proposalku skripsi
-
Upload
riyant-hidayat -
Category
Documents
-
view
108 -
download
5
Transcript of proposalku skripsi
BAB I
1. Pendahuluan
1. Latar Belakang
2. Perumusan Masalah
a. Bagaimana postur pekerja pada bagian batching di warehouse 3 PT. Sari
Husada ?
b. Apakah postur pekerja bagian batching sudah aman berdasarkan metode
REBA?
c. Bagaimana postur kerja bagian batching yang aman berdasarkan metode
REBA?
d. Apakah kegiatan batching di warehouse 3 menimbulkan resiko penyakit atau
cedera pada pekerja ?
e. Bagaimana rekomendasi perbaikan untuk meminimalkan penyakit akibat
kerja?
3. Batasan Masalah
Untuk memperjelas serta membatasi ruang lingkup permasalahan sehingga
menghasilkan uraian yang sistematis, maka penulis merasa perlu membuat batasan
masalah yaitu:
a. Pengamatan ini hanya menganalisis tingkat resiko cedera pada pekerja dengan
menggunakan metode REBA.
b. Lokasi pengamatan adalah di Departement Rantai Pasok (Supply chance)
khususnya di gudang 33 PT. Sari Husada 2.
c. Waktu pengamatan adalah pada tanggal 22 Januari sampai dengan 22 Februari
2012.
4. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penulisan tugas khusus ini adalah :
a. Menganalisa postur pekerja bagian batching di gudang 3.
b. Memberikan suatu usulan perbaikan metode kerja yang membuat postur kerja
menjadi ergonomis terhadap kategori pekerjaan bagian .. yang memiliki resiko
postur kerja tinggi dan sangat tinggi
c. Mengetahui adanya keluhan sakit akibat kerja yang dialami oleh pekerja
bagian
5. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penulisan tugas khusus ini adalah :
a. Hasil pengamatan dapat dijadikan sebagai masukan pekerja untuk
menentukan postur kerja yang baik dan benar sehingga mengurangi
terjadinya muskuloskeletal.
b. Hasil penngamatan dapat dijadikan sebagai masukan bagi perusahaan agar
tempat dan kondisi lingkungan kerja dibuat menjadi se-ergonomi mungkin,
sehingga kenyamananpun tercapai.
c. Hasil usulan perbaikan dapat dipakai untuk pekerja sehingga mencegah
terjadinya penyakit akibat kerja dan menambah nilai produktivitas bagi
perusahaan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengetian Ergonomi
Istilah ergonomi atau biasa pula dikenal dengan human factors mulai
dicetuskan pada tahun 1949, akan tetapi aktivitas yang berkenaan dengannya telah
bermunculan puluhan tahun sebelumnya. Ergonomi berasal dari bahasa latin yaitu
Ergos (kerja) dan Nomos (hukum alam) dan dapat didefisinisikan sebagai studi
tentang aspek-aspek manusia dalam lingkungan kerjanya yang ditinjau secara
anatomi, fisiologi, psikologi, engineering, manajemen dan desain perancangan.
Ergonomi berkenaan pula dengan optimasi, efisiensi, kesehatan, keselamatan dan
kenyamanan manusia di tempat kerja. (Nurmianto, 2003)
Menurut Sutalaksana (1999), untuk menciptakan hasil yang optimal dalam
penerapan ergonomi diperlukan informasi yang lengkap mengenai kemampuan
manusia dengan segala keterbatasanya. Salah satu usaha untuk mendapatkan
informasi-informasi ini, telah dilakukan penyelidikan. Penyelidikan tersebut
dilakukan menurut empat kelompok besar, yaitu :
1. Penyelidikan tentang display.
Penyelidikan tentang display adalah bagian lingkungan yang
mengkomunikasikan keadaanya kepada manusia. Sebagai contoh, jika ingin
mengetahui berapa kecepatan sepeda motor yang sedang dikemudikan, maka
dengan melihat jarum speedometer tersebut kita akan mengetahui kecepatan
sepeda motor.
2. Penyelidikan mengenai hasil kerja manusia dan proses pengendalianya.
Dalam hal ini diselidiki tentang aktivitas-aktivitas manusia ketika bekerja dan
kemudian mempelajari cara mengukur dari setiap aktivitas tersebut. Dimana
penyelidikan ini banyak berhubungan dengan Biomekanika.
3. Penyelidikan mengenai tempat kerja.
Agar didapat tempat kerja yang baik, yaitu sesuai dengan kemampuan dan
keterbatasan manusia, maka ukuran tempat kerja tersebut harus sesuai dengan
dimensi tubuh manusia. Hal ini berkaitan dengan ergonomi anthropometri
4. Penyelidikan mengenai lingkungan fisik
Yang dimaksud dengan lingkungan fisik adalah meliputi ruangan dan fasilitas-
fasilitas yang biasa digunakan oleh manusia, serta kondisi lingkungan kerja, yang
keduanya banyak mempengaruhi tingkah laku manusia. Berdasarkan dengan
bidang-bidang penyelidikan tersebut, maka melibatkan sejumlah disiplin dalam
ilmu ergonomi yaitu :
a. Anatomi dan fisiologi : struktur dan fungsi pada manusia.
b. Anthropometri : ukuran-ukuran tubuh manusia.
c. Fisiologi psikologi : sistem saraf otak.
d. Psikologi eksperimen : perilaku manusia.
1. Konsep dasar Ergonomi
Untuk dapat mempermudah pemahaman terhadap ergonomi, kita dapat
menggunakan konsep umum dari cara berfikir yang rasional yang biasa kita gunakan.
Mengadopsi istilah (5W + 1H) dapat mempermudah kita berfikir secara sistematis di
dalam memahami dan menerapkan ergonomi (Tarwaka, dkk, 2004).
a. What is ergonomics?
Istilah ergonomi berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari dua kata yaitu
“ergos”berarti kerja dan “nomos” berarti aturan atau hukum. Jadi secara ringkas
ergonomi adalah suatu aturan atau norma dalam sistem kerja.
b. Why is ergonomics ?
Setiap aktivitas atau pekerjaan yang dilakukan, apabila tidak dilakukan secara
ergonomis akan mengakibatkan ketidaknyamanan, biaya tinggi, kecelakaan dan
penyakit akibat kerja meningkat, performansi menurun yang berakibat pada
penurunan efisien dan daya kerja.
c. Where is ergonomics?
Secara umum penerapan ergonomi dapat dilakukan di lingkungan mana saja.
d. When is ergonomics ?
Ergonomi dapat diterapkan dimana saja dan kapan saja sehingga kita dapat
merasa sehat, aman dan nyaman dalam melakukan aktivitas.
e. Who is ergonomics ?
Setiap komponen masyarakat baik masyarakat pekerja maupun masyarakat
sosial dalam upaya menciptakan kesehatan, kenyamanan, keselamatan dan
produktivitas kerja yang setingi-tingginya.
f. How is ergonomics applied ?
Untuk dapat menerapkan ergonomi secara benar dan tepat, maka kita harus
mempelajari dan memahami ergonomi secara detail
2. Tujuan dan Pentingnya Ergonomi
Tujuan ergonomi adalah untuk meningkatkan produktivitas tenaga kerja pada
suatu perusahaan atau organisasi. Ergonomi memberikan peranan penting dalam
meningkatkan faktor keselamatan dan kesehatan kerja, misalnya desain suatu sistem
kerja untuk mengurangi rasa nyeri dan ngilu pada sistem kerangka manusia dan
desain stasiun kerja untuk alat peraga visual. Hal itu untuk mengurangi
ketidaknyamanan visual dan postur kerja, desain suatu perkakas kerja (handtools)
untuk mengurangi kelelahan kerja, desain suatu peletakan instrumen dan sistem
pengendali agar didapat optimasi dalam proses transfer informasi dengan
dihasilkannya suatu respon yang cepat dengan meminimumkan resiko kesalahan serta
supaya didapatkan optimasi, efisiensi kerja dan hilangnya resiko kesehatan akibat
metode kerja yang kurang tepat. Ergonomi dapat berperan pula sebagai desain
pekerjaan pada suatu organisasi, misalnya penentuan jumlah jam istirahat, pemilihan
jadwal pergantian waktu kerja (shift kerja), meningkatkan variasi pekerjaan dan lain-
lain. Penerapan ergonomi pada umumnya merupakan aktivitas rancang bangun
(desain) ataupun rancang ulang yang disesuaikan dengan kemajuan teknologi dan juga
anatomy, psysiology dan industrial medicine (Luopajarvi,1990).
Secara umum tujuan dari penerapan ilmu ergonomi adalah (Tarwaka,2004) :
1. Meningkatkan kesejahteraan fisik dan mental melalui upaya pencegahan
cidera dan penyakit akibat kerja, menurunkan beban kerja fisik dan mental,
mengupayakan promosi dan kepuasaan kerja.
2. Meningkatkan kesejahteraan sosial melalui peningkatkan kualitas kontak
sosial, mengelola dan mengkoordinir kerja secara tepat guna dan
meningkatkan jaminan sosial baik selama kurun waktu usia produktif
maupun setelah tidak produktif.
3. Menciptakan keseimbangan rasional antara berbagai aspek, yaitu aspek
teknis, ekonomis, antropologis, dan budaya dari setiap sistem kerja yang
dilakukan sehingga tercipta kerja dan kualitas hidup yang tinggi.
Berdasarkan penjabaran di atas dari berbagai sumber, maka dapat
disimpulkan baha ruang lingkup dari ergonomi berfokus pada perancangan
tugas, peralatan, area kerja, dan sistem kerja yang disesuaikan dengan
kapasitas pekerja (mempertimbangkan keterbatasan fisik pekerja) yang
bertujuan untuk menciptakan efesiensi serta kenyamanan dalam bekerja dan
mencegah dari kecelakaan ataupun penyakit akibat kerja..
Pertimbangan ergonomi yang terkait dengan postur kerja dapat membantu
mendapatkan postur kerja yang nyaman dan aman bagi para pekerja, baik dalam
kondisi postur kerja berdiri, duduk, angkat maupun angkut. Beberapa jenis pekerjaan
akan memerlukan postur kerja tertentu yang terkadang tidak nyaman. Kondisi kerja
seperti itu memaksa pekerja selalu berada pada postur kerja yang tidak alami dan
berlangsung dalam jangka waktu yang lama. Hal ini akan mengakibatkan pekerja
cepat lelah, adanya keluhan sakit pada bagian tubuh, cacat produk bahkan cacat
tubuh. Untuk menghindari postur kerja yang demikian, pertimbangan-pertimbangan
ergonomis antara lain (Nurmianto,1998) :
1. Mengurangi keharusan pekerja untuk bekerja dengan postur kerja
membungkuk dengan frekuensi kegiatan yang sering atau dalam jangka
waktu yang lama. Untuk mengatasi hal ini maka stasiun kerja harus
dirancang terutama sekali dengan memperhatikan fasilitas kerja seperti meja,
kursi, dan lain-lain yang sesuai dengan data anthropometri agar pekerja dapat
menjaga postur kerjanya tetap tegak dan normal. Ketentuan ini terutama
sekali ditekankan bilamana pekerjaan harus dilaksanakan dengan postur
berdiri.
2. Pekerja tidak seharusnya menggunakan jarak jangkauan maksimum.
Pengaturan postur kerja dalam hal ini dilakukan dalam jarak jangkauan
normal (konsep/prinsip ekonomi gerakan). Disamping itu pengaturan ini bisa
memberikan postur kerja yang nyaman. Untuk hal-hal tertentu pekerja harus
mampu dan cukup leluasa mengatur tubuhnya agar memperoleh postur kerja
yang lebih leluasa dalam bergerak.
3. Pekerja tidak seharusnya duduk atau berdiri pada saat bekerja untuk waktu
yang lama, dengan kepala, leher,dada, atau kaki berada dalam postur kerja
miring.
4. Operator tidak seharusnya dipaksa bekerja dalam frekuensi atau periode
waktu yang lama dengan tangan atau lengan berada dalam posisi diatas level
siku yang normal.
Postur duduk memerlukan lebih sedikit energi dari pada berdiri, karena hal ini
dapat mengurangi banyaknya beban otot statis pada kaki. Seorang operator yang
bekerja dalam postur duduk memerlukan sedikit istirahat dan secara potensial lebih
produktif. Sedangkan posttur berdirimerupakan sikap siaga baik fisik maupun mental,
Performance 1. quality 2. Fatique 3. Accident 4. Discomfort 5. Diseasse 6. Stress
Material CharacteristicsTask/work place characteristics
Organizational characteristicsEnvironmental characteristics
TAKS DEMAND
Personal capacity Physicoogical capacity
Pysicological capacityBiomechanical capacity
WORK CAPACITY
sehingga aktifitas kerja yang dilakukan lebih cepat, kuat dan teliti. Berdiri lebih
melelahkan daripada duduk dan energi yang dikeluarkan lebih banyak 10-15%
dibandingkan duduk (Nurmianto, 1998).
Beberapa masalah berkenaan dengan postur kerja yang sering terjadi sebagai berikut
(Santoso, 2004) :
1. Hindari kepala dan leher yang mendongak
2. Hindari tungkai yang menukik
3. Hindari tungkai kaki pada posisi terangkat
4. Hindari postur memutar atau asimetris
5. Sediakan sandaran bangku yang cukup di setiap bangku
Kerja seseorang dihasilkan dari tugas pekerjaan, rancangan tempat kerja dan
karakteristik individu seperti ukuran dan bentuk tubuh. Pertimbangan untuk semua
komponen dibutuhkan analisis postur dan perancangan tempat kerja.
3. Konsep Keseimbangan Dalam Ergonomi
Konsep keseimbangan antara tuntutan tugas dengan kapasitas kerja tersebut
dapat diilustrasikan pada gambar 2.1.
1) Kemampuan Kerja (Work Capacity)
Gambar 2.1 Konsep Dasar Keseimbangan Dalam Ergonomi(Sumber :Manuaba, 2000 dalam Tarwaka, dkk 2004: 8 )
a. Personal Capacity (Karakteristik Pribadi); meliputi faktor jenis kelamin, usia,
pendidikan, antropometri, pendidikan, pengalaman, status sosial, agama dan
kepercayaan
b. Physicologocal Capaicity (Kemampuan Fisiologis); meliputi kemampuan dan
daya tahan cardio-vaskuler, syaraf otot, dan panca indera.
c. Biomechanical Capacity (Kemampuan Biomekanik) berkaitan dengan
kemampuan dan daya tahan sendi dan persendian, tendon dan jalinan tulang.
2) Tuntutan Tugas (Task Demand)
a. Task and Material haracteristic (Karakteristik tugas dan material): ditentukan
oleh karakteristik peralatan dan mesin, tipe, kecepatan dan irama kerja.
b. Organization Characteristic: berhubungan dengan jam kerja dan jam istirahat,
shift kerja,cuti dan libur.
c. Environmental Characteristic; berkaitan dengan teman setugas, kondisi
lingkungan kerja fisik, norma, adat kebiasaan dan sosio budaya.
3) Performansi (Performance)
a. Bila rasio tuntutan tugas (Task Demand) > Kpasitas kerja (Work Capacity),
maka hasil akhirnya berupa: ketidaknyamanan overstress,kelelahan,
kecelakaan, cidera, rasa sakit dan tidak produktif.
b. Bila rasio tuntutan tugas (Task Demand) < Kapasitas kerja (Work Capacity),
maka hasil akhirnya berupa: undertress, kebosanan, kejemuan, kelesuan, sakit
dan tidak produktif.
c. Agar penampilan menjadi optimal maka perlu adanya keseimbangan dinamis
(task demand = Work capacity) sehingga tercapai kondisi lingkungan yang
sehat, aman, nyaman dan produktif.
4. Prinsip Ergonomi
Ergonomi berfokus kepada desain dari suatu sistem dimana manusia bekerja.
Semua sistem kerja tersebut terdiri atas komponen manusia, komponen mesin, dan
lingkungan yang saling berinteraksi antara satu dengan yang lainnya. Fungsi dasar
dari ergonomi adalah memenuhi kebutuhan manusia akan desain kerja yang
memberikan keselamatan dan efisiensi kerja bagi manusia yang bekerja di dalamnya
(Bridger, 2003).
Dalam upaya menciptakan suatu kondisi kerja yang aman dan nyaman, maka
diperlukan interaksi yang baik dari ketiga komponen yang telah disebutkan di atas,
yaitu manusia, mesin, dan lingkungan kerja. Dalam ergonomi, manusia merupakan
komponen paling utama yang harus diperhatikan dengan segala keterbatasan yang
dimilikinya, karena manusia dalam hal ini yang menjadi operator dari pekerjaannya.
Ini berarti hal yang diperbaiki adalah mengenai workstation yang akan menyesuaikan
pekerjaannya. Sebagai contoh, dsain pembuatan kursi kerja berkisar antara 43-50 cm
(Oborne, 1995).
Kursi kerja yang didesain dengan menambahkan sandaran punggung
(backrest) dilakukan dengan tujuan agar memberikan kesempatan relaksasi pada otot
punggung secara berkala. Contoh lainnya adalah mengenai desain meja kerja. Tinggi
meja kerja disarankan untuk pekerjaan berat adalah sekitar 75-90 cm dari lantai
(untuk pria) dan 70-85 cm dari lantai (untuk wanita), untuk pekerjaan ringan bekisar
antara 90-95 cm dari lantai (untuk pria) dan 85-90 cm dari lantai (untuk wanita), serta
pekerjaan yang membutuhkan ketelitian berkisar 100-110 cm dari lantai (untuk pria)
dan 95-105 cm dari lantai (untuk wanita)(Kroemer, 1997).
5. Postur dan Pergerakan Pekerja
1) Postur Kerja
Postur kerja merupakan pengaturan sikap tubuh saat bekerja. Sikap kerja yang
berbeda akan menghasilkan kekuatan yang berbeda pula. Pada saat bekerja sebaiknya
postur dilakuakan secara alamiah sehingga dapat meminimalisasi timbulnya cidera
muskuloskeletal. Kenyamanan tercipta bila pekerja telah melakukan postur kerja yang
baik dan aman. Postur kerja yang baik sangat ditentukan oleh pergerakan organ tubuh
saat bekerja ( Tarwaka, 2004 ).
Postur kerja yang baik sangat ditentukan oleh pergerakan organ tubuh saat
bekerja. Pergerakan organ tubuh tersebut meliputi (Tayyari, 1997):
1. Flexion, yaitu gerakan dimana sudut antara dua tulang terjadi pengurangan.
2. Extension, yaitu gerakan merentangkan (stretching) dimana terjadi
peningkatan sudut antara dua tulang.
3. Abduction, yaitu pergerakan menyamping menjauhi dari sumbu tengah (the
median plane) tubuh.
4. Adduction, yaitu pergerakan ke arah sumbu tengah tubuh (the median plane).
5. Rotation, yaitu pergerakan perputaran bagian atas lengan atau kaki depan.
6. Pronation, yaitu perputaran bagian tengah (menuju ke dalam) dari anggota
tubuh.
7. Supination, yaitu perputaran ke arah samping (menuju ke luar) dari anggota
tubuh.
Pembagian postur kerja dalam ergonomi didasarkan atas posisi tubuh dan
pergerakan. Berdasarkan posisi tubuh, postur kerja dalam ergonomi terdiri dari
(Bridger, 2003) :
1. Postur Netral (Neutral Posture), yaitu postur dimana seluruh bagian tubuh
berada pada posisi yang sewajarnya atau seharusnya dan kontraksi otot tidak
berlebihan sehingga bagian organ tubuh, saraf jaringan lunak dan tulang
tidak mengalami pergeseran, penekanan, ataupun kontraksi yang berlebih.
2. Postur Janggal (Awkward Posture), yaitu postur dimana posisi tubuh
(tungkai, sendi dan punggung) secara signifikan menyimpang dari posisi
netral pada saat melakukan suatu aktivitas yang disebabkan oleh keterbatasan
tubuh manusia untuk melawan beban dalam jangka waktu lama. Postur
janggal akan menyebabkan stress mekanik pada otot, ligamen, dan
persendian ssehingga menyebabkan rasa sakit pada otot rangka. Selain itu,
postur janggal membutuhkan energi yang lebih besar pada beberapa bagian
otot, sehingga meningkatkan kerja jantung dan paru-paru untuk
menghasilkan energi. Semakin lama bekerja dengan postur janggal, maka
semakin banyak energi yang dibutuhkan untuk mempertahankan kondisi
tersebut, sehingga dampak kerusakan otot rangka yang ditimbulkan semakin
kuat. Beberapa bentuk postur janggal antara lain :
a. Postur janggal pada tulang belakang
1. Membungkuk (bent forward), yaitu punggung dan dada lebih
condong ke depan membentuk ≥ 20° terhadap garis vertikal.
2. Berputar (twisted), yaitu posisi tubuh yang berputar ke kanan dan
dimana garis vertikal menjadi sumbu tanpa memperhitungkan
beberapa derajat besarnya rotasi yang dilakukan
3. Miring (bent sideway), yaitu setiap deviasi bidang median tubuh
dari garis vertikal tanpa memperhitungkan besarnya sudut yang
dibentuk. Terjadi fleksi pada bagian tubuh, biasanya ke depan atau
ke samping.
Gambar
Sumber : lontar.ui.ac.id
Selain itu, terdapat postur janggal pada tulang punggung saat mengangkat
seperti pada gambar berikut ini
Gambar
Sumber : Bridger, 2003
b. Postur janggal pada tangan dan pergelangan tangan (kiri dan kanan)
Faktor resiko pada tangan dan pergelangan tangan adalah melakukan
pekerjaan dengan posisi memegang benda dengan cara mencubit (pinch
grip), tekanan pada jari terhadap objek (finger press), menggenggam
dengan kuat (power grip), posisi pergelangan tangan yang fleksi dan
ekstensi dengan sudut ≥45°, serta posisi pergelangan tangan yang deviasi
selama lebih dari 10 detik dan frekuensi > 30/ menit (Humantech, 1989).
Gambar Postur Janggal Tangan dan Pergelangan Tangan
Sumber : Humantech, 1995
Gambar
Sumber : http://anatomystudybuddy.wordpress.com
c. Postur janggal pada bahu (kiri dan kanan)
Postur bahu yang merupakan kator resiko adalah melakukan pekerjaan
lengan atas membentuk sudut ≥45° ke arah samping atau ke arah depan
terhadap badan selama lebih dari 10 detik dengan frekuensi lebih dari atau
sama dengan 2 kali per menit dan beban ≥45kg (Humantech, 1995).
Lengan ke samping depan Lengan debelakang badan
Gambar Postur Janggal Bahu
Sumber : Humantech, 1995
d. Postur Janggal Pada Lengan Bawah (Kiri dan Kanan)
Postur lengan bawah yang menjadi faktor resiko adalah posisi siku sebesar
135° dan jika menggunakan gerakan penuh dalam bekerja (Humantech,
1995).
Gambar Postur Janggal Lengan Bawah
Sumber : Humantech, 1995
e. Postur Janggal Pada Leher
Postur leher yang menjadi faktor resiko adalah melakukan pekerjaan
(membengkokkan leher ≥20° terhadap vertikal), menekukkan kepala atau
menoleh ke samping kiri atau kanan, serta menengadah (Humantech,
1995).
Gambat Postur Janggal Leher
Sumber : Humantech, 1995
f. Postur janggal Pada Kaki
1. Jongkok (squatting0, yaitu posisi tubuh dimana perut menemel
pada paha dimana terjadi fleksi maksimal pada daerah lutut,
pangkal paha, dan tulang lumbal.
2. Berlutut (kneeling), yaitu posisi tubuh dimana sendi lutut
menekuk, permukan lutut menyentuh lantai dan berat tubuh
bertumpu pada lutut dan jari-jari kaki.
3. Berdirir pada satu kaki (stand on one leg), yaitu posisi tubuh
dimana tubuh bertumpu pada satu kaki.
Sedangkan berdasarkan pergerakan postur kerja dalam ergonomi terdiri dari :
1) Postur Statis, yaitu postur yang terjadi dimana sebagian besar tubuh tidak
aktif atau hanya sedikit sekali terjadi pergerakan. Postur satis dalam
jangka waktu lama sehingga otot berkontraksi secara terus-menerus dan
dapt menyebabkan tekanan atau stress pada bagian tubuh (Bridger, 2003).
Pergerakan otot statis menyebabkan aliran darah ke otot berkurang dan
glikogen otot diubah menjadi asam laktat yang mengakibatkan rasa lelah
(Humantech, 1995). Berikut ini contoh postur statis, yaitu :
a. Berdiri, yaitu kepala, punggung dan kaki tegak lurus sejajar dengan
sumbu vertikal.
b. Duduk, yaitu pantat menyentuh suatu permukaan dan terjadi fleksi
pada lutut 90°. Posisi duduk memerlukan lebih sedkit energi daripada
berdiri, karena hal itu dapat mengurangi banyaknya beban otot statis
pada kaki (Nurmianto, 2004). Pada posisi duduk, jaringan lunak pada
tulang punggung antara anterior dan posterior tertekan sehingga
menyebabkan kesakitan (Bridger, 1995). Selain itu, sikap duduk yang
tegang lebih banyak memerlukan aktivitas otot atau urat saraf belakang
(Nurmianto, 2004).
c. Berbaring, yaitu kepala, punggung dan kaki sejajar dengan sumbu
horizontal.
2) Postur dinamis, yaitu postur yang terjadi dimana sebagian besar anggota
tubuh bergerak. Jenisnya adalah :
a. Carrying, yaitu aktivitas mengangkat beban sambil berjalan.
b. Pulling, yaitu tarikan pada benda agar benda bergerak.
c. Ushing, yaitu memindahkan benda dengan memberikan gaya agar
benda berpindah.
2) Frekuensi
Postur yang salah dengan frekuensi pekerjaan yang sering dapat
mengakibatkan tubuh kekurangan suplai darah, asam laktat yang terakumulasi,
inflamasi, tekanan pada otot, dan trauma mekanis. Frekuensi terjadinya postur
janggal terkait dengan terjadinya repetitive motion dalam melakukan pekerjaan.
Keluhan otot terjadi karena otot menerima tekanan akibat beban kerja terus-
menerus tanpa melakukan relaksasi (Bridger, 2003). Secara umum, semakin
banyak pengulangan gerakan dalam suatu aktivitas kerja, maka akan
mengakibatkan keluhan otot semakin besar. Pekerjaan yang dilakukan secara
repetitif dalam jangka waktu lama maka akan meningkatkan resiko MSDs apalagi
bila ditambah dengan gaya atau beban dan postur janggal (OHSCO, 2007)
3) Durasi
Durasi adalah jumlah waktu terpajan faktor resiko. Durasi dapat dlihat sebagai
menit-menit dari jam kerja/hari pekerja terpajan resiko. Durasi juga dapat dilihat
sebagai pajanan faktor resiko atau karakteristik pekerjaan berdasarkan faktor
resikonya. Secara umum, semakin besar pajanan durasi pada faktor resiko,
semakin besar pula tingkat esikonya. Durasi diklasifikasikan sebagai berikut
(Kroemer & Grandjean, 1997) :
a. Durasi singkat : < 1 jam/hari
b. Durasi sedang : 1-2 jam/hari
c. Durasi lama : > 2 jam
Pada posisi kerja statis yang membutuhkan 50% dari kekuatan maksimum
tidak dapat bertahan lebih dari satu menit, jika kekuatan digunakan kurang dari
20% kekuatan maksimum maka konsentrasi akan berlangsung terus untuk
beberapa waktu. Sedangkan untuk durasi aktivitas dinamis selama 4 menit atau
kurang seseorang dapat bekerja dengan intensitas sama dengan kapasitas aerobik
sebelum beristirahat.
4) Force atau beban
Force merupakan usaha yang dibutuhkan untuk melakukan gerakan.
Pekerjaan yang menuntut penggunaan tenaga besar, maka akan memberikan
beban pada otot, tendon, ligamen, dan sendi. Objek merupakan salah satu faktor
yang mempengaruhi terjadinya gangguan otot rangka. Beban maksimum yang
diperolehkan untuk diangkat oleh seseorang adalah 23-25 kg. Bentuk dan ukuran
objek juga ikut mempengaruhi hal tersebut. Ukuran objek harus cukup kecil agar
dapat diletakkan sedekat mungkin dari tubuh. Lebar objek yang besar yang dapat
membebani otot pundak/bahu adalah lebih dari 300-400. Cara menangani beban
yang baik yaitu, (Suma’mur, 1989) :
1. Pegangan harus tepat. Memegan diusahakan dengan penuh dan
memegangdengan hanya beberapa jari dapat menyebabkan ketegangan
statis lokal pada jari dan pergelangan tangan.
2. Lengan harus berada di dekat tubuh dengan posisi lurus. Fleksi pada
lengan untuk mengangkat dan membawa menyebabkan ketegangan otot
statis pada lengan yang melelahkan.
3. Punggung harus diluruskan. Posisi deviasi punggung membebani tulang
belakang. Untuk menghindari punggung membungkuk, mula-mula lutut
harus bengkok (fleksi) sehingga tubuh tetap berada pada posisi dengan
punggung lurus.
4. Posisi leher tegak sehingga seluruh tulang belakang diluruskan.
5. Posisi kaki dibuat sedemikian rupa agar mampu mengimbangi momentum
yang terjadi dalam posisi mengangkat dan menurunkan. Kedua kaki
ditempatkan untuk membantu mendorong tubuh.
6. Beban diusahakan menekan pada otot tungkai yang kuat dan sebanyak
mungkin otot tulang belakang yang lebih lemah dibebaskan dari
pembebanan.
7. Beban yang ditangani diusahakan berada sedekat mungkin terhadap garis
vertikalatau pusat gravitasi tubuh. Posisi tubuh yang menahan beban
cenderung mengikuti beban sedangkan posisi tubuh yang menjauhi pusat
gravitasi t ubuh lebih beresiko MSDs.
Sedangkan bentuk objek yang baik harus memiliki pegangan, tidak ada sudut
tajam dan tidak dingin atau panas saat diangkat.mengangkat objek tidak boleh
hanya dengan mengandalkan kekuatan jari, karena kemampuan otot jari terbatas
sehingga dapat cidera pada jari. Semakin berat objek yang ditangani, tenaga yang
dibutuhkan akan meningkat. Dapat disimpulkan, semakin besar gaya yang
dikeluarkan untuk menangani suatu objek, maka semakin tinggi resiko terkait
dengan gangguan otot rangka apabila hal tersebut dilakukan dengan postur yang
salah dan berat objek melampaui batas maksimum yang diperbolehkan (Kumar,
1996).
Pajanan terkait MSDs tersebut tidak hanya disebabkan oleh salah satu faktor
saja, melalaikanadanya keterkaitan atau gabungan dari berbagai faktor resiko
ergonomi yang ada serta faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhinya.
Gangguan terhadap muskulosketal tersebut akan timbul semakin cepat apabila
suatu aktivitas kerja yang dilakukan dengan postur yang tidak tepat dengan beban
yang berat dan dilakukan secara repetitif dalam janga waktu yang cukup lama
(Kumar, 1996).
B. Sistem Kerangka Otot
1. Sistem kerangka otot manusia
Sistem kerangka otot manusia melibatkan bagian-bagian tubuh yang
berkolaborasi untuk mengahsilkan gerakan yang akan dilakukan oleh organ tubuh
yaitu tulang. Otot terdiri atas sel-sel berbentuk serat yang panjang dan lembut, bersifat
dapat mengencang (contraction) ke satu arah ada otot sukarela (voluntary muscles)
yang menyediakan gerakan sukarela asal mendapat perintah, ada otot non sukarela
(involuntary muscles) yang bergerak terus tanpa diperintah, ada otot lembut yang
membentuk organ internal dan ada pula otot yang khas untuk jantung yaitu otot
kardiak cardiac muscles). Otot tidak melekat pada tulang, melainkan ujung- ujungnya
saja yang berubah menjadi serat kolagen (collagen fibres) dan membundel lagi jadi
urat daging dan olehnya otot diletakkan pada tulang. Apabila otot itu mengencang,
serat otott akan mengkerut sampai separuh panjang awal otot dan rentag gerakan otot
itu akan bergantung pada panjangnya masing-masing serat (Suyatno, 1985).
2. Kerja Otot Statis dan Dinamis
Pada kerja otot dinamis, kerutan dan pengenduran suatu otot terjadi silih
berganti sedangkan pada kerja otot statis suatu otot menetap berkontraksi untuk suatu
periode waktu secara kontinyu. Untuk kerja otot dinamis, energi kerja adalah hasil
perkalian diantara selisih panjang ototsebelum dan pada keadaan maksimum kontraksi
dengan besarnya kekuatan. Pada pekerjaan statis, panjang otot tetap dan seolah-olah
tidak kelihatan kerja luar sehingga energi tidak bisa diperhitungkan dari besarnya
kekuatan (Suma’mur, 1984).
Sistem kerangka otot manusia melibatkan bagian-bagian tubuh yang
berkolaborasi untuk mengahsilkan gerakan yang akan dilakukan oleh organ tubuh
yaitu tulang. Otot terdiri atas sel-sel berbentuk serat yang panjang dan lembut, bersifat
dapat mengencang (contraction) ke satu arah ada otot sukarela (voluntary muscles)
yang menyediakan gerakan sukarela asal mendapat perintah, ada otot non sukarela
(involuntary muscles) yang bergerak terus tanpa diperintah, ada otot lembut yang
membentuk organ internal dan ada pula otot yang khas untuk jantung yaitu otot
kardiak cardiac muscles). Otot tidak melekat pada tulang, melainkan ujungujungnya
saja yang berubah menjadi serat kolagen (collagen fibres) dan membundel lagi jadi
urat daging dan olehnya otot diletakkan pada tulang. Apabila otot itu mengencang,
serat otott akan mengkerut sampai separuh panjang awal otot dan rentang gerakan otot
itu akan bergantung pada panjangnya masing-masing serat (Suyatno, 1985).
3. Keluhan Musculosketal
Keluhan Musculosketal adalah keluhan pada bagian otot skeletal yang
dirasakan oleh seorang mulai dari keluhan sangat ringan sampai sangat sakit. Apabila
otot menerima beban statis secara berulang dalam waktu yang lama, akan dapat
menyebabkan keluhan berupa kerusakan pada sendi, ligament dan tendon. Keluhan
dan kerusakan inilah yang dinamakan dengan keluhan muskulosketal disorders
(MDSS) atau keluhan pada sistem muskulosketal. Secara garis besar keluhan otot
dapat dikelompokan menjadi dua, yaitu (Tarwaka, 2004) :
a. Keluhan sementara (reversible)
Yaitu keluhan otot yang terjadi pada saat otot menerima beban statis, namun
demikian keluhan tersebut akan segera hilang apabila pembebanan dihentikan.
b. Keluhan menetap (persistent)
Yaitu keluhan otot yang bersifat menetap. Walaupun pembebanan kerja telah
dihentikan, namun rasa sakit pada otot masih terus berlanjut.
Salah satu faktor yang menyebabkan keluhan muskulosketal adalah sikap kerja
yang tidak alamiah. Di Indonesia, postur kerja yang tidak alami ini lebih banyak
disebabkan oleh adanya ketidaksesuaian antara dimensi alat dan stasiun kerja dengan
ukuran tubuh pekerja maupun tingkah laku pekerja itu sendiri. Postur kerja yang tidak
alami tersebut juga dapat disebabkan oleh hal-hal berikut (Nurmianto, 1998) :
1. Peregangan otot yang berlebihan
Peregangan otot yang berlebihan (over exertion) pada umumnya sering
dikeluhkan oleh para pekerja dimana aktivitas kerjanya menuntut pengarahan
tenaga yang besar seperti aktivitas mengangkat, mendorong, menarik, dan
menahan beban yang berat. Peregangan otot yang berlebihan ini terjadi karena
pengarahan tenaga yang diperlukan melampaui kekuatan optimum otot. Apabila
hal serupa sering dilakukan, maka dapat mempertinggi resiko terjadinya keluhan
otot, bahkan dapat menyebabkan terjadinya cedera otot skeletal.
2. Aktivitas Berulang
Aktivitas berulang adalah pekerjaan yang dilakukan secara terus-menerus
seperti pekerjaan yang dilakukan secara terus-menerus seperti pekerjaan
mencangkul, membelah kayu besar, angkat-angkut dan sebagainya. Keluhan otot
terjadi karena otot menerima tekanan akibat beban kerja secara terus-menerus
tanpa memperoleh kesempatan untuk relaksasi.
3. Sikap kerja tidak alamiah
Sikap kerja tidak alamiah adalah sikap kerja yang menyebabkan posisi
bagian-bagian tubuh bergerak menjauhi posisi alamiah misalnya pergerakan
tangan terangkat, punggung terlalu membungkuk, kepala terangkat dan
sebagainya. Semakin jauh posisi bagian tubuh dari pusat gravitasi tubuh, maka
semakin tinggi pula resiko terjadinya keluhan otot skeletal. Sikap kerja tidak
alamiah ini pada umumnya karena karakteristik tuntutan tugas, alat kerja dan
stasiun kerja tidak sesuai dengan kemampuan dan keterbatasan kerja.
4. Faktor Penyebab Sekunder terjadi keluhan muskolosketal, antara lain :
a. Tekanan
Terjadinya tekanan langsung pada jaringan otot yang lunak. Sebagai
contoh, pada saat tangan harus memegang alat maka jaringan otot tangan
yang lunak akan menerima tekanan langsung dari npegangan alat dan
apabila hal ini sering terjadi, dapat menyebabkan rasa nyeri otot yang
menetap.
b. Getaran
Getaran dengan frekuensi tinggi akan menyebabkan kontraksi otot
bertambah. Kontraksi statis ini menyebabkan peredaran darah tidak lancar,
penimbunan asam laktat meningkat dan akhirnya timbul rasa nyeri pada
otot.
c. Mikroklimat
Paparan suhu dingin yang berlebihan dapat menurunkan kelincahan,
kepekaan dan kekuatan pekerja sehingga gerakan pekerja menjadi lamban,
sulit bergerak yang disertai dengan menurunya kekuatan otot. Demikia juga
dengan paparan udara yang panas. Beda suhu lingkungan dengan suhu
tubuh yang terlampau besar menyebabkan sebagian energi yang ada dalam
tubuh akan termanfaatkan oleh tubuh untuk beradaptasi dengan lingkungan
tersebut. Apabila hal ini tidak diimbangi pasokan energ yang cukup, maka
akan terjadi kekurangan suplai energi ke otot. Sebagai akibatnya, peredaran
darah kurang lancar, suplai oksigen ke otot menurun, proses metabolisme
karbohidra terhambat dan terjadi penimbunan asam laktat yang dapat
menimbulkan rasa nyeri pada otot.
5. Kelelahan
Pada dasarnya kelelahan menggambarkan tiga fenomena yaitu perasaan
lelah, perubahan fisiologis tubuh dan pengurangan keemampan elakukan kerja.
Kelelahan merupakan suatu pertanda yang bersifat sebagai pengaman yang
memberitahukan tubuh bahwa kerja yang dilakukan telah melewati batas
maksimal kemampuannya. Kelelahan pada dasarnya merupakan suatu keadaan
yang mudah dipulihkan dengan beristirahat. Tetapi jika dibiarkan terus menerus
akan berakibat buruk dan dapat menimbulkan penyakit akibat kerja (Barnes,
1980).
Kelelahan otot yang merupakan suatu penurunan kapasitas otot dalam
bekerja akibat konstraksi tulang. Otot yang lelah akan menunjukkan kurangnya
kekuatan, bertambahnya waktu kontraksi dan relaksasi, berkurangnya koordinasi
serta otot menjadi gemetar (Suma’mur, 1990).
4. Metode Penilaian Postur Kerja
Penilaian postur kerja diperlukan ketika didapati bahwa postur kerja pekerja
memiliki resiko yang menimbulkan cedera musculosketal yang diketahui secara visual
atau melaluikeluhan dari pekerja itu sendiri. Dengan adanya penilaian dan analisis
perbaikan postur kerja, diharapkan dapat diterapkan untuk mengurangi atau
menghilangkan resiko cedera musculosketal yang dialami pekerja.
A. OWAS (Ovako Working Posture Analysis System)
OWAS (Ovako Working Posture Analysis System) merupakan metode
analisis sikap kerja yang mendefinisikan pergerakan bagian tubuh punggung,
lengan, kaki dan beban berat yang diangkat. Masing-masing anggota tubuh
tersebut diklasifikasikan menjadi sikap kerja. Berikut ini merupakan klasifikasi
sikap bagian tubuh yang diamati untuk dianalisa (Karhu, 1981):
1. Sikap lengan (kedua lengan berada di bawah bahu, satu lengan berada pada
atau di atas bahu, kedua lengan pada atau di atas bahu).
2. Sikap punggung (lurus, membungkuk, memutar atau miring ke samping,
membungkuk & memutar atau membungkuk ke depan dan menyamping).
3. Sikap kaki (duduk, berdiri bertumpu pada kedua kaki lurus, berdiri bertumpu
pada satu kaki lurus, berdiri bertumpu pada kedua kaki dengan lutut ditekuk,
berdiri bertumpu pada satu kaki dengan lutut ditekuk, berlutut pada satu atau
kedua lutut, berjalan).
4. Berat beban (< 10 kg, 10-20 kg, >20 kg).
B. RULA (Rapid Upper Limb Assessment)
Rapid Upper Limb Assessment (RULA) merupakan suatu metode
penelitian untuk menginvestigasi gangguan pada anggota badan bagian atas.
Metode ini dirancang oleh Lynn Mc Atamney yang menyediakan sebuah
perhitungan tingkat beban musculosketal di dalam sebuah pekerjaan yang
memiliki resiko pada bagian tubuh dari perut hingga leher atau anggota
badan bagian atas (Mc Atamney, 1993).
Metode ini tidak membutuhkan peralatan spesial dalam penetapan
penilaian postur leher, punggung dan lengan atas. Setiap pergerakan di beri
skor yang telah ditetapkan. Rula dikembangkan sebagai suatu metode untuk
mendeteksi postur kerja yang merupakan faktor resiko. Metode didesain
untuk menilai para pekerja dan mengetahui beban musculosketal yang
kemungkinan menimbulkan gangguan pada anggota badan atas.
Metode ini menggunakan diagram dari postur tubuh dan tiga tabel skor
dalam menetapkan evaluasi faktor resiko. Faktor resiko yang telah
diinvestigasi dijelaskan oleh McPhee sebagai faktor beban eksternal yaitu
(McPhee, 1987) :
a. Jumlah pergerakan
b. Kerja otot statik
c. Tenaga/kekuatan
d. Penentuan postur kerja oleh peralatan
e. Waktu kerja tanpa istirahat
Dalam usaha untuk penilaian 4 faktor beban eksternal (jumlah gerakan,
kerja otot statis, tenaga kekuatan dan postur), RULA dikembangkan untuk
(Mc Atamney, 1993) :
1. Memberikan sebuah metode penyaringan suatu populasi kerja dengan
cepat, yang berhubungan dengan kerja yang beresiko yang
menyebabkan gangguan pada anggota badan bagian atas.
2. Mengidentifikasi usaha otot yang berhubungan dengan postir kerja,
penggunaan tenaga dan kerja yang berulang-ulang yang dapat
menimbulkan kelelahan otot.
3. Memberikan hasil yang dapat digabungkan dengan sebuah metode
penilaian ergonomi yaitu epidomiologi, fisik, mental, lingkungan dan
faktor organisasi.
Pengembangan dari RULA terdiri atas tiga tahapan yaitu :
1. Mengidentifikasi postur kerja
2. Sistem pemberian skor
3. Skala level tindakan yang menyediakan sebuah pedoman pada tingkat
resiko yang ada dan dibutuhkan untuk mendorong penilaian yang
melebihi detai berkaitan dengan analisis yang didapat.
Ada empat hal yang menjadi aplikasi utama dari RULA, yaitu untuk :
1. Mengukur resiko musculosketal, biasanya sebagai bagian dari
perbaikan yang lebih luas dari ergonomi.
2. Membandingkan beban musculosketal antara rancangan stasiun kerja
yang sekarang dengan yang telah dimodifikasi.
3. Mengevaluasi keluaran misalnya produktivitas atau kesesuaian
penggunaan peralatan
4. Melatih pekerja tentang beban musculosketal yang diakibatkan
perbedaan postur kerja.
C. Quick Exposure Check (QEC)
Quick Exposure Check (QEC) merupakan salah satu metode penilaian
postur kerja yang digunakan untuk menilai postur kerja pekerja yang
berhubungan dengan gangguan otor (work related musculodketal disorders).
Metode ini diciptakan oleh Guangyan Li dan PeterBuckle pada tahun 1999.
QEC didasarkan kepada riset dan penelitian para praktisi jenis pekerjaan
yang beresiko menimbulkan gangguan otot.
Penelitian postur kerja dengan menggunakan QEC dilakukan dari dus
sisi. Penilaian pertama didasarkan kepada penilaian pengamat (Observer’s
Assesment) dengan mengisi Observer’s Assesment Checklist dan penilaian
kedua didasarkan kepada penilaian pekerja (Worker’s Assesment) dengan
mengisi Worker’s Assesment Checklist. QEC menilai gangguan resiko yang
terjadi pada bagian punggung (back), bahu atau lengan (shoulder/arm),
pergelangan tangan (hand/wrist), dan leher (neck). Selanjutnya menghitung
skor penilaian untuk masing-masing bagian tubuh yang dinilai dengan tabel
skor penilaian sebagai skor akhir QEC untuk diwujudkan dalam empat
tindakan.
D. Rapid Entire Body Assessment (REBA)
REBA atau Rapid Entire Body Assessment dikembangkan oleh Dr. Sue
Hignett dan Dr. Lynn Mc Atamney yang merupakan ergonom dari
universitas di Nottingham (University of Nottingham’s Institute of
Occuptaional Ergonomic). Rapid Entire Body Assessment adalah sebuah
metode yang dikembangkan dalam bidang ergonomi dan dapat digunakan
secara cepat untuk menilai posisi kerja atau postur leher, punggung, lengan
pergelangan tangan dan kaki seorang operator. Selain itu metode ini juga
dipengaruhi faktor coupling, beban eksternal yang ditopang oleh tubuh serta
aktivitas pekerja. Penilaian dengan menggunakan REBA tidak membutuhkan
waktu yang lama untuk melengkapi dan melakukan scoring general pada
daftar aktivitas yang mengindikasikan perlu adanya pengurangan resiko yang
diakibatkan postur kerja operator (Mc Atamney, 2000).
Metode ergonomi tersebut mengevaluasi postur, kekuatan, aktivitas dan
faktor coupling yang menimbulkan cidera akibat aktivitas yang berulang–
ulang. Penilaian postur kerja dengan metode ini dengan cara pemberian skor
resiko antara satu sampai lima belas, yang mana skor yang tertinggi
menandakan level yang mengakibatkan resiko yang besar (bahaya) untuk
dilakukan dalam bekerja. Hal ini berarti bahwa skor terendah akan menjamin
pekerjaan yang diteliti bebas dari ergonomic hazard. REBA dikembangkan
untuk mendeteksi postur kerja yang beresiko dan melakukan perbaikan
sesegera mungkin (Mc Atamney, 2000).
REBA dikembangkan tanpa membutuhkan piranti khusus. Ini
memudahkan peneliti untuk dapat dilatih dalam melakukan pemeriksaan dan
pengukuran tanpa biaya peralatan tambahan. Pemeriksaan REBA dapat
dilakukan di tempat yang terbatas tanpa menggangu pekerja. Pengembangan
REBA terjadi dalam empat tahap. Tahap pertama adalah pengambilan data
postur pekerja dengan menggunakan bantuan video atau foto, tahap kedua
adalah penentuan sudut–sudut dari bagian tubuh pekerja, tahap ketiga adalah
penentuan berat benda yang diangkat, penentuan coupling, dan penentuan
aktivitas pekerja. Dan yang terakhir, tahap keempat adalah perhitungan nilai
REBA untuk postur yang bersangkutan. (Luopajarvi, 1990).
Dengan didapatnya nilai REBA tersebut dapat diketahui level resiko
dan kebutuhan akan tindakan yang perlu dilakukan untuk perbaikan kerja.
Faktor postur tubuh yang dinilai dibagi atas dua kelompok utama atau group
yaitu group A yang terdiri atas postur tubuh kanan dan kiri dari batang tubuh
(Trunk), leher (Neck), dan kaki (Legs). Sedangkan gup B terdiri atas postur
kerja tubuh kanan, kiri dan lengan atas (Upper Arm), lengan bawah (Lower
Arm) dan pergelangan tangan (Wirst). Dalam masing-masing grup diberikan
penilaian postur tubuh, faktor beban dan pegangan. REBA dapat digunakan
ketika penilaian postur kerja diperlukann dan dalam sebuah kegiatan
pekerjaan (Lueder, 1996):
1. Keseluruhan bagian badan digunakan
2. Postur tubuh statis, dinamis, cepat berubah, tidak stabil
3. Melakukan pembebanan dan
4. Perubahan dari tempat kerja, dan peralatan.
Proses penilaian skor REBA ini terdapat pada gambar
1) Penilaian Skor REBA
Pertama-tama nilai range semua pergerakan dari leher (gambar ) sampai
dengan pergerakan pergelangan tangan (gambar dengan mencocokkan
foto aktivitas dengan gambar yang ada pada form REBA untuk
memperoleh skor postur.
a. Badan (trunk)
Penilaian skor REBA pada bagian badan :
Gambar
Tabel Range untuk pergerakan badan
Pergerakan Skor Perubahan Skor
Tegak / alamiah 1
+1 Jika sambil memutar / memiring ke samping
0 - 20 flexion⁰ ⁰0 - 20 extention⁰ ⁰ 2
20 -60 flexion⁰ ⁰20 -60 extention⁰ ⁰ 3
>60 flextion⁰ 4
Sumber : Mc. Atamney L. 2000
b. Leher (neck)
Penilaian skor REBA pada bagian leher :
Gambar
Tabel Skor pergerakan leher
Pergerakan Skor Perubahan Skor
0 -20 ⁰ ⁰ flexion 1+1 Jika memutar / miring
kesamping>20 ⁰ flexion atau extension
2
Sumber : Mc. Atamney L. 2000
c. Kaki (Leg)Penilaian skor REBA pada bagian kaki :
GambarTabel Untuk posisi dan pergerakan kaki
Pergerakan Skor Perubahan SkorKaki tertopang, bobot tersebar merata, jalan atauDuduk.
1
+1 Jika memutar /miring kesamping
+2 Jika lutut >600 flexion (tidak ketikaKaki tidak tertopang, duduk)
Kaki tidak tertopang, bobot tersebar merata /postur tidak stabil
2
Sumber : Mc. Atamney L. 2000