Proposal Teknik Penyusunan Skripsi
description
Transcript of Proposal Teknik Penyusunan Skripsi
PROPOSAL TEKNIK PENYUSUNAN SKRIPSI
HUBUNGAN ANTARA HARGA DIRI DAN GAYA HIDUP BRAND MINDED DENGAN PERILAKU KONSUMTIF MAHASISWI DI UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH SURAKARTA
Dosen pengampu:
Dr. Nanik Prihartanti, M.Si
Disusun Oleh :
Nama : Modista Dea Sandiyaning K.P
Nim : F100120052
Kelas : D
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERISTAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2016
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang MasalahPermasalahan yang muncul di era globalisasi ini menarik untuk ditinjau kembali
mengenai budaya yang berkembang pada masyarakat Indonesia. Diantaranya termasuk
pola hidup konsumtif masyarakat yang sering di pandang sebagai salah satu dampak
pengaruh globalisasi. Globalisasi inilah yang mendasari terjadinya perubahan-perubahan
kebiasaan dan cara pandang manusia di berbagai lapisan masyarakat terhadap suatu
obyek. Fenomena tersebut juga tidak terlepas dari budaya asing yang berdampak pada
terbentuknya kebiasaan-kebiasaan baru yang mengubah gaya hidup masyarakat
Indonesia.
Perilaku konsumtif di artikan sebagai kecenderungan mengkonsumsi barang
secara berlebihan tanpa berbagai pertimbangan, dimana masyarakat hanya melihat dari
sisi kesenangan dan mementingkan prioritas daripada kebutuhan. Perilaku konsumtif
tidak lagi memandang fungsional dari suatu barang, melainkan mendahulukan keinginan
daripada kepentingan, Fryzia (dalam kompasiana, 2015). Dikatakan demikian karena,
banyaknya remaja-remaja yang lebih menggunakan uangnya untuk hal yang tidak
produktif, seperti membeli baju untuk berdan-dan ria di konser musik, membeli
perlengkapan gaul, dan kosmetik-kosmetik yang tidak sesuai dengan umurnya, Khairil
(dalam kompasiana, 2015).
Menurut Syamila (dalam kompasiana, 2015), Kebutuhan tersier merupakan
kebutuhan yang bersifat “hiburan”. Tetapi saat ini kebutuhan tersier seperti menggantikan
kebutuhan primer. Gaya hidup mewah yang diperkenalkan kepada masyarakat melalui
media elektronik, media cetak, media sosial dll menjadi pedoman mayoritas masyarakat
saat ini terutama kaum muda. Salah satu faktor pendukung gaya hidup ialah informasi.
Pesatnya perkembangan teknologi jaman sekarang memudahkan masyarakat Indonesia
terutama kaum muda dalam mengakses informasi tentang gaya hidup yang mereka
inginkan. Tidak hanya melalui TV, Koran atau tabloid, kemajuan teknologi menyuguhkan
kemudahan melalui internet. Dengan mudah masyarakat mengakses internet yang
sekaligus menjadi pemicu terjadinya perubahan perilaku seseorang tentang gaya hidup.
Yang dulunya mendapatkan barang produk luar negeri harus jauh-jauh pergi ke luar
negeri, kini dengan mengakses internet memudahkan masyarakat membeli atau
mengkonsumsi barang-barang produksi luar negeri tanpa harus pergi keluar negeri. Di
Yogyakarta, khususnya kaum mahasiswa cenderung mengikuti tren terbaru. Misalkan
seorang mahasiswa mempunyai pakaian yang masih ketika barang masih layak dipakai
tapi demi memenuhi kinginannya untuk mengikuti tren terbaru ia membeli pakaian
tersebut agar tidak dianggap ketinggalan jaman.
Menurut Mahasiswa cenderung mengikuti tren terbaru. Misalkan seorang
mahasiswa mempunyai pakaian yang masih ketika barang masih layak dipakai tapi demi
memenuhi kinginannya untuk mengikuti tren terbaru ia membeli pakaian tersebut agar
tidak dianggap ketinggalan jaman. Faktanya berdasarkan data survey yang dirilis pada
tahun 2013 oleh Lembaga Perlindungan Konsumen. Menunjukkan adanya permintaan
barang-barang mewah yang cukup signifikan. Dari yang tadinya 3.6 % menjadi 19% dari
total permintaan barang selama tahun 2013. Belum lagi kenyaatan bahwa subyek survey
kebanyakan merupakan kalangan menegah kebawah (berpenghasilan 8.00.000-3.000.000
per bulan) menunjukkan adanya kecenderungan masyarakat kelas menengah menjadi
konsumtif, (dalam kompasiana, 2015).
Menurut Marknetter’s, (2013) yang menyatakan bahwa penggerak ekonomi pasar
website jual beli online merupakan kaum muda, dengan rincian; remaja berumur 17-19
menempati urutan pertama (34%), dilanjutkan oleh netizen berumur 20-28 (27%)
kemudian berumur 28-35 (21%) dan diatas 35 tahun (18%). Dari sini kemudian
disimpulkan bahwasannya pasar online sangat bergantung dari budaya konsumsi dari
netizen yang berusia relatif muda (dalam Syamila di kompasiana, 2015). INI DIGANTI
YA MODISTAAAA, KARENA TIDAK NYAMBUNG SAMA JUDUL ttd : Nanik
Prihatanti HAHAHAHAH
Tingkat pertumbuhan konsumsi domestik di Indonesia diperkirakan akan terus
mengalami tren peningkatan hingga 10 tahun mendatang. Hal ini didorong oleh perilaku
masyarakat yang konsumtif dan menyukai hal-hal baru yang tengah menjadi tren.
"Tingginya pertumbuhan konsumsi domestik membuat laju perekonomian Indonesia tetap
stabil di tengah kondisi perekonomian dunia yang penuh dengan ketidakpastian," ujar
Fabrice Carrasco, Managing Director Indonesia-Vietnam-Philippines Kantar WorldPanel
(KWP), dalam keterangan persnya Kamis (5/12/2013). (dalam Tribun Bisnis, 2015).
Selain itu Dua stasiun TV lokal Jakarta kena 'semprit' (peringatan) dari Komisi
Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Jakarta karena dinilai menayangkan program 'Home
Shopping' secara overdosis dari sisi durasi penayangan. “Home shopping sejatinya
merupakan iklan komersial. Sesuai UU Penyiaran dan P3SPS, iklan dibatasi maksimum
20 persen dari keseluruhan waktu tayang. Jika program home shopping-nya saja sudah
melebihi 20 persen, maka stasiun televisi tersebut jelas-jelas telah melakukan pelanggaran
ketentuan dan etika," kata Hamdani Masil, Ketua KPID DKI Jakarta dalam siaran pers
yang diterima Tribunnews.com, Senin (30/12/2013).
Noor Saadah, Komisioner Bidang Pengawasan Isi Siaran berpendapat bahwa
televisi lokal harus lebih cerdas mencari sumber-sumber iklan di luar home
shopping."Iklan, diharapkan juga mengandung unsur edukasi bagi masyarakat," kata
Noor Saadah (dalam Tribun Bisnis, 2013).
Sulistriono (dalam kompasiana, 2015) Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI) Harga diri adalah pandangan keseluruhan dari individu tentang dirinya sendiri.
Penghargaan diri juga kadang dinamakan martabat diri atau gambaran diri,misalnya, anak
dengan penghargaan diri yang tinggi mungkin tidak hanya memandang dirinya sebagai
seseorang, tetapi juga sebagai seseorang yang baik. Dengan kata lain harga diri bisa
diartikan sebagai kepercayaan diri yang dipadukan dengan penghormatan diri. Orang
yang memiliki harga diri yang kuat berarti berdamai dengan kehidupan dan menjalakan
kehidupan dengan penuh keyakinan, sehingga memiliki tingkat kemampuan yang tinggi
untuk mengatasi masalah-masalah dalam kehidupanya. Sebaliknya orang yang memiliki
harga diri rendah, cenderung tidak bisa menerima kehidupan yang telah dijalani, dan tidak
memiliki keyakinan untuk menjalani kehidupan yang akan datang.
Harga diri merupakan bagian dari konsep diri yang mempunyai arti sebagai suatu
hasil penilaian individu terhadap dirinya yang diungkapkan dalam sikap-sikap yang dapat
bersikap positif maupun negatif (Baron dan Bryne, 2004). Harga diri yang positif akan
membangkitkan rasa percaya diri, penghargaan diri, rasa yakin akan kemampuan diri,
rasa berguna serta yakin kehadirannya diperlukan di dunia ini. Individu yang memiliki
harga diri rendah akan cenderung merasa bahwa dirinya tidak mampu dan berharga
(Tambunan, 2001). DI GANTI YA MOOOOD, INI TIDAK ADA MENJELASKAN
FENOMENA YANG BERHUBUNGAN DENGAN JUDULMU
Menurut Sears, Freedman, dan Peplau (1991) harga diri berpengaruh pada
perilaku membeli. Remaja dengan harga diri yang rendah akan cenderung lebih mudah
dipengaruhi daripada orang-orang yang harga dirinya tinggi. Jika tingkat harga diri
remaja putri rendah, maka ia akan cenderung mengikuti tekanan dan kemauan sekitarnya
serta teman sebayanya dalam hal ini melakukan perilaku konsumtif. Sebaliknya, jika
tingkat harga diri remaja putri cukup tinggi, maka ia akan dapat melakukan dan
mengambil keputusan untuk dirinya sendiri tanpa
dipengaruhi oleh lingkungan sekitarnya. Hawkins (Hidayati, 2001) menyatakan
bahwa konsumen yang tidak yakin pada dirinya sendiri dan mempunyai harga diri yang
rendah akan membeli setiap produk yang mempunyai arti simbolik yang dianggap bisa
menaikkan harga dirinya. Kecenderungan remaja untuk menjadi konsumtif tersebut bisa
merupakan indikasi bahwa mereka kurang percaya diri dan rendah diri.
Menurut Ambarita (dalam kompasiana, 2015), Disekeliling kita ada beragam cara
dan type orang dalam menapaki hari - hari. Kita biasa menyebut dengan istilah “gaya
hidup“. Ada yang memilih hidup sederhana, bisa jadi karena memang hanya mampu
untuk hidup ala kadarnya. Tetapi ada banyak juga orang mampu yang lebih memilih
untuk hidup sederhana. Ada beragam alasan yang mereka berikan, bisa karena sudah
turun temurun hidup sederhana, nasehat orang tua, tidak ingin hidup boros ataupun ada
perencanaan dana untuk hal lain. Sebagian orang memilih untuk hidup gaya, dengan
alasan demi penampilan, tuntutan pekerjaan ataupun hanya ingin kelihatan berkelas.
Kalau memang memiliki dana lebih mungkin wajar wajar saja. Tetapi kenyataannya ada
juga orang dengan penghasilan pas-pasan tetapi ingin mengikuti gaya hidup orang - orang
berpunya. Dengan pakaian bermerk, memilih makan ditempat elite serta tidak mau
ketinggalan dengan gadget terbaru. INI LEBIH TEPATNYA MASUK KE BAB II
KARENA INI KAMU MENJELASKAN HARGA DIRI ITU APA ? DI TELITI LAGI
YAAA HAHAHA
Untuk memenuhi kebutuhan gaya hidup glamor, sebagian mahasiswa di Kota
Semarang harus mengeluarkan uang yang besarnya jauh lebih besar dari biaya kuliah.
Seorang mahasiswa Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, Affandi Santoso
mengatakan, dalam satu bulan dirinya pernah menghabiskan uang Rp 10 juta untuk jalan-
jalan, nongkrong, dan beberapa kali ke tempat hiburan malam. KALO INI SUDAH
OKE ;)
"Pernah sebulan habis Rp 10 juta, termasuk buat shopping," kata anak seorang pengusaha
asal Yogyakarta itu kepada Tribun Jateng (Tribunnews.com Network), belum lama ini.
NGGAK PERLU DI JELASKAN LAGI DENGAN PERCAKAPAN.
Pengeluaran bulanan Affandi tidak hanya untuk hiburan. Dia juga harus keluar uang
untuk biaya indekos sebesar Rp 1,5 juta per bulan.
"Belum ditambah untuk biaya makan sehari-hari," ujarnya saat ditemui di River View
Cafe, Kota Semarang. Tribunnews.com (2015)
Selain mahasiswa, Ketua DPR RI Setya Novanto politikus Partai Golkar ini
menggemparkan perpolitikan tanah air dengan kepemilikan jam tangan mewah buatan
Swiss merk Richard Mille RM 011 Flyback Chronograph “Rose Gold”. Jam tangan
mewah yang ditaksir sekitar £92.500 atau setara dengan $140.000 (sekitar Rp 2 miliar) itu
dipakai Novanto ketika bertemu bakal calon Presiden Amerika Serikat dari Partai
Republik Donald Trump, Kamis 3 September 2015 lalu. Selain itu, Ketua DPR RI ini
juga memiliki mobil jaguar sri XJL. INI OKE, TAPI LEBIH BAGUS LAGI KALO
KAMU CARI FENOMENANYA MENGENAI MAHASISWI YANG KONSUMTIF
JANGAN LEPAS DARI ITU, BIAR SESUAI DENGAN JUDULMU
Tribunnews.com melaporkan, mobil yang dipasaran harganya berkisar Rp 2,5
miliar itu diparkir di lokasi parkir khusus pimpinan DPR tepatnya di depan lobi gedung
Nusantara III DPR.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka penelitian ini ingin membahas Apakah Ada Hubungan Antara Harga Diri dan Gaya Hidup Brand Minded dengan Perilaku Konsumtif Mahasiswi di Universitas Muhammadiyah Surakarta
C. Tujuan Penelitian
Tujuan peneliti untuk meneliti Hubungan Antara Harga Diri dan Gaya Hidup Brand Minded dengan Perilaku Konsumtif Mahasiswi di Universitas Muhammadiyah Surakarta
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat pada:
1. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi peneliti-peneliti lain yang ingin meneliti mengenai perilaku konsumen sebagai referensi teoritis dan empiris
2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunkanan oleh para praktisi yang bergerak dibidang Psikologis agar memperoleh pengetahuan dan masukan mengenai kepercayaan diri terhadap gaya hidup brand minded dengan kecenderungan perilaku konsumtif pada mahasiswi
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Kepercayaan Diri1. Pengertian Kepercayaan Diri
Kepercayaan diri adalah sikap positif seorang individu yang memampukan
dirinyauntuk mengembangkan penilaian positif, baik terhadap diri sendiri maupun
terhadap lingkungan/situasi yang dihadapinya. Hal ini bukan berarti bahwa
individu tersebut mampu dan kompeten melakukan segala sesuatu seorang diri,
alias “sakti”. Rasa percaya diri yang tinggi sebenarnya hanya merujuk pada
adanya beberapa aspek dari kehidupan individu tersebut bahwa ia merasa
memiliki kompetensi, yakin mampu percaya bahwa dia bisa karena dukungan oleh
pengalaman, potensi aktual, prestasi serta harapan yang realistik terhadap diri
sendiri (Fatima, 2010).
Percaya diri adalah kepercayaan pada kemampuan diri yang muncul sebagai
akibat dari adanya dinamika atau proses yang positif di dalam diri seseorang.
Dinamika batin yang menghasilkan kepercayaan pada diri itu antara lain:
Keimanan yang kuat pada ajaran Tuhan.
Pendirian hidup yang kuat terhadap nilai-nilai atau prinsip-prinsip.
Pengalaman masa lalu yang dijadikan guru atau dicerna.
Pengetahuan baru.
Penguasaan terhadap keahlian atau keadaan.
Penglihatan terhadap bukti
Perbandingan positif
Dorongan yang kuat untuk mencapai sesuatu.
Pertimbangan yang matang
Pengasuhan dan pembinaan yang mendorong/memberdayakan (Ubaedy, 2011)
Specer (dalam Ubaedy 2011) mendefinisikan bahwa self confedence atau
percaya diri adalah keyakinan seseorang atas kapasitasnya dalammenjalankan
tugas ini termasuk antara lain ekspresi keyakinanya dalammenghadapi tantangan
atau masalah, keputusannya dalam merealisasikan ide ataugagasan da
ketangguhannya dalam menangani kegagalan.
Kepercayaan diri adalah sikap positif seorang individu yang memampukan
dirinya untuk mengembangkan penilaian positif baik terhadap diri sendiri maupun
terhadap lingkungan atau situasi yang dihadapinya. Hal ini bukan berarti bahwa
individu tersebut mampu dan kompeten melakukan segala sesuatu seorang diri.
Sebagian besar orang mengangap percaya diri adalah keyakinan pada kemapuan-
kemapuan sendiri, keyakinan pada adanya sesuatu maksud di dalam kehidupan,
dan kepercayaan bahwa dengan akal dan budi individu akan mampu melakukan
apa yang akan individu tersebut inginkan, rencanakan, dan harapkan (Davies,
2004).
Menurut Goleman (2003) (dalam Rissyo dan Aziza, 2006), kepercayaan diri
adalah kesadaran yang kuat tentang harga diri dan kemampuan diri sendiri. orang
dengan kecakapan ini aka berani tampil dengan keyakinan diri, beranimenyatakan
keberadaannya, berani menyuarakan pandangan yang tidak populer dan bersedia
berkorban demi kebenaran serta tegas, mampu membuat keputusan yang baik
kendati dalam keadaan tidak pasti dan tertekan. Sedangkan menurut Rini (2002)
kepercayaan diri adalah sikap positif seorang individu yang memampukan dirinya
untuk menegmbangkan penilaian positif baik terhadap diri sendiri maupun
terhadap lingkungan atau situasi yang dihadapinya. Hal ini bukan berarti bahwa
individu tersebu mampu dan kompeten melakukan segala sesuatu seorang diri.
2. Aspek – Aspek Kepercayaan DiriAspek-aspek yang dikemukakan pada variabel kepercayaan diri ini akanmengacu
kepada teori yang dikemukakan Davies ( 2004), meliputi :
a. Mengetahui dan mampu melnilai diri sendiri
b. Mempunyai keahlian-keahlian sosial yang baik
c. Mempunyai sikap yang positif
d. Tegas
e. Mempunyai tujuan yang jelas
f. Siap menghadapi tantangan-tantangan
E. Gaya Hidup Brand Minded
1. Pengertian Gaya Hidup Brand MindedKotler (2006) mendefinisikan gaya hidup sebagai pola hidup seseorang di dunia
yang diekspresikan dalam aktivitas, minat, dan opini. Pengertian ini sejalandengan
Setiadi (2003) mengatakan gaya hidup secara luas diidentifikasikan olehbagaimana
orang menghabiskan waktu mereka (aktivitas) apa yang mereka anggap penting dalam
lingkungannya (ketertarikan), dan apa yang merekapikirkan tentang diri mereka
sendiri dan juga dunia di sekitarnya (pendapat).
Gayahidup adalah konsepsi sederhana yang mencerminkan nilai konsumen. Hal
inisesuai dengan Mowen & Minor (2001) yang mengatakan bahwa gaya
hidupmenunjukkan bagaimana orang hidup, bagaimana mereka membelanjakan
uangnya, dan bagaimana mereka mengalokasikan waktu mereka. Selanjutnya, Nas &
Sande (dalam Eka & Betaria, 2005) mendefinisikan gaya hidup sebagai sebuah
konstruk kesadaran dari frame of reference yang diciptakan relatif bebas oleh individu
untuk menguatkan identitasnya dalam pergaulan dan membantunya dalam
komunikasi. Dalam pengertian ini, gaya hidup menunjuk pada frame of reference
(kerangka acuan) yang dipakai seseorang dalam bertingkah laku.
Hawkins (2007) menyatakan gaya hidup sebagai bagaimana individu
menjalankan proses kehidupan. Gaya hidup merupakan fungsi dari ciri-ciri dalam diri
individu yang terbentuk melalui interaksi sosial sewaktu individu bergerak melalui
daur hidupnya. Gaya hidup itu bersifat dinamis dan secara konstan mengalami
perubahan. Gaya hidup merupakan dasar motivasi yang mempengaruhi sikap dan
kebutuhan individu, yang pada akhirnya mempengaruhi pembelian dan aktivitas yang
digunakan individu.
Hawkins (2007) juga menambahkan bahwa gaya hidup mencakup produk apa
yang kita beli, bagaimana kita menggunakannya, dan apa yang kita pikirkantentang
produk tersebut. Kemudian pengertian dari ”brand minded” adalah polapikir
seseorang terhadap objek-objek komersil yang cenderung berorientasi pada merek
eksklusif atau terkenal (McNeal, 2007). Jadi, dapat disimpulkan gaya hidupbrand
minded merupakan gaya hidup individu yang berorientasi pada penggunaanproduk-
produk yang memiliki merek ekslusif atau terkenal.
2. Dimensi Pengukuran Gaya Hidup Brand MindedGaya hidup brand minded memiliki beberapa dimensi yang dapat digunakan
untuk mengukur gaya hidup konsumen atau disebut sebagai psikografik (Hawkins,
2007), yaitu :
a. Aktivitas
Dimensi aktivitas ini meliputi apa yang dilakukan oleh konsumen, apa
yangdibeli oleh konsumen dan bagaimana konsumen menghabiskan
waktunya.Individu yang bergaya hidup brand minded cenderung menghabiskan
waktunya dan uangnya untuk berbelanja di toko-toko atau butik-butik tertentu yang
menjual barang-barang yang memiliki merek eksklusif atau terkenal.
b. Minat
Dimensi minat ini mencakup preferensi dan prioritas konsumen dalammemilih
produk yang akan dibeli. Individu dengan gaya hidup brand minded memiliki minat
yang tinggi terhadap penampilannya, sehinggamereka cenderung menggunakan
produk-produk dengan merek yangekslusif atau terkenal agar dapat menunjang
penampilannya di dalamlingkungan sosial.
c. Opini
Dimensi opini ini terdiri dari pandangan dan perasaan konsumen
terhadapproduk-produk yang ada di kehidupannya, baik yang lokal maupun
internasional. Individu dengan gaya hidup brand minded cenderung memiliki
pandangan dan perasaan yang positif terhadap produk-produk dengan merek eksklusif
atau terkenal dimana merupakan produk internasional.
d. Nilai
Nilai secara luas mencakup keyakinan mengenai apa yang diterima atau
diinginkan. Individu yang bergaya hidup brand minded memiliki keyakinan bahwa
produk-produk yang memiliki merek eksklusif atau terkenal dapat meningkatkan
gengsi dan harga dirinya. Mereka beranggapan dengan memakai produk-produk
tersebut akan mencerminkan siapa diri mereka.
e. Demografi
Demografi mencakup usia, pendidikan, pendapatan, pekerjaan, struktur
keluarga, latar belakang budaya, gender, dan lokasi geografis dari konsumen.
B. Perilaku KonsumtifKata “konsumtif” menjelaskan keinginan untuk mengkonsumsi
barangbarangyang sebenarnya kurang diperlukan secara berlebihan untuk
mencapaikepuasan yang maksimal (Tambunan, 2001). Perilaku konsumtif bisa
dilakukanoleh siapa saja. Fromm (dalam Aryani, 2006) menyatakan bahwa
keinginanmasyarakat dalam era kehidupan yang modern untuk mengkonsumsi
sesuatutampaknya telah kehilangan hubungan dengan kebutuhan yang
sesungguhnya.Perilaku konsumtif seringkali dilakukan secara berlebihan sebagai
usahaseseorang untuk memperoleh kesenangan atau kebahagiaan, meskipun
sebenarnyakebahagiaan yang diperoleh hanya bersifat semu.
1. Pengertian Perilaku KonsumtifSumartono (2002) mengatakan bahwa perilaku konsumtif dapat diartikansebagai
suatu tindakan menggunakan suatu produk secara tidak tuntas. Artinyabelum habis
suatu produk dipakai, seseorang telah menggunakan produk jenisyang sama dari
merek lain atau membeli barang karena adanya hadiah yangditawarkan atau membeli
suatu produk karena banyak orang yang menggunakanproduk tersebut. Sedangkan
Lubis (dalam Sumartono, 2002) mengatakan perilaku konsumtif adalah perilaku yang
tidak lagi berdasarkan pada pertimbangan yang rasional, melainkan karena adanya
keinginan yang sudah mencapai taraf yang sudah tidak rasional lagi.
Demikian pula, Asry (2006) mengatakan bahwa konsumtif menjelaskanmengenai
keinginan untuk mengkonsumsi barang-barang yang sebenarnya kurang diperlukan
secara berlebihan untuk mencapai kepuasan yang maksimal.Konsumtif juga biasanya
digunakan untuk menunjukan perilaku konsumen yangmemanfaatkan nilai uang lebih
besar dari nilai produksinya untuk barang dan jasa yang bukan menjadi kebutuhan
pokok (Arsy, 2006).
2. Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku KonsumtifTinjauan mengenai perilaku konsumtif perlu ditelusuri melaluipemahaman
mengenai perilaku konsumen. Perilaku konsumen dalam membelibarang dipengaruhi
oleh banyak faktor yang pada intinya dapat dibedakanmenjadi dua faktor, yaitu faktor
eksternal dan faktor internal (Engel, Blackwell &Miniard, 1995; Hawkins, 2007;
Kotler, 2006), yaitu:
1. Faktor eksternal
a. Kebudayaan
Budaya dapat didefinisikan sebagai hasil kreativitas manusia dari satu generasi
ke generasi berikutnya yang sangat menentukan bentuk perilaku dalam
kehidupannya sebagai anggota masyarakat (Mangkunegara, 2002). Manusia
dengan kemampuan akal budaya telah mengembangkan berbagai macam sistem
perilaku demi keperluan hidupnya. Kebudayaan adalah determinan yang paling
fundamental dari keinginan dan perilaku seseorang (Kotler, 2006).
b. Kelas Sosial
Pada dasarnya manusia Indonesia dikelompokkan dalam tiga
golongan(Mangkunegara, 2002) yaitu golongan atas, golongan menengah, dan
golongan bawah. Perilaku konsumtif antara kelas sosial satu dengan yang lain akan
berbeda,
dalam hubungannya dengan perilaku konsumtif Mangkunegara
(2002)mengkarakteristikkan antara lain :
1. Kelas sosial golongan atas memiliki kecenderungan membeli barangbarangyang
mahal, membeli pada toko yang berkualitas dan lengkap (toko serba ada,
supermarket), konservatif dalam konsumsinya, barangbarang yang dibeli
cenderung untuk dapat menjadi warisan dalamkeluarganya.
2. Kelas sosial menengah cenderung membeli barang untuk
menampakkankekayaannya, membeli barang dengan jumlah yang banyak dan
kualitasnya cukup memadai. Mereka berkeinginan membeli barang yang mahal
dengan sistem kredit, misalnya membeli kendaraan, rumah mewah, dan perabot
rumah tangga.
3. Kelas sosial golongan rendah cenderung membeli barang dengan mementingkan
kuantitas daripada kualitasnya. Pada umumnya mereka membeli barang untuk
kebutuhan sehari-hari, memanfaatkan penjualan barang-barang yang diobral
atau penjualan dengan harga promosi.
c. Kelompok Referensi
Kelompok referensi adalah kelompok yang pandangan atau nilai yang
dianut anggotanya digunakan individu sebagai dasar bagi perilakunya, atau
kelompok yang digunakan individu sebagai acuan berperilaku dalam situasi
spesifik. Sebuah kelompok referensi bagi seseorang adalah kelompok-kelompok
yang memberikan pengaruh langsung atau tidak langsung terhadap sikap dan
perilaku seseorang. Kelompok referensi menghadapkan seseorang pada tipe dan
gaya hidup baru. Mereka juga mempengaruhi sikap dan gambaran diri
seseorang karena secara normal orang menginginkan untuk menyesuaikan diri.
Dan kelompok referensi tersebut menciptakan suasana untuk penyesuaian yang
dapat mempengaruhi pilihan orang terhadap merek dan produk (Kotler, 2006).
d. Keluarga
Keluarga sebagai bagian dari faktor eksternal mempunyai pengaruh yang
sangat besar dalam pembentukan sikap dan perilaku anggotanya, termasuk
dalampembentukan keyakinan dan berfungsi langsung dalam menetapkan
keputusankonsumen (Loudon dan Bitta, 1984). Keluarga mempengaruhi konsumen
dalammembeli barang. Jumlah anggota keluarga dan keadaan sebagai bagian dari
faktoreksternal mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam pembentukan sikap
dananggotanya.Keluarga merupakan sebuah lembaga sosial penting. Maka secara
konsekuen dapat dikatakan bahwa keluarga seorang individu merupakan
sebuahkelompok referensi yang penting.
e. Demografi
Demografi digunakan untuk menggambarkan populasi dalam istilah ukuran,
struktur, dan distribusi. Ukuran mengandung arti jumlah individu dalam suatu
populasi, struktur menggambarkan populasi dalam bentuk usia dan jenis kelamin
sedangkan distribusi populasi menggambarkan lokasi tempat tinggal individu
ditinjau dari segi wilayah geografis. Ukuran, struktur dan distribusi mempengaruhi
perilaku konsumen serta keinginan konsumen akan jasa dan produk tertentu.
2. Faktor internal
a. Motivasi
Motivasi adalah kekuatan atau dorongan yang menggerakkan perilaku dan
memberikan arah dan tujuan bagi perilaku seseorang. Motif adalah konstruk
yangmenggambarkan kekuatan di dalam diri yang tidak dapat diamati yang
merangsang respon perilaku dan memberikan arah spesifik terhadap respon
tersebut. Motivasi akan mendorong seseorang melakukan perilaku, tidak terkecuali
dalam melakukan pembelian atau penggunaan jasa yang tersedia di pasar.
b. Harga Diri
Harga diri berpengaruh pada perilaku membeli, semakin tinggi harga
diriseseorang maka akan semakin tinggi pula keinginannya untuk
menunjukkanstatus. Keinginan untuk menunjukkan status mendorong seseorang
melakukanperilaku membeli yang diusahakan untuk mencapai konsep diri yang
dimilikinya.
c. Pengamatan dan Proses Belajar
Sebelum seseorang mengambil keputusan untuk membeli suatu produk, ia
akan mendasarkan keputusannya pada pengamatan yang dilakukan atas produk
tersebut. Lebih jauh Howard dan Weth (dalam Lina, 1997) menyatakan bahwa
pembelian yang dilakukan konsumen juga merupakan suatu rangkaian proses
belajar. Bila ada pengalaman masa lalu yang menyenangkan dengan suatu produk
yang dibelinya, akan menentukan keputusan untuk membeli lagi barang tersebut di
masa yang akan datang. Sebaliknya, pengalaman yang kurang menyenangkan,
akan memberi pelajaran bagi konsumen untuk tidak membeli produk yang sama di
kala yang berbeda ( Mangkunegara, 2002).
d. Kepribadian dan Konsep Diri
Setiap individu memiliki karakteristik sendiri yang unik. Kumpulan
karakteristik perilaku yang dimiliki oleh individu dan bersifat permanen disebut
dengan kepribadian. Kepribadian biasanya dijelaskan dengan menggunakan ciri-
ciri seperti kepercayaan diri, dominasi, otonomi, ketaatan, dan kemampuan
bersosialisasi, daya tahan dan kemampuan beradaptasi. Kepribadian dapat
dijadikan korelasi yang kuat antara jenis kepribadian tertentu dengan pemilihan
produk atau merek.
Kotler (2006) menambahkan konsumen sering memilih dan menggunakan
merek yang konsisten dengan konsep diri aktual mereka (bagaimana seseorang
memandang dirinya sendiri).
e. Gaya Hidup
Gaya hidup adalah fungsi dari karakteristik individu yang telah terbentuk
melalui interaksi sosial. Secara sederhana, gaya hidup juga dapat diartikan sebagai
cara yang ditempuh seseorang dalam menjalani hidupnya, yang meliputi aktivitas,
minat, kesukaan/ketidaksukaan, sikap, konsumsi dan harapan.
Gaya hidup merupakan pendorong dasar yang mempengaruhi kebutuhan dan
sikap individu, juga mempengaruhi aktivitas pembelian dan penggunaan produk.
Dengan demikian, gaya hidup merupakan aspek utama yang mempengaruhi proses
pengambilan keputusan seseorang dalam membeli produk. Salah satu tipe gaya
hidup ini adalah gaya hidup yang berorientasi pada merek atau dikenal dengan
sebutan gaya hidup brand-minded.
C. Hubungan Antara Kepercayaan Diri Terhadap Gaya Hidup Brand Minded Dengan Kecenderungan Perilaku Konsumtif Mahasiswi Di Universitas Muhammadiyah Surakarta
Orang yang percaya diri akan lebih mungkin mendapatkan kualitas yang besar
dalam harga diri, penghargaan diri dan pemahaman diri (Jailani, 1999). Menurut
Meadow (dalam Kusuma 2005), harga diri ialah penilaian terhadap dirinya sendiri.
seorang yang menilai dirinya sendiri secara positif, ia mampu menerima keadaan
dirinya sehingga tidak perlu melakukan kompensasi dari ketidakpercayaan dirinya.
Karena itu, ia tidak perlu membeli berbagai macam produk yang sebenarnya tidak
berguna hanya untuk menutupi ketidakpercayaan dirinya. Sehingga remaja tidak
mengikuti pola hidup konsumtif. Akan tetapi, jika remaja menilai dirinya secra
negatif maka ia akan terus menerus mencari kekurangannya sehinga memblei
berbagai macam produk yang sebenarnya tidak dibutuhkan hanya untuk menjadi
percaya diri. Oleh karena itu, remaja akan mengarah pada pola hidup konsumtif.
Seperti yang dikemukakan Hidayati (2001) bahwa ada perilaku impulsif pada remaja
dalam melakukan pembelian. Mereka akan cenderungmengikuti keinginan sesaat dan
emosi semata jika remaja kurang memiliki pengendalian diri yang baik.
Remaja banyak dijadikan target pemasaran berbagai produk industri,karena
karakteristik remaja yang cenderung labil dan mudah dipengaruhi sehingga
mendorong munculnya berbagai gejala perilaku konsumsi yang tidak wajar
sepertimembeli suatu barang bukan atas dasar kebutuhannya (Zebua dan Nurdjayadi,
dalam Aryani 2006). Salah satu gejala tersebut adalah perilaku konsumtif. Perilaku
konsumtif merupakan tindakan remaja sebagai konsumen dalam mendapatkan,
menggunakan, dan mengambil keputusan dalam memilih sesuatu barang yang belum
menjadi kebutuhannya serta bukan menjadi prioritas utama, hanya karena ingin
mengikuti mode, mencoba produk baru, bahkan hanya untuk memperoleh pengakuan
sosial dengan dominasi faktor emosi sehingga menimbulkan perilaku konsumtif
(Sarwono dalam Farida, 2006). INI LEBIH BAIK DIGANTI, KARNA JUDULMU
MENGENAI MAHASISWI, DAN MAHASISWI ITU BUKAN REMAJA LAGI.
SEMANGAAAT !!!
Hasil penelitian Lamarto (dalam Rosandi, 2004), remaja putri merupakan
pembeli potensial untuk produk-produk bermerek seperti pakaian, sepatu, asesoris,
dan kosmetik. Hal ini dikarenakan oleh sifat-sifat remaja yang mudah terbujuk iklan
(Mangkunegara, 2002), suka ikut-ikutan teman atau alasan konformitas (Hurlock,
1997), tidak realistis serta cenderung boros dalam menggunakan uangnya untuk
keperluan rekreasi dan hobi (Reynold & Wells,1977). Salah satu faktor yang
mempengaruhi perilaku konsumtif ini adalah gayahidup. Menurut Hawkins (2007)
gaya hidup seseorang mempengaruhi kebutuhan,keinginan serta perilakunya termasuk
perilaku membeli. Gaya hidup juga seringkali dijadikan motivasi dasar dan pedoman
dalam membeli sesuatu. Ini berarti, individu dalam membeli suatu produk mengacu
pada gaya hidup yang dianutnya.
Gaya hidup remaja pada saat ini sangat dipengaruhi oleh perkembangan
zaman (Bakewell et al. dalam Prezz, Visser, & Zietsman, 2009). Mereka sangat
memperhatikan mode atau tren yang sedang berlangsung. Brandon dan Forney (2002)
mengatakan bahwa gaya hidup berasal dari nila-nilai dasar individu yang mendasari
perilaku konsumen seseorang dapat merefleksikan suatu tren dan gaya berpakaian
orang tersebut. Salah satunya adalah dengan menggunakan produkproduk yang
memiliki merek eksklusif dan mahal. Reynold (dalam Rosandi, 2004) mengatakan
remaja putri lebih banyak membelanjakan uangnya daripada remaja putra untuk
keperluan penampilan seperti pakaian, kosmetik, asesoris, dan sepatu termasuk yang
bermerek eksklusif dan mahal. Gaya hidup yang mengutamakan penggunaan produk
dengan merek eksklusif dan terkenal ini disebut sebagai gaya hidup brand minded.
INI JUGA GANTI YA, JANGAN KEPANJANGAN DAN KEBANYAKAN,
MENDING SEDIKIT TP NGENA DAN PAS SAMA JUDULMU DARI PADA
PANJANG DAN CAPEK2 NGETIK TP SALAH MELULU. SENYUUUM
D. HipotesisHipotesa dalam penelitian ini adalah apakah ada hubungan antara kepercayaan
diri terhadap gaya hidup brand minded dengan kecenderungan perilaku konsumtif
mahasiswi di universitas muhammadiyah surakarta. HIPOTESISNYA MASIH BLM
DIKATAKAN “ADA” KARENA KETERKAITAN ANTAR VARIABELNYA
MASIH KURANG TEPAT
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Identifikasi Variabel PenelitianIdentifikasi variabel penelitian untuk menguji Hipotesa penelitian. Dalam penelitian
ini variabel yang digunakan yaitu :
Variabel Tergantung : Perilaku Konsumtif
Variabel Bebas : Gaya Hidup Brand Minded dengan Kepercayaan Diri
B. Definisi OperasionalKecenderungan Perilaku Konsumtif
Kecenderungan perilaku konsumtif adalah kecenderungan konsumenuntuk
mengkonsumsi atau membeli barang yang tidak lagi didasarkan olehkebutuhan dan
pertimbangan yang rasional, namun hanya berdasarkan hasratkeinginan semata-mata
untuk memperoleh kesenangan. Barang-barang yangdibeli berupa barang-barang yang
dapat menunjang penampilan diri sepertipakaian, sepatu, kosmetik, asesoris, parfum,
dan lain-lain.
Kecenderungan perilaku konsumtif ini akan diukur dengan menggunakanskala
kecenderungan perilaku konsumtif berdasarkan indikator perilaku konsumtif
oleh Sumartono (2002), yaitu:
a. Membeli produk demi menjaga penampilan diri dan gengsi.
b. Membeli produk atas pertimbangan harga.
c. Membeli produk hanya sekedar menjaga simbol status.
d.Memakai produk karena unsur konformitas terhadap model yang
mengiklankanproduk.
e. Membeli produk dengan harga mahal untuk meningkatkan rasa percaya diri.
f. Mencoba lebih dari dua produk sejenis (merek berbeda)
Skor skala ini menunjukkan bahwa semakin tinggi skor total yang
dimilikisubyek maka menunjukkan semakin tinggi pula kecenderungan perilaku
konsumtif individu dan sebaliknya, semakin rendah skor total yang diperoleh subyek
maka menunjukkan semakin rendah pula kecenderungan perilaku konsumtif individu.
Gaya Hidup Brand Minded
Gaya hidup brand minded adalah gaya hidup yang dimiliki oleh
individudimana individu tersebut dalam menghabiskan waktu dan uangnya
cenderungberorientasi pada penggunaan produk-produk yang memiliki merek terkenal
dan eksklusif yang merupakan produk internasional. Gaya hidup brand mindeddiukur
dengan menggunakan skala yang disusun berdasarkan dimensi gaya hidup brand
minded dan sering disebut sebagai AIO statements (Activities, Interests, Opinions)
oleh Hawkins (2007) , yaitu:
a. Aktivitas
b. Minat
c. Opini
Gaya hidup brand minded akan diukur dengan menggunakan skala. Skortotal
merupakan petunjuk tinggi rendahnya gaya hidup brand minded. Jika semakin tinggi
skor total skala yang dicapai seseorang maka gaya hidup brandminded yang dianut
individu tersebut berada pada tingkat yang tinggi. Demikian sebaliknya, jika semakin
rendah skor total skala yang dicapai seseorang maka gaya hidup brand minded yang
dianut oleh individu tersebut berada pada tingkat yang rendah. GA USAH
SEPANJANG INI BOOOOS, JELASKAN MENGENAI 2 VARIABEL ITU TAPI
DI AMBIL INTINYA SAJA.
C. Populasi, Sampel, dan Metode Pengumpulan Sampel1. Populasi dan Sampel
Populasi dan sampel yang dipakai dalam penelitian merupakan salah satu
faktor penting yang harus diperhatikan. Populasi adalah objek, gejala atau
kejadian yang diselidiki terdiri dari semua individu untuk siapa kenyataan-
kenyataan yang diperoleh dari sampel penelitian itu hendak digeneralisasikan
(Hadi, 2000).
Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa Fakultas Psikologi
(MENDING ANAK EKONOMI AJA) dan mahasiswa Fakultas Komunikasi
Universitas Muhammdiyah Surakarta.
Teknik sampling adalah cara atau teknik yang digunakan untuk
mengambilsampel. Metode pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian
ini dengan menggunakan teknik non probability sampling secara incidental,
dimana setiap anggota populasi tidak mendapat kesempatan yang sama untuk
terpilih menjadi anggota sampel. Pemilihan sampel dari populasi didasarkan pada
faktor kesediaan dan kemudahan dijumpainya sampel yang sesuai dengan
karakteristik tertentu (Hadi, 2000). Karakteristik sampel yang digunakan dalam
penelitian ini adalah mahasiswi Universitas Muhammadiyah Surakarta usia 18
sampai 22 tahun dan mahasiswi aktif.
2. Metode Pengumpulan Sampel
Alat ukur yang digunakan hendaknya disesuaikan dengan tujuan penelitian
dan bentuk data yang akan diambil dan diukur (Hadi, 2000). Data penelitian ini
diperoleh dengan menggunakan metode skala.
Skala adalah suatu prosedur pengambilan data yang merupakan suatu alat
ukur aspek afektif yang merupakan konstruk atau konsep psikologis yang
menggambarkan aspek kepribadian individu (Azwar, 2007). Penelitian ini
menggunakan dua skala, yaitu Skala Gaya hidup brandminded dan Skala
Kecenderungan perilaku konsumtif.
1. Skala Kecenderungan Perilaku Konsumtif
Skala kecenderungan perilaku konsumtif disusun berdasarkan
indikatorindikatordari perilaku konsumtif. Untuk mengukur kecenderungan
perilaku konsumtif pada remaja putri, maka pada penelitian ini digunakan skala
model Likert.
Setiap dimensi di atas akan diuraikan dalam sejumlah pernyataan favorable
(mendukung) dan unfavorble (tidak mendukung), dimana subjek diberikan empat
alternatif pilihan yaitu Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS), dan
Sangat Tidak Sesuai (STS). Untuk aitem yang favorable, pilihan SS akan
mendapatkan skor empat, pilihan S akan mendapatkan skor tiga, pilihan TS akan
mendapatkan skor dua, dan pilihan STS akan mendapatkan skor satu. Sedangkan
untuk aitem yang unfavorable pilihan SS akan mendapatkan skor satu, pilihan S
mendapatkan skor dua, pilihan TS akan mendapatkan skor tiga, dan pilihan STS
akan mendapatkan skor empat.Blue print yang digunakan dalam penyusunan
skala yang menguku kecenderungan perilaku konsumtif adalah sebagai berikut:
Tabel 1. Blue Print Skala Kecenderungan Perilaku Konsumtif sebelum Uji
Coba
Indikator Perilaku
Konsumtif
Favourable Unfavourable Jumlah
1. Membeli produk
demi
menjaga penampilan
diri dan gengsi
1, 9, 32, 5, 15 21, 36, 2, 42, 48 10
2. Membeli produk
ataspertimbangan
harga
25, 3, 43, 22, 49 10, 55, 16, 27 9
3. Membeli produk
hanyasekedar
menjaga simbol
Status
4, 54, 11, 28, 58 23, 38, 17, 44,
56, 50
11
4. Memakai produk
karena unsur
konformitas
terhadap
model yang
mengiklankan
12, 24, 18, 45,
51
6, 29, 57, 39, 33 10
5. Membeli produk
dengan harga mahal
untuk meningkatkan
rasa percaya diri
7, 19, 30, 34, 37 40, 46, 52, 59, 13 10
6. Mencoba lebih
dari duaproduk
sejenis (merek
berbeda)
14, 20, 35, 41,
47
8, 26, 31, 53, 60 10
Jumlah 30 30 60
2. Skala Gaya Hidup Brand Minded
Skala gaya hidup brand minded disusun berdasarkan dimensi gaya hidup
brand minded yaitu AIO statements (Hawkins, 2007) yang terdiri dari:
1. Aktivitas
Dimensi aktivitas ini meliputi apa yang dilakukan oleh konsumen, apa
yang dibeli oleh konsumen dan bagaimana konsumen menghabiskan waktunya.
Individu yang bergaya hidup brand minded cenderung menghabiskan waktunya
dan uangnya untuk berbelanja di toko-toko ataubutik-butik tertentu yang menjual
barang-barang yang memiliki merek eksklusif atau terkenal.
2. Minat
Dimensi minat ini mencakup preferensi dan prioritas konsumen dalam
memilih produk yang akan dibeli. Individu dengan gaya hidup brand minded
memiliki minat yang tinggi terhadap penampilannya, sehinggamereka cenderung
menggunakan produk-produk dengan merek yangekslusif atau terkenal agar dapat
menunjang penampilannya di dalamlingkungan sosial.
3. Opini
Dimensi opini ini terdiri dari pandangan dan perasaan konsumen
terhadap produk-produk yang ada di kehidupannya, baik yang lokal maupun
internasional. Individu dengan gaya hidup brand minded cenderung memiliki
pandangan dan perasaan yang positif terhadap produk-produk dengan merek
eksklusif atau terkenal dimana merupakan produk internasional (produk impor).
Untuk mengukur gaya hidup brand minded pada remaja putri, maka
padapenelitian ini digunakan skala model Likert. Setiap dimensi di atas akan
diuraikan dalam sejumlah pernyataan favorable (mendukung) dan unfavorable
(tidak mendukung), dimana subjek diberikan empat alternatif pilihan yaitu Sangat
Sesuai(SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS), dan Sangat Tidak Sesuai (STS). Untuk
aitem yang favorable, pilihan SS akan mendapatkan skor empat, pilihan S akan
mendapatkan skor tiga, pilihan TS akan mendapatkan skor dua, dan pilihan STS
akan mendapatkan skor satu. Sedangkan untuk aitem yang unfavorable pilihan SS
akan mendapatkan skor satu, pilihan S mendapatkan skor dua, pilihan TS akan
mendapatkan skor tiga, dan pilihan STS akan mendapatkan skor empat.
Tabel 2. Blue Print Skala Gaya Hidup Brand Minded sebelum Uji Coba
Dimensi Gaya Hidup
Brand Minded
Favorabel Unfavorabel Jumlah
1. Aktivitas 1, 4, 14, 22, 25,
28,
31, 38, 48, 52
7, 10, 19, 16,
34, 43,
46, 53, 56, 60
20
2. Minat 2, 5, 11, 32, 35, 9, 13, 17, 20, 20
39,
41, 49, 51, 58
23, 27,
37, 44, 54, 30
3. Opini 8, 12, 15, 18, 21,
24, 42, 45, 55,
59
3, 6, 26, 29, 33,
36,
40, 50, 47, 57
20
Jumlah 30 30 60
D. Validitas Dan Realiabilitas1. Validitas
Validitas adalah sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam
melakukan fungsi ukurnya. Valid tidaknya suatu alat ukur tergantu pada mampu
tidaknya lat ukur tersebut mencapai tujuan pengukurannya yang dikhendaki
dengan tepat Azwar dalam (Anwar, 2010). Validitas yang digunakan dalam
penelitian ini adalah validitas isi validitas ini merupakan validitas yang
diestemani lewat pengujian terhadap isi tes dengan analisi rasional atau lewat
profesonal judgement yang didalam penelitian ini adalah dosen pembimbing
penelitian ini.
2. Realibilitas
Reliablilitas alat ukur menunjukkan derajat keajegkan atau konsistensi alat ukur
yang bersangkutan, bila diterapkan beberapa kali pada kesempatan yang berbeda.
Hadi dalam (Anwar, 2010). Reliabiltas alat ukur yang dapat dilihat dari koefesien
reliabilitas merupakan indicator konsistensi atau alat kepercayaan hasil ukur yang
mengandung makna kecermatan.
E. Analisis DataAnalisis data yang digunakan untuk melihat pebedaan kecemasan mahasiswa
psikologi dan mahasiswa komunikasi saat berpresentasi akdemik didepan umum
adalah dengan menggunakan korelasi person product moment. Cara penghitungannya
dibantu dengan menngunakan program SPSS 16.0 for windows
DAFTAR PUSTAKA
Arsy, M. (2006). Kebutuhan atau Gaya Hidup Konsumtif. Sriwijaya Post.
Aryani, G. (t.thn.). Hubungan Antara Konformitas dan Perilaku Konsumtif ada Remaja di SMA Negeri 1 Semarang . Tahun Ajaran 2005/2006. Tidak di cetak. Semarang. Univeristas Negeri Semarang: Skripsi.
Fryzia, A. (2015, Juni 17). Gaya Hidup Remaja Konsumtif. Dipetik November 19, 2014, dari Kompasiana: http://www.kompasiana.com/adelia_fryzia21/gaya-hidup-remaja-konsumtif_54f9372ea3331178178b477e
Hawkins, B. (2007). Consumer Behaviour, Building Marketing Strategy, 10th Edtion. New York: The McGraw-Hill Companies, Inc.
Khairil, M. (2015, Juni 26). Generasi Konsumtif. Dipetik Oktober 23, 2010, dari Kompasiana: http://www.kompasiana.com/m.khairil/generasi-konsumtif_550037c3a33311307250ffd7
Kotler, P. &. (2006). Marketing Management, 12th Edition/International Edition. New Jersey: Prentice Hall.
Lina & Rosyid, H. (1997). Perilaku Konsumtif berdasar Locus of Control Pada Remaja Putri. Jurnal Psikologika, 4.
Loudon, D. &. (1984). Consumer Behaviour: Concept and Application. 2nd Edition. New York: McGraw-Hill.
Mangkunegara, A. (2002). Perilaku Konsumen . Bandung: PT. Refika Aditama.
McNeal, J. (2007). On Becoming a Consumer. the development of consumer behaviour patterns in chilhood. Butterworth-Heinemann.
Mowen, J. &., & Alih Bahasa Latin, L. (2002). Perilaku Konsumen, Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga.
Setiadi, N. (2003). Perilaku Konsumtif. Bogor: Kencana.
Sumartono. (2002). Terperangkap Dalam Iklan: Meneropong Imbas Pesan Iklan Televisi. Bandung: Alfabeta.
Syamila, A. (2015, Juni 17). Saat Perilaku Konsumtif Menjadi Budaya Remaja. Dipetik Desember 20, 2014, dari Kompasiana: http://www.kompasiana.com/www.ahdasyamil.com/saat-perilaku-konsumtif-menjadi-budaya-remaja_54f92016a33311f8478b4b84
Tambunan, R. (2001). Remaja dan Perilaku Konsumtif. Dipetik Februari 10, 2009, dari http://www.e-psikologi.com/remaja/191101.htm
Tribun. (2013, Desember 30). Overdosis Tayangkan Home Shopping, JakTV dan OChannel Kena Semprit. Diambil kembali dari Tribun Seleb: http://www.tribunnews.com/seleb/2013/12/30/overdosis-tayangkan-home-shopping-jaktv-dan-ochannel-kena-semprit