PROSES PENEMUAN JATI DIRI TOKOH ED DALAM NOVEL

96
PROSES PENEMUAN JATI DIRI TOKOH ED DALAM NOVEL GITANJALI KARYA FEBRIALDI R: KAJIAN PSIKOLOGI SASTRA SKRIPSI OLEH: ADE IRMA 160701036 PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2020 Universitas Sumatera Utara

Transcript of PROSES PENEMUAN JATI DIRI TOKOH ED DALAM NOVEL

Page 1: PROSES PENEMUAN JATI DIRI TOKOH ED DALAM NOVEL

PROSES PENEMUAN JATI DIRI TOKOH ED DALAM NOVEL

GITANJALI KARYA FEBRIALDI R: KAJIAN PSIKOLOGI SASTRA

SKRIPSI

OLEH:

ADE IRMA

160701036

PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2020

Universitas Sumatera Utara

Page 2: PROSES PENEMUAN JATI DIRI TOKOH ED DALAM NOVEL

i

Universitas Sumatera Utara

Page 3: PROSES PENEMUAN JATI DIRI TOKOH ED DALAM NOVEL

ii

Universitas Sumatera Utara

Page 4: PROSES PENEMUAN JATI DIRI TOKOH ED DALAM NOVEL

iii

PERNYATAAN

Proses Penemuan Jati Diri Tokoh Ed dalam Novel Gitanjali Karya Febrialdi

R: Kajian Psikologi Sastra

Oleh

Ade Irma

160701036

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang

pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi

dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat yang pernah ditulis atau

diterbitkan oleh pihak lain, kecuali yang saya kutip dalam naskah ini dan

disebutkan dalam daftar pustaka. Apabila pernyataan yang saya buat ini tidak

benar, saya bersedia menerima sanksi berupa pembatalan gelar kesarjanaan yang

saya peroleh.

Medan, Oktober 2020

Peneliti,

Ade Irma

Universitas Sumatera Utara

Page 5: PROSES PENEMUAN JATI DIRI TOKOH ED DALAM NOVEL

iv

PROSES PENEMUAN JATI DIRI TOKOH ED DALAM NOVEL

GITANJALI KARYA FEBRIALDI R: KAJIAN PSIKOLOGI SASTRA

ADE IRMA

ABSTRAK

Karya sastra merupakan gambaran totalitas dari kehidupan masyarakat yang

menciptakannya. Dalam karya sastra, tokoh merupakan unsur yang sangat

penting. Setiap tokoh dalam sebuah cerita memiliki perbedaan karakteristik antara

satu dengan yang lain, terutama dalam hal kepribadian. Kepribadian tersebut

berubah dan berkembang sesuai dengan fase perkembangan dalam menemukan

jati dirinya. Hal itu juga terdapat pada tokoh Ed dalam novel Gitanjali karya

Febrialdi R. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan perkembangan

kepribadian dalam proses penemuan jati diri tokoh Ed dalam novel Gitanjali.

Teori yang diterapkan dalam penelitian ini adalah teori psikologi sastra dan

metode kualitatif yang berhubungan dengan nilai atau kesan pada objek. Dari

hasil penelitian ini ditemukan 6 fase perkembangan psikologis menurut teori

perkembangan Erik H Erikson yang dialami oleh tokoh Ed sejak: (1) fase bayi, (2)

fase anak-anak, (3) fase bermain, (4) usia sekolah, (5) adolesen, dan (6) dewasa

awal, dan 10 ciri-ciri masa dewasa awal menurut teori Yudrik jahja yang

menunjukkan proses penemuan jati diri tokoh Ed dalam novel Gitanjali karya

Febrialdi R yaitu: (1) masa pengaturan, (2) masa usia produktif, (3) masa

bermasalah, (4) masa ketegangan emosional, (5) masa keterasingan sosial, (6)

masa komitmen, (7) masa ketergantungan, (8) masa perubahan nilai, (9) masa

penyesuaian diri dengan hidup baru, dan (10) masa kreatif.

Kata kunci: novel, penemuan, jati diri, perkembangan, psikologi.

Universitas Sumatera Utara

Page 6: PROSES PENEMUAN JATI DIRI TOKOH ED DALAM NOVEL

v

PRAKATA

Segala puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah

memberikan rahmat, nikmat, hidayah-Nya, serta kekuatan sehingga peneliti dapat

menyesesaikan skripsi yang berjudul ”Proses Penemuan Jati Diri Tokoh Ed

dalam Novel Gitanjali Karya Febrialdi R: Kajian Psikologi Sastra”. Adapun

tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk memenuhi persyaratan memperoleh

gelar sarjana Program Studi Sastra Indonesia di Fakultas Ilmu Budaya,

Universitas Sumatera Utara, Medan.

Dalam proses penyelesaian skripsi ini, peneliti banyak mendapatkan

bantuan berupa doa, dukungan, pengarahan, bimbingan, dan nasihat dari berbagai

pihak. Oleh karenan itu penulis mengucapkan rasa hormat dan terima kasih

kepada:

1. Bapak Dr. Drs. Budi Agustono, M.S. sebagai dekan Fakultas Ilmu Budaya,

Universitas Sumatera Utara, Bapak Prof. Drs. Mauly Purba, M.A. Ph.D.

sebagai wakil dekan I, Ibu Dra. Heristina Dewi, MPd. sebagai wakil dekan

II, dan Bapak Prof. Dr. Ikhwanuddin Nasution, M.Si. sebagai wakil dekan

III.

2. Bapak Drs. Haris Sutan Lubis, M.S.P. selaku Ketua Program Studi Sastra

Indonesia dan Bapak Drs. Amhar Kudadiri, M.Hum. selaku Sekretaris

Program Studi Sastra Indonesia.

Universitas Sumatera Utara

Page 7: PROSES PENEMUAN JATI DIRI TOKOH ED DALAM NOVEL

vi

3. Bapak Drs. Haris Sutan Lubis, M.S.P sebagai dosen pembimbing yang

telah banyak meluangkan waktu untuk membimbing serta memberikan

pengetahuan dan arahan kepada peneliti dalam menyesesaikan skripsi ini.

4. Bapak Dr. Drs. Hariadi Susilo, M.Si dan Ibu Dra. Nurhayati Harahap,

M.Hum selaku dosen penguji yang telah memberikan kritik dan saran

kepada peneliti.

5. Seluruh dosen dan staf pengajar Program Studi Sastra Indonesia yang telah

memberikan ilmu pengetahuan selama peneliti mengikuti kegiatan

akademis di Program Studi Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya,

Universitas Sumatera Utara, dan penulis ucapkan terima kasih kepada

Bapak Joko yang telah banyak membantu penulis dalam mengurus

keperluan administrasi akademik.

6. Keluarga tercinta yang telah memberikan dukungan baik berupa moril dan

materil selama perkuliahan. Terutama kepada Ayahanda tercinta Abdul

Rahim dan Ibunda Mainar yang tidak pernah lelah berjuang demi mencapai

cita-cita seluruh anaknya, selalu mendoakan, mendukung, serta

menyayangi peneliti dengan sepenuh hati. Kepada Abangda dan Kakanda

tersayang Meldi Rahim, Dian Daniati, Deni Rahim, dan Irma Susanti yang

selalu memberikan doa, motivasi, dan semangat selama ini.

7. Abangda terkasih Mora Afandi yang senantiasa menemani peneliti dari

awal hingga akhir masa perkuliahan dan selalu memberi dukungan kepada

peneliti hingga bisa menyelesaikan skripsi ini.

8. Teman kost tercinta Kak Intan, Kak Tini, Kak Putri, Kak Fanny, Jana, dan

Kak Aling, yang banyak membuat kenangan di kala tinggal satu atap, suka

Universitas Sumatera Utara

Page 8: PROSES PENEMUAN JATI DIRI TOKOH ED DALAM NOVEL

vii

maupun duka dirasakan bersama. Teruntuk teman yang pertama kali

dikenal di dunia perkuliahan, Nabila Afifah, terima kasih telah

memperkenalkan novel Gitanjali kepada peneliti, serta terima kasih atas

semangat dan dukungannya selama ini.

9. Teman-teman seperjuangan, untuk stambuk 2016 dan teman perkumpulan

saya di Koridor Sastra yang tidak bisa disebutkan namanya satu-persatu,

saya ingin mengucapkan terima kasih telah memberi dukungan serta telah

mengukir kenangan indah sejak awal perkuliahan hingga kita

merindukannya.

10. Abangda dan Kakanda senior stambuk 2013, dan 2015 terima kasih atas

pengarahan dan semangat yang telah diberikan kepada peneliti dalam

menyelesaikan skripsi ini.

11. Kepada semua yang telah memberi dukungan dan memberi semangat

kepada peneliti untuk menyelesaikan skripsi ini.Peneliti menyadari

penelitian ini belum sempurna. Oleh karena itu, peneliti mengharapkan

kritik dan saran yang membangun untuk menyempurnakan hasil penelitian

ini. Semoga penelitian ini bermanfaat bagi peneliti dan pembaca.

Medan, Oktober 2020

Ade Irma

Universitas Sumatera Utara

Page 9: PROSES PENEMUAN JATI DIRI TOKOH ED DALAM NOVEL

viii

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN .......................................................................... i

LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................... ii

PERNYATAAN .............................................................................................. iii

ABSTRAK ...................................................................................................... iv

PRAKATA ...................................................................................................... v

DAFTAR ISI ................................................................................................... viii

BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1

1.1 Latar Belakang ............................................................................... 1

1.2 Batasan Masalah ............................................................................. 3

1.3 Rumusan Masalah .......................................................................... 4

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian ...................................................... 4

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 5

2.1 Konsep............................................................................................ 5

2.1.1 Novel ...................................................................................... 5

2.1.2 Psikologi Sastra ...................................................................... 6

2.1.3 Tokoh ...................................................................................... 6

2.1.4 Proses Pencarian Jati Diri ...................................................... 6

2.2 Landasan Teori .............................................................................. 8

2.2.1 Psikologi Sastra ...................................................................... 8

2.2.2 Jati Diri ................................................................................... 9

2.3 Tinjauan Pustaka ........................................................................................ 12

BAB III METODE PENELITIAN.............................................................. 15

3.1 Metode Penelitian....................................................................................... 15

3.2 Sumber Data ............................................................................................... 15

3.3 Teknik Pengumpulan Data ......................................................................... 16

3.4 Teknik Analisis Data .................................................................................. 16

BAB IV PROSES PENEMUAN JATI DIRI TOKOH ED DALAM NOVEL

GITANJALI KARYA FEBRIALDI R .......................................... 18

4.1 Perkembangan Psikologis Tokoh Ed ............................................. 18

Universitas Sumatera Utara

Page 10: PROSES PENEMUAN JATI DIRI TOKOH ED DALAM NOVEL

ix

4.1.1 Fase Bayi (0-1 Tahun) .......................................................... 18

4.1.2 Fase Anak-Anak (1-3 Tahun) ............................................... 20

4.1.3 Usia Bermain (3-6 Tahun).................................................... 22

4.1.4 Usia Sekolah (6-12 Tahun) .................................................. 23

4.1.5 Adolesen (12-20 Tahun)....................................................... 25

4.1.6 Dewasa Awal (20-30 Tahun) ............................................... 28

4.2 Penemuan Jati Diri Tokoh Ed ...................................................... 30

4.2.1 Masa Pengaturan (Settle Down) ........................................... 30

4.2.2 Masa Usia Produktif ............................................................. 32

4.2.3 Masa Bermasalah ................................................................. 35

4.2.4 Masa Ketegangan Emosional ............................................... 50

4.2.5 Masa Keterasingan Sosial .................................................... 58

4.2.6 Masa Komitmen ................................................................... 63

4.2.7 Masa Ketergantungan ........................................................... 66

4.2.8 Masa Perubahan Nilai .......................................................... 69

4.2.9 Masa Penyesuaian Diri ......................................................... 74

4.2.10 Masa Kreatif ....................................................................... 76

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ........................................................... 79

5.1 Simpulan ...................................................................................... 79

5.2 Saran ............................................................................................ 79

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 81

LAMPIRAN .................................................................................................... 83

Sinopsis.............................................................................................. 83

Data Riwayat Hidup Febrialdi R ................................................... 85

Universitas Sumatera Utara

Page 11: PROSES PENEMUAN JATI DIRI TOKOH ED DALAM NOVEL

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Karya sastra merupakan gambaran totalitas dari kehidupan masyarakat

yang menciptakannya. Apa saja yang ditemukan di dalam karya sastra tidak

pernah terlepas dari gambaran masyarakatnya. Setelah itu, para pencipta karya

sastra (sastrawan) dapat menggunakan pengalaman, pikiran, dan proses

imajinasinya sehingga karya itu menarik untuk dibaca, dipahami, dinikmati dan

dianalisis untuk menangkap dan memanfaatkan pesan yang diperoleh di

dalamnya. Menurut Tantawi (2017:51), “karya sastra merupakan gambaran

tentang apa yang pernah berlaku atau yang sedang dijalankan atau apa yang akan

dijalankan pada waktu yang akan datang di dalam kehidupan masyarakatnya”.

Dalam sebuah karya sastra, “tokoh merupakan unsur yang sangat penting.

Tokoh adalah pelaku yang mengemban atau menjalankan peristiwa dalam cerita

rekaan sehingga peristiwa itu menjalin suatu cerita” (Aminuddin,1995:79). Setiap

tokoh dalam sebuah cerita memiliki perbedaan karakteristik antara satu dengan

yang lainnya, terutama dalam hal kepribadian. Kepribadian tersebut berubah dan

berkembang secara berbeda dalam setiap diri manusia.

Perkembangan dalam kepribadian manusia adalah sebuah proses yang

harus dialami oleh setiap individu. Dimulai dari masa kanak-kanak, remaja, dan

berlanjut sampai masa dewasa. Dalam setiap fase perkembangan tersebut,

kepribadian manusia terbentuk secara berbeda dan tiap-tiap kepribadian dengan

Universitas Sumatera Utara

Page 12: PROSES PENEMUAN JATI DIRI TOKOH ED DALAM NOVEL

2

sadar atau tidak akan menemukan jati dirinya masing-masing. Penemuan jati diri

ini adalah sebuah kebutuhan manusia yang harus dipenuhi oleh setiap individu.

Selain kebutuhan fisik, manusia memiliki kebutuhan lainnya yang sesuai dengan

eksistensinya sebagai manusia.

Menurut Fromm (dalam Alwisol,2009:124), “manusia memiliki kebutuhan

untuk menjadi sadar dengan dirinya sendiri dan mengetahui jati dirinya. Oleh

sebab itu, tak heran jika seseorang selalu mencari identitas dirinya baik disadari

maupun tidak”.

Dalam novel Gitanjali ini, perkembangan kepribadian tokoh yang bernama

Ed sangat dipengaruhi oleh peristiwa dan konflik masa kecil yang dialaminya. Ed

adalah anak yang dibesarkan di panti asuhan di Kota Yogyakarta. Sejak beranjak

remaja, ia memutuskan untuk keluar dari panti dan merantau di Kota Bandung.

Kisah ini dimulai ketika ia berusia sekitar 27 tahun. Ed yang saat itu

berprofesi sebagai steward atau karyawan pencuci piring di salah satu restoran

mengalami suatu kecelakaan kerja yang mengakibatkan harus terbaring koma

selama satu bulan di rumah sakit. Di-PHK secara sepihak oleh perusahaan dan

ditambah lagi hubungannya yang rumit dengan Ine, kekasihnya membuat Ed

semakin hilang arah.

Namun, berkat saran dan dorongan dari sahabat-sahabatnya, Ed

melakukan Seven Summits Indonesiayaitu menaklukan 7 gunung tertinggi yang

mewakili 7 pulau terbesar yang ada di Indonesia. Meski dengan sedikit keraguan,

ia melangkah memulai perjalanan dengan modal uang pesangon PHK-nya yang

Universitas Sumatera Utara

Page 13: PROSES PENEMUAN JATI DIRI TOKOH ED DALAM NOVEL

3

terbilang cukup besar. Pendakian itu awalnya ia persembahkan kepada Ine untuk

membuktikan bahwa ia bisa melakukan sesuatu yang dapat dibanggakan.

Alih-alih mendaki sebagai persembahan, di tengah perjalan Ed justru

mengalami sekelumit kisah yang tak terduga dalam pencapaiannya. Kematian

seorang gadis yang ikut pergi bersamanya mendaki Gunung Rinjani, seketika

mengguncang hati dan niatnya untuk melanjutkan Seven Summit Indonesia.

Akibat dari kehilangan itu, Ed perlahan membuka pikiran atas apa yang telah

dialaminya. Ia memilih kembali ke panti asuhan tempat di mana ia dibesarkan,

mendekatkan diri kepada Sang Pencipta dan akhirnya menemukan jati dirinya.

Hal itulah yang menjadi latar belakang peneliti memilih melakukan penelitian

dengan judul “Proses Penemuan Jati Diri Tokoh Ed dalam Novel Gitanjali karya

Febrialdi S : Kajian Psikologi Sastra” untuk penelitian pada skripsi ini.

1.2. Batasan Masalah

Pembatasan masalah diperlukan agar penelitian ini dapat mengarah serta

mengenai sasaran yang diinginkan. Sebuah penelitian perlu dibatasi ruang

lingkupnya agar wilayah kajiannya tidak terlalu luas yang berakibatkan penelitian

menjadi tidak fokus. Perlu diketahui pula bahwa penelitian yang baik bukan

penelitian yang objek kajiannya luas ataupun dangkal, melainkan penelitian yang

objek kajiannya terfokus dan mendalam.

Dalam hal ini, peneliti hanya ingin membahas aspek ekstrinsik dalam

kajian psikologi sastra, yaitu perkembangan kepribadian yang dialami tokoh Ed

dalam proses penemuan jati dirinya.

Universitas Sumatera Utara

Page 14: PROSES PENEMUAN JATI DIRI TOKOH ED DALAM NOVEL

4

1.3 Rumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah yang telah diuraikan, terdapat masalah

yang akan diteliti, yaitu: bagaimanakah perkembangan kepribadian tokoh Ed

dalam proses penemuan jati dirinya dalam novel Gitanjali karya Febrialdi R?

1.4 Tujuan dan Manfaat penelitian

1.4.1 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah ditentukan, maka tujuan

penelitian ini adalah: mendeskripsikan perkembangan kepribadian dalam proses

penemuan jati diri tokoh Ed dalam novel Gitanjali karya Febrialdi R.

1.4.2 Manfaat Penelitian

a. Manfaat Teoretis

Hasil penelitian ini bermanfaat untuk:

1) Menambah wawasan mahasiswa sastra Indonesia khususnya dan

masyarakat umum dalam pengkajian dan pengapresiasian karya sastra

di Indonesia.

2) Menambah pengetahuan analisis sastra melalui tinjauan psikologi

sastra untuk penelitian lebih lanjut.

b. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini bermanfaat untuk:

1) Penelitian ini dapat memperluas apresiasi pembaca terhadap studi

psikologi sastra.

2) Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan bagi penelitian

psikologi sastra berikutnya.

3) Untuk menambah khazanah pengetahuan terhadap karya sastra.

Universitas Sumatera Utara

Page 15: PROSES PENEMUAN JATI DIRI TOKOH ED DALAM NOVEL

5

BAB II

KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep

Konsep digunakan sebagai dasar untuk menjelaskan, menggambarkan atau

mendeskripsikan suatu topik pembahasan. Konsep yang dimaksud adalah

gambaran dari objek yang akan dianalisis berupa novel Gitanjali karya Febrialdi

R dalam tulisan ilmiah yang berjudul Proses Penemuan Jati Diri Tokoh Ed dalam

Novel Gitanjali karya Febrialdi R: Kajian Psikologi Sastra. Berdasarkan

pengertian tersebut, maka penelitian ini memiliki beberapa konsep yang akan

menjadi dasar pembahasan untuk bab selanjutnya, yaitu sebagai berikut:

2.1.1 Novel

Dalam Nurgiyantoro (1995:9), “novel berasal dari bahasa Italia novella,

yang dalam bahasa Jerman disebut novella dan novel dalam bahasa Inggris dan

inilah yang kemudian masuk ke Indonesia, berasal dari bahasa Italia novella (yang

dalam bahasa Jerman: novella)”. Secara harfiah, novella berarti sebuah barang

baru yang kecil dan kemudian diartikan sebagai cerita pendek yang berbentuk

prosa. Dewasa ini, istilah novella “mengandung pengertian yang sama dengan

istilah Indonesia „novelet‟ (Inggris novellet), yang berarti sebuah karya fiksi yang

panjangnya cukupan, tidak terlalu panjang, namun juga tidak terlalu pendek”

(Nurgiyantoro, 1995:9).

Universitas Sumatera Utara

Page 16: PROSES PENEMUAN JATI DIRI TOKOH ED DALAM NOVEL

6

2.1.2 Psikologi Sastra

Psikologi sastra adalah kajian yang memandang karya sastra sebagai

aktivitas kejiwaan. Pengarang akan menggunakan cipta, rasa, dan karya dalam

berkarya. Begitu pula pembaca, dalam menanggapi karya, tak lepas juga dari jiwa

masing-masing. Bahkan, sebagaimana sosiologi refleksi, psikologi sastra pun

mengenal karya sastra sebagai pantulan kejiwaan. Pengarang akan menangkap

gejala jiwa kemudian diolah ke dalam teks dan dilengkapi dengan kejiwaannya.

Proyeksi pengalaman sendiri dan pengalaman hidup di sekitar pengarang, akan

terproyeksi secara imajiner ke dalam teks sastra (Endaswara, 2008:96).

2.1.3 Tokoh

Dilihat dari segi peranan atau tingkat pentingnya tokoh dalam sebuah

cerita, ada tokoh yang tergolong penting dan ditampilkan terus-menerus sehingga

terasa mendominasi sebagian besar cerita, dan sebaliknya, ada tokoh-tokoh yang

hanya dimunculkan sekali atau beberapa kali dalam cerita, dan itu pun mungkin

dalam porsi penceritaan yang relatif pendek. Tokoh yang disebut tokoh utama

(central character, main character), sedangkan yang kedua adalah tokoh

tambahan (pheriperal character), (Nurgiyantoro, 1995:176)

2.1.4 Jati Diri

Hadi(1996:25), mengatakan jati diri memiliki pengertian yang ganda. Dari

satu pihak, jati diri mengandaikan adanya kesatuan yang utuh di dalam diri

manusia. Kesatuan ini begitu mutlak sehingga terasa begitu jelas ketunggalan di

dalam dirinya sendiri yang tidak bisa dibagi-bagi.„Aku‟ adalah „aku‟, baik pada

Universitas Sumatera Utara

Page 17: PROSES PENEMUAN JATI DIRI TOKOH ED DALAM NOVEL

7

waktu bekerja, berdoa, belajar, berjalan-jalan, makan dan lain-lain. Demikian juga

walaupun lingkungan berubah, pergaulan sosial berganti, aku tetaplah aku.

Dengan begitu, manusia selalu identik dengan dirinya sendiri, meskipun

mengalami perubahan di dalam ukuran dan bentuk, perubahan cara berpikir,

merasa, bersikap, cita-cita, perkembangan pergaulan, peranan yang dimainkan,

dan lingkungan sosialnya.

Dari pihak lain, meskipun kita menyadari diri kita sebagai satu kesatuan

yang utuh, namun diri kita jelas terdiri dari badan dan jiwa, yang masing-masing

mempunyai kegiatan, kemampuan, dan gaya, serta perkembangan sendiri. „Aku‟

terdiri dari begitu banyak pengalaman baik yang disadari maupun tidak disadari.

Meskipun „aku‟ yang dulu dan sekarang serta yang akan datang tetap sebagai

„aku‟, namun masing-masing tahap perkembangan mempunyai kepadatan yang

berbeda-beda.

Kenyataan di atas menunjukkan bahwa dalam diri manusia terdapat

kesatuan (unitas) dan sekaligus keberagaman (kompleksitas) yang tidak mungkin

disangkal kebenarannya. Unitas dan kompleksitas jati diri manusia inilah yang

memberikan kekayaan pada manusia, tetapi sekaligus menyebabkan kesulitan

untuk memahami diri secara tepat. Namun, kejelasan penting demi pengarahan

hidup, pemberian makna, serta langkah-langkah yang diperjuangkan demi

keseluruhan proses. Unitas dan kompleksitas inilah yang menyebabkan timbulnya

bermacam-macam pendapat mengenai jati diri manusia.

Universitas Sumatera Utara

Page 18: PROSES PENEMUAN JATI DIRI TOKOH ED DALAM NOVEL

8

2. 2 Landasan Teori

2.2.1 Psikologi Sastra

Di dalam penelitian ilmiah, diperlukan adanya landasan teori yang menjadi

kerangka dasar peneltian. Endaswara (2008:98) mengatakan bahwa “psikologi

sastra mempunyai empat kemungkinan penelitian”. Pertama, adalah penelitian

terhadap psikologi pengarang sebagai tipe atau sebagai pribadi. Kedua, penelitian

proses kreatif dalam kaitan kejiwaan. Ketiga, penelitian hukum-hukum psikologi

yang diterapkan pada karya sastra. Dalam kaitan yang ketiga ini, studi dapat

diarahkan pada teori-teori psikologi, misalnya psikoanalisis ke dalam sebuah teks

sastra. Asumsi dari kajian ini bahwa pengarang sering menggunakan teori

psikologi tertentu dalam penciptaan. Studi ini benar-benar mengangkat teks sastra

sebagai wilayah kajian. Keempat, penelitian dampak psikologis teks sastra kepada

pembaca. Maka, pengertian yang ketigalah yang akan dikaji dalam penelitian ini.

Penelitian psikologi sastra memang memiliki landasan pijak yang kokoh.

Karena baik sastra maupun psikologi sama-sama mempelajari hidup manusia.

Bedanya, kalau sastra mempelajari manusia sebagai ciptaan imajinasi pengarang,

sedangkan psikologi mempelajari manusia sebagai ciptaan Illahi secara riil.

Namun, sifat-sifat manusia dalam psikologi maupun sastra sering menunjukkan

kemiripan, sehingga kajian psikologi sastra memang tepat untuk dilakukan,

meskipun karya sastra bersifat kreatif dan imajiner, pencipta tetap sering

memanfaatkan hukum-hukum psikologi untuk menghidupkan karakter tokoh-

tokohnya. Pencipta sadar atau tidak telah menerapkan teori psikologi secara diam-

diam (Endaswara, 2008:98-99).

Universitas Sumatera Utara

Page 19: PROSES PENEMUAN JATI DIRI TOKOH ED DALAM NOVEL

9

2.2.2 Jati Diri

Hadi (1996:69) menyatakan “jati diri memiliki berbagai aspek, yaitu:

kepribadian, keunikan, dan identitas diri”. Pada hal ini, peneliti hanya akan

membahas aspek identitas diri.

Menurut Jahja (2011:92-93),“perkembangan psikososial terbagi menjadi

beberapa tahap. Masing-masing tahap psikososial memiliki dua komponen, yaitu

komponen yang baik (yang diharapkan) dan yang tidak baik (yang tidak

diharapkan)”.

Erik. H Erikson (dalam Lindzey,1993:141), mengemukakan teori

psikoanalisis perkembangan melalui delapan tahap. Empat tahap yang pertama

terjadi pada masa bayi dan kanak-kanak, tahap kelima pada masa adolesen, dan

ketiga tahap yang terakhir pada tahun-tahun dewasa dan usia tua.

Erikson membagi tahap-tahap itu berdasarkan kualitas dasar ego yang

muncul pada masing-masing tahap. Ia menguraikan ritulisasi yang khas untuk

masing-masing tahap. Ritualisasi yang dimaksudkan Erikson adalah suatu cara

serba main-main (playful) namun dipolakan oleh kebudayaan dalam mengerjakan

atau mengalami pergaulan sehari-hari antara individu-individu (Lindzey,

1993:146)

Erikson (dalam Alwisol, 2009:86) membedakan dua macam identitas,

yaitu identitas pribadi dan identitas ego. Identitas pribadi seseorang berpangkal

pada pengalaman langsung bahwa ia akan tetap sama dalam sekian tahun.

Sedangkan identitas ego sendiri merupakan identitas yang menyangkut kualitas

eksistensi dari subyek yang berarti bahwa subyek itu mandiri dengan suatu gaya

Universitas Sumatera Utara

Page 20: PROSES PENEMUAN JATI DIRI TOKOH ED DALAM NOVEL

10

pribadi yang khas. Identitas ego berarti mempertahankan suatu gaya

individualitasnya sendiri. Dalam hal ini, kesamaan batinlah serta hidup pribadinya

yang unik harus diterima dan diteguhkan oleh orang lain di masyarakat. Jadi, di

sini dapat dikatakan bahwa identitas ego adalah kesamaan kontinuitas dalam gaya

individualitasnya yang diakui oleh diri sendiri dan orang lain.

Teori Erikson dinamakan teori perkembangan sosial, karena teori ini

menekankan pentingnya interaksi sosial dalam pengembangan kepribadian. Pada

setiap tahap perkembangan orang berinteraksi dengan pola-pola tertentu, disebut

ritualisasi (ritualization). Dengan adanya ritualisasi ini, orang menjadi terdorong

untuk berkomunikasi sekaligus mengembangkan kepribadiannya. Pengertian

ritualisasi(dalam Alwisol 2009:90-91), dapat disingkat sebagai berikut:

1) Ritualisasi adalah pola kultural berinteraksi dengan orang dan objek

lainnya, yang membuat interaksi menjadi menyenangkan (playful)

2) Ritualisasi adalah kesepakatan saling berhubungan antara dua orang

(atau lebih) yang terus menerus berlangsung dan mempunyai nilai

adaptif (dapat dipakai dalam berbagai kesempatan).

3) Ritualisasi membuat individu bertingkah laku secara efektif dan tidak

canggung di masyarakat.

4) Ritualisasi memasukkan orang ke dalam masyarakat dengan

mengajarkan kepada mereka memuaskan keinginan memakai cara-cara

yang dapat diterima budaya.

Seperti pada konflik psikososial, pola hubungan yang positif bisa menjadi

ritualisasi, sebaliknya hubungan yang negatif bisa menjadi ritualisme. Ritualisme

adalah pola hubungan yang tidak menyenangkan kedua belah pihak, karena salah

Universitas Sumatera Utara

Page 21: PROSES PENEMUAN JATI DIRI TOKOH ED DALAM NOVEL

11

satu menduduki posisi yang lebih superior, dan yang lain inferior. Ciri-ciri

ritualisme adalah sebagai berikut:

1) Perhatian orang dalam ritualisme terfokus pada dirinya sendiri. Orang

menjadi lebih peduli dengan performansi dirinya dari pada

mempedulikan hubungannya dengan yang lain atau dengan makna apa

yang mereka lakukan.

2) Sifatnya tidak menyenangkan, tetapi compulsive (terpaksa dilakukan).

Ritualisme juga terpola secara kultural, menjadi tingkah laku yang

menyimpang, abnormal, dan aneh.

3) Ritualisme sering melibatkan orang lain, dalam kedudukan untuk tidak

dipungkiri keberadaannya. Orang yang didominasi oleh ritualisme

tidak dapat berinteraksi dengan orang lain dalam cara saling mendapat

kepuasan (Alwisol 2009:90-91).

Erik H. Erikson (dalam Alwisol, 2009:91-103), membagi perkembangan

kepribadian manusia kedalam beberapa fase yaitu, (1) fase bayi 0-1 tahun, (2) fase

anak-anak 1-3 tahun, (3) usia bermain 3-6 tahun, (4) usia sekolah 6-12 tahun, (5)

adolesen 12-20 tahun, (6) dewasa awal 20-30 tahun, (7) dewasa 30-65 tahun, (8)

usia tua >65 tahun.

2.3 Tinjauan Pustaka

Tinjauan pustaka dalam penelitian bertujuan untuk mengetahui keaslian

karya ilmiah, karena pada dasarnya suatu penelitian berasal dari acuan yang

mendasarinya. Untuk mengetahui keaslian penelitian ini, dipaparkan beberapa

tinjauan pustaka yang telah dimuat dalam bentuk skripsi dan jurnal. Tinjauan

pustaka tersebut sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara

Page 22: PROSES PENEMUAN JATI DIRI TOKOH ED DALAM NOVEL

12

Dalam penelitian ini, yang akan diteliti adalah tentang proses penemuan

jati diri tokoh Ed dalam novel yang berjudul Gitanjali karya Febrialdi R.

Sepanjang pengetahuan dan penelitian yang dilakukan, dapat diketahui bahwa

penelitian terhadap novel Gitanjali karya Febrialdi R dengan menggunakan

pendekatan psikologi sastra dan dengan objek kajian yang sama belum pernah

dilakukan sebelumnya.

Namun, penelitian tentang jati diri dengan objek kajian yang berbeda

pernah diteliti oleh Ninin Kholida Mulyono, mahasiswi Universitas Dipenogoro,

pada tahun 2007 yaitu proses pencarian jati diri pada remaja mualaf. Hasil

penelitian ini menemukan bahwa peran konversi agama dapat mendorong

pencapaian identitas diri (identity achivement) tetapi juga berpotensi

menimbulkan kebingungan identitas ( identity difusion). Hal ini dipengaruhi oleh

faktor : penerimaan diri, inisiatif dan motivasi, keterampilan komunikasi, strategi

koping, kehendak bertanggungjawab, tingkat ancaman dan tekanan eksternal,

serta dukungan sosial. Peran konstruktif konversi agama dalam pencarian identitas

diri remaja antaralain; keberanian membuat komitmen, kematangan emosi,

ketatagan, otonomi, kemantapan dalam mengarahkan diri (self direction) dan

munculnya motivasi keberagamaan intrinsik. Sedangkan peran dekonstruktif

berupa kebingungan dan ragu-ragu dalam mengambil keputusan, takut membuat

komitmen, ketergantungan secara emosional terhadap orang lain, menghindari

tanggungjawab yang besar. Keputusan mualaf untuk melakukan konversi agama

dilatarbelakangi oleh motif intelektual, afeksional dan transendental.Sedangkan

faktor yang mempengaruhi keputusan melakukan konversi agama adalah faktor

kognitif, psikologis, sosial dan adanya hidayah Tuhan.

Universitas Sumatera Utara

Page 23: PROSES PENEMUAN JATI DIRI TOKOH ED DALAM NOVEL

13

Penelitian tentang jati diri dengan objek kajian yang berbeda juga pernah

dilakukan oleh Atikah Dwi Ariani, mahasiswi Universitas Airlangga Surabaya,

pada tahun 2019 dengan mengkaji novel yang berjudul Intelegensi Embun Pagi

karya Dee Lestari. Analisis yang dilakukan yaitu mengidentifikasi perjalanan

pencarian jati diri yang dihadirkan dalam novel. Penelitian ini menggunakan teori

struktur naratif Tzvetan Torodov. Analisis yang dilakukan yaitu mengidentifikasi

perjalanan pecarian jati diri masing-masing tokoh utama dalam novel.

Berdasarkan tahap analisis, ditemukan pemaknaan mengenai pencarian jati diri.

Selain itu, terdapat pula definisi perjalanan pencarian jati diri melalui simbol-

simbol yang dihadirkan dalam teks. Kedua hal yang peneliti ini temukan dalam

analisis novel ini dapat dimaknai sebagai sebuah kritik terhadap manusia agar

dapat mengetahui siapa jati diri mereka. Berdasarkan kedua hal tersebut pula,

sikap dan sifat toleran terhadap sebuah perbedaan menjadi hal yang sangat penting

untuk semua orang.

Penelitian tentang jati diri dengan objek kajian yang berbeda juga pernah

dilakukan oleh Ester Daniyati, mahasiswa Universitas Diponegoro pada tahun

2010 dengan judul novel Kim karya Rudyard Kipling. Penulis menggunakan

metode pendekatan struktural untuk menganalisis latar, karakter, dan

konflik.Penelitian ini menggunakan pendekatan psikologis untuk menganalisis

pencarian identitas tokoh Kim, sebagai karakter tokoh utama.Hasil analisis ini

menunjukkan bahwa masa adolesen yang dialami oleh Kim membuatnya bertanya

tentang identitas dirinya. Dalam fase adolesen ini, Kim mengalami banyak konflik

internal dan eksternal.

Universitas Sumatera Utara

Page 24: PROSES PENEMUAN JATI DIRI TOKOH ED DALAM NOVEL

14

Penelitian tentang pembentukan identitas diri pernah dilakukan pada

remaja yang tinggal di panti asuhan oleh Rizda Armi Mitasari, mahasiswi

Fakultas Psikologi, Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang

pada tahun 2017 dengan mengkaji stratego pembentukan identitas diri remaja di

Panti Asuhan Putri Aisyiyah Malang. Penelitian ini mendeskripsikan kondisi

pembentukan identitas diri pada remaja yang tinggal di panti asuhan. Jenis

penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan

kualitatif dengan teknik pengumpulan data yang digunakan oleh teknik observasi

partisipan, wawancara, dan lifehistory. Temuan dalam penelitian ini berupa: a)

Kondisi pembentukan identitas diri subyek berupa perasaan puas, tidak pernah

meratapi nasib, dan selalu bersyukur, mandiri dan bertanggung jawab. b) Problem

dalam pembentukan identitas yang meliputi proses identifikasi subyek dengan

orang tua yang digantikan oleh pengasuh panti tidak optimal, dan kepribadian

yang tertutup. c) Faktor yang mempengaruhi pembentukan identitas diri subyek

meliputi kepribadian, keluarga, teman sebaya, budaya, serta teknologi dan

komunikasi. d) strategi pembentukan subyek.

Universitas Sumatera Utara

Page 25: PROSES PENEMUAN JATI DIRI TOKOH ED DALAM NOVEL

15

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Dalam penelitian ini, metode yang digunakan adalah metode kualitatif.

Menurut Tantawi (2017:61), “metode kualitatif yaitu metode yang berhubungan

dengan nilai atau kesan dari objek”. Metode kualitatif digunakan untuk

menyelidiki dan menjelaskan kualitas serta keistimewaan dari pengaruh yang

tidak terjelaskan dan tidak terukur dari pendekatan kuantitatif. Dalam hal ini, data

yang dihasilkan dari penelitian diungkapkan melalui kalimat dan kutipan yang ada

pada novel Gitanjali karya Febrialdi R.

3.2 Sumber Data

Adapun sumber data yang akan diteliti adalah:

Judul Novel : Gitanjali

Pengarang : Febrialdi R

Penerbit : Mediakita

Tahun Terbit : 2018

Cetakan : 299 halaman

Warna Sampul : Jingga dan hitam dengan tulisan berwarna putih

Sumber data di atas merupakan sumber data primer atau sebagai sumber

data utama. Sumber data sekunder yang digunakan peneliti adalah buku-buku

Universitas Sumatera Utara

Page 26: PROSES PENEMUAN JATI DIRI TOKOH ED DALAM NOVEL

16

kajian sastra, buku psikologi, jurnal, dan artikel baik yang ada di pustaka maupun

di website atau situs-situs yang berhubungan dengan penelitian.

3.3 Teknik Pengumpulan Data

Cara memperoleh data dalam penelitian ini adalah dengan metode

heuristik dan hermeneutik. Menurut Pradopo, metode heuristik adalah pembacaan

karya sastra berdasarkan struktural bahasanya, sedangkan hermeuneutik adalah

pembacaan karya sastra berdasarkan konvensi sastranya (dalam Tantawi,

2017:61).

Menurut Tantawi (2017:61), “pada metode heuristik dilakukan dengan

cara membaca novel yang menjadi objek utama (primer) penelitian ini. Pada

bagian ini novel dipahami berdasarkan konvensi bahasa-bahasa yang digunakan

oleh pengarang sebagai media untuk menyampaikan pesan kepada pembaca.

Bahasa dipahami melalui berbagai aspek makna kebahasannya”.

Pada metode hermeneutik, membaca novel objek penelitian dilakukan

dengan cara memahami konvensi-konvensi yang berlaku terhadap sebuah karya

sastra, terutama sastra dan budaya (Tantawi, 2017:62)

3.4 Teknik Analisis Data

Setelah data-data sudah terkumpul, penelitian ini lalu dianalisis dengan

metode deskriptif. Menurut Nasir,1988:84(dalam Tantawi, 2017:66),“metode

deskriptif adalah mendekripsikan tentang situasi atau kejadian, gambaran, lukisan,

secara sistematis, faktual, akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan

antara fenomena dengan fenomena pada objek”.

Universitas Sumatera Utara

Page 27: PROSES PENEMUAN JATI DIRI TOKOH ED DALAM NOVEL

17

Dalam analisis ini, data yang diperoleh dicatat dan dipilih berdasarkan

masalah yang dibahas. Metode ini dilakukan dengan cara melukiskan kembali

data yang terkumpul. Analisis tersebut didasari oleh teori-teori pendukung yang

berhubungan dengan topik penelitian yaitu teori psikologi sastra.

Analisis data dimulai dengan memamparkan teori tentang jati diri oleh

Hardono Hadi, meneliti tahap-tahap perkembangan psikologis tokoh Ed

menggunakan teori Erik H. Erikson. Setelah itu, peneliti mendeskripsikan proses

penemuan jati diri tokoh Ed berdasarkan ciri-ciri masa dewasa awal yang

dikemukakan oleh Yudrik Jahja yang dialami tokoh Ed dalam novel Gitanjali

karya Febrialdi R.

Proses pencarian jati diri tokoh Ed tentu saja dilihat dari tuturan, tindak-

tanduk, respons, maupun uraian-uraian lain yang ditimbulkan oleh para tokoh

yang memang dirumuskan pengarang sebagai bentuk kisahan memperindah novel

tersebut.

Universitas Sumatera Utara

Page 28: PROSES PENEMUAN JATI DIRI TOKOH ED DALAM NOVEL

18

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Perkembangan Psikologis Tokoh Ed

Dalam siklus kehidupan, manusia pasti mengalami proses perkembangan

baik dari segi fisik maupun psikologis yang terjadi sejak kecil hingga dewasa.

Begitu juga yang terjadi pada tokoh Ed dalam novel Gitanjali karya Febrialdi R

ini. Perkembangan psikologis ini terbagi dalam beberapa tahap, yaitu: (1) fase

bayi 0-1 tahun, (2) fase anak-anak 1-3 tahun, (3) usia bermain 3-6 tahun, (4) usia

sekolah 6-12 tahun, (5) adolesen 12-20 tahun, (6) dewasa awal 20-30 tahun, (7)

dewasa 30-65 tahun, (8) usia tua >65 tahun. Pada penelitian ini, hanya akan

dibahas sampai dengan tahap dewasa awal (20-30 tahun) karena tokoh Ed dalam

novel Gitanjali karya Febrialdi R menemukan jati dirinya pada usia 27 tahun.

4.1.1 Fase Bayi (0-1 Tahun)

Masa bayi dianggap sebagai masa dasar, karena merupakan dasar periode

kehidupan yang sesungguhnya. Pada saat ini banyak pola perilaku, sikap, dan pola

ekspresi terbentuk. Seorang bayi dilahirkan dalam keadaan tidak berdaya, belum

dapat makan, baru punya refleks menghisap dan menelan. Sebagaimana terlihat

pada aspek-aspek perkembangan, tampak bahwa peranan lingkungan sangat

penting.

Tahap pertama kehidupan ini, masa bayi merupakan tahap ritualisasi

nominous.Yang dimaksudkan Erikson dengan nominous adalah:

Perasaan bayi akan kehadiran ibu yang bersifat keramat,

pandangannya, pegangannya, sentuhannya, senyumannya,

Universitas Sumatera Utara

Page 29: PROSES PENEMUAN JATI DIRI TOKOH ED DALAM NOVEL

19

teteknya, caranya memanggil dengan nama, pendek kata

“pengakuannya” atas dirinya. Interaksi-interaksi yang berulang-

ulang ini bersifat sangat pribadi namun diritualisasikan dalam

budaya (Lindzey, 1993:144).

Aku sendiri tak pernah tahu yang disebut dari kecil itu sejak kapan.

Karena aku sendiri tak pernah tahu siapa orang tua kandungku.

Mengapa aku berada di rumah itu. Dan menjadi bagian dari rumah

itu (Febrialdi:81).

Pada kutipan di atas menggambarkan bahwa Ed sejak lahir tidak pernah

mengetahui orang tua kandungnya siapa. Hal-hal yang dijabarkan oleh Erikson,

yakni kehadiran seorang ibu yang bersifat keramat, pandangan, sentuhan dan

senyuman tidak dirasakan oleh Ed.

Aku hanya ingin hidup bersama Ibu Ros, orang yang mengurus aku

dan kami semua di rumah panti itu. Hanya Ibu Roslah orang yang

aku kenal sebagai orang tua (Febrialdi:82).

Pada waktu itu, aku tak tahu bahwa seorang anak terlahir dari orang

tua, yaitu ayah dan ibu. Karena saat itu yang kutahu hanya ibu

Roslah orang tuaku (Febrialdi:82).

Kutipan di atas menunjukkan bahwa ada seorang Ibu pengganti yang

mengurus dan merawat Ed sejak bayi. Ibu itu bernama Ibu Ros, beliau adalah ibu

pengasuh panti di tempat Ed tinggal. Ed hanya mengenal Ibu Ros sebagai sosok

seorang ibu. Bahkan, ketidaktahuan Ed tentang orang tua membuat dirinya tidak

mengerti ketika seorang anak memiliki orang tua seperti ayah dan ibu.

Aku tidak tahu siapa orang tua kandungku. Ibu Ros pun tak pernah

menceritakan siapa sebetulnya orang tua kandungku. Yang kutahu,

bahwa aku ada di dunia dan dibesarkan oleh Ibu Ros. Itu mengapa

saat teman-teman panti lain diangkat sebagai anak oleh orang lain,

aku bersikeras tetap tinggal bersama Ibu Ros (Febrialdi:82).

Erikson (dalam Lindzey, 1993:144), mengatakan bahwa pengakuan ibu

terhadap bayi meneguhkan dan meyakinkan bayi serta hubungan timbal-baliknya

dengan ibu. Tiadanya pengakuan dapat menyebabkan keterasingan dalam

Universitas Sumatera Utara

Page 30: PROSES PENEMUAN JATI DIRI TOKOH ED DALAM NOVEL

20

kepribadian bayi; sejenis perasaan bahwa ia dipisahkan (separation) dan dibuang

(abandonment).

Kapasitas sensori dari seorang bayi yang sangat muda, selalu menjadi

pertanyaan yang tak ada habisnya untuk para psikolog. Apakah seorang bayi yang

bru lahir daat merasaakan sesuatu? Bagaimana awalnya ketika dia mulai

mengiterpretasikan stimuli di sekelilingnya? Atau seberapa aktif dirinya dalam

bermain? Untuk itu dapatkah lingkungan mempengaruhi atau memperbaiki

pengembangan peseptual? Ini hanyaah sedikit dari segelintir pertayaan para

psikolog pada masa perkembangan para bayi.

4.1.2 Fase Anak-anak (1-3 Tahun)

Menurut Jahja (2011:191), perkembangan psikosial yang terjadi pada masa

awal anak-anak, di antaranya permainan, hubungan dengan orang tua, teman

sebaya, perkembangan gender, dan moral. Permainan adalah salah satu bentuk

aktivitas sosial yang dominan pada masa awal anak-anak. Sebab, anak-anak

menghabiskan lebih banyak waktunya di luar rumah bermain dengan teman-

temannya dibanding terlibat dalam aktivitas lain.

Hubungan dengan orang tua atau pengasuhnya merupakan dasar bagi

perkembangan emosional dan sosial anak. Sejumlah ahli memercayai bahwa kasih

sayang orang tua atau pengasuh selama beberapa tahun pertama kehidupan

merupakan kunci utama perkembangan sosial anak, meningkatkan anak memiliki

kompetensi secara sosial, dan penyesuaian diri yang baik pada tahun-tahun

prasekolah dan setelahnya.

Universitas Sumatera Utara

Page 31: PROSES PENEMUAN JATI DIRI TOKOH ED DALAM NOVEL

21

Sejumlah penelitian telah merekomendasikan betapa hubungan sosial

dengan teman sebaya memiliki arti yang sangat penting bagi perkembangan

pribadi anak. Salah satu fungsi kelompok teman sebaya yang paling penting ialah

menyediakan suatu sumber dan perbandingan tentang dunia luar keluarga.

Gender dimaksudkan sebagai tingkah laku dan sikap diasosiasikan

dengan laki-laki atau perempuan. Stereotip peran gender merujuk pada

karakteristik psikologis atau perilaku yang secara tipikal diasosiasikan dengan

laki-laki atau peempuan menurut Matsumo, 2020 (dalam Jahja, 2011:196).

Perkembangan moral adalah perkembangan yang berkaitan dengan aturan

dan konvensi mengenai apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia dalam

interaksinya dengan orang lain menurut Santrock, 1995 (dalam Jahja,2011:197).

Anak-anak ketika dilahirkan tidak memiliki moral (immoral). Tetapi dalam

dirinya terdapat potensi moral yang siap untuk dikembangkan.

Rumah tua yang mulai ditumbuhi lumut dan ilalang di sana-sini itu

adalah asrama yatim-piatu. Dulu aku tinggal di sana. Dari kecil

hingga dewasa (Febrialdi:81).

Panti asuhan adalah sebuah lembaga pelayanan sosial untuk membentuk

perkembagan anak-anak yang tidak memiliki keluarga ataupun yang tidak tinggal

bersama keluarga. Penghuni panti asuhan adalah mereka yang tidak memiliki

orang tua (yatim maupun yatim piatu), ada juga anak yang masih memiliki orang

tua tetapi karena keterbatasan ekonomi maka anak tersebut dibawa ke panti

asuhan, anak terlantar, anak jalanan, anak yang mengalami kekerasan (bullying),

dan anak-anak yang tanpa identitas atau anak yang tidak memiliki wali sah.

Universitas Sumatera Utara

Page 32: PROSES PENEMUAN JATI DIRI TOKOH ED DALAM NOVEL

22

Penghuni panti asuhan bukan saja anak-anak, tetapi mulai dari anak-anak hingga

dewasa.

Yang kutahu, sejak kecil aku sudah ada di rumah itu. Bersama

teman-teman yatim-piatu lain yang diurus oleh Ibu Ros. Dirawat

dan disekolahkan hingga kami dewasa. Kami tak pernah tahu siapa

orang tua kandung kami. Yang kami tahu bahwa Ibu Ros

mengurusi kami dengan penuh kasih sayang (Febrialdi:82).

Dalam penjelasan dan kutipan di atas perkembangan permainan, hubungan

dengan orang tua, perkembangan teman sebaya, perkembangan gender, dan

perkembangan moral didapat dan dipelajari Ed dalam ruang lingkup panti asuhan.

Perkembangan permainan yang sudah jelas tercipta dengan baik karena

berkumpulnya anak-anak seusia Ed. Hubungan orang tua yang diperoleh Ed

berupa kasih sayang dan pola asuh yang diberikan oleh ibu asuh yang bernama

Ibu Ros. Yang terakhir adalah perkembangan moral yang diajarkan oleh

lingkungan panti asuhan. Dalam panti asuhan biasanya terdapat peraturan-

peraturan yang dibuat oleh pengurus panti dan dimaksudkan sebagai pedoman

yang wajib ditaati oleh segenap anak asuh, untuk menciptakan suasana tertib dan

mendidik anak asuh agar lebih disiplin. Peraturan itu biasanya berupa menjaga

kebersihan lingkungan panti, menjaga kerukunan, dan menaati peraturan lainnya.

4.1.3 Usia Bermain (3-6 Tahun)

Pada tahap ini, Lindzey (1993:146) mengatakan bahwa “Kegiatan utama

anak adalah bermain dan tujuan dari kegiatan bermainnya, eksplorasi-

eksplorasinya, usaha-usaha dan kegagalan-kegagalannya, serta eksperimentasinya

dengan alat-alat permainannya. Di samping permainan fisik, anak juga melakukan

permainan kejiwaan dengan memerankan peranan orang tua dan orang dewasa

Universitas Sumatera Utara

Page 33: PROSES PENEMUAN JATI DIRI TOKOH ED DALAM NOVEL

23

lain dalam suatu permainan khayalan. Dengan meniru gambaran-gambaran orang

dewasa ini sedikit banya anak mengalami bagaimana rasanya menjadi seperti

mereka. Dengan demikian, permainan yang bersifat khayalan dan bebas sangat

penting bagi perkembangan anak.”

Masa bermain ini bercirikan ritualisasi dramatik. Anak secara aktif

berpatisipasi dalam kegiatan bermain, memakai pakaian, meniru kepribadian-

kepribadian orang dewasa, dan berpura-pura menjadi apa saja mulai dari seekor

anjing sampai seorang astronot.

Sementara aku, aku tak pernah mau diambil oleh orang lain untuk

dijadikan anak. Aku hanya ingin hidup bersama ibu Ros (Febrialdi

R:82)

Dulu aku suka iri dengan teman-teman sekolahku di mana mereka

memiliki orang tua lengkap, ayah dan ibu. Saat itu aku berpikir,

mengapa mereka memiliki orang tua yang terdiri ayah dan ibu?

(Febrialdi:82).

Pada kedua kutipan di atas menunjukkan bahwa pada masa kecil, Ed yang

tidak terbiasa dengan kehadiran orang tua berdampak pada kepribadian Ed yang

sering menarik diri dan menolak untuk mengenal orang baru, ia tak pernah mau

diadopsi oleh orang tua angkat mana pun. Dalam kasus ini, Ed mengalami

ritualisme impersonasi, yaitu kebalikan dari ritualisasi dramatik. Dampak negatif

ritualisme impersonasi adalah dikhawatirkan ketika Ed dewasa nanti, ia akan

memainkan peranan atau melakukan tindakan-tindakan untuk menampilkan suatu

gambaran yang tidak mencerminkan kepribadian yang sejati.

4.1.4 Usia Sekolah (6-12 Tahun)

Erikson (dalam Alwisol, 2009:96) mengatakan bahwa “pada usia ini,

dunia anak meluas keluar dari dunia keluarga, bergaul dengan teman sebaya, guru,

Universitas Sumatera Utara

Page 34: PROSES PENEMUAN JATI DIRI TOKOH ED DALAM NOVEL

24

dan orang dewasa lainnya. Pada usia ini, keingintahuan menjadi sangat kuat dan

hal itu berkaitan dengan perjuangan dasar menjadi berkemampuan (competence)”.

Menurut Erikson (dalam Alwisol, 2009:96) “lingkungan sosial yang luas

memaksa anak untuk mengembangkan teknik atau metode bagaimana berinteraksi

secara efektif. Hal ini disebuat dengan ritualisasi formal, interaksi yang

mementingkan metode secara tepat untuk memperoleh hasil yang sempurna”.

Perkembangan negatif dari formal adalah ritual formalisme. Dalam

ritualisme ini, anak hanya mementingkan metode, pekerjaan yang harus

dikerjakan dengan benar, tidak penting bagaimana hasilnya. Interaksi formalisme

cenderung kaku, penuh aturan, dan tidak bisa menjalin persahabatan yang akrab.

Dalam dunia kerja, formalisme membuat manusia menjadi mesin, bekerja sesuai

standar/aturan, tanpa memasukkan nilai-nilai kemanusiaan di dalamnya.

Yang kutahu, sejak kecil aku sudah ada di rumah itu. Bersama

teman-teman yatim-piatu lain yang diurus oleh Ibu Ros. Dirawat

dan disekolahkan hingga kami dewasa. Kami tak pernah tahu siapa

orang tua kandung kami. Yang kami tahu bahwa Ibu Ros

mengurusi kami dengan penuh kasih sayang (Febrialdi:82).

Seperti yang telah diketahui, Ed adalah anak yang dirawat di panti asuhan.

Sebuah panti asuhan yang menampung dan merawat banyak anak tentu saja

menerapkan sistem kebersamaan dalam segala hal. Persahabatan yang terjalin atas

rasa senasib-sepenanggungan dirasakan oleh Ed dan anak panti lainnya. Pada

novel Gitanjali ini, penulis tidak menceritakan bagaimana tokoh Ed ketika masa

sekolahnya. Penulis hanya fokus menceritakan kehidupan Ed di lingkungan panti

asuhan saja.

Universitas Sumatera Utara

Page 35: PROSES PENEMUAN JATI DIRI TOKOH ED DALAM NOVEL

25

4.1.5 Adolesen (12-20 Tahun)

Tahap ini menurut Erikson (dalam Alwisol, 2009:98) merupakan tahap

yang paling penting di antara tahap lainnya, karena pada akhir tahap ini orang

harus mencapai tingkat identitas ego yang cukup baik. Walaupun pencarian

identitas ego itu tidak dimulai dan tidak berakhir pada usia remaja (pencarian

identitas ego ada sejak tahap bayi sampai tahap tua), krisis antara identitas dengan

kekacauan identitas mencapai puncaknya pada tahap adolesen ini.

Perkembangan kepribadian yang penting pada masa remaja ialah

pencarian identitas diri. Pencarian identitas diri adalah proses menjadi seseorang

yang unik dengan peran yang penting dalam hidup. Pada diri remaja, pengaruh

lingkungan dalam menentukan perilaku diakui cukup kuat.

Menurut Conger (dalam Jahja, 2011:234), walaupun remaja telah

mencapai perkembangan kognitif yang memadai untuk menentukan tindakannya

sendiri, namun penentuan diri remaja dalam berperilaku bayak dipengaruhi oleh

tekanan dari kelompok teman sebaya.

Namun, meski demikian, bukan berarti aku tak pernah nakal. Dulu,

waktu aku remaja, aku pernah kabur dari panti asuhan. Hanya

karena ada sepasang orang tua yang hendak mengadopsiku sebagai

anak. Aku tak mau. Maka aku kabur. Berhari-hari hidup di jalanan.

Tidur di terminal dan cari makan di pasar (Febrialdi:83)

Seperti yang sudah dibahas pada tahap usia bermain, Ed mengalami

ritualisme impersonasi yang membuatnya sering menarik diri dari interaksi

sosialnya. Menurut Erikson (dalam Lindzey, 1993:150), pada tahap adolesen ini:

Remaja merasa bahwa ia harus membuat keputusan-keputusan

penting tetapi belum sanggup melakukannya. Para remaja mungkin

merasa bahwa masyarakat memaksa mereka untuk membuat

Universitas Sumatera Utara

Page 36: PROSES PENEMUAN JATI DIRI TOKOH ED DALAM NOVEL

26

keputusan-keputusan, sehingga mereka justru semakin menentang.

Mereka sangat peka terhadap cara orang lain memandang mereka,

dan menjadi mudah tersinggung dan merasa malu.

Tingkah laku remaja tidak konsisten dan tidak dapat diprediksi selama

masa kacau ini. Menurut Erikson (dalam Lindzey, 1993:150), pada suatu saat ia

menutup diri terhadap siapa pun karena takut ditolak, dikecewakan, atau

disesatkan. Pada saat berikutnya, ia mungkin menjadi pengikut, pecinta, atau

murid, dengan tidak menghiraukan konsekuensi-konsekuensi dari komitmen itu.

Seluruh isi rumah panti mencoba mencariku. Ibu Ros mengerahkan

seluruh anak panti untuk mencari dan membawaku pulang. Namun,

karena mereka pun tak pernah tahu kehidupan jalanan, mereka

kembali dengan tangan kosong (Febrialdi:83).

Tak kusangka sama sekali, rupanya kehidupan di luar panti begitu

keras dan menakutkan. Saat itu aku belum memiliki cukup nyali

untuk berani bertaruh dan menghadapi kehidupan jalanan. Merasa

takut dengan kehidupan yang serba tak menentu, akhirnya

kuputuskan untuk kembali ke rumah panti (Febrialdi:83).

Kedua kutipan di atas menggambarkan bahwa Ed remaja pernah mengalami krisis

identitas. Ed yang selalu menolak untuk diadopsi oleh orang tua angkat mana pun

membuatnya lelah dan memilih kabur dari panti untuk menghindari masalah. Ed

mencoba kemampuannya, seberapa sanggup ia bertahan hidup di luar panti

dengan menggelandang di jalanan. Ternyata melihat kerasnya dunia luar, Ed

terpaksa mengalah dan kembali ke panti asuhan.

Namun, sejak kejadian itu, aku jadi punya cara untuk

menyelesaikan masalah. Setiap ada persoalan yang berhubungan

dengan diriku, aku selalu memilih kabur. Keluar dari rumah panti

dan dicari-cari lagi (Febrialdi:83).

Pada tahap ini, remaja mulai menyampaikan kebebasan dan haknya untuk

mengemukakan pendapatnya sendiri. Tidak terhindarkan, ini dapat menciptakan

ketegangan, perselisihan, dan dapat menjauhkan ia dari keluarganya. Pada kutipan

Universitas Sumatera Utara

Page 37: PROSES PENEMUAN JATI DIRI TOKOH ED DALAM NOVEL

27

di atas, terlihat tokoh Ed remaja berpikir bisa menyelesaikan masalah ketika ia

memilih kabur dari rumah panti. Sikap Ed pada masa adolesen ini menunjukkan

bahwa Ed sedang mengalami krisis identitas yang membuatnya mencari pelarian

ketika sedang ada masalah.

Namun, karena mereka sudah tahu persembunyianku, setiap kali

kabur, mereka selalu mencariku ke terminal. Lama-lama, aku

merasa percuma jika setiap kali kabur selalu dapat ditemukan lagi.

Lagi pula, lama-kelamaan caraku untuk kabur memang lebih untuk

menghindari masalah. Bukan untuk menyelesaikan masalah

(Febrialdi:83).

Sehingga, setiap kali aku pergi, aku seolah memang merasa ingin

dicari. Butuh untuk dicari, ditemukan, dan dibawa pulang kembali.

Kusadari, aku sekadar ingin sembunyi. Bukan pergi dalam arti

sesungguhnya. Akhirnya, aku menghentikan kebiasaan kaburku

(Febrialdi:83-84).

Dalam kutipan di atas, terlihat bahwa ketika tokoh Ed beranjak dewasa, ia

sudah menyadari kalau yang dilakukannya saat remaja adalah salah. Kabur dari

rumah panti dijadikannyakebiasaankarena merasa akan selalu dicari lagi. Hal ini

(dalam Jahja, 2011:226) diuraikan sebagai masa transisi dari kanak-kanak ke

dewasa, yaitu “remaja sering terlalu percaya diri dan bersamaan dengan emosinya

yang meningkat, mengakibatkan ia sukar menerima nasihat orang tua”.

Ternyata, caraku menyelesaikan setiap persoalanku malah ditiru

oleh kawan-kawan lain. Siapa yang menyangka, setiap salah satu

dari mereka memiliki persoalan, mereka malah meniru caraku,

kabur dari rumah panti. Akhirnya, aku yang kena getahnya. Aku

dimarahi Ibu Ros. Sebagai hukumannya, setiap kali ada yang

kabur, aku yang harus mencari salah seorang dari mereka untuk

kubawa kembali ke rumah panti (Febrialdi:84).

Pada kutipan di atas, terlihat bahwa remaja lebih mudah terpengaruh oleh

teman-temannya. Sikap negatif Ed yang selalu kabur dari rumah panti ternyata

diikuti oleh teman-temannya yang sedang mengalami persoalan. Peran orang tua

memberikan komunikasi kepada anak sangat diperlukan di masa remaja ini.

Universitas Sumatera Utara

Page 38: PROSES PENEMUAN JATI DIRI TOKOH ED DALAM NOVEL

28

Jahja, (2011:236), mengatakan bahwa “kebanyakan remaja bersikap

ambivalen dalam menghadapi perubahan yang terjadi. Di satu sisi mereka

menginginkan kebebasan, di sisi lain mereka takut akan bertanggung jawab yang

menyertai kebebasan ini, serta meragukan kemampuan mereka sendiri untuk

memikul tanggung jawab ini”. Dalam kutipan di atas, Ed yang berkali-kali

mencoba untuk kabur akhirannya selalu kembali ke rumah panti karena tidak

tahan dengan kerasnya hidup di jalanan.

Akhirnya, Ibu Ros mengultimatumku. Kalau aku mengulang lagi

kebiasaan kabur dan menularkan caraku pada teman-teman dalam

menyelesaikan persoalan, Ibu Ros mengancam tak akan

mengurusku lagi. Aku manut. Hingga aku beranjak dewasa, kerja

serabutan, dan mencoba kuliah di Bandung (Febrialdi:84)

Kutipan di atas menunjukkan sikap tegas Ibu Ros sebagai orang tua ganti

tokoh Ed yang memberikan hukuman berupa meminta Ed bertanggung jawab atas

kebiasaan buruknya yang mempengaruhi teman-temannya. Jahja, 2011:235,

mengatakan:

Pada masa ini banyak tuntutan dan tekanan yang ditujukan pada

remaja, misalnya mereka diharapkan untuk tidak lagi bertingkah

seperti anak-anak, mereka harus lebih mandiri, dan bertanggung

jawab. Kemandirian dan tanggung jawab ini akan terbentuk seiring

berjalannya waktu, dan akan tampak jelas pada remaja akhir yang

duduk di awal-awal masa kuliah.

4.1.6 Dewasa Awal (20-30 Tahun)

Menurut Putri (2019) pada artikelnya yang berjudul Pentingnya Orang

Dewasa Awal Menyelesaikan Tugas Perkembangannya, masa dewasa awal

merupakan masa puncak dari perkembangan seorang individu, masa dewasa awal

merupakan masa transisi dari masa remaja yang masih dalam keadaan bersenang-

senang dengan kehidupan. Pada masa dewasa awal ini individu akan banyak

menemui permasalahan dalam hidup dan permasalahan tersebut harus bisa

Universitas Sumatera Utara

Page 39: PROSES PENEMUAN JATI DIRI TOKOH ED DALAM NOVEL

29

diselesaikan dengan baik. Adapun tugas perkembangan masa dewasa awal adalah:

memilih pasangan hidup, mencapai peran sosial, bertanggung jawab, mencapai

kemandirian emosional, belajar membangun kehidupan rumah tangga dengan

pasangan hidup, mengasuh anak, dan menjadi warga negara yang baik.

Dewasa adalah orang yang bukan lagi anak-anak dan telah menjadi pria

atau wanita seutuhnya. Setelah mengalami masa kanak-kanak dan remaja yang

panjang, seorang individu akan mengalami masa di mana ia telah menyelesaikan

pertumbuhannya dan mengharuskan dirinya untuk berkecimpung dengan

masyarakat bersama dengan orang dewasa lainnya.

Pada novel Gitanjal karya Febrialdi R ini, peneliti memperkirakan usia

tokoh Ed sekitar 27 tahun yang digolongkan Erikson (2009:100) sebagai dewasa

awal (20-30 tahun). Hal itu dibuktikan pada kutipan:

Aku menoleh tersenyum. Rasanya aku masih bisa mengingat

bagaimana perasaan banggaku bisa menjalin hubungan dengan Ine.

Seorang dosen, berpendidikan S2, bahkan sedang menempuh S3.

Namun sekaligus membuatku kerap minder jika mengingat aku

yang kuliah S1 saja tak kelar-kelar (Febrialdi: 21).

Entah siapa yang terlena, Ine justru memilih pacaran dengan

seorang steward yang hidupnya serba pas-pasan, tak lulus S1, hobi

naik gunung pula. Apa istimewanya? (Febrialdi:21).

Pada kutipan di atas, menunjukkan bahwa Ed memiliki kekasih yang

bernama Ine. Ine adalah seorang dosen berlatar belakang pendidikan S2 dan

sedang melanjutkan studi S3, sedangkan Ed adalah seorang karyawan steward

(pencuci piring) di salah satu restoran.

Jika dilihat berdasarkan lamanya masa studi seseorang yang sedang

mengejar gelar doktor, maka bisa diperkirakan usia Ine adalah 27 tahun. Tokoh

Universitas Sumatera Utara

Page 40: PROSES PENEMUAN JATI DIRI TOKOH ED DALAM NOVEL

30

Ed dan Ine adalah seumuran, jadi peneliti menggolongkan Ed berada pada masa

dewasa awal (20-30 tahun).

Menurut Jahja (2011:246), seseorang yang sedang berada di fase dewasa

awal, melewati masa-masa berikut ini, yaitu: (a) masa pengaturan, (b) masa usia

produktif, (c) masa bermasalah, (d) masa ketegangan emosional (e) masa

keterasingan sosial (f) masa komitmen (g) masa ketergantungan (h) masa

perubahan nilai (i) masa menyesuaikan diri dengan hidup baru, dan (j) masa

kreatif. Peneliti akan mendeskripsikan ciri-ciri masa dewasa awal yang terjadi

pada tokoh Ed dalam novel Gitanjali karya Febrialdi R, yaitu:

4.2 Penemuan Jati Diri Tokoh Ed

4.2.1 Masa Pengaturan (Settle Down)

Pada masa ini, seseorang akan “mencoba-coba” sebelum ia menentukan

mana yang sesuai, cocok, dan memberi kepuasan permanen. Ketika ia telah

menemukan pola hidup yang diyakini dapat memenuhi kebutuhan hidupnya, ia

akan mengembangkan pola-pola perilaku, sikap, dan nilai-nilai yang cenderung

akan menjadi kekhasannya selama sisa hidupnya.

Aku sering menjemputnya sepulang ia mengajar dengan motor

trail-ku. Giliran akhir minggu tiba, aku mengajaknya mendaki

gunung-gunung kecil di sekitar kota Bandung. Sekadar

mengenalkan dia pada kegiatan alam (Febrialdi:15).

Awalnya ia malas harus melakukan pendakian walau sekadar

pendakian sederhana. Seiring berjalannya waktu, tetap saja ia malas

dan tak begitu suka dengan kegiatan alam. Sama tak sukanya ketika

aku harus menemaninya berkeliling berjam-jam di mal untuk entah

melakukan apa. Namun, begitulah hubungan kami (Febrialdi:15).

Pada kutipan di atas, menjelaskan bahwa di masa pengaturan ini, tokoh Ed

memiliki hobi berkegiatan alam seperti mendaki gunung. Banyak gunung yang

Universitas Sumatera Utara

Page 41: PROSES PENEMUAN JATI DIRI TOKOH ED DALAM NOVEL

31

sudah dijelajahi oleh Ed. Ed juga mencoba mengenalkan hobi itu kepada

kekasihnya, Ine yang tidak suka mendaki gunung. Dalam kehidupan sepasang

kekasih, pada dasarnya memiliki keinginan untuk menyamakan kesukaan agar

merasa lebih cocok dalam berhubungan. Tapi pada kenyataannya, tokoh Ed dan

Ine tidak memiliki kegemaran yang sama.

Sementara aku, ke mana-mana naik motor trail tua, tinggal di

tempat kos murah, dan bekerja sebagai steward di sebuah restoran.

Sementara aku bisa mengembangkan Ine, lantas apa yang bisa

dibanggakan Ine atas diriku? (Febrialdi:22).

Pada tahap pengaturan ini, tokoh Ed memiliki pola hidup sebagai

karyawan steward (pencuci piring) di salah satu restoran untuk menghidupi

kebutuhan sehari-harinya. Ed tinggal seorang diri di suatu kos-kosan. Menjalani

kehidupan yang pas-pasan untuk menghidupi dirinya sendiri. Tapi, pada kutipan

di atas, pada saat yang bersamaan, Ed merasa tidak percaya diri atas

pencapaiannya jika dibandingkan dengan Ine yang seorang dosen.

“Emang kamu bener-bener nggak tahu bakal travelling ke mana?”,

tanya Dava heran.

Aku hanya menggeleng.

“Sama sekali?” Dava penasaran.

Aku mengangguk pelan.

“Gilaaa!” umpat Dava.

“Serius. Aku benar-benar nggak punya rencana atau target.

Pokoknya jalan aja.”

“Makanya, aku usul pakai rencana dan target, Ed”, tambah Fadil

lagi.

“Gimana kalo Seven Summits Indonesia?” usul Andriza.

(Febrialdi:55).

Kutipan di atas menunjukkan keraguan yang dialami Ed selepas keluar

dari rumah sakit karena koma atas kecelakaan yang menimpa dirinya.

Diputushubungan kerja secara sepihak dan mendapat pesangon yang terbilang

Universitas Sumatera Utara

Page 42: PROSES PENEMUAN JATI DIRI TOKOH ED DALAM NOVEL

32

besar, membuat Ed bingung untuk melanjutkan hidupnya. Teman-teman

sepermainannya mengusulkan untuk melakukan perjalanan, seperti Seven Summit

Indonesia, yaitu mendaki tujuh puncak tertinggi di Indonesia. Pada masa

pengaturan ini, Ed kembali mencoba melanjutkan hidupnya dengan melakukan

perjalanan untuk memulai pola kehidupan yang baru.

Sudah hampir satu bulan aku tinggal di rumah panti. Rumah Ibu

Ros yang diberikan padaku. Ada banyak perbaikan yang kulakukan

berkenaan dengan kerusakan rumah panti. Pak Hendra malah

mengusulkan agar memanggil tukang saja. Sekalian diperbaiki

secara menyeluruh. Biayanya ditanggung Pak Hendra sepenuhnya

(Febrialdi:285).

Pada kutipan di atas menunjukkan bentuk masa pengaturan yang dialami

oleh tokoh Ed pada fase dewasa awal. Setelah perjalanan yang baru dimulai,

kehilangan teman sependakian membuat jiwa Ed sangat terguncang. Ed memilih

untuk kembali ke Yogyakarta, ke panti asuhan karena teringat akan janji Pak

Hendra yang mengajaknya beribadah haji. Dari panti asuhan itulah Ed mengalami

masa pengaturan baru dalam hidupnya. Membuka lembar baru untuk memilih

tinggal dan mengurus rumah panti seperti yang diwariskan oleh Ibu Ros

kepadanya.

4.2.2 Masa Usia Produktif

Dinamakan sebagai masa produktif karena pada rentang usia ini

merupakan masa-masa yang cocok untuk menentukan pasangan hidup, menikah,

dan berproduksi/menghasilkan anak. Pada masa ini, organ reproduksi sangat

produktif dalam menghasilkan keturunan (anak).

Aku sudah lupa, entah sudah berapa lama hubungan kami berjalan.

Bisa jadi cukup lama. Kalau disebut pacaran, hubungan kami tak

seperti umumnya muda-mudi yang tengah menjalin hubungan

percintaan. Di mana mereka saling kunjung ke rumah masing-

Universitas Sumatera Utara

Page 43: PROSES PENEMUAN JATI DIRI TOKOH ED DALAM NOVEL

33

masing, saling mengenal orang tua, melakukan aktivitas bersama,

atau sekadar makan berdua. Jika tidak disebut pacaran, hubungan

kami lebih dari sekadar serius. Entah jenis apa hubungan semacam

ini, yang jelas bukan sekadar teman (Febrialdi:15).

Pada tahap dewasa awal, seseorang akan mulai memikirkan untuk

menjalin hubungan percintaan ke tingkat yang lebih serius, yaitu pernikahan.

Namun, hal itu tidak terjadi pada tokoh Ed. Ed dan Ine menjalani hubungan yang

rumit. Perbedaan status sosial membuat Ed tidak percaya diri untuk

membicarakan hal yang serius kepada Ine. Ed juga tidak berani untuk

mengunjungi orang tua Ine. Pada kutipan di atas, Ed juga bingung untuk

menetapkan status apa yang pantas untuk menamai hubungannya dengan Ine. Hal

inilah yang sering menjadi konflik antara mereka berdua.

Rima tersenyum. “Saat itu kerja Dicky nggak jelas, Ed. Serabutan.

Ah, pokoknya serba nggak jelaslah. Kamu malah jauh lebih jelas.

Bantu koki masak dan cuci piring di restoran. Karyawan tetap.

Dicky? Uang keluar masuk nggak jelas. Kadang utang sana , utang

sini. Sementara kamu, kamu itu punya pekerjaan. Kerja yang jelas

malah. Tapi Dicky berani bicara sama orang tuaku. Dalam keadaan

serabutan kayak gitu, dia berani ngomong sama orang tuaku kalau

dia serius ingin menikahi aku. Itu yang dilihat orang tuaku.”

Aku termenung mendengar kata-kata Rima (Febrialdi:45-46).

Pada kutipan di atas, Rima, istri Dicky, sahabat baik Ed menceritakan

pengalaman percintaannya bersama Dicky. Dicky berani melamar Rima walaupun

belum memiliki pekerjaan yang tetap. Hal itu langsung saja menyinggung Ed

yang tidak kunjung menemui orang tua Ine, padahal ia sudah memiliki pekerjaan

tetap. Ed hanya berfokus pada status sosial keluarga Ine yang membuatnya merasa

tidak pantas. Hal itulah yang menjadi sebab permasalahan Ed dan Ine tidak

kunjung menikah.

Universitas Sumatera Utara

Page 44: PROSES PENEMUAN JATI DIRI TOKOH ED DALAM NOVEL

34

Kehadiran Putri sendiri sungguh mengagetkan. Mengapa tiba-tiba

harus bertemu dengan gadis secantik Putri? Ia tak seperti

perempuan-perempuan yang selama ini kukenal. Ia lucu, sederhana,

dan tampak menyenangkan.

Tak bisa kupungkiri aku merasa nyaman setiap berada di dekatnya.

Tiba-tiba saja ada keinginan untuk lebih mengenal dirinya. Tapi,

apakah ia sudah punya kekasih? Jadi, apa motifku menerima ajakan

ibadah Haji? Untuk bisa mengenal Putri lebih dekat?

(Febrialdi:98).

Fase dewasa awal yang sedang dialami tokoh Ed membuatnya merasakan

gejolah di usia produktif. Pada kutipan di atas, terlihat bahwa Ed merasa kagum

pada gadis yang bernama Putri. Putri adalah anak dari Pak Hendra, ketua yayasan

panti asuhan tempat di mana Ed dibesarkan dulu. Namun, Ed merasa bimbang

apakah ibadah haji yang ditawarkan Pak Hendra bisa dijadikannya sebagai alasan

untuk mendekati Putri karena ia sedang mengagumi sosok Putri.

Jangan-jangan Fuad betul, apakah benar aku punya perasaan pada

Nina? Biasanya aku memang tak pernah ambil pusing soal tenda

atau tidur dengan siapa. Karena tidur di dalam pendakian tak lain

adalah proses mengembalikan energi. Memulihkan tenaga. Istirahat

dalam arti sebenarnya. Bukan yang lain-lain (Febrialdi:197).

Kutipan di atas adalah ciri-ciri masa usia produktif yang dialami oleh

tokoh Ed. Situasi di atas menjelaskan bahwa Ed yang sedang bingung karena

Nina, teman sependekiannya ke Gunung Rinjani tidak membawa tenda. Biasanya

itu tidak pernah mengganggu Ed, tapi ia tidak tahu mengapa kali ini ia harus

merasa gelisah ketika harus berbagi tenda dengan Nina. Ed memikirkan perkataan

Fuad, apa benar ia sudah menaruh perasaan kepada Nina sehingga merasa

gelisah.

Aku masih memperhatikan setiap lekuk wajahnya. Mulai dari anak

rambutnya, keningnya, alisnya, matanya, hidungnya, tulang

pipinya, dagunya, dan berhenti di bibirnya. Ah, bibir itu.

Universitas Sumatera Utara

Page 45: PROSES PENEMUAN JATI DIRI TOKOH ED DALAM NOVEL

35

Nina masih memejamkan mata ketika tiba-tiba berkata, “Kalo

kelamaan lihat, hati-hati jatuh cinta , lho.”

Aku tercekat. Sialan! Umpatku dalam hati. Rupanya ia tahu jika

tengah diperhatikan wajahnya. Masih sambil memejamkan mata ia

tersenyum geli. Betul-betul sableng, batinku dalam hati

(Febrialdi:205)

Kutipan di atas menunjukkan ciri-ciri masa usia produktif pada tokoh Ed.

Rasa ketertarikan terhadap lawan jenis tidak dapat dielakkan oleh Ed terhadap

Nina yang dijulukinya sebagai bunga liar. Mendapat kesempatan bisa mendaki

Gunung Rinjani berdua bersama Nina membuat Ed diam-diam mengagumi gadis

cantik itu.

4.2.3 Masa Bermasalah

Masa dewasa dikatakan sebagai masa yang sulit dan bermasalah. Hal ini

dikarenakan seorang harus mengadakan penyesuaian dengan peran barunya

(perkawaninan vs pekerjaan). Jika ia tidak dapat mengatasinya, maka akan

menimbulkan masalah.

Terlepas dari itu, orang tuanya tetap mendesak Ine agar aku

menyelesaikan kuliahku, mengurangi hobi naik gunungku, dan

bekerja secara layak. Secara layak? Apa maksud orang tuanya

tentang bekerja secara layak? Kalau pun Ine berasal dari kalangan

akademisi, apakah itu berarti aku mesti jadi dosen juga? Kalau

benar demikian, rumus hidup macam apa itu?(Febrialdi:15).

Pada kutipan di atas, orang tua Ine yang menginginkan kejelasan atas

hubungan anaknya dengan Ed mulai mendesak Ine untuk menyampaikan kepada

Ed agar menyelesaikan kuliahnya. Ed sebenarnya adalah seorang mahasiswa S1

yang tidak kunjung lulus. Ed memilih untuk fokus bekerja sebagai seorang

pencuci piring dari pada menyelesaikan kuliahnya. Hal itu menimbulkan keraguan

orang tua Ine atas Ed.

Universitas Sumatera Utara

Page 46: PROSES PENEMUAN JATI DIRI TOKOH ED DALAM NOVEL

36

“Kalau punya uang banyak? Mmm... nikahin kamu!”

“Huuu... itu sih bukan jawaban!”

“Lha, tadi nanya...”

“Jadi kamu baru mau nikahin aku kalo udah dapat uang banyak?

Kalo nggak dapat-dapat? Berarti nggak nikah-nikah, dong?”

(Febrialdi:19)

Kutipan di atas menampilkan pertanyaan Ine yang bertanya apa yang akan

Ed lakukan jika memiliki banyak uang. Ed menjawab ingin menikahi Ine. Tapi,

jawaban Ed malah menjadi keraguan tersendiri oleh Ine. Ine beranggapan Ed

hanya akan menikahinya jika ia punya banyak uang, lantas tidak akan

menikahinya jika uang yang dipunya tidak banyak. Masalah yang timbul adalah

keraguan Ine terhadap Ed yang belum berniat untuk menikahinya.

Aku masih tak mengerti, hingga minggu ketiga aku dirawat di

rumah sakit, Ine masih belum menjengukku. Aku tahu, sejak

pertemuan terakhir, kami sudah lama tak berkontak bahkan tak

bertemu. Kami memang tak bertengkar. Namun, bukankah apa

yang sedang terjadi denganku saat ini bukan kejadian sepele? Aku

kena musibah. Kecelakaan. Bahkan dipecat dari tempat kerja

(Febrialdi:23)

Pada kutipan di atas, Ed yang sudah sadar dari koma tidak mendapati

keberadaan Ine, orang pertama yang seharusnya ada di sisinya. Ibarat sudah jatuh

tertimpa tangga, Ed yang mengalami musibah kecelakaan kerja, dipecat secara

sepihak, mendapat masalah yang bertambah, yaitu Ine yang tidak datang

menjenguknya. Pertemuan terakhir mereka yang sudah lama dan meninggalkan

sedikit perdebatan membuat Ed yakin Ine tidak peduli dengannya lagi dan telah

meninggalkannya begitu saja.

“Tapi apa? Apa? Kamu pengin orang tuaku yang bisa memaklumi?

Kamu ingin aku yang bisa memahami kamu? Iya? Ha?” Nada

bicara Ine jelas tampak jengkel. “Kurang apa? Kurang apa aku

memahami kamu selama ini? Kurang memaklumi gimana orang

tuaku terhadap hubungan kita selama ini? Kurang gimana?

Sementara kamu? Apa kamu mau memaklumi keinginan orang

tuaku? Apa kamu mau memahami kesabaranku? Jangan egois, Ed!

Universitas Sumatera Utara

Page 47: PROSES PENEMUAN JATI DIRI TOKOH ED DALAM NOVEL

37

Ini bukan melulu soal kamu aja. Ini soal kita. Soal dua pihak yang

dipersatukan. Nggak bisa kalo satu pihak aja yang terus-terusan

minta dimaklumi dan dipahami.” (Febrialdi:24).

Pada kutipan di atas, Ed teringat perdebatan di pertemuan terakhirnya

dengan Ine. Ine yang pada saat itu tersulut emosi karena Ed hanya bisa

mempermasalahkan status sosial keluarga Ine yang akademisi. Ed merasa Ine dan

orang tuanya tidak memahami dan memaklumi keadaannya. Ine geram dengan

sikap Ed yang tidak mau mencari solusi atas masalah hubungan mereka.

“Kamu kok malah menyudutkan aku, sih?”

“Menyudutkan? Menyudutkan katamu? Kamu kalo udah nggak

bisa beragumen, bisanya merasa tersudut. Terpojok. Merasa

dirongrong. Padahal aku cuma butuh kejelasan dari kamu.

Kepastian. Ini nggak fair, Ed. Nggak fair. Bukan aku aja yang

harus memahami kamu. Bukan orang tuaku saja yang terus-

terusan memaklumi. Kamu juga harus sadar bahwa selama ini

dipahami dan dimaklumi. Masak mau gini terus. Bakal ke mana?”

(Febrialdi:24-25).

Kutipan di atas menunjukkan ketidaksiapan dan ketidakseriusan tokoh Ed

dalam menjalin hubungan dengan Ine. Ed memiliki masalah dengan dirinya

karena tidak bisa mengambil sikap tegas. Ed tidak kunjung memberi kepastian

kepada Ine dan keluarganya. Setiap kali harus berdebat perihal hubungannya,

akan berakhir dengan Ed yang merasa terpojokkan oleh desakan Ine.

“Kami sudah mendengar keputusan perusahaan tentang statusmu,

Ed,” sambung Kidung lagi. “Kami turut prihatin. Kami sempat

protes bahwa apa yang terjadi pada dirimu murni kecelakaan. Tapi,

kamu tahu sendiri, berapa pun jumlah kami, sekuat apa pun proes

kami, apalah arti kami di depan peraturan perusahaan? Boro-boro

minta perusahaan mencabut keputusan. Kami bahkan nggak bisa

apa-apa.” (Febrialdi:27).

Kutipan di atas terlihat teman-teman kerja Ed datang untuk menjenguknya

yang baru sadar dari koma. Mereka sudah mendengar keputusan perusahaan untuk

memutuskan hubungan kerja dengan Ed secara sepihak. Teman-temannya juga

Universitas Sumatera Utara

Page 48: PROSES PENEMUAN JATI DIRI TOKOH ED DALAM NOVEL

38

sudah menjelaskan keterlibatan mereka dalam membantu mencari keadilan dalam

kasus Ed. Namun, usaha teman-temannya tidak berbuah hasil yang baik.

Perusahaan tidak akan mencabut pemutusan hubungan kerja terhadap Ed. Jadi,

sudah dipastikan, sekeluarnya Ed dari rumah sakit, Ed resmi menjadi

pengangguran.

“Tapi, sudah berapa lama dia nggak ngontak kamu? Sama aja, kan?

Itu artinya dia pun nggak berusaha memperbaiki apa yang

sebetulnya sedang terjadi di antara kalian. Sudah. Pergi.”

(Febrialdi:34).

Dalam kutipan di atas menunjukkan bahwa Dicky meyakinkan Ed untuk

tidak ragu dalam mengambil keputusan melakukan perjalanan. Ed masih ragu

karena sulit untuk meninggalkan Ine. Dicky mencoba menyadarkan Ed kalau Ine

pada kenyataannya sudah tidak peduli dengannya. Hal itu dibuktikan ketika Ine

tidak kunjung menjenguk atau sekadar memberi kabar kepada Ed.

“Perempuan itu, Ed, di mana-mana cuma butuh kepastian.”

“Kepastian?” Giliran aku yang kini mengernyitkan dahi.

“Iyalah. Mau kamu sekaya apa pun, mau punya pangkat atau harta

kayak gimana juga, kalo kamu nggak bisa ngasih kepastian atas

hubunganmu, perempuan bakal tetap bimbang”.

“Ini bukan soal belahan jiwa, meyakini terlihat dan gak terlihat.

Tapi kepastian, Ed”, jawab Rima. “Sekarang aku mau nanya, kamu

pernah nggak ngasih kepastian dan meyakinkan sama Ine bahwa

kamu yakin bakal nikahi dia?”

Aku terdiam seribu bahasa (Febrialdi:42).

Kutipan di atas menampilkan percakapan antara Ed dan Rima pada malam

sebelum keberangkatan Ed. Rima memberi nasihat yang membuka pikiran Ed

dalam persoalan percintaan dari sudut pandang perempuan. Rima mengatakan

kalau perempuan membutuhkan kepastian. Tidak peduli sekaya atau sehebat

apapun laki-laki, jika tidak bisa memberikan kepastian dalam hubungan,

Universitas Sumatera Utara

Page 49: PROSES PENEMUAN JATI DIRI TOKOH ED DALAM NOVEL

39

perempuan akan tetap bimbang. Hal itu tentu saja membuat Ed terdiam karena ia

menyadari sikapnya terhadap Ine yang selama ini hanya menyalahkan takdir

bahwa ia dan Ine berada pada status sosial yang berbeda.

Kulepaskan bibir cangkir itu dari mulutku. “Aku baru aja datang

dari Yogya, Put. Tiba-tiba ketemu kamu. Lalu diajak ngeliat rumah

ini. Belum juga sempat narik napas, sudah kamu sodorkan tawaran

haji. Sekarag malah sudah ditanya apa jawabanku,” kataku tertawa

(Febrialdi:96).

Dalam kutipan di atas, menunjukkan masa bermasalah pada fase dewasa

awal tokoh Ed. Percakapan antara Ed dan Putri, anak ketua yayasan panti asuhan

yang dulu menjadi tempat tinggal Ed semasa kecil hingga remaja. Keberangkatan

Ed yang diawali oleh kota Jogja untuk sekadar singgah melihat rumah panti

tempat di mana ia dibesarkan, menjadi kebimbangan baru atas dirinya. Tawaran

berangkat haji oleh Pak Hendra yang ternyata sudah lama mencari dan menunggu

kedatangan Ed membuatnya semakin bingung. Ditambah lagi Ed yang belum tahu

gunung mana yang akan didaki dahulu, bisa saja menerima tawaran haji tersebut,

tapi Ed merasa belum siap untuk berangkat haji pada saat itu.

“Itu ajaran Bapak. Itu kenapa Putri jadi senang berbisnis. Ada

kepuasan tersendiri saat mendapatkan hasil dari usaha yang kita

ciptakan. Di luar itu, Putri merasakan betul nikmatnya bekerja di

bidang yang Putri senangi. Bekerja karena kita senang, Mas. Bukan

karena keadaan yang mengharuskan kita untuk bekerja yang bisa

jadi sebetulnya kita nggak suka dengan pekerjaan yang kita

kerjakan.”

Tiba-tiba aku tersentak dengan kalimat terakhir Putri. Astaga!

Gadis semuda ini, sudah memiliki pemikiran seperti itu, batinku

cemburu. Seperti halnya Dicky, Andre, Andriza, Dava dan Fadil.

Sahabat-sahabatku di Bandung (Febrialdi:107).

Kedua kutipan di atas menujukkan masa bermasalah yang dialami Ed.

Pemikiran Putri tentang bisnis sontak saja menambah kecil hati Ed. Ia merasa

Universitas Sumatera Utara

Page 50: PROSES PENEMUAN JATI DIRI TOKOH ED DALAM NOVEL

40

Putri memiliki pemikirannya yang jauh berada di depannya. Hal itu juga

mengingatkan Ed pada teman-temannya atas jalan hidup mereka yang sesuai

dengan kemampuan dan keinginan, berbeda dengannya yang hanya bekerja demi

memenuhi kebutuhan hidup seorang diri dan belum bisa bekerja sesuai dengan

minat dan bakatnya.

Aku memicingkan mata sembari mulai waspada.

Hmm, siapa gerangan mereka? Anak-anak muda tanggung.

Usianya jelas berada jauh di bawahku. Namun, gaya dan sikapnya

sungguh kontras, sok jagoan (Febrialdi:112).

Kutipan di atas menunjukkan masa bermasalah yang dihadapi oleh tokoh

Ed. Pada malam selepas berjalan-jalan menikmati gudeg bersama Putri, Ed yang

menolak tawaran Putri untuk diantar pulang ke rumah panti dengan alasan ingin

pulang sendiri sambil menikmati suasana malam di Jogja, tiba-tiba dikejutkan

dengan kehadiran empat lelaki muda yang ternyata sudah mengincarnya dari tadi.

Tampak dari tampang mereka seperti anak muda berandalan yang akan

memancing keributan.

“Wah, raiso ngono, Mas,” tiba-tiba si parlente yang sejak tadi

diam, angkat bicara. “Mas jalan sama Putri, itu jelas berurusan

dengan kami!” katanya langsung ke pokok

persoalan(Febrialdi:113).

Rupanya si parlente itu punya riwayat dengan Putri. Kekasih Putri-

kah? Tanyaku menduga-duga. Rasanya terlalu konyol jika Putri

sampai pacaran dengan si parlente yang punya tampang kolokan

sekaligus tengik seperti siparlente. Tak sepadan sama sekali

(Febrialdi:115).

Kedua kutipan di atas menunjukkan masa bermasalah tokoh Ed ketika

berhadapan dengan sekelompok pemuda yang menantangnya di tengah jalan.

Ternyata salah satu dari pemuda-pemuda itu mempermasalahkan Ed yang barusan

Universitas Sumatera Utara

Page 51: PROSES PENEMUAN JATI DIRI TOKOH ED DALAM NOVEL

41

berjalan-jalan dengan Putri. Ed tidak mengetahui Putri dan pemuda itu

mempunyai hubungan apa. Hal itu menjadi ancaman bagi Ed karena dikepung

orang-orang tak di kenal.

“Rupanya yang bikin koboi-koboi unyu macam kalian stres semata

soal perempuan?” tanyaku balas mengejek.

“Jadi, kamu apanya Putri?” Seketika aku menoleh ke arah si

parlente. “Pacar? Atau baru sekadar suka?”

Kulihat wajah si parlente merah padam.

“Banyak mulut kowe!” Tiba-tiba si topi koboi menerjang ke arahku

(Febrialdi:113).

Percakapan di atas adalah kutipan dari salah satu masa bermasalah yang

dialami oleh tokoh Ed. Ed yang telah mengetahui akar permasalahan kenapa para

pemuda itu meradang dan menyerbu Ed adalah semata karena Putri. Amarah para

pemuda itu memuncak ketika Ed tidak kunjung menjawab pertanyaannya perihal

hubungannya dengan Putri. Sudah dipastikan adegan selanjutnya adalah baku

hantam antara Ed dan keempat pemuda tanggung itu.

Tangan kiri si parlente masih memegangi kerah kemejaku dengan

kasar. Sementara tangga kanannya menepuk-nepuk pipiku sambil

berkata, “Makanya, ojo sok jago di kota orang,” ujar si parlente

dengan nada sombong. “Sekali lagi aku lihat kamu jalan sama

Putri, habis kamu!” (Febrialdi:114).

Seperti pada kutipan di atas, Ed sedang mengalami masa bermasalah

ketika kedatangannya di Jogja. Sudah jelas Ed kalah dengan keroyokan anak-anak

berandalan yang mengaku pacar Putri itu. Para pemuda itu juga mengancam jika

Ed masih terlihat mendekati Putri, mereka tidak akan tinggal diam. Hal itu tentu

saja membuat Ed jadi serba salah, kemungkinan hal lebih parah akan menimpa Ed

kalau ia masih terlihat dekat dengan Putri.

Tapi, kalaupun Putri boleh memberi masukan, lakukanlah semua

demi Allah semata. Mendakilah untuk mencinta, mengahayati, dan

Universitas Sumatera Utara

Page 52: PROSES PENEMUAN JATI DIRI TOKOH ED DALAM NOVEL

42

mensyukuri segala ciptaan-Nya. Karena tak ada gunung yang lebih

tinggi selain ketinggian yang sudah Allah ciptakan di langit dan

bumi ini (Febrialdi:150).

Aku betul-betul terkejut. Terhenyak. Sampai berulang kali kubaca

kalimat Putri dalam e-mail-nya. Nyaris tak percaya. Selama ini

tujuanku mendaki sama sekali bukan dengan alasan-alasan yang

Putri sodorkan. Memang aku mencintai alam. Tapi demi

kecintaanku pada Sang Pencipta? Baru kali ini kudengar. Terlebih

rencana Seven Summits Indonesia-ku. Jadi untuk apa segala

rencana dan tujuan selama ini? (Febrialdi:152).

Pada kutipan pertama adalah penggalan isi e-mail yang dikirim Putri untuk

Ed selepas memilih untuk pergi karena kejadian pengeroyokan pada malam itu.

Penggalan e-mail tersebut, Putri mengingatkan Ed untuk melakukan pendakian

karena Allah. Pada kutipan kedua, terlihat reaksi Ed yang terkejut karena

membaca e-mail tersebut. Hal itu menambah masalah bagi Ed karena ia tersadar

bahwa perjalanannya kali ini bukan dipersembahkan untuk Allah, melainkan

merupakan pembuktiannya kepada Ine. Pada saat itulah Ed merasa semakin

bingung atas tujuan Seven Summits Indonesia-nya yang baru saja akan ia mulai.

Aku masih duduk di teras pos Ranu Pane. Masih menimang-

nimang apakah aku harus mengajak Nina atau tidak? Tiba-tiba aku

jadi teringat pada Ine. Di mana aku menjadikan hatinya sebagai

tempat berpulang (Febrialdi:157).

Pada kutipan di atas, ditemukan ciri-ciri masa bermasalah yang dialami

oleh tokoh Ed. Perasaan bingung melanda Ed ketika ia dan Cery, sahabatnya

berjumpa dua orang gadis di Gunung Semeru. Salah satu gadis yang bernama

Nina, mengetahui kalau Ed akan melajutkan pendakian di Gunung Rinjani yang

akan menjadi gunung kedua dalam pencapaian Seven Summits Indonesia-

nya.Yang menjadi masalah adalah bahwa Nina ingin ikut serta ke gunung Rinjani.

Kebingungan itu tentu saja datang karena Ed memikirkan perasaan Ine kalau saja

Universitas Sumatera Utara

Page 53: PROSES PENEMUAN JATI DIRI TOKOH ED DALAM NOVEL

43

Ine sampai tahu ia pergi ke Rinjani berdua dengan seorang gadis cantik. Alih-alih

mendaki untuk persembahan kepada Ine, Ed takut rencana perjalanannya akan

berubah tujuan kalau ia membawa Nina.

Kalau betul ia sedang menjemput rombongan yang hendak

mendaki Semeru, jelas mereka sudah melakukan booking pada

semacam agen perjalanan pendakian. Bisa jadi mereka pun sudah

melakukan pembayaran uang muka, termasuk transportasi dari

Stasiun Malang menuju Tumpang, bahkan Ranu Pane.

Jika seperti pengakuannya sebagai penjemput, berarti ia hanya

mencari uang dariku. Huh! Tiba-tiba aku merasa sebal. Padahal

semua itu tak lebih hanya analisisku semata. Ah, entahlah

(Febrialdi:167).

Kedua kutipan di atas adalah salah satu ciri masa bermasalah yang sedang

dialami Ed. Seorang lelaki tua yang mengaku sebagai penjemput rombongan

pendaki tiba-tiba mendatanginya ketika Ed baru saja tiba di Stasiun Malang.

Lelaki tua itu terus memaksa Ed untuk ikut rombongannya. Tawaran itu ditolak

Ed secara baik-baik karena merasa segan jika ikut menyisip dengan rombongan

lain dan Ed juga sudah risih dengan keberadaan lelaki itu karena terlihat niatnya

adalah untuk mendapatkan uang dari Ed dengan cara memaksa.

Di dalam kereta aku lebih banyak diam ketimbang mengobrol

dengan Nina. Kejadian di depan Stasiun Malang memang kejadian

sepele. Tak lantas membesar menjadi persoalan genting. Tetapi

sedikit banyak membuatku merenung akan makna perjalanan ini

(Febrialdi:172).

Pada kutipan di atas, menunjukkan ciri-ciri masa bermasalah yang dialami

tokoh Ed pada fase dewasa awal. Kejadian tidak diduga ketika seorang lelaki tua

yang berhasil menguras emosi Ed di Stasiun Malang membuatnya merenung

selama perjalanan di kereta api hingga tidak menghiraukan Nina, teman

perjalanannya.

Universitas Sumatera Utara

Page 54: PROSES PENEMUAN JATI DIRI TOKOH ED DALAM NOVEL

44

Apa yang sedang aku lakukan? Batinku bertanya. Apakah aku

sedang mengkhianati Ine? Sementara Putri? Bagaimanakah dengan

Putri? Mereka berdua sedang menunggu kabar dariku. Mereka

berdua sedang ingin secepatnya bertemu denganku.

Sementara aku, sedang di Lombok dengan seorang perempuan

yang baru saja kukenal (Febrialdi:176).

Namun, apakah masih cukup layak jika aku dianggap mengkhianati

Ine? Bukankah hubunganku dengannya sedang tak jelas ke mana

arah muaranya. Sementara Putri, aku tak pernah punya ikatan atau

janji apa-apa dengannya. Meski harus kuakui, aku menyukainya.

Ah, kenapa perjalanan ini malah membuatku dilema?

(Febrialdi:176)

Pada kedua kutipan di atas terdapat ciri-ciri masa bermasalah yang dialami

tokoh Ed. Membiarkan Nina, seorang gadis yang baru saja ia kenal, untuk ikut

serta dalam pendakian tentu saja menjadi masalah baru yang akan dialami Ed. Ed

merasa telah mengkhianati Ine karena tidak sesuai dengan tujuan awal melakukan

Seven Summits Indonesia, yaitu untuk mempersembahkannya kepada Ine. Tapi,

Ed juga menafikan kalau ia mengkhianati Ine karena Ed merasa hubungannya

dengan Ine sedang tidak jelas. Hal itu menimbulkan dilema dalam hati Ed tentang

perjalanannya.

Aku seringkali terbata-bata ketika harus mendefinisikan pengertian

cinta. Tak jarang malah jadi bertanya pada diri sendiri, apa yang

sebetulnya dicari oleh perempuan yang ingin mengikat cinta pada

lelaki yang tengah melakukan perjalanan seperti diriku? Bukankah

aku orang yang tidak diam di satu tempat. Terus berjalan dan

berpindah-pindah dalam kurun waktu yang tak bisa ditentukan.

Lantas apa artinya ikatan cinta bagi mereka?

Di satu sisi, harus jujur kuakui, bagaimanapun aku membutuhkan

cita dan kasih sayang dari seorang perempuan. Namun, di sisi lain,

hubungan cinta yang mengikat seperti itu justru membuat

perjalananku terhambat (Febrialdi:194).

Universitas Sumatera Utara

Page 55: PROSES PENEMUAN JATI DIRI TOKOH ED DALAM NOVEL

45

Kedua kutipan di atas menunjukkan masa bermasalah yang sedang dialami

oleh tokoh Ed ketika sudah memulai perjalanan. Nina yang sering kali

menyatakan perasaannya kepada Ed secara terus terang selama di perjalanan

membuatnya dilema. Ed hampir tidak bisa membedakan jika Nina sedang serius

atau sekadar bergurau ketika menyatakan perasaannya. Tak jarang pula Nina

mengatakan Ed sebagai lelaki yang tidak peka karena tidak menanggapi

perasaannya. Hal itu membuat Ed semakin bingung dalam memahami sifat

wanita. Walaupun tidak dipungkiri bahwa Ed juga membutuhkan cinta dan kasih

sayang dari seorang perempuan, tapi itu bisa saja menghambat perjalanannya.

Berarti cuma ada satu tenda milikku. Memang muat untuk dua

orang. Namun, apakah itu berarti itu satu tenda bersama Nina?

(Febrialdi:195).

Semua perbekalan dan perlengkapan hampir semua sudah siap.

Hanya tenda saja yang saat ini masih jadi biang masalah. Aku juga

masih tak habis pikir, bagaimana mungkin Nina hendak mendaki

tanpa membawa tenda? (Febrialdi:197).

Pada kedua kutipan di atas menunjukkan masa bermasalah yang dialami

tokoh Ed. Nina yang ternyata tidak membawa tenda menimbulkan masalah baru

bagi Ed. Ed merasa canggung jika harus satu tenda dengan Nina. Padahal, Ed

sering melakukan pendakian dan sering tidak peduli akan satu tenda dengan siapa

saja. Tapi kali ini Ed merasa hal itu menjadi masalah ketika harus satu tenda

dengan Nina.

“Mas Ed sendiri kenapa kok melakukan Seven Summits

Indonesia?” tanya Nina tiba-tiba. “Boleh tahu tujuannya?”

Aku tercekat! Sungguh, alasan di balik itu tidak mudah untuk

kujawab. Mau tidak mau pertanyaan itu membuatku terlempar pada

omonganku terhadap Ine di email, yang kukirim sebelum

meninggalkan Kota Bandung. Dan kini kusadari, aku belum

Universitas Sumatera Utara

Page 56: PROSES PENEMUAN JATI DIRI TOKOH ED DALAM NOVEL

46

merespon email dari Ine. Ia pasti tengah menunggu-nunggu

balasanku (Febrialdi:202).

Pada kutipan di atas menunjukkan masa bermasalah yang dialami tokoh

Ed. Pertanyaan Nina tentang apa tujuannya melakukan Seven Summits Indonesia

ternyata mengganggu pikirannya. Karena pada awal Ed melakukan perjalanan

adalah untuk persembahannya kepada Ine, tapi tujuan itu perlahan menjadi hilang

arah semenjak Ed bertemu dengan Putri dan Nina.

Aku mencoba mengingat-ingat kejadian semalam. Kenapa tiba-tiba

Nina kedinginan dan menggigil hebat? Berarti kecurigaanku

terbukti. Sejak pos terakhir menuju Pelawangan Senaru,

kuperhatikan kondisi Nina sudah tidak optimal lagi. Seringkali

terseok-seok, beberapa kali terjatuh dan napasnya sudah tak

beraturan (Febrialdi:212).

Pada kutipan di atas menunjukkan ciri-ciri masa bermasalah yang dialami

tokoh Ed dalam proses penemuan jati dirinya. Ed merasa curiga dengan tingkah

laku Nina yang menunjukkan fisik yang lemah sejak tiba di Pelawangan Senaru.

Nina mulai berjalan dengan sempoyongan, wajah letihnya tidak bisa

disembunyikannya lagi, dan saat berbicara selalu patah-patah serta susul-

menyusul dengan tarikan napas yang mulai berkejaran. Ed dan Nina memutuskan

istirahat dan membangun tenda di pos Pelawangan Senaru.

“Nina! Nina! Bangun, Nina!” Kugoncang-goncang tubuhnya.

Namun Nina tetap tak bereaksi sama sekali.

Astaga! Apa yang terjadi? Apa yang harus kulakukan sekarang?

Saat ini aku seorang diri di Pelawangan Senaru Tak ada pendaki

melintas. Tak ada tenda sama sekali. Aku harus bagaimana?

(Febrialdi:215).

Entah karena kalut atau tak tahu mesti berbuat apa, lagi-lagi aku

mengeluarkan ponsel. Padahal sejak tadi sudah kuketahui, ponselku

tak menangkap sinyal (Febrialdi:217).

Universitas Sumatera Utara

Page 57: PROSES PENEMUAN JATI DIRI TOKOH ED DALAM NOVEL

47

Masa bermasalah yang dialami Ed mengalami puncaknya ketika pagi hari

Nina tidak kunjung bangun dari tidurnya. Ed yang sedang menyiapkan sarapan

tiba-tiba terkejut karena ketika akan membangunkan Nina, tidak ada reaksi apa-

apa. Pada saat itu Ed merasa ada yang tidak beres dari Nina. Masalah semakin

lengkap ketika Ed menyadari ternyata di sekitar mereka tidak ada tenda lain yang

bermalam di Pelawangan Senaru dan tidak ada sinyal yang tertangkap di

ponselnya.

“Oke,” kata sang dokter. “Aku tentu saja nggak bisa menyimpulkan

begitu saja. Perlu diagnosis lebih lanjut di rumah sakit. Tapi, yang

pasti, saat ini ia sudah meninggal. Yang lebih penting sekarang ini

adalah bagaimana caranya menginformasikan hal ini ke pos

gerbang Senaru dan menyiapkan penurunan jenazah.”

(Febrialdi:219).

Pada kutipan tersebut terdapat ciri-ciri masa bermasalah yang dialami

tokoh Ed. Kekhawatiran Ed ternyata benar. Nina sudah meninggal dunia. Hal itu

dipastikan oleh dokter Unu, dokter yang kebetulan lewat di pos Pelawangan

Senaru bersama rombongannya yang berjumlah 5 orang. Tapi penyebab kematian

Nina belum dapat dipastikan diagnosisnya karena memerlukan pemeriksaan yang

lebih lanjut.

“Ed,” panggilnya sambil keluar dari tenda, “keluarga Nina pasti

akan mempertanyakan kronologi Nina sampai bisa meninggal di

gunung.”

Aku mengangguk pelan.

“Dan satu-satunya orang yang tahu betul kronologi itu, hanya

kamu.”

Lagi aku mengangguk.

“Kamu siap?”

Kembali aku mengangguk. Pelan. Sangat pelan.

Aku tahu, cepat atau lambat aku pasti akan dimintai

pertanggungjawaban atas peristiwa ini. Tak mungkin keluarga Nina

menerima jenazah Nina begitu saja tanpa ingin mengetahui

bagaimana peristiwa itu sampai terjadi. (Febrialdi:227).

Universitas Sumatera Utara

Page 58: PROSES PENEMUAN JATI DIRI TOKOH ED DALAM NOVEL

48

Pada kutipan di atas menunjukkan ciri-ciri masa bermasalah yang dialami

tokoh Ed. Setelah Fuad memeriksa keadaan Nina, Fuad mengatakan kenyataan

yang harus dilewati Ed bahwa Ed akan menjadi satu-satunya orang yang

bertanggung jawab atas kejadian Nina. Keluarga Nina pasti akan mempertanyakan

kronologi mengapa Nina bisa meninggal di gunung. Hal itu pasti menjadi masalah

baru bagi Ed. Ia harus mempersiapkan diri untuk dimintai keterangan sebagai

saksi atas kematian Nina.

Tak mudah membawa jenazah menuruni gunung. Meski jalur

Pelawangan Senar menuju Desa Senaru cenderung normal dan

minim posisi-posisi yang menyulitkan, tetap saja, membawa

jenazah bukanlah pekerjaan mudah (Febrialdi:230).

Kutipan di atas menunjukkan masa bermasalah yang dialami Ed dalam

proses penemuan jati dirinya. Setelah Fuad mengkordinasi tim evakuasi dan

bantuan beberapa pendaki yang kebetulan melewati TKP, jenazah Nina pun di

digotong untuk dibawa ke Desa Senaru. Hal itu menimbulkan masalah baru

karena untuk turun gunung sambil membawa jenazah bukanlah hal yang mudah.

Tim pembawa jenazah sudah bergantian berkali-kali. Sesekali rombongan

berhenti sejenak untuk sekadar melepas lelah. Namun, tak bisa lama-lama

beristirahat karena hari sudah mulai gelap. Rombongan tetap harus terus bergerak.

Aku mencoba berempati atas musibah yang terjadi di Gunung

Rinjani. Tapi, terlepas dari meninggalnya mahasiswi tersebut, mau

tidak mau aku harus berkata bahwa kamu pengecut, Ed! Kamu

tidak berani menghadapi kenyataan (Febrialdi:263).

Aku pikir dan aku rasa kita sudah selesai, Ed. Bukan aku yang

mengakhiri hubungan ini. Melainkan kamu yang lebih dulu

memutuskan dengan perbuatanmu (Febrialdi:264).

Universitas Sumatera Utara

Page 59: PROSES PENEMUAN JATI DIRI TOKOH ED DALAM NOVEL

49

Pada data di atas menunjukkan masa bermasalah yang dialami oleh tokoh

Ed. Kutipan di atas adalah penggalan e-mail yang dikirimkan Ine kepada Ed. Ine

telah mengikuti kabar yang beredar. Ine tidak menyangka atas apa yang dilakukan

Ed. Ine kecewa karena Ed tidak membalas e-mail yang ia kirimkan sebelum Ed

memutuskan mendaki ke Rinjani. Ditambah lagi kenyataan bahwa Ed mendaki

gunung berdua dengan seorang perempuan. Meskipun Ine mencoba berempati

atas kejadian yang dialami Nina, tapi Ine tidak bisa memaafkan Ed. Ine tidak

peduli lagi jika Seven Summits Indonesia itu dipersembahkan untuknya. Karena

pada kenyataannya, hal itu berbanding terbalik ketika Ed mendaki dengan seorang

gadis. Akhirnya, Ine pun memutuskan hubungannya dengan Ed tanpa ingin

mendengar penjelasan apa pun dari Ed.

Dengan datangnya email dari Ine, kini aku sama sekali sudah tak

berhasrat untuk melanjutkan Seven Summits Indonesia-ku. Terlepas

dengan datangnya email dari Ine pun, di Gunung Rinjani aku sudah

gagal. Dan rasanya aku tak berani lagi mendaki Rinjani dalam

kurun waktu dekat ini. Trauma atas meninggalnya Nina di

Pelawangan Senaru masih begitu membekas di pikiran dan jiwaku.

Seven Summits Indonesia-ku otomatis terhenti di Gunung Rinjani

(Febrialdi:266).

Gagal sudah. Selesai sudah. Aku sudah tak berhasrat lagi mendaki

gunung. Rasanya ingin pensiun. Gantung carrier! (Febrialdi:266-

267).

Pada masa bermasalah yang dialami tokoh Ed, kedua kutipan di atas

menunjukkan keputusasaan yang dialami Ed setelah membaca e-mail dari Ine. Ed

merasa tidak ada gunanya lagi jika ia melanjutkan Seven Summits Indonesia. Ia

merasa gagal atas kematian Nina dan merasa sudah mengecewakan Ine. Lagi pula,

Universitas Sumatera Utara

Page 60: PROSES PENEMUAN JATI DIRI TOKOH ED DALAM NOVEL

50

Ed merasa trauma jika melanjutkan Seven Summits Indonesia karena kejadian

yang baru saja menimpa Nina.

4.2.4 Masa Ketegangan Emosional

Ketika seseorang berumur 20-an (sebelum 30-an), kondisi emosional

seseorang sering tidak terkendali. Ia cenderung labil, resah dan mudah

memberontak. Pada masa ini, emosi seseorang mudah tegang. Ia juga khawatir

dengan status dalam pekerjaan yang belum tinggi dan posisinya yang baru sebagai

orang tua.

Tidak! Aku ingin jadi diriku sendiri. Aku tidak mau menjadi sosok

yang tidak aku inginkan. Lagi pula, bukankah setiap orang berhak

menentukan jalan hidupnya sendiri? Bukan ditentukan oleh cara

pandang orang lain? (Febrialdi:15).

Pada kutipan di atas, ditemukan ciri-ciri ketegangan emosional pada tokoh

Ed. Emosi yang bergejolak membuatnya menentang desakan orang tua Ine untuk

menyelesaikan kuliah, mengurangi hobi naik gunung, dan bekerja secara layak.

Ed merasa tidak ada satu orang pun yang berhak mengatur hidupnya dan hal itu

menimbulkan kesenjangan sosial anatara Ed dan Ine yang belum juga

memutuskan untuk menikah.

Entah siapa yang terlena, Ine justru memilih pacaran dengan

seorang steward yang hidupnya serba pas-pasan, tak lulus S1, hobi

naik gunung pula. Apa istimewanya? (Febrialdi:21)

Pada data di atas, terdapat ciri-ciri masa ketegangan emosional yang

dialami oleh tokoh Ed. Ed merasakan keresahan atas pencapaian dirinya. Hidup

yang serba pas-pasan membuatnya sering tidak percaya diri kalau nyatanya Ine,

gadis dari keluarga berpendidikan tinggi itu mau menjalin hubungan dengannya.

Universitas Sumatera Utara

Page 61: PROSES PENEMUAN JATI DIRI TOKOH ED DALAM NOVEL

51

“Coba kalau kamu ada di posisiku. Kecelakaan, pacar nggak ada

kabarnya. Dipecat perusahaan. Jobless. Dengan segepok pesangon

dan amplop penuh uang dari teman-teman restoran, apa yang bakal

kamu lakukan saat ini?”

“Travelling!”

“HAH?”

“Travelling!” Kata Dicky sekali lagi dengan senyum menantang.

“Sinting!”

“Travelling! Percaya sama aku.” Kata-kata Dicky semakin

menggoda.

“Aku baru aja keluar rumah sakit, monyong!”

“Apa bedanya? Dari rumah sakit kamu malah ngajak ke kafe,

minum-minum. Sementara kamu dipecat, kamu nggak ada

mempersoalkan keputusan perusahaan. Ine pun nggak ada kabarnya.

Dengan uang segepok, aku harus menyarankan apa? Buka usaha?

Inginnya sih begitu. Tapi aku sangsi kamu bakal fokus untuk

bangkit saat ini. Lebih baik kamu pergi dulu. Puaskan hasratmu.

Setelah itu, baru pikirkan soal hidup ke depan.” (Febrialdi:33).

Pada data di atas menunjukkan percakapan antara Ed dan Dicky,

sahabatnya. Pada masa itu, Ed mengalami ketegangan emosional, yaitu merasakan

keresahan terhadap apa yang ingin dilakukannya setelah musibah kecelakaan

kerja, ditinggal kekasih, dan dipecat sepihak dari perusahaan, namun memiliki

uang pesangon yang lumayan besar. Kepada Dicky, Ed meminta saran atas apa

yang akan dilakukan untuk melanjutkan kehidupannya. Dicky menyarankan

travelling agar Ed dapat menyegarkan pikiran atas apa yang terjadi pada Ed

belakangan ini. Dicky tidak menyarankan Ed untuk langsung membuka usaha,

karena khawatir sahabatnya itu tidak fokus karena baru saja terkena banyak

masalah.

Emosi resah lainnya juga terlihat pada kutipan di atas bahwa Ed mengajak

Dicky ke kafe untuk minum-minuman keras, padahal pada saat itu kondisi Ed

baru saja keluar dari rumah sakit. Hal itu menandakan perasaan Ed yang sedang

kalut dan ingin sejenak melupakan masalahnya dengan minum-minuman keras.

Universitas Sumatera Utara

Page 62: PROSES PENEMUAN JATI DIRI TOKOH ED DALAM NOVEL

52

Dicky sendiri adalah seorang pendaki yang tangguh. Namanya

cukup diperhitungkan di komunitas pendaki gunung. Sering

diundang ke berbagai acara diskusi maupun pelatihan pendakian di

berbagai komunitas pecinta alam.

Selain sebagai hobi, kegiatan alam mampu menghidupinya. Meski

ia tak pernah menganggapnya sebagai pekerjaan, tetapi pada

kenyataannya, ia bisa hidup dari sana. Berbeda denganku yang

masih harus bekerja di bidang yang sama sekali tak ada

hubungannya dengan kegiatan alam. Untuk beberapa kalangan

maupun pribadi, Dicky kerap dianggap panutan (Febrialdi:35).

Jika melihat pendidikan dan profesi teman-temanku, barangkali

hanya akulah yang paling muram, baik pendidikan maupun kerja.

Tidak, aku tidak maksud menafikan profesi seorang pencuci piring.

Namun, jika dibandingkan teman-temanku, jelas mereka lebih tahu

apa yang diinginkan dalam hidup ini. Sementara aku, menjadi

steward jelas bukan cita-citaku. Namun lebih pada tidak sengaja

(Febrialdi:53).

Pada kedua kutipan di atas, menunjukkan bahwa Ed mengalami

ketegangan emosional karena membandingkan pencapaian karir yang dimiliki

teman-temannnya. Keresahan yang dialami Ed disebabkan perasaan rendah diri

atas status pekerjaan yang tidak sehebat teman-teman lainnya. Teman-temannya

yang berprofesi sebagai pengusaha toko outdoor, fotografer, buzzer medsos,

bahkan seorang dokter spesialis penyakit dalam makin membuat Ed tidak percaya

diri jika dibandingkan dengan profesinya sebagai seorang steward (pencuci piring)

di suatu restoran. Menjadi karyawan steward diakui Ed sebagai hal yang tidak

sengaja dipilihnya, karena tidak ada pilihan pekerjaan lain untuk meyambung

hidupnya. Pada masa dewasa awal ini, Ed merasa khawatir terhadap status dan

pekerjaannya yang belum tinggi dan pekerjaannya yang tidak sesuai dengan

kemauan.

“Tapi, untuk pergi menemui Ine, aku ragu.”

“Kenapa?”

Universitas Sumatera Utara

Page 63: PROSES PENEMUAN JATI DIRI TOKOH ED DALAM NOVEL

53

“Setelah berbulan lamanya, dia nggak berusaha mengontakku.

Kayaknya dia pun sudah nggak berhasrat untuk melanjutkan

hubungan ini.”

“Kenapa harus Ine yang berusaha? Kenapa nggak kamu yang

berinisiatif?”

Aku diam saja.

“Sori, Ed, sebetulnya kamu ini berani, tapi lebih sering jadi peragu.

Harus ada yang bisa menyulut keberanianmu,” tukas Rima.

Aku masih diam saja. Tetap mendengar kata-katanya. Tidak

tersinggung, tidak pula mengiyakan. Hanya mendengar

(Febrialdi:47).

Pada data di atas menunjukkan percakapan antara Ed dan Rima, istri

Dicky yang juga sahabat baik Ed. Ketegangan emosional ditunjukkan Ed ketika ia

menyampaikan keluh kesah hubungannya dengan Ine yang rumit kepada Rima.

Rima menyimpulkan kalau Ed yang bersikap tidak tegas dalam hubungannya.

Rima mengatakan bahwa Ed adalah seorang yang peragu, Ed tidak mau beinisiatif

menghubungi Ine duluan.

Giliran aku yang masih tak tahu harus merespons seperti apa.

Mereka begitu semangat, antusias, dan mendukungku. Jauh lebih

semangat dibanding aku yang justru hendak melakukan perjalanan.

Aku sendiri masih belum tahu mesti memutuskan bagaimana

(Febrialdi:56-57).

Pada data di atas, menunjukkan ketegangan emosional yang dirasakan oleh

Ed pada malam perpisahan bersama teman-temannya. Pesta perpisahan

keberangkatan Ed yang diadakan di belakang rumah Dicky dan Rima itu dihadiri

Andriza, Andre, Dava, dan Fadil. Percakapan mereka berakhir pada rencana Ed

untuk travelling sesuai saran Dicky. Teman-temannya mendukung penuh dan

sangat antusias atas keputusan Ed untuk berkelana. Namun, Ed merasa masih

bimbang karena belum menentukan arah dan tujuan berkelananya. Ditambah lagi,

Ine yang belum mengabarinya. Hal itu membuat Ed berat melakukan perjalanan.

Universitas Sumatera Utara

Page 64: PROSES PENEMUAN JATI DIRI TOKOH ED DALAM NOVEL

54

Aku sadar, Ine, setelah membaca surat ini, aku tidak perlu merasa

ge-er bahwa kamu akan mencariku. Ya, kan? Toh selama ini, sudah

berbulan-bulan lamanya kamu pun tak pernah berniat mencariku

(Febrialdi:60).

Kutipan di atas adalah penggalan pesan yang dikirim Ed kepada Ine lewat

E-mail pada malam sebelum ia berangkat. Sebuah pesan perpisahan yang

menimbulkan ketegangan emosional. Pada kutipan di atas terlihat bahwa Ed

merasa tidak percaya diri kalau Ine akan membalas pesan itu dan mencarinya

karena sudah berbulan-bulan tidak ada kabar.

Astaga! Haruskah aku melakukan perjalanan jauh dulu untuk

mendapatkan jawaban serta hikmah atas hidupku? Kenapa tidak

kusadari saja saat ini bahwa aku tak perlu melakukan perjalanan

untuk bisa mendapatkan jawaban serta hikmah atas hidup?

Mengapa aku harus melakukan sesuatu yang konyol dengan pergi

tak tentu arah?

Lelaki setengah baya yang duduk di sampingku ini betul-betul telah

menyentil perasaan terdalamku. Baru saja langkah pertama

perjalanan kuayunkan, sudah dipertemukan dengan seorang yang

seolah hendak mempertanyakan apa yang tengah kulakukan?

Inikah cara Tuhan menegurku? (Febrialdi:75)

Pada data di atas, terdapat ciri ketegangan emosional tokoh Ed.

Pertemuannya dengan seorang lelaki paruh baya di depan sebuah minimarket

Stasiun Tugu Yogyakarta seketika menggoyahkan niatnya untuk melanjutkan

perjalanan yang baru saja dimulai. Lelaki itu bercerita soal asal-usul, pulang,

orang tua, dan ketenangan di dalam keluarga berdasarkan pengalamannya. Semua

ceritanya tanpa sadar berkaitan dengan perjalanan hidup Ed. Hal itu membuatnya

bingung memikirkan apakah itu sebagai teguran atas apa yang akan dilakukannya

atau hanya sebagai ujian yang harus dilalui agar semakin yakin atas pilihannya

untuk melakukan perjalanan.

“Goyah, Dik. Nggak punya pegangan. Orang kalo sudah goyah dan

gak punya pegangan memang suka nggak berpikir logis. Usaha

Universitas Sumatera Utara

Page 65: PROSES PENEMUAN JATI DIRI TOKOH ED DALAM NOVEL

55

boleh saja bangkrut. Tapi nggak seharusnya saya larut dalam

kesedihan, lantas pergi nggak tentu arah, menghabiskan uang.”

Astaga! Aku makin tersentil dengan kata-katanya. Bisa jadi saat ini

aku sedang banyak uang dari hasil pesangon tempat kerja. Dan aku

memilih melakukan perjalanan dan pendakian ke berbagai tempat.

Bukankah aku seolah seperti sedang berasa di posisi bapak itu?

(Febrialdi:76).

Kutipan di atas menggambarkan ketegangan emosional yang dialami

tokoh Ed. Pengalaman yang diceritakan lelaki tua itu kepada Ed sangat sesuai

dengan keadaannya saat itu. Ed yang ditimpa musibah dan mendapat uang

pesangon yang besar memilih melakukan perjalanan sesuai usulan sahabatnya,

Dicky. Saran itu dicoba Ed karena ingin menenangkan pikiran atas apa yang

sudah menimpanya. Lelaki tua yang terus bercerita tanpa tahu alasan Ed pergi ke

Yogyakarta pun membuat keyakinan Ed untuk melakukan perjalanan semakin

tipis.

Bapak tadi nawari saya tumpangan ke Ranu Pane. Saya jawab baik-

baik kalo saya nggak butuh tumpangan. Tapi bapak maksa terus.

Setelah saya tolak, kenapa bapak malah ngomong „payah, kalo

nggak punya uang nggak usah gaya‟, maksudnya apa?” Aku

semakin emosi (Febrialdi:169).

Kutipan di atas menunjukkan masa ketegangan emosional yang dialami

tokoh Ed. Situasi tersebut terjadi ketika Ed sedang menunggu Nina di Stasiun

Malang. Seorang lelaki tua tiba-tiba mengajak Ed berbicang dan menawarkan Ed

untuk ikut rombongannya. Ed sudah menolak secara baik dan sopan, tapi lelaki itu

terus saja mengganggu Ed. Pada akhirnya lelaki itu mengumpat kepada Ed dan

menghina Ed tidak punya uang. Emosi Ed langsung naik mendengarnya.

Ketegangan pun terjadi ketika lelaki itu bertingkah seolah tidak terjadi apa-apa.

Sang dokter menggeleng sambil memegangi bahuku. “Sudah

meninggal, Mas.”

Universitas Sumatera Utara

Page 66: PROSES PENEMUAN JATI DIRI TOKOH ED DALAM NOVEL

56

Seperti ada petir yang menyambar persis di telingaku. Badanku

gemetar, lemas dan lunglai. Rasanya seluruh persendian tak mampu

lagi menyangga beban tubuhku. Aku merasa tubuhku melorot ke

bawah dan jatuh tertunduk. Sang dokter memegangi tubuhku yang

akan terjatuh. Ia pun ikut terduduk. Begitu pun dengan yang

lainnya (Febrialdi:219).

Aku, dokter Unu, Mila, dan Citra seketika berdiri mereka sudah

datang mendekat. Fuad berjalan paling depan. Bahkan nyaris

berlari. Seketika ia menghampiriku.

Saking emosinya aku, aku tak dapat mengontrol diriku, Tubuhku

gemetar. Seketika Fuad berjalan paling depan. Bahkan nyaris

berlari. Seketika Fuad memelukku. Menepuk-nepuk bahuku

(Febrialdi:224).

Kedua kutipan di atas merupakan ciri-ciri ketegangan emosional yang

dialami Ed. Setelah dokter Unu memeriksa kondisi Nina yang ternyata sudah

meninggal dunia, Ed langsung lemas tak berdaya mendengarnya. Hal itu pasti saja

mengguncang jiwanya karena tidak menyangka hal itu akan terjadi pada Nina. Hal

yang serupa juga dialami Ed ketika melihat Fuad sampai di TKP. Sekali lagi Ed

terpukul dan badannya terasa lemas.

“Awalnya boleh jadi memang hipotermia. Tapi di luar itu,

sepertinya korban mengalami Kematian Jantung Mendadak.”

“Kematian Jantung Mendadak?” aku tercekat.

“Secara medis, sudah saya jelaskan ke doker Unu. Berikut

kemungkinan dan penyebabnya. Meskipun jarang terjadi pada usia

muda. Penyebabnya tentu harus kita cari. Apakah memang ada

penyakit turunan dari jaringan otot jantung, sistem listriknya, atau

penyakit jantung bawaan.”

Aku tertunduk lemas. Mataku menubruk sepatu gunungku.

(Febrialdi:244).

Pada kutipan di atas, Ed masih merasa tidak menyangka atas apa yang

dialami oleh Nina. Dokter yang menangani jenazah Nina di rumah sakit

berspekulasi bahwa Nina mengalami hipotermia dan mengalami kematian jantung

mendadak. Hal itu langsung saja membuat Ed merasa bersalah. Hipotermia dan

Universitas Sumatera Utara

Page 67: PROSES PENEMUAN JATI DIRI TOKOH ED DALAM NOVEL

57

kematian jantung mendadak bisa saja disebabkan karena Nina kelelahan ketika

mendaki. Dan Ed adalah satu-satunya orang yang bertanggung jawab kejadian itu.

Tak berapa lama, penyidik tersebut mengiringi kedua orang tua

Nina memasuki ruang jenazah. Pintu ruang jenazah ditutup

kembali. Kami hanya menunggu di luar.

Tak harus menunggu waktu lama, terdengarlah ledakan suara

tangis ibu Nina. Suaranya terdengar meraung-raung. Suara yang

mampu menyayat-nyayat hati kami yang tengah menunggu di luar.

Kami hanya bisa menunduk tanpa mampu berkata apa-apa

(Febrialdi:245).

Kutipan di atas memiliki ciri-ciri masa ketegangan emosional yang dialami

tokoh Ed. Setelah menunggu semalaman, akhirnya orang tua Nina tiba di

Lombok. Mereka tergesa-gesa langsung menuju ruang jenazah. Mendapati Nina

yang sudah terbujur kaku, tangis ibu Nina langsung meledak hingga keluar

ruangan. Ed yang berada di luar ruangan hanya bisa menunduk merasa terpukul

mendengar raungan ibu Nina.

Setelah boarding, kami memasuki pesawat. Tak lama, pesawat pun

terbang mengangkasa meninggalkan Pulau Lombok.

Sejenak aku melihat dari balik kaca jendela pesawat dan bergumam

pada diri sendiri, “Ah, Rinjani...,” kataku pilu.

Tanpa sadar mataku berkaca-kaca (Febrialdi:253).

Kutipan di atas menunjukkan ciri-ciri masa ketegangan emosional yang

dialami tokoh Ed. Setelah semua urusan dan administrasi selesai, jenazah Nina

dibawa pulang dengan pesawat menuju Semarang. Di atas pesawat, dari atas

ketinggian terlihat Gunung Rinjani. Hal itu menimbulkan ketegangan emosional

pada tokoh Ed. Ia teringat akan kejadian yang membawanya menaiki pesawat itu

dengan jenazah Nina yang berada di kargo pesawat. Tanpa sadar, mata Ed mulai

berkaca-kaca.

Universitas Sumatera Utara

Page 68: PROSES PENEMUAN JATI DIRI TOKOH ED DALAM NOVEL

58

4.2.5 Masa Keterasingan Sosial

Masa dewasa awal adalah masa di mana seseorang mengalami “krisis

isolasi”, ia terisolasi atau terasingkan dari kelompok sosial. Kegiatan sosial

dibatasi karena berbagai tekanan dari pekerjaan dan keluarga. Hubungan dengan

teman-teman sebaya juga menjadi renggang. Keterasingan diintensifkan dengan

adanya semangat bersaing dan hasrat untuk maju dalam berkarir.

Pak Agus sudah menemuiku. Final sudah keputusan perusahaan

bahwa aku diberhentikan secara sepihak dari perusahaan, dengan

alasan kondisi fisikku yang tidak lagi memungkinkan untuk

melanjutkan kerja. Walaupun sekarang tidak ada luka serius yang

tertinggal di tubuhku.

Kini pekerjaanku hanya berbaring, berbaring, dan cuma berbaring.

Tak ada lagi yang biasa kulakukan selain menatap langit-langit

kamar. Dokter memintaku beristirahat total jika ingin kondisku

pulih. Kini aku merasa menjadi manusia tak berguna (Febrialdi:18).

Kutipan di atas menunjukkan ciri-ciri masa keterasingan sosial yang

dialami oleh tokoh Ed. Setelah musibah kecelakaan kerja yang menimpa Ed,

keterasingan sosial terlihat pada nasib Ed yang di-PHK secara sepihak oleh

perusahaan. Keputusan perusahaan tidak bisa diganggu gugat lagi untuk memecat

Ed dari perusahaan walau Ed-lah sesungguhnya yang menjadi korban atas

kejadian tersebut. Ed merasa tidak tahu mau melakukan apa setelah itu dengan

uang pesangon yang terbilang cukup banyak.

Bagi kami, sesama orang dapur, bekerja adalah bekerja. Usai jam

kerja, kami kembali ke kehidupan masing-masing. Tak pernah ada

kumpul-kumpul atau ikatan pertemanan di luar jam kerja. Interaksi

akrab hanya terjadi di dapur. Apa boleh buat, sudah bertahun-tahun

seperti itu. Dan kami sama sekali tak pernah mempersoalkan hal-

hal semacam tu. Karena kami menyadari, bekerja ya bekerja. Di

luar itu, kami punya kehidupan sendiri-sendiri (Febrialdi:23).

Universitas Sumatera Utara

Page 69: PROSES PENEMUAN JATI DIRI TOKOH ED DALAM NOVEL

59

Pada data di atas, terdapat kutipan yang menunjukkan ciri-ciri masa

keterasingan sosial yang dialami Ed pada fase dewasa awal. Memiliki teman di

tempat kerja tidak menjamin keakraban di kehidupan setelah jam kerja. Pada fase

ini, Ed membatasi hubungan sosialnya. Ed tidak ingin kehidupan pribadinya

dicampuri dengan orang-orang yang ada di tempat kerjanya, apa lagi antara

pekerjaan dan hobinya sangat berbanding terbalik. Hal itu mungkin saja menjadi

alasan Ed membatasi hubungan sosialnya karena merasa antara hobi dan

pekerjaan adalah dua hal yang berbeda.

“Waktu kamu masih koma, kami sempat datang beramai-ramai, Ed.

Satu dapur ikut besuk.”

“Hah? Serius” Aku terbelalak.

“Ya. Kami sedih, kamu sampai koma segala. Lama lagi,” sambung

Adis.

“Kamu memang yang paling parah. Beberapa teman cuma lecet

atau luka luar,” susul Kidung.

“Ya, Tuhan. Aku pikir nggak ada yang ingat sama aku.”

“Hah? Kamu kok ngomong gitu?” Kidung mengernyitkan dahi.

Tiba-tiba aku merasa malu. Mereka, teman-teman di tempat kerja,

ternyata tak seperti yang kuduga. Menurut cerita mereka, mereka

justru merupakan orang pertama yang menjengukku di rumah sakit.

Namun, karena aku mengalami koma, aku jelas tak tahu apa-apa.

Bahkan suster-suster di sini pun tak pernah menceritakan siapa saja

yang sudah datang membesukku (Febrialdi:26).

Pada kutipan di atas, keterasingan sosial yang terjadi di dunia kerja

ternyata tidak seburuk yang Ed bayangkan. Ed mengira tidak ada satu pun orang

yang menjenguknya, tapi Ed hanya tidak tahu selama ia dalam masa koma,

seluruh teman dapurnya menjenguk dan ikut berduka atas apa yang menimpa Ed.

Hal itu membuat Ed merasa malu karena sudah berpikir temannya tidak peduli

dengannya sama sekali.

Aku jadi berpikir, apakah iya Ine betul-betul tak tahu

keberadaanku? Tak tahu apa yang sedang menimpa diriku? Jadi dia

betul-betul tak mengontakku lagi? Lebih-lebih tak mencariku?

Kini, apa yang bisa kuharapkan (Febrialdi:28).

Universitas Sumatera Utara

Page 70: PROSES PENEMUAN JATI DIRI TOKOH ED DALAM NOVEL

60

Penggalan kutipan di atas menunjukkan masa keterasingan sosial yang

dirasakan tokoh Ed, yaitu Ed merasa sudah dilupakan oleh Ine, kekasihnya.

Pertemuan terakhir mereka memang meninggalkan sedikit percekcokan, ditambah

sejak Ed terbaring koma di rumah sakit, Ine tidak memberi kabar maupun

menjenguk Ed sekalipun. Hal itu semakin membuat Ed merasa diasingkan dari

orang-orang sekitarnya ketika ia sedang terpuruk.

“Tapi, Ma, dalam kasusku sama Ine, bukan soal aku berani berubah

atau nggak, tapi orang tua Ine itu keluarga akademisi, pendidikan

mereka tinggi, terpandang, terhormat, rumah mereka mentereng, ke

mana-mana naik mobil, sering berpergian ke luar negeri. Mungkin

mereka malu punya calon menantu gelar kuliahnya D3 dan S1-nya

aja nggak beres, kerjanya cuci piring dan bantu koki, doyannya

naik gunung pula. Apa yang bisa dibanggakan coba?”

(Febrialdi:45).

Masa keterasingan sosial yang dialami oleh tokoh Ed juga terlihat pada

kutipan di atas. Percakapannya dengan Rima, istri sahabatnya itu terlihat bahwa

Ed merasa tidak percaya diri jika dibandingkan dengan status sosial keluarga Ine

yang akademisi. Hal itulah yang dijadikan alasan oleh Ed mengapa sampai saat itu

ia tidak kunjung berniat untuk memberi kejelasan di hubungannya dengan Ine.

Ine, aku tahu, mungkin sudah bukan tempatnya aku pamit pada

dirimu atas perjalanan ini. Toh siapalah kini aku di depan matamu.

Nobody? Bisa jadi

Tapi, izinkan aku sekadar memberi tahu padamu tentang rencana

perjalananku. Selebihnya, aku sudah tak tahu lagi. Dibalas tidak

dibalas email ini, pun sudah tak membuat perbedaan bagi dirimu,

kan? (Febrialdi:65)

Pada kutipan di atas, menunjukkan masa keterasingan sosial yang sedang

dialami oleh Ed. Setelah sadar sepenuhnya dari koma, Dicky yang tidak tega

melihat sahabatnya terpuruk dalam masalah yang datang silih berganti,

Universitas Sumatera Utara

Page 71: PROSES PENEMUAN JATI DIRI TOKOH ED DALAM NOVEL

61

menyarankan Ed untuk melakukan perjalanan sebagai pemulihan jiwanya. Dengan

pertimbangan yang singkat, Ed mencoba mengikuti saran sahabatnya itu. Malam

sebelum Ed melakukan perjalanan, Ine tidak juga datang untuk Ed. Jadi, Ed

mengirimkan e-mail berisi pesan pamit kepada Ine untuk melakukan perjalanan.

Meski Ed tahu bahwa Ine tidak lagi peduli dengannya

Setelah mengatakan itu, dengan cepat mereka kabur. Menaiki

mobil lantas melesat pergi entah ke mana. Tinggal aku sendirian

tersungkur di trotoar sembari memegangi ulu hatiku yang terasa

sakit buka kepalang (Febrialdi:114).

Kutipan di atas menunjukkan masa keterasingan sosial yang dihadapi oleh

tokoh Ed. Kedatangannya di rumah panti asuhan yang berada di Yogyakarta,

tempat di mana ia dibesarkan, sangat disambut dengan hangat oleh Putri. Putri

adalah anak Pak hendra, ketua yayasan rumah panti yang baru setelah Ibu Ros

meninggal dunia. Tapi kedekatannya dengan Putri ternyata menimbulkan masalah

baru. Sekelompok pemuda tanggung yang tidak terima atas kedekatan Ed dan

Putri langsung mencelakainya. Mereka mengeroyok Ed di tengah jalan ketika Ed

berjalan sendiri sehabis berjalan-jalan dengan Putri. Perkelahian tidak seimbang

itu tentu saja dimenangkan oleh sekelompok pemuda tengik. Keterasingan sosial

terjadi ketika Ed ditinggal seorang diri di tengah jalan malam Yogyakarta dengan

luka lebam di sekujur tubuh.

Kini aku mengutuki diriku yang kecil, rendah, kerdil, dan gagal.

Aku menghela napas panjang.

Kutebarkan pandang. Orang-orang masih terus lalu-lalang. Ada

yang hendak pergi, ada yang baru pulang. Semua bergegas. Dan

aku, aku seorang diri di bandara ini. Seseorang yang tak tahu

hendak kemana. Akan pergi ke mana, akan pulang ke mana, sama

tak tahunya (Febrialdi:267).

Universitas Sumatera Utara

Page 72: PROSES PENEMUAN JATI DIRI TOKOH ED DALAM NOVEL

62

Pada data di atas mengandung kutipan pada masa keterasingan sosial yang

dialami oleh tokoh Ed. Perjalanan pendakian dilanjutkan ke gunung Rinjani

setelah menaklukkan Gunung Semeru. Ada seorang gadis bernama Nina yang

ditemuinya di Semeru memaksa meminta ikut dengan Ed ke Rinjani. Namun,

tiba-tiba musibah besar yang mengguncang hati Ed terjadi. Nina meninggal dunia

secara tiba-tiba di Rinjani. Pada kutipan di atas, Ed sedang berada di Bandara

Achmad Yani, Semarang sesudah mengantarkan dan memakamkan jenazah Nina.

Pada akhirnya, setelah apa yang ia lewati, Ed merenung sendiri mengutuki dirinya

sendiri yang tidak bisa menjaga Nina. Ed mengalami masa keterasingan sosial

karena tidak ada yang bisa ia lakukan setelah itu.

Aku bersimpuh, menangis dan mengadu kepada Allah atas cobaan

dan rintangan yang kualami selama ini. Aku memohon agar diberi

kekuatan seta kesabaran dalam menghadapi hidup yang keras ini

(Febrialdi:289).

Kutipan di atas menunjukkan berakhirnya masa keterasingan sosial oleh

tokoh Ed dalam fase dewasa awalnya. Setelah mengalami keraguan dan cobaan

yang bertubi dalam kehidupannya, Ed akhirnya kembali ke rumah panti dan

menerima ajakan Pak Hendra untuk ibadah haji. Sesampainya di Mekkah, Ed

memohon ampun tidak henti-henti berdoa kepada Allah. Pada akhirnya, Ed tidak

merasakan keterasingan sosial lagi, karena jawaban atas segala keraguannya

sudah terjawab. Ed menyadari sejauh manapun ia mendaki tidak akan berarti

ketika pendakian itu tidak karena Allah.

Universitas Sumatera Utara

Page 73: PROSES PENEMUAN JATI DIRI TOKOH ED DALAM NOVEL

63

4.2.6 Masa Komitmen

Pada masa selanjutnya, setiap individu yang sedang mengalami tahap

dewasa awal mulai sadar akan pentingnya sebuah komitmen. Ia mulai membentuk

pola hidup, tanggung jawab, dan komitmen baru.

“Aku baru aja kena musibah, monyong. Sudah kecelakaan, dipecat,

pacar ngilang. Malah nyaranin travelling!”

“Percaya sama aku. Kalo sekarang kamu harus cari kerja atau uang

pesangonmu untuk buka usaha, aku senang. Aku senang melihatmu

tetap optimis. Tapi aku ragu kamu bakal fokus. Kamu malah nggak

jelas. Terus-terusan uring-uringan. Apa yang bakal terjadi?

Hidupmu malah makin nggak jelas. Lebih baik ikuti kata

hatimu.”(Febrialdi:33).

Setelah melakukan perenungan yang bisa dikatakan tidak sebentar,

kini keputusanku sudah bulat. Aku akan melakukan perjalanan

panjang dalam waktu yang tak terbatas. Dengan uang pesangon

perusahaan, ditambah uang saweran dari teman-teman kerja,

rasanya tak ada masalah bagiku soal biaya perjalanan. Toh

perjalananku bukan perjalanan mewah. Melainkan travelling ala

backpacker (Febrialdi:38).

Kedua kutipan di atas menunjukkan masa komitmen yang dilakukan oleh

tokoh Ed. Setelah mendengarkan saran dari Dicky, Ed membulatkan tekadnya

untuk melakukan perjalanan (travelling) untuk menyegarkan pikiran. Menurut

Dicky, dengan pesangon yang banyak dari perusahaan, bisa saja Ed membuka

usaha. Tapi Dicky ragu kalau Ed akan fokus. Dicky khawatir kalau Ed semakin

tidak jelas dan uring-uringan dikarenakan berbagai masalah yang sedang

menimpanya.

Lebih dari itu, aku ingin membuktikan padamu, pada orang tuamu,

bahwa aku pun bisa berprestasi, mencatatkan dri dalam sejarah

pendakian di Indonesia, diperhitungkan, dan bisa kubanggakan

padamu. Izinkan aku mempersembahkan Seven Summits Indonesia

ini untukmu (Febrialdi: 64).

Universitas Sumatera Utara

Page 74: PROSES PENEMUAN JATI DIRI TOKOH ED DALAM NOVEL

64

Data di atas merupakan ciri-ciri masa komitmen yang dilakukan oleh Ed.

Kutipan itu adalah penggalan e-mail yang dikirim Ed kepada Ine sebagai salam

perpisahan sebelum Ed melakukan perjalanan. Ed ingin membuktikan kepada Ine

dan orang tua Ine bahwa Ed bisa mencapai prestasi yang membanggakan dengan

melakukan Seven Summits Indonesia. Ed ingin mempersembahkan itu untuk Ine.

Tidak, kataku lagi dalam hati. Barangkali ini justru ujian untuk

menguji seberapa besar niatku untuk memulai perjalanan. Ini bukan

batu sandungan. Ini cuma mengingatkan aku agar aku yakin dengan

segala rencanaku. Aku tahu maksud lelaki setengah baya ini baik.

Namun aku tak boleh goyah dengan segala rayuan gombalnya

tentang hidup yang melenakan (Febrialdi:77).

Kutipan di atas merupakan masa komitmen yang dilakukan tokoh Ed pada

fase dewasa awal. Ed mencoba meyakinkan dirinya kalau lelaki setengah baya

yang baru saja berbincang panjang lebar tentang pengalaman hidupnya hanya

berupa ujian yang menghampirinya untuk menguji seberapa besar niat Ed untuk

tetap yakin atas perjalanannya.

Keputusanku sudah bulat, aku harus meninggalkan Yogyakarta

secepatnya. Ini tak baik untuk putri, juga untuk rencana

perjalananku nanti. Tak bisa kupingkiri, aku mulai menyukai Putri.

Rasanya masih ingin berlama-lama dengannya. Ingin mengenal

lebih jauh tentang dirinya (Febrialdi:118).

Pada data di atas menunjukkan ciri-ciri masa komitmen yang dilakukan

Ed. Setelah dikeroyok oleh kumpulan pemuda tanggung yang merasa tidak senang

karena malam itu Ed jalan dengan Putri, Ed memutuskan untuk meninggalkan

Yogyakarta agar rencana perjalanannya tidak terganggu. Hal itu juga dilakukan

Ed untuk kebaikan Putri, walaupun Ed masih ingin berlama-lama dekat dengan

Putri.

Universitas Sumatera Utara

Page 75: PROSES PENEMUAN JATI DIRI TOKOH ED DALAM NOVEL

65

Aku berjalan menuju orang tua Nina. Ketika sudah berada di

hadapan mereka, segera aku cium punggung tangan mereka satu

persatu.

“Bapak, Ibu,” kataku terbata-bata, “kalau ada orang yang harus

disalahkan, sayalah orangnya. Saya tidak bisa menjaga Nina. Saya

teledor. Saya, saya, saya minta maaf.”

Aku menangis di hadapan kedua orang tua Nina. Menangis

sesenggukan bagai anak kecil (Febrialdi:248).

Pada kutipan di atas menunjukkan masa komitmen yang dilakukan oleh

tokoh Ed. Setelah orang tua Nina keluar dari ruang jenazah, Ed memberanikan

diri untuk menemui mereka. Di depan orang tua Nina, Ed mengaku kesalahan dan

akan berkomitmen untuk bertanggung jawab atas kematian Nina. Seketika Ed

menangis sesenggukan di depan orang tua Nina.

Aku berdiri mematung di samping Pak Hendra. Kukitari

pemandangan sekitar. Kini saatnya aku harus melakukan perubahan

dalam hidupku. Melakukan sesuatu yang berguna dan bermanfaat

tidak hanya bagi diriku, tetapi juga bagi orang lain (Febrialdi:292).

Kutipan di atas menunjukkan masa komitmen yang dilakukan tokoh Ed.

Setelah kembali ke Yogyakarta, Ed menemui Pak Hendra dan menerima

ajakannya untuk ibadah haji bersama. Di kota Mekkah, di Jabal Nur, Pak Hendra

dan Ed berbincang perihal tujuan manusia dalam mendaki gunung. Pak Hendra

mengatakan terkadang tujuan manusia mendaki gunung hanya untuk meraih decak

kagum dari orang lain, bukan untuk memaknai perjalanan agar bisa menimbulkan

manfaat bagi manusia lain. Perkataan itu membuat Ed tersadar bahwa

pendakiannya selama ini hanya sebagai aktifitas fisik saja. Jadi, Ed akan

berkomitmen untuk melakukan sesuatu yang berguna dan bermanfaat juga untuk

orang lain.

Universitas Sumatera Utara

Page 76: PROSES PENEMUAN JATI DIRI TOKOH ED DALAM NOVEL

66

4.2.7 Masa Ketergantungan

Pada awal masa dewasa awal ini sampai akhir 20-an, seseorang masih

punya ketergantungan pada orang tua atau organisasi/instansi yang mengikutinya.

Dicky adalah temanku sejak lama di kegiatan alam. Sudah banyak

gunung yang kami daki. Sudah tak terhitung tempat yang kami

kunjungi bersama. Suka dan duka perjalanan pernah kami rasakan

(Febrialdi:34-35).

Kecelakaan, jatuh di gunung, terposok jurang, kehabisan air,

kelaparan di tengah perjalanan, mencari orang tersesat di hutan,

menolong korban hanyut di sungai, menggotong mayat pendaki

yang jatuh di jurang, hingga saling mengolok soal percintaan di

antara teman-teman kami (Febrialdi:35).

Pada kutipan di atas, tokoh mengalami masa ketergantungan kepada

sahabatnya yang bernama Dicky. Ed bersahabat dengan Dicky sejak lama dan

memiliki kesamaan hobi yaitu berkegiatan alam. Suka duka perjalanan sudah

dirasakan mereka berdua. Hal itulah yang membuat Ed menyetujui saran Dicky

untuk melakukan perjalanan Seven Summits Indonesia untuk melepas beban dan

penyegaran jiwa.

“Jadi, tujuh puncak Indonesia?” tanya Dicky sambil mengangkat

alis.

“Tujuh puncak dunialah...,” timpal Andre.

Kupandangi satu-satu wajah temanku. Kumatikan rokokku.

“Kamu mampir Yogya dulu kan, Ed?‟ tanya Fadil tiba-tiba.

Sontak aku terkesiap. Seketika mereka saling pandang tanpa

berkata apa-apa.

Aku menghela napas panjang (Febrialdi:57).

Kutipan di atas adalah perbincangan Ed dengan teman-teman seperhobian

mendaki gunung ketika menggelar acara kecil untuk perpisahan Ed yang akan

memulai perjalanan. Dari semua saran yang mereka utarakan, salah satu teman

yang bernama Fadil tiba-tiba bertanya apakah Ed akan mampir dulu ke Kota

Yogyakarta atau tidak.. Sudah lama Ed tidak ke Yogyakarta untuk mengunjungi

Universitas Sumatera Utara

Page 77: PROSES PENEMUAN JATI DIRI TOKOH ED DALAM NOVEL

67

rumah panti tempat ia dibesarkan. Hal itu menjadi pertimbangan Ed dalam

memulai perjalanannya. Ed merasa perlu mengunjungi rumah panti karena di

tempat itulah dulu ia dirawat dan dibesarkan.

Meski begitu, selama berhubungan denganmu, banyak yang bisa

kupelajari dari seorang perempuan seperti dirimu. Pandanganku

jauh lebih terbuka dibanding sebelum mengenalmu. Kamu

mengajarkan tentang arti memiliki dalam hidup serta bagaimana

menanggapinya (Febrialdi:63-64).

Namun niatku cuma satu: aku hanya ingin mengabarkan tentang

diriku juga tentang rencana pendakian panjangku yang hendak

kutunjukkan padamu. Juga pada orang tuamu (Febrialdi:65).

Kedua kutipan di atas menunjukkan masa ketergantungan yang dialami Ed

dalam proses penemuan jati dirinya. Kasih sayang Ed kepada Ine membuatnya

merasa ketergantungan. Hingga melakukan perjalanan, Seven Summits Indonesia

semata Ed persembahkan untuk Ine dan keluarganya untuk membuktikan bahwa

Ed adalah laki-laki yang dapat dipertimbangkan.

Bagiku, gudeg terlezat yang pernah kurasakan adalah gudeg sajian

Ibu Ros di rumah panti. Meskipun bukan masakan Ibu Ros sendiri,

tetapi makan bersama-sama dengan teman-teman rumah panti

merupakan kenikmatan tersendiri (Febrialdi:102).

Data di atas menunjukkan masa ketergantungan yang dialami oleh tokoh

Ed. Ketika berjalan-jalan menikmati malam di kota Yogyakarta bersama Putri,

mereka singgah di warung gudeg. Gudeg mengingatkan Ed kepada Ibu Ros. Ibu

yayasan di rumah panti itu sering memasak gudeg untuk dimakan bersama-sama

dengan anak-anak panti. Ed masih mengingat dan ketergantungan dengan

kenangannya bersama Ibu Ros.

Kukitari pandang. Rumput liar dan ilalang tetap terlihat tinggi di

halaman rumah. Juga pohon jambu yang sudah berusia tua. Namun

tak lagi kulihat daun-daun layu berserakan di depan kursi teras

yang sudah keropos.

Universitas Sumatera Utara

Page 78: PROSES PENEMUAN JATI DIRI TOKOH ED DALAM NOVEL

68

Aku menghela napas (Febrialdi:270).

Kutipan di atas menunjukkan masa ketergantungan yang dialami oleh

tokoh Ed. Setelah mengalami kejadian yang mengguncang jiwa dan meruntuhkan

semangat Ed karena kematian Nina, Ed akhirnya memilih kembali ke rumah panti.

Ed teringat akan janji Pak Hendra yang mengajaknya untuk ibadah haji. Setelah

kejadian itu, Ed merasa selama ini ia sudah jauh dari Allah dan berniat kembali di

jalan Allah dengan menerima ajakan Pak Hendra untuk berangkat haji.

“Nah, rupanya wasiat Ibu Ros tak hanya sampai di situ. Ternyata,

selain meminta saya untuk meneruskan dan mempertahankan

keberadaan rumah panti, Ibu Ros pun berwasiat agar kelak jika

sudah meninggal, mohon rumah panti ini kepemilikannya

diserahkan pada Mas Ed.”

“Dan beliau meminta agar suatu hari kelak, saya berkenan

mengajak Mas Ed untuk menunaikan rukun islam kelima yaitu

ibadah haji ke tanah suci.”

“Itu wasiat Ibu ros. Itulah kenapa saya berusaha mencari-cari Mas

Ed. Karena jauh sebelum Ibu Ros meninggal, Mas Ed sudah tak

tinggal di sini lagi. Sayangnya, begitu Ibu Ros meninggal, tak ada

yang tahu di mana Mas Ed berada. Saya dengar ada yang kuliah

dan tinggal di Bandung. Tetapi tetap saja saya kesulitan mencari

jejak Mas Ed.” (Febrialdi:278).

Kutipan terakhir tentang masa ketergantungan yang dialami tokoh Ed

adalah di mana Pak Hendra menceritakan dan menyerahkan wasiat yang

diamanahkan oleh Ibu Ros kepada Pak Hendra. Ed diminta oleh Ibu Ros untuk

menjadi pemilik rumah panti dan menerima ajakan ibadah ke tanah suci. Hal itu

menunjukkan bahwa sejauh apapun Ed melakukan petualangan, ternyata jati

dirinya berada di tempat asalnya, yaitu di rumah panti.

Universitas Sumatera Utara

Page 79: PROSES PENEMUAN JATI DIRI TOKOH ED DALAM NOVEL

69

4.2.8 Masa Perubahan Nilai

Nilai yang dimiliki seseorang ketika ia berada pada masa dewasa awal

berubah karena pengalaman dan hubungan sosialnya semakin meluas. Nilai sudah

mulai dipandang dengan kaca mata orang dewasa. Nilai-nilai yang berubah ini

dapat meningkatkan kesadaran positif. Alasan kenapa seseorang merubah nilai-

nilainya dalam kehidupan karena agar dapat diterima oleh kelompoknya yaitu

dengan cara mengikuti aturan-aturan yang telah disepakati. Pada masa ini juga

seseorang akan lebih menerima/berpedoman pada nilai konvensional dalam hal

keyakinan.

“Orang tua mana pun, Ed, wajar kalo ingin melihat kepastian dari

orang yang akan menikah dengan anaknya. Nggak laki, nggak

perempuan. Mungkin kamu nggak sekaya mereka. Tapi, apakah

kamu yakin itu merupakan syarat dari mereka? Seperti kataku tadi,

jangan-jangan itu baru analisis kamu aja.” (Febrialdi:47)

Pada kutipan di atas adalah ciri-ciri masa perubahan nilai yang dialami

tokoh Ed seiring berjalannya proses penemuan jati dirinya. Percakapannya dengan

Rima, istri Dicky perihal hubungannya dengan Ine, telah membuka pikiran Ed. Ed

yang selama ini mengira jika Ine dan keluarganya menganggapnya rendah karena

perbedaan status sosial mereka, mengalami perubahan nilai ternyata Ine dan

keluarganya mungkin saja menunggu kepastian dari Ed.

“Sepertinya kamu memang harus melakukan perjalanan jauh dan

lama.”

“Biar apa?”

“Biar jangan jadi peragu. Siapa tahu, perjalanan akan mengajarkan

untuk berani mengambil keputusan. Apa pun itu.”

Aku tersenyum memandangnya. Rima istri sahabatku, juga

merupakan sahabatku yang baik. Semua yang sudah keluar dari

mulutnya kusimak dan kuingat baik-baik. Barangkali dia benar .

Lebih dari itu, terlepas benar atau tidaknya kata-katanya, dalam hal

kematangan hidup, Dicky dan Rima memang jauh berada beberapa

langkah di depanku. Aku harus mengakui itu (Febrialdi:47-48).

Universitas Sumatera Utara

Page 80: PROSES PENEMUAN JATI DIRI TOKOH ED DALAM NOVEL

70

Kutipan di atas ini pun juga menunjukkan bagaimana Ed mengalami masa

perubahan nilai ketika Rima memberikannya nasihat dan saran. Rima menyetujui

kalau Ed harus melakukan perjalanan panjang dan jauh agar tidak menjadi orang

yang peragu. Rima yakin pengalamannya di perjalanan kelak akan membawanya

menjadi orang yang berani mengambil keputusan apa pun itu.

“Kalo merunut ke masa-masa awal Islam tumbuh dan mulai

tersebar, bepergian atau travelling adalah salah satu anasir yang

menyebabkan Islam tersebar luas. Makam Saad bin Abi Waqqas

yang terdapat di Cina, adalah salah satu bukti betapa giatnya para

sahabat bepergian untuk menyebarkan Islam. Lihatlah bagaimana

proses pembuatan kitab “Sahih Bukhari”. Imam Bukhari kerap

melakukan perjalanan yang sangat jauh „hanya‟ untuk

memverifikasi satu hadis pendek. Padahal kitab tersebut memuat

ribuan hadis. Tak terbayangkan berapa orang yang ia jumpai dan

berapa jauh perjalanan yang ia lakukan.” (Febrialdi:54).

Kutipan di atas menunjukkan ciri-ciri tokoh Ed mengalami masa

perubahan nilai. Hal itu ditunjukkan ketika Dicky menjelaskan tentang bepergian

telah diatur oleh Islam dengan begitu indah. Tentu banyak manfaat yang didapat

dari perjalanan. Dengan begitu, Ed tidak perlu ragu dan khawatir untuk

mengambil langkah melakukan perjalanan.

“Prinsip Putri, Mas, seperti banyak orang bilang, lebih baik jadi

kepala kucing daripada jadi buntut macan.”

Aku tersenyum mendengar prinsip klise itu. Namun, ada benarnya

juga (Febrialdi:107).

Kupandangi Putri dalam-dalam. Ada rasa kagum dan rasa hormat

pada dirinya. Di mataku, tiba-tiba ia menjelma menjadi seorang

gadis yang jauh lebih dewasa dari umurnya. Seorang perempuan

yang memiliki prinsip, sikap, dan madiri. Aku semakin ingin

memiliki lebih dekat akan dirinya (Febrialdi:108).

Universitas Sumatera Utara

Page 81: PROSES PENEMUAN JATI DIRI TOKOH ED DALAM NOVEL

71

Kutipan di atas menunjukkan masa perubahan nilai yang dialami oleh

tokoh Ed pada Putri. Penuturan Putri tentang prinsip hidup dan tentang bisnis

membuat Ed semakin kagum dan hormat dengan gadis itu. Tiba-tiba Ed melihat

Putri seperti gadis yang jauh lebih dewasa dari umurnya. Ed telah menilai seorang

gadis lewat pencapaian, prinsip dan tutur katanya. Ed pun semakin menyukai

Putri.

Mau tidak mau aku harus tersenyum mendengar penuturannya.

Lelaki ini baik, batinku. Ia tahu posisiku dan apa yang telah

dilakukan bapak tadi. Tetapi hanya ingin menjaga agar semuanya

baik-baik saja. Bagi diriku maupun suasana di stasiun. Terlebih ia

mempertaruhkan dirinya untuk kotanya (Febrialdi:171).

"Meski Mas posisinya benar, meski bapak itu yang cari gara-gara,

tapi dia temannya banyak. Sayang banget meski kita benar, kalo

diprovokasi, bisa-bisa malah kita yang rugi. Yang waras ngalah

ketimbang terjadi keributan yang lebih luas. Mas ngerti kan

maksud saya?” tanyanya sembari tersenyum (Febrialdi:170).

Kedua kutipan tersebut menunjukkan masa perubahan nilai yang dialami

oleh tokoh Ed. Seorang lelaki yang melerai keributan yang terjadi di teras Stasiun

Malang antara Ed dan lelaki tua menyebalkan, membuat Ed merubah penilaiannya

terhadap orang asing di kota itu. Lelaki baik itu melerai perdebatan agar tidak

menjadi lebih besar walaupun dia tahu Ed tidak bersalah. Hal itu membuat Ed

belajar untuk bisa menahan emosi yang bisa diredam dengan mengalah. Mengalah

bukan berarti mengaku kalah, tetapi mengalah untuk kebaikan bersama.

Kupandangi wajahnya yang cantik. Si bunga liar ini memang

menggoda. Namun di balik kecantikan dan keliarannnya,

sesungguhnya ia perempuan dengan pemikiran dewasa dan

bependidikan. Aku seolah melihat kecantikan yang sesungguhnya

di balik kecantikan lahiriahnya (Febrialdi:184).

Aku tersenyum mendengar penuturanya. Si bunga liar ini punya

prinsip, batinku mencoba menyimpulkan. Ia berani berpendapat.

Universitas Sumatera Utara

Page 82: PROSES PENEMUAN JATI DIRI TOKOH ED DALAM NOVEL

72

Tapi lebih dari itu, ia memiliki argumentasi yang bisa ia petahakan.

Bagiku itu jauh lebih menarik ketimbang orang-orang yang sekadar

ikut-ikutan tren belaka (Febrialdi:201).

Kedua kutipan di atas merupakan ciri-ciri masa perubahan nilai pada diri

Ed. Nina, yang disebutnya bunga liar karena memiliki kecantikan yang menggoda,

ternyata tidak sekadar cantik. Dari penuturannya tentang prinsip, Nina sungguh

membuat Ed menilainya dari sisi lain, yaitu tidak hanya cantik, Nina juga seorang

gadis yang berprinsip.

Aku jadi terharu mendengar uluran tangan mereka. Kami tak saling

kenal. Bahkan soal nama pun kami tak saling mengetahui satu

sama lain. Baru bertemu pun di Pelawangan Senaru. Tetapi mereka,

yang seharusnya sudah bisa turun ke Senaru sejak berjam-jam

sebelumnya, malah ikut menunggu rombongan tim evakuasi datang

untuk bersama-sama turun ke Senaru. Mereka dengan ikhlas bahu-

membahu. Besar juga rasa empati yang terjadi di antara sesama

pendaki. Aku betul-betul terharu (Febrialdi:229).

Kutipan di atas menunjukkan masa perubahan nilai yang dialami oleh Ed.

Ketika jenazah Nina akan dievakuasi, tidak sedikit pendaki-pendaki yang

kebetulan melintas di TKP ikut membantu apa pun yang bisa dibantu. Ed tidak

menyangka solidaritas para pendaki begitu kuat ketika ada pendaki lain yang

sedang terkena musibah. Khususnya kepada dokter Unu dan rombongannya.

Rombongan dokter Unu yang pertama kali membantu situasi Ed yang sedang

kebingungan karena kondisi Nina.

Di rumah Fuad, setelah mandi dan wudhu, aku lanjut shalat. Aku

menangis dan memohon ampun pada Tuhan atas segala dosa dan

kesalahan yang telah kuperbuat selama ini. Air mataku bercucuran.

Aku sesenggukan mengadu kepada Allah.

Manusia memang kerap begitu. Ketika sedang ditimpa musibah

dan cobaan, baru mengadu dan memohon pertolongan pada Tuhan.

Saat segala-galanya tampak membahagiakan, manusia kerap

melupakan keberadaan Tuhan yang justru telah memberi mereka

kebahagiaan. Akulah si manusia itu (Febrialdi:240).

Universitas Sumatera Utara

Page 83: PROSES PENEMUAN JATI DIRI TOKOH ED DALAM NOVEL

73

Kedua data di atas menunjukkan masa perubahan nilai yang dialami oleh

tokoh Ed. Setelah mendapat banyak cobaan dan masalah, barulah Ed merasa

membutuhkan Allah. Ed mengadu, menangis dan memohon ampun atas kesalahan

yang telah diperbuatnya. Ed menyadari dirinya yang sudah melupakan Allah

selama ini.

Aku hanya bisa menunduk dan tak berani menatap mata Bapak

Nina. Namun hatiku kaget bukan main demi mendengar kata-kata

beliau. Orang tua yang bisa berkata begitu saat mengetahui

kematian anaknya, adalah orang tua yang selalu siap serta ikhlas

menghadapi segala hal dalam hidup (Febrialdi:248).

Kutipan di atas menunjukkan masa perubahan nilai yang dialami tokoh Ed

pada proses penemuan jati dirinya. Sikap orang tua Nina yang tidak disangka oleh

Ed sungguh membuatnya terkejut. Orang tua Nina sungguh ikhlas dan sabar dan

tidak menyalahkan Ed atas kematian anaknya. Mengetahui bahwa anaknya

memiliki penyakit bawaan menjadikan orang tua Nina bisa lebih ikhlas atas hal

buruk yang akan terjadi. Orang tua Nina malah mengatakan kelegaannya ketika

mengetahui Nina meninggal pada saat sedang berada bersama Ed. Hal itu

membuat hati Ed merasa hancur sekaligus terhibur. Ed bisa belajar ikhlas dari

sikap orang tua Nina.

“Manusia boleh saja melakukan perjalanan ke mana pun ia mau.

Mendaki gunung tertinggi sekalipun. Tapi bukan kegiatan

bepergian atau mendakinya yang akan dikenang manusia.

Melainkan makna di balik pendakian yang akan abadi selamanya.

Apa artinya melakukan pendakian ke berbagai pucak dunia, namun

tidak menjadi pencerahan bagi manusia lainnya?...”

Aku mangut-mangut. Jujur saja, penuturan seperti ini belum pernah

kudengar sama sekali sebelumnya. Aku jadi terhenyak dan tersadar.

Rupanya perjalanan pendakianku selama ini belum berarti apa-apa.

Masih berupa kegiatan fisik. Tidak merasuk ke jiwa (Febrialdi:290-

291).

Universitas Sumatera Utara

Page 84: PROSES PENEMUAN JATI DIRI TOKOH ED DALAM NOVEL

74

Kedua kutipan di atas menunjukkan bahwa kesadaran yang dialami Ed

sehingga ia mengalami masa perubahan nilai pada hidupnya. Kedatangannya ke

Mekkah untuk menjalani ibadah haji sangat membuka pikirannya atas hikmah

yang bisa diambil dari setiap musibah yang dialaminya. Percakapannya dengan

Pak Hendra juga menyadarkannya tentang kegiatan pendakian yang selama ini

dilakukannya.

4.2.9 Masa Penyesuaian Diri dengan Hidup Baru

Ketika seseorang telah mencapai masa dewasa berarti ia harus lebih

bertanggung jawab karena pada masa ini ia sudah mempunyai peran ganda (peran

orang tua dan pekerja). Pada masa ini setelah melalui beragam masalah yang

menimpanya, Ed mencoba untuk mulai menyesuaikan diri dengan kehidupan baru

yang akan ia lewati.

Hei, bukankah aku sudah mengambil keputusan? Bukankah aku

sudah memulai perjalanan? Buktinya aku sudah meninggalkan kota

Bandung dan tiba di Yogyakarta. Kalau memang Tuhan hendak

menegurku serta menghentikan perjalananku, mestinya Ia

mempertemukan dengan lelaki semacam bapak ini sejak dari

Bandung. Sejak aku belum memulai perjalanan sama sekali. Sejak

aku belum mengemas ransel dan memutuskan meninggalkan

segala-galanya di Bandung. Kini, aku sudah mengayunkan kaki

pada langkah pertama. Sudah di kota Yogyakarta. Aku sudah

memulainya. Mengapa harus terhenti di sini? (Febrialdi:76-77).

Kutipan di atas menunjukkan tokoh Ed sudah mulai terbiasa dengan

kehidupan baru yang dipilihnya. Ed sudah memilih untuk melakukan perjalanan.

Hal itu membuatnya mulai terbiasa ketika harus menjumpai rintangan dan teguran

selama diperjalanan. Ia yakin kalau itu hanya cobaan agar ia bisa melakukan

perjalanan dengan lebih yakin.

Universitas Sumatera Utara

Page 85: PROSES PENEMUAN JATI DIRI TOKOH ED DALAM NOVEL

75

Kini yang kulihat justru kebalikannya. Tiap tenda sibuk dengan

sekelompoknya masing-masing. Setelah acara masak selesai,

mereka sibuk makan dengan kelompoknya juga di tenda masing-

masing. Tak ada tegur sapa dengan kelompok lain. Hal yang justru

jamak dilakukan tak lebih sekadar ajang berfoto di pinggir danau,

sembari memegang kertas bertuliskan klise, kutunggu di Ranu

Kumbolo, untuk kemudian diunggah ke media sosial. Esensi dari

mendaki gunung itu sendiri tak jadi berarti.

Apa boleh buat, zaman berubah. Zaman memang akan terus

berubah. Tak ada kondisi yang selamanya sama. Juga dalam

pendakian (Febrialdi:134).

Data di atas menunjukkan ciri-ciri masa penyesuaian diri dengan hidup

baru yang dialami Ed. Ketika Ed, Cery, Nina, dan Ayu memutuskan untuk

membangun tenda di Ranu Kumbolo, terlihat banyak tenda-tenda pendaki lain

juga terpacak di sekitar mereka. Namun, tradisi yang dulu dirasakan Ed sebagai

pendaki, perlahan kini sudah hilang. Zaman sekarang, tiap pendaki hanya sibuk

pada kelompok masing-masing. Tidak ada tegur sapa, basa-basi dengan

kelompok lain. Ed sudah terbiasa pada hal itu. Apa boleh buat, zaman sudah

berubah.

“Mas Ed, bisa bicara sebentar?” tanya Nina.

“Bicara?” Aku mengernyitkan dahi.

Nina mengangguk.

“Nggak bisa langsung gitu, Na. Kamu harus mengikuti prosedur

yang sudah ditetapkan.” Kini giliran Nina yag mengernyitkan dahi.

“Bikin janji dengan sekertarisku dulu. Katakan untuk keperluan

apa. Baru nanti dikasih jadwal untuk ketemu dan bicara. Itu pun

kalo waktunya memungkinkan.”

Kulihat Nina terbelalak. Sementara aku menahan tawa. Tetapi

rasanya aku sudah mulai bisa membalas kejailan-kejailan si bunga

liar ini (Febrialdi:138-139).

Kutipan di atas adalah sepenggal percakapan Ed dan Nina ketika sedang

berkemas untuk meninggalkan Semeru. Nina tiba-tiba menemui Ed untuk

membicarakan sesuatu. Tetapi pada kutipan itu, Ed terlihat bercanda dengan Nina.

Hal itu dilakukan Ed karena saat semalaman bersama Nina dan Ayu, mereka

Universitas Sumatera Utara

Page 86: PROSES PENEMUAN JATI DIRI TOKOH ED DALAM NOVEL

76

adalah gadis yang suka berkelakar dan bercanda ketika berbicara. Jadi, Ed

mencoba untuk menyesuaikan diri dengan mereka agar bisa terlihat seru.

Gadis ini cepat sekali berubah, batinku menyimpulkan. Kadang ia

ceria penuh tawa, kadang berapi-api, kadang cerewet tiada henti,

kadang memberengut dan merajuk, kini malah sudah kembali ceria.

Namun sikapnya yang seperti itu justru menyenangkan dan

membuatku tak perlu membangun batas terhadapnya

(Febrialdi:175).

Pada kutipan di atas, Ed yang pada dasarnya adalah lelaki dengan sikap

yang pendiam dan tidak mudah ditebak, mencoba memahami sikap dan perilaku

Nina. Ed mulai bisa menyesuaikan diri dengan Nina yang tingkah lakunya cepat

berubah. Hal itu justru menyenangkan dan tidak membatasi dirinya dengan Nina.

Sudah hampir satu bulan aku tinggal di rumah panti. Rumah Ibu

Ros yang diberikan padaku. Ada banyak perbaikan yang kulakukan

berkenaan dengan kerusakan di rumah panti. Pak Hendra malah

mengusulkan agar memanggil tukang saja. Sekalian diperbaiki

secara menyeluruh. Biasanya ditanggung Pak Hendra sepenuhnya

(Febrialdi:285).

Data di atas menunjukkan masa penyesuaian diri dengan hidup baru

setelah Ed menemukan jati dirinya. Ed akhirnya tinggal di rumah panti yang

diwariskan Ibu Ros kepadanya. Ed mulai membiasakan diri untuk merawat dan

melakukan perbaikan yang ternyata disengaja oleh Ibu Ros untuk

mempertahankan keaslian bentuk panti sampai diwariskan pada Ed.

4.2.10 Masa Kreatif

Dinamakan sebagai masa kreatif karena pada masa ini seseorang bebas

untuk berbuat apa yang diinginkan. Namun kreatifitas tergantung pada minat,

potensi, dan kesempatan. Pada masa ini, Ed sudah menemukan jati dirinya yaitu

Universitas Sumatera Utara

Page 87: PROSES PENEMUAN JATI DIRI TOKOH ED DALAM NOVEL

77

di panti asuhan Yogyakarta, tempat di mana ia diasuh sejak kecil. Ed menjadi

penerus yayasan rumah panti yang sudah diwariskan oleh mendiang Ibu Ros.

Kemudain memasuki sebuah toko peralatan rumah tangga. Aku

membeli sabit, gunting rumput, pacul, sapu lidi, pengki, dan

beberapa peralatan lain yang diperlukan. Setelah beres, kuminta

mereka membawa barang-barang itu (Febrialdi:273)

Pagi itu suasana tampak semarak. Semua anak bekerja dan

bergembira. Tak ada yang duduk melamun atau sekadar melihat

yang lain bekerja. Semua harus bekerja.

Begitu pun denganku. Aku membongkar rangka kayu pada plafon

teras yang sudah keropos. Lantas mengukurnya dengan ukuran

yang dibutuhkan. Kemudian menggergaji kayu yang tadi kubeli

(Febrialdi:274).

Pada beberapa kutipan di atas menunjukkan masa kreatif yang dilakukan

Ed setelah penemuan jati dirinya. Setelah memutuskan untuk kembali ke

Yogyakarta, ternyata rumah panti itu diwariskan Ibu Ros kepada Ed. Hal itu

membuat Ed merasa bertanggung jawab atas panti dan ingin mempercantik dan

memperbaiki keadaan panti dengan mengajak anak-anak panti bergotong royong

membereskan rumah panti itu.

Akhirnya kisah yang kutulis selama ini selesai juga, bersamaan

dengan selesainya ibadah haji 40 hari lamanya. Setiap malam aku

selalu menyempatkan diri untuk menulis agar naskah yang kutulis

bisa selesai sebelum pulang ke Indonesia (Febrialdi:296)

Akhirnya kukabulkan permintaanya. Kubuka laptop, kubuka file

tulisan yang kumaksud, dan kuserahkan ke pangkuannya.

Putri pun mulai membaca halaman pertama.

“Gitanjali. Apa arti Gitanjali?”

“Tembang persembahan.”

“Bahasa apa?”

“Sansekerta.” (Febrialdi:297).

Kedua kutipan di atas menunjukkan masa kreatif yang dilakukan oleh

tokoh Ed. Ketika musim haji tiba, Ed, Putri, Ibu Putri dan Pak Hendra melakukan

ibadah haji bersama. Selama menjalankan ibadah haji, banyak pencerahan batin

Universitas Sumatera Utara

Page 88: PROSES PENEMUAN JATI DIRI TOKOH ED DALAM NOVEL

78

yang didapatkan oleh Ed. Kesempatan itu tidak disia-siakannya. Selama 40 hari

beribadah haji, setiap kembali ke hotel, Ed langsung membuka laptop dan

menuangkan segala yang dipikirkan dan dirasakannya melalui tulisan. Akhirnya

kisah perjalanan Ed tidak hanya terbuang sia-sia. Ed menuliskan semuanya pada

cerita yang berjudul Gitanjali, yang diambil dari bahasa Sansekerta, yaitu

tembang persembahan.

Universitas Sumatera Utara

Page 89: PROSES PENEMUAN JATI DIRI TOKOH ED DALAM NOVEL

79

BAB V

PENUTUP

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian terhadap proses penemuan jati diri tokoh Ed

dalam novel Gitanjali karya Febrialdi R, dengan menggunakan analisis kajian

psikologi sastra, dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Latar belakang terjadinya penemuan jati diri adalah berawal dari fase-

fase perkembangan kepribadian yang dialami tokoh Ed yaitu: (1) Fase

bayi 0-1 tahun, (2) Fase anak-anak 1-3 tahun, (3) Usia bermain 3-6

tahun, (4) Usia sekolah 6-12 tahun, (5) Adolesen 12-20 tahun, (6)

Dewasa awal 20-30 tahun.

2. Proses penemuan jati diri tokoh Ed berada pada fase dewasa awal (20-

30 tahun). Hal itu dianalisis dengan melihat ciri-ciri yang terjadi pada

fase dewasa awal yang dialami tokoh Ed. Ciri-ciri fase dewasa awal

yaitu: (1) Masa pengaturan, (2) Masa usia produktif, (3) masa

bermasalah, (4) Masa ketegangan emosional, (5) masa keterasingan

sosial, (6) Masa komitmen, (7) Masa ketergantungan, (8) Masa

perubahan nilai, (9) Masa menyesuaikan diri dengan hidup baru, (10)

Masa kreatif.

5.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas, menurut peneliti novel Gitanjali ini masih

bisa diteliti kembali dari berbagai aspek dan teori sastra lainnya. Seperti sosiologi

sastra, antropologi sastra, semiotika, maupun kajian ilmu lainnya. Peneliti

Universitas Sumatera Utara

Page 90: PROSES PENEMUAN JATI DIRI TOKOH ED DALAM NOVEL

80

berharap agar penelitian lanjutan yang mendalam dan bervariasi dapat

memperkaya kajian di bidang ilmu sastra.

Universitas Sumatera Utara

Page 91: PROSES PENEMUAN JATI DIRI TOKOH ED DALAM NOVEL

81

DAFTAR PUSTAKA

Buku:

Alwisol. 2009. Psikologi Kepribadian. Malang: UMM Press

Aminuddin. 1995. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung: Sinar Biru

Endaswara, Suwardi. 2008. Metodologi Penelitian Psikologi Sastra. Yogyakarta:

Media Pressindo

Hadi, Hardono P. 2000.Jati Diri Manusia Berdasar Filsafat Organisme

Whitehead.Yogyakarta: Pustaka Filsafat.

Jahja, Yudrik. 2011. Psikologi Perkembangan. Jakarta: Kencana Prenada Media

Grup.

Lindzey, Calvin S. Hall & Gardner. 2017. Teori-Teori Psikodinamik (Klinis).

Yogyakarta: PT Kanisius.

Nurgiyantoro, Burhan. 1995. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada

University Press.

Tantawi, Isma. 2017. Bahasa Indonesia Akedemik. Bandung: Cipta Pustaka

Media.

Skripsi:

Ariani, Atikah Dwi. 2019. ”Pencarian Jati Diri dalam Novel Intelegensi Embun

Pagi karya Dee Lestari”. (Skripsi). Program Bahasa dan Sastra Indonesia,

Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Airlangga Surabaya.

(http://repository.unair.ac.id/view/thesis_type/skripsi/Sastra=5FIndonesia/

2019.type.html ) Diakses pada Tanggal 12 Desember 2019

Daniyati, Ester. 2010. “Perjalanan Pencarian jati Diri Tokoh Kimpada Novel Kim

Karya Rudyard Kipling”. (Skripsi).Fakultas Ilmu Budaya, Universitas

Dipenogoro Semarang.

(http://eprints.undip.ac.id/10124/) Diakses pada Tanggal 11 November

2019

Mitasari, Rizda Armi. 2017. “Strategi Pembentukan Identitas Diri Remaja di Panti

Asuhan Putri Aisyiyah Malang”. (Skripsi). Fakultas Psikologi, Universitas

Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang.

Universitas Sumatera Utara

Page 92: PROSES PENEMUAN JATI DIRI TOKOH ED DALAM NOVEL

82

(https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=http://etheses.

uin-malang.ac.id/) Diakses pada tanggal 3 September 2020.

Mulyono, Ninin Kholida. 2007. “Proses Pencarian Identitas Diri Pada Remaja

Muallaf”. (Skripsi). Program Studi Psikologi, Fakultas Kedokteran,

Universitas Dipenogoro Semarang.

(http://eprints.undip.ac.id/10124/) Diakses pada tanggal 15 Desember

2019.

Artikel:

Putri, Alifia Fernanda. 2019. Pentingnya Orang Dewasa Awal Menyelesaikan

Tugas Perkembangannya. (Artikel). Universitas Negeri Padang.

(https://doi.org/10.23916/08430011) Diakses pada September 2020.

Universitas Sumatera Utara

Page 93: PROSES PENEMUAN JATI DIRI TOKOH ED DALAM NOVEL

83

Lampiran I

SINOPSIS

Gitanjali Karya Febrialdi R

Novel ini menceritakan tentang pemuda yang bernama Ed, seorang

karyawan restoran dengan posisi sebagai pencuci piring dan pembantu koki di

dapur. Ed memiliki kekasih yang bernama Ine, seorang dosen, berpendidikan S2,

bahkan sedang menempuh S3. Cerita bermula ketika Ed terkena korban ledakan

gas dapur tempat ia bekerja. Kecelakaan kerja itu mengakibatkan Ed mengalami

koma selama dua minggu. Namun, perusahaan tempat ia bekerja malah

memutuskan untuk mem-PHK Ed dengan alasan bahwa akibat cedera di kepala,

secara kondisi sudah tak memungkinkan untuk melanjutkan kerja di restoran lagi.

Meskipun melalui asuransi perusahaan sudah menanggung seluruh biaya rumah

sakit dan Ed diberkan pesangon dengan nominal cukup besar, tetapi pemutusan

kerja secara sepihak semacam itu sungguh membuat Ed merasa diperlakukan

tidak adil.

Perasaan kalut itu semakin menjadi ketika ia tidak mendapati kehadiran

Ine di kala ia masih dalam keadaan koma hingga sampai ia pulih. Ed berfikir hal

itu mungkin disebabkan karena sebuah percakapan serius yang lumayan

menyesakkan ketika mereka terakhir bertemu. Ine memang berasal dari keluarga

akademisi. Pendidikan mereka tinggi. Sering keluar negeri. Hidup mapan dan

bekecukupan. Sejak awal Ed mendekatinya, Ed sadar bahwa dirinya telah

memasuki sebuah lingkaran yang berbeda sama sekali dengan kehidupan Ed.

Namun Ed tetap saja nekat. Pesona Ine sudah menyedot akal sehat Ed untuk terus

Universitas Sumatera Utara

Page 94: PROSES PENEMUAN JATI DIRI TOKOH ED DALAM NOVEL

84

mendekatinya dan menjadikannya kekasih.Perbedaan status sosial itulah yang

menjadi dilema dalam hubungan percintaan mereka.

Seorang teman yang bernama Dicky, datang dan memberi saran kepada Ed

untuk melakukan travelling agar Ed mendapatkan ketenangan hati sebelum

memulai kehidupannya dari nol lagi. Dicky khawatir kalau uang pesangon itu

langsung digunakan untuk buka usaha atau mencari kerja, ia ragu kalau Ed tidak

akan fokus dan uring-uringan karena sebenarnya Ed pasti masih ragu untuk

melangkah kedepannya. Setelah pertimbangan yang matang, Ed memutuskan

untuk melakukan perjalanan Seven summit Indonesia, kegiatan menaklukan 7

gunung tertinggi yang mewakili 7 pulau terbesar yang ada di Indonesia. Dengan

modal uang pesangon PHK tempat ia bekerja dan tekad yang kuat, ia melangkah

untuk membuktikan kepada Ine bahwa ia bisa melakukan sesuatu yang dapat

dibanggakan. Alih-alih mendaki sebagai persembahan, Ed justru mengalami

sekelumit kisah yang tak terduga dalam pencapaiannya.Ketika cinta dan asa tak

selalu seirama, Ed mendapatkan makna reliji sesungguhnya atas perjalanannya itu.

Universitas Sumatera Utara

Page 95: PROSES PENEMUAN JATI DIRI TOKOH ED DALAM NOVEL

85

Lampiran II

DATA RIWAYAT HIDUP FEBRIALDI R

Nama lengkap : Febrialdi Rusdi

Tempat, tanggal lahir : Bandung, 4 Februari 1981

Status : Belum Menikah

Riwayat Pendidikan : D3 Fikom Jurnalistik- Stikom Bandung

Karya :Novel Bara (2017) Penerbit Media Kata, Novel

Gitanjali (2018) Penerbit Media Kata, Novel Proelium

(2019-2020) Penerbit Media Kata.

Universitas Sumatera Utara

Page 96: PROSES PENEMUAN JATI DIRI TOKOH ED DALAM NOVEL

29

Universitas Sumatera Utara