ProposalESTIMASI RUGI-RUGI ENERGI PADA SISTEM DISTRIBUSI RADIAL 20 kV

download ProposalESTIMASI RUGI-RUGI ENERGI PADA SISTEM DISTRIBUSI RADIAL 20 kV

of 31

description

rugi estimasi energi

Transcript of ProposalESTIMASI RUGI-RUGI ENERGI PADA SISTEM DISTRIBUSI RADIAL 20 kV

  • ESTIMASI RUGI-RUGI ENERGI PADA SISTEM

    DISTRIBUSI RADIAL 20 kV STUDI KASUS : SISTEM

    DISTRIBUSI JAWA TIMUR APJ MALANG PENYULANG

    DINOYO

    PROPOSAL SKRIPSI KONSENTRASI TEKNIK ENERGI ELEKTRIK

    Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan

    Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

    Disusun oleh:

    ANASTASIA INDAH L.S

    NIM. 105060300111024 63

    KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL

    UNIVERSITAS BRAWIJAYA

    FAKULTAS TEKNIK

    MALANG

    2014

  • 2

    I. Judul

    ESTIMASI RUGI-RUGI ENERGI

    PADA SISTEM DISTRIBUSI RADIAL 20 kV

    STUDI KASUS : SISTEM DISTRIBUSI JAWA TIMUR

    PENYULANG DINOYO G.I. SENGKALING

    II. Bidang Skripsi

    Tugas Akhir ini meliputi bidang Teknik Energi Elektrik.

    III. Latar Belakang Masalah

    Pada umumnya rugi-rugi teknis pada tingkat pembangkit dan saluran transmisi

    pemantauannya tidak menjadi masalah karena adanya fasilitas pengukuran yang dapat

    dipantau dengan baik. Hal yang sama juga terdapat pada gardu induk (GI), sehingga rugi-

    rugi teknis dari GI tidak menjadi masalah besar karena disinipun pengukuran dan

    pemantauan berjalan baik.

    Lain halnya pada sisi distribusi, rugi-rugi teknis lebih kompleks dan sulit diketahui

    besarannya. Pada GI setiap penyulang yang keluar dari GI ini dilengkapi dengan alat

    pengukuran, begitu pula pada sisi primer trafo tenaganya. Selepas ini tidak terdapat lagi

    alat pengukuran kecuali pada meteran pelanggan. Oleh karena itu, sangatlah sulit

    menentukan rugi-rugi energi secara tepat pada sistem distribusi.

    Metode estimasi rugi-rugi energi yang ada saat ini banyak menggunakan asumsi-

    asumsi akibat keterbatasan sumber daya yang tersedia. Tugas akhir ini menawarkan

    metode baru untuk memperkirakan rugi-rugi energi pada penyulang distribusi. Nilai-nilai

    pengukuran digunakan untuk menyoroti keandalan metode estimasi baru.

  • 3

    IV. Rumusan Masalah

    Adapun rumusan masalah dari skripsi ini adalah sebagai berikut: Dari latar

    belakang di atas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan antara lain :

    1. Bagaimana memperkirakan rugi-rugi energi listrik pada salah satu penyulang

    distribusi?

    2. Bagaimana perbandingan rugi-rugi energi hasil pengukuran (aktual) terhadap hasil

    perkiraan dengan metode yang diusulkan?

    V. Tujuan Penulisan

    Tujuan yang ingin dicapai adalah untuk mengetahui besarnya rugi-rugi energi dari

    penyulang distribusi radial 20 kV.

    VI. Batasan Masalah

    Untuk membatasi materi yang akan dibicarakan pada skripsi ini, maka penulis perlu

    membuat batasan cakupan masalah yang akan dibahas. Hal ini diperbuat supaya isi dan

    pembahasan dari tugas akhir ini menjadi lebih terarah dan dapat mencapai hasil yang

    diharapkan. Maka penulis membatasi penulisan ini dengan hal-hal sebagai berikut :

    a) Studi kasus diterapkan dengan cara menganalisa salah satu penyulang yang terdapat

    pada sistem distribusi 20 kV G.I. Sengkaling. Penyulang yang dianalisa adalah

    Penyulang Dinoyo, Area Pelayanan dan Jaringan Malang.

    b) Data yang akan dianalisa merupakan data-data yang berhubungan dengan sistem

    distribusi, single line diagram, beserta gardu-gardu distribusi.

    VII. Metodologi Penelitian

    Untuk dapat menyelesaikan skripsi ini maka penulis menerapkan beberapa metode

    studi diantaranya adalah sebagai berikut.

    a) Studi literatur

    Mempelajari literatur yang berhubungan dengan sistem distribusi dan rugi-rugi

    energi.

  • 4

    b) Pengumpulan Data

    Melakukan pengumpulan data di lapangan berupa data penyulang Dinoyo, Sistem

    distribusi 20 kV G.I. Sengkaling.

    c) Analisis Data

    Dari data-data yang diperoleh selanjutnya dihitung besarnya rugi-rugi energi dengan

    menggunakan metode yang diusulkan.

    d) Kesimpulan

    Menentukan besarnya rugi-rugi yang terjadi serta menarik kesimpulan akan

    penggunaan metode yang diusulkan .

    VIII. Sistematika Penulisan

    Untuk memudahkan pemahaman terhadap Tugas Akhir ini maka penulis

    menyusun sistematika penulisan sebagai berikut.

    BAB I PENDAHULUAN

    Bab ini berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan, batasan

    masalah, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan.

    BAB II DASAR TEORI

    Bab ini membahas tentang pandangan umum sistem tenaga listrik, sistem

    distribusi, rugi-rugi pada sistem tenaga listrik, permasalahan dalam

    menentukan rugi-rugi energi, serta metode estimasi rugi-rugi energi listrik.

    BAB III PENGUMPULAN DATA

    Ban ini berisi tentang data-data yang diperlukan, antara lain :

    a. Single line penyulang Dinoyo

    b. Kurva beban penyulang Dinoyo

    c. Data gardu distribusi penyulang Dinoyo beserta karakteristik beban

    penyulang Dinoyo

    d. Data pelanggan penyulang Dinoyo

    e. Data saluran penyulang Dinoyo

  • 5

    BAB IV ANALISIS DATA

    Dengan data-data yang diperoleh selanjutnya dihitung besarnya rugi-rugi

    energi dengan menggunakan metode yang diusulkan.

    BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

    Bab ini merupakan bab penutup yang berisi kesimpulan dari skripsi dan

    saran penulis kepada pembaca.

    IX. Tinjauan Pustaka

    A. PANDANGAN UMUM SISTEM TENAGA LISTRIK

    Pada umumnya sistem tenaga listrik terdiri atas kumpulan komponen peralatan

    listrik atau mesin listrik, seperti generator, transformator, beban, dan berikut alat-alat

    pengaman dan pengaturan yang saling dihubungkan dan membentuk suatu sistem yang

    digunakan untuk membangkitkan, menyalurkan, dan menggunakan energi. Secara umum

    sistem kelistrikan dapat dibagi menjadi 3 (tiga) bagian utama, yaitu : Pembangkit tenaga

    listrik, sistem transmisi, dan yang terakhir adalah sistem distribusi.

    Gambar 1.1 Skema umum sistem tenaga listrik

    Sumber : Kadir, Abdul. Distribusi dan utilisasi Tenaga Listrik. Jakarta : Universitas

    Indonesia Press, 2000, p.5.

  • 6

    Gambar 1.1 memperlihatkan skema suatu sistem tenaga listrik. Dalam suatu sistem

    tenaga listrik dapat terdiri atas beberapa subsistem yang saling berhubungan, atau yang

    biasa disebut sebagai sistem interkoneksi (Gambar 1.2).

    Gambar 1. 2 Sebagian dari sistem interkoneksi, yaitu :sebuah pusat listrik, dua buah

    GI beserta subsistem distribusinya

    Sumber : Marsudi, Djiteng. Pembangkitan Energi Listrik. Jakarta : Erlangga, 2011,

    p.5.

    Arah mengalirnya energi listrik berawal dari Pusat Tenaga Listrik melalui saluran-

    saluran transmisi dan distribusi dan sampai pada instalasi pemakai yang merupakan unsur

    utilisasi.

    Energi listrik dibangkitkan pada pembangkit tenaga listrik (PTL) yang dapat

    merupakan suatu pusat listrik tenaga uap (PLTU), pusat listrik tenaga air (PLTA), pusat

    listrik tenaga gas (PLTG), pusat listrik tenaga diesel (PLTD), ataupun pusat listrik tenaga

    nuklir (PLTN). PTL biasanya membangkitkan energi listrik pada tegangan menengah

    (TM), yaitu pada umumnya antara 6-20 kV.

    Pada sistem tenaga listrik yang besar, atau bilamana PTL terletak jauh dari

    pemakai, maka energi listrik itu perlu diangkut melalui saluran transmisi, dan tegangannya

    harus dinaikkan dari TM menjadi tegangan tinggi (TT). Pada jarak yang sangat jauh

    malah diperlukan tegangan ekstra tinggi (TET). Menaikkan tegangan itu dilakukan di

  • 7

    gardu induk (GI) dengan menggunakan transformator penaik (step-up transformer).

    Tegangan tinggi di Indonesia adalah 70 kV, 150 kV, dan 275 kV. Sedangkan tegangan

    ekstra tinggi 500 kV.

    Mendekati pusat pemakaian tenaga listrik, yang dapat merupakan suatu industri

    atau suatu kota, tegangan tinggi diturunkan menjadi tegangan menengah (TM). Hal ini

    juga dilakukan pada suatu GI dengan menggunakan transformator penurun (step-down

    transformer). Di indonesia tegangan menengah adalah 20 kV. Saluran 20 kV ini

    menelusuri jalan-jalan di seluruh kota, dan merupakan sistem distribusi primer. Bilamana

    transmisi tenaga listrik dilakukan dengan mempergunakan saluran-saluran udara dengan

    menara-menara transmisi, sistem distribusi primer di kota biasanya terdiri atas kabel-kabel

    tanah yang tertanam di tepi jalan, sehingga tidak terlihat.

    Di tepi-tepi jalan biasanya berdekatan dengan persimpangan, terdapat gardu-gardu

    distribusi (GD), yang mengubah tegangan menengah menjadi tegangan rendah (TR)

    melalui transformator distribusi (distribution tansformer). Melalui tiang-tiang listrik yang

    terlihat di tepi jalanan, energi listrik tegangan rendah disalurkan kepada pemakai. Di

    indonesia tegangan rendah adalah 220/380 volt, dan merupakan sistem distribusi

    sekunder.

    Energi diterima pemakai dari tiang TR melalui konduktor atau kawat yang

    dinamakan sambungan rumah (SR) dan berakhir pada alat pengukur listrik yang sekaligus

    merupakan titik akhir pemilikan PLN.

    B. SISTEM DISTRIBUSI

    Sistem jaringan distribusi tenaga listrik dapat diklasifikasikan dari berbagai segi,

    antara lain adalah berdasarkan ukuran tegangan dan bentuk jaringan.

    1. Berdasarkan ukuran tegangan

    Berdasarkan ukuran tegangan, jaringan distribusi tenaga listrik dapat

    dibedakan pada dua sistem, yaitu sistem jaringan distribusi primer dan sistem

    jaringan distribusi sekunder.

    a. Sistem jaringan distribusi primer

    Sistem jaringan distribusi primer atau sering disebut jaringan

    distribusi tegangan tinggi (JDTT) ini terletak antara gardu induk dengan

  • 8

    gardu pembagi, yang memiliki tegangan sistem lebih tinggi dari tegangan

    terpakai untuk konsumen. Standar tegangan untuk jaringan distribusi

    primer ini adalah 6 kV, 10 kV, dan 20 kV (sesuai standar PLN).

    Sedangkan di Amerika Serikat standar tegangan untuk jaringan distribusi

    primer ini adalah 2,4 kV, 4,16 kV, dan 13,8 kV.

    b. Sistem jaringan distribusi sekunder

    Sistem jaringan distribusi sekunder atau sering disebut jaringan

    distribusi tegangan rendah (JDTR), merupakan jaringan yang berfungsi

    sebagai penyalur tenaga listrik dari gardu-gardu pembagi (gardu

    distribusi) ke pusat-pusat beban (konsumen tenaga listrik). Besarnya

    standar tegangan untuk jaringan ditribusi sekunder ini adalah 127/220 V

    untuk sistem lama, dan 220/380 V untuk sistem baru, serta 440/550 V

    untuk keperluam industri. Besarnya tegangan maksimum yang diizinkan

    adalah 3 sampai 4 % lebih besar dari tegangan nominalnya. Penetapan ini

    sebanding dengan besarnya nilai tegangan jatuh (voltage drop) yang telah

    ditetapkan berdasarkan PUIL 661 F.1, bahwa rugi-rugi daya pada suatu

    jaringan adalah 15 %. Dengan adanya pembatasan tersebut stabilitas

    penyaluran daya ke pusat-pusat beban tidak terganggu.

    2. Berdasarkan bentuk jaringan

    a. Sistem Radial Terbuka

    Keuntungannya :

    Konstruksinya lebih sederhana

    Material yang digunakan lebih sedikit, sehingga lebih murah

    Sistem pemeliharaannya lebih murah

    Untuk penyaluran jarak pendek akan lebih murah

    Kelemahannya :

    o Keterandalan sistem ini lebih rendah

    o Faktor penggunaan konduktor 100 %

  • 9

    o Makin panjang jaringan (dari Gardu Induk atau Gardu Hubung) kondisi

    tegangan tidak dapat diandalkan

    o Rugi-rugi tegangan lebih besar

    o Kapasitas pelayanan terbatas

    o Bila terjadi gangguan penyaluran daya terhenti.

    Sistem radial pada jaringan distribusi merupakan sistem terbuka, dimana

    tenaga listrik yang disalurkan secara radial melalui gardu induk ke konsumen-

    konsumen dilakukan secara terpisah satu sama lainnya. Sistem ini merupakan

    sistem yang paling sederhana diantara sistem yang lain dan paling murah,

    sebab sesuai konstruksinya sistem ini menghendaki sedikit sekali penggunaan

    material listrik, apalagi jika jarak penyaluran antara gardu induk ke konsumen

    tidak terlalu jauh.

    Gambar 1.3 Sistem Jaringan Radial Terbuka

    Sumber : Suswanto, Daman. Sistem Distribusi Tenaga Listrik Untuk

    Mahasiswa Teknik Elektro, Ed. I, Padang : Universitas Negeri Padang Press,

    2009, p.20.

  • 10

    Sistem radial terbuka ini paling tidak dapat diandalkan, karena penyaluran

    tenaga kistrik hanya dilakukan dengan menggunakan satu saluran saja.

    Jaringan model ini sewaktu mendapat gangguan akan menghentikan

    penyaluran tenaga listrik cukup lama sebelum gangguan tersebut diperbaiki

    kembali. Oleh sebab itu kontinuitas pelayanan pada sistem radial terbuka ini

    kurang bisa diandalkan. Selain itu makin panjang jarak saluran dari gardu

    induk ke konsumen, kondisi tegangan makin tidak bisa diandalkan, justru

    bertambah buruk karena rugi-rugi tegangan akan lebih besar. Berarti kapasitas

    pelayanan untuk sistem radial terbuka ini sangat terbatas.

    b. Sistem Radial Paralel

    Keuntungannya :

    Kontinuitas pelayanan lebih terjamin, karena menggunakan dua sumber

    Kapasitas pelayanan lebih baik dan dapat melayani beban maksimum

    Kedua saluran dapat melayani titik beban secara bersama

    Bila salah satu saluran mengalami gangguan, maka saluran yang satu lagi

    dapat menggantikannya, sehingga pemadaman tak perlu terjadi.

    Dapat menyalurkan daya listrik melalui dua saluran yang diparalelkan

    Kelemahannya :

    o Peralatan yang digunakan lebih banyak terutama peralatan proteksi

    o Biaya pembangunan lebih mahal

  • 11

    Gambar 1.4 Sistem Jaringan Radial Paralel

    Sumber : Suswanto, Daman. Sistem Distribusi Tenaga Listrik Untuk

    Mahasiswa Teknik Elektro, Ed. I, Padang : Universitas Negeri Padang Press,

    2009, p.21.

    Untuk memperbaiki kekurangan dari sistem radial terbuka diatas maka

    dipakai konfigurasi sistem radial paralel, yang menyalurkan tenaga listrik

    melalui dua saluran yang diparalelkan. Pada sistem ini titik beban dilayani oleh

    dua saluran, sehingga bila salah satu saluran mengalami gangguan, maka

    saluran yang satu lagi dapat menggantikan melayani, dengan demikian

    pemadaman tak perlu terjadi. Kontinuitas pelayanan sistem radial paralel ini

    lebih terjamin dan kapasitas pelayanan bisa lebih besar dan sanggup melayani

    beban maksimum (peak load) dalam batas yang diinginkan. Kedua saluran

    dapat dikerjakan untuk melayani titik beban bersama-sama. Biasanya titik

    beban hanya dilayani oleh salah satu saluran saja. Hal ini dilakukan untuk

    menjaga kontinuitas pelayanan pada konsumen.

  • 12

    c. Sistem Rangkaian Tertutup (Loop Circuit)

    Gambar 1.5 Sistem Jaringan Tertutup

    Sumber : Suswanto, Daman. Sistem Distribusi Tenaga Listrik Untuk

    Mahasiswa Teknik Elektro, Ed. I, Padang : Universitas Negeri Padang Press,

    2009, p.22.

    Keuntungannya :

    Dapat menyalurkan daya listrik melalui satu atau dua saluran feeder yang

    saling berhubungan

    Menguntungkan dari segi ekonomis

    Bila terjadi gangguan pada salauran maka saluran yang lain dapat

    menggantikan untuk menyalurkan daya listrik

    Kontinuitas penyaluran daya listrik lebih terjamin

    Bila digunakan dua sumber pembangkit, kapasitas tegangan lebih baik dan

    regulasi tegangan cenderung kecil

    Dalam kondisi normal beroperasi, pemutus beban dalam keadaan terbuka

    Biaya konstruksi lebih murah

  • 13

    Faktor penggunaan konduktor lebih rendah, yaitu 50 %

    Keandalan relatif lebih baik

    Kelemahannya :

    o Keterandalan sistem ini lebih rendah

    o Drop tegangan makin besar

    o Bila beban yang dilayani bertambah, maka kapasitas pelayanan akan lebih

    jelek

    Sistem rangkaian tertutup pada jaringan distribusi merupakan suatu sistem

    penyaluran melalui dua atau lebih saluran feeder yang saling berhubungan

    membentuk rangkaian berbentuk cincin.

    Sistem ini secara ekonomis menguntungkan, karena gangguan pada

    jaringan terbatas hanya pada saluran yang terganggu saja. Sedangkan pada

    saluran yang lain masih dapat menyalurkan tenaga listrik dari sumber lain

    dalam rangkaian yang tidak terganggu. Sehingga kontinuitas pelayanan sumber

    tenaga listrik dapat terjamin dengan baik. Yang perlu diperhatikan pada sistem

    ini apabila beban yang dilayani bertambah, maka kapasitas pelayanan untuk

    sistem rangkaian tertutup ini kondisinya akan lebih jelek. Tetapi jika digunakan

    titik sumber (Pembangkit Tenaga Listrik) lebih dari satu di dalam sistem

    jaringan ini maka sistem ini akan benyak dipakai, dan akan menghasilkan

    kualitas tegangan lebih baik, serta regulasi tegangannya cenderung kecil.

    d. Sistem Network/Mesh

    Sistem network/mesh ini merupakan sistem penyaluran tenaga listrik yang

    dilakukan secara terus-menerus oleh dua atau lebih feeder pada gardu-gardu

    induk dari beberapa Pusat Pembangkit Tenaga Listrik yang bekerja secara

    paralel. Sistem ini merupakan pengembangan dari sistem-sistem yang

    terdahulu dan merupakan sistem yang paling baik serta dapat diandalkan,

    mengingat sistem ini dilayani oleh dua atau lebih sumber tenaga listrik. Selain

    itu junlah cabang lebih banyak dari jumlah titik feeder.

  • 14

    Keuntungannya :

    Penyaluran tenaga listrik dapat dilakukan secara terus-menerus (selama 24

    jam) dengan menggunakan dua atau lebih feeder

    Merupakan pengembangan dari sistem-sistem yang terdahulu

    Tingkat keterandalannya lebih tinggi

    Jumlah cabang lebih banyak dari jumlah titik feeder

    Dapat digunakan pada daerah-daerah yang memiliki tingkat kepadatan

    yang tinggi

    Memiliki kapasitas dan kontinuitas pelayanan sangat baik

    Gangguan yang terjadi pada salah satu saluran tidak akan mengganggu

    kontinuitas pelayanan

    Kelemahannya :

    o Biaya konstruksi dan pembangunan lebih tinggi

    o Pengaturan alat proteksi lebih sukar

  • 15

    Gambar 1.6 Sistem Jaringan Network/mesh

    Sumber : Suswanto, Daman. Sistem Distribusi Tenaga Listrik Untuk

    Mahasiswa Teknik Elektro, Ed. I, Padang : Universitas Negeri Padang Press,

    2009, p.24.

    Sistem ini dapat digunakan pada daerah-daerah yang memiliki kepadatan

    tinggi dan mempunyai kapasitas dan kontinuitas pelayanan yang sangat baik.

    Gangguan yang terjadi pada salah satu saluran tidak akan mengganggu

    kontinuitas pelayanan. Sebab semua titik beban terhubung paralel dengan

    beberapa sumber tenaga listrik.

    e. Sistem Interkoneksi

    Keuntungannya :

    Merupakan pengembangan sistem network / mesh

    Dapat menyalurkan tenaga listrik dari beberapa Pusat Pembangkit Tenaga

    Listrik

  • 16

    Penyaluran tenaga listrik dapat berlangsung terus-menerus (tanpa putus),

    walaupun daerah kepadatan beban cukup tinggi dan luas

    Memiliki keterandalan dan kualitas sistem yang tinggi

    Apabila salah satu Pembangkit mengalami kerusakan, maka penyaluran

    tenaga listrik dapat dialihkan ke Pusat Pembangkit lainnya.

    Bagi Pusat Pembangkit yang memiliki kapasitas lebih kecil, dapat

    dipergunakan sebagai cadangan atau pembantu bagi Pusat Pembangkit

    Utama (yang memiliki kapasitas tenaga listrik yang lebih besar)

    Ongkos pembangkitan dapat diperkecil

    Sistem ini dapat bekerja secara bergantian sesuai dengan jadwal yang telah

    ditentukan

    Dapat memperpanjang umur Pusat Pembangkit

    Dapat menjaga kestabilan sistem Pembangkitan

    Keterandalannya lebih baik

    Dapat di capai penghematan-penghematan di dalam investasi

    Kelemahannya :

    o Memerlukan biaya yang cukup mahal

    o Memerlukan perencanaan yang lebih matang

    o Saat terjadi gangguan hubung singkat pada penghantar jaringan, maka

    semua Pusat Pembangkit akan tergabung di dalam sistem dan akan ikut

    menyumbang arus hubung singkat ke tempat gangguan tersebut.

    o Jika terjadi unit-unit mesin pada Pusat Pembangkit terganggu, maka akan

    mengakibatkan jatuhnya sebagian atau seluruh sistem.

    o Perlu menjaga keseimbangan antara produksi dengan pemakaian

    o Merepotkan saat terjadi gangguan petir

  • 17

    Gambar 1.7 Sistem Jaringan Interkoneksi

    Sumber : Suswanto, Daman. Sistem Distribusi Tenaga Listrik Untuk

    Mahasiswa Teknik Elektro, Ed. I, Padang : Universitas Negeri Padang Press,

    2009, p.25.

    Sistem interkoneksi ini merupakan perkembangan dari sistem

    network/mesh. Sistem ini menyalurkan tenaga listrik dari beberapa Pusat

    Pembangkit Tenaga Listrik yang dikehendaki bekerja secara paralel. Sehingga

    penyaluran tenaga listrik dapat berlangsung terusmenerus (tak terputus),

    walaupun daerah kepadatan beban cukup tinggi dan luas. Hanya saja sistem ini

    memerlukan biaya yang cukup mahal dan perencanaan yang cukup matang.

    Untuk perkembangan dikemudian hari, sistem interkoneksi ini sangat baik, bisa

    diandalkan dan merupakan sistem yang mempunyai kualitas yang cukup tinggi.

    Pada sistem interkoneksi ini apabila salah satu Pusat Pembangkit Tenaga

    Listrik mengalami kerusakan, maka penyaluran tenaga listrik dapat dialihkan

    ke Pusat Pembangkit lain. Untuk Pusat Pembangkit yang mempunyai kapasitas

  • 18

    kecil dapat dipergunakan sebagai pembantu dari Pusat Pembangkit Utama

    (yang mempunyai kapasitas tenaga listrik yang besar). Apabila beban normal

    sehari-hari dapat diberikan oleh Pusat Pembangkit Tenaga listrik tersebut,

    sehingga ongkos pembangkitan dapat diperkecil. Pada sistem interkoneksi ini

    Pusat Pembangkit Tenaga Listrik bekerja bergantian secara teratur sesuai

    dengan jadwal yang telah ditentukan. Sehingga tidak ada Pusat Pembangkit

    yang bekerja terus-menerus. Cara ini akan dapat memperpanjang umur Pusat

    Pembangkit dan dapat menjaga kestabilan sistem pembangkitan.

    C. RUGI-RUGI PADA SISTEM TENAGA LISTRIK

    Setiap peralatan listrik yang digunakan tidak selamanya bekerja dengan sempurna.

    Semakin lama waktu pemakaian, maka akan berkurang efisiensi dari peralatan tersebut

    sehingga akan mengakibatkan rugi-rugi yang semakin besar pula (Hadi, Abdul, 1994 :3).

    Rugi-rugi pada sistem tenaga listrik dibagi menjadi dua, yaitu :

    1. Rugi-rugi sistem transmisi, yaitu rugi-rugi transformator step-up (trafo tegangan

    tinggi), saluran transmisi, dan transformator di gardu induk.

    2. Rugi-rugi pada sistem distribusi, yaitu rugi-rugi pada penyulang utama serta

    jaringan, transformator distribusi, peralatan distribusi, dan pengukuran.

    Rugi-rugi pada sistem tenaga listrik menurut sumber, dibagi menjadi :

    1. Rugi-rugi teknis

    Rugi-rugi teknis (susut teknis) muncul akibat sifat daya hantar material/

    peralatan listrik itu sendiri yang sangat bergantung pada kualitas bahan dari

    material/peralatan listrik tersebut, jika pada jaringan maka akan sangat

    bergantung pada konfigurasi jaringannya.

    2. Rugi-rugi non teknis

    Rugi-rugi non teknis muncul akibat adanya masalah pada penyaluran sistem

    tenaga listrik. Rugi-rugi non teknis yang sering terjadi antara lain, pencurian

    listrik, penyambungan listrik secara ilegal, kurangnya akurasi pencatatan kWh

    meter pada pelanggan, dll.

  • 19

    Dalam proses penyaluran tenaga listrik ke para pelanggan (dimulai dari

    pembangkit, transmisi dan distribusi) terjadi rugi-rugi teknis (losses) yaitu rugi daya dan

    rugi energi. Rugi teknis adalah pada penghantar saluran, adanya tahanan dari penghantar

    yang dialiri arus sehinggga timbullah rugi teknis (I2R) pada jaringan tersebut. Misalnya

    pada mesin-mesin listrik seperti generator, trafo, dan sebagainya, adanya histerisis dan

    arus pusar pada besi dan belitan yang dialiri arus sehinggga menimbulkann rugi teknis

    pada peralatan tersebut. Rugi teknis pada pembangkit dapat diperbaiki dengan

    meningkatkan efisiensi dan mengurangi pemakaian sendiri.

    Rugi teknis pada sistem distribusi merupakan penjumlahan dari I2R atau rugi

    tahanan dan dapat dengan mudah diketahui bila arus puncaknya diketahui. Rugi teknis

    dari jaringan tenaga listrik tergantung dari macam pembebanan pada saluran tersebut

    (beban merata, terpusat). Rugi teknis pada transformator terdiri dari rugi beban nol dan

    rugi pada waktu pembebanan. Rugi pada beban nol dikenal dengan rugi besi, dan tidak

    tergantung dari arus beban, sedangkan rugi pada waktu pembebanan dikenal dengan rugi

    tembaga yang nilainya bervariasi sesuai dengan kuadrat arus bebannya.

    Rugi energi (rugi kWh) biasanya dinyatakan dalam bentuk rupiah. Biaya untuk

    mencatu kerugian ini dapat dibagi dalam 2 bagian yang utama :

    a. Komponen energi atau biaya produksi untuk membangkitkan kehilangan kWh.

    b. Komponen demand/beban atau biaya tahunan yang tercakup di dalam sistem

    investasinya yang diperlukan mencatu rugi beban rugi beban puncak.

    Kedua komponen tersebut biasaya digabungkan menjadi satu, baik dalam bentuk

    Rp/kWh untuk rugi energi maupun dalam Rp/kW rugi daya puncak. Biasanya rugi teknis

    itu tergantung pada titik yang diamati dari sistem tersebut, titik yang terjauh dari sumber,

    sudah tentu biayanya lebih besar.

    D. PERMASALAHAN DALAM MENENTUKAN RUGI-RUGI ENERGI

    Pada umumnya rugi-rugi teknis pada tingkat pembangkit dan saluran transmisi

    pemantauannya tidak menjadi masalah karena adanya fasilitas pengukuran yang dapat

    dipantau dengan baik. Hal yang sama juga terdapat pada gardu induk (GI), sehingga rugi-

  • 20

    rugi teknis dari GI tidak menjadi masalah besar karena disinipun pengukuran dan

    pemantauan berjalan baik.

    Lain halnya pada sisi distribusi, rugi-rugi teknis lebih kompleks dan sulit

    diketahui besarannya. Pada GI setiap penyulang yang keluar dari GI ini dilengkapi

    dengan alat pengukur, begitu pula pada sisi primer trafo tenaganya. Selepas ini tidak

    terdapat lagi alat pengukuran kecuali pada meteran pelanggan. Oleh karena itu, sangatlah

    sulit menentukan rugi energi secara tepat pada sistem distribusi.

    Dengan menentukan rugi/susut energi pada saluran distribusi, cara yang dilakukan

    oleh bebrapa perusahaan listrik adalah membandingkan energi yang disalurkan oleh

    gardu induk dan energi yang terjual dalam selang waktu tertentu, misalnya setahun.

    Ada dua sumber kesalahan pokok dalam perhitungan susut energi :

    1. Selisih kWh (energi) yang disalurkan GI dan kWh yang terjual atau energi

    yang dipakai oleh pelanggan tidak menggambarkan keadaan sebenarnya,

    Karena ada energi yang tidak terukur seperti pencurian listrik, meteran rusak,

    kesalahan pembacaan kWh meter dan sebagainya. Dari sini jelaslah selisih

    energi yang sebenarnya tidak dapat diukur secara pasti.

    2. Pembacaan meteran pada GI mungkin dapat dilakukan pada hari yang sama,

    dengan demikian kWh (energi) yang diukur bebar-benar merupakan kWh yang

    disalurkan, sedangkan pembacaan meteran pelanggan tidak bersamaan

    waktunya sehingga hal ini akan merupakan kesalahan dalam analisis

    selanjutnya.

  • 21

    E. METODE ESTIMASI RUGI-RUGI ENERGI LISTRIK

    Gambar 1. 8 Saluran yang diberi beban

    Gambar 1.2 adalah model di mana terdapat rugi-rugi energi pada penghantar

    (saluran). Di mana I adalah besarnya arus yang mengalir dan R adalah tahanan pada

    penghantar, maka rugi-rugi daya pada saluran adalah :

    ................................................ (1)

    Pada periode T, energi yang terbuang pada saluran adalah :

    ................................................ (2)

    Pada sistem tiga fasa yang terdiri dari N segmen terdapat tahanan konduktor

    sebesar R /km, maka total rugi-rugi yang timbul pada penyulang adalah jumlah dari

    rugi-rugi di tiap fasa.

    Rugi-rugi daya yang timbul di fasa-a, pada waktu t dituliskan dengan :

    {[ ] }

    ............................... (3)

    Di mana :

    : arus yang mengalir di fasa-a pada segmen dalam

    waktu singkat t.

    : panjang dari konduktor pada segmen .

  • 22

    Gambar 1.9 Diagram rangkaian listrik dari gardu distribusi

    Gambar 1.10 Diagram satu garis dari gardu distribusi

    Jika panjang saluran dibagi menjadi N segmen, maka dapat dibuat

    perbandingan antara arus yang mengalir di saluran pada segmen dalam waktu

    singkat t dengan arus total yang mengalir di sepanjang saluran fasa-a sebagai

    berikut :

    ............................................ (4)

    Ia

    I1 I2

    x l

    segmen 1 segmen N

    I1 I2 x km l km

    segmen 1 segmen N

    GD

  • 23

    Dengan mensubstitusi persamaan (4) ke persamaan (3), diperoleh :

    {[ ] }

    ....................... (5)

    Persamaan (5) dapat disederhanakan menjadi :

    {

    } ....................... (6)

    Rugi-rugi energi yang; timbul di fasa-a selama periode waktu-T dapat diperoleh

    dengan mengintegralkan persamaan (6) :

    { {

    } } ...................... (7)

    Kita dapat menyederhanakan estimasi rugi-rugi dengan mengasumsikan bentuk

    variasi beban. Dengan asumsi ini , kita dapat menjadikannya konstanta. Sebagai

    contoh :

    Di sini,

    : rating daya yang terpasang pada beban motor-motor di segmen .

    : total rating daya yang terpasang di sepanjang saluran.

    Sehingga persamaan (7) dapat dituliskan menjadi :

    {

    ( )

    }

    ............... (8)

    Dengan mewakilkan :

    {

    ( )

    }

  • 24

    Maka diperoleh persamaan estimasi rugi-rugi energi pada fasa-a yang lebih sederhana

    menjadi :

    ............................ (9)

    Jadi, total rugi-rugi energi pada sistem tiga fasa merupakan penjumlahan rugi-rugi di

    setiap fasa. Dengan demikian, rumus estimasi rugi-rugi energi pada saluran tiga fasa

    dapat dituliskan sebagai berikut :

    {

    }

    ............ (10)

    Faktor F dan R (besar tahannan per km) dapat dihitung konstan selama konfigurasi

    saluran/penyulang (panjang, topologi, rating daya) tidak berubah.

    Nilai , dan diperoleh berdasarkan rekaman setiap 30 menit setiap hari

    dari metering yang terdapat pada penyulang. Data-data ini akan didefenisikan ke dalam

    tabel dan digambarkan dalam kurva arus terhadap waktu.

    Untuk memudahkan menghitung

    , penulis menggunakan metode

    simpson.

    Metode Simpson

    Di samping menggunakan rumus trapesium dengan interval yang lebih kecil, cara

    lain untuk mendapatkan perkiraan yang lebih teliti adalah menggunakan polinomial order

    lebih tinggi untuk menghubungkan titik-titik data. Misalnya, apabila terdapat satu titik

    tambahan di antara f (a) dan f (b), maka ketiga titik dapat dihubungkan dengan fungsi

    parabola (Gambar 1.11a). Apabila terdapat dua titik tambahan dengan jarak yang sama

    antara f (a) dan f (b), maka keempat titik tersebut dapat dihubungkan dengan polinomial

    order tiga (Gambar 1.11b). Rumus yang dihasilkan oleh integral di bawah polinomial

    tersebut dikenal dengan metode (aturan) Simpson.

  • 25

    Gambar 1.11 Aturan Simpson

    1) Aturan Simpson 1/3

    Di dalam aturan Simpson 1/3 digunakan polinomial order dua (persamaan

    parabola) yang melalui titik f (xi 1), f (xi) dan f (xi + 1) untuk mendekati fungsi.

    Rumus Simpson dapat diturunkan berdasarkan deret Taylor. Untuk itu, dipandang

    bentuk integral berikut ini.

    dxxfxI x

    a

    )()( (1.11)

    Apabila bentuk tersebut didiferensialkan terhadap x, akan menjadi:

    )()(

    )(' xfdx

    xdIxI (1.12)

    Dengan memperhatikan Gambar 1.12. dan persamaan (1.12) maka persamaan deret

    Taylor adalah:

    )(''!3

    )('

    !2

    )()()()( i

    3

    i

    2

    iii1i xfx

    xfx

    xfxxIxxIxI

    )()('''!4

    5i

    4

    xOxfx

    (1.13)

    )(''!3

    )('

    !2

    )()()()( i

    3

    i

    2

    iii1i xfx

    xfx

    xfxxIxxIxI

    )()('''!4

    5i

    4

    xOxfx

    (1.14)

    Pada Gambar 1.12, nilai I (xi + 1) adalah luasan dibawah fungsi f (x) antara

    batas a dan xi + 1. Sedangkan nilai I (xi 1) adalah luasan antara batas a dan I (xi 1).

  • 26

    Dengan demikian luasan di bawah fungsi antara batas xi 1 dan xi + 1 yaitu (Ai),

    adalah luasan I (xi + 1) dikurangi I (xi 1) atau persamaan (1.13) dikurangi persamaan

    (1.14).

    Ai = I (xi + 1) I (xi 1)

    atau

    )()(''3

    )(2 5i

    3

    ii xOxfx

    xfxA (1.15)

    Gambar 1.12 Penurunan metode Simpson

    Nilai f ''(xi) ditulis dalam bentuk diferensial terpusat:

    )(

    )()(2)()('' 2

    2

    1ii1i

    i xOx

    xfxfxfxf

    Kemudian bentuk diatas disubstitusikan ke dalam persamaan (1.15). Untuk

    memudahkan penulisan, selanjutnya notasi f (xi) ditulis dalam bentuk fi, sehingga

    persamaan (1.15) menjadi:

    )()(3

    )2(

    3

    2 52

    3

    1ii1iii xOxOx

    fffx

    fxA

    atau

    )()4(3

    51ii1ii xOfff

    xA (1.16)

  • 27

    Persamaan (1.16) dikenal dengan metode Simpson 1/3. Diberi tambahan nama 1/3

    karena x dibagi dengan 3. Pada pemakaian satu pias, 2

    abx

    , sehingga

    persamaan (1.16) dapat ditulis dalam bentuk:

    )()(4)(6

    i bfcfafab

    A

    (1.17)

    dengan titik c adalah titik tengah antara a dan b.

    Kesalahan pemotongan yang terjadi dari metode Simpson 1/3 untuk satu pias

    adalah:

    )(''''90

    1 5t fx

    Oleh karena 2

    abx

    , maka:

    )(''''2880

    )( 5

    t fab

    2) Aturan Simpson 1/3 dengan banyak pias

    Seperti dalam metode trapesium, metode Simpson dapat diperbaiki dengan

    membagi luasan dalam sejumlah pias dengan panjang interval yang sama (Gambar

    1.12):

    n

    abx

    dengan n adalah jumlah pias.

  • 28

    Gambar 1.13. Metode Simpson dengan banyak pias

    Luas total diperoleh dengan menjumlahkan semua pias, seperti pada Gambar 1.13.

    b

    a1n31 ...)( AAAdxxf (1.18)

    Dalam metode Simpson ini jumlah interval adalah genap. Apabila persamaan (1.16)

    disubstitusikan ke dalam persamaan (1.18) akan diperoleh:

    )4(3

    ...)4(

    3

    )4(

    3

    )( n1n2n

    b

    a321210 fff

    xfff

    xfff

    xdxxf

    atau

    b

    a

    2n

    2ii

    1n

    1ii )(2)(4)()(

    3

    )( xfxfbfaf

    xdxxf (1.19)

    Seperti pada Gambar (1.13), dalam penggunaan metode Simpson dengan banyak

    pias ini jumlah interval adalah genap. Perkiraan kesalahan yang terjadi pada aturan

    Simpson untuk banyak pias adalah:

    ''''180

    )(4

    5

    a fn

    ab

    dengan ''''f adalah rerata dari turunan keempat untuk setiap interval.

    3) Metode Simpson 3/8

    Metode Simpson 3/8 diturunkan dengan menggunakan persamaan

    polinomial order tiga yang melalui empat titik.

    dxxfdxxfI b

    a3

    b

    a

    )()(

    Dengan cara yang sama pada penurunan aturan Simpson 1/3, akhirnya diperoleh:

    )()(3)(3)(8

    33210 xfxfxfxf

    xI (1.20)

    dengan:

  • 29

    3

    abx

    Persamaan (1.20) disebut dengan metode Simpson 3/8 karena x dikalikan dengan

    3/8. Metode Simpson 3/8 dapat juga ditulis dalam bentuk:

    8

    )()(3)(3)()( 3210

    xfxfxfxfabI

    (1.21)

    Metode Simpson 3/8 mempunyai kesalahan pemotongan sebesar:

    )(''''80

    3 3t fx (1.22a)

    Mengingat 3

    abx

    , maka:

    )(''''6480

    )( 5

    t fab

    (1.22b)

    Metode Simpson 1/3 biasanya lebih disukai karena mencapai ketelitian

    order tiga dan hanya memerlukan tiga titik, dibandingkan metode Simpson 3/8 yang

    membutuhkan empat titik. Dalam pemakaian banyak pias, metode Simpson 1/3

    hanya berlaku untuk jumlah pias genap. Apabila dikehendaki jumlah pias ganjil,

    maka dapat digunakan metode trapesium. Tetapi metode ini tidak begitu baik

    karena adanya kesalahan yang cukup besar. Untuk itu kedua metode dapat

    digabung, yaitu sejumlah genap pias digunakan metode Simpson 1/3 sedang 3 pias

    sisanya digunakan metode Simpson 3/8.

  • 30

    X. Jadwal

    No Kegiatan

    Bulan

    Februari

    (2014)

    Maret

    (2014)

    April

    (2014)

    Mei

    (2014)

    Juni

    (2014)

    1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

    1 Pembahasan judul skripsi kepada

    KKDK

    2 Pembuatan proposal

    3 Pengajuan proposal kepada dosen

    pembimbing

    4 Seminar Proposal

    5 Pengerjaan Skripsi/Bimbingan

    tugas akhir

    6 Penelitian

    7 Seminar Hasil

    8 Seminar Skripsi

  • 31

    XI. DAFTAR PUSTAKA

    Ek Bien, Liem; Kasim, Ishak & Aprianti Pratiwi, Erni, Analysis of Power Losses

    Calculation in Medium Voltage Network of Feeder Serimpi, PAM 1, and PAM 2 at

    Network Area Gambir PT. PLN (Persero) Distribution Jakarta Raya and

    Tangerang, JETri, vol. 8, no. 2, pp. 53-72, Februari 2009.

    Forum Distribusi, Peningkatan Mutu dan Keandalan Sistem Distribusi melalui

    Penguatan Kendali Operasi serta Kompetensi Pengelola Distribusi, PT PLN

    (Persero), Jakarta, 12-13 Juli 2006.

    Gunawan, Erwin, Upaya Menurunkan Susut Non Teknis Dengan Optimalisasi Penertiban

    Pemakaian Tenaga Listrik (P2TL) di PT PLN (Persero) Area Kotabumi. Telaahan

    Staff PT. PLN (Persero) Distribusi Lampung-Area Kotabumi, 2013.

    Hadi, Abdul, Sistem Distribusi Daya Listrik, Jakarta : Erlangga, 1994.

    http://garyshafer.blogspot.com/2008/03/29/Rugi/Susut Teknis Pada Sistem Distribusi

    Tenaga Listrik/diakses tanggal 28 Desember 2013.

    http://elista.akprind.ac.id/upload/files/9021_Bab_7.doc/diakses tanggal 30 Desember

    2013.

    http://kwhprodigy.blogspot.com/2012_02_01_archive.html/diakses tanggal 03 Januari

    2013.

    Purcell, Edwin J.; Rigdon, Steven E.; & Varberg, Dale, 2007, Kalkulus dan Geometri

    Analitis Jilid 1, Edisi kesembilan, (Penerjemah : I Nyoman Susila, Bana

    Kartasasmita, Rawuh) , Penerbit Erlangga, Jakarta.

    Rao, P. S. Nagendra; Deekshit, Ravishankar, Energy Loss Estimation in Distribution

    Feeders, IEEE Trans. On Power Delivery, vol. 21, no.3, pp. 1092-1100, July 2006.

    Ramadhianto, Danang, Studi Susut Energi Pada Sistem Distribusi Tenaga Listrik Melalui

    Analisis Pengukuran dan Perhitungan, Skripsi, Universitas Indonesia, 2008.