Proses Terjadinya Minyak
-
Upload
pradana-adi-wibowo -
Category
Documents
-
view
76 -
download
3
Transcript of Proses Terjadinya Minyak
1. TERJADINYA MINYAK BUMI
Membahas identifikasi minyak bumi tidak dapat lepas dari bahasan teori
pembentukan minyak bumi dan kondisi pembentukannya yang membuat suatu minyak bumi
menjadi spesifik dan tidak sama antara suatu minyak bumi dengan minyak bumi lainnya.
Pemahaman tentang proses pembentukan minyak bumi akan diperlukan sebagai bahan
pertimbangan untuk menginterpretasikan hasil identifikasi. Ada banyak hipotesa tentang
terbentuknya minyak bumi yang dikemukakan oleh para ahli, beberapa diantaranya adalah :
Teori proses pembentukan minyak yang dikenal hingga saat ini ada dua teori besar yaitu teori
an-organik dan teori organik. Teori an-organik ini saat ini jarang dipakai dalam eksplorasi
migas. Salah satu pengembang teori an organik ini adalah para penganut creationist – atau
penganut azas penciptaan. Teori an-organic ini sering juga dikenal abiotik, atau abiogenic.
A. Proses pembentukan minyakbumi berdasar teori organik
Mungkin tidak ada yang
menyangka sebelumnya bahwa secara
alami minyak bumi yang ada secara
alami ini dibuat oleh alam dengan
bahan dasarnya dari ganggang. Selain
ganggang, biota-biota lain yang berupa
daun-daunan juga dapat menjadi
sumber minyak bumi. Tetapi ganggang
merupakan biota terpenting dalam
menghasilkan minyak. Namun dalam
studi perminyakan diketahui bahwa
tumbuh-tumbuhan tingkat tinggi akan
lebih banyak menghasilkan gas
ketimbang menghasilkan minyak bumi.
Hal ini disebabkan karena rangkaian
karbonnya juga semakin kompleks.
Setelah ganggang-ganggang ini mati, maka akan teredapkan di dasar cekungan sedimen.
Keberadaan ganggang ini bisa juga dilaut maupun di sebuah danau. Jadi ganggang ini bisa
saja ganggang air tawar, maupun ganggang air laut. Tentusaja batuan yang mengandung
karbon ini bisa batuan hasil pengendapan di danau, di delta, maupun di dasar laut. Batuan
yang mengandung banyak karbonnya ini
yang disebut Source Rock (batuan
Induk) yang kaya mengandung unsur
Carbon (high TOC-Total Organic
Carbon).
Proses pembentukan carbon
dari ganggang menjadi batuan induk ini
sangat spesifik. Itulah sebabnya tidak
semua cekungan sedimen akan mengandung minyak atau gasbumi. Kalau saja carbon ini
teroksidasi maka akan terurai dan bahkan menjadi rantai carbon yang tidak mungkin
dimasak. Proses pengendapan batuan ini berlangsung terus menerus. Jika daerah ini terus
tenggelam dan terus ditumpuki oleh batuan-batuan lain diatasnya, maka batuan yang
mengandung karbon ini akan terpanaskan. Tentusaja kita tahu bahwa semakin kedalam atau
masuk amblas ke bumi, akan bertambah suhunya.
1) Reservoir (batuan Sarang)
Ketika proses penimbunan ini berlangsung tentusaja banyak jenis batuan yang
menimbunnya. Salah satu batuan yang nantinya akan menjadi batuan reservoir atau batuan
sarang. Pada prinsipnya segala jenis batuan dapat menjadi batuan sarang, yang penting ada
ruang pori-pori didalamnya. Batuan sarang ini dapat berupa batupasir, batugamping bahkan
batuan volkanik.
2) Proses migrasi dan pemerangkapan
Minyak yang dihasilkan oleh
batuan induk yang termatangkan ini
tentusaja berupa minyak mentah.
Walaupun berupa cairan, minyakbumi
yang mentah ciri fisiknya berbeda
dengan air. Dalam hal ini sifat fisik
yang terpenting yaitu berat-jenis dan
kekentalan. Walaupun kekentalannya
lebih tinggi dari air, namun berat jenis minyakbumi ini lebih kecil. Sehingga harus mengikuti
hukum Archimides. Ketika minyak tertahan oleh sebuah bentuk batuan yang menyerupai
mangkok terbalik, maka minyak ini akan tertangkap atau lebih sering disebut terperangkap
dalam sebuah jebakan (trap).
3) Proses pematangan batuan induk (Source rock)
Seperti disebutkan diatas bahwa
pematangan source rock (batuan induk) ini karena
adanya proses pemanasan. Juga diketahui semakin
dalam batuan induk akan semakin panas dan
akhirnya menghasilkan minyak. Proses pemasakan
ini tergantung suhunya dan karena suhu ini
tergantung dari besarnya gradien geothermalnya
maka setiap daerah tidak sama tingkat
kematangannya. Daerah yang dingin adalah daerah
yang gradien geothermalnya rendah, sedangkan
daerah yang panas memiliki gradien geothermal
tinggi. Dalam gambar diatas ini terlihat bahwa
minyak terbentuk pada suhu antara 50-180 derajat
Celsius. Tetapi puncak atau kematangan terbagus akan tercapai bila suhunya mencapai 100
derajat Celsius. Ketika suhu terus bertambah karena cekungan itu semakin turun dalam yang
juga diikuti penambahan batuan penimbun, maka suhu tinggi ini akan memasak karbon yang
ada menjadi gas.
B. Teori Abiogenesis (Anorganik)
Barthelot (1866) mengemukakan bahwa di dalam minyak bumi terdapat logam
alkali, yang dalam keadaan bebas dengan temperatur tinggi akan bersentuhan dengan CO2
membentuk asitilena. Kemudian Mandeleyev (1877) mengemukakan bahwa minyak bumi
terbentuk akibat adanya pengaruh kerja uap pada karbida-karbida logam dalam bumi. Yang
lebih ekstrim lagi adalah pernyataan beberapa ahli yang mengemukakan bahwa minyak bumi
mulai terbentuk sejak zaman prasejarah, jauh sebelum bumi terbentuk dan bersamaan dengan
proses terbentuknya bumi. Pernyataan tersebut berdasarkan fakta ditemukannya material
hidrokarbon dalam beberapa batuan meteor dan di atmosfir beberapa planet lain. Dari sekian
banyak hipotesa tersebut yang sering dikemukakan adalah Teori Biogenesis, karena lebih
bisa. Teori pembentukan minyak bumi terus berkembang seiring dengan berkembangnya
teknologi dan teknik analisis minyak bumi, sampai kemudian pada tahun 1984 G. D. Hobson
dalam tulisannya yang berjudul “The Occurrence and Origin of Oil and Gas”.
Berdasarkan teori Biogenesis, minyak bumi terbentuk karena adanya kebocoran
kecil yang permanen dalam siklus karbon. Siklus karbon ini terjadi antara atmosfir dengan
permukaan bumi, yang digambarkan dengan dua panah dengan arah yang berlawanan,
dimana karbon diangkut dalam bentuk karbon dioksida (CO2). Pada arah pertama, karbon
dioksida di atmosfir berasimilasi, artinya CO2 diekstrak dari atmosfir oleh organisme
fotosintetik darat dan laut. Pada arah yang kedua CO2 dibebaskan kembali ke atmosfir
melalui respirasi makhluk hidup (tumbuhan, hewan dan mikroorganisme). Dalam proses ini,
terjadi kebocoran kecil yang memungkinkan satu bagian kecil karbon yang tidak dibebaskan
kembali ke atmosfir dalam bentuk CO2, tetapi mengalami transformasi yang akhirnya
menjadi fosil yang dapat terbakar. Bahan bakar fosil ini jumlahnya hanya kecil sekali. Bahan
organik yang mengalami oksidasi selama pemendaman. Akibatnya, bagian utama dari karbon
organik dalam bentuk karbonat menjadi sangat kecil jumlahnya dalam batuan sedimen. Pada
mulanya senyawa tersebut (seperti karbohidrat, protein dan lemak) diproduksi oleh makhluk
hidup sesuai dengan kebutuhannya, seperti untuk mempertahankan diri, untuk berkembang
biak atau sebagai komponen fisik dan makhluk hidup itu. Komponen yang dimaksud dapat
berupa konstituen sel, membran, pigmen, lemak, gula atau protein dari tumbuh-tumbuhan,
cendawan, jamur, protozoa, bakteri, invertebrata ataupun binatang berdarah dingin dan panas,
sehingga dapat ditemukan di udara, pada permukaan, dalam air atau dalam tanah.
Apabila makhluk hidup tersebut mati, maka
99,9% senyawa karbon dan makhluk hidup akan
kembali mengalami siklus sebagai rantai makanan,
sedangkan sisanya 0,1% senyawa karbon terjebak
dalam tanah dan dalam sedimen. Inilah yang
merupakan cikal bakal senyawa-senyawa fosil atau
dikenal juga sebagai embrio minyak bumi. Embrio ini
mengalami perpindahan dan akan menumpuk di salah
satu tempat yang kemungkinan menjadi reservoar dan
ada yang hanyut bersama aliran air sehingga
menumpuk di bawah dasar laut, dan ada juga karena
perbedaan tekanan di bawah laut muncul ke permukaan lalu menumpuk di permukaan dan
ada pula yang terendapkan di permukaan laut dalam yang arusnya kecil.
Embrio kecil ini menumpuk dalam
kondisi lingkungan lembab, gelap dan berbau
tidak sedap di antara mineral-mineral dan
sedimen, lalu membentuk molekul besar yang
dikenal dengan geopolimer. Senyawa-
senyawa organik yang terpendam ini akan
tetap dengan karakter masing-masing yang
spesifik sesuai dengan bahan dan lingkungan
pembentukannya. Selanjutnya senyawa
organik ini akan mengalami proses geologi
dalam perut bumi. Pertama akanmengalami proses diagenesis, dimana senyawa organik dan
makhluk hidup sudah merupakan senyawa mati dan terkubur sampai 600 meter saja di bawah
permukaan dan lingkungan bersuhu di bawah 50°C.
Pada kondisi ini senyawa-senyawa organik yang berasal dan makhluk hidup mulai
kehilangan gugus beroksigen akibat reaksi dekarboksilasi dan dehidratasi. Semakin dalam
pemendaman terjadi, semakin panas lingkungannya, penam-bahan kedalaman 30 – 40 m akan
menaik-kan temperatur 1°C. Di kedalaman lebih dan 600 m sampai 3000 m, suhu
pemendaman akan berkisar antara 50 – 150 °C, proses geologi kedua yang disebut
katagenesis akan berlangsung, maka geopolimer yang terpendam mulal terurai akibat panas
bumi
Komponen-komponen minyak bumi pada proses
ini mulai terbentuk dan senyawa–senyawa karakteristik
yang berasal dan makhluk hidup tertentu kembali
dibebaskan dari molekul. Bila kedalaman terus berlanjut ke
arah pusat bumi, temperatur semakin naik, dan jika
kedalaman melebihi 3000 m dan suhu di atas 150°C, maka
bahan-bahan organik dapat terurai menjadi gas bermolekul
kecil, dan proses ini disebut metagenesis. Setelah proses
geologi ini dilewati, minyak bumi sudah terbentuk
bersama-sama dengan bio-marka. Fosil molekul yang
sudah terbentuk ini akan mengalami perpindahan (migrasi)
karena kondisi lingkungan atau kerak bumi yang selalu bergerak rata-rata sejauh 5 cm per
tahun, sehingga akan ter-perangkap pada suatu batuan berpori, atau selanjutnya akan
bermigrasi membentuk suatu sumur minyak. Apabila dicuplik batuan yang memenjara
minyak ini (batuan induk) atau minyak yang terperangkap dalam rongga bumi, akan
ditemukan fosil senyawa-senyawa organik. Fosil-fosil senyawa inilah yang ditentukan
strukturnya menggunaan be-berapa metoda analisis, sehingga dapat menerangkan asal-usul
fosil, bahan pembentuk, migrasi minyak bumi serta hubungan antara suatu minyak bumi
dengan minyak bumi lain dan hubungan minyak bumi dengan batuan induk.
2. TERJADINYA BATUBARA
Ada 2 teori yang menerangkan terjadinya batubara yaitu :
A. Teori In-situ
Batubara terbentuk dari tumbuhan atau pohon yang berasal dari hutan dimana
batubara tersebut terbentuk. Batubara yang terbentuk sesuai dengan teori in-situ biasanya
terjadi di hutan basah dan berawa, sehingga pohon-pohon di hutan tersebut pada saat mati
dan roboh, langsung tenggelam ke dalam rawa tersebut, dan sisa tumbuhan tersebut tidak
mengalami pembusukan secara sempurna, dan akhirnya menjadi fosil tumbuhan yang
membentuk sedimen organik.
B. Teori Drift
Batubara terbentuk dari tumbuhan atau pohon yang berasal dari hutan yang bukan
di tempat dimana batubara tersebut terbentuk. Batubara yang terbentuk sesuai dengan teori
drift biasanya terjadi di delta-delta, mempunyai ciri-ciri lapisan batubara tipis, tidak menerus
(splitting), banyak lapisannya (multiple seam), banyak pengotor (kandungan abu cenderung
tinggi). Proses pembentukan batubara terdiri dari dua tahap yaitu tahap biokimia
(penggambutan) dan tahap geokimia (pembatubaraan).
Tahap penggambutan
(peatification) adalah tahap
dimana sisa-sisa tumbuhan yang
terakumulasi tersimpan dalam
kondisi bebas oksigen
(anaerobik) di daerah rawa
dengan sistem pengeringan yang
buruk dan selalu tergenang air
pada kedalaman 0,5 - -[10 meter.
Material tumbuhan yang busuk
ini melepaskan unsur H, N, O, dan C dalam bentuk senyawa CO2, H2O, dan NH3 untuk
menjadi humus. Selanjutnya oleh bakteri anaerobik dan fungi diubah menjadi gambut (Stach,
1982, op cit Susilawati 1992).
Tahap pembatubaraan (coalification) merupakan gabungan proses biologi, kimia,
dan fisika yang terjadi karena pengaruh pembebanan dari sedimen yang menutupinya,
temperatur, tekanan, dan waktu terhadap komponen organik dari gambut (Stach, 1982, op cit
Susilawati 1992). Pada tahap ini prosentase karbon akan meningkat, sedangkan prosentase
hidrogen dan oksigen akan berkurang (Fischer, 1927, op cit Susilawati 1992). Proses ini akan
menghasilkan batubara dalam berbagai tingkat kematangan material organiknya mulai dari
lignit, sub bituminus, bituminus, semi antrasit, antrasit, hingga meta antrasit.
Ada tiga faktor yang mempengaruhi proses pembetukan batubara yaitu: umur, suhu
dan tekanan. Mutu endapan batubara juga ditentukan oleh suhu, tekanan serta lama waktu
pembentukan, yang disebut sebagai 'maturitas organik. Pembentukan batubara dimulai sejak
periode pembentukan Karbon (Carboniferous Period) dikenal sebagai zaman batubara
pertama yang berlangsung antara 360 juta sampai 290 juta tahun yang lalu. Proses awalnya,
endapan tumbuhan berubah menjadi gambut/peat (C60H6O34) yang selanjutnya berubah
menjadi batubara muda (lignite) atau disebut pula batubara coklat (brown coal). Batubara
muda adalah batubara dengan jenis maturitas organik rendah.
Setelah mendapat pengaruh suhu dan tekanan yang terus menerus selama jutaan
tahun, maka batubara muda akan mengalami perubahan yang secara bertahap menambah
maturitas organiknya dan mengubah batubara muda menjadi batubara sub-bituminus (sub-
bituminous). Perubahan kimiawi dan fisika terus berlangsung hingga batubara menjadi lebih
keras dan warnanya lebih hitam sehingga membentuk bituminus (bituminous) atau antrasit
(anthracite). Dalam kondisi yang tepat, peningkatan maturitas organik yang semakin tinggi
terus berlangsung hingga membentuk antrasit.
Dalam proses pembatubaraan, maturitas organik sebenarnya menggambarkan
perubahan konsentrasi dari setiap unsur utama pembentuk batubara.
Berikut ini ditunjukkan tahapan pembatubaraan.
Disamping itu
semakin tinggi peringkat
batubara, maka kadar
karbon akan meningkat,
sedangkan hidrogen dan
oksigen akan berkurang.
Karena tingkat
pembatubaraan secara
umum dapat diasosiasikan
dengan mutu atau mutu
batubara, maka batubara
dengan tingkat pembatubaraan rendah disebut pula batubara bermutu rendah seperti lignite
dan sub-bituminus biasanya lebih lembut dengan materi yang rapuh dan berwarna suram
seperti tanah, memiliki tingkat kelembaban (moisture) yang tinggi dan kadar karbon yang
rendah, sehingga kandungan energinya juga rendah. Semakin tinggi mutu batubara,
umumnya akan semakin keras dan kompak, serta warnanya akan semakin hitam mengkilat.
Selain itu, kelembabannya pun akan berkurang sedangkan kadar karbonnya akan meningkat,
sehingga kandungan energinya juga semakin besar.
MAKALAH PEMBENTUKAN MINYAK BUMI DAN BATUBARA
Disusun oleh
Pradana Adi Wibowo
4211410001
Fisika S1
Guna memenuhi tugas mata kuliah Pengantar Geologi Fisika
JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2012