Prosedur Diagnosa Di Bidang Konservasi Gigi

7
Prosedur diagnosa di bidang konservasi gigi a. Pemeriksaan Subjektif Pemeriksaan yang dilakukan dengan anamesa keluhan yang menjadi alasan penderita mencari pertolangan pengobatan atau sejumlah infromasi rutin yang berkaitan dengan data pribadi, riwayat medis, dan riwayat dental serta keluhan utama didapatkan dari pemeriksaan subyektif. Banyak pasien yang menunjukkan tingkatan nyeri yang jelas dan merasa tertekan. Pada umumnya nyeri dan ketidaknyamanan yang disebabkan oleh penyakit pulpa dan periradikuler yang parah dapat mempengaruhi kondisi fisik pasien. Anamnesa yang diajukan adalah mengenai lokasi, asal nyeri, karakter dan keparahan nyeri yang dialami. Kemudian pertanyaan lanjutan mengenai spontanitas dan durasi nyeri, serta stimulus yang merangsang atau meredakan nyeri. Keparahan rasa nyeri dan obat-obatan yang diminum pasien untuk meredakan nyeri dan keefektifannya juga perlu diketahui. Makin intens nyerinya, makin besar kemungkinan adanya penyakit irreversible. Nyeri intens dapat timbul dari pulpitis ieversible atau dari periodontitis atau abses apikalis akut. Nyeri spontan yang bersama dengan nyeri intens juga mengindikasikan adanya penyakit pulpa atau periradikuler yang parah. (Walton & Torabinejad, 1997 : 73-75). Ada dua jenis anamnesa berdasarakan cara mendapatakannya : 1. Autoanamesa yaitu anamesa secara langsung dari keterangan penderita sendiri.

description

Prosedur Diagnosa Di Bidang Konservasi GigiProsedur Diagnosa Di Bidang Konservasi GigiProsedur Diagnosa Di Bidang Konservasi GigiProsedur Diagnosa Di Bidang Konservasi GigiProsedur Diagnosa Di Bidang Konservasi GigiProsedur Diagnosa Di Bidang Konservasi GigiProsedur Diagnosa Di Bidang Konservasi GigiProsedur Diagnosa Di Bidang Konservasi GigiProsedur Diagnosa Di Bidang Konservasi GigiProsedur Diagnosa Di Bidang Konservasi GigiProsedur Diagnosa Di Bidang Konservasi GigiProsedur Diagnosa Di Bidang Konservasi GigiProsedur Diagnosa Di Bidang Konservasi GigiProsedur Diagnosa Di Bidang Konservasi GigiProsedur Diagnosa Di Bidang Konservasi GigiProsedur Diagnosa Di Bidang Konservasi GigiProsedur Diagnosa Di Bidang Konservasi GigiProsedur Diagnosa Di Bidang Konservasi GigiProsedur Diagnosa Di Bidang Konservasi GigiProsedur Diagnosa Di Bidang Konservasi GigiProsedur Diagnosa Di Bidang Konservasi GigiProsedur Diagnosa Di Bidang Konservasi GigiProsedur Diagnosa Di Bidang Konservasi GigiProsedur Diagnosa Di Bidang Konservasi GigiProsedur Diagnosa Di Bidang Konservasi GigiProsedur Diagnosa Di Bidang Konservasi GigiProsedur Diagnosa Di Bidang Konservasi GigiProsedur Diagnosa Di Bidang Konservasi GigiProsedur Diagnosa Di Bidang Konservasi GigiProsedur Diagnosa Di Bidang Konservasi GigiProsedur Diagnosa Di Bidang Konservasi Gigiv

Transcript of Prosedur Diagnosa Di Bidang Konservasi Gigi

Page 1: Prosedur Diagnosa Di Bidang Konservasi Gigi

Prosedur diagnosa di bidang konservasi gigi

a. Pemeriksaan Subjektif

Pemeriksaan yang dilakukan dengan anamesa keluhan yang menjadi alasan penderita mencari

pertolangan pengobatan atau sejumlah infromasi rutin yang berkaitan dengan data pribadi,

riwayat medis, dan riwayat dental serta keluhan utama didapatkan dari pemeriksaan subyektif.

Banyak pasien yang menunjukkan tingkatan nyeri yang jelas dan merasa tertekan. Pada

umumnya nyeri dan ketidaknyamanan yang disebabkan oleh penyakit pulpa dan periradikuler

yang parah dapat mempengaruhi kondisi fisik pasien. Anamnesa yang diajukan adalah

mengenai lokasi, asal nyeri, karakter dan keparahan nyeri yang dialami. Kemudian pertanyaan

lanjutan mengenai spontanitas dan durasi nyeri, serta stimulus yang merangsang atau

meredakan nyeri. Keparahan rasa nyeri dan obat-obatan yang diminum pasien untuk

meredakan nyeri dan keefektifannya juga perlu diketahui. Makin intens nyerinya, makin besar

kemungkinan adanya penyakit irreversible. Nyeri intens dapat timbul dari pulpitis ieversible

atau dari periodontitis atau abses apikalis akut. Nyeri spontan yang bersama dengan nyeri

intens juga mengindikasikan adanya penyakit pulpa atau periradikuler yang parah. (Walton &

Torabinejad, 1997 : 73-75).

Ada dua jenis anamnesa berdasarakan cara mendapatakannya :

1. Autoanamesa yaitu anamesa secara langsung dari keterangan penderita sendiri.

2. Alloanamesa yaitu anamesa tidak langsung, keterangan didapat dari orang lain yang

mengetahui keluhan penderita.

Pemeriksaan subjektif meliputi:

1. Keluhan Utama Keluhan utama pada umumnya merupakan informasi pertama yang dapat

diperoleh. Keluhan ini berupa gejala atau masalah yang dirasakan pasien dalam bahasanya

sendiri yang berkaitan dengan kondisi yang membuatnya cepat-cepat datang mencari

perawatan. Keluhan utama hendaknya dicatat dengan bahasa apa adanya menurut pasien.

(Walton & Torabinejad, 1997 : 72)

2. Riwayat Kesehatan Umum Suatu riwayat kesehatan umum yang lengkap bagi pasien

terdiri atas data demografis rutin, riwayat medis, riwayat dental, keluhan utama, dan sakit

yang sekarang diderita.

a. Data Demografis Data demografis mengidentifikasi karakteristik pasien.

Page 2: Prosedur Diagnosa Di Bidang Konservasi Gigi

b. Riwayat Medis Karena suatu riwayat medis tidak dimaksudkan sebagai pemeriksaan

klinis lengkap, pertanyaan medis janganlah terlalu luas. Buatlah formulir pemeriksaan

yang berisi penyakit serius yang sedang dan pernah dialami. Jika ditemukan adanya

penyakit fisik atau psikologis yang parah atau penyakit yang masih diragukan yang

mungkin mengganggu diagnosis dan perawatan kita, lakukanlah pemeriksaan lebih

lanjut dan konsultasikan dengan profesi kesehatan lainnya.

c. Riwayat Dental Riwayat dental merupakan ringkasan dari penyakit dental yang pernah

dan sedang diderita. Informasi ini menyediakan informasi yang sangat berharga

mengenai sikap pasien terhadap kesehatan gigi, pemeliharaan, serta perawatannya.

Infromasi demikian tidak hanya berperan penting dalam penegakan diagnosis,

melainkan berperan pula pada rencana perawatan. Kuesionernya hendaknya berisikan

pertanyaan mengenai gejala dan tanda, baik kini maupun di masa lalu. Pengambilan

riwayat dental ini merupakan langkah teramat penting dalam menentukan diagnosis

yang spesifik.(Walton & Torabinejad, 1997 : 72-73)

B. Pemeriksaan Objektif

Pemeriksaan dilakukan dengan pengamatan fisik dan uji klinis

1. Pemeriksaan ekstraoral Penampilan umum, tonus otot, asimetri fasial, pembengkakan,

perubahan warna, jaringan parut ekstraoral, dan kepekaan atau nodus jaringan limfe servikal

atau fasial yang membesar, merupakan indokator status fisik pasien. Pemeriksaan ekstraoral

yang hati-hati akan membantu mengidentifikasi sumber keluhan pasien serta adanya dan

luasnya reaksi inflamasi rongga mulut.

2. Pemeriksaan intraoral Bibir, mukosa oral, pipi, lidah, palatum, dan otot-otot serta semua

keabnormalan diperiksa. Periksa pula mukosa alveolar dan gingival-cekatnya untuk

memeriksa apakah ada perubahan warna, terinflamasi mengalami ulserasi, atau mempunyai

saluran sinus. Suatu stoma saluran sinus biasanya menandakan adanya pulpa nekrosis atau

periodontitis apikalis supuratif atau kadang-kadang abses periodontium. Gigi geligi diperiksa

untuk mengetahui adanya perubahan warna, fraktur, abrasi, erosi, karies, restorasi yang luas,

atau abnormalitas lain. Mahkota yang berubah warna sering merupakan tanda adanya

penyakit pulpa atau merupakan akibat perawatan saluran akar yang telah dilakukan

sebelumnya. Untuk tes lebih lanjut terhadap gigi, dapat dilakukan tes seperti:

Page 3: Prosedur Diagnosa Di Bidang Konservasi Gigi

a. Perkusi Perkusi dapat menentukan ada tidaknya penyakit periradikuler. Respons positif

yang jelas menandakan adanya inflamasi periodontium. Karena perubahan inflamasi dalam

ligament periodontium tidak selalu berasal dari pulpa dan dapat diinduksi oleh penyakit

periodontium, hasilnya harus dikonfirmasikan dengan tes yang lain. Cara melakukan

perkusi dengan cara mengetukkan ujung kaca mulut yang diletakkan parallel atau tegak

lurus mahkota pada bagian insisal atau oklusal.

b. Palpasi Untuk menentukan seberapa jauh inflamasi menyebar ke arah periapikal. Respon

positif dari palpasi menandakan adanya inflamasi di daerah periradikuler. Palpasi dilakukan

dengan cara menekan mukosa di atasa apeks dengan cukup kuat. Bagian-bagian yang

dipalpasi untuk menentukan adanya kelainan yaitu kelenjar saliva (submandibular), TMJ

dan limfa nodi.

c. Tes status periodontal Dapat dilakukan dengan cara palpasi, perkusi, tes mobilitas gigi dan

probing.

d. Tes vitalitas pulpa Ada berbagai macam tes untuk mengetahui kevitalan pulpa, yaitu:

1. Tes termal Tes dingin menggunakan larutan chlor etil yang dibasahkan pada cotton

palate. Respon nyeri tajam dan sebentar akan timbul baik pada pulpa normal, pulpitis

reversible maupun irreversible. Akan tetapi jika responnya cukup intens dan

berkepanjangan, pulpa biasanya telah mengalami peradangan irreversible.

Sebaliknya jika pulpa nekrosis tidak akan memberikan respon. Tes panas

menggunakan gutta percha yang dipanaskan dan diaplikasikan pada permukaan

fasial. Seperti halnya pada tes dingin, nyeri tajam dan sebentar menandakan pulpa

vital atau peradangan reversible. Respon hebat dan tidak cepat hilang adalah pulpitis

irreversible. Jika tidak ada respon menandakan pulpanya nekrosis.

2. Electric Pulp Testing (EPT) Hal ini dilakukan dengan cara memberikan rangsang

berupa aliran elektrik pada gigi menggunakan alat yang disebut electric pulp tester.

Adanya respon positif menunjukkan pulpa masih vital, sedangkan respon negatif

menunjukka pulpa sudah tidak vital atau terjadinya nekrosis pulpa. Pada kondisi

tertentu, tes ini dapat mengakibatkan salah diagnosa, misalnya pada kondisi gigi

dengan akut alveolar abses, terjadinya kontak dengan gingival, trauma gigi yang

baru, restorasi yang cukup besar.

Page 4: Prosedur Diagnosa Di Bidang Konservasi Gigi

3. Tes kavitas Dilakukan dengan cara menggunakan bur high speed nomer 1 dan 2

yang disertai dengan pemakaian water coolant. Pasien tidak dianastesi pada

pemeriksaan ini, tujuannya untuk mendapatkan gambaran ada tidaknya rasa sakit

pada saat tes. Rasa nyeri menandakan pulpa vital. Tujuan tes ini terutama

menentukan kavitas preparasi. Jika pada saat tes tidak terasa nyeri, maka kavitas

preparasi dilanjutkan terus sampai ruang pulpa dan melakukan perawatan endodonsi.

4. Tes jarum miller Tes ini dilakukan jika kavitas sudah perforasi pulpa.Jika kavitas

belum perforasi maka dilakukan tes thermal dingin dan panas terlebih dahulu. Tes

ini dilakuakan dengan memasukkan jarum miller ke dalam kavitas dan diteruskan ke

saluran akar sampai timbul rasa sakit. Bila tidak terasa sakit, lanjutkan sampai

panjang rata-rata gigi menurut Ingle, kemudian hentikan. Bila ujung jarum miller

belum menyampai apikal gigi namun sudah terasa sakit berarti gigi masih vital,

namun jika ujung jarum miller sudah mencapai apikal gigi tidak terasa sakit berarti

gigi sudah non vital.

C. Pemeriksaan Radiografis

a. Periapeks Lesi periradikuler yang disebabkan oleh pulpa biasanya memiliki empat

karakteristik yaitu

(1) hilangnya lamina dura di daerah apeks,

(2) radiolusensi tetap terlihat di apeks bagaimanapun sudut pengambilannya,

(3) radiolusensi menyerupai suatu hanging drop; dan

(4) a. biasanya nekrosisnya pulpa telah jelas. Lesi radiolusen yang terbentuk

sempurna disebabkan oleh hasil dari suatu pulpa yang nekrosis. Suatu

radiolusensi yang cukup besar di daerah periapeks dengan gigi yang pulpanya

vital adalah bukan berasal dari lesi endodonsi melainkan struktur normal atau

penyakit nonendodonsi. Perubahan juga bisa berupa radioopak. Condensing

osteitis adalah reaksi yang jelas terhadap pulpa atau inflamasi periradikuler dan

mengakibatkan peningkatan dalam tulang medulla.

b. Pulpa Hanya sedikit keadaan patologis khusus yang berkaitan dengan pulpitis

ireversibel terlihat secara radiografis. Suatu pulpa yang terinflamasi dengan

aktivitas dentinoklast dapat memperlihatkan pembesaran ruang pulpa yang

berubah abnormal dan merupakan tanda patologis dari resorpsi

Page 5: Prosedur Diagnosa Di Bidang Konservasi Gigi

interna.kalsifikasi yang menyebar luas dalam kamar pulpa menunjukkan

adanya iritasi dengan derajat rendah yang sudah berjalan lama (tidak harus

suatu pulpitis ireversibel.) (Walton & Torabinejad, 1997 : 83-85