proses fermentasi limbah rumput laut eucheuma cottonii sebagai ...

122
1 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Krisis energi yang terjadi di berbagai negara di belahan dunia saat ini sudah memasuki tahapan yang sangat serius dan memprihatinkan sehingga harus segera dicari metode pemecahan masalahnya, termasuk Indonesia. Menurut data PDSI (2008), saat ini sumber energi dunia masih didominasi oleh sumber daya alam yang tidak terbarukan antara lain minyak bumi, batubara dan gas alam, yakni sekitar 80,1%, dimana masing - masing penggunaanya adalah olahan minyak bumi sebesar 35,03%, batubara sebanyak 24,59% dan gas alam sekitar 20,44%. Sumber energi terbarukan lainnya, tetapi mengandung resiko yang cukup tinggi adalah energi nuklir yaitu sekitar 6,3%. Sementara itu sumber energi terbarukan lainnya yang baru dikembangkan sekitar 13,6%, terutama biomassa tradisional, yaitu hanya sekitar 8,5% saja. Kelangkaan yang disertai tingginya harga bahan bakar minyak secara global beberapa tahun terakhir membuat banyak negara di dunia meningkatkan upayanya untuk menggunakan biofuel sebagai bahan bakar alternatif. Salah satu biofuel yang paling banyak digunakan adalah etanol, zat ini diekstrak dari tanaman pangan seperti tebu dan singkong (Prihandana dkk, 2007). Pemerintah Indonesia juga telah mengeluarkan dua kebijakan penting tentang energi alternatif ini. Kebijakan itu adalah Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional dan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2006 tentang penyediaan dan pemanfaatan bahan bakar nabati atau biofuel.

Transcript of proses fermentasi limbah rumput laut eucheuma cottonii sebagai ...

Page 1: proses fermentasi limbah rumput laut eucheuma cottonii sebagai ...

1

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Krisis energi yang terjadi di berbagai negara di belahan dunia saat ini sudah

memasuki tahapan yang sangat serius dan memprihatinkan sehingga harus segera dicari

metode pemecahan masalahnya, termasuk Indonesia. Menurut data PDSI (2008), saat

ini sumber energi dunia masih didominasi oleh sumber daya alam yang tidak

terbarukan antara lain minyak bumi, batubara dan gas alam, yakni sekitar 80,1%,

dimana masing - masing penggunaanya adalah olahan minyak bumi sebesar 35,03%,

batubara sebanyak 24,59% dan gas alam sekitar 20,44%. Sumber energi terbarukan

lainnya, tetapi mengandung resiko yang cukup tinggi adalah energi nuklir yaitu sekitar

6,3%. Sementara itu sumber energi terbarukan lainnya yang baru dikembangkan sekitar

13,6%, terutama biomassa tradisional, yaitu hanya sekitar 8,5% saja.

Kelangkaan yang disertai tingginya harga bahan bakar minyak secara

global beberapa tahun terakhir membuat banyak negara di dunia meningkatkan

upayanya untuk menggunakan biofuel sebagai bahan bakar alternatif. Salah satu

biofuel yang paling banyak digunakan adalah etanol, zat ini diekstrak dari

tanaman pangan seperti tebu dan singkong (Prihandana dkk, 2007). Pemerintah

Indonesia juga telah mengeluarkan dua kebijakan penting tentang energi alternatif

ini. Kebijakan itu adalah Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 5 Tahun 2006

tentang Kebijakan Energi Nasional dan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1

Tahun 2006 tentang penyediaan dan pemanfaatan bahan bakar nabati atau biofuel.

Page 2: proses fermentasi limbah rumput laut eucheuma cottonii sebagai ...

2

Kebijakan tersebut adalah instruksi untuk mengambil langkah-langkah untuk

melaksanakan percepatan penyediaan dan pemanfaatan bahan bakar nabati

(biofuels) sebagai bahan bakar pengganti bahan bakar konvensional yang

digunakan saat ini.

Pemakaian biogasoline (campuran bensin dan etanol) pada mesin

kendaraan berbahan bakar bensin ternyata mempunyai efek positif terhadap

lingkungan, karena dapat menekan emisi CO2, CO, hidrokarbon dan SOX.

Meningkatnya penggunaan etanol sebagai salah satu sumber energi

alternatif akan meningkatkan permintaan bahan baku. Mengingat hingga saat ini

teknologi generasi pertama pembuatan etanol yang telah mantap dikembangkan

adalah teknologi starch - based (Sun and Cheng, 2002), maka dikhawatirkan akan

terjadi kompetisi antara ketersediaan bahan baku untuk pangan, pakan, dan

sumber energi. Selain itu, untuk menggantikan semua kebutuhan bahan bakar

minyak dunia saat ini dengan etanol maka diperlukan luas tanah, lahan pertanian,

hutan, dan lain-lain yang tidak terbatas. Apalagi jika melihat bahwa saat ini di

berbagai negara, khususnya negara berkembang sudah menunjukkan indikasi

adanya krisis pangan dan energi sehingga sangatlah perlu untuk segera dicari

sumber bahan baku pembuatan etanol yang lain.

Sumber bahan baku potensial yang ketersediaannya melimpah, berharga

murah, belum banyak dimanfaatkan orang dan mengandung struktur gula

sederhana yang dapat diubah menjadi etanol adalah bahan-bahan berlignosellulosa

(Ho dkk, 1998), yang dalam beberapa dekade terakhir, menjadi salah satu obyek

penelitian yang menarik untuk mengetahui potensi dari bahan – bahan

Page 3: proses fermentasi limbah rumput laut eucheuma cottonii sebagai ...

3

lignoselulosa dalam usaha memproduksi etanol generasi kedua (Curreli dkk,

1997; Gaspar dkk, 2005).

Proses pembuatan etanol dari bahan berselulosa memerlukan beberapa

tahapan sebelum menghasilkan etanol, salah satunya adalah tahapan fermentasi.

Hal ini disebabkan karena struktur selulosa yang lebih kompleks sehingga harus

dirombak agar proses fermentasi sebagai tahapan awal pembuatan etanol dapat

berlangsung dengan optimal. Menurut Shofiyanto (2008), bahan selulosa pada

limbah dapat dimanfaatkan sebagai sumber karbon untuk produksi etanol dengan

melakukan proses hidrolisis terlebih dahulu. Proses hidrolisis dilakukan dengan

tujuan untuk mendapatkan gula sederhana dan mempermudah kerja yeast dalam

proses fermentasi.

Indonesia sebagai negara kepulauan dengan panjang garis pantai sekitar 81.000

km merupakan kawasan pesisir dan lautan yang memiliki berbagai sumberdaya hayati

yang sangat besar dan beragam. Berbagai sumberdaya hayati tersebut merupakan

potensi pembangunan yang sangat penting sebagai sumber-sumber pertumbuhan

ekonomi baru. Salah satu komoditi perairan Indonesia yang sangat berpotensi untuk

dikembangkan adalah rumput laut. Hal ini dikarenakan jumlah permintaan rumput laut

di pasar lokal dan ekspor masih lebih besar dari pada penawarannya. Oleh karena itu

pemerintah saat ini tengah menggalakkan peningkatan produksi komoditi rumput laut,

sehingga untuk kedepannya produksi rumput laut di Indonesia akan terus mengalami

peningkatan yang signifikan.

Perkembangan penelitian pendayagunaan rumput laut di Indonesia telah

dimulai sejak Ekspedisi Siboga yang dilakukan antara tahun 1899 - 1900. Penelitian

Page 4: proses fermentasi limbah rumput laut eucheuma cottonii sebagai ...

4

selanjutnya dilakukan Van Bosse pada tahun 1913 - 1928 telah berhasil mengoleksi

jenis rumput laut yang tumbuh di perairan Indonesia sebanyak 555 jenis. Pada

penelitian Van Bosse tahun 1914 - 1916 di Kepulauan Kai pada Ekspedisi Danish

menemukan sebanyak 25 jenis alga merah, 28 jenis alga hijau dan 11 jenis alga coklat.

Tidak semua hasil panen Eucheuma cottonii dapat diekspor sebagai bahan baku

kosmetik dan bahan makanan, karena ada saja bagian – bagian yang tidak masuk

kedalam kriteria kelayakan sebagai bahan baku untuk diekspor. Sisa hasil panen ini ada

yang terserang penyakit, pertumbuhannya terhambat karena kurangnya nutrisi yang

sangat dibutuhkan dalam masa pertumbuhan, serangan gulma, serta adanya serangan

predator luar seperti ikan yang merusak pertumbuhan Eucheuma cottonii. Sehingga

Eucheuma cottonii yang tidak masuk kriteria ekspor tersebut, menjadi kurang

termanfaatkan dan cenderung dibiarkan begitu saja sehingga teronggok membusuk dan

pada akhirnya menjadi sampah pantai yang mengganggu kesehatan, terutama bagi para

wisatawan. Alangkah baiknya apabila sisa hasil panen Eucheuma cottonii yang tidak

termanfaatkan tersebut dapat dimanfaatkan kembali menjadi salah satu bahan baku

pembuatan etanol pengganti bahan baku yang selama ini digunakan seperti jarak,

singkong dan tebu.

Peluang pemanfaatan limbah Eucheuma cottonii ini mempunyai prospek yang

sangat bagus sebagai salah satu sumber energi alternatif nabati di masa depan

khususnya sebagai bahan baku pembuatan etanol, melihat kondisi Indonesia sebagai

negara maritim dimana dua per tiga luas wilayahnya merupakan lautan, dan rumput laut

sudah banyak dikembangkan oleh masyarakat disepanjang pesisir pantai – pantai di

Indonesia pada umumnya dan di Provinsi Bali pada khususnya.

Page 5: proses fermentasi limbah rumput laut eucheuma cottonii sebagai ...

5

Beberapa penelitian sebelumnya telah membahas tentang pemanfaatan alga

sebagai bahan bakar alternatif, salah satunya adalah penelitian dari Jorge Alberto Vieira

Costa dan Michele Greque de Morais dari Laboratory of Biochemical Engineering,

College of Chemistry and Food Engineering, Federal University of Rio Grande, Brazil

(2010) yang melaporkan bahwa mikroalga ternyata dapat dijadikan sebagai sumber

bahan baku utama dalam pembuatan biofuel pengganti energi fosil karena ramah

lingkungan, dan mampu mengurangi emisi gas karbondioksida yang berdampak pada

efek rumah kaca dan pemanasan global.

Selanjutnya ada pula hasil penelitian sebelumnya tentang rumput laut dari jenis

Eucheuma cottonii yaitu dari hasil penelitian Luthfy (1988) yang melaporkan bahwa

rumput laut jenis Eucheuma cottonii ternyata mengandung kadar abu 19,92 %, protein

2,80 %, lemak 1,78 %, serat kasar 7,02 % dan mengandung karbohidrat yang cukup

tinggi yaitu sekitar 68,48 %.

Dari paparan hasil penelitian sebelumnya diatas, dapat dilihat bahwa limbah

Eucheuma cottonii dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan etanol dengan

tahapan awal proses fermentasi, melihat kandungan karbohidratnya yang cukup tinggi,

yaitu sekitar 68,48%. Salah satu hal yang belum menarik banyak orang dalam bidang

penelitian tentang pengolahan Eucheuma cottonii menjadi etanol adalah adanya

senyawa lignin yang membungkus selulosa didalam matriks Eucheuma cottonii.

Adanya lignin dalam bahan berselulosa ini akan menghambat aktifitas enzim yang

terdapat didalam ragi dalam proses pengkonversian gula sederhana menjadi etanol.

Sehingga untuk meningkatkan proses hidrolisis, maka perlu dilakukan proses

delignifikasi untuk mendegradasi lignin dari struktur selulosa dengan menggunakan

Page 6: proses fermentasi limbah rumput laut eucheuma cottonii sebagai ...

6

bantuan senyawa katalis, salah satu caranya adalah dengan menggunakan katalis kimia

berupa senyawa NaOH. Dari hasil penelitian Samsul Rizal (2005), penambahan

konsentrasi katalis NaOH hingga 8% ternyata mampu meningkatkan kandungan

selulosa dalam produksi pulp dari jerami, sehingga diperoleh hasil produksi optimum

selulosa sekitar 91,4 % dengan sisa lignin dalam pulp yang hanya mencapai sekitar 1,2

% saja.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dari latar belakang diatas maka rumusan permasalahan

yang akan dibahas dalam tesis ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah pengaruh variasi konsentrasi senyawa NaOH pada tahapan

proses delignifikasi dalam usaha mengoptimalkan proses pembuatan etanol

berbahan baku limbah Eucheuma cottonii ?

2. Bagaimanakah perbandingan kadar alkohol, volume produk fermentasi dan

laju fermentasi yang dihasilkan dari setiap variasi delignifikasi, variasi

perbandingan ragi dengan limbah Eucheuma cottonii, variasi perlakuan dan

variasi waktu fermentasi pada rangkaian proses fermentasi limbah

Eucheuma cottonii?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

Page 7: proses fermentasi limbah rumput laut eucheuma cottonii sebagai ...

7

1. Menganalisa pengaruh variasi konsentrasi senyawa NaOH pada proses

delignifikasi dalam usaha mempermudah proses pembuatan etanol generasi

kedua dari limbah Eucheuma cottonii.

2. Menganalisa perbandingan kadar alkohol, volume produk fermentasi dan

laju fermentasi yang dihasilkan yang dihasilkan dari setiap variasi

delignifikasi, variasi perbandingan ragi dengan limbah Eucheuma cottonii,

variasi perlakuan dan variasi waktu fermentasi pada proses fermentasi

limbah Eucheuma cottonii.

1.3.2 Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Menggali potensi limbah rumput laut khususnya jenis Eucheuma cottonii

sebagai salah satu sumber bahan baku alternatif dalam pembuatan etanol

generasi kedua pengganti etanol generasi pertama berbahan baku biomassa

darat yang selama ini digunakan.

2. Memberikan salah satu solusi alternatif dalam usaha mengatasi permasalahan

sumber energi terbarukan di Indonesia khususnya dan dunia pada umumnya.

1.4 Manfaat Penelitian

Dari penelitian yang dilakukan diharapkan dapat memberikan manfaat-

manfaat seperti yang tercantum di bawah ini :

1. Diperoleh data-data signifikan yang dapat dijadikan acuan awal dalam hal

penggunaan, pemanfaatan serta pengoptimalan pemakaian limbah Eucheuma

Page 8: proses fermentasi limbah rumput laut eucheuma cottonii sebagai ...

8

cottonii sebagai salah satu sumber bahan baku pembuatan etanol sehingga

untuk kedepannya dapat dijadikan sebagai salah satu sumber energi alternatif

pengganti bahan bakar fosil yang digunakan selama ini.

2. Memberikan informasi kepada masyarakat luas terkait potensi menjanjikan

dari limbah Eucheuma cottonii sebagai salah satu sumber bahan baku

alternatif pembuatan etanol sebagai bahan bakar ramah lingkungan di masa

depan.

3. Dapat dijadikan sebagai salah satu acuan dalam usaha mendukung gerakan

green energy.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Dari permasalahan yang dihadapi perlu kiranya diberikan batasan – batasan

atau ruang lingkup, sehingga rumusan permasalahan dapat diselesaikan dengan cara

yang lebih sederhana tanpa ada bias tanpa mengurangi keakuratan dari hasil penelitian.

Adapun beberapa batasan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Pembuatan etanol disini menggunakan bahan baku limbah makroalga dari

jenis Eucheuma cottonii yang masuk dalam katagori ganggang merah.

2. Khamir (ragi) yang digunakan dalam proses fermentasi disini adalah jenis

Saccharomyces cerevisiae yang mana merupakan khamir terbaik dan tercepat

dalam membantu proses fermentasi.

3. Senyawa kimia yang digunakan dalam usaha pendegradasian lignin dalam

limbah Eucheuma cottonii pada tahap pretreatment menggunakan senyawa

Natrium Hidroksida (NaOH).

Page 9: proses fermentasi limbah rumput laut eucheuma cottonii sebagai ...

9

4. Senyawa yang digunakan dalam usaha mengoptimalisasi proses fermentasi

dengan perlakuan secara biologi menggunakan larutan Effective

Microorganism (EM4).

5. Variasi – variasi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Variasi delignifikasi limbah Eucheuma cottonii dengan larutan NaOH :

a) 30 kilogram limbah Eucheuma cottonii + 10% Larutan NaOH

b) 30 kilogram limbah Eucheuma cottonii + 15% Larutan NaOH

c) 30 kilogram limbah Eucheuma cottonii + 20% Larutan NaOH

Variasi treatment limbah Eucheuma cottonii dari setiap variasi delignifikasi:

a) 15 kilogram limbah Eucheuma cottonii ditreatment dengan proses

perlakuan fisika seperti penekanan, penggilingan dan penghancuran

serta dilanjutkan dengan pemasakan (proses hidrolisis).

b) 15 kilogram limbah Eucheuma cottonii ditreatment dengan proses

pemasakan (hidrolisis) yang dilanjutkan dengan perlakuan secara

biologi yaitu dengan penambahan Effective Microorganism (EM4).

Variasi konsentrasi ragi yang digunakan dalam satu kali rentang proses

fermentasi adalah sebagai berikut:

a) 1 kilogram limbah Eucheuma cottonii + 1,5 gram ragi

b) 1 kilogram limbah Eucheuma cottonii + 3 gram ragi

c) 1 kilogram limbah Eucheuma cottonii + 4,5 gram ragi

d) 1 kilogram limbah Eucheuma cottonii + 6 gram ragi

e) 1 kilogram limbah Eucheuma cottonii + 7,5 gram ragi

Page 10: proses fermentasi limbah rumput laut eucheuma cottonii sebagai ...

10

Variasi waktu fermentasi:

a) 3 hari, 6 hari dan 9 hari

6. Analisa – analisa penelitian yang dilakukan antara lain:

a) Analisa pengaruh variasi proses delignifikasi terhadap proses

fermentasi limbah Eucheuma cottonii.

b) Analisa pengaruh variasi perlakuan, variasi komposisi perbandingan

ragi dengan limbah Eucheuma cottonii dan variasi waktu fermentasi

terhadap kadar alkohol, volume produk fermentasi dan laju

fermentasi yang dihasilkan dalam proses fermentasi limbah

Eucheuma cottonii.

c) Pemodelan matematis proses laju fermentasi dalam usaha

memprediksi hasil penelitian kedepannya.

7. Reaksi atau proses kimia tidak dijabarkan dalam penelitian ini.

8. Pengujian dan analisa data dilakukan di Pusat Kajian Industri dan Energi

Jurusan Teknik Mesin serta Laboratorium Bioteknologi, Gedung

Pascasarjana Universitas Udayana.

Page 11: proses fermentasi limbah rumput laut eucheuma cottonii sebagai ...

11

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Umum Rumput Laut

Alga laut diklasifikasikan menjadi makroalga dan mikroalga. Makroalga terdiri

dari banyak sel yang membentuk koloni (Eastro dan Huber, 2003). Makroalga

termasuk alga merah, alga hijau, dan alga coklat dan pada umumnya disebut dengan

rumput laut. Struktur rumput laut lebih kompleks dari pada alga uniselular. Rumput laut

tidak memiliki daun, batang dan akar sejati. Bagian tubuhnya disebut dengan thallus,

dapat berupa filamen, lembaran tipis berdaun banyak.

Rumput laut (seaweed), alga, ganggang dan lamun (seagrass) adalah tumbuhan

yang memiliki perbedaan. Rumput laut atau yang biasa disebut dengan seaweed

merupakan tanaman makro alga yang hidup di laut yang tidak memiliki akar, batang

dan daun sejati dan pada umummnya hidup di dasar perairan. Rumput laut disebut

tanaman karena memiliki klorofil (zat hijau daun) sehingga bisa berfotosintesis.

Rumput laut juga sering disebut sebagai alga atau ganggang pada daerah - daerah

tertentu di Indonesia. Akan tetapi rumput laut (seaweed) berbeda dengan lamun

(seagrass). Lamun adalah tanaman yang hidup dilaut dan tidak memiliki klorofil.

Bagian-bagian rumput laut secara umum terdiri dari holdfast yaitu bagian dasar

dari rumput laut yang berfungsi untuk menempel pada substrat dan thallus yaitu

bentuk-bentuk pertumbuhan rumput laut yang menyerupai percabangan. Tidak semua

rumput laut bisa diketahui memiliki holdfast atau tidak. Rumput laut memperoleh atau

menyerap makanannya melalui sel-sel yang terdapat pada thallusnya. Nutrisi terbawa

11

Page 12: proses fermentasi limbah rumput laut eucheuma cottonii sebagai ...

12

oleh arus air yang menerpa rumput laut akan diserap sehingga rumput laut bisa tumbuh

dan berkembangbiak. Perkembangbiakan rumput laut melalui dua cara yaitu generatif

dan vegetatif. Gambar bagian - bagian dari holdfast dan thallus dari rumput laut dapat

dilihat pada gambar 2.1 dibawah ini.

Gambar 2.1 Morfologi Rumput Laut (Sumber : Afrianto dan Liviawati, 1993)

Secara morfologis rumput laut merupakan tanaman laut yang berklorofil dan

memiliki thallus (batang). Rumput laut tidak memiliki perbedaan yang jelas antara

akar, batang dan daun. Pertumbuhan dan percabangan thallus rumput laut antara jenis

yang satu dengan yang lainnya berbeda-beda. Bentuk thallus rumput laut juga

bervariasi, antara lain bulat seperti tabung, pipih, gepeng, bulat seperti kantong,

lembaran dan juga ada yang berbentuk seperti helai rambut.

Pada umumnya klasifikasi alga ditentukan dari pigmennya. Selain mengandung

klorofil, alga yang juga disebut rumput laut ini juga mengandung zat warna lainnya

seperti biru,keemasan, pirang, coklat dan merah. Karena memiliki klorofil, maka rumput

laut dikatakan bersifat autotrop, yaitu dapat hidup sendiri tanpa harus tergantung pada

makhluk lainnya.

Para ahli menggolongkan alga dalam 5 kelas berdasarkan pigmentasinya, yaitu :

1. Cyanophyta (alga biru)

Page 13: proses fermentasi limbah rumput laut eucheuma cottonii sebagai ...

13

2. Chlorophyta (alga hijau)

3. Chrysophyta (alga keemasan)

4. Phaeophyta (alga coklat)

5. Rhodophyta (alga merah)

Penggolongan tersebut di atas berdasarkan pada kandungan warna (pigmen)

yang terkandung di dalamnya dan terlihat, baik pada saat hidup maupun ketika mati

kekeringan. Cyanophyta mengandung warna biru sehingga disebut alga biru.

Chlorophyta mengandung warna hijau, Chrysophyta mengandung warna keemasan,

Phaeophyta mengandung warna coklat dan Rhodophyta mengandung warna merah.

2.2 Pemilihan Lokasi Budidaya Rumput Laut

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemilihan lokasi budidaya rumput laut

adalah sebagai berikut:

1. Keterlindungan lokasi, dimana lokasi harus terlindung untuk cmenghindari

kerusakan fisik rumput laut dari terpaan angin dan gelombang yang besar.

2. Dasar perairan yang paling baik bagi pertumbuhan rumput laut adalah dasar

perairan yang stabil yang terdiri dari potongan karang mati bercampur dengan

pasir karang, dan adanya seagrass. Hal ini menunjukkan adanya gerakan air yang

baik.

3. Kedalaman air berkisar antara 30 -50 cm pada surut terendah, supaya rumput laut

tidak mengalami kekeringan karena terkena sinar matahari secara langsung dan

masih memperoleh penetrasi sinar matahari pada waktu pasang. Kedalaman

maksimal adalah setinggi orang berdiri dengan mengangkat tangannya.

Page 14: proses fermentasi limbah rumput laut eucheuma cottonii sebagai ...

14

Umur panen yang tepat akan sangat mempengaruhi kualitas dari rumput laut

tersebut. Yunizal dkk,(2000) menyatakan bahwa sebagai bahan baku pengolahan,

rumput laut harus dipanen pada umur yang tepat. Untuk rumput laut jenis Gracilaria

pemanenan dilakukan setelah berumur 3 bulan, sedangkan untuk jenis Eucheuma

dipanen setelah berumur 1,5 bulan atau lebih.

2.3 Faktor –Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Rumput Laut

Faktor-faktor lingkungan yang sangat mempengaruhi pertumbuhan rumput laut

dapat dijabarkan sebagai berikut:

a. Suhu

Suhu merupakan indikasi jumlah energi (panas) yang terdapat dalam satu

sistem atau massa (Permatasari, 2003). Karena sifat fisiknya, air, terutama dalam

jumlah besar seperti lautan menunjukan perubahan suhu yang kecil dan jarang melebihi

batas letal organisme (Nyabakken, 1992). Namun, wilayah pantai dipengaruhi oleh

suhu udara selama periode yang berbeda-beda dan suhu ini mempunyai kisaran yang

luas baik secara harian maupun secara musiman.

Perubahan suhu ini terjadi saat terjadinya pasang atau surut maksimal. Suhu

juga mempunyai pengaruh tidak langsung terhadap organisme laut. Organisme laut

dapat mati kehabisan air, meningkatnya suhu dapat mempercepat kehabisan air. Suhu

air di permukaan nusantara berkisar antara 28 – 31°C (Permatasari, 2003). Suhu di

dekat pantai biasanya sedikit lebih tinggi dari pada di lepas pantai.

Suhu perairan sangat mempengaruhi laju fotosintesis, nilai suhu perairan yang

optimal untuk laju fotosintesis berbeda pada setiap jenis rumput laut. Secara prinsip

Page 15: proses fermentasi limbah rumput laut eucheuma cottonii sebagai ...

15

suhu yang tinggi dapat menyebabkan protein mengalami denaturasi, serta dapat

merusak enzim dan membran sel yang bersifat labil terhadap suhu yang tinggi. Pada

suhu yang rendah, protein dan lemak membran dapat mengalami kerusakan sebagai

akibat terbentuknya kristal di dalam sel. Terkait dengan itu, maka suhu sangat

mempengaruhi beberapa hal yang terkait dengan kehidupan rumput laut, seperti

kehilangan hidup, pertumbuhan dan perkembangan, reproduksi, fotosintesis dan

respirasi (Eidman, 1991). Selanjutnya menurut Sulistijo (1994) menyatakan kisaran

suhu perairan laut yang baik untuk rumput laut jenis Eucheuma adalah berkisar antara

27 - 30 oC.

b. Arus

Arus merupakan gerakan mengalir suatu masa air yang dapat disebabkan oleh

tiupan angin, perbedaan densitas air laut dan pasang surut yang bergelombang panjang

dari laut terbuka (Nontji, 1987). Arus mempunyai peranan penting dalam penyebaran

unsur hara di laut. Arus ini sangat berperan dalam perolehan makanan bagi alga laut

karena arus dapat membawa nutrien yang dibutuhkan dalam perkembangan rumput

laut.

Aslan (1991) menyatakan bahwa dalam budidaya rumput laut, kerugian yang

ditimbulkan bila ombak atau gelombang cukup kuat adalah rumput laut kesulitan

menyerap nutrisi yang berguna bagi pertumbuhan, perairan menjadi keruh sehingga

menghalangi proses fotosintesis, dan menurut Sulistijo (1994), salah satu syarat untuk

menentukan lokasi Eucheuma sp adalah adanya arus dengan kecepatan 0,33 - 0,66

m/detik.

Page 16: proses fermentasi limbah rumput laut eucheuma cottonii sebagai ...

16

c. Salinitas

Salinitas merupakan kadar garam yang terkandung dalam air laut. Perubahan

salinitas dapat mempengaruhi organise-organisme yang hidup di laut dan zona

intertidal (Nybakken, 1992). Pada keadaan tertentu penurunan salinitas yang melewati

batas toleransi akan mengakibatkan matinya organisme tertentu. Salinitas akan

mengalami penurunan saat hujan dan mengalami kenaikan saat siang hari yaitu saat

terjadi penguapan.

Kenaikan salinitas akan menurunkan potensi air yang menyebabkan percepatan

plasmolisis sel dan stress pada rumput laut (Graham dan Wilcox, 2000). Rumput laut di

daerah intertidal dapat mentoleransi perubahan salinitas lebih baik dibandingkan

rumput laut di daerah subtidal.

Jenis Eucheuma sp tumbuh berkembang dengan baik pada tingkat salinitas

yang tinggi. Penurunan salinitas akibat masuknya air tawar dari sungai dapat

menyebabkan pertumbuhan rumput laut Eucheuma sp menurun. Sadhori (1989)

menyatakan bahwa salinitas yang cocok untuk pertumbuhan rumput laut berkisar antara

31-35 ppt. Selanjutnya menurut Dawes (1981), kisaran salinitas yang baik bagi

pertumbuhan Eucheuma sp adalah 30-35 ppt. Sementara itu Soegiarto dkk. (1978)

menyatakan kisaran salinitas yang baik untuk Eucheuma sp adalah 32 - 35 ppt.

d. pH

Keasaman atau derajat pH merupakan salah satu faktor penting dalam

kehidupan alga laut, sama halnya dengan faktor-faktor lainnya. Aslan (2005)

menyatakan bahwa kisaran pH maksimum untuk kehidupan organisme laut adalah 6,5 -

8,5.

Page 17: proses fermentasi limbah rumput laut eucheuma cottonii sebagai ...

17

e. Pasang Surut

Naik dan turunnya permukaan laut secara periodik selama satu interval waktu

tertentu disebut pasang-surut (Nybakken, 1992). Pasang-surut terjadi karena interaksi

antara gaya gravitasi matahari dan bulan terhadap bumi serta gaya sentrifugal yang

ditimbulkan oleh rotasi bumi dan sistem rotasi bulan. Pasang-surut berpengaruh

terhadap kehidupan rumput laut. Pola pasang surut mempengaruhi struktur komunitas

rumput laut (Graham dan Wilcox, 2000). Perbedaan pasang surut yang terlalu tinggi

dapat menghambat budidaya rumput laut. Perbedaan pasang surut yang terlalu tinggi

menyebabkan spine (ujung tanaman) menjadi kering dan rusak.

f. Substrat dan Nutrien

Tipe dan sifat substratum dan dasar perairan merupakan faktor penting dalam

pemilihan lokasi. Keadaan substratum ini merupakan refleksi dari keadaan oseanografi

perairan karang dan dapat pula digunakan untuk menentukan derajat kemudahan dalam

pembangunan konstruksi budidaya. Area yang sangat berkarang umumnya sangat

terbuka terhadap ombak (wave exposed), sedangkan tipe substratum yang terdiri dari

fine sand atau silt umumnya terlindung dari segala macam gerak air. Kedua macam

substratum ini tidak tepat untuk dipilih (Mubarak, 1982).

2.4 Kandungan Dan Manfaat Rumput Laut

Rumput laut telah lama digunakan sebagai makanan maupun obat-obatan di

negeri Jepang, Cina, Eropa maupun Amerika. Diantaranya sebagai nori, kombu, puding

atau dalam bentuk hidangan lainnya seperti sop, saus dan dalam bentuk mentah sebagai

sayuran. Adapun pemanfaatan rumput laut sebagai makanan karena mempunyai gizi

Page 18: proses fermentasi limbah rumput laut eucheuma cottonii sebagai ...

18

yang cukup tinggi yang sebagian besar terletak pada karbohidrat di samping lemak dan

protein yang terdapat di dalamnya.

Menurut Harvey (2009), secara kimia rumput laut terdiri dari air (27,8%),

protein (5,4%), karbohidrat (33,3%), lemak (8,60%), serta serat kasar (3,0%), dan abu

(22,25%) dan menurut Suriawiria (2003), uji proksimat yang dilakukan pada limbah

rumput laut kering didapatkan presentase masing-masing komponen kadar air adalah

11.28%, kadar abu 36,05%, kadar lemak 0,42%, kadar protein 1.86%, kadar serat kasar

8,96% dan karbohidrat 41,43%.

2.5 Alga Merah (Rhodophyta)

Alga merah merupakan kelompok alga yang jenis-jenisnya memiliki berbagai

bentuk dan variasi warna. Salah satu indikasi dari alga merah adalah terjadi perubahan

warna dari warna aslinya menjadi ungu atau merah apabila alga tersebut terkena panas

atau sinar matahari secara langsung. Alga merah merupakan golongan alga yang

mengandung karaginan dan agar yang bermanfaat dalam industri kosmetik dan

makanan. Alga merah pun dapat berproduksi dengan cepat yaitu sekitar 7-13% bahkan

dapat bertambah sampai 20% per harinya.

Dapat dibayangkan apabila harus menggunakan pohon yang harus menunggu

puluhan tahun. Dengan adanya bahan baku untuk energi alternatif ini diharapkan

pohon-pohon di dunia tidak semakin berkurang karena pohon merupakan hal yang

sangat penting bagi kehidupan manusia dan menjaga kelestarian ekologi. Budidaya alga

merah ini dapat dilakukan oleh siapa saja karena mudah dikembangkan. Alga ini dapat

ditemukan di perairan dengan arus yang tenang. Beberapa contoh rumput laut jenis alga

Page 19: proses fermentasi limbah rumput laut eucheuma cottonii sebagai ...

19

merah yang bernilai ekonomis dan terdapat di perairan laut Indonesia dapat dilihat pada

Tabel 2.1 dibawah ini.

Tabel 2.1

Jenis Alga Merah Yang Memiliki Nilai Ekonomis Di Perairan Laut Indonesia

No Nama Spesies Contoh gambar Ciri –ciri dan Habitat

1 Eucheuma

cottonii

Thallus silindris, permukaan

licin, warna hijau, kuning,

abu – abu dan merah.

Melekat pada substrat

dengan alat perekat dengan

cakram.

2 Eucheuma

spinossum

Thallus silindris,permukaan

licin, warna coklat tua, hijau

coklat, hijau kuning atau

merah ungu. Tumbuh di

daerah bersubstrat batu.

3 Eucheuma

edule

Thallus silindris, permukaan

licin, warna hijau kuning

atau coklat hijau. Pada

thallus terdapat benjolan.

Menepel pada batu di

daerah rataan terumbu

karang.

4 Gelledella

acerosa

Thallus silindris dengan

percabangan tidak teratur

yang keluar dari stolon.

Thallus mempunyai ranting

– ranting pendek.

Sumber: Rumput Laut, Jenis Dan Morfologinya,Wahid Junaedi, 2004

Page 20: proses fermentasi limbah rumput laut eucheuma cottonii sebagai ...

20

2.6 Eucheuma cottonii

Rumput laut jenis Eucheuma cottonii merupakan salah satu rumput laut dari

jenis alga merah (Rhodophyta). Rumput laut jenis ini memiliki thallus yang licin dan

silindris, berwarna hijau, hijau kuning, abu-abu dan merah. Tumbuh melekat pada

substrat dengan alat perekat berupa cakram (Atmadja dkk,1996).

Klasifikasi Eucheuma cottonii menurut Doty (1985) adalah sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Divisi : Rhodophyta

Kelas : Rhodophyceae

Ordo : Gigartinales

Famili : Solieracea

Genus : Eucheuma

Species : Eucheuma alvarezii

Keadaan warna tidak selalu tetap, kadang-kadang berwarna hijau, hijau kuning,

abu-abu atau merah sering terjadi hanya karena faktor lingkungan. Kejadian ini

merupakan suatu proses adaptasi kromatik yaitu penyesuaian antara proporsi pigmen

dengan berbagai kualitas pencahayaan (Aslan, 1998). Penampakan thallus bervariasi

mulai dari bentuk sederhana sampai kompleks. Duri-duri pada thallus runcing

memanjang, agak jarang-jarang dan tidak bersusun melingkari thallus. Percabangan ke

berbagai arah dengan batang-batang utama keluar saling berdekatan ke daerah basal

(pangkal). Tumbuh melekat ke substrat dengan alat perekat berupa cakram. Cabang

pertama dan kedua tumbuh dengan membentuk rumpun yang rimbun dengan mengarah

ke arah datangnya sinar matahari (Atmadja dkk, 1996).

Page 21: proses fermentasi limbah rumput laut eucheuma cottonii sebagai ...

21

Umumnya Eucheuma cottonii tumbuh dengan baik di daerah pantai terumbu

(reef). Habitat khasnya adalah daerah yang memperoleh aliran air laut. Kondisi perairan

yang sesuai untuk budidaya rumput laut Eucheuma cottonii yaitu perairan terlindung dari

terpaan angin dan gelombang yang besar, kedalaman perairan 7,65 - 9,72 m, salinitas 33

-35 ppt, suhu air laut 28-30 oC, kecerahan 2,5-5,25 m, pH 6,5-7,0 dan kecepatan arus 22-

48 cm/detik (Wenno, 2009).

2.7 Lignoselulosa

Bahan lignoselulosa merupakan biomassa yang berasal dari tanaman

dengan komponen utama lignin, selulosa, dan hemiselulosa (Fujita dan Harada,

1991). Ketersediaannya yang cukup melimpah, terutama sebagai limbah

pertanian, perkebunan, dan kehutanan, menjadikan bahan ini berpotensi sebagai

salah satu sumber energi melalui proses konversi, baik proses fisika, kimia

maupun biologis. Lignoselulosa mengandung tiga komponen penyusun utama,

yaitu selulosa (30-50%-berat), hemiselulosa (15-35%-berat), dan lignin (13-30%-

berat).

Selulosa adalah senyawa kerangka yang menyusun 40% - 50% bagian

kayu dalam bentuk selulosa mikrofibril, di mana hemiselulosa adalah senyawa

matriks yang berada di antara mikrofibril mikrofibril selulosa. Lignin, di lain

pihak adalah senyawa yang keras yang menyelimuti dan mengeraskan dinding sel.

Salah satu proses konversi bahan lignoselulosa yang banyak diteliti adalah

proses konversi bahan berlignoselulosa menjadi etanol generasi kedua yang

Page 22: proses fermentasi limbah rumput laut eucheuma cottonii sebagai ...

22

selanjutnya dapat digunakan untuk mensubstitusi bahan bakar bensin untuk

keperluan transportasi.

2.7.1 Hemiselulosa

Hemiselulosa merupakan istilah umum bagi polisakarida yang larut dalam

alkali. Hemiselulosa sangat dekat asosiasinya dengan selulosa dalam dinding sel

tanaman (Fengel dan Wegener, 1984). Hemiselulosa merupakan polisakarida yang

mempunyai berat molekul lebih kecil daripada selulosa. Molekul hemiselulosa

lebih mudah menyerap air, bersifat plastis, dan mempunyai permukaan kontak

antar molekul yang lebih luas dari selulosa (Oshima, 1965). Berbeda dengan

selulosa yang hanya tersusun atas glukosa, hemiselulosa tersusun dari bermacam-

macam jenis gula. Lima gula netral, yaitu glukosa, mannosa, dan galaktosa

(heksosan) serta xilosa dan arabinosa (pentosan) merupakan konstituen utama

hemiselulosa (Fengel dan Wegener, 1984). Berbeda dari selulosa yang merupakan

homopolisakarida dengan monomer glukosa dan derajat polimerisasi yang tinggi

(10.000– 14.000 unit), rantai utama hemiselulosa dapat terdiri atas hanya satu

jenis monomer (homopolimer), seperti xilan, atau terdiri atas dua jenis atau lebih

monomer (heteropolimer), seperti glukomannan. Rantai molekul hemiselulosa pun

lebih pendek dari pada selulosa.

2.7.2 Selulosa

Sifat fisik selulosa adalah zat yang padat, kuat, berwarna putih, dan tidak larut

dalam alkohol dan eter. Kayu terdiri dari 50% selulosa, daun kering mengandung 10-

Page 23: proses fermentasi limbah rumput laut eucheuma cottonii sebagai ...

23

20% selulosa, sedangkan kapas mengandung 90% selulosa. Selulosa digunakan dalam

industri pulp, kertas, dan krayon. Selulosa adalah unsur struktural dan komponen utama

dinding sel dari pohon dan tanaman tinggi lainnya. Senyawa ini juga dijumpai dalam

tumbuhan rendah seperti paku, lumut, ganggang, dan jamur. Serat alami yang paling

murni ialah serat kapas, yang terdiri dari sekitar 98% selulosa.

Selulosa hampir tidak pernah ditemui dalam keadaan murni di alam,

melainkan selalu berikatan dengan bahan lain seperti lignin dan hemiselulosa.

Selulosa merupakan polisakarida yang terdiri atas satuan-satuan dan mempunyai

massa molekul relatif yang sangat tinggi, tersusun dari 2.000-3.000 glukosa. Rumus

molekul selulosa adalah (C6H10O5)n. Selulosa terdapat dalam tumbuhan sebagai bahan

pembentuk dinding sel dan serat tumbuhan. Molekul selulosa merupakan mikrofibil

dari glukosa yang terikat satu dengan lainnya membentuk rantai polimer yang

sangat panjang. Adanya lignin serta hemiselulosa di sekeliling selulosa

merupakan hambatan utama untuk menghidrolisis selulosa (Sjostrom,1995).

Hidrolisis sempurna selulosa akan menghasilkan monomer selulosa yaitu

glukosa, sedangkan hidrolisis tidak sempurna akan menghasilkan disakarida dari

selulosa yaitu selobiosa (Fan dkk, 1982). Selulosa dapat dihidrolisis menjadi

glukosa dengan menggunakan media air dan dibantu dengan katalis asam atau

enzim. Selanjutnya glukosa yang dihasilkan dapat difermentasi menjadi menjadi

prodik fermentasi yang nantinya dapat diolah lagi menjadi etanol.

Alga coklat dan hijau memiliki sebuah struktur polisakarida berupa selulosa

yang secara esensial mirip dengan tumbuhan terestrial dan terdapat sekitar 10% dari

bobot keringnya (Kennedy,1989). Penggunaan terbesar selulosa di dalam industri

Page 24: proses fermentasi limbah rumput laut eucheuma cottonii sebagai ...

24

adalah berupa serat kayu dalam industri kertas dan produk kertas dan karton.

Pengunaan lainnya adalah sebagai serat tekstil yang bersaing dengan serat sintetis.

Gambar 2.2 Struktur Selulosa Yang Merupakan Polimer Dari Glukosa

Pada Tabel 2.2 dapat diketahui besarnya kandungan selulosa dalam Gracilaria

sebesar 19,7 % dan kandungan karbohidrat yang cukup tinggi dibandingkan dengan

rumput laut jenis lain. Selulosa dapat dikonversi menjadi produk-produk bernilai

ekonomi yang lebih tinggi seperti glukosa, etanol dan pakan ternak dengan cara

menghidrolisis selulosa dengan bantuan selulase sebagai biokatalisator atau dengan

cara hidroloisis secara asam atau basa (Kim dkk, 2008).

Page 25: proses fermentasi limbah rumput laut eucheuma cottonii sebagai ...

25

Tabel 2.2

Komposisi Kimia Rumput Laut

Jenis alga

Selulosa Galaktan Karbohidrat Protein

etc (lipid, ash) (%)

(%) (%) (%) (%)

Alga

Merah

Gelidium amansii.

Marocco 16,8 55,2 72,0 21,1 6,9

Gelidium amansii, joju 23 56,4 79,4 11,8 8,8

Gracilaria 19,7 44,4 74,1 11 14,9

Eucheuma Cottoni 7,1 43,4 50,5 4,9 44,6

Alga

Hijau Codium Fragile 10,9 47,8 58,7 34,7 6,6

Alga

Coklat

Undaria pinattinda 2,4 38,7 41,1 24,2 34,7

Laminaria japonica 6,7 40,0 46,7 12,2 38,1

Sumber : Kim dkk. 2008

2.7.3 Lignin

Lignin atau zat kayu adalah salah satu zat komponen penyusun tumbuhan.

Komposisi bahan penyusun ini berbeda-beda bergantung jenisnya. Lignin

merupakan zat organik polimer yang banyak dan yang penting dalam dunia

tumbuhan. Lignin tersusun atas jaringan polimer fenolik yang berfungsi

merekatkan serat selulosa dan hemiselulosa sehingga menjadi sangat kuat. (Sun

dan Cheng, 2002).

Dalam kayu, kandungan lignin berkisar antara 20% hingga 40%. Kayu

lunak normal mengandung 26-32% lignin, sedangkan kandungan lignin kayu

keras adalah 35-40%. Lignin yang terdapat dalam kayu keras sebagian larut

Page 26: proses fermentasi limbah rumput laut eucheuma cottonii sebagai ...

26

selama hidrolisis asam. Pada batang, lignin berfungsi sebagai bahan pengikat

komponen penyusun lainnya, sehingga suatu pohon bisa berdiri tegak (seperti

semen pada sebuah batang beton). Berbeda dengan selulosa yang terbentuk dari

gugus karbohidrat, struktur kimia lignin sangat kompleks dan tidak berpola sama.

Gugus aromatik ditemukan pada lignin, yang saling dihubungkan dengan rantai

alifatik, yang terdiri dari 2-3 karbon. Proses pirolisis lignin menghasilkan senyawa

kimia aromatis berupa fenol, terutama kresol.

Lignin mempunyai struktur molekul yang sangat berbeda dengan

polisakarida karena terdiri atas sistem aromatik yang tersusun atas unit-unit fenil

propana. Kandungan lignin dalam kayu daun jarum lebih tinggi daripada dalam

kayu daun lebar. Di samping itu, terdapat beberapa perbedaan struktur lignin

dalam kayu daun jarum dan dalam kayu daun lebar (Fengel dan Wegener, 1984).

Selain itu lignin merupakan tandon karbon utama di dalam biofer, kalau

dihitung kira-kira 30% dari 1.4 x 1012

kg karbon disimpan di dalam lignin

tanaman setiap tahunnya. Karena lignin merupakan salah satu komponen utama

sel tanaman, karena itu lignin juga memiliki dampak langsung terhadap

karakteristik tanaman. Misalnya saja, lignin sangat berpengaruh pada proses

pembuatan pulp dan kertas. Struktur kimia lignin mengalami perubahan di bawah

kondisi suhu yang tinggi dan asam. Pada reaksi dengan temperatur tinggi

mengakibatkan lignin terpecah menjadi partikel yang lebih kecil dan terlepas dari

selulosa (Taherzadeh dan Karimi, 2008).

Page 27: proses fermentasi limbah rumput laut eucheuma cottonii sebagai ...

27

Gambar 2.3 Struktur Lignin

Saat ini biomassa lignoselulosa sedang dilirik untuk bahan baku

pembuatan bahan bakar masa depan (etanol). Kandungan lignin merupakan salah

satu penghambat utama biokonversi lignoselulosa menjadi etanol. Lignin dalam

hal ini melindungi selulosa, sehingga selulosa sulit untuk dihidrolisis menjadi

glukosa. Proses pretreatment saat ini banyak dilakukan untuk memecah pelindung

ini sehingga selulosa menjadi mudah dihidrolisis tanpa banyak kehilangan

polysakaridanya.

Penelitian tentang lignin & biosintesa lignin saat ini banyak dilakukan

untuk memaksimalkan pemanfaatan biomassa lignoselulosa. Seperti misalnya

penelitian tentang struktur alami lignin, biosintesis lignin dan bagaimana

menanipulasinya, di mana inisiasi lignin di dalam sel, transportasi monolignol dari

dalam sel ke dinding sel, polymerasi lignin, dan topik-topik mendasar lainnya.

Page 28: proses fermentasi limbah rumput laut eucheuma cottonii sebagai ...

2.8 Karbohidrat

Kata karbohidrat berasal dari kata karbon dan air. Secara sederhana karbohidrat

didefinisikan sebagai polimer gula. Karbohidrat adalah senyawa karbon yang

mengandung sejumlah besar gugus hidroksil.

aldehid (disebut polihidroksialdehid atau

polihidroksiketon atau ketosa). Berdasarkan pengertian di atas berarti diketahui bahwa

karbohidrat terdiri atas atom C, H dan O. Adapun ru

adalah: Cn(H2O)n atau

Kata karbohidrat berasal dari kata karbon dan air. Secara sederhana karbohidrat

didefinisikan sebagai polimer gula. Karbohidrat adalah senyawa karbon yang

mengandung sejumlah besar gugus hidroksil. Karbohidrat paling sederhana bisa berupa

isebut polihidroksialdehid atau aldosa) atau berupa keton (disebut

polihidroksiketon atau ketosa). Berdasarkan pengertian di atas berarti diketahui bahwa

karbohidrat terdiri atas atom C, H dan O. Adapun rumus umum dari karbohidrat

atau CnH2nOn.

Gambar 2.4 Klasifikasi Karbohidrat (Sumber : Mc Donald, 1973)

28

Kata karbohidrat berasal dari kata karbon dan air. Secara sederhana karbohidrat

didefinisikan sebagai polimer gula. Karbohidrat adalah senyawa karbon yang

Karbohidrat paling sederhana bisa berupa

aldosa) atau berupa keton (disebut

polihidroksiketon atau ketosa). Berdasarkan pengertian di atas berarti diketahui bahwa

s umum dari karbohidrat

Page 29: proses fermentasi limbah rumput laut eucheuma cottonii sebagai ...

29

Struktur komponen karbohidrat akan mengalami perubahan selama proses

penyimpanan, hal ini tergantung pada bahan pakan yang disimpan. Perubahan pada

komponen karbohidrat dari kelompok sugar pada bahan sereal akan meningkatkan gula

reduksi dan mengurangi gula nonreduksi. Melalui terjadinya pernafasan, gula dirubah

menjadi karbondioksida dan air pada kondisi kadar air diatas 14%. Sedangkan pada

bahan pakan berserat yang mengandung banyak komponen karbohidrat kelompok

nonsugar akan mengalami perubahan fisik berupa perubahan warna bahan dan bau,

lepasnya ikatan-ikatan kuat komponen penyusun dinding sel dan terurainya komponen

karbohidrat rantai panjang menjadi komponen karbohidrat yang memiliki rantai

molekul lebih pendek.

2.8.1 Klasifikasi Karbohidrat

Karbohidrat dapat dikelompokkan menurut jumlah unit gula, ukuran dari rantai

karbon, lokasi gugus karbonil, serta stereokimia.

Berdasarkan jumlah unit gula dalam rantai, karbohidrat digolongkan menjadi 4

golongan utama yaitu:

1. Monosakarida (terdiri atas 1 unit gula)

2. Disakarida (terdiri atas 2 unit gula)

3. Oligosakarida (terdiri atas 3-10 unit gula)

4. Polisakarida (terdiri atas lebih dari 10 unit gula)

Pembentukan rantai karbohidrat menggunakan ikatan glikosida. Berdasarkan

lokasi gugus –C=O, monosakarida digolongkan menjadi 2 yaitu:

1. Aldosa (berupa aldehid)

Page 30: proses fermentasi limbah rumput laut eucheuma cottonii sebagai ...

2.

Gambar 2.5 Klasifikasi Karbohidrat Menurut Lokasi Gugus Karbonil

Berdasarkan jumlah atom C

1.

2.

3.

4.

5.

6.

Gambar 2.6

Ketosa (berupa keton)

Klasifikasi Karbohidrat Menurut Lokasi Gugus Karbonil

Berdasarkan jumlah atom C pada rantai, monosakarida digolongkan menjadi:

Triosa (tersusun atas 3 atom C)

Tetrosa (tersusun atas 4 atom C)

Pentosa (tersusun atas 5 atom C)

Heksosa (tersusun atas 6 atom C)

Heptosa (tersusun atas 7 atom C)

Oktosa (tersusun atas 8 atom C)

Klasifikasi Karbohidrat Menurut Jumlah Atom C

30

Klasifikasi Karbohidrat Menurut Lokasi Gugus Karbonil

monosakarida digolongkan menjadi:

Klasifikasi Karbohidrat Menurut Jumlah Atom C

Page 31: proses fermentasi limbah rumput laut eucheuma cottonii sebagai ...

Gambar 2.8 di atas (sebelah kiri) menunjukkan sebuah monosakarida triosa

(memiliki 3 atom C), aldosa (berstruktur aldehid/

aldotriosa. Sedangkan

monosakarida heksosa (memiliki 6 atom C), ketosa (berstruktur keton/R

sehingga dinamakan gula ketoheksosa.

2.9 Etanol

Etanol (Etil Alkohol)

hydrogen dan oksigen, sehingga dapat dilihat sebagai turunan senyawa hidrokarbon

yang mempunyai gugus hidroksil dengan rumus C

alkohol, etanol memiliki beberapa sifat yaitu larutan yang tidak berwarna (jernih),

berfase cair pada temperatur kamar, mudah

(Sudaryanto,2007).

Gambar 2.7 Contoh Monosakarida

di atas (sebelah kiri) menunjukkan sebuah monosakarida triosa

(memiliki 3 atom C), aldosa (berstruktur aldehid/-COH) sehingga dinamakan gula

Sedangkan contoh kedua (sebelah kanan) menunjukkan sebuah

monosakarida heksosa (memiliki 6 atom C), ketosa (berstruktur keton/R

sehingga dinamakan gula ketoheksosa.

(Etil Alkohol) merupakan senyawa alkohol yang terdiri dari karbon,

dan oksigen, sehingga dapat dilihat sebagai turunan senyawa hidrokarbon

yang mempunyai gugus hidroksil dengan rumus C2H5OH. Karena merupakan senyawa

memiliki beberapa sifat yaitu larutan yang tidak berwarna (jernih),

ada temperatur kamar, mudah menguap, serta mudah terbakar

31

di atas (sebelah kiri) menunjukkan sebuah monosakarida triosa

ngga dinamakan gula

contoh kedua (sebelah kanan) menunjukkan sebuah

monosakarida heksosa (memiliki 6 atom C), ketosa (berstruktur keton/R-CO-R)

yang terdiri dari karbon,

dan oksigen, sehingga dapat dilihat sebagai turunan senyawa hidrokarbon

. Karena merupakan senyawa

memiliki beberapa sifat yaitu larutan yang tidak berwarna (jernih),

menguap, serta mudah terbakar

Page 32: proses fermentasi limbah rumput laut eucheuma cottonii sebagai ...

32

Etanol bersumber dari bahan baku gula sederhana, pati dan selulosa. Setelah

melalui proses fermentasi dan distilasi maka dihasilkan etanol. Etanol adalah senyawa

organik yang merupakan zat cair, tidak berwarna, berbau spesifik, mudah terbakar dan

menguap, dapat bercampur dalam air dengan segala perbandingan. Etanol mempunyai

titik beku -114,1°C, titik didih pada 78,5°C serta density 0,789 g/ml pada 20°C

(Shakashiri,2009). Secara garis besar penggunaan etanol adalah sebagai pelarut untuk

zat organik maupun anorganik, bahan dasar industri asam cuka, ester, spirtus,

asetaldehid, antiseptik.

Selain digunakan di dalam arak, etanol juga digunakan sebagai bahan bakar

pengganti bensin. Hal ini dikarenakan nilai oktan etanol lebih tinggi dari bensin

premium yaitu 108, sehingga akan terbakar lebih sempurna pada rasio kompresi yang

tinggi dan temperatur penguapan yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan

temperatur penguapan bensin sehingga akan menghasilkan perbandingan energi yang

lebih baik jika dibandingkan dengan penggunaan bensin. Fungsi lain dari alkohol

adalah sebagai octane booster, artinya etanol mampu menaikkan nilai oktan secara

positif terhadap efisiensi bahan bakar. Fungsi lain ialah oxigenating agent, yakni

alkohol mengandung oksigen sehingga menyempurnakan pembakaran bahan bakan

dengan efek positif meminimalkan pencemaran udara. Etanol bisa digunakan dalam

bentuk murni ataupun sebagai campuran untuk bahan bakar gasolin (bensin) maupun

hidrogen. Dan perbandingan 10% ethanol dan 90% gasoline (E10), merupakan

perbandingan campuran yang paling banyak digunakan sebagai bahan bakar

kendaraan dalam usaha meningkatkan efisiensi pembakaran serta mengurangi

Page 33: proses fermentasi limbah rumput laut eucheuma cottonii sebagai ...

33

dampak dari gas karbon monoksida yang diperoleh dari pembakaran yang tidak

sempurna.

Setiap mol glukosa akan diubah menjadi dua mol etanol, oleh karena itu secara

teoritis setiap glukosa memberikan 0.51 gram etanol. Pada kenyataannya etanol kadar

alkoholnya tidak melebihi 90-95% dari hasil teoritis (Oura,1983). Etanol mengandung

35 persen oksigen, maka etanol dapat meningkatkan efisiensi pembakaran. Etanol juga

ramah lingkungan karena emisi gas buangnya rendah kadar karbon monoksida,

nitrogen oksida, dan gas-gas rumah kaca yang menjadi polutan.

Karena proses pembuatan etanol meliputi proses fermentasi dan berbahan dasar

biomassa, maka etanol juga dapat diartikan sebagai cairan biokimia dari proses

fermentasi gula (sumber karbohidrat) dengan menggunakan bantuan mikroorganisme

(Lowenstein, 1985).

Tabel 2.3

Sifat Fisika Etanol

SIFAT JUMLAH

Massa molekul relatif (g/mol) 46,07

Titik beku (°C) -114,1

Titik didih normal (°C) 78,32

Dentitas pada 20°C (g/ml) 0,7893

Kelarutan dalam air (20°C) Sangat larut

Viskositas pada 20°C (cP) 1,17

Kalor spesifik, 20°C (kal/g°C) 0,579

Kalor pembakaran, 25°C (kal/g) 092,1

Kalor penguapan 78,32°C (kal/g) 200,6 Sumber : Rizani. 2000

Page 34: proses fermentasi limbah rumput laut eucheuma cottonii sebagai ...

34

Mengingat pemanfaatan etanol beraneka ragam, maka grade etanol yang

dimanfaatkan harus berbeda sesuai dengan penggunaannya. Untuk etanol yang

mempunyai grade alkohol 96-99,5% volume dapat digunakan sebagai campuran untuk

miras dan bahan dasar industri farmasi. Berlainan dengan besarnya grade etanol yang

dimanfaatkan sebagai campuran bahan bakar untuk kendaraan, harus betul-betul kering

dan anhydrous supaya tidak korosif, sehingga etanol yang dibutuhkan untuk campuran

kendaraan bermotor harus mempunyai grade sebesar 99,5-100% (Reksowardojo,

2006).

Etanol dapat dicampur dengan bensin dalam kuantitas yang bervariasi untuk

mengurangi konsumsi bahan bakar minyak bumi, dan juga untuk mengurangi polusi

udara. Bahan bakar tersebut dikenal di AS sebagai gasohol dan di Brasil sebagai bensin

tipe C. Dua campuran umum di AS adalah E10 dan E85 yang mengandung 10% dan

85% etanol. Sedangkan campuran yang umum di Brasil adalah bensin tipe C dan jenis

oktan tinggi, yang mengandung 20-25% etanol (Wargiono, 2006).

2.9.1 Etanol Generasi Kedua

Pembuatan etanol secara konvensional di hasilkan melalui proses fermentasi

bahan pati atau gula dari tanaman menjadi tanol dan air. Proses ini sering diistilahkan

sebagai generasi pertama untuk memproduksi etanol. Untuk itu perlu dilakukan

penelitian pembuatan etanol generasi kedua yang diharapkan dapat dikembangkan

secara komersial. Etanol generasi pertama bahan bakunya berbasis pada bahan

makanan seperti singkong, jagung, dimana bahan baku tersebut lebih mudah

diolah menjadi etanol, namun terdapat kekurangan mendasar dimana akan terjadi

Page 35: proses fermentasi limbah rumput laut eucheuma cottonii sebagai ...

35

persaingan antara kebutuhan akan energi dengan kebutuhan pangan, terbentur

pada penggunaan lahan yang luas sebagai media tanam dari tanaman pangan

tersebut.

Pada metode generasi yang kedua, bahan baku yang ada mempunyai jumlah

yang cukup besar, seperti bahan – bahan berlignoselulosa dikonversikan menjadi etanol

dengan menghidrolisis selulosa dan diteruskan dengan memfermentasikan gula yang

kemudian dilanjutkan dengan proses untuk menghasilkan etanol. Pada pengembangan

metode generasi yang kedua, etanol akan dihasilkan didasarkan pada bahan baku

berselulosa dari limbah pertanian pasca panen seperti bagas tebu, jerami dan sekam

padi, batang & tongkol jagung, tandan kosong sawit, serta limbah industri dan

domestik (Soeprijanto,2010).

2.9.1.1 Proses Pembuatan Etanol Generasi Kedua

Pretreatment limbah lignoselulosa harus dilakukan untuk meningkatkan

hasil gula yang diperoleh dari tahapan hidrolisis. (Mosier, dkk., 2005). Gula yang

diperoleh tanpa pretreatment kurang dari 20%, sedangkan dengan pretreatment

dapat meningkat menjadi 90% dari hasil teoritis (Hamelinck, Hooijdonk, & Faaij,

2005). Tujuan pretreatment adalah untuk membuka struktur lignoselulosa agar

selulosa menjadi lebih mudah diakses oleh enzim yang memecah polimer

polisakarida menjadi monomer gula. Proses penggilingan merupakan salah satu

cara pretreatment limbah lignoselulosa. Tujuan dari penggilingan yaitu untuk

memperkecil ukuran bahan selulosa dan memecah ikatan kimia pada rantai

Page 36: proses fermentasi limbah rumput laut eucheuma cottonii sebagai ...

36

molekul yang panjang. Proses ini tidak dapat menghilangkan lignin, tetapi akan

memepermudah perlakuan selanjutnya.

Hidrolisis adalah salah satu tahapan selanjutnya dalam pembuatan etanol

berbahan baku limbah lignoselulosa. Hidrolisis bertujuan untuk memecah selulosa

dan hemiselulosa menjadi monosakarida (glukosa & xylosa) yang selanjutnya

akan difermentasi menjadi etanol. Secara umum teknik hidrolisis dibagi menjadi

dua, yaitu: hidrolisis berbasis asam dan hidrolisis dengan enzim. Hidrolisis

sempurna selulosa menghasilkan glukosa, sedangkan hemiselulosa menghasilkan

beberapa monomer gula pentose (C5) dan heksosa (C6).

Pembuatan etanol dari glukosa melibatkan proses fermentasi. Fermentasi

adalah perubahan 1 mol glukosa menjadi 2 mol etanol dan 2 mol CO2. Proses

fermentasi dilakukan dengan menambahkan yeast atau ragi untuk mengkonversi

glukosa menjadi etanol yang bersifat anaerob yaitu tidak memerlukan oksigen (O2).

Menurut Judoadmidjojo dkk.(1989), proses fermentasi pembentukan etanol

membutuhkan bantuan yeast atau khamir. Untuk bahan yang mengandung gula dalam

bentuk polisakarida atau oligosakarida, terlebih dahulu harus diubah dulu dalam bentuk

yang lebih sederhana yaitu monosakarida (fruktosa atau glukosa). Yeast tersebut akan

merubah gula-gula sederhana yaitu fruktosa atau glukosa (C6H12O6) menjadi etanol

(C2H5OH) dan karbondioksida (CO2).

Proses pembuatan etanol secara garis besar meliputi persiapan bahan baku,

proses fermentasi, dan pemurnian (distilasi). Secara singkat teknologi proses produksi

etanol tersebut dapat dibagi dalam empat tahap, yaitu pretreatment, treatment,

sakarifikasi, fermentasi dan distilasi (Nurdyastuti, 2008).

Page 37: proses fermentasi limbah rumput laut eucheuma cottonii sebagai ...

37

2.9.1.1.1 Proses Perlakuan Awal (Pretreatment)

Proses pretreatment atau perlakuan awal sangat penting dalam langkah awal

memudahkan pemecahan pati dan selulosa menjadi glukosa. Pretreatment biomassa

lignoselulosa harus dilakukan untuk mendapatkan hasil yang tinggi di mana

sangat penting untuk pengembangan teknologi biokonversi dalam skala komersial

(Mosier, dkk, 2005). Pretreatment merupakan tahapan yang banyak memakan

biaya dan berpengaruh besar terhadap biaya keseluruhan proses. Sebagai contoh

pretreatment yang baik dapat mengurangi jumlah enzim yang digunakan dalam

proses hidrolisis (Wyman,dkk.2005).

Selama beberapa tahun terakhir berbagai teknik pretreatment telah

dipelajari melalui pendekatan biologi, fisika, kimia. Menurut (Sun & Cheng,

2002) tahapan pretreatment seharusnya memenuhi kebutuhan seperti berikut:

1) Meningkatkan pembentukan gula atau kemampuan menghasilkan gula

pada proses berikutnya melalui hidrolisis enzimatik;

2) Menghindari degradasi atau kehilangan karbohidrat;

3) Menghindari pembentukan produk samping yang dapat menghambat

proses hidrolisis dan fermentasi,

4) Biaya yang dibutuhkan ekonomis. Teknik pretreatment yang telah

dikembangkan lebih banyak dilakukan secara mekanik atau fisiko-

kimia.

Pretreatment secara biologi sedikit dilaporkan. Berbagai metode

pretreatment telah diulas secara mendalam oleh Mosier dkk. (2005). Pretreatment

dapat meningkatkan hasil gula yang diperoleh. Gula yang diperoleh tanpa

Page 38: proses fermentasi limbah rumput laut eucheuma cottonii sebagai ...

38

pretreatment kurang dari 20%, sedangkan dengan pretreatment dapat meningkat

menjadi 90% dari hasil teoritis (Hamelinck, Hooijdonk, 2005). Selain itu tujuan

dari pretreatment adalah untuk membuka struktur lignoselulosa agar selulosa

menjadi lebih mudah diakses oleh enzim yang memecah polymer polisakarida

menjadi monomer gula.

Larutan alkali seperti NaOH, Ca(OH)2 dan ammonia sering digunakan

untuk pretreatment biomassa, dan pengaruh pretreatment tergantung pada

kandungan lignin didalam batang tanaman (Bjerre,dkk,1996). Bila biomassa

ditreatment dengan NaOH encer, luas permukaan internal bahan meningkat

dengan pembesaran permukaan. Pembesaran permukaan ini menyebakan

penurunan derajad polimerisasi, pemisahan ikatan struktur lignin dan karbohidrat

dan merusak struktur lignin (Fan,dkk,1987).

2.9.1.1.2 Natrium Hidroksida (NaOH)

Natrium hidroksida (NaOH), juga dikenal sebagai soda kaustik atau

sodium hidroksida, adalah sejenis basa logam kaustik. Natrium hidroksida

terbentuk dari oksida basa Natrium oksida dilarutkan dalam air. Natrium

hidroksida membentuk larutan alkali yang kuat ketika dilarutkan ke dalam air.

Fungsi umum penggunaan dalam proses pembuatan kertas NaOH ada pada proses

pendegradasian lignin.

Proses delignifikasi menggunakan NaOH menurut Fengel dan Wegener

(1995), merupakan proses dengan bahan aktif yang paling murah. Dalam proses

chemical recovery-nya biasanya digunakan bahan kimia lain yakni Natrium

Page 39: proses fermentasi limbah rumput laut eucheuma cottonii sebagai ...

39

Karbonat. Natrium hidroksida digunakan di berbagai macam bidang industri,

kebanyakan digunakan sebagai basa dalam proses produksi bubur kayu dan kertas,

tekstil, air minum, sabun dan deterjen dan natrium hidroksida adalah basa yang

paling umum digunakan dalam laboratorium kimia.

Tabel 2.4

Sifat Fisika NaOH

Rumus molekul NaOH

Massa molar 39,9971 g/mol

Penampilan zat padat putih

Densitas 2,1 g/cm³, padat

Titik leleh 318 °C (591 K)

Titik didih 1390 °C (1663 K)

Kelarutan dalam air 111 g/100 ml (20 °C)

Kebasaan (pKb) -2,43 Sumber: Wikipedia

Natrium Hidroksida murni berbentuk putih padat dan tersedia dalam

bentuk pelet, serpihan, butiran ataupun larutan jenuh 50%. NaOH bersifat lembab

cair dan secara spontan menyerap karbon dioksida dari udara bebas. NaOH sangat

larut dalam air dan akan melepaskan panas ketika dilarutkan. NaOH juga larut

dalam etanol dan metanol, walaupun kelarutan NaOH dalam kedua cairan ini

lebih kecil daripada kelarutan KOH. NaOH tidak larut dalam dietil eter dan

pelarut non-polar lainnya

Gambar 2.8 Natrium Hidroksida

Page 40: proses fermentasi limbah rumput laut eucheuma cottonii sebagai ...

40

2.9.1.1.3 Proses Treatment

Proses treatment atau perlakuan yang digunakan didalam penelitian

menggunakan dua macam treatment, yaitu treatment secara fisika dan treatment secara

biologi. Treatment secara fisika dilakukan dengan proses penggilingan dan

penghancuran, sedangkan treatment dengan cara biologi dilakukan dengan

menggunakan bantuan cairan EM4, dimana EM4 ini mengandung Azotobacter sp.,

Lactobacillus sp., ragi, bakteri fotosintesik dan jamur pengurai selulosa.

Gambar 2.9 Effective Microorganism (EM4)

EM4 adalah kultur campuran dari mikroorganisme yang menguntungkan

bagi pertumbuhan tanaman. Sebagian besar mengandung mikroorganisme

Lactobacillus sp. bakteri penghasil asam laktat, serta dalam jumlah sedikit bakteri

Page 41: proses fermentasi limbah rumput laut eucheuma cottonii sebagai ...

41

fotosintetik Streptomyces sp. dan ragi. EM4 mampu meningkatkan dekomposisi

limbah dan sampah organik, meningkatkan ketersediaan nutrisi tanaman serta

menekan aktivitas serangga hama dan mikroorganisme patogen.

Tabel 2.5

Komposisi Kandungan EM4

No Komposisi Kadar (netto 1 Liter)

1 Lactobacillus 8,7 x 105

2 Bakteri Pelarut Fosfat 7,5 x 106

3 Yeast/Ragi 8,5 x106

4 Calsium (Ca) 1.675 ppm

5 Magnesium (Mg) 597 ppm

6 Besi (Fe) 5,54 ppm

7 Aluminium (Al) 0,1 ppm

8 Zinc (Zn) 1,90 ppm

9 Cooper (Cu) 0,01 ppm

10 Mangan (Mn) 3,29 ppm

11 Sodium (Na) 363 ppm

12 Boron (B) 20 ppm

13 Nitrogen (N) 0,07 ppm

14 Nickel (Ni) 0,92 ppm

15 Kalium (K) 7,675 ppm

16 Phospor (P) 3,22 ppm

17 Chlorida (Cl) 414,35 ppm

18 C Organik (C) 27.05 ppm

19 pH 3,9 Sumber : Lab Fak. MIPA IPB Bogor, 2006

EM4 diaplikasi sebagai inokulan untuk meningkatkan keragaman dan

populasi mikroorganisme di dalam tanah dan tanaman, yang selanjutnya dapat

meningkatkan kesehatan, pertumbuhan, kuantitas dan kualitas produksi tanaman

secara berkelanjutan.

Keuntungan dan manfaat EM4 adalah sebagai berikut:

a) Memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah.

Page 42: proses fermentasi limbah rumput laut eucheuma cottonii sebagai ...

42

b) Meningkatkan ketersediaan nutrisi tanaman, serta menekan aktivitas

serangga hama dan mikroorganisme patogen.

c) Meningkatkan dan menjaga kestabilan produksi tanaman dan menjaga

kestabilan produksi.

d) Mempercepat proses fermentasi pada pembuatan kompos. Kompos yang

dibuat dengan teknologi EM4 disebut dengan bokashi.

e) Memperbaiki komposisi dan jumlah mikroorganisme pada perut ternak

sehingga pertumbuhan dan produksi ternak meningkat.

EM4 juga dapat digunakan untuk mempercepat pengomposan sampah

organik atau kotoran hewan, membersihkan air limbah, serta meningkatkan

kualitas air pada tambak udang dan ikan.

Proses perlakuan fisika dapat dilakukan dengan cara pemotongan,

penggilingan, pemanasan dan penekanan. Proses ini dinamakan juga dengan proses

gelatinasi. Dalam proses gelatinasi bahan baku yang mengandung karbohidrat seperti

ubi kayu, ubi jalar, atau jagung dihancurkan dan dicampur air sehingga menjadi bubur,

yang diperkirakan mengandung pati antara 27-30 persen. Kemudian bubur pati tersebut

dimasak atau dipanaskan selama 2 jam sehingga berbentuk gel. Proses gelatinasi

tersebut dapat dilakukan seperti dibawah ini:

a) Bubur pati dipanaskan sampai 130°C selama 30 menit, kemudian didinginkan

sampai mencapai temperatur 95°C yang diperkirakan memerlukan waktu sekitar 15

menit. Temperatur 95°C tersebut dipertahankan selama sekitar 1 jam 15 menit,

sehingga total waktu yang dibutuhkan mencapai 2 jam.

Page 43: proses fermentasi limbah rumput laut eucheuma cottonii sebagai ...

43

Pemanasan dengan suhu tinggi (1300 C) dimaksudkan untuk memecah granula

pati, sehingga lebih mudah terjadi kontak dengan air enzim. Perlakuan pada suhu tinggi

tersebut juga dapat berfungsi untuk sterilisasi bahan, sehingga bahan tersebut tidak

mudah terkontaminasi.

2.9.1.1.4 Proses Sakarifikasi

Pada tahap sakarifikasi, selulosa diubah menjadi selobiosa dan selanjutnya

menjadi gula-gula sederhana seperti glukosa. Hidrolisis selulosa dapat dilakukan

menggunakan larutan asam atau secara enzimatis, masing-masing dengan

kelebihan dan kekurangannya. Proses hidrolisis secara enzimatis biasanya

berlangsung pada kondisi yang ringan (pH sekitar 4,80 dan suhu 45–50°C) dan

tidak menimbulkan masalah korosi. Kelemahannya adalah harga enzim cukup

mahal. Komponen biaya enzim dapat mencapai 53 – 65% dari biaya bahan kimia,

dan biaya bahan kimia sekitar 30% dari biaya total.

2.9.1.1.5 Proses Fermentasi

Fermentasi merupakan proses mikrobiologi yang dikendalikan oleh manusia

untuk memperoleh produk yang berguna, dimana terjadi pemecahan karbohidrat dan

asam amino secara anaerob. Peruraian dari kompleks menjadi sederhana dengan

bantuan mikroorganisme sehingga menghasilkan energi. (Perry, 1999).

Fermentasi dapat diartikan juga sebagai perubahan gradual oleh enzim

beberapa bakteri, khamir dan jamur. Contoh perubahan kimia dari fermentasi meliputi

Page 44: proses fermentasi limbah rumput laut eucheuma cottonii sebagai ...

44

pengasaman susu, dekomposisi pati dan gula menjadi alkohol dan karbondioksida, serta

oksidasi senyawa nitrogen organik (Hidayat, dkk, 2006).

Sementara itu menurut Winarno dan Fardiaz, (1990), fermentasi adalah suatu

reaksi oksidasi-reduksi di dalam sistem biologi yang menghasilkan energi, dimana

sebagai donor dan akseptor elektron menggunakan senyawa organik. Senyawa organik

yang biasa digunakan sebagai substrat adalah karbohidrat dalam bentuk glukosa.

Senyawa tersebut akan diubah oleh reaksi-reaksi dengan katalis enzim menjadi suatu

bentuk lain misalnya aldehida dan dapat dioksidasi menjadi asam.

Ragi mempunyai kemampuan dapat memfermentasi gula yaitu glukosa,

galaktosa, sukrosa, maltosa, laktosa, dan polisakarida. Oksigen tidak ikut serta pada

proses peragian karena peragian glukosa oleh ragi merupakan peristiwa anaerob tetapi

ragi sendiri adalah organisme aerob. Ragi dapat ditemukan pada media yang dapat

membentuk gula yang dapat diragikan seperti nectar dari bunga, buah dan dedaunan.

Pertumbuhan ragi tergantung dari ketersediaan air. Bahan-bahan yang terlarut dalam air

digunakan oleh mikroorganisme untuk membentuk bahan sel dan memperoleh energi

yaitu bahan makanan.

Selama fermentasi berlangsung, gula dalam bentuk glukosa dirombak menjadi

etanol dan berbagai substansi lainnya seperti gliserol dan asam laktat yang disebut

sebagai produk fermentasi. Perombakan tersebut berlangsung bersamaan dengan

pembentukkan asam, khususnya asam asetat yang semakin meningkat jumlahnya dari

asam-asam volatile lainnya (Winton, 1958).

Secara umum proses fermentasi alkohol terjadi dari pemecahan karbohidrat

melalui suatu degradasi dari monosakarida yaitu glukosa menjadi asam piruvat. Asam

Page 45: proses fermentasi limbah rumput laut eucheuma cottonii sebagai ...

45

piruvat ini selanjutnya akan dirombak menjadi etanol dan juga CO2 yang biasanya

berlangsung melalui proses oksidasi reduksi dengan menggunakan DNPH +

H+ sebagai

donor elektron (Winarno dan Fardiaz, 1990).

Proses fermentasi akan berlangsung dengan baik apabila mengikuti kaidah –

kaidah seperti dibawah ini:

1. Mikroorganisme dapat membentuk produk yang diinginkan.

2. Organisme ini harus berpropagasi secara cepat dan dapat mempertahankan

keseragaman biologis, sehingga memberikan yield yang dapat diprediksi.

3. Fermentasi dapat berlangsung dengan cepat.

4. Produk mudah diambil dan dimurnikan.

Reaksi dalam fermentasi berbeda-beda tergantung pada jenis gula yang

digunakan dan produk yang dihasilkan. Secara singkat, glukosa (C6H12O6) yang

merupakan gula paling sederhana, melalui fermentasi akan menghasilkan etanol

(2C2H5OH). Reaksi fermentasi ini dilakukan oleh ragi, dan digunakan pada produksi

makanan.

Mikroba-mikroba dalam fermentasi meliputi ragi, kapang, dan bakteri. Karena

organisme tersebut tidak memiliki klorofil sendiri, mereka tidak dapat melakukan

fotosintesis, sehingga mereka harus mendapatkan makanannya dari bahan-bahan

organik. Tiap jenis mikroba memiliki ciri morfologi, bentuk dan ukuran, serta

perkembangbiakan yang berbeda, namun mereka memiliki persamaan, yaitu dapat

menghasilkan enzim. Menurut produk yang paling banyak dihasilkan, dikenal beberapa

macam fermentasi, yaitu fermentasi etanol, fermentasi asam sitrat, fermentasi asam

propinoat, fermentasi asam butirat, dan fermentasi asam asetat.

Page 46: proses fermentasi limbah rumput laut eucheuma cottonii sebagai ...

46

Salah satu jenis mikroorganisme yang memiliki daya konversi gula menjadi

etanol yang sangat tinggi adalah Saccharomycess cereviceae. Mikroorganisme ini

menghasilkan enzim zimase dan invertase. Enzim zimase berfungsi sebagai pemecah

sukrosa menjadi monosakarida (glukosa dan fruktosa). Enzim invertase selanjutnya

mengubah glukosa menjadi etanol. Konsentrasi gula yang umumnya dibuat dalam

pembuatan etanol sekitar 14-20 persen. Jika konsentrasi gula terlalu tinggi akan

menghambat aktivitas ragi. Lama fermentasi diperkirakan sekitar 30-70 jam dengan

kondisi fermentasi anaerob (Judoamidjojo, dkk, 1992).

Fermentasi etanol berlangsung secara anaerob (tanpa oksigen) dan untuk

kelangsungan hidupnya, Saccharomyces cereviceae membutuhkan energi. Di dalam

proses fermentasi, Saccharomyces cereviceae memperoleh energi dari bahan yang

difermentasikan.

Kondisi – kondisi yang memungkinkan fermentasi berlangsung secara anaerob adalah :

a) Menggunakan khamir Saccharomyces cereviceae.

b) Mampu mengubah glukosa menjadi produk fermentasi.

c) Temperatur proses sekitar 45- 65 oC dan pH 2-6.

d) Memerlukan nutrisi yang mengandung karbon, nitrogen dan senyawa

anorganik.

Adapun kelebihan-kelebihan apabila fermentasi menggunakan proses anaerob :

a) Mengubah gula menjadi etanol dengan satu langkah.

b) Bakteri tumbuh dengan baik pada temperatur 60oC. Perbedaan

temperatur yang besar antara suhu media dengan suhu air pendingin

memudahkan dalam pembuangan panas.

Page 47: proses fermentasi limbah rumput laut eucheuma cottonii sebagai ...

47

c) Kontaminasi dengan organisme yang membutuhkan bisa

diminimalisasi karena bekerja pada kondisi anaerob.

d) Organisme yang hanya dapat hidup dalam kondisi mendekati pH netral

akan mati karena operasi fermentasi dilakukan pada kondisi asam

dengan pH 4,5- 6.

Kekurangan proses anaerob :

a) Kosentrasi etanol lebih rendah dibandingkan dengan proses aerob.

b) Biaya proses lebih mahal dibandingkan dengan proses aerob.

Secara garis besar, fermentasi karbohidrat oleh dapat dibagi menjadi dua tahap, yaitu:

1. Pemecahan karbohidrat (pati) menjadi gula pereduksi

Pemecahan karbohidrat menjadi gula pereduksi karena difermentasi oleh enzim

diastase dan zymase yang terkandung dalam ragi, seperti yang terlihat pada reaksi

berikut :

2(C6H10O5)n + nH2O diastase nC12H22O11

pati Maltosa

C12H22O11 Zymase C6H12O6

Maltosa Glukosa

2. Perubahan gula pereduksi menjadi etanol

Perubahan gula pereduksi menjadi etanol dilakukan oleh enzyme invertrase, yaitu

enzim kompleks yang terkandung dalam ragi. Reaksinya adalah sebagai berikut :

C6H12O6 2C2H5OH + 2CO2 + 2 ATP

Glukosa Etanol + karbondioksida+ (Energi = 118 kJ per mol)

invertrase

Page 48: proses fermentasi limbah rumput laut eucheuma cottonii sebagai ...

48

Ditinjau dari reaksi diatas, dapat dilihat bahwa oksigen (O2) ternyata tidak

diperlukan, yang ada hanya pengubahan zat organik yang satu menjadi zat organik

yang lain (glukosa menjadi etanol).

3. Fermentasi Asam Asetat

Merupakan kelanjutan dari proses fermentasi alkohol. Proses dimulai dari

proses pemecahan gula menjadi alkohol, selanjutnya alkohol menjadi asam

asetat.

bakteri

2C2H5OH + 2 O2 2 CH3COOH + 2H2O

Bakteri yang aktif :

Acetobacter aceti

Acetobacter pasteurianum

Acetobacter oxydans, dll

Selanjutnya adalah proses pemecahan selulosa menjadi glukosa dapat

dilakukan dengan 2 cara yaitu :

1. Pemecahan dengan media air (proses hidrolisis)

Hidrolisis adalah suatu proses antara reaktan dengan air agar suatu senyawa

pecah terurai. Reaksi hidrolisis antara selulosa dengan air dapat dijabarkan sebagai

berikut:

(C6H10O5)n + n H2O nC6H12O6

Polisakarida air Glukosa

Reaksi antara selulosa dengan air ini berlangsung sangat lambat sehingga

diperlukan bantuan katalisator untuk memperbesar kereaktifan air. Katalisator ini bisa

berupa asam maupun enzim katalisator asam yang biasa digunakan adalah asam

klorida, asam nitrat dan asam sulfat dan natrium hidroksida (NaOH). Dalam industri

umumya digunakan asam klorida sebagai katalisator.

Page 49: proses fermentasi limbah rumput laut eucheuma cottonii sebagai ...

49

2. Pemecahan dengan Menggunakan enzim Selulase

Selulosa dapat dihidrolisis menjadi glukosa dengan bantuan enzim sebagai

katalis. Selulosa dapat dihidrolisis oleh enzim selulase menjadi glukosa dan selobiosa,

dan glukosa merupakan hasil hidrolisis sempurna dari selulosa. Reaksinya dapat

dijabarkan sebagai berikut:

Enzim Selulase

(C6H10O5)n nC6H12O6

Selulosa Glukosa

Efektivitas hidrolisis enzimatis selulosa dapat ditingkatkan dengan melakukan

pemanasan terhadap bahan baku yang akan dihidrolisis yaitu dengan menggunakan uap

air pada suhu yang tinggi. Pemanasan ini menyebabkan proses degradasi hemiselulosa

menjadi pentosa.

Pada penelitian sebelumnya sudah banyak yang memanfaatkan metode

fermentasi dalam menghasilkan etanol, dan kebanyakan masih menggunakan biomassa

darat sebagai bahan baku dalam proses fermentasi. Penelitian Aminah dan Suparti

(2009) yang meneliti tentang lama fermentasi dan dosis ragi terhadap kadar glukosa

dan etanol pada gaplek ketela pohon dan didapatkan hasil bahwa waktu fermentasi dan

variasi dosis ragi cukup berpengaruh terhadap kadar glukosa pada fermentasi.

Selanjutnya dari penelitian Endah dan Adrian (2007) bahwa suhu proses fermentasi

berpengaruh terhadap hasil etanol dan jenis yeast kering (dried yeast) memberikan hasil

etanol yang lebih besar. Menurut Agnes pada pembuatan etanol dari buah nangka

(2009) variabel yang paling berpengaruh adalah waktu fermentasi, kadar nutrisi, suhu

dan kadar ragi. Berdasarkan hasil penelitian Sriyanti (2003), bahwa tinggi rendahnya

kadar gula dan kadar alkohol tiap gramnya dipengaruhi oleh banyak sedikitnya

Page 50: proses fermentasi limbah rumput laut eucheuma cottonii sebagai ...

50

kandungan karbohidrat. Hal ini menunjukkan kadar karbohidrat yang lebih tinggi

mempengaruhi kadar alkohol yang dihasilkan dalam proses fermentasi karbohidrat.

Sedangkan dalam penelitian Sugiarti (2007), menyimpulkan bahwa semakin lama

waktu fermentasi maka semakin tinggi pula kadar alkohol yang dihasilkan dan semakin

banyak dosis ragi yang diberikan maka kadar alkohol juga akan semakin tinggi.

Selanjutnya adalah dari penelitian Ratna Putri (2009) yang membuat etanol

dari nira sorgum dengan proses fermentasi didapat hasil bahwa percobaan pada 9%

volume starter dan waktu fermentasi 7 hari memberikan kadar alkohol yang paling

tinggi yaitu sekitar 11,82 %. Berikutnya adalah penelitian Wahyudi (2007) yang

memproduksi alkohol dari tetes tebu (molase) dengan starter Saccharomycess

ellipsoideus dan randemen produk substrat yang tinggi diperoleh kadar alkohol

tertinggi yaitu sebesar 11,85%.

Secara garis besar kelemahan mendasar dari serangkaian penelitian diatas

adalah masih rendahnya kadar alkohol yang dihasilkan dan dan masih statis pada

proses fermentasi konvensional saja, selain itu mereka masih memanfaatkan tanaman

pangan dan biomassa yang pembudidayaannya masih terbatas, lambat dan memerlukan

lahan tanam yang sangat luas dan akan timbul persaingan dengan kebutuhan pangan,

sehingga dapat mengancam kelangsungan hidup manusia. Selain itu ketersediaannya

juga tidak kontinyu dan cenderung musiman, padahal salah satu syarat mutlak

pembuatan etanol dari biomassa adalah harus adanya ketersediaan bahan baku yang

kontinyu, cepat, mudah dikembangkan serta kemudahan dalam hal penanganan dan

penyimpanan serta ramah lingkungan dan tidak mengancam kebutuhan manusia akan

kebutuhan pangan.

Page 51: proses fermentasi limbah rumput laut eucheuma cottonii sebagai ...

51

Untuk itu perlu ditawarkan solusi alternatif dalam hal pembuatan etanol dari

limbah rumput laut khususnya jenis Eucheuma cottonii yang kontinyu ketersediaannya,

karena dikembangkan oleh sebagian besar petani rumput laut di Indonesia, dan

mempunyai lahan tanam yang sangat luas karena letaknya diperairan. Proses

pembuatan etanol disini dapat dioptimalkan dengan serangkaian proses- proses

perlakuan sebelum memasuki tahapan proses fermentasi yang diharapkan mampu

meningkatkan kadar alkohol dalam produk fermentasi dan pada akhirnya dapat dikaji

kembali sebagai bahan bakar nabati yang ramah lingkungan serta terbarukan.

2.10 Mekanisme Fermentasi

Di dalam proses fermentasi, kapasitas mikroba untuk mengoksidasi tergantung

dari jumlah aceptor electron terakhir yang dapat dipakai. Sel-sel melakukan fermentasi

menggunakan enzim - enzim yang akan mengubah hasil dari reaksi oksidasi, dalam hal

ini yaitu asam menjadi senyawa yang memiliki muatan positif, sehingga dapat

menangkap elektron terakhir dan menghasilkan energi (Winarno dan Fardiaz, 1990).

Menurut Reed (1982), bahwa sukrosa mula-mula dihidrolisis menjadi glukosa

dan fruktosa oleh enzim invertase kemudian glukosa dan fruktosa juga menjadi asam

pyruvat melalui tahap-tahap reaksi pada jalur Embden-Meyerhof-Parnas. Selanjutnya

asam pyruvat didekarbosilasi menjadi asetaldehida menjadi etanol.

Untuk memperoleh hasil fermentasi yang optimum, persyaratan untuk

pertumbuhan ragi harus diperhatikan, yaitu:

1. pH dan kadar karbohidrat dari substrat

2. Temperatur selama fermentasi

Page 52: proses fermentasi limbah rumput laut eucheuma cottonii sebagai ...

3. Kemurnian dari ragi itu sendiri (Winarno,

Jika tumbuh dalam keadaan

memfermentasi substrat karbohidrat untuk menghasilkan

akhir sesuai dengan mekanisme fermentasi

Gamb(Sumber : Departemen Biologi

2.11 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi

1. Temperatur

Fermentasi etanol

temperatur 24 – 30

mikroba Saccharomyces cereviceae

baik. Diatas temperatur tersebut aktifitas enzim yang dihasilkan akan menurun

karena mengalami denaturasi. Sedangkan diba

fermentasi akan berlangsung lambat.

3. Kemurnian dari ragi itu sendiri (Winarno, dkk., 1980).

Jika tumbuh dalam keadaan anerobik, kebanyakan khamir lebih cenderung

memfermentasi substrat karbohidrat untuk menghasilkan etanol bersama sedikit produk

sesuai dengan mekanisme fermentasi sebagai berikut :

Gambar 2.10 Mekanisme Fermentasi Alkohol (Sumber : Departemen Biologi Davidson College, 2010)

Faktor Yang Mempengaruhi Proses Fermentasi

etanol sebagai eksi enzimatik akan berlangsung dengan baik antara

30oC, sebab pada temperatur tersebut enzim yang dihasilkan oleh

Saccharomyces cereviceae dapat melangsungkan aktifitasnya dengan

baik. Diatas temperatur tersebut aktifitas enzim yang dihasilkan akan menurun

karena mengalami denaturasi. Sedangkan dibawah temperatur 24

akan berlangsung lambat.

52

, kebanyakan khamir lebih cenderung

bersama sedikit produk

sebagai eksi enzimatik akan berlangsung dengan baik antara

C, sebab pada temperatur tersebut enzim yang dihasilkan oleh

dapat melangsungkan aktifitasnya dengan

baik. Diatas temperatur tersebut aktifitas enzim yang dihasilkan akan menurun

wah temperatur 24oC proses

Page 53: proses fermentasi limbah rumput laut eucheuma cottonii sebagai ...

53

2. pH

Aktifitas enzim sangat dipengaruhi oleh pH dari medium fermentasi. Aktifitas

enzim terletak pada trayek pH tertentu dan mempunyai pH optimal. Di luar pH

optimal, enzim akan bekerja lebih lambat. Untuk enzim yang melangsungkan

fermentasi etanol, pH optimalnya adalah 4,5- 6,0.

3. Oksigen

Oksigen pada proses fermentasi harus diatur sebaik mungkin untuk

memperbanyak atau menghambat pertumbuhan mikroba tertentu. Misalnya

Saccharomyces cereviceae yang menghasilkan etanol dari gula akan lebih baik

dalam keadaan anaerobik. Setiap mikroba membutuhkan oksigen yang berbeda

jumlahnya untuk pertumbuhan atau membentuk sel-sel baru dan untuk

fermentasi. Seperti misalnya Saccharomyces cereviceae akan tumbuh lebih baik

pada keadaan aerobik tetapi bila melakukan terhadap gula jauh lebih cepat dalam

keadaan anaerobik.

4. Konsentrasi Gula (substrat) dan Konsentrasi Enzim

Untuk mendapatkan hasil etanol yang optimal, diperlukan konsentrasi enzim

tertentu untuk mengubah semua substrat menjadi produk. Hal ini berarti jumlah

etanol optimal yang dihasilkan bergantung pada konsentrasi gula (substrat) yang

akan diubah oleh enzim. Konsentrasi gula yang diperlukan untuk fermentasi

adalah 10 sampai 18 %. Apabila konsentrasi gula terlalu tinggi maka proses

fermentasi akan berjalan lambat.

5. Jenis Mikroba

Page 54: proses fermentasi limbah rumput laut eucheuma cottonii sebagai ...

54

Setiap jenis fermentasi mempergunakan mikroba dengan jenis yang berbeda.

Sebagai contoh dalam fermentasi yang digunakan adalah mikroba jenis

Saccharomyces cereviceae.

6. Konsentrasi Etanol

Seperti mikroba lainnya, Saccharomyces cereviceae tidak tahan terhadap

konsentrasi etanol yang lebih besar dari 14% dan pada konsentrasi etanol 16%

kegiatan Saccharomyces cereviceae sudah hampir tidak ada sehingga kecepatan

fermentasi juga terhenti.

7. Waktu Fermentasi

Laju perbanyakan bakteri bervariasi menurut spesies dan kondisi

pertumbuhannya. Pada kondisi optimal, bakteri akan membelah sekali setiap 20

menit. Untuk beberapa bakteri memilih waktu generasi, yaitu selang waktu antara

pembelahan, dapat dicapai selama 12 menit. Jika waktu generasinya 20 menit,

pada kondisi yang cocok sebuah sel dapat menghasilkan beberapa juta sel selama

7 jam.

8. Makanan

Semua mikroorganisme memerlukan makanan dan nutrien yang berfungsi untuk

menyediakan:

- Energi, biasanya diperoleh dari substansi yang mengandung karbon, yang salah

satu sumbernya adalah gula.

- Nitrogen, sebagian besar mikroba yang digunakan dalam fermentasi berupa

senyawa organik maupun anorganik sebagai sumber nitrogen. Salah satu contoh

sumber nitrogen yang dapat digunakan adalah urea.

Page 55: proses fermentasi limbah rumput laut eucheuma cottonii sebagai ...

55

- Mineral, mineral yang diperlukan mikroorganisme salah satunya adalah phospat

yang dapat diambil dari pupuk TSP.

- Vitamin, sebagian besar sumber karbon dan nitrogen alami mengandung semua

atau beberapa vitamin yang dibutuhkan. Defisiensi vitamin tertentu dapat diatasi

dengan cara mencampur berbagai substrat sumber karbon atau nitrogen

(Fessenden, 1982).

Fermentasi dihentikan bila kadar alkohol telah mencapai 14-16%. Jika

diinginkan kadar yang lebih tinggi campuran itu harus disuling. Destilat (sulingan)

berupa campuran azeotrop 95% alkohol, 5% air (suatu campuran azeotrop ialah suatu

campuran yang mendidih pada suatu titik didih konstan seakan-akan suatu senyawa

murni). Destilat ini dapat dicampurkan kembali ke campuran peragian atau fermentasi

untuk meningkatkan keadaan kadar alkoholnya atau dapat ditambahi air untuk

mendapatkan kadar yang diinginkan (Fessenden, 1982).

2.12 Laju Fermentasi

Laju fermentasi disini merupakan massa produk fermentasi yang dihasilkan

dari suatu proses fermentasi per satuan waktu fermentasi. Massa yang dihasilkan dari

proses ini adalah massa dari produk fermentasi yang terbentuk selama proses

fermentasi dalam rentang waktu tertentu. Berikut ini merupakan persamaan untuk

menentukan laju fermentasi dalam proses fermentasi limbah Eucheuma cottonii :

t

mm b

b

∆=

……………………………………………............... (2.1)

Page 56: proses fermentasi limbah rumput laut eucheuma cottonii sebagai ...

56

dimana :

bm•

= Laju Fermentasi ( kg / hari)

bm∆ = Massa Produk Fermentasi Yang Dihasilkan ( kg )

t∆ = Selang Waktu fermentasi ( hari)

2.13 Khamir (Yeast)

Sejak dahulu kala, yeast telah digunakan oleh manusia untuk menghasilkan

makanan dan minuman yang diinginkan. Dapat dinyatakan disini bahwa yeast

merupakan jasad renik (mikroorganisme) yang pertama yang digunakan manusia dalam

industri pangan.

Gambar 2.11 Ragi Roti (Saccharomyces cerevisiae)

Khamir dapat berkembang biak dalam gula sederhana seperti glukosa, maupun

gula kompleks disakarida yaitu sukrosa. Selain itu untuk menunjang kebutuhan hidup

diperlukan oksigen, karbohidrat, dan nitrogen. Pada uji fermentasi gula-gula

mempunyai reaksi positif pada gula dekstrosa, galaktosa, sukrosa, maltosa, raffinosa,

trehalosa, dan negatif pada gula laktosa (Lodder, 1970) .

Page 57: proses fermentasi limbah rumput laut eucheuma cottonii sebagai ...

57

Jenis khamir yang populer dikembangkan adalah Saccharomyces cerevisiae

yang disebut dengan Baker’s yeasts. Sejak saat itu, perusahan roti, minuman dan para

ahli mulai berupaya untuk memproduksi strain murni yeast yang tepat untuk keperluan

industri yang disesuaikan dengan rasa dan keperluan kualitas serta karateristik lainnya.

Sedangkan di Indonesia yang dikenal dengan ragi untuk tape sebenarnya ada yang tidak

murni dari jenis yeast saja akan tetapi dicampur dengan jenis bakteri dimana

disesuaikan dengan kebutuhan produk yang akan dihasilkannya.

2.14 Sumber Energi Yeast

Untuk keperluan hidupnya khamir (yeast) memerlukan bahan-bahan organik

dan anorganik. Khamir mendapatkan energi dari ikatan karbon untuk pertumbuhan dan

perkembangbiakannya yang berasal dari molekul sederhana seperti gula, asam organik

atau alkohol yang diubah menjadi senyawa kompleks seperti protein, polisakarida,

lemak dan lignin (Garraway dan Evans, 1984).

Sementara itu menurut Prescott dan Dunn (1981), khamir memerlukan media

dan lingkungan yang sesuai untuk pertumbuhan dan perkembangannya. Unsur-unsur

dasar yang dibutuhkan adalah karbon, hidrogen, oksigen, fosfor, potasium zat besi

dan magnesium. Unsur karbon banyak diperoleh dari gula, sedangkan sebagai sumber

notrogen dapat digunakan amonia, garam amonium, asam amino, peptida, pepton,

nitrat atau urea tergantung dari jenis khamir. Sementara itu menurut Buckle,dkk, (1987)

karbon dan energi dapat diperoleh dari karbohidrat sederhana seperti glukosa.

Karbohidrat tersebut merupakan sumber karbon yang paling banyak digunakan dalam

proses fermentasi oleh sel khamir.

Page 58: proses fermentasi limbah rumput laut eucheuma cottonii sebagai ...

58

2.15 Saccharomyces cerevisiae

Saccharomyces cerevisiae merupakan mikroorganisme unggul yang digunakan

dalam proses fermentasi dalam usaha menghasilkan etanol. Dalam melakukan proses

fermentasi, Saccharomyces cerevisiae dipengaruhi oleh faktor tumbuh yang meliputi

pH pertumbuhan antara 2,0-8,6 dengan pH optimum antara 4,5-5,0. Laju fermentasi

gula oleh Saccharomyces cerevisiae relatif intensif pada pH 3,5-6,0 (Goebol, 1987).

Sedangkan menurut Fraenkel (1982), temperatur pertumbuhan yang optimum

untuk Saccharomycess cereviceae adalah 28 - 36°C dan pH optimum untuk

pertumbuhan sel khamir 4,5 - 5,5 ( Moat and Foster, 1988).

Saccharomyces cerevisiae dapat memfermentasi glukosa, sukrosa, galaktosa

serta rafinosa (Kunkee dan Mardon,1970). Saccharomyces cerevisiae merupakan

top yeast tumbuh cepat dan sangat aktif memfermentasi pada suhu 20oC (Frazier

dan Westhoff , 1978). Saccharomyces cerevisiae dapat toleran terhadap kadar

alkohol yang cukup tinggi (12-18 % abv), tahan terhadap kadar gula yang tinggi dan

tetap aktif melakukan fermentasi pada suhu 4-32oC (Harisson dan Graham,1970).

Saccharomycess cereviseae mempunyai bentuk sel bundar, oval atau elongasi.

Berkembang biak secara vegetatif dengan membentuk tunas dan membentuk spora

aseksual pada askus 1 - 4 spora dengan bentuk yang beragam. Reproduksi generatif

berlangsung dengan konjugasi isogami maupun heterogami (Pelczar, dkk., 1983).

Taksonomi Saccharomyces sp adalah sebagai berikut (Sanger, 2009) :

Super Kingdom : Eukaryotik

Phylum : Fungi

Subphylum : Ascomycota

Page 59: proses fermentasi limbah rumput laut eucheuma cottonii sebagai ...

Class

Order

Family

Genus

Species

Menurut Hartoto

tinggi Saccharomyces

rendah. Sedangkan pada kondisi

jalur katabolik dipecah oleh enzim piruvat dekarboksilase menjadi asetaldehid dan

karbondioksida secara reduksi oleh enzim alkohol dehidrogenase. Pada kondisi

aerobik, pemecahan gula mengikutsertakan oksigen atmosfir melalui beberapa

lintasan proses. Pada respir

air, sedang oksidasi tidak sempurna diikuti oleh akumulasi asam dan lain

intermediet.

Komposisi Sel Khamir

Sumber : Surawiria (1990

Saccharomyces

minuman beralkohol karena

: Saccharomycetes

: Saccharomycetales

: Saccharomycetaceae

: Saccharomyces

: Saccharomyces cerevisiae

Menurut Hartoto (1992), pada kondisi aerobik atau konsentrasi glukosa

cerevisiae tumbuh dengan baik, namun alkohol yang dihasilkan

Sedangkan pada kondisi anaerobik, pertumbuhan lambat dan piruvat dari

katabolik dipecah oleh enzim piruvat dekarboksilase menjadi asetaldehid dan

karbondioksida secara reduksi oleh enzim alkohol dehidrogenase. Pada kondisi

aerobik, pemecahan gula mengikutsertakan oksigen atmosfir melalui beberapa

lintasan proses. Pada respirasi oksidasi sempurna dari glukosa menghasilkan CO

air, sedang oksidasi tidak sempurna diikuti oleh akumulasi asam dan lain

Tabel 2.6

Komposisi Sel Khamir Saccharomyces cerevisiae

1990)

Saccharomyces cerevisiae telah lama digunakan dalam industri alkoho

minuman beralkohol karena memiliki kemampuan dalam memfermentasi glukosa

59

atau konsentrasi glukosa

tumbuh dengan baik, namun alkohol yang dihasilkan

, pertumbuhan lambat dan piruvat dari

katabolik dipecah oleh enzim piruvat dekarboksilase menjadi asetaldehid dan

karbondioksida secara reduksi oleh enzim alkohol dehidrogenase. Pada kondisi

aerobik, pemecahan gula mengikutsertakan oksigen atmosfir melalui beberapa

asi oksidasi sempurna dari glukosa menghasilkan CO2 dan

air, sedang oksidasi tidak sempurna diikuti oleh akumulasi asam dan lain-lain produk

industri alkohol dan

mfermentasi glukosa

Page 60: proses fermentasi limbah rumput laut eucheuma cottonii sebagai ...

60

menjadi etanol. Saccharomyces cerevisiae membutuhkan mineral tertentu (misalnya,

Ca, Mg, Mn, Co, Fe, Cu, K, Na, Zn) untuk pertumbuhan dan fermentasi etanol.

Sebagian besar nutrisi yang dibutuhkan biasanya sudah tersedia dalam bahan baku

industri untuk produksi etanol.

Page 61: proses fermentasi limbah rumput laut eucheuma cottonii sebagai ...

61

BAB III

KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS

PENELITIAN

3.1 Kerangka Berpikir

Kerangka berpikir dalam penelitian ini dimulai dari usaha untuk mengkaji

potensi pengembangan bahan bakar alternatif untuk mensubstitusi bahan bakar

konvensional yang tidak terbarukan. Bahan bakar alternatif yang dikembangkan saat ini

adalah etanol, dimana selama ini teknologi yang baru dikembangkan adalah teknologi

pembuatan etanol generasi pertama dengan menggunakan bahan baku yang masih

terpaku pada penggunaan biomassa darat yang mengandung karbohidart (starch

based), yang dikhawatirkan dapat mengganggu keseimbangan pangan serta

penggunaan lahan pertanian, sehingga perlu dilakukan diversifikasi energi dengan

mengembangkan teknologi pembuatan etanol generasi kedua dengan memanfaatkan

bahan baku biomasaa lain khususnya limbah bahan baku yang mengandung selulosa.

Salah satu sumber bahan baku alternatif yang dapat dikaji dalam usaha pembuatan

etanol generasi kedua dengan fokus pada biomassa yang hidup di perairan, khususnya

dengan memanfaatkan limbah rumput laut Eucheuma cottonii yang dari sepengetahuan

penulis dan kajian literatur ternyata mengandung karbohidrat sekitar 68,48%

(Luthfy,1988) dan belum dikembangkan secara massal sebagai salah satu bahan baku

pembuatan etanol di Indonesia, sehingga dapat dijadikan kajian penelitian sebagai

salah satu sumber bahan baku untuk bahan bakar alternatif pengganti bahan bakar

konvensional sebagai antisipasi dari kekhawatiran penggunaan etanol generasi pertama

61

Page 62: proses fermentasi limbah rumput laut eucheuma cottonii sebagai ...

62

yang mengancam kelangsungan tanaman pangan, serta mengantisipasi semakin

menipisnya cadangan minyak bumi yang tidak terbarukan.

3.2 Konsep

Adapun konsep penelitian yang digunakan disini dapat disederhanakan untuk

memudahkan pemahaman dalam bentuk penjabaran seperti yang terlihat pada bagan di

bawah ini:

Mengantisipasi krisis energi akibat penggunaan bahan bakar fosil yang tidak terbarukan,

serta kelangsungan etanol generasi pertama yang meragukan karena proses produksinya

dapat mengancam kelangsungan komoditi pangan

Gambar 3.1 Skema Konsep Penelitian

Usaha pembuatan etanol generasi kedua dari limbah bahan baku yang mengandung

selulosa terutama dari biomassa yang hidup di kawasan perairan, khususnya limbah

rumput laut jenis Eucheuma cottonii

Diperlukan usaha yang lebih kompleks dalam tahapan awal pembuatan etanol generasi

kedua dari bahan berlignoselulosa karena adanya senyawa lignin yang membungkus

matriks selulosa yang menghambat kerja yeast dalam proses fermentasi

Usaha – usaha yang diperlukan antara lain meliputi, proses pretreatment, delignifikasi,

treatment secara fisika dan biologi, proses sakarifikasi, proses fermentasi, hingga

dilanjutkan dengan pengukuran kadar alkohol, volume produk fermentasi dan

perhitungan laju fermentasi

Dihasilkan produk fermentasi yang selanjutnya dapat dimurnikan lagi menjadi etanol

generasi kedua sebagai jawaban atas permasalahan krisis energi dan pangan di dunia pada

umumnya dan Indonesia pada khususnya

Page 63: proses fermentasi limbah rumput laut eucheuma cottonii sebagai ...

63

3.3 Hipotesis

Dalam penelitian ini diberikan beberapa hipotesis awal dalam hal

memperkirakan hasil penelitian kedepannya.

a) Dari kajian pustaka dan perbandingan literatur yang telah dijabarkan pada bab

sebelumnya, penulis mengambil hipotesis awal bahwa untuk setiap perlakuan

awal pada tahap variasi konsentrasi NaOH pada proses delignifikasi, yang

kemudian dilanjutkan dengan variasi pada proses treatment, akan

mempengaruhi kadar alkohol, volume produk fermentasi dan laju fermentasi.

Dimana kadar alkohol, volume produk fermentasi dan laju fermentasi pada

limbah Eucheuma cottonii yang melalui proses delignifikasi akan menghasilkan

hasil yang lebih baik, jika dibandingkan dengan spesimen tanpa perlakuan awal.

b) Penentuan waktu fermentasi terbaik dilakukan dengan menggunakan starter

Saccaromyces cereseviciae pada variasi konsentrasi yang berbeda serta

pengukuran dilakukan selama 9 hari. Dari kajian pustaka dan perbandingan

literatur, hipotesa awal yang dapat diambil untuk semua jenis perlakuan pada

limbah Eucheuma cottoni, baik tanpa proses delignifikasi maupun dengan proses

delignifikasi akan menunjukan peningkatan kadar alkohol pada hari ke 3, dan

terjadi peningkatan kadar alkohol tertinggi pada hari ke 6, selanjutnya akan

mengalami penurunan sampai pada batas hari ke 9. Hal ini disebabkan karena

jumlah glukosa yang terkandung didalam limbah sudah semakin sedikit bahkan

sudah hampir habis dikonversi menjadi produk fermentasi oleh Saccaromyces

cereseviciae.

Page 64: proses fermentasi limbah rumput laut eucheuma cottonii sebagai ...

64

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian

Adapun rancangan penelitian yang digunakan yang dipakai penulis dalam

penelitian tesis ini mengandung beberapa urutan bagian yang dimulai dari penentuan

data primer atau data utama yang digunakan dalam penelitian ini. Adapun data – data

utama diperoleh dari berbagai ulasan baik berupa jurnal – jurnal nasional maupun

internasional, buku – buku pendukung, yang membahas tentang kelangkaan bahan

bakar fosil serta kelangsungan etanol generasi pertama sebagai bahan bakar alternatif

yang berkompetisi dengan produksi pangan yang dikhawatirkan mengganggu

keseimbangan pangan. Selanjutnya diperoleh juga informasi dari berbagai sumber

yang membahas tentang berbagai pemanfaatan terbaru bahan berlignoselulosa

khususnya limbah Eucheuma cottonii sebagai bahan baku pembuatan etanol sehingga

dari komparasi literatur dan kajian pustaka dapat diperoleh sesuatu yang belum

dikembangkan sehingga dapat diangkat menjadi salah satu topik penelitian saat ini,

yaitu tentang tahapan proses pembuatan etanol dari limbah rumput laut Eucheuma

cottonii, dimana penulis menitikberatkan pada tahapan proses fermentasi yang

berorientasi pada penggunaan dan pengembangan metode baru dalam hal pengolahan

limbah Eucheuma cottonii yang selama ini belum termanfaatkan secara optimal untuk

dapat dijadikan salah satu sumber bahan baku pembuatan etanol generasi kedua yang

nantinya dapat digunakan sebagai pengganti energi konvensional yang selama ini telah

64

Page 65: proses fermentasi limbah rumput laut eucheuma cottonii sebagai ...

digunakan dan menepis kekhawatiran

pangan.

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Proses perlakuan awal (delignifikasi)

fermentasi limbah Eucheuma cottoni

Program Studi Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Udayana, Bukit Jimbaran.

Selanjutnya untuk pengujian

Laboratorium Bioteknologi Gedung

Gambar 4.1 Limbah

4.3 Penentuan Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah limbah rumput laut

dari jenis Eucheuma cottonii

Indonesia pada umumnya.

Serangan, dan sepanjang pantai

sekiranya dijadikan tempat pengambilan data awal penelitian adalah

dan menepis kekhawatiran umat manusia terhadap kelangsungan ta

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

perlakuan awal (delignifikasi), perlakuan, sampai dengan proses

Eucheuma cottonii dilakukan di Pusat Kajian Industri dan Energi

Program Studi Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Udayana, Bukit Jimbaran.

Selanjutnya untuk pengujian kadar alkohol produk fermentasi

teknologi Gedung Pascasarjana Universitas Udayana, Denpasar Bali

Gambar 4.1 Limbah Eucheuma cottonii

Penentuan Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah limbah rumput laut

ucheuma cottonii yang tersebar di sepanjang pantai Bali khususnya

Indonesia pada umumnya. Obyek penelitian ini adalah di sekitar pantai Sawangan dan

sepanjang pantai Nusa Penida. Dimana populasi

sekiranya dijadikan tempat pengambilan data awal penelitian adalah

65

terhadap kelangsungan tanaman

sampai dengan proses

dilakukan di Pusat Kajian Industri dan Energi

Program Studi Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Udayana, Bukit Jimbaran.

produk fermentasi dilakukan di

Udayana, Denpasar Bali.

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah limbah rumput laut

di sepanjang pantai Bali khususnya dan

pantai Sawangan dan

i penelitian yang

sekiranya dijadikan tempat pengambilan data awal penelitian adalah obyek penelitian

Page 66: proses fermentasi limbah rumput laut eucheuma cottonii sebagai ...

66

rumput laut jenis Eucheuma cottonii cukup besar karena mayoritas dikembangkan oleh

para petani rumput laut, sehingga dapat diasumsikan produksi limbahnya pun juga akan

lebih besar, karena untuk memenuhi standard ekspor harus memenuhi kriteria yang

cukup ketat. Selanjutnya sumber pengambilan data juga diperoleh dari kajian literatur

pada proses penelitian yaitu dari proses perlakuan awal (pretreatment) dengan metode

delignifikasi dan proses perlakuan secara fisika dan biologi, dimana dari setiap variasi

perlakuan awal dan perlakuan inilah diperoleh komparasi data yang pada akhirnya

dapat dijadikan sebagai sumber pengambilan data penelitian.

4.4 Variabel Penelitian

Variabel – variabel penelitian disini merupakan variabel – variabel yang

sekiranya berpengaruh terhadap hasil penelitian dan dapat divariasikan dalam usaha

diperoleh komparasi data – data penelitian. Adapun variasi – variasi variabel penelitian

adalah sebagai berikut:

1. Variasi konsentrasi NaOH dalam pretereatment (delignifikasi). Variasi

konsentrasi ini sangat berperan dalam usaha pendegradasian lignin sehingga akan

berpengaruh terhadap jumlah/ konsentrasi selulosa didalam limbah Eucheuma cottonii,

dimana diharapkan dari variasi konsentrasi NaOH ini diperoleh variasi konsentrasi

yang tepat di dalam proses delignifikasi sehingga dapat mengoptimalkan proses

fermentasi.

2. Variasi treatment, yaitu treatment secara fisika dan treatment secara biologi,

dimana dari variasi treatment ini dapat diperoleh perbandingan data – data penelitian,

sehingga dapat diperoleh data pada kondisis treatment yang manakah lebih mampu

Page 67: proses fermentasi limbah rumput laut eucheuma cottonii sebagai ...

67

dalam mengoptimalkan proses konversi selulosa menjadi karbohidrat dan selanjutnya

dikonversi menjadi gula sederhana (glukosa).

3. Variasi konsentrasi ragi (Saccaromyces cereviciae), dimana variasi ini

dilakukan untuk mengetahui pada variasi konsentrasi ragi berapakah yang berpengaruh

signifikan pada laju fermentasi, volume produk fermentasi dan kadar alkohol yang

dihasilkan.

4. Variasi waktu fermentasi sangat berpengaruh terhadap peningkatan kadar

alkohol, karena hanya dalam rentang waktu yang tepatlah diperoleh kadar alkohol

tertinggi sebelum pada akhirnya mulai menurun.

4.5 Bahan Penelitian

Adapun bahan - bahan penelitian yang dibutuhkan dalam proses fermentasi

limbah Eucheuma cottonii adalah sebagai berikut :

1. Limbah Eucheuma cottonii : ± 120 kg

2. Saccaromyces cereviciae (yeast) : ± 500 gram

3. NaOH : 1 kg

4. Effective Microorganism (EM4) : 3 liter

5. Kapur (CaCO3) : 1 kg

4.6 Instrumen Penelitian

Dalam menunjang penelitian ini maka diperlukan instrumen – instrumen

penelitian yang digunakan dalam hal membantu kelancaran penelitian. Adapun

instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Page 68: proses fermentasi limbah rumput laut eucheuma cottonii sebagai ...

68

1. Baskom besar : 1 buah

Digunakan sebagai tempat penampungan limbah Eucheuma cottonii untuk

melakukan proses penetralan garam dan proses delignifikasi, sebelum masuk

ke tahapan proses treatment.

2. Gelas ukur : 1 buah

Digunakan untuk menampung dan mengukur volume produk fermentasi

limbah Eucheuma cottonii.

3. Heater : 1 buah

Digunakan dalam proses hidrolisis dengan pemanasan pada bahan baku limbah

Eucheuma cottonii dalam proses treatment sebelum memulai proses

fermentasi.

4. Timbangan digital : 1 buah

Digunakan untuk menimbang perbandingan massa limbah Eucheuma cottonii

dengan ragi (yeast) agar diperoleh komposisi yang sesuai.

5. pH meter : 1 buah

Digunakan mengukur derajat keasaman limbah Eucheuma cottonii sebelum

memulai tahapan proses fermentasi.

6. Basin : 2 buah

Digunakan sebagai media dalam proses hidrolisis limbah Eucheuma cottonii

dalam proses treatment.

7. Vinometer : 1 buah

Digunakan untuk mengukur kadar alkohol dalam skala rendah produk

fermentasi limbah Eucheuma cottonii (rentang 0-25% alcohol by volume ).

Page 69: proses fermentasi limbah rumput laut eucheuma cottonii sebagai ...

69

Gambar 4.2 Vinometer

4.7 Prosedur Penelitian

Adapun langkah-langkah penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Sebanyak 90 kg limbah rumput laut jenis Eucheuma cottonii ditaruh pada baskom

besar, lalu dicuci dan dibilas dengan air bersih untuk memisahkan butiran pengotor

dan pasir.

2. Setelah itu limbah Eucheuma cottonii memasuki tahapan proses penghilangan

garam yang bertujuan untuk menghilangkan kandungan garam yang ada di dalam

limbah Eucheuma cottonii agar nantinya tidak menghambat/ mengganggu kerja

yeast dalam proses fermentasi. Proses penghilangan kandungan garam dalam

limbah Eucheuma cottonii ini dilakukan dengan menggunakan senyawa kapur

(CaCO3) yang dicampur dengan air dimana dalam penelitian ini penulis

menggunakan perbandingan 1 kg CaCO3 dilarutkan dalam 100 liter air.

Selanjutnya limbah Eucheuma cottonii dimasukkan dan direndam selama 24

jam. Adapun persamaan reaksi secara teoritis yang terjadi dalam proses

penghilangan garam adalah sebagai berikut :

2 NaCl + CaCO3 Na2CO3 + CaCl2

Page 70: proses fermentasi limbah rumput laut eucheuma cottonii sebagai ...

70

3. Selanjutnya dilakukan pretreatment berupa proses delignifikasi. Proses delignifikasi

disini merupakan proses degradasi lignin yang membungkus selulosa didalam

matriks limbah Eucheuma cottonii, dimana keberadaan lignin ini akan menghambat

aktifitas dari Saccharomyces cerevisiae yang terdapat dalam ragi dalam tahapan

proses fermentasi. Adapun proses delignifikasi ini menggunakan proses delignifikasi

secara kimia yaitu dengan menggunakan senyawa NaOH sebagai katalis dalam

proses delignifikasi dengan variasi sebagai berikut:

a. 30 kg limbah Eucheuma cottonii di delignifikasi dengan larutan NaOH 10 %

selama 1 jam.

b. 30 kg limbah Eucheuma cottonii di delignifikasi dengan larutan NaOH 15%

selama 1 jam.

c. 30 kg limbah Eucheuma cottonii di delignifikasi dengan larutan NaOH 20 %

selama 1 jam.

Pada proses delignifikasi pertama menggunakan 30 kg limbah Eucheuma

cottonii yang di delignifikasi dengan larutan NaOH 10%. Untuk perbandingan

antara media air dengan massa NaOH yang digunakan dapat diperoleh dengan

rumus pengenceran sebagai berikut:

a) Pengenceran dengan menggunakan NaOH 10%

NaOH 10% = 10 gram NaOH dalam 100 ml air

Mr NaOH = 40

Massa jenis (ρ) NaOH = 1,087 gr/ml

Molaritas NaOH per 100 ml = (10 gram / 40)/100 ml = 0.25 mol/0,1 liter

= 2,5 M

Page 71: proses fermentasi limbah rumput laut eucheuma cottonii sebagai ...

71

Rumus Pengenceran :

V1.M1 = V2.M2

V1. 2,5 M = 5 liter .0,1M

V1 = 0,5 M liter/2,5 M

V1 = 0,2 liter

V1 = 200 ml

Massa NaOH = 200 ml x 1.087 gr/ml

Jadi massa NaOH yang dibutuhkan untuk pengenceran dengan 5 liter air adalah

217,4 gram

b) Pengenceran dengan menggunakan NaOH 15%

NaOH 15% = 15 gram NaOH dalam 100 ml air

Mr NaOH = 40

Massa jenis (ρ) NaOH = 1,087 gr/ml

Molaritas NaOH per 100 ml = (15 gram / 40)/100 ml = 0,375 mol/0,1 liter

= 3,75 M

Rumus Pengenceran :

V1.M1 = V2.M2

V1. 3,75 M = 5 liter .0,1M

V1 = 0,5 M liter/3,75 M

V1 = 0,133 liter

V1 = 133 ml

Massa NaOH = 130 ml x 1.087 gr/ml = 144,9 gram

Page 72: proses fermentasi limbah rumput laut eucheuma cottonii sebagai ...

72

c) Dengan cara yang sama dilakukan untuk kadar NaOH 20 %

NaOH 20% = 20 gram NaOH dalam 100 ml air

Mr NaOH = 40

Massa jenis (ρ) NaOH = 1,087 gr/ml

Molaritas NaOH per 100 ml = (20 gram / 40)/100 ml = 0,5 mol/0,1 liter

= 5 M

Rumus Pengenceran :

V1.M1 = V2.M2

V1. 5 M = 5 liter .0,1M

V1 = 0,5 M liter/5 M

V1 = 0,1 liter

V1 = 100 ml

Massa NaOH = 100 ml x 1.087 gr/ml

Massa NaOH = 108,7 gram

(a) (b)

Gambar 4.3. (a) Senyawa NaOH (b) Proses Pengukuran Massa NaOH

Page 73: proses fermentasi limbah rumput laut eucheuma cottonii sebagai ...

73

4. Selanjutnya untuk setiap variasi pretreatment delignifikasi pada langkah nomor 3

diberikan treatment yang bertujuan untuk menghidrolisis selulosa menjadi gula

sederhana. Adapun variasi yang digunakan dalam proses treatment ini adalah

sebagai berikut:

a) 15 kg limbah Eucheuma cottonii di treatment secara fisika, yaitu dengan

dikukus selama 30 menit di dalam basin stainless steel pada temperatur

100 °C, lalu ditiriskan selama 1 jam (dalam hal ini proses sakarifikasi

untuk menstabilkan derajat keasaman) dalam suhu ruangan (27°C-30°C).

Setelah itu barulah masuk pada tahapan proses fermentasi dengan

penambahan ragi dengan variasi komposisi 1:0,0015, 1:0,003, 1:0,0045,

1:0,006, 1:0,0075 untuk limbah Eucheuma cottonii dan ragi.

b) Treatment secara biologi dilakukan dengan menggunakan 15 kg limbah

Eucheuma cottonii yang di panaskan selama 30 menit di dalam basin

stainless steel pada temperatur 100° C lalu ditiriskan selama 1 jam dalam

suhu ruangan (27°C-30°C). Setelah itu ditambahkan cairan EM4 dengan

perbandingan 1 kg limbah Eucheuma cottonii ditambahkan dengan 50 ml

EM4 yang selanjutnya masuk pada tahapan proses fermentasi dengan

penambahan ragi dengan variasi komposisi 1:0,0015, 1:0,003, 1:0,0045,

1:0,006, 1:0,0075 untuk limbah Eucheuma cottonii dan ragi.

Page 74: proses fermentasi limbah rumput laut eucheuma cottonii sebagai ...

74

(a) (b)

Gambar 4.4 Proses Perlakuan Limbah Eucheuma Cottonii (a) Perlakuan

Secara Fisika, (b) Perlakuan Secara Biologi

Kelima variasi campuran ragi dan limbah Eucheuma cottonii pada setiap

pembagian treatment tersebut dimasukkan kedalam toples kaca agar tidak terjadi

kontaminasi dengan udara luar dan ditutup dengan rapat, sehingga tercipta kondisi

anaerob sehingga Saccharomyces cerevisiae dapat bekerja dengan baik dalam proses

fermentasi.Proses fermentasi ini dilakukan dengan menggunakan media topless

kaca untuk menjaga kondisi anaerob (tanpa udara) dengan pH awal 6, didalam

ruang tertutup dalam suhu kamar (27-30°C). Tahapan proses fermentasi ini

berlangsung selama 9 hari dimana pencatatan data dilakukan setiap 3 hari sekali

untuk mengukur volume produk fermentasi dan kadar alkohol yang dihasilkan.

Page 75: proses fermentasi limbah rumput laut eucheuma cottonii sebagai ...

Gambar 4.5 (a) Proses Fermentasi Limbah

Anaerob Pada Perlakuan Fisika, (b)

cottonii dalam Kondisi

5. Dalam setiap rentang waktu 3 hari

ditampung dalam gelas

dari setiap variasi treatment

variasi konsentrasi ragi.

Gambar 4.6 Proses Penekanan Limbah

Memperoleh

(a) (b)

Proses Fermentasi Limbah Eucheuma cottonii

Pada Perlakuan Fisika, (b) Proses Fermentasi Limbah

dalam Kondisi Anaerob Pada Perlakuan Biologi

Dalam setiap rentang waktu 3 hari, hasil fermentasi limbah Eucheuma cotto

tampung dalam gelas ukur, lalu diukur volume produk fermentasi

treatment (fisika dan biologi), variasi delignifikasi

variasi konsentrasi ragi.

Proses Penekanan Limbah Eucheuma cottoni

Memperoleh Volume Produk Fermentasi

75

dalam Kondisi

Proses Fermentasi Limbah Eucheuma

Pada Perlakuan Biologi

Eucheuma cottonii

produk fermentasi yang dihasilkan

variasi delignifikasi NaOH dan

ottonii Untuk

Page 76: proses fermentasi limbah rumput laut eucheuma cottonii sebagai ...

76

6. Selanjutnya dilakukan proses pengukuran kadar alkohol dengan menggunkan alat

ukur vinometer, yang penggunaannya dapat dijabarkan sebagai berikut :

a) Masukkan produk fermentasi kedalam vinometer hingga penuh, diamkan

beberapa saat sehingga berada dalam keadaan steady, kemudian vinometer

yang sudah terisi penuh dengan produk fermentasi tersebut dibalik,

sehingga akan terjadi proses penurunan cairan, tunggu sesaat hingga

penurunan cairan berhenti dan dari angka yang tertera pada skala vinometer

dapatlah ditentukan berapa kadar alkohol dari produk fermentasi tersebut,

dalam satuan persen volume (% abv).

Gambar 4.7 Skema Proses Pengukuran Kadar Alkohol

7. Selanjutnya adalah menghitung laju fermentasi dalam satuan (kg/hari) dari setiap

rentang waktu fermentasi dari setiap variasi delignifikasi, variasi perlakuan fisika

dan biologi dan variasi perbandingan konsentrasi limbah Eucheuma cottonii dengan

ragi (yeast).

Page 77: proses fermentasi limbah rumput laut eucheuma cottonii sebagai ...

77

Gambar 4.8 Skema Alur Penelitian

Page 78: proses fermentasi limbah rumput laut eucheuma cottonii sebagai ...

78

4.8 Analisis Data

Analisa data dilakukan dengan metode analisa dan komparasi data – data

pengujian dari uji kuantitatif dilapangan, dimana analisa penelitian diacu dari hipotesis

awal yang membandingkan setiap data – data penelitian dari setiap variasi yang

dilakukan serta berbagai variabel yang berpengaruh dalam proses penelitian sehingga

dari hasil komparasi data pengujian tersebut diperoleh data terbaik dari setiap alur

proses suatu penelitian dan dapat ditarik suatu kesimpulan dari komparasi data – data

tersebut.

Page 79: proses fermentasi limbah rumput laut eucheuma cottonii sebagai ...

79

BAB V

HASIL PENELITIAN

5.1 Pengukuran Kadar Alkohol Produk Fermentasi Limbah Eucheuma cottonii

Pengukuran kadar alkohol dilakukan untuk mengetahui besarnya kadar alkohol

yang mampu dihasilkan dalam serangkaian proses fermentasi limbah Eucheuma

cottonii sehingga pada akhirnya dapat dilakukan perbandingan kadar alkohol antara

limbah Eucheuma cottonii yang melalui tahapan perlakuan awal (proses

delignifikasi) dan perlakuan (fisika dan biologi), dengan kadar alkohol pada

limbah Eucheuma cottonii yang tanpa melalui tahapan delignifikasi dan tanpa

perlakuan.

Gambar 5.1 Produk Fermentasi Limbah Eucheuma cottonii Pada

Delignifikasi NaOH 15 %, Dengan Perbandingan (1:0,006) Untuk Limbah

Eucheuma cottonii dan Ragi

79

Page 80: proses fermentasi limbah rumput laut eucheuma cottonii sebagai ...

80

Dari hasil pengukuran kadar alkohol hasil fermentasi limbah Eucheuma cottonii

dengan starter Saccaromyces ceresiviciae maka didapatkan hasil pengukuran yang

dapat ditampilkan dalam bentuk tabel sebagai berikut:

Tabel 5.1

Tabel Hasil Pengukuran Kadar Alkohol Produk Fermentasi Limbah

Eucheuma cottonii Tanpa Delignifikasi

Waktu

(hari)

Kadar Alkohol Produk Fermentasi(% abv) Dengan Perbandingan Konsentrasi yeast

(1:0.0015) (1:0.003) (1:0.0045) (1:0.006) (1:0.0075)

3 4,2 4,3 4,7 5,2 4,6

6 5,1 5,3 6,7 6,9 5,9

9 4,5 4,8 5,6 5,8 5,4

Tabel 5.2

Tabel Hasil Pengukuran Kadar Alkohol Produk Fermentasi Limbah

Eucheuma cottonii Dengan Delignifikasi NaOH 10 %

Waktu

(hari) Treatment

Kadar Alkohol Produk Fermentasi (% abv) Dengan Perbandingan Konsentrasi yeast

(1:0.0015) (1:0.003) (1:0.0045) (1:0.006) (1:0.0075)

3

Perlakuan

Fisika 4,5 4,8 5,1 5,9 5,4

Perlakuan

Biologi 4,9 5,3 6,4 6,7 6,2

6

Perlakuan

Fisika 6,7 7,2 7,5 7,9 7,3

Perlakuan

Biologi 7,4 7,7 8,1 8,3 7,9

9

Perlakuan

Fisika 6,3 6,5 6,7 7,2 6,6

Perlakuan

Biologi 7,2 7,3 7,6 7,8 7,1

Page 81: proses fermentasi limbah rumput laut eucheuma cottonii sebagai ...

81

Tabel 5.3

Tabel Hasil Pengukuran Kadar Alkohol Produk Fermentasi Limbah

Eucheuma cottonii Dengan Delignifikasi NaOH 15%

Waktu

(hari) Treatment

Kadar Alkohol Produk Fermentasi (% abv) Dengan Perbandingan Konsentrasi yeast

(1:0.0015) (1:0.003) (1:0.0045) (1:0.006) (1:0.0075)

3

Perlakuan

Fisika 13,1 13,3 13,6 14,3 11,5

Perlakuan

Biologi 13,4 13,8 14,1 14,7 12,8

6

Perlakuan

Fisika 13,4 13,7 14,5 14,8 13,8

Perlakuan

Biologi 13,6 14,3 14,7 15,5 14,5

9

Perlakuan

Fisika 11,6 12,2 12,7 13,4 12,3

Perlakuan

Biologi 12,5 12,7 13,1 13,7 13,2

Tabel 5.4

Tabel Hasil Pengukuran Kadar Alkohol Produk Fermentasi Limbah

Eucheuma cottonii Dengan Delignifikasi NaOH 20%

Waktu

(hari) Treatment

Kadar Alkohol Produk Fermentasi (% abv) Dengan Perbandingan Konsentrasi yeast

(1:0.0015) (1:0.003) (1:0.0045) (1:0.006) (1:0.0075)

3

Perlakuan

Fisika 6,3 7,5 7,8 8,1 7,2

Perlakuan

Biologi 6,8 7,9 8,2 8,5 8,1

6

Perlakuan

Fisika 7,2 7,7 8,4 8,7 7,8

Perlakuan

Biologi 7,6 8,3 8,6 9,1 8,3

9

Perlakuan

Fisika 6,8 7,2 7,5 7,9 7,2

Perlakuan

Biologi 7,1 7,4 8,1 8,4 7,8

Page 82: proses fermentasi limbah rumput laut eucheuma cottonii sebagai ...

82

5.2 Pengukuran Volume Produk Fermentasi Limbah Eucheuma cottonii

Proses pengukuran volume produk fermentasi selama proses fermentasi

dilakukan untuk mengetahui seberapa banyak volume produk fermentasi yang

dihasilkan selama proses fermentasi limbah Eucheuma cottonii dalam setiap

rentang waktu fermentasi. Dari hasil pengukuran volume inilah dapat ditentukan

massa dari produk fermentasi yang dihasilkan dan pada akhirnya dapat

dilanjutkan untuk perhitungan laju fermentasi. Dari hasil pengukuran volume

produk fermentasi yang dilakukan dengan proses penekanan dengan tekanan 0,5

bar dilaboratorium, diperoleh data – data dapat ditampilkan dalam bentuk tabel

dibawah ini.

Tabel 5.5

Tabel Hasil Pengukuran Volume Produk Fermentasi Limbah

Eucheuma cottonii Tanpa Delignifikasi

Waktu

(hari) Volume Produk Fermentasi (ml)

Dengan Perbandingan Konsentrasi yeast

(1:0.0015) (1:0.003) (1:0.0045) (1:0.006) (1:0.0075)

3 110 145 156 176 124

6 135 158 170 211 165

9 152 184 195 235 177

Page 83: proses fermentasi limbah rumput laut eucheuma cottonii sebagai ...

83

Tabel 5.6

Tabel Hasil Pengukuran Volume Produk Fermentasi Limbah

Eucheuma cottonii dengan Delignifikasi NaOH 10%

Waktu

(hari) Treatment

Volume Produk Fermentasi (ml)

Dengan Perbandingan Konsentrasi yeast

(1:0.0015) (1:0.003) (1:0.0045) (1:0.006) (1:0.0075)

3

Perlakuan

Fisika 125 155 170 188 135

Perlakuan

Biologi 148 166 182 196 152

6

Perlakuan

Fisika 154 177 194 215 163

Perlakuan

Biologi 162 186 213 224 178

9

Perlakuan

Fisika 165 190.5 215 243 182

Perlakuan

Biologi 186 212 232 255 196

Tabel 5.7

Tabel Hasil Pengukuran Volume Produk Fermentasi Limbah

Eucheuma cottonii dengan Delignifikasi NaOH 15%

Waktu

(hari) Treatment

Volume Produk Fermentasi (ml)

Dengan Perbandingan Konsentrasi yeast

(1:0.0015) (1:0.003) (1:0.0045) (1:0.006) (1:0.0075)

3

Perlakuan

Fisika 143 172 184 200 150

Perlakuan

Biologi 155 183 195 215 166

6

Perlakuan

Fisika 160 196 210 227 178

Perlakuan

Biologi 172 212 225 244 192

9

Perlakuan

Fisika 176 217 230 250 195

Perlakuan

Biologi 210 226 244 272 213

Page 84: proses fermentasi limbah rumput laut eucheuma cottonii sebagai ...

84

Tabel 5.8

Tabel Hasil Pengukuran Volume Produk Fermentasi Limbah

Eucheuma cottonii dengan Delignifikasi NaOH 20 %

Waktu

(hari) Treatment

Volume Produk Fermentasi (ml)

Dengan Perbandingan Konsentrasi yeast

(1:0.0015) (1:0.003) (1:0.0045) (1:0.006) (1:0.0075)

3

Perlakuan

Fisika 134 165 175 194 146

Perlakuan

Biologi 155 174 189 205 162

6

Perlakuan

Fisika 160 176 195 220 170

Perlakuan

Biologi 174 188 205 234 186

9

Perlakuan

Fisika 180 193 210 240 192

Perlakuan

Biologi 196 215 235 265 205

5.3 Perhitungan Laju Fermentasi Limbah Eucheuma cottonii

Proses perhitungan laju fermentasi dapat dilakukan dengan membandingkan

massa produk fermentasi dengan selang waktu fermentasi.

Massa produk fermentasi diperoleh dari persamaan massa jenis:

ρ = m/v (kg/ml)

m = ρ x v (kg)

dimana ρ alkohol = 0,7 kg/liter

ρ air = 0,97 kg/liter

Sebagai contoh untuk pengukuran kadar alkohol pada limbah Eucheuma cottonii tanpa

delignifikasi pada hari ketiga fermentasi dengan perbandingan limbah Eucheuma

cottonii dan ragi terbaik (1:0.006) didapatkan data sebagai berikut :

a) Kadar alkohol = 5,2% (alcohol by volume)

Page 85: proses fermentasi limbah rumput laut eucheuma cottonii sebagai ...

85

b) Kadar air = 94,8 % (water by volume)

c) Volume produk fermentasi = 176 ml = 0,176 liter

Sehingga dari data diatas didapatkan massa jenis dan massa produk fermentasi

sebagai berikut:

ρ produk fermentasi = ((5,2% x 0,7 kg/liter)/100%) + ((94,8% x 0,97 kg/liter)/100%)

ρ produk fermentasi = 0,96 kg/liter

m produk fermentasi = ρ produk fermentasi x v produk fermentasi (kg)

m produk fermentasi = 0,96 kg/liter x 0,176 liter

m produk fermentasi = 0,16896 kg = 168,96 gram

Laju fermentasi ditentukan dengan persamaan di bawah ini :

t

mm b

b

∆=

dimana :

bm•

= Laju Fermentasi ( kg / hari)

bm∆ = Massa Produk Fermentasi yang dihasilkan ( kg )

t∆ = Selang waktu fermentasi ( hari)

Sehingga laju Fermentasi pada hari ke 3 dapat dihitung sebagai berikut :

�� � = ��������

���� = 0,05632 kg/hari

Dengan cara perhitungan yang sama seperti diatas maka diperoleh data – data laju

fermentasi yang dapat ditampilkan seperti pada tabel berikut ini:

Page 86: proses fermentasi limbah rumput laut eucheuma cottonii sebagai ...

86

Tabel 5.9

Tabel Laju Fermentasi Limbah Eucheuma cottonii Tanpa Delignifikasi

Waktu

(hari)

Laju Fermentasi (kg/hari)

Dengan Perbandingan Konsentrasi yeast

(1:0.0015) (1:0.003) (1:0.0045) (1:0.006) (1:0.0075)

3 0.035 0.046 0.050 0.056 0.040

6 0.022 0.025 0.027 0.034 0.026

9 0.016 0.020 0.021 0.025 0.019

Tabel 5.10

Tabel Laju Fermentasi Limbah Eucheuma cottonii dengan Delignifikasi

NaOH 10%

Waktu

(hari) Treatment

Laju Fermentasi (kg/hari)

Dengan Perbandingan Konsentrasi yeast

(1:0.0015) (1:0.003) (1:0.0045) (1:0.006) (1:0.0075)

3

Perlakuan

Fisika 0.040 0.050 0.054 0.060 0.043

Perlakuan

Biologi 0.047 0.053 0.058 0.063 0.049

6

Perlakuan

Fisika 0.024 0.028 0.031 0.034 0.026

Perlakuan

Biologi 0.026 0.030 0.034 0.036 0.028

9

Perlakuan

Fisika 0.018 0.020 0.023 0.026 0.019

Perlakuan

Biologi 0.020 0.022 0.025 0.027 0.021

Page 87: proses fermentasi limbah rumput laut eucheuma cottonii sebagai ...

87

Tabel 5.11

Tabel Laju Fermentasi Limbah Eucheuma cottonii dengan Delignifikasi

NaOH 15%

Waktu

(hari) Treatment

Laju Fermentasi (kg/hari)

Dengan Perbandingan Konsentrasi yeast

(1:0.0015) (1:0.003) (1:0.0045) (1:0.006) (1:0.0075)

3

Perlakuan

Fisika 0.045 0.054 0.058 0.063 0.047

Perlakuan

Biologi 0.049 0.058 0.061 0.068 0.052

6

Perlakuan

Fisika 0.025 0.031 0.033 0.036 0.028

Perlakuan

Biologi 0.027 0.033 0.035 0.038 0.030

9

Perlakuan

Fisika 0.019 0.023 0.024 0.026 0.021

Perlakuan

Biologi 0.022 0.024 0.026 0.029 0.022

Tabel 5.12

Tabel Laju Fermentasi Limbah Eucheuma cottonii dengan Delignifikasi

NaOH 20 %

Waktu

(hari) Treatment

Laju Fermentasi (kg/hari)

Dengan Perbandingan Konsentrasi yeast

(1:0.0015) (1:0.003) (1:0.0045) (1:0.006) (1:0.0075)

3

Perlakuan

Fisika 0.043 0.053 0.056 0.062 0.047

Perlakuan

Biologi 0.049 0.055 0.060 0.065 0.052

6

Perlakuan

Fisika 0.026 0.028 0.031 0.035 0.027

Perlakuan

Biologi 0.028 0.030 0.033 0.037 0.030

9

Perlakuan

Fisika 0.019 0.021 0.022 0.025 0.020

Perlakuan

Biologi 0.021 0.023 0.025 0.028 0.022

Page 88: proses fermentasi limbah rumput laut eucheuma cottonii sebagai ...

88

5.4 Grafik Perbandingan Waktu Fermentasi Dengan Kadar Alkohol Pada

Proses Fermentasi Limbah Eucheuma cottonii

Gambar 5.2 Grafik Perbandingan Waktu Fermentasi Dengan Kadar Alkohol

Pada Proses Fermentasi Eucheuma cottonii Tanpa Delignifikasi

Gambar 5.3 Grafik Perbandingan Waktu Fermentasi dengan Kadar Alkohol

Pada Proses Fermentasi Eucheuma cottonii Dengan Perlakuan Fisika Pada

Delignifikasi NaOH 10%

3.0

3.5

4.0

4.5

5.0

5.5

6.0

6.5

7.0

7.5

3 6 9

Ka

da

r A

lko

ho

l (%

Vo

lum

e)

Waktu Fermentasi (hari)

(1:0.0015)

(1:0.003)

(1:0.0045)

(1:0.006)

(1:0.0075)

3

4

5

6

7

8

9

3 6 9

ka

da

r A

lko

ho

l (%

vo

lum

e)

Waktu Fermentasi (hari)

(1:0.0015)

(1:0.003)

(1:0.0045)

(1:0.006)

(1:0.0075)

Page 89: proses fermentasi limbah rumput laut eucheuma cottonii sebagai ...

89

Gambar 5.4 Grafik Perbandingan Waktu Fermentasi dengan Kadar Alkohol

Pada Proses Fermentasi Eucheuma cottonii Dengan Perlakuan Biologi Pada

Delignifikasi NaOH 10%

Gambar 5.5 Grafik Perbandingan Waktu Fermentasi Dengan Kadar Alkohol

Pada Proses Fermentasi Eucheuma cottonii Dengan Perlakuan Fisika Pada

Delignifikasi NaOH 15%

4

5

6

7

8

9

3 6 9

Ka

da

r A

lko

ho

l (

% V

olu

me

)

Waktu Fermentasi (hari)

(1:0.0015)

(1:0.003)

(1:0.0045)

(1:0.006)

(1:0.0075)

10

11

12

13

14

15

16

3 6 9

Ka

da

r A

lko

ho

l (%

vo

lum

e)

Waktu Fermentasi (hari)

(1:0.0015)

(1:0.003)

(1:0.0045)

(1:0.006)

(1:0.0075)

Page 90: proses fermentasi limbah rumput laut eucheuma cottonii sebagai ...

90

Gambar 5.6 Grafik Perbandingan Waktu Fermentasi dengan Kadar Alkohol

Pada Proses Fermentasi Eucheuma cottonii Dengan Perlakuan Biologi Pada

Delignifikasi NaOH 15%

Gambar 5.7 Grafik Perbandingan Waktu Fermentasi dengan Kadar Alkohol

Pada Proses Fermentasi Eucheuma cottonii Dengan Perlakuan Fisika Pada

Delignifikasi NaOH 20%

9

10

11

12

13

14

15

16

3 6 9

Ka

da

r A

lko

ho

l (%

Vo

lum

e)

Waktu Fermentasi (hari)

(1:0.0015)

(1:0.003)

(1:0.0045)

(1:0.006)

(1:0.0075)

5

6

7

8

9

3 6 9

Ka

da

r A

lko

ho

l (%

vo

lum

e)

Waktu Fermentasi (hari)

(1:0.0015)

(1:0.003)

(1:0.0045)

(1:0.006)

(1:0.0075)

Page 91: proses fermentasi limbah rumput laut eucheuma cottonii sebagai ...

91

Gambar 5.8 Grafik Perbandingan Waktu Fermentasi dengan Kadar Alkohol

Pada Proses Fermentasi Eucheuma cottonii Dengan Perlakuan Biologi Pada

Delignifikasi NaOH 20%

5.5 Grafik Perbandingan Waktu Fermentasi dengan Volume Produk

Fermentasi Pada Proses Fermentasi Limbah Eucheuma cottonii

Gambar 5.9 Grafik Perbandingan Waktu Fermentasi dengan Volume

Produk Fermentasi Pada Proses Fermentasi Eucheuma cottonii Tanpa

Delignifikasi

5

5.5

6

6.5

7

7.5

8

8.5

9

9.5

3 6 9

Ka

da

r A

lko

ho

l (%

vo

lum

e)

Waktu Fermentasi (hari)

(1:0.0015)

(1:0.003)

(1:0.0045)

(1:0.006)

(1:0.0075)

50

100

150

200

250

3 6 9

Vo

lum

e P

rod

uk

Fe

rme

nta

si (

ml)

Waktu Fermentasi (hari)

(1:0.0015)

(1:0.003)

(1:0.0045)

(1:0.006)

(1:0.0075)

Page 92: proses fermentasi limbah rumput laut eucheuma cottonii sebagai ...

92

Gambar 5.10 Grafik Perbandingan Waktu Fermentasi dengan Volume

Produk Fermentasi Pada Proses Fermentasi Eucheuma cottonii Dengan

Perlakuan Fisika Pada Delignifikasi NaOH 10%

Gambar 5.11 Grafik Perbandingan Waktu Fermentasi dengan Volume

Produk Fermentasi Pada Proses Fermentasi Eucheuma cottonii Dengan

Perlakuan Biologi Pada Delignifikasi NaOH 10%

50

100

150

200

250

300

3 6 9

Vo

lum

e P

rod

uk

Fe

rme

nta

si (

ml)

Waktu Fermentasi (hari)

(1:0.0015)

(1:0.003)

(1:0.0045)

(1:0.006)

(1:0.0075)

50

100

150

200

250

300

3 6 9

Vo

lum

e P

rod

uk

Fe

rme

nta

si (

ml)

Waktu Fermentasi (hari)

(1:0.0015)

(1:0.003)

(1:0.0045)

(1:0.006)

(1:0.0075)

Page 93: proses fermentasi limbah rumput laut eucheuma cottonii sebagai ...

93

Gambar 5.12 Grafik Perbandingan Waktu Fermentasi dengan Volume

Produk Fermentasi Pada Proses Fermentasi Eucheuma cottonii Dengan

Perlakuan Fisika Pada Delignifikasi NaOH 15%

Gambar 5.13 Grafik Perbandingan Waktu Fermentasi dengan Volume

Produk Fermentasi Pada Proses Fermentasi Eucheuma cottonii Dengan

Perlakuan Biologi Pada Delignifikasi NaOH 15%

50

100

150

200

250

300

3 6 9

Vo

lum

e P

rod

uk

Fe

rme

nta

si (

ml)

Waktu Fermentasi (hari)

(1:0.0015)

(1:0.003)

(1:0.0045)

(1:0.006)

(1:0.0075)

50

100

150

200

250

300

3 6 9

Vo

lum

e P

rod

uk

Fe

rme

nta

si (

ml)

Waktu Fermentasi (hari)

(1:0.0015)

(1:0.003)

(1:0.0045)

(1:0.006)

(1:0.0075)

Page 94: proses fermentasi limbah rumput laut eucheuma cottonii sebagai ...

94

Gambar 5.14 Grafik Perbandingan Waktu Fermentasi dengan Volume

Produk Fermentasi Pada Proses Fermentasi Eucheuma cottonii Dengan

Perlakuan Fisika Pada Delignifikasi NaOH 20%

Gambar 5.15 Grafik Perbandingan Waktu Fermentasi Dengan Volume

Produk Fermentasi Pada Proses Fermentasi Eucheuma cottonii Dengan

Perlakuan Biologi Pada Delignifikasi NaOH 20%

50

100

150

200

250

3 6 9

vo

lum

e P

rod

uk

Fe

rme

nta

si (

ml)

Waktu Fermentasi (hari)

(1:0.0015)

(1:0.003)

(1:0.0045)

(1:0.006)

(1:0.0075)

50

100

150

200

250

300

3 6 9

Vo

lum

e P

rod

uk

Fe

rme

nta

si (

ml)

Waktu Fermentasi (hari)

(1:0.0015)

(1:0.003)

(1:0.0045)

(1:0.006)

(1:0.0075)

Page 95: proses fermentasi limbah rumput laut eucheuma cottonii sebagai ...

95

5.6 Grafik Perbandingan Waktu Fermentasi dengan Laju Fermentasi Pada

Proses Fermentasi Limbah Eucheuma cottonii

Gambar 5.16 Grafik Perbandingan Waktu Fermentasi dengan Laju

Fermentasi Limbah Eucheuma cottonii Tanpa Delignifikasi

Gambar 5.17 Grafik Perbandingan Waktu Fermentasi dengan Laju

Fermentasi Limbah Eucheuma cottonii dengan Perlakuan Secara Fisika

Dengan Delignifikasi NaOH 10%

0.000

0.010

0.020

0.030

0.040

0.050

0.060

3 6 9

Laju

Fe

rme

nta

si (

kg

/ha

ri)

Waktu Fermentasi (hari)

(1:0.0015)

(1:0.003)

(1:0.0045)

(1:0.006)

(1:0.0075)

0.010

0.020

0.030

0.040

0.050

0.060

0.070

3 6 9

laju

Fe

rme

nta

si (

kg

/ha

ri)

Waktu Fermentasi (hari)

(1:0.0015)

(1:0.003)

(1:0.0045)

(1:0.006)

(1:0.0075)

Page 96: proses fermentasi limbah rumput laut eucheuma cottonii sebagai ...

96

Gambar 5.18 Grafik Perbandingan Waktu Fermentasi dengan Laju

Fermentasi Limbah Eucheuma cottonii dengan Perlakuan Secara Biologi

Dengan Delignifikasi NaOH 10%

Gambar 5.19 Grafik Perbandingan Waktu Fermentasi dengan Laju

Fermentasi Limbah Eucheuma cottonii dengan Perlakuan secara Fisika

Dengan Delignifikasi NaOH 15%

0.010

0.020

0.030

0.040

0.050

0.060

0.070

3 6 9

Laju

Fe

rme

nta

si (

kg

/ha

ri)

Waktu Fermentasi (hari)

(1:0.0015)

(1:0.003)

(1:0.0045)

(1:0.006)

(1:0.0075)

0.010

0.020

0.030

0.040

0.050

0.060

0.070

3 6 9

Laju

Fe

rme

nta

si (

kg

/ha

ri)

Waktu Fermentasi (hari)

(1:0.0015)

(1:0.003)

(1:0.0045)

(1:0.006)

(1:0.0075)

Page 97: proses fermentasi limbah rumput laut eucheuma cottonii sebagai ...

97

Gambar 5.20 Grafik Perbandingan Waktu Fermentasi dengan Laju

Fermentasi Limbah Eucheuma cottonii dengan Perlakuan Secara Biologi

Dengan Delignifikasi NaOH 15%

Gambar 5.21 Grafik Perbandingan Waktu Fermentasi dengan Laju

Fermentasi Limbah Eucheuma cottonii Dengan Perlakuan Secara Fisika

Dengan Delignifikasi NaOH 20%

0.000

0.010

0.020

0.030

0.040

0.050

0.060

0.070

0.080

3 6 9

Laju

Fe

rme

nta

si (

kg

/ha

ri)

Waktu Fermentasi (hari)

(1:0.0015)

(1:0.003)

(1:0.0045)

(1:0.006)

(1:0.0075)

0.000

0.010

0.020

0.030

0.040

0.050

0.060

0.070

3 6 9

Laju

fe

rme

nta

si (

kg

/ha

ri)

Waktu Fermentasi (hari)

(1:0.0015)

(1:0.003)

(1:0.0045)

(1:0.006)

(1:0.0075)

Page 98: proses fermentasi limbah rumput laut eucheuma cottonii sebagai ...

98

Gambar 5.22 Grafik Perbandingan Waktu Fermentasi dengan Laju

Fermentasi Limbah Eucheuma cottonii dengan Perlakuan Secara Biologi

Dengan Delignifikasi NaOH 20%

0.000

0.010

0.020

0.030

0.040

0.050

0.060

0.070

3 6 9

Laju

Fe

rme

nta

si (

kg

/ha

ri)

Waktu Fermentasi (hari)

(1:0.0015)

(1:0.003)

(1:0.0045)

(1:0.006)

(1:0.0075)

Page 99: proses fermentasi limbah rumput laut eucheuma cottonii sebagai ...

99

BAB VI

PEMBAHASAN

6.1 Pengaruh Variasi Komposisi Senyawa NaOH Pada Proses Delignifikasi

Limbah Eucheuma cottonii

Proses atau teknologi konversi biomassa menjadi etanol dewasa ini sudah

cukup mapan untuk biomassa penghasil karbohidrat jenis pati atau sukrosa, seperti

ubi kayu, jagung, molasse, dan gula tebu. Untuk biomassa lignoselulosa,

masalahnya menjadi agak berbeda karena didalam bahan berlignoselulosa terdapat

senyawa lignin yang terlebih dulu harus dipisahkan (didegradasi) dari selulosa dan

hemiselulosa. Selain itu, selulosa merupakan senyawa yang mempunyai bagian

yang berstruktur kristal yang agak sulit didegradasi oleh mikroba atau enzim

selulase.

Salah satu faktor penting dalam seleksi bahan berlignoselulosa untuk

dikonversi menjadi etanol adalah rasio selulosa terhadap lignin. Untuk

memperoleh rendemen yang tinggi, harus dipilih bahan baku dengan kandungan

selulosa dan hemiselulosa yang cukup tinggi, dan sebaliknya kandungan lignin

harus rendah (Kendry, 2002).

Secara garis besar ilustrasi proses penghancuran dinding lignin yang

membungkus struktur hemiselulosa dalam proses pretreatment dapat dilihat pada

gambar 6.1 berikut ini:

99

Page 100: proses fermentasi limbah rumput laut eucheuma cottonii sebagai ...

Gambar 6.1. Skema Tujuan

Dari gambar diatas dapat

membungkus senyawa

(dalam hal ini limbah

sisi luar tanaman menjadi keras dan dapat berdiri kokoh. Namun

menjadi masalah dalam proses fermentasi, dimana keberadaan lignin ini akan

menyulitkan kerja dari

fermentasi, sehingga proses

selanjutnya dikonversi menjadi

luar untuk membantu usaha penghancuran dinding lignin sehingga akan diperoleh

lebih banyak selulosa yang dapat dikonversi menjadi gula

Dari data - data

spesimen dengan proses delignifikasi

kondisi data terbaik

cottonii dan ragi diperoleh

Gambar 6.1. Skema Tujuan Pretreatment Biomassa Lignoselulosa(Mosier,dkk., 2005)

gambar diatas dapat dilihat bahwa lignin laksana dinding

senyawa selulosa dalam suatu matriks tumbuhan berlignoselulosa

limbah Eucheuma cottonii). Senyawa lignin inilah yang membuat

tanaman menjadi keras dan dapat berdiri kokoh. Namun

menjadi masalah dalam proses fermentasi, dimana keberadaan lignin ini akan

dari enzim dan mikroba dalam starter yeast

fermentasi, sehingga proses konversi selulosa menjadi gula sederhana,

dikonversi menjadi etanol akan terhambat. Untuk itu diperlukan usaha

luar untuk membantu usaha penghancuran dinding lignin sehingga akan diperoleh

lebih banyak selulosa yang dapat dikonversi menjadi gula sederhana

data yang diperoleh pada penelitian ini didapatkan hasil

proses delignifikasi menggunakan senyawa NaOH 15%

kondisi data terbaik dengan perbandingan (1:0,006) untuk limbah

dan ragi diperoleh kadar alkohol dari perlakuan secara

100

Biomassa Lignoselulosa

gnin laksana dinding kokoh yang

berlignoselulosa

lignin inilah yang membuat

tanaman menjadi keras dan dapat berdiri kokoh. Namun hal ini akan

menjadi masalah dalam proses fermentasi, dimana keberadaan lignin ini akan

yeast dalam proses

losa menjadi gula sederhana, yang

diperlukan usaha

luar untuk membantu usaha penghancuran dinding lignin sehingga akan diperoleh

ana (glukosa).

didapatkan hasil bahwa

menggunakan senyawa NaOH 15% pada

perbandingan (1:0,006) untuk limbah Eucheuma

dari perlakuan secara biologi yaitu

Page 101: proses fermentasi limbah rumput laut eucheuma cottonii sebagai ...

101

sebesar 15,5% dan kadar alkohol yang diperoleh dari perlakuan fisika yaitu

sebesar 14,8% pada hari ke 6 proses fermentasi (lihat tabel 5.3). Begitu juga

dengan volume produk fermentasi yang mampu dihasilkan adalah sebanyak 272

ml pada perlakuan biologi dan 250 ml pada perlakuan fisika pada hari ke 9

fermentasi (lihat tabel 5.7). Sementara itu laju fermentasi yang terjadi selama

proses fermentasi adalah sebesar 0,068 kg/hari pada perlakuan biologi dan 0,063

kg/hari pada perlakuan fisika pada hari ke 3 proses fermentasi (lihat tabel 5.11).

Sementara itu data – data penelitian pada spesimen dengan delignifikasi

NaOH 10% dan 20% dapat dilihat bahwa secara garis besar kadar alkohol, volume

produk fermentasi dan laju fermentasi yang dihasilkan memang meningkat jika

dibandingkan dengan spesimen tanpa delignifikasi, tetapi tidak sesignifikan hasil

yang diperoleh pada spesimen yang melalui proses delignifikasi dengan

menggunakan NaOH 15%. Dimana pada spesimen dengan proses delignifikasi

NaOH 10% pada kondisi data terbaik penelitian dengan perbandingan (1:0,006)

untuk limbah Eucheuma cottonii dan ragi didapatkan hasil kadar alkohol sebesar

8,3% pada perlakuan biologi dan 7,9% pada perlakuan fisika pada hari ke 6 proses

fermentasi (lihat tabel 5.2). Volume produk fermentasi yang dihasilkan adalah

sebanyak 255 ml pada perlakuan biologi dan 243 ml pada perlakuan fisika pada

hari ke 9 fermentasi (lihat tabel 5.6), serta laju fermentasi yang mampu dihasilkan

adalah sebesar 0,063 kg/hari pada perlakuan biologi dan sebesar 0,06 kg/hari

dengan perlakuan fisika pada hari ke 3 proses fermentasi (lihat tabel 5.10).

Sementara itu pada spesimen dengan proses delignifikasi menggunakan NaOH

20% pada kondisi data terbaik penelitian dengan perbandingan (1:0,006) untuk

Page 102: proses fermentasi limbah rumput laut eucheuma cottonii sebagai ...

102

limbah Eucheuma cottonii dan ragi didapatkan hasil kadar alkohol yang mampu

dihasilkan adalah sebesar 9,1% pada perlakuan biologi dan 8,7% pada perlakuan

fisika pada hari ke 6 fermentasi (lihat tabel 5.4). Volume produk fermentasi yang

dihasilkan adalah sebesar 265 ml pada perlakuan biologi dan 240 ml pada

perlakuan fisika pada hari ke 9 fermentasi (lihat tabel 5.8), serta laju fermentasi

yang dihasilkan adalah sebesar 0,065 kg/hari pada perlakuan biologi dan sebesar

0,062 kg/hari pada perlakuan fisika pada hari ke 3 fermentasi (lihat tabel 5.12).

Dari paparan diatas dapat dilihat secara keseluruhan dalam penelitian ini,

spesimen pada ketiga variasi delignifikasi diatas menghasilkan kadar alkohol,

volume produk fermentasi dan laju fermentasi yang lebih baik jika dibandingkan

dengan kadar alkohol, volume produk fermentasi dan laju fermentasi yang

dihasilkan dari limbah Eucheuma cottonii tanpa melalui proses delignifikasi.

Dimana spesimen dengan kondisi tanpa delignifikasi pada kondisi data terbaik

dengan perbandingan (1:0,006) untuk limbah Eucheuma cottonii dan ragi, kadar

alkohol tertinggi yang mampu dihasilkan adalah sebesar 6,9% pada hari ke 6

fermentasi (lihat tabel 5.1), sementara itu volume produk fermentasi tertinggi

yang dihasilkan adalah sebesar 235 ml pada hari ke 9 proses fermentasi (lihat

tabel 5.5), serta laju fermentasi tertinggi adalah sebesar 0,056 kg/hari pada hari ke

3 proses fermentasi (lihat tabel 5.9). Dari paparan penjelasan perbandingan data

diatas dapat dilihat bahwa spesimen dengan proses delignifikasi dengan senyawa

NaOH 15% menunjukkan hasil penelitian yang paling baik diantara ketiga variasi

delignifikasi dan dengan spesimen tanpa melalui proses delignifikasi. Hal ini

disebabkan dari ketiga variasi delignifikasi, komposisi delignifikasi NaOH 15%

Page 103: proses fermentasi limbah rumput laut eucheuma cottonii sebagai ...

103

merupakan rasio yang paling tepat dalam penelitian ini dalam usaha mendegradasi

lignin yang membungkus selulosa dalam matriks limbah Eucheuma cottonii,

sehingga jumlah lignin yang mampu di degradasi menjadi lebih optimal dengan

kemungkinan prosentase kehilangan selulosa yang lebih kecil sehingga akan

berimplikasi pada lebih banyak selulosa yang didapatkan serta mempermudah

kerja ragi dalam proses konversi selulosa menjadi produk fermentasi, yang

nantinya dapat dilanjutkan dengan proses distilasi untuk meningkatkan kadar

alkoholnya.

Dari pembahasan hasil penelitian diatas dapat dilihat bahwa variasi

delignifikasi yang dilakukan mampu membuktikan bahwa perlakuan awal

(pretreatment) dengan NaOH encer, mampu mendegradasi lignin yang

membungkus selulosa. Hal ini diakibatkan oleh luas permukaan internal bahan

baku yang meningkat yang disertai dengan terjadinya pembesaran permukaan.

Pembesaran permukaan ini menyebakan penurunan derajad polimerisasi,

pemisahan ikatan struktur lignin dan karbohidrat dan merusak struktur lignin

(Fan,dkk,1987).

6.2 Pengaruh Proses Treatment Fisika Dan Biologi Terhadap Proses Fermentasi

Limbah Eucheuma cottonii

Dengan semakin gencarnya tuntutan proses treatment yang ramah

lingkungan, maka dalam penelitian ini digunakan perlakuan secara fisika dan

biologi dalam treatment limbah Eucheuma cottonii sebelum masuk pada tahapan

proses fermentasi. Perlakuan secara fisika disini berupa penggilingan, penekanan,

Page 104: proses fermentasi limbah rumput laut eucheuma cottonii sebagai ...

104

dan penghancuran yang dilanjutkan dengan proses pemanasan (hidrolisis) dengan

suhu 100°C. Sementara itu perlakuan secara biologis dilakukan dengan

menggunakan bantuan mikroba lain dan senyawa – senyawa kimia yang

terintegrasi dalam suatu larutan yang dinamakan dengan larutan Effective

Microorganism (EM4). Dimana dari variasi proses treatment ini akan diperoleh

suatu perbandingan data - data penelitian sehingga dapat ditentukan pada kondisi

perlakuan yang manakah yang merupakan treatment terbaik, yang menghasilkan

kadar alkohol, volume produk fermentasi dan laju fermentasi terbaik.

Dari data – data hasil penelitian didapatkan hasil bahwa secara keseluruhan

spesimen limbah Eucheuma cottonii dengan perlakuan secara biologi

menghasilkan kadar alkohol, volume produk fermentasi dan laju fermentasi yang

rata – rata lebih tinggi jika dibandingkan dengan kadar alkohol, volume produk

fermentasi dan laju fermentasi yang dihasilkan spesimen limbah Eucheuma

cottonii yang melalui perlakuan secara fisika, dimana kadar alkohol tertinggi yang

mampu dihasilkan dengan perlakuan biologi adalah sebesar 15,5% pada hari ke 6

fermentasi, volume produk fermentasi tertinggi yang dihasilkan adalah sebanyak

272 ml pada hari ke 9 proses fermentasi dan laju fermentasi terbaik diperoleh

sebesar 0,068 kg/hari pada hari ke 3 proses fermentasi (lihat tabel 6.1).

Sementara itu pada perlakuan secara fisika, kadar alkohol yang dihasilkan

adalah sebesar 14,8% pada hari ke 6 proses fermentasi, volume produk fermentasi

tertinggi yang dihasilkan sebesar 250 ml pada hari ke 9 fermentasi serta laju

fermentasi tertinggi sebesar 0,063 kg/hari pada hari ke 3 proses fermentasi (lihat

tabel 6.1).

Page 105: proses fermentasi limbah rumput laut eucheuma cottonii sebagai ...

105

Dari paparan diatas dapat dilihat bahwa pada kondisi data terbaik dalam

penelitian ini, spesimen yang melalui proses treatment dengan cara biologi

ternyata memberikan hasil yang lebih baik jika dibandingkan dengan hasil yang

diperoleh pada spesimen yang melalui proses treatment secara fisika. Hal ini

mungkin disebakan karena pengaruh penambahan larutan EM4, dimana didalam

larutan EM4 terdapat banyak nutrisi dan unsur hara yang sangat dibutuhkan

Saccaromyches cereviciae sebagai substrat tambahan dalam proses fermentasi dan

adanya bantuan bakteri pengurai lain yang mampu membantu kerja dari

Saccaromyches cereviciae dalam proses fermentasi.

Berikut ini ditampilkan tabel data – data kadar alkohol, volume produk

fermentasi, dan laju fermentasi pada rasio terbaik untuk limbah Eucheuma cottonii

dan ragi untuk melihat trend data dari kadar alkohol, volume produk fermentasi,

dan laju fermentasi pada proses fermentasi limbah Eucheuma cottonii.

Page 106: proses fermentasi limbah rumput laut eucheuma cottonii sebagai ...

106

Tab

el 6

.1

Perb

an

din

gan

Kad

ar

Alk

oh

ol, V

olu

me

Pro

du

k F

erm

enta

si d

an

Laju

Fer

men

tasi

Pad

a K

on

dis

i D

ata

Ter

baik

Pen

elit

ian

Pretreatment

Waktu

Fer

men

tasi

(hari

)

Kadar

Alk

ohol P

ada

Per

bandin

gan L

imbah

Eucheuma Cottonii d

an

Ragi T

erbaik

(%

(abv))

Volu

me

Pro

duk F

erm

enta

si

Pada P

erbandin

gan L

imbah

Eucheuma C

ott

onii d

an R

agi

Ter

baik

(m

l)

Laju

Fer

men

tasi

Pada

Per

bandin

gan L

imbah

Eucheuma cottonii d

an R

agi

Ter

baik

(kg/h

ari

)

(1:0

.006)

(1:0

.006)

(1:0

.006)

Per

lakuan

Fis

ika

Per

lakuan

Bio

logi

Per

lakuan

Fis

ika

Per

lakuan

Bio

logi

Per

lakuan

Fis

ika

Per

lakuan

Bio

logi

NaO

H 1

0%

3

5.9

6.7

188

196

0.0

60

0.0

63

6

7.9

8.3

215

224

0.0

34

0.0

36

9

7.2

7.8

243

255

0.0

26

0.0

27

NaO

H 1

5%

3

14.3

14.7

200

215

0.0

63

0.0

68

6

14.8

15.5

227

244

0.0

36

0.0

38

9

13.4

13.7

250

272

0.0

26

0.0

29

NaO

H 2

0%

3

8.1

8.5

194

205

0.0

62

0.0

65

6

8.7

9.1

220

234

0.0

35

0.0

37

9

7.9

8.4

240

265

0.0

25

0.0

28

106

Page 107: proses fermentasi limbah rumput laut eucheuma cottonii sebagai ...

107

Dari tabel 6.1 untuk data – data perbandingan kadar alkohol, secara

keseluruhan dapat dilihat bahwa terjadi peningkatan kadar alkohol yang dimulai dari

rentang hari ke 1 sampai hari ke 3 proses fermentasi dan mencapai puncaknya pada

hari ke 6 proses fermentasi, dan dari rentang hari ke 6 hingga hari ke 9 mulai terjadi

penurunan kadar alkohol. Jika dibandingkan dengan penelitian Kusnadi (2009) yang

meneliti pemanfaatan sampah organik menjadi etanol dengan penambahan asam sulfat

encer (1%), diperoleh kadar alkohol tertinggi dihasilkan pada hari ke 6 untuk

fermentasi dengan ragi tape dan pada hari ke 2 fementasi dengan penambahan

starter Saccharomyces cerevisiae. Tinggi rendahnya kadar alkohol ditentukan oleh

aktivitas yeast dengan substrat gula yang terfermentasi. Menurunnya kadar

alkohol setelah hari ke 6 proses fermentasi menunjukkan bahwa bakteri

Saccharomyces cerevisiae dalam yeast memasuki fase terakhir yang merupakan

fase stasioner dikarenakan ketersediaan glukosa dan nutrisi dalam media fermentasi

jumlahnya sudah mulai berkurang sehingga tidak sebanding dengan banyaknya

jumlah Saccharomyces cerevisiae yang terus berkembang biak selama proses

fermentasi, sehingga ada kemungkinan Saccharomyces cereviseae lebih banyak

menggunakan nutrisi tersebut untuk bertahan hidup dari pada merombak gula

menjadi alkohol. Dan pada saat substrat mulai habis (fase decay/menuju

kematian), kemungkinan mikroba menghasilkan aktivitas antibakteri untuk

mempertahankan kondisi fisiologisnya sehingga kadar alkohol menjadi menurun

dimana alkohol yang sudah terbentuk dijadikan substrat oleh mikroba dalam

proses metabolismenya serta adanya kontaminasi dengan adanya mikroba yang

mati akibat substrat yang digunakan untuk bertahan hidup semakin menipis.

Page 108: proses fermentasi limbah rumput laut eucheuma cottonii sebagai ...

108

Dari tabel 6.1 untuk data – data perbandingan volume produk fermentasi,

secara umum dapat dilihat bahwa terjadi peningkatan volume produk fermentasi

dimulai dari rentang hari ke 1 sampai hari ke 3 fermentasi dan berlanjut hingga hari ke

6, dan mencapai puncaknya pada hari ke 9. Peningkatan volume produk fermentasi ini

disebabkan oleh aktifitas bakteri Saccharomyces cerevisiae yang terus berkembang

biak selama proses fermentasi, dan pada rentang hari ke 6 sampai hari ke 9 dimana

saat substrat mulai habis mikroba menghasilkan aktivitas antibakteri untuk

mempertahankan kondisi fisiologisnya dimana produk fermentasi yang sudah

terbentuk kemungkinan terkontaminasi oleh bakteri yang sudah mati serta

dijadikan substrat oleh mikroba dalam proses metabolismenya dan terjadi

fermentasi lanjutan etanol, sehingga produk fermentasi yang telah terbentuk

terkonversi menjadi asam asetat dan air.

Dari tabel 6.1 untuk data-data perbandingan laju fermentasi secara umum

dapat dilihat bahwa laju fermentasi tertinggi berlangsung pada hari ke 3 proses

fermentasi, dan mulai menurun di hari ke 6 proses fermentasi, dan terus menurun

hingga batas hari ke 9 proses fermentasi. Hal ini disebabkan karena rentang waktu

efektif fermentasi berlangsung dari hari ke 1 hingga ke 3 proses fermentasi, dimana

setelah melewati hari ke 3 sampai hari ke 6 proses fermentasi, proses fermentasi mulai

berlangsung lambat dan cenderung menurun sehingga laju fermentasinya juga

menurun. Hal ini mungkin disebabkan karena starter Saccaromyces cereviciae telah

melewati batas maksimumnya dalam usaha mengkonversi glukosa menjadi produk

fermentasi diakibatkan oleh mulai menurunnya kandungan glukosa dan nutrisi didalam

limbah Eucheuma cottonii sehingga hanya tersisa sedikit glukosa yang dapat

Page 109: proses fermentasi limbah rumput laut eucheuma cottonii sebagai ...

109

dikonversi menjadi produk fermentasi sedangkan sisa nutrisi yang lainnya digunakan

mikroba untuk bertahan hidup.

6.3 Perumusan Matematis Laju Fermentasi Limbah Eucheuma cottonii

Perumusan matematis dalam penelitian ini digunakan untuk memprediksi

hasil penelitian kedepannya sebagai bahan hipotesis awal penelitian sebelum memasuki

tahapan eksperimen. Perumusan matematis laju fermentasi juga dapat digunakan untuk

mengetahui seberapa besar penyimpangan data yang diperoleh dengan perhitungan

matematis dengan data – data penelitian yang diperoleh melalui eksperimen.

6.3.1 Perumusan Matematis Laju Fermentasi Terbaik Limbah Eucheuma cottonii

Dengan Perlakuan Fisika

Gambar 6.2 Perumusan Matematis Pada Perbandingan Waktu Fermentasi

Dengan Laju Fermentasi Terbaik Limbah Eucheuma cottonii

Dengan Perlakuan Fisika

Dari grafik laju fermentasi dengan perlakuan fisika diatas dapat diperoleh

suatu pendekatan perumusan matematis dalam usaha memberikan hipotesis untuk

y3= 0.062x-0.79

0.020

0.030

0.040

0.050

0.060

0.070

3 6 9

Laju

Fe

rme

nta

si (

Kg

/ha

ri)

Waktu Fermentasi (hari)

Delignifikasi NaOH 15%

Page 110: proses fermentasi limbah rumput laut eucheuma cottonii sebagai ...

110

memperkirakan hasil penelitian kedepannya. Dimana dari gambar 6.2, dapat dilihat laju

fermentasi terbaik mempunyai perumusan matematis sebagai berikut:

a. Perumusan matematis laju fermentasi limbah Eucheuma cottonii dengan

delignifikasi NaOH 15% :

y = 0,062x-0,79

dimana y = laju fermentasi (kg/hari)

x = waktu fermentasi (hari)

Dalam rumus pendekatan ini diperoleh hasil bahwa waktu fermentasi

mempunyai pengaruh yang paling besar terhadap trend laju fermentasi limbah

Eucheuma cottonii.

6.3.2 Perumusan Matematis Laju Fermentasi Terbaik Limbah Eucheuma cottonii

Dengan Perlakuan Biologi

Gambar 6.3 Perumusan Matematis Pada Perbandingan Waktu Fermentasi

Dengan Laju Fermentasi Terbaik Limbah Eucheuma cottonii

Dengan Perlakuan Biologi

y3= 0.067x-0.78

0.020

0.030

0.040

0.050

0.060

0.070

3 6 9

Laju

Fe

rme

nta

si (

kg

/ha

ri)

Waktu Fermentasi (hari)

Delignifikasi NaOH 15%

Page 111: proses fermentasi limbah rumput laut eucheuma cottonii sebagai ...

111

Dari analisa grafik laju fermentasi dengan perlakuan biologi diatas dapat

diperoleh suatu pendekatan perumusan matematis dalam usaha memberikan hipotesis

dan memperkirakan hasil penelitian kedepannya. Dari gambar 6.3, untuk data laju

fermentasi terbaik mempunyai perumusan matematis sebagai berikut:

a. Perumusan matematis laju fermentasi limbah Eucheuma cottonii dengan

delignifikasi NaOH 15%

y = 0,067x-0,78

dimana y = laju fermentasi (kg/hari)

x = waktu fermentasi (hari)

Dalam pendekatan disini diperoleh kesimpulan bahwa selang waktu fermentasi

mempunyai pengaruh yang paling besar terhadap trend laju fermentasi.

Page 112: proses fermentasi limbah rumput laut eucheuma cottonii sebagai ...

112

BAB VII

KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan

1. Dari variasi – variasi yang dilakukan pada penelitian ini maka diperoleh

kadar alkohol, volume produk fermentasi dan laju fermentasi terbaik pada

spesimen dengan perlakuan secara biologi, dengan perbandingan

(1:0,006) untuk limbah Eucheuma cottonii dan ragi pada delignifikasi

dengan menggunakan NaOH 15%. Dimana kadar alkohol didapatkan

sebesar 15,5% pada hari ke 6 proses fermentasi, sementara itu volume

produk fermentasi yang dihasilkan adalah sebanyak 272 ml pada hari ke 9

proses fermentasi. Sementara itu laju fermentasi yang dihasilkan sebesar

0,068 kg/hari pada hari ke 3 proses fermentasi.

2. Dalam penelitian ini pada kondisi data – data terbaik diperoleh

perbandingan hasil data sebagai berikut:

a. Kadar alkohol yang dihasilkan sebesar 15,5% pada spesimen dengan

perlakuan biologi dan 14,8% pada spesimen dengan perlakuan fisika,

sementara itu untuk spesimen tanpa perlakuan adalah sebesar 6,9%.

b. Volume produk fermentasi yang dihasilkan sebesar 272 ml pada

spesimen dengan perlakuan biologi dan 250 ml pada spesimen dengan

perlakuan fisika, sementara itu untuk spesimen tanpa perlakuan adalah

sebesar 235 ml.

112

Page 113: proses fermentasi limbah rumput laut eucheuma cottonii sebagai ...

113

c. Laju fermentasi yang dihasilkan sebesar 0,068 kg/hari untuk spesimen

dengan perlakuan secara biologi dan 0,063 kg/hari untuk spesimen

dengan perlakuan fisika, sementara itu untuk spesimen tanpa

perlakuan adalah sebesar 0,056 kg/hari.

Dari perbandingan data diatas dapat disimpulkan bahwa kadar alkohol,

volume produk fermentasi dan laju fermentasi yang dihasilkan dari spesimen

dengan perlakuan secara biologi memberikan hasil yang lebih baik jika

dibandingkan dengan hasil yang diperoleh pada spesimen dengan perlakuan

fisika. Dan hasil penelitian untuk spesimen dengan perlakuan secara fisika dan

biologi memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan hasil yang

diperoleh pada spesimen tanpa perlakuan. Hal ini kemungkinan akibat

pengaruh kondisi delignifikasi NaOH yang mampu mendegradasi lignin yang

membungkus selulosa dan pengaruh cairan EM4 yang didalamnya terkandung

banyak unsur hara dan nutrisi yang sangat membantu dalam mengoptimalkan

kerja bakteri Saccharomyces cereviciae dalam proses fermentasi limbah

Eucheuma cottonii.

3. Dari data – data hasil penelitian yang telah dilakukan, maka rekomendasi yang

dapat disampaikan dalam usaha mendapatkan alkohol khususnya untuk skala

industri, maka kondisi spesimen yang diperlukan adalah sebagai berikut:

a. Melalui proses delignifikasi dengan menggunakan NaOH 15%.

b. Perbandingan (1:0,006) untuk limbah Eucheuma cottonii dan ragi.

c. Kondisi perlakuan secara biologi.

Page 114: proses fermentasi limbah rumput laut eucheuma cottonii sebagai ...

114

d. Rentang waktu yang dibutuhkan adalah hari ke 1 s/d hari ke 3 proses

fermentasi.

Dari segi optimalisasi pembuatan alkohol, maka waktu fermentasi yang

disarankan cukup samapai hari ke 3 proses fermentasi. Hal ini disebabkan

peningkatan volume produk fermentasi, kadar alkohol dan laju fermentasi

tidaklah begitu signifikan di hari ke 6 dan hari ke 9 proses fermentasi,

selanjutnya untuk meningkatkan kadar alkoholnya maka dapat dilanjutkan

dengan proses penyulingan/destilasi.

7.2 Saran

1. Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk meneliti lebih spesifik tentang

pengaruh katalis asam/basa dalam proses delignifikasi untuk dapat melihat

banyaknya kandungan lignin yang terdegradasi akibat delignifikasi pada

matriks limbah Eucheuma cottonii.

2. Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk dapat meneliti sifat – sifat fisika

etanol berbahan baku limbah Eucheuma cottonii serta analisa unjuk kerja

mesin akibat penggunaannya.

Page 115: proses fermentasi limbah rumput laut eucheuma cottonii sebagai ...

115

DAFTAR PUSTAKA

Afrianto. E dan E, Liviawati.1989. Budidaya Rumput Laut dan Cara Pengolahannya.

PT Bhratara Niaga Media. Jakarta.

Amin, Muh, dkk. 2005.Kajian Budidaya Rumput Laut (E. cottonii) Dengan Sistim dan

Musim Tanam Yang Berbeda di Kabupaten Pangkep Sulawesi Tengah. Jurnal

Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian Vol.8.

Anggadiredja, J., Zatnika, A., dan Istini, S.1996. Potensi dan Manfaat Rumput laut

Indonesia dalam Bidang Farmasi. Seminar Nasional Industri Rumput Laut.Jakarta. 18

hal.

Aslan, L.M. 1998. Budidaya rumput Laut. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. 97 hal.

Atmadja WS. Kadi A. Sulistijo dan Rachmaniar. 1996. Pengenalan Jenis-jenis Rumput

Laut Indonesia. PUSLITBANG Oseanologi. Jakarta: LIPI.

Atmaja, W. S. 1996. Pengenalan Jenis Algae Coklat (Phaeohyta). Di dalam Atmaja,

W. S.,Kadi, A., Sulistijo, an Satari, R. Pengenalan Jenis-Jenis Rumput Laut Indonesia.

Puslitbang Oseanografi LIPI. Jakarta. p. 57, 64–77.

Atmaja, W. S. 1996. Pengenalan Jenis Algae Merah (Rhodophyta). Di dalam Atmaja,

W. S., Kadi, A., Sulistijo, an Satari, R. Pengenalan Jenis-Jenis Rumput LautIndonesia.

Puslitbang Oseanografi LIPI. Jakarta. p. 117.

Balitbang.1990. Petunjuk Teknis Budidaya Rumput Laut.Badan Penelitian

danPengembangan Pertanian Departemen Pertanian dan InternationalDevelopment

Research Centre, Jakarta. 93 hal.

Basmal J. 2001. Perkembangan Teknologi Riset Penanganan Pasca Panen dan Industri

Rumput Laut. Forum Rumput Laut. Jakarta: Pusat Riset PengolahanProduk dan Sosial

Ekonomi Kelautan dan Perikanan. Departemen Kelautandan Perikanan. hlm 16-22.

Cengel, Yunus A., dan Boles, Michael A. 1994. Thermodynamic: An Engineering

Approach.United States of America. Mc. Graw-Hill Inc.

Chapman, V. J. and Chapman, D. J. 1980. Seaweed and Their Uses. Chapman and

Hall. London. 333 pp. Furia, T. E. 1975. Handbook of Food Additives: Gums. 2nd ed.

CRC Press, Inc, Boca-Raton. Florida. p. 295- 359.

Dahuri, R. 2004.Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara

Terpadu. PT. Pradnya Paramita, Jakarta.

Page 116: proses fermentasi limbah rumput laut eucheuma cottonii sebagai ...

116

Dawes, C.J. 1981. Marine Botany. John Wiley and Sons. Singapura. 229 hal.

Dean and Dalrymple.1992.Water Wave Mechanics for Engineer and Scientist.World

Scientific Publishing, Singapore.

Departemen Kelautan dan Perikanan .2001. Potensi Lingkungan Laut untuk Kegiatan

Budidaya-Teknologi Budidaya Laut dan Pengembangan SeaFarming di Indonesia.

Kerjasama dengan Japan InternasionalCooperation Agency, DKP. Jakarta.

Ditjenkan Budidaya.2004. Petunjuk teknis Budidaya Laut : Rumput Laut Eucheuma

spp. Direktorat Budidaya Ditjenkan Budidaya, Departemen Kelautan dan Perikanan,

Jakarta. 40 hal.

Ditjenkan Budidaya.2004. Prosiding Pertemuan Teknis Budidaya. Jakarta.

Doty, M.S. 1973. Farming the red seaweed, Eucheuma, for carrageenans. Micronesia

9:59-73.

Doty.1987.dalam Yusron. 2005.Kajian Filogenetis dan Tipe KeraginanEucheuma

cottonii. Jakarta.

Drapcho, M Caye.,Phu Nuan, Nghiem., Walker,Terry H.2008. Biofuels Engineering

Process Technology. United States of America. Mc. Graw-Hill Inc.

Eastro P dan Michael H. 2003. Marine Biology. 4thed. New York: McGraw-Hill

Companies. Inc.

Eidman, M.1991. Studi Efektivitas Bibit Algae Laut (Rumput Laut). Salah Satu Upaya

Peningkatan Produksi Budidaya Algae Laut (Eucheuma sp.). LaporanPenelitian.

Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor.

Fan, L.T., Y.H. Lee, dan M.M.Gharpuray. 1982. The Nature of Lignocellulosics

and Their Pretreatment for Enzymatic Hydrolysis. Adv. Bichem. Eng. 23: 158 –

187.

Fardiaz.S.1992.Mikrobiologi Pangan.Jakarta.Gramedia

Fardiaz, S. 1989. Fistologi Fermentasi. Bogor: Pusat Antar Universitas. Institut

Pertanian Bogor.

Frank Keppler, John T. G. Hamilton, Marc Bra, and Thomas Röckmann. 2006.

Methane emissions from terrestrial plants under aerobic conditions. Nature 439: 187–

191.

Glicksman. M. 1983. Food Hydrocoloids. Vol. III.Florida .Boca Raton: CRE Press.

Page 117: proses fermentasi limbah rumput laut eucheuma cottonii sebagai ...

117

Goebol, O.H. 1987. Ullmann's Encyclopedia of Industrial Chemistry : Ethanol.

Weinheim: VCH Publisher.

Grethlein. 1978. Chemical Breakdown of Cellulosic Material. New York. Reinhold

PubL, Corporation.

Grethlein, H. E. 1984. Pretreatment for Enhanced Hydrolysis of Cellulosic

Biomass. Biotechnology Advances 2(1), 43-62.

Guisseley, K. B. 1968. Seaweed colloids. In Othmer, K. (ed.). Encyclopedia of

Chemical Technology. Volume17. John Willey and Sons, Inc., USA. p. 763-784.

Guisseley, K. B. 1970. The relationship between methoxyl content and gelling

temperature of agarose. Carbohydr. Res. 13:247-256.

Guist, G. G., Jr., C. J. Dawes, and J. R. Castle. 1985.Mariculture of the red seaweed

Eucheuma isiforme.Fla. Sci. 48:56-57.

Hadioetomo, R.S. 1990. Mikrobiologi Dasar dalam Praktek : Teknik dan Prosedur

Dasar Laboratorium. Jakarta: PT. Gramedia.

Handayani, Utami S.2008. Pemanfaatan Etanol Sebagai Bahan Bakar Pengganti

Bensin. .Program Diploma III Teknik Mesin Fakultas Teknik. Semarang : Universitas

Diponegoro.

Harrison JS, Graham JCJ.1970. Yeasts in distillery practice. In: The Yeasts Vol. 3 ed.

Rose AH, Harrison JS. pp. 283-332. LondonAcademic Press.

Harvey F. 2009. Produksi Etanol dari Limbah Karaginan. Skripsi. Bogor: Departemen

Teknologi Hasil Perairan. Fakultas Perikanan dan llmu Kelautan. Insitut Pertanian

Bogor.

Hirmen. Pedju M. Mous PJ, Jos. 2002. Seaweed Culture as an Alternative Livelihood

for Local Eastal Villages .Around Komodo National Park.

Hamelinck, C. N.; Hooijdonk, G. v. & Faaij, A. P. 2005. Etanol from

Lignocellulosic Biomass: Techno-Economic Performance in Short, Middle, and

Long-Term. Biomass and Bioenergy 28(4), 384–410.

Hujaya, S. D. 2008. Isolasi Pigmen Klorofil, Karoten, dan Xantofil Dari Limbah Alga

Di Area Budi Daya Ikan Bojongsoang. Skripsi. Program Studi Kimia. Fakultas

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Institut Teknologi Bandung. p. 5–25.

Indriyani. 1994. Mutu Anggur Sari Buah yang Dibuat dari Beberapa Jenis Pisang

(Musa paradisiaca). Majalah Ilmiah tahun b1994 edisi 0852-2372,28-35.

Page 118: proses fermentasi limbah rumput laut eucheuma cottonii sebagai ...

118

Jimenez J, Benitez T.1986.Characterization of wine yeasts for ethanol production.

Appl. Microbiol. Biotechnol. 25: 150-154.

Judoamidjojo, M., A.A. Darwis, dan E.G. Said. 1992. Teknologi Fermentasi. Jakarta:

Rajawali Press.

Kadi, A. 1996. Pengenalan Jenis Algae Hijau (Chlorophyta). Di dalam Atmaja, W. S.,

Kadi, A., Sulistijo, an Satari, R. Pengenalan Jenis-Jenis Rumput Laut Indonesia.

Puslitbang Oseanografi LIPI. Jakarta. p. 11, 50–53.

Kartika, B., A.D. Guritno, D. Purwadi dan Dyah Ismoyowati. 1992. Petunjuk Evaluasi

Produk Industri Hasil Pertanian. Yogyakarta : PAU Pangan dan Gizi UGM.

Kim GS. Myung KS, Kim YJ. Oh KK, Kim JS, Ryu HJ, dan Kim KH. 2007. Methode

of Producing Biofuel Using Sea Algae. Seoul: World Intelectual Property Organization.

Kreger-van Rij NJW (Ed.).1984. The Yeasts - A taxonomic study, 3rd edn. Amsterdam,

Elsevier Science.

Layokun SK.1984. Use of the palm wine cultures for ethanol production from black

strap molasses with particular reference toconditions in the tropics. Proc. Biochem. 19:

180-182.

Lowenstein, M. Z. 1985. Energy Applications of Biomass. Solar Energy Research

Institute. Colorado. USA.

Mangunwidjaja, D. dan A. Suryani. 1994. Teknologi Bioproses. Penebar Swadaya.

Jakarta.

Marshall, A. T. 2007. Bioenergy from Waste: A Growing Source of Power, Waste

Management World Magazine, April, hal. 34-37.

Mc Cabe, W. L, Smith, J. C., and Harriot, P.1993. Operasi Teknik Kimia,

Erlangga,Jakarta.

Mosier, Nathan, et al. 2005. Features of Promising Technologies for Pretreatment

of Lignocellulosic Biomass. Bioresource Technology 96 , pp. 673–686.

Mukti.1987. Estimasi dan Analisa Sifat Fisika Dan Kimia Rumput Laut. Karya

Ilmiah.Fakultas Teknologi Pertanian. IPB. Bogor : 17 hal.

Nixon, M. 1999. Distillation-How It Works. Nottingham University. England.

Novak M, Stretiajano P, Moreno M, Goma G .1981. Alcoholic fermentation: Inhibitory

effect of ethanol. Biotechnol. Bioeng. 23: 20,211.

Nybakken, J.W. 1992. Biologi Laut, Suatu Pendekatan Ekologi. PT.Gramedia.Jakarta.

Page 119: proses fermentasi limbah rumput laut eucheuma cottonii sebagai ...

119

Odum, E.P. 1993. Dasar – dasar Ekologi. Yogyakarta. Gadjah Mada University Press.

Okafor N.1977.Microorganism associated with cassava fermentation for gari

production. J. Appl. Bacteriol. 42: 279-284.

Oshima, M. 1965. Wood Chemistry Process Engineering Aspect. Noyes Develop.

Corp. New York.

Oura E. 1983. Reaction Product of Yeast Fermentation. Dalam H. Dellweg (ed).

Biotechnology Volume 111. New York: Academic Press.

Pambayun, R., B. Haryono, dan D. Wibowo. 1996. Fermentasi Etanol pada Ubi Tolas

Liar (Colocasia esculenta (L.) Schott) Tanpa Pemanasan oleh Saccharomycopsis

fibuligeradan Saccharomyces cerevisiae. Yogyakarta BPPS-UGM, 9 (2B), Mei

1996,291 - 304.

Palonen, Hetti. 2004. Role of Lignin in the Enzymatic Hydrolysis of

Lignocellulose. VTT Biotechnology.

Pelczar, M. J., Chan, E. C. S. & Pelczar, M. F.1982. Element of Microbiology. McGraw

Hill Book Company, New York.

Pelczar.M.J dan Reid.R.D.1979.Microbiology.McGraw Hill Books Co.NewYork.

PDSI. Pusat Data dan Sistem Informasi. 2008. Indonesia menjajagi perkembangan

biodiesel dari rumput laut. www.dkap.go.id.

Perez, J. et al. 2005. Biodegradation and Biolgical Treatments of Cellulose,

Hemicellulose, and Lignin: An Overview. Int Microbiol, Vol. 5, pp. 53-63.

Puslitbangkan, 1991. Budidaya rumput laut (Eucheuma sp.) dengan rakit dan lepas

dasar. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan, Badan Penelitian dan

Pengembangan Pertanian, Jakarta. 9 hal.

Prescott, S.C. dan D.C. Dunn. 1982. Industrial Microbiology. First Edition. New York:

McGrawfhll Book Co. Inc.

Roy, F. R.,Perrin, C. H. & Graham, V. E.1993. Notes on Sugar Determination. Applied

Biochemistry and Biotechnology 195:19-32.

Samsul.Rizal Jalaludin.2005.Pembuatan Pulp dari Jerami Padi Dengan Menggunakan

Natrium Hidroksida. Jurnal Sistem Teknik Industri.Vol 6.

Page 120: proses fermentasi limbah rumput laut eucheuma cottonii sebagai ...

120

Saquido, M. A. P., Cayabyab, V. A. & Uyenco, F. R.1983. Production of Microbial

Protein for Feed from Banana Rejects.Natural Science Research center, University of

Philippines. Quezon City. Philippines.

Schlegel, H. G.1999. General Microbiology. Cambridge University Press, 7th edition.

Selveira Semida. 2005. Bioenergy-Realising The Potential. Swedish. Elsevier Science

and Technology Books.

Senez, J. C. 1987. Single Cell Protein. Past and Present Developments. In Microbial

Technology in the DevelopingCenturies. Dasilva, E. J., Dommergues, Y. R., Nyns, E.J.,

and Ratledge, C. (eds). Oxford University Press, Oxford.

Soerawidjaja, T.H., T. Adrisman, U.W. Siagian, T. Prakoso, l.K. Reksowardojo, K.S.

Permana, 2005. Studi Kebijakan Penggunaan Biodiesel di Indonesia. Kajian Kebijakan

dan Kumpulan Artikel Pene1itian BiodieseL Kementrian Ristek dan Teknologi RI

MAKSI IPB Bogor.

Sudarmadii, S., Bambang Haryono, dan Suhardi. 1984. Analisa Bahan Makanan dan

Pertanian. Yogyakarta: Penerbit Liberty.

Sudaryanto. 2007. Pengembangan Etanol di Indonesia. Penebar Swadaya. Jakarta.

Sulistijo.1996. Perkembangan Budidaya Rumput Laut Di Indonesia. Puslitbang

Oseanologi. LIPI.Jakarta.Hal 120-151.

Sun, Y. and Cheng, J. 2002. Hydrolysis of Lignocellulosic Materials for Ethanol

Production: A Review. Bioresource Technology, Vol. 83, pp. 1-11.

Suriawiria,U. 1990. Pengantar Biologi Umum. Penerbit angkasa. Bandung.

Stewart, G.G., C. J. Panchal, I. Russel, A.M. Sills. 1983. Biology of Ethanol Producting

Microorganism. Critical Review in Biotech, 1. 161-188.

Taherzadeh, Muhammad J. and Karimi, Keikhosro. 2008. Pretreatment of

Lignocellulosic Waste to Improve Bioethanol and Biogas Production. Int. J. Mol.

Sci 9, pp. 1621-1651.

Taherzadeh, M.J. and Karimi, K. 2007. Acid-Based Hydrolysis Processes for

Ethanol from Lignocellulosic Materials: A Review. Bioresources 2(3), pp. 472-

499.

Tim Nasional Pengembangan BBN. 2007. Bahan Bakar Nabati. Penebar Swadaya.

Jakarta.

Tjahjono, A. E. dan M. A. Yudiarto. 2007. Pemilihan Bahan Baku dan Teknologi

Pengolahan Etanol Skala Kecil dan Industri. Trubus. Jakarta.

Page 121: proses fermentasi limbah rumput laut eucheuma cottonii sebagai ...

121

Trubus. 2007. Produksi Etanol Ramah Lingkungan. Pelatihan Produksi Etanol skala

Rumahan. Jakarta.

Wahono. S. 2006. Kajian Komperhensif dan Teknologi Pengembangan Etanol Sebagai

Bahan Bakar Nabati. Seminar Bioenergi : Pospek Bisnis dan Peluang Investasi.

Departemen Pertanian RI, Jakarta.

Walisiewicz, M. 2003. Energi Alternatif : Panduan ke Masa Depan Teknologi Energi.

Penerbit Erlangga, Jakarta.

Widianta, A. dan W.P. Deva. 2008. Proses Pembuatan Etanol dari Ubi Kayu. SMA

Negeri 6. Bengkulu.

Winarno, F.G. 1990. Teknologi pengolahan rumput laut. Pustaka Sinar Harapan.

Jakarta. 109 hal.

Winarno dan Donny. 2007. Prospek Market Etanol untuk Biofuel. Trubus. Jakarta.

Winarno, F.G., S. Fardiaz.1990.Biofermentasi dan Biosintesa Protein. Penerbit:

Angkasa. Bandung.

Winarno, F.G., S. Fardiaz, dan D. Fardiaz.1980. Pengantar Teknologi Pangan. PT.

Gramedia. Jakarta.

Winarno.F.G.,Fardiaz.S.dan Fardiaz.D.1992. Kimia Pangan Gizi. Gramedia Pustaka

Utama.Jakarta

Winton, A.L., and K.B. Winton.1958. The Analysis of Food. New York-John Wiley

and Sons, Inc., Chapman and Hall, Ltd. London.

Yeliana.2004. Bahan Bakar dan Teknik PembakaranBahan Bakar.Program Studi

Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Udayana. Denpasar.

Zatnika, A. 2000. Manfaat, Pascapanen dan Pengolahan Rumput Laut.

WorkshopAplikasi IPTEK Teknologi Budidaya dan Pengolahan Rumput

Laut.Mataram, 7-9 Desember 2000. P.31-42.

Zatnika, A. 1993. Menyimak Pasang Surut Rumput Laut Indonesia. Majalah Techner

08 Tahun II.P.51-54.

Page 122: proses fermentasi limbah rumput laut eucheuma cottonii sebagai ...

122

Riwayat Hidup Penulis

Nama : I Gede Wiratmaja,ST.

Tempat/Tanggal Lahir : Klungkung, 28 Oktober 1988

Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Hindu

Pekerjaan : Engineer (MEP)

Alamat Rumah : Jln Pengsong I No 36 BTN Pengsong Indah

Kecamatan Labuapi Lombok Barat Prov.NTB

Phone : 08175781958

E-mail : [email protected]

Riwayat Pendidikan :

Pendidikan Tempat Dari Sampai Ijasah Spesialisasi

SD Mataram 1993 1999 STTB -

SMP Mataram 1999 2002 STTB -

SMA Mataram 2002 2005 STTB IPA

Sarjana Universitas 2005 2009 Sarjana Teknik Mesin

Udayana (ST)

Riwayat Penelitian :

1. Analisa Karakteristik Fisika Biogasoline Sebagai Pengganti Bensin Murni

serta Analisa Unjuk Kerja Motor Bensin Akibat Pemakaian Biogasoline

(Dana Pribadi, Ketua, 2009).

2. Proses Fermentasi Limbah Rumput Laut Eucheuma Cottonii Sebagai

Tahap Awal Pembuatan Etanol Generasi Kedua (Dana Pribadi, ketua

,2011)

Publikasi Ilmiah :

1. Analisa Karakteristik Fisika Biogasoline Sebagai Pengganti Bensin Murni,

Prosiding Seminar Nasional Teknik Mesin, Mataram, 25 Mei 2010, ISBN

978-602-8373-06-7.

2. Analisa Unjuk Kerja Motor Bensin Akibat Pemakaian Biogasoline,

Prosiding Seminar Nasional Teknik Mesin, Mataram, 25 Mei 2010, ISBN

978-602-8373-06-7.

3. Pembuatan Etanol Generasi Kedua dengan Memanfaatkan Limbah

Rumput Laut Eucheuma cottonii Sebagai Bahan Baku, Jurnal Cakram

Teknik Mesin Unud, vol 5, periode April 2011.

Riwayat Pekerjaan :

1. Tergabung dalam Tim Audit Energi PT Indonesia Power UBP Bali,

Pesanggaran (Juni-Agustus 2010)

2. Engineer Bagian Mechanical Engineering dan Plumbing di Conrad Bali

Hotel Resort and Spa, Nusa Dua (Nopember 2010 sampai sekarang).