proposalseminar kesling pipiit

44
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam berdarah adalah penyakit akut yang disebabkan oleh virus dengue, yang ditularkan oleh nyamuk Aedes sp. Penyakit ini ditemukan di daerah tropis dan subtropis, dan menjangkit luas di banyak negara di Asia Tenggara. Terdapat empat jenis virus dengue, masing-masing dapat menyebabkan demam berdarah, baik ringan maupun fatal. Setiap tahun selalu dilaporkan adanya kejadian luar biasa di sejumlah kota besar di Indonesia walaupun tindakan khusus terhadap penderita sampai sekarang tidak ada namun dengan penatalaksanaan yang tepat oleh para tenaga medis dan paramedis yang berpengalaman sering jiwa penderita Demam Berdarah Dengue (DBD) dapat terselamatkan (WHO, 2002). Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) telah dikenal di Indonesia sebagai penyakit yang dapat menyebabkan kematian serta menimbulkan kegelisahan pada masyarakat. Pada umumnya penyakit ini berjangkit pada anak-anak terutama di kota-kota yang berpenduduk

description

proposal kesling pipit

Transcript of proposalseminar kesling pipiit

Page 1: proposalseminar kesling pipiit

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Demam berdarah adalah penyakit akut yang disebabkan oleh

virus dengue, yang ditularkan oleh nyamuk Aedes sp. Penyakit ini

ditemukan di daerah tropis dan subtropis, dan menjangkit luas di banyak

negara di Asia Tenggara. Terdapat empat jenis virus dengue, masing-

masing dapat menyebabkan demam berdarah, baik ringan maupun fatal.

Setiap tahun selalu dilaporkan adanya kejadian luar biasa di sejumlah

kota besar di Indonesia walaupun tindakan khusus terhadap penderita

sampai sekarang tidak ada namun dengan penatalaksanaan yang tepat

oleh para tenaga medis dan paramedis yang berpengalaman sering jiwa

penderita Demam Berdarah Dengue (DBD) dapat terselamatkan (WHO,

2002).

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) telah dikenal di

Indonesia sebagai penyakit yang dapat menyebabkan kematian serta

menimbulkan kegelisahan pada masyarakat. Pada umumnya penyakit ini

berjangkit pada anak-anak terutama di kota-kota yang berpenduduk

padat. Penyakit ini sangat umum ditemui di Indonesia. Lingkungan alam

tropis, sanitasi buruk, yang potensial sebagai sarang nyamuk, dan

rendahnya kesadaran masyarakat menajdi alasan utama. Indonesia

bahkan menempati posisi tertinggi dalam kasus penyakit Dengue di Asia

Tenggara dengan 10.000 kasus pada tahun 2011.

Pada tahun 2012 angka kejadian DBD di Indonesia masih cukup

tinggi, dari 497 kota yang terdapat di seluruh Indonesia masih terdapat

Page 2: proposalseminar kesling pipiit

kasus DBD pada 374 kota yang tersebar diberbagai macam propinsi

dengan jumlah kasus total 65.432 dan jumlah kasus meninggal 595 jiwa.

Angka kejadian DBD di propinsi Lampung pun dapat dikatakan cukup

tinggi dengan kasus sebanyak 1494 dan angka kematian sebanyak 24

jiwa (Ditjen PP&PL,2012).

Program penanggulangan DBD lebih banyak bertumpu pada

pengendalian vektor, yaitu nyamuk dewasa Aedes sp. Pengendalian

vektor merupakan salah satu upaya pemberantasan DBD yang dilakukan

guna memutus rantai penularan. Pemberantasan demam berdarah yang

utama adalah pemberantasan sarang nyamuk, pengendalian vektor

dengan 3M Plus bukan dengan fogging (Depkes, 2011).

Salah satu bentuk penaggulangan DBD dengan pengendalian

vektor adalah dengan menggunakan insektisida sintetik sebagai

larvasida. Terdapat dua kategori besar insektisida yang sering digunakan

sebagai insektisida rumah tangga, yaitu insektisida yang berfungsi untuk

membunuh serangga dan insektisida yang berfungsi untuk mengusir

serangga (repellent) (Ware, 2004).

Upaya pengendalian populasi nyamuk saat ini lebih banyak

menggunakan insektisida sintetik. Efek dari penggunaan insektisida

sintetik adalah toksik terhadap serangga bukan sasaran, hewan lain, dan

manusia. Usaha untuk mengendalikan serangga ini menjadi sulit karena

adanya resistensi terhadap insektisida sintetik.

Penggunaan bahan alami dari tanaman (insektisida nabati)

merupakan cara alternatif dalam upaya pengendalian nyamuk. Insektisida

nabati mudah terurai (biodegradable) di alam sehingga tidak mencemari

Page 3: proposalseminar kesling pipiit

lingkungan. Kelebihan insektisida nabati dibandingkan dengan insektida

sintetik adalah komponen senyawanya lebih kompleks. Ekstrak suatu

tanaman terdapat zat aktif utama dan zat lain yang dapat meningkatkan

efektivitas ekstrak secara keseluruhan (sinergi). Hal ini memungkinkan

serangga tidk mudah menjadi resisten. Kemampuan serangga

membentuk sistem pertahanan terhadap beberapa senyawa yang

berbeda secara bersamaan lebih kecil daripada senyawa insektisida

tunggal.

Tanaman yang berpotensi sebagai larvasida adalah jengkol

(Pithecellobium lobatum).Tanaman ini juga terbukti mempunyai efek

mematikan pada wereng coklat. Kulit jengkol bersifat toksik karena

mengandung senyawa kimia alkaloid, terpenoid, saponin dan asam

fenolat.Di dalam asam fenolat terdiri atas flavonoid dan tanin yang

terdapat pada tumbuhan berkayu dan herba. Tanin dapat berperan

sebagai pertahanan tumbuhan dengan cara menghalangi serangga

dalam mencerna makanan. Serangga yang memakan tumbuhan dengan

kandungan tanin tinggi akan menyebabkan sedikit makannya sehingga

mengakibatkan terjadinya penurunan populasi.

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang yang telah dikemukakan diatas, maka

rumusan masalahnya adalah Apakah Ekstrak Kulit Jengkol

(Pithecellobium lobatum) Efektif Sebagai Larvasida Nyamuk Aedes sp

Instar III?

Page 4: proposalseminar kesling pipiit

C. Hipotesis

Ho : Ekstrak Kulit Jengkol (Pithecellobium lobatum) Tidak Efektif

Sebagai Larvasida Nyamuk Aedes sp Instar III.

Ha : Ekstrak Kulit Jengkol (Pithecellobium lobatum) Efektif Sebagai

Larvasida Nyamuk Aedes sp Instar III.

C. Definisi Operasional dan Ruang Lingkup Penelitian

1. Definisi Operasional

Variabel Definisi Operasional

Hasil Ukur Skala

Kadar Ekstrak Kulit Jengkol

Jumlah konsentrasi ekstraksi kulit jengkol yang digunakan

Numerik Rasio

Mortalitas Aedes sp Instar III

Banyaknya larva Aedes sp yang mati selama 24 jam setelah diberi perlakuan

Numerik Rasio

Lethal Concentration 50 (LC50)

Konsentrasi larvasida yang menyebabkan kematian 50% hewan uji

Numerik Rasio

Lethal Time 50 (LT50)

Lama waktu saat 50% hewan uji mati dan 50% lainnya masih hidup.

Numerik Rasio

Kecepatan Kematian

Jumlah larva mati persatuan waktu (kelipatan 3 jam). Satuan: ekor/jam.

Numerik Rasio

Page 5: proposalseminar kesling pipiit

2. Ruang Lingkup Penelitian

a. Lingkup Waktu

Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober 2014

b. Lingkup Lokasi

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kesehatan Lingkungan

UIN Alauddin Makassar.

D. Kajian Pustaka

No Nama Peneliti

Judul Penelitian

Karakteristik VariabelVariabel Jenis

PenelitianSampel Hasil

1 Danang Setia Budi, et al (2013)

Saat Parasit Membasmi Parasit : Uji Efektivitas Ekstrak Benalu Sebagai Terapi Malaria Baru

ekstrak Dendropthhoe pentandra

Eksperimental Quasi dengan rancangan percobaan postest only with non equivalent control group

Biakan P. falciparum strain FCR-3 dan sel Vero

Dendrophthoe pentandra memiliki aktivitas antiplasmodium yang baik terhadap P. falciparum FCR-3 dengan nilai IC50 sebesar45,4μg/mL untuk ekstrak air dan 169,7μg/mL untuk ekstrak etanol

2 Eka Cania, et al (2011)

Uji Efektifitas Ekstrak Daun Legundi (Vitex trifolia) Terhadap Larva Aedes aegypti

Ekstrak Daun Legundi (Vitex trifolia) dan Larva Aedes aegypti

Eksperimental dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL)

25 ekor larva instar III Aedes aegypti

Ekstrak daun legundi (Vitex trifolia) memiliki efektivitas larvasida terhadap larvaAedes aegypti instar III . Konsentrasi ekstrak daun legundi (Vitex trifolia) yang paling efektif dalam membunuhlarva Aedes aegypti instar III adalah

Page 6: proposalseminar kesling pipiit

konsentrasi 1%.3 Ismatullah

A, et al (2013)

Uji Efektivitas Larvasida Ekstrak Daun Binahong(Anredera Cordifolia (Ten.) Steenis) terhadap Larva Aedes Aegypti Instar III

Ekstrak Daun Binahong(Anredera Cordifolia (Ten.) Steenis) dan Larva Aedes Aegypti Instar III

Eksperimental dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL)

larva instar III Aedes aegypti

Ekstrak daun binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) memilikiefektivitas yang lebih rendah dalam membunuh larva Aedes aegypti instar IIIdibandingkan abate 1%.

4 Raden Adityo HPP, et al (2011)

Uji Efek Fraksi Metanol Ekstrak Batang Kecombrang (Etlingeraelatior) Sebagai Larvasida Terhadap Larva Instar III Aedes aegypti

Fraksi Metanol Ekstrak Batang Kecombrang (Etlingeraelatior) dan Terhadap Larva Instar III Aedes aegypti

Eksperimental dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL)

20 ekor larva instar III Aedes aegypti

fraksimetanol ekstrak batang kecombrang (Etlingera elatior) memiliki efek sebagailarvasida terhadap larva Aedes aegypti instar III. Semakin tinggi konsentrasisemakin tinggi pula rerata kematian larva nyamuk Aedes aegypti.

5 Erwin Nofyan, et al (2013)

Ekspolrasi Biolarvasida Dari Tumbuhan Untuk Pengendalian Larva Nyamuk Aedes Aegypti di Sumatera Selatan

Biolarvasida Tumbuhan di Sumatera Selatan dan Larva Nyamuk Aedes Aegypti

Survei dan Ekperimen

250 gram simpiisida tumbuhan dan 30 ekor larva instar III Aedes aegypti

3 jenis tumbuhan yangberpotensi untuk dikembangkan sebagaisumber biolarvasida yaitu tumbuhanBabadotan, Bunga kenanga dan rimpanglengkuas putih.

6 Rofima Manurung, et al (2013)

Pengaruh Daya Tolak Perasan Serai Wangi (Cymbopogo

Serai Wangi (Cymbopogon nardus) dan Gigitan Nyamuk Aedes aegypti

Eksperimental dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL)

240 ekor nyamuk Aedes aegypti dewasa

konsentrasi yangefektif yang digunakan sebagai repellentadalah minimal konsentrasi 3%.

Page 7: proposalseminar kesling pipiit

n nardus) Terhadap Gigitan Nyamuk Aedes aegypti

Semakintinggi konsentrasi perasan serai wangi(Cymbopogon nardus) maka semakin baikdigunakan sebagai repellent. Kepada masyarakat dianjurkan untukmenggunakan perasan serai wangi sebagairepellent dengan konsentrasi minimal 3%.

7 Sonja V.T. Lumowa (2012)

Pengaruh Mat Serbuk Bunga Sukun (Artocarpus altilis L.) Sebagai isi Ulang Nyamuk Aedes aegypti .

Mat Serbuk Bunga Sukun (Artocarpus altilis L.) dan Nyamuk Aedes aegypti L

Eksperimental dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL)

20 ekor nyamuk Aedes aegypti dewasa

Bunga sukun (Artocarpus altilis L.) berpengaruh terhadap pengendalian nyamuk Aedes aegypti yaitu dibuktikan dengan menggunakan dengan uji anava satu arah maka hasilnya Ftabel

(198,26) > Fhitung

(4,33) dan ditandai dengan kematian nyamuk Aedes aegypti saat dilakukan pengujian dengan kadar bunga sukun (0,5 gr, 1 gr, 1,5 gr, 2 gr). Kadar bunga sukun yang paling banyak membunuh nyamuk adalah kadar 2 gr yaitu membunuh nyamuk rata-rata 15,6 ekor dengan presentase kematian nyamuk sebesar 78%.

Page 8: proposalseminar kesling pipiit

8 Handayani, et al (2013)

Efektivitas Ekstrak Daun Sirih (Piper batle L,)sebagai Bioinsektisida Terhadap Kematian Nyamuk Aedes aegypti

Ekstrak Daun Sirih (Piper batle L,) danNyamuk Aedes aegypti

Pre-Eksperimet dengan Rancangan the static-group comparison

Nyamuk Aedes aegypti

Ekstrak daun sirih terbukti efektif sebagai bioinsektisida terhadap nyamuk Aedes aegypti mulai pada konsentrasi 1000 ppm, lama waktu kontak yang dibutuhkan agar dapat membunuh nyamuk Aedes aegypti yaitu selama 45 menit.

9 Roy Nusa Rahagus Edo Santya, et al (2013)

Daya Proteksi Ekstrak Kulit Jeruk Purut (Citrus hystrix) terhadap Nyamuk Demam Berdarah

Ekstrak Kulit Jeruk Purut (Citrus hystrix) dan Nyamuk Demam Berdarah

Eksperimen Murni

25 ekor nyamuk Ae.aegypti dan Ae. Albopictus betina kenyang gula

Kulit jeruk purut mampu menolak nyamuk Ae. aegypti maupun Ae. albopictus. Meskipun kemampuan daya tolak kulit jeruk ini tidak seefektif bahan kimia namun bahan alami ini diharapkan lebih aman untuk digunakan, khususnya pada individu yang peka terhadap DEET.

10 Mutiara Wildawati, et al (2012)

Analisis Pengaruh Ekstraksi Non-Polar Batang Pohon Tanjung (Mimusops Elengi L.) terhadap Larva Aedes aegypti

Ekstraksi Non-Polar Batang Pohon Tanjung (Mimusops Elengi L.) dan Larva Aedes aegypti

Eksperimental dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL)

Larva Ae. aegypti instar 4

Adanya aktivitas ekstrak batang pohon Tanjung (Mimusops elengi) terhadap larva Aedes aegyptisehingga tanaman ini mempunyai potensi sebagai larvasida.

11 Siti Aisah, et al (2011)

Potensi Ekstrak Biji Bengkuang (Pachyrrhizus erosus urb.) sebagai Larvasida

Ekstrak Biji Bengkuang (Pachyrrhizus erosus urb.) dan Aedes aegypti L. Instar III

Eksperimental dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL)

20 ekor larva Ae. aegypti instar III

Ekstrak biji bengkuang (P. erosus) mengakibatkan adanya efek sublethal pada larva A. aegypti, terlihat dari

Page 9: proposalseminar kesling pipiit

Aedes aegypti L. Instar III

adanya kerusakan morfologi larva berupa rusaknya kepala (chepal), dada (thorak), perut (abdomen), anal gill, dan hilangnya rambut-rambut yang terdapat pada sisi tubuhnya. Posisi larva yang mengalami kematian berada di dasar media. Gerakan larva mengalami penurunan dari tiap 6 jam sampai 24 jam.

12 Nanang Hidayatulloh, et al (2012)

Efektivitas Pemberian Ekstrak Ethanol 70% Akar Kecombrang (Etlingera elatior)Terhadap Larva Instar III Aedes aegypti sebagai Biolarvasida Potensial

Ekstrak Ethanol 70% Akar Kecombrang (Etlingera elatior)Terhadap Larva Instar III Aedes aegypti sebagai Biolarvasida Potensial

Eksperimental dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL)

Larva Aedes aegypti Instar III.

Ekstrak akar Kecombrang (Etlingera elatior) mempunyai efek sebagailarvasida terhadap larva Aedes aegypti instar III dengan konsentrasi efektifsebesar 1%.

13 Lasmini Nangune, et al (2011)

Pengaruh Filtrat Daun Tanaman Bunga Pagoda (Clerodendrum squamatum Vahl) terhadap Mortalitas Larva Nyamuk Aedes

Filtrat Daun Tanaman Bunga Pagoda (Clerodendrum squamatum Vahl) dan Mortalitas Larva Nyamuk Aedes aegypti

Eksperimental dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL

250 larvainstar III Aedes aegypti

Filtrat daun tanamanbunga pagoda berpengaruh terhadapmortalitas larva nyamuk Aedes aegyptidan Konsentrasi yang efektif terhadapmortalitas larva Aedes aegypti adalah 5 %.

Page 10: proposalseminar kesling pipiit

aegypti14 Koech

Peter Kiplang, et al (2013)

Repellent Activities of Ocimun basilicum, Azadirachta indica and Eucalyptus citriodora Extracts on Rabbit Skin against Aedes aegypti

Ekstrak basilicum, Azadirachta indica and Eucalyptus citriodora dan Aedes aegypti

Eksperimental dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL)

50 nyamuk dewasa

Ocimum basilicum and Eucalyptus citriodora dapat menjadi alternatifekstrak Chrysanthemum cinerariefolium.

15 Hubullah Fuadzy, et al (2012)

Potensi Daun Dewa (Gynurapseudochina L. DC) Sebagai Larvasida Aedes aegypti (Linn.)

Daun Dewa (Gynurapseudochina L. DC) dan Larvasida Aedes aegypti (Linn.)

Eksperimental dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL)

450 larva nyamuk Ae. aegypti instar III

Ekstrak air daun dewa dapat membunuh larva Ae. aegypti dengan nilai LC50 adalah 6,271%. Hasil tersebut membuktikan bahwa daun dewa berpotensi sebagai larvasida Ae. aegypti Linn.

E. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini terdiri dari

1. Tujuan Umum

Diketahui bahwa ekstrak kulit jengkol (Pithecellobium lobatum) efektif

sebagai larvasida Aedes sp Instar III.

2. Tujuan Khusus

a. Diketahui adanya senyawa pada ekstrak kulit jengkol

(Pithecellobium lobatum) sehingga efektif sebagai larvasida Aedes

sp Instar III.

b. Diketahui efek ekstrak kulit jengkol (Pithecellobium lobatum)

dengan melihat nilai LC50 dan LT50.

Page 11: proposalseminar kesling pipiit

c. Diketahui adanya hubungan antara jumlah ekstrak kulit jengkol

(Pithecellobium lobatum) terhadap mortalitas larva Aedes sp Instar

III.

F. Manfaat Penelitian

1. Bagi Civitas Akademika

Hasil penelitian ini diharapkan menambah khazanah ilmu

pengetahuan dan sebagai bahan perbandingan bagi penelitian yang

lebih luas dan mendalam.

2. Bagi Masyarakat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat

pengetahuan bagi masyarakat tentang kulit jengkol (Pithecellobium

lobatum) terhadap kesehatan.

3. Bagi Pemerintah

Hasil penelitian ini diharapkan menjadi salah satu sumber informasi

bagi Dinas Kesehatan, tentang pentingnya pemanfaatan kulit jengkol

(Pithecellobium lobatum) untuk mengurangi angka DBD.

Page 12: proposalseminar kesling pipiit

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Tumbuhan Jengkol

1. Morfologi Tumbuhan Jengkol

Tumbuhan jengkol atau lebih dikenal dengan tumbuhan Jering

adalah termasuk dalam famili Fabaceae (suku biji-bijian). Tumbuhan ini

memiliki nama latin Pithecellobium jiringa dengan nama sinonimnya yaitu

A.Jiringa, Pithecellobium lobatum Benth., dan Archindendron pauciflorum.

Tumbuhan ini merupakan tumbuhan khas di wilayah Asia Tenggara

dengan ukuran pohon yang tinggi yaitu ± 20m, tegakbulat berkayu, licin,

percabangan simpodial, cokelat kotor. Bentuk majemuk,

lonjong,berhadapan, panjang 10 – 20 cm, lebar 5 – 15 cm, tepi rata, ujung

runcing, pangkal membulat, pertulangan menyirip, tangkai panjang 0,5 –

1 cm, warna hijau tua. Struktur majemuk, berbentuk seperti tandan,

diujung dan ketiak daun, tangkai bulat, panjang ± 3 cm, berwarna ungu

kulitnya, bentuk buah menyerupai kelopak mangkok, benag sari kuning,

putik silindris, kuning mahkota lonjong, putih kekuningan. Bulat pipih

berwarna coklat kehitaman, berkeping dua dan berakar tunggang. Pohon

Jengkol sangat bermanfaat dalam konservasi air di suatu tempat hal ini

dikarenakan ukuran pohonnya yang sangat tinggi (Hutauruk, 2010).

Page 13: proposalseminar kesling pipiit

Gambar 1. Tanaman Jengkol

2. Klasifikasi Ilmiah Tumbuhan Jengkol

Klasifikasi tumbuhan jengkol yang digunakan dalam penelitian ini

memiliki taksonomi sebagai berikut:

Divisi : Spermatophyta

Sub divisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledonae

Bangsa : Rosales

Suku : Fabacceae

Genus : Pithecellobium

Spesies : Pithecellobium jiringa (Jack) Prain

(Nurussakinah, 2010)

Page 14: proposalseminar kesling pipiit

3. Kandungan Kimia Jengkol dan Kulit Jengkol

Kulit buah tumbuhan jengkol (Pithecollobium lobatum Benth.)

dinyatakan mengandung senyawa flavonoida berdasarkan hasil skrinning

fitokimia yang dilakukan dengan pereaksi FeCl3 1%, NaOH 10%, Mg-HCl,

dan H2SO4(p). Terhadap kulit buah tumbuhan jengkol tersebut dilakukan

ekstraksi maserasi menggunakan pelarut metanol (pelarut polar) dan

selanjutnya dilakukan ekstraksi partisi dengan menggunakan pelarut n-

heksan (non polar) dengan tujuan untuk memisahkan senyawa yang

bersifat non polar misalnya lemak (lipid) (Hutauruk, 2010).

Bahan aktif dari kulit jengkol seperti alkaloid, terpenoid, saponin,

dan asam fenolat dapat digunakan sebagai larvasida dengan cara

mengekstrak kulit jengkol. Kulit jengkol digiling sampai berupa simplisia.

Lalu, simplisia direbus dan dimaserasi selama tiga hari. Hasil maserasi

disaring digunakan sebagai larutan ekstrak air kulit jengkol. Dalam hal ini,

pelarut yang dipakai adalah menggunakan air biasa, karena dapat

dengan mudah diperoleh dan mudah untuk pembuatan ekstrak. Hasilnya,

kemampuan ekstrak air kulit jengkol dalam, mengendalikan populasi

Aedes aegypti dapat diamati melalui kemampuannya menurunkan indeks

pertumbuhan jentik Aedes aegypti (Dinata, 2009)

Hasil skrinning fitokimia serbuk simplisia dan ekstrak etanol kulit

buah jengkol menunjukkan adanya kandungan senyawa kimia alkaloid,

flavonoid, tanin, saponin, glikosida, dan steroid/triterpenoid. Tanin dan

flavonoid adalah senayawa aktif antibakteri. Berdasarkan penelitian yang

dilakukan oleh Nurussakinah di tahun 2010, ekstrak etanol kulit buah

Page 15: proposalseminar kesling pipiit

jengkol dapat menghambat pertumbuhan bakteri Streptococcus mutans,

Staphylococcus aureus, dan Eschericia coli. Hasil uji aktivitas dari ekstrak

etanol diperoleh konsentrasi terkecil pada bakteri Streptococcus mutans

sebesar 30 mg/mL, konsentrasi terkecil bakteri Staphylococcus aureus

sebesar 20 mg/mL dan konsentrasi terkecil pada bakteri Eschericia coli

sebsesar 20 mg/mL. Ekstrak juga memberikan batas daerah hambat yang

efektif dengan diameter 15,66 nm pada konsentrasi 90 mg/mL untuk

bakteri Streptococcus mutans, diameter 14,26 nm pada konsentrasi 90

mg/mL untuk bakteri Staphylococcus aurenus, diameter 14,67 nm pada

konsentrasi 60 mg/mL untuk bakteri Eschericia coli (Nurussakinah, 2010).

Sesuai dengan ayat Al Qur’an Surah Luqman Ayat 10 :

Terjemahannya :

Ia menciptakan langit dengan tidak bertiang sebagaimana yang kamu melihatnya dan Ia mengadakan di bumi gunung ganang yang menetapnya supaya bumi itu tidak menghayun-hayunkan kamu dan Ia biakkan padanya berbagai jenis binatang. Dan Kami menurunkan hujan dari langit, lalu Kami tumbuhkan di bumi berbagai jenis tanaman yang memberi banyak manfaat.

Berdasarkan ayat diatas, bahwa tanaman yang ada di bumi

memiliki manfaat dan tidak ada yang diciptakan dengan sia-sia.Seperti

kulit jengkol yang memiliki manfaat sebagai insektisida nabati. Manusia

Page 16: proposalseminar kesling pipiit

sebagai khalifah di bumi memiliki kewajiban untuk mempelajari karunia

Allah SWT.

B. Nyamuk Aedes sp

Aedes merupakan jenis nyamuk yang dapat membawa virus

dengue penyebab penyakit demam berdarah. Aedes sp tersebar luas di

wilayah tropis dan subtropis Asia Tenggara, terutama di sebagian besar

wilayah perkotaan. Penyebaran Aedes sp di pedesaan akhir-akhir ini

relatif sering terjadi yang dikaitkan dengan pembangunan sistem

persediaan air pedesaan dan perbaikan sistem transportasi.

1. Klasifikasi (taxonomi) Aedes sp

Klasifikasi Aedes sp adalah sebagai berikut

Golongan : Animalia

Filum : Arthropoda

Klas : Insekta

Ordo : Diptera

Famili : Culicidae

Subfamili : Culicinae

Genus : Aedes

Spesies : Aedes sp

2. Siklus hidup nyamuk Aedes sp

Nyamuk Aedes sp, meletakkan telur pada permukaan air bersih

secara individual. Setiap hari nyamuk Aedes dapat bertelur rata-rata 100

butir. Telurnya berbentuk elips berwarna hitam dan terpisah satu dengan

yang lain. Telur menetas dalam satu sampai dua hari menjadi

Page 17: proposalseminar kesling pipiit

larva.Terdapat empat tahapan dalam perkembangan larva yang disebut

instar. Perkembangan dari instar satu ke instar yang empat memerlukan

waktu selama lima hari. Setelah mencapai instar keempat, larva berubah

menjadi pupa di mana larva memasuki masa dorman (inaktif, tidur).

Telur Aedes sp tahan terhadap kondisi kekeringan, bahkan bisa

bertahan hingga satu bulan dalam keadaan kering.Telur nyamuk Aedes

sp di dalam air dengan suhu 20-40oC akan menetas menjadi larva dalam

waktu 1-2 hari. Kecepatan pertumbuhan dan perkembangan larva

dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu temperatur, tempat, keadaan air,

dan kandungan zat makanan yang ada di dalam tempat perindukan.

Pada kondisi optimum, larva berkembang menjadi pupa dalam waktu 4-9

hari, kemudian pupa menjadi nyamuk dewasa dalam waktu 2-3 hari. Jadi

pertumbuhan dan perkembangan telur, larva, pupa, sampai dewasa

memerlukan waktu kurang lebih 7-14 hari. Pupa bertahan selama dua hari

sebelum akhirnya nyamuk keluar dari pupa. Perkembangan dari telur

hingga nyamuk dewasa membutuhkan waktu tujuh hingga delapan hari,

tetapi dapat lebih lama jika kondisi lingkungan tidak mendukung.

3. Morfologi Nyamuk Aedes sp

3.1 Telur Aedes sp

Telur nyamuk Aedes berbentuk elips atau oval memanjang, warna

hitam, ukuran 0,5-0,8 mm, permukaan poligonal, telur diletakkan satu

persatu pada permukaan yang basah tepat di atas batas permukaan

air/tempat penampungan air (TPA) yang berbatasan langsung dengan

permukaan air. Perkembangan embrio biasanya selesai dalam 48 jam di

Page 18: proposalseminar kesling pipiit

lingkungan yang hangat dan lembab. Begitu proses embrionasi selesai,

telur akan menjalani masa pengeringan yang lama (lebih dari satu tahun).

Telur akan menetas menjadi jentik dalam waktu ±2 hari setelah telur

terendam air, tetapi tidak semua telur akan menetas pada waktu yang

sama. Kapasitas telur untuk menjalani masa pengeringan akan

membantu mempertahankan kelangsungan spesies ini.

Gambar 2. Telur Nyamuk Aedes sp

3.2 Larva Aedes sp

Larva nyamuk Aedes sp tubuhnya memanjang tanpa kaki dengan

bulu-bulu sederhana yang tersusun bilateral simetris. Larva ini dalam

pertumbuhan dan perkembangannya mengalami 4 kali pergantian kulit

(ecdysis), dan larva yang terbentuk berturut-turut disebut larva instar I, II,

III dan IV. Larva instar I, tubuhnya sangat kecil, warna transparan,

panjang 1-2 mm, duri-duri (spinae) pada dada (thorax) belum begitu

jelas, dan corong pernafasannya (siphon) belum menghitam. Larva instar

II bertambah besar, ukuran 2,5-3,9 mm, duri dada belum jelas, dan

corong pernafasan sudah berwarna hitam. Larva instar IV telah lengkap

Page 19: proposalseminar kesling pipiit

struktur anatominya dan jelas tubuh dapat dibagi menjadi bagian kepala

(chepal), dada (thorax), dan perut (abdomen).

Pada bagian kepala terdapat sepasang mata majemuk, sepasang

antena tanpa duri-duri dan alat-alat mulut tipe pengunyah (chewing).

Bagian dada tampak paling besar dan terdapat bulu-bulu yang simetris.

Perut tersusun atas 8 ruas. Ruas perut ke-8, ada alat untuk bernafas

yang disebut corong pernafasan. Corong pernafasan tanpa duri-duri,

berwarna hitam dan ada seberkas bulu-bulu (tuft). Ruas ke-8 juga

dilengkapi dengan seberkas bulu-bulu sikat (brush) di bagian ventral dan

gigi-gigi sisir (comb) yang berjumlah 15-19 gigi yang tersusun dalam 1

baris. Gigi-gigi sisir dengan lekukan yang jelas membentuk gerigi. Larva

ini tubuhnya langsing dan bergerak sangat lincah, bersifat fototaktis

negatif dan waktu istirahat membentuk sudut hampir tegak lurus dengan

bidang permukaan air.

Gambar 3. Larva Nyamuk Aedes sp

Page 20: proposalseminar kesling pipiit

3.3 Pupa Aedes sp

Pupa nyamuk Aedes sp bentuk tubuhnya bengkok, dengan bagian

kepala-dada (cephalothorax) lebih besar bila dibandingkan dengan

bagian perutnya, sehingga tampak seperti tanda baca “koma”. Pada

bagian punggung (dorsal) dada terdapat alat bernafas seperti terompet.

Pada ruas perut ke-8 terdapat sepasang alat pengayuh yang berguna

untuk berenang. Alat pengayuh tersebut berjumbai panjang dan bulu di

nomor 7 pada ruas perut ke-8 tidak bercabang. Pupa adalah bentuk tidak

makan, tampak gerakannya lebih lincah bila dibandingkan larva. Waktu

istirahat posisi pupa sejajar dengan bidang permukaan air

Gambar 4. Pupa Nyamuk Aedes sp

3.4 Nyamuk Aedes sp Dewasa

Aedes aegypti

Nyamuk Aedes aegypti betina dewasa memiliki tubuh berwarna hitam

kecoklatan. Ukuran tubuh nyamuk Aedes aegypti betina antara 3-4 cm,

Page 21: proposalseminar kesling pipiit

dengan mengabaikan panjang kakinya. Tubuh dan tungkainya ditutupi

sisik dengan garis-garis putih keperakan. Di bagian punggung (dorsal)

tubuhnya tampak dua garis melengkung vertikal di bagian kiri dan kanan

yang menjadi ciri dari nyamuk spesies ini.Sisik-sisik pada tubuh nyamuk

pada umumnya mudah rontok atau terlepas sehingga menyulitkan

identifikasi pada nyamuk-nyamuk tua. Ukuran dan warna nyamuk jenis ini

kerap berbeda antarpopulasi, bergantung pada kondisi lingkungan dan

nutrisi yang diperoleh nyamuk selama perkembangan.

Aedes albopictus

Aedes albopictus merupakan nyamuk kebun (forest mosquito), nyamuk

yang bertelur dan berkembang di lubang pohon, ruas bambu dan

pangkal daun sebagai habitat hutannya serta penampung buatan di

daerah perkotaan. Nyamuk ini merupakan nyamuk yang bersifat zoofilik

(lebih memilih hewan) dari pada Aedes aegypti. Jarak terbangnya bisa

mencapai 500 meter.

C. Peran Nyamuk Aedes sp Dalam Penularan Penyakit DBD

Di negara-negara di Asia Tenggara, epidemi DBD terutama terjadi

pada musim penghujan. Di Indonesia, Thailand, Malaysia dan Filipina

epidemi DBD terjadi beberapa minggu setelah datangnya musim

penghujan. Periode epidemi yang terutama berlangsung selama musim

penghujan erat kaitannya dengan kelembaban tinggi pada musim

penghujan yang memberikan lingkungan optimal bagi masa inkubasi dan

peningkatan aktivitas vektor dalam menggigit. Kedua faktor tersebut

meningkatkan aktivitas vektor dalam mentransmisikan infeksi virus

dengue.

Page 22: proposalseminar kesling pipiit

Virus-virus dengue ditularkan ke tubuh manusia melalui gigitan

nyamuk Aedes yang terinfeksi, terutama Aedes aegypti, dan karenanya

dianggap sebagai arbovirus (virus yang ditularkan melalui artropoda). Bila

terinfeksi, nyamuk tetap akan terinfeksi sepanjang hidupnya, menularkan

virus ke individu rentan selama menggigit dan menghisap darah. Nyamuk

betina terinfeksi juga dapat menurunkan virus ke generasi nyamuk

dengan penularan transovarian, tetapi ini jarang terjadi dan kemungkinan

tidak memperberat penularan yang signifikan pada manusia.

Manusia adalah penjamu utama yang dikenai virus, meskipun

studi telah menunjukkan bahwa monyet pada beberapa bagian dunia

dapat terinfeksi dan mungkin bertindak sebagai sumber untuk nyamuk

menggigit. Virus bersirkulasi dalam darah manusia terinfeksi pada kurang

lebih waktu dimana mereka mengalami demam, dan nyamuk tak

terinfeksi mungkin mendapatkan virus bila mereka menggigit individu saat

ia dalam keadaan viraemik. Virus kemudian berkembang di dalam

nyamuk selama periode 8-10 hari sebelum ini dapat ditularkan ke

manusia lain selama menggigit atau menghisap darah berikutnya. Lama

waktu yang diperlukan untuk inkubasi ekstrinsik ini tergantung pada

kondisi lingkungan, khususnya suhu sekitar.

Di dalam tubuh nyamuk, virus dengue akan berkembang biak

dengan cara membelah diri dan menyebar di seluruh bagian tubuh

nyamuk. Sebagian besar virus itu berada dalam kelenjar liur nyamuk.

Dalam tempo 1 minggu jumlahnya dapat mencapai puluhan atau bahkan

ratusan ribu sehingga siap untuk ditularkan/dipindahkan kepada orang

lain. Selanjutnya pada waktu nyamuk itu menggigit orang lain, maka

Page 23: proposalseminar kesling pipiit

setelah alat tusuk nyamuk (probosis) menemukan kapiler darah, sebelum

darah orang itu diserap, terlebih dahulu dikeluarkan air liur dari kelenjar

liurnya agar darah yang dihisap tidak membeku.

Bersama dengan liur nyamuk inilah, virus dengue dipindahkan

kepada orang lain. Tidak semua orang yang digigit nyamuk Aedes sp

yang membawa virus dengue itu, akan terserang penyakit demam

berdarah. Orang yang mempunyai kekebalan yang cukup terhadap virus

dengue, tidak akan terserang penyakit ini, meskipun dalam darahnya

terdapat virus itu. Sebaliknya pada orang yang tidak mempunyai

kekebalan yang cukup terhadap virus dengue, dia akan sakit demam

ringan atau bahkan sakit berat, yaitu demam tinggi disertai pendarahan

bahkan syok, tergantung dari tingkat kekebalan tubuh yang

dimilikinya.Penyakit DBD disebabkan 4 serotipe virus dengue di

Indonesia, yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4. Virus tersebut

termasuk group B Arthropoda borne viruses (arboviruses).

D. Ekstraksi

Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat

larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut

cair. Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstrak

senyawa aktif daari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan

pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut

diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikan

sehingga memenuhi baku yang telah ditetapkan (Utami, 2009).

Page 24: proposalseminar kesling pipiit

Ada beberapa cara metode ekstraksi dengan menggunakan

pelarut (Hamdani, 2009), yaitu: (1) Cara Dingin: (a) Maserasi adalah

proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan pelarut dengan

beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur kamar.

Remaserasi berarti dilakukan pengulangan penambahan pelarut setelah

dilakukan penyaringan maserat pertama dan seterusnya, (b) Perkolasi

adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru, yang umumnya

dilakukan pada temperatur ruangan.

Prosesnya terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahapan

maserasi antara, tahap perlokasi sebenarnya (penetesan/penampungan

ekstrak), terus menerus sampai diperoleh ekstrak (perkolat yang tidak

meninggalkan sisa bila 500 mg perkolat terakhir diuapkan pada suhu ±

50°C; (2) Cara Panas: (a) Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada

temperatur titik didihnya selama waktu tertentu dan jumlah pelarut

terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik. Umumnya

dilakukan pengulanagn proses pada residu pertama sampai 3-5 kali

sehingga proses ekstraksi sempurna, (b) Soxhlet adalah ekstraksi

menggunakan pelarut yang selalu baru yang umumnya dilakukan dengan

alat khusus sehingga terjadi ekstrak kontinu dengan jumlah pelarut relatif

konstan dengan adanya pendingin balik, (c) Digesti adalah maserasi

kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada temperatur yang lebih tinggi

dari temperatur kamar, yaitu secara umum dilakukan pada temperatur 40-

50°C, dan (d) Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur

96-98°C selama 15-20 menit si penangas air dapat berupa bejana infus

terselup dengan penangas air mendidih.

Page 25: proposalseminar kesling pipiit

E. Kerangka Teori

F. Kerangka Konsep

Ekstrak Daun Jengkol (Pithecellobium lobatum) dalam

berbagai konsentrasi

Gangguan metamorfose pada

larva Aedes sp instar III

Jumlah mortalitas larva Aedes sp instar III persatuan waktu

Daun Jengkol (Pithecellobium lobatum)

Ekstraksi Ekstrak yang

mengandung Alkaloid, dan Terpenoid

Ekstrak yang mengandung Saponin

dan Asam Fenolat

Racun Perut (Stomach Poisoning)

Mempengaruhi susunan saraf

Efek Larvasida

LarvaMati Hidup

Page 26: proposalseminar kesling pipiit

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Lokasi Penelitian

Berdasarkan permasalahan dan tujuan yang hendak dicapai,maka jenis

penelitian yang digunakan yaitu penelitian eksperimen (true eksperimen).

Lokasi penelitian dilakukan di Laboratorium Kesehatan Lingkungan Fakultas

Ilmu Kesehatan UIN Alauddin Makassar.

B. Pendekatan Penelitian

Rancangan penelitian yang digunakan yaitu Rancangan post test only

control group design. Desain ini dipilih karena tidak dilakukan pretes terhadap

sampel sebelum perlakuan. Karena telah dilakukan randomisasi baik pada

kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Dengan desain ini

memungkinkan dilakukan (intervensi) pada kelompok eksperimen yang satu

dengan cara membandingkannya dengan kelompok kontrol.

C. Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel

1. Populasi

Populasi pada penelitian ini adalah larva instar III Aedes sp yang

diperoleh dari Laboratoriun FKM Universitas Hasanuddin.

2. Sampel

Besar sampel 20 ekor larva Aedes sp instar III. Diletakkan dalam 6

kontainer, yang masing-masing kontainer berisi 20 ekor larva.

Dilakukan replikasi sebanyak 3 kali pada tiap bahan uji.

Page 27: proposalseminar kesling pipiit

3. Teknik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan secara

Simple Random Sampling terhadap larva Aedes sp.

D. Variabel Penelitian

1. Variabel Bebas

Variabel bebas atau independent penelitian ini adalah ekstrak kulit

jengkol dan larva Aedes sp instar III.

2. Variabel Terikat

Variabel terikat atau dependent dalam penelitian ini adalah Lethal

Concentratin 50 (LC50), Lethal Time 50 (LT50), dan kecepatan kematian

larva.

E. Alat dan Bahan

Alat

1. Neraca

2. Wadah Penyimpanan

3. Wadah plastik bervolume 30 mL

4. Labu takar 100 mL

5. Pipet plastik

6. Pipet ukur

7. Lidi/Jarum

8. Pengaduk

9. Beker Glass

10. Kertas Label

11. Nampan Plastik

12. Kain Kasa

Page 28: proposalseminar kesling pipiit

Bahan

1. Daun Jengkol (Pithecellobium lobatum)

2. Cairan Etanol 70%

3. Larva Aedes sp Instar III

4. Aquadest

5. Temephos (abate)

F. Cara Kerja

1. Siapkan wadah (kontainer) masing-masing 6 buah dan beri label

sesuai jumlah konsentrasi yang diukur.

2. Daun jengkol dikeringkan kemudian dihaluskan.

3. Serbuk daun jengkol dimaserasi selama 3 jam, kemudian

dipindahkan ke dalam bejana silinder yang bagian bawahnya diberi

sekat berpori, cairan penyaring (etanol 70%)

4. Ekstrak daun cengkeh diambil dan ditimbang sesuai dengan

konsentrasi yang akan dipakai lalu dimasukkan dalam labu takar.

5. Konsentrasi ekstrak daun cengkeh yang dipakai adalah 0%, 0,25%,

0,5%, 0,75% 0,1%, serta 1 kontainer diisi 1% temephos.

6. Air ditambahkan ke dalam labu takar yang telah dimasukkan ekstrak

hingga volume 100 ml kemudian dimasukkan ke dalam masing-

masing wadah plastik yang bervolume 300 ml.

7. Pada masing-masing wadah plastik 300 ml tersebut dimasukkan 20

ekor larva Aedes sp. instar III, termasuk kontrol dan tanpa diberi

makanan.

8. Jumlah larva yang mati dihitung setiap 3 jam sejak diberi perlakuan.

Page 29: proposalseminar kesling pipiit

G. Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer

yang didapt dari jumlah larva yang mati setiap 3 jam pada setiap

konsentrasi ekstrak daun jengkol (Pithecellobium lobatum). Data yang

dikumpulkan dicatat dalam bentuk tabel. Replokasi diulangi sebagayak 3

kali

H. Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian seperti terlihat pada tabel berikut:

Jumlah mortalitas larva Aedes sp yang diberi ekstrak daun jengkol

(Pithecellobium lobatum).

Tabel 1. Pencatatan Jumlah Mortalitas Larva Aedes sp per 3 jam

Kelompok

Perlakuan

Konsentrasi

Ekstrak

Jumlah Larva Aedes sp yang mati

3 6 9 12 ... 72

Kelompok A Kontrol -Aquadest

0%Kelompok B 0,25%

Kelompok C 0.5%

Kelompok D 0.75%

Kelompok E 1%

Kelompok F Kontrol +(temephos 1%)

Pembagian ekstrak daun jengkol (Pithecellobium lobatum) ,

jumlah laeva, dan waktu pengamatan yang digunakan pada penelitian ini

Page 30: proposalseminar kesling pipiit

sesuai dengan kriteria yang dipakai berdasarkan WHO Guideline For

Laboratory and Field Treating Mosquito Larvacides (2005).

J. Analisis Data

Setelah diperoleh data jumlah larva yang hidup dan yang mati, maka

dilakukan uji statistik, yaitu:

1. Uji Analisis Varian (ANOVA)

Untuk dilihat ada tidaknya perbedaaan jumlah kematian larva

Aedes sp semua kelompok uji. Uji ANOVA dapat digunakan apabila

sebaran data (distribusi data) normal dan varians data sama. Jika syarat

erpenuhi dilanjutkan dengan LSD Post Hoc Test. Jika sebaran data tidak

normal dan atau varians data tidak sama maka digunakan uji alternatif

yaitu uji Kurskal Wallis, yang kemudian dilanjutkan dengan uji Mann-

Whitney.

2. Uji Least Significance Difference (LSD)

Untuk mengetahui pasangan nilai mean yang perbedaannya

signifikan antar kelompok uji.

3. Kruskal Wallis

Untuk membandingkan perbedaan mean lebih dari dua kelompok.

4. Mann-Whitney

Untuk membandingkan perbedaan mean antar kelompok.

5. Analisis Probit

Untuk mengetahui daya bunuh ekstrak daun jengkol terhadap

larva Aedes sp yang dinyatakan dengan LC (Lethal Concentration).

Page 31: proposalseminar kesling pipiit

K. Alur Penelitian

Kelompok A

Aquadest0%

-20 larva

Kelompok B

Ekstrak0.25%

20 larva

KelompokC

Ekstrak0.5%

20 larva

Kelompok D

Ekstrak0.75%

20 larva

Kelompok E

Ekstrak1%

20 larva

Kelompok F

Temephos1%+

20 larva

`

Larva Aedes sp

Randomisasi Sampel

Perlakuan selama 3 jam

Hitung Jumlah Larva Yang Mati

Replikasi sebanyak 3 kali

Uji ANOVA dan LSD

Uji Alternatif (Kruskal Wallis & Mann

Whitney)

Analisis Probit