Prosiding SNFP2015.pdf

545

Transcript of Prosiding SNFP2015.pdf

  • SEMINAR NASIONAL FISIKA DAN PEMBELAJARANNYA 2015

    i

    KATA PENGANTAR

    Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan ramhat dan hidayah-

    Nya sehingga kami dapat menyelenggarakan kegiatan Seminar Nasional Fisika dan

    Pembelajarannya 2015 pada tanggal 29 Agustus 2015.

    Kegiatan ini dimaksudkan untuk menumbuhkan inovasi karya anak bangsa diberbagai bidang

    dalam rangka meningkatkan daya saing Bangsa Indonesia khususnya menyongsong

    Masyarakat Ekonomi Asean (MEA). Salah satu upaya untuk mempercepat inovasi nasional

    adalah mendorong penelitian di berbagai bidang baik penelitian dasar, terapan dan

    pengajaran bidang Fisika.

    Menindaklanjuti keinginan tersebut, maka Jurusan Fisika Universitas Negeri Malang (UM)

    untuk mengadakan kegiatan seminar dengan tema Peran Penelitian dan Pendidikan Fisika

    Menuju Kemandirian Teknologi Bangsa dalam Rangka Menyongsong Pemberlakuan

    Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Oleh karena itu diperlukan persiapan yang kuat bagi

    masyarakat akademik dalam mewujudkan kemandirian bangsa. Inovasi akan muncul,

    berkembang, dan membudaya dengan dukungan penelitian dan pembelajaran bidang Fisika.

    Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada pihak-pihak yang telah mendukung

    terlaksananya kegiatan ini secara langsung atau tidak langsung. Akhirnya, semoga kegiatan

    seminar ini dapat memotivasi dan memberi inspirasi bagi para ilmuwan untuk lebih

    meningkatkan keprofesionalannya.

    Malang, 10 Agustus 2015

    Panitia

  • SEMINAR NASIONAL FISIKA DAN PEMBELAJARANNYA 2015

    ii

    DAFTAR ISI

    JUDUL Halaman

    PENDIDIKAN FISIKA

    MEDIA PEMBELAJARAN

    Rancang Bangun Laser untuk Pembelajaran Fisika Optik dalam Menentukan Indeks Bias dan Difraksi PUJI HARIATI WININGSIH

    Prodi Pendidikan KisiFisika JPMIPA Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa

    PF-MP-1

    Heterogenitas Kemampuan Belajar Siswa sebagai Dasar Pengembangan Model Pembelajaran Leader-TRACE (Training, Action, Evaluation) AULYA NANDA PRAFITASARI Pascasarjana Jurusan Pendidikan IPA Universitas Jember

    PF-MP-4

    Erupsi Raung Juli 2015 Sebagai Laboratorium Alam Fisika KENDID MAHMUDI1), FIKROTURROFIAH SUWANDI PUTRI2) LILIK HENDRAJAYA3) 1) Pascasarjana Program Studi Pengajaran Fisika Institut Teknoogi Bandung 2) Pascasarjana Program Studi Pendidikan Fisika Universitas Negeri Yogyakarta 3) Fisika Institut Teknoogi Bandung

    PF-MP-12

    Rebab Instrumen Gesek Gamelan: Analisis Hubungan Antara Posisi Gesekan dan Komponen Penyusun Sinyal Suara FIKROTURROFIAH SUWANDI PUTRI1), AFFA ARDHI SAPUTRI2) 1)Pascasarjana Program Studi Pendidikan Fisika Universitas Negeri Yogyakarta

    PF-MP-16

    Kemampuan Literasi Sains Siswa Kelas VII-B SMP Negeri 1 Sumobito Melalui Pembuatan Jamu Tradisional DALIN NADHIFATUZZAHRO, BENI SETIAWAN, ELOK SUDIBYO

    Program Studi Pendidikan Ipa Unesa

    PF-MP-21

    Pengembangan Bahan Ajar Fisika Berbasis Masalah dan PCK (Pedagogical Content Knowledge) untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah bagi Peserta Didik SMA Shan Duta Sukma Pradana, Dra. Endang Purwaningsih, M.Si. Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Malang Dampak Work And Energy Macromedia Flash Program (WEM) Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah dan Berpikir Kritis Mahasiswa S1 Pendidikan Fisika Topik Usaha Dan Energi ADETYA RAHMAN

    Pascasarjana Jurusan Pendidikan Fisika Universitas Negeri Malang

    PF-MP-28

    PF-MP-33

    Pengembangan Lembar Kerja Siswa Untuk Memfasilitasi Siswa dalam Belajar Fisika Dan Berargumentasi Ilmiah SUPENO1), MOHAMAD NUR2), ENDANG SUSANTINI2) 1) Program Studi Pendidikan Fisika FKIP Universitas Jember 2)Pascasarjana Universitas Negeri Surabaya

    PF-MP-36

    Implementasi Prototipe Media Tepat Guna untuk Mengingkatkan Keterampilan Pemecahan Masalah Siswa dalam Pembelajaran Fisika di SMA

    PF-MP-41

  • SEMINAR NASIONAL FISIKA DAN PEMBELAJARANNYA 2015

    iii

    JUDUL Halaman

    EDI SUPRIANA1),, MOHAMAD NUR2), IMAM SUPARDI2) 1)Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Malang 2) Jurusan Pendidikan Sains, Pasca Sarjana Universitas Negeri Surabaya (UNESA)

    Pengembangan Paket Tutorial Fisika Modern Materi Struktur Atom Berbasis Penyelesaian Eksplisit untuk Meningkatkan Kemampuan Problem Solving Mahasiswa HARTATIEK, DWI HARYOTO, YUDYANTO Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Malang

    PF-MP-49

    Analisis Lomba Robotika dalam Meningkatkan Minat Belajar Peserta Didik Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 2 Singosari Wahyu Ari Wijaya1,2) 1)Pascasarjana Jurusan Pendidikan Fisika Universitas Negeri Malang. 2)Guru SMKN 2 Singosari Kabupaten Malang

    PF-MP-55

    Pengembangan Kolektor Energi Surya Dengan Pelat Gelombang sebagai Komponen Pemanas Air WINARTO Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Malang.

    PF-MP-63

    Pengembangan Model Perangkat Pembelajaran Fisika Menerapkan Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah (MPBM) untuk Mendukung Program PPL II Mahasiswa FKIP Unkhair Ternate IQBAL LIMATAHU FKIP Pendidikan Fisika Universitas Khairun Ternate

    PF-MP-73

    Kegrafikaan Modul Pembelajaran Fisika Berbasis Multirepresentasi Wachidah Putri Ramadhani1), I Ketut Mahardika2) 1Mahasiswa Magister Pendidikan IPA Pasca Sarjana FKIP Universitas Jember 2Dosen Magister Pendidikan IPA Pasca Sarjana FKIP Universitas Jember

    PF-MP-85

    Pemanfaatan Aplikasi Mobile Berbasis Android dalam Pembelajaran Fisika SMA BETTI SES EKA POLONIA, LIA YULIATI, SITI ZULAIKAH Pascasarjana Prodi Pendidikan Fisika Universitas Negeri Malang

    PF-MP-92

    Pengembangan Media Pembelajaran Digital Sistem Offline Materi Fisika (Gelombang Bunyi)

    ASWIN HERMANUS MONDOLANG1), IGNASIUS BAGUS ASMARIANTO2) 1)Jurusan Fisika, FMIPA Universitas Negeri Manado, Kampus Tonsaru Tondano Sulawesi Utara 2)SMA Karitas, Jl. Siswa Paslaten 2 Tomohon, Sulawesi Utara

    PF-MP-96

    Pendekatan Etnosains dalam Proses Pembuatan Tempe terhadap Kemampuan Literasi Sains DENYS ARLIANOVITA1), BENI SETIAWAN2,), ELOK SUDIBYO1) 1) Mahasiswa Program Studi S1 Pendidikan IPA FMIPA Universitas Negeri Surabaya 2) Dosen Program Studi S1 Pendidikan IPA FMIPA Universitas Negeri Surabaya Keadaan dan Penggunaan Lab Ipa/ Fisika Sekolah DWI HARYOTO Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Malang

    PF-MP-101

    PF-MP-107

  • SEMINAR NASIONAL FISIKA DAN PEMBELAJARANNYA 2015

    iv

    JUDUL Halaman

    Pengembangan Media Video Pembelajaran Berbasis REACT Berbantuan Camtasia Studio Pada Pokok Bahasan Hukum-Hukum Newton Tentang Gerak Untuk Kelas X SMA NOVITA USWATUN KHASANAH1), WIDJIANTO2), NURIL MUNFARIDAH2), AGUS SUYUDI2) 1)Mahasiswa Jurusan Fisika Universitas Negeri Malang. Jl. Semarang 5 Malang 2)Dosen Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Malang Pengembangan Physics Pocket Book pada Materi Fluida Statis untuk Meningkatkan Minat Baca Siswa SMA Kelas X AGNES RARASATI, FITRI ROCHMAWATI, NOVWIDA

    Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Malang

    PF-MP-111

    PF-MP-117

    MODEL PEMBELAJARAN

    Integrasi Kearifan Lokal pada Tema Gunung Kelud terhadap Kemampuan Literasi Sains Siswa DIAN KURVAYANTI INNATESARI1), BENI SETIAWAN2), ELOK SUDIBYO2) 1) Mahasiswa Program Studi S1 Pendidikan IPA Universitas Negeri Surabaya

    PF-MOP-1

    Komplementasi Model Pembelajaran GIL (Guided Inquiry Learning) dan AIR (Auditory Intelectually and Repetition) Untuk Meningkatkan Self Regulated Learning Dalam Pembelajaran IPA SRI HARTATIK

    Pascasarjana Magister Pendidikan IPA Universitas Jember

    PF-MOP-7

    Pengaruh Model Problem Based Learning (PBL) dengan Strategi Mind Mapping terhadap Prestasi Belajar Siswa RIKA DAMAYANTI, PARNO, NURIL MUNFARIDAH, MUHARDJITO Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Malang

    PF-MOP-13

    Pengaruh Mind Map dalam Pembelajaran Group Investigation (GI) terhadap Keterampilan Proses Sains Terintegrasi dan Prestasi Belajar Siswa pada Materi Suhu Dan Kalor ARI HANDAYANI

    Pascasarjana Prodi Pendidikan Fisika Universitas Negeri Malang Penerapan Model Discovery Learning pada Materi Alat Optik untuk Melatihkan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa NOVA PUSVITASARI NURLAELI1), SITI NURUL HIDAYATI, S.PD., M.PD2), TUTUT NURITA, S.PD., M.PD2) 1) Program Studi Pendidikan IPA Universitas Negeri Surabaya. 2) Dosen Program Studi Pendidikan IPA FMIPA Universitas Negeri Surabaya.

    PF-MOP-21

    PF-MOP-25

    Implementasi Model Pembelajaran Guided Discovery Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Pada Materi Pengukuran Di Smpn 5 Sidoarjo RIO BASKARA NUGRAHA

    Pascasarjana Jurusan Pendidikan Fisika Universitas Negeri Malang

    PF-MOP-31

    Pengaruh Model Pembelajaran SSCS (Search, Solve, Create, and Share) dengan Strategi Mind Mapping terhadap Penguasaan Konsep Fisika Pokok Bahasan Teori Kinetik Gas Siswa ZAINUL MUSTOFA1)*), PARNO2, KADIM MASJKUR2)

    PF-MOP-35

  • SEMINAR NASIONAL FISIKA DAN PEMBELAJARANNYA 2015

    v

    JUDUL Halaman 1) Pascasarjana Jurusan Pendidikan Fisika Universitas Negeri 2) Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Malang

    Implementasi Seven Habits of Highly Effective People (Tujuh Kebiasaan Manusia yang Sangat Efektif) Untuk Meningkatkan Keterampilan Psikomotir Pada Pembelajaran Fisika ADY SEBTIAN DEWANTORO, IRADATUL HASANAH, DYAH AYU SETYARINI, SUPENO

    Program Studi Pendidikan Fisika FKIP Universitas Jember

    PF-MOP-42

    Model Enhanced Direct Instruction Berorientasi MentalModeling Ability Berbasis Kajian Physics Porblem Solving danRepresentasi Eksternal DARSIKIN, JUSMAN MANSYUR 1) Program Studi Pendidikan Fisika Universitas Tadulako

    PF-MOP-47

    Eksperimen Akuisisi Data Sederhana untuk Pembelajaran Fisika MIRZANUR HIDAYAT

    Program Studi Pendidikan Fisika, FKIP, Universitas Muhammadiyah Prof. DR. HAMKA

    PF-MOP-55

    Pemanfaatan Technology Enabled Active Learning Sebagai Alat Bantu Pembelajaran Inkuiri Pada Topik Elektromagnetisme ISMI LAILA RAHMAH, ARIF HIDAYAT, SUTOPO

    Pascasarjana Prodi Pendidikan Fisika Universitas Negeri Malang

    PF-MOP-61

    Perlunya Program Deep Learning Question Untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep Kinematika Mahasiswa Fisika ISMI LAILI AFWA, SUTOPO, ENY LATIFAH

    Pascasarjana Prodi Pendidikan Fisika Universitas Negeri Malang.

    PF-MOP-66

    Pembelajaran Fisika Berbasis Moodle Sebagai Upaya Inovatif untuk Meningkatkan Hasil Belajar Psikomotor pada Pembelajaran Fisika HIDAYAH ZULIANA P., RIZKY MAULIDIYAH, PANDU J. SAMPURNO, SUPENO

    Program Studi Pendidikan Fisika FKIP Universitas Jember

    PF-MOP-72

    Studi Pendahuluan Pengaruh Model Brain Based Learning Berbantu Mind Map Terhadap Peguasaan Konsep Fisika Siswa Berpengetahuan Tinggi dan Rendah di SMA DINICEN VICLARA, MUHARDJITO, SUPRIYONO KOES H Pascasarjana Jurusan Pendidikan Fisika Universitas Negeri Malang

    PF-MOP-76

    Penerapan Media Pembelajaran Berbasis Pendekatan Ilmiah pada Pokok Bahasan Hukum Newton untuk Siswa SMA Kelas X dengan Bantuan Macromedia Swishmax BAKHRUL RIZKY KURNIAWAN 1), AGUS SUYUDI 2) 1) Pascasarjana Jurusan Pendidikan Fisika Universitas Negeri Malang. 2) Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Malang

    PF-MOP-82

    Pemahaman Mahasiswa Tahun Pertama Tentang Konsep-Konsep Dasar Gelombang Mekanik SUTOPO Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Malang

    PF-MOP-87

    Pengaruh Pembelajaran Formulate-Share-Listen-Create (FSLC) Melalui Metode Scaffolding Konseptual Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis dan Prestasi Belajar Fisika dari Kemampuan Awal Siswa SMA Kab. Malang

    PF-MOP-100

  • SEMINAR NASIONAL FISIKA DAN PEMBELAJARANNYA 2015

    vi

    JUDUL Halaman

    WARTONO

    Program Studi Pendidikan Fisika FMIPA Universitas Negeri Malang

    Peningkatan Prestasi Belajar Fisika Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah pada Siswa Kelas X SMAN 1 Paiton SUWARDI1,*), N. HIDAYAT2), S. RAHMAWATI2) 1)Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN 1) 1 Paiton 2)Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri

    PF-MOP-112

    Peran Mind Map dalam Model Brain Based Learning berkaitan dengan Penguasaan Konsep Fisika NURIL MUNFARIDAH1), *), LIA YULIATI, MARKUS DIANTORO

    Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Malang

    PF-MOP-116

    Penerapan Praktikum PEER-Model Dalam Mata Kuliah Fisika Dasar Untuk Melatihkan Scientific Skills Mahasiswa Prodi Fisika Unesa RUDY KUSTIJONO

    Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Surabaya

    PF-MOP-123

    Survey Proses Pembelajaran dan Penggunaan Lembar Kegiatan Siswa dalam Pembelajaran serta Tingkat Keterampilan Proses Sains Guna Membangun Generasi Masyarakat Ekonomi Asia (MEA)

    WAHYU LAILATUL AZIZAH Jurusan Pendidikan IPA Universitas Negeri Surabaya

    PF-MOP-133

    Brosur IPA Terpadu sebagai Bahan Ajar di SMP ditinjau dari Aspek Keterbacaannya MYCO HERSANDI Pascasarjana Jurusan Pendidikan IPA Universitas Negeri Jember

    PF-MOP-139

    Kajian Gerak Osilasi Sistem Pasangan Antara Pegas Dan Bandul Wilda Febi R1), Euis Sustini2), 1)Pascasarjana Jurusan Pengajaran Fisika Institut Teknologi Bandung 2)Jurusan Fisika FMIPA Institut Teknologi Bandung

    PF-MOP-145

    PENGEMBANGAN

    Profil Penguasaan Pembelajaran RQA (Reading, Questioning, and Answering) oleh Guru IPA SMP di Jember Vivi Damayanti Pascasarjana Jurusan Pendidikan IPA Universitas Negeri Jember

    PF-P-1

    Dampak Implementasi LSBS di SMPN 25 Malang pada Manajemen Pembelajaran dan Profesionalisme Guru Fisika melalui Intervensi dalam Tahap Refleksi Parno Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Malang.

    PF-P-9

    Penetapan Rentang Zpd Kompetensi Fisika Calon Guru Sma di Lptk Jawa Timur Purbo Suwasono, Supriyono Koes H., Hari Wisodo. Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Malang.

    PF-P-18

    Profil Kemampuan Menyusun Perangkat Pembelajaran Calon Guru Fisika Univeritas Negeri Malang Ditinjau dari Sudut Pandang TPACK (Technological

    PF-P-30

  • SEMINAR NASIONAL FISIKA DAN PEMBELAJARANNYA 2015

    vii

    JUDUL Halaman

    Pedagogical Content Knowledge) MARATUS SHOLIHAH1), LIA YULIATI2), WARTONO2) 1) Pascasarjana Jurusan Pendidikan Fisika Universitas Negeri Malang 2) Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Malang

    Pemahaman Literasi Sains Mahasiswa Calon Guru Fisika Universitas Negeri Surabaya Titin Sunarti Pascasarjana Jurusan Pendidikan Sains Universitas Negeri Surabaya

    PF-P-34

    Pemetaan Kompetensi Mahasiswa Ppg Fisika Di Jurusan Fisika FMIPA UM AGUS SUYUDI, PURBO SUWASONO, ASIM PPG Fisika Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Malang Penguasaan Tentang Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) Guru IPA SMP di Jember Berkaitan dengan Pelaksanaan Kurikulum 2013 JINIARI APRISKA DEWI Pascasarjana Pendidikan IPA FKIP Universitas Jember Penguasaan Tentang Keterampilan Metakognitif Oleh Guru IPA SMP/ MTs Di Banyuwangi RUSMI INDRIYANI

    Mahasiswa Program Pascasarjana Pendidikan IPA FKIP Universitas Jember

    PF-P-40

    PF-P-46

    PF-P-54

    PENILAIAN PEMBELAJARAN

    Penerapan Authentic Assessment untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Fisika Matematika I Mahasiswa Prodi Pendidikan Fisika FKIP UST Tahun Akademik 2014/2015 Widodo Budhi Prodi Pendidikan Fisika FKIP Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa

    PF-PP-1

    Identifikasi Kesulitan Siswa dalam Pembelajaran Fisika PIPIT YOGANTARI

    Pascasarjana Program Studi Pendidikan Fisika Universitas Negeri Malang.

    PF-PP-7

    Penguasaan Keterampilan Membaca, Menyelesaikan Tugas, dan Klarifikasi dalam Pembelajaran Oleh Guru IPA SMP di Banyuwangi RACHMAWATI

    Pascasarjana Jurusan Pendidikan IPA Universitas Negeri Jember Guru SMPN 2 Muncar

    PF-PP-12

    FISIKA ASTROFISIKA

    Tensor Elektromagnetik Bintang Neutron yang Berotasi Cepat Diukur oleh Pengamat ZAMO (Zero Angular Momentum Observers) ATSNAITA YASRINA

    Jurusan Fisika, FMIPA, Universitas Negeri Malang, Jl. Semarang No. 5, Malang

    F-A-1

    BIOFISIKA

    Dependensi Sudut Putar pada Konsentrasi Larutan Gula Dalam Sistem F-B-1

  • SEMINAR NASIONAL FISIKA DAN PEMBELAJARANNYA 2015

    viii

    JUDUL Halaman

    Polarimeter Berbasis Komputer SUTRISNO*), YOYOK ADISETIO LAKSONO, NURUL HIDAYAT, SUBAKTI Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Malang

    GEOFISIKA

    Forward Modeling Metode Geolistrik Konfigurasi Wenner 1-D NUR FAIZIN1,*), LILIK HENDRAJAYA2) 1) Program Studi Pascasarjana Fisika Institut Teknologi Bandung. Jl. Ganesa 10 Bandung 40132 2) Jurusan Fisika FMIPA Institut Teknologi Bandung. Jl. Ganesa 10 Bandung 40132

    F-G-1

    Efek Variasi H2SO4 Terhadap Bentuk, Ukuran Partikel, Suseptibilitas Magnetik dan Transmitansi Pada Sintesis Toner Berbahan Dasar Pasir Besi SITI ZULAIKAH1), YUNI CHAIRUN NISA1), NANDANG MUFTI1), ABDULLAH FUAD1), HAMDI2) 1)Jurusan Fisika, Universitas Negeri Malang 2)Jurusan Fisika, Universitas Negeri Padang

    F-G-4

    Solusi Permasalahan Sumur Bor Versus Sumur Gali Dengan Metoda Geolistrik Dan Uji Pemompaan Sumur (Suatu Studi Kasus Di Bugbug Karangasem Bali) I NENGAH SIMPEN Jurusan Fisika FMIPA Universitas Udayana

    F-G-9

    Pemodelan Struktur Bawah Permukaan Daerah Panas Bumi Dari Data Magnetik Menggunakan Metode Poligon Talwani CLAUDIA M. M MAING, ALAMTA SINGARIMBUN

    Jurusan Fisika FMIPA Institut Teknologi Bandung

    F-G-17

    Karakter Variabel fisis Aliran Hulu dan Muara Sungai Tondano Berdasarkan Kenaikan Muka Air MARTHEN KUMAJAS Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Manado Model Penyebaran Muatan Suspensi Dampak Kondisi Fisis Musim Kemarau Di Bagian Hulu Sub DAS Panasen Danau Tondano MAXI TENDEAN Jurusan Pendidikan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Manado EKSPLORASI DAN ANALISIS STRIKE DIP BIDANG GELINCIR DAERAH RAWAN LONGSOR BERDASARKAN DATA SURVEI GEOLISTRIK DIPOLE-DIPOLE DI DESA BENDOSARI KECAMATAN PUJON KABUPATEN MALANG ERRA ANGGRAENI TAMALA*), DAENG ACHMAD SUAIDI, BURHAN INDRIAWAN Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Malang Eksplorasi Aquifer Wilayah Pesisir Selatan Sebagai Upaya Mengatasi Kekeringan di Kabupaten Blitar Jawa Timur SUJITO, DAENG ACHMAD S., CHUSNANA I.Y., BURHAN I., KANA F. Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Malang

    F-G-20

    F-G-25

    F-G-32

    F-G-38

  • SEMINAR NASIONAL FISIKA DAN PEMBELAJARANNYA 2015

    ix

    JUDUL Halaman

    BASALT ROCKS DISTRIBUTION IDENTIFICATION METHOD USING DIPOLE-DIPOLE CONFIGURATION GEOELECTRIC IN GIRI MULYO, GEDANGAN, MALANG Qurratu Aini, Daeng Achmad Suaidi, Sulur Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Malang

    F-G-44

    INSTRUMENTASI

    Aplikasi Fiber coupler Sebagai Sensor Kosentrasi Larutan Rhodamin B dalam Air SAMIAN, A. H. ZAIDAN 1)Departemen Fisika, Fakultas Sains dan Tekonologi Universitas Airlangga Surabaya

    F-I-1

    Human Body Temperature Data Logger Based ATmega8 Display Mobile Phone With Android Operating System Through Media Bluetooth ALDILA PUSPITANINGRUM, SAMSUL HIDAYAT, S.S, M.T, NUGROHO ADI P, S.SI, M.SC Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Malang

    F-I-7

    MATERIAL

    Penumbuhan multilayer [NiFe/Cu] dengan metode elektrodeposisi sebagai bahan dasar sensor magneto-impedansi AHMAD ASRORI NAHRUN, ISMAIL, B. ANGGIT WICAKSONO, MUHAMMAD AMIRUDIN, NURYANI, BUDI PURNAMA**) Program Studi Ilmu Fisika Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret.

    F-M-1

    Ketergantungan Mangneto-Impedansi Multilayer [Nife/Cu] dengan Jumlah Perulangan Lapisan Magnetik dan Ketebalan Spacer Cu B. ANGGIT WICAKSONO*), ISMAIL, AHMAD ASRORI NAHRUN, NURYANI, BUDI PURNAMA**) Program Studi Ilmu Fisika Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret.

    F-M-5

    Percobaan Pemisahan Campuran Biner Material Butiran 3D dalam Kasus Fenomena Efek Kacang Brazil untuk Siswa SMP TRISE NURUL AIN1,*), HARI ANGGIT CAHYO WIBOWO1,), SITI NURUL KHOTIMAH2), SPARISOMA VIRIDI2) 1) Pascasarjana Program Studi Pengajaran Fisika Institut Teknologi Bandung. 2) Jurusan Fisika FMIPA Institut Teknologi Bandung.

    F-M-10

    Karakterisasi Mikrosutruktur dan Konstanta Dieletrik Material Feroelektrik Ba0,98Sr0,02TiO3 (BST) dengan Variasi Waktu Tahan SUWARNI 1), ALPI ZAIDAH1), AGUS SUPRIYANTO2), ANIF JAMALUDDIN3), YOFENTINA IRIANI2*) 1)Jurusan Ilmu Fisika Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta Jl.Ir. Sutami 36 A Kentingan, Surakarta 57126 2) Jurusan Fisika FMIPA Universitas Sebelas Maret Surakarta 3) Program Studi Fisika FKIP Universitas Sebelas Maret Surakarta

    F-M-14

    Gradualisme Struktur Kristal dan Sifat Mekanik Material Fungsional Kalsit-Mg/Al Hasil Fabrikasi dengan Metode Infiltrasi NURUL HIDAYAT1,*), IRWAN RAMLI2), SUNARYONO1), AHMAD TAUFIQ1), MOCHAMAD ZAINURI3), SUMINAR PRATAPA3) 1)Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Malang. 2)Program Studi Fisika, Fakultas Sains, Universitas Cokroaminoto Palopo 3)Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut

    F-M-19

    https://dosen.fkip.uns.ac.id/data/index.php?prodi=P17&id=198006131

  • SEMINAR NASIONAL FISIKA DAN PEMBELAJARANNYA 2015

    x

    JUDUL Halaman

    Teknologi Sepuluh Nopember

    Sintesis Nanokomposit Cao-Sio2 dari Ampas Tebu dan Batu Kapur Druju sebagai Katalis Biodiesel CHUSNANA INSJAF YOGIHATI Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Malang.

    F-M-25

    Pengaruh Lama Sonikasi terhadap Kekerasan Nano-hidroksiapatit-SiO2 Berbasis Batu Onyx dengan Metode Sonokimia YUDYANTO1*), HARTATIEK2,), RERI DUANA SAPUTRI3) 1) Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Malang.

    F-M-29

    Sintesis Dan Sifat Fotokatalisis Komposit BaFe12O19/ZnO Terhadap Degradasi Pewarna Rhodamin B Nandang Mufti, Youhana, Markus Diantoro Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Malang.

    F-M-35

    Analisis Struktur Nano Bertingkat Partikel Magnetite AHMAD TAUFIQ1,*), SUNARYONO1), NURUL HIDAYAT1), EDY GIRI RACHMAN PUTRA2), SUMINAR PRATAPA3), DARMINTO3) 1)Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Malang. Jl. Semarang 5 Malang 65145 2)Pusat Sains dan Teknologi Bahan Maju, Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN). Kawasan Puspiptek Serpong, Tangerang 15314 3)Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut TeknologiSepuluh Nopember.

    F-M-41

    SINTESIS NANO SILIKA BERLAPIS KARBON (SiO@C) BERBAHAN DASAR ABU SEKAM PADI (RICE HUSK ASH) DENGAN METODE SONOKIMIA ABDULLOH FUAD1), ERLIN SUCIANI2), NANDANG MUFTI3) 1,2,3)Jurusan Pendidikan Fisika, FMIPA, Universitas Negeri Malang.

    F-M-44

    Pengaruh Nanosilika Terhadap Mikrostruktur, Kekuatan Tarik, Dan Ketahanan Kikis Komposit Karet Alam/Nanosilika

    MIFTAKHUL AFIFAH1), ABDULLOH FUAD2), MARKUS DIANTORO2) 1) Mahasiswa Jurusan Pendidikan Fisika Universitas Negeri Malang. 2)Dosen Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Malang.

    F-M-48

    The Effect of Molecular Weight of PEG (Polyethylene Glycol) on Electrical Conductivity and Corrosion Rate of Encapsulated Silver Nanoparticles Markus Diantoro, Agung Kurniawan, Abdullah Fuad Jurusan Fisika, FMIPA Universitas Negeri Malang. Jl. Semarang 5 Malang Karakterisasi Kekristalan dan Konstanta Dielektrik Barium Stronsium Titanat (BaxSr1-XTiO3) dengan Variasi Komposisi Barium Dan Stronsium Yang Dibuat Menggunakan Metode Solid State Reaction ALPI ZAIDAH1), SUWARNI 1), AGUS SUPRIYANTO2), ANIF JAMALUDDIN3), YOFENTINA IRIANI2*) 1)Jurusan Ilmu Fisika Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta 2) Jurusan Fisika FMIPA Universitas Sebelas Maret Surakarta 3) Program Studi Fisika FKIP Universitas Sebelas Maret Surakarta Sintesis Dan Karakterisasi Polianilin/Oksida Logam Yang Diaplikasikan Sebagai

    F-M-54

    F-M-59

    F-M-64

    https://dosen.fkip.uns.ac.id/data/index.php?prodi=P17&id=198006131

  • SEMINAR NASIONAL FISIKA DAN PEMBELAJARANNYA 2015

    xi

    JUDUL Halaman

    Penyerap Gelombang Mikro DIAH HARI KUSUMAWATI1), NUGRAHANI PRIMARY PUTRI1), LYDIA ROHMAWATI1), DERIYANA TRI R2), LULUK KHOIRUL L2), VITA RESTU V2) 1)Dosen Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Surabaya 2)S1 Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Surabaya

    OPTOELEKTRONIK

    Rancang Bangun Sistem Pengamatan Optik Berbasis Ellipsometri MUHAMMAD ARIFIN , KIKI MEGASARI, FATIMAH NOPRIARDY, IMAN SANTOSO

    Jurusan Fisika FMIPA Universitas Gadjah Mada

    F-O-1

    TEORI KOMPUTASI

    Analisis Kecepatan Fluida Pada Simulasi Aliran Fluida 2-Dimensi Dalam Medium Pipa dengan Penghalang Lingkaran RIA DWI IZAHYANTI1*), NURHASAN2), LILIK HENDRAJAYA2) 1) Pascasarjana Jurusan Fisika FMIPA Institut Teknologi Bandung. 2) Jurusan Fisika FMIPA Institut Teknologi Bandung.

    F-TK-1

    Sifat Amorf Unsur Kalium Buah Tomat Apel (L. Pyriporme) Menggunakan Perhitungan Ukuran Butiran Dari Persamaan Scherer MUSFIRAH CAHYA FAJRAH Jurusan Fisika, F MIPA Institut Sains Dan Teknologi Nasional Jakarta

    F-TK-5

    Paparan Gelombang Elektromagnet Extremely Low Frequency (ELF) Pada Daging Sapi Sebagai Solusi Menjaga Ketahanan Pangan Masa Depan M. SYAIFUL RIZAL WICAKSONO, SALSKHUL HAULAH, FITRIA WAHYU MAHARANI Program Studi Pendidikan Fisika Jurusan Pendidikan MIPA FKIP Universitas Jember

    F-TK-9

    Simulasi Efek Spin pada Gerak Peluru pada Medium dengan Memperhitungkan Hambatan Udara NUGROHO ADI PRAMONO, ERA BUDI PRAYEKTI, WINDA PURWITASARI, JurusanFisika Universitas Negeri Malang.

    F-TK-14

    Simulasi Interpolasi Lagrange dalam Penentuan Umur Fosil (Carbon Dating) WIDJIANTO, SULUR, NUGROHO ADI PRAMONO, ERA BUDI PRAYEKTI Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Malang Ekstraksi Fitur Pengenalan Wajah Berbasis Transformasi Wavelet untuk Meningkatkan Kinerja Pca DAENG ACHMAD S JURUSAN FISIKA FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG Dinamika Energi Bebas Ginzburg-Landau sebagai Bentuk Respon Superkonduktor Tipe II terhadap Medan Magnet Eksternal HARI WISODO1,*), PEKIK NURWANTORO2), AGUNG BAMBANG SETIO UTOMO2) 1) Jurusan Fisika Universitas Negeri Malang 2) Jurusan Fisika FMIPA Universitas Gadjah Mada

    F-TK-18

    F-TK-23

    F-TK-33

  • SEMINAR NASIONAL FISIKA DAN PEMBELAJARANNYA 2015

    PENDIDIKAN FISIKA

    MEDIA PEMBELAJARAN

  • SEMINAR NASIONAL FISIKA DAN PEMBELAJARANNYA 2015

    ISBN 978-602-71279-1-9 PF-MP-1

    Rancang Bangun Laser untuk Pembelajaran Fisika Optik dalam Menentukan Indeks Bias dan Difraksi Kisi

    PUJI HARIATI WININGSIH

    Prodi Pendidikan Fisika JPMIPA Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa

    Jl. Batikan UH III/ 1043 Yogyakarta,

    E-mail: [email protected] atau [email protected]

    ABSTRAK: Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan untuk membuat laser berdaya sedang

    dari bahan bekas (DVD) yang akan digunakan untuk menentukan indeks bias dan difraksi kisi.

    Untuk itu, telah dibuat rangkaian alat diode laser yang digunakan untuk menentukan indeks

    bias prisma dan panjang gelombang laser melalui difraksi kisi. Pada penelitian ini digunakan

    analisis dengan mengkarakteristik indeks bias dan difraksi kisi. Diperoleh hasil bahwa besarnya

    indeks bias prisma pada variasi i2 (30o, 45o dan 60o sebesar (1.53 0.07), (1.45 0.07), (1.45

    0.08), (1.53 0.08). Panjang gelombang laser hijau pada variasi N (100, 300 dan 600) garis/mm

    berturut-turut sebesar (500 0.03), (525 0.02) dan (541 0.07). Berdasarkan teori indeks bias

    prisma besarnya 1.5 dan panjang gelombang laser warna hijau berkisar antara 500 570 nm.

    Sehingga dapat disimpulkan bahwa hasil penelitian ini sudah sesuai dengan teori dan alat ini

    sudah dapat dikatakan baik untuk digunakan dalam pembelajaran optika.

    Kata Kunci: Laser, indeks bias, panjang gelombang, difraksi

    PENDAHULUAN

    LASER (Light Amplification by

    Stimulated of Radiasion) merupakan

    proses penguatan cahaya oleh emisi

    terstimulasi. Para ahli menggolongkannya

    dalam bidang elektronika kuantum yang

    mencakup bidang optika dan elektronika.

    Menurut Albert Einstein ada tiga proses

    yang terlibat dalam kesetimbangan termal

    suatu gas yang sedang menyerap dan

    memancarkan radiasi, yaitu serapan,

    pancaran spontan dan pancaran

    terangsang (lasing/ memancarkan laser).

    Sejak ditemukan sinar laser pada

    tahun 1962 oleh Dumke yaitu terdapat

    kemungkinan untuk memanf'aatkan

    transisi-transisi antar pita pada

    semikonduktor yang mempunyai struktur

    direct band gap (Chandler D,1987), maka

    aplikasinya meluas ke semua bidang

    bahkan merevolusi beberapa bidang

    teknologi. Salah satu bentuk laser yang

    banyak digunakan pada aplikasinya

    adalah panjang gelombangnya dan saat ini

    diode laser yang dapat dihasilkan dan

    dipakai secara luas adalah dioda laser

    inframerah (antara 780 850 nm) dan

    merah (antara 650 720 nm) ( Hirose et

    al,1984).

    Laser berdasarkan pada potensi organ

    tubuh dapat diklasifikasikan menjadi 4

    kelas, kelas I (tidak berbahaya), kelas II

    dan III (berbahaya jika mengenai mata),

    kelas IV (sangat berbahaya jika dilihat

    dari berbagai kondisi) dan memerlukan

    penanganan khusus (Muchiar, 2007).

    Laser semikonduktor merupakan

    salah satu jenis laser yang penting

    disamping laser-laser jenis lain seperti

    laser gas dan laser cairan. Laser

    semikonduktor (laser diode) juga

    mempunyai koherensi ruang dan waku

    serta dapat menghasilkan berkas sinar

    yang monokromatik dan lurus.

    Jika berkas cahaya monokhromatis

    dijatuhkan pada sebuah kisi sebagian

    akan diteruskan dan sebagian lagi

    sehingga tampak suatu pola difraksi

    berupa pita pita terang. Pita-pita terang

    terjadi bila selisih lintasan dari cahaya

    yang keluar dari dua celah kisi yang

    berurutan memenuhi persamaan (1),

    .sin nd (1)

    Peristiwa penyimpangan atau

    pembelokan cahaya karena melewati dua

    medium yang berbeda kerapatan optiknya

    atau perbedaan laju cahaya pada kedua

    medium disebut sebagai pembiasan

    cahaya. Perbandingan laju cahaya dalam

  • SEMINAR NASIONAL FISIKA DAN PEMBELAJARANNYA 2015

    ISBN 978-602-71279-1-9 PF-MP-2

    ruang hampa dengan laju cahaya dalam

    suatu zat dinamakan indeks bias (M F.

    Allonso, 1995). Indeks bias tidak pernah

    lebih kecil dari 1 (artinya, n 1), dan

    nilainya untuk beberapa zat (Giancoli,

    2001). Menurut Hukum Snellius

    memenuhi persamaan (2),

    .sinsin 2211 nn (2)

    Pada penelitian ini akan dibuat

    sebuah alat yaitu laser dengan

    memanfaatkan bahan bekas yang dapat

    digunakan untuk menunjang perkuliahan

    optika sebagai media dalam menjelaskan

    tentang indeks bias dan difraksi.

    METODE PENELITIAN

    Dalam penelitian ini, peneliti

    berperan sebagai instrument utama dalam

    mengumpulkan data dengan rancangan

    alat dan bahan seperti pada Gambar 1.

    Teknik pengambilan data, pada alat

    dilakukan dengan uji difraksi untuk

    menentukan panjang gelombang dan uji

    indeks bias prisma. Data dianalisis

    dengan Chi-square. Data hasil penelitian

    akan dibandingkan dengan teori panjang

    gelombang inframerah dan indeks bias

    prisma.

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    Berdasarkan instrumen alat (Gambar

    1), dibuat alat sebuah laser kelas III A

    dengan memanfaatkan barang bekas DVD

    yang diambil laser diodanya. Adapun

    hasilnya ditunjukkan tahapannya pada

    Gambar 2 - 5.

    Tahap 1: Mengambil dioda laser pada

    DVD bekas seperti terlihat pada Gambar

    2.

    Tahap 2: Merangkai semua komponen

    seperti pada Gambar 3. Alat ini

    dikategorikan laser berdaya sedang yaitu

    5 mW (kelas III A).

    Tahap 3. Uji difraksi

    Alat pada Gambar 4 dan 5 diaplikasikan

    untuk menentukan indeks bias pada

    prisma dan panjang gelombang laser

    hijau melalui difraksi kisi. Berdasarkan

    teori indeks bias prisma besarnya 1.5

    (Giancoli,2001) dan panjang gelombang

    laser warna hijau berkisar antara 500

    570 nm (Besley, 1997.

    Gambar 1. Rangkaian Laser Dioda

    (a) (b)

    Gambar 2. (a) DVD bekas, (b) diode laser.

    Gambar 3. Laser Hijau (alat).

    Gambar 4. Rangkaian Difraksi

    Kisi Laser Hijau.

  • SEMINAR NASIONAL FISIKA DAN PEMBELAJARANNYA 2015

    ISBN 978-602-71279-1-9 PF-MP-3

    Gambar 5. Menentukan indeks bias

    prisma.

    Tabel 1. Data panjang gelombang laser warna

    hijau melalui kisi difraksi.

    No L (cm) N

    (lines

    /mm)

    d (cm) y

    (cm)

    (nm)

    1 20 100 10-2 1 500 0.03

    2 20 300 3x10-2 3.5 525 0.02

    3 20 600 6x10-2 6.5 541 0.07

    Tabel 2. Data Indeks Bias pada Prisma

    No

    i1

    (o)

    i2

    (o)

    r1

    (o)

    r2

    (o)

    A

    (o)

    D

    (o) n

    1 30 40 20 60.7 60 30.67 1.530.07

    2 45 38 22 49.0 60 34.00 1.450.08

    3 60 28 32 40.0 60 40.00 1.200.08

    Pada Gambar 4, dengan menggunakan

    persamaan (1), diperoleh data panjang

    gelombang seperti pada Table 1.

    Sementara pada Gambar 5, dengan

    menggunakan persamaan 2 diperoleh data

    indeks bias prisma seperti terlihat pada

    Table 2.

    KESIMPULAN

    Laser hijau ini dirancang dengan

    memanfaatkan barang bekas (DVD rusak)

    dan dikategorikan laser berdaya sedang

    yaitu 5 mW (kelas III A) dan digunakan

    untuk pembelajaran optika khususnya

    percobaan indeks bias dan difraksi.

    Diperoleh indeks bias prisma yaitu pada

    variasi i1 (30o, 45o dan 60o) berturut-turut

    sebesar (1.53 0.07), (1.45 0.08) dan

    (1.53 0.08). Hasil ini sesuai dengan teori

    bahwa besarnya indeks bias prisma 1.5

    (Giancoli, 2001).

    Pada uji difraksi, diperoleh panjang

    gelombang laser hijau pada variasi N (100,

    300 dan 600 garis/mm) berturut-turut

    sebesar (500 0.03), (525 0.02) dan (541

    0.07). Berdasarkan teori panjang

    gelombang laser warna hijau berkisar

    antara 500 570 nm (Giancoli, 2001).

    UCAPAN TERIMA KASIH

    Penelitian ini dibiayai oleh LP2M,

    oleh karena itu penulis mengucapkan

    terimakasih kepada LP2M Universitas

    Sarjanawiyata Tamansiswa atas

    kepercayaannya.

    DAFTAR RUJUKAN

    Besley, M.J., 1997. Laser and Their

    Aplication. Landon: Taylor & Francis Ltd

    Chandler. D., 1987. Introduction to Modern

    Statistical Mechanics. New York: Oxford

    Univ Press

    Hirose. A., Longren.E. L., 1984. Introduction

    to Wave Phenomena. Canada: awiley-

    interscience publication.

    Muchiar., 2007. Pembuatan Model Laser Nd-

    YAG gelombang Kontinyu Daya

    Rendah. Serpong-Tangerang: Pusat

    penelitian LIPI

    Giancolli, Douglas. 2001. Fisika jilid 1.

    Jakarta: Erlangga.

  • SEMINAR NASIONAL FISIKA DAN PEMBELAJARANNYA 2015

    ISBN 978-602-71279-1-9 PF-MP-4

    Heterogenitas Kemampuan Belajar Siswa sebagai Dasar Pengembangan Model Pembelajaran Leader-TRACE (Training, Action, Evaluation)

    AULYA NANDA PRAFITASARI

    Pascasarjana Jurusan Pendidikan IPA Universitas Jember

    E-mail: [email protected]

    TEL: 085204960246

    ABSTRACT: The ability of students who are not homogeneous in a class is one of the problems in the learning process. This study describe the level of heterogeneity of students in a class and

    thus require the development of new learning models that can more focus to minimize it. Data of

    students' ability that heterogeneous collected by questionnaires and interviews in May 2015,

    which are consist of 10 teachers and 20 students from several secondary schools in Jember. As

    results, the teachers explain that most schools have difference students' learning ability

    significantly, so the students understanding is uneven. Most of students said that learning

    models of teachers was bored and less motivated to learn. They are also prefer to learn in groups

    rather than individuals because they can sharing opinions if experiencing difficulty in

    learning. Therefore, we need a new learning model development that is packaged in a Leader-

    TRACE (Training, Action, Evaluation) learning model with a syntax that is more focused to

    improve the students understanding and what the students need. From this research could be

    found the reason why the development of the Leader-TRACE (Training, Action, Evaluation)

    learning model with basic heterogeneity of students ability in the class is very required

    Keywords: Heterogeneity Students Learning Ability, Leader-TRACE (Training, Action, and

    Evaluation), Learning Model Development.

    PENDAHULUAN

    Pembelajaran IPA adalah pembelajaran

    yang menekankan pada proses dan produk

    berdasarkan aturan, prinsip, hukum, serta

    logika yang sistematis tentang gejala

    alam. Arkundato (2007:10) menjelaskan

    bahwa pembelajaran adalah usaha yang

    dilakukan untuk membantu siswa dalam

    belajar, pembelajaran mempunyai tiga

    variabel utama, yaitu (1) kondisi

    pembelajaran, (2) metode pembelajaran,

    (3) hasil pembelajaran. Menurut Riyanto

    (2008:89), dalam aplikasinya proses dari

    kegiatan belajar merupakan sebuah

    pembelajaran. Dalam arti lain

    pembelajaran adalah upaya

    membelajarkan siswa untuk belajar.

    Kegiatan pembelajaran akan melibatkan

    siswa mempelajari sesuatu dengan cara

    efektif dan efisien. Berkaitan dengan hal

    tersebut kini proses belajar mengajar

    telah dituntut lebih inovatif dengan

    tersedianya banyak pilihan model

    pembelajaran, namun seharusnya tetap

    disesuaikan dengan kebutuhan siswa.

    Sebagian besar model pembelajaran yang

    ada memiliki sintakmatik yang kurang

    fleksibel saat pelaksanaan pembelajaran,

    sehingga guru harus menggunakan model

    pembelajaran yang lain untuk diterapkan

    pada materi yang berbeda. Faktor kondisi

    para siswa sendiri juga menjadi hal yang

    wajib dipertimbangkan oleh guru dalam

    membuat rencana pembelajaran.

    Suatu penelitian eksperimen kelas,

    sering menggunakan quasi eksperimen

    atau eksperimen semu. Yakni suatu

    ekperimen dimana objek penelitiannya

    dianggap memiliki variabel atau atribut

    yang sama atau diseragamkan sehingga

    dapat diperoleh hasil yang mewakili objek

    secara umum. Namun adanya perbedaan

    objek penelitian khususnya jika objeknya

    siswa dalam satu kelas, tentu dapat

    disadari dengan mudah bahwa perbedaan

    kemampuan setiap siswa tersebut tidak

    seragam atau bersifat heterogen. Sehingga

    sudah sepatutnya kemampuan siswa yang

    beragam ini diperhitungkan dan dapat

    dimanfaatkan serta difasilitasi oleh guru

    mailto:[email protected]

  • SEMINAR NASIONAL FISIKA DAN PEMBELAJARANNYA 2015

    ISBN 978-602-71279-1-9 PF-MP-5

    agar heterogenitas kemampuan belajar

    siswa tersebut dapat diminimalkan.

    Seperti pada penelitian Wahyuni

    (2014) tentang perbedaan kemampuan

    pemecahan masalah kelas heterogen

    gender dengan kelas homogen gender yang

    menyebutkan terdapat perbedaan

    kemampuan antara kedua kelas tersebut,

    heterogenitas kemampuan siswa dalam

    suatu kelas sendiri juga mempengaruhi

    hasil pencapaian kelas secara umum.

    dalam kelas heterogen, permasalahan

    tentang heterogentas kemampuan siswa

    juga dapat menjadi kendala dalam

    pelaksanaan pembelajaran yang baik

    untuk semua siswa, efektif dan efisien.

    Guru terkadang belum bisa melanjutkan

    materi karena harus mengulang bagian

    yang belum jelas dalam kelas atau

    memilih untuk tetap melanjutkan materi

    dengan berfikiran yang penting materi

    selesai. Dengan sedikitnya waktu,

    terkadang yang terakhir tersebut lebih

    dipilih dan mempercayakan ke siswanya

    untuk belajar lebih dalam lagi secara

    mandiri. Di kelas heterogen, jumlah siswa

    yang memiliki kemampuan lebih biasanya

    lebih sedikit dari pada siswa dengan

    kemampuan yang kurang. Sehingga

    seharusnya pencapaian materi

    disesuaikan dengan siswa yang lebih

    banyak atau berkemampuan rata-rata,

    serta memberikan pengajaran yang

    intensif pada siswa dengan kemampuan

    kurang. Jika hal ini dilakukan dengan

    model pembelajaran yang kurang tepat,

    maka akan sulit dalam mencapainya.

    Model pembelajaran sendiri adalah

    kerangka konseptual yang melukiskan

    prosedur yang sistematis dalam

    mengorganisasikan pengalaman belajar

    untuk mencapai tujuan belajar tertentu,

    dan berfungsi sebagai pedoman bagi para

    perancang pembelajaran dan para

    pengajar dalam merencanakan dan

    melaksanakan aktivitas belajar mengajar

    (Sutarto dan Indrawati; 2013). Model

    pembelajaran membutuhkan sistem

    pengelolaan dan lingkungan belajar yang

    berbeda. Model pembelajaran terbentuk

    melalui berbagai kombinasi dari bagian-

    bagian/komponen yang meliputi: 1. Fokus,

    merupakan aspek sectral sebuah model; 2.

    Syntax, tahapan dari model mengandung

    uraian tentang model tindakan; 3. Sistem

    sosial, pembelajaran pada dasarnya

    adalah menggambarkan hubungan antara

    guru dan siswa dalam satu sistem; 4.

    Sistem pendukung, bertujuan

    menyiapkan kemudahan kepada guru dan

    siswa demi keberhasilan penerapan

    strategi pembelajaran. Sebagai contoh,

    melalui model pembelajaran kerja

    kelompok, siswa bisa saling memberikan

    bantuan satu sama lainnya, siswa pintar

    bisa membantu temannya Suyanto (2013:

    135-137). Sedangkan Joyce, et al. (2004),

    menyebutkan masih terdapat dua unsur

    lainnya, yakni 5. Dampak Instruksional

    dan 6. Dampak Pengiring. Keenam unsur

    inilah yang akan dijadikan dasar untuk

    mengembangkan suatu model

    pembelajaran di kelas. Menurut Suyanto

    (2013) menyebutkan bahwa model harus

    bersifat rasional teoritis; berorientasi pada

    tujuan pembelajaran; berpijak pada cara

    khusus agar sukses dilaksankan; berpijak

    pada lingkungan yang kondusif agar

    tujuan belajar dapat tercapai. Untuk itu

    harus diketahui terlebih dahulu

    bagaimana kondisi pembelajaran baik dari

    sisi guru maupun menurut siswa sendiri

    agar dapat dikembangkan suatu model

    pembelajaran baru yang lebih flesibel dan

    dapat menfasilitasi peran guru dan siswa

    untuk mencapai tujuan pembelajaran

    secara aktif bersama-sama.

    Dari uraian diatas dapat diketahui

    bahwa perlu adanya pengembangan model

    pembelajaran baru yang dapat

    menfasilitasi guru dan lebih fleksibel

    untuk disesuaikan dengan materi yang

    ingin dicapai. Alternatif solusi yang

    ditawarkan adalah model pembelajaran

    Leader-TRACE (Training, Action,

    Evaluation). Ide awal pengembangan

    model pembelajaran Leader-TRACE

    (Training, Action, Evaluation) ini adalah

    adanya perbedaan kemampuan belajar

    siswa yang dianggap penting untuk

    diminimalkan agar tujuan pembelajaran

    dapat tercapai bukan hanya oleh guru,

    namun oleh setiap siswa dalam satu kelas.

    Oleh karena itu, dari permasalahan yang

    ada dan alternatif solusi yang digunakan,

    maka judul yang digunakan adalah

    Heterogenitas Kemampuan Belajar Siswa

    sebagai Dasar Pengembangan Model

  • SEMINAR NASIONAL FISIKA DAN PEMBELAJARANNYA 2015

    ISBN 978-602-71279-1-9 PF-MP-6

    Pembelajaran Leader-TRACE (Training, Action, Evaluation).

    Berdasarkan uraian latar belakang di

    atas, adapun rumusan masalah yang

    diangkat adalah: Bagaimanakan

    heterogenitas kemampuan belajar siswa

    dapat mendasari pengembangan model

    pembelajaran Leader-TRACE (Training,

    Action, Evaluation)?

    METODE PENELITIAN

    Teknik pengumpulan data yang

    digunakan adalah wawancara langsung

    maupun melalui kuesioner berupa draf

    pertanyaan yang dijawab oleh beberapa

    guru dan siswa tentang tentang

    pemerataan kemampuan IPA siswa dalam

    satu kelas, bagaimana cara mengajar guru

    menurut siswa, dan bagaimana siswa

    belajar IPA menurut guru. Selanjutnya

    dijadikan bahan permasalahan dan ide

    dalam membuat inovasi pengembangan

    model pembelajaran.

    Penelitian dilaksanakan selama

    bulan Mei 2015, dengan responden 10

    guru IPA dari SMP Negeri 1 Wuluhan,

    SMP Negeri 2 Wuluhan, SMP Bustanul

    Ulum, SMP Darul Hidayah, SMP

    Diponegoro 6, SMP Nurul Islam, SMP

    Muhammadiyah 6, SMP Muhammadiyah

    7, dan SMP Maarif 08. Serta 20 siswa

    dari SMP Negeri 1 Wuluhan, SMP Negeri

    1 Ambulu, SMP Negeri 2 Ambulu, SMP

    Negeri 1 Jenggawah, SMP Baitul.

    Pemilihan responden dilakukan secara

    acak untuk selanjutnya dilakukan analisis

    deskriptif sebagai dasar dalam

    mengembangkan model pembelajaran

    yang dibutuhkan.

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    Pembelajaran IPA adalah belajar yang

    tidak hanya menuntut menghasilkan

    prodak yang baik, namun justru

    mengutamakan proses yang lebih baik.

    Evaluasi proses dapat menentukan siswa

    benar-benar telah paham materi atau

    hanya sekedar mendapatkan hasil prodak

    yang bagus karena keberuntungan. Hal

    ini dapat diketahui dari proses belajar itu

    sendiri. Bagaimana siswa berusaha

    memahami materi dengan aktif dan

    berusaha memiliki pemahaman yang

    minimal sama dengan siswa yang

    dianggap lebih mampu di kelas. Membuat

    pemahaman yang relatif sama dalam satu

    kelas bukan hal yang gampang, karena

    bergantung pada kesadaran siswa itu

    sendiri, kepedulian antar siswa untuk

    saling membantu rekannya dan model

    serta metode yang digunakan guru harus

    dapat mengfasilitasi hal tersebut. Oleh

    karena itu dilakukan wawancara

    pembelajaran IPA SMP di Jember tentang

    kemampuan siswa serta mengetahui

    bagaimana kondisi belajar IPA pada suatu

    kelas agar dapat dikembangkan suatu

    solusi yang sesuai secara umum. Adapun

    dari hasil wawancara didapatkan data

    pada Tabel 1 dan 2.

    Berdasarkan wasil wawancara

    guru di atas, dapat diketahui bahwa

    sebanyak 80% kelas terdiri dari siswa

    dengan kemampuan yang tidak seragam

    atau heterogen, dengan siswa yang

    dianggap memiliki kemampuan lebih dari

    setengah siswa dalam satu kelas hanya

    sekitar 20%. Hal ini bagi 70% guru yang

    diwawancarai cukup menghambat proses

    transfer informasi. Walaupun menyadari

    hal tersebut, kebanyakan guru tidak

    pernah mencoba memanfaatkan

    kemampuan siswa yang

    memilikimkemampuan lebih untuk

    dengan sengaja mengajari rekannya yang

    kurang mampu. Bentuk kerjasama yang

    dilakukan siswa hanya diskusi namun

    terkadang belum cukup membuat siswa

    yang kurang mampu menjadi lebih

    paham. Hal ini dikarenakan diskusinya

    hanya menyimpulkan jawaban dari yang

    lebih mampu adalah jawaban yang benar

    sehingga siswa hanya mengikuti tanpa

    berusaha untuk memahami. Saat proses

    belajar berlangsung, dari 10 guru hanya 4

    saja yang menyatakan siswanya akan

    aktif bertanya jika ada yang kurang

    paham, sedangkan siswanya bersikap

    pasif. Hal ini bisa terjadi karena siswa

    sulit untuk mengungkapkan

    ketidakpahamannya pada guru, bingung

    dan tidak berani menjelaskan apa saja

    kurang dimengerti. Sedikit guru mencoba

    menggunakan Peer Tutoring dalam proses

    belajar, dan menyebutkan bahwa cukup

    efisien membuat siswa lebih aktif dan

    berani bertanya langsung kepada tutor

    sebayanya.

  • SEMINAR NASIONAL FISIKA DAN PEMBELAJARANNYA 2015

    ISBN 978-602-71279-1-9 PF-MP-7

    Tabel 1. Wawancara terhadap guru IPA

    Tabel 2. Wawancara terhadap siswa tentang pembelajaran IPA

    Wawancara pada siswa

    menghasilkan data yang relatif sama dengan guru, yakni 65% siswa menyebutkan bahwa kelasnya terdiri dari siswa yang memiliki kemampuan kurang merata, dan hanya 3 siswa yang

    menyebutkan bahwa dikelasnya memiliki siswa dengan kemampuan lebih atau cukup baik lebih dari 50% dari total siswa dalam satu kelas. Dari 20 siswa yang diwawancarai, hanya 8 siswa yang antusias dan termotivasi untuk belajar di

    Variabel Jawaban Jumlah Persentase (%) Pemerataan Kemampuan Belajar Siswa di kelas pada Umumnya

    Rata 2 20 Tidak Rata 8 80

    Presentase jumlah siswa yang memiliki kemampuan lebih

    x 30 % 5 50 30%>x>50% 3 30 50 % 2 20

    Perbedaan kemampuan menghambat proses transfer informasi guru ke siswa

    Ya 7 70

    Tidak 3 30

    Pernah mengkondisikan pembelajaran dimana siswa yang lebih mampu membantu rekannya

    Ya 4 40

    Tidak 6 60

    Siswa aktif bertanya dalam pembelajaran

    Aktif 4 40 Kurang aktif 6 60

    Pernah melaksanakan Peer Tutoring

    Ya 2 20 Tidak 8 80

    Metode pembelajaran yang diingikan siswa

    Ceramah 3 30 Diskusi 5 50 Lain-lain 2 20

    Variabel Jawaban Jumlah Persentase (%)

    Pemerataan Kemampuan Belajar Siswa di kelas pada Umumnya

    Rata 2 20 Tidak Rata 8 80

    Presentase jumlah siswa yang memiliki kemampuan lebih

    x 30 % 5 50 30%>x>50% 3 30 50 % 2 20

    Perbedaan kemampuan menghambat proses transfer informasi guru ke siswa

    Ya 7 70 Tidak 3 30

    Pernah mengkondisikan pembelajaran dimana siswa yang lebih mampu membantu rekannya

    Ya 4 40 Tidak 6 60

    Siswa aktif bertanya dalam pembelajaran

    Aktif 4 40 Kurang aktif 6 60

    Pernah melaksanakan Peer Tutoring Ya 2 20 Tidak 8 80

    Metode pembelajaran yang diingikan siswa

    Ceramah 3 30 Diskusi 5 50 Lain-lain 2 20

  • SEMINAR NASIONAL FISIKA DAN PEMBELAJARANNYA 2015

    ISBN 978-602-71279-1-9 PF-MP-8

    dalam kelas karena proses belajar yang

    dilakukan guru dianggap kurang

    menyenangkan. Sebanyak 60% dari siswa

    yng diwawancara menyebutkan cukup

    sulit memahami penjelasan guru,

    walaupun demikian juga tidak membuat

    siswa aktif untuk bertanya karena

    berbagai alasan contohnya merasa kurang

    nyaman kepada guru yang terkadang

    kaku. Siswa membutuhkan pengajar yang

    dapat mengkomunikasikan materi dengan

    sederhana namun bermakna dan dapat

    sharing layaknya dengan rekan sesama

    siswa. Oleh karena itu, kebanyakan

    responden menyebutkan lebih senang

    belajar secara diskusi atau kelompok,

    walaupun hasilnya terkadang masih

    kurang optimal.

    Dari kedua hasil wawancara antara

    guru dan siswa maka dapat dipadukan

    bahwa adanya perbedaan kemampuan

    siswa dalam kelas cukup mengahambat

    tercapainya tujuan pembelajaran yang

    berlaku untuk seluruh siswa dalam kelas

    tersebut. Pembelajaran IPA

    membutuhkan suatu model pembelajaran

    yang dapat memotivasi siswanya,

    membuat siswa berani bertanya tentang

    materi yang kurang dipahami tanpa

    merasa canggung dan takut.

    Pembelajaran dapat dikemas dalam

    belajar kelompok namun harus diberikan

    kesadaran bahwa siswa yang mampu

    diberikan tanggungjawab untuk

    membantu dan mengarahkan rekannya

    memahami materi, sedangkan anggota

    lainnya harus berusaha memahami apa

    yang telah dijelaskan rekan yang lebih

    mampu dan bertanggungjawab untuk bisa

    mengerjakan tugas kelompok dan

    individunya. Model dasar yang cocok

    adalah Coperative yang dipadukan dengan

    Peer Turoring namun dikemas dalam satu

    model utuh dan disempurnakan sebagai

    solusi dari keduanya. Hal ini karena pada

    pembelajaran kooperatif, guru dapat

    mengoptimalkan kemampuan siswa-siswa

    yang lebih baik agar dapat membantu

    rekannya melalui peer tutoring. Pada

    jurnal Indrianie (2015) dijelaskan bahwa

    pembelajaran cooperative learning model

    tutor sebaya terbukti memberikan

    pengaruh signifikan terhadap hasil belajar

    peserta didik yaitu hasil belajar yang lebih

    baik.

    Namun jurnal Rittchof & Griffin

    (2001) yang melakukan penelitian

    menggunakan Reciprocal Peer Tutoring

    (RPT), menunjukkan bahwa RPT gagal

    untuk meningkatkan pemahaman materi

    siswa melalui penilaian tugas secara

    individu. Hal ini karena peer tutoring juga

    memiliki kelemahan yakni kurangnya

    arahan dari guru sebelum tutor mencoba

    memberikan penjelasan, baik bagaimana

    cara melakukan transfer informasi yang

    tepat dan bertanggung jawab serta

    penyetaraan tingkat pemahaman siswa

    yang terpilih sebagai tutor jika proses Peer

    Tutoring terdiri dari beberapa kelompok.

    Agar lebih optimal, setiap siswa yang

    dianggap mampu dilatih untuk peduli

    terhadap peningkatan pemahaman rekan

    dalam bentuk kelompok-kelompok. Guru

    dapat memberikan penjelasan tentang

    materi sebelum hari pembelajaran agar

    siswa terpilih memiliki standart

    kemampuan yang relatif sama untuk

    selanjutnya ditransfer ke rekannya dalam

    masing-masing kelompok. Hal ini dapat

    dilakukan dengan memberikan training

    pada siswa terpilih sebelum pembelajaran.

    Selain melaksanakan Peer Tutoring,

    model yang digunakan juga harus

    mengatasi masalah yang terkadang

    muncul, yakni sulitnya mengkoordinasi

    setiap kelompok untuk bekerja sesuai

    rancangan pembelajaran. Adanya siswa-

    siswa terpilih dapat diberikan

    tanggungjawab terhadap proses

    pembelajaran sebagai solusi

    permasalahan tersebut melalui

    pembelajaran kooperatif. Hal ini didukung

    oleh penelitian Nath & Ross (2001) yang

    menyebutkan bahwa potensi dari

    ketrampilan melatih atau mendidik tutor

    sebaya ketika digunakan melalui

    penggabungan dengan pembelajaran

    kooperatif tipe CIRC meningkatkan

    kerjasama dan kemampuan

    berkomunikasi siswa, dan dengan cara

    demikian membuat pembelajaran

    kooperatif berpotensi lebih besar dalam

    keberhasilan kerja. Selain itu, dalam

    penelitian yang dilakukan oleh Eskay dan

    timnya (2012), menunjukkan bahwa

    dengan mengimplementasikan peer

  • SEMINAR NASIONAL FISIKA DAN PEMBELAJARANNYA 2015

    ISBN 978-602-71279-1-9 PF-MP-9

    tutoring, pembelajaran kooperatif dan

    pembelajaran kolaboratif seorang guru

    juga dapat menurunkan tingkat perilaku

    anti-sosial siswa di kelas. Sehingga

    diaharapkan setiap siswa peduli akan

    pemahaman siswa lainnya agar tidak

    dapat perbedaan kemampuan belajar

    siswa yang cukup besar.

    Evaluasi langsung setelah proses

    pembelajaran juga diperlukan dalam

    menginovasi model pembelajaran sehingga

    dapat menjadikan pembelajaran

    berikutnya lebih baik. Selain dari

    pengamatan guru secara langsung, nilai

    kognitif produk tiap siswa, hal ini juga

    dapat diperoleh dari laporan setiap siswa

    terpilih dari masing-masing kelompok

    tentang bagaimana keaktifan setiap

    anggotanya dalam meningkatkan

    pemahaman. Sehingga guru dapat

    memutuskan solusi untuk membantu

    siswa yang kurang dalam meningkatkan

    pemahamannya.

    Solusi yang ditawarkan adalah suatu

    pembelajaran melalui model baru dengan

    unsur karakteristik yang mengemas

    kebutuhan pembelajaran yang telah

    dijelaskan sebelumnya. Hal tersebut

    dikemas dalam model pembelajaran

    Leader-TRACE yakni model yang akan

    mengarahkan guru mengoptimalkan

    kemampuan siswa-siswa terpilih sebagai

    Leader untuk masing-masing

    kelompoknya dan selanjutnya melakukan

    TRACE atau Training, Action, dan

    Evaluation. Pada tahap Training, adalah

    tahap prakondisi sehingga pada saat

    pembelajaran siswa telah tahu apa yang

    akan dilakukan sehingga lebih terarah,

    efektif dan efisien. Tahap Action, adalah

    tahap yang terdiri dari beberapa fase yang

    lebih fleksibel untuk pembelajaran IPA.

    Fase-fase pada tahap tersebut dapat

    menfasilitasi berbagai kegiatan siswa

    yang dibutuhkan pada pembelajaran,

    dapat berupa kegiatan belajar kelompok

    yang sederhana tentang pemahaman

    suatu materi, hingga pemecahan masalah,

    demonstrasi, praktikum, dan lainnya

    sesuai dengan tujuan pembelajaran yang

    telah dibuat oleh guru. Pada tahap

    Evaluation, guru dapat melakukan

    penilaian bukan hanya dari pengamatan

    diri sendiri tapi juga dari informasi siswa

    yang menceritakan pengelaman

    belajarnya secara langsung sebagai

    pertimbangan rencana kegiatan

    pembelajaran berikutnya yang lebih baik.

    Oleh karena itu diharapkan melalui model

    pembelajaran Leader-TRACE, proses

    pembelajaran IPA siswa menjadi lebih

    baik sehingga dapat mencapai tujuan

    pembelajarannya dan membuat

    kemampuan siswa di kelas lebih homogen.

    a. Fokus

    Fokus model dalam kajian ini adalah

    meningkatkan pemahaman rata-rata

    siswa melalui bantuan tutor sebaya

    dalam kelompok, sehingga

    menurunkan tingkat heterogenitas

    kemampuan siswa dalam suatu kelas.

    Dalam kajian ini, pembelajaran untuk

    pelaksanaan Model Pembelajaran Leader-

    TRACE terdiri atas tiga tahap yaitu tahap

    Training; Action; dan Evaluation. Masing-

    masing tahap dapat dijelaskan sebagai

    berikut:

    b. Sintakmatik

    Dalam kajian ini, pembelajaran untuk

    pelaksanaan Model Pembelajaran

    Leader-TRACE terdiri atas tiga tahap

    yaitu tahap Training; Action; dan

    Evaluation. Masing-masing tahap

    dapat dijelaskan sebagai berikut:

    Training, dilakukan sebelum hari

    pembelajaran. Terdiri dari kegiatan:

    1. Organisasi, membentuk kelompok

    belajar yang heterogen ideal yang

    disesuaikan dengan jumlah siswa

    yang dianggap mampu menjadi

    Leader untuk masing-masing

    kelompok;

    2. Training, leader diberikan arahan

    dan penjelasan materi oleh guru

    untuk dijelaskan kepada

    kelompoknya.

    Action, ketika hari pembelajaran.

    Terdiri dari beberapa tahap yakni:

    1. Orientasi, Siswa memperhatikan

    tujuan pembelajaran dan model

    pembelajaran yang dijelaskan

    guru;

    2. Peer Tutoring, leader menjelaskan

    kepada kelompoknya tentang

    materi dan atau langkah kerja

    yang telah dijelaskan guru

    sebelumnya;

  • SEMINAR NASIONAL FISIKA DAN PEMBELAJARANNYA 2015

    ISBN 978-602-71279-1-9 PF-MP-10

    3. Implementasi, setiap siswa dalam

    kelompok menguji

    pemahamannya dengan

    menyelesaikan LKS yang

    diberikan guru secara individu

    atau melakukan kegiatan sesuai

    pembagian kerja kelompok;

    4. Diskusi Solusi, setiap kelompok

    dipimpin leader melakukan

    diskusi untuk menyelesaikan

    permasalahan di LKS dan

    membuat kesimpulan;

    5. Presentasi, perwakilan kelompok

    (selain leader) yang terpilih

    mempresentasikan hasil diskusi;

    6. Penguatan, siswa memperoleh

    penguatan materi dari guru;

    7. Tes, siswa mengerjakan Uji

    Kemampuan untuk mengetahui

    tingkat pemahaman tiap individu.

    Evaluation, Setelah pembelajaran.

    Terdiri dari kegiatan:

    1. Report, masing-masing leader

    melaporkan hasil pembelajaran

    kelompoknya;

    2. Kesimpulan Tindakan, siswa yang

    kurang mampu memahami materi

    dikelompoknya dapat dipindah

    dan digantikan anggota kelompok

    dari leader lain yang dianggap

    memiliki anggota dengan tingkat

    pemahaman lebih bagus atau

    mempertahankan bentuk

    kelompok bila dianggap telah

    menjadi kelompok belajar yang

    ideal sesuai harapan.

    c. Sistem Sosial

    Situasi atau suasana dan norma yang

    berlaku dalam model. Berkaitan

    dengan kajian ini adalah sebagai

    berikut: Perbedaan kemampuan

    dijadikan suatu kekuatan untuk

    saling peduli antar siswa; memiliki

    tanggung jawab yang seimbang untuk

    memberi dan menerima; lingkungan

    belajar yang kondusif dan

    komunikatif.

    d. Prinsip Reaksi

    Pola kegiatan yang menggambarkan

    bagaimana seharusnya guru melihat

    dan memperlakukan para siswa.

    Berkaitan dengan kajian ini adalah

    sebagai berikut: guru memberikan

    kepercayaan kepada siswa dalam

    memahami konsep dengan caranya

    sendiri; guru mudah memonitoring

    dan melakukan bimbingan melalui

    leader maupun secara langsung pada

    masing-masing siswa; guru

    melaksanakan apresiasi secara

    individu maupun kelompok serta nilai

    lebih bagi leader yang mampu

    membantu kelompoknya mencapai

    tujuan dengan baik; pelaksanan dan

    hasil evaluasi KBM antar kelompok

    siswa maupun dari guru berjalan dan

    berhasil baik.

    e. Sistem Pendukung

    Segala sarana, bahan dan alat yang

    diperlukan untuk melaksanakan

    model. Berkaitan dengan kajian ini

    adalah sebagai berikut: dibutuhkan

    sarana pendukung pembelajaran

    yang proporsional; dibutuhkan sarana

    workshop untuk melaksanakan

    perancangan dan pembuatan produk

    target; dan dibutuhkan tempat dan

    sarana untuk mendukung praktek

    demo hasil produk.

    f. Dampak Instruksional

    Hasil belajar yang dicapai langsung

    dengan cara mengarahkan para siswa

    pada tujuan pembelajaran yang

    diharapkan/dirumuskan. Berkaitan

    dengan kajian ini adalah dapat

    mewujudkan tujuan pembelajaran

    yakni dalam hal ini: pemahaman

    konsep merata dan meningkat tinggi.

    g. Dampak Pengiring

    Hasil belajar lainnya yang dihasilkan

    dari suatu proses belajar mengajar,

    sebagai akibat terciptanya suasana

    belajar yang dialami langsung oleh

    para siswa tanpa pengarahan

    langsung dari guru. Berkaitan dengan

    kajian ini adalah sebagai berikut:

    rata-rata kemampuan menangkap

    dan melaksanakan informasi, instruk,

    tugas siswa rata-rata menjadi baik;

    munculnya kemampuan kerja sama

    antar siswa; rata-rata siswa dapat

    obyektif melakukan penilaian, kritik,

    kontrol, dan memberikan perbaikan

    antar teman.

    Demikian ulasan tentang

    pentingnya memperhatikan kemampuan

    siswa secara keseluruhan dan

    memberikan perhatian khusus pada

  • SEMINAR NASIONAL FISIKA DAN PEMBELAJARANNYA 2015

    ISBN 978-602-71279-1-9 PF-MP-11

    perbedaan kemampuan siswa karena hal

    ini sebagai acuan suatu pembelajaran

    telah mencapai tujuan pembelajarannya

    atau belum sehingga dapat mendasari

    dibutuhkannya pengembangan model

    pembelajaran Leader-TRACE (Training,

    Action, Evaluation) yang merupakan

    kajian pengembangan model sebagai

    solusi meminimalkan heterogenitas

    kemampuan belajar siswa dalam suatu

    kelas.

    KESIMPULAN DAN SARAN

    Berdasarkan hasil wawancara

    dapat disimpulkan bahwa hampir pada

    setiap kelas terdiri dari siswa dengan

    kemampuan yang heterogen dengan siswa

    yang memiliki kemampuan lebih tidak

    lebih dari 50%. Siswa juga membutuhkan

    pembelajaran yang dapat memotivasi dan

    dengan mudah dapat menyampaikan apa

    yang kurang dipahami tanpa merasa

    canggung. Karena hal tersebutlah sebagai

    salah satu faktor yang membuat

    kemampuan belajar siswa dalam suatu

    kelas terlalu berbeda. Sehingga mendasari

    perlunya kajian pengembangan model

    pembelajaran Leader-TRACE (Training,

    Action, Evaluation) sebagai solusi untuk

    meminimalkan heterogenitas kemampuan

    belajar siswa.

    Selanjutnya diperlukan pengujian

    model Leader-TRACE yang hendaknya

    dilakukan penilaian dan pengamatan

    secara sistematis maupun non-sistematis

    dari berbagai aspek baik dari aktivitas

    guru maupun siswa yang menggunakan

    model tersebut. Sehingga dapat diperoleh

    data yang valid dan reliabel sebagai acuan

    bagaimana kelayakan model pembelajaran

    Leader-TRACE (Training, Action,

    Evaluation) dapat digunakan dan

    memberikan perubahan aktivitas yang

    baik dalam pembelajaran, khususnya

    pembelajaran IPA.

    UCAPAN TERIMA KASIH

    Ucapan terima kasih diberikan pada

    para guru dan siswa dari beberapa SMP

    baik negeri maupun swasta di Jember

    yang telah bersedia meluangkan waktu

    dalam proses wawancara sehingga

    diperoleh data guna mendasari dibuatnya

    karya tulis ini.

    DAFTAR RUJUKAN

    Arkundato, A. 2007. Pembaharuan dalam

    Pembelajaran Fisika. Jakarta:

    Universitas Terbuka.

    Indrianie, N. S. 2015. Penerapan Model

    Tutor Sebaya pada Mata Pelajaran

    Bahasa Inggris Reported Speech

    terhadap Hasil Belajar Peserta didik

    MAN Kota Probolinggo. Jurnal

    Kebijakan dan Pengembangan

    Pendidikan. I (1), 126-132 ISSN:

    2337-7623; EISSN: 2337-7615.

    Joyce, B., Weil, M., dan Calhoun, E.

    (2004). Model of Teaching, Sixth

    Edition. Boston: Allyn and Bacon.

    Rittchof, K. A & Griffinm B. W. 2001.

    Reciprocal Peer Tutoring: re-

    examining the value of a co-operative

    learning technique to college

    students and instructors.

    Educational Psychology. XXI (3),

    ISSN 1469-5820; EISSN 0144-3410.

    Sutarto & Indrawati. (2013). Strategi

    Belajar Mengajar Sains. Jember:

    Jember University Press.

    Suyanto, 2013. Menjadi Guru Profesional:

    Strategi Meningkatkan Kualifikasi

    dan Kualitas Pendidik. Jakarta:

    Erlangga

    Wahyuni. 2014. Perbedaan Peningkatan

    Kemampuan Pemecahan Masalah dan

    Komunikasi Matematis Antara Siswa

    Kelas Heterogen Gender dengan

    Kelas Homogen Gender melalui Model

    Pembelajaran Berbasis Masalah di

    MTS Kota Langsa. Jurnal Pendidikan

    Matematika PARADIKMA. VII (1), 75-

    86, ISSN: 1978-8002

  • SEMINAR NASIONAL FISIKA DAN PEMBELAJARANNYA 2015

    ISBN 978-602-71279-1-9 PF-MP-12

    Erupsi Raung Juli 2015 Sebagai Laboratorium Alam Fisika

    KENDID MAHMUDI1), FIKROTURROFIAH SUWANDI PUTRI2) LILIK HENDRAJAYA3)

    1) Pascasarjana Program Studi Pengajaran Fisika Institut Teknoogi Bandung.

    Jl. Ganesha No. 10 Bandung

    E-mail: [email protected] 2) Pascasarjana Program Studi Pendidikan Fisika Universitas Negeri Yogyakarta.

    Jl. Colombo No.1 Sleman Yogyakarta

    E-mail: [email protected] 3) Fisika Institut Teknoogi Bandung. Jl. Ganesha No. 10 Bandung

    E-mail: [email protected]

    TEL : - ; FAX : -

    ABSTRAK: Indonesia merupakan negara yang terletak pada pertemuan ketiga lempeng benua.

    Pertemuan lempeng tersebut menyebabkan subduksi, sehingga timbul gunungapi. Indonesia

    memiliki sekitar 139 gunungapi aktif. Salah satu gunungapi aktif yaitu Gunung Raung.

    Gunungapi ini merupakan gunungapi yang memiliki kaldera. Gunungapi memiliki potensi

    pendidikan yang bagus dimana dalam perkembangan pendidikan akan dikolaborasikan sebagai

    laboratorium alam yang akan menunjang proses belajar mengajar yang lebih kontekstual

    terutama dalam Fisika. Erupsi yang terjadi pada bulan juli dapat teramati dengan seismograf.

    Data hasil perekaman getaran dianalisis menggunakan konsep-konsep fisika sehingga dapat

    tercipta pemanfaatan lingkungan dengan belajar fisika yang lebih aplikatif.

    Kata Kunci: Gunungapi, Erupsi Raung, Laboratorium Alam.

    PENDAHULUAN

    Indonesia merupakan salah satu

    negara yang memiliki gunung api yang

    banyak di dunia. Menurut Bronto, gunung

    api di Indonesia membentang mulai dari

    Sumatera Jawa Bali Nusa Tenggara

    Sulawesi Banda Maluku Papua,

    sehingga disebut dengan istilah Ring Of

    Fire (Rahayu, 2014). Gunung Raung

    merupakan salah satu gunung api aktif

    yang berada dalam deretan gunung api di

    pulau Jawa. Gunung Raung ini memiliki

    ketinggian 3332 mdpl. Secara

    administrative gunung Raung termasuk

    dalam tiga wilayah Kabupaten

    Banyuwangi, Kabupaten Bondowoso, dan

    Kabupaten Jember (A.Wildani, 2013).

    Zona Solo merupakan zona depresi

    memanjang berarah barat timur yang

    secara tektonik terbentuk karena

    terpatahkan pada saat pembentukan

    geoantiklin Jawa, sehingga pada batas

    antara Zona Solo dengan Zona

    Pegunungan Selatan yang berada di

    bagian selatan Zona Solo, membentuk

    struktur patahan dengan dinding terjal.

    Proses depresi Zona Solo menghasilkan

    sesar tangga (block faulting) yang

    memungkinkan terbentuknya gunung api

    muda di Pulau Jawa, khususnya di Jawa

    Timur termasuk Kompleks Gunung Ijen

    (A. Zaenuddin, 2012).

    Indonesia kaya dengan sumber daya

    alam, selain itu Indonesia juga memiliki

    potensi pengembangan Laboratorium yang

    berbasis alam. Laboratorium alam ini

    dapat membantu proses pembelajaran

    dalam aplikasi, terutama materi-materi

    tentang Ilmu Alam. Laboratorium alam ini

    dianggap penting selain dari media

    pembelajaran, diharapkan dengan adanya

    laboratorium alam ini akan lebih

    meningkatkan minat belajar peserta didik

    untuk memanfaatkan ilmu tentang konsep

    terhadap aplikasi dalam kehidupan.

    Berkaitan dengan pengembangan

    Laboratorium Alam, makalah ini

    ditujukan sebagai pengembangan Gunung

    Raung sebagai salah satu Laboratorium

    Alam yang ada di Jawa Timur wilayah

    timur. Dimana akan dipelajari tentang

    perilaku erupsi Gunung Raung pada bulan

    Juli sebagai pendukung dari Laboratorium

    Alam. Selain itu pengamatan erupsi dan

    penentuan jarak ketinggian erupsi dengan

    menggunakan konsep-konsep Fisika.

    mailto:[email protected]:[email protected]:[email protected]

  • SEMINAR NASIONAL FISIKA DAN PEMBELAJARANNYA 2015

    ISBN 978-602-71279-1-9 PF-MP-13

    METODE PENELITIAN

    Metode yang digunakan dalam

    penelitian ini merupakan analisis dan

    pengamatan. Metode ini digunakan

    karena dalam penelitian dianggap paling

    akurat. Lokasi penelitian ini terletak pada

    Pos Pengamatan Gunung Raung di dusun

    Manggaran desa Sumber Arum

    Kecamatan Songgon Kabupaten

    Banyuwangi. Instrument yang digunakan

    terdiri dari Seismograf, Kamera, dan

    Konversi Seismograf. Pengumpulan data

    dari proses dari gunung Raung dilakukan

    dengan perekaman proses gunung Raung

    yang tercatat dalam seismograf.

    Penelitian dilakukan selama bulan Juli

    2015.

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    Erupsi Juli 2015

    Berdasarkan pengamatan pusat

    Vulkanologi dan Mitigasi Bencana

    Geologi, Indonesia memiliki gunung aktif

    dengan pengklasifikasian tiga kelompok

    berdasarkan sejarah letusannya yaitu

    Tipe A, Tipe B, dan Tipe C. Dimana Tipe A

    sebanyak 79 buah yaitu gunung api yang

    pernah meletus sejak tahun 1600. Tipe B

    sebanyak 29 buah yaitu gunung api yang

    pernah meletus sebelum tahun 1600.

    Sedangkan untuk Tipe C yaitu lapangan

    solfatara dan fumarole sebanyak 21 buah

    (Bemelen, 1949).

    Bahaya letusan gunung api dibagi

    menjadi yaitu bahaya primer dan bahaya

    sekunder. Bahaya primer yaitu bahaya

    yang langsung menimpa penduduk saat

    letusan berlangsung, misalnya awan

    panas, udara panas dan lontaran bom

    hingga kerikil. Bahaya sekunder yaitu

    bahaya yang secara tidak langsung dan

    umumnya terjadi setelah letusan terjadi

    seperti lahar dingin maupun kerusakan

    lahan dan pemukiman penduduk (Rahayu,

    2014). Erupsi ini selain merusak, erupsi

    juga membawa dampak yang sangat

    positif. Dampak positif setelah terjadi

    proses erupsi yaitu menjadi semakin

    suburnya tanah sekitar leren dan

    melimpahnya material dari bahan galian

    C di sekitar gunung api.

    Gambar 1. Grafik RSAM pada bulan

    Juli 2015 (Burhan, 2015)

    Gunung api memiliki erupsi yang

    berbeda setiap gunung api. Tipe erupsi

    terbagi menjadi beberapa yaitu

    berdasarkan sumber energi dan sifat-sifat

    erupsi. Erupsi berdasarkan sumber

    energinya dibagi menjadi tiga tipe yaitu

    Erupsi magmatik, Erupsi Freatik

    (Hidrovulkanik), dan Erupsi

    Freatomagmatik. Erupsi magmatic

    merupakan erupsi yang berasal dari

    energi magmatik basaltik, encer dan

    rekahan yang tidak tersumbat.Erupsi

    Freatik merupakan erupsi yang berasal

    dari tekanan gas. Erupsi Freatomagmatik

    merupakan erupsi yang berasal dari

    tekanan magma yang sangat tinggi.

    Erupsi gunung api berdasarkan sifat-sifat

    erupsi dibagi menjadi beberapa bagian

    yaitu tipe erupsi Hawai, tipe erupsi

    Stromboli, tipe erupsi Vulkanian, tipe

    erupsi Plinian, tipe erupsi Merapi, dan

    tipe erupsi Skoria(Rahayu, 2014).

    Hasil yang diperoleh dari pengamatan

    pada bulan Juli didapatkan grafik yang

    telah diolah oleh peugas Pos Vulkanologi

    dan Mitigasi Bencana Geologi

    mendapatkan hasil pada Gambar 1. Proses

    erupsi dari gunung Raung merupakan

    proses erupsi yang terus berlanjut dan

    berdurasi lama. Hal ini karena gunung

    Raung merupakan tipe gunung yang

    bertipe strombolian. Proses erupsi yang

    terjadi pada bulan juli 2015 ini

    merupakan proses kelanjutan erupsi yang

    terjadi pada erupsi ke-14. Dimana selang

    erupsi dari erupsi ke-14 dan ke-15

    berselang sekitar 26 tahun. Hal ini

    menunjukkan bahwa proses erupsi yang

    terjadi pada pada juli 2015 termasuk dari

    erupsi interval waktu menengah (A.R.

    Mulyana, 2007). Proses erupsi pada bulan

    juli memiliki amplitudo maksimum 32mm,

  • SEMINAR NASIONAL FISIKA DAN PEMBELAJARANNYA 2015

    ISBN 978-602-71279-1-9 PF-MP-14

    hal ini menunjukkan bahwa terjadi proses

    pengeleuaran vulkanik dari dapur magma

    dengan di ikuti dentuman-dentuman

    keras pada setiap terjadi kenaikan

    amplitude (Burhan, 2015). Perilaku erupsi

    gunung raung pada bulan juli 2015 hanya

    berupa dentuman dan pengeluaran asap

    bercampur abu tebal serta tidak diikuti

    dengan pengeluaran material bom atau

    kerikil.

    Proses erupsi ini dapat diprediksi

    akan meningkat pada bulan agustus. Hal

    ini dapat terlihat pada gambar 1, dimana

    pada hari-hari terakhir pada bulan juli

    menaik aktivitasnya. Sehingga pada

    proses erupsi pada bulan agustus diduga

    akan meningkat kembali. Selain itu

    gunung Raung untuk dampak erupsi tidak

    terlalu berdampak bahaya bagi

    masyarakat sekitar gunung api karena

    letak dari pusat erupsi berjarak cukup

    jauh dari pemukiman penduduk. Namun

    gunung api ini akan mengeluarkan

    material abu yang akan sangat

    mengganggu bagi masyarakat sekitar

    gunung api.

    Erupsi sebagai Laboratorium Alam

    Sebagai akibat lebih lanjut, meskipun

    wilayah Indonesia mempunyai banyak

    gunung api dan batuannya tersebar luas,

    sementara tidak banyak ahli geologi yang

    mendalaminya, maka dapat dikatakan

    bahwa kita tidak menjadi pakar di

    daerahnya sendiri. Padahal diyakini,

    apabila lingkungan geologi (gunung api)

    dapat benar-benar difahami, maka hal itu

    akan menjadi modal dasar untuk

    memanfaatkan potensi sumber daya alam

    yang ada ataupun penanggulangan

    terhadap bencana yang mungkin

    ditimbulkannya (Bronto, 2006).

    Pemanfaatan gunung api sebagai

    laboratorium alam ini dapat di peroleh

    dari proses praktikum pembacaan

    seismograf. Praktikum ini menggunakan

    analisa kegiatan gunung api dengan

    perubahan amplitude dan frekuensi.

    Sehingga praktikan dapat memahami

    proses apa yang terjadi pada gunung api

    baik gempa ringan hingga gempa yang

    berkekuatan tinggi. Proses penggunaan

    alat seismograf ini seharusnya fisikawan

    dapat menggunakan dengan baik. Namun

    pada kenyataannya alat ini hanya dipakai

    oleh orang geologi saja.

    Praktikum lainnya yang dapat

    dilakukan yaitu praktikum penentuan

    ketinggian abu erupsi. Penentuan

    ketinggian abu erupsi dapat kita gunakan

    alat theodolite dan dapat kita analisis

    sederhana dengan fisika matematika yang

    memanfaatkan perubahan sudut pada

    setiap pengamatan. Pada setiap

    pengamatan dilakukan di tempat yang

    berbeda dengan posisi yang sudah terukur

    jaraknya. Dimana erupsi yang terjadi

    pada bulan juli ini memiliki ketinggian

    kurang lebih sekitar 600m dari pusat

    kawah. Selain penentuan ketinggian abu,

    dapat juga dilakukan praktikum seperti

    penentuan debit air, penentuan kecepatan

    angin, dan lain sebagainya.

    KESIMPULAN

    Gunung Raung pada bulan juli terjadi

    erupsi dengan interval waktu tengah,

    karena berjarak kurang lebih 26 tahun

    dari erupsi sebelumnya. Pemanfaatan

    media dan alat ukur yang berada pada pos

    pantau merupakan salah satu media

    pendukung untuk materi fisika. Selain itu

    terdapat tempat-tempat yang dapat

    dilakukan untuk praktikum fisika

    misalnya untuk penentuan gempa yang

    terjadi di gunung api, penentuan

    ketinggian semburan abu, penentuan

    debit air, penentuan kecepatan angin, dan

    lain sebagainya.

    UCAPAN TERIMA KASIH

    Peneliti menyampaikan terima kasih

    kepada bapak Balok Supriyadi dan Bapak

    Burhan selaku pembimbing yang telah

    meluangkan waktu dan membimbing

    kami dalam penelitian ini. Beserta pihak-

    pihak lain yang tidak disebutkan yang

    telah membantu dalam pelaksanaan

    penelitian ini.

    DAFTAR RUJUKAN

    Bemmelen, R.W. van, 1949. The geology of

    Indonesia. Martinus Nijhoff, The

    Hague.

    Bronto, S., 2006. Fasies Gunung Api dan

    Aplikasinya. Jurnal Geologi Indonesia.

    Vol. 1 No.2

  • SEMINAR NASIONAL FISIKA DAN PEMBELAJARANNYA 2015

    ISBN 978-602-71279-1-9 PF-MP-15

    Burhan, A., Mukijo, 2015. Laporan

    Bulanan Pos Pantau Gunung

    Raung,PVMBG.

    Mulyana. A. R., 2007. Peta Kawasan

    Rawan Bencana Gunung Api Raung.

    Bandung: PVMBG

    Rahayu, Dwi Priyo Ariyanto, Komariah,

    Sri Hartati, Jauhari Syamsiyah,

    Widyatmani Sih Dewi. 2014. Dampak

    Erupsi Gunung Merapi Terhadap

    Lahan dan Upaya-Upaya

    Pemulihannya. Caraka Tani Jurnal

    Ilmu Ilmu Pertanian Solo. Vol. 29, No.

    1.

    Wildani, A., Maryanto, S., Gunawan, H.,

    Triastuty, H., Hendrasto, M., 2013. Analisis Non Linier Tremor Vulkanik

    Gunungapi Raung Jawa Timur

    Indonesia. Jurnal Neutrino Vol. 6, No.

    1.

    Zaennudin, A., Wahyudin, D., Mamay

    Surmayadi, dan Kusdinar, E., 2012.

    Prakiraan bahaya letusan Gunung Api Ijen

    Jawa Timur. Jurnal Lingkungan dan

    Bencana Geologi. Vol. 3 No.2.

  • SEMINAR NASIONAL FISIKA DAN PEMBELAJARANNYA 2015

    ISBN 978-602-71279-1-9 PF-MP-16

    Rebab Instrumen Gesek Gamelan: Analisis Hubungan Antara Posisi Gesekan dan Komponen Penyusun Sinyal Suara

    FIKROTURROFIAH SUWANDI PUTRI1), AFFA ARDHI SAPUTRI2) 1) Pascasarjana Program Studi Pendidikan Fisika Universitas Negeri Yogyakarta.

    Jl. Colombo No.1 Sleman Yogyakarta

    E-mail: [email protected]

    ABSTRAK: Penelitian ini adalah penelitian eksperimen yang bertujuan untuk mengetahui

    hubungan antara posisi kawat dan komponen penyusun sinyal suara. Komponen sinyal suara

    terdiri dari frekuensi fundamental, frekuensi harmonik, dan rasio amplitudo. Rebab adalah satu-

    satunya instrumen kawat gesek gamelan. Pada penelitian, posisi kawat diatur di nada 5 (limo)

    laras slendro. Suara rebab direkam dengan software bunyi yang dapat menampilkan bentuk

    gelombang dan spektrum frekuensi. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa frekuensi

    fundamental dan frekuensi harmonik tidak tergantung pada posisi kawat. Frekuensi harmonik

    rebab memiliki deret harmonik di overtone. Pada sisi lain, kualitas bunyi ditentukan oleh

    amplitudo yang tergantung pada posisi kawat.

    Kata Kunci: Posisi Kawat Rebab, Frekuensi Fundamental, Frekuensi Harmonik, Rasio

    Amplitudo.

    PENDAHULUAN

    Rebab merupakan salah satu

    instrumen musik gesek pada gamelan.

    Rebab dimasukkan dalam kelompok

    kordofon bersama dengan siter dan

    celempung. Ricikan rebab adalah alat

    musik yang terbuat dari kayu dengan

    sebuah dawai yang direntangkan dari atas

    ke bawah kemudian ditarik kembali ke

    atas (Palgunadi, 2002). Dawai yang

    digunakan biasanya terbuat dari kawat

    kuningan yang ditumpu oleh sebuah

    penyangga kecil (srenten) sehingga

    membentuk huruf kapital H pada posisi

    ditidurkan.

    Rebab merupakan instrumen melodi

    dengan gaya lembut yang memandu

    instrument lain ketika musik gamelan

    dimainkan. Djumadi (1982) menyebutkan

    bahwa fungsi rebab yaitu sebagai

    pamurba lagu yang terdiri dari

    senggrengan, pathetan, buka, dan mengisi

    balungan. Sebagai salah satu dari

    insrumen pemuka (pemurba lagu) rebab

    diakui sebagai pemimpin lagu dalam

    ansambel untuk beralih dari seksi yang

    satu ke seksi yang lain, terutama dalam

    gaya tabuhan lirih (Sumarsam, 2003).

    Pada mayoritas gendhing jawa, rebab

    memainkan lagu pemuka gendhing,

    menentukan gendhing, laras dan phatet

    yang akan dimainkan.

    Wilayah nada rebab mencakup luas

    wilayah semua gendhing sehingga, alur

    lagu rebab memberi petunjuk jelas

    tentang jalan alur lagu gendhing. Pada

    saat tertentu rebab akan mulai memasuki

    nada tinggi seiring dengan bunyi gong di

    akhir putaran seksi gamelan. Hal ini

    menjadi isyarat bagi paduan suara untuk

    mulai menyanyikan lagu dan masuk

    dalam seksi berikutnya. Seperti halnya

    perangkat gamelan lain, rebab juga

    memiliki titi nada slendro dan pelog. Titi

    nada perangkat gamelan slendro pada

    rebab memiliki wilayah nada mulai dari

    urutan nada 2 3 5 6 1 2 3 5 6 1 2 3 5 dan 2

    3 4 5 6 7 1 2 3 4 5 6 7 pada perangkat

    gamelan pelog (Supanggah, 2002).

    Gamelan belum memiliki acuan baku

    untuk proses pelarasan gamelan. Ahli

    laras gamelan menggunakan perasaan

    dan kepekaan telinga pada proses

    tersebut. Hal ini meyebabkan perbedaan

    suara yang dihasilkan masing-masing alat

    musik termasuk rebab. Perbedaan

    tersebut bergantung pada karakteristik

    bahan dasar rebab. Setiap bahan memiliki

    frekuensi fundamental yang berbeda

    sehingga menimbulkan bunyi yang

    terdengar berbeda. Selain pengaruh

    perbedaan frekuensi, karakteristik bahan

    juga menyebabkan adanya warna bunyi.

    Warna bunyi adalah bunyi dengan

    mailto:[email protected]

  • SEMINAR NASIONAL FISIKA DAN PEMBELAJARANNYA 2015

    ISBN 978-602-71279-1-9 PF-MP-17

    frekuensi sama tetapi terdengar berbeda.

    Warna bunyi disebut dengan timbre

    menunjukkan kualitas suara dari suatu

    sumber suara atau instrumen musik

    (Nugraha, 2008).

    Warna bunyi disebabkan oleh

    beberapa faktor yaitu: 1) penggunaan alat

    petik yang berbeda; 2) kecepatan memetik

    dawai; dan 3) posisi memetik dawai.

    Egeland (2009) menganalisis nada dengan

    rentang frekuensi yang berbeda, dari nada

    dasar sampai overtone kelima dilakukan

    dengan variasi posisi memetik pada alat

    petik karton dan plektrum. Hasil

    penelitian menunjukkan bahwa energi

    terbesar nada dasar (fundamental tone)

    dihasilkan dengan menggunakan alat

    petik berbahan lembut dan energi terbesar

    overtone dihasilkan dengan menggunakan

    alat petik berbahan kasar. Ban

    menganalisis nada dengan konsep yang

    sama dengan penelitian yang dilakukan

    oleh Egeland. Media penelitian Ban (2010)

    adalah gitar listrik. Hasil penelitian

    tersebut menunjukkan bahwa

    peningkatan frekuensi tidak bergantun