Proposal Skripsi
-
Upload
yolita-satya-gitya-utami -
Category
Documents
-
view
94 -
download
8
Transcript of Proposal Skripsi
PROPOSAL SKRIPSI
” ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MINAT BELI
KONSUMEN PADA IKLAN FLEXY”
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
A. Latar Belakang Masalah
Seiring dengan kemajuan pesat dalam dunia ilmu pengetahuan dan
teknologi, bidang telekomunikasi juga mengalami kemajuan yang cukup
pesat. Komunikasi merupakan suatu hal yang penting yang dianggap
mampu membantu hidup manusia. Sejak ditemukannya alat komunikasi,
gerak hidup Semakin lama pola pikir konsumen berubah seiring
perkembangan telepon, kini mulai beralih menggunakan telepon seluler,
sehingga perusahaan penyedia jasa layanan telekomunikasi dapat
mengambil peluang baru dari keinginan-keinginan dan kebutuhan
konsumen yang belum terpenuhi.
Pilihan-pilihan teknologi telekomunikasi yang dapat dimanfaatkan oleh
masyarakat masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan. Salah
satunya telepon seluler yang berbasis teknologi CDMA (Code Division
Multiple Access) yang beroperasi menggunakan lisensi telepon saluran
tetap (fixed wireless) memiliki tarif jauh lebih rendah (sama dengan tarif
telepon tetap/ fixed line) dibanding dengan tarif telepon seluler yang
berbasis GSM. Teknologi CDMA juga menyediakan kapasitas suara dan
komunikasi data, memungkinkan lebih banyak pelanggan untuk
terhubungkan pada waktu bersamaan serta memungkinkan untuk tugas-
tugas multimedia. Teknologi CDMA mengkonsumsi tenaga listrik yang
kecil sehingga memungkinkan untuk memperpanjang daya tahan baterai
dan waktu bicara dapat lebih lama. Selain itu, rancangan teknologi CDMA
menjadikan CDMA aman dari upaya penyadapan. Melihat kondisi
konsumen seperti itu, perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang
telekomunikasi mulai berlomba-lomba mengeluarkan kartu Sim Card (isi
dari telepon seluler) dengan jenis CDMA demi memuaskan konsumen.
PT. Telekomunikasi Tbk, atau yang biasa dikenal dengan sebutan
TELKOM merupakan perusahaan informasi dan komunikasi (InfoCom)
serta penyedia jasa dan jaringan telekomunikasi secara lengkap (full
service and network provider) yang terbesar di Indonesia. Produk dan
layanan TELKOM menjadi dua yaitu produk dan layanan untuk korporat
dan produk dan layanan untuk personal. Produk dari TELKOM yang
berkaitan dengan CDMA adalah TELKOMFlexi (sering disebut Flexi).
Flexi mulai diperkenalkan pada bulan Desember 2002 dan secara
komersial mulai diluncurkan Mei 2003. Flexi beroperasi pada dua
frekuensi yaitu 1,9 GHz untuk wilayah Jakarta dan sekitarnya serta 800
MHz di daerah-daerah. Tantangan Flexi semakin besar ketika perusahaan
pesaing mulai memunculkan teknologi-teknologi terbaru (misalnya 3G)
dengan harga di bawah standart. Salah satu strategi yang digunakan oleh
perusahaan TELKOM untuk menawarkan produk FLEXY agar menarik
minat konsumen terhadap produk tersebut adalah melalui iklan. Seiring
pertumbuhan ekonomi, iklan menjadi sangat penting karena konsumen
potensial akan memperhatikan iklan dari produk yang ia akan beli. Fungsi
iklan selain sebagai promosi juga berfungsi (Kotler : 2000);
menginformasikan suatu produk atau jasa ataupun profit perusahaan dan
sebagai media untuk mengingatkan konsumen terhadap suatu produk atau
jasa. Iklan mempengaruhi minat beli konsumen dalam tindakannya dan
keyakinannya akan merek produk yang ditawarkan perusahaan. Peran
iklan dalam mempengaruhi penjualan seperti yang terlihat dari berbagai
teknik periklanan televisi dengan tingkat eksposur iklan memberikan
image tersendiri bagi konsumen (Lutz : 1995). Perusahaan berharap
konsumen potensial akan berperilaku seperti yang diharapkan melalui
iklan komersialnya. Iklan yang di tayangkan media televisi membentuk
pernyataan sikap konsumen yang mempengaruhi minat beli konsumen.
Pembentukan sikap terhadap iklan dipengaruhi oleh persepsi konsumen
terhadap iklan. Sikap terhadap iklan ini diawali cara konsumen berfikir
mengenai sebuah Iklan. Sikap terhadap iklan (afektif) merupakan cara
konsumen merasakan hal tersebut. Assael (2001: 368) mendefinisikan
sikap terhadap iklan adalah kecenderungan konsumen untuk menjawab
dengan baik atau tidak baik terhadap iklan tertentu. Dalam penelitian ini
selain dipengaruhi secara langsung oleh sikap terhadap iklan, minat beli
konsumen dipengaruhi langsung oleh sikap terhadap merek. Pembentukan
sikap terhadap merek menurut Burke dan Edell (1989); Mackenzie, Lutz
dan Belch (1986) dipengaruhi secara langsung oleh persepsi konsumen
terhadap produk atau pesan. Sikap terhadap merek diawali oleh proses
kognitif yang bekerja terhadap rangsangan. kemudian akan mempengaruhi
minat beli konsumen terhadap produk yang ditawarkan. Menurut Assael
(2001: 82) sikap terhadap merek yaitu merupakan pernyataan mental Yang
menilai positif atau negatif, bagus tidak bagus, suka tidak suka suatu
produk.
Dari latar belakang yang dikemukakan maka penelitian ini
mencoba untuk meneliti hal tersebut yaitu dengan mengambil topik yang
berkaitan dengan ”ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI MINAT BELI KONSUMEN PADA IKLAN
FLEXY”. (Studi pada Masyarakat banjarmasin selatan).
B. Perumusan Masalah
Dari latar belakang masalah, perumusan dalam penelitian ini
adalah
sebagai berikut:
1. Apakah persepsi produk/pesan berpengaruh pada sikap terhadap merek?
2. Apakahpersepsi terhadap sumber/model berpengaruh pada sikap
terhadap merek?
3. Apakah persepsi terhadap sumber/model berpengaruh pada sikap
terhadap iklan?
4. Apakah persepsi terhadap iklan berpengaruh pada sikap terhadap iklan?
5. Apakah sikap terhadap iklan berpengaruh pada sikap terhadap merek?
6. Apakah sikap terhadap merek berpengaruh pada minat beli?
7. Apakah sikap terhadap iklan berpengaruh pada minat beli?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Untuk menganalisis pengaruh persepsi produk/pesan terhadap sikap
terhadap merek.
2. Untuk menganalisis pengaruh persepsi terhadap sumber/model terhadap
sikap terhadap merek.
3. Untuk menganalisis pengaruh persepsi terhadap sumber/model terhadap
sikap terhadap iklan.
4. Untuk menganalisis pengaruh persepsi terhadap iklan terhadap sikap
terhadap iklan.
5. Untuk menganalisis pengaruh sikap terhadap iklan terhadap sikap
terhadap merek.
6. Untuk menganalisis pengaruh sikap terhadap merek terhadap minat beli.
7. Untuk menganalisis pengaruh sikap terhadap iklan terhadap minat beli.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Praktisi
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan
pertimbangan konsumen dalam mengevaluasi citra produk FLEXY
melalui persepsi produk, persepsi terhadap sumber, persepsi terhadap
iklan, sikap terhadap merek dan sikap terhadap iklan.
2. Bagi Akademisi
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan
referensi atau kajian bagi penelitian-penelitian berikutnya mampu
memperbaiki dan menyempurnakan kelemahan dalam penelitian ini.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. A. Pengertian Perilaku Konsumen
Semakin majunya perekonomian dan teknologi, berkembang pula strategi
yang harus dijalankan perusahaan, khususnya dibidang pemasaran. Untuk
itu perusahaan perlu memahami atau mempelajari perilaku konsumen dalam
hubungannya dengan pembelian yang dilakukan oleh konsumen tersebut.
Dalam menentukan jenis produk atau jasa, konsumen selalu
mempertimbangkan tentang produk atau jasa apa yang dibutuhkan, hal ini
dikenal dengan perilaku konsumen.
Perilaku konsumen (consumer behavior) adalah kegiatan-kegiatan individu
yang secara langsung terlibat dalam mendapatkan dan mempergunakan
barang-barang dan jasa-jasa tersebut didalamnya proses pengambilan
keputusan pada persiapan dan penentuan kegiatan-kegiatan tersebut
(Dharmmesta dan Handoko, 2000 : 10). Hubungannya dengan keputusan
pembelian suatu produk atau jasa, pemahaman mengenai perilaku konsumen
meliputi jawaban atas pertanyaan seperti apa (what) yang dibeli, dimana
membeli (where), bagaimana kebiasaan (how often) membeli dan dalam
keadaan apa (under what condition) barang-barang dan jasa-jasa dibeli.
Perilaku Konsumen
perilaku konsumen yang dikemukakan Kotler (1997 : 10) menerangkan
bahwa keputusan konsumen dalam pembelian selain dipengaruhi oleh
karakteristik konsumen, dapat dipengaruhi oleh rangsangan perusahaan
yang mencakup produk, harga, tempat dan promosi. Variabel-variabel
diatas saling mempengaruhi proses keputusan pembelian sehingga
menghasilkan keputusan pembelian yang didasarkan pada pilihan produk,
pilihan merek, pilihan penyalur, waktu pembelian, jumlah pembelian.
Persepsi Konsumen
Menurut Kotler (1997) persepsi adalah proses memilih, menata, menafsir
stimuli yang dilakukan seseorang agar mempunyai arti tertentu. Stimuli
adalah rangsangan fisik, visual dan komunikasi verbal dan non verbal
yang dapat mempengaruhi respon seseorang (Sodik, 2003). Assael (1995)
dalam Sodik (2003) menyebutkan bahwa persepsi terhadap suatu produk
melalui proses itu sendiri terkait dengan komponennya (kemasan, bagian
produk, bentuk) serta komunikasi yang ditunjukkan untuk mempengaruhi
perilaku konsumen yang mencerminkan produk melalui latar kata-kata,
gambar dan simbolisasi atau melalui stimuli lain yang diasosiasikan
dengan produk (harga, tempat, penjualan, dampak dari negara pejualan).
Implikasi Perilaku Konsumen Pada Strategi Pemasaran
Strategi pemasaran terdiri atas unsur-unsur pemasaran yang terpadu yang
selalu berkembang sejalan dengan gerak perusahaan dan perubahan-
perubahan lingkungan pemasarannya serta perubahan perilaku konsumen.
Hal ini disebabkan karena strategi pemasaran menyangkut dua kegiatan
pemasaran yang pokok yaitu : pemilihan pasar-pasar yang akan dijadikan
sasaran pemasaran dan merumuskan dan menyusun suatu kombinasi yang
dapat tepat dari bauran pemasaran, agar kebutuhan para konsumen dapat
dipenuhi secara memuaskan.
Keputusan Pembelian
Dalam memahami perilaku konsumen, terdapat banyak pengaruh yang
mendasari seseorang dalam mengambil keputusan pembelian suatu produk
atau merek. Rangsangan tersebut kemudian diproses (diolah) dalam diri,
sesuai dengan karakteristik pribadinya, sebelum akhirnya diambil
keputusan pembelian.
B. Periklanan
1. Definisi Periklanan
Periklanan pada dasarnya merupakan salah satu tahap dari pemasaran,
yang tiap-tiap tahap itu bagaikan mata rantai yang saling berhubungan dan
jaringannya akan terputus jika salah satu mata rantai itu lemah. Periklanan
menjadi tahap yang penting yang sama pentingnya dengan tahap-tahap lain
dalam proses pemasaran. Definisi periklanan menurut institute praktisi
periklanan Inggris dalam Jefkins (1996: 5) adalah: Periklanan merupakan
pesan-pesan penjualan yang paling persuasive yang diarahkan kepada
(calon) konsumen yang paling potensial atas produk barang atau jasa
tertentu dengan dengan biaya yang paling ekonomis. Kotler (1997: 236)
mengartikan periklanan sebagai berikut: Periklanan adalah segala bentuk
penyajian non-personal dan promosi ide, barang,atau jasa oleh suatu
sponsor tertentu yang memerlukan pembiayaan. Dalam membuat program
periklanan manajer pemasaran harus selalu mulai dengan mengidentifikasi
pasar sasaran dan motif pembeli. Kemudian membuat lima keputusan
utama dalam pembuatan program periklanan yang disebut lima M ( kotler
1997: 236) Sebagai berikut:
a) Mission (misi)
b) Money (uang)
c) Message (pesan)
d) Media (media)
e) Measuremen (pengukuran)
2. Tujuan Periklanan
Tujuan periklanan menurut kotler (1997: 236) sebagai berikut:
a) Periklanan menjalankan sebuah fungsi ”informasi”. Biasanya dilakukan
secara besar-besaran pada tahap awal suatu jenis produk, tujuannya untuk
membentuk permintaan pertama.
b) Periklanan menjalankan sebuah fungsi ”Persuasif”
Penting dilakukan dalam tahap kompetitif. Tujuannya untuk membentuk
permintaan selektif untuk suatu merk tertentu.
c) Periklanan menjalankan sebuah fungsi ”Pengingat”
Iklan pengingat sangat penting bagi produk yang sudah mapan. Bentuk
iklan yang berhubungan dengan iklan ini adalah iklan penguat
(Inforcement advertising) yang bertujuan meyakinkan pembeli sekarang
bahwamereka telah melakukan pilihan yang benar.
3. Anggaran Periklanan
Setelah memutuskan tujuan periklanan. Langkah selanjutnya adalah
memutuskan anggaran periklanan untuk setiap produk.
4. Pesan Periklanan
Iklan diadakan untuk memberi informasi dan membujuk. Isi komunikasi
iklan adalah inti apa yang dapat dilakukan oleh iklan tersebut. Aspek ini
sering disebut ”kreatif”, pesan atau isi iklan disebut ”pekerjaan kreatif ”.
Iklan meliputi latihan menulis dan mendesain dalam kata-kata dan gambar,
serta memerlukan kemampuan verbal maupun kemampuan menggambar
yang memadai. Perbedaan antara satu iklan dengan iklan yang lain
seringkali terletak pada pesan itu sendiri itulah arti komunikasi.
5. Pemilihan Media Iklan
Pemilihan media iklan sangat penting agar pesan yang disampaikan dalam
iklan dapat efektif mencapai dan diterima konsumen sasaran.
C. Persepsi
1. Pengertian Persepsi
Menurut Kotler (1997) persepsi adalah proses memilih, menata, menafsir
stimuli yang dilakukan seseorang agar mempunyai arti tertentu. Stimuli
adalah rangsangan fisik, visual dan komunikasi verbal dan non verbal
yang dapat mempengaruhi respon seseorang (Sodik, 2003). Persepsi tidak
hanya tergantung pada sifat-sifat rangsangan fisik, tapi juga pada
pengalaman dan sikap sekarang dari individu. Pengalaman dapat diperoleh
dari semua perbuatannya di masa lampau atau dapat pula dipelajari, sebab
dengan belajar seseorang akan dapat memperoleh pengalaman. Hasil dari
pengalaman yang berbeda-beda, akan membentuk suatu pandangan yang
berbeda sehingga menciptakan proses pengamatan dalam perilaku
pembelian yang berbeda pula. Makin sedikit pengalaman dalam perilaku
pembelian, makin terbatas pula luasan interpretasinya. Dan juga persepsi
ini juga ada hubungannya antara rangsangan dengan medan yang
mengelilingi dan kondisi dalam diri seseorang. Informasi yang diperoleh
dan diproses konsumen akan membentuk preferensi (pilihan) seseorang
terhadap suatu obyek. Preferensi akan membentuk sikap konsumen
terhadap suatu obyek, yang pada gilirannya akan sikap ini seringkali
secara langsung akan mempengaruhi apakah konsumen akan membeli
suatu produk atau tidak.
2. Persepsi Produk/pesan
Persepsi produk/pesan tertuju pada produk yang dibuat dalam komunikasi.
Perhatian berfokus pada dua tipe respon yaitu argumen yang mendukung
(support argument) dan argumen yang menentang (counter argument)
(Belch dan Belch, 1995). Counter argument merupakan persepsi
konsumen yang berkebalikan dengan pesan dalam iklan. Konsumen akan
mengekspresikan ketidakyakinan dan ketidaksetujuan terhadap klaim
dalam iklan mengenai produk, Sehingga indikasi bahwa pemrosesan
informasi iklan berjalan efektif bila seorang konsumen memberikan
argumen yang mendukung ( support argument ). Assael (1995) dalam
Sodik (2003) menyebutkan bahwa persepsi terhadap suatu produk melalui
proses itu sendiri terkait dengan komponennya (kemasan, bagian produk,
bentuk) serta komunikasi yang ditunjukkan untuk mempengaruhi perilaku
konsumen yang mencerminkan produk melalui latar kata-kata, gambar dan
simbolisasi atau melalui stimuli lain yang diasosiasikan dengan produk
(harga, tempat, penjualan, dampak dari negara pejualan). Persepsi
mengenai pesan/produk yang telah terbentuk setelah konsumen sasaran
menyaksikan penayangan iklan akan membentuk sikap mereka terhadap
merek yangakan mempengaruhi minat beli secara tidak langsung.
3. Persepsi Sumber/Model Iklan
Persepsi sumber/model iklan tertuju pada sumber atau model yang
mengkomunikasikan iklan. Respon paling kritis dari konsumen adalah
penghinaan sumber/model atau persepsi negatif terhadap model. Hal ini
akan mendorong penurunan penerimaan pesan. Umumnya ini terjadi
ketika konsumen berpendapat bahwa model berkata tidak jujur atau
membohongi sehingga konsumen kurang menerima apa yang model
katakan.
4. Persepsi Terhadap Iklan
Persepsi terhadap iklan tertuju pada iklan itu sendiri. Pada saat melihat
iklan, banyak konsumen yang tidak memperhatikan klaim produk dan atau
pesan secara langsung, tetapi reaksi afektif menimbulkan perasaan
terhadap iklan. Persepsi ini meliputi reaksi terhadap faktor iklan seperti
kreatifitas efek gambar, warna dan intonasi suara ( Belch dan Belch,
1995 ). Persepsi terhadap iklan dapat berupa tanggapan baik atau tidak
baik. Hal ini penting karena efeknya pada sikap terhadap iklan dan juga
merek secara langsung.
D. Sikap
1. Pengertian Sikap
Sikap disebut juga sebagai konsep yang paling khusus dan sangat
dibutuhkan dalam psikologis sosial kontemporer. Sikap juga merupakan
salah satu konsep yang paling penting yang digunakan pemasar untuk
memahami konsumen. Definisi sikap menurut Allport dalam setiadi
(2003) adalah suatu mental dan syaraf sehubungan dengan kesiapan untuk
menanggapi, diorganisasi melalui pengalaman dan memiliki pengaruh
yang mengarahkan dan atau dinamis terhadap perilaku.
2. Sikap terhadap Iklan
Sikap terhadap iklan adalah cara konsumen mengenai sebuah iklan : sikap
terhadap iklan (afektif) merupakan cara konsumen merasakan hal tersebut.
Assael (2001: 368) mendefinisikan sikap terhadap iklan sebagai
berikut”Attitude toward the ad is the consumer`s predisposition to respond
favorably or anfavorably to a particular ad”. yaitu sikap terhadap iklan
adalah kecenderungan konsumen menjawab dengan baik atau tidak baik
iklan tertentu. Respon kognitif yang positif (support arguments dan source
bolstering)umumnya akan menghasilkan sikap positif konsumen terhadap
iklan: respon kognitif yang negative (counterarguments dan source
derogation) umumnya menghasilkan sikap negatif. Karena aspek afektif
yang dominan maka sikap terhadap iklan diukur dalam afektif penerima
pesan yang menilai baik-tidak baik, suka-tidak suka, menarik-tidak
menarik, kreatif-tidak kreatif, informati-tidak informatif. Mowen dan
Minor (2002: 378) mengemukakan bahwa konsumen mengembangkan
sikap terhadap iklan seperti terhadap merek, dan sikap terhadap iklan ini
mempengaruhi sikap mereka terhadap merek. Sikap terhadap iklan
mengacu pada kesukaan atau ketidaksukaan konsumen secara umum atas
rangsangan iklan tertentu.
3. Sikap terhadap Merek
Sikap terhadap merek menurut Assael (2001: 282) adalah kecenderungan
yang dipelajari oleh konsumen untuk mengevaluasi merek dengan cara
mendukung (positif) atau tidak mendukung (negatif) secara konsisten.
Evaluasi konsumen terhadap merek tertentu ini di mulai dari sangat jelek
sampai sangat bagus. Sikap terhadap merek didasarkan pada skema
tentang merek tersebut yang telah tertanam dibenak konsumen. seperti
telah disebutkan diatas bahwa komponen sikap ada 3 yaitu: Kognitif,
Afektif dan Konatif maka ketiga komponen sikap ini juga terdapat dalam
sikap konsumen terhadap produk, yaitu Assael (2001: 283):
a. Brand believe adalah komponen kognitif (pemikiran).
b. Brand evaluation adalah komponen afektif yang mewakili semua
evaluasi terhadap merek oleh konsumen. Kepercayaan terhadap suatu
merek adalah multi dimensional karena mereka mewakili atribut merek
yang dipersepsikan oleh konsumen.
c. Kecenderungan untuk bertindak adalah komponen konatif (tindakan)
dan pada umumnya komponen ini dengan melihat ”maksud untuk
membeli” dari seorang konsumen adalah penting dalam mengembangkan
strategi pemasaran.
2. Penelitian Terdahulu
Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan Mochammad Yuliostiano &
Retno Tanding Suryandari (2003), menyatakan bahwa semua variabel
predictor yaitu persepsi terhadap produk, persepsi terhadap model persepsi
terhadap iklan, serta sikap terhadap merek dan sikap terhadap iklan secara
bersama-sama mempunyai pengaruh signifikan dalam pembentukan minat
beli konsumen pada iklan. Terdapat sebuah penemuan bahwa keterlibatan
pembuatan iklan (adexecution involvement) tinggi dan keterlibatan pesan
iklan (ad message) rendah, aspek peripheral dari iklan bekerja lebih
dominan (Mackenzie dan Lutz, 1989). Dalam kondisi ini, sikap terhadap
iklan menjadi dominan mempengaruhi sikap terhadap iklan dan pengaruh
hal-hal yang berhubungan dengan pesan menjadi minimal (Muehlin,
Laczmick, dan Stoltman, 1991).
3. Kerangka Pikir
Hipotesis
Berdasarkan kerangka pemikiran tersebut diatas hipotesis yang
diajukan dalam penelitian ini adalah :
H1 : Persepsi produk/pesan berpengaruh signifikan terhadap sikap
terhadap merek.
H2 : Persepsi terhadap sumber /model berpengaruh signifikan terhadap
sikap terhadap merek.
H3 : Persepsi terhadap sumber /model berpengaruh signifikan terhadap
sikap terhadap iklan.
H4 : Persepsi terhadap iklan berpengaruh signifikan terhadap sikap
terhadap iklan.
H5 : Sikap terhadap iklan berpengaruh signifikan terhadap sikap terhadap
merek.
H6 : Sikap terhadap merek berpengaruh signifikan terhadap minat beli.
H7 : Sikap terhadap iklan berpengaruh signifikan terhadap minat beli.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
1. Lokasi Penelitian
Target populasi dari penelitian ini adalah masyarakat di kalangan kecamatan
Banjarmasin Selatan yang pernah melihat iklan televisi dari produk FLEXY.
Karena baik merek produk maupun iklan, produk yang diteliti dalam
penelitian ini sudah sering dilihat dan diketahui. Dengan asumsi jumlah
dalam penlitian ini bahwa jumlah populasi terbatas.
3.2 Jenis Dan Sumber data Penelitian
3.2.1 Jenis Data Yang Digunakan Adalah :
data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer. Data primer
adalah data yang dikumpulkan dan diolah sendiri oleh suatu organisasi atau
perorangan langsung dari objeknya. Dalam penelitian ini, data primer
diperoleh dari jawaban responden yang disebar melalui responden.
2. SumberData Yang Didapat Adalah :
Menurut Supomo (2002: 107) yang dimaksud sumber data adalah
subjek dari data dapat diperoleh.
Menurut Supomo (1999: 147), data primer adalah sumber data
penelitan yang langsung dikumpulkan dari tangan pertama atau sumber asli
dan diolah oleh perorangan (tidak melalui media perantara). Data ini
diperoleh dari wawancara langsung dengan responden dan menyebar
kuesioner.
Sampel
Sampel adalah sebagian dari populasi yang karakteristiknya dianggap
mewakili populasi (Djarwanto Ps, 1996: 108). Ferdinand (2002: 48)
memberikan pedoman ukuran sampel yang diambil, yaitu :
a. 100-200 sampel untuk teknik Maximum Likelihood Estimation.
b. Tergantung pada jumlah parameter yang diestimasi. Pedomannya
adalah 5-10 kali jumlah parameter yang diestimasi.
c. Tergantung pada jumlah indikator yang digunakan dalam seluruh variabel
laten.
d. Bila sampelnya sangat besar, maka peneliti dapat memilih teknik
estimasi.
Dalam penelitian ini sampel yang diambil sebanyak 100 sampel
dengan pertimbangan bahwa jumlah tersebut sudah melebihi jumlah
sampel minimal dalam penelitian (n=30).
3.3 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengambilan sampel menggunakan metode Purposive
Sampling yaitu teknik pengambilan sampel yang dapat dilakukan dengan
kriteria-kriteria tertentu berdasarkan tujuan penelitian (Jogiyanto, 2004).
Yaitu semua masyarakat yang pernah melihat iklan FLEXY di media
televisi dan pernah menggunakannya.
3.4 Definisi Oprasioanal
a. Persepsi Produk/Pesan
Persepsi produk/pesan tertuju pada produk yang dibuat dalam
komunikasi. Perhatian berfokus pada dua tipe respon yaitu argumen yang
mendukung (support argument)dan argumen yang menentang (counter
argument) (Belch dan Belch, 1995). Counter argument merupakan persepsi
konsumen yang berkebalikan dengan pesan dalam iklan. Konsumen akan
mengekspresikan ketidakyakinan dan ketidaksetujuan terhadap klaim dalam
iklan mengenai produk. Konsumen lain ada yang mendukung argumen atau
berpersepsi bahwa konsumen setuju atau sependapat dengan klaim dalam
iklan. Argumen yang menolak berhubungan secara negatif dengan
penerimaan pesan, semakin menolak pesan yang disampaikan maka
penerimaan pesan juga akan semakin minimal. Sehingga indikasi bahwa
pemrosesan informasi iklan berjalan efektif bila seorang konsumen
memberikan argumen yang mendukung (support argument).
b. Persepsi Terhadap Sumber/Model
Persepsi sumber/model iklan tertuju pada sumber atau model
yangmengkomunikasikan iklan. Respon paling kritis dari konsumen adalah
penghinaan sumber/model atau persepsi negatif terhadap model. Hal ini
akan mendorong penurunan penerimaan pesan. Umumnya ini terjadi ketika
konsumen berpendapat bahwa model berkata tidak jujur atau membohongi
sehingga konsumen kurang menerima apa yang model katakan. Persepsi
terhadap sumber/model tidak selalu negatif. Konsumen yang bereaksi baik
terhadap sumber/ model iklan menghasilkan persepsi yang baik atau
mendukung model iklan. Pembuat iklan dapat menyewa seorang pembicara
atau model yang disukai oleh konsumen sasaran untuk membawa efek atas
pesan yang disampaikan.
c. Persepsi Terhadap Iklan
Persepsi ini meliputi reaksi terhadap faktor iklan seperti kreatifitas
efek gambar, warna dan intonasi suara ( Belch dan Belch, 1995 ). Persepsi
terhadap iklan dapat berupa tanggapan baik atau tidak baik. Hal ini penting
karena efeknya pada sikap terhadap iklan dan juga merek secara langsung.
Selain dengan ukuran suka tidak suka, reaksi afektif konsumen terhadap
iklan, khususnya iklan komersial di televisi dapat diukur dengan pernyataan
terhadap gaya, ide, produksi, audio pembuatan suatu iklan(Mehta, 1994).
Reaksi ini akan ditransformasikan pada sikap terhadap merek dan minat beli
konsumen.
d. Sikap Terhadap Merek
Sikap terhadap merek menurut Assael (2001) adalah
kecenderungan yang dipelajari oleh konsumen untuk mengevaluasi merek
dengan cara mendukung (positif) atau tidak mendukung (negatif) secara
konsisten. Variable ini diukur dengan menggunakan dimensi sikap
terhadap merek yaitu tentang pernyataan mental penerima pesan yang
menilai positif atau negative, bagus-tidak bagus, suka-tidak suka,
berkualitas-tidak berkualitas suatu produk (Assael, 2001 ).
e. Sikap Terhadap Iklan
Sikap terhadap iklan adalah cara konsumen mengenai sebuah iklan:
sikap terhadap iklan (afektif) merupakan cara konsumen merasakan hal
tersebut.. Assael (2001) mendefinisikan sikap terhadap iklan sebagai
berikut ”Attitude toward the ad is the consumer`s predisposition to
respond favorably or anfavorably to a particular ad”. artinya sikap
terhadap iklan adalah kecenderungan konsumen menjawab dengan baik
atau tidak baik terhadap iklan tertentu.
f. Minat Beli
Minat beli merupakan kecenderungan konsumen untuk membeli
suatu merek atau mengambil tindakan yang berhubungan dengan
pembelian yang diukur dengan tingkat kemungkinan konsumen
melakukan pembelian (Assael, 2001). Mehta (1994: 66) mendefinisikan
minat beli sebagai kecenderungan konsumen untuk membeli suatu merek
atau mengambil tindakan yang berhubungan dengan pembelian yang
diukur dengan tingkat kemungkinan konsumen melakukan pembelian.
5. Uji validitas Dan Uji Reabilitas
a. Uji Validitas
Pengujian validitas item-item pertanyaan dalam kuesioner
bertujuan mengetahui apakah item-item tersebut benar-benar mengukur
konsep-konsep yang dimaksudkan dalam penelitian ini dengan tepat.
Butir-butir pengukuran yang digunakan dalam penelitian ini dari kuesioner
yang digunakan dalam penelitian ini dan dipadukan dengan penjabaran
atas definisi teoritis dari variabel yang digunakan dalam penlitian ini. Hal
ini memberikan dukungan bahwa butir-butir pengukuran yang dijadikan
indikator konstruk terbukti memiliki validitas isi (content validity) yaitu
butir-butir pengukuran tersebut merupakan alat ukur yang mencukupi dan
representative yang telah sesuai dengan konsep teoritis (Cooper dan
Schindler, 2006: 318). Dikarenakan syarat untuk dapat menganalisis
model dengan SEM, indikator masing-masing konstruk harus memiliki
loading factor yang signifikan terhadap konstruk yang diukur maka dalam
penelitian ini pengujian validitas instrument yang digunakan adalah
Confirmatory Factor Analisys (CFA) dengan bantuan SPSS FOR
WINDOWS versi 12, dimana setiap item pertanyaan harus mempunyai
factor loading yang lebih dari 0,40 (Hair et al., 1998: 111). Dalam CFA
kita juga harus melihat pada output dari rotated component matrix yang
harus secara ekstrak secarasempurna. Jika masing-masing item pertanyaan
belum ekstrak secara sempurna, maka proses pengujian validitas dengan
Factor analisys harus diulang dengan cara menghilangkan item pertanyaan
yang memiliki nilai ganda.
b. Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas untuk mengetahui apakah instrumen memiliki
indeks kepercayaan yang baik jika diujikan berulang. Uji reliabilitas dalam
penelitian ini menggunakan rumus Cronbach Alpha denga bantuan SPSS
FOR WNDOWS versi 12. Ukuran yang dipakai untuk menunjukkan
pernyataan tersebut reliable, apabila nilai Cronbach Alpha > 0,6
( Suharsimi Arikunto, 2002: 172). Indikator pengukuran reliabilitas
menurut Sekaran (2000: 312) yang membagi tinjatan reliabilitas dengan
criteria sebagai berikut :
Jika alpha atau r hitung:
1. 0,8-1,0 = Reliabilitas baik
2. 0,6-0,799 = Reliabilitas diterima
3. kurang dari 0,6 = Reliabilitas kurang baik
5. Teknik Analisis Data
Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan
Structural Eqation Modelling (SEM). SEM merupakan teknik multivariate
yang mengkombinasikan aspek regresi berganda dan analisis fktor untuk
mengstimasi serangkaian hubungan ketergantungan secara simultan (Hair
et al, 1998). Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan program
AMOS versi 4 untuk menganalisis hubungan kausalitas dalam model
struktural yang diusulkan.
3.7 Uji Analisis
Dalam analisis ini SEM, tidak ada uji statistik tunggal untuk
menguji hipotesis mengenai model (Hair et al., 1998), tetapi berbagai fit
index yang digunakan untuk mengukur derajat kesesuaian antara model
yang disajikan dan data yang disajikan. Fit index yang digunakan
meliputi :
a. Chi Square
Tujuan analisis ini adalah mengembangkan dan menguji apakah
sebuah model yang sesuai dengan data. Chi Square sangat bersifat sensitif
terhadap sampel yang terlalu kecil maupun yang terlalu besar. Oleh
karenanya pengujian ini perlu dilengkapi dengan alat uji lainnya. nilaiChi-
squares merupakan ukuran mengenai buruknya fit suatu model (Ghozali
dan Fuad, 2005: 29).
b. Goodness Of Fit Indeks (GFI)
Indeks yang mnggambarkan tingkat kesesuaian model secara
keseluruhan yang dihitung dari residual kuadrat dari model yang
diprediksi dibandingkan data yang sebenarnya. Nilai GFI ≥ 0,90
mengisyaratkan model yang diuji memiliki kesesuaian yang baik.
c. Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA)
RMSEA merupakan ukuran yang mencoba memperbaiki
kecenderungan statistic chi ssquare menolak model dengan jumlah sampel
yang besar. Nilai RMSEA antara 0,05 dan 0,08 mengindikasikan indeks
yang baik untuk menerima kesesuaian sebuah model (Gozali dan Fuad,
2005: 24).
d. Adjusted Goodness Fit Of Index (AGFI) Indeks ini merupakan
pengembangan dari Goodness Fit Of Index (GFI) yang telah disesuaikan
dengan ratio dari degree of freedom (Ghozali dan Fuad, 2005: 31). Analog
dengan R2 pada regresi berganda. Nilai yang direkomendasikan adalah
AFGI ≥ 0,90, semakin besar nilai AFGI maka semakin baik kesesuaian
yang dimiliki model.
e. Tucker Lewis Index (TLI)
TLI merupakan indeks kesesuaian incremental yang membandingkan
model yang diuji dengan baseline model. TLI digunakan untuk mengatasi
permasalahan yang timbul akibat kompleksitas model (Ghozali dan Fuad,
2005: 34). Nilai penerimaan yang direkomendasikan adalah nilai TLI ≥
0,90. TLI merupakan indeks yang kurang dipengaruhi oleh ukuran sampel.
f. Normed Fit Index (NFI) Indeks ini juga merupakan ukuran
perbandingan antara proposed model dan null model (Ghozali dan Fuad,
2005: 25). Nilai yang direkomendasikan adalah NFI ≥ 0,90.
g. Comparative Fit Index (CFI)
CFI juga merupakan indeks kesesuaian incremental. Besaran indeks ini
adalah dalam rentang 0 sampai 1 dan nilai yang mendekati 1
mengindikasikan model memiliki tingkat kesesuaian yang baik. Indeks ini
sangat dianjurkan untuk dipakai karena indeks ini relatif tidak sensitif
terhadap besarnya sampel dan kurang dipengaruhi oleh kerumitan model.
Nilai penerimaan yang direkomendasikan adalah CFI ≥ 0,90 (Ghozali dan
Fuad, 2005: 34)
h. Normed Chi Square (CMIN/DF)
CMIN/DF adalah ukuran yang diperoleh dari nilai chisquare dibagi
dengan degree of freedom. Indeks ini merupakan indeks kesesuaian
parsimonius yang mengukur hubungan goodness of fit model dan jumlah-
jumlah koefisien estimasi yang diharapkan untuk mencapai tingkat
kesesuaian. Nilai yang direkomendasikan untuk menerima adalah
CMIN/DF <>
DAFTAR PUSTAKA
Assauri, Sofjan, SE MBA, 2002, Manajemen pemasaran, dasar, konsep, dan
strategi. Jakarta.
Cooper, Donal R and Schindler, Pamela S, 2003, business research methods, the.
MC Grow-Hill Lumpanies, Singapore.
Kotler Philip, 2000, manajemen pemasaran edisi millennium, terjemahan, edisi
kelima, jilid I dan II, PT. Prihalindo, Jakarta.
Swee Hoo ang, Sew Meng Kong, Chin Tien Tan, 2000, Manajemen pemasaran
perfektif asia, penerbit Andi, Yogyakarta.
Lamb, Hair Mc, Daniel, 2001 Manajemen pemasaran, erlangga, Jakarta
ANALISIS PENGARUH BRAND ASSOCIATION TERHADAP BRAND EQUITY
1. LATAR BELAKANG Merek merupakan salah satu kekuatan perusahaan untuk dapat meningkatkan penjualan terhadap produk yang diproduksi, sehingga tidak heran setiap perusahaan beramai-ramai melakukan promosi guna menanamkan brand image agar mudah dikenal oleh konsumen yang ingin mendapatkan barang yang diinginkan oleh mereka kata Handi Irawan yang juga pakar pemasaran(2003:14). Pada akhirnya setiap perusahaan senantiasa berusaha untuk meningkatkan keunggulan kompetitif dari sebuah merek.Karena itulah penelitian ini bermaksud untuk menguji bagaimana pengaruh brand association terhadap brand equity. Menurut Koetler (2002:461) brand equity adalah perangkat aset yang melekat pada merek yaitu nama dan symbol, yang menambah atau mengurangi nilai suatu produk atau jasa bagi perusahaan atau pelanggan yang sangat berkaitan dengan merek yang diyakini, asosiasi mental dan emosional yang kuat, serta aktiva lain seperti hak paten, merek dagang dan hubungan saluran distribusi. Sehingga brand equity memiliki wujud secara emosional dan kekuatan jaringan yang dimiliki oleh sebuah merek.Brand Equity merupakan sebuah kekuatan dari perusahaan dalam meningkatkan kedekatan mereka dengan konsumen. Faquhar, P.H. (1989:24-33) mengatakan bahwa brand equity sebagai sebuah nilai tambah yang membantu kekuatan sebuah produk, nilai tambah tersebut dapat dilihat dari tiga perspektif yaitu perspektif perusahaan, perspektif perdagangan, dan perspektif konsumen. Dalam perspektif
perusahaan brand equity dapat dijadikan kekuatan perusahaan dalam persaingan dengan keunggulan kompetitif perusahaan dimana merek yang kuat dapat melisensikan sebuah produk baru dan dapat membuat perusahaan tersebut menjadi dominan dengan kekuatan brand equity yang dapat menjadi sebuah barrier to entry pada beberapa pasar. Kelebihan brand equity dalam perspektif perdagangan yaitu dapat memberikan sebuah nilai yang membuat produk tersebut mudah untuk diterima sehingga memiliki distribusi yang luas dalam pasar. Dari perspektif konsumen brand equity dapat meningkatkan asosiasi yang positif dalam diri konsumen sehingga konsumen percaya akan produk dari merek perusahaan tersebut.Seperti yang telah dikatakan oleh Keller (1993:1-22) bahwa konsumen biasanya dalam melakukan keputusan pemilihan merek senantiasa melewati beberapa tahapan yang dimulai dari unware dimana konsumen belum menyadari bagaimana merek itu punya persepsi nilai dan persepsi kualitas yang tinggi atau rendah, tahapan selanjutnya konsumen menyadari bahwa merek tersebut memiliki persepsi nilai dan persepsi kualitas yang tinggi atau rendah ( brand Awareness ) sehingga konsumen pada tahap ini melakukan pertimbangan untuk melakukan pembelian atau mengkonsumsi produk tersebut. Menurut Kotler ( 1997: 283,284 ) merek adalah nama, istilah, tanda, symbol, rancangan atau kombinasi, yang mana atribut tersebut ditujukan agar konsumen dapat mengidentifikasi barang atau jasa dari seseorang atau dari sebuah kelompok pemasar sehingga dapat membedakannya dengan pesaingnya. Merek bukan hanya bagian dari produk, tetapi justru merekalah yang memberikan nilai tambah bagi suatu produk. Karena itulah merek yang baik akan memberikan jaminan kualitas bagi perusahaan, karena merek bukan sekedar nama tapi merek merupakan aset dari perusahaan. Perusahaan dengan merek yang sudah lebih dulu dikenal tentu memiliki keuntungan dibandingkan dengan pesaing barunya. Salah atu usaha yang dilakukan oleh perusahaan adalah dengan mempertahankan kesetiaan pelanggan . Usaha ini akan mendatangkan keuntungan yang besar dalam jangka panjang. Dick dan Basu ( 1994 :31 ) menyatakan bahwa kunci keunggulan bersaing pada situasi yang penuh dengan persaingan adalah dengan meningkatkan kesetiaan pelanggan. Hal ini berarti bahwa kesetiaan pelanggan akan menjadi kunci sukses loyalitas mereka terhadap suatu merek tidak hanya dalam jangka pendek namun untuk jangka panjang tetap akan membawa keuntungan bagi perusahaan.Begitu bernilainya sebuah kesetiaan terhadap sebuah merek sehingga Aaker ( 1996 : 21 ) menyatakan bahwa kesetiaan pelanggan terhadap merek merupakan aset dari merek tersebut. Hal ini tentunya amat mahal nilainya kerena untuk membangun sebuah merek yang kuat banyak tantangan yang harus dihadapi serta membutuhkan waktu yang sangat lama. Menurut Aaker ( 1991 : 46 ) kesetiaan pelanggan memiliki nilai yang strategi terhadap perusahaan antara lain :1. Mengurangi biaya pemasaran : perusahaan yang memiliki pelanggan yang setia terhadap mereknya akan dapat mengurangi biaya pemasaran, menurut penelitian bahwa biaya yang diperlukan untuk mendapatkan pelanggan baru 6 kali lebih besar dibandingkan dengan biaya untuk mempertahankan pelanggan. Iklan dan bentuk-bentuk promosi lainnya yang dikeluarkan dalam jumlah yang besar belum tentu dapat menarik pelanggan baru karena sangat sulit untuk membentuk sikap
positif terhadap merek.2. Trade Leverage : Kesetiaan konsumen terhadap merek tersebut akan memberikan trade leverage bagi perusahaan tersebut dimana merek tersebut dapat menarik para distributor untuk memberikan ruang yang lebih besar di toko mereka terhadap merek tersebut karena mereka tahu bahwa merek tersebut akan dipakai berulang-ulang oleh konsumen dan mereka dapat mengajak pelanggan lain agar menggunakan merek tersebut.3. Menarik pelanggan baru : ketika pelanggan puas dengan merek yang mereka pakai mereka akan mempengaruhi konsumen lain untuk menggunakan merek yang mereka pakai. Bixler dan Schererr ( 1996 : 19 ) menyatakan bahwa pelanggan yang tidak puas terhadap merek tersebut akan menyampaikan terhadap 8 sampai 10 orang dan sebaliknya jika mereka puas maka mereka akan menyamakan dan merekomendasikan orang lain agar menggunakan merek yang mereka pakai.4. Waktu untuk merespon ancaman dari pesaing : perusahaan yang memiliki merek yang telah kuat terhadap pelanggannya akan memilki waktu yang cukup untuk merespon tindakan yang dilakukan oleh pesaingnya. Apabila pesaingnya mengeluarkan produk yang superior maka perusahaan akan memilki waktu tertentu yang dapat membuat produk yang lebih baik lagi. Karena pentingnya kesetiaan pelanggan maka kesetiaan pelanggan terhadap merek merupakan aset perusahaan yang berdampak besar terhadap pangsa pasar serta profitability perusahaan.Tatik Suryani ( 1998: 29 ) menyatakan pelanggan yang loyal tidak akan berpindah merek dengan mudah walau apapun yang terjadi dengan merek itu . Bila tingkat loyalitas dari konsumen semakin besar, maka kerentanan kelompok pelanggan dari ancaman produk lain dapat dikurangi. Dari hal ini dapat dikatakan bahwa merek telah menjadi sebuah aset yang berharga bagi perusahaan, shingga Shimp, T.A., Stuart, E.W. and Engle, R.W ( 1991 : 1-12 ) mengatakan bahwa merek saja bukan merupakan aset , aset yang sebenarnya adalah loyalitas merek . tanpa loyalitas dari consumer, merek hanyalah sebuah trademark, yang memiliki sifat dapat dimiliki dan symbol yang teridentifikasi dengan nilai yang kecil. Dengan loyalitas dari konsumernya maka merek dapat menjadi sebuah trademark, karena trademark mengidentifikasikan promise ( Shimp , 1997 ), yang berarti bahwa merek terkait erat dengan janji penjual pada pelangganya. Merek yang kuat adalah merek yang dapat dipercaya, mempunyai relevansi yang tinggi dan menjanjikan lebih dari trademark yaitu trustmark yang bernilai tinggi menciptakan dan meningkatkan loyalitas merek yang merupakan hasil dari peningkatan nilai pada trustname. .Hal inilah yang mendorong peneliti untuk meneliti lebih jauh tentang bagaimana brand extension dapat mempengaruhi loyalitas dari konsumen Seperti yang telah diketahui bahwa Brand equity dapat didefinisikan sebagai suatu set dari aset (dan liabilitas) yang dihubungkan pada nama merek dan simbol untuk menambah nilai lebih dari sebuah produk atau pelayanan pada sebuah perusahaan atau perusahaan jasa (Aaker, 1991: 44-46). Aset utama dari brand equity dapat dikategorikan dalam lima jenis, yaitu brand loyalty, name awareness, perceived quality, brand association dan kepemilikan merek seperti hak paten merek dagang
dan hubungan dagang ( Aaker,1991:44,46). Dari dasar perspektif pelanggan, Keller (1993:2) mendefinisikan brand equity sebagai suatu perbedaan yang mempengaruhi pengetahuan tentang merek yang dapat direspon oleh consumer pada pasar dari merek tersebut. Brand knowledge adalah sebuah istilah dari sebuah asosiasi model jaringan, sebuah jaringan yang menjelaskan hubungan antara memori dari tanda sebuah merek memiliki sebuah variasi dari asosiasi atau keunikan asosiasi yang simple yang dihubungkan dengan merek tersebut. Perbandingan dari tiga jenis aset dari Aaker : brand awareness, brand loyalty dan perceived quality, merupakan asoasiasi merek yang menjadi asosiasi inti untuk membangun brand equity. Beberapa pendapat cukup beralasan pertama, brand awareness adalah aset yang sangat dibutuhkan tapi tidak cukup untuk membangun kekuatan brand equity. Sebagai contoh, sebuah merek dapat diketahui dengan baik karena memiliki kualitas yang jelek, namun sebuah merek yang kuat harus memiliki kesadaran yang tinggi dari pada kelemahan sebuah merek. Kedua, dimensi brand equity yang lain dapat meningkatkan brand loyalty. Perceived quality, asosiasi dan pengetahuan nama yang baik dapat dijadikan alasan untuk membeli dan mempengaruhi kepuasan penggunanya, yang merupakan hasil dari brand loyalty. Namun, brand loyalty suatu waktu dapat keluar dari konsep brand equity, karena kebiasaan konsumen yang membeli merek tertentu tanpa berpikir lebih banyak alasan membelinya (Keller, 1998). Akhirnya, perceived quality merupakan salah satu jenis dari asosiasi merek. Konsep dari pengetahuan merek juga difokuskan pada jaringan asosiasi. Kita dapat melihat bahwa brand equity didukung dengan bagian yang besar dari asosiasi sehingga konsumen menggunakan sebuah merek. Sehingga, pemahaman yang mendalam dari asosiasi merek menjadi lebih kritis ketika membangun merek yang kuat. Krishnan (1996:389-405) menggunakan sebuah model memori jaringan untuk mengidentifikasikan berbagai macam asosiasi karakteristik yang digarisbawahi oleh konsumen dengan dasar brand equity. Sebuah studi empiris mengukur asosiasi karakteristik dan menguji perbedaan antara brand equity yang tinggi dan rendah. Hasilnya menunjukkan bahwa brand equity yang tinggi ketika dibandingkan dengan brand equity yang rendah, memiliki jumlah yang sangat besar dari asosiasi dan banyak anggapan positif asosiasi. Namun, apa atribut yang nyata dari brand association? Apakah semua asosiasi relevan pada brand equity? Aaker (1996:21) telah mengembangkan asosiasi merek, yang biasanya dikenal sebagai produk yang memiliki relasi, untuk memasukkan asosiasi organisasi. Walaupun asosiasi organisasi, seperti imej perusahaan, memiliki sejarah yang panjang dalam literatur pemasaran, ada beberapa kelemahan yang sangat mengejutkan yang merupakan sebuah fakta, ketika, dan tipe-tipe apa dari asosiasi organisasi yang dapat mempengaruhi respon produk. Dengan demikian adalah sangat penting untuk memahami bagaimana informasi asosiasi konsumen pada sebuah perusahaan yang mempengaruhi respon mereka pada produk dan pelayanan yang ditawarkan perusahan. Maka, maksud dari studi ini adalah mengetahui bagaimana pengaruh brand association terhadap brand equity.Sebagai obyek penelitian penulis menyertakan tiga jenis merek printer yang sudah cukup dikenal luas oleh masyarakat. Yaitu Canon, Epson, dan Hawlett-Packard. Tiga jenis printer ini memiliki keunggulan tersendiri pada tiga kategori segmen
produk printer yaitu jenis printer yang menggunakan Ink Jet, Dot matrix dan Laser.Berdasarkan survey yang dilakukan untuk segmen Ink jet masih dikuasai oleh Canon sebesar 63% yang diikuti oleh Hawlett-packard dengan pangsa pasar sebesar 18% dan Epson sebesar 16%. Sedangkan untuk segmen Dot Matrix dikuasai oleh Epson sebesar 95% karena Hawlett-Packard dan Canon tidak bermain disegmen ini. untuk segmen Laser dikuasai oleh Hawlett-packard sebesar 88% dan Canon sebesar 3% sedangkan Epson tidak ikut bermain untuk segmen laser. (sumber : http://www.bisnis.com, rabu 26/02/2003). Berikut tabel perbandingan dari tiga merek printer tersebut :Peta pasar printer di Indonesia selama 2002Segmen (unit) Pangsa pasar vendor 1)Canon Epson HP LainnyaInk jet(530.536) 63% 16% 18% 3%Dot matrix 2) (81.672) -- 95% -- --Laser 3) (51.792) 3% -- 88% Samsung 4%Total (664.000) 50,6% 24,5% 21,2% 3,7%
Sumber : Garther DataquestKet : 1. berdasarkan volume penjualan2. sisa 5% Lexmark,Panasonic dan okidataHal ini tentulah terjadi karena tiap merek memiliki brand equity yang berbeda pada tiap segmennya.
2. RUMUSAN MASALAHAsosiasi karakteristik dan brand equity merupakan hal yang akan diuji dalam penelitian ini. Untuk membuat sistematika penelitian yang sistematis maka rumusan masalah yang di buat oleh peneliti adalah :1. Apakah product association mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap brand association?2. Apakah organizational association mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap brand association?3. Apakah brand association memiliki pengaruh yang signifikan terhadap brand equity?
3. TUJUAN PENELITIANDari rumusan masalah yang telah dirumuskan maka dapat dilihat tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :1. Mengetahui pengaruh product association terhadap brand association.2. Mengetahui pengaruh organizational association terhadap brand association.3. Mengetahui pengaruh brand association terhadap brand equity.
4. MANFAAT PENELITIANBagi penulis : 1. Menambah wawasan dalam bidang pemasaran khususnya tentang brand equity.2. sebagai bahan penerapan teori pemasaran khususnya mengenai respon
konsumen terhadap produk.Bagi universitas/akademisi :1. Sebagai bahan bacaan tambahan dalam bidang pemasaran2. Sebagai dasar bagi kalangan universitas dalam melakukan pengembangan terhadap penelitian ini.Bagi Praktisi :1. Sebagai bahan pertimbangan ketika pemasar ingin mengkonsepkan strategi tentang merek yang relevan sehingga memiliki citra yang positif dimata konsumennya.2. Agar pemasar dapat mempertimbangkan bagaimana strategi pengembangan merek sehubungan dengan karakteristik merek dan brand equity sehingga brand equity menjadi kuat.
5. TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESISBrand associationAaker (1991: 20) menyatakan bahwa nilai dari sebuah nama merek seringkali menjadi kumpulan dari asosiasi, maksudnya kepada orangnya. Asosiasi mewakilkan dasar untuk melakukan keputusan membeli dan loyalitas terhadap merek. Keller (1993: 1-22) mendefinisikan asosiasi merek sebagai tanda informasi lain yang dihubungkan pada tanda merek dalam memori dan mengandung merek yang dapat diartikan oleh konsumen. Krishnan (1996: 389-405) berpendapat bahwa asosiasi dapat digunakan sebagai sebuah istilah umum untuk mewakilkan sebuah hubungan antara dua jenis merek atau lebih, yang disugestikan sebagai sebuah asosiasi dalam ingatan konsumen. Asosiasi datang dalam semua bentuk dan dapat merefleksikan karakteristik dari produk atau aspek independent dari produk itu sendiri. Ada beberapa jenis pandangan asosiasi yang dapat menjadi nilai. Diantara pandangan-pandangan tersebut dalam asosiasi menciptakan nilai pada perusahaan dan pelanggan yaitu: membantu proses informasi, pembedaan merek, alasan untuk membeli, menciptakan sikap positif dan menyediakan sebuah dasar untuk ditingkatkan. Keller (1993: 1-22) mengelompokkannya dalam favorit, kekuatan, dan keunikan dari asosiasi merek yang merupakan dimensi-dimensi perbedaan pengetahuan merek yang menjadi sebuah peran yang sangat penting dalam memutuskan perbedaan respon ketika melihat brand equity khususnya dalam pengaturan pengambilan keputusan yang tinggi.Tipe dari asosiasi merek menurut Aaker (1991:5-20) mengelompokkan asosiasi merek dalam 11 tipe:1. atribut produk2. intangibles3. customer benefits 4. relative price5. pelaksanaan6. user/constumer7. selebriti/person8. lifestyle/personality9. kelas produk10. pesaing
11. Negara/area geografi.Biel (1992:9) berpendapat bahwa asosiasi merek (brand image) dapat dihasilkan dari imej perusahaan, imej produk dan imej pengguna. Dari tiap tiga imej tersebut dapat dibagi dalam dua tipe asosiasi. Salah satu persepsi yang bermanfaat dan fungsional attributes, seperti mempercepat atau mengurangi operasi. Hubungan lain adalah kelembutan atau emosional attributes, seperti memberikan fantasi atau menjadikan lebih bergairah, inovasi, atau kepercayaan yang tinggi. Farquhar dan Herr ( 1993:263 ) berpendapat bahwa tipe dari asosiasi merek meliputi kategori produk, situasi yang digunakan, atribut produk, dan keuntungan pelanggan.Keller ( 1993 :1-22) menyatakan bahwa asosiasi merek dapat diklasifikasikan dalam 3 kategori umum dari peningkatan jangkauannya yaitu : attributes, benefits, dan attitude. Atribut mendeskripsikan keistimewaan dari karakteristik sebuah produk atau pelayanan, yang menyatakan apa yang dipikirkan oleh costumer tentang produk atau pelayanan tersebut atau hal apa yang dilibatkan dalam pembelian atau pemakaian. Atribut dapat dikategorikan product-related attributes, non-product-related attributes seperti harga, pengguna, dan image yang digunakan, atau brand personality. Benefit merupakan nilai consumer secara personal yang diberikan oleh produk atau pelayanan tersebut, maksudnya bahwa apa yang dapat dilakukan oleh produk atau pelayanan terhadap consumer. Benefit lebih lanjut dapat dikelompokkan dalam tiga kategori yaitu fungsional,experiential dan simbol keuntungan. Brand Attitudes didefenisikan sebagai keseluruhan dari evaluasi consumer terhadap sebuah merek.Brand Identity merupakan tipe yang berbeda dari asosiai merek,yang mana memiliki beragam variasi menurut favorit mereka,kekuatan dan keunikan.menurut paradigma pengembangan instrument pamasaran, Chen(1996: 20-55) mengembangkan sebuah skala pengukuran untuk mengukur dasar dari brand equity dengan konsumen.instrumen skala tersebut didasarkan pada refleksi pemikiran asosiasi merek. Lima variable tersebut digenerasikan,bagaimana persepsi kualitas,keistimewaan fungsional,symbol asosiasi,emosional asosiasi,dan inovasi. Keller dan Aaker (1995:14-19) membuat sebuah eksperimen untuk mengeksplorasikan akibat dari citra perusahan pada penerimaan costumer terhadap peningkatan merek perusahan.Empat perbedaan image perusahaan (inovasi,kesadaran lingkungan,jenis komunitas atanu netral) merupakan penciptaan untuk perusahan memberikan nama netral.Sebuah merek merupakan perwujutan sebuah barang, pemeliharaan produk secara personal.Hasilnya mengindikasikan bahwa inovasi hanya pada dimensi image perusahaan yang meningkatkan kebaikan persepsi peningkatan merek sebuah perusahaan ( brand extension ) dan evaluasi dari atribut produk. Selanjutnya, sebuah inovasi image perusahaan memilki dampak yang positif terhadap kredibilitas perusahaan, membuat perusahaan kelihatan lebih ahli,lebih atraktif, dan lebih dipercaya.Sebuah representasi yang sedikit dari kebanyakan yang lazim dan digunakan asosiasi organisasi, diidentifikasikan oleh Aaker ( 1996:102-120 ) , adalah social/komunitas orientasi, perceived quality, inovasi, concern terhadap kostumer, kehadiran dan kesuksesan, dan local vs global. Brown dan Dacin ( 1997 :68-84) menguji pengaruh dari dua tipe general dari asosiasi perusahaan terhadap respon produk.
Berdasarkan literature tersebut dapat dilihat bahwa argumentasi dari Fakuhar dan Her (1993:8-15) dan Keller (1993:1-22) lebih memfokuskan pada asosiasi produk. Aaker dan Chen (1996) memfokuskan pada asosiasi produk, tapi lebih mengcover kemampuan asosiasi perusahaan. Bagaimanapun juga, argument dari Keller dan Aaker (199512-16), Aaker (1996:102-120), dan Brown dan Dacin (1997:68-84) menegaskan pada asosiasi organisasional. Bill (1992:9) menjelaskan bahwa brand image dapat dihasilkan dari perusahaan dan imej produk. Berdasarkan literature ini asosiasi merek dapat dikategorikan dalam asosiasi produk dan asosiasi organisasional.Dalam prakteknya, perbedaan strategi merek lebih banyak menciptakan perbedaan asosiasi merek. Perusahaan-perushaaan Amerika secara tipikal mengiklankan benefit dan imej yang disediakan oleh merek individu mereka. Benefit dan imej itu menciptakan banyak asosiasi pada produk mereka sendiri.Bagaimanapun, kebanyakan dari perusahaan Jepang dan perusahaan Timur lainnya lebih suka menggunakan periklanan perusahaan yang lebih menekankan pada benefit perusahaan sehingga dapat membawa kepada banyak konsumen dan masyarakat yang lebih luas, yang menghasilkan penciptaan sebuah asosiasi organisasional. Sebagai contoh, banyak merek dari perusahaan seperti P&G (Protect and Gamble) disesuaikan iklannya di Taiwan Negara-negara lainnya di Asia Timur. Pada akhir setiap periklanan merek P&G, nama perusahaan dan logo P&G selalu ditampilkan, untuk mendekatkan diri kepada konsumen dari nilai dan benefit yang disediakan dengan mengandalkan pada produk yang memiliki barang manufaktur konsumen yang sangat besar. Baru-baru ini perusahaan internasional lainnya seperti unilever telah melakukan hal yang sama. Hal ini mengindikasikan bahwa menciptakan sebuah asosiasi merek tidak hanya bertahan pada asosiasi produk, tapi harus bersandar pada asosiasi organisasi dengan lebih banyak.Sehingga, berdasarkan literature yang telah kita lihat dan praktek strategi merek, dapat dikategorikan asosiasi merek dalam dua tipe yaitu asosiasi produk dan asosiasi organisasi. Asosiasi produk dapat dibagi menjadi asosiasi fungsional atribut (atribut produk, persepsi kualitas, dan fungsional benefits) dan asosiasi non-fungsional atribut (asosiasi simbolik, asosiasi emosional, harga/nilai, pengguna/situasi penggunaan).Pada literature yang telah dibaca dan penciptaan model asosiasi merek, sebuah studi empiris akan digunakan untuk menjawab pertanyaan penelitian. Ini merupakan sebuah tes untuk mengkonfirmasikan model asosiasi merek. Identifikasi asosiasi yang tepat akan membentuk dasar dari kostumer yang didasarkan pada brand equity. Berdasarkan argument dari Keller (1993:1-22), penggunaan frekuensi dari asosiasi yang difavoritkan lebih baik dari pada penggunaan frekuensi dari total asosiasi untuk mengidentifikasikan tipe orientasi dari asosiasi merek. Hal lainnya mengukur karakteristik asosiasi tersebut dan membandingkannya antara tinggi rendahnya equity brands dapat memberikan sebuah arti untuk melihat lebih luas perbedaan kostumer berdasarkan brand equity. Khrisnan (1996:389-405) menemukan bahwa ada korelasi yang kuat antara frekuensi dari asosiasi total dan brand equity. Tapi diharapkan bahwa asosiasi merek adalah kunci untuk membangun brand equity dari pada total asosiasi. Sehingga, semakin besar jumlah dari asosiasi merek, maka semakin
tinggi brand equity. Namun, hal ini tidak dibutuhkan untuk mendapatkan semua jenis dari asosiasi merek pada waktu yang sama. Setiap merek seharusnya memiliki asosiasi keunikan sebagai asosiasi inti untuk membangun keunggulan kompetitif. Kemudian, diharapkan bahwa adanya hubungan yang kuat yang dibangun antara asosiasi merek inti dan brand equity. Namun, hal ini tidak akan menjadi perbedaan yang signifikan untuk asosiasi merek lain antara brand equity yang tinggi dan rendah. Ada tiga hipotesis yang akan diuji dan ditempatkanProduk association merupakan sebuah assosiasi yang menjadi pendukung dari brand association. Seperti yang dikatang oleh Krishnan (1996: 389-405) yang mengatakan bahwa asosiasi dapat digunakan sebagai sebuah istilah umum untuk mewakilkan sebuah hubungan antara dua jenis merek atau lebih, yang disugestikan sebagai sebuah asosiasi dalam ingatan konsumen. Asosiasi datang dalam semua bentuk dan dapat merefleksikan karakteristik dari produk atau aspek independent dari produk itu sendiri. Dalam hal ini Khrisnan bermaksud untuk menyatakan bahwa sebuah produk yang memiliki citra yang positif akan membawa konsumen untuk mengakui kuatnya brand association yang terdapat dalam produk tersebut. Lebih lanjut Keller ( 1993:1-22 ) mengatakan bahwa bahwa salah satu kelompok dari brand association berdasarkan peningkatan jangkauannya adalah attributes yang mendeskripsikan keistimewaan dari karakteristik sebuah produk atau pelayanan yang menyatakan apa yang dipikirkan oleh konsumen tentang produk atau pelayanan tersebut dan hal apa yang dilibatkan dalam melakukan pembelian dan pemakaian. Attribute tersebut dapat dikategorikan sebagai product related attributes, no-product-related attributes seperti haega, pengguna ( user ), dan image yang digunakan atau brand personality. Dari penjelasan berdasarkan argument Keller dan Khrisnan maka hipotesis pertama yang kita gunakan dalam penelitian ini adalah :H1 : product association memiliki pengaruh yang positif terhadap brand association. Organisational association juga merupakan salah satu pendukung brand association.Keller dan Aaker(1995 :14-19 )mengekplorasikan akibat dari citra perusahaan pada penerimaaan konsumen terhadap peningkatan merek perusahaan. Empat perbedaan image perusahaan ( inovasi, kesadaran lingkungan, jenis komunitas atau netral ) merupakan penciptaan untuk perusahaan memberikan nama netral. Keller dan AAker mengindikasikan bahwa inovasi hanya pada dimensi image perusahaan yang meningkatkan persepsi positif terhadap merek sebuah perusahaan .bahwa Asosiasi organisasi dapat dikelompokkan ke dalam asosiasi ability perusahaan dan asosiasi respon social perusahaan, yang didasarkan pada argument dari Brown dan Dacin (1997:68-84). Asosiasi kemampuan perusahaan dapat diasosiasikan sebagai sesuatu yang berhubungan pada keahlian perusahaan dalam memproduksi dan mengirim produknya, seperti keahlian karyawan-karyawannya, superioritas dari pengembangan dan penelitian internal, dan menghasilkan inovasi yang berteknologi, keahlian manufaktur, orientasi kostumer, menjadi pemimpin dalam industri dan lain sebagainya. Asosiasi respon sosial perusahaan merefleksikan status organisasi dan aktifitas dengan respek pada pandangan masyarakat, yang sering tidak berhubungan pada kemampuan perusahaan dalam memproduksi barang dan pelayanan. Biasanya sebuah
perusahaan akan memfokuskan pada lingkungan yang bersahabat, keterlibatan komunitas, sebagai sponsor aktifitas budaya, atau meningkatkan visibility dalam mendukung sosialisasi sehingga berhubungan dengan pemasaran dan lainnya..Dari penjelasan tersebut organizational association yang didukung oleh corpotae ability association dan corporate social responsibility association memiliki pengaruh yang kuat terhadap brand association. Sehingga hipotesis kedua yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah ;
H2 : organizational association memiliki pengaruh yang positif terhadap brand association.
Keller (1993:1-22) berpendapat bahwa asosiasi merek dapat dikelompokkan dalam berbagai dimensi kekuatan yang dapat membangun brand equity yang terdiri atas favorit, kekuatan dan keunikan dari asosiasi merek tersebut. Diharapkan dengan kuatnya asosiasi yang tersimpan dalam memori konsumen maka dapat membuat konsumen mendapatkan informasi yang valid tentang merek tersebut sehingga dapat dijadikan alasan untuk membeli yang akhirnya konsumen memiliki pandangan positif terhadap merek yang digunakan.Konsumen yang memiliki asoisasi yang positif merupakan keuntungan dari perusahaan sehingga membantu perusahaan dalam menciptakan brand equity yang tinggi sehingga konsumen tidak mudah untuk berpindah pada merek lain karena konsumen tersebut dengan sendirinya menciptakan kepercayaan yang tinggi terhadap produk tersebut walaupun perusahaan menciptakan produk baru yang merupakan brand extension dari merek sebelumnya. Sehingga penjelasan ini mendukung hipotesis pertama yaitu :H3 : Brand association memiliki hubungan yang positif terhadap brand equity.
6. METODE PENELITIAN6.1.1 Model PenelitianModel penelitian yang dipakai disini berupa model asosiasi merek yang dapat dilihat pada gambar dibawah ini :
H1
H3
H2
6.1.2 Definisi operasional
a. Brand equityBrand equity dapat didefinisikan sebagai suatu set dari aset ( dan liabilitas ) yang dihubungkan pada nama merek dan symbol untuk menambah nilai lebih dari sebuah produk atau pelayanan pada sebuah perusahaan atau perusahaan jasa ( Aaker, 1991:27-32 )
b. Asosiasi merek Merupakan nilai sebuah merek yang telah dikumpul dalam sebuah asosiasi, niali tersebut berupa : atribut produk, intangibles, keuntungan konsumen, relative price, pelaksanaan, user, person, personality, kelas produk, pesaing, area geografi (Aaker,1991)c. Product associationMerupakan nilai dari sebuah produk yang diasosiasikan oleh konsumen tentang apa yang didapat dari produk tersebut ketika konsumen meggunakan produk tersebut yang terdiri dari functional attribute dan non functional attribute.Functional attributeMerupakan nilai-nilai yang terdapt dalam sebuah produk yang terdiri atas atribut produk, persepsi kualitas, fungsi benefit (Biel,1992)Non functional attributeMerupakan nilai dari produk yang berupa asosiasi symbol, asosiasi emosional, harga/nilai, pengguna/ situasi penggunaan.d. organizational associationMerupakan elemen dari brand equity yang terkait dengan citra perusahaan dalam memberikan produk atau jasa terhadap konsumen. Association organizational dibagi dalam dua factor yang terdiri dari Corporate ability association yang didefinisikan sebagai salah satu efek yang memfokuskan pada kapabilitas perusahaan untuk produksi produk sedangkan corporate social responsibility dapat diartikan sebagai refleksi status organisasi dengan respek pada pandangan masyarakat, yang sering tidak berhubungan pada kemampuan perusahaan dalam memproduksi barang atau jasa (Biel,1992).
6.2 Instrumen Pengukuran Intrumen pengukuran menggunakan skala likert 1-7 yaitu :1. Sangat buruk sekali2. buruk sekali3. buruk4. Netral5. sempurna6. sempurna sekali7. sangat sempurna sekaliInstrumen penelitian atau alat pengumpul data yang akan digunakan peneliti dalam penelitian ini berupa kuisioner. Peneliti menggunakan item-item pertanyaan yang mengacu pada variabel dimensi dari sebuah merek. Seperti yang diajukan oleh Arthur Cheng,Hsui Chen (2001)Kuesioner yang digunakan dibagi dalam beberapa bagian yaitu :1. Kuesioner yang digunakan untuk melakukan penilaian terhadap product
association dimana dalam bagian ini terdapat enam pertanyaan di dalamnya yang semuanya berkaitan dengan penilaian konsumen terhadap sebuah produk. Skala yang akan digunakan adalah skala likert dari skala (1) yang mewakili jawaban yang “sangat buruk” sampai pada skala (7) yang mewakili jawaban “ sangat sempurna”.2. Kuesioner yang digunakan untuk melakukan penilaian terhadap organizational association yang memiliki enam pertanyaan dengan mengunakan skala Likert yaitu dari skala (1) yang mewakili jawaban “sangat buruk” sampai skala (7) yang mewakili jawaban “sangat sempurna”. Tiga pertanyaan berikutnya merupakan merupakan pertanyaan yang menggunakan skala ratio. Skala ratio digunakan untuk memperoleh informasi mengenai keadaan demografi responden dibandingkan dengan keadaan populasi secara keseluruhan. Wells dan Prensky (1996:48) mengungkapkan bahwa demographic characteristic merupakan atribut yang bersifat physical, geographical, social dan economic yang bersifat melekat pada konsumen dan tercermin dalam kehidupannya sehari-hari. Studi ini sangat penting untuk mengetahui karakteristik individu didalam struktur sosial yang lebih besar (Wells dan Prensky,1996:48).3. Kuesioner yang digunakan untuk melakukan penilaian terhadap brand association dimana pertanyaan yang diajukan berjumlah 7 butir pertanyaan dimana semua pertanyaan tersebut mengungkapkan persepsi konsumen terhadap sebuah merek dengan pengukuran skala Likert dengan skala (1) yang mewakili jawaban “sangat buruk” sampai skala (7) yang mewakili jawaban “sangat sempurna”.4. Kuisioner yang digunakan untuk melakukan penilaian terhadap Brand Equity dengan mengajukan pertanyaan yang berjumlah 8 butir dimana 4 butir berkaitan dengan keunggulan merek yang berkaitan dengan kualitas dan 4 butir selanjutnya berkaitan dengan keuntungan konsunmen ketika menggunakan merek tersebut.Pengukurannya menggunakan skala Likert mulai dari skala (1) yang mewakili jawaban “sangat tidak setuju” sampai dengan skala (7) yang mewakili jawaban “sangat setuju”Beberapa variable yang diukur adalah :1. Brand equity asosiasi karakteristik, sebuah asosisasi yang bebas secara prosedur akan digunakan untuk menilai brand equity yang tertinggi hingga yang terendah dengan meneyeleksi tiga kategori produk printer yang telah familiar yaitu : Canon, Epson, Hawlett-Packard.2. Brand association diukur dengan dapat diukur dengan empat item dari aspek merek yang berupa : inovasi, nilai yang dapat dibeli dengan uang, manfaat yang didapat, kelas produknya.3. product association diukur berdasarkan 2 item yang mencerminkan functional attribute dan non functional attribute.4. Organizational association diukur dengan 2 item sebagai bagiannnya yaitu corporate ability dan corporate social responsibility.
6.3 Data yang diperlukan 6.3.1 Data primer Data yang diambil lewat penelitian ini merupakan data primer yang diambil
langsung dari para responden yang telah ditentukan dalam sampel penelitian dari sebuah populasi dengan menggunakan kuisioner.
6.4 Metoda pengumpulan dataDalam melakukan pengumpulan data cara yang dilakukan adalah dengan menggunakan metode kuisioner dengan sebuah pemikiran bahwa kuisioner diasumsikan sebagai metoda pengumpulan data yang efisien kerena peneliti biasa menentukan data mana yang dibutuhkan dan bagaimana mengukurnya. Disamping itu minimnya waktu dan terbatasnya keuangan yang dimiliki oleh penulis merupakan pertimbangan lain. Disamping itu kuisioner memiliki beberapa kelemahan seperti terbatasnya pertanyaan yang diajukan, kompleksnya motivasi para responden yang diteliti sehingga memungkinkan penyimpangan data yang diharapkan. Kerena itulah kuisioner yang dihasilkan perlu dilakukan pengujian lebih lanjut.
6.5 Metoda pemilihan sampel dan ukuran sampel6.5.1 Populasi Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah mahasiswa IST AKPRIND jurusan ilmu computer Jogja dengan dasar pemilihan bahwa populasi ini diasumsikan untuk memperoleh data yang lebih akurat dengan atribut yang sama dalam pengambilan sampel dan mempermudah penelitian dalam mendapatkan data yang akurat dan responden yang jelas. Selain itu populasi ini dianggap memiliki pengetahuan yang cukup mengenai ketiga merek printer tersebut. Seperti yang telah dijelaskan oleh Sekaran ( 1992 : 225 ) bahwa populasi diasumsikan sebagai keseluruhan orang, kejadian atau sesuatu yang menjadi perhatian dalam sebuah penelitian, dimana jumlah dari semua objek karakteristiknya akan diuji.
6.5.2 SampelBeberapa sampel akan digunakan dalam penelitian ini. Teknik sampling yang digunakan adalah non probability sampling dengan menggunakan menggunakan metode jugdegment sampling yang bertujuan untuk mendapatkan informasi dari orang yang tepat, yang memiliki pengetahuan mereka tentang merek yang mereka ketahui sehingga dapat dijadikan target yang lebih spesifik, dan tipe yang spesifik yang ditunjukkan dari orang yang bersedia dan memiliki keinginan untuk memberikan sebuah informasi sehingga dapat disesuaikan sebagai criteria yang diatur dalam penelitian( Sekaran,1992:235 ). Syarat dari responden adalah memiliki pengetahuan mengenai tiga merek printer yaitu Canon, Epson dan Hawlett-packard.
6.5.3 Ukuran sampelSeperti yang telah dikatakan oleh Newhold ( 1995 : 185 ), menyatakan bahwa formulasi dalam melakukan penentuan besarnya ukuran sampel untuk tingkat keyakinan ( confident level ) 95% besarnya Error ( E ) sebagai berikut :
E = 1,96 x √P(1-Pn
Maka mencari n=(1,96)2 x P(1-P)E2
n = ukuran sampelE = errorP = proporsi sampel
Jika P(1-P) akan maksimum bila turunan pertama sama dengan nol maka P=0,5 dan P(1-P) = 0,25.Bila dengan tingkat error 10% mka:
n = (1,96)2 x (0,25)(0,1)2= 96,04= 100
6.6 Metode Pengujian6.6.1 Uji ReliabilitasReliabilitas adalah suatu nilai yang menunjukkan konsistensi suatu alat pengukur didalam mengukur gejala yang sama ( Husein Umar,2002:113 ). Setiap alat pengukur hendaknya memiliki kemampuan untuk memberikan hasil pengukuran yang konsisten agar tetap memiliki kestabilan, tingkat konsistensi dan total correlation. Teknik yang digunakan dalam uji reliability adalah teknik dari cronbach yang digunakan ubtuk mencari reliabilitas dengan skala 1-7 seperti yang dijelaskan dalam pengambilan kuisioner. Sekaran ( 1992:171) menyatakan bahwa pedoman dalam menggunakan cronbach’s coefficient alpha adalah : Koefisien alpha 0.6 dianggap mempunyai reliabilitas yang buruk. Koefisien alpha diantara 0,6-0,8 dapat diterima Koefisien alpha diatas 0,8 dianggap memiliki reliabilitas yang baik.Rumus yang ditulis dalam teknik Cronbach adalah :r11 = ( K ) ( 1- ∑σb2 )k-1 σt 2
6.6.2 Uji validitasJenis validitas yang diuji dalam konstruk ini adalah validitas konstruksi. Hal ini dilakukan karena pertimbangan factor kondisional dimana pada penelitian yang telah ada perbedaan dari segi daerah atau area yang memiliki karakteristik yang berbeda sehingga uji validitas tetap diperlukan. Dimana dalam pengujian ini menggunakan factor pendekatan analisis. Seperti yang dijabarkan oleh Sekaran ( 1992:171 ) item pertanyaan akan memiliki korelasi yang tinggi dengan item pertanyaan apabila suatu item meiliki kecendrungan mengelompok, membentuk suatu factor. Sedangkan korelasi akan menjadi lemah apabila variable lain tidak menegelompok.Sekaran (2000:409) menjelaskan bahwa factor analysis dapat digunakan untuk membantu mengurangi factor yang terlalu banyak kedalam
meaningful, interpretable dan manageable set of factor dimana ditetapkan bahwa batas bawah factor analysis dengan menggunakan rule of thumb dalam pengerjaan factor analysis sebesar (0,60). Dalam faktor analysis, dikenal dua langkah yaitu ekstraksi dan rotasi. Untuk ekstraksi akan digunakan metode maximum likelihood dan pada rotasi akan digunakan metode varimax.
6.7 Metode Analisis Data 6.7.1 Metode Regresi Linier SederhanaTujuan dari analisis regresi Linier sederhana adalah untuk mengetahui bagaiaman pengaruh variable independent dengan variable dependen. Untuk melihat kesamaan variable maka perhitungan yang dilakukan adalah dengan analisis regresi. Karena itu hipotesis yang ada dalam penelitian ini diuji dengan regresi linier sederhana dengan menggunakan t-test agar dapat mengetahui apakah setiap vriabel baik itu independent ataupun variable dependen dapat saling mempengaruhi sehingga bisa dilakukan perbandingan rata-rata antara kedua group yang berbeda. Rumus yang dipakai adalah : Y = a + bX+cDimana : Y = variable tidak bebas ( dependen )X = Variabel bebas ( independent ) ]a = nilai intercept ( konstan )c = errorPada Hipotesis pertama (H1), dan hipotesis kedua (H2) yaitu tentang product association dan organizational association merupkan variable independen dari variable dependen brand association, sehingga regresi linier sederhana menjadi tolak ukur dalam mengukur hipotesis pertama dan hipotesis yang kedua. Begitu pula dengan Hipotesis yang ketiga ( H3 ) yang diukur dengan regresi linear sederhana karena Hipotesis yang ketiga juga merupakan sebuah variable dependen yaitu brand association yang berasal dari sebuah variable independent brand equity. Sehingga dalam pengukuran tiga hipotesis diatas dapat digunakan regresi linear sederhana yang menggunakan software statistic berupa SPSS 10.0. Ketepatan fungsi regresi sampel dalam menaksir nilai actual dapat dilihat melalui goodness of fit-nya. Untuk meneliti goodness of fit model dalam penelitian ini, penulis mengukur tiga elemen yaitu nilai statistic t, nilai statistic F, serta koefisien determinasinya. Secara jelas ketiga alat ukur tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut : Uji Signifikasi parameter individual ( t-test statistic ) Uji statistic t membantu peneliti untuk menunjukkan seberapa jauh sebuah variable independent secara individual dalam menerangkan variasi dalam variable dependen ( Kuncoro,2001;97 ). Uji Signifikasi Simultan ( F-test statistic ) Uji statistic F membantu peneliti untuk menunjukkan apakah semua variable independent yang tercakup didalam model mempengaruhi variable dependen secara simultan atau bersama-sama (Kuncoro, 2001;98 ) Koefisien Determinasi (R2 ) Koefisien determinasi (R2) memiliki fungsi untuk mengukur seberapa jauh kemampuan model yang digunakan dalam menerangkan variasi dalam variable
dependennya (Kuncoro,2002;100)Penggunaaan analisis regresi sebaiknya tetap memperhatikan berbagai kelemahan yang dimiliki alat ukur tersebut. Masalah yang sering muncul dalam regresi adalah autokorelasi, heterokodasitas, multikolonieritas, serta normalitas. Dalam penelitian ini penulis akan melakukan pengujian multikolonieritas.Heteroskedasitas muncul apabila kesalahan atau residual dari model yang diamati tidak memiliki varians yang konstan dari satu observasi keobservasi lainnya (Hanke dan Reitsch,1998:256) dalam Kuncoro (2001:112). Heteroskedasitas memiliki arti bahwa setiap observasi memiliki reliabilitas yang berbeda akibat perubahan dalam kondisi yang melatarbelakangi tidak terangkum dalam spesifikasi model. Gejala Heteroskedasitas lebih sering dijumpai dalam data kerat silang tempat daripada data runtut waktu Kuncoro(2001:114). Pengujian berikutnya adalah Uji Multikolonieritas. Multikolonieritas adalah adanya satu hubungan linear yang sempurna ( mendekati sempurna ) antara beberapa atau semua variable bebas . pertanyaaan yang muncul bagaimana mendeteksi ada atau tidaknya gejala multikolonieritas?• Apabila korelasi antara dua variable bebas lebih tinggi dibanding korelasi salah satu atau kedua variable bebas tersebut dengan variable terikat ( Pindyk dan Rubinfeld,1995:335 ) dalam Kuncoro (2001:114).• Gujarati (1995:335) dalam Kuncoro (2001:114) lebih tegas mengatakan,” Bila korelasi antara dua variable bebas melebihi 0,8 maka multikolonieritas menjadi masalah yang serius”.Awat (1995:337) dalam Kuncoro (2001:115) menawarkan beberapa solusi untuk mengatasi masalah multikolonieritas, yaitu dengan :• memeriksa secara teoritis untuk mengetahui apakah antara variable penjelasan itu memang ada hubungannya.• Mengadakan penggabungan antara data cross-section dan time series, yang akan disebut sebagai polling data.• Mengeluarkan salah satu variable penjelasan dari model tersebut• Menambah data baru , yakni menambah jumlah observasi atau n. dengan semakin besarnya n, maka kemungkinan bahwa standard error akan semakin kecil pula.
8. SISTEMATIKA1. PendahuluanDalam bab ini dapat dikatakan sebagai elemen dasar dari garis besar penelitian yang akan dilakukan tentang apa saja yang menjadi karakteristik dari penelitian ini sehinnga bagi yang membaca dapat memahami apa yang menjadi mesalah dalam penelitian ini. Yang perlu ditekankan dalam penelitian ini adalah gambaran umum dan tujuan dari penelitian ini.2. Landasan teori/kerangka acuanDalam landasan teori terdapat variable-variabel yang menjadi obyek dalam melakukan penelitian dengan berbagai macam teori yang berkaitan dengan variable-variabel tersebut serta isu yang akan diteliti dalam penelitian ini. Landasan toeri yang kuat akan membantu bagi validitas dan reabilitas penelitian secara kualitatif.
3. Metodologi PenelitianMetodologi penelitian adalah inti dari semua kegiatan dalam penelitian ini.Bab ini akan menjelaskan bagaimana informasi data ,yang mendukung dalam penelitian ini dikumpulkan.Pada bagian ini semua instrument penelitian yang diajukan ke dalam bab I digunakan sebagai tool untuk menggali informasi yang relevan dengan tujuan penelitian.Data yang terkumpul kemudian dianalisis untuk mengetahui kesesuaian dengan hipotesis yang telah diajukan.Bab II mengupas bagaimana data dan informasi yang dianggap relevan dikumpulkan untuk kemudian dilakukan analisis yang lebih mendalam.4. Analisis DataInformasi yang telah dikumpulkan dan teleh diolah menjadi seperangkat data yang relevan dan mendukung penelitian masuk pada tahap analisis.Analisis data dilakukan dengan memperhatikan setting penelitian,instrument yang digunakan dan berbagai factor yang mempengaruhi penelitian.Hal ini penting untuk dapat menarik gambaran yang tepat tentang hasil penelitian dan tidak terjebak pada suatu construct atau teori.5. Kesimpulan dan SaranInformasi yang telag dihasilkan dari penelitian yang dilakukan akan sampai pada tahap kesimpulan.Bab ini akan merangkum semua informasi yang dihasilkan dari penelitian.Bab ini merangkum semua informasi yang dihasilkan dari penelitian.Bab ini membahas berbagai hal penting mengenai hasil penelitian ini untuk menghasilkan sebuah wacana dan pemahaman tentang area penelitian.Saran dan kekurangan dalam penelitian ini harus dijelaskan agar penelitian yang relevan degan area ini di masa depan dapat lebih sempurna.
DAFTAR PUSTAKA : Aaker, David, Managing Brand Equity, New York, The Free Press, Mc Millan Inc, 1991Aaker, David, Building Strong Brand, New York, The Free Press, Mc Millan, 1996.Biel, A.L. (1992), ``How brand image drives brand equity’’, Journal of Advertising.Research, November/DecemberBrown, J.T. and Dacin, P.A. (1997), ``The company and the product : corporate association. and consumer product responses’’, Journal of Marketing, Vol. 61, January.Chen, A.C-H. (1996), ``The measurement and building of customer-based brand equity’’, PhD. dissertation, National Chengchi University in Taiwan.
Crimmins, J.C. (1992), ``Better measurement and management of brand value’’, Journal of Advertising Research, July/AugustDick dan Basu, dalam Tatik Suryani, Nilai Strategi Kesetiaan Pelanggan.USAHAWAN NO. 09 TH XXVII SEPTEMBER 1998Farquhar , P.H. and Herr, P.M. (1993), ``The dual structure of brand associations’’, Brand Equity & AdvertisingHandi Irawan, Marketing, No.19/III/22 Oktober-4 November 2003Husein Umar, 2002, Metode Riset Bisnis, PT. Gramedia Pustaka UtamaKeller, K.L. (1993), ``Conceptualizing , measuring, and managing consumer-based Brand equity’’, Journal of Marketing, Vol. 57, January.Keller, K.L. (1998), Strategic Brand Management, Prentice-Hall, Englewood Cliffs, NJ.Keller, K.L. and Aaker, D.A. (1995) , ``Managing the corporate brand: the effects of Corporate images and corporate brand extensions’’, Research Paper No. 1216, Stanford University Graduate School of Business. Kotler, Philip 2002, Manajemen Pemasaran, Edisi millennium ke sembilan, Jakarta : PT. Ikrar Mandiri abadiKotler, Philip, Amstrong, G, 1997, Principles of Marketing, Seven Edition, Prentice- Hall,Inc. Krishnan, H.S. (1996) , ``Characteristic s of memory associations: a consumer-based brand equity perspective ’’, International Journal of Research in Marketing, Vol. 13,.Kuncoro,Mudrajad (001.422 Kur.M) Metode Kuantitatif : Teori dan Aplikasi untuk Bisnis dan Ekonomi (Mudrajad Kuncoro) –ed 1- Yogyakarta : UPP AMP YKPN, 2001Sekaran, Uma 1992. Research Methods For Business : A Skill Building Approach, Third Edition, John Wlley & Sons, IncShimp, T.A., Stuart, E.W. and Engle, R.W. (1991) ``A program of classical Conditioning experiments testing variations in the conditioned stimulus and context'', Journal of Consumer Research, Vol. 18, June, pp. 1-12.Tatik Suryani Jurnal Pemasaran .Nilai Strategis Kesetiaan Pelanggan Usahawan NO. 09 TH XXVII September 1998.Well W.D, Prensky D. 1997. Consumer behaviour. 10th edition. John Wlley & Sons.Inc.http://www.bisnis.com, rabu 26/02/2003