Proses pembuatan bubuk Cu-turunan klorofil (Cu-Chlorophyllin · terpapar cahaya. Stabilitas...

15
Gambar 5 Daun murbei varietas Kanva di Teaching Farm Sutera Alam, University Fam IPB HASIL DAN PEMBAHASAN Proses pembuatan bubuk Cu-turunan klorofil (Cu-Chlorophyllin) Bahan dasar pembuatan bubuk Cu-turunan klorofil, adalah daun murbei varietas Kanva. Hal ini karena daun murbei varietas Kanva kandungan klorofilnya lebih tinggi yaitu sebesar 844 ppm (Kusharto et al. 2008) dibandingkan dengan daun murbei varietas Multicaulis (682 ppm), Lembang (420 ppm) dan Cathayana (324 ppm) (Nurdin et al. 2009). Selain itu daun murbei memiliki khasiat kesehatan seperti menurunkan glukosa darah, bersifat diuretik dan menurunkan tekanan darah (Sianghal et al. 2001); meredakan gejala gelisah (Yadav et al. (2008); mengurangi perkembangan lesi aterosklerosis pada tikus dengan cara meningkatkan resistensi LDL terhadap oksidasi (Enkhma et al. 2008); dan menurunkan tekanan darah sistol dan diastol (Hahm et al. 2008). Budidaya tanaman murbei di Indonesia telah lama dilakukan, khususnya untuk pakan ulat sutera. Namun peternakan ulat sutera hanya menghasilkan produk berupa kokon sebagai bahan baku benang sutera yang harga jualnya relatif rendah. Pemilihan pelarut dalam proses ekstraksi merupakan salah satu faktor penting untuk mendapatkan klorofil. Klorofil merupakan senyawa yang larut

Transcript of Proses pembuatan bubuk Cu-turunan klorofil (Cu-Chlorophyllin · terpapar cahaya. Stabilitas...

Page 1: Proses pembuatan bubuk Cu-turunan klorofil (Cu-Chlorophyllin · terpapar cahaya. Stabilitas klorofil ... tidak peka terhadap cahaya ... Produk akhir sebagai bahan baku suplemen makanan

25

Gambar 5 Daun murbei varietas Kanva di Teaching Farm Sutera Alam, University Fam IPB

HASIL DAN PEMBAHASAN

Proses pembuatan bubuk Cu-turunan klorofil (Cu-Chlorophyllin)

Bahan dasar pembuatan bubuk Cu-turunan klorofil, adalah daun murbei

varietas Kanva. Hal ini karena daun murbei varietas Kanva kandungan klorofilnya

lebih tinggi yaitu sebesar 844 ppm (Kusharto et al. 2008) dibandingkan dengan

daun murbei varietas Multicaulis (682 ppm), Lembang (420 ppm) dan Cathayana

(324 ppm) (Nurdin et al. 2009). Selain itu daun murbei memiliki khasiat

kesehatan seperti menurunkan glukosa darah, bersifat diuretik dan menurunkan

tekanan darah (Sianghal et al. 2001); meredakan gejala gelisah (Yadav et al.

(2008); mengurangi perkembangan lesi aterosklerosis pada tikus dengan cara

meningkatkan resistensi LDL terhadap oksidasi (Enkhma et al. 2008); dan

menurunkan tekanan darah sistol dan diastol (Hahm et al. 2008). Budidaya

tanaman murbei di Indonesia telah lama dilakukan, khususnya untuk pakan ulat

sutera. Namun peternakan ulat sutera hanya menghasilkan produk berupa kokon

sebagai bahan baku benang sutera yang harga jualnya relatif rendah.

Pemilihan pelarut dalam proses ekstraksi merupakan salah satu faktor

penting untuk mendapatkan klorofil. Klorofil merupakan senyawa yang larut

Page 2: Proses pembuatan bubuk Cu-turunan klorofil (Cu-Chlorophyllin · terpapar cahaya. Stabilitas klorofil ... tidak peka terhadap cahaya ... Produk akhir sebagai bahan baku suplemen makanan

26

dalam pelarut organik (Gross 1991). Klorofil a larut dalam alkohol, eter, dan

aseton. Klorofil a dalam keadaan murni agak sukar larut dalam petroleum eter

dan tidak larut dalam air. Klorofil b dan pheophytin b larut dalam alkohol, eter,

aseton, dan benzen. Klorofil b dan pheophytin b dalam keadaan murni sangat

sukar larut dalam petroleum eter dan tidak larut dalam air (Cydesdale et al. 1969

diacu dalam Nurdin 2009). Oleh karena itu dalam penelitian ini dipilih alkohol

sebagai pelarut yang digunakan dalam proses ekstraksi, karena alkohol relatif

lebih aman dibanding pelarut lain (dietil eter, aseton, methanol, petroleum eter)

dalam pembuatan produk pangan yang akan dikonsumsi manusia (Mahmud

1994; Alsuhendra 2004). Menurut Mahmud (1994) proses ektraksi menggunakan

pelarut etanol mampu memberikan kemurnian klorofil yang lebih baik

dibandingkan dengan aseton dan air. Hal ini berkaitan dengan kemiripan sifat

struktural etanol dengan klorofil sehingga klorofil lebih mudah larut dalam etanol.

Untuk menghalangi aktivitas klorofilase, maka digunakan pelarut murni yang

tidak diencerkan (Gross 1991). Oleh karena itu digunakan alkohol atau etanol

96% sebagai pelarut dalam proses ekstraksi.

Proses ekstraksi dilakukan di ruangan gelap atau redup karena klorofil

sangat peka terhadap cahaya (Gross 1991). Daun murbei yang telah dicuci dan

ditiriskan kemudian diblender dengan menambahkan pelarut etanol 96% selama

3 menit secara terputus setiap 1 menit. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi

kerusakan klorofil. Daun murbei yang telah dihaluskan disaring menggunakan

kain saring 60 mesh. Proses ekstraksi diulangi sampai klorofil dari daun murbei

terekstrak secara sempurna yang ditandai dengan warna etanol yang tetap

bening ketika ditambahkan ke dalam ampas daun murbei. Proses ekstraksi yang

dilakukan dalam penelitian ini sebanyak tiga kali.

Pembentukan turunan klorofil yaitu pheophytin dilakukan dengan cara

mengasamkan ekstrak klorofil dengan menambahkan HCl 13% (Gross 1991)

yang setara dengan HCl 4 N ke dalam ekstrak klorofil daun murbei, sampai

terjadi perubahan warna dari hijau menjadi coklat zaitun yang merupakan

indikator Mg terlepas dari klorofil (Marquez et al. 2005). Penurunan pH dilakukan

secara bertahap dan tetap diaduk selama pereaksian. Selama proses reaksi

terjadi penggantian atom Mg pada klorofil dengan 2 atom H. Pheophytin dengan

warna coklat zaitun yang stabil dalam penelitian ini diperoleh setelah

mereaksikan larutan selama dua jam pada suhu ruang. Turunan klorofil

berbentuk pheophytin ini tidak larut dalam air (Gross 1991).

Page 3: Proses pembuatan bubuk Cu-turunan klorofil (Cu-Chlorophyllin · terpapar cahaya. Stabilitas klorofil ... tidak peka terhadap cahaya ... Produk akhir sebagai bahan baku suplemen makanan

27

Menurut Hendry dan Houghton (1996) turunan klorofil bebas logam seperti

pheophytin dan pheophorbide dengan cincin siklopentanon akan teroksidasi bila

terpapar cahaya. Stabilitas klorofil dapat dicapai apabila Mg diganti dengan Cu.

Pemilihan Cu sebagai logam pengompleks karena tingkat stabilitas kompleks Cu

dengan cincin porfirin klorofil lebih tinggi dibandingkan Mg (Cheng et al. 1992

diacu dalam Alsuhendra 2004) dan Cu merupakan zat gizi mikro yang dibutuhkan

tubuh sebagai bagian dari enzim (Anderson 2004; Almatsier 2009). Cu terlibat

dalam pembentukan energi di dalam mitokondria melalui transport elektron

protein. Cu yang berada dalam sel darah merah sebagian besar berbentuk

metaloenzim superoksida dismutase yang berfungsi sebagai antioksidan serta

membantu sintesis melanin dan katekolamin. Cu dalam seruloplasmin berperan

pada proses oksidasi besi sebelum ditransportasikan ke dalam plasma

(Anderson 2004). Cu dalam enzim metaloprotein berperan pada proses sintesis

protein kompleks jaringan kolagen di dalam kerangka tubuh dan pembuluh darah

serta pada proses sintesis pembawa rangsangan saraf (neurotransmitter) seperti

noradrenalin dan neuropeptida seperti ensefalin (Almatsier 2009). Oleh sebab itu

penambahan Cu ke dalam turunan klorofil diduga tidak membahayakan

kesehatan.

Turunan klorofil yang berikatan dengan Cu, tidak peka terhadap cahaya

dan tidak terjadi dekomposisi dengan adanya asam mineral (Sweetman 2005).

Demikian juga disebutkan oleh Canjura et al. (1999) bahwa kompleks cincin

porfirin klorofil dengan Cu membentuk suatu ikatan kuat, yang lebih tahan

terhadap asam dan panas dibandingkan dengan klorofil asal (porfirin berikatan

dengan Mg). Sebanyak 4 atom Nitrogen (N) pada cincin porfirin mampu

membentuk kompleks atau khelat dengan ion Cu2+ pada molekul klorofil dan

turunannya. Dua atom N melakukan ikatan kovalen dengan atom Cu non-ionik,

sedangkan 2 atom lainnya melakukan ikatan kovalen koordinat melalui

pembagian bersama satu pasang elektronnya dengan atom Cu. Hal ini membuat

kompleks Cu-porfirin atau Cu-turunan klorofil yang terbentuk menjadi stabil.

Aktivitas antioksidan kompleks Cu-turunan klorofil lebih tinggi dibanding

klorofil alami (Marquez et al. 2005) dan turunan klorofil alami (Ferruzi et al. 2002;

Marquez et al. 2005). Oleh karena itu perlu dilakukan khelat logam dengan

klorofil pada cincin porfirin. Selain itu Nurdin (2009) menyatakan bahwa alasan

penambahan Cu pada ekstrak turunan klorofil adalah untuk mempertahankan

kestabilan warna hijau klorofil serta meningkatkan kelarutan dan pH produk

Page 4: Proses pembuatan bubuk Cu-turunan klorofil (Cu-Chlorophyllin · terpapar cahaya. Stabilitas klorofil ... tidak peka terhadap cahaya ... Produk akhir sebagai bahan baku suplemen makanan

28

bubuk yang dihasilkan. Hal ini sesuai dengan Gross (1991) yang menyatakan

bahwa ikatan khelat Cu dengan turunan klorofil berwarna hijau cerah.

Menurut La Borde dan Von Elbe (1994) dalam Alsuhendra (2004) ion

logam hanya bereaksi dengan turunan klorofil, sehingga penambahan jumlah Cu

disesuaikan dengan jumlah turunan klorofil. Konsentrasi Cu yang ditambahkan

diantaranya 0 mol; 0,001 mol; 0,002 mol; 0,004 mol; 0,006 mol; 0,008 mol.

Garam Cu yang digunakan dalam penelitian ini adalah Cu-asetat. Hal ini

dikarenakan asam asetat (CH3COOH) merupakan asam lemah yang tidak

bersifat korosif dan dikenal tubuh karena merupakan bahan organik serta

reaksinya bersifat hidro dengan produk akhir H2o dan CO2. Selain itu jika ditinjau

dari segi teknis dalam sebuah aplikasi untuk industri makanan, penggunakan

Cu2+ terlalu mahal. Hal ini dapat berpengaruh terhadap biaya produksi bubuk Cu-

turunan klorofil.

Cu-asetat pada berbagai perlakuan terlebih dahulu dilarutkan dalam 10 ml

akuades agar Cu-asetat mudah terlarut dan bereaksi dengan larutan pheophytin.

Reaksi ini menghasilkan Cu-pheophytin atau lebih dikenal dengan nama Cu-

Chlorophyllin (Hendry & Houghton 1996). Ekstrak turunan klorofil yang telah

ditambahkan Cu2+ dinaikkan pH-nya mencapai 8,5 (Von Elbe 1992 diacu dalam

Alsuhendra 2004 & Nurdin 2009) dengan cara menambahkan NaOH 4 N. Hal ini

bertujuan untuk membuat Cu-Chlorophyllin menjadi larut dalam air karena fitil

alkohol dan metal alhokol yang bersifat hidrofobik akan terlepas (Sweetman

2005).

Reaksi dilakukan di dalam labu tertutup selama 24 jam pada suhu ruang

dan terlindung dari cahaya serta diaduk menggunakan magnetic stirrer. Alasan

penggunaan waktu pereaksian selama 24 jam mengacu pada penelitian Petrovic

et al. (2005) yang menyatakan bahwa periode waktu pembentukan kompleks

klorofil dengan Cu berkisar antara 2 jam sampai 3 minggu. Kandiana (2010)

melakukan penelitian serupa dengan mereaksikan Cu dengan turunan klorofil

daun cincau hijau selama 2 jam, hasilnya menunjukkan bahwa jumlah Cu bebas

lebih besar dibandingkan Cu terikat yang membentuk Cu-Chlorophyllin. Oleh

sebab itu dalam penelitian ini dipilih waktu 24 jam dengan tujuan menghasilkan

Cu-Chlorophyllin yang lebih besar dibandingkan Cu bebas. Selain itu aspek

teknis pembuatan bubuk Cu-turunan klorofil juga menjadi pertimbangan dimana

24 jam dirasa masih memungkinkan untuk dilakukan dalam skala industri

dibandingkan dengan periode pereaksian selama 3 minggu.

Page 5: Proses pembuatan bubuk Cu-turunan klorofil (Cu-Chlorophyllin · terpapar cahaya. Stabilitas klorofil ... tidak peka terhadap cahaya ... Produk akhir sebagai bahan baku suplemen makanan

29

Produk akhir sebagai bahan baku suplemen makanan yang diinginkan

adalah bentuk bubuk, maka ekstrak harus dikeringkan. Alat pengering yang

digunakan adalah spray dryer. Hal ini dikarenakan proses pengeringan

menggunakan spray dryer lebih cepat dibandingkan dengan pengeringan

menggunakan freeze dryer. Spray dryer mampu mengeringkan satu liter larutan

dalam jangka waktu 40-60 menit, sedangkan freeze dryer memerlukan waktu 12

jam (Nurdin 2009). Jika ditinjau dari aspek teknis dalam skala industri

penggunakan spray dryer ini lebih efisien.

Waktu pengeringan yang lebih singkat dan performa bubuk Cu-turunan

klorofil yang relatif bagus dapat diperoleh dengan cara menambahkan bahan

pengisi pada larutan sebelum dikeringkan. Selain itu bahan pengisi juga

digunakan untuk mengikat ekstrak. Hasil penelitian Bianca (1993) dalam

Alsuhendra (2004) menunjukkan bahwa bahan pengisi dekstrin lebih baik

dibandingkan gum arab dan CMC dilihat dari kelarutan bubuk yang dihasilkan.

Hasil penelitian Alsuhendra (2004) menunjukkan bahwa penambahan dekstrin

sebesar lebih dari 3% menghasilkan produk yang lebih baik dengan kelarutan

tinggi, namun menurunkan konsentrasi Zn-turunan klorofil yang terdapat dalam

bubuk. Oleh sebab itu dalam penelitian ini penambahan bahan pengisi ke dalam

larutan Cu-turunan klorofil sebesar 3% (Alsuhendra 2004; Nurdin 2009; Nurdin et

al. 2009 dan Kandiana 2010). Bahan pengisi yang digunakan adalah

maltodekstrin yang merupakan salah satu jenis dekstrin yang biasa digunakan

dalam produk makanan. Hal ini dikarenakan maltodekstrin mempunyai tingkat

kelarutan lebih baik dalam air, sehingga dalam aplikasinya akan lebih luas.

Maltodekstrin memiliki sifat kelarutan yang kurang baik dalam etanol. Untuk

mendapatkan kelarutan maltodekstrin yang lebih baik maka ditambahkan

akuades dengan perbandingan akuades dan etanol sebesar 3:7. Perbandingan

ini diperoleh melalui percobaan pendahuluan dengan cara menambahkan

akuades sedikit demi sedikit secara kuantitatif sampai maltodekstrin terlarut

dengan baik. Hal ini akan membuat mobilisasi partikel dalam serbuk klorofil

menjadi lebih merata sehingga menghasilkan warna yang merata dan tersalut

dengan baik. Bubuk Cu-turunan klorofil yang diperoleh dari berbagai konsentrasi

Cu pada penelitian ini menghasilkan performa bubuk yang baik. Bubuk Cu-

turunan klorofil daun murbei dapat dilihat pada Gambar 6.

Page 6: Proses pembuatan bubuk Cu-turunan klorofil (Cu-Chlorophyllin · terpapar cahaya. Stabilitas klorofil ... tidak peka terhadap cahaya ... Produk akhir sebagai bahan baku suplemen makanan

30

0 mol Cu 0,001 mol Cu

0,002 mol Cu 0,004 mol Cu

0,006 mol Cu 0,008 mol Cu

Gambar 6 Bubuk Cu-Turunan Klorofil pada beberapa konsentrasi Cu

Page 7: Proses pembuatan bubuk Cu-turunan klorofil (Cu-Chlorophyllin · terpapar cahaya. Stabilitas klorofil ... tidak peka terhadap cahaya ... Produk akhir sebagai bahan baku suplemen makanan

31

Karakteristik Fisiko-Kimia

Karakteristik Fisik

Karakertistik fisik yang dianalisis dalam penelitian ini adalah rendemen,

kelarutan dan warna yang ditunjukkan pada Tabel 4 berikut.

Tabel 4 Hasil analisis karakteristik fisik bubuk Cu-turunan klorofilPenambahan

Cu-asetat (mol)Rendemen (%)

Kelarutan (%)

Warna

0 14,91a 97.30a Yellow 2 D

0.001 15,65b 97.37a Yellow-Green 144 A

0.002 15,93b 97.31a Yellow-Green 146 C

0.004 15,57b 98.12a Yellow-Green 146 C

0.006 15,78b 97.71a Yellow-Green 146 A

0.008 16,14b 96.00a Yellow-Green 146 AAngka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada p = 0.05

Rendemen dihitung berdasarkan jumlah massa (gram) bubuk Cu-turunan

klorofil (mengandung maltodektrin) yang diperoleh dibandingkan dengan berat

daun murbei yang digunakan untuk membuat ekstrak klorofil dan berat pengisi

(maltodektrin) yang ditambahkan. Berdasarkan data pada Tabel 4 menunjukkan

bahwa rendemen bubuk Cu-turunan klorofil berkisar antara 14,91% - 16,14%

(bb). Hasil sidik ragam (ANOVA) menunjukkan bahwa penambahan Cu-asetat

berpengaruh nyata (p<0,05) terhadap rendemen bubuk Cu-turunan klorofil.

Bubuk Cu turunan klorofil dengan penambahan Cu-asetat sebesar 0 mol

atau disebut bubuk klorofil alami memiliki rendemen paling rendah yaitu sebesar

14,91% (bb). Hasil uji lanjut DMRT menunjukkan bahwa rendemen bubuk klorofil

alami berbeda nyata (p<0,05) dengan bubuk Cu-turunan klorofil pada berbagai

perlakuan penambahan Cu-asetat lainnya. Hal ini diduga karena adanya

pengaruh berat molekul Cu-asetat yang ditambahkan. Bubuk Cu-turunan klorofil

pada perlakuan penambahan Cu-asetat 0,001 mol – 0,008 mol memiliki

rendemen yang berkisar antara 15,57 % - 16,14% (bb). Berdasarkan hasil uji

lanjut DMRT menunjukkan bahwa rendemen pada semua perlakuan tersebut

tidak berbeda nyata. Hal ini diduga karena unsur yang terlibat dalam semua

perlakuan penambahan Cu sama kecuali jumlah Cu-asetat yang ditambahkan,

namun perbedaan jumlah Cu-asetat yang ditambahkan pada setiap perlakuan

relatif kecil.

Page 8: Proses pembuatan bubuk Cu-turunan klorofil (Cu-Chlorophyllin · terpapar cahaya. Stabilitas klorofil ... tidak peka terhadap cahaya ... Produk akhir sebagai bahan baku suplemen makanan

32

Kelarutan menunjukkan bahwa banyaknya bagian dari suatu produk yang

dapat larut dalam suatu pelarut dengan volume tertentu. Berdasarkan data pada

Tabel 4 kelarutan bubuk Cu-turunan klorofil berkisar antara 96% - 98,12% (bk).

Produk yang dihasilkan dalam penelitian ini secara keseluruhan masuk dalam

kategori tinggi kelarutannya dalam air. Hasil sidik ragam (ANOVA) menunjukkan

bahwa penambahan Cu-asetat tidak berpengaruh nyata terhadap kelarutan

bubuk Cu-turunan klorofil. Hal ini diduga karena perbedaan jumlah Cu-asetat

yang ditambahkan relatif kecil.

Kelarutan bubuk Cu-turunan klorofil dalam penelitian ini lebih tinggi

dibandingkan bubuk Cu-turunan klorofil yang dihasilkan dalam penelitian Nurdin

et al. (2009) dan Kandiana (2010). Penelitian Nurdin et al. (2009) menghasilkan

bubuk Cu-turunan klorofil daun murbei dengan kelarutan 60,56%-62,99% (bk).

Kandiana (2010) melakukan penelitian pembentukkan bubuk Cu-turunan klorofil

daun cincau hijau dengan kelarutan berkisar antara 91,96%-94,42% (bk). Hal ini

diduga karena waktu pereaksian Cu terhadap turunan klorofil dengan

penambahan senyawa alkali dalam penelitian ini lebih lama dibandingkan

penelitian Nurdin et al. (2009) dan Kandiana (2010). Semakin lama waktu

pereaksian maka semakin banyak gugus fitil alkohol dan metal alkohol yang

terpisah sehingga kelarutan bubuk Cu-Chlorophyllin dalam air semakin tinggi.

Warna ditentukan menggunakan Colour Chart RHS (The Royal

Horticultural Society) dan dianalisis secara deskriptif. RHS merupakan referensi

standar untuk menentukan warna tanaman. Warna tersebut dibagi menjadi tiga

bagian yaitu hue, brightness dan saturation. Hue berfungsi membedakan jenis

warna utama seperti hijau, merah, biru dan lain-lain. Brightness (tingkat

kecerahan) merupakan jumlah total cahaya yang dipantulkan oleh warna tersebut

atau seberapa banyak cahaya yang diterima oleh mata secara normal pada skala

terang sampai gelap. Nilai brightness dalam metode Colour Chart RHS ini

dinyatakan dengan skala angka 1 yang mewakili warna kuning (Yellow) sampai

dengan 202 yang mewakili warna hitam (Black). Saturation atau intensity

merupakan atribut yang membedakan kejernihan ataupun greyness sebuah

warna yang ditentukan dengan 4 skala dari skala A yang mewakili intensitas

warna paling gelap sampai skala D yang mewakili intensitas warna paling pudar

(RHS 2001). Keterangan lengkap mengenai hue, brightness dan saturation serta

contoh warna yang terdapat dalam Colour Chart RHS disajikan dalam Lampiran

1.

Page 9: Proses pembuatan bubuk Cu-turunan klorofil (Cu-Chlorophyllin · terpapar cahaya. Stabilitas klorofil ... tidak peka terhadap cahaya ... Produk akhir sebagai bahan baku suplemen makanan

33

Berdasarkan data pada Tabel 4 dapat diketahui bahwa warna bubuk klorofil

alami adalah yellow dan warna bubuk Cu-turunan klorofil pada berbagai

perlakuan lainnya adalah yellow-green. Tingkat kecerahan (brightness) bubuk

Cu-turunan klorofil dengan penambahan Cu-asetat 0,001 mol – 0,008 mol

berkisar antara 144-146. Intensitas warna (saturation) bubuk Cu-turunan klorofil

dengan penambahan Cu-asetat 0,002 mol sampai 0,008 mol cenderung semakin

gelap. Hal ini diduga karena peran Cu-asetat yang dapat mengembalikan warna

hijau klorofil setelah Mg terlepas serta mempertahankan kestabilan warna hijau

klorofil (Nurdin 2009).

Karakteristik Kimia

Karakertistik kimia yang dianalisis dalam penelitian ini adalah kadar air, pH,

kadar Cu total dan kandungan Cu-Chlorophyllin yang ditunjukkan pada Tabel 5

berikut.

Tabel 5 Hasil analisis karakteristik kimia bubuk Cu-turunan klorofil Penambahan

Cu-asetat (mol)Kadar Air

(%)pH

Cu Total (mg/g)

Cu-Chlorophyllin(mg/g)

0 3.39a 5.26a 0a 0a

0.001 3.86a 7.21b 1.13a 12.68a

0.002 3.71a 7.46b 2.85b 31.14b

0.004 4.84a 7.24b 4.71c 50.94c

0.006 5.40a 7.49b 7.51d 80.99d

0.008 5.98a 7.43b 8.57d 91.97d

Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada p = 0.05

Kadar air atau susut pengeringan menunjukkan mutu dari suatu produk.

Berdasarkan data pada Tabel 5 dapat diketahui bahwa kadar air berkisar antara

3.39%-5.98% (bb). Angka ini memenuhi persyaratan Kepmenkes No.

661/MENKES/SK/VII/1994 tentang persyaratan obat tradisional dalam bentuk

serbuk yang menyatakan bahwa kadar air tidak boleh melebihi 10% (Kepmenkes

1994). Hasil sidik ragam (ANOVA) menunjukkan bahwa penambahan Cu-asetat

tidak berpengaruh terhadap kadar air bubuk Cu-turunan klorofil.

pH menunjukkan tingkat keasaman suatu produk. La Borde dan Von Elbe

(1994) diacu dalam Alsuhendra (2004) menyatakan bahwa penambahan

beberapa bahan yang bersifat alkali pada sayuran dapat mempertahankan warna

hijau klorofil karena terjadinya kenaikan pH. Semakin tinggi pH maka stabilitas

klorofil semakin tinggi. Data pada Tabel 5 menunjukkan bahwa penambahan Cu

Page 10: Proses pembuatan bubuk Cu-turunan klorofil (Cu-Chlorophyllin · terpapar cahaya. Stabilitas klorofil ... tidak peka terhadap cahaya ... Produk akhir sebagai bahan baku suplemen makanan

34

dalam bentuk Cu-asetat dan NaOH 4 N yang bersifat alkali mampu

meningkatkan pH bubuk Cu-turunan klorofil sehingga stabilitasnya meningkat.

Menurut Alsuhendra (2004) nilai pH produk yang tinggi menyebabkan warna

hijau produk lebih dapat dipertahankan dibandingkan pada kondisi pH rendah.

Hasil sidik ragam (ANOVA) menunjukkan bahwa penambahan Cu-asetat

berpengaruh nyata (p<0,05) terhadap pH bubuk Cu-turunan klorofil.

Bubuk klorofil alami memiliki pH sebesar 5,26. Hasil uji lanjut DMRT

menunjukkan bahwa pH bubuk klorofil alami berbeda nyata (p<0.05) dengan pH

bubuk Cu-turunan klorofil pada semua perlakuan penambahan Cu-asetat lainnya.

pH bubuk Cu-turunan klorofil pada perlakuan penambahan Cu-asetat sebesar

0,001 mol-0,008 mol berkisar antara 7,21-7,49. Hasil uji lanjut DMRT

menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata pada semua

perlakuan penambahan Cu-asetat tersebut.

Kadar Cu Total dan Kandungan Cu-Chlorophyllin digunakan sebagai

salah satu parameter untuk menentukan bubuk Cu-turunan klorofil terpilih.

Penentuan kadar Cu total bubuk Cu-turunan klorofil terpilih mengacu pada

peraturan BPOM RI No. HK.00.05.23.3644 yang menyatakan bahwa batas

maksimal jumlah Cu yang diizinkan terdapat dalam produk suplemen makanan

adalah 3 mg/hari (BPOM RI 2005) yang diasumsikan sebagai kadar Cu total

yang terdapat dalam setiap gram bubuk Cu-turunan klorofil (Kandiana 2010).

Selanjutnya bubuk Cu-turunan klorofil tersebut dipilih berdasarkan kandungan

Cu-Chlorophyllin tertinggi diantara semua perlakuan.

Berdasarkan data pada Tabel 5 menunjukkan bahwa semakin tinggi jumlah

Cu-asetat yang ditambahkan maka kadar Cu total dan kandungan Cu-

Chlorophyllin semakin meningkat. Kadar Cu total bubuk Cu turunan klorofil

berkisar antara 1,13-8,57 mg/g (bb) dan kandungan Cu-Chlorophyllin berkisar

antara 12,68-91,97 mg/g (bb). Hasil sidik ragam (ANOVA) menunjukkan bahwa

penambahan Cu-asetat berpengaruh nyata (p<0,05) terhadap kadar Cu total dan

kandungan Cu-Chlorophyllin bubuk Cu-turunan klorofil.

Data pada Tabel 5 menunjukkan bahwa dalam 1 gram bubuk Cu-turunan

klorofil (Cu-Chlorophyllin) dengan penambahan Cu-asetat sebesar 0 mol; 0,001

mol dan 0,002 mol kandungan Cu totalnya adalah 0 mg; 1,13 mg dan 2,85 mg,

secara berurutan, telah memenuhi persyaratan BPOM RI No. HK.00.05.23.3644

(BPOM RI 2005). Angka ini masih berada di bawah Tolerable Upper Level Intake

Cu yang mencapai 10 mg/hari (Young et al. 2001).

Page 11: Proses pembuatan bubuk Cu-turunan klorofil (Cu-Chlorophyllin · terpapar cahaya. Stabilitas klorofil ... tidak peka terhadap cahaya ... Produk akhir sebagai bahan baku suplemen makanan

35

Penambahan Cu-asetat yang menghasilkan kadar Cu-Chlorophyllin

tertinggi adalah bubuk Cu-turunan klorofil dengan penambahan Cu-asetat 0,008

mol yaitu 91.97 mg/g (bb), namun kandungan Cu totalnya sebesar 8.57 mg/g

(bb). Hasil ini tidak memenuhi persyaratan BPOM RI No. HK.00.05.23.3644

(BPOM RI 2005). Kandungan Cu-Chlorophyllin tertinggi diantara bubuk Cu-

turunan klorofil yang memenuhi persyaratan tersebut adalah bubuk Cu-turunan

klorofil dengan penambahan Cu-asetat 0,002 mol yaitu 31.14 mg/g (bb).

Berdasarkan parameter kadar Cu total dan kandungan Cu-Chlorophyllin tersebut,

bubuk Cu-turunan klorofil yang terpilih adalah bubuk Cu-turunan klorofil dengan

penambahan Cu-asetat sebesar 0,002 mol.

Hasil Analisis Toksisitas

Analisis toksisitas bubuk Cu-turunan klorofil dari beberapa perlakuan

penambahan Cu-asetat menggunakan metode Brine Shrimp Lethality Test

(BSLT). BSLT merupakan suatu metode yang menghitung respon kematian 50%

larva udang yang dinyatakan dalam nilai Lethal Concentration (LC50) pada

beberapa konsentrasi uji dengan tingkat kepercayaan 95%. Apabila nilai LC50

kurang dari 1000 ppm, maka ektrak tumbuhan yang diuji dikatakan toksik.

Tingkat toksisitas tersebut akan memberi makna terhadap potensi aktivitasnya

sebagai anti kanker (Meyer et al. 1982).

BSLT menggunakan larva udang laut sebagai bioindikator. Larva udang

laut memiliki kulit yang tipis dan peka terhadap lingkungannya. Zat dan senyawa

asing yang ada di lingkungannya akan terserap ke dalam tubuh dengan cara

difusi dan langsung mempengaruhi kehidupan larva. Larva udang yang sensitif

ini akan mati apabila zat atau senyawa asing dalam larutan bersifat toksik

(Parwati & Simanjuntak 1998; Carballo et al. 2002).

Tabel 6 Hasil uji toksisitas (LC50) bubuk Cu-Turunan Klorofil

Penambahan Cu-asetat (mol) LC50 (ppm)

0 1602,84ab

0.001 1419,65a

0.002 2347,93b

0.004 1276,84a

0.006 891,20a

0.008 763,11a

Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada p = 0.05

Page 12: Proses pembuatan bubuk Cu-turunan klorofil (Cu-Chlorophyllin · terpapar cahaya. Stabilitas klorofil ... tidak peka terhadap cahaya ... Produk akhir sebagai bahan baku suplemen makanan

36

Hasil uji toksisitas dijadikan sebagai parameter untuk menentukan bubuk

Cu-turunan klorofil terpilih. Berdasarkan data pada Tabel 6 diketahui bahwa

bubuk Cu-turunan klorofil dengan penambahan Cu-asetat sebesar 0 mol; 0,001

mol; 0,002 mol; 0,004 mol tidak mengindikasikan adanya toksisitas terhadap

Artemia salina Leach. karena LC50>1000 ppm (Meyer et al. 1982). Nilai LC50

pada bubuk Cu-turunan klorofil dengan penambahan Cu-asetat sebesar 0,006

mol dan 0,008 mol mengindikasikan adanya toksisitas terhadap Artemia salina

Leach. karena LC50<1000 ppm (Meyer et al. 1982). Hasil sidik ragam (ANOVA)

menunjukkan bahwa penambahan Cu-asetat berpengaruh nyata (p<0,05)

terhdap nilai LC50 bubuk Cu-turunan klorofil. Berdasarkan parameter ini bubuk

Cu-turunan klorofil yang terpilih adalah bubuk Cu-turunan klorofil dengan

penambahan Cu-asetat sebesar 0; 0,001; 0,002; dan 0,004 mol.

Menurut Darmansjah (1995) tahap uji toksisitas selanjutnya setelah metode

BSLT adalah uji pra klinis dengan hewan coba yaitu uji toksisitas sub kronik dan

kronik. Hal ini perlu dilakukan untuk mengetahui efek buruk yang berpengaruh

terhadap hewan coba, sehingga dapat dijadikan sebagai acuan penggunakan

untuk manusia mengenai efek buruk tersebut.

Aktivitas Antioksidan dan Kadar Alkohol

Analisis aktivitas antioksidan dan kadar alkohol hanya dilakukan terhadap

bubuk Cu-turunan klorofil yang terpilih. Penentuan ini berdasarkan hasil analisis

kadar Cu total yang mengacu pada persyaratan BPOM RI (2005), kandungan

Cu-Chlorophyllin dan uji toksisitas metode BSLT dengan penentuan tingkatan

toksisitas yang mengacu pada metode Meyer et al. (1982). Berdasarkan ketiga

parameter tersebut bubuk Cu-turunan klorofil yang terpilih adalah bubuk Cu-

turunan klorofil dengan penambahan Cu-asetat sebesar 0,002 mol.

Aktivitas Antioksidan

Ferruzzi et al. (2002) menguji kapasitas menangkap radikal bebas berbagai

turunan klorofil dalam sistem in vitro. Klorofil yang kehilangan logamnya (yaitu

Mg) pada pusat cincin porfirin akan menurun kapasitas antioksidannya. Hal ini

disebabkan karena logam yang terkelat akan mengakibatkan lebih

terkonsentrasinya densitas elektron di pusat cincin dan menjauhi kerangka

porfirinnya, sehingga meningkatkan kemampuan mendonorkan elektron dari

sistem porfirin yang terkonyugasi. Klorofil yang kehilangan gugus fitilnya

menunjukkan peningkatan antioksidasi. Berdasarkan pernyataan tersebut

Page 13: Proses pembuatan bubuk Cu-turunan klorofil (Cu-Chlorophyllin · terpapar cahaya. Stabilitas klorofil ... tidak peka terhadap cahaya ... Produk akhir sebagai bahan baku suplemen makanan

37

tampak bahwa kerangka porfirin dan keberadaan logam terkelat adalah 2 hal

yang penting untuk kapasitas antioksidan.

Kemampuan klorofil dan pheophytin dalam mendegradasi hidroperoksida,

yaitu dengan cara menginkubasikannya dalam substrat metil linoleat

hidroperoksida. Hasilnya menunjukkan bahwa keduanya tidak memiliki

kemampuan mendegradasi hidroperoksida. Terjadinya reaksi antara klorofil

dengan radikal lipid dapat diketahui dengan bantuan spektrum electron spin

resonance (ESR). Kesimpulannya adalah struktur penting untuk aktivitas

antioksidan klorofil ditemukan pada porfirin bukan pada pirol, fitol, logam maupun

cincin isosiklik. Radikal -kation dari komponen porfirin merupakan senyawa

yang memegang peranan dalam mekanisme antioksidan klorofil. Antioksidan

pada umumnya berperan sebagai donor atom hidrogen kepada radikal bebas,

sehingga dapat memutuskan rantai oksidasi (Endo et al. 1985).

Mekanisme antioksidan yang dikemukakan oleh Endo et al.., (1985) adalah:

ROO. + CHL ROO: (-)CHL.(+)

ROO:(-)CHL.(+) + ROO. produk inaktif

Klorofil bereaksi dengan radikal peroksi ROO. Yang dihasilkan pada tahap

awal oksidasi minyak dan berubah menjadi radikal -kation. Radikal -kation

dari klorofil ini berikatan dengan radikal peroksi bermuatan negatif dengan ikatan

yang lemah, dan membentuk kompleks yang bersifat antara (intermediat).

Kompleks ini kemudian bereaksi dengan radikal peroksi yang lain dan akhirnya

menjadi tidak aktif. Kesimpulan yang diperoleh diantaranya: (1) efek antioksidatif

klorofil adalah berasal dari struktur porfirinnya, (2) Mg dapat memperkuat

aktivitas antioksidan klorofil hanya jika dalam bentuk terkelat, (3) klorofil

mereduksi radikal bebas diphenylpicrylhydrazyl (DPPH) (4) radikal -kation

dihasilkan oleh klorofil jika klorofil dioksidasi dalam sistem metil linoleat.

Metode yang digunakan dalam pengujian aktivitas antioksidan bubuk Cu

turunan klorofil terpilih adalah metode DPPH (1,1-diphenyl-2-pycrilhydrazil).

Menurut Koleva et al. (2001) metode DPPH merupakan suatu metode kolorimetri

yang sederhana, cepat dan mudah serta sensitif untuk memperkirakan aktivitas

antiradikal. Selain itu metode DPPH menggunakan jumlah sampel yang sedikit

dengan waktu analisis yang singkat. Aktivitas antioksidan sampel diukur pada

panjang gelombang 516 nm yang merupakan panjang gelombang maksimum

DPPH, dengan konsentrasi DPPH 1 mM. Perubahan warna pada larutan DPPH

dalam methanol menunjukkan adanya aktivitas antioksidan sampel. Warna ungu

Page 14: Proses pembuatan bubuk Cu-turunan klorofil (Cu-Chlorophyllin · terpapar cahaya. Stabilitas klorofil ... tidak peka terhadap cahaya ... Produk akhir sebagai bahan baku suplemen makanan

38

larutan DPPH dalam penelitian ini perlahan berubah menjadi warna kuning ketika

ditambahkan sampel yang mengandung komponen antioksidan (Blois 1958).

Perubahan warna larutan DPPH mengakibatkan penurunan nilai

absorbansi sinar tampak dari spektrofotometer. Semakin besar penurunan nilai

absorbansi menunjukkan bahwa radikal bebas yang diserap antioksidan tersebut

semakin banyak. Besarnya aktivitas antioksidan dinyatakan dalam persen (%)

aktivitas antioksidan. Standar dalam pengukuran aktivitas antioksidan dalam

penelitian ini adalah Vitamin C. Hal ini dikarenakan Vitamin C merupakan salah

satu antioksidan yang memiliki kemampuan menangkap radikal bebas dan

mencegah terjadinya reaksi berantai. Selain itu Vitamin C merupakan salah satu

antioksidan yang mudah diperoleh (Blois 1958).

Berdasarkan hasil analisis tersebut, bubuk Cu-turunan klorofil terpilih

memiliki aktivitas antioksidan sebesar 47,07% yang berarti komponen

antioksidan yang terdapat dalam bubuk tersebut mampu mereduksi 47,07%

radikal bebas yang mengoksidasinya. Hal ini menunjukkan bahwa setiap gram

bubuk tersebut mampu mereduksi DPPH 1 mM sebesar 18,51 mg. Besarnya

aktivitas antioksidan bubuk Cu-turunan klorofil kemudian disetarakan dengan

kemampuan Vitamin C yang dinyatakan dalam Ascorbic acid Equivalent

Antioxidant Capacity atau biasa disingkat AEAC (mg Vit C/100 g). Bubuk Cu-

turunan klorofil dengan penambahan Cu-asetat 0,002 mol memiliki aktivitas

antioksidan sebesar 47,07 % yang setara dengan 106,64 mg Vitamin C/100 g.

Aktivitas antioksidan klorofil yang diekstrak dari daun murbei segar sebesar

13,36% yang menunjukkan bahwa komponen antioksidan dalam daun murbei

mampu meredam radikal bebas yang mengoksidasinya sebesar 13,36%.

Berdasarkan kedua hasil analisis aktivitas antioksidan tersebut, dapat

disimpulkan bahwa aktivitas antioksidan bubuk Cu-Chlorophyllin daun murbei

lebih tinggi dibandingkan ekstrak klorofil daun murbei. Hal ini sesuai dengan

penelitian yang dilakukan Marquez et al. (2005) yang menyatakan bahwa Cu-

Chlorophyllin memiliki aktivitas antioksidan lebih tinggi yaitu sebesar 39%

dibandingkan klorofil alami sebesar 12%.

Kadar Alkohol

Indonesia yang didominasi penduduk beragama Islam mengharuskan

semua produk yang beredar memiliki sertifikasi halal. Salah satu hal yang

menyebabkan suatu produk tidak halal adalah kandungan alkohol didalamnya.

Bubuk Cu-turunan klorofil menggunakan alkohol (etanol 96%) sebagai pelarut,

Page 15: Proses pembuatan bubuk Cu-turunan klorofil (Cu-Chlorophyllin · terpapar cahaya. Stabilitas klorofil ... tidak peka terhadap cahaya ... Produk akhir sebagai bahan baku suplemen makanan

39

sehingga perlu dilakukan analisis kadar alkohol. Analisis kadar alkohol dapat

dijadikan sebagai pertimbangan kehalalan produk bubuk Cu turunan klorofil.

Peraturan LPPOM-MUI (2008) menyebutkan bahwa penggunaan etanol (alkohol)

yang berasal dari industri non khamr di dalam produksi pangan diperbolehkan,

selama tidak terdeteksi pada produk akhir.

Kadar alkohol bubuk Cu turunan klorofil terpilih dalam penelitian ini

dianalisis menggunakan alat kromatografi gas (USPC 2006 yang dimodifikasi).

Kromatografi gas adalah teknik kromatografi yang bisa digunakan untuk

memisahkan senyawa organik yang mudah menguap. Senyawa-senyawa yang

dapat ditetapkan dengan kromatografi gas sangat banyak, namun terdapat

batasan-batasan. Senyawa-senyawa tersebut harus mudah menguap dan stabil

pada temperatur pengujian yaitu pada suhu 50°C – 300°C. Jika senyawa tidak

mudah menguap atau tidak stabil pada temperatur pengujian, maka senyawa

tersebut bisa diderivatisasi agar dapat dianalisis dengan kromatografi gas (Day &

Underwood 1991).

Berdasarkan hasil uji menggunakan kromatografi gas diketahui bahwa

kadar klorofil pada bubuk Cu-turunan klorofil terpilih sebesar 0%. Hasil ini dapat

dijadikan pertimbangan untuk menilai kehalalan bubuk Cu-turunan klorofil. Hal ini

diduga karena spray dryer mampu mengubah larutan menjadi serbuk dengan

baik. Langkah pertama mekanisme kerja pada spray dryer yaitu mengubah

seluruh cairan dari bahan yang ingin dikeringkan ke dalam bentuk butiran-butiran

cairan dengan cara diuapkan menggunakan atomizer. Cairan dari bahan yang

telah berbentuk tetesan-tetesan tersebut kemudian di kontakan dengan udara

panas. Peristiwa pengontakkan ini menyebabkan cairan dalam bentuk tetesan-

tetesan tersebut mengering dan berubah menjadi serbuk. Selanjutnya proses

pemisahan antara uap panas dengan serbuk dilakukan dengan cyclone atau

penyaring. Setelah di pisahkan, serbuk kemudian kembali diturunkan suhunya

sesuai dengan kebutuhan produksi (Setijahartini 1980).