Prosiding 15 Januari 2014

442

description

prosiding

Transcript of Prosiding 15 Januari 2014

  • Volume 1, Tahun 2014. ISSN 2355-0473

    i

    KATA PENGANTAR

    Dengan Senantiasa mengharap rahmat dan ridho Allah SWT, atas karunia-Nya Prosiding Seminar

    Nasional Pendidikan Matematika ini akhirnya dapat diselesaikan. Seminar Nasional Pendidikan

    Matematika merupakan kegiatan rutin yang diselenggarakan oleh Program Pasca Sarjana

    Pendidikan Matematika STKIP Siliwangi Bandung tiap tahun. Kegiatan ini merupakan sebuah

    wadah bagi pendidik, peneliti dan pemerhati pendidikan matematika untuk mendifusikan kajian

    ilmiah serta untuk meningkatkan kerjasama diantara peserta.

    Persoalan budaya dan karakter bangsa belakangan ini menjadi sorotan masyarakat. Keprihatinan

    terkait berbagai aspek kehidupan diungkap dan dibahas di media massa, Selain itu, para pemuka

    masyarakat, ahli, pengamat pendidikan, dan pengamat sosial mengangkat persoalan budaya dan

    karakter bangsa pada berbagai forum seminar, baik pada tingkat lokal, nasional, maupun

    internasional. Persoalan yang muncul di masyarakat seperti korupsi, perilaku kekerasan dan

    perusakan, kejahatan seksual, pola hidup yang konsumtif, kehidupan politik yang tidak produktif,

    dan sebagainya menjadi topik pembahasan hangat. Berbagai alternatif penyelesaian telah diajukan

    seperti peraturan, undang-undang, dan penegakan hukum yang lebih kuat. Alternatif lain yang

    banyak dikemukakan untuk mengatasi atau mengurangi masalah budaya dan karakter bangsa

    seperti itu adalah pendidikan. Oleh karena itu, Seminar Nasional Pendidikan Matematika 2014

    mengambil tema Pengembangan Hard Skill & Soft Skill Matematika Bagi Guru dan Siswa (Mendukung Implementasi Kurikulum yang diselenggarakan di Kampus STKIP Siliwangi Bandung pada tanggal 15 Januari 2014.

    Akhirnya, kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah ikut berpartisipasi atas

    penyelenggaraan Seminar Nasional Pendidikan Matematika ini sehingga berhasil dengan baik,

    khususnya kepada Kepala Dinas Pendidikan Kota Cimahi, Bapak Ketua STKIP Siliwangi Bandung

    beserta jajarannya, Ketua dan Sekretaris Program Pasca Sarjana Pendidikan Matematika, Steering

    Committee serta semua panitia yang telah membantu demi terselenggaranya kegiatan seminar ini.

    Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan, kesalahan, dan kekhilafan dalam

    penyelenggaraan seminar ini. Oleh karena itu, dengan kerendahan hati kami mohon keikhlasan

    Bapak, Ibu Saudara/I peserta seminar untuk memaafkan kami.

  • Volume 1, Tahun 2014. ISSN 2355-0473

  • Volume 1, Tahun 2014. ISSN 2355-0473

    ii

    DAFTAR ISI

    KATA PENGANTAR ............................................................................................................................ i

    DAFTAR ISI ........................................................................................................................................... ii

    PEMBICARA UTAMA

    PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN PENDIDIKAN KARAKTER DALAM IMPLEMENTASI

    KURIKULUM 2013

    Oleh : H. Ipung Yuwono ................................................................................................................ .......

    1

    PENGEMBANGAN HARD SKILL DAN SOFT SKILL MATEMATIK BAGI GURU DAN

    SISWA UNTUK MENDUKUNG IMPLEMENTASI KURIKULUM 2013

    Oleh : Hj. Utari Sumarmo ....................................................................................................................

    4

    PENDIDIKAN MATEMATIKA

    MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMPETENSI STRATEGIS MATEMATIS SISWA SMA

    MELALUI PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH

    Oleh : H. Heris Hendriana ............................................................................................... ....

    16

    MENJADI GURU MATEMATIKA BERKARAKTER ALA SOKRATES

    Oleh : Hj. Euis Eti Rohaeti ...................................................................................................................

    21

    PENDEKATAN KONTEKSTUAL SEBAGAI PENDEKATAN DALAM PEMBELAJARAN

    YANG HUMANIS UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR MATEMATIS

    TINGKAT TINGGI

    Oleh : H. Asep Ikin Sugandi .................................................................................................................

    24

    PEMBELAJARAN MATEMATIKA BERNUANSA PRINSIP LAYANAN BIMBINGAN DAN

    KONSELING SANGAT TEPAT UNTUK PELAKSANAAN KURIKULUM MATEMATIKA 2013

    Oleh : H. Sutirna ...............................................................................................................

    39

    STRATEGI THINK-TALK-WRITE (TTW) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN

    REPRESENTASI MATEMATIK

    Oleh : Saleh Haji ...................................................................................................................................

    49

    PENERAPAN PEMBELAJARAN MEAS TERHADAP PENINGKATAN DAYA MATEMATIK

    SISWA SMA

    Oleh : Wahyu Hidayat ..........................................................................................................................

    57

    PENDEKATAN METAPHORICAL THINKING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN

    KOMPETENSI STRATEGIS MATEMATIS SISWA SMP

    Oleh : M. Afrilianto ...............................................................................................................................

    67

    PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK BERBANTUAN GEOMETERS SKETHPAD MERUPAKAN SALAH SATU PEMBELAJARAN YANG RELEVAN DENGAN TUNTUTAN

    KURIKULUM TAHUN 2013

    Oleh : Marchasan Lexbin Elvi Judhah Riajanto ...............................................................................

    74

    MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIK SISWA SMA MELALUI

    MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING

    Oleh : Masta Hutajulu ............................................................................................................ ...............

    82

    PENERAPAN PENDEKATAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK SECARA

    BERKELOMPOK UNTUK MENINGKATKAN SELF CONFIDENCE SISWA SMP

    Oleh : Nelly Fitriani ............................................................................................................ ...................

    89

    ANALISIS KESUKARAN DAN BANTUAN PENERAPAN PMRI DI BANDUNG RAYA

    Oleh : Hamidah, Ratna Sariningsih, Gida Kadarisma ......................................................................

    96

  • Volume 1, Tahun 2014. ISSN 2355-0473

    iii

    EFEKTIFITAS PENDIDIKAN KARAKTER MELALUI PROSES PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI

    SEKOLAH

    Oleh : Ika Wahyu Anita ........................................................................................................................

    103

    NILAI EDUKASI DAN MODIFIKASI PENERAPAN PEMBELAJARAN PELUANG PADA

    PERMAINAN TEKA-TEKI SUDOKU DI SEKOLAH

    Oleh : Luvy Sylviana Zanthy ................................................................................................................

    108

    PEMAHAMAN KOMUNIKASI MATEMATIKA SISWA SMA SEBAGAI UPAYA

    MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA

    Oleh : Hj. Intisari ...................................................................................................................................

    115

    PERAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI DAN BERPIKIR KRITIS MATEMATIS SERTA

    KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA SMA MENGGUNAKAN PENDEKATAN

    PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH

    Oleh : Sri Mari Indarti ..........................................................................................................................

    119

    MENGUKUR KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MATEMATIK

    Oleh : Yadi Jayadipura .........................................................................................................................

    125

    ASUMSI-ASUMSI PERMASALAHAN KURIKULUM SERTA ALTERNATIF

    PEMBELAJARAN BERBANTUAN IT

    Oleh : Romli .........................................................................................................................

    131

    PERANAN KOMPUTER UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI

    MATEMATIK SISWA MENENGAH PERTAMA

    Oleh : Dwi Panji Mahardika .................................................................................................................

    136

    UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIK

    SISWA MADRASAH TSANAWIYAH MENGGUNAKAN MODEL

    PEMBELAJARAN KOOPERATIF

    Oleh : Endra Sukendar .........................................................................................................................

    141

    PENGUATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI DALAM MENUMBUHKAN MOTIVASI

    BELAJAR

    Oleh : Agus Supriyanto .........................................................................................................................

    145

    KOMUNIKASI DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA

    Oleh : Iis Sri Elia Rosliawati .................................................................................................................

    152

    MENINGKATKAN BERPIKIR KRITIS MELALUI PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH

    Oleh : I Wayan Sudiyasa .......................................................................................................................

    157

    PENGARUH KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIKA MELALUI PEMBELAJARAN

    BERBASIS MASALAH

    Oleh : Sri Puji Astuti .............................................................................................................................

    161

    PEMBELAJARAN MATEMATIK REALISTIK UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN

    KOMUNIKASI MATEMATIK SISWA

    Oleh : Sunadi ..........................................................................................................................................

    165

    KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN KREATIF MATEMATIK DALAM PEMECAHAN

    MASALAH

    Oleh : Susiyati ........................................................................................................................................

    171

    PEMBELAJARAN UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI DAN

    PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA

    Oleh : Tuti Alawiyah .............................................................................................................................

    180

    MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIK SISWA SMP MELALUI

    PENDEKATAN KONTEKSTUAL

    Oleh : Aah Masruah ..............................................................................................................................

    188

  • Volume 1, Tahun 2014. ISSN 2355-0473

    iv

    MENINGKATKAN DAYA MATEMATIK SISWA SMA MELALUI PENDEKATAN

    PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH

    Oleh : Umul Haya ..................................................................................................................................

    193

    KOMUNIKASI MATEMATIKA MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKTUAL

    Oleh : H. Supandi ...................................................................................................................................

    197

    PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH UNTUK MEMBANGUN KEMAMPUAN

    PEMAHAMAN, KOMUNIKASI, DAN DISPOSISI MATEMATIK

    Oleh : Hendrik Raharjo ........................................................................................................................

    204

    PENGARUH PEMBELAJARAN PENEMUAN TERBIMBING TERHADAP KEMAMPUAN

    PEMAHAMAN MATEMATIK SISWA

    Oleh : Heny Irawanti .............................................................................................................................

    208

    PENINGKATAN KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIK SISWA SMA

    MENGGUNAKAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL

    Oleh : Ratna Sariningsih .......................................................................................................................

    213

    MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIKA DAN MENDORONG

    MOTIVASI SISWA DENGAN PENDEKATAN PROBLEM SOLVING PADA PROGRAM

    PEMERINTAH KOTA KARAWANG

    Oleh : Rima Damayanti .........................................................................................................................

    219

    PERANAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK UNTUK MENINGKATKAN

    KEMAMPUAN REPRESENTASI MATEMATIK

    Oleh : Nurman Ardian Fasha ...............................................................................................................

    224

    PERANAN STRATEGI REACT TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI

    MATEMATIK

    Oleh : Gugun Gunawan ........................................................................................................................

    231

    PENGARUH PENDEKATAN SCIENTIFIC TERHADAP KEMAMPUAN PENALARAN DAN

    KOMUNIKASI MATEMATIK SERTA KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA SMP

    Oleh : Haerudin .....................................................................................................................................

    239

    PERANAN PEMBELAJARAN GENERATIF UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN

    PEMECAHAN MASALAH DAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA SMA

    Oleh : Isnaeni .........................................................................................................................................

    248

    PEMBELAJARAN MATEMATIKA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN

    MASALAH MATEMATIS SISWA SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN

    Oleh : Siti Jaenab ...................................................................................................................................

    254

    STUDI LITERATUR: PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS

    MELALUI PENDEKATAN KONTEKSTUAL

    Oleh : Arif Wirapuspita Gara ..............................................................................................................

    259

    KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA SMP MELALUI

    PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD

    Oleh : Asep Latif ....................................................................................................................................

    264

    KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIKA SISWA DALAM PEMBELAJARAN

    PENEMUAN TERBIMBING

    Oleh : Dezi Arsefa ..................................................................................................................................

    270

    MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIK SISWA SMP MELALUI

    METODE PENEMUAN TERBIMBING

    Oleh : Asri Rahmawati ..........................................................................................................................

    278

    MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIK SISWA SMA

    MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL

    Oleh : Ai Setiawati .................................................................................................................................

    283

    PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA

    Oleh : Yadi Mulyadi ..

    288

  • Volume 1, Tahun 2014. ISSN 2355-0473

    v

    MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIK SISWA SMP MELALUI

    MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF THINK-PAIR-SHARE

    Oleh : Adi Nurjaman .............................................................................................................................

    295

    MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF DAN KONEKSI MATEMATIK

    Oleh : Alpha Galih Adirakasiwi ...........................................................................................................

    302

    STUDI KASUS KESULITAN BELAJAR MATEMATIKA SISWA SMP DITINJAU DARI SEGI

    KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIKA

    Oleh : Mardiyah .....................................................................................................................................

    308

    MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIK SISWA MA MELALUI

    PENDEKATAN PROBLEM POSING

    Oleh : Indah Puspita Sari ......................................................................................................................

    314

    EFEKTIFITAS PENDEKATAN KONTEKTUAL UNTUK PENINGKATAN KEMAMPUAN

    KOMUNIKASI,PEMECAHAN MASALA,SERTA KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA SMP

    Oleh : Rita Ningsih

    320

    MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIK SISWA

    MELALUI PEMBELAJARAN DENGAN PENDEKATAN METAKOGNITIF

    Oleh : Hendris Munandar .....................................................................................................................

    325

    PERBANDINGAN PEMAHAMAN MATEMATIK SISWA YANG PEMBELAJARANNYA

    MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN HEURISTIK VEE DENGAN YANG

    MENGGUNAKAN CARA BIASA

    Oleh : Eka Senjayawati .........................................................................................................................

    334

    KEDUDUKAN DAN PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI

    DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA SEBAGAI IMPLEMENTASI KURIKULUM 2013

    Oleh : Nita Setiawati ..............................................................................................................................

    342

    PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN

    PEMAHAMAN MATEMATIS

    Oleh : Yoyoh Hodijah ............................................................................................................................

    350

    PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN

    PEMAHAMAN MATEMATIKA SISWA SMP

    Oleh : Iis Aisah ...

    354

    MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIKA SISWA MELALUI

    PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL

    Oleh : Dodoh Hudaedah

    360

    PERANAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL DALAM MENINGKATKAN KOMUNIKASI

    MATEMATIS DAN KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA SMP

    Oleh : Dian Lestari ................................................................................................................................

    364

    UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN KOMUNIKASI

    MATEMATIK SMA MELALUI PENDEKATAN SEE, THINK, DO

    Oleh : Yuyun Sri Yuniarti ....................................................................................................................

    370

    MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA SMP MELALUI

    PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK

    Oleh : Yadi Safrudin .............................................................................................................................

    376

    MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIK SISWA SMP MELALUI

    PENDEKATAN KONTEKSTUAL

    Oleh : Yanti Purnamawati ....................................................................................................................

    384

    PERBANDINGAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIK SISWA SMP

    YANG PEMBELAJARANNYA MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL DENGAN

    YANG MENGGUNAKAN CARA BIASA

    Oleh : Wanti Rismagantika ..

    388

  • Volume 1, Tahun 2014. ISSN 2355-0473

    vi

    MENINGKATKAN KEMAMPUAN GENERALISASI MATEMATIS SISWA SMP DAN SIKAP

    SISWA TERHADAP MATEMATIKA DENGAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI

    TERBIMBING

    Oleh : Anik Yuliani

    392

    MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR LOGIS DAN KREATIF MATEMATIS SERTA

    KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA SMA MELALUI PEMBELAJARAN BERBASIS

    MASALAH

    Oleh : Budiyanto A.M. ..

    398

    MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI DAN KONEKSI MATEMATIS SERTA

    KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA SMA MELALUI PEMBELAJARAN BERBASIS

    MASALAH

    Oleh : Tiktik Gantinah ..

    408

    UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIS DAN KEMANDIRIAN

    BELAJAR SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP) MELALUI MODEL CORE

    Oleh : Widayaningsih ....

    419

    PENGARUH PEMBELAJARAN DENGAN MENGGUNAKAN MULTIMEDIA MACROMEDIA

    FALSH TERHADAP KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIK

    Oleh : Martin Bernard ..

    425

  • Volume 1, Tahun 2014. ISSN 2355-0473

  • Volume 1, Tahun 2014. ISSN 2355-0473

    Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika ProgramPasca Sarjana STKIP Siliwangi Bandung 1

    PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN PENDIDIKAN KARAKTER

    DALAM IMPLEMENTASI KURIKULUM 2013

    Ipung Yuwono

    Dalam dasa warsa terakhir ini masalah pendidikan yang paling banyak disorot, baik oleh mereka

    yang berasal dari lapangan pendidikan, para pengamat pendidikan, maupun masyarakat pada

    umumnya, adalah masalah rendahnya kualitas proses dan hasil pembelajaran. Banyak ditengarai

    bahwa lembaga pendidikan formal (sekolah) yang seharusnya mendidik (aspek karakter, olah rasa

    dan karsa) siswanya, namun hanya melakukan pengajaran (aspek kognitif, olah pikir), seperti

    layaknya yang dilakukan oleh lembaga bimbingan tes. Lembaga bimbingan belajar (bimbingan tes)

    melakukan pengajaran yang hanya mementingkan hasil tanpa mengindahkan proses yang

    seharusnya. Terlihat dengan kasat mata bahwa proses pembelajaran telah dikebiri menjadi

    perolehan informasi dengan sistem tagihan (contoh: lulus UN 100%) yang hanya mengutamakan

    hasil belajar jangka pendek, sementara pengembangan karakter, pemupukan kebiasaan belajar, dan

    kemampuan memecahkan masalah masih jauh tertinggal penanganannya.

    Usaha untuk membentuk karakter siswa melalui pembelajaran matematika yang bermakna, sebenarnya

    telah dibenamkan dalam Kurikulum 2013 yang seharusnya diimplementasikan oleh guru. Peraturan

    Menteri Pendidikan Nasional Nomor 54 Tahun 2013 tentang Standar Kompetensi Lulusan Satuan

    Pendidikan Dasar dan Menengah, diantaranya menyatakan bahwa dalam dimensi sikap, lulusan

    SMA/MA/SMK harus: Memiliki perilaku yang mencerminkan sikap orang beriman, berakhlak mulia, berilmu, percaya diri, dan bertanggung jawab dalam berinteraksi secara efektif dengan

    lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam

    pergaulan dunia.

    Jabaran Kurikulum 2013 dalam pelaksanaan di kelas, dirumuskan dalam Peraturan Menteri

    Pendidikan Nasional Nomor 65 Tahun 2013 tentang Standar Proses Pendidikan untuk Satuan

    Pendidikan Dasar dan Menengah menyebutkan bahwa dalam proses pembelajaran prinsip yang

    digunakan adalah: (1) dari pesertadidik diberi tahu menuju peserta didik mencari tahu; (2) dari guru

    sebagai satu-satunya sumber belajar menjadi belajar berbasis aneka sumber belajar; (3) dari

    pendekatan tekstual menuju proses sebagai penguatan penggunaan pendekatan ilmiah; (4) dari

    pembelajaran berbasis konten menuju pembelajaran berbasis kompetensi; (5) dari pembelajaran

    parsial menuju pembelajaran terpadu; (6) dari pembelajaran yang menekankan jawaban tunggal

    menuju pembelajaran dengan jawaban yang kebenarannya multi dimensi; (7) dari pembelajaran

    verbalisme menuju keterampilan aplikatif; (8) peningkatan dan keseimbangan antara keterampilan

    fisikal (hardskills) dan keterampilan mental (softskills); (9) pembelajaran yang mengutamakan

    pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik sebagai pembelajar sepanjang hayat; (10)

    pembelajaran yang menerapkan nilai-nilai dengan member keteladanan (ing ngarso sung tulodo),

    membangun kemauan (ing madyo mangun karso), dan mengembangkan kreativitas peserta didik

    dalam proses pembelajaran (tut wuri handayani); (11) pembelajaran yang berlangsung di rumah, di

    sekolah, dan di masyarakat; (12) pembelajaran yang menerapkan prinsip bahwa siapa saja adalah

    guru, siapa saja adalah siswa, dan di mana saja adalah kelas; (13) pemanfaatan teknologi informasi

    dan komunikasi untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pembelajaran; dan (14) pengakuan

    atas perbedaan individual dan latar belakang budaya peserta didik. Dengan demikian penjelasan

    (eksplanasi) guru yang bersifat dogmatis, mencontohi, atau menggurui, harus diminimalkan. Guru

    di kelas hanya sebagai fasilitator kegiatan belajar siswa, sehingga siswa belajar secara bermakna.

    Di lapangan, hampir semua guru matematika belum mengamalkan esensi peraturan di atas.

    Sebagian besar guru belum memperhatikan kemampuan berpikir siswa atau tidak mengajar secara

    bermakna. Terjadi kecenderungan pengajaran matematika ke arah penekanan pada kemampuan

    prosedural, aspek hitung menghitung, hafalan rumus, hanya mementingkan langkah-langkah

    prosedural (algoritmis), dan memberikan perhatian yang rendah pada proses pemerolehan konsep

  • Volume 1, Tahun 2014. ISSN 2355-0473

    2 Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika ProgramPasca Sarjana STKIP Siliwangi Bandung

    prosedur, atau rumus. Itu mungkin disebabkan adanya tuntutan kurikulum (UN), yang harus

    dihabiskan pada suatu satuan waktu tertentu. Sebagai akibatnya, siswa tidak mengalami proses

    pembelajaran matematika secara bermakna.

    Selama ini terdapat pemahaman yang keliru tentang matematika sekolah. Hasil penelitian Yuwono

    (2006) dan Steinmark & Bush (2003) menyebutkan bahwa hampir semua siswa dan sebagian besar

    guru menganggap bahwa: (a) matematika adalah perhitungan saja, (b) soal matematika harus

    diselesaikan dengan menggunakan rumus dan dalam waktu yang sesingkat-singkatnya, (c) tujuan

    mengerjakan soal adalah mendapatkan jawaban benar, (d) peran siswa dalam belajar matematika

    adalah menerima penjelasan guru, kemudian menjelaskan kembali saat ujian, dan (e) semua soal

    dapat diselesaikan dengn rumus, algoritma, yang ada di buku teks atau telah dijelaskan guru.

    Pemahaman yang keliru tersebut, perlu dibenahi melalui implementasi Kurikulum 2013, yang lebih

    mengedepankan dimensi sikap/karakter dalam pembelajaran.

    Aspek karakter dalam pendidikan matematika

    Proses pembelajaran yang mengedepankan eksplorasi, pemecahan masalah, selalu menanyakan

    mengapa rumusnya begini, melacak darimana datangnya rumus, atau prosedur, merupakan pengejawantahan salah satu pendidikan karakter. Karakter yang dimaksud, diantaranya ulet, tekun,

    gigih, rasional, kritis, beraktivitas sesuai aturan, dan tidak suka menerabas/potong kompas (tidak

    mau antri, ingin kaya mendadak, melalui korupsi). Saat menjadi warga masyarakat, orang harus

    menghargai kerja keras, berpikir rasional, selalu mempertimbangkan kemasukakalan kejadian atau

    tawaran yang kelihatannya menarik, namun sebenarnya penuh tipuan dan muslihat.

    Dalam pembelajaran matematika siswa perlu dihadapkan pada masalah terbuka dengan solusi tidak

    tunggal, dan masalah dengan berbagai cara penyelesaian. Contoh masalah demikian, misalnya:

    carilah dua bilangan yang jumlahnya 10, carilah bilangan asli yang faktornya tepat ada 3, apa

    perbedaan segitiga dengan persegi?, dsb. Dengan sering mendapatkan masalah yang jawabannya

    tidak harus seragam, siswa terbiasa berbeda pendapat dan menghargai pendapat kawannya. Hal itu

    merupakan pengejawantahan salah satu karakter manusia dalam menghargai perbedaan. Dalam

    kehidupan sehari-hari kita harus menghargai perbedaan. Mungkin perbedaan pemikiran, perbedaan

    agama atau keyakinan atau madzab di antara warga masyarakat yang pluralis. Hal tersebut

    mendidik siswa untuk bersikap demokratis dan legawa menerima keberagaman dan perbedaan.

    Pengenalan masalah yang berawal dari lingkungan siswa dimaksud-kan agar awalan pembelajaran

    matematika menjadi mudah dan menarik bagi siswa. Saat awal pembelajaran siswa sudah mulai

    tertarik, bahwa masalah yang akan dikaji ada disekitar mereka, membumi, tidak di awang-awang.

    Mempelajari matematika harus dapat menjadi aktivitas yang mengasyikkan bagi siswa. Hal itu

    selaras dengan salah satu tujuan pembelajaran matematika yakni: memiliki sikap menghargai

    kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam

    mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. Sikap ulet

    dan percaya diri merupakan salah satu karakter yang harus dimiliki siswa untuk bertahan hidup di

    masa depan yang penuh dengan kompetisi dan atau persaingan hidup.

    Aspek karakter dalam matematika

    Struktur matematika dibangun secara aksiomatik, dimulai dari term yang tidak didefinisikan, diikuti definisi, aksioma atau postulat yang diterima kebenarannya secara otomatis dan berpijak

    pada nalar. Berdasarkan aksioma lalu diturunkan sifat atau teorema atau algoritma. Hirarkis dalam

    struktur matematika tersebut mendidik siswa untuk taat azas, konsisten, dan patuh pada

    aturan/hukum yang telah ditetapkan. Taat pada aturan/hukum atau Prosedur Operasional Standar

    (POS) merupakan salah satu aspek dalam pembentukan karakter bangsa yang selama ini sering

    diabaikan oleh pihak yang seharusnya mengawal aturan atau hukum atau POS tersebut.

  • Volume 1, Tahun 2014. ISSN 2355-0473

    Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika ProgramPasca Sarjana STKIP Siliwangi Bandung 3

    Aspek lain dari bangunan matematika yang aksiomatik adalah keberanian untuk menerima

    kesepakatan atau konsekuensi, walaupun konsekuensi tersebut rasa-rasanya bertentangan dengan

    anggapan kita. Sebagai contoh kita menganggap seharusnya 20 = 0, dan 0! = 0, namun menurut

    struktur matematika tidak demikian, yakni 20 = 1, dan 0! = 1. Hal itu mencerminkan keharusan kita

    untuk konsisten, menerima hal yang telah disepakati, bersikap jujur, disiplin, legawa, mengakui

    kekurangan, dan menepati janji. Karakter demikian, secara kasat mata mulai luntur dari kehidupan

    berbangsa kita.

    Sistem atau struktur dalam matematika harus dibangun dengan memperhatikan semesta

    pembicaraan. Kebenaran matematis adalah kebenaran yang berlaku dalam semestanya. Dalam

    semesta bilangan bulat dan operasinya, perkalian bilangan yang menghasilkan nol, maka minimal

    satu dari dua bilangan tersebut haruslah nol. Hal tersebut tidak berlaku dalam sistem bilangan

    modulo-6 (bilangan jam 6-an) bersama operasi kali, karena ada dua bilangan yang taknol, yakni 2

    dan 3, yang bila dikalikan menghasilkan nol. Aspek karakter yang seharusnya muncul dari

    kesemestaan ini adalah orang hidup harus mengikuti sistem, nilai/adat atau kebiasaan yang berlaku

    di tempat tersebut.

    Penutup

    Catatan akhir dari paparan singkat ini adalah bahwa pembentukan karakter dalam implementasi

    Kurikulum 2013 memerlukan adanya: (1) keteladanan dari orang tua, guru, birokrat pendidikan dan

    para pemimpin; (2) intervensi melalui proses pembiasaan secara terus-menerus dalam jangka

    panjang yang dilakukan secara konsisten, agar sikap/perilaku berkarakter terinternalisasi dalam diri

    siswa; (3) pemberian nasehat dan informasi verbal (sesuai dengan perkembangan nalar siswa); (4)

    pemberian ganjaran dan atau hukuman/sangsi (positive & negative reinforcement); (5)

    pengkondisian, yakni menjadikan lingkungan sekolah, rumah, dan masyarakat sebagai

    laboratorium pengamalan nilai-nilai moral dan akhlak mulia yang mendorong dan memudahkan

    peserta didik mengamalkan nilai-nilai moral dan akhlak mulia.

  • Volume 1, Tahun 2014. ISSN 2355-0473

    4 Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika ProgramPasca Sarjana STKIP Siliwangi Bandung

    PENGEMBANGAN HARD SKILL DAN SOFT SKILL

    MATEMATIK BAGI GURU DAN SISWA UNTUK

    MENDUKUNG IMPLEMENTASI KURIKULUM 2013

    Hj. Utari Sumarmo

    Ketua Program Pasca Sarjana Pendidikan Matematika

    STKIP Siliwangi Bandung

    ABSTRAK

    Kurikulum 2013 menganjurkan pembinaan hard skill dan soft skill matematik dilaksanakan

    secara bersamaan dan seimbang melalui pembelajaran yang menganut metode ilmiah. Terdapat

    beberapa macam hard skill dan soft skill yang perlu dikembangkan dalam pembelajaran

    matematika. Beberapa macam hard skill matematik tersebut di antaranya adalah: pemahaman,

    pemecahan masalah, komunikasi, koneksi, reperesentasi, berpikir kritis, berpikir kreatif, dan

    berpikir reflektif matematik. Sedangkan beberapa macam soft skill matematik yang perlu

    dikembangkan pada siswa antara lain: nilai dan karakter, disposisi matematik, disposisi berpikir

    logis, kritis, kreatif dan reflektif matematik. Beragam pembelajaran yang dapat diterapkan untuk

    membina hard skill dan soft skill matematik antara lain adalah: pendekatan kontekstual,

    pembelajaran berbasis masalah, inkuri, penemuan, langsung tak langsung, dan beragam strategi

    belajar kooperatif.

    Kata kunci: hard skill matematik: pemahaman, pemecahan masalah, komunikasi, koneksi, dan

    penalaran matematik; berpikir logis, kritis, kreatif, reflektif matematik; soft skill

    matematik: nilai dan karakter, disposisi matematik, disposisi berpikir logis, kritis,

    kreatif, reflektif matematik; pendekatan kontekstual, pembelajaran berbasis

    masalah, inkuri, penemuan, langsung tak langsung, strategi belajar kooperatif.

    A. Pendahuluan

    Pendidikan adalah suatu proses enkulturasi, berfungsi mewariskan dan mengembangkan nilai-nilai

    budaya dan prestasi masa lalu menjadi nilai-nilai budaya dan karakter bangsa yang sesuai dengan

    kehidupan masa kini dan masa datang. Pendidikan juga merupakan usaha suatu masyarakat dan

    bangsa dalam mempersiapkan generasinya untuk menghadapi tantangan demi keberlangsungan

    hidup di masa depan (Ghozi, 2010). Dalam konteks pembangunan nasional, pendidikan berfungsi:

    1) pemersatu bangsa, 2) penyamaan kesempatan, dan 3) pengembangan potensi diri. Dalam

    Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan

    Pendidikan, tercantum tujuan penyelenggaraan pembelajaran adalah untuk mengembangkan

    potensi peserta didik agar menjadi manusia yang: a) beriman dan bertakwa kepada Tuhan

    Yang Maha Esa, berakhlak mulia, dan berkepribadian luhur; b) berilmu, cakap, kritis, kreatif,

    dan inovatif; c) sehat, mandiri, dan percaya diri; dan d) toleran, peka sosial, demokratis, dan

    bertanggung jawab. Rumusan tujuan di atas merupakan rujukan utama untuk penyelenggaraan

    pembelajaran bidang studi apapun, selain memuat kemampuan dalam ranah kognitif dan

    ketrampilan dalam ranah afektif yang disesuaikan dengan bidang studi juga menekankan pada

    pengembangan budaya, dan karakter bangsa. Adapun nilai-nilai yang dikembangkan dalam

    pendidikan nilai, budaya dan karakter bangsa meliputi: religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja

    keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air,

    menghargai prestasi, bersahabat/komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan,

    peduli sosial, dan tanggung jawab (Ghozi, 2010, Pusat Kurikulum).

    Pada tahun akademik 2013-2014, pemerintah mulai memberlakukan kurikulum baru yang

    dinamakan Kurikulum 2013 pada tingkat kelas dan sejumlah sekolah tertentu. Pada dasarnya

    Kurikulum 2013 adalah pengembangan dan penyempurnaan kurikulum sebelumnya yaitu

  • Volume 1, Tahun 2014. ISSN 2355-0473

    Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika ProgramPasca Sarjana STKIP Siliwangi Bandung 5

    Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP, 2006). Pengembangan ranah kognitif, afektif dan

    psikomotor (KTSP, 2006, Kurikulum, 2013) juga nilai-nilai dalam pendidikan budaya dan

    karakter bangsa (Ghozi, 2010) menjadi suatu keniscayaan dalam pembelajaran. Apabila dicermati

    secara mendalam, rumusan tujuan pembelajaran pada tingkat sekolah menengah (PP No 17, 2010),

    dan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa (Ghozi, 2010) sejalan dengan tujuan dalam ranah

    kognitif dan ranah afektif yang termuat dalam visi matematika dan tujuan pembelajaran

    matematika (KTSP, 2006) yang meliputi: a) mengembangkan pemahaman konsep matematika,

    penerapannya, dan hubungan antar konsep secara teliti, efisien, dan tepat; b) bernalar dengan

    menggunakan pola dan sifat-sifat matematika; c) menggeneralisasi, membuktikan, dan

    menjelaskan idea matematika; d) menyelesaikan masalah matematik dan berkomunikasi dengan

    menggunakan simbol dan idea matematik; e) berpikir kritis dan kreatif, menumbuhkan rasa

    percaya diri, menunjukkan apresiasi terhadap keindahan keteraturan sifat-sifat matematika, sikap

    objektif dan terbuka, rasa ingin tahu, perhatian dan minat belajar matematika.

    Ditinjau dari segi proses yang berlangsung, kemampuan matematik dalam ranah kognitif yang

    terlukis dalam tujuan pembelajaran matematika di atas adalah merupakan komponen hard skill

    matematik, sedangkan perilaku dalam ranah afektif merupakan komponen soft skill matematik.

    Berdasarkan analisis terhadap pendapat beberapa pakar, Sumarmo (2006, 2010) mengemukakan

    terdapat beberapa macam hard skill dan soft skill matematik dan dua tingkat berpikir. Beberapa

    macam hard skill matematik di antaranya adalah: pemahaman, pemecahan masalah, komunikasi,

    representasi, koneksi, dan penalaran matematik. Secara garis besar, tingkat berpikir matematik

    dapat digolongkan dalam dua tingkat yaitu tingkat rendah dan tingkat tinggi. Hard skill matematik

    tingkat rendah meliputi penguasaan pengetahuan atau kemampuan matematik yang bersifat

    prosedural, algoritmik, dan hapalan. Sedangkan hard skill matematik tingkat tinggi merupakan

    kemampuan matematik yang memerlukan kemampuan mengaitkan, menghubungkan, menganalisis

    dan mensintesis konsep matematika yang sudah dimiliki untuk membentuk atau menemukan

    konsep, prinsip, dan atau aturan matematika yang baru.

    Soft skill matematik sebagai komponen proses berpikir matematik dalam ranah afektif ditandai

    dengan perilaku afektif yang ditampilkan seseorang ketika melaksanakan hard skill matematik.

    Perilaku afektif tersebut berkaitan dengan istilah disposisi yang menunjukkan kecenderungan

    berperilaku dengan dorongan yang kuat. Dalam pembelajaran matematika, Sumarmo (2006, 2010)

    mengemukakan beberapa macam disposisi yang merupakan komponen soft skill matematik di

    antaranya adalah: pendidikan nilai, budaya, dan karakter, disposisi matematik, diposisi berpikir

    logis, diposisi berpikir kritis, diposisi berpikir kreatif, kemandirian belajar (self regulated

    learning), self efficacy, self esteem, kebiasaan berpikir cerdas (habits of mind), dan kecerdasan

    emosional (emotional intelligence).

    Kurikulum 2013 mengemukakan bahwa dalam pembelajaran matematika hard skill dan soft skill

    matematik termasuk nilai-nilai dalam pendidikan budaya dan karakter harus dikembangkan secara

    bersamaan dan seimbang melalui pembelajaran dengan pendekatan ilmiah. Timbul beberapa

    pertanyaan antara lain: Jenis pembelajaran matematika apa yang dapat mengembangkan hard skill

    matematika dan soft skill matematika tertentu secara bersamaan dan seimbang? Bagaimana cara

    mengemas pelaksanaan pembelajarannya? Jenis latihan matematika apa yang harus disajikan agar

    siswa memiliki hard skill dan soft skill matematika tersebut? Bagaimana cara mengukur dan

    menilai ketercapaian hard skill dan soft skill matematika yang ditetapkan? Pada hakekatnya,

    pembelajaran matematika melibatkan berbagai unsur misalnya siswa dan guru dengan seluruh

    pribadinya, materi pelajaran dan karakterisitknya, situasi atau lingkungan belajar, dan unsur-unsur

    lainnya sehingga proses pembelajaran tidak dapat disederhanakan dalam bentuk resep. Oleh karena

    itu, untuk mengembangkan hard skill dan soft skill matematik pada siswa, guru matematika

    hendaknya memiliki hard skill dan soft skill matematik yang memadai serta pengetahuan dan

    keterampilan melaksanakan pembelajaran matematika yang relevan.

  • Volume 1, Tahun 2014. ISSN 2355-0473

    6 Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika ProgramPasca Sarjana STKIP Siliwangi Bandung

    B. Pembahasan

    1. Hard Skill Matematik

    Secara umum berpikir matematik atau bermatematika diartikan sebagai melaksanakan kegiatan

    atau proses matematika (doing math) atau tugas matematik (mathematical task) yang sederhana

    maupun yang kompleks. Ditinjau dari kedalaman atau kekompleksan kegiatan matematik yang

    terlibat, berfikir matematik dapat digolongkan dalam dua level yaitu yang tingkat rendah dan yang

    tingkat tinggi. Bloom menggolongkan tujuan dalam domain kognitif dalam enam tahap yaitu:

    pengetahuan (hapalan), pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. Berdasarkan

    karakteristik kegiatan yang termuat pada tiga tahap pertama tergolong berpikir tingkat rendah, dan

    tiga berikutnya tergolong berpikir tingkat tinggi.

    Beberapa macam hard skill matematik yang perlu dikembangkan pada siswa sekolah menengah

    antara lain adalah sebagai berikut.

    1) Pemahaman matematik dengan indikator: mengenal, memahami dan menerapkan konsep, prosedur, prinsip dan idea matematik. Ditinjau berdasarkan tuntutan aspek kognitifnya, terdapat

    dua tingkat pemahaman matematik yaitu tingkat rendah: mekanikal atau komputasional atau

    instrumental, dan pemahaman tingkat tinggi: relasional, fungsional, atau rasional, dan

    pemahaman intuitif.

    2) Pemecahan masalah matematik dengan indikator: memahami masalah yang meliputi: mengidentifikasi unsur yang diketahui, yang ditanyakan, dan memeriksa kecukupan data untuk

    memecahkan masalah, menyusun model matematika; memilih dan menerapkan strategi untuk

    menyelesaikan masalah; melaksanakan perhitungan atau mengelaborasi; dan memeriksa

    kebenaran jawaban terhadap masalah awal. Pemecahan masalah matematik tergolong pada

    hard skill matematik tingkat tinggi.

    3) Penalaran matematik

    Secara garis besar penalaran matematik digolongkan dalam dua jenis yaitu penalaran induktif

    dan penalaran deduktif. Penalaran induktif adalah penarikan kesimpulan berdasarkan data yang

    teramati. Nilai kebenaran dalam penalaran induktif dapat bersifat benar atau salah. Beberapa

    jenis penalaran induktif adalah:

    a) Transduktif: penerapan kasus atau sifat khusus yang satu pada kasus khusus lainnya. b) Analogi: penarikan kesimpulan berdasarkan keserupaan data atau proses c) Generalisasi: penarikan kesimpulan umum berdasarkan sejumlah data yang teramati d) Memperkirakan jawaban, solusi atau kecenderungan; interpolasi dan ekstrapolasi e) Memberi penjelasan terhadap model, fakta, sifat, hubungan, atau pola yang ada f) Menggunakan pola hubungan, menganalisa dan mensintesa beberapa kasus, dan

    menyusun konjektur

    Penalaran deduktif adalah penarikan kesimpulan berdasarkan aturan yang disepakati. Nilai

    kebenaran dalam penalaran deduktif bersifat mutlak benar atau salah dan tidak keduanya

    bersama-sama. Beberapa jenis penalaran deduktif di antaranya adalah:

    a) Melaksanakan perhitungan berdasarkan aturan atau rumus tertentu. b) Menarik kesimpulan logis berdasarkan aturan inferensi, memeriksa validitas argumen,

    melakukan analisa dan sintesa beberapa kasus.

    c) Menyusun pembukltian langsung, pembukltian tak langsung dan pembuktian dengan induksi matematika.

    Kemampuan pada butir a) pada umumnya tergolong hard skill matematik tingkat rendah, dan

    kemampuan lainnya tergolong hard skill matematik tingkat tinggi.

    4) Koneksi matematik dengan indikator: mencari hubungan antar konsep, prosedur, dan topik

    matematika; mencari hubungan antara topik matematika dengan topik bidang studi lain atau

    masalah sehari-hari; dan menentukan representasi ekuivalen suatu konsep matematika.

    Kemampuan ini dapat tergolong pada hard skill matematik tingkat rendah atau tingkat tinggi

    bergantung pada kekompleksan hubungan yang disajikan.

  • Volume 1, Tahun 2014. ISSN 2355-0473

    Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika ProgramPasca Sarjana STKIP Siliwangi Bandung 7

    5) Komunikasi matematik dengan indikator: menyatakan suatu situasi atau masalah ke dalam

    bentuk bahasa, simbol, idea, atau model matematik (dapat berbentuk gambar, diagram, grafik,

    atau ekspresi matematik); menjelaskan idea, situasi, dan relasi matematika dalam bentuk bahasa

    biasa; mendengarkan, berdiskusi, dan menulis tentang matematika; memahami suatu

    representasi matematika; mengungkapkan kembali suatu uraian matematika dalam bahasa

    sendiri. Kemampuan ini dapat tergolong pada hard skill matematik tingkat tingkat rendah atau

    tingkat tinggi bergantung pada kekompleksan komunikasi yang terlibat

    6) Berpikir kritis matematik

    Berdasarkan pendapat beberapa pakar (Bayer dalam Hassoubah, 2004, Ennis dalam Baron, dan

    Sternberg, (Eds), 1987, Glaser, 2000, Gokhale, 1995, Langrehr 2003) berpikir kritis matematik

    memiliki beberapa indikator sebagai berikut: memfokuskan diri pada pertanyaan; menganalisis

    dan mengklarifikasi pertanyaan, jawaban, dan argumen; mempertimbangkan sumber yang

    terpercaya; mengamati dan menganalisis deduksi dan induksi; merumuskan eksplanatori,

    kesimpulan dan hipotesis; menyusun pertimbangan; mengevaluasi situasi matematis secara

    reflektif; menilai informasi disertai ketepatan, kesesuaian, kepercayaan, ketegapan, dan bias;

    menetapkan sumber yang dapat dipercaya, membedakan antara data yang relevan dan yang

    tidak relevan, mengidentifikasi dan menganalisis asumsi, memeriksa kebenaran suatu

    pernyataan atau proses. Berpikir kritis matematik tergolong pada hard skill matematik tingkat

    tinggi.

    7) Berpikir kreatif matematik

    Beberapa pakar (Alvino dalam Cotton, 1991, Balka dalam Mann, 2005, Munandar, 1977, 1992

    dan Musbikin, 2006 dalam Sumarmo 2006 a, Puccio dan Murdock dalam Costa, ed., 2001)

    mencirikan berpikir kreatif dengan indikator yang beragam, namun memuat beberapa

    kesamaan indikator yaitu: kebaruan atau originalitas (originality), kemahiran atau kelancaran

    (fluency), fleksibilitas (flexibility), dan elaborasi ( ellaboration). Selanjutnya, Munandar (1977,

    1992), merinci ciri-ciri keempat indikator sebagai berikut. Ciri-ciri fluency meliputi:

    mencetuskan banyak ide, banyak jawaban, banyak penyelesaian masalah, banyak pertanyaan

    secara lancar; memberikan banyak cara dalam melakukan berbagai hal; memikirkan lebih dari

    satu jawaban. Ciri-ciri fleksibilitas di antaranya adalah: menghasilkan gagasan, jawaban, atau

    pertanyaan yang bervariasi, melihat suatu masalah dari sudut pandang yang berbeda; mencari

    banyak alternatif atau cara yang berbeda; mengubah cara pendekatan atau cara pemikiran. Ciri-

    ciri originality di antaranya adalah: menghasilkan cara atau ungkapan yang baru dan unik;

    menyusun cara yang tidak lazim; membuat kombinasi yang tidak lazim dari bagian atau

    unsur-unsurnya. Ciri-ciri elaboration di antaranya adalah: mengembangkan suatu gagasan atau

    produk; merinci detil-detil dari suatu obyek, gagasan, atau situasi sehingga menjadi lebih

    menarik.

    8) Berpikir reflektif matematik memiliki beberapa indikator antara lain: menginterpretasi suatu

    kasus berdasarkan konsep matematik yang terlibat; mengidentifikasi konsep dan atau rumus

    matematika yang terlibat dalam soal yang tidak sederhana; menarik analogi dari dua kasus

    serupa.

    Berikut ini disajikan sejumlah contoh butir soal yang mengukur hard skill matematik

    Contoh 1 : Butir soal pemahaman matematik untuk siswa SMP

    a) Pada keliling sebuah kolam berbentuk lingkaran akan dipasang pancuran yang berjarak 2 meter. Diketahui diameter kolam 7 meter. Ada berapa pancuran yang akan dipasang?

    Bagaimana cara menghitungnya? (tingkat rendah)

    b) Lantai sebuah kamar berukuran 3 m x 5 m akan dipasang ubin berukuran 30 cm x 20 cm. Satu

    dus berisi 40 ubin. Berapa dus paling sedikit harus disediakan? Bagaimana cara

    mengihitungnya? (tingkat tinggi)

  • Volume 1, Tahun 2014. ISSN 2355-0473

    8 Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika ProgramPasca Sarjana STKIP Siliwangi Bandung

    Contoh 2: Butir soal pemahaman matematik tingkat rendah untuk siswa SMA Pilih jawaban yang paling sesuai disertai alasan. Gradien garis singgung terhadap kurva f di titik x1

    adalah: a) absis titik ekstrim f

    b) ordinat titik ekstrim f

    c) f(x1)

    Contoh 3: Butir tes koneksi matematik tingkat rendah untuk Siswa SMP

    a) Nyatakan himpunan bilangan ganjil positif kecil dari 20 dalam dua macam cara notasi himpunan dan tuliskan nama cara masing-masing.

    b) Tuliskan konsep matematika yang termuat dalam hubungan antara kecepatan sesaat v(t) dan persamaan gerak S (t)) dalam fisika.

    c) Tuliskan bentuk matematika lain dari ax = b

    Contoh 4: Butir tes komunikasi matematik tingkat tinggi untuk siswa SMA Diketahui sebuah lingkaran dengan diameter AB = 14 unit. Titik C pada keliling lingkaran dan

    besar sudut BAC sama dengan . Kemudian ditarik garis CD dengan D pada AB sehingga AD =

    AC. Gambarkan situasi tersebut. Nyatakan panjang CD dalam fungsi trigonometri . Andaikan

    BC = 7 unit dan akan dihitung panjang CD. Tulislah kalimat matematika masalah tersebut

    kemudian selesaikan dan jelaskan rumus dan sifat yang digunakan dalam menyelesaikan

    perhitungan tersebut.

    Contoh 5: Butir tes komunikasi matematik tingkat rendah untuk siswa SMP

    Diberikan sebuah pecahan. Bila penyebutnya ditambah dengan 5 maka pecahan tersebut senilai

    dengan dua berbanding tiga. Tuliskan kalimat matematika untuk pernyataan di atas.

    Contoh 6: Contoh Butir Soal Penalaran Analogi untuk Siswa SMP (tingkat tinggi)

    Pada lingkaran (O,OA) dan gambar di sebelahnya, perbandingan besar sudut ABC dan besar sudut

    AOC serupa dengan perbandingan luas daerah:

    P Q

    <

    R S

    <

    K L N M

    a. KPL dan QLN c. RLN dan QLM b. KPL dan PLQ d. RLN dan RLM

    Tuliskan sifat-sifat yang mendasari keserupaan di atas.

    Contoh 7: Butir Tes generalisasi matematik tingkat tinggi untuk siswa SMA

    H G

    E F

    |

    |

    |

    |

    |

    |

    O

    C

    B

    A

    Diketahui kubus ABCD.EFGH dengan panjang rusuknya 8 satuan

    panjang. Titik P1 dan Q1 masing-masing titik tengah AE dan DH.

    Titik P2 dan Q2 masing-masing titik tengah AP1 dan DQ1.

    a. Hitunglah volume limas B.ADQ2P2. b. Jika proses itu diteruskan sampai ke-n, hitunglah volume limas

    B. ADQnPn. c. Jika n menuju tak hingga, hitunglah jumlah volume limas yang

    terjadi. Buatlah model matematika persoalan tersebut, dan selesaikanlah model matematika tersebut. Jelaskan konsep dan atau rumus matematika yang terlibat.

    B

    P1

    A

    Q1

    C D

  • Volume 1, Tahun 2014. ISSN 2355-0473

    Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika ProgramPasca Sarjana STKIP Siliwangi Bandung 9

    Contoh 8: Butir tes penalaran proporsional matematik tingkat rendah untuk siswa SMP

    Carilah penyelesaian sistem persamaan linier dua variabel dibawah ini. Sertakan penjelasan atas

    jawabanmu.

    2x + 3y = 10

    4x + 6y = 15

    Contoh 9: Butir tes penalaran porporsional dan probalistik matematik tingkat tinggi untuk

    siswa SMA

    Di bawah ini disajikan beberapa informasi sebagai berikut.

    Satu keranjang berisi sejumlah buah mangga. Ternyata sebanyak 10% mangga busuk.

    Ibu Ani membuat 12 buah mangga yang segar menjadi empat gelas jus mangga.

    Berapa buah mangga harus diambil secara acak dari keranjang tersebut kalau bu Ani akan

    membuat 14 gelas jus mangga? Jus manakah yang lebih pekat rasa jeruknya? Tuliskan asumsi

    yang diperlukan untuk menyelesaikan soal tersebut disertai penjelasan.

    Contoh 10: Butir tes penalaran kombinatorial matematik tingkat tinggi untuk siswa SMA

    Suatu panitia terdiri dari seorang ketua, seorang wakil ketua, dan seorang sekretaris. Terdapat 6

    calon laki-laki dan 5 calon perempuan. Panitia tersebut tidak boleh laki-laki semua atau perempuan

    semua. Manakah yang lebih besar peluangnya untuk terpilih, dua laki-laki dan satu perempuan atau

    dua perempuan dan satu laki-laki. Jelaskan

    Contoh 11: Butir tes berpikir kritis memahami masalah untuk siswa SD

    a) Pada sebidang kebun berbentuk persegi panjang terdapat 12 pohon pisang dan 15 pohon

    mangga. Berapa luas kebun tersebut?

    b) Di lapangan rumput terdapat 16 ekor kambing dan 10 ekor biri-biri. Berapakah umur

    penggembala?

    Contoh 12: Butir tes berfikir kritis matematik untuk siswa SMA Jika fungsi g dua kali fungsi f, maka absis titik ekstrim g dua kali absis titik ekstrim fungsi f.

    Benarkah pernyataan di atas? Berikan penjelasan disertai dengan ilustrasi/contoh yang relevan.

    Contoh 13: Butir tes berfikir kreatif matematik untuk siswa SMA

    Diberikan fungsi g dengan persamaan g(x) = ax2 + bx + c dan garis y = mx +n. Susun beberapa

    pertanyaan yang berhubungan dengan grafik g dan grafik y = mx +n dan kemudian selesaikanlah.

    Contoh 14: Butir soal berpikir reflektif matematik untuk siswa SMA

    Dalam laporan suatu penelitian diperoleh temuan sebagai berikut.

    Dari pemantauan terhadap 105 berusia 8 10 tahun yang minum sejenis obat penurun panas ditemukan 3 anak menderita alergi dan panas tubuh anak lainnya menjadi normal. Analisislah

    pernyataan berikut, kemudian berikan komentar anda dan tuliskan konsep matematika dan atau

    rumus yang mendasarinya/digunakan.

    a) Kasus di atas mengindikasikan bahwa anak usia di atas 10 tahun tidak cocok minum obat tersebut.

    b) Sebagian besar anak usia 8 10 tahun cenderung aman dari alergi setelah minum obat tersebut. c) Anak usia 8 10 tahun tidak dianjurkan minum obat tersebut. d) Obat tersebut kurang efektif menurunkan panas pada anak usia 8 10 tahun

    2. Soft Skill Matematik

    Soft skill matematik sebagai komponen proses berpikir matematik dalam ranah afektif antara lain

    ditandai dengan perilaku afektif yang ditampilkan seseorang ketika melaksanakan hard skill

    matematik. Berdasarkan kajian terhadap beberapa tulisan pakar, Sumarmo (2006 a, 2006 b, 2010,

    2012) mengemukakan beberapa macam soft skill matematik di antaranya adalah: disposisi nilai,

    budaya, dan karakter dalam belajar matematika; disposisi matematik; diposisi berpikir logis,

    diposisi berpikir kritis, dan disposisi berpikir kreatif matematik; kemandirian belajar matematik,

  • Volume 1, Tahun 2014. ISSN 2355-0473

    10 Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika ProgramPasca Sarjana STKIP Siliwangi Bandung

    dan kebiasaan berpikir cerdas (habits of mind) matematik. Adapun nilai-nilai yang dikembangkan

    dalam pendidikan budaya dan karakter bangsa meliputi: religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja

    keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air,

    menghargai prestasi, bersahabat, komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan,

    peduli sosial, dan tanggung jawab (Ghozi, 2010, Pusat Kurikulum).

    Pada dasarnya, nilai-nilai tersebut di atas, sesuai dengan butir terakhir tujuan pembelajaran

    matematika dalam ranah afektif yang harus dimiliki siswa yang belajar matematika.yaitu:

    memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, sikap rasa ingin tahu,

    perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam

    pemecahan masalah (KTSP, 2006). Dalam pembelajaran matematika pembinaan komponen ranah

    afektif memerlukan pembiasaan belajar yang dinamakan pula disposisi matematik (mathematical

    disposition) yaitu kecenderungan, keinginan, kesadaran, dedikasi yang kuat pada diri siswa untuk

    berpikir dan berbuat secara matematik dengan cara yang positif.

    Merujuk pendapat Polking (1998) dan Standard 10 (NCTM, 2000), dapat dirangkumkan bahwa

    disposisi matematik memiliki indikator: rasa percaya diri (self efficacy) dalam menggunakan

    matematika, memecahkan masalah, memberi alasan dan mengkomunikasikan gagasan; sifat lentur

    dalam menyelidiki gagasan matematik dan berusaha mencari metoda alternatif dalam memecahkan

    masalah; tekun dan gigih mengerjakan tugas matematik; minat, rasa ingin tahu, bergairah, dan

    dayatemu dalam melakukan tugas matematik; cenderung memonitor, berpikir metakognitif, dan

    merepleksikan penalaran mereka sendiri; menilai aplikasi matematika ke situasi lain dalam

    matematika dan pengalaman sehari-hari; apresiasi terhadap peran matematika dalam kultur dan

    nilai, matematika sebagai alat, dan sebagai bahasa; dan berbagi pendapat dengan orang lain.

    Indikator disposisi berpikir logis, berpikir kritis, dan berpikir kreatif matematik dapat

    dikembangkan dari indikator diposisi matematik secara umum dan disesuaikan dengan

    karakteristik kemampuan berpikir logis, kritis dan kreatif matematik.

    Beberapa pakar (Butler, 2002, Corno dan Mandinah, 1983, Corno dan Randi, 1999, Hargis,

    http:/www.smartkidzone.co/, Kerlin, 1992, Paris dan Winograd, 1998, Schunk dan Zimmerman,

    1998, Wongsri, Cantwell, dan Archer, 2002 dalam Sumarmo, 2006 b), mendefinisikan istilah

    kemandirian belajar atau Self Regulated Learning (SRL) dengan cara berbeda namun semuanya

    dapat dirangkumkan dalam indikator sebagai berikut: memiliki inisiatif dan motivasi belajar

    instrinsik; memandang kesulitan sebagai tantangan; memanfaatkan dan mencari sumber yang

    relevan; memilih, menerapkan strategi belajar; menetapkan tujuan/target belajar; memonitor,

    mengatur, dan mengkontrol belajar; mengevaluasi proses dan hasil belajar; dan menunjukkan self

    eficacy/ konsep diri/kemampuan diri dalam belajar. Dalam belajar matematik, kebiasaan belajar

    seperti di atas secara kumulatif akan menumbuhkan disposisi belajar matematik atau keinginan

    yang kuat dalam belajar matematik pada individu yang bersangkutan. Pada perkembangan

    selanjutnya, pemilikan disposisi belajar matematik yang tinggi pada individu, akan membentuk

    individu yang tangguh, ulet, bertanggung jawab, memiliki motif berprestasi yang tinggi, serta

    membantu individu mencapai hasil terbaiknya dalam belajar matematik.

    Soft skill matematik lainnya adalah kebiasaan berpikir cerdas (habits of mind). Costa (Costa, Ed.,

    2001) mengidentifikasi enambelas indikator kebiasaan berfikir cerdas sebagai berikut: bertahan

    atau pantang menyerah; mengatur kata hati; mendengarkan pendapat orang lain dengan rasa

    empati; berpikir luwes; berpikir metakognitif; berusaha bekerja teliti dan tepat; bertanya dan

    mengajukan masalah secara efektif; berkomunikasi secara jelas dan tepat; memanfaatkan indera

    dalam mengumpulkan dan mengolah data; mencipta, berkayal, dan berinovasi; bersemangat dalam

    merespons; berani bertanggung jawab dan menghadapi resiko; humoris; berpikir saling

    bergantungan; dan belajar berkelanjutan. Melalui penyesuaian dengan karakteristik matematika

    selanjutnya dapat disusun indikator habits of mind matematik.

    Untuk mengukur soft skill matematik dapat dilakukan melalui observasi terhadap siswa selama

    mereka belajar, wawancara, atau penilaian oleh siswa sendiri. Mempertimbangkan keefektifan dan

  • Volume 1, Tahun 2014. ISSN 2355-0473

    Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika ProgramPasca Sarjana STKIP Siliwangi Bandung 11

    keefisienan waktu cara penilaian oleh siswa sendiri merupakan satu pilihan yang baik. Penilaian

    tersebut dapat menggunakan beragam skala misalnya skala model Likert. Skala tersebut dapat

    disusun dalam dua bentuk yaitu bentuk pernyataan dengan respons derajat kesetujuan dan bentuk

    kegiatan atau perasaan dengan respons derajat frekuensi. Untuk menyusun butir-butir skala yang

    baik berikut ini disajikan pedoman penyusunan pernyataan atau kegiatan butir skala.

    a. Setiap pilihan jawaban mempunyai peluang untuk dipilih b. Hindarkan pernyataan atau kegiatan faktual c. Hindarkan pernyataan atau kegiatan masa lalu d. Hindarkan pernyataan atau kegiatan bermakna ganda e. Pernyataan atau kegiatan harus sesuai dengan obyek yang akan diukur f. Hindarkan pernyataan atau kegiatan yang disetujui atau tidak disetujui oleh semua orang g. Pernyataan atau kegiatan harus singkat, sederhana, jelas, dan langsung, usahakan dengan

    pernyataan atau kegiatan tunggal.

    h. Pernyataan atau kegiatan hanya memuat satu pemikiran yang lengkap i. Hindarkan pernyataan atau kegiatan dengan kata semua, setiap, selalu, tak satupun, dan tidak

    pernah

    j. Gunakan kata hanya secara hati-hati. k. Hindarkan pernyataan atau kegiatan negatif ganda. l. Hindarkan istilah yg sukar dipahami.

    Berikut ini disajikan dua contoh skala dengan respons derajat kesetujuan dan derajat frekuensi.

    Contoh Skala Disposisi Matematik dengan Respons Derajat Kesetujuan

    .

    Indikator

    Pernyataan

    Respons

    SS S N TS STS

    Menunjukkan rasa percaya

    diri/ dalam belajar

    matematika

    Saya ragu-ragu lulus dalam tes

    matematika (-)

    Fleksibel, berusaha mencari

    alternatif dalam memecah-

    kan masalah matematika

    Mencari beberapa strategi

    menyelesaikan masalah matematika

    melatih siswa kreatif (+)

    Gigih, tekun mengerjakan

    tugas matematik;

    Saya tahan mengerjakan tugas

    matematik dalam waktu yang lama (+)

    Minat, rasa ingin tahu, dan

    dayatemu dalam melaku-

    kan tugas matematik;

    Saya malas mempelajari topik

    matematika dari berbagai buku (-)

    Contoh Skala Kemandirian Belajar Matematik dengan Respons Derajat Frekuensi

    .

    Indikator

    Kegiatan atau perasaan

    Respons

    SS Sr Kd Jr SJr

    Memiliki inisiatif dan

    motivasi belajar

    matematika secara

    instrinsik

    Menunggu bantuan, ketika mengalami

    kesulitan belajar matematika (-)

    Menganalisis tugas dan

    kebutuhan belajar

    matematika

    Berusaha mengetahui kelemahan sendiri

    ketika belajar matematika (+)

    Menetapkan target

    belajar matematika

    Belajar matematika tanpa target untuk

    meringankan beban (-)

    Memandang kesulitan

    belajar matematika

    sebagai tantangan

    Memilih soal matematika yang sulit

    sebagai latihan berpikir (+)

    Memiliki self eficacy/

    rasa percaya diri

    Merasa takut mengemukakan pendapat

    dalam diskusi matematika (-)

  • Volume 1, Tahun 2014. ISSN 2355-0473

    12 Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika ProgramPasca Sarjana STKIP Siliwangi Bandung

    3. Pendekatan Pembelajaran Matematika

    Mengacu pada pendapat Aswandi (2010), Ghozi (2010), dan Sauri (2010) soft skill matematik

    dikembangkan secara aktif dan berkelanjutan melalui empat cara yaitu 1) memberi pemahaman

    yang benar tentang soft skill matematik dalam belajar matematika, 2) soft skill jujur, disiplin, kerja

    keras/ulet, kritis, kreatif, mandiri dan rasa ingin tahu dibangun melalui pembiasaan pemberian

    tugas matematik yang relevan dan menantang, sesuai dengan kebutuhan dan tahap perkembangan

    intelektual siswa; 3) soft skill matematik tidak diajarkan namun dikembangkan melalui teladan

    perilaku guru; dan 4) pembelajaran matematika secara integral, tidak terputus-putus dan

    berkelanjutan.

    Pada umumnya, pendekatan pembelajaran apapun dapat diterapkan untuk mengembangkan

    beragam jenis hard skill dan soft skill matematik untuk siswa pada tingkat sekolah menengah dan

    tingkat kelas manapun. Beberapa jenis pendekatan yang dapat dipilih di antaranya: pendekatan

    kontekstual, pendekatan metakognitif, pendekatan langsung-tak langsung, pendekatan induktif-

    deduktif, pembelajaran berbasis masalah, pendekatan ekplorasi, inkuiri, penemuan, pembelajaran

    berbasis masalah, pendekatan methaporical thinking, pembelajaran analitik sintetik, pembelajaran

    metakognitif, model eliciting activities (MEas),beragam strategi belajar kooperatif, pembelajaran berbantuan ICT dan masih banyak lagi lainnya. Tiap jenis pendekatan pembelajaran memiliki

    karakteristik, keunggulan dan kelemahan masing-masing sehingga pemilihannya harus disesuaikan

    dengan karakteristik atau indikator hard skill dan soft skill matematika yang akan dikembangkan

    dengan memanfaatkan keunggulannya dan mengurangi kelemahannya.

    Pembelajaran merupakan suatu kegiatan yang kompleks, melibatkan berbagai unsur seperti guru,

    siswa, bidang studi dan karakteristiknya, serta situasi belajar yang berlangsung. Oleh karena itulah

    pembelajaran tidak dapat disederhanakan menjadi suatu resep untuk membantu peserta didik

    belajar. Dalam pembelajaran matematika, tugas latihan memegang peranan yang sangat penting

    oleh karena itu guru harus memiliki kemampuan menyusun dan memilih tugas yang tepat sesuai

    dengan hard skill dan soft skill matematik yang akan dicapai. Tugas yang diajukan hendaknya

    sesuai dengan: topik yang dibahas, pemahaman, minat, pengalaman belajar dan cara peserta didik

    belajar. Selain itu, tugas juga hendaknya mendorong perkembangan pemahaman dan keterampilan

    siswa, menstimulasi siswa untuk menyusun hubungan, dan mengembangkan kerangka kerja

    penyusunan idea matematika yang bersangkutan, mengundang formulasi dan solusi masalah,

    memajukan penalaran dan komunikasi matematik, menunjukkan kepekaan siswa terhadap

    beragam pengalaman, serta mendorong pengembangan soft skill matematik siswa.

    Berman (Costa, Ed. 2001) menyarankan sembilan strategi pembelajaran untuk mengembangkan

    berpikir terbuka dan pemahaman kritis matematik pada siswa, yaitu: a) Ciptakan lingkungan

    belajar yang aman, b) Ikuti cara berpikir siswa, c) Dorong siswa berpikir secara kolaboratif, d)

    Kembangkan cara bertanya dan bukan hanya cara menjawab, e) Kembangkan kemampuan

    menyusun keterkaitan antar konsep matematika, f) Anjurkan siswa berpikir dalam multi

    persepektif, g) Dorong siswa agar sensitif, h) Bantu siswa menetapkan standar dan bekerja dalam

    pandangan positif untuk masa depan, dan i) Berikan kesempatan/peluang kepada siswa untuk

    berbuat sesuai dengan jalan pikirannya. Pakar lain, Meissner (2006), menyarankan agar guru

    memperhatikan perkembangan individual dan sosial, menyajikan masalah yang menantang atau

    masalah berkenaan dengan penalaran, serta mendorong siswa mengajukan idea secara spontan.

    Kemudian, Nicholl (2006) menyarankan beberapa langkah agar individu menjadi kreatif yaitu:

    mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya, berpikir dari berbagai arah, ajukan beragam idea,

    cari kombinasi yang terbaik, dan sadari aksi yang berlangsung.

    4. Beberapa Studi yang Relevan

    Beberapa studi, Rohaeti (2007) terhadap siswa SMA dan menerapkan pendekatan kontekstual,

    Mulyana, (2008) terhadap siswa SMA dan melaksanakan pembelajaran analitik sintetik, Wardani

    (2009) terhadap siswa SMA dengan pembelajaran berbasis masalah melaporkan bahwa siswa yang

  • Volume 1, Tahun 2014. ISSN 2355-0473

    Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika ProgramPasca Sarjana STKIP Siliwangi Bandung 13

    mendapat pembelajaran inovatif di atas mencapai kemampuan berpikir kritis dan kreatif

    matematik tergolong antara cukup dan baik dan lebih baik dari kemampuan beripikir kritis dan

    kreatif matematik yang mendapat pembelajaran biasa. Namun studi lainnya melaporkan bahwa

    tidak terdapat perbedaan kemampuan berpikir kreatif matematik antara siswa SMA yang

    mendapat pembelajaran berbasis masalah dan siswa yang mendapat pembelajaran konvensional,

    dan kemampuan kreatif matematik tersebut tergolong rendah (Sumarmo, Hidayat, Zulkarnaen,

    Hamidah, Ratsariningsih, 2012). Soal-soal berpikir kreatif matematik lebih sukar dibandingkan

    dengan soal-soal kemampuan matematik lainnya.

    Beberapa studi yang menerapkan pembelajaran berbasis masalah pada subyek yang beragam,

    antara lain Herman (2006) terhadap kemampuan pemecahan masalah, penalaran, dan komunikasi

    matematik siswa SLTP, Permana (2004) terhadap penalaran dan koneksi matematik siswa SMP,

    dan Ratnaningsih (2004) terhadap berpikir matematik tingkat tinggi siswa SMA melaporkan bahwa

    kemampuan matematik siswa kelas eksperimen lebih baik daripada kemampuan matematik siswa

    kelas konvensional.

    Keunggulan pembelajaran inovatif lain daripada pembelajaran konvensional dalam

    mengembangkan kemampuan pemahaman matematik juga dilaporkan dalam beberapa studi di

    antaranya: Hendriana (2009) terhadap siswa SMP, Permana (2010) terhadap siswa SMA, Qohar

    (2010) dan Rohaeti (2008) terhadap siswa SMP, Sugandi (2010) dan Yonandi (201) melaporkan

    bahwa melalui beragam pendekatan pembelajaran inovatif siswa mencapai kemampuan matematik

    yang lebih baik daripada kemampuan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional.

    Berkenaan dengan asosiasi antara hard skill dan soft skill matematika beberapa studi melaporkan

    temuan yang tidak konsisten. Sumarmo, Hidayat, Ratnasariningsih (2013), menemukan tidak ada

    asosiasi antara kemampuan pemahaman dan komunikasi matematik dan antara kemampuan

    pemahaman dan kemandirian belajar. Demikian pula, tidak ada asosiasi antara kemampuan

    komunikasi dan disposisi matematik (Permana, 2010, Yonandi, 2010) dan antara kemampuan

    pemecahan masalah dengan disposisi matematik (Yonandi, 2010). Namun studi lainnya

    menemukan terdapat asosiasi antara kemampuan berpikir kreatif dan disposisi matematik siswa

    SMA (Wardani, 2009), antara kemampuan komunikasi dan kemandirian belajar siswa SMP

    (Qohar, 2010), dan kemampuan matematik tingkat tinggi dengan kemandirian belajar siswa SMA

    (Sugandi, 2010). Temuan-temuan di atas menunjukkan bahwa eksistensi asosiasi antara

    kemampuan matematik sebagai komponen hard skill matematik dan aspek afektif sebagai soft skill

    matematik tidak konsisten. Namun demikian, pemilikan soft skill matematik yang baik merupakan

    syarat perlu bagi pengembangan hard skill matematik siswa.

    5. Rangkuman

    Pengembangan hard skill dan soft skill matematik harus dikembangkan secara bersamaan,

    seimbang, dan berkelanjutan melalui beragam pembelajaran matematika dengan menekankan pada:

    penjelasan pemahaman yang benar terhadap hard skill dan soft skill matematik yang bersangkuta;

    pembiasaan melaksanakan hard skill dan berperilaku soft skill matematik yang bersangkutan;

    penampilan keteladanan dan contoh penguasaan hard skill dan berprilaku soft skill matematik oleh

    guru matematik; dan pembelajaran matematika yang berkelanjutan, bersinambung dan tidak

    terputus-putus.

    Pembelajaran matematika merupakan proses yang kompleks dan melibatkan beragam komponen

    antara lain: siswa, guru, dan materi matematika dengan karakteristik masing-masing, lingkungan

    belajar yang saling berkaitan. Oleh karena itu, pembelajaran matematika tidak dapat

    disederhanakan menjadi suatu resep untuk membantu peserta didik belajar matematika. Beberapa

    komponen penting yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran matematika di antaranya adalah:

    pemilihan tugas latihan matematik yang menantang dan mendorong pencapaian hard skill dan soft

    skill matematik yang diharapkan; penciptaan suasana belajar matematika yang kondusif untuk

  • Volume 1, Tahun 2014. ISSN 2355-0473

    14 Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika ProgramPasca Sarjana STKIP Siliwangi Bandung

    pengembangan kemampuan siswa bertanya, menggunakan kemampuan berpikirnya sendiri,

    mendorong siswa peka dan berpandangan positif untuk masa depan.

    Sejumlah studi melaporkan bahwa pembelajaran inovatif yang menekankan pada siswa belajar

    aktif memberikan peluang yang besar dalam mengambangkan hard skill dan soft skill matematik

    yang baik. Ditemukan pula eksistensi asosiasi antara hard skill dan soft skill matematik bersifat

    tidak konsisten. Namun pengembangan soft skill matematik tetap penting antara lain karena dalam

    kondisi tertentu soft skill matematik merupakan syarat perlu untuk pengembangan hard skill

    matematik.

    DAFTAR PUSTAKA

    Aswandi, (2010). Membangun Bangsa melalui Pendidikan Berbasis Karakter. Pendidikan Karakter. Jurnal Publikasi Ilmiah Pendidikan Umum dan Nilai. Vol. 2. No.2. Juli 2010.

    Baron, J. B. dan Sternberg, R.J. (Editor), (1987) Teaching Thinking Skill. New York: W.H.

    Freeman and Company

    Costa, A.L. Habits of Mind dalam A. L. Costa (Ed.) (2001). Developing Minds. A Resource Book for Teaching Thinking. 3 rd Edidition. Assosiation for Supervision and Curriculum

    Development. Virginia USA

    Ghozi, A. (2010). Pendidikan Karakter dan Budaya Bangsa dan Implementasinya dalam

    Pembelajaran. Makalah disampaikan pada Pendidikan dan Pelatihan Tingkat Dasar Guru

    Bahasa Perancis Tanggal 24 Okober s.d 6 November 2010

    Hendriana, H. (2009). Pembelajaran dengan Pendekatan Methaporical Thinking untuk

    Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Matematik, Komunikasi Matematik dan

    Kepercayaan Diri Siswa Sekolah Menengah Pertama. Disertasi pada Sekolah Pasca Sarjana

    UPI : tidak diterbitkan.

    Herman, T. (2006) . Pengembangan Kemampuan Pemecahan Masalah, Penalaran, dan

    Komunikasi Matematik Siswa SLTP melalui Pembelajaran Berbasis Masalah. Disertasi

    pada Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia, tidak dipublikasi.

    Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. (2013). Kurikulum Sekolah Menengah tahun 2013.

    Mulyana, T. (2008). Pembelajaran Analitik Sintetik untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir

    Kritis dan Kreatif Matematik Siswa SMA. Disertasi pada SPs UPI. Dipublikasikan pada

    Educationist, tahun 2009.

    NCTM [National Council of Teachers of Mathematics] (2000). Principles and Standards for

    School Mathematics. Reston,Virginia: NCTM

    Permana, Y. (2004). Pengembangan Kemampuan Penalaran dan Koneksi Matematis Siswa SMA

    melalui Pembelajaran Berbasis Masalah. Tesis pada Sekolah Pascasarjana Universitas

    Pendidikan Indonesia, tidak dipublikasi.

    Permana, Y. (2010). Kemampuan Pemahaman dan Komunikasi serta Disposisi Matematik:

    Eksperimen terhadap Siswa SMA melalui Model Eliciting Activities Disertasi pada Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia, tidak dipublikasi.

    Qohar, A. (2009). Mengembangkan Kemampuan Komunikasi Matematis dan Kemandirian Belajar

    Siswa SMP melalui Reciprocal Teaching. Sebagian disertasi pada Sekolah Pascasarjana

    Universitas Pendidikan Indonesia, tidak dipublikasi.

    Ratnaningsih, N. (2004). Pengembangan Kemampuan Berpikir Matematik Tingkat Tinggi Siswa

    SMU melalui Pembelajaran Berbasis Masalah. Tesis pada SPs UPI, tidak dipublikasikan.

    Rochaeti, E.E.(2008). Pembelajaran dengan Pendekatan Eksplorasi untuk Mengembangkan

    Kemampuan Berfikir Kritis dan Kreatif Matematik Siswa Sekolah Menengah Pertama,

    Disertasi pada Sekolah pascasarjana UPI. Tidak diterbitkan.

    Romberg, T.A (Chair, 1993). Curriculum and Evaluation Standards for School Mathematics.

    NCTM: Reston, Virginia.

    Sauri, S. (2010). Membangun Karakter Bangsa melalui Pembinaan Profesionalisme Guru Berbasis

    Pendidikan Nilai. Jurnal Pendidikan Karakter. Vol.2. No.2.

  • Volume 1, Tahun 2014. ISSN 2355-0473

    Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika ProgramPasca Sarjana STKIP Siliwangi Bandung 15

    Sugandi, A. I. (2010). Mengembangkan Kemampuan Berfikir Tingkat Tinggi Siswa SMA melalui

    Pembelajaran Berbasis Masalah dengan Setting Belajar Koopertaif JIGSAW. Disertasi pada

    Sekolah pascasarjana UPI. Tidak diterbitkan

    Sumarmo, U. (2006 a), Pembelajaran untuk Mengembangkan Kemampuan Berfikir Matematik.

    Makalah disajikan pada Seminar Nasional Pendidikan Mathematika dan Ilmu Pengetahuan

    Alam, FPMIPA UPI, Desember 2006

    Sumarmo, U. (2006 b). Kemandirian Belajar: Apa, Mengapa, dan Bagaimana dikembangkan pada

    Peserta Didik. Makalah disampaikan pada seminar di FPMIPA, Universitas Pendidikan

    Indonesia. Dimuat dalam Website Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia.

    Sumarmo, U. (2010a). Berpikir dan Disposisi Matematik: Apa, Mengapa, dan Bagaimana

    Dikembangkan pada Peserta Didik. Makalah disampaikan pada Seminar Pendidikan IPA

    dan Matematika di FPMIPA UPI. Tidak diterbitkan

    Sumarmo, U. (2010b). Evaluasi dalam Pembelajaran Matematika. Makalah dimuat dalam Hidayat,T, Kaniawati, I, Suwarma, I.R, Setiabudi, A, Suhendra (Editor), Teori, Paradigma,

    Prinsip, dan Pendekatan Pembelajaran MIPA dalam Konteks Indonesia. FPMIPA UPI.

    Sumarmo, U. (2012). Bahan Ajar Perkuliahan Proses Berpikir Matematik. Program Magister

    Pendidikan Matematika STKIP Siliwangi Bandung. Publikasi terbatas

    Sumarmo, U., Hidayat, W., Zulkarnaen, R., Hamidah, Sariningsih, R. (2012). Kemampuan dan Disposisi Berpikir Logis, Kritis, dan Kreatif Matematis: Eksperimen terhadap Siswa SMA

    Menggunakan Pembelajaran Berbasis Masalah dan Strategi Think-Talk-Write. Jurnal Pengajaran MIPA, Vol. 17, No.1, 17-33, April 2012.

    Sumaryati, E. (2013). Pendekatan Induktif-Deduktif disertai Strategi Think-Pair-Square-Share

    untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman dan Berpikir Kritis Matematis Siswa SMA.

    Tesis pada Sekolah Pasca Sarjana UPI : tidak diterbitkan.

    Wardani, S. (2009) Meningkatkan kemampuan berfikir kreatif dan disposisi matematik siswa

    SMA melalui pembelajaran dengan pendekatan model Sylver. Disertasi pada Sekolah

    Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia. Dipublikasikan pada Jurnal Pendidikan di

    Jepang (2011)

    Yonandi (2010). Meningkatkan Kemampuan Komunikasi dan Pemecahan Masalah Matematik

    melalui Pembelajaran Kontekstual Berbantuan Komputer pada Siswa Sekolah Menengah

    Atas. Disertasi pada PPs UPI, tidak dipublikasikan

  • Volume 1, Tahun 2014. ISSN 2355-0473

    16 Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika ProgramPasca Sarjana STKIP Siliwangi Bandung

    MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMPETENSI

    STRATEGIS MATEMATIS SISWA SMA MELALUI

    PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH

    H. Heris Hendriana

    STKIP Siliwangi Bandung

    [email protected]

    ABSTRAK

    Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menelaah peningkatan kemampuan

    kompetensi strategis matematis antara siswa, yang memperoleh pembelajaran dengan

    pembelajaran berbasis masalah dan yang memperoleh pembelajaran biasa. Metode dalam

    penelitian ini yaitu metode eksperimen. Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa pada salah

    satu SMA di Kota Cimahi, sedangkan sampelnya dipilih sebanyak dua kelas secara acak dari

    kelas X yang ada. Proses penentuan kelas dengan cara purposive sampling. Kelas eksperimen

    memperoleh pembelajaran berbasis masalah dan kelas kontrol memperoleh pembelajaran biasa.

    Instrumen penelitian meliputi tes kemampuan kompetensi strategis matematis. Berdasarkan hasil analisis data, diperoleh kesimpulan bahwa Peningkatan kemampuan kompetensi strategis matematis

    siswa, yang memperoleh pembelajaran berbasis masalah lebih baik daripada yang memperoleh

    pembelajaran dengan cara biasa berdasarkan Kemampuan Awal Matematik Siswa Baik, Sedang, dan Kurang (KAM).

    Kata Kunci: kompetensi strategis matematis, pembelajaran berbasis masalah.

    1. PENDAHULUAN

    Generasi pelajar adalah generasi yang mempunyai persaingan yang sengit. Mereka perlu disediakan

    agar mampu bertahan dalam dunia akan datang. Salah satu caranya adalah membina siswa untuk

    dapat berfikir dengan cerdas secara kreatif dan kritis. Diawali oleh rasa prihatin terhadap cara siswa

    dalam mengerjakan soal-soal matematika yang cenderung sama persis seperti contoh soal yang ada

    dibuku atau sama persis seperti contoh soal yang pernah diberikan guru. Padahal siswa tidak cukup

    hanya dengan paham saja namun perlu suatu kemampuan berpikir matematik dengan tingkat yang

    lebih tinggi guna menghasilkan modal insan yang cerdas, kreatif dan inovatif.

    Dengan belajar matematika siswa dapat berlatih menggunakan pikirannya secara logis, analitis,

    sistematis, kritis dan kreatif serta memiliki kemampuan bekerjasama dalam menghadapi berbagai

    masalah. Pembentukan pola pikir siswa dapat dilihat dari kemampuan berupa kecakapan yang

    dimiliki oleh siswa dalam penguasaan matematika.

    Perumusan tentang kemampuan dan kecakapan matematis yang harus dimiliki siswa diperkenalkan

    oleh Mathematics Learning Study Committee, National Research Council (NRC) yang ditulis oleh

    Kilpatrick, Swafford, dan Findell tahun 2001, sebagai berikut: 1) Pemahaman konsep; 2)

    Kelancaran berprosedur; 3) Kompetensi strategis; 4) Penalaran adaptif; 5) Berkarakter Produktif.

    Di dalam panduan KTSP untuk pelajaran matematika tahun 2006 juga disebutkan bahwa

    pembelajaran matematika pada SMPmemiliki tujuan agar siswa memiliki kemampuan: 1)

    Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep

    atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah; 2)

    Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat

    generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika; 3)

    Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model

    matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh; 4) Mengomunikasikan

  • Volume 1, Tahun 2014. ISSN 2355-0473

    Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika ProgramPasca Sarjana STKIP Siliwangi Bandung 17

    gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah;

    5) Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin

    tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam

    pemecahan masalah.

    Menurut Kilpatrick, Swafford, dan Findell (2001:116) kemampuan dan kecakapan atau kompetensi

    matematis yang penting yang harus dimiliki siswa yaitu kemampuan kompetensi strategis

    (strategic competence), yang meliputi kemampuan untuk merumuskan, menyajikan, serta

    memecahkan masalah-masalah matematis. Selain itu menurut Sumarmo (2002), kemampuan dasar

    yang harus dimiliki siswa setelah mempelajari matematika adalah: kemampuan pemahaman

    matematis, pemecahan masalah matematis, penalaran matematis, koneksi matematis dan

    komunikasi matematis.

    Namun kenyataan menunjukkan bahwa kemampuan kompetensi strategis matematis siswa saat ini

    masih rendah.Terbukti dari masih sulitnya siswa untuk menyajikan masalah dalam kehidupan

    sehari-hari ke dalam model matematis dan menentukan strategi yang tepat untuk

    menyelesaikannya. Kondisi ini ditunjukkan dari hasil Programme for International Student

    Assessment (PISA). Indonesia sudah mengikuti PISA tahun 2000, 2003, 2006 dan 2009. Pada PISA

    2000, dalam bidang matematika, Indonesia berada di peringkat 39 dari 41 negara, dengan skor rata-

    rata 367. Pada tahun 2003, 38 dari 40 negara, dengan skor rata-rata 360. Pada tahun 2006 skor rata-

    rata naik menjadi 391, yaitu peringkat 50 dari 57 negara, sedangkan tahun 2009 skor rata-rata turun

    menjadi 371 dengan peringkat 61 dari 65 negara (Balitbang, 2011).

    Oleh karena itu, diperlukan strategi, pendekatan, metode pembelajaran untuk menunjang

    keberhasilan siswa dalam belajar matematik. Salah satu alternative untuk menunjang keberhasilan

    hal tersebut adalah Pembelajaran Matematika dengan menggunakan Pembelajaran Berbasis

    Masalah. Pembelajaran berbasis masalah mengawali kegiatan dengan penyajian masalah yang

    dirancang dalam konteks yang relevan dengan materi yang akan dipelajari untuk mendorong

    siswa: memperoleh pengetahuan dan pemahaman konsep, mencapai berfikir kritis, memiliki

    kemandirian belajar, keterampilan berpartisipasi dalam kerja kelompok, dan kemampuan

    pemecahan masalah. Sears dan Hersh (Dasari, 2009), mengemukakan beberapa karakteristik PBM

    yaitu: a) Masalah harus kontekstual dan berkaitan dengan materi dalam kurikulum, b) Masalah

    hendaknya tak terstruktur, solusi tidak tunggal, dan prosesnya bertahap, c) Siswa memecahkan

    masalah dan guru sebagai fasilitator, d) Siswa hanya diberi panduan untuk mengenali masalah, dan

    tidak diberi formula untuk memecahkan masalah, dan e) Penilaian berbasis performa autentik.

    Selanjutnya, Ibrahim dan Nur (Ratnaningsih, 2004) mengemukakan lima langkah dalam PBM

    sebagai berikut: mengorientasikan siswa pada masalah, mengorganisasikan siswa untuk belajar,

    membimbing siswa mengeksplor baik secara individual atau kelompok, membantu siswa

    mengembangkan dan menyajikan hasil karyanya, membantu siswa menganalisis dan mengevaluasi

    proses pemecahan masalah.

    Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah utama dalam penelitian ini

    adalah apakah peningkatan kemampuan kompetensi strategis matematis siswa dan retensinya, yang

    memperoleh pembelajaran berbasis masalah lebih baik daripada yang memperoleh pembelajaran

    biasa berdasarkan Kemampuan Awal Matematika siswa (baik, sedang, kurang)?

    Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menelaah secara mendalam peranan pembelajaran

    berbasis masalah dan tingkat kemampuan awal matematika siswa terhadap pencapaian peningkatan

    kemampuan kompetensi strategis matematis siswa ditinjau berdasarkan tingkat kemampuan awal

    matematika siswa (baik, Sedang, kurang). Selain itu berdasarkan hasil-hasil temuan akan dicari

    upaya mengatasi kesulitan tersebut dan upaya meningkatkan kemampuan kompetensi strategis

    matematis selanjutnya. Demikian pula berdasarkan hasil analisis tentang eksistensi interaksi antara

    pembelajaran berbasis masalah dan tingkat kemampuan awal matematika siswa terhadap

    pencapaian peningkatan kemampuan kompetensi strategis matema