Prosedur Standar Operasi Sanitasi - Fakultas Perikanan...

25
Prosedur Standar Operasi Sanitasi BAB VI PROSEDUR STANDAR OPERASI SANITASI Standard Sanitation Operational Procedure (SSOP) adalah suatu prosedur standar operasi sanitasi yang harus dipenuhi oleh produsen untuk mencegah terjadinya kontaminasi terhadap produk perikanan. Kontaminasi dapat didefinisikan sebagai pencemaran yang disebabkan oleh unsur dari luar, baik berupa benda asing maupun mahluk asing. Mahluk hidup yang sering menyebabkan pencemaran adalah mikroba, protozoa, cacing, serangga, dan tikus. Kontaminasi produk perikanan dapat terjadi sebelum produk perikanan dipanen atau ditangkap. Setelah produk perikanan dipanen atau ditangkap, proses kontaminasi dapat berlangsung disetiap tahapan penanganan, pengolahan hingga produk perikanan dikonsumsi oleh konsumen. Kontaminasi produk perikanan dapat terjadi karena produk perikanan merupakan media yang baik bagi mikroba. Sebagian besar unsur yang terdapat di dalam produk perikanan merupakan unsur yang dibutuhkan oleh mikroba untuk tumbuh dan berkembang. Kontaminasi juga dapat terjadi karena produk perikanan bersentuhan dengan 81

Transcript of Prosedur Standar Operasi Sanitasi - Fakultas Perikanan...

Prosedur Standar Operasi Sanitasi

BAB VIPROSEDUR STANDAR OPERASI SANITASI

Standard Sanitation Operational Procedure (SSOP) adalah suatu prosedur standar operasi sanitasi yang harus dipenuhi oleh produsen untuk mencegah terjadinya kontaminasi terhadap produk perikanan. Kontaminasi dapat didefinisikan sebagai pencemaran yang disebabkan oleh unsur dari luar, baik berupa benda asing maupun mahluk asing. Mahluk hidup yang sering menyebabkan pencemaran adalah mikroba, protozoa, cacing, serangga, dan tikus.

Kontaminasi produk perikanan dapat terjadi sebelum produk perikanan dipanen atau ditangkap. Setelah produk perikanan dipanen atau ditangkap, proses kontaminasi dapat berlangsung disetiap tahapan penanganan, pengolahan hingga produk perikanan dikonsumsi oleh konsumen.

Kontaminasi produk perikanan dapat terjadi karena produk perikanan merupakan media yang baik bagi mikroba. Sebagian besar unsur yang terdapat di dalam produk perikanan merupakan unsur yang dibutuhkan oleh mikroba untuk tumbuh dan berkembang.

Kontaminasi juga dapat terjadi karena produk perikanan bersentuhan dengan

81

Prosedur Standar Operasi Sanitasi

sumber kontaminasi yang ada pada tubuh ikan. Selama penanganan, bagian daging yang bersinggungan dengan saluran pencernaan atau kulit akan mengalami kontaminasi karena keduanya merupakan sumber pencemar. Kulit dan saluran pencernaan merupakan sumber utama mikroba.

Akibat yang timbulkan oleh terjadinya kontaminasi adalah produk perikanan menjadi tidak layak untuk dikonsumsi, masa simpan menjadi terbatas, dan mengalami susut bobot, mutu, kesehatan, ekonomis, maupun sosial. Untuk mencegah terjadinya kerugian tersebut di atas, sebaiknya pemilihan produk perikanan harus memperhatikan tingkat kesegaran-nya, lokasi tempat asal produk perikanan tersebut, dan hindari pemilihan produk perikanan yang beracun atau tercemar.

Untuk mencegah pencemaran produk perikanan, produsen harus memperhatikan sanitasi lingkungan. Ada beberapa komponen yang harus diperhatikan dalam melaksanakan sanitasi lingkungan, yaitu : 6.1 Pasokan Air dan Es

Air merupakan komponen penting dalam industri perikanan. Air dapat membersihkan kontaminan dari produk

82

Prosedur Standar Operasi Sanitasi

perikanan, namun air yang tidak bersih dapat menyebabkan kontaminasi pada produk perikanan. Air sebagai media pembersih harus bersih. Adapun yang dimaksud dengan air bersih adalah air yang bebas dari mikroba patogen dan sumber pencemar lainnya. Hindari penggunaan sedikit air untuk mencuci banyak ikan (Gambar 6.1). Sebaiknya gunakan air bersih yang mengalir agar kotoran dari produk perikanan sebelumnya tidak mencemari produk perikanan yang dicuci kemudian.

Gambar 6.1.Penggunaan air dalam jumlah terbatas

untuk mencuci ikan dapat menjadi sumber kontaminasi

Pada industri perikanan, juga dibutuhkan es untuk menurunkan suhu. Hal ini disebabkan bahan baku relatif mudah

83

Prosedur Standar Operasi Sanitasi

mengalami proses penurunan mutu. Sebagai bahan baku dalam pembuatan es atau sebagai bahan baku produk perikanan, air harus bebas dari coliform dan sumber pencemar lainnya. Sumber air bagi industri perikanan dapat berasal dari Perusahaan Air Minum (PAM), sumur, atau air laut. Untuk menjamin kebersihan air tersebut perlu dilakukan monitoring secara berkala setiap 6 bulan. 6.2 Peralatan dan Pakaian Kerja

Peralatan dan pakaian kerja yang digunakan oleh pekerja dalam menangani atau mengolah produk perikanan dapat menjadi sumber kontaminasi. Peralatan yang kontak langsung dengan bahan atau produk perikanan harus mudah dibersihkan, tahan karat (korosi), tidak merusak, dan tidak bereaksi dengan produk perikanan (Gambar 6.2). Peralatan harus dicuci dengan air hangat untuk menghilangkan lapisan lemak dan kemudian bilas dengan air bersih. Setelah kering, lanjutkan dengan proses sterilisasi. Untuk proses sterilisasi peralatan dapat digunakan air dengan kandungan klorin berkisar 100–150 ppm. Untuk mencegah terjadinya kontaminasi ulang, peralatan yang sudah dicuci harus ditiriskan dan disimpan di tempat yang bersih.

84

Prosedur Standar Operasi Sanitasi

Gambar 6.2.Peralatan dan pakaian kerja yang

dikenakan memberikan jaminan produk perikanan yang dihasilkan lebih bersih (Sumber : www.fish-processing.com )

Peralatan yang digunakan untuk membersihkan peralatan pengolah dan mendesinfeksinya sebaiknya tersedia dalam jumlah memadai. Forklift dan peralatan yang digunakan untuk memindahkan produk perikanan harus dijaga kebersihannya setiap saat. Berbagai bahan yang digunakan sebagai pelumas peralatan atau mesin pengolah dan berbagai bahan kimia untuk membersihkan dan mendesinfeksi harus diberi label yang jelas. Hal ini untuk mencegah terjadinya kesalahan dalam penggunaan. Pakaian kerja yang digunakan dalam industri perikanan harus dijamin kebersihannya. Pakaian kerja meliputi sepatu boot, jas kerja, sarung tangan,

85

Prosedur Standar Operasi Sanitasi

masker, dan tutup rambut. Agar terjamin keber-sihannya, pakaian kerja harus dicuci setiap hari oleh perusahaan. Pakaian kerja yang telah dicuci disimpan di tempat bersih. Sepatu dicuci dan disikat sampai bersih. Air yang digunakan untuk mencuci sepatu adalah air yang mengandung klorin berkadar 150 ppm. 6.3 Pencegahan Kontaminasi Silang Kontaminasi silang adalah kontaminasi yang terjadi karena adanya kontak langsung atau tidak langsung antara produk perikanan yang sudah bersih dengan produk perikanan yang masih kotor. Beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya proses kontaminasi silang adalah : 6.3.1 Konstruksi, Disain dan Lay Out

Pabrik Konstruksi, disain bangunan, dan lay out pabrik dapat menjadi penyebab kontaminasi silang produk perikanan. Bangunan industri perikanan akan mempengaruhi penempatan sarana dan prasarana yang digunakan. Fasilitas untuk penerimaan produk harus selalu dalam keadaan bersih, bebas dari kerikil atau bahan lain yang dapat digunakan oleh serangga dan hama untuk

86

Prosedur Standar Operasi Sanitasi

tinggal. Fasilitas penerimaan sebaiknya ditutup dengan aspal, semen atau bahan lainnya dan dilengkapi dengan drainase yang memadai. Untuk mencegah terjadinya kontaminasi silang, penempatan sarana dan prasaranan di ruangan penanganan atau pengolahan harus dapat memisahkan alur antara bahan yang belum bersih dengan alur bahan yang sudah bersih. Pemisahan tersebut harus cukup berjauhan untuk menghindari kemungkinkan terjadinya kontak (Gambar 6.3).

Pintu masuk dan keluar harus selalu tertutup dan dapat dibuka pada saat karyawan, bahan baku, peralatan dan bahan lainnya akan masuk atau meninggalkan ruang pengolahan.

Gambar 6.3.Alur proses ikan yang berbeda antara

pintu masuk dan pintu keluar (Sumber : www.fish-processing.com )

87

Prosedur Standar Operasi Sanitasi

Bangunan dirancang sedemikian rupa sehingga mampu untuk mengeluarkan udara dari dalam ruangan. Bangunan juga harus mampu mencegah masuknya serangga dan tikus. Jendela kaca harus diperhatikan jumlahnya. Jumlah jendela akan berpengaruh terhadap intensitas masuknya cahaya matahari sehingga akan mem-pengaruhi suhu ruangan. Selain akan berpengaruh terhadap kerja AC, intensitas cahaya matahari juga berpengaruh terhadap kecepatan petumbuhan mikroba pencemar. 6.3.2 Kebersihan Karyawan

Karyawan yang terlibat dalam kegiatan penanganan dan pengolahan produk perikanan akan berpengaruh terhadap terjadinya kontaminasi silang. Pakaian seragam yang tidak bersih dapat menjadi sarana bagi mikroba penyebab kontaminasi silang. Karyawan yang kurang sehat juga merupakan sumber kontaminasi sehingga harus dilarang untuk bekerja. Sebelum melakukan penanganan atau pengolahan produk perikanan, kedua tangan harus dicuci terlebih dahulu dengan menggunakan sabun. Lakukan desinfeksi terhadap tangan atau penutup tangan apabila akan menyentuh produk

88

Prosedur Standar Operasi Sanitasi

perikanan. Gunakan baju pelindung yang tahan air (Gambar 6.4).

Bila proses produksi telah selesai, cucilah tangan dengan sabun khusus, cuci dan keringkan pakaian pelindung yang tahan air, dan apabila perlu lakukan desinfeksi terhadap tangan atau penutup tangan. Segera tinggalkan ruang penangan atau pengolahan, buka pakaian pelindung dan simpan pada tempatnya untuk mencegah terjadinya kontaminasi.

Gambar 6.4.Kebersihan karyawan di salah satu

industry perikanan (Sumber : www.fish-processing.com )

6.3.3 Aktivitas dan Perilaku Karyawan

Aktivitas dan perilaku karyawan sebaiknya disesuaikan dengan jenis pekerjaan yang sedang dikerjakan karena dapat menyebabkan kontaminasi silang.

89

Prosedur Standar Operasi Sanitasi

Kebiasaan menggaruk dan bersenda gurau dapat menjadi sumber kontaminasi. Produk perikanan yang jatuh ke lantai jangan diambil dan disatukan dengan produk perikanan lainnya meskipun jatuhnya ’belum lima menit’. Selama bekerja, jangan ada satupun karyawan yang merokok, meludah, makan, mengunyah permen karet, atau menyimpan makanan di ruang pengolahan. Konsentrasi selama bekerja akan memperkecil resiko kecelakaan kerja. Biasakan untuk membuang sampah pada tempatnya. 6.3.4 Pisahkan Antara Bahan Baku

Dengan Produk Akhir

Bahan baku kemungkinan masih mengandung mikroba pencemar, sedangkan produk akhir seharusnya sudah tidak mengandung mikroba. Tindakan yang dilakukan untuk memisahkan antara bahan baku dan produk akhir dapat memperkecil peluang terjadinya kontaminasi silang. Pemisahan antara bahan baku dengan produk akhir yang dihasilkan dapat dilakukan dengan mengatur alur proses sedemikian rupa sehingga tidak terjadi kontak langsung diantara keduanya maupun kontak tidak langsung melalui

90

Prosedur Standar Operasi Sanitasi

pekerja. Oleh karenanya, karyawan yang berkerja di bagian bahan baku sebaiknya tidak berada di bagian produk akhir.

6.3.5 Kondisi Sanitasi Ruang Kerja dan Peralatan yang Digunakan

Ruang kerja dan peralatan yang tidak terjaga sanitasinya, dapat menjadi sumber terjadinya kontaminasi. Ruang kerja harus selalu dibersihkan agar tidak menjadi sumber penyebab kontaminasi silang (Gambar 6.5.). Harus juga diperhatikan sanitasi di sekitar ruang kerja yang dapat mempengaruhi sanitasi ruang kerja. Peralatan kerja harus tersedia dalam jumlah memadai, tergantung volume pekerjaan. Penggunaan satu peralatan untuk satu jenis bahan atau produk perikanan harus dilaksanakan secara ketat. Peminjaman peralatan dari bagian bahan baku untuk digunakan di bagian produk akhir tidak boleh dilakukan agar tidak terjadi kontaminasi silang.

91

Prosedur Standar Operasi Sanitasi

Gambar 6.5.Pembersihan limbah ikan menjaga kebersihan ruang kerja (www.fish-

processing.com )

6.3.6 Penyimpanan dan Perawatan Bahan Pengemas Bahan pengemas harus disimpan dalam ruang penyimpanan yang bersih dan terjaga suhu maupun kelembaban udaranya. Kelembaban dan suhu udara akan berpengaruh terhadap pertumbuhan mikroba. Jamur biasanya tumbuh baik pada kemasan dari karton yang lembab. Demikian pula dengan serangga kecil. Bahan pengemas yang sudah rusak harus dikeluarkan dari ruang penyimpanan karena akan berpengaruh terhadap bahan pengemas lainnya. Jamur yang sudah tumbuh pada bahan pengemas akan berusaha tumbuh dan menyebarkan diri ke bahan kemasan yang ada di sekitarnya.

92

Prosedur Standar Operasi Sanitasi

Bahan pengemas yang rusak karena dimakan serangga atau tikus sebaiknya dibuang. Demikian pula dengan bahan kemasan yang sudah terkena air seni atau kotoran tikus. Bila ditemui adanya potongan tubuh, air seni, atau kotoran serangga maupun tikus, sebaiknya ruang penyimpanan bahan pengemas segera dibersihkan. Selama penyimpanan, bahan pengemas harus dikemas secara baik. Pengemasan ditujukan untuk mencegah pencemaran dan memudahkan penggunaan produk. Kemasan harus mampu mengatasi gangguan terhadap produk perikanan, baik yang disebabkan oleh serangan jamur serangga, atau tikus.

6.3.7 Cara Penyimpanan dan Kondisi Ruang Penyimpanan Produk

Cara penyimpanan dan kondisi ruang tempat penyimpanan dapat mempengaruhi terjadinya proses kontaminasi silang. Kondisi ini sangat terasa pada industri skala besar, dimana pengiriman produk dilakukan dalam partai besar sehingga kangkala produk perlu disimpan dahulu sebelum tiba waktu pengiriman. Produk yang disimpan pertama kali harus dikeluarkan lebih awal dibandingkan

93

Prosedur Standar Operasi Sanitasi

produk yang disimpan kemudian. Proses penyimpanan yang kurang baik dapat menyebabkan produk sudah kadaluarsa sebelum keluar dari ruang penyimpanan. Cara penyimpanan produk harus diatur sedemikian rupa untuk mencegah terjadinya kontaminasi silang. Tata letak penyimpanan produk harus memperhatikan dan menjaga sirkulasi udara ruang penyimpanan dan sirkulasi udara diantara produk yang disimpan. Sirkulasi udara yang kurang lancar sering menye-babkan peningkatan suhu maupun kelembaban udara pada titik-titik tertentu. Paningkatan suhu dan kelembaban udara akan memicu pertumbuhan mikroba atau serangga tertentu pada produk. Kondisi ini dapat menjadi penyebab terjadinya kontaminasi silang.

Penyimpanan produk perikanan harus dilakukan dengan cara yang benar dan menggunakan peralatan yang sesuai. Kondisi lingkungan penyimpanan juga perlu diperhatikan. Suhu udara dan kelembaban, serta adanya cahaya matahari secara langsung dapat mempengaruhi penurunan mutu bahan atau produk perikanan yang disimpan. Penurunan mutu produk perikanan biasanya diikuti dengan serangan mikroba pencemar. Kondisi demikian pada akhirnya dapat menjadi sumber kontaminasi silang.

94

Prosedur Standar Operasi Sanitasi

Penyimpanan bahan mentah dan produk akhir dilakukan dengan menyimpannya pada tempat yang telah disediakan. Selalu hindari kontak dengan sumber kontaminan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Perhatikan lama penyimpanan, karena bahan mentah memiliki masa simpan terbatas.

Ruangan harus dilengkapi sarana pendingin. Suhu lingkungan penyimpanan produk perikanan yang sudah dibekukan harus dipertahankan suhunya pada -18oC atau lebih rendah lagi. Suhu ruang pendingin untuk menyimpan produk perikanan suhunya diatur berkisar 4oC hingga -1oC. 6.3.8 Penanganan Limbah

Limbah produk perikanan dikumpulkan dalam wadah khusus yang memiliki tutup (Gambar 6.6). Limbah harus segera dibuang. Apabila akan dibuang, tidak boleh menarik perhatian serangga maupun binatang lainnya. Tutuplah wadah limbah dengan benar agar tidak tumpah dan baunya tidak mencemari ruang kerja atau menyebabkan kontaminasi. Untuk mencegah terjadinya pencemaran lingkungan, pembuangan limbah produk

95

Prosedur Standar Operasi Sanitasi

perikanan harus selalu dimonitor oleh seorang operator atau karyawan yang khusus ditugaskan menangani limbah.

Gambar 6.6. Penanganan limbah

(Sumber: www.fish-processing.com )

6.4 Toilet

Toilet adalah tempat karyawan buang air, dengan demikian harus selalu bersih. Toilet harus dilengkapi dengan sabun, tissue, dan tempat sampah. Ventilasi toilet harus diatur sedemikian rupa agar tidak mencemari produk. Pintu toilet harus tidak menyerap air dan bersifat anti karat. Kebersihan toliet juga harus selalu terjaga. Toilet yang tidak terjaga kebersihannya akan menjadi sumber kontaminan yang dapat mencemari produk perikanan, baik melalui perantaraan karyawan atau binatang. Selain bersih, jumlah toilet harus sesuai dengan jumlah karyawan yang bekerja. Sebagai patokan, satu

96

Prosedur Standar Operasi Sanitasi

toilet maksimal diperuntukan bagi 15 karyawan.

6.5 Tempat Cuci Tangan dan Kaki

Tempat untuk karyawan mencuci tangan harus tersedia dalam jumlah memadai dan ditempatkan pada tempat yang mudah dijangkau. Tempat cuci tangan biasanya terletak di sekitar toilet, pintu masuk, atau di maupun sekitar tempat cuci kaki. Pada unit pengolahan ikan segar, jumlah tempat cuci tangan relatif banyak. Tempat cuci tangan harus dilengkapi dengan sarana pembersih tangan dan pengering. Bahan yang digunakan sebagai pembersih tangan harus bahan yang tidak memiliki bau agar tidak mencemari produk perikanan yang dihasilkan. Tempat untuk mencuci tangan yang terletak di bagian awal dari alur proses dilengkapi dengan sabun. Tempat untuk mencuci tangan berikutnya dapat berupa wadah berisi air yang telah ditambahkan senyawa klorin sebagai anti mikroba. Konsentrasi senyawa klorin yang digunakan sebagai senyawa anti mikroba adalah 50 ppm Tempat untuk mencuci tangan dilengkapi dengan peralatan pengering (hand drying). Tempat untuk mencuci tangan juga dapat dilengkapi dengan tisu untuk

97

Prosedur Standar Operasi Sanitasi

mengeringkan tangan atau bagian tubuh lainnya. Sediakan pula tempat sampah yang memiliki tutup. Keberadaan tempat sampah diperlukan untuk mempertahankan kondisi higienis. Tempat sampah diletakan di dekat toilet, tempat untuk mencuci tangan, atau disekitar tempat unit pengolahan. Buanglah tisu dan kotoran lainnya ke tempat sampah yang telah tersedia. Tempat untuk mencuci kaki (sepatu) dibutuhkan untuk mencegah masuknya mikroba dan bahan pencemar lainnya melalui kaki. Fasilitas cuci kaki biasanya terletak berdekatan dengan tempat mencuci tangan atau kamar mandi. Tempat mencuci kaki berupa genangan air yang telah ditambahkan klorin sebagai anti mikroba. Konsentrasi klorin berkisar 100 – 200 ppm.

6.6 Bahan Kimia Pembersih dan Sanitiser

Jenis bahan kimia pembersih dan sanitiser yang digunakan dalam industri perikanan harus sesuai persyaratan yang ditetapkan. Bahan kimia harus mampu mengendalikan pertumbuhan bakteri (antimikroba). Senyawa antimikroba adalah senyawa kimia yang dapat menghambat pertumbuhan atau membunuh mikroba.

98

Prosedur Standar Operasi Sanitasi

Antimikroba dapat dikelompokkan menjadi antiseptik dan desinfektan. Antiseptik adalah pembunuh mikroba dengan daya rendah dan biasa digunakan pada kulit, misalnya alkohol dan deterjen. Desinfektan adalah senyawa kimia yang dapat membunuh mikroba dan biasa digunakan untuk membersihkan meja, lantai, dan peralatan. Contoh desinfektan yang digunakan adalah senyawa klorin, hipoklorit, dan tembaga sulfat. Bahan kimia yang umum digunakan sebagai pembersih atau sanitiser dalam industri perikanan biasanya mengandung klorin sebagai bahan aktifnya. Bahan kimia yang dapat digunakan untuk menghambat pertumbuhan mikroba disebut bahan pengawet (preservatif). Bahan pengawet banyak digunakan pada makanan dan tidak beracun (Tabel 6.1.).

99

Prosedur Standar Operasi Sanitasi

6.7 Pelabelan, penggunaan, dan penyimpanan bahan beracun

6.7.1. Pelabelan Bahan Beracun

Untuk mencegah kesalahan dalam penggunaan, bahan kimia untuk pembersih dan sanitasi harus diberi label secara jelas. Pemberian label yang kurang jelas memungkinkan terjadinya kesalahan penggunaan. Pemberian label untuk bahan beracun dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu pelabelan pada wadah asli dan wadah yang isinya akan segera digunakan. Label pada wadah asli harus memperlihatkan nama bahan atau larutan, nama dan alamat produsen, nomor register, dan instruksi cara penggunaan secara benar.

Label pada wadah bahan kimia yang siap digunakan harus tertera secara jelas memperlihatkan nama bahan atau larutan dan instruksi cara penggunaan secara benar. 6.7.2 Penggunaan Bahan Beracun

Penggunaan bahan kimia beracun, pembersih, dan sanitasi dalam industri perikanan harus disesuaikan dengan petunjuk dan persyaratan pabrik (Tabel 6.2.). Prosedur penggunaan bahan

100

Prosedur Standar Operasi Sanitasi

beracun harus dapat mencegah pencemaran pada produk perikanan.

Tabel 6.1. Bahan pengawet makanan yang umum digunakan

Bahan Pengawet

Konsentrasi efektif

Penggunaan

Asam propionate Asam sorbet Asam benzoate

Na diasetat Asam laktat Sulfur dioksida, sulfite

Na nitrit Na klorida Gula Asap kayu

0.32%0.2%0.1%

0.32%Tidak

diketahui200-300 ppm

200 ppmunknown

Tidak diketahui

Tidak diketahui

Senyawa anti jamur pada roti dan keju Senyawa anti jamur pada keju, jeli, sirup Senyawa anti jamur pada margarine, cuka, minuman ringan Senyawa anti jamur pada roti Senyawa anti jamur pada keju, susu, yogurt, dan acar Senyawa anti jamur pada buah kering, anggur, dan molasses Senyawa antibakteri pada daging dan ikan olahan Mencegah bakteri pembusuk pada daging dan ikan Mencegah mikroba pembusuk pada selai, sirup, jeli Mencegah mikroba pembusuk pada daging, ikan dan lainnya

Sumber : Kenneth Todar, 2001

6.7.3 Penyimpanan Bahan Beracun

101

Prosedur Standar Operasi Sanitasi

Bahan kimia pembersih harus disimpan di tempat yang khusus dan terpisah dari bahan lainnya. Demikian pula dengan bahan kimia untuk sanitasi. Bahan beracun harus disimpan di ruang dengan akses terbatas. Hanya karyawan yang diberi kewe-wenangan dapat memasuki ruangan penyimpanan tersebut. Pisahkan bahan kimia yang digunakan untuk pangan dan non pangan. Jauhkan dari peralatan dan benda lain yang kontak dengan produk perikanan.

6.8 Kesehatan Karyawan

Kondisi kesehatan setiap karyawan yang bekerja harus selalu dimonitor oleh pihak perusahaan. Karyawan yang menderita sakit dan diduga dapat mencemari bahan atau produk perikanan dilarang bekerja di unit penanganan atau pengolahan.

Jenis penyakit yang dapat menjadi pencemar dan mengkontaminasi bahan dan produk perikanan antara lain batuk, flu, diare dan penyakit kulit. Pekerja yang mengalami luka pada telapak tangannya juga harus dilarang bekerja di unit penanganan dan pengolahan.

102

Prosedur Standar Operasi Sanitasi

Tabel 6.2. Senyawa antiseptik dan desinfektan

Senyawa kimia Mekanisme Pengrusakan

Penggunaan

Etanol (50-70%) Isopropanol (50-70%) Formaldehid (8%) Yodium Tincture (2% I2 in 70% alcohol) Gas Klorin (Cl2) gas

Ag nitrat (AgNO3)

Hg khlorida

Detergents (e.g. quaternary ammonium compounds)

Senyawa fenol (e.g. asamkarbolonat, lisol, hexylresorsinol, hexakhlorophen)

Gas Etilen oksida

Denaturasi proteins dan kelarutan lemak Denaturasi proteins dan kelarutan lemak Reaksi dengan NH2, SH dan gugus COOH Menghambat aktivitas protein

Membentuk asam hipoklorousForms hypochlorous acid (HClO), a strong oxidizing agent Penggumpalan protein

Inactivates proteins by reactingwith sulfide groups

Disrupts cell membranes

Denature proteins and disrupt cell membranes Alkylating agent

Sebagai antiseptic pada kulit skin Sebagai antiseptic pada kulit skin Disinfectant, kills endospores Antiseptic digunakan di kulit Disinfektan pada air minum

Antiseptik umum yang digunakan untuk mata bayi yang baru lahir

Disinfektan dan kadang-kadang digunakan sebagai antiseptic pada kulit

Desinfektan dan antiseptic pada kulit Antiseptik pada konsentrasi rendah dan disinfektan pada konsentrasi tinggi Sebagai disinfektan pada bahan sterilisasi bahan yang tidak tahan panas, seperti karet dan plastik

Sumber : Kenneth Todar, 2001

103

Prosedur Standar Operasi Sanitasi

6.9 Pengendalian Hama Hama harus dicegah agar tidak masuk ke unit penanganan atau pengolahan. Hama dapat mencemari produk perikanan dengan kotorannya maupun potongan tubuhnya. Hama juga dapat menjadi hewan perantara bagi mikroba pencemar. Rodentia pembawa Salmonella, dan parasit. Lalat dan kecoa merupakan serangga pembawa Staphylococcus, Shigella, Clostridium perfringens, dan C. Botulinum. Sedangkan burung pembawa Salmonella dan Listeria.

Gambar 6.8. Rambut yang terbuka dan kebersihan pakaian pekerja berpengaruh

terhadap sanitasi

Pada ikan asin, serangga meletakkan telur-telurnya selama proses penjemuran. Bila keadaan telah memungkinkan, telur-telur akan menetas. Larva yang lahir akan memperoleh makanan dari sekelilingnya. Setelah dewasa dan bermetamorfosa, serangga akan terbang dengan meninggalkan lubang-lubang pada permukaan ikan asin.

104

Prosedur Standar Operasi Sanitasi

Untuk mengatasi serangan hama, sebaiknya disiapkan program pemusnahan hama secara berkala. Fumigasi merupakan salah satu cara yang banyak digunakan untuk mengatasi serangan hama di gudang penyimpanan.

105