PROSIDING NATIONAL SCIENTIFIC SEMINAR IN...
Transcript of PROSIDING NATIONAL SCIENTIFIC SEMINAR IN...
PROSIDING
NATIONAL SCIENTIFIC SEMINAR IN PERIODONTICS 4
Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta Pasal
2 Ayat (1)
Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi Pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya
atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut pera- turan perundang-
undangan yang berlaku.
Pasal 72 Ayat (1)
Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat
(1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau d
enda paling sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/ atau denda
paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
Pasal 72 Ayat (2)
Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu Ciptaan atau
barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara
paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
PROSIDING
NATIONAL SCIENTIFIC SEMINAR IN PERIODONTICS 4
Prajna Metta Yanti Rusyanti
Amaliya Nunung Rusminah
PROSIDING
NATIONAL SCIENTIFIC SEMINAR IN PERIODONTICS 4
Diterbitkan oleh Lembaga Studi Kesehatan Indonesia (LSKI) Untuk Panitia NAS- SIP 4
Bandung, Juni 2017
Penyunting
Korektor
Setting
Production
Printed
Copyrigt
Prajna Metta Yanti
Rusyanti Amaliya
Nunung Rusminah
Anindya Putri
Trima Yusi
Siti Mariam Agus
Sono Sono
Offset
@ 2017 NASSIP 4
ISBN 978-602-60959-2-3
Perpustakaan Nasional : Katalog Dalam Terbitan (KDT)
Prosiding /Editor : Prajna Metta, dkk
-- Bandung : LSKI (Lembaga Studi Kesehatan Indonesia), 2017. x + 348 hlm; 25 cm
ISBN 978-602-60959-2-3
PRAKATA
National Scientific Seminar in Periodontics ke-4 (NASSIP 4) telah sukses dilaksanakan di Bandung,
Indonesia, pada tanggal 28-29 Oktober 2016 dengan tema “An Integrated Approach in Tissue Engineering
on Periodontal Treatment”. Acara dimulai dengan sambutan dari Ketua IPERI Pusat, Dr. Yuniarti Soeroso,
drg.,Sp. Perio (K) dan Ketua Panitia NASSIP 4, Aldilla Miranda, drg., Sp. Perio. Acara berlangsung selama 2
hari yang dihadiri oleh pembicara dari berbagai negara yaitu: Inggris, Belanda, Filipina, Singapura, dan
Amerika Serikat. Pembicara dalam negeri dari berbagai universitas juga turut berpartisipasi, antara lain dari
Universitas Padjadjaran, Universitas Indonesia, Universitas Airlangga, Universitas Sumatera Utara, Universitas
Hasanuddin, dan Universitas Gadjah Mada. Sebanyak lebih dari 300 peserta seminar dan 100 peserta
workshop berpartisipasi dalam acara ini. Empat puluh sembilan peserta poster telah mempresentasikan
karyanya dan 31 peserta sponsor turut bekerja sama dalam mensukseskan acara ini. Terimakasih kepadareviewer
dan co-editor atas bantuannya dalam menyusun buku ini, serta kepada tim Dentamedia sebagai editor produksi.
Juni 2017
Prajna Metta
PRAKATA
DAFTAR ISI
KEGAGALAN PERAWATAN PERIODONTAL Gusriani
TATA LAKSANA JARINGAN PERIODONSIUM PADA PENDERITA PENYAKIT KARDIOVASKULAR Sri Oktawati
LIP REPOSITIONING: ALTERNATIF PERAWATAN PADA KASUS GUMMY SMILE
Saidina Hamzah Daliemunthe
BAHAN DESENSITASI SEBAGAI SALAH SATU PERAWATAN GIGI SENSITIF Nunung Rusminah
APLIKASI MEMBRAN PRF PADA PERAWATAN AUGMENTASI TULANG Ira Komara
GINGIVECTOMY : AN ESTHETIC APPROACH TO TREAT GINGIVAL ENLARGEMENT Ina Hendiani
PERAN PLATELET RICH FIBRIN DALAM REGENERASI JARINGAN PERIODONTAL
(ROLE OF PLATELET RICH FIBRIN IN PERIODONTAL REGENERATION) Agus Susanto, Dyah Nindita Carolina
PERAWATAN MOBILITAS GIGI PADA KASUS PERIODONTITIS
(TREATMENT OF TEETH MOBILITY IN PERIODONTITIS) Ira Komara
DASAR IMPLANTOLOGI KLINIK UNTUK DOKTER GIGI Yanti Rusyanti, Mirza Aquaries
PERSIAPAN DAERAH INSERSI IMPLAN MENGGUNAKAN TEKNIK FLAPLESS DENGAN
ROTARY TISSUE PUNCH PADA PERAWATAN IMPLAN DENTAL ENDOSEUS Herrina Firmantini
PEMILIHAN IMPLANT GIGI UNTUK RUANG YANG SEMPIT
Desy Fidyawati
PENATALAKSANAAN PEMBESARAN GINGIVA INFLAMATORIK DENGAN TERAPI INISIAL
DAN GINGIVOPLASTI Shula Zuleika Sumana, Robert Lessang, Antonius Irwan
TERAPI REGENERATIF PERIODONTAL PADA DEFEK TULANG TERKAIT PALATORADICULAR
GROOVE (PRG) GIGI INSISIF LATERAL Rachel Yuanithea, Yuniarti Soeroso, Felix Hartono
I
II
1-4
5-19
20-30
31-33
34-38
39-47
48-53
54-60
61-64
65-70
71-74
75-81
82-88
PERAWATAN MULTIDISIPLIN UNTUK MENDAPATKAN REGENERASI OPTIMAL PADA GIGI
HOPELESS DENGAN KELAINAN PERIODONTAL Nadhia Anindhita Harsas, Yuniarti Soeroso
PENANGANAN RESESI GINGIVA DENGAN CANGKOK JARINGAN IKAT PALATAL : TEKNIK
POUCH DAN TUNNEL Rini Oktavia Nasution, Chandra Susanto
PERAWATAN FASE PRE ORTODONTI PADA GIGI EKTOPIK INSISIF SATU KANAN ATAS
DENGAN LASER Nd-YAG Media Sukmalia Adibah, Hari Sunarto, Benso Sulijaya
GINGIVECTOMY POST FIXED ORTHODONTIC COMBINED WITH VENEER ON 11 AND 21 Sri Maryuni Adnyasari Ni Luh Putu
PAPILLA PRESERVATION FLAP DENGAN PLATELET-RICH FIBRIN PADA DEFEK PERIODONTAL
RAHANG ATAS ANTERIOR Adam M, Kadir F, Misnova
PERBAIKAN KONDISI CACAT TULANG INFRABONI DENGAN PERAWATAN INISIAL Nurul Adha Marzuki , Krisnamurthy P
TERAPI REGENERATIF OPEN FLAP DEBRIDEMENT DENGAN KOMBINASI BONE GRAFT
UNTUK MENGATASI DEFEK TULANG PASKA PEMASANGAN CROWN Faradina Putriyanti, Yuniarti Soeroso
PENATALAKSANAAN EPULIS FIBROMATOSA DENGAN CONNECTIVE TISSUE GRAFT (CTG)
(LAPORAN KASUS) Syanti W.Astuty, Hari Sunarto, Felix Hartono K
OBESITAS DAN PENYAKIT PERIODONTAL Martina Amalia
PERAWATAN PEMBESARAN GINGIVA YANG DIINDUKSI OLEH PLAK PADA WANITA BERUSIA
21 TAHUN
(MANAGEMENT OF 21 YEARS OLD FEMALE WITH PLAQUE INDUCED GINGIVAL
OVERGROWTH)
Jevin F, Tandian, Andrew, Pitu Wulandari, Aini Hariyani Nasution
TEKNIK “SANDWICH BONE AUGMENTATION” UNTUK MENAMBAH KETEBALAN TULANG
BUKAL SEBELUM PEMASANGAN IMPLAN Putri Lenggogeny, Nadhia A Harsas, Antonius Irwan, Yuniarti Soeroso
PROSEDUR CROWN LENGTHENING
Indah Kusuma Pertiwi
PENATALAKSANAAN HIPERPIGMENTASI GINGIVA Nur Rahmah H, Arni Irawaty Djais, Hasanuddin Tahir
89-99
100-107
108-113
114-120
121-129
130-135
136-141
142-150
151-161
162-167
168-178
179-183
184-188
EPULIS GRAVIDARUM DAN PENATALAKSANAANNYA Suwandi Trijani
PENGURANGAN KETEGANGAN JARINGAN PASKA FRENEKTOMI DAN FIBROTOMI DENGAN
TEHNIK Z - PLASTY Nuryanni Dihin Utami, Ira Komara
SPLINTING KAWAT DENGAN GIGI ARTIFISIAL
Siti Sopiatin, Ira Komara
PENATALAKSANAAN PERIO-ESTETIK FRENULUM LABIALIS MAKSILARIS DENGAN
PERBANDINGAN TEKNIK KONVENSIONAL DAN INCISION BELOW THE CLAMP Shek Wendy, Hasanuddin Thahir, Arni Irawaty Djais
OPERASI REKONSTRUKSI PREPROSTETIK PADA KASUS KEHILANGAN TULANG PARAH
REGIO MANDIBULA AKIBAT TRAUMA KECELAKAAN LALU LINTAS: LAPORAN KASUS Britaria Theressy, Agung Krismariono
PERAWATAN RESESI GINGIVA KLAS I MILLER PADA ANTERIOR RAHANG BAWAH DENGAN
FLEP POSISI KORONAL DAN PRF Caecilia S.W.N, Ina Hendiani
REKONSTRUKSI VESTIBULUM: PERAWATAN ALTERNATIF GUMMY SMILE Tjokrodiardjo E, Subrata LH, Krismariono A
PERAWATAN GUMMY SMILE DENGAN VESTIBULOPLASTY
Adi PK, Krismariono A
HEREDITARY GINGIVAL FIBROMATOSIS: A RARE CASE REPORT Djohan FFS, Metta P, Komara I
METODE BEDAH FLAP SEBAGAI ALTERNATIF PERAWATAN CROWN LENGTHENING Anitasari Winidiastuti, Wibisono PA
CROWN LENGTHENING, SUATU PERAWATAN PERIODONTAL ESTETIK UNTUK
MENINGKATKAN NILAI ESTETIKA PADA DELAYED PASSIVE ERUPTION Davita Dona Saranga, Sri Oktawati
PERAWATAN DIASTEMA SENTRAL RAHANG ATAS: PENDEKATAN INTERDISIPLINER
PERIODONTI-ORTODONTI Mutia Rochmawati, Indra Mustika
PERAWATAN DENTAL IMPLANT PADA PASIEN DENGAN SYSTEMIC LUPUS ERYTHEMATOSUS
Asti Rosmala Dewi, Mellani Cindera Negara
PERAWATAN BEDAH FLEP DIKOMBINASIKAN DENGAN PLATELET RICH FIBRIN (PRF) PADA
PERIODONTITIS KRONIS Lilies Anggarwati Astuti
189-194
195-200
201-206
207-117
218-226
227-233
234-238
239-243
244-251
252-258
259-266
267-274
275-278
279-287
PERAWATAN BEDAH PERIODONTAL REGENERATIF PADA KETERLIBATAN FURKASI LESI
ENDODONTIK-PERIODONTIK Budhi Cahya Prasetyo, Indra Mustika
DAYA HAMBAT MINIMAL EKSTRAK DAUN BINAHONG (Anredera Cordifolia) TERHADAP
PEMBENTUKAN BIOFILM PLAK Yulia Rachma, Yufita Chatim, Utari Eka Widayanti
HUBUNGAN ANTARA PERIODONTITIS DAN FAKTOR-FAKTOR PSIKOSOSIAL PADA ORANG
DEWASA YANG DATANG KE RUMAH SAKIT USM
Shirley Lee Sze Yee, Umi Najwa Basli, Erry Mochamad Arief, Basaruddin Ahmad, Fauziah
Asmail@Ismail
AKTIVITAS FAGOSITOSIS NETROFIL YANG DIPAPAR EKSTRAK DAUN BINAHONG (Anredera
cordifolia (Ten.) Stennis) Wahyukundari MA, Praharani D
OZONATED OLIVE OIL SETELAH SCALING ROOT PLANING TERHADAP ALKALINE
PHOSPHATASE PADA PERAWATAN INISIAL POKET INFRABONI Erwin Wijaya, Dahlia Herawati, Ahmad Syaify
APLIKASI GEL COENZYM Q10 SETELAH KURETASE DAPAT MENURUNKAN KADAR PROTEIN
CARBONYL PADA POKET PERIODONTAL Aini Moeljono, Dahlia Herawati, Al Sri Koes Soesilowati
EFEKTIFITAS GEL EKSTRAK KULIT MANGGIS 20%, 40% DAN 60% TERHADAP JUMLAH SEL
MAKROFAG PADA LUKA INSISI MENCIT Putu Sulistiawati Dewi
TERAPI BEDAH PERIODONTAL REGENERATIF DENGAN BONE GRAFT DAN PRF Ida Bagus Nyoman Dhedy Widyabawa, Nunung Rusminah
288-296
297-303
304-311
312-318
319-326
327-334
335-340
341-348
168 NATIONAL SCIENTIFIC SEMINAR IN PERIODONTICS
TEKNIK “SANDWICH BONE AUGMENTATION” UNTUK MENAMBAH KETEBALAN TULANG BUKAL
SEBELUM PEMASANGAN IMPLAN (LAPORAN KASUS)
Putri Lenggogeny1; Nadhia A Harsas2; Antonius Irwan3; Yuniarti Soeroso4
1PPDGS, Periodonsia Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Indonesia 2,3,4 Staf Departemen Periodonsia, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Indonesia *E-mail Koresponden: [email protected]
ABSTRAK
Latar Belakang: Augmentasi tulang dengan teknik “sandwich” (Sandwich bone Augmentation) sering
dilakukan untuk menambah ketebalan ridge edentulous sebelum pemasangan implan maupun saat
pemasangan implan. Teknik ini lebih mudah diprediksi dan relatif tidak invasif jika dibandingkan dengan teknik augmentasi tulang lainnya. Tujuan: Mengevaluasi teknik sandwich bone augmentation dalam
menambah ketebalan tulang bukal sebelum pemasangan implan, serta mengevaluasi penggunaan 2
(dua) jenis bone graft (Allograft dan Xenograft). Kasus dan Penatalaksanaannya: Pasien wanita 24
tahun dirujuk dari bagian ortodonsia karena agenesi gigi 12. Os telah selesai dirawat ortho sejak ± 1 tahun yang
lalu, dan ingin dipasang implan pada daerah tersebut. Keadaan umum pasien baik, tidak memiliki riwayat
penyakit sistemik. Pasien memiliki biotipe gingiva yang tipis, dan ketebalan tulang bukal-lingual terlihat tidak
cukup adekuat untuk pemasangan implan. Penanganan kasus: Pada augmentasi pertama digunakan
allograft-FDBA sebagai lapisan pertama di atas tulang dan xenograft sebagai lapisan kedua. Augmentasi
tulang yang pertama ini kurang memberikan hasil yang maksimal, ketersediaan tulang bukal-lingual masih
kurang adekuat untuk pemasangan implan, sehingga perlu dilakukan augmentasi kedua dengan susunan
lapisan bone graft yang berbeda. Pada augmentasi kedua digunakan bahan xenograft sebagai lapisan
pertama di atas tulang dan allograft-DFDBA sebagai lapisan kedua. Setelah augmentasi kedua terlihat
tulang cukup adekuat untuk dilakukan pemasangan implan. Diskusi: Keberhasilan pemasangan implan
anterior Rahang Atas memerlukan pengetahuan berbagai konsep dan teknik. Perencanaan perawatan sebelum
pemasangan implan, augmentasi jaringan keras dan jaringan lunak, teknik bedah dan prostetik implan harus
sangat diperhatikan dalam pemasangan implan pada anterior rahang atas. Kesimpulan: Sandwich bone
augmentation merupakan salah satu teknik regenerasi bedah periodontal yang menunjukkan hasil yang
memuaskan untuk menambah ketebalan tulang bukal.
Kata kunci : sandwich bone augmentation, bone graft, implan
PROSIDING NASSIP 4 169
SANDWICH BONE AUGMENTATION TECHNIQUE TO INCREASE THE THICKNESS OF BUCCAL BONE
PRIOR TO IMPLANT PLACEMENT (CASE REPORT)
ABSTRACT
Background: Bone augmentation with sandwich technique (Sandwich Bone Augmentation) is often
done to augment the width of the edentulous ridges before and during implant placement. This technique is
more predictable and relatively non-invasive compared to other techniques of bone grafting. Objective: To
evaluate sandwich bone augmentation technique in increasing buccal bone thickness prior to implant
placement and also to evaluate two types of bone graft (allograft and xenograft) that can be used for bone
augmentation. Case and management: 24 years old female patient was referred from Orthodontia clinic
because of agenesis second insisif of maxillary. The patient has been completed the orthodonti treatment since
± 1 years ago, and want to get implant in that area. The general condition of the patient is good, no systemically
abnormalities. She has thin gingival biotype and showed in-adequate bone thickness (buccal-lingual) for
implant placement. Case management: The first bone augmentation used allograft-FDBA as the first layer
above the bone and xenograft as the second layer. This first augmentation do not give the maximum result,
where the bone are still in-adequate for implant placement, so we need the second augmentation with different
layer of the bone graft. The second augmentation used xenograft as the first layer contact to the bone and
allograft-DFDBA as the second layer. After the second augmentation the result showed the bone was adequate enough for implant placement. Discussion: Successful results of implant placement for
maxillary anterior requires knowledge of a various concepts and techniques. Careful preoperative treatment
planning, augmentation of hard and soft tissues, and attention to the details of implant surgical and prosthetic techniques are areas that must be addressed when treating the anterior maxilla. Conclusion: Sandwich bone
augmentation is one of a regeneration technique of periodontal surgery which showed satisfactory results to
increase the buccal bone thickness.
Keywords: sandwich bone augmentation, bone graft, implant
PENDAHULUAN
Implan gigi dapat berfungsi mastikasi dan memiliki estetika yang optimal jika penempatannya dapat diterima
secara biologis dan memenuhi persyaratan restoratif yang baik. Posisi 3 (tiga) dimensi dari implan (fasio-lingual;
mesio-distal; apiko-koronal) merupakan hal yang penting untuk kesuksesan perawatan.1,2 Penelitian Hsu, dkk
menunjukkan bahwa implan gigi yang ditempatkan pada posisi tiga dimensi yang tidak ideal dapat
menyebabkan peri-implantitis, kegagalan fungsi dan estetika bahkan lepasnya implan. 3 Salah satu faktor kunci
pemasangan implan adalah ketersediaan tulang alveolar pada daerah tersebut. Tinggi, lebar dan kualitas tulang
alveolar yang tidak memadai akan menentukan hasil akhir yang diperoleh. Selain itu, profil jaringan lunak juga
sangat dipengaruhi oleh tinggi dan lebar tulang. Koreksi kekurangan tulang tidak hanya akan memungkinkan
penempatan implan yang ideal dalam hal angulasi dan ukuran, tetapi juga memungkinkan koreksi kekurangan
jaringan lunak untuk meningkatkan estetika secara keseluruhan.4,5 Tal, dkk mengatakan bahwa implan
endosseous harus benar-benar tertanam dalam tulang dan dikelilingi oleh tidak kurang dari 2 mm tulang
dalam semua aspek.6
Teknik augmentasi tulang dengan menggunakan guided bone regeneration (GBR) telah banyak
digunakan untuk perawatan implan dan menunjukkan tingkat keberhasilan yang sangat baik dan efektif
untuk regenerasi tulang.4,7 Teknik GBR ini telah diterima dengan baik karena
170 NATIONAL SCIENTIFIC SEMINAR IN PERIODONTICS
menunjukkan hasil yang dapat diprediksi dan relatif tidak invasif jika dibandingkan dengan teknik augmentasi tulang lainnya.8 Wang, dkk mengemukakan bahwa Nyman, dkk melaporkan kasus klinis pertama GBR pada
implan gigi, dan sejak saat itu GBR menjadi bagian dari perawatan implan.1 Guided bone regeneration (GBR)
dapat dilakukan sebelum maupun bersamaan dengan pemasangan implan, dengan menggunakan bahan cangkok tulang seperti autograft, allograft xenograft atau alloplasts dan non-resorbable maupun absorbable membran.1,9 Bahan cangkok tulang memiliki sifat osteogenesis, osteoinduksi dan osteokonduksi.
Osteogenesis adalah pembentukan tulang baru oleh material yang terkandung di dalam graft. Osteoinduksi merupakan sifat material graft yang dapat menginduksi sel didekatnya menjadi osteoblas yang membentuk tulang baru. Sifat osteokonduksi adalah sifat material graft yang membentuk scaffold antara tulang yang
sudah ada, sehingga sel yang jauh dari bahan graft dapat masuk dan membentuk tulang baru.6,9
Beberapa tahun terakhir dikembangkan teknik sandwich bone augmentation (SBA). Tehnik ini di-
indikasikan untuk defek horizontal alveolar ridge, dehiscence / fenestration alveolar ridge dan untuk augmentasi/preservation serta pemasangan immediate implant.10 Sandwich bone augmentation
dikembangkan dengan menggunakan sifat–sifat positif dari setiap material graft dan fungsi barrier dari
membran. Membran berfungsi untuk menghalangi migrasi sel–sel jaringan lunak yang tidak diinginkan, mencegah eksfoliasi graft serta meningkatkan stabilitas luka agar penyembuhan berjalan lancar. Teknik
sandwich bone augmentation mengkombinasikan beberapa kelebihan–kelebihan material graft tersebut untuk
mendapatkan regenerasi tulang yang optimal.4,11 Tujuan penulisan laporan kasus ini adalah untuk mengevaluasi teknik sandwich bone augmentation dalam menambah ketebalan tulang bukal sebelum
pemasangan implan, serta mengevaluasi dua jenis bone graft (allograft dan xenograft) yang dapat
digunakan sebagai bahan
augmentasi tulang.
KASUS
Pasien wanita 24 tahun dirujuk dari bagian ortodonsia karena agenesi gigi 12 dan 22. Os telah
selesai dirawat ortho sejak ± 1 tahun yang lalu, sudah menggunakan implan di gigi 22 dan sekarang ingin
dipasang implan pada daerah 12. OS menyikat gigi 2 (dua) kali sehari, pagi setelah sarapan dan malam sebelum
tidur serta menggunakan sikat gigi interdental. Keadaan umum pasien baik, tidak memiliki riwayat penyakit
sistemik.
Secara kinis kebersihan mulut pasien baik, OHIS = 0,41. OS memiliki biotipe gingiva tipis, dan ketebalan
tulang bukal-lingual terlihat tidak cukup adekuat untuk pemasangan implan. Gambaran radiografis
menunjukkan ketinggian tulang alveolar gigi 12 mencapai 1/3 servikal.
Gambar 1. Gambaran klinis awal: a : Tampak bukal; b: Tampak oklusal
PROSIDING NASSIP 4 171
Gambar 2. Gambaran radiologis awal awal
PENATALAKSANAAN
Pada kunjungan awal dilakukan pemeriksaan lengkap pasien, skeling dan bone mapping. Hasil
analisis model menunjukkan bahwa jarak interoklusal sebesar 7 mm dan jarak dari mesial 13 ke distal 11 juga 7
mm. Oleh sebab itu pada pasien direncanakan untuk pemasangan implan bone level Straumann standard
implant, ber-diameter 3,3 mm dan panjang 8 mm, dengan alasan tulang alveolar tipis, biotipe gingiva tipis dan
menggantikan gigi anterior yang memerlukan faktor estetika. Pada daerah 12 direncanakan untuk
pemasangan implan disertai sandwich bone augmentation apabila tulang alveolar cukup adekuat, tetapi
apabila tulang alveolar tidak cukup adekuat maka hanya dilakukan augmentasi tulang dengan bone graft dan
membran, kemudian ditunggu minimal 6 (enam) bulan untuk melihat pertumbuhan tulang di daerah tersebut yang
selanjutnya direncanakan untuk pemasangan implan.
Gambar 3. Sandwich Bone Augmentation pertama: a: pembukaan flep, b: dekortilasi, c: allograft-FDBA diletakan pada
lapisan pertama berkontak dengan tulang, d: xenograft sebagai lapisan kedua, e: membrane absorbable, f: penjahitan
172 NATIONAL SCIENTIFIC SEMINAR IN PERIODONTICS
Pada Augmentasi pertama, setelah dibuka flep tampak defek tulang yang cukup besar dengan kehilangan tulang daerah labial mencapai palatal di daerah edentulous 12. Jaringan granulasi di
bersihkan, kemudian di-irigasi dengan NaCL dan terlihat tulang tidak cukup adekuat untuk pemasangan implan sehingga diputuskan untuk melakukan augmentasi tulang dengan teknik sandwich sebagai persiapan
pemasangan implan. Setelah dilakukan dekortikasi pada tulang yang akan di-augmentasi, digunakan bone graft-allograft (FDBA) sebagai lapisan pertama di atas tulang (kontak dengan tulang). Jenis bone graft-
xenograft digunakan sebagai lapisan kedua dan di atasnya digunakan absorbable membrane yang mengandung kolagen, kemudian dilakukan penjahitan dengan benang non-absorbable blue nylon 5-0,
needle 3/8 (gambar 3).
Enam bulan setelah augmentasi pertama direncanakan kembali untuk pemasangan implan dengan
augmentasi atau augmentasi tulang saja tanpa pemasangan implan (augmentasi kedua). Setelah dilakukan
pembukaan flep terlihat bahwa augmentasi tulang pertama yang dilakukan kurang memberikan hasil yang maksimal, tulang bukal-lingual di bagian koronal daerah edentulous 12 masih kurang adekuat untuk dilakukan
pemasangan implan, sehingga perlu dilakukan augmentasi kedua. Pada augmentasi kedua digunakan susunan lapisan bone graft yang berbeda dengan augmentasi pertama. Bahan bone graft-xenograft digunakan
sebagai lapisan pertama yang berkontak dengan tulang, sedangkan bone graft-allograft (DFDBA)
digunakan sebagai lapisan kedua. Membran dan benang yang digunakan sama dengan augmentasi pertama yaitu absorbable membrane yang mengandung kolagen dan penjahitan dengan benang non-
absorbable blue nylon 5-0, needle 3/8 (gambar 4).
Gambar 4. Sandwich Bone Augmentation Kedua: a: Setelah pembukaan flep terlihat tulang bukal masih tidak cukup
adekuat untuk pemasangan implan terutama dibagian koronal, b: Tampak dari oklusal tulang bukal-lingual masih
kurang adekuat, c: xenograft digunakan sebagai lapisan pertama berkontak dengan tulang, d: allograft-DFDBA sebagai
lapisan kedua, e: membran absorbable, f: penjahitan
Hasil dari dua kali augmentasi tulang, terlihat bahwa ketersediaan tulang bukal-lingual di daerah edentulous 12 menjadi lebih lebar apabila dibandingkan dengan keadaan tulang bukal- lingual sebelum
dilakukan augmentasi, seperti terlihat pada gambar 5 (lima) dan 6 (enam).
PROSIDING NASSIP 4 173
Gambar 5. Perbandingan Tulang bukal-Lingual Sebelum dan Sesudah Augmentasi : a: sebelum augmentasi, b: setelah
augmentasi pertama, c: setelah augmentasi kedua
Gambar 6. Perbandingan Tulang bukal- Lingual Sebelum dan sesudah Augmentasi (Setelah Pembukaan Flep)
a: Sebelum augmentasi, b: Setelah augmentasi pertama
Enam bulan setelah augmentasi kedua, terlihat ketersediaan tulang bukal-lingual pada daerah edentulous cukup adekuat untuk pemasangan implan. Implan yang digunakan adalah Straumann bone level tapered (BLT) dengan diameter 3,3 mm dan panjang 8 mm. Preparasi implan dimulai dengan
bur bundar berdiameter 1,4 mm, kemudian dengan diameter 2,3 mm. Selanjutnya digunakan pilot drill
berdiameter 2,2 mm kemudian 2,8 mm dan panjang 10 mm. Tulang yang menempel pada alat dikumpulkan dan digunakan sebagai autograft. Preparasi bed implant dilanjutkan dengan penggunaan profile drill berdiameter 3,3 mm dan implan dimasukkan hingga 3 mm dibawah CEJ gigi–gigi sebelahnya. Autograft yang
diperoleh selama preparasi implan dicampur dengan Allograft-DFDBA dan NaCl kemudian diletakkan di permukaan bukal implan 12. Selanjutnya digunakan membran acellular dermal matrix (ADM) dan dilakukan penjahitan dengan benang non- absorbable blue nylon 5-0 dengan needle 3/8 (gambar 7).
Pada Kontrol 1 minggu dan 2 minggu setelah pemasangan implan, tidak terdapat keluhan subjektif
dan gingiva terlihat normal (tidak terdapat kelainan). Empat bulan setelah pemasangan implan pasien di-recall
untuk pemasangan healing abutment. Pertama digunakan healing abutment dengan diameter 3,6 mm dan
tinggi 3,5 mm akan tetapi setelah kontrol 2 minggu terlihat healing masih terkubur di dalam gingiva sehingga
diputuskan untuk mengganti healing abutment dengan tinggi 5 mm (gambar 8).
174 NATIONAL SCIENTIFIC SEMINAR IN PERIODONTICS
Gambar 7. Pemasangan Implan 12:a & b: Hasil dua kali augmentasi terlihat tulang cukup adekuat untuk pemasangan
implan, c & d: Penggunaan alignment pin untuk memeriksa implant axis, e: Penempatan implan BLT berdiameter 3,3 mm
dan panjang 8 mm 3 mm dibawah CEJ gigi-gigi sebelahnya, f: Penggunaan autograft dan allograft-DFDBA di bagian bukal,
g : Penggunaan membran ADM, h : Penjahitan, I : Gambaran radiografis setelah pemasangan implan
Dua minggu setelah pemasangan healing abutment dengan tinggi 5 mm, pasien di-recall dan dilakukan pencetakan secara closed tray untuk pembuatan temporary abutment, dengan crown komposit
(gambar 9). Pembuatan tempoary abutment dimaksudkan untuk mendapatkan emer- gence profile yang
baik, hal ini disebabkan karena implan berada pada daerah anterior yang sangat memerlukan estetika. Pada kontol 1 minggu setelah pemasangan temporary abutment gingiva ter- lihat normal, tetapi masih terlihat
adanya black triangle di mesial implan 12, karena itu dilakukan penambahan komposit di servikal crown
12.
Gambar 8. Pemasangan Healing Abutment: a: Tulang bukal terlihat cukup adekuat, b : Implan terlihat 3 mm dibawah
CEJ, c : Pemasangan healing abutment,
PROSIDING NASSIP 4 175
Gambar 9. Pemasangan Temporary Abutment dan Crown komposit : a: Temporary abutment + Crown Komposit , b:
Pemasangan temporary abutment+crown pada pasien (tampak Samping), c: Tampak Depan , d: Tampak palatal, e:
Kontrol 1 Minggu. f: Kontrol 2 Minggu
Gambar 10. Pencetakkan, Pemasangan Screw Retained Abutment dan Crown PFM: a: Pencetakan, b: Implan pada
model, c : crown pfm dengan screw retained abutment, d : Pemasangan crown PFM pada pasien, e: Tampak labial, f :
Permukaan palatal, g: Tampak lateral, h : Tampak Saat oklusi, i : Gambaran radiologis 2 minggu setelah pemasangan crown
176 NATIONAL SCIENTIFIC SEMINAR IN PERIODONTICS
Lima minggu setelah pemasangan temporary abutment dilakukan pencetakan untuk
pembuatan cementable abutment dan crown permanen (gambar 10). Abutment yang digunakan pada kasus ini adalah jenis screw retained dan crown yang digunakan adalah PFM (porcelain fused to metal).
Gambar 11. Gambaran Klins Sebelum Augmentasi, Setelah augmentasi dan Setelah Pemasangan Implan
a: Sebelum Augmentasi, b : Setelah Augmentasi, c : Setelah pemasangan implan
PEMBAHASAN
Keberhasilan pemasangan implan anterior rahang atas memerlukan pengetahuan berbagai konsep dan
teknik. Perencanaan perawatan sebelum pemasangan implan, augmentasi jaringan keras dan jaringan
lunak, teknik bedah dan prostetik implan harus sangat diperhatikan dalam pemasangan implan pada
anterior rahang atas.5 Pada kasus ini dilakukan 2 (dua) kali augmentasi tulang disebabkan karena defek yang
cukup besar pada bagian bukal gigi 12, sehingga ketebalan tulang ideal yang dibutuhkan untuk pemasangan
implan baru dapat diperoleh setelah dua kali augmentasi.
Regenerasi tulang merupakan proses yang rumit, terdapat tiga hal penting yang diperlukan pada proses
regenerasi : adanya bekuan darah (vaskularisasi), adanya osteoblast dan kontak dengan jaringan sehat.
Faktor yang membatasi regenerasi dari suatu cacat atau defek tulang adalah adanya migrasi dan proliferasi dari
sel – sel jaringan lunak, yang terjadi lebih cepat daripada sel–sel pembentuk tulang, sehingga pertumbuhan
jaringan lunak tersebut menganggu ataupun mencegah proses osteogenesis pada tulang.4
Sandwich bone augmentation dapat dilakukan sebelum pemasangan implan maupun
bersamaan dengan pemasangan implan, dengan lebar ridge 3,5 mm – 4 mm.11 Teknik sandwich bone augmentation dikembangkan dengan mengikuti empat prinsip dasar “PASS”, yang terdiri dari Primary wound
closure, promoting Angiogenesis, mempertahankan Space untuk regenerasi dan mendapatkan primary implant serta untuk stabilitas bekuan darah. Keempat prinsip dasar tersebut sangat penting untuk
mendapatkan regenerasi tulang yang optimal.2,11
Autogenous graft (autograft) merupakan material bone graft gold standart untuk GBR karena
memiliki sifat osteogenik, osteoinduktif dan osteokonduktif. Kekurangan dari bahan ini adalah sumbernya yang terbatas, memerlukan tambahan intervensi bedah kedua untuk daerah donor dan memiliki resiko kematian jaringan pada daerah donor. Komponen utama dari teknik sandwich bone augmentation adalah autograft,
yang digunakan sebagai lapisan pertama yang berkontak dengan tulang. Apabila autograft tidak cukup untuk menutupi defek yang berdekatan dengan tulang, maka bahan bone graft allograft-DFDBA merupakan pilihan
utama. Selain memiliki sifat osteokonduksi DFDBA juga bersifat osteoinduksi karena dapat melepaskan bone morphogenic protein (BMP) yang
PROSIDING NASSIP 4 177
dapat menginduksi pembentukan tulang.9,12 Bahan allograft lainnya adalah FDBA (freeze-dried bone allograft).
Perbedaan antara DFDBA dan FDBA adalah, FDBA lebih lama teresorbsi dibandingkan dengan DFDBA,
lebih radioopak, dan hanya memiliki sifat osteokonduksi.12
Xenograft adalah tulang konselus yang berasal dari spesies lain seperti sapi (bovine) atau babi (porcine).
Tulang sapi anorganik tidak memiliki sifat osteoinduktif tetapi memiliki sifat osteokonduksi. Penggunaan membran
juga sangat mempengaruhi hasil yang diperoleh pada pada GBR. Wang, dkk mengemukakan bahwa Lang,
dkk mengukur jumlah tulang alveolar yang dapat diregenerasi dengan membran non-absorbable, dimana ia
menemukan bahwa membran yang dilepas antara 3 dan 5 bulan menghasilkan regenerasi 0% dan 60%, sedangkan membran absorbable yang telah digunakan selama 6 hingga 8 bulan menghasilkan regenerasi
antara 90% - 100% dari volume tulang yang mungkin dihasilkan dari proses regenerasi. Oleh sebab itu membran
absorbable lebih disukai, karena tidak memerlukan intervensi pembedahan tambahan, membantu dan
mempertahankan penyembuhan luka hingga pematangan tulang selesai. Membran yang mengandung kolagen
juga lebih disukai karena biokompatibilitasnya terhadap jaringan mulut tinggi, memiliki sifat hemostatik, dan efek
kemotaktik pada fibroblast sehingga mempercepat penutupan luka.4
Pada kedua kasus augmentasi digunakan bone graft allograft dan xenograft serta membran
absorbable yang mengandung kolagen. Perbedaan antara kedua augmentasi adalah bone graft allograft yang digunakan pada augmentasi pertama adalah FDBA, sedangkan pada augmentasi kedua digunakan DFDBA. Selain itu lapisan bone graft pada kedua augmentasi juga berbeda, pada augmentasi pertama FDBA
digunakan sebagai lapisan pertama yang berkontak dengan tulang dan xenograft sebagai lapisan kedua. Pada augmentasi yang kedua lapisan pertama yang berkontak dengan tulang digunakan xenograft dan diatasnya
digunakan DFDBA. Membran absorbable yang mengandung kolagen digunakan sebagai lapisan terakhir. Urban, dkk melaporkan bahwa membran absorbable memiliki bentuk yang kurang stabil, sehingga dapat mengakibatkan migrasi dari graft, kolapsnya membran dan pembentukan tulang yang kurang adekuat.7
Saad, dkk mengemukakan bahwa keberhasilan GBR ditentukan oleh disain flap yang digunakan,
stabilisasi membran dan teknik penutupan flap.10 Penelitian Wang, dkk menunjukkan bahwa penggunaan bone graft bersamaan dengan membran memberikan hasil yang lebih baik jika dibandingkan dengan penggunaan bone graft saja, akan tetapi hasil yang diperoleh bervariasi, disebabkan karena perbedaan
bahan material graft dan dari tehnik yang digunakan.1
KESIMPULAN
Teknik augmentasi tulang yang tepat menghasilkan ketersediaan tulang alveolar yang
memadai untuk pemasangan implan yang dapat diterima secara biologis dan memenuhi estetika.
DAFTAR PUSTAKA
1. Benavides E, Wang H. A randomized clinical trial evaluating the efficacy of the sandwich bone
augmentation technique in increasing buccal bone thickness during implant placement surgery I . Clinical
and radiographic parameters. 2013:458-467.
2. Fu J, Wang H. The Sandwich Bone Augmentation Technique. Clin Adv Periodontics. 2012;2(3):172-
77. 3. Hsu DY, Wang H. Management of biological and biomechanical implant complications. Int J Oral
Maxillofac Implant. 2012;27(4):894-904.
4. Wang H, Misch C, Neiva RF. “ Sandwich ” Bone Augmentation Technique : Rationale and Report of Pilot Cases. Int J Periodontics Restor Dent. 2004;24(3):233-40.
5. Jivraj S, Chee W. Treatment planning of implants in the aesthetic zone. Br Dent J. 2006;201(2):77-
178 NATIONAL SCIENTIFIC SEMINAR IN PERIODONTICS
89.
6. Tal H, Artzi Z, Kolerman R. Augmentation and Preservation of the Alveolar Process and Alveolar
Ridge of Bone. Clin Oral Implants Res. 2003;(1967):132-175.
7. Urban IA, Lozada JL, Wessing B, S LF. Vertical Bone Grafting and Periosteal Vertical Mattress Suture
for the Fixation of Resorbable Membranes and Stabilization of Particulate Grafts in Horizontal Guided
Bone Regeneration to Achieve More Predictable Results : A Technical Report. Int J Periodontics Restor
Dent. 2016;36(2):153-59.
8. Lee A, Brown D, CWang H. Sandwich bone Augmentation for predictable horizontal bone augmentation. Implant Dent. 2009;18(4):282-90.
9. Sheikh Z, Sima C, Glogauer M. Bone Replacement Materials and Techniques Used for Achieving Vertical Alveolar Bone Augmentation. Materials (Basel). 2015;8:2953-93.
10. Saad M, Assaf A, Maghaireh H. Guided Bone Regeneration : Smile Dent J. 2012;7(1):8-16. 11. George N, Seema G, Aswathy S. Horizontal ridge augmentation–an Overview. Ann Dent Spec.
2016;4(2):29-32.
12. Hung NN, Noi H. Basic Knowledge of Bone Grafting in www.intechopen.com.