Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa 2012
-
Upload
ewith-rischa-rachma -
Category
Documents
-
view
235 -
download
7
description
Transcript of Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa 2012
Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa 2012 – ISBN : 978-979-028-550-7 Surabaya, 25 Pebruari 2012
OPTIMASI AMILASE DARI Aspergillus awamori KT-11UNTUK PRODUKSI BAHAN BAKU BIOETANOL
MELALUI FERMENTASI UBIKAYU
Ruth Melliawati, Djumhawan Ratman Permana, Trisanti Anindyawati Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI, Jl. Raya
Bogor Km. 46 Cibinong 16911 e-mail : [email protected]
ABSTRAK
Biokonversi tepung ubikayu menjadi bioetanol
memiliki nilai strategis dan ekonomis. Strategis karena mampu
memberikan kontribusi pada efisiensi proses dan ekonomis
karena mampu menurunkan biaya yang diperlukan selama
proses. Tujuan penelitian ini adalah untuk mencari kondisi
optimal (pH, suhu dan konsentrasi enzim) yang sesuai dalam
proses pembuatan bahan baku bioetanol. Kapang Aspergillus
awamori KT-11 yang merupakan koleksi Pusat Penelitian
Bioteknologi-LIPI digunakan dalam penelitian ini. Produksi
amilase dilakukan dengan menggunakan medium wheat bran
(dedak gandum), dan diperoleh hasil aktivitas sebesar 69.294
U/ml. Optimasi pH diuji antara pH 4,0-6,5 dan hasil terbaik
adalah 5,5. Optimasi suhu dilakukan antara 40–80°C, hasilnya
menunjukkan bahwa aktivitas optimal (% relatif) dicapai pada
suhu 60°C . Sementara itu konsentrasi enzim yang
ditambahkan antara 1-5%, diperoleh hasil terbaik pada
konsentrasi enzim 4% dengan waktu reaksi enzimatis selama
48 jam. Hasil reaksi enzimatis diperoleh bahan baku bioetanol
sebanyak 20 liter dengan kandungan gula sebesar 107,81 µg.
Kata kunci : Optimasi amilase, A. awamori KT-11, dedak gandum, ubikayu.
ABSTRACT
Bioconvertion of cassava flour into bioethanol have strategic and economic value. Strategic for being able to contribute to the process efficiency and economical for being able to lower the costs that are required during the process. The purpose of this study was to find out optimal conditions (pH, temperature and enzyme concentration) for making bioethanol feedstock. The mold Aspergillus awamori KT-11, which is collection of Biotechnology Research Center-LIPI was used in this research. Amylase production was done in medium using wheat bran as the main component, with activity of enzymes 69,294 U/ml. Optimization of pH was tested between pH 4.0-6.5 and the best result is 5.5. Optimization performed temperature between 40-80°C, the results showed that optimal activity (% relative) was achieved at 60°C. Meanwhile, the concentration of enzyme was added between 1-5%, and showed that 4% was the best after 48 hours period. The results obtained by enzymatic reaction of raw materials produced 20 liters with sugar content of 107.81 µg.
Keywords: optimization of amylase, A. awamori KT-11, wheat bran, cassava.
BAB I
PENDAHULUAN
Indonesia sebagai negara tropis kaya dengan sumber daya mikroba. Pusat
penelitian Bioteknologi LIPI, memiliki kapang Aspergillus awamori KT-11 yang sudah
diteliti sejak tahun 1989. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kapang Aspergillus
awamori KT-11 ini mempunyai kemampuan amilolitik yang tinggi , Kapang ini dapat
menghasilkan enzim amiloglukosidase dengan baik pada proses fermentasi padat ,
maupun pada proses fermentasi terendam . Penambahan magnesium sulfat dan kalium
dihidrogen fosfat mempunyai pengaruh terhadap produksi enzim amiloglukosidase dari
Aspergillus awamori KT-11 pada media pati singkong . Kapang ini telah teradaptasi dan
dibuktikan mampu dengan baik memproduksi amilase komplek pada media padat
menggunakan dedak gandum. Kapang ini diketahui menghasilkan tiga jenis amilase,
yaitu _-glukosidase, _-amilase dan glukoamilase. Dari _-amilase diperoleh tiga tipe yaitu
Amyl I, II dan III, yang mana dua diantaranya (Amyl II dan III) mampu menghidrolisis
pati mentah. Sedangkan dari kelompok glukoamilase diperoleh dua tipe (GA I dan II),
dimana keduanya juga mempunyai kemampuan dalam menghidrolisis pati mentah.
Penggunaan gabungan _- amilase dan glukoamilase yang dihasilkan oleh kapang A.
awamori KT 11 pada saat hidrolisis, dapat meningkatkan aktivitas tiga kali lipat
dibandingkan jika masing-masing enzim bekerja sendiri. Secara umum aplikasi enzim
amilase telah banyak digunakan untuk berbagai keperluan. Sementara itu BPS mencatat
bahwa produksi ubi kayu nasional mencapai 19,46 juta ton ubi kayu segar per tahun
dengan sebaran di 26 propinsi. Produksi ubi kayu pada tahun 2006 meningkat menjadi
19.927.589 ton per tahun. Lebih lanjut dilaporkan bahwa untuk keperluan pangan, pakan,
industri non bioetanol dan industri bioetanol masing masing dibutuhkan 12,5 juta ton,
0,34 juta ton, 2,01 juta ton dan 8,93 juta ton ubi kayu segar. Sebenarnya produktivitas ubi
kayu masih dapat ditingkatkan oleh petani, jika nilai jual ubi kayu tinggi dan ada jaminan
harga tidak berfluktuasi terutama ketika musim panen raya. Pemanfaatan ubi kayu untuk
pembuatan bahan baku bioetanol sudah dilakukan. Dalam Blue Print Pengelolaan Energi
Nasional 2005 dijelaskan bahwa kandungan bioetanol sebagai bahan campuran premium
adalah 10 % (E 10) yang terdiri atas 8 % bioetanol ubi kayu, 1 % bioetanol sorgum dan 1
% bioetanol tebu. Produksi bahan baku pembuatan bioetanol dari ubi kayu layak untuk
terus dikembangkan mengingat kebutuhan akan terus meningkat. Seperti diketahui untuk
pembuatan bioetanol dari ubi kayu harus dikonversi terlebih dahulu menjadi gula
sebelum dapat dipakai dalam pembuatan bioetanol. Untuk keperluan ini, pada umumnya
kalangan industri menggunakan proses hidrolisis dengan memakai senyawa kimia sintetis
berupa asam, proses ini menyebabkan masalah pencemaran lingkungan. Sementara itu,
proses hidrolisis yang ramah lingkungan dan lebih aman untuk kesehatan adalah proses
hidrolisis dengan menggunakan enzim, khususnya enzim amilase.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Ubi Kayu (Manihot utilissima Pohl.)
2.1.1. Uraian Tumbuhan
Famili euphorbiaceae adalah famili tumbuhan berbunga yang terdiri dari 300
genus dan meliputi 7.500 spesies tumbuhan dimana hampir semuanya merupakan
tumbuhan herba namun beberapa diantaranya, terutama yang berada di daerah tropis
adalah perdu dan pohon (Watson, L. dan M.J. Dallwitz. 1992).
Tumbuhan ubi kayu (Manihot utilissima Pohl.) merupakan tanaman pangan
berupa perdu dengan nama lain ketela pohon, singkong, atau cassava. Ubi kayu
berasal dari negara amerika latin, atau tepatnya dari Brazil. Penyebarannya hampir ke
seluruh dunia, antara lain Afrika, Madagaskar, India, serta China. Ketela pohon/ ubi
kayu diperkirakan masuk ke Indonesia pada tahun 1852. Sistematika tanaman ketela
pohon / ubi kayu adalah sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta (tumbuhan biji)
Kelas : Dicotyledoneae (biji berkeping dua)
Ordo : Euphorbiales
Famili : Euphorbiaceae
Genus : Manihot
Spesies : Manihot utilissima Pohl.
Ubi kayu sebagai bahan baku sumber energi alternatif memiliki kadar
karbohidrat sekitar 32-35% dan kadar pati sekitar 83,8% setelah diproses menjadi
tepung. Tanaman ubi kayu sebagai bahan baku bioetanol dapat tumbuh di lahan yang
kurang subur serta masa panennya tidak tergantung pada musim sehingga panennya
dapat berlangsung sepanjang tahun. Oleh karena itu, dikatakan bahwa ubi kayu
merupakan bahan baku yang potensial untuk pembuatan bioetanol (Prihardana, R.,
dkk. 2008).
2.2. Mikroorganisme Fermentasi
Mikroorganisme yang umum dipergunakan dalam fermentasi adalah
bakteri dan fungi. Fungi adalah mikroorganisme yang tidak memiliki butir-butir
hijau daun (klorofil). Contoh fungi antara lain adalah ragi/yeast dan
jamur/molds. Bakteri, ragi dan jamur memerlukan sumber energi dan nutrien
untuk tumbuh, berkembang biak dan menghasilkan senyawa kimia. Bakteri
dan ragi adalah mahluk hidup uniseluler dan sangat kecil ukurannya sedangkan
jamur adalah mahluk hidup multiseluler.
2.2.1. Jamur
Jamur adalah mikroorganisme multiselular. Jamur banyak dimanfaatkan
manusia dalam fermentasi ataupun dibudidayakan untuk dikonsumsi. Jamur yang
dipergunakan dalam bidang fermentasi adalah jamur berbentuk benang (hifa)
seperti yang dipergunakan dalam pembuatan tempe, kecap dan tapai. Jamur budidaya
yang diambil badan buahnya untuk dikonsumsi, dikenal sebagai cendawan seperti
jamur tiram, jamur merang, jamur kuping dll
Jamur berkembang biak lebih lambat dari pada bakteri dan ragi. Jamur dapat
berkembang biak menjadi dua kali lipat jumlahnya dalam waktu 4-8 jam melalui
pembentukan miselium. Miselium adalah kumpulan hifa ataupun benang. Miselium
mudah dipisahkan dari substrat dengan penyaringan.
Jamur Aspergillus awamori Nakaz. adalah jamur dari famili trichocomaceae.
Trichocomaceae merupakan famili jamur dari ordo eurotiales yang bersifat saprofit.
Sistematika jamur Aspergillus awamori Nakaz adalah sebagai berikut:
Kingdom : Fungi
Filum : Ascomycota
Kelas : Eurotiomycetes
Ordo : Eurotiales
Famili : Trichocomaceae
Genus : Aspergillus
Spesies : Aspergillus awamori Nakaz.
Sebagai negara tropis, Indonesia juga terkenal akan kekayaan surnber daya
hayati, termasuk kekayaan mikroorganisma penghasil berbagai jenis enzim termasuk
enzim amilase yang dapat dipakai dalam membantu proses hidrolisis ubi kayu secara
enzimatis menjadi bahan baku pembuatan bioetanol. Beberapa kapang dan bakteri
telah dilaporkan mampu memproduksi enzim, bahkan enzim yang mampu
menghidrolisis pati mentah .
Dari hasil penelitian sebelumnya dilaporkan, penggunaan gabungan a-amilase
dan glukoamilase yang dihasilkan oleh kapang A. awamori KT-11 pada saat
hidrolisis, dapat meningkatkan aktivitas tiga kali lipat dibandingkan jika masing-
masing enzim bekerja sendiri. Hal ini disebabkan juga karena glukoamilase dari
kapang ini mempunyai kemampuan memotong rantai a-1,6 glukosida dari pati atau
dengan kata lain memiliki debranching activity yang tinggi. Pada dasarnya, proses
hidrolisis pati tergantung pada cara atau mekanisme suatu enzim beke~a, konsentrasi
pati, kondisi reaksi enzimatis dan jenis pati yang digunakan. Kapang A. awamori KT-
11 adalah kapang koleksi Pusat Penelitian BioteknologiL1PI yang telah teradaptasi
dan dibuktikan mampu dengan baik memproduksi amilase komplek pada media padat
menggunakan dedak gandum. Kapang ini diketahui menghasilkan tiga jenis amilase,
yaitu a-glukosidase, a-ami lase dan glukoamilase. Dari a-amilase diperoleh tiga tipe
yaitu Amyl I, II dan III, yang mana dua diantaranya (Amyl II dan III) mampu
menghidrolisis pati mentah . Sedangkan dari kelompok glukoamilase diperoleh dua
tipe (GA I dan II), dimana keduanya juga mempunyai kemampuan dalam
menghidrolisis pati mentah. Enzim dari A. awamori KT-11 tersebut selanjutnya
dikemas lebih lanjut menjadi enzim dan didaftarkan dengan nama "TARMES L1PI
2010".
2.3 Proses Pembuatan
2.3.1 BAHAN DAN CARA KERJA Mikroba
Kapang Aspergillus awamori KT-11 koleksi Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI
yang mampu menghasilkan enzim komplek amilase dipergunakan selama penelitian ini
berlangsung.
2.3.2 Medium produksi enzim
Bahan dasar yang digunakan untuk memproduksi enzim adalah dedak gandum
yang diperoleh dari PT. Bogasari, Cilincing,Jakarta Utara.
2.3.3 Produksi enzim
Dedak gandum dicampur dengan aquadest dalam erlenmeyer 250 ml, disterilisasi
pada suhu 121oC selama 15 menit. Setelah dingin diinokulasi dengan kapang Aspergillus
awamori KT-11 (suspensi spora kapang A. awamori KT-11 diambil dari kultur agar
miring berumur 4 hari). Selanjutnya diinkubasi pada suhu 27oC selama 4 hari. Untuk
memperoleh enzim, aquadest steril sebanyak 5 kali volume ditambahkan ke dalam
erlenmeyer berisi kultur A. awamori, kemudian diaduk secara aseptis dan didiamkan
kurang lebih 2 jam pada suhu 4oC. Ekstrak kasar enzim amilase diperoleh dengan
menyaring campuran tersebut menggunakan kain saring dilanjutkan dengan
mensentrifugasinya pada 8000 rpm selama 10 menit. Pada proses ini, spora A.awamori
masih tampak mengapung dan tidak mengendap sempurna selama proses centrifugasi.
Untuk mengurangi jumlah spora dari sediaan enzim kasar, penyaringan dengan
menggunakan kertas saring dilakukan. Enzim kasar yang diperoleh kemudian disimpan
di dalam freezer sebagai stok.
2.3.4 Varitas ubi kayu
Lima varietas ubi kayu non pangan, masing-masing Adira-4, gebang,
jogobolo,manggu dan sapikuru yang diperloleh dari Kebun Plasmanutfah, Cibinong
Science Center – Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI dipakai dalam proses pengujian
kemungkinan pembuatan bahan baku bioetanol.
2.3.5 Reaksi enzimatis terhadap pati ubi kayu murni
Sebanyak 5 ml larutan pati ubi kayu murni dalam 50mM buffer asetat pH 4,8
dengan konsentrasi 2% (berat/vol) ditambahkan larutan enzim komplek sebanyak
5 ml berkekuatan 1.714 Unit/ml. Kemudian ke dalam campuran tersebut teteskan 2 – 3
tetes toluen untuk menghindari adanya kontaminasi selama proses reaksi enzimatis.
Reaksi enzimatis dilakukan pada suhu 45°C dengan masa inkubasi 24, 48 dan 72 jam.
Total gula yang dihasilkan diukur dengan menggunakan metode Phenol Sulfat. Persen
hidrolisis merupakan total gula yang dihasilkan pada waktu pengamatan, dibagi dengan
kemurnian substrat yang digunakan. Untuk keperluan penghitungan prosen konversi pati
menjadi gula, total kadar gula di dalam pati ubi kayu murni juga diukur. Pengukuran
dilakukan dengan cara mereaksikan pati ubi kayu murni dengan 2 M HCl selama 2 jam
dalam suhu 100°C. Kadar gula diukur dengan menggunakan metode Phenol Sulfat.
2.3.6 Reaksi enzimatis terhadap ubi kayu segar
Ubikayu segar cacahan sebanyak 10 g dimasukan ke dalam tabung reaksi
berukuran 20 x 3 cm , kemudian disterilisasi pada suhu 121° C selama 15 menit.
Dibiarkan dingin, kemudian ditambah dengan 5 ml enzim komplek berkekuatan 1.714
Unit/ml. Diinkubasi dalam penangas air (water bath) dengan suhu antara 55 oC dan 65oC
(atau suhu rata-rata 58oC) selama 24, 48 dan 72 jam. Gula pereduksi yang dihasilkan
diukur dengan menggunakan metode Somogi, Nelson.
2.3.7 Pengamatan fisik pati ubi kayu murni oleh enzim
Untuk mengetahui kerusakan fisik pati ubi kayu murni akibat reaksi enzimatis,
maka foto dengan menggunakan Scanning Electron Microscope (SEM) - JSM-5310LV
dilakukan terhadap granula pati setelah mengalami proses hidrolisis enzimatis selama 72
jam. Preparasi dilakukan dengan cara meneteskan larutan pada permukaan kaca,
diratakan dan dikeringkan anginkan selanjutnya di coating selama 5 menit dengan
menggunakan emas dan diamati di layar monitor pada perbesaran3.5 kV.
2.3.8 Penggandaan skala produksi
Penggandaan skala produksi dilakukan dalam bejana yang dilengkapi dengan
alatpengatur suhu (bejana modifikasi). Ubi kayu yang digunakan dalam hal ini adalah
Adira IV karena bahan tersedia dalam jumlah yang memadai. Media ubi kayu
dipersiapkan dengan 2 cara yaitu ubikayu segar cacah dan tepung ubikayu. Ubikayu
cacah sebanyak 1 kg dimasukan ke dalam bejana, ditambahkan 4 liter akuades (1 : 4),
kemudian dipanaskan dan biarkan selama 10 menit dalam kondisi mendidih. Suhu
diturunkan sampai 60° C dan pH diatur antara 6-7 selanjutnya ditambahkan 2,5 liter
enzim komplek. Sementara untuk tepung ubikayu dengan perbandingan antara tepung :
aquades : enzim adalah 1 : 8 : 4,5.
2.3.9 Proses Persiapan Bahan Penelitian (Ubi Kayu)
2.4 Bioethanol
Bioetanol adalah etanol yang dibuat dari biomass yang mengandung
komponen pati atau selulosa, seperti singkong (ubi kayu) dan tetes tebu. Dalam
dunia industri, etanol umumnya dipergunakan sebagai bahan baku industri turunan
alkohol, bahan baku farmasi, bahan baku kosmetika serta campuran untuk
minuman (seperti sake atau gin).
Berdasarkan kadar alkoholnya, etanol terbagi menjadi tiga grade sebagai berikut:
Grade industri dengan kadar alkohol 90-94%
Netral dengan kadar alkohol 96-99,5%, umumnya digunakan untuk minuman
keras atau bahan baku obat dalam industri farmasi
Grade bahan bakar dengan kadar alkohol diatas 99,5%
BAB III
METODA PENELITIAN
Bahan dan alat
Bahan yang digunakan adalah wheat bran (dedak
gandum) yang diperoleh dari PT. Bogasari, Cilincing, Jakarta
Utara. Kapang yang digunakan adalah A. awamori KT-11 yang
merupakan koleksi Pusat Penelitian Bioteknologi-LIPI.
Ubikayu Adira IV sebagai bahan dasar untuk produksi bahan
baku bioetanol, diperloleh dari Kebun Plasmanutfah, Pusat
Penelitian Bioteknologi-LIPI, Cibinong Science Center. Bahan
kimia yang digunakan di antaranya adalah Na2CO3 , Rochelle
salt, NaHCO3, Na2SO 4, Ammonium molibdate, Sulphuric acid
dan sebagainya. Alat alat yang dipakai antara lain Laminar air
flow, Erlenmeyer, Shaker incubator, Centrifuge, Bejana yang
dilengkapi dengan aerasi dan agitasi (Gambar 4A) dan lain
sebagainya.
Cara kerja
Produksi amilase komplek
Proses produksi amilase komplek dilakukan menggunakan teknik produksi yang telah
dibakukan sebelumnya, yaitu menggunakan media padat dedak gandum dengan
perbandingan dedak : air adalah 1:1. Kemudian medium disterilisasi dan selanjutnya
diinokulasi dengan kapang A. awamori KT-11, dengan lama fermentasi 4 hari pada
suhu kamar. Ekstraksi dilakukan dengan cara menambahkan akuades steril sebanyak
lima kali volume. Ekstrak yang diperoleh merupakan amilase komplek/ amilase
kasar.
Analisis gula pereduksi dan uji aktivitas enzim
Analisis gula pereduksi dan aktivitas enzim diestimasi
berdasarkan prosedur dari Nelson (1941). Satu ml sampel
ditambah 1 ml reagen (A : B = 25 : 1) kemudian di panaskan
selama 20 menit dalam air mendidih. Diangkat dan
didinginkan pada air mengalir, setelah dingin tambahkan 1 ml
reagen C dan selanjutnya dikocok selama 1 menit, kemudian
larutan diencerkan menggunakan labu ukur sampai 25 ml.
Untuk mengukur kadar gula, larutan diukur menggunakan
spektrofotometer pada panjang gelombang 500 nm. Untuk
pengukuran aktivitas enzim, ke dalam 0,02 gram pati pada
tabung reaksi, ditambahkan 0,4 ml buffer asetat 0,1 M (pH 4,8)
yang selanjutnya digelatinisasi dan diinkubasi pada suhu 60°C.
Setelah suhu tersebut stabil, dimasukkan 0,1 ml filtrat enzim,
kemudian campuran ini diinkubasi selama 1 jam pada suhu
tersebut. Reaksi enzimatis dihentikan dangan jalan
mencelupkan tabung reaksi ke dalam air mendidih selama 1-2
menit. Satu unit aktivitas enzim setara dengan 1 µg gula
pereduksi per ml yang terbentuk pada kondisi tersebut.
Optimasi pH
Optimasi penggunaan enzim amilase komplek untuk
menghasilkan bahan baku industri bioetanol dilakukan dengan
menggunakan tepung ubikayu (non food variety) varietas
Adira IV. Pada proses optimasi pH digunakan 50 mM buffer
asetat pH 4.0 sampai pH 6.5. Sebanyak 1% tepung ubikayu
dalam variasi pH digelatinisasi selama 5 menit pada suhu
100oC. Substrat selanjutnya direaksikan dengan enzim kasar
amilase dan diinkubasi pada suhu 37oC selama 10 menit.
Aktivitas amilase dihitung menggunakan metoda Nelson
(1941). Persen aktivitas relatif dihitung berdasarkan aktivitas
tertinggi dari reaksi enzimatis yang dihasilkan pada variasi pH
substrat.
Optimasi Suhu
Optimasi terhadap suhu optimal dilakukan dengan
mereaksikan substrat dengan pH optimal (pH 5.5) pada suhu
40oC sampai suhu 80oC. Sebanyak 1% tepung ubikayu varietas
Adira dalam 50 mM bufer asetat pH 5.5 digelatinisasi selama
5 menit pada suhu 100oC. Substrat dan enzim kasar (1:1)
direaksikan pada berbagai suhu selama 10 menit. Aktivitas
amilase dihitung seperti prosedur diatas. Persen aktivitas
relatif dihitung berdasarkan aktivitas tertinggi dari reaksi
enzimatis yang dihasilkan pada berbagai variasi suhu.
Konsentrasi enzim terbaik
Pengaruh penambahan/ penggunaan enzim pada
proses hidrolisis dilakukan dengan menggunakan enzim
kasar dengan konsentrasi yang berbeda yaitu dari 1
sampai 5%. Pengujian dilakukan pada kondisi optimum
yaitu 1% tepung ubikayu Adira IV sebagai substrat,
pada optimal pH 5,5 dan suhu optimal 60oC. Reaksi
enzim diamati pada jam ke 24, 48 dan 72 dengan
menganalisis gula yang diproduksinya.
Produksi bahan baku bioetanol
Produksi bahan baku bioetanol dilakukan dalam bejana yang dimodifikasi yang
dilengkapi dengan pengatur suhu (Gambar 4A). Kondisi optimal yang didapatkan
dari hasil optimasi (enzim, pH dan suhu tertentu) digunakan dalam proses produksi
bahan baku pembuatan bioetanol dalam skala laboratorium
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Enzim merupakan suatu protein yang memiliki aktifitas
kimia sebagai biokatalis suatu reaksi, oleh karena itu enzim
sangat rentan terhadap kondisi lingkungan. Adanya perubahan
konsenrasi substrat atau pH lingkungan akan mengakibatkan
aktivitas enzim ikut mengalami perubahan meskipun banyak
juga faktor lain yang dapat mempengaruhi aktivitas enzim,
misalnya suhu atau komposisi media. Setiap jenis enzim
mempunyai pH dan suhu tertentu yang menyebabkan
aktifitasnya mencapai keadaan optimum. Kondisi pH dan suhu
yang optimum akan mendukung kerja enzim melakukan
fungsinya dengan baik sebagai biokatalisator dalam suatu
reaksi.
Pada penelitian awal, disiapkan enzim amilase dari
kapang A. awamori KT-11 untuk pengujian dalam mencari
kondisi optimal dari enzim amilase tersebut. Hasil produksi
enzim diperoleh sebanyak 9,6 liter dengan aktivitasnya sebesar
69.294 U/ml. Berdasarkan penelitian terdahulu diketahui
bahwa enzim amilase menghasilkan tiga jenis amilase, yaitu α-
glukosidase, α-amilase dan glukoamilase. Lebih lanjut
dilaporkan bahwa dari α-amilase diperoleh tiga tipe yaitu Amyl
I, II dan III, dan dua diantaranya (Amyl II dan III) mampu
menghidrolisis pati mentah (Anindyawati, et. al. 1998) sedang
dua tipe dari glukoamilase (GA I dan II), mempunyai
kemampuan dalam menghidrolisis pati mentah secara simultan
(Anindyawati, 2003a). Enzim amilase tersebut mempunyai
kemampuan dan harapan besar untuk dapat dikembangkan
dalam menghasilkan berbagai produk melalui reaksi enzimatis.
Seperti diketahui bahwa reaksi enzimatis akan berjalan
optimum apabila kondisi lingkungan sesuai dengan kondisi
yang diperlukan oleh enzim tersebut, untuk itu
maka dilakukan optimasi terhadap pH, suhu dan konsentrasi
(%) enzim yang digunakan.
Optimasi pH
Dalam penelitian ini, optimasi pH dilakukan antara pH 4,0-6.5 dengan menggunakan
tepung ubikayu varietas Adira IV sebagai substrat. Hasilnya menunjukkan bahwa
aktivitas tertinggi diperoleh sebesar 147,53 U/ ml pada substrat dengan pH 5.5,
sedangkan aktivitas terendah dihasilkan oleh reaksi enzimatis pada substrat pH 4,0
yaitu sebesar 95,28 U/ ml. Derajat keasaman optimal dari enzim amilase komplek
adalah 5,5 , hal ini sesuai dengan yang disampaikan oleh Poedjiadi (2006) dalam
http://mel-rizky.blogspot.com/2011/12/pengaruh-konsentrasi-dan-ph-terhadap.html.
bahwa umumnya enzim amilase bekerja pada pH optimum antara 5,0-7,0. Gambar 1.
memperlihatkan hasil reaksi enzimatis dari amilase komplek pada pH antara pH 4,0 –
6,5.
Optimasi suhu
Untuk mendapatkan suhu optimal dalam proses pembuatan bahan baku bioetanol
maka dilakukan pengujian terhadap suhu antara 40–80°C dengan menggunakan
kondisi pH optimal yang sudah diketahui (pH 5,5). Hasilnya menunjukan bahwa
aktivitas optimal (% relatif) dicapai pada suhu 60°C (100 %) dan aktivitas terendah
pada suhu 40°C (37,04 %). umumnya pada pemanasan tinggi enzim akan mengalami
denaturasi protein sehingga aktivitas kerjanya menjadi tidak ada (Sumardjo, 2009
dalam http://oketips.com/10167/tips-enzim-pengaruh-suhu-terhadap-aktivitas-enzim-
amilase/).
Gambar 2. memperlihatkan pola reaksi enzimatis dengan
perbedaan suhu (40-80°C).
Optimasi konsentrasi (%) enzim
Konsentrasi penggunaan enzim memberikan efisiensi terhadap waktu reaksi
enzimatis dalam pembuatan bahan baku bioetanol, maka dilakukan pengujian
berdasarkan jumlah (%) enzim yang diberikan ke dalam bahan tepung yaitu antara 1-
5% dengan waktu reaksi enzimatis antara 24–72 jam. Hasilnya dapat dilihat pada
Gambar 3. Pada reaksi enzimatis selama 24 jam terlihat hasil gula tertinggi diperoleh
184,59 µg dengan menggunakan enzim sebanyak 5%, sementara pada lama reaksi
enzimatis 48 jam tertinggi dicapai 190,33 µg dengan menggunakan enzim sebanyak
4% dan pada 72 jam lama reaksi enzimatis, gula tertinggi diperoleh 217,96 µg
dengan menggunakan enzim sebanyak 5%. Enzim yang digunakan dalam proses ini
melalui pengenceran lebih dulu sebanyak 2000 kali.
Berdasarkan pengujian tersebut, diperoleh hasil bahwa meningkatnya
konsentrasi enzim, sejalan dengan meningkatnya produk yang dihasilkan, serta
berhubungan dengan lamanya proses reaksi enzimatis yang berlangsung. Hal ini
sesuai dengan apa yang disampaikan dalam
(http://mel-izky.blogspot.com/2011/12/pengaruh-konsentrasi-dan-ph-terhadap.html),
bahwa konsentrasi enzim berpengaruh terhadap pembentukan produk, makin besar
konsentrasi enzim makin banyak pula produk yang dihasilkan sehingga dapat
dinyatakan bahwa laju reaksi berbanding lurus dengan konsentrasi enzim. Efisiensi
waktu dan % enzim dalam proses reaksi enzimatis merupakan hal yang penting untuk
menekan biaya produksi, maka dalam hal ini penggunaan enzim sebanyak 4 %
dengan lama reaksi enzimatis selama 48 jam merupakan langkah yang tepat untuk
dipakai dalam memproduksi bahan baku bioetanol. Penggandaan skala produksi
dilakukan menjadi 5 liter dengan menggunakan alat rakitan yaitu bejana yang
dimodifikasi yang dilengkapi alat pengatur suhu (Gambar 4 A). Reaksi enzimatis
diamati 24, 48 dan 72 jam.
A B
Gambar 4. Bejana yang dilengkapi pengatur suhu digunakan dalam
proses enzimatis (A), Hasil reaksi enzimatis sebagai bahan
baku untuk pembuatan bioetanol (B)
Pada Gambar 5. diperlihatkan hasil reaksi enzimatis terhadap tepung
ubikayu Adira IV. Hasilnya terlihat bahwa konsentrasi enzim 4% relatif lebih
tinggi dibandingkan dengan menggunakan enzim 5% tetapi hasilnya tidak berbeda
nyata. Gula yang dihasilkan dengan menggunakan enzim 4% adalah 107,81 µg
dan bila menggunakan enzim 5% adalah 103,41 µg dengan proses enzimatis yang
berlangsung selama 48 jam. Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat disimpulkan
bahwa penggunaan enzim 4% dengan waktu reaksi enzimatis 48 jam, pH medium
5,5 dan suhu 60°C dapat dipakai sebagai kondisi yang optimal untuk
memproduksi bahan baku bioetanol .
BAB V . KESIMPULAN
KESIMPULAN
1. Kondisi terbaik dalam menghasilkan bahan baku bioetanol adalah pH 5,5
suhu 60°C dan konsentrasi enzim 4% dalam waktu 48 jam.
2. Diperoleh bahan baku untuk pembuatan bioetanol sebanyak 20 liter dengan
kadar gula sebesar 107,81 µg.
3. Enzim amilase komplek mempunyai kemampuan besar dalam menghidrolisis
tepung ubikayu menjadi bahan baku bioetanol. Kondisi yang sesuai dalam
suatu reaksi enzimatis menghasilkan produk yang optimal.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penelitian ini didanai oleh Program Insentif dan Perekayasa LIPI Tahun
Anggaran 2011. Ucapan terima kasih disampaikan juga kepada sdr. Nuryati dan
sdr. Alisin Febiyanti yang telah membantu dalam pelaksanaan penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Anindyawati, T., R. Melliawati, K. Ito, M. Iizuka, and N. Minamiura.
1998. Three Different Types of - Amylases from Aspergillus
awamori KT-11: Their Purification, Properties and Spesificities.
Biosci. Biotechnol. Biochem., 62(7), 1351-1357.
Anindyawati, T. 2003a. Digestion of Raw Starch with Glucoamylases and
-Amylases from Aspergillus awamori KT-11. Prosiding Seminar
Nasional VI Jaringan Kerjasama Kimia Indonesia. Yogyakarta, 96-
101.
Anindyawati, T. 2003b. Pengaruh Perlakuan Sonikasi Terhadap Degradasi Pati
Mentah Oleh Amilase. Prosiding Seminar Nasional III Jaringan
Kerjasama Kimia Indonesia, Yogyakarta, 315-319.
Astri Nugroho, Edison Effendi, Lydia Wongso. 2008. Produksi etanol dari limbah
padat tapioka dengan
Aspergillus niger dan Saccharomyces cerevisiae. Makara Teknologi Volume 4
(4), halaman 113-118.
Noda, T., Y.Takahata and T. Nagata. 1993. Factors Relating to Digestibility of
Raw Starch by Amylase. Denpun Kagaku, 40(3), 271-276.
Nelson, N. 1941. A. Photometric Adaptation of the Somogy Method for the
Determination of glucose. J. Biol. Chem.153: 375-380.
Poedjiadi, 2006 dalam http://mel-rizky.blogspot.com/2011/12/peng aruh-
konsentrasi-dan-ph-terhadap.html
Saha, B.C. and Zeikus. 19989. Microbial Glucoamylase: Biochemical and Raw
Starch Digestion. Trends Biochem. Sci. 41(2), 57-64.
Soemardjo, 2009 dalam http://oketips.com/10167/tips-enzim-pengaruh-suhu-
terhadap-aktivitas-enzim-amilase/
Ueda, S. 1981. Fungal Glucoamylase and Raw Starch Digestion. Trends Biochem.
Sci. 6(3), 89-90.
Yamamoto, T. 1988. The Amylase Research Society of Japan. Handbook of
Amylases and Related Enzymes. Their Sources, Isolation Methods,
Properties and Applications. Pergamon Press, Oxford.