Proposal Sosiologi
-
Upload
fitriliana278 -
Category
Documents
-
view
115 -
download
1
Transcript of Proposal Sosiologi
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pala (Myristica fragrans Houtt) merupakan salah satu komoditi pertanian
yang memiliki nilai ekonomis tinggi, di samping berjenis-jenis komoditi pertanian
ekonomis lainnya. Menurut pendapat para ahli, pala adalah tanaman asli Indonesia
yang berasal dari kepulauan Banda dan Maluku. Kemudian menyebar dan
berkembang ke pulau-pulau lain yang berada di sekitarnya, bahkan sekarang telah
mencapai Aceh, Sulawesi Utara dan Irian Jaya. Sebagai tanaman rempah-rempah,
pala dapat menghasilkan minyak etheris dan lemak khusus yang berasal dari biji dan
fuli. Biji pala menghasilkan 2 sampai 15% minyak etheris dan 30 - 40 % lemak,
sedangkan fuli menghasilkan 7 - 18 % minyak etheris dan 20 - 30 % lemak, fuli
adalah arie yang berwarna merah tua dan merupakan selaput jala yang membungkus
biji. (Mansur, 2005).
Daging buah pala dapat digunakan sebagai manisan atau asinan, biji dan
fulinya bermanfaat dalam industri pembuatan sosis, makanan kaleng, pengawetan
ikan dan lain-lainnya. Disamping itu minyak pala hasil penyulingan, dapat digunakan
sebagai bahan baku dalam industri sabun, parfum, obat-obatan dan sebagainya.
Sementara itu permintaan pasar dunia akan pala setiap tahun terus meningkat,dan
tidak kurang dari 60 % kebutuhan pala dunia didatangkan dari Indonesia. Dalam
rangka ikut serta meningkatkan devisa negara melalui export non migas, memperluas
lapangan kerja dan melihat prospek pala yang menjanjikan harapan baik tersebut,
1
2
maka sudah waktunya tanaman pala perlu mendapatkan perhatian dan penanganan
untuk dikembangkan secara luas di Propinsi Irian Jaya. Pala Indonesia lebih disukai
oleh pasar dunia, karena mempunyai beberapa kelebihan di banding pala dari negara
lain, kelebihannya antara lain rendemen minyaknya yang tinggi dan memiliki aroma
yang khas (Pramono, 2008).
Dengan meningkatnya permintaan dari pasar dunia secara luas, usaha
budidaya perlu dilakukan. Perbanyakan pala umumnya secara generatif, namun
perbanyakan secara vegetatif telah dilakukan tetapi masih memerlukan uji coba
dalam skala besar. Dewasa ini, pengadaan bibit pala untuk penanaman skala besar
dapat dilakukan dari bibit ataupun pengumpulan anakan dari hutan ataupun kebun.
Dengan alasan ini perlu dilakukan tindakan yang tepat agar ketersediaan pala tetap
stabil (Direktorat Pertanian, 2008).
Keberhasilan kegiatan penanaman pala, khusunya pada areal perkebunan
perlu didukung oleh bibit yang bermutu, baik, tersedia dalam jumlah yang cukup dan
tepat waktu. Pembibitan yang dikelola dengan baik diharapkan dapat menghasilkan
pertumbuhan bibit yang sehat dan mempunyai sistem perakaran yang kuat sehingga
dapat mengambil unsur hara (nutrisi) dari dalam tanah dengan sempurna (Mansur,
2005).
Untuk mencapai kegiatan tersebut dapat digunakan media tanam berupa
campuran sekam padi, serbuk gergaji, kompos dan pupuk kandang. Penggunaan
media tanam ini sebagai suatu media untuk dapat ditanam bibit agar dapat berdiri
tegak dan tumbuh dengan baik dan merupakan komponen utama ketika akan
membuat pembibitan. Media tanam yang akan digunakan harus disesuaikan dengan
3
jenis tanaman yang ingin ditanam. Secara umum, media tanam harus dapat menjaga
kelembapan daerah sekitar akar, menyediakan cukup udara, dan dapat menahan
ketersediaan unsur hara (Pratiwi, 2003).
Pada lahan pertanian sekam padi dan serbuk gergaji sangat baik untuk
membantu menyuburkan tanah. Menurut beberapa informasi sekam padi bisa
berfungsi sebagai penyimpan sementara unsur hara dalam tanah sehingga tidak
mudah tercuci oleh air. Dan akan sangat mudah dilepaskan ketika dibutuhkan atau
diambil oleh akar tanaman. Bisa dikatakan arang sekam akan berfungsi seperti zeolit
(Suswono, 2008).
Kompos dan pupuk kandang mengandung bahan organik yang tinggi yang
sangat penting untuk memperbaiki kondisi tanah. Berdasarkan hal tersebut dikenal 2
peranannya dalam memperbaiki struktur tanah, terutama tanah kering dan
memperbaiki kemampuan tukar kation pada tanah (Sutanto, 2007).
Selajutnya di samping penggunaan media tanam yang berupa bahan-bahan
organik tersebut, pupuk NPK Mikro Hektar merupakan salah satu kegiatan dalam
usaha meningkatkan kualitas bibit. Pupuk ini mengandung unsur-unsur yang sangat
dibutuhkan oleh tanaman pala untuk pertumbuhannya.
Pupuk NPK Mikro Hektar merupakan pupuk majemuk yang sangat berguna
bagi tanaman. Pupuk ini memiliki manfaat antara lain yaitu : (1) Menjadikan daun
tanaman lebih hijau segar dan banyak mengandung butir hijau daun yang penting
bagi proses fotosintesa, (2) Mempercepat pertumbuhan tanaman, mempercepat
pencapaian tinggi tanaman maksimum dan jumlah anakan maksimum, (3) Memacu
pertumbuhan akar, perakaran lebih lebat sehingga tanaman menjadi sehat dan kuat,
4
(4) Manjadikan batang lebih tegak, kuat dan mengurangi resiko rebah, (5)
Meningkatkan daya tahan terhadap serangan hama dan penyakit tanaman dan
kekeringan, (6) Memacu pembentukan bunga, mempercepat pemasakan biji sehingga
panenlebih cepat, (7) Menambah kandungan protein, (8) Memperlancar proses
pembentukan gula dan pati, (9) Memperbesar jumlah buah / biji tiap tangkai, (10)
Memperbesar ukuran buah umbi, serta butir biji-bijian dan (11) Meningkatkan
ketahannan hasil selama pengangkutan dan penyimpnan (Departemen Pertanian,
2008).
Agar memperoleh bibit yang bermutu tinggi dan berkualitas baik, maka
disamping memperhatikan ragam media tanam juga terhadap bibit perlu dilakukan
pemberian pupuk NPK Mikro Hektar dengan dosis yang tepat dan sesuai dengan
dosis anjuran untuk tanaman pala . Sehingga media tanam dan unsur hara yang
dibutuhkan selama pertumbuhan bibit tersedia dalam jumlah yang cukup.
Secara umum penggunaan media tanam dan dosis pupuk NPK Mikro Hektar
ini dapat memacu pertumbuhan tanaman, namun cepat lambat pertumbuhan tanaman
tidak akan sama pada tiap perlakuan media tanam dan dosis pupuk NPK Mikro
Hektar yang diberikan. Berdasarkan hal tersebut di atas, belum diketahui media
tanam yang sesuai dan dosis pupuk NPK Mikro Hektar yang tepat untuk
pertumbuhan bibit pala, sehingga perlu dijawab melalui sebuah penelitian.
1.2. Rumusan Masalah
Sejauh mana pengaruh perlakuan media tanam dan dosis pupuk NPK Mikro
Hektar terhadap pertumbuhan bibit pala.
5
1.3. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui jenis media tanam yang sesuai dan dosis pupuk NPK
Mikro Hektar yang tepat terhadap pertumbuhan bibit pala dan ada tidaknya interaksi
antara kedua faktor yang dicobakan.
1.4. Hipotesis
Terdapat pengaruh yang nyata antara perlakuan media tanam dan dosis pupuk
NPK Mikro Hektar dan interaksi keduanya terhadap pertumbuhan bibit pala.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Botani Tanaman Pala
2.1.1. Morfologi Tanaman Pala
Akar dan Batang
Tanaman pala memiliki akar yang panjang dan berserabut. Bentuk batang
pala berpenampilan indah, tinggi 10-20 m, menjulang tinggi ke atas dan ke pinggir,
mahkota pohonnya meruncing, berbentuk piramidal (kerucut), lonjong (silindris) dan
bulat dengan percabangan relatif teratur. Berdasarkan informasi dari para petani pala
di Maluku, penentuan pohon pala jantan dan betina secara dini (bibit) dapat diduga
dari sudut percabangan. Percabangan mendatar diduga pohon betina dan sudut
percabangannya meruncing diduga pohon jantan (Mansur, 2005).
Daun
Daunnya berwarna hijau mengkilap dan gelap, panjang 5-4 cm dengan lebar
3-7 cm, panjang tangkai daun 0,4-1,5 cm. Penentuan jenis kelamin secara dini dapat
diduga dari bentuk helaian daun. Bentuk helaian daun lebih terkulai merupakan ciri
pala betina. Sedangkan bentuk helaian daun yang relatif lebih kecil dengan letak
daun lebih tegak, menunjukan pala jantan (Ayuningsih et al., 2006).
Bunga
Cara pembungaan pada pala unisexual-dioecious, walaupun terdapat juga
yang polygamous/ hermaphrodite. Pala merupakan tanaman berumah dua (dioecous)
dimana bunga jantan dan bunga betina terdapat pada individu/pohon yang berbeda
(Mannsur, 2005).
6
7
Dari 100 biji atau pohon pala rata-rata terdapat 55 pohon betina, 40 pohon
jantan dan 5 pohon yang hermaphrodite. Pohon jantan dicirikan oleh habitus yang
lebih kecil dari betina, cabang lebih tegak, daun lebih kecil dan menghasilkan banyak
bunga jantan dalam bentuk rangkaian yang membawa 3 sampai 15 bunga per kuntum
sedangkan bunga betina sekitar 1 sampai 3 per kuntum (Ayuningsih et al., 2006).
Bunga keluar dari ujung cabang dan ranting. Bunga betina mempunyai
kelopak dan mahkota meskipun perkembangannya tidak sempurna. Warna bunga
kuning, dengan diameter ± 2,5 mm serta panjangnya ± 3 mm. Mahkota bunga betina
bersatu mulai dari bagian pangkal dan pada bagian atas terbuka menjadi 2 bagian
yang sistematis. Kelopak kecil dan menutup sebagian kecil dari bagian bawah
mahkota. Di dalam mahkota terdapat pistil yang bersatu dengan bakal bunga. Kepala
putik terbelah pada bagian ujungnya (Mansur, 2005).
Di dalam bakal buah terdapat bakal kulit biji dan bakal biji. Bentuk bunga
jantan agak berbeda dengan bunga betina walaupun warna bunganya juga kuning,
dengan diameter 1,5 mm dan panjang ± 3 mm. Mahkota dari bunga jantan bersatu
dari pangkal pada 5/8 bagian dan kemudian terbagi menjadi 3 bagian. Kelopak
berkembang tidak sempurna, bentuknya seperti cincin yang melingkar pada bagian
pangkal mahkota (Ayuningsih et al., 2006).
Benang sari berbentuk silindris merupakan tangkai bersatu, panjangnya ± 2
mm. Sari melekat pada tangkai tersebut membentuk baris-baris yang jumlahnya 8
buah dan berpasangan. Antara baris dibatasi oleh jalur kecil ± 1/10 mm lebarnya
(Budianto, 2007).
8
Buah dan Biji
Buahnya bulat sampai lonjong, berwarna hijau kekuning-kuningan, apabila
masak akan berbelah dua, diameter 3 - 9 cm. Daging buahnya pericarp tebal dan
rasanya asam. Biji berbentuk bulat sampai lonjong, panjangnya 1,5 - 4,5 cm dengan
lebar 1 - 2,5 cm. Warnanya coklat dan mengkilap pada bagian luarnya. Kernel
bijinya berwarna keputih-putihan. Fulinya merah gelap dan ada pula yang putih
kekuning-kuningan dan membungkus biji menyerupai jala. Petani pala di Maluku
biasanya menentukan pala jantan atau betina dari bentuk bijinya. Biji yang memiliki
permukaan ujung membukit diduga jantan dan biji yang bagian ujungnya rata diduga
betina (Mansur, 2005).
2.1.2. Sistematika Tanaman Pala
Menurut Pramono (2005) dalam sistem klasifikasi, tanaman pala memiliki
penggolongan sebagai berikut :
Divisio : Spermatophyta / Anthophyta
Sub Divisio : Angiospermae
Class : Dicotyledonae
Sub Class : Choripetaleae
Ordo : Ramales
Famili : Myristicaceae
Genus : Myristica
Spesies : Myristica fragans Houtt
Varietas : Lokal
9
2.2. Syarat Tumbuh Pala
2.2.1. Iklim
Tanaman pala memerlukan iklim tropis yang panas dengan curah hujan yang
tinggi tanpa adanya periode kering yang nyata. Rata-rata curah hujan di daerah
asalnya (Banda) sekitar 2.656 mm/th dengan jumlah hari hujan 167 hari merata
sepanjang tahun. Meskipun terdapat bulan-bulan kering, tetapi selama bulan kering
tersebut masih terdapat 10 hari hujan dengan sekurang-kurangnya ± 100 mm/th,
ketinggian 0-700 m di atas permukaan laut. Suhu berkisar antara 18°C-34°C, suhu
yang terbaik untuk pertumbuhan tanaman pala antara 25°C-30°C (Mansur, 2005).
Tanaman pala sangat peka terhadap angin kencang, oleh karena itu
penanaman pala membutuhkan tanaman pelindung atau penahan angin. Angin yang
bertiup terlalu kencang, bukan saja menyebabkan penyerbukan bunga terganggu,
tetapi juga menyebabkan buah, bunga dan pucuk tanaman akan luruh berguguran.
Akan tetapi tanaman pelindung yang terlalu rapat dapat menghambat pertumbuhan
pala, dan menjadi saingan dalam mendapatkan unsur hara. Tanaman pala
menghendaki naungan yang rendah sekitar 25 – 30%. Pohon pelindung yang banyak
ditanam di Maluku, Maluku Utara dan Sulawesi Utara adalah kenari dan kelapa
sedangkan di papua umumnya bercampur dengan berbagai pohon hutan (Budianto,
2007).
2.2.2. Tanah
Tanaman pala memerlukan tanah yang subur dan gembur, terutama tanah-
tanah vulkanis, miring atau memiliki pembuangan air atau drainase yang baik.
Tanaman pala akan tumbuh baik pada tanah berstruktur dari pasir bercampur
10
lempung (loam). Makin rendah kandungan liat semakin baik untuk pertumbuhan
tanaman pala. Keadaan pH tanah dengan kemasaman sedang sampai netral (pH 5,5-
7,0) sangat cocok untuk pertumbuhan tanaman pala, karena kimia maupun biologi
tanah berada pada titik optimum (Mansur, 2005).
2.3. Peranan Media Tanam Terhadap Pertumbuhan Bibit Pala
Media tanam merupakan komponen utama ketika akan bercocok tanam.
Media tanam yang akan digunakan harus disesuaikan dengan jenis tanaman yang
ingin ditanam. Menentukan media tanam yang tepat dan standar untuk jenis tanaman
yang berbeda habitat asalnya merupakan hal yang sulit. Hal ini dikarenakan setiap
daerah memiliki kelembaban dan kecepatan angin yang berbeda. Secara umum,
media tanam harus dapat menjaga kelembaban daerah sekitar akar, menyediakan
cukup udara, dan dapat menahan ketersediaan unsur hara (Setiawati, 2004).
Jenis media tanam yang digunakan pada setiap daerah tidak selalu sama. Di
Asia Tenggara, misalnya, sejak tahun 1940 menggunakan media tanam berupa
pecahan batu bata, arang, sabut kelapa, kulit kelapa, atau batang pakis. Bahan-bahan
tersebut juga tidak hanya digunakan secara tunggal, tetapi bisa dikombinasikan
antara bahan satu dengan lainnya. Misalnya, pakis dan arang dicampur dengan
perbandingan tertentu hingga menjadi media tanam baru. Pakis juga bisa dicampur
dengan pecahan batu bata (Soewandi, 2002).
Untuk mendapatkan media tanam yang baik dan sesuai dengan jenis tanaman
yang akan ditanam, seorang hobis harus memiliki pemahaman mengenai
karakteristik media tanam yang mungkin berbeda-beda dari setiap jenisnya.
Berdasarkan jenis bahan penyusunnya, media tanam dibedakan menjadi bahan
11
organik dan anorganik. Bahan-bahan organik meliputi sabut kelapa, serbuk gergaji,
kompos dan lain-lain. Sedangkan anorganik misalnya pasir, kerikil dan lain-lain
(Setiawati, 2004).
2.3.1. Sekam Padi
Sekam padi merupakan lapisan keras yang meliputi kariopsis yang terdiri dari
dua belahan yang disebut lemma dan palea yang saling bertautan. Pada proses
penggilingan beras sekam akan terpisah dari butir beras dan menjadi bahan sisa atau
limbah penggilingan. Sekam dikategorikan sebagai biomassa yang dapat digunakan
untuk berbagai kebutuhan seperti bahan baku industri, pakan ternak dan sebagai
media tanam (Subagyo, 2004).
Dari proses penggilingan padi biasanya diperoleh sekam sekitar 20-30% dari
bobot gabah. Penggunaan energi sekam bertujuan untuk menekan biaya pengeluaran
untuk bahan bakar bagi rumah tangga petani. Penggunaan Bahan Bakar Minyak yang
harganya terus meningkat akan berpengaruh terhadap biaya rumah tangga yang harus
dikeluarkan setiap harinya (Anton, 2003).
Pada lahan pertanian sekam padi sangat baik untuk membantu menyuburkan
tanah. Menurut beberapa informasi sekam padi bisa berfungsi sebagai penyimpan
sementara unsur hara dalam tanah sehingga tidak mudah tercuci oleh air. Dan akan
sangat mudah dilepaskan ketika dibutuhkan atau diambil oleh akar tanaman. Bisa
dikatakan arang sekam akan berfungsi seperti zeolit (Subagyo, 2004).
Sekam padi memiliki peranan penting sebagai media tanam pengganti tanah.
Arang sekam bersifat porous, ringan, tidak kotor dan cukup dapat menahan air.
Penggunaan sekam padi cukup meluas dalam budidaya tanaman hias, sayuran
12
(terutama budidaya secara hidroponik) maupun pembibitan tanaman-tanaman lain
(Subagyo, 2004).
2.3.2. Serbuk Gergaji
Serbuk gergaji merupakan sisa kayu gergajian yang bisa digunakan sebagai
media semai. Sementara kelebihan serbuk gergaji sebagai media tanam yaitu mudah
mengikat air, tidak mudah lapuk, merupakan sumber kalium (K) yang dibutuhkan
tanaman, dan tidak mudah menggumpal atau memadat sehingga akar tanaman dapat
tumbuh dengan sempurna (Anton, 2003).
Kebutuhan kayu yang terus meningkat dan potensi hutan yang terus
berkurang menuntut penggunaan kayu secara efisien dan bijaksana, antara lain
dengan memanfaatkan limbah berupa serbuk kayu menjadi produk yang bermanfaat.
Serbuk kayu yang dihasilkan dari limbah penggergajian kayu dapat dimanfaatkan
menjadi briket arang, arang aktif, komposit kayu plastik, pot organik sebagai
pengganti polybag, sebagai media tanam jamur dan bentuk-bentuk lainnya
(Depatemen Kehutanan, 2003).
Diketahui industri penggergajian kayu menghasilkan limbah yang berupa
serbuk gergaji 10,6%, sebetan 25,9% dan potongan 14,3% dengan total limbah
sebesar 50,8% dari jumlah bahan baku yang digunakan. Produksi total kayu gergajian
Indonesia mencapai 2,6 juta m³ pertahun. Dengan asumsi, jumlah limbah yang
terbentuk 54,24% dari produksi total, maka dihasilkan limbah penggergajian kayu
sebanyak 1,4 juta m³ per tahun (Anton, 2003).
13
2.3.3. Kompos
Setiawati (2004), Kompos merupakan media tanam organik yang bahan
dasarnya berasal dari proses fermentasi tanaman atau limbah organik, seperti jerami,
sekam, daun, rumput, dan sampah kota. Kelebihan dari penggunaan kompos sebagai
media tanam adalah sifatnya yang mampu mengembalikan kesuburan tanah melalui
perbaikan sifat-sifat tanah, baik fisik, kimiawi, maupun biologis. Selain itu, kompos
juga menjadi fasilitator dalam penyerapan unsur nitrogen (N) yang sangat dibutuhkan
oleh tanaman.
Kandungan bahan organik yang tinggi dalam kompos sangat penting untuk
memperbaiki kondisi tanah. Berdasarkan hal tersebut dikenal 2 peranan kompos
yakni soil conditioner dan soil ameliorator. Soil ( ondotioner yaitu peranan kompos
dalam memperbaiki struktur tanah, terutama tanah kering, sedangkan soil ameliorator
berfungsi dalam memperbaiki kemampuan tukar kation pada tanah. Kompos yang
baik untuk digunakan sebagai media tanam yaitu yang telah mengalami pelapukan
secara sempurna, ditandai dengan Perubahan warna dari bahan pembentuknya (hitam
kecokelatan), tidak berbau, memiliki kadar air yang rendah, dan memiliki suhu ruang
(Departemen Kehutanan, 2005).
2.3.4. Pupuk Kandang
Anton (2003) menyatakan pupuk kandang merupakan kotoran padat dan cair
hewan ternak yang tercampur dengan sisa-sisa makanan ataupun alas kandang.
Pupuk kandang mempunyai beberapa siifat yang lebih baik dari pupuk alam lainnya
maupun dari pupuk buatan, antara lain merupakan humus, sebagai sumber hara
14
nitrogen, menaikkan daya menahan air, dan banyak mengandung jasad-jasad renik
yang dapat menyuburkan tanah.
Pupuk kandang adalah pupuk yang berasal dari kotoran hewan. Hewan yang
kotorannya sering digunakan untuk pupuk kandang adalah hewan yang bisa
dipelihara oleh masyarakat, seperti kotoran kambing, sapi, domba, dan ayam. Selain
berbentuk padat, pupuk kandang juga bisa berupa cair yang berasal dari air kencing
(urine) hewan.Pupuk kandang mengandung unsur hara makro dan mikro. Pupuk
kandang padat (makro) banyak mengandung unsur fosfor, nitrogen, dan kalium.
Unsur hara mikro yang terkandung dalam pupuk kandang di antaranya kalsium,
magnesium, belerang, natrium, besi, tembaga, dan molibdenum. Kandungan
nitrogen dalam urine hewan ternak tiga kali lebih besar dibandingkan dengan
kandungan nitrogen dalam kotoran padat (Subagyo, 2004).
Pupuk kandang yang telah siap diaplikasikan memiliki ciri dingin, remah,
wujud aslinya tidak tampak, dan baunya telah berkurang. Jika belum memiliki ciri-
ciri tersebut, pupuk kandang belum siap digunakan. Penggunaan pupuk yang belum
matang akan menghambat pertumbuhan tanaman, bahkan bisa mematikan tanaman.
Penggunaan pupuk kandang yang baik adalah dengan cara dibenamkan, sehingga
penguapan unsur hara akibat prose kimia dalam tanah dapat dikurangi. Penggunaan
pupuk kandang yang berbentuk cair paling bauk dilakukan setelah tanaman tumbuh,
sehingga unsur hara yang terdapat dalam pupuk kandang cair ini akan cepat diserap
oleh tanaman (Anton, 2003).
15
2.4. Peranan NPK Mikro Hektar Terhadap Pertumbuhan Bibit Pala
Pupuk adalah material yang ditambahkan pada media tanam atau tanaman
untuk mencukupi kebutuhan hara yang diperlukan tanaman sehingga mampu
berproduksi dengan baik dalam pemberian pupuk perlu diperhatikan jenis dan cara
pemupukan yang optimal bagi tanaman (Hardjowigeno, 2007).
Kategori pupuk berdasarkan asalnya dapat dibedakan menjadi pupuk alam
dan pupuk buatan. Penjelasannya sebagai berikut : (1) Pupuk alam, yaitu pupuk yang
terdapat di alam atau dibuat dengan bahan alam tanpa proses yang berarti. Contoh:
pupuk kompos, pupuk kandang, guano, pupuk hijau, dan pupuk batuan P, (2) Pupuk
buatan, yaitu pupuk yang dibuat oleh pabrik dengan mengubah sumber daya alam
melalui proses fisika dan atau kimia (Antoni, 2008).
Pemberian pupuk harus memenuhi persyaratan 4 tepat yaitu : (1) Tepat
takaran (dosis), (2) Tepat jenis, (3) tepat cara, dan (4) tepat waktu. Pemberian pupuk
terhadap tanaman dilakukan dengan cara : (1) Ditabur merata pada permukaan tanah,
(2) Ditempat dalam lubang atau larikan tanaman, dan (3) Menurut tujuan
penanamannya (Sutejo, 2002).
Pupuk NPK Mikro Hektar ini memiliki beberapa keunggulan antara lain : (1)
Dibuat melalui proses industri berteknologi tinggi sehingga dihasilkan butiran yang
homogen, (2) Dapat digunakan untuk semua jenis tanaman serta pada berbagai
kondisi lahan, iklim dan lingkungan, (3) Penggunaan pupuk ini menjamin
diterapkannya teknologi pemupukan berimbang sehingga dapat meningkatkan
produksi dan mutu hasil pertanian dan (4) Dapat meningkatkan efektifitas dan
16
fisiensi pemupuka, mudah dalam aplikasi, serta memiliki sifat-sifat agronomis yang
menguntungkan (Departemen Pertanian, 2008).
Sedangkan peranan pupuk NPK Mikro Hektar untuk tanaman yaitu : (1)
tanaman segera segar, hijau dan sedap dipandang mata, (2) sistem perakaran bagus,
lebat memunggkinkan supply zat hara yang memadai bagi pertumbuhan tanaman, (3)
Helai daun kuat tidak mudah patah, dau lentur, proses fotosintesis berlangsung lebih
sempurna, (4) Tahan rebah dan akar tidak mudah tercabut bila angin kencang, sebab
akar yang kokoh dan tegap, (5) Pembentukan buah lebih sempurna menimbulkan
aroma khas bagi tanaman melon maupun buah lain, (6) Zat hara yang cukup
mengakibatkan tanaman lebih tahan terhadap gangguan hama dan penyakit, dan (7)
Mutu dari buah lebih baik, memenuhi standar konsumenn perkotaan dan
memungkinkan ekspor untuk produk hortikultura (Waryuningsih, 2008).
Spesifikasi Pupuk NPK Mikro Hektar adalah sebagai berikut : unsur N 16 %,
P2O5 16 % dan K2O 16%. Pupuk ini merupakan pupuk majemuk yang dibuat dari
bahan-bahan bermutu dan berkualitas. Komposisi unsur hara pada pupuk ini dapat
disesuaikan dengan jenis tanah dan jenis tanaman yang dibudidayakan (Depatemen
Pertanian, 2008).
17
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Drien Bungong Kecamatan Bandar dua
Kabupaten Pidie Jaya yang dilakukan dari Bulan Januari sampai dengan April 2013 .
3.2. Bahan dan Alat
3.2.1. Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bibit pala yang berumur
20 hari yang diperoleh dari tempat pembibitan di Kabupaten Biereuen.
Media tanam yang digunakan yaitu : tanah (top soil) , sekam padi, serbuk,
kompos dan pupuk kandang diperoleh Kabupaten Pidie Jaya.
Selanjutnya pupuk NPK Mikro Hektar sebagai pupuk yang diteliti.
3.2.2. Alat
Alat-alat yang digunakan meliputi : polibag berukuran 12 x 21 cm, cangkul,
sekop, ayakan, sprayer, kamera, papan nama, alat tulis-menulis, alat untuk
pengambilan bahan organik di lapangan dan alat-alat lain yang mendukung
penelitian ini.
3.3. Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) pola
faktorial. Ada 2 faktor yang diteliti yaitu jenis media tanam ada 4 taraf dan faktor
dosis pupuk NPK Mikro Hektar ada 4 taraf.
1.Faktor jenis media tanam (M), ada 4 taraf :
a. M1 = Tanah + Sekam Padi
17
18
b. M2 = Tanah + Serbuk Gergaji
c. M3 = Tanah + Kompos
d. M4 = Tanah + Pupuk Kandang
1. Faktor dosis pupuk NPK Mikro Hektar (D), ada 4 taraf :
a. D0 = 0 gram polibag-1
b. D1 = 100 gram polibag-1
c. D2 = 150 gram polibag-1
d. D3 = 200 gram polibag-1
Dengan demikian terdapat 16 kombinasi perlakuan dengan 2 ulangan
sehingga terdapat 32 satuan percobaan, dalam 1 perlakuan terdapat 5 polibag,
sehingga secara keseluruhan terdapat 160 tanaman. Susunan kombinasi perlakuan
jenis media tanam dan dosis pupuk NPK Mikro Hektar terhadap pertumbuhan bibit
pala dapat dilihat pada tabel 1 berikut.
Tabel 1. Susunan Kombinasi Jenis Media Tanam dan Dosis Pupuk Mikro Hektar
terhadap pertumbuhan bibit pala
NoKombinasi
PerlakuanMedia Tanam
Pupuk NPK Mikro Hektar
( gram polibag-1)
1.
2.
3.
4.
M1D0
M1D1
M1D2
M1D3
Tanah + Sekam Padi
Tanah + Sekam Padi
Tanah + Sekam Padi
Tanah + Sekam Padi
0
100
150
200
5. M2D0 Tanah + Serbuk Gergaji 0
19
6.
7.
8.
M2D1
M2D2
M2D3
Tanah + Serbuk Gergaji
Tanah + Serbuk Gergaji
Tanah + Serbuk Gergaji
100
150
200
9.
10.
11.
12.
M3D0
M3D1
M3D2
M3D3
Tanah + Kompos
Tanah + Kompos
Tanah + Kompos
Tanah + Kompos
0
100
150
200
13.
14.
15.
16.
M4D0
M4D1
M4D2
M4D3
Tanah + Pupuk Kandang
Tanah + Pupuk Kandang
Tanah + Pupuk Kandang
Tanah + Pupuk Kandang
0
100
150
200
Analisis Data
Model statistika untuk Rancangan Acak Kelompok (RAK) pola faktorial sebagai
berikut :
Yijk = + Kk + Mi + Hj + (MH)ij + ijk
Yijk = Nilai pengamatan pada kelompok percobaan ke-k yang memperoleh
kombinasi perlakuan ij (taraf ke-i dari faktor media tanam dan taraf
ke-j dari faktor pupuk NPK Mikro Hektar)
. = Nilai rata-rata tengah.
Kk = Nilai pengamatan pengaruh kelompok ke-k.
Mi = Nilai pengamatan pengaruh media tanam pada taraf ke-i.
Hj = Nilai pengamatan pengaruh pupuk NPK Mikro Hektar pada taraf ke-j.
20
(MH)ij = Nilai pengamatan interaksi media tanam pada taraf ke-i dan pupuk
NPK Mikro Hektar pada taraf ke-j.
ijk = Pengaruh acak percobaan pada kelompok percobaan ke-k yang
memperoleh kombinasi perlakuan media tanam pada taraf ke-i dan
pupuk NPK Mikro Hektar pada taraf ke-j.
Untuk mengetahui pengaruh masing-masing faktor perlakuan serta
interaksinya terhadap beberapa parameter pertumbuhan bibit pala dilakukan Analisis
Ragam (Uji Fisher) dan dilanjutkan dengan Uji Beda Nyata Jujur (BNJ) pada level 5
%. Untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan interaksi, dihitung brdasarkan nilai
beda rata-rata interaksi.
3.4. Pelaksanaan Penelitian
3.4.1. Persiapan Lokasi
Persiapan lokasi penelitian dengan memperhatikan areal yang datar, tidak
berbatu dan mudah untuk dilakukan penyiraman. Selanjutnya dipersiapkan bahan-
bahan dan alat-alat yang dibutuhkan dalam penelitian.
3.4.2. Pembuatan Naungan
Pembuatan naungan dibuat dengan arah Utara Selatan yang dimaksud agar
cahaya matahari dapat masuk dari arah depan naungan. Adapun tinggi bagian depan
adalah 125 cm dan bagian belakang 75 cm dengan 50 % cahaya matahari.
3.4.3. Persemaian
21
Benih pala yang akan dijadikan bibit yaitu benih yang baru diperoleh dari
pohonnya maksimal 24 jam, karena apabila lebih dari 24 jam benih pala tidak akan
berkecambah lagi. Setelah benih diperoleh kemudian langsung ditanam ke polibag
kecil untuk berkecambah.
3.4.4. Persiapan Media Tanam
Media tanam yang digunakan tanah bagian atas (top soil) yang subur dengan
tekstur tanah lempung liat berpasir, tanah diayak dengan 20 mesh bertujuan agar
tanah bebas dari benda atau bahan-bahan yang tidak diinginkan seperti batu .
Selanjutnya media tanam yang berupa bahan organik yang digunakan dalam
penelitian ini terdiri dari sekam padi, serbuk gergaji, kompos dan pupuk kandang.
3.4.5. Penyapihan Bibit Ke Polibag
Setelah umur bibit 4 minggu berkecambah, bibit hasil penyemaian di
pindahkan ke polibag (penyapihan), yakni 3-5 cm setelah memiliki daun rata-rata
empat lembar. Pemindahan bibit dilakukan secara manual dengan memberikan satu
bibit pada satu polibag, polibag yang digunakan berukuran 12 x 21 cm, dengan
medianya adalah campuran tanah dan bahan organik.
3.4.6. Pemeliharaan Bibit di Persemaian
Pemeliharaan bibit di persemaian terdiri dari penyulaman, penyiraman,
pemotongan akar, dan pengaturan kembali bibit dibedeng sapih. Penyulaman
bertujuan untuk menggantikan kecambah yang mati dengan segera setelah
pemindahan ke polibag. Penyiraman dilakukan secara rutin pada pagi dan sore hari
serta disesuaikan dengan kebutuhan.
22
Pengendalian hama dan penyakit dilkukan apabila tanaman terserang, begitu juga
dengan pengendalian gulma. Pengendalian dilakukan apabila ada gulma yang
tumbuh.
3.4.7. Aplikasi Pupuk NPK Mikro Hektar
Pemupukan pertama dilakukan setelah bibit melewati masa penyapihan 2
minggu di polibag, pemupukan dilakukan dengan menggunakan pupuk NPK Mikro
Hektar sesuai dengan kombinasi perlakuan seperti tertera pada tabel 1. Pemberian
pupuk ini dilaksanakan setiap 2 minggu sekali sebanyak 4 kali pemberian.
3.5. Pengamatan
Parameter yang diamati meliputi :
1. Tinggi tanaman. Diukur dengan meteran 100 cm, dari leher akar sampai titik
tumbuh tertinggi, diamati dengan interval 20 hari sekali yaitu 50, 70 dan 90 Hari
Setelah Tanam (HST), satuannya adalah cm.
2. Jumlah Daun. Dihitung secara manual, dari daun pertama sampai dengan daun
yang paling ujung, diamati dengan interval 20 hari sekali, yaitu 50, 70 dan 90
Hari Setelah Tanam (HST), satuannya adalah helai.
3. Panjang Akar. Diukur dari leher akar sampai ke ujung akar, satuannya adalah cm.