Proposal Sarpras
description
Transcript of Proposal Sarpras
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara dengan kepadatan penduduk terbesar
di dunia. Indonesia berada di urutan keempat dengan jumlah penduduk sekitar 230
juta jiwa. Tingginya jumlah penduduk Indonesia menyebabkan tingginya
kebutuhan terhadap prasarana dan sarana sanitasi. Peningkatan jumlah penduduk
ini juga diiringi dengan laju pembangunan, baik pembangunan tempat tinggal
maupun gedung-gedung perkantoran.
Peningkatan jumlah penduduk terjadi di beberapa wilayah di Indonesia, salah
satunya adalah kota Surabaya, yang merupakan kota metropolitan ke dua setelah
Jakarta. Laju perkembangan pembangunan di Surabaya terjadi secara signifikan,
dimana banyak lahan kosong yang digunakan untuk tempat hunian. Bukti nyata
yang dapat dilihat adalah penggunaan bantaran sungai sebagai pembangunan
tempat tinggal bagi masyarakat. Pembangunan yang dilakukan masyarakat
seringkali tidak sesuai dengan standar secara umum, diantaranya tidak disertai
dengan pembangunan sanitasi yang berbasis lingkungan.
Sanitasi lingkungan adalah status kesehatan suatu lingkungan yang mencakup
perumahan, pembuangan kotoran, penyediaan air bersih, dan sebagainya. Sanitasi
lingkungan ditujukan untuk memenuhi persyaratan lingkungan yang sehat dan
nyaman. Lingkungan yang sanitasinya buruk dapat menjadi sumber berbagai
penyakit yang dapat mengganggu kesehatan manusia. Pada kuliah lapangan ini,
2
diharapkan mahasiswa dapat mengetahui penerapan sanitasi lingkungan yang
berbasis masyarakat, khususnya di Kelurahan Simokerto, Surabaya.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana kondisi prasarana dan sarana sanitasi air bersih, air limbah,
persampahan, dan drainase di Kelurahan Simokerto?
2. Bagaimana perbandingan penerapan prasarana dan sarana sanitasi
permukiman di Kelurahan Simokerto dengan ketentuan teknis berdasarkan
peraturan perundangan?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui kondisi prasarana dan sarana sanitasi air bersih, air limbah,
persampahan, dan drainase di Kelurahan Simokerto.
2. Mengetahui perbandingan penerapan prasarana dan sarana sanitasi
permukiman di Kelurahan Simokerto dengan ketentuan teknis berdasarkan
peraturan perundangan.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sanitasi Lingkungan
Sanitasi lingkungan adalah status kesehatan suatu lingkungan yang mencakup
perumahan, pembuangan kotoran, penyediaan air bersih, dan sebagainya. Sanitasi
lingkungan dapat pula diartikan sebagai kegiatan yang ditujukan untuk
meningkatkan dan mempertahankan standar kondisi lingkungan yang mendasar
yang mempengaruhi kesejahteraan manusia (Notoadmojo, 2003). Kondisi tersebut
mencakup:
1. pasokan air yang bersih dan aman
2. pembuangan limbah dari hewan, manusia, dan industri yang efisien
3. perlindungan makanan dari kontaminasi biologis dan kimia
4. udara yang bersih dan aman
5. rumah yang bersih dan aman.
Sanitasi lingkungan ditujukan untuk memenuhi persyaratan lingkungan yang
sehat dan nyaman. Lingkungan yang sanitasinya buruk dapat menjadi sumber
berbagai penyakit yang dapat mengganggu kesehatan manusia. Lingkungan yang
sanitasinya buruk akan berdampak buruk pula bagi kesehatan. Berbagai jenis
penyakit dapat muncul karena lingkungan yang bersanitasi buruk menjadi sumber
berbagai jenis penyakit.
Sanitasi lingkungan berhubungan erat dengan kesehatan. Kesehatan
masyarakat sangat dipengaruhi lingkungan, pelayanan kesehataan, perilaku, dan
keturunan. Lingkungan yang tidak sehat atau bersanitasi buruk dapat
4
menimbulkan masalah kesehatan. Perilaku hidup yang tidak sehat seperti
membuang sampah sembarangan, tidak mencuci tangan sebelum atau sesudah
makan, buang air besar atau kecil sembarangan, mencuci atau mandi dengan air
yang kotor merupakan perilaku yang dapat mengundang berjangkitnya berbagai
jenis penyakit. Berdasarkan uraian tersebut, faktor lingkungan sangat berpengaruh
terhadap kesehatan penduduk. Limbah cair dan padat dari hasil aktivitas manusia
serta limbah dari tubuh manusia (kotoran dan air seni) yang dibuang ke
lingkungan dapat mempengaruhi kesehatan manusia melalui beberapa jalur, yaitu
(Notoadmojo, 2003):
1. melalui air minum yang terkena limbah
2. masuk dalam rantai makanan seperti melalui buah-buahan, sayuran,
dan ikan
3. mandi, rekreasi dan kontak lainnya dengan air yang tercemar
4. limbah menjadi tempat berkembangbiak lalat dan serangga yang dapat
menyebarkan penyakit.
2.1.1 Sanitasi Total Berbasis Masyarakat
Pemerintah Republik Indonesia telah mengadopsi kebijakan mengenai
Sanitasi Total sebagai bagian dari Strategi Nasional mengenai sanitasi di pedesaan
dan higenitas untuk dapat diterapkan di dalam kegiatan sehari-hari. Tujuan dari
strategi nasional Sanitasi Total Berbasis Masyarakat ini untuk memberi arahan
dan mendukung Pemerintah Daerah dalam perencanaan, pelaksanaan,
pemantauan, serta evaluasi program sanitasi total di daerah perdesaan dengan
begitu akan dapat meningkatkan derajat kesehatan dan kualitas hidup masyarakat,
terutama di pedesaan. Dalam rangka mempercepat peningkatan cakupan akses
5
sanitasi pedesaan sesuai dengan target Millenium Development Goals (MDGs)
melalui peningkatan perilaku masyarakat untuk hidup bersih dan sehat, maka
disusunlah suatu strategi nasional gerakan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat
(Community Led Total Sanitation). Sanitasi Total Berbasis Masyarakat
merupakan pendekatan untuk merubah perilaku higiene dan sanitasi melalui
pemberdayaan masyarakat dengan metode pemicuan (Anonim1, 2008). Sanitasi
Total dapat dicapai oleh masyarakat di pedesaan, kecamatan, dan kabupaten,
apabila setiap Kepala Keluarga akan:
a. Menghentikan BAB sembarangan
b. Menggunakan WC yang dirawat dan bersih
c. Mencuci tangan pakai sabun setelah BAB dan sebelum makan ataupun
menyuapi bayi/ balita
d. Menjaga agar WC tetap bersih dan berfungsi dengan baik
e. Menggunakan air minum yang aman dan mengelola makanan dengan baik
f. Mengelola limbah dengan baik, termasuk di dalamnya limbah padat dan
limbah cair.
Sanitasi Total Berbasis Masyarakat melakukan pendekatan dengan proses
fasilitas yang sederhana dan dapat merubah sikap lama masyarakat. Pendekatan
yang dilakukan dalam STBM dapat menimbulkan rasa malu kepada masyarakat
tentang kondisi lingkungannya. Ciri utama dari pendekatan ini adalah tidak
adanya subsidi terhadap infrastruktur (jamban keluarga), dan tidak menetapkan
blue print jamban nantinya akan dibangun oleh masyarakat. Sebagai suatu metode
pendekatan STBM mempunyai prinsip-prinsip dasar yang harus dianut dan
6
ditegakkan dalam setiap pelaksanannya. Prinsip dasar STBM tersebut adalah
(Anonim2, 2008):
a. Tanpa subsidi kepada masyarakat
b. Tidak menggurui, tidak memaksa dan tidak mempromosikan jamban
c. Masyarakat sebagai pemimpin
d. Totalitas, seluruh komponen masyarakat terlibat dalam analisa
permasalahan, perencanaan, pelaksanaan serta pemanfaatan dan
pemeliharaan.
2.2 Kecamatan Simokerto
Kecamatan Simokerto merupakan salah satu kecamatan di Kota Surabaya
yang memiliki wilayah seluas 2,59 km2. Kepadatan penduduk di kecamatan
Simokerto sebesar 32.579 jiwa/km2 dengan proporsi jumlah penduduk laki-laki
adalah 41.540 jiwa, sedangkan perempuan 42.840 jiwa. Kecamatan Simokerto
memiliki ketinggian rata-rata 2,5 meter di atas permukaan laut. Terdapat empat
batas wilayah yang berdekatan dengan Kecamatan Simokerto. Bagian utara
Kecamatan Simokerto berbatasan dengan Kecamatan Semampir dan Kecamatan
Kenjeran. Pada bagian timur terdapat Kecamatan Tambak Sari. Wilayah bagian
selatan berbatasan dengan Kecamatan Genteng. Sedangkan pada bagian barat
terdapat Kecamatan Pabean Cantikan (Anonim, 2012).
Kecamatan Simokerto terbagi menjadi lima kelurahan, yaitu Kelurahan
Kapasan, Kelurahan Tambakrejo, Kelurahan Simokerto, Kelurahan Sidodadi, dan
Kelurahan Simolawang. Masing-masing kelurahan di Kecamatan Simokerto
memiliki luas wilayah yang berbeda-beda. Setiap kelurahan terdiri dari beberapa
7
Rukun Warga (RW) dan Rukun Tetangga (RT) dengan jumlah yang bervariasi.
Berdasarkan hasil survei tahun 2012, jumlah RT dan RW di kecamatan Simokerto
berturut-turut 61, dan 375. Jumlah RT dan RW paling banyak berada di kelurahan
Simokerto yaitu sebanyak 94 RT dan 16 RW. Sedangkan di Kelurahan Sidodadi
memiliki jumlah RT dan RW yang paling sedikit yaitu 68 RT dan 10 RW
(Anonim, 2012).
Fasilitas Kesehatan sangat diperlukan di setiap wilayah untuk menangani
keluhan dari masyarakat dalam hal kesehatan. Sarana dan Prasarana Kesehatan di
Kecamatan Simokerto pada tahun 2012 meliputi 2 rumah sakit, 1 rumah bersalin,
1 poliklinik, 2 puskesmas, 5 puskesmas pembantu, 2 laboratorium medis, 10
tempat praktek dokter, 16 apotek, dan 8 lainnya. Selain itu kecamatan Simokerto
juga memiliki pos kesehatan kelurahan (Poskeskel) dan pos pelayanan terpadu
(Posyandu) menurut Anonim (2012).
2.3 Sanitasi Permukiman
Kesehatan perumahan dan lingkungan permukiman adalah kondisi fisik,
kimia, dan biologi di dalam rumah, di lingkungan rumah dan perumahan sehingga
memungkinkan penghuni mendapatkan derajat kesehatan yang optimal.
Persyaratan kesehatan perumahan dan permukiman adalah ketentuan teknis
kesehatan yang wajib di penuhi dalam rangka melindungi penghuni dan
masyarakat yang bermukim di perumahan atau masyarakat sekitar dari bahaya
atau gangguan kesehatan (Soedjadi, 2005). Persyaratan kesehatan lingkungan
perumahan dan permukiman sangat diperlukan karena pembangunan perumahan
berpengaruh sangat besar terhadap peningkatan derajat kesehatan individu,
8
keluarga dan masyarakat. Sanitasi lingkungan pemukiman meliputi: pengelolaan
sampah, air bersih, sarana pembuangan air limbah, dan jamban.
2.3.1 Sarana Air Bersih
Air merupakan kebutuhan dasar bagi kehidupan; juga manusia selama
hidupnya selalu memerlukan air. Dengan demikian semakin tinggi jumlah
penduduk serta laju pertumbuhannya, maka semakin naik pula laju
pemanfaatan sumber-sumber air. Beban pengotoran air juga bertambah cepat
sesuai dengan cepatnya pertumbuhan penduduk. Sebagai akibatnya, sumber air
tawar dan bersih menjadi semangkin langka. Laporan keadaan lingkungan di
dunia tahun 1992 menyatakan bahwa air sudah saatnya dianggap sebagai benda
ekonomi. Karena itu pengelolaan sumber daya air menjadi sangat penting
pengelolaannya, sumber daya air ini sebaiknya dilakukan secara terpadu, baik
dalam pemanfaatannya maupun dalam pengelolaan kualitas (Slamet, 2002).
Air adalah zat yang paling penting dalam kehidupan setelah udara. Sekitar tiga
perempat bagian dari tubuh kita terdiri dari air dan tidak seorangpun dapat
bertahan hidup lebih dari 4-5 hari tanpa minum air. Selain itu, air juga digunakan
untuk memasak, mencuci, mandi dan membersihkan kotoran yang ada di sekitar
rumah. Ditinjau dari sudut kesehatan masyarakat, penyediaan sumber air bersih
harus dapat memenuhi kebutuhan masyarakat karena persediaan air bersih yang
terbatas memudahkan timbulnya penyakit di masyarakat. Volume rata-
rata kebutuhan air setiap individu perhari sekitar antara 150-200 liter atau 35-
40 galon. Kebutuhan air tersebut bervariasi dan bergantung pada keadaan iklim,
standar kehidupan dan kebiasaan masyarakat (Chandra, 2007).
9
Untuk kebutuhan sehari-hari, air dapat diperoleh dari beberapa sumber
diantaranya air hujan, air permukiman dan air tanah. Air hujan merupakan
penyubliman awan atau uap air menjadi air murni yang ketika turun melalui udara
akan melarutkan benda-benda yang terdapat di dalam. Diantaranya benda-
benda yang larut di udara itu seperti gas, oksigen, karbondioksida, nitrogen, jasad-
jasad renik dan debu. Kelarutan gas karbondioksida di dalam air hujan akan
membentuk asam karbonat yang menjadi air hujan menjadi asam. Beberapa
macam gas oksida dapat berada pula di udara, diantaranya yang penting ialah
belerang dan oksida nitrogen. Kedua oksida ini bersama-sama dengan air hujan
akan membentuk larutan asam nitrat dan asam sulfat. Setelah mencapai
permukaaan bumi, air hujan bukan merupakan air murni lagi.
Air permukaan merupakan salah satu sumber yang bisa dipakai untuk bahan
baku air bersih. Dalam penyediaan air bersih terutama untuk air minum dalam
sumbernya diperhatikan 3 (tiga) hal penting yaitu mutu air baku, kuantitas dan
kontiunitas air baku. Di bandingkan dengan sumber lain, air permukaan
merupakan sumber air yang paling tercemar. Hal ini terutama berlaku bagi tempat
yang dekat dengan tempat tinggal penduduk karena hampir semua buangan dan
sisa kegiatan manusia ditumpahkan ke air atau dicuci ke air yang pada waktunya
akan dibuang pada badan air. Agar air bersih tidak menyebabkan penyakit bagi
manusia maka air tersebut hendaknya diusahakan agar mendekati persyaratan–
persyaratan untuk kesehatan, sekurang-kurangnya diusahakan untuk mendekati
persyaratan yang telah ditentukan.
Menurut Key (1978), dalam pendapatnya menyebutkan bahwa air tersebut
tercemar apabila air itu berubah komposisinya atau keadaannya, secara langsung
10
ataupun tidak langsung sebagai akibat kegiatan manusia. Sehingga air itu menjadi
kurang berguna bagi kehidupan atau kebutuhan tertentu maupun semua kebutuhan
dibandingkan apabila air berada dalam keadaan alamiahnya semula (Slamet,
2002).
Selanjutnya menurut Pickford (1978), dalam pendapatnya menekankan bahwa
pencemaran air tersebut semata-mata disebabkan oleh kegiatan manusia itu
sendiri, sedangkan untuk tanah, tumbuh-tumbuhan, dan ganggang serta pengotor-
pengotor alamiah lainnya yang turut mengotori air hanya digolongkan ke dalam
kotoran (impurity). Air tanah bisa dimanfaatkan untuk kepentingan manusia
dengan cara membuat sumber atau pompa air (Slamet, 2002).
Air mempunyai hubungan yang erat dengan kesehatan. Ada 4 macam
klasifikasi penyakit yang berhubungan dengan air sebagai media penularan
penyakit yaitu :
a. Water borne disease yaitu penyakit penularan melalui air yang
terkontaminasi oleh bakteri dan patogen dari penderita atau carrier. Bila
air yang mengandung kuman patogen terminum maka dapat terjadi
penjangkitan penyakit orang yang bersangkutan.
b. Water based disease yaitu penyakit yang ditularkan air pada orang lain
melalui persediaan air sebagai pejamu (host) perantara. Pejamu perantara
ini hidup dalam misalnya schistosomiasis.
c. Water washed desease yaitu penyakit yang ditularkan air pada orang lain
melalui persedian air sebagai pencuci atau pembersih.
11
d. Vektor insektisida yang berhubungan dengan air yaitu penyakit vektornya
berkembang baik dalam air. Misalnya malaria, demam berdarah
dan trypanosomiasis (Entjang, 2000).
Tidak hanya mengenai banyaknya penyakit yang dapat disebabkan oleh air,
masih ada masalah-masalah lain yang berkaitan dengan air seperti berikut
(Pamsimas, 2011).
a. Sarana air bersih yang tidak memenuhi syarat kesehatan dapat
menyebabkan sumber penularan penyakit.
b. Masih ada masyarakat yang mengambil air untuk keperluan rumah tangga
berasal dari air sungai atau mata air yang tidak di lindungi.
c. Sarana penampungan air hujan yang sudah retak, yang tidak dapat
melindungi air hujan yang disimpan di dalamnya agar tetap bersih, karena
dinding yang retak menjadi tempat perkembangbiakan lumut yang dapat
mengotori air.
d. Sumur pompa tangan yang tidak dilengkapi lantai kedap air menjadi
sumur tersebut tidak sehat, karena air bekas pakai dapat meresap air dalam
sumur.
2.3.2 Saluran Pembuangan Air Limbah (SPAL)
Sarana pembuangan air limbah yang sehat yaitu yang dapat mengalirkan air
limbah dari sumbernya (dapur, kamar mandi) ke tempat penampungan air limbah
dengan lancar tampa mencemari lingkungan dan tidak dapat dijangkau serangga
dan tikus (Pamsimas, 2011). Rumah yang membuang air limbahnya di atas tanah
terbuka tanpa adanya saluran pembuangan limbah akan membuat kondisi
lingkungan sekitar rumah menjadi tidak sehat. Akibatnya menjadi kotor, becek,
12
menyebabkan bau tidak sedap dan dapat menjadi tempat berkembang biak
serangga terutama nyamuk (Pamsimas, 2011). Air limbah adalah cairan buangan
yang berasal dari rumah tangga, industri atau tempat-tempat umum lainya dan
biasanya mengandung bahan atau zat yang dapat membahayakan kehidupan
manusia serta mengganggu kelestarian lingkungan hidup. Limbah adalah buangan
yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik industri maupun domestik (rumah
tangga). Dimana masyarakat bermukim, disanalah berbagai jenis limbah akan
dihasilkan. Ada sampah, ada air kakus (black water), dan ada air buangan dari
berbagai aktivitas domestik lainnya.
Beberapa sumber air buangan :
a. Air buangan rumah tangga (domestic waste water)
Air buang dari pemukiman ini umumnya mempunyai komposisi yang
terdiri dari ekskreta (tinja dan urin), air bekas cucian, dapur dan kamar
mandi, dimana sebagian merupakan bahan-bahan organik.
b. Air buangan kota (municipal waste water)
Air buangan ini umumnya berasal dari daerah perkotaan, perdagangan,
selokan, tempat ibadah dan tempat umum lainnya.
c. Air buangan industri (industrial waste water)
Air buangan yang berasal dari macam industri. Pada umumnya lebih sulit
pengolahannya serta mempunyai variasi yang luas. Zat-zat yang
terkandung di dalamnya misalnya logam berat, zat pelarut, amoniak
dan lain-lain.
Pengolahan Air Limbah dalam kehidupan sehari-hari dilakukan dengan dua
cara yaitu :
13
a. Menyalurkan air limbah tersebut jauh dari tempat tinggal tanpa diolah
sebelumnya.
b. Menyalurkan air limbah setelah diolah sebelumnya dan kemudian dibuang
ke alam. Pengolahan air limbah ini dapat dilakukan secara pribadi ataupun
terpusat.
Air buangan yang dibuang tidak saniter dapat menjadi media perkembangan
mikroorganisme patogen, larva nyamuk ataupun serangga yang dapat menjadi
media transmisi penyakit kolera, typus abdominalis, disentri baciler dan
sebagainya. Bila air limbah itu dibuang begitu saja tanpa diolah sebelumnya maka
beberapa syarat yang harus dipenuhi yaitu :
a. Tidak sampai mengotori sumber air minum
b. Tidak menjadi tempat berkembangbiaknya berbagai bibit penyakit dan
vector
c. Tidak mengganggu estetika, misalnya dari segi pemandangan dan
menimbulkan bau.
d. Tidak mencemarkan alam sekitarnya, misalnya merusak tempat untuk
rekreasi berenang dan sebagainya (Notoadmodjo, 2007).
Saluran limbah yang bocor atau pecah menyebabkan air keluar dan tergenang
serta meresap ke tanah. jika jarak terlalu dekat dengan sumber air dapat
mencemari sumber air tersebut. Tempat penampungan air yang terbuka dapat
menyebabkan nyamuk bertelur (Pamsimas, 2011).
14
2.3.3 Persampahan
Sampah adalah semua benda atau produk sisa dalam bentuk padat sebagai
akibat aktivitas manusia yang dianggap tidak bermanfaat dan tidak dikehendaki
oleh pemiliknya atau dibuang sebagai barang tidak berguna. Gangguan yang
ditimbulkan oleh sampah diantaranya:
a. Pencemaran lingkungan
Sampah yang dibuang sembarangan dalam kurun waktu tertentu akan
membusuk. Hasil penguraian sampah organik berupa cairan dan gas akan
mencemari tanah, air dan udara. Gas yang dihasilkan berbau busuk
menyengat akan mencemari udara.
b. Sampah merupakan sumber penyakit
Dengan timbulnya bau busuk akan mengundang lalat berkembang biak
sehingga populasi lalat meningkat. Populasi lalat yang meningkat akan
memudahkan membantu penularan penyakit seperti Diare , Typhus, Cholera,
Disentri dll. Selain lalat, binatang penular penyakit lainnya seperti kecoa,
nyamuk, tikus dll akan berkembang biak pada sampah yang tentunya akan
menularkan penyakit kepada kita yang tinggal disekitar sampah.
c. Menimbulkan kecelakaan
Sampah berupa pecahan kaca, paku, duri dll dapat menyebabkan
kecelakaan. Sampah yang dibakar tanpa pengawasan tidak jarang
menimbulkan kebakaran.
d. Menimbulkan bencana
Sampah yang dibuang di parit, kali dan sungai lama kelamaan bertumpuk
dan menghambat aliran air pada waktu musim hujan, akibatnya air meluap
15
dan terjadi banjir yang dapat merusak sarana infrastruktur seperti jalan,
jembatan, parit drainase dll. Sampah yang dibiarkan menggunung dapat
menimbulkan longsor atau ledakan seperti yang terjadi di tempat
pembuangan akhir Leuwi Gajah Bandung.
e. Mengganggu pemandangan
Sampah menimbulkan pemandangan yang tak sedap, jorok dll.
Sampah sebaiknya dibuang di tempat pembuangan akhir untuk dikelola lebih
lanjut. Untuk sampai ke tempat pembuangan akhir tentunya perlu mekanisme
penanganan yang terpadu. Bermula dari sampah yang dikumpulkan di rumah
kemudian dibuang di tempat pembuangan sementara yang selanjutnya di angkut
ke tempat pembuangan akhir untuk dikelola lebih lanjut. Bagi permukiman yang
dapat dijangkau pelayanan Dinas Kebersihan setempat tidak menjadi masalah
yang berarti, cukup membayar retribusi sampah dan kumpulkan sampah di TPS,
maka sampah akan sampai di tempat pembuangan akhir untuk dikelola lebih
lanjut.
Bagi permukiman yang belum dapat dijangkau oleh pelayanan Dinas
Kebersihan, sebaiknya agar pemukiman terhindar dari hal hal yang tak diharapkan
akibat dampak sampah, maka sudah saatnya memiliki layanan pembuangan
sampah sendiri. Hal ini tentunya dapat diusulkan ke Pemerintahan
Desa/Kelurahan, yang penting adanya potensi yang mendukung untuk lancarnya
pengelolaan sampah yang baik memenuhi syarat kesehatan. Dimulai dengan skala
kecil, misalnya melayani hanya beberapa wilayah RT atau RW yang penting ada
komitmen antara warga dan Pemerintahan setempat. Adapun potensi tersebut
adalah :
16
1. Adanya petugas pelaksana
2. Sarana pengangkut : gerobak sampah atau mobil sampah
3. Jalan yang memadai untuk angkutan gerobak sampah/mobil sampah
4. Adanya komitmen antara warga dan pemerintahan setempat
5. Sumber dana untuk operasional : Bisa dihimpun melalui iuran sampah
6. Adanya lahan untuk Tempat Pembuangan Akhir
7. Bila perlu lahan untuk Tempat Pengumpul Sementara
Sedangkan setelah sampah sampai di tempat pembuangan akhir (TPA), perlu
dilakukan pemusnahan sampah. Pemusnahan sampah di tempat pembuangan akhir
terdiri dari beberapa jenis kegiatan :
1. Daur ulang : sampah yang masih bisa dimanfaatkan akan didaur ulang,
biasanya bahan plastik, botol, besi tua, kayu dll
2. Komposting : pembuatan kompos diperuntukkan bagi sampah organik
dengan metode penguraian secara alami akan menghasilkan kompos yang
berguna untuk pertanian.
3. Dibakar : bagi sampah yang kering bisa dibakar
4. Dikubur dengan metode sanitary landfil
Jenis-jenis sampah yang diolah terdiri dari beberapa macam yaitu: sampah
kering, sampah basah, sampah berbahaya beracun (Pamsimas, 2011).
a. Sampah kering
Sampah kering yaitu: sampah yang tidak mudah membusuk atau terurai
seperti. Gelas, besih plastik.
17
b. Sampah basah
Sampah basah yaitu: sampah yang mudah membusuk seperti sisa
makanan, sayuran, daun, ranting, dan bangkai binatang
c. Sampah berbahaya beracun
Sampah berbahaya beracun yaitu: sampah yang karena sifatnya dapat
membahayakan manusia seperti sampah yang berasal dari rumah sakit,
sampah nuklir, batu baterai bekas.
2.3.4 Jamban
Jamban adalah suatu bangunan yang digunakan untuk membuang dan
mengumpulkan kotoran manusia dalam suatu tempat tertentu, sehingga kotoran
tersebut tidak menjadi penyebab penyakit dan mengotori lingkungan pemukiman
(Depkes RI, 1995). Menurut Depkes RI, 2004 ada beberapa ketentuan jamban
yang memenuhi syarat kesehatan, yaitu:
1. Kotoran tidak mencemari permukaan tanah, air tanah, dan air permukaan
2. Jarak jamban dengan sumber air bersih tidak kurang dari 10 meter
3. Konstruksi kuat
4. Pencahayaan minimal 100 lux
5. Tidak menjadi sarang serangga
6. Dibersihkan minimal 2x dalam sebulan
7. Ventilasi 20% dari luas lantai
8. Dilengkapi dinding dan atap pelindung, dinding kedap air dan berwarna
terang
9. Murah
18
10. Memiliki saluran dan pembuangan akhir yang baik yaitu lubang selain
tertutup juga harus disemen agar tidk mencemari lingkungannya.
Jamban berfungsi sebagai pengisolasi tinja dari lingkungan. Jamban yang baik
dan memenuhi syarat kesehatan akan menjamin beberapa hal, yaitu:
1. Melindungi kesehatan masyarakat dari penyakit,
2. Melindungi dari gangguan estetika, bau, dan penggunaan sarana yang
aman,
3. Bukan tempat berkembangbiakan serangga sebagai vektor penyakit,
4. Melindungi pencemaran pada penyediaan air bersih dan lingkungan.
Jamban dapat dibedakan atas beberapa macam, yaitu (Notoatmodjo, 2003)
a. Jamban Cubluk
Jamban ini sering kita jumpai di daerah pedesaan, tetapi sering dijumpai
jamban cemplung yang kurang sempurna, misalnya tanpa rumah jamban
dan tanpa tutup. Hal yang perlu diperhatikan disini adalah bahwa jamban
ini tida boleh terlalu dalam, sebab bila terlalu dalam akan mengotori air
tanah dibawahnya. Kedalmannya berkisar 1,5-3 meter dan jarak dari
sumber air minum sekurang-kurangnya 1,5 meter.
b. Jamban Empang
Jamban empang adalah suatu jamban yang dibuat di atas kolam/empang,
sungai/rawa, dimana kotoran langsung jatuh kedalam kolam atau sungai.
Jamban ini dapat menguntungkan karena kotoran akan langsung menjadi
makanan ikan, namun menururut Depkes RI, 2004 buang air besar ke
sungai dapat menimbulkan wabah.
c. Jamban Cubluk dengan Plengsengan
19
Jamban ini sma dengan jamban cubluk, hanya saja dibagian tempat
jongkok dibuat seng atau kaleng yang dibentuk seprti setengah pipa yang
masuk ke dalam lubang, yang panjangnya sekitar satu meter, tujuannya
agar kotoran tidak langsung terlihat.
d. Jamban Leher Angsa
Jamban angsa trine ini bukanlah merupakan type jamban tersendiri, tetapi
merupakan modifikasi bentuk tempat duduk / jongkok nya saja, yaitu
dengan bentuk leher angsa yang dapat menyimpan air sebagai penutup
hubungan antara bagian luar dengan tempat penampungan tinja, yang
dilengkapi dengan alat penyekat air atau penahan bau dan mencegah lalat
kontak dengan kotoran. Untuk tipe angsa trine ini akan memerlukan
persediaan air yang cukup untuk keperluan membersihkan kotoran dan
penggelontor tinja.
2.3.5 Drainase
Drainase merupakan salah satu fasilitas dasar yang dirancang sebagai sistem
guna memenuhi kebutuhan masyarakat dan merupakan komponen penting dalam
perencanaan kota (perencanaan infrastruktur khususnya). Menurut Dr. Ir. Suripin,
M. Eng. (2004; 7) drainase mempunyai arti mengalirkan, menguras, membuang,
atau mengalihkan air. Secara umum, drainase didefinisikan sebagai serangkaian
bangunan air yang berfungsi untuk mengurangi dan/ atau membuang kelebihan air
dari suatu kawasan atau lahan, sehingga lahan dapat difungsikan secara optimal.
Drainase juga diartikan sebagai suatu cara pembuangan kelebihan air yang tidak
diinginkan pada suatu daerah, serta cara-cara penangggulangan akibat yang
20
ditimbulkan oleh kelebihan air tersebut. Dari sudut pandang yang lain, drainase
adalah salah satu unsur dari prasarana umum yang dibutuhkan masyarakat kota
dalam rangka menuju kehidupan kota yang aman, nyaman, bersih, dan sehat.
Prasarana drainase di sini berfungsi untuk mengalirkan air permukaan ke badan
air (sumber air permukaan dan bawah permukaan tanah) dan atau bangunan
resapan. Selain itu juga berfungsi sebagai pengendali kebutuhan air permukaan
dengan tindakan untuk memperbaiki daerah becek, genangan air dan banjir.
Kegunaan dengan adanya saluran drainase ini adalah untuk mengeringkan daerah
becek dan genangan air sehingga tidak ada akumulasi air tanah, menurunkan
permukaan air tanah pada tingkat yang ideal, mengendalikan erosi tanah,
kerusakan jalan dan bangunan yang ada, mengendalikan air hujan yang
berlebihan sehingga tidak terjadi bencana banjir.kehidupan kota yang aman,
nyaman, bersih, dan sehat. Prasarana drainase di sini berfungsi untuk mengalirkan
air permukaan ke badan air (sumber air permukaan dan bawah permukaan tanah)
dan atau bangunan resapan. Selain itu juga berfungsi sebagai pengendali
kebutuhan air permukaan dengan tindakan untuk memperbaiki daerah becek,
genangan air dan banjir. Kegunaan dengan adanya saluran drainase ini adalah
untuk mengeringkan daerah becek dan genangan air sehingga tidak ada akumulasi
air tanah, menurunkan permukaan air tanah pada tingkat yang ideal,
mengendalikan erosi tanah, kerusakan jalan dan bangunan yang ada,
mengendalikan air hujan yang berlebihan sehingga tidak terjadi bencana banjir.
kehidupan kota yang aman, nyaman, bersih, dan sehat. Prasarana drainase di sini
berfungsi untuk mengalirkan air permukaan ke badan air (sumber air permukaan
dan bawah permukaan tanah) dan atau bangunan resapan. Selain itu juga
21
berfungsi sebagai pengendali kebutuhan air permukaan dengan tindakan untuk
memperbaiki daerah becek, genangan air dan banjir. Kegunaan dengan adanya
saluran drainase ini adalah untuk mengeringkan daerah becek dan genangan air
sehingga tidak ada akumulasi air tanah, menurunkan permukaan air tanah pada
tingkat yang ideal, mengendalikan erosi tanah, kerusakan jalan dan bangunan
yang ada, mengendalikan air hujan yang berlebihan sehingga tidak terjadi bencana
banjir.direncanakan untuk hujan dengan masa ulang 2, 5 atau 10 tahun tergantung
pada tata guna lahan yang ada. Sistem drainase untuk lingkungan permukiman
lebih cenderung sebagai sistem drainase mikro.
Bila ditinjau deri segi fisik (hirarki susunan saluran) sistem drainase perkotaan
diklasifikasikan atas saluran primer, sekunder, tersier dan seterusnya.
1. Saluran Primer
Saluran yang memanfaatkan sungai dan anak sungai. Saluran primer adalah
saluran utama yang menerima aliran dari saluran sekunder.
2. Saluran Sekunder
Saluran yang menghubungkan saluran tersier dengan saluran primer (dibangun
dengan beton/ plesteran semen).
3. Saluran Tersier
Saluran untuk mengalirkan limbah rumah tangga ke saluran sekunder, berupa
plesteran, pipa dan tanah.
4. Saluran Kwarter
Saluran kolektor jaringan drainase lokal.
22
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
3.1.1 Waktu
Survei dan perijinan diadakan pada tanggal 13 April 2014. Pengambilan data
dan pengamatan akan dilakukan pada hari Senin dan Selasa, 5-6 Mei 2014.
3.1.2 Tempat
Survei dan pengambilan data dilakukan di Jalan Grantung Baru IV, Kelurahan
Simokerto, Kecamatan Simokerto, Surabaya.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
Alat yang dibutuhkan pada penelitian ini adalah alat tulis, kamera serta buku
catatan.
3.2.2 Bahan
Bahan yang digunakan adalah keterangan dan data sekunder pada wilayah
yang akan dilakukan proses pengambilan data.
3.3 Cara Kerja
Penelitian ini dimulai sengan melakukan survei lokasi ke tempat yang sudah
ditentukan. Setelah itu pengambilan data dan pengamatan dilakukan dengan acuan
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 852 tahun 2008. Cara kerja penelitian ini
dapat dilihat pada Gambar 3.1.
23
Gambar 3.1 Cara Kerja Penelitian
3.3.1 Penentuan dan Survei Lokasi Pengambilan Data
Pada tahap ini dilakukan penentuan lokasi yang akan menjadi daerah
pengamatan. Setelah itu dilakukan survei ke lokasi untuk memastikan
ketersesuaian kriteria tempat yang diinginkan dan perolehan ijin dari pengurus
daerah setempat.
3.3.2 Pengamatan dan Pendataan
Pengamatan di lakukan di tempat yang telah ditentukan meliputi satu gang
atau satu Rukun Tetangga. Pengamatan dilakukan meliputi penyediaan air bersih,
pengelolaan sampah, drainase, pembuangan tinja dan air buangan. Data yang telah
didapat kemudian ditulis dan disusun sesuai keadaan yang ada di lokasi
pengamatan.
Penentuan dan survei lokasi pengambilan data
Studi literatur terkait sanitasi di perumahan
Penyusunan laporan
Pengamatan dan pendataan di lokasi yang ditentukan meliputi penyediaan air bersih pengelolaan sampah, drainase, pembuangan tinja.
24
3.3.3 Studi Literatur
Studi literatur yang dilakukan adalah membandingkan data yang didapat
dengan persyaratan Strategi Nasional Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM)
menurut Kepmenkes Nomor 852 tahun 2008.
3.3.4 Penyusunan Laporan
Data yang dikumpulkan akan disusun dalam laporan. Penyusunan laporan
disesuaikan dengan petunjuk yang sudah ada. Dalam penyusunan laporan,
praktikan harus melakukan konsultasi dengan dosen pembimbingnya dan studi
literatur sehingga laporan penelitian dapat terselesaikan dengan baik.
3.4 Jadwal Kegiatan Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dari persiapan penelitian hingga penyusunan
laporan. Berikut ini merupakan jadwal kegiatan praktikum secara rinci pada tabel
3.2.
Tabel. 3.2 Jadwal Kegiatan Praktikum
No. Jadwal kegiatan Hari ke-I II III IV V VI VII VIII
1 Survei Lokasi 2 Sampling data 3 Studi literatur 4 Penyusunan laporan
25
DAFTAR PUSTAKA
Anonim1, 2008. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 852/MENKES/SK/IX/2008 tentang Strategi Nasional Sanitasi Total Berbasis Masyarakat.
Anonim2, 2008. Modul Pelatihan Stop Buang Air Besar Sembarangan (STOP BABS), Depkes RI, Ditjen PP-PL bekerjasama dengan Pokja AMPL Pusat, Jakarta.
Anonim, 2012. http://surabayakota.bps.go.id/data/publikasi/publikasi_61/ publikasi/files/search/searchtext.xml Diakses pada 15 April 2014 pukul 01.15
Chandra, Dr. Budiman. 2007. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran.
Entjang. 2000. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Bandung. PT. Citra Aditya Bakti.
Notoatmodjo. Doekidjo. 2007. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Rineke Cipta.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2003. Pendidikan Dan Perilaku Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta.
Pamsimas. 2011. Buku Lapangan Misi Supermisi Pamsimas. Banten.
Slamet, J. S., 2002. Kesehatan Lingkungan. Gajahmada University Press, Yogyakarta.
Soedjadi K., dkk. 2005. Faktor Sanitasi Lingkungan Yang Berperan Terhadap Prevalensi Penyakit Skabies (studi Pada Santri di Pondok Pesantren Kabupaten Lamongan). Jurnal Kesehatan Lingkungan. Vol 2 (1). Surabaya: FKM Universitas Airlangga.
26