BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka 1. Pengertian ...
Proposal Skripsi Tinjauan Pustaka
-
Upload
mutia-nur-rahmi -
Category
Documents
-
view
28 -
download
5
description
Transcript of Proposal Skripsi Tinjauan Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan Negara Maritim terbesar di dunia, dengan luas wilayah
2/3 adalah laut. Indonesia merupakan negara maritim atau kepulauan terbesar
didunia, antara pulau satu dengan pulau lainnya dipisahkan oleh laut, tapi bukanlah
menjadi penghalang bagi setiap suku bangsa di Indonesia untuk saling
berhubungan dengan suku-suku di pulau lainnya. Sebagai negara yang dihuni oleh
banyak suku, dengan budaya dan adatnya masing-masing. Setiap suku ini memiliki
cara hidup sendiri, tergantung budaya dan adat yang mereka anut. Setiap suku
tersebut memiliki keunikan tersendiri seperti cara hidup mereka yang bermacam-
macam, salah satunya yaitu suku yang hidup diatas laut, keberadaan suku ini
semakin memperjelas bahwa Indonesia Adalah Negara yang sangat dekat dengan
laut, sebagaimana Sejarah telah menunjukkan bahwa bangsa Indonesia yang
mencintai laut sejak dahulu merupakan masyarakat maritime. Dalam catatan
sejarah, terekam bukti-bukti bahwa nenek moyang bangsa Indonesia menguasai
lautan nusantara, bahkan mampu mengarungi samudra luas sampai kepesisir
madagaskar dan afrika selatan.
Sejak zaman bahari, pelayaran dan perdagangan antar pulau telah
berkembang dengan menggunakan berbagai macam tipe perahu tradisional, nenek
moyang kita menjadi pelaut-pelaut handal yang menjelajahi untuk mengadakan
kontak dan interaksi dengan pihak luar. Bahkan, yang lebih mengejutkan lagi,
pelayaran yang dilakukan oleh orang-orang Indonesia (Nusantara) pada zaman
1
bahari telah sampai ke Mandagaskar. Bukti dari berita itu sendiri adalah
berdasarkan penelitian yang dilakukan yaitu tipe jukung yang sama yang digunakan
oleh orang-orang Kalimantan untuk berlayar “Fantastis”. Pada zaman bahari telah
menjadi Trade Mark bahwa Indonesia merupakan negara maritim. Indonesia
merupakan negara maritim yang mempunyai banyak pulau, luasnya laut menjadi
modal utama untuk membangun bangsa ini. Indonesia adalah “Negara kepulauan”,
Indonesia adalah “Nusantara”, Indonesia adalah “Negara Maritim” dan Indonesia
adalah “Bangsa Bahari”,”Berjiwa Bahari” serta “Nenek Moyangku Orang Pelaut”
bukan hanya merupakan slogan belaka, Laut dijadikan ladang mata pencaharian,
laut juga dijadikan sebagai tempat menggalang kekuatan, mempunyai armada laut
yang kuat berarti bisa mempertahankan kerajaan dari serangan luar. Memang, laut
dalam hal ini menjadi suatu yang sangat penting sejak zaman dahulu sampai
zaman sekarang. Dengan mengoptimalkan potensi laut menjadikan bangsa
Indonesia maju karena Indonesia mempunyai potensi yang sangat besar untuk
mengembangkan laut. Laut akan memberikan manfaat yang sangat vital bagi
pertumbuham dan perkembangan Indonesia
Fakta lain yang dapat membuktikan bahwa nenek moyang kita adalah Pelaut
handal yaitu Prasejarah Cadas Gua yang terdapat di pulau-pulau muna, seram dan
arguni yang diperkirakan berasal dari 1000 tahun SM dipenuhi dengan lukisan
perahu-perahu layar. Juga ditemukan Artefak Suku aborigin diaustralia yang
diperkirakan berasal dari 2500 tahun SM serupa yang ditemukan dipulau
jawa.Kenyataan ini memberikan Indikasi Bahwa jauh sebelum gelombang migrasi
2
indchina yang dating keindonesia, nenek moyang bangsa nusantara sudah
berhubungan dengan suku aborigin diaustralia lewat laut.1
Bangsa Indonesia dengan karakteristik social budaya kemaritiman, bukanlah
merupakan fenomena baru. Karena sejarah telah menunjukkan bahwa kehidupan
kemaritiman, Pelayaran dan perikanan beserta kelembagaan formal dan informal
yang menyertainya merupakan kontinuitas dari proses perkembangan kemaritiman
Indonesia masa lalu. Namun belum ada bukti yang menunjukkan bahwa
penguasaan lautan nusantara oleh nenek moyang kita lebih merupakan suatu
penguasaan de facto (berdasarkan kenyataan) dari pada penguasaan yang
didasarkan atas suatu konsepsi kewilayahan dan hokum (de jure). Walaupun
demikian sejarah telah menunjukkan bahwa bangsa Indonesia yang mencintai laut
sejak dahulu merupakan masyarakat maritime.
Konsekwensi sifat maritim itu sendiri lebih mengarah pada terwujudnya
aktifitas pelayaran di wilayah Indonesia. Dalam kalimat ini bahwa Indonesia
sebagai negara kepulauan dalam membangun perekonomian akan senantiasa
dilandasi oleh aktivitas pelayaran. Pentingnya pelayaran bagi Indonesia tentunya
disebabkan oleh keadaan geografisnya, posisi Indonesia yang strategis berada
dalam jalur persilangan dunia, membuat Indonesia mempunyai potensi yang
sangat besar untuk mengembangkan laut. Laut akan memberikan manfaat yang
sangat vital bagi pertumbuham dan perkembangan perekonomian Indonesia atau
perdaganagan pada khususnya
1 Amran Saru,Mardiana Fachri Dkk, Wawasan Sosial Budaya Mariti (Makassar: UPT MKU Universitas Hasanuddin) 2011, hlm. 54
3
Dalam era globalisasi, perhatian bangsa Indonesia terhadap fungsi,
peranan dan potensi wilayah laut semakin berkembang. Kecenderungan ini
dipengaruhi oleh perkembangan pembangunan yang dinamis yang
mengkibatkan semakin terbatasnya potensi sumber daya nasional di darat.
Pengaruh lainnya adalah perkembangan teknologi sendiri yang sangat pesat,
sehingga dalam memberikan pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya laut.2
Akan tetapi perkembangan tersebut tidak berarti menghilangkan adat atau
kebiasaan yang sudah menyatuh dengan jati diri bangsa ini yang telah dicatat
dalam sejarah nenek moyang bangsa Indonesia yang di kenal menguasaai
lautan nusantara, bahkan mampu mengarungi samudra luas. Nenek moyang
bangsa Indonesia ini kita kenal dengan nama suku bajo atau suku pengembara
laut. Suku ini merupakan suku nomaden yang hidup di atas laut, sehingga
disebut gipsi laut.
Semenjak abad ke-16, Suku Bajo banyak yang menyebar kesegala
penjuru wilayah nusantara yang akhirnya menetap, baik dengan inisiatif sendiri
maupun karena adanya paksaan dari pemerintah. Meskipun demikian, tempat
tinggal mereka tidak jauh dari laut. sesuai dengan sifatnya yang nomaden,
mereka membangun pemukiman-pemukiman baru.3 Pada awalnya Suku ini
tinggal diatas bidok(perahu) sampai tahun 1930-an. Kemudian pada awal 1935
mereka mulai membangun kampoh(tampat tinggal tetap).dari kampoh ini
kemudian mereka membangun babaroh dipantai pasang surut.babaroh ini
merupakan tempat tinggal sementara suku bajo untuk istirahat dan mengolah
2 Ibid. 3 Abdul hafid,Pengetahuan Lokal, Nelayan Bajo, Pengantar Editor (Makassar:Pustaka Refleksi,2014) hlm.viii
4
hasil laut.4Setelah merasa cocok tinggal didaerah tersebut, akhirnya mereka
mengembangkan hunian mereka menjadi papondok kemudian hidup dan
menetep dengan mendirikan rumah panggung di wilayah pesisir. Dalam
perjalanan Sejarah Suku bajo dapat dikatakan sebagai salah satu suku terasing
di Indonesia yang umumnya bertempat tinggal dilaut ,hidup berkelompok dan
cenderung memisahkan diri dari kelompok masyarakat yang tinggal didarat.
Sebagai Suku pengembara laut, kehidupan sehari-hari masyarakat bajo selalu
bersentuhan dengan laut, bahkan tempat tinggal mereka menandakan
pengabdiannya pada laut. Mereka bermukim dipinggir laut dan membentuk
perkampungan dipesisir pantai, terutama didaerah-daerah teluk yang terlindung
dari hempasan gelombang laut.5
Karena kedekatannya laut, laut sudah merupakan bagian integral dalam
kehidupan orang bajo. Sehingga bagi mereka laut adalah segalanya. Ada
beberapa istilah yang mereka gunakan untuk mendeskriptikan pandangan
mereka terhadap laut seperti:
1. Laut sebagai Sehe berarti laut sebagai sahabat yang senantiasa memahami
kehidupan orang bajo. Laut akan memberikan sesuatu yang diharapkan oleh
mereka sesuai aktivitasnya masing-masing.
2. Laut sebagai tabar (obat) artinya laut menyimpan berbagai ramuan untuk
dijadikan obat guna menyembuhkan berbagai penyakit.
3. Laut sebagai anudinta (makanan) yang berarti bahwa laut merupakan
sumber makanan untuk kebutuhan sehari-hari.
4 Ibid hlm. 395 Ibid hlm. 22
5
4. Laut sebagai lalang (Pra-sarana transortasi) artinya laut sebagai sarana jalan
untuk dilalui.
5. Laut sebagai pamunang ala”baka raha, ‘(sumber kebaikan dan keburukan)
artinya segala kebaikan dan keburukan.
6. Laut sebagai patambanang umbo ma’dilao (tempat leluhur orang bajo yang
menguasai laut), artinya laut ini merupakan tempat leluhur mereka yang di
yakini sebagai penguasa laut.
7. Laut patambangang (tempat tinggal) Artinya laut merupakan tempat tinggal
mereka sejak dahulu. Sehingga mereka tidak dapat dipisahkan dengan laut.
Di sulawesi Selatan Suku bajo ini dapat kita temui di kelurahan Bajoe
Kecamatan Tanete Riattang Timur Kabupaten Bone dan merupakan salah satu
komunitas terbesar di Sulawesi Selatan, yang menghuni wilayah pesisir pantai
teluk bone yang merupakan masyarakat kebudayaan maritime. Bagi mereka, laut
adalah segalanya, sehingga pantang bagi masyarkat bajo untuk tinggal
didaratan. Akan tetapi seiring berjalannya waktu tempat tinggal mereka mulai
menyatu dengan daratan, hingga kita tidak dapat lagi membedakan daratan dan
lautan.
Masyarakat yang tinggal dan bermukim sejak lama diwilayah ini tentu
sudah menganggap bahwa wilayah tersebut adalah milik mereka,sebagaimana
orang yang tinggal didarat. karena sudah turun temurun mereka berdiam di
tempat tersebut. Dengan demikian sangat diperlukan akan adanya peranan
hokum dalam bentuk pengaturan oleh Negara. Pengaturan yang dimaksud
6
dalam hal ini meliputi pemilikan, penguasaan, serta pemeliharaannya sehingga
tertata secara sistimatis.
Dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Pokok
Agraria yang lebih dikenal dengan sebutan Undang-Undang Pokok
Agraria/UUPA pada pasal 19 ayat (1) dikemukakan bahwa untuk menjamin
kepastian hukum oleh pemerintah diadakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah
Republik Indonesia menurut ketentuan yang diatur dengan Peraturan
Pemerintah. Pada intinya secara spesifik pemerintah mengatur pemberian hak
milik atas tanah melalui prosedur pendaftaran tanah yang tertuang dalam
Undang-Undang Pokok Agraria/UUPA supaya tidak menimbulkan kepemilikan
ganda ataupun meminimalisir kepemilikan yang tidak jelas yang berdampak
menimbulkan sengketa tanah karena tidak adanya bukti authentik yang menjadi
alas hak yangsah dan kuat. Mendaftarkan tanah menjadikan kepemilikan dan
penguasaan tanah menjadi teratur dan tertata dengan baik, sehingga berdampak
positif juga terhadap pemerintah baik dari pemungutan Pajak Bumi Bangunan,
pemberian ganti rugi terhadap pengambilan tanah untuk fungsi sosial maupun
pendataan kepemilikan tanah.
Dengan adanya ketentuan yang tertuang dalam Undang-Undang yang
memberikan kewenangan bagi masyarakat untuk mendaftarkan tanahnya tidak
semata-mata hanya memberikan jaminan dan kepastian hukum. Pendaftaran
tanah yang dikonversi dalam bentuk sertifikat sebagai bukti authentik
kepemilikan memiliki nilai ekonomis yang besar dalam masyarakat. Sertifikat
dapat dikategorikan sebagai surat-surat berharga. Sertifikat sebagai wujud
7
pemberian hak atas tanah. Pemberian hak atas tanahya itu, pemberian hak yang
dikuasai langsung oleh negara kepada seseorang ataupun beberapa orang
bersama-sama atau sesuatu badan hukum.
Berdasarkan uraian diatas pengaturan kepemilikan atas tanah sudah
sangat jelas, akan tetapi lain halnya dengan pengaturan mengenai wilayah laut.
Sebagaimana kita ketahui, bahwa yang membutuhkan pengaturan bukan hanya
tanah saja yaitu permukaan Bumi, akan tetapi semua wilayah Indonesia,
sebagaimana yang dimaksud UUPA pasal 1, bahwa yang dimaksud adalah
Seluruh Bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung
dalam wilayah repoblik Indonesia.
Sebagaimana dijelaskan oleh Harsono dalam bukunya Hukum agrarian
Indonesia bahwa bumi meliputi apa yang dimaksud dengan Landas Kontinen
Indonesia (LKI). Landas Kontingen Indonesia merupakan das ar laut dan tubuh
bumi di bawahnya di luar perairan Wilayah Repoblik Indonesia yang di tetapkan
dengan Undang-undang nomor 4 Prp tahun 1960sampai kedalam 200 meter
atau lebih, dimana masih mungkin diselenggarakan eksplorasi dan ekploitasi
kekayaan alam.
Lebih jauh Boedi Harsono mengatakan bahwa Pengertian air meliputi baik
perairan pedalaman, maupun laut wilayah Indonesia (pasal 1 ayat (5))dalam
Undang-undang Nomor 11 tahun 1974 tentang pengairan yang telah diubah
dengan Undang-undang Nomor 7 tahun 2004 tentang sumber daya Air. Telah
diatur pengertian air yang tidak termasuk dalam arti seluas itu. Hal ini meliputi air
8
yang terdapat di atas maupun dibawah permukaan tanah, tetapi tidak meliputi air
yang terdapat di laut.
Berkaitan dengan pengertian air tersebut, dalam UUPA diatur pula
mengenai pengertian kekayaan alam yang terkandung didalamnya, termasuk
didalamnya bahan galian, mineral biji-bijian dan segala macam batuan, termasuk
batu-batuan mulia yang merupakan endapan-endapan alam (undang-undang
nomor 11 Tahun 1967 tentang ketentuan pokok Pertambangan). Untuk
pengertian mengenai kekayaan alam yang terkandung didalam air adalah ikan
dan semua kekayaan yang berada didalam perairan pedalaman dan laut wilayah
Indonesia (Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1985 tentang perikanan jo. Undang-
undang Nomor 31 Tahun 2004). Pada tahun 1983 hak atas kekayaan alam yang
terkandung dalam tubuh bumi dan air terwujud dengan keluarnya Undang-
undang Nomor 5 tahun 1983 tentang Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE).6
pemukiman-pemukiman yang berada diwilayah pesisir, seperti yang
kawasan yang kini di huni oleh suku bajo. Wilayah yang awalnya merupakan
suatu laut dangkal, tapi lambat laun sudah mulai menyatu dengan daratan, dan
menjadi pemukiman permanen. Sehingga penting bagi kita mengetahui prosel-
proses penguasaan dan pengelolaan yang dilakukan oleh masyarakat setempat.
Termasuk dalam hal ini peran serta Pemerintah dalam mengeluarkan kebijakan-
kebijakan untuk menjamin hak-hak masyarakat yang telah bermukim diwilayah
tersebut.
6 Supriadi,Hukum Agraria,(Jakarta:Sinar Grafika) 2007. Hlm.1-2
9
B. Rumusan Masalah
1. Sejauh mana eksistensi penguasaan wilayah pesisir Suku Bajo yang bermukim
di kabupaten Bone
2. Bagaimana Bentuk Perlindungan Hukum terhada masyarakat Suku Bajo yang
bermukim di kabupaten Bone.
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui sejauh mana eksistensi dalam menguasai wilayah pesisir
Suku Bajo yang bermukim di kabupaten Bone.
2. Untuk mengetahui bentuk perlindungan hokum terhadap Suku Bajo yang
bermukim di kabupaten bone.
D. Kegunaan Penelitian
1. Memberikan Masukan bagi Ilmu pengetahuan dibidang hokum, khususnya
mengenai penguasaan wilayah pesisir Masyarakat Bajo Di kabupaten Bone.
2. Menjadi bahan acuan dan masukan bagi para pihak yang terkait dalam status
hokum penguasaan wilayah pesisir Suku Bajo di Kabupaten Bone.
10
BAN II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Hukum Agraria
1. Hukum
“Law” (Hukum) merupakan satu kata umum didalam bahasa Inggris, dan
sedemikian umumnya, sehingga sebagian besar orang tidak sempat berhenti untuk
sekedar mempertimbangkan, apakah hal itu yang menjadi artinya. Para pakar ilmu
social (dan para juris) yang mempunyai suatu minat professional terhadap kata
tersebut mendapati kesukaran untuk menangkap esensi hokum dalam suatu
bahasa yang sederhana. Dalam hal ini, tentu saja, undang-undang mempunyai
teman yang sangat baik.7
Hukum menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah peraturan atau adat
yang secara resmi dianggap mengikat, yg dikukuhkan oleh penguasa atau
pemerintah; undang-undang, peraturan, dsb untuk mengatur pergaulan hidup
masyarakat; patokan (kaidah, ketentuan) mengenai peristiwa (alam dsb) yg
tertentu; keputusan (pertimbangan) yg ditetapkan oleh hakim (dl pengadilan);
vonis;
Defenisi hokum ini di jelaskan juga oleh beberapa para ahli yaitu:
a. Aristoteles (384-322 SM)
Law are is something different from what regulates and expresses the from of
the constitution; it is their foundation to direct the conduct of the magistrate in
the execution of his office and the punishment of offenders.
7 Ahmad Ali, Menguak TEORI HUKUM (LEGAL THEORY) dan TEORI PERADILAN (JUDICIAL PRUDENCE),(Jakarta: Kencana), 2009, hlm. 33
11
(Hukum adalah sesuatu yang berbeda ketimbang sekedar mengatur dan
mengekspressikan bentuk dari konstitusi; hokum berfungsi untuk mengatur
tingkah laku para hakim dan putusannya di pengadilan dan untuk menjatuhkan
hukuman terhadap pelanggar.)8
b. Thomas Aquinas (1225-1274, abad ke 13
Law is a rule and measure of acts,whereby man is induced to act or is
restrained from acting; for lex (law) is derived from ligare (to bind), because it
binds one to act…law is nothing else than a retional ordering of things which
concern the common good, promulgated by whoever is charged whith the care
of the community.
(Hukum adalah suatu aturan atau ukuran dari tindakan dari tindakan-tindakan,
dalam hal mana manusia dirangsang untuk bertindak (sesuai aturan atau
ukuran itu), atau dikekang untuk tidak bertindak (yang tidak sesuai dengan
aturan atau ukuran itu). Sebagaimana diketahui, perkataan lex (law, hukum),
adalah berasal dari kat ligare (mengikat), sebab ia mengikat seseorang untuk
bertindak (menurut aturan atau ukuran tertentu). Hukum tidak lain, merupakan
perintah rasional tentang sesuatu, yang memerhatikan hal-hal umum yang baik,
disebarluaskan melalui perintah yang diperhatikan oleh masyarakat.)9
c. Max Weber (1864-1920)
Law as a body of norms or rules that combine consensus and coercion. Law
are’consensually valid in a group’ and are ‘guaranteed’ though a ‘coercive
apparatus’.
8 Achmad Ali, Menguak TEORI HUKUM (LEGAL THEORY) dan TEORI PERADILAN (JUDICIAL PRUDENCE),(Jakarta: Kencana), 2009, hlm. 418-4199 Ibid
12
(Hukum adalah kumpulan norma-norma atau aturan-aturan yang
dikombinasikan dngan consensus dan penggunaan paksaan kekerasan.
Hokum merupakan kesepakatan yang valid dalam suatu kelompok tertentu
dalam dan merupakan jaminan melalui suatu perleng kapan memaksa.)10
d. Hans Kelsem
Hukum adalah suatu tatanan perbuatan manusia. “Tatanan” adalah suatu
system aturan. Hukum bukanlah, seperti yang terkadang dikatakan, sebuah
peraturan. Hukum adalah seperangkat peraturan yang mengandung semacam
kesatuan yang kita pahami melalui sebuah system. Mustahil untuk menangkap
hakikat hokum jika kita membatasi perhatian kita pada satu peraturan yang
tersendiri. Hubungan-hubungan yang mempertautkan peraturan-peraturan
khusus dari suatu tatanan hokum jug penting bagi hakikat hokum. Hakikat
hokum hanya dapat dipahami denga sempurna berdasarkn pemahaman yang
jelas tentang hubngan yang membentuk tatanan hokum tersebut.11
2. Agraria
Kata Agraria mempunyai arti yang sangat berbeda antara bahasa yang satu
dengan bahasa yang lainnya. Dalam bahasa latin kata agrarian berasal dari ager
dan agrarius. Kata ager berarti tanah atau sebidang tanah, sedangkan kata
agrarius mempunyai arti sama dengan “perladangan, persawahan, pertanian”.
Dalam Terminologi bahasa Indonesia, agrarian berarti urusan tanah pertanian,
perkebunan, sedangkan dalam bahasa Inggris kata agrarian diartikan agrarian
yang selalu diartikan tanah dan dihubungkan dengan urusan pertanian.
10 ibid11 Hans Kelsen, TEORI HUKUM TENTANG HUKUM dan NEGARA, (Bandung: Nusa Media), 2014, hlm. 3
13
Pengertian agrarian ini, sama sebutannya dengan agrarian laws bahkan sering
bertujuan mengadakan pembagian tanah-tanah yang luas dalam rangka lebih
meratakan penguasaan dan pemilikan tanah.
Selain pengertian agrarian dilihat dari segi terminology bahasa sebagaimana
diatas, pengertian agrarian dapat pula dikemukakan dalam Undang-undang Pokok
Agraria (UUPA). Hal ini dpat ditemukan dalam konsideran dan pasal-pasal yang
terdapat dalam ketentuan UUPA itu sendiri. Oleh karena itu pengertian agrarian
dan hokum agrarian mempunyai arti atau makna yang sangat luas. Pengertian
agrarian meliputi bumi, air dan ruang angkasa serta kekayaan alam yang
terkandung didalamnya (Pasal 1 ayat (2)). Sementara pengertian bumi meliputi
permukaan bumi (yang disebut tanah), tubuh bumi dibawahnya serta yang berada
dibawah air (Pasal 1 ayat (4) jo. Pasal 4 ayat (1)).12
Dalam Black’s Law Dictionary disebutkan bahwa arti agrarian is rlating to land,
or to a division or distribution of land; as an agrarian laws. Menurut Andi Hamzah,
agrarian adalah masalah tanah dan semua yang ada didalam dan diatasnya.
Menurut Subekti dan R. Tjitrosoedibio, agrarian adalah urusan tanah dan segala
apa yang ada didalam dan diatasnya. Apa yang ada didalam tanah misalnya batu,
kerikil, tambang, sedangkan yang ada diatas tanah dapat berupa tanaman,
bangunan.13
Boedi Harsono memasukkan bumi meliputi apa yang dikenal dengan sebutan
Landas Kontingen Indonesia (LKI). Landas Kontingen Indonesia merupakan dasar
laut dan tubut bumi dibawahnya diluar perairan wilayah republic Indonesia yang
12 Supriadi, Hukum Agraria, Sinar Grafika, Jakarta, 2007, hlm. 1.13 Urip Santoso, Hukum Agraria dan Hak-hak atas Tanah, Kencana Prenada Media Grop, Jakarta, 2008, hlm. 1.
14
ditetapkan dengan Undang-Undang Nomor 4 Prp 1960 sampai kedalam 200
meter atau lebih, di mana masih mungkn diselenggarakan eksploitasi dan
eksplorasi kekayaan alam. Penguasaan penuh dan hak eksklusif atas kekayan
alam di Landasan kontinen Indonesia tersebut ada pada Negara RI (Undang-
Undang Nomor 1 tahun 1973 ()LN 1973-1, TLN 2994)
Lebih jauh Boedi Harsono mengatakan bahwa pengertian air meliputi baik
perairan pedalaman maupun laut wilayah Indonesia (Pasal 1 ayat (5)). Dalam
Undang-undang nomor 11 Tahun 1974 tentang pengairan (yang telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang sumberdaya air) telah
diatur pengertian air yang tidak termasuk dalam arti yang seluas itu. Hal ini
meliputi air yang terdapat didalam dan atau yang berasal dari sumber air, baik
yang terdapat diatas maupun dibawah permukaan tanah, tetapi tidak meliuti air
yang terdapat di aut (pasal 1 angka 3).
Berkaitan dengan pengertian air tersebut, dalam Undang-Undang Pokok
Agraria diatur pula mengenai pengertian kekayaan alam yang terkandung di
dalamnya, termasuk didalamnya bahan galian, mineral, biji-bijian, dan segala
macam batuan, termasuk bat-batuan mulia yang merupakan endapan-endapan
alam (Undang-Undang Nomor 11 tahun 1967 tentang Ketentan Ketentuan Pokok
Pertambangan). Untuk pengertian kekyaan alam yang terkandung didalam air
adalah ikan dan semua kekayaan yang brada didalam perairan pedalaman dan
laut wilayah Indonesia (Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1985 Tentang Perikanan
jo. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004). Pada tahun 1983 hak atas kekayaan
alam yang terkandung dalam tubuh bumi dan air terwujud dengan keluarnya
15
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1983 tentang Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE).
Pengertian Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) meliputi jalur perairan dengan batas
terluar 200 mil laut diukur dari garis pangkal laut wilayah Indonesia. Dalam ZEE ini
diatur hak berdaulat untuk melakuan eksploitasi dan eksplorasi dan lain-lainya
atas sumberdaya alam hayati dan nonhyati yang terdapat di dasar laut serta tubuh
bumi dibawahnya dan air diatasnya.14
Ruang lingkup agrarian menurut UUPA sama dengan ruang lingkup sumber
daya agrarian/Sumber daya alam menurut ketetapan MPR RI No. IX/MPR/2001
tentang pembaruan Agraria dan pengelolaan Sumber daya Alam. Adapun yang
menjadi ruang lingkup agraria terdapat dalam pasal 1 ayat (2) UUPA yaitu:
a. Bumi
Pengertian bumi menurut pasal 1 ayat (4) UUPA adalah permukaan bumi,
termasuk pula tubuh bumi di dibawahnya serta yang berada dibawah air. Yang
dimaksud permukaan bumi menurut pasal 4 ayat satu adalah tanah.
b. Air
Pengertian Air menurut pasal 1 ayat (5) UUPA adalah air yang berada di
perairan pedalaman maupun air yang berada dilaut wilayah Indonesia. Dalam
pasal 1 angka 3 Undang-undang No. 11 Tahun 1974 tentang pengairan,
disebutkan bahwa pengertian air yang terdapat didalam dan atau berasal dari
sumber-sumber air , baik yang terdapat diatas maupun dibawah permukaan
tanah, tetapi tidak meliputi air yang terdapat dilaut.
c. Ruang angkasa
14 Supriadi, Hukum Agraria, Sinar Grafika, Jakarta, 2007, hlm. 2
16
Pengertian ruang angkasa menurut pasal 1 ayat (6) UUPA adalah ruang di
atas bumi wilayah Indonesia dan ruang diatas air wilayah Indonesia.
Sedangkan berdasarkan pasal 48 UUPA, ruang diatas bumi dan air yang
mengandung tenaga dan unsure-unsur yang dapat digunakan untuk usaha-
usaha memelihara dan memperkembangkan kesuburan bumi, air serta
kekayaan alam yang terkandung didalamnya dan hal-hal lain yang
bersangkutan dengan itu.
d. Kekayaan alam yang terkandung didalamnya
Kekayaan alam yang dimaksud yaitu kekayaan alam yang ada didalam bumi,
air, dan ruang angkasa. Berdasarkan Undang-undang No. 11 tahun 1967
tentang ketentuan-ketentuan pokok pertambang Kekayaan alam yang
terkandung didalam bumi disebut bahan, Yaitu unsur-unsur kimia, mineral-
mineral, bijih-bijih, dan segala macam batuan, termasuk batuan-batuan mulia
yang merupakan endapan-endapan alam.
Adapun yang termasuk kekayaan alam yang terkandung di air berdasarkan
undang-undang no. 9 tahun 1985 tentang perikanan adalah ikan dan lain-lain
kekayaan alam yang berada didalam perairan pedalaman dan laut wilayah
Indonesia.
Dalam hubungan dengan kekayaan alam didalam tubuh bumi dan air tersebut
perlu dimaklumi adanya pengertian dan lembaga zona Ekonomi Eksklusif, yang
meliputi perairan dengan batas terluar 200 mil laut diukur dari garis pangkallaut
wilayah indonsia. Dalam zona ekonomi eksklusif ini hak berdaulat untk melakukan
eksplorasi, eksploitasi dan lain-lainnya atas segala sumberdaya alam hayati dan
17
non hayati yang terdapat didasar laut serta tubuh bumi dibawah air diatasnya,
yang diatur dalam Undang-undang no. 5 tahun 1983 tentang zona Ekonomi
Aksklusif.
Ruang lingkup yang dimaksud dalam UUPA tersebut diatas, memiliki
kemiripan dengan ruang yang dimasud dalam Undang-undang No. 24 tahun 1992
tentang penataan Ruang LNRI tahun 1992 No. 105 – TLNRI No. 3501. Menurut
pasal 1 angka 1 dinyatakan bahwa ruang adalah meliputi ruang daratan, ruang
lautan, dan ruang Udara sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan
makhluk lainna hidup dan melakukan kegiatan serta memelihara kelangsungan
hidupnya.
Adapun yang dimaksud dengan Daratan adalah ruang yang terletak diatas
dan dibawah permukaan daratan termasuk permukaan pemukaan perairan darat
dan sisi darat dari garis laut terendah. Sedangkan ruang lautan adalah ruang yang
terletak diatas dan dibawah permukaan laut dimulai dari garis laut terendah
termasuk dasar laut dan permukaan bumi dibawahnya, dimana Republik
Indonesia mempunyai hak yuridiksi. Ruang udara ruang yang terletak diatas ruang
daratan dan atau ruang lautan sekitar wilayah Negara dan melekat pada bumi,
dimana Republik Indonesia memiliki hak yuridiksi. Dalam pengertian ruang udara,
tidak sama dengan ruang angkasa dikarekan yang termasuk ruang angkasa
beserta isinya seperti bulan, dan benda-benda langit lainnya adalah bagian dari
antariksa dan merupakan ruang diluar ruang udara.
Pengertian Agraria dalam Arti sempit hanyalah meliputi permukaan bumi yang
meliputi permukan bumi yang disebut tanah, sedangkan pengertian agraria dalam
18
arti luas adalah mliputi bumi, air, ruang angkasa, dan kekayaan alam yang
terkandung di dalamny. Pengertian tanah yang dimaksudkan disini bukan dalam
pengertian fisik, melainkan tanah dalam pengertian yuridis, yaitu hak. Pengertian
agrarian yang dimuat dalam UUPA adalah pengertian agrarian dalam arti luas.
Pengertian Agraria juga sering dikaitkan dengan corak kehidupan masyarakat
atau bangsa, misalnya Indonesia sebagai Negara agraris, yaitu suatu bangsa
yang sbagian besar masyarakatnya hidup dari bercocok tanam (bertani) atau
kehidupan masyarakat bertumpu pada sector pertanian. Agraris sebagai kata sifat
dipergunakan untuk membedakan corak kehidupan masyarakat pedesaan yang
bertumpu pada sector pertanian dengan corak kehidupan masyarakat perkotn
yang bertumpu pada sector non-pertanian (Perdagangan, Industri, birikrai dan lin-
lain).15
3. Hukum Agraria
Menurut Soedikno Mertokusumo, Hukum Agraria adalah keseluruhan kaidah-
kaidah hokum, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis yang mengatur
agrarian. Bachsan mustofa menjabarkan kaidah hokum yang tertulis adalah
hokum Agraria dalam bentuk hokum Undang-undang dan peraturan-peraturan
tertulis lainnya yang dibuat oleh Negara, sedangkan kaidah hokum yang tidak
tertulis adalah Hukum Agraria dalam bentuk hokum adat setempat yang
pertumbuhan, perkembangan serta keberlakuannya dipertahankan oleh
masyarakat adat yang bersangkutan.
Menrut Soebekti dan R. Tjitrosoedibio, Hukum Agrari (Agrarisch Recht), aalah
keseluruhan dari ketentuan-ketentuan hokum, baik hokum perdata, maupun
15 Urip santoso, Hukum Agraria dan Hak-Hak Atas Tanah,pengertian agraria, (Jakarta:kencana) 2008. Hlm 4
19
hokum tatanegara (Staatsrecht) mauun pula hokum Tata Usaha Negara
(Administratifecht) yang mengatur hubungan-hubungan antara orang termasuk
badan hkum dengan bumi, air, dan ruang angkasa, dalam seluruh wilayah Negara
dan mengatur pula wewenang-wewenang yang bersumber pada hubungan-
hubungan tersebut.
Boedi Harsono menyatakan hokum Agraria bukan Hanya merupakan satu
perangkat bidang hokum. Hukum Agraria Merupakan satu kelumpok berbagai
bidang Hukum, yang masing-masing mengatur hak-hak penguasaan atau sumber-
sumber daya alam tertentu yang termasuk pengertian agraria. Kelompok berbagai
bidang hokum tersebut terdiri atas:
1. Hokum Tanah, yng mengatur hak-hak penguasaan atas tanah, dalam arti
permukaan bumi.
2. Hukum Air, yang mengatur hak-hak penguasaan atas air.
3. Hukum Pertambangan, yang mengatur hak-hak penguasaan atas bahan-
bahan galian yang dimaksudkan oleh Undang-undang pokok Pertambangan.
4. Hukum Perikanan, yang mengatur hak-hak penguasaan atas kekayaan alam
yang terkandung didalam air.
5. Hukum Penguasaan Atas Tenaga dan Unsur-unsur dalam Ruang Angkasa,
mengatur hak-hak penguasaan atas tenaga dan unsur-unsur dalam ruang
angkasa yang dimaksudkan oleh pasal 48 UUPA.
Menurut E. Utrecht yang dikutip oleh boedi harsono hokum Agraria dalam arti
sempitsama dengan hokum Tanah. Hukum Agraria dan hokum Tanah menjadi
bagian dari hokum tatausaha Negara, yang menguji perhubungan-perhubungan
20
hokum istimewa yang diadakan akan memungkinkan para pejabat yang bertugas
mengurus soal-soal tentang agraria, melakukan tugas mereka itu.16
Termasuk pula dalam kajian hokum Agraria adalah Hukum kehutanan, yang
mengatur hak-hak penguasaan atas hutan (Hak Penguasaan Hutan) dan hasil
hutan (Hak Memungut Hasil Hutan).
Berdasarkan beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa Hukum
Agraria dalam dari segi objek kajiannya tidak hanya membahas bumi dalam arti
sempit yaitu tanah, akan tetapi membahas juga tentang pengairan, pertambangan,
perikanan, kehutanan, dan penguasaan atas tenaga dan unsur-unsur dalam ruang
Angkasa.
Secara garis besar, setelah berlakunya UUPA dibagi menjadi 2 bidang, yaitu:
a. Hukum Agraria Perdata (keperdataan)
Adalah keseluruhan dari ketentuan Hukum yang bersumber pada hak
perorangan dan badan Hukum yang memperbolehkan, mewajibkan, melarang
diberlakukan perbuatan hokum yang berhubungan dengan Tanah (objeknya).
b. Hukum Agraria Administrasi (Administratif)
Adalah Keseluruhan dari ketentan hokum yang member wewenang kepada
pejabat dalam menjalankan praktk hokum Negara dan mengambil tindakan
dari masalah-masalah agrarian yang timbul.
Contoh : Pendaftaran tanah, pengadaan tanah, pencabutan hak atas tanah.
Sebelum berlakunya UUPA, Hukum Agraria di Hindia Belanda (Indonesia)
Terdiri atas 5 perangkat hokum, yaitu:
1. Hukum Agraria Adat
16 Urip Santoso, Hukum Agraria dan Hak-hak Atas Tanah, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2008, hlm. 6-7
21
Yaitu keseluruhan dari kaidah-kaidah hokum Agraria yang bersumber pada
hokum Adat dan berlaku terhadap tanah-tanah yang dipunyai denga hak-hak
atas tanah yang diatur oleh Hukum Adat, yang selanjutnya sring disebut tanah
adat atau tanah Indonesia.
Hukum Agraria adat terdapat dalam Hukum Adat tntang tanah dan air (bersifat
intern), yang memberikan pengaturan bagi sebagian terbesar tanah di Negara.
Hokum Agraria Adat diberlakukan bagi tanah-tanah yang tunduk pada hokum
adat.
Misalnya tanah (hak) ulayat, tanah milik perseorangan yang tunduk pada
hokum adat.
2. Hukum Agraria Barat
Yaitu keseluruhan dari kaidah-kaidah Hukum Agraria yang bersumber pada
Hukum Perdata Barat, khususnya yang bersumber dari Boergerlijk Wetboek
(BW).
Hukum Agraria ini terdapat dalam Boergerlijk wetboek (BW)(bersifat intern),
yang memberikan pengaturan bagi sebagian kecl tanah tetapi bernilai tinggi.
Hukum agrarian ini diberlakukan atas dasar Konkordasi.
Misalnya tanah Hak Eigendom, Hak Opstal, Hak Erfpacht, Rechts van
Gebruik.
3. Hukum Agraria Administratif
Yaitu keseluruhan dari peraturan-peraturan atau putusan-putusan yang
merupakan pelaksanaan dari politik agrarian pemerintah didalam
kedudukannya sebagai badan penguasa.
22
Sumber pokok dari hokum Araria ini adalah Agrarischt Wet Stb. 1870 No. 55,
yang dilaksanakan dengan Agrariche Besluit Stb. 1870 No. 118, yang
memberikan landasan hokum bagi penguasa dalam melaksanakan politik
pertnahan agrrianya.
4. Hukum Agraria Swapraja
Yaitu keseluruhan dari kaidah hokum Agraria yan bersumber pada peraturan-
peraturan tentang tanah didaerah-daerah swapraja (Yogyakarta, Aceh), yang
memberikan peraturan bagi tanah-tanah diwilayah daerah-daerah swapraja
yang bersangkutan.
5. Hukum Agraria Antar Golongan.
Hukum yang digunakan untuk menyelesaikan sengketa (kasus)
agrarian(tanah), maka timbullah Hukum Agraria Atar Golongan, yaitu
keseluruhan dari kaidah-kaidah hokum yang menentukan hokum manakah
yang berlaku (Hukum Adat ataukah Hukum barat) apabila 2 orang yang
masing-masing tunduk pada hukumnya sendiri-sendiri bersengketa mengenai
tanah.
Hokum Agraria ini memberikan pengaturan atau pedoman dalam
menyeleaikan masalah-masalah hokum antar golongan mengenai tanah.
Kelima erangkat Hukum Agraria tersebut, setelah Negara Indonesia merdeka,
atas dasar pasal II aturan peralihan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945
dinyatakan masih berlaku selama belum diadakan yang baru. Hanya saja hokum
agrarian Administratif yang tertuang dalam Agrariche Wet dan Agrariche Besluit
23
tersebut diganti oleh pemerintah Republik Indonesia (RI) dengan Hokum Agraria
Administratif mengenai pemberian izin oleh pemerintah.
Dilihat dari pokok bahasannya (objeknya), hokum Agraria Nasionl dibagi
menjadi 2, yaitu:
a. Hokum Agraria dalam arti sempit.
Hanya membahas tentang Hak Penguasaan Atas tanah, meliputi hak bangsa
Indonesia atas tanah, hak menguasi dari Negara atas tanah, hak ulayat, hak
persorangan atas tanah.
b. Hukum Agraria dalam arti luas.
Materi yang dibahas, yaitu:
1) Hukum Pertambangan, dalam kaitannya dengan Hak Kuasa
Pertambangan.
2) Hukum Kehutanan, dalam kaitannya dengan hak penguasaan Hutan.
3) Hukum Pengairan, dalam kaitannya dengan Hak Guna Air.
4) Hukum Ruang Angkasa, dalam Kaitannya dengan Hak Ruang Angkasa.
5) Hukum Lingkungn Hidup, dalam kaitannya dengan tataguna tanah,
Landreform.17
B. Hukum Tanah Indonesia
1. Pengertian Hukum Tanah
Dalam ruang lingkup agrarian, tanah merupakan bagian dari bumi, yang
disebut permukaan bumi. Hukum Tanah yang dimaksud disini bukanmengatur
tanah dalam segala aspeknya, melainkan hanya mengatur salah satu aspeknya,
17 Urip Santoso, Hukum Agraria dan Hak-hak atas Tanah, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2008, hlm. 9-10
24
yaitu tanah dalam pngertian yuridis yang disebut Hak. Tanah sbagai bagian dari
bumi disebutkan dalam pasal 4 ayat (1) UUPA, yaitu “Atas dasar hak menguasai
dari Negara sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 2 ditentukan adanya
macam-macam hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah, yang dapat
diberikan kepada dan dipuyai oleh orang-orang, baik sndiri maupun bersama-
sama dengan orang-orang lain serta badan-badan hokum”.
Dengan demikian, jelaslah bahwa tanah dalam pengertian yuridis adalah
permukaan bumi, sedangkan hak atas tanah adalah hak atas sebagian tertentu
permukaan bumi, yang berbatas, berdimensi dua dengan ukuran panjang kali
lebar. Sedangkan ruang dalam pengertian yuridis, yang berbatas, berdimensi tiga,
yaitu panjang, lebar, dan tinggi yang dipelajari dalam Hukum penataan Ruang.
Yang dimaksud dengan Hak atas tanah adalah hak yang memberi wewenang
kepada pemegang haknya untuk memergunakan atau mengambil manfaat dari
tanah yang dihakinya. Perkataan “mempergunakan” mengandung pengertian
bahwa hak atas tanah itu dipergunakan ntuk kepentingan mendirikan bangunan,
sedangkan perkataan “mengambil manfaat” mengandung pengertian bahwa hak
atas tanah itu dipergunakan untuk kepentingan bukan mendirikan bangunan,
misalnya: pertanian, perikanan, peternakan, perkebunan.
Atas dasar ketentuan pasal 4 ayat (2) UUPA, kepada pemegang hak atas
tanah diberi wewenang untuk mempergunakan tanah yang bersangkutan,
demikian pula tubuh bumi dan air serta ruang yang diatasnya sekedar diperlukan
untuk kepentingan langsung yang berhubungan dengan penggunaan tanah itu
dalam batas-batas menurut UUPA dan peraturan hokum lain yang lebih tinggi.
25
Efendi Perangin menyatakan bahwa Hukum Tanah adalah keseluruhan
peraturan-peraturan hokum, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis yang
mengatur hak-hak penguasaan atas tanah yang merupakan lembaga-lembaga
hokum dan hubungan-hubungan hokum yang konkret.
Objek Hukum Tanah adalah hak penguasaan atas tanah. Hak penguasaan
atas anah adalah hak yang berisi serangkaian wewenang, kewajiban, dan atau
larangan bagi pemegang haknya untk berbuat sesuatu mengenai tanah yang
dihaki. Sesuatu yan boleh, wajib atau dilarang untuk diperbuat, yang merupakan
isi hak penguasaan itulah yang menjadi criteria atau tolak ukur pembeda di antara
hak-hak penguasaan atas tanah yang diatur dalam Hukum Tanah.18
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa Hukum Tanah adalah
keseluruhan ketentuan-ketentuan hokum, baik tertulis mauun tidak tertulis, yang
semuanya mempunyai objek pengaturan yang sama yaitu hak-hak penguasaan
atas tanah sebagai lembaga-lembaga hokum dan sebagai hubungan hokum yang
konkret, beraspek public dan privat, yang dapat disusun dan dipelajari secara
sistematis, sehingga keseluruhannya menjadi satu kesatuan yang merupakan satu
system.
Objek Hukum tanah adalah Hak penguasaan atas Tanah yangdibagi menjadi
2, yaitu:
a. Hak penguasaan atas tanah sebagai lembaga hokum
Hak atas tanah ini belum dihubungkan dengan tanah dan orang atau badan
hokum tertentu sebagai subjek atau pemegang haknya.
b. Hak penguasaan atas tanah sebagai hubungan hokum yang konkret
18 Urip Santoso, Hukum Agrariadan hak-hak atas Tanah, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2008, Hlm. 11
26
Hak penguasaan atas tanah ini sudah dihubungkan dengan hak tertent
sebagai objeknya dan orang atau badan hokum tertentu sebagai subjek atau
pemegang haknya.
Dalam kaitannya dengan hubungan hokum antara pemegang hak dengan hak
atas tanahnya ada dua macam asas dalam hubungan Hukum Tanah, yaitu:
a. Asas Accessie atau Asas Perlekatan
Dalam asas ini, bagunan dan tanaman yang ada diatas tanah merupakan satu
kesatuan; bangunan dan tanaman tersebut bagian dari tanah yang
bersangkutan. Hak atas tanah denan sendirinya, karena hokum meliputi juga
pemilikan bangunan dan tanaman yang ada diatas tanah yang dihaki, kecuali
kalau ada kesepakatan lain dengan pihak yang membangun atau
menanamnya.
b. Asas Horizontale Scheiding atau Asas Pemisah Horizontal
Dalam asas ini, bangunanan dan tanaman yang ada diatas tanah bukan
merupakan bagian dari tanah. Hak atas tanah tidak dengan sendirinya meliputi
pemilikan bangunan dan tanaman yang ada diatasnya.
Perbuatan atas tanah tidak dengan sndirinya meliputi bangunan dan tanaman
milik yang punya tanah yang ada iatasnya.Jika perbuatan hukumnya dimaksudkan
meliputi juga bangunan da tanamannya, maka hal ini secara tegas harus
dinyatakan dalam akta yang membuktikan dilakukannya perbuatan hokum yang
bersangkutan. 19
19 Urip Santoso, Hukum Agrariadan hak-hak atas Tanah, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2008, Hlm. 13
27
2. Sumber Hukum Tanah Indonesia
Sumber Hukum Tanah Indoneia, yang ebih identik dikenal pada masa ini yaitu
status tanah dan riwayat tanah. Status tanah atau riwayat tanah merupkan
kronologis masalah kepemilikan dan penguasaan tanah baik pada masa lampau,
masa kini, maupun masa yang akan dating. Status Tanah atau riwayat tanah pada
saat ini dikenal dengan Surat Keterangan Pendaftaran Tanah (SKPT) tanha dari
PBB atau surat keterangan riwayat tanah dari kelurahan setempat adalah riwayat
yang menjelaskan pencatatan, peralihan tanah girik milik adat dan sejenisnya
pada masa lampau dan saat ini. Sumber Hukum Tanah Indonesia dapat
dikelompokkan dalam 19 kelompok yaitu:
a. Hukum Tanah Adat, dibagi 2, yaitu:
1) Hukum Tanah Adat masa lampau;
2) Hukum Tanah Adat masa Kini.
b. Kebiasaan
c. Tanah-Tanah Swapraja
d. Tanah Partikelir
e. Tanah Negara
f. Tanah Garapan
g. Hukum Tanah Belanda
h. Hukum Tanah Jepang
i. Tanah-Tanah Milik Perusahaan Asing Belanda
j. Tanah-Tanah Milik Perseorangan Warga Belanda
k. Surat Isin Perumahan (SIP) atau Verhuren Besluit (V.B)
28
l. Tanah Bondo Deso
m. Tanah Bengkok
n. Tanah Wedi Kengser
o. Tanah Kelenggahan
p. Tanah Pakulen
q. Tanah Res Ekstra Commercium
r. Tanah Absentee
s. Tanah Oncoran, dan Tanah Buka Oncoran.
1. Hukum Tanah Adat
Hukum adat mencerminkan kultur tradisional dan aspirasi mayoritas
rakyatnya. Hukum ini berakar dalam perekonomian subsistensi serta kebijakan
paternalistk, kebijakan yang diarahkan pada pertalian kekeluargaan. Penilaian
serupa dibuat dari hokum yang diterima dibanyak Negara terbelakang. Hampir
dimanapun, hokum ini telah gagal melangkah dengan cita-cita modernisasi.
Sistem tradisional dari pemilikan tanah mungkin tidak cocok dengan
penggunaan tanah yang efisien, karena karakternya yang sudah kuno dari
hokum komersial yang memungkinkan menghalangi investasi asing. Bahkan,
secara lebih mendasar hokum yang diterima tidak dipersiapkan untuk
menyeimbangkan hak-hak pribadi dengan hak masyarakat dalam kasus
intervensi ekonomi yang terencana.
Sementara itu di Indonesia, hokum agrarian yang berlaku atas bumi, air,
dan ruang angkasa ialah hokum adat dimana sendi-sendi dari hokum tersebut
berasal dari masyarakat hokum adat setempat, sepanjang tidak bertentangan
29
dengan kepentingan nasional, dan Negara yang berdasarkan persatuan
bangsa dan sosialisme Indonesia.
Secara umum Hukum Tanah Adat adalah Hak kepemilikan dan
penguasaan tanah yang hidup dalam masyarakat adat pada masa lampau
maupun masa kini yang tidak harus didasarkan oleh bukti autentik/tertulis,
akan tetapi cukup dengan pengakuan oleh masyarakat adat.
Hukum Tanah adat dibagi atas dua yaitu:
a) Hukum Tanah Adat Masa Lampau
Yaitu hak memiliki dan menguasai sebidang tanah pada masa penjajahan
Belanda dan Jepang. Serta pada zaman Indonesia merdeka tahun 1945,
tanpa bukti kepemilikan secara autentik maupun tertulis. Jadi, hanya
pengakuan.
b) Hukum Tanah Adat Masa Kini
Yaitu Hak memiliki dan menguasai sebidang tanah pada zaman sesudah
kemerdekaan tahun 1945 sampai sekarang, dengan bukti autentik berupa
girik, petuk bajak, pipil, hak agrarische eigendom, milik yayasan,hak atas
druwe, atau atau hak atas druwe desa, pesini, Grant Sultan,
Landerijenbezitrecht, altijddurente, hak usaha atas tanah bekas partikelir,
fatwa ahli waris, akta peralihan hak, dan surat segel dibawah tangan, dan
bahkan ada yang memperoleh sertifikat serta surat pajak hasil bumi
(Verponding Indonesia),dan hak-hak lainnya sesuai dengan daerah
berlakunya hkum adat tersebut, serta masih diakui secara internal maupun
eksternal.
30
2. Kebiasaan
Tanah mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam hokum adat
karena merupakan satu-satunya benda kekayaan yang meskipun mengalami
keadaan bagaimanapun akan tetap dalam keadaan semula. Di dalam hokum
adat, antara masyarakat hokum meruakan kesatuan dengan tanah yang
didudukinya, terdapat hubungan yang erat sekali; hubungan yang bersumber
pada pandangan yang bersifat religio-magis.
Hubungan yang erat dan bersifat religio-magis ini menyebabkan
masyarakat hokum adat memperoleh hak untuk menguasai tanah tersebut,
memanfaatkannya, memungut hasil dari tumbuh-tumbuhan yang hidup diatas
tanah juga berburu terhadap binatang-binatang yang ada ditempat tersbut.
Hak ini biasa disebut dengan hak Ulayat.
3. Tanah-Tanah Swapraja
B.F. Sihombing yang mengutip pendapat Dirman dalam bukunya
perundang-undangan agrarian diseluruh Indonesia mengatakan bahwa yang
dimaksud dengan tanah-tanah swapraja, yaitu yang dahulu disebut daerah
daerah raja-raja. Menurut hokum ketatanegaraan dahulu darah-daerah
swapraja dibagi atas 2 yaitu:
a) Swapraja dengan “kontrak panjang”;
b) Swapraja dengan “kontrak pendek”.
Dengan demikian, peraturan-peraturan agrarian swapraja pada umumnya
dapat dikatakan selaras dengan peraturan-peraturan yang ada didaerah-
daerah lainnya di Indonesia meskipun ada kalanya masing-masing darah
31
swapraja terdapat beberapa peraturan yang tidak sama dengan peraturang-
peraturan yang ada didaerah luar swapraja, misalnya peraturan tentan izin
pertanian disumatra timur dan persewaan tanah di Surakarta dan Yogyakarta.
4. Tanah Partikelir
Setelah bangsa Indonesia Merdeka, maka scara factual hamper diseluruh
Indonesia terdapat tanah dengan berbagai ragam dan corak, salah satunya
yaitu tanah partikelir. Yaitu tanah-tanah yang hampir sepenuhnya dimiliki oleh
orang-orang asing atau badan hokum asing,
Kalau dilihat dari asal muasal tanah partikelir ini, maka tanah ini merupakan
tanah yang namanya diberikan oleh Belanda dengan nama eigendom.
Dengan demkian, Pengertian tanah partikelir ini ialah tanah-tanah “eigendom”
diatas nama pemiliknya sebelum undang-undang ini berlaku memiliki hak
pertuanan. Selain itu mewarisi pula tanah-tanah eigendom yang disebut tanah
“partikelir”.
Jadi tanah–tanah patikelir adalah tanah-tanah eigendom yang mempunyai
sifat dan corak yang istimewa. Perbedaannya dengan tanah-tanah eigendom
lainnya adalah adanya hak-hak pada pemiliknya yang bersifat kenegaraan
yang dahulu disebut landheerlijke rechten dan di Indonesia hak-hak
pertuanah.
5. Tanah Negara
Istilah Tanah Negara yang popular saat ini berasal dari peninggalan
jajahan hindia belanda yang menganggap tanah yang tidak dapat dibuktikan
kepemilikannya dengan surat menjadi tanah milik “Pemerintah Belanda”,
32
Sehingga pada waktu itu semua tanah menjadi tanah Negara. Keputusan
pemerintah jajahan Belanda tersebut tertuang dalam sebuah peraturan masa
itu, yang diberi nama Keputusan Agraria atau “agrarische Besluit”.
Dalam peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1953 L.N. 1953 Nomor 14
tentang Penguasaan atas tanah-Tanah Negara, dijelaskan bahwa yang
dimaksud dengan tanah Negara adalah tanah yang dikuasai penuh oleh
Negara, kecuali jika penguasaan atas tanah Negara dengan undang-undang
atau peraturan lain pada waktu berlakunya peraturan pemerintah ini telah
diserahkan pada suatu kementrian, Jawatan, atau daerah Swatantra maka
penguasaan tanah Negara ada pada mentri Dalam Negeri.
Tanah Negara dapat dibagi atas tiga yaitu:
a) Tanah Negara yang dikuasai langsung oleh Negara;
b) Tanah Negara yang dimiliki oleh Pemerintah Pusat maupun Daerah
berdasarkan Nasionalisasi,pemberian, penyerahan Suka Rela maupun
melalui pembebasan Tanah.
c) Tanah Negara yang tidak dimiliki dikuasai oleh masyarakat, badan hokum
suasta dan badan hokum keagamaan atau badan social serta tanah-tanah
yang dimiliki oleh perwakilan Negara asing.
6. Tanah Garapan
Garapan atau memakai tanah ialah menduduki, mengerjakan dan atau
menguasai sebidang tanah atau mempunyai tanaman atau bangunan
diatasnya, dengan tidak mempersoalkan apakah bangunan itu digunakan
sendiri atau tidak.
33
Peraturan perundang-undangan yang mengatur soal tanah garap ini dapat
dibedakan dalam tuga kurun waktu, pertama periode sebelum Tahun 1945,
kedua Periode tahun 1945-1950,ketiga Periode Tahun 1960 sampai sekarang.
7. Hukum Tanah Belanda
Pembahasan Hukum Tanah Zaman penjajahan Beland, tdak terlepas dari
kebijakan system hokum pertanahan yang terdapat dinegara Belanda itu
sendiri. Hukum tanah yang berlaku di Indonesia pada zaman penjajahan tetap
mengacu pada ketentuan peraturan Hukum Tanah, yaitu Agrarische Wet
1870. Kehadiran peraturan hokum tanah Belanda yang diatur dnga Agrarische
Wet ini, sangat bertntangan dngan peraturn hukum tanah yang tumbuh dan
berkenbang di masyarakat Indonesia itu sendiri. Oleh karena itu, pada Zaman
Penjajahan Belanda terdapat dualism Hukum pertanahan, yaitu Hukum Tanah
yang tunduk denga peraturan Hukum Belanda dan Peraturan Hukum Tanah
yang tnduk pada peraturan hkum yang ada di Indonesia, yakni Hukum Tanah
Adat.
8. Hukum Tanah Jepang
Pemerintahan Tentara Jepang hanya menduduki dan menguasai bumi
Nusantara selama kurang lebih 3,5 tahun sehingga belum sempat mengubah
undang-undang pertanahan sisa peninggalan Belanda di nusantara. Menurut
G. Kertasapoetra, dkk.,dalam bukunya Hukum Tanah Jaminan UUPA Bagi
Keberhasilan PPendayagunaan Tanah bahwa walaupun demikian, perlu
dicatat dalam sejarah Hukum pertanahan Indonesia, Pemerintah Tentara
Jepang andilnya sangat merusak keadaan tanah di bumi nusantara, antara
34
lain: (a) mereka memaksakan agar tanah-tanah pertanian meningkatkan
produksinya, tanpa memikirkan kewajiban-kewajiban pemeliharaannya, yang
hasilnya dipergunakan untuk kepentingan perang mereka; (b) penebangan
hutan scara serampangan, sehingga menimbulkan kerusakan pada struktur
tanah ; (c) Pendinamitan sungai-sungai yang banyak ikan didalamnya; (d)
Penggalian Gunung-gunung secara rahasia dijadikan terowongan-terowongan
bagi penyimpanan senjata dan mesiu serta makanan tahan lama dalam
rangka persiapan melakukan perang jangka lama; (e) mengangkut sejumlah
petani untuk dijadikan romusha bagi kepentingan perang jepang.
9. Nasionalisasi Perusahaan-Perusahaan Milik Belanda
Perusahaan-perusahaan belanda yang akan di nasionalisasi harus
mempunyai criteria menyangkut isi, dan sifat dari perusahaan tersebut
sebagai berikut: (a) perusahaan-perusahaan yang untuk seluruhnya atau
sebagian merupakan milik perorangan warga belanda dan tertempat atau
berkedudukan dalam wilayah repoblik Indonesia; (b) Perusahaan milik badan
hokum yang sebagian modal perseorangannya atau modal pendiriannya
berasal dari perseorangan warga belanda dan badan-badan hokum itu
bertempat/ berkedudukan di wilayah Repoblik Indonesia; (c) Perusahaan
yang letaknya dalam wilayah Republik Indonesia dan untuk seluruhnya atau
sebagian merupakan perusahaan milik perseorangan warga Belanda yang
kediamannya diluar wilayah Republik Indonesia; (d) Perusahaan yang
letaknya dalam wilayah Republik Indonesia dan merupakan milik suatu badan
35
Hukum yang bertempat/berkedudukan dalam wilayah Negara kerajaan
belanda.
10. Penguasaan Tanah-Tanah Milik Perseorngan Warga Negara Belanda atau
Panitia Pelaksana Penguasaan Benda-benda Milik Belanda (P3MB)
Dalam Melaksanakan Penguasaan dan mengadakan penyelesaian
terhadap benda-benda tetap milik perseorangan warga Negara belanda yang
telah ditinggalkan oleh pemiliknya didaerah-daerah yang dipandang perlu oleh
pemerintah (Menteri Muda Agraria),di bentuk suatu panitia yang terdiri atas
seorang pejabat dari Jawatan Agraria Sebagai Ketua Merangkap anggota dan
Seorang pamong praja yang ditunjuk Gubernur Kepala Daerah Swatantra
Tingkat I, satu kepala KKantor Pendaftaran Tanah yang bersangkutan masing-
masing sebagai anggota. Panitia Pelaksana Penguasaan Benda-benda Milik
Belanda (P3MB) bertugas sebagai:
a) Menerima penyerahan penguasaan benda-benda tetap milik perseorangan
warga Negara belanda yang pemiliknya meninggalkan Republik Indonesia
dan orang-orng yang dalam hubungan yang bagaimanapun dengan
pemilik itu pada tanggal 9 februari atau sesudahnya menguasai benda-
benda tersebut.
b) Atas nama Menteri Muda Agraria melaksanakan penguasaan semua
benda tetap milik perseorangan warga Negara Belanda tersebut terkena
Undang-undang Nomor 86 Tahun 1958 tentang Nasionalisasi perusahaan-
perusaan Belanda dan Yang pemiliknya meninggalkan Republik Indonesia.
36
c) Mengusulkan Kepada Mentri Muda Agraria penyelesaian selnjutnya
mengenai benda-benda tetap yang dikuasai diata. Segala sesuatu atas
dasar Pedoman-pedoman yang diberikan Menteri Muda Agraria.
11.Surat Izin Perumahan (SIP)
Surat Izin perumahan termasuk salah satu sumber hokum tanah nasional,
karena keberadaan perumahan tetap akan bersentuhan langsung dengan
tanah. Dalam peraturan pemurintah Nomor 49 Tahun 1963 tentang Hubungan
Sewa Menyewa Perumahan diuraikan mengenai pengertian perumahan yakni
bangunan atau sebagian termasuk halaman dan jalan keluar masuk yang
dianggap perlu yang dipergunakan oleh seseorang, perusahaan atau badan-
badan lain untuk tempat tinggal dan atau keperluan lain.
12.Tanah Bondo Deso
Tanah Bondo Deso adalah Tanah hak milik yang dipunya desa atau
kelompok masyarakat, penggunaannya dapat bersama-sama atau bergiliran.
Adapun hasilnya untuk kepentingan bersama, misalnya untuk biaya
pembangunan balai desa, masjid, pasar desa, dan sebagainya.
13.Tanah Bengkok
Tanah Bengkok adalah gaji pegawai yang berupa tanah. Pegawai yang
dimaksud adalah perangkat desa, misalnya Kepala desa, Sekertaris desa
(carik) dan kepala-kepala bagian. Mengenai besar kecilnya tanah bengkok
ditentukan oleh: (a) kepadatan penduduknya; (b) luas Wilayah; (c) Kesuburan
Tanah; (d) jenis jabatan yang dipangkunya. Hak yang ada disini adalah hak
menikmati artinya perangkat desa tersebut hanya berhak menikmati hasil dari
37
tanah bengkok tersebut selama menjadi perangkat desa, apa bila sudah
selesai tugasnya maka tanah kembali kepada Negara dan akan dinikmati oleh
penggantinya. Jadi, tidak boleh perangkat desa menjual tanah bengkoknya.
14.Tanah Wedi Kengser
Tanah wedi kengser adalah tanah yang terletak disepanjan aliran sungai.
Tanah ini baik bentuk, sifat, dan fungsinya selalu berubah-ubah, sesuai
dengan situasi dan kondisi alamnya. Contoh: Suatu ketika tanah wedi kengser
berupa tanah kering juga dapat ditanami pawija, tapi setelah musim penghujan
tanah tersebut dapat hanyut dan berubah menjadi sungai. Dengan demikian
tanah wedi kengser hilang dan berpindah ketempat lain. Tanah ini berada
dibawah penguasaan Negara.
15.Tanah Kelenggahan
Tanah kelenggahan adalah tanah gaji yang berupa tanah yag diberikan
oleh raja kepada para pemmbantunya-pembantunya yang biasa disebut
dengan abdi dalem, misalnya patih, tumenggung, adipati, dan sebagainya.
16.Tanah Pakulen
Tanah Pakulen adalah gaji pegawai berupa tanah yang diberikan oleh
pemerintah kepada masyarakat yang bukan pejabat desa. Hal ini terjadi pada
zaman Kolonial sebagai penghargaan dari pemerintah kepada warga
masyarakat yang berjasa.
17.Tanah Res Ekstra Commercium
Tanah Res Commercium adalah tanah yang berada diluar lalu lintas
perdagangan, yang oleh Negara dapat dipergunakan untuk kesejahteraan
38
seluruh warga masyarakat. Tanah ini juga dapat disebut sebagai tanah
cadangan Negara, jadi dipergunakan bila perlu. Biasanya tanah tersebut
dipergunakan untuk:
a. Kepentingan suci peribadatan, misalnya untk masjid, gereja, kuil, dan
sebagainya.
b. Kepentingan Negara, meliputi kepentingan nasional dan kepentingan
pertanian.
c. Kepentingan umum, yang meliputi kepentingan masyarakat dan
pembangunan.
18.Tanah Absente
Tanah Absente adalah tanah yang letaknya berjauhan dengan pemiliknya.
Hal ini dilarang oleh pemerintah, kecuali pegawai negeri dan ABRI. Alasan
pemerintah melarang pemilikan tanah ini adaah kepentingan social dan
perlindungan tanah. Karena ada kekawatiran dari pemerintah kalau tanah
Absente dibiarkan akan terjadi tanah terlantar atau kurang produktif sebab
pemiliknya jauh. Untuk itu pemerintah langsung mengambil langkah
penyelamatan. Adapun pegawai negeri dan abrimasih dimungkinkan, karena
golongan ini adalah abdi Negara yang dalam tugasnya dapat berpindah-
pindah tempat. Bagi pemilik tanah Absente dapat menyelamatkan haknya
antara lain dengan jalan:
a. Tanah tersebut dijual kepada masyarakat sekitar likasi;
b. Salah satu anggota keluarganya pindah temat tinggal;
39
c. Diberikan secara sukarela kepada penduduk setempat (biasanya berupa
wakaf atau hibah).
19.Tanah Oncoran dan Tanah Bukan Oncoran
Tanah Oncoran adalah tanah pertanian yang mendapat pengairan yang
tertentu. Adapun tanah bukan oncoran adalah tanah pertanian yang tidak
mendapat pengairan tertentu.
C. Kebijakan Pemerintah Terhadap Penguasaan Wilayah Pesisir
Secara Formal, kewenangan pemerintah untuk mengatur bidang
Agraria,mengakar dari pasal 33 ayat (3) Undang-undang Dasar 1945 yang
menegaskan bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya
dikuasai oleh Negara untuk dipergunakan bagi sebesar-besar kemakmuran
rakyat. Kemudian ditunaskan secarah kokoh dalam Undang_undang Pokok
Agraria nomor 5 tahun 1960. Selanjutnya merambat keberbagai peraturan organic
dalam bentuk peraturn pemerintah, keputusan presiden,peraturan presiden, dan
peraturan yang diterbitkan oleh pimpinan instasi teknis sesuai bidangnya masing-
masing.
Dalam memori penjelasan angka II/2 diberikan penegasan bahwa perkataan
“dikuasai” oleh Negara dalam pasal 2 ayat (1) UUPA tersebut bukanlah “dimiliki”,
akan tetapi pengertian yang member wewenang kepada Negara sebagai
organisasi kekuasaan dari bangsa Indonesia, untuk pada tingkatan tertinggi:
1. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan
pemeliharaan bumi, air, dan ruang angkasa;
40
2. Menentukan dan mengatur Hubungan-Hubungan Hukum antara orang-orang
dengan bumi, air, dan ruang angkasa;
3. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum yang mengenai
bumi,air, dan ruang angkasa.
D. Masyarakat Bajo
Dalam kamus besar bahasa Indonesia Masyarakat adalah adalah sejumlah
manusia dalam arti seluas luasnya dan terikat oleh suatu kebudayaan yg mereka
anggap sama. Masyarakat juga didefenisikan oleh beberapa ahli salah satunya
yaitu koetjaraningrat.
Masyarakat menurut koetjaraningrat, ialah kesatuan hidup manusia yang
berinteraksi menurut suatu system adat-istiadat tertentu yang bersifat kontinyu dan
yang terikat oleh suatu rasa identitas bersama. Kesatuan hidup manusia yang
disebut masyarakat berupa kelompok, golongan, komunitas, kesatuan suku
bangsa (ethnic group) atau masyarakat Negara bangsa (nation state). Interaksi
yang kontinyu ialah hubungan pergaulan dan kerja sama antar anggota kelompok
atau golongan, hubungan antar warga dari komunitas, hubungan antar warga dari
satu suku bangsa. Adat istiadat dan identitas ialah kebudayaan masyarakat itu
sendiri.20
Konsep kelompok dicontohkan pada kelompok kekerabatan (keluarga inti,
keluarga luas, keluarga persepupuan,marga,dan lain-lain), kelompok kerja
20 Amran Saru,Mardiana Fachri Dkk, Wawasan Sosial Budaya Mariti (Makassar: UPT MKU Universitas Hasanuddin) 2011, hlm. 85
41
produktif (nelayan, petani, pedagang, olah raga), dan lain-lain.konsep golongn
dicontohkan antara lain pada golongan pemuda, golongan negarawan, dan
seniman/budayawan.
Konsep komunitas mengacu pada kesatuan hidup manusia yang menempat
suatu wilayah yang nyata dan berinteraksi menurut suatu system adat istiadat
serta yang terkait dengan suatu rasa identitas komunitas.21 seperti komunitas
komunitas petani,nelayan, dan komunitas masyarakat kota yang hidup dari
berbagai sector ekonomi jasa, industry, perdagangan baik formal, maupun
informal. Akhir-akhir ini juga sudah sering digunakan konsep komunitas akademisi,
komunitas agama, dan lain-lain, komponen ruang tidak menjadi prasyarat lagi bagi
konsep komunitas tersebut.
Konsep suku bangsa mengacu pada kesatuan hidup manusia yang memiliki
dan dicirikan dengan sadar akan kesamaan budaya (system-sistem pengetahuan,
bahasa, organisasi sosial, pola ekonomi, teknologi, seni, kepercayaan). Contoh
dari kesatuan hidup manusia yang di sebut suku bangsa seperti seperti suku
bangsa-jawa, sunda, minangkabau, batak, Aceh, bali, dayak, bugis Makassar,
Minahasa, Ambon, Asmat, dan lain-lain. Diindonesia, menurut macam bahasa
yang diucapkan, terdapat kurang lebih 600 suku bagsa.22
Dari setiap suku tersebut memiliki keunikan bahasa tersendiri, salah satunya
yaitu bahasa suku yang sangat akrab dengan laut yang kita kenal dengan nama
Suku bajo atau suku pengembara laut. Suku ini menggunakan bahasa yang
menjadi ciri khasnya yang menjadi benteng pembeda antara suku bajo dan
21 Abdul hafid,Pengetahuan Lokal, Nelayan Bajo (Makassar:Pustaka Refleksi,2014) hlm. 1622 ibid
42
bukan suku bajo, bahasa ini disebut dengang boang sama. Saat mereka berada
diantara sesamanya, mereka akan menggunakan bahasanya yang menunjukkan
kelompok mereka.
Bukan hanya dri segi bahasa, suku ini memang tergolong suku yang sangat
unik. Sejarah telah mencatat bahwa nenek moyang mereka merupakan suku
pengembara laut yang tidak dapat dipisahkan dengan laut. Karena kedekatannya
pada laut, laut sudah merupakan bagian integral dalam kehidupan orang bajo.
Sehingga bagi mereka laut adalah segalanya. Ada beberapa istilah yang mereka
gunakan untuk mendeskriptikan pandangan mereka terhadap laut seperti:
1. Laut sebagai Sehe berarti laut sebagai sahabat yang senantiasa memahami
kehidupan orang bajo. Laut akan memberikan sesuatu yang diharapkan oleh
mereka sesuai aktivitasnya masing-masing.
2. Laut sebagai tabar (obat) artinya laut menyimpan berbagai ramuan untuk
dijadikan obat guna menyembuhkan berbagai penyakit.
3. Laut sebagai anudinta (makanan) yang berarti bahwa laut merupakan sumber
makanan untuk kebutuhan sehari-hari.
4. Laut sebagai lalang (Pra-sarana transortasi) artinya laut sebagai sarana jalan
untuk dilalui.
5. Laut sebagai pamunang ala”baka raha, ‘(sumber kebaikan dan keburukan)
artinya segala kebaikan dan keburukan.
6. Laut sebagai patambanang umbo ma’dilao (tempat leluhur orang bajo yang
menguasai laut), artinya laut ini merupakan tempat leluhur mereka yang di
yakini sebagai penguasa laut.
43
7. Laut patambangang (tempat tinggal) Artinya laut merupakan tempat tinggal
mereka sejak dahulu. Sehingga mereka tidak dapat dipisahkan dengan laut.
suku ini pada awalnya tidak memiliki tempat tinggal tetap, mereka hanya
tinggal diatas perahu/bidok dan mengembara mengarungi lautan. Kemudian
seiring berjalannya waktu, mereka mulai mengembangkan tempat tinggalnya yang
di sebut kampoh (tempat tinggal tetap). Dari kampoh ini kemudian mereka
membangun babarok dipantai pasang surut, dan mulai bertempat tinggal dalam
waktu lama. Mereka tinggal di babarok ini untuk istirahat dan mengolah hasil laut.
Setelah merasa nyaman tinggal ditempat tersebut, merea mengembangkan
huniannya menjadi papondok. Papondok ini memiliki ukuran yang cukup besar
dari pada babarok. Karena lama tinggal diaerah tersebut, pemukiman suku bajo
inipun mulai mendapatkan pengaruh dari lingkungan sekitar salah satunya yaitu
tempat tinggalnya. Sehinggal lama-kelamaan papondok inipun berubah menjadi
rumah, layaknya hunian masyarakat yang ada didarat.
Masyarakat bajo merupakan masyarakat yang dinamis dan mudah
beradaptasi, hal tersebut dapat dibuktikan dengan keterbukaan mereka dengan
lingkungan sekitar seperti mengubah bentuk hunian sebagaimana yang telah
dijelaskan.
Meski sekarang Suku ini sudah memiliki tempat tinggal tetap, Tapi sebagai
Suku pengembara laut, kehiduan sehari-hari masyarakat bajo selalu bersentuhan
dengan laut, bahkan tempat tinggal mereka tetap tidak terpisahkan dengan laut.
Mereka tetap mempertahankan ciri khas nenek moyang mereka dengan bermukim
44
dipinggir laut dan membentuk perkampungan pesisir pantai, terutama didaerah
teluk yang terlindung dari hempasan gelombang laut.23
Sebagai salah satu kelompok masyarakat, tentunya suku bajo ini memiliki
pengetahuan tentang alam sekelilingnya dan berkaitan dengan kebudayaan yang
dimiliki. Dengan demikian, maka setiap kebudayaan mempunyai himpunan
pengetahuan tentang alam, tentang segala tumbuh-tumbuhan, binatang, benda,
dan manusia sekitarnya, yang berasal dari pengalaman-pengalaman mereka lalu
di abstraksikan menjadi konep-konsep ,teori-teori dan pendirian-pendirian.
Menurut Koentjaraningrat Sistem pengetahuan dalam suatu kebudayaan suku
bangsa dibagi atas beberapa cabang, yaitu:24
1. Pengetahuan tentang alam sekitarnya, misalnya Pengetahuan tentan musim-
musim, gejala-gejala alam, dan proses kejadian-kejadian alam,
2. Pengetahuan tentang flora didaerah tempat tinggalnya,
3. Pengetahuan tentang fauna didaerah tmpat tinggalnya,
4. Pengetahuan tentang zat-zat, bahan mentah, dan benda-benda dalam
lingkungannya,
5. Pengetahuan tentang tubuh manusia,
6. Pengetahuan tentang sifat-sifat dan tingkah laku sesame manusia,
7. Pengetahuan tentang ruang dan waktu.
Beberapa cabang pengetahuan yang dijelaskan oleh keontjaraningrat tersebut
merupakan pengetahuan dasar bagi setiap kelompok masyarakat yang tidak
23 Abdul hafid,Pengetahuan Lokal, Nelayan Bajo (Makassar:Pustaka Refleksi,2014) hlm. 2324 Abdul hafid,Pengetahuan Lokal, Nelayan Bajo (Makassar:Pustaka Refleksi,2014) hlm 12
45
dapat diabaikan, khususnya bagi masyarakat yang sangat akrap dengan laut ini,
dan merupakan salah satu masyarakat yang berkebudayaan maritime.
Sebagai masyarakat maritime yang menggantungkan hidup dengan laut,
tentunya ada pengetahuan local tersendiri yang dimiliki oleh suku bajo ini yang
tidak terlepas dari budaya kemaritiman yang telah menyatu dalam dalam dirinya.
Hal ini diwujudkan dalam sikap dan perilakunya dalam berinteraksi dengan laut
seperti mengolah, memelihara dan memanfaatkan sumber hayati laut yang
berdasarkan norma-norma dan nilai-nilai budaya yang telah melembaga dan
dipatuhi serta dipertahankan melalui pengendalian social berdasarkan sistem
pengetahuan yang bersumber dari indigenous knowledge yang diwarisi dari
generasi kegenerasi.25
Pengetahuan local yang turun temurun dimiliki masyarakat bajo ini salah
satunya yaitu kepercayaan akan adanya makhluk-makhluk gaib dan kekuatan
sakti (Supranatural) yang konon kabarnya sangat menentukan keselamatan diri
maupun perolehan rezeki bagi mereka.Hasil penelitian abu Hamid,dkk
mengungkapkan bahwa orang bajo percaya akan adanya panggonrong sappa
(penjaga karang) yang bertempat tinggal di gugusan-gugusan karang dari seluruh
gugusan karang disekitar lokasi penangkapan.26
Berdasarkan informasi tersebut diatas jelaslah bahwa masyarakat bajo sampai
sekarang tetap memiliki system kepercayaan tradisonal terhadap makhluk-
makhluk gaib maupun kekuatan-kekuatan sakti yang dianggap sebagai pemilik
sekaligus penjaga lautan dan gugusan karang. Sehubunga dengan kepercayaan
25 Abdul hafid,Pengetahuan Lokal, Nelayan Bajo (Makassar:Pustaka Refleksi,2014) hlm. 726 Abdul hafid,Pengetahuan Lokal, Nelayan Bajo (Makassar:Pustaka Refleksi,2014) hlm.43
46
tersebut penjaga local biasaya melakukan upacara selamatan sebelum
melaut .selain itu, mereka juga memiliki beberapa pantangan yang
sanmpaisekarang masih tetap dipertahankan. Adapun beberapa jenis upacara
yang lazim digunakan yaitu:27
1. Maccerak lopi, ini merupakan salah satu jenis upacara selamatan atas sebuah
perahu baru yang untuk pertama kalinya akan dibawa melaut. Hal ini
dilakukan dengan tujuan agar penjaga laut sudi menerima tumbal nyawa dan
darah ayam yang dipersembahkan dalam upacara,lautan. Dan penunggu
lautan merelakan nelayan bersangkutan melakukan penangkapan hasil laut
secara maksimal.
2. Maccerak masina merupaka suatu upacara selamatan mesin perahu,
biasanya dirangkaikan dengan upacara maccerak lopi. Tujuan upacara ini pun
sama dengan upacara maccerak lopi.
3. Upacara mappasabbi ri nabitta, ini merupakan salah satu jenis upacara
selamatan yang dilakukan para nelayan bajo terutama saat tiba musim
penangkapa ikan. Upacara in bertujuan untuk mendapat berkat dari nabita
sehingga memperoleh rezeki yang banyak.
4. Upacara mappasabbi ri puanna tasik, yaitu upacara yang dilakukan untuk
meminta isi kepada pengusa lautan dan sebagai bentuk keyakinan kita bahwa
laut ini ada memiliki. Upacara ini dilakukan dengan tujuan agar penguasa
lautan tidak menurunkan bencana.
27 Abdul hafid,Pengetahuan Lokal, Nelayan Bajo (Makassar:Pustaka Refleksi,2014) hlm. 43
47
Selain melakukan berbagai upacara, masyarakat bajo mengenal beberapa
pantang yang berkaitan dengan kegiatan melaut antara lain:28
1. Pantang bagi nelayan menyebut nama binatang darat,
2. Pantang bagi nelayan kentut saat melakukan penangkapan ikan,
3. Pantang bagi nelayan membuang abu dapur
4. Pantang menggunakan periuk untuk mengambil air laut.
5. Pantang banyak Tanya ketika berada di laut.
Dari Uraian diatas, sudah sangat jelas bahwa Masyarakat bajo ini merupakan
masyarakat masih sangat mempertahankan budaya dari nenek moyang mereka.
Meski kini sudah mulai mengenal kebiasaan-kebiasaan diluar dari kebiasaannya,
tapi identitas sebagai suku Pengembara laut masih tercermin jelas dari cara hidup
mereka.
28 Abdul hafid,Pengetahuan Lokal, Nelayan Bajo (Makassar:Pustaka Refleksi,2014) hlm. 46
48
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di pemukiman Suku Bajo yang terletak si Kelurahan
Bajoe Kecematan tanete riattang timur kabupaten Bone. Dasar pertimbangan
memilih wilayah ini karena cara hidup suku bajo itu sendiri yang menggantungkan
hidupnya dengan laut. Bahkan suku Bajo ini sudah menganggap bahwa laut
adalah saudaranya. Suku inipun awalnya dikenal sebagai suku nomaden atau tidk
memiliki tempat tinggal tetap, hanya hidup diatas perahu. Akan tetapi Suku ini
sekarang sudah memiliki pemukiman tersendiri, namun tetap tidak terlepas dari
lautan. Oleh karena keunikan dari Tempat tinggal Suku ini, sehingga penulis
tertarik untuk meneliti cara mereka menguasai suatu wilayah, yang akhirnya
menjadi pemukiman tetap Suku ini.
B. Populasi
Pupulasi yang menjadi objek penelitian, yaitu Masyarakat Suku Bajo yang
terdapat di tepi pantai teluk bone kelurahan bajoe kecamatan tanete Riattang
Timur kabupaten Bone. Dan narasumber yaitu Dinas Kelautan dan Perikanan
Kabupaten Bone, dan kepala Kelurahan Bajoe.
C. Teknik Pengumpulan Data
Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu pengumpulan data
primer dengan cara langsung dari responden dilapangan melalui wawancara.
Selain itu, dilakukan pengumpulan data data sekunder melalui pengkajian
informasi tertulis yang berasl dari sumber yang relevan dengan materi penelitian.
49
D. Jenis dan Sumber data
Jenis data yang dikumpulkan terdiri atas dua macam yaitu:
1. Data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari responden di lapangan
melalui kegiatan wawancara dengan responden yang terdiri dari masyarakat
yang bermukim di wilayah Suku baju khususnya yang masih bertempat tinggal
diatas Air.
2. Data sekunder yaitu data yang dikumpulkan dari berbagai bahan pustaka yang
relevan dan instansi terkait dengan objek yang diteliti antara lain Kantor Badan
Pertanahan, Kanto Bupati, Kantor Kecamatan maupun Kantor kelurahan.
E. Etnik Analisis Data
Data yang diperoleh baik primer maupun sekunder dianalisis kemudian
disajikan dalam bentuk kualitatif dengan penarikan kesimpulan secara induktif.
50