Proposal Skripsi
-
Upload
denwaz-sarwono -
Category
Documents
-
view
2.464 -
download
0
Transcript of Proposal Skripsi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kehadiran seorang bayi akan mengubah kehidupan ibu secara fisik,
emosional, psikologis, dan ekonomi. Tentu banyak hal yang harus
dipersiapkan dan salah satu yang terpenting adalah memberikan ASI. Karena
dengan menyusui bayi berarti telah memberikan nutrisi penting,
melindunginya dari penyakit infeksi, dan yang terpenting adalah menjalin
hubungan yang special dengan bayi. Sangat disayangkan, kadang muncul
sejumlah keluhan dan kesulitan menyusui, salah satunya adalah ASI yang
tidak keluar dengan lancar. Upaya yang perlu dilakukan selain melatih bayi
untuk menyusu, ibu juga harus mempersiapkan kondisi fisik dan mental
soptimal mungkin. (Indiarti, 2006)
Menurut Hanifa (2002) pada kehamilan muda sudah terdapat persiapan-
persiapan pada kelenjar-kelenjar mamae untuk menghadapi masa laktasi.
Umumnya produksi ASI baru berlangsung betul pada hari ke 2-3 post partum.
Namun pada sejumlah ibu post partum seringkali mengalami masalah dalam
pengeluaran ASI (ASI sedikit bahkan tidak keluar ASI).
Faktor mental dan psikologis ibu dalam menyusui sangat besar
pengaruhnya terhadap proses menyusui dan produksi ASI. Perasaan stres dan
tertekan yang dialami seorang ibu dapat menghambat produksi ASI. Menurut
Penelitian, lebih dari 80% kegagalan ibu menyusui dalam memberikan ASI
adalah faktor psikologis ibu menyusui. Saat ibu berfikir ASI-nya kurang,
maka pada saat bersamaan ratusan sensor pada otak akan memerintahkan
hormon oksitosin untuk bekerja lambat yang pada akhirnya menyebabkan
produksi ASI turun. (Suryoprajogo, 2009)
Sensitivitas ibu terhadap perubahan hormonal sering disebut sebagai
faktor pencetus terjadinya Distres post partum (Baby Blues), namun ada juga
faktor penyebab lain yang mungkin adalah: Riwayat keluarga tentang depresi,
kurang dukungan dari keluarga setelah melahirkan, isolasi dan keletihan.
(Danuatmaja, 2003)
Gejala-gejala baby blues meliputi: rasa sedih, rasa jengkel, terus gelisah
dan kecemasan. Kadar estrogen dan progesteron menurun dengan cepat
setelah kelahiran anak, seringkali membuat perasaan wanita ikut memburuk.
Keadaan ini biasanyan berlangsung sekitar 2 hari – 2 minggu setelah
persalinan. (Heidi Murkoff, 2007)
Berdasarkan hasil survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2004,
ditemukan berbagai alasan ibu menghentikan pemberian ASI kepada bayi
diantaranya produksi ASI kurang (32%), ibu bekerja (16%), ingin dianggap
modern (4%), masalah puting susu (28%), pengaruh iklan susu (16%) dan
pengaruh orang lain terutama suami(4%)
Berdasarkan wawancara dengan beberapa ibu post partum di desa
Sendangmulyo kecamatan Bulu kabupaten Rembang pada bulan januari 2011
mengemukakan bahwa terpaksa tidak bisa memberikan ASI karena
pengeluaran ASI tidak lancar atau bahkan ASI tidak keluar. Hal ini terjadi
karena kurangnya dukungan dari keluarga, juga kondisi mental dan psikologis
ibu post partum.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka peneliti tertarik untuk
mengadakan penelitian tentang "Hubungan Tingkat Kecemasan Ibu Post
Partum dengan Pengeluaran ASI di Desa Sendangmulyo, Wilayah Kerja UPT
Puskesmas Bulu Kabupaten Rembang".
B. Rumusan Masalah
Bedasarkan uraian pada latar belakang diatas, maka peneliti tertarik
untuk meneliti tentang "Hubungan Tingkat Kecemasan Ibu Post Partum
dengan Pengeluaran ASI di Desa Sendangmulyo, Wilayah Kerja UPT
Puskesmas Bulu Kabupaten Rembang ?"
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian adalah untuk mengetahui hubungan tingkat
kecemasan ibu post partum dengan pengeluaran ASI di Desa Sendangmulyo,
Wilayah kerja UPT Puskesmas Bulu Kabupaten Rembang.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti
Sebagai pengalaman langsung dalam melakukan penelitian dan
penerapan pengetahuan yang diperoleh.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai sumber informasi untuk penelitian selanjutnya yang masih
berhubungan dengan penulisan ini.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kecemasan
1. Definisi Kecemasan
Kecemasan adalah kekhawatiran yang tidak jelas dan menyebar yang
berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya. (Stuart,2007)
2. Tingkat Kecemasan
Menurut Stuart (2007), kecemasan mempunyai berbagai tingkatan
yaitu :
a. Ringan
Berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari – hari dan
menyebabkan seseorang menjadi waspada dan meningkatkan lahan
persepsinya. Kecemasan dapat memotivasi belajar dan menghasilkan
pertumbuhan dan kreatifitas.
b. Sedang
Memungkinkan seseorang untuk memusatkan pada hal penting dan
mengesampingkan yang lain. Sehingga seseorang mengalami
pehatian yang selektif namun dapat melakukan sesuatu yang lebih
terarah.
c. Berat
Sangat mengurangi lahan persepsi seseorang cenderung untuk
memusatkan pada sesuatu yang terinci dan spesifik dan tidak dapat
berpikir tentang hal lain. Semua perilaku ditujukan untuk
mengurangi ketegangan. Orang tersebut memerlukan banyak
pengarahan untuk dapat memusatkan pada suatu area lain.
d. Panik
Tingkat ini persepsi menyimpang dan kehilangan pikiran yang
rasional. Tidak dapat berpikir secara sistematis dan tidak melakukan
apa-apa walaupun sudah diberi pengarahan.
3. Gejala Klinis Kecemasan
Menurut Hawari (2001), gejala klinis kecemasan yaitu : gejala
kecemasan baik yang bersifat akut maupun kronik (menahun)
merupakan komponen utama bagi hampir semua gangguan kejiwaan
atau psichiatric disorder.
Orang dengan tipe kepribadian pencemas tidak selamanya
mengeluh hal-hal yang sifatnya psikis tetapi sering juga disertai dengan
keluhan -keluhan fisik (somatik) dan juga tumpang tindih dengan ciri-
ciri kepribadian depresif atau dengan kata lain batasnya seringkali tidak
jelas.
Keluhan-keluhan yang sering ditemukan oleh orang yang
mengalami gangguan kecemasan antaralain : cemas, perasaan khawatir,
firasat buruk, takut akan pikirannya sendiri, mudah tersinggung, merasa
tegang, tidak tenang, gelisah, takut sendirian, takut pada keramaian dan
banyak orang, terjadi gangguan pola tidur, gangguan konsentrasi dan
daya ingat, serta adanya keluhan-keluhan somatik, misalnya: rasa sakit
pada otot tulang, pendengaran bedengung (tinitus), berdebar-debar,
sesak nafas, gangguan pencernaan, gangguan perkemihan, sakit kepala
dan lain sebagainya.
4. Respon terhadap kecemasan
Menurut Ann Isaacs (2005) : Respon seseorang terhadap stres dan
ansietas bergantung, tetapi tidak terbatas pada, faktor-faktor berikut :
a. Usia, maturitas perkembangan, atau keduanya
b. Status kesehatan jiwa dan fisik
c. Prediposisi genetika (misal : Peningkatan sensivitas terhadap stress)
d. Makna yang dirasakan (stres dapat dianggap membahayakan,
mengancam atau menantang)
e. Nilai-nilai budaya dan spiritual
f. Dukungan sosial dan keluarga
Menurut Stuart (2007), respon terhadap kecemasan antara lain :
a. Fisiologis
1) Sistem Kardiovaskuler
Palpitasi, Meningkatnya tekanan darah, rasa mau pingsan,
pingsan, tekanan darah menurun
2) Sistem Respiratori
Nafas cepat dan pendek, rasa tertekan pada dada, perasaan
tercekik, terengah-engah, nafas dangkal
3) Sistem Neuromuskuler
Reflek meningkat, insomnia, tremor, gelisah, ketakutan, wajah
tegang, kelemahan secara umum
4) Sistem Gastrointestinal
Rasa tidak nyaman pada abdomen, kehilangan nafsu makan,
mual,diare.
5) Sistem Urinary
Tidak dapat menahan kencing, sering berkemih
6) Sistem Itegumen
Berkeringat setempat (telapak tangan), gatal, rasa panas dan
dingin pada kulit, wajah pucat, berkeringat seluruh tubuh
b. Perilaku
Gelisah, ketegangan fisik, tremor, menarik diri dari hubungan
interpersonal, menghindar.
c. Kognitif
Gangguan perhatian, kurang konsentrasi, pelupa, bingung, sangat
waspada, takut cedera atau kematian, mimpi buruk.
d. Afektif
Mudah terganggu, gelisah, tegang, gugup, ketakutan, kekhawatiran,
kecemasan, rasa bersalah.
5. Faktor lain yang mempengaruhi kecemasan ibu post partum adalah :
a. Pengetahuan
b. Lingkungan
c. Media Masa
d. Minat dan kemauan ibu
e. Dukungan orang terdekat
B. Post Partum
Post Partum adalah masa enam minggu sejak bayi lahir atau 40 hari
menurut hitungan awam sampai organ-organ reproduksi kembali ke keadaan
normal seperti sebelum hamil yang penting sekali untuk dipantau. (Indiarti,
2004)
Tujuan asuhan keperawatan post partum adalah: 1) Menghindarkan
adanya kemungkinan perdarahan dan infeksi. 2) Perawatan luka jika ada
laserasi jalan lahir atau episiotomi. 3) Memberikan istirahat yang cukup dan
latihan-latihan senam. 4) Diet cukup kalori,protein, cairan serta buah. 5)
Meningkat pola eliminasi normal. 6) Perawatan payudara. 7) Memelihara
psikis ibu 8) Motivasi cara perawatan diri dan bayi, menyusui serta pesan
untuk periksa ulang. (Wiknjosastro, 2002).
Perubahan -perubahan yang terjadi pada masa post partum meliputi:
1. Tekanan Darah
Tekanan darah sedikit berubah dan menetap. Hipotensi ortostatik, yang
diindikasikan oleh rasa pusing dan seakan ingin pingsan segera setalah
berdiri, dapat timbul dalam 48 jam pertama. Hal ini merupakan akibat
pembengkakan limfa yang terjadi setelah wanita melahirka. (Bobak,
2004)
2. Denyut nadi
Denyut nadi tetap tinggi selama jam pertama setelah bayi lahir.
Kemudian mulai menurun dengan frekuensi yang tidak diketahui. Pada
minggu ke-8 sampai ke-10 setelah melahirkan denyut nadi kembali ke
frekuensi sebelum hamil (Bobak, 2004)
3. Temperatur
Selama 24 jam pertama dapat meningkat sampai suhu 38 Derajat Celcius
sebagai akibat efek dehadrasi persalinan. Setelah 24 jam wanita harus
tidak demam (Bobak, 2004)
4. Invulosio Uteri
Pada akhir tahap ke-3 persalinan, uterus berada digaris tengah, kira-kira
2cm dibawah umbilikus. Dalam waktu 12 jam, tinggi fundus uteri
mencapai kurang lebih 1cm diatas umbilikus. Dalam beberapa hari
kemudian, perubahan invulosio berlangsung dengan sangat cepat fundus
turun kira-kira 1-2cm setiap 24 jam. Pada hari ke enam post partum
fundus normal akan berada dipertengahan antara umbilikus dan simpisis
pubis. Uterus tidak bisa dipalpasi pada abdomen di hari ke sembilan post
partum (Bobak, 2004)
5. Buang air besar dan berkemih
Proses Buang Air Besar dan berkemih pada persalinan normal tidak ada
hambatan. Kecuali pada ibu yang takut akan luka episiotomi.
(Danuatmaja, 2003)
6. Lokia
Darah yang keluar berwarna merah karena berisi darah segar, jaringan
sisa plasenta, lemak bayi, selaput ketuban dan mekonium, lamanya
sekitar seminggu biasa disebut lokia rubra. Selanjutnya darah berwarna
marah dan berlendir, lamanya sekitar 1-2 minggu disebut lokia
sanguelenta. 2 minggu berikutnya cairan yang keluar berwarna
kekuningan kandungannya berupa jaringa serosa atau sisa pengaruh
hormon, disebut lokia serosa. Setelah 2 minggu cairan yang keluar sudah
berwarna putih biasa dan bening, ini normal dan tandanya sudah
memasuki tahap pemulihan, disebut lokia alba. (Indiarti, 2004)
7. Payudara
Pengaruh menekan dari hormon estrogen dan progeteron terhadap
hipofise hilang, timbul pengaruah hormon-hormon hipofise kembali
antaralain lactogenic hormon (prolaktin). Pengaruh hormon oksitosin
mengakibatkan mioepitelium kelenjar-kelenjar berkontraksi , sehingga
terjadi pengeluaran air susu, umumnya produksi ASI berlangsung betul
pada hari ke 2-3 post partum. Selain pengaruh hormonal rangsangan
terbaik untuk mengeluarkan ASI adalah menetekkan bayi pada ibunya,
dengan perangsangan fisik pada puting mamae kadar prolaktin akan
meningkat sehingga meningkatkan produksi ASI. Dengan rangsangan
psikis yang merupakan reflek dari mata ibu ke otak, mengakibatkan
oksitosin dihasilkan sehingga merangsang kontraksi otot sekitar mamae
dan ASI dapat dikeluarkan. (Wiknjosastro, 2002)
8. Sistem Gastrointestinal
Produksi hormon progesteronyang semakin tinggi pada post partum
berefek pada proses pencernaan yaitu kontraksi berjalan lambat sehingga
sering terjadi sembelit (Danuatmaja, 2003)
9. Sistem Endokrin
Pengeluaran plaseta menyebabkan kadar estrogen dan progesteron
menurun. Penurunan kadar estrogen berkaitan dengan pembengkakan
payudara dan diuresis cairan ekstraseluler berlebih yang terakumulasi
selama kehamilan (Bobak, 2004)
Jika ibu dilanda kecemasan, akibat yang jelas antaralain hormon
oksitosin ibu tidak akan keluar, sebaliknya jika ibu merasa tenang,
hatinya senang maka hormon oksitosin bisa keluar dan bekerja dengan
baik. Hormon oksitosin merupakan hormon yang berpengaruh dalam
proses pengeluaran ASI. (Rusli, 2005)
Kadar prolaktin akan meningkat dengan rangsangan fisik pada puting
mamae yang mengakibatkan peningkatan produksi air susu ibu (ASI).
(Wiknjosastro, 2002)
10. Perubahan Psikologis
Minggu pertama post partum merupakan saat terberat bagi ibu terlebih
jika ibu baru, ketidaknyamanan, kekhawatiran mengalami gejala-gejala
fisik, adanya rasa gembira barganti depresi atau berubah-ubah diantara
keduanya, perasaan tidak mampu menjadi ibu, frustasi untuk
menyusui,juga menurunya gairah seksual. Sensitivitas ibu terhadap
perubahan hormonal sering disebut sebagai faktor pencetus terjadinya
Distres post partum (Baby Blues), namun ada juga faktor penyebab lain
yang mungkin adalah: Riwayat keluarga tentang depresi, kurang
dukungan dari keluarga setelah melahirkan, isolasi dan keletihan.
(Danuatmaja, 2003)
Sekitar 60-80% ibu pasca persalinan mengalami dirinya merasa agak
sedih setidaknya sesekali ketika menikmati masa-masa paling bahagia
dalam hidup mereka, itulah paradoks dari baby blues. Gejala-gejala baby
blues meliputi: rasa sedih, rasa jengkel, terus gelisah dan kecemasan.
Kadar estrogen dan progesteron menurun dengan cepat setelah kelahiran
anak, seringkali membuat perasaan wanita ikut memburuk. Keadaan ini
biasanyan berlangsung sekitar 2 hari – 2 minggu setelah persalinan.
(Heidi Murkoff, 2007)
C. Pengeluaran ASI
Sejak kehamilan muda, sudah terjadi persiapan pada kelenjar-kelenjar
mamae untuk menghadapi masa laktasi. Setelah partus, pengaruh menekan
dari estrogen dan progesteron terhadap hipofisis hilang. Timbulnya pengaruh
hormon hipofisis kembali ,antara lain lactogenic hormon (prolaktin).
Pengaruh oksitosin mengakibatkan mioepitelium kelenjar-kelenjar susu
berkontraksi, sehingga pengeluaran air susu dilaksanakan. Umumnya
produksi air susu baru berlangsung pada hari ke 2-3 post partum. Selain
pengaruh hormonal salah satu rangsangan terbaik untuk mengeluarkan air
susu adalah dengan menyusui bayi. Kadar prolaktin akan meningkat dengan
rangsangan fisik pada puting mamae yang mengakibatkan peningkatan
produksi air susu ibu (ASI). (Wiknjosastro, 2002)
Prolaktin dibentuk oleh hipofise anterior, rangsangan yang berasal dari
isapan bayi dilanjutkan ke hipofise posterior (neurohipofise) yang kemudian
dikeluarkan oksitosin. Melalui aliran darah, hormon ini menuju uterus
sehingga menimbulkan kontraksi. Kontraksi dari sel akan memeras air susu
keluar dari alveoli dan masuk ke sistem duktus dan mengalir ke duktus
lactiferus masuk ke mulut bayi. Faktor-faktor yang meningkatkan reflek aliran
(let down reflek) adalah: melihat bayi, mendengarkan suara bayi, mencium
bayi, memikirkan untuk menyusui bayi. Sedang faktor-faktor yang
menghambat let down reflek adalah stress, seperti : keadaan bingung/pikiran
kacau, cemas dan takut. (Roesli, 2005)
Produksi dan pengeluaran ASI erat kaitannya dengan kondisi kejiwaan
ibu, ketika ibu menyusui harus dalam kondisi tenang dan tidak stres. (Indiarti,
2006). Berbagai masalah menyusui pada ibu diantaranya: kurang
pengetahuan, bentuk puting susu, puting lecet, payudara bengkak, dan ASI
kurang. Selain itu ada juga berbagai mitos menyusui: menyusui merubah
bentuk payudara dan payudara kecil tidak menghasilkan ASI. (Danuatmaja,
2003) . Pengeluaran asi sangat dipengaruhi oleh hormon oksitosin yang
sering disebut sebagi hormon kasih sayang, sebab kadarnya sangat
dipengaruhi oleh suasana hati, rasa bahagia, rasa aman, ketenangan, relaks.
Faktor mental dan psikologis ibu dalam menyusui sangat besar
pengaruhnya terhadap proses menyusui dan produksi ASI. Perasaan stres dan
tertekan yang dialami seorang ibu dapat menghambat produksi ASI.
Yang mempengaruhi kelancaran dan produksi ASI:
1. Frekuensi menyusui / memerah susu
Produksi ASI prinsipnya based on demand, jika makin sering di minta / di
susu, maka makin banyak ASI yang di produksi.
2. Kondisi Psikologis Ibu Menyusui
Ibu menyusui harus relaks, kondisi psikologis ibu menyusui sangat
menentukan keberhasilan ASI Ekslusif. Menurut Penelitian, lebih dari
80% kegagalan ibu menyusui dalam memberikan ASI adalah faktor
psikologis ibu menyusui. Saat ibu berfikir ASI-nya kurang, maka pada saat
bersamaan ratusan sensor pada otak akan memerintahkan hormon
oksitosin untuk bekerja lambat yang pada akhirnya menyebabkan produksi
ASI turun.
3. Nutrisi
Konsumsi makanan yang bergizi akan sangat berpengaruh terhadap
produksi ASI.
4. Menghindari pemberian susu formula.
Pemberian susu formula akan menyebabkan ASI tidak lancar karena anak
relatif malas menyusu atau bingung puting terutama pemberian dengan
dot. Semakin sering susu formula diberikan semakin sedikit ASI yang
diproduksi
5. Perawatan Payudara
Perawatan payudara bermanfat merangsang payudara untuk
mempengaruhi hipofise untuk mengeluarkan hormon prolaktin dan
oksitosin. Selain itu perawatan payudara juga bertujuan menjaga
kebersihan. (Suryoprajogo, 2009)
D. Kerangka Teori
Perubahan fisiologis ibu post partum:
- Tekanan Darah - Denyut nadi - Temperatur - Invulosio Uteri - Buang Air Besar dan Berkemih - Lokia - Payudara - Sistem Gastrointestinal - Sistem Endokrin (Hormonal)
Perubahan Psikologis Ibu Post Partum:
- Kelelahan / Keletihan- Rasa gembira - Depresi - Ketidaknyamanan - Perasaan tidak mampu menjadi ibu - Frustasi untuk menyusui - Menurunya gairah seksual
Faktor lain :
- Pengetahuan - Lingkungan - Media masa- Minat dan kemauan ibu- Dukungan orang terdekat
Sumber: Bobak, 2004; Danuatmaja, 2003; Indiarti, 2004; Rusli, 2007; Wiknjosastro, 2002; Heidi Murkoff, 2007; Stuart,2007; Suryoprajogo, 2009.
Faktor yang mempengaruhi :- Frekuensi menyusui- Kondisi psikologis ibu- Nutrisi- Menghindari susu
formula- Perawatan payudara
Kecemasan PengeluaranASI
BAB III
METODELOGI PENELITIAN
A. Kerangka Konsep
B. Hipotesis
Hipotesis adalah suatu pernyataan yang menunjukkan dugaan tentang
hubungan antara dua variabel atau lebih .
Hipotesis dalam penelitian ini adalah:
Ada hubungan antara tingkat kecemasan ibu post partum dengan
pengeluaran ASI di Desa Sendangmulyo, Wilayah Kerja UPT Puskesmas
Bulu Kabupaten Rembang .
C. Jenis dan Rancangan Penelitian
Berdasarkan permasalahan dan tujuan yang hendak dicapai, maka
jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan rancangan deskriptif
korelasi yaitu suatu metode penelitian yang dilakukan dengan tujuan utama
untuk membuat gambaran atau deskripsi tentang suatu keadaan secara
obyektif.
Variabel Independent (bebas) Variabel Dependent (terikat)
Tingkat Kecemasan:- Ringan- Sedang- Berat - Panik
PengeluaranASI
Pendekatan yang aakan digunakan yaitu studi korelasi (corelation
study) yaitu penelitian antara dua variabel pada situasi atau sekelompok
subyek. Hal ini dilakukan untuk melihat hubungan antara variabel satu dan
variabel yang lain (Notoatmojo, 2002).
D. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan dari obyek penelitian (Arikunto,
2002). Pengertian lain dari populasi adalah himpunan keseluruhan
karakteristik dari obyek yang diteliti (Sedarmayanti, 2002).
Populasi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah semua ibu post
partum di Desa Sendangmulyo wilayah Puskesmas Bulu Kabupaten
Rembang pada tahun 2010. Jumlah populasi ibu bersalin di Desa
Sendangmulyo wilayah Puskesmas Bulu Kabupaten Rembang pada tahun
2010 adalah sebanyak 32.
2. Sampel
Sampel adalah kelompok kecil yang diamati dan merupakan bagian
dari populasi. Dengan kata lain, sampel merupakan sebagian atau
bertindak sebagai perwakilan dari populasi sehingga hasil penelitian yang
berhasil diperoleh dari sampel dapat digeneralisasikan pada populasi.
Sampel dalam penelitian mendatang adalah semua ibu post partum
dengan persalinan normal di Desa Sendangmulyo wilayah Puskesmas
Bulu Kabupaten Rembang periode tahun 2010 sebanyak 32 responden.
Semua anggota populasi digunakan sebagai sampel, hal ini
dilakukan bila jumnlah populasi relatif kecil, kurang dari 30 orang.
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian nanti menggunakan metoda
aksidental sampling, dilakukan dengan mengambil responden yang
kebetulan ditemuai dan cocok sebagai sumber data (Sugiyono, 2005).
E. Definisi operasional, Variabel dan Skala Penelitian
Variabel Definisi Alat ukur Hasil ukur SkalaIndependentTingkat Kecemasan
Kecemasan adalah perasaan tidak menyenangkan dan bersifat subyektif yang dapat diobyektifkan dengan alat ukur HRS-A yang dialami ibu post partum dalm hal pengeluaran ASI
Menggunakan kuisioner HRS-A (Hamilton Rating Scale for Anxiety) yang terdiri dari 14 kelompok gejala yang masing masing kelompok dirinci lagi dengan gejala yang lebih spesifik . Untuk mengetahui sejauh mana tingkat kecemasan dengan pemberian nilai dari jawaban berupa score anatara 0 – 4 yang artinya:0 = tidak ada gejala1 = gejala ringan2 = gejala sedang3 = gejala berat4 = gejala berat sekali
Total nilai score :Kurang dari 14 = tidak ada kecemasan.
14-20 = Kecemasan ringan.
21-27 = Kecemasan sedang
28-41 = Kecemasan berat
42-56 = Kecemasan berat sekali
Ordinal
DependentPengeluaran ASI ibu post partum
Pengeluaran ASI merupakan hasil proses produksi ASI. Produksi ASI dapat diukur melalui kuantitas proses menyusui
Lembar observasi untuk mengetahui pengeluaran ASI yang terdiri dari 8 item, disusun berdasarkan jumlah ASI cukup atau kurang, dengan memberi nilai jawaban berupa score0 = Tidak1 = Ya
Total nilai score :1-4 = Pengeluaran ASI kurang
5-8 = Pengeluaran ASI cukup
Ordinal
F. Metode Pengumpulan Data
1. Alat Pengumpulan data
Alat pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian ini,
untuk variabel dependent Pengeluaran ASI ibu post partum penulis
melakukan observasi langsung menggunakan lembar pedoman
observasi yang terdiri dari 8 item, sedangkan untuk variabel
independent berupa tingkat kecemasan menggunakan alat ukur
(instrumen) Hamilton Rating Scale for Anxiety (HRS-A) yang terdiri
dari 14 kelompok gejala yang masing masing kelompok dirinci lagi
dengan gejala yang lebih spesifik
2. Metoda Pengumpulan data
Pengumpulan data dilakukan dengan cara memberikan kuisioner
kepada responden, dalam pelaksanaan pengumpulan data penulis
membagi dalam dua tahap, yaitu :
a. Tahap Persiapan
Tahap persiapan ini dimulai dengan langkah langkah sebagai
berikut:
1) Mengurus administrasi yang berkaitan dengan persyaratan
penelitian dan perijinan.
2) Melakukan survey pendahuluan
b. Tahap Pelaksanaan
Data untuk variabel tingkat kecemasan diperoleh dengan kuisioner
Hamilton Rating Scale for Anxiety (HRS-A) yang diberikan
langsung kepada ibu post partum, sedangkan untuk variabel
pengeluaran ASI dilakukan dengan observasi langsung yang
menggunakan lembar pedoman observasi.
G. Metode Pengolahan Data
1. Pengolahan Data
Pengolahan data pada penelitian dilakukan dengan tahap tahap sebagai
berikut :
a. Editing Data
Kuisioner yang telah diisi oleh responden terlebih dahulu dilakukan
editing untuk mengecek kebenaran data berdasarkan pengisisan
kuisioner. Pada tahap editing dilakukan pengecekan kelengkapan
data yang ada terutama dalam kelengkapan pengisian kuisioner,
sehingga jika terdapat ketidaksesuaian dapat segera dilengkapi.
b. Coding data
Coding adalah usaha mengklasifikasikan jawaban atau hasil yang
ada menurut macamnya. Klasifikasi dilakukan dengan cara
menandai masing masing dengan kode berupa angka.
c. Entry data
Entry data merupakan suatu proses memasukkan data kedalam
komputer melalui program SPSS versi 17.0.
d. Tabulating data
Tabulating data merupakan kegiatan mengelompokkan dan
menggolongkan data sesuai variabel dependent dan variabel
independent yang diteliti kedalam tabel sehingga diperoleh
frekuensi dari masing masing kelompok pertanyaan dari setiap
alternatif jawaban yang tersedia.
2. Analisa data
Analisa data dalam penelitian dapat dikelompokka menjadi dua yaitu :
a. Analisis Univariat
Analisis univariat yang dilakukan untuk menggambarkan subyek
penelitian dengan tidak melakukan analisis perbedaan atau
hubungan antar variabel (Alimul, 2003). Setiap variabel dependent
dan variabel independent dianalisis dengan ststistik deskriptif yaitu
prosentase untuk mendapatkan gambaran mengenai tingkat
kecemasan ibu post partum dan penegeluaran ASI.
b. Analisis Bivariat
Analisis bivariat digunakan untuk mendapatkan gambaran antara
variabel dependent dan varibel independent. Teknik analisa data
yang digunakan dalam penelitian nanti menggunakan Uji statistik
non parametrik dengan Chi-Square yaitu digunakan untuk
mengukur skala data ordinal dan ordinal.