Proposal Seminarku

35
ANALISIS FAKTOR SOSIAL DAN EKONOMI YANG MEMPENGARUHI PENGELUARAN KONSUMSI RUMAH TANGGA MISKIN PENERIMA RASKIN (Studi Kasus di Kampung Sukun Sidomulyo Kelurahan Tanjung Rejo Kecamatan Sukun, Kota Malang) -` PROPOSAL OLEH OKY CAHYANING RAHAYU SUTOKO NIM 120432426866 UNIVERSITAS NEGERI MALANG FAKULTAS EKONOMI

Transcript of Proposal Seminarku

ANALISIS FAKTOR SOSIAL DAN EKONOMI YANG MEMPENGARUHI PENGELUARAN KONSUMSI RUMAH TANGGA MISKIN PENERIMA RASKIN(Studi Kasus di Kampung Sukun Sidomulyo Kelurahan Tanjung Rejo Kecamatan Sukun, Kota Malang)

-`PROPOSAL

OLEHOKY CAHYANING RAHAYU SUTOKONIM 120432426866

UNIVERSITAS NEGERI MALANGFAKULTAS EKONOMIPROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNANMARET 2015

i

DAFTAR ISIDAFTAR ISIiBAB I PENDAHULUANA. Latar Belakang1B. Rumusan Masalah2C. Manfaat Penelitian2D. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian4E. Hipotesis4F. Definisi Operasional4BAB II KAJIAN PUSTAKAA. Kajian Teoretis7B. Penelitian Terdahulu13C. Kerangka Berfikir14BAB III METODE PENELITIANA. Rancangan Penelitian16B. Populasi dan Sampel17C. Metode Pengumpulan Data17D. Analisis Data17DAFTAR PUSTAKALAMPIRAN12

BAB 1PENDAHULUANA. Latar BelakangKebutuhan hidup manusia selalu berkembang sejalan dengan tuntutan zaman, tidak sekedar untuk memenuhi kebutuhan hidup saja, akan tetapi juga menyangkut kebutuhan lainnya seperti kebutuhan pakaian, rumah, pendidikan, kesehatan dan lain sebagainya sejalan dengan peningkatan pendapatan. Di satu pihak, keluarga dengan pendapatan yang lebih dari cukup cenderung mengkonsumsi secara berlebihan. Sedangkan di pihak lain, masih banyak keluarga dengan pendapatan yang rendah yang tidak mampu memenuhi kebutuhan dasarnya.Penelitian yang berkaitan dengan korelasi antara pola konsumsi dan pendapatan keluarga sudah cukup sering dilakukan. Salah satu teori yang berhubungan dengan itu diantaranya adalah teori Engels yang menyebutkan bahwa semakin tinggi pendapatan suatu keluarga, maka persentase pengeluaran untuk konsumsi makanan cederung semakin rendah. Selain faktor pendapatan, ukuran keluarga juga mempengaruhi pola konsumsi rumah tangga. Dari hasil Survey Biaya Hidup (SBH) tahun 1989 membuktikan bahwa semakin besar jumlah/ukuran keluarga maka semakin besar proporsi pengeluaran keluarga untuk makanan daripada untuk memenuhi kebutuhan non makanan. Hal ini berarti bahwa semakin kecil ukuran keluarga, semakin kecil pula bagian pendapatan untuk kebutuhan makanan. Selebihnya, keluarga akan mengalokasikan sisa pendapatan untuk memenuhi kebutuhan non makanan. Tingkat pendidikan formal kepala rumah tangga juga berpengaruh terhadap pola konsumsi rumah tangga. Sumarwan (1993). Kenyataan menunjukkan semakin tinggi tingkat pendidikan formal maka kemungkinanannya akan mempunyai tingkat pendapatan yang relatif tinggi pula sehingga pola konsumsi rumah tangga yang bersangkutan juga akan berubah.Selanjutnya, hubungan status pekerjaan dengan pola konsumsi. Berdasarkan hasil Susenas 2000 menunjukkan bahwa kepala rumah tangga yang berstatus pekerjaannya sebagai buruh harian, buruh kasar atau buruh yang bekerja dengan tidak tetap, pola konsumsinya lebih besar porsinya untuk memenuhi kebutuhan konsumsi makanan daripada kebutuhan untuk konsumsi non makanan. Demikian juga halnya dengan jumlah anggota rumah tangga atau ukuran keluarga, dimana rumah tangga miskin yang memiliki anggota rumah tangga cukup banyak yakni 5 orang atau lebih pemenuhan kebutuhan hidupnya sekitar 83 persen adalah untuk memenuhi kebutuhan konsumsi makanan.Terkait dengan kemiskinan, isu penting yang perlu mendapat perhatian adalah masih relatif banyaknya jumlah penduduk miskin.Jumlah penduduk miskin yang relatif banyak ini terutama dikaitkan dengan upaya-upaya pengentasan kemiskinan, baik melalui pendanaan oleh pemerintah pusat maupun pemerintahan daerah.Upaya pengentasan kemiskinan tersebut salah satunya melalui program raskin. Program Raskin adalah salah satu program penanggulangan kemiskinan dan perlindungan sosial di bidang pangan yang diselenggarakan oleh Pemerintah Pusat berupa bantuan beras bersubsidi kepada rumah tangga berpendapatan rendah (rumah tangga miskin dan rentan miskin). Selain itu raskin bertujuan untuk meningkatkan/ membuka akses pangan keluarga melalui penjualan beras kepada keluarga penerima manfaat dengan jumlah yang telah ditentukan.Kampung Sukun Sidomulyo adalah suatu perkampungan yang terletak di Kelurahan Tanjung Rejo Kecamatan Sukun. Pada kampung tersebut sebagian besar penduduknya adalah golongan miskin dan bekerja pada sektor informal seperti pembantu rumah tangga, pemulung, buruh bangunan bahkan tidak sedikit dari mereka yang kesehariannya menjadi pengemis dan pengamen. Karena kemiskinan yang dialaminya, maka sebagian besar penduduk Kampung Sukun Sidomulyo adalah penerima raskin.Melalui uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul ANALISIS FAKTOR SOSIAL DAN EKONOMI YANG MEMPENGARUHI PENGELUARAN KONSUMSI RUMAH TANGGA MISKIN PENERIMA RASKIN (Studi Kasus di Kampung Sukun Sidomulyo Kelurahan Tanjung Rejo Kecamatan Sukun, Kota Malang).

B. Rumusan MasalahBerdasarkan latar belakang penelitian di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:1. Apakah factor ekonomi (total pendapatan keluarga dan jumlah raskin yang diterima) dan factor sosial (jenis pekerjaan kepala rumah tangga, pendidikan kepala rumah tangga dan jumlah anggota keluarga) berpengaruh signifikan terhadap pengeluaran konsumsi rumah tangga miskin di Kampung Sukun Sidomulyo?2. Berapa besar persentase pengeluaran untuk konsumsi pangan dan non pangan terhadap total pendapatan keluarga di Kampung Sukun Sidomulyo?

C. Manfaat PenelitianAdapun manfaat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:1. Sebagai bahan informasi bagi pihak-pihak yang membutuhkan informasi mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi pengeluaran konsumsi rumah tangga miskin terkhusus di Kampung Sukun Sidomulyo.2. Penelitian ini berguna untu Pemerintah Kota Malang, terutama untuk dijadikan bahan dalam pengambilan keputusan yang berkaitan dengan kesejahteraan masyarakat.3. Penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi bagi pihak-pihak lain khususnya yang ingin melakukan penelitian tentang pengeluaran konsumsi dan kemiskinan.

D. Ruang Lingkup dan Keterbatasan PenelitianPenelitian ini dilakukan untuk mengukur variabel-variabel yang berpengaruh terhadap pengeluaran konsumsi rumah tangga miskin di Kampung Sukun Sidomulyo. Variabel-variabel yang akan diteliti adalah factor ekonomi (total pendapatan keluarga dan jumlah raskin yang diterima) dan factor sosial (status pekerjaan kepala rumah tangga, tingkat pendidikan kepala rumah tangga dan jumlah anggota keluarga). Keterbatasan dalam penelitian ini adalah penelitian hanya dilakukan paada satu kawasan saja yaitu di Kampung Sukun Sidomulyo dan hanya pada masyarakat miskin penerima bantuan raskin.

E. HipotesisBerdasarkan rumusan masalah di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut.1. Ada pengaruh antara factor ekonomi (total pendapatan keluarga dan jumlah raskin yang diterima) dan factor sosial (jenis pekerjaan kepala rumah tangga, pendidikan kepala rumah tangga dan jumlah anggota keluarga) dengan pengeluaran konsumsi rumah tangga miskin di Kampung Sukun Sidomulyo.2. Persentase pengeluaran untuk pangan lebih besar daripada pengeluaran untuk non pangan terhadap total pendapatan keluarga.F. Definisi OperasionalDefenisi operasional dibuat untuk menghindari kekeliruan dan kesalahpahaman dalam menafsirkan penelitian ini. Adapun defenisi operasional yang dibuat adalah:1. Pengeluaran konsumsi adalah pengeluaran yang digunakan untuk mengkonsumsi makanan maupun bukan makanan. Pengeluaran konsumsi dalam penelitian ini diukur dalam satuan rupiah. Pengeluaran konsumsi dalam penelitian ini berdasarkan pengeluaran konsumsi makan dan bukan makan dalam satu bulan.2. Pengeluaran konsumsi pangan adalah pengeluaran konsumsi yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan makanan setiap bulan dan diukur dalam satuan rupiah. Pengeluaran konsumsi untuk pangan misalnya beras, lauk pauk, minyak, dan sebagainya.3. Pengeluaran konsumsi non pangan adalah pengeluaran konsumsi yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan bukan makanan setiap bulan dan diukur dalam satuan rupiah. Pengeluaran konsumsi untuk non pangan misalnya biaya sewa rumah, biaya SPP anak, biaya listrik, PDAM, dan sebagainya.4. Pendapatan keluarga adalah total dari keseluruhan pendapatan dalam suatu rumah tangga baik itu dari kepala rumah tangga dan anggota keluarga lain yang telah bekerja.5. Jumlah beras raskin adalah jumlah beras subsidi yang diberikan pemerintah kepada masyarakat miskin setiap bulan dalam satuan kilo gram.6. Jumlah anggota keluarga adalah jumlah orang dalam satu rumah yang terdiri dari ayah, ibu, anak dan anggota keluarga lain yang menjadi tanggungan kepala rumah tangga.7. Status pekerjaan kepala rumah tangga adalah jenis pekerjaan utama yang dilakukan oleh kepala rumah tangga dalam mencari nafkah. Dalam penelitian ini status pekerjaan dibagi menjadi dua yaitu pekerja formal dan pekerja informal. Dalam penelitian ini status pekerjaan Karyawan swasta/buruh tetap dan karyawan pemerintah dikategorikan sebagai pekerja formal. Sedangkan sisanya dikategorikan sebagai pekerja informal. Selanjutnya pekerja informal diberi kode 0 sedangkan pekerja formal diberi kode 1.8. Pendidikan kepala rumah tangga yang dimaksudkan adalah pendidikan terakhir yang ditempuh oleh kepala rumah tangga dan telah mendapatkan ijazah dalam menempuh pendidikan tersebut. Dalam penelitian ini pendidikan kepala rumahtangga akan difokuskan pada :1. Kepala Rumahtangga dengan tingkat pendidikan SLTP ke bawah (pendidikan rendah) 2. Kepala Keluarga dengan pendidikan SLTA ke atas yang dikategorikan sebagai pendidikan tinggi. Selanjutnya untuk keperluan penghitungan regresi logistik tingkat pendidikan kepala rumahtangga SLTA ke atas diberi kode 1 dan untuk pendidikan kepala rumahtangga SLTP ke bawah diberi kode 0.9. BAB IIKAJIAN PUSTAKAA. Kajian Teoretis

1. Konsep KemiskinanKemiskinan ditafsirkan sebagai suatu kondisi ketiadaan akses pada pilihan-pilihan dan hak-hak yang seharusnya melekat di bidang sosial, politik, ekonomi, kebudayaan dan lingkungan hidup. Dari konsep kemiskinan, jelas bahwa kemiskinan berkaitan erat dengan tingkat pendapatan dan kebutuhan. Dalam hal perkiraan kebutuhan hanya pada kebutuhan pokok atau kebutuhan dasar minimum yang memungkinkan seseorang untuk dapat hidup secara layak. Bila sekiranya tingkat pendapatan tidak dapat mencapai kebutuham minimum, maka orang atau keluarga tersebut dapat dikatakan miskin. Dengan demikian, kemiskinan diukur dengan membandingkan tingkat pendapatan seseorang dengan tingkat pendapatan yang dibutuhkan untuk memperoleh kebutuhan dasar minimumnya. Tingkat pendapatan minimum akan merupakan pembatas antara keadaan miskin dan tidak miskin atau biasa disebut garis kemiskinan.Pengukuran kemiskinan absolut yang baik merupakan pengukuran yang benar-benar dapat mewakili tingkat kemiskinan itu sendiri. Kebijaksanaan pengukuran kemiskinan harus berpihak kepada yang benar-benar orang miskin. Pengukuran yang tidak benar-benar berpihak kepada orang miskin sebenarnya bukanlah merupakan pengukuran yang fair (Sutyastie dkk, 2002;36).Seseorang dikatakan miskin secara absolut apabila tingkat pendapatannya berada di bawah garis kemiskinan atau sejumlah pendapatannya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup minimal, antara lain pangan, sandang, kesehatan, perumahan dan pendidikan yang diperlukan untuk bisa hidup dan bekerja. Rendahnya tingkat pendapatan ini terutama disebabkan oleh karena keterbatasan sarana dan prasarana fisik serta kelangkaan modal atau miskin karena sebab alami (natural). Konsep ini dimaksudkan untuk menentukan tingkat pendapatan minimum yang cukup untuk memenuhi kebutuhan fisik terhadap makanan, pakaian dan perumahan untuk menjamin kelangsungan hidup ( Todaro, 1987; 62)Kemiskinan kultural disebabkan pemahaman suatu sikap, kebiasaan hidup dan budaya seseorang atau masyarakat yang merasa kecukupan dan tidak kekurangan. Kelompok ini tidak mudah untuk diajak berpartisipasi dalam pembangunan dan cenderung tidak mau berusaha memperbaiki tingkat kehidupannya meskipun ada usaha pihak luar untuk membantu. Kemiskinan relatif adalah pendapatan seseorang/rumahtangga yang sudah berada di atas garis kemiskinan, namun relatif masih lebih rendah dibandingkan dengan pendapatan masyarakat sekitarnya, maka orang atau rumahtangga tersebut masih berada dalam keadaan miskin. Menurut John Kenneth Galbraith,1978 walaupun tingkat pendapatan sudah mampu mencapai tingkat kebutuhan dasar minimum tetapi masih jauh lebih rendah dibandingkan dengan keadaan masyarakat sekitarnya, maka orang atau keluarga tersebut masih berada dalam keadaan miskin. Dari pendekatan kemiskinan yang menjadi alat utama ukuran kemiskinan saat ini adalah kemiskinan absolut, yakni kemiskinan yang garis batasnya ditetapkan berdasarkan pada kebutuhan pokok manusia per hari berupa kebutuhan minimum makanan dan bukan makanan yang dinyatakan dalam satuan mata uang.

2. Konsep Pola KonsumsiFaktor-faktor yang mempengaruhi pola konsumsi rumahtangga antara lain tingkat pendapatan rumahtangga, jumlah anggota rumahtangga, pendidikan kepala rumahtangga dan status pekerjaan kepala rumahtangga. Beberapa penelitian telah dilakukan untuk membuktikan hubungan antara tingkat pendapatan dan pola konsumsi rumahtangga. Teori Engels menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat pendapatan rumahtangga semakin rendah persentase pengeluaran konsumsi makanan (Sumarwan, 1993). Dalam hukum Engel dikemukakan tentang kaitan pendapatan dengan pola konsumsi. Hukum ini menerangkan bahwa pendapatan disposabel yang berubah-ubah pada berbagai tingkat pendapatan. Dengan demikian, naiknya pendapatan, maka persentase yang digunakan untuk sandang dan pelaksanaan rumah tangga adalah cenderung konstan. Sementara persentase yang digunakan untuk pendidikan, kesehatan dan rekreasi sekamin bertambah (Ackley, 1992:281).Berdasarkan teori klasik ini maka suatu rumahtangga bisa dikategorikan lebih sejahtera bila persentase pengeluaran untuk makanan jauh lebih kecil dari persentase pengeluaran untuk bukan makanan. Artinya proporsi alokasi pengeluaran untuk pangan akan semakin kecil dengan bertambahnya pendapatan rumahtangga, karena sebagian besar dari pendapatan tersebut dialokasikan pada kebutuhan non pangan.

3. Konsep PendapatanMenurut Sukirno (2006:47) pendapatan adalah jumlah penghasilan yang diterima oleh penduduk atas prestasi kerjanya selama satu periode tertentu, baik harian, mingguan, bulanan ataupun tahunan. Beberapa klasifikasi pendapatan antara lain: 1) Pendapatan pribadi, yaitu; semua jenis pendapatan yang diperoleh tanpa memberikan suatu kegiatan apapun yang diterima penduduk suatu negara. 2) Pendapatan Disposibel, yaitu; pendapatan pribadi dikurangi pajak yang harus dibayarkan oleh penerima pendapatan, sisa pendapatan yang siap dibelanjakan inilah yang dinamakan pendapatan disposibel. 3) Pendapatan Nasional, yaitu; nilai seluruh barang-barang jadi dan jasa-jasa yang diproduksikan oleh suatu negara dalam satu tahun.

4. Konsep Status Pekerjaan Kepala Rumah TanggaMenurut Rachbini dalam Mulyadi (2003;90) terdapat dua factor yang mengakibatkan munculnya dualisme ekonomi antara sektor formal dan informal. Pertama berkait dengan factor eksternal dan kedua factor internal. Konsep sektor informal, pertama kali diperkenalkan oleh Hart pada tahun 1973. Hart membagi secara tegas kegiatan ekonomi yang bersifat formal dan informal dalam melakukan penelitiannya tentang unit-unit usaha kecil di Ghana pada tahun 1971. Kemudian, terminologi Hart tersebut digunakan oleh sebuah misi ke Kenya yang diorganisir oleh ILO (International Labor Organization). Misi tersebut berpendapat bahwa sektor informal telah memberikan tingkat ongkos yang rendah, padat karya, barang dan jasa yang kompetitif dan memberikan rekomendasi kepada pemerintah Kenya untuk mendorong sektor informal (Gilber dan Josef Gugler, 1996).Widarti (1983) dan Hugo (2000) menggunakan status pekerjaan utama untuk pengelolmpokkan sektor formal dan informal. BPS (1999) dalam kegiatan perstatistikan memberikan batasan tentang status pekerjaan yang terdiri atas : 1).Berusaha sendiri tanpa dibantu orang lain;.2). Berusaha dengan dibantu anggota rumahtangga; 3). Karyawan Swasta/Pemerintah; 4).Buruh Tetap; 5). Pekerja Keluarga. Lebih lanjut Widarti (1983;44) dan Hugo (2000;121) telah berusaha untuk mengelompokkan status pekerjaan seperti di atas menjadi dua kelompok dengan terlebih dahulu telah mempelajari betul tentang karakteristik status pekerjaan di atas baik dari tingkat profesionalisme pekerjaan maupun dari sudut jenis pekerjaannya. Selanjutnya untuk memperjelas pengelompokan status pekerjaan (formal dan informal) dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 2.2 di bawah ini.Tabel Pengelompokan Status Pekerjaan Kedalam Sektor Formal dan InformalNo

Status PekerjaanKelompok Sektor

(1)(2)(3)

I.1. Berusaha sendiri tanpa dibantu orang lain.2. Berusaha dengan dibantu anggota rumahtangga3. Pekerja keluargaInformal

II1. Buruh Tetap / Karyawan2. Berusaha dibantu buruh tetap

Formal

Sumber : Widarti (1983), Hugo (2000) dan BPS (1999)Pengelompokkan seperti yang diajukan Widarti (1983;44), Hugo (2000;121) dan BPS (1999;34) selanjutnya akan digunakan dalam penelitian ini. Untuk keperluan analisis dengan menggunakan Logistic Regression selanjutnya status pekerjaan informal diberi nilai 0 dan status pekerjaan formal diberi nilai 1.

5. Konsep Pendidikan Kepala Rumah TanggaMenurut Todaro (2000) alasan pokok mengenai pengaruh dari pendidikan formal terhadap distribusi pendapatan adalah adanya korelasi positif antara pendidikan seseorang dengan penghasilan yang akan diperolehnya. Adalah benar bahwa seseorang yang dapat menyelesaikan pendidikan menengahnya atau perguruan tinggi jika dibandingkan dengan mereka yang hanya mampu menyelesaikan sekolah yang lebih rendah tingkatannya, penghasilan mereka akan berbeda antara 300 hingga 800 persen. Oleh karena itu tingkat pendapatan akan tergantung pada tahun-tahun sekolah yang dapat diselesaikannya, maka hal itu akan mendorong terjadinya perbedaan pendapatan yang sangat tidak adil dan menimbulkan jurang kemiskinan.Investasi sumberdaya manusia bukan merupakan tanggung jawab salah satu sektor pembangunan tetapi bersifat multisektor seperti pendidikan, kesehatan, program kependudukan dan lain-lain. Namun demikian, diantara berbagai bentuk investasi sumber daya manusia tersebut, pendidikan dapat dikatakan sebagai katalisator utama pengembangan sumber daya manusia dengan asumsi bahwa semakin terdidik seseorang semakin tinggi pula kesadarannya terhadap pembentukan keluarga sejahtera.

6. Konsep Jumlah Anggota KeluargaJumlah anggota keluarga sangat menentukan jumlah kebutuhan keluarga. Semakin banyak anggota keluarga berarti semakin banyak pula jumlah kebutuhan keluarga yang harus dipenuhi. Begitu pula sebaliknya, semakin sedikit anggota keluarga berarti semakin sedikit pula kebutuhan yang harus dipenuhi keluarga. Sehingga dalam keluarga yang jumlah anggotanya banyak, akan diikuti oleh banyaknya kebutuhan yang harus dipenuhi. Semakin besar ukuran rumahtangga berarti semakin banyak anggota rumahtangga yang pada akhirnya akan semakin berat beban rumahtangga untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Demikian pula jumlah anak yang tertanggung dalam keluarga dan anggota-anggota keluarga yang cacat maupun lanjut usia akan berdampak pada besar kecilnya pengeluaran suatu keluarga. Mereka tidak bisa menanggung biaya hidupnya sendiri sehingga mereka bergantung pada kepala keluarga dan istrinya. Anak-anak yang belum dewasa perlu di bantu biaya pendidikan, kesehatan, dan biaya hidup lainnya.Menurut Mantra (2003) yang termasuk jumlah anggota keluarga adalah seluruh jumlah anggota keluarga rumah tangga yang tinggal dan makan dari satu dapur dengan kelompok penduduk yang sudah termasuk dalam kelompok tenaga kerja.Kelompok yang dimaksud makan dari satu dapur adalah bila pengurus kebutuhan sehari-hari dikelola bersama-sama menjadi satu. Jadi, yang termasuk dalam jumlah anggota keluarga adalah mereka yang belum bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari karena belum bekerja (dalam umur non produktif) sehingga membutuhkan bantuan orang lain (dalam hal ini orang tua).

7. RaskinRaskin merupakan subsidi pangan dalam bentuk beras yang diperuntukkan bagi rumahtangga berpenghasilan rendah sebagai upayadari pemerintah untuk meningkatkan ketahananpangan dan memberikan perlindungan sosial padarumah tangga sasaran. Keberhasilan Program Raskin diukur berdasarkan tingkat pencapaian indikator 6T, yaitu: tepat sasaran,tepat jumlah, tepat harga, tepat waktu, tepat kualitas,dan tepat administrasi.Program ini bertujuan untuk mengurangi bebanpengeluaran Rumah Tangga Sasaran (RTS) melaluipemenuhan sebagian kebutuhan pangan pokok dalambentuk beras dan mencegah penurunan konsumsienergi dan protein. Selain itu raskin bertujuan untuk meningkatkan/ membuka akses pangan keluarga melalui penjualan beras kepada keluarga penerima manfaat dengan jumlah yang telah ditentukan.Program Raskin adalah salah satu program penanggulangan kemiskinan dan perlindungan sosial di bidang pangan yang diselenggarakan oleh Pemerintah Pusat berupa bantuan beras bersubsidi kepada rumah tangga berpendapatan rendah (rumah tangga miskin dan rentan miskin). Program Raskin adalah program nasional lintas sektoral baik vertikal (Pemerintah Pusat sampai dengan Pemerintah Daerah) maupun horizontal (lintas Kementerian/Lembaga), sehingga semua pihak yang terkait bertanggung jawab sesuai dengan tugas pokok dan fungsi masing-masing untuk kelancaran pelaksanaan dan pencapaian tujuan Program Raskin.Program Raskin bertujuan untuk mengurangi beban pengeluaran rumah tangga sasaran dalam memenuhi kebutuhan pangan pokok dalam bentuk beras. Lebih jauh, program raskin bertujuan untuk membantu kelompok miskindan rentan miskin mendapat cukup pangan dan nutrisi karbohidrat tanpa kendala.Efektivitas Raskin sebagai perlindungan sosial dan penanggulangan kemiskinan sangat bergantung pada kecupan nilai transfer pendapatan dan ketepatan sasaran kepada kelompok miskin dan rentan.Tidak seluruh masyarakat Indonesia yang berhak atas Raskin, hanya mereka yang tergolong miskin dan rawan pangan di daerah tertentu mendapat hak untuk menerima Raskin. Untuk memilih kelompok yaitu sesuai kriteriayang ditetapkan data keluarga miskin dan rawan pangan dikumpulkan dariberbagai sumber seperti Kelurahan, LSM, dan sebagainya. Data tersebut dibawa ke musyawarah Desa untuk diteliti kebenarannya dan dikoreksi,apabila ada data yang rangkap atau yang tidak sesuai, kemudian musyawarah Desa memilih dan menetapkan keluarga yang termasuk paling miskin danrawan pangan sesuai jumlah plafon yang disediakan. Pemilihan dapat menggunakan sistem rangking sehingga hanya mereka yang benar-benar paling miskin dan rawan pangan saja yang dipilih. Hasil musyawarah Desa perlu diketahui oleh seluruh masyarakat.

B. Penelitian TerdahuluMuchlis Sjirat penelitian berjudul Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pola Konsumsi Rumahtangga Miskin Perkotaan di Sumatera Barat menyimpulkan bahwa dari hasil regresi diperoleh nilai 2 hitung sebesar 9,688. Sedangkan nilai 2 tabel dengan df=3 dan nilai = 5 persen sebesar 7,815, sehingga nilai nilai 2 hitung > 2 tabel. Dengan demikian seluruh variabel yakni pendidikan kepala keluarga, status pekerjaan dan ukuran keluarga secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap pola konsumsi rumah tangga miskin.Kemudian penelitian oleh Ni Luh Karmini yang berjudul PENGARUH PENDAPATAN, JUMLAH ANGGOTA KELUARGA,DAN PENDIDIKAN TERHADAP POLA KONSUMSI RUMAH TANGGA MISKIN DI KECAMATAN GIANYAR diperoleh kesimpulan sebagai berikut:1. Berdasarkan hasil pengolahan data dan pengujian secara simultan pada taraf nyata () = 5 persen menunjukkan bahwa pendapatan,jumlah anggota keluarga dan pendidikan secara simultan berpengaruh signifikan terhadap pola konsumsi rumah tangga miskin di Kecamatan Gianyar. Hal ini terbukti dari nilai F-hitung (47,501) lebih besar dari F tabel (2,71). Besarnya pengaruh kedua variabel terhadap pola konsumsi rumah tangga miskin di Kecamatan Gianyar ditunjukkan dengan R Square = 0,624 yang berarti bahwa pola konsumsi rumah tangga miskin di Kecamatan Gianyar dipengaruhi oleh pendapatan dan jumlah anggota keluarga sebesar 62,4 persen dan sisanya 37,6 persen dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam model.2. Dari hasil pengolahan data secara parsial diperoleh hasil bahwa variabel pendapatan, jumlah anggota keluarga dan pendidikan secara parsial berpengaruh positif dan signifikan terhadap pola konsumsi rumah tangga miskin di Kecamatan Gianyar. Hal ini terbukti dari t-hitung pendapatan (2,255), t-hitung jumlah anggota keluarga (2,168) dan t-hitung pendidikan (8,496) lebih besar dari t-tabel (1,663) sehinggavariabel pendapatan, jumlah anggota keluarga dan pendidikan secara parsial berpengaruh positif dan signifikan terhadap pola konsumsi rumah tangga miskin di Kecamatan Gianyar.

C. Kerangka PemikiranTingkat kemiskinan di Indonesia dapat dilihat dari seberapa besar rumah tangga melakukan pengeluaran konsumsi untuk makanan. Pengeluaran konsumsi tersebut dapat dibagi dalam dua factor, yaitu factor ekonomi dan factor sosial. Variabel-variabel yang termasuk dalam factor ekonomi adalah jumlah pendapatan keluarga dan jumlah beras raskin yang diterima, sedangkan variabel-variabel yang termasuk dalam factor sosial adalah status pekerjaan kepala rumah tangga, pendidikan kepala rumah tangga, dan jumlah anggota keluarga. Dengan berorientasi pada faktor-faktor tersebut diatas diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai hal-hal apa saja yang diperlukan kelak dalam mengurangi tingkat kemiskinan rumah tangga terkhusus di Kampung Sukun Sidomulyo.Secara skematis kerangka pemikiran dapat digambarkan sebagai berikut.

BAB IIIMETODE PENELITIANA. Rancangan PenelitianMetode penelitian yang digunakan dalam menyusun penulisan ini adalah dengan menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kuantitatif. Metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari penelitian deskriptif ini adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antarfenomena yang diselidiki. (Nazir, 2011:54). Dengan metode deskriptif ini penulis mencoba membuat satu deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual, akurat mengenai fakta - fakta, sifat - sifat serta hubungan antar fenomena - fenomena yang terjadi. Sedangkan pendekatan kuantitatif yang dimaksud di sini adalah menggunakan analisis regresi berganda.Penelitian ini mengambil contoh lokasi penelitian di Kampung Sukun Sidomulyo Kelurahan Tanjung Rejo Kecamatan Sukun Kota Malang. Alasan pemilihan lokasi penelitian di Kampung Sukun Sidomulyo karena sebagian besar masyarakatnya merupakan golongan miskin yang bekerja di sector informal seperti pemulung, pembantu rumah tangga, pedagang, dan sebagainya. Dalam penelitian ini penulis meneliti pengaruh ekonomi dan sosial terhadap pengeluaran konsumsi rumah tangga miskin di Kampung Sukun Sidomulyo.

B. Populasi dan SampelPopulasi dalam penelitian ini adalah seluruh rumah tangga miskin di Kampung Sukun Sidomulyo yang menerima bantuan beras raskin dari pemerintah. Mengingat bahwa seluruh rumah tangga miskin di Kampung Sukun Sidomulyo yang menerima bantuan beras raskin jumlahnya terlalu banyak dan mengakibatkan peneliti kesulitan untuk melakukan observasi, oleh sebab itu dalam penelitian ini digunakan teknik simple random sampling (secara acak). Jumlah sample yang akan diambil dalam penelitian ini adalah 50 orang rumah tangga miskin penerima beras raskin di Kampung Sukun Sidomulyo.C. Metode Pengumpulan DataPengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini yakni dengan menggunakan data primer dan data sekunder. Adapun pengambilan data primer yang dilakukan adalah sebagai berikut: Yang pertama dengan menggunakan Metode Kuesioner (Angket) yang berisikan rangkaian pertanyaan mengenai bidang atau masalah yang akan diteliti dan disebarkan kepada responden dengan tujuan untuk memperoleh informasi yang relevan dan serentak sesuai dengan tujuan penelitian. Angket tidak disebarkan secara langsung kepada responden, di mana peneliti mengajukan yang ada dikuisioner dan menulisnya secara langsung. Jadi, responden tidak mengisi sendiri kuisioner tetapi penelitilah yang mengisi berdasarkan jawaban dari setiap responden. Yang kedua adalah wawancara, wawancara dilakukan dengan mengadakan tanya jawab langsung kepada rumah tangga miskin penerima bantuan raskin atau dengan pihak - pihak lain yang dapat menunjang penelitian. Dan yang ketiga adalah observasi (Pengamatan), yaitu semua kegiatan yang meliputi pemuatan perhatian terhadap suatu objek dengan menggunakan seluruh alat indra. Sedangkan data sekunder diperoleh dari, data statistic Kecamatan Sukun, data Kelurahan Tanjung Rejo dan literature-literatur yang terkait dengan penelitian ini.

D. Analisis DataUntuk rumusan masalah pertama, dalam mengetahui berapa besar pengaruh factor ekonomi (total pendapatan keluarga dan jumlah raskin yang diterima) dan factor sosial (jenis pekerjaan kepala rumah tangga dan jumlah anggota keluarga) terhadap pengeluaran konsumsi rumah tangga miskin, maka dapat digunakan analisis regresi berganda dengan persamaan sebagai berikut.

Dimana:Y: Pengeluaran konsumsi rumah tangga miskin di Kampung Sukun Sidomulyo= koefisien regresi untuk masing-masing variabel : Jumlah pendapatan keluarga (Rp/Bulan) : Jumlah raskin yang diterima (Kg/Bulan) : Jumlah anggota keluarga (orang) : Status pekerjaan kepala keluarga (informal = 0, formal = 1) : Tingkat pendidikan kepala keluarga (SLTA ke atas = 1, SLTP ke bawah = 0) : Faktor kesalahanditentukan dengan menggunakan metode kuadrat terkecil atau Ordinary Least Square (OLS).Kriteria Uji: Dalam perhitungan analisis regresi berganda tersebut digunakan software SPSS sebagai alat bantu analisis.Untuk rumusan masalah kedua, dianalisis dengan menggunakan metode kuantitatif yaitu dengan melihat besar persentase pengeluaran untuk pangan dan nonpangan terhadap jumlah pendapatan keluarga di Kampung Sukun Sidomulyo, dan dihitung menggunakan formula sebagai berikut.

Dan

Dimana: : persentase pengeluaran pangan (%) : persentase pengeluaran non pangan (%)PN : pengeluaran untuk konsumsi pangan rumah tangga (Rp/Bulan)PNP : pengeluaran untuk konsumsi non pangan rumah tangga (Rp/Bulan)TP : total pengeluaran rumah tanggaApabila hanya menggunakan indikator ekonomi (diproksi dari pangsa pengeluaran pangan), dengan kriteria apabila persentase atau pangsa pengeluaran pangan tinggi ( 60% pengeluaran total) maka kelompok rumah tangga tersebut merupakan golongan yang relatif kurang sejahtera. Sementara itu apabila persentase atau pangsa pengeluaran pangan rendah (< 60% pengeluaran total) maka kelompok rumah tangga tersebut merupakan golongan yang sejahtera (Purwantini, dan Ariani, M., 2002).

DAFTAR PUSTAKAAcklay, Gardener. 1992. Teori Ekonomi Makro, Terjemahan Paul Sitohang, Erlangga. Jakarta.Mantra, Ida Bagus. 2003. Demografi Umum . Jakarta : Pustaka Raja.Sukirno, Sadono. 2000. Pengantar Teori Makroekonomi, Raja Grafindo Persada, Jakarta._____________ 2006. Makroekonomi: Teori Pengantar, Edisi Ketiga, Raja Grafindo Persada, Jakarta.Todaro, Michael. 2000. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Edisi Ketujuh Jilid I. Jakarta : Erlangga.