PROPOSAL USULAN KEGIATAN TAHUN ANGGARAN...
Transcript of PROPOSAL USULAN KEGIATAN TAHUN ANGGARAN...
PROPOSAL USULAN KEGIATAN TAHUN ANGGARAN 2012
JUDUL RPTP :
PENGGUNAAN PAKAN TAMBAHAN ASAL CENDAWAN UNTUK
PENINGKATAN PRODUKTIVITAS TERNAK I. KETERANGAN UMUM
1. KEMENTRIAN/LEMBAGA : (018) Kementrian Pertanian
2. UNIT ORGANISASI : (09) Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian
3. NAMA UNIT KERJA : Pusat Penelitian dan Pengembangan
Peternakan
4. NAMA UPT/SATKER : (648737) Loka Penelitian Kambing Potong
5. PROGRAM : (018.09.12) Program Penciptaan Teknologi
dan Varietas Unggul Berdaya Saing
6. SUMBER PEMBIAYAAN : DIPA Loka Kambing Potong Sungei Putih
Tahun Anggaran 2012
7. NOMOR KODE DIPA : 1806.014.002
8. ALAMAT DAN KODE POS : Jl. Raya Pajajaran Kav E 59 Bogor 16151
9. NOMOR TELEPON : (0251) 322185, 328383, 322138
10. NOMOR FAX : (0251) 328382, 380588
II. DATA USULAN KEGIATAN
1. SIFAT USULAN KEGIATAN : Lanjutan Baru
2. TAHUN AWAL KEGIATAN : 2011
3. JENIS KEGIATAN : Laboratorium Lapangan
4. PENELITI UTAMA/ PENJAB : Rantan Krisnan, SPt., M.Si.
5. PERSONALIA
Peneliti/Pelaksana : 0 5 18 Orang Bulan
Teknisi/pembantu pelaksana : 0 4 12 Orang Bulan
x x
x
RPTP Saras 2012
2
6. BIAYA KEGIATAN
SUMBER DANA 2012 JUMLAH
Rp. Murni 114.500.000 114.500.000
BLN
Jumlah 114.500.000 114.500.000
Medan, Januari 2012 MENYETUJUI KEPALA LOKA PENELITIAN PENELITI UTAMA/ KAMBING POTONG PENANGGUNG JAWAB Dr. Ir. Aron Batubara, MSc. Rantan Krisnan, SPt.,M.Si. NIP. 19680522 199503 1 002 NIP. 19790507 200312 1 001
MENGETAHUI: KEPALA PUSAT PENELITIAN
DAN PENGEMBANGAN PETERNAKAN
Dr. Bess Tiesnamurti NIP. 19570524 198303 2 001
RPTP Saras 2012
3
ABSTRAK
Ketersediaan bahan baku pakan yang terjamin dengan harga kompetitif merupakan salah satu pilar usaha produksi ternak. Mengingat biaya pakan merupakan salah satu komponen terbesar dalam struktur biaya produksi ternak yang dikelola secara intensif, maka efisiensi penggunaan pakan akan berpengaruh langsung kepada efisiensi usaha secara keseluruhan. Pemanfaatan sumber daya lokal secara maksimal merupakan langkah strategis dalam upaya mencapai efisiensi usaha, terlebih apabila sumberdaya tersebut bukan merupakan kebutuhan langsung bagi kompetitor lain, yang dalam hal ini adalah manusia atau jenis ternak lain. Ada beberapa kriteria yang perlu diperhatikan dalam kaitannya dengan efisiensi dan kompetisi bahan pakan tersebut, yaitu tersedia secara kontinyu, murah dan mudah didapat, mempunyai nilai gizi yang cukup, mudah dicerna serta tidak mengganggu kesehatan ternak. Produk yang berpotensi sebagai bahan pakan alternatif yang tersedia dalam volume besar dan tersedia sepanjang tahun umumnya terkait dengan sektor industri agro yang menghasilkan berbagai produk, baik yang sifatnya sampingan, sisa, maupun limbah. Pemanfaatan limbah perkebunan kelapa sawit (serat perasan buah) perlu di eksplorasi sebagai sumber serat maupun sebagai komponen campuran pakan untuk ternak kambing. Nilai nutrisi serat perasan buah kelapa sawit relatif sebanding dengan rumput alam. Limbah tersebut memiliki faktor pembatas untuk digunakan sebagai pakan ternak kambing, karena kandungan serat terutama lignin relatif tinggi. Fermentasi dengan menggunakan beberapa jenis cendawan memungkinkan terjadinya perombakan bahan yang sulit dicerna oleh ternak menjadi bahan yang mudah dicerna sehingga nilai manfaatnya meningkat. Cendawan ini selain merugikan karena menimbulkanpenyakit seperti aspergilosis dan aflatoksikosis, banyak pula yang tergolong menguntungkan dan dipakai untuk kepentingan manusia misalnya kapang sebagai kontrol biologi cacing dan ragi khamir sebagai probiotik dan imunostimulan. Diantara banyaknya jenis kapang dan khamir ada yang namanya Saccharomyces cerevisiae dan Marasmius sp. Kedua jenis cendawan ini banyak dikaji secara terpisah, sehingga
timbul pemikiran untuk mengkombinasikan kedua jenis cendawan ini dalam satu produk pakan tambahan yang berbasis bahan lokal yaitu serat perasan buah sawit. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menciptakan teknologi produk tersebut dan pemanfaatannya pada kambing Kata-kata kunci: serat perasan buah kelapa sawit, Saccharomyces cerevisiae,
Marasmius sp, kambing
RPTP Saras 2012
4
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pakan marupakan faktor penting dalam keberhasilan pengembangan
ruminansia termasuk ternak kambing. Pada umumnya sistem pemberian pakan
pada usaha kambing di Indonesia masih bersifat tradisional yaitu hanya
memberikan rumput sebagai sumber pakan sehingga produktivitas dan kualitas
dagingnyapun belum optimal. Penggunaan bahan baku pakan yang bernilai gizi
tinggi (konvensional) dinilai tidak efesien karena harganya mahal sehingga harga
ransum yang dihasilkan relatif tinggi. Upaya pemanfaatan pakan berbasis lokal
terutama berasal dari limbah agro masih terus dikaji karena dinilai mempunyai
potensi cukup besar bila dilihat dari segi kuantitas. Namun pemanfaatan
biomassa ini sering terkendala dengan kandungan nutriennya terutama
kandungan serat yang cukup tinggi. Pada umumnya bahan pakan yang
mengandung serat kasar yang tinggi memiliki nilai kecernaan yang rendah,
sehingga penggunaannya menjadi terbatas. Penggunaan serat kasar yang tinggi,
selain dapat menurunkan komponen yang mudah dicerna juga menyebabkan
penurunan aktivitas enzim pemecah zat-zat makanan, seperti enzim yang
membantu pencernaan karbohidrat, protein dan lemak (Parrakasi, 1983; Tulung,
1987).
Pemanfaatan zat gizi oleh ternak ruminansia khususnya ternak kambing
selain dipengaruhi oleh sifat fisik dan kimia zat gizi yang terkandung di dalam
bahan pakan tersebut, juga sangat dipengaruhi oleh aktivitas enzimatis mikroba
rumen. Oleh karena itu secara biologis produktivitas ternak tersebut
ditentukan oleh kinerja sistem rumen dalam mencerna bahan pakan
terutama serat yang diberikan kepada ternak. Kinerja fermentasi rumen
dapat ditingkatkan melalui berbagai pendekatan, antara lain dengan
pemberian suplemen mikroorganisme atau probiotik (Fallon & Harte 1987;
Mutsvangwa et al. 1992; Haryanto et al. 1998) dan faktor pertumbuhan
mikroba (Hungate & Stack 1982; Thalib 2002).
Penggunaan suplemen mikroorganisme (probiotik) sebagai bahan pakan
aditif mulai digunakan kembali setelah diabaikan sejak dikembangkannya produk
antibiotik pada awal abad 20 (Hobson & Jouany 1988). Kesadaran para
konsumen dan pengusaha peternakan akan resiko yang ditimbulkan oleh
RPTP Saras 2012
5
antibiotik, maka beberapa tahun belakangan ini probiotik mulai digunakan untuk
menggantikan antibiotik. Beberapa jenis cendawan seperti S. cerevisiae sudah
umum dijadikan sebagai mikroorganisme utama dalam probiotik dan
imunostimulan untuk ternak (Agarwal et al., 2000; Kompiang, 2002; Ahmad,
2005). Dewasa ini diketahui ada jenis cendawan lainnya yang mempunyai
efektivitas cukup tinggi dalam mendegradasi kandungan serat kasar (lignin) yaitu
dikenal dengan nama Marasmius sp. Sebelum diidentifikasi menyeluruh,
cendawan ini dikenal dengan nama CULH (Colombia Unindentified Lignophilic
Hymenomycetes). Cendawan yang termasuk ke dalam kelas basiodimiycetes
yang memiliki kemampuan mendegradasi lignin secara efisien. Hal ini karena
kemampuannya menghasilkan enzim ekstraseluller phenoloksidase yaitu enzim
yang terlibat dalam proses biodegradasi lignin.
Berdasarkan uraian di atas, maka muncul suatu pertimbangan untuk
mengkombinasikan kedua jenis cendawan tersebut yaitu S. cerevisiae dan
Marasmius sp dalam kemasan khusus dengan harapan terjadinya efek sinergis
dalam mengoptimalkan aktivitas kinerja rumen yang pada akhirnya produktivitas
ternak akan menjadi meningkat
1.2. Dasar Pertimbangan
Pakan merupakan biaya terbesar dari seluruh biaya produksi, yaitu
sekitar 70-80% (Wahyu, 1988). Pemanfaatan bahan pakan lokal produk
pertanian ataupun hasil ikutannya dengan seoptimal mungkin diharapkan dapat
mengurangi biaya pakan. Dengan demikian, diperlukan suatu upaya untuk
mencari alternatif sumber bahan pakan yang murah, mudah didapat, kualitasnya
baik, serta tidak bersaing dengan kebutuhan manusia. Salah satunya adalah
serat perasan buah sawit yang merupakan hasil ikutan dari industri pengolahan
minyak sawit.
Perkebunan kelapa sawit di Indonesia tergolong cukup luas dan
menyebar hampir di seluruh wilayah. Kondisi ini memberikan potensi biomasa
bahan pakan lokal bagi ternak khususnya ruminansia. Proporsi penggunaan
limbah kelapa sawit sebagai komponen pakan cukup beragam. Misalnya saja
penggunaan serat perasan buah (SPB) relatif masih rendah dibandingkan limbah
pabrik pengolahan buah sawit lainnya seperti bungkil inti sawit (BIS). Hal ini
dikarenakan kandungan lignin yang tinggi yang ada di SPB. Perlakuan fisik
diduga tidak dapat memecah ikatan lignin tersebut. Oleh karena itu perlu
RPTP Saras 2012
6
alternatif lain seperti perlakuan biologi dengan menggunakan mikro organisme
pendegradasi lignin.
Kemajuan teknologi di bidang pengolahan bahan makanan yang ada saat
ini dapat diterapkan untuk meningkatkan kualitas limbah argo-industri menjadi
bahan pakan yang bermutu, yaitu dengan bioteknologi. Kemajuan teknologi di
berbagai sektor seperti bidang pertanian, peternakan, kesehatan merupakan
suatu terobosan yang dapat memecahkan atau menghasilkan jawaban terhadap
perubahan kebutuhan (Admadilaga, 1991). Sementara itu, proses biokonversi
substrat limbah perkebunan kelapa sawit melalui fermentasi menawarkan
alternatif yang menarik dan bermanfaat dalam pengembangan sumber bahan
baku ransum. Upaya untuk memperbaiki kualitas gizi, mengurangi, atau
menghilangkan pengaruh negatif dari bahan pakan tertentu dapat dilakukan
dengan penggunaan mikroorganisme melalui proses fermentasi. Fermentasi juga
dapat meningkatkan nilai kecernaan (Saono,1976; Jay,1978; Winarno, 1980),
menambah rasa dan aroma, serta meningkatkan kandungan vitamin dan mineral
(Pelczar dkk., 1996; Kuhad dkk., 1997; Brum dkk,.1999). Pada proses fermentasi
dihasilkan pula enzim hidrolitik serta membuat mineral lebih mudah untuk
diabsorbsi oleh ternak (Esposito, dkk., 2001).
Fermentasi dengan menggunakan beberapa jenis cendawan
memungkinkan terjadinya perombakan bahan yang sulit dicerna oleh ternak
menjadi bahan yang mudah dicerna sehingga nilai manfaatnya meningkat.
Cendawan ini selain merugikan karena menimbulkanpenyakit seperti aspergilosis
dan aflatoksikosis, banyak pula yang tergolong menguntungkan dan dipakai
untuk kepentingan manusia misalnya kapang sebagai kontrol biologi cacing dan
ragi khamir sebagai probiotik dan imunostimulan. Sebagai contoh adalah
Saccharomyces cerevisiae. Khamir tersebut dipakai untuk meningkatkan
kesehatan ternak yaitu sebagai probiotik dan imunostimulan dalam bentuk feed
additive. Keuntungan penggunaan S. cerevisiae sebagai probiotik adalah tidak
membunuh mikroba bahkan menambah jumlah mikroba yang menguntungkan,
berbeda dengan antibiotika dapat membunuh mikroba yang merugikan maupun
menguntungkan tubuh, dan mempunyai efek resistensi.
Selain S. cerevisia ada juga golongan kapang yang lazim dimanfaatkan
dalam proses bioteknologi. Jamur CULH (Colombia Unindentified Lignophilic
Hymenomycetes) yang dewasa ini dikenal dengan nama Marasmius sp.
merupakan salah satu mokroba yang dapat mendegradasi kandungan serat
RPTP Saras 2012
7
kasar (lignin) pada limbah sawit. Jamur tersebut termasuk kelas Basidiomycetes
yang memiliki kemampuan untuk menghasilkan enzim “lignoperoksidases” dan
“manganperoksidase” yang dapat merombak dan melarutkan lignin yang
terkandung di dalam limbah sawit. Marasmium sp. juga dapat menghasilkan
enzim glukosidase yang dapat memecah ikatan glikosidik sehingga serat kasar
tergredasi menjadi ikatan yang lebih sederhana seperti gula-gula sederhana
(polisakarida) yang merupakan sumber energi bagi ternak. Beberapa peneliti
melaporkan adanya perubahan komposisi za t-zat makanan dalam substrat
melalui fermentasi dengan menggunakan jamur. Fermentasi sabut sawit dengan
menggunakan jamur Marasmius sp. pada dosis inokulum 7,5% dan lama
fermentasi 3 minggu, nyata dapat menurunkan kandungan serat kasar dan
meningkatkan protein kasar (Musnandar, 2003). Hasil fermentasi kulit buah
kakao oleh jamur Marasmius sp. pada dosis inokulum 7,5% dan lama fermentasi
1 minggu dapat menurunkan serat kasar dari 38,45% menjadi 23,29%, selulosa
dari 22,90% menjadi 17,72%, dan lignin dari 15,54% menjadi 2,97% (Shermiyati,
2003).
Berdasarkan pertimbangan di atas, maka perlu dilakukan suatu kajian
penelitian untuk menciptakan produk pakan tambahan berbasis serat perasan
buah sawit yang diperkaya dua jenis cendawan melalui kombinasi
Saccharomyces cerevisiae dan Maramius sp. Serta pemanfaatannya pada
kambing.
1.3. Tujuan
Tujuan Umum penelitain ini adalah untuk menciptakan produk pakan
tambahan dengan mengkombinasikan dua jenis cendawan yaitu Saccharomyces
cerevisiae dan Marasmius sp. (SARAS) untuk meningkatkan produktivitas ternak.
Sedangkan tujuan khusus penelitian ini adalah :
Mendapatkan standar baku pembuatan pakan tambahan berbasis serat
perasan buah sawit yang diperkaya dua jenis cendawan yaitu
Saccharomyces cerevisiae dan Marasmius sp. (SARAS).
Mendapatakan informasi data produktivitas kambing yang memanfaatkan
produk pakan tambahan (SARAS).
1.4. Luaran
Keluaran kegiatan penelitian ini adalah berupa produk dan teknologi
pembuatan dan pemanfaatan pakan tambahan yang meliputi :
RPTP Saras 2012
8
Teknologi pembuatan pakan tambahan berbasis serat perasan buah sawit
yang diperkaya S. cerevisiae dan Marasmius sp. (“SARAS”).
Teknologi pemanfaatan produk pakan tambahan berbasis serat perasan
buah sawit yang diperkaya S. cerevisiae dan Marasmius sp. (“SARAS”)
pada kambing.
1.5. Perkiraan Manfaat dan Dampak
Target utama dari pengembangan teknologi ini adalah petani/peternak
yaitu melalui penyediaan pakan tambahan yang murah dan aman dalam
upaya meningkatkan produktivitas ternak lebih baik. Namun secara tidak
langsung membuka peluang kepada stakeholder atau pihak pengembang yang
berminat untuk mengkomersialisasikan produk pakan tambahan dari hasil
teknologi ini.
RPTP Saras 2012
9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Deskripsi Serat Perasan Buah Sawit
Kelapa sawit (Elais guineensis) merupakan golongan yang dapat
menghasilkan minyak dan tumbuh baik di daerah tropis. Kelapa sawit berasal
dari afrika barat yang mempunyai iklim tropis sejalan dengan perdagangan budak
dari Afrika, bangsa Inggris dan Portugis membawa kelapa sawit ke Amerika
(Hartley, 1967 dalam Simanjuntak, 1998), di Indonesia kelapa sawit banyak
terdapat di daerah Sumetera utara, Aceh, Lampung, Jawa Barat bagian barat,
Riau, Jambi, Kalimantan Barat dan Timur, serta Irian Jaya namun yang paling
menonjol terdapat di pulau Sumatera.
Kelapa sawit dapat berbuah pada ketinggian 1000 m diatas permukaan
laut, tetapi secara ekonomis sebaiknya dibawah ketinggian 500 m. Iklim yang
baik untuk pertumbuhan kelapa sawit adalah daerah yang memiliki curah hujan
1500 mm per tahun. Adapun susunan taksonomi kelapa sawit adalah sebagai
berikut :
Divisio : Spermatophyta
Sub Divisio : Angiospermae
Kelas : Monocotyledoneae
Ordo : Principes
Family : Palmaceae
Genus : Elaeis
Spesies : Elaeis guneensis
Kelapa sawit mempunyai tinggi mencapai 6,5 meter, batangnya kasar dan
melingkar-lingkar serta tidak bercabang. Daunnya lurus dan ramping, pinggir
daun berduri, mempunyai warna yang sama pada pangkal dan ujungnya, serta
mempunyai panjang antara 360-510 cm. Kelapa sawit mempunyai bunga yang
terdapat dalam satu tandan dan bergerombol. Buah kelapa sawit berwarna
merah kehitaman dan mengkilap. Bagian luar dinding buah tebal dan sangat
berserat sedangkan bagian dalam buah berwarna putih (Simanjuntak, 1998).
Tanaman kelapa sawit mulai dipanen pada umur 3,5-4,5 tahun sejak pembibitan.
Tanaman ini menghasilkan buah sepanjang tahun dan umur ekonomisnya sekitar
25 tahun. Kelapa sawit memiliki buah yang terdiri dari tiga bagian yaitu daging
buah (mesocarp), tempurung (cangkang atau shell), dan inti (kernel). Dalam
buah kelapa sawit terdapat biji dan didalam biji tersebut terdapat inti sawit sekitar
RPTP Saras 2012
10
4-4,5 % dari berat tandan segar, produksi tahun pertama panen sekitar 10-15 ton
tandan per hektar per tahun, produksi ini meningkat setiap tahunnya dan
mencapai puncak pada umur 8-9 tahun dengan tingkat produksi sekitar 20-30 ton
tandan buah segar (Aritonang,1984).
Pengolahan tandan buah segar kelapa sawit dihasilkan berupa minyak
sawit dan minyak inti sawit sebagai hasil utama yang diperoleh selain itu
didapatkan pula hasil ikutan dari pengolahan kelapa sawit yaitu berupa bungkil
inti sawit, serat perasan buah, lumpur sawit kering, tandan buah kosong serta
tempurung.
Serat perasan buah sawit (SPB) merupakan hasil ikutan pada proses
ekstraksi atau penekanan buah sawit menjadi minyak kasar (CPO). Menurut
Devendra (1978) proporsi serat perasan buah sawit mencapai 12% dari tandah
buah segar. Komposisi kimia SPB berdasarkan bahan kering adalah: Bahan
kering 91,2%, Protein kasar 5,4%, Serat kasar 41,2%, Lemak 3,5%, NDF 84,5%,
ADF 69,3%, dan Abu 5,3% (Wong dan Zahari, 1992). Limbah ini berpotensi
sebagai sumber energi bagi ternak ruminansia. Namun tigginya kandungan serat
dan rendahnya kandungan protein mengharuskan dilakukan teknologi
pengolahan terlebih dahulu sebelum digunakan pada ternak.
2.2. Fermentasi
Fermentasi adalah suatu proses oksidasi karbohidrat anaerob atau
anaerob fakultatif. Istilah fermentasi tersebut itu sendiri telah mengalami evolusi,
istilah tersebut digunakan untuk menerangkan terjadinya penggelembungan atau
pendidihan yang terlihat dalam pembuatan anggur, yaitu pada saat sebelum
ditemukannya khamir. Bahkan istilah yang berlaku sekarang dipakai untuk
menjelaskan pengeluaran gas karbondioksida selama sel-sel hidup bekerja
(Desrosier,1988). Menurut winarno, et.al (1980), mengatakan fermentasi dapat
terjadi karena aktivitas mikroba penyebab fermentasi pada substrat organik yang
sesuai. Fermentasi juga dapat menyebabkan perubahan sifat bahan makanan
sebagai akibat pemecahan kandungan zat makanan oleh enzim yang dihasilkan
oleh mikroba.Proses fermentasi sering didefinisikan sebagai proses pemecahan
bahan-bahan organik oleh mikroorganisme sehingga diperoleh bahan-bahan
organik yang diinginkan (Fardiaz,1988). Mikroorganisme ini sangat berperan
dalam proses fermentasi karena memiliki kemampuan untuk menghasilkan enzim
dalam jumlah besar, biasanya mikroorganisme yang berperan dalam proses
RPTP Saras 2012
11
fermentasi yaitu dari golongan bakteri, khamir, dan cendawan, mikroorganisme
tersebut memiliki sel tunggal dan mempunyai kapasitas fungsional pertumbuhan,
reproduksi, pencernaan, asimilasi, dan memperbaiki isi dalam sel dimana bagi
kehidupan tingkat tinggi sudah didistribusikan ke jaringan-jaringan, oleh karena
itu dapat diantisipasi bahwa sel tunggal merupakan wujud kehidupan yang
lengkap seperti khamir yang memiliki produktivitas enzim dan kapasitas
fermentatif yang tinggi dibandingkan dengan mahluk hidup yang lainnya
(Desrosier,1988).
Pada proses fermentasi peristiwa yang terjadi adalah suatu rangkaian
kerja enzim yang dibantu oleh energi-energi metabolit yang khas berada dalam
sistem biologis hidup. Perubahan kimia oleh aktivitas enzim yang dihasilkan oleh
mikroorganisme tersebut meliputi perubahan molekul-molekul kompleks atau
senyawa-senyawa organik seperti protein, karbohidrat dan lemak menjadi
molekul sederhana dan mudah dicerna (Setiyatwan, 2001). Menurut Desrosier
(1988), ada tiga kriteria penting yang harus dimiliki oleh mikrobia bila akan
digunakan dalam proses fermentasi diantaranya yaitu : 1) Mikrobia harus mampu
tumbuh dengan cepat dalam suatu substrat dan lingkungan yang cocok serta
mudah untuk dibudidayakan dalam jumlah besar, 2) organisme harus memiliki
kemampuan untuk mengatur ketahanan fisiologis dalam kondisi seperti tersebut
di atas, dan menghasilkan enzim-enzim essensial dengan mudah dan dalam
jumlah besar agar perubahan-perubahan kimia yang dikehendaki dapat terjadi, 3)
kondisi lingkungan yang diperlukan untuk pertumbuhan dan produksi maksimum
dan komparatif harus sederhana.
Proses fermentasi dapat dibedakan berdasarkan jenis mediumnya, yaitu
fermentasi substrat padat dan substrat cair. Fermentasi substrat padat adalah
fermentasi dengan menggunakan substrat yang tidak larut tetapi mengandung air
yang cukup untuk pertumbuhan dan perkembangan mikroorganisme yang di
inokulasikan kedalam substrat itu sendiri sedangkan fermentasi substrat cair
adalah proses fermentasi yang substratnya larut atau tersuspensi dalam fase
cair. Menurut smith (1990) menyatakan bahwa fermentasi substrat padat
berkaitan dengan pertumbuhan mikroba pada bahan padat dengan tidak atau
hampir tidak adanya air bebas. Substrat yang paling banyak digunakan dalam
fermentasi substrat padat biasanya berupa biji-bijian, sekam dan bahan yang
mengandung lignoselulosa. Menurut Knaap dan Howel (1980), beberapa hal
yang harus di perhatikan sehubungan dengan penggunaan medium padat
RPTP Saras 2012
12
diantaranya yaitu :1) Sifat media terutama yang ada hubungannya dengan
kistalisasi dan derajat polimerisasi, 2) Sifat mikoorganisme, masing -masing
mikroorganisme mempunyai kemampuan yang berbeda-beda dalam memecah
komponen media untuk keperluan metabolisme dari mikroorganisme itu sendiri,
3) Sifat kimetika metabolisme dan kinetika enzim.
2.3. Karakteristik Marasmius Sp
Marasmius sp. merupakan jamur saprofit yang hidup pada batang kayu
tumbuhan yang sudah mati. Jamur ini digolongkan sebagai jamur busuk putih
pada kayu yang diperoleh dari areal hutan tropik di Colombia Amerika Selatan
yang memiliki kelembaban udara sekitar 90 – 100 %. Jamur ini di isolasi pada
bulan Maret tahun 1909 dan sebelum teridentifikasi secara menyeluruh jamur ini
dikenal dengan nama jamur CULH (Colombia Unindentified Lignophilic
Hymenomycetes). Hasil identifikasi jamur Marasmius sp. adalah sebagai berikut :
Divisio : Mycota
Sub division : Eumycotina
Clasiss : Basidiomycetes
Sub clasiss : Hymenomyceteae
Ordo : Agaricales
Familia : Tricholomataceae
Marga : Marasmius
Species : Marasmius sp
Jamur ini memiliki kemampuan dalam mendegradasi lignin dan selulosa.
Jamur ini memiliki basidia yang ditandai dengan hymenium, memiliki tubuh buah
yang tidak berklorofil berwarna putih, bulat memiliki lamella seperti insang pada
bagian tudung. Tubuh buah disusun oleh bagian akar semu, tangkai dan tudung.
Marasmius sp termasuk kedalam jamur busuk putih yang tumbuh baik
pada suhu 300C dengan kelembaban 60-70 % pada suasana aerob. Jamur ini
masuk kedalam kelas basiodimiycetes yang memiliki kemampuan mendegradasi
lignin secara efisien. Dikemukakan pula bahwa jamur ini memiliki karakteristik
penghasil enzim ekstraseluller phenoloksidase yaitu enzim yang terlibat dalam
proses biodegradasi lignin. Terdapat tiga tipe enzim phenoloksidase, yaitu
laccase, peroksidase dan tyrosinase (Crawford,1981). Dengan adanya
karakteristik Marasmius sp tersebut maka jamur ini dimasukkan ke dalam kelas
Basidiomycetes yang diduga dapat memecah ikatan lignin dengan karbohidrat
RPTP Saras 2012
13
dan ikatan lignin dengan protein pada SPB sawit sehingga bahan pakan tersebut
dapat digunakan sebagai bahan pakan kambing dengan baik. Selama
pertumbuhan vegetatif pertama, ditandai dengan pertumbuhan miselia yang
cepat diatas substrat. Pertumbuhan jamur Marasmius sp pada skala laboratorium
menggunakan media potato dextrose agar dengan pemberian sedikit ekstrak
yeast, didalam media ini dibagi tiga fase, yaitu fase pertama adalah fase
penyesuaian dengan kondisi media dan lingkungan, kemudian fase logaritma,
pada fase ini se-lsel mengembangkan diri secara eksponensial sampai
pertumbuhan maksimal tercapai, fase ini lamanya sekitar 3-10 hari, setelah fase
logaritma kemudian ke fase selanjutnya yaitu fase stasioner dimana fase ini akan
terjadi jumlah koloni yang stagnan dan menuju kepada penurunan jumlah koloni
yang disebabkan oleh pengurangan nutrient yang ada pada media sehingga
pertumbuhan miselia jamur terhambat dan pada akhirnya pertumbuhan berhenti.
Menurut Joetono (1989) serta Garraway dan Evans (1984), lamanya waktu yang
dibutuhkan dalam masing-masing fase tergantung beberapa faktor diantaranya
kosentrasi nutrient dan faktor eksternal seperti suhu, kelembaban, dan tingkat
keasaman media atau substrat, kadar air dan ketersedian oksigen. Mengetahui
fase logaritma sangat penting untuk pembuatan inokulum, juga untuk mengetahui
saat kandungan substrat didegradasi dalam hal ini fraksi-fraksi serat kasar seperi
lignin dan selulosa.
2.4. Peranan Marasmius sp dalam Proses Fermentasi
Jenis cendawan yang bermanfaat untuk pengolahan bahan pakan yang
berlignoselulosa adalah jamur (pelczar dan Chan, 1986). Jamur bersifat
vilamentus (berbentuk benang-benang, dimana terdapat bagian-bagian berupa
miselium, kumpulan beberpa vilamen yang disebut hifa) dan spora. Jamur
merupakan organisme heterotrofik, dimana kapang atau jamur memerlukan
senyawa organik untuk nutrisinya. Jamur hanya dapat tumbuh dalam keadaan
aerobik sehingga sering kali disebut mikroorganisme aerobik sejati. Pada spesies
saprofitik, jamur tumbuh pada kisaran suhu optimal 22-30 oC (Pelczar dan
Chan,1986). Secara alamiah cendawan atau jamur dapat berkembang biak
dengan berbagai cara secara aseksual dengan pembelahan, penguncupan, atau
pembentukan spora, dan dapat pula secara seksual dengan peleburan nucleus
dari dua sel induknya. Pada pembelahan, suatu sel membelah diri untuk
RPTP Saras 2012
14
membentuk dua sel anak yang serupa, sedangkan pada penguncupan suatu sel
anak tumbuh dari penonjolan kecil pada sel inang.
Jamur yang dapat diinokulasikan ke dalam bahan yang memiliki
lignosellulosa yang tinggi biasanya jamur yang dapat memiliki atau dapat
memproduksi enzim ekstra seluler seperti enzim selulase atau enzim ligno
peroksidase dimana enzim tersebut dapat memecah ikatan komplek pada bahan
yang berlignoselulosa menjadi suatu senyawa yang sederhana, salah satu jamur
yang dapat diinokulasikan pada bahan berlignoselulosa diantaranya adalah
Marasmius sp. Hasil penelitian Trahayu (1994) dan Hendritomo (1995) bahwa
jamur ini mampu mendegradasi lignin dalam kayu albazia dan kayu kamper.
Jamur ini juga mampu mendegradasi lignin dalam sekam dan jerami padi.
Pertumbuhan jamur Marasmius sp telah diteliti oleh Trahayu (1994) pada
serbuk gergaji kayu albasia dan kayu kapur. Selama pertumbuhannya pada
substrat serbuk kayu albasia dan kayu kapur jamur ini memerlukan gizi
tambahan berupa nitrogen serta karbohidrat mudah dicerna sebagai sumber
energi berupa ampas tapioca sebesar 15-25 %. Jamur ini dapat mendekomposisi
selulosa kayu albasia dan kayu kapur masing-masing 71,23 % dan 54,45 %,
sedangkan dekomposisi lignin akan meningkat sekitar 30,78 % jika ditambahkan
0,5 % nitrogen yang siap pakai dan 10 %ampas tapioka, sedangkan pada kayu
kapur meningkat 40,95 % dengan penambahan 2 % nitrogen dan 25 % ampas
tapioka. Dalam hal pendegradasian fraksi serat kasar berupa lignin dan selulosa
penggunaan nitrogen dalam senyawa lain dan mineral Mn2+ sangat diperlukan
untuk pertumbuhan jamur tersebut. Sumber nitrogen yang dapat ditambahkan
bisa menggunakan 1,75 % KNO3 dan 0,5 % urea atau berupa NH4N03 sebanyak
0,5 % serta dengan penambahan Mn2+ menunjukkan degradsi lignin dan
selulosa yang cepat dengan menggunakan mineral KNO3 dibandingkan dengan
penambahan urea yaitu sekitar 68,5 % pada lignin dan 18,3 % pada selulosa.
(Hendritomo, 1995).
Pada proses pendegradasian senyawa lignin merupakan proses
ekstraseluler dimana Marasmius sp menghasilkan enzim lignin peroksidase dan
mangan peroksidase, serta H2O2 yang dikeluarkan oleh aktivitas enzim glikosal
oksidase (dikeluarkan oleh hifa). Proses yang berlaku ketika lignin akan
didegradai oleh enzim yang dihasilkan oleh jamur tersebut, yaitu mula-mula
veratil alcohol yang dihasilkan dalam hifa berperan penting dalam
penyeimbangan ligin peroksidase yang berlawanan dengan tidak aktifnya H2O2.
RPTP Saras 2012
15
Lignin peroksidase melepaskan satu elektron pada molekul lignin yang bukan
phenol kemudian membentuk kation radikal, yang memulai reaksi kimia oksidatif
yang secara tidak beraturan dan hasil akhirnya pemotongan lignin dengan O2,
kemudian enzim mangan peroksidase akan merubah Mn2+ menjadi Mn3+ yang
mempunyai bobot molekul yang lebih rendah dan berfungsi sebagai mediator
yang dapat berdifusi ke bagian yang tipis dari molekul lignin dan memulai proses
oksidasi.
Beberapa species jamur memiliki kemampuan untuk dapat mendegradasi
komponen serat kasar terutama lignin dan selulosa tetapi dari kesemuanya
hanya yang termasuk ke dalam kelas jamur busuk putihlah yang memiliki
kemampuan mendegradasi lignin dan selulosa secara efisien hal ini dikarenakan
jamur tersebut mampu memproduksi enzim ekstraseluler. Selulosa dapat
didegradasi menjadi selobiosa melaui rantai panjang 1-4 anhidroglukosa oleh
enzim ekstraseluler pada beberapa jamur yang termasuk kelas Ascomcyetes,
Imperfectic dan Basidiomycetes terutama yang termasuk ke dalam
Homobasidiomycetes. Dekomposisi selulosa terjadi di dalam sel jamur dimana
selubiose memecah selobiosa, hemiselulosa sebagai sumber energi dan karbon
dimanfaatkan oleh jamur tersebut yang akhirnya membentuk karbondioksida dan
air (Hardjo,et aI,.1989). Proses pemecahan selulosa dibagi menjadi tiga tahapan
diantaranya, yaitu :
1. Anyaman fiber sudah lebih basah dan regang oleh adanya kerja enzim
selulase terhadap substrat sehingga memudahkan kerja enzim berikutnya.
2. Selulosa dipecah menjadi disacharida selubiosa.
3. Selubiosa dihidrolisis menjadi glukosa oleh mekanisme kerja enzim β-
glukosidase yang disebut selubiose.
2.5. Karakteristik Saccharomyces cerevisiae
S. cerevisiae merupakan khamir sejati tergolong eukariot yang secara
morfologi hanya membentuk blastospora berbentuk bulat lonjong, silindris, oval
atau bulat telur yang dipengaruhi oleh strainnya. Dapat berkembang biak dengan
membelah diri melalui "budding cell" . Reproduksinya dapat dipengaruhi oleh
keadaan lingkungan serta jumlah nutrisi yang tersedia bagi pertumbuhan sel .
Penampilan makroskopik mempunyai koloni berbentuk bulat, warna kuning
muda, permukaan berkilau, licin, tekstur lunak dan memiliki sel bulat dengan
RPTP Saras 2012
16
askospora 1-8 buah (Nikon, 2004 ; Landecker, 1972 ; Lodder, 1970) . Taksonomi
Saccharomyces spp. menurut Sanger (2004), sebagai berikut :
Super Kingdom : Eukaryota
Phylum : Fungi
Subphylum : Ascomycota
Class : Saccharomycetes
Order : Saccharomycetales
Family : Saccharomycetaceae
Genus : Saccharomyces
Species : Saccharomyces cerevisiae
Khamir dapat berkembang biak dalam gula sederhana seperti glukosa,
maupun gula kompleks disakarida yaitu sukrosa (MARX, 1991). Selain itu untuk
menunjang kebutuhan hidup diperlukan oksigen, karbohidrat, dan nitrogen . Pada
uji fermentasi gulagula mempunyai reaksi positif pada gula dekstrosa, galaktosa,
sukrosa, maltosa, raffinosa, trehalosa, dan negatif pada gula laktosa (Lodder,
1970). Komposisi kimia S. cerevisiae terdiri atas : protein kasar 50-52%,
karbohidrat ; 30-37%; lemase 4-5%; dan mineral 7-8% (Reed dan
Nagodawithana, 1991) .
2.6. Peranan Saccharomyces cerevisiae sebagai probiotik
Menurut definisi Fuller (1992) dan Karpinska et al. (2001), probiotik
adalah imbuhan pakan berbentuk mikroba hidup yang menguntungkan dan
mempengaruhi induk semang melalui perbaikan keseimbangan mikroorganisme
dalam saluran pencernaan. produksi dan pencegahan penyakit . Selanjutnya
Soeharsono (1994) mengemukakan bahwa mikroba yang termasuk dalam
kelompok probiotik bila mempunyai ciri sebagai berikut yaitu : dapat diproduksi
dalam skala industri, jika disimpan di lapangan akan stabil dalam jangka waktu
yang lama, mikroorganisme harus dapat hidup kembali di dalam saluran
pencernaan, dan memberikan manfaat pada induk semang . Shin et al. (1989)
menyatakan bahwa S. cerevisiae termasuk salah satu mikroba yang umum
dipakai untuk ternak sebagai probiotik, bersama-sama dengan bakteri dan
cendawan lainnya seperti Aspergillus niger, A. oryzae, Bacillus pumilus, B.
centuss, Lactobacillus acidophilus, Saccharomyces crimers, Streptococcus lactis
dan S. termophilus .
RPTP Saras 2012
17
Pengujian terhadap S. cerevisiae yang dipakai sebagai feed additive
dalam bentuk probiotik terlebih dahulu diuji secara in vitro dengan melakukan uji
kemampuan daya hidup terhadap asam-asam organik, garam empedu, dan pH
rendah (Agarwal et al., 2000) . Tedesco et. al. (1994) mendapatkan korelasi dari
pemberian S. cerevisiae terhadap bakteri pada kelinci, yaitu dengan cara
mengurangi jumlah bakteri patogen dan meningkatkan jumlah bakteri aerob,
anaerob yang menguntungkan di dalam usus. Kumprecht et al. (1994)
memberikan campuran S. cerevisiae dengan Streptococcus faecum pada ayam
broiler sehingga jumlah kuman Eschericha coli berkurang sebesar 50% di dalam
sekumnya.
Pemberian S. cerevisiae pada ternak ruminansia akan akan
meningkatkan bakteri selulolitik dan asam laktat pada saluran pencernaan. Meski
tidak semua memberikan respon positif terhadap pemberian pakan imbuhan ini
namun pada sapi dapat meningkatkan produksi susu rata-rata sebesar 4,3% dan
pertambahan bobot badan rata-rata sebesar 8,7%. Sementara ini beberapa
produk khamir komersial yang diperjual belikan di Indonesia adalah Diamond V
(USA), CYC- 100 (Korsel), Yea-Sacc (USA) (Wina, 2000) .
Pada ternak domba dilakukan pencampuran S cerevisiae dengan Bioplus
di dalam ransum untuk mendapatkan peningkatan bobot badan serta
menurunkan konversi pakan (Ratnaningsih, 2000) dan basil yang diperoleh
menunjukkan korelasi yang positif yaitu dengan dosis 4 g/hari (1 g S. cerevisiae
ekivalen mengandung 14 x 1010 koloni) menghasilkan konversi pakan sebesar 6
kg/kg pertambahan bobot badan . Namun tidak semua isolat S. cerevisiae dapat
digunakan sebagai probiotik, karena harus melalui beberapa macam seleksi dan
dari sejumlah khamir tersebut hanya sedikit yang dapat digunakan, misalnya
seperti yang diteliti oleh Agarwal et al. (2000), dari 9 isolat yang diuji hanya 1
yang dapat digunakan sebagai probiotik .
RPTP Saras 2012
18
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Kegiatan 1: Pembuatan pakan tambahan berbasis serat perasan buah sawit yang diperkaya dua jenis cendawan Saccharomyces cerevisiae dan Marasmius sp “SARAS”.
3.1.1. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Loka Penelitian Kambing
Potong Sei Putih dan Laboratorium Mikologi BB Balitvet Bogor. Waktu
pelaksanaan selama 8 bulan yang meliputi; 1) Persiapan dan Perbanyakan
Agen hayati, 2) Karakterisasi dan Perbanyakan Marasmius sp dan S.
cerevisiae, 3) Persiapan pakan terdegradasi dengan Marasmuis sp, dan 4)
Formulasi dan pengemasan dalam bentuk bolus.
3.1.2. Materi Penelitian
Beberapa bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: biakan
murni Marasmius sp yang diperoleh dari Laborarotarium Mikrobiologi dan
Fermentasi ITB Bandung dan Saccharomyces cerevisiae yang diperoleh dari
Laboratorium Mikologi BB Balitvet Bogor, media agar Potato (PDA), media agar
Sabouraud (SDA), aquades dan serat perasan buah sawit. Sedangkan alat yang
digunakan meliputi; cawan petri, tabung reaksi, autoclave, microscope, alat
penghitung spora, alat cetak pakan berbentuk bolus, dan perlatan lainnya seperti
timbangan OHAUS kapasitas 310 gram, sendok pengaduk, plastik lemari
incubator, kapas steril, pemanas spirtus, kawat oase, blender, gelas ukur,
alumunium foil dan termometer.
3.1.3. Metode Penelitian
Sebagian besar prosedur pembuatan kombinasi Saccharomyces
cerevisiae dan Marasmius sp mengikuti metode pembuatan kapsul anti cacing
dan probiotik (ANCAPRO) yang dilakukan Ahmad, RZ. (2008) yang dimodifikasi.
Tahapan kegiatan dijabarkan sebagai berikut:
Perbanyakan dan persiapan agen hayati
a. Pembuatan Media Agar
Media agar buatan pabrik ditimbang sesuai dengan petunjuk yang ada
pada labelnya. Setelah itu ditambahkan air steril. Kemudian direbus dan
disterilisasi dengan autoklave pada tekanan 120 kPa (17 psi) selama 25
RPTP Saras 2012
19
menit, kemudian didinginkan dengan meletakan pada posisi miring pada
tabung reaksi atau merata pada cawan petri dan setelah itu media agar
siap untuk diinokulasi oleh cendawan.
b. Teknik perbanyakan
Sebelum S.cerevisiae atau Marasmius sp digunakan, cendawan ini
diperbanyak dengan cara menginokulasikan isolat tersebut (digoreskan)
pada media PDA, SDA dan CMA yang telah ditambahkan Bacto agar.
Selanjutnya kultur diinkubasi pada suhu dan lama inkubasi yang berbeda
baik dengan atau tanpa cahaya. Perlakauan inilah yang menjadi salah
satu indikator dalam menentukan standar baku terbaik pembuatan pakan
tambahan SARAS.
Karakterisasi pertumbuhan S. cerevisiae dan Marasmius sp
a. Perlakuan Inkubasi
Karakterisasi pertumbuhan S.cerevisiae dan Marasmius sp dilakukan
dengan pengujian beberapa perlakuan pada proses inkubasi sebagai
berikut:
Media : Potatos Dekstrosa Agar (PDA)
Lama Inkubasi : 3 dan 7 hari
Suhu : (25-30 “C) dan 37 “C
b. Peubah atau parameter karakterisasi yang diamati
Pertumbuhan S.cerevisiae pada dua perlakuan lama inkubasi dan dua
perlakuan suhu (4 perlakuan x 3 ulangan).
Pertumbuhan Marasmius sp dua perlakuan lama inkubasi dan dua
perlakuan suhu (4 perlakuan x 3 ulangan).
Pertumbuhan kombinasi S.cerevisiae dengan Marasmius sp pada dua
perlakuan lama inkubasi dan dua perlakuan suhu (4 perlakuan x 3
ulangan).
c. Rancangan Percobaan Penelitian
Penelitian tahap ini dilakukan dengan menggunakan metode eksperimen
menggunakan Rancangan Acak Lengkap (Stell dan Torrie, 1993) pola
faktorial dengan tiga ulangan. Yang menjadi faktor penelitian adalah lama
inkubasi dan suhu. Data yang diperoleh diolah dengan analisis
keragaman (ANOVA) menurut petunjuk SAS (SAS, 1998), dan bila hasil
analisis keragaman menunjukkan terdapat pengaruh nyata (P<0,05) dari
RPTP Saras 2012
20
perlakuan terhadap peubah yang diukur, maka akan dilanjutkan dengan uji
jarak berganda Duncan.
Persiapan serat perasan buah sawit terdegradasi Marasmuis sp
a. Pembuatan Inokulum Marasmius Sp.
Larutan inokulum terlebih dahulu dibuat dengan cara mengencerkan
biakan murni dengan aquadest steril kemudian larutan inokulum
diinokulasikan pada 80 gram SPB sawit dan 15 gram tepung jagung steril
serta 5% mineral, kemudian diinkubasi selama 2 minggu pada suhu 300C,
dipanen dan dikeringkan pada suhu 400C, digiling dan siap diinokulasi.
b. Pembuatan Larutan Mineral Standar.
Larutan mineral standar dibuat dengan melarutkan mineral yang terdiri
atas mineral NH4NO3 0,5 %, KCL 0,05 %, MgSO4.7H2O 0,05 %,
FeSO4.7H2O 0,01 % dan mineral CuSO4.5H2O 0,001 kedalam 1000ml
aqudest. Larutan mineral standar ditambahkan kedalam masing-masing
perlakuan, kemudian diaduk sampai homogen.
c. Fermentasi Serat Perasan Buah Sawit (SPBS)
Serat perasan buah sawit (SPBS) sebanyak 100 gram dimasukkan dalam
kantong plastik 15 x 25 cm, ditambahkan air sebanyak 60 ml kemudian
dikukus selama 1 jam sejak air kukusan mendidih, didinginkan dan
ditambahkan larutan mineral standar. Substrat yang telah ditambahkan
larutan mineral standar kemudian diinokulasi dengan dosis inokulum
Marasmius Sp. sebanyak 5,0 %, kemudian diinkubasi dengan suhu kamar
selama 3 minggu. Setelah masa inkubasi selesai, SPBS yang telah
difermentasi dikeringkan didalam oven dengan suhu 60 0C selama 24 jam,
setelah kering digiling dan ditambahkan saccharomyces cerevisiae yang
mengandung spora 1 x 10 7. Selanjutnya substrat ini siap untuk
dicampurkan dengan bahan pakan lain untuk selanjutnya dicetak dalam
kemasan bolus.
d. Teknik perhitungan spora
Jumlah sel spora S.cerevisiae ditumbuhkan pada media padat dihitung
dengan cara menambahkan 2 ml aquades steril pada media, lalu kultur
dikerok dan dihomogenkan. Sebanyak 1 ml larutan kultur diencerkan
sampai 100 kali pengenceran. Selanjutnya 0,2 mm2 larutan kultur
dimasukan ke dalam hemositometer dan jumlah spora dihitung dengan
pembesaran 400 kali.
RPTP Saras 2012
21
Pencampuran isolat dan pemasukannya ke dalam kemasan bolus
Pada kegiatan ini diawali dengan mencampurkan serat perasan buah
sawit yang sudah terfermentasi Marasmius Sp. dengan Saccharomyces
cerevisiae yang mengandung spora 1 x 10 7. Campuran inilah yang kemudian
disebut sebagai pakan tambahan “SARAS”. Selanjutnya saras dicampurkan
dengan beberapa bahan pakan penyusun konsentrat yang terdiri dari bungkil
kelapa, tepung jagung, dedak, mineral dan garam dengan tujuan untuk
mengetahui komposisi terbaik sebagai pakan komplit. Komposisi campuran
saras dengan unsur konsentrat adalah : 40:60, 50:50, 60:40, dan 70:30.
Masing-masing campuran dari beberapa komposisi tersebut dicetak
menggunakan mesin cetak pakan dengan bentuk bolus. Produk bolus dari
keempat campuran tersebut selanjutnya akan digunakan pada uji in-vitro.
Gambar 1. Alat pencetak pakan berbentuk bolus
RPTP Saras 2012
22
3.2. Kegiatan 2: Pemanfaatan pakan tambahan berbasis serat perasan buah sawit yang diperkaya dua jenis cendawan Saccharomyces cerevisiae dan Marasmius sp “SARAS” pada kambing
3.2.1. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Loka Penelitian Kambing
Potong Sei Putih dan Laboratorium Balai Penelitian Ternak Ciawi, Bogor. Waktu
pelaksanaan selama 2 bulan yang meliputi uji kualitas nutrien dan uji kecernaan
pakan tambahan berbasis serat perasan buah sawit yang diperkaya dengan
kombinasi dua cendawan yaitu S.cerevisiae dengan Marasmius sp.
3.2.2. Materi Penelitian
Bahan yang digunakan pada penelitian tahap ini terdiri dari: pakan
tambahan berbentuk bolus yang dibuat dalam 4 komposisi campuran antara
produk pakan tambahan Saras dengan bahan konsentrat, serta cairan rumen
kambing untuk uji in-vitro.
3.2.3. Metode Penelitian
Untuk menguji efektivitas produk maka dilakukan terlebih dahulu uji invitro
pada cairan rumen kambing dengan lima perlakuan sebagai berikut :
T1 : Kontrol (konsentrat 100%) T2 : Pakan tambahan Saras 40% + Unsur konsentrat 60% T3 : Pakan tambahan Saras 50% + Unsur konsentrat 50% T4 : Pakan tambahan Saras 60% + Unsur konsentrat 40% T5 : Pakan tambahan Saras 70% + Unsur konsentrat 30%
3.2.4. Peubah yang Diukur
Peubah yang diamati meliputi kualitas nutrisi dan nilai kecernaan produk
pakan tambahan. Kualitas nutrisi dilihat melalui analisis proksimat yang terdiri
dari kandungan bahan kering, kadar air, abu, protein, lemak, serat kasar, lignin,
dan energi. Sedangkan nilai kecernaan diperoleh melalui uji in-vitro pada cairan
rumen kambing dengan parameter yang diamati terdiri dari: kecernaan bahan
kering, kecernaan bahan organik , kecernaan protein, kecernaan serat kasar,
kecernaan lignin dan kecernaan energi.
3.2.5. Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian tahap ini adalah
Rancangan Acak Lengkap dengan lima perlakuan dan empat ulangan. Bentuk
umum model linear Rancangan Acak Lengkap adalah:
Yij = µ + τi + εij
RPTP Saras 2012
23
Keterangan: Yij = nilai pengamatan akibat pemberian ransum
µ = nilai tengah populasi
τi = pengaruh perlakuan ransum ke-i
εij = pengaruh acak pada perlakuan ransum ke-i dan ulangan ke-j
Data yang diperoleh kemudian dianalisis ragam dan bila berbeda nyata
diuji Uji Jarak Berganda Duncan (Steel dan Torrie 1991) dengan menggunakan
software SPSS versi 13.
RPTP Saras 2012
24
BAB IV TENAGA DAN ORGANISASI PELAKSANAAN
4.1. Tenaga yang terlibat dalam kegiatan
(1) No
(2) Nama Lengkap
(3) Pria/Wanita
(4) Pend. Akhir
(5) Bid.Pendidikan
(6) Bidang
Keahlian
(7) Kualifikasi
(8) Alokasi
Waktu (OJ)
(9) Unit Kerja
(10) Nama Lembaga
1 Nutrisi dan
Pakan ternak
Rantan Krisnan, SPt., MSi.
Peneliti Muda
Pria 400
S2 Lolit kambing
Nutrisi Puslitbangnak
2 Nutrisi
Ruminansia
Ir. Junjungan Sianipar, MP Peneliti Muda
Pria 300
S2 Lolit Kambing
Ilmu Ternak Puslitbangnak
3 Mikologi
Dr. drh.Riza Zainuddin Ahmad
MSi Peneliti utama
Pria 240
S3 Balitvet
Virologi BB Veteriner
4 Nutrisi dan
Pakan ternak
Dr. Simon P. Ginting, MSc
Peneliti Madya
Pria 240
S3 Lolit kambing
Nutrisi Puslitbangnak
5 Teknisi
Sari Gusti teknisi
Pria 250
Analis Kimia Lolit Kambing
Teknisi Puslitbangnak
6 Teknisi
Analis Kimia
Imanianto Teknisi
Pria 250
SLTA Lolit Kambing
Analis Kimia Puslitbangnak
4.2. Jangka waktu kegiatan
4.2.1. Tahapan dan Waktu Pelaksanaan
No Kegiatan Bulan Ke- Tahun 2012
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1. Persiapan
2. Pelaksanaan
Pelaksanaan
Kegiatan
Pengamatan
Seminar Hasil
Laporan Ilmiah
3. Penggandaan
RPTP Saras 2012
25
4.2.2. Waktu Pencapaian Keluaran
Lokasi Kegiatan Lamanya Indikator kinerja
Kantor Persiapan proposal
pembuatan dan penandatanganan proposal
Persiapan materi penelitian
1 bulan Proposal dan materi penelitian
Laboratorium Persiapan dan Perbanyakan Agen hayati,
Karakterisasi dan Perbanyakan Marasmius sp dan S. cerevisiae,
Persiapan pakan terdegradasi dengan Marasmuis sp, dan
Formulasi dan pengemasan dalam bentuk bolus
7 bulan Isolat Marasmius sp dan S.cerevisiae dalam tepung siap untuk formulasi
Laboratorium Analsis Proksimat terhadap Uji kualitas nutrien pakan tambahan berbasis serat perasan buah sawit yang diperkaya dengan kombinasi dua cendawan yaitu S.cerevisiae dengan Marasmius sp.
1 bulan Nilai Nutrisi produk pakan tambahan
Laboratorium Uji in-vitro pada cairan rumen kambing terhadap kecernaan pakan tambahan berbasis serat perasan buah sawit yang diperkaya dengan kombinasi dua cendawan yaitu S.cerevisiae dengan Marasmius sp.
1 bulan Nilai kecernaan produk pakan tambahan
Kantor Analisa data dan membuat laporan
2 bulan Data, laporan dan publikasi ilmiah
4.3. Pembiayaan
Kegiatan penelitian ini dibiayai oleh DIPA Loka Penelitian Kambing
Potong TA. 2012 sebesar Rp. 114.500.000 (seratut empat belas juta lima ratus
ribu rupiah). Rincian anggaran biaya (RAB) dapat dijabarkan dalam rincian
berikut ini :
RPTP Saras 2012
26
Rincian Anggaran Biaya (RAB) penelitian
Jenis Belanja Vol. Sat. Nilai Sat. Jumlah
Belanja Bahan
Pakan Ternak 6 BLN 3.000.000 18.000.000
Perlengkapan Kandang 1 PKT 5.000.000 5.000.000
Obat-Obatan 1 PKT 4.500.000 4.500.000
Foto Copy 10.000 LBR 200 2.000.000
ATK, Bahan Komputer 1 PKT 5.000.000 5.000.000
Bahan Kimia 1 PKT 15.000.000 15.000.000
Jumlah 49.500.000
Honor Yang Terkait Dengan Output Kegiatan
Upah Harian Lepas 1.433 OH 30.000 43.000.000
Jumlah 43.000.000
Belanja Perjalanan Lainnya (DN)
Dalam rangka persiapan, pelakasanaan dan persiapan kegiatan
22 OP 1.000.000 22.000.000
Jumlah 22.000.000
Total Biaya 114.500.000
RPTP Saras 2012
27
DAFTAR PUSTAKA
Agarwal, N ., D .N . Kamra, L .C.Chaudhary, A. Sahoo And Pathak. 2000. Selection Of Saccharomyces Cerevisae Strains For Use As A Microbial Feed Additive .Http :/Www .B L Ackwell .Synergy.Com/Links/Doi / 10 .1046 /J .1472-765x.2000 .00826.X/Full / (15 Oktober 2003) .
Atmadilaga, D. 1991. Rekayasa Genetika Dan Bioteknologi Mutakir Terobosan Kelambanan Bioteknologi Konvesional Dan Meningkatkan Produksi Pertanian. Universitas Putra Bangsa, Surabaya.
Devendra, C. 1978. The Utilization Of Feedingstuffs From The Oil Falm Plant. Proc. Symp. On Feedingstuffs For Livestock In South East Asia, 17-19 October 1977. Kualalumpur. Pp. 116-131.
Fallon Rj, Harte Fj. 1987. The Effect Of Yeast Culture Inclusion In The Concentrate Diet On Calf Performance. J Dairy Sci 70 Supl 1:143.
Fuller, R. 1992 . Probiotics The Scientific Basis . Chapman & Hall . The University Press Cambridge .
Haryanto B, Thalib A, Isbandi. 1998. Pemanfaatan Probiotik Dalam Upaya Peningkatan Efisiensi Pakan Di Dalam Rumen. Prosiding Semnas Peternakan Dan Veteriner. Bogor: Puslitbangnak. Hlm. 496-502.
Hobson Pn, Jouany Jp. 1988. Models, Mathematical And Biological Of The Rumen Function. Di Dalam: Hobson Pn, Editor. The Rumen Microbial Ecosystem. London: Elsevier Science Publishers. Hlm. 461-511.
Hungate Re, Stack Rj. 1982. Phenylpropionic Acid: Growth Factor For Ruminococcus Albus. Appl Environ Microbiol 44:79-83.
Jay,L.M. 1978. Modern Food Microbiologi. D Van Nostrund Company, New York, Toronto, London.
Karspinska, E ., B . Blaszcak, G . Kosowska, A . Degrski, M . Binek And W .B . Borzemska . 2001 . Growth Of The Intestinal Anaerobes In The Newly Hatched Chicks According To The Feeding And Providing With Normal Gut Flora. Bull . Vet. Pulawy. 45 : 105-109.
Kompiang, I.P . 2002 . Pengaruh Ragi Saccharomyces Cereviae Dan Ragi Laut Sebagai Pakan Imbuhan Probiotik Terhadap Kinerja Unggas. Jitv 7(1) 18-21
Kuhad, R.C., A. Singh, K.K. Triphati, R.K. Saxena, Dan K. Eriksson. 1997. Mikroorganisms As Alternative Source Prorein. Nutr. Rev 55, 65-75.
Kumprecht, I., P. Zobac ; Z . Gasnarek Dan E . Robosova 1994 The Effect Of Continues Applications Of Probiotics Preparations Based On S. Cerevisae Var Elipsoideus And Streptococcus Faecium C-68 (Sf-68) On Chicken Broiler Yield . Zivocisma-Yroba 39(6) 491-503
Landecker, E.M . 1972 . Fundamental Of The Fungi . Prentice Hall Inc . Newyork University. Newyork . Usa . Pp 59-61
Lodder, J . 1970 . The Yeast : A Taxonomic Study Second Revised And Enlarged Edition . The Netherland, Northolland Publishing Co ., Amsterdam .
Marx Jean, L . 1991 . Revolusi Bioteknologi . Terjemahan : Wilder Yatim . Edisi I, Cetakan L, Kota : Jakarta . Yayasan Obor Indonesia : 69-73 .
Musnandar,E. 2003. Rumput Hayati Sabut Sawit Oleh Jamur Marasmius Sp. Serta Pemanfaatanya Pada Kambi Ng Kacang. Disertasi, Pascasarjana Unpad, Bandung.
RPTP Saras 2012
28
Mutsvangwa T, Edwards Ie, Topps Jh, Paterson Gfm. 1992. The Effect Of Dietary Inclusion Of Yeast Culture (Yea-Sacc) On Patterns Of Rumen Fermentation, Food Intake And Growth Of Intensively Fed Bulls. Anim Prod 55:35-40.
Nikon . 2004 Saccharomyeces Yeast Cells : Nikon Microscopy . Phase Contrast Lmagegailery.Http//www.Microscopyu.com/Galleries/Pliasecontrast/Sacch Aromvcessmall .Html (15 Juni 2004)
Parakasi. 1983 . Ilmu Gizi Dan Makanan Ternak Monogastrik. Angkasa , Bandung.
Ratnaningsih, A. 2000. Pengaruh Pemberian Probiotik S. Cerevisiae Dan Bioplus Pads Ransum Ternak Domba Terhadap Konsumsi Bahan Kering, Kecernaan Dan Konversi Ransum (In Vivo). Skripsi Fakultas Peternakan Universitas Padjajaran . Bandung .
Reed, G And T.W Nagodawithana. 1991 Yeast Technology . G Od Edition Van Nostrad, Rein Hold.Newyork . Usa
Sanger . 2004. Peptidase Of Saccharomyces Cerevisae . Http //Merops . Sanger.Ac. Uk/Speccards/Peptidase/Spoo 0895 .Htm . (20 Desember 2004) .
Saono, S. 1976. Pemanfaatan Jasad Renik Dalam Pengolahan Hasil Sampingan Atau Sisa-Sisa Produk Pertanian. Berita Iptek, Jakarta.
Shin, T., S. Hyung, K . Kyun And A . Choong . 1989 . Effects Of Cyc On The Performance Of Dairy, Beef Cattle And Swine . Seoul, Korea
Statistics Analytical System. 1987. SAS User’s Guide: Statistic. 6th ed.,SAS Institute Inc.,Cary,NC,USA.
Steel, R.G.D., and J.H. Torrie. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika: Suatu Pendekatan Biometrik. Sumantri B, penerjemah. Jakarta: Gramedia. Terjemahan dari: Principles and Procedures of Statistics.
Suhermiyati, S. 2003. Biokonversi Limbah Kakao Oleh Marasmius Sp. Dan Saccharomyces Cerevisae Serta Implikasi Efeknya Terhadap Produksi Ayam Broiler. Disertasi, Pascasarjana, Unpad, Bandung.
Tedesco, D ., C .Castrovilli, G . Coni, D . Bartoli, V. Vollrto Polidori . Dan F . 1994 . Use Of Probiotics In The Feeding Of Meat Rabbits : Effects On Performance And Intestinal Microorganism . Rivista Dj. Coniglicoltura 31(10) : 41-46.
Thalib A. 2002. Pengaruh Imbuhan Faktor Pertumbuhan Mikroba Dengan Tanpa Sediaan Mikroba Terhadap Performans Kambing Peranakan Etawah (Pe). J Ilmu Ternak Dan Veteriner 7(4):220-226.
Tulung, B. 1987. Efek Fisiologis Serat Kasar Di Dalam Alat Pencernaan Bagian Bawah Hewan Monogastrik. Makalah Simposium Biologi, Unstrat Menado.
Wahju, J. 1988. Ilmu Nutrisi Unggas. Cetakan Kedua. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.
Wina, E . 2000 Pemanfaatan Ragi (Yeast) Sebagai Pakan Imbuhan Untuk Meningkatkan Produktivitas Ternak Ruminansia. Wartazoa 9(2) : 50-56
Winarno, F.G. 1980. Bahan Pangan Terfermentasi. Pusat Penelitian Dan Pengembangan Teknologi Pangan, Ipb, Bogor.
Wong, H. K And Wan Zahari, W.M. 1992. Oil Palm By Products As Animal Feed. Proceedings Of Th Masp Ann. Conf. Kuala Trengganu Pp. 58-61.