (PBL). Pembelajaran berbasis masalah atau lebih
dikenal dengan istilah PBL ini dapat diartikan sebagai seperangkat model mengajar yang
menggunakan masalah sebagai fokus untuk mengembangkan keterampilan pemecahan
masalah, materi dan pengaturan diri (Hmelo-Silver, 2004 dalam Eggen dan Kauchak, 2012)
Penerapan satu metode saja dalam proses perkuliahan ternyata bukanlah tindakan yang
bijaksana karena antara satu metode dengan metode lainnya memiliki keunggulan dan
kelemahan masing-masing, tergantung dari tujuan yang ingin dicapai. Reigeluth (1987) dalam
Taniredja, dkk (2013) menyatakan bahwa metode pembelajaran yang dipilih, tidak dapat
dilepaskan dengan teori pembelajaran, yang menanyakan, apa metode yang digunakan dalam
disain pembelajaran? Kapan akan digunakan? Jawabannya adalah metode dan situasi. Suatu
metode pembelajaran yang sama dapat membedakan hasil pembelajaran, jika kondisinya
berbeda.
Pada semester genap Tahun 2013/2014 TeamTeaching telah menerapkan metode
pembelajaran problem based learning (PBL) untuk Mata Kuliah Pembelajaran Masyarakat
dan Pelatihan Agribisnis dengan jumlah mahasiswa sebanyak 35 orang. Kelemahan dalam
perkuliahan semester lalu adalah:
1. Berkaitan dengan proses perkuliahan:
a. Pada awal perkuliahan mahasiswa tampak antusias dalam mengikuti proses
pembelajaran. Namun antusiasme tersebut semakin lama semakin menurun karena
proses perkuliahan yang padat (seminggu dua kali pertemuan) dengan tugas yang
dirasa cukup memberatkan.
b. Kelemahan lain yang tampak adalah jika ada anggota kelompok yang tidak hadir
pada sesi saling ajar maka kelompok tersebut akhirnya tidak bisa berdiskusi secara
optimal karena materi menjadi tidak lengkap.
2. Berkaitan dengan hasil pembelajaran
Hasil pembelajaran baru memenuhi aspek kognitif dan afektif saja, sedangkan aspek
psikomotorik belum.
Utuk mengatasi masalah di atas, maka pada TA 2014/2015 tim MK PMPA mengambil
langkah berikut:
1. Mengkombinasikan beberapa metode pembelajaran berdasarkan topik perkuliahan.
topik perkuliahan ada 6, topik 1 sampai 4 menggunakan metode diskusi kelompok,
topik 5 menggunakan metode PBL dan topik ke 6 menggunakan metode praktek
(PjBL).
2. Untuk mencapai aspek psikomotorik, maka pada minggu ke 15 mahasiswa akan
ditugaskan untuk membuat sebuah projek yaitu sebuah rancangan pelaksanaan
pelatihan berdasarkan kebutuhan yang mereka identifikasi melalui observasi ke
lapangan.
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
11
ISBN: 978-602-60613-0-0
Berdasarkan penjelasan di atas maka masalah penelitian dirumuskan sebagai berikut:
apakah dengan menerapkan apakah metode SCL (SGD, PBL dan PjBL) dapat
mengembangkan softskills dan penguasaan hardskills, bagaimana sebaran nilai akhir
mahasiswa, dan bagai mana persepsi mahasiswa terhadap metode perkuliahan yang
diterapkan?
Tujuan penelitian adalah:
1. Mendeskripsikan pelaksanaan perkulihan pada Mata Kuliah PMPA dan
pengembangan softskills.
2. Mengetahui sebaran nilai akhir mahasiswa sebagai hasil dari proses pembelajaran
pada Matakuliah PMPA
3. Mengukur persepsi mahasiswa terhadap kegiatan perkuliahan dengn menerapkan
metode SCL.
Metode Penelitian
Penelitian dilakukan pada mahasiswa yang mengambil matakuliah PMPA tahun 2014/2015
di Prodi Agribisnis, Faperta Unand. Pada tahun 2014/2015, jumlah mahasiswa yang
mengambil Mata Kuliah PMPA adalah sebanyak 28 orang. Adapun setting perkulihan
adalah sebagai berikut:
1. Minggu 1 - 12 proses perkuliahan dilakukan dengan metode diskusi kelompok
kecil. Setiap topik akan didahului oleh kuliah mimbar singkat dan dilanjutkan oleh
diskusi kelompok.
2. Minggu 13 - 14 proses perkuliahan menggunakan metode pembelajaran berbasis
masalah.
3. Untuk metode praktek diberikan diminggu terakhir yaitu minggu ke 15, hasil kerja
kelompok dalam bentuk modul pelatihan dikumpulkan pada jadwal UAS.
Parameter yang digunakan untuk tindakan kelas terdiri dari:
1) Hasil capaian pembelajaran mahasiswa
a. Penilaian proses pembelajaran dilakukan pada saaat pembelajaran berlangsung
yang terdiri dari peran aktif dalam diskusi, tugas individu, substansi makalah
kelompok dan tekhnik presentasi.
b. Penilaian hasil pembelajaran akan diukur dengan instrumen berupa: quiz dan soal-
soal ujian pada ujian tengah semester. Soal pada untuk quiz dan ujian tengah
semester dirancang berdasarkan kompetensi yang direncanakan pada RPS.
Kompetensi yang diukur melalui quiz dan soal ujian adalah level kemampuan
kognitif dan afektif. Untuk mengukur kemampuan prikomotorik akan digunakan
parameter berupa tugas akhir yaitu modul/proposal pelatihan yang dihasilkan
mahasiswa. Berikut ini komponen lengkap penilaian
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
12
ISBN: 978-602-60613-0-0
Tabel 1. Komponen penilaian untuk Mata Kuliah PMPA
Komponen Bobot
(%) Penilai
Peran dan keaktifan dalam
kelompok 15
Mahasiswa (sebagai anggota
kelompok)
Substansi makalah kelompok dan
teknik presentasi 15 Dosen
UTS 25 Dosen
Quiz, tugas indvidu 20 Dosen
Tugas Akhir/UAS 25 Dosen
TOTAL 100
2) Persepsi mahasiswa terhadap kegiatan perkuliahan
Untuk mengetahui bagaimana efektifitas proses pembelajaran akan dilakukan survey
terhadap mahasiswa berkaitan dengan respon/persepsi mahasiswa terhadap metode
pembelajaran yang telah dilakukan. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan
kuesioner yang berisikan 15 pernyataan yang terkait dengan dosen, materi dan metode
pembelajaran. Selanjutnya data diolah dengan menggunakan skala Likert (1 - 5),
dengan kategori penelian sebagai berikut:
Persepsi positif jika rata-rata nilai skor >nilai median
Persepsi negatif jika rata-rata nilai skor ≤ nilai median
Hasil dan Pembahasan
Pelaksanaan Kegiatan
Pada Semester Genap Tahun 2013/2014 Prodi Agribisnis Faperta Unand
telah menerapkan metode PBL pada Matakuliah Pembelajaran Masyarakat dan Pelatihan
Agribisnis. Ini merupakan matakuliah wajib pada Bidang Kajian Ilmu Penyuluhan Dan
Pemberdayaan Masyarakat Agribisnis di Jurusan Sosial Ekonomi, Prodi Agribisnis, Fakultas
Pertanian Unand, yang ditawarkan disemester VI.
Pelaksanaan Metode Perkuliahan Diskusi Kelompok Kecil
Penerapan diskusi dalam proses perkulihan dibagi ke dalam tiga fase yaitu:
Tabel 2. Rincian pelaksanaan perkulihan dengan metode diskusi Fase Kegiatan Tujuan
Perkenalan dosen memberikan satu isu dan
pembuka diskusi
Menarik perhatian,
memberikan fokus bagi diskusi dan
mengaktifkan pengetahuan latar belakang
Eksplorasi
mahasiswa secara berkelompok
mengeksplorasi topik,
memperjelas pemikiran mereka
dan mengambil satu posisi
Mendorong keterlibatan mahasiswa
mendorong pemahaman yang mendalam
terhadap topik
mengembangkan pemikiran kritis dan
perkembangan sosial
Penutup Dosen merekap atau mempertegas
poin-poin utama dalam diskusi.
Menjernihkan poin-poin kesepakatan dan
perdebatan
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
13
ISBN: 978-602-60613-0-0
Dalam prakteknya, pelaksanaan diskusi digabung dengan kerja kelompok. Menurut Ryan
dan Deci (2000) dalam Eggen dan Kauchak (2012), kerja kelompok, pembelajaran
kooperatif dan diskusi dapat membantu kebutuhan dasar siswa seperti kebutuhan untuk
tampak pintar dan kompeten serta kebutuhan untuk dapat terhubung dengan orang lain di
dalam lingkungan sosial.
Pelaksanaan Metode Pembelajaran Berbasis Masalah
Metode PBL dirancang agar setiap mahasiswa mengikuti tahapan pembelajaran
sebagai berikut:
1. Pendefinisian Masalah (Defining the Problem),
Pada tahap ini dosen menyampaikan skenario atau permasalahan dan mahasiswa
melakukan brainstorming dimana semua anggota kelompok mengungkapkan
pendapat, ide dan gagasan terhadap skenario yang diberikan, sehingga
memungkinkan timbulnya beragam alternatif jawaban. Tahapan ini akan
mendorong softskilsl berkaitan dengan kemampuan analisis terhadap masalah dan
kecakapan dalam berkomunikasi.
2. Pembelajaran mandiri (Self Learning)
Mahasiswa mencari berbagai sumber yang dapat memperjelas isu yang sedang
diinvestigasi. Sumber yang dimaksud dapat dalam bentuk buku teks, artikel tertulis
yang tersimpan di perpustakaan, halaman web, atau bahkan pakar
dalam bidang yang relevan. Pembelajaran mandiri ini akan melatih mahasiswa
untuk bertanggungawab terhadap tugas yang dibebankan kepadanya dan komitmen
untuk untuk menyelesaikan tugas.
3. Tahap investigasi
Tahap investigasi memiliki dua tujuan utama, yaitu: (1) agar mahasiswa mencari
informasi dan mengembangkan pemahaman yang relevan dengan permasalahan
yang telah didiskusikan di kelas, dan (2) informasi dikumpulkan dengan satu tujuan
yaitu dipresentasikan di kelas dan informasi tersebut haruslah relevan dan dapat
dipahami.
4. Pertukaran pengetahuan (Exchange knowledge)
Setelah mendapatkan sumber untuk keperluan pendalaman materi dalam langkah
pembelajaran mandiri, selanjutnya pada pertemuan berikutnya mahasiswa akan
berdiskusi dalam kelompoknya untuk mengklarifikasi capaiannya dan merumuskan
solusi dari permasalahan kelompok. Pertukaran pengetahuan ini dapat dilakukan
dengan cara peserta didik berkumpul sesuai kelompok. Di sini juga akan mengasah
soft skill mahasiswa berkaitan dengan kemampuan berkomunikasi dan belajar
untuk bersabar mendengarkan pendapat orang lain (Woods, 1995 dan Duch, 2001).
Penerapan PBL dalam proses perkuliahan dibagi ke dalam empat sesi untuk menuntaskan
satu topik. Berikut ini adalah aktifitas perkuliahan dalam kelas dengan metode PBL:
1. Membagi mahasiswa kedalam kelompok-kelompok kecil, dimana angota kelompok
ditentukan dengan pertimbangan: keterwakilan gender, IPK dan hasil kuesioner Perry.
2. Sebelum kuliah dengan metode PBL dimulai, terlebih dulu dilakukan mini workshop
untuk memberikan penjelasan kepada mahasiswa tentang metode PBl.
3. Membagi perkuliahan dalam 4 Sesi untuk setiap topik perkuliahan kecuali pada
pertemuan pertama perkuliahan.
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
14
ISBN: 978-602-60613-0-0
a. Sesi 1: pemberian pemicu kepada masing-masing kelompok dan perumusan
masalah. Pemicu yang diberikan tidak hanya dalam bentuk narasi namun bisa
juga dalam bentuk gambar-gambar. Sesi ini diakhiri oleh kesepahaman yang
sama mengenai masalah yang diangkat dan kesepakatan anggota kelompok
dalam pembagian tugas. Contoh pemicu pada Lampiran 1
b. Sesi 2: saling ajar, masing-masing anggota kelompok telah siap dengan teaching
note sesuai dengan isu yang diberikan. Diskusi kelompok berlangsung dalam
kelompok kecil. Sesi ini diakhiri dengan kesepakatan anggota mengenai
pemecahan masalah dan kerangka makalah.
c. Sesi 3: diskusi kelas oleh kelompok. Beberapa kelompok terpilih akan
mempresentasikan makalah mereka, dipandu oleh dosen.
d. Sesi 4: rekapitulasi oleh dosen dimana dosen merangkum dan menyempurnakan
materi serta penjelasan jika ada materi yang masih belum dimengerti oleh
mahasiswa.
Pengembangan softskill melalui metode diskusi kelompok kecil dan PBL
Softskill meliputi nilai yang dianut, motivasi, perilaku, kebiasaan, karakter dan sikap.
Perkembangan softskill pada diri individu berbeda-beda yang dipengarui oleh kebiasaan
berfikir, berkata dan bertindak. Softskill sendiri digolongkan ke dalam dua macam yaitu
intrapersonal skill dan interpersonal skill.
Dari hasil pengamatan selama proses perkuliahan, softskills mahasiswa yang mengalami
perkembangan adalah sebagai berikut:
1. Mendorong perkembangan sosial seperti mendengarkan dengan penuh perhatian,
menyelesaikan kesepakatan secara dilomatis dan belajar untuk memahami sudut
pandang orang lain. ini adalah hasil dari aktiftas diskusi dan kerja kelompok.
2. Berfikir kreatif (creative intelegence): merupakan kemampuan dalam
menyelesaikan masalah serta fokus pada penyelesaian masalah bukan masalahnya.
Ini adalah hasil dari upaya mahasiswa dalam mencari jawaban/solusi atas
permasalahan yang diberikan.
3. Kemampuan berkomunikasi (communication skill), kemampuan ini berkembang
karena mahasiswa pada sesi saling ajar (teaching session) “diwajibkan” untuk
menjelaskan materi yang menjadi tugasnya kepada anggota kelompok sampai
dimengerti. Sesi ini juga membuat tidak ada mahasiswa yang pasif, karena setiap
mahasiswa memiliki kewajiban untuk memberikan penjelasan berkaitan dengan
materi yang menjadi tugasnya secara bergantian. Ini juga sekaligus mendorong
berkembangnya presentation skill mahasiswa.
4. Hilangnya freerider dan terbangunnya hubungan kerjasama dalam kelompok
(relationship building). Nilai makalah kelompok sangat ditentukan oleh nilai kerja
individu dalam kelompok tersebut. Hal ini secara tidak langsung akan membuat
kelompok membangun pengawasan secara internal terhadap kerja masing-masing
anggotanya.
5. Tumbuhnya rasa tanggung jawab karena keberhasilan kelompok dalam
memberikan solusi terbaik atas permasalahan yang diberikan dipengaruhi oleh
kinerja anggota kelompok. Berkembangnya rasa tanggungjawab ini juga terlihat
dari tidak adanya mahasiswa yang terlambat dalam mengumpulkan tugas baik
berupa teaching note maupun makalah akhir kelompok.
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
15
ISBN: 978-602-60613-0-0
Jika dikelompokan, maka softskill yang berkembang sebagai hasil pembelajaran tersebut
ke dalam dua bentuk, yaitu: 1). Intrapersonalskill terdiri dari rasa tanggung jawab dan
creative Intelegence; 2) Interpersonal skill yang terdiri dari cummunication skills,
relationships building, keterampilan sosialdan presentation skill.
Penerapan Metode PjBL
Metode PjBL merupakan pelengkap dari metode sebelumnya yang hanya menyentuh aspek
kognitif dan afektif saja. Dengan menugaskan mahasiswa untuk merancang sebuah
kegiatan maka ini akan mendorong berkembangnya kemampuan psikomotorik. Metode
PjBL dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:
1. Mahasiswa mengidentifikasi masalah dilingkungannya baik melalui observasi
maupun melalui bahan bacaan.
2. Hasil identifikasi masalah kemudian dijadikan dasar untuk merancang sebuah
rencana kegiatan pelatihan.
3. Hasil rancangan pelatihan disusun secara sistematis dalam bentuk laporan kerja
kelompok.
Sebaran Nilai Mahasiswa pada MK PMPA
Evaluasi diperlukan untuk mengetahui sejauhmana sebuah kegiatan telah berhasil
mencapai tujuannya (Wirawan, 2011). Evaluasi pada Matakuliah PMPA dilakukan dalam
bentuk penilaian terhadap hasil belajar mahasiswa yang meliputi kecakapan proses dan
kemampuan penguasaan materi.
Selama proses perkuliahan terlihat bahwa lebih dari 80% mahasiswa aktif dalam diskusi
baik diskusi kelompok maupun diskusi kelas. Keaktifan ditunjukan dalam bentuk
merespon pertanyaan maupun bertanya. Nilai untuk substansi makalah juga umumnya
memuaskan dan tekhnik presentasi yang baik. Berikut ini adalah sebaran nilai akhir
mahasiswa.
Tabel 3. Sebaran Nilai Mahasiswa pada Matakuliah PMPA
No Nilai Jumah mahasiswa Presentase (%)
1 Sangat baik (A dan A-) 5 20
2 Baik (B-, B, B+) 21 73
3 Cukup (C+) 2 7
Jumlah 28 100%
Dari tabel di atas, terlihat bahwa masih ada 7% mahasiswa yang nilainya masuk kategori
cukup. Hal ini disebabkan karena yang bersangkutan tidak memenuhi semua komponen
penilaian proses seperti: tugas individu yang tidak lengkap, tidak ikut quiz, tidak aktif di
kelas, disamping nilai ujian yang rendah.
Persepsi Mahasiswa terhadap Proses Perkuliahan
Dari kuesioner yang disebarkan ke mahasiswa dengan skala penilaian 1 - 5, diperoleh rata-
rata penilaian 4 (empat), artinya ternyata mahasiswa memberikan respon yang positif baik
terkait dengan materi, kemampuan dosen maupun metode perkuliahan yang diterapkan
selama satu semester pada Mata Kuliah PMPA. Selain angket dengan pertanyaan tertutup,
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
16
ISBN: 978-602-60613-0-0
juga diberikan pertanyaan terbuka berkaitan dengan kesan dan saran dari mahasiswa
mengenai Mata Kuliah ini. Berikut ini beberapa kutipan.
“Perkuliahan dengan SCL sangat bagus. dengan menggunakan metode SCL ini,
mahasiswa dapat mengembangkan kreatifitasnya degan mengetahui isu-isu yang sedang
terjadi serta dapat mendorong mahasiswa untuk dapat berkomunikasi dengan baik.....”
“Kuliah PMPA asyik dan menyenangkan, sebab lebih banyak diskusi daripada
mendengarkan...”
“Matakuliah ini sangat menyenangan karena belajar dengan cara yang partisipatif
sehingga peserta belajar turut berperan aktif dalam perkuliahan. selain itu materi yag
dipelajari membangun daya kritis dari peserta untuk mengikuti perkulaihan...”
“Pada matakuliah ini membuat mahasiswa lebih mengutamakan softskill dan membuat
materi-materi lebih mudah dan lebih cepat untuk dimengerti”.
Kesimpulan
1. Metode pembelajaran SCL dapat dapat mendorong berkembangnya softskills dan
penguasaan hardskills yang lebih baik.
2. Metode pembelajaran pada Mata Kuliah PMPA yang menggabungkan beberapa
metode ternyata mampu meningkatkan keaktifan mahasiswa dikelas dan menghasilkan
nilai ahir yang sebagian besar berada pada kategori baik dan sangat baik.
3. Secara umum mahasiswa memberikan respon baik selain ditunjukan oleh tingkat
keaktifan di kelas juga persepsi yang positif terhadap proses perkuliahan dengan
metode SCL dalam Mata Kuliah PMPA.
Referensi
Eggen, Paul dan Kauchak, Don. 2012. Strategi dan Model Pembelajaran. edisi ke enam.
Penerbit PT. Indeks. Jakarta
O’neil, William F. 2001. Ideologi-ideologi Pendidikan. Penerbit Pustaka Pelajar.
Yogyakarta
Taniredja, Tukiran dkk. 2013. Model-model Pembelajaran Inovatif. Penerbit Alfabrta.
Bandung
Wirawan. 2011. EVALUASI: Teori, Model, Standar, Aplikasi dan Profesi. Rajawali Pers,
PT Raja Grafindo. Jakarta
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
17
ISBN: 978-602-60613-0-0
Model Pengembangan Kurikulum Pendidikan Tinggi Vokasi
Berbasiskan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia/SKKNI
(Studi Kasus Program Studi di Politeknik ATI Padang)
Zulhamidi1, Ester Edwar2
1Politeknik ATI Padang
Jalan Bungo Pasang, Tabing, Padang 25171
Email: [email protected] 2Politeknik ATI Padang
Jalan Bungo Pasang, Tabing, Padang 25171
Email: [email protected]
Abstrak
Tantangan terbesar yang harus dihadapi oleh pengelola pendidikan, terutama
pendidikan tinggi vokasi adalah merancang kurikulum yang dapat menjawab
kebutuhan pasar. Politeknik ATI Padang sebagai salah satu institusi pendidikan
tinggi vokasi yang berada di bawah Kementerian Perindustrian juga
menghadapi tantangan yang sama terutama adanya tuntutan yang sangat
beragam dari seluruh stakeholders-nya. Tulisan ini mencoba menyajikan
sebuah gambaran kurikulum yang mencoba meramu semua keinginan
stakeholders dengan tetap berpedoman kepada aturan yang sudah ditetapkan
oleh DitJend DIKTI.
Kata kunci: pendidikan vokasi, kurikulum, SKKNI
Pendahuluan
Pendidikan vokasi atau yang biasa disebut oleh sebagian besar masyarakat sebagai
pendidikan kejuruaan merupakan salah satu jenis program pendidikan tinggi yang diakui
oleh negara sebagaimana tercantum pada Bagian Keempat tentang Pendidikan Tinggi dalam
Undang-undang No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pendidikan vokasi
seiiring dengan perkembangan dunia pendidikan pernah mengalami perlakuan sebagai
pendidikan yang bukan pilihan utama oleh masyarakat Indonesia, bahkan samapai dengan
hari ini. Pendidikan vokasi lebih merupakan tempat pelarian apabila calon siswa/mahasiswa
tidak diterima di perguruan tinggi program akademik. Perkembangan dunia pendidikan
beberapa tahun belakangan menunjukkan perkembangan menggembirakan yang ditandai
dengan adanya perhatian serius pemerintah untuk mengembangkan pendidikan vokasi.
Presiden Joko Widodo ketika melakukan kunjungan kerja ke Eropa pada pertengahan bulan
April 2016 menyatakan "Indonesia secara serius meniru pendidikan vokasi Jerman ini untuk
memajukan industri Indonesia”. Saat menggelar konperensi pers di Berlin, Jerman, Menteri
Luar Negeri Retno L.P. Marsudi juga memaparkan soal pendidikan vokasi ini, dimana
pemerintah fokus pada kerjasama pendidikan khusus ini untuk menjawab kebutuhan pasar.
Hal ini menunjukkan keseriusan pemerintah untuk mengembangkan pendidikan vokasi
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
18
ISBN: 978-602-60613-0-0
sekaligus tantangan bagi dunia pendidikan untuk merancang sistem pendidikan yang akan
menjawab kebutuhan pasar tersebut.
Tahapan paling penting dalam membangun sebuah institusi pendidikan tinggi adalah
perancangan kurikulum. Undang-undang No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional mendefenisikan kurikulum dengan seperangkat rencana dan pengaturan mengenai
tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan
kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Pengertian yang lebih
kompleks tentang kurikulum disampaikan oleh Taylor dan Richard (Wagiran, 2013) yang
menyatakan bahwasanya kurikulum adalah isi pendidikan, pengalaman pendidikan, daftar
mata pelajaran (mata kuliah) yang harus dipelajari, bidang studi, dan aktivitas belajar yang
direncanakan. Definisi di atas menunjukkan bahwasanya kurikulum merupakan faktor utama
(main factor) yang menentukan keberhasilan sistem pendidikan sebuah instutusi pendidikan,
terutama sekali pendidikan tinggi.
Politeknik ATI Padang merupakan lembaga Pendidikan Tinggi dibawah Kementerian
Perindustrian yang menjalankan program pendidikan vokasi Diploma III (D III). Tantangan
yang selama ini penulis hadapi dalam penyusunan kurikulum adalah stakeholders yang
cukup beragam sehingga untuk mengakomodir semua masukan tersebut membutuhkan
diskusi yang kompleks dan cukup alot. Makalah ini disusun sebagai gambaran proses
perancangan kurikulum di Politeknik ATI Padang dengan tetap memperhatikan aturan main
yang sudah ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (DitJend DIKTI).
Pembahasan
Secara umum, tahapan penyusunan kurikulum sebagaimana ditetapkan oleh DitJend DIKTI
dapat dilihat seperti Gambar di bawah ini.
Gambar 1 Tahapan penyusunan kurikulum
(Sumber : DitJend DIKTI)
Analisis SWOT (University Values)
(Scientific Vision Prodi)
Tracer Study (Need Assessment)
(Market Signal)
Profil Lulusan
Rumusan Capaian Pembelajaran
(Learning Outcome)
Pemilihan bahan kajian: Tingkat keluasan,
Tingkat kedalaman,
Tingkat kemampuan
Matriks bahan kajian dengan capaian
Konsep mata kuliah dan besarnya SKS
Mata
Struktur Kurikulum & Rancangan
Asosiasi dan Stakeholders
Deskripsi KKNI & Standar BSNP
Konsep & Strategi Pembelajaran
Kebijakan Perguruan
Peta Keilmuan
Konsep Kurikulum
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
19
ISBN: 978-602-60613-0-0
Tahapan awal dari penyusunan kurikulum yang penulis lakukan adalah dengan
mengumpulkan semua informasi dan masukan dari semua stakeholders, berikut ini beberapa
stakeholders yang kontribusinya cukup banyak dalam penyusunan kurikulum di Politeknik
ATI Padang.
a. Pusat Pendidikan dan Pelatihan Industri Kementerian Perindustrian Republik Indonesia
(Pusdiklat Industri Kemenperin RI).
Pusdiklat Industri Kemenperin RI merupakan lembaga setingkat eselon II Kementerian
Perindustrian Republik Indonesia yang tugas utamanya adalah membina dan menyiapkan
tenaga kerja industri. Merujuk pada Undang-Undang Nomor 3 tentang Perindustrian
pasal 16 dijelaskan bahwa pembangunan sumber daya manusia industri dilakukan untuk
menghasilkan sumber daya manusia yang kompeten, meliputi: (1) wirausaha industri, (2)
tenaga kerja industri, (3) pembina industri, dan (4) konsultan industri. Pasal tersebut
kemudian diperjelas oleh Peraturan Pemerintah Nomor 41 tahun 2015 tentang
pembangunan tenaga kerja industri, bahwa pembangunan tenaga kerja industri dilakukan
melalui :
(1) pendidikan vokasi industri berbasis kompetensi,
(2) pendidikan dan pelatihan industri berbasis kompetensi, dan
(3) pemagangan industri.
Berdasarkan peraturan tersebut maka Pusdiklat Industri Kemenperin RI merumuskan
strategi dan mengeluarkan kebijakan bahwasanya semua perguruan tinggi di bawah
Kementerian Perindustrian Republik Indonesia diharuskan menggunakan Standar
Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) sebagai acuan kompetensi utama dalam
menyusun kurikulum. SKKNI adalah rumusan kemampuan kerja yang mencakup aspek
pengetahuan, keterampilan dan/atau keahlian, serta sikap kerja yang relavan
denganpelaksanaan tugas dan syarat jabatan yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundangundangan. SKNNI tersusun atas unit-unit kompetensi yang
menggambarkan kemampuan yang harus dikuasai oleh seseorang dalam satu bidang
pekerjaan. Penyusunan kurikulum yang mengacu kepada SKKNI pada dasarnya
memberikan kemudahan kepada pengajar untuk menyusun modul pembelajaran, karena
pada setiap unit kompetnsi nya telah diuraikan arah kemampuan dan keahlian yang harus
dikuasi oleh peserta didik/mahasiswa, tidak hanya secara teknis, akan tetapi juga
kemampuan untuk mengatur dan memanfaatkannya bersamaan dengan kompetnsi lain
yang telah dikuasai. Competency based learning starts with well-defined learning outcomes. The
structure for competency based learning comes from creating, managing, and
aligning sets of competencies to learning resources, assessments, and rubrics, with
analytics to track performance (Everhart, 2014).
Selain itu untuk menjamin kompetensi tenaga kerja industri yang dihasilkan, setiap
institusi pendidikan vokasi yang berada dibawah Kementerian Perindustrian diwajibkan
untuk memiliki Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) P1 dan Tempat Uji Kompetensi (TUK)
yang akan melaksanakan uji kompetensi dan mngeluarkan sertifikat kompetensi bagi
setiap lulusannya. Pelaksanaan uji kompetensi dan pemberian sertifikat kompetensi ini
mengacu kepada skema kompetensi yang harus dikuasai. Hal ini sejalan dengan arahan
perlunya setiap program studi untuk memiliki bangun kompetensi yang jelas, dimana
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
20
ISBN: 978-602-60613-0-0
setiap akhir semester/tahun, mahasiswa telah menguasai dan kompeten pada satu bidang
tertentu.
b. Dunia Industri dan Dunia Usaha (DUDI)
Dunia Industri dan Dunia Usaha merupakan stakeholder yang selalu dilibatkan oleh
semua perguruan tinggi dalam setiap perbaikan kurikulum yang dilakukan. Permasalahan
yang sering terjadi antara DUDI dan perguruan tinggi adalah tertinggalnya perguruan
tinggi dalam mengadopsi perkembangan teknologi sehingga ketika lulusan memasuki
dunia kerja mereka akan membutuhkan waktu yang cukup lama ketika berinteraksi
dengan teknologi baru. Pada proses penyusunan kurikulum yang penulis lakukan, aspek
teknologi kembali muncul sebagai aspek utama yang harus dimasukkan ke dalam
penyusunan kurikulum terutama sekali berkaitan dengan teknologi informasi.
Masukan lain yang cukup mengemuka adalah adanya keinginan dari industri agar ketika
mahasiswa melakukan magang/kerja praktek adalah agar waktu yang dialokasikan oleh
perguruan tinggi cukup lama, minimal 2 (dua) bulan. Beberapa industri bahkan
menginginkan agar magang/kerja praktek yang dilakukan selama satu semester penuh
dimana mahasiswa dianggap sebagai karyawan perusahaan tersebut dan diberikan
imbalan atas pekerjaan yang dilakukannya. Dalam perancangan kurikulum ini penulis
mengakomodir masukan ini dengan mengalokasi waktu satu semester khusus yaitu pada
semester akhir perkuliahan.
c. Alumni
Pelibatan alumni dalam penyusunan kurikulum dimaksudkan untuk mengetahui seberapa
jauh kurikulum yang disusun sudah sesuai dengan pekerjaan yang dilakukan di tempat
kerja. Pada proses penyusunan kurikulum yang telah penulis lakukan dua poin utama
yang menjadi perhatian alumni adalah pentingnya kemampuan bahasa inggris dan
kemampuan untuk berkomunikasi dan meyakinkan orang lain.
Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan beberapa masukan dari stakeholders
sebagaimana diringkaskan di bawah ini:
1. Kurikulum mesti berdasarkan Standar Kompetensi baik itu Standar Kompetensi
Kerja Nasional Indonesia (SKKNI), Standar Internasional ataupun Standar Khusus.
2. Evaluasi capaian pembelajaran dilakukan dengan mekanisme uji kompetensi yang
dilakukan di Lembaga Sertifikasi Profesi Pihak 1 (LSP P1) dan Tempat Uji
Kompetensi (TUK)
3. Perlunya memasukkan kemampuan di bidang teknologi informasi.
4. Magang/kerja praktek dilakukan lebih lama dari biasa yang dilakukan.
5. Peningkatan kemampuan bahasa inggris.
6. Soft skill kemampuan berkomunikasi dan meyakinkan orang lain.
Berdasarkan Gambar 1 di atas, tahapan awal yang dilakukan dalam merancang kurikulum
pendidikan tinggi adalah merumuskan capaian pembelajaran (learning outcome). Learning
outcome program studi keteknikan program Diploma-III sudah diuraikan secara baik yang
dapat diakses dari laman DitJend DIKTI.
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
21
ISBN: 978-602-60613-0-0
Dikarenakan keterbatasan halaman maka uraian learning outcome tersebut dapat diringkas
seperti diringkas pada Tabel 1 di bawah ini.
Tabel 1. Uraian learning outcome program Diploma-III keteknikan
No Uraian Learning Outcome Jumlah Uraian
1 Sikap 10
2 Penguasaan Pengetahuan 8
3 Keterampilan Umum 7
4 Keterampilan Khusus Sesuai program studi yang diambil dari
judul unit SKKNI yang sesuai
Uraian learning outcome pada bagian keterampilan khusus disesuaikan dengan program
studi dan bidang keilmuan yang menjadi ciri khas setiap program studi. Pada penyusunan
kurikulum yang kami lakukan, uraian learning outcome pada bagian keterampilan khusus
diambil dari Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI). Pada penyusunan
kurikulum ini penulis memilih salah satu SKKNI dengan jumlah unit kompetensi yang
diadopsi menjadi bagian dari learning outcome sebanyak 50 unit kompetensi sehingga total
uraiannya sebanyak 75 buah.
Tahapan selanjutnya setelah merumuskan learning outcome adalah menyusun bahan kajian
yang pada akhirnya memunculkan nama mata kuliah berikut dengan jumlah Satuan Kredit
Semester (SKS) pada masing-masing kuliah. Penyusunan mata kuliah yang penulis lakukan
adalah dengan terlebih dahulu membagi jenis mata kuliah menjadi 2 (dua) bagian yaitu Mata
Kuliah Kompetensi dan Mata Kuliah Non Kompetensi (NK).
Mata Kuliah Kompetensi adalah mata kuliah yang dirumuskan dari learning outcome
keterampilan khusus yang pada penelitian ini terdiri dari 50 unit kompetensi. Semua unit
kompetensi dirumuskan menjadi beberapa mata kuliah. Mata Kuliah Non Kompetensi
adalah mata kuliah yang isinya selain dari learning outcome keterampilan khusus. Mata
Kuliah Non Kompetensi ini antara lain terdiri dari mata kuliah dasar seperti Pancasila,
Bahasa Indonesia dan Pendidikan Agama. Selain itu mata kuliah science, engineering
science, social science dan humaniora termasuk kedalam Mata Kuliah Non Kompetensi.
Secara lebih jelasnya penyebaran mata kuliah dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 2. Rancangan Susunan Mata Kuliah
SEMESTER I SEMESTER II
NO MATA KULIAH SKS NO MATA KULIAH SKS
1 Mata Kuliah Dasar 9 1 Mata Kuliah Non Kompetensi 14
2 Mata Kuliah Non Kompetensi 11 2 Mata Kuliah Kompetensi 6
TOTAL 20 TOTAL 20
SEMESTER III SEMESTER IV
NO MATA KULIAH SKS NO MATA KULIAH SKS
1 Mata Kuliah Non Kompetensi 12 1 Mata Kuliah Non Kompetensi 8
2 Mata Kuliah Kompetensi 10 2 Mata Kuliah Kompetensi 14
TOTAL 22 TOTAL 22
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
22
ISBN: 978-602-60613-0-0
SEMESTER IV SEMESTER IV
NO MATA KULIAH SKS NO MATA KULIAH SKS
1 Magang Industri 20 1 Karya Tulis Akhir 5
2 Seminar Karya Tulis Akhir 1
TOTAL 20 TOTAL 6
Pada tahapan penyusunan mata kuliah, nama mata kuliah diturunkan langsung dari fungsi
utama yang ada pada Standar Kompetensi yang menjadi acuan dalam penyusunan
kurikulum. Standar Kompetensi yang menjadi acuan dalam penyusunan kurikulum ini
adalah Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia Bidang Sistem Produksi Industri Agro
(PerMenakerTrans No 123 Tahun 2016) dimana sebagai salah satu contoh penamaan mata
kuliah diadopsi dari Fungsi Utama yaitu Merencanakan Poduksi dengan uraian unit
kompetensi sebagai berikut:
1. Merencanakan produksi sesuai dengan jenis produk
2. Merencanakan kebutuhan bahan baku utama dan penolong
3. Menentukan tingkat persediaan
4. Menganalisis kebutuhan kapasitas produksi sesuai dengan jenis produk
5. Menyusun jadwal produksi per jenis produk
6. Melaksanakan aktivitas pengendalian sistem produksi
Penentuan jumlah SKS didasarkan kepada beban yang harus diselesaikan oleh mahasiswa
untuk menyelesaikan 6 (enam) unit kompetensi di atas. Dari hasil perhitungan kami maka
didapatkan beban SKS nya adalah sebanyak 4 SKS dengan nama mata kuliah adalah
Merencanakan Produksi.
Analisa
Tujuan utama dari penyusunan kurikulum yang dilakukan adalah menselaraskan antara
kaidah penyusunan kurikulum dengan program yang diinginkan oleh Pusdiklat Industri
Kementerian Perindustrian yaitu Kurikulum yang berdasarkan keada Standar Kompetensi.
Uraian di atas sudah mengambarkan cukup jelas bagaimana sebuah kurikulum dapat
menggunakan standar kompetensi yang sesuia dengan bidang keilmuan program studi.
Selain itu kami juga mencoba mengakomodir keinginan dan harapan semua stakeholder
antara lain:
1. Perlunya memasukkan kemampuan di bidang teknologi informasi
Kemampuan ini dilakukan dengan cara memperkenalkan kepada mahasiswa
penggunaan beberapa perangkat lunak (software) seperti dalam melakukan simulasi
proses produksi, perancanaan produksi dan aplikasi Enterprise Resources Planning
(ERP)
2. Magang/kerja praktek dilakukan lebih lama dari biasa yang dilakukan.
Usulan ini kami akomodir dengan mengalokasikan secara khusus pada semester
akhir (lima) untuk pelaksanaan praktek industri secara penuh selama satu semester.
Teknik pelaksanaan dan pengelolaannya dapat disesuaikan dengan kondisi masing-
masing program studi.
3. Peningkatan kemampuan bahasa inggris.
Peningkatan kemampuan Bahasa Inggris dilakukan dengan menetapkan Mata Kuliah
Bahasa Inggris sebanyak dua kali pada dua semester berutan di semester akhir.
Pelaksanaan magang/kerja praktek dilakukan pada semester akhir selama satu
semester penuh.
4. Soft skill kemampuan berkomunikasi dan meyakinkan orang lain.
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
23
ISBN: 978-602-60613-0-0
Kemampuan ini dapat terpenuhi dengan cara mengharuskan setiap mata kuliah
praktek dilakukan secara berkelompok. Selain itu dalam SKKNI juga telah
memasukkan secara khusus kemampuan berkomunikasi dan bekerjasama dengan
pihak lain, baik itu teman sejawat, atasan ataupun bawahan.
Penutup
Demikianlah tulisan singkat ini kami susun dengan kesimpulan bahwasanya kurikulum
berbasiskan kompetensi dapat dilakukan dengan mengadopsi Standar Kompetensi Kerja
Nasional Indonesia (SKKNI) yang sesuai dengan program studi masing-masing, bahkan
dengan melakukan adopsi tersebut akan dapat memberikan tahapan yang lebih jelas bagi
penguasaan keterampilan yang harus diberikan kepada peserta didik.
Daftar Pustaka
………, Alternatif Penyusunan Kurikulum mengacu kepada KKNI, diakses 20 Agustus
2016.
Direktorat Pembelajaran dan Kemahasiswaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi
Kemendikbud, Kurikulum Pendidikan Tinggi Sesuai KKNI, diakses 20 Agustus 2016.
DIKTI, 75 Capaian Pembelajaran/Kompetensi Lulusan Program Perguruan Tinggi, diakses
20 Agustus 2016.
Everhart, Deb. 3 Characteristics of Competncy Based Learning. 2014
Keputusan Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia No 123 Tahun 2016 Tentang
Penetapan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia Bidang Sistem Produksi Industri
Agro.
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 73 Tahun 2013
Tentang Penerapan Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia Bidang Pendidikan Tinggi.
Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Nomor 44 Tahun 2015 tentang
Standar Nasional Pendidikan Tinggi.
Tim BELMAWA DIKTI 2015, Panduan Praktis Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi
2016, diakses 20 Agustus 2016.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan
Nasional.
http://presidenri.go.id/pendidikan/ri-jerman-fokus-pada-kerja-sama-pendidikan-
vokasi.html. diakses 20 Agustus 2016.
http://bisnis.liputan6.com/read/2489058/saatnya-ri-belajar-pendidikan-vokasi-jerman.
diakses 20 Agustus 2016.
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
24
ISBN: 978-602-60613-0-0
Pengembangan dan Penerapan Model Cooperative Learning
Teknik Jigsaw Berbasis KBK Mengacu pada KKNI pada
Program Studi Manajemen 2010 Universitas Trilogi
Jakarta
M. Faisal
Universitas Trilogi
Jl. TMP. Kalibata Jakarta
Email: [email protected]
Abstract
The objective of this research is to evaluate the development and the application
of the Model of Jigsaw Cooperative Learning Techniques in order to fulfill
Universitas Trilogi real objectives and meet the Standard of National Higher
Education without affecting the image of the organization, and can provide
motivation to improve learning performance and improve productivity at the
University Trilogy. The steps of modified Borg & Gall research and development
model are : (1) assessing a list of relevant literature about the products that have
been made, (2) planning the learning objectives to be achieved, (3) developing
the initial draft, and (4) testing on the subject with a limited amount of the initial
draft, (5) revising it to correct the deficiencies found in the filed-testing stage,
(6) reexamine the draft that has been revised based on the results of the first trial
in larger quantities subjects. The results show that the Model of Jigsaw
Cooperative Learning Techniques have a positive contribution to the
advancement and improvement of the quality of the learning process and meets
its behaviorally defined objectives.
Kata kunci: learning outcomes, entrepreneur, teamwork, empowerment,
transfer of knowledge and experience
Pendahuluan
Kurikulum Program Studi Manajemen S-1 tahun 2010 merupakan pengejawantahan dari :
1). Rencana Induk Perguruan Tinggi (RIP), 2). Visi, Misi, dan Tujuan Perguruan Tinggi, 3).
Visi, Misi, dan Tujuan Program Studi, serta 4). Peraturan Perundangan. Kurikulum yang
pada awalnya mengacu pada pencapaian kompetensi menjadi mengacu pada capaian
pembelajaran (learning outcomes). Secara khusus dengan adanya KKNI pada tahun 2010
Program Studi Manajemen Universitas Trilogi telah mengubah cara melihat kompetensi
seseorang, tidak lagi semata Ijazah tapi dengan melihat kepada kerangka kualifikasi yang
disepakati secara nasional sebagai dasar pengakuan terhadap hasil pendidikan seseorang
secara luas (formal, non formal, atau informal) yang akuntabel dan transparan.
Aspek yang paling berpengaruh terhadap capaian pembelajaran adalah strategi yang
diterapkan pada proses kegiatan pembelajaran. Sejatinya pembelajaran yang ideal adalah
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
25
ISBN: 978-602-60613-0-0
pembelajaran yang dapat mengaktifkan seluruh mahasiswa untuk terlibat aktif berkolaborasi
dan berkontribusi dalam menyusun pengetahuan, keterampilan dan sikap yang menjadi
kompetensi tujuan, untuk itu Kepala Program Studi pada tahun 2010 melakukan
Pengembangan dan Penerapan Model Cooperative Learning Teknik Jigsaw pada kurikulum
program studi manajemen 2010 yang Berbasis Kurikulum Berbasiss Kompetensi (KBK) dan
Mengacu pada Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI).
Program Studi Manajemen S-1 telah memperkenalkan dan membangun Citra Universitas
Trilogi dengan cara menginternalisasikan nilai-nilai pilar keteknopreneuran (penanaman
jiwa wirausaha/entrepreneur), kolaborasi (dimilikinya jiwa sosial, gotong royong dan
kerjasama), dan kemandirian (kekuatan untuk bertahan dan berdiri sendiri untuk
membangun apa yang diimpikannya sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman) sejak
mahasiswa mulai kuliah hingga lulus (menjadi alumni); Superteam from the start till
graduates melalui proses kegiatan pembelajaran.
Selama sebelum tahun 2010, proses kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan lebih sering
menggunakan model cooperative learning dengan kegiatan presentasi dan diskusi, sehingga
ada beberapa mahasiswa yang terlihat kurang bersemangat untuk terlibat dalam proses
diskusi. Permasalahan dari penerapan kurikulum 2010 ini adalah apakah dengan
diterapkannya model pembelajaran cooperative learning dengan teknik jigsaw dapat
mencapai tujuan pembelajaran di program studi manajemen Universitas Trilogi dengan baik,
serta bagaimana proses pelaksanaan model pembelajaran cooperative learning dengan
teknik jigsaw di program studi manajemen Universitas Trilogi.
Pelaksanaan model pembelajaran cooperative learning dengan teknik jigsaw ini bertujuan
untuk mengurangi atau menghilangkan masalah-masalah yang terjadi guna mempertahankan
tingkat kepuasan (satisfactory levels), mencapai real goals organisasi dan memenuhi
peraturan perundang-undangan (Standar) Nasional Pendidikan Tinggi tanpa mempengaruhi
citra organisasi serta dapat memberi motivasi yang dapat memperbaiki learning
performance dan memperbaiki produktifitas di Universitas Trilogi.
Pembahasan
1. Skenario Pelaksanaan
Penelitian ini menggunakan model pengembangan Borg & Gall yang telah disederhanakan,
Penyederhanaan tahap-tahap pengembangan tersebut dilakukan dengan memodifikasi
langkah-langkah dari Borg & Gall yang telah dimodifikasi oleh Cunningham dalam Borg &
Gall (2003: 573), yakni : (1) mengkaji peraturan perundangan dan model pembelajaran
kooperatif teknik jigsaw yang relevan tentang produk yang telah dibuat; (2) merencanakan
tujuan pembelajaran yang ingin dicapai; (3) mengembangkan draf awal; (4) uji coba
terhadap draf awal pada subjek dengan jumlah terbatas; (5) revisi terhadap draf awal
berdasarkan hasil uji coba; (6) menguji kembali draf yang telah direvisi berdasarkan hasil
uji coba pertama pada subyek jumlah yang lebih besar.
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
26
ISBN: 978-602-60613-0-0
2. Hasil dan Pembahasan
Anita Lie (2004:69) mengatakan bahwa: "Teknik mengajar jigsaw dikembangkan oleh
Aronson et al. sebagai metode cooperative learning. Dalam model ini guru memperhatikan
skemata atau latar belakang pengalaman siswa dan membantu siswa mengaktifkan skemata
ini agar bahan pelajaran menjadi lebih bermakna. Selain itu, siswa bekerja dengan sesama
siswa dalam suasana gotong royong dan mempunyai banyak kesempatan untuk mengolah
informasi dan meningkatkan keterampilan komunikasi."
http://www.duniapembelajaran.com/2014/12/model-pembelajaran-kooperatif-tipe.html
(Diakses pada 16-10-2016 pukul 10.00)
Teknik mengajar Jigsaw dikembangkan dan diuji oleh Elliot Arronson dan rekan-rekannya
di Universitas Texas, dan kemudian diadaptasi oleh Slavin dan kawan-kawan di Universitas
John Hopkin (Sugianto, 2010:45). Jigsaw adalah salah satu dari metode-metode kooperatif
yang paling fleksibel (Slavin, 2005:246). Model pembelajaran Jigsaw merupakan salah satu
variasi model Collaborative Learning yaitu proses belajar kelompok dimana setiap anggota
menyumbangkan informasi, pengalaman, ide, sikap, pendapat, kemampuan, dan
keterampilan yang dimilikinya, untuk secara bersama-sama saling meningkatkan
pemahaman seluruh anggota.
Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw adalah suatu tipe pembelajaran kooperatif yang terdiri
dari beberapa anggota dalam satu kelompok yang bertanggung jawab atas penguasaan
bagian materi belajar dan mampu mengajarkan materi tersebut kepada anggota lain dalam
kelompoknya (Sudrajat, 2008:1).
Model pembelajaran Jigsaw merupakan strategi yang menarik untuk digunakan jika materi
yang akan dipelajari dapat dibagi menjadi beberapa bagian dan materi tersebut tidak
mengharuskan urutan penyampaian. Kelebihan strategi ini adalah dapat melibatkan seluruh
peserta didik dalam belajar dan sekaligus mengajarkan kepada orang lain (Zaini, 2008:56).
http://www.kajianpustaka.com/2013/09/model-pembelajaran-jigsaw.html (Diakses pada
16-10-2016 pukul 10.10)
Pembelajaran kooperatif teknik Jigsaw adalah suatu teknik pembelajaran kooperatif yang
terdiri dari beberapa anggota dalam satu kelompok yang bertanggung jawab atas penguasaan
bagian materi belajar dan mampu mengajarkan materi tersebut kepada anggota lain dalam
kelompoknya (Arends, 1997). Model ini merupakan model pembelajaran kooperatif dimana
siswa belajar dalam kelompok kecil yang terdiri dari 4 – 6 orang secara heterogen dan
bekerja sama saling ketergantungan yang positif dan bertanggung jawab atas ketuntasan
bagian materi pelajaran yang harus dipelajari dan menyampaikan materi tersebut kepada
anggota kelompok yang lain (Arends, 1997).
Jigsaw didesain untuk meningkatkan rasa tanggung jawab mahasiswa terhadap
pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain. Mahasiswa tidak hanya
mempelajari materi yang diberikan, tetapi mereka juga harus siap memberikan dan
mengajarkan materi tersebut pada anggota kelompoknya yang lain. Dengan demikian,
“mahasiswa saling tergantung satu dengan yang lain dan harus bekerja sama secara
kooperatif untuk mempelajari materi yang ditugaskan” (Lie, A., 1994).
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
27
ISBN: 978-602-60613-0-0
Para anggota dari tim-tim yang berbeda dengan topik yang sama bertemu untuk berdiskusi
(dengan tim ahli) saling membantu satu sama lain tentang topik pembelajaran yang
ditugaskan kepada mereka. Kemudian para mahasiswa itu kembali pada tim/ kelompok asal
untuk menjelaskan kepada anggota kelompok yang lain tentang apa yang telah mereka
pelajari sebelumnya pada pertemuan tim ahli. Pada model pembelajaran kooperatif teknik
jigsaw, terdapat kelompok asal dan kelompok ahli. Kelompok asal yaitu kelompok induk
siswa yang beranggotakan siswa dengan kemampuan, asal, dan latar belakang keluarga yang
beragam. Kelompok asal merupakan gabungan dari beberapa ahli. Kelompok ahli yaitu
kelompok siswa yang terdiri dari anggota kelompok asal yang berbeda yang ditugaskan
untuk mempelajari dan mendalami topik tertentu dan menyelesaikan tugas-tugas yang
berhubungan dengan topiknya untuk kemudian dijelaskan kepada anggota kelompok asal.
https://akhmadsudrajat.wordpress.com/ 2008/07/31/cooperative-learning-teknik-jigsaw
(Diakses pada 09-09-2016 pukul 14.50)
Penjelasan bagaimana mahasiswa dipersiapkan untuk bekerja sama dan bagaimana model
pembelajaran cooperative learning dengan teknik jigsaw diterapkan adalah seperti di bawah
ini.
1. Proses Kegiatan Pembelajaran Mata Kuliah Pengembangan Kewirausahaan (belajar
menjadi pengusaha menjadi sebelum lulus)
Pengalaman adalah guru yang terbaik. Cara yang terbaik dalam mencetak pengusaha
adalah mendorong agar mahasiswa mencobanya sendiri, menghadapi realita dan belajar
bermitra dengan lembaga keuangan. Dengan kata lain, untuk belajar menjadi pengusaha
sebaiknya mahasiswa berpraktik langsung melakukan perencanaan lalu melaksanakan
rencana tersebut, dengan menggunakan dana dari bank. Mahasiswa diharuskan
mengajukan rencana bisnis ke bank untuk mendapatkan kredit sesuai dengan ketentuan
yang berlaku. Program Studi Manajemen S-1 khususnya dan Universitas Trilogi
umumnya bekerja sama dengan pihak Perbankan, Lembaga Keuangan, dan Instansi
terkait lainnya untuk ikut berpartisipasi dalam penyelenggaraan pendidikan dengan cara
membimbing mahasiswa sebagai nasabah yang sebenarnya.
a. Tahap Persiapan Proses Kegiatan Pembelajaran Mata Kuliah Pengembangan
Kewirausahaan
Di hari-hari pertama, mahasiswa Universitas Trilogi diharuskan mengikuti suatu
ujian kesiapan belajar. Mereka yang tidak paham penggunaan komputer dan internet
diharuskan belajar sampai lulus. Setelah itu, mereka harus belajar membaca cepat
buku teks berbahasa Inggris. Hari-hari pertama ini memberikan gambaran tentang
metoda belajar yang baik.
Dalam kuliah, mahasiswa mendapatkan tugas kelompok yang memaksa mereka
untuk bekerja secara kelompok dengan menginternalisaiskan model pembelajaran
coopertaive learning yang mengharuskan memperhatikan rekan sekerja, menyatakan
kritik terhadap kinerja rekan sekerja, bahkan menilai rekan sekerja. Tugas kelompok
kemudian harus meningkat menjadi kerja dalam organisasi. Kemudian pada mata
kuliah Pengantar Bisnis dan Manajemen ((Mata kuliah Keilmuan dan Keterampilan
(MKK) pada semester 1), mahasiswa harus menjalankan suatu bisnis sederhana
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
28
ISBN: 978-602-60613-0-0
selama 2 hari (Business Games). Dana yang digunakan adalah dana yang
dipinjamkan oleh Universitas Trilogi berdasarkan suatu skema pembagian
keuntungan.
Pada mata kuliah Seni Pentas dan Proyek Pertunjukan (Mata kuliah Perilaku
Berkarya (MPB)) di semester 2, mahasiswa belajar untuk membentuk organisasi
yang bertujuan untuk membuat suatu pertunjukan besar. Setelah mereka belajar
meningkatkan kepercayaan diri, mengekspresikan diri secara individual dan
berkelompok membentuk suatu kelompok drama pada mata kuliah pada semester 1
(yaitu mata kuliah Seni Peran (Mata kuliah Perilaku Berkarya (MPB))), mahasiswa
secara keseluruhan dituntut untuk dapat mempertunjukkan drama yang mereka buat
kepada publik. Pertunjukan ini dibiayai oleh Universitas Trilogi, karena waktu
persiapan yang sangat singkat dan untuk mengurangi kerumitan kegiatan. Meskipun
demikian, mahasiswa tidak dilarang untuk mencari sponsor yang dapat mereka
peroleh dengan memanfaatkan jejaring mereka. Pengunjung dicari oleh semua
mahasiswa yang mengambil mata kuliah ini. Semua mahasiswa juga diberi target
menjual tiket. Hal ini bertujuan menumbuhkan sikap mandiri dan kolaborasi dalam
diri mahasiswa yang sesuai dengan nilai-nilai pilar Universitas Trilogi.
Semua pengalaman pada mata kuliah ini digunakan sebagai bahan kuliah, sehingga
diharapkan bahwa mahasiswa dapat dianggap cukup siap untuk menempuh Program
Pembelajaran Pengembangan Kewirausahaan selanjutnya yaitu mata kuliah Analisis
Kelayakan Bisnis (Mata kuliah Keahlian Berkarya (MKB)) dan Pengalaman
Kewirausahaan (Entrepreneurial Experiences) (Mata kuliah Keahlian Berkarya
(MKB)), serta Program Pembelajaran Corporate Social Responsibility yaitu mata
kuliah Pelayanan Komunitas dan Pembangunan Berkelanjutan pada semester–
semester selanjutnya.
b. Tahap Pelaksanaan Proses Kegiatan Pembelajaran Mata Kuliah Pengembangan
Kewirausahaan
Pembelajaran ini dimulai dengan penyusunan rencana bisnis. Rencana bisnis disusun
oleh suatu kelompok mahasiswa terdiri atas 4 – 6 mahasiswa. Aturan kelulusan mata
kuliah ini adalah ‘diterima oleh bank atau tidak lulus’. Mahasiswa menetapkan
beberapa alternatif barang konsumen (tidak boleh menjual saham, properti dan
menyelenggarakan event) dan mulai dengan mempelajarai pasarnya. Daftar barang
dikonsultasikan ke petugas bank, yang kemudian, memberi saran. Mahasiswa harus
melakukan survei pasar, menghubungi pemasok dan langkah-langkah lainnya yang
bermuara pada pengajuan kredit. Mahasiswa juga harus menyediakan agunan yang
sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Kuliah mata kuliah Analisis Kelayakan Bisnis ini akan memakan waktu selama satu
semester dan diakhiri dengan penandatangan akad kredit. Selanjutnya mahasiswa
menerima dana dari bank, menggunakannya dan mengembalikannya. Bank
mendapatkan nasabah yang memahami proses pengajuan kredit dan melunasinya.
Mahasiswa bukan hanya paham, tetapi betul-betul menghayati hubungan antara
dirinya sebagai nasabah dengan bank. Kronologi Pelaksanaan Proses Kegiatan
Pembelajaran di atas adalah sebagai berikut :
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
29
ISBN: 978-602-60613-0-0
1. Mahasiswa dikelompokkan oleh pihak Universitas Trilogi dan tidak boleh
memilih rekan sekerja (awal Semester 4);
2. Kelompok mahasiswa menentukan sedikitnya 5 macam produk yang akan
dipasarkan dan dijual. Kelompok mahasiswa harus mencari informasi selengkap-
lengkapnya untuk masing-masing produknya.
3. Pertemuan dengan Petugas Bank dimulai dengan penjelasan singkat tentang
ketentuan bank. Penjelasan ini disambut dengan presentasi rencana awal dari
masing-masing kelompok mahasiswa. Petugas bank memberi tanggapan
terhadap 5 macam produk yang diajukan;
4. Kelompok mahasiswa menetapkan 2 atau 3 produk yang akan dipelajari lebih
lanjut, yaitu membuat survei pasar, menghitung kelayakan, analisis pesaing yang
digabungkan sebagai suatu rencana bisnis;
5. Kelompok mahasiswa berkonsultasi dengan Petugas Bank untuk menetapkan 1
atau 2 produk yang akan menjadi usahanya.
6. Kelompok mahasiswa mempresentasikan rencana bisnisnya ke Petugas Bank,
dan Petugas Bank memutuskan apakah rencana bisnis tersebut dapat diterima
atau tidak dan besar kredit yang dapat diberikan. Keputusan Petugas Bank adalah
Final;
7. Kelompok mahasiswa menyerahkan agunan, menandatangani Akad Kredit dan
menerima dana dari Bank (akhir Semester 4);
8. Kelompok mahasiswa menjalankan bisnisnya dan membayar cicilan sesuai
dengan yang disepakati dengan bank (selama Semester 5 pada mata kuliah
Pengalaman Kewirausahaan);
9. Kelompok mahasiswa menyelesaikan semua persyaratan bank dan perusahaan
siap dilikuidasi (akhir Semester 5 pada mata kuliah Pengalaman Kewirausahaan).
Kelompok mahasiswa mempresentasikan evaluasi bisnis mereka pada Petugas
Bank dan Petugas Bank memberikan saran-saran untuk pengembangan usaha
lebih lanjut.
10. Kelompok mahasiswa mempresentasikan hasil bisnisnya dan menawarkan
saham perusahaan pada khalayak ramai (orang tua, dosen dan alumni). Bila
perusahaan mereka berhasil dijual, maka bisnis dapat dilanjutkan di luar
kerangka pembelajaran di Universitas Trilogi. Jika ada bisnis mahasiswa yang
mengalami kerugian, maka mahasiswa harus mengembalikan pinjaman dengan
menggunakan agunan mereka. Adapun keuntungan yang diperoleh dari kegiatan
pembelajaran mata kuliah di atas, harus digunakan dalam mata kuliah Pelayanan
Komunitas (semester 6) dan Pembangunan Berkelanjutan (semester 7) sebagai
ajang pembelajaran Corporate Social Responsibility.
2. Proses Kegiatan Pembelajaran Mata Kuliah Corporate Social Responsibility (CSR)
Dalam proses kegiatan pembelajaran mata kuliah ini mahasiswa harus memberdayakan
masyarakat, memberikan ‘kail’ bukan ‘ikan’. Mahasiswa melaksanakan KKN Tematik I
dan II (mata kuliah Pelayanan Komunitas dan Pembangunan Berkelanjutan (Mata kuliah
Berkehidupan Bermasyarakat (MBB)) pada semester 6 dan 7) dengan menjalankan
sebuah program pemberdayaan masyarakat serta melaksanakan kegiatan pengembangan
masyarakat sesuai arahan pembangunan manusia (human development) dalam rangka
mencapai target dan sasaran Millenium Development Goals. Mahasiswa dan Dosen
bersama-sama berkolaborasi melakukan adaptasi dan inovasi dalam bidang
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
30
ISBN: 978-602-60613-0-0
pembelajaran, penelitian, dan pengabdian masyarakat. Demikian halnya dengan
Universitas Trilogi sebagai penyelenggara program di atas, berkolaborasi dengan
Pemda, Bank dan Lembaga Keuangan, Koperasi, BKKBN, Masyarakat dan instansi
lainnya. Dengan teknik jigsaw dosen memperhatikan skemata atau latar belakang
pengalaman mahasiswa dan membantu mahasiswa mengaktifkan skemata ini agar bahan
pelajaran menjadi lebih bermakna. Mahasiswa bekerja sama dengan temannya dalam
suasana gotong royong (kolaborasi) dan mempunyai banyak kesempatan untuk
mengolah informasi dan meningkatkan keterampilan berkomunikasi.
Dengan proses kegiatan pembelajaran seperti ini, mahasiswa sebagai seorang
entrepreneur, individu atau pemimpin bisnis masa depan, mereka memahami apa dan
bagaimana langkah-langkah yang seharusnya dilakukan untuk menjalankan sebuah
program pembangunan masyarakat, serta meningkatkan kemampuan mahasiswa
melaksanakan kegiatan pengembangan masyarakat, kompetensi, potensi, sumberdaya
dan kemampuan lingkungan dalam wadah kerjasama masyarakat, pemerintah, swasta
dan lembaga lainnya.
Kegiatan pembelajaran seperti ini menjadikan program studi manajemen (khususnya)
sebagai menara air bukan menara gading oleh karena kolaborasi dosen pembimbing
lapangan (DPL) dan mahasiswa melaksanakan Getok Tular (Transfer of Knowledge &
Experiences) setelah mahasiswa menyelesaikan proses kegiatan pembelajaran mata
kuliah pengembangan kewirausahaan dan mengikuti sejumlah mata kuliah pengintegrasi
dan mata kuliah wajib program kekhususan/peminatan konsentrasi dan mata kuliah
pilihan dalam bidang Pasar Modal, Pemasaran, dan Perencana Keuangan pada semester
5 dan 6. Dengan demikian dapat dihasilkan wirausaha baru yang berjiwa sosial dan dapat
berkontribusi pada pembangunan Bangsa dan Negara Indonesia.
Hasil Penelitian
Dari penerapan konsep pembelajaran model cooperative learning dengan teknik jigsaw
maka diperoleh hasil dari segi kevalidan, keterlaksanaan, kebermanfaatan dan keefektifan
perencanaan pembelajaran yang telah disusun berdasarkan angket dari responden serta hasil
nilai belajar mahasiswa selama uji skala perorangan, skala kecil dan skala lapangan dengan
uraian sebagai berikut, (1) tingkat kevalidan sebesar 90%, (2) tingkat keterlaksanaan sebesar
87%, (3) tingkat kemanfaatan sebesar 86% dan, (4) tingkat keefektifan sebesar 87%. Hal ini
mewujudkan kegiatan pembelajaran yang bermakna, nyaman, dan menyenangkan bagi
mahasiswa dengan memperhatikan pengorganisasian pelaksanaan pembelajaran, penataan
lingkungan fisik pembelajaran, dan penataan lingkungan sosial pembelajaran.
Kesimpulan
Rencana Induk Perguruan Tinggi (RIP), Visi, Misi, dan Tujuan Perguruan Tinggi, Visi, Misi,
dan Tujuan Program Studi, serta Terbitnya Peraturan Perudangan lainnya telah berdampak
pada kurikulum dan pengelolaannya di program studi manajemen. Strategi yang dilakukan
dengan menginternalisasikan pilar Universitas Trilogi pada setiap kegiatan pembelajaran,
yaitu teknopreneur, kolaborasi, serta kemandirian. Untuk menginternalisasikan ketiga nilai-
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
31
ISBN: 978-602-60613-0-0
nilai pilar Universitas Trilogi maka diterapkan dan dikembangkan model pembelajaran
cooperative leaning dengan teknik jigsaw pada proses kegiatan pembelajaran dan praktek.
Daftar Pustaka
Borg, W.R., & Gall, M. D. 2003. Educational Research An Introduction (7th ed). New York:
Pearson Education Inc.
https://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/07/31/cooperative-learning-teknik-jigsaw/
http://www.duniapembelajaran.com/2014/12/model-pembelajaran-kooperatif-tipe.html
Anita Lie. 2007. Cooperative Learning. Jakarta : Grasindo.
https://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/07/31/cooperative-learning-teknik-jigsaw/
Slavin, Robert E. 2005. Cooperative Learning (cara efektif dan menyenangkan pacu prestasi
seluruh peserta didik). Bandung: Nusa Media dari
http://www.kajianpustaka.com/2013/09/model-pembelajaran-jigsaw.html
Sudrajat, Akhmad. 2008. Cooperative Learning-teknik Jigsaw dari
http://www.kajianpustaka.com/2013/09/model-pembelajaran-jigsaw.html
Sugianto. 2010. Model-model Pembelajaran Inovatif. Surakarta: Yuma Pustaka dari
http://www.kajianpustaka.com/2013/09/model-pembelajaran-jigsaw.html
Zaini, Hisyam dkk. 2008. Strategi Pembelajaran Aktif. Yogyakarta: Pustaka Insan Madani.
http://www.kajianpustaka.com/2013/09/model-pembelajaran-jigsaw.html
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
32
ISBN: 978-602-60613-0-0
Teknologi Pasca Panen Ayam Potong (BROILER)
Milda Metia
Fakultas Peternakan Universitas Andalas
Kampus UNAND Limau Manis1
Email: [email protected]
Abstrak
Produk Peternakan merupakan sumber protein hewani yang di sukai oleh
masyarakat Indonesia, terutama Sumatera Barat khususnya di Kota Padang
yang telah mengalami prosesing seperti sapi, domba, kambing dan ternak
unggas. Ternak yang umum di konsumsi adalah ayam ras pedaging yang
disebut broiler merupakan jenis ayam ras jantan atau betina unggulan hasil
rekayasa genetika atau persilangan dari ayam–ayam yang memiliki
produktivitas tinggi, terutama dalam memproduksi daging. Adapun tujuan dari
Teknologi Pasca Panen Ayam Potong (Broiler) ini memberikan informasi
kepada kalangan masyarakat, petani peternak dan khususnya mahasiswa
peternakan bagaimana cara yang baik untuk mendapatkan hasil pemotongan
dari ternak unggas kususnya ayam potong (broiler). Karkas adalah bagian
dari ternak yang telah dikeluarkan darah, kulit, kaki serta bagian organ dalam
(jeroan). Karkas ayam bagian-bagiannya dapat potongan-potongan ayam
paha bawah (drumstik), paha atas (thigh), dada (breast), sayap atas (winglet),
sayap (wing) punggung dan brutu (caracass). Ayam broiler yang beredar di
pasaran dikenal dengan istilah ayam potong 4 (empat) yang dipanen pada
umur 3 Minggu/21 hari, dipotong menjadi 8 (delapan) bagian yang dipanen
pada umur 4 Minggu/28 hari dan potong 12 (dua belas) yang dipanen pada
umur 6 Minggu/42 hari. Dalam mencapai hal itu perlu dilakukan penanganan
sesuai dengan syariat Islam agar produk hasil pengolahan dapat dikonsumsi
secara halal oleh konsumen. Selain itu, produk hasil teknologi tersebut, harus
ASUH (aman, sehat, utuh dan halal). Ayam broiler yang diproduksi oleh UPT
Fakultas Peternakan yang telah di Packaging (pengemasan) di distribusikan
ke Coody Resto dan masyarakat sekitar kampus Fakultas Peternakan
Universitas Andalas.
Kata Kunci : Pasca Panen, Ayam Potong
Pendahuluan
Produk Peternakan merupakan sumber protein hewani yang di sukai oleh masyarakat
Indonesia, terutama Sumatera Barat khususnya di Kota Padang mengalami prosesing
seperti sapi, domba, kambing, dan ternak unggas. Ternak yang umum dikonsumsi
adalahayam ras pedaging yang disebut broiler merupakan jenis ayam ras jantan atau
betina unggulan hasil rekayasa genetikatau persilangan dari ayam-ayam yang memiliki
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
33
ISBN: 978-602-60613-0-0
produktivitas tinggi, terutama dalam memproduksi daging. Ayam ras pedaging dipelihara
oleh mahasiswa dan dosen serta karyawan di UPT (Unit Pelaksana Teknis) Peternakan
Fakultas Peternakan Universitas Andalas ada dua perusahan penghasil bibit yaitu:PT.
Charoen Pokphand Jaya Farm dan PT. JAPFA Comfeed Indonesi, TBK Jaya Farm. Ayam
broiler yang beredar di pasaran dikenal dengan istilah ayam potong 4 (empat) yang
dipanen pada umur 3Minggu/21 Hari, potong 8 (delapan) yang dipanen pada umur 4
Minggu/28 Hari dan potong 12(dua belas) yang dipanen pada umur 6Minggu/42Hari,
dimana prosesing karkas broiler ayam broiler pertama kali diambil dari peternak dan
mengalami transportasi ke tempat prosesing untuk diproses menjadi karkas kemudian baru
dipasarkan. Secara garis besar prosesing ini meliputi penyembelihan/pemotongan
(Bleeding), scalding, pencabutan bulu (picking),eviscerating (pengeluaran organ dalam),
pendinginan (chilling), seleksi menurut kwalitas (grading), pengepakan, penyimpanan dan
pemasaran.
Alat yang di pakai untuk pemotongan ayam ada 2 (dua) macam yaitu alat sederhana
dengan memakai pisau dan pemotongan memakai mesin potong ayam, di Indonesia pada
umumnya didalam pemotongan ayam masih memakai pisau.Dan pabrik-pabrik
pengolahan unggas memakai mesin potong yang canggih, secara modern dengan standar
SNI yang disebut Rumah Potong Ayam (RPA).
Adapun tujuan dari Teknologi Pasca Panen Ayam Potong(Broiler) ini memberikan
informasi kepada kalangan masyarakat, petani peternak khususnya mahasiswa peternakan
bagaimana cara yang baik untuk mendapatkan hasil pemotongan dari ternak unggas
kususnya ayam potong (broiler).
Masalah-masalah yang akan kami bahas dalam karya ilmiah ini diantaranya :
1. Apa saja tahapan-tahapan didalam teknologi pasca panen ayam potong(broiler)?
2. Pengenalan istilah yang ada dalam teknologi pasca panen ayam potong (broiler)?
3. Apa alat-alat yang dipakai untuk penyembelihan, pencabutan bulu supaya
mendapatkan kwalitas karkas yang baik?
4. Bagaimana cara dalam penyembelihan, scalding, pencabutan bulu, eviscerating
(pengeluaran organ dalam ), pembagian karkas ayam broler
chilling, grading dan packaging,
Tinjauan Pustaka
Pemeliharaan Ayam Broiler
Strain Ayam Pedaging
Banyak strain ayam pedaging yang dipelihara di Indonesia. Strain merupakan kelompok
ayam yang dihasilkan perusahaan pembibitan melalui proses pemuliabiakan untuk tujuan
ekonomi tertentu. Contoh strain ayam pedaging antara lain CP 707, Starbro, Hybro. Jenis
strain ayam ras pedaging lainnya seperti : Super 77, Tegal 70, ISA, Kim Cross, Lohman
202, Hyline, Vdett, Missouri, Bromo, CP. 707, MB.202 Platinum.
Ayam Broiler adalah ayam tipe pedaging yang telah dikembangbiakan secara khusus
untuk pemasaran secara dini. Ayam pedaging ini biasanya dijual dengan bobot rata-rata 1,4
kg tergantung pada efesiensinya perusahan, dan ayam broiler dipasarkan pada umur 6-8
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
34
ISBN: 978-602-60613-0-0
minggu. Menurut Rasyaf (1992) ayam pedaging adalah ayam jantan dan betina muda yang
yang berumur dibawah 6 minggu ketika dijual dengan bobot badan tertentu, mempunyai
pertumbuahan yang cepat, serta dada yang lebar dengan timbunan daging yang banyak.
Pemberian Makan dan Minum
Pemberian ransum bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok, pertumbuhan,
pemeliharaan panas tubuh dan produksi. Pakan yang diberikan harus memberikan zat
makanan (nutrisi) yang dibutuhkan ayam, yaitu karborhidrat, protein, lemak,vitamin dan
mineral, sehingga pertambahan berat badan perhari (Average Daily Gain/ADG) tinggi.
Pemberian pakan dengan sistem ad libitum (selalu tersedia/tidak dibatasi). Apabila
mengunakan pakan pabrik, maka jenis pakan disesuaikan dengan tingkat pertumbuahan
ayam, yang dibedakan menjadi dua tahap. Tahap pertama disebut tahap pembesaran (umur
1 sampai 20 hari), yang harus mengandung serat kasar protein minimal 23 %. Tahap
kedua disebut pengemukan ( umur 20 hari), yang memakai pakan berkadar protein 20 %.
Jenis pakan tertulis pada kemasannya. Pemberian air minum untuk ayam broiler tersedia
terus menerus (ad libitum).
Pencegahan Penyakit dan Pengobatan
Untuk pencegahan penyakit diberikan vaksinasi Tetelo (Newcastle Disease/ND) pada umur
ayam 1-7 Hari melalui tetes mata. Penyakit yang sering menyerang adalah penyakit
Ngorok (chronic Respiratory Disease) ini merupakan penyakit pernapasan yang
disebabkan oleh bakteri Mycoplasma gallisepticum. Dimana gejala yang terlihat ayam
sering bersin dan ingus keluar lewat hidung serta gorok saat bernapas, pengobatan
dengan menggunakan antibiotik seperti Tylocin yang diberikan melalui air minum
(Cahyono, B,1997).
Kandang dan Idukan/Pemanasan
Kandang yang ideal untuk beternak ayam broiler adalah daerah yang terletak jauh dari
pemukiman penduduk, transportasi lancar, dekat sumber air dan arah ketimur ke barat
menghadap matahari terbit serta ventilasi cukup untuk pertukaran udara. Temperatur udara
dalam kandang dan suhu ideal kandang sesuai dengan umur ayam yaitu:
No. Umur /hari Suhu/0 C No. Umur/hari Suhu/0 C
1. 01-07 34-32 4. 21-28 24-23
2. 08-14 29-27 5. 28-35 23-21
3. 15-21 26-25
Tipe kandang ayam broiler ada dua, yaitu bentuk panggung dan tampa panggung (litter),
kedua tipe kandang ini punya keuntungan dan kelemahan masing-masing. Didalam
pemeliharan DOC umur 1-7 hari di awal pemeliharaan kandang ditutupi plastikterpal untuk
menjaga kehangatan, sehingga energi yang diperoleh dari pakan seluruhnya. Kepadatan
kandang yang ideal adalah 8-10ekor/m2.
Materi Dan Metode
Ternak unggas merupakan sumber protein hewani yang mengandung protein tinggi, mudah
didapat, harga terjangkau dan sudah memasyarakat serta disukai hampir semua orang atau
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
35
ISBN: 978-602-60613-0-0
kalangan umum.Ternak unggas seperti seperti ayam broiler, itik, ayam kampung sangat
digemari atau diminati oleh masyarakat Sumatra Barat khususnya penduduk yang berada
dikota-kota di sumbar seperti Padang, Bukittinggi, Payakumbuh, Solok, Padang Pajang dan
lain-lain. Penduduk Sumatera Barat pandai memasak beraneka macam masakan olahan
yang berasal dari ternak unggas yang terkenal dengan kalio ayam, gulai itik hijau masakan
khas Koto Gadang yang sangat populer di Indonesia. Ini menyebabkan permintaan
terhadap daging ayam meningkat pesat, maka dengan ini akan banyak bermunculan rumah
potong ayam ( RPA) sederhana.
Pada umumnya masyarakat yang berusaha atau membuka jasa pemotongan ayam bersifat
skala kecil yang berada kota besar, kota kecil, perkampungan di pasar tradisional
mengunakan alat pemotongan sederhana dengan memakai pisau yangn tajam. Kalu pisau
tidak tajam akan membuat lambat putus vena jagularis dan arteri corotis menyebabkan
ayam menderita lama matinya. Ini sesuai dengan pendapat Murtidjo,B.A. (1987) bahwa
pemotongan dilakukan dengan mengunakan pisau kecil, bagian yang dipotong adalah di
dasar rahang, tepat memotong vena jagularis dan arteri corotis.
Sesuai dengan Pemotongan dan pemrosesan terdapat beberapa tahapan yang lasim diikuti
dalam pemrosesan. Pasca- produksi ayam pedaging dalam industri pemotongan yang
sudah maju dengan jumlah pemotongan ayam yang banyak, maka tahapan proses pasca
produksi harus dilaksanakan secara sempurna. Sedangkan Murtidjo,B.A. (1987)
mengatakan bahwa proses pemotongan ayam secara modern, dilakukan dirumah Potong
Ayam (RPA).
Dalam pemotongan ayam semacam ini bisa diperoleh standar kualitas karkas yang baik,
karena dalam pemotongan digunakan peralatan yang digerakan secara otomatis dan teratur.
Karkas adalah bagian dari ternak yang telah dikeluarkan darah,kulit,kakiserta bagian organ
dalaam (jeroan). Karkas ayam bagian-bagiannya dapat potongan-potongan ayam paha
bawah (drumstik), paha atas (thigh), dada(breast), sayap atas (winglet), sayap (wing)
punggung dan brutu (caracass).
Langkah–langkah dalam proses pemotongan pada ayam broiler/ayam potong adalah:
Penyembelihan (Bleeding)
Pemotongan dilakukan dengan mengunakan pisau kecil, bagian yang dipotong adalah di
dasar rahang, tepat memotong vena jagularis dan arteri corotis. Darah dituntaskan dengan
ditampung. Lama penuntasan sekitar 50-70 detik.
Gambar 1 : Pisau penyembelihan Ayam Broiler
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
36
ISBN: 978-602-60613-0-0
Scalding (Pencelupan dalam air panas)
Setelah ayam broiler dipotong rendamkan kedalam air panas dengan suhu tertentu.
Pencelupan bertujuan untuk memudahkan pencabutan bulu, pencelupan terlalu lama bisa
menyebabkan kulit terlalu lengket setelah dicabut bulunya. Pencelupan kedalam air panas
untuk mempercepat pencabutan bulu.
Dimana ada dua cara yang dipakai adalah :
Dengan air bersuhu 52-55 C selama 45 detik. Biasa dilakukan pada untuk ayam broiler
yang dipotong pada usia 5-6 minggu, agar dihasilkan kualitas karkas yang baik.Dengan air
bersuhu 55–60 C selama 90 detik Biasa dilakukan pada untuk ayam broiler yang dipotong
pada usia 7- 8 minggu. Kulit menjadi lebih kering.
Picking (pencabutan bulu)
Pencabutan bulu setelah proses pencelupan ayam potong kedalam dalam air panas selesai
baru proses pencabutan bulu ayam dilakukan dengan memakai mesin pencabut bulu 2
(dua) selinder berupa selinder karet, yang pada kedua permukaannya terdapat duri-duri
lunak yang terbuat dari karet. Kedua selinder berputar dengan arah yang berlawanan,
sehingga jika karkas ayam broiler diletakan didalamnya bulu-bulunya akan terkait dan
tercabut dari permukaannya.
Gambar 2 : Mesin Pencabut Bulu Ayam Broiler
Eviscerating (pengeluaran organ dalam )
Setelah selesai pencabutan bulu tahap selanjutnya adalah pengeluaran organ dalam atau
jeroan, termasuk kepala , kelenjer minyak, dan paru, setelah itu organ dalam tubuh di cuci
bersih. Untuk mengeluarkan organ dalam, juga dilakukan pemotongan kaki, kepala dan
leher sehingga diperoleh karkas.
Grading (seleksi menurut kwalitas)
Penggolongan karkas yang dilakukan di UPT Peternakan hanya berdasarkan bobot
badan/berat badan Ayam potong (broiler), dimana sebelum ayam dipotong dilakukan
penimbangan terlebih dahulu kemudian baru dipotong. Pembagian karkas berdasarkan
bobot badan dikelompokan 3 yaitu :7 ons s/d 1kg, 1 kg s/d 1,4 kg dan 1,5 kg.
Pembagian karkas ayam broler ayam broiler yang dilakukan di UPT Peternakan sesuai
dengan permintaan konsumen ada potong 4 (empat), potong 8 (delapan), dan potong 12
(belas) sesuai dengan umur ayam yang dipanen.
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
37
ISBN: 978-602-60613-0-0
Gambar 3 : Karkas ayam sebelum dipotong, karkas ayam sesuai bagian-bagiannya, karkas
potongan empat, potongan delapan dan potongan dua belas.
Packaging (pengemasan)
Tahap selanjutnya adalah proses pengemasan dilakukan dengan memakai plastik kantong
putih. Caranya karkas dibungkus dengan plastik kemasan sehingga terbungkus selurunya.
Chilling (pendinginan)
Pendinginan bertujuan untuk menghilangkan panas badan yang tersisa, disamping untuk
mencegah bibit penyakit, dan bertujuan agar daging ayam potong tahan lama.
Pendinginan dapat dilakukan didalam dengan memakai freezer dengan suhu dibawah 10 0C.
Kesimpulan dan Saran
Didalam teknologi pasca panen ayam potong (broiler) dibutuhkan langkah- langkah
penanganan yang bertujuan untuk mendapatkan hasil pemotongan dari ternak unggas
kususnya ayam potong baik ayam kampung khususnya ayam broiler. Dalam mencapai hal
itu perlu dilakukan penanganan sesuai dengan syariat islam, agar produk hasil pengolahan
dapat dikonsumsi secara halal oleh konsumen. Selain itu, produk hasil teknologi tersebut,
harus ASUH (aman, sehat, utuh dan halal). Ayam potong (broiler) yang diproduksi oleh
UPT Fakultas Peternakan yang telah di Packaging (pengemasan) di distribusikan ke
Coody Resto dan masyarakat sekitar kampus Fakultas Peternakan Universitas Andalas.
Oleh karena itu, untuk meningkatkan nilai jual dari produk ayam potong(broiler) tersebut
dibutuhkan penyuluhan tentang teknik-teknik yang baik dalam mengolahnya kepada
pedagang hasil ayam potong (broiler).
Daftar Pustaka
AKK. 1973. Berternak Ayam. Penerbit Kanisius Yokyakarta.
Cahyono, Bambang. 1995. Cara meningkatkan Budidaya Ayam Ras Pedaging (Broiler).
Penerbit Pustaka Nusatama : Yokyakarta.
Cahyono, Bambang. Ayam Buras Pedaging. 1997. Cetakan ke VII, Tahun 2004.
Dewan Standardisasi Nasional (DSN). 1995. Karkas Ayam Pedaging, SNI 01-3924-1995.
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
38
ISBN: 978-602-60613-0-0
Kamran. Z,M. Sarwar, M.Nisa, MA. 2008. Effect of low-protein diets having contant
energy-to-protein ratio on performanve and carcass characteristics of broiler chicken from
one to thirty days of age. Poultry Sci. 2008.87:468-474.
Leeson, S. And J. D. Summers. 1980. Production and carcass characteristics of the
broiler chickens. Poltry Science. 59 : 786-798.
Murtidjo, B . A. Pedoman Beternak Ayam Broiler 1987. Cetakan Ke 18, Tahun 11.
Pernebit Kanisius 1987.
Noroso. Panen Ayam Pedaging dengan Produksinya 2x Lipat. 2011. Cetakan keempat.
Penebar Swadaya. Jakarta.
Rasyaf, M. 2004. Beternak Ayam Kampung. Cetakan XXVIII. Pepustakan Nasional.
Tungga, Robin. N.S Budiana. Itik Peking. 2004. Cetakan I . Penebar Swadaya. Jakarta.
Karkas ayam broiler (Diakses pada tanggal 10 Februari 2015. Pukul 11.00
WIB).http://wwwtentangayam.wordpress.com/tagayam/karkas.Id.
Wikipedia.org/w.ki/unggas.
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
39
ISBN: 978-602-60613-0-0
Penerapan Project Based Learning (PjBL) dalam Meningkatkan
Kemampuan Manajemen Kelompok pada Kewirausahaan Teknologi
Rika Hariance1, Afrianingsih Putri2, Nofialdi3
1,2,3 Fakultas Pertanian Universitas Andalas
Fakultas Pertanian, Kampus Unand LimauManih
Email: [email protected]
Abstrak
Pentingnya membangun kompetensi softkill mahasiswa menjadi dasar untuk
membangun karakter individu mahasiswa baik dari sisi intrapersonal skill dan
interpersonal skill. Matakuliah Kewirausahaan Sosial dan Teknologi
merupakan matakuliah wajib pada semester VI pada kurikulum program studi
Agribisnis. Pada matakuliah ini, penerapan pembelajarannya tidak hanya
melakukan tatap muka tapi juga melaksanakan praktikum lapangan dengan
penerapan teori yang telah diperoleh di dalam kelas. Pelaksanaan praktek
lapangan ini, dilakukan dengan metode pembelajaran Project Based Learning
(PjBL). Dalam pembelajaran ini, mahasiswa bukan hanya dibangun jiwa
kewirausahaan tapi mampu menerapkan teknologi pertanian dan memiliki
kemampuan menerapkan teknologi tersebut secara sosial kepada masyarakat.
Dengan tindakan PjBL menunjukkan bahwa kemampuan bekerja dalam tim
yang dimiliki mahasiswa semakin baik, dimulai dari perencanaan,
pengorganisasian kerja, pelaksanaan dan evaluasi kerja halini ditunjukkan
dengan nilai rata-rata yang diperoleh oleh mahasiswa.
Kata Kunci : Project Based Learning, softkill, kewirausahaan
Pendahuluan
Matakuliah Kewirausahaan Sosial dan Teknologi merupakan matakuliah wajib pada
semester VI pada kurikulum program studi Agribisnis. Pada matakuliah ini, penerapan
pembelajarannya tidak hanya melakukan tatap muka tapi juga melaksanakan praktikum
lapangan dengan penerapan teori yang telah diperoleh di dalam kelas. Secara umum,
kompetensi yang diharapkan dalam matakuliah ini mahasiswa mampu menerapkan
kemampuan manajemen.
Pelaksanaan praktek lapangan ini, dilakukan dengan metode pembelajaran Project Based
Learning (PjBL). PjBL ini merupakan metode pembelajaran dengan pendekatan
konstuktivisme yakni metode pembelajaran dengan menuntut peserta didik menyusun
pengetahuannya sendiri (Bell, 1995). Dalam pembelajarannya peserta didik diberikan
kebebasan untuk merencanakan, melaksanakan project dan pada akhirnya menghasil produk
yang bisa ditampilkan kepada orang lain. Pendekatan ini mengembangkan paham
kontruktivisme dalam pembelajaran yakni
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
40
ISBN: 978-602-60613-0-0
Dengan metode PjBL ini, akan membangun kompetensi softskill mahasiswa secara
intrapersonal dan interpersonal dan membentuk nilai-nilai dasar pada mahasiswa.
Kompetensi intrapersonal skill yang diharapkan membangun kemandirian dalam
melaksanakan suatu project, berpikir kritis dan mampu menganalisis masalah dan mencari
solusi dalam menyelesaikan masalah. Dari sisi interpersonal skill, penekanan pembelajaran
bagaimana bekerja dalam tim dan berkomunikasi lisan sesama tim. Sedangkan untuk
pembentukan nilai-nilai dasar penekanan dilakukan bagaimana mahasiswa mampu
berintegrasi, disiplin, kerja keras, santun dan memiliki etika serta mempunya kepecayaan
diri dalam membuat suatu keputusan atau pernyataan (Darwirson, 2015)
Dengan metode PjBL ini, diharapkan mahasiswa memiliki kemampuan dalam melakukan
manajemen kelompok dan membangun karakter mahasiswa yang mampu berintekrasi dalam
kelompok dan diluar kelompok (masyarakat).
Metoda Pelaksanaan
Dalam pelaksanaan lapangan, mahasiswa yang terdiri dari beberapa kelas akan digabungkan
dalam satu kelompok. Hal ini dimaksudkan, untuk membangun interpersonal skill
mahasiswa. Selama ini, mahasiswa hanya tergabung dalam satu kelompok yang berasal dari
satu kelas yang sama. Artinya, ada interaksi mahasiswa yang continue karena berada dalam
satu kelas dan satu kelompok yang sama. Persoalannya akan muncul, jika mahasiswa yang
berasal dari kelas yang berbeda kemudian digabungkan pada satu kelompok yang sama
dalam mengerjakan satu project, akan terdapat berbagai macam karakter yang berbeda
dalam satu tim.
Dalam pembelajaran ini, mahasiswa bukan hanya dibangun jiwa kewirausahaan tapi mampu
menerapkan teknologi pertanian dan memiliki kemampuan menerapkan teknologi tersebut
secara sosial kepada masyarakat. Selama ini, fokus mahasiswa hanya menyelesaikan project
dalam kelompok dan lingkungan kampus saja. Idealnya, ada transfer teknologi yang
diterapkan mahasiswa tersebut kepada lingkungan masyarakat sehingga ada interaksi
mahasiswa dengan masyarakat dalam bentuk penyuluhan teknologi yang telah dilaksanakan
oleh mahasiswa di lingkungan kampus.
Metodenya pelaksanaannya, mahasiswa mambuat project penerapan teknologi di
lingkungan kampus, kemudian project yang telah dilaksanakan pada akhir perkuliahan
disosialisasikan kepada masyarakat. Di sini, pembangunan karakter mahasiswa dalam
berkelompok dan pembangunan karakter mahasiswa berinteraksi dengan lingkungan di luar
kelompok menjadi bagian penting untuk menyelesaikan project yang dilaksanakan.
Pelaksanaan Kegiatan
Penerapan pembelajaran Project Based Learning (PjBL) pada mata kuliah Kewirausahaan
Sosial dan Teknologi dirancang dengan beberapa project produk yang berbeda dengan
konsep integrated farming system (pertanian terpadu: pertanian dan peternakan).
Pengembangan konsep ini dirancang dengan menggabungkan semua subsistem yang ada
dalam agribisnis. Subsistem dalam agribisnis mencakup : subsistem pembuatan, pengadaan
dan penyaluran sarana produksi (bibit, benih, pupuk), subsistem kegiatan produksi dalam
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
41
ISBN: 978-602-60613-0-0
usaha tani yang menghasilkan berbagai produk pertanian dan subsistem pengumpulan,
pengolahan penyimpanan dan penyaluran produk pertanian (Firdaus, 2008).
1. Perencanaan
a. Mahasiswa yang terdiri tiga kelas (A, B, C) dibagi dalam 6 kelompok. Masing-
masing kelompok memiliki anggota kelompok yang berasal dari kelas A,B dan C.
Tujuan dari pembagian kelompok ini yang berasal dari kelas berbeda ini sebagai
bentuk penguatan manajemen antar individu dalam kelompok maupun antara
individu di luar kelompok serta interaksi antara sesama kelompok.
b. Masing-masing kelompok akan melaksanakan project dalam satu kawasan terpadu
yang menghasilkan produk yang berbeda. Pelaksanaan project masing-masing
kelompok saling terintegrasi satu sama lain. Sehingga disini dituntut softkill
mahasiswa dalam komunikasi dan interaksi serta bekerja sama antar anggota
kelompok dan antar kelompok.
c. Setelah pembentukan kelompok, tim dosen pengampu matakuliah dan praktikum
merancang rencana produk yang menjadi project kegiatan mahasiswa. Produk yang
ditetapkan sesuai dengan konsep integrated farming system yang diselaraskan
dengan kegiatan-kegiatan dimasing-masing subsistem agribisnis.
Subsistem pembuatan, pengadaan dan penyaluran sarana produksi (bibit, benih,
pupuk). Pada subsistem ini, terdapat 2 kelompok yang akan melaksanakan
kegiatan pembuatan pupuk organik untuk komoditi pertanian dan pembuatan
pakan organik untuk komoditi peternakan.
Subsistem kegiatan produksi dalam usaha tani yang menghasilkan berbagai
produk pertanian dan subsistem pengumpulan. Pada subsistem ini, terdapat 4
kelompok terdiri dari 2 kelompok untuk kegiatan usaha pertanian, dan 2
kelompok pada usaha perternakan.
d. Setelah masing-masing kelompok mendapatkan produk yang akan
dilaksanakan,tahap selanjutnya masing-masing kelompok menyiapkan rancangan
proposal kegiatan sesuai dengan pembagian produk yang telah disusun. Pada
rancangan proposal tersebut mahasiswa merancang kegiatan mulai dari tahap
menyusun anggaran kegiatan, tahapan produksi, tahapan pemasaran hingga tahapan
sosialisasi. Tahapan penyusunan rencana kegiatan mahasiswa tersebut disesuaikan
dengan target kegiatan dalam jangka waktu 1 semester pembelajaran. Untuk bidang
pertanian, mahasiswa harus memilih usaha tani yang mampu menghasilkan produk
dalam jangka waktu kurang dari 6 bulan. Begitu juga untuk usaha di bidang
peternakan.
e. Masing-masing kelompok harus memiliki buku laporan keuangan dan logbook
selama kegiatan project berlangsung. Logbook yang dimiliki terdiri dari logbook
pribadi maupun logbook kelompok. Pada logbook pribadi, terkait dengan kegiatan
yang dilakukan oleh anggota kelompok secara individu sedangkan logbook
kelompok terkait dengan kegiatan yang dilakukan secara kelompok.
f. Masing-masing kelompok akan dipantau oleh 2 orang asisten dosen. Tujuannya akan
kegiatan yang dilakukan oleh kelompok betul-betul dilaksanakan sesuai dengan
pencatatan di logbook.
2. Pelaksanaan Kegiatan
a. Manajemen Kelompok
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
42
ISBN: 978-602-60613-0-0
Anggaran/ Biaya
Gambar 1. Pencatan Keuangan/ Modal Kelompok
Masing-masing kelompok memiliki pencatatan keuangan yang jelas sesuai
dengan teori yang diperoleh dalam matakuliah akuntasi. Pencatatan tersebut
dimulai dari pengumpulan dana (iuran dari masing-masing anggota
kelompok), biaya yang keluarkan selama produksi dan pendapatan yang
diperoleh dari kegiatan produksi.
Dalam pengumpulan dana, masing-masing anggota kelompok bersepakat
untuk menetapkan dana yang harus dikeluarkan oleh masing-masing anggota
sesuai dengan target produksi yang diinginkan. Kelompok dituntut untuk
mampu memagemen keuangannya sehingga dana yang sudah dikeluarkan
sesuai dengan target yang diinginkan.
Pelaksanaan
Dalam pelaksanaan project, interaksi dan kerja sama masing-masing mahasiswa
dalam kelompok dan antar kelompok sangat diutamakan. Karena konsep yang
digunakan adalah pertanian terpadu dalam satu kawasan, maka masing-masing
kelompok yang saling terkait akan saling berinteraksi.
Masing-masing kelompok akan memiliki ketua kelompok, sekretaris dan
bendahara kelompok yang akan menjadi leader dalam memanajemen
kelompoknya. Nantinya, masing-masing kelompok akan saling berinterkasi satu
sama lain dalam hal proses produksinya. Untuk kelompok produk pertanian,
melaksanakan project produk hortikultura (secara vertical farming dan secara
bedengan ) dan untuk kelompok produk peternakan mengusahakan budidaya lele
terpal dan peternakan ayam pedaging. Sedangkan kelompok pembuatan pakan
dibagi atas pembuatan pakan lele dan ayam serta pembuatan bokasi untuk
tanaman.
1. Kegiatan produksi
a. Pada tahap awal kegiatan produksi, semua anggota kelompok akan
bekerjasama dalam memulai produksi. Mulai dari menyiapkan lahan,
menyiapkan alat, melakukan penanaman hingga pemeliharaan. Masing-
masing kelompok harus bisa membagi anggotanya untuk pembagian
tugas dalam awal pelaksanaan. Sehingga project yang dilaksanakan
bukan hanya dikerjakan oleh satu orang saja. Pembagian tugas tersebut
tertuang dalam logbook kelompok maupun logbook pribadi yang
dimiliki.
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
43
ISBN: 978-602-60613-0-0
b. Masing-masing kelompok saling bekerja sama dalam melakukan
kegiatan produksi. Untuk kelompok yang membuat bokasi (pupuk) akan
memasarkan produknya, pemsaran dilakukan kepada pihak luar
kelompok dan juga pada kelompok yang mengusahakan produk
hotikultura. Begitu juga dengan kelompok yang membuat pakan ternak
akan bekerjasama dengan kelompok yang mengusahakan ternak lele dan
ayam. Untuk kelompok yang mengusahakan ternak bisa bekerja sama
dengan kelompok yang lain, misalnya dalam kerjasama pemanfaatan
kotoran ternak untuk pupuk organik.
Proses tawar menawar antar kelompok menjadi bagian penting dalam
pembelajaran ini bagaimana masing-masing kelompok mampu bekerja
sama dalam tim, dengan mengedepankan etika dalam berinteraksi.
c. Selama kegiatan produksi masing-masing anggota kelompok bersepakat
untuk melakukan pemeliharaan dengan membuat jadwal piket. Jadwal
piket tersebut berkaitan dengan menyiram tanaman, pemberian dan
lainnya. Di sini dituntut komitmen dan kerjasama anggota dalam
kelompok untuk melaksanakan jadwal piket yang telah disusun. Jika ada
anggota kelompok yang tidak melaksanakan tugasnya sesuai jadwal,
maka kelompok akan menetapkan sanksi.
Gambar 2. Kelompok Pupuk Bokasi
d. Masing-masing kelompok saling bekerja sama dalam melakukan
kegiatan produksi. Untuk kelompok yang membuat bokasi (pupuk) akan
memasarkan produknya, pemsaran dilakukan kepada pihak luar
kelompok dan juga pada kelompok yang mengusahakan produk
hotikultura. Begitu juga dengan kelompok yang membuat pakan ternak
akan bekerjasama dengan kelompok yang mengusahakan ternak lele dan
ayam. Untuk kelompok yang mengusahakan ternak bisa bekerja sama
dengan kelompok yang lain, misalnya dalam kerjasama pemanfaatan
kotoran ternak untuk pupuk organik.
Proses tawar menawar antar kelompok menjadi bagian penting dalam
pembelajaran ini bagaimana masing-masing kelompok mampu bekerja
sama dalam tim, dengan mengedepankan etika dalam berinteraksi.
Selama kegiatan produksi masing-masing anggota kelompok bersepakat
untuk melakukan pemeliharaan dengan membuat jadwal piket. Jadwal
piket tersebut berkaitan dengan menyiram tanaman, pemberian dan
lainnya. Di sini dituntut komitmen dan kerjasama anggota dalam
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
44
ISBN: 978-602-60613-0-0
kelompok untuk melaksanakan jadwal piket yang telah disusun. Jika ada
anggota kelompok yang tidak melaksanakan tugasnya sesuai jadwal,
maka kelompok akan menetapkan sanksi.
Gambar 3. Kelompok Budidaya
Gambar 4. Kelompok Ternak Ayam Potong
Gambar 5. Kelompok Budidaya Vertikulture
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
45
ISBN: 978-602-60613-0-0
Gambar 6. Kelompok Budidaya Lele
b. Setelah kegiatan produksi, masing-masing kelompok akan memasarkan produk yang
telah dikerjakan. Disini kelompok harus mampu mencari pasar yang mampu
menampung hasil produksi mereka. Selain memasarkan pada kelompok lain,
masing-masing kelompok juga harus memikirkan jika seandainya produk yang
mereka hasilkan tidak diminati pasar. Jika kelompok tidak mencari solusi tepat
terhadap masalah tersebut, maka kelompok akan menanggung kerugian dana dan
tenaga atas kegiatan yang dilakukan sebelumnya.
Sesuai dengan konsep PjBL sendiri, mahasiswa dituntut untuk mampu menganalisis
masalah yang terjadi dan mencari solusi dari masalah tersebut. Karena project
tersebut sudah dirancang sedemikian rupa, maka masalah-masalah dimuncul setelah
kegiatan produksi, harus mampu diselesaikan secara kelompok.
c. Tahap sosialisasi merupakan tahap akhir dari pelaksanaan kegiatan produksi. Disini
masing-masing kelompok harus mampu mensosialisasikan kegiatan yang telah
mereka lakukan ke masyarakat. Misalnya : sosialisasi bagaimana memanfaatkan
lahan yang sedikit dengan teknik vertical farming.
Output yang diharapkan disini, mahasiswa secara individu dan kelompok mampu
berkomunikasi dengan masyarakat dan siap menghadapi tantangan dan
permasalahan yang terjadi ditengah masayarakat. Untuk mampu memberikan
sosialisasi di tengah masyarakat, bukanlah hal mudah untuk dilakukan. Karena
kondisi sosial dan tipe masyarakat yang berbeda menuntut mahasiswa untuk
kemampuan komunikasi dan interaksi dengan kondisi tersebut.
Gambar 7. Kegiatan Sosialisasi/Penyuluhan Kepada Masyarakat
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
46
ISBN: 978-602-60613-0-0
d. Evaluasi
Evaluasi dilakukan untuk menilai bagaimana pembelajaran yang dilakukan sesuai
dengan kompetensi yang diharapkan. Evaluasi dilakukan dengan melakukan
penilaian terhadap kelompok maupun penilaian terhadap individu.
Penilaian yang dilakukan pada :
1. Kegiatan produksi yang dihasilkan
Keberhasilan dinilai apakah usaha yang dilakukan sudah sesuai dengan konsep yang
teori yang dipelajari dalam artian usaha yang dilakukan apakah sukses atau tidak.
2. Pasar
Disini penilaian dilakukan apakah produk yang dihasilkan memiliki pasar atau diserap
oleh pasar
3. Finansial
Penilaian dilakukan pada pencatatan keuangan : biaya, produksi serta pendapatan yang
diperoleh. Jika pendapatan produksi yang dihasilkan melebihi biaya yang dikeluarkan
maka kegiatan tersebut berhasil dilaksanakan
4. Logbook
Penilaian dilakukan dalam pencatatan kegiatan pribadi maupun kelompok dalam
logbook
5. Sikap dan Kehadiran
Penilaian terhadap sikap dan kehadiran berkaitan dengan penilaian kemampuan
berintegrasi, disiplin, kerja keras, santun dan memiliki etika serta mempunya
kepecayaan diri.
Hasil penilaian mahasiswa menunjukkan bahwa rata-rata nilai mahasiswa adalah 79,11.
Gambar 8. Penilaian Mahasiswa
Kesimpulan dan Saran
Pada tindakan PjBL pada kegiatan kewirausahaan teknologi yang dilakukan pada mata
kuliah Kewirausahaan Sosial dan teknologi pada Prodi Agribisnis Jurusan Sosial Ekonomi
Pertanian menunjukkan bahwa kemampuan bekerja dalam tim yang dimiliki mahasiswa
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
47
ISBN: 978-602-60613-0-0
semakin baik, dimulai dari perencanaan, pengorganisasian kerja, pelaksanaan dan evaluasi
kerja halini ditunjukkan dengan nilai rata-rata yang diperoleh oleh mahasiswa.
Daftar Pustaka
Bell,B.F. 1995. Children’s Science, Contructivisme and Learning in science, Victoria :
Deakin University Pers
Darwirson . 2015. Pengembangan Metode Pembelajaran Mikroprosesor Dan Antarmuka
Menggunakan Metode Project Based Learning. Prociding Seminar Nasional Pengembangan
Pendidikan Tinggi : 190-197
Firdaus, M.2008. Manajemen Agribisnis. Bumi Aksara. Jakarta
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
48
ISBN: 978-602-60613-0-0
Resep Unggulan Peningkatan Nilai TOEFL
Iskandar Abdul Samad1,2, Hizir3, Usman Kasim4, Siti Sarah Fitriani5,
Faisal Mustafa6
1 Lembaga Pengembangan Pendidikan dan Penjaminan Mutu (LP3M) 2 Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Bahasa Inggris
Universitas Syiah Kuala
Jalan Teuku Nyak Arief, Darussalam, Banda Aceh
Email: [email protected] 3 Wakil Rektor Bidang Akademik, Universitas Syiah Kuala
Jalan Teuku Nyak Arief, Darussalam, Banda Aceh
Email: [email protected] 4 Language Center, Universitas Syiah Kuala
Jalan Teuku Nyak Arief, Darussalam, Banda Aceh
Email: [email protected] 5Ketua Tim Penjaminan Mutu Akademik Prodi Bahasa Inggris,
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Bahasa Inggris
Universitas Syiah Kuala
Jalan Teuku Nyak Arief, Darussalam, Banda Aceh
Email: [email protected] 6 Language Center, Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh-Indonesia
Jalan Teuku Nyak Arief, Darussalam, Banda Aceh
Email: [email protected]
Abstrak
Universitas yang mewajibkan nilai kemampuan bahasa Inggris, Test of English
as a Foreign Language (TOEFL) sebagai salah satu syarat untuk mengikuti
ujian akhir menekankan mahasiswa untuk bekerja keras untuk mencapainya.
Bagi mahasiswa, bahasa Inggris jarang digunakan di dalam kehidupan sehari-
hari sehingga mereka menganggap kemampuan ini sulit dicapai.
Pemberlakuan ini pun mendapatkan berbagai kritik dari kalangan mahasiswa,
yang kemudian di respon oleh pejabat universitas dengan program Mata
Kuliah Umum Bahasa Inggris (MKUBI) dan Unit Pendampingan Program
Pembelajaran Bahasa Inggris (UP3BI). Hasil pre-test dan post-test TOEFL
terhadap 1916 digunakan dalam studi ini. Studi ini menginvestigasi keefektifan
dua program unggulan ini dalam membantu mencapai nilai yang diharapkan.
Kata kunci: Kemampuan Bahasa Inggris, komplain, respon terhadap
komplain.
Pendahuluan
Universitas di dunia mengsyaratkan nilai tes Bahasa Inggris seperti TOEFL dan IELTS
sebagai salah satu dokumen yang harus dilampirkan saat memasukkan aplikasi studi. Nilai
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
49
ISBN: 978-602-60613-0-0
tes ini memperlihatkan kemampuan seseorang menguasai bahasa Inggris. Universitas di
luar negeri seperti negara Amerika, mayoritas universitas di negara ini mengsyaratkan
calon mahasiswanya untuk mendapatkan nilai TOEFL minimum 550; sementara
universitas di Australia mengsyaratkan nilai IELTS minimum 6.5. Universitas di dua
negara ini berasumsi bahwa dengan nilai sebanyak itu, calon mahasiswa mampu mengikuti
proses belajar-mengajar di dalam kelas dengan baik tanpa ada kendala dengan
pendengaran, diskusi dan lainnya.
Sedikit berbeda dengan Universitas Syiah Kuala (Unsyiah), di universitas ini, nilai tes
TOEFL tidak diberlakukan saat proses memasukkan aplikasi lamaran, namun tes TOEFL
ini diberlakukan kepada mahasiswa saat akan mengikuti sidang skripsi terakhir.
Pemberlakuan persyaratan ini menuai berbagai kritikan dari kalangan mahasiswa. Kritikan
ini bisa dilihat pada berbagai media seperti media Detak Unsyiah (2015), dimana
mahasiswa menganggap bahwa pemberlakuan syarat mendapatkan nilai TOEFL sebanyak
450 ini menghambat mereka menyelesaikan studi di Unsyiah. Bagi mahasiswa,
pemberlakuan ini di anggap sebagai ambisius yang dilakukan oleh Unsyiah. Para
mahasiswa beranggapan bahwa bidang studi yang mereka tidak begitu butuh nilai TOEFL
ini. Dengan kata lain, tanpa kemampuan bahasa asing ini, mereka juga bisa mendapatkan
pekerjaan yang layak setelah menyelesaikan studi di kampus ini. Komplain inilah membuat
pejabat universitas mencari jalan keluar lewat program Mata Kuliah Umum Bahasa Inggris
(MKUBI) dan Unit Program Pendampingan Pembelajaran Bahasa Inggris (UP3BI).
Dua program unggulan, MKUBI dan UP3BI telah diterapkan semenjak semester ganjil
2015. Kedua program ini fokus pada pengajaran TOEFL. Bahan dan teknik pengajarannya
disesuaikan dengan kebutuhan peningkatan kemampuan nilai TOEFL. Para pengajar dan
kakak asuh fokus pada pengajaran Listening Comprehension, Structure & Written
Expression, dan Reading Comprehension. Bahan yang digunakan oleh staf pengajar
seragam untuk masing-masing program, sehingga satu kelas dengan lainnya mendapatkan
materi yang sama.
Dua program ini merupakan kebijakan yang diambil oleh pejabat Unsyiah dalam merespon
komplain dari mahasiswa. Hal ini membuat peneliti tertarik untuk menginvestigasi
sejauhmana resep unggulan MKUBI dan UP3BI berefek positif terhadap peningkatan nilai
TOEFL mahasiswa.
Kajian Literatur
Test of English as a Foreign Language (TOEFL)
Tes TOEFL merupakan tes standar untuk mengukur kemampuan penutur bahasa Inggris
sebagai bahasa asing. Biasanya tes ini digunakan sebagai salah satu syarat untuk bisa
masuk ke perguruan tinggi di Amerika dan negara berbahasa Inggris lainnya. Namun
demikian, saat ini, tes ini juga menjadi persyaratan untuk menempuh pendidikan lanjutan
di universitas di dalam negeri. Bahkan di banyak universitas, seperti Universitas Syiah
Kuala (Unsyiah) dan Universitas Mataram, TOEFL menjadi syarat untuk mengikuti ujian
skripsi dan lulus pada program yang diambilnya (Unsyiah, 2010; Susanti, 2016). TOEFL
sebagai tes yang standar dan terpercaya (Warfield, et.al., 2003; Aliponga, 2013; Gear,
1996) membuat lebih dari 9000 institusi pendidikan di seluruh dunia mempercayai
keabsahan tes ini (Website ETS, 2016).
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
50
ISBN: 978-602-60613-0-0
Tes TOEFL ini juga terbagi atas tiga kategori dengan kadar pengakuan yang berbeda.
Pertama, TOEFL Internasional; tes ini diakui oleh semua institusi pendidikan di dunia.
Kedua, TOEFL Institusional; tes ini bersifat institutional bermakna bahwa hanya
universitas tertentu yang mengakui nilai ini. Ketiga, TOEFL prediction; tes ini sifatnya
lokal. Hanya institusi pelaksana tes ini saja yang mengakuinya. Tes TOEFL Prediction ini
terdiri dari tiga bagian; listening, structure & written expression dan reading
comprehension (Phillips, 2001). Mahasiswa direkomendasikan untuk mengikuti tes
TOEFL prediction sebelum mengikuti tes TOEFL institutional dan Internasional. Selain
harganya yang terjangkau, TOEFL prediction ini juga memberikan informasi tentang
generic feature yang didapatkan pada tes TOEFL institutional dan internasional. Dengan
mengetahui generic feature sebagai genre element (Samad, 2015), tes ini diasumsikan
membantu mahasiswa menjawab soal dengan baik.
Komplain
Bahasan tentang komplain yang terjadi di kalangan mahasiswa terhadap persyaratan
Bahasa Inggris telah banyak didiskusikan di literatur. Di Korea, hasil riset Choi (2008)
menunjukkan bahwa pemberlakuan persyaratan ini telah membawa dampak negatif
terhadap mahasiswa di antaranya, pertama, terjadinya pemaksaan terhadap mahasiswa
untuk mengikuti tes dan mencapai nilai yang disyaratkan. Kedua, beban dana yang harus
dikeluarkan oleh mahasiswa untuk mengikuti berbagai pelatihan untuk mencapai nilai yang
telah ditentukan. Hal serupa juga terjadi di negara Amerika, dimana lembaga pendidikan
disana harus mengikuti semua persyaratan yang telah ditentukan oleh sistem pengadilan
negara. Komplain ini muncul ke permukaan karena kegagalan pemerintahan dalam
penyediaan program pengajaran kepada pelajar Bahasa Inggris untuk mencapai standar
kurikulum akademik mewajibkan (Mahoney, MacSwan and Thompson, 2005).
Metode Penelitian
Riset ini merupakan studi kasus, menginvestigasi kemampuan mahasiswa dalam
mendapatkan nilai TOEFL yang diharapkan oleh Unsyiah. Menurut Yin (2009) studi kasus
merupakan sebuah investigasi sebuah kasus ataupun banyak kasus dalam mendapatkan
informasi yang mendalam terhadap sebuah kontek dimana kasus ini terjadi.
Peserta riset
Dalam pengumpulan data, riset ini melibatkan 1916 mahasiswa. Mereka ini adalah
mahasiswa yang sedang kuliah pada semester satu di Unsyiah. Sebelum mereka mulai
mengambil mata kuliah Bahasa Inggris MKU, mereka diwajibkan untuk mengikuti pre-test
dan juga post-test, di akhir semester. Jadi hasil inilah yang dikumpulkan dan dianalisa
untuk menjawab pertanyaan riset ini.
Instrumen
Instumen yang dipakai dalam pengumpulan data adalah hasil pre-test dan post-test. Hasil
ini didapatkan dari Pusat Bahasa, pelaksana resmi tes TOEFL di Unsyiah.
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
51
ISBN: 978-602-60613-0-0
Analisis data
Data pre-test dan post-test ini dianalisa secara quantitative. Data ini ditampilkan dalam
bentuk table dan juga graphic. Skor yang didapatkan oleh mahasiswa ini di klasisfikasikan
dalam tuju kelompok.
Hasil
TOEFL tests
Data yang ditampilkan di bawah ini adalah hasil pre-test dan post-test 1916 mahasiswa
baru yang mengikuti program Bahasa Inggris MKU dan UP3BI. Lebih jelasnya, silakan
melihat grafik 1 di bawah ini.
Grafik 1. Nilai pre-test and post-test.
Grafik 1 di atas ini menunjukkan perbedaan nilai yang dicapai oleh mahasiswa saat pre-test
dan post-test. Nilai di atas ini di klasifikasikan dalam tujuh kelompok dengan rentang nilai
tertentu. Ketujuh kelompok ini adalah mereka yang memiliki nilai di atas 550, 500-547,
477-497, 450-473, 400-477, 350-397, dan 257-347 (kelompok 1-7, secara berurutan). Dari
grafik di atas bisa kita lihat bahwa jumlah peserta pada kategori 6 & 7 semakin menurun.
Sementara pada kelompok 2-5, terjadi peningkatan jumlah pesertanya. Artinya, telah
terjadi peningkatan kemampuan mahasiswa terhadap TOEFL. Meskipun, jumlah
peningkatan ini belum terlalu signifikan, namun tren penigkatan ini bisa terlihat. Secara
umum, hasil tes ini menunjukkan adanya perubahan yang positif setelah melampau dua
program unggulan Unsyiah ini.
1 7 16 37
231
872
752
0 12 19
99
415
742
368
0
100
200
300
400
500
600
700
800
900
1000
>550 500-547 477-497 450-473 400-477 350-397 257-347
Pre-test
Post-test
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
52
ISBN: 978-602-60613-0-0
Kesimpulan
Nilai TOEFL yang tinggi menjadi syarat untuk menempuh studi di negara berbahasa
Inggris. Juga nilai tertentu diberlakukan bagi mahasiswa yang akan menyelesaikan
studinya di Unsyiah. Bagi mahasiwa Unsyiah, pemberlakuan syarat ini mendapatkan
respon yang negatif. Pejabat Unsyiah merespon komplain mahasiswa ini dengan
mengambil langkah positif yaitu dengan menyediakan program MKU dan UP3BI dengan
fokus pengajaran TOEFL. Kedua program unggulan ini telah memperlihatkan
keberhasilannya. Program unggulan ini mampu menumbuhkan kesadaran untuk belajar
TOEFL. Dengan demikian, pemberlakuan TOEFL di Unsyiah tidak menjadi sebuah
permasalahan lagi.
Daftar Pustaka
Aliponga, J. (2013). Reading Journal: Its Benefit for Extensive Reading. International
Journal of Humanisties and Social Sciences, 3(2), 73-80.
Choi, I. (2008). The Impact of EFL Testing on EFL Education in Korea. Language
Testing, 25(1), 39-62.
Detak Unsyiah. (2015, March 13). TOEFL Terbukti Hambat Yudisium. Retrieved from
http://detak-unsyiah.com/headline/toefl-terbukti-hambat-yudisium.html.
Gear, J. G. (1996). Cambridge Preparation for the TOEFL Test. New York: Cambridge
University Press.
Haugh, M. (2016). Complaints and Troubles Talk About the English Language Skills of
International Students in Australian Universities. Higher Education Research
&Development.
Luxia, Q. (2007). Is testing an efficient agent for pedagogical change? Examining the
intended washback of the writing task in a high-stakes English test in China. Assessment in
Education: Principles, Policy & Practice, 14(1), 51-74.
Mahoney, K., MacSwan, M., & Thompson, J. (2005). The conditions of English language
learners in Arizona: 2004. Retrieved from www.terpconnect.umd.edu/~macswan/
EPSL0405-106-AEPI.pdf.
Nunan, D. (1992). Research Methods in Language Learning. Cambridge University Press.
Philips, D. (2001). Longman Preparation Course for the TOEFL test. London: Longman
Samad, I.A (2015). Improving Students’ Competence in Thesis Defence Examination
(TDE) in Indonesian University. Unpublished Dissertation, University of New England
(UNE), Armidale, Australia.
Susanti, N. W. M. (2016). The Use of Paper-based TOEFL as A Gate Keeper for
Graduation:
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
53
ISBN: 978-602-60613-0-0
A Case Study at English Department Universitas Mataram. In: The 61 TEFLIN
International Conference, 2014, Universitas Sebelas Maret.
ETS (2016). The TOEFL Test. https://www.ets.org/toefl. Diakses pada tanggal 4 Oktober
2016.
Unsyiah (2010). Panduan Administrasi Akademik Program Sarjana dan Diploma
Universitas Syiah Kuala. Universitas Syiah Kuala: Banda Aceh
Warfield, W., Laribee, R., & Geyer, R.W. (2013). Examining Results and Establishing
Benchmark Data from TOEFL ITP test. American Academic and Scholarly Research
Journal, 5(3), 191-198.
Yin, R. K. (2009). Case Study Research: Design and Methods. United States: Library of
Congress Cataloguing-in-Publication Data.
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
54
ISBN: 978-602-60613-0-0
Desain Visual Display Pada Ruang Proses Produksi
(Studi Kasus PT. XYZ)
Riko Ervil
Sekolah Tinggi Teknologi Industri Padang
Jalan Prof. DR, Hamka N0.121 Padang
Email: [email protected]
Abstrak
PT. XYZ merupakan perusahaan vulkanisir ban yang merekondisi kembali ban
kendaraan roda empat yang masih layak pakai, sehingga dapat dimanfatkan
serta digunakan kembali. Pada saat ini Visual display yang terdapat pada
ruangan produksi masih sangat kurang baik berupa teks dan symbol. selain
penempatan atau letak visual display yang kurang tepat, penulisan juga tidak
tepat, Hal ini ditinjau dari segi tingginya huruf, lebarnya huruf, tebalnya huruf,
jarak antara dua huruf, serta jarak antara kata. Dengan visual display yang
tidak sempurna tersebut, dapat mengakibatkan para pekerja tidak
mengindahkan peringatan yang tertera serta sulit untuk membacanya. Kalau
dilihat secara sekilas visual display tersebut seperti coretan-coretan di dinding.
Akibat dari kurang baiknya visual display yang ada pada saat ini, maka terjadi
beberapa kecelakaan kerja. Untuk mengatasi permasalahan yang ada diatas,
maka dalam penelitian ini dilakukan analisa kontras ratio antara warna latar
dengan warna tulisan visual display. Kontras rasio merupakan perbedaan dua
buah warna, jika tingkat kontras suatu objek rendah, maka kemampuan untuk
melihat objek menjadi rendah. Penentuan jarak pandang visual display yang
akan didesain berdasarkan ukuran huruf. Menghitungkan ketajaman
penglihatan (Vusual Acuity) yaitu kemampuan seseorang untuk membedakan
suatu objek dengan objek lain. Mendesain Visual display serta penempatannya
serta menentukan tinggi dari visual display tersebut. Dari hasil penelitian yang
dilakukan, dihasilkan kombinasi warna dua buah desain Visual display.
menggunakan tulisan warna hitam dan warna latar putih dengan kontras ratio
93%. Desain Visual display pertama untuk ditempatkan secara permanen
dengan jarak pandang 20 m agar mudah terlihat oleh para pekerja, dengan
visual acuity (ketajaman penglihatan) 2 menit busur, penempatan visual display
ini pada dinding ruang proses produksi. dengan jarak 180 cm dari lantai
sehingga tidak tertutup oleh peralatan dan mesin yang ada. Dengan penerapan
hasil penelitian pada ruang proses produksi, maka diharapkan dapat
menghindari terjadinya kecelakaan yang terjadi pada ruang produksi baik itu
kecelakaan yang bersifat ringan bahkan kecelakaan berat yang dapat
menyebabkan cacat tetap sampai meninggal dunia. Karena jika terjadi
kecelakaan pada perusahaan dapat menyebabkan kerugian pada perusahaan
bahkan proses produksi dapat dihentikan sampai proses penyelidikan selesai
dilakukan. Kata kunci : Visual Display, Kontras ratio, ukuran huruf, Pemilihan warna, Visual
Acuity.
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
55
ISBN: 978-602-60613-0-0
Pendahuluan
Visual display adalah Display yang memberikan informasi kepada pekerja melalui
penglihatan, dengan kata lain visual display adalah bagian dari lingkungan yang perlu
memberikan informasi pada pekerja agar tugas-tugasnya menjadi lancar. Visual display
berfungsi sebagai suatu sistem komunikasi yang menghubungkan antara fasilitas kerja,
antara mesin kepada manusia serta antara manusia dengan lingkungan kerjanya.
Berdasarkan penjelasan diatas, peneliti mencoba melakukan penelitian pada salah satu
perusahaan yang bergerak dalam bidang vulkanisir ban dengan meremajakan kembali ban-
ban yang tidak layak pakai, sehingga dapat dimanfatkan serta digunakan kembali. Proses
operasi yang terdapat dalam perusahaan ini dibagi dalam dua jenis yaitu, proses panas dan
proses dingin. Peneliti menemukan kurangnya visual display yang berupa teks dan simbol
merupakan peringatan-peringatan tentang kesehatan dan keselamatan kerja. Selain
penempatan/letak visual display serta penulisan yang tidak tepat, hal ini ditinjau dari segi
tingginya huruf, lebarnya huruf, tebalnya huruf, jarak antara dua huruf, serta jarak antara dua
kata. Sehingga dapat mengakibatkan para pekerja tidak mengindahkan peringatan tersebut
serta sulit untuk membacanya. Kalau dilihat secara sekilas visual display tersebut seperti
coretan-coretan di dinding yang tidak ada artinya sama sekali. Akibat dari kurang perhatian
terhadap visual display, Maka sering terjadi kecelakaan ringan pada waktu proses produksi
berlangsung. Sehingga dapat menghambat proses produksi yang mengakibatkan
berkurangnya volume produksi.
Peneliti mengamati adanya kebocoran pipa uap di sekitar area peralatan kerja. Namun tidak
ada peringatan-peringatan akan adanya bahaya uap panas bagi pekerja maupun orang lain
yang berada dilokasi tersebut. Begitu pula disekitar mesin curring alat untuk memasak ban
dengan temperatur yang sangat panas, tentunya diperlukan adanya visual display yang
mengingatkan akan adanya bahaya bila menyentuh peralatan tersebut jika mesin dalam
keadaan beroperasi. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah agar dapat mendesain visual
display yang berbentuk teks dan simbol, sehingga dapat memberikan informasi dengan
jelas. Sehingga dalam mengoperasikan peralatan dan mesin, pekerja dapat menghindari
terjadinya kecelakaan ringan bahkan terkadang kecelakaan berat disetiap bulannya.
Metodologi Penelitian
Dalam melakukan penelitian, peneliti mengamati visual display yang ada di ruang proses
produksi saat ini. Selain letak visual display tidak tepat, sehingga kurang adanya penekanan
yang mengakibatkan para pekerja tidak mengindahkan peringatan tersebut. Kurangnya
pencahayaan mengakibatkan visual display tersebut susah untuk membacanya. Kalau dilihat
secara sekilas visual display tersbut seperti coretan-coretan di dinding. Agar lebih jelasnya
dapat kita lihat pada gambar dibawah ini :
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
56
ISBN: 978-602-60613-0-0
Gambar 1. Visual display pada dinding ruang produksi
Gambar 2. Visual display pada stasiun work shop
Untuk mendesain visual display yang berbentuk teks dan simbol, maka dapat dilakukan
dengan langkah-langkah sebagai berukut :
1. Dengan menghitung kontas ratio antara warna latar dan warna tulisan display.
2. Penentuan jarak pandangan display yang akan didesain berdasarkan ukuran huruf.
3. Menentukan ketajaman penglihatan (Visual Acuity).
4. Mendesain visual display serta penenempatan visual display.
Contras Ratio
Kontras ratio adalah perbedaan dua warna. Jika pada suatu objek tingkat kekontrasan rendah,
maka kemampuan untuk melihat objek kurang. Kekontrasan dapat diukur dengan :
Persentase Contras Ratio = L Max−Lmin
L max x 100 %
Dimana :
L Max = Luminance warna latar.
L Min = Luminance warna tulisan.
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
57
ISBN: 978-602-60613-0-0
Analisa Ukuran Huruf.
Untuk analisa ukuran huruf ini digunakan untuk membaca jarak tertentu, rumus yang dipakai
sebagai berikut : (Pulat, 1996)
H = 0,0086 x D + K1 + K2
Dimana :
H = Tinggi karakter/objek (cm)
D = Jarak Visual (m/cm)
K1 = Faktor kolerasi untuk kondisi iluminasi dan pandangan (cm)
K2 = Faktor kolerasi untuk sifat pesan yang membawa display (cm).
Ketajaman Penglihatan (Visual Acuity).
Yaitu kemampuan seseorang untuk membedakan suatu objek dengan objek lainnya. Dapat
ditentukan dengan sudut penglihatan :
VA = 3438 x H
D
Dimana :
H = tinggi karakter/objek, (cm)
D = jarak pengamatan ke objek, Ketajaman (acuity) =1
VA
Penglihatan normal memiliki acuity = 1 (VA = 1 menit).
Mendesain Visual display serta Penempatannya.
Untuk penempatan visual display serta menentukan tinggi dari visual display tersebut, maka
berpedoman pada data antropometri studi gerak dan jangkaun tubuh manusia atau
masyarakat indonesia yang didapat dari antropometri masyarakat Indonesia yaitu tinggi
tubuh pria pada posisi tegak dengan presentil 95% yaitu 173 cm, ditambah faktor
kelonggaran sol sepatu, serta helem 4 cm, serta ditambah kelonggaran dinamis 3 cm.
Sehingga tinggi display 180 cm.
Hasil dan Pembahasan
Dari perhitungan dan desain visual display pada pembahasan, dapat dianalisa bahwa kontras
ratio antara latar dan tulisan harus diperhatikan berdasarkan persentase luminance masing-
masing dengan warna latar putih serta tulisan hitam. Tingkat ketajaman dan kemampuan
penglihatan pada jarak 20 meter adalah sebesar 2 menit busur sedangkan untuk jarak 5 meter
adalah sebesar 2 menit busur. tingkat ketajaman prnglihatan (visual acuity) dikatakan baik
dan semakin tinggi, karena untuk penglihatan manusia normal adalah 1 menit busur. Serta
semakin tinggi nilai acuity, maka semakin mudah untuk melihat objek ukuran kecil.
Untuk ukuran tulisan visual display yang ditempatkan pada dinding ruang produksi dan pada
papan perhatian, serta pada lokasi yang berbahaya maka akan dapat terlihat, dan dapat dibaca
dengan jelas. Sehingga mudah untuk dipahami pada jarak 20 meter dan jarak 5 meter. Untuk
warna latar serta tulisan menggunakan dua warna yaitu untuk warna tulisan hitam,
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
58
ISBN: 978-602-60613-0-0
sedangkan untuk warna latar putih. Dimana paduan kedua warna tersebut memiliki
kekontrasan 93 %. Sehingga dapat menambah daya akomodasi serta kemampuan adaptasi
mata untuk dapat menyesuaikan diri pada kondisi pencahayaan sumber imformasi. Dan
dapat membantu mata untuk membedakan objek dengan cermat. Maka visual display akan
lebih mudah dimengerti, mudah dipahami oleh pekerja maupun karyawan. Sehingga tidak
ada kemungkinan dalam kesalahan membaca, memahami visual display. Agar lebih jelasnya
dapat kita lihat pada tabel 1 dibawah ini :
Tabel 1. Ukuran Huruf yang Didesain
Ukuran huruf Jarak pengamatan
20 meter/ 2000 cm 5 meter /500cm
Tinggi huruf 18 cm 5 cm
Lebar huruf 12 cm 3,3 cm
Tebal huruf 3 cm 0,8 cm
Jarak antara 2 huruf 3,6 cm 1cm
Jarak antara 2 kata 7,2 cm 2 cm
Untuk penempatan visual display serta menentukan tingginya visual display tersebut yaitu
180 cm. Berpedoman pada data antropometri studi gerak dan jangkauan tubuh manusia, yang
didapat dari antropometri masyarkat Indonesia yaitu tinggi tubuh pria pada posisi tegak
dengan presentil 95%.
Setelah peneliti melakukan penelitian dan pembahasan tentang visual display ini, maka
penulis membandingkan visual display pada saat kondisi rill dengan teori. Agar lebih
jelasnya dapat kita lihat pada tabel 2 dibawah ini :
Tabel 2. Perbedaan Display Kondisi Saat Ini Dengan Hasil Penelitian
Perbedaan Kondisi Saat Ini Display yang diusulkan
Ukuran visual
display
Visual display yang
berukuran kecil dan tidak
teratur tinggi hurufnya, serta
tidak jelas dan tidak tepat.
Ukuran visual display telah
disesuaikan dari segi tinggi huruf,
tebal huruf, lebar huruf, jarak antara
huruf dan jarak antara kata dengan
kata.
Warna latar dan
tulisan visual
display
Bercampur dengan berbagai
gangguan atau coret-coretan
lain yang umumnya hanya
tulisan didinding
Memakai waran latar kuning dan
tulisan hitam, sehingga mudah dilihat
dan dibaca, dipahami dengan jelas.
Serta kontras ratio akan terlihat
dengan jelas antar latar dan tulisan.
Penempatan
visual display
Kurangya pencahayaan
disekitar visual display
membuat visual display
tidak diperhatikan bahkan
dengan jarak tertentu sulit
untuk dibaca dan dipahami,
serta tidak jelas.
Visual display diletakan pada area
yang berbahaya serta tingakat
pencahayaan yang cukup dalam
ruang produksi pada proses panas.
Sehingga setiap pekerja maupun
karyawan yang berada dilokasi
tersebut dapat membaca dan
mengerti dari maksud dan tujuan
visual display. Serta tidak tertutup
dengan mesin-mesin yang dapat
menghalangi pandangan terhadap
visual display.
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
59
ISBN: 978-602-60613-0-0
Jarak visual
display
Jarak visual display yang
ada hanya dapat terbaca
dengan jarak 5 meter. Dan
beberapa huruf yang tidak
jelas terbaca karena tinggi
hurufnya tidak teratur, serta
adanya huruf yang
bertumpang dindih ( tidak
ada jarak antara huruf
dengan huruf)
Visual display pada area yang
berbahaya serta pada dinding
produksi dapat dengan jelas terbaca
pada jarak 20 meter/ 2000 cm karena
ruang produksi memiliki luas 750 m,
lebar 25 meter. Sedangkan untuk
visual display pada papan peringatan
dapat dengan jelas terbaca pada jarak
5 meter/ 500 cm, sehingga dengan
jarak tersebut sudah dapat menerima
informasi yang dismapaikan melalui
visual display teresebut dan tidak
akan mendekat pada area yang
dianggab berbahaya.
Kesimpulan
Dari hasil penelitian, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut Visual display yang didesain
dapat menyampaikan informasi secara tepat tanpa menimbulkan keraguan dari pembaca
selaku penerima informasi. Visual display yang di desain menggunakan warna tulisan hitam
sedangakan untuk latar menggunakan warna putih dengan kontras ratio 93%. Hasil desain
diutamakan penempatan diarea proses panas yang berbahaya, dan ditempatkan pada dinding
dengan jarak visual 20 m, dan memiliki visual acuity (ketajaman penglihatan) 2 menit busur.
Dan satu lagi ditempatkan dipapan peringatan dengan jarak pengamatan 5 m, visual acuity
2menit busur. Visual display tersebut diletakkan dengan ketinggian 180 cm dari lantai,
sehingga visual display tidak tertutup dengan mesin-mesin maupun beda-benda lain yang
dapat menghalangi pandangan terhadap visual display.
Dengan penerapan hasil penelitian pada ruang proses produksi, maka diharapkan dapat
menghindari terjadinya kecelakaan yang terjadi pada ruang produksi baik itu kecelakaan
yang bersifat ringan bahkan kecelakaan berat yang dapat menyebabkan cacat tetap sampai
meninggal dunia. Karena jika terjadi kecelakaan pada perusahaan dapat menyebabkan
kerugian pada perusahaan bahkan proses produksi dapat dihentikan sampai proses
penyelidikan selesai dilakukan.
Daftar Pustaka
Bridger, RS. (2003) . Introduction To Ergonomic, 2nd Edition, Taylor & Francis, London.
Nurmianto, Eko. (2004). Ergonomi Konsep Dasar dan Aplikasi, Edisi pertama,
Surabaya,Indonesia.
Nurmianto, Eko. (2008). Ergonomi Konsep Dasar dan Aplikasi, Edisi kedua, Surabaya,
Indonesia.
Nasution S. (2006). Metode Research, PT. buni Aksara, Jakarta Indonesia 2006.
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
60
ISBN: 978-602-60613-0-0
Pulat, Mustapa. (1996). Fundamental of Industrial Ergonomic, Waveland PressInc.
Oklahoma.
Wignjosoebroto, Sritomo. (2008). Ergonomi Studi Gerak dan waktu, Edisi pertama,
Surabaya Indonesia.
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
61
ISBN: 978-602-60613-0-0
Metoda Pembelajaran Peer Tutor Sebagai Upaya Peningkatan
Kemampuan Berpikir Kritis Dan Keterampilan Keperawatan Klinik
Yulastri Arif1, Widya Francisca2, Rezi Prima3
1 Universitas Andalas
Padang
Email: [email protected] 2 STIKes Purna Bhakti Husada
Batusangkar
Email: [email protected]
3 STIKes Purna Bhakti Husada
Batusangkar
Email: [email protected]
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan bahwa penggunaan metoda
pembelajaran peer tutor mampu meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan
keterampilan keperawatan klinik pada mata kuliah Keterampilan Dasar
Keperawatan. Penelitian ini menggunakan desain quasi eksperiment
(eksperimen semu) dengan subjek mahasiswa Tingkat I Diploma Tiga
Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Purna Bhakti Husada yang
berjumlah 80 orang yang dibagi menjadi 2 kelompok yaitu kelompok eksperimen
yang dibimbing dengan metoda peer tutor dan kelompok pembanding (kontrol)
yang dibimbing dengan metode konvensional. Pengambilan sampel dilakukan
dengan purposive sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan melakukan
uji praktek klinik setelah diberikan perlakuan untuk melihat kemampuan
berpikir kritis dan keterampilan keperawatan klinik. Analisa data dilakukan
dengan cara membuat tabulasi dan diolah dengan menggunakan rumus mean
dan dilakukan perhitungan presentasi distribusi frekwensi. Selanjutnya untuk
mengetahui nilai pengaruh metoda pembelajaran peer tutor terhadap
kemampuan berpikir kritis dan keterampilan keperawatan klinik dilakukan
dengan uji statistik t. Hasil penelitian menunjukan hasil bahwa nilai uji praktek
kelompok eksperimen lebih tinggi daripada kelompok pembanding (kontrol).
Hasil tersebut ditunjukkan dengan uji t dimana didapatkan hasil –t hitung
(11.86) > -t tabel (1.66) yang berarti secara statistik terdapat perbedaan yang
signifikan antara metode pembelajaran peer tutor dan metode konvensional
dalam upaya meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan keterampilan
keperawatan klinik. Melihat hasil penelitian ini, strategi pembelajaran peer
tutor perlu terus dikembangkan pada pembelajaran mata kuliah pratikum
keperawatan lainnya, sehingga dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis
dan keterampilan keperawatan klinis dalam mencapai standar kompetensi
keperawatan.
Kata kunci : berpikir kritis, keterampilan keperawatan klinik, peer tutor
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
62
ISBN: 978-602-60613-0-0
Pendahuluan
Berpikir kritis sangat diperlukan oleh perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan.
Menurut Fesler dan Birc (2005) kemampuan berpikir kritis akan menumbuhkan sikap
perawat yang percaya diri, berpandangan konseptual, kreatif, fleksibel, rasa ingin tahu,
berpikiran terbuka, tekun dan reflektif sehingga akan meningkatkan kualitas asuhan
keperawatan yang diberikan. Kemampuan berpikir kritis sudah mulai ditumbuhkan disaat
perawat menempuh pendidikan melalui pembelajaran pratikum sehingga membantu
mahasiswa mengambil keputusan yang tepat dalam mengelola pasien.
Banyaknya keluhan tentang pelayanan kesehatan memperlihatkan bahwa kemampuan kritis
yang dimiliki tenaga kesehatan masih bermasalah Penelitian Elizabeth et al (2012)
melaporakan bahwa hanya 80% mahasiswa keperawatan di Sweden yang memiliki
kemampuan baik dalam berpikir kritis. Di Indonesia belum ada data yang pasti tentang
kemampuan berpikir kritis mahasiswa keperawatan ini walaupun pemerintah sudah
mencanangkan bahwa lulusan perguruan tinggi keperawatan harus mampu
mengintegrasikan intellectual skill, knowledge dan afektif dalam sebuah perilaku secara utuh
(Dirjen Dikti, 2008).
Kemampuan berpikir kritis merupakan dasar dalam praktek keperawatan. Pendidikan
keperawatan sebagai lembaga yang melahirkan para calon professional dalam bidang
keperawatan menyadari kondisi tersebut, sehingga proses mendorong tumbuhnya
kemampuan berpikir kritis ini ditumbuhkan melalui proses pendidikan akademik dan proses
pendidikan profesional yang salah satunya dilakukan melalui pembelajaran klinik
keperawatan. Melalui praktek klinik di rumah sakit dan tatanan kesehatan lainnya peserta
didik belajar bagaimana situasi nyata memberi pelayanan kepada klien/pasien secara
langsung.
Pembelajaran klinik tidak hanya membutuhkan pembimbing klinik yang mampu
memberikan stimulasi, dorongan dan bimbingan, namun juga membutuhkan fasilitas praktek
yang lengkap serta tersedianya waktu pelaksanaan praktek yang memadai untuk menunjang
keberhasilan pembelajaran klinik. Keberhasilan pembelajaran klinik yang ditandai dengan
tercapainya kompetensi atau capaian pembelajaran. Pencapaian kompetensi atau capaian
pembeljaran klinik ini sangat dipengaruhi oleh hubungan antara pembimbing dengan peserta
didik. King dan Gerwik (2001) menyatakan bahwa pengaruh hubungan antara guru dengan
murid dapat bersifat positif atau negatif pada pertumbuhan afektif dan kognitif. Hubungan
yang terjalin dengan baik akan berdampak positif sebaliknya hubungan buruk akan
berdampak buruk juga atau negative.
Pembelajaran klinik di perguruan tinggi keperawatan Indonesia memiliki berbagai
permasalahan seperti wahana praktek yang tidak berimbang dengan jumlah mahasiswa yang
praktek, perubahan manajemen pembiayaan praktek di rumah sakit yang semakin mahal
sehingga berkontribusi menurunkan kwalitas lulusan tenaga kesehatan (Pusdiknakes, 2003)
serta terbatasnya kuantitas dan kualitas pembimbing klinik yang mayoritas masih
berpendidikan sarjana dan diploma tiga.
Upaya yang ditumpuh untuk mengatasi terbatasnya wahana praktek adalah dengan
mengoptimalkan penggunaan laboratorium keperawatan yang ada di institusi pendidikan,
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
63
ISBN: 978-602-60613-0-0
namun permasalahan lain yang dihadapi adalah terbatasnya peralatan, kasus simulasi yang
tidak adekuat dan terbatasnya waktu dosen sebagai pembimbing sehingga mahasiswa tidak
semua melewati pengalaman belajar untuk kompetensi yang ditetapkan baik kompetensi
keterampilan maupun kompetensi berpikir kritis. Menurut Suparno (2007) pembelajaran
laboratorium harus dikonstruksi sendiri oleh mahasiswa melalui pembelajaran aktif dan
merumuskan sendiri sehingga mahasiswa kompeten dalam keterampilan dan proses
berpikirnya. Untuk mencapai kondisi ini maka proses belajar klinik mahasiswa keperawatan
diarahkan pada pembelajaran student center.
Salah satu metoda pembelajaran student center yang bisa digunakan untuk mengatasi
berbagai permasalahan diatas adalah melalui metoda pembelajaran peer tutor atau tutor
teman sebaya. Konsep pelaksanaan pembelajaran peer tutor dilandasi teori konstruktivisme.
Menurut Supriyatno (2008) kedekatan peer tutor dengan mahasiswa menyebabkan
pembelajaran dengan peer tutor ini lebih efektif dibandingkan belajar langsung. Oleh karena
itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian apakah strategi pembelajaran peer tutor ini
mampu meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan keterampilan kilinik mahasiswa
keperawatan dilaboratorium keperawatan.
Metode penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan rancangan penelitian eksperimen semu
(Quasi Eksperiment). Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh strategi pembelajaran
peer tutor terhadap kemampuan berpikir kritis dan keterampilan klinik keperawatan
mahasiswa diploma tiga keperawatan. Sampel penelitian ini adalah mahasiswa Diploma
Tiga Keperawatan Stikes Purna Bhakti Huasada berjumlah 80 orang yang dibagi menjadi 2
kelompok yaitu kelompok eksperimen yang dibimbing dengan metoda peer tutor/tutor teman
sebaya dan kelompok pembanding (kontrol) yang dibimbing dengan metode
konvensional.Teknik pengamabilan sampel dilakukan dengan purposive sampling.
Penelitian ini menggunakan dua instrument yaitu Instrumen A untuk mengukur kemampuan
berpikir kritis, terdiri dari daftar pertanyaan berupa kuesioner dan instrument B berupa
lembar observasi keterampilan keperawatan klinik pemasangan infuse dan pemasangan
Naso Gastric Tube. Uji Validitas instrument A dilakukan dengan Pearson Product Moment
dengan hasil 0,895 sedangkan pengujian reliabilitas dengan Cronbach’s Alpha dengan hasil
sebesar 0,924 sehingga instrumen dikatakan valid dan reliabel.
Analisis Data untuk variable berpikir kritis dan keterampilan keperawatan klinik merupakan
data numeric. Analisa data pada penelitian ini menggunakan analisa univarite dan Bivariat.
Analisis univariat bertujuan untuk melihat karakteristik responden, kemampuan berpikir
kritis dan keteranpilan keperawaan klinik sebelum dan sesudah intervensi pada kelompok
kontrol dan perlakuan, sedangkan analisis bivariatnya dilakukan dengan uji t test
berpasangan.
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
64
ISBN: 978-602-60613-0-0
Hasil penelitian
Karakteristik subjek penelitian
Rata-rata usia responden pada kedua kelompok tidak jauh berbeda yaitu 20.86 tahun pada
kelompok intervensi dan 19 tahun pada kelompok control. Rentang usia pada kedua
kelompok sama yaitu usia paling muda 16 tahun dan usia paling tua 26 tahun. Usia responden
setara pada kedua kelompok. Secara rinci dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Karakteristik Mahasiswa Menurut Umur pada Kelompok Intervensi dan Kontrol
(n=80)
Bila dilihat karakteristik jenis kelamin dan jurusan pada waktu SMA/SMU pada kedua
kelompok sebagian besar berjenis kelamin perempuan dan jurusan terbanyak adalah jurusan
IPS. Karakteristik pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol setara dalam jenis
kelamin dan jurusan dengan p-value >0.05. Secara rinci disajikan pada Tabel 2
Tabel 2. Jenis Kelamin, Jurusan di SMU pada Kelompok Intervensi dan Kontrol (n=80)
Kemampuan berpikir kritis dan keterampilan keperawatan klinik responden sebelum
diberikan intervensi pada kelompok interveni dan kontrol
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
65
ISBN: 978-602-60613-0-0
Skor rata-rata kemampuan berpikir kritis sebelum intervensi pada kedua kelompok hampir
sama yaitu 78.23 dan 78.43 demikian juga dengan rata-rata keterampilan keperawatan klinik
yang tidak jauh berbeda antar dua kelompok tersebut yaitu 117.26 dan 117.28.
Berdasarkan hasil uji statistik disimpulkan rata-rata kemampuan berpikir kritis dan
keterampilan keperawatan klinis sebelum perlakuan tidak ada perbedaan yang bermakna
antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol atau dengan kata lain rata-rata
kemampuan berpikir kritis dan keterampilan keperawatan klinis sebelum perlakuan antar
kelompok homogen (P>0,005). Secara rinci disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Kemampuan Berpikir Kritis dan Keterampilan Keperawatan Klinik Sebelum
Intervensi (n=80)
Perubahan kemampuan berpikir kritis dan keterampilan keperawatan klinik
responden sebelum dan sesudah intervensi pada kedua kelompok
Perubahan skor rata-rata kemampuan berpikir kritis sebelum dan sesudah intervensi pada
kelompok intervensi sebesar 12.37 atau meningkat sebesar 15.81%, sedangkan pada
kelompok kontrol juga terjadi perubahan kemampuan berpikir kritis, namun tidak sebesar
perubahan pada kelompok intervensi yaitu meningkat sebesar 3.2 atau meningkat sebesar
4%. Secara statistik perubahan kemampuan ini bermakna pada responden yang diberikan
pembelajaran tutor teman sebaya (p=0,00) .
Demikian juga perubahan rata-rata kemampuan keterampilan keperawatan klinik responden
yang diintervensi dengan strategi pembelajaran tutor teman sebaya jauh lebih besar
dibandingkan dengan strategi konvensional yaitu pada kelompok intervensi rata-rata
keterampilan keperawatan klinik sesudah dan sebelum meningkat sebesar 11.07 atau
persentase peningkatan keterampilan sebesar 9.44%, sedangkan pada kelompok kontrol
keterampilan ini hanya meningkat 0.78 atau persentase perubahan keterampilan keperawatan
klinik hanya sebesar 0.66%. Secara statistik perubahan keterampilan keperawatan klinik
pada kelompok intervensi setelah perlakuan berbeda bermakna (p=0,01), sedangkan pada
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
66
ISBN: 978-602-60613-0-0
kelompok kontrol perubahan ini tidak memiliki perbedaan bermakna (p=0.62) . Secara rinci
dapat dilihat pada tabel 4.
Tabel 4. Perubahan Kemampuan Berpikir Kritis dan Keterampilan Keperawatan Klinik
Setelah Bimbingan Tutor Teman Sebaya (n=80)
Hasil Belajar Akhir (Kemampuan Kritis dan Keterampilan Keperawatan Klinik)
Setelah Intervensi Pada Kedua Kelompok.
Hasil belajar akhir ini merupakan gabungan kemampuan berpikir kritis dan keterampilan
keperawatan klinik mahasiswa diploma Tiga Keperawatan yang merupakan suatu
kemampuan yang utuh dalam mencapai kompetensi pembelajaran. Secara rinci dapat dilihat
pada tabel 5.
Tabel 5. Rata-rata Hasil belajar setelah intervensi pada kelompok Strategi Pembelajaran
Tutor Teman Sebaya dan Pembelajaran Konvensional (n=80)
No Strategi Pembelajaran n Rata-rata Nilai (%)
1 Tutor Teman Sebaya 40 97.20
2 Konvensional 40 83.40
Tabel 5 memperlihatkan bahwa rata-rata hasil belajar akhir yang merupakan gabungan
kemampuan berpikir kritis dan keterampilan keperawatan klinik pada responden yang
diberikan pembelajaran turor teman sebaya lebih tinggi dibandingkan dengan hasil belajar
akhir pada kelompok strategi pembelajaran konvensional. Dari hasil analisis data didapatkan
hasil uji t 11.86>t tabel (1.66) atau nilai p< alpha, sehingga didapatkan simpulan ada
pengaruh yang bermakna strategi pembelajaran tutor teman sebaya terhadap hasil bejar akhir
mahasiswa Diploma Tiga Keperawatan.
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
67
ISBN: 978-602-60613-0-0
Pembahasan
Karakteristik mahasiswa diploma tiga keperawatan
Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa sebagian besar mahasiswa Diploma Tiga
Keperawatan adalah berjenis kelamin perempuan. Secara general karakteristik memberikan
gambaran bahwa profesi perawat lebih diminati ole peserta didik wanita karena masyarakat
memandang profesi keperawatan cocok dengan wanita yang memiliki jiwa keibuan dan
kemampuan merawat lebih baik, namun kondisi ini tidak ada hubungannya dengan
kemampuan dan kompetensi perawat. Menurut hasil penelitian Umi dan Devita (2012) kemampuan berpikir kritis perawat dalam proses keperawatan tidak di pengaruhi oleh umur,
jenis kelamin, artinya ada factor lain yang sangat penting yang berpengaruh dalam
kemampauan berpikir kritis dan keterampilan keperawatan klinik ini seperti faktor proses
pembelajaran , interaksi dosen dan mahasiswa serta proses pembimbing dalam upaya
memfasilitasi peserta didik dalam mencapai tujuan ( Reilly & Obermann, 2009).
Kemampuan berpikir kritis mahasiswa keperawatan sebelum dan sesudah intervensi.
Kemampuan berpikir kritis dan Keteramilan Keperawatan Klinik sangat penting bagi
perawat dalam memberikan pelayanan kesehatan. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa
kemampuan kritis mahasiswa sebelum intervensi berada rata-rata baik (78.23 dan78.43 ).
Walaupun belum memiliki kemampuan maksimal, namun kemampuan berpikir kritis yang
paling dominan dimiliki mahasiswa keperawatan adalah kemampuan dalam Total Recall
atau mengingat kembali data-data yang diperlukan. Kemampuan mengingat data-data pasien
sangat diperlukan perawat dalam mengambil keputusan klinis keperawatan sehingga
keputusan terhadap masalah yang dihadapi pasien bersumber dari data yang relevan, seperti
data yang bersumber dari keluhan pasien, data pemeriksaan penunjang. Kemampuan kritis
Total Recall ini merupakan dasar penting dalam membuat perencanaan pelayanan
keperawatan agar tindakan keperawatan yang diberikan efektif dan efisien untuk
menyelesaikan masalah kesehatan pasien dan keluarga. Analisis item kuesioner
memperlihatkan kemampuan total recall yang memiliki skor rata-rata paling tinggi adalah
mengingat identitas pasien dan tanda-tanda vital pasien ( 73,45). Menurut Nanda (2010),
identitas dan data vital pasien merupakan data penting dalam memberikan terapi
keperawatan karena dasar pelayanan keperawatan bertujuan memenuhi respon pasien yang
unik dan berbeda walaupun dengan kondisi patologi yang sama. Hasil analisis kuesioner
juga menginformasikan kemampuan kritis mahasiswa yang skor paling rendah adalah
kemampuan news idea dan creativity (56.01). Rendahnya kemampuna ini tentu saja
berpengaruh terhadap kemampuan mahasiswa dalam mencoba cara baru dalam
menyelesaikan masalah pasien . Hasil penelitian Hamlet dan Metaliosa (2015) melaporkan
ide kretivitas tindakan pelayanan keperawatan berkorelasi sangat kuat dengan lama hari
rawat pasien. Artinya kreativitas perawat akan sangat menentukan kecepatan penyembuhan
pasien. Bila dilihat hasil kemampuan kritis mahasiswa setelah intervensi meningkat pada
kedua kelompok, namun persentase peningkatan yang paling maksimal adalah pada
kelompok intervensi yaitu meningkat sebesar 15.81% atau rata-rata kemampuan berpikir
kritis mahasiswa pada kelompok tutor sebaya lebih tinggi 8.37% dibandingkan dengan
kemampuan kritis mahasiswa yang dibimbing dengan bimbingan konvensional. Walaupun
perubahan kemampuan kritis ini belum mencapai rata-rata maksimal, namun yang paling
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
68
ISBN: 978-602-60613-0-0
menggembirakan adalah skor perubahan paling tinggi terjadi pada kemampuan berpikir
kritis dalam news idea dan creativity mahasiswa.
Keterampilan keperawatan klinik mahasiswa keperawatan sebelum dan sesudah
intervensi
Rata-rata Keterampilan Keperawatan Klinik mahasiswa sebelum intervensi sama pada
kedua kelompok , namun sangat berbeda setelah intervensi. Perbedaan keterampilan
keperawatan klinik pada mahasiswa tutor teman sebaya meningkat lebih dari 9%
dibandingkan dengan kelompok bimbing konvensional. Berdasarkan analisis lembar
observasi perubahan keterampilan keperawatan klinik yang paling tinggi adalah dalam
kemampuan melakukan prosedur persiapan alat dan evaluasi pasca tindakan, sedangkan
keterampilan keperawatan klinik yang mengalami perubahan paling rendah adalah
keterampilan kritikal pada tindakan pemasangan infuse seperti pemilihan lokasi tusukan,
sterilitas alat ,cara memegang IV Chatt, tehnik mengukur slang NGT serta keterampilan
edukasi. Rendahnya keterampilan kritikal ini tentu saja ada hubungan dengan kemampuan
kritis yang dimiliki mahasiswa.
Hasil belajar akhir (kemampuan kritis dan keterampilan keperawatan klinik) setelah
intervensi pada kedua kelompok
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa rata-rata hasil belajar akhir mahasiswa kelompok
tutor teman sebaya lebih tinggi dibandingkan dengan bimbingan konvensional, dengan
perbedaan rata-rata sebesar diatas14 poin dan secara statistik berbeda bermakna. Penelitian
yang sama dilakukan oleh Yudiernawati dan Wahyuningsri (2015) juga menunjukan adanya
perbedaan rata-rata hasil belajar klinik mahasiswa yang dibimbing dengan tutor teman
sebesar 6.10 point dibandingkan dengan pembelajaran langsung . Kondisi ini terjadi karena
teman sebaya memiliki hubungan yang lebih dekat dibandingkan dengan dosen
pembimbing. Mahasiswa akan leluasa menyampaikan materi , pertanyaan dan kesulitan
belajarnya pada teman sendiri, begitu juga teman yang menerima materi dapat dengan
mudah menerima materi yang diberikan sehingga kepercayaan diri mahasiswa dapat tercipta
dan stress belajarnya bisa menurun. Rasa percaya diri yang tinggi dan stress belajar yang
rendah akan berkorelasi positif dengan hasil akhir belajarnya.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil yang didapatkan dari penelitian ini dapat disimpulkan
1. Rata- rata kemampuan berpikir kritis dan keterampilan keperawatan klinik mahasiswa
sebelum intervensi pada kedua kelompok sama.
2. Rata-rata kemampuan berpikir kritis dan keterampilan keperawatan klinik mahasiswa
pada kelompok tutor teman sebaya setelah intervensi lebih tinggi dibandingkan dengan
kemampuan berpikir kritis dan keterampilan keperawatan klinik mahasiswa pada
kelompok konvensional.
3. Terjadi Perubahan yang bermakna terhadap kemampuan berpikir kritis mahasiswa yang
dibimbing dengan kelompok tutor teman sebaya dan konvensional.
4. Perubahan keterampilan keperawatan klinik hanya bermakna pada mahasiswa yang
dibimbing dengan kelompok tutor teman sebaya.
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
69
ISBN: 978-602-60613-0-0
5. Rata-rata kemampuan akhir mahasiswa yang dibimbing dengan tutor teman sebaya lebih
tinggi dibandingkan dengan bimbingan konvensional.
Daftar Pustaka
Fesler-Birch, D.M. (2005). Critical Thinking and Patient Outcomes: A Review. Nursing
Outlook,53,59-65
Jill, E., Davis, D., Ekeocha, S., Kidd M,J., Moucdougall,C., Mathew, P et al. (2012). The
Effectiveness of Case Based Learning in Health Profession Education. A BEME Systematic
Review: BEME Guide No. 23,Medical Teacher
Johnson, N. Constructive conflict in the schools. Journal of Social Issues 50 (1): 117-137.
King, V. G 7 Gerwik, N. A ( 19981 ), Humanizing Nursing Education: A Confluent
Approach Trough Group Process, Wake Filed, Massachusets: Nursing Resources
Reilly, D. E & Obermann, M. H ( 1999 ), Pengajaran Klinis dalam Pendidikan
Keperawatan. Jakarta : EGC
Solikhah umi & Elsanti Devita. (2012). Pengaruh Bedside Teaching Terhadap Penugasan
Kasus dan Keterampilan Mahasiswa Praktik Klinik Keperawatan. Journal Keperawatan
Soedirman,Volume 7, No 3,November 2012
Yudiernawati, A., & Wahyuningsri. (2015). Strategi Pembelajaran Pratikum Teman Sebaya
Sebagai Upaya Meningkatkan Kemampuan Skill Keperawatan. Prosiding PIT Himpunan
Perawat Manajer Indonesia, November 2015.
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
70
ISBN: 978-602-60613-0-0
Pengembangan Metode Pembelajaran dan Asesmen Mahasiswa Pada
Mata Kuliah Arsitektur dan Organisasi Komputer
Tati Erlina
Program Studi Sistem Komputer Fakultas Teknologi Informasi
Universitas Andalas
Email: [email protected]
Abstrak
Tuntutan agar perguruan tinggi menghasilkan lulusan yang bermutu dan sesuai
dengan kebutuhan pasar kerja semakin besar. Untuk merespon hal tersebut,
Universitas Andalas melakukan berbagai pembenahan, salah satunya yaitu
mendorong dosen untuk berkreasi dalam mencapai capaian pembelajaran baik
dari segi hardskills maupun softskills melalui penerapan metode Student
Centered Learning (SCL). Salah satu metode SCL yang dapat diterapkan adalah
metode Collaborative Learning. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui pengaruh penerapan model Pembelajaran Collaborative Learning
dengan modifikasi strategi Guided Reciprocal Peer Questioning dan penilaian
berdasarkan “rekam jejak” terhadap capaian pembelajaran Mata Kuliah
Arsitektur dan Organisasi Komputer baik dari segi hardskills maupun softskills.
Metode penelitian yang diterapkan adalah tindakan kelas yang dilakukan
dengan mengikuti tahapan: (1) penyusunan rencana tindakan, (2) pelaksanaan
rencana, (3) pengamatan atas tindakan, (4) refleksi kegiatan dan dalam
penelitian ini dilakukan sebanyak 2 siklus. Analisis data dilakukan dengan
membandingkan hasil belajar persentase capaian nilai akhir sesuai dengan
parameter PTK dan peningkatan skor dari siklus 1 ke siklus 2. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa ada peningkatan skor dari siklus 1 ke siklus 2. Selain itu,
berdasarkan angket yang disebarkan, diketahui bahwa respon rata-rata
mahasiswa terhadap penerapan metode ini adalah bernilai baik (3) terutama
respon terhadap poin-poin yang terkait dengan pengembangan softskills.
Kata kunci: Collaborative Learning, soft skills, Arsitektur dan Organisasi
Komputer
Pendahuluan
Dewasa ini, terdapat ketimpangan yang cukup besar antara kompetensi yang dimiliki lulusan
perguruan tinggi dengan kompetensi lulusan yang dibutuhkan oleh dunia kerja. Oleh karena
itu, tuntutan agat perguruan tinggi menghasilkan lulusan yang bermutu dan sesuai dengan
kebutuhan pasar kerja juga semakin besar. Untuk merespon hal tersebut, Universitas Andalas
melakukan berbagai pembenahan dan mendorong dosen untuk berkreasi dalam mencapai
capaian pembelajaran. Capaian pembelajaran yang dimaksud tidak hanya mencakup aspek
hardskills mahasiswa, tetapi juga softskills. Dengan demikian, diharapkan lulusan yang
dihasilkan memiliki daya saing tinggi, mempunyai jiwa kewirausahaan dan berkarakter.
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
71
ISBN: 978-602-60613-0-0
Arsitektur computer adalah salah satu matakuliah inti yang wajib ada dalam setiap
kurikulum ilmu komputer dan teknik komputer (IEEE & ACM, 2004). Merujuk pada hal
tersebut, dalam struktur kurikulum Program Studi Sistem Komputer Fakultas Teknologi
Universitas Andalas, matakuliah Arsitektur dan Organisasi Komputer menjadi salah satu
matakuliah pada kelompok matakuliah kompetensi utama dengan bobot 3 (tiga) SKS dan
ditawarkan pada semester III. Kelulusan pada matakuliah ini menjadi syarat bagi mahasiswa
untuk dapat mengikuti matakuliah Sistem Operasi (semester IV, 3 SKS) dan Sistem Waktu
Nyata (semester V, 2 SKS).
Matakuliah ini berkontribusi besar dalam usaha mencapai kompetensi yang ditawarkan
program studi Sistem Komputer Universitas Andalas, terutama kompetensi bagian pertama
(FTI, 2014) yaitu sistem tertanam (embedded systems). Hal ini didukung oleh materi
Arsitektur dan Organisasi Komputer yang memiliki jangkauan luas tentang isu perancangan
dan konsep sistem komputer. Pemahaman yang baik dan menyeluruh oleh mahasiswa
tentang konsep yang digunakan dalam matakuliah arsitektur dan organisasi komputer dapat
diaplikasikan dalam mengikuti matakuliah lain, khususnya tentang bagaimana komputer
menyediakan dukungan arsitektur terhadap matakuliah Bahasa Pemrograman dan Sistem
Operasi. Penguasaan ketiga matakuliah tersebut oleh mahasiswa (Arsitektur dan Organisasi
Komputer, Bahasa Pemrograman dan Sistem Operasi) memegang peranan penting dalam
mencapai kompetensi embedded systems.
Proses pembelajaran matakuliah Arsitektur dan Organisasi Komputer selama ini dinilai
belum mampu memberikan hasil yang optimal. Metode pembelajaran yang diterapkan belum
mengintegrasikan secara eksplisit dan proporsional hardskills dan softskills sebagai learning
outcomes yang harus dicapai dalam rencana dan proses pembelajaran. Oleh karena itu,
pengampu matakuliah perlu merubah pendekatan dalam proses pembelajaran dengan
menerapkan proses pembelajaran berbasis mahasiswa yang dikenal dengan Student
Centered Learning (SCL) dan menggunakan metode “rekam jejak” dalam penilaian proses.
Sesuai dengan karakteristik matakuliah Arsitektur dan Organisasi Komputer yang
diterapkan pada jurusan Sistem Komputer Universitas Andalas yang terdiri dari kelas yang
cukup besar dan tingkat kemampuan mahasiswa yang beragam, maka metode SCL yang
diterapkan adalah model Cooperative Learning (CoL), yaitu sebuah pedagogi yang pusatnya
terletak dalam asumsi bahwa manusia selalu menciptakan makna bersama dan proses
tersebut selalu memperkaya dan memperluas wawasan individu (Barkley, 2012). Metode
CoL yang diterapkan pada matakuliah ini dilaksanakan dengan modifikasi strategi Guided
Reciprocal Peer Questioning. Tujuan dari teknik ini (Afrizal, 2014) adalah untuk membuat
diskusi diantara kelompok mahasiswa tentang materi tertentu. Untuk mendukung
pengembangan metode pembelajaran tersebut, metode asesmen yang tepat juga perlu
diterapkan. Penilaian hasil melalui Tugas, UTS dan UAS seperti yang diterapkan
sebelumnya, perlu diimbangi dengan penilaian proses. Oleh karena itu, diterapkan metode
“rekam jejak” untuk penilaian proses yang berperan dalam penentuan nilai akhir mahasiswa.
Dengan pengembangan proses pembelajaran dan metode asesmen pada matakuliah ini,
diharapkan learning outcomes yang diharapkan, baik dari segi hardskills maupun softskills
dapat dicapai.
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
72
ISBN: 978-602-60613-0-0
Metodologi dan Strategi Pencapaian Keluaran
a. Metode Penelitian
Metode penelitian yang diakukan adalah berupa penelitian tindakan kelas (classroom
action research). Penelitian Tindakan Kelas (PTK) (Suharsimi, 2016) adalah suatu
penelitian yang dilakukan oleh guru/dosen yang sekaligus bertindak sebagai peneliti di
kelasnya atau bersama-sama dengan orang lain (kolaborasi) dengan jalan merancang,
melaksanakan dan merefleksikan tindakan secara kolaboratif dan partisipatif. Tujuannya
adalah untuk memperbaiki atau meningkatkan mutu proses pembelajaran di kelasnya
melalui suatu tindakan dalam siklus. Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan dalam dua
siklus. Setiap siklus terdiri dari 4 tahap yang meliputi tahap perencanaan, pelaksanaan,
observasi dan refleksi. Tahap tindakan pada siklus kedua merupakan perbaikan dan
pengembangan dari siklus pertama, sehingga dalam penyusunannya harus
memperhatikan hasil refleksi pada siklus yang pertama. Secara skematis, siklus kegiatan
tindakan yang dilakukan dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1 Alur Penelitian Tindakan Kelas (Suharsimi, 2006)
b. Objek Penelitian
Objek penelitian ini adalah peserta kelas matakuliah Arsitektur dan Organisasi Komputer
pada Tahun Pengajaran Ganjil 2015/2016 di jurusan Sistem Komputer Fakultas
Teknologi Informasi Universitas Andalas. Jumlah peserta kelas matakuliah tersebut
berjumlah 58 orang, dimana 46 diantaranya adalah mahasiswa angkatan 2014
(mengambil matakuliah ini pertama kalinya) dan sisanya adalah mahasiswa angkatan
2013, 2012, 2011 dan 2010 (mengambil pertama kalinya atau mengulang).
c. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: (1) observasi, dan
(2) angket untuk mengetahui pendapat mahasiswa tentang proses pembelajaran Arsitektur
dan Organisasi Komputer menggunakan metode CoL.
d. Parameter PTK
Adapun kriteria keberhasilan penelitian tindakan kelas pada kuliah Arsitektur dan
Organisasi Komputer ini adalah :
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
73
ISBN: 978-602-60613-0-0
1. Tercapainya hasil pembelajaran seperti yang sudah ditetapkan pada RPS dimana
pengukurannya dilakukan dari perolehan Nilai Akhir A setidaknya oleh 25% dari
keseluruhan peserta, Nilai B 60% mahasiswa dan Nilai Akhir C oleh 12% mahasiswa
dan Nilai E dan D paling banyak oleh 3% mahasiswa.
2. Mahasiswa memberikan respon rata-rata pada kategori BAIK terhadap proses
perkuliahan yang diperoleh dari data angket respon mahasiswa.
Hasil dan Pembahasan
Sesuai dengan tahap-tahap pelaksanaan PTK yang terdapat pada Gambar 1, pelaksanaan
PTK dilakukan dengan dua siklus, masing-masing siklus melalui tahap perencanaan,
pelaksanaan, pengamatan dan refleksi.
Siklus 1
Proses pembejaran pada siklus 1 dilaksanakan pada pertemuan 2 sampai pertemuan 7.
a. Perencanaan pembelajaran
Pengembangan Metode Pembelajaran dan Asesmen Mahasiswa pada Matakuliah Arsitektur
dan Organisasi Komputer ini dimulai dengan pengembangan Rencana Pembelajaran (RPS).
Perbaikan RPS dilakukan dengan melengkapi elemen-elemen yang tidak ada pada RPS yang
lama.
Elemen-elemen yang ditambahkan pada RPS yang baru adalah:
1. Latar belakang matakuliah (belum ada pada RPS lama)
2. Deskripsi matakuliah (belum ada pada RPS lama)
3. Tujuan/capaian pembelajaran (sudah ada pada RPS lama tapi terlalu umum, pada belum
memasukkan elemen penguasaan ilmu dan keterampilan, peningkatan softskills dan
pembentukan tata nilai secara eksplisit)
4. Metode pembelajaran (sudah ada pada RPS lama tapi tidak menggambarkan peran
mahasiswa dan dosen secara terperinci)
5. Penilaian (menambahkan elemen penilaian softskills yang belum ada pada RPS lama)
6. Norma Akademik (tidak jauh berbeda dengan RPS lama)
7. Bahan, sumber informasi, dan referensi (menambahkan dan mengupdate referensi pada
RPS lama)
Selain itu, dalam penyusunan RPS baru, penulis menjadikan panduan yang ada pada CE
2004 (IEEE & ACM, 2004) tentang pembelajaran matakuliah Aristektur dan Organisasi
Komputer sebagai bahan pertimbangan. Pertimbangan tersebut diantaranya adalah: the need
for local adaptation, dimana kedalaman topik pembahasan perlu didefinisikan sedemikian
rupa sehingga dapat mencapai level abstraksi yang sesuai dengan kebutuhan. Karena
panduan matakuliah ini secara international tidak secara gamblang menetapkan jumlah SKS
tertentu yang diperlukan untuk matakuliah ini, maka perlu disesuaikan dengan kebutuhan
lokal terutama jumlah SKS matakuliah ini yang dialokasikan pada masing-masing
universitas. The need for adequate laboratory resources yang ditetapkan pada CE 2004 juga
perlu disiasati pada RPS sehingga topiknya dapat dijangkau dan dipahami sedemikian rupa
dengan keterbatasan fasilitas labor yang dimiliki. Panduan pada CE 2004 juga menekankan
pentingnya pengembangan softskills pada matakuliah ini terutama communication skills dan
teamwork skills.
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
74
ISBN: 978-602-60613-0-0
b. Pelaksanaan
1. Pengembangan metode pembelajaran
Teknis penerapan model CoL dengan modifikasi strategi Guided Reciprocal Peer
Questioning pada matakuliah ini dimulai dari dosen. Dosen mempersiapkan materi
perkuliahan berupa slide berbahasa Inggris. Pokok bahasan yang dimasukkan dalam slide
tersebut disesuaikan dengan pokok bahasan yang sudah ditetapkan pada RPS untuk setiap
pertemuannya. Pada awal semester, mahasiswa dibagi atas kelompok-kelompok yang
terdiri atas mahasiswa yang memiliki kemampuan beragam dan bertanggungjawab
sebagai presenter pada setiap pertemuan. Dalam satu pertemuan, terdapat 2 atau tiga
kelompok yang bertugas sebagai presenter. Sebelum presentasi, kelompok presenter
ditugaskan untuk menterjemahkan materi pada slide yang sudah disiapkan dan
mempelajari buku teks atau sumber lainnya terkait topik tersebut. Kelompok presenter
didorong untuk mengembangkan kreatifitas mereka dalam memodifikasi tampilan,
membuat animasi untuk mengilustrasikan konsep serta menambahkan informasi dalam
slide tersebut sehingga lebih menarik dan komunikatif. Dalam satu semester, setiap
anggota kelompok hanya mendapat giliran satu kali untuk melakukan presentasi.
Mahasiswa yang tidak sedang bertugas melakukan presentasi, diinstruksikan untuk
membaca dan mempelajari slide yang sama dan buku sumber agar dapat mengikuti materi
yang disampaikan oleh presenter dengan baik dan dapat memberikan pertanyaan yang
tidak hanya bersifat superficial. Sebelum setiap kelompok mulai memaparkan materinya,
dosen memberikan brainstorming dengan memberikan pertanyaan secara random pada
mahasiswa terkait topik sebelumnya dan topik yang akan disajikan oleh kelompok
penyaji. Setelah itu, dosen memberikan gambaran secara garis besar dan keterkaitan satu
materi dengan yang lainnya. Anggota grup yang bertugas mempresentasikan materi
secara bergantian, diikuti dengan komentar dan pertanyaan dari peserta kelas lainnya.
Grup presenter bertugas menjawab pertanyaan audiens. Di bagian akhir penampilan
setiap kelompok, dosen mengulas topik dengan memberikan penekanan pada bagian yang
tidak ter-cover dengan baik oleh penyaji.
2. Pelaksanaan asesmen mahasiswa
Penilaian terhadap capaian pembelajaran matakuliah Arsitektur dan Organisasi Komputer
mencakup penilaian proses dan penilaian hasil. Secara keseluruhan, aspek penilaian
terdiri atas UTS, UAS dan “rekam jejak”, dimana UTS dan UAS merupakan sumber
penilaian hasil. Sedangkan untuk penilaian proses, dilakukan dengan sistem “rekam
jejak” dimana pada setiap pertemuan dosen merekam peran aktif mahasiswa dalam
sebuah tabel. Tabel tersebut berisi elemen-elemen penilaian yang poinnya dapat
dikumpulkan mahasiswa selama proses pembelajaran. Elemen penilaian untuk
mahasiswa yang tergabung dalam kelompok yang bertugas sebagai penyaji dibagi atas
beberapa bagian, yaitu kualitas penterjemahan (trans), ruang lingkup pembahasan (cov),
kualitas penyajian (pres), dan kemampuan menjawab pertanyaan (answr). Sedangkan
bagi peserta, elemen penilaian adalah komentar atas penampilan kelompok penyaji
(comm), pengajuan pertanyaan (quest) dan penambahan informasi atau jawaban
pertanyaan yang sudah dijawab oleh penyaji (addinfo). Elemen penilaian proses lainnya
adalah nilai laporan percobaan yang dilakukan secara mandiri dengan menggunakan
software simulasi. Jumlah poin yang sudah dikumpulkan dapat dilihat mahasiswa saat
review topik pembahasan pada setiap pertemuannya. Dengan demikian mahasiswa dapat
melihat perkembangan hasil belajarnya dan akumulasi poin yang sudah mereka
kumpulkan. Sistem penilaian tersebut diharapkan dapat merubah sudut pandang
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
75
ISBN: 978-602-60613-0-0
mahasiswa tentang pentingnya berproses dalam rangka mencapai sebuah tujuan. Ujian
akhir tidaklah satu-satunya poin yang menentukan kesuksesan sebuah proses
pembelajaran.
Dari beberapa elemen penilaian yang sudah dijelaskan, terdapat aktifitas yang dapat
mengasah softskills mahasiswa, yaitu, communication skills (salah satunya melalui
presentasi dan pengajuan pertanyaan) serta teamwork skills (diasah oleh mahasiswa ketika
mempersiapkan dan mengerjakan tugas presentasi kelompok). Kegiatan tersebut juga
mengasah self control mahasiswa, dimana penyaji harus siap dikritik oleh peserta tentang
kinerja kelompoknya saat presentasi. Selain itu, sesi kritik dan saran yang dilakukan setelah
penyajian masing-masing kelompok dapat mengasah kemampuan mahasiswa dalam
memberikan kritik dengan Bahasa yang tepat. Elemen-elemen penilaian tersebut terintegrasi
dalam penilaian “rekam jejak” yang dilakukan pada matakuliah ini. Dengan demikian, selain
dapat memahami topik dengan baik, mahasiswa sekaligus dapat mengasah softskillsnya.
Tabel 1 Elemen Penilaian Proses dan Jangkauan Nilai Kode
Elemen
Elemen Penilaian Peran Jangkauan
Nilai
Keterangan
a. Terjemahan slide (trans) Penyaji 0 – 100 Nilai Kelompok
b. Ruang Lingkup pembahasan (mat) Penyaji 50 – 100 Nilai kelompok
c. Penyajian (pres) Penyaji 50 – 100 Nilai Individu
d. Kemampuan menjawab pertanyaan (answr) Penyaji 1 - 5 Nilai Individu
e. Pemberian Komentar (comm) Audiens 1-3 Nilai Individu
f. Pengajuan pertanyaan (quest) Audiens 1-5 Nilai Individu
g. Menambahkan jawaban atas pertanyaan audien
lain atau dosen saat review materi (addinfo)
Audiens 1-5 Nilai Individu
𝐍𝐢𝐥𝐚𝐢 𝐩𝐫𝐨𝐬𝐞𝐬
=𝐭𝐫𝐚𝐧𝐬 + 𝐦𝐚𝐭 + 𝐩𝐫𝐞𝐬 + 𝐚𝐧𝐬𝐰𝐫 + 𝐜𝐨𝐦𝐦 + 𝐪𝐮𝐞𝐬𝐭 + 𝐚𝐝𝐝𝐢𝐧𝐟𝐨
𝟑
Presentasi kelompok beserta elemen-elemen penilaian yang tercakup didalamnya, nilai UTS
dan nilai UTS, masing-masing berkontribusi 30% dari penentuan nilai akhir. Sedangkan
10% persen lainnya dialokasikan untuk nilai tugas yang dikerjakan mahasiswa.
c. Pengamatan
Bersamaan dengan proses pelaksanaan metode pembelajaran CoL pada matakuliah ini,
pengampu melakukan pengamatan terhadap jalannya pelaksanaan tersebut. Tujuan dari
pengamatan ini adalah untuk mengetahui bagaimana pengaruh penerapan metode
pembelajaran CoL terhadap perkembangan beberapa aspek proses pembelajaran dan metode
asesmen yang diterapkan. Pengamatan difokuskan pada seberapa jauh realisasi RPS yang
sudah dibuat, persentase jumlah mahasiswa yang mempelajari topik terkait setiap
pertemuan, tingkat respon dan partisipasi mahasiswa dalam proses pembelajaran,
perkembangan softskills mahasiswa terkait keterampilan berkomunikasi dan bekerja dalam
kelompok, bertanggungjawab dan terbuka terhadap kritik.
d. Refleksi
Refleksi dilaksakan terhadap kekurangan atau kelemahan yang terjadi dalam pelaksanaan
model CoL yang diterapkan, dan selanjutnya dilaksanakan langkah perbaikan.
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
76
ISBN: 978-602-60613-0-0
1. Secara garis besar realisasi RPS dalam hal cakupan pembelajaran dapat tercapai, akan
tetapi dalam hal kedalaman pembahasan tidak sesuai dengan yang diharapkan, karena ada
kelompok presenter yang menghilangkan bagian-bagian slide yang harus dibahas.
2. Mengingat matakuliah ini sarat dengan konsep dasar dan kaya dengan istilah-istilah yang
mungkin baru bagi mahasiswa, maka sangat penting untuk memastikan bahwa mahasiswa
sudah mempelajari topik yang akan dibahas sebelum pertemuan kuliah terkait. Hal ini
dapat diketahui langsung dari jawaban mahasiswa ketika ditanyakan, kualitas pertanyaan
yang mereka lontarkan pada presenter, maupun kemampuan untuk memberikan informasi
tambahan disaat ada pertanyaan yang tidak terjawab oleh presenter. Pada pertemuan 2
dan 3, persentase mahasiswa yang membaca buku teks terkait topik yang dibahas masih
rendah.
3. Respon dan partisipasi mahasiswa dalam kuliah ini dapat diamati dari antusiasme
mahasiswa dalam memberikan kritik, masukan pertanyaan dan menambahkan jawaban
dalam proses pembelajaran. Ada kecendrungan bahwa respon dan partisipasi dalam kelas
terbatas pada orang yang cendrung sama dan dalam persentasi yang cukup kecil.
4. Sebagian mahasiswa yang sudah mau berpartisipasi masih kaku dan kesulitan dalam
mengungkapkan pendapatnya.
5. Masih ada mahasiswa yang datang terlambat bahkan setelah beberapa puluh menit setelah
kuliah dimulai.
Siklus 2
Untuk memperbaiki kekurangan dan meningkatkan pencapaian pada siklus I, maka dibuat
perencanaan untuk siklus 2 dibuat sebagai berikut:
1. Pengampu perlu mengingatkan mahasiswa untuk tidak menghilangkan bagian yang sudah
diberikan
2. Pada setiap akhir pertemuan pengampu tidak lupa memotivasi mahasiswa untuk
mempelajari materi tersebut sebelum dibahas di kelas.
3. Pengampu memotivasi mahasiswa untuk lebih aktif dan memberikan reward untuk setiap
aktifitas seperti kritik, saran, pertanyaan dan penambahan informasi yang diberikan
mahasiswa terkait topic yang sedang dibahas.
4. Pengampu melarang dan tidak membiarkan satu mahasiswa yang berpartisipasi aktif
diolok-olok oleh mahasiswa lain,
5. Memperkecil batas toleransi keterlambatan.
Proses pembelajaran pada siklus 2 dimulai pada pertemuan 8 sampai 14. Kegiatan
pembelajaran pada siklus ini hampir sama dengan siklus 1.
Pencapaian Parameter PTK
Berdasarkan parameter PTK yang sudah ditetapkan, diketahui bahwa pencapaian hasil
pembelajaran yang diketahui dari persentase nilai yang diperoleh mahasiswa belum
maksimal. Persentase nilai hasil mid semester adalah nilai A 19% mahasiswa, nilai B oleh
32%. Dalam perolehan nilai yang tergolong gagal yaitu nilai D dan E, parameter PTK
tercapai, dimana hanya 2% mahasiswa yang mendapatkan nilai tersebut, selebihnya nilai
yang peroleh adalah C. Hal ini dapat terlihat pada gambar 2.
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
77
ISBN: 978-602-60613-0-0
Gambar 2 : Perbandingan parameter PTK dengan realisasi siklus 1
Belum tercapainya parameter PTK dalam hal nilai ini dapat disebabkan oleh beberapa hal :
1) belum optimalnya penerapan CoL pada proses pembelajaran, 2) penetapan target nilai
yang terlalu tinggi, 3) Belum sesuainya reward yang diberikan pada mahasiswa disaat
pemberian nilai “rekam jejak”, 4) Soal dan penilaian UTS yang belum seimbang.
Pemberian angket respon mahasiswa tentang penerapan metode pembelajaran CoL
dilakukan pada pertemuan akhir semester. Hasil pengolahan angket pada Gambar 3 dapat
dijadikan sebagai gambaran, dimana,
Gambar 3 Angket Respon Mahasiswa
Pe
rse
nta
se
Nilai
Chart Title
Parameter PTK
Realisasi
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
78
ISBN: 978-602-60613-0-0
Kesimpulan
1. Penerapan Metode Pembelajaran Collaborative Learning (CoL) dalam proses
pembelajaran matakuliah Arsitektur dan Organisasi Komputer dapat meningkatkan
prestasi belajar mahasiswa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada siklus 1 hasil
belajar mahasiswa belum tercapai sesuai dengan parameter PTK, tapi menunjukkan
tingkat ketidaklulusan yang sangat kecil, dibawah 3 persen.
2. Peningkatan softskills mahasiswa dapat berkembang dengan penerapan metode CoL,
terbukti dari respon mahasiswa yang memberikan nilai rata-rata baik pada angket yang
yang disebarkan, terutama komponen yang terkait dengan keterampilan berkomunikasi
(communicative skills), keterampilan berpikir dan menyelesaikan masalah (thinking
skills and problem solving skills), kekuatan kerja tim (team work force).
Daftar Pustaka
Afrizal, dkk (2014), Panduan Praktis Pelaksanaan Student Centered Learning (SCL):
Meningkatkan interaksi mahasiswa dan dosen dalam pembelajaran, LP3M Unand.
Arikunto, Suharsimi (2006). Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara
Barkley dkk, (2012). Collaboratives Learning Technique. Jakarta: Nusa Media.
FTI Unand (2014), Buku Pedoman Akademik 2014/2015, FTI Unand
IEEE & ACM (2004), Computer Engineering 2004: Curriculum Guidelines for
Undergraduate Degree Programs in Computer Engineering, National Science Foundation,
USA
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
79
ISBN: 978-602-60613-0-0
Penerapan Metode Delphi dalam Perumusan Instrumen Audit Mutu
Internal Program Sarjana Universitas Andalas
Nilda Tri Putri1, Difana Meilani2, Ratri Fradinda Wulan 3
1Universitas Andalas
Jln. Limau Manis, Pauh, Kota Padang, Sumatera Barat
Email: [email protected] 2Universitas Andalas
Jln. Limau Manis, Pauh, Kota Padang, Sumatera Barat
Email: [email protected] 3Universitas Andalas
Jln. Limau Manis, Pauh, Kota Padang, Sumatera Barat
Email: [email protected]
Abstrak
Penetapan Standar mutu internal yang dijadikan pedoman dalam melaksanakan
aktivitas pendidikan pada perguruan tinggi harus ditujukan pada pemenuhan
Standar Nasional Perguruan Tinggi (SNPT) dan peningkatan mutu secara
berkelanjutan. Seiring dengan telah ditetapkannya Universitas Andalas dan
beberapa prodi berakreditasi A oleh Badan Akreditasi Nasional Perguruan
Tinggi (BAN-PT) yang mendorong peningkatan mutu ke tingkat internasional,
serta telah ditetapkannya SNPT terbaru melalui Permenristek Dikti No. 44
tahun 2015, Universitas Andalas perlu merevisi standar mutu internal khususya
instrumen audit mutu yang saat ini diterapkan agar sesuai dengan SNPT terbaru
dan sebagai persiapan untuk melaksanakan akreditasi internasional. Penelitian
ini bertujuan untuk menghasilkan instrumen audit mutu program sarjana usulan
yang dirancang dengan mengadaptasi kriteria penilaian yang digunakan oleh
lembaga akreditasi perguruan tinggi yaitu BAN-PT, Asean University Network
of Quality Assurance (AUN-QA) dan Accreditation Board for Engineering and
Technology (ABET) serta disesuaikan dengan SNPT 2015. Perumusan standar
mutu usulan dilakukan dengan metode Delphi dengan melibatkan beberapa ahli
dibidang penjaminan mutu Universitas Andalas. Instrumen audit mutu internal
usulan yang dihasilkan terdiri dari 8 standar, 45 komponen dan 128 kriteria
penilaian.
Kata Kunci: Instrumen Audit, Kriteria Penilaian, Delphi
Pendahuluan
Perguruan tinggi sebagai salah satu lembaga pendidikan tinggi memiliki kewajiban untuk
melaksanakan Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) yang ditujukan sebagai salah satu
usaha untuk menjamin dan meningkatkan mutu perguruan tinggi. Dalam buku Sistem
Penjaminan Mutu Perguruan Tinggi (2010) dijelaskan bahwa penerapan SPMI pada sebuah
perguruan tinggi lazimnya terbagi menjadi 4 bagian, yaitu penetapan standar, pelaksanaan
standar, pengendalian pelaksanaan standar dan pengembangan atau peningkatan standar.
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
80
ISBN: 978-602-60613-0-0
Penetapan standar dapat dilakukan dengan berbagai macam cara dan berpedoman pada
lingkup standar yang digunakan oleh lembaga akreditasi perguruan tinggi seperti BAN-PT,
AUN-QA, maupun ABET, selama masih ditujukan sebagai pemenuhan SNPT sebagai
standar minimal dan sesuai dengan visi misi perguruan tinggi.
Pelaksanaan standar mutu yang ditetapkan oleh perguruan tinggi dievaluasi melalui audit
mutu internal. Pelaksanaan audit dilakukan untuk mengetahui apakah kegiatan pendidikan
yang dilaksanakan telah sesuai dengan standar yang ditetapkan. Hasil dari audit mutu
internal yang menggambarkan kondisi mutu masing-masing unit kerja yang diaudit dapat
dijadikan pertimbangan dalam menentukan usaha perbaikan mutu yang harus dilaksanakan,
dan pada akhirnya sebagai bahan untuk mengevaluasi standar mutu itu sendiri.
Pelaksanaan SPMI di Universitas Andalas saat ini dilaksanakan oleh Lembaga
Pengembangan Pendidikan dan Penjaminan Mutu (LP3M) yang telah menetapkan standar
mutu internal dan mengevaluasi penerapannya melalui audit mutu internal secara berkala.
Standar mutu dan instrumen yang digunakan dalam pelaksanaan audit disusun berdasarkan
SNPT DIKTI dan kriteria penilaian yang digunakan oleh Badan Akreditasi Nasional
Perguruan Tinggi (BAN-PT). Melibatkan standar mutu dan kriteria penilaian yang
digunakan oleh BAN-PT dalam penyusunan standar mutu dan instrumen audit mutu internal
ini ditujukan agar tingkat pencapaian mutu masing-masing unit kerja khususnya prodi
berdasarkan standar penilaian BAN-PT dapat didentifikasi melalui pelaksanaan audit mutu
internal, yang dapat dijadikan pertimbangan untuk menghadapi akreditasi oleh BAN-PT
nantinya.
Seiring dengan keberhasilan Universitas Andalas serta beberapa prodi dalam meraih
akreditasi A yang ditetapkan oleh BAN-PT, ditambah dengan salah satu rencana strategis
Universitas Andalas yang menargetkan tata kelola dan pembelajaran yang dilaksanakan
dapat memenuhi standar kualitas AUN-QA dan telah dimulainya persiapan bagi Fakultas
Teknik untuk meraih akreditasi ABET maka dirasa perlu untuk meningkatkan standar mutu
internal yang saat ini digunakan sebagai salah satu usaha untuk mewujudkan renstra dan
mendorong masing-masing unit kerja untuk dapat lebih meningkatkan mutunya.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan dalam meningkatkan standar mutu internal
Universitas Andalas adalah dengan merevisi instrumen audit mutu internal yang saat ini di
gunakan dengan mengadaptasi tidak hanya kriteria penilaian yang digunakan oleh BAN-PT,
tetapi juga kriteria penilaian yang digunakan ABET dan AUN-QA, sehingga dalam
pelaksanaan audit nantinya, kondisi pelaksanaan standar dari sudut pandang AUN-QA dan
ABET juga dapat teridentifikasi dan dijadikan pedoman dalam meningkatkan mutu. Selain
itu, penetapan SNPT yang baru melalui Permenristek DIKTI nomor 44 tahun 2015, juga
menjadi salah satu alasan perlunya dilakukan revisi terhadap standar mutu khususnya
instrumen audit yang digunakan untuk memastikan standar mutu dan instrumen audit yang
digunakan telah sesuai dan dapat memenuhi SNPT yang telah diperbaharui.
Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan sebuah instrumen audit mutu usulan untuk
pelaksanaan audit mutu program sarjana Universitas Andalas yang mengadaptasi kriteria
penilaian yang digunakan oleh BAN-PT, AUN-QA dan ABET dalam melaksanakan proses
akreditasi dan sertifikasi perguruan tinggi, dan disesuaikan dengan SNPT terbaru.
Perumusan instrumen audit mutu internal usulan ini dilakukan dengan metode Delphi
dengan melibatkan beberapa orang ahli dibidang penjaminan mutu Universitas Andalas.
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
81
ISBN: 978-602-60613-0-0
Metodologi Penelitian
Metode Deplhi yang digunakan dalam perumusan instrumen audit mutu internal ini
merupakan sebuah metode yang secara iterative mengumpulkan pendapat ahli menggunakan
kuesioner mengenai permasalahan tertentu hingga dicapai sebuah kesepakatan yang
disetujui oleh setiap ahli dalam panel (Skulmoski, Hartman dan Krahn, 2007). Turoff dan
Linstone (2002) secara lebih rinci menjelaskan tentang penerapan metode Delphi
konvesional yang terdiri dari beberapa ronde dimana pada setiap ronde masing-masing
responden akan memberikan pendapat mengenai permasalahan yang disampaikan melalui
kuesioner. Ciri yang membedakan Delphi dengan metode pengambil keputusan berdasarkan
pendapat ahli lainya adalah kerahasiaan identitas ahli yang menjadi responden, sehingga
metode ini dapat dilakukan hanya menggunakan kuesioner dan diskusi terpisah bersama
masing-masing responden tanpa harus mengumpulkan semua responden pada satu waktu
dan tempat yang sama seperti halnya pada metode focus group discussion, serta adanya
iterasi-iterasi yang memungkinkan masing-masing responden untuk memperbaiki pendapat
yang telah diberikan berdasarkan pendapat-pendapat responden lain yang telah disimpulkan
pada ronde sebelumnya.
Delphi pada peneilitian ini terdiri dari dua fase, dimana fase pertama bertujuan untuk
memilih kriteria penilaian yang telah diidentifikasi dengan mengadaptasi kriteria penilaian
AUN-QA, ABET dan BAN-PT serta disesuaikan dengan SNPT 2015. Pada ronde pertama
dalam fase pertama, responden akan diberikan rumusan instrumen yang disusun dalam
bentuk kuesioner cut off point untuk memilih kriteria penilaian. Cut off point sendiri
merupakan sebuah metode yang sering digunakan untuk memilih kriteria berdasarkan
pendapat ahli dengan cara memberikan indeks berupa skala kepentingan untuk masing-
masing kriteria yang akan dipilih (Jannah dan Wahyu, 2013). Penentuan kriteria terpilih
dilakukan berdasarkan sebuah nilai (cut off point) yang dihitung dari rata-rata skala penilaian
yang diberikan ahli untuk setiap kriteria. Kriteria terpilih merupakan kriteria yang memiliki
nilai rata-rata di atas cut off point. Adapun rumus yang digunakan untuk menghitung cut off
point ini adalah sebagai berikut:
Cut off point = (𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑎𝑙 𝑑𝑖𝑎𝑛𝑡𝑎𝑟𝑎 𝑟𝑎𝑡𝑎−𝑟𝑎𝑡𝑎) +(𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑚𝑖𝑛𝑖𝑚𝑎𝑙 𝑑𝑖𝑎𝑛𝑡𝑎𝑟𝑎 𝑟𝑎𝑡𝑎−𝑟𝑎𝑡𝑎)
2 …(1)
Responden juga akan diberikan kesempatan untuk menambahkan kriteria penilaian yang
dirasa perlu namun belum tercakup dalam instrumen yang diusulkan. Hasil yang diperoleh
pada ronde pertama dirangkum dan ditampilkan pada ronde selanjutnya. Ronde akan
diulangi hingga kesepakatan tercapai dan proses dilanjutkan ke fase kedua dari Delphi.
Fase kedua bertujuan untuk merumuskan rubrik penilaian untuk masing-masing kriteria
penilaian terpilih pada fase pertama. Pada fase ini, rubrik penilaian yang ditentukan untuk
masing-masing kriteria disebarkan kembali pada responden untuk mengetahui apakah
rumusan masih memerlukan perbaikan lebih lanjut. Langkah-langkah penelitian yang
dilakukan ditampilkan dalam bentuk flowchart pada gambar 1.
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
82
ISBN: 978-602-60613-0-0
Mulai
Identifikasi kriteria
penilaian usulan
Fase 1 Delphi
(Pemilihan kriteria penilaian)
Ø Kriteria dan sub kriteria yang telah
diidentifikasi disusun membentuk
kuesioner cut off point
Ø Partisipan diminta untuk
memberikan pendapatnya melalui
skala 1,2, dan 3 serta diperbolehkan
menambahkan sub kriteria penilaian
yang dianggap penting
Ø Sub kriteria yang memiliki rata-rata
dibawah cut off point dieliminasi
Fase 2 Delphi
(Penentuan Rubrik Penilaian)
Ø Bentuk akhir dari instrumen audit
mutu internal yang telah dilengkapi
dengan rubrik penilaian disebarkan
pada respnden untuk
mengidentifikasi apakah diperlukan
perbaikan lebih lanjut
Instrumen
audit mutu
internal
SNPT
2015
Kriteria
BAN-PT,
AUN-QA
dan ABET
Selesai
Gambar 1 Flowchart Metodologi penelitian
Pelaksanaan Penelitian
Tahap pertama yang dilakukan adalah pengumpulan data kriteria penilaian BAN-PT, AUN-
QA dan ABET. Kriteria penilaian yang dikumpulkan berjumah 186 kriteria, yang terdiri dari
99 kriteria penilaian BAN-PT diperoleh dari borang penilaian akreditasi program sarjana
BAN-PT versi (04-08-2010, 50 keriteria penilaian AUN-QA pada level prodi yang diperoleh
dari Guide to. AUN-QA Assessment at Programme Level 3rd Version 2016 dan 37 General
criteria ABET yang diperoleh dari Program Evaluator Worksheet (PEV) ABET.
Tahap selanjutnya adalah pengidentifikasian kriteria penilaian yang akan menyusun
rumusan instrumen audit mutu internal usulan. Pengidentifikasian dilakukan dengan
membandingkan antara kriteria AUN-QA dan ABET dengan kriteria penilaian BAN-PT,
apakah terdapat kriteria yang memiliki arti yang sama atau telah tercakupi penilaiannya
dalam kriteria BAN-PT. Hasil perbandingan ini kemudian divalidasi menggunakan teknik
face validation bersama 2 orang ahli yang dipilih berdasarkan pengetahuan mengenai AUN-
QA dan ABET yang dimiliki serta pengalaman pelatihan mengenai persiapan akreditasi
sehingga cocok untuk dijadikan validator pada tahap ini. Kedua ahli tersebut adalah:
1. Dedison Gasni, Ph.D selaku Ketua persiapan akrediasi ABET FT-UNAND.
2. dr. Nur Afrainin Syah, M.Med.Ed, Ph.D selaku Ketua Tim AUN-QA/ Ketua Tim
Pengembangan Kurikulum Tahap Akademik - Medical Education Unit FK UNAND.
Kriteria yang telah divalidasi kemudian digabungkan dengan kriteria BAN-PT dan
dikelompokaan kedalam kriteria dan standar mutu BAN-PT membentuk rumusan instrumen
audit mutu usulan. Untuk kriteria AUN-QA dan ABET yang tidak tercakup dalam kriteria
BAN-PT akan membentuk kriteria ataupun standar baru dalam rumusan instrumen audit
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
83
ISBN: 978-602-60613-0-0
mutu usulan. Rumusan instrumen audit mutu usulan yang dihasilkan pada tahap ini terdiri
dari 8 standar, 44 komponen dan 127 kriteria penilaian.
Tahap selanjutnya adalah menyesuaikan rumusan instrumen audit mutu internal usulan
dengan SNPT 2015. Berdasarkan wawancara yang dilakukan dengan salah seorang ahli
dibidang penjaminan mutu Universitas Andalas yaitu Prof. Dr. Mansyurdin, MS,
disimpulkan bahwa rumusan instrumen audit mutu internal usulan secara keseluruhan telah
sesuai dengan SNPT 2015, dan sebagian besar standar dan ketentuan yang dinyatakan dalam
SNPT 2015 telah tercakupi dalam rumusan instrumen audit mutu internal yang diusulkan.
Beberapa penyesuaian yang perlu dilakukan berdasarkan hasil diskusi antara lain adalah
perubahan penggunaan istilah dan penjabaran dari komponen kompetensi lulusan. Pada
salah satu sub kriteria yang diadaptasi dari BAN-PT, struktur kompetensi lulusan dijabarkan
dalam kompetensi utama, pendukung dan lainnya, sementara pada SNPT 2015 kompetensi
lulusan telah diperbaharui penjabarannya melalui capaian pembelajaran lulusan yang terdiri
dari aspek sikap, pengetahuan, keterampilan umum dan khusus. Selain perubahan istilah dan
perbaikan beberapa komponen ini, beberapa kriteria dan sub kriteria yang teridentifikasi
dalam SNPT 2015 juga ditambahkan ke dalam rumusan insturmen audit mutu internal
usulan, sehingga jumlah kriteria dan sub kriteria rumusan instrumen audit mutu internal
usulan bertambah menjadi 45 komponen dan 138 kriteria penilaian.
Rumusan instrumen audit mutu internal yang telah disesuaikan dengan SNPT 2015
selanjutnya disusun untuk membentuk kuesioner cut off point untuk disebarkan pada ronde
pertama Delphi. Ahli yang terlibat sebagai partisipan dalam proses Delphi ini adalah 5 orang
ahli yang merupakan tim perumus atau pernah terlibat sebagai tim perumus standar mutu
Universitas Andalas yang dianggap telah memiliki pengalaman untuk menilai dan
menentukan butir mutu yang diperlukan untuk diterapkan di Unand. Kelima ahli tersebut
adalah sebagai berikut:
1. Prof. Dr. Mansyurdin, MS
2. Nilda Tri Putri, Ph.D
3. Dedison Gasni, Ph.D
4. Dr. Yulia Hendri Yeni, SE, MT, AK
5. Dr. Ing. Agus Sutanto
Pada ronde pertama, masing-masing ahli diminta untuk memberikan pendapat mereka dalam
dua hal. Pertama, masing-masing responden diminta untuk memberikan pendapat mereka
terkait tingkat kepentingan masing-masing kriteria untuk dinilai dalam pelaksanaan audit
melalui skala 1 untuk pernyataan tidak setuju bahwa kriteria tersebut penting untuk dinilai
dalam pelaksanaan audit, 2 untuk kurang setuju bahwa kriteria tersebut penting untuk dinilai
dalam audit dan 3 untuk pernyataan setuju bahwa kriteria tersebut penting untuk dinilai
dalam pelaksanaan audit. Kedua, jika jika terdapat penggunaan istilah, atau pernyataan pada
kriteria yang menurut responden perlu diperbaiki, maka dipersilahkan untuk menuliskan
pendapatnya pada kriteria yang dimaksud. Pada ronde ini, responden juga diperbolehkan
untuk menambahkan kriteria penilaian yang dianggap penting namun belum tercakup dalam
instrumen yang diajukan.
Berdasarkan hasil rekapitulasi rata-rata tingkat kepentingan kriteria penilaian yang
ditampilkan pada gambar 2, dapat dilihat bahwa nilai rata-rata maksimal adalah 3 dan nilai
rata-rata minimal adalah 2. Dengan demikian, cut off point yang diapatkan adalah sebesar
2,5.
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
84
ISBN: 978-602-60613-0-0
Gambar 2 Diagram Rekapitulasi Rata-rata Tingkat Kepentingan Kriteria Penilaian
Terdapat 10 kriteria yang memiliki nilai rata-rata di bawah nilai cut off point sehingga
kesepuluh kriteria tersebut dieliminasi dari rumusan instrumen audit mutu usulan.
Disamping itu, tidak ada responden yang mengusulkan penambahan kriteria penilaian
sehingga perbaikan yang dilakukan pada ronde 1 ini hanyalah pengurangan jumlah kriteria
penilaian menjadi 128 kriteria dan perbaikan pada beberapa istilah yang digunakan.
Rumusan instrumen audit yang telah diperbaiki pada ronde 1 yang terdiri dari 8 standar, 45
komponen penilaian dan 128 kriteria penilaian beserta kesimpulan yang diperoleh kembali
disebarkan kepada responden pada ronde kedua. Pada ronde kedua ini, responden diminta
untuk menilai instrumen audit yang telah direvisi pada ronde 1, apakah responden setuju
dengan perbaikan yang diberikan, dan apakah masih terdapat beberapa perbaikan yang perlu
dilakukan. Semua ahli telah sepakat dengan rumusan yang diajukan pada ronde kedua
sehingga perumusan instrumen audit mutu usulan dilanjutkan pada fase kedua yaitu
perumusan rubrik penilaian untuk masing-masing kriteria.
Kuesioner ronde 3 dalam fase kedua berisikan rumusan instrumen audit mutu internal usulan
yang telah dilengkapi dengan rubrik penilaian untuk masing-masing kriteria penilaian.
Penentuan rubrik penilian untuk masing-masing kriteria penilaian dilakukan dengan
mengadaptasi rubrik penilaian BAN-PT dan melalui diskusi dengan dua orang ahli dari tim
perumus, yaitu Nilda Tri Putri, Ph.D dan Dr. Yulia Hendri Yeni, SE, MT, Ak. Kuesioner
ronde ketiga ini kemudian kembali disebarkan kepada responden, dimana masing-masing
responden diminta untuk memberikan pendapatnya mengenai rubrik yang telah dirumuskan,
apakah diperlukan perbaikan atau telah sepakat dengan rumusan instrumen yang diusulkan.
Hasil yang diperoleh pada ronde ketiga menunjukkan tidak ada saran perbaikan lebih lanjut
maupun sanggahan terhadap instrumen yang diajukan, yang menunjukkan bahwa kesemua
responden telah sepakat dengan rumusan instrumen yang diajukan pada ronde 3 yang terdiri
dari 8 standar, 45 komponen dan 128 kriteria penilaian. Penjabaran secara singkat mengenai
instrument audit mutu internal usulan ditampilkan pada tabel 1.
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
85
ISBN: 978-602-60613-0-0
Tabel 1. Ringkasan Instrumen Audit Mutu Internal Usulan
STANDAR PENJELASAN
Visi, Misi, Tujuan,
Sasaran dan Strategi
Pencapaian
Standar ini terdiri dari 3 sub kriteria penilaian yang meliputi penilaian
kejelasan, kerelistikan dan pemahaman visi misi, tujuan dan sasaran prodi
yang kurang lebih sama dengan kriteria penilaian pada standar yang sama
dalam BAN-PT, ditambah satu kriteria penilaian mengenai spesifikasi
prodi yang diadaptasi dari kriteria penilaian AUN-QA
Kompetensi lulusan Standar kompetensi lulusan merupakan standar tambahan yang berisi 3
kriteria penilaian yaitu profil lulusan, kompetensi lulusan dan capaian
pembelajaran lulusan. Masing-masing sub kriteria penilaian ini
dirumuskan bedasarkan kriteria penilaian ABET dan AUN-QA serta
beberapa ketentuan dalam SNPT 2015. Hal-hal yang dinilai pada standar
ini antara lain konsistensi antara capaian pembelajaran,kompetensi
lulusan (profil prodi) dengan KKNI dan visi misi prodi
Tata Pamong,
Kepemimpinan,
Sistem Pengelolaan
dan Penjaminan
Mutu
Standar ini terdiri dari 6 kriteria penilaian yang menilai seputar
pelaksanaan pengelolaan prodi, seperti kepemimpinan, sistem
pengelolaan fungsional, penjaminan mutu, proses pelaksanaan umpan
balik, dan upaya keberlanjutan. Kriteria penilaian pada standar ini sama
dengan standar penilaian BAN-PT, dengan penambahan 1 sub kriteria
mengenai keleluasaan prodi dalam menjalankan pengelolaan pada kriteria
pengelolaan fungsional dan operasional.
Mahasiswa dan
Lulusan
Standar ini terdiri dari 7 kriteria penilaian yang meliputi proses
penerimaan mahasiswa, pelayanan yang diberikan kepada mahasiswa,
profil mahasiswa dan lulusan serta umpan balik dari alumni
Sumber daya
manusia
Standar sumber daya manusia terdiri dari 6 kriteria penilaian yang
meliputi sistem penerimaan SDM, kualifikasi dan kompetensi dosen dan
tenaga kependidikan, serta jumlah, rasio dan upaya peningkatan
kompetnsi yang dirumuskan sesuai dengan standar SDM BAN-PT
Kurikulum,
Pembelajaran, dan
Suasana Akademik
Standar ini terdiri dari 8 kriteria penilaian sesuai kriteria penilaian BAN-
PT dan 3 standar tambahan yang dirumuskan dari ABET dan AUN-QA.
Adapun hal hal yang dinilai pada standar ini antara lain perumusan,
kelengkapan dan isi kurikuum, perencanaan, pelaksanaan dan penilaian
proses pembelajaran, evaluasi pelaksanaan pembimbingan akademik dan
tugas akhir, kelulusan mahasiswa serta penciptaan susasana akademik.
Pembiayaan, sarana
dan prasarana serta
sistem informasi
Standar ini terdiri dari 5 kriteria penilaian yang menilai seputar
pembiayaan prodi mulai dari keterlibatan prodi dalam merancang target
kinerja, dana operasional, dana penelitian dan PKM, sarana , prasarana
dan sistem informasi yang dimiliki prodi untuk mendukung pelaksanaan
pembelajaran, serta 1 standar tambahan mengenai lingkungan prodi yang
sub kriterianya dirumuskan dari kriteria penilaian AUN-QA
Penelitian,
Pelayanan/
Pengabdian kepada
masyarakat dan kerja
sama
Standar ini terdiri dari 3 kriteria penilaian, yaitu produktifitas hasil
penelitian dan pengabdian kepada masyarakat yang dilaksanakan dosen,
keterlibatan mahasiswa dalam kegiatan tersebut, serta jumlah dan mutu
kerja sama yang ditindaklanjuti oleh prodi
Penutup
Pelaksanaan sistem penjaminan mutu internal di perguruan tinggi merupakan suatu kegiatan
penetapan, pelaksanaan dan peningkatan standar mutu yang dilakukan secara terus menerus
untuk memenuhi SNPT dan ekspektasi stakeholder perguruan tinggi. Pelaksanaan audit
mutu internal memegang peran penting dalam SPMI sebuah perguruan tinggi yang
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
86
ISBN: 978-602-60613-0-0
merupakan evaluasi dari pelaksanaan standar mutu yang telah ditetapkan. Salah satu metode
yang dapat digunakan dalam penetapan standar mutu internal atau yang dalam penelitian ini
instrumen audit mutu internal, adalah metode Delphi. Metode Delphi memungkinkan
perumusan instrumen audit mutu dilakukan tanpa mengadakan pertemuan yang harus
dihadiri oleh setiap tim perumus, namun tetap menghasilkan sebuah instrumen yang
disepakati dan merangkum pendapat dari masing-masing tim perumus. Penelitian ini
menghasilkan sebuah instrumen audit mutu internal usulan yang terdiri dari 8 standar, 45
kriteria penilaian komponen dan 128 kriteria penilaian yang telah disepakati oleh ahli di
bidang penjaminan mutu internal Universitas Andalas sebagai responden dalam penelitian
ini.
Daftar Pustaka
Accreditation Board of Engineering and Technology. (2016). Program Evaluator Worksheet
(PEV). Diakses pada www.abet.org
Asean University Network . (2015). Guide To AUN Actual Quality Asessment At Programme
Level Version 3. AUN Secretariat: Thailand
Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi.(2010). Borang penilaian akreditasi program
sarjana BAN-PT versi (04-08-2010). Diakses pada www.ban-pt.kemendiknas.go.id
Jannah, L., dan Wahyu, E. (2013). Kombinasi Metode AHP dan Metode Cut off point dalam
Pemilihan Sistem Informasi Manajemen di RSUI Madinah Kasembon Malang.
Kementrian Pendidikan Nasional, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (2010). Sistem
Penjaminan Mutu Perguruan Tinggi (SPM-PT)
Skulmoski, G.J, Hartman F,T dan Krahn, J. (2007). The Delphi Method for graduate
Research, Journal of Information Technology Education Vol 6.
Turoff, M, and Linstone, H.A (Ed.) (2002). The Delphi Method, Techniques and Application.
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
87
ISBN: 978-602-60613-0-0
Penerapan Metode Project-Motivated Learning
pada Mata Kuliah Matematika Dasar
Mahdhivan Syafwan
Jurusan Matematika FMIPA Universitas Andalas
Kampus Unand Limau Manis, Padang 25163, Indonesia
Email: [email protected]
Abstract
In this article, we discuss an implementation of a teaching innovation method
called Project-Motivated Learning (PMvL) to the course of Elementary
Mathematics, which is taught in the Department of Biology Andalas University
in semester I for the academic year 2015/2016. This method is basically adopted
from the Project-Based Learning (PBL) method. However, in our case, the
projects are aimed to solely trigger the motivation of the students. The PMvL
method is developed to show that mathematics actually has many applications
in various problems, including the ones related to biology. From responses given
by the students, it is found that the PMvL method gives a good impact for the
students in having a positive perception about mathematics. In addition, from
our observation, the method can also motivate the students to learn mathematics.
.
Keywords: Project-Based Learning, Project-Motivated Learning, Elementary
Mathematics
Pendahuluan
Mata kuliah Matematika Dasar merupakan salah satu mata kuliah wajib di semester I pada
kurikulum program studi (Prodi) S1 Biologi FMIPA Universitas Andalas. Pada kurikulum
2014 yang sudah disesuaikan dengan standar Kualifikasi Kompetensi Nasional Indonesia
(KKNI), mata kuliah ini tercakup dalam kelompok Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Pelengkap.
Adapun capaian pembelajaran pada mata kuliah ini adalah:
1. Keterampilan dasar matematika yang didukung oleh konsep, metode, dan penalaran
yang memadai.
2. Pola berpikir yang kritis, logis, dan sistematis.
3. Kemampuan analisis dan kreativitas dalam menyelesaikan masalah terkait.
Dari capaian pembelajaran tersebut dapat dilihat bahwa mata kuliah ini memiliki
peranan yang sangat penting terhadap capaian pembelajaran dalam kurikulum prodi S1
Biologi. Hal ini mengingat matematika merupakan fondasi bagi ilmu-ilmu lainnya,
terutama ilmu eksakta. Pada mata kuliah ini, mahasiswa tidak hanya dituntut untuk
memiliki kemampuan teknis menghitung semata, tetapi diharapkan juga terlatih untuk
memiliki kemampuan tingkat tinggi (higher order thinking), yaitu kemampuan berpikir
kritis dan analisis, yang menjadi dasar bagi pembelajaran pada mata kuliah lanjutan.
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
88
ISBN: 978-602-60613-0-0
Secara khusus, mata kuliah Matematika Dasar sangat erat hubungannya dengan mata
kuliah Metodologi Penelitian, Biostatistika, Genetika Kuantitatif/Populasi, dan Tugas
Akhir, terutama yang membahas analisis kuantitatif.
Mengingat kedudukannya yang sangat penting ini, maka pengembangan metode
pembelajaran yang berpusat pada mahasiswa (Student-Centered Learning) untuk mata
kuliah Matematika Dasar perlu dilakukan. Pengembangan metode pembelajaran ini juga
dimaksudkan untuk memberikan persepsi positif terhadap mata kuliah ini, karena
berdasarkan pengalaman tahun-tahun sebelumnya, mata kuliah ini dianggap sebagai
momok yang menakutkan oleh sebagian besar mahasiswa.
Pada semester genap 2012/2013 (kurikulum lama) dan semester ganjil 2014/2015
(kurikulum baru) sudah dicoba diterapkan metode pembelajaran Student-Centered Learning
(SCL) dalam bentuk pemberian tugas project penelitian sederhana yang dikerjakan per
kelompok dan diberikan di masa-masa akhir perkuliahan. Project ini merupakan
implementasi dari materi-materi kuliah yang diajarkan selama ini. Topik project adalah
berupa masalah-masalah nyata yang berhubungan dengan materi biologi, sehingga
mahasiswa bisa melihat dan merasakan sendiri keterkaitan dan keterpakaian materi
matematika yang diajarkan pada kuliah ini dengan bidang ilmu yang digelutinya.
Berdasarkan evaluasi perkuliahan tahun sebelumnya, permasalahan yang dihadapi pada
metode pembelajaran yang diterapkan selama ini adalah sebagai berikut:
1. Mahasiswa harus ‘menunggu’ dulu sampai di akhir perkuliahan untuk melihat dan
merasakan keterkaitan dan keterpakaian materi matematika. Hal ini mengakibatkan
motivasi mahasiswa terhadap pembelajaran tidak dapat dibangun sejak awal.
2. Materi ajar pada mata kuliah ini cukup padat, padahal bobot sks yang tersedia hanya 2
(dua) sks. Tuntutan untuk menyelesaikan seluruh materi ajar ini membuat waktu untuk
mendiskusikan dengan lebih komprehensif hasil-hasil tugas project menjadi tidak
cukup.
3. Setiap kelompok dalam tugas project beranggotakan sekitar 10 orang. Anggota
kelompok yang banyak ini berakibat pada tidak terdistribusinya dengan baik tingkat
pemahaman setiap mahasiswa.
4. Materi ajar pada mata kuliah ini diadopsi dari materi ajar Kalkulus I yang diberikan
untuk mahasiswa jurusan matematika. Tuntutan dan penekanan capaian pembelajaran
pada mata kuliah ini untuk mahasiswa biologi jelas tidak dapat disamakan dengan
mahasiswa matematika, sehingga perlu adanya reduksi dan penyesuaian untuk beberapa
materi ajar pada mata kuliah ini.
Berdasarkan permasalahan di atas, maka perlu untuk melakukan perbaikan dan
pengembangan terhadap metode pembelajaran yang sudah dijalankan selama ini.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
1. Menjelaskan metode pembelajaran SCL yang dikembangkan pada mata kuliah
Matematika Dasar.
2. Mengetahui respon mahasiswa terhadap metode pembelajaran yang dilaksanakan.
3. Mengetahui pengaruh metode pembelajaran yang dilaksanakan terhadap motivasi dan
prestasi belajar mahasiswa.
Metodologi
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
89
ISBN: 978-602-60613-0-0
Deskripsi Metode Pembelajaran yang Dikembangkan
Untuk menjawab permasalahan metode pembelajaran (khususnya poin no. 1 dan 3),
sebagaimana yang dikemukakan pada subbab 1.2, maka metode pembelajaran yang sudah
diterapkan selama ini perlu dikembangkan dan diperbaiki formatnya. Metode ini mengambil
ide dari metode Project-Based Learning (PBL), yaitu suatu metode pembelajaran sistematis
yang mengajak mahasiswa mempelajari pengetahuan dan keterampilan-keterampilan
melalui proses penyelidikan yang terstruktur tentang pertanyaan dan produk serta tugas yang
kompleks, otentik, dan dirancang secara hati-hati (Tim LP3M Unand, 2014).
Pada metode yang dikembangkan ini, project yang akan diberikan kepada mahasiswa
digunakan sebagai trigger untuk menumbuhkan motivasi mahasiswa dalam mempelajari
materi kuliah yang akan dibahas. Metode pembelajaran seperti ini kemudian dinamakan
Project-Motivated Learning (PMvL). Karakteristik keilmuan matematika yang bersifat
terstruktur dan saling terkait tentunya tidak memungkinkan untuk menerapkan metode PBL
secara murni. Peran dosen untuk menjelaskan terlebih dahulu materi ajar pada mata kuliah
Matematika Dasar tetap dibutuhkan. Secara singkat, perbedaan mendasar antara PBL dan
PMvL diberikan pada tabel 1.
Tabel 1. Perbedaan Mendasar antara PBL dan PMvL
Kriteria PBL PMvL
Tujuan Mengembangkan kompetensi mahasiswa
secara mandiri sesuai capaian pembelajaran
Menumbuhkan motivasi belajar
mahasiswa
Isi Mengelaborasi materi ajar secara
keseluruhan
Mengelaborasi materi ajar per pokok
bahasan
Durasi Satu Semester 2-3 minggu
Topik Project Kompleks Sederhana
Metode pembelajaran Project-Motivated Learning ini beranjak dari persepsi banyak orang
yang mengatakan bahwa matematika hanyalah ilmu teori yang abstrak. Persepsi inilah yang
mempengaruhi motivasi seseorang untuk belajar matematika. Pembelajaran yang hanya
berorientasi teori, tanpa memperlihatkan dan menjelaskan aplikasi dan kegunaannya, akan
membuat suasana pembelajaran yang gersang, monoton, dan membosankan. Pada level
pendidikan dasar dan menengah, masalah ini kemudian dicoba diatasi dengan
mengembangkan suatu metode pembelajaran yang dikenal sebagai Matematika Realistik
(Realistic Mathematics Education [RME]) yang dirumuskan berdasarkan pandangan tentang
matematika, bagaimana siswa belajar matematika dan bagaimana seharusnya matematika
diajarkan (Shadiq, 2010). Pemahaman matematika seorang siswa pada metode RME ini
dibangun dari kegiatan nyata yang dialami oleh siswa itu sendiri. Ilustrasi konsep
matematisasi seperti ini dapat dilihat pada gambar 1.
Berdasarkan konsep dari RME tersebut, maka kegiatan utama dalam Project-Motivated
Learning adalah:
a) Eksplorasi dan investigasi (pengambilan data, pencarian informasi dan referensi)
b) Analisis dan kalkulasi (perumusan matematika, perhitungan teknis, interpretasi hasil,
dan validasi)
c) Evaluasi dan refleksi (laporan dan presentasi)
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
90
ISBN: 978-602-60613-0-0
Gambar 1. Konsep Matematisasi (Shadiq, 2010)
Pada dasarnya metode Project-Motivated Learning (PMvL) ini sama dengan metode
pemberian tugas project yang diberikan pada tahun sebelumnya (baca penjelasan pada
subbab 1.2). Perbedaannya sekarang hanya terletak pada waktu dan format pemberian tugas
project tersebut.
Objek Penerapan Metode Pembelajaran
Metode pembelajaran Project-Motivated Learning (PMvL) ini diterapkan pada peserta mata
kuliah Matematika Dasar Kelas A tahun akademik 2015/2016 dengan jumlah mahasiswa 45
orang yang terdiri atas 41 mahasiswa angkatan 2015 (baru mengambil kuliah) dan 4
mahasiswa angkatan 2014 (mengulang kuliah).
Desain Penelitian Tindakan Kelas
Mengikuti (Suharsimi, 2008), pelaksanaan penelitian tindakan kelas (PTK) dengan
menggunakan metode PMvL dilakukan dalam dua siklus. Setiap siklus terdiri dari empat
tahap yaitu: Perencanaan (Planning), Tindakan (Acting), Pengamatan (Observing), dan
Refleksi (Reflecting).
Penjelasan untuk masing-masing tahapan pada siklus I adalah sebagai berikut:
1. Perencanaan Tindakan
Pada tahap perencanaan tindakan dilakukan hal-hal sebagai berikut:
a. Menyusun jadwal perkuliahan beserta materi ajar di setiap pertemuan.
b. Menyiapkan perangkat pembelajaran berupa silabus, Rencana Pembelajaran
Semester (RPS) dan buku-buku referensi.
c. Menyusun kontrak perkuliahan dan informasi-informasi lain yang dinilai penting.
d. Menyiapkan topik-topik project yang relevan.
e. Menyiapkan pertanyaan kuesioner untuk memperoleh persepsi awal mahasiswa
tentang mata kuliah matematika.
2. Pelaksanaan Tindakan
Setelah tahap perencanaan, tahap selanjutnya adalah tahap pelaksanaan tindakan dengan
langkah-langkah sebagai berikut:
a. Kegiatan Awal: Tatap Muka
Dosen terlebih dahulu menjelaskan materi perkuliahan dengan metode tatap muka
dan diskusi. Pada kegiatan ini, aspek-aspek dasar dari setiap topik bahasan dijelaskan
secara komprehensif. Dosen juga memberi ruang yang seluas-luasnya kepada
mahasiwa untuk bertanya dan berdiskusi tentang materi yang belum dipahami. Untuk
menambah pemahaman mahasiswa, beberapa contoh soal pada kegiatan tatap muka
ini juga diberikan. Pembahasan tentang contoh soal tersebut diawali dengan terlebih
dahulu memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk menjawab dan
menjelaskannya di depan kelas. Keaktifan mahasiswa selama berdiskusi dan sikap
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
91
ISBN: 978-602-60613-0-0
pro aktif mahasiswa dalam menjawab contoh soal dijadikan sebagai salah satu
komponen dalam penilaian proses.
b. Kegiatan Inti: Penugasan Project
Kegiatan inti dalam penelitian tindakan kelas ini adalah pelaksanaan metode Project-
Motivated Learning (PMvL) itu sendiri. Adapun langkah-langkah teknis pada
metode ini dapat dijelaskan sebagai berikut:
(i) Di awal perkuliahan dosen memperkenalkan seluruh topik project yang akan
mereka kerjakan, dan membagi kelompok secara acak yang terdiri atas 6-7
orang. Topik-topik project diambil dari berbagai referensi (buku, sumber di
internet, artikel ringan, dan lain-lain) yang kemudian dimodifikasi dan
dikembangkan sesuai kebutuhan. Topik-topik project tersebut mengakomodir
keterwakilan setiap pokok bahasan, kecuali tentang pokok bahasan integral dan
fungsi transenden, karena kedua topik tersebut diberikan di akhir-akhir semester
sehingga tidak cukup waktu bagi mahasiswa untuk mengeksplorasi project
terkait dengan baik. Adapun topik-topik project untuk setiap pokok bahasan
diberikan pada tabel 2. Sebagai contoh, masalah pada project nomor 5 diberikan
pada gambar 2.
Tabel 2. Pokok Bahasan dan Topik Project Terkait
Gambar 2. Masalah Project No. 5 tentang Rute Optimum Burung Ketika Terbang
(ii) Setiap kelompok diberikan waktu efektif untuk mengerjakan tugas projectnya
selama 2-3 minggu, yaitu selama satu pokok bahasan diajarkan. Di luar jam
kuliah, mahasiswa dapat berkonsultasi dengan dosen pengampu. Di samping itu,
mahasiswa diminta pula untuk melakukan studi eksplorasi lebih lanjut dalam
bentuk pengumpulan data dan tinjauan pustaka yang diperlukan (melalui
browsing di internet, membaca buku referensi lain yang relevan, atau bahkan
berdiskusi dengan dosen-dosen biologi).
Pokok Bahasan Topik Project
Operasi Bilangan 1. Proporsi badan pada hewan berkaki empat
Pertidaksamaan 2. Aplikasi pertidaksamaan pada rancangan taman
Fungsi 3. Model alometrik
4. Pemodelan epidemi penyakit AIDS
Penggunaan Turunan
(maks/min)
5. Rute optimum burung ketika terbang
6. Sudut optimum dari percabangan pembuluh darah
7. Masalah sel sarang lebah
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
92
ISBN: 978-602-60613-0-0
(iii) Setiap selesai topik bahasan, mahasiswa mempresentasikan hasil tugas
projectnya sekitar 15 menit, kemudian dilanjutkan dengan sesi tanya jawab
sekitar 10 menit. Mahasiswa yang tidak melakukan presentasi diberi kesempatan
terlebih dahulu untuk bertanya, kemudian dilanjutkan dengan pertanyaan dari
dosen. Dengan jumlah anggota kelompok yang relatif kecil (6-7 orang), maka
pemahaman mahasiswa diharapkan dapat terdistribusi dengan baik. Di akhir
presentasi, dosen memberikan komentar dan penjelasan lebih dalam tentang
tugas project tersebut.
c. Kegiatan Akhir: Review dan Evaluasi
Pada kegiatan akhir, dosen menyimpulkan dan mereview materi yang telah dipelajari
dan menegaskan kembali aplikasinya pada topik project yang telah dipresentasikan.
Selanjutnya untuk memeriksa tingkat kepahaman mahasiswa, diadakan evaluasi
dalam bentuk pemberian tugas (penyelesaian soal-soal latihan), kuis, ujian tengah
semester dan ujian akhir semester.
3. Observasi
Observasi pada saat proses pembelajaran digunakan untuk memperoleh bahan
penyusunan refleksi. Pada tahap ini yang bertindak sebagai pengamat/observer adalah
peneliti itu sendiri (dalam hal ini dosen pengampu). Kegiatan observasi perlu dilakukan
untuk melihat apakah penerapan metode pembelajaran PMvL ini berdampak positif
pada persepsi mahasiswa terhadap mata kuliah matematika yang diajarkan, sehingga
pada akhirnya dapat menumbuhkan motivasi dan prestasi belajar mahasiswa itu sendiri.
Salah satu instrumen yang digunakan pada tahap ini adalah kuesioner tentang respon
yang diberikan mahasiswa terhadap metode pembelajaran yang diterapkan.
4. Refleksi
Tahapan akhir dari PTK terhadap metode PMvL ini adalah refleksi yang dilakukan
dengan cara membandingkan aspek kuantitatif berupa nilai UTS/UAS mahasiswa antara
tahun berjalan dengan tahun sebelumnya. Perbandingan nilai UTS/UAS juga dilakukan
terhadap nilai yang diperoleh kelas lain (kelas B) yang tidak menerapkan metode PMvL.
Selain itu, tahapan refleksi ini juga dapat dilakukan secara kualitatif dengan melihat
hasil kuesioner tentang kesan dan persepsi mahasiswa terhadap metode pembelajaran
ini. Dari perbandingan nilai UTS/UAS serta hasil kuesioner inilah kemudian dapat
ditarik kesimpulan apakah metode Project-Motivated Learning (PMvL) ini dapat
meningkatkan motivasi dan prestasi belajar mahasiswa atau tidak.
Adapun siklus II pada kegiatan PTK pada prinsipnya sama dengan siklus I. Namun
rancangan pada siklus II mengacu pada kekurangan yang terjadi pada siklus I, sehingga
dapat dilakukan perbaikan pada siklus II. Hasil refleksi pada siklus II akan menjadi
kesimpulan akhir dari metode pembelajaran yang dilaksanakan. Pada penelitian tindakan
kelas ini, masa sebelum UTS dijadikan sebagai periode siklus I, sedangkan masa setelah
UTS dijadikan sebagai periode siklus II.
Hasil dan Pembahasan
Berhubung metode pembelajaran PMvL ini belum dirancang perlakuannya secara seragam
di kedua kelas dan belum juga diuji kesamaan tipe dan tingkat kesulitan soal UTS/UAS
antara tahun berjalan dengan tahun sebelumnya, maka perbandingan kuantitatif pada tahap
refleksi tidak dapat dilakukan. Oleh karena itu dilakukan observasi kualitatif dengan
menggunakan kuesioner, sehingga hasil refleksi untuk hal ini masih dapat dijadikan sebagai
masukan untuk perbaikan pada siklus selanjutnya. Berikut dijelaskan hasil-hasil yang
diperoleh setiap tahap pada siklus I (sebelum UTS).
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
93
ISBN: 978-602-60613-0-0
1. Pada tahap perencanaan tindakan, telah disusun dan disiapkan hal-hal yang diperlukan,
seperti silabus, jadwal perkuliahan, info perkuliahan, dan kontrak perkuliahan yang
digabung dan diringkas dalam dua lembar kertas yang dibagikan ke setiap mahasiswa
di awal pertemuan. Di samping itu, untuk memperoleh persepsi awal mahasiwa terhadap
mata kuliah, juga telah disebar kuesioner dengan item pertanyaan sebagai berikut:
(i) Apakah Anda memilih jurusan Biologi karena ingin menghindari belajar
matematika? Jelaskan alasan jawaban Anda.
(ii) Apakah Anda menyukai matematika? Jelaskan alasan jawaban Anda.
Rekapitulasi hasil kuesioner atas pertanyaan di atas diberikan pada tabel 3. Dari hasil
kuesioner tersebut dapat dilihat bahwa sekitar 27,5 % mahasiswa memilih jurusan
Biologi karena ingin menghindari matematika. Sebagian besar di antara mereka (sekitar
64%) memang tidak menyukai matematika. Sebaliknya, bagi mahasiswa yang memilih
jurusan Biologi bukan karena ingin menghindari belajar matematika, sebagian besarnya
memang memiliki kesukaan dengan matematika. Dari hasil kuesioner tersebut juga
diketahui bahwa mereka yang tidak menyukai matematika karena menganggap
matematika itu sulit . Dari sini sebetulnya dapat dilihat hubungan timbal balik antara
ketidak-sukaan terhadap matematika dan kesulitan memahami materi matematika. Di
samping itu, ketidak-sukaan terhadap matematika juga disebabkan oleh faktor guru dan
pengalaman selama SMA. Menariknya lagi, mereka yang tidak suka dengan
matematika, berdasarkan hasil kuesioner tersebut, ternyata juga dipicu oleh ketidak-
tahuan mereka terhadap kegunaan (penerapan) matematika. Hal ini menjadi masukan
bahwa pengetahuan mahasiswa terhadap penerapan matematika menjadi salah satu
motivasi untuk mempelajari matematika. Fakta ini sejalan dengan konsepsi yang dianut
pada pembelajaran Matematika Realistik.
Tabel 3. Rekapitulasi Hasil Kuesioner di Awal Pertemuan No. Pertanyaan Jawaban (i) Apakah Anda
memilih jurusan
Biologi untuk menghindari
belajar
matematika?
Ya: 27.5 % Tidak: 72.5%
Jelaskan alasan
jawaban Anda.
Matematika itu sulit
Anggapan bahwa mata kuliah matematika tidak ada di jurusan
Biologi
Tidak suka matematika (dengan hitung-hitungannya yang pelik)
Lebih suka hafalan
Suka biologi
Suka matematika
lmu pasti akan bertemu dengan matematika
Matematika dibutuhkan dimanapun
(ii) Apakah Anda
menyukai
matematika?
Ya: 27% Tidak: 64%
Biasa saja: 9%
Ya: 69 % Tidak: 14% Biasa saja: 17%
Jelaskan alasan
jawaban Anda
Berguna
Faktor
guru
Sulit
Pada
dasarnya
mudah
Ada
kepuasan
tersendiri
Suka karena
hitungannya
Suka karena
tantangannya
Berguna
Sulit
Pengalaman remedi di
SMA
Tidak jelas kegunaanny
a
Kadang-
kadang mood
2. Pada tahap pelaksanaan tindakan, kegiatan awal, inti dan akhir sebagian sudah
dilakukan. Kegiatan inti dari tahap pelaksanaan tindakan ini adalah penugasan project
secara berkelompok. Beberapa foto dokumentasi pelaksanaan presentasi kelompok
tentang tugas project yang dikerjakan dapat dilihat pada gambar 3. Secara umum
pelaksanaan presentasi kelompok berjalan lancar dan hidup karena banyak mahasiswa
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
94
ISBN: 978-602-60613-0-0
yang memberikan pertanyaan kepada kelompok presenter dan komentar tentang topik
yang sedang dipresentasikan.
Gambar 3. Dokumentasi Pelaksanaan Presentasi Tugas Project
3. Pada tahap observasi sudah diminta tanggapan dari mahasiswa terhadap pelaksanaan
project. Berdasarkan hasil observasi yang diperoleh, hampir sebagian besar mahasiswa
memberi tanggapan positif terhadap pelaksanaan tugas project ini. Di antara mereka ada
yang menanggapi bahwa tugas project ini menarik dan unik karena menggabungkan
ilmu matematika dan biologi. Sebagian ada juga yang berkomentar bahwa tugas project
ini benar-benar bermanfaat, terutama menghilangkan anggapan bahwa belajar
matematika itu tidak ada realitanya (baca: aplikasinya). Beberapa contoh komentar yang
diberikan mahasiswa dapat dilihat pada gambar 4.
Gambar 4. Contoh Komentar Mahasiswa terhadap Pelaksanaan Tugas Project
Adapun mahasiswa yang memberi tanggapan negatif terhadap pelaksanaan tugas
project ini lebih disebabkan karena bahan materi project diberikan dalam bahasa
Inggris, sehingga mereka mengalami kesulitan untuk memahami materi project
tersebut. Lebih lanjut, mereka yang menanggapi seperti ini mengakui bahwa topik
project tersebut baru bisa dipahami setelah dijelaskan oleh dosen. Beberapa contoh
komentar dari mahasiswa terkait hal ini dapat dilihat pada gambar 5.
4. Pada tahap refleksi, berdasarkan hasil observasi yang diperoleh maka dapat disimpulkan
bahwa metode Project-Motivated Learning (PMvL) ini dinilai telah dapat
meningkatkan motivasi belajar mahasiswa dan memberikan persepsi yang positif
terhadap matematika itu sendiri.
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
95
ISBN: 978-602-60613-0-0
Gambar 5. Contoh Komentar Mahasiswa terhadap Pelaksanaan Tugas Project
Berkenaan dengan tanggapan bahwa materi project cukup sulit dipahami karena faktor
bahasa Inggris, maka pada siklus II (setelah UTS) hal ini diperbaiki dengan memberikan
penjelasan tambahan tentang project tersebut dalam bahasa Indonesia. Meskipun demikian,
pemberian materi project dalam bahasa Inggris tetap dilakukan karena hal tersebut
dipandang perlu untuk melatih softskill mahasiswa dalam penguasaan bahasa Inggris.
Kesimpulan Dan Saran
Metode Project-Motivated Learning (PMvL) pada Mata Kuliah Matematika Dasar yang
diterapkan pada semester ganjil 2015/2016 di Jurusan Biologi dinilai telah mampu
membangkitkan motivasi belajar mahasiswa dan memberikan persepsi yang positif terhadap
mata kuliah matematika. Dari tugas project yang diberikan, mahasiswa dapat melihat contoh
aplikasi dan kegunaan matematika pada kasus-kasus sederhana yang terkait dengan biologi.
Untuk melihat pengaruh metode ini terhadap prestasi belajar mahasiswa secara kuantitatif,
maka perlu dilakukan perbandingan nilai ujian (UTS dan UAS) yang diperoleh pada tahun
berjalan dengan tahun sebelumnya, dengan terlebih dahulu melakukan pengujian terhadap
kesamaan tipe dan tingkat kesulitan soal. Selain itu, perbandingan nilai akhir juga perlu
dilihat antara kelas yang menerapkan metode ini dengan yang tidak pada tahun yang sama,
dengan membuat terlebih dahulu rancangan perlakukan yang seragam antara kedua kelas.
Daftar Pustaka
Arikunto, Suharsimi. (2008). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:
Rineka Cipta
Shadiq, Fadjar & Mustajab, Nur Amini. (2010). Pembelajaran Matematika dengan
Pendekatan Realistik di SMP. P4TK Kementerian Pendidikan Nasional
Tim LP3M Unand. (2014). Panduan Praktis Pelaksanaan Student-Centered Learning
(SCL). LP3M Unand
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
96
ISBN: 978-602-60613-0-0
Menuju Paradigma Baru Metode Pengajaran di Fakultas Teknik
Universitas Andalas Berdasarkan ABET dan KKNI–SNPT
Dedison Gasni
Jurusan Teknik Mesin
Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Andalas
Email: [email protected]
Abstrak
Metode pengajaran S1 bidang teknik di Fakultas Teknik Universitas Andalas
sebahagian besar masih bersifat konvensional dimana masih menggunakan metode
“kuliah” atau pengajaran masih bersifat teacher center learning, meskipun hasil
penelitian dibidang pendidikan menunjukkan bahwa metode ini tidak begitu effektif
dalam mencapai student learning outcomes atau capaian pembelajaran.
Terjadinya pergeseran pradigman pendidikan tinggi di Indonesia dari kurikulum
yang berbasiskan isi (containt based) ke berbasis kompetensi (outcomes based),
dan dengan diberlakunya kurikulum pendidikan tinggi tahun 2012 berdasarkan
kerangka kualifikasi nasional Indonesi (KKNI) dan standar nasional perguruan
tinggi (SNPT) dimana kurikulum harus berdasarkan capaian pembelajaran (CP),
maka penerapan metode pembelajaran teacher center learning tidak sesuai lagi
digunakan 100 % di dalam kelas. Sejak tahun 2015, dengan diadopasinya sistem
akreditasi ABET melalui LEEAP project di Fakultas Teknik Universitas Andalas,
maka metode pengajaran student center learning (SCL) harus digunakan. Pada
akreditasi ABET dan KKNI - SNPT, penekanan lebih dititik beratkan kepada
student outcome atau capaian pembelajaran berdasarkan kompetensi yang telah
ditetapkan. ABET telah menetapkan bahwa lulusan dari pendidikan S1 teknik
memiliki minimal 12 student outcomes (ABET a-k) baik berupa profesional skill
maupun technical kill, begitu juga dengan KKKNI-SNPT harus mencakup capain
pembelajaran: pengetahuan, sikap, kompetensi khusus, dan komptensi umum. Pada
tulisan ini akan dibahas metode pembelajaran yang sesuai diterapkan di Fakultas
Teknik Universitas Andalas dengan mempertimbangkan ABET dan KKNI-SNPT,
learning style model, dan taxsonomi Bloom.
Kata kunci: Metode pembelajaran, Learning style, Taxsonomi Bloom, ABET,
KKNI-SNPT
Pendahuluan
Kurikulum pendidikan tinggi di Indonesia telah terjadi serangkaian perubahan yang dimulai
pada tahun 1994 melalui keputusan Mendikbud RI Nomor 056/U/1994 tentang pedoman
penyusunan kurikulum perguruan tinggi dan penilaian hasil belajar mahasiswa dimana
kurikulum lebih mengutamkan pencapain penguasaan IPTEKS, yang lebih dikenal dengan
kurikulum berbasis isi. Pada tahun 2000 dan 2002, kurikulum berbasisi isi ini mengalami
perubahan menjadi kurikulum berbasis kompetensi (KBK). Hal ini didasarkan pada konsep
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
97
ISBN: 978-602-60613-0-0
empat pilar UNESCO yaitu; learning to know, learning to do, learning to be, dan learning to
live together. Kurikulum berbasis kompetensi ini mengutamakan pencapaian kompetensi
sebagai wujud usaha untuk mendekatkan pendidikan pada kondisi pasar kerja dan industri. Pada
tahun 2012, terjadi perubahan pradigma baru pendidikan global dimana dituntut adanya
pengakuan atas capaian pembelajaran yang telah disetarakan secara internasional, maka
dikembangkan kurikulum pendidikan tinggi (KPT) berdasarkan kerangka kualifikasi nasional
Indonesia (KKNI) dan standar nasional pendidikan tinggi (SNPT). Kurikulum pendidikan
tinggi ini lebih mengutamakan kesetaraan capain pembelajaran untuk menjaga mutu
lulusannya. Perubahan kurikulum dari kurikulum berbasis isi ke kurkulum berbasis kompetensi,
mengakibatkan terjadinya perubahan paradigma baru sistem pendidikan yang pada mulanya
berpusat pada dosen bergeser ke mahasiswa. Sehingga terjadi pergeseran dari pradigma lama
ke baru sistim pembelajaran.
KKNI pada sistem pendidikan tinggi dinyatakan dalam Undang-Undang Republik Indonesia
nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi. Kualifikasi pada setiap jenjang KKNI
dinyatakan sebagai capaian pembelajaran (CP) yang mencakup 4 unsur yaitu sikap dan tata
nilai, kemampuan kerja, penguasaan pengetahuan, dan wewenang dan tanggung jawab.
Sedangkan untuk SNPT yang diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
Nomor 49 tahun 2014 adalah satuan standar yang salah satunya meliputi Standar Nasional
Pendidikan, terutama pada standar kompetensi lulusan. Standar Kompetensi Lulusan (SKL):
merupakan kriteria minimal tentang kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap,
pengetahuan, dan ketrampilan yang dinyatakan dalam rumusan capaian pembelajaran.
Pada tahun 2015, Fakultas Teknik Universitas Andalas mulai mengadopsi ABET untuk
mengakreditasi program studi yang ada melalui program Leadership in Engineering and
Education Acreditation Project (LEEAP) yang di inisiasi oleh HELM-USAID dibawah
bimbingan Arizona State University (ASU). ABET merupakan badan akreditasi yang berada di
Amerika Serikat untuk mengakreditasi program studi teknik, komputer, teknologi, dan sain
terapan. Tujuan dari akreditasi ABET adalah untuk melayani masyarakat, industri, dan profesi
dengan mendorong pengembangan dan peningkatan pendidikan teknik, menggiatkan
pendekatan inovasi pada pendidikan teknik, dan menjamin bahwa lulusan siap untuk masuk
kedunia kerja dan melanjutkan praktek keinsinyuran.
Dengan adanya era globalisasi maka kebutuhan akan lulusan yang berkualitas semangkin
meningkat hal ini disebabkan oleh terjadinya perubahan-perubahan yang sangat cepat terutama
dalam perkembangan teknologi informasi. Dimana akses informasi yang semakin mudah
menyebabkan ilmu pengetahuan dan keahlian yang diperoleh seseorang menjadi cepat
tertinggal. Disamping itu, persaingan yang semakin tajam akibat adanya globalisasi dan kondisi
perekonomian dunia yang semangkin tak menentu, membutuhkan sumber daya manusia yang
kreatif, memiliki jiwa enterpreneur dan kepemimpinan. Sehingga pendidikan yang selama ini,
yang hanya menekankan pada proses transfer ilmu pengetahuan tidak lagi relevan dan hanya
akan menghasilkan sumber daya manusia yang menguasai ilmu pengetahuan masa lampau,
tanpa dapat beradaptasi dengan kebutuhan masa kini dan masa depan.
Perubahan paradigma dalam proses pembelajaran dari metode pembelajaran yang berpusat
pada dosen (teacher centered learning/TCL) menjadi pembelajaran yang berpusat pada
mahasiswa (student centered learning/SCL) diharapkan dapat mendorong mahasiswa untuk
terlibat secara aktif dalam membangun pengetahuan, sikap dan perilaku. Melalui proses
pembelajaran dengan keterlibatan aktif mahasiswa ini berarti dosen tidak mengambil hak
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
98
ISBN: 978-602-60613-0-0
mahasiswa untuk belajar dalam arti yang sesungguhnya. Dalam proses SCL, maka mahasiswa
memperoleh kesempatan dan fasilitas untuk membangun sendiri pengetahuannya sehingga
mereka akan memperoleh pemahaman yang mendalam, dan pada akhirnya dapat meningkatkan
mutu dan kualitas dari mahasiswa. Pendekatan pembelajaran yang selama ini lebih bersifat
normatif, lebih mengutamakan aspek kognitif, afektif dan psikomotorik, perlahan-perlahan
mulai ditata secara utuh melalui pola pembelajaran yang bernuansa pembelajaran aktif yang
lebih memberikan pengalaman belajar bagi mahasiswa. Dari sinilah kemudian berkembang
konsep pembelajaran yang lebih berorientasi pada kebutuhan mahasiswa dan tidak lagi
berorientasi pada dosen semata. Nuansa keterlibatan mahasiswa dalam proses pembelajaran
semakin dikembangkan untuk membentuk karakter mahasiswa yang memiliki kemampuan
berkomunikasi secara tertulis dengan baik, mempunyai kemampuan dapat bekerja sama dalam
tim, dan memiliki kemampuan untuk belajar sepanjang hayat. Metode pembelajaran pada
perguruan tinggi, telah mengalami perubahan. Salah satu bentuk perubahan yang dimaksud
adalah perubahan dari bentuk TCL ke SCL. Pada tulisan ini, akan di bahas metode pembelajaran
yang cocok diterapkan untuk pendidikan teknik di Fakultas Teknik Universitas Andalas agar
student outcomes dari ABET dan capaian pembelajaran berdasarkan KKNI dan SNPT dapat
dicapai dengan mempertimbangkan learning style dan taksonomi Bloom.
Student Outcomes (Capaian Pembelajaran)
Student outcomes (SO) atau capaian pembelajaran (CP) adalah hard skill dan soft skill yang
harus dimiliki oleh mahasiswa sebelum mereka menyelesaikan studi pada suatu program studi.
ABET telah menetapkan bahwa minimal SO adalah 12 buah, mulai dari outcome (a) sampai
dengan (k). Program studi dapat menambahkan SO yang lain yang dirumuskan sesuai dengan
visi, misi, dan tujuan dari program studi tersebut. Adapun SO yang telah ditetapkan oleh ABET
dari (a) sampai (k) adalah (ABET, 2016);
(a) Kemampuan untuk menerapkan pengetahuan dari matematika, sain, dan engineering.
(b) Kemampuan untuk merancang dan melakukan percobaan, serta untuk menganalisis dan
menginterpretasikan data.
(c) Kemampuan untuk merancang suatu sistem, komponen, atau proses untuk memenuhi
kebutuhan yang diinginkan dalam batasan realistis seperti ekonomi, lingkungan, sosial,
politik, etika, kesehatan dan keselamatan, manufakturabilitas, dan keberlanjutan.
(d) Kemampuan untuk berfungsi pada tim multidisiplin.
(e) kemampuan untuk mengidentifikasi, merumuskan, dan memecahkan masalah teknik.
(f) Pemahaman tentang tanggung jawab profesional dan etika.
(g) Kemampuan untuk berkomunikasi secara efektif.
(h) Pendidikan yang luas yang diperlukan untuk memahami dampak dari solusi engineering
dalam konteks global, ekonomi, lingkungan, dan sosial.
(i) Pengakuan dari kebutuhan, dan kemampuan untuk terlibat dalam belajar seumur hidup.
(j) Pengetahuan tentang isu-isu kontemporer.
(k) Kemampuan untuk menggunakan teknik, keterampilan, dan alat-alat teknik modern yang
diperlukan untuk praktek rekayasa.
Kurikulum berdasarkan KKNI dengan jelas dinyatakan pada pasal 29 UU Dikti 12/2012 ayat 1
menyatakan bahwa: “Kerangka Kualifikasi Nasional merupakan penjenjangan capaian
pembelajaran yang menyetarakan luaran bidang pendidikan formal, nonformal, informal, atau
pengalaman kerja dalam rangka pengakuan kompetensi kerja sesuai dengan struktur pekerjaan
di berbagai sektor”. Deskripsi kualifikasi pada setiap jenjang KKNI dinyatakan sebagai CP
yang mencakup aspek-aspek pembangunan jati diri bangsa, penguasaan ilmu pengetahuan dan
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
99
ISBN: 978-602-60613-0-0
teknologi, kemampuan untuk dapat melakukan kerja secara bermutu, serta wewenang dan
kewajiban seseorang sesuai dengan level kualifikasinya. Aspek pembangunan jati diri bangsa
tercermin dalam Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan Bhineka Tunggal Ika yaitu
menjunjung tinggi pengamalan ke lima sila Pancasila dan penegakan hukum, serta mempunyai
komitmen untuk menghargai keragaman agama, suku, budaya, bahasa, dan seni yang tumbuh
dan berkembang di bumi Indonesia. Rumusan CP berdasarkan KKNI disusun dalam 4 unsur
yaitu: (a) sikap dan tata nilai; (b) kemampuan kerja; (c) penguasaan pengetahuan; dan (d)
wewenang dan tanggung jawab.
Jenjang kualifikasi pada KKNI terdiri dari sembilan jenjang dimulai dari jenjang 1 sampai
dengan jenjang 9. KKNI jenjang 6 untuk pragram sarjana (S1) adalah;
Mampu memanfaatkan IPTEKS dalam bidang keahliannya, dan mampu beradaptasi
terhadap situasi yang dihadapi dalam penyelesaian masalah.
Menguasai konsep teoritis bidang pengetahuan tertentu secara umum dan konsep
teoritis bagian khusus dalam bidang pengetahuan tersebut secara mendalam, serta
mampu memformulasikan penyelesaian masalah prosedural.
Mampu mengambil keputusan strategis berdasarkan analisis informasi dan data, dan
memberikan petunjuk dalam memilih berbagai alternatif solusi.
Bertanggung jawab pada pekerjaan sendiri dan dapat diberi tanggung jawab atas
pencapaian hasil kerja organisasi.
Setiap jenjang memiliki deskripsi CP yang sesuai dengan kualifikasinya. Jenjang kualifikasi
yang dihasilkan melalui pendidikan formal dapat disetarakan dengan tingkat keahlian pada
bidang pekerjaan
SNPT yang diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 49 tahun 2014
adalah satuan standar yang meliputi Standar Nasional Pendidikan, ditambah dengan Standar
Nasional Penelitian, dan Standar Nasional Pengabdian kepada Masyarakat. SN-DIKTI
merupakan kriteria minimal tentang pembelajaran pada jenjang pendidikan tinggi di perguruan
tinggi di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia. Standar Kompetensi
Lulusan (SKL): merupakan kriteria minimal tentang kualifikasi kemampuan lulusan yang
mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang dinyatakan dalam rumusan capaian
pembelajaran. Dalam SKL dinyatakan bahwa CP lulusan wajib mengacu kepada deskripsi CP
KKNI dan memiliki kesetaraan dengan jenjang kualifikasi pada KKNI. Masing-masing unsur
CP dalam SKL diartikan sebagai berikut (Paristiyanti Nurwardani dkk, 2016):
1. Sikap merupakan perilaku benar dan berbudaya sebagai hasil dari internalisasi dan
aktualisasi nilai dan norma yang tercermin dalam kehidupan spiritual dan sosial melalui
proses pembelajaran, pengalaman kerja mahasiswa, penelitian, dan/atau pengabdian
kepada masyarakat yang terkait pembelajaran.
2. Pengetahuan merupakan penguasaan konsep, teori, metode, dan/atau falsafah bidang
ilmu tertentu secara sistematis yang diperoleh melalui penalaran dalam proses
pembelajaran, pengalaman kerja mahasiswa, penelitian dan/atau pengabdian kepada
masyarakat yang terkait pembelajaran.
3. Keterampilan merupakan kemampuan melakukan unjuk kerja dengan menggunakan
konsep, teori, metode, bahan, dan/atau instrumen, yang diperoleh melalui pembelajaran,
pengalaman kerja mahasiswa, penelitian dan/atau pengabdian kepada masyarakat yang
terkait pembelajaran. Unsur ketrampilan dibagi menjadi dua yakni keterampilan umum
dan keterampilan khusus yang diartikan sebagai berikut:
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
100
ISBN: 978-602-60613-0-0
a. Keterampilan umum merupakan kemampuan kerja umum yang wajib dimiliki oleh
setiap lulusan dalam rangka menjamin kesetaraan kemampuan lulusan sesuai
tingkat program dan jenis pendidikan tinggi; dan
b. Keterampilan khusus merupakan kemampuan kerja khusus yang wajib dimiliki oleh
setiap lulusan sesuai dengan bidang keilmuan program studi.
Secara umum dapat dilihat bahwa SO berdasarkan ABET dan CP berdasarkan KKNI-SNPT
secara umum merupakan kompetensi yang harus dicapai oleh mahasiswa sebelum mereka lulus,
dimana SO dan CP dapat dikelompokkan atas hard skill, soft skill dan nilai.
Pendekatan Pembelajaran SCL
Pengembangan pendidikan seumur hidup dalam laporan kepada UNESCO dari Komisi
Internasional tentang Pendidikan Untuk Abad XXII (1996), harus dilandaskan pada 4 pilar.
(Delors, 1996), yaitu : (1) Belajar Mengetahui; (2) Belajar Berbuat; (3) Belajar Hidup Bersama;
dan (4) Belajar menjadi seseorang.
Untuk pengembangan pendidikan seumur hidup berlandaskan empat pilar di atas, perlu
dikembangkan metode pembelajaran yang dapat menekankan pada minat, kebutuhan dan
kemampuan individu, menjadikan model belajar yang menggali motivasi intrinsik untuk
membangun masyarakat yang suka dan selalu belajar. Model belajar ini sesuai dengan metode
pembelajaran SCL, dimana metode ini sekaligus dapat mengembangkan kualitas sumber daya
manusia yang dibutuhkan masyarakat seperti kreativitas, kepemimpinan, rasa percaya diri,
kemandirian, kedisiplinan, kekritisan dalam berpikir, kemampuan berkomunikasi dan bekerja
dalam tim, keahlian teknis, serta wawasan global untuk dapat selalu beradaptasi terhadap
perubahan dan perkembangan. Berikut ini beberapa pengertian SCL menurut para ahli. Rogers
(1983); SCL merupakan hasil dari transisis perpidahan kekuatan dalam proses pembelajaran,
dari kekuatan dosen sebagai pakar menjadi kekuatan mahasiswa sebagai pembelajar. Perubahan
ini terjadi setelah banyak harapan untuk memodifikasi atmosfer pembelajaran yang
menyebabkan mahasiswa menjadi pasif, bosan dan resisten. Kember (1997); SCL merupakan
sebuah kutub proses pembelajaran yang menekankan mahasiswa sebagai pembangun
pengetahuan sedangkan kutub yang lain adalah dosen sebagai agen yang memberikan
pengetahuan. Harden dan Crosby (2000); SCL menekankan pada mahasiswa sebagai
pembelajar dan apa yang dilakukan mahasiswa untuk sukses dalam belajar dibanding dengan
apa yang dilakukan oleh dosen.
Dari berbagai definisi tersebut dapat dipahami bahwa SCL adalah suatu model pembelajaran
yang menempatkan peserta didik sebagai pusat dari proses belajar. Dalam menerapkan konsep
SCL, peserta didik diharapkan sebagai peserta aktif dan mandiri dalam proses belajarnya, yang
bertanggung jawab dan berinisiatif untuk mengenali kebutuhan belajarnya, menemukan
sumber-sumber informasi untuk dapat menjawab kebutuhannya, membangun serta
mempresentasikan pengetahuannya berdasarkan kebutuhan serta sumber-sumber yang
ditemukannya. Dalam batas-batas tertentu mahasiswa dapat memilih sendiri apa yang akan
dipelajarinya. Dengan anggapan bahwa tiap mahasiswa adalah individu yang unik, maka
proses, materi dan metode pembelajaran harus disesuaikan secara fleksibel dengan minat,
bakat, kecepatan, gaya serta strategi belajar dari tiap peserta didik. Tersedianya pilihan-pilihan
bebas ini bertujuan untuk menggali motivasi intrinsik dari dalam dirinya sendiri untuk belajar
sesuai dengan kebutuhannya secara individu, bukan kebutuhan yang diseragamkan. Sebagai
ganti proses transfer ilmu pengetahuan, peserta didik lebih diarahkan untuk belajar ketrampilan
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
101
ISBN: 978-602-60613-0-0
learn how to learn seperti problem solving, berpikir kritis dan reflektif serta keterampilan untuk
bekerja dalam tim.
Model-Model Gaya Pembelajaran
Claxton dan Murrel (1987) mengatakan bahwa mahasiswa belajar dengan cara yang berbeda-
beda, maka untuk itu dosen tidak boleh berasumsi bahwa; (1) semua mahasiswa dewasa belajar
dengan cara yang sama, (2) preferensi dari belajar dosen tidak bisa disamakan dengan
mahasiswa. Tetapi sebaliknya, karena mahasiswa dewasa belajar dengan cara yang berbeda
maka dosen harus memiliki tanggung jawab untuk memperluas khasanah dalam metode
pembelajaran yang dapat merangkul seluas mungkin model pembelajaran dari mahasiswa untuk
mencapai pembelajaran yang efektif. Ada enam (6) model gaya pembelajaran yang terkenal
yang ditawarkan oleh Kolb, Gregorc, Felder-Silverman, Fleming, dan Dunn dan Dunn, seperti
diperlihatkan pada Gambar 1.
Gambar 1 Enam (6) model gaya pembelajaran (Thomas F. dkk, 2007)
Kolb Experiential Learning Theory
Kolb Experiential Learning Theory (Kolb D., 1984), mendefinisikan belajar sebagai proses
dimana pengetahuan diciptakan melalui transformasi pengalaman. Belajar adalah seperangkat
holistik proses yang terus menerus, dengan penekanan yang lebih sedikit pada hasil. Gaya
belajar adalah perbedaan umum dalam orientasi pembelajaran berdasarkan sejauh mana
orang menekankan empat model dari proses pembelajaran. Empat model dari proses
pembelajaran yang umumnya dimulai dengan Concrete Expperience (CE), pindah ke
Observation Reflective (RO), kemudian ke Abstrak Conseptualization (AC), dan akhirnya ke
Active Experimentation (AE), dengan pembelajaran yang paling efektif dan lengkap terjadi
ketika kegiatan belajar merangkul keempat model dari proses pembelajaran. Namun,
tergantung pada preferensi individu, pembelajaran mungkin mulai salah satu dari model lainnya
dalam siklus.
Kolb menjelaskan CE dan AC sebagai bipolar pada kontinum dan orthogonal ke
kontinum bipolar kedua RO dan AE. Gaya belajar individu hasil dari
kombinasi dari dua pilihan mode yang berdekatan dalam siklus pengalaman belajar
yang mengarah ke empat gaya belajar dasar, yaitu: Diverger (CE dan RO), Assimilator (RO
dan AC), Converger (AC dan AE), dan Accommodator (AE dan CE). Individu memiliki
preferensi untuk salah satu dari empat gaya belajar tetapi dosen harus bisa menggunakan model
pembelajaran untuk mode lainnya. Gambar 2 menyajikan siklus Kolb Experiential Learning
Style.
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
102
ISBN: 978-602-60613-0-0
Gambar 2 Kolb Experiental Learning style (Thomas F. dkk, 2007)
Felder–Silverman Learning Style Model Felder-Silverman model, dimana model ini berasal dari ilmu teknik, mendefinisikan gaya
sebagai “kekuatan karakteristik dan preferensi dalam cara orang mengambil dan memproses
informasi” (Felder dan Silverman, 1988) belajar. Individu memiliki preferensi bersama lima
continua bipolar: yang Aktif-Reflektif, yang Sensing-intuitif, yang Verbal-Visual, yang
Sequential-Global, dan Intuitif-deduktif. Gambar 3 menyajikan Model Felder-Silverman.
Gambar 3 Felder-Silverman learning style (Felder dan Silverman, 1988)
Taxonomi Bloom
Benjamin Bloom telah mengembangkan taksonomi dari tujuan kognitif yang lebih dikenal
dengan taxsonomi Bloom. Dimana taksonomi ini mengklasifikasikan sasaran atau tujuan
pendidikan menjadi tiga domain (ranah kawasan): kognitif, afektif, dan psikomotor dan setiap
ranah tersebut dibagi kembali ke dalam pembagian yang lebih rinci berdasarkan hierarkinya.
Metode Pembelajaran SCL Untuk Pendidikan Teknik
Pembelajaran harus mencakup 1) interaktif, 2) holistik, 3) integratif, 4) saintifik, 5) kontekstual,
6) tematik, 7) efektif, 8) kolaboratif, dan 9) berpusat pada mahasiswa (Yose Rizal dkk, 2015).
Di bawah ini dijelaskan beberapa model pembelajaran SCL yang dapat digunakan dalam proses
pembelajaran di pendidikan teknik, diantaranya: (a) Small Group Discussion, (b) Simulation,
(c) Discovery Learning (DL), (d) Self Directed Learning (SDL), (e) Cooperative Learning (CL),
(f) Collaborative Learning (CbL), (g) Contextual Instruction (CI), (h) Project-based Learning
(PjBL), dan (i) Problem-based Learning (PBL).
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
103
ISBN: 978-602-60613-0-0
Kesimpulan
Student outcomes berdasarkan standar ABET atau capaian pembelajaran berdasarkan KKNI-
SNPT dapat dikelompokkan dalam dua bentuk baik berupa; hardskill dan softskill yang harus
dicapai oleh mahasisiwa sebelum mereka lulus. Metode pembelajaran yang bersifat
konvensional berupa metode kuliah belum dapat menjamin student outcomes atau capaian
pembelajaran dapat dicapai sebelum mahasiwa lulus. Disamping itu dosen juga harus
mengetahui cara belajar mahasiswa karena masing-masing individu dari mahasiwa memiliki
cara atau model pembelajaran yang berbeda-beda. Disamping itu, level kognitif yang
diharapkan dari learning course outcomes (LCO) dari matakuliah disusun berdasarkan
taksonomi Bloom perlu dipertimbangkan sebelum memilih metode pembelajaran yang sesuai.
Sehingga dalm pemilihan metode pembelajaran yang sesuai dengan student outcomes (ABET)
dan capain pembelajaran (KKNI-SNPT) yang dapat dikembangkan untuk pendidikan teknik di
Fakultas Teknik Universitas Andalas harus dapat mempertimbangkan model gaya
pembelajaran dan level kognitif yang harus dicapai berdasarkan taksonomi Bloom agar dapat
mencapai student outcomes dan capaian pembelajaran yang diharapkan.
Daftar Pustaka
Robert B. Barr and Jhon Tagg, (2009), From Teaching to learning, Change.
Thomas F. Hawk dan Amit J. Shah, (2007), Using Learning Style Instruments to Enhance
Student Learning, Decision Sciences Journal of Innovative Education.
Claxton, C. S., & Murrell, P. H. (1987), Learning styles .Washington, DC: George Washington
University (ERIC).
Kolb, D. (1984). Experiential learning: Experience as the source of learning and
Development Englewood Cliffs, NJ: Prentice-Hall.
Fleming, N. D. (2001).Teaching and learning styles: VARK strategies, Christchurch, New
Zealand: N.D. Fleming.
Felder, R. M., & Silverman, L. K. (1988). Learning styles and teaching styles in
Engineering education.Engineering Education, 78 (7), 674–681.
Rogers, C. R. (1983a). As a teacher, can I be myself? In Freedom to Learn for the 80’s. Ohio:
Charles E. Merrill Publishing Company.
Kember, D. (1997). A reconceptualisation of the research in to university academics
conceptions of teaching. Learning and Instruction 7(3), 255–275.
Harden, R. M. and J. Crosby (2000). AMEE Guide No 20: The good teacher is more than a
lecturer the twelve roles of the teacher. Medical Teacher 22 (4), 334–347
Yose Rizal dkk, (2015), Pedoman Penyususnan dan evaluasi Kurikulum, Lembaga
Pegembangan Pendidikan dan Penjaminan Mutu (LP3M), Universitas Andalas.
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
104
ISBN: 978-602-60613-0-0
Jacques Delors et al. (1996). Learning: The Treasure Within. Paris, UNESCO.
Paristiyanti Nurwardani dkk, (2016), Panduan Penyusunan kurikulum, Kementrian Riset,
Teknologi dan Pendidikan Tinggi Direktorat Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan
Direktorat Pembelajaran.
Acreditation Criteria, (2016), http://www.abet.org/accreditation/ di akses tanggal 23 September
2016.
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
105
ISBN: 978-602-60613-0-0
Pengembangan Metode Pembelajaran Project Based Learning Berbasis
Internet dan Media Sosial
Muhammad Makky1, Omil Charmyn Chatib1
1Program Studi Teknik Pertanian, Fakultas teknologi pertanian, Universitas Andalas
Kampus Unand Limau Manis, Padang, Sumatera Barat
Email: [email protected]
Abstrak
Penelitian ini bertujuan agar pengembangan metode pembelajaran yang
disusun dapat tercapai, dimana strategi pencapaian yang akan dilakukan
dilakukan berdasarkan analisis penelitian tindakan kelas. Parameter yang
diukur mencakup hasil pencapaian pembelajaran, sebaran nilai akhir, dan
respon mahasiswa terhadap pengembangan metode pembelajaran dan asesmen
yang diterapkan. Model pembelajaran yang diterapkan pada kuliah elektronika
ini adalah Project Based Learning (PBL) yang menggunakan berbagai media
pada kegiatan pembelajaran, melalui pendekatan perumusan penyelesaian
suatu permasalahan yang dikerjakan bersama sama oleh peserta didik dalam
suatu group. Berdasarkan dari persentase nilai akhir, untuk kedua kelas (A dan
B) persentase nilai yang terbanyak diperoleh mahasiswa adalah nilai B dengan
bobot sebesar 20,19 %. Persentase jumlah mahasiswa yang terkecil didapatkan
oleh nilai C- dengan bobot sebanyak 6,73 %. Berdasarkan pengalaman dosen
dan mahasiswa pada Program Studi Teknik Pertanian Universitas Andalas,
pada umumnya mahasiswa yang melakukan perbaikan nilai adalah mahasiswa
yang mendapatkan nilai dibawah nilai B. sementara pada mata kuliah ini yang
mendapatkan nilai dibawah B hanya sebesar 36 %.
Kata kunci: Metode pembelajaran, Project based learning,Internet, Media
Sosial, Elektronika.
Pendahuluan
Proses pembelajaran di perguruan tinggi didesain untuk mampu menjawab berbagai
tantangan yang akan dihadapi oleh lulusannya, serta para dosen dan staf pengajar di
Universitas tersebut. Perkembangan teknologi yang demikian pesat saat ini menyebabkan,
banyak informasi yang dimiliki oleh dosen maupun staf pengajar diperguruan tinggi kurang
relevan dan cenderung tertinggal. Mahasiswa yang belajar di suatu perguruan tinggi,
umumnya masih mengandalkan sumber informasi dan pengetahuan mereka dari dosen dan
staf pengajar yang memberikan mata kuliah di dalam kelas. Padahal, saat ini berbagai
informasi telah tersedia di Internet dan penyebaran berita serta pengetahuan juga telah
berlangsung di jejaring media social.
Berdasarkan Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI), kompetensi lulusan sarjana
harus memenuhi 3 (tiga) aspek kompetensi, yaitu (1) aspek lingkup kerja berdasarkan
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
106
ISBN: 978-602-60613-0-0
pengetahuan yang dikuasai, (2) aspek kemampuan di bidang kerja dan (3) aspek kemampuan
manajerial. Berdasarkan pada hal di atas, Program Studi Teknik Pertanian bertujuan
menghasilkan lulusan dengan kompetensi seperti terlihat pada Tabel 1.
Makalah ditulis dengan menggunakan MS-WORD dalam ukuran A4 format kolom tunggal,
fully-justified dengan margin kiri 3,0 cm, margin kanan 2,5 cm, margin atas 2,5 cm, dan
margin bawah 2,5 cm. Gunakan Times new roman 12 pt dengan spasi tunggal.
Tabel 1. Kompetensi lulusan Program Studi Teknik Pertanian yang diselaraskan dengan
KKNI (TEP, 2013)
Lingkup KKNI Kompetensi Lulusan
Aspek lingkup
kerja berdasarkan
pengetahuan yang
dikuasai
1. Menguasai prinsip-prinsip keteknikan untuk melakukan
identifikasi, perumusan dan pemecahan masalah di bidang
keteknikan pertanian.
Aspek kemampuan
di bidang kerja
2. Mampu merancang bangun, kontruksi, pengelolaan sumberdaya
alam pertanian, peralatan dan proses dalam sistem pertanian,
mampu menganalisis, interpretasi, penentuan alternatif solusi, dan
pengaplikasikan eksperimen untuk meningkatkan kinerja sistem
pertanian.
Aspek kemampuan
manajerial
3. Mampu berkomunikasi ilmiah secara efektif dan tanggap terhadap
penerapan ilmu dan teknologi di bidang keteknikan pertanian,
memiliki sikap dan perilaku professional serta inovatif dalam
berkarya dan berkarier di bidang keteknikan pertanian dan
biosistem sesuai dengan etika keteknikan dan norma kehidupan
masyarakat, dan memiliki jiwa kewirausahaan dan
pengembangannya untuk dapat berkontribusi pada pembangunan di
bidang pertanian dan biosistem
Faktor pertama yang mendukung perubahan model pembelajaran di perguruan tinggi
dikarenakan adanya perubahan secara global meliputi persaingan yang semakin ketat diikuti
dengan perubahan orientasi lembaga pendidikan, yakni perubahan persyaratan kerja. Faktor
kedua karena adanya masalah yang semakin kompleks sehingga perlu disiapkan lulusan
yang mempunyai kemampuan di luar bidang studinya. Faktor ketiga karena perubahan cepat
di segala bidang kehidupan sehingga diperlukan kemampuan generik atau tranferable skill
sedangkan faktor keempat, kurikulum lama berdasarkan SK. Mendikbud No. 056/U/1994
masih berbasis content. Keempat faktor di atas mendukung pengembangan perguruan tinggi
dari model TCL ke SCL dan sesuai dengan empat pillar pendidikan, yaitu learning to know,
learning to do, learning to be, dan learning to live together (Dewayani,2006; Kurdi 2009).
Ketertinggalan informasi yang sangat dirasakan ini, pada akhirnya akan berdampak serius
terhadap kompetensi lulusan yang dihasilkan oleh perguruan tinggi tersebut. Selain itu,
motivasi mahasiswa pun akan semakin menurun, karena mereka merasa apa yang
disampaikan saat kuliah sudah tidak lagi sesuai dengan perkembangan teknologi saat ini.
Akibatnya, sebagian mahasiswa cenderung menjadi apatis dan mudah menyerah terhadap
kondisi yang mereka hadapi. Hal ini dapat terlihat pada berbagai pengukuran kualitas
pembelajaran yang dilakukan oleh dosen, seperti hasil ujian, tugas mahasiswa, serta nilai
quiz. Mahasiswa dengan motivasi tinggi, tidak hanya akan bergantung kepada informasi
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
107
ISBN: 978-602-60613-0-0
yang mereka dapatkan dari dosen, tetapi mereka akan secara proaktif menggali informasi
dari berbagai sumber, terutama media social dan internet.
Integrasi media social dan internet, yang sangat digandrungi oleh mahasiswa, kedalam
sebuah proses pembelajaran, akan menambah daya tarik dan nilai dari materi suatu mata
kuliah. Hal ini menjadi penting untuk diuji coba kedalam proses pembelajaran dan
pengembangan metode belajar pada mata kuliah yang diasuh, terutama mata kuliah
Elektronika (PNG 411).
Matakuliah Elektronika merupakan salah satu mata kuliah yang wajib diambil oleh
mahasiswa pada Program Studi Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas
Andalas. Matakuliah ini tergolong mata kuliah wajib institusi, dan masuk kedalam kelompok
mata kuliah penguasaan Keahlian dan Keterampilan (MKK). Elektronika (PNG 411)
merupakan salah satu mata kuliah yang mendukung kompetensi utama dari lulusan Program
Studi Teknik Pertanian, dimana setelah proses pembelajaran berlangsung, target capaian
mahasiswa (learning outcomes) adalah kemampuan mereka dalam merancang dan membuat
rangkaian digital jenis kombinasi sederhana dan sekuensial dasar. Selain itu, Mahasiswa juga
dituntut untuk mampu melakukan minimisasi komponen rangkaian, serta menghindari
kesalahan yang terkait dengan pemicuan dan sinkronisasi. Mata kuliah ini (PNG 411)
merupakan mata kuliah yang mendukung banyak mata kuliah lainnya, seperti MK. Kontrol
Otomatik (TPE 417), MK. Teknik Pengolahan Citra Digital (TPE 418), serta penelitian akhir
skripsi mahasiswa.
Mata kuliah ini sangat penting, karena seiring dengan kemajuan teknologi digital, peranan
elektronika digital sangat vital. Sehingga kompetensi lulusan perguruan tinggi yang memilki
kemampuan elektronika ini akan sangat mendukung peluang karir dan wirausaha mereka.
Karena, penggunaan elektronika digital tidak terbatas hanya pada bidang umum saja, namun
juga mencakup bidang militer, industry, komunikasi, bahkan telah merambah kedalam dunia
rumah tangga. Oleh karena itu, pemahaman mahasiswa terhadap matakuliah ini sangat
penting, karena akan memberikan pemahaman tentang konsep-konsep dasar maupun
pelaksanaan dan penerapan prinsip-prinsip elektronika digital, perangkat dan sirkuit terpadu.
Dengan demikian, mahasiswa dapat memilih penggunaan teknik yang paling tepat dan
efektif sesuai kebutuhan teknis mereka.
Kendala yang dihadapi oleh mahasiswa dan dosen pada mata kuliah ini adalah kurangnya
pengetahuan dasar mahasiswa tentang komponen dan perangkat elektronika. Hal ini
sebagian besar disebabkan karena mahasiswa umumnya berasal dari daerah pedesaan yang
belum banyak mendapatkan sentukan teknologi digital. Dengan demikian maka proses
pembelajaran basih terpusat kepada materi yang diberikan dosen, atau Teacher Centre
Learning (TCL). Usaha agar kelas berjalan dinamis yang dilakukan dosen, baik berupa
pembentukan kelompok diskusi kecil (Small discussion group) tidak membuahkan hasil
yang memuaskan, karena pengetahuan mahasiswa terhadap teknologi elektronika digital
masih sangat kurang. Dengan demikian, sistem pembelajaran yang berlangsung masih satu
arah, dan mahasiswa menjadi tidak aktif, serta intuisi mereka untuk memecahkan masalah
menjadi rendah. Untuk itu diperlukan suatu terobosan yang dapat menggerakkan mahasiswa
untuk berpikir kreatif dan aktif, sehingga mereka secara berkelompok mampu memecahkan
suatu masalah.
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
108
ISBN: 978-602-60613-0-0
Metodologi
Agar luaran dari pengembangan metode pembelajaran ini dapat tercapai, maka strategi
pencapaian yang akan dilakukan, disusun berdasarkan analisis penelitian tindakan kelas,
dimana parameter yang diukur mencakup hasil pencapaian pembelajaran, sebaran nilai
akhir, dan respon mahasiswa terhadap pengembangan metode pembelajaran dan asesmen
yang diterapkan. Tahapan strategi yang akan dilakukan pada penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Pengembangan asesmen mahasiswa
Model Pembelajaran Berbasis Proyek atau Project Based Learning (PBL) adalah model
pembelajaran yang menggunakan berbagai media pada kegiatan pembelajaran, melalui
pendekatan perumusan penyelesaian suatu permasalahan yang dikerjakan bersama sama
oleh peserta didik dalam suatu group. Pada PBL, mahasiswa melakukan eksplorasi,
penilaian, interpretasi, sintesis, dan informasi untuk menghasilkan berbagai bentuk
solusi atau pemecahan dari permasalahan yang dihadapi pada proses pembelajaran.
Disamping itu Kurdi (2009) menyatakan bahwa model Teacher Center Learning (TCL)
membuat mahasiswa pasif karena hanya mendengarkan kuliah sehingga kreativitas
mereka kurang terpupuk atau bahkan cenderung tidak kreatif.
Pembelajaran Berbasis Proyek merupakan salah satu metode Student Center Learning
(SCL), dimana model pembelajaran diberikan menggunakan suatu masalah sebagai
langkah awal dalam mengumpulkan dan mengintegrasikan pengetahuan baru, dan
capaian yang diperoleh oleh mahasiswa didapatkan dari pengalamannya beraktivitas saat
proses pemecahan masalah dilakukan. Seperti yang dinyatakan oleh Hadi (2007) bahwa
pada model pembelajaran SCL, mendorong mahasiswa untuk memiliki motivasi dalam
diri mereka sendiri kemudian berupaya keras mencapai kompentensi yang diinginkan.
PBL dirancang untuk digunakan pada permasalahan komplek yang diperlukan
mahasiswa dalam melakukan insvestigasi dan memahaminya. Metode PBL yang akan
digunakan dalam pengembangan metode pembelajaran ini dimulai dari suatu proses
inquiry, yaitu dengan memunculkan pertanyaan penuntun (a guiding question).
Selanjutnya mahasiswa dibimbing untuk menjawab pertanyaan tersebut dalam sebuah
proyek kolaboratif yang mengintegrasikan berbagai subjek, mencakup seluruh materi
pembelajaran sesuai dengan kurikulum.Agar penilaian terhadap mahasiswa dapat
dilakukan secara adil dan objektif, evaluasi dilakukan secara kontinyu selama proses
pembelajaran mata kuliah Elektronika berlangsung. Proses evaluasi dilakukan mulai dari
awal perkuliahan hingga akhir semester.
2. Sistem Penilaian Mahasiswa
Evaluasi dilakukan untuk menilai unsur afektif, kognitif dan psikomotorik dari
mahasiswa. Evaluasi dilakukan pada persentase kehadiran mahasiswa di perkuliahan
(10%), keaktifan mahasiswa dalam kelompok dan didalam kelas selama proses
pembelajaran dengan metode PBL berlangsung (10%). Unsur lain yang dinilai adalah
originalitas dan ingenuity mahasiswa dan kelompoknya dalam memecahkan persoalan
yang diberikan (20%), serta bagaimana masing masing individu berinteraksi didalam
kelompok serta interaksi dengan kelompok lainnya (20%). Penilaian lainnya meliputi
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
109
ISBN: 978-602-60613-0-0
pelaksanaan ujian tertulis di tengah semester (40%). Pada penilaian ini tidak dimasukkan
nilai UAS karena penelitian dilaksanakan sampai tengah semester.
Adapun penjabaran dari tiap unsur yang dinilai adalah sebagai berikut :
a. Persentase kehadiran mahasiswa (10%)
b. Keaktifan mahasiswa dalam kegiatan diskusi PBL kelompok (10%).
c. Originalitas ide mahasiswa dan kelompok (20%)
d. Interaksi individu dan kelompok (20%)
e. Ujian Tengah Semester (40%)
3. Parameter Pencapaian PTK
Parameter kesuksesan proses PBL yang dilakukan diperoleh dari pencapaian PTK,
mencakup hasil capaian pembelajaran dan kompetensi yang dimiliki oleh mahasiswa
setelah mengikuti perkuliahan ini. Parameter lain diukur dari sebaran dan rata rata nilai
akhir mahasiswa di akhir perkuliahan. Hal yang tidak kalah penting adalah respon
mahasiswa terhadap proses pengembangan metode pembelajaran yang dilakukan,
terutama terhadap metode PBL yang diterapkan.
Parameter kesuksesan ini nantinya juga diukur berdasarkan tingkat partisipasi
mahasiswa dalam kegiatan PBL. Selain itu, sebelum mahasiswa dievaluasi oleh dosen
melalui ujian tengah semester maupun ujian akhir semester, maka akan dilakukan
rangkuman materi diskusi dan PBL yang akan disimpulkan oleh dosen. Cara terakhir
yang akan dilakukan untuk menilai kesuksesan PTK dilakukan dengan melakukan survei
kepada mahasiswa tentang proses PBL dan bagaimana tanggapan mereka serta saran
perbaikan kegiatan yang diinginkan.
Hasil Dan Pembahasan
Berdasarkan hasil analisis Pembelajaran Berbasis Proyek pada mata kuliah Elektronika,
persentase sebaran nilai akhir mahasiswa yang diperoleh pada semester Ganjil 2015/2016
untuk 2 (dua) kelas yang berbeda menunjukkan bahwa mayoritas mahasiswa dapat
dinyatakan lulus 100%. Sesuai dengan peraturan akademik Universitas Andalas, mahasiswa
dianggap gagal dalam satu mata kuliah jika mendapatkan nilai dibawah C-, atau D dan E .
Mahasiswa yang gagal dalam kuliah tersebut harus mengulang kembali mengikuti proses
belajar mengajar untuk tahun depan.
Berdasarkan dari persentase nilai akhir, untuk kedua kelas (A dan B) persentase nilai yang
terbanyak diperoleh mahasiswa adalah nilai B dengan bobot sebesar 20,19 %. Persentase
jumlah mahasiswa yang terkecil didapatkan oleh nilai C- dengan bobot sebanyak 6,73 %.
Berdasarkan pengalaman dosen dan kebiasaan mahasiswa pada Program Studi Teknik
Pertanian Universitas Andalas, pada umumnya mahasiswa yang melakukan perbaikan nilai
adalah mahasiswa yang mendapatkan nilai dibawah nilai B. sementara pada mata kuliah ini
yang mendapatkan nilai dibawah B sebesar 36 %, hal ini menunjukkan bahwa proses
perkulihanan yang dijalani sudah berjalan dengan baik.
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
110
ISBN: 978-602-60613-0-0
Gambar 1. Sebaran Nilai Akhir Elektronika Kelas A dan B Semester Ganjil 2015/2016.
Gambar 2. Sebaran Nilai Akhir Elektronika Semester Ganjil 2015/2016.
Gambar 3. Perbandingan Sebaran Nilai Akhir Elektronika pada Semester Ganjil
2013/2014 dengan Ganjil 2015/2016
Perbandingan model pembelajaran model pembelajaran TCL dengan SCL yang diterapkan
pada mata kuliah elektronika dapat dilihat pada sebaran nilai akhir yang dicapai mahasiswa
(Gambar 3). Mahasiswa yang gagal (nilai akhir <C-), pada semester Ganjil 2013/2014
(metode TCL) yaitu sebesar 2,59 %. Diantaranya adalah 0,86 % untuk mahasiswa yang
mendapatkan nilai D dan 1,72 % untuk mahasiswa yang mendapatkan nilai E. Sementara
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
111
ISBN: 978-602-60613-0-0
pada semester Ganjil 2015/2016 (metode SCL) tidak ada yang gagal. Penerapan metode SCL
dapat memperbaiki capaian hasil akhir proses belajar mengajar, yaitu memperkecil jumlah
mahasiswa yang gagal dan meningkatkan jumlah mahasiswa yang memperoleh nilai yang
baik.
Kesimpulan
Dengan membagi mahasiswa menjadi beberapa kelompok akan mendorong mereka untuk
tidak mau tertinggal informasi dengan kelompok yang lain. Sugesti ini akan memberikan
dampak yang positif untuk mereka agar mau mengembangkan serta mencari kedalaman ilmu
yang sedang mereka pelajari dengan mencoba memanfaatkan teknologi yang telah ada,
seperti internet serta media sosial lainnya. disamping itu pembagian kelompok akan
memberikan pengalaman mereka untuk bekerja sama dengan orang lain.
Daftar Pustaka
Dewayani, Sylvi. 2006. “Student Centered Learning”, Materi Lokakarya Peningkatan
Kualitas Teknik Pembelajaran Student Center Learning. Yogyakarta: UGM
Hadi, R,2007. Dari Teacher-Centered Learning ke Student-Centereded Learning:
Perubahan Metode Pembelajaran di Perguruan Tinggi. Insania, Vol.12, No. 3. hal. 408419.
Kurdi FN. 2009. Penerapan Student Centered Learning dari Teacher Centered Learning
Mata Ajar Ilmu Kesehatan pada Program Studi Penjaskes. Forum Kependidikan, Volume
28, Nomor 2.
TEP, Program Studi Teknik Pertanian. 2013. Laporan Evaluasi Kurikulum PS Teknik
Pertanian Fateta Unand.
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
112
ISBN: 978-602-60613-0-0
Penerapan Sistem Evaluasi Berbasiskan Rubrik dalam Pengukuran
Capaian Pembelajaran dalam Kompetensi Kemampuan Perancangan
Lulusan di Jurusan Teknik Mesin Universitas Andalas
Eka Satria1, Meifal Rusli2
1,2Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Andalas
Kampus Limau Manis, Padang 25163, Indonesia
Email: [email protected], [email protected]
Abstrak
Salah satu yang menjadi capaian pembelajaran lulusan dalam kurikulum
berbasis outcome yang dikembangkan di Jurusan Teknik Mesin Universitas
Andalas adalah kemampuan lulusan dalam merancang sistem, komponen, atau
proses dalam memenuhi kebutuhan di bidang keteknikmesinan. Ada 5 indikator
performans yang digunakan untuk mengevaluasi capaian pembelajaran ini,
yaitu: kemampuan untuk menemukan alternatif pemecahan masalah,
kemampuan untuk membandingkan alternatif yang ada dan mengambil
keputusan, kemampuan untuk menerapkan analisis kerekayasaan dalam
mendesain komponen-komponen mekani, kemampuan untuk memilih komponen-
komponen mekanik sesuai dengan kebutuhannya, dan kemampuan dalam
menggunakan standard dan code yang ada dalam desain rekayasa mekanik dan
termal
Salah satu langkah yang dikembangkan untuk melihat keefektifan hasil capaian
pembelajaran adalah menentukan metode evaluasi yang tepat. Metode evaluasi
ini secara umum terbagi dalam dua jenis; langsung dan tidak langsung. Metode
tidak langsung melihat hasil capaian pembelajaran melalui performansi lulusan
setelah bekerja, seperti dari angket alumni, angket perusahaan, dll, sedangkan
metode langsung dikembangkan untuk melihat capaian pembelajaran dalam
proses perkuliahan. Makalah ini memaparkan cara mengevaluasi capaian
pembelajaran dengan penerapan sistem rubrik (termasuk dalam sistem evaluasi
langsung) di Jurusan Teknik Mesin Universitas Andalas.
Rubrik yang dikembangkan tersebut digunakan pada dua matakuliah yang
terkait dengan perancangan sistem, komponen atau proses, yaitu Perancangan
Teknik 1 dan Elemen Mesin 1. Pelaksanaannya dilakukan pada dua jenis sistem
evaluasi, yaitu ujian akhir semester (UAS) dan tugas besar perancangan. Hasil
yang diberikan memperlihatkan kemampuan siswa dalam 5 indikator ujuk kerja
perancangan sistem, komponen dan proses.
Kata kunci: Capaian Pembelajaran, Kompetensi Lulusan, Perancangan,
Evaluasi, Rubrik
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
113
ISBN: 978-602-60613-0-0
Pendahuluan
Visi Program Studi Teknik Mesin Universitas Andalas (PSTM Unand) pada tahun 2021
adalah “Menjadi Program Studi Teknik Mesin yang bermartabat dan bereputasi
internasional” dengan misi yang diusung “Membangun keunggulan dalam pendidikan dan
penelitian yang bereputasi internasional serta pelayanan kepada masyarakat dalam bidang
teknik mesin untuk menghasilkan lulusan yang berbudi luhur dan berdaya saing dan
mengembangkan pengetahuan dan teknologi untuk menunjang pembangunan yang
berkelanjutan”. Untuk membangun pendidikan yang bereputasi internasional ini PSTM
Unand merencanakan untuk terakreditasi secara internasional pada tahun 2019. Akreditasi
yang direncanakan adalah Accreditation Board for Engineering and Technology (ABET).
Untuk mencapai sasaran strategis ini, PSTM Unand bersama 4 program studi lainnya yang
berada dibawah naungan Fakultas Teknik Universitas Andalas, memperoleh bantuan
konsultasi persiapan melalui program Leadership in Engineering Education Accreditation
Program (LEEAP) yang dibantu oleh USAID dan Arizona State University.
Salah satu keluaran dari Program LEEAP ini adalah PSTM Unand melakukan penyesuaian
kurikulum berdasarkan standar yang diberikan oleh ABET. Hasil perumusan oleh Tim
Kurikulum PSTM Unand disepakati bahwa Capaian Pembelajaran (CP) yang harus dimiliki
oleh lulusan ke depannya adalah seperti yang ditulis dalam Tabel 1. Tenstu saja hasil
rumusan ini juga mempertimbangkan faktor-faktor lainnya, seperti permintaan stakeholder,
perkembangan dunia keteknikmesinan, aturan-aturan yang ditetapkan Dikti, kebutuhan lokal
Sumatera Barat dan juga aturan Universitas Andalas sendiri.
Tabel 1. Capaian Pembelajaran Lulusan PSTM Unand (Laporan Kurikulum PSTM Unand,
2016)
CP-1 Kemampuan menerapkan pengetahuan matematika, ilmu pengetahuan alam dan
kerekayasaan dalam menyelesaikan masalah keteknikmesinan
CP-2 Kemampuan untuk merancang dan melakukan eksperimen, termasuk dalam
analisis dan menafsirkan data
CP-3 Kemampuan dalam merancang sistem, komponen, atau proses dalam memenuhi
kebutuhan di bidang keteknikmesinan.
CP-4 Kemampuan dalam mengidentifikasi, merumuskan, dan memecahkan masalah-
masalah keteknik-mesinan.
CP-5 Kemampuan bekerja dalam tim yang multidisiplin
CP-6 Kemampuan memahami tanggungjawab professional dan etik
CP-7 Kemampuan berkomunikasi secara efektif.
CP-8 Kemampuan dalam memahami pengaruh/ impak dari perkembangan
kerekayasaan dalam konteks global, ekonomi, lingkungan, dan kemasyarakatan
CP-9 Kemampuan untuk pembelajaran seumur hidup (long-life learning).
CP-10 Mempunyai pengetahuan tentang perkembangan dan isu-isu kontemporer.
CP-11 Kemampuan untuk menggunakan teknik-teknik, keterampilan, dan perangkat
kerekayasaan dalam penerapan kerekayasaan (engineering practice).
CP-12 Kemampuan dalam memahami proses-proses bisnis untuk mengembangkan
teknologi baru dari bentuk konsep menuju komersialisasi.
CP-13 Kemampuan untuk mengamalkan nilai-nilai agama dalam kehidupan berbangsa
dan bernegara sesuai dengan nilai-nilai Pancasila.
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
114
ISBN: 978-602-60613-0-0
Makalah ini akan memaparkan bagaimana proses evaluasi yang dilakukan untuk melihat
pencapaian mahasiswa terhadap Capaian Pembelajaran 3 (CP-3) yaitu kemampuan dalam
merancang sistem, komponen, atau proses dalam memenuhi kebutuhan di bidang
keteknikmesinan. Untuk melihat hasil CP-3 ini, tim kurikulum juga telah merumuskan 5
indikator performans (PI) dari CP-3, sebagai berikut:
Tabel 2. Indikator Performans CP-3 (Laporan Kurikulum PSTM Unand, 2016)
PI-1 Kemampuan untuk menemukan alternatif pemecahan masalah
PI-2 Kemampuan untuk membandingkan alternatif yang ada dan mengambil
keputusan
PI-3 Kemampuan untuk menerapkan analisis kerekayasaan dalam mendesain
komponen-komponen mekanik.
PI-4 Kemampun untuk memilih komponen-komponen mekanik sesuai dengan
kebutuhannya.
PI-5 Kemampuan dalam menggunakan standard dan code yang ada dalam desain
rekayasa mekanik dan termal
Sistem evaluasi yang akan dilakukan untuk melihat hasil CP-3 ini adalah melalui penerapan
sistem rubrik. Sistem rubrik merupakan salah satu teknik evaluasi langsung yang diterapkan
ke mahasiswa selama perkuliahan. Sistem rubrik umumnya bukanlah sistem penilaian angka
(grading system). Sistem rubrik mengelompokan kemampuan mahasiswa/i dalam level-level
kualitas performans (quality of performance). Deskripisi dari setiap level ini dibuat sendiri
oleh pembuat rubrik tergantung dari berapa banyak tingkatan yang digunakan.
Makalah ini memaparkan cara mengevaluasi CP-3 dengan penerapan sistem rubrik untuk
PI-1 (Kemampuan untuk menemukan alternatif pemecahan masalah) dan PI-2 (Kemampuan
untuk membandingkan alternatif yang ada dan mengambil keputusan). Hanya dua PI yang
dipilih dikarenakan keterbatasan jumlah halaman yang diijinkan dalam makalah. Akan tetapi
melalui pembahasan 2 PI ini diharapkan gambaran secara umum proses evaluasi melalui
sistem rubrik telah dapat digambarkan secara jelas. Rubrik untuk PI-1 dn PI-2 ini digunakan
pada matakuliah Perancangan Teknik 1 (TMS 306). Pelaksanaannya dilakukan soal-soal
yang diberikan pada Ujian Akhir Semester (UAS) TA 2015/2016.
Rubrik untuk Asesmen
Pengukuran suatu performans atau kompetensi suatu proses pembelajaran akan menjadi
memberatkan jika tidak disertai dengan alat pengukur yang sesuai. Untuk itu, rubrik evaluasi
dapat dijadikan salah satu alat ukur dalam mengevaluasi dengan memberikan level-level
performans untuk beberapa kriteria evaluasi. Rubrik dapat menjadi alat ukur yang powerful
bagi seluruh instruktur untuk memperoleh suatu kesimpulan yang sama tentang pemahaman
peserta ajarnya.
Secara umum rubrik ini bisa dibagai dalam dua jenis. Rubrik analitik memerlukan skor
asesmen terhadap suatu performans, proses, atau skill pembejaran secara terpisah. Rubrik
analitik akan membantu pengajar dan peserta ajar dalam mengidentifikasi kekuatan dan area
yang bisa digunakan untuk peningkatan atau perbaikan. Rubrik holistik juga memerlukan
skor terhadap performans, proses atau skill pembelajaran tetapi secara keseluruhan/ umum.
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
115
ISBN: 978-602-60613-0-0
Secara konsep penggunaan rubrik holistik lebih cepat untuk digunakan akan tetapi
kelemahannya adalah cukup sulit untuk mengidentifikasi secara detil bagian mana dalam
suatu performans, proses atau skill pembelajaran yang harus diperbaiki.
Metodologi Pelaksanaan Kegiatan
Metodologi pelaksanaan kegiatan dilakukan sebagai berikut:
(1). Pembuatan kasus/tugas/soal yang akan digunakan dalam evaluasi. Kasus/tugas/soal ini
harus mencerminkan kompetensi PI-1 dan PI-2 yang diminta oleh CP-3,
(2). Pembuatan rubrik evaluasi tipe analitik untuk kompetensi PI-1 dan PI-2 dari capaian
pembelajaran CP-3,
(3). Mahasiswa/i menyelesaikan kasus/tugas/soal yang diujikan,
(4). Seluruh jawaban mahasiswa dikelompokan dalam level-level performans yang
dipersiapkan dalam rubrik,
(5). Tentukan target evaluasi,
(6). Pembahasan terhadap hasil yang diperoleh untuk setiap PI.
(7). Pembahasan terhadap hasil yang diperoleh untuk CP-3 secara keseluruhan.
Untuk tahapan pertama, dua buah soal yang terkait dengan PI-1 dan PI-2 dipersiapkan untuk
UAS mata kuliah Perancangan Teknik 1 (TMS 306) pada Semester Genap TA 2015/2016,
sebagai berikut:
Soal untuk PI-1:
Tim desain anda diminta untuk merancang sebuah kendaraan yang digunakan untuk
mengangkat dan membawa barang di area pabrik. Anda diminta untuk mencari 3
alternatif solusi bentuk kendaraan tersebut dengan menggunakan metode
Morphological Chart. Jelaskan jawaban anda dengan menggunakan tabel atau chart
yang memuat hal-hal sebagai berikut: (a). Fitur atau fungsi dari produk yang dirancang
(minimal 5 item), (b). Cara atau metode bagaimana fitur atau fungsi tadi dapat bekerja
(minimal 2-3 item), (c). gambarkan dalam bentuk sebuah tabel atau chart seluruh fitur
yang dipilih dan cara fitur tersebut dapat bekerja, (d). Identifikasi 3 alternatif jawaban.
Jelaskan secara singkat seluruh alternatif yang anda pilih
Soal untuk PI-2:
Tim desain anda diminta untuk mengevaluasi tiga buah jenis transportasi angkutan
massal yang cocok untuk kota Padang (bus, tram dan kereta api) dengan menggunakan
metode Weighted Objective. Tentukan solusi transportasi yang dipilih dengan menjawab
pertanyaan-pertanyaan berikut:
a. Sebutkan minimal 5 item tujuan perancangan (design objectives) yang
digunakan sebagai dasar dalam mengevaluasi dan jelaskan secara singkat cara
anda mendapatkannya dengan konsep Objectives Tree,
b. Jelaskan bagaimana cara anda dalam menentukan urutan/rangking dari tujuan
perancangan tersebut dengan suatu konsep yang sederhana.
c. Jelaskan bagaimana cara anda menetapkan faktor pembobot dari setiap tujuan
perancangan yang anda gunakan,
d. Jelaskan bagaimana cara anda menetapkan nilai performans atau nilai utiliti dari
setiap tujuan,
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
116
ISBN: 978-602-60613-0-0
e. Buatkan dalam sebuah tabel, hasil penghitungan dari nilai utiliti total untuk
ketiga jenis alternatif solusi tersebut, sehingga terlihat solusi terbaik yang bisa
digunakan.
Jawaban dari mahasiswa/i untuk setiap soal akan dikelompokan dalam rubrik-rubrik yang
telah dipersiapkan. Tabel 3 memperlihatkan bentuk rubrik yang dipersiapkan untuk
mengevaluasi jawaban yang diberikan untuk PI-1, sedangkan Tabel 4 memperlihatkan
bentuk rubrik yang dipersiapkan untuk mengevaluasi jawaban yang diberikan untuk PI-2.
Ada 4 kriteria evaluasi yang akan digunakan dalam PI-1 yaitu kemampuan mahasiswa/i
untuk menemukan alternatif pemecahan masalah, seperti yang dijelaskan pada Tabel 3.
Kriteria tersebut adalah: (1). Kemampuan mahasiswa/i dalam menentukan fitur atau fungsi
yang penting pada produk, (2). Kemampuan mahasiswa/i dalam menentukan bagaimana cara
fitur atau fungsi tersebut dapat dicapai, (3) Kemampuan mahasiswa/i dalam
mengembangkan cara pencapaian fitur atau fungsi tersebut dalam beberapa alternatif
pencapaian, dan (4) kemampuan mahasiswa/i dalam menentukan dua atau tiga kombinasi
solusi alternatif terbaik, dari berbagai kemungkinan yang telah dikembangkan.
Level performans secara umum dibagai dalam 5 kategori. NA untuk peserta ujian yang tidak
memberikan jawaban sama sekali, dan bagi yang memberikan jawaban, level performans
dibagi atas tahap beginning, developing, accomplished dan exemplary.
Tabel 3. Rubrik Evaluasi untuk PI-1: Kemampuan mahasiswa/i untuk menemukan
alternatif pemecahan masalah
Criteria of
Assesment
0
1
Beginning
2
Developing
3
Accomplished
4
Exemplary
List the
features or
functions
that are
essential to
the product
NA Students are
only able to list
a few features
or functions
(less than five
items) but these
are not
essential to
product
Students are
only able to list
a few features
or functions
(less five items)
but some of
them area not
essential to
product
Students are
able to list a
many features
or functions
(more than four
items) but a
few of them is
still not
essential to
product
Students are
able to list a
many features
or functions
(more than four
items) and all
of them are
essential to
product
For each
feature or
function list
the means by
which it
might be
achieved
NA Students are
only able to list
a few means
(only one or
two means for
each feature)
how the feature
or function can
be achieved,
but there are no
meaningfull
Students are
able to list a
sufficient (more
than two or
three means for
each feature)
means how the
feature or
function can be
achieved, but
many of them
Students are
able to list a
sufficient more
than two or
three means for
each feature)
means how the
feature or
function can be
achieved and
most of them
Students are
able to list a
sufficient more
than two or
three means for
each feature)
means how the
feature or
function can be
achieved and
and all of them
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
117
ISBN: 978-602-60613-0-0
relationships
between the
chosen means
and feature or
function
still do not have
a meaningfull
relationship to
feature or
function.
have a
meaningfull
relationship to
feature or
function.
have a
meaningfull
relationship to
feature or
function.
Draw up a
chart
containing
all the
possible sub-
solutions
NA
Students do not
know how to
draw a chart
containing the
possible sub-
solutions.
Students are
able to draw a
chart
containing the
possible sub-
solutions but
these are
different from
selected
features and
means resulted
from step-1 and
step-2.
Students are
able to draw a
chart
containing the
possible sub-
solutions and
these are
similar from
selected
features and
means resulted
from step-1 and
step-2.
Students are
able to draw a
chart
containing the
possible sub-
solutions and
these are
similar from
selected
features and
means resulted
from step-1 and
step-2, and able
to give general
comment about
number of
possible
solutions.
Identify
feasible
combinations
of sub-
solutions
NA Students do not
know how to
identify
feasible
combinations
of sub-solution.
Students are
able to identify
at least 2
feasible
combinations
of sub-solution
but there is no
explanation
given to their
solutions.
Students are
able to identify
more than 2
feasible
combinations
of sub-solution
but there is a
little
explanation
given to their
solutions.
Students are
able to identify
more than 2
feasible
combinations
of sub-solution
with a detail
explanation
given to their
solutions.
Ada 5 kriteria evaluasi yang akan digunakan dalam PI-2 yaitu Kemampuan untuk
membandingkan alternatif yang ada dan mengambil keputusan, seperti yang dijelaskan pada
Tabel 4. Kriteria tersebut adalah: (1). Kemampuan mahasiswa/i dalam menentukan tujuan
perancangan, (2). Kemampuan mahasiswa/i dalam menentukan prioritas terhadap tujuan
perancangan, (3) Kemampuan mahasiswa/i dalam menentukan faktor pembobot terhadap
prioritas yang ditetapkan, (4) kemampuan mahasiswa/i dalam menentukan parameter
performans dari nilai utiliti dari setiap tujuan perancangan, (4) kemampuan mahasiswa/i
dalam menentukan parameter performans dari nilai utiliti dari setiap tujuan perancanganC.
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
118
ISBN: 978-602-60613-0-0
Tabel 4. Rubrik Evaluasi untuk PI-2: Kemampuan untuk membandingkan alternatif yang
ada dan mengambil keputusan
0
1
Beginning
2
Developing
3
Accomplished
4
Exemplary
List the
design
objectives
NA Students are
able to prepare
a list of design
objectives but
cannot showing
a level of the
objectives.
Students are
able to prepare
a list of design
objectives and
have grouped
those
objectives
based on the
their level.
Students are
able to prepare a
list of design
objectives, to
group them into
sets of higher or
lower level
objectives, and
also able to
show
relationship and
interconnections
among the
objectives.
Step 3 + good
explanation
how to collect
those
objectives.
Rank-order
the list of
objectives
NA Students are
able to make a
rank-order the
list of
objectives but
with no
explanation
how to make a
rank.
Students are
able to make a
rank-order the
list of
objectives and
there is a
reasonable
explanation
behind the
decision
Students are
able to make a
rank-order the
list of objectives
using a simple
method include
with
explanation
about the
method.
Students are
able to make a
rank-order the
list of
objectives
using a
detailed
method
include with
explanation
about the
method.
Assign
relative
weightings
to the
objectives
NA
Students are
not able to
assign relative
weightings to
the objectives
Students are
able to assign
relative
weightings to
the objectives
with a simple
scaled number
without
reasonable
explanation
Students are
able to assign
relative
weightings to
the objectives
with a scaled
number based
on reasonable
explanation.
Students are
able to assign
relative
weightings to
the objectives
with a detailed
method based
on reasonable
explanation.
Establish
performance
parameters
or utility
scores for
each of the
objective
NA Students are
able to
establish
several
performance
parameters of
each objectives
Students are
able to
establish
several
performance
parameters of
each objectives
Students are
able to establish
several
performance
parameters of
each objectives
and gives a
Students are
able to
establish
several
performance
parameters of
each
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
119
ISBN: 978-602-60613-0-0
and gives a
magnitude of
each
performance
magnitude of
each
performance. In
addition, a score
for each
performance
parameters has
been notified
objectives and
gives a
magnitude of
each
performance.
In addition, a
score for each
performance
parameters
has been
notified using
reasonable
explanation.
Calculate
and
compare the
relative
utility
values of
the
alternative
designs
NA Students are
able to outline
several
alternative
designs
Students are
able to outline
several
alternative
designs, and do
a simple
calculation in
order to get a
final score for
each
performance
parameters
Students are
able to outline
several
alternative
designs, and do
a simple
calculation in
order to get a
final score for
each
performance
parameters dan
calculate a final
score for each
alternative
designs
Step 3 +
ability to make
a conclusion
Hasil dan Pembahasan
Gambar 1 dan 2 memperlihatkan hasil evaluasi terhadap kompetensi P1-1 dan PI-2 pada
matakuliah Perancangan Teknik 1 (TMS 306). Jumlah sampel yang diambil adalah 20 orang.
Untuk setiap evaluasi yang dilakukan, Tim kurikulum PSTM Unand menargetkan bahwa
jumlah mahasiswa yang berada dalam level “Accomplished” ke atas harus berjumlah
minimal 70%
Gambar 1 memperlihatkan bahwa untuk setiap kriteria evaluasi, persentase jawaban
mahasiswa/i yang termasuk dalam kategori accomplished dan exemplary telah melebihi
target 70%. Kriteria 1 memperoleh pencapaian 90% (tertinggi di antara 4 kriteria), kriteria 2
memperoleh nilai 75%, kriteria 3 memperoleh nilai 85% dan kriteria 4 memperoleh nilai
70% (terendah di antara 4 kriteria). Ini berarti, proses pembelajaran yang digunakan telah
mampu membuat mahasiswa/i untuk meraih kompetensi PI-1 tentang “Kemampuan
mahasiswa/i untuk menemukan alternatif pemecahan masalah” dalam capaian pembelajaran
CP-3. Satu hal yang mungkin masih perlu mendapatkan perhatian adalah untuk kriteria 4,
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
120
ISBN: 978-602-60613-0-0
dimana kemampuan mahasiswa dalam menentukan/ mengidentifikasi dua atau tiga
kombinasi solusi alternatif terbaik, dari berbagai kemungkinan yang telah dikembangkan
masih berkisar 70% (berada di batas target yang ditetapkan). Untuk itu perlu usaha lebih
atau perbaikan dari proses pembelajaran untuk kriteria tersebut ke depannya.
Gambar 1. Total persentase pencapaian setiap kriteria untuk PI-1
Gambar 2 Total persentase pencapaian setiap kriteria untuk PI-2
55
20
0
30
35
5585
40
5
150
25
510
155
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
List the features orfunctions that are
essential to theproduct
For each feature orfunction list the
means by which itmight be achieved
Draw up a chartcontaining all the
possible sub-solutions
Identify feasiblecombinations of sub-
solutions
Beginning orincomplete
Developing
Accomplished
Exemplary
Target 70%
0 0 0 0
25
65 70
30
45
30
55
50 15
30
25 20 15
20
5
5 5 5
2010
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
List the designobjectives
Rank-order thelist of objectives
Assign relativeweightings tothe objectives
Establishperformance
parameters orutility scores for
each of theobjective
Calculate andcompare therelative utilityvalues of thealternative
designs
NA
Beginning
Developing
Accomplished
Exemplary
Target 70%
=40%
=25% =15% 65%
70%
30%
45%
55%
90% 85%
70% 75%
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
121
ISBN: 978-602-60613-0-0
Gambar 2 memperlihatkan bahwa dari 5 kriteria yang dievaluasi, hanya kriteria 2 yang
memenuhi target pencapaian 70%. Sedangkan 4 kriteria lainnya memiliki nilai dibawah
70%, yaitu 65% untuk kriteria-1, 30% untuk kriteria 3 (terendah dari 5 kriteria), 45% untuk
kriteria 4 dan 55% untuk kriteria 5. Ini berarti untuk kompetensi PI-2 tentang “Kemampuan
untuk membandingkan alternatif yang ada dan mengambil keputusan”, mahasiswa/i belum
mengerti bagaimana prosedur desain tentang pengambilan keputusan. Untuk itu, perlu
pembenahan lebih lanjut terutama mengenai proses pembobotan terhadap prioritas tujuan
desain yang dijadikan bahan evaluasi. Kemudian mahasiswa/i terlihat juga kurang begitu
mengerti bagaimana melakukan penghitungan terhadap skor akhir dari masing-masing
tujuan desain yang akan diperbandingkan satu sama lain. Untuk itu untuk perbaikan, proses
pembelajaran harus lebih melakukan penekanan pada tiga kriteria ini (kriteria 3,4 dan 5).
Gambar 3. Hasil Evaluasi 5 PI terhadap Capaian Pembelajaran CP-3
Usaha yang direncanakan akan dilakukan tahun depan adalah dengan menerapkan proses
pembelajaran berbasiskan Student Center Learning (SCL). Ada banyak jenis SCL yang bisa
digunakan (lihat Panduan Praktis Pelaksanaan Student-Centered Learning (SCL),
2015). Salah satu yang direncanakan untuk digunakan adalah Project Based Learning (PBL).
Melalui PBL ini, mahasiswa akan dibagi dalam beberapa kelompok dengan topik tugas
perancangan yang berbeda. Melalui pengerjaan tugas besar ini diharapkan mahasiswa/i dapat
langsung menerapkan metode-metode desain dalam mengevaluasi beberapa pilihan
alternative solusi untuk mendapatkan solusi yang terbaik pada kasus-kasus perancangan
sebenarnya. Tugas berkelompok juga memberikan kesempatan kepada mereka untuk belajar
bersama dan bekerjasama dalam memahami permasalahan-permasalahan dalam
perancangan.
Pembahasan berikutnya adalah melihat hasil capaian pembelajaran CP-3 berdasarkan hasil
evaluasi setiap PI. Walaupun makalah ini hanya menampilkan proses evaluasi dari dua buah
26.25
5
25.4
6.150
53.75
48
37.04
32.3155
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
PI 1 PI 2 PI 3 PI 4 PI 5
NA
Beginning
Developing
Accomplished
Exemplary
Gap 17%7.56%
31.5%
15%
Target 70% 80%
53%
62.4%
38.4%
55%
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
122
ISBN: 978-602-60613-0-0
PI (karena masalah keterbatasan jumlah halaman), akan tetapi hasil secara umum untuk
setiap PI dari CP-3 tetap diberikan sebagaimana yang terlihat pada Gambar 3.
Gambar 3 memperlihatkan hasil evaluasi terhadap 5 PI (lihat Tabel 2) yang dimiliki capaian
pembelajaran CP-3, terlihat bahwa hanya PI-1 yang telah memenuhi target yang ditetapkan
. Sedangkan PI-2 (53%), 3 (62.4%), 4 (38.4%), dan 5 (55%) masih berada di bawah target
70% yang ditetapkan. Kondisi ini memperlihatkan bahwa mahasiswa/i belum dapat
memenuhi 80% kompetensi(4 dari 5 PI) yang disyaratkan untuk CP-3. Bahkan PI-4 tentang
kemampuan dalam memilih komponen-komponen mekanik sesuai dengan kebutuhan masih
berada pada angka 38.4% (lebih rendah dari 50%). Ini berarti bahwa masih banyak hal yang
harus diperbaiki oleh para pengampu matakuliah terkait. Para pengampu matakuliah harus
terus berusaha untuk mencari metode pembelajaran seperti apa yang harus digunakan untuk
mencapai target yang telah ditentukan, sehingga lulusan mampu menguasai capaian
pembelajaran CP-3 ini secara baik.
Kesimpulan
Beberapa poin sebagai kesimpulan dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Penggunaan sistem rubrik dalam proses evaluasi terhadap capaian pembelajaran CP-
3 cukup efektif untuk menunjukkan tingkat kemampuan mahasiswa/i dalam setiap
PI yang telah ditetapkan. Walaupun sistem rubrik dalam makalah ini tidak digunakan
untuk sistem penilaian (grading) secara langsung akan tetapi sistem rubrik juga bisa
digunakan untuk penilaian.
2. Pengukuran hasil evaluasi terhadap capaian pembelajaran melalui sistem rubrik
dapat dilakukan dengan mudah. Sebagai contoh untuk PI-1 tentang “Kemampuan
mahasiswa/i untuk menemukan alternatif pemecahan masalah”, hasil yang diberikan
menunjukkan persentase jawaban mahasiswa/i telah melebihi angka 70% untuk
seluruh kriteria evaluasi. Ini berarti tidak ada permasalahan terhadap pemahaman
mahasiswa untuk PI ini. Sedangkan untuk PI-2 tentang “Kemampuan untuk
membandingkan alternatif yang ada dan mengambil keputusan”, hasil yang diberikan
secara umum masih dibawah angka 70%. Ini berarti ada permasalahan yang cukup
serius terhadap pemahaman mahasiswa untuk PI ini. Untuk itu perlu perbaikan
terutama dalam proses pembelajaran untuk meningkatkan pemahaman mahasiswa/i
untuk kompetensi PI ini.
Daftar Pustaka
Tim Kurikulum Jurusan Teknik Mesin, 2016, Laporan Penyusunan Revisi Kurikulum
Berbasis Kompetensi Jurusan Teknik Mesin.
Lembaga Pengembangan Pendidikan dan Penjaminan Mutu (LP3M), 2014, Panduan Praktis
Pelaksanaan Student-Centered Learning (SCL).
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
123
ISBN: 978-602-60613-0-0
Pembinaan Karakter/Agama Wujud Nyata dari Student Center Learning
(SCL)
Nilma Suryani
Dosen Hukum Pidana Fak. Hukum
Universitas Andalas
Email: [email protected]
Abstrak
Menurut Travis Hirchi ada 4 hal yang menyebabkan orang taat pada hukum,
(1) attachment adalah suatu keadaan dimana seseorang individu melepaskan
rasa ego yang terdapat dalam dirinya dan diganti dengan rasa kebersamaan,
(2) commitment adalah keterikatan seseorang pada institusi konvensional,
seperti sekolah, pekerjaan, organisasi dll, (3) involvement merupakan aktifitas
seseorang dalam sub sistem konvensional seperti kalau seseorang aktif dalam
kegiatan organisasi atau olah raga tidak ada kesempatan untuk melakukan
kejahatan, (4) beliefs/agama yaitu kepercayaan seseorang pada nilai-nilai
moral/agama yang ada. Berkaitan dengan SCL yang memberikan manfaat
seperti berani menyatakan pendapat dengan baik dan sopan, memberi
kesempatan kepada orang lain menyampaikan pendapat (tidak
egois/individualis/ rasa kekeluargaan) menghargai perbedaan pendapat
dengan orang lain (bijaksana), bisa menguasai audien (berjiwa pemimpin),
itu adalah sikap/karakter baik yang dilahirkan dari agama yang kuat. Sehingga
metode SCL ini akan menjadikan mahasiswa yang bermartabat dan
berkarakter sesuai dengan tujuan dari Universitas Andalas dan sebagai ciri
khas bangsa Indonesia yang berbudi pekerti luhur. Itu merupakan modal
utama kita untuk menyongsong Peran Pendidikan Tinggi dalam menyambut
Masyarakat Ekonomi ASEAN.
Kata kunci: Pembinaan Karakter/Agama, Wujud Nyata, Student Center
Learning (SCL)
Pendahuluan
Anak merupakan makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan makhluk sosial, sejak dalam
kandungan sampai dilahirkan mempunyai hak atas hidup dan merdeka serta mendapat
perlindungan yang baik dari orang tua, keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Oleh
karena tidak ada yang boleh merampas hak atas hidup dan merdeka tersebut. Bila anak itu
masih dalam kandungan orang tuanya dan orang tuanya tersebut selalu berusaha untuk
menggugurkan anaknya dalam kandungan, maka orang tua itu akan diproses secara hukum
untuk dipertanggungjawabkan perbuatan yang melanggar hukum tersebut. Apalagi anak
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
124
ISBN: 978-602-60613-0-0
yang telah dilahirkan, maka hak atas hidup dan hak merdeka sebagai hak dasar dan
kebebasan dasar yang tidak dapat dilenyapkan atau dihilangkan, tetapi harus dilindungi
dan diperluas hak atas hidup dan hak merdeka tersebut. Selain itu anak juga merupakan
dambaan bagi setiap orangtua dan anak adalah bagian dari generasi sebagai salah satu
sumber daya manusia yang merupakan potensi dan penerus cita-cita perjuangan bangsa.
Anak sebagai generasi muda merupakan tunas-tunas bangsa yang akan meneruskan cita-
cita perjuangan bangsa dan negara. Anak merupakan individu yang sedang tumbuh dan
berkembang, baik dari segi fisik maupun mental, sehingga anak tersebut perlu diberikan
pembinaan dan perlindungan, dalam rangka menjamin pertumbuhan dan perkembangan
fisik, mental, dan sosial secara utuh, serasi, selaras dan seimbang. Anak berhak
mendapatkan pendidikan dan penghidupan yang layak serta makanan yang bergizi.
Untuk meningkatkan kecerdasan anak, anak perlu pendidikan baik formal maupun non
formal. Pendidikan formal diperoleh di sekolah mulai dari taman kanak-kanak sampai
perguruan tinggi. Anak yang berusia 5-6 tahun mengikuti pendidikan taman kanak-kanak.
Usia 7-12 tahun mengikuti pendidikan sekolah dasar. Usia 13-15 tahun megikuti sekola
lanjutan pertama. Usia 16-18 tahun mengikuti pendidikan sekolah lanjutan atas. Usia 19-
22 tahun mengikuti pendidikan di perguruan tinggi.
Menurut Undang-undang No.3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, memberikan batasan
tentang anak jika berusia 8 tahun samapai 18 tahun dan belum pernah kawin, sedangkan
menurut Undang-undang no.11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, anak
disebutkan berusia 12 tahun sampai 18 tahun. Mahasiswa berumur lebih dari 18 tahun
berarti sudah dewasa. Karena itu mahasiswa ilmu yang diajarkan kepada mahasiswa tidak
hanya bersifat teroritis tapi susah praktis untuk bisa menerapkan terori yang sudah
diajarkan diperkuliahan agar bisa diterapakan dalam kehidupan sehari-hari sama dengan
Sekolah Menengah Kejuruan. Apalagi di Fakultas Hukum khususnya bagian pidana
dimana setuap hari ada saja kejahatan dan pelanggaran yang terjadi, sehingga mahasiswa
siap membantu diri dan orang terdekat dengannya apabila ditimpa masalah, walaupun
hanya bersifat konsultan karena unutk praktek mendanpingi klien dipersidangan belum
bisa karena belum Sarjana Hukum. Karena itu Student Center Learning (SCL) adalah
metode yang tepat dalam Proses Belajar Mengajar agar mahasiswa mampu menganalisa
kasus yang terjadi di masyarakat dan siap untuk mempraktekan ilmunya dilapangan..
Pembahasan
Kriminologi berasal dari kata, Crimen yang berarti kejahatan atau penjahat dan logos
berarti ilmu pengetahuan, jadi kriminologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari
tentang kejahatan, kenapa orang menjadi jahat (penjahat) dan bagaimana cara
menanggulanginya. Orang yang melakukan kejahatan atau dalam istilah hukumnya adalah
tindak pidana atau perbuatan pidana.Perbuatan pidana menurut Moelyatno adalah
perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan mana disertai ancaman atau
sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar larangan terbut.
Setiap orang yang melakukan tindak pidana tidak dengan sendirinya
dipidana.Pertanggungjawabkan lahir dengan diteruskannya celaan yang objektif yang ada
pada tindak pidana dan secara sabjektif kepada seseorang yang memenuhi syarat untuk
dijatuhi pidana karena perbuatannya.Pengertian kesalahan secara psikologis hanya
dipandang sebagai hubungan psikologis (batin) antara pembuat dan
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
125
ISBN: 978-602-60613-0-0
perbuatannya.Hubungan batin tersebut bisa berupa kesengajaan atau kealpaan
(kelalaian).Disamping itu juga harus ada kemampuan bertanggungjawab dan tidak ada
alasan penghapus kesalahan.
Kejahatan tidak hanya dilakukan oleh orang dewasa, orang yang sudah matang
pemikirannya, tahu apakah perbuatan itu baik atau tidak sehingga bisa
dipertanggungjawabkan jika melakukan perbuatan yang dapat dihukum. Tetapi remaja
atau anak-anak juga bisa melakukan perbuatan yang dapat dihukum. Dalam Pasal 1 angka
1 menyebutkan anak adalah orang yang dalam perkara Anak Nakal telah mencapai umur 8
tahun tapi belum mencapai umur 18 tahun dan belum pernah kawin. Sedangkan anak nakal
dalam Pasal 1 angka 2 menyebutkan:
a. Anak yang melakukan tindak pidana atau
b. anak yang melakukan perbuatan yang dinyatakan terlarang bagi anak, baik menurut
peraturan perundang-undangan maupun menurut peraturan hokum yang hidup dan
berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan.
Anak nakal atau Juvenile Delinquency atau kenalakan remaja menurut Simanjuntak adalah
suatu perbuatan itu disebut delinquent apabila perbuatan-perbuatan tersebut bertentangan
dengan norma-norma yang ada dalam masyarakat dimana ia hidup, suatu perbuatan anti
sosial dimana didalamnya terkandung unsure-unsur anti normatif. Menurut Bimo Walgito
Juvenile Delinquency yakni tiap perbuatan yang bila dilakukan oleh orang dewasa, aka
perbauatn itu merupakan kejahatan tapi kalau dilakaukan oleh remaja maka disebut
kenakalan remaja.
Masalah kenakalan remaja juga sudah menjadi perhatian pemerintah dengan
dikeluarkannya Inpres No. 6 tahun 1971 yang menyebutkan bahwa kenakalan remaja ini
adalah salah satu dari bentuk kejahatan yang serius dan dapat menghambat pelaksanaan
pembangunan (Yang termasuk kejatan serius lainnya adalah masalah uang palsu, masalah
narkotika, masalah penelundupan, masalah subversi dan masalah pengawasan orang
asing). Juga masalah remaja adalah masalah bangsa keseluruhan khususnya kalau kita
menginginkan kelangsungan hidup bangsa sebaik-baiknya.
Kenalakan remaja sebagai salah satu fase yang negatif dari pertumbuhan remaja
sepantasnya mendapat perhaian dalam proporsi yang sebaik-baiknya. Maka itu perlu
diketahui secara menyeluruh tentang masala kenakalan remaja. Menurut Badan Koordinasi
Nasional untuk Kesejahteraan Keluarga dan Anak (BKN-KKA) adalah sebagai kelainan
dalam tingkah laku serta perbuatan ataupun tindakan remaja yang bersifat a sosial
(mengakui adanya norma-norma sosial tetapi dilanggarnya) atau bahkan anti sosial (tidak
mengakui adanya norma-norma sosial (tidak mengakui adanya norma-norma sosial hingga
dilaggarnya) dlam hal mana terdapat pelanggaran-pelnggaran trhadap norma agama yang
berlaku dalam masyarakat dan tindakan melanggar hokum yang apabila dilakukanoleh
orang dewasa disebut pelanggaran atau kejahatan yang dapat dituntut ataupun dapat
dihukum menurut ketentuan hukum yang berlaku.
Batasan remaja beraneka ragam menurut Winarmo Surakhmad antara 12- 24 tahun,
BKN-KKA antara usia 13 – 21 tahun dan belum menikah, Dalam KUH Perdata Pasal 330
menyatakan belum dewasa adalah mereka yang belum genap mencapai usia 12 tahun dan
tidak lebih dahulu telah kawin. Pasal 1 angka 1 UU N0.3 tahun 1997 anak adalah orang
yang dalam perkara anak nakal telah mencapai umur 8 tahun tapi belum mencapai umur 18
tahun dan belum pernah kawin. Menurut Zakiah Drajat remaja adalah masa transisi dimana
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
126
ISBN: 978-602-60613-0-0
seorang individu telah meninggalkan usia anak-anak yang lemah dan penuh
ketergantungan akan tetapi belum mampu ke usia dewasa yang kuat dan penuh tanggung
jawab baik terhadap diri maupun masyarakat yaitu anatar 13 – 21 tahun. Jadi mahasiswa
kalau menurut Hukum Pidana dikatakan telah dewasa karena berumur lebih dari 18 tahun
tapi menurut psilokologi, mahasiswa adalah masa peralihan dari anak-anak menuju dewasa
atau disebut remaja karena berkisar antara 18-21 tahun. Walaupun demikina dalam hukum
pidana kalau mahasiswa melakukan tindak pidana seperti pembunuhan, penganiayaan,
penipuan , pemerkosaan ia tetap dikenankan KUHP karena dianggap sudah dewasa, sudah
cakap hukum untuk mempertimbangkan setiap perbuatannya benar atau salah.
Pasal 1 angka 2 UU N0.3 tahun 1997 yang dikatakan anak nakal adalah anak yang
melakukan perbuatan pidana dan perbuatan yang melanggar kebiasaan yang hidup dalam
masyarakat. Tidak dijelaskan seperti apa perbuatan yng melanggar tersebut. Secara rinci
BKN-KKA menyebutkan bentuk kenakalan remaja seperti:
1. Pergi tidak pamit orang tua
2. Menentang orang tua atau wali
3. tidak sopan terhadap orang tua, wali, pengasuh, keluarga dan orang lain
4. menjelekkan nama keluarga
5. Membohong
6. Suka keluyuran
7. Memiliki atau menggunakan alat yang dapat membahayakan orang lain yang tidak
diperuntukkan baginya
8. Berpakaian tidak senonoh
9. Menghias diri secara tidak wajar dan menimbulkan celaan oleh masyarakat
10. Membolos sekolah
11. Menentang guru
12. Tidak mengerjakan tugas sekolah
13. Bergaul dengaan orang yang jelek reputasi seperti germo, pelacur, residivis
14. Berada ditempat yang tidak baik bagi remaja
15. Pesta semalaman yang tidak dikontrol orang tua dan tidak sesuai dengan sopan
santun
16. Membaca buku-buku yang merusak perkembangan jiwa remaja, seperti buku
porno, novel
17. Memasuki tempat yang membahayakan jiwanya
18. Menjadi pelacur, tak senonoh, cabul dihadapan seseorang atau umum
19. Hidup ditempat kemalasan dan kejahatan
20. Ramai-ramai naik bus dan tidak
21. Minum minuman keras
22. Merokok ditempat umum sebelum batas umur yang pantas
Ada beberapa penyebab terjadinya kenakalan remaja:
1. Keadaan Keluarga
Keluarga merupakan tempat berkumpul, berbagi cerita dan sebagai tempat pendidikan
yang pertama dan utama bagi anak. Pada dasarnya keluarga merupakan lingkungan
kelompok sosial yang paling kecil, akan tetapi juga merupakan lingkungan yang paling
dekat dan terkuat dalam mendidik anak terutama bagi anak-anak yang belum
memasuki bangku sekolah. Sehingga Keluarga sangat mempengaruhi perkembangan
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
127
ISBN: 978-602-60613-0-0
jiwa anak. Jika dalam keluarga tidak ada perhatian dan cinta kasih orang tua
menyebabkan anak menjadi anak, inilah pemicu anak menjadi delinquent .
2. Keadaan sekolah
Tempat pendidikan kedua setelah keluarga adalah sekolah. Di sekolah remaja
bersosialisasi dengan siswa yang lain, bersosialisasi dengan guru. Dalam bergaul
dengan teman kadang siswa bisa terpengaruh dan meniru perilaku yang tidak baik.
Siswa yang mempunyai perilaku yang tidak baik dan berani bisa menguasai teman
bahkan berbuat jahat terhadap teman lain, terjadilah memeras teman yang kaya,
memeras teman yang penakut, mengancam, menyuruh teman yang lain mengerjakan
tugasnya kalau tidak mau akan dianiaya, memeras, menyilet dan yang lebih fatal lagi
bekerja sama dengan preman sekitar sekolah. Ini sudah merupakan awal bagi siswa
untuk menjadi pelaku kejahatan. Kalau tidak diberantas maka fungsi pendidikan yang
berguna untuk membuat siswa menjadi pintar dan berakhlak mulia sangat jauh dari
harapan Karena itu peran Guru BP sangat penting sekali karena Guru BP bertugas
untuk menasehati dan membimbing akhlak siswa agar menjadi siswa yang baik dan
berakhlak mulia.
3. Keadaan Masyarakat
Keadaan masyarakat dan kondisi lingkungan dalam berbagai corak dan bentuknya
akan berpengaruh baik langsung maupun tidak langsung terhadap anak-anak remaja
dimana mereka hidup berkelompok. Perubahan-perubahan masyarakat yang
berlangsung secara cepat dan ditandai dengan peistiwa-peristiwa yang menegangkan
seperti persaingan dibidang perekonomian, pengangguran, keanekaragaman mas
media, fasilitas rekreasi yang bervariasi pada garis besarnya memiliki korelasi relevan
dengan adanya kejahatan pada umumnya termasuk kenakalan anak atau remaja.
Agar mahasiswa terhindar dari baik kejahatan untuk orang dewasa maupun kejahatan
remaja menurut Travis Hirchi ada 4 hal yang menyebabkan orang taat pada hukum yaitu:
(1) attachment adalah suatu keadaan dimana seseorang individu melepaskan rasa ego
yang terdapat dalam dirinya dan diganti dengan rasa kebersamaan, contoh orang akan
taat hukum karena dia juga mengharhai orang lain sehingga tidak mau menipu orang
karena dia tidak juga mau ditipi, atau tidak mau mencari uang yang terletak dalam
kotak amal karena walaupun tidak ada orang yang akan tahu dia yang melakukannya,
apabila dikaitkan dengan sistem SCL, mahasiswa dalam berdiskusi akan menghargai
perbedaan pendapat dengan orang lain karena dia juga punya pendapat sendiri dan
tentu mau pula dihargai oleh orang lain ( Kemampuan menyampaikan pendapat dan
menghargai orang lain, bijaksana)
(2) commitment adalah keterikatan seseorang pada institusi konvensional, seperti sekolah,
pekerjaan, organisasi dan lain-lain. Mahasiswa tidak akan melakukan kejahatan atau
pelanggaran karena terikat dengan kampus yang bertujuan mendidik mahasiswa
menjadi berprilaku baik apalagi Fakultas Hukum yang mengajarkan apa-apa saja
perbuatan yang tidak boleh dilakukan agar terhindar dari tindak pidana yang
menyebabkannya masuk penjara. Bila dikaitkan dengan SCL dimana proses belajar
mengajar berupa diskusi itu menjadikan mahasiswa yang jujur dan sopan dalam
menyampaikan pendapat sehingga tidak menyinggung perasaan orang lain yang bisa
menyebabkan terjadi perkelahian dan penganiayaan, penghinaan, pemcemaran nama
baik bahkan pembunuhan karena merasa dihina didepan orang banyak. Dengan SCL
itu membuat mahasiswa bisa meredam rasa amarah atau emosi karena menghargai
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
128
ISBN: 978-602-60613-0-0
pebedaan pendapat dan menyampaikan pendapat dengan kata-kata serta cara yang
sopan (Kemampuan menerima perbedaan pendapat, terhindar dari
emosi/dewasa/bijaksana dalam bertutur kata/sopan/Etika)
(3) involvement merupakan aktifitas seseorang dalam sub sistem konvensional seperti
kalau seseorang aktif dalam kegiatan organisasi atau olah raga tidak ada kesempatan
untuk melakukan kejahatan, contoh kalau mahasiswa ikut aktif dalam ekstra kurikuler
jadi tidak ada waktu untuk melakukan kejahatan dan pelanggaran. Jika dikaitkan
dengan SCL metode diskusi, menyebabkan mahasiswa berlomba untuk
menyampaikan pendapat dan saling menghargai perbedaan pendapat sehingga tidak
egois atau tidak individualis tapi memupuk rasa kekeluargaan karena setiap orang
diberi kesempatan menyampaikan pendapat.(Kemampuan menyampaikan pendapat,
tidak egois/individualis, rasa kekeluargaan)
(4) beliefs/agama yaitu kepercayaan seseorang pada nilai-nilai moral/agama yang ada,
orang yang mempunyai ketaatan kepada agamanya terhindar dari tindak pidana karena
agama melarang hambanya melakukan perbuatan yang tidak benar dan diberi
hukuman berupa dosa dan perasaan bersalah serta dimasukan nanti diakhirat ke dalam
neraka yang sangat mengerikan. Bila dikaitkan dengan SCL, metode diskusi,
menjadikan mahasiswa yang santun dan sopan dalam menyampaikan pendapat,
menghargai pendapat orang lain, saling mengingatkan jika ada yang keluar dari
pembahasan serta menguasai audien yang menjadikan dia berani dalam bersikap dan
bertindak. (Kemampuan berani menyampaikan pendapat dimuka umum/ audien /
Berjiwa Pemimpin/Etika/Karakter)
Sebenarnya softskills dalam bidang pendidikan bukan hal yang baru seperti ketika kita
SD-SMA ada Sistem Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA). Ini merupakan wujud dari SCL
karena guru menjadikan siswa untuk belajar terlebih dahulu di rumah dengan memberikan
tugas. Ketika di sekolah didiskusikan baik dalam kelompok kecil secara bergantian
maupun satu-satu disuruh ke depan mempresentasikan bahan kemudian ditanya dan
ditanggapi oleh teman, kemudian dibetulkan sambil diterangkan oleh guru. Softskills
kembali didengungkan lagi karena perguruan tinggi merasa banyak mahasiswa yang tamat
tidak mampu berkomunikasi ketika wawancara atau kalah bersaing dengan tamatan yang
lain. SCL merupakan metode yang bagus karena menjadikan semua mahasiswa pintar,
karena mahasiswa / siswa yang pintar belajar dulu pada malam hari sebelum gurunya
besok menerangkan di sekolah, sehingga ketika guru bertanya mereka bisa menjawab. Jadi
SCL harus diterapkan di perguruan tinggi karena perguruan tinggi menciptakan
mahasiswa yang siap pakai baik ketika diperkuliahan sudah bisa berkomunikasi dan
memberikan masukan terhadap masalah hukum yang terjadi di masyarakat khususnya di
keluarga, karena masalah hukum pidana adalah masalah yang terjadi dalam kehidupan
sehari-hari seperti dituduh mencuri, menghina orang lain, atau melakukan pemganiayaan
atau membunuh karena suatu hal atau pelanggaran lalu lintas, narkotika dan kesusilaan
maupun setelah tamat nantinya bisa siap pakai karena mahasiswa sudah dibekali ilmu,
kemampuan dan ketrampilan serta wawasan.
SCL yang memberikan manfaat( DIKTI 2015):
1. berani menyatakan pendapat dengan baik dan sopan ( Etika )
2. memberi kesempatan kepada orang lain menyampaikan pendapat (tidak
egois/individualis/ rasa kekeluargaan)
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
129
ISBN: 978-602-60613-0-0
3. menghargai perbedaan pendapat dengan orang lain (bijaksana)
4. bisa menguasai audien (berjiwa pemimpin)
Merupakan Pembinaan Karakter yang lahir dari beliefs/agama dimana mahasaiswa dalam
bersikap berdasarkan agama yang dianutnya dilarang untuk melakukan perbuatan yang
tidak baik dan itu tercermin dari manfaat SCL melahirkan mahasiswa yang bermartabat
dan berkarakter sesuai dengan visi misi Universitas Andalas menjadikan mahasiswa
tamatan Universitas Andalas yang siap pakai dan bertarung dengan tamatan universitas
lain menyambut Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Itu merupakan modal utama kita
untuk menyongsong Peran Pendidikan Tinggi dalam menyambut Masyarakat Ekonomi
ASEAN
Kesimpulan
1. Agar Kemenristek mengusulkan kepada Kemendiknas supaya menerapkan metode
SCL dengan menyediakan banyak bahan rujukan berupa buku-buku seperti masa kita
sekolah dulu karena metode Kurikulum 2013 tidak punya bahan pegangan hanya
mengandalkan internet, tidak semua orang tidak punya internet, guru tidak
menjelaskan mana yang benar hanya diserahkan kepada siswa sehingga timbul
ketidakpastian mana yang benar.
2. Agar guru dan dosen tidak hanya mengejar administrasi tapi betul-betul memberikan
ilmu kepada siswa dan mahasiswa sehingga terjadi transfer knowledge yang
sebenarnya dan bisa dipercaya kebenarannya serta mereka mampu menerapkan ilmu
tersebut dan siap pakai dan bersaing dalam era pasar bebas MEA.
Daftar Pustaka
Abdussalam, 2007, Hukum Perlindungan Anak, Restu Agung, Jakarta
Abdoerrachman, dkk, 1985, Ilmu Kesehatan Anak, Penerbit Bagian Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran UI, Jakarta
Bimo Walgito, 1982, Kenakalan Anak (Juvenile Delinquency), Fakultas Psikologi UGM,
Yogyakarta
Moelyatno, 2000, Asas-asas Hukum Pidana,,Rineka Cipta, Jakarta
Nilma Suryani, 2015, Hukum Pidana Dasar bagi Mahasiswa untuk Mengetahui Hukum
yang Sebenarnya, Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi I
di Padang pada tanggal 6-7 Agustus 2015, Fakultas Teknik Universitas Andalas,
Padang
Sudarto, 1987, Hukum Pidana, Alumni Bandung, Bandung
Sudarsono, 2005, Etika Islam tentang Kenakalan Remaja, Rineka Cipta,Jakarta
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
130
ISBN: 978-602-60613-0-0
Topo Santoso dan Eva Achjani Zulfa, 2009, Kriminologi, Rajagrafindo Persada, Jakarta
Winarmo Surakhmad,1980, Psikologi Pemuda,Jemmars, Bandung
Zakiah Drajat, 1983, Kesehatan Mental, Gunung Agung, Jakarta
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
131
ISBN: 978-602-60613-0-0
Perumusan Capaian Pembelajaran Kurikulum Program Studi Sistem
Komputer Mengacu Pada Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia
(KKNI)
Derisma
Sistem Komputer Universitas Andalas
Kampus Limau Manis, Pauh, Sumatra Barat
Email: [email protected],
Abstrak
Kurikulum dan capaian pembelajaran prodi wajib dievaluasi dan disesuaikan
dengan ketentuan Standar Nasional Pendidikan Tinggi No 49 tahun 2014 Tentang
KKNI, di samping memenuhi tuntutan pengguna lulusan, tuntutan global, dan
perkembangan ipteks. Hasil dari rancangan kurikulum program studi S1 Prodi
Sistem Komputer Universitas Andalas mempunyai 3 Profil, 49 Jumlah Capaian
Pembelajaran (CPL), dengan beban belajar sebanyak 144 SKS. CPL yang
dirumuskan sudah berdasarkan SN-Dikti, level KKNI, sudah menggambarkan
visi, misi jurusan, dansudah sesuai dengan kebutuhan bidang kerja atau
pemangku kepentingan.
Kata kunci: Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI), Asosiasi
Pendidikan Tinggi Informatika dan Komputer (APTIKOM),
Capaian Pembelajaran (CPL).
Pendahuluan
Ada semacam gap antara lulusan perguruan tinggi dengan dunia kerja. Persoalan
pengangguran bukan karena tidak ada pekerjaan, tetapi juga ketidaksesuaian antara jenis
pekerjaan dan lulusan yang memenuhi kualifikasi yang dibutuhkan, sehingga ada sejumlah
pekerjaan yang tidak bisa diisi oleh lulusan perguruan tinggi. Pemangku kepentingan tidak
tahu capaian pembelajaran yang dimiliki oleh lulusan. Kemampuan apa saja yang dimiliki
oleh perguruan tinggi lulusan jenjang diploma, sarjana, magister, dan doktor? Bagaimana pula
dengan mereka yang memiliki kemampuan memadai meski tidak diperoleh melalui
pendidikan formal? Pertanyaan lainnya adalah apakah lulusan pendidikan sarjana di Indonesia
setara dengan lulusan sarjana dari Malaysia, Filipina, Singapura atau Thailand? Begitu juga
sebaliknya? Secara eksternal, kita berhadapan dengan persaingan-persaingan global saat ini
terutama dalam AFTA, WTO, GATTS dan sebagainya sehingga globalisasi pendidikan
menjadi pertimbangan. Dalam konteks Indonesia, sebuah terobosan penting telah dilakukan
oleh Presiden Joko Widodo terutama dalam penunjukan pembantunya yang tidak lagi
berdasarkan ijasah dan kualifikasi tetapi justru berdasarkan kompetensi dan prestasi kerja [1].
Hal inilah yang pada dasarnya melatarbelakangi keluarnya Perpres no. 8 tahun 2012 mengenai
kerangka kualifikasi nasional Indonesia (KKNI), yang merupakan kerangka penjenjangan
kualifikasi SDM yang menyetarakan capaian pembelajaran bidang pendidikan dengan
pelatihan dan pengalaman kerja. Menurut pasal 2 Perpres 8/2012, KKNI terdiri atas sembilan
jenjang kualifikasi dari jenjang 1 sampai jenjang 9. Adanya KKNI memberikan kesempatan
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
132
ISBN: 978-602-60613-0-0
kepada siapapun dia, dengan kompetensi yang dimiliki dapat disejajarkan satu dengan yang
lain. Pencapaian KKNI dapat dilakukan melalui berbagai jalur, yaitu pendidikan formal,
pengembangan profesi, peningkatan karier di dunia kerja, dan akumulasi pengalaman
individu.[2]
Otonomi pendidikan tinggi dalam pengaturan kurikulum dijamin oleh Undang-Undang
Sistem Pendidikan Nasional. Penjelasan Undang-Undang tersebut, maka pengembangan
kurikulumdan mereview kurikulum pada pendidikan tinggi, merupakan kewenangan dan
tanggung jawab sepenuhnya pendidikan tinggi dalam hal ini pada program studi masing-
masing. Untuk prodi sistem komputer penyusunan kurikulum penting agar lulusan mampu
beradaptasi dan siap bersaing di dunia kerja. Selain alasan tuntutan paradigma baru
pendidikan global, menurut APTIKOM (Asosiasi Perguruan Tinggi Informatika dan
Komputer) di Indonesia antara lulusan sarjana komputer S1 dengan jenjang lainnya misalnya
D3, tidak memiliki kesetaraan kualifikasi bahkan pada lulusan dari program studi yang sama.
Selain itu, tidak juga dapat dibedakan antara lulusan pendidikan jenis akademik, vokasi
dengan profesi. Gambar 1 mendeskripsikan masukan industri dan asosiasi pengguna lulusan
komputer informatika [3]
Gambar 1. Masukan Industri dan Asosiasi Pengguna Lulusan Komputer Informatika [4]
Manfaat perumusan capaian pembelajaran kurikulum ini adalah agar Prodi Sistem Komputer
Unand dapat menyempurnakan draft kurikulum yang sudah dikerjakan oleh tim pada bagian
profil dan capaian pembelajaran.
Metodologi
Secara sederhana, kurikulum dapat diartikan sebagai seperangkat rencana dan pengaturan
mengenai capaian pembelajaran lulusan, bahan kajian, proses, dan penilaian yang digunakan
sebagai pedoman penyelenggaraan pendidikan. Kurikulum dan pembelajaran dikti wajib
direkonstruksi dan disesuaikan dengan tuntutan KKNI dan SN-DIKTI, di samping memenuhi
tuntutan pengguna lulusan, tuntutan global, dan perkembangan ipteks. Keluarnya sejumlah
peraturan perundang-undangan seperti UU No. 12 tahun 2012 tentang pendidikan tinggi,
Perpres No. 8 tahun 2012 tentang kerangka kualifikasi nasional Indonesia (KKNI), dan
Permendikbud No. 49 tahun 2014 tentang standar nasional pendidikan tinggi, memberikan
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
133
ISBN: 978-602-60613-0-0
pesan kuat bahwa pendidikan tinggi harus mampu melahirkan manusia Indonesia yang cakap,
berkarakter, dan berdaya saing. Pendidikan tinggi berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa. Selain itu, pendidikan tinggi harus mampu memberdayakan mahasiswa
menjadi manusia terdidik (educated person) yang berpengetahuan, kreatif, inovatif, dan
berkarakter. Manusia Indonesia juga harus mampu sejajar dan bersaing dengan warga bangsa
yang lain. Kualifikasi manusia Indonesia seperti itulah yang diharapkan bisa terbentuk
melalui proses pendidikan di perguruan tinggi.[5]
Gambar 2. Kaitan KKNI dengan CP[3]
Dalam perspektif KKNI, setiap program studi diharuskan memperjelas “profil lulusan” yang
diharapkan melalui kegiatan pelacakan studi, studi kelayakan dan analisis kebutuhan di
masyarakat. Profil lulusan mencerminkan kemampuan minimal yang harus dikuasai
mahasiswa setelah lulus yang merujuk pada empat aspek kebutuhan (1) sikap (attitude), (2)
bidang kemampuan kerja, (3) pengetahuan, dan (4) manajerial dan tanggung jawab. Keempat
kemammpuan kemudian harus dijabarkan ke dalam sebuah capaian pembelajaran (learning
outcome) pada setiap mata kuliah di program studi. Capaian pembelajaran merupakan
kemampuan yang diperoleh seseorang melalui internalisasi pengetahuan, sikap, ketrampilan,
kompetensi, dan akumulasi pengalaman kerja. Sehingga nantinya, semua perencanaan
pembelajaran atau Rencana Pelaksanaan Semester (RPS) harus didasarkan pada capaian
pembelajaran (Learning Outcome) yang sesuai dengan kebutuhan profil lulusan[3].
Dalam merumuskan profil dan capaian pembelajaran (CPL) ada beberapa pertanyaan yang
harus dijawab
a) Apakah CPL dirumuskan sudah berdasarkan SN-Dikti, khususnya bagian sikap dan
ketrampilan umum?
b) Apakah CPL dirumuskan sudah berdasarkan level KKNI, khususnya bagian ketrampilan
khusus dan pengetahuan?
c) Apakah CPL menggambarkan visi, missi perguruan tinggi, fakultas atau jurusan?
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
134
ISBN: 978-602-60613-0-0
d) Apakah CPL dirumuskan berdasarkan profil lulusan?
e) Apakah profil lulusan sudah sesuai dengan kebutuhan bidang kerja atau pemangku
kepentingan?
Hasil dan Pembahasan
Kurikulum rumpun komputer Indonesia mengacu dan mengadaptasi Computing Curricula,
yaitu panduan kurikulum bidang komputer (computing) yang diterbitkan secara bersama oleh
ACM (the Association for Computing Machinery), AIS (the Association for Information
System) dan IEEE-CS (the IEEE Computer Society). Beberapa dokumen usulan kurikulum
yang diajukan APTIKOM (Asosiasi Perguruan Tinggi Informatika dan Komputer) juga
mengacu ke Computing Curricula 2001 dan 2005. Computing Curricula memberikan panduan
tentang penyelenggaraan, penamaan mata kuliah beserta pembobotannya dan penyusunan
kurikulum pada 5 jurusan, yaitu: Computer Engineering (CE, Teknik Komputer), Computer
Science (CS, Ilmu Komputer), Information Systems (IS, Sistem Informasi), Information
Technology (IT, Teknologi Informasi), Software Engineering (SE, Rekayasa Perangkat
Lunak). Computing Curricula membuat suatu komparasi umum dan pembobotan mata kuliah
tiap jurusan dengan visualisasi grafis seperti Gambar 3 (a). Sumbu horizontal
menggambarkan arah pengembangan (apakah lebih teoritis atau lebih praktis), sedangkan
sumbu vertikal menggambarkan topik dan desain mata kuliah yang diajarkan. Dengan melihat
grafik tersebut dapat dikaji mata kuliah-mata kuliah apa yang sama antar kelima disiplin ilmu
Computing tersebut meskipun dalam penyampaian materinya memiliki perbedaan kedalaman.
Selain itu dapat juga dianalisis mata kuliah-mata kuliah yang menjadi pembeda antar disiplin
ilmu tersebut.
Gambar 3. (a) Computing Curricula (b) Roadmap Ranah Keilmuan Sistem Komputer S1
Gambar 3 (b) menggambarkan roadmap/peta alur bidang sistem komputer untuk jenjang S1,
setara dengan KKNI level 6, yang dibuat berdasarkan: a. Ranah Topik (Topic Area), b. Ranah
Keilmuan, c. Bidang Kajian/Area of Knowledge/Body of Knowledge [6]
Visi Prodi Sistem Komputer Unand: “Menjadi Program Studi Sistem Komputer yang
terkemuka di tingkat nasional pada tahun 2025”.
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
135
ISBN: 978-602-60613-0-0
Misi Prodi Sistem Komputer:
1. Menyelenggarakan pendidikan berkualitas tinggi untuk menghasilkan lulusan yang
profesional dan mampu memenuhi kebutuhan masyarakat, industri, dan pemerintah
2. Melaksanakan riset untuk pengembangan konsep dan ilmu yang berkelanjutan di bidang
teknik komputer
3. Melaksanakan pengabdian masyarakat dalam rangka penerapan ilmu teknik komputer
Program Studi Sistem Komputer merupakan pengejawantahan dari bidangilmu
Teknik komputer (computer engineering). Teknik komputer mempersiapkan mahasiswa agar
dapat memahami dan merancang sistem komputer secara menyeluruh, mencakup piranti keras
(hardware), piranti lunak (software), dan jaringan komputer (network), yang selanjutnya akan
diterapkan di bidang teknologi informasi, misalnya perancangan perangkat komputer yang
bersifat pintar (intelligent), bergerak, dan mudah dibawa (mobility), serta dapat terhubung ke
jaringan luas (connectivity). Sehubungan dengan surat direktur pembelajaran dan
kemahasiswaan Dirjen Dikti nomor 2293/E3/2014 tanggal 28 mei 2014 tentang perubahan
nomenklatur program studi yang mengacu kepada rumpun ilmu, KKNI dan penamaan secara
internasional maka untuk sistem komputer kurikulum (body of knowledge) wajib mengacu
pada ACM dan APTIKOM [7]. Knowledge Area untuk sistem komputer mengacu kepada
ACM Computer Engineering (ACMCE), dalam perkembangannya, ACM CE yang terbaru
adalah keluaran tahun 2016, ada beberapa perbedaan dengan versi sebelumnya (ACM CE
2004), dapat dilihat pada Tabel 1
Tabel 1. ACM Computer Engineering [8]
Dengan berpedoman pada ACM CE 2016 dapat dipahami bahwa bidang-bidang circuit and
electronics, computer architecture&organization, embedded systems dan software design
menempati bobot terbesar. Melihat karakteristinya yang sedemikian rupa,dibutuhkan
fasilitaslaboratorium perangkat keras digital yang lengkap dan handal untukdapat
melahirkan lulusan yang berkualitas. Penguasaan terhadap bidang-bidang tersebut akan
menghasilkan profil sebagai Computer Engineers. Computer engineers bekerja dengan
hardware dan software, memastikan bahwa keduanya terintegrasi dan berfungsi dengan baik.
Sebagian besar profesi yang berkaitan dengan computer engineering tidak banyak terdapat di
Indonesia karena tenaga ahli di bidang ini banyak dipekerjakan di industri mikroprosesor dan
integrated circuit yang melibatkan proses fabrikasi mikroelektronika dan desain arsitektur
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
136
ISBN: 978-602-60613-0-0
mikroprosesor yang saat ini belum ada di Indonesia. Kalaupun ada hanya pada proses
assembling/perakitan dan bukan desain serta pengembangannya. Tetapi Sistem Komputer
Unand memasukkannya sebagai profil untuk mempersiapkan mahasiswa agar dapat bersaing
secara global.
Hasil tracer study dalam bentuk diskusi langsung dengan alumni dan penyebaran angket ke
industri didapatkan hasil bahwa banyak lulusan sistem komputer bekerja dan dibutuhkan
untuk menempati posisi computer network engineer. Besarnya peluang kerja pada posisi
Computer Networking dan computing menghasilkan profil Computer Network Engineer.
Computer network engineers, juga dikenal sebagai Network Architects, merencanakan dan
membangun jaringan komunikasi data yang melibatkan perangkat keras dan perangkat lunak
untuk membuat jaringan komputer. Tujuannya adalah untuk memastikan operasi yang lancar
dari jaringan komunikasi untuk menyediakan performance yang maksimum
Gambar 4. Lapangan Kerja [9]
Siklus teknologi berkembang sangat cepat [10]. Emerging teknologi merupakan teknologi
pengembangan, artinya mengembangan teknologi yang sudah ada sebelumnya yang
diperkirakan berpotensi sangat bermanfaat. Biasanya dilandasi perubahan filosofi/konsep atau
pendekatan yang berbeda dari teknologi sebelumnya. Peranan internet dalam kehidupan
masyarakat modern sehari-hari menjadi bagian yang tidak dapat terpisahkan, sehingga
kemudian lahir konsep mengenai IoT. IoT didefinisikan sebagai interkoneksi dari perangkat
komputasi tertanam (embedded computing devices) yang teridentifikasi secara unik dalam
keberadaan infrastruktur internet. Internet of Things saat ini menjadi trend teknologi
informasi, hingga beberapa tahun kedepan. Meskipun terbilang baru, tapi perkembangannya
sangat cepat, terlebih lagi perusahaan-perusahaan IT besar seperti Intel, IBM, Google,
Microsoft, dan Cisco beramai-ramai menjadi leader di bidang ini. Semakin banyak perangkat
yang terkoneksi ke Internet maka semakin besar peluang bisnisnya. Konsep Embedded
System menjadi salah satu mata kuliah yang diajarkan dalam program studi Sistem Komputer.
Kemampuan untuk menciptakan produk embedded system menghasilkan profil sebagai
Embedded System Engineers.
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
137
ISBN: 978-602-60613-0-0
Gambar 5. Cycle for Emerging Technologies [10]
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
138
ISBN: 978-602-60613-0-0
Setiap lulusan program studi rumpun Ilmu Informatika dan Komputer harus memiliki sikap
sebagai berikut:
1) bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan mampu menunjukkan sikap religius
2) menjunjung tinggi nilai kemanusiaan dalam menjalankan tugas berdasarkan agama,
moral dan etika;
3) dapat berperan sebagai warga negara yang bangga dan cinta tanah air, memiliki
nasionalisme serta rasa tanggungjawab pada negara dan bangsa;
4) dapat berkontribusi dalam peningkatan mutu kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara berdasarkan Pancasila;
5) dapat bekerja sama dan memiliki kepekaan sosial serta kepedulian terhadap masyarakat
dan lingkungan;
6) dapat menghargai keanekaragaman budaya, pandangan, agama, dan kepercayaan, serta
pendapat atau temuan orisinal orang lain;
7) taat hukum dan disiplin dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara;
8) menunjukkan sikap bertanggungjawab atas pekerjaan di bidang keahliannya secara
mandiri;
9) menginternalisasi nilai, norma, dan etika akademik;
10) menginternalisasi semangat kemandirian, kejuangan, dan kewirausahaan.
Lulusan Program Sarjana wajib memiliki keterampilan umum sebagai berikut:
1) mampu menerapkan pemikiran logis, kritis, sistematis, dan inovatif dalam konteks
pengembangan atau implementasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang memperhatikan
dan menerapkan nilai humaniora yang sesuai dengan bidang keahliannya;
2) mampu menunjukkan kinerja mandiri, bermutu, dan terukur;
3) mampu mengkaji implikasi pengembangan atau implementasi ilmu pengetahuan
teknologi yang memperhatikan dan menerapkan nilai humaniora sesuai dengan keahli
annya berdasarkan kaidah, tata cara dan etika ilmiah dalam rangka menghasilkan solusi,
gagasan, desain atau kritik seni, menyusun deskripsi saintifik hasil kajiannya dalam
bentuk skripsi atau laporan tugas akhir, dan mengunggahnya dalam laman perguruan
tinggi;
4) menyusun deskripsi saintifik hasil kajian tersebut di atas dalam bentuk skripsi atau
laporan tugas akhir, dan mengunggahnya dalam laman perguruan tinggi;
5) mampu mengambil keputusan secara tepat dalam konteks penyelesaian masalah di
bidang keahliannya, berdasarkan hasil analisis informasi dan data;
6) mampu memelihara dan mengembangkan jaringan kerja dengan pembimbing,
kolega,sejawat baik didalam maupun di luar lembaganya;
7) mampu bertanggungjawab atas pencapaian hasil kerja kelompok dan melakukan supervisi
dan evaluasi terhadap penyelesaian pekerjaan yang ditugaskan kepada pekerja yang
berada di bawah tanggungjawabnya;
8) mampu melakukan proses evaluasi diri terhadap kelompok kerja yang berada dibawah
tanggung jawabnya, dan mampu mengelola pembelajaran secara mandiri;
9) mampu mendokumentasikan, menyimpan, mengamankan, dan menemukan kembali data
untuk menjamin kesahihan dan mencegah plagiasi.
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
139
ISBN: 978-602-60613-0-0
Tabel 2. Deskripsi Capaian Pembelajaran
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
140
ISBN: 978-602-60613-0-0
Tabel 3. Capaian Pembelajaran
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
141
ISBN: 978-602-60613-0-0
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
142
ISBN: 978-602-60613-0-0
Tabel 4. Jumlah Capaian Pembelajaran
CPL yang dirumuskan sudah berdasarkan SN-Dikti, level KKNI, sudah menggambarkan visi,
misi jurusan, dan sudah sesuai dengan kebutuhan bidang kerja atau pemangku kepentingan.
Beban belajar dalam bobot Satuan Kredit Semester (SKS), TotalSKS minimal yang harus
ditempuh oleh mahasiswa hingga lulus adalah 144 SKS. Beban 144 SKS ini normalnya dapat
diselesaikan dalam waktu delapan (8) semester atau empat (4) tahun. Total 144 SKS mata
kuliah tersebut secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi dua Kelompok Mata Kuliah,
yaitu : Kelompok MK Wajib 130 SKS dan Kelompok MK Pilihan 14 SKS . Kelompok MK
Wajib UNAND (UNAND General Education Courses), 20 SKS, Kelompok MK Wajib
Matematika dan Sains Dasar (Basic Mathematics and Science Courses), 20 SKS , Kelompok
MK Wajib Inti Prodi Sistem Komputer (CE Core Courses), 90 SKS, yang 8 SKS di antaranya
berupa MK Praktikum yang diselenggarakan sebagai SKS tersendiri /terpisah dari MK materi
di kelasnya. Adapun Kelompok MK Pilihan (Elective Courses) lebih lanjut diurai lagi
menjadi: Kelompok Mata Kuliah Pilihan Wajib, 6 SKS, di mana mahasiswa harus memilih
salah satu dari dua mata kuliah pilihan yang sudah ditentukan. Kelompok Mata Kuliah Pilihan
Peminatan/Konsentrasi, 8 SKS, di mana mahasiswa bebas memilih dari mata kuliah pilihan
yang telah dikelompokkan sesuai dengan bidang peminatan/konsentrasinya.
Kesimpulan
Kurikulum program studi S1 Prodi Sistem Komputer Universitas Andalas mempunyai3
Profil, 49 Jumlah Capaian Pembelajaran, terdiri dari 6 Pengetahuan, 29 Ketrampilan Umum, 6
Keterampilan Khusus, 8 Kemampuan Manajerial. Total Satuan Kredit Semester (SKS)
minimal yang harus ditempuh oleh mahasiswa hingga lulus adalah 144 SKS.CPL yang
dirumuskan sudah berdasarkan SN-Dikti, level 6 KKNI, sudah menggambarkan visi, misi
jurusan, dan sudah sesuai dengan kebutuhan bidang kerja atau pemangku kepentingan.
Dengan pengembangan kurikulum yang ada dan mengacu pada kerangka kualifikasi nasional
Indonesia, diharapkan lulusannya dapat memenuhi kualifikasi yang ditetapkan oleh dunia
kerja sehingga akan memiliki peluang bekerja secara nasional dan internasional. Tantangan
dalam pelaksanaan implementasi rancangan kurikulum ini kedepannya adalah kesiapan para
dosen dalam menggunakan kurikulum berbasis KKNI dan melakukan proses belajar mengajar
dengan baik sehingga menghasilkan lulusan sesuai profil lulusan yang sudah ditetapkan.
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
143
ISBN: 978-602-60613-0-0
Selain itu dibutuhkan fasilitaslaboratorium perangkat keras digital dan perangkat lunak
yang lengkap dan handal untuk dapat melahirkan lulusan yang berkualitas
Daftar Pustaka
Marselus Ruben Payong. Guru Sebagai Pekerjaan Profesional Dalam Konteks Kerangka
Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI). Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan Missio, Volume
7, Nomor 1, Januari 2014, hlm. 62–69
UU No. 12 Tahun 2012 Tentang “Pendidikan Tinggi”.
K-DIKTI. 2014. Buku Kurikulum Pendidikan Tinggi. Jakarta: Direktorat Pembelajaran dan
Kemahasiswaan.
APTIKOM. Panduan Penyusunan Kurikulum Rumpun Ilmu Informatika.“Strategi
Penerapan Konsep Multi Sourcing Learning melalui Implementasi Aplikasi
e‐Bursa secara Nasional dalam Rangka Peningkatan Kualitas SDM”
Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) sebagaimana dirumuskan dalam
Permendibud No. 49 Tahun 2014.
APTIKOM, 2015, “NaskahAkademik Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI)
Rumpun Ilmu Informatikadan Komputer”.
Surat Dirjen Dikti No.1030/D/T/2010 tanggal 26 Agustus 2010 Perihal “Penataan
Nomenklatur Program Studi Psikologi, Komunikasi, Komputer, dan Lanskap”.
ACM-CCCE 2016
www.sc.edu. An ACM Report United States Bureau of Labor Statistics. Publish Date:
Thursday, December 17, 2015
Forbes.com
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
144
ISBN: 978-602-60613-0-0
Penerapan Metode Project Based Learning melalui Presentasi Blog dan
Simulasi
Darwison
Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Andalas
Kampus Limau Manis
Email: [email protected]
Abstrak
Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan penerimaan tenaga kerja
saat ini yang membutuhkan soft skills disamping kompetensi yang sesuai maka
perlu dikembangkan Proses Belajar Mengajar (PBM) dengan cara Student
Centre Learning (SCL). SCL dengan metoda Project Based Learning (PjBL) yang
menekankan pada presentasi melalui blog dan simulasi sehingga dapat
memunculkan kegairahan mahasiswa dalam persiapan belajar. Penilaian
mahasiswa berdasarkan blog dan simulasi disamping secara hard skills seperti
penyajian materi perkuliahan untuk Tugas, UTS, UAS, Latihan, serta Kuis tetapi
juga dinilai secara soft skills. Dengan memakai metoda SCL-PjBL melalui blog
dan simulasi dalam PBM akan dapat meningkatkan kompetensi mahasiswa.
Disamping mahasiswa harus siap dalam hal materi kuliah melalui blog dan
simulasi yang akan dipresentasikannya juga dosen lebih tertantang untuk
mengkoreksi akan kebenaran materi presentasi tersebut. Sebagai hasil perbaikan
PBM maka didapatkan penilaian matakuliah yang menerapkan metoda SCL-
PjBL melalui blog dan simulasi yaitu rata-rata nilai hard skills sebesar 35,2 dari
60% penilaian dan rata-rata nilai soft skills sebesar 24,25 dari 40% penilaian.
Kata kunci: Student Centered Learning, Project Based Learning, hard skills, soft
skills, blog, simulasi dan Penilaian.
Pendahuluan
Ada 4 matakuliah pada kurikulum JTE Unand yang saling berhubungan untuk mencapai
suatu kompetensi matakuliah pada tahun akhir, yaitu Rangkaian Logika dan Teknik Digital
(RLTD) yang mensyaratkan harus sudah mengambil matakuliah Pengenalan Teknik Elektro,
Dasar Elektronika, Mikroprosesor dan Antarmuka dan terakhir Sistem Cerdas yang
mempunyai kompetensi agar mahasiswa mampu menganalisa, merancang dan membuat
suatu aplikasi teknik elektro memakai mikrokontroller yang ditanamkan sistem cerdas.
Dengan kompetensi tersebut maka matakuliah-matakuliah ini dapat mendukung pembuatan
Tugas Akhir yang berhubungan dengan suatu aplikasi yang terdiri dari hardware dan
software.
Metode pembelajaran sebelum dua tahun terakhir masih memakai metoda TCL (Tracey,
2008) dengan pertemuan pertama dosen menjelaskan materi yang akan didapatkan
mahasiswa selama perkuliahan (RPS) dan pertemuan selanjutnya dosen menjelaskan materi
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
145
ISBN: 978-602-60613-0-0
perkuliahan. Pada setiap pertemuan, mahasiswa diberi waktu untuk bertanya dan dosen
mengadakan latihan, kuis dan tugas.
Asesmen hanya melalui latihan, kuis, tugas, UTS dan UAS dengan persentase sebaran nilai
akhir semester seperti pada gambar 1.
(a) Persentase Nilai RLTD (b) Persentase Nilai Dasar Elektronika
(c) Persentase Nilai uP dan Antarmuka (d) Persentase Nilai Sistem Cerdas
Gambar 1 Persentase sebaran nilai akhir semester
Pada gambar 1 terlihat penyebaran nilai terdistribusi miring ke kanan dengan kapasitas
mahasiswa per kelasnya > 40 orang. Distribusi nilai yang miring ke kanan diperlihatkan oleh
nilai matakuliah RLTD yang merupakan matakuliah tahun pertama untuk mencapai
kompetensi aplikasi uP yang ternatam sistem cerdas sedangkan nilai matakuliah Sistem
Cerdas sudah lebih baik yaitu hampir menyerupai distribusi normal. Namun, keempat
matakuliah tersebut masih ada mahasiswa yang bernilai D & E dan hanya pada matakuliah
Sistem Cerdas yang sudah ada yang bernilai A-.
Berdasarkan latar belakang tersebut diatas maka digunakan SCL dengan metoda Project
Based Learning (SCL-PjBL) yang menekankan pada presentasi melalui blog dan simulasi.
Adapun tujuan metoda ini agar mahasiswa:
1. makin aktif dalam tanya-jawab, berani memberikan pendapat atau saran,
2. bersemangat dalam membuat tugas dengan inovasi melalui blog dan simulasi serta
3. meningkatkan kompetensi soft skills (Angele dkk, 2010). Kompetensi soft skills dapat
membangun nilai-nilai dasar mahasiswa selama proses belajar mengajar sehingga akan
membentuk karakter mahasiswa (Department of labor, 2010).
Metodologi
Strategi Pencapaian Keluaran
Adapun strategi pencapai keluaran yang akan dilakukan yaitu:
1. Perlu adanya perencanaan pembelajaran dengan merancang RPS yang baru
menggunakan penerapan SCL dengan metoda PjBL yang menekankan pada presentasi
melalui blog dan simulasi.
0%
20%
40%
A A- B+ B B- C+ C C- D E
% nilai RLTD
0%
20%
40%
A A- B+ B B- C+ C C- D E
% Nilai Dasar Elektronika
0%
20%
40%
A A- B+ B B- C+ C C- D E
% Nilai uP dan Antarmuka
0%
20%
40%
A A- B+ B B- C+ C C- D E
% Nilai Sistem Cerdas
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
146
ISBN: 978-602-60613-0-0
2. Pengembangan metoda pembelajaran dengan PjBL melalui blog dan simulasi pada
matakuliah-matakuliah ini akan dapat meningkatkan; pengetahuan ketrampilan,
eksplorasi pengetahuan dan wawasan dalam pengelolan aplikasi, diskuasi hasil aplikasi,
kemampuan memecahkan masalah dan inovasi serta minat mahasiswa untuk
menciptakan suatu aplikasi.
Untuk model SCL (Koen dan Robert, 2010; Geraldine and Tim, 2015) dengan metode
PjBL melalui blog dan simulasi yang diterapkan untuk menunjang implementasi soft
skills (Darwison, 2015) dalam pembelajaran adalah;
Small Group Discussion yang terdiri dari 2 orang mahasiswa yang memilih bahan
diskusi dan mempresentasikan hasil diskusinya di kelas. Sedangkan dosen bertugas
membuat rancangan bahan diskusi, menjadi moderator dan sekaligus mengulas setiap
akhir diskusi.
Bahan presentasi dimuat di blog pribadi. Lampiran presentasi disediakan di blog
untuk bisa men-download file-file simulasi, video dan file html.
Simulasi adalah mensimulasikan rangkaian dengan program Proteus.
Collaborative Learning adalah mahasiswa dalam kelompoknya mencari dan
mensimulasikan suatu aplikasi inovasi sedangkan dosen sebagai fasilitator dan
motivator dalam menghasilkan dan perbaikan simulasi aplikasi inovasi tersebut.
3. Pengembangan Asesmen (Kenji, 2014; Mohamed, 2009) mahasiswa pada matakuliah-
matakuliah tersebut seperti tabel 1 dengan penilaian hard skills sebesar 60% dan
penilaian soft skills sebesar 40%. Penilaian hard skills meliputi penilaian hasil dan
penilaian proses. Tugas Besar (pengganti nilai UTS & UAS) berupa pembuatan suatu
aplikasi (dituangkan dengan memakai program simulasi Proteus yang sudah mencakup
hardware (komponen) dan software (program jika ada)). Penilaian soft skills (Darwison,
2015) berupa kompetensi soft skills meliputi penilaian secara intrapersonal skill,
interpersonal skill dan nilai-nilai dasar mahasiswa.
Tabel 1 Pengembangan Sistem Penilaian
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
147
ISBN: 978-602-60613-0-0
4. Melakukan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) untuk menghasilkan capaian
pembelajaran seperti tersebut diatas, sebaran nilai yang lebih luas mencakup hasil dan
proses serta menyimpulkan hasil dari pengembangan metode pembelajaran matakuliah
tersebut menggunakan SCL-PjBL melalui blog dan simulasi.
Hasil dan Pembahasan
Adapun foto-foto hasil aktifitas pembelajaran dengan metoda SCL-PjBL melalui blog dan
simulasi seperti Gambar 2. Rata-rata komponen penilaian dari keempat matakuliah tersebut
diatas adalah seperti gambar 3. Dengan jumlah mahasiswa rata-rata kurang dari 40
orang/kelas dari keempat matakuliah tersebut maka didapatkan rata-rata nilai hard skills
adalah 35,2 dan nilai Soft skills adalah 24,25 dari skala 100.
(a) Tawaran menjawab kuis dan latihan
(b) Presentasi simulasi dengan Proteus
(c) Tampilan blog pribadi
Gambar 2. Aktifitas pembelajaran dengan metoda SCL-PjBL melalui blog dan simulasi
Dari grafik gambar 3 didapatkan rata-rata nilai soft skills mahasiswa sudah lebih dari 50%
(24,25) dari persentase penilaian soft skills (40). Dengan penilaian soft skills (Darwison,
2015) yang tergolong cukup maka metoda ini dapat dipertahankan untuk tahun berikutnya
dan seiring dengan sudah terbiasanya mahasiswa nantinya dengan sistem tersebut maka
mahasiswa diharapkan akan mendapatkan kompetensi akhir yang lebih baik.
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
148
ISBN: 978-602-60613-0-0
(a) Penilaian hasil (b) Keikutsertaan dan Keaktifan tanya-jawab
intrapersonal skills interpersonal skills Nilai-nilai dasar mhs
(c) soft skills
Gambar 3. Grafik komponen penilaian dengan metoda SCL-PjBL melalui blog dan
simulasi
Adapun rata-rata persentase sebaran nilai akhir semester dari keempat matakuliah tersebut
sebelum dan sesudah menerapkan metoda SCL-PjBL melalui blog dan simulasi seperti pada
gambar 4. Grafik persentase sebaran nilai akhir sesudah menerapkan metoda ini sudah
membaik yaitu berkurangnya yang mendapat nilai D dan bertambahnya yang mendapat nilai
A.
(a) Tanpa SCL-PjBL melalui blog dan
simulasi
(b) Dengan SCL-PjBL melalui blog dan
simulasi
Gambar 4 Rata-rata Nilai Akhir Semester keempat matakuliah
Untuk mengukur tingkat keberhasilan SCL-PjBL melalui blog dan simulasi maka disebarkan
kuisioner rata-rata ke 10 sampai dengan 15 orang mahasiswa untuk keempat matakuliah
yang diambil secara acak dengan hasil yaitu rata-rata 81,3% seperti tabel 2.
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
149
ISBN: 978-602-60613-0-0
Tabel 2. Kuisioner mahasiswa
Kesimpulan
Dengan diterapkannya metoda pengajaran pada keempat matakuliah tersebut secara SCL-
PjBL melalui blog dan simulasi dengan 3 tujuan komponen pembelajaran sehingga dapat
diambil kesimpulan dari penelitian ini adalah:
1. Adanya perbaikan nilai UTS dan UAS akibat dari presentasi melalui blog dan simulasi.
2. Rata-rata nilai hard skills adalah 35,2 dan nilai Soft skills adalah 24,25 dari skala 100.
3. Penilaian soft skills sebesar 40% akan berdampak pada naiknya rara-rata nilai dan
mahasiswa menjadi lebih aktif serta mendapatkan kompetensi matakuliah yang lebih
baik.
4. Grafik penilaian dengan metoda ini sudah membaik yaitu berkurangnya yang mendapat
nilai D dan bertambahnya yang mendapat nilai A.
5. Melalui kuisioner mahasiswa maka didapatkan tingkat keberhasilan metoda SCL
dengan menekankan pada PjBL melalui blog dan simulasi yaitu 81,3%.
Daftar Pustaka
Angele Attard, Emma Di Ioio, Koen Geven, and Robert Santa, 2010, Student Centered
Learning An Insight Into Theory And Practice, Bucharest.
Angele Attard, Emma Di Iorio, Koen Geven, and Robert Santa, 2010, Student-Centred
Learning-Toolkit for students, staff and higher education institutions, Laserline, Berlin.
Darwison, 2015, “Pengembangan Metode Pembelajaran Mikroprosesor Dan Antarmuka
Menggunakan Metode Project Based Learning”, Proceeding Seminar Nasional
Pengembangan Pendidikan Tinggi, LP3M Unand, pp.190-197, Padang, 6-7 Agustus 2015.
Department of labor, 2010, Teaching Soft Skills Through Workplace Simulations in
Classroom Settings, ODEP, U.S.
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
150
ISBN: 978-602-60613-0-0
Geraldine O’Neill and Tim McMahon, 2005, Student-centred learning: What does it mean
for students and lecturers?, Dublin:AISHE.
Kenji Takahashi, 2014, Assessment For, Of and As Learning, SchoolWorld.
Koen Geven and Robert Santa, 2010, Student Centered Learning: Survey Analysis Time for
Student Centred Learning, Bucharest.
Mohamed Naim Daipi, 2009, penilaian untuk pembelajaran, Master Teacher at Curriculum
Planning and Development Division, Ministry of Education, Uploaded on Sep 26, 2009.
Tracey Garrett, 2008, “Student-Centered and Teacher-Centered Classroom Management: A
Case Study of Three Elementary Teachers”, Journal of Classroom Interaction, vol.43.1, pp.
34-47.
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
151
ISBN: 978-602-60613-0-0
Penerapan Penggunaan Media Belajar “LogBook”
dalam Proses Belajar Mahasiswa pada Mata Kuliah Teori Getaran
Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Andalas
Nofri Dodi
PTP. Muda LP3M Universitas Andalas
Email: [email protected]
Abstrak
Secara umum penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan untuk menguji
efektivitas penggunaan media belajar “LogBook” dalam proses belajar
mahasiswa pada mata kuliah Teori Getaran Jurusan Teknik Sipil Fakultas
Teknik Universitas Andalas. Pengujian efektifitas ini outputnya diharapkan
untuk peningkatan kulitas pembelajaran. Peningkatan kualitas pendidikan dapat
ditingkatkan dengan berbagai cara seperti peningkatan masukan mahasiswa,
peningkatan kompetensi dosen, peningkatan isi kurikulum, peningkatan kualitas
pembelajaran dan evaluasi, penyediaan bahan ajar yang memadai, dan
penyediaan sarana dan prasarana belajar yang memadai. Dari semua cara
tersebut, peningkatan kualitas pembelajaran menduduki posisi yang sangat
strategis. Proses pembelajaran yang berkualitas diharapkan dapat
meningkatkan hasil belajar mahasiswa. Berdasarkan hal tersebut di atas,
diharapkan dengan memanfaatkan media belajar LokBook kegiatan belajar
mengajar perkuliahan Teori Getaran pada jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik
Universitas Andalas menjadi lebih optimal dan maksimal dalam membantu
mahasiswa belajar sebagai salah satu penerapan dari metode pembelajaran
Student Centre Learning (SCL). Metode penelitian yang digunakan dalam
penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif. Data dikumpulkan melalui
instrumen penelitian yang berbentuk kuisioner. Kusioner disebar kepada 66
responden mahasiswa dari total 128 orang mahasiswa peserta mata kuliah
Teori Getaran dari 3 kelas. Data yang diperoleh dari hasil penyebaran kuisioner
diolah dan dianalisis menggunakan rumus analisis deskripsi presentase. Hasil
yang diperoleh dari penelitian ini adalah setelah dimasukan perhitungan
mengunakan rumus analisis deskripsi presentase diperoleh hasil penilaian
sebesar 81,14 %. Nilai tersebut menyatakan bahwa penggunaan media belajar
“LogBook” ini sangat efektif dalam proses belajar mahasiswa pada mata kuliah
Teori Getaran di Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Andalas.
Kata Kunci: Efektivitas, LogBook, Student Centre Learning (SCL).
Pendahuluan
Mata kuliah Teori Getaran merupakan bagian dari Mata Kuliah Keilmuan dan Keterampilan
(MKK) pada program studi Teknik Sipil S1 kurikulum 2002. Alokasi waktu yang ditentukan
dalam GBPP Teknik Sipil S1 adalah 3/T SKS, dan diajarkan pada semester 7/gasal.
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
152
ISBN: 978-602-60613-0-0
Peningkatan kualitas pendidikan dapat ditingkatkan dengan berbagai cara seperti
peningkatan masukan mahasiswa, peningkatan kompetensi dosen, peningkatan isi
kurikulum, peningkatan kualitas pembelajaran dan evaluasi, penyediaan bahan ajar yang
memadai, dan penyediaan sarana dan prasarana belajar yang memadai. Dari semua cara
tersebut, peningkatan kualitas pembelajaran menduduki posisi yang sangat strategis. Proses
pembelajaran yang berkualitas diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar mahasiswa.
Berdasarkan hal tersebut di atas, diharapkan dengan memanfaatkan media belajar LokBook
kegiatan belajar mengajar perkuliahan Teori Getaran pada jurusan Teknik Sipil Fakultas
Teknik Universitas Andalas menjadi lebih optimal dan maksimal dalam membantu
mahasiswa belajar sebagai salah satu penerapan dari metode pembelajaran Student Centre
Learning (SCL).
Untuk mendapatkan gambaran dan substansi yang jelas mengenai ruang lingkup penelitian,
serta adanya keterbatasan yang terdapat pada peneliti dan keterbatasan pelaksanaan
penelitian ini, maka penelitian ini perlu diadakan pembatasan masalah. Pokok bahasan yang
dikembangkan pada penelitian ini adalah melihat dan menilai efektifitas dari penggunaan
media belajar “LogBook” dalam mata kuliah Teori Getaran di jurusan Teknik Sipil Fakultas
Teknik Universitas Andalas Padang.
Dari uraian di atas, maka rumusan masalahnya adalah sebagai berikut untuk melihat (1)
Apakah PBM dengan menggunakan media belajar “LogBook” dapat membantu mahasiswa
dalam belajar? (2) Apakah penggunaan media belajar “LogBook” dalam PBM dapat
meningkatkan pemahaman mahasiswa terhadap materi perkuliahaan Teori Getaran ?
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk meningkatkan pemahaman mahasiswa tentang
manfaat penggunaan “LogBook” dalam perkuliahan Teori Getaran pada jurusan Teknik Sipil
Fakultas Teknik Universitas Andalas. Sedangkan tujuan khusus dari penelitian ini adalah
untuk mengetahui dan mengungkap tingkat persentase efektifitas dan keterbantuan belajar
mahasiswa jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Andalas dalam mengikuti
perkuliahaan Teori Getaran dengan menggunakan media belajar LogBook.Berdasarkan hal
tersebut di atas, diharapkan dengan memanfaatkan media belajar LokBook kegiatan belajar
mengajar perkuliahan Teori Getaran pada jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas
Andalas menjadi lebih optimal dan maksimal dalam membantu mahasiswa belajar sebagai
salah satu penerapan dari metode pembelajaran Student Centre Learning (SCL).
Metode Penelitian
Metode penelitian merupakan suatu cara yang digunakan untuk mengumpulkan, menyusun,
menganalisis, dan menginterprestasikan data serta menarik kesimpulan. Metode penelitian
yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif.
1. Jenis Penelitian
Penelitian tentang Efektifitas Penggunaan Media Belajar ”LokBook” ini menggunakan
metode penelitian Deskriptif Kuantitatif. Penelitian Deskriptif merupakan dasar bagi
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
153
ISBN: 978-602-60613-0-0
semua penelitian. Penelitian Deskriptif dapat dilakukan secara kuantitatif agar dapat
dilakukan analisis statistik (Sulistyo-Basuki, 2006: 110).
2. Metode Pengumpulan Data
Dalam setiap kegiatan penelitian selalu ada kegiatan pengumpulan data. Metode
pengumpulan data dalam penelitian ini menurut Sulistyo-Basuki (2006:147) meliputi:
a. Observasi non-partisipan (Pengamatan tidak terkendali)
Pada metode ini peneliti hanya mengamati, mencatat apa yang terjadi. Metode ini banyak
digunakan untuk mengkaji pola perilaku mahasiswa di dalam kelas dalam proses belajar
mengajar pada perkuliahan Teori Getaran di Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik
Universitas Andalas semester gasal tahun akademik 2013/2014.
b. Kuisioner
Kuisioner adalah pertanyaan terstruktur yang diisi sendiri oleh responden atau diisi oleh
pewawancara yang membacakan pertanyaan dan kemudian mencatat jawaban yang
berikan (Sulistyo-Basuki, 2006: 110).
Pertanyaan yang akan diberikan pada kuisioner ini adalah pertanyaan menyangkut fakta
dan pendapat responden, sedangkan kuisioner yang digunakan pada penelitian ini adalah
kuisioner tertutup, dimana responden diminta menjawab pertanyaan dan menjawab
dengan memilih dari sejumlah alternatif. Keuntungan bentuk tertutup ialah mudah
diselesaikan, mudah dianalisis, dan mampu memberikan jangkauan jawaban.
Adapun kisi-kisi kuisioner yang akan disebarkan kepada mahasiswa dapat dilihat pada
tabel 1 di bawah ini.
Tabel 1 Kisi-kisi Kuisioner
No. Pertanyaan Skor Penilaian (√)
4 3 2 1
1 Setujukah anda perkuliahan ini menerapkan “log book”
dalam setiap sesi perkuliahan ?
2 Apakah penerapan “log book” ini membantu anda dalam
memahami materi perkuliahan ?
3 Apakah dengan penerapan “log book” ini membuat anda
efektif dalam belajar ?
4 Anda rutin/selalu menggunakan “log book” dalam setiap
sesi perkuliahan untuk mencatat materi perkuliahan
5 Setujukah Anda, “log book” ini diterapkan dalam setiap
mata kuliah ?
Keterangan Skor Penilaian: Skor Penilaian 4 : Sangat Setuju/Sangat Membantu/Sangat Efektif/Sangat Rutin Skor Penilaian 3 : Setuju/Membantu/Efektif/Rutin
Skor Penilaian 2 : Kurang Setuju/Kurang Membantu/Kurang Efektif/Kurang Rutin
Skor Penilaian 1 : Tidak Setuju/Tidak Membantu/Tidak Efektif/Tidak Rutin
c. Wawancara
Wawancara terstruktur adalah wawancara dengan menggunakan daftar pertanyaan yang
telah disiapkan sebelumnya. Pertanyaan yang sama diajukan kepada semua responden,
dalam kalimat dan urutan yang seragam (Sulistyo-Basuki, 2006: 110).
Wawancara yang dilakukan adalah untuk melihat seberapa besar antusias dan respon
mahasiswa peserta perkuliahan Teori Getaran dalam menggunakan media belajar
“LokBook” dalam setiap proses pembelajaran di kelas tersebut. Keuntungan dari cara ini
adalah dapat mengetahui secara langsung jawaban yang pasti dari responden peserta mata
kuliah tersebut.
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
154
ISBN: 978-602-60613-0-0
d. Populasi dan Sampel
Sulistyo-Basuki (2006:182) mengemukakan populasi adalah keseluruhan objek yang
akan diteliti. Populasi dalam penelitian ini adalah data jumlah peserta yang mengikuti
perkuliahan Teori Getaran pada jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas
Andalas semester gasal tahun akademik 2013/2014.
Sampel adalah bagian dari sebuah populasi yang dianggap dapat mewakili dari populasi
tersebut. Untuk menentukan besarnya sampel menurut Arikunto (2002: 112) apabila
subjek kurang dari 100, lebih baik diambil semua sehingga penelitiannya penelitian
populasi. Jika subjeknya lebih besar dapat diambil antara 10-15 % atau 20-25 %.
Dalam penelitian ini digunakan sampel sebanyak 22 orang mahasiswa per kelas dari 3
kelas (kelas A,B dan C) yang menggunakan media belajar “LogBook” ini, sehingga total
sampel adalah sebesar 66 orang dari total 128 orang mahasiswa peserta yang mengikuti
perkuliahan Teori Getaran ini (Kelas A,B dan C).
e. Teknik Pengolahan Data
Teknik yang digunakan dalam mengolah dan menganalisi data dalam penelitian ini adalah
menggunakan analisis deskriptif presentase. Rumus yang digunakan adalah sebagai
berikut :
% =n
N X 100 %
Keterangan :
n : Jumlah nilai yang diperoleh
N : Jumlah nilai ideal (jumlah responden x jumlah soal x skor tertinggi )
% : Tingkat keberhasilan yang dicapai
Keterangan Persentase Skor Penilaian
81% - 100 % = Sangat Efektif
61% - 80 % = Efektif
41% - 60 % = Kurang Efektif
0 % - 40 % = Tidak Efektif
Hasil dan Pembahasan
Dari 3 kelas yang menggunakan media belajar “LogBook” ini diperoleh hasil penelitian
sebagai berikut :
Untuk pertanyaan, Setujukah anda perkuliahan ini menerapkan “log book” dalam setiap sesi
perkuliahan? Diperoleh hasil dari penilaian kuisioner sebagai berikut; 1) Mahasiswa yang
menyatakan sangat setuju sebanyak 36 orang mahasiswa dari 66 sampel data dengan
persentase sebesar 55 %, 2) Mahasiswa yang menyatakan setuju sebanyak 28 orang
mahasiswa 66 sampel data dengan persentase sebesar 42 %, 3) Mahasiswa yang menyatakan
kurang setuju sebanyak 2 orang mahasiswa 66 sampel data dengan persentase sebesar 3 %,
4) Mahasiswa yang menyatakan tidak setuju sebanyak 0 orang mahasiswa 66 sampel data
dengan persentase sebesar 0 %. Secara grafik dapat dilihat grafik 1 di bawah.
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
155
ISBN: 978-602-60613-0-0
Grafik 1. Persentase hasil penilaian pertanyaan 1
Untuk pertanyaan, Apakah penerapan “log book” ini membantu anda dalam memahami
materi perkuliahan? Diperoleh hasil dari penilaian kuisioner sebagai berikut; 1) Mahasiswa
yang menyatakan sangat membantu sebanyak 28 orang mahasiswa dari 66 sampel data
dengan persentase sebesar 42 %, 2) Mahasiswa yang menyatakan membantu sebanyak 35
orang mahasiswa 66 sampel data dengan persentase sebesar 53 %, 3) Mahasiswa yang
menyatakan kurang membantu sebanyak 3 orang mahasiswa 66 sampel data dengan
persentase sebesar 5 %, 4) Mahasiswa yang menyatakan tidak membantu sebanyak 0 orang
mahasiswa 66 sampel data dengan persentase sebesar 0 %. Secara grafik dapat dilihat grafik
2 di bawah ini.
Grafik 2. Persentase hasil penilaian pertanyaan 2
Untuk pertanyaan, Apakah dengan penerapan “log book” ini membuat anda efektif dalam
belajar? Diperoleh hasil dari penilaian kuisioner sebagai berikut; 1) Mahasiswa yang
menyatakan sangat efektif sebanyak 24 orang mahasiswa dari 66 sampel data dengan
persentase sebesar 36 %, 2) Mahasiswa yang menyatakan efektif sebanyak 35 orang
mahasiswa 66 sampel data dengan persentase sebesar 53 %, 3) Mahasiswa yang menyatakan
kurang efektif sebanyak 6 orang mahasiswa 66 sampel data dengan persentase sebesar 9 %,
4) Mahasiswa yang menyatakan tidak efektif sebanyak 1 orang mahasiswa 66 sampel data
dengan persentase sebesar 2 %. Secara grafik dapat dilihat grafik 3 di bawah ini.
Setujukah
anda perkuliahan …
Setujukah
anda perkuliahan …
Setujukah
anda perkuliahan …
Setujukah
a…
Setujukah anda perkuliahan ini
menerapkan “log book” dalam setiap sesi …
SangatSetujuSetuju
Penerapan “log
book” ini …
Penerapan “log
book” ini …
Penerapan “log
book” ini …
Penerapan “log
book” ini …
Penerapan “log book” ini membantu anda dalam
memahami materi perkuliahan ?Sangat
MembantuMembantu
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
156
ISBN: 978-602-60613-0-0
Grafik 3. Persentase hasil penilaian pertanyaan 3
Untuk pernyataan, Anda rutin/selalu menggunakan “log book” dalam setiap sesi perkuliahan
untuk mencatat materi perkuliahan. Diperoleh hasil dari penilaian kuisioner sebagai berikut;
1) Mahasiswa yang menyatakan sangat rutin sebanyak 26 orang mahasiswa dari 66 sampel
data dengan persentase sebesar 39 %, 2) Mahasiswa yang menyatakan rutin sebanyak 33
orang mahasiswa 66 sampel data dengan persentase sebesar 50 %, 3) Mahasiswa yang
menyatakan kurang rutin sebanyak 5 orang mahasiswa 66 sampel data dengan persentase
sebesar 8 %, 4) Mahasiswa yang menyatakan tidak rutin sebanyak 2 orang mahasiswa 66
sampel data dengan persentase sebesar 3 %. Secara grafik dapat dilihat grafik 4 di bawah
ini.
Grafik 4. Persentase hasil penilaian pertanyaan 4
Untuk pertanyaan, Setujukah Anda, “log book” ini diterapkan dalam setiap mata kuliah?
Diperoleh hasil dari penilaian kuisioner sebagai berikut; 1) Mahasiswa yang menyatakan
sangat setuju sebanyak 17 orang mahasiswa dari 66 sampel data dengan persentase sebesar
26 %, 2) Mahasiswa yang menyatakan setuju sebanyak 28 orang mahasiswa 66 sampel data
dengan persentase sebesar 42 %, 3) Mahasiswa yang menyatakan kurang setuju sebanyak
15 orang mahasiswa 66 sampel data dengan persentase sebesar 23 %, 4) Mahasiswa yang
menyatakan tidak setuju sebanyak 6 orang mahasiswa 66 sampel data dengan persentase
sebesar 9 %. Secara grafik dapat dilihat grafik 5 di bawah ini.
Penerapan “log
book” ini …
Penerapan “log
book” ini …
Penerapan “log
book” ini …
Penerapan “log
book” ini …
Penerapan “log book” ini membuat anda efektif
dalam belajar ?
SangatEfektifEfektif
Anda rutin/selalu anda
meng…
Anda rutin/selalu anda
meng…
Anda rutin/selalu anda
meng…
Anda rutin/selalu anda
meng…
Anda rutin/selalu menggunakan “log book”
dalam setiap sesi perkuliahan untuk mencatat materi …Sangat
RutinRutin
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
157
ISBN: 978-602-60613-0-0
Grafik 5. Persentase hasil penilaian pertanyaan 5
Secara keseluruhan, penilaian mahasiswa terhadap penggunaan “LogBook” ini dapat dilihat
pada tabel 2 di bawah ini
Tabel 2 Hasil penilaian kuisioner mahasiswa
Responden
Pertanyaan
Setujukah anda
perkuliahan ini
menerapkan
“log book”
dalam setiap sesi
perkuliahan ?
Penerapan “log
book” ini
membantu
anda dalam
memahami
materi
perkuliahan ?
Penerapan “log
book” ini
membuat anda
efektif dalam
belajar ?
Anda rutin/selalu
menggunakan
“log book” dalam
setiap sesi
perkuliahan
untuk mencatat
materi
perkuliahan
Setujukah
Anda, “log
book” ini
diterapkan
dalam setiap
mata kuliah ?
Skor Penilain
1 4 4 4 4 4
2 4 4 4 4 4
3 4 4 4 4 4
4 4 4 4 4 4
5 4 4 4 4 4
6 4 4 4 4 4
7 4 4 4 4 4
8 4 4 4 4 4
9 4 4 4 4 4
10 4 4 4 4 4
11 4 4 4 4 4
12 4 4 4 4 4
13 4 4 4 4 4
14 4 4 4 4 4
15 4 4 4 4 4
16 4 4 4 4 4
17 4 4 4 4 4
18 4 4 4 4 3
19 4 4 4 4 3
20 4 4 4 4 3
21 4 4 4 4 3
Bersambung...
Setujukah
Anda, “log
book” …
Setujukah
Anda, “log
book” …
Setujukah
Anda, “log
book” …
Setujukah
Anda, “log
book” …
Setujukah Anda, “log book” ini diterapkan dalam setiap
mata kuliah ?
SangatSetujuSetuju
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
158
ISBN: 978-602-60613-0-0
Sambungan Tabel 2
Responden
Pertanyaan
Setujukah anda
perkuliahan ini
menerapkan
“log book”
dalam setiap sesi
perkuliahan ?
Penerapan “log
book” ini
membantu
anda dalam
memahami
materi
perkuliahan ?
Penerapan “log
book” ini
membuat anda
efektif dalam
belajar ?
Anda rutin/selalu
menggunakan
“log book” dalam
setiap sesi
perkuliahan
untuk mencatat
materi
perkuliahan
Setujukah
Anda, “log
book” ini
diterapkan
dalam setiap
mata kuliah ?
Skor Penilain
22 4 4 4 4 3
23 4 4 4 4 3
24 4 4 4 4 3
25 4 4 3 4 3
26 4 4 3 4 3
27 4 4 3 3 3
28 4 4 3 3 3
29 4 3 3 3 3
30 4 3 3 3 3
31 4 3 3 3 3
32 4 3 3 3 3
33 4 3 3 3 3
34 4 3 3 3 3
35 4 3 3 3 3
36 4 3 3 3 3
37 3 3 3 3 3
38 3 3 3 3 3
39 3 3 3 3 3
40 3 3 3 3 3
41 3 3 3 3 3
42 3 3 3 3 3
43 3 3 3 3 3
44 3 3 3 3 3
45 3 3 3 3 3
46 3 3 3 3 2
47 3 3 3 3 2
48 3 3 3 3 2
49 3 3 3 3 2
50 3 3 3 3 2
51 3 3 3 3 2
52 3 3 3 3 2
53 3 3 3 3 2
54 3 3 3 3 2
55 3 3 3 3 2
56 3 3 3 3 2
57 3 3 3 3 2
58 3 3 3 3 2
59 3 3 3 3 2
60 3 3 2 2 2
61 3 3 2 2 1
62 3 3 2 2 1
63 3 3 2 2 1
64 3 2 2 2 1
65 2 2 2 1 1
Bersambung...
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
159
ISBN: 978-602-60613-0-0
Sambungan Tabel 2
Responden
Pertanyaan
Setujukah anda
perkuliahan ini
menerapkan
“log book”
dalam setiap sesi
perkuliahan ?
Penerapan “log
book” ini
membantu
anda dalam
memahami
materi
perkuliahan ?
Penerapan “log
book” ini
membuat anda
efektif dalam
belajar ?
Anda rutin/selalu
menggunakan
“log book” dalam
setiap sesi
perkuliahan
untuk mencatat
materi
perkuliahan
Setujukah
Anda, “log
book” ini
diterapkan
dalam setiap
mata kuliah ?
Skor Penilain
66 2 2 0 1 1
Jumlah 232 223 213 215 188
Total Skor 232+223+213+215+188 = 1071
%
Penilaian 81,14
Berdasarkan tabel 2 di atas, setelah dimasukan perhitungan mengunakan rumus analisis
deskripsi presentase diperoleh hasil penilaian sebesar 81, 14 %. Nilai tersebut menyatakan
bahwa penggunaan media belajar “LogBook” ini sangat efektif dalam proses belajar
mahasiswa pada mata kuliah Teori Getaran di Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik
Universitas Andalas.
Berikut dapat dilihat pada tabel 3 hasil rata-rata penilaian mahasiswa menggenai penggunaan
media belajar ”LogBook” dalam proses belajar pada mata kuliah Teori Getaran di Jurusan
Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Andalas.
Tabel 3. Hasil rata-rata penilaian mahasiswa
No. Pertanyaan
Rata-rata
Skor Hasil
Penilaian
(1-4)
Hasil
Penilaian
Pendapat
1 Setujukah anda perkuliahan ini menerapkan “log
book” dalam setiap sesi perkuliahan ? 3,52
Sangat
Setuju
2 Penerapan “log book” ini membantu anda dalam
memahami materi perkuliahan ? 3,38
Sangat
membantu
3 Penerapan “log book” ini membuat anda efektif
dalam belajar ? 3,23
Sangat
Efektif
4
Anda rutin/selalu menggunakan “log book” dalam
setiap sesi perkuliahan untuk mencatat materi
perkuliahan
3,26 Sangat rutin
5 Setujukah Anda, “log book” ini diterapkan dalam
setiap mata kuliah ? 2,85 Setuju
Rata-rata nilai 3,25 Sangat
Efektif Keterangan Tabel 3:
Skor >3-4 = Sangat setuju/Sangat membantu/Sangat
Efektif/Sangat Rutin
Skor >2-3 = Setuju/Membantu/Efektif/Rutin
Skor >1-2 = Kurang setuju/Kurang membantu/Kurang
efektif/Kurang rutin
Skor 0-1 = Tidak setuju/Tidak membantu/Tidak efektif/Tidak rutin
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
160
ISBN: 978-602-60613-0-0
Berdasarkan tabel 3 di atas dapat digambarkan grafik hasil rata-rata penilaian mahasiswa
dalam menggunakan media belajar “LogBook”pada mata kuliah Teori Getaran.
Grafik 6
Simpulan dan Saran
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan beberapa hal, 1) Rata-rata mahasiswa yang
mengikuti perkuliahan Teori Getaran menyatakan sangat setuju menerapkan dan
menggunakan LogBook dalam setiap sesi perkuliahan Teori Getaran, 2) Rata-rata mahasiswa
yang mengikuti perkuliahan Teori Getaran menyatakan sangat membantu dalam memahami
materi perkuliahan dengan menggunakan LogBook, 3) Rata-rata mahasiswa yang mengikuti
perkuliahan Teori Getaran menyatakan sangat efektif belajar menggunakan LogBook , 4)
Rata-rata mahasiswa yang mengikuti perkuliahan Teori Getaran menyatakan sangat
rutin/selalu menerapkan dan menggunakan LogBook dalam setiap sesi perkuliahan Teori
Getaran dan 5) Rata-rata mahasiswa yang mengikuti perkuliahan Teori Getaran menyatakan
setuju menerapkan dan menggunakan LogBook dalam setiap sesi perkuliahan. Media belajar
LogBook ini bisa digunakan untuk perkuliahan tutorial kelas, bukan untuk sesi perkuliahan
lapangan yang bersifat teknik dan praktek.
Melihat hasil yang diperoleh dari penelitian ini, dapat disarankan dalam setiap mata kuliah
dapat diterapkan dan digunakan media belajar LogBook dalam proses belajar mengajar
mahasiswa sehingga proses pembelajaran yang efektif dapat dicapai dan mahasiswa dapat
dengan mudah memahami materi kuliah yang diajarkan.
Daftar Pustaka
Arikunto, 2002. Metodologi Penelitian. Penerbit Pustaka Sinar Harapan Jakarta.
Buku Panduan Akademik Fakultas Teknik Universitas Andalas: 2013, Padang
Setujukah anda
perkuliahan ini
menerapkan “log book” dalam
setiap sesi perkuliahan
?
Penerapan “log book”
ini membantu anda dalam memahami
materi perkuliahan
?
Penerapan “log book”
ini membuat
anda efektif dalam
belajar ?
Anda rutin/selalu menggunak
an “log book” dalam
setiap sesi perkuliahan
untuk mencatat materi …
Setujukah Anda, “log book” ini
diterapkan dalam
setiap mata kuliah ?
Rata-rata Skor HasilPenilaian (1-4)
3.52 3.38 3.23 3.26 2.85
Sko
r N
ilai (
1-4
)
Grafik Rata-rata Penilaian Kuisioner
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
161
ISBN: 978-602-60613-0-0
Gibbs, G. (1995). Assessing Student Centred Courses Oxford:Oxford Centre for Staff
Learning and Development
Joice Bruce & Marsha Well. (1980). Model of teaching. New Jersey: Prentice Hall.
Kember D., Kelly. (1992). Using action research to improve teaching. Hongkong:
Hongkong Polytechnic
Panduan e-journal Menulis Artikel Ilmiah Untuk Jurnal. 2012, Fakultas Teknik Universitas
Negeri Padang
Sulistyo-Basuki. 2006. Metode Penelitian. Jakarta: Wedatama Widya Sastra bekerjasama
dengan Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia
Wayan Meter, I Gede Suwardika, Ni Nengah Sariani. (2010). Efektifitas Pemanfaatan Media
yang Digunakan Guru Dalam Pembelajaran Matematika Di Kelas III Sekolah Dasar (Studi
Kasus Pada SDK 2 Santo Yoseph Denpasar): Laporan Hasil Penelitian, Unit Program
Belajar Jarak Jauh. Universitas Terbuka Denpasar
Isdiyarto, Agus Purwanto, Pemanfaatan Media Pembelajaran Berbasis E-Learning Untuk
meningktakan Perkuliahan Dasar Instalasi listrik : Journal, Universitas Negeri Semarang
Maryam nur Azizah R, Ejang Ali nurdin, Wawan Setiawan, Efektivitas Penggunaan Metode
Pembelajaran Student Centered Learning Berbasis Classroom Blogging Untuk
Meningktakan Hasil Belajar Siswa SMA: Journal, Universitas Pendidikan Indonesia
Anderson, dkk. (2006), Learner-centered Teaching and Education at USC: A Resource for
Faculty. Available at:
http://www.usc.edu/academe/acsen/documents/LC_Resoirce_final1.pdf
Bender, B., 2003, Student-Centered Learning: A Personal Journal, Educause Center. For
Applied Research-Research Bulletin. Available at:
http://www.educause.edu/ir/library/pdf/ERB0311.pdf
Hall, B. The nature of "Student-Centred Learning". Available at:
http://secondlanguagewriting.com/explorations/Archives/2200/Jul/StudentcenteredLearnin
g.html
Syamsul, Arifin. Memahami KBK_SCL dan implementasinya.P3AI-ITS Available at:
http://www.vilila.com/2010/10/memahami-kbk-scl-dan-implementasinya.html
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
162
ISBN: 978-602-60613-0-0
Peranan Dan Fungsi Lembaga Pengembangan Pendidikan dan
Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Andalas dalam Meningkatkan
Akreditasi Program Studi di Lingkungan Universitas Andalas
Nofri Dodi
PTP. Muda LP3M Universitas Andalas
Email: [email protected]
Abstrak
Lembaga Pengembangan Pendidikan dan Penjaminan Mutu yang disingkat
dengan LP3M sebagai penggabungan dari P3AI dan BAPEM sebelumnya,
mempunyai tugas untuk melaksanakan, mengkoordinasikan, memonitor, dan
mengevaluasi kegiatan pengembangan pendidikan dan penjaminan mutu.
Dengan demikian peran dari LP3M dalam menyatukan sistem pendidikan dan
sistem penjaminan mutu menjadi sangat strategis dalam meningkatkan
penjaminan mutu pendidikan Universitas Andalas. Penjaminan mutu secara
total seharusnya menjangkau aspek akademik maupun non akademik, serta
mengintegrasikan keduanya agar mutu produk pendidikan dapat diprediksi dan
dapat dikembangkan menurut ukuran tertentu yang didukung oleh sistem dan
prosedur “baku” dari aspek akademik maupun non-akademik. Agar manfaat
penjaminan mutu lebih besar maka pengembangan sistem dan prosedural
ademik dan non akademik dilaksanakan secara paralel. Oleh karena itu sistem
dan prosedur baku perlu dirumuskan secara partisipatif dengan memadukan
pendekatan “top down” dan “bottom up”.
Universitas Andalas sebagai salah satu institusi yang menyelenggarakan
pendidikan saat ini memiliki peringkat akreditasi A berdasarkan SK yang
dikeluarkan oleh BAN-PT nomor 039/SK/BAN-PT/Akred/PT/I/2014 yang
berlaku sampai 16 Januari 2019. Saat ini Universitas Andalas terdiri dari 15
Fakultas, 1 Pascasarjana dan 3 Lembaga. Sebanyak 21 Prodi (S1,S2,S3)/Profesi
dilingkungan Unand telah terakreditasi A dari BAN-PT, sebanyak 56 Prodi
(S1,S2,S3)/Profesi/Diploma masih terakreditasi B dari BAN-PT, dan sebanyak
31 Prodi (S1,S2,S3)/Profesi/Diploma.
Dalam rangka menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015,
Universitas Andalas sebagai salah satu institusi pendidikan yang menghasilkan
lulusan terdidik harus mampu mempersiapkan lulusannya untuk bisa bersaing
di dunia kerja dan dunia usaha. LP3M yang merupakan unit kerja dan garda
terdepan dari universitas andalas telah melakukan berbagai kegiatan untuk
menunjang hal tersebut. Dalam menjalankan peran dan fungsinya sebagai
Lembaga dalam meningkatkan akreditasi program studi baik nasional, regional
maupun internasional, LP3M telah menyelenggarakan kegiatan; 1) Technical
Assitance Persiapan Sertifikasi ASEAN University Network Quality
Assurance (AUN-QA), kegiatan ini dilaksanakan dalam rangka meningkatkan
standar-standar mutu prodi yang telah berstatus A oleh BAN-PT atau tergolong
ungggul berdasarkan hasil Audit Mutu Internal (AMI) menjadi standar mutu
yang diakui pada tingkat ASEAN. Dan 2) Proyek Higher Education Leadership
and Management (HELM) yang disponsori oleh USAID telah memprakarsai
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
163
ISBN: 978-602-60613-0-0
kolaborasi antara Arizona State University(ASU) dan Universitas Andalas
(UNAND) melalui program inisiatif khusus yang disebut dengan Pendidikan
Kepemimpinan Untuk Program Akreditasi Teknik atau Leadership Education
for Engineering Accreditation Program (LEEAP). Dimana Program LEEAP ini
berfungsi sebagai katalisator untuk memperkuat mutu dan daya saing program
studi bidang ilmu pengetahuan alam, teknologi, teknik, dan matematika
(science, technology, engineering and math atau STEM) pada institusi
pendidikan tinggi di Indonesia yang telah memenuhi standar regional dan
internasional
Kata Kunci: LP3M, Akreditasi,Masyarakat Ekonomi Asean (MEA), AUN-QA
dan LEEAP
Pendahuluan
Dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI No. 25 Tahun 2012 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Universitas Andalas, pasal 84 menyatakan bahwa Lembaga
Pengembangan Pendidikan dan Penjaminan Mutu yang disingkat dengan LP3M sebagai
penggabungan dari P3AI dan BAPEM mempunyai tugas untuk melaksanakan,
mengkoordinasikan, memonitor, dan mengevaluasi kegiatan pengembangan pendidikan dan
penjaminan mutu. Selanjutnya dalam pasal 85 bahwa LP3M menyelengggarakan fungsi; 1)
Penyusunan rencana, program, dan anggaran lembaga, 2) Pelaksanaan pengembangan
sistem pendidikan, 3) Pelaksanaan peningkatan mutu proses pembelajaran, 4) Pelaksanaan
pengembangan sistem penjaminan mutu pendidikan, 5) Pelaksanaan penjaminan mutu
pendidikan, 6) Pelaksanaan monitoring dan evaluasi pengembangan penjaminan mutu
pendidikan, dan 7) Pelaksanaan urusan administrasi lembaga.
Dengan demikian peran dari LP3M dalam menyatukan sistem pendidikan dan sistem
penjaminan mutu menjadi sangat strategis dalam meningkatkan penjaminan mutu
pendidikan Unand. Oleh karena itu dalam perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan tindak
lanjutnya secara berkesinambungan memerlukan koordinasi dengan semua bidang baik pada
tingkat universitas (akademik dan non akademik), fakultas dan program pascasarjana,
maupun program studi.
Penjaminan mutu secara total seharusnya menjangkau aspek akademik maupun non
akademik, serta mengintegrasikan keduanya agar mutu produk pendidikan dapat diprediksi
dan dapat dikembangkan menurut ukuran tertentu yang didukung oleh sistem dan prosedur
“baku” dari aspek akademik maupun non-akademik. Meskipun produk akademik berupa
lulusan, hasil riset dan publikasi serta pelayanan masyarakat, namun proses produksi tersebut
melibatkan gabungan dari aspek akademik dan non akademik yang mencakup subjek ajar,
staf akademis, staf non-akademis; kepemimpinan, sarana dan prasarana, kekuatan finasial,
budaya dan tata nilai. Agar manfaat penjaminan mutu lebih besar maka pengembangan
sistem dan prosedural ademik dan non akademik dilaksanakan secara paralel. Oleh karena
itu sistem dan prosedur baku perlu dirumuskan secara partisipatif dengan memadukan
pendekatan “top down” dan “bottom up”.
Berdasarkan implementasi dan capaian penjaminan oleh BAPEM dan pengembangan
pembelajaran oleh P3AI periode sebelumnya, maka perlu disusun roadmap LP3M tahun
2013-2017. Roadmap LP3M periode 2012-2016 akan membantu pencapaian target Renstra
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
164
ISBN: 978-602-60613-0-0
Unand pada: 1) tahap pertama (periode 2009-2013) yaitu tahap pembenahan institusi dan
pemenuhan standar-standar pendidikan nasional dan internasional; 2) tahap kedua (tahun
2013-2017) yaitu menjadi salah satu universitas terkemuka dalam beberapa bidang di tingkat
nasional atau masuk universitas 10 besar di Indonesia. Sesuai dengan salah satu misi Unand
yaitu menyelenggarakan pendidikan akademik dan profesi yang berkualitas dan
berkesinambungan. Tujuan strategis terkait dalam Renstra pada 2014-
2018 yaitu menghasilkan lulusan yang berdaya saing global, mempunyai spirit
kewirausahaan dan mendapat penghargaan dari dunia kerja. Untuk mencapai sasaran
tersebut diperlukan program strategis dalam bidang pendidikan yang salah satunya yaitu
keunggulan dalam proses pembelajaran.
Keunggulan dalam setiap aspek akademik dan non-akademik dari suatu program studi di
tandai dengan peringkat akreditasi yang dikeluarkan oleh Badan Akreditasi Nasional
Perguruan Tinggi (BAN-PT).
Pembahasan
a. Definisi
Akreditasi adalah pengakuan formal yang diberikan oleh badan akreditasi terhadap
kompetensi suatu lembaga atau organisasi dalam melakukan kegiatan penilaian kesesuaian
tertentu. Sedangkan definisi resmi dari ISO untuk akreditasi adalah “pengesahan pihak
ketiga terkait dengan menunjukan kompetensi lembaga penilaian kesesuaian untuk
melaksanakan tugas-tugas penilaian kesesuaian tertentu. “(ISO / IEC 17000:2004).
b. Proses Akreditasi
Akreditasi merupakan salah satu bentuk sistem jaminan mutu eksternal dari suatu proses
yang digunakan lembaga yang berwenang dalam memberikan pengakuan formal bahwa
suatu institusi mempunyai kemampuan untuk melakukan kegiatan tertentu. Dengan
demikian, akreditasi melindungi masyarakat dari penipuan oleh pihak-pihak yang tidak
bertanggung jawab. Sedangkan ciri akreditasi adalah penilaian yang dilakukan oleh pakar
sejawat dari luar institusi terkait (external peer reviewer), dan dilakukan secara voluntir bagi
perguruan tinggi yang menyelenggarakan suatu program studi.
Kegiatan ini diawali dengan melakukan kegiatan evaluasi diri (self evaluation) terhadap
berbagai/ komponen dari masukan, proses dan produk perguruan tinggi yang
menyelenggarakan program studi tersebut dan mengirimkan laporannya ke lembaga asesor.
Selanjutnya berdasarkan laporan evaluasi tersebut pihak lembaga asesor mengirim beberapa
pertanyaan (borang) untuk diisi dan berdasarkan isian tersebut dilakukan kunjungan
lapangan (site visit) oleh asesor sebagai tindakan validasi. Dengan kata lain Akreditasi sama
dengan status dan proses. Status disni dalam konteks perguruan tinggi yang
menyelenggarakan program studi terakreditasi telah memenuhi standar mutu yang telah
ditetapkan, sedangkan Proses dalam konteks ini maksudnya adalah proses kegiatan
akademik telah dilakukan memenuhi standar mutu dan kecenderungan melakukan perbaikan
secara berkesinambungan melalui evaluasi diri.
c. Gambaran Akreditasi Prodi di Lingkungan Unand
Universitas Andalas sebagai salah satu institusi yang menyelenggarakan pendidikan saat ini
memiliki peringkat akreditasi A berdasarkan SK yang dikeluarkan oleh BAN-PT nomor
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
165
ISBN: 978-602-60613-0-0
039/SK/BAN-PT/Akred/PT/I/2014 yang berlaku sampai 16 Januari 2019. Saat ini
Universitas Andalas terdiri dari 15 Fakultas, 1 Pascasarjana dan 3 Lembaga.
15 Fakultas tersebut adalah; 1)Fakultas Pertanian, 2)Fakultas Kedokteran, 3)Fakultas
Hukum, 3)Fakultas Hukum, 4)Fakultas MIPA, 5) Fakultas Ekonomi, 6)Fakultas Peternakan,
7)Fakultas Ilmu Budaya, 8)Fakultas ISIP, 9)Fakultas Teknik, 10)Fakultas Farmasi,
11)Fakultas Teknologi Pertanian, 12)Fakultas Keperawatan, 13)Fakultas Kesehatan
Masyarakat, 14)Fakultas Teknologi Informasi, dan 15)Fakultas Kedokteran Gigi. Dan 3
Lembaga tersebut adalah;,1)Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada MAsyarakat
(LP2M), 2)Lembaga Pengembangan Pendidikan dan Penjaminan Mutu (LP3M) dan
3)Lembaga Pengembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi.
Sebanyak 21 Prodi (S1,S2,S3)/Profesi dilingkungan Unand telah terakreditasi A dari BAN-
PT (Gambar 1), sebanyak 56 Prodi (S1,S2,S3)/Profesi/Diploma masih terakreditasi B dari
BAN-PT (Gambar 2), dan sebanyak 31 Prodi (S1,S2,S3)/Profesi/Diploma (Gambar 3).
Untuk rincinya dapat dilihat gambar dibawah ini.
Gambar 1. Jumlah Prodi (S2/S1), Spesialis-1, Profesi Terakreditasi A
Pada gambar 1 di atas dapat dilihat 21 Prodi (S1,S2,S3)/Profesi yang terakreditasi A yang
terdiri dari; 3 program studi S2, 1 pendidikan spesialis-1, 2 pendidikan profesi dan 15
program studi S1 yang terakreditasi A BAN-PT.
31
2
15
Akreditasi A
S2
Sp-1
Profesi
S1
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
166
ISBN: 978-602-60613-0-0
Gambar 2. Jumlah Prodi (S3/S2/S1), Spesialis-1, Profesi dan Program Diploma 3
Terakreditasi B
Sedangkan pada gambar 2 di atas dapat dilihat 56 Prodi (S1,S2,S3)/Profesi/Diploma yang
terakreditasi B yang terdiri dari; 5 program studi S3, 22 program studi S2, 8 pendidikan
spesialis-1, 18 program studi S1, dan 3 program diploma 3 yang terakreditasi B BAN-PT.
Gambar 3. Jumlah Prodi (S3/S2/S1), Spesialis-1, Profesi dan Program Diploma 3
Terakreditasi C
Dan pada gambar 3 ini dapat dilihat 31 Prodi (S1,S2,S3)/Profesi/Diploma yang terakreditasi
C yang terdiri dari; 3 program studi S3, 11 program studi S2, 3 pendidikan spesialis-1, 3
pendidikan profesi, 10 program studi S1, dan 1 program diploma 3 yang terakreditasi C
BAN-PT.
5
22
8
18
3
Akreditasi B
S3
S2
Sp-1
S1
D3
3
11
33
10
1
Akreditasi C
S3
S2
Sp-1
Profesi
S1
D3
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
167
ISBN: 978-602-60613-0-0
d. Peranan LP3M Unand Dalam Peningkatan Akreditasi
LP3M pada awal pembentukannya adalah merupakan penggabungan dari P3AI dan BAPEM
Universitas Andalas. LP3M memiliki visi yaitu "Menjadi Lembaga Pengembangan
Sistem Pendidikan Tinggi yang Bermutu".
Untuk merealisasikan visi tersebut telah ditetapkan misi LP3M tahun 2013-2017 sebagai
berikut:
1. Mengembangkan sistem pendidikan akademik dan profesi yang berkualitas.
2. Mengembangkan standar mutu internal baik bidang akademik maupun non akademik
yang melampaui standar nasional pendidikan tinggi .
3. Mengembangkan sistem monitoring dan evaluasi mutu internal untuk perbaikan yang
berkelanjutan pada tingkat program studi, fakultas/pascasarjana dan universitas.
Sedangkan untuk mencapai misi tersebut ditetapkan tujuan LP3M tahun 2013-2017 sebagai
berikut:
1. Menghasilkan lulusan yang berdaya saing tinggi dan mendapat penghargaan dari dunia
kerja.
2. Meningkatkan pengelolaan dan kepemimpinan capaian kegiatan pada program studi dan
unit-unit kerja di lingkungan Universitas Andalas.
3. Meningkatkan sistem penilaian program studi dari evaluasi mutu internal menjadi
evaluasi mutu eksternal pada tingkat asean.
Sasaran yang ingin dicapai dari tujuan yang sudah ditetapkan LP3M tahun 2013-2017 yang
sebagai berikut:
1. Meningkatkan capaian pembelajaran yang mencakup kompetensi hard skill dan soft skill
serta memiliki karakter yang baik.
2. Meningkatkan status akreditasi program studi oleh BAN-PT atau PAM-PT.
3. Tercapainya program studi unggulan untuk beberapa bidang di lingkungan Unand pada
tingkat nasional dan asean.
Maka untuk mencapai tujuan dan target sasaran tahun 2013-2017 tersebut ditetapkanlah
beberapa strategi pencapainya sebagai berikut:
1. Menyelenggarakan program riset aksi (action research program) sebagai acuan
pengembangan kurikulum dan pembelajaran serta sistem penilaian perkuliahan.
2. Menyelenggarakan workshop, lokakarya, technical assistance, ToT dan Hibah
Pembelajaran untuk pengembangan soft skill dan karakter lulusan.
3. Menyediakan insentif penulisan buku ajar/teks untuk peningkatan kualitas bahan ajar.
4. Sosialisasi, pelatihan sistem penjaminan mutu internal kepada BAPEM
fakultas/pascasarjana dan GKM jurusan/program studi.
5. Pelaksanaan audit mutu internal pada aras program studi dan unit-unit kerja di lingkungan
Universitas Andalas.
6. Permintaan tindakan koreksi dan rekomendasi perbaikan mutu secara berkelanjutan
kepada ketua jurusan/program studi, dekan/direktur, ketua lembaga dan biro di
lingkungan Universitas Andalas.
7. Pendampingan akreditasi program studi.
Untuk mewujudkan tercapainya tujuan dan sasaran yang sudah ditetapkan tersebut, mulai
tahun 2012 sampai sekarang LP3M sudah mengalokasikan anggaran kegiatan didalam DIPA
Universitas Andalas yang terinci dalam bentuk program kerja dan rencana kegiatan.
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
168
ISBN: 978-602-60613-0-0
Dalam rangka menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015, Universitas Andalas
sebagai salah satu institusi pendidikan yang menghasilkan lulusan terdidik harus mampu
mempersiapkan lulusannya untuk bisa bersaing di dunia kerja dan dunia usaha. LP3M yang
merupakan unit kerja dan garda terdepan dari universitas andalas telah melakukan berbagai
kegiatan untuk menunjang hal tersebut.
Terdapat dua kegiatan yang sudah dilakukan oleh LP3M sebagai Lembaga Pengembangan
Pendidikan dan Penjaminan Mutu dalam rangka menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN
(MEA) ini yaitu;
1. LP3M menyelenggarakan Technical Assitance Persiapan Sertifikasi ASEAN
University Network Quality Assurance (AUN-QA) pada tanggal 26 - 27 Juni 2014
yang diikuti oleh 103 peserta dari 14 Program Studi (10 fakultas) di lingkungan Unand.
LP3M mendatangkan narasumber yaitu Dr. J.P. Gentur Sutapa dosen UGM yang pada
saat ini dipercaya sebagai asesor AUN-QA. Kegiatan ini dilaksanakan dalam rangka
meningkatkan standar-standar mutu prodi yang telah berstatus A oleh BAN-PT atau
tergolong ungggul berdasarkan hasil Audit Mutu Internal (AMI) menjadi standar mutu
yang diakui pada tingkat ASEAN sehingga akan lebih membuka peluang kerjasama
pendidikan dan resource sharing dengan perguruan tinggi terkemuka dalam keanggotaan
AUN-QA.
2. Proyek Higher Education Leadership and Management (HELM) yang disponsori oleh
USAID telah memprakarsai kolaborasi antara Arizona State University(ASU) dan
Universitas Andalas (UNAND/LP3M) melalui program inisiatif khusus yang disebut
dengan Pendidikan Kepemimpinan Untuk Program Akreditasi Teknik atau Leadership
Education for Engineering Accreditation Program (LEEAP). Dimana Program LEEAP
ini berfungsi sebagai katalisator untuk memperkuat mutu dan daya saing program studi
bidang ilmu pengetahuan alam, teknologi, teknik, dan matematika (science, technology,
engineering and math atau STEM) pada institusi pendidikan tinggi di Indonesia yang
telah memenuhi standar regional dan internasional. Program intensif satu tahun ini
diresmikan di Ruang Library dan Conference UNAND pada pertengahan Juni 2015 yang
dilanjutkan dengan lokakarya pertama di akhir Juni 2015. Pada lokakarya kedua Agustus
2015 para peserta belajar mengembangkan materi di tingkat perkuliahan yang pada
akhirnya akan mempersiapkan peserta untuk menjalani proses akreditasi secara
berkelanjutan; mereka juga memusatkan diri pada pembelajaran aktif dan bagaimana cara
meningkatkan teknik mengajar. Dan lokakarya ketiga Oktober 2015 para ahli kembali
hadir untuk memberikan kiat-kiat mengenai pendekatan perkuliahan terbaru sekaligus
cara untuk memperbaiki silabus melalui pendekatan tersebut. Dan untuk menindaklanjuti
pelaksanaan lokakarya, USAID HELM kembali bekerja sama dengan UNAND dan ASU
menyelenggarakan lokakarya tahap keempat pada 25 – 29 Januari 2016 di Audtorium
Senat kampus UNAND, Limau Manis, Padang. Universitas Andalas dalam hal ini LP3M
berkomitmen untuk terus mendukung kegiatan LEEAP dan upaya pencapaian akreditasi
internasional di UNAND.
Kesimpulan
1. Dalam perkembangannya setelah berdiri selama 4 tahun, LP3M telah banyak melakukan
perubahan dan peningkatan dalam penatakelolaan proses pendidikan dan pembelajaran.
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
169
ISBN: 978-602-60613-0-0
2. Dalam meningkatkan mutu pendidikan dan pembelajaran, LP3M selalu melakukan
evaluasi melalui kegiatan Audit Mutu Internal yang dilakukan secara terus menerus dan
berkelanjutan.
3. Hasil AMI yang diperoleh menjadikan parameter bagi setiap prodi dalam mengajukan
borang akreditasinya.
4. LP3M menjadi lembaga terdepan dan memiliki peranan yang sangat penting sekali dalam
melakukan pendampingan proses akreditasi maupun re-akreditasi prodi dilingkungan
Universitas Andalas, baik akreditas untuk tingkat nasional, regional maupun
internasional.
Daftar Pustaka
Dikti, 2006, Panduan Pelaksanaan Sistem Penjaminan Mutu Perguruan Tinggi,
DEPDIKNAS.
Republik Indonesia, 2012, Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI No. 25 Tahun
2012 tentang Organisasi dan Tata Kerja Universitas Andalas.
http://akademik.unand.ac.id/index.php/2014-02-20-01-35-30
http://www.unand.ac.id/id/berita/universitas/3743-unand-gelar-workshop-leeap-tahap-
keempat
http://lp3m.unand.ac.id/in/rumah/946-unand-menuju-standar-mutu-asean
Mari'atul Qiftiyah, 2015, Tujuan dan Manfaat Akreditasi Suatu Lembaga Pendidikan,
diakses dalam http://blog.umy.ac.id/mariatulqiftiyah/tujuan-dan-manfaat-akreditasi-suatu-
lembaga-pendidikan/
Republik Indonesia, 2003 Undang-undang sistem pendidikan nasional, Jakarta: Sekretariat
Negara. Diakses dalam: www.kan.or.id/?page_id=2959&lang=id
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
170
ISBN: 978-602-60613-0-0
Langkah Maju Universitas Andalas Menghadapi Masyarakat Ekonomi
ASEAN (MEA)
Benny Dwika Leonanda
Jurusan Teknik Mesin Universitas Andalas
Kampus Unand Limau Manis
Email: [email protected]
Abstrak
Sejak tahun lalu Indonesia dihebohkan terbentuknya Masyarakat Ekonomi ASEAN
(MEA) yang akan menciptakan 120-160 juta lapangan pekerjaan baru bagi
penduduk ASEAN. Mulai tahun 2016 s.d 2025 cetak biru MEA ini dibangun.
Perjanjian yang ditandatangani oleh kepala pemerintahan sepuluh negara ASEAN
ini tertuang di dalam Blue Print AEC tahun 2008. Salah satu isi perjanjian adalah
penyediaan dan perpindahan tenaga kerja terlatih dan tersertifikasi oleh masing-
masing asosiasi di negara masing-masing. Salah satu langkah untuk itu Dirjen
Dikti untuk memenui hal tersebut, Dirjen Dikti telah memberikan mandate kepada
40 Universitas untuk menyelenggaran Program Studi Profesi Insinyur untuk
mempersiapkan tenaga kerja terlatih dan tersertifikasi.
.
Universitas Andalas sebagai salah satu dari 40 universitas yang telah diberi
mandat oleh Dirjen Dikti telah mempersiapkan diri dengan mempersiap Dosen-
dosen sebanyak 107 orang Dosen untuk mensukseskan program besar dan untuk
menambah kapasitas minimal enam Dosen yang telah ada sebelum ini. Mereka
telah mengikuti Program Pembinaan Profesi Insinyur sebagai langkah untuk
mengajukan diri sebagai Insinyur Profesional, sebagai hal yang dipersyaratkan
oleh PII. Jika semua Dosen tersebut tersertifikasi sebagai Insinyur Profesional
maka Universitas Andalas telah mempunyai tenaga siap pakai dal Program Studi
Program Profesi Insinyur (PS_PPI).
Dengan membuka PS-PPI yang mampu menampung sebanyak 200 orang
Mahasiswa dengan 5 kali periode penerimaan mahasiswa dalam satu tahun untuk
kelas REGULER, dan menerima 200 orang mahasiswa kelas RPL dalam 50 kali
penerimaan dalam satu tahun maka perkiraan akan mendatangkan PNBP
universitas minimal sebesar Rp. 88 Milyar, dengan uang kuliah rata-rata Rp.
8.000.000,-an per mahasiswa. Sementara itu potensi kemampuan Universitas
Andalas tah un depan (2017) diperkirakan akan mampu mencapai PNBP sebesar
Rp. 800 Milyar rupiah dengan penyelenggaraan RPL di dalam dan di luar kampus.
Kata kunci:MEA, PS-PPI, PNBP, Universitas Andalas
Pendahuluan
Sejak tahun lalu Indonesia dihebohkan tentang MEA, Masyarakat Ekonomi Asean atau AEC
(Asean Economy Comunity). Seperti diketahui ASEAN secara regional memiliki penduduk ke
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
171
ISBN: 978-602-60613-0-0
tiga terbesar di dunia setelah China, dan India. Ada sekitar 622 juta jiwa yang bermukim di
tempat ini, dan pembentukan MEA ini akan menciptakan 120-160 juta lapangan pekerjaan baru
sampai tahun 2020 bagi penduduk di regional.
Asean terdiri dari sepuluh negara di Asia Tenggara, sedang bergerak maju mengikuti
perkembangan ekonomi masyarakat ekonomi eropa. Langkah-langkah mempersatukan secara
ekonomi ke sepuluh negara terlihat nyata dari langkah-langkah yang dilakukan tersebut dalam
berbagai bentuk perjanjian yang dilakukan oleh kepala negara, dan para mentri yang terkait
dibidangnya masing-masing.
Tahun 2007 yang lalu langkah-langkah membentuk daerah ekonomi ASEAN telah tercetus,
dan akhirnya tahun lalu 2015 Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) dibentuk. Mulai tanggal 31
Desember 2015 MEA dimulai, dan awal tahun 2016 sampai dengan tahun 2025 cetak biru MEA
pun dibangun. Pada MEA ini pergerakan, barang-barang, servis-servis, skill labor, dan arus
investasi dan finansial berlalu lalang dengan bebas dan harus difasilitasi sepuluh negara
ASEAN ini.
Pergerakan tenaga-tenaga kerja terampil salah satu dari isi perjanjian yang telah disepakati
dalam Mutual Recognotion Arrangents (MRAs) antar negara-negara ASEAN menjadi bagian
utama yang harus dipersiapkan oleh negara-negara Asean. Tenaga-tenaga kerja ini menyangkut
tenaga-tenaga profesional menyangkut profesi Dokter, Dokter gigi, Perawat, Insinyur, Arsitek,
Akuntan, dan Surveyor dengan berbagai tingkat dalam implementasinya. Di antara bidang-
bidang profesi tersebut yang termasuk langkah yang paling siap adalah di bidang profesi
Insinyur dan Arsitek. Dimana hal ini telah tertuang di dalam ASEAN Mutual Recognition
Arrangements on Engineering Services (2005)
http://investasean.asean.org/files/upload/MRA%20Engineering%20(2005)%20recon.pdf
dan http://investasean.asean.org/files/upload/MRA%20Architecture.pdf.
Kedua hal tersebut dalam langkah-langkah akhir, dan masing-masing negara sedang dalam
mempersiapkan tersebut, dalam arti kedua sedang dan akan berlangsung sampai tahun 2020.
Pemerintah Indonesia melakukan langkah-langkah cepat. Segera mempersiapkan pendidikan
tenaga-tenaga kerja terampil, dan membentuk pendidikan Program Studi Profesi Insinyur.
Bersama Dewan Insinyur Indonesia dan Dirjen Dikti telah membuat kurikulum, dan (akan)
mendirikan Program Studi Profesi Insinyur di 40 Perguruan Tinggi Negeri dan Swasta.
Pemilihan tempat-tempat tersebut berdasarkan kemampuan perguruan tinggi, keadilan, dan
pemerataan diberbagai daerah Indonesia melalui pemberian Surat mandat oleh Dirjen Dikti dan
disampai sendiri kepada Mentri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi kepada 40 Rektor
Universitas-universitas Negeri dan Universitas Andalas merupakan salah satu yang diberikan
mandat tersebut.
Kesiapan Universitas Andalas Menghadapi MEA
Universitas sebagai salah satu Universitas yang ditunjuk untuk penyelenggara Program Studi
Profesi Insinyur segera melakukan langkah-langkah mengantisipasi kebijakan pemerintah ini.
Selain telah mempunyai 6 (enam) orang Dosen yang telah mempunyai title IPM sebagai staff
pengajar minimal yang sebagai syarat untuk pendirian Prodi Profesi Insinyur, Universitas
Andalas telah mempersiapkan sebanyak 107 orang Staff Pengajar tanbahan untuk mendukung
pembentuk prodi ini dengan mengikuti Program Pembinaan Profesi Insinyur (P3I). Program ini
merupakan program persiapan untuk memenuhi UU No. 11 Tahun 2014 sebelum terbentuknya
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
172
ISBN: 978-602-60613-0-0
Program Prodi Profesi Insinyur di 40 universitas yang ditunjuk oleh Dirjen Dikti. Keputusan
ini didasarkan kepada Surat Keputusan Pengurus Pusat Persatuan Insinyur Indonesia No.
40/KKP-PII/2016 tanggal 31 Maret 2016
Mereka semua (Dosen Universitas Andalas) telah mengikuti Program Pembinaan Profesi
Insinyur (P3I) yang diselenggarakan sebagai kerja sama Universitas Andalas dengan Persatuan
Insinyur Indonesia Wilayah Sumatera Barat. Program ini diselenggarakan di dua gelombang.
Gelombang pertama diadakan pada tanggal 4 Mei 2016 di Hotel Axana Padang, dan gelombang
ke-2 diadakan di Hotel Kyriad Bumi Minang Padang. Pada gelombang pertama di ikuti oleh 53
dari Fakultas Teknik, 1 orang dari Fateta, dan gelombang kedua diikuti 53 orang dari Fakultas
Teknik Unversitas Andalas. Mereka semua siap untuk mengikuti langkah selanjutnya menuju
Insinyur Profesional. Tidak lama lagi Universitas Andalas mempunyai Staff Pengajar memiliki
gelar Insinyur Profesional dalam tingkatan Insinyur Profesional Madya (IPM), dan insinyur
Profesional Utama (IPU).
Langkah-langkah yang dilakukan oleh Dosen-dosen Fakultas Teknik atas dukungan yang kuat
dari Rektor Universitas Andalas, Dekan Fakultas Teknik, Ketua-ketua Jurusan di lingkungan
Fakultas Teknik sangat membantu banyak PII Wilayah Sumatera Barat dalam lagnkah-langkah
mensirtifikasi Dosen-Dosen Universitas Andalas. Langkah-langkah ini merupakan tahapan
yang maju dan bahkan lebih maju dibandingkan yang dilakukan oleh ITB saat sekarang (Dosen
ITB baru 100 orang mengikuti Prorgram Pembinaan Profesi Insinyur) Yang mana mereka telah
lebih dahulu mempersiapkan diri untuk pembukaan Program Profesi Insinyur sejak pertengahan
tahun lalu.
Tahapan yang telah dirintis oleh Fakultas Teknik diharapkan diikuti oleh Fakultas-fakultas
Teknik dan Terapan di lingkungan Universitas Andalan. Untuk segera mesertifikasi Dosen-
dosen mereka. Bagaimanapun Fakultas Peternakan, Fakultas Pertanian, Fakultas Teknologi
Pertanian, dan Fakultas Teknologi Informasi membawahi jurusan-jurusan terapan yang
bagaimanapun juga mereka berhak menyandang gelar "Insinyur", Ir. dan mempunyai hak untuk
mendapat pengakukan sebagai Insinyur Profesional seperti halnya Sarjana Teknik.
Langkah-langkah ini harus dilakukan dari bawah ke atas bukan dari arah sebaliknya, karena
menjadi seorang Insinyur Profesional adalah keinginan pribadi Sarjana Teknik, dan Sarjana
Terapan untuk menjadi bagian dari organisasi profesi yang mengeluarkan Sertifikasi Insinyur
Profesional. Sementara ditingkat pimpinan universitas, Fakultas, dan Jurusan hanya bisa
melakukan dukungan dari keinginan masihg-masing pihak tersebut.
Program Studi Profesi Insinyur adalah program Studi yang melahirkan gelar Profesi Insinyur,
Ir., yang sebelumnya tidak pernah ada. Walaupun sebelum tahun 1993 yang lalu setiap Sarjana
Teknik, Sarjana Pertanian, Sarjana Perternakan bergelar Insinyur, Ir., namun dasar Undang-
undang terhadap gelar tersebut belum ada saat itu.
Undang-undang Keinsinyuran baru keluar tahun 2014 yang lalu melalui UU No. 11 Thn 2014
yang mana setiap pekerjaan keinsinyuran yang dilakukan harus dikerjakan oleh orang-orang
yang mempunyai gelar Insinyur. Gelar ini hanya bisa diperoleh melalui pendidikan
keinsinyuran yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi. Bukan lagi oleh PII yang berlaku
selama ini. Oleh sebab itu Dirjen Dikti memberi mandat ke-40 universitas Negeri dan Swasta
sebagai penyelenggara pendidikan keinsinyuran pada tanggal 11 April 2016 yang lalu dan
diserahkan oleh Mentri Kemenristek-Dikti di Jakarta pada tanggal 14 April 2016. Setiap
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
173
ISBN: 978-602-60613-0-0
perguruan tinggi yang diberi mandat harus menyampaikan kesanggupan dan mengkualifikasi
dosen tetap Program Studi keinsinyuran dalam waktu tignga minggu. sebelum tanggal 2 Mei
yang lalu. Surat kesanggupan Rektor sebagai penanggung jawab harus diterima Dirjen Dikti di
Jakarta dan Universitas Andalas telah membalas surat tersebut sebelum tanggal tersebut.
Persiapan pendirian Program Studi Profesi Insinyur di Unversitas Andalas telah berjalan jauh
hari. Dr. Insannul Kamil yang sebelumnya menjadi Ketua PII wilayah Sumatera Barat dua
periode 2004-20011, dan Dr. Is Prima Nanda ketua PII wilayah Sumatera Barat dari tahun 2011
s.d. sekarang, telah berusaha melalui jalur PII agar Universitas Andalas tidak Tertinggal
gerbong nasional dalam pembukaan program Studi profesi insinyur. Mereka bekerja dengan
cara-cara mereka sendiri, dan menjaga segala kemungkinan agar universitas Andalas tidak
tertinggal dan tetap eksis pada pendirian prodi ini.
Pada awalnya sepertinya Dirjen Dikti menunjuk Institut Teknologi Bandung (ITB) sebagai pilot
projek Program Profesi Insinyur. Hal ini dibuktikan mereka lebih siap lebih dahulu dan telah
memulai persiapan sejak pertengahan tahun lalu di bandingkan 40 perguruan tinggi lain.
Sebagai persiapan setelah pertengahan tahun lalu mereka menyiapkan 100 orang dosen dan
mampu untuk mengajar 4000 orang mahasiswa per minggu kelas RPL (rekogonisi
pembelajaran lampau). Namun belakangan kebijakan ini sepertinya berubah dan akan
dilaksanakan oleh Universitas BHMN, dan belakangan lagi diubah saat-saat akhir 40
universitas negeri dan swasta menerima mandat tersebut dengan syarat mempunyai akreditasi
institusi B.
Menurut UU No 11 tahun 2014 setiap pekerjaan keinsinyuran dimulai dari pendidikan,
pelatihan, produksi, pengolahan, pemasaran, sampai dengan pengelolaan aset harus dilakukan
oleh seorang insinyur, dan setiap insinyur tersebut harus mempunyai Surat Tanda Regritasi
Insinyur (STRI). Fungsi STRI ini adalah semacam surat izin praktek keinsinyuran, tanpa surat
ini seitap insinyur tidak bisa bekerja sama sekali. Sementara STRI sendiri hanya
dikeluarkan oleh satu lembaga yaitu Persatuan Insinyur Indonesia (PII).
Menurut Dirjen Dikti ketika menyampaikan mandat ke 40 orang Rektor universits negeri dan
swasta di jakarta tanggal 14 April yang lalu, STRI tersebut harus memuat minimal dua hal yaitu
: kualifikasi Ininsyur profesional, dan mempunyai masa berlaku surat tersebut.
Sementara kualifikasi insinyur profesional di Indonesia yang dikeluarkan PII ada tiga macam
yaitu Insinyur profesional pratama (IPP), insinyur Profesional Madya (IPM), dan insinyur
Profesional Utama (IPU). Masing-masingnya menandakan kualifikasi besarnya nominal
modal/proyek/pekerjaan dan tanggung jawab. Nah untuk memperoleh gelar insinyur
profesional ini setiap orang yang bekerja di bidang keteknikan harus menempuh pendidikan
keinsinyuran. Pendidikan keinsinyuran ini dilaksanakan oleh Program Studi Profesi Insinyur
melalui program REGULER atau Program RPL (Rekognisi Pembelajaran Lampau), dan
Universitas Andalas adalah salah satu penyelenggaranya.
Hal ini berlaku untuk semua orang yang bekerja dibidang keinsinyuran, baik dari Sarjana
Teknik, Sarjana Pertanian, Sarjana Teknologi Pertanian, Sarjana Peternakan, dan Sarjana-
sarjana dari Informatika. Mereka semua harus menjadi insinyur jika mereka bekerja dibidang
keinsinyuran. Itu berlaku bagi yang baru menyelesaikan studi di masing-masing jurusan
tersebut, dan bagi yang mereka telah menamatkan studi mereka jauh hari sebelumnya. Mereka
semua harus kembali ke kampus menempuh perkuliahan keinsinyuran.
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
174
ISBN: 978-602-60613-0-0
Oleh sebab itu di program Studi Profesi Insinyur mempunyai dua macam kelas yaitu kelas
REGULER yang menerima mahasiswa yang baru menyelesaikan studi mereka dibidang ilmu
teknik, pertanian, teknologi, pertanian, peternakan, dan informatika, dan kelas Rekognisi
Pembelajaran lampau (RPL). Masa studi mereka juga berbeda, bagi kelas Reguler selama dua
semeter dengan beban 24 SKS, sementara kelas RPL menjalankan Training satu hari dan
dilanjutkan Workshop satu hari total mereka harus dikampus 2 hari berturut-turut (Pada
awalnya program ini direncanakan empat hari). Setelah mengikuti program tersebut mereka
baru memperoleh gelar dan ijazah Insinyur, Ir.
Kenapa beberapa Universitas baik negeri dan swasta begitu bersemangat dengan pembukaan
prodi Profesi insinyur ini? Sehingga mereka berani melakukan investasi secara besar-besaran
untuk pembukaan PS-PPI. Terutama untuk kalangan swasta. Hal tersebut berlaku untuk
kalangan swasta mereka investasi baik gedung, perkantoran, pengelola, dosen-dosen, sampai
dengan alat transportasi. Sementara universitas negeri berjalan terseok-seok kecuali ITB
mereka telah bergerak sejak pertengah tahun yang lalu. Hal tersebut tidak lain dan tidak bukan
disebakan potensi pasar yang tersedia. Berapa jumlah universitas negeri dan swasta yang
melahirkan sarjana teknik, pertanian, teknologi pertanian, peternakan, dan informatika dan itu
hanya dilayani oleh 40 perguruan tinggi saja? Berapa besar jumlah sarjana teknik yang telah
bekerja dari tiga tahun lalu sampai 28 tahun sebelumnya yang bekerja di bidang ilmu teknik,
dan pemerintahan yang bertanggung jawab dibidang pekerjaan keinsinyuran? Pasti jumlahnya
jutaan orang. Semua mereka harus balik ke kampus. Mengikuti kelas RPL Mereka harus
terigistrasi di PII sebagai tenaga kerja Profesional. Jika tidak mereka tidak bisa menandatangani
setiap pekerjaan mereka Lakukan. Jika mereka tetap melakukan juga maka mereka menghadapi
sanksi UU No. 11 Tahun 2014 dengan ancaman hukuman 2 tahun penjara dan atau denda 200
juta.
Beberapa waktu yang lalu, tanggal 19 April 2016, Penulis sempat bertanya tentang perkiraan
biaya untuk dua kelas tersebut di PII pusat. Penulis mendapat jawaban rata-rata universitas yang
mendatangi PII pusat Jakarta mereka menmperkirakan antara Rp. 6 s/d 10 juta per mahasiswa.
Saya sendiri menghitung untuk pembiayaan maksimal di universitas Andalas adalah sekitar Rp
8 juta-an per mahasiswa (format perkuliahan dan perhitungan terlampir).
Perkuliahan pun demikian. Pelaksanaan kuliah reguler dilaksanakan dalam kampus selama dua
bulan, dan dilanjutkan enam bulan di lapangan, ditambah dua atau tiga bulan untuk
menyelesaikan studi kasus,dan sisanya dua atau bulan untuk mempersiapkan seminar, dan
sidang panel. Total membutuhkan waktu 12 bulan. Dengan perhitungan demikian maka setiap
periode penerimaan bisa dllakukan lima kali dalam satu tahun. Untuk setiap periode dengan
kemampuan Unand saat ini bisa menerima 200 orang mahasiswa. Sehingga total mahasiswa
yang bisa diterima sekitar 1000 orang per tahun. Total potensi PNBP dari kelas reguler oleh
Unand Rp. 8 Milyar.
Hal yang sama bisa dilakukan untuk kelas RPL, Unand bisa menerima mahasiswa RPL pada
hari Sabtu dan Minggu, dengan jumlah 200 orang. dan itu bisa dilaksanakan selama 50 minggu
pertahun. Dengan demikian jumlah mahasiswa RPL sebanyak 10.000 orang. Total potensi
PNBP Unand dari kelas ini sebesar Rp.80 milyar. Angka ini hampir setengah dari PNBP
Universitas Andalas saat ini.
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
175
ISBN: 978-602-60613-0-0
Saat ini menurut informasi yang penulis dengar di PII pusat jakarta ITB mempersiapkan kelas
4000 orang kelas RPL per minggu dengan kekuatan Dosen pengajar 100 orang. Maka
pendapatan mereka jika mereka menerapkan uang kuliah sebesar Rp. 10 jt maksimum, maka
potensi pendapatan PNBP mereka bisa mencapai Rp. 2 triliun per tahun dari kelas RPL ini
(perhitungan dari skenario kelas RPL yang penulis rancang) .
Sementara Universitas Andalas sampai saat ini telah mempersiapkan Dosen Prodi Profesi
Insinyur setengah dari kemampuan ITB. Dengan kekuatan staff pengajar sebanyak 107 orang.
Sedikit melebihi kapasitas Dosen-dosen ITB. Jika kemampuan Universitas Andalas
(mengingat reputasi dan lokasi Universitas) dalam menerima Mahasiswa Prodi Profesi Insinyur
sebanyak setengah ITB, 2000 orang. Maka potensi PNBP Unand dengan uang kuliah Rp. 8 juta-
an per mahasiswa, potensi penerimaan PNBP dari mahasiswa ini sebesar Rp. 800 Milyar.
(terbilang Delapan Ratus Milyar Rupiah). Bandingkan dengan PNBP Unand sekarang
sebesar Rp. 160 s/d 180 Milyar).
Uang sebesar Rp. 800 Milyar, ditambah 8 Milyar bukanlah jumlah yang kecil. Uang tersebut
bisa mambangun Unand lebih jaya lagi masa akan datang.
Penutup
Arah pembangunan ekonomi pada masa kini tidak bisa lepas dari globalisasi. Salah
satunya adalah pembentukan pasar tunggal ASEAN. Masyarakat ekonomi Asean adalah
salah satu langkah untuk itu. Kompetisi ini pergerakan, barang-barang, servis-servis, skill
labor, dan arus investasi dan finansial berlalu lalang dengan bebas. Kompetisi-kompetisi
tersebut harus melalui aturan dan langkah-langkah yang fair, dan menyangkut
kesetimbangan antara arus barang, uang, dan orang.
Tenaga kerja terampil dan tersertifikasi secara professional harus dibangun dan
dipersiapkan sebelum tahun 2025. Langkah tersebut telah dilakukan pada awal tahun
2016, terutama untuk profesi Insinyur, dengan pembentukan Program Prodi Profesi
Insinyur. Universitas Andalas merupakan bagian dari pergerakan tersebut, dan telah
mempersiapkan diri untuk itu.
Pembukaan PS-PPI membuka peluang membangun hubungan antara Universitas dengan
Industri dengan PII sebagai katalis atau penghubung antara keduanya sehingga
pembangungan manusia bisa menjadi sinergis secara bersama-sama, karena salah satu
program yang dijalankan oleh PII adalah pembelajaran berkelanjutan. Sehingga walaupun
setiap orang yang menamatkan pendidikan di perguruan tinggi harus tetap belajar dan
tidak terlepas dari partisipasinya dari perguruan tinggi dan pengalamanan kerja di
lapangan pekerjaan yang dia tekuni, Bagaimanapun pembelajaran berkelanjutan
merupakan merupakan integrasi dari pembelajaran di perguruan tinggi dan pengalaman
kerja.
Sementara itu bagi universitas sendiri hal ini merupakan kesempatan dalam
pengembangan diri. Terutama untuk mendatangkan PNBP. Bagaimanapun anggaran
pendidikan bukan saja berasal dari pemerintah, dan masyarakat, dan juga berasal dari
industry dan lapangan kerja. Dengan dibukanya PS-PPI, Universitas Andalas mampu
menampung sebanyak 200 orang Mahasiswa dengan 5 kali periode penerimaan
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
176
ISBN: 978-602-60613-0-0
mahasiswa dalam satu tahun untuk kelas REGULER, dan menerima 200 orang
mahasiswa kelas RPL dalam 50 kali penerimaan dalam satu tahun maka perkiraan akan
mendatangkan PNBP minimal sebesar Rp. 88 Milyar, dengan uang kuliah rata-rata Rp.
8.000.000,-an per mahasiswa. Sementara itu potensi kemampuan Universitas Andalas
tahun ini diperkirakan akan mampu mencapai PNBP sebesar Rp. 800 Milyar rupiah
dengan penyelenggaraan di dalam dan di luar kampus.
Daftar Pustaka
Surat Pemberian Mandat Dirjen Dikti Kepada 40 Universitas tertanggal 11 April 2016
Surat Keputusan Pengurus Pusat Persatuan Insinyur Indonesia tang 31 Maret 2016
UU No. 11 Tahun 2014 tentang Keinsinyuran
Permen Ristek Dikti No. 26 Tahun 2016 Tentang Rekognisi Pembelanjaran Lampau (RPL)
Association of Southeast Asian Nations, 2008, Asean Economic Community Blueprint
Association of Southeast Asian Nations, 2015, Asean Economic Community Blueprint 2025.
Monika Aring, 2015, Asean Economic Community 2015, Enhancing Competitiveness And
Employability Through Skill Development, ILO, Regional Office for Asia and The Pasific
ASEAN Mutual Recognition Arrangements, 18 Juni 2016,
http://investasean.asean.org/index.php/page/view/asean-free-trade-area-
agreements/view/757/newsid/868/mutual-recognition-arrangements.html
Lampiran:
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
177
ISBN: 978-602-60613-0-0
Kebutuhan Pembiayaan Penyelenggaraan PS-PPI
I. Biaya Penyelenggaraan PS-PPI Kelas REGULER per mahasiswa per tahun
No Bentuk Pembiayaan
Biaya untuk 20
orang mahasiswa,
Rp.
Biaya untuk 30
orang mahasiswa
Rp.
1 Penyelenggara PS-PPI 990,250 328,067
2
Biaya penyelenggaan ps-ppi
kelas reguler
Kuliah di dalam Kelas 226,500 166,000
Praktek Keinsnyuran 716,667 430,000
Studi Kasus 2,750,000 2,750,000
Seminar 1,108,000 640,300
Penguji Panel 1,750,000 1,750,000
Jumlah 7,541,417 6,064,367
3
Kontribusi Universitas dan
Fakultas (40% ,24%) 11,783,464 9,475,573
4
Biaya Insinyur
Profesional+KTA+Iuran tahunan
PII 1,500,000 1,500,000
Total 13,283,464 10,975,573
II. Biaya Penyelenggaraan PS-PPI RPL (Rekognisi Pempelajaran Lampau) per mahasiswa
per kegiatan
No
Bentuk Kegiatan
Biaya untuk 20 orang
mahsiswa
Biaya untuk 30 orang
mahasiswa
Di dalam
kampus
Di luar
kampus (1)
Di dalam
kampus
Di luar
kampus (1)
1
Hari Pertama (Kode etik, UU,
sistem sertifikasi, profesional,
dan standar kopetensii) 87,500 250,000 58,333 166,667
2
Hari Kedua Penilian Bakuan
Kompetensi (klaim) 140,000 400,000 93,333 266,667
3
Biaya Penyelenggaraan per
kegiatan 1,200,000 2,200,000 1,200,000 2,200,000
Jumlah 1,427,500 2,850,000 1,351,667 2,633,333
4
Kontribusi untuk Universitas dan
Fakultas (40%, 24%) 2,230,469 4,453,125 2,111,979 4,114,583
5 Biaya IP (IPU) 2,650,000 2,650,000 2,650,000 2,650,000
Jumlah 4,880,469 7,103,125 4,761,979 6,764,583
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
178
ISBN: 978-602-60613-0-0
6 Finalisasi FAIP(2) 500,000 500,000 500,000 500,000
7 Kontribusi PII Wilayah(3) 400,000 400,000 400,000 400,000
8 Biaya Pengemb. Insititusi(4) 1,220,117 1,775,781 1,190,495 1,691,146
Jumlah 2,120,117 2,675,781 2,090,495 2,591,146
Total 8,428,086 12,628,906 8,204,141 11,989,063
Catatan:
1. Tergantung lokasi dan tempat penyelenggaraan kegiatan pendidikan
2. Jika dibutuhkan
3. Tergantung kebijakan dan pembiayaan PII Wilayah Sumbar
4. Tergangung kepada kebijakan Universitas (perhitungan di dasarkan kepada 25% biaya
penyelenggaraan)
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
179
ISBN: 978-602-60613-0-0
Implementasi Metode Socrates di Perguruan Tinggi Untuk
Meningkatkan Daya Saing Lulusan
Afrizal Aziz
Universitas Trilogi
Jln. TMP Kalibata No 1 Jakarta
Email: [email protected]
Abstrak
One effort to improve the competitiveness of graduates, it is necessary to use
techniques and learning methods are unusual. Referring to the Presidential
Regulation No. 8 Year 2012 on Indonesian National Qualifications Framework
(KKNI), which regulate: level, equalization, and the application of qualified
human resources in Indonesia. Implementation KKNI can increase the
competence, juxtaposing, equalizes, and integrate the fields of education and job
training and work experience in order to award the work in accordance with the
recognition of the competence structure of employment in various sectors. The
learning process in Accounting Studies Program University of Trilogy have been
using cooperative learning methods, post-PP 8 2018, University of Trilogy is
already applying KKNI in the preparation of curriculum. Implementation of
Cooperative Learning Technique Socrates gain (1) kevaliditas rate of 92%, (2)
the level of enforceability by 90%, (3) the level of benefit by 88% and, (4) the level
of effectiveness of 90%.
Kata kunci: KKNI, Cooperative Learning, Metode Socrates
Pendahuluan
Pasca ditanda tanganinya Peraturan Presiden No. 8 Tahun 2012 tanggal 17 Januari 2012,
maka semua level tingkat Pendidikan di Indonesia memulai peradaban baru dalam proses
belajar mengajar. PP No. 8 Tahun 2012 berisi tentang Kerangka Kualifikasi Nasional
Indonesia (KKNI), yang di dalamnya antara lain mengatur tentang: jenjang, penyetaraan,
dan penerapan kualifikasi sumber daya manusia Indonesia.
Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) atau Indonesian Qualification
Framework adalah kerangka penjenjangan kualifikasi kompetensi yang dapat
menyandingkan, menyetarakan, dan mengintegrasikan antara bidang pendidikan dan bidang
pelatihan kerja serta pengalaman kerja dalam rangka pemberian pengakuan kompetensi kerja
sesuai dengan struktur pekerjaan di berbagai sektor.
Kualifikasi pada Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) merefleksikan capaian
pembelajaran (learning outcomes) yang diperoleh seseorang melalui jalur : (1) pendidikan;
(2) pelatihan; (3) pengalaman kerja, dan (4) pembelajaran mandiri.
Perbedaan yang signifikan dari KKNI ini adalah adanya pernyataan Capaian Pembelajaran
(Learning Outcomes), yang merupakan suatu pernyataan tentang apa yang diharapkan
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
180
ISBN: 978-602-60613-0-0
diketahui, dipahami, dan dapat dikerjakan oleh peserta didik setelah menyelesaikan suatu
periode belajar. Capaian pembelajaran adalah kemampuan yang diperoleh melalui
internalisasi pengetahuan, sikap, keterampilan, kompetensi, dan akumulasi pengalaman
kerja.
Untuk merealisasikan Capaian Pembelajaran setelah dinyatakan adalah bagaimana cara atau
strategi yang harus diimplementasikan seorang Tenaga Pendidik (Dosen) dalam proses
pembelajaran. Proses pembelajaran idealnya melibatkan semua komponen peserta didik
untuk berinteraksi dan memberikan kontribusi dalam prosesnya.
Universitas Trilogi Jakarta, memiliki 3 (Tiga) pilar dalam proses pembelajaran, yaitu
Teknopreneur, Kolaborasi, Kemandirian. Salah satu dari pilar Universitas Trilogi adalah
Kolaborasi, yang juga tercantum pada KKNI.
Program studi Akuntansi Universitas Trilogi sebelum tahun 2010, dalam proses
pembelajarannya cendrung menggunakan model Cooperative Learning berupa aktivitas
presentasi dan diskusi oleh mahasiswa, hingga terlihat dengan jelas perbedaan diantara para
mahasiswa dalam menyerap materi kuliah. Pasca diberlakukannya KKNI, pada tahun 2013
Program Studi Akuntansi Universitas Trilogi, mulai menerapkan Standar KKNI pada
kurikulumnya, dengan tetap menerapkan model pembelajaran Cooperative Learning dengan
mengimplementasikan teknik/metode Socrates untuk mencapai tujuan pembelajaran di
program studi Akuntansi Universitas Trilogi.
Implementasi model Cooperative Learning yang menjadi ciri khas Universitas Trilogi tetap
diteruskan, tetapi untuk mengurangi atau menghilangkan permasalahan diatas perlu
dilakukan modifikasi dalam proses pembelajarannya yaitu dengan mengimplementasikan
Model Socrates.
Pembahasan
Metode/Strategi
Metode Socrates ini sebaiknya diimplementasikan pada Semester 4 (Empat) ke atas.
Argumentasi diterapkannya setelah Semester 4 adalah karena metode ini syarat dengan
pemahaman konsep-konsep dasar yang telah dipelajari pada semester sebelumnya.
Proses pembelajaran dengan menerapkan strategi Socrates adalah pembelajaran dibangun
dengan memberikan serangkaian pertanyaan yang tujuannya mengetahui sesuatu isi berkait
yang ditanyakan materi tertentu. Metode ini memudahkan mahasiswa mendapatkan
pemahaman secara berangkai dari bentuk tanya jawab yang dilakukan. Bentuk-bentuk
tahapan prosedural dalam melaksanakan tanya jawab seperti yang dilakukan oleh Socrates
dalam membelajarkan bahan dengan perilaku menirukan apa yang dilaksanakan oleh
Socrates. Menurut Johnson, D. W. dan Johnson R. T. (2002: 194) dalam bukunya yang
berjudul The Meaningful Assessment yang disadur secara bebas diperoleh sebagai berikut;
dimana Dosen harus :
1. Menyiapkan sederet pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan kepada mahasiswa,
dengan memberi tanda atau kode-kode tertentu yang diperlukan
2. Dosen mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada mahasiswa dan mahasiswa
diharapkan dapat menemukan jawabannya yang benar
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
181
ISBN: 978-602-60613-0-0
3. Ajarkan mengapa pengetahuan itu terpenting dan bagaimana pengetahuan itu dapat di
terapkan untuk pemecahan masalah:
4. Tuntun eksplorasi mahasiswa. Sebagai seorang Dosen untuk pelajaran pemecahan
masalah, perannya adalah :
a. Membiarkan eksplorasi mahasiswa tak terintangi, partisipasi aktif, dan bertanya.
b. Membantu mahasiswa dalam menghubungkan pengetahuan baru dan pengetahuan
terdahulu.
c. Membantu mahasiswa membentuk dan menginternalisasi representasi masalah atau
tugas.
d. Membantu mahasiswa mengidentifikasi persamaan antara masalah baru dan
pengalaman yang lalu yang berisikan masalah yang serupa. Jaga pada awalnya
analogi ini sederhana.
e. Berikan umpan balik mengenai benar atau salahnya jalan pikiran dan jalur
pemecahan masalah. Penekanan teknik bertanya ala Socrates adalah penjelasan
konsep-konsep dan gagasan-gagasan melalui penggunaan pertayaan-pertayaan
pancingan. Sebagai suatu teknik pembelajaran, ia harus di pikirkan dan di tatar
dengan baik. Dosen yang menggunakan teknik ini harus belajar bagaimana
mendengar dengan hati-hati apa yang di tanyakan dan di bahas.
5. Jika pertanyaan yang diajukan itu terjawab oleh mahasiswa, maka Dosen dapat
melanjutkan/mengalihkan pertanyaan berikutnya hingga semua soal dapat selesai
terjawab oleh mahasiswa.
6. Jika pada setiap soal pertanyaan yang diajukan ternyata belum memenuhi tujuan, maka
Dosen hendaknya mengulangi kembali pertanyaan tersebut. Dengan cara memberikan
sedikit ilustrasi, persepsi dan sekedar meningkatkan dan memudahkan berpikir
mahamahasiswa, dalam menemukan jawaban yang tepat dan cermat.
Dalam buku Christopher Phillips, Socrates café, mengajak dan menghimbau tenaga
pendidik untuk mengaplikasikan kembali metode Socrates dalam kehidupan sehari-
hari. Alasan Phillips mengemukakan ini adalah :
Metode Socrates bisa disebut sebagai metode elenchus, artinya penyelidikan atau uji
silang.
Dialog Socrates meminta kita untuk secara rela memeriksa seluruh kebenaran yang
selama ini kita yakini, juga segala hal-hal yang selama ini dianggap remeh.
Dialog Socrates menegaskan bahwa kearifan tidak bisa dilakukan
sendirian. Dibutuhkan kawan dialog yang secara kritis terus memberikan pandangan
lain dari dalam dirinya. Yang berbentuk hipotesis, keyakinan, dugaan atau teori-teori.
Dibutuhkan kejujuran dari semua peserta dialog, karena kejujuran akan mengatakan
“saya tahu bahwa saya tidak tahu” atau “saya sadar bahwa keyakinanku bisa salah
kaprah”. Kejujuran membuat kita berdialog dengan rendah hati.
Cara Berfilsafat Socrates adalah :
Berfilsafat bukan masalah teoritis, Cara Socrates membolehkan kita untuk tidak
berteori, Karena teori tidak akan membuat kita terhubung dengan realitas. Justru
dengan berdasar pada pengalaman kita dapat arti hidup yang selama ini kita telah
anggap selesai.
Komitmen untuk saling menghargai, tanpa meremehkan pendapat orang lain.
Dengan begitu kita jadi menemukan betapa pemahaman kita tidak bisa otomatis jadi
berlaku bagi semua orang.
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
182
ISBN: 978-602-60613-0-0
Berbicara dan mendengarkan pembicaraan orang lain menerbitkan rasa syukur
terhadap apa yang kita alami dan rasakan.
Hakikat kepercayaan adalah keraguan, hakikat realitas adalah mempertanyakan.
Dengan meragukan kepercayaan kita , kepercayaan itu akan menemukan
kekentalannya. Begitu juga realitas.
Pembahasan
Penerapan Cooperative Learning dengan metode Socrates, sejalan dengan Visi dan Misi
Universitas Trilogi, Program Studi Akuntansi dan Peraturan Perundangan yang memiliki
komitmen pada penguasaan teknologi (teknopreneur), kemampuan bekerjasama dan
mengelola teamwork yang solid serta jejaring yang luas (kolaborasi) dan memiliki kreatifitas
serta adaptif, sehingga mampu membangun kemandirian. Penjelasan bagaimana mahasiswa
dipersiapkan untuk bekerja sama dan bagaimana model pembelajaran cooperative learning
dengan teknik Socrates adalah seperti sebagai berikut ;
Mata kuliah Audit Sektor Publik di Program Studi akuntansi terdapat pada Semester Gasal,
khususnya semester 7. Secara umum mahasiswa yang akan mengikuti matakuliah ini telah
mengambil Matakuliah Auditing 1 dan Auditing 2 serta Praktikum Auditing. Artinya secara
konseptual mahasiswa sudah memahami Auditing, Ruang Lingkup, Tujuan dan lainnya.
Diawal perkuliahan Audit Sektor Publik mahasiswa harus mengikuti suatu ujian pres test
tentang sektor publik lebih kurang 15 menitan. Hal ini dilakukan untuk mengetahui
persepsi mahasiswa tentang Sektor publik. Setelah pre test dilakukan maka dosen akan
menjelaskan kepada mahasiswa kontrak perkuliahan, yang meliputi atas aturan perkuliahan,
materi serta tujuan dari pembelajaran matakuliah ini.
Pada waktu proses belajar, mahasiswa akan diberikan tugas secara berkelompok dengan
materi mengacu kepada RPKPS. Tiap kelompok harus menemukan, mengolah,
menganalisis dan mempresentasikannya di depan kelas berdasarkan urutan materi kuliah.
Kelompok yang ditugaskan untuk mempresentasikan hasil diskusinya didepan kelas tidak
harus menggandakan materinya, hal ini dikarenakan kelompok yang tidak tampil, masing-
masing anggota kelompok harus membuatkan Summary Eksekutif berdasarkan pencarian
mereka sendiri dengan menggunakan Literatur yang tidak terikat. Summary Eksekutif dari
anggota kelompok yang tidak tampil harus ditulis tangan pada selembar kertas ukuran A4
(Kwarto) dan akan dikumpulkan pada akhir perkuliahan.
Anggota kelompok lainnya yang telah menyiapkan Summary Eksekutif untuk pembahasan
Kelompok Penyaji, setelah kelompok penyaji melakukan presentasi maka moderator
kelompok akan memberikan kesempatan bertanya kepada seluruh audiens.
Berdasarkan pengalaman, ternyata sesi ini adalah yang sangat di tunggu oleh Audiens, hal
ini karena seluruh Audiens telah memiliki bekal pertanyaan masing-masing. Laazimnya
waktu yang diberikan sering membatasi diskusi ini, sehingga tidak semua audiens
mendapatkan kesempatan bertanya, tapi kadangkala audiens yang tidak dapat kesempatan
bertanya sering memberikan masukan ataupun kritikan kepada penyaji maupun audien
lainnya.
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
183
ISBN: 978-602-60613-0-0
Berdasarkan implementasi model cooperative learning dengan teknik atau model Socrates
diperoleh hasil dari bahwa validitas , keterlaksanaan, kebermanfaatan dan keefektifan
perencanaan pembelajaran yang kemudian diberikan angket dari responden serta hasil nilai
belajar mahasiswa selama uji skala perorangan, skala kecil dan skala lapangan dengan uraian
sebagai berikut, (1) tingkat kevaliditas sebesar 92%, (2) tingkat keterlaksanaan sebesar 90%,
(3) tingkat kemanfaatan sebesar 88% dan, (4) tingkat keefektifan sebesar 90%.
Mencermati angka-angka diatas ternyata untuk mewujudkan kegiatan pembelajaran yang
bermakna, nyaman, dan menyenangkan bagi mahasiswa dengan tetap memperhatikan
pengorganisasian pelaksanaan pembelajaran, penataan lingkungan fisik pembelajaran, dan
penataan lingkungan sosial pembelajaran.
Kesimpulan
Dengan diterbitnya Peraturan Presiden No. 08 tahun 2012 dan Undang-Undang Perguruan
Tinggi No. 12 Tahun 2012 dan peraturan perudangan lainnya telah berdampak pada
kurikulum dan pengelolaannya di program studi akuntansi. Dengan pemilihan Strategi yang
tepat serta menginternalisasikan 3 (Tiga) pilar Universitas Trilogi pada setiap aktivitas
pembelajaran, yaitu teknopreneur, kolaborasi, kemandirian.
Daftar Pustaka
Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2012 tentang Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia
(KKNI).
UU Dikti 12/2012.
Johnson, David W. & Johnson, Roger T. 2002. Meaningful Assessment. A Manageable and
Cooperative Process. Boston: Allyn & Bacon.
Direktorat Pembelajaran dan Kemahasiswaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, 2014, Panduan Penyusunan Capaian
Pembelajaran Lulusan Program Studi.
Phillips, Christoper,. 2002. Socrates Café. Gramedia : Jakarta.
http://coffeebreak45.blogspot.co.id/2012/03/strategi-pembelajaran-socrates.html,
download tanggal 17 Oktober 2016, jam 10.15 Wib
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
184
ISBN: 978-602-60613-0-0
Optimalisasi Pembinaan Karakter Mahasiswa Yang Berdaya Saing di
Universitas Syiah Kuala
Nur Wahyuniati1,2, Marwan3,4, Sofia5,6
1Lembaga Pengembangan Pendidikan dan Penjaminan Mutu Universitas Syiah Kuala 2Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala
Darussalam-Banda Aceh
Email: [email protected] 3Lembaga Pengembangan Pendidikan dan Penjaminan Mutu Universitas Syiah Kuala
4Fakultas Teknik Universitas Syiah Kuala
Darussalam-Banda Aceh
Email: [email protected] 5Lembaga Pengembangan Pendidikan dan Penjaminan Mutu Universitas Syiah Kuala
6Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala
Darussalam-Banda Aceh
Email: [email protected]
Abstrak
Strategi Universitas Syiah Kuala untuk menghasilkan lulusan yang berkarakter dan berdaya
saing global telah diterapkan melalui jalur kurikuler dan ekstrakurikuler. Sejumlah
program inovatif pembinaan karakter mahasiswa seperti program UP3AI, UP3BI,
PAKARMARU, CDC, serta kegiatan kurikuler dan ekstrakurikuler perlu dipertahankan dan
diperkuat sembari mengupayakan optimalisasi pembinaan karakter mahasiswa melalui
sejumlah rencana jangka pendek berupa policy study, FGD stakeholders, formulasi
instrumen penilaian karakter mahasiswa, formulasi Sistem Kredit Karakter (SKK) dan
formulasi kebijakan Rektor untuk implementasi pembinaan karakter mahasiswa.
Kata kunci: strategi pembinaan karakter mahasiswa, unsyiah
Pendahuluan
Sistem pendidikan tinggi di Indonesia telah dirancang sedemikian rupa untuk dapat
menjamin tercapainya tujuan pendidikan tinggi yang berperan strategis dalam mencerdaskan
kehidupan bangsa, memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menerapkan nilai
humaniora serta pembudayaan dan pemberdayaan bangsa Indonesia yang berkelanjutan
sebagaimana yang tercantum pada Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan
Tinggi Republik Indonesia (Permenristekdikti) Nomor 44 tahun 2015 tentang Standar
Nasional Pendidikan Tinggi (Permenristekdikti, 2015).
Aspek sikap atau karakter mahasiswa merupakan komponen penting yang harus dipenuhi
sesuai dengan Standar Nasional Pendidikan Tinggi khususnya yang tertera pada bagian
kedua mengenai standar kompetensi lulusan yang dengan jelas mengamanatkan bahwa
standar kompetensi lulusan merupakan kriteria minimal tentang kualifikasi kemampuan
lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang dinyatakan dalam
rumusan capaian pembelajaran lulusan. Sikap sebagaimana dimaksud merupakan perilaku
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
185
ISBN: 978-602-60613-0-0
benar dan berbudaya sebagai hasil dari internalisasi dan aktualisasi nilai dan norma yang
tercermin dalam kehidupan spiritual dan sosial melalui proses pembelajaran, pengalaman
kerja mahasiswa, penelitian dan/atau pengabdian kepada masyarakat yang terkait
pembelajaran (Permenristekdikti, 2015).
Sejalan dengan tujuan pengembangan pendidikan tinggi di Indonesia, adanya Peraturan
Presiden Nomor 8 tahun 2012 mengenai penerapan kurikulum berbasis Kerangka
Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) semakin menekankan pentingnya pemenuhan aspek
sikap mahasiswa dimana pada unsur capaian pembelajaran harus mencakup sikap dan tata
nilai, kemampuan, pengetahuan, dan tanggung jawab/hak. Seluruh unsur ini menjadi
kesatuan yang saling terkait dan juga membentuk relasi sebab akibat (Unsyiah, 2016).
Dalam rangka mengimplementasikan tuntutan pengembangan pendidikan tinggi di
Indonesia, Universitas Syiah Kuala (UNSYIAH) memiliki tekad besar untuk mewujudkan
lulusan yang berkarakter yang tertuang dalam pernyataan visi Universitas yaitu untuk
menjadi Universitas yang inovatif, mandiri dan terkemuka dalam pengembangan ilmu
pengetahuan, teknologi, humaniora, olahraga dan seni sehingga menghasilkan lulusan
berkualitas yang menjunjung tinggi nilai-nilai moral dan etika. Untuk mewujudkannya,
Universitas Syiah Kuala telah melakukan sejumlah strategi pembentukan karakter yang
diupayakan melalui dua jalur utama, yaitu: (1) jalur kurikuler (melalui penyempurnaan
standar akademik, kurikulum, serta strategi pembelajaran), (2) jalur ekstrakurikuler (melalui
kegiatan organisasi mahasiswa dan unit kegiatan mahasiswa). Pembentukan karakter
mahasiswa melalui pengembangan softskills telah dimulai sejak awal penerimaan
mahasiswa baru baik di tingkat Universitas maupun di tingkat Fakultas, yang selanjutnya
diintegrasikan ke dalam proses pendidikan mahasiswa hingga selesai masa studi. Meskipun
sejumlah strategi pembentukan karakter mahasiswa telah diterapkan namun hal ini dirasa
masih belum optimal untuk membentuk mahasiswa UNSYIAH yang berkarakter. Menyikapi
hal tersebut, UNSYIAH telah memetakan rencana strategis dalam rangka optimalisasi
pembentukan karakter mahasiswa untuk mewujudkan visi UNSYIAH pada tahun 2026.
Isi
Universitas Syiah Kuala memiliki target capaian agar lulusannnya memiliki kompetensi
yang mampu mengaplikasikan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam memecahkan
masalah-masalah kekinian yang muncul dalam masyarakat dengan mengedepankan nilai-
nilai kemanusiaan, keimanan dan ketaqwaan. Untuk merespon semakin besarnya kompetisi
antar perguruan tinggi untuk menghasilkan lulusan yang lebih berkualitas, Universitas Syiah
Kuala mengembangkan secara lebih luas dan intensif kegiatan yang berorientasi pada
pembentukan karakter mahasiswa melalui peningkatan kecerdasan intelektual, kecerdasan
emosional, dan kecerdasan spiritual secara simultan. Melalui peningkatan aspek-aspek ini
diharapkan lulusan Universitas Syiah Kuala akan memiliki nilai yang kritis, kreatif, mandiri,
matang secara emosional, religius, serta bertanggungjawab sehingga tercermin
keseimbangan aspek hard skill dan aspek soft skill bagi lulusan termasuk ciri khas moral
yang dapat menjadi teladan (Unsyiah, 2014).
Universitas Syiah Kuala telah menetapkan nilai atau sikap yang harus dimiliki oleh
mahasiswa Universitas Syiah Kuala yang telah disahkan dalam bentuk Pedoman Etika
Mahasiswa. Selain itu, Rektor Universitas Syiah Kuala telah mengeluarkan SK Rektor No.
323 tahun 2003 tentang Peraturan Tata Tertib dan Etika Kehidupan Warga Universitas Syiah
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
186
ISBN: 978-602-60613-0-0
Kuala. Universitas Syiah Kuala memiliki Buku Kode Etik Mahasiswa. Buku ini hadir
sebagai media informasi kemahasiswaan bagi para mahasiswa, pembina, pendamping, serta
pembimbing kemahasiswaan. Buku ini mencakupi informasi lembaga kemahasiswaan, Unit
Kegiatan Mahasiswa (UKM), serta etika kemahasiswaan Universitas Syiah Kuala. Informasi
yang ada pada buku ini sebagai pedoman normatif dalam menyiapkan dan mengoptimalkan
lulusan yang mengarah pada terciptanya lulusan yang mempunyai kualitas akademik, sikap
profesional, dan kepribadian yang utuh. Kode etik ini disusun untuk acuan bagi mahasiswa,
baik secara individual maupun kelompok dalam bersikap dan berperilaku di dalam dan di
luar kampus. Kode etik tersebut memuat garis-garis besar nilai moral dan etika yang
mencerminkan masyarakat kampus yang religius, ilmiah dan edukatif. Agar informasi
tersebut dapat menjadi acuan mahasiswa maka disosialisasikan melalui tiga cara yaitu: (1)
pembagian Buku kepada seluruh mahasiswa Universitas Syiah Kuala, (2) penjelasan sejak
dini kepada mahasiswa baru melalui rangkaian kegiatan Pembinaan Akademik dan Karakter
Mahasiswa Baru (Pakarmaru) di setiap fakultas, (3) penyebarluasan materi melalui internet.
Dalam rentang tiga tahun terakhir, kode etik mahasiswa telah tersosialisasikan kepada
seluruh mahasiswa Universitas Syiah Kuala. Mengingat akan pentingnya pedoman normatif
tersebut, Universitas Syiah Kuala melalui bidang kemahasiswaan akan lebih
mengintensifkan pola sosialisasi dan melengkapi butir-butir yang telah ada sesuai dengan
dinamika kehidupan kampus (Unsyiah, 2014).
Pengembangan nilai, motivasi, dan sikap mahasiswa dan lulusan Universitas Syiah Kuala
dilakukan melalui sistem pembinaan karakter berkelanjutan yang dimulai sejak awal
diterima sebagai mahasiswa/i baik melalui arahan akademik maupun pembinaan di luar
akademik. Untuk mewujudkan hal ini Universitas Syiah Kuala telah memberikan
kesempatan dan dukungan yang sangat luas kepada mahasiswa melalui penerapan program-
program kegiatan kemahasiswaan yang berorientasi pada pengembangan soft skill,
kewirausahaan, kepemimpinan, keagamaan, penalaran serta kesenian/kebudayaan. Untuk
menyelenggarakan berbagai kegiatan kemahasiswaan di tingkat fakultas maupun di
universitas telah dialokasikan dana kegiatan kemahasiswaan oleh fakultas maupun
universitas. Dana kegiatan kemahasiswaan terutama bersumber dari Dana Universitas Syiah
Kuala dan Pemerintah Aceh. Dana yang diberikan berupa dana rutin untuk operasional
lembaga kemahasiswaan/UKM dan dana bantuan kegiatan mahasiswa, termasuk alokasi
dana untuk pemeliharaan prasarana dan sarana pendukung (Unsyiah, 2014).
Berikut ini adalah berbagai upaya pembinaan karakter mahasiswa yang telah dilakukan oleh
Universitas Syiah Kuala:
1. Unit Pengembangan Program Pendamping Mata Kuliah Agama Islam (UP3AI)
Salah satu hal yang diwajibkan bagi mahasiswa baru dilingkungan Universitas Syiah
Kuala adalah mengikuti program pendamping mata kuliah agama islam yang
diselenggarakan oleh Unit Pengembangan Program Pendamping Mata Kuliah Agama
Islam (UP3AI) berdasarkan SK Rektor Nomor 422 tahun 2002 yang tujuannya
menumbuhkan nilai-nilai kehidupan berbasis keislaman. Adanya program ini didasari
atas tujuan Uniersitas Syiah Kuala yang akan menghasilkan lulusan berkualitas yang
menjunjung tinggi nilai-nilai moral dan etika. Di samping itu juga karena Universitas
Syiah Kuala berada di daerah Provinsi Aceh yang menerapkan Syariat Islam maka
penumbuhan sikap dan motivasi secara keislaman menjadi dasar dalam proses
kehidupan akademik di kampus. Program yang dilaksanakan di UP3BI teritegrasi
dengan mata Kuliah Agama Islam yang terdiri dari:
Program Iqra’: untuk meningkatkan kemampuan baca Al-Qur’an mahasiswa,
dilakukan selama 6 bulan pada semester-1. Sifatnya wajib bagi seluruh mahasiswa
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
187
ISBN: 978-602-60613-0-0
baru yang beragama Islam. Bagi mahasiswa non muslim, program diserahkan kepada
pemuka agama mahasiswa yang bersangkutan dan nilai diterima oleh UP3AI
Unsyiah dari pemuka agama tersebut.
Program Mentoring: untuk meningkatkan kualitas akhlak mahasiswa, membekali
mahasiswa dengan ilmu agama yang cukup dan menambah wawasan keislaman
mahasiswa.
Program Praktek Ibadah: untuk membekali mahasiswa dengan tata cara yang benar
dalam melaksanakan ibadah sesuai dengan hukum dan syariat Islam dan pembinaan
karakter.
Keterangan:
Iqra’ awal = hasil dari penjajakan baca Al-Qur’an di awal program
Iqra’ akhir = hasil akhir kemampuan baca Al-Qur’an peserta setelah program iqra
selesai
Gambar 1 Perkembangan kemampuan baca Al-Quran mahasiswa Unsyiah
2. Unit Pelatihan, Pengembangan dan Pendampingan Mata Kuliah Bahasa Inggris
(UP3BI)
Langkah konkrit Universitas Syiah Kuala untuk meningkatkan kompetensi mahasiswa
dan lulusan dalam penguasaan Bahasa Inggris terwujud melalui SK Rektor No.1248
tahun 2016 mengenai pengesahan program Unit Pelatihan, Pengembangan dan
Pendampingan Mata Kuliah Bahasa Inggris (UP3BI). Melalui program ini diharapkan
akan tercapai output berupa: (1) meningkatnya kemampuan bahasa Inggris dan Nilai
TOEFL mahasiswa, (2) meningkatnya kesadaran mahasiswa untuk mempelajari
TOEFL, (3) meningkatnya pemahaman mahasiswa dalam mempelajari TOEFL.
Program ini diselenggarakan oleh Unit Pelaksana Teknis (UPT) Bahasa Universitas
Syiah Kuala dengan sumber pembiayaan dari program Bidikmisi. Program ini telah
dilaksanakan sebanyak 2 semester dengan metode kakak asuh, dimana mahasiswa yang
mengambil Mata Kuliah bahasa Inggris akan dibagi ke dalam kelompok-kelompok kecil
yang kemudian akan dibina oleh kakak asuh yang merupakan kakak kelas baik dari
program studi yang sama maupun dari program studi lain dengan kemampuan bahasa
Inggris yang baik (TOEFL >500) dan telah melalui seleksi.
3. Program Pendidikan Karakter Mahasiswa Baru (PAKARMARU)
Program ini telah dimulai sejak tahun 2013 melalui SK Rektor No.894 tahun 2013
dengan output untuk membentuk karakter mahasiswa, memperkenalkan sistem
akademik, mengantisipasi bahaya narkoba, meningkatkan pemahaman terhadap
ketahanan nasional dan pengetahuan anti korupsi. Di tingkat Fakultas kegiatan
PAKARMARU juga dilaksanakan secara lebih intensif dengan fokus pembentukan
karakter positif bagi mahasiswa baru.
4. Kegiatan ekstrakurikuler
0
1000
2000
3000
4000
5000
Iqra' Awal
Iqra' Akhir
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
188
ISBN: 978-602-60613-0-0
Kegiatan ekstrakurikuler mahasiswa Universitas Syiah Kuala dilakukan dengan tujuan
meningkatkan peran mahasiswa dalam aktifitas olah raga, seni, IPTEK, sosial dan
kemanusiaan, selain untuk memenuhi pelayanan dalam membina dan mengembangkan
penalaran, minat, bakat, seni, dan kesejahteraan mahasiswa. Untuk membina jiwa
kewirausahaan, bakat dan minat tersebut Universitas Syiah Kuala memfasilitasi
mahasiswa melalui Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) yang dapat diklasifikasi ke dalam
5 bidang yaitu: (1) seni, (2) olahraga dan beladiri, (3) minat dan teknologi, (4)
keagamaan, dan UKM Penunjang, sehingga mahasiswa memiliki banyak pilihan untuk
menyalurkan bakat dan minatnya. Universitas Syiah Kuala telah menyediakan fasilitas
dalam rangka mendorong pengembangan diri bagi mahasiswa baik program studi
dimungkinkan berdasarkan bidang ilmu yang digeluti melalui fasilitas pengembangan
minat dan bakat. Hasil dari penelusuran bakat ini dijadikan rekomendasi bagi
mahasiswa untuk memilih bidang ilmu disertai pengembangan bakat dan minat melalui
program kemahasiswaan, seperti; organisasi kemahasiswaan di tingkat Universitas yaitu
Majelis Permusyawaratan Mahasiswa (MPM), Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM),
Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) dan Unit Kegiatan Mahasiswa (22 UKM),
sementara itu, pada tingkat Fakultas terdiri dari Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM),
Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas (DPMF) dan Unit Kegiatan Mahasiswa
Fakultas (UKM-Fakultas). Berdasarkan angket yang diberikan, lembaga
kemahasiswaan telah menjalankan organisasi dengan baik.
5. Career Development Centre (CDC)
Pembinaan karakter mahasiswa agar siap dalam menghadapi tantangan dunia kerja juga
dilakukan oleh unit kerja Career Development Centre (CDC). Misi CDC didefinisikan
dalam SK Rektor Universitas Syiah Kuala Nomor 588/2013 tanggal 29 April 2013
tentang penunjukan personalia CDC, sebagai berikut: (1) Menjadi mediator dan
fasilitator antara mahasiswa/alumni Universitas Syiah Kuala dan dunia kerja
(penyebaran informasi kerja, penyelenggaraan bursa kerja secara berkala, layanan
penempatan kerja), (2) Mengembangkan kemampuan diri, pengetahuan dan
keterampilan mahasiswa/alumni Universitas Syiah Kuala sebelum memasuki dunia
kerja (perencanaan kerja/karir, pelatihan melamar kerja, pelatihan peningkatan soft
skill/keterampilan kerja), (3) Menyelenggarakan berbagai kegiatan pembangunan
kapasitas (capacity building) sumber daya manusia baik untuk kalangan internal
maupun eksternal, (4) Menyelenggarakan tracer study secara terintegrasi di tingkat
universitas (Unsyiah, 2015).
6. Suasana Akademik (Aktifitas Kurikuler)
Universitas Syiah Kuala menyadari bahwa tingkat kesesuaian kurikulum dengan
kemampuan yang dibutuhkan pasar merupakan faktor utama dalam meningkatkan daya
serap lulusan didunia kerja. Tuntutan dunia kerja terhadap baiknya karakter lulusan
menjadi fokus penting sehingga muatan aspek sikap harus dapat juga dirumuskan dalam
pembelajaran melalui materi dan aktivitas pembelajaran. Untuk itu, Universitas Syiah
Kuala telah mengintegrasikan aspek pembinaan karakter melalui internalisasi nilai sikap
dan etika ke dalam kurikulum. Universitas Syiah Kuala telah memiliki kebijakan,
peraturan dan pedoman atau panduan yang jelas untuk pengembangan kurikulum sesuai
jenjang pendidikan yang ada (diploma, sarjana, pascasarjana maupun program-program
profesi dan spesialis). Dokumen tersebut mencakup: 1) kebijakan pengembangan
kurikulum, 2) peraturan implementasi kurikulum, serta 3) panduan perencanaan,
pengembangan dan pemutakhiran kurikulum. Universitas Syiah Kuala telah
menetapkan kebijakan dan peraturan serta pedoman atau buku panduan yang
memfasilitasi program studi untuk melakukan perencanaan, pengembangan, dan
pemutakhiran kurikulum secara berkala dan berkesinambungan, yang tertuang di dalam
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
189
ISBN: 978-602-60613-0-0
Kebijakan Akademik Universitas Syiah Kuala, Manual Mutu Akademik Universitas
Syiah Kuala, dan Standar Akademik Universitas Syiah Kuala. Kurikulum tersebut
berisikan muatan nasional atau lokal yang tersusun dari kompetensi utama, kompetensi
pendukung, maupun kompetensi lainnya dan mengacu kepada Kerangka Kualifikasi
Nasional Indonesia (KKNI) dan Standar Nasional Pendidikan Tinggi (SN-DIKTI).
Berdasarkan kebijakan akademik dijelaskan bahwa penyelenggaraan pendidikan
dilaksanakan mengacu kepada kurikulum berbasis KKNI yang dirumuskan bersama
stakeholder yang antara lain mencakup penguasaan dan pemahaman pengetahuan,
keterampilan intelektual, praktikal, managerial, kepemimpinan, etika, dan tata krama.
Melalui desain kurikulum yang telah memberi ruang besar bagi pembinaan karakter
mahasiswa ini terlihat bahwa suasana akademik di Universitas Syiah Kuala berjalan
dengan baik, dimana aktifitas pembelajaran dan evaluasi hasil pembelajaran telah
menempatkan penilaian sikap mahasiswa sebagai salah satu komponen yang harus
dipenuhi, selain itu interaksi dosen dan mahasiswa juga telah ikut berperan dalam
pembinaan karakter mahasiswa Unsyiah (Unsyiah, 2015).
7. Monitoring dan Evaluasi
Universitas Syiah Kuala memiliki kebijakan tentang suasana akademik yang
menyatakan “Proses belajar-mengajar dilaksanakan dan dikembangkan dengan metode,
media, sarana dan prasarana pembelajaran yang dapat mendorong sikap mandiri,
inovasi, kreasi dan dalam suasana yang kondusif serta terdorong terwujudnya interaksi
akademik yang bertanggungjawab dan didasarkan pada nilai moral dan etika”. Kegiatan
monitoring dan evaluasi sikap dan karakter mahasiswa dilakukan masih terintegrasi
dengan monitoring dan evaluasi kurikulum dan suasana akademik secara umum.
Kegiatan monitoring dan evaluasi ini dilaksanakan oleh Lembaga Pengembangan
Pendidikan dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Syiah Kuala yang dilakukan
melalui dua kegiatan, yaitu: 1) review terhadap hasil penyusunan atau revisi kurikulum,
dan 2) monitoring dalam kegiatan Audit Internal Mutu Akademik (AIMA). Kegiatan
monitoring dan evaluasi ini dilakukan secara berkala dan diharapkan keberlangsungan
suasana akademik yang kondusif tetap terjamin dan berkesinambungan di seluruh
program studi di lingkungan Universitas Syiah Kuala.
Strategi Optimalisasi
Universitas Syiah Kuala telah menetapkan beberapa sasaran strategis dan upaya
pencapaiannya dijabarkan secara bertahap dalam 4 (empat) periode waktu, sebagaimana
dirumuskan dalam rencana pembangunan jangka panjang berkelanjutan Universitas Syiah
Kuala yang dituangkan dalam Master Plan Universitas Syiah Kuala 2007-2026. Masing-
masing periode waktu memiliki tujuan, rencana strategis dengan milestones dan sasaran
strategis yang terukur. Saat ini Universitas Syiah Kuala berada pada periode III - Daya Saing
Regional (2017-2021) dengan target yang tertuang dalam deklarasi visi pendidikan nasional
tahun 2025 adalah kompetitif pada tingkat global. Untuk itu, pada periode III pembangunan
Universitas Syiah Kuala (2017-2021) difokuskan pada kualitas pendidikan yang memiliki
daya saing regional. Universitas Syiah Kuala pada tahap ini harus sudah mulai diakui
eksistensi di Asia Tenggara dari aspek kualitas pendidikan dan produk penelitian yang
inovatif dan relevan. Standar mutu yang berkesinambungan pada periode ini diharapkan
relevan dengan pasar regional berdasarkan pada benchmarking yang obyektif dan realistis.
Program kerja yang berdasarkan pemahaman terhadap perkembangan kebutuhan pasar
regional menjadi faktor yang sangat penting dalam mencapai daya saing yang diinginkan
(Unsyiah, 2015).
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
190
ISBN: 978-602-60613-0-0
Sesuai dengan periode pengembangan di atas, maka untuk menghasilkan lulusan yang
memiliki daya saing regional Unsyiah terus meningkatkan upaya untuk menghasilkan
lulusan yang berkarakter. Hasil dari telaah atas Strength (S), Weakness (W), Opportunity (O)
dan Threat (T) terkait pembentukan karakter mahasiswa dijabarkan pada tabel berikut ini:
Tabel 1 Analisis SWOT pembinaan karakter mahasiswa (Unsyiah, 2014).
Indikator Deskripsi
Strength (S) 1. Kurikulum Universitas Syiah Kuala telah mengakomodasi dengan
bobot cukup besar soft skill mahasiswa yang terintegrasi dalam mata
kuliah penyusunnya dan kesempatan mahasiswa untuk berkembang
secara mandiri sesuai peminatan melalui penyediaan mata kuliah
pilihan.
2. Fasilitas pendukung kegiatan ekstra dan intrakurikuler sudah cukup
memadai.
3. Organisasi kemahasiswaaan di tingkat universitas dan fakultas telah
berjalan dengan baik
4. Lulusan Universitas Syiah Kuala telah dibekali dengan norma moral
dan etika sesuai dengan visi universitas
5. Tingkat kepuasan pengguna (pasar kerja) lulusan Universitas Syiah
Kuala cukup baik yang telah dievaluasi melalui survey kepuasan
mahasiswa dan lulusan (tracer study).
Weakness
(W)
1. Sarana pendukung pengembangan soft skills mahasiswa masih
kurang.
2. Pembinaan minat dan bakat mahasiswa masih belum intensif
dilakukan.
3. Penghargaan terhadap mahasiswa berprestasi masih kurang.
4. Standar mutu kemahasiswaan masih perlu dipertajam.
5. Belum tersedianya format evaluasi yang spefisik mengenai karakter
mahasiswa.
Opportunity
(O)
1. Dunia kerja membutuhkan lulusan yang berkarakter dan inovatif.
2. Kebijakan Pemerintah menuntut lulusan yang memiliki kompetensi
sikap.
3. Banyaknya kesempatan untuk memperlihatkan prestasi diajang
nasional maupun internasional.
4. Adanya peluang untuk mendapatkan penghargaan produk inovatif dari
kreativitas mahasiswa
Threat (T) 1. Bertambahnya jumlah perguruan tinggi negeri di Provinsi Aceh
2. Semakin meningkatnya tuntutan dunia kerja terhadap IPK dan mutu
lulusan secara spesifik.
3. Pasar kerja terus menuntut soft skill lulusan yang tinggi.
4. Tuntutan kebutuhan stakeholder terhadap lulusan Universitas Syiah
Kuala belum berjalan seimbang dengan perubahan kurikulum
Program Studi.
5. Tuntutan lapangan dan pasar kerja yang semakin ketat terhadap aspek
soft skill lulusan.
Berdasarkan hasil analisis SWOT tersebut di atas, Universitas Syiah Kuala memiliki
sejumlah rencana jangka pendek dalam rangka optimalisasi pembinaan karakter mahasiswa
yang meliputi:
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
191
ISBN: 978-602-60613-0-0
1. Melaksanakan policy study terkait karakter mahasiswa (sebagai strategi atas analisis
SWOT pada bagian threat poin 1-5).
2. Melaksanakan Focus Group Discussion tentang pembinaan karakter mahasiswa bagi
stakeholders di Universitas Syiah Kuala (sebagai strategi atas analisis SWOT pada bagian
weakness poin 1-4).
3. Memformulasikan instrumen penilaian karakter mahasiswa (sebagai strategi atas analisis
SWOT pada bagian weakness poin 5).
4. Memformulasikan Sistem Kredit Karakter (SKK) bagi mahasiswa (sebagai strategi atas
analisis SWOT pada bagian weakness poin 5).
5. Memformulasikan kebijakan Rektor untuk implementasi pembinaan karakter mahasiswa
(sebagai strategi atas analisis SWOT pada seluruh bagian weakness dan threat).
Penutup
Sebagai Universitas yang telah berdiri selama 55 tahun, Universitas Syiah Kuala terus
membenahi diri untuk menghasilkan lulusan yang berkualitas dan mampu menjawab
tuntutan dunia kerja. Aspek pembinaan karakter mahasiswa merupakan salah satu aspek
penting pada periode III pembangunan Universitas Syiah Kuala (2017-2021) yang
difokuskan pada kualitas pendidikan yang memiliki daya saing regional. Sejumlah strategi
pembinaan karakter mahasiswa yang selama ini telah dilaksanakan akan terus diperkuat
sembari mengupayakan optimalisasi melalui sejumlah rencana jangka pendek pembinaan
karakter mahasiswa. Melalui strategi pembinaan karakter mahasiswa yang terarah dan
terukur, maka Universitas Syiah Kuala optimis mampu menjawab tantangan persaingan di
era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).
Daftar Pustaka
Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia
(Permenristekdikti) No.44. (2015). Standar Nasional Pendidikan Tinggi. Jakarta
Universitas Syiah Kuala. (2014). Standar Akademik. Percetakan Universitas Syiah Kuala,
Banda Aceh.
Universitas Syiah Kuala. (2014). Borang Evaluasi Diri. Percetakan Universitas Syiah Kuala,
Banda Aceh
Universitas Syiah Kuala. (2015). Borang Akreditasi Institusi Perguruan Tinggi. Percetakan
Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh
Universitas Syiah Kuala. (2015). Rencana Strategis 2012-2017 dan Rencana Pembangunan
Jangka Panjang, edisi Revisi Mei 2015. Percetakan Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh
Universitas Syiah Kuala. (2016). Buku Panduan Penyusunan Kurikulum. Percetakan
Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
192
ISBN: 978-602-60613-0-0
Peranan Laboratorium Bioteknologi Halal Mewujudkan Bioindustri
untuk Meningkatkan Pendapatan Rakyat
Endang Purwati1 dan Hendri Purwanto1
1Laboratorium Teknologi Hasil Ternak/ Bioteknologi Fakultas Peternakan
Universitas Andalas, Padang Sumatera Barat
Email : [email protected]
Abstrak
Laboratorium Bioteknologi yang berazaskan halal di perguruan tinggi dapat
mewujudkan bioindustri rakyat melalui hasil penelitian antara dosen dan
mahasiswamya baik strata 1, 2 dan program doktor. Dimana hasil penelitian
tersebut merupakan produk yang tepat guna dan alih teknologi untuk
kepentingan masyarakat yaitu bakteri asam laktat yang diisolasi dari dadih
halal secara molekuler di Laboratorium Bioteknologi/ Teknologi Hasil Ternak
Unand dan dapat mewujudkan bioindustri biokompos (BIOFUSS) dan pakan
organik halal (SELASSE) di Kabupaten Solok Salatan yang merupakan daerah
tertinggal di Sumatera Barat yang perlu penanganan akademisi yang
bekerjasama dengan pemerintah untuk mewujudkan industry rakyat berbasis
bioteknologi..
Kata kunci: dadih, BAL, bioteknologi, halal, bioindustri
Pendahuluan
Laboratorium adalah unit penunjang akademik pada lembaga pendidikan, berupa ruangan
tertutup atau terbuka, bersifat permanen atau bergerak, dikelola secara sistematis untuk
kegiatan pengujian, kalibrasi, dan/atau produksi dalam skala terbatas, dengan menggunakan
peralatan dan bahan berdasarkan metode keilmuan tertentu, dalam rangka pelaksanaan
pendidikan, penelitian, dan/atau pengabdian kepada masyarakat Suatu laboratorium dalam
bidang exakta sangat diperlukan keberadaanya.
Laboratorium Tipe I adalah laboratorium ilmu dasar yang terdapat di sekolah pada jenjang
pendidikan menengah, atau unit pelaksana teknis yang menyelenggarakan pendidikan
dan/atau pelatihan dengan fasilitas penunjang peralatan kategori I dan II, dan bahan yang
dikelola adalah bahan kategori umum untuk melayani kegiatan pendidikan
siswa.Laboratorium Tipe II adalah laboratorium ilmu dasar yang terdapat di perguruan
tinggi tingkat persiapan (semester I, II), atau unit pelaksana teknis yang menyelenggarakan
pendidikan dan/atau pelatihan dengan fasilitas penunjang peralatan kategori I dan II, dan
bahan yang dikelola adalah bahan kategori umum untuk melayani kegiatan pendidikan
mahasiswa.Laboratorium Tipe III adalah laboratorium bidang keilmuan terdapat di jurusan
atau program studi, atau unit pelaksana teknis yang menyelenggarakan pendidikan dan/atau
pelatihan dengan fasilitas penunjang peralatan kategori I, II, dan III, dan bahan yang dikelola
adalah bahan kategori umum dan khusus untuk melayani kegiatan pendidikan, dan penelitian
mahasiswa dan dosen.Laboratorium Tipe IV adalah laboratorium terpadu yang terdapat di
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
193
ISBN: 978-602-60613-0-0
pusat studi fakultas atau universitas, atau unit pelaksana teknis yang menyelenggarakan
pendidikan dan/atau pelatihan dengan fasilitas penunjang peralatan kategori I, II, dan III,
dan bahan yang dikelola adalah bahan kategori umum dan khusus untuk melayani kegiatan
penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat, mahasiswa dan dosen. (PERMENPAN No.
3 Tahun 2010).
Laboratorium (disingkat lab) adalah juga merupakan tempat riset ilmiah, eksperimen,
pengukuran ataupun pelatihan ilmiah dilakukan. Laboratorium biasanya dibuat untuk
memungkinkan dilakukannya kegiatan-kegiatan tersebut secara terkendali. Laboratorium
ilmiah biasanya dibedakan menurut disiplin ilmunya, misalnya laboratorium fisika,
laboratorium kimia, laboratorium biokimia, laboratorium komputer, laboratorium bahasa,
dan dizaman globalisasi sekarang ini memang diperlukan adanya laboratorium bioteknologi.
Laboratorium bioteknologi sebenarnya bukanlah hal baru dalam kehidupan manusia.
Bioteknologi sudah dikenal manusia, walaupun masih berupa bioteknologi sederhana,
misalnya pembuatan kompos, pembuatan tape, tempe, keju dan produk makanan lainnya.
Bioteknologi dapat dipandang dalam 2 paradigma yang berbeda, yaitu pegertian dalam arti
luas dan pengertian dalam arti sempit.
Dalam arti sempit bioteknologi adalah segala upaya yang ditempuh untuk mengubah dan
mendapatkan nilai tambah dari suatu organisme atau bagian dari organisme melalui
pemanfaatan agensia biologis. Dengan demikia proses pembuatan tempe dapat dikatakan
sebagai bioteknologi sederhana. Dalam arti luas bioteknologi dapat didefinisikan sebagai
teknologi untuk mendayagunakan organisme hidup atau bagian dari organisme untuk
menghasilkan atau memodifikasi produk-produk tertentu, serta untuk perbaikan atau
pemuliaan mikroorganisme, tanaman atau hewan (Kustanto, 2001).
Tujuan Laboratorium Bioteknologi yaitu :
1. Mengetahui pengertian dari bioteknologi dalam tanaman, ternak , pakan (Pertanian),
pangan, obat (kedokteran) dan energi,
2. Mengetahui peranan bioteknologi molekuler di bidang hayati,
3. Mengidentifikasi bakteri pathogen dan tidak pathogen,
4. Hasil dari penelitian di laboratorium bioteknologi dapat digunakan untuk mewujudkan
suatu industri yang dapat meningkatkan pendapatan rakyat.
Manfaat Laboratorium Bioteknologi adalah :
Mewujudkan Bioindustri yang dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan rakyat.
Bioindustri
Bioteknologi industri adalah aplikasi bioteknologi untuk memenuhi tujuan aktivitas industri,
termasuk manufaktur, bioenergi, dan biomaterial. Juga mencakup penggunaan sel dan
komponen sel seperti organel dan enzim untuk menghasilkan produk. Bioteknologi mampu
mempengaruhi berbagai industri kimia karena banyak produknya mampu dihasilkan secara
efisien dengan bioteknologi. Selain itu, bioteknologi juga menjadikan banyak industri terkait
secara signifikan menjadi kurang bergantung pada bahan bakar fosil. Produksi penisilin
dapat menjadi contoh bagaimana bioteknologi tumpang tindih dengan industri lain seperti
farmasi.
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
194
ISBN: 978-602-60613-0-0
Berdasarkan klasifikasi yang diberikan Biotechnology Industry Organization, terdapat tiga
tahap industrialisasi bioteknologi. Tahap pertama adalah bioteknologi hijau yang pertama
kali berkembang dalam bentuk industri pertanian. Tahap kedua yaitu industri farmasi dan
bioteknologi kedokteran. Dan tahap ketiga adalah bioteknologi industri di mana bioteknologi
diindustrialisasikan secara besar-besaran di semua sektor industri, terutama di bidang energi
(bioenergi) dan bioproses.
Bioteknologi industri sangat terkait dengan perubahan iklim, terutama dalam
kemampuannya menggunakan material biologis dalam menangkap karbon di udara selama
proses produksi berlangsung dan produksi bioenergi untuk bahan bakar industri. Bioenergi
juga menghasilkan emisi seperti bahan bakar pada umumnya, namun dikategorikan ramah
lingkungan karena selama proses produksi berlangsung sejumlah karbon dioksida diserap
dari udara.
Bioteknologi industri juga mampu mengurangi penggunaan lahan yang biasanya digunakan
untuk menanam bahan pangan. Bioteknologi industri mampu menghasilkan bahan pangan
bernutrisi lengkap di dalam laboratorium menggunakan alga (Purwati, Jafrinur, Yellita,
Novia dan Purwanto, 2015). Selain itu, aplikasi produk bioteknologi industri juga bisa
digunakan di lahan pertanian, misal pupuk hayati untuk diaplikasikan ke tanaman pertanian
sehingga produksi bahan pangan meningkat. Bioteknologi industri juga mampu mengurangi
persaingan antara kebutuhan bahan bakar dan kebutuhan bahan pangan karena mampu
mengolah bahan non-pangan (seperti selulosa dan lemak nabati non-pangan (minyak jarak,
minyak nyamplung) menjadi bahan bakar. Persaingan ini terutama terjadi pada produksi tebu
sebagai bahan baku industri etanol dan gula, dan produksi kelapa sawit untuk industri
biodiesel dan minyak goreng. Bioteknologi industri juga mampu mengolah sampah
pertanian menjadi bahan baku industri, bahan siap pakai, dan energi; serta menggantikan
penggunaan bahan baku industri yang tidak ramah lingkungan, misal menggantikan plastik
dengan bioplastik.
Sumatera Barat mempunyai sumber Probiotik Halal yaitu Bakteri Asam Laktat (BAL) yang
diisolasi dari dadih yang dibuat dengang menggunakan susu kerbau yang difermentasi dua
hari dalam bambu yang ditutup daun pisang. Dadih merupakan sumber daya genetik dan
bahan baku yang halal untuk bioindustri halal baik di bidang Pertanian , Peternakan dan
Kedokteran. dan Lab. Bioteknologi dan Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan
Universitas Andalas (Purwati, Aritonang, Melia, Juliyarsi dan Purwanto, 2016) sebagai
contoh bahwa penelitian yang dilakukan dosen bersama mahasiswa sangat berguna untuk
percepatan kelulusan mahasiswa serta dapat dilakukan alih teknologi kepada masyarakat
pengguna untuk mewujudkan Bioindustri Rakyat.
Di bidang pertanian BAL digunakan untuk membuat kompos organik dari limbah ternak dan
buah /sayur dan mendirikan Bioindustri rakyat yang mempunyai Merek Dagang BIOFUSS
(Bahan Inovasi Organik Feses Urine Solok Selatan) (Yasin, Purwati, Yuherman, Sandra dan
Purwanto, 2016) yang mempunyai nilai HKI untuk akademisi dan meningkatkan pendapatan
rakyat dengan bioindusri. Demikian juga dari limpah pertanian yang terbuang (kulit kopi
dan Coklat) dapat dijadikan bioindusri dengan pemanfaatan BAL menjadi pakan ternak
organik halal yang mempunyai merek dagang yaitu SELASSE (Suplement Limbah
Agroindustri Solok Selatan) (Ningrat, Djulardi, Purwati, Purwanto dan Trisman, 2016).
Kopi robusta Solok Selatan dengan merek dagang BEN (Bangun rejo Solok Selatan Enak
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
195
ISBN: 978-602-60613-0-0
dan Nikmat) (Suliansyah, Purwati, Dinata, Purwanto dan Yunizardi, 2016). Kekayaan
Intelektual (HKI) merupakan akademisi tapi terwujudnya bioindusri sangat dinantikan oleh
masyarakat melalui peranan laboratorium di perguruan tinggi.
Penutup
Laboratorium harus ada didunia pendidikan termasuk perguruan tinggi. Tupoksi dosen
adalah meluluskan mahasiwa dan melakukan penelitan. Penelitian yang tepat guna dapat
digunakan untuk alih teknologi dalam bidang pengabdian kepada masyarakat dan ini
merupakan Tri Dharma Perguruan Tinggi yang bermakna bahwa Perguruan tinggi sebagai
Bidang Ilmu yang dikenal sebagai akademisi dan harus bekerjasama dengan pemeritah untuk
mewujukan industri rakyat maka akan tercipta gemah ripah loh jinawi. Aamiin.
Daftar Pustaka
Kustanto, H. 2001. Panduan Kerja Praktikum Di Laboratorium. Bandung : ITB Press
Ningrat, R. W. S., A. Djulardi, E. Purwati, H. Purwanto dan A. Trisman. 2016. Pemanfaatan
Limbah Kulit Kopi Dalam Pembuatan Pakan Alternatif untuk Sapi Perah dan Sapi Potong
Di Kabupaten Solok Selatan Sumatera Barat. Laporan Iptekda LIPI.
PERMENPAN No. 3 Tahun 2010. Tentang Jabatan Fungsional Pranata Laboratorium
Pendldlkan dan Angka Kreditnya. Jakarta 15 Januari 2010.
Purwati, E. Jafrinur, Y. Yellita, D. Novia dan H. Purwanto. 2015. Aplikasi Bioteknologi
Pada Agribisnis Pembibitan dan Penggemukan Ternak Melalui Pakan Organik Probiotik dan
Pupuk Organik Berbasis Bahan Baku Lokal Di Kabupaten Solok Selatan Sumatera Barat.
Laporan Iptekda LIPI.
Purwati, E., S.N Aritonang, S. Melia, I. Juliyarsi dan H. Purwanto. 2016. Manfaat Probiotik
Bakteri Asam Laktat Dadiah Menunjang Kesehatan Masyarakat. Lembaga Literasi Dayak
(LID). Tangerang. ISBN 978-602-6381-10-1.
Suliansyah, I., E. Purwati, U. G. S. Dinata, H. Purwanto dan Yunizardi. 2016. Teknogi
Pengolahan Kopi Dalam Peningkatan Komoditi Lokal untuk Kesejahteraan Masyarakat Di
Kabupaten Solok Selatan Sumatera Barat. Laporan Iptekda LIPI.
Yasin, S., E. Purwati, Yuherman, A. Sandra dan H. Purwanto. 2016. Teknologi pemanfaatan
mol (mikroorganisme lokal) dan bio urine dalam pembuatan pupuk organik dari kotoran sapi
untuk meningkatkan pendapatan masyarakat Di kabupaten Solok Selatan Sumatera barat.
Laporan Iptekda LIPI.
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
196
ISBN: 978-602-60613-0-0
Pengembangan Metode Pembelajaran Studi Kasus Sebagai Salah satu
Upaya Peningkatan Daya Saing Mahasiswa Universitas Andalas
Verinita
Universitas Andalas
Kampus Univ. Andalas, Limau Manih Pauh Padang
Email: [email protected]
Abstrak
Pola pembelajaran yang terpusat pada dosen (Teaching Centered Learning)
seperti pada saat mengajarkan mata kuliah Manajemen Pemasaran 1 pada tahun
Akademik 2014/2015 pada semester ganjil lalu sudah tidak memadai lagi untuk
diterapkan dalam rangka mencapai tujuan pendidikan berbasis capaian
pembelajaran (learning outcome) sebagai salah satu cara untuk meningkatkan
daya saing mahasiswa menghadapi MEA. Karena ditemui beberapa
permasalahan seperti perhatian mahasiswa yang tidak sepenuhnya,
kecendrungan mahasiswa merasa cepat bosan dengan situasi kelas yang
mengajar pada shift 3 yaitu pukul 13.30 -16.00WIB., sehingga merasa jenuh dan
mengantuk di kelas sehingga dosen mempersilakan mahasiswa untuk keluar kelas
mencuci muka terlebih dahulu untuk mengusir rasa kantuk. Untuk mengatasi
kendala dan hambatan tersebut pada tahun Akademik 2015/2016 pada semester
ganjil diterapkan sistem pengajaran berdasarkan metode studi kasus sebagai
salah satu metode pengajaran pola Student Centered Learning (SCL). Tujuan
penerapan metode pengajaran ini adalah untuk: 1) mengaplikasikan konsep-
konsep /teori Ilmu Manajemen Pemasaran dengan praktek bisnis di bidang
pemasaran jasa/ produk, 2) memahami perkembangan ilmu pemasaran yang
berkembang sangat cepat dan virtual, 3) meningkatkan kemampuan komunikasi
oral mahasiswa dalam kolaborasi dan kerja tim, dan 4) mengasah ketrampilan
manajerial mahasiswa dalam memimpin kelompok, presentasi dan negosiasi
bisnis. Kelas Manajemen Pemasaran terdiri dari 47 orang dan mahasiswa dibagi
menjadi 7 kelompok dan masing-masing kelompok terdiri dari 7 orang. Sebelum
membahas kasus dosen akan menguraikan konsep / teori pada bab tersebut.
Setelah materi diberikan dosen maka minggu berikutnya presentasi kasus. Kasus
akan diberikan oleh dosen melalui email kelas, sehingga setiap mahasiswa dapat
mengaksesnya melalui jaringan pribadi mahasiswa tersebut. Penerapan model
pengajaran studi kasus memberikan hasil yang singnifikan. Dari penerapan
metode kasus ini, beberapa manfaat dapat diperoleh yaitu, 1) suasana belajar
yang positif dan kondusif tercipta dari penerapan metode ini karena kelas
mengalir dinamis dan tidak membosankan, 2)meningkatknya daya kreatifitas
mahasiswa dalam menganalis kasus bisnis yang diberikan , 3) meningkatnya
kemampuan komunikasi oral mahasiswa dan 4) meningkatnya partisipasi mereka
dalam bekerjasama dalam kelompok
Kata kunci: case study, mananjemen pemasaran, Student Centered Learning
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
197
ISBN: 978-602-60613-0-0
Pendahuluan
Selama ini, prose pengajaran mata kuliah Manajemen Pemasaran 1 yang ditawarkan pada
semester ganjil di Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi , Universitas Andalas lebih banyak
menggunakan metode pengajaran dengan menekankan kepda pemahaman konsep/ teori
pemasaran dengan ceramah atau metode mimbar. Sehingga menyebabkan mahasiswa
menjadi bosan, pasif , jenuh dan dihinggapi rasa kantuk yang cukup berat karena jam
perkulihan berada pada masa kritis yaitu pada shift 3 pukul 13.30- 16.00.Wib.
Selain itu metode pengajaran yang diterapkan selama ini masih menerapkan pola
pembelajaran yang berpusat pada dosen (Teacher Centered Learning) di nilai sudah tidak
memadai untuk dipraktekkan saat ini untuk mencapai tujuan pendidikan berbasis capaian
pembelajaran/learning outcome (LP3M Unand, 2014).
Kecendrungan seorang dosen memberikan kuliah adalah sebagai seorang akademisi yang
hanya memahami dan menguasai konsep-konsep dan teori-teori mengenai mata kuliah yang
diampu. Dosen biasanya kurang memahami kondisi atau praktek-praktek ilmu manajemen
pemasaran di lapangan. Sementara itu mahasiswa sebagai calon tenaga kerja yang akan
terjung ke dunia kerja perlu dibekali dengan ilmu pengetahuan praktek manajemen
pemasaran di lapangan.
Oleh karena itu untuk meningkatkan kemampuan analisis mahasiswa jrusan Manajemen
Fakultas Ekonomi Universitas Andalas yang berada pada Semester 3, maka perlu diberikan
metode pembelajaran dengan menggunakan metode studi kasus (cases study). Metode ini
akan sangat membantu mahasiswa memahami mata kuliah Manajemen Pemasaran 1 karena
dikondisikan suasana belajar yang atraktif dengan memberikan kasus yang menarik dan
sesuai dengan ketertarikan mahasiswa seperti membahas kasus gadget Samsung, motor
Yamaha dan Mobil Toyota. Sehingga mahasiswa menjadi lebih bersemangat dan tidak
mengantuk dalam kelas.
Berdasarkan permasalahan yang dihadapi maka dapat dirumuskan permasalahan yang
ditemui yaitu apakah metode pengajaran sudi kasus (cases study) pada mata kuliah
Manajemen Pemasaran 1 berpengaruh pada peningkatan pemahaman materi mata kuliah
Manajemen Pemasaran 1.
Tujuan penerapan metode pengajaran ini adalah untuk: 1) mengaplikasikan konsep-konsep
/teori Ilmu Manajemen Pemasaran dengan praktek bisnis di bidang pemasaran jasa/ produk,
2) memahami perkembangan ilmu pemasaran yang berkembang sangat cepat dan virtual, 3)
meningkatkan kemampuan komunikasi oral mahasiswa dalam kolaborasi dan kerja tim, dan
4) mengasah ketrampilan manajerial mahasiswa dalam memimpin kelompok, presentasi dan
negosiasi bisnis
Skenario Pelaksanaan Kegiatan
Metode pengajaran studi kasus (cases study) merupakan salah satu dari pola pengajaran
berpusat kepada mahasiswa ( Student Centered Learning) yang mulai dipraktekkan untuk
mengatasi keterbatasan dalam metode pengajaran yang berpusat kepada dosen (Teacher
Centered Learning). Metode SCL saat ini dinilai tepat untuk mencapai tujuan pendidikan
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
198
ISBN: 978-602-60613-0-0
berbasis pencapaian pembelajaran (learning outcomes) (sumber: LP3M Unand, 2014). Hal
ini landasi beberapa alasan yaitu : 1) perkembangan imu pengetahuan dan teknologi sains
yang pesat dengan berbagai kemudahan untuk mengaksesnya, 2)perubahan kompetensi
kekaryaan yang berlangsung sangat cepat memerlukan materi dan proses pembelajaran yang
lebih fleksibel, 3)kebutuhan untuk mengakomodasi demokratisasi partisipatif dalam proses
pembelajaran.Oleh karena itu pembelajaran ke depan didorong menjadi berpusat kepada
mahasiswa (Student Centered Learning). Karena capaian pembelajaran lulusan diraih
melalui proses pembelajaran yang mengutamakan pengembangan kreatifitas, kapsitas,
kepribadian dan kebutuhan mahasiswa, mengembangkan kemandirian dalam memcari dan
menemukan pengetahuan.
Salah satu metode SCL yang diterapkan dalam mata kuliah Manajemen Pemasaran 1 adalah
metode pengajaran adalah dengan metode studi kasus (case study). Menurut LP3M
Universitas Andalas (2014) metode studi kasus merupakan suatu strategi yang ampuh dalam
pembelajaran yang berpusat kepada mahasiswa karena dapat meningkatkan ketrampilan
berpikir kritis, berkomunikasi dan interpersonal skills. Karena metode ini dapat
menjembatani kesenjangan antara konsep/teori dengan praktek yang dihadapi di lapangan.
Metode ini membutuhkan ketrampilan untuk menganalisis dan mengevaluasi kasus-kasus di
bidang Pemasaran dan mendorong kemampuan manajerial mahasiswa sebagai decision
maker nantinya. Menurut Bahri dan Zain (2002) metode studi kasus memiliki ciri-ciri
sebagai berikut:
1. Jumlah anggota kelompok bersifat flesibel
2. Waktu pertemuan bervariasi sesuai dnegan tingkat kerumitan kasus
3. Para peserta dihadapkan kepada situasi problematik
4. Para peserta dituntut untuk menganalisis dan mengevaluasi kasus
5. Melakukan penyelesaian terhadap permasalahan yang dihadapi
Secara sistematis langkah-langkah dan prosedur pelaksanaan metode studi kasus ini adalah:
1. Melakukan pengumpulan literatur dengan berpedoman kepada RPKPS yang sudah
disususn oleh Tim Pengajar matakuliah Manajemen Pemasaran 1, menyusun Kasus
,kuis dan soal Ujian Tengah Semester (UTS) dan Ujian Akhir Semester (UAS). Buku
yang digunakan adalah Marketing Management karya Philip Kotler dan Kevin Lane
Keller yaitu edisi 12
2. Menerapkan model pembelajaran mata kuliah Manajemen Pemasaran dengan teknik
devide the case into parts . Teknik yang digunakan untuk meningkatkan efektifitas
metode studi kasus digunakan adalah devide the case into parts yaitu membagi
mahasiswa menjadi kelompok-kelompok yang rata-rata yang terdiri dari 7
mahasiswa karena jumlah mahasiswa 47 orang. Setiap kelompok membahas kasus
yang berbeda disesuaikan dengan bab-bab yang dipelajari. Mereka akan
mempresentasikan kasus mereka di hadapan kelompok lain. Dan mahasiswa tidak
memiliki seluruh informasi mengenai kasus yang mereka bahas. Mahasiswa akan
memecahkan masalah berdasarkan informasi yang mereka miliki. Kasus diberikan
oleh dosen. Dosen mengadur kasus dari jurnal internasional, majalah bisnis seperti
Marketing Mix, SWA dan sumber ilmiah lainnya.
3. Untuk mengevaluasi penyerapan mahasiswa terhadap materi kuliah maka dilakukan
metode kuis 2 kali sebelum mid semester. Sehinga dosen tidak mengandalkan nilai
mid dan nilai akhir semester saja unutk evalusi proses pembelajaran.
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
199
ISBN: 978-602-60613-0-0
4. Memberikan Ujian Mid pada pertengahan semester yaitu pada pertemuan ke-8.
5. Memberikan Ujian Akhir Semester pada akhir pertemuan perkuliah yaitu minggu ke
16.
6. Melakukan evaluasi terhadap sistem penilaian akhir dalam bentuk perolehan nilai
semester yang di up load pada portal Unand.
7. Membagikan kuesioner kepada mahasiswa pada saat ujian akhir semester.Dalam
rangka menilai efektifitas pelaksanaan pembelajaran dengan metode studi kasus ini
Hasil dan Perubahan
Setelah dilakukan perubahan metode pengajaran mata kuliah Manajemen Pemasaran 1 maka
dapat diuraikan perubahan yang terjadi berdasarkan pengamatan Dosen pengampu mata
kuliah Manajemen Pemasaran 1. Dengan metode pembelajaran studi kasus suasana kelas
menjadi lebih atraktif dan kondusif karena beberapa mahasiswa menyampaikan materi
dengan cara yang berbeda seperti melalui animasi, cerita dan tayangan cuplikan iklan.
Dengan tampilan animasi yang beragam dan menghibur menjadikan rasa kantuk mahasiswa
berkurang membuat kelas menjadi lebih hidup dan menarik. Dan mahasiswa lebih
bersemangat, tidak bosan dan jenuh, daya kreatifitas mahasiswa lebih meningkat dan tingkat
pemahaman mahasiswa terhadap materi Manajemen Pemasaran 1 menjadi lebih baik.
Kemampuan kerja sama mereka dalam tim juga semakin meningkat dan toleransi mereka
terhadap perbedaan pandangan dalam menginterpretasikan kasus juga semakin baik.
Kesimpulan
Penerapan model pengajaran studi kasus (case study) memberikan hasil yang singnifikan.
Dari penerapan metode kasus ini, beberapa manfaat dapat diperoleh yaitu, 1) suasana belajar
yang positif dan kondusif tercipta dari penerapan metode ini karena kelas mengalir dinamis
dan tidak membosankan, 2)meningkatknya daya kreatifitas mahasiswa dalam menganalis
kasus bisnis yang diberikan , 3) meningkatnya kemampuan komunikasi oral mahasiswa dan
4) meningkatnya partisipasi mereka dalam bekerjasama dalam kelompok.
Untuk menjaga efektifitas metode pembelajaran dengan menggunakan metode studi kasus
ini, akan lebih baik pelaksanaannya apabila diaplikasikan dalam kelas kecil. Yaitu kelas
yang mahasiswanya berjumlah 20-30 . Dalam prakteknya kelas yang diampu termasuk kelas
besar yang berjumlah 47 orang mahasiswa sehingga penyerapan materi tidak semaksimal
apabila diterapkan di kelas kecil.
Daftar Pustaka
Bahri dan Zain,201002. Strategi Belajar Mengajar. PT.Rineka Cipta, Jakarta
Lembaga Pengembangan dan Penjamina Mutu (LP3M) Universitas Andals, 2014. Panduan
Praktis Pelaksanaan Student Centerde Learning (SCL). Andalas University Press,
Padang
Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Tinggi
Padang, 25 Oktober 2016
200
ISBN: 978-602-60613-0-0
Lembaga Pengembangan dan Penjamina Mutu (LP3M) Universitas Andals, 2015. Pedoman
Perumusan Softskill Lulusan Dalam Kurikulum dan Pengintegrasiannya Dalam Proses
Pembelajaran, Andalas University Press, Padang
Kotler, Philip dan Keller, Kevin Lane, 2009. Marketing Manegement Ed.12. International
Edition, New Jersey;Upper Saddle River.Person Education Inc