PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

326
1

Transcript of PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

Page 1: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

1

Page 2: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

2

Page 3: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

3

PROSIDING SEMINAR HASIL PENELITIAN

SEMESTER GENAP 2012/2013

UNIVERSITAS DARMA PERSADA

Pelindung : Rektor Universitas Darma Persada

Penangung Jawab : Wakil Rektor I

Pimpinan Redaksi : Kepala Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat

dan Kemitraan

Anggota Redaksi : Prof.Dr. Kamaruddin Abdullah, IPU.

Dr. Aep Saepul Uyun, M.Eng.

Dra. Irna N. Djajadiningrat, M.Hum.

Alamat Redaksi : Lembaga Penelitian, Pemberdayaan

Masyarakat dan Kemitraan

Universitas Darma Persada

Jl. Radin Inten II (Terusan Casablanca)

Pondok Kelapa - Jakarta Timur (14350)

Telp. (021) 8649051, 8649053, 8649057

Fax.(021) 8649052

E-Mail : [email protected]

Home page : http://www.unsada.ac.id

Page 4: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

4

Page 5: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

i

DAFTAR ISI Daftar Isi i Kata Pengantar ii

Penerapan Model Pengajaran Kooperatif dalam Pengajaran Matakuliah

Vocabulary Building 2 : Suatu Studi Lapangan

Rusydi M. Yusuf

Identitas dan Keterikatan Nilai Budaya dalam Novel A good Indian Wife karya

Anne Cherian

Eka Yuniar Ernawati

Kritik Mark Twain Terhadap Masyarakat Amerika Dalam Novel Huckleberry

Finn

Karina Adinda

Verba Homograf dalam Bahasa Mandarin

Yulie Neila Chandra

The Sociolinguistic Analysis of Code switching in the Novel "Facebook On Love

by Ifa Avianty

Fridolini

Theological Conflict and The Teachings of Morality in Bless Me, Ultima

Albertine Minderop

Naluri Kematian dari Kumpulan Puisi Dickinson

Agustinus Haryana

Penerapan Strategi Product Based dan Process Based pada Pengajaran Komposisi

Aprilya Dwi Prihatiningtyas

Akulturasi Budaya Cina dan Betawi di Jakarta

C. Dewi Hartati

Analisis Soal-Soal JLPT Level 3 dengan Fokus Moji Goi Periode th 2003-2008

Metty Suwandani

Analisis Persepsi Mahasiswa Terhadap Mata Kuliah Enshu Sebagai Persiapan

untuk Menghadapi Ujian Nihonggo No Nouryokushiken (Noken/JLPT)

Juariah

Penerapan Metode Membaca untuk Meningkatkan Teks Berbahasa Inggris pada

Murid kelas 3 SD

Swany Chiakrawati

1 – 11

12 - 23

24 – 35

36 – 42

43 – 52

53 – 66

67 – 76

77 – 84

85 – 95

96 – 104

105 – 117

118 – 125

Page 6: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

ii

Analisis Soal Ujian Nouryoku Shiken Fokus pada Penggunaan kata Benda dalam

Soal Noryoku Shiken Level I

Hari Setiawan

Legalese dalam Penerjemahan Ragam Khusus Bahasa Inggris

Tommy Andrian

Pembelajaran Ing-form melalui Strategi Analitik dan Sintetik

Kurnia Idawati

Analisis Kategori Kata Benda (Meishi) Yang Terdapat dalam Soal-soal

Nouryokushiken Level 2 Bagian Moji-Goi 2002-2004

Dinny Fujiyanti

Pengukuran Kinerja PNPM di Desa Jatimulya

Ade Supriatna

Implementasi Mobile-Learning UNSADA berbasis Android

Adam Arif Budiman

Pengaruh Tingkat Partisipasi Perempuan dalam Usaha Ekonomi Keluarga di

wilayah Pd. Kelapa Duren Sawit Jakarta Timur

Atik Isniawati

Analisis Faktor-faktor yang Menjadi Pertimbangan Siswa SLTA Menjelang

Masuk Perguruan Tinggi

Sukardi

Analisis Faktor-faktor Pendorong Utama dalam diri (Komitmen) Karyawan di

UNSADA

Dini Rahayu

Kajian Stabilitas Kapal Ikan di Kepulauan Seribu Menggunakan Metode PGz

Shanty Manullang

Pengujian Awal Konstruksi Fiberglass pada Lambung Kapal Boat sesuai Standar

Shahrin Febrian

Permodelan Sebaran Emisi Gas Buang Akibat Aktifitas Pelayaran di Selat

Madura menggunakan Gaussian Plum dan Gaussian Puff.

Mohammad Danil Arifin

Rancang Bangun Tangan Robot Multi untuk Pekerjaan Bawah Air sebagai

Perlengkapan Operasi ROV (Remotely Operated Vehichle)

Augustinus Pusaka

126 – 137

138 – 157

158 – 177

178 – 186

187 – 196

197 – 204

205 - 213

214 - 228

229 – 236

237 – 247

248 - 258

259 – 271

272 – 282

Page 7: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

iii

Rancang Bangun Airboat sebagai alat Angkut Penanggulangan Bencana

Arif Fadillah

Analisis Keselamatan dan Keamanan Transportasi Penyebrangan Laut di

Indonesia

Danny Faturachman

Pemanfaatan Tenaga Surya sebagai Alternatif Energi Terbarukan untuk Fasilitas

Suplai Daya Penerangan di Kapal

Muswar Muslim

283 – 291

292 – 307

308 - 316

Page 8: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

iv

Page 9: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

v

KATA PENGANTAR

Seminar dengan tema “Meningkatkan Mutu dan Profesionalisme Dosen melalui

Penelitian” dilaksanakan pada tanggal 27 Agustus 2013 di Universitas Darma Persada,

bertujuan untuk menghimpun hasil penelitian dosen yang diharapkan dapat menghasilkan

inovasi teknologi tepat guna, menyampaikan hasil penelitian kepada khalayak dan antara

peneliti/dosen. Prosiding ini disusun untuk mendokumentasikan dan mengkomunikasikan

hasil seminar pada semester genap tahun akademik 2012/2013. Pada prosiding kali ini

dimuat dua puluh tujuh makalah dengan rincian sebagai berikut : enam belas makalah

dari bidang Humaniora, dua dari bidang teknik, enam makalah dari bidang Teknologi

Kelautan dan tiga makalah dari bidang Ekonomi-Manajemen.

Pada kesempatan ini kami menyampaikan terima kasih kepada para penyaji dan penulis

makalah, penyunting serta panitia yang telah bekerja sama sehingga prosiding ini dapat

diterbitkan. Kami berharap prosiding ini bermanfaat bagi pihak–pihak yang

berkepentingan.

Jakarta, 27 Agustus 2013

Lembaga Penelitian, Pemberdayaan

Masyarakat dan Kemitraan

Kepala

Ttd.

Dra. Irna N. Djajadiningrat, M.Hum.

Page 10: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

vi

Page 11: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

1

PENERAPAN MODEL PENGAJARAN KOOPERATIF DALAM

PENGAJARAN MATA KULIAH VACABULARY BUILDING 2: SUATU

STUDY LAPANGAN

Rusydi M. Yusuf

Jurusan Sastra Inggris - Fakultas Sastra

[email protected]/[email protected]

ABSTRACT

Cooperative learning is generally defined as a teaching arrangement in which small,

heterogeneous groups of students work together to achieve a common goal. Students

encourage and support each other, assume responsibility for their own and each other's

learning, employ group related social skills, and evaluate the group's progress. The basic

elements are positive interdependence, equal opportunities, and individual accountability.

In cooperative learning, the development of interpersonal skills is as important as the

learning itself. The development of social skills in group work is a key to high quality

group work. Cooperative learning is not having students sit side by side at the same table

to talk with each other as they do their individual assignments. In order to apply the

Cooperative learning concept above, the writer conducted the research for the second

semester students of University of Darma Persada for 3 months. During conducting the

research, the students were divided into two groups, the first was experiment group and the

second was control group.

Key words: Cooperative learning, control group, experiment group, small group,

individual accountability

LATA BELAKANG

Munculnya suatu pendekatan dan model dalam proses belajar mengajar bukanlah suatu

kebetulan belaka, namun berdasarkan penelitian dan pengalaman yang dikembangkan oleh

para ahli, belum lagi suatu pendekatan dapat diterapkan secara sempurna suatu pendekatan

baru muncul dengan berbagai kelebihan dan keistimewaan. Pada dekade tahun 1970an

muncul apa yang dikenal dengan pendekatan komunikatif yaitu suatu bentuk pendekatan

yang berdasarkan kebermaknaan, yang pada awalnya dikenal dengan Communicative

Competence (Dell Hymes, 1966), yang pada akhirnya melahirkan Communicative

Approach.

Menurut Hymes, Communicative Competence diartikan sebagai “the knowledge of how to

use the language appropriate to a given situation”. Karenanya apabila tujuan pengajaran

bahasa beralih ke pengembangan kemampuan komunikatif pelajar, maka perhatian guru

harus dipusatkan kepada penggunaan bahasa itu sendiri (language use) untuk maksud-

Page 12: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

2

maksud komunikasi, dan bukan pada bentuk bahasa (usage). Sehingga pada penyajiannya

tidak bersifat gramatika yang hanya memungkinkan pelajar hanya dapat membuat kalimat-

kalimat dengan benar. (Widdowsow, 1978).

Guna mencapai maksud diatas, maka pada awal tahun tujuh-puluhan para pakar pengajaran

bahasa mulai mengembangkan suatu pendekatan dalam pengajaran bahasa dengan

berbagai perubahan dan penyempurnaan yang memungkinkan bagi pelajar mampu

berkomunikasi. Mereka menamakan penemuan ini dengan “Communicative Approach,

atau (Pendekatan Komunikatif) (Littlewood, 1984). Para pakar tersebut mengambangkan

program bahasa atas dasar sistem satuan kredit.

Pada perkembangan selanjutnya, yaitu pada dekade 1980an lahir lagi satu model baru

dalam proses belajar mengajar yaitu Model Pengajaran Kooperatif. Model Pengajaran

Kooperatif menurut Davidson mulai dikembangkan oleh James Briton pada tahun 1970an

dan Douglas Barnes pada tahun 1976. Model ini diterapkan pada awalnya di Inggris,

Australia, Kanada, dan Amerika.

Model Pengajaran Kooperatif lebih menekankan pembangunan makna oleh siswa dari

proses sosial yang bertumpu pada proses belajar. Ide pembelajaran kooperatif bermula dari

perspektif pilosofis terhadap konsep belajar, dimana dalam proses pembelajaran seseorang

membutuhkan teman atau pasangan, teman belajar dapat diperoleh baik di dalam maupun

di luar kelas. Menurut John Dewey dalam bukunya “Democracy and Education” yang

diktuip oleh Suyatno bahwa, kelas seharusnya merupakan cerminan dari kehidupan

masyarakat dan berfungsi sebagai laboratorium untuk belajar tentang kehidupan nyata.

Untuk dapat membanding satu model dengan model yang lain maka perlu diadakan suatu

studi lapangan, maka pada kesempatan ini penulis akan mencoba untuk menerapkan Model

Pengajaran Kooperatif pada mata kuliah Vocabulary Building pada semester 2 Jurusan

Sastra Inggris Unsada tahun akademik 2012-2013.

Page 13: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

3

Perumusan Masalah

Model Pengajaran Kooperatif telah dipakai pengajaran bahasa Inggris, namun efektifitas

dan keberhasilan model ini dalam mencapai tujuan kurikulum masih perlu untuk dilakukan

penggujian pembuktian. Untuk itu, perlu dilakukan studi studi lapangan secara langsung

guna menerapkan teori yang sudah ada sebelumnya, sebagaimana yang penulis tuliskan

pada penelitian terdahulu mengenai model pembalajaran kooperatif suatu studi

kepustakaan. Pada penilitian ini penulis akan mencoba untuk melakukan eksperimeni

Model Pengajaran Kooperatif ini, khususnya dalam pengajaran Vocabulary Building.

Apakah model ini dapat diterapkan dalam pengajaran Vocabulary Building secara lebih

efektif dan signifikan dalam memperoleh keberhasilan berbahasa anak didik atau tidak?.

Pembatasan Masalah

Dalam melakukan penelitian ini saya akan membatasi masalah penelitian ini pada masalah

penerapan Model Pengajaran Kooperatif dalam mata kuliah Vocabulary Building, , dan

sejauh mana keberhasilan model ini dalam pengajaran Bahasa Vocabulary Building.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk membuktikan dan menggali lebih jauh tentang

efektifitas dan signifikansi penerapan model ini dalam pengajaran Vocabulary Building.

Landasan Teori

Pembelajaran Model Pengajaran Kooperatif adalah suatu rangkaian bentuk belajar yang

dilaksanakn dalam kelompok siswa dengan tujuan yang telah ditetapkan bersama oleh

guru. Peserta belajar adalah siswa yang melakukan proses pembelajaran secara bersama-

sama, pembagian kelompok siswa berdasarkan pada beberapa pendekatan, yaitu minat dan

bakat, latar bakang kemampuan. pembelajaran Model Pengajaran Kooperatif, pada akhir-

akhir ini banyak menjadi perhatian para pendidik, hal ini sebagaimana yang dikatakan oleh

Slavin yang dikutip oleh Hamruni (2012 mempunyai dua alasan, pertama bahwa

pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan hasil belajar, menumbuhkan sikap social, dan

meningkatkan harga diri, kedua dapat merealisasikan kebutuhan siswa dalam berfikir,

memecahkan masalah dan mengintegrasikan pengetahuan dengan keterampilan.

Page 14: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

4

Aktivitas Model Pengajaran Kooperatif sangat beragam, namun pada umumnya berpusat

pada aplikasi bahan pelajaran oleh siswa, bukan hanya bertumpu pada penyampaian materi

yang dilakukan oleh pengajar, dalam istilah lain dikenal dengan student center learning.

Dalam Model Pengajaran Kooperatif siswa lebih aktif dabandingkan guru, semua

kegiatan kelas dijalankan secarra bersamaan baik itu mendengarkan, berdiskusi, dan

mencatat apa yang sedang diajarkan.

Model Pengajaran kooperatif lebih bersifat sosial, karena dalam proses belajarnya dapat

menghasilkan sinerji intelektual dari banyak pemikiran dalam menyelesaikan suatu

persoalan yang dibahas dalam kelas. Eksplorasi, umpan balik, dan memberikan penilaian

untuk setiap masalah akan menghasilkan pemahaman yang lebih baik, sehingga materi

dapat diserap dan difahami dengan baik oleh siswa.

Pembelajaran memakai Model Pengajaran Kooperatif dapat meminimalisasi perbedaan-

perbedaan antar invidu pembelajar, karena setiap siswa diberi kesempatan yang sama

untuk mengemukakan pendapat tentang materi ajar yang sedang didiskusikan bersama.

Model pengajaran Kooperatif mempunyai karakteristik yang berbeda dibandingkan dengan

model pengajaran yang lain, pada model pengajaran kooperatif proses pembelajaran lebih

menekankan pada proses kerjasama dalam kelompok. Tujuan yang inggin dicapai tidak

hanya tujuan akademik, tetapi juga ada tujuan kerjasama dan sosial. Kerjasama inilah yang

menjadi ciri khas dari model pengajaran kooperatif.

Model pengajaran kooperatif merupakan proses belajar secara tim, dengan adanya tim ini

maka tujuan akan dicapai secara bersama-sama, tidak ada satu anggota timpun yang tidak

mengalami kemajuan, apabila itu terjadi semua anggota tim harus bertanggungjawab.

Desain dan Metode Penelitian

Penelitian ini memakai metode penelitian eksperimen. Pada dasarnya metode penelitian

eksperimen dilakukan di laboratorium, sedangkan pada penelitian ini, ruang kelas

merupakan laboratorium hidup yang menjadi tempat penelitian ini dilakukan. Menurut

Sugiyono (2012) penelitian eksperimen digunakan untuk mencari pengaruh perlakuan

tertentu terhadap yang lain dalam kondisi yang terkendali.

Page 15: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

5

Terdapat beberapa model dalam melakukan penelitian eksperimen, (Suryabrata, 2010) di

antaranya adalah: the one shot case study, one group pretest-posttest design, dan the static

group comparison: randomized kontroll group only design pada penelitian ini penulis akan

memakai model yang ketiga yaitu the static group comparison: randomized kontroll group

only design, dalam model ini sekelompok subjek yang diambil dari populasi

dikelompokkan dalam dua kelompok, yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.

Pada tahap selanjutnya kelompok eksperimen akan diberikan pelajaran Vocabulary dengan

menggunakan Model pengajaran Kooperatif sementara kelompok kelas Kontrol akan

diberikan model pengajaran ceramah, proses belajar mengajar kedua kelompok ini akan

berlangsung selama 3 bulan, kemudian kedua kelompok ini akan dikenai pengukuran yang

sama.

Penelitian eksperimental ini bertujuan untuk mengamati sekaligus mengetahui apakah

Model Pengajaran Kooperatif akan lebih efektif dan produktif jika diterapkan dalam

pelajaran Vocabulary Building, di samping itu, peneliti ingin mengetahui apakah Model

Pengajaran Kooperatif juga layak diterapkan untuk pengajaran mata pelajaran ini.

Dalam menerapkan penelitian ini penulis akan menerapkan dalam dua kelas yang berbeda,

kelas pertama merupakan kelas yang akan dilakukan eksperimen dimana akan dilakukan

proses pembelajaran dengan memakai Model Pengajaran Kooperatif, sedangkan kedua

merupakan kelas kontrol dimana para pelajar akan diajarkan dengan memakai metode

ceramah.

Sebelum dilakukan proses belajar mengajar, maka kedua kelas di atas akan diberikan tes

pendahuluan untuk melihat hasil awal dari pemahaman mereka tentang mata pelajaran

vocabulary building, kemudian setelah belajar lebih kurang 2 sampai 3 bulan peneliti akan

memberikan bentuk tes terhadap hasil belajar yang selama ini dilakukan.

Selain itu untuk memperkuat hasil penelitian ini, akan dilakukan juga uji statistik dengan

mempergunakan perangkat software SPSS, Uji statistic yang dilakukan adalah uji R Square

untuk melihat seberapa kuat pengaruh proses pembelajaran model kooperatif terhadap hasil

belajar mahasiswa yang terdapat pada kelas eksperimen.

Page 16: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

6

Selanjutnya peneliti akan manganalisis data tersebut untuk ditarik suatu dan kesimpulan.

Hipotesis

Ho : tidak ada perbedaan antara sebelum dan sesudah adanya perlakuan

Ha : ada perbedaan antara sebelum dan sesudah adanya perlakuan

Populasi dan Sample

Populasi pada penelitian ini adalah mahasiswa semester 2 Jurusan Sastra Inggris kelas A

dan B yang terdiri dari 32 orang mahasiswa.

Teknik Analisis Data

Analisis data menggunakan statistik deskriptif, pengelolaan data dengan menggunakan

software SPSS , selanjutnya data tersetbut disimpulkan secara kualitatif.

Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah untuk dapat memperluas pengetahuan para pembaca untuk

lebih memahami apa yang disebut sebagai Model Pengajaran Kooperatif dan

penerapannya dalam pengajaran Bahasa khususnya bahasa Inggris.

PEMBAHASAN/HASIL PENELITIAN

Pada bagian ini akan dilakukan dua bentuk pembahasan mengenai hasil olah data

penelitian yang pertama dalam bentuk prosentase hasil pre-tes dan pos tes pada mata

kuliah Vocabulary, kedua adalah dalam bentuk hasil Uji t dengan mempergunakan

software SPSS .

Penelitian ini dilakukan di Unsada dengan melibatkan 32 orang mahasiswa yang mengikuti

perkulihan mata kuliah Vocabullary Building, ke 32 orang mahasiswa tersebut terbagi ke

dalam dua kelompok yaitu kelompok kelas A yang merupakan kelas kontrol dan kelas B

yang merupakan kelas eksperimen. Sebelum dilakukan proses pembelajaran kedua

kelompok di atas diberikan pre tes dengan materi yang sama, hasil pre tes tersebut dapat

dilihat dari flow chart berikut ini:

Page 17: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

7

Dari hasil pre tes yang dilaksanakan bahwa perbedaan nilai rata-rata yang diperoleh oleh

mahasiswa kelas kontrol dan kelas eksperimen tidaklah berbeda jauh yaitu 1.82, artinya

kemampuan yang dimiliki oleh kedua kelompok kelas tersebut tidaklah jauh berbeda.

Selanjutnya dilakukan proses belajar mengajar selama 12 kali tatap muka dengan

memberikan perlakuan yang berbeda antara kelompok kelas A dan B. kelas A sebagai

kelas kontrol dilakukan proses belajar mengajar dengan mempergunakan metode ceramah

dan model pembelajaran siswa aktif dimana setiap mahasiswa setelah diberikan penjelasan

mengenai materi yang sedang dipelajari diberikan kesempatan untuk mengerjakan latihan

baik sendiri-sendiri maupun dengan berkelompok, namun mereka tidak diharuskan untuk

saling membantu secara intensif dan berkesinambungan.

Sementara kelas B sebagai kelas eksperimen dilakukan proses belajar mengajar dengan

memakai model pengajaran kooperatif, dari jumlah 16 orang mahasiswa yang belajar

dibagi ke dalam 4 kelompok, setiap kelompok terdiri dari 4 orang mahasiswa. Dalam

proses belajar mengajar setelah diberikan penjelasan mengenai materi yang sedang

dipelajari, setiap kelompok mahasiswa yang yang terdiri dari 4 orang tersebut mengerjakan

latihan yang telah ditetapkan sebagaimana halnya yang dilakukan oleh kelompok kelas A,

namun, apabila seorang anggota kelompok mengalami kesulitan dalam memahami

Page 18: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

8

permasalahan yang dihadapi maka anggota kelompok yang lain bertanggungjawab untuk

membantu sampai permasalahannya dapat terselesaikan dengan baik. Sehingga tidak ada

satupun anggota kelompok yang tidak memahami dan mengerti materi yang sedang

dipelajari hari itu. Hal ini berlangsung secara terus menerus pada setiap materi yang

dipelajari.

Setelah dilakukan proses belajar mengajar dengan mempergunakan kedua metode

pengajaran terhadap kedua kelas tersebut selama 12 kali tatap muka selanjutnya

dilakukan bentuk pos tes, dengan materi yang sama untuk melihat apakah ada perbedaan

pemahaman antara kedua kelompok tersebut. Dilihat dari hasil pos tes, maka kelas B

sebagai kelas eksperimen yang diberikan proses belajar mengajar dengan model kooperatif

ternyata memperoleh nilai yang lebih baik dibandingkan dengan kolompok A. perbedaan

nilai rata-rata adalah 11.12, dapat disimpulkan bahwa model pengajaran kooperatif pada

mata kuliah Vocabulary Building memberikan pengaruh positif terhadap pemahaman

mahasiswa sehingga ikut mempengaruhi nilai yang mereka peroleh. Hasil uji pos tes yang

dilakukan dapat dilihat pada table flow chart berikut ini:

Page 19: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

9

Selanjutnya untuk lebih memperkuat pembuktian di atas maka dilakukan uji R Square

untuk melihat apakah penerapan pembelajaran modek kooperatif berpengaruh terhadap

proses belajar mengajar atau tidak. Dari hasil Uji R Square yang terdapat dalam model

summary dibawah ini terlihat adanya hubungan yang cukup kuat antara penerapan

pembelajaran model kooperatif. Berdasarkan teori yang disampaikan oleh Suprapto dan

Nandan (2010:129) bahwa apabila nilai R Square lebih besar atau mendekati 1 (0.9) maka

hubungan X dan Y dinyatakan kuat. Dilihat dari analisi Uji R Square bahwa nilai yang

diperoleh adalah 0.81, dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa nilai yang diperoleh

mendekati angka 0.9, meskipun hubungan yang diperlihatkan belumlah sangat signifikan.

KESIMPULAN

Dari hasil analisis data yang dilakukan dapat ditarik kesimpulan bahwa penerapan model

pengajaran kooperatif memberikan pengaruh positif terhadap mata kuliah Vocabulary

Building untuk itu model pengajaran kooperatif ini juga dapat diterapkan terhadap mata

kuliah yang lain yang memerlukan latihan dan diskusi yang berkesinambungan.

Page 20: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

10

DAFTAR PUSTAKA

Alwasilah, A. Chaedar dan Hobir Abdullah, 2003. Revitalisasi Pendidikan Bahasa, edit.

Bandung, STBA Yapari ABA Press.

Arikuto, Suharsimi. 2005. Manajemen Penelitia. Cetakan ke 7. Jakarta: Rineka Cipta,.

Chomsky, Noam, 1957. Syntactic Structure, New York : The Huge Moulton,

Daryanto, Drs., dan Muljo Raharjo, Drs., ST., M.Pd. 2012. Model Pembelajaran Inovatif.

Gava Media, Yogyakarta.

Finnochiaro, Mary and C. Brumfit, 1983. The National Functional Approach: From

Theory to Practice, New York, Oxford University Press..

Hamruni, Prof., Dr., M.Si. 2012. Strategi Pembelajaran. Insan Madani, Yogyakarta.

Hill, LA. 1982. Word power 1500- Vocabulary Test and Exercises in American English.

Tokyo: Oxford University Press.

Hymes, Dell, 1966. On Communicative Competence, tp.

Iskandar, Dr., M.Pd. 2011. Penelitian Tindakan Kelas. Gaung Persada Press, Jakarta

Nababan, Sri Utari Subyakto, Metodologi Pengajaran Bahasa, Jakarta Gramdeia.

Nazir, Moh. 2005. Metode Penelitian, Jakarta: Ghalia Indonesia.

Redman, Stuart, 1997. English Vocabulary in Use. Australia:Cambridge University Press.

Sevilla, Consuelo, G. dkk. 1993. Pengantar Metode penelitian. Jakarta. UI Press.

Smith, Barbara Leigh and jean MacGregor. 1992. “What Is Collaborative Learning. The

National Center on Postsecondary Teaching, Learning, and Assessment.

Pennsylvania State University.

Sugiyono, Prf., Dr., 2012. Metode Penelitian Kuantitatif kualitatif dan R&D. Bandung.

Alfabeta.

Supranto, Prof., Dr., MA., APU. Dan Nandan limakrisna. Dr., H.,Ir., MM., CQM. 2010.

Statistika ekonomi dan Bisnis. Mitra Wacana Media.

Suryabrata, Sumadi, BA. 1983. Metodologi Penelitian. Universitas Gajah Mada, Jakarta:

PT. Raja Grafindo Persada.

Usman, Husaini dan Purnomo Setiadi Akbar. 2008. Metodologi Penelitian sosial. Jakarta:

Buni Aksara,.

Dwi Johartono. http://library.um.ac.id/free-contents/index.php/pub/detail/penerapan-

model-pembelajaran- -48624.html/29-8-2012Nurul Utami.

http://staff.unila.ac.id/nutami/2011/10/05/pembelajaran-kooperatif/

Page 21: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

11

Suyatno, Dr., MPd.. http://garduguru.blogspot.com/2008/12/model-kooperatif-untuk-

pembelajaran.html/29-8-2012

Littlewood, W., 1984. Communicative Language Teaching, Cambridge : Cambridge

university Press.

Widowsow, H.G., (ed) 1986. Material and Methodology : Design Principle for A

Communicative Grammar, Practice of Teaching, United Kingdom: Pergamon

Bool Ltd., C.J. Brumfit,.

Wahana Komputer. 2009. Pengolahan Data Statistik dengan SPSS 16.0. Jakarta. Salemba

Infotek.

Page 22: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

12

IDENTITAS DAN KETERIKATAN NILAI BUDAYA

DALAM NOVEL A GOOD INDIAN WIFE KARYA: ANNE CHERIAN

Eka Yuniar Ernawati

Sastra Inggris-Fakultas Sastra

[email protected]

ABSTRACT

The point of this writing is the identity and the bond culture values which can be seen in

the novel A Good Indian Wife by Anne Cherian. This writing relates to the differences

between Indian value and American value through Indian-American immigrant. As

immigrant in America, Neel Sarath who has succeeded to get American Dream as an

anesthesiologist in San Francisco, has his shiny Porche, his spotless condo and his blonde

American girl.

In other side, as an Indian Iyengar, he is forced to obey his identity about the arranged

marriage which has been prepared by his elders. The more he tries to neglect the rule, the

harder he wants to avoid the marriage which finally, he must accept to marry Leila

Khrishnan, a local English teacher who is chosen by his elders.

Here, Cherian as the author, tries to explain there are still many habitants in India where

men or women are still not free to choose what they want to be in the modern life.

Key words: Indian-American immigrant, Iyengar identity, arranged marriage, collective

value, individualism

PENDAHULUAN

Novel yang berjudul A Good Indian Wife merupakan karya sastra yang ditulis oleh Anne

Cherian. Ia ingin memberikan gambaran tokoh imigran India-Amerika. Novel ini berkisah

tentang persoalan identitas yang dihadapi oleh seorang imigran India bernama Neel Sarath

di Amerika, terjebak di antara dua nilai budaya. Di satu sisi, sebagai keturunan India, ia

harus menghadapi identitas budayanya yang memegang teguh nilai perjodohan. Di sisi

lain, sebagai imigran India di Amerika, ia menemukan suatu nilai budaya yang berbeda

dari negeri asalnya yaitu kebebasan sebagai individu.

Kesusastraan India Amerika telah mencapai kemajuan yang pesat terutama sejak jaman

Post Kolonial. Keberadaan orang India Amerika terbagi menjadi banyak suku yang

mempunyai kebudayaan tersendiri. Kebudayaan mereka kadang didasarkan pada hal yang

Page 23: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

13

sesuai dengan kondisi daerah mereka masing-masing. Selain itu kebudayaan yang mereka

miliki berasal dari kebiasaan dan keyakinan yang mereka anut. (Horton dan Hunt, 1998:76)

Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan historis biografi

dalam analisis karya sastra. Rene Welek dan Austen Weren menyatakan pendapatnya

bahwa analisis karya sastra tersebut dapat dilakukan dengan menghubungkan sejarah atau

latar belakang penulis karya sastra. Dalam pendekatan biografi ini terdapat tiga sudut

pandang, yakni biografi sebagai alat untuk menerangkan proses penciptaan karya sastra,

pengarang sebagai fokus utama penelitian, dan mengelompokkan biografi sebagai ilmu

pengetahuan.

(http://www.bimbie.com/teori-sastra-menurut-para-ahli.htm. Diakses pada hari Selasa, 12

Februari 2013).

Amerika adalah suatu negara di mana pada awal berdirinya negara tersebut, masyarakatnya

merupakan orang-orang yang berasal dari para imigran yang datang dari beragam

sukubangsa dan dengan ciri identitas budaya yang dibawa dari negeri asal mereka.

Identitas dapat dilihat sebagai nama yang kita berikan kepada kita dengan cara berbeda

dimana kita diposisikan dan posisi sosial dimana kita berada dalam kebudayaan setempat.

Identitas merupakan suatu ide tentang keberadaan diri individu dan bagaimana setiap

individu tersebut saling berhubungan satu dengan yang lainnya dan di tempat dimana

dirinya berpijak. Identitas adalah suatu gagasan untuk menandakan tentang diri seseorang,

sehingga dengan demikian kita dapat mengetahui asal usul seseorang. (Woodward, 1997:2)

Identitas yang dimiliki seseorang tidak dapat dilepaskan dari budaya yang dimiliki oleh

orang tersebut, yang dinamakan dengan identitas budaya. Dalam Cultural Identity and

Diaspora, Stuart Hall menjelaskan bahwa identitas budaya (atau juga disebut identitas

etnis) sedikitnya dapat dilihat dari dua cara pandang, yaitu identitas budaya sebagai sebuah

wujud (identity as being) dan identitas budaya sebagai sebuah proses menjadi (identity as

becoming). Identitas adalah nama yang diberikan kepada kita dengan cara berbeda dimana

kita diposisikan dan posisi dimana kita berada di masa lalu. (hall, 1997: 52)

Seiring dengan keaneka ragaman kebudayaan tersebut seringkali setiap individu yang

menetap di Amerika menghadapi proses asimilasi melalui perubahan atas nilai budaya baru

yang diperoleh di Amerika.

Page 24: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

14

Pada hakekatnya, nilai adalah kepercayaan-kepercayaan bahwa cara hidup yang

diidealisasi adalah cara yang terbaik bagi masyarakat. Oleh karena nilai adalah

kepercayaan maka nilai berfungsi mengilhami anggota-anggota masyarakat untuk

berperilaku sesuai dengan cara yang diterima masyarakatnya. Oleh karena nilai-nilai

adalah gambaran-gambaran yang ideal, maka nilai-nilai tersebut merupakan alat untuk

menentukan mutu perilaku seseorang. (Gabriel, 144:1991)

Pada dasarnya, setiap anggota masyarakat mengetahui, mengerti, dan menghargai

keberadaan nilai-niai yang ada di dalam komunitasnya demi tercipta kehidupan yang tertib

dan aman.

Novel A Good Indian Wife menceritakan seorang tokoh imigran India di Amerika bernama

Neel Sarath. Sebagai tokoh utama, ia telah berhasil mencapai impiannya di Amerika.

Memiliki profesi sebagai ahli anestesi di San Francisco, kehidupan mewah di sebuah

kondominium dan mobil mewah Porsche, adalah bukti nyata keberhasilannya tersebut.

Namun apa yang telah dicapainya di Amerika berbanding terbalik dengan kenyataannya

ketika ia harus membawa dirinya memenuhi kewajibannya sebagai identitas orang India,

yang sejatinya harus memenuhi keinginan atau aturan yang telah ditetapkan dalam budaya

masyarakat India. Klimaksnya terjadi ketika ia terpaksa memenuhi keinginan keluarganya

untuk dijodohkan dengan gadis India bernama Leila Khrishnan, meskipun sebenarnya ia

sendiri telah memiliki seorang kekasih kulit putih di Amerika.

Keluarga merupakan institusi sosial yang ada dalam masyarakat dan berfungsi menyatukan

individu-individu yang ada dalam kelompok untuk bekerjasama dan saling menjaga satu

dengan yang lain, termasuk dalam hal yang berkaitan dengan anak-anak mereka.

(Macionis, 2010:426)

Kebudayaan India menjunjung tinggi akan pentingnya nilai-nilai yang tertanam di dalam

keluarga. Dari satu generasi ke generasi lainnya, masyarakat India senantiasa

mempertahankan tradisi yang berlaku dalam keluarga mereka yang dinamakan dengan

sistem keluarga bersama. Ini adalah sebuah sistem di mana anggota keluarga diperpanjang

- orang tua, anak, pasangan anak-anak dan keturunan mereka, dll - hidup bersama.

Biasanya, anggota pria tertua adalah kepala dalam sistem keluarga bersama India. Dia

Page 25: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

15

membuat semua keputusan penting dan aturan, dan anggota keluarga lainnya

mematuhinya. http://senibudaya421c01.blogspot.com/p/budaya-india.html

Selama berabad-abad, perjodohan telah menjadi tradisi dalam masyarakat India walaupun

laki-laki dan perempuan selalu memiliki pilihan yang mereka ingin menikah. Bahkan saat

ini, sebagian besar India pernikahan mereka direncanakan oleh orangtua mereka dan

keluarga-anggota terhormat lainnya, dengan persetujuan pengantin. pertandingan diatur

adalah dibuat setelah mempertimbangkan faktor-faktor seperti usia, tinggi, nilai-nilai

pribadi dan selera, latar belakang keluarga mereka (kekayaan, kedudukan sosial), mereka

kasta dan kompatibilitas astrologi dari pasangan ' horoskop . Umumnya ini dilakukan

untuk mengurangi culture shock untuk kedua mempelai sebagai keluarga kebanyakan

keluarga besar.

http://senibudaya421c01.blogspot.com/p/budaya-india.html

Neel Sarath adalah tokoh imigran Amerika keturunan India. Individualisme Amerika telah

menghantarkan tokoh Neel sebagai sosok individu yang telah mencapai kesuksesan di

Amerika. Individualisme adalah konsep nilai yang mencakup berbagai ide, perilaku dan

doktrin yang faktor utamanya terpusat pada individu. Pengertian individu disini diartikan

sebagai kebalikan “kolektif.” Individualisme merupakan penghargaan setinggi-tingginya

terhadap hak asasi manusia dan perlindungan kepada kepentingan individu. (Miller, 1956:

241)

Di sisi lain, secara lahiriah, Neel tidak dapat menghilangkan identitasnya dirinya sebagai

seorang India. Kabar mengenai kondisi kakeknya, Tatappa, yang dalam keadaan sakit,

menghantarkan tokoh Neel Sarath untuk kembali ke India. Menyadari bahwa dirinya tidak

memungkinkan untuk menolak perjodohan yang telah diatur oleh keluarganya, maka ia

pun tidak berdaya menghadapi situasi yang memojokkannya

Penelitian ini menggunakan metodologi penelitian kualitatif. Datanya dinyatakan dalam

bentuk verbal dan dianalisis tanpa menggunakan teknik statistic.Bersumber pada data

tertulis (teks) novel A Good Indian Wife karya Anne Cherian tahun 2008 yang didukung

oleh beberapa sumber teori secara dan data tertulis lainnya yang relevan. Penulis

menggunakan jenis penelitian yang sifatnya interpretatif yaitu mengintepretasikan teks

Page 26: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

16

dengan mengumpulan data kepustakaan dan pola pengkajian yang bersifat induktif yaitu

dari khusus ke umum. (Sangadji dan Sopiah, 2010: 26)

PEMBAHASAN

Dalam novel A Good Indian Wife, Anne Cherian sebagai penulis melihat bagaimana tokoh

Neel Sarath sebagai imigran India di Amerika memaknai dirinya dimana di satu sisi

dalam dirinya melekat identitas budayanya sebagai orang India yang memiliki nilai-nilai

tradisional yang dominan dalam keluarganya dan di sisi lain, ia telah memperoleh nilai

individualis sebagai imigran di Amerika.

Woodward (1997:2) menjelaskan bahwa identitas merupakan nama yang diberikan kepada

kita secara berbeda dimana kita berada dalam posisi sosial tertentu dalam kebudayaan

setempat. Identitas merupakan suatu ide tentang keberadaan diri individu dan bagaimana

setiap individu tersebut saling berhubungan satu dengan yang lainnya dan di tempat

dimana dirinya berpijak. Identitas adalah suatu gagasan untuk menandakan tentang diri

seseorang, sehingga dengan demikian kita dapat mengetahui asal usul seseorang.

Dalam pemaknaan yang lain, Suparlan (2004:25) menyatakan bahwa identitas di antara

individu berakar dari kebudayaan yang dapat dibedakan dari kebudayaan individu lainnya,

yang merupakan sebagai blue print atau pedoman dari sebuah masyarakat, secara

operasional terwujud melalui nilai-nilai budaya.

Nilai-nilai budaya tersebut terserap dalam semua pranata-pranata sosial. Sehingga pranata-

pranata sosial dapat dilihat sebagai mentransmisikan, mengembangkan, dan memantapkan

sesuatu atau sejumlah nilai budaya dalam mengorganisasi berbagai upaya kegiatan

pemenuhan kebutuhan hidup yang dianggap penting oleh masyarakat. (Suparlan. 68:2001).

Dari pemaknaan nilai-nilai budaya, maka tokoh Neel Sarath berupaya menjajaki

identitasnya sebagai imigran Amerika keturunan India dengan keberhasilannya

mengimplementasikan nilai individualisme Amerika melalui kesuksesan yang telah banyak

ia capai di negara tersebut.

Page 27: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

17

Namun apa yang telah dicapainya di Amerika, bukan sesuatu hal yang dapat ia terapkan

ketika ia harus kembali mengunjungi India, dimana orangtua dan sanak saudaranya masih

berada disana dan masih memegang teguh nilai kolektif tradisi setempat. Nilai kolektif

tersebut dapat dilihat dari budaya perjodohan yang masih banyak terjadi di India. Tokoh

Neel dalam novel A Good Indian Wife adalah salah satu contoh tokoh yang harus

menerima perjodohan yang telah direncanakan keluarganya.

Neel Sarath adalah seorang tokoh utama laki-laki dalam novel A Good Indian Wife, terlahir

di India dan menjadi imigran di Amerika. Kemampuan intelejensinya yang tinggi

menjadikan tokoh Neel seorang yang sukses dalam mencapai American Dream. Pada suatu

ketika, ia kembali ke India dan harus menghadapi kebudayaannya kembali, menghadapi

suatu kondisi yang dianggapnya suatu hal yang bertentangan dengan kebebasannya sebagai

individu, yaitu pada saat dia dihadapkan pada kondisi harus mematuhi perjodohan yang

telah diatur keluarganya. Setiap saat Neel melihat dirinya, ia memaknai dirinya bahwa apa

yang harus dilakukannya adalah hal yang tidak ia kehendaki, namun hal tersebut tidak

memungkinkannya untuk menolak apa yang telah menjadi nilai dan bagian identitas dari

budayanya sendiri sebagai seorang India.

Keluarga adalah bagian yang terpenting, dan apapun kondisinya, maka setiap individu

harus mematuhi apa yang menjadi keinginan dalam keluarga. Begitu juga pada tokoh Neel,

meskipun di satu sisi ia enggan untuk pergi ke India, namun di sisi lain ia khawatir dengan

kondisi kakeknya yang sedang sakit.

He didn’t want to see a dying tatappa either, but would regret not going. Tatappa,

his parents, the whole town, expected it of him. In India it was always above self,

with no considering his difficulties. (Cherian, 2008: 9)

Terlahir di India, membuat Neel menyadari bentuk kekerabatan yang sangat erat dalam

lembaga keluarga di India. Kehidupan bersama, dimana secara tradi antara satu generasi

dan generasi lainnya bekerjasama dan saling menjaga satu dengan lainnya, bahkan dalam

hal yang berkaitan dengan anak-anak mereka adalah hal yang umum dapat ditemui dalam

kehidupa keluarga India. Hal yang tidak berubah ketika Neel kembali berkunjung ke India

untuk menjenguk kakeknya yang dikabarkan sakit adalah ia kembali menemukan bentuk

Page 28: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

18

keluarga bersama seperti ni, dimana orang tua, anak, pasangan anak-anak dan keturunan

mereka hidup bersama di dalam kediaman orangtua Neel. Kakek Neel sendiri, yaitu

Tatappa, adalah anggota pria tertua dan memiliki kekuasaan penuh, membuat semua

keputusan penting dan aturan, dan anggota keluarga lainnya mematuhinya.

Kerjasama dia antara individu yang ada dalam keluarga dalam hal yang berkaitan dengan

anak-anak juga dirasakan oleh Neel pada saat bibinya Vimla, turut serta berbicara tentang

rencana perjodohan yang telah diatur oleh keluarga Neel.

Aunty Vimla said, “Your grandfather” __ she glance at tatappa and quickly added

__” and your mummy and daddy, we would all like to see you married. So, with your

mummy’s help, I have made some good arrangements for you. First-class girls. You

have simply to sit and see them. Then if one is to your liking, you simply sit and get

married. Simple.” (Cherian, 2008: 27)

Apa yang diucapkan oleh bibi Vimla membuat Neel dengan tegas menolak perjodohan

yang telah diatur oleh keluarganya. Tatappa, sebagai orang yang memiliki kekuasaan

penuh untuk membuat semua keputusan penting dan aturan agar anggota keluarga lainnya

mematuhinya, berusaha dengan caranya yang halus, memberikan pengertian kembali

kepada Neel.

Tatappa didn’s say anything for a few minutes. “She is only virry worried for your

future. You know in India it is our thinking that everyone should get married. It is not

like Ahmerica, where many people don’t care about families.” (Cherian, 2008: 31)

Perjodohan merupakan salah satu budaya dan identitas tradisi yang umum diikuti dan

dipatuhi oleh laki-laki maupun wanita dalam masyarakat India selama berabad-abad.

Meskipun demikian, tidak jarang, ada di antara mereka yang sebenarnya telah memiliki

pilihan pasangan hidup sesuai pilihan mereka, namun mereka tidak kuasa menolak

perjodohan yang telah direncanakan jauh sebelumnya oleh keluarga besar mereka. Bahkan

saat ini, di sebagian besar masyarakat India, pernikahan mereka direncanakan oleh

orangtua mereka dan keluarga-anggota terhormat lainnya, dengan persetujuan

pengantin. Pertemuan diatur setelah mempertimbangkan faktor-faktor seperti usia, tinggi,

Page 29: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

19

nilai-nilai pribadi dan selera, latar belakang keluarga mereka (kekayaan, kedudukan

sosial), mereka kasta dan kompatibilitas astrologi dari pasangan. Hal itu dilakukan untuk

mengurangi culture shock untuk kedua mempelai sebagai keluarga kebanyakan keluarga

besar.

http://senibudaya421c01.blogspot.com/p/budaya-india.html

Dalam sejarahnya, budaya India akan tradisi perjodohan diyakini telah ada di India dan

menjadi bagian dari lembaga keluarga pada saat berkembangya agama Veda Hindu pada

periode sekitar 500SM.

http://en.wikipedia.org/wiki/Arranged_marriage_in_the_Indian_subcontinent

Pemaparan Stuart Hall bahwa identitas budaya (atau juga disebut identitas etnis) sebagai

sebuah wujud (identity as being) dapat dilihat dalam diri tokoh Neel yang secara diri

adalah individu terlahir di India dan telah ditanamkan nilai-nilai kolektifitas dalam

keluarganya sedari kecil hingga ia dewasa.

Di sisi lain, penulis melihat bahwa dentitas budaya sebagai sebuah proses menjadi (identity

as becoming) memiliki ciri khusus dari identitasnya tersebut melalui nama keluarga,

Sarath, yang tetap melekat dalam identitas Neel sebagai Neel Sarath. Perjodohan yang

diupayakan oleh keluarganya dilatar belakangi oleh proses sejarah panjang dari tradisi

nenek moyangnya. Identitas tokoh Neel yang memiliki nama belakang Sarath, merupakan

nama yag menjadi identitas keluarga yang sudah ada sejak jaman kolonisasi Inggris di

India. Sarath adalah salah dari sekian banyak raja-raja kecil yang pernah ada di India dari

suku Iyengars. Mereka adalah keturunan Hindu yang berada di wilayah India Selatan.

Selama ratusan tahun, keturunan Sarath membuat suatu aturan sebagai tradisi untuk

melanjutkan keturunan mereka, dengan menikahi pasangan yang berasal dari kelompoknya

saja.

When Neel was young, he loved hearing about their first known ancestor, who

married the king’s daughter and grew to prominence as an exceptionally gifted

prime minister. For the past four hundred years the Saraths had added to the “good

name” of the family by marrying their own kind, Iyengars, the best of all South

Indian Hindus, coveted for their light skin and intelligence. (Cherian, 2008: 2)

Page 30: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

20

Tradisi perjodohan di India pada akhirnya menjadi identitas budaya, berasal dari sejarah

yang panjang dan penuh makna dan telah dijalani sejak jaman dahulu kala.

Di sisi lain, tokoh Neel yang telah bermigrasi ke Amerika, telah melihat banyaknya

kontradiktif nilai budaya. Satu sisi, dirinya adalah individu yang berasal dari India yang

memegang nilai tradisi kolektif. Di sisi lain, Amerika sebagai negara para imigran,

memiliki nilai-nilai budaya inti yang sangat menjunjung tinggi kebebasan setiap individu.

Individualisme adalah nilai budaya pokok dan mendasar yang mendukung berlakunya

prinsip-prinsip demokrasi di antara sejumlah nilai budaya Amerika, dimana individu

mempunyai kebebasan dalam mengekspresikan dirinya dan tidak terkungkung oleh adanya

sistim patronase.

Sebagai individu yang bebas, Neel berhasil mencapai kesuksesan, bahkan ia pun berupaya

mengasimilasikan diri dengan mengubah namanya sebagai cara agar ia merasa nyaman

dalam bersosialisasi.

Tatappa seemed to understand that Neel had made a new life for himself as Dr. Neel

Sarath, anesthesiologist, and now, American. (Cherian, 2008:2)

As a teenager he had even made up a year-by-year plan with goals: Go to America

for college, become a doctor by twenty eight,… (Cherian, 2008: 4)

“It’s Neel. I changed my name shortly after I got to Stanford. Americans find it

easier to pronounce than Suneel.” (Cherian, 2008: 47)

Di sisi lain, individualisme sebagai dasar kebebasan berekspresi dan menentukan

keinginannya sendiri berusaha dilakukan oleh Neel Sarath dengan caranya sendiri, yaitu

pada saat Neel menjelaskan bahwa ia telah memiliki seorang kekasih kulit putih Amerika

kepada kakeknya. Ia sadar bahwa hal itu tidak mungkin, dan memang pada kenyataannya

Tatappa pun secara berdiplomasi memberikan alasan kepada Neel akan keberatannya

tentang keinginan Neel tersebut.

“So you wouldn’t mind if I married an American?”

Page 31: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

21

“It’s not a question of minding or not minding. It is simply better to marry one’s own kind.

(Cherian, 2008: 32).

“Ahmerican?” he could hear tatappa shout. “We are Indians. Did I fight away the British

only to have my own family spoiled with the blood of a white fahrinner?” (Cherian,

2008:33).

Berbagai upaya dilakukan Neel untuk menolak perjodohan yang telah direncanakan oleh

keluarganya. Klimaksnya ketika ia telah dipertemukan dengan Leila, anak perempuan dari

keluarga Khrishnan. Ia tidak mengira bahwa pertemuannya dengan Leila dan keluarganya

itu pada akhirnya adalah pertemuan untuk menentukan pernikahan dirinya dengan Leila.

Dia pun terjebak pada situasi yang tidak mampu untuk dia hindari.

“I’m not getting married!”

“It’s done.” Aunty Vimla patted a handkerchief on her sweeting face. “The marriage is to

be in fourteen days.” (Cherian, 2008:55)

He felt as if he had metamorphosed into a character from Kafka’s novel. One day he was

Dr. Neel Sarath, a man whose only obligation was work, who ate beef when he wanted to

and spent nights with awhite woman outside the bounds of marriage. The next day, without

his permission , he had been forced back into hs discarded skin. He was Suneel once

again__grandson, son, nephew, consummate Indian male. (Cherian, 2008:57)

This was something he hadn’t even thought about when he yielded to their joint pressure

and said. “Yes, I’ll marry her.” (Cherian, 2008:63)

Pada akhirnya, Neel tidak dapat mempertahankan keinginannya untuk tidak menikah atas

perjodohan yang telah diatur oleh keluarganya. Kepatuhannya utuk memenuhi apa yang

diingini oleh keluarganya dikarenakan kesadarannya akan nilai budayanya untuk

senantiasa menghormati keluarganya, meskipun di sisi lain apa yang dilakukannya adalah

hanya keterpaksaan saja.

1. KESIMPULAN

Page 32: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

22

Melalui novel berjudul A Good Indian Wife karya Anne Cherian, penulis dapat

melihaadanya konflik nilai yang terjadi dalam diri tokoh Neel Sarath yang telah dibesarkan

di antara dua negara yang memiliki perbedaan nilai-nilai dalam kebudayaanya. India

adalah negara dimana Neel terlahir dan tinggal hingga remaja, dimana keluarga besarnya

berada dan masih memegang teguh adat dan tradisi budaya setempat. Identitas dirinya

yang berasal dari sejarah panjang para leluhurnya terdahulu merupakan identitas dari nama

besar keturunan Sarath yang tidak dapat dilepaskan oleh Neel. Perjodohan, yang menjadi

akar budaya dari leluhurnya tersebut menjadi pemicu konflik nilai budaya dalam dirinya.

Amerika yang telah memberinya nilai kebebasan sebagai individu tidak mampu ia terapkan

dalam kehidupannya sebagai individu ketika ia harus menghadapi nilai luhur dari

kebudayaannya sendiri di India. Kebebasan yang telah membuka matanya untuk

menentukan apa yang dianggapnya baik bagi dirinya, dengan segala kesuksesan yang telah

diraihnya di Amerika seakan tidak mampu merubah tatanan nilali yang begitu kuat

tertanam dalam keluarganya di India. Pada akhirnya, Neel harus menerima kenyataan akan

identitas asalnya tersebut dan harus menuruti tradisi atas nama kehormatan keluarga.

DAFTAR PUSTAKA

Cherian, Anne.(2008) A Good Indian Wife, NY,W.W.Norton & Company.

Gabriel, Ralph H.(1991) Nilai-Nilai Amerika Pelestarian dan Perubahan, Yogyakarta,

Gadjah Mada University Press.

Hall,S.(1990) Cultural Identity And Diaspora, Dalam Identity and Difference, Kathryn

Woodward, SAGE Publication, London.

Horton, Paul B. and Chester L. Hunt. (1998) Sociology , McGraw-Hill Humanities,U.S.

Bimbie, Berdasarkan Pandangan Rene Welek dan Austin, [online],

(http://www.bimbie.com/teori-sastra-menurut-para-ahli.htm, diunduh tanggal 6

Februari 2013).

http://senibudaya421c01.blogspot.com/p/budaya-india.html, diunduh tanggal 9 Juni 2013

Miller, Perry. (1956) Errand to Wilderness, New York, Harper Toorchbooks, The

Academy library,

Macionis, John J. (2010) Sociology, Thirteen edition. U.S.A.,Prentice Hall, Pearson

Education, Inc.

Page 33: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

23

Sangadji, Etta Mamang dan Sopiah. (2010), Metodologi Penelitian Pendekatan Praktis

Dalam Penelitian, Yogyakarta, ANDI.

Suparlan, Parsudi. (2001) Jurnal Studi Amerika, Vol. VII, Jul-Des.Pusat Kajian Wilayah

Amerika.UI

Suparlan, Parsudi.(2004) Hubungan Antar Sukubangsa,Jakarta:YPKIK

Woodward, Kathryn. (1997) Identity and Difference, London,SAGE Publication Ltd, The

Open University.

Page 34: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

24

VERBA HOMOGRAFI DALAM BAHASA MANDARIN

Yulie Neila Chandra, Gustini Wijayanti

Program Studi Sastra Cina, Fakultas Sastra

[email protected]

ABSTRAK

Dalam berbagai bahasa di dunia, homonimi dapat disamakan dengan homofoni dan

homografi, atau homonimi mencakup homofoni dan homografi. Keadaan tersebut tidak

berlaku di dalam bahasa Mandarin. Konsep ketiganya sangat berbeda. Sistem tulisan

bahasa Mandarin yang berbentuk aksara/huruf balok atau dinamakan Hanzi

‘karakter/aksara/huruf Han’tidak mewakili sebuah fonem, melainkan silabel (sukukata).

Bahasa Mandarin juga memiliki sistem fonetik yang disebut Hanyu Pinyin. Kedua sistem

itu mengakibatkan perbedaan konsep yang tegas di antara ketiga relasi makna itu.

Penelitian kualitatif ini mencermati verba-verba berhomograf yang berjumlah sekitar 70-an

karakter, yang setiap karakternya dapat diucapkan dalam dua atau lebih bunyi yang

berbeda. Pada umumnya perbedaan fonetis di antara verba-verba homografi terletak pada

unsur suprasegmentalnya (fonem suprasegmental, yakni ton/nada) sehingga membentuk

pasangan minimal. Perbedaan fonetis menyebabkan kesalahan pengucapan, bahkan

penerjemahan dalam kalimat. Terlebih lagi, hampir setiap verba berhomograf juga

berpolisemi atau memiliki banyak makna yang kadang-kadang tidak bertautan, serta

bermakna inheren yang berbeda sehingga menambah kesulitan dalam penerjemahan.

Namun, semua hal tersebut dapat diatasi dengan memperhatikan kolokasinya. Pemerhatian

kolokasi meliputi leksikal dan gramatikal. Karena itu, pola kolokasi baik leksikal maupun

gramatikal dapat membantu ketepatan dalam pengucapan dan penerjemahan. Kebanyakan

pola kolokasi verba membentuk frase verba objek dan verba komplemen.

Kata Kunci: verba, homografi, polisemi, pasangan minimal, kolokasi

PENDAHULUAN

Dalam setiap bahasa terdapat berbagai relasi makna. Satuan bahasa seperti kata, memiliki

komponen makna yang kompleks sehingga mengakibatkan perhubungan makna di antara

satuan tersebut. Perhubungan antarmakna (relasi makna) yang disebut juga relasi semantik

atau relasi leksikal, dapat menunjukkan kesamaan, pertentangan, ketercakupan, kegandaan,

kelainan, ataupun kelebihan makna.

Relasi makna juga bertautan dengan relasi gramatikalnya. Karena itu, relasi makna dapat

dikelompokkan menjadi dua jenis, yaitu relasi makna sintagmatis dan paradigmatis. Relasi

makna sintagmatis berhubungan secara horizontal dalam satu frase atau kalimat, seperti

hubungan antara subjek dan predikat di dalam sebuah kalimat. Sebaliknya, relasi makna

Page 35: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

25

paradigmatis berhubungan secara vertikal dalam gatra sintaktis yang sama, serta dapat

saling disulihkan dalam satu konteks tertentu.

Relasi makna sintagmatis dapat ditemui dalam homonimi dan polisemi; sedangkan relasi

makna paradigmatis seperti sinonimi, antonimi, hiponimi, dan lain-lain. Dalam setiap

bahasa, konsep relasi makna tersebut secara umum sama. Di dalam sejumlah bahasa,

homonimi dapat dibedakan atas dua macam, yaitu homofoni dan homografi. Homofoni

adalah kata-kata yang dilafalkan sama tetapi maknanya berbeda. Lebih jelasnya, homofoni

merupakan hubungan antara kata-kata yang berbeda maknanya tetapi sama lafalnya.

Sementara itu, homografi adalah kata-kata yang ditulis sama tetapi maknanya berbeda;

atau hubungan antara kata-kata yang berbeda maknanya tetapi sama tulisannya (Harimurti

Kridalaksana, 1993:75). Contoh dalam bahasa Indonesia: kata tahu ‘makanan’

berhomografi dengan tahu ‘paham’. Banyak ahli bahasa, khususnya ahli semantik yang

menyamakan homonimi dengan homofoni ataupun homografi. Misalnya, kata bisa ‘racun’

dan bisa ‘dapat’ atau ‘sanggup’ merupakan homonim, homofon, dan juga homograf.

Namun, kata masa ‘waktu’ yang berhomofoni dengan massa ‘sejumlah besar benda yang

menjadi satu kesatuan’, bukanlah homograf karena terdapat dua fonem /s/ pada kata

tersebut. Hal seperti itu juga dapat ditemui dalam bahasa Inggris, namun tidak dalam

bahasa Mandarin.

Dalam bahasa Mandarin yang tidak memiliki sistem tulisan ortografi, terdapat perbedaan

konsep homonimi. Sistem tulisan bahasa Mandarin yang berbentuk aksara/huruf balok (方

块字fàngkuàizì) menyerupai ideogram dan piktogram. Setiap aksara/huruf balok terdiri

dari guratan-guratan yang mewakili satu silabel (sukukata), bukan fonem. Namun

demikian, bahasa Mandarin memiliki sistem fonetik, yang disebut 汉语拼音Hànyŭ pīnyīn

‘ejaan bahasa Mandarin’ atau lebih dikenal sebagai ‘ejaan pinyin’. Silabel bahasa

Mandarin terdiri atas tiga bagian, yaitu 声母shēngmŭ ‘inisial/unsur awal’, 韵母 yùnmŭ

‘final/unsur akhir’, 声调 shēngdiào ‘ton/tona/ nada’. Inisial adalah unsur awal sebuah

silabel yang diduduki oleh konsonan. Final adalah semua unsur yang ada di belakang

inisial, dapat diduduki oleh vokal dan konsonan. Ton adalah tinggi rendah nada yang sudah

ditentukan kualitasnya.

Page 36: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

26

Homografi bahasa Mandarin tidak dapat dikatakan homonimi. Istilah untuk merujuk pada

homografi di dalam bahasa Mandarin sangat beragam, yakni 同形词tóngxíngcí; 多音多义

字duōyīnduōyìzì; 多义多音字 duōyìduōyīnzì; 多音字duōyīnduōyìzì; 一字多音yīzìduōyīn;

atau 异读词 yìdúcí. Dari istilah homografi tersebut tampak bahwa homografi bahasa

Mandarin menitikberatkan pada bunyi yang berbeda, tetapi bentuk karakter atau aksara

Han-nya sama. Contoh: 还hái ‘masih’ (adverbia) berhomografi dengan 还huán ‘kembali’

(verba).

Menurut Qian Nairong (1995:420), dan juga Zhang Wu (2000:307), kata yang

berhomografi kira-kira berjumlah 10% dari aksara/karakter Han yang ada. Kondisi tersebut

mengakibatkan pemelajar bahasa Mandarin harus memahami kata-kata yang berhomograf

tersebut sehingga tidak salah melafalkan dan menggunakannya. Misalnya, kata 得de yang

berhomograf dengan 得dĕi pada kalimat di bawah ini:

(1) 要取得好成绩,就得努力学习。

Yào qŭdé hăo chéngjì, jiù dĕi nŭlì xuéxí.

Mau mendapat baik prestasi, (Adv) harus giat belajar

‘Jika ingin mendapatkan prestasi yang baik, maka harus giat belajar.’

PERUMUSAN MASALAH

Homografi banyak dijumpai dalam bahasa Mandarin. Dua atau tiga kata yang berhomograf

dapat memiliki kelas kata yang berbeda atau sama. Homografi yang dicermati di dalam

penelitian ini adalah yang memiliki kelas kata yang sama, yakni verba. Permasalahannya

adalah bagaimana pengucapan/pelafalan verba berhomograf itu, apakah berhomofon?

Bagaimana makna inheren dan tautan makna verba-verba tersebut? Bagaimana pula

kolokasinya sehingga dapat membedakannya.

TINJAUAN PUSTAKA

Palmer (1976) mengemukakan bahwa suatu bentuk yang memiliki banyak makna tidak

dapat dikatakan dengan jelas apakah termasuk polisemi atau homonimi. Menurutnya,

polisemi adalah sebuah kata yang memiliki banyak makna; sedangkan homonimi adalah

Page 37: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

27

kata-kata yang memiliki kesamaan bentuk. Perbedaannya dapat dilihat di dalam kamus.

Kata-kata yang berpolisemi muncul sebagai satu lema (entri) tetapi dengan beberapa

penjelasan; sedangkan kata-kata yang homonimi muncul sebagai lema yang terpisah.

Palmer juga membedakan antara homografi dan homofoni. Menurutnya, homografi adalah

kata-kata yang ditulis sama tetapi dilafalkan berbeda.

Sejalan dengan pendapat Palmer (1976), Lyons (1977) mendefinisikan homonimi sebagai

kata-kata yang berbeda dengan bentuk yang sama. Homonimi merupakan perhubungan di

antara leksem, dan dibedakan menjadi dua, yaitu homofoni dan homografi.

Saeed (1997) juga memaparkan beberapa relasi leksikal seperti yang dipaparkan oleh para

ahli semantik sebelumnya. Relasi leksikal pada umumnya terjadi di antara leksem-leksem

di dalam bidang yang sama. Menurutnya, homonim merujuk pada kata-kata yang secara

fonologis sama, yang dapat dibedakan atas homograf (kata yang ditulis sama) dan

homofon (kata yang diucapkan atau dilafalkan sama). Perbedaan keduanya dapat dilihat

berdasarkan perilaku sintaktis dan pelafalannya.

Chaer (1990) memaparkan bahwa kesamaan objek pembicaraan membuat tautan antara

homonimi, homofoni, dan homografi. Ada beberapa ahli yang menyatakan bahwa

homograf adalah juga homonim karena para ahli itu berpandangan ada dua macam

homonim, yaitu (1) homonim yang homofon; dan (2) homonim yang homograf.

Qian Nairong (1995) memaparkan homografi bukan dalam suatu telaah relasi leksikal

(semantik leksikal), tetapi dalam pembicaraan mengenai bunyi dan makna

karakter/aksara/huruf Han. Qian Nairong mengungkapkan bahwa suatu ejaan/pelafalan

karakter Han merupakan sebuah silabel (monosilabel). Karena itu, hubungan antara silabel

dan bentuknya (karakter/aksara/huruf Han) dapat dilihat berdasarkan dua sudut pandang,

yaitu (1) berdasarkan silabelnya; dan (2) berdasarkan bentuknya atau karakter/huruf Han-

nya. Yang pertama dapat dibedakan atas dua macam, yaitu (1) 一音一字yī yīn yī zì ‘satu

bunyi satu aksara/huruf’ contoh: 森sēn ‘hutan’; dan (2) 一音多字yī yīn duō zì ‘satu bunyi

banyak aksara/huruf’ contoh: shí: 实 ‘nyata’, 十 ‘sepuluh’, 识 ‘pengetahuan’, 石 ‘batu’, 拾

‘menngambil’, 时 ‘waktu’, 食 ‘makanan’. Yang kedua dapat dibedakan atas dua macam

Page 38: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

28

juga, yaitu (1) 一字一音yī zì yī yīn ‘satu aksara satu bunyi’ contoh: 短 duăn ‘pendek’; dan

(2)一字多音yī zì duō yīn ‘satu aksara banyak bunyi’ contoh: 大dà (pada kata 大门dàmén

‘pintu gerbang’) dan 大dài (pada kata 大夫dàifu ‘tabib’). Yang terakhir inilah yang dapat

dikatakan homografi.

Paparan yang sejalan dengan Qian Nairong adalah yang dilakukan oleh Luo Xiaosuo

(1999). Menurutnya, homografi merujuk pada sebuah kata yang memiliki dua pelafalan

atau lebih. Perbedaan ejaan/lafal kata-kata berhomograf dapat dilihat dari inisial, final,

ataupun tonnya. Kehomografian disebabkan oleh beberapa hal, yakni (1) perbedaan ragam

bahasa, seperti ragam lisan dan tulis; (2) perbedaan makna; (3) perbedaan kelas kata; (4)

perbedaan penggunaan, yakni penggunaan secara umum dengan penggunaan sebagai nama

orang atau tempat.

Pembahasan mengenai verba dimulai dari Brinton (1988). Brinton mengklasifikasi verba

berdasarkan tipe verba yang diajukan oleh Vendler (1967). Klasifikasi tersebut, yaitu (1)

verba keadaan (state); (2) verba pencapaian (achievement); (3) verba aktivitas/kegiatan

(activity); (4) verba penyelesaian (accomplishment); dan (5) verba kegandaan/seri (series).

Kelima tipe verba tersebut masing-masing memiliki makna inheren yang diungkapkan

melalui ciri semantis kewaktuannya.

Li Dejin dan Cheng Meizhen (1988) mengklasifikasi verba berdasarkan maknanya, yakni

(1) verba yang menyatakan tindakan/aktivitas, seperti写xiĕ ‘menulis’; (2) verba yang

menyatakan tindakan/perilaku, seperti 拥护yōnghù ‘mendukung’; (3) verba yang

menunjukkan aktivitas mental, seperti喜欢 xĭhuan ‘suka’; (4) verba menunjukkan

perubahan dan perkembangan, seperti 生shēng ‘lahir/hidup’; (5) verba yang menunjukkan

keberadaan, kepemilikan, atau penilaian, seperti 有 yŏu ‘mempunyai’; dan (6) verba yang

menunjukkan arah, seperti 上shàng ‘naik’.

Penggunaan verba dalam kalimat tidak terlepas dari peran kolokasi. Kolokasi adalah

asosiasi tetap antara kata dengan kata lain yang berdampingan dalam kalimat. Misalnya

antara kata buku dan tebal dalam kalimat buku tebal ini mahal (Harimurti Kridalaksana,

1993: 113-114). Menurut He Sanben dan Wang Lingling (1995), kolokasi yang disebut 搭

Page 39: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

29

配dāpèi atau 并置理论bìngzhì lĭlùn merupakan perhubungan kata dengan kata yang

memungkinkan di dalam sebuah konstuksi. Kolokasi disebut juga sanding kata. Kata-kata

yang berkolokasi merupakan kata-kata yang cenderung digunakan dalam satu lingkungan

(domain) tertentu sehingga mempunyai tautan padu. Sanding kata dianggap sebagai pilihan

kata atau leksikal seseorang untuk membentuk konstruksi kalimat yang sesuai. Kata-kata

yang bersandingan tidak hanya yang bermakna leksikal, tetapi juga gramatikal.

TUJUAN PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan untuk memahami homografi di dalam bahasa Mandarin, khususnya

yang berkelas verba. Dengan mencermati verba-verba yang berhomograf, dapat

mengetahui tipe verba-verba tersebut, termasuk tautan makna, serta kolokasinya sehingga

dapat mengatasi kesalahan dalam pengucapan dan penerjemahan verba-verba tersebut

dalam kalimat.

MANFAAT HASIL PENELITIAN

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman mengenai homografi dalam

bahasa Mandarin, terutama yang berkelas verba, kepada para pemelajar dan peminat

linguistik bahasa Mandarin. Kemaknawian penelitian ini juga diharapkan dapat

memberikan pengetahuan di bidang fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantik Bahasa

Mandarin.

METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian kualitatif ini bersifat deskriptif dengan menggunakan metode induktif. Karena

itu, penelitian ini dilakukan melalui beberapa tahap, yakni (1) pengumpulan dan

pengamatan data (identifikasi dan klasifikasi): data yang dikumpulkan adalah data tulis,

yang bersumber dari kamus; (2) analisis data: data yang telah diidentifikasi dan

diklasifikasi ditelaah dengan menggunakan metode analisis distribusional; dan (3)

penyajian data.

Page 40: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

30

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada Umumnya verba-verba berhomograf dapat diucapkan minimal dua macam. Sebagian

kecil dapat dilafalkan atau diucapkan lebih dari dua, yakni tiga macam. Selain itu, di antara

verba-verba tersebut ada yang berhomograf dengan kelas kata lain seperti nomina,

adjektiva, atau adverbia, tetapi tidak dibahas di dalam penelitian ini. Verba-verba

homografi tersebut tidak dapat digolongkan sebagai homofoni karena adanya perbedaan

unsur suprasegmental (nada/ton).

Contoh verba yang dilafalkan dengan dua cara:

(1) 揣dapat dilafalkan chuāi (nada pertama) dan chuăi (nada ketiga).

(2) 颤dapat diucapkan chàn (fonem beraspirasi ch /tȿ’/) dan zhàn (fonem

takberaspirasi zh /tȿ/)

Contoh verba yang dilafalkan dengan tiga cara:

(3) 嚼dapat dilafalkan jiáo (nada kedua), jiào (nada keempat), dan jué (fonem yang

berbeda dan nada kedua).

Perbedaan pengucapan verba-verba homograf itu umumnya terlihat pada fonem

suprasegmentalnya (ton/nada), seperti tampak pada contoh (1). Selain itu, perbedaan dari

fonem segmentalnya juga ditemukan, seperti pada contoh (2). Keadaan tersebut

menciptakan pasangan minimal dalam kehomografian bahasa Mandarin. Pasangan

minimal adalah dua ujaran yang salah satu unsurnya berbeda; atau dua unsur yang sama

kecuali dalam hal satu bunyi saja (Harimurti Kridalaksana, 1993:156).

Selain pasangan minimal, pengucapan verba homografi juga mencakup dua unsur baik

segmental maupun suprasegmental, seperti contoh berikut ini:

(4) 扒dapat dilafalkan bā (nada pertama dan fonem takberaspirasi /p/) dan juga pá

(nada kedua dan fonem beraspirasi /p’/)

(5) 给dapat dilafalkan gěi dan jĭ.

Pada umumnya setiap verba berhomograf memiliki banyak makna (polisemi). Makna

verba yang satu dengan yang lain dan berhomograf tersebut kebanyakan tidak bertautan.

Contoh:

Page 41: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

31

(6) 奔bēn; bèn

bēn (nada pertama) memiliki beberapa makna: (1) berlari dengan cepat;

(2) bergegas; (3) melarikan diri), (4) membalap.

bèn (nada keempat) memiliki beberapa makna: (1) menuju ke; (2)

mendekati; (3) menjelang.

Pada contoh (6) verba ben yang bernada satu dan yang bernada empat memiliki makna

yang tidak bertautan. Makna inheren yang ditunjukkannya pun berbeda. Misalnya, ben

yang bernada satu ‘berlari dengan cepat’ menunjukkan verba aktivitas; sedangkan ben

yang bernada empat ‘menuju ke’ menunjukkan verba pencapaian.

Ada pula verba-verba berhomograf tidak memiliki banyak makna (tidak berpolisemi).

Contoh:

(7) 喝hē; hè

a. 喝茶hē chá ‘minum teh’

b. 大喝一声dà hè yīshēng ‘berteriak keras’

Contoh (7) menunjukkan pengucapan dan makna yang berbeda dan tidak berkaitan di

dalam frase maupun kalimat. Contoh di atas menunjukkan bahwa verba homografi

memiliki sanding makna yang tidak dapat disubstitusikan. Namun, ditemukan pula

beberapa verba homografi yang dapat ditukarkan walau kata yang mengikutinya berbeda.

Contoh:

(8) 熬āo; áo

a. 熬白菜 āo báicài ‘merebus kubis’

b. 熬粥 áo zhōu ‘memasak bubur’

Kedua verba ao dapat dipertukarkan karena memiliki makna yang sama walau objeknya

berbeda.

Kolokasi yang berkaitan dengan verba homografi dalam bahasa Mandarin meliputi

kolokasi leksikal dan gramatikal. Berikut ini pola kolokasi yang ditemukan sehubungan

dengan verba homografi, baik leksikal maupun gramatikal.

Page 42: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

32

No. Pola Contoh

1 VH+N/FN (O) 倒车 dăo chē ’ganti bus’

倒一杯茶 dào yī bēi chá ’menuangkan secangkir teh’

看牛 kān niú ‘menggembalakan sapi’

看电影 kàn diànyĭng ’menonton film’

饮茶 yĭn chá ’minum teh’

饮马 yìn mă ’memberi minum kepada kuda’

2 V+VH+(N/FN) 泡涨 pào zhàng ’membengkak’

游说 yóu shuì ’melobi’

3 VH+V(Komp)+(N/FN) 褪下一只袖子 tùn xià yī zhĭ xiùzi ’melepaskan lengan

baju sebelah’

蒙住眼睛 méng zhù yănjing ’menutup mata’

4 VH+Adj(Komp) 漂干净 piăo gānjìng ’membilas sampai bersih’

蒙对了mēng duì le ’menebak tepat secara kebetulan’

5 VH+Fprep (Komp) 落在地上 luò zài dì shang ’jatuh di tanah’

落在家里 là zài jiā li ‘tertinggal di rumah’

6 VH+了(PA)+N/FN 扒了旧房 bā le jiù fáng ’merobohkan rumah lama’

7 VH+着(PA)+N/FN 挑着一担菜 tiāo zhe yī dān cài ’memikul sepikul sayur-

sayuran’

8 VH+了(PA)+ Komp 待了三天 dāi le sān tiān ‘tinggal selama tiga hari’

9 VH+过(PA)+N/FN 度过童年 dù guo tóngnián ’melewatkan masa kanak-

kanak’

10 VH + 得 (PS) + Adj

(Komp)

说得多 shuō de duō ’banyak bicara’

11 VH+得/不+ V (Komp)

+ (N/FN)

解不开 xiè bu kāi ’tidak dapat mengerti’

倒不开身 dăo bù kāi shēn ’sulit untuk bergerak’

Dari contoh-contoh di atas dapat terlihat bahwa kolokasi yang berbeda baik leksikal

maupun gramatikal memengaruhi perbedaan pengucapan dan penerjemahan, atau makna

Page 43: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

33

yang muncul dari persandingan kata verba homograf. Misalnya verba 饮dapat dilafalkan

yĭn dan yìn. Walau pada dasarnya memiliki tautan makna, tetap akan memunculkan makna

yang berbeda apabila diikuti oleh nomina yang berbeda. Begitu pula dengan pelafalannya.

Verba 饮yang dilafalkan dalam nada ketiga bermakna’minum’ sehingga harus bersanding

dengan minuman seperti teh, misalnya pada frase 饮茶yĭn chá ‘minum teh’. Sebaliknya,

verba 饮yang dilafalkan dalam nada keempat bermakna ‘memberi minum kepada hewan’

sehingga harus bersanding dengan nomina yang menyatakan hewan, seperti pada frase 饮

马yìn mă ‘memberi minum kepada kuda’.

KESIMPULAN

Pada umumnya verba-verba berhomograf dilafalkan dengan dua cara berbeda dan

membentuk pasangan minimal sehingga verba homografi tidak dapat dikatakan

berhomofon. Hal itu disebabkan kebanyakan pembedanya terdiri atas satu unsur saja, yakni

segmental atau suprasegmental. Namun, ada pula yang pembedanya lebih dari satu unsur,

bukan hanya unsur awalnya saja (inisial), tetapi juga unsur akhir (final), bahkan nadanya

juga dapat berbeda.

Berdasarkan maknanya, sebagian besar verba berhomograf memiliki banyak makna yang

tidak bertautan. Keadaan tersebut dapat diatasi dengan mencermati kolokasinya. Kolokasi

verba homografi mencakup leksikal dan gramatikal sehingga membentuk pola-pola frase.

Secara umum frase yang terbentuk adalah frase verba objek dan frase komplemen.

Karena keterbatasan waktu, dari segi struktur penelitian ini hanya mencakup kolokasi

leksikal dan gramatikal sehingga belum dapat dikatakan komprehensif. Oleh sebab itu,

masih banyak hal yang perlu digali terkait homografi, seperti peranan konteks yang juga

penting di dalam menentukan makna kalimat.

PUSTAKA ACUAN

Alwi, Hasan, Anton M. Moeliono, Hans Lapoliwa, dan Soenjono Dardjowidjojo. 2000.

Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Page 44: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

34

Brinton, Laurel J. 1988. The Development of English Aspectual System: Aspectualizers and

Past Verbal Particles. Cambridge: Cambridge University Press.

Chaer, Abdul. 1990. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.

Chandra, Yulie Neila. 2004. “Keimperfektifan dalam Bahasa Mandarin”. Tesis Magister.

Depok: Universitas Indonesia.

Chen Xinxiong, et.al. 1989/2005. Yuyanxue Cidian. Taipei: Sanmin Shuju.

Djajasudarma, Fatimah. 1993. Semantik 1: Pengantar ke Arah lmu Makna. Bandung:

Eresco.

Fang Yuqing. 1992. Shiyong Hanyu Yufa. Beijing: Beijing Yuyan Xueyuan Chubanshe

Fu Zhunqing. 1985. Xiandai Hanyu Cihui. Beijing: Beijing Daxue Chubanshe.

Gu Yande. 1999. Hanyu Yuyixue. Beijing: Beijing Daxue Chubanshe.

Guo Zhenhua. 2000. Jianming Hanyu Yufa. Beijing: Sinolingua.

He Sanben dan Wang Lingling. 1995. Xiandai Yuyixue. Taibei: Sanmin Shuju.

Kridalaksana, Harimurti. 1990. Kelas Kata dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: Gramedia.

________. 1993. Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia.

Kushartanti, Untung Yuwono, Multamia RMT Lauder (penyunting). 2005. Pesona

Bahasa: Langkah Awal Memahami Linguistik. Jakarta: Gramedia.

Li Dejin dan Cheng Meizhen. 1988. Waiguoren Shiyong Hanyu Yufa. Beijing: Sinolingua.

Liu Yuehua, Pan Wenyu, dan Gu Wei. 2001. Shiyong Xiandai Hanyu Yufa. Beijing:

Shangwu Yinshuguan.

Luo Xiaosuo. 1999. Xiandai Hanyu Yinlun. Yunnan: Yunnan Renmin Chubanshe.

Lyons, John. 1977. Semantics Volume 1. Cambridge: Cambridge University Press.

________. 1977. Semantics Volume 2. Cambridge: Cambridge University Press.

________. 1995. Linguistic Semantics: An Introduction. Cambridge: Cambridge

University Press.

Palmer, F.R. 1976. Semantics. Cambridge: Cambridge University Press.

Qian Nairong. 1995. Hanyu Yuyanxue. Beijing: Beijing Yuyan Xueyuan Chubanshe.

Saeed, John I. 2000. Semantics. Oxford: Blackwell.

Sumarsono. 2007. Pengantar Semantik (adaptasi dari Stephen Ullman, 1977). Yogyakarta:

Pustaka Pelajar.

Vendler, Zeno. 1967. Linguistics in Philosophy. Ithaca, New York: Cornell University

Press.

Page 45: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

35

Yu Mingshan dan Guo Bao’an (ed.). 2010. Tongyici Jinyici Fanyici Zhuci Zao Ju

Duoyinduoyizi Yicuoyihunzi Daquan. Beijing: Huayu Jiaoxue Chubanshe.

Zhang Wu. 2000. Jianming Xiandai Hanyu. Beijing: Zhongyang Guangbo Dianshi Daxue

Chubanshe.

Zhao Yongxin. 1992. Hanyu Yufa Gaiyao. Beijing: Beijing Yuyan Wenhua Daxue

Chubanshe.

DAFTAR SINGKATAN

Adj : adjektiva

FN : frase nominal

Fprep : frase preposisional

Komp : komplemen/pelengkap

KP : kata penggolong

N : nomina

O : objek

PA : partikel aspektual

PS : partikel struktural

V : verba

VH : verba homografi

Page 46: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

36

KRITIK MARK TWAIN TERHADAP MASYARAKAT AMERIKA

DALAM NOVEL HUCKLEBERRY FINN

Karina Adinda

Sastra Inggris – Fakultas Sastra

[email protected]

ABSTRACT

In this writing, Mark Twain exposes what happens in American society in the 19th

century.

Twain sees inequality among white people and black people at that time. He points out

there is something wrong regarding values that are applied in the society. America is a

democratic country, but there is slavery there. This condition is a paradox. Through the

main character, Huckleberry Finn, Mark Twain conveys his criticism on slavery in

America. Twain questions the different policies between states in America at that time.

Some states are free states such as Illinois, Indiana, Ohio and some others are slave states

such as, Missouri, Kentucky, Tennessee, Arkansas, Louisiana, Mississippi and Alabama.

This condition show that America is not a solid country, but a country divided by slavery.

It is obvious that Mark Twain is against slavery. Slavery has no place in America, there is

no unity.

Key words: Civilization, Democracy, Unity, Slavery, Criticism.

PENDAHULUAN

Kesusastraan mengacu pada kebudayaan yang ada dalam satu masyarakat. Masyarakat

tersebutlah yang menciptakan apa yang akan menjadi karya sastra tersebut. Masyarakat itu

menjadi inspirasi dari adanya kesusastraan yang merupakan bagian dari kebudayaan yang

terbentuk. Dengan membaca karya sastra, manusia dapat memperkaya wawasan dan

mendapatkan manfaat dari kegiatan membaca tersebut. Kegiatan membaca memang

menghabiskan waktu yang banyak, namun waktu tersebut tidak terbuang dengan sia-sia.

Kondisi ini ini dikuatkan oleh pernyataan Jacobs sebagai berikut :

… reading a literary work responsively can be an intensified demanding activity.

Imaginative literature makes our efforts rewarded with pleasure as well as

understanding. The quotation shows us that literature explores the nature of human

being and its condition present us memorable things and the worthy values by

reading the reflection of life (1981 : 1).

Barnett mengatakan bahwa dalam melakukan kegiatan membaca, kita tenggelam dalam

kegitan tersebut, sehingga kita hanyut dalam bacaan itu :

Page 47: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

37

...a literary work seizes our interest and at least for a moment make the rest of the

world fades or vanishes (1989 : 271).

Dalam novelnya ini Mark Twain, mengemukakan apa yang terjadi di dalam masyarakat

Amerika pada abad 19. Twain melihat adanya ketidak adilan yang terjadi. Ia menilai ada

yang tidak berjalan semestinya dalam masyarakat Amerika yang demokrasi dan

mempunyai nilai-nilai keagamaan yang kuat. Tokoh Huck Finn memang seorang anak

laki-laki baru yang berusia tigabelas tahun. Namun sebenarnya, melalui Huck Finn ini,

Twain menyampaikan kritiknya terhadap adanya perbudakan di Amerika. Hal ini dapat

dilihat ketika Huck Finn membantu budak Jim untuk lari dari majikannnya. Melalui

percakapan-percakapan antara Huck Finn dan Jim kita bisa melihat betapa Twain tidak

setuju adanya perbudakan di bumi Amerika. Novel ini sendiri merupakan novel yang

menggunakan bahasa khas Amerika pada masa adanya perbudakan, yaitu bahasa yang

dipakai baik oleh orang kulit putih maupun oleh orang kulit hitam pada era tersebut. Pada

saat diterbitkan pertama kali, bahasa yang dipakai di dalam novel ini mendapatkan

kecaman karena dianggap terlalu kasar. Namun, sebagaimana karya-karya Twain yang

lain, justru bahasa yang dipakai dalam karyanya itulah yang kekuatan Twain. Twain

dianggap peletak dasar pemakaian bahasa yang benar-benar Amerika dalam penulisan

sastra Amerika. Melalui karya-karya Twain lah kita dapat mengetahui apa, bagaimana

masyarakat Amerika dan bahasa yang mereka pergunakan pada abad 19. Dapat dikatakan

dengan mempelajari kesusastraan, kita mendapatkan dua manfaat. Manfaat pertama adalah

kita mendapatkan kesenangan dengan kegiatan membaca karya sastra tersebut. Manfaat

kedua adalah kita mendapatkan pengetahuan yang mendalam tentang kemanusiaan

sehingga kita akan menjadi orang yang lebih berbudaya dan luhur. Rohrbenger

mengatakan :

… studying a literary work has two functions, the first is getting pleasure or

enjoyment, and the latter is getting knowledge of humanity. While reading or

analyzing literary works such as novel, drama and poetry, the student gives attention

to some particular characters that construct the plot, setting, point of view and style.

They continue to describe a sequence of event to make up the plot or the narrative

structure which contains a) exposition b) rising action c) conflict d) climax and e)

resolution (Rohrbenger, 1971 : 21).

Page 48: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

38

Nilai-nilai dalam masyarakat sangat penting karena nilai-nilai tersebut menjadi pemersatu,

menurut Gabriel: pada hakekatnya, nilai adalah kepercayaan-kepercayaan bahwa cara

hidup yang diidealisasi adalah cara yang terbaik bagi masyarakat. Oleh karena nilai adalah

kepercayaan maka nilai berfungsi mengilhami anggota-anggota masyarakat untuk

berperilaku sesuai dengan cara yang diterima masyarakatnya. Oleh karena nilai-nilai

adalah gambaran-gambaran yang ideal, maka nilai-nilai tersebut merupakan alat untuk

menentukan mutu perilaku seseorang (Gabriel, 144:1991). Pengertian nilai yang ada dalam

masyarakat adalah nilai-nilai yang mempengaruhi sikap dan pandangan hidup dalam satu

masyarakat, sebagaimana disebutkan dalam Macmillan dictionary sebagai berikut : the

principles and beliefs that influence the behavior and way of life of a particular group or

community (2013).

PEMBAHASAN

Melalui novel Huckleberry Finn, Mark Twain menyampaikan pemikirannya. Novel in ini

merupakan kritik Mark Twain terhadap masyarakat Amerika pada abad 19. Latar belakang

novel ini adalah Amerika pada masa perbudakan dengan pertentangan antara Utara yang

tidak setuju adanya perbudakan dan Selatan yang mempunyai sisitem perbudakan dalam

masyarakatnya. Cerita ini memakai sudut pandang tokoh saya yang bernama Huckleberry

Finn atau dipanggil secara singkatnya, Huck Finn. Eksposisi cerita adalah ketika Huck

Finn diangkat anak oleh seorang janda tua, Ny. Douglas. Alasan Ny Douglas untuk

mengangkat Huck Finn menjadi anaknya adalah karena Ny. Douglas ingin membuat Huck

Finn menjadi lebih terpelajar dan beradab. Huck Finn adalah anak berusia duabelas tahun

yang terlantar dan tidak terawat. Ibunya sudah meninngal dunia dan bapaknya adalah

seorang pemabuk dan pemalas. Bapaknya tidak mengizinkan Huck Finn bersekolah karena

Huck Finn disuruh kerja apa saja untuk mendapatkan uang. Uang dari Huck Finn itulah

yang dipakai bapaknya untuk beli minuman keras dan bermabuk-mabukan. Tidak pernah

terlintas sedikitpun di kepala bapaknya untuk bekerja dan menyekolahkan anaknya. Yang

ada di kepala bapak tua itu hanyalah bermalas-malasan dan minum hingga mabuk.

Bapaknya merasa Huck Finn lah yang berkewajiban memenuhi kebutuhannya untuk

membeli minuman keras. Hak Huck Finn sebagai seorang anak untuk mendapatkan

kehidupan yang layak sebagai anak dan mendapatkan pendidikan terabaikan. Ny. Douglas

mewakili masyarakat kulit putih Amerika yang beragama dan mempunyai nilai moral

Page 49: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

39

tinggi. Ny. Douglas merasa adalah kewajibannya sebagai orang yang bermoral untuk

membuat Huck Finn yang anak jalanan menjadi lebih beradab.

The Widow Douglas adopted me and promise she would civilized me, but I found it

pretty hard to live in her house all the time, considering how normal and decent the

widow was in all her ways. When it became so bad and I couldn’t stand it any

longer, I just put on my old rags and ran off. Then I was free and happy again

(Twain, 2001 : 6).

Pada kenyataannya Huck Finn sejak awal merasa terbelenggu dengan misi Ny. Douglas

untuk membuat dirinya menjadi manusia yang lebih beradab. Ia lebih ingin menikmati

kebebasan hidup daripada hidup yang penuh dengan kepura-puraan. Menurut Huck Finn,

orang seperti Ny. Douglas hanya bisa mengkritik tanpa mengerti apa yang dikritik. Huck

Finn melihat dari kejadian ketika ia minta izin kepada Ny. Douglas untuk merokok. Ny.

Douglas tidak mengizinkan huck Finn untuk merokok, padahal Ny. Douglas sendiri

menghisdap tembakau melalui hidungnya. Walaupun itu bukan merokok, namun

menghisap tembakau melalui hidung adalah sama berbahaya dengan merokok karena

dampak tembakau terkena ke paru-paru juga. Hal ini terlihat dari kutipan di bawah ini :

Pretty soon I wanted to smoke and asked the Widow to let me. But she wouldn’t. She

said it was a horrible habit and it wasn’t clean. Some people are like that : they

criticize things they don’t know anything about. Of course, she took snuff – but she

thought that was all right (Twain, 2001 : 12).

Rising action adalah ketika Huck Finn memutuskan untuk kabur dari rumah Ny. Douglas.

Huck Finn merasa tidak bisa lagi tinggal di rumah Ny. Douglas yang penuh dengan

kepura-puraan dan juga untuk menghindari kejaran ayahnya yang selalu minta uang

kepada Huck Finn. Ayahnya tidak menjalankan kewajiban sebagai seorang bapak, malahan

minta uang kepada anaknya, Huck Finn. Hal ini dapat dilihat pada kutipan di bawah ini :

“Give me all the money that you have,” said Pap.

“I haven’t got any any money,” said Huck.

“That’s a lie. Now you get me the money. I want it,” said Pap.

“I swear I haven’t got any,” said Huck.

“How much have you got in your pocket? I want it ,” said Pap (Twain, 2001 : 12).

Page 50: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

40

Dalam pelariannya, Huck Finn bertemu dengan budak milik Nona Watson, Jim di sebuah

pulau. Nona Watson adalah adik dari Ny. Douglas, ibu angkat Huck Finn. Nyonya Douglas

dan Nona Watson tinggal bersama di dalam satu rumah. Ia bertemu dengan Jim dan

berjanji untuk tidak memberi tahu siapa pun tentang pelarian Jim menuju negara bagian

yang bebas. Huck Finn berjanji untuk membantu Jim. Hal ini dapat dilihat dari kutipan

berikut :

During my escape, I met Miss Watson’s slave, Jim. He also ran away from Miss

Watson. I told him the story of how I escaped. I asked him what he was doing on the

island. He said he wouldn’t tell me unless I promised never to tell anyone. I said I

would never tell a soul. Jim and I became good friends in our escape. We had the

same need to get freedom of our lives. There was a bond between Jim and me. We

help each other in our escape (Twain, 2001: 23).

Konflik di dalam cerita ini adalah ketika Huck Finn merasa tetap ingin membela Jim

dengan membantu pelarian Jim. Namun ia juga merasa ia akan menemui kesulitan karena

ia telah membantu Jim dalam pelariannya. Hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut :

Jim was a runaway slave. I knew it might get me into big trouble, but I wouldn’t

betray Jim. Even if people called me a miserable abolitionist, I wouldn’t say a word.

I knew I will be punished if both of us were caught. Still, I thought a true friend was

a friend who helped each other during hard times (Twain, 2001 : 27)

Climax dalam cerita ini adalah ketika Jim hampir tertangkap. Ketika itu Huck Finn dan Jim

sedang berada di atas sebuah perahu. Dua orang yang memegang senapan dalam perahu

datang menghampiri perahu Huck Finn. Kedua orang itu mencari budak yang kabur dari

majikannya di wilayah selatan. Hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut ini :

They both have guns. They stopped next to me and asked me whose raft it was in the

distance. I told them it was mine. Then they asked whether there were any other men

on it. Just one, I said. They said they were hunting a slave who ran away from Miss

Watson.

Resolution dalam cerita ini adalah ketika Jim mendapatkan kebebasannya. Mereka berhasil

bebas setelah lepas dari kejaran petugas perbatasan yang memburu budak yang kabur dari

Page 51: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

41

majikannya di wilayah selatan. Akhirnya Jim bukan lagi seorang budak. Jim adalah

manusia merdeka yang mempunyai hak yang sama dengan orang Amerika lainnya. Hal ini

dapat dilihat dari kutipan di bawah ini :

We ran like the wind towards the river, with bullets flying all around our heads. We

heard a shout, “Set the dogs loose; they’re headed for the river!” They came after us

at full speed. We could hear them because they were wearing heavy boots and

yelling. We weren’t wearing boots or making any noise and pretty soon we dropped

behind a bush and let them all pass us. Then the dogs came along, barking like crazy.

Then the dogs came along, barking like crazy. They stopped when they found us, but

didn’t do anything – just licked our hands a bit and said hello; then they were off

again towards the river.

“Now you are free, Jim!” I said.

“And a mighty good job it was too. It was planned beautifully. There is never been

such a splendid plan before!” said Jim.

We were all as happy as could be. Jim was at last a free man. A master of his own

(Twain, 2001 : 85).

Ternyata Jim sebenarnya sudah dibebaskan terlebih dahulu oleh pemiliknya, Nona

Watson. Nona Watson merasa bersalah dengan niat ingin memperjual Jim. Sebelum Nona

Watson meninggal dunia dua bulan yang lalu, ia telah membebaskannya sebagaimana

tercantum dalam surat wasiat nya. Hal ini dapat dilihat dai kutipan di bawah ini :

Then Tom told us that Miss Watson, who owned Jim, died two months ago. She had

felt so guilty about wanting to sell him down the river that she had set him free in her

will (Twain, 2001 : 89).

KESIMPULAN

Dari perjuangan Huck Finn untuk membantu Jim yang seorang budak, dapat dilihat bahwa

tokoh Huck Finn mencerminkan hati nurani manusia Amerika. Secara teoritis, Amerika

mempunyai nilai-nilai moral yang tinngi dan mempunyai peradaban dalam kehidupan

bernegara. Namun pada kenyataannya di Amerika ada perbudakan. Novel ini menunjukkan

adanya nilai-nilai yang tidak sesuai dalam masyarakat Amerika. Ada ketidak adilan dalam

Page 52: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

42

masyarakat Amerika. Novel ini juga menunjukkan adanya ketimpangan antara nilai-nilai

ideal yang dianut masyarakat Amerika dengan kenyataan yang terjadi dalam masyarakat.

Secara teori Amerika menganggap semua manusia mempunyai hak dan kedudukan yang

sama. Namun pada kenyataannya hal ini tidak berlaku dalam masyarakat Amerika.

Kenyataannya perbudakan ada di bumi Amerika. Orang kulit putih memperbudak orang

kulit hitam. Tokoh Huck Finn mewakili masyarakat Amerika yang tidak ingin adanya

perbudakan di bumi Amerika. Novel ini menunjukkan betapa kejamnya institusi

perbudakan karena manusia hanya dianggap sebagai barang dagangan yang diperjual

belikan. Melalui novel ini Mark Twain mengkritisi adanya perbudakan di Amerika. Twain

ingin perbudakan diakhiri di bumi Amerika. Hal ini dapat dilihat dari kebebasan yang

didapatkan Jim setelah berhasil dari kejaran petugas perbatasan. Namun ternyata Jim

sudah terlebih dahulu dibebaskan oleh pemiliknya Nona Watson dalam surat wasiatnya.

Nona Watson juga mewakili masyarakat Amerika yang sadar perbudakan tidak ada tempat

di bumi Amerika, walaupun kesadaran itu datangnya terlambat.

DAFTAR PUSTAKA

Barnett, Sylvan, Berman, Morton and William Bato, 1989. An Introduction to

Literature.London : The Macmillian and Company.

Gabriel, Ralph H., Nilai-NilaiAmerikaPelestariandanPerubahan, GadjahMada University

Press, Yogyakarta, 1991.

Macmillan Dictionary. 2013. London: Macmillan Publishers Limited.

Morehead, Andrew T. 1997. The New American Webster Dictionary. New York : The

New American Library, Inc.

Robbers, Edger V and Jacobs, Henry E. 1981. Literature : An Introduction to Reading and

Writing.New York : Prentice Hall.

Rohrbenger, Mary and Samuel Woods, Jr. 1971. Reading and Writing about Literature.

New York : Random House.

Twain, Mark. 2001 Huckleberry Finn. New York : Dell Publishing Co., Inc.

Page 53: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

43

CODE- SWITCHING ANALYSIS BASED ON FIVE TYPES OF

CODE SWITCHING UNITS

IN THE NOVEL “FACEBOOK ON LOVE BY IFA AVIANTY.”

Fridolini

Jurusan Bahasa Inggris - Fakultas Sastra

[email protected]

ABSTRACK

Language is a universal means of communication in which speakers deliberately use by

adding or inserting several words of expressions that might only be understood by a certain

group of people. They occasionally change or switch the use of two or more languages or

varieties of the same language during oral or written discourse. The change is called code-

switching which is a linguistic phenomenon commonly occurring in bi- and multilingual

speech communities. Switching may be conscious and intentional. Intentional switching

may be used to indicate shifts in topic, and change in interpersonal or social relationships.

Much of the time, however, switching between languages is unintentional. Another code

which specifically refers to intersentential switching is called code mixing. Both terms

refer to both types of language mixing. In this particular discussion, however, I focus only

on the first type of switching, i.e. code switching. The main goal of code switching is to

convey messages or information from a speaker to a listener directly and to make good

communication between them. Code switching may occur within settings where speakers

share more than one language. In this research I use two methods which include collecting

the data from related books and the Internet as well as analyzing the collected data. I

collect the data which are taken from in the dialogues in the novel “Facebook on love 2 by

Ifa Avianty” that contain code switching.

Key words : Language ;Linguistics ; Code Switching ; Multilingual Community ;

Discourse ; Facebook

INTRODUCTION

A. Background of the Problem

The novel “Facebook on Love 2” by Ifa Avianty, as my data analysis, is worth analyzing

because there is a variety of code switching units that are used in it. In this novel, many

words are code switched.

I am interested in observing this code switching to see how this switching influences both

the speaker and the receiver. So, the person who switches his/her language can represent

his/her social or even educational background.

Page 54: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

44

The phenomenon of code switching itself has become an interesting topic to be discussed,

especially in the novel like “Facebook on Love 2 by Ifa Avianty”. Since this novel contains

the reflection of teenagers’ life nowadays, mainly their problems of love, may lead young

readers to begin imitating the way the characters behave or even the way they

communicate to each other. So, this research is conducted to observe this phenomenon

further.

I focus my research on the use of code switching and the types of code switching occurring

in the “Facebook on Love 2” by Ifa Avianty. To give a little description of what i intend to

do, I put forward some examples as follows:

1. ‘kamu meminta second chance, dan aku sudah kasih…..then I miss you…’ujar

Dea.(p. 6 )

2. Baru sebulan lalu, mereka me-launch buku yang berjudul “The power of sex”,

dan langsung jadi mega best seller! ya iyalaah..lihat judulnya dong. ( p.10) .

3. By the way, tentang menginap sehari semalam di Kempinski kita skip saja

ya..ceritanya. ( p. 21 )

From those examples above , it is apparent that there are some codes switching found in

the novel such as second chance, launch, best seller, by the way, skip, etc. Knowing the

significance of codes switching, it is necessary to identify and understand the forms,

meaning and reasons of its usage. Based on these reasons I conduct a research entitled

“The Analysis of Code-switching In the Novel Facebook On Love 2 by Ifa Avianty.”

B. Identification of the problem

From the explanation above, I aim to conduct a research about code switching which is

often used by the writer of the novel

C. Limitation of the Problem

The code switching is absolutely different from code mixing. Here, I limit the research to

the analysis of code switching based on five types of code switching units.

Page 55: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

45

D. Statements of the Problem

The analysis of the code switching is focused on the following problems:

1. What kind of meaning of code switching in the novel “Facebook On Love 2” written by

Ifa Avianty;

2. What is the reason of the use of code switching in the novel “Facebook On Love 2”

written by Ifa Avianty.

E. Aim of the research

There are two aims in doing this research. The first one is to find out the meaning of code

switching used in the novel; the second one is to figure out the reason of the use of code

switching.

F. Benefit of the Research

I wish that this research will be useful for readers to know more about code switching

especially in sociolinguistic study and as a reference for those who want to conduct a

research in sociolinguistic field. This research also provides students a better way to study

about code switching.

G. Method of the Research

In this research I use two methods which include collecting the data from related books

and the Internet as well as analyzing the collected data. I collect the data which are taken

from in the dialogues in the novel “Facebook on love 2 by Ifa Avianty” that contain code

switching. This research uses the qualitative and descriptive methods. Khan (1990:96)

stated that “a descriptive method is used to explain, analyze and classify, something

through various techniques; survey, interview, questionnaire, observation, and test.”

I use some steps to analyze the data; First, collecting the data. In doing this research, I have

to collect and look for the data, so they can support the objective of the study.

Page 56: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

46

I take many sources, such as books, references and the Internet to analyze the data. Next, I

quote some theories which are related to the subject of the study.

Secondly, identifying the data. I try to identify the data, namely code switching by

grouping it based on the types of code switching and the last step is to analyze the data.

Those data may not be described in numbers, but in the form of sentences.

I. ANALYSIS OF TYPES OF CODE SWITCHING UNITS

I classify through Kachru’s Theory in analyzing the novel “Facebook on Love”. Code

switching refers to the switching of various linguistic units (morpheme, words, modifiers,

phrases, clauses and sentences) from two participating grammatical systems within a

sentence. Code witching is intrasential and is constrained by grammatical principle and

motivated by socio-psychological motivation (language mixing seminar language

acquisition and universal grammar, WS02/03 Thai In Der Smitten, 20 December 2002/3). I

focus on five types of code switching. There are five types of code switching which are

grouped into:

1. Hybridization

2. Insertion

3. Sentence insertion

4. Reduplication

5. Idiom and collocation

1) GROUP A : HYBRIDIZATION

Hybridization refers to the use of linguistic elements from another language within a unit.

Disana ia hanya bisa melotot melihat ketiga baby-sitternya sedang asyik main

hp. (p. 3)

The word “baby-sitter” in the sentence above means “pengasuh”. The use of word “baby-

sitter” is usually interpreted as “pengasuh” in Bahasa, because in fact, the word “baby-

sitter” prefers to be used by the writer to replace the word “pengasuh” to show the style

and high education background.

Page 57: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

47

Yang, gimana klo kamu me-remove semua nenek sihir ini dari list temen-

temenmu ?

(p. 8)

The word “me-remove” in the sentence above means “menghapus” or “memindahkan”.

Sekalian uang saku sama living cost-nya pak. (p.8)

The word “living-cost-nya” means “biaya hidup”. The addressee can understand if the

speaker talks to her friend which has the same high education.

Baru sebulan lalu mereka me-launch buku yang berjudul “ The Power Of Sex

“,dan langsung jadi mega best sellernya, iyalah.. (p. 10)

The meaning of “ me-launch“ in Bahasa means “meluncurkan”, so the word “ me-launch”

is equivalent with the meaning in Bahasa. Sometimes “me-launch” is almost used in

talking..

Hitung-hitung me-time lah. (p.22)

The word “me-time-lah” in the sentence means “waktu pribadi” and the addressee can

understand if the speaker’s meaning is interpreted in English. Usually the speakers often

use this in speaking , because it sounds more sophisticated and convenient to use it

nowadays.

Tapi dia memang kayaknya suka sama kamu. Lihat dong cara dia nge-kiss dan

nge-hug kamu. (p.37)

The word “nge-kiss” refers to “mencium” dan “nge-hug” refers to “memeluk”. The use of

word “nge-kiss” is usually interpreted as “mencium” because in fact, the word “nge-kiss”

is more often used by speakers to replace the true meaning “mencium” in Bahasa.

Sepintas anak ini, kebetulan sekelas sama saya, ya kurang lebih sama shallow-

nya dengan gerombolan cewek-cewek itu (p.52)

Page 58: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

48

The word “shallow-nya” in the sentence above means ''dangkal. The word “shallow-nya”

has the same meaning with “dangkal” which has been absorbed.

Dia menatap saya dengan puppy-eyes-nya yang bikin saya meleleh. (p.60)

The word “puppy eyes-nya” in the sentence above means “mata sendu “. “Puppy eyes-nya”

has the same meaning with “mata sendu” which has been absorbed.

Dea menganggap acara-acara kayak gitu nggak ada added value-nya, selain

nambah bego sama nambah dosa doang. (p.91)

The meaning of “added value-nya” in Bahasa means “nilai tambah nya” so the word

“added value-nya” is equivalent with the meaning in Bahasa.

Foto mesra itu di-shoot lagi. (p.92)

The word “di-shoot” in the sentence above means the ''di sorot. The word “di- shoot” has

the same meaning with “''di sorot” which has been absorbed.

2) GROUP B : INSERTION

Insertion refers to the introduction of grammatical unit such as word, phrase and dependent

clause from another language.

Sejenak sang mommy menyadari kesalahannya. (p. 2)

The word “mommy” is usually interpreted as “ibu” because the word “mommy” is often

used by speakers to replace the true meaning of “ibu”.”

Hampir saja mulutnya berteriak memanggil para baby sitter yang entah pada

menghilang kemana. (p. 2)

Page 59: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

49

If we read the sentence, the word “baby sitter” refers to “pengasuh”. The use of word

“baby sitter” is usually interpreted as “pengasuh” because in fact, “baby sitter” is more

often used by speakers to replace the true meaning of “pengasuh” in Bahasa.

Dan sekarang hidupnya stuck diantara tiga bocah, yang segera akan menjadi

empat ( satu masih di dalam perutnya ). Dea mengeluh hanya di dalam hati. (p.

2)

The word “stuck” in the sentence means “terjebak”.

Saat log-in ke facebook, dilihatnya status suaminya masih on.(p. 5)

The meaning of “log-in“ in bahasa means “masuk, so the word “log-in” equivalent with

meaning in bahasa. Sometimes “log-in” is used between English or Bahasa in talking

regarding to the terms that are related toFacebook.

Di kliknya chatting box. (p. 5)

The word “chatting box” in the sentence above means “kotak bicara. The equivalent word

in Bahasa is almost never used, sometimes the “chatting box“ is more understood than

“kotak bicara” in Bahasa.

“kamu meminta second chance, dan aku sudah kasih …..” ujar Dea.(p. 6)

The word “second chance” in the sentence above means “kesempatan kedua. “Second

chance” can be replaced by the original meaning by speakers.

Dia tersenyum lembut dan segera menarik bed cover setinggi leher. (p. 6)

The word “bed cover” refers to “penutup tempat tidur”, but the word “bed cover” is usually

interpreted as “selimut” because in fact, “bed cover” word is often used by speakers to

replace the true meaning of “penutup tempat tidur” in Bahasa.

Yang, gimana kalau kamu me-remove semua nenek sihir ini dari list teman-

temanmu. (P.78)

Page 60: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

50

The meaning of “ list “ in bahasa means “daftar”, so the word “list” is equivalent with

meaning in bahasa. “List” is almost used in most of conversations than the word “daftar”.

kalau ada notification tentang Bapak Fadli Kusharyawan yang telah

memutuskan hububgannya dengan BEBERAPA WANITA sekaligus kasih tau

ya! huakakakak….. (p.81)

The word “notification” in the sentence above means ''pemberitahuan, but, the speakers

assume that “notification” word can be more suitable to be used related to Facebook.

“Notification” is the term that is used by Facebookers that has the same meaning with

“pemberitahuan” which has been absorbed..

Mungkin lebih baik kirim geng hantumu ini ke siberia saja, sweet. (p.8)

The word “sweet” in the sentence means “manis” or can be understood as “sayang” in

Bahasa.

3) GROUP C : SENTENCE INSERTION

Sentence Insertion refers to an insertion of a sentence from another language into the

language base on the discourse

Jadi seharusnya kisah ini akan berakhir dengan closing statement klasik yang

berbunyi, so they live happily ever after. Amin. (p. 21)

Bisa kan kita berangkat habis magrib ? can’t wait to see you dress up like the

beauty queen. (p.25)

“ aku tahu, Fadli, you were a such a bad boy. (p.72)

I’m the winner anyway, and the winner should take it all. Tapi kenapa masih aja

ada rongrongan dari masa lalunya, sih? (p.99)

Akan kubisikkan pada nya, I’ll do my best to please you, dear God”.(p.162)

“I’ll do my best to please you, dear God” means “Saya akan melakukan yang terbaik

untuk menyenangkan Mu, Tuhan”..

Page 61: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

51

My fabiola, the queen of my heart, if I were there, I would hug you tight. Akan

saya bisikkan kepadamu bahwa kamu tak sendiri. (p.168)

Bisa diam tidak sih? I’m trying to kiss you now, please….stop talking! (p.179)

4) Group D : REDUPLICATION

Reduplication shows the process of reduplication which is the process of repeating the

same meaning in two codes. However, sometimes grammatically, it is wrong because the

speaker speaks by using word by word.

Saya demen nih ama story-story yang begini. (p.171)

Wah check-check dulu deh semua sebelum ditutup (p.68)

Fine-fine aja kan semuanya, jadi jangan panic dong.. (p.76)

Wow.. Hati-hati! Ada yang very-very bad mood yach! (p.81)

Sudah kau delete-delete semua pesan teman-temanmu? ? (p.83)

Aduuuhai…! Sorry-sorry saja ya say, sungguh gak level tuh! (p.92)

5) GROUP E : IDIOM AND COLLOCATION MEANS

Idiom and collocation means the use of idiom and collocation while switching the

language.

Kenapa dibilang looking like million dollars? Iri barangkali! (p.10)

Bilang pada geng hantu, he blew his top! Huhuhu…! (p.59)

Sumpah Cyn! Dia benar-benar blow my mind mind! Aku suka! (p.87)

Sudah.. Jangan bawel, ini masih pagi, why don’t you just zip your lip and let me

kiss you! (p.89)

Ga sampai take your breath away kan? Biasa aja….. Menurutku lho.. (p.87)

Senyumnya membuatku ingin berkata, yes! Bring it on, baby! (p.91)

Something fishy is going on around here! Menurut kamu? (p.93)

Dasar nenek sihir tidak bertanggung jawab! She washed her hands of the matter

? Seriously??? (p.98)

Page 62: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

52

CONCLUSION

There are some cases where people feel more convenient to be emphatic in their second

language rather than in their first language. For Indonesian people, switching bahasa

Indonesia into English can also strengthen a command since the speaker can feel more

powerful than the listener because he/she can use a language that not everybody can.

Sometimes people want to communicate only to certain people or community they belong

to. To avoid the other community or people interfering their communication, they may try

to exclude those people by using the language that not everybody knows/masters. To

soften request, for Indonesian people, switching bahasa Indonesia into English can also

soften a request because English is not their native tongue so it does not sound as direct as

bahasa Indonesia. However, code mixing can soften a request since the speaker can feel

softener than the listener because he/she wants to talk to God personally.

REFERENCES

Holmes, J. 1992. An Introduction to Sociolinguistics. London:Longman

Trudgill, P. 2000. Sociolinguistics. London: Penguin

Skiba, R. 1997. Code Switching as a Countenance of Language Interference. The Internet

TESL Journal. 3,10

Page 63: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

53

THEOLOGICAL CONFLICT AND THE TEACHINGS OF

MORALITY IN BLESS ME, ULTIMA

Albertine Minderop

Sastra Inggris – Fakultas Sastra

[email protected]

ABSTRACT

Penelitian yang berjudul Theological Conflict and The Teaching of Morality “In Bless Me,

Ultima” membahas adanya hubungan antara pengajaran tentang moralitas dengan konflik

teologis yang dialami seorang anak berusia enam tahun bernama Antonio Marez. Ajaran

tentang moralitas yang diperolehnya berasal dari kedua orang tua, dari gereja Katolik,

dan dari teman-teman sebaya. Kontradiksi yang didapat dari ajaran tersebut ditambah

dengan realitas kehidupan yang disaksikannnya, membuatnya mengalami konflik teologis.

Teori dan konsep yang digunakan untuk membahas ajaran moralitas dan konflik teologis

berasal dari David Krech dan Richard S. Crutchfield (1974). Untuk membahas ajaran

moralitas dan konflik teologis digunakan konsep tentang: early conception of morality,

emotivism, parental influence, prescription, naturalistic views fortune, intuitionist, use of

reciprocity dan peer- group influences. Temuan dari penelitian ini adalah adanya

kontradiksi antara ajaran moralitas dan realitas kehidupan memunculkan konflik teologis

dalam diri tokoh Antonio.

Kata Kunci: moralitas, konflik teologi, dan Katolikisme.

I. INTRODUCTION

This research explored the relationship between the teaching of morality and the

theological conflicts experienced by Antonio Marez, six-year old boy, the main character

of a novel, Bless Me, Ultima written by Rudolfo A. Anaya. Antonio gets The teachings of

morality from: his parents, father Byrnes at the church, and his friend as a peer group. The

theological conflicts he confronted caused by the contradictions between the teaching or

morality and the reality he witnessed.

This novel is about the social-psychological maturation of a Chicano (Mexican-American)

boy living in the eastern plains of New Mexico during the 1940s. Antonio Marez is

preoccupied with an anxious about attending school and having to be separated with his

mother. His mother’s desire is, that Antonio should become a priest to a community of

farmers, where his family lives. At the same time, Antonio is concerned realizing the

desire that stems from his paternal lineage that makes him very confused because there are

Page 64: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

54

some contradictions in the teaching

(http://www.cliffsnotes.com/study_guide/literature/bless-me-ultima.html).

Antonio is nearly at the point of starting religious study for his first holy communion and is

becoming concerned with good and evil in the world. He concerns intensify and become

woven together as he struggles to understand the events surrounding his life. The events of

Antonio’s young life are violent and incomprehensible, three violent deaths, diabolic

possessions, his brothers’ moral collapse, cruelty and bigotry in his childhood friends.

He witnesses the killing of Lupito, a war veteran and fears that his father may be punished

by God for being with the men who killed Lupito. He also witnesses the death and the

tragedies that happened to his best friends. He becomes preoccupied with questions about

his destiny, life and death, and good and evil. Through each shattering event Antonio is

accompanied by the wise and tender force of Ultima. She blesses him with a vision of life

neither Christian nor pagan, but a melding of both (Wood, 1973: 22).

Ultima is a folk healer that lives with his family and conveys an indigenous viewpoint to

him that provides guidance when he loses confidence in parental viewpoints and the

teachings of the Church. Ultima tells him the stories and legends of his ancestors, and he

comes to understand how the history of his people stirs his blood. Through Ultima, he

learns and develops a new relation with nature. This relationship opens him to the

contemplation of the possibility of other gods.

Antonio learns there are powers in the world that differ from those honored by the Catholic

faith. Later he begins to understand the world differently; he learns to overcome his fears,

to understand himself and the world around him better, he learns to accept life and the

many challenges around him.

This novel shows us individual learns about good and evil relating to the ideas of

theological faith and morality. In this research I will try to analyze the influence of

morality education that Antonio learns from his surroundings – parents, Ultima, and his

childhood friends – towards theological conflict he confronts.

Page 65: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

55

A. Book Review

Conducting this research, I need some literatures to learn some information from articles to

support my study and to expose that my research is written through different approach.

Scott Wood in “Book Review: ‘Bless Me, Ultima’” in America (1973) describes that

Anaya entered the literary scene in 1972 with his first novel, Bless Me, Ultima, and critics

acclaimed his skillful use of metaphor and narrative technique. He enriches his work with

religion (specially the conflict between modern European-Catholic culture and the ancient

paganism), dreams, and Spanish-American legends and folklore. Critics praise and

recognize him as an author with wide appeal to American readers.

David Krech and Richard S. crutchfield in Elements of Psychology., (1974) describe that

one possible approach to the field of social psychology is to analyze today’s social scene;

specifically, we might focus on the many current, bothersome social problems that

confront our society. War, crime in the street, theological differences violence, ethics in

social lives – all these are certainly issues confronting the “individual in society”.

Krech and Richard S. crutchfield continued that societies are judged according to the

helping and hurting behavior of their members in much the same way as individuals are

judged. Early conceptions of morality and views on the nurturing of moral behavior in

children were often couched in religious terms. The other conception of morality tied

religion to the power of rulers. Some philosophers accept the definition of morality that (1)

system of morality deal with right ideals or principles of human conduct and (2) moral

discourse – moral principles, judgments, admonitions – has a bearing on behavior; what is

done may be in harmony or in conflict with what is said.

How do parents structure their children’s moral development? Human infants become

emotionally attached to any person who treats them regularly in a nurturant way.

Consequently, about midway in the first year of life, children with nurturant parents

typically have a strong emotional attachment to them. The parents’ presence and

nurturance is highly rewarding and satisfying; their absence is unpleasant, even disturbing.

The words, smiles, and gestures associated with their nurturance take on positive value for

Page 66: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

56

the child, and scolding, frowning, tenseness that precede withdrawal of nurturance acquire

negative value (Krech, 1974:73).

Young children are dependent on their parents and other family members for many things,

including information about the world they live (Krech, 1974:762). By controlling a child’s

information, parents can largely determine his specific beliefs and attitudes.

Alwi Shihab then stated that relating to the discussion about Catholicism, he will present

the realm of religion in America. The development of religions in America has followed a

pattern of similar to their development in all other regions of the world; they are always

colored by geographic, economic, political, and historical contexts of the countries in

which they reside (Shihab, 2011:25). Roman Catholicism was the first introduced in the

Americas by the European immigrants from Portugal, Spain, and France by sending their

Catholic missionaries.

According to Shihab, Americans present many paradoxes, in one hand, America is

identified as a secular and materialistic country, the first country in history to establish a

constitutional separation of church and state. On the other hand, there are most religious

leaders in America and they become activists. Ultimately, religion is very important in the

lives of Americans (Shihab, 2011:28). Civil Religion plays an important role in Americans

lives. According to Bellah, Civil Religion refers to the religious definitions formulated by

Rousseau. In describing the basic principles and dogmas of Civil Religion, Rousseau

mentions, among other things, the following religious dimensions are: belief in God, belief

in the Judgment Day, and belief in punishments and rewards (Shihab, 2011:33).

Based on the discussion with the students in class provided by the university, Shihab could

see the varieties tendencies in their religious thinking. In general, he identified four groups

among the US students, based on their attitudes: (1) a deeply committed group who tended

to be rigid in their religious understanding, (2) a deeply committed group who tended to be

flexible and open minded, (3) a group who tended to be critical, and (4) a group who

tended to be cynical and unconcerned about religious commitment (Shihab, 2011:109).

Page 67: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

57

B. Formulation of the Problem

Based on the introduction and book review above, the problem of this research, is there

any relation between the teaching of morality and the theological conflict in the novel of

Bless Me, Ultima? To get the answer of this question, I will take some steps stated on the

purpose of the research.

C. The Purpose of the Research

Based on the formulation of research, the purpose of this research is to describe the

relationship between the teaching morality and the theological conflict experienced by

Antonio, using the method of phenomenological description. At this stage in the research

the concept of morality and theological conflict will be defined generally as general

definition of the central concept. Due to this purpose I will analyze the novel as follows:

1. To analyze the perception of Antonio about life and faith by using the concept teaching

morality.

2. To analyze the influence and the impact of teaching morality toward Antonio’s

theological conflict.

D. Theoretical Framework

Theories will be used in this research are morality and theological conflict. The theory of

morality used here is the one by Piaget (1965) and Kohlberg (1969), covered: naturalistic

views of fortune, intuitionist, use of reciprocity; and the theory that proposed by McGuire

and Papageorgis (1961). Some other theories are: morality and religious term, emotivism,

prescriptivism, use of punishment for restitution and reform, parental influence, peer-

group influences. Relating to theological conflict, this novel is basically an account of

Antonio’s psychological, vocational, religious or philosophical, and cultural struggle.

Therefore, I use the theories of Catholicism and Calvinism.

In general, the young child focuses or, specific rules, obeying the letter of the law (which

he can understand) more than the spirit of it (which he may not comprehend). She

perceives rules as absolute. As she matures, however, the child begins to perceive that

Page 68: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

58

rules are made by people for everyone’s convenience, that rules can be imperfect and in

conflict with one another, and one must decide herself what rules she regards as being for

the general good. Nevertheles, progress in morality may be subject to specific training

experiences (Krech, 1974:738).

Catholicism so threatened the power of the Church of England that church attendance on

Sundays and Holy Days was compulsory (Krech, 1974:734). While Calvinism taught that

children were born with an inheritance of sin and wickedness; consequently they were in

the same danger of hell at the most hardened adult sinner. From this state they could only

be saved by conviction of sin and personal convention. This resulted in religious pressures

on the child which were wholly abnormal. Treated as little adults, they subjected to the

same religious pressures, disciplines and experiences as adults. For parents who accepted

Calvinist views there was the greatest incentive to start the religious instruction of their

children at the first possible moment. As John Cotton advised, “These babes are flexible

and easily bowed, it is far more easy to train them up to good things now, than in their

youth and riper years.” Moreover, godly parents were haunted by the unpalatable belief

that “children are not too little to die, they are not to little to go to hell.” (Krech, 1974:734).

It is not surprising that they devoted as much thought to the spiritual upbringing of their

children as conscientious parents spend today on health and general personality

development.

One may well ask how children responded to religious appeal which did not differ to

young or old; in which, the catechism class apart, no attempt was made to give religious

instruction that the child could understand. One child, “mightily awakened” between eight

and nine years of age, “spent a large part of the night in weeping and praying, and could

scarce take any rest day or night for some time together, desiring with all her soul to escape

for the everlasting flames (Krech, 1974:734).

Horrifying, amusing or simply incredible tough such tales seem to us now, that the

seventeenth century was an age in which precocity was fostered; a period when children,

urged by parents all too mindful of the brevity of life and fearful that they themselves

might die before their sons and daughters were equipped for the responsibilities of the

Page 69: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

59

adult world, sometimes achieved feats of learning which would now be remarkable in

children more than twice their age (Krech, 1974:734).

It may seem to us now that such a religious training as this must have been oppressive to

those for whom it was designed, but in the eighteen, as in the sixteenth century and

seventeenth century, religion was not intended to “lift the spirit” but to concentrate the

heart and mind on the nature of man’s relationship to God. It may appear to have placed

excessive emphasis on the negative aspects of the relationship, yet the positive advantages

of contemporary religious training of building up character and of instilling a profound

sense of social and moral obligation should not be lightly dismissed (Krech, 1974:734).

E. Method of Research

This research used qualitative paradigm and phenomenological design applied on fictional

work, providing steps as follows: read the transcriptions carefully, make a list of topics,

choose the most interesting topic, find the most descriptive wording for my topics and turn

them in categories and assemble the data material belonging to each category (Creswell,

1994:155).

II. FINDINGS AND DISCUSSION

The results presented here are the reflections of theories of morality and theological

conflict as the theme of this novel. Before Antonio having the experience of theological

conflict, he is influenced by the teachings of his mother, father, friends, and finally Ultima.

Those influences are the reflections of morality theories.

A. The Reflection of Morality Theory

The analysis of this novel revealed the theory of morality. This revelation known as we

learn Antonio’s experience during his life. Firstly, Antonio is much more influenced by his

mother who is strictly religious; she desires him to be a priest of the farmers in his land.

Secondly, he is also influenced by his father who wants him to follow his steps. Thirdly, he

Page 70: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

60

witnesses the events when the Marez visit the house of Rosie. Finally, he is tempted by the

teaching of Ultima.

1. Couching of Religious Term by Father Byrnes

Early conceptions of morality and views on the nurturing of moral behavior in children

were often couched in religious terms (Krech, 1974:733). The religious term here was

proposed by Antonio’s mother and father Byrnes, the ministry of the church. According to

the theory of emotivism, a moral judgment is any kind of command that is intended to lay

down rules of behavior, rules must be obeyed. Moral behavior is that demonstrates

intentional obedience to a set of formulated rules – if an adult commands a child never to

steal and the child obeys without direct supervision. Emotivism provides no basis for

distinguishing among moral, or gullible, or thoughtless, or blindly obedient behavior

(Krech, 1974:735).

Calvinism taught that children were born with an inheritance of sin and wickedness;

consequently they were in the same danger of hell at the most hardened adult sinner. From

this state they could only be saved by conviction of sin and personal convention. This

resulted in religious pressures on the child which were wholly abnormal. Treated as little

adults, they subjected to the same religious pressures, disciplines and experiences as adults.

For parents who accepted Calvinist views there was the greatest incentive to start the

religious instruction of their children at the first possible moment. As John Cotton advised,

“These babes are flexible and easily bowed, it is far more easy to train them up to good

things now, than in their youth and riper years.” Moreover, godly parents were haunted by

the unpalatable belief that “children are not too little to die, they are not to little to go to

hell.” (Krech, 1974:734). It is not surprising that they devoted as much thought to the

spiritual upbringing of their children as conscientious parents spend today on health and

general personality development.

One may well ask how children responded to religious appeal which did not differ to

young or old; in which, the catechism class apart, no attempt was made to give religious

instruction that the child could understand. One child, “mightily awakened” between eight

and nine years of age, “spent a large part of the night in weeping and praying, and could

Page 71: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

61

scarce take any rest day or night for some time together, desiring with all her soul to escape

for the everlasting flames (Krech, 1974:734).

It may seem to us now that such a religious training as this must have been oppressive to

those for whom it was designed, but in the eighteen, as in the sixteenth century and

seventeenth century, religion was not intended to “lift the spirit” but to concentrate the

heart and mind on the nature of man’s relationship to God. It may appear to have placed

excessive emphasis on the negative aspects of the relationship, yet the positive advantages

of contemporary religious training of building up character and of instilling a profound

sense of social and moral obligation should not be lightly dismissed (Krech, 1974:734).

The quotations below show that Antonio follows father Byrnes prayers in the church. The

teachings Antonio learns from father Byrnes are really frightening as father Byrnes always

talking about sin, punishment, and hell (Anaya, 1972: 191).

Horrifying, amusing or simply incredible tough such tales seem to us now, that the

seventeenth century was an age in which precocity was fostered; a period when children,

urged by parents all too mindful of the brevity of life and fearful that they themselves

might die before their sons and daughters were equipped for the responsibilities of the

adult world, sometimes achieved feats of learning which would now be remarkable in

children more than twice their age (Krech, 1974:734). Father Byrnes continued his prayers

by saying how long men’s soul will be burning in the hell if men die with mortal sins

(Anaya, 1972: 191).

2. Emotivism and Parental Influence by Antonio’s Mother

Through the quotations below, we can find that Antonio is much attached to her mother’s

faith. He always obeys to say prayers until makes him fed-up and all of his sisters felt

asleep (Anaya, 1972: 57) and his father complained that they have prayed (Anaya, 1972:

58).

Page 72: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

62

3. Prescriptivism and Parental Influence by Antonio’s Father

Antonio is torn between maternal force; the earth, Catholic ritual, family ties; and the

opposing powers: the dream of nomadic liberation. His mother would have him a priest.

But Antonio has the blood of the Marez, of the changing and inconstant sea – he cannot

embrace the Catholic faith without struggle and ambivalence.

Parents who present their ideologies to their children but who also encourage their children

to seek and consider opposing ideas and attitudes may actually reinforce their own ideas by

unwittingly inoculating their children against other ideologies. Below is the reflection of

his father’s influence how to face our life and how to be grown up (Krech, 1974:763).

According to the theory of prescriptivism that emphasizes reasoning and emotion and

persuasion, moral statement should guide and prescribe rather than influence behavior.

Such statements must appear rational and should be buttressed with reasonable

explanation. It would be based on certain reasonable principles about how to treat others

and would set guidelines for the consistent application of these principles (Krech,

1974:735).

Antonio’s father teaches that a man should be independent, free, and self-reliant; otherwise

he will destroy himself. The dependant man is weak and easily ruined. His father also

explains reasonable and persuasive teaching rather than influenced behavior (Anaya,

1972: 185). Antonio’s father thinks that his son is badly spoilt by his mother, so he is very

happy knowing his son will be away from the mother during summer time (Anaya, 1972:

235).

Antonio thinks what his father says make sense but he doesn’t understand why father sends

him to her mother’s brothers, as his parents have different cultures. Finally, father explains

that he and his wife have been odds all of their lives, but they can live happily because they

give up old differences (Anaya, 1972: 235).

Page 73: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

63

B. Antonio’s Theological Conflict

What Antonio learns from his parents and father Byrnes doesn’t meet the reality of life he

witnesses. The events of Antonio’s young life are violent and incomprehensible; three

violent deaths, his brothers’ moral collapse, cruelty and bigotry in his childhood friends.

He believes that accidents and misfortunes are the punishment from God as the theory of

naturalistic says.

1. The Theory of Naturalistic Views of Fortune

The theory of naturalistic views of fortune: children under about eight years of age tend to

view accidents and misfortunes as punishment willed by God or some omnipotent force.

Other children are able to differentiate punishment from natural misfortune (Krech,

1974:738). In this novel Tony believes that God will punish and never forgive the sinners

(Anaya, 1972: 26). He casts them in the burning pit of hell where they burn for eternity

(Anaya, 1972: 130).

2. The Intuitionist Theory

The intuitionist theory of morality hold that people know intuitively what good morality is;

beyond this appeal to intuition it provides no rational basis for determining what is moral.

Intuitionism would have great difficulty in accounting for the differences among societies

and even among individuals within a given society in what considered moral (Krech,

1974:733). Antonio cannot accept that the Marez (his father and brothers) visit to the house

of Rosie and their activity there is morally wrong (Anaya, 1972: 156).

3. Peer-Group Influences

The extent to which peer groups change a person’s attitudes depends on many factors,

including the extent to which the peer group’s attitudes differ from those of the child’s

parents, the intensity and duration of his exposure to the group, and the extent to which he

previously has had an opportunity to examine opposing ideas (inoculation) (Krech,

1974:763). Antonio mixes with his group of boys who become his friends. Their language

Page 74: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

64

reflects the youngsters’ spontaneity, restlessness, frankness, and sometimes coarse and

vulgar behavior, as the quotations below:

a. Life Is Full of Miseries

Antonio’s confusion getting raised when he listened to his friend, Florence, telling him

about his family’s fate, his mother died when he was three, his father drank himself to

death, his sisters are whores at the Rosie’s place.

“how can God let this happen to a kid. I never ask to be born. But he gives me birth, a

soul, and puts me here to punish me. Why? What did I ever do to Him to deserve this, huh?

(Anaya, 1972: 188).

Florence expresses his perception about God, he cannot understand why God gives bad

fortunes to him and his family just to test whether they are good Catholic (Anaya, 1972:

188).

b. Is There Another God?

Confronting the reality of life and the teaching of morality he gets, Antonio begins to ask

the existence of God and he wondered if God is there (Anaya, 1972: 130). Antonio and his

friend, Cico considers to regard the golden carp as a new god as the God of church has

never been able to make them happy and says that Tony has to choose between God of the

church or the beauty that is there (Anaya, 1973:227). Antonio’s struggle to find solution

the conflict of his reasoning and emotion facing this desperate life (Anaya, 1972: 185).

4. The Theory of Use of Reciprocity

The theory of use of reciprocity: many children under the age of twelve or so seem to lack

the ability to put themselves in the place of others. They act solely in terms of their own

feeling and needs and cannot understand what motivates others to act as they do. Such

children are prone to acts of retaliation and reciprocity when injured by another – a hair-

pull for a hair-pull, for example. Other children show forgiving (Krech, 1974:738). This

Page 75: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

65

theory reflected when Antonio and Florence, his best friend, face to face with other

children involved in terrible fighting when the children are trying to defend the belief of

Christianity (Anaya, 1972: 205).

5. The Use of Punishment for Restitution and Reform

The theory of use of punishment for restitution and reform: young children tend to assume

that doers of harmful deeds should be punished severely. Other children favor milder

punishment that are designed to restore to the victim his rightful claims and to reform the

wrongdoer (Krech, 1974:738). The Protestant reformer John Calvin (1509-1564) preached

that, since man’s fate in God’s hand, we should devote our energy to self-denying work

and worship, transforming the world into a better place while awaiting the Judgment Day;

thus were sanctified the work and worship ethics. We can see how Antonio’s perception

about wrong doings and punishment (Anaya, 1972: 187-8)..

From the analysis of morality teachings and theological conflicts we may learn that

Antonio has some perceptions about God, life, good and evil. The visionary mode, with its

confusions, chaos, and conflicts, leaves him with a sense of fear and mystery about life and

the cosmos. There is a direction in his life that will move farther and farther away from his

Christian teachings.

III. CONCLUSION

The conclusion of this research, Antonio is searching for models to follow as he embarks

on a quest for his destiny. To a great extent, he is passive spectator of events rather than a

person of action. Due to his incapacity to understand the world around him, he serves as an

instrument of fate and other’s wishes. In the end, he discovers that the world is incredibly

complex and life is immensely difficult until he has the experience of theological conflict.

The theological conflict of Antonio has the same nuance as the student’s discussion about

religion in America, when one of the students, Tamara rejected the critique that God allows

the spread of violence on the earth (Shihab, 2011:114). If God is All Powerful, why didn’t

he do anything to stop the suffering of those who follow God’s teaching? Henry’s thought:

Page 76: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

66

“If God is all merciful, why must He allow this tragedy and disaster to continue?” (Shihab,

2011:117). For Josh, “Religion is like a poem. Every reader has his own interpretation.”

(Shihab, 2011:117) “Maybe I’m wrong, but I’m fed up with religious discussion. Because

I never get a straight answer, it just adds to my confusion”, said Josh (Shihab, 2011:115).

Yet, Liz also said, “If you are going to believe in one religion, that is fine, but do not let

that close your mind to other ideas.” (Shihab, 2011:116) The deeply committed says,

during difficult times in his life, he has always God’s presence within him. God gave us

brain, so he thinks we should use in all aspects of life, including religion. God can do

pretty much whatever He wants; remember, He is God.” (Shihab, 2011:113). …

BIBLIOGRAPHY

Anaya, Rudolfo A. 1972. Bless Me, Ultima. Library of Congress-in- Publication Data.

Creswell, John W. 1994. Research Design – Qualitative and Quantitaive Approaches.

London. Sage Publications Ltd.

Krech, David and Richard S. crutchfield. 1974. Elements of Psychology. New York.

Alfred A.Knopf.

Shihab, Alwi. 2011. Examining Islam in the West – Addressing Accusations and

Correcting Misconceptions. Jakarta. PT. Gramedia Pustaka Utama

Publishing.

Wood, Scott. 1973. Book Reviews: “Bless Me, ultima”, in America, America Press,Inc.

(http://www.cliffsnotes.com/study_guide/literature/bless-me-ultima.html).

Page 77: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

67

REFLEKSI NALURI KEMATIAN PENYAIR EMILY DICKINSON

DALAM 5 PUISI KARYANYA

Agustinus Hariyana

Sastra Inggris – Fakultas Sastra

([email protected])

ABSTRACT

One of the favorite diction in Emily Dickinson of her hundreds poem is ‘death’. some

critics have been trying to find out the reason behind this matter sociologically or

philosophically. However, there is not enough discussion in relation with ‘death wish’

concept taken from pschilogical approach.

This research tries to find out if there is close relationship between the choosing of ‘death’

diction and the life of the poet. Moreover it tries to relate the finding with ‘death wish’

concept suggested by Sigmund Freud. Descriptively this research will elaborate the result

of the analysis of 5 chosen poems with Emily Dickinson life.

The result shows that there is a close relationship between the poem and the life of the poet

in relation with death wish concept. “Death” and the other relevan meaning reflects about

Dickinson’s miserable experiences.

Keywords: naluri kematian, Emily Dickinson, Sigmund Freud, puisi, pendekatan psikologi.

PENDAHULUAN

Membaca konsep tentang naluri yang dikemukakan oleh Sigmund Freud ternyata

mengasyikkan sekaligus menakutkan. Mengasyikkan karena dalam kehidupan nyata

banyak kegiatan sehari-hari merupakan ungkapan atas alam bawah sadar manusia yang

selama ini tidak diketahui. Menakutkan karena berdasarkan salah satu konsep naluri, yakni

naluri kematian, banyak kegiatan yang bernuansa merusak baik diri maupun apapun di luar

diri seseorang, yang disebut sebagai thanatos ini. Naluri ini menurut Buol E Gilland

merupakan dorongan atau energy yang mendorong secara organic dalam diri seseorang.

Naluri terdiri atas dua kelompok yakni naluri kematian (thanatos) dan naluri kehidupan

(eros) yang keduanya masuk dalam bagian id dari struktur kepribadian manusia. (Gilland,

1989:18) Naluri kematian ditandai dengan adanya hasrat merusak atau menghancurkan

baik pada individu sendiri maupun terhadap orang lain. Freud jugamenteorikanbahwasetiap

orang, di alamtaksadarnyya, terdapatkeinginanuntukmati, sebuahkeinginan yang

selaludirepresoleh ego (Koeswara, 1991: 36).

Page 78: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

68

Salah satu tema utama puisi-puisi Emily Dickinson adalah soal kematian (gradesaver.com).

Penelitian ini berusaha mengungkapkan ragam strategi penyair mengungkapkan tentang

kematian. Selain itu Dr S Coghill dalam lamannya mendapatkan 94 kosa kata ‘mati (die)

disertai 141 kosata kata kematian (death). Dinyatakan bahwa puisi-puisi ini muncul

diperkirakan akibat kematian dari orang-orang terdekatnya. Tema ini mengundang rasa

penasaran untuk meneliti apakah tema kematian itumerupakan ungkapan naluri kematian

sebagaimana diteorikan Sigmund Freud:

1. I heard a Fly buzz-when I died,

2. Because I could not stop for Death,

3. Death Is A Dialogue

4. My Life Closed Twice

5. I DIED For Beauty, But Was Scarce

Dalam penelitian ini penulis ingin menampilkan bagaimana konsep naluri kematian (death

wish/death instinct) Sigmund Freud terungkap dalam 5 puisi di atas.

Berdasarkan latar belakang diatas yang menjadi masalah penelitian ini adalah, apakah

makna puisi, bagaimana naluri kematian yang ada pada 5 puisi pilihan karya Emily

Dickinson, dan bagaimana hubungan naluri kematian dengan biografi Emily Dickinson.

Dengan demikian tujuan penelitian ini adalah: menganalisis naluri kematian yang ada pada

5 puisi pilihan karya Emily Dickinson, dan menghubungkan naluri kematian dengan

biografi Emily Dickinson.

Serangkaian pencarian terhadap topik ini telah dilakukan oleh Buol E Gilland yang

mengemukakan bahwa naluri kematian dorongan atau energy yang mendorong secara

organic dalam diri seseorang. Naluri yang diteorikan oleh Sigmund Freud initerdiri atas

dua kelompok yakni naluri kematian (thanatos) dan naluri kehidupan (eros) yang keduanya

masuk dalam bagian id dari struktur kepribadian manusia.(Gilland, 1989:18) Naluri

kematian ditandai dengan adanya hasrat merusak atau menghancurkan baikpada individu

sendiri maupun terhadap orang lain. Freud juga menteorikan bahwa setiap orang, di alam

taksadarnya, terdapat keinginan untuk mati, sebuah keinginan yang selalu direpres oleh

ego Koeswara, 1991: 36). Secara lebih rinci berbagai tindakan yang mencerminkan adanya

naluari kematian adalah Pengulangan kebiasaan, Eating disorder, senantiasa berjuang

Page 79: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

69

untuk pemenuhan kebutuhan keuangan, berjuang mengatasi penyakit yang terus menerus,

Workaholic, pekerjaan beresiko, pembebasan derita dengan ingin segera mati, mengucilkan

diri, haus pujian. Begitu juga dengan sikap suka mengeluh, mengasingkan diri, dan juga

cenderung memilih teman yang salah yang membawa kepada munculnya naluri kematian.

Yang cukup mencengangkan adalah, ternyata sikap ‘haus pujian’ adalah bagian dari

tindakan yang mengarah kepada naluri kematian.

Konsep di atas dan diperkaya dengan penjelasan yang tersebar secara online (terlampir)

penulis akan mencari jawab apakah puisi-puisi terpilih Emily Dickinson mengungkapkan

adanya naluri kematian.

Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah : Secara keilmuan, bertjuan

membuktikan bahwa konsep naluri kematian bisa digunakan untuk menganalisis puisi

karya Emily Dickinson. Secara praktis, hasil analisis ini menjadi salah satu materi

pengajaran Telaah Puisi mahasiswa Sastra Inggris. Selain itu secara umum diharapkan

penelitian ini bisa menambah wawasan akan adanya naluri kematian pada setiap individu.

Karena sifatnya merusak maka kalau mengetahui konsep dan bentuknya maka bisa

dihindari atau dikurangi.

Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian kualitatif, karena objek

penelitian berkenaan dengan data kualitatif, yaitu data yang dinyatakan dalam bentuk-

bentuk simbolik seperti pernyataan-pernyataan, tafsiran, tanggapan-tanggapan lisan

harafiah. Dengan demikian hasil penelitian akan berupa kutipan-kutipan data untuk

memberikan gambaran penyajian laporan. Pengumpulan data dilakukan dengan

menemukan data yang relevan. Dari data ini kemudian penulis menganalisis untuk

membuat kesimpulan tentang pesan yang disampaikan oleh pengarang, bila dicermati

secara psikologis (psikoanalisis).

A. Analisis Puisi Melalui Konsep Naluri Kematian

Lima puis berikut dipilih dari kumpulan puisi Emily Dickinson yang berbicara tentang

kematian. Kriteria yang digunakan adalah masing-masing puisi mengungkapkan atau

menggunakan kata ‘death’ dan sejenisnya.

Page 80: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

70

I Heard A Fly Buzz

I heard a fly buzz when I died;

The stillness round my form

Was like the stillness in the air

Between the heaves of storm.

The eyes beside had wrung them dry,

And breaths were gathering sure

For that last onset, when the king

Be witnessed in his power.

I willed my keepsakes, signed away

What portion of me I

Could make assignable,-and then

There interposed a fly,

With blue, uncertain, stumbling buzz,

Between the light and me;

And then the windows failed, and then

I could not see to see.

Secara metaforis narator menggambarkan saat ajal menjemput dimana semua diam

kecuali lalat yang hidup. Gambaran ini menakutkan dimana dalam kematian namun

dimunculkan kehidupan yang tak pernah terjadi dalam kehidupan nyata. Penggambaran

kebekuan (stillness) karena kesedihan atas kematian itu ikut menambah nuansa

kematian. Keringnya air mata (wrung them dry) sebagai gambaran kesedihan semakin

menegaskan kesedihan. Kesedihan yang terbalut kemuraman yang ada hanya untuk

‘menemani’ yang meninggal diambil oleh kekuatan yang membuatnya tidak bisa

melihat lagi (not see to see).

Dengan mendayagunakan iambic trimeter dan tetrameter, rima ABCB perfect and half,

dan gaya bahasa metafor mengeksplor dan sekaligus mempertontonkan secara naratif

nuansa ketakutan, kesedihan, kebekuan, kematian, dan sekaligus keabadian (blue,

Page 81: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

71

uncertain) yang dihiasi oleh selingan dengung lalat sebagai simbul satu-satunya

kehidupan yang ada di ruangan.

Because I Could Not Stop For Death

Because I could not stop for Death,

He kindly stopped for me;

The carriage held but just ourselves

And Immortality.

We slowly drove, he knew no haste,

And I had put away

My labor, and my leisure too,

For his civility.

We passed the school, where children strove

At recess, in the ring;

We passed the fields of gazing grain,

We passed the setting sun.

Or rather, he passed us;

The dews grew quivering and chill,

For only gossamer my gown,

My tippet only tulle.

We paused before a house that seemed

A swelling of the ground;

The roof was scarcely visible,

The cornice but a mound.

Since then 'tis centuries, and yet each

Feels shorter than the day

I first surmised the horses' heads

Were toward eternity.

Secara alegoris dan dalam puisi 6 stanza penyair menggambarkan bagaimana kematian

yang tidak harus ditakutkan. Ketika tidak bisa menolak kehadirannya, maka sang

kematian dengan lemah lembut akan menghampiri mereka yang akan mati. Dengan

Page 82: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

72

rima ABCB, sang penyair menggambarkan, mau atau tidak mau ia harus meninggalkan

segala hal kehidupan dan kegiatannya.

Kendati menghadapi sesuatu yang digambarkan secara lemah lembut namun kematian

yang harus dialami. Pada akhir stanza sang penyair memberi gambaran kehidupan di

depan yang menanti ( heads ..... were toward eternity).

Puisi ber - iambic tremeter and tetrameter berbicara tentang kematiaan, keabadian,

tinggalkan tugas keseharian, kesenangan, keabadian .

Death Is A Dialogue

Death is a Dialogue between

The Spirit and the Dust.

"Dissolve" says Death -- The Spirit "Sir

I have another Trust" –

Death doubts it -- Argues from the Ground –

The Spirit turns away

Just laying off for evidence

An Overcoat of Clay.

Dalam puisi ini penyair menampilkan percakapan antara Roh dan Dust (kematian)

sesudah seseorang meninggal, antara adanya keabadian dan ketidakabadian. Kematian

dalam puisi dua stanza ini dipertegas dengan kata ‘dissolve’, bubar, terpisah,

berantakan, keterpisahan. Di sisi lain keabadian digambarkan dengan pemilhan kata

“trust”, keyakinan akan tidak adanya keterpisahan. Dengan pola baris iambic trimeter

dan tetrameter penyair mengungkapkan ketidakpedulian Spirit terhadap kematian,

yakin akan keabadian, bukan menjadi overcoat of clay yang secara manusia adalah

ketakutan yang dihadapi manusia yang membuat depresi.

Page 83: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

73

My Life Closed Twice

My life closed twice before its close;.

It yet remains to see

If Immortality unveil

A third event to me,

So huge, so hopeless to conceive,

As these that twice befell.

Parting is all we know of heaven,

And all we need of hell.

Dalam dua stanza dengan pola iambic trimeter dan tetrameter narator ungkapkan tentang

pederitaan yang sangat yang dihadapi narator. Puisi ini menggambarkan bagaimana

kematian bisa terjadi sebleum kematian fisik. Keputusasaan, ketakutan akan kenyataan

kehidupan bisa jadi menjadi penyebab kematian awal sebelum kematian yang sebenarnya.

Namun demikian di balik ketakutan akan kematian itu narator mengungkapkan

kemungkinan adanya keabadian, kendati harus melewati kejatuhan, perpisahan dan neraka

karena perpisahan

I DIED For Beauty, But Was Scarce

I DIED for Beauty, but was scarce

Adjusted in the tomb

When one who died for truth was lain

In adjoining room

He questioned softly why I failed?

“For Beauty,” I replied

“And I for Truth,--- the two are one,

We brethren are,” he said

And so, as kinsmen met at night,

We talked between the rooms,

Until the moss had reached our lips,

And covered up our names

Page 84: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

74

Secara metaforis narator berbicara tentang ketidakmampuannya beradaptasi dengan

kematian hingga berbocara dengan seorang yang mati di sampingnya. Dengan pola baris

iambic trimeter dan tetrameter narator menggambarkan penyebab kematian yang berbeda,

for Beauty dan for Truth. Kendati berbeda namun dalam kematian mereka disetarakan,

dipersaudarakan selama-lamanya (sampai bibir terbalut lumut, dan jati diri ‘nisan’ tertutup

pula. Narator menggambarkan bagaimana seseorang melakukan tindakan berisiko demi

keabadian meski dirasuki ketidakberdayaan dan hilang jatidiri.

Dari hasil analisis naratif terhadap 5 puisi di atas terlihat bahwa melalui sudut pandang

konsep kematian, semua puisi mengungkapkan tentang kematian, baik secara diungkapkan

secara menyeramkan maupun secara halus, metaforis.

Guna memudahkan menarik hubungan antara hasil analisis puisi dengan riwayat kehidupan

penyair maka secara tabulasi ditampilkan kronologi kehilangan orang-orang terdekat

penyair. Data isian ini diambil dari berbagai sumber yang didapatkan di media online dan

referensi seperti tercantum dalam daftar pustaka.

Tahun

penting

Orang dekat Status

hubungan

Penyebab

kematian

Dampak bagi

Penyair

1848 Benjamin F

Newton

Tutor - master Mendadak Memicu meng-

gantikan jadi penyair

1850 Leonard

Humphrey

Kepala sekolah Mendadak Sangat depresi –

teman pada pergi

1851 -1854 33 teman Teman dekat Tidak

dijelaskan

Depresi

1855 Emily Norcross

Dickinson

Ibu Mulai sakit-

sakitan

Menjadi perawat

bersama saudarinya

1860 Carlo Peliharaan Teman 16

tahun

-

1874 Edaward Dick Bapaknya stroke Mengurung diri

1875 Emily Norcross Dickinson

Ibunya Lumpuh Menjadi perawatnya

1882 Charles W Pembimbing Sakit Kesedihan

1882 Emily Norcross Dickinson

Ibunya Sakit Depresi

1884 Jugde Lord Sahabat dekat Latest lost

1883 Gilbert Keponakan

dekat

Typhoid Kesedihan

1886 Dickinson Kidney Deepening manace

Page 85: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

75

Tabulasi di atas memperlihatkan bagaimana serangkaian perpisahan dengan orang-orang

terdekat Emily Dickinson. Menurut Supratiknyo dalam bukunya “Abnormal”, secara

psikologis, kehilangan orang-orang tercinta (dekat), bisa menyebabkan depresi. Depresi

sesaat dianggap wajar, tetapi sebaliknya depresi yang berkepanjangan bisa dikategorikan

sebagai tidak wajar, abnormal. Salah satu ulasan yang ditulis sparknotes adalah, perpisahan

dengan orang tercinta itu membuat Emily Dickinson:

Cause severe headache, nausea, deathbed coma, raspy difficult breathing, Heart

failure, high blood pressure,Reclusiveness, not admit him to take pulse So –

became Bright’s Disease – hypertensive symptoms, kidney.

Mulai umur belasan tahun Emily Dickinson yang lahir pada tahun 1830 telah mengalami

serangkaian perpisahan dengan orang-orang tercinta. Ketika menghadapi perpisahan itu, ia

mengalami depresi yang bahkan ada yang berkepanjangan. Ia mengisolasikan diri di dalam

kamar. Bahkan ketika menerima tamu, ia tetap di dalam kamar. Ia berbicara melalui

jendela saja. Selain perpisahan ia juga menghadapi tantangan yang bertahan lama yakni

merawat ibunya yang sakit.

KESIMPULAN

Setelah menganalisis puisi dan menghubungkannya dengan konsep naluri kematian dan

juga dengan perjalanan hidup sang penyair, saya berkesimpulan bahwa lima puisi Emily

Dickinson pilihan yang bertemakan kematian merefleksikan naluri kematian yang

dikemukakan oleh Sigmund Freud. Naluri itu ada hubungannya dengan kehidupan penyair

yang kehilangan orang-orang tercintanya akibat kematian. Pengalaman kehilangan itu

ternyata mempengaruhi kehidupannya. Puisi-puisi karyanya menjadi media pengungkapan

naluri itu. Dan ini merupakan refleksi kehidupan penyair sendiri.

Lima puisi pilihan ini hanya sebagian kecil dari sekian banyak puisnya yang menggunakan

diksi ‘kematian’. Oleh sebab itu penelitian lanjut terhadap puisi bertema sama bisa menjadi

sarana pengujian ulang terhadap hasil penelitian ini.

Page 86: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

76

DAFTAR PUSTAKA

Three Series, Complete” Project Gutenberg Ebook pada Mei 2004

Allen, R. C 2007 Emily Dickinson: Accidental Buddhist. Victoria, BC: Trafford, from

http://marinagraphy.com/dickinson-female-power-voice/

Dickinson and the Boundaries of Feminist Theory. Copyright © 1991 by the Board of

Trustees of the University of Illinois.

Feminism in Literature, ©2005 Gale Cengage. All Rights Reserved.Full copyright. From

http://www.enotes.com/emily-dickinson-essays/dickinson-emily

Marina DelVecchio .2010. http://www.studentpulse.com/articles/569/emily-dickinsons-

mylife-had-stood-a-loaded-gun--revealing-the-power-of-a-womans-words

Michael Mathews .2013. Feminist Argument: Emily Dickinson's Portrayal of Women in

Society from http://voices.yahoo.com/feminist-argument-emily-dickinsons-

portrayalwomen-41605.html

Reaske, Christopher Russell. 1966. How to Analyze Poetry. USA: Monarch University

Siswantoro.2010. Metode Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

http://www.sparknotes.com/biography/dickinson/section8.rhtml accesed May 30 2013

Page 87: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

77

PENERAPAN STRATEGI PROCESS-BASED DAN PRODUCT-BASED

PADA PENGAJARAN KOMPOSISI

Apriliya Dwi Prihatiningtyas

Jurusan Bahasa dan Sastra Cina - Fakultas Sastra

[email protected]

ABSTRAK

Penerapan ancangan berbasis proses dan produk ini dilakukan untuk melihat strategi yang

efektif dalam membantu mahasiswa mengembangkan gagasan saat menulis komposisi,

dalam hal ini sebuah ulasan yang baik yang mampu dipahami khalayak pembacanya.

Strategi ini juga untuk melihat perkembangan kemampuan menulis mahasiswa sesuai

dengan karakternya masing-masing. Dengan membagi kelas menjadi dua kelompok

berdasarkan keseimbangan kemampuan, pengajar dapat mencermati perkembangan

kemampuan mahasiswa dalam menulis ulasan yang baik. Sebelum evaluasi berjangka

pertama (Ujian Tengah Semester) pada kelompok pertama diberlakukan strategi product-

based sementara pada kelompok kedua diterapkan strategi process-based. Setelah evaluasi

berjangka yang pertama (Ujian Tengah Semester), strategi ini dipertukarkan hingga

evaluasi berjangka yang kedua (Ujian Akhir Semester). Dari hasil evaluasi berjangka ini

terlihat bahwa strategi process-based lebih efektif dan terbukti lebih disukai dalam

pengajaran menulis komposisi. Tulisan mereka lebih fokus dan cermat serta terarah.

Mereka juga lebih leluasa mengembangkan gagasannya dalam menulis. Sementara strategi

product-based membuat mahasiswa tergantung pada contoh sehingga tidak leluasa

menuangkan gagasannya dalam bentuk tulisan. Dari hasil analisis daftar tanyaan terlihat

bahwa sebagian besar mahasiswa mendapat pengetahuan lebih dalam menulis

menggunakan ancangan berbasis proses, sebagian yang lain justru merasa terbebani.

Sebagian kecil dari mereka menikmati menulis menggunakan ancangan berbasis produk,

sementara yang lainnya merasa sulit mengembangkan gagasannya. Namun demikian, ada

juga dari mereka yang merasa kedua strategi ini sangat membantu mereka untuk menulis

bentuk tulisan tertentu sesuai kebutuhan.

Kata kunci: process-based, product-based, strategi, efektif, komposisi.

PENDAHULUAN

Menulis adalah salah satu ketrampilan yang disasar dalam pengajaran bahasa asing. Dalam

pengajaran bahasa Cina dikenal pelajaran menulis aksara, menulis surat dan menulis

sebuah komposisi. Pada pengajaran menulis komposisi atau xiezuo biasanya pembelajar

kesulitan menyusun sebuah kerangka gagasan dan mengembangkan gagasan yang

dipilihnya berdasarkan tema yang diberikan pengajar. Hal ini diketahui dari hasil tulisan

pembelajar pada semester sebelumnya. Sebagian pembelajar mampu menyampaikan

gagasannya dalam bentuk tulisan yang baik, namun sebagian yang lain selalu merasa tak

Page 88: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

78

ada lagi yang mampu disampaikannya. Penjelasan pengajar mengenai strategi menulis

komposisi terkadang dapat dipahami beberapa pembelajar, sebagian lagi tetap saja

menemui kesulitan bahkan dalam menyusun sebuah kerangka gagasan sederhana. Perlu

strategi yang efektif yang dapat diterapkan dalam pengajaran menulis komposisi agar

pembelajar dapat mengembangkan gagasannya sehingga mampu menulis sebuah

komposisi yang layak baca.

TINJAUAN PUSTAKA

Jordan (2003:165) mendefinisikan product approach atau ancangan produk sebagai model

yang disediakan pengajar untuk memberi inspirasi kepada pembelajar agar mampu

membuat tulisan serupa dengan model. Ancangan produk ini biasanya dikombinasikan

dengan ancangan fungsional yang dikenal sebagai functional-product approach. Gabungan

ancangan ini banyak digunakan dalam pengajaran menulis komposisi karena lebih sesuai

dengan kebutuhan. Oleh karena itu, buku ajar yang menggunakan ancangan produk

biasanya akan terdapat banyak contoh tulisan yang dapat dijadikan model oleh pembelajar.

Dari model ini, pembelajar dapat mencermati struktur tulisan, keterkaitan gagasan antar

kalimat dan paragraf, beragam aspek gramatikal, pilihan kata, dan gaya penulisan. Di sisi

lain Marahimin (1994:10-11) menyampaikan strategi product-based ini dengan nama copy

the master yang maknanya setara dengan definisi yang disampaikan Jordan yakni

memberikan model yang dapat ditiru agar pembelajar dapat menghasilkan tulisan serupa

dengan model. Serupa di sini bukanlah menjiplak atau membajak, namun meniru

kerangkanya, atau idenya, atau cara dan teknik, atau bisa gaya tulisannya. Jordan

(2003:167) dan Tribble (1996:37) juga mengusung strategi process-based yang

menitikberatkan kemampuan menulis komposisi pada proses menulisnya. Menurut Jordan

strategi ini lebih learner-centered karena dapat membangkitkan rasa tanggung jawab

pembelajar terhadap tulisannya. Dengan kata lain, pembelajar dapat mengontrol

perkembangannya sendiri berdasarkan tahapan yang telah dilakukannya. Pembelajar juga

dapat lebih leluasa mengembangkan gagasannya yang dipilihnya sehingga lebih terlihat

gaya dan karakter menulisnya. Strategi ini juga mempermudah pengajar memberi masukan

berdasarkan tahapan yang disampaikan sebelumnya. Tribble menekankan pada prinsip

membangun kreativitas dan tulisan yang tak terduga. Menurutnya, strategi ini mampu

membuat pembelajar lebih mengenali karakternya sehingga mampu menggali gagasan-

Page 89: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

79

gagasan rinci yang dapat disampaikan dalam tulisan yang dipahami khalayak. Penahapan

yang digagas Tribble adalah:

1. Prewriting/pramenulis: menyusun kerangka gagasan;

2. Composing/menulis: mengembangkan gagasan berdasarkan kerangka gagasan;

3. Revising/merevisi: meninjau kembali struktur tulisan, memberikan penekanan pada

gagasan tertentu, menunjukkan fokus informasi, menyesuaikan gaya khalayak

pembaca;

4. Editing/mengedit: mengecek ketepatan tata bahasa, leksis, ejaan, pilihan kata,

acuan informasi.

Perbaikan berupa penambahan atau pengurangan dapat dilakukan di setiap tahap sehingga

gagasan dapat semakin rinci dan fokus.

TUJUAN PENELITIAN

Melalui penelitian kecil berbasis kelas ini diharapkan pengajar dapat menemukan strategi

yang lebih efektif dalam pengajaran menulis komposisi sehingga pembelajar dapat menulis

sebuah komposisi dalam hal ini sebuah ulasan yang baik yang mampu dipahami khalayak

pembacanya. Sejalan dengan ini, pengajar juga dapat membantu pembelajar menyusun

kerangka dan mengembangkan gagasan dalam menulis komposisi yang layak baca.

Penelitian ini juga membuat pembelajar dapat meningkatkan kemampuan menulisnya

sesuai dengan karakternya masing-masing.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, yakni dengan membagi kelas menjadi dua

kelompok pembelajar. Pembagian kelompok dilakukan berdasarkan keseimbangan

kemampuan. Artinya dalam kedua kelompok tersebut terdapat pembelajar yang memiliki

kemampuan menulis yang baik dan juga sebaliknya. Kedua kategori ini dipilih berdasarkan

kemampuan pembelajar semester sebelumnya. Pada kelompok pertama akan diberlakukan

strategi product-based sementara pada kelompok kedua akan diterapkan strategi process-

based. Setelah evaluasi berjangka yang pertama (Ujian Tengah Semester), strategi ini akan

dipertukarkan hingga evaluasi berjangka yang kedua (Ujian Akhir Semester). Dari hasil

Page 90: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

80

evaluasi berjangka ini akan terlihat strategi mana yang lebih efektif dalam pengajaran

menulis komposisi dalam hal ini ulasan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini dilakukan terhadap mahasiswa kelas komposisi bahasa Mandarin semester

enam universitas ini sebanyak 14 orang dengan rincian sepuluh orang adalah mahasiswa

reguler pagi dan empat orang mahasiswa lanjutan. Pengajar membagi kelas menjadi dua

kelompok. Pembagian kelompok dilakukan berdasarkan keseimbangan kemampuan.

Artinya dalam kedua kelompok tersebut terdapat mahasiswa yang memiliki kemampuan

menulis yang baik dan juga sebaliknya. Kedua kategori ini dipilih berdasarkan kemampuan

mereka semester sebelumnya. Pada kelompok pertama akan diberlakukan strategi product-

based sementara pada kelompok kedua akan diterapkan strategi process-based. Setelah

evaluasi berjangka yang pertama (Ujian Tengah Semester), strategi ini akan dipertukarkan

hingga evaluasi berjangka yang kedua (Ujian Akhir Semester). Pengajar akan menilai

perkembangan kemampuan menulis mereka melalui tulisan yang mereka hasilkan sebelum

evaluasi berjangka pertama, tulisan pada Ujian Tengah Semester, tulisan setelah Ujian

Tengah Semester dan tulisan pada Ujian Akhir Semester. Pengajar menggali opini

mahasiswa melalui isian daftar tanyaan yang diberikan kepada mahasiswa setelah masa

perkuliahan selesai. Hasil penilaian ini kemudian dianalisis untuk mengetahui strategi yang

lebih efektif dalam menulis sebuah komposisi yang layak baca dan pendapat mereka

mengenai terbantu atau tidaknya mereka dalam menulis sebuah komposisi yang layak baca

dengan menerapkan strategi ini dalam proses menulis.

Dari hasil penilaian tulisan yang mereka hasilkan dan isian daftar tanyaan dapat

disampaikan hal-hal sebagai berikut:

1. Masa Pra-Ujian Tengah Semester:

1) Kelompok A (berbasis proses) Sebagian besar mahasiswa mampu membuat

kerangka gagasan dengan cermat dan lebih spesifik dalam menyampaikan gagasan.

2) Kelompok B (berbasis hasil) Sebagian besar mahasiswa mencari gagasan yang

serupa dengan model dan menilai sesuatu seperti yang dilakukan penulis model

2. Hasil Ujian Tengah Semester:

Page 91: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

81

1) Kelompok A sebagian besar mahasiswa menyampaikan gagasannya secara

singkat dan cermat, namun kesimpulan yang ditulisnya tak menyeluruh.

2) Kelompok B sebagian besar mahasiswa mampu menuangkan gagasan dengan

jelas dan menyimpulkannya dengan baik, namun gagasan yang disampaikan tidak

runut.

3. Masa Pasca-Ujian Tengah Semester:

1) Kelompok A (berbasis hasil) Sebagian besar mahasiswa bingung mencari fokus

penilaian, akibatnya mereka menulis seperti model.

2) Kelompok B (berbasis proses) Sebagian mahasiswa mampu menyusun kerangka

gagasan dengan cermat, namun sebagian yang lain bingung menentukan topik.

4. Hasil Ujian Akhir Semester:

1) Kelompok A Sebagian besar mahasiswa tidak rinci dalam menuangkan

gagasannya, namun hasil tulisan mereka terarah dan berpotensi menilai sesuatu

dengan cermat.

2) Kelompok B Sebagian besar mahasiswa tidak rinci dalam menuangkan

gagasannya sehingga penilaian mereka terhadap obyek menjadi kurang fokus,

namun jika diarahkan tulisan mereka akan baik.

5. Dari hasil isian daftar tanyaan dapat dilihat bahwa bagi mahasiswa:

1) Ancangan berbasis proses membantu mereka memilih topik sesuai karakter

sehingga mempermudah mereka menyusun sebuah komposisi karena

penahapannya membantu mengembangkan gagasan yang akan ditulisnya.

Meskipun mereka tetap merasa terbebani karena untuk mereka ini sulit, namun

mereka puas karena memahami proses menulis yang benar.

2) Ancangan berbasis hasil membuat mereka bingung saat memilih topik sehingga

mempersulit mereka saat menyusun sebuah komposisi. Hal inilah yang

membuatmereka terbebani. Meskipun demikian, ancangan ini menginspirasi

mereka saat kesulitan menemukan topik yang mereka ingin sampaikan dalam

bentuk tulisan dan memandu mereka mengembangkan gagasan.

3) Kedua ancangan pada dasarnya membantu mereka dalam menyusun sebuah

komposisi yang baik, memberi pengetahuan mendalam saat menulis komposisi,

Page 92: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

82

membantu meningkatkan kemampuan menulis komposisi serta menginspirasi

mereka dalam menentukan tema dan menuangkan gagasan dalam tulisan yang

layak baca

KESIMPULAN, MANFAAT DAN SARAN

Mahasiswa kelompok A cenderung terbantu dalam menyusun sebuah komposisi karena

terlebih dahulu mengetahui proses menulis baru melihat model, sehingga dalam menulis,

mereka dapat segera menggabungkan kedua ancangan tersebut. Meskipun diberikan contoh

tulisan, mereka tetap berusaha menulis dengan membuat kerangka gagasan terlebih dahulu

dengan mind map, lalu mengembangkan tulisannya sesuai karakter dan gaya mereka lalu

ditambahkan dengan informasi yang terdapat pada model tulisan. Sebagian mahasiswa

kelompok B terbantu dalam menyusun sebuah komposisi karena lebih leluasa

mengembangkan gagasan berdasarkan minatnya setelah mengetahui proses menulis

dengan mind map, sebagian yang lain menjadi bingung karena harus menentukan topik

tanpa melihat model sehingga sulit menyusun kerangka gagasan.

Dari penelitian ini terlihat bahwa ancangan berbasis proses lebih disukai dan lebih efektif

dalam pengajaran menulis komposisi karena penahapannya membuat mahasiswa lebih

fokus, cermat dan terarah dalam menulis serta lebih leluasa mengembangkan gagasan.

Sementara ancangan berbasis hasil membantu menginspirasi mahasiswa yang kurang

kreatif atau tidak berbakat menulis. Hal ini membuat mahasiswa tergantung pada contoh

sehingga tidak leluasa dalam mengembangkan gagasan. Akan tetapi, secara umum, kedua

ancangan ini membantu meningkatkan keterampilan menulis komposisi.

Namun demikian, kedua ancangan ini tentu saja memiliki kelebihan yang dapat digunakan

pengajar dengan menggabungkannya sehingga terbantu dalam membimbing mahasiswa

dan tulisan mahasiswa juga menjadi layak baca. Kelebihan ancangan berbasis proses

adalah mahasiswa mengetahui penahapan menulis komposisi, lebih focus saat menentukan

topik, cermat memberi penilaian terhadap gagasan yang dipilihnya dan leluasa

menggembangkan gagasan. Sementara kelebihan ancangan berbasis hasil adalah

mahasiswa dapat mengetahui tulisan yang layak baca dan mengetahui gaya tulisan orang

Page 93: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

83

lain. Hal ini dapat menginspirasi mahasiswa sehingga dapat membantu mereka

menemukan topik yang ingin dituangkan ke dalam bentuk tulisan.

Pengajar yang kompeten, dapat membantu mahasiswa dengan dukungan yang sesuai

kebutuhan mereka saat menerapkan salah satu ancangan ini. Pada ancangan berbasis

proses, pengajar dapat membantu mahasiswa memetakan gagasan berdasarkan tema dan

memberi masukan yang terkait dengan tema. Pada acangan berbasis hasil, pengajar dapat

membantu mahasiswa mencari fokus gagasan agar mampu menulis sesuai dengan gaya

masing-masing mahasiswa. Dalam prosesnya, pengajar dapat terus memberi masukan dan

arahan agar mereka terbiasa cermat dalam mengembangkan gagasannya sehingga mampu

menyusun komposisi yang layak baca.

DAFTAR PUSTAKA

Brown, Douglas H. 2000. Principles of Language Learning and Teaching, Fourth Edition.

New York: Longman Inc.

Hedge, Tricia. 2002. Teaching and Learning in the Language Classroom. New

York:Oxford University Press.

Jordan, R.R. 1997. English for Academic Purposes: A Guide and Resources book

forTeachers. Cambridge: Cambridge University Press.

Marahimin, Ismail. 1994. Menulis Secara Populer. Jakarta: Dunia Pustaka Jaya.

Nunan, David. 1992. Research Methods in Language Learning. Cambridge:

CambridgeUniversity Press.

Tarigan, Henry Guntur. 1993. Menulis sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa.

Bandung:Angkasa.

Tribble, Christopher. 1996. Writing. Language Teaching, A Scheme for Teacher

Education. Oxford: Oxford University Press.

Wishon, George E & Julia M.Burks. 1968. Let’s Write English. Filipina:Litton Educational

Publishing.

Page 94: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

84

AKULTURASI BUDAYA CINA DAN BETAWI DI JAKARTA

C. Dewi Hartati

Sastra Cina – Fakultas Sastra

[email protected]

ABSTRAK

Hubungan bangsa Cina dan Jawa di Indonesia telah terjadi jauh sebelum kedatangan

bangsa Belanda ke bumi nusantara. Adanya interaksi dan komunikasi terus menerus antara

kedua kebudayaan ini terjadilah akulturasi budaya. Tulisan ini bertujuan memperlihatkan

bentuk-bentuk akulturasi yang terjadi antara kebudayaan Cina dan Betawi . Fenomena ini

bisa kita lihat betapa harmonisnya kebudayaan Tionghoa menyatu dengan kebudayaan

Betawi. Akulturasi ini memperkaya keanekaragaman budaya di Indonesia dan sangat

karakteristik sehingga harus dipertahankan di tengah-tengah kemajuan teknologi dan arus

globalisasi.Akulturasi antara kebudayaan Cina dan Betawi terjadi dalam bentuk tradisi,

makanan, arsitektur, sastra, kesenian dan bahasa. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif.

Sesuai dengan tujuan penelitian ini, maka penelitian ini bersifat eksploratif dan deskriptif.

Penelitian eksploratif bertujuan untuk memperdalam pengetahuan mengenai suatu gejala

tertentu atau mendapat ide-ide baru mengenai gejala itu sehingga dapat merumuskan

masalah secara lebih terperinci. Penelitian ini juga bersifat deskriptif karena penelitian ini

akan memberikan gambaran yang secermat mungkin mengenai suatu kedaan, gejala atau

kelompok tertentu

Kata kunci : akulturasi, interaksi, komunikasi.

PENDAHULUAN

Akulturasi adalah suatu proses sosial yang timbul manakala suatu kelompok manusia

dengan kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur dari suatu kebudayaan asing. Dan

kebudayaan asing itu lambat laun diterima dan diolah dalam kebudayaannya sendiri tanpa

menyebabkan hilangnya unsur kebudayaan kelompok itu sendiri.

Akulturasi budaya dapat terjadi karena keterbukaan suatu komunitas masyarakat akan

mengakibatkan kebudayaan yang mereka miliki akan terpengaruh dengan kebudayaan

komunitas masyarakat lain. Selain keterbukaan masyarakatnya, perubahan kebudayaan

yang disebabkan “perkawinan“ dua kebudayaan bisa juga terjadi akibat adanya pemaksaan

dari masyarakat asing memasukkan unsur kebudayaan mereka. Akulturasi budaya bisa

juga terjadi karena kontak dengan budaya lain, sistem pendidikan yang maju yang

Page 95: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

85

mengajarkan seseorang untuk lebih berfikir ilmiah dan objektif, keinginan untuk maju,

sikap mudah menerima hal-hal baru dan toleransi terhadap perubahan.

Saat kedatangan orang-orang Cina di Bogor, Kerajaan Tarumanegara sudah berdiri dan

mereka menyebutnya To-lo-mo. Di Jawa Tengah mereka mendarat di Semarang dan

menyebarkan Islam ke Glagahwangi yang di kemudian hari dikenal sebagai Kerajaan

Demak yang dipimpin oleh Pangeran Patah. Di daerah ini pula dikenal adanya seorang

sultan yang ketika wafat dimakamkan di Gunung Muria sehingga dikenal sebagai Sunan

Muria.

Di Jawa Timur mereka mendarat di Tuban dan Surabaya. Salah satu dari mereka kemudian

menjadi Wali, yang dikenal dengan sebutan Sunan Ampel. Putra dari Sunan Ampel pun

menjadi Wali, yaitu Sunan Bonang. Sunan Ampel dan Sunan Bonang lebih dikenal dengan

nama pribumi. Hal ini dimaksudkan untuk mempermudah masuknya ajaran Islam di

masyarakat Jawa. Di Gresik terdapat makam Sunan Malik Ibrahim atau Maulana Maghribi.

Di Jawa Tengah mereka mendirikan Klenteng Sam Po-Kong. Di klenteng inilah ditemukan

catatan sejarah tentang masuknya Cina ke Jawa, serta uraian bahwa para wali dan tokoh-

tokoh pahlawan pun sebagian adalah orang keturunan Cina, misalnya Adipati Unus,

Panembahan Jim Bun, Sunan Ampel, Sunan Bonang, dan lain-lain.

Kita tengok sejarah hubungan antara kesultanaan Banten dengan bangsa Cina pada masa

itu, dilihat dari catatan arkeologi pada setiap tahun banyak perahu Cina yang berlabuh di

Banten, mereka datang untuk berdagang dan melakukan perdagangan dengan cara

barter/menukar dengan lada sebagai bahan utamanya, pada tahun 1614 di Banten ada 4

buah perahu Cina yang rata-rata berukuran 300 ton.

Sedangkan menurut catatan J. P. Coen perahu Cina membawa barang dagangan bernilai

300.000 real dengan menggunakan 6 buah perahu. Selain sebagai pedagang orang-orang

Cina datang ke Banten sebagai imigran (Clive Day, 1958:69). Intensitas kehadiran para

pedagang Cina cukup meramaikan dalam perdagangan di Banten diiringi pula dengan

kehadiran imigran yang berfekwensi cukup tinggi.

Page 96: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

86

Mata uang Cina yang ditemukan de Houtman di Banten (Rouffer, 1915:122) sebagai tanda

peran serta bangsa Cina pada perdagangan di Baten tidak bisa diangap ringan. Penemuan

mata uang Cina ini oleh tim arkeolodi di Keraton Surosowan terdapat tulisan Yung Cheng

T’ung Pou = Coinage of Stable Peace yang berarti pembuatan mata uang untuk kesetabilan

dan perdamaian, sedangkan pada koin sebaliknya diketahui huruf Manchu yang artinya

tidak diketahui. Mata uang Cina tersebut berbentuk bulat berlubang segi empat, diameter

2.25-2.80 cm, tebal 0.10-0.18 cm, dan diameter lubang 0.45-0.60 cm. (Halwany, 1993:36)

Orang Tionghoa sudah lama sekali berada di Jakarta. Pada waktu Belanda pertama kali

menginjakkkan kaki di bumi Jayakarta di sana sudah ada pemukiman Tionghoa di muara

sungai Ciliwung. Ini menunjukkan bahwa hubungan yang sangat baik telah terjadi antara

etnik yang kemudian dikenal dengan etnik Betawi dengan etnik Tionghoa jauh sebelum

datangnya bangsa-bangsa barat ke nusantara.

Orang-orang Tionghoa yang datang ke Jawa umumnya berasal dari propinsi Hokkian

bagian Selatan. Yang dimaksud Hokkian selatan adalah wilayah sekitar Zhangzhou,

Xiamen, dan Quanzhou. Secara umum pengaruh Tionghoa yang masuk ke dalam budaya

Betawi adalah budaya Hokkian selatan bukan bagian lain di negeri Cina. Budaya Hokkian

Selatan inilah yang paling banyak pengaruhnya terhadap kebudayaan Betawi. Pengaruh ini

tampak dari istilah-istilah Hokkian selatan yang sampai saat ini masih dikenal di kalangan

Tionghoa peranakan dan sebagian telah masuk ke dalam kosa kata bahasa Betawi.

Menurut Raden Aryo Sastrodarmo, seorang pelancong Surakarta di Batavia pada tahun

1865, dalam Kawontenan ing Nagari Betawi, seperti dikutip Ridwan Saidi dalam Profil

Orang Betawi: Asal Muasal. Kebudayaan dan Adat Istiadatnya, adat istiadat Betawi mirip

adat istiadat Tionghoa. Cara mereka duduk dan bercakap-cakap juga sama dengan orang

Tionghoa yaitu duduk di kursi, dan jika makan memakai meja, tidak bersila di atas tikar

yang terhampar di tanah. Orang Betawi juga belajar silat dari orang Tionghoa dan tidak

memiliki rasa takut disebabkan pengaruh orang Tionghoa.

Keberadaan kaum Tionghoa di daerah Jakarta menyatu menjadi sejarah umum. Salah

satunya yang berciri khas adalah pemukiman Tionghoa yang biasa disebut sebagai Pecinan

atau Chinatown. Jauh sebelum Belanda membangun Batavia, kaum Tionghoa sudah

Page 97: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

87

menduduki sebelah timur muara Ciliwung. Namun setelah terjadinya pembantaian

Tionghoa di Batavia pada 9 Oktober 1740, orang-orang Tionghoa ditempatkan di Glodok

dekat museum Fatahillah dengan maksud agar lebih mudah diawasi.

Pada abad ke 16 dan ke 17 terjadi eksodus besar-besaran orang Tionghoa ke selatan, yaitu

wilayah Asia Tenggara termasuk Nusantara. Kejadian itu disebabkan perang saudara

kemarau panjang di daratan Tiongkok. Pada saat bersamaan, VOC berkuasa di Batavia.

Untuk memperlancar pembangunan, mereka memerlukan banyak tenaga kerja. Karena itu

mereka mengambil tenaga kerja asal Tiongkok yang dinilai ulet dan rajin. Sejak itu

kebudayaan Tionghoabanyak bercampur dengan kebudayaan Betawi dan amsuk ke dalam

berbagai aspek kehidupan.

Orang Tionghoa hidup dengan berdagang, bertani, dan menjadi tukang. Umumnya, mereka

tidak membawa isteri dari Tiongkok. Mereka mengawini perempuan Jawa atau Melayu,

atau membeli budak untuk dijadikan gundik atau isteri. Pada zaman itu, ada aturan

perempuan dilarang pergi ke luar Tiongkok.

Sejarawan Prancis, Prof Dr Denys Lombard, dalam bukunya “Nusa Jawa: Silang Budaya”

menyebut, asimilasi kebudayaan Cina dan kebudayaan-kebudayaan lain di Nusantara

berlangsung sangat mulus dan alami. Jawa, sebelum masa kolonialisme Belanda, adalah

ruang yang reseptif bagi terjadinya perjumpaan kebudayaan dari berbagai negeri. “Sulit

menelusuri sejarah kelompok-kelompok Cina yang pertama,” tulis Lombard.

Pencinaan kembali Proses asimilasi bangsa Cina dengan masyarakat setempat yang

berjalan begitu natur selama berabad-abad tersendat, kalau tidak ingin dibilang putus,

memasuki paruh pertama abad ke-18 dan awal abad ke-19. Pada abad ini, identitas

kecinaan di tanah Jawa mulai muncul. Situasi ekonomi dan politik di daratan Tiongkok,

meningkatnya arus pelayaran sebagai akibat dari dibukanya terusan Suez di pertengahan

abad ke-19, dan mulai berkuasanya Belanda atas tanah Hindia membuat bangsa Cina

mengalami fase pencinaan kembali.

Page 98: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

88

Lombard mencatat tiga peristiwa penting di atas sebagai faktor yang sangat mempengaruhi

dialektika budaya masyarakat Cina di tanah Jawa.

Pertama, memburuknya situasi perekonomian Cina di penghujung kekuasaan dinasti Qing

pada akhir abad 19. Pertanian di Cina mandeg dan tidak mampu lagi memenuhi kebutuhan

pangan penduduk yang semakin banyak jumlahnya.

Pada waktu yang bersamaan, pemerintah Hindia Belanda membuka tambang-tambang baru

yang memerlukan tenaga kerja yang banyak. Memburuknya situasi ekonomi di negeri

sendiri mendorong bangsa Cina berbondong-bondong datang ke Hindia Belanda.

Pada awal abad 19, jumlah orang Cina yang menetap di Batavia berjumlah 100.000 dan

berkembang menjadi 500.000 pada akhir abad ke 19. Bisa dipahami kemudian jika

meningkatnya jumlah masyarakat Cina dan pengelompokan suku bangsa yang dilakukan

Belanda meningkatkan kesadaran akan identitas mereka sebagai kelompok tersendiri.

Di pihak lain, kehadiran mereka pun tidak diterima baik oleh masyarakat setempat. Mereka

pun mengembangkan kebudayaan mereka sendiri sebagai sebuah bangsa. Kelenteng

tumbuh berpuluh-puluh selama beberapa dasarwarsa menjadi simbol identitas budaya.

Kelenteng juga menjadi tempat pertemuan atau klub.

Perkembangan kedua yang menjadi faktor terjadinya pencinaan kembali, menurut

Lombard, adalah dibukanya terusan Suez pada tahun 1865. Jalur baru yang dibuka ini

meningkatkan emigrasi besar-besaran wanita-wanita Cina. Ada yang berlayar ke Hindia

Belanda dengan paksaan. Mereka terutama gadis-gadis malang yang diculik dan dikirim ke

rumah-rumah pelacuran di Laut Cina Selatan. Ada pula yang beremigrasi karena

menghindari kawin paksa. Namun, dorongan utama emigrasi adalah kesulitan hidup yang

mereka alami di negeri asalnya.

Bisa ditebak, kehadiran wanita Cina dalam jumlah besar itu berpengaruh sangat besar

dalam proses perkawinan. Lelaki-lelaki Cina yang sebelumnya tidak mempunyai pilihan

lain selain mengawini wanita pribumi, kemudian cenderung mengambil wanita satu negeri

Page 99: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

89

sebagai isteri. Asimilasi yang sebelumnya terjadi karena proses perkawinan campur

terhenti dan pencinaan terjadi melalui rumah tangga.

Perkembangan ketiga, masih menurut Lombard, bersifat lebih politis, yaitu berkaitan

dengan perkembangan situasi di Cina sendiri. Pergolakan anti Manchuria dan bangkitnya

nasionalisme Cina membangkitkan pula semangat identitas sebagai bangsa di perantauan.

Mulai meredupnya era kedinastian dan proklamasi republik yang dideklarasikan oleh Dr

Sun Yat Sen menumbuhkan semangat nasionalisme kaum perantauan. Terbitnya semangat

nasionalisme ini kemudian semakin dibangkitkan dengan ekspansi yang dilakukan Jepang

di daratan Cina.

Kegamangan dan asimilasi paksa Entitas yang mulai tumbuh sebagai sebuah bangsa

mendadak menjadi gamang ketika Perang Dunia II berakhir. Berakhirnya rezim kolonial

dan lahirnya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sontak membuat orang bertanya

tentang status kelompok masyarakat mereka yang sejak zaman kolonial terbiasa

membentuk kelompok tersendiri.

Kaum Tionghoa juga banyak yang tinggal di pedesaan pelosok Tangerang di luar Pecinan,

yaitu di Pasar Lama dan di Pasar Baru. Sebutan untuk kaum Tionghoa yang tinggal di

Pasar Lama dan Pasar Baru adalah Cina Benteng. Kian tahun jumlah penduduk Tionghoa

meningkat, kontak terus menerus antara orang Tionghoa dan Betawi menyebabkan

akulturasi antara kedua kebudayaan tersebut.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dari hasil penelitian penulis, ada beberapa bentuk akulturasi yang terjadi antara

kebudayaan Cina dan Betawi, akulturasi antara dua kebudayaan tersebut terjadi dalam

bentuk sebagai berikut :

Page 100: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

90

1. Tahun Baru Imlek. ( 阴历)

Perayaan Imlek di Indonesia telah mengalami akulturasi dengan budaya lokal. Ini terbukti

dengan munculnya sebutan Lebaran China dari orang Betawi untuk Imlek. Orang Betawi

menganggap Imlek sudah jadi bagian dari budaya mereka juga. Orang Betawi tidak hanya

ikut merayakan perayaan Imlek dengan sebatas ikut dalam karnaval dan pasar malam

Imlek, tetapi sejak pertengahan abad 19, orang Betawi juga ikut mencari dan makan

makanan khas Perayaan Imlek. Dalam Perayaan Imlek, makanan yang harus ada adalah

ikan bandeng. Ikan bandeng dimasak pindang merupakan simbol bahwa hidup harus

hemat. Perayaan Imlek sendiri di Cina tidak menggunakan ikan bandeng. Ikan bandeng

murni suatu bentuk akulturasi antara dua kebudayaan. Dalam perayaan Imlek ini pun

sering diwarnai dengan petasan dan kembang api. Tradisi petasan dan kembang api

bermula dari Cina sampai sekarang masyarakat Betawi juga menggunakan petasan dalam

setiap perayaan misalnya upacara pernikahan dan lain-lain.

2. Arsitektur.

Sejarawan Adolf Heuken SJ mengatakan , sebelum tahun 1740 rumah orang Tionghoa

masih banyak di Batavia atau Kota Jakarta. Di masa kolonial Belanda, rumah Tionghoa

banyak yang dibakar dan dibongkar. Namun demikian masih ada peninggalan bersejarah

yang dapat ditemukan sekarang, walau tak banyak. Itu pun kondisinya memprihatinkan.

"Bangunan tua berarsitektur Tionghoa yang tersisa dan masih terawat hanya berupa

klenteng. Sedangkan rumah-rumah berarsitektur Tionghoa di kawasan Senen, Glodok,

Pinangsia, walau masih ada yang tersisa, kondisinya memprihatinkan. Ini sangat

disayangkan sekali, karena dari dulu banyak juga sumbangan etnik Tionghoa dalam

pembangunan Kota Jakarta," ujarnya.

Menurut Heuken yang menulis buku Historical Sites of Jakarta (2000) dan Gereja-gereja

Tua di Jakarta dan Masjid-masjid Tua di Jakarta (2003), arsitektur Tionghoa tidak hanya

ditemukan di rumah, gedung, dan klenteng Tionghoa, tetapi juga ditemukan pada

bangunan Masjid, seperti pada bangunan Masjid Kebun Jeruk, Masjid Tambora, dan

Masjid Angke. Jika di Masjid Kebun Jeruk dan Tambora dengan pengaruh Tionghoa

cukup kuat, maka di Masjid Angke juga ada pengaruh arsitektur Belanda.

Page 101: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

91

Contoh arsitektur yang terdapat pada masjid adalah Arsitektur Hidayatullah. Tiga

budaya etnis sekaligus menyemangati spiritualitasnya: Jawa, Cina Betawi. Arsitektur

Betawi dapat dilihat dari bentukmesjid yang lapang dan terbuka. “Adanya kekhasan

Betawi ini juga kita jumpai pada bangunan kayu yang tetap ada dan kuat sampai saat ini,”.

Atap dan kubah masjid yang melengkung di bagian sudut memperlihatkan budaya Cina.

Orang-orang Cinalah yang pertama-tama mukim di Karet. Itu sebabnya di kawasan itu ada

sebuah kampung yang dinamakan Karet Tengsin. Bahkan menurut cerita, orang-orang

Cina, yang kebanyakan adalah pedagang, waktu itu banyak yang membantu pembangunan

mesjid ini. Pengaruh budaya Cina sangat menonjol. Dari kejauhan, mesjid ini tampak

sepert kuil Cina. Beberapa mesjid di Jakarta banyak yang dipengaruhi oleh budaya Cina.

Yang paling jelas ialah mesjid Mangga Dua dan mesjid Kebon Jeruk di Jakarta pusat. Dan

memang, komunitas Cina banyak menghuni dua kawasan tersebut, sampai sekarang.

3. Sastra.

Banyak hasil sastra yang dihasilkan bangsa Cina di P. Jawa juga sebaliknya terjemahan

yang diterbitkan di Cina berasal dari Indonesia ke bahasa Mandarin. Misalnya, cerita

roman paling populer adalah cerita Sam Pek Eng Tay, di Jawa Barat Populer karya Lo Fen

Koi. Cerita-cerita silat misalnya, Pemanah Rajawali, Golok Pembunuh Naga, Putri Cheung

Ping, Kera Sakti, dan Sepuluh pintu Neraka. Puisi yang diciptakan penyair Cina kuno

pernah diterjemahkan sastrawan Indonesia, HB Jasin. Sedangkan di dunia novel kita sudah

cukup akrab dengan karya Marga T, yang banyak mengambil latar belakang negeri Cina.

4. Bahasa

Menurut Profesor Kong Yuanzhi dalam Silang Budaya Tiongkok Indonesia terdapat 1046

kata pinjaman bahasa Cina yang memperkaya bahasa Melayu / Indonesia dan 233 kata

pinjaman Bahasa Indonesia ke dalam Bahasa Tionghoa. Misalnya anglo (洪爐) bakiak(木

屐), bakmi (肉麵), cangklong, cawan(茶碗), cukong(主公), giwang (耳環) jamu (草藥

),jok, kecap (茄汁, kecoa,kongkalikong (串謀), kongko (講座), kongsi(公司), koyo, kuli

(苦力), langseng, lihai (厲害),loak, loteng, lonceng, mangkok (碗鍋), misoa ( 碗鍋),

pisau(匕首), pengki, sampan (舢舨), singkek, sinse (診師), suhu, sumpit, sempoa, taifun,

teko (茶壶), toko,tukang (土工), dan lain-lain。Akulturasi budaya Cina-Jawa dalam

Page 102: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

92

bidang bahasa terjadi dalam bentuk peminjaman istilah pada bahasa lisan atau tulisan.

Bahasa lisan digunakan dalam percakapan perdagangan, seperti : mengko, dhek wingi, ora

iso, dan sebagainya. Sebaliknya orang Jawa menyebut ce-pek (= seratus), no-pek (= dua

ratus), se-jeng (= seribu) dan cem-ban (= sepuluh ribu).

5. Kesenian.

Pertukaran musik dan tari telah dilangsungkan sejak jaman Dinasti Tang (618-907). Alat

musik seperti Gong dan Canang, Erhu (rebab Cina senar dua), suling, kecapi telah masuk

dan menjadi alat musik daerah di Indonesia.

6. Olahraga.

Misalnya olahraga pernapasan Wei Tan Kung kini menjadi Persatuan Olahraga Pernapasan

Indonesia, Olahaga pernapasan Tai Chi menjadi Senam Tera Indonesia, olahraga bela diri

Kung Fu yang paling populer di Indonesia.

7. Adat Istiadat.

Upacara minum teh yang disuguhkan kepada tamu sudah cukup populer di Jawa dengan

mengganti teh dengan kopi. Kemudian tradisi saling berkunjung dengan memberikan

jajanan atau masakan pada hari-hari raya, dan tradisi membakar petasan saat lebaran.

Petasan sendiri merupakan tradisi bangsa Cina untuk menyemarakkan pesta tradisi Cina

yaitu pernikahan dengan maksud mengusir roh-roh jahat yang bisa saja mengganggu

perayaan tersebut.

8. Makanan

Menurut Dennys Lombard, dalam bukunya Nusa Jawa: Silang Budaya, asal mula Soto

adalah makanan Cina bernama Caudo, pertama kali populer di wilayah Semarang. Dari

Caudo lambat laun menjadi Soto, orang Makassar menyebutnya Coto, dan orang

Pekalongan menyebutnya Tauto. Antropolog dari Universitas Gadjah Mada, Dr Lono

Simatupang, mengemukakan bahwa, soto merupakan campuran dari berbagai macam

tradisi. Di dalamnya ada pengaruh lokal dan budaya lain. Mi atau soun pada soto,

misalnya, berasal dari tradisi China. Budaya Cina yang hadir di bumi nusantara sejak

Page 103: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

93

ratusan tahun lalu terus berjejalin dan berkelindan dengan budaya lokal sehingga

menciptakan aneka budaya baru yang merupakan perpaduan dari keduanya dan sering

disebut dengan istilah budaya peranakan.

Lumpia. Makanan tersebut mula-mula berasal dari daratan Tiongkok kemudian

mengalami proses penyesuaian dengan lidah masyarakat lokal. Lunpia Semarang, isi

utamanya adalah irisan kulit rebung sedangkan lunpia yang dari China isi utamanya

mihun.

Tahu pong.

Bakpao yang semula isinya daging babi, kemudian oleh orang Jawa diganti isi daging

sapi atau kacang ijo.

Bolang-baling dan Cakue adalah kue goreng dengan rasa manis dan asin juga

merupakan bentuk akulturasi.

Capjay yang semula berupa campuran sayur, oleh orang Jawa dimodifikasi dengan

sayur dan bahan sesuai selera orang Jawa.

Mie Titee adalah masakan khas Cina berupa masakan berupa mie yang dicampur sayur

bayam dan daging babi bagian kaki. Kemudian berkembang dengan bentuk mie kopyok

yang berupa mie direbus dengan taoge dan krupuk yang diremuk dengan saus bawang

putih.

Bacang. Dahulu bacang diyakini orang China adalah makanan untuk menghormati

seorang pahlawan yang mati akibat difitnah orang bentuk peringatan adalah makan

bakcang (Hanzi: 肉粽, hanyu pinyin: rouzong) Penganan ini terdiri dari daging cacah

sebagai isi dari beras ketan dibungkus daun bambu dan diikat tali bambu. Di beberapa

tempat Indonesia,diadakan festival memperingati sembahyang bacang

Dalam sistem religi ada persamaan kebudayaan masyarakat Cina – Jawa, seperti sesajen

jajan pasar, yang dilakukan saat satu suro (Jawa) dan hari raya Imlek (Cina).Sajian khas

seperti

- Kue Mangkok atau Kue Moho, yang melambangkan sumber rejeki atau permohonan

karunia sumber rejeki.

- Kue Kura atau Kuweh Ku, yang melambangkan panjang umur seperti binatang kura-

kura yang hidupnya beribu-ribu tahun.

- Tumpeng dan makanan lainnya, yang melambangkan ucapan syukur atas berkat

Tuhan.

Page 104: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

94

PENUTUP

Akulturasi adalah suatu proses sosial yang timbul manakala suatu kelompok manusia

dengan kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur dari suatu kebudayaan asin dan

kebudayaan asing itu lambat laun diterima dan diolah dalam kebudayaannya sendiri tanpa

menyebabkan hilangnya unsur kebudayaan kelompok itu sendiri.

Pengakuan budaya Cina sebagai bagian budaya nasional, sudah semestinya dilakukan

karena interaksi antar keduanya berlangsung cukup lama dan menghasilkan kebiasaan baru

bagi keduanya. Dalam sejarah Nasional, orang-orang Cina memberi kontribusi terhadap

kemerdekaan dan pembangunan di Indonesia hal ini dapat terlihat dalam bentuk-bentuk

akulturasi yang terjadi antara kebudayaan Cina dan Jawa yang telah disebutkan di atas.

Sehingga dikotomi warga keturunan dengan bangsa Indonesia sudah semestinya

ditiadakan. Di sini penulis membatasi pada pembahasan akulturasi atau silang budaya Jawa

dan Cina. Dengan pembahasan ini sudah memberi gambaran fakta akan adanya akulturasi

budaya Cina dengan pribumi.

DAFTAR PUSTAKA

Berry, J.W., Sam, D.L. 1999 Acculturation and Adaptation. Handbook of cross-cultural

psychology: Social behavior and applications volume 3 Boston: Allyn & Bacon

Groeneveldt,W.P 2009 Nusantara dalam Catatan Tionghoa, Jakarta : Komunitas Bambu

Hariyono, P . 1993 Kultur Cina dan Jawa, Pemahaman Menuju Asimilasi Kultural

Jakarta: Pustaka Sinar Harapan

Koentjaraningrat. 1990.Pengantar Ilmu Antropologi, Jakarta : Aksara baru

Leonard, Blusse. 1988. Persekutuan Aneh Pemukim Cina, Wanita Peranakan dan Belanda

di Batavia VOC (Terj) Jakarta : Penerbit Pustazet Perkasa

Lombard, Denys. 2008. Nusa Jawa Silang Budaya, Jakarta : Gramedia Pustaka Utama

Y. Sumandiyo Hadi, 2005. Sosiologi Tari: Jogyakarta, Penerbit Pustaka

Page 105: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

95

ANALISIS SOAL-SOAL JLPT (日本語能力試験) LEVEL 3 DENGAN

FOKUS MOJI GOI PERIODE TAHUN 2003 – 2008

Metty Suwandany

Fakultas Sastra Jepang

ABSTRAK

Moji adalah sebutan huruf dalam bahasa Jepang. Huruf dalam bahasa Jepang terdiri dari

hiragana, katakana, romaji,dan kanji, sedangkan goi merupakan salah satu aspek

kebahasaan yang harus diperhatikan dan dikuasai guna menunjang kelancaran

berkomunikasi dengan bahasa Jepang, baik ragam lisan maupun ragam tulisan.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis korelasi kanji-kanji dalam soal moji goi JLPT

Level 3 tahun 2003-2008 dengan kanji-kanji dalam buku Minna no Nihongo Shokyuu I dan

II seri Kanji. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode analisis isi.

Dari penelitian ini diketahui bahwa jumlah tatap muka sebanyak 2x seminggu pada mata

kuliah kanji 1 dan 2 kurikulum S1 FSJ tahun 2007 masih dianggap kurang memadai

untuk menyelesaikan seluruh materi dan melatih mahasiswa menguasai seluruh kanji yang

ada di kedua buku tersebut. Ada 518 huruf kanji dasar dan sejumlah kanji gabungan dalam

buku Minna no Nihongo Shokyuu I dan II seri Kanji. Selain itu, dari penelitian ini juga

ditemukan beberapa kanji dalam soal moji goi JLPT level 3 tahun 2003-2008 yang tidak

tercantum dalam buku Minna no Nihongo Shokyuu I dan II seri Kanji.

Kata kunci : moji, goi, kanji, JLPT level 3, mata kuliah kanji

PENDAHULUAN

Nihongo Nouryoku Shiken (日本語能力試験) adalah nama lain dari JLPT Japanese

Language Proficiency Test yang dalam bahasa Indonesia sering disebut dengan UKBJ

(Ujian Kemampuan Bahasa Jepang). Tes ini merupakan tes standarisasi pembelajar

terhadap bahasa Jepang yang sudah dipelajarinya. Tes ini juga merupakan tes kemampuan

bagi pembelajar bahasa Jepang non Jepang, setara dengan TOEFL Internasional, dan

sertifikat kelulusannya dikeluarkan oleh pemerintah Jepang melalui The Japan Foundation

Tokyo.

Bagi pembelajar bahasa Jepang khususnya mahasiswa Sastra Jepang S1 dan D3,

keikutsertaan dalam JLPT sangat diperlukan sebagai tolok ukur penilaian dirinya saat nanti

memasuki dunia kerja yang membutuhkan keterampilan berbahasa Jepang. Ijazah JLPT ini

juga digunakan sebagai syarat utama untuk melanjutkan studi di Jepang. Untuk itu,

Page 106: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

96

Program Studi Jepang S1 Universitas Darma Persada telah mewajibkan para

mahasiswanya untuk lulus minimal level 3 JLPT sistem lama, atau N3 JLPT sistem baru

sebelum mahasiswa mengikuti sidang skripsi.

Penguasaan moji goi dianggap sangat perlu dalam mempelajari bahasa Jepang, karena

tanpa memahami moji goi, mahasiswa atau pembelajar akan kesulitan untuk mengerti

bahasa Jepang, terlebih bila ia harus mengikuti JLPT. Dalam kurikulum tahun 2007

Fakultas Sastra Jepang S1, moji diajarkan melalui mata kuliah kanji 1 dan 2 dengan

menggunakan 1 set buku yang sama dengan pengajaran bunpo (tata bahasa), yaitu buku

Minna no Nihongo Shokyuu, seri kanji I dan II, sedangkan goi sebagian besar diajarkan

bersamaan dengan bunpo (tata bahasa), walaupun ada juga goi yang muncul sebagai

jukugo (kanji gabungan) dalam buku seri Minna no Nihongo Shokyuu kanji tersebut.

Berdasarkan materi kanji dari kedua buku kanji tersebut, mahasiswa diharapkan mampu

menguasai sebanyak 518 kanji dasar, sehingga mahasiswa diharapkan mampu

mengerjakan soal-soal JLPT level 3.

PEMBATASAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi permasalahan di atas, maka penulis

membatasi masalah dalam penelitian ini pada target pembelajaran kanji untuk mata

kuliah Kanji I dan II dengan menggunakan buku Kanji Minna no Nihongo Shokyuu I

dan II yaitu apakah sudah setara dengan tingkat kesulitan soal-soal moji goi dalam

JLPT level 3 periode tahun 2003-2008 ?

PERUMUSAN MASALAH

Berdasarkan pembatasan masalah tersebut di atas, maka penulis merumuskan masalah

sebagai berikut :

1. Bagaimanakah korelasi kanji-kanji dalam buku Minna no Nihongo Shukyuu I

dan II dengan soal-soal moji goi JLPT Level 3 periode tahun 2003-2008 ?

2. Kanji-kanji apakah yang sering muncul dalam soal-soal moji goi JLPT Level

3 periode tahun 2003-2008 ?

Page 107: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

97

TUJUAN PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan untuk menyamakan target pembelajaran moji goi dalam mata

kuliah Kanji I dan II agar sesuai dengan tingkat kesulitan soal JLPT Level 3 periode

tahun 2003-2008. Tingkat kesulitan soal moji goi JLPT level 3 dianggap setaraf dengan

tingkat kesulitan soal moji JLPT sistem baru yang mulai berlaku sejak tahun 2010.

Diharapkan mahasiswa menjadi lebih siap dan mampu mengikuti JLPT sistem yang baru.

TINJAUAN PUSTAKA

a. Moji Goi

Moji adalah sebutan huruf dalam bahasa Jepang. Huruf dalam bahasa Jepang terdiri dari

hiragana, katakana, romaji, kanji. Bahasa Jepang adalah bahasa yang menggunakan huruf-

huruf (kanji, hiraga, katakana, romaji) ini. Huruf kanji berasal dari huruf negeri Cina pada

masa zaman Kan. Karena itulah, maka huruf tersebut dinamakan kanji, yang berarti huruf

negeri Kan (Iwabuchi, 1989:63). Huruf kanji mulai digunakan di Jepang kira-kira pada

abad ke-4. Sebuah kanji bisa menyatakan arti tertentu. Ini berarti bahwa hampir semua

benda yang ada di dunia dapat ditulis dengan huruf kanji. Menurut Ishida (1991:76) dalam

Sudjianto (2003:41), ada kurang lebih 50.000 huruf kanji yang ada di dalam Daikanwa

Jiten yang merupakan kamus terbesar yang disusun di Jepang.

Goi merupakan salah satu aspek kebahasaan yang harus diperhatikan dan dikuasai guna

menunjang kelancaran berkomunikasi dengan bahasa Jepang, baik ragam lisan maupun

ragam tulisan. Asano Yoriko (1981) dan Kasuga Shoozoo (1988) menyatakan bahwa huruf

/i / 彙pada kata goi 語彙berarti atsumeru koto ‘pengumpulan’ atau ‘penghimpunan’.

Oleh sebab itu goi dapat didefinisikan sebagai go no mure atau go no atsumari ‘kumpulan

kata’ dua kata atau lebih (Sudjianto, 2003:71)

b. JLPT (Japanese language Proficiency Test)

Penyelenggaraan JLPT dimulai dari tahun 1984. JLPT sistem lama yang terbagi atas 4

level yaitu level 1(ikkyuu), level 2 (nikyuu), level 3 (sankyuu), level 4 (yonkyuu). Sampai

Page 108: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

98

dengan tahun 2009, JLPT diadakan setahun sekali yaitu pada minggu pertama bulan

Desember.

Sejak tahun 2010, The Japan Foundation membuat sistem baru dalam penyelenggaraan

JLPT. JLPT mengalami perubahan baik dari segi penyelenggaraan, perubahan level,

bentuk soal serta sistem penilaian. Penyelenggaraan JLPT menjadi 2 (dua) kali dalam

setahun, yaitu minggu pertama bulan Juli dan minggu pertama bulan Desember. Level

pada JLPT berubah menjadi 5 tingkatan yaitu N1, N2,N3, N4 dan N5. Bentuk soal pun

mengalami perubahan yaitu sistem lama terdiri dari moji goi, chookai dan

dokkai,sSedangkan sistem baru gengochishiki (moji goi); gengochishiki (bunpo dokkai)

dan Chookai. Tingkat kesulitan level 4 sama dengan N5; level 3 sama dengan N4; level 2

sama dengan N3 dan N2 ; level 1 sama dengan N1.

Berdasarkan sumber dari The Japan Foundation didapatkan standar penguasaan moji goi

untuk masing-masing level (periode tahun 1984-2009) sebagai berikut :

JLPT Level Kanji Vocabulary Listening Level Hours of

Study

JLPT Level 4 ~100 ~800 Beginner 150

JLPT Level 3 ~300 ~1,500 Basic 300

JLPT Level 2 ~1,000 ~6,000 Intermediate 600

JLPT Level 1 ~2,000 ~10,000 Advanced 900

(www.jlpt.com)

c. Kurikulum

Salah satu fungsi kurikulum ialah sebagai alat untuk mencapai tujuan pendidikan yang

pada dasarnya kurikulum memiliki komponen pokok dan komponen penunjang yang saling

berkaitan dan berinteraksi satu sama lainnya dalam rangka mencapai tujuan tersebut.

Subandiyah (1993: 4-6) mengemukakan ada 5 komponen kurikulum, yaitu: (1) komponen

tujuan; (2) komponen isi/materi; (3) komponen media (sarana dan prasarana); (4)

komponen strategi dan; (5) komponen proses belajar mengajar.

Page 109: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

99

Sementara Soemanto (1982) mengemukakan ada 4 komponen kurikulum, yaitu: (1)

Objective (tujuan); (2) Knowledges (isi atau materi); (3) School learning experiences

(interaksi belajar mengajar di sekolah) dan; (4) Evaluation (penilaian). Pendapat tersebut

diikuti oleh Nasution (1988), Fuaduddin dan Karya (1992), serta Nana Sudjana (1991: 21).

Walaupun istilah komponen yang dikemukakan berbeda, namun pada intinya sama yakni:

(1) Tujuan; (2) Isi dan struktur kurikulum; (3) Strategi pelaksanaan PBM (Proses Belajar

Mengajar), dan(4) Evaluasi.

http://id.wikipedia.org/wiki/Kurikulum

METODOLOGI PENELITIAN

Metode penelitian yang penulis gunakan adalah metode analisis isi. Analisis isi (content

analysis) adalah penelitian yang bersifat pembahasan mendalam terhadap isi suatu

informasi tertulis atau tercetak dalam media massa. Pelopor analisis isi adalah Harold D.

Lasswell, yang memelopori teknik symbol coding, yaitu mencatat lambang atau pesan

secara sistematis, kemudian diberi interpretasi.

Prosedur dasar pembuatan rancangan penelitian dan pelaksanaan studi analisis isi terdiri

atas 6 tahapan langkah, yaitu (1) merumuskan pertanyaan penelitian dan hipotesisnya, (2)

melakukan sampling terhadap sumber-sumber data yang telah dipilih, (3) pembuatan

kategori yang dipergunakan dalam analisis, (4) pendataan suatu sampel dokumen yang

telah dipilih dan melakukan pengkodean, (5) pembuatan skala dan item berdasarkan

kriteria tertentu untuk pengumpulan data, dan (6) interpretasi/ penafsiran data yang

diperoleh.

http://massofa.wordpress.com/2008/01/28/metode-analisi-isi-reliabilitas-dan-validitas-

dalam-metode-penelitian-komunikasi/

MANFAAT PENELITIAN

a. Bagi Universitas Darma Persada

Page 110: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

100

Hasil kegiatan penelitian ini akan memberikan kontribusi dalam rangka pelaksanaan Tri

Dharma Perguruan Tinggi khususnya pada bidang pendidikan dan pengajaran. Melalui

penelitian ini akan ditinjau dan dikembangkan kurikulum mata kuliah Kanji hingga

tercapainya kesesuaian kurikulum dengan materi JLPT sistem baru yang mulai berlaku

sejak tahun 2010.

b. Bagi Dosen

Pelaksanaan kegiatan penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan yang berharga

bagi dosen pengampu mata kuliah Kanji tentang materi dan bahan ajar pada pembelajaran

mata kuliah Kanji, agar tujuan dari pembelajaran kanji tersebut dapat tercapai secara

maksimal.

c. Bagi Mahasiswa

Hasil dari kegiatan penelitian ini diharapkan mahasiswa lebih berminat mempelajari

kanji, sehingga mereka mudah untuk menguasai materi pada mata kuliah kanji dan mudah

pula dalam mengerjakan soal-soal JLPT sistem baru.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan soal-soal JLPT yang telah diujikan selama periode 2003-2008, terdapat

sekitar 256 kanji dengan perincian :

- 167 kanji berkorelasi dengan buku Minna Nihongo Shokyuu I Kanji

- 78 kanji berkorelasi dengan buku Minna no Nihongo Shokyuu II Kanji

- 11 kanji yang tidak terdapat dalam kedua buku tersebut

Selain itu, dari 256 kanji tersebut ditemukan 225 kanji yang muncul hanya sekali pada

tahun tertentu serta 31 kanji dengan frekuensi kemunculan minimal 2 kali pada rentang

waktu sekitar 2-3 tahun berikutnya.

Page 111: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

101

FREKUENSI KEMUNCULAN KANJI PADA SOAL-SOAL MOJI GOI JLPT TAHUN

2003-2008

NO KANJI 2003 2004 2005 2006 2007 2008 TOTAL

1 産業 X X

2 病院 X X

3 中止 X X

4 池 X X

5 首 X X

6 終わり X X

7 好き X X

8 地図 X X

9 西洋 X X

10 習う X X

11 進む X X

12 早い X X

13 通る X X

14 楽しい X X

15 薬 X X

16 説明 X X

17 今度 X X

18 代わり X X

19 洗う X X

20 考える X X X

21 黒い X X

22 不便 X X

23 帰る X X

24 住む X X

25 暗い X X

26 暑い X X

Page 112: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

102

27 広い X X

28 声 X X

29 歌 X X

30 市民 X X

31 歌 X X

KESIMPULAN/SARAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah penulis lakukan terhadap soal-soal moji goi JLPT

level 3 periode tahun 2003-2008 terdapat 256 kanji. Jumlah tersebut sudah sesuai dengan

standar penguasaan moji yang telah ditetapkan oleh The Japan Foundation, yaitu sebanyak

300 kanji. Namun pada saat pembelajaran kanji tidak dapat memilih mana kanji yang akan

keluar pada soal moji JLPT level 3. Untuk itulah, dosen pengampu mata kuliah kanji 1 dan

2 diharapkan dapat menuntaskan seluruh materi ajar yang ada pada buku Minna no

Nihongo shokyuu I dan II seri Kanji, walaupun jumlah tatap muka mata kuliah kanji 1 dan

2 sebanyak 2 x seminggu masih dianggap kurang.

Penguasaan goi untuk JLPT level 3 sudah sesuai dengan target yang ditetapkan oleh The

Japan Foundation, yaitu 1500 kosa kata. Pembelajaran goi dilaksanakan pada saat

pembelajaran bunpo (tata bahasa).

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih banyak kepada staf The Japan Foundation yang telah

banyak membantu dalam memberikan masukan dan menyediakan sumber-sumber tertulis

soal-soal moji goi JLPT periode 2003-2008.

DAFTAR PUSTAKA

Nishiguchi, Koichi, Shinya Makiko. 2000. Minna no Nihongo Shukyuu I, kanji I dan II.

3A Corporation, Tokyo

Sudjianto, dan Ahmad Dahidi. 2003. Pengantar Linguistik Jepang. The Japan

Page 113: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

103

Foundation

The 2003 Japanese Language Proficiency Test level 3 and 4. JEES and The Japan

Foundation

The 2004 Japanese Language Proficiency Test level 3 and 4. JEES and The Japan

Foundation

The 2005 Japanese Language Proficiency Test level 3 and 4. JEES and The Japan

Foundation

The 2006 Japanese Language Proficiency Test level 3 and 4. JEES and The Japan

Foundation

The 2007 Japanese Language Proficiency Test level 3 and 4. JEES and The Japan

Foundation

The 2008 Japanese Language Proficiency Test level 3 and 4. JEES and The Japan

Foundation

Page 114: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

104

ANALISIS PERSEPSI MAHASISWA TERHADAP MATA KULIAH

ENSHU SEBAGAI PERSIAPAN UNTUK MENGHADAPI UJIAN

NIHONGGO NO NOURYOKUSHIKEN (NOKEN/JLPT)

Juariah, Irawati Agustine, Hani Wahyuningtias,Dila Rismayanti

Jurusan Bahasa Jepang Universitas Darma Persada

ABSTRAK

Mata kuliah Enshu di jurusan Jepang adalah mata kuliah wajib bagi mahasiswa jurusan

Bahasa Jepang baik S1 maupun D3. Mata kuliah ini bertujuan untuk menunjang

kemampuan mahasiswa dalam mengerjakan soal JPLPT. Mata kuliah ini terdiri dari Enshu

1 dan Enshu 2 yang memuat materi soal Noken, yaitu Kanji, Bunpou-goi (kosa kata dan

tata bahasa) dan dokkai (bacaan) ujian N3 dan N4.

Metode yang digunakan adalah kualitatif dengan metode analisis isi (content analysis).

Adapun langkah-langkah penelitian adalah : (a) penentuan fokus, (b) pengajuan pertanyaan

penelitian, (c) pengumpulan data, (d) keabsahan data, dan (e) penganalisisan temuan

penelitian.

Dalam penelitian ini dianalisis persepsi mahasiswa terhadap peranan mata kuliah Enshu

dalam menunjang kemampuan menjawab soal JLPT. Analisis ini dibuat melalui angket

terhadap 60 responden mahasiswa semester enam dengan asumsi pernah mengambil

ujian kemampuan N4 atau N3.

Dari penelitian ini diketahui bahwa mata kuliah Enshu dapat membantu mahasiswa

menjawab pertanyaan JLPT namun materinya belum mencukupi untuk menghadapi ujian

JLPT. Dapat diketahui pula bahwa mahasiswa S1 lebih menginginkan materi Enshu untuk

menghadapi N3 dan N2 sedangkan mahasiswa D3 lebih menginginkan materi Enshu untuk

menghadapai N4 dan N3.

Kata kunci : Enshu,Nihonggo no nouryokushiken (NOKEN), Presepsi, Materi, Dokkai

PENDAHULUAN

Mata kuliah Enshu pada jurusan bahasa Jepang adalah salah satu mata kuliah yang wajib

diambil oleh mahasiswa jurusan Bahasa Jepang baik S1 maupun D3. Mata kuliah ini

bertujuan untuk menunjang kemampuan mahasiswa dalam mengerjakan soal Nihonggo no

Nouryokushiken (Noken) atau JPLPT (Japanese Language Profiency Test).

Kuliah ini memuat materi soal Noken tersebut yaitu Kanji, Bunpou goi (tata bahasa) dan

dokkai (bacaan).

Page 115: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

105

Dalam silabus pembelajaran mata kuliah Enshu baik di S1 maupun D3 Jurusan bahasa

Jepang UNSADA, Nihongo no Nouryoku Shiken (Noken) level 4 dan 3 disebutkan tujuan

utamanya adalah mahasiswa memiliki kemampuan untuk mengerjakan soal Noken 4 dan 3.

Sedangkan sejak tahun 2010 tingkat level ujian bahasa Jepang mengelami perubahan yaitu

N5 sama dengan Level 4, N4 sama dengan level 3 dan N3 adalah level baru yang materi

ujiannya di atas L3 namun di bawah Level 2 soal yang lama.

Berdasarkan hasil angket yang kami sebarkan kepada mahasiwa tentang mata kuliah Enshu

dan manfaatnya bagi persiapan mereka mengerjakan soal Noken adalah (1) masih

banyaknya mahasiswa yang merasa kurang puas dengan mata kuliah Ensyu, (2) Masih

tidak sinkronnya materi ajar dan soal yang keluar saat ujian Noken. (3) masih sulitnya

mahasiswa mengerjakan soal Noken. Selain itu kemampuan mahasiswa dalam memahami

bacaan (Dokkai) berdasarkan catatan kami selama mengampu mata kuliah dokkai di

Universitas Darma Persada membuktikan bahwa (1) kemampuan mahasiswa dalam mata

kuliah ini jauh dari kategori baik, padahal semua tata bahasa, huruf kanji dan yang

berkaitan dengan bacaan sudah diberikan materinya. (2) hal ini bisa diperkuat pula dengan

adanya keluhan-keluhan yang disampaikan mahasiswa kepada peneliti, betapa mereka

kesulitan dalam memahami bacaan bahasa Jepang (3) Hasil dokkai pada ujian kemampuan

bahasa Jepang (noryokushiken) jauh dari standar.

Rendahnya kemampuan mahasiswa dalam memahami bacaan bahasa Jepang yang mereka

pelajari pada mata kuliah dokkai dan masih rendahnya kemampuan mahasiswa dalam

mengerjakan soal Noken tidak bisa dilepaskan kurkulum pembelajaran yang merupakan

pokok pegangan dosen dalam memberikan materi dan bahan ajar. Berdasarkan

permasalahan di atas, kami berupaya untuk mengupayakan pemecahan terhadap masalah

tersebut. Salah satunya yang diharapkan dapat meningkatkan kemampuan mahasiswa

adalah meninjau ulang kurikulum mata kuliah Enshu, Sebagai masukan dan bahan untuk

meninjau ulang kurikulum yang memuat mata kuliah Enshu dibutuhkan masukan maupun

pandangan mahasiswa terhadap mata kuliah ensyhu dalam persiapan menghadapi ujian

Noken.

PERUMUSAN MASALAH

Page 116: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

106

Berdasarkan pada latar belakang dan identifikasi permasalahan di atas, maka rumusan

permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : Bagaimana persepsi

mahasiswa S1 dan D3 terhadap mata kuliah Enshu? dan sejauh mana mata kuliah tersebut

dapat menunjang kemampuan mahasiwa dalam menghadapi ujian Noken?

TINJAUAN PUSTAKA

a. Persepsi

Persepsi menurut Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer (1999 : 243) adalah pandangan

dari seseorang atau banyak orang akan hal atau peristiwa yang didapat atau diterima.

Sedangkan kata persepsi sendiri berasal dari bahasa Latin perception, yang berarti

penerimaan, pengertian atau pengetahuan.Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa

Indonesia (1995: 215) persepsi diartikan sebagai tanggapan (penerimaan) langsung dari

sesuatu atau merupakan proses seseorang mengetahui beberapa hal yang dialami oleh

setiap orang dalam memahami setiap informasi tentang lingkungan melalui panca indera

(melihat, mendengar, mencium, menyentuh, dan merasakan). Agar individu dapat

menyadari dan dapat membuat persepsi, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi,yaitu

sebagai berikut : (1) adanya obyek yang dipersepsikan (fisik), (2) alat indera atau reseptor

yaitu alat untuk menerima stimulus (fisiologis), (3) adanya perhatian yang merupakan

langkah pertama dalam mengadakan persepsi (psikologis)

Suatu presepsi atau interprestasi mengenai suatu stimulus akan ditentukan oleh kombinasi

antara sifat-sifat yang ada pada stimulus yang dipersepsi itu (bottom up) dengan

pengetahuan yang tersimpan didalam ingatan seseorang yang relevan dengan stimulus itu

(top-down). Persepsi sendiri dipengaruhi oleh sejumlah faktor yang dapat membentuk

persepsi dan kadangkala membiaskan persepsi. Faktor-faktor tersebut dapat terletak pada

orang yang mempersepsikannya, obyek atau sasaran yang dipersepsikan, atau konteks

dimana persepsi itu dibuat. Sedangkan karakteristik pribadi yang mempengaruhi persepsi

meliputi sikap, kepribadian, motif, kepentingan, pengalaman masa lalu dan harapan.

(Robbins, Stephen P., 2002: 52)

b. Nihongo no Noryokushiken

Page 117: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

107

Nihongo No noryoku Shiken adalah ujian kemampuan bahasa Jepang yang merupakan

ujian yang meliputi kemampuan, membaca, memahami baik huruf (kanji) maupun bacaan.

Test Japanese-Language Proficiency Test (JLPT) ini diadakan atas kerja sama Japan

Foundation and Japan Educational Exchanges and Services. Ujian internasional ini mulai

diadakan tahun 1984 untuk menguji mengukur keahlian Bahasa Jepang bagi mereka yang

bahasa ibunya bukan bahasa Jepang. Dalam tahun pertama JLPT diselenggarakan di

15 negara, dan kira-kira 7000 peserta ujian mengambil tes tersebut. Sejak itu, JLPT telah

menjadi tes bahasa Jepang terbesar di dunia, dengan kira-kira 610000 peserta ujian dan

tersebar dalam 62 negara dan daerah di seluruh dunia pada tahun 2011

(http://www.jlpt.jp/e/about/message.html).

c. Kurikulum

Kurikulum adalah perangkat mata pelajaran dan program pendidikan yang diberikan oleh

suatu lembaga penyelenggara pendidikan yang berisi rancangan pelajaran yang akan

diberikan kepada peserta pelajaran dalam satu periode jenjang pendidikan. Penyusunan

perangkat mata pelajaran ini disesuaikan dengan keadaan dan kemampuan setiap jenjang

pendidikan dalam penyelenggaraan pendidikan tersebut serta kebutuhan lapangan kerja

Soemanto (1982) mengemukakan ada empat komponen kurikulum, yaitu: (1) Objective

(tujuan); (2) Knowledges (isi atau materi); (3) School learning experiences (interaksi

belajar mengajar di sekolah) dan; (4) Evaluation (penilaian). Pendapat tersebut diikuti oleh

Nasution (1988), Fuaduddin dan Karya (1992), serta Nana Sudjana (1991: 21). Walaupun

istilah komponen yang dikemukakan berbeda, namun pada intinya sama yakni: (1) Tujuan;

(2) Isi dan struktur kurikulum; (3) Strategi pelaksanaan PBM (Proses Belajar Mengajar),

dan: (4) Evaluasi.

d.Memahami Bacaan (Dokkai)

Kegiatan membaca merupakan hal yang sangat penting bagi kehidupan manusia, karena

dengan membaca dapat memperkaya dan memperluas wawasan kehidupan, sehingga

pembaca semakin mampu untuk mendewasakan diri. Proses pendewasaan diri melalui

Page 118: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

108

membaca merupakan pengejawantahan dari konsep humaniora. Dengan demikian,

sesungguhnya kegiatan membaca membawa misi humaniora (Koendjono, 1987: 86)

Hal ini juga ditekankan oleh Tarigan (1986) bahwa membaca merupakan salah satu

keterampilan bahasa yang harus dikuasai. Apabila seseorang mampu menangkap ide secara

tepat di dalam bacaan maka ia dikatakan telah memahami isi bacaan. Untuk memahami isi

bacaan diperlukan kemampuan penguasaan kosakata (Tarigan, 1986:14). Berkaitan dengan

itu, Aswandi (1991: 42) mengatakan bahwa bagaimanapun baiknya penguasaan kosakata

dan cara membaca tidak ada artinya, kecuali pembaca tahu maknanya. Jika tidak demikian,

mereka akan mengalami kesuliatan dalam memahami isi bacaan. Senada dengan itu,

Tarigan (1986: 9) mengemukakan bahwa tujuan utama membaca adalah untuk mencari

informasi menyangkut isi dan memahami makna bacaan.

TUJUAN PENELITIAN

Mengetahui tentang pandangan mahasiswa S1 dan D3 Jepang UNSADA terhadap mata

kuliah Enshu dan sejauh mana mata kuliah tersebut bermanfaat dalam menunjang Ujian

Kemampuan Berbahasa Jepang (Noken).

MANFAAT HASIL PENELITIAN

a. Bagi Universitas Darma Persada

Hasil kegiatan penelitian ini akan memberikan kontribusi dalam rangka pelaksanaan Tri

Dharma Perguruan Tinggi khususnya pada bidang pendidikan dan pengajaran. Melalui

penelitian ini akan ditinjau dan dikembangkan kurikulum mata kuliah Enshu sehingga

tercapainya kesesuaian kurikulum dengan materi Noken.

b. Bagi Dosen

Pelaksanaan kegiatan penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan yang berharga

bagi dosen pemegang mata kuliah Enshu tentang materi dan bahan ajar pada pembelajaran

mata kuliah Enshu.

c. Bagi Mahasiswa

Page 119: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

109

Melalui kegiatan penelitian ini mereka diharapkan mahasiswa dapat memberikan masukan

dan pandangan yang membangun untuk kurikulum bahasa Jepang dan khususnya mata

kuliah Enshu sehingga sehingga kedepannya dapat memudahkan mereka mengerjakan soal

Noken.

METODOLOGI PENELITIAN

Metode penelitian yang diterapkan dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan teknik

analisis isi (content analysis) dengan langkah-langkah penelitian sebagai berikut: (a)

penentuan fokus, (b) pengajuan pertanyaan penelitian, (c) pengumpulan data, (d)

keabsahan data, dan (e) penganalisisan, pembahasan/penginterpretasian temuan penelitian

(Wiersma, dkk, 1991:82-86).

Dalam penelitian ini akan dianalisis persepsi mahasiswa terhadap peranan mata kuliah

enshu dalam menunjang kemampuan menjawab soal noken. Analisis ini dibuat dengan

menggunakan angket yang yang disebarkan pada mahasiswa semester lima ke atas dengan

asumsi mereka pernah mengambil ujian kemampuan berbahasa Jepang (Noken) N4 atau

N3.

Sumber data adalah kurikulum mata kuliah Ensyu (S1) dan Nihongo no noryokushiken D3

semester 5, Angket yang sudah diisi oleh mahasiswa semester V tahun ajaran 2012/2013

jurusan Bahasa Jepang Universitas Darma Persada, Soal Noken N3 dan N4, Penelitian ini

dilaksanakan di Universitas Darma Persada, Jakarta.

HASIL PENELITIAN

Dari angket yang kami sebarkan kepada 63 rensponden yang terdiri dari 47 orang

mahasiswa (S1) dan 16 orang mahasiswa D3. Responden adalah mahasiswa semester

enam yang sudah mengambil mata kuliah Enshu 1 dan Enshu 2. Adapun hasil penelitian

ini adalah Sebagai berikut :

i) Jumlah responden yang sudah lulus N3 atau N4 adalah 52% sedangkan yang

belum lulus adalah 48% itu artinya mata kuliah Enshu belum maksimal

Page 120: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

110

membantu mahasiswa dalam meningkatkan kemampuan mahasiswa untuk

lulus Noken. Hal ini tergambar dalam grafik dibawah ini :

ii) Dari Jumlah yang lulus N3/N4 75% responden baru lulus N3/N4 setelah lebih

dari dua kali mengikuti ujian Noken.

iii) Bagian Soal JLPT (Noken) yang sulit 80% responden mengatakan bahwa

Bunpo&Dokkai, 18% responden mengatakan Choukai adalah yang sulit dan

48% 52%

Mahasiswa yang Sudah Mengambil Mata Kuliah Enshu dan lulus N4/N3

Belum Lulus sudah lulus

5%

20%

75%

Jumlah mengikuti JLPT Sampai lulus N3/N4

A.1 X B.2X C.lebih dari 2X

Page 121: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

111

2% mengatakan Moji/Goi (Tulisan ) lah yang sulit. Sedangkan Soal JLPT

(Noken) yang paling mudah adalah 71% responden menjawab Moji/Goi

(Tulisan ) lah yang paling mudah.

iv) Dari grafik dibawah ini dapat diketahui bahwa Mata kuliah Enshu membantu

mahasiswa dalah menjawab pertanyaan JPLT (79%) namun sebagian besar

responden (80%) berpendapat materi mata kuliah Enshu masih belum

mencukupi untuk menghadapi ujian JLPT sehingga materi mata kuliah Enshu

2%

80%

18%

Bagian JLPT yang Sulit

A.moji /goi B.Dokkai&bunpo C.Chokai

71%

5%

24%

Bagian JLPT yang Mudah

A.moji /goi B.Dokkai&bunpo C.Chokai

Page 122: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

112

perlu disesuaikan untuk lebih meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam

menghadapi JLPT.

5) Materi Mata kuliah Enshu yang berlaku dalam kurikulum sampai tahun ini

adalah Enshu 1 untuk menghadapi JLPT Level 4 dan Enshu 2 untuk menghadapi

JLPT Level 3 (Versi Noken Lama setara dengan N5 dan N4) dari penelitian ini

dapat diketahui bahwa 68% responden mahasiswa S1 lebih memilih untuk

membahas N3 dan N2 sedangkan mahasiswa D3 lebih banyak memilih untuk

membahas N4 dan N3 pada kuliah Enshu.Hal ini terlihat pada tabel berikut ini :

79%

21%

Apakah mata kuliah Enshu membantu untuk menjawab pertanyaan saat mengikuti ujian

JLPT

A.ya B.Tidak

20%

80%

Apakah Materi pada mata kuliah Enshu sudah mencukupi untuk menghadapi ujian

JLPT

A. Ya B.Belum

Page 123: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

113

6) Dari grafik dibawah ini dapat diketahui bahwa selain materi bunpo&Dokkai

mayoritas mahasiswa yaitu 79% menginginkan agar mata kuliah Enshu juga

membahas tentang kanji (tulisn) dan Choukai (Pendengaran).

4%

28%

68%

S1

A.N5 dan N4 B.N4 dan N3 C.N3 dan N2

0%

56%

44%

D3

A.N5 dan N4 B.N4 dan N3 C.N3 dan N2

Page 124: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

114

Selain hasil diatas berikut ini adalah masukan dari mahasiswa terhadap mata kuliah Enshu

1. Diharapkan mata kuliah Enshu dimulai dari semester II-VII

2. Perlunya diperbanyak latihan soal (3 orang)

3. Supaya lebih diarahkan untuk JLPT N2 dan N3 saja.

4. Selain pembahasan soal, mohon diberi tips dan trik saat ujian seperti mengerjakan

dokkai tanpa harus membaca semua isinya dll. Diharapkan juga penjelasan

mengapa jawaban tersebut dipilih.

5. Materi enshu saat ini berbeda dengan soal noken, jadi diharapkan materi enshu

lebih baik disamakan dengan sistem JLPT yang terakhir dan dibahasa JLPT terbaru

yang dibahas di kelas untuk mata kuliah enshu (8 orang)

6. Untuk persiapan N3, mohon bobot sks mata kuliah enshu dinaikkan (2 orang)

7. Pembahasan materi Chokkai dan kanji di kelas (9 orang)

8. Diharapkan bagian bunpou dan dokkai dipelajari secara lebih mendalam (3 orang)

9. Pembahasan mendalam untuk bunpou

10. Mohon shortcut untuk mengerjakan soal tersebut.

KESIMPULAN

Dari hasil penelitian diatas dapat diambil kesimpulan yaitu :

(i) Perlu diadakannya perbincangan lebih mendalam anatara jurusan dan dosen

pengampu mata kuliah Enshu untuk membicarakan lebih lanjut tentang materi kuliah

79%

21%

Kuliah Enshu saat ini hanya membahas adalah materi Bunpo&Dokkai apakah diperlukan juga materi kanji dan

choukai

A.Ya B.Tidak

Page 125: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

115

Enshu saat ini. Perlu dilihat dan diteliti kembali apakah kurikulum yang berlaku

sekarang ini sudah sesuai dengan disesuaikan dengan kebutuhan mahasiswa dalam

menghadapi ujian Noken (JPLT).

(ii) Mata kuliah Enshu dapat membantu mahasiswa menjawab pertanyaan JLPT namun

materinya belum mencukupi untuk menghadapi ujian JLPT.

(iii) Dapat diketahui pula bahwa mahasiswa S1 lebih menginginkan materi Enshu untuk

menghadapi N3 dan N2 sedangkan mahasiswa D3 lebih menginginkan materi Enshu

untuk menghadapai N4 dan N3.

DAFTAR PUSTAKA

Edelsky, C. & Altwelger, B.(1994).Whole Language, What’s the Difference?. N.H:

Heinemann

Husna, Asmaul. 2011. Peningkatan Kemampuan Membaca Pemahaman Siswa Kelas VII

SMPN 2 Bojong Kabupaten Tegal melalui Penggunaan Model Jigsaw,

(Online), (http://farichinfarich.blogspot.com/2011/03/peningkatan-

kemampuan-membaca-pemahaman.html, diakses 26 Januari 2013).

Muchlisoh, dkk. 1992. Pendidikan Bahasa Indonesia 3. Jakarta: Depdikbud.

Nurhadi, 1987. Membaca Cepat dan Efektif. Bandung : Sinar Baru.

________, 2004. Bagaimana Meningkatkan Kemampuan Membaca?. Bandung: Sinar Baru

Algensindo

Nur, Mohamad. 1999. Teori Belajar. Surabaya: Universitas Negeri Surabaya.

Rosenblatt, L.M. (1988). Writing and Reading: The Transactional Theory, Technical

Report No. 416. Cambridge: Bolt, Beranek, and Newman Inc.

Spada, N & Lightbown, P.M. (1993). How Languages Are Learned. Oxford: Oxford Univ.

Press

Slavin, Robert E. 2010 .Cooperative Learning : Teori, Aplikasi dan Praktek. Cetakan

kedelapan. Bandung: Nusa Media.

Sujana, A.S.H. 1988. Modul materi pokok membaca UT. Jakarta: Karunika.

Tarigan, Henry Guntur. 1985. Membaca sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa.

Bandung: Angkasa

___________. Metodologi Pengajaran bahasa 2. Angkasa bandung, 2009

Page 126: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

116

Weaver, C. (1994). Reading Process and Practice from Socio-Psycholinguistics to Whole

language. N.H : Heinemann

Wiersma, William dan Stephen G. Jurs. 1991. Research Method in Education: An

Introduction, Fifth Edition . United State of America: Allyn dan Bacon.

Presepsi (Kajian Psikhologi) http://kajianpsikologi.blogspot.com/2012/02/presepsi.html,

diakses 20 April 2013

Analisis Presepsi Akuntan Publik dan mahasiswa Profesi Akuntansi terhadap kode etik

Ikatan Akuntan Indonesia, Skripsi ttp://eprints.undip.ac.id/22540/1/RONALD_

ARISETYAWAN.PDF , Diakses 19 April 2013

http://id.wikipedia.org/wiki/Kurikulum, diakses pada 24 februari 2013

http://www.jlpt.jp/e/about/message.html diakses 25 Pebruari 2013

Page 127: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

117

PENERAPAN METODE-METODE MEMBACA UNTUK

MENINGKATKAN PEMAHAMAN TEKS BERBAHASA INGGRIS

PADA MURID KELAS 3 SD DI SEKOLAH INTERNASIONAL

(SEBUAH STUDI EKSPERIMEN; LANJUTAN)

Swany Chiakrawati

Sastra Inggris - Fakultas Sastra

[email protected]

ABSTRACT

Reading habit hasn’t been trained well among Indonesian. Misunderstanding or

misinterpretation usually happens about the content. Implementing good and right

methods in reading is a must for students in order to make them understand the reading

text. This research is conducted to prove which method is the best when it is implemented

for students, so they can catch up the meaning and be able to analyze the reading text/story

clearly.

Through this experimental research, the hypothesis that there is influence of implementing

the reading methods in improving the reading skill of the primary 3rd years students

towards the students’ abilities in understanding and analyzing the reading text, will be

proved.

In the previous research, it showed the influence of PQ4R reading method towards the

students’ understanding in analyzing the given story. This time, it is proved that PQRST

reading method has high potential in improving students’ reading skill. Compared to the

conventional reading method, both PQ4R and PQRST methods give the way out in training

one’s reading capability, which will be continuously developed through their reading

experiences.

Key words: PQRST reading method, conventional reading method, 3rd

year primary

students, experimental research, English reading text.

PENDAHULUAN

Membaca sering dikatakan belum menjadi budaya orang-orang di Indonesia. Pemahaman

yang diperoleh setelah membaca suatu teks bacaan sering tidak maksimal. Membaca

dengan metode yang tepat memang tidak secara khusus diajarkan di sekolah-sekolah,

kecuali di sekolah-sekolah internasional yang menerapkan bahasa Inggris dalam semua

proses pembelajaran sesuai kurikulum sekolah-sekolah tersebut. Dalam penelitian ini,

dilakukan eksperimen lanjutan untuk mengetahui metode membaca mana yang tepat dan

berdampak efektif serta efisien bila diterapkan ke murid-murid sekolah. Dengan

menerapkan metode membaca yang tepat, diharapkan akan meningkatkan kemampuan

murid-murid dalam memahami suatu teks yang dibaca secara maksimal.

Page 128: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

118

Secara umum, kemampuan membaca dan nalar murid untuk memahami materi yang dibaca

masih rendah. Rendahnya kemampuan murid dalam memahami bacaan disebabkan oleh

berbagai factor, baik factor internal maupun factor eksternal (Tampubolon, 2001:72).

Faktor internal adalah factor yang berasal dari diri murid sendiri, misalnya rendahnya

motivasi intrinsic murid dalam membaca, kesadaran metakognitif, dan latar belakang

pengetahuan murid. Faktor eksternal adalah factor yang berasal dari lingkungan murid itu

berada, misalnya: sarana membaca yang kurang tersedia, lingkungan social ekonomi

keluarga tidak mendukung, dan lain-lain.

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen untuk meneliti pengaruh penerapan

metode membaca(SQ4R dan PQRST) terhadap ketrampilan murid untuk lebih paham

materi bacaan bahasa Inggris. Diharapkan dengan menerapkan metode membaca tertentu,

murid lebih memahami materi yang dibaca, daripada murid membaca dengan metode

membaca yang konvensional.

Kemampuan memahami sebuah bacaan dimaksud adalah murid mampu membaca sebuah

bacaan dengan tepat dan cepat, murid mampu menyerap informasi lisan dan tertulis, serta

memberi tanggapan secara tepat dan cepat, murid mampu memperoleh sumber informasi,

mengumpulkan informasi dan member tanggapan secara tepat dan cepat, serta

memanfaatkannya untuk berbagai keperluan (Depdiknas, 2004:3).

Pada penelitian sebelumnya telah dilakukan eksperimen terhadap metode membaca PQ4R,

dan membandingkan hasilnya dengan metode membaca konvensional. Hasil eksperimen

menunjukkan metode membaca PQ4R memberi pemahaman yang lebih mendalam

terhadap isi bacaan kepada siswa-siswa. Siswa-siswa yang membaca dengan metode

membaca PQ4R lebih memahami isi bacaan dibandingkan siswa-siswa yang membaca

dengan metode konvensional.

Dalam penelitian lanjutan akan dieksperimenkan metode membaca PQRST. Hasil

penerapan metode membaca PQRST akan dibandingkan dengan metode membaca

konvensional.

Page 129: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

119

PERUMUSAN MASALAH

Penerapan metode membaca yang tepat untuk meningkatkan pemahaman teks bacaan pada

murid SD kelas 3 di sekolah internasional.

TINJAUAN PUSTAKA

Dalam penelitian ini dieksperimenkan metode-metode membaca yang diterapkan terhadap

murid kelas 3 SD. Metode-metode yang diterapkan adalah metode membaca PQ4R dan

metode membaca PQRST, yang dibandingkan dengan metode membaca yang

konvensional.

Metode membaca PQ4R merupakan metode membaca dari Thomas F Staton, yang

mengutamakan adanya kegiatan preview, question, read, reflect, recite dan review pada

saat kegiatan membaca dilakukan. PQ4R tepat diterapkan pada murid kelas 3 SD di

sekolah internasional yang telah paham melakukan berbagai kegiatan yang diminta setelah

membaca. Langkah-langkah metode membaca PQ4R lebih terperinci dijelaskan sebagai

berikut:

- Preview (membaca selintas). Langkah ini dilakukan dengan membaca kalimat-kalimat

permulaan atau suatu paragraph, ataupun akhir suatu bab secara sekilas g memperoleh

gambaran sekedarnya mengenai apa isi yang akan dibaca. Perhatikan juga ide pokok

yang menjadi inti pembahasan/uraian seluruh materi ide yang ada dalam karangan.

- Question (bertanya). Langkah ini mengharuskan murid mengajukan pertanyaan untuk

setiap bagian yang ada pada materi bacaan. Kalau pada akhir bab telah ada pertanyaan

yang dibuat oleh pengarangnya. Daftar itu hendaknya dibaca lebih dahulu.

- Read (membaca). Langkah ini mengharuskan murid membaca secara aktif yakni harus

memberikan reaksi terhadap apa yang dibacanya. Murid harus mencari jawaban

terhadap semua pertanyaan yang terdapat pada akhir materi yang dibaca.

- Reflect (memantulkan). Langkah ini mengharuskan murid untuk mendalami,

memahami dengan kemampuan berpikir yang lebih tinggi, tidak hanya cukup

mengingat atau menghapal.

- Recite (Tanya jawab). Langkah ini mengharuskan murid untuk mengingat kembali

informasi yang telah dipelajari dengan menyatakan dengan suara nyaring dan

menanyakan jawaban-jawaban pertanyaannya. Murid menemukan intisari materi yang

Page 130: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

120

dibaca. Setelah selesai membaca suatu bagian harus dikatakan kembali dengan kata-kata

sendiri sambil merenungkan dan membandingkan dengan apa yang diketahui.

- Review (mengulang). Langkah ini mengharuskan murid mengulang kembali secara aktif

seluruh bacan, dan menanyakan pada diri sendiri ketepatan jawaban yang telah dibuat

atas pertanyaan-pertanyaan yang diajukan sebelumnya. Dianjurkan untuk mengulang

materi jika tidak yakin dengan jawanan yang dibuat.

Metode PQRST adalah suatu teknik membaca yang diperkenalkan oeh Thomas, Ellen

Lamar, Robinson dn H.Alan dalam buku mereka yang berjudul ‘Improving Reading in

Every Class’. Metode membaca yang cocok untuk murid yang belajar dengan system

bilingual, karena murid memahami isi literature bersamaan dengan waktu pembelajaran

reading. Lima hal yang memjadi perhatian dan kegiatan dalam metode membaca PQRST

ini adalah

- Preview (membaca sekilas). Kegiatan ini dmaksudkan agar murid membaca dengan

cepat sebelum mulai membaca topic-topik, sub topic utama, judul dan sub judul,

kalimat-kalimat permulaan atau akhir suatu paragraph, atu ringkasan pada akhir suatu

bab. Perhatikan ide pokok yang akan menjadi inti pembahasan dalam bahan bacaan

murid. Dengan ide pokok ini akan memudahkan mereka memahami keseluruhan ide

yang ada.

- Question (bertanya). Kegiatan ini adalah menyusun atau mengajukan pertanyaan

kepada diri sendiri mengenai isi buku atau untuk setiap bab yang ada pada bahan

bacaan murid. Pertanyaan ini mendukung pembaca atau murid menemukan apa yang

diperlukannya. Awali pertanyaan dengan menggunakan kata ‘apa, siapa, mengapa dan

bagaimana’. Kalau pada akhir bab telah ada daftar pertanyaan yang dibuat pengarang,

hendaklah baca terlebih dahulu.

- Read (membaca). Kegiatan ini mengharuskan murid membaca secara teliti paragraph

demi paragraph untuk lebih memahami isi bacaan atau materi yang ada dalam buku,

sambil mencoba mencari jawaban untuk pertanyaan-pertanyaan yang telah disusun

sebelumnya.

- Summarize (meringkas). Pada kegiatan ini, siswa berhenti sebentar untuk meringkas

atau membuat catatan penting mengenai apa yang sudah dibacanya tadi.

Page 131: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

121

- Test (menguji). Pada kegiatan ini, murid diberikan tes atau semacam petanyaan untuk

mengetahui sejauh mana pemahaman yang telah diperoleh dari buku atau materi yang

sudah dibaca sebelumnya.

Dari uraian tentang metode membaca PQRST di atas, dapat dilihat bahwa metode

membaca ini dapat membantu murid memahami materi pembelajaran, terutama terhadap

materi-materi yang lebih sukar dan menolong murid untuk berkonsentrasi lebih lama.

TUJUAN PENELITIAN

Tujuan dalam penelitian adalah

- Mengetahui ada tidaknya peningkatan kemampuan membaca murid untuk memahami

materi bacaan dengan menggunakan metode membaca tertentu, yaitu metode

membaca PQ4R dan PQRST, dibandingkan dengan murid yang membaca dengan

metode membaca konvensional.

- Mengetahui perbedaan kemampuan membaca antara murid yang membaca dengan

metode PQ4R, PQRST dan metode membaca konvensional.

MANFAAT HASIL PENELITIAN

Hasil penelitian ini diharapkan :

a. Dapat memberikan informasi kepada pengajar untuk menerapkan metode membaca

yang tepat, sehingga murid-murid sejak dini dapat menerapkan metode membaca yang

tepat, sehingga diperoleh pemahaman maksimal terhadap materi yang dibaca.

b. Sekolah mengembangkan kurikulum yang mengajarkan murid-murid untuk membaca

dan memahami materi yang dibaca dengan benar sehingga mendukung peningkatan

kompetensi membaca murid-murid sedini mungkin, yang akan membentuk kebiasaan

dan minat membaca pada murid-murid tersebut di kemudian hari.

Page 132: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

122

METODOLOGI PENELITIAN

Dalam penelitian ini, metode membaca merupakan independent variable atau variable

eksogen, mempengaruhi pemahaman teks bacaan yang merupakan dependent variable atau

variable endogen.

Hipotesis dalam penelitian ini adalah penerapan metode membaca mempengaruhi

pemahaman teks bacaan pada murid SD kelas 3 di sekolah internasional.

Subyek penelitian adalah murid SD kelas 3 di sekolah internasional Bina Bangsa School.

Karakteristik pengambilan sampel adalah murid SD kelas 3 sebanyak 4 kelas, di mana 2

kelas menjadi kelompok eksperimen dan 2 kelas menjadi kelompok kontrol. Pengambilan

subyek dalam penelitian ini menggunakan cluster random sampling. Berdasarkan hasil

undian diperoleh kelas yang menjadi kelas control dan kelas eksperimen. Pada kelompok

eksperimen dikenai metode membaca SQ4R dan metode membaca PQRST. Sedangkan

pada kelompok control akan dikenai metode membaca yang konvensional.

Murid kelas 3 yang terpilih menjadi subyek penelitian sebab mulai kelas 3, pada pelajaran

bahasa Inggris terdapat banyak materi-materi bacaan yang mewajibkan murid mampu

menjawab pertanyaan mengenai isi bacaan tersebut, di mana pertanyaan bersifat

konprehensif, sehingga pemahaman yang mendalam terhadap isi bacaan sangat

dibutuhkan. Sehubungan dengan materi bacaan yang menuntut jawaban yang

konprehensif, kebutuhan murid untuk memahami materi bacaan secara mendalam semakin

mendesak. Menghadapi tuntutan tersebut, murid perlu dibekali metode membaca yang

tepat, efektif dan efisien.

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen dengan desain pretest-posttest control

group design. Data diperoleh dengn instrumen membaca pemahaman. Butir soal yang

digunakan untuk pretest dan posttest masing-masing berjumlah 30 butir soal. Penghitungan

validitas butir soal menggunakan teknik Korelasi Product Moment dari Pearson.

Reliabilitas dihitung dengan menggunakan rumus Alpha Cronbach.

Adapun teknis pelaksanaan eksperimen sebagai berikut:

Page 133: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

123

Eksperimen dilakukan setiap minggu, selama 3 jam pelajaran reading berturut-

turut. Adapun lamanya tiap jam pelajaran adalah 30 menit. Sebelum rangkaian

eksperimen dilakukan, semua subyek penelitian diberikan pretest berupa

pertanyaan-pertanyaan pemahaman bacaan. Setelah prestest, kelompok eksperimen

mulai dikenai treatment berupa ketiga metode belajar tersebut, yaitu metode

membaca PQ4R dan PQRST. Masing- masing metode membaca diterapkan selama

4 bulan terhadap siswa-siswa di kedua kelas yang merupakan kelompok

eksperimen. Di samping itu, setiap bulan dilakukan evaluasi untuk melihat

kemajuan tingkat pemahaman bacaan pada kelompok eksperimen. Pada akhir

rangkaian eksperimen, diberikan posttest, baik pada kelompok eksperimen maupun

kelompok control.

Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif. Data diperoleh dari hasil eksperimen yang

dikenai ke subyek penelitian. Hasil-hasil dari eksperimen akan dihitung dengan program t-

test yang terdapat dalam piranti lunak SPSS versi 19.

2. HASIL DAN PEMBAHASAN

Selama 4 bulan penelitian yang telah dilalui, diketahui hasil dari penerapan metode

membaca PQRST, sebagai berikut:

Hasil penelitian terhadap metode membaca PQRST dapat dilihat dari skor rata-rata

pretest ke posttest yang signifikan untuk kelompok eksperimen sebesar 2.75,

sedangkan skor rata-rata pretest ke posttest kelompok control mengalami penurunan

sebesar 0,314. Hasil t-test untuk pretest tidak berbeda secara signifikan, diperoleh

nilai t sebesar 0.167; p=0.906 (0.906>0.05=tidak signifikan). Skor kelompok

eksperimen sebesar 2; dengan nilai t pretest dan posttest sebesar 2.515;p=0.018

(0.018<0.05=signifikan). Pada kelompok kontrol terjadi penurunan sebesar -0.274;

dengan nilai t pretest dan posttest sebesar 0.403; p=0.624 (0.624>0.05 tidak

signifikan).

Dengan demikian diperoleh hasil yang signifikan menunjukkan bahwa murid yang

membaca dengan metode PQRST lebih memahami materi bacaan, memiliki nalar yang

konprehensif untuk menjawab pertanyaan sehubungan dengan materi yang dibaca.

Page 134: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

124

Pada periode penelitian berikut akan dilanjutkan dengan membandingkan penerapan

metode membaca PQ4R dan PQRST untuk melihat metode membaca mana yang paling

efektif dan efisien bila diterapkan bagi murid kelas 3 SD.

KESIMPULAN

Dengan menguji hubungan struktural antar variabel yang terlibat dalam penelitian, maka

dapat disimpulkan hasil temuan penelitian sebagai berikut:

- Terdapat perbedaan yang signifikan antara pemahaman materi yang dibaca antara

murid yang menerapkan metode membaca PQRST dan murid yang hanya membaca

secara konvensional.

- Pemahaman membaca yang diperoleh murid yang menggunakan metode membaca

PQRST lebih efektif dan efisien dibandingkan murid yang membaca dengan metode

konvensional.

DAFTAR PUSTAKA

Burns,Bill. 1996. Teaching Reading in Today’s Elementary School. Boston:Honghton

Mifflin Company.

Depdiknas.2004. Tentang Kurikulum Berbasis Kompetensi, Sekolah Dasar. Jakarta:

Depdiknas.

Francis P. Robinson. 2003. Educational and Psychological Measurement and Evaluation.

Massachusetts: Allyn & Bacon.

Richards, Jack. 2000. Approach and Method in Language Teaching. Cambridge:

Cambridge University Press.

Tampubolon. 2001.Mengembangkan Minat dan Kebiasaan Membaca Pada Anak.

Bandung:Angkasa Bandung.

Wiener, Harvey S. & Bazerman, Charles. 2004. Reading Skill Handbook. Boston:

Houghton Mifflin Company

Page 135: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

125

ANALISIS SOAL NIHONGO NOURYOKU SHIKEN

FOKUS PADA PENGGUNAAN KATA BENDA DALAM SOAL

NIHONGO NOURYOKU SHIKEN LEVEL 1

Hari Setiawan, Riri Hendriati, Hermansyah Djaya

Sastra Jepang – Fakultas Sastra

ABSTRAK

Dalam dunia pendidikan bahasa Jepang, JLPT menjadi sebuah parameter yang belum

tergantikan bagi para pembelajar bahasa Jepang untuk mengukur kemampuan mereka.

Namun meskipun peserta JLPT ini mengalami peningkatan yang signifikan namun bukan

berarti peningkatan tersebut juga berlaku untuk tingkat kelulusan peserta dari ujian

tersebut. Kemudian dari studi literatur yang kami lakukan, cukup banyak penelitian yang

mengupas ujian JLPT ini sebagai tema penelitiannya. Dari hal tersebut tim penulis dapat

menyimpulkan bahwa memang soal ataupun komposisi dari materi ujian yang disusun

dalam ujian JLPT memiliki ketidaksesuaian dengan keadaan pembelajaran para pembelajar

bahasa Jepang.

Dari latar belakang tersebut, tim penulis menilai adanya kebutuhan untuk penelitian lebih

lanjut mengenai soal ujian JLPT ini baik dari sisi isi materinya, komposisinya ataupun dari

penyajiannya. Pada penelitian kali ini tim penulis akan menganalisis salah satu bagian dari

unsur soal yaitu bagian kosakata khususnya Kata Benda. Kata Benda dipilih oleh tim

penulis sebagai fokus dari penelitian ini karena kata benda dianggap kata yang paling

dominan secara kuantitas.

Dari hasil analisis di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa dari data yang dianalisis, kata

benda memiliki kuantitas yang terbanyak sebesar 76% dari jumlah data. Kemudian, dalam

distribusi kata benda berdasarkan jenisnya, didapatkan kata benda umum memiliki

kuantitas yang paling banyak sebesar 59%. Lalu jika dilihat dari kategori makna, kata

benda yang menggambarkan aktifitas dan benda adalah kategori makna yang paling

dominan, yaitu kata benda yang menggambarkan aktifitas muncul sebanyak 39% dan

benda sebanyak 36%. Kemudian didapatkan juga bahwa hampir semua kosakata yang

digunakan sebagai data adalah kosakata yang tidak digunakan dan tidak tergambarkan

dalam pembelajaran bahasa Jepang tingkat dasar sampai dengan tingkat menengah.

Kata kunci : Kata Benda, JLPT, Kata Benda Umum

PENDAHULUAN

Nihongo Nouryoku Shiken atau dikenal juga dengan istilah Japanese Language

Proviciency Test (Selanjutnya disebut JLPT) merupakan satu-satunya tes kemampuan

bahasa Jepang yang diakui oleh seluruh instansi pendidikan bahasa Jepang di seluruh

dunia. JLPT diadakan 2 kali dalam 1 tahun, yaitu pada bulan Juli dan Desember dengan

jumlah peserta yang terus meningkat. JLPT diselenggarakan di lebih dari 60 negara dan

Page 136: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

126

sekitar 230 kota. Pada tahun 2011 jumlah peserta JLPT meningkat sampai dengan lebih

dari 600.000 orang. Hal ini disebabkan oleh pengaruh budaya Jepang yang sangat kuat,

mempengaruhi berbagai aspek kehidupan masyarakat dunia. Selain itu, faktor

pertumbuhan ekonomi Jepang juga menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi

peningkatan peserta JLPT. Dalam jangka waktu 5 tahun terakhir, jumlah perusahaan

Jepang yang melebarkan sayapnya ke luar negeri semakin banyak. Hal tersebut memicu

kebutuhan akan sumber daya manusia yang memiliki kemampuan berbahasa Jepang.

Dalam dunia pendidikan bahasa Jepang, JLPT menjadi sebuah parameter yang belum

tergantikan bagi para pembelajar bahasa Jepang untuk mengukur kemampuan mereka.

Namun meskipun peserta JLPT ini mengalami peningkatan yang signifikan namun bukan

berarti peningkatan tersebut juga berlaku untuk tingkat kelulusan peserta dari ujian

tersebut. Hal ini mungkin disebabkan oleh standar pendidikan bahasa Jepang di Indonesia

yang belum bisa mencerminkan standar kemampuan bahasa Jepang yang sudah ditetapkan

dan berlaku di Jepang. Pada umumnya tingkat pendidikan bahasa Jepang di Indonesia

hanya sampai pada tingkat menengah dan masih sedikit institusi pendidikan yang

mengadakan pendidikan bahasa Jepang untuk tingkat menengah ke atas. Kemudian, di

tingkat menengah pun pembelajar di Indonesia masih mengalami kesulitan untuk bisa lulus

dari JLPT ini karena adanya perbedaan input bahasa yang diterima.

Kemudian dari studi literatur yang kami lakukan, cukup banyak penelitian yang mengupas

ujian JLPT ini sebagai tema penelitiannya. Dari hal tersebut tim penulis dapat

menyimpulkan bahwa memang soal ataupun komposisi dari materi ujian yang disusun

dalam ujian JLPT memiliki ketidaksesuaian dengan keadaan pembelajaran para pembelajar

bahasa Jepang.

Di bawah ini adalah data statistik mengenai data jumlah peserta dalam pelaksanaan ujian

JLPT dari tahun 1984 sampai dengan tahun 2009.

Page 137: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

127

Grafik 1. Data jumlah peserta ujian JLPT dari tahun 1984 sampai tahun 2009

Dari data statistik di atas, kita dapat melihat adanya peningkatan jumlah peserta ujian JLPT

yang terjadi di setiap tahun khususnya pada jumlah peserta ujian yang mengikuti ujian di

luar Jepang (ditandai dengan batang yang berwarna gelap). Namun, sudah menjadi fakta

umum bahwa peningkatan jumlah peserta tersebut tidak berimbang dengan jumlah peserta

ujian yang dapat lulus, khususnya pada level ujian menengah ke atas. Di bawah ini adalah

grafik yang menunjukan peningkatan pada jumlah peserta ujian JPLT yang lebih jelas.

Grafik 2. Data jumlah peserta ujian JLPT dari tahun 1984 sampai tahun 2009

Page 138: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

128

Di bawah ini adalah grafik yang menunjukan karakteristik dari peserta ujian JLPT.

Grafik 3. Data karakteristik peserta ujian JLPT

Dari grafik di atas kita dapat melihat bahwa sebagian besar peserta merupakan siswa dari

tingkat pendidikan atas seperti perguruan tinggi dan mahasiswa pasca sarjana. Kemudian,

di bawah ini adalah grafik yang menunjukan perbandingan alasan yang dimiliki oleh para

peserta ujian JLPT dalam mengikuti ujian.

Grafik 4. Data alasan peserta ujian JLPT dalam mengikuti ujian

Page 139: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

129

Dari grafik tersebut kita dapat mengetahui bahwa sebagian besar alasan dari para peserta

dalam mengikuti ujian adalah untuk mengukur kemampuan bahasa Jepang yang sudah

mereka pelajari.

Lalu, dari beberapa penelitian terdahulu mengenai ujian JLPT ditemukan berbagai hal yang

dinilai sebagai permasalahan baik dalam komposisi soal dari ujian tersebut, standar

kosakata yang digunakan, ataupun hal pendukung lain seperti komposisi dari pendidikan

bahasa Jepang itu sendiri.

Dari latar belakang tersebut, tim penulis menilai adanya kebutuhan untuk penelitian lebih

lanjut mengenai soal ujian JLPT ini baik dari sisi isi materinya, komposisinya ataupun dari

penyajiannya. Melalui penelitian ini, tim penulis akan melakukan analisis terhadap soal-

soal ujian JLPT khususnya di level yang memiliki tingkat kelulusan terendah yaitu di level

1. Pada penelitian kali ini tim penulis akan menganalisis salah satu bagian dari unsur soal

yaitu bagian kosakata. Bagian kosa kata dipilih oleh tim penulis sebagai fokus dari

penelitian ini karena kosa kata dianggap hal yang memiliki peranan penting dalam proses

pembelajaran bahasa asing. Karena pada dasarnya jumlah kosa kata yang dikuasai oleh

pembelajar dapat memberikan gambaran kasar dari keadaan penguasaan bahasa asing

pembelajar tersebut.

Dari penelitian ini diharapkan didapatkan gambaran mengenai susunan soal dan komposisi

dari penggunaan kosa katanya agar dapat memberikan gambaran kepada pembelajar

bahasa Jepang mengenai kecenderungan penggunaan kosa kata yang ada dalam soal ujian

JPLT level 1 dan apa yang harus disiapkan untuk menempuh ujian tersebut.

PERUMUSAN MASALAH

Kata benda dalam bahasa Jepang disebut dengan Meishi. Dalam bahasa Jepang kata benda

didefinisikan sebagai sebuah kata yang menunjukan kejadian, orang, atau benda yang tidak

mengalami perubahan. Kata benda dalam bahasa Jepang memiliki kelebihan yaitu bisa

diletakkan di belakang partikel Kakujoshi (contoh : partikel Ga, Wo, To, Ni, dan

sebagainya).

Page 140: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

130

Dalam bahasa Jepang, kata benda pada umumnya dibagi menjadi 5 jenis yaitu :

a. 典型的な名詞

Jenis kata benda di atas dibaca Tenkei teki na Meishi atau kata benda umum seperti

kata-kata 「日本語学校/Sekolah bahasa Jepang」atau「先生/Guru」.

b. 固有名詞

Sedangkan jenis ini disebut dengan Koyuu Meishi, merupakan kata benda yang

menunjuk pada nama orang atau nama daerah seperti 「田中さん/Tanaka san」atau

「東京/Toukyou」.

c. 代名詞

Jenis ini disebut Daimeishi. Daimeishi merupakan kata benda yang menggantikan

kata-kata yang menunjukan orang atau tempat. Contoh dari kata benda jenis ini adalah

「彼/Dia」atau 「そこ/Di sana」.

d. 時名詞

Jenis kata benda ini disebut Tokimeishi, merupakan kata benda yang menunjukan

keterangan waktu seperti 「今日/hari ini」atau「毎日/Setiap hari」. Kata-kata

tersebut dianggap sebagai kata benda dalam bahasa Jepang karena dapat diletakkan

setelah partikel Kakujoshi. Contohnya seperti pada kalimat di bawah ini :

① 今日が原稿の締め切りだ。

“Kyou ha genkou no shimekiri da.”

Hari ini adalah batas akhir pengumpulan naskah.

② 毎日を楽しく過ごす。

“Mainichi wo tanoshiku sugosu.”

Menghabiskan waktu setiap hari dengan gembira.

e. 形式名詞

Jenis kata benda ini disebut dengan Keishiki Meishi, merupakan kata benda yang

memiliki fungsi sebagai kata keterangan seperti「はず/hazu」,「ため/tame」dan

sebagainya. Kata-kata tersebut dianggap sebagai kata benda karena keistimewaannya

yang dapat diletakkan setelah partikel Kakujoshi.

Kemudian, selain kelima jenis kata benda di atas, dalam bahasa Jepang kata-kata seperti

「1人/Hitori/Satu orang」,「1羽/Ichiwa/1 ekor」,「3匹/Sanbiki/3 ekor」, dan kata-kata

Page 141: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

131

sejenis yang terdiri atas kata-kata yang menunjukan jumlah dan hitungan juga dianggap

sebagai kata benda.

Untuk melakukan analisis pada topik di atas, penulis membuat 2 pertanyaan sebagai

langkah awal dan acuan penelitian. Pertanyaan-pertanyaan tersebut adalah sebagai berikut :

1. Kecenderungan seperti apa yang terdapat pada kata benda khususnya kata benda yang

digunakan dalam soal-soal JLPT level 1?

2. Dari kecenderungan yang muncul dalam penggunaan kosakata di dalam soal JLPT

level 1 tersebut, pola pembelajaran seperti apa yang bisa diprediksikan?

TUJUAN PENELITIAN

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Memberikan gambaran tentang kecenderungan penggunaan kosakata dalam soal ujian

JLPT level 1.

2. Memberikan gambaran pola pembelajaran agar dapat mengikuti ujian JLPT level 1

dengan baik.

3. Memberikan gambaran kepada pengajar tentang pola pengajaran yang bisa disusun

untuk mengatasi permasalahan di ujian JLPT level 1.

MANFAAT HASIL PENELITIAN

Dengan penelitian ini, diharapkan pembelajar dan pengajar bahasa Jepang akan

mendapatkan gambaran yang jelas mengenai kecenderungan penggunaan kosakata di

dalam ujian JLPT khususnya pada level 1. Dari hal tersebut kami juga berharap khususnya

bagi para pengajar dapat memiliki referensi dalam hal pengajaran khususnya pada

pengajaran kosakata untuk mengatasi kurangnya pengetahuan pembelajar dalam hal

kosakata yang digunakan dalam ujian JLPT level 1.

METODOLOGI PENELITIAN

Untuk penelitian ini, tim penulis akan menggunakan studi literatur sebagai metode untuk

mengumpulkan data dan referensi. Data akan diambil dari soal-soal ujian JLPT selama 5

Page 142: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

132

tahun yaitu dari tahun 2004 sampai dengan 2008. Dari soal-soal tersebut akan diambil

sebagai data berupa kosakata yang tergolong ke dalam kelas kata Nomina. Data yang

terkumpul akan digolongkan ke dalam berbagai klasifikasi dalam nomina, baik dari jenis

nominanya ataupun klasifikasi berdasarkan pemetaan nomina dilihat dari bidang atau

situasi nomina tersebut dipakai (misalnya nomina dari bidang kedokteran, nomina yang

digunakan dalam situasi darurat, dan sebagainya). Kemudian dari klasifikasi tersebut akan

terlihat kecenderungan pemakaian dari data yang terkumpul.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Data yang berhasil tim penulis kumpulkan adalah 3000 lebih yang terdiri dari berbagai

kosakata dari berbagai jenis kata. Berkaitan dengan keterbatasan waktu yang tim penulis

miliki, dari jumlah data tersebut kami hanya berhasil mengekstrak 500 buah kosakata. Dari

500 data tersebut kami dapat memberikan gambaran sebagai berikut :

Grafik 5. Distribusi Data Berdasarkan Jenis Kata

Dari grafik di atas, kita dapat melihat bahwa dari 500 buah kosakata kata benda memiliki

kuantitas yang paling banyak yaitu 76 %. Dari hal ini kita dapat menyimpulkan bahwa

distribusi yang dominan ini seharusnya bisa menarik perhatian para pengajar dan

pembelajar bahasa Jepang dalam mempelajari bahasa Jepang atau mempersiapkan diri

untuk mengikuti tes JLPT.

Series1, Kata Benda,

382, 76%

Series1, Kata Kerja, 50, 10%

Series1, kata Sifat, 44, 9%

Series1, Kata Keterangan, 24, 5%

Distribusi Data Berdasarkan Jenis Kata

Kata Benda

Kata Kerja

kata Sifat

Kata Keterangan

Page 143: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

133

Kemudian, jika kita fokuskan pada kata benda saja, didapatkan gambaran seperti yang bisa

dilihat dalam grafik di bawah ini :

Grafik 6. Distribusi Data Kata Benda

Dari grafik di atas kita dapat melihat bahwa distribusi kata benda dalam data yang

digunakan didominasi oleh jenis kata benda umum atau Tenkeitekina Meishi yang

mencapai lebih dari 50%.

Selanjutnya, jika kita lihat distribusi data berdasarkan kategori maknanya maka akan

didapatkan gambaran seperti yang terlihat dalam grafik di bawah ini :

Grafik 7. Distribusi Data Kata Benda Berdasarkan Kategori Makna

Series1, Tenkeitekina

Meishi, 225, 59%

Series1, Kouyuu Meishi, 34, 9%

Series1, Daimeishi, 56, 15%

Series1, Toki Meishi, 44, 11%

Series1, Keishiki Meishi, 23, 6%

Distribusi Data Kata Benda

Tenkeitekina Meishi

Kouyuu Meishi

Daimeishi

Toki Meishi

Keishiki Meishi

Series1, Perasaan, 18, 5%

Series1, Aktifitas, 150, 39%

Series1, Keadaan sesuatu, 75, 20%

Series1, Benda, 139,

36%

Distribusi Data Kata Benda Berdasarkan Kategori Makna

Perasaan

Aktifitas

Keadaan sesuatu

Benda

Page 144: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

134

Dalam analisis yang dilakukan dalam penelitian ini, tim penulis menetapkan 4 kategori

makna yang digunakan sebagai acuan dalam menganalisis data. Kategori tersebut adalah

sebagai berikut :

a. Perasaan

Kategori ini adalah kategori yang merujuk pada kata benda yang menggambarkan

perasaan manusia seperti kegembiraan, kesenangan, dan sebegainya.

b. Aktifitas

Kategori ini adalah kategori yang merujuk pada kata benda yang menggambarkan

suatu aktifitas seperti pemeriksaaan, pelaksanaan, dan sebagainya.

c. Keadaan sesuatu

Sementara kategori ini adalah kategori yang merujuk pada kata benda yang

menggambarkan keadaan sesuatu seperti kegelapan, keterbatasan, dan sebagainya.

d. Benda

Kategori ini adalah kategori yang merujuk pada kata benda yang memang

menggambarkan suatu benda seperti batu, meja, dan sebagainya.

Dari hasil analisis didapatkan bahwa dari sisi kategori makna, kata benda yang paling

banyak muncul adalah kata benda yang menggambarkan Aktifitas dengan persentasi

mencapai 39% dan menggambarkan Benda sebanyak 36%. Dari hal ini kita dapat

menyimpulkan bahwa, khususnya untuk kata benda yang menggambarkan aktifitas, kata

benda jenis ini memiliki keterikatan erat dengan kata kerja sehingga dapat dikatakan

bahwa proses pembelajaran kata benda yang menggambarkan aktifitas dapat dilakukan

bersamaan dengan mempelajari kata kerja.

Sebagai hasil analisis tambahan, didapatkan bahwa hampir semua kosakata yang

digunakan sebagai data adalah kosakata yang tidak digunakan dan tidak tergambarkan

dalam pembelajaran bahasa Jepang tingkat dasar sampai dengan tingkat menengah. Jadi

kita bisa katakana bahwa untuk lulus dari tes JLPT level 1 para pembelajar membutuhkan

waktu tambahan untuk mempelajari kosakata yang muncul di tes JLPT level 1.

Page 145: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

135

KESIMPULAN

Dari hasil analisis di atas, kita dapat menyimpulkan hal-hal di bawah ini :

a. Dari data yang dianalisis kata benda memiliki kuantitas yang paling banyak yaitu

sebesar 76% dari jumlah keseluruhan data.

b. Kemudian, dalam distribusi kata benda berdasarkan jenisnya didapatkan kata benda

umum memiliki kuantitas yang paling banyak sebesar 59% dari jumlah keseluruhan

data.

c. Lalu jika dilihat dari kategori makna, kata benda yang menggambarkan aktifitas dan

benda adalah kategori makna yang paling dominan, yaitu kata benda yang

menggambarkan aktifitas muncul sebanyak 39% dan benda sebanyak 36% dari jumlah

keseluruhan data.

d. Kemudian didapatkan juga bahwa hampir semua kosakata yang digunakan sebagai

data adalah kosakata yang tidak digunakan dan tidak tergambarkan dalam

pembelajaran bahasa Jepang tingkat dasar sampai dengan tingkat menengah.

SARAN

Dari kesimpulan di atas kita dapat mengetahui bahwa jumlah kata benda memiliki

dominasi yang sangat kuat dalam distribusi kosakata dalam tes JLPT level 1 dan sebagian

besar dari kata benda tersebut adalah kata benda yang menggambarkan aktifitas dan benda.

Kemudian didapatkan juga bahwa hampir semua kosakata yang digunakan sebagai data

adalah kosakata yang tidak digunakan dan tidak tergambarkan dalam pembelajaran bahasa

Jepang tingkat dasar sampai dengan tingkat menengah. Dari hal tersebut kita dapat

mengatakan bahwa untuk memperbesar kemungkinan lulus dalam tes JLPT level 1, para

pembelajar harus menyediakan jam belajar ekstra untuk mempelajari kosakata yang

digunakan dalam tes JLPT level 1 karena akan sulit lulus jika hanya belajar dari

pendidikan formal atau standar saja.

Page 146: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

136

DAFTAR PUSTAKA

Aoyama Mako, Kori Masayo, Noguchi Hiroyuki. 2001. Nihongo Nouryoku Shiken no

Genin Bunsekiteki Kentou. Nihongo Kokusai Senta Kiyou No. 13 hal 19-28.

Nihongo Kokusai Senta., Jepang

Gehrtz Misumi Yuuko. 2007. Nihongo Nouryoku Shiken ga Taiwan no Koutou Nihongo

Kyouiku ni Ataeta Eikyou ni tsuite no Ichi Kousatsu. Tokushima Daigaku

Ryuugakusei Senta Kiyou No. 3 hal. 18-28. Tokushima Daigaku Ryuugakusei

Senta., Jepang

Horiba Yukie, Matsumoto Junko, Suzuki Hideaki. 2006. Nihongo Gakushuusha no Goi

Chishiki no Hirosa to Fukasa. Gengokagaku Kenkyuu No. 12 hal 1-26. Kanda

University of International Studies., Jepang

Imanishi Toshiyuki. 2008. Nihongo Kyouiku Shokyuu Kyoukasho Teiji Goi no

Suuryouteki Kousatsu. Kumamoto Daigaku Ryuugakusei Senta Kiyou No. 11 hal

1-16. Kumamoto Daigaku., Jepang.

Iori Isao dkk. 2000. Shokyu wo Oshieru Hito no tame no Nihongo Bunpo Handbook. 3A

Network., Jepang

Ichikawa Yasuko. 2009. Shokyu Nihongo Bunpo to Oshiekata no Pointo. 3A Network.,

Jepang

Kudo Hiroshi. 1996. Nihongo Yousetsu. Hitsuji Shobo., Jepang

Kunihiro Yasuaki. 2012. Nihonbashi Gakkan Daigaku 1 nen sei Taishou Kougi no

Kyoukasho ni okeru Nihongo –Goi no Reberu to Keikou ni kan suru Kousatsu-.

Nihonbashi Gakkan Daigaku Youki No. 11 hal 19-28. Nihonbashi Gakkan

University., Jepang

Kuwana Shouta, Onozawa Yoshie, Kitamura Keiko. 2010. Nihongo Nouryoku Shiken

“Bunpo” no Mondai Koumoku Bunseki. Nihongo Kyouiku Kiyou No. 6 hal 109-

123. Kokusai Kouryuu Kikin., Jepang

Mahsun. 2011. Metode Penelitian Bahasa: Tahapan Strategi, Metode, dan Tekniknya.

Jakarta: Rajawali Pers

Matsuda Yuuichi. 2005. Gaikokujin Ryuugakusei ga Idaku Daigaku Seikatsu ni Taisuru

Ishiki –Heisei 17 nendo Nyuugaku Ryuugakusei he no Ishiki Chousa kara-.

Utsunomiya Kyouwa University., Jepang

Page 147: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

137

Nakanishi Yasuhiro. 2007. Nihongo Nouryoku Shiken no Goi ni tsuite. Koube Daigaku

Ryuugakusei Senta Kiyou No. 13 Hal. 79-86. Koube Daigaku., Jepang

Omura Naomi. 2008. Nihongo Kyouiku ni okeru Doushi no Jita Bunrui ni kansuru Mondai

–Nihongo Nouryoku Shiken Shutsudai Kijun Goi Doushi kara Bunrui ga Konnan

na Doushi wo Seiri suru-. Toukai Daigaku Kiyou No. 28 hal 67-75. Ryuugakusei

Kyouiku Senta. Toukai University., Jepang

Oshio Kazumi, Akimoto Miharu, Takeda Akiko dkk. 2008. Atarashii Nihongo Nouryoku

Shiken no tame no Goihyou Sakusei ni Mukete. Nihongo Kyouiku Youki No. 4

hal 71-86. Kokusai Kouryuu Kikin., Jepang

Sudaryanto. 1992. Metode Linguistik. Gadjah Mada University Press., Indonesia

Tanaka Hiroshi. 2006. Hajimete no tame no Nihongo no Oshiekata Handbook.

Kokusaigogakusha., Jepang

Toyota Maki, Mori Yuko. 2007. Arzenchin “Tokimeki Nihongo Reberu Tesuto” Sakusei,

Jisshi Houkoku –Nihongo Nouryoku Shiken 4 Kyuu ni Tasshinai gakushuusha wo

taishou ni shite-. Sekai no Nihongo Kyouiku No. 17 hal 137-152., Jepang

Yoshioka Hideyuki dkk. 1992. Nihongo Kyouzai Gaisetsu Handbook of Japanese

Language Teaching Materials. Hokuseido Shoten., Jepang

http://www.jlpt.jp/e/statistics/index.html

Page 148: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

138

LEGALESE DALAM PENERJEMAHAN RAGAM KHUSUS

BAHASA INGGRIS

Tommy Andrian

Sastra Inggris – Fakultas Sastra

[email protected]

ABSTRACT

Up to the present time, Indonesia still has no its own Commercial Law, Civil Law and

Criminal Law; it is still using Wetboek Van Koophandel, Herziene Indonesia Reglement

and Wetboek Van Strafrecht Voor Indonesie from Dutch. In addition, any legal documents

on foreign investment or entity shall be made in two versions, Bahasa and English.

Therefore, the practice of law is inseparable from and strongly connected to the practice of

translation. Legalese has different register from general English as it is verymuch

influenced by French, Dutch, and Latin. Many forms of unusual (or even strange) English

structure can only be found in legalese in legal documents. Legalese is ‘performative’, or it

does what it says. It requires a translator that is not only experienced but one that is also

aware of the format of writing the translation. No wonder, in some circumstances, it

demands a sworn translator.

Key words: legalese, commercial law, civil law, criminal law, performative, register,

sworn translator.

A. Dunia Hukum dan Penerjemahan di Indonesia

Dunia hukum di Indonesia memang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan penerjemahan.

Pada kenyataannya hingga saat ini Indonesia belum memiliki kitab hukumnya sendiri.

Kitab-kitab hukum Indonesia merupakan terjemahan dan/atau turunan dari kitab-kitab

hukum Belanda. Misalnya, Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHP) yang beredar di

pasaran adalah kitab yang diterjemahkan dari bahasa Belanda oleh beberapa pakar hukum

pidana, seperti Mulyatno, Andi Hamzah, Sunarto Surodibroto, R. Susilo, dan Badan

Pembinaan Hukum Nasional. Hal itu diperkuat dengan Undang-undang Nomor 1 tahun

1946 tentang Peraturan Hukum Pidana dalam Pasal 6 yang mengatakan: (1) Nama

Undang-Undang hukum pidana “Wetboek van Strafrecht voor Nederlandsch-Indie”

dirubah menjadi “Wetboek van Strafrecht”; (2) Undang-Undang tersebut dapat disebut

“Kitab Undang-Undang Hukum Pidana”. Tidak ada teks resmi terjemahan Wetboek van

Strafrecht yang dikeluarkan oleh negara Indonesia. Oleh karena itu, sangat mungkin dalam

setiap terjemahan memiliki redaksi yang berbeda-beda

(http://maulanahukum.blogspot.com/2012/03/sejarah-hukum-pidana-di-indonesia.html).

Hukum Perdata dan Hukum Dagang Indonesia juga masih menggunakan Burgelijk

Page 149: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

139

Wetboek dan Wetboek van Koophandel dari Belanda seperti yang dimuat dalam Staatsblad

No. 23 tahun 1847 No. 23, sedangkan Hukum Acara Perdatanya masih menggunakan

Herziene Indonesia Reglement dari negeri yang sama..

Setidaknya adanya tiga undang-undang yang menguatkan peran penerjemah dalam dunia

hukum di Indonesia, seperti:

1. Undang-undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana dalam Pasal 177

ayat (1) mengatakan: Jika terdakwa atau saksi tidak paham bahasa Indonesia, hakim

ketua sidang menunjuk seorang juru bahasa yang bersumpah atau berjanji akan

menerjemahkan dengan benar semua yang harus diterjemahkan.

2. Undang-undang Nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris dalam Pasal 43

mengatakan: (1) Akta dibuat dalam bahasa Indonesia; (2) Dalam hal penghadap tidak

mengerti bahasa yang digunakan dalam akta, Notaris wajib menerjemahkan atau

menjelaskan isi akta itu dalam bahasa yang dimengerti oleh penghadap; (3) Apabila

Notaris tidak dapat menerjemahkan atau menjelaskannya, akta tersebut diterjemahkan

atau dijelaskan oleh seorang penerjemah resmi; (4) Akta dapat dibuat dalam bahasa

lain yang dipahami oleh Notaris dan saksi apabila pihak yang berkepentingan

menghendaki sepanjang undang-undang tidak menentukan lain; (5) Dalam hal akta

dibuat sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Notaris wajib menerjemahkannya ke

dalam bahasa Indonesia.

3. Undang-undang Nomor 24 tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara,

serta Lagu Kebangsaan dalam Pasal 31 mengatakan: (1) Bahasa Indonesia wajib

digunakan dalam nota kesepahaman atau perjanjian yang melibatkan lembaga negara,

instansi pemerintah Republik Indonesia, lembaga swasta Indonesia atau perseorangan

warga negara Indonesia; (2) Nota kesepahaman atau perjanjian sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) yang melibatkan pihak asing ditulis juga dalam bahasa

nasional pihak asing tersebut dan/atau bahasa Inggris.

Pentingnya peran penerjemahan dan penerjemahan di bidang hukum tidak hanya diakui di

Indonesia tetapi juga di dunia. Bahkan Susan Sarcevic dari Iniversitas Rijeka, Kroasia,

dalam jurnalnya menyatakan bahwa selain penerjemahan kitab-kitab suci, penerjemahan di

bidang hukum merupakan kegiatan penerjemahan tertua dan terpenting dari kegiatan

penerjemahan di dunia ini. Beberapa ahli juga menyatakan bahwa penerjemahan di bidang

Page 150: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

140

hukum merupakan penerjemahan yang paling sulit dibanding dengan penerjemahan di

bidang khusus lainnya seperti penerjemahan di bidang ilmu pengetahuan karena memiliki

‘gaya’-nya sendiri. Dari uraian di atas, jelaslah penerjemah memegang peranan yang

sangat krusial dalam dunia hukum.

B. Kompleksitas Penerjemahan Bidang Hukum Sebagai Bidang Khusus

Pentingnya peran penerjemahan dan penerjemahan di bidang hukum tidak hanya diakui di

Indonesia tetapi juga di dunia. Bahkan Sarcevic menyatakan bahwa selain penerjemahan

kitab-kitab suci, penerjemahan di bidang hukum merupakan kegiatan penerjemahan tertua

dan terpenting dari kegiatan penerjemahan di dunia ini. Beberapa ahli juga menyatakan

bahwa penerjemahan di bidang hukum merupakan penerjemahan yang paling sulit

dibanding dengan penerjemahan di bidang khusus lainnya seperti penerjemahan di bidang

ilmu pengetahuan.

Kemampuan menerjemahkan dokumen hukum (legal document) adalah keterampilan yang

sangat spesifik. Dokumen hukum tidak bisa dan tidak boleh diterjemahkan dengan

sembarangan karena semua fakta hukum yang terkandung di dalam dokumen tersebut

harus bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya. Bila kita salah dalam menafsirkan suatu

kata, frasa, atau bahkan kalimat, maka konsekuensi yang mungkin dapat timbul dari

kesalahan yang kita lakukan tersebut akan sangat besar. Bisa jadi, kesalahan yang tidak

sengaja kita lakukan bisa berakibat pada suatu tindakan hukum (pidana atau perdata) pada

seseorang yang berujung keharusan untuk membayar suatu ganti rugi tertentu, penutupan

suatu perusahaan, atau bahkan penjatuhan hukuman penjara bagi seseorang tersebut

(http://www.je-translator.com/articles/12-mengasah-kemampuan-menerjemahkan-

dokumen-hukum).

Untuk menjadi seorang penerjemah dokumen hukum yang handal dibutuhkan suatu

ketelitian terhadap hal-hal detail yang ada dalam suatu dokumen hukum. Jangan pernah

menganggap remeh satu pun kata dalam dokumen yang kita terjemahkan. Kita juga harus

memiliki penguasaan bahasa dan kemampuan yang sangat baik dalam memahami istilah-

istilah hukum agar setiap istilah hukum yang kita terjemahkan memiliki padanan makna

yang sesuai dengan pedoman hukum yang berlaku di dalam suatu wilayah hukum.

Page 151: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

141

C. Kendala Penerjemahan Konsekutif Bidang Hukum

Dalam proses penyidikan, penuntutan atau pemeriksaan perkara di pengadilan

penerjemahan dilakukan secara konsekutif atau lisan Kesulitan-kesulitan yang dialami

penerjemah dalam penerjemahan jenis ini antara lain karena:

1. Istilah dalam bidang hukum kerap berbeda dengan istilah umum

Istilah bidang hukum tidak jarang berbeda dari istilah yang dipahami masyarakat

secara umum atau berdasarkan kamus umum.

Contoh:

Tommy : “Ma, kalau aku nikah nanti aku minta jatah warisan kontrakan

kita yang ada di belakang mesjid ya?”

Mama : “Itu gampang, lah. Yang penting kamu lulus kuliah dan kerja

dulu”.

Berdasarkan konteks umum, tidak ada masalah dengan kalimat-kalimat dalam

percakapan di atas. Namun dalam konteks khusus atau konteks hukum, diksi untuk

kata warisan menjadi salah. Kata warisan seharusnya diganti dengan kata hibah.

Karena berdasarkan definisi istilah bidang hukum, warisan adalah nama baik,

harta, dan tahta yang ditinggalkan oleh orang yang sudah meninggal, sedangkan

hibah adalah pemberian sukarela dengan mengalihkan hak atas sesuatu kepada

orang lain.

Contoh:

Dalam insiden kebakaran Lembaga Pemasyarakatan (LP) Tanjung Gusta,

Medan, ratusan tahanan dilaporkan melarikan diri

Definisi tahanan adalah orang yang ditahan karena dituduh melakukan tindak

pidana atau kejahatan. Artinya belum ada putusan pengadilan atas tindak pidana

yang dituduhkan kepadanya atau dengan kata lain proses hukum atas dirinya masih

berjalan. Sering kita mendengar istilah tahanan polisi, tahanan kejaksaan, tahanan

KPK, tahanan pihak imigrasi, dan lain-lain, karena memang umumnya di tempat-

tempat itulah tahanan berada. Kata tahanan dalam konteks contoh di atas

seharusnya diganti dengan kata narapidana yang artinya orang yang sedang

menjalani hukuman. Atau dengan kata lain orang tersebut sudah mendapatkan

Page 152: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

142

putusan dari pengadilan atas tindakan pidana atau kejahatan yang dituduhkan atas

dirinya. Narapidana biasanya memang berada atau ditempatkan di Lembaga

Pemasyarakatan (LP).

2. Penerjemah berada dalam kondisi psikologis yang tidak nyaman

Asas pemeriksaan perkara pidana di Indonesia adalah inquisition di mana hakim

bersikap aktif dalam memimpin persidangan untuk menggali keterangan dari

tersangka atau saksi. Hakim kerap mencecar tersangka dan saksi dengan

serangkaian pertanyan yang mendetail. Baik disadarinya atau tidak, penerjemah

sering kali hanyut dalam suasana dan terlibat secara emosional dengan materi

persidangan. Ia bisa ikut-ikutan marah atau kesal terhadap tindakan buruk tersangka

atau bahkan terhadap sikap hakim itu sendiri yang menurut pendapat pribadinya

kurang patut. Terkadang ia juga harus mengajukan pertanyaan tambahan atau

berdialog sendiri dengan hakim atau tersangka atau saksi dalam setiap kesempatan,

sebelum menyampaikan terjemahan materi sidangnya. Penerjemah tak jarang harus

memberikan keterangan tambahan (contextual conditioning) dalam terjemahannya

untuk memperjelas penyampaian gagasan. Materi sidang dalam suatu kesempatan

bisa saja bertentangan dengan idealisme dan hati nurani penerjemah. Misalnya,

kasus-kasus yang berhubungan dengan terorisme, pemerkosaan, poligami,

perselingkuhan, sara, dan/atau lainnya.

D. KENDALA PENERJEMAHAN TERTULIS BIDANG HUKUM

1. Bahasa hukum merupakan register tersendiri

Hoed dalam bukunya Penerjemahan dan Kebudayaan (2006: 105) mengatakan

bahwa register (disebut juga laras) adalah variasi atau ragam bahasa yang

menentukan makna suatu kata akibat konteks penggunaannya. Bahasa hukum

(legalese) merupakan suatu variasi bahasa yang khas digunakan oleh para

pengacara dan hakim. Bahasa hukum merupakan ciri-ciri tersendiri yang tidak

terdapat dalam ragam bahasa profesi lainnya. Ciri-ciri itu bukan saja terlihat dari

kosa katanya saja, tetapi juga dari struktur bahasanya (Rahayuningsih, 2006: 4).

Ciri-ciri bahasa hukum antara lain:

a. Kalimat panjang-panjang dan/atau kompleks

Page 153: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

143

Para ahli hukum berpendapat bahwa tanda baca hanya diperlukan untuk

dokumen yang perlu dibaca dengan lantang; tanda baca hanya membantu

pembaca dokumen untuk mengambil napas. Pada waktu itu, jumlah kata dalam

sebuah dokumen hukum juga menentukan nominal bayarannya, semakin

banyak kata semakin besar bayaranya. Dengan demikian, kalimat yang muncul

seringkali kalimat kompleks dan/atau terdiri dari banyak gagasan.

Contoh:

Jika hakim memerintahkan supaya yang bersalah diserahkan kepada

pemerintah, maka ia dimasukkan dalam rumah pendidikan negara supaya

menerima pendidikan dan pemerintah atau di kemudian hari dengan cara

lain, atau diserahkan kepada seorang tertentu yang bertempat tinggal di

Indonesia atau kepada sesuatu badan hukum, yayasan atau lembaga amal

yang berkedudukan di Indonesia untuk menyelenggarakan pendidikannya,

atau di kemudian hari, atas tanggungan pemerintah, dengan cara

lain;dalam kedua hal di atas, paling lama sampai orang yang bersalah itu

mencapai umur delapan belas tahun (Pasal 46 KUHP tentang Hal-hal

yang Menghapuskan, Mengurangi atau Memberatkan Pidana)

Setidaknya ada beberapa hal yang menjadi gagasan dalam pasal teserbut di

atas, yaitu:

1) Terpidana di bawah umur diserahkan kepada pemerintah untuk dididik.

2) Seorang, yayasan atau lembaga amal penyelenggara pendidikan

dimaksud harus berkedudukan di Indonesia.

3) Terpidana dianggap cukup umur jika sudah berusia sekurangnya 18

tahun.

b. Banyak menggunakan generalisasi seperti barang siapa dan setiap orang

Contoh:

Barang siapa dengan sengaja mengedarkan mata uang atau uang kertas

yang dikeluarkan oleh Negara atau Bank sebagai mata uang atau uang

kertas asli dan tidak dipalsu, padahal ditiru atau dipalsu olehnya sendiri,

atau waktu diterima diketahuinya bahwa tidak asli atau dipalsu, ataupun

barang siapa menyimpan atau memasukkan ke Indonesia mata uang dan

uang kertas yang demikian, dengan maksud untuk mengedarkan atau

menyuruh mengedarkan sebagai uang asli dan tidak dipalsu, diancam

Page 154: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

144

dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun (Pasal 245 KUHP

tentang Menyimpan dan Mengedarkan Uang Palsu).

c. Banyak menggunakan kalimat pasif

Sejumlah alasan membuat kalimat pasif banyak digunakan dalam bahasa

hukum, seperti:

1) Membuat generalisasi kalimat

Contoh:

Here are three situations where one prefers to choose our

products (aktif).

Here are three situations where our products are preferred

(pasif).

Generalisasi yang terbentuk dalam kalimat pasif di atas pada dasarnya

dilakukan dengan menghilangkan kata pronomina persona one dalam

kalimat aktifnya.

2) Mengungkapkan fakta

Contoh:

Undang-undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

(Tipikor) disahkan pada tahun 1999.

He was accused for an attempted murder.

Pengungkapan fakta dalam kedua contoh kalimat di atas lebih penting

dari pengungkapan identitas pelakunya sehingga penggunaan kalimat

pasif menjadi terlihat lebih baik.

3) Identitas pelaku tidak diketahui

Contoh:

TSu : Dia telah mencuri sepeda itu

TSa 1 : The bike has been stolen

TSa 2 : He/she has stolen the bike

TSa 1 yang berbentuk kalimat pasif jauh lebih baik dari TSa 2 yang

aktif. Meskipun he dan she menduduki posisi yang sama sebagai

subyek kalimat dalam TSa 2, penulisan he yang lebih dulu dari she

berpotensi diskriminatif terhadap jenis kelamin.

4) Kalimat pasif terdengar lebih baik

Contoh:

Page 155: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

145

We shall punish those who skateboard in sidewalks (aktif).

Those who skateboard on sidewalks shall be punished (pasif).

Tidak dapat dipungkiri, kalimat pasif dalam konteks tertentu (baca:

hukum) terdengar lebih sakral dan formal dibanding kalimat aktif.

d. Sering menggunakan kalimat negatif ganda

Kalimat negatif ganda kerap digunakan untuk memberikan efek psikologis

dalam menggarisbawahi sebuah gagasan dalam teks hukum.

Contoh:

not impossible = bukannya tidak mungkin, mungkin

not unreasonable = bukannya tidak wajar, wajar

not unjustified = bukannya tidak beralasan, beralasan

not unconnected = bukannya tidak berkaitan, berkaitan

not unheard of = bukannya tidak pernah terjadi, pernah terjadi

not uncommon = bukannya tidak umum, umum

e. Penggunaaan bahasa Prancis dan Latin

1) Faktor sejarah

Bahasa Inggris yang sekarang digunakan berasal dari bahasa lingua

franca (bahasa pergaulan/perdagangan) yang berasal dari berbagai

bahasa (bahasa Nordik, Old and Middle English, Latin, Normandia dan

Anglo-French) dan karenanya dianggap tidak layak untuk digunakan

dalam bahasa keilmuan. Oleh karena itu dalam persidangan digunakan

bahasa Latin dan bahasa Prancis sebagai bahasa yang dianggap baku

dan lebih berbudaya. Selain itu, ketika Henry III menikah dengan

Eleanor de Provence dari Prancis, ia membawa ribuan pengikut dan

mereka diberi jabatan-jabatan yang penting antara lain sebagai penegak

hukum. Pada perkembangan selanjutnya, hanya pengacara yang

memahami bahasa Prancis yang digunakan di pengadilan.

Ketika pada tahun 1732 parlemen Inggris mengeluarkan peraturan

bahawa bahasa Inggris harus digunakan dalam proses persidamgan dan

dokumen-dokumen hukum, istilah bahasa Latin dan bahasa Prancis

sudah terlanjur diserap ke dalam bahasa Inggris hukum, misalnya:

Page 156: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

146

“prima facie” (on its face: prima facie evidence adalah alat bukti yang

kuat), “mens rea” (percobaan, niat berbuat kejahatan) dan “res

judicata” (larangan untuk mengajukan gugatan yang kedua kalinya

untuk perkara yang sama (nebis idem) dari bahasa Latin, dan “in lieu

of” (= instead of), “lien” (gadai) dan “tort” (perbuatan melawan

hukum) dari bahasa Prancis.

Tak jarang dalam teks hukum dua istilah dalam bahasa Latin atau

Prancis digunakan bersama-sama dengan bahasa Inggris dengan makna

sama.

Contoh:

goods (Inggris) and chattel (Prancis)

= benda bergerak

cease (Prancis) and desist (Inggris)

= menghentikan

null (Latin) and void (Inggris)

= batal demi hukum

give (Inggris), devise (Latin) and bequeth (Prancis)

= memberikan atau mewariskan

Kadang-kadang struktur kata bahasa Prancis (yang mirip bahasa

Indonesia) yang digunakan, yaitu adjektiva mengikuti benda yang

diterangkan, padahal dalam struktur bahasa Inggris, adjektiva

diletakkan di depan benda yang diterangkan.

Contoh:

Kaidah Bahasa Inggris Hukum

(Diterangkan + Menerangkan)

Kaidah Bahasa Inggris Umum

(Menerangkan + Diterangkan)

accounts payable/receivables payable/receivables accounts

attorney general general attorney

condition precedent/subsequent precedent/subsequent

condition

notary public public notary

court martial martial court

Page 157: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

147

Karena Burgelijk Wetboek didasarkan pada Civil Code yang berasal

dari Code Napoleon, dalam sistem hukum kita pun banyak dipakai

istilah-istilah dalam bahasa Prancis atau Latin seperti legitieme portie

(bagian warisan ahli waris yang tidak dapat dihapuskan oleh surat

wasiat), nebis idem dan actio pauliana. Kadang-kadang para praktisi

hukum menggunakan bahasa Indonesia dicampur dengan bahasa Latin,

misalnya untuk menyatakan “perkara ini” para ahli hukum sering

menyatakan “perkara aquo” (Rahayuningsih, 2006: 8).

2) Faktor sosiologis

Bahasa adalah alat utama bagi seorang praktisi hukum. Bahasa adalah

alat yang utama bagi profesi hukum. Bahasa hukum mempunyai fungsi

performatif di mana menurut John Austin kata itu sendiri mewujudkan

suatu tindakan (Renkema, 2004: 13). Bahasa hukum memberikan akibat

hukum seperti undang-undang. Seseorang yang dinyatakan “bersalah”

oleh pengadilan akan dianggap “bersalah” terlepas dari apakah

sesungguhnya ia bersalah atau tidak (Rahayuningsih, 2006: 8).

Ketika seorang muslim di Indonesia menikah misalnya, hanya dengan

diucapkannya kalimat ijab dari orang tua atau wali calon mempelai

wanita dan kalimat kabul dari calon mempelai pria mengakibatkan dua

orang yang sebelumnya berstatus ‘belum kawin’ menjadi ‘kawin’; dua

orang yang semula tinggal terpisah menjadi tinggal bersama dalam satu

atap.

Contoh:

(Ijab) = “Saya nikahkan engkau, Tommy Andrian, SS,

M.Hum bin Hartono dengan ananda Bacha binti

H. Untung Mawih, dengan mas kawin perhiasan

emas 24 karat seberat 100 gram dibayar tunai”.

(Kabul) = “Saya terima nikahnya Bacha binti H. Untung

Mawih, dengan mas kawin tersebut di atas dibayar

tunai”.

Kesakralan makna kalimat ijab dan kabul memberikan kekuatan bagi

kalimat itu sendiri untuk tetap lestari. Pihak yang berwenang seperti

Page 158: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

148

penghulu dan/atau Kantor Urusan Agama pun nyatanya tetap

mempertahankan diksi atau pilihan kata dalam ijab dan kabul meskipun

sangat mungkin diubah. Mereka khawatir pengubahan hanya akan

mengurangi makna yang terkandung di dalamnya.

3) Faktor yurisprudensi

Yurisprudensi berarti peradilan pada umumnya (judicature

rechtspraak), yaitu pelaksanaan hukum dalam hal konkret terjadi

tuntutan hak yang dijalankan oleh suatu badan yang berdiri sendiri dan

diadakan oleh negara serta bebas dari pengaruh apa atau siapapun

dengan cara memberikan putusan yang bersifat mengikat dan

berwibawa. Yurisprudensi merupakan produk yudikatif, yang berisi

kaidah atau peraturan hukum yang mengikat pihak-pihak yang

bersangkutan atau terhukum. jadi putusan pengadilan hanya mengikat

orang-orang tertentu saja dan tidak mengikat setiap orang secara umum

seperti undang-undang. Bedanya dengan undang-undang adalah

putusan pengadilan berisi peraturan-peraturan yang bersifat konkret

karena mengikat orang-orang tertentu saja, sedangkan undang-undang

berisi peraturan-peraturan yang bersifat abstrak karena mengikat setiap

orang.

Yurisprudensi merupakan putusan hakim yang kemudian dijadikan

dasar untuk menyelesaikan kasus-kasus serupa di kemudian hari.

Biasanya hal ini akan terjadi jika telah terjadi beberapa kali kasus yang

serupa, dan untuk kasus-kasus itu hakim selalu memberikan keputusan

dengan cara yang kurang lebih sama. Perulangan itu menimbulkan rasa

keharusan untuk memutuskan dengan cara yang sama setiap kali kasus

yang serupa terjadi. Dengan demikian terbentuk hukum melalui

keputusan hakim (hukum hakim, rechterrecht, judge made law). Dalam

sistem kontinental, hakim tidak terikat pada putusan pengadilan yang

pernah dijatuhkan mengenai perkara yang serupa. Untuk merealisasi

asas kesamaan tersebut dalam sistem kontinental hakim diikat oleh

undang-undang. Di sini Hakim berpikir secara deduktif dari undang-

undang yang sifatnya umum ke peristiwa khusus.

Page 159: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

149

Sistem hukum Anglo Saxon lebih mengutamakan pada Common Law,

yaitu kebiasaan dan hukum adat masyarakat, sedangkan undang-undang

hanya mengatur pokok-pokoknya saja dan kehidupan masyarakat.

Dengan adanya common law, kedudukan kebiasaan dalam masyarakat

lebih berperan, dan selalu menyesuaikan dengan perkembangan

masyarakat yang semakin maju.

Sumber-sumber dalam sistem Anglo Saxon (putusan hakim, kebiasaan

dan peraturan administrasi) tidak tersusun secara sistematik dalam

hierarki tertentu seperti di dalam sistem Eropa Kontinental. Selain itu

peranan hakim dalam sistem Anglo Saxon berbeda dengan peranan

hakim pada sistem Eropa Kontinental. Pada sistem Anglo Saxon, hakim

berfungsi tidak hanya sebagai pihak yang bertugas menetapkan dan

menafsirkan peraturan-peraturan hukum saja, melainkan peranannya

sangat besar yaitu membentuk seluruh tata kehidupan masyarakat.

Hakim mempunyai wewenang yang sangat luas untuk menafsirkan

peraturan hukum yang berlaku dan menciptakan prinsip-prinsip hukum

baru yang akan menjadi pegangan bagi hakim-hakim lain untuk

memutuskan perkara yang sejenis.

Dalam sistem common law hakim di pengadilan menggunakan prinsip

“pembuat hukum sendiri” dengan melihat kepada kasus-kasus dan

fakta-fakta sebelumnya (case law atau judge made law). Pada

hakekatnya hakim berfungsi sebagai legislative, sehingga hukum lebih

banyak bersumber pada putusan-putusan pengadilan yang melakukan

kreasi hukum."

Lebih jauh dari itu dengan dianutnya ajaran “the doctrine of precedent

atau stare decists” pada common law, maka dalam memutuskan suatu

perkara, seorang hakim harus mendasarkan putusannya kepada prinsip

hukum yang sudah ada di dalam putusan hakim lain dari perkara yang

sejenis sebelumnya (preceden). Tetapi dalam hal belum ada putusan

Page 160: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

150

hakim lain yang serupa, atau putusan pengadilan yang sudah ada tidak

sesuai lagi dengan perkembangan zaman, maka hakim dapat

menetapkan putusan baru berdasarkan nilai-nilai keadilan, kebenaran

dan akal sehat (common sense) dengan pertimbangan yang rasa penuh

tanggungjawab.

Sistem hukum Common Law yang berlaku di Inggris dan bekas jajahan

Inggris (termasuk Amerika) dibentuk oleh preseden. Di dalam hukum,

istilah, frasa, wacana (discourse) mempunyai arti sebagaimana

ditetapkan oleh pengadilan. Istilah “heir” misalnya dalam bahasa awam

akan dipahami sebagai pewaris. Tetapi di dalam hukum istilah itu

mempunyai arti yang lebih khusus, yaitu “seseorang yang berdasarkan

undang-undang mewarisi tanah dari seseorang yang meninggal tanpa

meninggalkan surat wasiat (intestate). Jadi seorang yang mewarisi

tanah berdasarkan surat wasiat bukanlah seorang ‘heir”.

4) Faktor kebiasaan

Para pengacara dilatih di dalam sistem magang di mana mereka harus

mengikuti konvensi dan contoh yang diberikan oleh pengacara senior.

Pengacara muda diperkenalkan kepada “rahasia” pembuatan kontrak

oleh pengacara senior. Karena pengacara terikat kepada preseden, kasus

serta dokumen yang telah dibuat sebelumnya, maka kalimat yang

kompleks dan panjang itu seakan menjadi sesuatu yang sakral atau

memang harus demikian (“sudah dari sananya”). Di samping itu, para

pengacara pada waktu itu dibayar berdasarkan panjang pendeknya

dokumen, oleh karena itu makin panjang isinya makin mahal pula

biayanya. Walaupun para pengacara sekarang dibayar per jam atau per

kasus, tetapi kebiasaan menulis kalimat yang panjang itu tidak mudah

hilang. Selain itu, sering kali para klien juga lebih menyukai bahasa

yang panjang, kompleks dan resmi dan yang tidak mereka pahami

karena merasa lebih mantap, yaitu bahwa karena itulah mereka

mempekerjakan para pengacara. Contoh kata-kata yang sering

digunakan padahal tidak mempunyai arti tambahan atau arti tambahan

Page 161: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

151

yang penting adalah: wheresoever, howsoever, whatsoever, hereinafter

dan witnesseth.

2. Perbedaan sistem hukum

Perjanjian yang digunakan oleh para investor di Indonesia pada umumnya

disiapkan atau diajukan oleh pengacara asing yang berlatar belakang sistem hukum

Common Law sedangkan sistem hukum yang dianut di Indonesia adalah sistem

hukum Civil Law. Dengan demikian istilah-istilah yang digunakan dalam perjanjian

tersebut seringkali tidak ada padanannya dalam bahasa Indonesia, misalnya gugatan

yang membedakan antara “equity and law”. Sebaliknya, istilah hukum dalam

bahasa Indonesia tertentu mungkin tidak ada padanannya dalam bahasa Inggris,

misalnya istilah “novasi” dan “turut tergugat” (Rahayuningsih, 2006: 10).

3. Istilah hukum tertentu berbeda dengan istilah umum

Beberapa istilah dalam bahasa Inggris sehari-hari mempunyai arti yang

berbeda di bidang hukum.

Contoh:

action : gugatan

construction : penafsiran

fail : wanprestasi

party : pihak (dalam perkara, perjanjian)

receiver : kurator

strike : mencoret

4. Perbedaan sistem bahasa

Kesulitan lain dalam penerjemahan teks hukum dari bahasa Inggris adalah karena

ternyata struktur bahasa Inggris hukum seringkali berbeda dengan struktur bahasa

Inggris pada umumnya yang pernah kita pelajari di sekolah. Selama di sekolah

misalnya, kita belajar bahwa kata “shall” menunjukkan kala mendatang (yaitu

“akan: dalam bahasa Indonesia). Dalam bahasa hukum, istilah “shall”

menunjukkan “future obligation” atau “promise” sehingga harus diterjemahkan

sebagai “wajib” (atau dalam bahasa Inggris sehari-hari adalah “must”). Semasa

Page 162: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

152

sekolah kita juga belajar bahwa “money” adalah uncounable nouns (kata benda

yang tidak dapat dihitung) sehingga tdak dapat dijamakkan. Namun, dalam bahasa

Inggris hukum kita mengenal “monies” yang merupakan bentuk jamak dari

“money”.

Dalam bahasa Inggris hukum, kata ganti “it” dapat digunakan untuk merujuk orang

dan dirasakan lebih baik dari “he/she” karena sifatnya yang impersonal. Misalnya,

the seller menjadi it meskipunjenis kelamin the seller sudah diketahui dengan jelas.

Di lain pihak, praktisi hukum cenderung menghindari pronomina dan lebih suka

mengulang kata benda yang sudah disebutkan sebelumnya dengan alasan untuk

menghindarkan ketaksaan atau keambiguan.

Contoh:

John told James to kis his girlfriend.

Dalam kalimat di atas, tdak jelas apakah John meminta James untuk mencium pacar

john atau pacar James sendiri.

Sebaliknya, teks bahasa hukum di Indonesia, terutama yang dinyatakan dalam akta

notaris, mempunyai format dan gaya bahasa tersendiri yang mungkin tidak ditemui

dalam bidang lainnya. Akta notaris misalnya dimulai dengan kalimat:

Pada hari ini, Senin, tanggal 20 September dua ribu tiga belas, menghadap

di hadapan saya, ____ S.H., Notaris di Jakarta: Tuan X, swasta, beralamat

di ____, pemegang KTP no. ____ yang saya, Notaris kenal atau dikenalkan

kepada saya, Notaris, dengan dihadiri oleh saksi-saksi yang saya, Notaris,

kenal dan nama-namanya akan disebutkan di akhir akta ini.

Kalimat ini apabila diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris mungkin terasa janggal.

5. Belum adanya istilah hukum yang baku dalam bahasa Indonesia

Sistem hukum di Indonesia masih dapat dikatakan muda dibandingkan dengan

sistem hukum di Inggris atau Amerika. Bahasa Inggris hukum sudah mempunyai

tradisi yang sudah panjang sehingga proses intelektualisasinya pun lebih lama

terjadi. Akibatnya, banyak istilah yang sudah sangat terspesialisasi, misalnya

“lampiran” dalam bahasa Inggris dapat berbentuk attachment, schedule, annex dan

exhibit. Demikian pula dalam bahasa Inggris ada law, statutes, regulation, rules,

Page 163: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

153

bylaw, decree, decision, order, judgement, injuction dan lain sebagainya,

sedangkan dalam bahasa Indonesia hanya ada hukum, undang-undang, peraturan,

aturan, keputusan, perintah dan penetapan (Rahayuningsih, 2006: 12).

Selain itu dalam bahasa Indonesia belum ada pengunaan istilah yang baku untuk

suatu konsep hukum yang sama. Penyusunan undang-undang dan peraturan oleh

instansi pemerintah yang berlainan tanpa adanya konsultasi satu sama lain

menyebabkan berbagai peraturan tidak hanya bertentangan satu sama lain tetapi

juga menggunakan istilah berbeda meskipun yang dimaksudkan adalah sama, atau

sebaliknya seringkali digunakan isyilah yang sama meskipun maksudnya berbeda.

Misalnya saja undang-undang tentang Perseroan Terbatas mengunakan istilah

“penggabungan dan pengambilalihan” untuk “merger” dan “acquisition”,

sedangkan peraturan perundangan petrbankan atau perpajakan menggunakan istilah

“merger dan akuisisi: untuk “merger” dan “acquisition”. Sebaliknya, istilah “wali

amanat” digunakan baik dalam peraturan penanaman modal maupun peraturan

tentang Badan Hukum Milik Negara namun maknanya berlainan. Hal ini dapat

menimbulkan kebingungan penerjemah mengenai istilah yang tepat yang harus

digunakannya. Tidak adanya kamus istilah hukum yang baik dan lengkap di

Indonesia seperti misalnya kamus Black’s Law di Amerika turut menyulitkan

penerjemahan teks hukum di Indonesia.

SOLUSI PENERJEMAHAN BIDANG HUKUM

1. Penerjemahan konsekutif

a. Bersikap proaktif terhadap klien

Penerjemah yang bekerja untuk mendampingi saksi atau tersangka harus

mempersiapkan diri dengan sebaik mungkin. Hal utama yang harus dilakukannya

adalah mendalami materi pendukung persidangan dengan mempelajari peraturan

perundangan dan istilah-istilah bidang hukum yang terkait dalam perkara yang

ditanganinya (baca: diterjemahkan). Ia harus juga membaca berita acara

penyidikan untuk mendapatkan gambaran tentang keterangan atau kesaksian yang

kelak akan diterjemahkannya. Bahkan obrolan warung kopi dengan klien, yakni

saksi atau tersangka, sebelum persidangan akan sangat membantu untuk breaking

Page 164: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

154

the ice dan mendapatkan informasi tambahan. Penerjemah harus proaktif atau

bersifat ‘menejmput bola’ dalam mencari input bagi pekerjaannya. Sifat yang

seperti ini juga akan menentukan kelangsungan karirnya sebagai penerjemah, atau

lebih tepatnya interpreter, di masa mendatang.

b. Menjaga kesehatan melalui pola hidup

Sebagai wujud profesionalismenya, tak jarang seorang penerjemah harus bekerja

hingga larut malam. Hal ini akan rentan menimbulkan gangguan kesehatan.

Gangguan kesehatan sekecil apapun akan sangat mengganggu konsentrasi

penerjemah saat bekerja dalam sebuah persidangan. Apalagi jadwal persidangan

di Indonesia sering kali molor hingga berjam-jam. Penyidikan juga dapat

berlangsung lama dan melelahkan dan kadang-kadang bisa berlangsung selama 24

jam. Oleh karena itu, pola hidup sehat berbekal makanan dengan gizi seimbang

dan olah raga akan sangat membantu stamina penerjemah dalam bekerja.

2. Penerjemahan tertulis

a. Mencari padanan fungsional (atau kerap dikenal dengan padana budaya) dari kata

atau frasa yang digunakan.

Contoh:

banding = appeal to the High Court

kasasi = appeal to the Supreme Court

b. Memeriksa peraturan yang berlaku yang relevan dengan bidang yang

diterjemahkan untuk mengetahui istilah yang biasa digunakan dalam bidang

tersebut (Rahayuningsih, 2006: 14).

Contoh:

prenuptial agreement = perjanjian pemisahan harta

(Kitab Undang-undang Hukum Perdata)

prenuptial agreement = perjanjian pra-nikah

(Undang-undang Perkawinan)

c. Membuat catatan istilah sendiri sebagai bahan acuan di masa datang. Perlu

diketahui, istilah-istilah dalam kamus hukum seperti Black’s Law misalnya,

seringkali tidak bisa dipakai secara langsung tanpa memahami konteks budaya

teks hukumnya; penerjemah sering kali baru mendapatkan dan memahami

Page 165: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

155

konteks tersebut melalui persidangan secara tak terduga. Tak heran catatan istilah

yang kita buat sendiri itu akan sangat membantu.

d. Melengkapi diri tidak hanya dengan kamus bidang hukum saja tetapi juga kamus

bidang khusus lain yang menunjang, misalnya bidang asuransi, perbankan,

investasi, dan ekonomi, baik jenis yang eka bahasa maupun dwi bahasa.

e. Berdiskusi atau bertukar pendapat dengan rekan penerjemah lainnya, terutama

dengan mereka yang memiliki jam terbang lebih banyak.

PENUTUP

Dengan latar belakang di atas, penerjemahan teks hukum tidaklah mudah. Teks hukum

memiliki registernya sendiri. Apalagi teks hukum banyak dipengaruhi oleh bahasa Latin,

Prancis, dan Belanda. Kenyataan klasik dalam penerjemahan bidang hukum adalah: 1.

pengacara adalah orang yang ahli dalam bidang hukum tetapi bukanlah seorang ahli

bahasa.; 2 penerjemah adalah orang yang ahli dalam bidang bahasa tetapi bukanlah

seorang ahli hukum. Baik pengacara dan penerjemah memiliki kualifikasi profesi yang

berbeda.

Untuk menyiasati kelemahan dari kenyataan di atas maka kita membutuhkan kualifikasi

penerjemah bersumpah. Penerjemah bersumpah adalah penerjemah yang sudah mendapat

sertifikasi resmi dari Gubernur DKI Jakarta. Penguasaan bidang hukum menjadi syarat

mutlak dalam ujian sertifikasi penerjemah bersumpah.

DAFTAR PUSTAKA

Garner, Bryan A. 1999. Black’s Law Dictionary. New Pocket Edition. Texas: West Law

Publishing.

Good, C. Edward. 1989. Mightier Than the Sword. Charlottesville.

Hatim, Basil dan Ian Mason. 1992. Discourse and the Translator. London: Longman.

Hatim, Basil dan Ian Mason. 1997. The Translator as Communicator. London: Routledge.

Hoed, Benny H. 2006. Teori dan Masalah Penerjemahan. Sebuah Pengantar Ringkas.

Jakarta: ProDC.

Page 166: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

156

Hoed, Benny H., Tresnati S. Solichin, dan Rochayah M. 1993. Pengetahuan Dasar

Tentang Penerjemahan. Jakarta: Pusat Penerjemahan FSUI.

Kahaner, Steven. 2003. “Issues in Legal Translation” dalam the Association of Language

Companies.

Larson, Mildred L. 1989. Meaning Based Translation, A Guide to Cross-language

Equivalence. Terj. Kencanawati Taniran. Jakarta: Penerbit Arcan.

Machali, Rochayah. 2009. Pedoman bagi Penerjemah. Bandung: Mizan Pustaka.

Mann, Richard A. dan Barry S. Roberts. 1999. Business Law and the Regulation of

Business. Boston: West Publisher.

Rahayuningsih. 2006. Penerjemah Sebagai Mitra Praktisi dan Penegak Hukum. Makalah

Legal Translation Training. Jakarta: ProDC

Renkema, Jan. 2004. Introduction to Doscourse Study. Amsterdam/Philadelphia: John

Benjamin Publishing Company.

Stephen, Cheryl. 1990. What is Really Wrong with Legal Language?,

http://www.plainlanguagenetwork.org/legal/wills.html. Diakses 11 Januari 2013.

Tiersma, Peter M. 1999. Legal Language. London: The University of Chicago Press.

Page 167: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

157

PEMBELAJARAN –ING FORM MELALUI STRATEGI ANALITIK

DAN SINTETIK

Kurnia Idawati

Sastra Inggris – Fakultas Sastra

[email protected]

ABSTRACT

In studying -ing form, learners quite apparently experienced a lot of difficulties to

distinguish –ing form functions, both structurally and characteristically based on word-

class in a sentence, alongside with their meaning and usefulness. Seen from the word-class

category, understanding -ing form as a verb to form the progressive aspect, verbal noun

(gerund), verbal adjective, even adverb, is not easy for the learners because they are also

required to understand correct sentence structure (syntax) and sentence patterns. To

accommodate this learning, we need learning strategies that can enhance existing

knowledge by reformulating it into better shape, and create new knowledge based on facts

obtained. Increased knowledge was referred to as the analytic strategy, and the creation of

new knowledge is referred to as a synthetic strategy. Analytic learning involves learning

methods so called explanation-based learning (examples and specifications guided) and

constructive deduction (deductive generalization and abstraction). Whereas in synthetic

learning there are two methods, i.e. empirical inductive learning (empirical

generalizations) and constructive induction (generalization based knowledge)

Keywords:-ing form, synthetic, analytical, induction, deduction

PENDAHULUAN

Berdasarkan pendapat umum di kalangan mahasiswa yang belajar bahasa Inggris,

grammar merupakan matakuliah yang tidak mudah. English grammar atau

gramatika/tatabahasa Inggris dipahami sebagai materi yang rumit dan sulit sehingga

diperlukan konsentrasi dan latihan yang intens untuk bisa memahaminya, terutama terkait

pada pembelajaran bahasa meta (metalanguage) dan deskripsi grammar secara eksplisit.

Murcia dan Freeman (1999) menyarankan agar pengajaran grammar dilakukan secara

implisit dalam membantu pembelajar (mahasiswa) untuk dapat menggunakan tatabahasa

Inggris secara akurat, bermakna, dan tepat sehingga grammar menjadi sebuah skill atau

keterampilan, bukan sebagai pengetahuan belaka. Namun pengajaran grammar secara

eksplisit betapapun diperlukan karena kognisi dan gaya belajar pembelajar bervariasi,

dengan catatan bahwa informasi gramatikal yang eksplisit haruslah merupakan alat untuk

mencapai tujuan, bukan sebagai tujuan itu sendiri. Akan menjadi percuma bila pembelajar

hanya mampu mengingat aturan tatabahasa tetapi gagal menggunakannya dalam konteks

aplikasi.

Grammar merupakan background knowledge sekaligus background skill untuk semua

keterampilan berbahasa Inggris, mulai dari listening, speaking, reading hingga writing.

Sebagai contoh, kemampuan memahami ujaran dalam keterampilan listening (decode) dan

Page 168: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

158

meresponnya (encode) tidak akan terjadi jika yang bersangkutan tidak memiliki

pengetahuan dan kemampuan menggunakan grammatika bahasa. Maka pembelajaran

grammatika yang berhasil guna selalu menjadi bahan penelitian yang terus dilakukan.

Dalam kasus pembelajaran –ing form, banyak kesulitan yang dialami para pembelajar

untuk membedakan fungsi-fungsinya, baik secara struktural dan kelas katanya dalam

kalimat, makna maupun kegunaannya. Dilihat dari kategori kelas kata, memahami –ing

form sebagai verba untuk progressive aspect, verbal noun (gerund), dan verbal adjective

bukanlah hal yang mudah bagi pembelajar karena dari mereka juga dituntut untuk

memahami struktur kalimat (sintaksis) dengan pola-pola kalimat (sentence patterns) yang

berterima. Pada akhirnya, menyitir pendapat Yule (1998), grammar merupakan

seperangkat konstruksi atau bangunan yang di dalamnya perbedaan dalam bentuk (form)

dapat dijelaskan berdasarkan perbedaan dalam makna konseptual atau penafsiran dalam

konteks. Jadi, kerangka analisisnya merupakan sesuatu yang di dalamnya bentuk, makna,

dan kegunaan dipandang sebagai aspek-aspek yang saling berhubungan dari apa

sesungguhnya yang diketahui oleh pengguna bahasa saat mereka mengetahui suatu

konstruksi grammar.

Mengakomodasi pendapat ini, maka diperlukan suatu strategi belajar yang dapat

meningkatkan pengetahuan yang telah dimiliki dengan mereformulasi pengetahuan itu ke

bentuk yang lebih baik, dan menciptakan pengetahuan baru berdasarkan fakta-fakta yang

diperoleh. Peningkatan pengetahuan itu disebut sebagai strategi analitik, sedangkan

penciptaan pengetahuan baru disebut sebagai strategi sintetik. Pada strategi analitik,

masalah yang ingin diselesaikan perlu dipecah-pecah hingga jelas hubungan antara bagian-

bagian yang belum diketahui dengan yang sudah diketahui. Dimulai dengan langkah dari

hal yang tidak diketahui, dicari langkah-langkah selanjutnya yang mengaitkan hal yang

belum diketahui hingga sampai ke hal yang sudah diketahui. Urutan langkah itu akhirnya

mendapatkan apa yang dikehendaki. Sementara pada strategi sintetik pembahasan mulai

dari yang diketahui ke yang diketahui langkah-langkah secara berurut, ditempuh dengan

mengkaitkan hal yang diketahui dengan hal-hal lain yang diperlukan dan tidak diketahui

dari soal, hingga akhirnya apa yang tidak dicari dapat ditemukan (Rusefendi, 1988).

Terpisah dari soal strategi belajar analitik dan sintetik di atas, dikenal juga istilah cara

berfikir analitik dan cara berfikir sintetik. Berfikir analitik berarti berfikir rinci yaitu

sebuah proses yang secara konseptual memecah suatu masalah atau kasus atau persoalan

yang ingin dipahami menjadi bagian-bagiannya secara terpisah. Di sisi lain, berfikir

sintetik merupakan kebalikan dari cara berfikir analitik, yaitu proses memadukan dan

menggabungkan bagian-bagian untuk menghasilkan satu kesatuan yang utuh. Dengan

menggabungkan bagian-bagian ide, misalnya, maka akan didapat sesuatu (ide baru) yang

sebelumnya tidak terfikirkan jika tetap dalam keadaan terpisah. Konsep analitik-sintetik ini

dalam arti kamus pun sama. The American Heritage® Science Dictionary (2005)

menyebutkan: “analytic – using or skilled in using analysis (i.e., separating a whole—

intellectual or substantial—into its element parts or basic principles); synthetic – involving

or of the nature of synthesis (combining separate elements to form a coherence whole)”.

Page 169: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

159

Bisa disimpulkan di sini, analitik dimulai dari yang umum ke yang khusus, dari yang besar

ke yang kecil-kecil, dari yang general ke yang detail, dari definisi ke penjelasan-

penjelasannya. Maka proses berfikirnya adalah deduktif. Sementara sintetik berlaku

sebaliknya, fakta-fakta digunakan untuk mencapai definisi sehingga disebut sebagai proses

berfikir induktif.

Strategi memahami (belajar) maupun berfikir secara analitik dan sintetik pada prinsipnya

adalah sama. Jika persoalan yang ingin dipelajari adalah –ing form, maka prinsip belajar

yang di dalamnya ada proses kognitif (berfikir), akan memunculkan pertanyaan, seperti

apakah penyajian materi –ing form dalam model analitik dan sintetik itu.

TINJAUAN PUSTAKA

Menurut Immanuel Kant (dalam DeJong, http://axiom.vu.nl/cmsone/DeJong.pdf), analitik

dan sintetik adalah dua cara untuk mengetahui ilmu pengetahuan yang disebutnya sebagai

two types of cognition. Yang pertama berdasarkan akal sehat (reasoning) sehingga disebut

a priori, dan yang kedua, pengetahuan yang harus berdasarkan data empiris, disebut a

posteriori. Leibniz menyebutnya perbedaan antara kebenaran berdasarkan akal sehat dan

kebenaran berdasarkan fakta serta Hume yang menyebutnya sebagai perbedaan antara

relasi pemikiran dan fakta-fakta lapangan.

Dalam filsafat dan sains modern analitik dipahami sebagai metode regresif (bersifat

mundur) dan sintetik sebagai metode komposit (gabungan dari beberapa elemen/unsur)

atau progresif. Perbedaan ini ditafsirkan utamanya mengacu pada arah. Analitik bergerak

dari yang spesifik atau lebih khusus ke arah yang lebih universal, dari keseluruhan ke

bagian-bagiannya dan dari konsekuensi atau akibat ke penyebab-penyebabnya. Sebaliknya,

sintetik bergerak ke arah yang berlawanan. Sintetik bergerak dari penyebab-penyebab ke

akibat atau konsekuensi, dari yang sederhana (bagian-bagian) ke yang lebih kompleks

(keseluruhan) dan dari yang umum ke yang lebih khusus (individual) (DeJong, ibid).

Dalam proses belajar dikenal istilah analytic and synthetic strategies. Strategi belajar

analitik dan sintetik ini dikategorikan sebagai strategi belajar tingkat tinggi karena tujuan

dari strategi ini adalah meningkatkan pengetahuan yang telah dimiliki dengan

mereformulasi pengetahuan tersebut ke bentuk yang lebih baik dengan proses deduksi

(analitik); dan menciptakan pengetahuan baru berdasarkan masukan fakta-fakta melalui

proses induksi dan analogi (sintetik). Secara spesifik, Michalski (1993) mengatakan bahwa

pembelajaran analitik terkait pada suatu analisis masukan informasi berdasarkan

pengetahuan yang relevan yang telah dimiliki pembelajar sebelumnya dan kemudian

penciptaan pengetahuan yang diinginkan berdasarkan analisis ini. Proses inferensi

(menyimpulkan) yang berlangsung adalah deduktif.

Dalam prakteknya, pembelajaran analitik melibatkan metode belajar explanation-based

learning (EBL) (Mitchell dkk., 1986; DeJong dan Mooney, 1986). Penerapan EBL diawali

Page 170: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

160

dengan pemberian suatu contoh dari sebuah konsep. Pembelajar pertama-tama diminta

menjelaskan sebagai sebuah pembuktian yang menunjukkan bahwa contoh tersebut

memang merupakan sebuah contoh dari konsep tersebut. Definisi konsep yang abstrak

diasumsikan telah diketahui oleh pembelajar secara a priori dan ini yang disebut sebagai

latar belakang pengetahuan (background knowledge) yang dimiliki pembelajar. Struktur

penjelasan yang dihasilkan pembelajar kemudian digunakan untuk menciptakan sebuah

reformulasi definisi konsep sehingga menjadi lebih operasional untuk mengklasifikasi

contoh-contoh berikutnya.

Metode belajar yang lain dari pembelajaran analitik ini adalah constructive deduction.

Bentuk ini menggunakan latar belakang pengetahuan untuk mentransformasi masukan

informasi secara deduktif ke gambaran yang lebih abstrak atau gambaran yang lebih umum

atau kedua-duanya. Menciptakan deskripsi yang lebih abstrak disebut sebagai abstraksi;

sedangkan menciptakan deskripsi yang lebih umum dengan cara deduksi disebut

generalisasi deduktif. Abstraksi sebenarnya adalah menyederhanakan bahasa yang lebih

rinci ke bahasa yang tidak rinci, misalnya “Komputer tabletku menggunakan sistem

operasi Jelly Bean Android 4.2” menjadi “Komputer tabletku lebih responsif”. Sedangkan

kalimat “Alex tinggal di Bandung, Jawa Barat” menjadi Alex tinggal di Indonesia”, adalah

bentuk generalisasi deduktif karena lokasi tempat tinggal Alex diperluas.

Michalski (1993) kemudian menjelaskan pembelajaran sintetik sebagai sebuah cara

menciptakan pengetahuan yang diinginkan dengan memformulasi dugaan terhadap

(menghipotesis) pengetahuan yang diinginkan itu melalui penyimpulan (inferensi) induktif.

Meskipun inferensi utamanya adalah induktif, proses belajar sintetik selalu melibatkan

beberapa inferensi deduktif (yakni untuk menguji apakah sebuah dugaan (hipotesis) yang

dihasilkan dapat mendalilkan sebuah observasi). Induksi merupakan sebuah proses yang

berlawanan dengan deduksi. Deduksi adalah sebuah bentukan baru (derivative) dari

konsekuensi-konsekuensi premis (anggapan dasar) yang diberikan, sementara induksi

merupakan proses menghipotesis premis yang melibatkan konsekuensi-konsekuensi.

Michalski menggarisbawahi bahwa strict deduction is truth-preserving, and strict

induction is falsity-preserving.

Ada dua metode pembelajaran sintetik, yaitu empirical inductive learning (pembelajaran

induktif empiris) dan constructive induction (induksi membangun). Empirical inductive

learning tidak terlalu memerlukan background knowledge dan tidak memadai untuk

membangun struktur penjelas bagi pengamatan yang dilakukan. Pembelajar hanya

menggeneralisasi contoh-contoh yang diamati untuk menciptakan deskripsi yang ajeg dan

lengkap tentang contoh-contoh tersebut berdasarkan konsep yang digunakan dalam

menggambarkan pengamatan-pengamatan yang saling berhubungan. Penggambaran itu

mengimplikasikan fakta-fakta yang terobservasi, dan dengan demikian, dapat dipandang

sebagai hipotesis penjelas (generalisasi atau penjelasan empiris). Pernyataan yang

dihasilkan dari induksi empiris biasanya bukan berupa penjelasan sebab-akibat, karena

hubungannya bukan sebab-akibat melainkan korelasi. Pernyataan seperti itu umumnya

Page 171: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

161

digunakan dalam penalaran sehari-hari, misalnya ada orang yang bertanya “Mengapa meja

tennis berwarna hijau?” maka jawabannya mungkin “Semua meja tennis berwarna hijau.”

Jawaban ini bukanlah penjelasan yang sesungguhnya, tetapi orang memberikan jawaban

itu sebagai “penjelasan”.

Dalam constructive induction, pembelajar menggunakan ranah latar belakang pengetahuan

yang dependen maupun yang independen untuk menghipotesis konsep dan/atau hubungan

yang mencirikan fakta-fakta yang di-input. Konsep-konsep yang dihipotesis dapat

merupakan generalisasi dan juga dapat merupakan penjelasan sebab-akibat dari fakta-fakta

tersebut, atau dapat menjadi spesialisasi dari pengetahuan yang diperoleh. Jika latar

belakang pengetahuan yang digunakan melibatkan ketergantungan sebab-akibat yang bisa

ditelusuri ke belakang, maka hipotesis yang dihasilkan menyediakan penjelasan sebab-

akibat dari yang diamati. Jika input-nya adalah pengetahuan umum, bukan fakta-fakta yang

spesifik, maka constructive induction melibatkan penggunaan latar belakang pengetahuan

untuk menghipotesis pengetahuan yang tingkatnya lebih rendah atau lebih spesifik (yang

berimplikasi ke pengetahuan yang lebih umum). Sebagai ilustrasi untuk yang terakhir ini,

misalnya ada masukan informasi bahwa bunga azalea bisa tumbuh di Bandung. Dari

pengetahuan umum tersebut, orang dapat membuat hipotesis bahwa bunga azalea bisa juga

tumbuh di Lembang. Jenis penalaran ini disebut inductive specialization (Michalski dkk,

1989).

Secara umum, constructive induction adalah penalaran yang bergerak ke belakang dan/atau

ke depan menelusuri aturan ranah independen tertentu (aturan generalisasi), dan/atau

aturan ranah dependen (mengekspresikan ranah pengetahuan), sehingga hasilnya adalah

sebuah hipotesis yang bersama dengan background knowledge melibatkan input awal.

Dengan demikian constructive induction dapat dipandang sebagai bentuk penyimpulan

induksi yang paling umum yang melibatkan generalisasi empiris dan abduction, yaitu

proses menelusuri ke belakang untuk menemukan atau membentuk hipotesis atau teori

yang mungkin bisa menjelaskan sebuah fakta atau sebuah observasi dengan mengikuti dan

menemukan tanda-tanda atau ciri-ciri untuk membangun penalaran terhadap sesuatu yang

telah diketahui (Patokorpi, 2007). Contoh constructive induction adalah misalnya orang

meyakini bahwa seseorang yang well-organized menyiratkan kemampuan untuk datang

menghadiri rapat-rapat secara tepat waktu. Jika orang mengamati pak Amir datang ke

beberapa rapat dengan tepat waktu, maka orang itu dapat berhipotesis secara konstruktif

bahwa pak Amir adalah orang yang well-organized.

Batasan umum pembelajaran induksi (empiris ataupun konstruktif) adalah bahwa

pembelajaran ini menghasilkan hipotesis yang mungkin saja tidak benar, karena induksi

umumnya bukan a truth-preserving inference (penyimpulan yang mengekalkan sesuatu

pasti benar). Meskipun fakta-fakta yang di-input semuanya benar, generalisasi yang

dihasilkan mungkin tidak benar. Di sisi lain, pembelajaran analitik, jika ia didasarkan atas

deduksi yang ketat, menjamin pengetahuan yang ditingkatkan akan benar.

Page 172: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

162

Keseimbangan tertentu antara metode sintetik (induktif) dan metode analitik (deduktif)

adalah bahwa pembelajaran analitik menghasilkan pengetahuan yang benar sepanjang

pengetahuan awal si pembelajar (yang dirangkai ke sistem, atau yang diurai dari kasus-

kasus) juga benar dan lengkap. Jika pengetahuan awalnya salah atau tidak lengkap, maka

hasilnya juga tidak benar. Di pihak lain, pembelajaran induktif empiris bisa menghasilkan

luaran yang dapat dibuktikan sebagai benar jika fakta-fakta atau contoh-contoh yang di-

input benar dan lengkap. Michalski (1993).

Berdasarkan pendekatan belajar kognitivisme, sesungguhnya proses belajar dipandang

sebagai suatu bentukan derivatif pengetahuan yang dikehendaki dari informasi yang di-

input. Bagaimana si pembelajar memperoleh pengetahuan tergantung pada cara apa yang

paling efektif mendayagunakan informasi yang tersedia dan pengetahuan yang telah

dimiliki si pembelajar sebelumnya. Ketika orang harus bernalar untuk menjawab suatu

pertanyaan, sesungguhnya dia menggunakan pengetahuan yang paling mudah dia peroleh

atau tersedia. Misalnya, saat orang memiliki pilihan sumber pengetahuan, mereka

mengandalkan pengetahuan pribadi mereka ketimbang pengetahuan yang diberikan kepada

mereka secara eksternal. Oleh sebab itulah maka proses belajar melibatkan tiga unsur yang

saling berhubungan seperti sebuah segitiga yaitu latar belakang pengetahuan yang telah

dimiliki (background knowledge), masukan informasi (input information), dan tugas

belajar yang ingin dicapai (learning task) (Brown, 2000).

Penelitian yang berhubungan dengan konsep analitik dan sintetik di antaranya dilakukan

pada bidang studi matematika di sekolah menengah

(http://jurnal.upi/penelitianpendidikan/view/ 54pembelajaran-analitik-sintetik-untuk-

meningkatkan-kemampuan-berfikir-kritis-dan-kreatif.pdf), metode struktural analitik

sintetik pada peningkatan keterampilan membaca permulaan

(http://eprints.uny.ac.id/5935/),

(http://jurnal.fkip.uns.ac.id/index.php/pgsdkebumen/article/view/256), dan penelitian

tentang analytic phonic dan synthetic phonic pada pembelajaran membaca awal pada anak-

anak (http://www.pearsonphonics.co.uk/AssetsLibrary/General/ Evaluationof

ClackStudy.pdf).

DESAIN DAN METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan sebuah kajian pustaka yang mengeksplorasi konsep analitik dan

sintetik dalam konteks proses belajar. Data yang digunakan adalah data kualitatif untuk

mendeskripsikan pembelajaran –ing form berlandaskan model analitik dan sintetik yang

diramu dari berbagai sumber: buku-buku, jurnal dan makalah dalam bentuk hardcopy

maupun softcopy, dari perpustakaan maupun internet.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Page 173: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

163

-Ing Form

Dalam sejarah bahasa Inggris, -ing form untuk participle dan gerund memiliki bentuk dan

fungsi-fungsi yang berbeda. Pada jaman Old English, participle benar-benar verbal dan

berakhiran –ende yang kemudian menjadi –inde. –ing yang secara etimologis tidak ada

hubungannya dengan –ende dan –inde, merupakan akhiran yang hanya digunakan untuk

nouns of action. Sampai pertengahan abad ke-14 gerund belum muncul. Pada abad ini,

participle diujarkan dan ditulis –inge, dan digabung dengan bentuk

gerund.(http://homepage.ntu.edu.tw/ karchung/pubs/ contradiction. pdf) Kedua bentuk

itu dalam perjalanan waktu, menyatu menjadi –ing, dan penyatuan ini telah menimbulkan

kebingungan dalam banyak paparan gramatika kontemporer.

-Ing form adalah pembentukan kata secara morfologis dari verb dan suffix (inflection) –ing.

Dalam berbagai penggunaannya, -ing form ini demikian rumit untuk dipahami mahasiswa.

Berbagai macam fungsinya dalam kalimat cukup memusingkan dan sulit untuk dibedakan

satu dengan yang lainnya. Meskipun batasan kategorinya sering tampak samar, perbedaan

fungsi –ing form dibagi sebagai berikut:

a. sebagai verb (present participle) dalam progressive aspect:

They are fishing.

b. sebagai verbal noun (gerund):

Reading is my most beneficial activity.

c. sebagai adjektive atau verbal adjektive (present participle):

The running water provided a picturesque view.

d. sebagai adverb (present participle):

The bull came running towards the rodeo clown.

e. sebagai noun asli:

The building was on fire.

f. sebagai preposition (kata depan):

The board had discussed an issue regarding the complaints from the customers.

Bagian (e) dan (f) di atas tidak dibahas karena kedua hal tersebut representasinya tidak

banyak. Disamping itu, tidak termasuk yang perlu dipelajari baik berdasarkan silabus

pembelajaran grammar untuk mahasiswa maupun dalam student book “Understanding and

Using English Grammar” oleh Betty Schrampfer Azar (1999) yang digunakan oleh para

mahasiswa, paling tidak, sampai saat ini. Pada buku pegangan mahasiswa tersebut, -ing

form disajikan dalam beberapa topik bahasan yang berbeda secara tidak

berkesinambungan. Azar menempatkan –ing form ke dalam beberapa topik bahasan,

seperti Tenses, Gerund and Infinitive, dan Passive Voice yang di dalamnya dibahas stative

passive (adjectival past participle) dan mengkontraskannya dengan -ing form sebagai

adjectival present participle. –ing form dalam bab tenses (progressive aspect) dalam buku

Page 174: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

164

Azar tersebut dipelajari mahasiswa pada semester pertama. –ing form sebagai gerund dan

adjectival present participle dan reduced forms of adjective clauses dipelajari pada

semester tiga, dan yang berfungsi sebagai adverbial pada bab reduced forms of adverb

clauses dipelajari pada semester empat. Topik-topik tersebut dibahas secara terpisah dan

tidak berurutan sehingga para mahasiswa tidak menguasai konsep –ing form secara utuh

dan menyeluruh.

-ing form yang tidak digunakan sebagai verb asli disebut sebagai verbals, untuk

menunjukkan bahwa meskipun –ing form tersebut berfungsi sebagai noun (gerund),

adjektive dan adverb (present participle), tetap memiliki sifat atau makna verb karena jika

–ing form itu berasal dari transitive verb, ia dapat diikuti oleh objeknya seperti dalam

kalimat “Finding a needle in a haystack would be easier than what we’re trying to do”

untuk contoh gerund. Sedangkan yang berfungsi sebagai adjektive dapat dilihat dalam

penggunaannya secara attributive: “Instead, she began to create paintings filled with

disturbing images (meaning: images which is disturbing)”.

(http://www.csun.edu/ bashforth/305_PDF_Grammar/Verbals_Gerunds&Participles

Perdupdf), dan secara predicative: “His life has been interesting” atau post-nominal

predicative: “Marshall has made life interesting.” (Celce-Murcia, 1999)

Tujuan utama strategi pembelajaran secara analitik dan sintetik ini adalah agar mahasiswa

dapat mengidentifikasi perbedaan fungsi –ing form ke dalam empat kategori di atas, yaitu

sebagai verb, noun, adjektive, dan adverb dan menggunakannya dalam kalimat.

Pembahasan –ing form yang dikemukakan dalam penelitian ini hanya berupa materi

permulaan. Pembahasan –ing form lebih dalam dapat dilakukan dengan menjadikan

pembelajaran dengan strategi analitik dan sintetik di bawah ini sebagai model.

Pembelajaran –ing Form dengan Strategi Analitik

1. Explanation-based Learning

Page 175: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

165

Pengajar memulai penyampaian dengan langsung memberikan atau menuliskan kalimat-

kalimat yang bermuatan –ing form dengan maksud memberi gambaran familiar tentang

penggunaannya.

Have you ever written or read sentences containing VERB + -ING? Consider these

sentences:

a) Aisha was riding her bike when suddenly its chain stopped moving.

b) A cracking sound of the chain scared Aisha into calling out her mom.

c) Not knowing what to do, she got off from the bike and called out her mom again.

d) She came running to her mom and started to cry.

e) At the moment, riding a bike was not fun anymore for her.

f) In general, however, Aisha likes riding a bike.

Pengajar kemudian menjelaskan masing-masing –ing form berdasarkan kalimat-kalimat di

atas dengan menganalisis posisi –ing form dalam kaitannya dengan struktur kalimatnya.

a) –ing form dalam kalimat “Aisha was riding her bike” berfungsi sebagai verb.

Digunakan bersama dengan auxiliary verb be, ia menunjukkan kala (tense) dan aspek

progresif (progressive aspect), dan verb itu disebut sebagai present participle;

sedangkan –ing form dalam klausa “when suddenly its chain stopped moving” adalah

gerund yang berlaku sebagai noun yang dalam hubungannya dengan verb ‘stopped’

adalah sebagai objek.

b) –ing form dalam “a cracking sound” berlaku sebagai adjektive karena ia menjelaskan

noun ‘sound’. –ing form ini disebut juga sebagai present participle. Sedangkan –ing

form dalam “into calling out her mom” disebut sebagai gerund (noun) karena

posisinya sebagai objek preposisi ‘into’ (jika diperlukan, pembelajar diingatkan bahwa

secara struktural, kelas kata setelah /yang mengikuti preposisi adalah noun.

c) –ing form dalam “Not knowing what to do” harus dilihat dalam kaitannya dengan

klausa independen “she got off from the bike and called out her mom again”. –ing form

phrase tersebut adalah bentuk reduction dari “Because she did not know what to do”

yang merupakan adverb clause of reason, maka bentuk reduction itu tetap berlaku

sebagai adverb dan masih tetap disebut sebagai present participle.

d) –ing form dalam “came running” adalah present participle yang digunakan sebagai

adverb, berfungsi sebagai keterangan cara/penjelas bagi verb came.

Page 176: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

166

e) –ing form dalam “riding a bike was not fun anymore for her” adalah gerund karena

‘riding a bike’ adalah subjek dalam kalimat secara keseluruhan. Namun di dalam

subjek itu ‘riding’ diikuti oleh objek noun ‘a bike’. Maka gerund itu sesungguhnya

noun yang masih memiliki karakter verb sehingga ia disebut juga sebagai verbal noun.

Hal yang sama berlaku untuk kalimat e), hanya saja ‘riding a bike’ dalam kalimat e)

menduduki posisi sebagai objek.

Pembelajaran berlandaskan penjelasan ini bersifat aksiomatik karena dari contoh kalimat-

kalimat tentang –ing form, ditarik penalaran deduktif ke ranah teori.

2. Generalisasi Deduktif

Tahap berikutnya pengajar memberikan lagi beberapa contoh kalimat lain mengacu skema

di atas, misalnya:

They were fishing at a bank of the river.

I am writing another love story novel.

We have been waiting for a talk show on TV.

Berdasarkan contoh tiga kalimat di atas, pembelajar diminta melakukan generalisasi

deduktif tentang fungsi –ing form yang menghasilkan pernyataan yang lebih umum seperti

sebuah definisi dan diminta menjelaskan sebagai sebuah pembuktian yang menunjukkan

bahwa contoh itu memang seperti apa yang didefinisikan. Generalisasi itu dapat saja

berbunyi seperti ini: “bahwa -ing form dalam contoh adalah present participle yang

berfungsi sebagai verb karena ia digunakan bersama dengan verb auxiliaries (were, am,

dan have been) dan menunjukkan tenses past progressive, present progressive, dan present

perfect progressive”. Definisi konsep tenses diasumsikan telah diketahui oleh pembelajar

yang digunakan untuk menciptakan reformulasi definisi di atas, sehingga pembelajar dapat

meng-operasional-kan definisi itu untuk membuat kalimat-kalimat lain dengan aspect yang

sama tapi tense yang berbeda, misalnya membuat kalimat dengan future tense.

Selanjutnya generalisasi deduktif yang sama dilakukan terhadap kalimat-kalimat

berikutnya seperti di bawah ini

We had an exciting moment at that time.

Page 177: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

167

Instead, she began to create disturbing sounds.

Maka generalisasi deduktif menjadi: “-ing form dalam contoh di atas adalah present

participle yang berfungsi sebagai adjective karena ia digunakan untuk menjelaskan

(modify) noun yang ditempatkan setelahnya, sehingga running water bermakna the water

which is running, exciting moment bermakna the moment which is exciting dan disturbing

sounds bermakna the sounds which are disturbing. Berdasarkan generalisasi itu,

pembelajar diminta untuk membuat kalimat lain dengan tujuan agar pengetahuannya

tentang –ing form sebagai adjective menjadi lebih baik.

Mengacu kepada dua cara di atas, pembelajar diharapkan secara mandiri dapat melakukan

generalisasi deduktif untuk tiga kategori fungsi –ing form di bawah ini dan seterusnya.

I talked to him without knowing he was the head of the department.

Working diligently on his paper, John began to type up the bibliography.

The sunshine came streaming through the window. (Hornby, 1982)

Reading adventure novels is my most beneficial activity.

3. Abstraksi

Pada bagian ini pengajar menyederhanakan bahasa yang kompleks menjadi sederhana

tanpa menghilangkan entitas yang dimaksud. Sebagai contoh, dalam memahami konsep

gerund, definisi yang disajikan dalam bahasa yang operasional dapat dengan mudah

dipahami jika digunakan langsung bersama contohnya. Berikut ini definisi gerund yang

kompleks:

“A gerund behaves as a verb within a phrase (so that it may be modified by an adverb

or have an object); but the resulting phrase as a whole (sometimes consisting of only

one word, the gerund itself) functions as a noun within the larger sentence”.

Konsep itu disederhanakan menjadi:

Page 178: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

168

“Consider the sentence ‘Eating this cake is easy’. Here the gerund is the verb eating,

which takes an object this cake. The entire phrase eating this cake is then used as a

noun, which in this case serves as the subject of the larger sentence.”

Konsep di atas lebih konkrit karena langsung digunakan dalam konteks kalimat yang

sederhana sehingga pembelajar lebih mudah memahaminya.

Sekarang giliran pembelajar melakukan abstraksi dengan cara seperti di atas (bila perlu,

dilakukan dalam bahasa pertama karena di sini yang dipentingkan adalah pemahaman si

pembelajar itu sendiri) untuk menjelaskan –ing form sebagai adjective maupun adverb,

ataupun tetap sebagai gerund namun lebih menitik beratkan pada beberapa posisi gerund

dalam kalimat, seperti sebagai object (Asraf hates hunting), subjective complement

(Seeing is believing), object of preposition (The injury kept Marcus from playing football

for two weeks), object of possessive noun/determiner (Bonar’s having won the game

surprised us; I dislike his saying things like that) dan object of phrasal verb (I insisted on

talking to the head of the department), langsung dalam bentuk abstraksinya.

Bentuk abstraksi yang lain adalah dengan menyebutkan dua fungsi –ing form yang berbeda

meski keduanya sama-sama digunakan sebagai modifier (penjelas). Dalam hal ini

pembelajar mengidentifikasi perbedaan tersebut dengan melengkapi kalimat, seperti yang

diacu dari Michael Swan (1996) di bawah ini:

A bag that is used for sleeping is called …………… (expected answer as an

abstraction: a sleeping bag; a noun)

A child that is sleeping is called………….. (expected answer as an abstraction: a

sleeping child; an adjective)

Dari abstraksi yang terakhir ini, diharapkan pembelajar memperoleh pemahaman lebih

baik karena mengamati perbedaan makna dari penggunaan –ing form yang sama. Maka

deduksinya adalah “bahwa –ing form sebagai noun jika digunakan bersama dengan head

noun yang lain menunjukkan makna fungsi/alat head noun dimaksud. Sedangkan –ing

form sebagai adjective jika digunakan bersama dengan head noun menunjukkan makna

tindakan atau gambaran tentang head noun tersebut”. Penyimpulan deduktif tersebut

Page 179: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

169

dilakukan pembelajar berdasarkan pengamatannya atas jawaban mereka sendiri dalam

melengkapi kalimat-kalimat di atas.

Generalisasi deduktif dan abstraksi merupakan bentuk pembelajaran deduksi konstruktif,

dalam artian bahwa pembelajar dikondisikan untuk mampu membuat kesimpulan yang

dibangun dari contoh-contoh kalimat. Dengan demikian, dapat diperoleh pemahaman teori

yang kemudian dapat diaplikasikan kembali pada pembuatan kalimat-kalimat mereka

sendiri.

4. Pembelajaran –ing Form dengan Strategi Sintetik

Kebalikan dari pembelajaran dengan strategi analitik, di dalam strategi sintetik

pembelajaran diawali dengan konsep. Berdasarkan konsep itu pembelajar mengidentifikasi

contoh-contoh yang diberikan oleh pengajar dan mengorganisasikannya ke dalam struktur

pengetahuan oleh si pembelajar sendiri. Tujuan dari pembelajaran model ini adalah

menciptakan pengetahuan baru. Penciptaan pengetahuan baru di sini bukan berarti

pengetahuan baru dalam makna invention tetapi lebih kepada makna discovery. Pembelajar

mendapatkan pengetahuan yang baru dan dengan itu ia mampu melahirkan ide atau

pemikiran baru, yakni pemikiran baru yang dituangkan dalam kemampuan membuat

kalimat baru jika dalam konteks belajar bahasa kedua. Untuk itu pembelajaran dengan

strategi sintetik ini terdiri dari masukan informasi yang berupa konsep dan contoh-contoh

atau data dari pengajar. Selanjutnya pembelajar dapat melakukan observasi terhadap

contoh atau data tersebut serta melakukan generalisasi empiris (induksi empiris) dan

generalisasi berlandaskan pengetahuan (induksi konstruktif) yang menghasilkan hipotesis.

5. Belajar dari Contoh dan Observasi

Sebagai misal, di sini pembelajar diberi tugas untuk mengobservasi lalu mengidentifikasi

gerund dalam sebuah teks setelah diberikan konsep tentang gerund.

Konsep 1: “Gerunds are verbals that function as nouns and have an –ing ending.Since

gerunds are derived from verbs and have an –ing ending, they do express action.

However, because gerunds function as nouns, they occupy slots traditionally held by

Page 180: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

170

nouns in sentences such as subjects, direct objects and objects of prepositions.Gerunds

may occur as one word, or they may be part of a gerund phrase”. (www.uhv.edu/ac)

Konsep 2: ”A gerund behaves as a verb within a phrase so that it may be modified by

an adverb or have an object”.

Perlu diberi catatan di sini, sebagaimana yang telah dikemukakan pada landasan teori,

pembelajaran analitik maupun sintetik dilakukan berdasarkan pendekatan kognitivisme,

yaitu bahwa pembelajar mendapatkan pengetahuan baru dengan penalaran berdasarkan

pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya. Jadi dengan konsep di atas, pembelajar sudah

mengetahui peran noun dalam struktur sintaksis kalimat bahasa Inggris.

Selanjutnya pengajar memberikan data terkait tujuan pembelajaran:

Aisha was riding her bike when suddenly its chain stopped moving. A cracking sound

of the chain scared Aisha into calling out her mom. Not knowing what to do, she got off

from the bike and called out her mom again. She came running to her mom and started

to cry. At the moment, riding a bike was not fun anymore for her. In general, however,

Aisha likes riding a bike.

Pengajar bisa saja memberikan teks yang lebih panjang dan terdiri dari banyak kalimat

agar pembelajar semakin memperoleh banyak data/contoh sehingga memudahkan mereka

untuk merasa yakin dengan generalisasi empiris mereka.

6. Generalisasi Empiris

Pada bagian ini, mengacu pada konsep 1, pembelajar melakukan induksi empiris

berdasarkan fakta (dalam hal ini, teks) di atas dengan menyeleksi kalimat-kalimat yang

memuat kategori gerund dan bukan gerund. Di sini pembelajar hanya menggeneralisasi

contoh-contoh yang diamati untuk menciptakan deskripsi yang ajeg dan lengkap tentang

contoh-contoh tersebut berdasarkan konsep yang digunakan dalam menggambarkan

pengamatan-pengamatan yang saling berhubungan. Penggambaran itu mengimplikasikan

fakta-fakta yang terobservasi. Proses tersebut dinamakan sebagai generalisasi empiris.

Page 181: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

171

Petunjuknya dapat berbunyi: “Sort the following sentences as either containing a gerund

or not containing a gerund”.

Masukan konsep menjadi patokan bagi pembelajar dalam melakukan observasi terhadap

data dalam teks dan mengorganisasi data ke dalam kategori gerund dan bukan gerund.

Selanjutnya pembelajar “menggambarkan” atau menjelaskan alasan yang melatari

pengkategorian tersebut. Pada bagian kategori bukan gerund, pembelajar kembali diminta

melakukan analisa mengapa yang mereka maksud sebagai bukan gerund disebut sebagai

bukan gerund. Jika bukan, maka –ing form tersebut disebut sebagai apa dan mengapa

demikian.

Berdasarkan konsep 2, pembelajar mengobservasi gerund phrase dan diminta

menunjukkan bukti dengan penjelasan untuk konsep 2 tersebut. Jawaban yang diharapkan

dari pembelajar adalah bahwa “a bike” dalam frasa “riding a bike” merupakan objek dari

“riding”. Maka gerund “riding” berlaku sebagai verb.

7. Generalisasi Berlandaskan Pengetahuan

Ketika pembelajar menjelaskan alasan mereka memasukkan kalimat-kalimat tertentu dari

teks di atas ke dalam kategori gerund dan bukan gerund, pada saat itu mereka melakukan

generalisasi berlandaskan pengetahuan. Dari pengetahuan yang dimiliki tentang konsep

gerund, mereka melakukan penyimpulan induktif dan induksi konstruktif dengan

membangun konsep tentang –ing form. Yang terakhir ini pembelajar dianggap sebagai

melakukan discovery learning dengan cara mereka merumuskan pembentukan

hipotesis/konsep/teori baru yang beranjak dari pengelompokan –ing form yang bukan

termasuk kategori gerund. Dari situ, diharapkan, mereka akan menemukan konsep –ing

form sebagai verb, adjective dan adverb.

Sebagai salah satu contoh, kalimat yang paling mudah diidentifikasi sebagai tidak

bermuatan gerund dari teks di atas adalah “Aisha was riding her bike”. Pada kalimat ini

pembelajar dengan mudah menunjukkan bahwa –ing form tersebut sebagai verb dalam past

progressive tense karena mereka telah memiliki pengetahuan tentang tenses pada semester

Page 182: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

172

pertama. Pengetahuan itu mereka gunakan untuk membedakan –ing form dalam fungsinya

sebagai gerund dan verb.

Sementara upaya untuk memahami –ing form sebagai adjective membutuhkan

pengetahuan tentang konsep adjective. Dalam kasus ini pembelajar diingatkan pada

pembelajaran parts of speech yang mereka terima dalam matakuliah Interactive Grammar

pada awal semester satu. Dengan strategi induktif - dimulai dari pertanyaan-pertanyaan dan

contoh-contoh menuju prinsip-prinsip atau konsep - mereka diminta memberikan atau

menuliskan contoh beberapa kata dalam kategori adjective. Ada kemungkinan mereka

akan hanya menyebutkan kata-kata yang berdiri sendiri (isolated adjectives). Untuk

menghindari hal tersebut, mereka dipancing untuk menggunakan adjective bersama dengan

noun yang dijelaskannya, dengan sebuah pertanyaan dari pengajar, misalnya: “How do I

know the word you’ve mentioned to be called as an adjective? Please use it with other

word so that I can see that it is really an adjective”. Pengajar dapat menuliskan sembarang

noun yang telah dikenal pembelajar dan bertanya lagi kepada mereka. “What if I call this

an adjective? Is it an adjective?” Dengan latar belakang pengetahuan mereka, mereka akan

mengatakan kata tersebut sebagai noun. Pengajar akan bertanya lagi: “How do you know

that it is a noun?” Mungkin mereka akan mengimbuhi noun tersebut (misalnya “house”)

dengan determiner (misalnya “a” , “the” atau “my”) untuk membuktikan bahwa kata itu

adalah benar sebuah noun.Jika demikian, maka pengajar kemudian dapat menyisipkan

sebuah adjective yang telah mereka sebutkan sebelumnya di antara determiner dan noun

tersebut dan membiarkan mereka mengambil kesimpulan sendiri. Kesimpulan yang

diharapkan dari pembelajar adalah berupa kemampuan mereka menjelaskan fungsi

adjective. Hipotesis mereka tentang adjective digunakan untuk mengobservasi teks dan

menemukan ekspresi yang sebangun dengan hipotesis tersebut. Di sini terjadi dua

pembuktian. Pembuktian pertama yaitu ekspresi yang sebangun (berstruktur sama) dengan

frasa adjective + noun (misalnya a green house) adalah a cracking sound. Dengan

demikian hipotesis mereka benar karena dapat dibuktikan secara empiris berdasarkan fakta

(dalam teks) yang mereka temukan. Pembuktian kedua yaitu bahwa –ing form “cracking”

dapat disimpulkan sebagai adjective berdasarkan hipotesis yang mereka bangun.

Dalam hal fungsi –ing form sebagai adverb, pembelajaran secara induktif membutuhkan

waktu yang lama dan panjang lebar karena konsep adverb dan fungsinya cukup luas dan

Page 183: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

173

bervariasi pada penggunaannya dalam kalimat. Kalimat “Not knowing what to do, she got

off from the bike and called out her mom again”, bisa saja dilihat secara parsial oleh

pembelajar dengan menggeneralisasikan frasa “not knowing what to do” sebagai yang

bermuatan gerund. Mereka mengobservasi bahwa “not knowing” diikuti oleh noun phrase

“what to do” yang bertindak sebagai objek dari “not knowing”. Dengan demikian maka

“not knowing” tersebut adalah gerund. Secara internal, -ing form dalam frasa itu tampak

seperti gerund karena memiliki objek “what to do”, namun konstruksi frasa tersebut harus

dilihat secara keseluruhan dalam hubungannya dengan konteks kalimat (perlu ditekankan

kepada pembelajar bahwa setiap kata memiliki fungsi dan makna tertentunya hanya jika

digunakan dalam konteks kalimat secara utuh). Untuk memecahkan persoalan itu,

pembelajaran dilakukan dengan cara melakukan observasi terhadap contoh kalimat lain

yang telah dipelajari namun terlebih dahulu diberikan sebuah konsep. Konsep itu berbunyi:

“to determine whether a word in a sentence is a gerund, look at the word(s) ending in –ing

in the sentence. If the word can be replaced by the pronoun it, then the word is a gerund. If

the word it replaces other words in addition to the gerund, then these make up the gerund

phrase” (Lester, in www.uhv.edu/ac)

Aisha likes riding a bike.

Aisha likes it.

So, “riding a bike” is a gerund phrase.

Berikutnya pembelajar diminta melakukan tes seperti di atas terhadap kalimat:

Not knowing what to do, she got off from the bike and called out her mom again.

*It, she got off from the bike and called out her mom again.

Maka frasa yang digarisbawahi bukan gerund karena kalimat itu menjadi salah. Jika tes

dilanjutkan dengan mengganti yang digarsibawahi dengan kata lain, misalnya “hurriedly”

maka kalimat itu menjadi benar.

Hurriedly, she got off from the bike and called out her mom again.

“Hurriedly” dipilih karena ia adalah kata yang paling dikenal oleh pembelajar

sebagai adverb. Dengan demikian maka pembelajar bisa segera menyimpulkan bentuk

–ing form dalam kalimat di atas sebagai adverb.

8. Memadukan Strategi Analitik dan Sintetik

Page 184: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

174

Strategi analitik dan strategi sintetik dalam prakteknya saling melengkapi dan mendukung

untuk keberhasilan pembelajaran. Analisis memandu menuju ke sintesis dan sintesis

membuat tujuan analisis menjadi jelas dan lengkap. Saat mengajar, pengajar dapat

menggunakan metode analitik dan dapat mendorong pembelajar mengerjakan tugas-tugas

dalam metode sintetik. Metode analitik digunakan pada tahap awal pembelajaran karena

pembelajar dikondisikan terlebih dahulu pada materi. Dengan demikian mereka berlaku

sebagai recipient of knowledge. Setelah itu pembelajaran berlanjut pada metode sintetik

yang melibatkan partisipasi aktif pembelajar.

Pembelajaran analitik dengan inferensi deduktif diakui oleh Felder dalam Jurnal Foreign

Language Annals (1995:21-31) paling banyak diterapkan dalam kelas pengajaran bahasa

asing karena deduksi dipandang sebagai cara yang efisien dan elegan untuk

mengorganisasi dan menyajikan materi ajar yang telah dimengerti. Namun induksi

menjadikan pembelajaran berjalan efektif karena terkait dengan prestasi akademik.

Mengaitkan pengetahuan yang dimiliki pembelajar sebelumnya dengan materi

pembelajaran yang akan dipelajari menjadi syarat kunci keberhasilan belajar karena

pembelajar mengetahui apa yang menjadi tujuan dari pembelajaran mereka. Pembelajaran

yang bersifat “menemukan” menjadi tantangan dan sekaligus motivasi untuk keberhasilan

belajar. Tidak hanya sekedar konsep-konsep yang harus mereka kuasai, melainkan juga

keterampilan menerapkan konsep tersebut menjadi penting buat mereka untuk menemukan

dan “menciptakan” kalimat-kalimat baru. Misalnya, dengan pemahaman mereka tentang

fungsi –ing form sebagai adjective, mereka bisa membuat kalimat yang berisi –ing form

sebagai adjective yang digunakan secara predicative dan attributive

(premodifier/postmodifier) karena menggunakan analogi yang sama dari penggunaan

adjective yang lain:

(EBL – analitik) (Empirical inductive learning – sintetik)

The news is bad. The news is disturbing. (predicative)

Don’t disturb the wild dog. Don’t wake up the sleeping dog. (attributive/

premodifier)

He told me something important. He told me something interesting. (attributive/

postmodifier)

Page 185: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

175

Kemudian pembelajar akhirnya dapat dapat menyimpulkan secara induktif (sintetik) bahwa

–ing form dalam kalimat: “I saw her standing there,” adalah post modifier adjective karena

kata tersebut menjelaskan objek her dan diletakkan setelahnya. Lebih lanjut, pengajar

dapat memberikan beberapa kalimat dengan konstruksi yang sama (belajar dari contoh-

contoh dan observasi) yang di dalamnya –ing form digunakan bersama dengan verbs of

sensory perception yang lain dan menggaris bawahi verbs tersebut dengan maksud agar

pembelajar memusatkan perhatiannya pada cirinya agar mereka dapat melakukan

generalisasi empiris dan induksi konstruktif baik dari segi fungsi maupun makna.

KESIMPULAN

Strategi belajar analitik dan sintetik dikategorikan sebagai strategi belajar tingkat tinggi

dan mengandalkan keterlibatan pengetahuan yang telah dimiliki pembelajar sebelumnya.

Strategi belajar ini bertujuan meningkatkan pengetahuan yang telah dimiliki dengan

mereformulasi pengetahuan tersebut ke bentuk yang lebih baik dengan proses deduksi

(analitik); dan menciptakan pengetahuan baru berdasarkan input fakta-fakta melalui proses

induksi (sintetik). Deduksi bermakna proses penalaran yang berangkat dari yang umum

(aturan, kaidah, aksioma, teori) ke yang rinci/bagian-bagian, sebaliknya induksi dimulai

dari bagian-bagian atau yang rinci (observasi, data) menuju prinsip yang umum.

Agar hasil pembelajaran –ing form optimal, strategi analitik dan sintetik diterapkan secara

terpadu dan bergantian. Hal ini dilakukan karena pembelajar ada yang memiliki

kecenderungan berpikir secara deduktif dan ada juga yang terbiasa berpikir secara induktif.

DAFTAR PUSTAKA

Brown, H. Douglas, Principles of Language Learning and Teaching, Fourth Edition,

Addison Wesley Longman, Inc., Pearson Education Company, NY 10606, 2000.

DeJong, G. dan Mooney, R., “Explanation-Based Learning: An Alternative View,”

Machine Learning Journal, Vol. 2, 1986.

Page 186: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

176

DeJong, Willem R., The Analytic-Synthetic Distinction and The Classical Model of

Science: Kant, Bolzano, and Frege (http://axiom.vu.n/cmsone/DeJong.pdf)

diunduh tanggal 12 Feb. 2013

Felder, Richard M., “Learning and Teaching Styles in Foreign and Second Language

Education”, Foreign Language Annals,28 No. 1, 1995

Hornby, AS., Guide to Patterns And Usage in English, ELBS Edition, Oxford University

Press, Walton Street, Oxford OX2 6 DP, 1982

Michalski, R.S., Toward A Unified Theory of Learning: Multistrategy Task-Adaptive

Learning, B.G. Buchanan and D.C. Wilkins, Morgan Kaufmann, San Mateo, 1993

Michalski, R.S., D. Boehm-Davis, D. dan Dontas, K., “Plausible Reasoning: An Outline of

Theory and Experiments,” Proceedings of the Fourth International Symposium on

Methodologies for Intelligent Systems, Charlotte, NC, North Holland, October 12-

14, 1989

Mitchell, T.M., Keller, T., dan Kedar-Cabelli, S., “Explanation-Based Generalization: A

Unifying View,” Machine Learning Journal, Vol. 1, January 1986

Murcia, Marianne Celce, Diane Larsen-Freeman (dengan Howard Williams), The

Grammar Book, An ESL/EFL Teacher’s Course, Second Edition, Heinle & Heinle

Publishers, 1999

Patokorpi, Erkki, “Logic of Sherlock Holmes in Technology Enhanced Learning”,

Educational Technology & Society, 10 (I), 2007

Rusefendi, ET., Pengajaran Matematika Modern untuk Orang Tua Murid, Guru, dan SPG,

Tarsito: Bandung, 1988

Swan, Michael, Practical English Usage, New Edition, Third Impression, Oxford

University Press, Walton Street, Oxford OX2 6 DP, 1995

The American Heritage® Science Dictionary by Houghton Mifflin Company, 2005

Yule, George, Explaining English Grammar, Oxford University Press, Walton Street,

Oxford OX2 6 DP, 1998

http://www.pearsonphonics.co.uk/AssetsLibrary/General/EvaluationofClackStudy.pdf

http://jurnal.upi/penelitian-pendidikan/view/54/pembelajaran-analitik-sintetik-untuk-

meningkatkan-kemampuan-berfikir-kritis-dan-kreatif.pdf

http://eprints.uny.ac.id/5935/

http://jurnal.fkip.uns.ac.id/index.php/ pgsdkebumen/article/view/256

Page 187: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

177

ANALISIS KATEGORI KATA BENDA (MEISHI) YANG TERDAPAT

DALAM SOAL-SOAL NORYOKU SHIKEN LEVEL 2

BAGIAN MOJI GOI 2002-2004

Dinny Fujiyanti, Purwani Purawiadi, Yessy Harun

Sastra Jepang – Fakultas Sastra

ABSTRAK

Nouryoku shiken yang saat ini bernama JLPT (Japanese Language ProficiencyTest) adalah

ujian kemampuan bahasa Jepang untuk mengetahui kemampuan tiga : perbendaharaan

kata (moji-goi), pemahaman bacaan dan tatabahasa (dokkai-bunpou), dan pendengaran

(chookai). Penelitian kami menitikberatkan pada komponen Moji-goi khususnya dalam

pengklasifikasian kata benda (meishi) yang terdapat dalam soal nouryokushiken tahun

2002-2004. Menurut Okubo Tadatoshi, terdapat tempat klasifikasi kata benda yaitu:

futsumeishi, kouyumeishi, daimeshi dan sushi. Futsumeishi dibagi lagi kedalam dua bagian

yaitu gutaimeishi (kata benda konkrit) dan chushoumeishi (kata benda abstrak). Terdapat

enam bagian dalam soal moji-goi yang tiap bagiannya menekankan pemahamahan

perbendaharaan tersendiri (dari hiragana-kanji atau sebaliknya). Setiap soal Moji-goi

mempunyai jumlah soal keseluruhan sebanyak 65 soal sehingga jumlah keseluruhan soal

yang kami teliti adalah 195 soal. Dari 195 soal ditemukan sebanyak 114 soal yang menguji

pengetahuan kata benda. Kesimpulan dari penelitian kami ditemukan banyak pengujian

soal kata benda yang termasuk kedalam futsumeishi khususnya gutai dan chuushoumeishi.

Keywords: nouryokushiken, meishi, futsumeishi, gutaimeishi, chuushoumeishi

PENDAHULUAN

Seiring dengan laju perkembangan jaman, pergerakan informasi dan tehnologi begitu

cepatnya sehingga kita dituntut untuk dapat beradaptasi dengan perubahan ini. Bahasa

adalah satu alat agar dapat mengikuti perubahan ini. Bahasa Inggris yang masih dianggap

sebagai Lingua Franca di dunia internasional (globally) memegang peranan yang penting

dalam perkembangan kemajuan seseorang baik secara intelektual maupun sosial.

Selain bahasa Inggris, terdapat bahasa-bahasa asing lainnya yang memiliki kemampuan

untuk menjadi Lingua Franca disebabkan oleh kemajuan negara-negara yang memiliki

bahasa tersebut, terutama di bidang ekonomi dan tehnologi. Contohnya adalah bahasa

Jepang, Cina, Korea, Perancis maupun Jerman.

Negara-negara ini datang ke negara-negara berkembang dengan tujuan berinvestasi dalam

sektor ekonomi dan mempekerjakan penduduk setempat. Sebagai contoh adalah

Page 188: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

178

perusahaan-perusahaan Jepang yang berinvestasi ke Indonesia dan mempekerjakan

generasi muda Indonesia dengan berbagai macam persyaratan. Salah satu persyaratannya

adalah kemampuan berbahasa Jepang yang baik bagi para calon pelamar. Cara mengukur

bagaimana mereka dapat berbahasa Jepang dengan baik adalah dengan menunjukan

sertifikat kemampuan berbahasa Jepang. Sertifikat ini diperoleh dengan cara

mengikutiujiankemampuanbahasaJepangsesuaidengankemampuan orang tersebut

(Noryouku Shiken).

Pada penelitian ini, kami bermaksud memahami dan mengetahui kategori kata benda yang

sering diujikan dalam nouryouku shiken level 2.

PERUMUSAN MASALAH

Kata benda (meishi) merupakan salah satu jenis kata (hinsi) yang banyak atau sering

digunakan pemakaiannya dalam kalimat. Demikian pula, pemakaiannya dalam

pembuatan tes, seperti nouryoku shiken. Analisis kata benda dan kategori kata benda apa

saja yang sering diujikan dalam noryoku shiken menjadi pokok permasalahan penelitian

ini.

TINJAUAN PUSTAKA

1. Jenis-jenis meishi

Dalam buku Nihongo no Bunpou(1) yang disusun oleh Yoshikawa Taketoki ,et all

disebutkan bahwa :

「品詞」というのは文法を説明するために、言葉「単語」を意味、形、働き

の上から、いつかのグループに分け、それらに名詞をつけたもので

す.(Yoshikawa Taketoki,1987:20)

Terjemahan :

Yang disebut kelas kata (hinshi) yaitu kelompok kata yang terbagi dalam beberapa

grup yang memiliki fungsi, bentuk, dan jenis kata ini menempel pada nomina.

Menurut Takayuki Tomita dalam bukunya Bunpou no Chishiki to Sono Oshiekata,

hinsi dikelompokan menjadi 10 macam pembagian kelas kata, yaitu : Meishi

Page 189: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

179

(nomina), Doushi (verba), Keiyoushi (adjektiva1),Keiyoudoushi (adjektiva 2), Fukushi

(adverbial), Rentaishi (adverbia yang diikuti nomina), Setsuzokushi (konjungsi),

Kandoushi (interjeksi), Joushi (partikel) dan Joudoushi (post verba).

Kelas kata Nomina dalam bahasa Jepang seperti ditulis oleh Tomita Takayuki dalam buku

Bunpoo No KisoChisiki To Sono Oshie kata; 4, ada empat jenis nominayaitu :

1. FutsuuMeishi (普通名詞)

Yaitu jenis nomina yang menunjukkan benda dan kejadian secara umum

Contoh: kuruma(車) = mobil

Ashita(明日)= besok

Futsuu Meishi terbagi 2 yaitu:

a. Nomina yang terbentuk dari verba dana djektiva I

Contoh: Hare (晴れ)= cerah

Iki(行き)= pergi

b. Nomina yang terbentukdari 2 kata atau lebih yang bergabung menjadi 1 kata

(fukugo)

Contoh: Asagohan(朝ごはん)= Makan pagi

Ooame(大雨) = hujanlebat

2. KoyuuMeishi (固有名詞)

Yaitu: jenis nomina untuk menunjukkan ciri khusus dari benda tsb, seperti nama

orang, nama tempat, nam asekolah,dll

Contoh : Natsume Soseki(夏目礎石)= nama orang

Nihon (日本) =Jepang

3. Dai Meishi (代名詞)

Yaitu: Jenis kata benda yang digunakan untuk menggantikan Futsu Meishi dan Koyuu

Meishi, disebut juga pronominal.

Contoh:

- Untuk menunjukkan orang: watashi(私), anata(あなた), dare(だれ)donata (ど

なた)

Page 190: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

180

- Untuk menunjukkan benda: kore(これ), sore(それ), are(あれ), dore(どれ)

- Untuk menunjukkan tempat : koko(ここ,)soko(そこ), asoko(あそこ), doko (ど

こ)

- Untuk menunjukkan arah : kochira(こちら), sochira(そちら), achira(あちら),

dochira(どちら)

4. Suushi(数詞)

Yaitu: Kata yang menunjukan aturan hitung dan jumlah suatu benda (kwantitas)

atau disebut juga numeralia.

a. Kata yang menunjukan aturan hitung/Numeralia pokok kolektif atau dapat

digolongkan kedalam numeralia tingkat.

Contoh : - daiichi(第一)= keSatu

-niban(二番) = kedua

b. Kata yang menunjukkan jumlah suatu benda atau numeralia penggolong

nomina

Contoh : - hitotsu (一つ) = 1 buah (untuk menghitung semua jenis benda)

- sanmai (三枚) = 3 buah (untuk menghitung benda tipis seperti kertas,

kain, handuk)

Sedangkan Okubo Tadatoshi dalam bukunya Tanoshiku wakaru menjelaskan jenis-jenis

kata benda menjadi empat bagian yaitu :

1. Futsumeishi yang dibagi lagi menjadi :

a. Gutai meishi : kata benda yang dapat dilihat dengan panca indera.

b. Chuushou meishi : kata benda yang berupa konsep.

2. Kouyuumeishi

3. Suushi

4. Daimeishi

Page 191: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

181

TUJUAN PENELITIAN

Dengan pengertian meishi di atas, kami memaknai meishi sebagai sebuah kajian yang

dapat dianalisa untuk menfasilitasi mahasiswa pada waktu mengerjakan nouryouku shiken

bagian moji-goi.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui fungsi dan kategori kata benda dalam soal moji-

goi yang banyak diujikan dalam noryouku shiken

Manfaat Hasil Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk membantu mahasiswa

mempermudah mengerjakan soal Moji-Goi dalam ujian Noryouku Shiken level 2 sehingga

mahasiswa mampu mengerjakan soal Moji-goi dengan baik.

Metodologi Penelitian

Noryouku shiken adalah ujian kemampuan bahasa Jepang yang terdiri dari tiga bagian

jenis ujian, yaitu : Moji-goi (perbendaharaan kata), dokkai-bunpou (pemahaman teks dan

tata bahasa) dan Choukai (pendengaran). Data penelitian diambil dari soal-soal Noryoku

Shiken khususnya bagian Moji-Goi dari tahun 2002-2004.

Cara analisis adalah dengan menggunakan metode analisis isi, dengan mencari semua kata

benda yang terdapat di dalam soal-soal, kemudian diklasifikasikan ke dalam jenis atau

kategori kata benda yang sesuai.

Hasil dan Pembahasan

Ujian moji-goi adalah ujian perbendaharaan kata yang terdiri dari enam bagian. Total soal

keseluruhan moji-goi adalah 65 soal. Bagian pertama berisi mengenai cara baca kanji ke

hiragana. Bagian kedua berisi mencari kata yang digarisbawahi dengan kanji yang sesuai.

Bagian ketiga melengkapi kata yang sesuai dengan konteks kalimat yang ada. Bagian

keempat adalah penggunaan kata yang paling sesuai dengan konteks kalimatnya. Bagian

Page 192: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

182

kelima adalah mencari persamaan kata yang sesuai ( synonym) dengan kata yang

digarisbawahi.

Dari hasil analisis ditemukan sebanyak 114 kata benda dari 195 jenis kata yang diujikan

dalam soal moji-goi. Ke 114 kata benda tersebut diklasifikasikan sebagai berikut :

1. Kata benda yang termasuk ke dalam jenis kata benda Gutai Meishi ( concrete nouns)

ditemukan sebanyak 16 kata (14%)

Gutai Meishi

1. 泥 = Mud 7.机 = Desk 13.鉱物= Mineral

2. くつ = Shoes 8.じょゆう= Actress 14.窓 =window

3. 小包 = A Parcel 9.団体 = Group 15.景気= Business

4. 記事 = Artikel 10.おんせん= Hot spring 16.製品= Product

5. 政党= Political party 11.申し込み=Application

6. 大臣 = Minister 12.谷= Valley

2. Kata benda yang termasuk ke dalam jenis kata benda Chuushou Meishi ( abstract

nouns) ditemukan sebanyak 94 kata (83%)

CHUSHO MEISHI

1. 商品=Merchandise 33. 改善=Improvement 65.回復=Recovery

2. 販売=Sale 34.連続= Series 66.関心=Admire

3. 延期=Postpone 35.才能= Abilty 67.検査=Exmanition

4. 応対=Reseption 36.割引=Discount 68.依頼=Request

5. 評価=Evaluation 37.宿題= Homework 69.生活=Life

6. 内容=Content 38.皆= All 70.こうどう=Action

7. 信用=Trus 39.ひがい= Damage 71.共通= Commont

8. 観察=Observation 40.かくだい= Expantion 72.カロリー=Calori

9. 結果=Result 41.じゅんび=Preparation 73.しめきり=Deadline

10. 判断=Judgment 42.紹介=Introduction 74.てつや= Vigil

11. 記録=Record 43.関係=Relationship 75.いくじ= Child care

Page 193: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

183

12. 成長=Growth 44.経営=Management 76.拍手= Shake

13. 知恵=Wisdom 45.失敗=Failure 77.足元=

14. 例外=Exception 46.形式=Ritual 78.克服=Conquer

15. 連絡=Connection 47.変更=Change 79.ひき= Mixed emotion

16. 操作=Operation 48.ぎろん=Discussion 80.引退=

17. 誤り=Mistake 49.さんか=Participation 81.コミュニケーション=

Communication

18. 家庭=Supposition 50.そこ= Bottom 82.かじょう=Surplus

19. 兆=Trillion 51.永久= Permanent 83.しゃべり= Talk

20. 億=Hundred million 52.戦争= War 84.地味

21. 暮らし=Life 53.自身= Oneself 85.スケジュール=

Schedulle

22. 調査=Investigation 54.油断=Carelessness 86.うわさ=Gossip

23. 隅=Corner 55.置く天候= Bad weather 87.アイヂャ= Idea

24. 貿易=Trade 56.到着=Arrival 88.ばんやり=Vague

25. わりあい

=Proportion

57.共同=Partnership 89.しんけん=Seriousness

26. ひげき=Tragedy 58.節約=Economy 90.見本=Sample

27. 原因=Cause 59.かんきょう

=Amusement

91.行方= Whereabouts

28. 発射=Shot 60.ぼしゅう=Collection 92.案外=

29. 作業=Work 61.かんそく=Observation 93.しかた=Way

30. かんりょう=

Completion

62.禁止=Prohibition 94.おせわ= Service

31. こんらん

=Confusion

63.区域=Zone

32. じょうきょう=

Condition

64.はんい=Malice

Page 194: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

184

3. Kata benda yang termasuk ke dalam jenis kata benda Fukugo Meishi (compound

nouns) ditemukan sebanyak 3 kata (0,2%)

1. 平均=Average 2.寿命=Life 3. こうどうはんい=

4. Kata benda yang termasuk ke dalam jenis kata benda Sushi (bilangan) hanya

ditemukan 1 kata (0,1%)

SHUSHI

1. 一番= Number one

Hampir 99% kategori kata benda yang diujikan termasuk ke dalam Futsu Meishi dan

hanya 1 % saja yang termasuk ke dalam Sushi. Kebanyakan kata benda masuk ke dalam

kategori chuushou meishi (abstract nouns sebanyak 83%).

KESIMPULAN DAN SARAN

Dari analisis soal moji-goi ditemukan hampir 90% dari total soal yang menguji tentang

pemahaman kata benda (meishi) peserta tes. 83% diantaranya menguji pemahaman

konsep kata benda bahasa Jepang (chuushou meishi) sesuai dengan tingkat kesulitannya.

Oleh karena itu, peserta tes, khususnya mahasiswa sebaiknya meningkatkan

pemahamannya mengenai kata-benda abstrak agar mereka memudahkan mereka dalam

mengerjakan soal ujian dalam Noryoku Shiken.

DAFTAR PUSTAKA

Alwi, Hasan., Darjowidjoyo, Soedjono.,Lapoliwa, Hans.,dan Moeliono, Anton M. 2003.

Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Edisi ketiga. Balai Pustaka, Jakarta

Anthony Alfonso. Japanese A Basic Course. Tokyo:Sophia University L.L. Center of

Applied Linguistic, 1981

----------------------. Japanese Languange Patterns : A Structural Approach. Vol.II. Tokyo:

Sophia University L.L. Center of Applied Linguistics, 1974

Chino Naoko. All About Particles. Tokyo: Kodansha International, 1991

Hosaka Hiroshi. Kokubunpohyoran Gakutosho, Tokyo

Page 195: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

185

Martin, Samuel E. A Refference Grammar of Japanese. Tokyo: Charles E. Turtle Co.,INC,

1988

------------------------. Essential Japanese. Tokyo Charles E. Turtle Co.,INC,1987

Mizutani, Osamu dan Nobuko Mizutani. Understanding Japanese Usage. Tokyo: Japan

Times, 1986

Nomoto Kikuo. Kihon Nihongo Katsuyoo Jiten. Japan: Kokuritsu Kokugo Kenkyujo, 1988

Okubo Tadashi. Nihon No Tanoshiku Wakaru Nihon Bunpo. Tokyo

Sutedi, Dedi. Dasar-dasar Linguistik bahasa Jepang. Humaniora, Bandung, 2003

Takayuki Nomita. Bunpoo No Kiso Chisiki To Sono Oshiekatta. Japan: Bojinsha, 1991

Yoshio, Ogawa. Nihonggo No Kyoiku Jiten : Nihongo Kyoiku Gakkai. Tokyo, 1982

Page 196: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

186

PENGUKURAN KINERJA PROGRAM NASIONAL

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (PNPM) DI DESA JATIMULYA

Ade Supriatna

Teknik Industri – Fakultas Teknik

[email protected], [email protected]

ABSTRAK

Penelitian ini menggunakan pendekatan web change untuk mengetahui posisi tiap atribut

yang nantinya akan diberikan intervesi. Sebagai object penelitian adalah kelurahan

Jatimulya kec.Tambun Selatan Kabupaten Bekasi dengan pertimbangan sebagai kelurahan

terluas di Kabupaten Bekasi.

Penyerapan dana PNPM Mandiri pada tahun 2009 penyerapan dana PNPM Mandiri adalah

sebesar 14,57% , sedangkan pada tahun berikutnya sebesar 14,77% dan pada tahun 2011

sebesar 8,9%.. sedangkan dari 55 kuesioner ada 69% yang tidak tahu tentang PNPM dan

31% yang tahu tentang PNPM. Dilihat dari score atribut bahwa dari 32 variabel yang diisi

pada kuisioner terdapat 20 variabel yang menunjukkan nilai kurang (2). Tetapi jika dilihat

dari total nilai terdapat kelemahan pada komunikasi , hal ini ditunjukan dengan nilai score

8.

Kelemahan pada komunikasi struktur PNPM mengakibatkan pada sistem sosialisasi

terhambat indikatornya adalah bahwa masyarakat sebagai Sasaran pelaksanaan PNPM

masih banyak yang belum tahu (69%) tentang PNPM. Hal ini berimbas pada rendahnya

penyerapan anggaran yang rata-rata sebesar 19,08%.

Kata Kunci : PNPM, Kinerja, Web Change,Intervensi.

PENDAHULUAN

Program pemerintah meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan mengembangkan

Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), sebagai pondasi ekonomi kerakyatan. Di

Jawa Barat saja, berdasarkan dinas KUMKM Prov. Jawabarat Jumlah UMKM pada tahun

2008 mencapai 8.214.262 unit, mampu menyerap 13.911.531 orang tenaga kerja

memberikan sumbangan terhadap LPE (Laju Pertumbuhan Ekonomi) Jawa Barat sebesar

8,04 persen dan PDRB Jawa Barat sebesar Rp 345,187 triliun. Pada tahun 2010 Jawabarat

yang memiliki 138 sentra UMKM tersebar di 5 wilayah. Kabupaten Bekasi masuk kedalam

sentra wilayah Bogor dengan tingkat konsentrasi 22%. Perlu dilihat dari aspek dinamika

UMKM, Sekitar 86% sentra komoditas unggulan di Jawa Barat memiliki Karakteristik

yang sama. Mayoritas sentra komoditas unggulan di Jawa Barat sudah mati hampir 42

buah (62%), hanya 22 sentra (32%) sentra yang aktif, 4 buah (6%) ada tapi tidak aktif

Page 197: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

187

(dormant). Kabupaten Bekasi masuk kedalam kategori yang memiliki keseimbangan antara

jumlah yang aktif dan mati. Jatimulya dengan luas wilayah yang paling luas di kabupaten

Bekasi. Kelurahan Jatimulya Kecamatan Tambun Selatan Kabupaten Bekasi yang secara

geografis kelurahan Jatimulya terletak pada ketinggian 14 m di atas permukaan laut (dpl).

Keadaan rataan suhu di Kelurahan Jatimulya 320 - 400C dengan luas wilayah ± 567,321

ha, terdiri dari 18 wilayah rukun warga dan 168 wilayah rukun tetangga (RT).

METODE PENELITIAN

Penelitian menggunakan kuesioner dengan pengukuran sample yang dilakukan pada 70

orang dipilih secara purposive. Kuesioner ini akan digunakan pada Web of Change, yaitu

suatu alat ukur berbentuk radar yang mengukur bagaimana terjadinya perubahan

organisasi, dengan melakukan pengukuran pada delapan unsur utama yang terdapat pada

organisasi. Kedelapan unsur tersebut adalah Kepemimpinan (Leadership), teknoiogi

(Technology), Structure, Pembelajaran kelompok (Group learning), Proses kerja (Work

Process), Communication, Hubungan timbal balik (interrelationship) dan Penghargaan

(rewards).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Struktur kelurahan

Struktur organisasi memberikan tuntutan dalam peksanaan tugas agar masing-masing

bidang atau fungsi dapat berjalan sesuai dengan mekanisme tanggung jawab, wewenang

dan kompetensi masing-masing secara jelas dan benar. Adapun struktur tersebut adalah ;

PENDUDUK

Page 198: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

188

Kelurahan Jatimulya merupakan kelurahan terpadat se Kabupaten Bekasi dengan jumlah

penduduk 79.697 jiwa yang terdiri dari 37.373 jiwa laki-laki dan 42.324 jiwa perempuan

dengan jumlah kepala keluarga 17.343, sesuai laporan penyelenggaraan Pemerintahan

Tahun 2011.

Dilihat dari mata pencahariannya, struktur penduduk kelurahan Jatimulya, seperti dimuat

pada Tabel berikut

Tabel 1 Persentase Matapencaarian

No Profesi Persentase

2009 (%)

Persentase

2010 (%)

Persentase

2011 (%)

1 Bidang Pertanian 15,4 12,1 9,7

2 Bidang Peternakan 0,04 0,1 0,5

3 Bidang Jasa Pemerintahan / non

Pemerintahan

19,08 20,03 20,9

4 Bidang Perdagangan 34,84 35,3 35,7

5 Bidang Industri 12,41 12,6 12,9

6 Bidang jasa lembaga keuangan 3,28 3,47 3,54

7 Bidang jasa komunikasi dan angkutan 5,72 5,9 6,3

8 Bidang jasa lainnya 8,16 9,4 9,8

PENGGUNAAN LAHAN

Mayoritas wilayah Kelurahan Jatimulya merupakan lahan permukiman dan terdiri dari

beberapa daerah industri baik itu industri rumah tangga sampai kepada industri berat.

Pembagian lahan secara terinci dimuat pada Tabel berikut :

Tabel 2 Pembagian lahan di kelurahan Jatimulya

Page 199: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

189

No Penggunaan Luas (Ha)

1 Pemukiman (61%)

a. Permukiman KPR-BTN 121.123

b. Permukiman Umum 224.943

2 Untuk bangunan (34%)

a. Perkantoran 3.075

b. Sekolah 6.319

c. Pertokoan/Perdagangan 2.826

d. Pasar 0,800

e. Tempat Peribadahan 56.575

f. Kuburan/Makam 6.085

g. Jalan 109.970

h. Lain-lain

3 Pertanian Sawah (3%)

a. Sawah pertanian teknis (irigasi)

b. Sawah tadah hujan 11.025

4 Rekreasi dan Olah Raga (2%)

a. Lapangan Sepak Bola 3.200

b. Lapangan Bola Voley / Basket 1.650

c. dan lain lain 5.830

Jumlah Luas Seluruhnya 567.321

PNPM KELURAHAN JATIMULYA

visi & misi

Visi PNPM Mandiri Kelurahan Jatimulya adalah

Meningkatkan kesejahteraan dan kesempatan kerja masyarakat miskin secara

mandiri.

Misi PNPM Mandiri kelurahan Jatimulya ini sendiri adalah:

1. peningkatan kapasitas masyarakat dan kelembagaannya;

2. pelembagaan sistem pembangunan partisipatif;

Page 200: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

190

3. pengefektifan fungsi dan peran pemerintahan lokal;

4. peningkatan kualitas dan kuantitas prasarana sarana sosial dasar dan ekonomi

masyarakat;

5. pengembangan jaringan kemitraan dalam pembangunan.

Gambar 2. Sistem pelaksanaan program PNPM

PERSENTASE PENYERAPAN

Orientasi dan Pengamatan Lapangan

Penggalian Gagasan

Form : Survei dusun, Kriteria

kesejahteraan, pemetaan

RTM, Diagram kelembagaan,

Kalender musim, Peta sosial

MAD Sosialisasi

Musdes Sosialisasi

Pelatihan kader

oemberdayaan

masyarakat

Kelurahan

Musdes Perencanaan

1. Visi Desa

2. Peta Sosial Desa

3. Usulan Desa

4. PJM

Musy. Desa

khusus

perempuan

Penulisan usulan

tanpa desain

Verifikasi Usulan

MAD Prioritas Usulan

-. Ranking Usulan

-. Renstra Kecamatan

MAD Penetapan

Usulan

MAD Penetapan

Usulan

Forum SKPD

Musrenbang Kab

Persiapan

pelaksanaan

(pendaftaran

tenaga, pelatihan,

TPK, UPK, dan

pelaku Desa

lainnya)

Desain & RAB,

Verifikasi teknis SPP

Perencanaan dana dan

pelaksanaan kegiatan

Supervis

i

Musdes Pertanggung jawaban

Supervisi, Pelaksanaan,

Kunjungan antar desa,

Pelatihan

Pencairan dana dan

pelaksanaan kegiatan

Musdes serah

terima

Evaluasi

Operasional

Pemeliharaan

- Penetapan pendanaan

-. Utusan kecamatan

Page 201: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

191

Penyerapan dana PNPM Mandiri dapat kita simpulkan bahwa pada tahun 2009 penyerapan

dana PNPM Mandiri itu sendiri adalah sebesar 14,57% , sedangkan pada tahun berikutnya

sebesar 14,77% dan pada tahun 2011 sebesar 8,9%. lihat grafik 4.2 berikut :

Grafik 1 Persentase penyerapan PNPM Mandiri

PERSENTASE PENGETAHUAN TENTANG PNPM

Setelah kita melakukan penyebaran 55 kuesioner ke UMKM-UMKM di kelurahan

Jatimulya yaitu ada 38 UMKM yang tidak mengerti akan PNPM Mandiri itu sendiri. Dari

38 UMKM itu sendiri ada 25 usaha Las dan 13 usaha jahit. Maka dapat ditarik kesimpulan

bahwa dari 55 kuesioner ada 69% yang tidak tahu tentang PNPM dan 31% yang tahu

tentang PNPM. Mungkin karena kurangnya Sosialisasi sehingga belum sepenuhnya

masyarakat itu tahu akan PNPM itu sendiri. Untuk grafik pengetahuan tentang PNPM

dapat dilihat sebagai berikut.

Persentase Penyerapan (%)

2009

2010

2011

Page 202: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

192

Grafik 2 Persentase pengetahuan masyarrakat tentang PNPM

Dari 17 UMKM yang mengetahui atau mendapatkan bantuan PNPM Mandiri itu sendiri

ada 10 usaha Las dan 7 usaha jahit.

PENILAIAN PADA STRUKTUR PNPM

Berdasarkan kuesioner yang disebarkan sebanyak 55 kuesioner didapatkan :

Tabel 3 Rekapitulasi Web of Change berdasarkan Modus

NO PERTANYAAN

SCORE

Kepemimpinan (Leadership)

1 Respon karyawan terhadap pola kepemimpinan atasan 4

2 Kondisi kepemimpinan saat ini dan tanggung jawab. 4

3 Pemimpin dapat mencari solusi dari permasalahan yg ada 4

4 Pemimpin memberikan hak kebebasan kepada karyawan untuk

berkreasi dalam batas-batas tertentu.

JUMLAH 15

Proses Kerja (Work Proses)

1 Proses kerja sudah sesuai dengan prosedur yang ada 3

2 Penyajian laporan dan angsuran tepat waktu 2

3 Melakukan pengukuran kinerja dan tindakan korektif. 2

4 Proses kerja telah dikembangkan untuk suatu peningkatan 2

JUMLAH 9

Struktur (Structure)

1 Struktur yang ada telah dirancang untuk meningkatkan kinerja dan

strategi bisnis PNPM.

3

2 Struktur organisasi mendukung proses kerja dan keefektifitasan secara

berkesinambungan.

2

Page 203: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

193

3 Struktur organisasi mendukung orang dapat bekerja sama dalam tim

atau tidak.

3

4 Struktur organisasi dari level bawah sampai level atas mampu

mendukung pelaksanaan kerja yang efektif.

JUMLAH 10

Pembelajaran Kelompok (Group Learning)

1 Pelatihan untuk peningkatan kompetensi dan Karyawan dapat

memberikan masukan hal-hal yang perlu dipelajari

2

2 Pembelajaran kelompok dimaksudkan untuk pencapaian performa

pekerjaan dan keterampilan yang mendukung interaksi dan kerja tim

yang baik.

2

3 Manajemen mendukun untuk belajar mengenai hal-hal baru guna

memperbaiki cara kerja organisasi

3

4 Karyawan didorong dan diberikan waktu yang cukup untuk belajar dan

berlatih dengan tujuan pencapaian target dan sasaran.

2

JUMLAH 9

Teknologi (Technology)

1 Data-data yang berhubungan disimpan dan ada bukti soft copy & hard

copynya

4

2 Data yang diambil dapat diakses dengan mudah oleh aparatur yang

membutuhkan

2

3 Mempunyai web yang dapat diakses 2

4 Mempunyai perangkat lunak yang mendukung kelancaran 3

JUMLAH 11

Komunikasi (Communication)

1 Sistem sosialisasi 2

2 Sistem komunikasi terpadu 2

3 Sistem komunikasi berjalan dengan baik 2

4 Pertemuan (meeting) sering dilakukan 2

JUMLAH 8

Hubungan Antar Personil (Interrelationship)

1 Hubungan kerja vertikal telah dikembangkan hingga mendukung

inisiatif

3

2 Hubungan kerja horizontal telah dikembangkan hingga mendukung

inisiatif

2

3 Saling membantu dan memberi masukan 2

4 Hubungan kerja antara pekerja dan manajemen mendukung inisiatif

bersama

2

JUMLAH 11

Penghargaan (Rewards)

1 Adakah proses penilaian 2

2 Penghargaan 2

3 Penilaian yang transparan 2

4 Penghargaan sesuai dengan evaluasi tinjauan manajemen 2

JUMLAH 8

Berdasarkan tabel 3 di atas dapat dibuat Cobsweb Diagram yaitu sebagai berikut :

Page 204: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

194

Gambar 4 Cobsweb diagram

KINERJA KELURAHAN JATIMULYA

Setelah pengolahan data kuisioner dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa dari 32

variabel yang diisi pada kuisioner terdapat 20 variabel yang menunjukkan nilai kurang (2).

Tetapi jika dilihat dari total nilai terdapat kelemahan pada komunikasi , hal ini ditunjukan

dengan nilai score 8. Maka oleh sebab itu diperlukan perbaikan-perbaikan terhadap

aparatur-aparatur pelaksana PNPM Mandiri di kelurahan Jatimulya.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kelemahan pada komunikasi struktur PNPM mengakibatkan pada sistem sosialisasi

terhambat indikatornya adalah bahwa masyarakat sebagai Sasaran pelaksanaan PNPM

masih banyak yang belum tahu (69%) tentang PNPM. Hal ini berimbas pada rendahnya

penyerapan anggaran yang rata-rata sebesar 19,08%.

UCAPAN TERIMA KASIH

Terima kasih kami ucapkan kepada Universitas Darma Persada atas peran aktif berupa

dukungan materi maupun moril guna selesainya penelitian ini.

Chart Title

Leadership

Work Process

Structure

Group Learning

Technology

Communication

Interrelationship

Rewards

Scor

Page 205: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

195

DAFTAR PUSTAKA

Deputi Pengkajian Koperasi dan UKM, 2006, Pengkajian Peningkatan Daya Saing Usaha

Kecil Menengah yang Berbasis Pengembangan Ekonomi Lokal, Jakarta.

Briones Abraham, a Soft Systems Methodology Approach To Design a Restaurant

Management Model For A Great Tourism Hotel , instituto politecnico

Nacional, Mexico

Lestari, Sri, Kajian Efektivitas Model Penumbuhan Klaster Bisnis UKM Berbasis

Agribisnis, Deputi Bidang Pengkajian Sumber daya UMKM.

Lovren, Adam, 2012, How Can Assistence Programs Create Value For Entrepreneurs ? A

Grounded Theory Case Study Of The Michigan StateUniversity Product Centre

For Agriculture and Natural Resources, Michigan State University

Nukman, 2010, Pemberdayaan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) Masyarakat Desa

Melalui Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri,

Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim, Malang.

Novi, 2006, Analisis Sistem Claster, Studi Kasus Kota Depok, Universitas Indonesia,

Depok

________, 2008, PTO Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri

Pedesaan,

http://psflibrary.org/catalog/repository/PTO%20PNPM%20Mandiri%20Perdesa

an.pdf, akses 22 Maret 2012

Tulus Tambunan, Development of Small and Medium Scale Industry Clusters In

Indonesia, Univeritas Trisakti.

Presley, Andrien, Participative Design Using Soft Systems Methodology, Clark University,

USA

Page 206: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

196

DESAIN DAN IMPLEMENTASI MOBILE LEARNING

BERBASIS ANDROID

Adam Arif Budiman

Teknik Informatika - Universitas Darma Persada

[email protected]

ABSTRAK

Perkembangan teknologi yang cepat memberikan dampak yang signifikan terhadap gaya

hidup manusia. Teknologi bergerak/mobile yang cepat memberikan perubahan paradigma

berkomunikasi seseorang terhadap orang lain. Fungsi perangkat bergerak/mobile device

yang terintegrasi dengan sistem telekomunikasi seluler tidak hanya digunakan untuk

berkomunikasi tetapi juga digukanakan untuk fungsi-fungsi lainnya. Antara lain sebagai

media pembelajaran. Paper ini membahasa mengenai bagaimana penerapan e- learning

yang diintegrasikan ke mobile device sehingga kontent e-learning dapat diakses melalui

perangkat bergerak.

Keyword: android, mobile learning, e-learning, mobile, mobile device, seluler,

telekomunikasi bergerak

PENDAHULUAN

Dengan dukungan teknologi mikroprosesor dan telekomunikasi, perangkat bergerak

menjadi lebih canggih dan berdaya guna. Pada gambar 1 memberikan ilustrasi

perkembangan teknologi mikroprosessor dan komputer. [1]

Gambar 1

Page 207: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

197

Pengguna internet semakin meningkat. Berdasarkan data Gartner[2] gambar 2, pengguna

internet lebih banyak mengakses internet melalui perangkat bergerak daripada melalui

PC/desktop.

Gambar 2

Disisi lain, pelajar atau mahasiswa yang memiliki perangkat bergerak semakin meningkat

[3], dan bila kita mengamati mahasiswa di kelas, hampir 100 persen memiliki handphone.

Gambar 3

Pada gambar 4, penggunaan internet oleh pelajar/mahasiswa beraneka ragam, diantaranya

mencari informasi, mengakses medis sosial, email dan lain lain. [3]. Dari trend tersebut

Page 208: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

198

maka sebetulnya kita bisa mengarahkan pelajar/mahasiswa untuk menggunakan media

perangkat bergerak untuk mengakses modul e-learning.

Gambar 4

Kampus UNSADA sudah lama berdiri dan terdapat sistem e-learning untuk menunjang

proses belajar. Tetapi penggunaannya masih belum maksimal bahkan banyak mahasiswa

yang belum mengenal tool ini. Dalam upaya untuk meningkatkan penggunaan e-learning

maka di rancanglah e-learning yang bisa di jalankan dalam perangkat bergerak yang

disebut mobile learning, dengan harapan e-learning ini akan semakin dikenal dan

digunakan secara optimal karena hampir seluruh civitas akademis di UNSADA memiliki

perangkat bergerak. Metode penelitian ini menggunakan Evolutionary Development dalam

pengembngan aplikasi.

MOBILE LEARNING

Mobile learning atau M-learning adalah tipe e-learning yang menggunakan media

telekomunikasi nirkabel dalam menyampaikan materi pendidikan. [4]

Demikian juga mobile learning menurut Traxler [5] bahwa mobile learning dideskripsikan

sebagai penggunaan komputer dalam ruang kelas yang saling berhubungan, bersifat

interaktif dan pribadi, dalam sebuah lingkungan kolaboratif dalam topik kajian tertentu.

Pada tabel 1, terdapat perbedaan mengenai istilah e-learning dan mobile-learning [6]

Page 209: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

199

Tabel 1

SISTEM OPERASI ANDROID

Android merupakan sistem operasi untuk perangkat bergerak seperti tablet, handphone dan

smartphone. Android yang didukung oleh perusahaan Google Inc ini bersifat open source

dan free. Setiap pengembang sistem bisa memanfaatkan teknologi ini untuk membuat

aplikasi mobile yang mereka kembangkan tanpa membeli lisensi dari Google. Android

menggunakan Linux kernel sebagai kernel/program inti sistem operasinya dengan

penambahan libraries, application framework dan application. Gambar di bawah

merupakan susunan / stack sistem operasi Android [7]

Gambar 5

Page 210: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

200

DESAIN DAN IMPLEMENTASI MOBILE LEARNING

Mobile learning ini dikembangkan dengan Android sebagai platform pemrograman,

dengan database MySQL dan pemrograman PHP sebagai perantara komunikasi dari sistem

di Android ke sistem e-learning di server e-learning UNSADA. Gambar 6 menujukkan

desain system mobile learning.

Gambar 6

Pengguna dapat menggunakan tablet, smartphone atau laptop untuk mengakses materi e-

learning, dengan terhubung ke server melalui jaringan nirkabel Wifi, 3G atau jaringan

internet lainnya.

HASIL PENELITIAN

Pada gambar 7 Di bawah ini merupakan tampilan icon aplikasi pada perangkat bergerak.

Bila icon “E-learning UNSADA” diklik maka akan muncul tampilan yang berisi login

untuk mengakses materi e-learning. Pada menu tampilan tertera beberapa fitur yaitu

“materi”, “berita/News”, “tugas”,”nilai”, “Ujian” dan “Bantuan”

Page 211: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

201

Gambar 7

Gambar 8

Page 212: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

202

Gambar 9

KESIMPULAN

Dengan adanya aplikasi mobile learning di atas, maka pelajar/mahasiswa lebih mudah

mengakses materi pendidikan tanpa terkendala waktu, lokasi dan jarak. Meski

pengembangan teknologi mobile learning terus dikembangkan yang tidak kalah penting

adalah bagaimana membudayakan penggunaan teknologi m-learning pada pengajar dan

mahasiswa.

DAFTAR PUSTAKA

1. Morgan stanley , research survey 2012

2. gartner survey, 2012

3. ECAR student study mobility , 2012

4. Brown, H.T, 2005,”Towards a model for M-Learning”, International Journal on E-

Learning, ,299-315

5. Traxler, J, 2005, Institutional issues: Embedding and supporting. In A Mobile

learning: A handbook for educators and trainers (pp. 173-188), London, Routledge.

6. Agah, Aisye, 2011, Differences between m-learning (mobile learning) and e-learning,

basic terminology and usage of m-learning in education, Procedia Social and

Behavioral Sciences, Elsevier

7. Website: http://developer.android.com

Page 213: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

203

8. hafizul fahri, khairulanur, Mobile Learning Environment System (MLES): The Case of

Android-based Learning Application on Undergraduates’ Learning, (IJACSA)

International Journal of Advanced Computer Science and Applications, Vol. 3, No. 3,

2012]

9. Nazruddin Safaat H, 2012, Pemrograman Aplikasi Mobile Smartphone dan Tablet PC

dengan Android, Bandung, Informatika

10. Ivan Michael Siregar, 2011, Membongkar Source Code berbagai Aplikasi Android,

Yogyakarta, Gava Media

11. Jeff Friesen, 2010, Learn java for Android development, New York, Apress

12. Shambu, Abhijit, Kevin, Mark Weiser, 2002, Mobile Computing: Implementing

Pervasive Information and Communication Technology, New York, Kluwer Academic

Publisher

13. Murphy, Mekeer, 2011, Top mobile internet trend,

http://www.slideshare.net/kleinerperkins/kpcb-top-10-mobile-trends-feb-2011

14. Barbara L Ciamitaro, 2012, Mobile Technology Consumption: Opportunities and

Challenges. IGI Global

Page 214: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

204

PENGARUH PARTISIPASI PEREMPUAN DALAM USAHA

EKONOMI MIKRO TERHADAP TINGKAT SOSIAL EKONOMI

KELUARGA DI KELURAHAN PONDOK KELAPA KEC. DUREN

SAWIT JAKARTA TIMUR

Atik Isniawati, Sri Ari Wahyuningsih, Haryanto

Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi

[email protected]

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah menganalisis pengaruh umur pedagang, jumlah tanggungan

(anak), tingkat pendidikan, dan lamanya berdagang terhadap pendapatan keluarga. Sampel

dalam penelitian ini adalah ibu rumah tangga yang melakukan kegiatan dagang di wilayah

Pondok Kelapa, Jakarta Timur, yang berjumlah 139 responden. Metode analisis statistik

digunakan dalam penelitian ini. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendapatan istri

berpengaruh sangat kuat dan positif terhadap pendapatan keluarga. Hal ini berarti tingkat

partisipasi perempuan dalam usaha ekonomi mikro terhadap tingkat sosial ekonomi

keluarga cukup signifikan. Dilihat dari kontribusi istri terhadap penghasilan keluarga

besarnya adalah 0,88 atau 88% sedangkan kontribusi pendapatan selain penghasilan istri

adalah sebesar 12%.

Kata Kunci : Partisipasi perempuan, usaha ekonomi mikro, tingkat sosial ekonomi

keluarga, pendapatan istri, kontribusi

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Dalam bidang ekonomi, perempuan yang bekerja dalam menunjang kehidupan keluarga

tidak terlepas dari kemiskinan, sehingga perempuan diberikan peluang untuk ikut serta

dalam usaha ekonomi yang produktif, dan diberikan kesempatan bekerja diluar rumah

sehingga mempunyai kontribusi positif terhadap pendapatan keluarga. Hal ini mengingat

tingkat kesejahteraan keluarga Indonesia sebagian besar masih berada di bawah garis

kemiskinan. Kegiatan usaha ekonomi mikro (sektor informal) kontribusi kaum

perempuan dibidang ini sangat signifikan. Dari tiga puluh juta pengusaha UMKM 60%

diantaranya adalah perempuan. Proporsi 4 tenaga kerja perempuan di sektor informalpun

ternyata mencakup tujuh puluh persen dari keseluruhan tenaga kerja perempuan. Usaha

mikro yang paling banyak diminati kaum perempuan diantaranya adalah di bidang industri

rumah tangga dan perdagangan. Di bidang industri rumah tangga misalnya saja adalah

Page 215: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

205

pembuatan kripik dan makanan sejenisnya yaitu dagang dengan modal < Rp. 10.000.000,

dagang makanan sehari-hari/warung nasi,gorengan dan lain sebagainya. Penelitian ini

dilakukan di Kelurahan Pondok Kelapa Jakarta Timur.

Dari pra-survey ini dapat diketahui bahwa dengan berpartisipasinya perempuan dalam

usaha ekonomi mikro ini secara langsung memiliki pengaruh terhadap tingkat sosial

ekonomi keluarga di Kelurahan Pondok Kelapa Kecamatan Duren Sawit Jakarta Timur.

Berdasarkan uraian diatas maka peneliti tertarik melakukan penelitian dengan judul

“Pengaruh Tingkat Partisipasi Perempuan dalam Usaha Ekonomi Mikro terhadap Tingkat

Sosial Ekonomi Keluarga di Kelurahan Pondok Kelapa Kec. Duren Sawit Jakarta Timur”.

Perumusan Masalah

Beberapa masalah yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah “Apakah umur pedagang,

tingkat pendidikan, lama berdagang, dan umur tanggungan keluarga secara parsial dan

simultan berpengaruh terhadap pendapatan keluarga?”

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh umur pedagang, tingkat

pendidikan, lama berdagang, dan umur tanggungan keluarga secara parsial dan simultan

terhadap pendapatan keluarga?”

Tinjauan Pustaka

Menurut Naqiyah (2005) perempuan adalah manusia yang mempunyai potensi untuk

tumbuh dan berkembang. Sebagai manusia ia lahir dengan naluri untuk sukses dan terus

maju dalam kehidupan yang ditempuhnya. Posisi perempuan yang selama ini menjadi

nomor dua (women is second sex) akan mengebiri dan menindas perempuan. Secara

sosiokultural, perempuan dibatasi oleh budaya patriakat yang kukuh dan tidak mudah

merobohkannya. Ia berpendapat bahwa istilah gender dipakai untuk pengertian jenis

kelamin secara non-biologis, yaitu secara sosiologis dimana perempuan direkonstruksikan

sebagai mahluk yang lemah lembut sedangkan laki-laki sebagai mahluk yang perkasa. Hal

Page 216: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

206

yang sama juga dijelaskan bahwa gender adalah perbedaan peran, perilaku, perangai

lakilaki dan perempuan oleh budaya/masyarakat melalui interpretasi terhadap perbedaan

biologis laki-laki dan perempuan. Djamal (2000) menemukan bahwa 80 persen perempuan

yang disurveinya beralasan membantu suami dan rumah tangga. Sing, dkk., 2000

menemukan bahwa lebih dari 56 persen menyebutkan memperoleh pendapatan tambahan

sebagai alasan memasuki usaha kecil, dan selebihnya menjawab ingin mandiri. Van

Velzen, 1990 menyatakan Warisan dari orang tua juga alasan yang melatari keterlibatan

perempuan (dikutip oleh Mulyanto, 2006).

Media Perempuan, Edisi ke-V, 2010 mengatakan bahwa kaum perempuan yang bekerja di

sektor informal memunculkan dua indikasi. Pertama, adanya keterbatasan akses kaum

perempuan untuk masuk kedalam sektor formal karena adanya keterbatasan pada aspek

pendidikan dan keterampilan yang dimiliki. Kedua, kaum perempuan sendiri yang memilih

masuk ke sektor informal dengan pertimbangan adanya kemudahan, keleluasaan dan

fleksibilitas kerja disektor informal yang tidak mungkin diperoleh ketika bekerja di sektor

formal. Disamping itu, usaha mikro juga merupakan salah satu komponen utama

pengembangan ekonomi lokal, dan berpotensi meningkatkan posisi tawar (bargaining

position) perempuan dalam keluarga (Sugiarto, 2007:203). Pada tahun yang sama

sumbangan usaha kecil terhadap total PDB mencapai 39,93% (BPS,2009). Perempuan

adalah perempuan usia produktif (15-55 tahun) yang telah menikah dan tinggal bersama

suami dalam satu rumah. Keluarga adalah unit sosial yang terkecil dalam masyarakat yang

anggotanya terkait oleh adanya hubungan perkawinan (suami dan istri) serta hubungan

darah (anak kandung) atau adopsi (anak angkat). Pendapatan perempuan adalah hasil yang

diperoleh responden dari kerja produktif yang dilakukan oleh perempuan. Pendapatan

keluarga adalah jumlah pendapatan yang didapatkan oleh seluruh anggota keluarga, baik

dari hasil usaha tani, maupun dari pendapatan lainnya. Pengeluaran rumahtangga adalah

rata-rata biaya yang dikeluarkan rumahtangga dalam kurun waktu selama enam bulan

terakhir untuk pengeluaran pangan maupun nonpangan.

Kontribusi ekonomi perempuan adalah proporsi pendapatan perempuan terhadap

pendapatan total keluarga. Kontribusi suami adalah proporsi pendapatan suami terhadap

pendapatan total keluarga. Kesejahteraan keluarga objektif berdasarkan BPS adalah

keluarga dikatakan sejahtera apabila pendapatan atau pengeluaran per kapita per bulan di

Page 217: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

207

atas garis kemiskinan.Kesejahteraan keluarga subjektif adalah tingkat kepuasan contoh

terhadap keadaan keluarga baik secara fisik, ekonomi, sosial, dan psikologi berdasarkan

persepsinya (subjektif).

Beberapa studi mengindikasikan upah perempuan lebih rendah dari laki-laki. Lembaga

Penelitian SMERU: 2003 merupakan salah satu studi yang menunjukkan bahwa upah

perempuan sekitar 70% dari upah laki-laki.

Metode Penelitian

Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer. pengumpulan data

primer diliput melalui seperangkat pertanyaan (kuesioner) dan wawancara yang diajukan

kepada responden, serta dilakukan observasi terhadap responden.

Dalam penelitian ini teknik penarikan sampling dilakukan dengan metode purposive. Ciri

pedagang berhasil adalah pedagang yang mampu : (1) mengelola dagangannya dengan

baik, (2) mengelola usaha dengan baik, (3) memupuk dan mengelola modal, (4) mampu

bermitra antar pedagang, anggota dan pihak ketiga. Sedangkan jenis responden dalam

penelitian ini adalah ibu rumah tangga yang melakukan kegiatan dagang baik untuk

makanan warteg maupun industri makanan rumahan. Sedangkan definisi operasional dan

pengukuran variable dalam penelitian ini adalah tingkat partisipasi perempuan dalam usaha

ekonomi mikro yang diukur menggunakan rasio pendapatan istri terhadap pendapatan

keluarga, dan tingkat sosial ekonomi keluarga, diukur dengan umur pedagang, tingkat

pendidikan,lamanya responden melakukan aktivitas dalam sehari , kepemilikan rumah, dan

penghasilan keluarga.

Analisis data dengan menggunakan program Microsoft Excel dan SPSS 21 for Window.

Analisis statistik yang digunakan untuk mengolah data adalah analisis deskriptif untuk

menyajikan berbagai gambaran variabel yang diteliti.

Page 218: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

208

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian menunjukkan bahwa 84,17% pedagang wanita telah menikah, 7,19%

belum menikah dan sisanya 8,64% janda. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian beberapa

peneliti terdahulu yang mengatakan bahwa umumnya kaum wanita bekerja setelah

melahirkan serta umur anak yang diasuhnya sudah cukup besar dan dapat diasuh oleh

anggota keluarga yang lain seperti nenek atau kakeknya. Temuan lainnya para wanita

pedagang kaki lima ini adalah sebagai penopang kehidupan rumah tangganya. Sedangkan

dari jumlah tanggungan terlihat bahwa jumlah tanggungan terbesar adalah 3-4 anak atau

44,60%, sedang lainnya diantara 1-2 anak saja. Jika kita bandingkan dengan penghasilan

tiap bulan maka banyaknya tanggungan anak ini yang menyebabkan para pedagang belum

memiliki tempat tinggal sendiri , yaitu 74,82% .

Dari sudut pendapat responden sesuai dengan lamanya waktu berdagang didapatkan

bahwa pendapatan responden berkisar antara Rp.100.000–Rp.200.000 mencapai 41,73%,

kemudian disusul pendapatan kurang dari Rp.100.000 sebanyak 33,81%. Sisanya diatas

Rp.300.000. Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah dengan segala

keterbatasan yang ada pada wanita, dia tetap memiliki potensi yang besar dalam

menambah pendapatan keluarga melalui pendapatan wanita itu sendiri.

Usaha Kecil Menengah (UKM) mempunyai peran yang strategis dalam perekonomian

nasional. Dalam konteks otonomi daerah, UKM merupakan ujung tombak dalam

menjalankan perekonomian daerah. Maka penelitian ini menjadi penting dengan

mempersoalkan antara pengaruh umur pedagang, lamanya jam berdagang, banyaknya

tanggungan keluarga dan tigkat pendidikan pedagang dalam mempengaruhi pendapatan

keluarga di Kelurahan Pondok Kelapa Jakarta Timur .

Page 219: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

209

Dari hasil uji hipotesis dengan jalan analisis jalur dapat digambarkan sebagai berikut :

X1 Py1= - 0,205

P31=0,261

P43=0,044 PY4=0,049

P21= -0,153 X3 X4 Y

P32= 0,070

X2 PY2 = -0,018

Gambar : Model Analisis jalur antara Umur pedagang, lamanya jam berdagang , jumlah

tanggungan keluarga dan Tingkat Pedidikan Pedagang serta Pendapatan

Keluarga.

Dengan menggunakan metode Backward diperoleh hasil pengolahan data yang mana

koefisien jalur ditunjukkan oleh kolom Stadardized Coefficients (Beta).

Hipotesis yang diujikan adalah :

Ho : P31 = 0

Ha : P31 ≠ 0

Hasil yang didapatkan adalah bahwa:

a. P31= 0,261, t = 3,110 ,P-Value = 0,002< 0,05 sehingga Ho ditolak, yang berarti

Umur pedagang tidak berpengaruh terhadap jumlah tanggungan keluarga.

b. P32 = 0,070 , t = 0,838 ,P-Value =0,403 > 0,05 , sehingga Ho diterima , yang

berarti rata-rata lamanya berdagang berpengaruh secara langsung terhadap jumlah

tanggungan keluarga.

Dari analisis Struktural tersebut didapatkan bahwa koefisien jalur P32 tidak signifikan,

sehingga X2 perlu dikeluarkan untuk memperbaiki model .

Page 220: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

210

Persamaan struktural dapat diekspresikan dalam bentuk :

X3 = p31X1+p32X2+e1 atau X3 =0,261X1 + ε 1 karena X2 tidak signifikan, sehingga dapat

dilihat bahwa :

a. Umur pedagang (X1) berpengaruh secara tidak langsung terhadap tingkat pendidikan

(X3) yang diperlihatkan dengan persamaan X3 = 0,261X1 + ε1

b. Hubungan antara umur pedagang dengan pendapatan sangat rendah yaitu hanya

sebesar 0,208

c. Umur pedagang (X1) berpengaruh terhadap pendapatan keluarga (Y) secara tidak

langsung dimana umur (X1) secara tidak langsung mempengaruhi pendidikan

pedagang (X3) , kemudian pendidikan (X3) berpengaruh secara tidak langsung

terhadap lamanya jam kerja (X4) yang pada akhirnya lama jam kerja (X4) berpengaruh

langsung terhadap pendapatan keluarga (Y) diperlihatkan pada model 2 dengan

persamaan :

d. Y = a+ p31X1+p43X3+pY4X4 + ε2

Y= 169384,11+ 0,261X1+0,044X3+0,049X4+ ε2

e. Hubungan antara X1,X3 dan X4 terhadap Y juga sangat rendah yaitu sebesar 0,219 .

hal ini disebabkan adanya beberapa factor diluar variable penelitian yang tidak

langsung mempengaruhi pendapatan.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan dalam penelitian ini adalah bahwa :

a. Pendapatan istri berpengaruh sangat kuat terhadap pendapatan keluarga.

b. Umur pedagang (X1) berpengaruh secara langsung terhadap jumlah tanggungan

keluarga, hal ini ditunjukkan dengan persamaan structural dimana semakin tua

pedagang maka tanggungan keluarga semakin bertambah.

c. Hubungan antara umur pedagang dengan jumlah tanggungan keluarga sangat rendah

atau lemah sebesar 0,208.

d. Umur pedagang (X1) berpengaruh secara langsung dan tidak langsung terhadap

pendapatan keluarga (Y) secara tidak langsung dimana umur (X1) secara tidak

langsung mempengaruhi pendidikan (X3), kemudian pendidikan (X3) berpengaruh

secara tidak langsung terhadap lamanya jam kerja ( X4) yang pada akhirnya lama jam

Page 221: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

211

kerja (X4) berpengaruh langsung terhadap pendapatan keluarga (Y) diperlihatkan pada

model 2 dengan persamaan :

Y= 169384.11+ 0,261X1+0,044X3+0,049X4+ ε2

e. Hubungan antara X1,X3 dan X4 terhadap Y juga sangat rendah yaitu sebesar 0.219, hal

ini disebabkan adanya beberapa faktor diluar variable penelitian yang tidak langsung

mempengaruhi pendapatan.

Dari hasil penelitian dan beberapa temuan di lapangan maka penulis dapat memberikan

saran bahwa sehubungan umur pedagang berpengaruh secara langsung dan tidak langsung

terhadap pendapatan keluarga, selayaknya Pemda DKI memberikan tambahan ketrampilan

wiraswasta kepada para pedagang, disamping memberikan ruang yang mudah terjangkau

konsumen, sehingga para pedagang dapat meningkatkan pendapatannya dan dapat bersaing

dengan pesaing.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, Biro Pusat Statistik Propinsi .2013. Statistik Ketenagakerjaan .

Bhasin (1996) dalam Putu (2012) , Kamla, Menggugat Patriarki, Jogyakarta, Bentang

Handayani M Th dan Artini Ni W P, 2009. Kontribusi Pendapatan Ibu Rumah Tangga

Pembuat Makanan Olahan Terhadap Pendapatan Keluarga. Piramida Vol V No.

1.

Hesti, R.Wd. Penelitian Perspektif Gender dalam Analisis Gender Dalam Memahami

Persoalan Perempuan, Jurnal Analisis Sosial Edisi IV,Nopember 1996.

Kadir, 2010. Statistika Untuk Penelitian-ilmu-ilmu sosial . Rosemata Sampurna Jakarta .

Lembaga Penelitian SEMERU: 2003

Media Perempuan, Edisi ke-V, 2010

Mulyanto, J.H dan Jamhari. 2006. Peranan Wanita Peningkatan Pendapatan dan

Pengambilan Keputusan: Studi Kasus pada industri kerajinan Gaplak di

Kabupaten Bantul dalam Agro Ekonomi. Jurnal Sosek Vol. V/No. 1 des/1998.

Nugroho, Bhuono. 2005. Memilih Metode Statistik Penelitian dengan SPSS. Andi Offset

Yogyakarta.

Sitohang Maria Ramos. 2004. Skripsi Peranan Istri Bekerja Dalam Kontribusinya

Menambah Pendapatan Keluarga. UHN. Medan.

Page 222: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

212

Sugiarto, 2007 : Kontribusi Wanita Dalam Aktivitas Ekonomi dan Rumah Tangga

Sugiyono. 2008. Metodologi Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D.Alfabeta. Bandung.

Sulistiyani Ambar T dan Rosidah. 2003. Manajemen Sumber Daya Manusia. Graha Ilmu.

Yogyakarta.

Sumarsono Sonny. 2003. Ekonomi Manajemen Sumber Daya Manusia dan

Ketenagakerjaan. Graha Ilmu. Yogyakarta.

Sumampaw, 2000, Sumampaw, S.A. dkk, Ada Bersama Tradisi Seri Usaha Mikro Kecil,

Swisscontact dan Limpad.

Riyani, dkk. 2001. Kontribusi Wanita Dalam Aktivitas Ekonomi dan Rumah Tangga.

Sumampaw, S.A. dkk, Ada Bersama Tradisi Seri Usaha Mikro Kecil, Swisscontact dan

Limpad, 2000.

Widiandarini, Ni Putu Yesi. 2001. Kontribusi Pendapatan Ibu Rumah Tangga terhadap

Pendapatan Total Rumah Tangga dengan Luas Pemilikan Lahan yang Berbeda.

(Studi Kasus di Desa Subuk, Busungbiu, Buleleng). Jurusan Sosial Ekonomi

Pertanian. FP UNUD, Denpasar

Page 223: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

213

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MENJADI PERTIMBANGAN

SISWA SLTA MENJELANG MASUK PERGURUAN TINGGI

Sukardi, Endang Tri Pujiastuti

Program Studi Manajemen, Fakultas Ekonomi

[email protected]

ABSTRAK

Pendidikan merupakan kebutuhan pokok anak bangsa sebagai generasi penerus di masa

mendatang. Oleh karena itu penyedia jasa pendidikan khususnya perguruan tinggi

berlomba-lomba untuk memberikan fasilitas proses pembelajaran dengan mengikuti

perkembangan zaman, seperti kelengkapan fasilitas dalam proses pembelajaran. Dalam

penelitian ini mengungkap apa yang sebenarnya para siswa lanjutan atas ketika memilih

dan menentukan perguruan tinggi untuk melanjutkan studinya. Penelitian ini bertujuan

untuk mengetahui faktor-faktor yang menjadi acuan siswa SLTA ketika memilih

Perguruan Tinggi Swasta di Jakarta Timur. Metode penelitian yang digunakan adalah

survey terhadap siswa SLTA kelas III yang akan melanjutkan studinya ke Jenjang

perguruan tinggi sebanyak 500 siswa dari 10 SLTA baik negeri maupun swasta. Instrumen

yang digunakan sebanyak 23 variabel independen. Jawaban responden menggunakan

kuesioner tertutup dengan memberikan penilaian menggunakan skala likert mulai sangat

tidak penting sampai sangat penting (skala 1-4). Metode Analisa menggunakan statistik

diskriptif dan analisa faktor. Hasil penelitian dari 23 variabel menunjukkan 7 faktor yang

menjadi Acuan siswa SLTA ketika memilih perguruan tinggi. Faktor-faktor tersebut

terdiri dari : faktor 1 (reputasi dan prestasi kampus), faktor 2 (biaya kuliah terjangkau),

faktor 3 (pelayanan yang baik), faktor 4 (kemudahan akses informasi), faktor 5 (jurusan

sesuai dengan yang diinginkan), faktor 6 (komunitas kampus yang solid), faktor 7 (kualitas

akademik dan kemudahan mendapat pekerjaan setelah lulus).

Kata kunci : Faktor-faktor, acuan, siswa SLTA.

PENDAHULUAN

Tantangan perguruan tinggi khususnya swasta saat ini sangat ketat, oleh karena itu

Perguruan Tinggi Swasta harus berbenah diri baik dalam hal fasilitas hardware maupun

softwarenya. Kategori hardware lebih menonjolkan fasilitas fisik seperti gedung, ruang

kuliah yang nyaman, peralatan dan laboratorium yang mumpuni. Sedangkan software lebih

menekankan pada manajemen pendidikan seperti metode pembelajaran, kurikulum,

akreditasi, brand image dan memperkuat tata kelola, akuntabilitas dan pencitraan public.

Saat ini, di Indonesia terdapat banyak pilihan perguruan tinggi bagi siswa SLTA yang

ingin melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi. Terdapat sekitar 82 PTN dan sekitar

Page 224: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

214

1400 PTS. Sedangkan jumlah siswa SLTA negeri maupun swasta khusunya di DKI Jakarta

seperti terlihat pada Tabel 1 berjumlah 148.268 orang.

Tabel 1. Jumlah siswa SLTA Negeri maupun Swasta di DKI 2012

KOTA/KABUPATEN

JENIS SLTA

NEGERI SWASTA JUMLAH

Jakarta Pusat 7,299 7,883 5,182

Jakarta Utara 1,49 9,689 1,18

Jakarta Barat 1,855 4,429 6,284

Jakarta Selatan 1,574 4,532 6,106

Jakarta Timur 2,520 6,630 9,150

Kep. Seribu 363 - 363

JUMLAH 5,105 3,163 148,268

Sumber : Modifikasi http://snmptn.or.id

Karena demikian banyaknya pilihan perguruan tinggi, maka perlu dilakukan pemetaan dan

menentukan kriteria tertentu untuk mengetahui faktor yang dijadikan dasar acuan dalam

mengambil keputusan siswa SLTA masuk perguruan tinggi. Pada umumnya kriteria yang

dipilih meliputi status akreditasi, citra, fasilitas fisik, biaya, mutu dosen, mutu lulusan,

prospek, dan sebagainya. Dengan demikian, Jika melihat jumlah siswa sebagaimana tabel

di atas, maka peluang dan kesempatan perguruan tinggi swasta menampung lulusan SLTA

sangat tinggi.

Dari latar belakang dan informasi tersebut, maka penelitian ini mengkaji analisis faktor-

faktor yang menjadi acuan siswa SLTA dalam memilih perguruan tinggi swasta di wilayah

Jakarta Timur. Tujuannya untuk mengetahui berbagai faktor yang menjadi acuan siswa

SLTA ketika masuk Perguruan Tinggi Swasta. Sedangkan manfaat yang diharapkan

adalah bagi pengelola perguruan tinggi dapat mengetahui faktor-faktor yang menjadi acuan

siswa SLTA dalam memilih Perguruan Tinggi Swasta di Jakarta Timur, sehingga

pemangku kepentingan dapat fokus pada hal-hal yang dianggap penting untuk dilakukan

peningkatkan infrastruktur maupun fasilitas lain.

Untuk menjawab permasalahan tersebut, diperlukan landasan teori untuk menganalisis

faktor-faktor yang menjadi acuan siswa SLTA dalam memilih perguruan tinggi swasta di

Page 225: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

215

wilayah Jakarta Timur diataranya tentang persepsi konsumen, faktor-faktor yang

mempengaruhi keputusan memilih dan membeli produk, perilaku keputusan dalam

membeli.

Persepsi konsumen. Menurut Kotler (1997:78) persepsi adalah proses memilih, menata,

menafsir stimuli yang dilakukan seseorang agar mempunyai arti tertentu. Preferensi akan

membentuk sikap konsumen terhadap suatu obyek, yang pada gilirannya akan sikap ini

seringkali secara langsung akan mempengaruhi apakah konsumen akan membeli suatu

produk atau tidak.

Faktor-faktor yang mempengruhi keputusan memilih dan membeli produk. Terdapat

beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen antara lain (1) Faktor kebudayaan

terdiri dari : sub budaya, kelas sosial. (2) Faktor pribadi terdiri dari : Usia, pekerjaan,

ekonomi, gaya hidup dan kepribadian. (3) Faktor psikologis terdiri dari : motivasi,

persepsi, belajar dan kepercayaan.

Sedangkan Pelaku Pengambil Keputusan dalam Pembelian, terdiri dari : Initiator,

Influencer, Gate keeper, decider, buyer, user, dimana konsumen sebelum membuat

keputusan maka perlu melakukan langkah-langkah yang umumnya dilakukan secara

bertahap.

Perilaku Konsumen. Menurut Dharmmesta dan Handoko (2000:10) Perilaku konsumen

(consumer behavior) adalah kegiatan-kegiatan individu yang secara langsung terlibat

dalam mendapatkan dan mempergunakan barang-barang dan jasa-jasa tersebut

didalamnya proses pengambilan keputusan pada persiapan dan penentuan kegiatan-

kegiatan tersebut. Sedangkan menurut Kottler dan Gary Armstrong (2001:219), terdapat

tipe – tipe perilaku membeli berdasarkan tingkat keterlibatan pembeli dan tingkat

perbedaan di antara berbagai merek, yang dijelaskan melalui Tabel 2. berikut :

Tabel 2. Tipe -Tipe Perilaku Konsumen

Perbedaan persepsi

Perilaku Konsumen

Keterlibatan tinggi Keterlibatan rendah

Perbedaan yang

mendasar yang ada di

1) Perilaku membeli yang

komplek

2) Perilaku membeli yang

mencari variasi

Page 226: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

216

antara merk

Sedikit perbedaan di

antara merk yang ada

3) Perilaku membeli yang

mengurangiketidakcocokan

4) Perilaku membeli

karena kebiasaan

Sumber : Philip Kottler & Gary Armstrong (2001 : 221)

Perilaku membeli yang kompleks (Complex buying behaviour), konsumen akan terlibat

ketika produknya mahal, beresiko, jarang dibeli, dan sangat menonjolkan ekspresi diri.

Pembeli ini akan melalui proses belajar mengenai kategori produknya, sikap, kemudian

membuat pilihan pembelian yang dipikirkan masak- masak. Sedangkan Perilaku membeli

yang mencari variasi, konsumen menjalankan perilaku membeli dalam situasi yang

bercirikan rendahnya keterlibatan konsumen namun perbedaan merek dianggap cukup

berarti, sehingga konsumen seringkali berganti merek. Untuk perilaku membeli yang

mengurangi ketidakcocokan (Dissonance-reducing buying behaviour), maka setelah pasca

pembelian, konsumen dapat mengalami ketidakcocokan. Ketika konsumen menemukan

kelemahan tertentu tentang merek yang dibeli atau mendengar hal – hal bagus mengenai

merek lain yang tidak dibeli. Sedangkaan perilaku membeli karena kebiasaan (Habitual

Buying Behaviour), konsumen tidak mencari informasi secara ekstensif mengenai suatu

merek, mengevaluasi sifat – sifat merek tersebut, dan mengambil keputusan yang berarti

merek apa yang akan dibeli. Konsumen tidak membentuk sikap yang kuat terhadap suatu

merek, konsumen memilih merek tersebut karena dikenal.

Kaitan teori tersebut dengan penelitian ini adalah bagaimana siswa sebagai konsumen

memilih Perguruan Tinggi. Menurut Gunadi et al (2007 : 78), ada beberapa prinsip yang

perlu diperhatikan dalam melakukan pemilihan perguruan tinggi agar yang dipilih tepat,

yaitu : mencari informasi secara detil, mata kuliahnya, praktek lapangan, dosen,

universitasnya, komunitas sosialnya, kegiatan kampusnya, biaya, alternative profesi kerja,

kualitas alumninya, dan lain-lain. Menyesuaikan cita-cita anak, karena setiap anak

mempunyai cita-cita dan pembiayaan kuliah terjangkau atau tidak merupakan salah satu

pertimbangan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang menjadi

acuan siswa SLTA memilih PTS adalah : (1) Menyesuaikan cita-cita, minat dan bakat, (2)

Informasi yang sempurna, (3) Lokasi dan biaya, (4) Daya tampung jurusan / peluang

diterima, (5)Masa depan karir dan pekerjaan, (6) Fasilitas kampus, (7) Kegiatan

Page 227: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

217

mahasiswa, seperti kegiatan ekstra kurikuler yaitu Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM), (7)

Akreditasi, (8) Reputasi atau citra.

METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian ini bersifat eksplorasi (explanatory research) yang dilakukan di Wilayah

Jakarta Timur pada bulan Maret sampai dengan Juni 2013. Lokasi tersebut dipilih, karena

mudah dijangkau dan mudah dalam mendapatkan responden sebagai objek penelitian.

Populasi diambil berdasarkan jarak SLTA dari lokasi peneliti yaitu di 3-5 km sebanyak 10

SLTA terdiri dari SMK 48, SMA Budaya, SMA Cahaya Sakti, SMA Negeri 44, SMA

Negeri 103, SMA PR 2, SMA Negeri 100, SMA BPSK, SMA Muhammadiyah 23 dan

SMA Negeri 107. Sedangkan teknik penentuan sampel ditetapkan baik secara unit maupun

ovservasi berdasarkan quota sampling yaitu setiap SLTA diambil 50 siswa, selanjutnya

agar sampel lebih representative diambil dari kelompok IPS sebanyak 25 siswa, dan IPA

25 siswa. Sehingga total sampel dari 10 SLTA sebanyak 500 siswa dengan teknik

pengambilan sampel secara acak sederhana yaitu setiap kelompok IPA maupun IPS yang

jumlahnya diatas 25 siswa dilakukan dengan sistem undian. Jika siswa yang namanya

keluar, tidak bersedia menjadi responden karena alasan seperti setelah lulus SLTA tidak

akan kuliah, maka dilakukan pengundian kembali. Hal ini dilakukan sama untuk setiap

SLTA, dari 10 SLTA setiap kelompok tidak ditemukan jumlah siswanya kurang dari 25

orang. Untuk tehnik pengumpulan data menggunakan daftar pertanyaan. Kuesioner yang

dibagikan merupakan kuesioner tertutup berupa pernyataan dalam bentuk skala. Metode

skala pernyataan sikap yang digunakan adalah skala Likert (1= sangat tidak penting sampai

4= sangat penting).

Sedangkan alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis faktor yaitu

analisis statistika yang bertujuan untuk mereduksi dimensi data dengan cara menyatakan

variabel asal sebagai kombinasi linear sejumlah faktor, sedemikian hingga sejumlah faktor

tersebut mampu menjelaskan sebesar mungkin keragaman data yang dijelaskan oleh

variabel asal.

Page 228: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

218

Model analisis faktor tersebut adalah sebagai berikut:

(p x 1) (p x m) (m x1)

X1, X2,..., Xp adalah variabel asal

F1, F2,..., Fm adalah faktor bersama (common faktor)

cij adalah bobot (loading) dari variabel asal ke-i pada faktor ke-j.....p adalah error Proses

analisis faktor yaitu memilih variabel yang layak dimasukkan dalam analisis faktor. Oleh

karena analisis faktor berupaya mengelompokkan sejumlah variabel maka seharusnya ada

korelasi yang cukup kuat di antara variabel, sehingga akan terjadi pengelompokan. Jika

sebuah variabel atau lebih berkorelasi lemah dengan variabel lainnya, maka variabel

tersebut akan dikeluarkan dari analisis faktor. Jika dari 23 variabel, ditemukan tidak

berkorelasi, maka dalam seleksi ada satu atau lebih variabel yang gugur. Alat

seperti MSA atau Barlett’s Test dapat digunakan untuk keperluan ini. Setelah sejumlah

variabel terpilih, maka dilakukan ekstraksi variabel tersebut hingga menjadi satu atau

beberapa faktor. Beberapa metode pencarian faktor yang populer adalah principal

Componen dan Maksimum Likelihood.

HASIL PENELITIAN

Untuk mengidentifikasi faktor – faktor yang secara substantive bermakna dalam arti

bahwa faktor-faktor tersebut meringkas variabel – variabel yang diukur menjadi variabel –

variabel yang lebih sedikit jumlahnya, maka idengan nstrument sebanyak 23 variabel

independen dianalisis dengan analisis faktor dengan bantuan SPSS 18 dengan hasil

sebagai berikut :

1. Hasil Kaiser Meyer Olkin (KMO) dan Bartlett’s Test.

Uji KMO bertujuan untuk mengetahui apakah semua data yang telah terambil telah

cukup untuk difaktorkan. Hipotesis dari KMO adalah sebagai berikut :

Ho : Jumlah data cukup untuk difaktorkan

H1 : Jumlah data tidak cukup untuk difaktorkan

pmpmppp

m

m

m

pcccc

cccc

cccc

cccc

......

...

...............

...

...

...

...

3

2

1

3

2

1

321

3333231

2232221

1131211

3

2

1

F

F

F

F

X

X

X

X

Page 229: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

219

Apabila nilai KMO lebih besar dari 0,5 maka terima Ho sehingga dapat disimpulkan

jumlah data telah cukup difaktorkan.

Tabel 3. KMO and Bartlett's Test

Kaiser-Meyer-Olkin (KMO) Measure of Sampling Adequacy. .818

Bartlett's Test of Sphericity Approx. Chi-Square 2432.683

df 253

Sig. .000

Sumber : data kuesionder diolah 2013

Berdasarkan hasil uji KMO dan bartlett’s test of Sphericity pada tabel 3 menunjukkan

bahwa nilai KMO sebesar 0.818 dengan tingkat siginifikansi 0.000 jauh di bawah nilai

alpha 0.5 (0.00 < 0.5) artinya seluruh variabel dapat dilanjutkan untuk di analisis

menggunakan analisis faktor.

2. Communalities

Communalities merupakan jumlah varian dari suatu variabel yang dapat dijelaskan oleh

faktor yang ada pada Tabel 4.

Tabel 4. Communalities

No. Variabel Initial Extraction

1 Jurusan sesuai dengan cita-cita-X1 1.000 .577

2 Jurusan sesuai minat dan bakat-X2 1.000 .669

3 Jurusan banyak diminati-X3 1.000 .486

4 Promosi kampus menarik-X4 1.000 .508

5 Informasi kampus melalui browsing internet-X5 1.000 .507

6 Informasi direct line-X6 1.000 .549

7 Rekomendasi Orang tua-X7 1.000 .421

8 Lokasi Kampus mudah dijangkau-X8 1.000 .543

9 Biaya kuliah terjangkau-X9 1.000 .710

10 Biaya kuliah dapat dicicil-X10 1.000 .711

11 Setelah lulus mudah mendapat pekerjaan-X11 1.000 .452

12 Tersedia fasilitas olah raga/Laboran-X12 1.000 .571

13 Tersedia beasiswa-X13 1.000 .543

Page 230: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

220

14 Tersedia kegiatan ekstrakurikuler-X14 1.000 .543

15 Jurusan terakreditasi-X15 1.000 .674

16 Ada hubungan kerjasama dengan perusahaan-X16 1.000 .550

17 Nama baik dan prestasi kampus-X17 1.000 .598

18 Kualitas dosen dan perkuliahan-X18 1.000 .475

19 Komunitas alumni solid-X19 1.000 .598

20 Banyak teman kampus-X20 1.000 .598

21 Komunitas lingkungan kampus solid-X21 1.000 .471

22 Pendaftaran masuk yang mudah-X22 1.000 .551

23 Metode pembelajaran/jadwal kuliah-X23 1.000 .619

Sumber : data kuesioner di olah 2013

Communalities menunjukkan nilai faktor yang menjelaskan varian variabel. Nilai yang

ada pada communalities seluruh variabel menunjukkan nilai positif dan dipastikan jika

hasil extraction negatif otomastis akan dikeluarkan. Karena seluruh nilai variabel

positif artinya variabel ini yang akan membentuk beberapa faktor.

3. Total Variance Explained

Tabel 5. Total Variance Explained

Com

ponen

t Initial Eigenvalues Extraction Sums of

Squared Loadings

Rotation Sums of Squared

Loadings

Tota

l %

of

Var

ia

nce

C

um

ula

tiv

e %

Tota

l %

of

Var

ia

nce

C

um

ula

tiv

e %

Tota

l %

of

Var

ia

nce

C

um

ula

tiv

e %

dim

ensi

1 5.078 22.076 22.076 5.078 22.076 22.076 2.191 9.526 9.526

2 1.628 7.080 29.156 1.628 7.080 29.156 2.089 9.085 18.610

3 1.536 6.678 35.834 1.536 6.678 35.834 1.862 8.097 26.708

4 1.365 5.936 41.770 1.365 5.936 41.770 1.720 7.478 34.185

5 1.181 5.135 46.905 1.181 5.135 46.905 1.698 7.382 41.567

6 1.113 4.839 51.743 1.113 4.839 51.743 1.684 7.322 48.889

7 1.022 4.445 56.188 1.022 4.445 56.188 1.679 7.299 56.188

8 .951 4.136 60.324

9 .916 3.982 64.306

Page 231: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

221

10 .865 3.762 68.068

11 .786 3.419 71.487

12 .757 3.291 74.778

13 .709 3.083 77.861

14 .697 3.029 80.890

15 .638 2.773 83.663

16 .578 2.512 86.175

17 .548 2.385 88.560

18 .527 2.289 90.849

19 .500 2.176 93.025

20 .458 1.993 95.018

21 .418 1.818 96.836

22 .389 1.692 98.528

23 .339 1.472 100.000

Sumber : data kuesioner diolah 2013

Tabel di atas menunjukkan bahwa terdapat 7 faktor terbentuk. Ketujuh factor tersebut

jika diamati memiliki nilai eigen value di atas 1, artinya dari 23 variabel yang di analisis

telah membentuk kelompok menjadi 7 faktor.

4. Scree Plots

Scree Plots menjunjukkan jumlah faktor yang terbentuk, dengan kemiringan hampir

sama. Ada 7 titik yang memiliki kemiringan yang berbeda atau nilainya ≥ 1. Dari 23

variabel memiliki kemiringan hampir sama atau nilainya di bawah 1 sebanyak 16

variabel.

Figure 1. Scree Plot

Page 232: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

222

5. Penamaan Faktor

Dari 23 variabel yang diteliti dapat di reduksi menjadi 7 Faktor untuk diberikan nama

sesuai interprestasi dengan acuan pengelompokkan variabel tersebut. Nama faktor tidak

ada aturan secara tegas karena dalam satu kelompok faktor akan keluar berdasarkan

hasil olah SPSS, oleh karena itu dimungkinkan variabel bisa saling berbeda. Sehingga

nama faktor cenderung subyektif.

Tabel 6. Pembentukan Faktor

No. Komponen variable Penamaan

Faktor terbentuk

Eigen

Value

Loading

Faktor

1 Jurusan terakreditasi-X15 Faktor 1

Reputasi dan

Prestasi Kampus

2.473

.761

2 Tersedia kegiatan ekstrakurikuler-X14 .609

3 Tersedia fasilitas olah raga/Laboran-X12 .576

4 Nama baik dan prestasi kampus-X17 .527

5 Biaya kuliah terjangkau-X9 Faktor 2

Biaya kuliah

terjangkau

2.252

.817

6 Biaya kuliah dapat dicicil-X10 .790

7 Lokasi Kampus mudah dijangkau-X8 .645

8 Metode pembelajaran/jadwal kuliah-X23 Faktor 3

Pelayanan yang

baik

1.866

.723

9 Rekomendasi Orang tua-X7 .590

10 Pendaftaran masuk yang mudah-X22 .553

11 Informasi direct line-X6 Faktor 4

Kemudahan akses

informasi dengan

baik

2.150

.707

12 Promosi kampus menarik-X4 .646

13 Jurusan banyak diminati-X3 .420

14 Ada hubungan kerjasama dengan

perusahaan-X16 .377

15 Jurusan sesuai minat dan bakat-X2 Faktor 5

Jurusan sesuai

yang diinginkan

1.516

.776

16 Jurusan sesuai dengan cita-cita-X1 .740

17 Banyak teman kampus-X20 Faktor 6

Komunitas

kampus yang

solid

1.789

.643

18 Komunitas alumni solid-X19 .573

19 Komunitas lingkungan kampus solid-X21 .573

20 Tersedia beasiswa-X13 Faktor 7

Kualitas

informasi

akademik dan

mudah mendapat

pekerjaan

2.019

.676

21 Informasi kampus melalui browsing

internet-X5 .485

22 Kualitas dosen dan perkuliahan-X18 .445

23 Setelah lulus mudah mendapat pekerjaan-

X11 .413

Sumber : kuesioner diolah SPSS18 2013

Faktor 1 : Reputasi dan Prestasi Kampus, terdiri dari variabel : jurusan yang

terakreditasi (x15) nilai faktor loading 0.761, Nama baik dan prestasi kampus (x17)

nilai faktor loading 0.527, Prestasi kegiatan ektrakurikuler mahasiswa (x14) nilai faktor

Page 233: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

223

loading 0.609, Tersedia fasilitas olah raga yang memadahi (x12) nilai faktor loading

0.576. Faktor ini terbentuk atas dasar nilai eigen value yaitu (2.473).Makna hasil

analisis menggambarkan : responden/siswa SLTA ketika akan memilih kampus sebagai

tempat kuliah selalu mempertimbangkan kampus yang memiliki reputasi dan prestasi

kampus yang baik.

Faktor 2 : Biaya kuliah terjangkau, terdiri dari variabel : biaya kuliah terjangkau

(x9) nilai faktor loading 0.817, Biaya kuliah dapat dicicil (x10) nilai faktor loading

0.790, Lokasi Kampus mudah dijangkau (x8) nilai faktor loading 0.645, Faktor ini

terbentuk atas dasar nilai eigen value yaitu (2.252).Makna hasil analisis

menggambarkan:responden/siswa SLTA ketika akan memilih kampus sebagai tempat

kuliah juga mempertimbangkan kampus yang memiliki biaya kuliah terjangkau.

Faktor 3 : Pelayanan yang baik, terdiri dari variabel : metode pembelajaran dan

jadwal (x23) nilai faktor loading 0.723, Rekomendasi orang tua (x7) nilai faktor

loading 0.590, Kemudahan pendaftaran masuk (x22) nilai faktor loading 0.553.

Faktor ini terbentuk atas dasar nilai eigen value sebesar yaitu (1.866). Makna hasil

analisis menggambarkan : responden/siswa SLTA ketika akan memilih kampus

sebagai tempat kuliah selalu mempertimbangkan kampus yang memiliki pelayanan

yang baik.

Faktor 4 : Kemudahan akses informasi dengan baik, terdiri dari variabel: informasi

direct line (x6) nilai faktor loading 0.707, Promosi kampus yang menariki (x4) nilai

faktor loading 0.646, Jurusan banyak diminati (x3) nilai faktor loading 0.420,

Kerjasama dengan perusahaan (x16) nilai faktor loading 0.377. Faktor ini terbentuk

atas dasar nilai eigen value sebesar yaitu (2.150). Makna hasil analisis menggabarkan

responden/siswa SLTA ketika akan memilih kampus sebagai tempat kuliah selalu

mempertimbangkan kampus yang memiliki kemudahan akses informasi dengan

baik.

Faktor 5 : Jurusan sesuai yang diinginkan, terdiri dari variable : jurusan sesuai

dengan minat dan bakat (x2) nilai faktor loading 0.776, Jurusan sesuai dengan cita-cita

(x1) nilai faktor loading 0.740. Faktor ini terbentuk atas dasar nilai eigen value sebesar

Page 234: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

224

yaitu (1.516). Makna hasil analisis menggambarkan responden/siswa SLTA ketika akan

memilih kampus sebagai tempat kuliah selalu mempertimbangkan kampus yang

memiliki jurusan sesuai yang diinginkan.

Faktor 6 : Komunitas kampus yang solid, terdiri dari variabel : banyaknya teman

kampus (x20) nilai faktor loading 0.643, Komunitas alumni yang solid (x19) nilai

faktor loading 0.573, Komunitas lingkungan kampus/ekstrakurikuler mahasiswa (x21)

nilai faktor loading 0.573. Faktor ini terbentuk atas dasar nilai eigen value sebesar yaitu

(1.789). Makna hasil analisis menggambarkan responden/siswa SLTA ketika akan

memilih kampus sebagai tempat kuliah selalu mempertimbangkan kampus yang

memiliki komunitas kampus yang solid.

Faktor 7 : Kualitas informasi akademik yang baik, terdiri dari variabel : tersedia

beasiswa (x13) nilai faktor loading 0.676, Tersedia akses internet (x5) nilai faktor

loading 0.485, Kualitas pendidikan dosen (x18) nilai faktor loading 0.445, Setelah lulus

mudah mendapatkan pekerjaan (x11) nilai faktor loading 0.413. Faktor ini terbentuk

atas dasar nilai eigen value sebesar yaitu (2.019). Makna hasil analisis menggambarkan

: responden/siswa SLTA ketika akan memilih kampus sebagai tempat kuliah selalu

mempertimbangkan kampus yang memiliki kualitas informasi akademiki yang baik.

6. Component Transformation Matrix

Tabel 7. Component Transformation Matrix

Component 1 2 3 4 5 6 7

1 .487 .405 .414 .336 .272 .352 .341

2 .195 .174 -.222 -.472 .542 -.502 .336

3 -.422 .854 -.123 -.078 -.264 -.005 .030

4 -.418 .056 -.025 .458 .687 -.068 -.368

5 .041 -.079 -.779 .426 -.041 .168 .417

6 -.591 -.254 .360 .009 .030 .000 .676

7 -.144 -.044 -.168 -.516 .297 .769 -.060

Dari tabel 9 di atas component transformation matrix, dapat di jelaskan bahwa terdapat

tiga faktor yang memiliki korelasi positif dan cukup kuat, sedangkan terdapat empat

Page 235: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

225

faktor yang memiliki nilai negative dan tidak ada korelasi. Hal ini dapat dijelaskan

bahwa korelasi negative bukan berarti tidak memiliki korelasi antar variabel namun hal

ini disebabkan karena jawaban responden yang berbeda-beda.

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil analisis maka dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Dari data 23 variabel, memenuhi uji asumsi kecukupan data yang ditunjukkan dengan

nilai KMO 0.818% dan uji asumsi yang ditunjukkan Bartlett’s test dengan nilai Sig.

0.000.

2. Faktor umum yang terbentuk sebanyak 7 faktor, hasil ini diperoleh dari nilai eigenvalue

lebih besar > 1. Diperoleh juga dari eigenvalue yang digambarkan pada scree plot ada 7

komponen.

3. Variabel-variabel yang masuk faktor 1 (reputasi dan prestasi kampus) adalah :

jurusan yang terakreditasi, nama baik kampus, prestasi kegiatan ektrakurikuler

mahasiswa, tersedia fasilitas olah raga yang memadahi. Faktor ini terbentuk atas dasar

nilai eigen value paling tinggi yaitu (5.078).

4. Variabel-variabel yang masuk pada faktor 2 (biaya kuliah terjangkau) adalah :

biaya kuliah terjangkau, biaya kuliah dapat dicicil, lokasi kampus mudah dijangkau.

Faktor ini terbentuk atas dasar nilai eigen value paling tinggi yaitu (1.628).

5. Variabel-variabel yang masuk pada Faktor 3 (pelayanan yang baik) terdiri dari :

metode pembelajaran dan jadwal, rekomendasi orang tua, kemudahan pendaftaran.

Faktor ini terbentuk atas dasar nilai eigen value sebesar yaitu (1.536).

6. Variabel-variabel yang masuk pada Faktor 4 (kemudahan akses informasi) terdiri

dari: informasi direct line , promosi kampus yang , jurusan banyak diminati, kerjasama

dengan perusahaan. Faktor ini terbentuk atas dasar nilai eigen value sebesar yaitu

(1.365).

7. Secara umum faktor 5 (jurusan sesuai yang diinginkan) terdiri dari : jurusan sesuai

dengan minat, jurusan yang mendukung bakat, jurusan sesuai dengan cita-cita.

Faktor ini terbentuk atas dasar nilai eigen value sebesar yaitu (1.181).

8. Secara umum faktor 6 (komunitas kampus yang solid) terdiri dari : banyaknya teman

kampus, komunitas alumni yang solid, komunitas lingkungan kampus/ekstrakurikuler

mahasiswa, Faktor ini terbentuk atas dasar nilai eigen value sebesar yaitu (1.113).

Page 236: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

226

9. Secara umum faktor 7 (kualitas informasi akademik) terdiri dari : tersedia beasiswa,

tersedia akses internet, kualitas pendidikan dosen, setelah lulus mudah mendapatkan

pekerjaan. Faktor ini terbentuk atas dasar nilai eigen value sebesar yaitu (1.022)

Bersadarkan hasil penelitian tersebut, maka kami saran bahwa :

1. Sebaiknya pengelola kampus/manajemen memperhatikan faktor-faktor utama yang

menjadi acuan siswa SLTA ketika akan memilih perguruan tinggi swasta sebagai

pilihan tempat kuliah yaitu faktor 1 Perguruan Tinggi Swastra perlu membangun

reputasi dengan nilai akreditasi A dan Prestasi Kampus melalui kegiatan ilmiah maupun

kegiatan mahasiswa sampai tingkat Nasional maupun Internasional.

2. Perguruan Tinggi Swasta perlu melakukan benchmark tentang reputasi dan prestasi

kampus, biaya kuliah yang sesuai dengan pangsa pasar sasaran, pelayanan, akses

informasi yang mudah, studi tentang prodi yang banyak diminati calon mahasiswa,

membentuk komunitas kampus yang baik, sehingga dalam membidik calon mahasiswa

akan tepat sasaran.

3. Agar mampu bertahan di saat persaingan yang semakin ketat, Perguruan Tinggi Swasta

harus melakukan pendekatan strategi dan terobosan baru seperti membuka kampus

dengan program studi yang sesuai dengan permintaan masyarakat (calon mahasiswa)

DAFTAR PUSTAKA

Assael dalam Asodik 1995, Perilaku Konsumen, CV. Cetak Buana, Jogjakarta

Aiken, 1997, Aplikasi dan Penerapan Analisa Faktor, Jakarta.

Dharmmesta dan Handoko, 2000, Proses pengambilan Keputusan, PT. Grasindo Jakarta.

Kartajaya, Hermawan, 2002, Hermawan Kartajaya On Marketing, P.T. Gramedia Pustaka

Utama, Jakarta.

Kotler, Philip dan Gary Amstrong, 2001,.Principles of Marketing, diterjemahkan oleh

Damos Sihombing M.B.A, Edisi 8, Jilid 1, Erlangga, Jakarta.

Kerlinger, 1990, Konsep dan Aplikasi Analisa Faktor, Jakarta

Muzafer Sherif, 1998, Perilaku Konsumen dalam Memilih Barang atau Jasa, Oklahima

University.

Page 237: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

227

Mowen, John.C dan Michael Minor, 2002, Consumer Behaviour, diterjemahkan oleh Lina

Salim, Edisi 5, Erlangga, Jakarta.

Ndara, Taliziduhu, 1998, Manajemen Perguruan Tinggi, Bina Aksara, Jakarta

Panter dkk, 1997, Tujuan dan Kegunaan Analisis Faktor, Bandung

Rangkuti, Fredy, 2002, Create Effective Marketing Plan, Teknik Membuat Rencana

Pemasaran Berdasarkan Nilai Konsumen dan Analisis Kasus, P.T. Gramedia

Pustaka Utama, Jakarta.

Ridwan, 2003, Dasar – dasar Statistika, Alfabeta, Bandung.

Sugiyono, 2002, Metode Penelitian Bisnis, Alfabeta Bandung

Santoso, Singgih, 2000, Buku Latihan SPSS Statistik Parametrik, P.T. Elex Media

Komputindo, Jakarta.

Tjiptono, Fandy, 2001, Strategi Pemasaran, ANDI, Yogyakarta.

Umar, Husein, 2003, Metode Riset Perilaku Konsumen Jasa, Ghalia Indonesia, Jakarta.

http://statistikceria.blogspot.com/2013/03/teori-analisis-faktor-faktor-analysis.html

http://library.usu.ac.id/download/fe/manajemen-hamidah.pdf

http://organisasi.org/perilaku-konsumen-ringkasan-rangkuman-resume-mata-kuliah-

ekonomi-manajemen

http://www.scribd.com/doc/32519635/model-perilaku-pembelian-konsumen-serta-

perilaku-pembelian-industrial

http://www.scribd.com/doc/33002909/Resume-Bahan-Manajemen-Pemasaran-1-9

http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/pemasaran/Bab_4.pdf

http://endahmastuti-fpsi.web.unair.ac.id/artikel_detail-41053-Psikometri-

Analisa%20Faktor.html

Page 238: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

228

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KOMITMEN

KARYAWAN ADMINISTRASI DI UNIVERSITAS DARMA PERSADA

Dini Rahayu

Manajemen - Fakultas Ekonomi Unsada

[email protected]

ABSTRAK

Ada hal yang harus diperhatikan universitas dalam menghadapi persaingan yang kompetitif

dalam situasi ekonomi saat ini yaitu komitmen karyawan. Pasalnya, kinerja universitas

sangat bergantung pada komitmen anggotanya. Hukum yang berlaku secara umum yaitu

semakin berkomitmen karyawan, maka cenderung akan semakin cemerlang pekerjaannya,

dan ujungnya, tentu saja performa universitas pun kian baik.Karyawan merupakan aset

yang sangat berharga bagi perusahaan, terutama perusahaan yang bergerak di bidang jasa

seperti Universitas Darma Persada. Analisa data yang digunakan dalam penelitian ini

adalah statistik deskriptif dan analisa faktor. Responden adalah seluruh karyawan

administrasi Universitas Darma Persada. Kesimpulan dari penelitian ini adalah terdapat

lima faktor yang diidentifikasikan sebagai faktor-faktor yang mempengaruhi komitmen

karyawan Universitas Darma Persada yaitu promosi, struktur sosial, visi organisasi,

insentif dan personal. Faktor pertama sampai kelima menyangkut hal - hal yang berkaitan

langsung dengan pekerjaan maupun hal - hal lain yang mempengaruhi komitmen

karyawan. Dengan demikian ini menunjukkan bahwa konsepsi komitmen karyawan seperti

ini melihat komitmen sebagai hasil interaksi manusia dengan kelima faktor yang ada.

Kata Kunci: analisa faktor, komitmen karyawan.

PENDAHULUAN

Perilaku karyawan di tempat kerja, baik positif ataupun negatif dipengaruhi secara

langsung oleh atasan yang bersangkutan. Pengaruh positif yang diberikan adalah untuk

memperkuat komitmen karyawan. Oleh karena itu langkah pertama dalam membangun

komitmen ini adalah untuk meningkatkan kualitas manajemen. Kita telah banyak

mendengar tentang perlunya dan pentingnya meningkatkan pendidikan dan pelatihan

tenaga kerja. Itu sama pentingnya jika universitas ingin berhasil dalam mencapai komitmen

karyawan yang lebih besar maka setidaknya hal yang sama harus diberikan untuk

meningkatkan kualitas manajemen dan dengan demikian ini merupakan suatu keuntungan

bagi universitas itu sendiri.

Page 239: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

229

Saat ini yang menjadi kunci sukses untuk meningkatkan persaingan dan perubahan yang

cepat adalah semangat dan dedikasi, menjadi yang terbaik dalam pelayanan kepada

pelanggan, efektif dan memiliki manajemen karyawan atau talent manajemen yang baik.

Dengan memiliki manajemen karyawan yang baik akan menciptakan komitmen karyawan

yang nantinya akan mengarah untuk mencapai standar yang diinginkan dalam pelayanan

kepada pelanggan. Tanpa komitmen karyawan, tidak akan ada perbaikan di segala bidang

kegiatan usaha. Dengan tidak adanya manajemen karyawan yang baik, karyawan hanya

akan memperlakukan pekerjaan mereka hanya sebagai pekerjaan saja. Masuk di pagi hari

dan pulang pada sore hari, hanya sebuah rutinitas tanpa ada keinginan untuk mencapai

lebih dari pada hanya sekedar untuk tetap bekerja. Dengan memiliki banyak karyawan

yang mempunyai komitmen maka dapat membuat universitas dapat bertahan dari para

pesaingnya.

UNSADA pasti berharap dan senang bila mempunyai karyawan yang mempunyai

komitmen tinggi pada UNSADA. Harapan ini wajar karena akan berpengaruh terhadap

aspek-aspek kerja lainnya dalam universitas. Komitmen karyawan terhadap UNSADA

diasosiasikan dengan tingkat kemauan untuk berbagi dan berkorban bagi universitas.

Dampaknya adalah para karyawan UNSADA yang paling berkomitmen akan menjadi

orang yang paling tinggi memberikan usaha-usaha yang lebih besar secara sukarela bagi

kemajuan universitas. Karyawan yang benar-benar menunjukkan komitmennya pada

tujuan-tujuan dan nilai-nilai universitas, mempunyai kemungkinan yang lebih besar untuk

berpartisipasi demi kemajuan universitas.

METODE PENELITIAN

1. Populasi dan Sampel

Populasi pada penelitian ini adalah seluruh karyawan administrasi Unsada sejumlah

106 karyawan. Namun kuesioner yang terkumpul sebanyak 100 buah kuesioner.

2. Teknik Pengumpulan Data

Data yang dibutuhkan pada penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Data

primer diperoleh langsung dari sumber informasi yaitu karyawan administrasi Unsada

yang menjadi objek pada penelitian ini. Pengumpulan data dilakukan dengan menemui

Page 240: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

230

karyawan administrasi secara langsung. Data sekunder bersumber dari dokumen -

dokumen universitas, buku - buku, dan website yang berhubungan dengan masalah

yang akan diteliti.

3. Teknik Analisa Data

Analisa data yang digunakan adalah statistik deskriptif dan analisa faktor. Statistika

deskriptif hanya memberikan informasi mengenai data yang dipunyai dan sama sekali

tidak menarik inferensia atau kesimpulan apapun tentang gugus induknya yang lebih

besar. Pemilihan analisis faktor sebagai alat analisis utama pada penelitian ini,

disebabkan karena penelitian ini mencoba menemukan hubungan (interrelationship)

beberapa variabel yang saling independen satu dengan yang lainnya, sehingga bisa

dibuat kumpulan variabel yang lebih sedikit dari jumlah variabel awal sehingga akan

lebih mudah dikontrol oleh manajemen perusahaan atau pemegang kebijakan

perusahaan.

4. Jangka Waktu Penelitian

Jangka waktu penelitian ini sekitar 4 bulan dari bulan Mei 2013 - Agustus 2013.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dari lima belas variabel yang diteliti, dengan proses factoring bisa direduksi menjadi

hanya empat faktor dan diberi nama. Dimana penamaan pada empat faktor tersebut

tergantung pada nama-nama variabel yang menjadi satu kelompok pada interpretasi

masing-masing analisis dan aspek lainnya. Sehingga pemberian nama pada ini sebenarnya

bersifat subyektif serta tidak ada ketentuan yang pasti mengenai pemberian nama tersebut.

Tabel 1. Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Komitmen Karyawan di UNSADA

No Variabel Faktor Eigen

Values

Loading

Factor

1 Masa jabatan (X1)

Promosi 4,190

0,686

2 Usia (X6) 0,594

3 Tingkat pendidikan (X8) 0,828

Page 241: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

231

4 Pengalaman kerja (X9) 0,704

5 Jabatan (X11) 0,536

6 Berinteraksi dengan rekan sekerja (X4)

Struktur

Sosial 1,752

0,744

7 Mengutarakan dan membicarakan

UNSADA (X5) 0,725

8 Kepribadian (X10) 0,586

9 Tantangan dalam pekerjaan (X12) 0,532

10 Manajemen Karyawan (X16) 0,671

11 Tingkat kesulitan bekerja (X13) Visi

Organisasi 1,520

0,807

12 Ukuran struktur (X14) 0,679

13 Bentuk struktur (X15) 0,672

14 Kebutuhan (X2) Insentif 1,453

0,851

15 Keinginan (X3) 0,833

Sumber : Data yang Telah Diolah Peneliti dari SPSS 20.0 for windows

Pada tabel 1 di atas pemberian nama dari masing-masing faktor tersebut dapat diuraikan

sebagai berikut:

a. Faktor 1 diberi nama “Promosi (peluang)” yang terdiri dari variabel; masa jabatan,

usia, tingkat pendidikan, pengalaman kerja dan jabatan. Faktor promosi merupakan

faktor yang paling menentukan dalam mempengaruhi komitmen karyawan di

UNSADA karena memiliki eigenvalues tertinggi yaitu 4,190. Variabel yang mewakili

memiliki factor loading berbeda-beda, tingkat pendidikan dengan factor loading

sebesar 0,828, pengalaman kerja 0,704, masa jabatan 0,686, usia 0,594, dan jabatan

0,536.

Faktor promosi mempengaruhi komitmen karyawan di UNSADA. Dalam organisasi

pembelajaran, ketrampilan dan kemampuan sudah merupakan kebutuhan karyawan.

Semakin besar kesempatan promosi yang diberikan pemimpin universitas kepada

karyawan untuk mengembangkan ketrampilan dan kemampuan semakin tinggi

komitmen yang diberikan karyawan. Karena itu pemimpin hendaknya mengizinkan

karyawan untuk berkreasi dan berinisiatif. Biarkan mereka untuk terus menerus belajar

Page 242: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

232

dan tumbuh. Sementara, pemimpin perusahaan pun harus memiliki proses

pembelajaran bagi semua karyawannya secara bersinambung.

b. Faktor 2 diberi nama “Struktur Sosial’ yang terdiri dari variabel berinteraksi dengan

rekan sekerja, mengutarakan perasaan dan membicarakan UNSADA, kepribadian,

tantangan dalam pekerjaan dan manajemen karyawan. Faktor struktur sosial

merupakan faktor yang juga menentukan dalam mempengaruhi komitmen karyawan di

UNSADA karena memiliki eigenvalues sebesar 1,752. Berinteraksi dengan rekan

sekerja memiliki eigenvalues sebesar 0,744, mengutarakan perasaan dan

membicarakan UNSADA 0,725, manajemen karyawan 0,671, kepribadian 0,586, dan

tantangan dalam pekerjaan 0,532.

Kebanggaan karyawan akan dicerminkan pula dalam bentuk perasaan bangga sebagai

bagian dari suatu tim kerja. Disitu terdapat struktur sosial (kemasyarakatan) sekaligus

interaksi sosial sebagai tempat untuk berbagi pengalaman, pengetahuan, dan

kolaborasi yang instensif. Unsur - unsur itulah yang membuat karyawan terdorong

untuk meningkatkan komitmennya pada perusahaan. Dalam struktur sosial, maka

peran komunikasi menjadi sangat penting. Karyawan memerlukan informasi apa yang

terjadi dalam universitas dan bahkan dalam dirinya. Karyawan juga membutuhkan

informasi tentang kekuatan dan kelemahan universitas. Dengan demikian karyawan

dapat berkomunikasi satu sama lainnya untuk membantu universitas dengan lebih baik

lagi. Dalam hal ini mereka harus dipandang sebagai bagian keluarga besar universitas

yang bertanggung jawab. Dengan kata lain pengakuan ini akan menimbulkan

komitmen yang tinggi pada universitas.

c. Faktor 3 diberi nama “Visi Organisasi” yang terdiri dari variabel tingkat kesulitan

dalam bekerja, ukuran struktur dan bentuk struktur. Pada faktor ketiga ini memiliki

eigenvalues 1,520 kemudian terdapat variabel - variabel yang mewakili dengan

masing - masing factor loading yang berbeda yaitu pada variabel dengan factor

loading tingkat kesulitan bekerja 0,807, ukuran struktur 0,679, dan bentuk struktur

0,672.

Page 243: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

233

Terkait dengan visi, banyak karyawan ingin memperoleh makna dari pekerjaan yang

dilakukannya. Mereka ingin memperoleh kebanggan dari apa yang dilakukannya buat

perusahaan. Selain itu mereka ingin diakui eksistensinya. Para karyawan akan semakin

komit ketika atasan mereka memberikan sesuatu yang bermakna dalam pekerjaan

kepada karyawan. Nilai dari visi lebih tinggi dibanding slogan. Di dalamnya terdapat

filosofi kerja. Karena itu seharusnya setiap pekerjaan memiliki nilai termasuk

penghargaan yang bakal diterima karyawan. Para atasan mengkondisikan sistem nilai

yang ada dalam visi itu kepada karyawan. Semakin terinternalisasi sistem nilai dalam

visi semakin komit karyawan dalam melakukan pekerjaannya dengan lebih baik lagi.

Hal tersebut menunjukkan bahwa faktor visi organisasi dapat mempengaruhi

komitmen karyawan di UNSADA.

d. Faktor 4 diberi nama “Insentif” yang terdiri dari variabel kebutuhan dan keinginan.

Pada faktor keempat ini memiliki eigenvalues 1,453 kemudian terdapat variabel -

variabel yang mewakili dengan masing - masing factor loading yang berbeda yaitu

pada variabel dengan factor loading kebutuhan 0,851, dan keinginan 0,833.

Tidak ada yang membantah bahwa insentif baik dalam bentuk finansial dan bukan

finansial berpengaruh terhadap komitmen karyawan untuk bekerja guna memenuhi

kebutuhan dan keinginan mereka. Insentif finansial bisa berbentuk besaran gaji atau

upah dan bisa juga berbentuk bonus. Sementara, bentuk non-finansial berupa promosi

atau pengakuan/penghargaan. Semakin tinggi insentif cenderung semakin tinggi

komitmen para karyawan dalam bekerja. Insentif ini merupakan bentuk apresiasi

pemimpin kepada karyawan yang telah berkontribusi memajukan perusahaan. Namun

demikian semata-mata karena uang tidak selalu mendorong karyawan bekerja

maksimum. Karyawan juga membutuhkan pemimpin yang selalu memanusiakan

mereka dengan menerapkan gaya kepemimpinan yang humanis.

UCAPAN TERIMA KASIH

Terimakasih kami ucapkan kepada LP2MK dan Universitas Darma Persada atas kerjasama

dan kesempatan yang sudah diberikan kepada peneliti untuk melakukan penelitian ini.

Semoga kerjasama selama ini bisa diteruskan pada program penelitian berikutnya.

Page 244: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

234

KESIMPULAN

Kesimpulan yang bisa diambil pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Dari 15 variabel yang diteliti, dengan proses faktoring terdapat 4 faktor yang

mempengaruhi komitmen karyawan di Universitas Darma Persada.

2. Keempat faktor tersebut antara lain: PROMOSI, STRUKTUR SOSIAL, VISI

ORGANISASI, dan INSENTIF.

3. Faktor pertama sampai keempat menyangkut hal - hal yang berkaitan langsung dengan

pekerjaan maupun hal - hal lain yang mempengaruhi komitmen karyawan. Dengan

demikian ini menunjukkan bahwa konsepsi komitmen karyawan seperti ini melihat

komitmen sebagai hasil interaksi manusia dengan kelima faktor yang ada.

SARAN

Universitas Darma Persada diharapkan dapat memperhatikan keempat faktor yang

mempengaruhi komitmen karyawan.

DAFTAR PUSTAKA

Dessler, Gary, 2009. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta. Indeks..

Mathis, Robert L. 2006. Human Resource Management (Manajemen Sumber Daya

Manusia). Edisi 10. Jakarta. Salemba Empat.

Robbin, Stephen P dan Timothy A. Judge. 2008. Perilaku Organisasi: Organizational

Behaviour. Edisi 12. Buku 2. Jakarta. Salemba Empat.

HM. Sonny Sumarsono. 2004. Metode Riset Sumber Daya Manusia. Edisi 1. Yogyakarta.

Graha Ilmu.

Hasibuan, Malayu S.P. 2006. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta. Bumi Aksar.

Kuntjoro Sri. 2002. http://teorionline.wordpress.com/2010/02/04/komitmen-organisasi/.

Diakses 10 Juni 2013.

Singgih Santoso. 2010. Analisis Multivariat. Jakarta. PT Elex Media Komputindo.

Page 245: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

235

Supranto J. 2010. Analisis Multivariat : arti dan interprestasi. Cetakan kedua. Jakarta.

Rineka Cipta.

Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Bisnis. Bandung. CV. ALFABETA.

Sondang, P Siagan. 2006. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta. Bumi Aksara.

Sopiah. 2008. Perilaku Organisasi. Yogyakarta. Andi.

Ardana, Komang; Mujiati, Ni Wayan; Ayu Sriathi, Anak Agung. 2008. Perilaku

Keorganisasian. Edisi 1. Yogyakarta. Graha Ilmu..

Wexley, Kenneth N and Gary A. Yuki. 2010. Perilaku Organisasi dan Psikologi

Personalia. Cetakan kedua. Jakarta. Rineka Cipta.

Page 246: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

236

KAJIAN STABILITAS KAPAL IKAN MUROAMI DI KEPULAUAN

SERIBU DENGAN MENGGUNAKAN METODE PGZ

Shanty Manullang *) Ramot Siburian **)

* Dosen ** mahasiswa Program Studi Teknik Perkapalan - Fakultas Teknologi Kelautan

[email protected]

ABSTRAK

Stabilitas suatu kapal baik kapal niaga maupun kapal perikanan sangat perlu diutamakan

agar operator kapal dapat memperhitungkan bagaimana kondisi stabilitas kapal ketika

melakukan kegiatan penangkapan ikan agar operasi penangkapan ikan dapat berjalan

dengan baik dan ABK selamat. Oleh karena itu penelitian ini dilakukan untuk mengetahui

stabilitas kapal muroami dimana parameter stabilitas ini dapat dilihat dari bentuk geometri

kapal ketika berlayar di laut.

Penelitian ini dilakukan dengan cara menganalisis stabilitas kapal melalui kurva stabilitas

statis GZ dengan metode Attwod’s Formula (Hind, 1982). Metode ini menganalisis

stabilitas kapal pada sudut keolengan 0o – 90

o. Hasil perhitungan stabilitas kemudian

dibandingkan dengan standar stabilitas kapal yang dikeluarkan oleh International Maritime

Organization (IMO) pada Torremolinos International Convention for The Safety of Fishing

Vessels-regulation 28 (1977) melalui kurva GZ.

Pada simulasi dengan tinggi gelombang 1.5 meter kondisi yang aman dan sesuai standart

IMO untuk melakukan operasi penangkapan adalah pada draft 1,1 m dengan KG 2,2 m

dengan sudut oleng tertinggi pada 42º

Kata kunci : stabilitas,kapal muroami,lengan penegak dan draft.

PENDAHULUAN

Telah kita ketahui bahwa sebuah kapal yang mengapung di air tidak selalu dalam

kedudukan tegak, tetapi kapal akan bergoyang oleh pengaruh dari luar misalnya ombak

dan gelombang. Jadi pada suatu saat kapal akan mengalami keolengan (trim). Mengingat

kapal merupakan alat bagi manusia untuk melakukan kegiatan di perairan (mengangkut

awak kapal, alat tangkap dan hasil tangkapan) maka sangat diutamakan keselamatan dari

kapal tersebut.

Muroami merupakan alat tangkap yang dioperasikan di daerah terumbu karang dan bersifat

staticgear. Alat tangkap ini hanya tersebar di Kepulauan Seribu, Kepulauan Spermonde,

Kepulauan Sapekan, dan Lombok.

Page 247: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

237

Pulau Pramuka dan Pulau Panggang merupakan bagian dari gugusan Kepulauan Seribu

dimana penduduknya sebagian besar bermata pencaharian sebagai nelayan muroami.

Penyebaran alat tangkap muroami selain di Pulau Pramuka juga terdapat di Pulau

Panggang, Pulau Kelapa, Pulau Karimun Jawa, Pulau Harapan, dan Pulau Sebira yang

semuanya merupakan bagian dari gugusan Kepulauan Seribu.

Ikan yang menjadi sasaran penangkapan muroami yaitu famili Caseodidae (ekor kuning

dan pisang-pisang) yang merupakan kelompok ikan karang yang dapat dieksploitasi secara

relatif besar-besaran karena sebagai pemakan plankton dan membentuk kelompok yang

relatif besar (LIPI, 1998). Selain itu ikan ini bernilai ekonomi tinggi.

Kelebihan usaha penangkapan muroami dibandingkan dengan usaha penangkapan lainnya

yang ada di Pulau Pramuka, yaitu hasil tangkapan yang didapat biasanya dalam jumlah

besar, spesies target yang ditangkap adalah ikan-ikan karang yang memiliki nilai ekonomis

tinggi dan selalu ada sepanjang tahun, tetapi dalam poses pengoperasian alat tangkapnya

dibutuhkan stabilitas kapal yang baik sehingga ketika melakukan operasi penangkapan

ABK dapat bekerja dengan nyaman dan selamat.

Desain merupakan hal yang penting dalam pembangunan kapal ikan (Fyson, 1985). Sesuai

dengan perbedaan jenis kapal ikan, maka desain dan konstruksi kapal dibuat berbeda-beda

dengan memperhatikan persyaratan teknis pengoperasian setiap jenis kapal berdasarkan

alat tangkap yang dioperasi-kan.

Bentuk badan kapal bergantung pada ukuran utama, perbandingan ukuran utama dan

koefisien bentuk kapal (Fyson, 1985). Ukuran utama kapal terdiri dari panjang kapal (L),

lebar kapal (B), tinggi/dalam kapal (D) dan draft/sarat air kapal (d). Kesesuaian rasio

dimensi sangat menentukan kemampuan suatu kapal ikan, karena akan mempengaruhi

resistensi kapal (nilai L/B), kekuatan memanjang kapal (nilai L/D) dan stabilitas kapal

(nilai B/D) (Fyson, 1985)

Pada penelitian ini penulis tertarik untuk menilai stabilitas kapal ikan ini. Stabilitas kapal

dapat diketahui melalui beberapa parameter stabilitas yang diukur dengan melakukan

analisis numerik terhadap parameter teknis kapal atau dengan melakukan uji stabilitas

Page 248: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

238

terhadap kapal model pada test tank. Kedua hal tersebut tidak dilakukan pada

pembangunan kapal yang umum dilakukan di galangan kapal rakyat (galangan tradisional),

seperti pembangunan kapal ikan di Kepulauan Seribu, sehingga tidak dilengkapi dengan

gambar desain dan pehitungan stabilitas .

Berdasarkan hal tersebut, maka penelitian Kajian Stabilitas Kapal Ikan Muroami di

Kepulauan Seribu dengan Menggunakan Metode PGz dilakukan untuk mengetahiu

parameter apa saja yang berpengaruh pada stabilitas kapal yang sehingga sehingga operasi

penangkapan dapat berjalan dengan aman dan sukses.

Gambar 1. Lokasi penelitian di pulau Panggang

Gambar 2. Peta lokasi Penelitian

Page 249: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

239

METODOLOGI PENELITIAN

Data Yang Digunakan

Kajian ini menggunakan 2 (dua) data , data gelombang merupakan data sekunder yang

diperoleh dari hasil Quisioner, sedangkan data kapal (data primer ) yang diperoleh dari

hasil pengukuran di lapangan pada kapal Muroami, spesifikasi sampel kapal yang

diperoleh diterakan pada Tabel 1.

Analisi Data

Data Kapal dikumpulkan dan diolah dengan metode simulasi berdasarkan perhitungan

Naval architecture (parameter hidrostatis) dengan memakai program exel sedangkan untuk

data kapal dipakai software Autocad. Analisis stabilitas yang dilakukan pada kapal

Longline 60 GT adalah stabilitas statis. Analisisnya meliputi analisis perubahan nilai KG

pada tiga kondisi ditribusi muatan. Ketiga kondisi muatan tersebut masing-masing dengan

asumsi :

1. Kondisi kapal kosong diasumsikan bahan bakar,umpan hidup dan muatan kosong

(0%)

2. Kondisi kapal setengah penuh ; pada kondisis ini bahan bakar, umpan hidup

diasumsikan penuh (100%), daan muatan kosong (0%).

3. Kondisi kapal penuh : pada kondisis ini bahan bakar diasumsikan setengah penuh

(50%), umpan 20% dan muatan penuh (100%).

Perubahan nilai KG dihitung dengan membuat perkiraan perubahan jarak vertikal –

horizontal pada setiap kondisi perubahan distribusi muatan. Nilai KG diperoleh dengan

menggunakan formula berikut (Hind, 1982) : KG = moment of ∆z

∆z

dimana : ∆z adalah moment vertical

Analisis stabilitas statis melalui kurva stabilitas statis GZ dilakukan dengan metode

Attwod’s Formula (Hind, 1982). Metode ini menganalisis stabilitas kapal pada sudut

Page 250: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

240

keolengan 0o – 90

o. Hasil perhitungan stabilitas kemudian dibandingkan dengan standar

stabilitas kapal yang dikeluarkan oleh International Maritime Organization (IMO, 1977) .

Analisis nilai stabilitas dinamis kapal dilakukan dengan menghitung luas area kurva di

bawah kurva GZ stabilitas statis pada berbagai sudut keolengan (0o – 90

o). Hasil

perhitungan tersebut kemudian diplotkan menjadi sebuah kurva untuk stabilitas dinamis

kapal.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar 10. Kapal Muromami 15 GT (sumber : Shanty pic)

Dimensi Utama Kapal Muroami

Dari hasil perhitungan rasio dimensi utama yang terdiri dari L/B, L/D dan D/B diperoleh

nilai-nilai seperti yang disajikan pada Tabel 1 dan Tabel 2.

Tabel 1. Dimensi utama kapal Muroami yang diteliti

No Dimensi Utama Muroami ( m )

1 Panjang (Lpp) 12.0

2 Lebar (B) 2.0

3 Dalam (D) 1.5

4 Draft (d) 1.1

5 Cb 0.85

Page 251: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

241

Tabel 2. Rasio dimensi utama Kapal Muroami yang diteliti

Dimensi Utama Muroami ( m )

L/B 6.0

L/D 8.0

B/D 1.3

Rasio dimensi utama kapal perlu diketahui dengan jelas karena nilai-nilai ini berpengaruh

terhadap stabilitas maupun ketahanan kapal. Menurut Iskandar dan Pujiati (1995) nilai

rasio L/B dan L/D untuk kapal sejenis muroami (static gear) lebih besar dibandingkan

dengan kapal-kapal yang lain sehingga membutuhkan stabilitas yang cukup tinggi karena

kondisi ini dibutuhkan pada saat melakukan operasi penangkapan baik itu pada saat setting

maupun hauling karena kapal beroperasi dengan kecepatan v = 0.

Berikut ini beberapa nilai kisaran rasio dimensi kapal kelompok static gear umumnya di

Indonesia berdasarkan hasil riset yang dilakukan oleh Iskandar dan Pujiati (1995) , L/B :

2.83 – 11, L/D : 4.58 – 17.28 dan B/D : 0.96 – 4.68. Nilai rasio pada kapal yang diteliti

L/B (6.0), L/D (8.0) dan B/D (1.3) masuk dalam nilai rasio yang di keluarkan oleh

Iskandar dan Pujiati (1995).

Parameter hidrostatik

Parameter hidostatik merupakan parameter awal yang menjadi ukuran untuk melihat sifat-

sifat hidrostatik kapal. Parameter tersebut diperoleh berdasarkan tabel off set dan gambar

lines planes kapal muroami yang dijadikan sebagai obyek penelitian. Selanjutnya hasil

perhitungan parameter hirostatik tersebut ditabulasikan dan dibuat kurva hidrostatik. Hasil

perhitungan dapat dilihat pada Tabel 3, sedangkan bodyplane dan rancangan kapal

muroami disajikan pada lampiran.

Nilai coefficient of fineness dipakai sebagai salah satu cara untuk menilai kelayakan

sebuah disain kapal . Dari hasil penelitian diketahui bahwa (Cb: Cp: Cw : Cvp: C : 0,85 :

0,66 : 1,62 : 0,52 : 1,28 ), nilai Cb cenderung mendekati nilai standar acuan (nilai acuan Cb

berkisar antara 0 – 1) ini menunjukkan bahwa kapal tersebut tingkat kegemukannya tinggi.

Page 252: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

242

Jika mencapai angka 1 maka bagian kapal yang terendam air memiliki bentuk yang

mendekati empat persegi panjang.

Tabel 3. Nilai hidrostatik kapal Muroami pada tiap-tiap water line

No. Parameter WL 1 WL 3 WL 5

1 Volume displacement (m3) 2.88 28.43 67.99

2 Ton displacement (ton) 2.954 29.14 69.69

3 Water area (Aw) (m2) 34.70 58.58 86.20

4 Midship area (Ao) (m2) 0.36 2.69 5.37

5 Ton Per Centimeter (TPC) 0.35 0.60 0.88

6 Coefficient block (Cb) 0.34 0.72 0.85

7 Coefficient prismatic (Cp) 0.54 0.625 0.66

8 (Cvp) 0.02 0.53 0.52

9 Coefficient waterplane (Cw) 1.24 1.33 1.62

10 Coefficient midship (Co) 0.63 1.15 1.28

11 LCB (m) -1.99 -2.36 -2.91

12 Jarak KB (m) 0.22 0.58 0.98

13 Jarak BM (m) 5.83 1.78 1.12

14 Jarak KM (m) 6.05 2.37 2.10

15 Jarak BML (m) 110.31 69.15 11.41

16 Jarak KML (m) 116.37 71.52 13.52

Bentuk badan kapal yang ada di bawah permukaan air juga mempunyai pengaruh terhadap

karakteristik lengan stabilitas kapal khususnya kenaikan dasar kapal (rise of floor) (Paroka,

2007). Perubahan karakteristik lengan stabilitas akibat kenaikan dasar kapal tersebut

diduga karena perubahan lebar garis air yang signifikan pada saat kapal mengalami

kemiringan dengan sudut yang lebih besar dari sudut dimana bilga kapal mulai muncul ke

permukaan air (Paroka et all, 2012).

Nilai LCB yang bertanda negatif menunjukkan letak titik apung (B) kapal berada di

belakang midship ke arah buritan, bila keadaan demikian sebaiknya beban diletakkan pada

midship ke arah buritan kapal.

Page 253: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

243

Stabilitas Kapal Muroami

Saat kapal berangkat menuju daerah penangkapan, muatan pada kapal muroami terdiri atas

perbekalan, bahan bakar dan umpan hidup yang berisi penuh. Pada saat kembali, muatan –

muatan tersebut (yang terdapat dibawah dek kapal) akan berkurang tetapi palka akan terisi

penuh oleh hasil tangkapan. Hal ini menyebabkan perubahan titik berat pada kapal,

sehingga letak titik G (center of gravity) kapal akan berubah, titik ini akan bergerak ke

atas.

Tabel 4. Nilai KG kapal Muroami pada tiga kondisi distribusi muatan kapal

No Kondisi Kapal KG (m) GM (m)

1

2

3

Kapal Kosong

Kapal Setengah Penuh

Kapal Penuh

1,8

2.0

2,2

0.98

0,78

0,58

Dari ketiga kondisi kapal, maka kapal pada kondisi penuh kemungkianan besar akan

mengalami kondisi yang tidak stabil. Perubahan nialai KG kapal akan mengakibatkan

perubahan jarak, tinggi metasenter (GM), semakin tinggi niali KG maka nilai tinggi

GMnya semakin mengecil, demikian juga sebaliknya.

Dengan mengetahui nilai KG kapal maka dapat diketahui distribusi muatan diatas kapal

yang dapat menjamin keselamatan opersional penangkapan ikan. Umumnya nilai KG kapal

tertinggi pada kondisi kapal penuh ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh

Farhrum (2010) nilai KG kapal tertinggi berada pada kondisi kapal beroperasi yaitu pada

kondisi bahan bakar diasumsikan setengah penuh (50%), umpan hidup 25 % dan muatan

75 %.

Muhamad A (2007) menyatakan perubahan tinggi darft kapal mempunyai pengaruh yang

lebih kecil terhadap stabilitas statis kapal dibandingkan dengan perubahan titik G pada

kapal.

Untuk mengetahui pada saat kapan kondisi kapal ini tidak stabil maka dilakukan simulasi

dengan menggunakan program PGZ kapal.

Page 254: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

244

Simulasi Kapal Muroami

Nilai Lengan Penegak GZ Kapal Muroami

Stabilitas statis kapal muroami yang telah disimulasikan diukur dengan menghitung nilai

lengan penegak (GZ) yang terbentuk pada kurva GZ. Pada kurva GZ ditunjukkan nilai GZ

pada berbagai sudut keolengan (0° - 90°) dan pada tinggi gelombang 1.5 meter.

Gambar 12. Kurva stabilitas GZ kapal Muroami pada tinggi gelombang 1.5

dengan draft 1.1

Pada KG 2.2 m diperoleh sudut maksimal pada sudut oleng 42ºdan hilangnya stabilitas

kapal terjadi pada sudut oleng 82.5º, ini berarti bila kapal dalam kondisi penuh dan

mengalami kemiringan 83º ketika bertemu dengan panjang gelombang 1.5 meter kapal

kehilangan stabilitasnya.

GZ

Phi

H 1.5

0

Page 255: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

245

Tabel 5. Stabilitas kapal Muroami pada kondisi muatan penuh menurut standart IMO

dengan tinggi gelombang 1.5 meter.

No Standar IMO

H 1.5

Draft 1.1m

KG 2.2m Remark

1 a Pada 0 - 30 º nilai GZ > 0.05 m.rad 0.0701m.rad lulus

b pada 0 - 40 º nilai GZ > 0.090 m.rad 0.0898m.rad lulus

c pada 30- 40 º nilai GZ > 0.030 m.rad 0.1497m.rad lulus

2

Nilai masimal GZ pada 30 º adalah > 0.20 m 0.2541m lulus

3 Sudut maksimal stabilitas > 30 º

42° lulus

4 GM >0.35 m

0.44m lulus

Dari tabel 5 memperlihatkan pada tinggi gelombang 1.5 meter nilai GZ kapal pada susut

30º adalah 0.0701 sudah memenuhi standart yang disyaratkan oleh IMO, demikian juga

untuk nilai GM (0.44 m) yang sesuai dengan standart IMO yaitu : GM > 0.35 m.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil dari penelitian yang telah dilakukan maka dapat ditarik beberapa

kesimpulan sebagai berikut :

1. Stabilitas kapal Muromami tergantung pada bentuk gemoteri kapal tersebut

2. Pada kondisi penuh (asumsi muatan penuh) maka KG kapal mempunyai nilai yang

tertinggi yaitu 2.2 meter.

3. Pada simulasi dengan tinggi gelombang 1.5 meter kondisi yang aman dan sesuai

standart IMO untuk melakukan operasi penangkapan adalah pada draft 1,1 m

dengan KG 2,2 m dengan sudut oleng tertinggi pada 42º.

SARAN

Berdasarkan hasil simulasi maka pada draft kapal 1.1 dengan KG 2.2 dengan kondisi kapal

bermuatan penuh akan aman untuk melakukan operasi penangkapan ikan jika menghadapi

tinggi gelombang 1.5 meter.

Page 256: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

246

DAFTAR PUSTAKA

Ayodhyoa. 1972. Suatu pengenalan Fishing Gear. Fakultas Perikanan Institut Pertanian

Bogor

Bhattacharya, R. 1978. Dynamics of Marine Vehicles. John Wiley & Son, Inc. New York.

Farhum, S.A. 2010. Kajian Stabilitas Empat Tipe Kasko Kapal Pole and Line. Jurnal Ilmu

dan Teknologi Kelautan Tropis, vol.2, No,2, Hal 53-61, Desember 2010.

Fyson, J. 1985. Desingn of Small Fishing Vessel. Fishing News Books Ltd. England.

Hind, J.A. 1982. Stability And Trim Fishing Vessel. Second Edition. Fishing News Books

Ltd. Farnham. Surrey. England.

IMO, 1995. 1993 Torremolinos Protocol and Torremolinos International convention for

Safety of Fishing Vessels.

Iskandar, B.H. dan Pujiati Sri. 1995. Keragaan Teknis Kapal Perikanan di Perairan

Indonesia. Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan

IPB.Bogor.

Marjoni, B.H. Iskandar & M. Imron. 2010. Stabilitas Statis dan Dinamis Kapal Purse Seine

di Pelabuhan Perikanan Pantai Lampulo Kota Banda Aceh Nanggroe Aceh

Darussalam. Marine Fisheries-Jurnal Teknologi dan Manajemen Perikanan Laut

Volume 1. No.2 November 2010 hal 113-122. ISSN 2087-4235.

Muhammad, A datih dan Iskandar B.H. 2007. Stabilitas Statis dan Dinamis Kapal Latih

Stela Maris. Buletin Psps Vol.XVI No.1 hal 120 - 125. April 2007

Paroka et all, 2012 Seminar Nasional Teori dan Aplikasi Teknologi Kelautan

Paroka, D. dan Umeda, N. (2007): Effect of freeboard and metacentric height on capsizing

probability of purse seiners in beam seas, Journal of Marine Science and

Technology, Vol. 12 No. 3. Hal 150 - 159.

Susanto. A, B.H.Iskandar dan M.Imron. 2011. Stabilitas Statis Kapal Static Gear di

Palabuhanratu (Studi Kasus KM PSP 01). Marine Fisheries- Jurnal Teknologi Dan

Manajemen Perikanan Laut. Vol.2, No.1, Mei 2011. ISSN : 2087 -4235.

Taylor, L.G. 1977. The priciple of Ship Stability. Brown, Son & Publisher, Ltd., Nautical

Publisher, 52 Darley Street. Glasgow.

Womack, J. Small. Comercial Fishing Vessel stability analysis where are we now? Where

are we going? Procceding of the 6th International Ship Stability Workshop, Weeb

Institute, 2007.

Page 257: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

247

PENGUJIAN AWAL KONSTRUKSI FIBERGLASS PADA LAMBUNG KAPAL

BOAT SESUAI STANDAR

Shahrin Febrian S.T, M.Si

Program Studi Teknik Sistem Perkapalan - Fakultas Teknologi Kelautan

[email protected]

ABSTRAK

Indonesia sebagai negara maritim mempunyai ketergantungan terhadap kapal laut sebagai

alat transportasi maupun alat angkut yang berfungsi ekonomis. Dalam hal ini Kapal Boat

yang digunakan bertahun-tahun terbuat dari kayu, akan tetapi karena sifat kayu yang

mudah lapuk oleh faktor cuaca dan kimia serta membutuhkan perawatan yang memadai

maka dengan seiring perjalanan waktu maka muncullah bahan fiberglass yang berupa

laminasi FRP (Fiber Reinforced Plastics) sebagai pengganti kayu dimana bahan ini

mepunyai banyak kelebihan yang tidak dimiliki oleh kayu sehingga kapal berbahan FRP

ini mulai mendapat tempat di dunia perkapalan khususnya para produsen kapal. Namun

pada survey yang dilakukan pada beberapa galangan kapal tahun 2009 menunjukkan

bahwa desain konstruksi dan proses laminasi lambung kapal fiberglass umumnya tidak

mempunyai standar yang jelas sehingga akan menimbulkan resiko kecelakaan yang cukup

signifikan. Untuk meminimalisir hal tersebut maka produksi kapal yang berbasiskan pada

laminasi FRP ini haruslah mengacu kepada standar yang ada seperti ISO, aturan BKI yang

melibatkan persyaratan yang ketat seperti tensile test (uji tarik), bending test (uji tekuk)

dan lain sebagainya.

Kata kunci: produksi kapal, laminasi FRP, standar, uji tarik, pengujian tekuk

PENDAHULUAN

Negara Indonesia adalah negara maritim dengan kekayaan Sumber Daya Alam (SDA)

yang sangat berlimpah. Bahkan bila diperhatikan lebih lanjut kekayaan flora dan fauna

Indonesia adalah yang terbesar di dunia. Oleh sebab itu eksploitasi terhadap sumber-

sumber tersebut sangatlah berlebihan dan nyaris tidak terkendali, khususnya kayu yang

dipakai sebagai bahan baku kapal boat para pencari ikan di sungai maupun di laut.

Dalam keadaan perkembangan kebutuhan manusia yang sangat meningkat seperti sekarang

ini, sangat tidak bijak ketika kita semua terlalu bergantung pada alam. Dalam jangka waktu

tertentu alam akan rusak oleh manusia jika hal itu terus dibiarkan. Dalam memenuhi

kebutuhan hidup tersebut sebuah perusahaan atau produsen harus memiliki terobosan

cerdas agar dapat menghasilkan produk yang tidak mengganggu kesetabilan alam. Bahan

baku industri sangat penting tentunya dalam kelangsungan hidup manusia baik untuk

memenuhi kebutuhan manusia itu sendiri ataupun kelestarian alam. Oleh sebab itu para

Page 258: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

248

produsen dituntut harus mampu menciptakan bahan baku industri yang tidak bergantung

dan tidak mengganggu kelestarian alam atau energi yang terbarukan. Fiberglass (serat

kaca) adalah salah satu terobosan yang dapat diaplikasikan dalam bahan baku pembuatan

sebuah produk khususnya pada lambung kapal. Karena selain relatif mudah, fiberglass

juga tidak menimbulkan polusi dan merusak alam.

Dalam hal ini Kapal Boat yang digunakan bertahun-tahun terbuat dari kayu, akan tetapi

karena sifat kayu yang mudah lapuk oleh faktor cuaca dan kimia serta membutuhkan

perawatan yang memadai maka dengan seiring perjalanan waktu maka muncullah bahan

fiberglass yang berupa laminasi FRP (Fiber Reinforced Plastics) sebagai pengganti kayu

dimana bahan ini mepunyai banyak kelebihan yang tidak dimiliki oleh kayu sehingga kapal

berbahan FRP ini mulai mendapat tempat di dunia perkapalan khususnya para produsen

kapal. Namun pada survey yang dilakukan pada beberapa galangan kapal tahun 2009 serta

tingginya tingkat kecelakaan pada kapal fiberglass menunjukkan bahwa desain konstruksi

dan proses laminasi lambung kapal fiberglass umumnya tidak mempunyai standar yang

jelas sehingga akan menimbulkan resiko kecelakaan yang cukup signifikan. Oleh sebab itu

maka penulis ingin lebih membahas lebih dalam mengenai fiberglass sebagai bahan

pengganti kayu dalam pembuatan lambung kapal kapal boat yang tidak hanya ramah

lingkungan namun juga aman dalam penerapan di lapangan.

PERUMUSAN MASALAH

Dari pemaparan latar belakang di atas, penulis merumuskan ada beberapa hal yang ingin

dipelajari yaitu mengenai Fiber itu sendiri, pengolahan dan pemanfaatannya serta standar-

standar pengujian yang harus dilakukan menurut standar lokal maupun internasional agar

memenuhi persyaratan keamanan yang ditetapkan.

TUJUAN PENELITIAN

Tujuan penelitian ini adalah

1. Mempelajari tentang fiberglass (FRP) lebih mendalam serta aplikasinya..

2. Mengetahui cara pembuatan lambung kapal boat dengan fiberglass.

Page 259: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

249

3. Memahami standar-standar yang berkaitan dengan pembuatan lambung kapal boat

dengan fiberglass.

MANFAAT HASIL PENELITIAN

Manfaat yang dapat diambil dari hasil penelitian ini secara umum adalah dapat

memberikan pengetahuan yang lebih mendalam mengenai fiberglass dan secara khusus

dapat memberikan informasi yang benar mengenai pembuatan kapal fiberglass sesuai

standar dalam memenuhi persyaratan keselamatan.

TINJAUAN PUSTAKA

Fiberglass (kaca serat) atau sering diterjemahkan menjadi serat gelas adalah kaca cair yang

ditarik menjadi serat tipis dengan garis tengah 0,005 mm – 0,01 mm. Serat ini dapat

dipintal menjadi benang atau ditenun menjadi kain, yang kemudian diresapi dengan resin

sehingga menjadi bahan yang kuat dan tahan terhadap korosi sehingga dapat digunakan

laminasi pada badan mobil, bangunan kapal, tangki dan lain sebagainya.

Secara umum Fiberglass juga digunakan sebagai elemen utama dalam penyusunan elemen

berlapis atau composite (komposit) yang dikenal juga sebagai Glass Reinforced Plastic

(FRP) dan Glass Reinforced Epoxy (GRE) atau disebut juga fiberglass secara umum.

Pembuat gelas dalam sejarahnya telah mencoba banyak eksperimen dengan gelas giber,

tetapi produksi masal dari fiberglass hanya dimungkinkan setelah majunya mesin.

Pada 1893, Edward Drummond Libbey memajang sebuah pakaian di World Columbian

Expositionmenggunakan glass fiber dengan diameter dan tekstur fiber sutra. Yang

sekarang ini dikenal sebagai “fiberglass”, diciptakan pada 1938 oleh Russell Games

Slayter dari Owens-Corning sebagai sebuah material yang digunakan sebagai insulasi. Dia

dipasarkan dibawah merk dagang Fiberglas.

Pada umumnya bentuk dasar suatu bahan komposit adalah tunggal dimana merupakan

susunan dari paling tidak terdapat dua unsur yang bekerja bersama untuk menghasilkan

sifat-sifat bahan yang berbeda terhadap sifat-sifat unsur bahan penyusunnya. Dalam

Page 260: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

250

prakteknya komposit terdiri dari suatu bahan utama (matrix) dan suatu jenis penguatan

(reinforcement) yang ditambahkan untuk meningkatkan kekuatan dan kekakuan matrik.

Penguatan ini biasanya dalam fiber (serat).

1. Sistem Fiberglass

************************************ Resin rich layer

++++++++++++++++++++++++ “E” Glass mat

************************************ Resin rich layer

Gbr.2.1 Contoh Komposit Sederhana

Pada gambar 2.1 adalah elemen berlapis atau komposit sederhana yang terdiri dari 2

lapisan resin dan 1 lapisan glass dimana:

- “E” Glass Mat menambah flexural strength dan toughness.

- Resin Rich Layer memberikan kemampuan terhadap UV serta weathering

performance.

Sebagai tambahan penjelasan dari keterangan di atas, maka untuk penguat

(reinforcement) dapat dianalogikan glass sebagai “tulang” dan resin sebagai

“daging”. Dalam hal ini “E” Glass Mat merupakan chopped strand mat yang

tersusun secara acak (random) yang artinya fibre glass dipotong-potong menjadi

mat atau lembaran oleh binder agar memberikan physical properties yang sama di

setiap bagian tanpa menghiraukan arah dari material yang akan diaplikasikan

sehingga memberikan sifat adhesive yang baik antara resin dan glass.

2. Konstruksi Fiberglass

Istilah fiberglass itu adalah penyederhanaan istilah yang terdiri dari dua kata yaitu

‘fiber’ yang artinya serat dan ‘glass’ yang artinya kaca. Sesungguhnya fiberglass

adalah salah satu jenis dari bahan komposit yang merupakan paduan dari dua bahan

yang mempunyai sifat fisika dan kimia yang berbeda dimana perbedaan tersebut pun

Page 261: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

251

masih dapat terlihat secara mikroskopik maupun makroskopik dalam paduan akhir

material komposit tersebut.

Beberapa penyebutan untuk Fiberglass yang sudah secara umum dipakai saat ini

adalah sebagai berikut:

Fiberglass Reinforced Plastic (FRP), yang jika diterjemahkan bunyinya

adalah plastik yang diperkuat oleh serat kaca.

Glass-fiber Reinforced Plastic (GRP), yang jika diterjemahkan bunyinya

adalah juga plastik yang diperkuat oleh serat kaca.

Fiber-reinforced Plastic atau Fiber-reinforced Polymer (FRP), yang jika

diterjemahkan bunyinya adalah plastik atau polymer yang diperkuat oleh

serat.

Melihat pemakaian bahan komposit di kapal boat, maka sebenarnya isitlah yang

paling tepat adalah istilah FRP yang maksudnya adalah Fiber Reinforced Plastic

atau Fiber Reinforced Polymer. Untuk lebih sederhana dan mudah dipahami, maka

isitlah FRP yang akan digunakan adalah untuk Fiber-reinforced Plastic karena

secara umum material polymer juga banyak dikenal sebagai plastik karena walaupun

karet misalnya, juga termasuk salah satu material polymer oleh sebab itu

penggunaan istilah tersebut kurang spesifik.

3. Metodologi Penelitian

Sesuai dengan tujuan penelitian ini, maka penulisan penelitian ini bersifat

eksploratif dan deskriptif. Hal tersebut dilakukan karena penulisan laporan ini

hanya bersifat kajian tanpa meibatkan pengujian sample. Data untuk penelitian ini

dikumpulkan melalui studi kepustakaan, wawancara dan internet. Untuk lebih

jelasnya mengenai diagram alir penelitian dapat dilihat di bawah sebagai berikut:

Page 262: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

252

Gbr.2.2 Diagram Alir Penelitian

a. Rancang Bangun Konstruksi Fiberglass

Sebagai bahan komposit, FRP terdiri dari bahan dasar utama sebagai berikut:

Serat penguat: kaca (E-glass), karbon, Kevlar (serat sintetis aramid), bambu,

dll.

Resin (cair) : polyester, vinylester dan epoxy

Resin (cair) gelcoat : polyester, vinylester dan epoxy

Dengan bahan penunjang sebagai berikut:

Katalis (MEKP, methyl ethyl ketone peroxide)

START

Pengumpulan data dari

studi kepustakaan,

wawancara dan internet

Pembahasan tentang

fiberglass, konstruksi kapal

fiberglass serta standar

baku mengenai kapal

fiberglass

Kesimpulan dan Saran

END

Page 263: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

253

Pengeras (hardener) untuk resin epoxy

Pewarna (pigment)

Pengental (filler)

Konstruksi FRP dibuat dengan mencampurkan serat penguat dan resin dengan

menggunakan cetakan yang sesuai dengan bentuk yang diinginkan. Dimana konstruksi

FRP terdiri dari paduan serat penguat dan resin sebagai dua material utama yaitu:

Serat penguat: sebagai kekuatan konstruksi.

Resin konstruksi: sebagai perekat serat penguat yang memberikan kekakuan bentuk

dan juga kekedapan air di kapal.

Dengan kata lain konstruksi FRP tidak bisa dibuat hanya dengan hanya fiber saja,

demikian juga kalau hanya dengan resin saja karena tidak akan ada kekuatannya. Jadi di

sini dapat dilihat bahwa dalam konstruksi FRP, fiber penguat berfungsi sebagai pemberi

fungsi kekuatan dan resin sebagai pemberi fungsi kekakuan bentuk dan kekedapan air.

Ilustrasi konstruksi FRP dibanding dengan konstruksi komposit pada beton bertulang baja

dapat dilihat seperti gambar di bawah:

Gbr.3.1 Ilustrasi Konstruksi Beton Bertulang Baja

Pada konstruksi beton bertulang baja, dapat dilihat bahwa semen adalah sebagai

pemberi fungsi kekakuan bentuk dan tulangan baja berfungsi sebagai pemberi

fungsi kekuatan.

Page 264: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

254

Gbr.3.2 Ilustrasi Konstruksi FRP

Sedangkan pada konstruksi FRP, dapat dilihat bahwa resin adalah sebagai pemberi

fungsi kekakuan bentuk (dan juga kekedapan air pada kapal boat) seperti halnya

semen pada konstruksi beton bertulang baja dan lapisan serat penguat berfungsi

sebagai pemberi fungsi kekuatan seperti halnya tulangan baja pada konstruksi beton

bertulang baja.

b. Konstruksi FRP Pada Kapal Boat

Konstruksi FRP di kapal boat yang baik adalah yang memenuhi kriteria-kriteria

sebagai berikut :

Lapisan FRP yang memberikan kekuatan yang memadai; kekuatan di konstruksi

FRP adalah terletak pada susunan serat penguat (jumlah lapisan, jenis serat

penguat, dan pengaturan susunannya) dan bukan karena ketebalannya. Lapisan

FRP yang tebal tapi disusun dari resin dan serat penguat yang tidak tepat serta

pengerjaan yang sembarangan akan menghasilkan konstruksi yang tebal, berat

dan lemah dalam kekuatan.

Kekedapan air yang baik; kekedapan air diberikan oleh penggunaan resin yang

tepat (jenis dan cara pencetakan) akan menentukan kekedapan air tersebut.

Ketahanan cuaca yang baik; ketahanan cuaca, terutama ketahanan terhadap sinar

ultra violet dari matahari yang diberikan oleh penggunaan gelcoat yang tepat

(jenis dan cara pelapisan).

Kesatuan antar lapisan yang kuat; konstruksi FRP terdiri dari beberapa lapisan

paduan resin dan serat penguat. Proses pengerjaan yang tidak tepat tidak akan

memberikan kesatuan antar lapisan yang kuat sehingga bahaya delaminasi

(pengelupasan sambungan antar lapisan) mengintai.

Page 265: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

255

Kesatuan antar komponen konstruksi kapal FRP yang solid; dalam

mempersatukan komponen konstruksi kapal FRP, pengikat eksternal diperlukan

(lem dan pengikat mekanis seperti baut dan sekrup). Pengikatan-pengikatan

tersebut harus menggunakan bahan dan metode pengikatan yang tepat.

Kerapian pengerjaan yang baik; jika konstruksi FRP di kapal boat tidak

dikerjakan dengan rapi, maka keseluruhan kapal akan tidak enak dipandang dan

akan berpengaruh kepada nilai ekonomis kapal tersebut dan juga kenyamanan

manusia yang ada diatasnya.

Dalam pembuatan konstruksi FRP untuk kapal boat, pada dasarnya ada tiga jenis

pekerjaan utama yaitu:

Pembuatan cetakan

Pencetakan FRP

Penggabungan komponen konstruksi (lambung, geladak dan bangunan atas)

Penyelesaian akhir

c. Standar FRP Pada Kapal Boat

Standar / Aturan yang dapat diaplikasikan dalam hal ini adalah Aturan BKI (BKI

Rules) tahun 2006 dimana pengujian yang disyaratkan adalah uji tekuk dan uji

tarik dengan jumlah sampel masing-masing uji adalah 6 buah. Aturan atau Rules

ini mengacu pada International Standard (ISO) 14125 (1998) dan ISO 527-4

(1997), dimana Uji tarik bertujuan untuk menentukan nilai tensile strength,

fracture strain dan modulus of elasticity, sedangkan uji tekuk bertujuan untuk

menentukan nilai bending strength dan modulus of elasticity. Untuk spesimen

fiberglass yang menggunakan serat berbentuk mat, nilai minimum yang

disyaratkan oleh BKI Rules untuk kedua jenis pengujian tersebut yaitu sebagai

berikut:

Kuat Tarik (Tensile Strength)

Kuat Tekuk (Bending Strength)

Page 266: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

256

Untuk sampel yang menggunakan roving fiber nilai minimumnya adalah sebagai

berikut: [ (

)]

Dimana:

Xmin = nilai minimum yang dibutuhkan

Xref = nilai acuan untuk isi volume serat F= 0,4

a = faktor untuk lay-up

Dan untuk sampel yang menggunakan carbon fiber nilai minimumnya adalah:

Fiber

Property

Xref

[Mpa]

α

0o 0o/90o 0o/±45o 0o/90o/±45o

Carbon Tensile strength

Bending strength

800

725

1.00

1.00

0.55

0.55

0.50

0.45

0.45

0.42

Tabel. 3.1 Nilai Minimum Tensile dan Bending Strength Untuk Carbon Fiber

PENUTUP

Berdasarkan hasil pengumpulan data, analisa data dan pelaksanaan pembuatan

lambung kapal boat pada penelitian yang dilakukan diperoleh kesimpulan sebagai

berikut:

KESIMPULAN

1. Kapal Boat berbahan fiber memang relatif lebih mudah untuk diaplikasikan, namun

tanpa memenuhi persyaratan atau standar yang berlaku bisa menimbulkan cacat pada

kapal yang dihasilkan.

2. Karena kurangnya pengetahuan industri galangan pada umumnya, maka perlu

adanya sosialisasi dari BKI agar kapal-kapal yang akan dihasilkan dapat memenuhi

standar yang diinginkan.

Page 267: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

257

SARAN

1. Agar pembahasan dan analisa yang dikemukakan lebih mendalam ada baiknya

pengambilan sampel untuk diuji.

2. Pengujian bukan hanya dari kekuatan saja, namun juga dari komposisi dari fiberglass

itu sendiri.

DAFTAR PUSTAKA

[1] International Organization for Standardization (ISO) 14125 (1998), Fiber

Reinforced Plastic Composites Determination of Flexural Properties.

[2] International Organization for Standardization (ISO) 527-4 (1997), Plastic

Determination of Tensile Properties.

[3] BKI Rules For Classification and Surveys (Vol. I) 2012

[4] BKI Rules For Rules For Hull (Vol. II) 2009

[5] BKI Rules For Fiberglass Reinforced Plastic Vessels (1996)

[6] Callister J.r, William D., Materials Science and Engineering Fourth

Edition. John Wiley & Sons, Inc. New York 1997

[7] BKI Rules For Non-Metallic Materials (2006)

[8] http://dephub.go.id/

[9] http://www.klasifikasiindonesia.com/ajax/home.php

Page 268: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

258

PEMODELAN SEBARAN EMISI GAS BUANG AKIBAT AKTIFITAS

PELAYARAN DI SELAT MADURA MENGGUNAKAN GAUSSIAN

PLUME DAN GAUSSIAN PUFF MODEL

Mohammad Danil Arifin1, Theresiana D. Novita,

2

1 Jurusan Teknik Sistem Perkapalan, Fakultas Teknologi Kelautan,

2 Jurusan Teknik Perkapalan, Fakultas Teknologi Kelautan

[email protected]

ABSTRAK

Selat Madura merupakan salah satu daerah pelayaran yang memiliki lalu lintas terpadat di

Indonesia. Hal ini dipengaruhi oleh keberadaan Pelabuhan Tanjung Perak sebagai salah

satu local hub pergerakan barang di Indonesia disamping Pelabuhan Tanjung Priok.

Dengan banyaknya kapal-kapal domestik dan maupun kapal berbendera asing yang

melintasi perairan ini akan memberikan dampak terhadap peningkatan emisi gas buang.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui distribusi atau sebaran emisi yang terjadi akibat

aktifitas pelayaran di sepanjang shore line Selat Madura. Selain itu juga untuk pengaruh

emisi yang dikeluarkan oleh kapal-kapal yang melewati Selat Madura terhadap lingkungan

sekitar dan untuk mengetahui bagaimana sebaran emisi berdasarkan Gaussian Plume

Model dan Gaussian puff model. Hal ini dilakukan dengan melakukan evaluasi kepadatan

jalur pelayaran di Selat Madura dengan memanfaatkan data yang diperoleh melalui

perangkat Automatic Identification System (AIS). Untuk menampilkan pola pergerakan

kapal, mode operasinya dan pengaruh pergerakan kapal terhadap sebaran emisi yang

dihasilkannya, data yang diperoleh dari AIS ini selanjutnya diintegrasikan dengan

perangkat lunak Geographic Information System (GIS). Metodologi dari Trozzi et.al

menjadi dasar penetuan emisi yang dikeluarkan oleh kapal.

Dari penelitian ini didapatkan konsentrasi tertinggi emisi NOx sebesar 1.008 μg/m3, SOx

sebesar 2.48 μg/m3, CO2 sebesar 4.77 μg/m

3, CO sebesar 1.368 μg/m

3 dan PM sebesar

0.0594 μg/m3. Sedangkan konsentrasi emisi NOx, SOx, CO2, CO dan PM terbesar berada di

daerah Ujung Kamal dan Banyu Ujuh Madura. Dimana sebaran emisi gas buang

berdasarkan penelitian ini tidak membahayakan lingkungan dan mahluk hidup di sekitar

Selat Madura karena konsentrasi emisi di beberapa daerah di Shore Line Selat Madura

memiliki jumlah yang lebih kecil dari Baku Mutu Udara Ambien Nasional (BMUAN).

Hasil sebaran emisi dengan menggunakan Model Gaussian Puff dan Gussian Plume

menunjukkan hasil yang sangat berbeda.

Kata kunci : Emisi gas buang, Automatic Identification System (AIS), Geographic

Information System (GIS), Gaussian Plume Model, Gaussian Puff Model.

Page 269: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

259

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara kepulauan dimana penggunaan kapal sebagai

transportasi laut tidak dapat dihindarkan. Indonesia memiliki beberapa perairan

dengan lalu lintas yang padat, seperti Selat Madura. Selain merupakan tempat lalu

lalang kapal domestik, wilayah ini juga merupakan tempat transit beberapa kapal

asing. Telah terjadi peningkatan jumlah kapal dalam 5 tahun terakhir hingga

mencapai lebih dari 100%, pada tahun 2010 lalu alur Selat Madura dilintasi 30.000

kapal per tahun, sementara pada tahun 2005 baru ada 14.686 kapal per tahun

(Kompas news , 11/03/2011).

Tujuan utama dari penelitian ini untuk mengetahui distribusi sebaran emisi gas

buang kapal akibat aktifitas pelayaran di Selat Madura dengan melakukan

pemodelan dengan menggunakan metode Gaussian Plume dan Gaussian Puff

Model. Selain itu tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh distribusi

sebaran emisi ini terhadap kesehatan dan lingkungan di sepanjang shore line Selat

Madura

Oleh karena itu, Selat Madura yang merupakan daerah pelayaran terpadat kedua

setelah Selat Malaka menjadi fokus dalam penyusunan penelitian ini. Selain itu

sebagai tindak lanjut terhadap penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya dengan

judul Sebaran Emisi Gas Buang di Selat Madura Akibat Aktifitas Pelayaran. Maka

Jurusan Teknik Sistem Perkapalan mengangkat topik penelitian dengan judul:

“Pemodelan Sebaran Emisi Gas Buang Akibat Aktifitas Pelayaran Di Selat Madura

menggunakan Gaussian Plume dan Gaussian Puff”

1.2 Perumusan Masalah

Dengan semakin banyaknya jumlah kapal yang melewati Selat Madura maka

semakin padat pula aktifitas yang terjadi di Selat Madura tersebut, dimana hal ini

pastinya juga akan memberikan dampak yang cukup berpengaruh terhadap aktifitas

Page 270: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

260

kehidupan di sekitar Selat Madura tersebut baik kehidupan sosial ekonomi

masyarakat serta dampak terhadap pencemaran udara yang diakibatkan karena

aktifitas pelayaran tersebut. Dengan kondisi tersebut dan berdasarkan latar

belakang diatas, maka permasalahan dapat dirumuskan sebagai berikut:

a) Bagaimanakah distribusi atau sebaran emisi yang terjadi akibat aktifitas

pelayaran di sepanjang shore line Selat Madura.

b) Bagaimanakah pengaruh emisi yang dikeluarkan oleh kapal-kapal yang

melewati Selat Madura terhadap lingkungan sekitar.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian antara lain adalah:

a) Untuk mengetahui bagaimanakah distribusi atau sebaran emisi yang

terjadi akibat aktifitas pelayaran di sepanjang shore line Selat Madura.

b) Untuk mengetahui bagaimanakah pengaruh emisi yang dikeluarkan oleh

kapal-kapal yang melewati Selat Madura terhadap lingkungan sekitar.

1.4 Manfaat Hasil Penelitian

Melalui penelitian mengenai Estimasi Emisi Gas Buang Kapal Menggunakan

Integrasi Data Automatic Identification System (AIS) Dan Geographic

Information System (GIS) diharapkan kita bisa mengetahui seberapa besar emisi

gas buang yang dihasilkan oleh kapal, selain itu juga diharapkan hasil dari

penelitian ini bisa menjadi sebagai bahan masukan dan pertimbangan kepada

pemerintah ataupun pihak-pihak yang berwenang dalam perumusan suatu

kebijakan sehubungan dengan adanya peningkatan suhu bumi secara global untuk

menciptakan kondisi “Green and Clean” terutama untuk mengurangi tingkat

emisi guna mengurangi adanya efek rumah kaca (Green House Effect) dan

menyelamatkan bumi dari adanya perubahan iklim secara drastis “Lets Save Our

Earth Now”.

Page 271: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

261

1.5 Lokasi Penelitian

Pengerjaan penelitian fokus ke Selat Madura karena Selat Madura adalah daerah

terbesar kedua dalam hal transportasi laut di Indonesia. Selain transportasi kapal

domestic, di Selat Madura juga terdapat kapal berbendera asing yang transit.

Gambar 2. menunjukkan daerah Selat Madura diambil dari Google Earth.

Gambar 1. Lokasi Selat Madura

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 AIS (Automatic Identification System) & GIS (Geographic Information System)

a. AIS (Automatic Identification System)

Automatic Identification System atau AIS adalah suatu sistem pelacakan otomatis

yang digunakan pada kapal dan Layanan Pelacakan Kapal atau Vessel Traffic

Services (VTS) untuk mengidentifikasi dan menemukan kapal dengan bertukar data

secara elektronik dengan kapal lain yang berdekatan dan stasiun VTS. Informasi

yang didapat dari AIS berasal dari radar, dimana metode AIS menjadi metode

utama menghindari tabrakan di transportasi laut (Altwicker, 2000).

Page 272: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

262

b. Geographic Information Ssytem (GIS)

Geographic Information System (GIS) adalah sistem informasi khusus yang

mengelola data yang memiliki informasi spasial (bereferensi keruangan). Atau

dalam arti yang lebih sempit, adalah sistem komputer yang memiliki kemampuan

untuk membangun, menyimpan, mengelola dan menampilkan informasi berefrensi

geografis, misalnya data yang diidentifikasi menurut lokasinya, dalam sebuah

database.

GIS dapat dimanfaatkan untuk mempermudah dalam mendapatkan data-data yang

telah diolah dan tersimpan sebagai atribut suatu lokasi atau obyek. Data-data yang

diolah dalam SIG pada dasarnya terdiri dari data spasial dan data atribut dalam

bentuk digital. Sistem ini merelasikan data spasial (lokasi geografis) dengan data

non spasial, sehingga para penggunanya dapat membuat peta dan menganalisa

informasinya dengan berbagai cara

2.2 Gaussian Plume Model

Ada beberapa jenis model yang memungkinkan untuk memprediksi kosentrasi

polutan dari suatu sumber polusi. Salah satu yang banyak digunakan adalah

Gaussian Plume Model yang mana model ini merupakan model untuk menghitung

sebaran dan kosentrasi polutan dari suatu ketinggian hingga dipermukaan tanah dari

suatu sumber polusi.

Dalam Gaussian plume, distribusi spasial dari konsentrasi emisi sepanjang sumbu

melintang dalam bentuk Gaussian (distribusi normal). Kondisi steady state berikut

menggambarkan model 3-dimensi konsentrasi emisi pada setiap titik dalam sistem

koordinat di mana angin bergerak sejajar dengan sumbu-x (Bracken, et al., 2007 ;

Pingjian, et al, 2006; Altwicker, 2000).

.

Page 273: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

263

Dimana:

C = konsentrasi emisi (g/m3)

𝑥, 𝑦, 𝑧 = jarak dari asal dalam koordinat 𝑥, 𝑦, z (m)

He = tinggi exhaust pada kapal

Q = tingkat emisi gas buang (g/s)

σy, σz = horisontal dan vertical standar deviasi plume (m)

us = kecepatan angin pada posisi tertinggi exhaust kapal

2.3 Gaussian Puff Model

Merupakan suatu model yang digunakan untuk menghitung konsentrasi polusi

udara. Model ini mengansumsikan bahwa pancaran emisi yang dikeluarkan secara

kontinyu maupun sesaat dapat disimulasikan berdasarkan atas waktu dan arah angin

(Kerry et.al). Algoritma untuk Gaussian puff model dapat dituliskan sebagai

berikut:

(

) 𝑥 (

) [ 𝑥 (

) 𝑥 (

)]

Dimana:

Cr = konsentrasi emisi dari reseptor (g/m3)

𝑥r , 𝑦r, 𝑧r = jarak dari asal dalam koordinat 𝑥, 𝑦, z (m)

He = tinggi exhaust pada kapal

Q = tingkat emisi gas buang (g/s)

y, z, x = horisontal dan vertical standar deviasi plume (m)

U = kecepatan angin pada posisi tertinggi exhaust kapal (m/s)

Δt = selisih waktu penyebaran emisi (menit)

t = waktu penyebaran emisi (menit)

Page 274: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

264

ANALISA DATA DAN HASIL

3.1 Hasil Sebaran Emisi Gas Buang Dengan Gaussian Plume

Gambar 2. Hasil Sebaran Emisi PM (Plume Model)

Gambar 2. Menunjukkan hasil sebaran emisi gas buang di daerah Selat Madura

dengan menggunakan Gaussian Plume Model. Luasan daerah yang dianalisa

dengan menggunakan GIS memiliki ukuran 22 km x 22 km yaitu kurang lebih 484

NOx SOx

CO2 CO

PM

Page 275: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

265

km2 mencakup wilayah Surabaya, Madura dan wilayah Gresik. Berdasarkan

gambar diatas diketahui bahwa hampir semua emisi gas buang NOx, SOx CO2, CO

dan PM terkonsentrasi di daerah dekat sumber dari keluarnya emisi yaitu berada di

daerah ketika kapal sedang berada dalam keadaan hotelling. Untuk emisi gas NOx,

SOx CO2, konsentrasi emisi terbesar berada di wilayah Surabaya dan Gresik,

sedangkan untuk emisi gas buang PM selain terkonsentrasi di daerah Surabaya dan

Gresik akan tetapi juga terkonsentrasi di daerah sekitar Madura. Dari keseluruhan

hasil pemodelan dengan Gaussian Plume Model menunjukkan bahwa konsentrasi

emisi mengarah ke arah Tenggara dan Barat Laut sesuai dengan posisi kapal-kapal

yang sedang berada dalam mode operasi hotelling di daerah tersebut.

4.5 Hasil Sebaran Emisi Gas Buang Dengan Gaussian Puff Model

Gambar 3. Hasil Sebaran Emisi NOx saat Δt = 45, Δt = 30 menit, menit Δt = 15

menit dan Δt = 1 menit (Puff Model)

Page 276: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

266

Gambar 3. Menunjukkan hasil sebaran emisi gas buang di daerah Selat Madura

dengan menggunakan Gaussian Puff Model. Luasan daerah yang dianalisa dengan

menggunakan GIS memiliki ukuran yang sama ketika melakukan pemodelan

dengan menggunakan Gaussian Plume Model yaitu 22 km x 22 km yaitu kurang

lebih 484 km2 mencakup wilayah Surabaya, Madura dan wilayah Gresik. Hasil

pemodelan emisi gas buang NOx, SOx CO2, CO dan PM dengan menggunakan

Gaussian Puff Model berbeda sekali jika dibandingkan dengan hasil pemodelan

dengan menggunakan Gaussian Plume Model. Pada pemodelan dengan

menggunakan Gaussian Puff Model telah dilakukan suatu variasi terhadap release

time dari emisi ketika menjauhi dari sumber emisi, yaitu ketika Δt = 45 menit, Δt =

30 menit, Δt = 15 menit, Δt = 1 menit, atau ketika to = 15 menit, to = 30 menit, to =

45 menit, to = 59 menit. Hal ini dilakukan supaya kita dapat melakukan suatu

perbandingan sebaran emisi dari waktu ke waktu serta dapat mengetahui apakah

pemodelan yang telah digunakan sebelumnya memberikan hasil yang sama dengan

pemodelan yang telah dilakukan.

Page 277: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

267

Page 278: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

268

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil dari penelitian yang telah dilakukan maka dapat ditarik beberapa

kesimpulan sebagai berikut :

1. Perhitungan konsentarsi emisi menggunakan Gaussian Puff Model lebih valid dan

lebih tepat untuk digunakan dibandingkan dengan perhitungan dengan menggunakan

Gaussian Plume Model, karena:

a) Bersifat non steady state (reaktif terhadap perubahan lingkungan)

b) Berpotensi terpengaruh oleh variasi aliran medan (angin) meliputi pengaruh

medan yang kompleks atau tidak.

c) Pengaruh pola wilayah yang tidak seragam (Non uniform land use pattern)

d) Terdapat pengaruh daerah pesisir (Coastal effect).

e) Angin yang tenang dan kondisi stagnasi.

f) Terdapat variabel arah angin.

2. Konsentrasi tertinggi emisi gas buang di Selat Madura pada tanggal 22 Oktober 2010

pukul 17.00- 18.00 WIB dengan wind direction sebesar 315° dengan luasan daerah

dispersi adalah 484 km2 pada saat Δt = 1 menit atau pada saat t = 59 menit berada di

daerah Madura yaitu wilayah Ujung Kamal dan Banyu Ujuh,

3. Sebaran emisi gas buang Nitrogen Oksida (NOx), Sulfur Oksida (SOx) Carbon

Monoksida (CO) dan Particulate Matter (PM) berdasarkan penelitian ini tidak

membahayakan lingkungan dan mahluk hidup di sekitar Selat Madura karena

konsentrasi emisi di beberapa daerah di Shore Line Selat Madura memiliki jumlah

yang lebih kecil dari Baku Mutu Udara Ambien Nasional (BMUAN).

Page 279: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

269

DAFTAR PUSTAKA

Altwicker, E.R., Air Pollution , Lewis Publisher, 2000.

Bracken, C., Carnemolla, A., Ritter, C., Zielke, E., An Analysis of Exhaust Emission

from a Large Ship Docked in Humbolt Bay, ENGR 416- Transport

Phenomena, 2007

Cimorelli AERMOD : Description Of Formulation. United States Environmental

Protection Agency (EPA), 2004.- http://www.epa.com/AERMOD/EPA-454R-

03-004.pdf.

Flang, Richard,C and Seinfeld J.H. Fundamental Of Air Pollution Engineering. New

Jersey : Prentice Halls, 1988.

Godish, T. Air Quality. Ball State University, Muncie, Indiana : Lewis Publishers,

Inc., 1985.

Ishida,T., Emission of Estimate Methods of Air Pollution and Green House Gases

from Ships, J. Jap. Inst. Mar. Eng., 37(1), 2003.

Jalkanen, JP [et.al.] . Modelling System for the Exhaust Emissions Of Marine Traffic

and Its Aplication In the Baltic Sea Area. J. Atmos. Chem. Phys., 2009. -

15229 - 15373 : Vol. IX.

Pingjian, L., Kobayashi, E., Ohsawa, T., Sakata, M., Case Study on Health

Assessments Related to a Modal Shift in Transportation , Journal of Marine

Science and Technology-JASNACE, 2006.

Pitana, T., Kobayashi, E., Wakabayashi, N., Estimation Of Exhaust Emission Of

Marine Traffic Using Automatic Identification System Data (Case Study :

Madura Strait Area, Indonesia), OCEANS 2010 LEEE Sydney 24-27 May

2010, CFP100CF–CDR 978-1-4244-5222 Library Of Congress : 2009934926,

2010.

Trozzi,C., Vaccaro,R., Methodologies For Estimating Air Pollutant Emission From

Ships, Techne Report MEET RF98b, 1998. UNECE/EMEP, Group 8: Other

Mobile Sources and Machinery, in EMEP/CORINAIR Emission Inventory

Guidebook-third ed., October 2002 Update (Technical Report no.30), 2002.

Page 280: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

270

UNECE/EMEP. Group 8 : Other Mobile Source and Machinery, in

EMEP/CORRINAIR Emission Inventory Guidebook-third ed. Technnical

Report no.30, 2002.

Wang, C., Callahan, J., Corbett, J.J., Geospatial Modeling of Ship Traffic and Air

Emissions, Proceeding of ESRI International Conference, (2007).

Page 281: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

271

“RANCANG BANGUN TANGAN ROBOT MULTI AXIAL UNTUK

PEKERJAAN BAWAH AIR SEBAGAI PERLENGKAPAN OPERASI

ROV (REMOTELY OPERATED VEHICHLE) “ (BAGIAN I)

Augustinus Pusaka

Laboratorium : Teknologi Mekanik, Program Studi : Teknik Perkapalan

Fakultas Teknologi Kelautan

[email protected]

ABSTRAK

Sebagai kelengkapan untuk menyempurnakan fungsi dari ROV (REMOTELY OPERATED

VEHICHLE) sesuai fungsinya dari alat inspeksi bawah laut dan pekerjaan bawah air, maka

diperlukan perangkat alat bantu untuk melakukan aktifitas pekerjaan bawah laut berupa

tangan robot multi axial yang mampu untuk memegang, melepas, memindahkan serta

proses pengelasan bawah laut.

Metode awal untuk bagian I dalam pengerjaan ini dilakukan dengan melakukan beberapa

analisa desain yang melingkupi aspek bentuk dan penempatan, aspek pergerakan, aspek

ketahanan tekanan dalam air dan aspek fungsi dan kinerja perangkat tangan robot.

Penekanan pada bagian I dalam pengerjaan ini untuk percobaannya ditujukan kepada

aspek ketahanan tekanan dalam air pada tangan robot melalui tenaga gerak peneumatik

serta konsep dinamika teknik pada pergerakan tangan robot.

Rancang bangun tangan robot ini telah memasuki proses rancang bangun dan dalam tahap

analisa serta percobaan pergerakan tangan robot yang menggunakan peneumatik. Hasil

yang dicapai masih dalam proses penyempurnaan pergerakan serta bentuk dan ukuran.

Keyword : ROV, tangan robot, aspek, dinamika teknik, peneumatik.

PENDAHULUAN

Seringnya terjadi pendangkalan bawah laut akibat sedimentasi, sehingga membutuhkan

perangkat yang dapat melihat kondisi bawah laut secara visual melalui kamera dan

monitor. Perangkat tersebut salah satunya dinamakan ROV, selain digunakan untuk hal

tersebut dapat digunakan juga untuk melihat bagian bawah kapal (inspeksi bawah air),

penutupan pipa bekas ekslporasi tambang lepas pantai, pengelasan bawah air (under water

welding), inspeksi kapal-kapal yang karam (contoh pemeriksaan kapal Titanic). Untuk

menambahkan potensi ROV melakukan kegiatan seperti manusia, maka perlu ditambahkan

perangkat yang mampu melakukan aktifitas tersebut. ). Untuk menambahkan potensi ROV

melakukan kegiatan seperti manusia, maka perlu ditambahkan perangkat yang mampu

melakukan aktifitas tersebut. Hal ini disebabkan dari keterbatasan manusia yang hanya

mampu menjangkau daerah kurang lebih pada kedalaman 30 meter. Dengan demikian

Page 282: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

272

melalui perangkat ini (tangan robot multiaxial) yang akan ditambahkan pada bagian bawah

diharapkan mampu melayani inspeksi dan pekerjaan bawah air. Perangkat ini merupakan

bagian yang terpisah dengan rancang bangun ROV yang dilakukan pada penelitian

sebelumnya dan merupakan perangkat tersendiri yang akan melengkapi ROV dalam

melakukan aktifitasnya untuk pekerjaan bawah air. Rancang bangun diarahkan kepada

sistem pergerakan lengan robot pada kedalaman air yang mempunyai tekanan cukup tinggi

berdasarkan kedalaman perairan, kemampuan material lengan dan engsel (joint) tangan

robot yang mampu bertahan terhadap kedalaman tertentu dengan tingkat pergerakan tangan

robot yang bebas, serta unit pengontrol dan penggerak lengan tangan robot yang mampu

menahan, memegang, mengangkat dan mendorong.

TUJUAN PENELITIAN

Menjadikan perangkat ini sebagai alat bantu untuk ROV melakukan aktifitasnya dalam

operasi perbaikan, pengelasan, pemotongan dan penutupan, serta pengangkatan obyek

dibawah air.

MANFAAT HASIL PENELITIAN

Dengan berkembangnya era teknologi ini, peran inspeksi bawah air sangat penting dan

dengan rancang bangun tangan robot ini yang akan diletakan pada ROV dengan gerakan

multiaxial dapat mengembangkan potensi perangkat ini untuk melakukan lebih dari

sekedar memantau keadaan bawah air.

Metode yang digunakan adalah perancangan berdasarkan data spesifikasi ROV yang ada

dan melakukan kajian serta analisa terhadap perencanaan secara langsung. Selanjutnya

dimplementasikan dalam bentuk produk prototype ROV yang dibangun berdasarkan

gambar yang telah dirancang dan ditambahkan berbagai percobaan untuk diperoleh hasil

yang maksimum.

Page 283: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

273

TINJAUAN PUSTAKA

Metode awal untuk bagian I dalam pengerjaan ini dilakukan dengan melakukan beberapa

analisa desain yang melingkupi aspek bentuk dan penempatan, aspek pergerakan, aspek

ketahanan tekanan dalam air dan aspek fungsi dan kinerja perangkat tangan robot.

Penekanan pada bagian I dalam pengerjaan ini untuk percobaannya ditujukan kepada

aspek ketahanan tekanan dalam air pada tangan robot melalui tenaga gerak peneumatik

serta konsep dinamika teknik pada pergerakan tangan robot.

Robot adalah sebuah alat mekanik yang dapat melakukan tugas fisik, baik menggunakan

pengawasan dan kontrol manusia, ataupun menggunakan program yang telah didefinisikan

terlebih dulu (kecerdasan buatan). Robot biasanya digunakan untuk tugas yang berat,

berbahaya, pekerjaan yang berulang dan kotor. Biasanya kebanyakan robot industri

digunakan dalam bidang produksi. Penggunaan robot lainnya termasuk untuk pembersihan

limbah beracun, penjelajahan bawah air dan luar angkasa, pertambangan, pekerjaan "cari

dan tolong" (search and rescue).

Robot manipulator biasanya dicirikan dengan memiliki lengan (arm robot). Robot ini

biasanya diterapkan pada dunia industri, seperti pada industri otomotif, elektronik dan

komputer.Robot manipulator umumnya memiliki 6 DOF, dimana 3 bagian menentukan

posisi ujung link terakhir pada ruang cartesian dan 3 sisanya menentukan

orientasi. Sebagai contoh sederhana, pada gambar di bawah, variabel q1, q2 dan q3

merefer pada posisi joint dari robot manipulator.

Gambar 2. Tangan robot

Page 284: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

274

KINEMATIKA ROBOT

Kinematika robot sebagai studi pergerakan robot (motion) tanpa memperhatikan gaya atau

hal-hal lain yang mempengaruhinya. Secara garis besar kinematika ini digunakan untuk

mengertahui hubungan antara derajat kebebasan masing-masing joint atau sudut yang

menghubungkan antar bagian kaki, posisi dari end effector pada lengan robot.

Kinematika pada robot terbagi dua, yang pertama adalah forward kinematic dan yang

kedua adalah inverse kinematic. Inverse kinematic lebih sering digunakan dalam

pembuatan lengan robot karena pada tugas yang didefinisikan hampir selalu dalam

referensi koordinat. Yang menjadi fokus utama adalah bagaimana end effector (posisi

ujung lengan robot) mencapai posisi tujuan dengan baik berdasarkan peletakan referensi

koordinat yang sudah ditentukan.

Forward Kinematic

Nurhakim (2010:11) dalam Sistem Kendali Gerak Continuous Path Tracking dengan

Menggunakan Cubic Trajectory Planning Pada Robot Manipulator 4 DOF menyebutkan

forward kinematic adalah metode untuk menentukan orientasi dan posisi ujung kaki robot

dari besarnya sudut dan panjang link dengan robot.

Inverse Kinematic

Inverse kinematic diperlukan pada pengendalian posisi dari end effector robot untuk

mencapai suatu objek dalam sistem koordinat. Jika dalam forward kinematic yang dicari

adalah posisi koordinat dari kaki robot dengan diketahui sudut-sudutnya, inverse

kinematic adalah kebalikannya yaitu mencari besarnya sudut untuk setiap joint.

Page 285: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

275

SISTEM PENEUMATIK

Pneumatik menggunakan hukum-hukum aeromekanika, yang menentukan keadaan

keseimbangan gas dan uap (khususnya udara atmosfir) dengan adanya gaya-gaya luar

(aerostatika) dan teori aliran (aerodinamika). Peneumatik dalam pelaksanaan teknik udara

mampat dalam industri merupakan ilmu pengetahuan dari semua proses mekanik dimana

udara memindahkan suatu gaya atau gerakan. Jadi pneumatik meliputi semua komponen

mesin atau peralatan, dalam mana terjadi proses-proses pneumatik.

Beberapa bidang aplikasi di industri yang menggunakan media pneumatik dalam hal

penangan material adalah sebagai berikut :

a. Pencekaman benda kerja

b. Penggeseran benda kerja

c. Pengaturan posisi benda kerja

d. Pengaturan arah benda kerja

METODOLOGI PENELITIAN

A. DESIGN CONSTRAINTS

Kita menggunakan Design constraints sebagai istilah yang biasa digunakan untuk

menyatakan permintaan, tujuan disain, faktor keberhasilan, dan lain sebagainya

Gambar 3. Sistem Pneumatik

Page 286: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

276

B. CONCEPT DESIGN

Konsep desain kapal merupakan tahap lanjutan setelah adanya Owner design requirement

dimana konsep desain juga merupakan basic design dalam proses perancangan kapal.

C. PRELIMINARY DESIGN

Pada preliminary design stage ini dikembangkan hasil dari tahap conceptual dengan

menetapkan alternatif kombinasi yang jelas, sehingga pada akhirnya didapatkan gambaran

utama kapal dan kecepatan servicenya, begitu juga daya motor yang diperlukan, demikian

pula dengan daftar sementara peralatan permesinan.

D.CONTRACT DESIGN

Tujuan dari contract design stage adalah untuk mengembangkan perancangan dalam

bentuk yang lebih mendetail yang memungkinkan pembangun kapal memahami kapal

yang akan dibuat dan mengestimasi secara akurat seluruh beaya pembuatan kapal. Dalam

detailnya contract guidance drawing dibuat untuk menggambarkan secara tepat

perancangan yang diinginkan. Contract design biasanya menghasilkan satu set spesifikasi

dan gambar, serta daftar peralatan permesinan.

HASIL RANCANG BANGUN TANGAN ROBOT ROV DAN PEMBAHASAN

Gambar 4. KONSEP RANCANG BANGUN TANGAN ROBOT

Page 287: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

277

Dalam pengerjaan rancang bangun dilakukan dengan mengutamakan pekerjan

Perencanaan awal dengan mengolah kinerja dari peneumatic mengatasi beban yang akan

dilewati oleh konstruksi tangan robot yang digerakan oleh pneumatic. Hal ini perlu

diuraikan lewat panjang dari tangan robot yang berdasarkan keperluan rancangan diambil

nilai 1 meter. Pembebanan akan ditanggung oleh pangkal poros utama yang menempel

pada bodi ROV dan juga pada daerah engsel lengan tangan robot.

Selanjunya hasil perencanaan dan pembangunan serta tata letak perangkat pendukung

dapat dilihat pada gambar dibawah ini :

Gambar 5. SKEMA DIAGRAM KONTROL DAN TENAGA PENGGERAK

SISTEM PADA TANGAN ROBOT PADA ROV

Page 288: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

278

Gambar 6. Rancangan Tangan Robot

SPESIFIKASI TANGAN ROBOT ROV HASIL RANCANGAN :

1. Material bodi terbuat dari Alumunium, kuningan, PVC, dan besi

2. Dikendalikan oleh pneumatic dan angin yang dihasilkan dari komperesor

3. Ujung dari tangan robot yang bertugas mencekeram dibuat dari plastik

4. Shaft digunakan Carbon Steel.

HASIL DAN PEMBAHASAN RANCANG BANGUN TANGAN ROBOT ROV

Pergerakan tangan robot yang dihasilkan melalui perhitungan rancang bangun boleh dapat

dikatakan telah mengikuti kondisi kedalaman air, gerakan sesuai sumbu x, y dan z. Diikuti

kondisi yang paling eksisting adalah

Pendekatan Geometri Inverse Kinematic Dasar

Sebagaimana telah diketahui mengenai pendekatan geometri yang merupakan suatu

pendekatan yang digunakan untuk menyelesaikan masalah invese kinematic dengan

Page 289: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

279

menerapkan trigonometri dan geometri. Untuk pembuatan simulator robot diambil

pendekatan ini dikarenakan pendekatan ini merupakan pendekatan yang paling dasar dan

tidak memerlukan waktu yang lama dalam mendapatkan solusinya dibandingkan dengan

pendekatan lainnya. Selain itu struktur joint tangan robot yang tidak terlalu kompleks

sehingga masih memungkinkan menggunakan pendekatan ini.

Berikut analisis inverse kinematic untuk lengan robot 2 DOF yang menggambarkan bagian

TC-joint pada kaki robot :

Lengan robot dengan 2 DOF (CTr-joint dan FTi-joint)

Dari gambar diatas solusi untuk sudut CTr-joint ( dengan menggunakan inverse

kinematic bisa didapat dengan menggunakan formula :

𝑦 𝑥

𝑦 𝑦

Sedangkan solusi untuk sudut FTi-joint ( dengan menggunakan inverse kinematic bisa

didapat dengan menggunakan formula :

[𝑥 𝑦

]

Dalam penerapannya terhadap robot, inverse kinematic memiliki beberapa perbedaan

terhadap sudut-sudut awal yang telah didefinisikan. Seperti misalnya pada bagian TC-joint

yang mana sudut awal (0º) pergerakannya berada pada sudut ± 45º terhadap garis sumbu x.

Ataupun pada bagian FT-joint yang sudut awal (0º) pergerakannya berada pada sudut ±90º

terhadap garis lurus dari bagian femur.

Page 290: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

280

Bagian-bagian tersebut memiliki posisi-posisi sudut awal yang berbeda-beda, sehingga

dibutuhkan analisis lebih terhadap formula inverse kinematic itu sendiri.

PENGARUH TEKANAN AIR TERHADAP PERGERAKAN TANGAN

ROBOT

Pergerakan tangan robot pada arah sumbu x,y dan z dibawah air akan mengalami tekanan

tertentu. Hal ini mempengaruhi sistem kerja tangan tersebut pada waktu pergerakan

vertical dan horizontal yang menunjukan perubahan ketinggian pada kedalaman. Berarti

ada suatu perubahan tenaga gerak dan juga konstruksi dari tangan robot tersebut.

Disamping itu stabilitas pada saat perangkat melakukan fungsinya akan terjadi gangguan

stabilitas. Untuk itu pada saat proses pengoperasiaan ini perlu dilakukan secara baik.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pengerjaan dalam tahap I digunakan pendekatan geometri sebagai

pendekatan yang dipakai untuk memecahkan masalah inverse kinematic.

Hasil rancangan dan pembangunan tangan robot yang masih memerlukan

penyempurnaan lebih lanjut ,

Spesifikasi Teknis :

Panjang tangan robot : 1000 mm

Lebar : 400 mm

Tinggi : 500 mm

Tenaga Penggerak : Pneumatik

Pengendali (control) : Mikrokontroler

ROV

P =h x,y, z

Page 291: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

281

DAFTAR PUSTAKA

[1] J. Cadiou, S. Coudray, P. Léon and M. Perrier,"Control architecture of a deep

scientific ROV:VICTOR 6000", in

[2] http://konversi.wordpress.com/2009/06/12/sekilas-rotary-encoder/

[3] http://puremtc.com/info_faq/ballast_system/index.htm

[4] http://pierreyerokine.perso.sfr.fr/Ballast_EV.htm

[5]“Remotely Operated Vehicles of the World”,98/99 edition,published by Oilfield

Publications Limited,

UK.

[6] R. Bachmayer, S. Humphris, dkk. 1999.” A New Remotely Operated Underwater

Dynamics for Wynamics and Control Research.

[7] Robinson, H. and Keary, A. (2000) : Remote Control of Unmanned Undersea

Vehicle,

[8] mallwood, D., Bachmayer, R., and Whitcomb, L. (1999) : A New Remotely

Operated Underwater Vehicle for Dynamics and Control Research, International

[9] Symposiumon Unmanned Untethered Submersible Technology.

[10] http://universe-review.ca/R13-10-NSeqs.htm

[11 ] Budiharto, Widodo. 2010. Robotika Teori+Implementasi. Yogyakarta: ANDI.

[12] Craig, John J. 2005. Introduction to Robotic Mechanics and Control (Third

Edition). United States of America: Pearson Prentice Hall.

[13] Muis, Saludin. 2011. Prinsip Dasar Cara Kerja Robot. Yogyakarta: GRAHA

ILMU.

[14]Nurhakim, Hadiansyah Rahmat. 2010. Sistem Kendali Gerak

ContinuousPathTracking dengan Menggunakan CubicTrajectoryPlanning Pada

Robot Manipulator 4 DOF. Skripsi pada Fakultas Teknik UI. Depok: tidak

diterbitkan.

[22] Rachmatullah, Syawaludin. 2010. Booklet TA HME Edisi 2010.

http://keprofesianhmeitb.files.wordpress.com/2010/03/booklet-ta-edisi-mei-

2010.pdf. (Di akses pada tanggal 24 September 2012)

Page 292: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

282

RANCANG BANGUN AIRBOAT SEBAGAI ALAT ANGKUT

PENANGGULANGAN BENCANA TAHAP II

Arif Fadillah*) dan Hadi Kiswanto*)

*) Jurusan Teknik Perkapalan, Fak. Teknologi Kelautan, Universitas Darma Persada

[email protected]

ABSTRAK

Airboat sebagai salah satu alat transportasi air yang menggunakan mesin penggerak udara

ini mempunyai kemampuan yang sangat baik untuk dapat dioperasikan di wilayah perairan

yang dangkal, seperti rawa, sungai, danau dan lain sebagainya. Penelitian tahap pertama

adalah rancang bangun lambung airboat dengan menggunakan material fiberglass, pada

tahap selanjutnya dilakukan analisis mengenai hambatan yang terjadi pada airboat dengan

menggunakan metode ITTC 1957 (International Towink Tank Conference) dan Taylor

Standards Series untuk selanjutnya dilakukan perhitungan dan pemilihan yang mesin yang

terbaik untuk digunakan pada airboat, dari hasil perhitungan yang dilakukan untuk

kecepatan 30 Knots memerlukan daya mesin sebesar 43 HP.

Dalam perhitungan dan pemilihan dari baling-baling untuk airboat menggunakan metode

blade element theory, digunakan baling-baling dengan jumlah daun sebanyak 2 (dua) buah

dan dengan diameter baling-baling sebesar 1.50 meter. Penelitian lanjutan diperlukan

untuk memadukan sistem penggerak dan lambung airboat serta sistem keselamatan pada

airboat sehingga airboat tersebut dapat digunakan secara optimal sebagai alat angkut

penanggulangan bencana.

PENDAHULUAN

Perkembangan dan penggunaan airboat saat ini sudah banyak dilakukan dalam berbagai

bidang terutama di luar wilayah Indonesia. Penggunaan airboat saat ini digunakan untuk

keperluan pariwisata, pertahanan keamanan, transportasi dan penanggulangan bencana.

Airboat atau yang sering disebut dengan fanboat menggunakan sistem dorongan udara

seperti kipas sehingga dalam pergerakannya tidak dibatasi oleh tempat dan kedalaman air

seperti kapal laut pada umumnya.

Melihat perkembangan tersebut maka pengembangan airboat merupakan suatu hal yang

menarik untuk dikaji terutama bagi wilayah Indonesia. Seperti contoh pada wilayah Jakarta

banyak terdapat daerah rawan bencana seperti banjir dan daerah padat penduduk, bila

musim hujan kondisi daerah sering tergenang hingga beberapa waktu sehingga diperlukan

upaya dalam evakuasi dan penanganan bantuan. Ditambah lagi dengan kondisi geografis di

Indonesia yang sangat beragam di setiap tempat sehingga diperlukan suatu moda

Page 293: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

283

transpostasi yang dapat digunakan pada segala kondisi permukaan, area yang terbatas dan

daerah yang sulit dijangkau. Sementara ini upaya-upaya tersebut telah ada dan baik

dilakukan namun dirasakan kurang efektif dan efisien.

PERUMUSAN MASALAH

Dalam penelitian ini memandang adanya permasalahan dalam menanggulangi bencana

secara cepat, tepat dan efisien khususnya pada wilayah padat penduduk, wilayah yang

memiliki ruang area terbatas dan wilayah yang memiliki keanekaragaman geografis seperti

di Indonesia, maka permasalahan dapat dirumuskan sebagai berikut:

a. Bagaimana caranya memperbaiki sistem penanggulangan bencana secara efisien dan

efektif yang ditinjau dari perbaikan sistem transportasinya.

b. Bagaimana merencanakan dan merancang airboat sebagai alat angkut dalam

penanggulangan bencana.

c. Bagaimana memaksimalkan penggunaan moda transportasi airboat sebagai kendaraan

untuk segala medan yang ramah lingkungan khususnya di Indonesia.

TUJUAN PENELITIAN

Secara umum tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Mendapatkan gambaran kebijakan bagi alat angkut penanggulangan bencana di

berbagai kondisi wilayah.

b. Mengembangkan gambaran desain model airboat sebagai alat angkut yang

efisien dan efektif untuk penanggulangan bencana.

c. Memberikan rekomendasi kepada pemerintah Indonesia dalam usaha

memperbaiki sistem transportasi dalam menanggulangi bencana yang terjadi di

berbagai tempat yang sulit dijangkau oleh moda transportasi lainnya.

MANFAAT HASIL PENELITIAN

Penelitian terhadap penggunaan airboat sebagai alat angkut dalam penanganan bencana

secara efektif dan efisien merupakan bagian dari perencanaan transportasi. Hasil dari

penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi pemerintah dalam hal

Page 294: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

284

kebijakan mengenai alat transportasi pada saat terjadinya bencana di tempat yang terbatas

dan sulit dijangkau dengan moda transportasi lainnya.

1. Tinjauan Pustaka

Airboat merupakan sebuah perahu yang memanfaatkan tenaga dorong hasil kerja

atau putaran propeller udara, biasa disebut airscrew propeller atau aircraft propeller.

Reaksi fluida pada propeller tersebut berupa gaya dorong, dimana gaya dorong ini

menyebabkan airboat dapat bergerak maju dengan kecepatan tertentu. Airboat

memiliki bentuk bagian bawah badan perahu yang flow-line dan flat-bottom

sehingga memiliki olah gerak dan tingkat kestabilan yang baik, disamping itu airboat

juga memiliki draft yang sangat kecil sehingga dapat dioperasikan pada daerah

perairan yang sangat dangkal.

2. Teori Perhitungan Hambatan

Airboat merupakan alat transportasi yang bergerak di atas air dengan kecepatan

tertentunya akan menimbulkan hambatan ketika berlayar. Hambatan tersebut bisa

dari air dan atau angin. Gaya hambat dari air dan udara tersebut dapat didorong

dengan melakukan perhitungan nilai besarnya hambatan, sehingga dapat menemukan

spesifik mesin penggerak yang optimum digunakan untuk airboat.

Dalam melakukan perhitungan tersebut, penulis menggunakan rumus perhitungan

Tahanan dengan metode Harvald. Adapun rumus dari perhitungan tersebut yaitu :

Rt = Ct. ½. S. Vs². [kN]

Dimana: Rt = Hambatan total

Ct = coeffisien hambatan total

S = luas permukaan basah

Vs = kecepatan

= density 1,025

3 Metode Perhitungan Air Propeller

Metode yang digunakan adalah perhitungan teoritis dari teori blade element.

Perhitungan blade element yaitu salah satu aplikasi dari teori momentum propeller.

Perhitungan ini dilakukan untuk menganalisa dan mengetahui karakteristik serta

Page 295: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

285

performa tiap elemen airfoil penyusunan blade propeller. Perhitungannya dimulai

dari penentuan tipe dan platform airfoil yang berdasarkan beberapa parameter seperti

kesederhanaan bentuk, material dan performa yang akan dihasilkan.

4. Pemilihan Main Engine

Penentuan tenaga penggerak berupa main engine yang sesuai dengan kebutuhan daya

airboat, dimana daya yang dikeluarkan tersebut digunakan untuk mengoperasikan

atau memutar propeller sehingga propeller tersebut mampu menghasilkan thrust

untuk mendorong airboat sampai pada batas kecepatan maksimal yang telah

ditentukan. Selain parameter kebutuhan daya, parameter lain yang harus menjadi

pertimbangan dalam pemilihan main engine adalah putaran poros serta torsi

maksimal dari main engine.

5. Perhitungan Hambatan Airboat dengan Kecepatan 30 Knots

Perhitungan hambatan pada lambung airboat diestimasikan pada kecepatan awal

yaitu 15 knots. Adapun metode yang digunakan untuk melakukan perhitungan

hambatan pada airboat adalah rumus dari :

1. ITTC 1957 (International Towink Tank Conference)

2. Taylor Standars Series

Rumus tahanan tersebut adalah :

SVCCR SAFT 2

1

Dimana : Rt = hambatan total

= koefisien hambatan geresekan (Frictional)

= koefisien hambatan udara (Air)

Vs = kecepatan airboat

S = luas permukaan basah

Data-data Ukuran Airboat

Panjang keseluruhan ( LOA ) = 4,00 m

Panjang garis air ( LWL ) = 2,90 m

Panjang garis tegak ( LBP ) = 2,90 m

Lebar depan ( B1 ) = 1,90 m

Page 296: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

286

Lebar belakang ( B2 ) = 2,10 m

Tinggi (H) = 0,56 m

Sarat air (T) = 0,12 m

Froude number (Fn) = 1,45

Reynolds Number (Rn) = 1,88.

Coefficient block ( Cb ) = 0,96

Coefficient midship ( Cm ) = 0,99

Coefficient prismatic ( Cp ) = 0,97

Coeffisient waterline ( Cw ) = 0,98

Displacement ( ) = 0,672 Ton

Volume Displacement ( ) = 0,672 m³

Koefisien Hambatan Gesek (

Berdasarkan buku dari The International Towink Tank Conference

Recomended and Procedures and Guidelines (ITTC) halaman 4, untuk

menghitung koefisien hambatan gesek digunakan rumus ITTC 1957 yaitu :

2

10 )2(log

075,0

n

FR

C

27

10 )210.9,1(log

075,0

FC

310.70,2

Koefisien Hambatan Udara (Ca)

Koefisien hambatan udara merupakan hambatan tambahan yang terjadi pada

airboat. Berdasarkan ketentuan The International Towink Tank Conference

1957 (ITTC)1957) untuk besarnya hambatan udara pada airboat dengan

range displacement 1000 ton, maka nilai hambatannya adalah :

310.6,0 AC

Luas Permukaan Basah (WSA)

Dari sebuah airboat yang terapung di air sampai suatu garis air yang

terdapat permukaan badan airboat yang tercelup. Luas dari permukaan

badan airboat yang berhubungan langsung dengan air tersebut, disebut luas

permukaan basah.

Page 297: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

287

Untuk menghitung luas permukaan basah pada airboat rancangan ini

digunakan rumus Taylor yang terdapat dalam buku A Reanalysis Of The

Original Test Data For The Taylor Standard Series 1954 pada halaman 8

yaitu :

2/1).(6,2 LWLVS

2/1)90,2672,0.(6,2 S

= 3,63 m²

Hambatan Total Airboat ( )

Setelah dilakukan perhitungan dari beberapa komponen hambatan, maka

dapat ditetapkan besarnya hambatan total airboat. Untuk melakukan

perhitungan tersebut, berdasarkan rumus ITTC 1957 maka Rt :

SVCCR SAFT 2

21

63,342,1500,110.6,070,22

1 23

TR

= 1,30 kN

Efektif Horse Power (EHP)

Untuk menghitung EHP airboat rancangan ini yaitu :

EHP = Rt x Vs

EHP = 1,30 x 15,42

= 20,05 kW

= 26,54 HP

Propulsieve Coefficeint (P.C)

Untuk nilai dari P.C ini dengan range antara 50 ~ 65%, diestimasikan

nilainya adalah 60%.

Daya Mesin

Untuk menentukan power atau daya mesin dari airboat rancangan

digunakan rumus dengan metode Taylor and Gertler yang terdapat dalam

buku terjemahan Hambatan Kapal dan Daya Mesin Penggerak oleh Teguh

Sastrodiwongso halaman 85, yaitu :

P EHPCP 1).(

Page 298: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

288

HPP 54,26)60,0( 1

= 43 HP

6. Perencanaan Baling – baling Airboat

Baling-baling adalah suatu alat penggerak airboat yang dapat menghasilkan daya dorong

yang melebihi hambatan total airboat, sehingga airboat dapat bergerak dengan kecepatan

yang direncanakan.

Diameter Baling-baling

Dalam perencanaan diameter baling-baling ditentukan dengan efektivitas

penyesuaian lebar lambung airboat dan ketersediaan ruang. Dari ketentuan

tersebut nilai diameter diambil D = 1,5 meter.

Putaran Propeller (n)

Nilai putaran propeller ditentukan semaksimum mungkin dapat

menghasilkan kecepatan yang efektif terhadap nilai kecepatan propeller

yang diijinkan dengan bahan fiberglass yaitu 220 m/s. Sementara nilai

kecepatan dalam perhitungan diatas (advance speed of propeller) adalah

10,68 m/s. Sedangkan nilai n dari mesin yang digunakan adalah 5600 rpm.

Jumlah Blade (B)

Untuk perencanaan baling-baling ini ditentukan dengan jumlah 2 (dua)

blade.

7. Pemilihan Mesin

Setelah dilakukan perhitungan hambatan pada airboat dan daya mesin yang diperlukan,

maka selanjutnya akan dilakukan pemilihan mesin yang akan digunakan untuk sistem

penggerak airboat.

Dikarenakan dengan kesediaan mesin di pasaran, maka dipilih mesin mobil yang berdaya

1000 cc atau 63 HP. Adapun spesifikasi mesin mobil tersebut adalah sebagai berikut :

Page 299: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

289

Sumber : wikipedia.org/xeniadaihatsu

Gambar 1 Mesin Airboat

Spesifikasi mesin :

Merk : Daihatsu

Type : EJ - VE

Power : 1000 cc (989 cc)

Cylinder : 4 (empat)

Diameter x langkah : 72 x 81 (mm)

Daya maksimum : 63 / 5600 (PS / rpm)

Torsi maksimum : 9.2 / 3600 (kgm / rpm)

Weight : 100 Kg

PENUTUP

Berdasarkan hasil pengumpulan data, analisa data dan pelaksanaan pembuatan lambung

airboat pada penelitian yang dilakukan diperoleh kesimpulan sebagai berikut :

KESIMPULAN

1. Kecepatan untuk airboat direncanakan sebesar 30 knots dengan nilai hambatan total

1,30 kN dan nilai daya yang dibutuhkan sebesar 45 HP.

2. Pemilihan mesin untuk perencanaan airboat dilaksanakan dengan melihat ketersediaan

mesin di pasaran dengan harga yang terjangkau, maka dipilih mesin mobil yang

berdaya 1000 cc atau 63 HP, dengan nilai putaran (n) dari mesin yang digunakan

adalah 5600 rpm.

Page 300: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

290

3. Untuk perencanaan baling-baling ini ditentukan dengan diameter (D) sebesar : 150 cm

atau 1.50 meter dengan jumlah daun baling-balign sebanyak 2 (dua) blade.

SARAN

Diperlukan penelitian lanjutan untuk melakukan sinkronisasi antara mesin dan lambung

airboat. Kemudian dilanjutkan peneltian mengenai penggunaan peralatan dan perlengkapan

yang dibutuhkan untuk operasional dari airboat yang optimal.

DAFTAR PUSTAKA

Jenkinson, L. R and John Wiley & Sons Inc., Aircraft Design Projects, New York. 2003.

L. Yun & A. Bliault, Theory and Design Air Cushion Craft, John Wiley & Sons Inc., New

York.

Clifford Matthews, Aeronautical Engineer’s Data Book, Butterworth Heinemann, London.

M. A. S. Riach, Air Screws: an Introduction to the Aerofoil Theory of Screw Propulsion,

C. Lookwood and Son, London.

Page 301: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

291

ANALISIS KESELAMATAN DAN KEAMANAN

TRANSPORTASI PENYEBERANGAN LAUT DI INDONESIA

Danny Faturachman

Fakultas Teknologi Kelautan, Universitas Darma Persada

[email protected]

ABSTRAK

Pelabuhan Penyeberangan Merak-Bakauheni adalah jalur lintas penghubung antara Pulau

Jawa dan Pulau Sumatera. Dengan perannya sebagai penggerak pertumbuhan ekonomi

antar pulau, diharapkan kelancaran pergerakan penumpang dan barang dapat berlangsung

secara efektif dan efisien. Penelitian penyeberangan pada lintas Merak-Bakauheni

dilakukan untuk menganalisis pergerakan orang dan barang dengan mendasarkan pada

waktu pelayanan, · jumlah kapal penyeberangan, dan jumlah dermaga, sehingga dapat

tercapai penyelenggaraan pelayanan angkutan penyeberangan Merak-Bakauheni yang

cepat, tepat, aman, dan nyaman. Transportasi umum di era saat sekarang merupakan suatu

kebutuhan yang sangat penting bagi setiap masyarakat dalam menunjang segala aktifitas

dan rutinitasnya sehari-hari, PT. ASDP Indonesia Ferry Persero sebagai penyelenggara

penyeberangan sangatlah berperan penting dalam menyelenggarakan transportasi publik

yang layak di Negara kita. Permasalahan dalam penelitian ini adalah keselamatan dan

keamanan di bidang transportasi penyeberangan laut di Indonesia serta masih belum

adanya standar keselamatan dan keamanan transportasi penyeberangan laut dengan melihat

kondisi peralatan keselamatan yang tersedia di kapal dan kondisi pelabuhan penyeberangan

laut di Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kajian literatur berupa

aturan-aturan yang digunakan serta penelitian lapangan.dengan mengambil lokasi di

Merak. Hasil yang diharapkan dengan penelitian ini adalah dapat menginventarisasi

standar keselamatan dan keamanan transportasi penyeberangan laut di Indonesia dan

mengetahui sejauh mana tersedianya alat-alat keselamatan di kapal khususnya Ferry

sehingga dapat diformulasikan rekomendasi untuk mencegah terjadinya kecelakaan di

kemudian hari.

Keywords: ASDP, Ferry, Indonesia, keselamatan, penyeberangan laut

PENDAHULUAN

Transportasi di era globalisasi merupakan suatu kebutuhan yang sangat penting bagi

masyarakat dalam menunjang segala aktivitas maupun rutinitasnya sehari-hari.

Transportasi publik umumnya meliputi kereta dan bis, namun juga termasuk pelayanan

maskapai penerbangan, pelabuhan penyeberangan, taksi, dan lain-lain. Keberadaan

transportasi publik yang baik sangat mempengaruhi roda perekonomian suatu wilayah atau

daerah. Keberhasilan pertumbuhan perekonomian di suatu Negara tidak akan lepas dari

campur tangan pemerintah dalam upaya menciptakan transportasi publik yang nyaman,

aman, bersih, dan tertata dengan baik.

Page 302: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

292

Setiap moda transportasi memiliki peran dan kapasitasnya dalam melayani penumpang.

Transportasi publik yang sangat menunjang tugas pemerintah dalam usaha pembangunan

sejatinya adalah moda transportasi laut. Transportasi laut sangat berperan penting untuk

menghubungkan satu pulau dengan pulau lainnya sehingga pendistribusian barang maupun

penumpang dari satu pulau ke pulau lain dapat berjalan lancar, sehingga pemerataan

pembangunan dapat terlaksana dan tidak hanya terpusat di satu wilayah atau satu pulau

saja. Untuk menciptakan suatu industri transportasi laut nasional yang kuat, yang dapat

berperan sebagai penggerak pembangunan nasional, menjangkau seluruh wilayah perairan

nasional dan internasional sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat dan

mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa, maka kebijakan pemerintah di bidang

transportasi laut tidak hanya terbatas pada kegiatan angkutan laut saja, namun juga

meliputi aspek kepelabuhanan, serta keselamatan pelayaran.

Di dalam sistem transportasi nasional terdapat kepelabuhanan yang merupakan bagian

strategis dari sistem transportasi nasional dan merupakan faktor penting dalam menunjang

aktifitas perdagangan. Sektor pelabuhan memerlukan suatu kesatuan yang terintegrasi

dalam melayani kebutuhan dari sarana transportasi. Ujung tombak dari kepelabuhanan

tersebut adalah sektor jasa dalam melayani jasa kepelabuhanan. Pelabuhan Merak dan

Bakauheni merupakan pelabuhan yang dikelola oleh PT. Angkutan Sungai dan Perairan

(PT. ASDP) Indonesia Ferry Persero.. Di dalam area pelabuhan cabang Merak terjadi

kegiatan bongkar-muat barang dan penumpang untuk tujuan Jawa-Sumatera. Terkadang

pengelola jasa kepelabuhanan tidak mampu mengelola kegiatan operasional akibat

ketidakseimbangan sarana fasilitas dan prasarana, terutama di saat-saat liburan sekolah dan

Hari Raya sehingga mempengaruhi proses kelancaran barang yang masuk maupun keluar.

PT. ASDP (Angkutan Sungai Dan Penyeberangan) Indonesia Ferry Persero merupakan

badan usaha milik Negara (Persero) yang bernaung di bawah Kementrian Perhubungan,

Direktorat Jenderal Perhubungan Darat, dan bergerak di bidang usaha pelayanan

penyeberangan yang jaraknya kurang dari 17 mil. Sarana yang diberikan oleh PT. ASDP

Indonesia Ferry Persero ialah berupa penyediaan dermaga, penyelenggaraan tiket terpadu

yang nantinya hasil pendapatan dari tiket terpadu tersebut akan bagi hasil dengan

perusahaan swasta, penyedia fasilitas pelabuhan guna untuk menunjang pelayanan

Page 303: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

293

pelabuhan. Selain itu ada pula peranan lain yaitu sebagai operator kapal atau pemberi

pelayanan.

PT. ASDP (Angkutan Sungai Dan Penyeberangan) Indonesia Ferry pada tanggal 5 Agustus

2008, dengan disaksikan oleh Deputi Bidang Usaha Logistik dan Pariwisata Kementerian

Negara BUMN dan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, melakukan

penandatanganan Pakta Integritas yang menandai diberlakukannya perubahan struktural

perseroan dimulai dari perubahan nama dan logo dari PT. ASDP Indonesia Ferry (Persero)

menjadi PT Indonesia Ferry (Persero) yang pada saat itu diketuai oleh Direktur Utama PT

ASDP Indonesia Ferry Bambang Soesatyo, tetapi sejak awal tahun 2011 diganti oleh

Bambang Bakti dan dengan alas an tertentu nama perusahaan kembali seperti nama semula

yaitu PT. ASDP Indonesia Ferry Persero. Saat ini Direktur Utama dijabat oleh Danang S.

Baskoro.

PT. ASDP Indonesia Ferry Persero cabang pelabuhan Merak sejatinya hanyalah memiliki 3

armada kapal yang siap beroperasi setiap harinya di pelabuhan Merak. Nama-nama kapal

tersebut di antaranya kapal Jatra 1 dan Jatra 2 yang sama-sama dibuat tahun 1980 dan Jatra

3 yang dibuat tahun 1985. PT. ASDP Indonesia Ferry Persero sebagai penyelenggara

penyeberangan baik barang maupun penumpang dari satu pulau ke pulau lain sangatlah

berperan penting dalam penyelenggaraan transportasi publik yang layak di negara ini,

seperti terlihat pada lokasi penelitian yaitu di pelabuhan Merak dan Bakauheni.

Pada dasarnya pelayanan tiket terpadu yang ada di pelabuhan Merak terbagi menjadi dua

bagian pelayanan, yaitu pelayanan tiket terpadu bagi penumpang yang tidak membawa

kendaraan atau dalam hal ini penumpang pejalan kaki dan pelayanan tiket terpadu

penumpang yang membawa kendaraan atau penumpang di atas kendaraan. Kedua

pelayanan tiket tersebut memiliki kesamaan dalam mekanisme pendataannya yaitu pada

saat calon penumpang akan membeli tiket maka petugas yang berada di loket tiket terlebih

dahulu menanyakan dan mencatat nama, usia dan alamat tempat tinggal calon penumpang,

setelah itu petugas memberitahu berapa uang yang harus dikeluarkan. Setelah calon

penumpang tersebut membayar maka akan diberi tiket yang berbentuk kartu seperti ATM

dan sehelai kertas sebagai bukti syah pembelian tiket. Beda halnya dengan loket tiket untuk

kapal besar, loket tiket untuk kapal cepat atau kapal kecil hanya buka atau tersedia pada

Page 304: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

294

waktu atau jam tertentu saja, lantaran kapal cepat tersebut tidak setiap waktu beroperasi,

biasanya pelayanan di loket tiket untuk kapal cepat tersebut tidak setiap waktu beroperasi.

Setelah membeli tiket para calon penumpang akan melewati sebuah mesin e-ticket, di

mana fungsi mesin tersebut sebagai penghalang laju calon penumpang, mekanismenya

setelah tiket yang berbentuk seperti kartu tersebut ditempel pada bagian yang terdapat

sensor di mesin e-ticket tersebut maka penghalang di depannya akan masuk sehingga

penumpang bisa melanjutkan perjalanan. Tetapi karena mesin tersebut rusak semenjak

kurang lebih dua setengah tahun yang lalu sehingga sekarang fungsinya hanya sebagai

pajangan saja. Dari keberadaan mesin tersebut terlihat bahwa sebenarnya pihak PT. ASDP

Indonesia Ferry Persero cabang pelabuhan Merak telah berupaya memodernisasi pelayanan

yang ada agar menjadi lebih baik. Setelah melewati mesin e-ticket penumpang pejalan kaki

menaiki tangga menuju gangway dimana tidak jauh dari tangga atas disitu terdapat ruang

tunggu yang lumayan luas. Tetapi sayangnya di dalam ruang tunggu tersebut kondisinya

masih kurang memadai. Pada waktu menaiki kapal-kapal Ferry yang ada, pertama kali

masuk ke dalam kapal langsung menuju tempat duduk yang berada di sebelah atas kapal

(kelas ekonomi). Tiket yang kita beli memang berlaku untuk kelas ekonomi (kelas 3).

Tempat duduknya masih menggunakan tempat duduk plastik/ kayu tanpa adanya alas

bantal di atas kursi tersebut dan tempatnya pun sangat panas akibat dari matahari yang

bersinar langsung ke ruangan tersebut. Apabila kita mau menuju ruangan VIP, kelas I dan

II maka kita harus menambah biaya lagi sebesar Rp. 6.000,- - Rp. 8.000,- per orang

dewasa, anak-anak setengah harga. Di dalam ruangan ini sangat nyaman karena ada AC

yang membuat udara lebih sejuk dan dan ditambah adanya TV sehingga menjadi lebih

nyaman.

Adapun prosedur pelayanan yang ditetapkan PT. ASDP Indonesia Ferry Persero bagi para

calon penumpang kapal saat ini adalah setiap calon penumpang berkewajiban membeli e-

ticket yang tersedia di loket-loket penjualan e-ticket sebagai syarat untuk dapat

menggunakan jasa penyeberangan kapal Ro-Ro dimana PT. ASDP Indonesia Ferry Persero

juga menyediakan loket penjualan e-ticket yang akan melayani para calon penumpang

pejalan kaki yang akan naik ke kapal, dan bagi calon penumpang yang menggunakan

kendaraan juga tersedia loket khusus yang terletak di dekat area timbangan,loket-loket ini

terdiri dari 1 loket untuk sepeda motor, 3 loket untuk kendaraan pribadi dan pick up dan 1

Page 305: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

295

loket untuk bus serta 3 loket untuk truk. Total terdapat 8 loket di pintu tol gate yang

merupakan jalur khusus untuk penumpang yang menggunakan kendaraan. Jarak dari

pelabuhan Merak menuju pelabuhan Bakauheni kira-kira 30 km dan dapat ditempuh oleh

kapal Ro-Ro selama kurang lebih 3 jam (180 menit) yang terdiri dari 7,5 menit persiapan

sandar, 45 menit bongkar muat, 7,5 menit persiapan berlayar dan 120 menit waktu

berlayar. Waktu dapat berubah sewaktu-waktu terkait masalah cuaca buruk ataupun

kepadatan di dermaga. Setiap harinya di pelabuhan Merak melayani kegiatan bongkar muat

untuk kapal Ro-Ro terdiri dari 80-100 trip per harinya, sedangkan untuk penumpang rata-

rata per harinya mencapai sekitar 5.000 orang sedangkan kendaraan rata-rata per harinya

mencapai kira-kira 6.000 unit. Umumnya jenis kapal yang berlayar dan sandar di

pelabuhan Merak adalah kapal Ferry (Ro-Ro), karena pelabuhan Merak adalah pelabuhan

penyeberangan antar pulau, yakni pulau Jawa dan pulau Sumatera. Banyak kapal Ro-Ro

yang digunakan di pelabuhan ini karena kapal Ro-Ro tersebut dapat mengangkut muatan

barang berupa mobil, bis, truk maupun muatan umum (general cargo) lainnya dan juga

kapal jenis ini dapat mengangkut jumlah penumpang yang cukup banyak dalam satu kali

rutenya.

Merak – Bakauheni merupakan lintasan penyeberangan strategis bagipergerakan antara

Pulau Jawa dan Sumatera, khususnya bagi Provinsi Banten danLampung (Ditjen LLASDP

Kementerian Perhubungan, 2012). Saat ini lintasanMerak – Bakauheni merupakan jalur

penyeberangan kapal Ro-Ro terpadat di Indonesia.

Kapasitas angkut dapat dilihat pada tabel 1 dan produksi angkutan pada tabel 2.

Tabel 1. Kapasitas Angkut Penyeberangan Merak-Bakauheni tahun 2006-2011

Page 306: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

296

Tabel 2. Produksi Angkutan Penyeberangan Merak-Bakauheni 1997-2011

PELABUHAN PENYEBERANGAN MERAK – BAKAUHENI

Pelabuhan merupakan tempat yang terdiri atas daratan, danau atau perairan yang dengan

batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintah dan kegiatan perusahaan yang

dipergunkan sebagai tempat kapal bersandar, naik turun penumpang, atau bongkar muat.

Pelabuhan secara umum merupakan sarana penunjang kegiatan transportasi, perhubungan

antar pulau bahkan internasional yang tentunya dapat menguntungkan pemerintah daerah

apabila pengelolaannya dilaksanakan dengan cukup jelas oleh pemerintah daerah guna

kesejahteraan masyarakatnya. Pelabuhan diselenggarakan untuk kepentingan pelayanan

masyarakat bukan untuk mencari keuntungan semata.

Angkutan penyeberangan merupakan angkutan yang berfungsi sebagai jembatan yang

menghubungkan jaringan jalan atau jaringan jalur kereta api yang dipisahkan oleh perairan

Page 307: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

297

untuk mengangkut penumpang dan kendaraan beserta muatannya (Pasal 22, UU 17 Tahun

2008).

Kriteria lintas penyeberangan adalah :

1. Menghubungkan jaringan jalan dan/atau jaringan jalur kereta api yang terputus

oleh laut, selat, teluk, sungai dan/atau danau;

2. Melayani lintas dengan tetap dan teratur, berdasarkan jadual yang ditetapkan;

3. Berfungsi sebagai jembatan bergerak.

Hubungan lalu lintas penyeberangan antara pulau Jawa dan pulau Sumatera yang telah

lama dilakukan dengan kapal-kapal yang masih sangat sederhana dan primitif yang pada

saat itu dikenal dengan sebutan “kapal tambang”. Pada zaman kolonial Belanda, kapal

tesebut masih dikembangkan dengan sangat terbatas, hal ini disebabkan karena politik

pemerintah kolonial yang tidak ingin melihat rakyat di pulau-pulau tersebut maju baik dari

segi ekonomi maupun sosial budaya. Di zama kolonial hubungan kapal Ferry yang

dilakukan pada tahun 1912 yaitu antara pulau Jawa dengan pulau Sumatera (Merak-

Panjang) dan pada tahun 1913 antara pulau Jawa dengan pulau Madura (Ujung-Kamal).

Setelah kemerdekaan Negara kita serta tidak diizinkannya kapal-kapal milik pemerintah

Belanda untuk beroperasi, maka pada tahun 1957 di kedua lintasan Ferry tersebut

dioperasikan kapal-kapal milik pemerintah Indonesia dan sejak tahun 1959 ditangani oleh

DKA (Djawatan Kereta Api) di bawah Direktorat Jenderal Perhubungan Laut.

Sejak tahun 1970 dibentuk Direktorat Lalu Lintas Angkutan Sungai, Danau dan Ferry yang

berada di bawah Direktorat Jenderal Perhubungan Darat melalui Surat Keputusan Menteri

Perhubungan No. 234/4/70 tanggal 22 Juni 1970. Pada tahun 1972, Direktorat Pelayaran

Sungai, Danau dan Ferry dirubah menjadi Angkutan Sungai Danau dan Ferry. Pada tahun

1973 dibentuk Proyek Angkutan Sungai, Danau dan Ferry (PASDAF) melalui Keputusan

Menteri Perhubungan No. KM.50/R/PHB/73 tanggal 27 Maret 1973. Sebagai pengelola

Kapal, Sungai, Danau dan Ferry, Direktorat ASDF tugas pokoknya melaksanakan

pembinaan, perencanaan dan pengendalian sarana dan prasarana serta pengembangan

lintasan. Sejak 30 Desember 1973 dikeluarkan Surat Keputusan bersama antara Direktorat

Jenderal Perhubungan Laut dengan Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Nomor:

Page 308: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

298

DPP/2/42/2 tentang pengalihan wewenang Pelabuhan Merak Nomor: 13/PHBD/XII/73 dari

Direktorat Perhubungan Laut ke Direktorat Jenderal Perhubungan Darat. Pada tahun 1977

diresmikan pelabuhan Serengsem pada tanggal 5 Maret 1977 yang bisa melayani lintasan

Merak-Serengsem dengan menggunakan kapal jenis Ro-Ro. Dan pada tahun 1981

diresmikan lintasan Merak-Bakauheni.

Pelabuhan penyeberangan Merak yang terletak di Provinsi Banten adalah pelabuhan umum

yang melayani penyeberangan antara ujung barat pulau Jawa dengan ujung selatan pulau

Sumatera. Pelabuhan ini merupakan pelabuhan umum yang sangat vital dalam

menggerakkan roda ekonomi Indonesia secara umum. Pelabuhan penyeberangan Merak

sebagai pintu gerbang jalur lintas penghubung darat antara pulau Jawa dan pulau Sumatera,

terletak pada posisi 1 06°00'00" Bujur Timur, dan 05°56'59" Lintang Selatan. Luas

kawasan pelabuhan penyeberangan Merak secara keseluruhan, termasuk Pasar Merak

adalah 15 hektar, dengan batas-batas fisik kewilayahan:

• Sebelah utara dengan perbukitan;

• Sebelah timur dengan perbukitan;

• Sebelah barat dengan selat Sunda;

• Sebelah selatan dengan selat Sunda.

Sebelum pelabuhan Bakauheni yang dibangun di Lampung telah beroperasi pelabuhan

Panjang, dan pada masa pembangunan pelabuhan Bakauheni 1970-1980, dioperasikan

pelabuhan bayangan khusus ferry yaitu pelabuhan Srengsem, yang lokasinya berdekatan

dengan pelabuhan Panjang. Setelah pelabuhan Bakauheni beroperasi pada tahun 1980,

makin lancarlah transportasi khususnya penyeberangan antara pulau Jawa dan pulau

Sumatera. Pelabuhan penyeberangan Bakauheni adalah pelabuhan umum yang melayani

penyeberangan antara ujung selatan pulau Sumatra - ujung barat pulau Jawa dan terletak

pada posisi 105°45' 1 0" Bujur Timur dan so 51 ' 59" Lintang Selatan, dengan luas 452.458

m2 dan batas-batas fisik kewilayahan sebagai berikut:

o Sebelah utara dengan kecamatan Ketapang;

o Sebelah timur dengan selat Sunda;

o Sebelah barat dengan kecamatan Kalianda;

o Sebelah selatan dengan selat Sunda.

Page 309: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

299

Pada gambar 1 dapat dilihat foto peta citra Merak-Bakauheni.

Gambar 1. Foto Peta Citra Jarak Merak Bakauheni

METODOLOGI PENELITIAN

Menggunakan metode penelitian kajian literatur berupa aturan-aturan yang digunakan serta

penelitian lapangan dengan membagi 3 wilayah yaitu Indonesia Barat, Tengah dan Timur.

Untuk tahap awal di Indonesia Barat diambil 2 sampel yaitu di Merak ujung pulau Jawa

dan Sumatera serta di Batam ujung pulau Sumatera dan berbatasan dengan negara tetangga

yaitu Singapura sehingga dapat dilakukan perbandingan dengan negara lain. Karena

keterbatasan waktu, sampel penelitian pertsms akan diambil di wilayah yang terdekat yaitu

Merak.

Hasil yang diharapkan dengan penelitian ini adalah dapat menginventarisasi standar

keselamatan dan keamanan transportasi penyeberangan laut di Indonesia dan mengetahui

sejauh mana tersedianya alat-alat keselamatan di kapal sehingga dapat diformulasikan

rekomendasi untuk mencegah terjadinya kecelakaan di kemudian hari.

Page 310: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

300

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. FASILITAS PELABUHAN

a. Pelabuhan Penyeberangan Merak

Pelabuhan penyeberangan Merak mempunyai beberapa fasilitas penunjang dalam

mendukung kelancaran arus bongkar muat penumpang dan kendaraan bermotor dari

dan ke dalam kapal penyeberangan. Adapun fasilitas penunjang pelabuhan

penyeberangan Merak adalah sebagai berikut:

Tabel 3. Fasilitas Penunjang di pelabuhan Merak

Lay out pelabuhan penyeberangan Merak adalah sebagai berikut:

Gambar 2. Lay Out Pelabuhan Merak

Page 311: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

301

b. Pelabuhan Penyeberangan Bakauheni

Pelabuhan penyeberangan Bakauheni mempunyai beberapa fasilitas penunjang

dalam mendukung kelancaran arus bongkar muat penumpang dan kendaraan

bermotor dari dan ke dalam kapal penyeberangan.

Adapun fasilitas penunjang pelabuhan penyeberangan Bakauheni seperti daya

tamping parker di dalam area pelabuhan adalah sebagai berikut:

Parkir A = 360 Unit/Campuran

Parkir 8 = 300 Unit/Bus

Parkir C = 260 Unit/Campuran

Parkir D = 380 Unit/Campuran

Parkir E = 60 Unit/Campuran

Parkir F = 160 Unit/Campuran

Parkir G,H,I = 1.200 Unit/Campuran

Parkir H = 440 Unit/Campuran

TOTAL = 3.160 Unit/Campuran

Lay out pelabuhan penyeberangan Bakauheni adalah sebagai berikut:

Gambar 3. Lay Out Pelabuhan Bakauheni

Page 312: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

302

2 KAPAL PENYEBERANGAN

2.1. Karakteristik Kapal Penyeberangan

Kapal penyeberangan yang dioperasikan di lintas penyeberangan Merak - Bakauheni

sebanyak 33 unit kapal, dengan kapasitas angkut penumpang 16.320 orang dan

kapasitas angkut kendaraan 3.581 unit. Dari 33 unit kapal yang dioperasikan, hanya 3

unit kapal milik PT. ASDP Indonesia Ferry (Persero) dan sebayak 30 unit kapal milik

perusahaan pelayaran swasta nasional. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat Tabel 2

berikut:

Tabel 4. Kapal Penyeberangan di Lintas Merak-Bakauheni

Page 313: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

303

Tabel 5. Kapal Penyeberangan Merak-Bakauheni yang Beroperasi tahun 2011

Page 314: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

304

2.2. Kapal Cepat

Disamping Kapal Ro-Ro dioperasikan juga kapal cepat yang dimiliki oleh 4 (empat)

perusahaan sebagaimana tersebut pada tabel berikut:

Tabel 6. Kapal Cepat yang Dioperasikan di Lintas Merak-Bakauheni

Tabel 7. Kapal Cepat yang Beroperasi tahun 2011

3. POLA OPERASI PENYEBERANGAN

Dalam meningkatkan pelayanan angkutan penyeberangan khususnya dalam proses

bongkar muat, maka dibuat suatu pola operasi disesuaikan dengan fluktuasi demand.

Fluktuasi demand akan mempengaruhi jumlah dermaga dan jumlah kapal

penyeberangan yang akan dioperasikan. Jumlah dermaga dan jumlah kapal

berpengaruhi terhadap Port Time dan sealing time. Bagian Port Time adalah waktu olah

gerak, bongkar, pelayanan/muat, persiapan dan berangkat, sedangkan sealing time

adalah waktu kapal penyeberangan berlayar dari dermaga merak ke dermaga

Bakauheni.

Page 315: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

305

Adapun pola operasi penyeberangan dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4. Pola Operasi Penyeberangan 3 dermaga

Tabel 5. Pola Operasi Penyeberangan 4 dermaga

Tabel 6. Pola Operasi Penyeberangan 5 dermaga

KESIMPULAN

a. Sarana penunjang mesin e-ticket yang telah digunakan. Dengan adanya mesin ini

berfungsi untuk menghalang laju penumpang yang tidak memiliki tiket.

b. Telah dibenahinya fasilitas yang ada di dalam ruang tunggu penumpang, dimana

jumlah kursi sudah bertambah, kipas angina yang sudah baik dan TV baru sehingga

penumpang dapat menunggu dengan nyaman, dan juga pembenahan toilet di dalam

areal pelabuhan sehingga lebih terjamin kebersihannya.

Page 316: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

306

c. Perawatan gangway atau jembatan yang berfungsi untuk menghubungkan pejalan kaki

menuju ke kapal. Gangway sejatinya merupakan sarana penting yang ada di pelabuhan

Merak yang berfungsi untuk menghubungkan penumpang pejalan kaki agar bisa

masuk ke dalam kapal.

d. Tidak terlihat lagi preman yang terorganisir di dalam areal pelabuhan. Para preman

yang membuat sebuah kelompok yang mengatasnamakan diri mereka “petruk” atau

singkatan dari pengurus truk sedikit demi sedikit telah dihilangkan dari areal

pelabuhan. Sebelumnya para preman ini sangat meresahkan para supir truk karena

mereka seringkali meminta pungutan liar kepada para supir truk yang akan

menyeberang ke pelabuhan Bakauheni, jika tidak diberi mereka tidak segan untuk

mengancam keselamatan para supir truk tersebut.

e. Terkait waktu penyeberangan rata-rata 2 jam, sudah maksimal selama 3 jam dengan

bongkar muat kecuali terjadi faktor alam pada waktu musim hujan sehingga terjadi

gelombang pasang dan angin kencang maupun waktu peak season seperti libur anak

sekolah dan Hari Raya bisa saja memperlambat waktu penyeberangan.

f. Hinterland Terminal: terminal penyeberangan Merak dan Bakauheni mempunyai

pengaruh terhadap distribusi angkutan penumpang dan kendaraan bermotor dari/ ke

putau' Jawa dan Pulau Sumatera. Berdasarkan hasil wawancara asal tujuan penumpang

dan kendaraan bermotor, sumbangan terbesar (±70%) berasal dan menuju Provinsi

Lampung, Banten dan DKI Jakarta. Di samping ketiga provinsi tersebut diatas,

distribusi penumpang dan kendaraan bermotor berasal dari beberapa provinsi yang

menggunaka;, penyeberangan Merak-Bakauheni tetapi prosentasenya kecil (± 30%),

antara lain: NAD, Sumut, Riau Sumbar. Jambi, Bengkulu, Babel, Sumsel, Jatim,

Jateng, dan Jabar.

SARAN

1. Pengelola pelabuhan penyeberangan Merak Bakauheni sebaiknya mengoptimalkan

penyediaan sarana, prasarana dan fasilitas penunjang penyelenggaraan angkutan

penyeberangan terutama pada waktu puncak (peak time).

2. Pengelola perlu meningkatkan optimalisasi pengoperasian dermaga dan kapal

penyeberangan serta fasilitas penunjangnya agar tercipta transportasi penyeberangan

Page 317: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

307

yang efisien, apabila memungkinkan jumlah kapal dapat ditambah dan petugas di

dalam kapal juga diperbanyak.

DAFTAR PUSTAKA

Abrahamson, B.J. International Ocean Shipping: Current Concepts and Principles, West

View Press, Inc Boulder, Colorado, 1980.

Firdaus, Agus Kurniawan, Tingkat Kepuasan Pengguna Jasa dalam Pelayanan PT. ASDP

Indonesia Ferry di Pelabuhan Merak Banten, Skrpsi Untirta, 2012.

Morlok, K. Edward, Introduction to Transportation Planning; Pengantar Teknik

Perencanaan Transportasi. Alih bahasa: K. Hainim, Penerbit Erlangga, Jakarta,

1985.

Menheim, Marvin L., Fundamental of Transportation System, Graw-Hill Inc, 1978.

Abrahamson, B.J. International Ocean Shipping: Current Concepts and Principles, West

View Press, Inc Boulder, Colorado, 1980.

Papacotas, C.S. and Prevedouros, P.D. Transportation Engineering and Planning, 2nd

ed,

Prentice Hall, New Jersey, 1993.

Peraturan Pemerintah No. 65 tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan

Standar Pelayanan Minimal.

Putri, Santasari Ndiwa, Efektifitas Pelayanan Pelabuhan oleh PT. ASDP (Persero) Merak

Propinsi Banten, Skripsi Untirta, 2011.

Studi Standardisasi di Bidang Keselamatan & Keamanan Transportasi Laut, P.T. Sumaplan

Adicipta Persada, Jakarta, 2010.

Suwarto, Drs. Amin, M.Si, Penelitian Penyeberangan pada Lintas Merak-Bakauheni

sampai dengan tahun 2050, Penelitian RISTEK 2010.

Undang-Undang No. 17 tahun 2008 tentang Pelayaran, 2008. Biro Hukum dan KSLN

DepHub, Jakarta.

Page 318: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

308

PEMANFATAAN TENAGA SURYA SEBAGAI ALTERNATIF ENERGI

TERBARUKAN UNTUK FASILITAS SUPLAI DAYA PENERANGAN DI KAPAL

Muswar Muslim, Danny Faturachman

Fakultas Teknologi Kelautan, Universitas Darma Persada

ABSTRAK

An electric motor become much more practical and economical having a multiplicity findings on the technology

of solar panels, battery and charger better. An electric motor cost-effective care and in working. The installation

of an electric motor more simple and does not need the cooler. All the needs of electrical power in supply from

batteries being replenished by solar panels. Solar power become one of alternative energy to overcome the

presence of the energy crisis especially a reduction in the availability of petroleum and the more expensive

world oil prices. Major problems focused on design of electric system as power plant resources in the ship. The

main issues discussed on is as follows: 1. Did design system supply resources and also calculation to determine

battery and solar panels to be used. 2. Determine the laying on systems equipment. In this research, taking and

analyzing data obtained from the results of the field by using the existing theory and make use of data from the

internet and literature data. In duty end of this analysis conducted by the use of solar power as the supply of

equipment lighting on a ship ferry Ro-Ro 500 GRT. Based on calculations data ship obtained a number of 35

solar panels that is attached to supply 10 batteries power by producing 42000 VA. Power is used to meet the

needs of illumination burden 33600 VA to the discharging time 12 hours (from 18.00 – 6.00). So that the

installation of solar systems can save energy by 52.5 % of the generator burden.

Kata kunci: Tenaga surya, Suplai daya penerangan, Ferry, Indonesia.

PENDAHULUAN

Kebutuhan akan energi semakin meningkat seiring dengan meningkatnya kebutuhan manusia. Hal ini

menyebabkan adanya indikasi terjadi krisis energi di dunia dan salah satu penyebab dari krisis energi tersebut

adalah masih besarnya tingkat ketergantungan pada sumber energi fosil terutama minyak bumi. Seperti yang

kita ketahui bahwa cadangan minyak bumi yang tersedia di bumi ini terbatas, oleh karena itu perlu dilakukan

upaya diversifikasi energi agar tercipta keseimbangan energi yang baik.

Diversifikasi energi dapat dilakukan dengan mulai memberikan peluang kepada jenis-jenis energi

alternatif yang selama ini sudah dikembangkan maupun jenis energi yang baru. Ada berbagai energi alternatif

yang bisa dikembangkan antara lain batubara, gas bumi, geothermal, biomassa, air, angin, gelombang, nuklir

hingga matahari. Dari beberapa energi alternatif tersebut, diklasifikasikan ke dalam dua kelompok yaitu energi

tak terbarukan dan energi terbarukan. Energi tak terbarukan diantaranya terdiri dari minyak bumi, batubara,

nuklir dan gas. Sedangkan yang termasuk jenis energi terbarukan antara lain geothermal, biomassa, air, angin,

matahari, gelombang dan lain-lain yang masih terbuka pengembangannya.

Energi terbarukan mempunyai potensi lebih unggul dibandingkan energi fosil. Ada beberapa alasan

yang mendasari, antara lain karena persediaannya yang tak terbatas, dapat diperbaharui dan ramah lingkungan.

Energi matahari, air, angin, biomassa, laut dan sumber energi alternatif lainnya tersedia secara melimpah di

alam, sedangkan pemanfaatannya masih sedikit. Mengingat ketersediaan cahaya matahari sepanjang tahun,

maka sangatlah tepat jika energi matahari ini dimanfaatkan sebagai penyedia energi listrik.

Dengan letak Indonesia berada pada daerah khatulistiwa, yaitu pada lintang 60 LU – 110 LS dan 950

BT – 1410 BT, dan dengan memperhatikan peredaran matahari dalam setahun yang berada pada daerah 23,50

LU dan 23,50 LS maka wilayah Indonesia akan selalu disinari matahari selama 10 – 12 jam dalam sehari.

Karena letak Indonesia berada pada daerah khatulistiwa maka Indonesia memiliki tingkat radiasi matahari yang

sangat tinggi. Menurut pengukuran dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika diperkirakan besar

Page 319: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

309

radiasi yang jatuh pada permukaan bumi Indonesia (khususnya Indonesia Bagian Barat) rata-rata kurang lebih

sebesar 4,5 kWh/m2 dengan variasi bulanan sekitar 10%.

Untuk membangun suatu sistem energi surya (photovoltaik) yang dapat beroperasi dengan baik maka

diperlukan beberapa komponen-komponen penyusun utama antara lain :

a. Panel surya

b. Charge controller

c. Inverter

d. Battery

Photovoltaik adalah teknologi yang berfungsi untuk mengubah atau mengkonversi radiasi matahari

menjadi energi listrik secara langsung. Kata Photovoltaik berasal dari bahasa Yunani photos yang berarti cahaya

dan volta berarti tegangan listrik. Photovoltaik biasanya dikemas dalam sebuah unit yang disebut modul. Dalam

modul surya terdiri dari banyak sel surya yang bisa disusun seri maupun paralel. Sedangkan yang dimaksud

dengan surya adalah sebuah elemen semikonduktor yang dapat mengkonversi enegi surya menjadi energi listrik

atas dasar efek photovoltaik.

Gambar 1. Modul Sel Surya

Sistem tenaga surya photofoltaik yang umum dipakai untuk penerangan adalah sistem individu atau

yang lebih sering dikenal dengan nama Solar Home System (SHS). Sistem ini mempunyai tegangan 12 Vdc,

yang terdiri dari satu buah modul photovoltaik, baterai, alat pengontrol dan 3 buah lampu serta sebuah stop

kontak (Abu Bakar,2006).

Page 320: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

310

Gambar 2. Diagram Blok Sistem Modul Panel Surya

Dari gambar di atas dapat dijelaskan bahwa energi sinar matahari yang dikonversi menjadi energi listrik oleh

modul atau panel surya dan akan disalurkan ke chager control untuk mengatur pengisian energi listrik pada

baterai. Selanjutnya energi listrik yang dihasilkan baterai akan dikonversi oleh inverter dari arus searah (DC)

menjadi arus bolak-balik (AC) sehingga dapat dimanfaatkan pada beban.

Charge controller di dalam sistem PLTS (Pembangkit Listrik Tenaga Surya) dapat dikatakan sebagai

“otak” karena fungsinya sebagai pengatur arus listrik baik terhadap arus yang masuk maupun arus yang keluar/

digunakan.

Gambar 3. Charge Controller

Inverter pada prinsipnya, photovoltaik menghasilkan arus DC (searah). Bila arus yang dibutuhkan

adalah arus AC (bolak-balik), maka dapat dipenuhi dengan memasang alat pengubah, peralatan elektronik yang

bekerja sangat efisien yang disebut inverter. Spesifikasi inverter tidaklah sama yakni tergantung dari seberapa

besar konsumsi daya peralatan listrik secara keseluruhan. Semakin besar kebutuhan dayanya, maka kapasitas

daya inverter juga makin besar.

Gambar 4. Inverter

Baterai adalah perangkat yang mengkonversi energi kimia secara langsung ke energi listrik. Sebuah

baterai terdiri dari satu atau lebih sel voltaic dan setiap sel voltaic terdiri dari dua setengah sel terhubung dalam

seri oleh konduktif elektrolit yang mengandung anion (ion negatif) dan cation (ion positif). Dalam reaksi reduksi

oksidasi power baterai, reaksi reduksi (penambahan elektron) ke cation terjadi di katoda,sedangkan reaksi

oksidasi (penghapusan elektron) ke anion terjadi di anoda. Elektroda-elektroda tidak saling berhubungan namun

elektrik terhubung oleh elektrolit, yang dapat berupa padat atau cair.

Page 321: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

311

Gambar 5. Baterai

METODOLOGI PENELITIAN

Menggunakan metode penelitian kajian literatur berupa tinjauan pustaka tentang tenaga surya.sebagai

alternative energy terbarukan.

Hasil yang diharapkan dengan penelitian ini adalah dapat diketahui pemanfataan tenaga surya dan penelitian

lanjutan dapat membuat suatu protipe panel sel surya untuk fasilitas suplai daya penerangan di kapal.

PERMASALAHAN

Dalam pemanfaatan energi surya digunakan fotovoltaik yang mengkonversikan secara langsung energi

surya menjadi energi listrik. Pemakaian fotovoltaik sebagai sumber pembangkit energi listrik bisa dikatakan

tidak menghasilkan polusi, baik polusi udara maupun polusi suara terhadap lingkungan sekitarnya. Berdasarkan

pertimbangan ini, nampaknya konversi fotovoltaik dari sinar matahari menjadi energi listrik akan menjadi

sumber energi utama dimasa mendatang. Selain itu juga, harga sumber energi konvensional akan terus semakin

tinggi dan persediaannya juga sangat terbatas, sedangkan harga fotovoltaik berangsur-angsur akan turun karena

bahan bakunya melimpah di bumi ini. Energi listrik yang dihasilkan dari fotovoltaik dapat digunakan untuk

berbagai macam penggunaan. Dan untuk menjamin penyediaan energi yang kontinu maka digunakan baterai

sebagai penyimpan energi.

Motor listrik menjadi semakin praktis dan ekonomis setelah banyaknya penemuan pada teknologi solar

panel, battery dan charger yang lebih baik. Motor listrik hemat biaya perawatan dan dalam bekerja. Untuk solar

panel perawatannya lebih mudah cukup dibersihkan seminggu sekali. Instalasi motor listrik lebih sederhana dan

juga tidak memerlukan pendingin. Semua kebutuhan daya listrik di supply dari baterai yang diisi ulang oleh

solar panel. Dengan sistem ini diharapkan akan mengurangi bahan bakar fosil. Namun sekarang yang menjadi

permasalahan adalah tempat yang terbatas pada kapal, sedangkan untuk menerapkan sistem ini diperlukan

tempat yang cukup luas. Dalam paper ini akan dikaji mengenai efektifitas sel surya. Dimana hasil yang

diharapkan adalah didapatkannya referensi mengenai kemampuan sel surya dalam menghasilkan energi listrik

yang hasil akhirnya akan dietahuinya efisiensi sel surya sebagai alternative energy terbarukan untuk suplai daya

penerangan di kapal.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berikut merupakan data-data utama dari kapal penyeberangan 500 GT

Page 322: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

312

Dimensi ukuran utama kapal Ferry Ro-Ro 500 GRT adalah :

Panjang keseluruhan kapal LOA = 45,05 m

Panjang antara garis tegak kapal LPP = 40,15 m

Panjang antara garis air LWL = 42,00 m

Lebar kapal B = 12,00 m

Tinggi kapal H = 3,20 m

Sarat air kapal T = 2,15 m

Kecepatan Vs = 11 knot

Tenaga penggerak utama (Main Engine) = 2 × 800 HP

Tenaga mesin bantu (Auxiliary Engine) = 2 × 80 kVA

Genset emergency = 25 kVA

Kebutuhan daya penerangan dikapal terbagi dalam beberapa panel/box yang tersebar pada beberapa tempat.

Adapun pembagian kebutuhan daya penerangan dikapal antara lain :

Tabel.1 Kebutuhan daya

Geladak alas Jumlah

(unit)

Beban

(watt)

Pemakaian

(jam/hari)

Daya

(Kwh/hari)

Keterangan

(jam pakai)

Ruang mesin kemudi 2 20 12 0,48 Kondisional

Ruang void (4 ruang) 1 20 12 0,96 kondisional

Lampu darurat (signal) 5 5 12 0,3 Kondisional

Geladak kendaraan

Ruang generator darurat 1 20 12 0,24 18.00-06.00

Tangga ke kamar mesin 2 10 12 0,24 18.00-06.00

R. ABK (6 ruang) 1 20 12 1,44 18.00-06.00

Tangga ruang void 2 20 12 0,48 Kondisional

Tangga ruang mesin 2 20 12 0,48 Kondisional

WC (4 buah) 1 10 12 0,48 Kondisional

Ruang muat kendaraan 16 20 12 3,84 18.00-06.00

Sekoci 2 40 12 0,96 18.00-06.00

Gudang 1 20 12 0,24 Kondisional

Lampu darurat (signal) 16 5 12 0,96 Kondisional

Geladak penumpang

Lampu sisi luar penumpang

VIP

2 40 12 0,96

18.00-06.00

Ruang penumpang VIP 8 20 12 1,92 18.00-06.00

Ruang hias (2 ruang) 1 10 12 0,12 kondisional

WC/kamar mandi (10 ruang) 1 10 12 1,2 Kondisional

Ruang penumpang ekonomi 22 20 12 5,28 18.00-06.00

Lampu sisi luar P. ekonomi 2 40 12 0,96 18.00-06.00

Cafetaria 1 20 12 0,24 18.00-06.00

Ruang tatami 2 20 12 0,48 18.00-06.00

Musholla 2 20 12 0,48 18.00-06.00

Urinoir 1 20 12 0,24 18.00-06.00

Tempat wudhu 1 20 12 0,24 18.00-06.00

Lampu darurat (signal) 10 5 12 0,6 Kondisional

Geladak Navigasi

Rumah kemudi 5 20 12 1,2 18.00-06.00

Ruang KKM 1 20 12 0,24 18.00-06.00

Page 323: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

313

Ruang Nahkoda 1 20 12 0,24 18.00-06.00

Mess 2 20 12 0,48 18.00-06.00

Dapur 2 20 12 0,48 18.00-06.00

WC/kamar mandi 1 20 12 0,24 Kondisional

Gang way 3 20 12 0,72 18.00-06.00

Tangga ke geladak penumpang 1 20 12 0,24 Kondisional

Lampu kiri luar depan 2 20 12 0,48 18.00-06.00

Lampu kanan luar depan 2 20 12 0,48 18.00-06.00

Lampu cerobong 2 40 12 0,96 18.00-06.00

Lampu tiang radar (Masthead) 1 60 12 0,72 18.00-06.00

Lampu samping kiri (red) 1 60 12 0,72 18.00-06.00

Lampu samping kanan 1 60 12 0,72 18.00-06.00

Lampu buritan ( Stern light) 1 60 12 0,72 18.00-06.00

Lampu jangkar (Anchor light) 1 60 12 0,72 18.00-06.00

Lampu darurat (signal) 7 5 12 0,42 kondisional

Total 139 1020 33,60

Modul yang dipilih adalah FV Energy, FVG 240P - MC dengan spesifikasi :

Power peak : 240 W

Efisiensi : 14,6 %

Tegangan modul : 30,50 V

Arus modul : 7,88 A

Tegangan open circuit : 37,60 V

Arus short circuit : 8,28 A

Dari pemilihan panel surya tersebut, dapat dihitung berapa buah panel surya yang dibutuhkan untuk

memenuhi kebutuhan daya untuk beban penerangan. Untuk kondisi di indonesia, meskipun durasi penyinaran

matahari selama 8 jam/hari (08.00-16.00), tetapi efektifitas sinar foton yang didapatkan panel surya selama

sehari adalah 5 jam .

Dengan demikian banyaknya panel untuk memenuhi kebutuhan daya sebesar 33600 Wh sebanyak :

(33600 Wh)/(240 W × 5 jam) = 28 panel surya

Dalam hal ini akan dipasang sebanyak 35 panel surya, dimana penambahan jumlah panel surya sebanyak 7

(tujuh) unit sebagai cadangan daya apabila intensitas matahari kurang dari 1000 W/m2. Dengan pertimbangan

luas geladak anjungan masih mampu menampung jumlah panel surya, selain itu pula daya yang dihasilkan akan

lebih besar atau dengan kata lain penambahan jumlah panel surya secara langsung juga menambah besarnya

daya yang dihasilkan.

Besarnya daya yang dihasilkan oleh seluruh panel surya dalam 1 jam adalah :

35 × 240 Watt = 8400 Watt hour

Besarnya daya yang dihasilkan oleh seluruh panel surya tersebut dalam 5 jam adalah :

8400 W × 5 jam = 42000 Watt hour = 42 kWh

Dari perhitungan kebutuhan jumlah panel surya tercantum pada tabel 1, maka panel surya yang dipilih adalah

FVG energi, model FVG 240P-MC dengan pertimbangan untuk mengatasi kebutuhan beban daya penerangan.

Panel surya ini memiliki daya terbesar sehingga cukup untuk luasan di geladak anjungan 20 m × 8 m = 160 m2

dan terpasang dengan sudut kemiringan 15o.

Page 324: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

314

Dari spesifikasi charge controller atau regulator yang ada, maksimum arus yang dapat dikeluarkan

charge controller adalah sebesar 60,0 A. Sedangkan arus yang dihasilkan oleh sebuah panel surya dengan

tegangan 30,50 Volt adalah 7,88 Amper, sehingga 1 (satu) charge controller hanya mampu digunakan untuk 7

(tujuh) unit panel surya.

Sehingga dapat ditentukan jumlah charge controller sebanyak :

Jumlah charge (n) = (Arus output charge)/(Arus output panel surya)

= (60 A)/(7,88 A)

= 7 unit panel surya

Jumlah charge (n) = (jumlah seluruh panel surya)/7

Maka, jumlah charge (n) = 35/7 = 5 unit

Arus output untuk 1 charge controller :

I = 7,88 A × 7 panel surya

= 55,16 A ( arus maksimal yang dikeluarkan charge controller 60,0 A )

Arus output 6 charge controller :

Ioutput = I × (n)charge

= 60 A × 5

= 300 A

Kapasitas arus charge controller untuk pemakaian penerangan selama 12 jam adalah :

Kapasitas charger = Arus output charege × Jumlah charger × lama pemakaian

= 60 A × 5 × 12 jam

= 3600 Ah

Daya yang dihasilkan untuk 5 charger :

Ioutput = 300 A

Voutput = 12 V

Daya = Ioutput × Voutput

= 300 A × 12 V

= 3600 Watt = 3,6 kW

Untuk menjamin sistem supaya dapat beroperasi dengan baik dan sesuai dengan baik dan sesuai

dengan kebutuhan beban perlu direncanakan perancangan sistem baterai.

Diketahui beban keseluruhan dari panel surya sebesar 42 kWh

Direncanakan baterai menggunakan Rolls Marine Batteries, tipe Series 5000 dengan kapasitas 357 Ah (sesuai

spek).

Daya yang dihasilkan baterai :

Daya baterai = Kapasitas baterai × Tegangan baterai

= 357 Ah × 12 V

= 4284 Wh

= 4,284 kWh

Maka jumlah baterai untuk mencukupi kebutuhan beban keseluruhan sebesar 42 kWh :

Jumlah baterai (n) = (beban keseluruhan)/(daya baterai)

Page 325: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

315

Jumlah baterai (n) = (42 kWh)/(4,284 kWh)

= 9,80 ? 10 unit

Kapasitas baterai untuk 8 unit :

Qtotal baterai = 357 Ah × 10 unit

= 3570 Ah

Daya keseluruhan baterai :

Daya baterai = 3570 Ah × 12 V

= 42840 Wh

= 42,84 kWh

Setelah menentukan banyaknya baterai yang diperlukan, langkah berikutnya adalah menghitung

lamanya penggunaan baterai. Dimana diketahui :

Kapasitas baterai = 357 Ah

Tegangan baterai = 12 Volt

Lama pemakaian = 12 jam

Maka : Daya per jam = (daya baterai)/(lama pemakaian)

= (357 Ah × 12 V)/(12 jam)

= 357 Wh

Lama pemakain baterai = (daya baterai)/(daya per jam)

= (357 Ah × 12 V)/(357 Wh)

= 12 jam

Lama pengisian baterai = (daya baterai × jumlah baterai)/(daya keseluruhan panel surya)

= (357 Ah × 12 V × 10 baterai)/(42000 W)

= 1,02 jam

Direncanakan menggunakan inverter xantrex, tipe sine wave, maka banyaknya inverter yang dibutuhkan adalah

:

Jumlah inverter = (daya keseluruhan panel surya)/(daya output inverter)

= (42000 W)/(4000 W)

= 10,5 ? 11 unit

Di rencanakan penempatan panel surya di geladak anjungan dan komponen sistem panel surya di

ruang void atau ruang kosong dibawah geladak kendaraan dengan luasan 12,4 m × 12 m = 148,8 m2.

Adapun banyaknya masing - masing komponen dan ukurannya :

Charger controller

Jumlah : 5 unit

Dimensi : 37 cm × 15 cm × 15 cm

Berat : 0,45 Kg/unit

Baterai ( 12 Volt 357 Ah )

Jumlah : 10 unit

Dimensi : 55,9 cm × 28.6 cm × 46.6 cm

Berat : 123,4 Kg/unit

Page 326: PROSIDING Seminar 2012/2013 Semester Genap

316

Inverter

Jumlah : 11 unit

Dimensi : 53,4 cm × 38,1 cm × 22,86 cm

Berat : 16 Kg/unit

Maka total berat keseluruhan sistem tenaga matahari dari panel surya dan kelengkapan komponen lainnya di

kapal sebesar 2054,75 Kg.

KESIMPULAN

Jumlah panel surya yang bisa dipasang pada geladak anjungan dengan luasan 160 m2 sebanyak 35

panel surya dengan mempertimbangkan aturan yang berlaku pada kapal Ferry Ro-Ro.

Dari total kebutuhan generator 80 kVA, sekitar 35,868 kVA dapat disuplai oleh 35 panel surya selama

pemakaian beban penerangan 12 jam dan penghematan energi sebesar: = (80000 - 38000)/80000 × 100 %

= 52,5 %

Jumlah peralatan lainnya adalah: 5 unit charger controller, 10 unit baterai, dan 11 unit inverter.

DAFTAR PUSTAKA

Lunde, J. Peter, “Solar Thermal Space Heating and Hot Water System”, John Wiley and Sons, 1994.

Allocca, A. John, :Emergency Power”, 2003.

Rahman. A, “Ketrampilan Elektronika”, Gajahmada University, 1995.

Biro Klasifikasi Indonesia, 2009.

Fauzi, Farit, “Pemanfaatan Sel Surya Sebagai Catu Daya Peralatan Penerangan Kapal Di Kapal Tanker”, 2010.

Haesin, A. Nia, “Listrik Dinamis I”, Materi Pelajaran Fisika, 2003.

Matsushita Battery Indrustrial Co.,Ltd, “Solar Cells Technical Handbook”, 1998/1999.