Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa 2012

31
Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa 2012 – ISBN : 978-979-028-550-7 Surabaya, 25 Pebruari 2012 OPTIMASI AMILASE DARI Aspergillus awamori KT-11 UNTUK PRODUKSI BAHAN BAKU BIOETANOL MELALUI FERMENTASI UBIKAYU Ruth Melliawati, Djumhawan Ratman Permana, Trisanti Anindyawati Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI, Jl. Raya Bogor Km. 46 Cibinong 16911 e-mail : [email protected] ABSTRAK Biokonversi tepung ubikayu menjadi bioetanol memiliki nilai strategis dan ekonomis. Strategis karena mampu memberikan kontribusi pada efisiensi proses dan ekonomis karena mampu menurunkan biaya yang diperlukan selama proses. Tujuan penelitian ini adalah untuk mencari kondisi optimal (pH, suhu dan konsentrasi enzim) yang sesuai dalam proses pembuatan bahan baku bioetanol. Kapang Aspergillus awamori KT-11 yang merupakan koleksi Pusat Penelitian Bioteknologi-LIPI digunakan dalam penelitian ini. Produksi amilase dilakukan dengan menggunakan medium wheat bran (dedak gandum), dan diperoleh hasil aktivitas

description

fermentasi

Transcript of Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa 2012

Page 1: Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa 2012

Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa 2012 – ISBN : 978-979-028-550-7 Surabaya, 25 Pebruari 2012

OPTIMASI AMILASE DARI Aspergillus awamori KT-11UNTUK PRODUKSI BAHAN BAKU BIOETANOL

MELALUI FERMENTASI UBIKAYU

Ruth Melliawati, Djumhawan Ratman Permana, Trisanti Anindyawati Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI, Jl. Raya

Bogor Km. 46 Cibinong 16911 e-mail : [email protected]

ABSTRAK

Biokonversi tepung ubikayu menjadi bioetanol

memiliki nilai strategis dan ekonomis. Strategis karena mampu

memberikan kontribusi pada efisiensi proses dan ekonomis

karena mampu menurunkan biaya yang diperlukan selama

proses. Tujuan penelitian ini adalah untuk mencari kondisi

optimal (pH, suhu dan konsentrasi enzim) yang sesuai dalam

proses pembuatan bahan baku bioetanol. Kapang Aspergillus

awamori KT-11 yang merupakan koleksi Pusat Penelitian

Bioteknologi-LIPI digunakan dalam penelitian ini. Produksi

amilase dilakukan dengan menggunakan medium wheat bran

(dedak gandum), dan diperoleh hasil aktivitas sebesar 69.294

U/ml. Optimasi pH diuji antara pH 4,0-6,5 dan hasil terbaik

adalah 5,5. Optimasi suhu dilakukan antara 40–80°C, hasilnya

menunjukkan bahwa aktivitas optimal (% relatif) dicapai pada

suhu 60°C . Sementara itu konsentrasi enzim yang

ditambahkan antara 1-5%, diperoleh hasil terbaik pada

konsentrasi enzim 4% dengan waktu reaksi enzimatis selama

48 jam. Hasil reaksi enzimatis diperoleh bahan baku bioetanol

sebanyak 20 liter dengan kandungan gula sebesar 107,81 µg.

Kata kunci : Optimasi amilase, A. awamori KT-11, dedak gandum, ubikayu.

ABSTRACT

Page 2: Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa 2012

Bioconvertion of cassava flour into bioethanol have strategic and economic value. Strategic for being able to contribute to the process efficiency and economical for being able to lower the costs that are required during the process. The purpose of this study was to find out optimal conditions (pH, temperature and enzyme concentration) for making bioethanol feedstock. The mold Aspergillus awamori KT-11, which is collection of Biotechnology Research Center-LIPI was used in this research. Amylase production was done in medium using wheat bran as the main component, with activity of enzymes 69,294 U/ml. Optimization of pH was tested between pH 4.0-6.5 and the best result is 5.5. Optimization performed temperature between 40-80°C, the results showed that optimal activity (% relative) was achieved at 60°C. Meanwhile, the concentration of enzyme was added between 1-5%, and showed that 4% was the best after 48 hours period. The results obtained by enzymatic reaction of raw materials produced 20 liters with sugar content of 107.81 µg.

Keywords: optimization of amylase, A. awamori KT-11, wheat bran, cassava.

Page 3: Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa 2012

BAB I

PENDAHULUAN

Indonesia sebagai negara tropis kaya dengan sumber daya mikroba. Pusat

penelitian Bioteknologi LIPI, memiliki kapang Aspergillus awamori KT-11 yang sudah

diteliti sejak tahun 1989. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kapang Aspergillus

awamori KT-11 ini mempunyai kemampuan amilolitik yang tinggi , Kapang ini dapat

menghasilkan enzim amiloglukosidase dengan baik pada proses fermentasi padat ,

maupun pada proses fermentasi terendam . Penambahan magnesium sulfat dan kalium

dihidrogen fosfat mempunyai pengaruh terhadap produksi enzim amiloglukosidase dari

Aspergillus awamori KT-11 pada media pati singkong . Kapang ini telah teradaptasi dan

dibuktikan mampu dengan baik memproduksi amilase komplek pada media padat

menggunakan dedak gandum. Kapang ini diketahui menghasilkan tiga jenis amilase,

yaitu _-glukosidase, _-amilase dan glukoamilase. Dari _-amilase diperoleh tiga tipe yaitu

Amyl I, II dan III, yang mana dua diantaranya (Amyl II dan III) mampu menghidrolisis

pati mentah. Sedangkan dari kelompok glukoamilase diperoleh dua tipe (GA I dan II),

dimana keduanya juga mempunyai kemampuan dalam menghidrolisis pati mentah.

Penggunaan gabungan _- amilase dan glukoamilase yang dihasilkan oleh kapang A.

awamori KT 11 pada saat hidrolisis, dapat meningkatkan aktivitas tiga kali lipat

dibandingkan jika masing-masing enzim bekerja sendiri. Secara umum aplikasi enzim

amilase telah banyak digunakan untuk berbagai keperluan. Sementara itu BPS mencatat

bahwa produksi ubi kayu nasional mencapai 19,46 juta ton ubi kayu segar per tahun

dengan sebaran di 26 propinsi. Produksi ubi kayu pada tahun 2006 meningkat menjadi

19.927.589 ton per tahun. Lebih lanjut dilaporkan bahwa untuk keperluan pangan, pakan,

industri non bioetanol dan industri bioetanol masing masing dibutuhkan 12,5 juta ton,

0,34 juta ton, 2,01 juta ton dan 8,93 juta ton ubi kayu segar. Sebenarnya produktivitas ubi

Page 4: Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa 2012

kayu masih dapat ditingkatkan oleh petani, jika nilai jual ubi kayu tinggi dan ada jaminan

harga tidak berfluktuasi terutama ketika musim panen raya. Pemanfaatan ubi kayu untuk

pembuatan bahan baku bioetanol sudah dilakukan. Dalam Blue Print Pengelolaan Energi

Nasional 2005 dijelaskan bahwa kandungan bioetanol sebagai bahan campuran premium

adalah 10 % (E 10) yang terdiri atas 8 % bioetanol ubi kayu, 1 % bioetanol sorgum dan 1

% bioetanol tebu. Produksi bahan baku pembuatan bioetanol dari ubi kayu layak untuk

terus dikembangkan mengingat kebutuhan akan terus meningkat. Seperti diketahui untuk

pembuatan bioetanol dari ubi kayu harus dikonversi terlebih dahulu menjadi gula

sebelum dapat dipakai dalam pembuatan bioetanol. Untuk keperluan ini, pada umumnya

kalangan industri menggunakan proses hidrolisis dengan memakai senyawa kimia sintetis

berupa asam, proses ini menyebabkan masalah pencemaran lingkungan. Sementara itu,

proses hidrolisis yang ramah lingkungan dan lebih aman untuk kesehatan adalah proses

hidrolisis dengan menggunakan enzim, khususnya enzim amilase.

Page 5: Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa 2012

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Ubi Kayu (Manihot utilissima Pohl.)

2.1.1. Uraian Tumbuhan

Famili euphorbiaceae adalah famili tumbuhan berbunga yang terdiri dari 300

genus dan meliputi 7.500 spesies tumbuhan dimana hampir semuanya merupakan

tumbuhan herba namun beberapa diantaranya, terutama yang berada di daerah tropis

adalah perdu dan pohon (Watson, L. dan M.J. Dallwitz. 1992).

Tumbuhan ubi kayu (Manihot utilissima Pohl.) merupakan tanaman pangan

berupa perdu dengan nama lain ketela pohon, singkong, atau cassava. Ubi kayu

berasal dari negara amerika latin, atau tepatnya dari Brazil. Penyebarannya hampir ke

seluruh dunia, antara lain Afrika, Madagaskar, India, serta China. Ketela pohon/ ubi

kayu diperkirakan masuk ke Indonesia pada tahun 1852. Sistematika tanaman ketela

pohon / ubi kayu adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta (tumbuhan biji)

Kelas : Dicotyledoneae (biji berkeping dua)

Ordo : Euphorbiales

Famili : Euphorbiaceae

Genus : Manihot

Spesies : Manihot utilissima Pohl.

Ubi kayu sebagai bahan baku sumber energi alternatif memiliki kadar

karbohidrat sekitar 32-35% dan kadar pati sekitar 83,8% setelah diproses menjadi

tepung. Tanaman ubi kayu sebagai bahan baku bioetanol dapat tumbuh di lahan yang

kurang subur serta masa panennya tidak tergantung pada musim sehingga panennya

dapat berlangsung sepanjang tahun. Oleh karena itu, dikatakan bahwa ubi kayu

Page 6: Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa 2012

merupakan bahan baku yang potensial untuk pembuatan bioetanol (Prihardana, R.,

dkk. 2008).

2.2. Mikroorganisme Fermentasi

Mikroorganisme yang umum dipergunakan dalam fermentasi adalah

bakteri dan fungi. Fungi adalah mikroorganisme yang tidak memiliki butir-butir

hijau daun (klorofil). Contoh fungi antara lain adalah ragi/yeast dan

jamur/molds. Bakteri, ragi dan jamur memerlukan sumber energi dan nutrien

untuk tumbuh, berkembang biak dan menghasilkan senyawa kimia. Bakteri

dan ragi adalah mahluk hidup uniseluler dan sangat kecil ukurannya sedangkan

jamur adalah mahluk hidup multiseluler.

2.2.1. Jamur

Jamur adalah mikroorganisme multiselular. Jamur banyak dimanfaatkan

manusia dalam fermentasi ataupun dibudidayakan untuk dikonsumsi. Jamur yang

dipergunakan dalam bidang fermentasi adalah jamur berbentuk benang (hifa)

seperti yang dipergunakan dalam pembuatan tempe, kecap dan tapai. Jamur budidaya

yang diambil badan buahnya untuk dikonsumsi, dikenal sebagai cendawan seperti

jamur tiram, jamur merang, jamur kuping dll

Jamur berkembang biak lebih lambat dari pada bakteri dan ragi. Jamur dapat

berkembang biak menjadi dua kali lipat jumlahnya dalam waktu 4-8 jam melalui

pembentukan miselium. Miselium adalah kumpulan hifa ataupun benang. Miselium

mudah dipisahkan dari substrat dengan penyaringan.

Jamur Aspergillus awamori Nakaz. adalah jamur dari famili trichocomaceae.

Trichocomaceae merupakan famili jamur dari ordo eurotiales yang bersifat saprofit.

Sistematika jamur Aspergillus awamori Nakaz adalah sebagai berikut:

Kingdom : Fungi

Filum : Ascomycota

Kelas : Eurotiomycetes

Ordo : Eurotiales

Page 7: Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa 2012

Famili : Trichocomaceae

Genus : Aspergillus

Spesies : Aspergillus awamori Nakaz.

Page 8: Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa 2012

Sebagai negara tropis, Indonesia juga terkenal akan kekayaan surnber daya

hayati, termasuk kekayaan mikroorganisma penghasil berbagai jenis enzim termasuk

enzim amilase yang dapat dipakai dalam membantu proses hidrolisis ubi kayu secara

enzimatis menjadi bahan baku pembuatan bioetanol. Beberapa kapang dan bakteri

telah dilaporkan mampu memproduksi enzim, bahkan enzim yang mampu

menghidrolisis pati mentah .

Dari hasil penelitian sebelumnya dilaporkan, penggunaan gabungan a-amilase

dan glukoamilase yang dihasilkan oleh kapang A. awamori KT-11 pada saat

hidrolisis, dapat meningkatkan aktivitas tiga kali lipat dibandingkan jika masing-

masing enzim bekerja sendiri. Hal ini disebabkan juga karena glukoamilase dari

kapang ini mempunyai kemampuan memotong rantai a-1,6 glukosida dari pati atau

dengan kata lain memiliki debranching activity yang tinggi. Pada dasarnya, proses

hidrolisis pati tergantung pada cara atau mekanisme suatu enzim beke~a, konsentrasi

pati, kondisi reaksi enzimatis dan jenis pati yang digunakan. Kapang A. awamori KT-

11 adalah kapang koleksi Pusat Penelitian BioteknologiL1PI yang telah teradaptasi

dan dibuktikan mampu dengan baik memproduksi amilase komplek pada media padat

menggunakan dedak gandum. Kapang ini diketahui menghasilkan tiga jenis amilase,

yaitu a-glukosidase, a-ami lase dan glukoamilase. Dari a-amilase diperoleh tiga tipe

yaitu Amyl I, II dan III, yang mana dua diantaranya (Amyl II dan III) mampu

menghidrolisis pati mentah . Sedangkan dari kelompok glukoamilase diperoleh dua

tipe (GA I dan II), dimana keduanya juga mempunyai kemampuan dalam

menghidrolisis pati mentah. Enzim dari A. awamori KT-11 tersebut selanjutnya

dikemas lebih lanjut menjadi enzim dan didaftarkan dengan nama "TARMES L1PI

2010".

2.3 Proses Pembuatan

2.3.1 BAHAN DAN CARA KERJA Mikroba

Kapang Aspergillus awamori KT-11 koleksi Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI

yang mampu menghasilkan enzim komplek amilase dipergunakan selama penelitian ini

berlangsung.

2.3.2 Medium produksi enzim

Bahan dasar yang digunakan untuk memproduksi enzim adalah dedak gandum

yang diperoleh dari PT. Bogasari, Cilincing,Jakarta Utara.

2.3.3 Produksi enzim

Page 9: Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa 2012

Dedak gandum dicampur dengan aquadest dalam erlenmeyer 250 ml, disterilisasi

pada suhu 121oC selama 15 menit. Setelah dingin diinokulasi dengan kapang Aspergillus

awamori KT-11 (suspensi spora kapang A. awamori KT-11 diambil dari kultur agar

miring berumur 4 hari). Selanjutnya diinkubasi pada suhu 27oC selama 4 hari. Untuk

memperoleh enzim, aquadest steril sebanyak 5 kali volume ditambahkan ke dalam

erlenmeyer berisi kultur A. awamori, kemudian diaduk secara aseptis dan didiamkan

kurang lebih 2 jam pada suhu 4oC. Ekstrak kasar enzim amilase diperoleh dengan

menyaring campuran tersebut menggunakan kain saring dilanjutkan dengan

mensentrifugasinya pada 8000 rpm selama 10 menit. Pada proses ini, spora A.awamori

masih tampak mengapung dan tidak mengendap sempurna selama proses centrifugasi.

Untuk mengurangi jumlah spora dari sediaan enzim kasar, penyaringan dengan

menggunakan kertas saring dilakukan. Enzim kasar yang diperoleh kemudian disimpan

di dalam freezer sebagai stok.

2.3.4 Varitas ubi kayu

Lima varietas ubi kayu non pangan, masing-masing Adira-4, gebang,

jogobolo,manggu dan sapikuru yang diperloleh dari Kebun Plasmanutfah, Cibinong

Science Center – Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI dipakai dalam proses pengujian

kemungkinan pembuatan bahan baku bioetanol.

2.3.5 Reaksi enzimatis terhadap pati ubi kayu murni

Sebanyak 5 ml larutan pati ubi kayu murni dalam 50mM buffer asetat pH 4,8

dengan konsentrasi 2% (berat/vol) ditambahkan larutan enzim komplek sebanyak

5 ml berkekuatan 1.714 Unit/ml. Kemudian ke dalam campuran tersebut teteskan 2 – 3

tetes toluen untuk menghindari adanya kontaminasi selama proses reaksi enzimatis.

Reaksi enzimatis dilakukan pada suhu 45°C dengan masa inkubasi 24, 48 dan 72 jam.

Total gula yang dihasilkan diukur dengan menggunakan metode Phenol Sulfat. Persen

hidrolisis merupakan total gula yang dihasilkan pada waktu pengamatan, dibagi dengan

kemurnian substrat yang digunakan. Untuk keperluan penghitungan prosen konversi pati

menjadi gula, total kadar gula di dalam pati ubi kayu murni juga diukur. Pengukuran

dilakukan dengan cara mereaksikan pati ubi kayu murni dengan 2 M HCl selama 2 jam

dalam suhu 100°C. Kadar gula diukur dengan menggunakan metode Phenol Sulfat.

2.3.6 Reaksi enzimatis terhadap ubi kayu segar

Ubikayu segar cacahan sebanyak 10 g dimasukan ke dalam tabung reaksi

berukuran 20 x 3 cm , kemudian disterilisasi pada suhu 121° C selama 15 menit.

Dibiarkan dingin, kemudian ditambah dengan 5 ml enzim komplek berkekuatan 1.714

Unit/ml. Diinkubasi dalam penangas air (water bath) dengan suhu antara 55 oC dan 65oC

Page 10: Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa 2012

(atau suhu rata-rata 58oC) selama 24, 48 dan 72 jam. Gula pereduksi yang dihasilkan

diukur dengan menggunakan metode Somogi, Nelson.

2.3.7 Pengamatan fisik pati ubi kayu murni oleh enzim

Untuk mengetahui kerusakan fisik pati ubi kayu murni akibat reaksi enzimatis,

maka foto dengan menggunakan Scanning Electron Microscope (SEM) - JSM-5310LV

dilakukan terhadap granula pati setelah mengalami proses hidrolisis enzimatis selama 72

jam. Preparasi dilakukan dengan cara meneteskan larutan pada permukaan kaca,

diratakan dan dikeringkan anginkan selanjutnya di coating selama 5 menit dengan

menggunakan emas dan diamati di layar monitor pada perbesaran3.5 kV.

2.3.8 Penggandaan skala produksi

Penggandaan skala produksi dilakukan dalam bejana yang dilengkapi dengan

alatpengatur suhu (bejana modifikasi). Ubi kayu yang digunakan dalam hal ini adalah

Adira IV karena bahan tersedia dalam jumlah yang memadai. Media ubi kayu

dipersiapkan dengan 2 cara yaitu ubikayu segar cacah dan tepung ubikayu. Ubikayu

cacah sebanyak 1 kg dimasukan ke dalam bejana, ditambahkan 4 liter akuades (1 : 4),

kemudian dipanaskan dan biarkan selama 10 menit dalam kondisi mendidih. Suhu

diturunkan sampai 60° C dan pH diatur antara 6-7 selanjutnya ditambahkan 2,5 liter

enzim komplek. Sementara untuk tepung ubikayu dengan perbandingan antara tepung :

aquades : enzim adalah 1 : 8 : 4,5.

Page 11: Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa 2012

2.3.9 Proses Persiapan Bahan Penelitian (Ubi Kayu)

2.4 Bioethanol

Bioetanol adalah etanol yang dibuat dari biomass yang mengandung

komponen pati atau selulosa, seperti singkong (ubi kayu) dan tetes tebu. Dalam

dunia industri, etanol umumnya dipergunakan sebagai bahan baku industri turunan

alkohol, bahan baku farmasi, bahan baku kosmetika serta campuran untuk

minuman (seperti sake atau gin).

Berdasarkan kadar alkoholnya, etanol terbagi menjadi tiga grade sebagai berikut:

Grade industri dengan kadar alkohol 90-94%

Netral dengan kadar alkohol 96-99,5%, umumnya digunakan untuk minuman

keras atau bahan baku obat dalam industri farmasi

Grade bahan bakar dengan kadar alkohol diatas 99,5%

Page 12: Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa 2012

BAB III

METODA PENELITIAN

Bahan dan alat

Bahan yang digunakan adalah wheat bran (dedak

gandum) yang diperoleh dari PT. Bogasari, Cilincing, Jakarta

Utara. Kapang yang digunakan adalah A. awamori KT-11 yang

merupakan koleksi Pusat Penelitian Bioteknologi-LIPI.

Ubikayu Adira IV sebagai bahan dasar untuk produksi bahan

baku bioetanol, diperloleh dari Kebun Plasmanutfah, Pusat

Penelitian Bioteknologi-LIPI, Cibinong Science Center. Bahan

kimia yang digunakan di antaranya adalah Na2CO3 , Rochelle

salt, NaHCO3, Na2SO 4, Ammonium molibdate, Sulphuric acid

dan sebagainya. Alat alat yang dipakai antara lain Laminar air

flow, Erlenmeyer, Shaker incubator, Centrifuge, Bejana yang

dilengkapi dengan aerasi dan agitasi (Gambar 4A) dan lain

sebagainya.

Cara kerja

Produksi amilase komplek

Proses produksi amilase komplek dilakukan menggunakan teknik produksi yang telah

dibakukan sebelumnya, yaitu menggunakan media padat dedak gandum dengan

perbandingan dedak : air adalah 1:1. Kemudian medium disterilisasi dan selanjutnya

diinokulasi dengan kapang A. awamori KT-11, dengan lama fermentasi 4 hari pada

suhu kamar. Ekstraksi dilakukan dengan cara menambahkan akuades steril sebanyak

lima kali volume. Ekstrak yang diperoleh merupakan amilase komplek/ amilase

kasar.

Analisis gula pereduksi dan uji aktivitas enzim

Analisis gula pereduksi dan aktivitas enzim diestimasi

Page 13: Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa 2012

berdasarkan prosedur dari Nelson (1941). Satu ml sampel

ditambah 1 ml reagen (A : B = 25 : 1) kemudian di panaskan

selama 20 menit dalam air mendidih. Diangkat dan

didinginkan pada air mengalir, setelah dingin tambahkan 1 ml

reagen C dan selanjutnya dikocok selama 1 menit, kemudian

larutan diencerkan menggunakan labu ukur sampai 25 ml.

Untuk mengukur kadar gula, larutan diukur menggunakan

spektrofotometer pada panjang gelombang 500 nm. Untuk

pengukuran aktivitas enzim, ke dalam 0,02 gram pati pada

tabung reaksi, ditambahkan 0,4 ml buffer asetat 0,1 M (pH 4,8)

yang selanjutnya digelatinisasi dan diinkubasi pada suhu 60°C.

Setelah suhu tersebut stabil, dimasukkan 0,1 ml filtrat enzim,

kemudian campuran ini diinkubasi selama 1 jam pada suhu

tersebut. Reaksi enzimatis dihentikan dangan jalan

mencelupkan tabung reaksi ke dalam air mendidih selama 1-2

menit. Satu unit aktivitas enzim setara dengan 1 µg gula

pereduksi per ml yang terbentuk pada kondisi tersebut.

Optimasi pH

Optimasi penggunaan enzim amilase komplek untuk

menghasilkan bahan baku industri bioetanol dilakukan dengan

menggunakan tepung ubikayu (non food variety) varietas

Adira IV. Pada proses optimasi pH digunakan 50 mM buffer

asetat pH 4.0 sampai pH 6.5. Sebanyak 1% tepung ubikayu

dalam variasi pH digelatinisasi selama 5 menit pada suhu

100oC. Substrat selanjutnya direaksikan dengan enzim kasar

amilase dan diinkubasi pada suhu 37oC selama 10 menit.

Aktivitas amilase dihitung menggunakan metoda Nelson

(1941). Persen aktivitas relatif dihitung berdasarkan aktivitas

tertinggi dari reaksi enzimatis yang dihasilkan pada variasi pH

substrat.

Page 14: Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa 2012

Optimasi Suhu

Optimasi terhadap suhu optimal dilakukan dengan

mereaksikan substrat dengan pH optimal (pH 5.5) pada suhu

40oC sampai suhu 80oC. Sebanyak 1% tepung ubikayu varietas

Adira dalam 50 mM bufer asetat pH 5.5 digelatinisasi selama

5 menit pada suhu 100oC. Substrat dan enzim kasar (1:1)

direaksikan pada berbagai suhu selama 10 menit. Aktivitas

amilase dihitung seperti prosedur diatas. Persen aktivitas

relatif dihitung berdasarkan aktivitas tertinggi dari reaksi

enzimatis yang dihasilkan pada berbagai variasi suhu.

Konsentrasi enzim terbaik

Pengaruh penambahan/ penggunaan enzim pada

proses hidrolisis dilakukan dengan menggunakan enzim

kasar dengan konsentrasi yang berbeda yaitu dari 1

sampai 5%. Pengujian dilakukan pada kondisi optimum

yaitu 1% tepung ubikayu Adira IV sebagai substrat,

pada optimal pH 5,5 dan suhu optimal 60oC. Reaksi

enzim diamati pada jam ke 24, 48 dan 72 dengan

menganalisis gula yang diproduksinya.

Produksi bahan baku bioetanol

Produksi bahan baku bioetanol dilakukan dalam bejana yang dimodifikasi yang

dilengkapi dengan pengatur suhu (Gambar 4A). Kondisi optimal yang didapatkan

dari hasil optimasi (enzim, pH dan suhu tertentu) digunakan dalam proses produksi

bahan baku pembuatan bioetanol dalam skala laboratorium

Page 15: Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa 2012

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Enzim merupakan suatu protein yang memiliki aktifitas

kimia sebagai biokatalis suatu reaksi, oleh karena itu enzim

sangat rentan terhadap kondisi lingkungan. Adanya perubahan

konsenrasi substrat atau pH lingkungan akan mengakibatkan

aktivitas enzim ikut mengalami perubahan meskipun banyak

juga faktor lain yang dapat mempengaruhi aktivitas enzim,

misalnya suhu atau komposisi media. Setiap jenis enzim

mempunyai pH dan suhu tertentu yang menyebabkan

aktifitasnya mencapai keadaan optimum. Kondisi pH dan suhu

yang optimum akan mendukung kerja enzim melakukan

fungsinya dengan baik sebagai biokatalisator dalam suatu

reaksi.

Page 16: Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa 2012

Pada penelitian awal, disiapkan enzim amilase dari

kapang A. awamori KT-11 untuk pengujian dalam mencari

kondisi optimal dari enzim amilase tersebut. Hasil produksi

enzim diperoleh sebanyak 9,6 liter dengan aktivitasnya sebesar

69.294 U/ml. Berdasarkan penelitian terdahulu diketahui

bahwa enzim amilase menghasilkan tiga jenis amilase, yaitu α-

glukosidase, α-amilase dan glukoamilase. Lebih lanjut

dilaporkan bahwa dari α-amilase diperoleh tiga tipe yaitu Amyl

I, II dan III, dan dua diantaranya (Amyl II dan III) mampu

menghidrolisis pati mentah (Anindyawati, et. al. 1998) sedang

dua tipe dari glukoamilase (GA I dan II), mempunyai

kemampuan dalam menghidrolisis pati mentah secara simultan

(Anindyawati, 2003a). Enzim amilase tersebut mempunyai

kemampuan dan harapan besar untuk dapat dikembangkan

dalam menghasilkan berbagai produk melalui reaksi enzimatis.

Seperti diketahui bahwa reaksi enzimatis akan berjalan

optimum apabila kondisi lingkungan sesuai dengan kondisi

yang diperlukan oleh enzim tersebut, untuk itu

Page 17: Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa 2012

maka dilakukan optimasi terhadap pH, suhu dan konsentrasi

(%) enzim yang digunakan.

Optimasi pH

Dalam penelitian ini, optimasi pH dilakukan antara pH 4,0-6.5 dengan menggunakan

tepung ubikayu varietas Adira IV sebagai substrat. Hasilnya menunjukkan bahwa

aktivitas tertinggi diperoleh sebesar 147,53 U/ ml pada substrat dengan pH 5.5,

sedangkan aktivitas terendah dihasilkan oleh reaksi enzimatis pada substrat pH 4,0

yaitu sebesar 95,28 U/ ml. Derajat keasaman optimal dari enzim amilase komplek

adalah 5,5 , hal ini sesuai dengan yang disampaikan oleh Poedjiadi (2006) dalam

http://mel-rizky.blogspot.com/2011/12/pengaruh-konsentrasi-dan-ph-terhadap.html.

bahwa umumnya enzim amilase bekerja pada pH optimum antara 5,0-7,0. Gambar 1.

memperlihatkan hasil reaksi enzimatis dari amilase komplek pada pH antara pH 4,0 –

6,5.

Optimasi suhu

Untuk mendapatkan suhu optimal dalam proses pembuatan bahan baku bioetanol

maka dilakukan pengujian terhadap suhu antara 40–80°C dengan menggunakan

kondisi pH optimal yang sudah diketahui (pH 5,5). Hasilnya menunjukan bahwa

aktivitas optimal (% relatif) dicapai pada suhu 60°C (100 %) dan aktivitas terendah

Page 18: Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa 2012

pada suhu 40°C (37,04 %). umumnya pada pemanasan tinggi enzim akan mengalami

denaturasi protein sehingga aktivitas kerjanya menjadi tidak ada (Sumardjo, 2009

dalam http://oketips.com/10167/tips-enzim-pengaruh-suhu-terhadap-aktivitas-enzim-

amilase/).

Gambar 2. memperlihatkan pola reaksi enzimatis dengan

perbedaan suhu (40-80°C).

Optimasi konsentrasi (%) enzim

Konsentrasi penggunaan enzim memberikan efisiensi terhadap waktu reaksi

enzimatis dalam pembuatan bahan baku bioetanol, maka dilakukan pengujian

berdasarkan jumlah (%) enzim yang diberikan ke dalam bahan tepung yaitu antara 1-

5% dengan waktu reaksi enzimatis antara 24–72 jam. Hasilnya dapat dilihat pada

Gambar 3. Pada reaksi enzimatis selama 24 jam terlihat hasil gula tertinggi diperoleh

184,59 µg dengan menggunakan enzim sebanyak 5%, sementara pada lama reaksi

enzimatis 48 jam tertinggi dicapai 190,33 µg dengan menggunakan enzim sebanyak

4% dan pada 72 jam lama reaksi enzimatis, gula tertinggi diperoleh 217,96 µg

dengan menggunakan enzim sebanyak 5%. Enzim yang digunakan dalam proses ini

Page 19: Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa 2012

melalui pengenceran lebih dulu sebanyak 2000 kali.

Berdasarkan pengujian tersebut, diperoleh hasil bahwa meningkatnya

konsentrasi enzim, sejalan dengan meningkatnya produk yang dihasilkan, serta

berhubungan dengan lamanya proses reaksi enzimatis yang berlangsung. Hal ini

sesuai dengan apa yang disampaikan dalam

(http://mel-izky.blogspot.com/2011/12/pengaruh-konsentrasi-dan-ph-terhadap.html),

bahwa konsentrasi enzim berpengaruh terhadap pembentukan produk, makin besar

konsentrasi enzim makin banyak pula produk yang dihasilkan sehingga dapat

dinyatakan bahwa laju reaksi berbanding lurus dengan konsentrasi enzim. Efisiensi

waktu dan % enzim dalam proses reaksi enzimatis merupakan hal yang penting untuk

menekan biaya produksi, maka dalam hal ini penggunaan enzim sebanyak 4 %

dengan lama reaksi enzimatis selama 48 jam merupakan langkah yang tepat untuk

dipakai dalam memproduksi bahan baku bioetanol. Penggandaan skala produksi

dilakukan menjadi 5 liter dengan menggunakan alat rakitan yaitu bejana yang

dimodifikasi yang dilengkapi alat pengatur suhu (Gambar 4 A). Reaksi enzimatis

diamati 24, 48 dan 72 jam.

Page 20: Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa 2012

A B

Gambar 4. Bejana yang dilengkapi pengatur suhu digunakan dalam

proses enzimatis (A), Hasil reaksi enzimatis sebagai bahan

baku untuk pembuatan bioetanol (B)

Pada Gambar 5. diperlihatkan hasil reaksi enzimatis terhadap tepung

ubikayu Adira IV. Hasilnya terlihat bahwa konsentrasi enzim 4% relatif lebih

tinggi dibandingkan dengan menggunakan enzim 5% tetapi hasilnya tidak berbeda

nyata. Gula yang dihasilkan dengan menggunakan enzim 4% adalah 107,81 µg

dan bila menggunakan enzim 5% adalah 103,41 µg dengan proses enzimatis yang

berlangsung selama 48 jam. Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat disimpulkan

Page 21: Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa 2012

bahwa penggunaan enzim 4% dengan waktu reaksi enzimatis 48 jam, pH medium

5,5 dan suhu 60°C dapat dipakai sebagai kondisi yang optimal untuk

memproduksi bahan baku bioetanol .

Page 22: Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa 2012

BAB V . KESIMPULAN

KESIMPULAN

1. Kondisi terbaik dalam menghasilkan bahan baku bioetanol adalah pH 5,5

suhu 60°C dan konsentrasi enzim 4% dalam waktu 48 jam.

2. Diperoleh bahan baku untuk pembuatan bioetanol sebanyak 20 liter dengan

kadar gula sebesar 107,81 µg.

3. Enzim amilase komplek mempunyai kemampuan besar dalam menghidrolisis

tepung ubikayu menjadi bahan baku bioetanol. Kondisi yang sesuai dalam

suatu reaksi enzimatis menghasilkan produk yang optimal.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penelitian ini didanai oleh Program Insentif dan Perekayasa LIPI Tahun

Anggaran 2011. Ucapan terima kasih disampaikan juga kepada sdr. Nuryati dan

sdr. Alisin Febiyanti yang telah membantu dalam pelaksanaan penelitian ini.

Page 23: Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa 2012

DAFTAR PUSTAKA

Anindyawati, T., R. Melliawati, K. Ito, M. Iizuka, and N. Minamiura.

1998. Three Different Types of - Amylases from Aspergillus

awamori KT-11: Their Purification, Properties and Spesificities.

Biosci. Biotechnol. Biochem., 62(7), 1351-1357.

Anindyawati, T. 2003a. Digestion of Raw Starch with Glucoamylases and

-Amylases from Aspergillus awamori KT-11. Prosiding Seminar

Nasional VI Jaringan Kerjasama Kimia Indonesia. Yogyakarta, 96-

101.

Anindyawati, T. 2003b. Pengaruh Perlakuan Sonikasi Terhadap Degradasi Pati

Mentah Oleh Amilase. Prosiding Seminar Nasional III Jaringan

Kerjasama Kimia Indonesia, Yogyakarta, 315-319.

Astri Nugroho, Edison Effendi, Lydia Wongso. 2008. Produksi etanol dari limbah

padat tapioka dengan

Aspergillus niger dan Saccharomyces cerevisiae. Makara Teknologi Volume 4

(4), halaman 113-118.

Noda, T., Y.Takahata and T. Nagata. 1993. Factors Relating to Digestibility of

Raw Starch by Amylase. Denpun Kagaku, 40(3), 271-276.

Nelson, N. 1941. A. Photometric Adaptation of the Somogy Method for the

Determination of glucose. J. Biol. Chem.153: 375-380.

Poedjiadi, 2006 dalam http://mel-rizky.blogspot.com/2011/12/peng aruh-

konsentrasi-dan-ph-terhadap.html

Saha, B.C. and Zeikus. 19989. Microbial Glucoamylase: Biochemical and Raw

Starch Digestion. Trends Biochem. Sci. 41(2), 57-64.

Page 24: Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa 2012

Soemardjo, 2009 dalam http://oketips.com/10167/tips-enzim-pengaruh-suhu-

terhadap-aktivitas-enzim-amilase/

Ueda, S. 1981. Fungal Glucoamylase and Raw Starch Digestion. Trends Biochem.

Sci. 6(3), 89-90.

Yamamoto, T. 1988. The Amylase Research Society of Japan. Handbook of

Amylases and Related Enzymes. Their Sources, Isolation Methods,

Properties and Applications. Pergamon Press, Oxford.