Proses Pengambilan Keputusan Hidup Membiara: Studi Kasus...
Transcript of Proses Pengambilan Keputusan Hidup Membiara: Studi Kasus...
213
LAMPIRAN
214
Pedoman Wawancara
Pengambilan Keputusan Membiara
1. Mengenali masalah
a. Individu mulai menyadari adanya kesempatan bagi dirinya
untuk menjalani hidup membiara
1) Adanya kehampaan dalam dirinya sebelum menjalani hidup
dalam biara.
2) Adanya perasaan menjadi lebih baik jika menjalani hidup
membiara.
3) Pandangan individu pada kehidupan membiara
b. Melihat bahwa tantangan dalam membiara sebagai peluang
bagi individu.
1) Mulai menyadari akan adanya resiko yang mungkin
dihadapi kedepan saat memutuskan hidup membiara
2) Mulai mempertimbangkan akan kehidupan membiara
dengan melihat resiko yang mungkin terjadi.
2. Mencari alternatif
a. Individu mulai mencari informasi sebelum mengambil
keputusan membiara
1) Mencari informasi-informasi dari berbagai sumber
mengenai kehidupan membiara, dan mencari orang-orang
yang lebih kompeten dalam bidang tersebut.
215
2) Siapa sajakah orang-orang yang memberi informasi atau
pengetahuan akan hidup membiara.
3) Informasi digunakan sebagai pengetahuan individu untuk
mengambil keputusan.
3. Menimbang alternatif
a. Individu mempertimbangkan resiko-resiko dari
keputusannya untuk membiara
1) Melihat sisi positif dan negatif dari pengambilan keputusan
hidup membiara.
2) Mulai mengambil keputusan yang sesuai dengan tujuannya.
3) Perasaan partisipan dan keluarga jika mengambil keputusan
membiara.
4. Menimbang komitmen
a. Individu menjalankan keputusan yang diambilnya dan
berhati-hati pada celaan yang ada.
1) Partisipan mulai menjalani hidup membiara yang sudah
menjadi keputusannya.
2) Partisipan bersiap untuk menerima resiko dan konsekuensi
dari pengambilan keputusannya.
3) Perasaan partisipan dalam menerima konsekuensi.
216
b. Individu mulai menyampaikan keputusannya pada
orang lain.
Individu menyampaikan secara langsung pada orang-
orang terdekat mengenai keputusannya untuk hidup
membiara dan menjadi biarawati.
5. Menghadapi umpan balik
a. Individu tanpa ragu-ragu mengambil keputusan
Partisipan dengan mantap mengambil keputusan untuk
menjalankan hidup membiara dan menjadi biarawati.
b. Mempertahankan pada keputusan yang telah
diambilnya
Partisipan melakukan usaha-usaha untuk tetap setia pada
panggilannya untuk hidup membiara.
217
Partisipan 1 Wawancara 1
(P1W1)
Waktu : Jumat, 16 November 2012; pukul 10.30-11.43 WIB
Lokasi : Panti Asuhan 2, Salatiga
MTU : Selamat pagi suster? 1
P : Pagi. 2
MTU : Seperti kesepakatan sebelumnya, hari ini saya akan
mewawancarai suster mengenai pengambilan
keputusan suster untuk hidup membiara.
3
4
5
P : Iya. 8
MTU : Baik suster, bisa kita mulai? 9
P : Iya, silahkan. 10
MTU : Baik, pertama-tama bisa suster ceritakan, kapan suster
tertarik untuk hidup membiara dan menjadi seorang
suster?
11
12
13
P : Bagaimana ya, saat saya melihat seorang suster itu
kayak anggun banget, kayak bahagia begitu
berpakaian putih, kok bisa seperti itu bagaimana ya,
saya pingin tahu. Trus saya SD dan SMP kebetulan,
SMP itu kebetulan kepala sekolah kami suster. Kelas
satu kelas dua saya masih tinggal di rumah keluarga
terus kelas 3 saya masuk asrama, diasrama itu
digembleng bener-bener sama suster ya, hidup doanya
teratur, belajar, istirahat, makan jadi teratur, terus saya
jadi ada tertarik juga untuk menjadi suster, tapi dalam
hati saya, saya tidak ungkapkan, jadi disimpan dalam
hati, terus saat kelas 3 SMP itu, bapak besar saya
masih hidup, dia bilang kamu mau jadi suster ya, saya
tidak langsung bilang iya, saya lihat dulu kalau saya
memang ada panggilan saya mau masuk tapi kalau
tidak ada, saya tidak masuk, lalu dia bilang “kamu
pasti bisa”……..Sebenarnya saya SMP itu di kota di
Ende, tapi saya takut kalau meneruskan SMA di kota
saya tidak bisa belajar, jadi ya biar nanti saja jika
memang orang tua punya biaya untuk kuliah saya,
kuliahnya nanti baru di kota, jadi saya memilih SMA
di desa saja. Terus saya SMA di Bai, disana memang
asrama tuh bebas tidak ada diatur-atur lagi kayak di
asrama seperti waktu SMP, paling hari minggu, terus
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
218
doa pribadi, misa jumat pertama itu juga ada. Ya
namanya apa ya, udah SMA itu kan pergaulan juga
sudah, apa ya… pacaran tu, juga ada memang, dan
memang panggilan saya itu hilang disana, saya tidak
ada panggilan lagi.
38
39
40
41
42
MTU : Hmmm, jadi pada saat SMP panggilan itu ada, dan
saat SMA sempat hilang? 43
44
P : He…eh, sempat hilang…hilang…, ya mungkin
pergaulan juga ya, dan teman-teman juga kita hidup
diluar tidak terarah, asrama memang ada tapi kan,
kepala asramanya orang awam, kita bebas, mau
belajar kita belajar sendiri, masak sendiri, asrama itu
kan kayak kost-kostan gitu. Waktu itu juga ada dari
salah satu kesusteran disana, melakukan aksi
panggilan, tapi memang kami gak ada tertarik, kami
tidak ada satu pun yang daftar, tidak ada, dan saya
saat itu tidak ada, tidak ada niat lagi ke situ kayak
hilang gitu. Setelah itu saya tamat, keluarga saya itu
kan tidak mampu untuk biayai kuliah, sudah saya
memikirkan begini, kalau saya di luar saya tidak bisa
untuk bekerja seperti orang di luar kan diluar itu
kerjanya macam-macam ya, ya selain dulu kan masuk
MUDIKA, kan masuk MUDIKA muda mudi katolik
itu kegiatannya juga banyak berkebun, bercocok
tanam, nah kalau kita diluar itu hidupnya apa ya, itu
orang tidak lama hidupnya akan cepat menikah, ya
kadang tergantung juga dari keputusan pribadi
seseorang, saat itu saya tidak mau tinggal diluar
sudah, waktu itu saya juga pingin kerja, dan saya
waktu itu bekerja di SPSS, kerja di Biara SPSS di
Ende, kerja sebagai karyawati, satu bulan saya
percobaan di dapur memasak, sudah selama dua
bulan, ada suster yang melihat saya beda dengan
teman-teman lain, karyawati lain kan mereka Cuma
tamat SMP, SD, begitu, saya disitu memang tamat
SMA, saat itu yang tamat SMA ada sekitar tiga
sampai empat orang, ada juga kami sempat dekat juga
dengan calon suster SPSS, teman saya itu ajak saya
“ayo masuk sini, ikut di SPSS dengan saya (menjadi
suster), saya jawab, “saya kalau di SPSS tidak bisa”,
terus dia bertanya, lalu mau masuk dimana, “ya saya
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
56
57
58
59
60
61
62
63
64
65
66
67
68
69
70
71
72
73
74
75
76
77
78
219
lihat dulu, mungkin ada biara yang cocok untuk saya”,
saya bilang begitu 79
80
MTU : Suster, kalau boleh tahu Biara SPSS itu apa bedanya
dengan biara lain? 81
82
P : SPSS itu, Abdi Roh Kudus, jadi mereka dalam biara
itu, satu kamar sendiri, hidup dalam biara,mereka
tidak seperti kami, di dalam itu ruangan khusus untuk
mereka kamar tidur sendiri, kamar mandi sendiri,
pakaian dicucikan oleh karyawati, jadi namanya biara
itu kan hidup dalam tembok biara, nah kalau kami kan
hidup di tengah-tengah masyarakat, hidup membaur
dengan umat dengan masyarakat.
83
84
85
86
87
88
89
90
MTU : Berarti saat itu suster belum menemukan biara yang
cocok dengan suster? 91
92
P : Belum, memang teman saya itu mengajak masuk di
biara SPSS, dan waktu itu ada empat biara lain yang
ada di sana, tapi keempat ini saya tidak ada tertarik,
saya tidak ada satu pun yang saya tertarik. Terus tiba-
tiba tahun 1994, saya kerja di SPSS itu sejak saya
tamat 92, angkatan 92, saya kerja sejak bulan Juni,
dan kebetulan saat itu ada tiga suster dari biara AM
untuk cari panggilan, cari panggilan kan tidak ada
keluarga, tidak ada umat yang mereka kenal untuk
nginap, nah mereka nginap di SPSS yang kebetulan
saya kerja disana, dan dari ketiga suster ini ada teman
saya yang sama-sama tamat SMA dan satu kelas. Saat
bulan Juni saya sempat pulang, dan saya tanya pada
kakak ipar saya mengenai teman saya, dan katanya dia
sudah di Malang, sekarang dia sudah pakai kerudung,
pakai pakaian, sudah terima cincin, dan salib, nah
saya bingung kan namanya masuk biara kan ada
prosesnya, prosesnya itu kan dua tahun tiga tahun itu
baru terima pakaian, terima kerudung, terima cincin,
terima kalung salib, tapi kok langsung, saya
penasaran, biara apa sih, saya penasaran. Tapi saya
tidak tahu visi misinya apa, karyanya apa saya belum
tahu, dan tiba-tiba suster ini datang, saya tu tidak tahu,
apa memang kehendak Tuhan juga tiba-tiba ketemu
dengan teman saya itu, setelah itu saya bertemu
dengan ketiga suster ini, dan wawancara dan mereka
juga kasih brosur, dan dijelaskan visi misinya hidup
93
94
95
96
97
98
99
100
101
102
103
104
105
106
107
108
109
110
111
112
113
114
115
116
117
118
119
220
bersama dengan anak-anak, kita ini melayani anak-
anak cacat, hidup serumah dengan mereka. Sudah,
saya tu pingin, sudah saya masuk disini saja, saya tuh
pingin melayani seperti ini. Saat saya ambil keputusan
masuk dalam biara AM, saya kirim surat ke orang tua,
saya minta ijin ke mereka, kami kan sembilan
bersaudara, memang kami bersebelas, tetapi
meninggal dua, tinggal kami bersembilan, saya nomor
tujuh, saya minta ijin orang tua, apakah orang tua
mengijinkan saya untuk menjadi suster, kalau
mengijinkan saya juga masuk suster, tapi kalau orang
tua dan keluarga tidak mengijinkan berarti saya tidak
bisa. Saya minta persetujuan dari orang tua, mereka
setuju, ya sudah.
120
121
122
123
124
125
126
127
128
129
130
131
132
133
MTU : Dari kesembilan saudara, hanya suster ya yang
sekarang menjadi suster? 134
135
P : Iya, hanya saya sendiri, dan memang ditempat saya
itu satu-satunya susternya baru saya, kalau imamnya 2
tapi susternya baru saya. Saat menerima keputusan,
saya langsung, saya juga sempet bohong ya, sempet
bohong sama suster yang disana (SPSS), saya
sebenarnya sudah direncanakan dikuliahkan untuk
kebidanan, sudah daftar, sudah tes tinggal tunggu
masuknya, tapi saya punya panggilan lebih kuat,
akhirnya saya tinggalkan untuk profesi itu untuk
kemudian masuk di komunitas AM
136
137
138
139
140
141
142
143
144
145
MTU : Kalau boleh tahu suster, komunitas A ini, apakah
tidak ada hidup membiaranya, dan langsung
ditahbisakan dan hidup dalam masyarakat?
146
147
148
P : Untuk kami komunitas AM itu, langsung, langsung
dalam pembinaan. 149
150
MTU : Tapi juga sempat novis dulu suster? 151
P : Iya, tapi gak lama, kalau sekarang ada perkenalan
postulan, habis postulan nanti novis, lalu profesi, jadi
dulu kami novis langsung profesi.
152
153
154
MTU : Saat itu suster pembinaan novis berapa tahun? 155
P : Kalau novis waktu itu satu tahun, tapi sekarang dua
tahun. 156
157
MTU : Saya ingin mengajak, suster untuk mengingat lagi,
saat dalam pembinaan, bisa suster ceritakan saat
masih menjadi novis?
158
159
160
221
P : Waktu itu, sekitar ada 15 orang novis calon suster, di
pembinaan, diperkenalkan cara berdoa, hidup dengan
anak-anak, itu dilatih selama satu tahun itu.
161
162
163
MTU : Selama satu tahun menjalani novis itu, bagaimana
perasaan suster? 164
165
P : Perasaan waktu itu, ada perasaan dua-duanya, ada
perasaan senang ada perasaan pingin pulang juga. 166
167
MTU : Rasa senang seperti apa 168
P : Senang melihat anak-anak, bertemu dengan suster-
suster yang lain, bergabung, dan bisa sampai disini
(Malang), impian saya tercapai, maksudnya saya kan
punya cita-cita ingin menjadi suster kok bisa tercapai
seperti itu perasaan saya waktu itu. Terus tidak
senangnya waktu itu saya, kalau saya sakit, saya ingat
semua dirumah, soalnya kalau saya sakit saya ingat
semua dirumah yang lebih saya ingat itu mama, kalau
saya sakit itu di rumah mama saya pasti ada. Saya
juga tahun 1995 saya sempat pulang, pulang itu karna
bapak saya sakit, tapi saya pulang saya sudah terima
kerudung, kalung salib, dan cicncin di rumah saat itu
3 bulan. Kemudian saya ditugaskan untuk membuka
baru di daerah itu, saya sendiri.
169
170
171
172
173
174
175
176
177
178
179
180
181
182
MTU : Berarti suster yang memang merintis dari awal
dibangunnya panti? 183
184
P : Iya, kami bertiga suster juga, sekitar 1997-2000,
kamudian kami kembali ke Malang, kami dikuliahkan
jurusan PLB, pendidikan luar biasa. Kemudian dari
tahun 2000 sampai 2002 awal saya dipindahkan di
Maumere lagi, terus 2002 Februari saya pindah ke
Madiun sampai 2007 September, kemudian dari 2007
Oktober sampai sekarang, saya di sini.
185
186
187
188
189
190
191
MTU : Luar biasa perjalanan suster ya, dari suster 9
bersaudara hanya suster yang memiliki keinginan
untuk menjadi seperti sekarang. Apakah sempat
mungkin sebelum orang tua dan keluarga menyetujui
untuk menjadi suster, sempat tidak mereka melarang?
192
193
194
195
196
P : Gak tau ya, waktu itu tu setelah saya mengirim surat
ke rumah, misalnya saya mengirim surat hari ini,
besok tuh mamak saya, kaka saya nomor 3 sama
nomor 5, sama adek saya yang bungsu mereka
langsung datang ke Ende (sambil tersenyum), saat
197
198
199
200
201
222
mereka sampai sana saya tuh kaget, kenapa harus
datang, lha mamak saya bilang, kan surat saya mereka
baca bersama keluarga, mereka minta persetujuan
bersama-sama, jadi ini dia punya niat seperti ini
apakah kita mau mendukung dia, terus mereka
serentak mengatakan iya, ya kalo ini memang sudah
jalannya mereka mendukung, ya mereka bilang kalau
memang sudah punya pilihan seperti ini ya jalani
terus, jangan menolah ke belakang, jangan ingat kami,
hidup kami seperti ini, kamu harus menjalani hidup
kamu disana.
202
203
204
205
206
207
208
209
210
211
212
MTU : Bagaimana perasaan suster, saat mendengar hal
tersebut dari keluarga? 213
214
P : Ya rasa sedih ada ya, karena disana itu kalau ada
anaknya yang mau masuk biara, biasanya kumpul-
kumpul ya, kumpul-kumpul keluarga, umat, untuk doa
bersama, terus acara makan-makan bersama, saya
juga waktu itu dirumah tidak lama, cuma 3 malam dan
karena sejak lama saya hidup dalam asrama, waktu itu
kan kita makan-makan bersama sebagai perpisahan,
dalam hati saya juga sempat saya mampu tidak ya
menjalani ini, tapi karena doa keluarga dan pesan dari
bapak besar saya yang mengatakan “ingat pilihanmu”.
215
216
217
218
219
220
221
222
223
224
MTU : Wahhh… keluarga luar biasa mendukung ya suster… 225
P : Iya, tapi memang ada saudara, bukan dari keluarga
inti tidak setuju ya, sempet mereka berkata bahwa
begini “ah sekolah-sekolah sudah sampai SMA kok
tidak bantu orang tua malah masuk biara, kan kalau
disana mereka berpikir kalau masuk biara kan terlepas
ya dengan keluarga, tidak melihat kebelakang lagi,
dan hidup untuk berkarya. Terus ada pengalaman saat
saya berkarya melayani orang-orang yang didesa saat
itu belum ada kendaraan, tiap hari saya berjalan kaki
pergi untuk berkarya, pergi untuk mengunjungi dan
terapi anak-anak di rumah-rumah mereka masing-
masing. Sempat om kandung bilang begini, “kenapa
tidak ikut masuk sama teman-temanmu di SPSS kan
enak, kenapa memilih panggilan seperti ini tiap hari
jalan terus kok miskin sekali”, sampai bilang begitu,
lalu saya bilang, “ya tidak apa-apa om, Tuhan pasti
punya rencana untuk saya, tidak mungkin Tuhan
226
227
228
229
230
231
232
233
234
235
236
237
238
239
240
241
242
223
meninggalkan saya, saya pilih jalan ini, pasti Tuhan
akan membantu saya. 243
244
Partisipan 1 Wawancara 2
(P1W2)
Waktu : Jumat, 23 November 2012; pukul 11.30-11.43 WIB
Lokasi : Panti Asuhan 2, Salatiga
MTU : Selamat pagi suster... 1
P : Selamat pagi, ini pintunya saya tutup saja (pintu
samping panti), biar anak-anak tidak pada masuk dan
berisik.
2
3
4
MTU : Oiya suster... Baik, begini, setelah wawancara yang
pertama, ada beberapa hal yang belum saya mengerti
dan tanyakan sehingga diperlukan untuk wawancara
kedua.
5
6
7
8
P : Oh iya, tidak apa. 9
MTU : Suster, saat wawancara pertama, suster sempat
menyebutkan bapak besar, saya kurang mengerti,
apakah bapak besar itu bapak kandung atau bapak
rohani?
10
11
12
13
P : Bukan... bukan bapak rohani, bapak saya dengan
bapak yang meninggal itu (bapak besar) itu masih
kakak adik, masih satu turunan.
14
15
16
MTU : Oh, jadi seperti om begitu ya? 17
P : He...eh, masih keluarga dari bapak gitu, kalau kami
punya di NTT itu kan kakak dari bapak, dipanggilnya
bapak besar, kalo adek dari bapak dipanggilnya bapak
kecil, kalau di sini kan pakde, pakle gitu.
18
19
20
21
MTU : Bagaimana hubungan suster dengan bapak besar,
sehingga bapak besar ini tahu bahwa suster ingin
menjadi seorang suster?
22
23
24
P : Sangat dekat sekali. 25
MTU : Apakah suster pernah bilang pada bapak besar
mengenai keinginan menjadi seorang suster? 26
27
P : Saya ndak bilang, hanya waktu itu dia sempet bilang
gini, tapi saya gak jawab iya, dia bilang “nanti kamu
jadi suster saja ya”, bilang gitu. Sebetulnya dia sudah
28
29
30
224
daftarin saya sekolah di Ende, tapi dalam pikiran dan
hati saya kan, ah saya tidak mau sekolah di kota,
ketimbang saya sekolah di kota nanti saya hanya main
saja, pergi jalan-jalan terus saya tidak ingat belajar,
lebih baik sekolah di desa dulu, nanti kalau memang
ada biaya ya kuliah di kota boleh, tapi saya belum
sempet tamat beliau sudah duluan meninggal ya sudah.
31
32
33
34
35
36
37
MTU : Jadi suster gak bilang keinginan untuk menjadi suster
pada bapak besar, tapi tiba-tiba bapak besar bertanya
seperti itu?
38
39
40
P : Ndak bilang, iya dia bertanya seperti itu tiba-tiba.
Makanya saya saat beliau meninggal itu saya sangat
kehilangan sekali, awal saya menajdi seorang suster
ini, saya sempat, aduh seandainya bapak besar masih
ada, saya memang paling bahagia. Saya tuh seperti di
lindungi, bapak besar ini kan orangnya dengan siapa
saja tuh orangnya baik gitu (menekankan kata-
katanya), suster-suster yang di SPSS itu pun
menganggap bapak besar ini seperti keluarga sendiri,
dia tidak pandang asal keluarga sendiri, tidak, orang
yang datang sama dia, dia anggap keluarganya sendiri.
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
MTU : Oh, jadi bapak besar ini memiliki hubungan yang
dekat dengan para suster ya? 52
53
P : Iya kan bapak besar ini hidup di biara ya. Bapak besar
ini seorang pastur SVD. 54
55
MTU : Apa bapak besar ini salah satu yang menginspirasi
suster untuk mejadi seorang suster? 56
57
P : Iya, gimana ya, bapak besar ini, saya tidak bisa
mengungkapkan dengan kata-kata, saya dan beliau itu
dekat sejak SD, tapi saat SD belum terlalu dekat, saat
SMP itu, saat SMP kan saya sering pergi ke biaranya,
kalau libur tuh sambil pergi ke biaranya pergi liburan
di sana, kadang-kadang 1 minggu, pernah juga SMP
dia datang mengunjungi saya.
58
59
60
61
62
63
64
MTU : Kemarin suster mengatakan bahwa dari sembilan
bersaudara dalam keluarga suster, hanya suster yang
mengambil profesi suster, apakah saudara suster yang
lain juga pernah didorong oleh bapak besar untuk
menjadi seorang suster, seperti perlakuan bapak besar
pada suster?
65
66
67
68
69
70
P : Enggak. 71
225
MTU : Saat suster memutuskan untuk menjadi seorang suster,
siapa yang paling pertama suster beritahu mengenai
hal itu?
72
73
74
P : Orang di rumah. 75
MTU : Boleh lebih spesifik suster, siapa? 76
P : Waktu itu kan saya tulis surat, jelas di rumah kalau
mereka menerima surat itu mereka kumpul semua,
satu orang yang baca, yang lain dengarkan.
77
78
79
MTU : Ooo, kalau dari teman-teman suster ada yang
diberitahu? 80
81
P : Kalau teman-teman itu.....(sambil tertawa), teman-
teman itu mereka gak tau ya, kan saya tutup mati,
maksudnya saya gak mau beritahu gitu, jadi disimpen
sendiri, tapi temen-temen saya itu kayaknya feelingnya
kuat, soalnya kan mereka melihat kok saya dekat
banget sama suster yang baru datang itu, mereka
bilang, “kamu mau jadi suster itu ya (AM)?”, “siapa
bilang saya mau jadi suster?”, “kok deket gitu?”, saya
bilang enggak, ya akhirnya mereka tahu sendiri saat 1
minggu sebelum saya keluar dari situ (SPSS), bahkan
suster yang di biara itu (SPSS) saya bohong sih,
seandainya saya tidak bohong mungkin saya tidak
diijinkan untuk masuk komunitas AM. Persis 1
minggu saya mau keluar, suster itu bilang “saya tahu
kamu bohong”, terus saya bilang “suster kalau saya
tidak bohong mungkin saya tidak bisa keluar dari
sini”, bahkan saya bilang ke mereka saya mau kuliah
di Kupang, mereka bilang “buat apa kuliah di Kupang
jauh-jauh, udah di sini kamu sambil kerja sambil
kuliah, biar nanti biayanya kami yang biayai.”
82
83
84
85
86
87
88
89
90
91
92
93
94
95
96
97
98
99
100
101
MTU : Jadi yang diberitahu pertama kali benar-benar
keluarga, teman-teman tidak ada yang diberitahu ya.
Oke, kalau di keluarga suster siapa yang paling
berperan dalam suster mengambil keputusan ini?
102
103
104
105
P : Yang berperan ya kakak-kakak saya, mereka yang
mengumpulkan keluarga, mereka terus bilang kalau
memang panggilan dia, kita harus mendukung. Saat
ada kumpul-kumpul keluarga sebelum saya pergi, ya
mungkin mereka juga sedih ya, bagaimana saya yang
tidak pernah kumpul keluarga, sudah mau pergi lagi,
saya waktu itu sedih juga ya. Waktu itu mereka juga
106
107
108
109
110
111
112
226
pernah bilang kok saya pergi jadi suster, tapi saya
menjanjikan, saya minta doa, saya akan jalan terus ke
depan, dan saya harap keluarga di rumah juga baik-
baik.
113
114
115
116
MTU : Kalau di keluarga sendiri, siapa yang paling dekat? 117
P : Yang paling dekat dengan saya ya, maksudnya kalau
saya punya masalah atau apa cerita gitu, itu kakak
yang nomor enam, kalau memang ada masalah, saya
cerita sama dia, dan itu juga yang pertama kali tau
saya mau jadi suster dia juga, kan dia juga waktu itu
salah satu karyawan di biara di Ende.
118
119
120
121
122
123
MTU : Apakah keluarga langsung menyetujui pilihan suster,
bagaimana saat itu proses mereka menyetujui? 124
125
P : Saya tidak tahu waktu itu saya tidak ada di rumah, tapi
waktu itu lewat 2 hari setelah saya kirim surat ke
rumah, saya juga kaget, mamak dan kakak saya nomor
tiga dan nomor lima, sama adek bungsu saya itu
datang ke biara ke Ende, saya kaget, lho mereka ini
buat apa, terus mamak saya langsung bilang sambil
nangis, dia bilang begini, “ya saya datang karena dekat
di sini, kalau besok-besok sudah pergi jauh tidak
mungkin saya bisa datang gitu.” Ya saya mau
bagaimana, saya harus mengikuti keputusan ini.
126
127
128
129
130
131
132
133
134
135
MTU : Bagaimana perasaan suster waktu melihat mamak
menangis? 136
137
P : Ya sedih juga ya, mau bagaimana ya namanya anak
sama ibu, ya sedih. 138
139
MTU : Apakah ada keraguan saat melihat mamak menangis? 140
P : Saya tidak ada rasa ragu ya, mungkin kan saya punya
keinginan itu dari tamat SMA itu, setelah di SPSS itu,
mau masuk itu juga tidak mungkin, saat waktu itu ada
orang cari panggilan di biara AM ini, saya pikir ini ni.
Ya saat diadakan perpisahan dengan keluarga itu
memang sedih, saya memang sedih tapi ya.....
141
142
143
144
145
146
MTU : Saya mengajak suster untuk berandai-andai, andaikan
saat suster mengirimkan surat untuk keluarga, mereka
tidak setuju untuk pilihan suster?
147
148
149
P : Kalau mungkin mereka gak setuju, ya saya ikut
mereka, yah mungkin mereka tau saya, mereka juga
lebih tau hidup saya, kalau mereka tidak setuju tidak
mungkin saya.....
150
151
152
153
227
MTU : Lalu bagaimana perasaan suster andaikan saat itu tidak
diijinkan? 154
155
P : Kalau tidak diijinkan pasti kecewa berat ya, kecewa
sekali kalau memang gak diijinkan, yang pasti kalau
gak diijinkan saya gak seperti ini, saya gak tau dimana.
156
157
158
MTU : Jika suster tidak diijinkan menjadi seorang suster oleh
keluarga, ada gak terbesit keinginan lain atau pilihan
lain?
159
160
161
P : Mungkin saya jadi bidan, karena di SPSS sebenarnya
saya dikuliahkan, tapi saya tidak jadi masuk karena
saya lebih memilih di komunitas AM (sambil tertawa),
saya lebih kuat keinginan untuk jadi suster, saya mau
masuk ke sini (AM) itu, saya pernah bermimpi Bunda
Maria datang dia itu pegang kepala saya, tidak omong
apa terus hilang, waktu itu saya tidur, lalu saya bangun
saya ingat mimpi itu waktu saya masih di SPSS, waktu
itu saya cerita pada mamak saya, lalu saya ingat mimpi
ini saat saya mau masuk ke biara AM.
162
163
164
165
166
167
168
169
170
171
MTU : Saat suster mengirim surat ke keluarga, ada
kekhawatiran gak dalam diri suster? 172
173
P : Saya waktu itu gak ada, karena saya pikir pasti mereka
senang sekali karena diantara sembilan bersaudara ada
yang mau jadi suster, itu pasti mereka senang, pikiran
saya seperti itu.
174
175
176
177
MTU : Saat pertama kali suster melihat seorang suster yang
membuat suster terkagum-kagum itu saat SD atau
SMP?
178
179
180
P : Saat SD saat saya liburan ke bapak besar, suster itu
sudah tua.......... sekali bantu-bantu masak di dapur. 181
182
MTU : Bagaimana sih perasaan suster sehingga saat suster
melihat suster yang sudah tua itu, suster bilang kok
kayaknya hidupnya damai?
183
184
185
P
: Iya ya, waktu itu saya melihat suster ini tidak ada
beban dalam hidupnya, kok kayaknya hidupnya damai,
hidupnya aman, maksudnya kok kayaknya tidak ada
beban dia mikir apa gitu, mungkin hanya mikirnya
berdoa berdoa gitu, suster itu hidupnya kayak tenang
seperti itu.
186
187
188
189
190
191
MTU : Apakah saat SD, saat suster melihat suster yang lanjut
usia pertama kali itu, suster langung berpikir ingin
menjadi seorang suster?
192
193
194
228
P : Iya, waktu itu sempat mikir juga, tapi SD kan, saat itu
saya SD mau ke SMP tahun 86. 195
196
MTU : Bagaimana suster memelihara keinginan suster untuk
menjadi seorang suster? 197
198
P : Waktu itu kan pernah yang saya bilang pernah hilang
kan (saat SMA keinginan hilang), ya terus kan tamat
SMA kan kerja di SPSS, di SPSS itu kan muncul lagi,
kan di SPSS kan hidup doanya teratur, ada jam doa,
jadi keinginan saya muncul lagi. Waktu itu kan ada
teman saya yang juga calon suster SPSS mengajak
saya untuk masuk menjadi suster SPSS, tapi saya tidak
mau, saya bilang “mungkin ada biara yang cocok
dengan saya”. Ya sudah dia bilang “saya mau masuk
SPSS karena saya memang ingin masuk SPSS” kata
dia. Sampai sekarang kami masih sering kontak.
199
200
201
202
203
204
205
206
207
208
209
MTU : Saat suster dari komunitas AM datang, kenapa suster
langsung tertarik? 210
211
P : Ya itu tadi saya tertarik lewat brosur, kan suster yang
kepala, yang tiga itu kan jelaskan mendetail, hidup
serumah dengan anak, sekamar, satu meja makan sama
anak-anak, mereka kan yang cacat, yang kakinya
buntung, yang tidak punya tangan, saya tuh senang
jadi suster untuk melayani mereka.
212
213
214
215
216
217
MTU : Wah kalau saya pikir sangat berat ya suster
pekerjaannya? 218
219
P : Memang suster SPSS yang wakil itu sempet bilang
saya, “apakah kamu bisa merawat anak-anak seperti
itu”, ya saya jawab, “saya coba dulu jikalau saya tidak
bisa ya saya mundur, tetapi suster, selagi saya mampu
dan kuat saya bisa.”
220
221
222
223
224
MTU : Yang mendasari suster benar-benar memilih profesi
menjadi suster di komunitas AM ini apa? 225
226
P : Pelayanan. 227
MTU : O iya suster, saat bapak besar itu bilang untuk menjadi
suster saja itu, saat SD atau SMP? 228
229
P : Saat SMP, kebetulan suster asrama SMP saat itu juga
dekat dengan bapak besar saya, sempet pesan sama
suster itu, ya nanti ponakan saya itu dia mau jadi suster
tolong kamu bimbing dia, padahal saya gak bilang
punya keinginan menjadi suster. Makanya saat saya
ketemu sama ibu asrama saya itu dia kaget (sambil
230
231
232
233
234
235
229
tertawa), dia kira saya di SPSS karena kan pernah
ketemu juga di SPSS, dia kaget saya jadi suster di
kumunitas AM. Kan dia kuliah di UPI Malang, dia
kaget, dia keluar kampus tuh dia ngeliat kami, kami
tuh kan ada lima, namanya masih calon kan kami
masih bersih-bersih halaman itu tuh, kan kampusnya
berhadapan dengan rumah pusat (AM), ya udah dia
kaget, kan sempat ketemu, dia bilang “hah kok kamu
di biara AM?”, dia sempet marah-marah juga, tapi
saya bilang “ya suster saya masuk komunitas AM”,
terus dia bilang “kok kamu bisa dan kuat?”, ya saya
bilang ya biar saja.
236
237
238
239
240
241
242
243
244
245
246
247
MTU : Suster saat suster awal SD memiliki keinginan untuk
menjadi suster, apakah keinginan itu terus menguat? 248
249
P : Yah, sempet hilang juga, waktu, saya tuh sekolahnya
putus-putus, yah namanya orang tuatidak mampu ya,
saya tuh kelas 1 ke kelas 2, saya sempat keluar,
bahkan saya saat ujian sempat tidak ikut karena SPP
belum di bayar, yah namanya juga dari keluarga petani
ya, tapi saya tuh memang punya niat untuk sekolah,
dulu sempat saya putus asa, keinginan untuk menjadi
suster sempat gak ingat karena banyaknya masalah.
Saya tuh lebih kuat lagi keinginan itu tuh, saat bapak
besar saya meninggal itu, itu kayaknya saya ada apa
mungkin, tapi saya tidak ungkap, saya tidak ungkap
mungkin saya janji dalam hati, saya tidak tahu, waktu
itu memang sempet bilang gini “bapak saya ikut bapak
seperti yang bapak omong ke saya itu”, tapi memang
saya tidak ungkap, waktu itu saya hanya menangis
saja, hanya menangis didepannya dia itu, terus setiap
kali saya pulang itu pasti pergi bakar lilin, janji pada
bapak, minta doa untuk saya tetap kuat seperti bapak
gitu.
250
251
252
253
254
255
256
257
258
259
260
261
262
263
264
265
266
267
268
MTU : Bapak besar meninggal itu saat suster kelas berapa? 269
P : Waktu saya SMA kelas satu. 270
MTU : Berarti keinginan suster masih kuat ya waktu SMA
kelas satu kelas dua, dan sempat hilang saat di SMA
kelas tiga, begitu suster?
271
272
273
P : He.....em (sambil mengangguk). 274
MTU : Suster pernah gak selama pelatihan novis timbul
keraguan bahwa suster tidak kuat menjalani kehidupan 275
276
230
membiara? 277
P : Pernah, ada.....ada, saat awal-awal itu memang banyak
tantangan berat, pernah saya itu benar-benar gak kuat,
tapi karena doa dari teman-teman, saya sendiri,
seandainya orang mungkin kalau tidak kuat mungkin
keluar.
278
279
280
281
282
MTU : Tantangan seperti apa? 283
P : Situasi komunitas, situasi pribadi, dari lingkungan,
kadang dari keluarga, kadang saya pikir untuk apa
saya jadi suster kalau keluarga saya ada masalah, tapi
memang saya ada kekuatan dengan mengingat
motivasi awal saya.
284
285
286
287
288
MTU : Apa yang membuat suster kuat? 289
P : Dari komunitas, mereka bantu doa, bantu sharing,
mengingat kembali motivasi awal. Kalau saya putus
asa, kalau saya merasa berat kehidupan kedepan itu,
saya mengingat motivasi awal, sudah sampai seperti
ini sayang jika dilepaskan.
290
291
292
293
294
MTU : Apakah hubungan dengan Tuhan semakin dekat? 295
P : Hahaha....., iya saya merasa saat saya ada masalah
tantangan, malah saya semakin kuat. Tuhan itu baik
sama saya setiap saya doa itu selalu terkabul, untuk
tantangan kedepan dapat membuat saya lebih kuat
lagi.
296
297
298
299
300
Partisipan 1 Wawancara 3
(P1W3)
Waktu : Senin, 11 Pebruari 2013; pukul 10.00-10.45 WIB
Lokasi : Panti Asuhan 2, Salatiga
MTU : Selamat pagi suster? 1
P : Pagi… 2
MTU : Suster pernah mengatakan bahwa suster mengambil
keputusan hidup membiara juga tidak terlepas dari
pengaruh dari dukungan orang-orang disekitar suster
seperti keluarga, teman komunitas, nah bisa ceritakan
secara spesifik, dalam hal apa saja bentuk dukungan
mereka?
3
4
5
6
7
8
P : Mereka mendukung saya lewat doa dan memotivasi
saya. 9
10
231
MTU : Baik, dukungan tersebut seberapa besar pengaruhnya
bagi suster dalam mengambil keputusan? 11
12
P : Ya mereka mendukung saya lewat doa, ya mungkin
bukan doa secara berkelompok, tapi mereka ada yang
berdoa secara pribadi mendoakan saya, kalau saya
pulang mereka keluarga itu kumpul ya seperti itu mba.
13
14
15
16
MTU : Apakah tanpa dukungan mereka suster akan lanjut? 17
P : Yah kalau memang mereka gak mendukung saya, gak
mungkin saya lanjut terus. 18
19
MTU : Apa yang suster lihat pada orang tua suster yang
mendukung suster ? 20
21
P : Wah saya sama orang tua saya deket banget mba,
bahkan bapak saya itu inginnya saya tu tugasnya di
sana aja biar deket sama keluarga, kalau saya pulang
liburan atau pas ada tugas di sana, mereka inginnya
saya gak cepet-cepet pulang ke sini (Salatiga), biar
saya lama-lama di sana. Menjelang saya selang satu
minggu mau pulang mereka tu kayak sedih banget,
mereka senang kalau saya dekat mereka. Mereka
sangat menyayangi saya.
22
23
24
25
26
27
28
29
30
MTU : Lalu bagaimana dengan saudara-saudara suster? 31
P : Mereka pun mendukung, mereka itu sangat sayang
sama saya. 32
33
MTU : Baik, suster juga pernah bercerita bahwa suster
mengalami tantangan saat menjalani kehidupan
membiara, bagaimana tantangan tersebut
mempengaruhi suster dalam mengambil keputusan?
34
35
36
37
P : Saya itu ya saya tuh selalu ingat kalau saya
mendapatkan tantangan yang berat saya selalu maju,
pokoknya kalau saya sepertinya mau keluar saya inget
sama… ih kenapa saya hidup seperti ini, kok kenapa
saya seperti ini, tapi saya ingat lagi yang menyuruh
kau masuk itu siapa kan saya yang mau, saya berpikir
di situ, saya mikir lagi untuk apa saya memilih hidup
di luar lagi pula toh kehidupan di luar juga sama
dengan orang hidup di dalam komunitas. Saya merasa
kalau saya mendapatkan tantangan saya merasa
lebih… apa ya… saya melihat kembali apa…
hikmahnya di balik tantangan itu bahwa dengan
tantangan ini memberi lebih…lebih memberi
kekuatan atau mendorong saya agar lebih kuat untuk
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
232
bisa menghadapi masalah tersebut. 52
MTU : Berarti saat ada tantangan suster malah maju tidak
menyerah gitu ya? 53
54
P : Iya…iya… 55
MTU : Suster sebelumnya pernah bercerita pada wawancara
sebelumnya bahwa, suster pernah merasakan ingin
pulang atau keluar dari komunitas/kehidupan
membiara saat suster melihat ada masalah dalam
keluarga suster. Nah usaha apa yang suster lakukan
untuk mengatasi masalah dalam keluarga?
56
57
58
59
60
61
P : Kalau saya seperti itu ya saya masuk kapel terus saya
duduk, duduk di depan kapel itu, saya duduk
diam…saya duduk diam saya gak ngomong apa-apa
saya berdoa……(mengucapkan doa yang pernah
dipanjatkan dengan suara yang sangat pelan), hanya
Engkau yang tau, hanya Engkau yang memberikan
jalan keluarnya memberikan yang terbaik, jadi saya
berdoa seperti itu, pokoknya kalau saya mendapat
tantangan saya duduk di kapel, kalau gak di kapel di
kamar dan merenung dengan tenang.
62
63
64
65
66
67
68
69
70
71
MTU : Lalu bagaimana suster jika suster mengalami masalah
dalam komunitas, usaha apa yang di lakukan untuk
mengatasinya?
72
73
74
P : Saya kalau punya masalah dengan komunitas, dengan
teman, atau mungkin dengan perawat, misalnya
mereka melakukan kesalahan, itu pertama saya diam
dulu, saya lihat mereka apakah mereka sadar
kesalahan mereka kalau mereka gak sadar saya
beritahu, kenapa saya diam seperti ini karena kamu
begini, lalu saya bawa ke dalam doa, ke dalam doa,
Tuhan seperti ini keadaannya kiranya Tuhan ampuni
mereka dan juga saya, dan Tuhan buka jalan buka hati
mereka biar mereka menyadari kesalahan yang
mereka lakukan. Saya itu kalau punya masalah saya
ke kapel duduk diam saya merenung, itu kayaknya
lega, itu kayaknya maslaah-masalah itu semuanya
habis.
75
76
77
78
79
80
81
82
83
84
85
86
87
88
MTU : Ya suster, nah itu tantangan yang terjadi dalam
keluarga dan komunitas, lalu bagaimana saat terjadi
fase pasang surut dalam diri pribadi suster, usaha apa
yang suster lakukan untuk mengatasinya sehingga
89
90
91
92
233
suster tetap yakin dengan keputusan suster? 93
P : Saya kalau mengalami fase pasang surut begitu saya
menyibukan dengan pekerjaan dan juga berdoa seperti
tadi, nanti lupa sendiri.
94
95
96
MTU : Suster kalau di dalam lingkungan komunitas siapa sih
yang terus memotivasi suster untuk lanjut? 97
98
P : Oh ya tentunya pimpinan, pimpinan terus memotivasi
kami, teman juga. 99
100
MTU : Bagaimana suster memandang pimpinan suster itu? 101
P : Saya memandang pimpinan, pimpinan saya itu
sebenarnya sudah meninggal, pimpinan saya itu
aduh… seperti figur seorang ibu, saya anggap seperti
ibu saya sendiri, orangnya kan orang Jawa ya, lembut
dia, kalau kita sakit atau kita ada apa orangnya itu
perhatian, terus kalau saya pergi libur itu dia bilang
“ya baik-baik ya, sehat, nanti pulang ya (balik lagi)”
takut gak balik lagi, nanti pulang ya jangan di sana
terus.
102
103
104
105
106
107
108
109
110
MTU : Usianya berapa? 111
P : Dia umur 70an, setiap bulan itu mesti ke makamnya
pergi doa gitu, kadang sampe sekarang pun walau
beliau gak ada, kalau saya lagi kritis sakit atau ada
suster yang sakit saya doa sama dia, “aduh ibu kenapa
sih kok suster ini kakak ini kok sakit terus, apa yang
harus saya buat”, terus “ibu tahu kan situasi sekarang
seperti ini”, kadang saya ngomong seperti berhadapan
padahal saya ngomong pada gambarnya hehehe
(sambil tertawa), atau kalau saya ke Malang saya
ngomong “ibu saya mau ke Malang, sampe ketemu di
Malang ya” giu saya ngomog.
112
113
114
115
116
117
118
119
120
121
122
MTU : Berarti hubungan suster dengan suster pemimpin itu
dekat sekali ya? 123
124
P : Iya saya dekat banget, waktu itu kan pas saya
ditugaskan di sini, beliau sudah digantikan kan karena
dia sakit-sakitan makanya di ganti, makanya saya
waktu itu saat hari rabu ketemu saya..ketemu saya..
kok rabu besoknya dia meninggal itu, kok sedih
banget saya. Sebelum meninggal itu saya berangkat
dari sini ke Malang, saya itu peluk dia, dia tanya “kok
kamu ke sini”, kan saya panggil ibu, saya bilang “iya
bu saya ke sini, mau beli keperluan”, dia bilang
125
126
127
128
129
130
131
132
133
234
“kamu baik-baik ya”, “ibu doakan saya ya”, dia bilang
“iya saya doakan kamu”. Saya diberitahu minggu
besoknya udah gak ada itu mendadak banget, sebelum
saya tau itu saya sedang mengerjakan laporan, saya
gak tau apa dia ingin saya kesana atau bagaimana,
saya itu melakukan pekerjaan itu kayak ngambang,
kayak gak ada pekerjaan yang bisa di buat gitu, aneh
dengan tinta mengetik kan baru beli saya mengetik
kok tidak keluar tintanya kok malah kosong, padahal
ini kan tinta baru, terus teman saya ada yang sms Lud
kamu ke sini ibu sudah kritis, iya besok pagi aja, tapi
mungkin ibu ingin saya pergi kesana, saya ngetik itu
bekerja itu tidak bisa. Akhirnya saya doa, saya lepas
pekerjaan saya pergi ke Malang, sampe Jombang di
bis itu saya menangis, saya menangis, sebelum saya
sampai beliau sudah meninggal. Setelah beliau
meninggal saya pernah mimpi beliau dua kali, datang
menemui saya, dia bilang bilang pada saya “kamu
baik-baik ya”. Dia itu baik… banget, perhatian
banget.
134
135
136
137
138
139
140
141
142
143
144
145
146
147
148
149
150
151
152
153
235
Partisipan 2 Wawancara 1
(P2W1)
Waktu : Jumat, 15 Pebruari 2013; pukul 10.05-11.09 WIB
Lokasi : Panti Asuhan, Salatiga
MTU : Selamat pagi suster… 1
P : Pagi mba. 2
MTU : Suster, sejak kapan suster memiliki ketertarikan akan
kehidupan membiara? 3
4
P : Sejak sekolah dasar kelas tiga saya tertarik kehidupan
membiara sejak kelas tiga. Saya melihat seorang suster
saat di gereja. Kemudian saya ikut pembinaan, lalu
masuk dalam biara PRR. Tapi gak lama saya waktu itu
sakit, terus disuruh pulang sama keluarga dan diijinkan
oleh pemimpin biara, setelah saya pulang dan waktu
sembuh saya ditawarkan sama keluarga mau balik lagi
ke biara atau mau kuliah aja, waktu itu om saya yang
menawarkan, saya tanya kuliah di mana, terus katanya
di IPI di Malang, akhirnya saya pilih kuliah. Nah di
kampus itu kan ada kita pergi ke panti-panti gitu,
setiap beberapa kali dalam seminggu, di situ saya lihat
langsung mereka anak-anak yang cacat, di situ kami
biasanya bantu bersih-bersih panti, bantuin kasih
makan, setelah pulang dari situ saya putuskan saya
pengen jadi suster, biar bisa rawat langsung mereka,
akhirnya saya masuk komunitas AM.
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
MTU : Saat itu, apa yang dilihat dari suster tersebut? 23
P : Pokoknya mereka itu saya lihatnya itu sopan, anggun
seperti itu, rajin berdoa, kelihatan… itu saya tertarik
itu di situ.
24
25
26
MTU : Bagaimana perasaan suster saat melihat suster-suster
tersebut? 27
28
P : Gak tau ya mba, pokoknya saat melihat itu pingin jadi
suster. 29
30
MTU : Baik, suster saat kelas tiga SD itu, keinginan untuk
hidup membiara dan menjadi suster itu apakah selalu
ada?
31
32
33
P : Oh… setelah kelas tiga SD keinginan itu hilang tow,
tidak ada. Jadi setelah kelas tiga SD itu sudah tidak 34
35
236
ada niat tidak ada kepikiran itu, gak sampe kepikiran
untuk masuk dalam kehidupan membiara. Waktu kelas
tiga SD ya liat terus tertarik gitu tapi kan masih anak-
anak jadi cuma begitu saja, aa… terus muncul lagi pas
SMA kelas dua.
36
37
38
39
40
MTU : Apa yang membuat keinginan itu muncul kembali? 41
P : aa… karena itu kan saya nengok kakak kelas saya, dia
kan tinggal di kesusteran tow he..eh.., terus saya ada..
ingin lagi kan ha..ah.. ingin lagi, ya muncul tiba-tiba,
jadi saya ikut pembinaan. Awalnya saya tanya apakah
di biara itu ada pembinaan calon suster gak, terus
katanya biasanya ada tapi setiap minggu, jadi saya
ikut setiap minggu.
42
43
44
45
46
47
48
MTU : Jadi kakak kelas suster itu tinggal di biara PRR ya
suster? 49
50
P : e.. he..eh.. dia tinggal asramanya bukan masuk jadi
suster. 51
52
MTU : Nah apakah suster saat memiliki keinginan untuk
hidup membiara saat SMA dan suster mengikuti
pembinaan, apakah suster memberitahu keluarga?
53
54
55
P : Belum, sama sekali belum, cuma saya beritahu kakak
itu… bilang “masa kamu…gak boleh…kamu kan
jurusan IPA”, saya kan jurusan Fisika, saya diam-diam
saja.. tapi saya diam-diam ikut pembinaan itu hehe…
diam-diam…
56
57
58
59
60
MTU : Hmm, kalau boleh tahu suster berapa bersaudara? 61
P : Tujuh. 62
MTU : Oke, yang diberitahu itu kakak nomor berapa? 63
P : Kakak yang nomor tiga, saya sendiri nomor enam. 64
MTU : Apakah hanya kakak nomor tiga saja yang diberitahu? 65
P : Iya… 66
MTU : Lalu, setelah ikut pembinaan suster memberitahu
orang tua? 67
68
P : Iya. 69
MTU : Bagaimana reaksi mereka? 70
P : Hmmm.. sebelum… waktu itu kan saya beritahu
sudah.. ini tow.. sudah lulus om saya itu guru agama
setuju sekali sama bapak itu setuju sekali, nah mamak
ini yang gak setuju… tapi ya mamak juga ya lama-
lama ikut setuju lah. Mamak saya sudah meninggal,
mamak meninggal itu waktu saya SMP kelas tiga
71
72
73
74
75
76
237
hmm.. 77
MTU : SMP kelas tiga mamak sudah meninggal, berarti
mamak gak tahu suster ikut pembinaan? 77
78
P : ee… he..eh... iya mamak belum tau.. 79
MTU : Berarti bapak suster reaksinya setuju sekali ya dengan
keputusan suster? 80
81
P : Iya bapak itu setuju sekali. 82
MTU : Nah suster kan tujuh bersaudara, nah yang keenam
saudara suster itu bagaimana reaksi mereka setelah
mengetahui keputusan suster?
83
84
85
P : Mereka mengikuti saja. 86
MTU : Berarti reasksi mereka mendukung semua sejak awal? 87
P : Ya… memang kalau kita di sana kan, kalau anak
perempuan itu kan kalau kita masuk biara kan kita
tidak punya keturunan dan mungkin mereka rasa
awalnya kayak apa..kecewa.. keliatan muka pada sedih
kayak begitu… tapi ya lama-lama mereka ikut juga sih
keputusan. Ya kalau memang itu keputusan kamu ya
jalani saja he..eh..kami mendukung.
88
89
90
91
92
93
94
MTU : Kalau boleh tau suster di dalam keluarga suster paling
dekat dengan siapa? 95
96
P : Kalau saya itu kan dipiara, saya sejak kecil
dipiara..saya paling dekat itu sama mamak kecil saya
(tante), adek dari mamak saya gitu lho.. ha..eh.. terus
saya lebih dekat dengan mamak piara saya gitu ha..eh..
97
98
99
100
MTU : Nah, apakah mamak kecil itu setuju dengan keputusan
suster untuk hidup membiara? 101
102
P : Oh.. setuju, memang awalnya ya..berat ya, awalnya
berat, terus kan saya.. mereka ikut saya hehe… 103
104
MTU : Usaha apa yang suster lakukan sehingga mereka setuju
dengan keputusan suster? 105
106
P : E….itu kan dari saya, saya sudah memutuskan…..
mereka ikut aja hehe… 107
108
MTU : Apa suster meyakinkan mereka? 109
P : ee..ha..eh.. meyakinkan mereka 110
MTU : Sulit apa tidak suster meyakinkan mereka? 111
P : Ya dengan kita penuh dengan keyakinan dan kita
harus doa, doa terus, doa untuk mendapatkan hati
mereka supaya mereka setuju he eh gitu hehe…
112
113
114
MTU : Lama gak suster untuk meyakinkan mereka akan
keputusan yang suster ambil? 115
116
238
P : …..e..agak lama juga sih ya (sambil tertawa),
memberikan pengertian pada mereka ha..eh.. ya
memang agak..agak..lama sih, tapi ya akhirnya juga
mereka setuju mendukung.
117
118
119
120
MTU : Suster siapa sih yang memiliki peran yang besar bagi
suster, sehingga suster mengambil keputusan hidup
membiara?
121
122
123
P : Itu bapak saya bapak, bapak itu….. bapak itu orangnya
kuat doa….. pokoknya setiap setiap jam doa, sampe
sekarang pun umur 80 tahun tapi tetep doa doa kuat.
Yah sejak saya awal memberitahu kalau saya punya
niat untuk masuk biara dia setuju. Itu saya kan sering
sakit sering sakit, kakak saya yang lain bilang “sudah
keluar saja, pulang saja”, kalau seperti itu bapak saya
bilang “ya..kalau kamu suruh keluar keluar aja, tapi
nanti besok kamu tanggung jawabnya sama Tuhan
Allah”, bapak saya ngomong gitu sama kakak-kakak
saya.
124
125
126
127
128
129
130
131
132
133
134
MTU : Baik suster, lalu apakah suster pernah mengalami fase
pasang surut dalam proses menuju kehidupan
membiara?
135
136
137
P : Ya ada sih, waktu itu ada ada dari temen saya, temen
deket saya, saya kan punya kenalan itu…kami
dari…kenalan itu dari SMP kelas 2 sampe tamat pun
masih aaa… gitu… awalnya tidak tidak mendukung
tow tapi kemudian dia mendukung.
138
139
140
141
142
MTU : Apakah ketidaksetujuan mereka membuat suster
mundur dari niatan hidup membiara? 143
144
P : Oh.. itu.. saya itu nekat, keinginan ya.. bagaimanapun
ya akan gitu… Nah kalau setelah di dalam itu (dalam
komunitas) itu banyak pasang surutnya.
145
146
147
MTU : Itu baru saja mau saya tanyakan suster hehe.., baik apa
yang mungkin menjadi tantangan bagi suster saat di
komunitas?
148
149
150
P : Hal yang berat buat saya itu..apa..dalam komunitas
antara bersama… pokoknya antar sesama gitu, itu
yang membuat…membuat… aa…waktu itu hampir
mau hampir mau..hampir mau keluar.. waktu itu juga
pernah apa..aa..tinggalkan tinggalkan komunitas pergi
ke tempat lain, setelah itu memang waktu itu saya
sudah..saya sudah tidak kuat lagi di dalam komunitas
151
152
153
154
155
156
157
239
itu saya mau pergi saja, pergi saja sudah pokoknya
sudah tidak kuat lagi kayaknya mau pergi saja, waktu
saya pergi pun gak memberitahu siapa-siapa, tapi saya
pergi bukan ke rumah orang tua tapi di rumah
komunitas di tempat lain masih rumah punya
komunitas tapi di tempat lain gitu, setelah itu.. setelah
saya pergi diam-diam, malemnya itu saya memutuskan
apakah saya harus tinggalkan tinggalkan panggilan
atau… malam itu sepanjang malam saya tidak bisa
tidur saya doa, saya doa rosario dan saya duduk
sepanjang malam itu paginya saya… kan waktu itu di
rumah itu cuma ada satu orang tow aa.. satu orang
saja, saya masih tidur tow, paginya, waktu itu kan
belum bawa hp, jadi saya telpon ke wartel, pagi-pagi
saya telpon dari wartel saya telpon keluarga ini
mamaknya kakak ipar saya kakak yang nomor tiga ini,
mamak itu kan aktif aktif kegiatan-kegiatan di gereja
kan aktif, terus saya telpon, saya bilang “saya di sini
ini saya tidak kuat lagi saya mau..saya mau keluar saja
mengundurkan diri saja”, mamak saya bilang
“kenapa?, kamu tidak boleh begitu, kamu ada masalah
ya ? kalau kamu ada masalah kamu ketemu sama
pimpinan saja tow, sama pimpinan omong minta
pindah ke tempat lain kalau kamu gak cocok kamu
pindah ke tempat lain saja, ya nanti kami doakan kamu
tidak boleh pikir untuk keluar kalau kamu sudah
memilih itu ya teruskan. Pokoknya kamu kembali
kamu ketemu dengan pimpinan nanti ceritakan apa
masalah kamu, pimpinan yang putuskan mau
pindahkan atau bagaimana”. Sudah saya pulang
kembali ke rumah itu bagaimana ya saya ini,
bagaimana mamak ini… saya belum memberitahu
keluarga saya, saya mau kembali itu rasanya berat
kembali ke komunitas itu, memang malamnya itu
pimpinan menelpon, tanya ke teman itu, ditanya saya
ada di rumah itu tidak, oh ada di sini tapi dia tidur, tadi
dia datang itu kepala pusing padahal saya duduk di
samping, terus ini setelah dari wartel, temen saya dari
gereja belum pulang, sambil tunggu teman saya saya
pikir ulang bagaimana ya saya ini apa kembali ke sana,
saya pikir-pikir, akhirnya ya sudah apapun yang terjadi
158
159
160
161
162
163
164
165
166
167
168
169
170
171
172
173
174
175
176
177
178
179
180
181
182
183
184
185
186
187
188
189
190
191
192
193
194
195
196
197
198
240
saya kembali ke sana, pokoknya saya hadapi saja,
sekitar jam sepuluh saya kembali lagi ke komunitas
itu, terus saya ke sana itu, orang yang pokoknya yang
tidak suka dengan saya itu di asrama itu kan gak
ketemu, saya langsung ke pimpinan. Mereka pagi itu
sudah gossip bilang saya sudah minggat, terus saya
bicara sama pimpinan terus “Em” itu saya baru datang
“Em, apa sih kamu itu kok katanya kamu minggat, Em
ngopo sih kamu?”, terus saya disuruh duduk “ngopo
tow kamu itu? cerita”, baru saya ceritakan semua,
setelah cerita semua, “sekarang kamu pilih mau pindah
ke asrama mana?”, saya bilang saya gak mau pilih ibu,
pokoknnya ibu suruh saya di mana saja saya ikut,
akhirnya ibu tunjukan satu tempat, saya kesitu terus..
dua dua bulan saja saya di rumah itu di asrama yang
baru terus saya pindah lagi ke tempat yang sama, tapi
orang itu sudah pindah ke tempat lain, saya pindah lagi
ke asrama lama sampai dua tahun dari tahun 2000
sampai tahun 2002, saya ngurus di sekolah terus saya
ngurus di kapel. Saya dua tahun di situ saya
dipindahkan ke Flores, di Flores itu sepuluh tahun.
199
200
201
202
203
204
205
206
207
208
209
210
211
212
213
214
215
216
217
218
219
MTU : Apa yang suster lakukan untuk tetap setia pada pilihan
suster? 220
221
P : Ya, satu-satunya itu berdoa… berdoa ya berdoa
supaya kita itu kuat, sambil berdoa,juga dukungan dari
teman-teman yang lain kalau enggak bisa-bisa itu
kan…..keluar.
222
223
224
225
MTU : O iya suster, saat pilihan suster untuk hidup membiara
tidak mendapatkan sepenuhnya dukungan dari
keluarga (kakak dan adik), bagaimana sih perasaan
suster saat itu?
226
227
228
229
P : Iya, waktu itu ada yang tidak mendukung tapi saya
punya prinsip, punya prinsip saya sudah memilih ini
biar apapun resikonya saya akan hadapi begitu
230
231
232
MTU : Suster saat pertama kali melihat seorang suster, suster
melihat mereka itu sopan, anggun, dan rajin berdoa,
mengapa hal-hal itu menjadi hal yang penting buat
suster?
233
234
235
236
P : Hehehehehe…..gimana ya hehehe….. pokoknya waktu
itu saya melihat mereka itu sopan, anggun, rajin
berdoa….. pokoknya…. Waktu itu juga waktu saya
237
238
239
241
kelas enam ini, apa guru bahasa Indonesia minta ini
lho aaa….. mengarang….. mengarang tentang cita-cita
terus saya itu pilihan saya itu saya ingin mau jadi
suster dan perawat nah dari dua pilihan itu, memang
dari kecilnya sudah pingin begitu.
240
241
242
243
244
MTU : Baik suster, saat suster di biara PRR, dan suster keluar
dan memilih untuk berkuliah di Malang, apakah
keinginan itu juga hilang?
245
246
247
P : Waktu saya keluar dari biara itu, saya masih punya
niat..punya niat.. tapi kan waktu itu kakak dan paman
memberi alternatif buat saya saya pilih kuliah dan
waktu itu tidak ada pikiran lagi untuk kembali ke biara
PRR dan tidak ada…niat lagi untuk membiara. Waktu
itu kan kakak tanya mau kursus, mau kuliah, atau mau
kembali lagi, saya pilih kuliah. Nah waktu itu pas kaka
kantar saya itu di kapal tiba di Kupang ketemu suster
AM (komunitas AM), belum… saya belum tau itu AM
atau biara apa ha ah…suster dua orang itu orang Timor
semua ha terus waktu itu mereka kenalan terus mereka
sebut, kami ini biara AM, terus kan kok AM itu di
mana, o itu di ini Malang, o ini kakak saya bilang,
adek ini juga mau masuk IPI Malang, terus suster
bilang o pak, IPI itu dikelola oleh AM. Akhirnya kami
sama-sama dengan suster itu, terus suster tanya ini
adek sama bapak mau turun dimana, kami jawab kami
itu mau masuk IPI itu bagaimana?, kita ke biara dulu,
sampe Surabaya kita turun sama-sama naik travel,
terus kita ke biara AM di Malang itu, kami turun
langsung pimpinannya datang salaman trus suster yang
itu bilang ini mau masuk IPI, terus kami diantar, saya
itu terlambat training 2 hari saya terlambat, setelah
kakak antar saya langsung ke Bandung.
248
249
250
251
252
253
254
255
256
257
258
259
260
261
262
263
264
265
266
267
268
269
270
271
272
MTU : Hmm.. oke suster juga bilang bahwa saat pertama
suster masuk biara PRR kemudian keluar dan memilih
kuliah dan kemudian memilih masuk pada komunitas
AM, apa yang membuat suster lebih bertahan di AM
daripada di PRR?
273
274
275
276
277
P : Saya itu kuatnya karna anak-anak he em, kalo anak-
anak itu kalau mau tinggalkan mereka itu gak tega,
kita ini sudah normal kok kita ini melihat penderitaan
278
279
280
242
sedikit pun kita masih enak mereka itu penderitaannya
luar biasa, anak-anak itu, kalau saya mau tinggalkan
itu saya masih pikir tapi kadang juga saat emosi saat
kita emosi kan kita sembarang mengambil keputusan,
tapi kita kembali merenungkan kembali berdoa saat
doa itu apa maksudnya keinginan kita untuk pergi itu
hilang dengan berdoa gitu. Apalagi dengan anak yang
kita rawat dari bayi itu rasanya kalau kita mau
tinggalkan…mereka itu sudah kita anggap anak kita
sendiri, kalau mau meninggalkan mereka itu berat,
saya senangnya di AM itu dengan anak-anak itu
memberikan penghiburan, saat hati geram rasa
apa..kita pulang dari mana-mana lalu lihat mereka itu
kita rasa semua itu hilang.
281
282
283
284
285
286
287
288
289
290
291
292
293
294
MTU : Suster seberapa besar dukungan dari bapak dan paman
yang mendukung dari awal? 295
296
P : Bapak itu wah gak tau ya, saya juga, mereka itu kok
mendukung ya, gimana ya mereka itu kuat doa,
mereka itu bener-bener selalu mendukung, bapak itu
selalu mendukung, a… baru-baru ini kan saya
menceritakan ke mereka kalau ada temen-temen saya
yang tinggalkan, teman saya, teman saya satu
kampung tow, he eh dia sudah di komunitas dia
tinggalkan komunitas, nah saya cerita sama keluarga
saya, kakak ini yang awalnya tidak mendukung ini
saya sempat cerita itu, kakak bilang “kenapa mereka
seperti ini?”, saya bilang “ya tidak tau lah katanya
alasannya itu capek”, “lho semua orang di dunia ini
harus capek, orang mau makan itu harus bekerja dulu
baru dapet sesuatu, masak hanya itu, alasan itu tidak
masuk akal, pokoknya kalau kamu merasa seperti itu
kamu harus terus”, jadi saya itu tidak bisa kata-kata
lagi, mau bicara gak bisa lagi hahahahaha…..
297
298
299
300
301
302
303
304
305
306
307
308
309
310
311
312
313
MTU : Oke suster, berarti keluarga sepenuhnya mendukung
ya, nah bagaimana dukungan tersebut nyata dalam diri
suster?
314
315
316
P : Apa ya, mereka itu mendukung doanya itu kuat,
mereka berpesan kalau ada masalah kamu harus
hadapi, jadi saya saat ada masalah saya ingat pesan
mereka.
317
318
319
320
243
Partisipan 2 Wawancara 2
(P2W2)
Waktu : Minggu, 10 Maret 2013; pukul 10.34-11.28 WIB
Lokasi : Panti Asuhan, Salatiga
MTU : Selamat pagi suster. 1
P : Pagi mba… 2
MTU : Suster kalau boleh saya tahu suster itu asalnya dari
daerah mana ya? 3
4
P : Saya dari NTT di Atambua, saya di pulau Timornya. 5
MTU : Oh iya suster. Baik, suster pada wawancara yang
pertama suster mengatakan saat suster mengambil
keputusan hidup membiara, ayah setuju sedangkan ibu
tidak setuju, nah kalau boleh tau yang dimaksud ibu di
sini, ibu kandung suster atau ibu yang mengasuh suster
(mamak kecil)? Karena suster sebelumnya juga cerita
bahwa ibu kandung meninggal sebelum suster
mengambil keputusan hidup membiara.
6
7
8
9
10
11
12
13
P : Ooo itu, maksudnya itu mamak kecil saya, mamak
kandung saya kan meninggal dan belum tahu saya
punya keinginan untuk hidup membiara, jadi mamak
kecil saya waktu itu kan memang ada dia gak setuju
saya memilih menjadi seperti ini.
14
15
16
17
18
MTU : Ohh jadi yang gak setuju itu mamak kecil ya, lalu suster
kalau boleh tau suster anak ke berapa dari berapa
bersaudara?
19
20
21
P : Saya anak ke enam dari tujuh bersaudara, tapi anak ke
lima yang pas di atas saya itu sudah meninggal sejak
masih kecil.
22
23
24
MTU : Apakah suster satu-satunya anak perempuan? 25
P : Enggak, dari ketujuh itu perempuannya empat dan laki-
lakinya tiga. 26
27
MTU : Suster kalau boleh tau sejak kapan suster diasuh oleh
mamak kecil? 28
29
P : Saya, diasuh, waktu itu sejak kecil, sejak usia….. aduh
usia berapa saya gak tau pokoknya sejak masih bayi
saya diasuh sama mamak kecil.
30
31
32
MTU : Bisa suster ceritakan alasan suster diasuh oleh mamak
kecil? 33
34
244
P : Ohh… begini kan mamak kecil saya itu belum punya
anak, sudah menikah tapi belum punya anak, jadi saya
itu diasuh sama mamak kecil, istilahnya itu lho mba
buat pancingan supaya mamak kecil bisa punya anak.
35
36
37
38
MTU : Oo, lalu sampai usia berapa suster diasuh oleh mamak
kecil? 39
40
P : Waktu itu sampai saya kelas enam, karena saya sudah
dengar-dengar begitu kalau mamak saya itu bukan
mamak kandung saya tapi itu tante saya, terus kan
sekolah saya kan waktu itu jauh dari rumah mamak
kecil dan lebih dekat dengan rumah orang tua kandung
saya, jadi saya sering pulang ke rumah.
41
42
43
44
45
46
MTU : Ooo, baik suster kalau begitu bagaimana sih relasi
suster dengan mamak kecil itu? 47
48
P : Mamak itu dia itu eh apa itu… omongnya
banyak…cerewet gitu hehehe, jadi misalnya kalau udah
ngomong itu banyak dan bapak kalau dengar biasanya
ngomong, itu seperti radio begitu haha…
49
50
51
52
MTU : Lalu apakah suster dengan mamak kandung dan mamak
kecil suster merasa lebih dekat dengan yang mana? 53
54
P : Em…….ya karena sudah diasuh sejak kecil ya, jadi ya
sama mamak kecil saya lebih dekat. Saya itu sudah
dianggap anak pertamanya.
55
56
57
MTU : Kalau dengan mamak kandung bagaimana? 58
P : Mamak kandung saya itu ya gimana ya, ya biasa-biasa
aja gitu…heem, waktu meninggal juga ya…sedih sih
tapi ya gimana ya, ya gitu…
59
60
61
MTU : Suster lalu bagaimana relasi suster dengan bapak
kandung suster? 62
63
P : Bapak, hubungannya ya baik ya, ya biasa, ya bapak itu
rajin doanya. 64
65
MTU : Hmm, baik suster suster sebelumnya bercerita pada
awalnya mamak kecil gak setuju ya saat awal-awal
suster tertarik mengambil keputusan menjadi suster di
biara PRR, nah tapi lama-lama kemudian setuju.
Bagaimana sih prosesnya sampai mamak kecil itu
setuju?
66
67
68
69
70
71
P : Bagaimana ya, ya memang awalnya tidak setuju tapi
lama-lama mereka setuju, setelah melihat saya masuk
dalam pelatihan ya akhirnya setuju juga.
72
73
74
MTU : Kalau boleh tau kalau mamak kecil itu alasan gak 75
245
setujunya itu karena apa? 76
P : Yah, mungkin mamak (mamak kecil) itu pikir kan saya
anak paling pertama, jadi nanti siapa yang mungkin
menjaga dan mengurus adik-adik begitu.
77
78
79
MTU : Usaha apa yang suster lakukan saat itu agar keluarga
(mamak besar dan kakak-kakak) setuju? 80
81
P : Apa ya, ya saya itu nekat aja, saya ikut pembinaan, saya
waktu itu lulus tesnya dan saya diterima, terus saya
bilang sama mereka, ya saya akhirnya diijinkan, waktu
itu sebelum saya pergi kan biasanya ada acara kumpul-
kumpul gitu ya untuk perpisahan, ya saya gak tau ya
dalam hati mereka, tapi saat itu mereka gak
mengucapkan mereka gak setuju.
82
83
84
85
86
87
88
MTU : Bisa diceritakan saat itu apa sih yang suster lakukan
untuk meyakinkan keluarga? 89
90
P : Apa ya, ya setelah mereka melihat saya ikut pembinaan
ya mereka juga setuju. 91
92
MTU : Ada gak waktu itu yang membantu suster agar keluarga
setuju? 93
94
P : Ya ada, om saya itu, itu guru agama, om saya itu yang
bilang sama kakak-kakak saya, bapak saya, kasih
pengertian sama keluarga. Akhirnya keluarga juga
setuju.
95
96
97
98
MTU : Saat itu suster waktu awal mengambil keputusan suster
mantap gak? 99
100
P : iya saat itu pokoknya saya mau jadi suster, ya mantap. 101
MTU : Berarti tidak ada keraguan saat mengambil keputusan
itu? 102
103
P : Hmmm.. waktu itu sempat ada ya…ada ragu juga ya…
Ada teman saya…teman ya… kami sudah dari SMP itu
dekat, ya saya sempat kirim surat sama dia bilang kalau
saya memutuskan memilih menjadi suster, waktu itu dia
juga kaget gitu ya, dia bilang kenapa saya itu gak bilang
punya keinginan seperti itu, kenapa saya itu memberi
harapan sama dia, kan saya dengan orang tuanya kan
sudah kenal juga. Tapi setelah masuk saya jadi novis
begitu, sempat dia kirim surat bilang kalau dia
mendukung saya, dia mendukung pilihan saya, dia
bilang kalau memang sudah keputusan kamu itu ya
jalani jangan menengok ke belakang begitu. Waktu itu
saya ingat kalau pas dia itu sedang skripsi ya, waktu itu
104
105
106
107
108
109
110
111
112
113
114
115
116
246
pas saya kasih tau mau jadi suster, ya begitu heee… 117
MTU : Suster juga sebelumnya pernah menceritakan saat di
komunitas ada tantangan yang besar yang membuat
suster ingin meninggalkan hidup membiara, bisa suster
ceritakan bagaimana perasaan suster saat itu?
118
119
120
121
P : Waktu itu ya, saat saya ada tantangan itu, saya satu
malam itu saya gak bisa tidur, saya pikir bagaimana ya
kalau saya keluar, kalau saya keluar apa yang akan saya
lakukan di luar, saya juga ingat dengan saat-saat saya
memutuskan pilihan ini, saya ingat juga suka dukanya
menjalani ini, saya tidak bisa tidur. Saya besok pagi
saya telpon keluarga, itu mamak besarnya kakak ipar
saya, dia kan aktifis begitu ya di gereja, saya telpon
bagaimana ini, dia bilang saya tidak boleh keluar, kalau
ada masalah bilang sama pimpinan biar pimpinan yang
bantu cari jalan keluar, apa mau dipindah atau
bagaimana, begitu, saya akhirnya tidak jadi keluar itu.
122
123
124
125
126
127
128
129
130
131
132
133
MTU : Lalu saat itu perasaan apa sih yang muncul suster? 134
P : Ya sedih juga, ya saya pikir kalau saya tinggalkan
bagaimana apa yang saya lakukan di luar. 135
136
MTU : Berarti saat itu yang membantu meyakinkan suster
adalah mamak besar dari kakak ipar ya suster? 137
138
P : Iya. 139
MTU : Suster saat di AM ini, suster merawat anak-anak itu
apakah sudah terbiasa pengalaman mengurus anak-
anak?
140
141
142
P : Iya kan saya itu juga sudah terbiasa mengurus adik-adik
saya, mamak kecil saya kan buka usaha jadi sibuk, jadi
sering pergi, saya yang di rumah jagain dan ngurus
adik-adik.
143
144
145
146
MTU : Lalu suster bagaimana hubungan suster dengan keluarga
dengan kakak-kakak? 147
148
P : Baik ya. 149
MTU : Kalau suster pulang itu, apakah bertemu dengan
keluarga? 150
151
P : Iya bertemu, kalau saya pulang mereka pada datang dan
kumpul, kalau mereka gak datang saya yang
mengunjungi mereka.
152
153
154
MTU : O iya suster waktu pertama keluarga tau suster masuk
dalam pembinaan di biara PRR itu keluarga gak setuju
ya seperti yang baru suster ceritakan, nah bagaimana
155
156
157
247
Partisipan 2 Wawancara 3
(P2W3)
Waktu : Kamis, 4 April 2013; pukul 10.10-10.28 WIB
Lokasi : Panti Asuhan, Salatiga.
saat di AM, mereka setuju gak? 158
P : Waktu itu, kalau waktu saya di AM ini saya gak ada
cerita sama mereka, jadi kan mereka taunya saya kuliah
di IPI (Institut Pastoral Indonesia) padahal saya masuk
jadi suster, waktu itu waktu saya jadi novis saya
ditugaskan ke Atambua, terus mereka melihat saya,
mereka juga kaget melihat saya sudah pakai kerudung,
ya mereka kaget.
159
160
161
162
163
164
165
MTU : Suster berarti selama itu gak cerita sama keluarga? 166
P : Enggak, saya ada telpon mereka tapi saya gak bilang
saya ikut di AM. 167
168
MTU : Apa sih reaksi mereka saat itu? 169
P : Ya mereka juga kaget, kok kamu sudah seperti ini, he… 170
MTU : Saat itu apakah suster sempat pulang, saat ditugaskan di
Atambua? 171
172
P : Iya saya itu pulang, saya di rumah selama dua minggu. 173
MTU : Waktu itu mereka bertanya pada suster, bisa
diceritakan? 174
175
P : Ya mereka tanya kok sudah seperti ini, kok gak bilang
gitu, ya mereka kaget. 176
177
MTU : Mereka setuju gak dengan keputusan suster? 178
P : Mereka gak bilang apa-apa sih mereka kaget, waktu itu
saya juga bawa anak yang cacat juga tinggal di rumah,
ya mereka melihat anak itu, saya juga menceritakan kita
ini karyanya merawat anak-anak miskin, cacat seperti
itu, ya mereka setuju.
179
180
181
182
183
MTU : Selamat pagi suster… 1
P : Selamat pagi mba Maria… 2
MTU : Suster, sebelumnya suster pernah cerita, saat suster
nekat ikut pembinaan, lulus, baru terbuka sama
keluarga, baru bilang, nah kenapa suster saat itu bisa
nekat?
3
4
5
6
P : Iya ha ah, ya… karena itu kan keinginan mau jadi suster 7
248
itu kan dari…dari SD, dari SD kelas tiga tow, tapi karna
setelah tamat SD terus hilang ya..apa gak ada lagi
pikiran untuk itu, setelah SMA kelas dua baru
saya…apa..ingin, keinginan itu mulai muncul lagi
akhirnya saya ini apa, tanya teman yang tinggal dengan
suster itu untuk pembinaan, akhirnya saya ikut
pembinaan gitu.
8
9
10
11
12
13
14
MTU : Apa sih yang mungkin membuat suster nekat, saat itu
perasaan suster bagaimana? 15
16
P : Pokoknya perasaan itu pingin jadi, pingin jadi suster,
ingin sekali gitu jadi suster. 17
18
MTU : Walaupun mungkin ada tantangan (keluarga tidak
setuju) tetap ingin? 19
20
P : Ingin ha ah begitu. 21
MTU : Kenapa saat itu mesti nekat? 22
P : Ya memang saya pingin sekali ya untuk ini, mau masuk
suster gitu, saya kan sebelumnya belum beritahu diam-
diam saja ikut ini pembinaan, kemudian ikut tes, setelah
lulus tes baru saya beritahu kalau saya sudah lulus
begitu, nanti tanggal ini saya berangkat, berangkat ke
Flores begitu.
23
24
25
26
27
28
MTU : Berarti, keinginannya sangat besar ya suster. Berarti
suster tidak beritahu karna tidak diijinkan, makannya
diam-diam begitu suster?
29
30
31
P : Iya, sebelumnya saya beritahukan kakak waktu kelas
dua, saya sampaikan keinginan saya sama kakak, terus
kata dia “buat apa kamu kan jurusan IPA, buat apa
kamu masuk suster?”, gitu kan, nah diam-diam saya
ikut pembinaan itu hehehe..
32
33
34
35
36
MTU : Apa sih alasannya waktu itu suster tidak memberitahu
keluarga misalnya yang dekat dengan suster seperti
mamak kecil?
37
38
39
P : Iya, alasannya itu ya saya takut kan untuk mereka gak
setuju kalo beritahu dulu kan, jadi saya apa diam-diam
ikut begitu, setelah saya lulus baru beritahu, itu kan
pasti mau tidak mau mereka itu kan sudah (sambil
tertawa) itu kan, terlanjurlah.
40
41
42
43
44
MTU : Apa yang membuat suster itu berani untuk melakukan
hal yang nekat itu? 45
46
P : Ya pokoknya itu, saya pinginlah jadi suster seperti itu,
keinginan saya kerinduan saya, itu kan kerinduan itu 47
48
249
dari kecil ya, dari SD tapi ya karna situasi hilang
muncul begitu tow. 49
50
MTU : Berarti sejak keinginan itu kembali muncul suster itu
selalu terpikir sampai bertanya pada teman itu? 51
52
P : Iya ha ah, pokoknya saya senang mau ikut pembinaan
mau jadi suster itu gitu senang. 53
54
MTU : Berarti selama suster tidak memberitahu pada keluarga
waktu ikut pembinaan itu berarti selama satu tahu itu
suster?
55
56
57
P : Iya, setiap minggu, tapi itu pergi saya juga tidak
beritahu, saya pergi diam-diam mau iji ya saya mau ke
tempat teman begitu, tiap hari minggu.
58
59
60
MTU : Nah berarti satu tahun itu suster menyimpan rahasia
besar, bagaimana sih saat itu perasaan suster? 61
62
P : Ya pokoknya saya biasa saja hanya diam-diam gitu. 63
MTU : Ada gak perasaan takut ketahuan? 64
P : Pernah juga sih. 65
MTU : Berarti saat itu suster merasa senang ikut pembinaan
tapi juga ada rasa takut ketahuan, begitu suster? 66
67
P : Iya, saya itu senang ikut pembinaan kan ketemu suster,
tapi ada rasa khawatir juga sih. 68
69
MTU : Apa yang menjadi pertimbangan suster untuk berbuat
nekat? 70
71
P : Saya takut nanti gak boleh tow orang tua gak mau lebih
baik saya diam-diam saja, baru saya nanti tow beritahu
kalau sudah lulus.
72
73
74
MTU : Saat suster mengalami masalah dalam komunitas, suster
bercerita kalau saat itu suster menghubungi ibu dari
kakak ipar, nah kenapa saat itu ibu dari kakak ipar yang
dihubungi/ditelpon?
75
76
77
78
P : Ya itu karna, waktu itu yang bisa saya hubungi itu, saya
hanya tau nomor itu, dulu kan kita belum ada hp jadi ini
apa pake nomor telpon rumah, nah yang bisa dihubungi
itu mamak itu gitu, kan yang lain itu gak ada, kakak
saya kan waktu itu di Timor Leste, jadi gak bisa
dihubungi begitu.
79
80
81
82
83
84
MTU : Ada faktor lain, mungkin karna suster dekat dengan
beliau? 85
86
P : Enggak, gak dekat juga sih, itu mamak besar kakak ipar
saya bukan mamak kandung, sering ke rumah tow,
waktu saya di Atambua sering datang ke rumah dan
87
88
89
250
mamak itu juga orangnya aktif, aktif di gereja tow, aktif
gitu he eh. Waktu itu saya telpon itu saya kan…pasti
mamak ini bisa bantu, saya kan mau…mau keluar,
pokoknya mau mengundurkan diri, tapi mamak itu
nasihat kamu tidak boleh tinggalkan panggilan, lebih
baik sekarang kamu ketemu dengan pimpinan kamu,
nanti pimpinan kamu pindahkan kemana ya terserah,
mungkin mau ke komunitas lain gitu.
90
91
92
93
94
95
96
97
MTU : Berarti saat itu, mamak kecil pun saat itu tidak tahu
karena tidak bisa dihubungi ya? 98
99
P : Ya ya, gak bisa dihubungi, karna kan di kampung, yang
bisa dihubungi ya mamak itu (mamak dari kakak ipar)
he eh.
100
101
102
MTU : Saat masalah itu terjadi, siapa saja yang mempengaruhi
suster supaya suster itu lanjut terus selain dari mamak
dari kakak ipar?
103
104
105
P : Oh itu, itu dari temen-temen saya, teman-teman banyak
yang mendukung saya supaya saya tetap ha ah, terus
yang mamak, teman-teman, terus ini pimpinan ha ah
pimpinan itu yang member apa arahan, pembinaan biar
saya tetap.
106
107
108
109
110
MTU : Sebelumnya suster pernah bercerita saat suster kuliah di
Malang dan kemudian suster memutuskan untuk masuk
pembinaan menjadi suster di AM itu, suster kan
kemudian mendapatkan tugas untuk pergi ke daerah
suster tinggal, dan saat keluarga lihat mereka kaget, nah
reaksi apa yang timbul selain daripada kaget?
111
112
113
114
115
116
P : Waktu itu kan saya tugas di Atambua tow padahal saya
kan baru dua tahun di Malang ha ah, terus diutus ke
Atambua, saya pulang ke rumah, mau kunjung saja,
kunjung ke orang tua tow, terus saya tiba di sana
mereka kaget kok…”kok kamu jadi suster ya?”, “iya
saya jadi suster”, “katanya kamu ini apa kuliah kok”,
“iya saya kuliah tow, sambil kuliah sambil masuk
suster”, ya awalnya kaget reaksinya kaget gitu ya sudah
(sambil tertawa).
117
118
119
120
121
122
123
124
125
MTU : Ada gak yang mungkin marah begitu? 126
P : Enggak, enggak, gak marah, ya ada yang meneteskan
air mata ya gitu keluarga. 127
128
MTU : Meneteskan air mata itu mereka bagaimana? 129
P : Hah, maksudnya mereka itu merasa terharu. 130
251
MTU : Siapa itu suster yang menangis saat itu? 131
P : Yah itu ada kakak, adek, mamak kecil itu yang
menangis, mereka itu terharu. 132
133
MTU : Kalau dari bapak itu reaksinya bagaimana? 134
P : Begitu saja, mau bagaimana, ya senang..senang. 135
MTU : O iya suster, suster kelahiran tahun berapa? 136
P : Oh iya, oh sudah tua sih hehehe....., 27 Oktober 1972.
Sudah tua ya hehe… 137
138
MTU : Oh hehehe, sekitar kepala 4 ya suster. 139
P : Iya, sudah tua ya. 140
MTU : Waktu suster diasuh oleh mamak kecil itu, sejak dari
bayi ya? 141
142
P : Iya, sejak bayi, waktu itu usianya saya kurang tau, ya
kurang lebih sekitar usia satu tahun. 143
144
MTU : Lalu, kapan tepatnya, suster mengetahui kalau mamak
kecil itu bukan ibu kandung suster? 145
146
P : Oh itu dari SD, SD kelas enam, hah SD kelas enam
sudah tahu he eh. Jadi saya apa.. pulang sekolah sering
ke rumah orang tua saya itu.
147
148
149
MTU : Berarti sejak saat itu suster, tinggalnya dengan keluarga
yang mana? 150
151
P : Sejak kelas enam itu, tinggal dengan orang tua, orang
tua kandung. Karena saya juga sering ke rumah orang
tua saya itu, mereka biar saja lepas, tapi saya juga sering
pergi ke rumah mamak kecil.
152
153
154
155
MTU : Berarti adiknya suster, dari mamak kecil, itu ada
berapa? 156
157
P : Ada lima ha ah, lima anak, tapi yang satu sudah
meninggal SMP kelas dua, dia yang bungsu, yang
bungsu itu yang meninggal.
158
159
160
MTU : Suster kalau dengan bapak, suster lebih dekat dengan
bapak kandung, atau bapak asuh (suami mamak kecil)? 161
162
P : Setelah mamak saya meninggal itu, dekat dengan ya,
bapak saya, bapak dari mamak kecil juga dekat, ya
begitu-begitu saja, kan saya sudah jauh tow, kalau
pulang ya ketemu begitu.
163
164
165
166
MTU : kalau suster memandang bapak (suami dari mamak
kecil) itu bagaimana sih? 167
168
P : Orangnya itu baik, sayang sih, hanya dari sayangnya
saja, tapi lebih ke orang tua kandung saya. 169
170
MTU : Berarti SMP itu sudah tinggal sama orang tua kandung 171
252
ya? 172
P : SMP itu saya sudah di luar tow, saya tinggal dengan
kakak dan om saya di Timor Leste. Jadi libur baru
pulang, liburan natal, liburan besar. SMP dan SMA di
Timor Leste.
173
174
175
176
MTU : Jadi pulang itu setelah selesai SMA? 177
P : Memang sih setiap tahun itu pulang sih, sebentar ya,
liburan besar dan natal ya pulang. 178
179
MTU : Waktu SMA itu kan suster mengikuti pembinaan yang
suster tidak bilang itu. Berarti itu di Timor Leste? 180
181
P : Iya. 182
MTU : Berarti, waktu suster cerita kalau tidak memberitahu
keluarga dan diam-diam mengikuti pelatihan itu, yang
dimaksud itu berbohong pada kakak dan keluarga om?
183
184
185
P : Iya, keluarga om, keluarga orang tua ka nada di
kampung, di Atambua gitu he eh. 186
187
MTU : Berarti, bapak di Atambua, gak tau sama sekali ya? 188
P : Iya, bapak gak tau. 189
MTU : Berarti suster itu, ingin masuk PRR yang ada di Timor
Leste? 190
191
P : Iya ha ah 192
MTU : Berarti setelah selesai, suster pulang ke rumah, bilang
sama orang tua kalau mau masuk kesusteran? 193
194
P : Iya. 195
MTU : Suster kan pernah cerita, kembali ke rumah dari biara
PRR, karena sakit, itu pulang ke rumah yang di Timor
Leste, atau yang di Atambua?
196
197
198
P : Pertama pulang ke Timor Leste dulu baru ke Atambua,
karena kebetulan kakak saya juga ada yang nikah. 199
200
MTU : Suster kalau boleh tahu, saat di PRR, suster sakitnya itu
apakah sering, sehingga biara pun mengijinkan suster
untuk pulang ke rumah?
201
202
203
P : Sering sakit 204
MTU : Boleh tahu suster sakit apa saat itu? 205
P : Sakitnya itu aneh lho, periksa di dokter gak ada
penyakit, sering ke dokter periksa tapi normal aja
rasanya, tapi yang saya rasa sakit gak tahu ya. Hanya
saya lambung sama malaria itu, memang saya dari kecil.
206
207
208
209
MTU : Selama di biara itu, suster sakit berapa kali kira-kira? 210
P : Di biara itu saya berapa kali waktu itu. Itu kan hanya
saya di sana Sembilan bulan, itu terus saya ke rumah 211
212
253
sakit itu berapa kali ya, sekitar tiga atau berapa kali gitu
selama Sembilan bulan. 213
214
MTU : Suster masuk PRR itu tahun berapa? 215
P : Tahun 1995, berangkatnya itu kan bulan Juli, pulangnya
itu bulan Maret 1996. Saya berobat di Ende, sekitar satu
minggu, setelah itu ke Timor Leste. Pulang ke Atambua
sekitar tiga bulan.
216
217
218
219
MTU : Berangkat ke Jawa Timur tahun berapa suster? 220
P : Dari Timor Leste, tanggal 29 Juni 1996, tiba di Malang
1 Juli. Kan dengan kapal laut tow, jadi tiga malam di
perjalanan. Di Malang kan untuk kuliah di IPI, terus
selang ikut training, sekitar kurang lebih tiga minggu
untuk masuk IPI.
221
222
223
224
225
MTU : Saat masuk biara AM ini kapan ya suster tepatnya? 226
P : Pertama itu kan perkenalan aspiran, perkenalan itu tiga
bulan, saya waktu itu perkenalannya bulan Agustus
sampai Desember, setelah itu tanggal 30 Desember itu
kita diterima, diterima sebagai aspiran satu tahun,
postulant satu tahun, terus novis itu tiga tahun, terus
kaul pertamanya sembilan tahun, terus 27 September
tahun 2010 baru kaul kekal.
227
228
229
230
231
232
233
MTU : Nah keluarga itu tahu saat suster ditugaskan ke
Atambua, berarti masih novis? 234
235
P : Waktu ke Atambua itu saya masih novis. 236
MTU : Kuliahnya dilanjutkan atau tidak? 237
P : Dilanjutkan, setelah saya masuk biara AM itu kuliahnya
dilanjutkan, sembil kuliah begitu. 238
239
MTU : Berarti kuliah selesai ya, saat itu kuliah suster S1? 240
P : Enggak, saya yang D3. 241
MTU : Saat ke Atambua, saat orang tua tahu itu tahun berapa
suster? 242
243
P : Eee….., pertama saya ke Atambua itu ya waktu saya
novis itu ya, saya di sana itu satu tahun, tugas di
Atambua, sekalian melayani pengungsi. Januari 1999
saya ke Atambua, kembali lagi ke Malang Desember
1999.
244
245
246
247
248
MTU : Saat orang tua ketemu sama suster, kuliah sudah selesai
ya? 249
250
P : Sudah selesai. 251
MTU : Keluarga ada yang menjenguk gak? 252
P : Ada, keluarga ada yang menjenguk, ada mamak kecil, 253
254
ada om-om, ada kakak. 254
MTU : Waktu di Atambua, suster pulang ke rumah berapa kali? 255
P : Pulangnya dua kali lah, pertama kali datang terus mau
pas mau pulang itu. 256
257
255
Partisipan 3 Wawancara 1
(P3W1)
Waktu : Sabtu, 12 Januari 2013; pukul 13.25-14.02 WIB
Lokasi : Vihara Ampel
MTU : Selamat siang samaneri… 1
P : Selamat siang. 2
MTU : Terima kasih sudah bersedia melakukan wawancara
hari ini. 3
4
P : Iya. 5
MTU : Baik, jadi begini samaneri, saya ini tertarik dengan
kehidupan membiara yang dijalani oleh beberapa orang
yang banyak orang tidak mengambil keputusan seperti
ini, seperti yang samaneri jalani. Kalau boleh saya tahu
sejak kapan samaneri memiliki keinginan untuk hidup
membiara?
6
7
8
9
10
11
P : Keinginan ini timbul waktu saya SMA kelas 2, nah
mama masih hidup waktu itu, kan saya anak cewek
satu-satunya adik saya dua cowok, nah saya ijin sama
mama tapi gak dikasih ya udah saya urungkan niatnya,
nah udah gitu mama meninggal akhir saya SMA kelas
2 mau naik kelas 3 mama meninggal, kemudian waktu
2004 orang tua saya kena tsunami, nah kena tsunami
sama adik saya jadi tinggal saya sendiri, jadi saya
berpikir ulang kenapa tidak saya ambil membiara gitu
kan, e sedangkan kedua orang tua saya sudah tidak ada
gitu kan, akhirnya saya memutuskan keluar dari
pekerjaan saya, saya hidup membiara.
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
MTU : Hmmm… iya… jadi sebelum hidup membiara
samaneri pernah bekerja? 24
25
P : Iya. 26
MTU : Kalau boleh tau dibidang apa? 27
P : Selama berapa tahun ya (sambil melihat keatas
mencoba mengingat), saya tamat tahun 99 sampai
tahun 2004 kemaren saya bekerja di Medan bagian
finance itu 4 tahun, habis itu kepala kasir di Jakarta dan
kemudian pernah kerja di Malaysia, baru kesini (sambil
menunjuk tempat wawancara kami).
28
29
30
31
32
33
MTU : Apakah samaneri sejak kecil pernah terpikir untuk
hidup membiara? 34
35
256
P : Enggak (menggelengkan kepala), nah waktu kecil kan
kita tinggal di Aceh, jarang sekali ada bhikkhu yang
kesana, jadi pas bhikkhu datang itu kita liat, ih
hidupnya tenang, orangnya anggun, akhirnya saya
suka, nah pas SMA itu saya memutuskan untuk ikut
pelatihan tapi ternyata tidak direstui.
36
37
38
39
40
41
MTU : Jadi sebelum menjadi samaneri itu sudah ada
latihannya ya? itu berapa lama samaneri? 42
43
P : Tergantung gurunya, jadi ini kan bajunya coklat
(menunjuk baju/jubahnya), ada juga yang putih, nah
saya latihan selama 5 bulan, baru saya jadi samaneri,
sebelum itu anagarini.
44
45
46
47
MTU : Samaneri tadi mengatakan tertarik untuk hidup
membiara karena melihat seorang bhikkhu yang datang
melayani ke Aceh, bisa samaneri jelaskan lebih rinci
lagi mengapa sehingga samaneri benar-benar tertarik
dengan kehidupan membiara?
48
49
50
51
52
P : Karena gini, saya kan dari keluarga yang dibilang kaya
tidak, dibilang miskin juga tidak karena kita hidup
sederhana nah kita liat, kan orang tua kadang kan
masalah keuangan kan ada cekcoknya, nah kemudian
saya merasa bosan dengan cekcok-cekcok orang tua,
nah saya liat ternyata seorang bhikkhu itu hidupnya
damai, jadi saya ingin kehidupan yang damai itu jadi
saya ingin sekali latihan tapi gak direstui orang tua
(sambil tersenyum).
53
54
55
56
57
58
59
60
61
MTU : Samaneri, bagaimana perasaan samaneri ketika gak
direstui oleh orang tua untuk ikut pelatihan? 62
63
P : ee…, waktu itu mungkin masih anak SMA ya jadi gak
direstuin ya udah cuek gitu, konsentrasi dengan sekolah
dan pelajaran lagi.
64
65
66
MTU : Hmm, mungkin ada perasaan lain yang timbul yang
samaneri rasakan saat keinginannya tidak didukung
oleh orangtua?
67
68
69
P : Kecewa pasti, tapi ya mungkin mereka orangtua jadi
tidak terlalu mengambil hati, mungkin karena alasan
mama begini, saya cewek satu-satunya di keluarga nah
kalau saya membiara, ee… mama gak rela, jadi ya
udah saya menerima, apalagi setelah mama meninggal
kan, tinggal papa sama adik, nah habis itu saya merasa
ooo, ya udah saya ngurus keluarga
70
71
72
73
74
75
76
257
MTU : Jadi keinginan samaneri sempat terpendam lagi saat
mama meninggal? 77
78
P : Hehehe… iya. 79
MTU : Baik, kalau begitu samaneri, kapan dan seberapa besar
keinginan untuk hidup membiara itu timbul? 80
81
P : Setelah saya mengetahui orang tua saya meninggal,
papa kena tsunami, adik kena tsunami, jadi satu
keluarga 3 orang kena tsunami, kan mama meninggal
dan yang ketiganya itu kena tsunami, settelah itu saya
berpikir, memang kerja saya gaji lumayan, tetapi saya
berpikir ulang, saya kan bertekad tidak ingin
berumahtangga, tidak berumahtangga, saya berpikir
ulang saya cari uang banyak-banyak untuk apa, jadi ya
udahlah saya memutuskan saya ingin hidup membiara
aja.
82
83
84
85
86
87
88
89
90
91
MTU : Berarti itu sejak papa sama adik gak ada (meninggal)
ya? 92
93
P : Ha ah, habis tsunami saya sempat bekerja di Malaysia
selama 2 tahun, jadi saya berpikir kerja berat-berat
banyak uang untuk apa, jadi saya memutuskan untuk
membiara.
94
95
96
97
MTU : Apakah samaneri saat akan mengikuti pelatihan,
samaneri sudah tahu akan peraturan-peraturan dalam
biara? apakah samaneri tetap ingin hidup membiara
setelah mengetahui peraturan-peraturan tersebut?
98
99
100
101
P : Iya (menganguk sambil tertawa), karena saya tahu saat
saya menjadi anagarini saya menjalankan 8 peraturan,
sedangkan samanerinya 10 peraturan, nah bagi saya 10
peraturan itu gak masalah, karna kan tidak terlalu berat
bagi saya, jadi saya merasa mampu
102
103
104
105
106
MTU : Samaneri bagaimana samaneri menumbuhkan
keinginan untuk hidup membiara? Bagaima samaneri
mengembangkan keinginan itu?
107
108
109
P : Waktu saya SMA itu saya kan….. kita kan di agama
Buddha ada 3 aliran, nah aliran Mahayana, Theravada,
dan Tantrayana, nah yang Theravada kan memakai
jubah begini (sambil menunjuk jubahnya), nah kalau
Mahayana kan pake jubah kayak yang di Taiwan-
Taiwan di film-film itu kan yang kuning itu kan, kalau
yang Tantra kan merah, jubah merah nah kalau itu
Tantra. Saya dari dulu ingin sekali memakai jubah
110
111
112
113
114
115
116
117
258
seperti ini yang Theravada nah dialiran Theravada itu
bhikhuni itu belum ada, jadi saya memutuskan ya
udahlah saya enggak latihan dulu, saya enggak
membiara dulu, nah kemudian kan saya bekerja-
bekerja, nah waktu mulai aktif facebook, facebook
mulai membooming nah kita main-main di facebook,
nah lihat kok ada samaneri yang pakai jubah ini, nah
saya merasa tertarik kan, saya tanya kok, eee tukar no
telpon, kemudian dibilang saya (orang yang bertukar
no telpon) sekarang pelatihan di Jawa Tengah katanya,
jadi saya bilang saya ingin sekali latihan, waktu itu
saya pulang dari Malaysia, dia bilang kalau misal mau
latihan nanti kita ketemuan dulu di Jakarta, waktu itu
saya domisili di Jakarta, kemudian kita jumpa dan
ketemu dengan guru saya sekarang ini, bhante
S, kita jumpa di Vihara Ekayana, kemudian saya
merasa saya dekat dengan bhante S, jadi kita sering
kontek-kontek, akhirnya saya memutuskan, sudah
ternyata sudah ada samaneri yang jubah kayak gini,
jadi saya ingin latihan.
118
119
120
121
122
123
124
125
126
127
128
129
130
131
132
133
134
135
136
137
MTU : Jadi samaneri mencari informasi terus ya? 138
P : He eh, karena bhikkhuni untuk Theravada belum ada,
tetapi sekarang saya tahu ada tetapi dithabiskan di
Srilangka.
139
140
141
MTU : Jadi dari waktu ke waktu keinginan samaneri untuk
hidup membiara tidak pernah hilang, tapi terhalang,
begitu ya samaneri?
142
143
144
P : He eh, iya, tetap ada hanya tinggal cari kesempatan
kapan (hehehe…) 145
146
MTU : Waktu itu, siapa yang samaneri beritahu pertama kali
kalau samaneri memiliki keinginan untuk hidup
membiara?
147
148
149
P : Mama, karna kan saya satu kamar sama mama, jadi
sering curhat sama mama. Nah saya memang waktu
memutuskan hidup membiara itu memang saya aktif di
vihara, saya aktif di vihara kan, tapi mama kan
memang agama Buddha tetapi tidak mengerti ajaran
Buddha itu apa, mereka hanya ke klenteng, hanya
sembahyang-sembahyang bakar hio, nancep gitu udah
permohonan-permohonan gitu, mama cuma tau begitu,
mama tidak aktif, jadi waktu saya bilang ingin menjadi
150
151
152
153
154
155
156
157
158
259
samaneri gitu kan ikut pelatihan membiara mama
langsung gak setuju, karna kan pendapat orang tua itu
kalau kita sudah hidup membiara itu tidak boleh
ketemu orang tua lagi begitu pemikiran mereka, jadi
waktu itu kan saya masih vakum gak mengerti apa-apa
tentang membiara itu, jadi saya bilang “boleh lah,
boleh pulang”, kata mama “gak boleh, itu anaknya
siapa (teman) jadi biksu gak boleh pulang”, jadi mama
gak kasih karna kan saya cewek satu-satunya. Padahal
boleh kalau kita memang ada waktu, mengunjungi
orang tua boleh.
159
160
161
162
163
164
165
166
167
168
169
MTU : Selain keluarga inti, ada gak mungkin yang tidak setuju
dengan keputusan samaneri? 170
171
P : Ada dari paman saya, kan perlu ijin dari keluarga
terdekat untuk ikut latihan, karena keluarga saya gak
ada, saya ijin ke keluarga paman, nah waktu saya minta
ijin dia bilang, “gak usahlah, nikah aja”, aduh saya gak
kepikiran nikah gitu, ya kata paman kalau memang
kamu merasa ingin seperti ini, ya kamu jalani, jangan
buat yang jahat-jahat, jangan terpengaruh dengan
teman yang enggak-enggak, kalau kamu mau
membiara ya silahkan yang penting kamu bisa jaga
diri.
172
173
174
175
176
177
178
179
180
181
MTU : Berarti samaneri membuat surat ijin untuk
ditandatangani oleh paman selaku keluarga? 182
183
P : Waktu itu saya gak jadi buat (sambil tertawa), karena
kan saya tuh gak tau apa-apa bagaimana format-
formatnya, terus saya telephone bhante, saya tanya
“bagaimana bhante format suratnya seperti apa?”, terus
kata bhante “ya sudah tidak usah buat yang penting
keluarga kamu mengijinkan, sehingga kalau ada apa-
apa keluarga gak nyari”.
184
185
186
187
188
189
190
MTU : Siapa yang berperan sangat besar, sehingga samaneri
mengambil keputusan untuk hidup membiara? 191
192
P : Waktu saya aktif di vihara Ekayana Jakarta, di Ekayana
Buddhist Center, saya punya temen banyak, dan
mereka mendukung, sebenarnya mereka juga ingin
seperti saya, ikut latihan hidup membiara, tetapi
mereka kan masih dari keluarga yang lengkap jadi
mereka terbebani, belum bisa, tapi mereka tetap
mendukung saya. Nah dukungan kedua mungkin
193
194
195
196
197
198
199
260
dari samaneri yang saya kenal itu, samaneri T
namanya, waktu saya kesini ke Jawa ini, saya tuh gak
kenal Jawa tuh kayak gimana, kotanya bagaimana, saya
gak tau, tapi bhante S, guru saya itu bilang, “kamu
datang ke Jawa, nanti dijemput sama samaneri T,
jadi saya datang sendiri kayak orang ilang (tersenyum
dan tertawa), nah habis itu ketemu sama samaneri, kita
gak saling kenal hmmm… akhirnya “dimana kamu?”,
“saya disini”, dan yang keluar pake jubah gini
(menunjuk jubahnya), ya berarti dia ( sambil
tersenyum), baru kita kenalan. Padahal saya belum
kenal apakah orang baik atau tidak, tapi saya
memberanikan diri.
200
201
202
203
204
205
206
207
208
209
210
211
212
MTU : Bentuk dukungan mereka itu seperti apa? 213
P : Kasih support terus karna untuk latihan membiara itu
tidak mudah, sangat tidak mudah karna pertama harus
adaptasi dulu, nah saya sampai disini pertama sampai
disini, saya dibiarkan lepas gitu, gak ditegur, gak
disuruh makan, jadi dilepasin, saya kan bingung saya
masih awam sekali, saya tanya samaneri,
kalau ke vihara itu kita harus gimana, nah kalau guru
saya bhante S, itu biasanya kalau bawa murid,
dibawa kesini terus disuruh adaptasi selama satu atau
dua minggu, biar beradaptasi kehidupan disini itu
seperti apa dan bagaimana kebiasaannya, setelah itu
kita akan ditanya, mau lanjut apa lepas (keluar dari
hidup membiara). Nah setelah 7 minggu, bhante S,
suruh samanera gundulin, “kamu sudah siap?”, “siap”,
biar kita terbiasa hidup dilingkungan seperti ini.
214
215
216
217
218
219
220
221
222
223
224
225
226
227
228
MTU : Jadi adaptasi sekitar 7 minggu itu ya? 229
P : Iya, kalau saya adaptasinya selama 7 minggu. 230
MTU : O berarti setiap orang berbeda? 231
P : Iya, tergantung gurunya, kalau gurunya tanya sudah
siap dan kita siap y, ada juga yang 2 bulan. 232
233
MTU : Berarti, tergantung kesiapan dari individunya sendiri ya
samaneri, apakah dia siap untuk lanjut apa belum atau
malah lepas.
234
235
236
P : He eh, tergantung dari orangnya sendiri juga, tidak
dipaksa. Guru saya juga selalu beri dukungan dengan
berkata yang penting semangat kalau sudah ada niat
tapi gak semangat sama aja boong, kalau sudah ada niat
237
238
239
240
261
dan tetap semangat itu baru gitu. 241
MTU : Tadi samaneri mengatakan bahwa tidak mudah untuk
menjalani hidup membiara, bagaimana perasaan
samaneri saat pertama kali masuk ke kehidupan
tersebut?
242
243
244
245
P : Pertama masuk saya jadi anagarini, kalau waktu masih
umat awam kan kita makan 3 kali sehari, setelah kita
masuk kan kita 2 hari sekali, lewat dari jam 12 kita
tidak makan lagi, nah itu mungkin berat bagi saya
waktu awal-awal, tapi saya berusaha saya bisa, saya
bisa, tapi malemnya keroncongan (sambil tertawa), tapi
saya minum teh akhirnya bisa.
246
247
248
249
250
251
252
MTU : Lalu bagaimana dengan kehidupan dengan orang-orang
didalam komunitas samaneri? dengan berbagai ragam
orang, apakah ada kesulitan?
253
254
255
P : Kita teman biasa, walaupun kita dibedakan oleh jubah
dan pemikiran kita masih awam, tapi seawam-
awamnya pikiran samaneri, kita harus mengalah,
misalnya ada masalah kita ya selesaikan dengan cepat,
pertengkaran pasti ada, selisih paham pasti ada tetapi
kita selesaikan secepatnya kalau bisa, kita bertanya ada
apa, misalnya mereka bilang kamu gini-gini, ya wes
besok saya gak kayak gitu, nah gitu.
256
257
258
259
260
261
262
263
MTU : Apakah samaneri, merasa kangen dengan keluarga
samaneri di Aceh sana? 264
265
P : Ada, karna masih ada, apalagi ada mama angkat, mama
angkat sangat baik, nah saya ni liburan rencana pengen
pulang, tapi KKN nanti, nanti kalau udah tamat nanti
pulang, kan saya rencananya saya diwisuda suruh
mereka datang, tapi kalau gak bisa saya yang kesana.
266
267
268
269
270
MTU : Waktu samaneri memutuskan untuk hidup membiara,
mama angkat setuju gak? 271
272
P : Ooooo, setuju banget, mama angkat kan rajin ke
vihara, dia malah seneng. 273
274
MTU : Samaneri kan lihat seorang bhikku, bagaimana itu bisa
terpengaruh untuk hidup membiara? 275
276
P : Nah karna itu kan, bosen sama cekcok orang tua itu
kan pertama karena saya merasa di Aceh itu kan di
kampung, walaupun kampung pun masih agak kota,
misalnya gini, kita pulang malam aja, kita bisa jadi
gossip satu RT, aduh manusia ini, kita bosan dengan
277
278
279
280
281
262
yang seperti itu, kalau bilang saya ingin mengasingkan
diri, memang mungkin itu, tetapi saat kita lihat
kehidupan seorang bhante sangat damai, kenapa saya
mesti mengasingkan diri, kalau saya bisa seperti
mereka gitu kan, punya keluarga yang akur, itu yang
membuat saya ingin… sekali latihan membiara.
282
283
284
285
286
287
MTU : Bagaimana perasaan samaneri setelah menjadi
samaneri? 288
289
P : Senang sekali tentunya, dan oo jadi samaneri itu gini ya
ternyata, saya ini dulunya penakut dibebani dengan
tugas ceramah di depan orang banyak sangat sangat
membuat saya kedinginan (hehehehe…..), aduh
keringatan tapi sekarang saya seneng kalau disuruh
ceramah saya seneng, ketemu sama ibu-ibu, bapak-
bapak, itu tidak beban lagi bagi saya, mungkin awal-
awal iya.
290
291
292
293
294
295
296
297
MTU : Samaneri, berarti samaneri saat pelatihan anagarini di
sini ya? Di Ampel? 298
299
P : Iya, jadi saya disini, setelah saya siap lalu samanera
menggundul kepala saya, saya juga menerima 8 sila
(peraturan), saya dibawa sama guru saya ke vihara di
Pati, disitu saya pembinaan selama 5 bulan menjadi
seorang anagarini ini seperti ini.
300
301
302
303
304
MTU : Nah, bagaimana perasaan samaneri saat pelatihan
tersebut? 305
306
P : Disitu saya ketakutan, ketakutannya gini bagaimana ya
saya jika berjumpa dengan umat, nanti umat tanya a
saya jawabnya c, karna waktu saya di Aceh itu
pendidikan agama Buddha itu kurang sekali, nah disini
saya kuliah, awalnya saya gak niat kuliah, disini untuk
latihan membiara, tetapi saya ingat lagi umatnya aja
sudah pinter-pinter nanti saya diatanya a jawabnya c,
kan gak nyambung banget, ketakutan, was-was, kadang
saya berpikir ingin pulang aja, tetapi gak ah aku udah
sampe sini, ngapain pulang lagi gitu kan pokoknya
berkecambuk disitu, akhirnya disitu bhante menyuruh
latihan membaca parrita, membaca sutra, mantra,
pokoknya setiap hari tuh ada latihannya, jadi nanti
untuk terjun ke masyarakat kita bisa jadi setiap hari
latihan-latihan ya itulah.
307
308
309
310
311
312
313
314
315
316
317
318
319
320
321
MTU : Samaneri pernah gak mengalami fase keinginan untuk 322
263
hidup membiara sangat kuat tapi juga suatu waktu
sangat lemah, seperti itu? 323
324
P : Pasti ada, waktu awal-awal, saat saya menjadi samaneri
diwajibkan ceramah, saya tuh kesulitan aduh saya
pingin pulang aja, jadi umat biasa bekerja begitu, tetapi
setelah dijalani ceramahnya, saya gak takut lagi, malah
beberapa orang bilang “samaneri sukses lho, umatnya
pada senang”, ibu-ibunya pada suka, jadi itu yang
membuat saya termotivasi banget.
325
326
327
328
329
330
331
Partisipan 3 Wawancara 2
(P3W2)
Waktu : Rabu, 30 Januari 2013; pukul 14.27-15.01 WIB
Lokasi : Vihara Ampel
MTU : Selamat sore samaneri, maaf ni samaneri mengganggu. 1
P : Iya gak apa, selamat sore. 2
MTU : O iya samaneri mohon maaf, saya mau tanya samaneri
kelahiran tahun berapa ya samaneri? 3
4
P : Saya kelahiran „79. 5
MTU : Baik, samaneri pada interview yang pertama samaneri
menceritakan bahwa ibu samaneri sudah gak ada atau
meninggal, setelah ibu gak ada, kemudian juga
samaneri juga kehilangan anggota keluarga yang lain
seperti ayah dan kedua adik samaneri karena terkena
bencana tsunami, bagaimana sih arti peristiwa itu bagi
samaneri?
6
7
8
9
10
11
12
P : Begini kan setelah tamat sekolah SMA, saya kan sudah
keluar kota, awal ke Medan lalu ke Jakarta, nah tahun
2004 itu kan tsunami nah setelah itu a… saya masih
apa, setelah tsunami itu saya masih sempat kerja ke
Malaysia, nah setelah ke Malaysia kan balik, balik saya
pikir ulang kalo misalnya saya masih kerja terus gitu
kan, kan keinginan saya untuk latihan ini kan sudah
dari dulu, jadi saya berpikir lagi, selesai nabung uang
begitu banyak untuk apa gitu kan, keinginan menikah
memang tidak ada, tidak ada jadi ya sudah saya bilang
ya sudah saya mau latihan saja apalagi waktu itu udah
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
264
kenal dengan samaneri T dari facebook, nah udah
kenalan itu ya udah itu yang membuat tekad saya
makin bulat.
24
25
26
MTU : Kalau dari peristiwa tsunami itu, apa arti peristiwa itu
bagi samaneri? 27
28
P : Itu sangat apa….. piye ya… a… peristiwa itu sangat
melukai saya, karna tiba-tiba dulu tiba-tiba saya harus
kehilangan ibu karna saya dekat sama ibu apalagi saya
cewek satu-satunya di rumah tapi setelah ibu
meninggal kan sedikit demi sedikit… sempat tinggal
dengan adik mama di Biak, setelah itu saya
memutuskan ya saya kembali ke bapak sama adek-adek
saya. Nah setelah kita apa tinggal bersama, walaupun
tetap kan saya tamat sekolah saya berpisah sama orang
tua, saya kerja keluar kota tetapi kita tetap… misalnya
setahun sekali kadang…setengah tahun sekali saya
pulang ke Aceh, jumpa… jumpa walaupun kita jarang
jumpa tapi lebih akrab gitu, sekali pulang itu akrab
banget, nah tiba-tiba harus kehilangan semuanya sak
rumah-rumahnya gitu kan, jadi seperti.. ya bisa di
bilang waktu itu selama dua bulan saya berpikir kayak
orang gila sempat jatuh dari motor kan nah kayak orang
gak bener gitu, ya saya kadang pergi sama temen
sampe malem gitu, habis itu saya… saya berpikir yang
ngalamin hal itu bukan saya sendiri karna kan teman-
teman lain juga seperti itu ada temen saya juga
kehilangan sekeluarga tinggal dia sendiri tapi dia masih
bersemangat ya udah saya kembali lagi saya
memutuskan itu kerja dulu, ada yang ngajak ke
Malaysia.
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
MTU : Iya samaneri, samaneri bisa untuk bangkit kembali luar
biasa ya. 54
55
P : Sempet down, karna kan kejadiannya minggu, nah
sabtu malem itu kita masih sempat teleponan, nah papa
kan suka liat film-film serial-serial drama gitu kan,
yang serial drama Taiwan, Korea, nah saya dah beli
banyak udah packing, mau kirim minggu ini, ternyata
belum kirim udah gak ada duluan… itu.
56
57
58
59
60
61
MTU : Samaneri saat interview pertama samaneri bilang kalau
keinginan samaneri untuk ikut pelatihan itu sudah ada
sejak dulu tapi ijin dari orang tua belum ada, lalu
62
63
64
265
samaneri juga pernah bilang mungkin setelah keluarga
sudah gak ada mungkin ini kesempatan bagi samaneri
kembali pada minat awal samaneri. Nah saya mau
mengajak samaneri berandai-andai, andaikan keluarga
samaneri masih ada apakah keinginan untuk hidup
membiara tetap ada?
65
66
67
68
69
70
P : Mungkin pada saat itu jika orang tua saya masih
lengkap, mungkin saya tidak memutuskan untuk
latihan, karna kan bagaimanapun mama saya ingin saya
menikah, waktu mama meninggal kan saya masuk
SMA kelas 1, nah dari situ seperti remaja biasa yang
sempat pacaran, ketika mama meninggal masih pacaran
kemudian …aa… agama kita beda tapi setelah itu
tamat SMA papa gak setuju, nah saya memutuskan
kerja di luar kota kita pisah, nah setelah itu saya gak
kepikiran untuk menikah tetapi saya kepikirannya
pengen kerja…kerja…kerja… gitu, karna walapun
keluarga kita tidak kaya banget sederhana, saya tidak
pernah menyusahkan orang tua, nah saya kan suka
jalan-jalan ke luar negeri, jadi kerja itu… saya sempet
ke luar negeri jalan, nabung jalan, nah kalo keluarga
masih ada mungkin saya masih ingin kerja, ingin jalan-
jalan gitu.
71
72
73
74
75
76
77
78
79
80
81
82
83
84
85
86
87
MTU : O kemana saja tu samaneri jalan-jalannya? 88
P : Sempat ke Malaysia, sebelum kerja itu sempat ke
Malaysia, ke Thailand, sempet jalan sampe ke sana.
Jadi pas diminta kerja ke Malaysia kenapa enggak
disana enak juga.
89
90
91
92
MTU : Oke, samaneri juga kemarin bilang ada seorang
bhikkhu yang datang ke Aceh, nah samaneri juga
bilang ingin hidup damai seperti bhikkhu itu, selain itu
apa sih perasaan samaneri saat samaneri bertemu
pertama kali dengan bhikkhu itu?
93
94
95
96
97
P : Partama sekali lihat bhikkhu itu takut, rasa takut ada,
karna kan kita jarang ketemu sama orang-orang kayak
gitu karna di Aceh kan jarang, nah sekali ketemu kita
merasa takut pernah ketemu tetapi jarang-jarang sekali,
jadi sekali ketemu itu kita takut, jarang berkomunikasi,
nah pada saat itu saya mulai aktif di Vihara kan,
aktif…aktif … jadi kita akrab dengan guru agama di
sana, bukan guru agama spesial ngajar agama enggak
98
99
100
101
102
103
104
105
266
tapi ngurus Vihara gitu kan, nah kita akrab jadi suatu
hari bhikkhunya datang ngajak kita keluar, misalnya ni
Banda Aceh kan ibukotanya nah ada Aceh Besar
misalnya ke Melaboh ke Langsa gitu kan, nah kita
diajak, jadi yang pergi saya sama temen saya berdua
nah sama guru agama itu kemudian ada bhikkhunya
satu, nah kemudian kita akrab di situ sama bhikkhu,
yah ooo ternyata seorang bhikkhu itu bawaannya
tenang, santai, baik, da sebagainya, itu yang
memotivasi oo ternyata kehidupan bhikkhu itu begitu
menyenangkan.
106
107
108
109
110
111
112
113
114
115
116
MTU : Jadi timbul perasaan ingin seperti bhikkhu? 117
P : Ya, kan sebelum kenal itu, kita gak ngerti gimana sih
aa… seorang bhikkhu itu, ya taunya bawaannya tenang
gitu kan tapi setelah akrab enak oo ternyata sama
bhikkhu itu begini baik.
118
119
120
121
MTU : Pada interview yang pertama samaneri juga melihat
bahwa bhikkhu itu tenang, apa yang membuat hal itu
penting, rasa tenang itu penting bagi samaneri?
122
123
124
P : Begini, karna pada waktu itu apa masih anak-anak gitu
saya sering liat orang tua saya bertengkar, bertengkar
kan kayaknya… kalo udah bertengkar itu kan namanya
anak-anak, waktu itu remaja yak an merasa gak tenang
hidupnya, jadi setiap hari ada warna warni
pertengkaran gitu kan, kita rasanya sebel gitu, jadi
gimana sih rasanya biar damai. Habis itu mama itu
sering..eee … apa, mungkin dulu saya bandel banget
jadi sering dipukul mama gitu, jadi waktu itu saya ingin
sekali apa, punya keluarga yang bahagia, yang tenang
gitu, tidak ada pertengkaran itu yang membuat saya
pengen cari suasana yang tenang bebas dari cekcok
cekcok.
125
126
127
128
129
130
131
132
133
134
135
136
137
MTU : Nah kalau itu tenang dan damai ya, nah kalau dari
anggunnya saat samaneri lihat seorang bhikkhu,
mengapa hal itu penting bagi samaneri?
138
139
140
P : Begini e…, gimana ya seorang bhikkhu itu kalau
berjalan kan kayaknya damai liatnya, dia
membuat..membuat saya itu seperti nyaman, nyaman
berada di sisi dia gitu kan, jadi seperti saya berjumpa
dengan guru saya ini saya liat… jiwa bapaknya itu ada
gitu jadi saya merasa nyaman, tenang di sisi dia gitu
141
142
143
144
145
146
267
kan, jadi ya udah, padahal saya belum kenal banget
sama guru saya pertama saya jumpa, baru ketemu dua
kali, tapi beda perasaannya ada perasaan yang berbeda,
mungkin saya tidak mendapatkan perasaan itu ketika
orang tua saya masih lengkap, ya kata sekarang ini
kurang perhatian lah, nah jadi sekali liat seorang
bhikkhu itu ooo seorang bhikku itu seorang yang
melindungi.
147
148
149
150
151
152
153
154
MTU : Hmmm, jadi perasaan itu yang tidak samaneri dapat
dari kedua orang tua samaneri? 155
156
P : He eh mungkin, jadi seorang bhikkhu itu seperti orang
tua yang saya harapkan, seorang ayah yang saya
harapkan.
157
158
159
MTU : Jadi, mengapa hal-hal tersebut bagi samaneri harus ada
dalam hidup samaneri? 160
161
P : Gak mengerti ya, mungkin saya kurang nyaman hidup
dengan ayah dan ibu, nah habis itu saya pernah denger
cerita dari tetangga-tetangga itu, waktu itu saya masih
kecil orang tua saya hidupnya mapan, ya bisa di bilang
orang kaya gitu kan mapan, sejak itu jatuh usahanya,
nah kira-kira apa saya gak ngerti karna waktu itu masih
kecil, nah sejak itu orang tua sering bertengkar, kalo
dulu waktu mapan kata tetangga saya kan mama kan
sering jalan-jalan ke rumah tetangga maen, saya sering
dibawa, mama sayang kok katanyanya, tetapi setelah
jatuh itu mungkin, yah dari kaya tiba-tiba miskin
mungkin gak menerima ya… jadi kita sebagai anak
merasa kok orang tua kita gak perhatian sama kita,
waktu kejadian saat kecil kan kita gak mengerti tetapi
setelah SMP SMA, kita mengerti kok ayah dan ibu
gitu.
162
163
164
165
166
167
168
169
170
171
172
173
174
175
176
177
MTU : Kemarin kan samaneri mengatakan bahwa saat ingin
ikut pelatihan samaneri tidak diijinkan, dan samaneri
merasa kecewa, nah seberapa dalam sih rasa
kecewanya itu?
178
179
180
181
P : Dalem sih gak dalem, karna saya kan berpikir begini,
ya saat ini mungkin belum, mungkin nanti kan karna
waktu itu saya mikirnya gini, kan umur saya masih
panjang kok saya masih muda, nanti saya umur tiga
puluh saya umur empat puluh saya masih bisa latihan
gitu, ya udah saya gak terlalu kecewa banget.
182
183
184
185
186
187
268
MTU : O, waktu itu samaneri masih SMA juga ya? 188
P : Iya, jadi ada temen maen, masih ada kegiatan lain, jadi
saya lupa gak terlalu kecewa banget. 189
190
MTU : Baik, lalu saat tidak diijinkan itu, rasa minat itu sempat
hilang? 191
192
P : Sempat hilang, tapi tetap saat jumpa dengan bhikkhu
itu tetap…tetap pengen. Kan karena pelatihan kita juga
kan gak di batasi umur, jadi kapan pun kita siap kita
bisa.
193
194
195
196
MTU : Berarti minat untuk ikut pelatihan itu ada, tapi saat
untuk menjalani itu belum ada? 197
198
P : He eh. 199
MTU : Nah samaneri, sewaktu samaneri bekerja di Jakarta dan
di Malaysia, seringkali muncul gak minat untuk
mengikuti pelatihan hidup membiara itu?
200
201
202
P : Gak, sewaktu di Malaysia gak muncul, gak muncul
mungkin terlalu nyaman dengan kehidupan di sana,
ataupun terlalu disibukan oleh kerjaan di sana, karna
kan saya kerja sehari dua belas jam, jadi pergi pagi
pulang malam jam tujuh, kadang kita tukar shift jam
tujuh malem pulangnya jam tujuh pagi, jadi sibuk sibuk
jadi gak kepikiran kesana, nah setelah dua tahun kan
kita namanya gak punya tanggungan hidup jadi nabung
kan banyak gitu, nah pulang-pulang pengen usaha tapi
usaha apa gitu kan pengen ini penen itu tapi buat apa
gitu, nanti kalau saya sakit atau meninggal sapa yang
ngurus semua itu gitu kan, ya udahlah pas chating-
chating di facebook ketemu sama samaneri T, baru
kepikiran lagi gitu.
203
204
205
206
207
208
209
210
211
212
213
214
215
216
MTU : Nah itu saat udah di Jakarta ya? 217
P : Iya, kan sempat kerja lagi di Jakarta tapi itu gak lama,
jumpa dengan samaneri T, jumpa dengan apa sama
guru saya ini, jadi saya memutuskan mengundurkan
diri dari pekerjaan.
218
219
220
221
MTU : Berarti keinginan untuk menjadi samaneri itu muncul
sekian lama setelah samaneri kembali ke Jakarta, nah
karena apa samaneri keinginan itu kembali muncul?
222
223
224
P : Pada saat saya ketemu lagi dengan samaneri
T. 225
226
MTU : O jadi sebelumnya samaneri sudah pernah bertemu
dengan samaneri T? 227
228
269
P : Belum, jadi setelah saya dari Malaysia, saya kan
bekerja di Jakarta, nah saat itu kan mulai heboh
facebookan nah kita mulai chatingan cari teman
gitu kan cari dapetlah samaneri T, samaneri T ini
pake jubah Theravada nah dulu kan saya ingin pake
jubah Theravada nah saya liat kok sekarang ada
yang cewek pake jubah Theravada ya udah tak
chating-chating kenalan-kenalan, pernah samaneri T
datang ke Jakarta jumpa sama saya bareng guru saya
sekarang ini.
229
230
231
232
233
234
235
236
237
238
MTU : Bagaimana perasaan samaneri saat keinginan itu timbul
lagi? 239
240
P : Oo, waktu dulu kan belum ada wanita yang memakai
jubah Theravada, dan itu yang mungkin membuat saya
juga mengurungkan niat untuk mengikuti pelatihan,
karna saya merasa kalau pake Mahayana yang kayak
baju Taiwan itu kan ritualnya banyak, sembayang sana,
jadi lebih fokusnya ke ritual, saya gak suka, saya lebih
suka Theravada, karna Theravada itu lebih ke meditasi
jadi lebih simpel daripada Mahayana, nah itu mungkin
faktor yang membuat saya mengurungkan niat saya
dulu, nah ketika saya melihat samaneri T,
lho kok sudah ada oo ya udah saya ajak chating saya
tanya samaneri sekarang memang wanita uda boleh
pake jubah Theravada, kata samaneri T, boleh saya
latihan di Jawa, di sini ada beberapa orang samaneri
katanya gitu, nah anagarini juga ada, nah kalo gitu kalo
latihan harus nunggu pabbaja atau kita boleh datang
langsung, kata samaneri datang langsung boleh nunggu
pabbaja boleh, tapi setelah bertemu sama guru sudah
merasa nyaman gitu dan siap untuk latihan boleh
datang sendiri katanya gitu, ya udah saya bilang saya
pengen ketemu…saya pengen ketemu… nah samaneri
sama guru saya ada acara di Jakarta kita jumpa.
241
242
243
244
245
246
247
248
249
250
251
252
253
254
255
256
257
258
259
260
261
262
MTU : Nah itu rasanya bagaimana? 263
P : Dag dig dug, gak tau dari dulu saya kalo ketemu sama
bhikkhu itu takut, tapi setelah ngobrol itu nyaman,
waktu pertama kali jumpa itu takut, jadi kita duduk gak
kenal kan ngobrol-ngobrol, bhante tanya keluarga
gimana, kedua kali jumpa udah akrab, yang ketiga kali
saya memutuskan, selang lama juga ya tiga bulan apa
264
265
266
267
268
269
270
empat bulan kita jumpa lagi lalu saya bilang bhante
saya mau ke Jawa, yah kalau udah niat nanti datang
ntar dijemput sama samaneri.
270
271
272
MTU : Samaneri waktu selang selama tiga empat bulan itu,
apa yang samaneri lakukan untuk memantapkan diri
untuk mengambil keputusan itu?
273
274
275
P : Iya saya sempat.. rambut saya kan panjang saya potong
pendek temen-temen kan bilang ngapain lu potong
pendek mungkin teman-teman saya kan teman akrab
saya mereka aktif di Vihara jadi mereka dukung seratus
persen, jadi waktu saya potong pendek, mereka tanya
ngampain kamu potong pendek, saya ingin nanti sampe
di sini gak susah-susah lagi kan digundulinnya gak
susah, oo ya udah mereka ngasih dukungan, dukungan
mereka juga memantapkan saya. Saya juga latihan
tidak makan malem, latihan tidak makan daging,
latihan memberika sedekah-sedekah, misalnya panti
asuhan ini butuh, jadi kita berlatih melepaskan uang itu
lebih banyak dari biasanya gitu, jadi tabungan saya itu
sedikit demi sedikit saya lepas.
276
277
278
279
280
281
282
283
284
285
286
287
288
289
MTU : Baik samaneri, lalu bagaimana samaneri memantapkan
hati samaneri untuk memutuskan pergi pelatihan? 290
291
P : Hati saya, waktu saat itu senang sekali tidak ada
keragu-raguan sama sekali, malah temen-temen bilang,
enak ya kamu punya keinginan sebentar lagi terkabul,
kami punya keinginan tapi belum bisa menjalaninya.
292
293
294
295
MT : Seberapa besar pengaruh guru samaneri dalam
pengambilan keputusan samaneri? 296
297
P : Mungkin pertama kali saya ambil keputusan bukan
karna dia hebat atau bagaimana, karna saya tidak
mengenal guru saya ini, saya gak kenal, saya kenalnya
bhante Utomo di Jawa Timur di Blitar, sering
melakukan ceramah. Waktu pertama ketemu dengan
guru saya ini saya buta sama dia, apa hebatnya dia, apa
pinternya dia, waktu pertama ketemu itu yang saya
rasakan saya nyaman, saya merasa nyaman kok bhante
ini baik gitu kan, ayah yang saya harapkan, habis itu
samaneri T juga baik gitu kan seperti ibaratnya seorang
kakak, jadi saya merasa oo mungkin inilah…inilah
guru yang bisa membimbing saya, samaneri T bilang
mungkin bhate Sur bisa menjadi guru yang baik buat
298
299
300
301
302
303
304
305
306
307
308
309
310
271
kita ya udah itu yang membuat saya mengambil
keputusan dengan mantep, padahal saya gak kenal
awalnya.
311
312
313
MTU : Pandangan samaneri pada guru samaneri itu seperti apa
sih sekarang? 314
315
P : Setelah jadi murid? 316
MTU : Iya, setelah jadi murid. 317
P : Setelah jadi muridnya saya melihat oo ternyata murid
bhante S banyak juga sudah pada tingkatannya sudah
tinggi, padahal bhante S kan umurnya masih empat
puluh delapanan, tetapi muridnya sudah banyak, habis
gitu saya juga mendengar bahwa bhate Sur tidak suka
membatasi muridnya harus seperti ini kamu harus
gini..gini.. gak, bhante membiasakan pada murid-
muridnya untuk mengambil keputusan sendiri karna
murid-muridnya sudah di anggap dewasa, jadi segala
keputusan yang di ambil adalah yang benar, nah nanti
kalo ada salah nanti bhante S yang bimbing lagi, nah
begitu banyak masukan-masukan itu yang membuat
saya mulai yakin bener gak sih, jadi setelah saya lihat-
lihat dan alami memang bhante orang yang seperti itu,
dia tidak pernah misalnya gini, bhante saya mau gini,
oh itu gak bagus kamu gak boleh gini gini gak itu gak
pernah, misalnya kami bilang mau seperti ini bhante
bilang kalau memang itu yang baik kamu ambil. Jadi
bagi saya itu bhante itu bijaksana kalo kamu mau ambil
keputusan seperti ini kamu ambil, kita kan gak merasa
terbebani karna kita sebagai orang tua kita tidak boleh
mengatakan kata-kata jangan, karna kata-kata itu
membuat pikologis anak ini terganggu. Jadi saya
merasa nyaman.
318
319
320
321
322
323
324
325
326
327
328
329
330
331
332
333
334
335
336
337
338
339
340
341
MTU : Lalu ada gak tokoh lain? 342
P : Ya kalo dulu kan dari seorang bhikkhu doang, yah saya
waktu itu sering melihat bhante Utomo saya melihat
dari luar belum tau dalamnya, kan dia sering talkshow,
banyak orang seneng sama dia karna dia lucu
menyenangkan ramah salah satunya, saya sempat ke
Blitar saya ingin tau oo bagini kehidupan bhante
Utomo, kan saya sempat mengikuti pelatihan meditasi,
setelah kita ngobrol-ngobrol ternyata bhante tidak
menerima muid, jadi bhante masih ingin melatih
343
344
345
346
347
348
349
350
351
272
dirinya dulu. Tapi sampe sekarang bhante Utomo
mungkin sesosok bhante yang yang membuat saya oo
bhante itu begini lho begini dalam hal bhante itu bisa
jadi panutan bagi banyak orang, mungkin salah satu
faktor saya menjadi seperti ini salah satunya juga dari
beliau, karna saya suka ngeliat talkshownya.
352
353
354
355
356
357
273
Partisipan 4 Wawancara 1
(P4W1)
Waktu : Sabtu, 12 Januari 2013; pukul 14.07-14.37 WIB
Lokasi : Vihara Ampel
MTU : Sejak kapan sih, samaneri memiliki keinginan untuk
hidup membiara? 1
2
P : Keinginan itu dateng semenjak saya kelas 2 SMA
(ehem…), ketika itu kakak saya kuliah di Jakarta, beliau
baru semester 3, beliau juga mengambil keputusan
untuk hidup menjadi samanera untuk hidup membiara.
Nah beliau itu, ketika kuliah di Jakarta itu kan
tinggalnya di asrama, dia tidak ijin ke orang tua dulu,
enggak, tetapi dia langsung, ketika pulang langsung
bawa surat, meminta ijin. Nah ketika itu bapak saya
enggak setuju, kedua orang tua saya nggak setuju
dengan apa… dengan kasarnya orang tua saya itu
menyobek surat persetujuan itu tadi. Mulai dari situ
saya mempunyai keinginan mempunyai niatan, kenapa
enggak untuk mencoba gitu, nah mungkin kakak saya
gak bisa, mungkin saya bisa seperti itu. Nah, setelah
saya tahun 2010 itu lulus, bulan Juni.. eh bulan Mei
kalo gak salah, nah tanggal 22 Juni saya mengikuti apa
ya.. eee pabaja, pabaja itu pelatihan samanera samaneri
di Palembang, nah disitu selama ½ bulan dan
akhirnya… saya, saya sendiri samanerinya saya sendiri,
sekian banyak orang cuma saya sendiri perempuan itu
dan akhirnya selama ½ bulan teman-teman saya sudah
lepas, sudah menjadi umat biasa lagi, nah saya masih
tetep lanjut, waktu itu yang lanjut laki-lakinya cuma
dua perempuannya satu saya dan akhirnya bertahan
selama 3 bulan, 3 bulan itu yang bertahan cuma saya,
temen dua saya yang dua itu lepas, saya yang masih
bertahan sampai sekarang dan kenapa saya kuliah di
Agama Buddha karna waktu itu saya mau ambil ke
umum, tetapi saya belum paham dengan agama Buddha
walaupun dari kecil saya sudah beragama Buddha cuma
saya belum paham agama Buddha itu seperti apa, saya
belum paham, aliran-aliran agama Buddha itu saya
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
274
belum paham, nah guru saya bilang, kamu harus ambil
ke jurusan agama Buddha dulu biar kamu tau, kalau
kamu seperti ini kamu gak tau bagaimana, agama
Buddha itu seperti apa, sama aja percuma bohong… itu,
nah akhirnya saya dikirim ke Jawa sampe sekarang.
35
36
37
38
39
MTU : Waktu samaneri ikut pelatihan itu, bilang gak sama
keluarga/orang tua? 40
41
P : Sebenernya…………., gini saya waktu itu kan kakak
saya yang dari Jakarta itu, saya sebenernya gak ada
rencana, gak ada rencana mau jadi samaneri atau
gimana-gimana gak ada, cuma pas saat itu, saya mau
nerusin di umum saya udah daftar di universitas
lampung di UNILA, saya sudah daftar, saya sudah
bayar, saya sudah ikut tes, nah pas saat itu datanglah
formulir pelatihan itu, nah saya itu tertarik dan saya
tinggalin semuanya itu, dan saya ijin sama orang tua itu
saya gak dapet, dapetnya cuma untuk latihan, akhirnya
saya gak jadi mengundurkan diri dari tes itu, saya lanjut
cuman masuknya bulan Mei Juli, eh bulan Juli, nah
saya latihan bulan Juni, nah disitu saya cuma dapet ijin
½ bulan dari orang tua untuk mengikuti pelatihan. Saat
itu saya mulai tertarik-tertarik, saya tinggalin orang tua,
saya tinggalin orang tua saya tinggalin semuanya sampe
sekarang. Saya setahun, minta persetujuan orang tua,
saya gak dapet, sampe sekarang belum dapat. Cuma
yang menginjinkan waktu itu saya dianter kakak saya
yang dari Jakarta itu, dia anterin saya ke Palembang,
nemenin saya ketika saya baru ditahbiskan menjadi
samaneri terus saya ditinggal di Palembang.
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
56
57
58
59
60
61
62
63
64
MTU : Berarti kakak laki-laki samaneri gak jadi hidup
membiara? 65
66
P : Enggak. 67
MTU : Nah waktu itu samaneri kok dapat berpikiran kalau bisa
hidup membiara, padahal kakak samaneri aja gak
diijinkan? Dan bagaimana perasaaan saamneri saat itu?
68
69
70
P : Karna kan saya berpikiran seperti ini, keluarga saya
banyak, saudara saya ada delapan, saya anak ke
delapan, saya anak terakhir dan saya anak perempuan
sendiri seperti itu, jadi merupakan suatu tantangan gitu
lho, kenapa enggak untuk mencoba, terus entah kenapa,
saya juga gak tau kenapa saya punya niatan gitu,
71
72
73
74
75
76
275
pokoknya punya niatan gitu, kenapa enggak dicoba.
Keluarga saya banyak, anak-anak dari orang tua saya
juga banyak delapan, kenapa enggak salah satu
mungkin bisa jadi istilahnya bisa jadi samaneri, kenapa
enggak. Saya juga gak dapet ijin, sampe orang tua saya
juga sakit dirumah sakit, saya gak peduli (sambil
menggelengkan kepala), saya bisa dikatakan saya egois
atau gimana-gimana, bisa dikatakan seperti itu tapi,
saya bertujuan saya itu baik karna saya meninggalkan
mereka itu bukan karna lari ke jalan yang negatif tetapi
saya menuju jalan yang positif gitu, saya berpikir
seperti ini kalau saya apa (suara motor membuat
samaneri mengeraskan suara), saya sadar, saya sadar
saya, kalau saya itu juga sudah negatif gitu lho,
namanya juga anak kost-kostan, anak apa, masih SMA,
keingintahuannya sangat tinggi gitu, saya sadar kalau
saya sudah terjun ke hal yang negatif, misalnya yaaa
pergi gak pulang seperti itu, saya sudah sadar it uterus,
karna-karna orang tua saya itu gak tau kalau saya itu
seperti itu di kost-kostan, jadi masih melarang saya
untuk seperti ini, saya berpikir dengan seperti ini saya
bisa merubah diri saya ke hal yang positif.
77
78
79
80
81
82
83
84
85
86
87
88
89
90
91
92
93
94
95
96
97
98
MTU : Apa yang membuat samaneri ingin meninggalkan
kehidupan “bebas” ? 99
100
P : Karna saya sadar bebas saya itu dalam hal yang negatif,
saya sadar kalo itu negatif saya sadar, misalnya,
misalnya kan saya masih SMA dapet jatah dari orang
tua itu enam ratus ribu per bulan, saya masih dapet
tambahan saya ngajar nari, itu saya masih dapet
tambahan itu perbulan tiga ratus ribu, tapi itu tanpa
sepengetahuan orang tua, orang tua tu gak tau kalau
saya ngajar nari gitu, karna orang tua saya gak tau saya
punya bakat nari itu gak tau karna mungkin dari pola
asuh orang tua saya sendiri, dari SMP orang tua saya
sibuk mungkin saya berangkat pagi sekolah sampe jam
satu siang saya pulang, jam dua berangkat lagi les
sampe jam empat saya gak ketemu sama orang tua,
orang tua saya sibuk. Mungkin ketemu nanti saya jam
tujuh sudah berangkat kerja kelompok atau kemana-
kemana jam tujuh malem, pulang jam sembilan, saya
juga pulang jam sembilan orang tua saya istirahat,
101
102
103
104
105
106
107
108
109
110
111
112
113
114
115
116
117
276
mungkin ngobrol sama orang tua saya, ngobrol sama
orang tua saya itu cuma hari minggu ketika ke vihara
paling satu jam dua jam, sudah. Orang tua saya sibuk
dengan pekerjaan sendiri-sendiri, jadi orang tua saya
gak tau saya punya bakat gak tau gitu. Jadinya saya
seperti bebas, bebas saya itu seperti hidup sendiri, SMA
ngekost jauh dari orang tua saya, orang tua saya sayang,
maksudnya minta apapun dikasih, cuman saya tidak
butuh itu, mikirnya saya, saya tidak butuh materi tapi
saya butuh kasih sayang..kasih sayang..kasih sayang
orang tua gitu, saya memang merasa saya kurang kasih
sayang orang tua (tertawa tapi menunjukan wajah
murung), jadinya ya sadar kalau itu negatif terus
mungkin saya juga punya pikiran mungkin dengan
seperti ini saya bisa mendapat perhatian orang tua,
ternyata benar, setelah saya seperti ini, apa… kasih
sayangnya itu bener-bener gitu, pas pertama kali saya
pulang, satu tahun kan saya baru pulang pertama kali.
118
119
120
121
122
123
124
125
126
127
128
129
130
131
132
133
134
135
MTU : Sudah menjadi samaneri? 136
P : He em…, sudah menjadi samaneri satu tahun, saya baru
pulang, ketika itu saya bener-bener merasakan yang
namanya keluarga, yang namanya keluaraga itu saya
bener-bener merasakan. Dan pas saat itu, saya sudah
menjadi samaneri 3 bulan, kakak saya yang ada di
Jakarta sudah lulus kuliah, sudah wisuda, setelah
wisuda pulang, dia ikut saya ke Palembang. Kakak saya
ikut saya, ikut saya ke Palembang jadi samanera. Dia
bilang “saya mau ngapain?‟, sebenernya dia sudah bisa
ngajar cuma sudah ngajar di deket rumah, mungkin
orang tua saya juga mikir gak papa setelah dia lulus gak
papa, kenapa karena orang tua untuk mengiklaskan
untuk nemenin saya gitu, jadi orang tua saya gak iklas
gitu lho saya sendiri, gak iklas, jadi kakak saya
diperbolehkan menjadi samanera untuk nemenin saya,
padahal…, nemeni saya itu untuk jadi samaneri, kami
pisah, dia di Palembang tetep aja kami pisah. Tapi
akhirnya dia boleh.
137
138
139
140
141
142
143
144
145
146
147
148
149
150
151
152
153
154
MTU : Samaneri, samaneri untuk mendapatkan tanda tangan
sebagai ijin dari orang tua bagaimana? 155
156
P : saya itu yang tanda tangan kakak saya, karena yang
nganter itu kakak saya, tapi secara moral belum, dari 157
158
277
orang tua itu belum, cuma sedikit demi sedikit itu sudah
dapet ijin. Kami berdua itu juga sambil membimbing
orang tua, karna kan orang tua saya sudah tua,
maksudnya jangan sibuk dalam pekerjaan terus
menerus, waktu ke vihara itu juga harus ada gitu, untuk
berbuat baik itu gimana. Jadi kami itu sebenernya
berdua itu punya prinsip untuk membing keluarga saya
lah, supaya gak melupakan sama keyakinannya gitu,
karna sibuk dengan pekerjaannya jadi sibuk, apa… lupa
dengan keyakinannya gitu uhuk…. (sambil terbatuk).
159
160
161
162
163
164
165
166
167
168
MTU : Samaneri bilang bahwa keinginan itu datang pada kelas
2 SMA, seberapa besar keinginan itu? 169
170
P : Belum besar, kalau diukur belum besar, keinginannya
itu belum besar tetapi setelah lulus SMA, saya punya
keyakinan yang bener-bener itu ketika saya lulus SMA,
ketika saya ngobrol-ngobrol sama kakak saya, saya
sharing saya tanya-tanya dulu gimana sih, kan dia sudah
pernah gitu, gimana sih latihan jadi samanera samaneri
ya gini-gini diceritakan seperti itu, coba dulu aja gak
papa, kenapa enggak gitu.
171
172
173
174
175
176
177
178
MTU : Ketika orang tua tidak setuju samaneri mengikuti
pelatihan, bagaimana sih respon tindakan mereka? 179
180
P : Tidak setujunya, yang pertama sih dengan tidak
memberikan surat ijin, saya pulang itu sudah buat surat
ijin tapi gak juga ditandatangani gitu lho sama bapak
saya, gak disobek gak diapain, dibaca aja enggak, cuma
“pak ini pak tandatangan” ketika kumpul, diambil sama
bapak saya ditaroh habis itu ngobrol lagi dibiarin aja
suratnya, sudah saya pun gak mau memaksa gitu toh
ketidaksetujuannya itu bapak saya tidak
memperlihatkan “jangan” gini-gini sampe saya di
musuhi enggak, enggak cuman kan kadang ketika
telpon, ketika telpon itu mencoba untuk apa ya,
pembicaraannya itu selalu menarik saya untuk kembali
gitu lho, ketika ngomong itu pembicaraannya selalu
menarik saya kembali gitu lho.
181
182
183
184
185
186
187
188
189
190
191
192
193
194
MTU : Sampe sekarang? 195
P : He em… , tapi kalo sekarang sih udah gak terlalu, cuma
kalo sekarang ketika saya bilang mo jadi bhikkhuni, kan
ada tingkatannya kan setelah samaneri nah itu tuh selalu
bicara seperti ini, saya masih ingat pembicaraannya gitu
196
197
198
199
278
ketika saya minta ijin kan, “kalo seumpamanya kamu
jadi bhikkhuni terus kamu gak nikah?”, saya jawab “ya
enggaklah pak”, kan kalo perempuan itu seumur hidup
sekali jadi bhikkhuni, kalau jadi samaneri bisa berkali-
kali kalau jadi bhikkhuni cuma sekali, “anak
perempuanku tuh cuma satu, saya pingin ikut anak
perempuanku, saya pengen melihat anak perempuan
saya itu berkeluarga” gitu, tetapi beliau tidak bilang
kamu tuh jangan gini-gini enggak cuman beliau
ngomongnya secara halus seperti itu, kadang kan dihati
kan wah gini kan (sambil mata berkaca-kaca dan hidung
memerah) tetapi enggak, kalau bapak mau ikut saya
bapak juga bisa, kalau saya jadi bhikkhuni besok beli
rumah tinggal disitu, tinggal di vihara juga bisa seperti
itu selalu kalau bapak saya ngomong seperti itu saya
jawab seperti itu.
200
201
202
203
204
205
206
207
208
209
210
211
212
213
214
215
MTU : samaneri bagaimana sih samaneri terus memilihara
keinginan itu agar tidak hilang dengan adanya
tantangan dari orang tua?
216
217
218
P : Karna saya berpikir seperti ini, kalo saya pulang saya
kembali ke yang dulu otomatis pasti negatif lagi pikiran
saya negatif lagi saya berpikir seperti ini saya malah
bisa membahagiakan orang tua. Logikanya saja dari hal
yang terkecil, pasti tiap bulan saya masih minta jatah
terus saya kuliah pasti masih minta orang tua, yang
kedua pergaulan itu pasti mempengaruhi kehidupan
saya dan selamanya saya gak…gak… punya pemikiran
yang apa ya istilahnya positif yang bener-bener gitu,
saya masih menimbang ulang, memikirkan ulang
tentang hal itu.
219
220
221
222
223
224
225
226
227
228
229
MTU : Samaneri saat samaneri tertarik untuk hidup membiara
dan menjadi samaneri, siapa yang pertama kali
samaneri beritahu?
230
231
232
P : Kakak saya, kakak saya yang nomor tujuh, dia nomor
tujuh saya nomor 8, jadi delapan bersudara itu
semuanya sudah berkeluarga cuma dua yang tidak.
233
234
235
MTU : Ada gak kekhawatiran dalam mengahadapi tantangan
dari keluarga atau lingkungan yang tidak setuju
samaneri untuk mengambil keputusan itu?
236
237
238
P : Enggak, saya gak ada kekhawatiran, kesulitan saya
hadapi aja, hadapi sendiri, kehidupan jadi samaneri kan 239
240
279
kita juga hidup dengan masyarakat sekitar to, saya
harus hidup dengan komunitas-komunitas dari tempat
yang berbeda dari pemikiran yang berbeda, suku yang
berbeda itu juga sulit gitu kan, harus berkumpul dengan
mereka juga kadang itu kesulitannya tapi saya mencoba
menimbang ulang dan ketika saya bener-bener
mengahadapi masalah bener-bener sulit sekali bagi saya
pasti cerita sama kakak saya, walau saya punya guru
pertama saya cerita pada kakak saya walaupun dia cuma
samanera gitu kan saya pasti pasti pertama itu ke kakak
saya dulu baru ke guru saya kalau kakak saya tidak bisa
memutuskan saya harus gimana, saya harus seperti apa
saya baru ke guru.
241
242
243
244
245
246
247
248
249
250
251
252
253
MTU : Siapa yang paling berperan dalam samaneri mengambil
keputusan hidup membiara? 254
255
P : Ya kakak saya itu, kakak saya yang menjadi samanera
itu, saya paling deket sama dia, beliau itu bener-bener
motivasi saya, walaupun saya punya orang tua yang
luar biasa tetapi beliau itu motivasi saya gitu, mulai dari
kuliah dari saya pertama jadi samaneri.
256
257
258
259
260
MTU : Bagaimana samaneri memandang kakak samaneri? 261
P : Kakak saya itu ya kakak, ya teman, ya ayah saya gitu,
memandang orangnya itu bijaksana, orangnya itu
bijaksana beliau tidak egois menurut saya, menurut saya
lho tidak egois, beliau masih mementingkan keluarga
daripada dirinya sendiri. Pernah dulu, ini saya cerita ya,
beliau punya pacar, pacarnya itu ada di Tangerang, dia
di Jakarta sama-sama kuliah di situ dan beliau itu pas
wisuda saya sudah jadi samaneri disini ketika itu, saya
mau kesana tetapi pas ada bencana gunung merapi
meletus, sama pacarnya gak boleh kesana, alasannya
gini..gini..gini.. ternyata enggak, alasannya pesawatnya
seperti ini seperti ini jadi gak bisa lewat gitu, dengan
bodohnya saya itu dibohongi, ternyata setelah saya tahu
saya ditanya sama guru saya kenapa kamu gak datang,
ternyata bisa gitu, guru saya pun juga kesana, akhirnya
dari situ saya kecewa sama mantan, mantan kan karna
dia juga sudah jadi samanera. Dan pernah juga saya
sakit dan pacrnya juga sakit pacarnya dirumah sait
diJakarta, saya juga dirumah sakit di Lampung, beliau
rela meninggalkan pacarnya yang sakit untuk jenguk
262
263
264
265
266
267
268
269
270
271
272
273
274
275
276
277
278
279
280
281
280
saya, dan dia pulang saya sembuh, kalo saya kangen
sama dia pengen ditemeni saya pasti sakit. Waktu saya
jadi baru mau jadi samaneri, saya sama kakak itu pergi
berdua ke Palembang, bekel dari Lampung ke
Palembang itu berdua dua ratus lima puluh, uang saya
kan pas itu hilang jadinya berdua cuma bawa uang dua
ratus tujuh puluh lima, jadi sisa uang itu dua puluh lima
ribu, sehari itu untung saya dibawain bekel sama kakak
ipar, bawain bekel satu tempat makan itu dimakan
berdua, nyampe Palembang di vihara Palembang
untung ada acara disitu jadi kita makan disitu, sisa uang
dua puluh lima ribu malem itu saya kan mabok, sakit
dibeliin obat tinggal sisa sepuluh ribu, makan pagi kan
itu belum penahbisan jadi samaneri itu masih acara
pengarahan, acara potong rambut, belajar pake jubah itu
masih 2 hari, cuma sisa uang sepuluh ribu, jadi saya
makan vihara, walaupun dia bukan peserta dia ikut
makan dan uang sepuluh ribu itu gak diapa-apain, nah
pas acara potong rambut rambut saya kan panjang,
samape sekarang masih disimpen sama dia, rambut itu
guru saya kan yang motong sama dia diambilin
disimpen sama dia, nah terus kan guru saya sudah kenal
sama kakak saya duluan akhirnya sama guru saya itu
diongkosin dikasih uang dua juta lima ratus untuk
pulang. Sampe waktu itu kan ada anagarini dia kira
kakak saya itu pacar saya bukan kakak saya, karna
waktu itu dia nungguin saya, yah kakak saya itu ya
teman ya kakak ya ayah.
282
283
284
285
286
287
288
289
290
291
292
293
294
295
296
297
298
299
300
301
302
303
304
305
306
307
308
309
MTU : Ada gak kesulitan yang samaneri hadapi saat di
komunitas saat pelatihan? 310
311
P : Pas pelatihan, pas pelatihan itu gak ada kesulitan, yang
perempuan itu yang paling banyak peraturannya itu
saya karna kan yang lainnya kan anagarini, jadi
mungkin mereka kan segen sama saya, mereka begitu
baik dengan saya, jadi saya sama temen-temen itu gak
mengalami kesulitan baik sama samanera sama
anagarini. Cuma saat itu kesulitannya itu saya sakit
maag, makan kan cuma 2 hari, saya kaget malemnya
saya cuma minum jus jadi saya kaget, saya sempet
masuk rumah sakit tiga hari.
312
313
314
315
316
317
318
319
320
321
MTU : Pernah gak samaneri mengalami fase pasang surut 322
281
dalam kehidupan membiara? 323
P : Suatu kali pernah waktu saya sudah jadi samaneri
selama 1 tahun, saya ingin pulangnya itu karna ibu saya
masuk rumah sakit. Saya sudah pulang satu tahun itu
saya sudah pulang saya liburan, kalau gak Juli ya
Agustus saya pulang pas lebaran di rumah berdua sama
kakak saya, dirumah itu sudah satu minggu berkumpul
sama keluarga, saya pulang duluan kesini soalnya saya
mau masuk kuliah ikut mos kakak saya juga sudah
beberapa hari di rumah pulang, setelah saya pulang dia
dirumah dulu beberapa hari, saya pulang. Ketika saya
pulang itu ibu saya kaget kok seperti ini, saya sudah gak
punya rambut, pakaiannya sudah seperti ini kan,
mungkin pikirannya kacau walaupun pas kami kumpul
keluarga itu fine-fine aja, tidak menunjukan emosi
cuma menunjukan kasih sayangnya, rasa kangennya
pada seorang anak, beliau menunjukan seperti itu saya
gak tau batinnya itu menolak saya gak tau, saya pulang.
Tetapi saya ingetnya seperti ini pas saya pulang pertama
kali saya pulang dulu ke rumah saya liburan, saya
dirumah itu 3 hari saya pulang kalau mau pulang ke
Lampung kan harus ke Palembang, harus nemuin guru
saya dulu nah waktu itu saya nemuin orang tua saya
dulu 3 hari pas waktu itu katanya… Saya kan punya
uang waktu itu entah uangnya jumlahnya berapa nah
ibu saya itu bilang gak punya duit saya pergi ke atm
saya tarik uang semua, dittany saya punya uang sekian,
pinjem dulu semua nanti saya kembalikan pas mau ke
Palembang, jadinya tak tarik semua uang itu, nah pas 3
hari setelah itu 2 hari saya sudah kode hari apa gitu saya
mau pulang (ke Palembang) orang tua saya bilang gini
pas hari H malemnya saya sudah kode uangnya mana
mau beli tiket, gak usah balikin semua cukup dua ratus
aja kalo gak seratus lima puluh saya bilang seperti itu,
orang tua saya diem aja, tertanya orang tua saya itu gak
boleh saya kembali, aduh pikiran saya kan kacau aduh
gimana sudah pake jubah kok seoerti ini pas itu saya
bingung saya telpon kakak saya, kakak saya sudah
telpon orang tua jangan seperti ini gini-gini secara
bauk-baik saja kita bicarakan di Palembang, bapak ke
Palembang ngomong sama bhante, bapak saya gak
324
325
326
327
328
329
330
331
332
333
334
335
336
337
338
339
340
341
342
343
344
345
346
347
348
349
350
351
352
353
354
355
356
357
358
359
360
361
362
363
282
gubris gak peduli gitu omongan kakak saya gak peduli,
saya telpon samaneri yang ada di dini (ampel), tolong
kirim uang enam ratus ribu pinjem dulu nanti ketika
saya pulang ke Jawa, untungnya samaneri punya
ditransfer, malem itu juga saya pergi ke atm saya minta
tolong tetangga saya saya ambil uang jam 20.30 itu saya
sudah tidur, ibu saya ke kamar bingung gak saya
pedulikan, mungkin rasa kangennya itu masih, mungkin
saya yang egois tapi saya udah gak mikirin perasaan
orang tua sudah sembuh belum kangennya itu saya
mikir sampe situ gitu loh, saya itu mikirnya dirumah
jangan lama-lama saya mikirnya kalau lama-lama
dirumah saya bahaya gitu dengan pikiran saya sendiri,
saya takut dengan pikiran saya sendiri gitu sudah, saya
tidur saya dipeluk, dicium saya pengen nangis
(menghapus air matanya saat bercerita) tapi saya gak
mau menunjukan hal itu, saya tahan saya takut dengan
pikiran saya sendiri, akhirnya besok paginya jam 4 ibu
saya belum bangun, saya jam 4 berusaha bangun, saya
gak mandi gak apa, gak makan, gak minum, saya ambil
tas pake sandal saya minta tolong tetangga saya anterin
ke kotanya naik travel ke Palembang. Saya nunggu
travelnya itu dari jam 5 sampe jam 8, akhirnya saya sms
tapi mereka gak nyari, gak dikejar anehnya, kan sempat
nunggunya di Begadang, saya sms bapak saya saya
sudah dibegadang saya pamit, saya juga sms ibu saya,
saya itu smsnya jam 6, kalau memang mereka itu ngejar
saya tapi itu enggak, ibu saya ngebalesin hati-hati ya
sayang, aneh kan aneh sekali, ya sudah saya pulang ke
Palembang. Setelah saya pulang ke Jawa, selang
beberapa hari ibu saya masuk rumah sakit lagi, nah itu,
saya duduk …..waktu itu saya sempet nangis ada
samaneri-samaneri, saya nangis bener-bener saya
nangis harus gimana saya bingung, waktu itu kakak
saya lagi ikut ret-ret jadi hpnya tidak bisa dihubungi
sama guru saya juga, ret-retnya di Thailand. Saya
bingung harus gimana kalau saya gak lepas orang tua
saya gimana nasib ibu saya gimana kalau seperti ini
saya durhaka atau enggak, saya masih mikirin perasaan
orang tua saya, kan namanya nyawa kan cuma satu saya
sampe mikirin sampe situ, akhirnya saya sembahyang
364
365
366
367
368
369
370
371
372
373
374
375
376
377
378
379
380
381
382
383
384
385
386
387
388
389
390
391
392
393
394
395
396
397
398
399
400
401
402
403
404
283
disini, saya jam 3 pagi saya bangun saya
merenung…merenung…merenung…dan merenung,
saya berpikir…berpikir… harus gimana akhirnya saya
berpikir kalau saya lepas saya pulang belum tentu
sembuh namanya penyakit sembuh hanya sesaat dan
saya gak pulang belum tentu sembuh belum tentu juga
gak sembuh akhirnya saya sering telpon, akhirnya
sembuh juga, saya juga ditelpon tetangga, ditelpon
temen, ditelpon kakak suruh pulang cuma ya tadi
perempuan satu-satunya, yang mau diikuti sama orang
tua saya itu cuma saya, saya juga berusaha ngasih
perhatian sama mereka, ngasih sesuatu lah, misalnya
lebaran saya beliin apa, waisak perlunya apa, saya
belikan, walaupun mereka sebenernya bisa beli sendiri
bahkan lebih mahal dari yang saya berikan, tapi kan
berpikir kalau saya kasihnya dengan iklas dengan tulus
orang tua saya juga kan seneng, ya akhirnya ya iya,
kenyataannya walaupun itu barang murah tapi selalu
mereka pake gitu.
405
406
407
408
409
410
411
412
413
414
415
416
417
418
419
420
421
422
423
MTU : Bagaimana dengan respon dari teman-teman samaneri? 424
P : Ya mereka mendukung, kalau pulang kita makan
bareng sama-sama bahkan ada ni teman saya yang
bilang, s”ebenernya gue pengen kayak elu, tapi belum
siap”, ya saya bilang “ya tunggu aja, pasti nanti bisa”.
425
426
427
428
MTU : Berarti sampe sekarang orang tua masih terus menerus
menarik, agar lepas dari kehidupan membiara? 429
430
P : Ya kadang-kadang kan saya berbicara seperti itu
menuju kesana (untuk mrnjadi samaneri), nah itu saya
bicara pelan dan mereka pun menariknya secara pelan,
keinginan bapak saya tinggi kalau ibu saya suka
ngomong “ya gak papa gimana lagi udah pilihannya ya
yang penting kamu kuat, ya kalo bisa kamu pulang ya
kalau enggak sih gak papa tapi sebenernya ya ibu
kangen”. Ini bapak saya ya bilang “kalau sudah lulus
kuliah, silahkan kamu kerja dan silahkan kamu pulang”,
saya petik pembicaraannya itu seperti itu, setelah selesai
kuliah setahun istilahnya mengabdi sama masyarakat
dulu setelah itu yuk kita pulang, kamu berkeluarga
setelah itu saya ikut kamu.
431
432
433
434
435
436
437
438
439
440
441
442
443
MTU : Lalu bagaimana denga perasaan samaneri? 444
P : Untuk saat ini, namanya juga perasaan, pikiran orang 445
284
bisa berubah, tapi sekarang saya masih mau lanjut. 446
MTU : Ada kekhawatiran untuk peraturannya gak samaneri? 447
P : Kalau untuk peraturannya saya gak khawatir,
sebenernya kalau peraturan sendiri sih gak masalah, gak
boleh makan lebih dari dua kali, gak boleh make make
up, perhiasan, menikah, berbohong, membunuh dan
seperti itu, saya rasa saya bisa. Tapi yang lebih sulit itu
dengan lingkungan sekitar, hidup dengan komunitas itu
lebih… sulit.
448
449
450
451
452
453
454
MTU : Sulit dalam hal apa, kalau saya boleh tau? 455
P : Pemikiran, pemikiran berbeda kan walaupun hidup di
vihara kan organisasi kan, misalnya dalam hal kecil saja
misalnya, makan itu harus gimana, itu sudah suatu
kesulita, atau kita ngomong, kami kan orang Sumatra
kan kasar kan ngomongnya, jujur saya sendiri kasar,
saya sendiri kasar ngomongnya dan menurut saya itu
bukan suatu kata-kata yang kasar, tetapi kan menurut
orang jawa sini kan sudah kasar gitu, kadang mereka
tersinggung, kadang juga kata-kata mereka itu gak etis
menurut saya tapi etis menururt mereka.
456
457
458
459
460
461
462
463
464
465
MTU : Jadi kesulitannya lebih ke komunitas ya? 466
P : Iya, kalau peraturan lebih ke misalnya tidak boleh
membiacarakan orang lain, kadang-kadang hal itu yang
masih sulit bagi saya, karena kita juga kan masih
manusia biasa, ya hal-hal seperti itu.
467
468
469
470
Partisipan 4 Wawancara 2
(P4W2)
Waktu : Rabu, 30 Januari 2013; pukul 13.21-14.13 WIB
Lokasi : Pondok Meditasi Ampel MTU : Selamat sore samaneri… 1
P : Selamat sore 2
MTU : Sebenarnya samaneri, apa yang menjadi alasan
(melatarbelakangi) samaneri mengambil keputusan
untuk hidup membiara dan menjadi samaneri?
3
4
5
P : Kenapa saya menjadi samaneri? bukannya sudah
saya ceritakan ya? 6
7
MTU : Iya samaneri, kalau boleh, saya ingin tau lebih
mendalam. 8
9
285
P : Yang melatarbelakangi saya ya keinginan saya untuk
hidup membiara, yang melatarbelakangi dari awal
sudah saya jelaskan pergaulan saya dan tingkah laku
saya sepertinya itu kurang pas, kurang pas untuk di
masyarakat dalam hidup berkeluarga gitu dan saya
itu sadar itu dan akhirnya saya memutuskan untuk
latihan membiara seperti itu supaya ada perubahan.
10
11
12
13
14
15
16
MTU : Samaneri, boleh dijelaskan kurang pasnya itu seperti
apa? 17
18
P : Misalnya kan e….., misalnya pergaulan, pergaulan
sama temen, kan saya dulu ngekos SMA nah saya
sering keluar malem kumpul, tetapi saya enggak gak,
istilahnya gak mabuk gak itu enggak cuman saya
sering keluar sama temen-temen gak tau waktu dan
tidak memprioritaskan sekolah tidak
memprioritaskan pendidikan tapi taunya hanya maen
gitu, seneng gitu sama temen saya tapi tidak
memikirkan bahwa uang itu yang di dapet dari mana,
orang tua gimana ngedapetin uang saya gak mikir,
seperti itu. Saat saya kelas tiga sudah lulus saya
punya pikiran untuk jadi samaneri atau hidup
membiara itu.
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
MTU : Apa yang membuat samaneri berubah / konflik apa
yang terjadi dalam diri samaneri sehingga samaneri
memiliki keinginan untuk hidup membiara?
32
33
34
P : Yang bener-bener mendukung yang pertama itu tadi,
yang ke dua kan saya udah pernah bilang kalo orang
tua saya itu istilahnya cuman ngasih itu materi gitu
tetapi untuk apa ya.. perhatian apa itu saya itu merasa
kurang jadi sama aja saya hidup membiara sama saya
hidup jadi umat biasa sudah sama aja gak
diperhatikan mungkin seperti itu dan pasti juga
diperbolehkan, dan ternyata ketika saya ijin untuk
hidup membiara saya itu tidak diijinkan.
35
36
37
38
39
40
41
42
43
MTU : Berarti samaneri berpikiran kalau samaneri pasti
diberi ijin karena biasanya keluarga tidak memberi
perhatian (cuek), apakah seperti itu maksud
samaneri?
44
45
46
47
P : Iya. 48
MTU : Nah saat ternyata orang tua tidak mengiijinkan,
apakah keinginan/minat itu hilang atau semakin 49
50
286
kuat? 51
P : Saya semakin kuat, saya berpikir kalo saya masih
punya niatan aja dilarang berarti mereka masih
perhatian, apalagi setelah saya masuk otomatis
mereka akan berubah gitu, dan ternyata iya, ketika
saya sudah masuk memang iya berubah, perubahan
dalam orang tua saya sendiri, perubahan untuk diri
saya sendiri juga ada
52
53
54
55
56
57
58
MTU : Berarti perubahan dari orang tua semakin memberi
perhatian ya? 59
60
P : He eh, yang pertama itu, nah misalnya kan dari diri
orang tua sendiri misalnya tiap hari rabu kalo di
vihara saya itu ada….. kalo ibu-ibu itu kan ada kayak
arisan kayak kumpul-kumpul gitu kan, nah dulu
mamak saya ibu saya itu gak pernah namanya ikut itu
apa, kumpul dengan wanita buddhis, WBI itu
namanya kan perkumpulannya, itu gak pernah gitu,
ibu saya sibuk dengan pekerjaannya nah mulai saya
masuk (peatihan), mulai saya masuk itu lama-lama
pelan-pelan di arahkan, kan saya sama kakak jadi
saya sama kakak itu mengarahkan orang tua, pelan-
pelan diarahkan diarahkan dan akhirnya ada
perubahan juga walaupun dikit demi sedikit ibu saya
kalau hari rabu mulai ikut kegiatan sama wanita
buddhis itu, terus bapak saya juga, setiap malem rabu
itu kan misalnya kebaktian sembahyang bapak-
bapak, kalau hari rabunya kan ibu-ibu, nah bapak
saya juga mau ikut dan ibu saya juga mau ikut
jadinya kan seneng tambah tertarik gitu lho, kalau
misalnya saya jadi umat biasa kan belum tentu ibu
saya mau ke vihara, orang saya aja males ke vihara
gitu.
61
62
63
64
65
66
67
68
69
70
71
72
73
74
75
76
77
78
79
80
81
82
MTU : Jadi kegiatan-kegiatan vihara yang sebelumnya tidak
pernah diikuti mulai diikuti oleh kedua orang tua
samaneri ya, setelah samaneri memilih ikut hidup
membiara?
83
84
85
86
P : He eh… 87
MTU : Oke, samaneri saya mau mengajak samaneri
berandai-andai, pada interview yang pertama
samaneri menceritakan bahwa kakak samaneri
memiliki peran yang sangat besar pada kehidupan
88
89
90
91
287
samaneri, nah andaikan kakak samaneri tidak masuk
dalam hidup membiara, kakak tidak memiliki minat
untuk hidup membiara, apakah samaneri tetap akan
mengambil keputusan untuk mengikuti pelatihan
membiara menjadi samaneri?
92
93
94
95
96
P : Iya tetap mengikuti, karna kan itu keinginan pertama,
kan waktu itu pas kelas tiga, saya sadar kalo
perbuatan saya itu tingkah lakunya sudah
menyimpang gitu lho, jadinya ya pasti ada, pasti ada
niatan seperti itu pasti ada walaupun kakak saya
sendiri enggak…enggak… awalnya gak masuk, saya
pasti ada niatan gitu.
97
98
99
100
101
102
103
MTU : Berarti keinginan menjadi samaneri itu sudah ada
sebelum kakak samaneri berniat ikut pelatihan? 104
105
P : Sudah ada, karna kan dulu ketika masih kelas satu
SMA, ini cerita ya ada namanya mba VI gitu kan dia
itu mau jadi samaneri gitu nanti kalo lulus kuliah eh
lulus sekolah mau jadi samaneri gitu, namanya mba
VI. Aku bilang iya mba, kalo nanti jadi samaneri aku
juga ikutan tapi itu masih kelas satu, aku juga ikutan
ya, nanti sampean yang motong rambut ku, iya dek
iya gitu ya udah, tetapi akhirnya mba VI itu gak jadi
sih, dia kuliah di umum gak kuliah di agama, ya
sudah gitu tapi nah ….. terus yang kedua kali kakak
saya itu, kakak saya di rumah kan gak disetujui, nah
itu saya punya niatan kayak punya tantangan
gitu……..
106
107
108
109
110
111
112
113
114
115
116
117
118
MTU : Andaikan lagi kalau samaneri tidak memiliki kakak
seperti yang sekarang ini yang perhatiannya sangat
besar pada samaneri, apakah keinginan samaneri
untuk hidup membiara itu ada?
119
120
121
122
P : Tetep ada, saya deket sama kakak saya itu sudah
dekat dari dulu, karna waktu saya SD kelas lima
kelas enam kakak saya itu pergi kan dia ngekos juga
jauh, dia malah hidupnya itu lebih sengsara
disbanding saya gitu, dia itu orangnya itu nerima gitu
lho, walaupun dia gak dikosin gitu suruh tinggal di
vihara, dia tinggal di vihara itu harus membantu
vihara untuk dapetin makan itu dia itu harus
membantu, dari ngangkat beras ngangkat apa gitu
nanti, pagi pun bangun pagi bersih-bersih nah setelah
123
124
125
126
127
128
129
130
131
132
288
itu baru berangkat sekolah gitu, gitu kan pulang sore
nanti masih bersih-bersih vihara lagi masih apa kerja
di situ kan kadang ada kegiatan gitu nah, dia SMA
saya SD, saya masih inget nah dia itu udah beberapa
bulan gak pulang, dia itu pertama kali dia itu
ngirimin apa, ngirimin celana, celana sama jeket itu
hasil kerja dia, itu saya bener-bener terharu, nah
akhirnya pas ada hajatan di rumah saya, kakak saya
nikah yang nomor tiga dia pulang, itu saya bener-
bener ketemu dia, ketika dia pulang saya itu gak di
rumah, nah dikabarin dia pulang, saya pulang ya
udah saya peluk… bener-bener saya peluk, saya
nangis padahal saya masih SD, saya itu sudah deket
gitu, memang kan kami berdua yang paling kecil.
133
134
135
136
137
138
139
140
141
142
143
144
145
146
MTU : Usianya beda berapa tahun samaneri dengan kakak? 147
P : Dia 1987, saya 1991. Berdua itu, kakak saya kan
sudah dewasa-dewasa semua jadinya ketika di SMP
saya masih kecil dia bawa uang saku seribu misalnya
kadang gak bawa uang saku, terus bawa uang saku,
itu pun pulang masih bawa jajan buat saya gitu,
memang dari kecil memang deket.
148
149
150
151
152
153
MTU : Samaneri mengetahui kehidupan membiara itu dari
kakak ya? 154
155
P : Iya, kemaren kan sempet cerita kalau jadi samanera
itu seperti ini lho, gak mungkin terlepas dari masalah,
masalah itu tetep ada diarahin, dicontohi seperti ini,
dikasih tau kalau sama aja, tetapi masih mungkin
masih dalam komunitas dia bilang seperti itu ya,
sama aja kehidupannya ada makan minum, nyuci
sendiri, apa sendiri, ya cuman itu kamu dalam
komunitas, komunitas di masyarakat bukan tetapi
kamu komunitas di vihara gitu, masih banyak
peraturan yang harus kamu patuhi. Sama aja sebelum
saya masuk, sebelum saya berangkat ke Palembang
ini, itu sudah dikasih arahan-arahan gitu, seperti ini
lho, seperti ini lho, seperti ini. Kemaren kan baru
kesini, ngajak orang tua kesini juga, ke Borobudur
yuk. Ya memang misinya itu sama untuk keluarga
gitu, gak ada niatan gimana-mana. Kalau dia ada
masalah gitu yang pertama kali dia tanya itu pasti
saya, ini gimana, misalnya dia punya uang dia mau
156
157
158
159
160
161
162
163
164
165
166
167
168
169
170
171
172
173
289
beli apa, dia tanya saya dulu boleh apa gak, saya
bilang kira-kira itu bermanfaat gak, kira-kira itu
berguna apa gak, kalo gak bermanfaat buat apa gitu
sama sebaliknya saya juga begitu.
174
175
176
177
MTU : Pada interview pertama samaneri juga bercerita,
bahwa samaneri pernah mendaftar di Universitas
Lampung, sebelum masuk pelatihan, bahkan
samaneri sudah ikut tes dan sudah membayar, dan itu
samaneri tinggalkan, padahal ijin dari orang tua
untuk ikut pelatihan pun belum dapat, nah apa sih
yang benar-benar memotivasi (mendorong) samaneri
untuk berani mengambil langkah itu?
178
179
180
181
182
183
184
185
P : Yang bener-bener. Nah ketika itu malem hajatan itu
kan saya e….. pas sesudah itu kan kakak saya yang
nomor lima itu kan nikah nah pas itu kan memang
ada hajatan di rumah, ada pesta rame, nah itu kan
memang ada konflik dari keluarga terutama dengan
orang tua saya memang ada konflik tapi gak mungkin
dong saya ceritakan, nah ada konflik dan itu bener-
bener memicu saya untuk pergi dari rumah gitu, tapi
sebelum itu pas hari H, orang itu kakak saya, yang
kakak saya yang samanera itu pulang sama pacarnya,
dia itu ngajak pulang ke Lampung itu sama pacarnya
dari Jakarta, dan itu saya sudah tanya, memang saya
sudah tanya, sudah tanya gimana… apa kalo saya
jadi samaneri, nah itu masih, ya itu tadi dijelasin
kalau kehidupan samaneri seperti ini seperti ini,
dijelasin sama dia gitu nah pas hari H hajatan itu kan
sampe malem nah itu memang ada konflik ya sudah,
terus saya kan sakit, memang saya ada penyakit gitu,
ada penyakit nah saya sudah santai gitu, santai sudah,
makan sudah selesai nah saya berobat, saya berobat
dan memang sudah parah kan, nah….. itu saya pas
itu saya, kalo di Lampung itu namanya kota Metro
saya di bawa kesitu nah bener-bener parah kan, kok
sudah seperti ini kemarin belum seperti ini kok sudah
seperti ini gitu, dokternya tanya. Ya saya juga
bingung kan harusnya kalau saat ini belum seperti ini
gitu dan ya sudah saya pulang, saya kan sama pacar
kakak saya itu, sama orang tua sama bapak sama
kakak saya ibu saya gak ikut, sudah saya pulang ke
186
287
189
190
191
192
193
194
195
196
197
198
199
200
201
202
203
204
205
206
207
208
209
210
211
212
213
214
215
290
rumah, besoknya saya berangkat, mulai dari itu saya
sudah punya niatan kalau memang saya mau mati ya
sudah gitu, mending saya kalau seperti ini kan
istilahnya saya punya karma baik gitu kalau memang
saya mau mati ya saya setidaknya saya sudah punya,
cita-cita saya itu sudah sampe gitu, nah saya kemarin
juga kan pernah cerita ini lho, pas saya ketika
pelaksanaan pabbaja itu yang 14 hari ya atau 15 hari
yang dua minggu itu, selama pelatihannya yang
bener-bener pelatihannya itu digembleng itu kan
selama 14 hari itu kan saya meditasi nah, makan itu
kan yang sebelumnya makan saya gak teratur itu kan,
nah disitu itu saya kan bangun tidur, meditasi,
sambahyang, makan sarapan pagi, siangnya dengerin
materi pokoknya selama 14 hari itu pola hidup saya
bagus gitu lho sama kan pikirannya positif,
pikirannya positif ya udah kok saya ngerasa kan, kan
setiap pagi itu, gak setiap pagi sih, pokoknya setiap
pagi itu kan ada meditasi jalan, meditasi duduk, terus
yoga gitu kan, pokoknya pas 14 hari itu saya merasa
bener-bener dalam mmm..... apa ya, hati saya itu
tenang… sekali, pokoknya enak gitu lho kok kondisi
fisik saya, o.. padahal saya makan itu cuma dua kali
malem cuman minum jus, tapi kok enak ya saya
pikir, 14 hari itu sudah selesai pabbajanya terus saya
telpon kakak saya, saya sudah selesai, ya sudah kamu
mau lanjut apa enggak?, saya bilang lanjut, saya coba
tiga bulan dulu, tiga bulan lagi seperti itu seperti itu,
terus habis itu setelah saya tiga bulan kan kakak saya
nyusul saya ke Palembang, kakak saya nyusul ke
Palembang saya di bawa chek up gitu nah
penyakitnya itu sudah a… istilahnya yang dari 4 gitu
kan tinggal 2 gitu, menurun ya… kakak saya kaget
dan kemudian memotivasi juga langsung gitu, nah itu
yang bener-bener. Terus ya itu kakak saya kan tiga
bulan terus ikut.
216
217
218
219
220
221
222
223
224
225
226
227
228
229
230
231
232
233
234
235
236
237
238
239
240
241
242
243
244
245
246
247
248
249
250
251
MTU : hmmm… wah terima kasih semakin diperjelas. 252
P : Saya itu lho, dulu gak bisa lho ngomong seperti ini,
ngomong dengan orang-orang yang katrok gitu lho,
maksudnya itu misalnya kan saya tinggal lama di
kota, saya pulang ke desa kan, tempat saya kan juga
253
254
255
256
291
desa, saya tuh walaupun tinggalnya di kampung dulu,
saya itu tidak bisa berkomunikasi dengan tetangga
saya, saya itu tidak bisa bersosialisasi gitu lho,
saya… walaupun ketika saya sakit gitu tetangga saya
ya nengok semuanya, tapi kan karna bawaan dari
orang tua gitu kan.
257
258
259
260
261
262
MTU : Samaneri maksudnya gak merasa dekat dengan
mereka? 263
264
P : Enggak, enggak saya kan gak bisa bersosialisasi gitu,
tetapi ketika sekarang ini kalo saya pulang bisa gitu
lho, makanya kadang tetangga saya pada heran kok,
saya dulu gak bisa bersosialisasi, berkomunikasi itu
gak bisa saya nah ketika saya… kan walaupun saya
di desa gitu kan, saya kan SMPnya juga jauh, saya
laju, SD pun saya itu di rumah, saya pulang sekolah
gitu, pulang sekolah saya main sama temen-temen
juga gak begitu istilahnya saya itu orangnya tertutup
gitu, saya gak itu… nah ketika SMP, SMP kan sudah
mulai di kota saya laju, nah itu saya bisa bergaul
dengan mereka (teman-teman di kota), tetapi ketika
pulang nyampe rumah gitu ada kegiatan apa, di
tetangga itu misalnya apa apa, saya cuma keluar aja
nengok udah gitu saya pergi naek motor gitu, saya
gak bisa bergaul sama mereka, sampe tetangga saya
itu lho, bilang orang kok hidup sendiri, saya cuek gak
papa.
265
266
267
268
269
270
271
272
273
274
275
276
277
278
279
280
281
282
MTU : Berarti maksud samaneri dengan teman-teman di
kota samaneri bisa bergaul, sedangkan dengan yang
satu daerah malah gak bisa?
283
284
285
P : Iya gak bisa, gak cocok gitu ngomongnya gitu lho
mungkin, nah tetapi anehnya ketika saya sudah jadi
samaneri saya itu bisa pulang pun saya juga ngobrol,
ketika ada orang sakit saya juga jenguk, itu yang
membuat orang tua saya itu mungkin tersentuh gitu
lho, kok anak saya bisa berubah seperti ini, kenapa
saya enggak gitu, mungkin dengan seperti itu,
dengan anehnya saya sendiri perasaan saya ketika
ada umat gitu sakit dia bener-bener udah tua gitu
sakit saya lho mau nengok gak ada yang nganter, itu
padahal jauh saya jalan, jalan itu baru dapet.. kalo di
desa susah kan, itu baru dapet tumpangan itu sesudah
286
287
288
289
290
291
292
293
294
295
296
297
292
jalan jauh, saya nekat mau nengok mbah itu,
walaupun jauh saya tengok gitu, gak tau, saya
sekarang juga gak tau gimana perasaan saya itu gak
tau tapi… rasa belas kasihan saya itu muncul, cinta
kasih saya itu muncul ketika saya jadi samaneri, saya
dulu kaku orangnya… kaku…. sekali. Dulu saya
angkuh, angkuh sekali, ketika pas lebaran itu bisa
pulang sama kakak saya berdua itu, kalo di desa kan
kalo lebaran itu masih kunjungan ke tempat tetangga
ya, nah itu silahturahmi ke tetangga-tetangga saya
aja, tetangga saya pada heran kok, mereka bilang
akhirnya rumah ku ini kamu injek, kalo bahasa
Jawanya oalah akhire awakmu iso ngidek omahku,
bahasa Jawanya gitu, aneh saya juga cuman
tersenyum gitu.
298
299
300
301
302
303
304
305
306
307
308
309
310
311
312
MTU : Jadi belas kasih itu muncul ya setelah menjadi
samaneri? 313
314
P : Iya, bener-bener, kalo liat orang itu rasanya… kalo
liat orang yang… misalnya orang tua, orang apa itu
bener-bener wah… gimana perasaannya itu,
kasihan…
315
316
317
318
MTU : Baik samaneri, sebelumnya samaneri juga pernah
mengatakan bahwa ingin menjauhi hal-hal yang
negatif, pikiran-pikiran yang negatif, bisa samaneri
jelaskan lagi maksudnya negatif itu seperti apa?
319
320
321
322
P : Ingin mejauhkan diri itu ya misalnya seperti tadi, ya
kebalikan dari itu tadi tow, saya sombong, angkuh,
itu saya pengen menghilangkan rasa angkuh, wong
sekarang aja kadang saya masih ada angkuh gitu, di
dalam diri saya masih ada perasaan angkuh itu masih
ada gitu, sombong itu masih ada gitu, ya saya itu
pengen menghilangkan itu gitu. Misalnya angkuh,
sombong itu pengen saya hindari gitu.
323
324
325
326
327
328
329
330
MTU : Baik, kalau begitu apakah masalah dalam keluarga,
penyakit yang diderita, dan sikap samaneri yang
mungkin samaneri anggap sebagai hal yang negatif?
331
332
333
P : Iya, dulu saya pikir kalo saya mati yang penting cita-
cita saya terlaksana walaupun sebentar gitu kan,
waktu itu juga mungkin orang tua tidak
memperbolehkan itu karena itu, karna ya saya sakit
itu, ada rasa khawatir. Sebenernya keluarga kakak
334
335
336
337
338
293
saya itu ketika saya sakit mereka perhatian kalo ndak
ya enggak cuek gitu lho, saya mau ngapain.. mau
ngapain terserah, tapi pas saya sakit ya mereka
perhatian gitu, misalnya pas kumat gitu, saya di kos-
kosan kambuh penyakitnya saya pulang, ya dijemput
ya apa gitu, jadi kalo sehat ya udah enggak, tapi
ketika sakit cepet-cepet, tapi ketika sembuh saya itu
merasa mereka gak ada perhatiannya, mereka sibuk
sendiri.
339
340
341
342
343
344
345
346
347
MTU : Baik, selama interview awal kan samaneri selalu
menceritakan kakak yang ke tujuh, nah saya mau
tanya, bagaimana respon ke enam kakak samaneri
saat mendengar samaneri ingin ikut pelatihan hidup
membiara?
348
349
350
351
352
P : Mereka gak mendengar sih, mereka langsung tau
gitu, kaget gitu, saya kan tadinya ikut pabbaja 14 hari
itu, nah kok lanjut gitu, mereka ya.. ya responnya
seneng, kalo kakak saya itu responnya seneng,
mungkin yang pertama mereka pikirnya gak
ngerepotin orang tua mikirnya juga gitu, mereka
responnya seneng kakak-kakak saya yang satu sampe
enam, responnya seneng mereka sering telpon, apa
kalo telpon itu jadwal, mereka bikin jadwal sendiri
gitu, satu bulan kan sekali telpon itu, jadi giliran gitu.
Dulu ada ya kakak ipar saya, dulu gak pernah yang
namanya telpon ngomong jarang, sama saya itu
hanya kebencian yang mereka tanamkan ke saya itu
hanya kebencian, kenapa kebencian karna mereka
kan, kalo saya itu pulang, saya minta uang ke kakak
saya gak mungkin enggak, namanya pulang ke kos-
kosan saya minta uang gitu, pokoknya kalo gak
dikasih saya gak pulang, saya minta uang walaupun
saya cuma dikasih dua puluh ribu saya terima tapi
hati saya sudah seneng, nah dari itulah kakak ipar
saya itu benci, ya mereka negur apa bareng tapi kan
kita juga bisa membedakan kan antara orang yang
suka dengan yang gak suka, yang seneng dengan
yang gak seneng, nah ketika saya sudah jadi
samaneri, saya sudah seperti ini saya sudah setaun itu
saya pulang mereka nangis, salaman…gak pernah
namanya salaman paling salaman cium tangan tok
353
354
355
356
357
358
359
360
361
362
363
364
365
366
367
368
369
370
371
372
373
374
375
376
377
378
379
294
gak pernah namanya sampe nyium, apa itu, kemaren
sampe alah nyium sampe pelukan sampe apa gitu
ngelihat saya seperti ini, ketika mereka ada masalah
sama kakak saya, masalah dalam keluarga mereka,
mereka pasti telpon kalo gak telpon saya telpon
samanera (kakak), ngomong curhat.
380
381
382
383
384
385
MTU : Maksud saya samaneri respon saat awal, saat
samaneri minta ijin sama orang tua, semua keluarga
tau kan?
386
387
388
P : Enggak, orang tua saya aja kok. 389
MTU : Berarti mereka taunya kapan? 390
P : Taunya itu saya sudah dipanggil, saya sudah masuk
pabbaja, mereka tau.. tau saya mau ke Palembang itu
tau, tetapi mereka taunya saya itu ikut pabbaja gitu.
391
392
393
MTU
: Ooo, berarti mereka gak tau kalo ternyata samaneri
lanjut ikut menjadi samaneri? 394
395
P : H eh… 396
MT : Nah, ada gak repon mereka yang mungkin gak
setuju? 397
398
P : Enggak, kalo kakak saya, gak tau… seneng malah
saya seperti ini, yang pertama mungkin pola
hidupnya, pola hidupnya jadi bagus gitu lho,
hidupnya jadi terpola gitu lho, makannya rutin…
saya kan dulu gak, contohnya saya itu gak bisa
makan bakso, tetapi saya nekat dan jadi sakit, nah
kakak saya itu besoknya pasti bilang beli bakso
segerobaknya, apalagi kakak saya yang ketiga, jadi
dia tau klo saya sakit itu kenapa.
399
400
401
402
403
404
405
406
407
MTU : Jadi sebenarnya kakak-kakak samaneri perhatian
juga ya… 408
409
P : Saya tuh gak tau, saya tuh gak bisa membedakan
apakah mereka itu perhatian atau tidak sama saya,
tapi mereka senang saya menjadi samaneri, kalo
kakak-kakak ipar saya, yang istilahnya gak
merespon, mungkin mereka iri gitu, irinya itu ya gak
tau dalam hal apa, mungkin saya itu kalo minta itu
harus, karna kan, misalnya saya minta motor, ya
diturutin sama orang tua saya ya diturutin. Tapi kan,
mbanya (peneliti) sendiri misalnya kalo materi selalu
diturutin…… terus, tetapi kayak apa ya, perhatian
gak pernah dikasih kan sama aja hampa kan, ketika
410
411
412
413
414
415
416
417
418
419
420
295
mbanya sendiri ketika ada masalah gak ada tempat
untuk ngadu, gak ada tempat untuk berbicara, orang
tua gak bisa untuk bersandar kan otomatis merasa
gak bisa kan tetep aja, sedangkan yang dirumah
kakak-kakak yang lain ya gimana ya, yang merespon
ya kakak saya yang nomor tujuh itu, yang lain ya
biasa-biasa aja, kalo kakak saya yang nomor tujuh itu
ya sudah tau orang tua saya seperti itu sudah tau kalo
gak tau gak mungkin dong dia itu mau nerima
misalnya orang tua, ada orang tua mampu tapi dia
kuliah di Jakarta nerima sepeserpun gak ada dapet
biaya dari orang tua kecuali pas pulang, ongkos
pulang ke Jakarta, mana mau kalo dia itu udah tau
sifat orang tua, ya kalo dia gak tau kan otomatis gak
mau dong karna dia sudah memahami sifat orang tua
saya, karakter orang tua saya jadi ya dia berusaha
sendiri, dia berusaha cari beasiswa, cari makan ya
hidup di asrama hidup bantu vihara itu tadi, dan
SMA pun setahu saya orang tua juga gak ada, gak
mengeluarkan biaya, ya mengeluarkan biaya ya
ketika pulang, lebaran beliin baju, itu aja, makanan
juga gak pernah dikirm gitu setahu saya.
421
422
423
424
425
426
427
428
429
430
431
432
433
434
435
436
437
438
439
440
441
442
MTU
: Mungkin orang tua samaneri pola asuh pada anak
laki-lakinya lebih keras begitu, dari pada yang
perempuan?
443
444
445
P : Sebenernya kakak saya kalo mau minta juga dituruti,
cuma kakak saya gak mau minta, gak mau memang
sifatnya beda, orangnya rendah hati….. sekali,
memang beda sama saya, dia SMA sekolah
sepedanya butut dia nerima…, saya baru masuk SMP
dibelikan sepeda baru, habis itu baru beberapa bulan
saya minta dibelikan motor, langsung dibelikan.
446
447
448
449
450
451
452
MTU
: Baik, berarti kalo dari kakak-kakak samaneri tidak
ada yang tidak mendukung keputusan samaneri ya? 453
454
P : Iya, mereka mendukung, walaupun ada kakak saya
yang dari agama yang berbeda, ada dua itu ikut
muslim, malahan kakak ipar saya yang muslim itu
suka telpon saya walaupun telpon sambil nangis,
bilang gini, bilangin kakakmu itu lho
gini…gini…gini…
455
456
457
458
459
460
MTU : Ada gak samaneri kakak-kakak yang mungkin 461
296
membantu samaneri untuk orang tua memberikan
samaneri ijin? 462
463
P : Ya kakak saya yang ke tujuh itu tow. 464
MTU : Lalu bagaimana dengan kakak yang lain? 465
P : Enggak, mereka sih mendukung kalo hal itu baik
buat saya, tapi mereka gak pernah bilang ke orang
tua untuk kasih ijin ke saya, ya kakak saya yang
nomor tujuh itu yang pelan-pelan memberikan
pengertian sama orang tua.
466
467
468
469
470
MTU
: Oke, samaneri boleh saya tahu, samaneri hubungan
dengan orang tua, lebih dekat dengan ayah atau ibu? 471
472
P : Saya lebih ke ibu, karna bapak saya orangnya keras,
orangnya keras….. kalo apa, punya kemauan, punya
apa ya, anaknya gak boleh ya gak boleh beneran.
Misalnya kakak saya yang nomor enam, kan sekolah
SMP itu nakal dia, sekolah itu bawa pisau, sekolah
itu peso, bapak saya bilang suruh berhenti ya suruh
berhenti beneran, kalo mau sekolah ya silahkan tapi
saya gak akan biayai kamu, jadi SMP belum lulus ya
udah berhenti, kalo bapak saya sekali ngomong A ya
A.
473
474
475
476
477
478
479
480
481
482
MTU
: Nah, samaneri tau sifat bapak, samaneri kok bisa
berani ambil keputusan yang tidak diperbolehkan? 483
484
P : Bapak saya sebenernya sifatnya itu keras tapi bisa
lunaknya itu kalo sama saya kalo saya sudah nangis,
bapak saya itu udah gak bisa liat, itu
sebenernya…sebenernya… wong yang ketika saya
pamit itu yang gak memperbolehkan yang bener-
bener megangi kuat itu ibu saya tetapi ketika saya
sudah jadi seperti ini, ketika saya sudah jauh yang
nangis itu bapak saya, bapak saya itu orangnya keras
tapi tuh bisa lunak, wong waktu itu ngomong
apa…entah apa, saya itu udah jadi samaneri, kakak
saya yang samanera gak bisa atasi, terus kakak saya
ngomong sama, saya “bapak kenopo?”,
gini…gini..gini…gini...gini…, terus saya telpon,
saya ngomong pelan-pelan, orangnya ngomong
sendiri, dan nurutin omongan saya, padahal kalo
kakak saya yang ngomong itu bisa mencengangkan.
Tetapi saya kalo telpon saya lebih banyak ngomong
sama mamak
485
486
487
488
489
490
491
492
493
494
495
496
497
498
499
500
501
502
297
MTU : Lalu, bagaimana hubungan samaneri dengan ibu? 503
P : Saya juga bingung, hubungan saya dengan ibu itu
seperti apa, kalo saya di rumah cuek, diem aja tetapi
kalo saya jauh bentar-bentar telpon.
504
505
506
MTU
: Oiya samaneri, samaneri kan menceritakan bahwa
samaneri memiliki guru yang sudah membimbing
samaneri, nah bagaimana samaneri memandang guru
samaneri, sehingga samaneri mengambil keputusan
untuk hidup membiara dan menjadi samaneri, apa
yang samaneri lihat dari guru tersebut?
507
508
509
510
511
512
P : Sebenernya guru saya sudah gak ada sudah
meninggal, satu tahunnya tanggal 2 besok, makanya
saya pulang ke Palembang. Guru saya itu, saya sudah
mengenal beliau ketika saya SMA, kakak saya kan
tinggal di vihara, beliau itu kadang datang ke vihara
tempat tinggal kakak saya itu, nah itu saya kesitu,
saya itu sempat namaskara (sujud) sama beliau, dan
beliau itu pernah mengatakan sayangi adekmu, kan
pake bahasa… apa Palembang gitu, artinya itu
sayangi adekmu jangan pernah sia-siain, dia itu
berkah buat kamu itu bilang ke kakak, memang
sebelum itu kan kita deket gitu lho, nah saya disitu
sempet namaskara sujud gitu sama beliau, ketika
saya mau masuk jadi samaneri dia sudah sakit sudah
storke, udah gak mampu, sudah gak bisa ngapa-
ngapain, sebelumnya itu beliau dari Lampung ke
Palembang perjalanan satu hari, hanya makan pisang
gepok, pisang rebus itu satu tok, beliau itu semangat,
beliau itu sering membagikan obat di kampung-
kampung, walaupun kampung itu belum ada sepeda
beliau itu jalan, harus nyebrang sungai semangatnya
luar biasa untuk memperjuangkan agama Buddha di
kampung-kampung, beliau selalu menolong orang
lain, beliau mendirikan beberapa balai pengobatan, di
Lampung 2, di Palembang, beliau juga membangun
jembatan di desa-desa, itu yang membuat saya
kagum sama beliau, makanya saya mau berguru
dengan beliau.
513
514
515
516
517
518
519
520
521
522
523
524
525
526
527
528
529
530
531
532
533
534
535
536
537
538
539
540
298
Partisipan 4 Wawancara 3
(P4W3)
Waktu : Selasa, 19 Maret 2013; pukul 09.35-10.03 WIB
Lokasi : Vihara Ampel
MTU : Selamat pagi samaneri, terima kasih sudah bersedia
meluangkan waktu untuk melakukan wawancara lagi
pagi-pagi begini.
1
2
3
P : Iya, gak apa. 4
MTU : Samaneri, saya mau klarifikasi beberapa hal, samaneri
waktu memutuskan untuk ikut pelatihan setengah bulan
itu setelah kakak ke lima menikah atau sebelumnya?
5
6
7
P : Setelahnya, jadi waktu itu setelah kakak ke lima nikah
kan kakak saya yang nomor tujuh itu pulang, nah saya
minta pendapatnya, terus di dukung dan saya
memutuskan untuk ikut pelatihan itu.
8
9
10
11
MTU : Nah samaneri saat itu orang tua sempet nyari gak? 12
P : Uhuk…uhuk… sempet… tapi cuman kan saya bilang
pelatihannya itu apa cuman…cuman…beberapa hari
cuman… 14 hari setengah bulan gitu. Nah saya bilang
kan lanjut lagi 3 bulan, iya lanjut tiga bulan itu baru
lanjut.
13
14
15
16
17
MTU : Berarti orang tua gak nyari saat samaneri ikut yang tiga
bulan itu? 18
19
P : Enggak karena kan mereka sudah tau, jadi orang tua
sudah tau gitu, dan guru saya waktu itu… kan saya
bilang orang tua gak ngasih ijin, guru saya juga sempet
telpon sama orang tua, jadi guru saya sudah…sudah
menghubungi orang tua saya sudah biar gak ke sini gitu,
biar gak ke Palembang gitu
20
21
22
23
24
25
MTU : Apa guru samaneri dan orang tua samaneri pernah
bertemu? 26
27
P : Belum, telpon itu tau nomornya dari kakak saya, yang
nyuruh hubungi itu kakak saya gitu. 28
29
MTU : Baik samaneri dengan begitu saya lebih jelas, terima
kasih. Lalu samaneri, saat samaneri mengatakan
samaneri memiliki penyakit yang cukup parah saat itu,
saya ingin tahu seberapa jauh penyakit itu mengganggu
bagi samaneri?
30
31
32
33
34
P : Ya waktu SMA sangat-sangat mengganggu sih, karna 35
299
kan kenapa saya bilang mengganggu kan karna setiap
sedikit pingsan, bisa dalam sehari itu pingsan itu 15 kali
juga ada, setiap kaget sedikit pingsan ada masalah
sedikit pingsan, misalnya kena panas…kena panas kan
jalan dari sekolah ke kost-kostan itu panas gitu mimisan
nanti nyampe kost gak kuat lagi kadang masih di jalan
gitu sudah kluk pingsan gitu dan setiap hari saya harus
minum obat uhuk…uhuk…uhuk…..jadi bekalnya itu
kalo ke sekolah ya air aqua, airnya kan air aqua sama
obat gitu…iya dulu…dulu…udah lewat (sambil
tersenyum).
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
MTU : Apa dampak dari penyakit samaneri itu pada
pengambilan keputusan hidup membiara? 47
48
P : Dampaknya ya positif tho, dampaknya kan sekarang
sudah bisa apa ya istilahnya melakukan hal-hal yang
bisa dilakukan oleh orang lain gitu, misalnya bisa…
kalo dulu sekolah kan cuma bisa duduk di kelas, kita
istirahat, saya kan jarang ikut aktifitas misalnya apa
gitu…misalnya ke pasar apa beli apa, masak, nyapu,
dulu kan saya enggak pernah maksudnya jarang gitu
beraktifitas seperti yang lain karna kan saya gak kuat,
saya gak pernah masak walaupun kost ngekost,
temennya masak saya beli, saya gak pernah maksudnya
aktifitas. Sebenernya dulu saya gak boleh ngekost
tadinya suruh pindah kan waktu masih SMA kelas satu
itu disuruh pindah suruh pulang ke rumah, saya di
masukin sekolah gitu kan sudah mau didaftarin, tapi
saya gak saya gak mau, karna kan rumah saya kan di
kampung jadi otomatis saya mikir kalo saya tinggal di
kampung,….. ya walaupun saya disitu cuman duduk
sekolah tapi kan seenggak-enggaknya bisa bertemu
dengan orang-orang yang ya istilahnya orang kota lah
terus bisa mengenal berbagai macam jenis orang gitu
kan, bisa kenal sama orang Cina, kalau saya semisalnya
di kampung kan gak mungkin kan di kampung ada
orang Cina, ada orang Batak, ada orang apa di
sekolahan saya gitu kan, karna kan banyak pendatang
gitu
49
50
51
52
53
54
55
56
57
58
59
60
61
62
63
64
64
66
67
68
69
70
71
72
73
MTU : Berarti bagi samaneri penyakit itu walaupun suatu hal
yang berat tapi akhirnya membawa dampak yang positif
bagi samaneri hingga bisa sampai seperti sekarang?
74
75
76
300
P : He eh…..tapi saya dulu juga berusaha sih, misalnya
untuk penyembuhan penyakit saya sendiri saya juga
berusaha, kemana-kemana gitu kadang ya, pokoknya ya
berusaha kemana, dikasih tau orang ke sini ya saya ke
situ gitu.
77
78
79
80
81
MTU : Dan itu ada pengaruhnya gak perobatan yang
dilakukan? 82
83
P : Enggak ada, ya cuman ada pengaruhnya kan cuma
sebentar nanti balik lagi, gitu doang. 84
85
MTU : Setelah ikut pelatihan bisa sembuh ya? 86
P : Ya saya tuh merasa penyakit saya itu…sebenernya
sampe sekarang kan masih cuman kan sudah menurun
gitu kan, karna kan kenapa saya bilang menurun karna
kan waktu saya ikut pelatihan itu, waktu yang setengah
bulan latihan bener-bener setengah bulan itu saya kan
ibaratnya makan teratur, pertama kali saya ikut lho
pertama kali, makan teratur, apa… sembahyang pagi
sore habis itu… kan kegiatannya pagi bangun tidur cuci
muka habis itu ikut latihan meditasi, meditasi kan
konsentrasi ya kan..membuang pikiran-pikiran negatif
dan disitu habis meditasi sembahyang, habis itu habis
sembahyang olahraga gitu lho apa…hmm (mencoba
mengingat sesuatu) bukan erobik….senam
berkesadaran, kalo di dalam agama Buddha itu
menyebutnya senam berkesadaran jadi menyadari setiap
gerak tubuh itu disadari, misalnya saya lagi ini lho, saya
lagi mengangkat kaki, saya sadar saya mengangkat
kaki, saya meletakan kaki saya sadar bahwa saya
sedang mengangkat kaki, dan kegiatannya itu rutin
terus, ntar ada meditasi jalan, pokoknya ada pelatihan-
pelatihan lah, pokoknya di situ positif gitu, jadi lama-
lama kok saya merasakan ringan gitu, saya mengambil
nafas pun kayaknya gak berat gitu, waktu, pokoknya
badan saya sudah sedikit lega gitu jadinya ya saya, saya
kan komunikasi sama kakak saya yang nomor tujuh
kakak saya pas, berkomunikasi saya berkonsultasi dan
dikasih dukungan lanjut lagi tiga bulan, dan seperti itu
merasa ringan..ringan..ringan, akhirnya saya sama guru
saya dikirim ke sini gitu uhukk…..uhuk..
87
88
89
90
91
92
93
94
95
96
97
98
99
100
101
102
103
104
105
106
107
108
109
110
111
112
113
114
115
MTU : Di kirim ke STIAB ini? 116
P : He eh, di sini walaupun saya kuliah kan pertama kali 117
301
saya juga merasa kaget, di Sumatra sana kan panas nah
di sini (Ampel) dingin, saya juga sempet drop di sini,
sampe wah drop sampe dikatain saya kena busung lapar
karna kurus..kurus sekali, terus habis itu saya berusaha
lagi, pokoknya yang penting itu niatnya lah,
semangatnya saya sendiri punya semangat untuk
sembuh trus kan banyak orang-orang di sini yang
mendukung yang merespon banyak lah. Yang
berpengaruh besar itu ya pelatihan setengah bulan bulan
sama yang tiga bulan, karna kan di situ saya gak
beraktifitas yang lain, cuma bangun tidur, mandi,
aktifitas, sembahyang, pelatihan lagi sampe siang,
dikasih makan cemilan, habis itu minum, habis itu
kegiatan lagi dikasih kayak materi-materi gitu, habis
gitu makan siang, makan siang materi lagi sedikit, jam
setengah satu sudah apa…rileksasi, habis setelah
rileksasi kegiatan lagi sampe sore, mandi sembahyang,
meditasi, latihan lagi sampe jam 9 malem terus tidur,
sampe pagi seperti itu diulang terus, jadinya kan hidup
sehat kan, pikiran, batin gitu.
118
119
120
121
122
123
124
125
126
127
128
129
130
131
132
133
134
135
136
137
MTU : Sebelumnya samaneri pernah mengatakan bahwa orang
yang menjadi inspirasi samaneri dalam mengambil
keputusan itu kakak dan guru samaneri, nah ada yang
lain lagi gak selain mereka berdua?
138
139
140
141
P : Enggak. 142
MTU : Dan bagaimana orang tersebut mempengaruhi samaneri
dalam mengambil keputusan ini? 143
144
P : Yang pertama kan yang mempengaruhi saya mengambil
keputusan kan kakak saya, ya seperti yang saya pernah
bilang, saya melihat kakak saya.
145
146
147
MTU : Lalu kalau dari guru, bagaimana guru mempengaruhi
samaneri mengambil keputusan? 148
149
P : Guru saya itu kan usianya 83, saya masuk itu tahun
2010 bulan Juli tanggal 23 Juli saya masuk habis itu
meninggalnya beliau itu Januari tahun 2011 berarti ya
hampir 2 tahun.
150
151
152
153
MTU : Tapi sebelumnya samaneri sudah kenal kan guru dari
kakak samaneri? 154
155
P : Sudah…Nah memotivasinya itu kan saya tanya pas
beliau pulang saya tanya-tanya lagi kan sebelumnya kan
beliau sudah kuliah di Jakarta sudah jadi samanera nah
156
157
158
302
beliau pulang beliau tuh gak boleh latihan gitu lho
ditolak sama orang tua saya. 159
160
MTU : Lho jadi kakak itu sudah pernah jadi samanera? 161
P : Sudah, kan saya sudah pernah cerita. 162
MTU : Ya, waktu samaneri cerita itu kan, kakak pulang lalu
kan klo mau masuk pelatihan kan minta surat ijin dari
orang tua dan kemudian disobek, berarti kan waktu itu
kakak belum masuk jadi samanera, begitu?
163
164
165
166
P : Ya…ya… itu kan tahun berapa ya, saya lupa tahunnya,
pokoknya beliau itu kuliah di Jakarta semester awal,
semester pertama dia itu kuliah di Jakarta yak an, kuliah
di Jakarta beliau itu pulang-pulang sudah pake jubah
sudah jadi samanera yak an, nah di situ beliau itu
nyodorin surat ijin.
167
168
169
170
171
172
MTU : Jadi sebelumnya kakak gak bilang dan minta ijin dari
orang tua? 173
174
P : Iya, sebelum latihan itu ga ijin dulu, karna kan
beliau,beliau gak sempet pulang, jadi sudah jadi
samanera beliau itu minta surat ijin, minta surat ijin
sama bapak saya surat ijinnya itu disobek nah disobek
itu kan di depan semuanya, karna waktu itu kan kumpul
keluarga, nah di situ saya mempunyai motivasi, saya
mempunyai niatan itu saya jadikan motivasi nantinya
saya mau jadi seperti itu (kakak), tapi itu sebelum saya
sakit, setelah saya masuk SMA masih semester awal,
saya hamper satu tahun, belum ada lah, hampir satu
tahun SMA kelas satu bulan Oktober kalo enggak
November saya itu jatuh di depan kamar mandi tiba-tiba
saya pingsan, nah saya langsung, orang tua saya datang
malem-malem jam 12, saya langsung di bawa lari ke
rumah sakit, disitulah saya ketahuan punya penyakit
begitu, itu kelas satu dan saya sudah di rumah sakit itu
sudah 35 hari, 35 hari saya di rumah sakit, nah pulang,
istirahat di rumah selama setengah bulan, itu sudah
badan saya sudah agak mendingan tapi kan namanya
orang sakit seperti itu kan namanya sudah punya
penyakit, nah di situ saya disuruh pindah sekolah saya
gak mau, saya bertahan saya pulang ke kost-kostan dan
saya bertahan di situ, tapi kan bertahan namanya orang
sakit seperti itu, bolak-balik masuk rumah sakit saya,
nah akhirnya persingkat aja ya, sesampe saya kelas tiga,
175
176
177
178
179
180
181
182
183
184
185
186
187
188
189
190
191
192
193
194
195
196
197
198
199
303
kelas tiga bulan, pokoknya sekitar bulan Mei, gak bulan
Juli kan saya ditahbisnya tanggal 23, seminggu
sebelumnya kan kakak saya nikah, kakak saya sudah
nikah, pas kakak saya nikah kakak saya yang dari
Jakarta itu kan belum lulus dia sudah nyusun skripsi
tinggal ujian, beliau pulang karna kakak saya mau
nikah, dia itu posisi sudah lepas sudah kembali jadi
umat awam, karena tidak dikasih ijin sama orang tua,
dia itu juga pulang sama pacarnya gitu, nah di situ saya
tanya saya pengen latihan saya bilang di Palembang itu
ada pabbaja saya bilang, oh iya didukung, gimana lho
kehidupan di sana itu, kan sudah pernah gini lho… gini
lho diceritain pengalaman-pengalaman dia jaman dulu
gitu, nah sesudah itu saya kan masuk, saya juga pamit
sama orang tua, ya tapi istilahnya pamit juga secara gak
resmi ya, jadi saya minta ijin tapi tidak menunggu
mereka mengiyakan, gak sampe, saya kan pernah cerita
kalo saya itu berangkat ke Palembang cuma menyisakan
uang 25 lima ribu atau berapa gitu untuk makan, untung
di Vihara itu dikasih makan nunggu sampe tanggal 23,
tanggal 23 saya ditahbis gitu jadi samaneri, habis gitu
lanjut sampe tiga bulan, setelah tiga bulan kan kakak
saya datang, kakak saya kan udah dapet ijin dari orang
tua saya yang bermaksud suruh nemenin saya, dan
akhirnya beliau di sana saya di sini. Saya kan awalnya
gak ada niat kuliah, guru saya mau ngajarin saya
tentang agama Buddha lebih dalem kan gak bisa, beliau
sibuk dan guru saya yang membimbing yang kakak
seperguruan saya, kalau guru yang saya itu sudah sakit
sudah kena stroke, ya sudah akhirnya saya dikirim ke
sini memperdalam agama Buddha sambil latihan.
200
201
202
203
204
205
206
207
208
209
210
211
212
213
214
215
216
217
218
219
220
221
222
223
224
225
226
227
228
229
230
MTU : Kalau dari guru sendiri, yang sudah usianya 83 tahun
itu, apa yang mempengaruhi samaneri dari guru tersebut
pada pengambilan keputusan samaneri?
231
232
233
P : Beliau itu baik, suka menolong suka bagiin obat, ke
masyarakat-masyarakat sekitar, gak membeda-bedakan
mau itu Muslim, mau itu Katolik, mau itu Kristen gak
peduli beliau ingin membantu, banyak orang-orang
Muslim yang dibantu sama guru saya, jadi saya ingin
menjadi seperti itu.
234
235
236
237
238
239
MTU : Kalau dari kakak, bagaimana kakak itu menurut 240
304
samaneri, apa yang dari diri dia yang samaneri lihat? 241
P : Kakak itu bisa jadi kakak, bisa jadi ayah, sahabat. 242
MTU : Nah kalau guru kan sudah meninggal, apa yang dalam
diri guru yang sekarang masih hidup bagi samaneri? 243
244
P : Kedermawanannya, kesederhanaannya, dan menerima,
contohnya saja yang masih saya ingat yang masih
terngiang-ngiang itu, beliau sempet, kan kami lagi
makan memang masakan di Vihara itu memang
makanannya gak enak gitu, ini jujur aja, ibu itu
masakannya memang gak enak dan ada salah satu
muridnya samanera juga muridnya, itu sebelum kakak
saya masuk, dia itu makan cuma gak habis, murid-
muridnya itu cuma samneri-samanerinya aja yang habis
yang samanera yang bhikkhu pada enggak habis, dan
guru saya itu bilang “makan itu jangan cuma enak di
mulut tapi enak di badan, jangan suka memilih-milih
makanan, karna makanan ini hanya sesaat lewat mulut
begitu sampe di perut itu semuanya sama”, jadi mau
makanan itu asin, manis, asem, rasanya apapun
dimakan, gak mencela masakan itu dan gak pernah
mencela ibu yang masak, gak pernah mencela orang
mau hasil karya kamu seperti ini ya gak pernah dicela
selalu memotivasi orang itu, kalau memang orang itu
gak bener, karya orang itu gak bener dituntun gimana
sih supaya itu bener gak pernah marah, kalau memang
muridnya salah beliau hanya diam, dan hanya
tersenyum sambil mengucapkan “ya belajar lagi,
berlatih lagi secara giat, belajar lagi dengan giat”, beliau
itu selalu mengarahkan, selalu menuntun kami gak
pernah yang namanya marah mencela itu gak pernah.
Ya saya inget itu ya itu tadi kedermawanannya,
kesederhanaannya, dan menerima itu tadi
245
246
247
248
249
250
251
252
253
254
255
256
257
258
259
260
261
262
263
264
265
266
267
268
269
270
271
272
MTU : Kalau dari kakak, bagaimana pengaruh kakak pada diri
samaneri dalam mengambil keputusan? 273
274
P : Pengaruh ya, pengaruhnya itu…... Saya itu sedikit
mencontoh semangat kakak dan guru, jika kakak ada
masalah dia selalu bilang “semua itu pasti akan baik-
baik saja dan semua itu pasti akan berlalu”, dan kata-
kata itu timbul semenjak dia ikut latihan (pabbaja), dan
kata-kata itu pasti ketika saya ada masalah itu pun
selalu saya terapkan, yang kata-kata semua itu pasti
275
276
277
278
279
280
281
305
baik-baik saja kata-kata itu walaupun sederhana sampe
sekarang pun masih , saya punya BB juga kata-katanya
itu yang buat jadi status ya itu, “semua pasti baik-baik
saja.”
282
283
284
285
306
SURAT PERNYATAAN
Dengan ini, saya ________* menyatakan bahwa mahasiswa dengan
identitas sebagai berikut :
Nama : MARIANA TRI UTAMI
NIM : 802007079
Fakultas : PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA
WACANA
Telah datang menemui saya dalam rangka pengambilan data sehubungan
dengan penelitian (skripsi) yang dilakukan pada :
No. Hari dan Tanggal Kegiatan
1. Jumat, 16 November 2012 Wawancara dan observasi pertama
2. Jumat, 23 November 2012 Wawancara dan observasi kedua
3. Senin, 11 Pebruari 2012 Wawancara dan observasi ketiga
Saya ________* telah membaca transkrip wawancara dan laporan
observasi dan menyatakan bahwa transkrip wawancara dan laporan observasi
tersebut benar adanya sesuai dengan yang sebenarnya terjadi. Saya juga
menyetujui permintaan peneliti (Mariana) terkait dengan pencantuman
transkrip wawancara ke dalam bandel skripsi dengan memperhatikan
perlindungan terhadap identitas saya sebagai partisipan penelitian dan
digunakan sebagaimana mestinya.
Salatiga,
__________*
Partisipan Riset
Catatan :
Bagian kosong dengan tanda * harap diisi dengan inisial anda.
307
SURAT PERNYATAAN
Dengan ini, saya ________* menyatakan bahwa mahasiswa dengan
identitas sebagai berikut :
Nama : MARIANA TRI UTAMI
NIM : 802007079
Fakultas : PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA
WACANA
Telah datang menemui saya dalam rangka pengambilan data sehubungan
dengan penelitian (skripsi) yang dilakukan pada :
No. Hari dan Tanggal Kegiatan
1. Jumat, 15 Pebruari 2013 Wawancara dan observasi pertama
2. Minggu, 10 Maret 2013 Wawancara dan observasi kedua
3. Kamis, 4 April 2013 Wawancara dan observasi ketiga
Saya ________* telah membaca transkrip wawancara dan laporan
observasi dan menyatakan bahwa transkrip wawancara dan laporan observasi
tersebut benar adanya sesuai dengan yang sebenarnya terjadi. Saya juga
menyetujui permintaan peneliti (Mariana) terkait dengan pencantuman
transkrip wawancara ke dalam bandel skripsi dengan memperhatikan
perlindungan terhadap identitas saya sebagai partisipan penelitian dan
digunakan sebagaimana mestinya.
Salatiga,
__________*
Partisipan Riset
Catatan :
Bagian kosong dengan tanda * harap diisi dengan inisial anda.
SURAT PERNYATAAN
308
Dengan ini, saya ________* menyatakan bahwa mahasiswa dengan
identitas sebagai berikut :
Nama : MARIANA TRI UTAMI
NIM : 802007079
Fakultas : PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA
WACANA
Telah datang menemui saya dalam rangka pengambilan data sehubungan
dengan penelitian (skripsi) yang dilakukan pada :
No. Hari dan Tanggal Kegiatan
1. Sabtu, 12 Januari 2013 Wawancara dan observasi pertama
2. Rabu, 30 Januari 2013 Wawancara dan observasi kedua
Saya ________* telah membaca transkrip wawancara dan laporan
observasi dan menyatakan bahwa transkrip wawancara dan laporan observasi
tersebut benar adanya sesuai dengan yang sebenarnya terjadi. Saya juga
menyetujui permintaan peneliti (Mariana) terkait dengan pencantuman
transkrip wawancara ke dalam bandel skripsi dengan memperhatikan
perlindungan terhadap identitas saya sebagai partisipan penelitian dan
digunakan sebagaimana mestinya.
Salatiga,
__________*
Partisipan Riset
Catatan :
Bagian kosong dengan tanda * harap diisi dengan inisial anda.
SURAT PERNYATAAN
Dengan ini, saya ________* menyatakan bahwa mahasiswa dengan
identitas sebagai berikut :
309
Nama : MARIANA TRI UTAMI
NIM : 802007079
Fakultas : PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA
WACANA
Telah datang menemui saya dalam rangka pengambilan data sehubungan
dengan penelitian (skripsi) yang dilakukan pada :
No. Hari dan Tanggal Kegiatan
1. Sabtu, 12 Januari 2013 Wawancara dan observasi pertama
2. Rabu, 30 Januari 2013 Wawancara dan observasi kedua
3. Selasa, 19 Maret 2013 Wawancara dan observasi ketiga
Saya ________* telah membaca transkrip wawancara dan laporan
observasi dan menyatakan bahwa transkrip wawancara dan laporan observasi
tersebut benar adanya sesuai dengan yang sebenarnya terjadi. Saya juga
menyetujui permintaan peneliti (Mariana) terkait dengan pencantuman
transkrip wawancara ke dalam bandel skripsi dengan memperhatikan
perlindungan terhadap identitas saya sebagai partisipan penelitian dan
digunakan sebagaimana mestinya.
Salatiga,
__________*
Partisipan Riset
Catatan :
Bagian kosong dengan tanda * harap