Proposal Skripsi
description
Transcript of Proposal Skripsi
Bab I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kurang pangan dan kurang gizi masih merupakan masalah serius yang
dihadapi sebagian besar penduduk Indonesia, terutama penduduk miskin.
Walaupun sudah terjadi perbaikan secara umum dalam ketersediaan pangan,
pelayanan kesehatan dan social, kelaparan dan gizi kurang terjadi di semua
kabupaten di Indonesia dalam berbagai bentuk.
Peningkatan kasus gizi buruk sudah terlihat sejak awal krisis ekonomi di
Indonesia, sekitar pertengahan tahun 1998. Prevalensi balita gizi buruk
berdasarkan indeks berat badan menurut umur (BB/U) dengan Z-skor <-3,0 pada
tahun 1989 sebesar 6,3 persen meningkat menjadi 10,5 persen pada tahun 1998,
dan selanjutnya terlihat tetap tinggi, yaiu 8 persen pada tahun 2002 dan 8,3 persen
pada tahun 20031. Data RISKESDAS 2007 menunjukkan prevalensi gizi buruk di
Indonesia adalah 5,4 persen2 .
Di dalam era globalisasi sekarang dimana terjadi perubahan gaya hidup
dan pola makan, Indonesia menghadapi masalah gizi ganda. Di satu pihak
masalah kurang gizi yaitu: gizi buruk, anemia, Gangguan Akibat Kurang Yodium
(GAKY) dan Kurang Vitamin A (KVA) masih merupakan kendala yang harus
ditanggulangi, namun masalah gizi lebih cenderung meningkat terutama di kota-
kota besar. Hasil survey Inedks Massa Tubuh (IMT) tahun 1995-1997 di 27
ibukota propinsi menunjukkan bahwa prevalensi gizi lebih mencapai 6.8% pada
laki-laki dewasa dan 13.5% pada perempuan dewasa. (Azwar, 2004)
Era globalisasi yang dicirikan oleh pesatnya perdagangan, industri
pengolahan pangan, jasa dan informasi akan mengubah gaya hidup dan pola
konsumsi makan masyarakat, terutama di perkotaan. Melalui rekayasa ilmu
pengetahuan dan teknologi maka selera terhadap produk teknologi pangan tidak
lagi bersifat lokal, tetapi menjadi global. Dalam waktu relatif sigkat telah
1
diperkenalkan selera makanan gaya fast food maupun health food yang popular di
Amerika dan Eropa. Budaya makan telah berubah menjadi makanan yang tinggi
lemak jenuh dan gula, rendah serat, dan rendah zat gizi mikro. Perubahan selera
makan ini cenderung menjadi konsep makan seimbang sehingga berdampak
negatif terhadap kesehatan dan gizi3.
Kesehatan, pendidikan, dan pendapatan setiap individu merupakan tiga
faktor utama yang sangat mempengaruhi kualitas sumber daya manusia. Oleh
karena itu setiap individu berhak dan harus selalu menjaga kesehatan.
Namun, kurangnya pengetahuan tentang gizi atau pengetahuan untuk
menerapkan informasi yang diperoleh dalam kehidupan sehari-hari merupakan
faktor penting dalam masalah kurang gizi (Budianto, 1998).
Mahasiswa sebagai bagian dari masyarakat Indonesia dan khususnya
sebagai generasi penerus bangsa diharapkan memiliki perilaku hidup sehat.
Aktivitas yang padat serta kehidupan sosial pada mahasiswa sangat berpengaruh
pada perilaku hidup sehatnya, khususnya pola makan sehari-hari seperti makan
yang tidak teratir, tidak sarapan pagi atau bahkan tidak makan siang dan jarang
berolahraga.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Muharrom (2006) tentang
hubungan pola konsumsi dengan status gizi mahasiswa yang tinggal di asrama
putra kampus Universitas Airlangga, diperoleh bahwa meskipun sebagian
mahasiswa telah memiliki status gizi normal, tetapi masih ada yang mengalami
kekurangan energi dan terbiasa makan dua kali sehari.
Berdasarkan hasil survey yang dilakukan oleh Darlina (2004), 89%
mahasiswa putri dan 92% mahasiswa putra suka mengonsumsi mie instant sebagai
makanan pengganti pada saat-saat tertentu seperti waktu pagi dan malam hari. Hal
ini disebabkan karena harga yang relative murah jika dibandingkan dengan
membeli nasi. Kebiasaan mengonsumsi mie instant tersebut dapan menimbulkan
masalah gizi, mengingat mie instant termasuk makanan yang mengenyangkan dan
2
cepat menimbulkan rasa puas sehingga dapat mengakibatkan kekurangan gizi
apabila tidak ditambahkan lauk pauk untuk melengkapi gizinya.
Sebagian besar mahasiswa tinggal di tempat kost dan berada jauh dari
keluarga, karena itu tidak ada yang mengatur pola makan mereka sehari-hari.
Mahasiswa yang tinggal di tempat kost cenderung memilih makanan mereka
sendiri dan jarang memikirkan komposisi yang baik berdasarkan zat gizi yang
didapatnya. Hal ini dapat berakibat pada gizi yang tidak seimbang yang nantinya
dapat berdampak pada produktifitas mahasiswa itu sendiri.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka permasalahan
yang didapat adalah apakah ada perbedaan status gizi dan pola makan pada
mahasiswa yang tinggal di tempat kosan dan di rumah pribadi
1.3 Tujuan
Tujuan umum : Untuk memperoleh data status gizi dan Indeks Massa
Tubuh pada mahasiswa di Jakarta.
Tujuan khusus : Untuk mengetahui perbedaan status gizi antara mahasiswa
yang tinggal di kost dan rumah sendiri.
1.4 Hipotesis
Adanya perbedaan status gizi pada mahasiswa yang tinggal di kost dan di
rumah sendiri.
3
1.5 Manfaat
Manfaat dari penelitian ini adalah untuk memberi informasi kepada
mahasiswa khusunya yang tinggal di tempat kos, mengenai gizi seimbang yang
nantinya diharapkan dapat membantu mahasiswa untuk menerapkan perilaku
hidup sehat.
4
Bab II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Status Gizi
2.1.1 Pengertian Gizi
2.1.2 Pengertian Status Gizi
Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan
penggunaan zat-zat gizi. Status gizi yang baik bagi seseorang akan berkontribusi
terhadap kesehatannya dan juga terhadap kemampuan dalam proses pemulihan.
Status gizi masyarakat dapat diketahui melalui penilaian konsumsi pangannya
berdasarkan data kuantitatif maupun kualitatif
Menurut Andersen (1987) status gizi dipengaruhi oleh dua hal utama,
yakni makanan yang dikonsumsi dan derajat kesehatan. Saat ini pendapat
Andersen tersebut dikenal dengan penyebab langsung masalah gizi yaitu tingkat
asupan zat gizi serta ada tidaknya penyakit pada seseorang. Peningkatan derajat
kesehatan merupakan tujuan pemerintah yang harus mendapat dukungan dari
berbagai pihak termasuk para ahli gizi.
Status gizi merupakan faktor yang terdapat dalam level individu (level
yang paling mikro). Faktor yang mempengaruhi secara langsung adalah asupan
makanan dan infeksi. Pengaruh tidak langsung dari status gizi ada tiga faktor yaitu
ketahanan pangan di keluarga, pola pengasuhan anak, dan lingkungan kesehatan
yang tepat, termasuk akses terhadap pelayanan keesehatan. Simarmata, D., 2009.
Kajian Ketersediaan Pangan Rumah Tangga, Status Ekonomi Keluarga,
Pengetahuan Gizi Ibu dengan Status Gizi Anak Balita di Wilayah Kerja
5
Puskesmas Melati Kecamatan Perbaungan Tahun 2009. Skripsi, Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, Medan.
Status gizi ditentukan oleh ketersediaan semua zat gizi dalam jumlah dan
kombinasi yang cukup serta waktu yang tepat. Dua hal yang penting adalah
terpenuhinya semua zat gizi yang dibutuhkan tubuh dan faktor-faktor yang
menentukan kebutuhan, penyerapan dan penggunaan zat gizi tersebut.
Menurut Apriadju (1986), faktor-faktor yang berperan dalam menentukan
status gizi seseorang pada dasarnya terdiri dari dua bagian, yaitu faktor eksternal
dan internal. Faktor eksternal yaitu factor yang berpengaruh di luar diri seseorang
(konsumsi makanan, tingkat pendidikan, dan pengetahuan gizi, latar belakang
sosial budaya, serta kebersihan lingkungan). Faktor internal yang dimaksud
adalah faktor yang menjadi dasar pemenuhan tingkat kebutuhan gizi seseorang
(status kesehatan, dan jenis kelamin).
Status gizi dibedakan menjadi status gizi buruk, kurang, baik, dan lebih.
Susunan makanan yang memenuhi kebutuhan gizi tubuh pada umumnya dapat
menghasilkan status gizi yang baik. Gizi kurang merupakan keadaan tidak sehat
(patologik) yang timbul karena tidak terpenuhinya kebutuhan gizi sehingga
konsumsi zat gizi berkurang selama jangka waktu tertentu, hal ini dapat ditandai
salah satunya dengan penurunan berat badan, gizi yang kurang juga menyebabkan
berkurangnya daya tahan tubuh manusia sehingga resistensi tubuh tehadap
penyakit menjadi rendah. Sedangkan gizi lebih disebabkan karena konsumsi yang
melebihi kebutuhan yang diperlukan tubuh dalan waktu yang lama. Disamping
dikaitkan dengan kesehatan, gizi juga berkaitan dengan kemampuan belajar,
potensi ekonomi seseorang, dan produktivitas kerja sehingga berkaitan dengan
pengembangan sumberdaya manusia yang berkualitas.
2.1.3 Penilaian Status Gizi
Penilaian status gizi pada dasarnya merupakan proses pemeriksaan
keadaan gizi seseorang dengan cara mengumpulan data penting, baik yang bersifat
objektif maupun subjektif, untuk kemudian dibandingkan dengan nilai baku yang
6
telah tersedia. Data objektif dapat diperoleh dari data pemeriksaan laboratorium
perorangan, serta sumber lain yang dapat diukur oleh anggota tim penilai.
Penilaian status gizi dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu secara
langsung dan tidak langsung. Penilaian secara langsung melalui pengukuran
antropometri dan penilaian biokimia. Indikator yang digunakan tergantung pada
waktu, biaya, tenaga, dan tingkat ketelitian penelitian yang diharapkan serta
banyaknya orang yang akan dinilai status gizinya Riyadi H. 2003. Penilaian Satuts
gizi secara Antropometri. Departemen Gizi Masyarakat dan Sumberdaya
Keluarga. Fakultas Pertanian. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Penilaian status gizi secara tidak langsung dapat dibagi yaitu : survey
konsumsi makanan, statistik vital dan faktor ekologi.
2.2 Pemeriksaan Antopometri
Penilaian status gizi dapat dilakukan dengan indeks antropometri.
Antropometri gizi adalah hal-hal yang berhubungan dengan berbagai macam
pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan
tingkat gizi. Penilaian status gizi dengan antropometri digunakan untuk melihat
ketidakseimbangan antara asupan energi dan protein. (Supriasa IDN, Bakri B,
Fajar I. Penilaian status gizi. Jakarta: EGC; 2004).
Antopometri berasal dari bahasa latin anthropos yang berarti tubuh dan
metros yang artinya ukuran, sehingga secara harfiah antropometri berarti ukuran
dari tubuh. Berbagai jenis pengukuran ini antara lain: berat badan, tinggi badan,
lingkar lengan atas, dan tebal lemak di bawah kulit.
Berdasarkan keputusan Mentri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor:1995/Menkes/SK2010 tentang menilai status gizi, diperlukan standard
antropometri yang engacu pada Standar World Health Organization (WHO 2005).
Keunggulan standard antropometri terbaru WHO lebih baik dibandingkan
standard NCHS/WHO, karena dibuat berdasarkan data dari berbagai Negara dan
etnis, sehingga sesuai untuk Negara-negara yang sedang berkembang (Keputusan
7
Menteri kesehatan Republik Indonesia Nomor:1995/Menkes/SK/XII/2010.
Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak. Jakarta: Direktorat Bina Gizi;
2011). Selain itu keunggulan dari antropometri adalah prosedur sederhana, aman,
dan dapat dilakukan dalam jumlah sampel yang cukup besar, kemudian relatif
tidak menggunakan tenaga ahli, alat murah, dan mudah dibawa. Metode ini tepat
dan akurat, karena dapat dibakukan. Selain itu dapat mengidentifikasi status gizi
buruk, status gizi kurang, dan status gizi baik karena sudah ada ambang batas
yang jelas.
Pengukuran status gizi secara antropometri dibedakan menurut golongan
usia, yaitu balita dan anak serta usia dewasa. Pengukuran status gizi balita dan
anak dapat dilakukan dengan indeks antropometri berat badan menurut umur
(BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U), dan berat badan menurut tinggi
badan (BB/TB), indeks lingkar lengan atas (LILA), indeks lingkar lengan kepala
menurut umur (LK/U) dan tebal lipatan lemak dibawah kulit (TLBK). Sedangkan
pengukuran status gizi untuk dewasa adalah dengan menggunaan indeks massa
tubuh (IMT).
Rumus menghitung Indeks Massa Tubuh adalah:
IMT = Berat badan (kg)Tinggi badan2(m)
Menurut WHO (1995) IMT dapat diklasifikasikan menjadi:
Status Gizi Klasifikasi Indeks Massa Tubuh
Kurang Severe thinness
Moderate thinness
Mild thinness
<16.00
16.00-16.99
17.00-24.99
Normal Normal 18.50-24.99
Lebih Overweight 25.00-29.99
8
Obese kelas 1
Obese kelas 2
Obese kelas 3
30.00-34.99
35.00-39.99
>40.00
Tabel 2.1 Klasifikasi IMT menurut WHO (1995)
IMT yang normal antara 18-25, dan seseorang dikatakan kurus bila IMT-
nya <18 dan gemuk bila IMTnya >25. Bila IMT >30 dan sudah diklasifikasikan
sebagai obesitas, maka perlu diwaspadai karena orang tersebut biasanya menderita
penyakit degenerative seperti Diabetes Mellitus, hipertensi, hiperkolesterol dan
kelainan metabolisme lain. Pada usia yang relatif muda, maka penderita obesitas
merupakan faktor resiko untuk penyakit, terutama yang berhubungan dengan
kardiovaskular.
2.3 Pengetahuan Gizi Mahasiswa
Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah
orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan
terjadi melalui panda indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran,
penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh dari
mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merangkap domain yang sangat
penting untuk terbentuknya tinfakan seseorang (Notoatmojo, 1993).
Pengetahuan gizi sebaiknya telah ditanamkan sedini mungkin, sehingga
apabila seseorang telah memasuki usia remaja atau dewasa mampu memenuhi
ebutuhan energi tubuhnya dengan perilaku makannya, karena pengetahuan gizi
sangat bermanfaat dalam menentukan apa yang kita konsumsi setiap harinya.
Dengan adanya pengetahuan gizi pada seseorang, maka kita dapat
menyesuaikan tingkat kebutuhan zat gizi yang sesuai dengan banyak kalori yang
kita perlukan setiap harinya dalam melakukan aktivitas atau produktivitas kita
sehari-hari sehingga dapat dicapai tingkat kesehatan yang optimal (Paul, 2001).
9
Kurangnya pengetahuan gizi merupakan salah satu penyebab timbulnya
gangguan gizi. Solusi yang dapat dilakukan adalah melalui suatu proses belajar
mengajar tentang pangan, bagaimana tubuh menggunakan zat besi dan bagaimana
zat besi tersebut diperlukan untuk menjaga kesehatan.
Erat kaitan kebiasaan makan yang baik dengan status gizi, karena
kebiasaan makan menggambarkan kebiasaan makan dan perilaku yang
berhubungan dengan makanan dan makan seperti tatakrama, frekuensi makan,
pola makanan yang dimakan, kepercayaan tentang makanan (misalnya
pantangan), distribusi makanan antara anggota keluarga, penerimaan terhadap
makanan (misalnya suka atau tidak suka) dan cara pemilihan bahan makanan yang
hendak dimakan (Suhardjo, 1989).
Dari segi gizi, kebiasaan makan ada yang baik dan buruk. Kebiasaan
makan yang baik adalah kebiasaan makan yang mendorong terpenuhinya
kecukupan gizi. Kebiasaan makan yang buruk adalah kebiasaan yang dapat
menghambat terpenuhinya kecukupan zat gizi. Ada dua faktor utama yang
mempengaruhi kebiasaan makan manusia, yaitu faktor ekstrinsik dan intrisik.
Faktor ekstrinsik adalah faktor yang berasal dari luar manusia seperti lingkungan
sosial, alam, budaya, agama, dan ekonomi, sedangkan faktor intrinsic adalah
faktor yang berasal dari dalam manusia seperti asosiasi emosional, keadaan
jasmani, keadaan kejiwaan, dan penilaian terhadap makanan
2.4 Kebutuhan dan Kecukupan Gizi
Keadaan gizi seseorang merupakan gambaran apa yang dikonsumsinya
dalam jangka waktu cukup lama. Keadaan gizi dapat bermanifestasi kurang atau
lebih, dan keduanya dalam menimbulkan efek yang berbeda-beda pada tubuh.
Angka Kecukupan Gizi (AKG) adalah suatu kecukupan rata rata zat gizi
setiap hari bagi hampir semua orang, menurut golongan umur, jenis kelamin,
ukuran tubuh dan aktifitas untuk mencegah terjadinya defisiensi maupun
kelebihan gizi Kecukupan gizi seseorang akan lebih besar dibandingkan
kebutuhan gizinya. Dalam perhitungan kecukupan gizi, sudah diperhitungkan
10
faktor variasi kebutuhan individual kecuali untuk energi setingkat dengan
kebutuhan rata-rata ditambah dengan dua kali simpangan bakunya.
Angka Kecukupan Gizi yang Dianjurkan adalah banyaknya masing-
masing zat gizi esensial yang harus dipenuhi dari makanan mencakup hampir
semua orang sehat untuk mncegah defisiensi zat gizi. AKG dipengaruhi oleh
umur, jenis kelamin, aktivitas, berat badan, tinggi badan, genetika, dan keadaan
fisiologis.
Dasar perhitungan kecukupan energi dan zat gizi menggunakan berat
badan (BB) sebagai patokan. Berat badan patokan tersebut diperoleh dari hasil
pengumpulan mutakhir pada kelompok individu dalam keadaan gizi optimal
dengan aktivitas sedang
Angka kecukupan gizi (energi dan protein) rata-rata yang dianjurkan dapat
dilihat pada tabel di bawah ini:
Kelompok
Umur
Berat Badan
(kg)
Tinggi Badan
(cm)
Energi
(kkal)
Protein
(g)
Pria
16-18
19-29
55
56
160
164
2600
2550
65
60
Wanita
16-18
19-29
50
52
154
156
2200
1900
50
50
Tabel 2.2 Angka Kecukupan Gizi rata-Rata yang Dianjurkan (Per orang Per hari)
Seperti yang sudah diungkapkan sebelumnya, angka kebutuhan dan
kecukupan gizi merupakan dua hal yang berbeda, angka kebutuhan gizi
menggabarkan banyaknya zat gizi minimal yang dibutuhkan seseorang untuk
mempertahankan status gizi baik. Berbagai faktor memengaruhi angka kebutuhan
gizi, seperti genetik, aktivitas, dan berat badan
11
Bab III
KERANGKA KONSEP dan DEFINISI OPERASIONAL
3.1 Kerangka Konsep
Gambar 3.1 Kerangka konsep
3.2 Definisi Operasional
3.3 Hipotesis
3.3.1 Hipotesis Nol (H0)
12
Mahasiswa Fakultas Kedokteran usia 18-22 tahun yang tinggal di tempat kos di Jakarta
Mahasiswa Fakultas Kedokteran usia 18-22 tahun yang tinggal di rumah sendiri di Jakarta
Status gizi
Indeks Massa Tubuh
Tidak ada perbedaan status gizi antara mahasiswa yang tinggal di tempat kost dan di rumah sendiri.
3.3.2 Hipotesis Alternatif (Ha)
Adanya perbedaan status gizi antara mahasiswa yang tinggal di tempat kost dan di rumah sendiri.
13
Bab IV
METODE PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan di Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti,
Jakarta Barat pada bulan September-Oktober 2013.
4.3 Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi adalah sekumpulan individu dengan ciri-ciri yang sama yang
hidup menempati ruang yang sama pada waktu tertentu. Berdasarkan definisi dari
populasi diatas peneliti akan melakukan kepada mahasiswa yang tinggal di tempat
kos dan yang tinggal di rumah sendiri dan kedua cirri tersebut berdomisili di
Jakarta, khususnya pada mahasiswa Universitas Trisakti yang tinggal di tempat
kos di wilayah Grogol, Jakarta Barat.
Pengambilan sampel dengan menggunakan metode cluster sampling,
dimana sampel dipilih secara acak pada kelompok individu yang terjadi secara
alamiah.
4.4.1 Kriteria Inklusi dan Eksklusi
Sampel yang diambil pada penelitian adalah subjek yang memenuhi kriteria
inklusi dan eklusi
4.4.1.1 Kriteria Inklusi
14
Kriteria inklusi pada penelitian adalah sebagai berikut:
1. Mahasiswa yang berusia 18-22 tahun
2. Mahasiswa yang tinggal di tempat kos
3. Mahasiswa yang tinggal di rumah sendiri
4.4.1.2 Kriteria Eksklusi
Kriteria eksklusi pada penelitian adalah sebagai berikut:
1. Mahasiswa yang memiliki berat badan diatas normal
2. Mahasiswa yang teratur berolahraga
3. Mahasiswa yang tidak menyertakan data berat dan tinggi badan
4.4 Bahan dan Instrumen Penelitian
Dalam penelitian ini, data yang dikumpulkan berupa data primer yang
dibutuhkan untuk mendapatkan data tentang karakteristik responden, pengetahuan
terhadap perilaku hidup sehat dan keseimbangan gizi, serta contoh makanan
sehari-hari mahasiswa, baik yang tinggal di tempat kos maupun di rumah. Alat
yang digunakan untuk memperoleh data primer ini ialah kuosioner atau daftar
pertanyaan mengenai pengetahuan mahasiswa mengenai perilaku hidup sehat dan
keseimbangan gizi, serta berat dan tinggi badan mahasiswa juga akan ditanyakan
pada kuosioner tersebut.
Data primer pada penelitian ini terdiri dari:
1. Ukuran indeks massa tubuh mahasiswa
2. Data mengenai pengetahuan mahasiswa terhadap perilaku hidup sehat
dan status gizi
Pengumpulan data primer dilakukan dengan pemberian kuosioner kepada
responden yang akan diisi sendiri oleh responden.
15
Kuosioner yang telah diberikan dan diisi oleh responden, akan diperiksa
kelengkapannya. Kemudian data tersebut akan diolah dengan cara:
1. Data dari kuesioner tersebut diperiksa kelengkapan, ketepatan data dan
jawaban yang telah diisi oleh responden.
2. Mengkode jawaban kedalam bentuk angka (coding).
3. Data yang telah diedit dan dikode akan dimasukkan ke dalam program
komputer dan akan diproses.
4. Melakukan pengecekan kembali data yang sudah diolah untuk memastikan
apakah terdapat kesalahan atau tidak (cleaning data).
5. Analisis data
6. Menyusun hasil yang dilaporkan
4.5 Analisis Data
4.5.1 Analisis univariat
Analisis univariat digunakan untuk melihat karakteristik dan distribusi
frekuensi dari subyek penelitian yang terdiri atas usia dan jenis kelamin.
4.5.2 Analisis bivariat
Analisis bivariat digunakan untuk mengetahui adanya hubungan antara
variable bebas (independen) dengan variable terikat (dependen) pada penelitian
ini. Analisis pada penelitian ini digunakan uji statistic chi-square dengan tingkat
kepercayaan 95% (α = 0,05) sehingga variable dapat dikatakan mempunyai
hubunngan secara bermakna jika p < 0,05
4.6 Alur Penelitian
16
Sampel penelitian
Pengumpulan data
Kuosioner
Pengukuran IMT responden
4.7 Etika Penelitian
Pelaksanaan penelitian ini dilaksanakan setelah mendapatkan persetujuan
kaji etik dari institusi yang berkaitan. Sebelum dilakukn pengambilan data oleh
peneliti, peneliti akan menjelaskan terlebih dahulu mengenai penelitian yang
dilakukan serta mengajukan permohonan agar dapat membantu jalannya
penelitian ini. Penjelasan akan diberikan kepada mahasiswa Trisakti yang
termasuk dala golongan yang tinggal di tempat kos dan di rumah pribadi. Setelah
itu responden akan diminta menandatangani informed consent atau persetujuan
secara tertulis bahwa responden akan mengikuti dan membantu peneliti secara
sukarela.
4.8 Penjadwalan Penelitian
Aktivitas penelitian ini secara keseluruhan dilaksanakan selama tujuh
bulan, sejak bulan Juli 2013 sampai dengan bulan Januari 2013
No Tahapan
Kegiatan
Waktu pelaksanaan
Jun Jul Agus Sept Okt Nov Des Jan
1 Persiapan
2 Observasi
3 Kuesioner
4 Pengolahan
data
17
Analisis data
5 Konsultasi
4.9 Pembiayaan
BAB V
DAFTAR PUSTAKA
18
1. Atmarita, Falah TS. Status gizi balita di Indonesia sebelum dan selama
krisis: analisis data antropometri SUSENAS 1989-1999). Prosiding
Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VII; Jakarta, 29 Februari-2 Maret
2000.
2. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Depkes. Riset Kesehatan
Dasar (Riskesdas) 2007: Laporan. Jakarta: Badan Litbang Kesehatan
Depkes, 2008.
3. Baliwati YF, Khomsan A, Dwiriani CM. 2004. Pengantar Pangan dan
Gizi. Jakarta: Penebar Swadaya
4.
19