Proposal Skripsi

27
Bab I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kurang pangan dan kurang gizi masih merupakan masalah serius yang dihadapi sebagian besar penduduk Indonesia, terutama penduduk miskin. Walaupun sudah terjadi perbaikan secara umum dalam ketersediaan pangan, pelayanan kesehatan dan social, kelaparan dan gizi kurang terjadi di semua kabupaten di Indonesia dalam berbagai bentuk. Peningkatan kasus gizi buruk sudah terlihat sejak awal krisis ekonomi di Indonesia, sekitar pertengahan tahun 1998. Prevalensi balita gizi buruk berdasarkan indeks berat badan menurut umur (BB/U) dengan Z-skor <- 3,0 pada tahun 1989 sebesar 6,3 persen meningkat menjadi 10,5 persen pada tahun 1998, dan selanjutnya terlihat tetap tinggi, yaiu 8 persen pada tahun 2002 dan 8,3 persen pada tahun 2003 1 . Data RISKESDAS 2007 menunjukkan prevalensi gizi buruk di Indonesia adalah 5,4 persen 2 . Di dalam era globalisasi sekarang dimana terjadi perubahan gaya hidup dan pola makan, Indonesia menghadapi masalah gizi ganda. Di satu pihak masalah 1

description

proposal

Transcript of Proposal Skripsi

Page 1: Proposal Skripsi

Bab I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kurang pangan dan kurang gizi masih merupakan masalah serius yang

dihadapi sebagian besar penduduk Indonesia, terutama penduduk miskin.

Walaupun sudah terjadi perbaikan secara umum dalam ketersediaan pangan,

pelayanan kesehatan dan social, kelaparan dan gizi kurang terjadi di semua

kabupaten di Indonesia dalam berbagai bentuk.

Peningkatan kasus gizi buruk sudah terlihat sejak awal krisis ekonomi di

Indonesia, sekitar pertengahan tahun 1998. Prevalensi balita gizi buruk

berdasarkan indeks berat badan menurut umur (BB/U) dengan Z-skor <-3,0 pada

tahun 1989 sebesar 6,3 persen meningkat menjadi 10,5 persen pada tahun 1998,

dan selanjutnya terlihat tetap tinggi, yaiu 8 persen pada tahun 2002 dan 8,3 persen

pada tahun 20031. Data RISKESDAS 2007 menunjukkan prevalensi gizi buruk di

Indonesia adalah 5,4 persen2 .

Di dalam era globalisasi sekarang dimana terjadi perubahan gaya hidup

dan pola makan, Indonesia menghadapi masalah gizi ganda. Di satu pihak

masalah kurang gizi yaitu: gizi buruk, anemia, Gangguan Akibat Kurang Yodium

(GAKY) dan Kurang Vitamin A (KVA) masih merupakan kendala yang harus

ditanggulangi, namun masalah gizi lebih cenderung meningkat terutama di kota-

kota besar. Hasil survey Inedks Massa Tubuh (IMT) tahun 1995-1997 di 27

ibukota propinsi menunjukkan bahwa prevalensi gizi lebih mencapai 6.8% pada

laki-laki dewasa dan 13.5% pada perempuan dewasa. (Azwar, 2004)

Era globalisasi yang dicirikan oleh pesatnya perdagangan, industri

pengolahan pangan, jasa dan informasi akan mengubah gaya hidup dan pola

konsumsi makan masyarakat, terutama di perkotaan. Melalui rekayasa ilmu

pengetahuan dan teknologi maka selera terhadap produk teknologi pangan tidak

lagi bersifat lokal, tetapi menjadi global. Dalam waktu relatif sigkat telah

1

Page 2: Proposal Skripsi

diperkenalkan selera makanan gaya fast food maupun health food yang popular di

Amerika dan Eropa. Budaya makan telah berubah menjadi makanan yang tinggi

lemak jenuh dan gula, rendah serat, dan rendah zat gizi mikro. Perubahan selera

makan ini cenderung menjadi konsep makan seimbang sehingga berdampak

negatif terhadap kesehatan dan gizi3.

Kesehatan, pendidikan, dan pendapatan setiap individu merupakan tiga

faktor utama yang sangat mempengaruhi kualitas sumber daya manusia. Oleh

karena itu setiap individu berhak dan harus selalu menjaga kesehatan.

Namun, kurangnya pengetahuan tentang gizi atau pengetahuan untuk

menerapkan informasi yang diperoleh dalam kehidupan sehari-hari merupakan

faktor penting dalam masalah kurang gizi (Budianto, 1998).

Mahasiswa sebagai bagian dari masyarakat Indonesia dan khususnya

sebagai generasi penerus bangsa diharapkan memiliki perilaku hidup sehat.

Aktivitas yang padat serta kehidupan sosial pada mahasiswa sangat berpengaruh

pada perilaku hidup sehatnya, khususnya pola makan sehari-hari seperti makan

yang tidak teratir, tidak sarapan pagi atau bahkan tidak makan siang dan jarang

berolahraga.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Muharrom (2006) tentang

hubungan pola konsumsi dengan status gizi mahasiswa yang tinggal di asrama

putra kampus Universitas Airlangga, diperoleh bahwa meskipun sebagian

mahasiswa telah memiliki status gizi normal, tetapi masih ada yang mengalami

kekurangan energi dan terbiasa makan dua kali sehari.

Berdasarkan hasil survey yang dilakukan oleh Darlina (2004), 89%

mahasiswa putri dan 92% mahasiswa putra suka mengonsumsi mie instant sebagai

makanan pengganti pada saat-saat tertentu seperti waktu pagi dan malam hari. Hal

ini disebabkan karena harga yang relative murah jika dibandingkan dengan

membeli nasi. Kebiasaan mengonsumsi mie instant tersebut dapan menimbulkan

masalah gizi, mengingat mie instant termasuk makanan yang mengenyangkan dan

2

Page 3: Proposal Skripsi

cepat menimbulkan rasa puas sehingga dapat mengakibatkan kekurangan gizi

apabila tidak ditambahkan lauk pauk untuk melengkapi gizinya.

Sebagian besar mahasiswa tinggal di tempat kost dan berada jauh dari

keluarga, karena itu tidak ada yang mengatur pola makan mereka sehari-hari.

Mahasiswa yang tinggal di tempat kost cenderung memilih makanan mereka

sendiri dan jarang memikirkan komposisi yang baik berdasarkan zat gizi yang

didapatnya. Hal ini dapat berakibat pada gizi yang tidak seimbang yang nantinya

dapat berdampak pada produktifitas mahasiswa itu sendiri.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka permasalahan

yang didapat adalah apakah ada perbedaan status gizi dan pola makan pada

mahasiswa yang tinggal di tempat kosan dan di rumah pribadi

1.3 Tujuan

Tujuan umum : Untuk memperoleh data status gizi dan Indeks Massa

Tubuh pada mahasiswa di Jakarta.

Tujuan khusus : Untuk mengetahui perbedaan status gizi antara mahasiswa

yang tinggal di kost dan rumah sendiri.

1.4 Hipotesis

Adanya perbedaan status gizi pada mahasiswa yang tinggal di kost dan di

rumah sendiri.

3

Page 4: Proposal Skripsi

1.5 Manfaat

Manfaat dari penelitian ini adalah untuk memberi informasi kepada

mahasiswa khusunya yang tinggal di tempat kos, mengenai gizi seimbang yang

nantinya diharapkan dapat membantu mahasiswa untuk menerapkan perilaku

hidup sehat.

4

Page 5: Proposal Skripsi

Bab II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Status Gizi

2.1.1 Pengertian Gizi

 

2.1.2 Pengertian Status Gizi

Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan

penggunaan zat-zat gizi. Status gizi yang baik bagi seseorang akan berkontribusi

terhadap kesehatannya dan juga terhadap kemampuan dalam proses pemulihan.

Status gizi masyarakat dapat diketahui melalui penilaian konsumsi pangannya

berdasarkan data kuantitatif maupun kualitatif

Menurut Andersen (1987) status gizi dipengaruhi oleh dua hal utama,

yakni makanan yang dikonsumsi dan derajat kesehatan. Saat ini pendapat

Andersen tersebut dikenal dengan penyebab langsung masalah gizi yaitu tingkat

asupan zat gizi serta ada tidaknya penyakit pada seseorang. Peningkatan derajat

kesehatan merupakan tujuan pemerintah yang harus mendapat dukungan dari

berbagai pihak termasuk para ahli gizi.

Status gizi merupakan faktor yang terdapat dalam level individu (level

yang paling mikro). Faktor yang mempengaruhi secara langsung adalah asupan

makanan dan infeksi. Pengaruh tidak langsung dari status gizi ada tiga faktor yaitu

ketahanan pangan di keluarga, pola pengasuhan anak, dan lingkungan kesehatan

yang tepat, termasuk akses terhadap pelayanan keesehatan. Simarmata, D., 2009.

Kajian Ketersediaan Pangan Rumah Tangga, Status Ekonomi Keluarga,

Pengetahuan Gizi Ibu dengan Status Gizi Anak Balita di Wilayah Kerja

5

Page 6: Proposal Skripsi

Puskesmas Melati Kecamatan Perbaungan Tahun 2009. Skripsi, Fakultas

Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, Medan.

Status gizi ditentukan oleh ketersediaan semua zat gizi dalam jumlah dan

kombinasi yang cukup serta waktu yang tepat. Dua hal yang penting adalah

terpenuhinya semua zat gizi yang dibutuhkan tubuh dan faktor-faktor yang

menentukan kebutuhan, penyerapan dan penggunaan zat gizi tersebut.

Menurut Apriadju (1986), faktor-faktor yang berperan dalam menentukan

status gizi seseorang pada dasarnya terdiri dari dua bagian, yaitu faktor eksternal

dan internal. Faktor eksternal yaitu factor yang berpengaruh di luar diri seseorang

(konsumsi makanan, tingkat pendidikan, dan pengetahuan gizi, latar belakang

sosial budaya, serta kebersihan lingkungan). Faktor internal yang dimaksud

adalah faktor yang menjadi dasar pemenuhan tingkat kebutuhan gizi seseorang

(status kesehatan, dan jenis kelamin).

Status gizi dibedakan menjadi status gizi buruk, kurang, baik, dan lebih.

Susunan makanan yang memenuhi kebutuhan gizi tubuh pada umumnya dapat

menghasilkan status gizi yang baik. Gizi kurang merupakan keadaan tidak sehat

(patologik) yang timbul karena tidak terpenuhinya kebutuhan gizi sehingga

konsumsi zat gizi berkurang selama jangka waktu tertentu, hal ini dapat ditandai

salah satunya dengan penurunan berat badan, gizi yang kurang juga menyebabkan

berkurangnya daya tahan tubuh manusia sehingga resistensi tubuh tehadap

penyakit menjadi rendah. Sedangkan gizi lebih disebabkan karena konsumsi yang

melebihi kebutuhan yang diperlukan tubuh dalan waktu yang lama. Disamping

dikaitkan dengan kesehatan, gizi juga berkaitan dengan kemampuan belajar,

potensi ekonomi seseorang, dan produktivitas kerja sehingga berkaitan dengan

pengembangan sumberdaya manusia yang berkualitas.

2.1.3 Penilaian Status Gizi

Penilaian status gizi pada dasarnya merupakan proses pemeriksaan

keadaan gizi seseorang dengan cara mengumpulan data penting, baik yang bersifat

objektif maupun subjektif, untuk kemudian dibandingkan dengan nilai baku yang

6

Page 7: Proposal Skripsi

telah tersedia. Data objektif dapat diperoleh dari data pemeriksaan laboratorium

perorangan, serta sumber lain yang dapat diukur oleh anggota tim penilai.

Penilaian status gizi dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu secara

langsung dan tidak langsung. Penilaian secara langsung melalui pengukuran

antropometri dan penilaian biokimia. Indikator yang digunakan tergantung pada

waktu, biaya, tenaga, dan tingkat ketelitian penelitian yang diharapkan serta

banyaknya orang yang akan dinilai status gizinya Riyadi H. 2003. Penilaian Satuts

gizi secara Antropometri. Departemen Gizi Masyarakat dan Sumberdaya

Keluarga. Fakultas Pertanian. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Penilaian status gizi secara tidak langsung dapat dibagi yaitu : survey

konsumsi makanan, statistik vital dan faktor ekologi.

2.2 Pemeriksaan Antopometri

Penilaian status gizi dapat dilakukan dengan indeks antropometri.

Antropometri gizi adalah hal-hal yang berhubungan dengan berbagai macam

pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan

tingkat gizi. Penilaian status gizi dengan antropometri digunakan untuk melihat

ketidakseimbangan antara asupan energi dan protein. (Supriasa IDN, Bakri B,

Fajar I. Penilaian status gizi. Jakarta: EGC; 2004).

Antopometri berasal dari bahasa latin anthropos yang berarti tubuh dan

metros yang artinya ukuran, sehingga secara harfiah antropometri berarti ukuran

dari tubuh. Berbagai jenis pengukuran ini antara lain: berat badan, tinggi badan,

lingkar lengan atas, dan tebal lemak di bawah kulit.

Berdasarkan keputusan Mentri Kesehatan Republik Indonesia

Nomor:1995/Menkes/SK2010 tentang menilai status gizi, diperlukan standard

antropometri yang engacu pada Standar World Health Organization (WHO 2005).

Keunggulan standard antropometri terbaru WHO lebih baik dibandingkan

standard NCHS/WHO, karena dibuat berdasarkan data dari berbagai Negara dan

etnis, sehingga sesuai untuk Negara-negara yang sedang berkembang (Keputusan

7

Page 8: Proposal Skripsi

Menteri kesehatan Republik Indonesia Nomor:1995/Menkes/SK/XII/2010.

Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak. Jakarta: Direktorat Bina Gizi;

2011). Selain itu keunggulan dari antropometri adalah prosedur sederhana, aman,

dan dapat dilakukan dalam jumlah sampel yang cukup besar, kemudian relatif

tidak menggunakan tenaga ahli, alat murah, dan mudah dibawa. Metode ini tepat

dan akurat, karena dapat dibakukan. Selain itu dapat mengidentifikasi status gizi

buruk, status gizi kurang, dan status gizi baik karena sudah ada ambang batas

yang jelas.

Pengukuran status gizi secara antropometri dibedakan menurut golongan

usia, yaitu balita dan anak serta usia dewasa. Pengukuran status gizi balita dan

anak dapat dilakukan dengan indeks antropometri berat badan menurut umur

(BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U), dan berat badan menurut tinggi

badan (BB/TB), indeks lingkar lengan atas (LILA), indeks lingkar lengan kepala

menurut umur (LK/U) dan tebal lipatan lemak dibawah kulit (TLBK). Sedangkan

pengukuran status gizi untuk dewasa adalah dengan menggunaan indeks massa

tubuh (IMT).

Rumus menghitung Indeks Massa Tubuh adalah:

IMT = Berat badan (kg)Tinggi badan2(m)

Menurut WHO (1995) IMT dapat diklasifikasikan menjadi:

Status Gizi Klasifikasi Indeks Massa Tubuh

Kurang Severe thinness

Moderate thinness

Mild thinness

<16.00

16.00-16.99

17.00-24.99

Normal Normal 18.50-24.99

Lebih Overweight 25.00-29.99

8

Page 9: Proposal Skripsi

Obese kelas 1

Obese kelas 2

Obese kelas 3

30.00-34.99

35.00-39.99

>40.00

Tabel 2.1 Klasifikasi IMT menurut WHO (1995)

IMT yang normal antara 18-25, dan seseorang dikatakan kurus bila IMT-

nya <18 dan gemuk bila IMTnya >25. Bila IMT >30 dan sudah diklasifikasikan

sebagai obesitas, maka perlu diwaspadai karena orang tersebut biasanya menderita

penyakit degenerative seperti Diabetes Mellitus, hipertensi, hiperkolesterol dan

kelainan metabolisme lain. Pada usia yang relatif muda, maka penderita obesitas

merupakan faktor resiko untuk penyakit, terutama yang berhubungan dengan

kardiovaskular.

2.3 Pengetahuan Gizi Mahasiswa

Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah

orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan

terjadi melalui panda indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran,

penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh dari

mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merangkap domain yang sangat

penting untuk terbentuknya tinfakan seseorang (Notoatmojo, 1993).

Pengetahuan gizi sebaiknya telah ditanamkan sedini mungkin, sehingga

apabila seseorang telah memasuki usia remaja atau dewasa mampu memenuhi

ebutuhan energi tubuhnya dengan perilaku makannya, karena pengetahuan gizi

sangat bermanfaat dalam menentukan apa yang kita konsumsi setiap harinya.

Dengan adanya pengetahuan gizi pada seseorang, maka kita dapat

menyesuaikan tingkat kebutuhan zat gizi yang sesuai dengan banyak kalori yang

kita perlukan setiap harinya dalam melakukan aktivitas atau produktivitas kita

sehari-hari sehingga dapat dicapai tingkat kesehatan yang optimal (Paul, 2001).

9

Page 10: Proposal Skripsi

Kurangnya pengetahuan gizi merupakan salah satu penyebab timbulnya

gangguan gizi. Solusi yang dapat dilakukan adalah melalui suatu proses belajar

mengajar tentang pangan, bagaimana tubuh menggunakan zat besi dan bagaimana

zat besi tersebut diperlukan untuk menjaga kesehatan.

Erat kaitan kebiasaan makan yang baik dengan status gizi, karena

kebiasaan makan menggambarkan kebiasaan makan dan perilaku yang

berhubungan dengan makanan dan makan seperti tatakrama, frekuensi makan,

pola makanan yang dimakan, kepercayaan tentang makanan (misalnya

pantangan), distribusi makanan antara anggota keluarga, penerimaan terhadap

makanan (misalnya suka atau tidak suka) dan cara pemilihan bahan makanan yang

hendak dimakan (Suhardjo, 1989).

Dari segi gizi, kebiasaan makan ada yang baik dan buruk. Kebiasaan

makan yang baik adalah kebiasaan makan yang mendorong terpenuhinya

kecukupan gizi. Kebiasaan makan yang buruk adalah kebiasaan yang dapat

menghambat terpenuhinya kecukupan zat gizi. Ada dua faktor utama yang

mempengaruhi kebiasaan makan manusia, yaitu faktor ekstrinsik dan intrisik.

Faktor ekstrinsik adalah faktor yang berasal dari luar manusia seperti lingkungan

sosial, alam, budaya, agama, dan ekonomi, sedangkan faktor intrinsic adalah

faktor yang berasal dari dalam manusia seperti asosiasi emosional, keadaan

jasmani, keadaan kejiwaan, dan penilaian terhadap makanan

2.4 Kebutuhan dan Kecukupan Gizi

Keadaan gizi seseorang merupakan gambaran apa yang dikonsumsinya

dalam jangka waktu cukup lama. Keadaan gizi dapat bermanifestasi kurang atau

lebih, dan keduanya dalam menimbulkan efek yang berbeda-beda pada tubuh.

Angka Kecukupan Gizi (AKG) adalah suatu kecukupan rata rata zat gizi

setiap hari bagi hampir semua orang, menurut golongan umur, jenis kelamin,

ukuran tubuh dan aktifitas untuk mencegah terjadinya defisiensi maupun

kelebihan gizi Kecukupan gizi seseorang akan lebih besar dibandingkan

kebutuhan gizinya. Dalam perhitungan kecukupan gizi, sudah diperhitungkan

10

Page 11: Proposal Skripsi

faktor variasi kebutuhan individual kecuali untuk energi setingkat dengan

kebutuhan rata-rata ditambah dengan dua kali simpangan bakunya.

Angka Kecukupan Gizi yang Dianjurkan adalah banyaknya masing-

masing zat gizi esensial yang harus dipenuhi dari makanan mencakup hampir

semua orang sehat untuk mncegah defisiensi zat gizi. AKG dipengaruhi oleh

umur, jenis kelamin, aktivitas, berat badan, tinggi badan, genetika, dan keadaan

fisiologis.

Dasar perhitungan kecukupan energi dan zat gizi menggunakan berat

badan (BB) sebagai patokan. Berat badan patokan tersebut diperoleh dari hasil

pengumpulan mutakhir pada kelompok individu dalam keadaan gizi optimal

dengan aktivitas sedang

Angka kecukupan gizi (energi dan protein) rata-rata yang dianjurkan dapat

dilihat pada tabel di bawah ini:

Kelompok

Umur

Berat Badan

(kg)

Tinggi Badan

(cm)

Energi

(kkal)

Protein

(g)

Pria

16-18

19-29

55

56

160

164

2600

2550

65

60

Wanita

16-18

19-29

50

52

154

156

2200

1900

50

50

Tabel 2.2 Angka Kecukupan Gizi rata-Rata yang Dianjurkan (Per orang Per hari)

Seperti yang sudah diungkapkan sebelumnya, angka kebutuhan dan

kecukupan gizi merupakan dua hal yang berbeda, angka kebutuhan gizi

menggabarkan banyaknya zat gizi minimal yang dibutuhkan seseorang untuk

mempertahankan status gizi baik. Berbagai faktor memengaruhi angka kebutuhan

gizi, seperti genetik, aktivitas, dan berat badan

11

Page 12: Proposal Skripsi

Bab III

KERANGKA KONSEP dan DEFINISI OPERASIONAL

3.1 Kerangka Konsep

Gambar 3.1 Kerangka konsep

3.2 Definisi Operasional

3.3 Hipotesis

3.3.1 Hipotesis Nol (H0)

12

Mahasiswa Fakultas Kedokteran usia 18-22 tahun yang tinggal di tempat kos di Jakarta

Mahasiswa Fakultas Kedokteran usia 18-22 tahun yang tinggal di rumah sendiri di Jakarta

Status gizi

Indeks Massa Tubuh

Page 13: Proposal Skripsi

Tidak ada perbedaan status gizi antara mahasiswa yang tinggal di tempat kost dan di rumah sendiri.

3.3.2 Hipotesis Alternatif (Ha)

Adanya perbedaan status gizi antara mahasiswa yang tinggal di tempat kost dan di rumah sendiri.

13

Page 14: Proposal Skripsi

Bab IV

METODE PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti,

Jakarta Barat pada bulan September-Oktober 2013.

4.3 Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi adalah sekumpulan individu dengan ciri-ciri yang sama yang

hidup menempati ruang yang sama pada waktu tertentu. Berdasarkan definisi dari

populasi diatas peneliti akan melakukan kepada mahasiswa yang tinggal di tempat

kos dan yang tinggal di rumah sendiri dan kedua cirri tersebut berdomisili di

Jakarta, khususnya pada mahasiswa Universitas Trisakti yang tinggal di tempat

kos di wilayah Grogol, Jakarta Barat.

Pengambilan sampel dengan menggunakan metode cluster sampling,

dimana sampel dipilih secara acak pada kelompok individu yang terjadi secara

alamiah.

4.4.1 Kriteria Inklusi dan Eksklusi

Sampel yang diambil pada penelitian adalah subjek yang memenuhi kriteria

inklusi dan eklusi

4.4.1.1 Kriteria Inklusi

14

Page 15: Proposal Skripsi

Kriteria inklusi pada penelitian adalah sebagai berikut:

1. Mahasiswa yang berusia 18-22 tahun

2. Mahasiswa yang tinggal di tempat kos

3. Mahasiswa yang tinggal di rumah sendiri

4.4.1.2 Kriteria Eksklusi

Kriteria eksklusi pada penelitian adalah sebagai berikut:

1. Mahasiswa yang memiliki berat badan diatas normal

2. Mahasiswa yang teratur berolahraga

3. Mahasiswa yang tidak menyertakan data berat dan tinggi badan

4.4 Bahan dan Instrumen Penelitian

Dalam penelitian ini, data yang dikumpulkan berupa data primer yang

dibutuhkan untuk mendapatkan data tentang karakteristik responden, pengetahuan

terhadap perilaku hidup sehat dan keseimbangan gizi, serta contoh makanan

sehari-hari mahasiswa, baik yang tinggal di tempat kos maupun di rumah. Alat

yang digunakan untuk memperoleh data primer ini ialah kuosioner atau daftar

pertanyaan mengenai pengetahuan mahasiswa mengenai perilaku hidup sehat dan

keseimbangan gizi, serta berat dan tinggi badan mahasiswa juga akan ditanyakan

pada kuosioner tersebut.

Data primer pada penelitian ini terdiri dari:

1. Ukuran indeks massa tubuh mahasiswa

2. Data mengenai pengetahuan mahasiswa terhadap perilaku hidup sehat

dan status gizi

Pengumpulan data primer dilakukan dengan pemberian kuosioner kepada

responden yang akan diisi sendiri oleh responden.

15

Page 16: Proposal Skripsi

Kuosioner yang telah diberikan dan diisi oleh responden, akan diperiksa

kelengkapannya. Kemudian data tersebut akan diolah dengan cara:

1. Data dari kuesioner tersebut diperiksa kelengkapan, ketepatan data dan

jawaban yang telah diisi oleh responden.

2. Mengkode jawaban kedalam bentuk angka (coding).

3. Data yang telah diedit dan dikode akan dimasukkan ke dalam program

komputer dan akan diproses.

4. Melakukan pengecekan kembali data yang sudah diolah untuk memastikan

apakah terdapat kesalahan atau tidak (cleaning data).

5. Analisis data

6. Menyusun hasil yang dilaporkan

4.5 Analisis Data

4.5.1 Analisis univariat

Analisis univariat digunakan untuk melihat karakteristik dan distribusi

frekuensi dari subyek penelitian yang terdiri atas usia dan jenis kelamin.

4.5.2 Analisis bivariat

Analisis bivariat digunakan untuk mengetahui adanya hubungan antara

variable bebas (independen) dengan variable terikat (dependen) pada penelitian

ini. Analisis pada penelitian ini digunakan uji statistic chi-square dengan tingkat

kepercayaan 95% (α = 0,05) sehingga variable dapat dikatakan mempunyai

hubunngan secara bermakna jika p < 0,05

4.6 Alur Penelitian

16

Sampel penelitian

Pengumpulan data

Kuosioner

Pengukuran IMT responden

Page 17: Proposal Skripsi

4.7 Etika Penelitian

Pelaksanaan penelitian ini dilaksanakan setelah mendapatkan persetujuan

kaji etik dari institusi yang berkaitan. Sebelum dilakukn pengambilan data oleh

peneliti, peneliti akan menjelaskan terlebih dahulu mengenai penelitian yang

dilakukan serta mengajukan permohonan agar dapat membantu jalannya

penelitian ini. Penjelasan akan diberikan kepada mahasiswa Trisakti yang

termasuk dala golongan yang tinggal di tempat kos dan di rumah pribadi. Setelah

itu responden akan diminta menandatangani informed consent atau persetujuan

secara tertulis bahwa responden akan mengikuti dan membantu peneliti secara

sukarela.

4.8 Penjadwalan Penelitian

Aktivitas penelitian ini secara keseluruhan dilaksanakan selama tujuh

bulan, sejak bulan Juli 2013 sampai dengan bulan Januari 2013

No Tahapan

Kegiatan

Waktu pelaksanaan

Jun Jul Agus Sept Okt Nov Des Jan

1 Persiapan

2 Observasi

3 Kuesioner

4 Pengolahan

data

17

Analisis data

Page 18: Proposal Skripsi

5 Konsultasi

4.9 Pembiayaan

BAB V

DAFTAR PUSTAKA

18

Page 19: Proposal Skripsi

1. Atmarita, Falah TS. Status gizi balita di Indonesia sebelum dan selama

krisis: analisis data antropometri SUSENAS 1989-1999). Prosiding

Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VII; Jakarta, 29 Februari-2 Maret

2000.

2. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Depkes. Riset Kesehatan

Dasar (Riskesdas) 2007: Laporan. Jakarta: Badan Litbang Kesehatan

Depkes, 2008.

3. Baliwati YF, Khomsan A, Dwiriani CM. 2004. Pengantar Pangan dan

Gizi. Jakarta: Penebar Swadaya

4.

19