Proposal -Yosep Kristianto- Ver.0.05

31
PROPOSAL PENELITIAN SKRIPSI PERUBAHAN KIMIAWI PADA FERMENTASI SUSU WIJEN OLEH Lactobacillus plantarum DAD13 Diajukan Oleh: Nama : Yosep Kristianto NIM : 08/269104/TP/09238 JURUSAN TEKNOLOGI PANGAN DAN HASIL PERTANIAN

description

PERUBAHAN KIMIAWI PADA FERMENTASI SUSU WIJEN OLEH Lactobacillus plantarum DAD13

Transcript of Proposal -Yosep Kristianto- Ver.0.05

Page 1: Proposal -Yosep Kristianto- Ver.0.05

PROPOSAL PENELITIAN SKRIPSI

PERUBAHAN KIMIAWI PADA FERMENTASI SUSU WIJEN

OLEH Lactobacillus plantarum DAD13

Diajukan Oleh:

Nama : Yosep Kristianto

NIM : 08/269104/TP/09238

JURUSAN TEKNOLOGI PANGAN DAN HASIL PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA

2012

Page 2: Proposal -Yosep Kristianto- Ver.0.05

PROPOSAL PENELITIAN SKRIPSI

PERUBAHAN KIMIAWI PADA FERMENTASI SUSU WIJEN

OLEH Lactobacillus plantarum DAD13

Yang diajukan kepada Fakultas Teknologi Pertanian

Universitas Gadjah Mada

Oleh:

Yosep Kristianto(08/26938/TP/09238)

Telah didiskusikan dan disetujui untuk dilaksanakan.

Yogyakarta, 29 Februari 2012

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Dr. Ir. Pudji Hastuti, M.Sc . Dr. Ir. Tyas Utami , M.Sc . NIP. 19501009 197603 2 001 NIP. 19620418 198603 2 001

MengetahuiWakil Dekan Bidang Akademik dan Penelitian

Dr. Ir. Bambang Purwantana, M.AgrNIP. 19611216 198903 1 001

1

Page 3: Proposal -Yosep Kristianto- Ver.0.05

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Wijen sudah lama dikenal sebagai bijian penghasil minyak (Kang et al., 2003

dalam Hahm, 2009). Dalam perkembangannya, diketahui wijen memiliki kandungan

antioksidan dengan aktivitas antioksidan yang baik (Kanu et al., 2007; Shahidi et al.,

2006; Shyu et al., 2005) dan terbukti memiliki pengaruh positif terhadap kesehatan

(Chen et al., 2005; Hirata et al., 1996). Namun demikian, wijen masih jarang

termanfaatkan sebagai bahan pangan fungsional.

Masyarakat umumnya hanya mengenal wijen dalam bentuk minyak wijen dan

tidak memanfaatkan wijen sebagai sumber antioksidan bagi kesehatan. Di sisi lain,

ketertarikan konsumen untuk mengkonsumsi pangan yang mampu memberi efek

kesehatan dan mencegah penyakit-penyakit degeneratif semakin meningkat (Prado et

al., 2008). Produksi jenis pangan tersebut pun ikut meningkat yang didorong oleh

besarnya potensi pasar tersebut (Hilliam, 2000 dalam Prado et al., 2008). Oleh sebab

itu, diperlukan bentuk olahan wijen yang dapat diterima masyarakat sehingga wijen

dapat dimanfaatkan sebagai salah satu sumber antioksidan.

Susu nabati (sari) berbasis kedelai sudah cukup populer dikalangan masyarakat

dan diterima dengan baik hingga saat ini. Susu kedelai ini berkembang sebagai salah

satu tanggapan atas ketidakcocokan produk susu hewani bagi penderita lactose

intoleran (Heenan et al., 2004 dalam Prado et al., 2008). Namun demikian, susu

kedelai memiliki kelemahan, antara lain berbau langu dan dapat menyebabkan

flatulensi.

Seperi halnya kedelai, wijen juga dapat diolah menjadi susu nabati. Kajian

penelitian mengenai susu wijen sudah pernah dilakukan oleh Quasem et al. (2009) dan

dilaporkan bahwa wijen dapat diolah menjadi susu nabati. Dibanding kedelai, bau

langu yang dihasilkan wijen jauh lebih rendah. Penelitian yang dilakukan oleh

Ambarwani dan Susilo (2008) melaporkan bahwa penambahan wijen dapat

mengurangi bau langu dari susu kedelai. Namun demikian, susu wijen masih

dimungkinkan menyebabkan flatulensi mengingat wijen mengandung stakiosa dan

raffinosa (Wankhede dan Tharanathan, 1976) sama seperti kedelai (Wang et al.,

2003). Kedua oligosakarida tersebut diketahui bertanggungjawab menyebabkan

flatulensi.

2

Page 4: Proposal -Yosep Kristianto- Ver.0.05

Kedua oligosakarida tersebut berhasil dikurangi kadarnya pada susu kedelai

dengan fermentasi (Yusmarini, 1997; Hou et al., 2000; Wang et al., 2003). Proses

fermentasi ini dapat pula dilakukan pada susu wijen (Afaneh et al., 2011). Disamping

dapat mengurangi kandungan kedua oligosakarida tersebut, fermentasi akan

meningkatkan flavor dan umur simpan dari susu wijen. Selain itu, fermentasi susu

wijen diduga dapat meningkatkan aktivitas antioksidannya (Namiki dalam Shi et al.,

2010).

Fermentasi susu nabati dapat dilakukan dengan memanfaatkan bakteri asam

laktat sebagai kultur starter (Wang et al., 2003; Afaneh et al., 2011; Kusumayanti,

2011; Mahardita, 2011). Untuk dapat menghasilkan minuman fermentasi yang baik,

kultur starter yang digunakan memerlukan sumber nutrisi yang mencukupi selama

proses fermentasi, salah satunya adalah sumber karbon. Umumnya tetap diperlukan

suplementasi sumber karbon dalam fermentasi susu nabati untuk meningkatkan

aktivitas dan produksi asam dari kultur starter (Shirai et al., 1992 dalam Afaneh et al.,

2011). Hal ini disebabkan oleh rendahnya sumber karbon alami pada susu nabati yang

bisa diakses kultur starter. Kusumayanti (2011) dan Mahardita (2011) melaporkan

bahwa penambahan sukrosa berpengaruh nyata dalam meningkatkan aktivitas kultur

starter dalam memfermentasi susu kacang tanah.

Sampai saat ini belum ada penelitian yang secara spesifik melakukan kajian

kecukupan sumber karbon dalam fermentasi susu wijen. Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui perlunya kebutuhan suplementasi sumber karbon bagi starter yang

digunakan untuk tumbuh dan melakukan aktivitas metabolismenya selama fermentasi

susu wijen. Pemantauan akan dilakukan melalui pengamatan perubahan gula, asam

organik, pH, dan viabilitas kultur pada susu wijen yang difermentasi.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Apa saja macam gula pada susu wijen dan berapa besar kandungannya serta

bagaimana perubahannya setelah difermentasi L. plantarum DAD13?

2. Bagaimana pengaruh penambahan sukrosa terhadap perubahan pH, kandungan

asam organik, dan pertumbuhan L. plantarum DAD13 dalam fermentasi susu

wijen?

3

Page 5: Proposal -Yosep Kristianto- Ver.0.05

C. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan umum:

Mengetahui seberapa perlunya penambahan sukrosa untuk menyokong

pertumbuhan L. plantarum DAD13 dan aktivitas metabolismenya selama

fermentasi susu wijen.

Tujuan khusus:

1. Mengetahui macam dan kandungan gula pada susu wijen dan perubahannya

setelah difermentasi oleh L. plantarum DAD13.

2. Mengetahui pengaruh penambahan sukrosa pada berbagai tingkat konsentrasi

terhadap perubahan pH, asam organik, dan pertumbuhan L. plantarum DAD13

dalam fermentasi susu wijen.

4

Page 6: Proposal -Yosep Kristianto- Ver.0.05

BAB II

TINJAU PUSTAKA

A. WIJEN

Wijen (Sesamum indicum L.) merupakan jenis tanaman yang bijinya banyak

digunakan untuk menghasilkan minyak (Weiss, 1983 dalam Hahm, 2009). Sekitar

70% dari produksi biji wijen dunia digunakan untuk menghasilkan minyak (Kang et

al., 2003 dalam Hahm, 2009). Wijen juga telah banyak digunakan sebagai bahan

tambahan dalam makanan (Morris, 2002 dalam Hahm, 2009).

a. Komposisi Kimia Wijen

Oleh Quasem et al. (2009) dilaporkan bahwa biji wijen mengandung minyak

(50%), protein (25%), karbohidrat (14%), dan abu (3%) di mana karbohidrat

tersebut terdiri dari glukosa (3,2%), fruktosa (2,6%), sukrosa (0,2%), dan sisanya

diperkirakan berupa dietary fibre. Dilaporkan oleh Wankhede dan Tharanathan

(1976) dalam Shi et al. (2010), wijen tidak mengandung pati namun memiliki

oligosakarida berupa planteosa [O–α–D–galaktopiranosil–(1,6)–β–D–

fruktofuranosil–α–D– glukopiranosida].

Wijen juga kaya akan antioksidan. Ada dua tipe antioksidan dari wijen yang

telah berhasil diisolasi: antioksidan larut lemak (tokoferol, sesaminil, dan

pinoresinol) dan antioksidan larut air: glukosida dan sesaminol (Chen et al., 2005).

Glukosida merupakan lignan prekursor dari sesaminol. Sesaminol dalam bentuk

bebas sifat antioksidan yang kuat dan stabil dibandingkan saat masih dalam bentuk

glukosida (Namiki dalam Shi et al., 2010)

b. Karbohidrat pada Wijen

Analisis macam kandungan karbohidrat pada wijen secara khusus telah dikaji

oleh Wankhede dan Tharanathan (1976). Dalam jurnalnya, dilaporkan wijen

mengandung D-glukosa (3,36%), D-galaktosa (0,40%), D-fruktosa (3,43%),

sukrosa (0,17%), raffinosa (0,59%), stakiosa (0,38%), planteosa (0,23%), dan

sesamosa (0,14%). Juga dilaporkan adanya pentasakarida (0,12%), heksasakarida

(0,04%), sejumlah hemiselulosa, dan selulosa.

5

Page 7: Proposal -Yosep Kristianto- Ver.0.05

1. Monosakarida pada Wijen

Monosakarida merupakan karbohidrat paling sederhana tidak dapat

diuraikan dengan cara hidrolisis menjadi karbohidrat lain. Wankhede dan

Tharanathan (1976) melaporkan adanya monosakarida berupa heksosa

(glukosa dan galaktosa) serta pentosa (fruktosa) pada wijen.

Glukosa

Glukosa (C6H12O6) atau dextrosa adalah salah karbohidrat terpenting yang

digunakan sebagai sumber energi bagi makhluk hidup. Monosakarida ini

merupakan salah satu hasil utama fotosintesis dan substrat bagi proses

respirasi.

Glukosa merupakan aldosa (mengandung gugus aldehid atau -CHO) yang

membentuk cincin piran.

Galaktosa

Galaktosa (C6H12O6) merupakan epimer dari glukosa pada C-4.

Monosakarida ini umumnya ditemukan pada produk susu dan diubah

menjadi glukosa melalui jalur Leloir sebelum dimetabolisir lebih lanjut.

Fruktosa

Fruktosa (C6H12O6) atau levulosa atau D-fruktofuranosa adalah

monosakarida yang ditemukan di banyak jenis tumbuhan dan merupakan

salah satu dari tiga gula darah penting bersama dengan glukosa dan

galaktosa.

6

Page 8: Proposal -Yosep Kristianto- Ver.0.05

2. Oligosakarida pada Wijen

Oligosakarida merupakan karbohidrat yang tersusun atas 2 – 10 monosakarida

sebagai monomernya. Wankhede dan Tharanathan (1976) melaporkan adanya

sukrosa, raffinosa, stakiosa, planteosa, dan sesamosa sebagai oligosakarida

pada wijen.

Sukrosa

Sukrosa (C12H22O11) atau sakarosa atau α-D-glukopiranosil-(1→2)-β-D-

frukto furanosida merupakan suatu disakarida yang dibentuk dari satu unit

glukosa dan satu unit fruktosa. Disakarida ini dikenal juga sebagai gula

pasir

Sukrosa diperoleh dari gula tebu atau gula beet. Penambahan sukrosa

dalam media

pertumbuhan

mikroorganisme

dimaksudkan

sebagai sumber

karbon.

Raffinosa

Raffinosa (C18H32O16) atau α-D-Galaktosilsukrosa merupakan trisakarida

yang tersusun oleh masing-masing satu unit galaktosa, fruktosa, dan

glukosa, atau satu unit galaktosa yang berikatan α-(1→6) glikosidik

dengan sukrosa.

Raffinosa banyak

ditemukan pada

tanaman seperti

kacang-kacangan

dan biji-bijian.

Oleh enzim α-

7

Page 9: Proposal -Yosep Kristianto- Ver.0.05

galaktosidase, oligosakarida ini dapat dihidrolisis menjadi D-galaktosa dan

sukrosa.

Stakiosa

Stakiosa (C24H42O21) atau β-D-fruktofuranosil-O-α-D-galactopiranosil-

(1→6)-O-α-D-galactopiranosil-(1→6)-α-D-glukopiranosida merupakan

tetrasakarida yang tersusun atas dua unit α-D-galaktosa, satu unit α-D-

glukosa, dan satu unit β-D-fruktosa yang saling berikatan dengan susunan

sebagai berikut: galaktosa-(α1→6)-galaktosa-(α1→6)-glukosa-(α1→2β)

fruktosa.

Stakiosa banyak

ditemukan pada

tanaman, khususnya

kacang-kacangan.

Oligosakarida ini

kurang manis

dibandingkan sukrosa

dan tidak bisa dicerna sempurna oleh sistem pencernaan manusia.

B. SUSU WIJEN

Menanggapi beberapa kasus penderita lactose intoleran, praktek pembuatan susu

nabati sudah banyak dibuat. Susu wijen merupakan susu nabati yang dapat digunakan

sebagai alternatif pengganti susu sapi karena memiliki kandungan protein yang tinggi

bila diproses secara baik (Quasem, 2009). Susu wijen memiliki kandungan protein

yang baik pula (Elleuch, 2007) dan tidak mengandung laktosa, sehingga cocok untuk

penderita lactose intoleran.

Kajian pembuatan susu wijen sudah pernah diteliti sebelumnya oleh Quasem et

al. (2009). Dalam penelitian tersebut, beberapa perlakuan pendahuluan sebelum

pembuatan susu wijen dilakukan. Secara umum, biji wijen dengan pemanasan sebagai

perlakuan pendahuluan meningkatkan kualitas susu wijen yang dihasilkan. Dilaporkan

perlakuan pengeringan biji wijen pada 170ºC selama 5 detik (menggunakan fluidized

bed drier) menghasilkan kualitas sari wijen keseluruhan yang baik (protein yield, total

yield solid, stabilitas dispersi, dan aspek sensoris), diikuti biji wijen yang dikeringkan

8

Page 10: Proposal -Yosep Kristianto- Ver.0.05

dengan suhu tidak lebih dari 55ºC selama 24 jam (menggunakan pengering oven) lalu

dikukus selama 15 menit. Perlakuan pendahuluan lain yang dilakukan dinilai tidak

menghasilkan kualitas susu wijen keseluruhan yang baik.

Susu wijen dengan kualitas keseluruhan terbaik yang dilaporkan Quasem et al.

(2009) tersebut memiliki tingkat keberterimaan konsumen yang rendah meskipun

sudah diberi tambahan sukrosa 2%. Perlakuan pendahuluan untuk menghasilkan

keberterimaan konsumen terbaik adalah dengan pemanggangan. Namun, perlakuan ini

tidak memberikan kualitas yang baik pada aspek kestabilan dispersi. Salah satu cara

untuk meningkatkan kualitas sensoris sari wijen adalah dengan fermentasi.

C. FERMENTASI ASAM LAKTAT

Fermentasi asam laktat adalah fermentasi di mana dihasilkan asam laktat. Tipe

fermentasi seperti ini telah lama dikenal manusia dalam mengolah produk pangan.

Fermentasi asam laktat pada produk pangan fermentasi dilakukan oleh bakteri asam

laktat.

a. Bakteri Asam Laktat

Secara umum, bakteri asam laktat (BAL) adalah kelompok bakteri yang

mampu menghasilkan asam laktat. Oleh Orla-Jensen (1919), BAL didefinisikan

sebagai kelompok besar bakteri yang non-motil, tidak menghasilkan spora, Gram

positif, berbentuk bulat atau batang yang menghasilkan asam laktat sebagai produk

utama fermentasi gula. Kelompok bakteri yang tergolong BAL antara lain:

lactobacilli (Lactobacillus, Pediococcus, Weissella, Leuconostoc, Oenococcus),

Lactococcus, dan Streptococcus thermophillus.

Kelompok bakteri ini telah lama digunakan dalam produksi produk

fermentasi berbasis susu hewani (Gorbach, 2002 dalam Prado et al., 2008). Salah

satu kelompok BAL yang banyak dimanfaatkan untuk fermentasi susu adalah

Lactobacillus. Bakteri-bakteri dari golongan lactobacilli dilaporkan tidak memiliki

efek patogenik dan virulensi (Aguirre and Collins, 1993 dalam Prado et al., 2008)

sehingga aman dikonsumsi.

Kini penggunaan BAL tidak terbatas untuk membuat minuman fermentasi

berbasis susu hewani. Banyak penelitian melaporkan bahwa BAL mampu

memfermentasi susu nabati menjadi produk minuman fermentasi, termasuk susu

wijen (Afaneh et al., 2011). Dalam penelitiannya tersebut, susu wijen

9

Page 11: Proposal -Yosep Kristianto- Ver.0.05

difermentasikan oleh kultur yoghurt campuran (Streptococcus thermophilus dan

Lactobacillus bulgaricus) untuk menghasilkan produk serupa yoghurt. Dilaporkan

bahwa susu wijen dapat difermentasi dengan baik oleh BAL meskipun tidak

mampu membentuk tekstur serupa dengan yoghurt dari susu hewani.

Salah satu jenis BAL yang juga biasa digunakan dalam fermentasi pangan

adalah Lactobaccilus plantarum. L. plantarum merupakan bakteri Gram positif

yang mampu memproduksi asam laktat. Bakteri ini sering dijumpai pada produk-

produk fermentasi dan mampu hidup dalam sistem pencernaan manusia.

L.plantarum tergolong fakultatif heterofermentatif dan mampu tumbuh dengan

memanfaatkan beragam sumber gula (Axelsson dalam Salminen et al., 2004).

b. Faktor Pemengaruh Aktivitas Bakteri Asam Laktat Selama Fermentasi

Ketersediaan nutrien bagi BAL selama fermentasi sangat mempengaruhi

keberhasilan dalam pembuatan minuman fermentasi. BAL memerlukan sejumlah

nutrient seperti: asam amino, peptida, derivat asam nukleat, vitamin, garam, asam

lemak/ester asam lemak, dan karbohidrat yang dapat difermentasi. Dalam hal ini,

kebutuhan nutrient secara spesifik untuk tiap spesies berbeda (Sneath et al., 1986

dalam Yusmarini, 1997). Tanpa kandungan nutrient yang cukup pada media

fermentasi, maka BAL tidak dapat melakukan pertumbuhan dan aktivitas

metabolismenya dengan baik.

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Yusmarini (1997), penambahan

sukrosa sebanyak 7% mampu menurunkan pH susu kedelai yang difermentasi oleh

L. bulgaricus dan S. thermophillus dengan penilaian organoleptik terbaik dibanding

gula-gula lain yang ditambahkan pada kadar yang sama. Sukrosa merupakan

disakarida yang akan diurai menjadi fruktosa dan glukosa. Glukosa akan

dimanfaatkan BAL sebagai sumber energi dan sebagian lagi dimetabolisir menjadi

asam-asam oganik, terutama asam laktat. Sedangkan penelitian yang dilakukan

Sumarna (2008), L. plantarum mampu memfermentasi dan mendegradasi

oligosakarida sebanyak 66,0 – 81,5% (tergantung strain yang digunakan) pada susu

kedelai setelah 48 jam fermentasi tanpa penambahan gula dari luar. Pada susu

wijen sendiri belum diketahui apakah kandungan gulanya sudah mencukupi untuk

dapat difermentasi BAL dengan baik.

Selain oleh kecukupan nutrient, aktivitas BAL juga dipengaruhi oleh suhu

fermentasi dan pH media. Suhu di mana BAL dapat tumbuh berkisar 5 – 52ºC, dan

10

Page 12: Proposal -Yosep Kristianto- Ver.0.05

optimum pada 30 – 40ºC. BAL bersifat asidurik dengan pH optimal pertumbuhan

5,5 – 5,8 namun masih dapat tumbuh pada pH < 4,0. Pada kondisi netral atau

alkalis, BAL mengalami fase lag sehingga laju pertumbuhannya rendah (Sneath et

al., 1986 dalam Yusmarini, 1997).

c. Metabolisme Karbohidrat oleh Bakteri Asam Laktat

Fermentasi susu nabati oleh BAL mengakibatkan penurunan pH susu

(Giyarto, 2010; Pangastuti, 2010). Penurunan pH ini dapat disebabkan oleh

produksi asam organik. Pada BAL dengan tipe heterofermentatif, dilaporkan

mampu menghasilkan asam organik seperti asam laktat dan asam asetat (Wang et

al., 2003). Produksi asam ini terjadi sebagai akibat dari metabolisme saat mengubah

gula menjadi energi. Jalur metabolism tersebut secara ringkas disajikan sebagai

berikut:

Karena sumber karbon untuk glikolisis adalah glukosa, maka senyawa gula

yang lebih kompleks harus dihidrolisis dulu. Wang et al. (2003) melaporkan bahwa

ada penurunan kadar sukrosa, raffinosa, dan stakiosa yang diikuti dengan

peningkatan kadar glukosa, galaktosa, dan fruktosa pada susu kedelai yang

difermentasi oleh BAL.

D. HIPOTESIS

1. Penambahan sukrosa akan menyokong pertumbuhan L. plantarum DAD13 selama

fermentasi susu wijen.

2. Susu wijen yang telah difermentasi oleh L. plantarum DAD13 akan mengalami

peningkatan kandungan gula sederhana dan penurunan kandungan oligosakarida.

3. Penambahan sukrosa akan meningkatkan produksi asam oleh L. plantarum DAD13

pada fermentasi susu wijen sehingga akan terjadi penurunan pH dan perubahan

kadar senyawa asam organik.

11

Senyawa Gula

Glukosa

Piruvat Asam laktat

HIDROLISIS

FERMENTASI

GLIKOLISIS

Page 13: Proposal -Yosep Kristianto- Ver.0.05

BAB III

METODE PENELITIAN

A. ALAT DAN BAHAN PENELITIAN

Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan susu wijen adalah biji wijen

kupas berwarna kuning dan air minuman dalam kemasan. Dalam pembuatan susu

wijen fermentasi, digunakan kultur L. plantarum DAD13 yang diperoleh dari Lab

Mikrobiologi PAU UGM dan sukrosa (merk GULAKU). Bahan untuk penyiapan

kultur adalah media MRS.

Untuk keperluan analisis kandungan gula, diperlukan pelarut asetonitril dan

akuabides. Pengukuran asam tertitasi dilakukan menggunakan aquades, indikator PP

1%, dan NaOH 0,1N standar serta garam oksalat untuk standarisasi NaOH. Sedangkan

enumerasi BAL dilakukan menggunakan media MRS agar dan NaCl 0,85%

(pengencer).

Alat-alat yang digunakan dalam pembuatan susu wijen dan pasteurisasinya adalah

timbangan, baskom, kompor gas, panci, blender, kain saring, gelas ukur 500 ml, gelas

beker 500 ml, spatula, thermometer, dan waterbath. Dalam pembuatan susu wijen

fermentasi, digunakan botol bekas (yang sudah dibersihkan) sebagai wadah

fermentasi, gelas beker, gelas ukur 100 ml, pipet ukur 1 ml, propipet, timbangan

analit, inkubator, dan autoclave.

Untuk analisis gula digunakan satu set HPLC dengan kolom isian (packed

column) berdimensi 250 mm, diameter 4,6 mm, berisi amin (Si-O-Si-(CH2)3-NH2)

dengan gugus aktif NH2 dengan ukuran partikel 5 μm), sentrifuse dingin, kertas

Whatman No.42, dan filter membran 0,45 μm. Untuk pengukuran asam organik,

menggunakan HPLC dengan kolom Hypersil HS C-18 (250 x 4,6 mm; 5µm).

Untuk pengukuran pH menggunakan pH-meter sedangkan untuk pengukuran

asam tertitrasi menggunakan pipet tetes, biuret dan statif, serta erlenmeyer 125 ml.

Untuk enumerasi BAL, digunakan cawan petri, pipet 1 ml, spirtus, inkubator dan

colony counter.

12

Page 14: Proposal -Yosep Kristianto- Ver.0.05

Kultur starter

1 ose L. plantarum DAD13

Inokulasi dalam 10 ml MRS broth

Inkubasi (37°C, 18 jam)

Inokulasi (1% total volume sampel)

Pasteurisasi (75°C, 5 menit)

Pendinginan cepat hingga 45°C

PEMBERIAN SUKROSA (0%, 4%, 8% b/v)

Susu wijen fermentasi

ANALISIS KANDUNGAN GULAPENGUKURAN pHPENGUKURAN ASAM TERTITRASIPENGUKURAN KANDUNGAN ASAM ORGANIKENUMERASI BAL

FERMENTASI SUSU WIJEN(37°C, 18 jam)

PENGUKURAN pH (tiap 2 jam)P E N G U K U R A N ASAM TERTITRASI (tiap 2 jam)

Susu wijen(siap fermentasi)

PENGUKURAN pHPENGUKURAN ASAM TERTITRASIENUMERASI BAL

ANALISIS KANDUNGAN GULA

ANALISIS K A N D U N G A N GULAPENGUKURAN KANDUNGAN ASAM ORGANIK

Susu wijen

Biji wijen kupas

PEMBUATAN SUSU WIJEN(wijen : air = 1 : 15)

B. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN

Penelitian kali ini berlokasi di Laboratorium Bioteknologi, Laboratorium Kimia

dan Biokimia Pangan Fakultas Teknologi Pertanian, dan Laboratorium Rekayasa

Proses, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

C. JALAN PENELITIAN

Penelitian diawali dengan pembuatan susu wijen yang kemudian akan

difermentasikan dengan L. plantarum DAD13. Sejumlah pengukuran (analisa gula,

asam tertitrasi, pH, enumerasi BAL) dilakukan. Jalannya penelitian secara utuh

digambarkan dalam diagram berikut:

13

Page 15: Proposal -Yosep Kristianto- Ver.0.05

Susu wijen

Penyaringan

Air (750 ml)

Biji wijen kupas (50 gram)

Ekstraksi (wijen:air = 1:15) pada suhu kamar

Bubur wijen

Air (350 ml)

Penirisan

Biji wijen kupas rebus (50 gram)

Air

Perebusan wijen kupas (dalam kain saring) selama 10 menit dalam air mendidih

a. Pembuatan Susu Wijen

Susu wijen dibuat dengan menggunakan biji wijen kupas. Sebanyak 50

gram biji wijen kupas dibungkus kain saring kemudian direbus dalam 350 ml air

selama 10 menit. Setelah direbus, biji wijen ditiriskan lalu diambil 50 gram dan

ditambahkan 750 ml air untuk diekstrak sarinya. Ekstraksi dilakukan pada suhu

kamar menggunakan blender. Sari wijen (susu) diperoleh dengan menyaring hasil

pemblenderan menggunakan dua lapis kain saring. Susu wijen yang dihasilkan

kemudian dianalisis kandungan gula dan asam organiknya.

b. Preparasi Starter L. plantarum DAD13

Satu ose L. plantarum DAD13 dari biakan media agar miring ditumbuhkan

dalam 10 ml media deMann, Rogosa and Sharp (MRS) broth, kemudian

diinkubasi selama 18 jam pada suhu 37°C. Peremajaan kultur dilakukan dengan

cara mengambil 1% stok kultur dari MRS broth yang kemudian dimasukkan

dalam MRS broth yang baru dan diinkubasi selama 18 jam pada suhu 37°C.

c. Pembuatan Susu Wijen Fermentasi

14

Page 16: Proposal -Yosep Kristianto- Ver.0.05

Susu wijen

Inokulasi kultur L. plantarum DAD13 1% dari total volume sampel

Susu wijen fermentasi

Pasteurisasi 75°C selama 5 menit

Pendinginan cepat hingga 45°C

Penambahan sukrosa (0%, 4%, 8% b/v)

Fermentasi 37°C selama 18 jam

Susu wijen fermentasi dibuat dengan beragam variasi penambahan sukrosa

(0%, 4%, dan 8%). Setelah diberi sukrosa dan diaduk rata, susu wijen

dipasteurisasi 75°C selama 5 menit menggunakan waterbath kemudian

didinginkan hingga 45°C. Sebelum L. plantarum DAD13 (1%) diinokulasikan,

kandungan gula pada susu wijen dianalisis. Susu wijen siap fermentasi ini

kemudian dianalisis pH awal, asam tertitrasi, dan jumlah BAL. Fermentasi

dilakukan pada 37°C selama 18 jam. Selama fermentasi berlangsung, dilakukan

pemantauan perubahan pH dengan pH-meter setiap 2 jam. Selesai fermentasi,

dilakukan analisis gula, pH, asam tertitrasi, dan jumlah BAL.

d. Prosedur Analisis

i. Analisis Kandungan Gula

Analisis gula yang dilakukan mengikuti metoda Pirisino (1983) dalam

Yusmarini (1997)

1. Preparasi sampel

Preparasi sampel dilakukan dengan pelarut asetonitril dan akuabides

(80:20). Susu wijen fermentasi sebanayak 2 gram ditambah 10 ml pelarut

lalu dimasukkan dalam tabung sentrifus ukuran 50 ml, sedangkan untuk

susu wijen diambil 5 gram kemudian ditambahkan pelarut 25 ml. Sampel

digojog selama 1 menit kemudian disentrifus dengan kecepatan 3500 rpm

selama 20 menit pada suhu 4°C. Supernatan diambil dan disaring dengan

kertas Whatman No.42 kemudian disaring lagi dengan filter membran

ukuran 0,45 μm. Hasil penyaringan langsung diinjeksikan pada HPLC.

15

Page 17: Proposal -Yosep Kristianto- Ver.0.05

2. Kondisi HPLC

Pada HPLC, digunakan pompa dengan tekanan sebesar 10 Mpa dan

laju aliran pelarut (asetonitril : akuabides = 75 : 25) 1 ml/ menit, melalui

kolom isian (packed column) berdimensi 250 mm, diameter 4,6 mm, berisi

amin (Si-O-Si-(CH2)3-NH2) dengan gugus aktif NH2 dengan ukuran

partikel 5 μm.

ii. Pengukuran Kandungan Asam Organik

Asam organic yang diukur adalah asam laktat dan asam asetat. Kandungan

asam organik tersebut diukur berdasarkan metoda Wang (2003).

1. Preparasi sampel

Sebanyak 5 gram sampel dicampur dengan 25 ml aquades lalu

disentrifugasi 30 menit pada 10.000 x g. Supernatan diperoleh dengan

penyaringan menggunakan filter membran 0,45 μm lalu diinjeksi pada

HPLC.

2. Kondisi HPLC

Pada HPLC, menggunakan kolom Hypersil HS C-18 (250 x 4,6 mm;

5µm) dengan kondisi operasi: H2SO4 0,01N sebagai fase mobile, laju

aliran 1 ml/menit, suhu kolom 40ºC, detektor UV/Vis pada 220nm.

iii. Pengukuran Asam Tertitrasi dan pH

Analisis asam tertitasi mengikuti metode Fardiaz (1989) dalam

Mahardita (2011) di mana asam tertitrasi dihitung sebagai total asam laktat.

Sebanyak 3 gram sampel ditambah 30 ml aquades dan 3 tetes indikator PP 1%

kemudian dititrasi menggunakan NaOH 0,1N sampai berwarna merah muda.

Asam laktat dihitung dengan persamaan:

Dengan BM asam laktat = 90

Sedangkan pengukuran pH dilakukan menggunakan pH-meter.

iv. Enumerasi Bakteri Asam Laktat

16

Page 18: Proposal -Yosep Kristianto- Ver.0.05

Enumerasi BAL dilakukan mengikuti metode Giyarto, et al. (2010).

Enumerasi dilakukan dengan metode pour plate menggunakan media MRS

agar (MRS broth yang ditambahkan agar teknis 1,2% dan CaCO3 0,8%).

Sampel sebanyak 1 ml dimasukkan dalam tabung reaksi yang berisi 9 ml

larutan NaCl 0,85% steril dan dibuat seri pengenceran hingga tingkat

pengenceran tertentu. Dari setiap tiga seri tingkat pengenceran terakhir diambil

1 ml dan dimasukkan ke dalam cawan petri steril (duplo). Kemudian

dituangkan 10 ml media MRS agar bersuhu 45°C. Setelah media memadat,

cawan dibalik dan diinkubasi pada suhu 37°C selama 48 jam. Setelah itu

jumlah koloni yang terbentuk dihitung dengan colony counter. Koloni yang

dihitung adalah koloni yang nampak membentuk zona jernih.

e. Rancangan Penelitian

Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap

Ber-blok (Randomized Complete Block Design atau RCBD) dengan 3 perlakuan

penambahan sukrosa: 0%, 4%, dan 8%. Setiap perlakuan diulang 3 kali sehingga

harus disediakan 9 sampel susu wijen yang harus difermentasikan dan dianalisis.

Pengamatan dilakukan terhadap komponen parameter yang diamati: hasil analisis

gula dengan HPLC, pH, asam tertitrasi, dan enumerasi BAL.

f. Jadwal Penelitian

17

Ulangan I Ulangan II Ulangan IIIA B C A = sukrosa 0%B C A B = sukrosa 4%C A B C = sukrosa 8%

Kegiatan Februari Maret April Mei Juni

Orientasi Penelitian

Penelitian

Diskusi

Penulisan Skripsi

Page 19: Proposal -Yosep Kristianto- Ver.0.05

DAFTAR PUSTAKA

Afaneh, Ibrahim, Khaled Abu-Alruz, Jihad M. Quasem, Ahmad Sundookah, Jehad Abbadi,

Suleiman Alloussi, Ziad Ayyad. 2011. Fundamental elements to produce sesame

yoghurt from sesame milk. American Journal of Applied Science 8: 1086–1092

Ambarwani dan Joko Susilo. 2008. Pengaruh penambahan biji wijen (Sesamum indicum)

dan kecambah jagung (Zea mays) terhadap sifat fisik dan sifat organoleptik susu

kedelai. Jurnal Kesehatan, ISSN 1979-7621, Vol I, No. 1: 1–10

Chen, Pey Rong, Kuo Liong Chienc, Ta Chen Su, Chee Jen Change, Tsuei-Ling Liu,

Hsiuching Cheng, Chingmin Tsai. 2005. Dietary sesame reduces serum

cholesterol and enhances antioxidant capacity in hypercholesterolemia. Nutrition

Research 25: 559–567

Giyarto, Titiek F. Djaafar, Endang S. Rahayu, Tyas Utami. 2010. Fermentation of peanut

milk by Lactobacillus acidophilus SNP-2 for production of non-diary probiotic

drink. The 3rd IC-ISLAB: 58–66

Hahm, Tae-Shik, Sung-Jin Park b, Y. Martin Lo. 2009. Effects of germination on chemical

composition and functional properties of sesame (Sesamum indicum L.) seeds.

Bioresource Technology 100: 1643–1647

Hirata, Fumihiko, Kazuyuki Fujita, Yoshiyuki Ishikura, Kazuaki Hosoda, Toshitsugu

Ishikawa, Haruo Nakamura. 1996. Hypocholesterolemic effect of sesame lignan in

humans. Atherosclerosis 122 : 135–136

Hou, Jen-Wan, Roch-Chui Yu, Cheng-Chun Chou. 2000. Changes in some components of

soymilk durin fermentation with bifidobacteria. Food Research International 33:

393–397

18

Page 20: Proposal -Yosep Kristianto- Ver.0.05

Kanu, Philip John, Kerui Zhu, Jestina Baby Kanu, Huiming Zhou, Haifeng Qian, Kexue

Zhu. 2007. Biologically active components and nutraceuticals in sesame and

related products: a review and prospect. Trends in Food Science & Technology

18: 599–608

Kusumayanti, Linda Nurlaila. 2011.\Peningkatan stabilitas fisik minuman sari kacang

tanah terfermentasi dengan penambahan kombinasi bahan penstabil. Teknologi

Pangan dan Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, UGM: Yogyakarta

Mahardita, Sinta. 2011. Perbaikan stabilitas suspensi sari kacang tanah terfermentasi

dengan penambahan bahan penstabil. Teknologi Pangan dan Hasil Pertanian,

Fakultas Teknologi Pertanian, UGM: Yogyakarta

Orla-Jensen, S.. 1919. The Lactic Acid Bacteria. Copenhagen

Salminen, Seppo, Atte von Wright, Arthur Ouwehand. 2004. Lactic Acid Bacteria:

Microbiological and functional Aspects, 3rd Edition. Marcel Dekker, Inc.: New

York

Shahidi, Fereidoon, Chandrika M. Liyana-Pathirana, Dana S. Wall. 2006. Antioxidant

activity of white and black sesame seeds and their hull fractions. Food Chemistry

99: 478–483

Shi, John, Chi-Tang Ho, Fereidoon Shahidi. 2010. Functional Food of the East. USA :

CRC Press.

Shyu, Yung-Shin, Lucy Sun Hwang. 2005. Antioxidative activity of the crude extract of

lignan glycosides from unroasted Burma black sesame meal. Food Chemistry 91:

79–83

Sumarna. 2008. Changes of raffinose and stachyose in soy milk fermentation by lactic acid

bacteria from local fermented foods of Indonesian. Malaysian Journal of

Microbiology Vol 4 (2): 26–34

Pangastuti, Palupi Melati, Endang S. Rahayu, Tyas Utami. 2010. The Use of Carragenan

as a Stabilizer in the Fermentation of Peanut Milk Drink by Lactobacillus

Acidophilus SNP-2. The 3rd IC-ISLAB: 147–156

Prado, Fla´vera C., Jose L. Parada, Ashok Pandey, Carlos R. Soccol. 2008. Trends in non-

dairy probiotic beverages. Food Research International 41: 111–123

Quasem, Jihad M., Ayman Suliman Mazahreh, Khaled Abu-Alruz. 2009. Development of

vegetable based milk from decorticated sesame (Sesamum indicum). American

Journal of Applied Science 6: 888–896

19

Page 21: Proposal -Yosep Kristianto- Ver.0.05

Wang, Yi-Chieh, Roch-Chui Yu, Hsin-Yi Yang, Cheng-Chun Chou. 2003. Sugar and acid

contents in soymilk fermented with lactic acid bacteria alone or simultaneously

with bifidobacteria. Food Microbiology 20: 333–338

Wankhede, Dharmaraj B. dan Rudrapatnam N. Tharanathan. 1976. Sesame (Sesamum

indicum) Carbohydrates. J. Agric. Food Chem. 24 No.3: 655–658

Yusmarini. 1997. Perubahan oligosakarida dan fraksi protein selama proses pembuatan

yoghurt dari susu kedelai. Jurusan Ilmu-ilmu Pertanian, Prodi Ilmu dan Teknologi

Pangan, UGM: Yogyakarta

20