Proposal Versi Dunuk

download Proposal Versi Dunuk

of 42

description

proposal riset APBDes

Transcript of Proposal Versi Dunuk

DAMPAK SOSIALISASI PEDOMAN PENGELOLAAN KEUANGAN DESA TERHADAP ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DESA MELALUI TRANSPARANSI DAN AKUNTABILITAS( Survey Pada Desa di Kecamatan Ngaglik Sleman )A. Latar BelakangIstilah desa sering kali identik dengan masyarakatnya yang miskin, tradisionalis, dan kolot. Namun sebenarnya desa mempuyai keluhuran dan kearifan lokal yang luar biasa. Desa adalah pelopor sistem demokrasi yang otonom dan berdaulat penuh. Sejak lama, desa telah memiliki sistem dan mekanisme pemerintahan serta norma sosial masing-masing. Sampai saat ini pembangunan desa masih dianggap seperempat mata oleh pemerintah. Desa dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah, bahwa desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat-istiadat setempat yang diakui dalam sistem Pemerintahan Nasional dan berada di Daerah Kabupaten. Sedangkan dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat tempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dalam persepktif sosiologis, desa adalah komunitas yang menempati wilayah tertentu dimana warganya saling mengenal satu sama lain dengan baik, bercorak homogen, dan banyak tergantung pada alam. Menurut kacamata politik, desa dipahami sebagai organisasi kekuasaan yang memiliki kewenangan tertentu dalam struktur pemerintahan negara (Pratikno, 2000). Kajian-kajian politik juga telah memiliki tradisi membahas desa dalam topik otonomi dan demokrasi. Pembicaraan mengenai desa sebagai komunitas yang otonomi menghasilkan sejumlah gagasan mengenai tipe desa seperti self-governing community (berpemerintahan sendiri), local self government (pemerintahan lokal yang otonom) dan local state government (pemerintahan negara di tingkat lokal). Sutoro, (2007) mengatakan sedangkan pembicaraan yang menghubungkan desa dalam topik demokrasi, umumnya melihat desa sebagai republik mini yang sanggup melangsungkan pengurusan publik dan pergantian kepemimpinan secara demokratis. Desa adalah republik kecil yang self contained. Ukurannya tidak ditekankan pada pemenuhan atas tiga cabang kekuasan yakni legislatif,eksekutif dan yudikatif. Ukurannya dijatuhkan pada kultur berdemokrasi yang disenyalir telah lama ditumbuhkan dan dirawat oleh desa. Karena itu, pelembagaan kultur dan tradisi demokrasi desa dianggap lebih penting ketimbang pengaturan dan penciptaan institusi-institusi formal demokrasi.Menurut Peraturan, memberikan landasan bagi semakin otonominya desa secara praktik, bukan hanya sekedar normatif. Dengan adanya penberian kewenangan pengelolaan keuangan desa (berdasarkan Peremndagri 37/2007) dan adanya alokasi dana desa (berdasarkan PP 72/2005), seharusnya desa semakin terbuka (tranparan) dan responsibilitas terhadap proses pengelolaan keuangan. Dalam Furqoni, (2010) menyebutkan bahwa ketentuan umum Permendagri No.37/2007 juga disampaikan bahwa pengelolaan keuangan desa adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi: perencanaan, penganggaran, penata-usahaan, pelaporan, pelaporan pertanggungjawaban dan pengawasan keuangan desa, sehingga dengan hak otonom tersebut diharapkan desa dapat mengelola keuangannya secara mandiri, baik mengelola pendapatan dan sumber-sumber pendapatan, juga mengelola pembelanjaan anggaran.Akan tetapi pada kenyataanya sangat banyak desa yang belum dapat memanfaatkan keistimewaanya tersebut. Ketergantuangan dana dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah sangat kuat. Desa belum dapat mengoptimalkan sumber-sumber pendapatan desa dengan berbasis pada kekayaan dan potensi desanya. Penyusunan dan pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja desa (APBDes) seharusnya diisi dengan kegiatan/programprogram yang dibutuhkan oleh masyarakat, misal: kegiatan pembangunan fisik tersebut tidak dilaksanakan sesuai dengan yang tercantum di dalam APBDes, contoh kecurangan terlihat: mulai volome, kualitas, harga dan sebagainya. Dalam pengelolaan APBDes Kepala Desa mempunyai peran kunci yang sangat penting dalam pemanfaatannya, karena biasanya seorang Kepala Desa adalah figur yang kuat dan dominan di Desa. Sehingga Kepala Desa sering diidentikkan dengan bapak bagi masyarakat desa itu sendiri. Dengan adanya APBDes yang telah ada khususnya untuk kemajuan desa yang diserahkan kepada Kepala Desa, maka pengelolaannya merupakan kebijakan politik pemerintah desa dalam mengukur dan meningkatkan kemajuan desa yang efektif dan efisien. Maka dari itu dalam setiap penentuan kebijakan Kepala Desa harus selalu menekankan prinsip-prinsip Good Governance, begitu juga dalam pengelolaan keuangan Desa. Lembaga Administrasi Negara dan Badam Pengawas Keuangan dan Pembangunan (2000 : 3) adapun prinsip pengelolaan keuanga di Desa dalam rangka Good Governance harus mencangkup beberapa aspek diantaranya adalah :1. Aspiratif, dalam pengambilan kebijakan tentang pengelolaan keuangan Desa pemerintah Desa harus mendengar aspirasi dari masyarakat.2. Partisipatif, dalam pengambilan kebijakan pengelolaan keuangan desa, pemerintah Desa harus melibatkan masyarakat.3. Transparan, masyarakat memperoleh informasi yang cukup tentang APBDes, termasuk program pembangunan, lelang kas Desa, bantuan pemerintah dan pungutan ke masyarakat.4. Akuntabilitas, dalam mengelola keuangan desa harus berdasarkan kepala aturan yang berlaku.Dalam proses pengelolaan APBDes harus menekankan pada prinsip Good Governance, baik dari proses perencanaan, pembuatan sampai pada proses pembuatannya. Sehingga APBDes tidak terjebak dalam fenomena proseduralisme atau formalisme yang menyebabkan APBDes berlangsung secara tidak bermakna, karena tidak berbasis kepada kebutuhan masyarakat dan rencana berbasis Desa, melainkan hanya sebagai prosedur yang harus dilewati.Sejalan dengan perkembangan kebutuhan di Desa semakin banyak dan komplek maka urusan pemerintahan dan pembangunan memerlukan disiplin dan efektivitas dari pemerintahan penyelenggaraan pemerintahan, khususnya yang dapat melayani bagian-bagian yang lebih khusus, yaitu pengolahan Anggaran Pendapatan Belanja Desa. Pembangunan dan administrasi pemerintahan pada tingkat pedesaan.Bahwa esensi dan efektifitas penyelenggaraan pemerintahan daerah perlu ditingkatkan dengan lebih memperhatikan aspek-aspek hubungan antara susunan pemerintahan dan antara pemerintahan, daerah, potensi dan keanekaragaman daerah, peluang dan tantangan persaingan global dengan memeberikan kewenangan yang seluas-luasnya kepada daerah disertai dengan pemberian hak dan kewajiban penyelenggaraan otonomi daerah dalam kesatuan sistem penyelenggaraan pemerintahan Negara.Hal ini diperlukan lagi dengan adanya peraturan Menteri No 4 Tahun 2007, tentang pedoman pengelolaan Alokasi Dana Desa. Sehingga pada tahun 2007 awal yang lalu, dana yang diberikan kepada desa secara bertahap sudah dialokasikan oleh pemerintahan pusat, melalui pemerintahan yang ada di daerah.Adapun unit analisis, seluruh desa yang ada di Kecamatan Ngaglik-sleman yogyakarta. Alasan Kecamatan Ngaglik sebagai objek penelitian, karena: daerah tersebut sangat membutuhkan pertimbangan dan masukan terkait perencanaan, program dan juga evaluasi terkait perkembangan daerah. Adapun Kecamatan Ngaglik memiliki enam desa yaitu: Desa Sariharjo, Desa Minomartani, Desa Sinduharjo, Desa Sukoharjo, Desa Sardonoharjo, dan Desa Donoharjo. Secara prinsip masalah yang ditemukan dalam penelitian ini, seringkali Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) tidak berimbang, antara penerimaan dengan pengeluaran. Kenyataan yang demikian disebabkan oleh empat faktor utama (Hudayana,2005). Pertama: desa memiliki APBDes yang kecil dan sumber pendapatannya sangat tergantung pada bantuan yang sangat kecil pula. Kedua: kesejahteraan masyarakat desa rendah. Ketiga: rendahnya dana operasional desa untuk menjalankan pelayanan. Keempat: bahwa banyak program pembangunan masuk ke desa, tetapi hanya dikelola oleh dinas.Berdasarkan uraian latar belakang tersebut peneliti akan melakukan penelitian dengan judul Dampak Sosialisasi Pedoman Pengelolaan Keuangan Desa Terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa Melalui Transparansi dan Akuntabilitas ( Survey Pada Desa di Kecamatan Ngaglik Sleman )

B. Rumusan MasalahDari latar belakang masalah sebagaimana telah diuraikan diatas, dapat di rumuskan bahwa : a. Laporan Anggaran dan Belanja Desa (APBDes) yang di buat tiap-tiap desa masih bersifat konvensional (tradisional) dan sering terlambat dalam pengiriman ke Kecamatan dan bahkan ke Kabupaten.b. Perangkat desa (dalam hal ini Sekretaris Desa) dan perangkat desa lainnya juga masih minim teknologi informasi. Perangkat desa (dalam hal ini Sekretaris Desa) dan perangkat desa lainnya dalam membuat anggaran masih meniru dan belum memiliki kreativitas yang baik. c. Masih lemahnya pengetahuan tentang keuangan desa dan administrasi serta dokumen yang tertib dan rapih.C. Tujuan PenelitianBerdasarkan permasalahan yang telah diuraikan di atas, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah: a. Untuk mengetahui apakah Laporan Anggaran dan Belanja Desa (APBDes) yang di buat tiap-tiap desa masih bersifat konvensional (tradisional) dan sering terlambat dalam pengiriman ke Kecamatan dan bahkan ke Kabupaten atau tidak ?b. Untuk mengetahui apakah Perangkat desa (dalam hal ini Sekretaris Desa) dan perangkat desa lainnya juga masih minim teknologi informasi ? Perangkat desa (dalam hal ini Sekretaris Desa) dan perangkat desa lainnya dalam membuat anggaran apakah masih meniru atau sudah kreatif ? c. Untuk mengetahui apakah masih lemah pengetahuan tentang keuangan desa dan administrasi serta dokumen yang tertib dan rapih?

D. Manfaat PenelitianHasil penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat bagi beberapa pihak. Manfaat penelitian ini antara lain:1. Bagi instansiHasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi aparat Desa khususnya Desa Ngaglik-Sleman Yogyakarta, dalam pengelolaan anggaran pendapatan belanja Desa. Selain itu, aparat Desa dapat meningkatkan kemampuan individu dalam membuat anggaran agar lebih transparan dan akuntabel.

2. Bagi pengembangan ilmu pengetahuanHasil penelitian ini diharapkan dapat menambah literatur mengenai pengelolaan keuangan desa terhadapat anggaran pendapatan dan belanja Desa melalui transparansi dan akuntabel. Selain itu, hasil penelitian ini diharapkan dapat mendorong pihak-pihak lain untuk melakukan penelitian yang lebih baik mengenai dampak sosialisasi pedoman pengelolaan keuangan Desa terhadap anggaran pendapatan dan belanja Desa melalui transparansi dan akuntabilitas. .3. Bagi penelitiHasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan peneliti mengenai sosialisasi pedoman pengelolaan keuangan Desa terhadap anggaran pendapatan dan belanja Desa melalui transparansi dan akuntabilitas dan pengaruhnya terhadap kinerja organisasi. Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan peneliti dalam memecahkan masalah atas fakta yang terjadi selama penelitian, terutama yang berkaitan dengan pengelolaan keuangan Desa. E. Landasan Teori dan Penurunan HipotesisLandasan teori dimaksudkan untuk mengetahui sejumlah teori-teori yang digunakan dalam melakukan penelitian sehingga kegiatan penelitian tersebut menjadi jelas, sistematis, dan terarah.Menurut Sofian Effendi, teori adalah serangkaian asumsi, konsep, kontrak, defenis, proposisi untuk menerangkan sesuatu fenomena sosial secara sistematik dengan cara merumuskan hubungan antara konsep ( Soffian efendi, Metode Penelitian Survey, 1989).Sedangkan menurut Koentjaraningrat, teori merupakan pengaturan mengenai sebab akibat atau mengenai adanya suatu hubungan positif antara gejala-gejala yang diteliti disuatu atau beberapa faktor tertentu dalam masyarakat (Koentjaraningrat, Metode Penelitian Masyarakat, 1997).Dari definisi tersebut diatas, maka teori mengandung tiga hal :1. Teori adalah serangkaian proposisi antara konsep yang saling berhubungan.2. Teori adalah menerangkan secara sistematis suatu fenomena sosial dengan cara menentukan hubungan antar konsep.3. Teori menerangkan fenomena tertentu dengan cara menentukan konsep mana yang berhubungan dengan konsep lainnya dan bagaimana bentuk hubungan tersebut.Dari pengertian tentang teori itu, dapat dijelaskan bahwa pada saat peneliti mengkonsep sebuah teori, maka pada saat yang sama peneliti tersebut telah memberikan asumsi terhadap sebuah realitas atau fenomena sosial yang parsial, sedangkan realitas itu sendiri pada hakekatnya selalu berubah. Inilah yang menyebabkan penggunaan teori tidak selalu tepat jika dihubungkan dengan realitas lainnya. Akan tetapi hal itu belum tentu membuktikan bahwa teori itu salah. Hal ini disebabkan karena dikonstruk pada sebuah realitas dalam waktu tertentu yang bersifat parsial, Maka untuk membuktikan apakah teori itu benar atau salah, perlu dilakukan sebuah pengujian kembali pada teori tersebut dalam sebuah realitas yang berbeda, yang memiliki persamaan prinsip atau variabel-variabel dengan teori sebelumnya.Dari hal tersebut diatas untuk mempermudah dan mendukung penelitian, berikut adalah penjabaran dari landasan teori yang diperlukan.1. Pengelolaan Keuangan Desa1.1 PengelolaanKonsep pengelolaan keuangan Desa akan selalu berhubungan dengan manajemen. Menurut JR Terry terkait dengan tindakan-tindakan Planning, organizing, actuating dan controling (POAC) dimana masing-masing bidang digunakan secara berurutan dalam mencapai tujuan yang ditetapkan. Planning (perencanaan) melibatkan sejumlah orang, perencanaan merupakan tahap permulaan yang mutlak untuk mencapai tujuan yang ditetapkan. Organizing (pengorganisasian) merupakan pembagian tugas dan tanggung jawab serta wewenang sehingga tercipta suatu organisasi yang dapat digerakkan sebagai suatu kesatuan. Actuating adalah mengusahakan anggota agar berusaha untuk mencapai sasaran atau tujuan sesuai dengan perencanaan. Controlling adalah pengawasan, pengawasan disini dilakukan struktural maupun non struktural.Konsep manajemen sebagaimana pemaparan diatas yang nantinya digunakan sebagai ukuran dalam melakukan pengelolaan keuangan Desa. Manajemen disini nantinya juga digunakan untuk melakukan penggalian potensi didesa. Pemerintah Desa dapat mengembangkan dan menggali potensi dari dana-dana yang bersumber dari pendapatan Desa yang dapat digunakan dalam proses pembangunan desa.Menurut Peraturan Perundangan No. 72 Tahun 2005 pendapatan Desa diantaranya adalah : 1) Pendapatan asli Desa yang terdiri dari, hasil usaha Desa, hasil kekayaan Desa, hasil swadaya dan partisipasi, hasil gotong royong dan lain-lain pendapatan asli Desa yang sah.2) Bagi hasil pajak daerah Kabupaten / Kota paling sedikit 10 % untuk Desa dan dari retribusi Kabupaten Kota, sebagian diperuntukkan bagi Desa.3) Bagian dari dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh Kabupaten untuk desa paling sedikit 10 % yang pembagiannya untuk setiap Desa secara proposional yang merupakan dana alokasi Desa.4) Bantuan keuangan dari pemerintah, pemerintah Provinsi dan pemerintah Kabupaten dalam rangka pelaksanaan urusan pemerintahan.5) Hibah dan sumbangan dari pihak ketiga yang tidak mengikat.Sumber-sumber pendapatan Desa tersebut harus digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran masyarakat Desa. Untuk menjamin agar pelaksanaan pengelolaan dana pembangunan di Desa benar-benar mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa, maka segenap lapisan masyarakat Desa baik tokoh masyarakat, unsur pemuda, unsur perempuan, maupun organisasi-organisasi sosial di Desa harus terus menerus memantau kinerja pemerintahan Desa dengan mitranya Badan Permusyawaratan Daerah (BPD), baik itu dari proses perencanaan hingga proses monitoring. Hendaknya prinsip-prinsip transparan, demokratisasi dan akuntabilitas harus menjadi kunci penyelenggaraan pemerintahan yang baik. Apabila hal tersebut dijalankan secara bersih dan demokratis maka hal ini dapat dijadikan sebagai pondasi awal bagi terciptanya pemerintah nasional yang bersih dan profesional sehingga apa yang di cita-citakan oleh bangsa Indonesia menjadi sebuah negara yang besar yang diakui dunia. Pendapatan Asli Desa antara lain :1) Hasil Usaha DesaPemerintahan Desa harus menggiatkan dibidang sektor ekonomi di Desa agar dapat menciptakan lapangan pekerjaan dan meningkatkan pendapatan masyarakat desa, sehingga kesejahteraan masyarakat Desa akan terwujud. Salah satu contoh hasil dari hasil usaha Desa dapat dilakukan melalui pembuatan koperasi Desa, yang menyediakan berbagai kebutuhan masyarakat baik kebutuhan pertanian maupun kebutuhan yang menunjang perekonomian masyarakat Desa. Oleh karena itu pemerintah Desa dan masyarakat harus selalu berkoordinasi didalam meningkatkan Desa yang makmur.2) Hasil Kekayaan DesaHasil usaha Desa, pada dasarnya menurut peraturan perundang-undangan yang ada saat ini tidak dirinci apa saja yang termasuk dalam kelompok hasil usaha Desa tersebut. Tetapi berdasarkan pemahaman yang umum bahwa hasil usaha Desa itu dapat dikatakan meliputi segala hasil upaya ekonomis yang dilakukan pemerintah Desa dalam mengelola kekayaan Desa. Kekayaan Desa dapat meliputi tanah kas Desa, pasar Desa, bangunan Desa dan lain-lain. Semua kekayaan Desa hendaknya tidak dibiarkan terbengkalai begitu saja tetapi harus dimanfaatkan semaksimal mungkin. Tanah Desa bisa dimanfaatkan untuk menanam bibit unggul yang laku dipasaran sesuai dengan geografis wilayah Desa tersebut.3) Hasil Gotong RoyongGotong royong dalam pemahaman suku-suku bangsa di Indonesia adalah bekerja secara bersama-sama dalam suatu kelompok kemasyarakatan secara berganti-gantian menurut waktu dan lokasi tertentu yang secara prinsip semua orang yang terlihat akan memperoleh kesempatan untuk bergotong royong dan di gotong royongkan. Apabila makna ini dihubungkan dengan pendapatan maka berapa besar nilai rupiah yang dapat diwujudkan sebagai hasil gotong royong tersebut. Semua pendapatan tersebut harus di bingkai dengan pengelolaan keuangan yang baik dan benar menurut kaedah atau aturan yang berlaku.Adapun menurut (Tim Penyusun Institute Research And Empowerment, 2003, hal.53) mekanisme manajemen pengelolaan keuangan Desa yang partisipatif dalam pembaharuan Pemerintah Desa adalah sebagai berikut :1) Mengutamakan tujuan pemerataan dan keadilan dalam formula anggaran Dasar Desa (ADD)2) Penyusunan anggaran keuangan desa dengan sistem Bottom Up 3) Transparansi Keuangan Desa4) Akuntabilitas pengelolaan keuangan Desa5) Pengelolaan keuangan Desa dibingkai dengan APBDes yang direncanakan pada rencana strategis Desa.Dapat di simpulkan bahwa pengelolaan keuangan Desa adalah suatu prinsip mengatur semua pendapatan Desa melalui aturan dan ketentuan yang berlaku guna mencapai kemakmuran dan kesejahteraan bagi masyarakat Desa.1.2 Keuangan DesaProses otonomi daerah secara langsung juga berpengaruh terhadap pengelolaan keuangan daerah. Unruk menghadapi globalisasi perekonomian dan pembangunan nasional yang menekankan pada pelaksanaan otonomi daerah secara luas, nyata dan bertanggung jawab, maka perlu disusun suatu rumusan baru yang berkaitan dengan manajemen keuangan daerah termasuk juga dalam sistem pengelolaan APBDes. Salah satu kriteria penting untuk mengetahui secara nyata kemampuan daerah dalam mengatur dan mengurus rumah tangganya adalah kemampuan self supporting dalam bidang keuangan. Dengan kata lain, faktor keuangan merupakan faktor esensial dalam mengukur tingkat kemampuan daerah dalam melaksanakan otonomi. Kondisi tersebut tentunya akan berkaitan langsung dengan bagaimana daerah melakukan manajemen, terutama menyangkut kondisi keuangan daerah yang bersangkutan. Manajemen disini sangat diperlukan karena proses pembangunan yang ada atau akan dijalankan bergantung dengan kondisi finansial daerah yang bersangkutan, tentunya akan dilihat bagaimana keefektifan dan keefisienan pembangunan yang akan dijalankan. Mardiasmo mengemukakan bahwa secara garis besar manajemen keuangan daerah dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu manajemen penerimaan daerah dan manajemen pengeluaran daerah. Evaluasi terhadap pengelolaan keuangan daerah dan pembiayaan pembangunan daerah mempunyai implikasi yang sangat luas. Kedua komponen tersebut akan sangat menentukan kedudukan suatu pemerintah daerah dalam rangka melaksanakan otonomi daerah. Ada tiga prinsip utama yang mendasari pengelolaan keuangan daerah. Pertama, prinsip transparansi atau keterbukaan. Transparansi disini memberikanarti bahwa anggota masyarakat memiliki hak dan akses yang sama untuk mengetahui proses anggaran karena menyangkut aspirasi dan kepentingan masyarakat, terutama pemenuhan kebutuhan-kebutuhan hidup masyarakat banyak. Kedua, prinsip akuntabilitas adalah prinsip pertanggung jawaban publik yang berarti bahwa proses penganggaran mulai dari perencanaan, penyusunan dan pelaksanaan harus benra-benar dapat dilaporkan dan dipertanggung jawabkan kepada DPRD dan masyarakat. Masyarakat tidak hanya memiliki hak untuk mengetahui anggaran tersebut tetapi juga berhak untuk menuntut pertanggung jawaban atas rencana ataupun pelaksanaan anggaran tersebut. Ketiga, prinsip value for money. Prinsip ini berarti diterapkannya tiga pokok dalam proses penganggaran yaitu ekonomis, efisiensi dan efektif. Ekonomi berkaitan dengan pemilihan dan penggunaan sumber daya dalam jumlah dan kualitas tertentu pada harga yang murah. Efisiensi berarti bahwa penggunaan dana masyarakat tersebut dapat menghasilkan output yang maksimal (berdaya guna). Efektifitas berarti bahwa penggunaan anggaran tersebut harus mencapai target-target atau tujuan kepentingan publik. Aspek lain dalam pengelolaan keuangan daerah adalah perubahan paradigma pengelolaan keuangan itu sendiri, hal gtersebut perlu dilakukan untuk menghasilkan anggaran daerah yang benar-benar mencerminkan kepentingan dan harapan dari masyarakat daerah setempat terhadap pengelolaan keuangan daerah secara ekonomis, efisien, dan efektif. Paradigma anggaran daerah yang diperlukan tersebut adalah: a) Anggaran daerah harus bertumpu pada kepentingan publik.b) Anggaran daerah harus dikelola dengan hasil yang baik dan biaya rendahc) Anggaran daerah harus mampu memberikan transparansi dan akuntabilitas secara rasional untuk keseluruhan siklus anggarand) Anggaran daerah harus dikelola dengan pendekatan kinerja untuk seluruh jenis pengeluaran maupun pendapatane) Anggaran daerah harus mampu menumbuhkan profesionalisme kerja di setiap organisasi yang terkaitf) Anggaran daerah harus dapat memberikan keleluasaan bagi para pelaksananya untuk memaksimalkan pengelolaan dananya dengan memperhatikan prinsip value for money Keuangan desa adalah semua hak dan kewajiban desa yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik desa berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban. Hak dan kewajiban menimbulkan pendapatan, belanja dan pengelolaan keuangan desa.Perencanaan APBdes dilakukan melalui musyawarah anggaran desa. Musyawarah Anggaran Desa adalah forum musyawarah anggaran tahunan yang dilaksanakan secara partisipatif oleh para pemangku kepentingan desa untuk menyepakati draf rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa. Tujuan musyawarah anggaran desa adalah menyepakati pendapatan desa, menyepakati belanja desa dan pembiayaan desa. Hasil dari musyawarah anggaran desa adalah kesepakatan draf rancangan anggaran pendapatan dan belanja desa menjadi anggaran pendapatan dan belanja desa. Keluaran dari musyawarah anggaran desa adalah : 1. Rancangan anggaran pendapatan dan belanja desa yang berisi a. Pendapatan desab. Belanja desac. Pembiayaan desa2. Penetapan tim Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa3. Berita acara musyawarah Anggaran DesaAnggaran pendapatan dan belanja desa terdiri dari bagian penerimaan dan bagian pengeluaran. Bagian pengeluaran terdiri dari pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan.1. Bagian Penerimaana. Penerimaan terdiri dari 7 pos dengan kode anggaran sebagai berikut :1) Sisa lebih tahun lalu2) Pendapatan asli daerah3) Bantuan pemerintah Kabupatan4) Bantuan pemerintah, pemerintah Propinsi5) Sumbangan pihak ketiga6) Pinjaman Desa7) Lain-lain pendapatan yang sahb. Sisa lebih perhitungan tahun lalu, adalah sisa perhitungan tahun lalu yang merupakan penerimaan tahun anggaran berikutnyac. Bantuan dari pemerintah Kabupaten, terdiri dari :1. Bagian dari perolehan pajak dan retribusi2. Bagian dari dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima pemerintah Kabupatend. Bantuan pemerintah dari pemerintah propinsi, berupa sumbangan dan ganjaran dan bantuan lainnya.e. Lain-lain pendapatan yang sah, adalah pendapatan yang berasal dari sumbangan, bantuan dari pihak ketiga atau pinjaman desa yang sah dan tidak mengikat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.Belanja desa digunakan untuk mendanai penyelenggaraan pemerintahan desa dan pemberdayaan masyarakat desa. Pengelolaan keuangan desa dilakukan oleh kepala desa yang dituangkan dalam peraturan desa tentang anggaran pendapatan dan belanja desa. Pedoman pengelolaan keuangan desa ditetapkan oleh Bupati/ Walikota dengan berpedoman pada peraturan perundang-undangan.Pasal 213 Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintahan Daerah menyatakan bahwa :1) Desa dapat mendirikan badan usaha milik desa sesuai dengan kebutuhan dan potensi desa2) Badan usaha milik desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berpedoman pada peraturan perundang-undangan3) Badan usaha milik desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat melakukan pinjaman sesuai peraturan perundang-undangan.Sedangkan pasal 214 dinyatakan bahwa Desa dapat mengadakan kerja sama untuk kepentingan desa yang diatur dengan keputusan bersama dan dilaporkan kepada Bupati/ Walikota melalui camat. Kerjasama antar desa dan desa dengan pihak ketiga dilakukan sesuai dengan kewenangannya. Kerjasama desa denganpihak ketiga dapat dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Untuk pelaksanaan kerja sama, dapat dibentuk badan kerja sama.Pasal 215 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 menyatakan bahwa pembangunan kawasan perdesaan yang dilakukan oleh kabupaten/kota dan atau pihak ketiga mengikutsertakan pemerintah desa dan badan permusyawaratan desa. Dalam pelaksanaannya dengan memperhatikan :a. Kepentingan masyarakat desab. Kewenangan desac. Kelancaran pelaksanaan investasid. Kelestarian lingkungan hidupe. Keserasian kepentingan antar kawasan dan kepentingan umumSelanjutnya berkaitan dengan pengelolaan APBDes menurut peraturan pemerintah Nomor 76 Tahun 2001 pasal 63 meliputi penyusunan anggaran, pelaksanaan tata usaha keuangan, perubahan dan perhitungan anggaran. Dalam hal ini Kepala Desa bersama Badan Perwakilan Desa (BPD) yang dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 berubah nomenklaturnya menjadi Badan Perwusyawaratan Desa menetapkan APBDes tidak dibenarkan dimuat pos lain selain yang telah ditentukan kecuali dipandang sangat perlu dengan terlebih dahulu mendapat persetujuan dari BPD lewat rapat perubahan anggaran.Pengelolaan administrasi keuangan desa dilakukan oleh Bendahara Desa yang diangkat oleh Kepala Desa setelah mendapat persetujuan BPD. Keseluruhan pelaksanaan APBDes yang ditetapkan dalam bentuk peraturan desa selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan setelah berakhirnya tahun anggaran yang bersangkutan.Dari pengertian serta beberapa ketentuan sebagaimana diuraikan diatas dapat diketahui bahwa APBDes yang disusun setiap tahun memiliki makna yang strategis dalam upaya menjalankan roda pemerintahan dan pembangunan desa sehingga diperlukan pula suatu strategi pengelolaan agar menjadi lebih efektif.Pengelolaan anggaran dipertanggung jawabkan oleh Kepala Desa kepada BPD selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan setelah berakhirnya tahun anggaran. Pertanggung jawaban APBDes, tembusannya disampaikan kepada Bupati melalui Camat. Pertanggung jawaban APBDes berbentuk perincian perhitungan pendapatan dan pengeluaran Keuangan Desa. Pertanggung jawaban APBDes merupakan bagian dari laporan pertanggung jawaban Kepala Desa.Badan Perwakilan Desa juga melakukan pengawasan terhadap anggaran pendapatan dan belanja desa dengan cara meminta keterangan dari bendahara desa tentang pendapatan dan belanja desa apakah sudah sesuai dengan rencana yang telah dibuat atau tidak. Apabila terdapat kejanggalan-kejanggalan maka Badan Perwakilan Desa akan meminta keterangan Kepala Desa yang kemudian akan dilakukan penyelidikan lebih lanjut dengan yang bersangkutan.BPD dan masyarakat adalah aktor yang melakukan kontrol untuk mewujudkan akuntabilitas pemerintah desa. Dalam melakukan kontrol kebijakan dan keuangan, BPD mempunyai kewenangan dan hak untuk menyatakan pendapat, dengar pendapat, bertanya, penyelidikan lapangan dan memanggil pamong desa. Ketika ruang BPD ini dimainkan dengan baik secara impersonal, maka akan memberikan kontribusi yang luar biasa terhadap akuntabilitas pemerintah desa. Meskipun tidak ditegaskan dalam perangkat peraturan, menurut standar proses politik, masyarakat juga mempunyai ruang untuk melakukan kontrol dan meminta pertanggung jawaban pemerintah desa. Pemerintah desa, sebaliknya wajib menyampaikan pertaanggung jawaban ( Laporan pertanggung jawaban LPJ) tidak hanya kepada BPD, melainkan juga kepada masyarakat. Tuntutan perbendaharaan dilakukan terhadap bendahara desa jika dalam pelaksanaan pengelolaan keuangan desa terdapat penyimpangan pengelolaan keuangan. Tuntutan ganti rugi terhadap kepala desa dan perangkat desa karena perbuatannya dapat merugikan desa baik terhadap keuangan maupun asset milik desa. Tuntutan perbendaharaan dan tuntutan ganti rugi dilakukan oleh BPD dan atau majelis yang dibentuk oleh BPD. H1 : Pengelolaan keuangan Desa berpengaruh pada anggaran pendapayan dan belanja Desa melalui transparansi dan akuntabilitas

2. APBDesAPBDes disini terkandung sifat kesukarelaan untuk membantu demi tercapainya tujuan kelompok atau masyarakat dan menumbuhkan rasa memiliki dan disertai adanya rasa tanggung jawab atas pengelolaan.Hal tersebut juga berlaku pada konsep APBDes partisipatif, partisipasi masyarakat dalam APBDes partisipatif merupakan sesuatu yang utama. Berkaitan dengan APBDes pemerintah menetapkan UU No.25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang menjadi payung hukum bagi proses penyusunan dan perumusan substansi perencanaan daerah. Tetapi undang-undang tersebut dirasakan belum cukup, karena belum membahas desa sebagai pemegang otonomi asli desa yang harus melakukan perencanan. Oleh karena itu dirumuskan Peraturan Pemerintah No.27 Tahun 2005 tentang Desa, yang menjadi landasan hukum perencanaan partisipatif ditingkat desa.APBDes adalah rencana sumber dan alokasi penggunaan dana desa untuk mencapai tujuan yang diinginkan dan dicapai dalam suatu waktu tertentu. Rencana alokasi dana desa merupakan pendistribusian dana yang diperoleh untuk mendanai pos-pos pengeluaran berupa kegiatan, proyek atau program untuk mencapai tujuan yang telah dirumuskan. (Gregorius Shahdan, 2005 : 175).Menurut PP No.72 Tahun 2005 dalam pasal 68 ayat 1 tentang Pemerintahan Desa dan Kelurahan menyebutkan Pendapatan Desa diantaranya adalah :1) Pendapatan asli Desa yang terdiri dari, hasil usaha Desa, hasil kekayaan Desa, hasil swadaya dan partisipasi, hasil gotong royong dan lain-lain pendapatan asli Desa yang sah.2) Bagi hasil pajak daerah Kabupaten / Kota paling sedikit 10 % untuk Desa dan dari retribusi Kabupaten Kota, sebagian diperuntukkan bagi Desa.3) Bagian dari dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh Kabupaten untuk desa paling sedikit 10 % yang pembagiannya untuk setiap Desa secara proposional yang merupakan dana alokasi Desa.Dalam Modul APBDes Partisipatif, Membangun Tanggung Gugat Tata Pemerintahan Desa (2003, hal 52) Prinsip-prinsip manajemen APBDes ini dijabarkan sebagai berikut :1) Perencanaan APBDesPerencanaan adalah proses merumuskan suatu kegiatan dalam rangka memperoleh hasil yang diharapkan dalam kegiatan tersebut (The Liang Gie, 1995, hal 23). Sebelum APBDes dibahas maka harus didahului dengan tahapan musyawarah yaitu tahap pertama, musyawarah pembangunan di tingkat dusun untuk menyerap aspirasi dari masing-masing RT / RW, musyawarah ini dipimpin oleh masing-masing Kepala Dusun. Hasil-hasil dari penyerapan aspirasi ditingkat dusun dituangkan dalam bentuk usulan yang akan dibawa tingkat Musyawarah Desa. Kedua, musyawarah ditingkat desa dalam musyawarah ini aspirasi pembangunan dari masing-masing dusun dibahas dalam musyawarah ini, didalam musyawarah desa dibahas hal-hal sebagai berikut :a) Musyawarah di setiap dusunb) Membahas usulan atau program pembangunan yang diajukan oleh dusunc) Menyusun skala prioritas kegiatan pembangunand) Mengkompilasi usulan yang diterima dalam format RAPBDese) Pengajuan RAPBDes untuk dibahas ke BPD2) Pelaksanaan APBDesPelaksanaan adalah proses aktualisasi atau pengoperasian dari perencanaan yang telah ditetapkan ( The Liang Gie, 1995, hal 24). Adapun proses pelaksanaan APBDes adalah menjabarkan rencana-rencana pembangunan yang tercantum dalam APBDes untuk dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Dalam pelaksanaan pembangunan Desa ini harus melalui tahapan sosialisasi kepada masyarakat, agar mengetahui bahwa akan diadakan pembangunan Desa dan berpartisipasi aktif dalam pembangunan.3) Pengawasan APBDesPengawasan adalah proses dimana seseorang mengarahkan dan menilai suatu pelaksanaan kegiatan ( The Liang Gie, 1995 hal 24). Pengawasan APBDes sangat diperlukan guna menjamin agar proses pelaksanaan APBDes berjalan sesuai dengan rencana dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sehingga dengan adanya pengawasan yang efektif dan berkala, maka penyimpangan dalam pelaksanaan APBDes dapat diminimalisir.Dari semua pemaparan tersebut diatas, maka dapat disimpulkan bahwa proses pengelolaan APBDes mencakup proses-proses manajemen diantaranya adalah perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan partisipasi dan transparansi.Dalam Modul APBDes Partisipatif (2003, hal 67) Pengelolaan APBDes Partisipatif dapat diukur dengan tolak ukur sebagai berikut:a) Perencanaan APBDes1. Musyawarah Perencanaan APBDes tingkat Dusun2. Musyawarah Perencanaan Tingkat Desab) Pengorganisasian APBDes1. Pembentukan panitia pembangunan berdasarkan kemampuan2. Pembagian tugas yang jelasc) Pelaksanaan APBDes1. Sosialisasi pembangunan2. Partisipasi masyarakatd) Pengawasan APBDes1. Pengawasan formal oleh Badan Permusyawaratan Desa2. Pengawasan informasi oleh masyarakat3. Pertanggung jawaban APBDes oleh Kepala Desa diakhir tahun anggaran.Dari semua pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa APBDes adalah : rencana sumber dan alokasi penggunaan dana desa untuk mencapai tujuan pembangunan desa yang ingin dicapai selama satu tahun kedepan dengan mendasarkan pada prinsip partisipasi masyarakat dalam semua proses perencanaan, pelaksanaan sampai dengan proses monitoring dan evaluasi.3. TransparansiSalah satu unsur utama dalam pelaporan keuangan pemerintahan adalah transparansi. Transparansi artinya dalam menjalankan pemerintahan, pemerintah mengungapkan hal-hal yang sifatnya material secara berkala kepada pihak-pihak yang memiliki kepentingan untuk itu, dalam hal ini yaitu masyarakat luas.Menurut Mardiasmo (2002:30) pengertian transparansi adalah Keterbukaan Pemerintah dalam membuat kebijaksanaan-kebijaksanaan keuangan daerah sehingga dapat diketahui dan diawasi oleh DPRD dan masyarakat.Menurut Nordiawan (2006 : 131) menyatakan Transparansi Memberikan informasi keuangan yang terbuka dan jujur kepada masyarakat berdasarkan pertimbangan bahwa masyarakat memiliki hak untuk mengetahui secara terbuka dan menyeluruh atas pertanggungjawaban pemerintah dalam pengelolaan sumber daya yang dipercayakan kepadanya dan ketaatannya pada peraturan perundang-undangan. Dari uraian tersebut dapat diambil kesimpulan, bahwa transparansi suatu negara dapat tercipta apabila sistem pemerintahan negara tersebut memberikan kebebasan bagi masyarakatnya untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan oleh masyarakat luas.

4. AkuntabilitasTata kelola pemerintahan yang baik merupakan salah satu tuntunan masyarakat yang harus dipenuhi. Salah satu pilar tata kelola tersebut adalah akuntabilitas. Menurut Arifin dan Ghozali (2001:52) menyatakan Akuntabilitas atau pertanggungjawaban (accountability) merupakan suatu bentuk keharusan seseorang (pimpinan/pejabat/pelaksana) untuk menjamin bahwa tugas dan kewajiban yang diembannya sudah dilaksanakan sesuai ketentuan yang berlaku. Akuntabilitas dapat dilihat melalui laporan tertulis yang informatif dan transparan. Menurut Mardiasmo (2002:29) mengatakan Akuntabilitas publik adalah kewajiban pihak pemegang amanah untuk memberikan pertanggungjawaban, menyajikan dan mengungkapkan segala aktivitasnya dan kegiatan yang menjadi tanggungjawabnya kepada pihak pemberi amanah (Principal) yang memiliki hak dan kewenangan untuk meminta pertanggungjawaban tersebut. Menurut Nordiawan (2006:35) mengatakan Akuntabilitas adalah mempertanggungjawabkan pengelolaan sumber daya serta pelaksanaan kebijakan yang dipercayakan kepada entitas pelaporan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara periodik.Seperti yang telah dijabarkan dari beberapa definisi tersebut menurut Mardiasmo (2002: 21) menjelaskan terdapat lima dimensi akuntabilitas yang harus dipenuhi oleh organisasi sektor publik, yaitu :

1. Akuntabilitas KeuanganAkuntabilitas keuangan terkait dengan penghindaran penyalahgunaan dana publik.2. Akuntabilitas Kejujuran dan Akuntabilitas Hukum. Akuntabilitas kejujuran terkait dengan penghindaran penyalahgunaan jabatan, sedangkan akuntabilitas hukum terkait dengan jaminan dengan adanya kepatuhan terhadap hukum dan peraturan lain yang diisyaratkan dalam penggunaan sumber dana publik. 3. Akuntabilitas ProsesAkuntabilitas proses terkait dengan apakah prosedur yang digunakan dalam melaksanakan tugas sudah cukup baik dalam hal kecukupan sistem informasi akuntansi, sistem informasi manajemen dan prosedur administrasi. 4. Akuntabilitas ProgramAkuntabilitas program terkait dengan pertimbangan apakah tujuan dapat ditetapkan dapat dicapai atau tidak, dan apakah telah mempertimbangkan alternative program yang memberikan hasil yang optimal dengan biaya yang minimal.5. Akuntabilitas KebijakanAkuntabilitas kebijakan terkait dengan pertanggungjawaban Pemerintah, baik Pusat maupun daerah atas kebijakan-kebijakan yang diambil pemerintah terhadap DPR/DPRD dan masyarakat luas.

Jadi, berdasarkan beberapa definisi di atas mengenai pengertian akuntabilitas maka pemerintah pusat maupun pemerintah daerah diharapkan dapat menyajikan laporan keuangan yang terdiri atas Surplus/Defisit, LRA,Neraca dan CaLK. Laporan keuangan tersebut merupakan komponen penting untuk menciptakan akuntabilitas sektor publik dan merupakan salah satu alat ukur kinerja Financial Pemerintah Pusat dan Pemerintah daerah.

F. Hasil Penelitian Terdahulu1. Penelitian Astri Furqani (2010) Pengelolaan Keuangan Desa Dalam Mewujudkan Good governance (Studi Pada Pemerintahan Desa kalimo Kecamatan Kalianget Kabupaten Sumenep) Dari hasil penelitian tentang manajemen keuangan dari Desa Kalimo Kecamatan Kalianget Kabupaten Sumenep, transparansi terjadi hanya ketika perencanaan saja. Hampir semua proses tidak memenuhi prinsip tanggung jawab karena ada beberapa hal dalam proses yang tidak sesuai dengan Pemendagri Nomor 37/2007. Sementara akuntabilitas sangat rendah karena tanggung jawab tidak melibatkan masyarakat dan BPD ( Badan Pemusyawaratan Desa ) 2. Aprisiami Putriyanti (2012) Penerapan Otonomi Desa Dalam Menguatkan Akuntabilitas Pemerintahan Desa dan Pemberdayaan Masyarakat di Desa Aglik Kecamatan Grabag Kabupaten Prworejo Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa :1. Penerapan otonomi di Desa Aglik memuat tiga agenda pokok yaitu kewenangan Desa, perencanaan, pembangunan Desa, dan keuangan Desa2. Penguatan akuntabilitas pemerintahan Desa Aglik dilakukan melalui tiga bentuk pertanggung jawaban yaitu laporan penyelenggaraan pemerintah Desa kepada Bupati, laporan pertanggung jawaban kepala Desa kepada BPD, dan informasi laporan penyelenggaraan pemerintahan Desa kepada masyarakat penguatan pemberdayaan masyarakat Desa Aglik dilakukan melalui program PNPM Mandiri pedesaan, kelompok tani, kelompok ternak, dan pembuatan pupuk organik. Masih kurang tanggapnya masyarakat terhadap informasi laporan penyelenggaraan Desa serta kurangnya pengawasan terhadap pertanggung jawaban pemerintah Desa merupakan kendala dalam menguatkan akuntabilitas pemerintahan Desa Aglik, sedangkan dalam hal penguatan pemberdayaan masyarakat Desa tidak adanya pembukuan atas program yang dicanangkan merupakan kendala utama yang dihadapi dalam proses pemberdayaan masyarakat diDesa Aglik.3. Yoyok Sudarmaji (2009) Pengelolaan Keuangan Desa ( Studi Kasus Pengelolaan Keuangan Desa Bakaran Kulon Kecamatan Juwara Kabupaten Pati )Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pengelolaan keuangan Desa Bakaran Kulon dituangkan dalam bentuk anggaran pendapatan dan belanja Desa (APBDes) yang mana di dalam APBDes sudah tercantum daftar belanja dan rencana pengeluaran Desa selama satu tahun ke depan.G. Metode Penelitian1. Obyek / Subyek PenelitianDalam penelitian ini, yang menjadi obyek penelitian ini adalah pedoman pengelolaan keuangan Desa terhadap anggaran pendapatan dan belanja Desa melalui transparansi dan akuntabilitas. Adapun yang menjadi subyek penelitian ini adalah Kepala Desa, Perangkat Desa, BPD dan Tokoh Masyarakat di Desa Ngaglik Kabupaten Sleman.

2. Jenis DataSumber data dalam penelitian ini berupa sumber data primer dan sumber data sekunder. Menurut Sugiyono (2005), sumber data primer adalah sumber data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data, dan data sekunder adalah sumber data yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data. Data primer dalam penelitian ini berupa opini dan informasi dari responden yang diperoleh dengan memberikan kuisioner yang telah disusun kepada responden. Kuisioner akan diberikan secara langsung kepada responden sehingga peneliti dapat menjelaskan mengenai penelitian yang akan dilakukan serta cara pengisian kuesioner. Kesibukan yang dimiliki responden menyebabkan responden memerlukan waktu yang tidak singkat untuk melakukan pengisian kuisioner. Hal ini mengharuskan peneliti untuk memberikan waktu kepada responden untuk melakukan pengisian kuisioner. Data sekunder dalam penelitian ini diperoleh melalui buku, jurnal, dan literatur yang berkaitan dengan penelitian ini.

3. Teknik Pengambilan SampelSampel penelitian merupakan sebagian dari elemen-elemen populasi (Indriantoro dan Supomo, 2002). Metode pemilihan sampel yang digunakan adalah nonprobability sampling dengan jenis purposive sampling. Purposive sampling merupakan teknik pengambilan sampel sumber data dengan tujuan tertentu. Tipe purposive sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah judgment sampling. Menurut Indriantoro dan Supomo (2002), judgment sampling adalah tipe pemilihan sampel secara tidak acak yang informasinya diperoleh dengan menggunakan pertimbangan tertentu, sesuai dengan tujuan atau masalah penelitian.Pemilihan elemen populasi sebagai sampel dalam penelitian ini didasarkan pada tujuan dan masalah penelitian, sehingga tujuan penelitian ini dapat tercapai. Sampel pada penelitian ini dibatasi pada elemen-elemen yang dapat memberikan informasi yang berkaitan dengan pengelolaan keuangan Desa, yaitu Kepala Desa, Perangkat Desa, BPD dan Tokoh Masyarakat di Desa Ngaglik Kabupaten Sleman.

4. Teknik Pengumpulan DataTeknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei, yaitu metode pengumpulan dan analisis data yang berupa opini dari subyek yang diteliti (responden) melalui tanya-jawab (Indriantoro dan Supomo, 2002). Metode survei dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu melalui kuisioner (pertanyaan tertulis) dan wawancara (pertanyaan lisan). Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan kuisioner. Peneliti dalam penelitian ini akan mengkomunikasikan kuisioner secara langsung kepada responden.Kuisioner disusun dengan menggunakan skala Likert. Menurut Kinnear (1988) dalam Umar (2007), skala Likert berhubungan dengan pernyataan tentang sikap seseorang terhadap sesuatu, misalnya setuju-tidak setuju, senang-tidak senang dan baik-tidak baik. Skala Likert dalam penelitian ini digunakan untuk mengukur respon seseorang ke dalam 7 poin skala dengan rentang nilai poin 1 yang menunjukkan respon sangat tidak setuju sampai poin 7 yang menunjukkan respon sangat setuju, serta poin 4 yang menunjukkan respon netral terhadap suatu pernyataan. Pengumpulan data juga dilakukan oleh peneliti melalui studi pustaka. Studi pustaka dilakukan dengan mempelajari berbagai literatur, baik yang tidak dipublikasikan maupun yang dipublikasikan. Bentuk literatur yang digunakan berupa buku, jurnal dan literatur lain yang berkaitan.

5. Definisi Operasional VariabelIndriantoro dan Supomo (2002) menyatakan bahwa variabel adalah segala sesuatu yang dapat diberi berbagai macam nilai. Variabel penelitian memberikan gambaran fenomena-fenomena nyata yang diamati peneliti, yang dapat diukur dengan berbagai macam nilai. Penelitian ini menggunakan dua tipe variabel, yaitu variabel independen dan variabel dependen. Variabel independen adalah tipe variabel yang menjelaskan atau mempengaruhi variabel yang lain. Variabel dependen adalah tipe variabel yang dijelaskan atau dipengaruhi oleh variable independen. Penelitian ini menetapkan pedoman pengelolaan keuangan desa sebagai variabel independen yang mempengaruhi variabel dependen, yaitu anggaran pendapatan dan belanja Desa melalui transparansi dan akuntabilitas.

6. Uji Kualitas Instrumen dan Dataa) Uji ValiditasValiditas data penelitian ditentukan oleh proses pengukuran yang akurat. Uji validitas digunakan untuk mengukur sah atau valid tidaknya suatu kuesioner (Ghozali, 2005). Suatu kuesioner sebagai instrumen penelitian dinyatakan valid jika pertanyaan pada kuesioner mampu untuk mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut. Uji validitas dalam penelitian ini dilakukan melalui perhitungan koefisien korelasi (Pearson Correlation).Validitas instrumen ditentukan dengan cara mengkorelasikan antara skor yang diperoleh masing-masing butir pertanyaan atau pernyataan dengan skor total. Instrumen dapat dinyatakan valid apabila hasil perhitungan koefisien korelasi menunjukkan koefisien korelasi sebesar 0,3 atau lebih (Sugiyono, 1999) Instrumen penelitian juga dapat dinyatakan valid jika tingkat signifikansi berada di bawah = 0,05.

b) Uji ReabilitasReliabilitas suatu pengukur menunjukkan stabilitas dan konsistensi dari suatu instrumen yang mengukur suatu konsep dan berguna untuk mengakses kebaikan dari suatu pengukur (Sekaran, 2000). Uji reliabilitas dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan teknik Cronbachs Alpha. Nunnally (1967) dalam Ghozali (2005) menyatakan bahwa suatu item dikatakan reliabel jika memberikan nilai Cronbachs Alpha yang lebih besar dari 0,60.

c) Uji Asumsi KlasikHasil penelitian yang representatif dapat dihasilkan melalui uji regresi linier yang telah memenuhi beberapa asumsi dasar klasik sebagai berikut:1) Uji Normalitas DataUji normalitas data dilakukan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel pengganggu (residual) memiliki distribusi normal. Pengujian normalitas data dilakukan dengan menggunakan uji One Sample Klomogorov-Smirnov. Jika pengujian menghasilkan nilai signifikansi lebih besar dari 0,05 maka asumsi normalitas terpenuhi.7. Uji Hipotesis dan Analisa DataIndriantoro dan Supomo (2002) menyatakan bahwa analisis data penelitian merupakan bagian dari proses pengujian data setelah tahap pemilihan dan pengumpulan data penelitian.

a) Analisis Regresi Linear SederhanaAnalisis regresi linier sederhana digunakan untuk menghitung nilai koefisien regresi yang menunjukkan seberapa besar pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. Model regresi linier sederhana dapat dirumuskan sebagai berikut: Keterangan: Y = Variabel Independen

a = Konstanta

b = Koefisien regresi

X = Variable independen

e = Kesalahan

b) Pengujian HipotesisPengujian hipotesis dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan analisis sebagai berikut:1) Uji t (Partial Individual Test)Uji t dilakukan untuk menguji pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen secara parsial. Pengujian dilakukan dengan membandingkan thitung dengan t tabel . Kriteria pengujian dalam uji t adalah sebagai berikut:(a) Jika t hitung > t tabel maka H 0 akan ditolak dan H 1 akan diterima, artinya variabel independen memiliki pengaruh signifikan terhadap variable dependen secara parsial. (b) Jika t hitung t tabel maka H 0 akan diterima dan H 1 akan ditolak, artinya variabel independen tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap variabel dependen secara parsial.2) Uji F (Overall Significance Test)Uji F dilakukan untuk menguji pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen secara simultan. Pengujian dilakukan dengan membandingkan F hitung dengan F tabel . Kriteria pengujian dalam uji F adalah sebagai berikut:(a) Jika F hitung > F tabel maka H 0 akan ditolak dan H 1 akan diterima, artinya variabel independen memiliki pengaruh signifikan terhadap variabel dependen secara simultan.(b) Jika F hitung F tabel maka H 0 akan diterima dan H 1 akan ditolak, artinya variabel independen tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap variabel dependen secara simultan.3) Nilai R2 (Koefisien Determinasi) Nugroho (2005) dalam Andhika (2007) menjelaskan bahwa koefisien determinasi (R2) pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan variable independen dalam menerangkan variabel dependen. Nilai koefisien determinasi terletak antara nol dan satu (0 < R2