Proposal Rumput Laut

22
I. PENDAHULUAN Rendahnya tingkat produktivitas ternak antara lain disebabkan rendahnya kualitas bahan pakan. Rendahnya nilai nutrisi bahan pakan tersebut ditunjukkan dengan rendahnya nilai protein, tingginya kandungan serat kasar dan rendahnya nilai biologis bahan makanan tersebut. Hal ini mengakibatkan tingkat produksi yang dicapai tidak sesuai dengan potensi genetik yang dimiliki ternak tersebut, di sisi lain penambahan pakan tambahan berupa konsentrat akan meningkatkan biaya produksi, sehingga kurang ekonomis. Peningkatan produktivitas ternak dengan menekan tambahan biaya produksi dapat dilaksanakan antara lain dengan meningkatkan efisiensi penggunaan bahan pakan yang murah, mudah didapat, berkualitas serta tersedia secara berkesinambungan. Salah satu alternatif yakni dengan menanam hijauan rumput jenis unggul sekaligus dibuat silase. Rumput meksiko dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif untuk dikembangkan karena sudah dikenal masyarakat banyak khususnya petani peternak, mudah dibudidayakan dan produksi hijauan relatif tinggi yaitu ± 70-90 ton/ha/tahun rumput segar, berkualitas tinggi serta dapat tumbuh di jenis tanah berstruktur sedang atau berat di daerah tropis. Guna memperoleh rumput meksiko produksi dan kualitas yang tinggi diperlukan defoliasi atau pemotongan yang tepat antara lain: umur tanaman dan frekuensi defoliasi. Pertumbuhan kembali (regrowth) yang optimal, sehat dan kandungan gizi rumput, defoliasi harus dilakukan pada periode tertentu yaitu pada akhir vegetatif dan menjelang berbunga. Peningkatan kualitas antara bahan pakan hijauan dapat dilakukan antara lain dengan dibuat silase. Silase merupakan bahan pakan yang berasal dari tanaman atau rumput yamg diawetkan dengan cara diperam secara anaerob. Tujuan pembuatan silase rumput meksiko antara lain pengawetan dan pakan dapatt disimpan lebih lama. Kualitas silase dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti : asal atau jenis hijauan, temperatur penyimpanan, tingkat pelayuan sebelum pembuatan silase, tingkat kematangan atau fase pertumbuhan tanaman, bahan pengawet, panjang pemotongan, dan kepadatan hijauan dalam silo (Regan, 1997). Waktu yang

Transcript of Proposal Rumput Laut

  • I. PENDAHULUAN

    Rendahnya tingkat produktivitas ternak antara lain disebabkan rendahnya

    kualitas bahan pakan. Rendahnya nilai nutrisi bahan pakan tersebut ditunjukkan

    dengan rendahnya nilai protein, tingginya kandungan serat kasar dan rendahnya

    nilai biologis bahan makanan tersebut. Hal ini mengakibatkan tingkat produksi

    yang dicapai tidak sesuai dengan potensi genetik yang dimiliki ternak tersebut, di

    sisi lain penambahan pakan tambahan berupa konsentrat akan meningkatkan biaya

    produksi, sehingga kurang ekonomis.

    Peningkatan produktivitas ternak dengan menekan tambahan biaya

    produksi dapat dilaksanakan antara lain dengan meningkatkan efisiensi

    penggunaan bahan pakan yang murah, mudah didapat, berkualitas serta tersedia

    secara berkesinambungan. Salah satu alternatif yakni dengan menanam hijauan

    rumput jenis unggul sekaligus dibuat silase. Rumput meksiko dapat dijadikan

    sebagai salah satu alternatif untuk dikembangkan karena sudah dikenal

    masyarakat banyak khususnya petani peternak, mudah dibudidayakan dan

    produksi hijauan relatif tinggi yaitu 70-90 ton/ha/tahun rumput segar,

    berkualitas tinggi serta dapat tumbuh di jenis tanah berstruktur sedang atau berat

    di daerah tropis.

    Guna memperoleh rumput meksiko produksi dan kualitas yang tinggi

    diperlukan defoliasi atau pemotongan yang tepat antara lain: umur tanaman dan

    frekuensi defoliasi. Pertumbuhan kembali (regrowth) yang optimal, sehat dan

    kandungan gizi rumput, defoliasi harus dilakukan pada periode tertentu yaitu pada

    akhir vegetatif dan menjelang berbunga. Peningkatan kualitas antara bahan

    pakan hijauan dapat dilakukan antara lain dengan dibuat silase.

    Silase merupakan bahan pakan yang berasal dari tanaman atau rumput

    yamg diawetkan dengan cara diperam secara anaerob. Tujuan pembuatan silase

    rumput meksiko antara lain pengawetan dan pakan dapatt disimpan lebih lama.

    Kualitas silase dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti : asal atau jenis

    hijauan, temperatur penyimpanan, tingkat pelayuan sebelum pembuatan silase,

    tingkat kematangan atau fase pertumbuhan tanaman, bahan pengawet, panjang

    pemotongan, dan kepadatan hijauan dalam silo (Regan, 1997). Waktu yang

  • terbaik untuk memotong tanaman yang akan dibuat silase adalah pada fase

    vegetatif, sebelum pembentukan bunga. (Reksohadiprodjo, 1988, dan Regan,

    1997). Fase pertumbuhan tanaman pada waktu pembuatan silase besar

    pengaruhnya terhadap kecernaan dan komposisi kimia silase (Harrison et al,

    1994). Kandungan protein kasar dan bahan organik rumput meksiko yang hilang

    dalam pembuatan silase dipengaruhi fase pertumbuhan tanaman (Spitaleri et al.,

    1995).

    II. PERUMUSAN MASALAH

    Rumput meksiko (Euclaena mexicana) merupakan jenis rumput unggul

    yang produktivitas dan kandungan zat gizi yang cukup tinggi serta disukai oleh

    ternak ruminansia. Rumput meksiko mempunyai produksi bahan kering 40

    sampai 63 ton ha-1 tahun-1 (Siregar, 1989), dengan rata-rata kandungan zat-zat

    gizi yaitu : protein kasar, lemak kasar, BETN berturut-turut adalah 9,16; 2,43 dan

    47,33% (Susetyo et al., 1969).

    Penelitian tentang pengaruh umur pemotongan terhadap nilai nutrisi

    rumput meksiko sebelum dan sesudah ensilase yang dipotong pada umur 20, 30,

    40, 50, 60, 70, dan 80 hari dengan tujuan untuk memperoleh rekomendasi umur

    yang ideal untuk dibuat silase.

    Protein kasar dan serat kasar bahan pakan sangat penting untuk diketahui

    karena dapat dipakai untuk menentukan nilai atau mutu suatu bahan pakan.

    Tinggi pemotongan dan dosis pemupukan nitrogen yang berbeda diduga

    mempengaruhi kandungan protein kasar dan serat kasar rumput meksiko,

    sehingga akibatnya juga mempengaruhi kualitas rumput tersebut.

    Manfaat penelitian ini diharapkan bisa memberi gambaran dan informasi

    tentang tinggi potong dan dosis pupuk nitrogen yang paling baik terhadap kadar

    protein kasar dan serat kasar rumput meksiko. Hipotesis dari penelitian ini adalah

    pemberian dosis pupuk nitrogen dan tinggi potong yang berbeda akan

    meningkatkan kadar protein kasar dan menurunkan serat kasar rumput meksiko.

  • Nilai gizi rumput meksiko sebagai hijauan makanan ternak ditentukan

    oleh zat-zat makanan yang terdapat di dalamnya dan kecernaannya. Nilai gizi

    rumput meksiko dipengaruhi fase pertumbuhan pada saat pemotongan atau

    penggembalaan (McIlroy, 1977). Rumput 2 gajah sebaiknya dipotong pada fase

    vegetatif, untuk menjamin pertumbuhan kembali (regrowth) yang sehat dan

    kandungan zat-zat gizi yang optimal (Anonim, 1990). rumput gajah yang tinggi

    dapat dimanfaatkan untuk mengantisipasi kesenjangan produksi hijauan pakan

    pada musim hujan dan musim kemarau dan untuk memanfaatkan kelebihan

    produksi tersebut pada fase pertumbuhan yang terbaik, maka dapat diawetkan

    dalam bentuk silase, karena rumput gajah merupakan bahan pakan hijauan yang

    baik untuk dibuat silase (McIlroy, 1977; Rismunandar, 1989; Anonim, 1990; dan

    Sutardi, 1991). Waktu yang terbaik untuk memotong tanaman yang akan dibuat

    silase adalah pada fase vegetatif, sebelum pembentukan bunga (Reksohadiprodjo,

    1988 dan Regan, 997). Fase pertumbuhan tanaman pada waktu pembuatan silase

    besar pengaruhnya terhadap kecernaan dan komposisi kimia silase (Harrison et al,

    1994). Kandungan protein kasar dan bahan organik rumput meksiko yang hilang

    dalam pembuatan silase dipengaruhi fase pertumbuhan tanaman (Spitaleri et al.,

    1995).

    III. TINJAUAN PUSTAKA

    3.1. Rumput Meksiko (Euchlaena mexicana)

    Rumput Meksiko berasal dari Amerika Tengah, rumput ini termasuk

    rumput potong yang tumbuh tegak, batang dan daunnya lebar mirip tanaman

    jagung. Ketinggian tanaman mencapai 2,5 4 m, sistem perakarannya dalam dan

    luas, tumbuh baik pada daerah-daerah lembab atau tanah yang subur dengan

    ketinggian 0 - 1200 m di atas permukaan laut dan curah hujan tidak kurang dari

    1000 mm/tahun (Departemen Pertanian, 1985).

    Tanaman ini ditanam di Amerika Tengah dan Selatan untuk dibuat silase

    atau sebagai hijauan pakan ternak, sedangkan di Philipina rumput ini dapat

    menghasilkan 70 ton/ha/thn bahan segar dengan pemotongan 4 - 5 kali dan

    pembiakannya dapat dilakukan dengan pols atau stek (Reksohadiprodjo, 1994).

  • Kandungan zat nutrisi rumput Meksiko berdasarkan analisis bahan kering

    meliputi protein kasar, lemak kasar, BETN berturut-turut adalah 9,16; 2,43 dan

    47,33% (Susetyo et al., 1969).

    3.2. Pertumbuhan

    Pertumbuhan dalam arti terbatas, menunjukkan penambahan ukuran yang

    tidak dapat dibalik, yang mencerminkan pertambahan protoplasma, sedangkan

    pertumbuhan tanaman ditunjukkan oleh pertambahan ukuran dan berat kering

    yang tidak dapat dibalik (Setyati, 1984). Pertumbuhan tanaman dibedakan

    menjadi tiga periode yaitu periode germinatif, vegetatif dan generatif. Periode

    germinatif menggunakan zat-zat yang berupa cadangan makanan biji atau akar.

    Periode vegetatif terutama terjadi pada perkembangan akar, daun dan batang baru.

    Periode generatif terjadi saat pembentukan bunga, buah dan biji

    (Susetyo et al., 1969).

    3.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan

    Faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman yaitu

    tanah, suhu dan cahaya serta suplai unsur hara. Faktor tanah sangat berkaitan

    dengan kesuburan tanah yang tidak lepas dari kandungan mineral organik,

    kelembaban tanah dan ketersediaan air tanah. Mineral organik yang berasal dari

    pelapukan bahan induk jumlahnya 1% dalam tanah organik 99% dalam tanah liat

    (Setyati, 1984). Tisdale dan Nelson (1979) menyatakan bahwa persaingan unsur

    hara, terutama unsur nitrogen pada jarak tanam yang sempit akan berpengaruh

    pada pertumbuhan dan pembentukan bagi vegetatif tanaman. Menurut Sarief

    (1986a), ketersediaan unsur hara yang dapat diserap oleh tanaman merupakan

    salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat produksi suatu tanaman.

    Suhu mempengaruhi kestabilan sistem enzim. Suhu minimum dan

    maksimum yang menyokong pertumbuhan tanaman berkisar (5-35) OC.

    Kebanyakan tanaman memerlukan suhu malam yang lebih rendah daripada suhu

    siang. Fotosintesis lebih lambat pada suhu rendah dan berakibat laju pertumbuhan

    lebih lambat (Prawiranata et al., 1981).

  • Cahaya adalah suatu energi yang penting dan diperlukan dalam proses

    fotosintesis. Pertumbuhan tanaman akan meningkat seiring dengan meningkatnya

    intensitas cahaya sampai titik kejenuhan cahaya daun pada tajuk yang menerima

    cahaya matahari (Prawiranata et al., 1981). Laju fotosintesis berhubungan dengan

    ketersediaan bahan mentah yaitu air dan karbondioksida, dan energi yang tersedia

    dalam bentuk panas dan cahaya (Setyati, 1984) sehingga dapat digunakan untuk

    membentuk tubuh tanaman dan hasil panen dalam tanaman (Kipps, 1970).

    3.4. Pemotongan

    Pemotongan merupakan pengambilan bagian tanaman yang ada di atas

    permukaan tanah, baik oleh manusia atau renggutan hewan itu sendiri di waktu

    ternak digembalakan (Susetyo et al., 1969). Pemotongan sangat mempengaruhi

    pertumbuhan berikutnya, semakin sering dilakukan pemotongan dalam interval

    yang pendek atau dekat maka pertumbuhan kembali akan semakin lambat, ini

    disebabkan karena tanaman tidak ada kesempatan yang cukup untuk berasimilasi

    (Agus, 1983). Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam defoliasi adalah saat atau

    waktu defoliasi dan tinggi rendahnya pemotongan. Pemotongan yang terlalu

    pendek akan mengganggu pertumbuhan kembali dan jika terlalu tinggi maka sisa

    batang akan mengayu (Departemen Pertanian, 1992).

    Umur pemotongan yang semakin lama akan meningkatkan produksi bahan

    segar, persentase bahan kering dan bahan kering daun tercerna, tetapi menurunkan

    persentase bahan kering batang tercerna dan bahan kering total tercerna (Erwanto,

    1984). Produksi tanaman dinyatakan dengan bahan kering (Sitompul dan

    Guritno, 1995). Umur defoliasi menentukan hasil yang optimal serta berkualitas

    (Setyati, 1984). Produksi maksimum hanya dapat dicapai bila persaingan untuk

    mendapatkan unsur hara, air dan sinar matahari dapat ditekan

    (Wolfe dan Kipps, 1959).

    Pengaruh umur penting untuk diperhatikan dalam pemotongan, saat yang

    paling baik dilakukan pemotongan tergantung pada kecepatan tumbuh (Susetyo et

    al., 1969). Pengaturan pemotongan perlu dilakukan karena pada umur

    pemotongan yang panjang akan menurunkan kualitas hijauan dengan

  • pertumbuhan yang semakin jelek (Ella et al., 1989), namun umur pemotongan

    yang pendek akan mengganggu pertumbuhan (Susetyo, 1980).

    3.5. Protein Kasar

    Protein kasar adalah senyawa organik kompleks yang mempunyai berat

    molekul tinggi dengan peranan yang sangat banyak dan berbeda-beda dalam

    tubuh (Anggorodi, 1994). Menurut Wahju (1997), protein merupakan struktur

    yang sangat penting untuk jaringan-jaringan lunak di dalam tubuh hewan seperti

    urat daging tenunan pengikat, kolagen kulit, rambut, kuku, bulu, tanduk dan

    paruh. Protein kasar atau crude protein adalah kandungan protein suatu bahan

    pakan atau pangan dengan mengalikan 6,25 dengan kandungan nitrogennya

    (Prawirokusumo, 1994). Menurut Tillman et al. (1986) protein kasar mengandung

    kedua senyawa protein murni dan senyawa Non Protein Nitrogen (NPN).

    Penentuan jumlah protein kasar melalui penentuan jumlah nitrogen total hasilnya

    disebut protein kasar crude protein (Sudarmadji et al., 1989). Dikatakan protein

    murni karena asam amino murni diperoleh dari pemisahan secara analisis

    laboratorium terhadap protein yang terdapat pada suatu bahan pakan yang

    mempunyai pengaruh pertumbuhan asam dengan protein. Hakekat protein adalah

    penggunaan asam amino yang terdapat dalam protein itu sendiri (Santoso, 1989).

    Kandungan protein dalam pakan dapat diuji dengan metode Kjeldahl

    bahwa semua nitrogen yang ada dalam bahan pakan berasal dari protein sebanyak

    16%, maka untuk protein bahan pakan dapat dilakukan dengan menganalisa

    nitrogen (Tillman et al., 1986).

    3.6. Serat Kasar

    Hasil analisis proksimat bahwa karbohidrat dibagi menjadi dua golongan

    yaitu serat kasar dan Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen (Anggorodi, 1994). Serat

    kasar adalah semua zat-zat organik yang tidak larut dalam H2SO4 0,3 N dan

    dalam NaOH 1,5 N yang berturut-turut dimasak selama 30 menit (Anggorodi,

    1994). Serat kasar terdiri dari selulosa, hemiselulosa dan lignin. Selulosa adalah

  • zat penyusun tanaman yang jumlahnya banyak, sebagai material struktur dinding

    sel semua tanaman. Selulosa berberat molekul tinggi dimana banyak unit Beta-

    glukosa berikatan dengan ikatan 1,4 (Tillman et al., 1986). Ikatan ini tidak bisa

    dipecahkan oleh enzim pencernaan manusia kecuali hewan ruminansia karena

    hewan tersebut mempunyai mikroorganisme yang dapat menghasilkan enzim

    yang dapat memecah ikatan tersebut. Tillman et al. (1986) menyatakan bahwa

    selulosa lebih tahan terhadap reagen kimia jika dibanding dengan pati.

    Hemiselulosa terdapat bersama-sama dengan selulosa dalam struktur daun

    dan kayu dari semua bagian tanaman dan juga dalam biji tanaman tertentu.

    Hemiselulosa terdiri dari araban, xilan, heksosa tertentu yang tidak lebih tahan

    terhadap reaksi kimia dibanding selulosa. Pengukuran kandungan serat kasar bisa

    dilakukan dengan analisis proksimat weende (Tillman et al., 1986).

    IV. TUJUAN DAN MANFAAT

    4.1. Tujuan Penelitian

    Tujuan penelitian ini adalah:

    a. Mengetahui nilai nutrisi silase yang terbaik pada pembuatan silase rumput

    meksiko dari berbagai umur pemotongan.

    b. Mengetahui kecernaan nutrien silase rumput meksiko dari berbagai umur

    pemotongan

    4.2. Urgensi penelitian

    a. Menyediakan hijauan pakan berkualitas dan kontinyuitas di sepanjang

    musim karena sering terjadi kekurangan pakan khususnya pada musim

    kemarau.

    b. Meningkatkan produktivitas ternak potong ruminansia melalui manajemen

    pemberian pakan.

    V. METODE PENELITIAN

    Penelitian mengenai Nilai Nutrisi Rumput Meksiko (Euclaena Mexicana)

    Sebelum Dan Setelah Ensilase Pada Berbagai Umur Pemotongan akan

  • dilaksanakan di Lahan Hijauan Pakan ternak dan Laboratorium Fakultas

    Peternakan Undaris Kabupaten Semarang pada tanggal 25 Desember 2010 sampai

    dengan 28 Pebruari 2011. Analisis protein kasar dan serat kasar akan dilaksanakan

    di Laboratorium Ilmu Makanan Ternak Fakultas Peternakan Undip Semarang.

    5.1. Materi Penelitian

    Materi yang digunakan adalah sebidang tanah dengan luasan per petak

    lebar 1,5 m panjang 3 m sebanyak 36 petak di Kampus Undaris Ungaran

    Kabupaten Semarang. Rumput meksiko (Euchlaena mexicana) sebanyak 36

    petak dengan jumlah tanaman 432 pols. Pupuk urea sebanyak 7,05 kg dan papan

    nama penelitian.

    Alat yang digunakan adalah cangkul, sabit, gunting, rol meter/meteran,

    timbangan dengan kapasitas 4 kg dengan kepekaan 0,01 gram dengan merk Scout

    Pro, penggaris dan seperangkat peralatan analisis laboratorium yaitu: Protein

    Kasar, Serat Kasar, dan Kecernaan Bahan Kering (Kc BK) serta Kecernaan

    Bahan Organik (Kc BO).

    5.2. Metode Penelitian

    5.2.1. Prosedur Penelitian

    Penelitian akan dilaksanakan dalam 3 tahap yaitu penanaman rumput

    meksiko, pembuatan silase dan analisis laboratorium.

    1. Penanaman rumput meksiko

    Tanaman rumput meksiko yang tumbuh pada ketinggian 2,1 m di petak atau

    bedengan dengan ukuran panjang kali lebar (3x1,5) m, sedangkan tinggi petak

    (0,2-0,3) m dengan jarak antar petak 0,5 m sebanyak 36 petak dengan jumlah

    tanaman 432 pols dipotong setinggi 10 cm dari atas tanah, kemudian bedengan

    dibersihkan dari gulma dan didangir. Penyulaman dilakukan 2 minggu setelah

    tanaman dipotong, apabila ada yang tidak tumbuh atau busuk. Bahan sulaman

    diambilkan dari tanaman tepi yang telah dibuat dengan perlakuan yang sama.

    Pemupukan dilakukan hanya sekali dengan urea sesuai yaitu 150 kg N/ha/th

    dengan cara ditabur melingkar batang seluas mahkota daun sedalam 5 cm.

  • Penyiraman dilakukan setiap hari untuk menjaga kelembaban tanah selama masa

    pertumbuhan awal. Penyiangan dilakukan setelah tanaman berumur sebulan atau

    menurut keadaan gulma yang tumbuh.

    Potong paksa dilakukan pada waktu tanaman berumur 60 hari dengan

    tinggi 20 cm. Setelah pemotongan, dilakukan pengambilan sampel berat basah

    dengan cara diacak, pengambilan sampel secara diagonal, ditimbang 10% dari

    berat panen kemudian sampel dipotong-potong antara 3 5 cm.

    2. Pembuatan Silase

    Rumput meksiko yang telah dipotong pada setiap petak, di bawa ke

    laboratorium kemudian dilayukan sampai kadar airnya sekitar 65%. Rumput

    meksiko dipotong-potong sekitar 3 - 5 cm, lalu dimasukkan ke dalam kaleng yang

    berdiameter 14 cm dan tinggi 16,5 cm 4 berfungsi sebagai silo. Kaleng tersebut

    dilapisi kantong plastik untuk mencegah terjadinya korosi. Kaleng diisi penuh

    dan dipadatkan dengan alat pres, agar tidak terdapat rongga udara, ditutup rapat

    dan diberi selotip (isolasi), agar kedap udara. Setiap petak dibuat tiga ulangan,

    sehingga terdapat 84 buah kaleng (silo). Rumput gajah difermentasi selama 30

    hari, kemudian dibuka. Sampel silase diambil secara proporsional dari masing-

    masing ulangan. Total sampel yang diambil dari masing-masing ulangan setiap

    petak sebanyak 500 g. Sampel tersebut kemudian diovenkan pada suhu 65oC

    selama tiga hari (sampai beratnya konstan) guna mengetahui bahan keringnya dan

    digunakan untuk analisis nilai gizinya.

    3. Analisisi laboratorium

    Analisis laboratorium dilakukan terhadap PK, SK, dan Kc BK serta Kc BO.

    a. Analisis protein kasar

    Analisis terhadap protein kasar dilakukan dengan penentuan N Total Cara Semi

    Mikro Kjehdahl yaitu sebagai berikut:

    - Ambil 10 ml susu atau larutan protein dan masukkan ke dalam labu takar 100

    ml dan encerkan dengan aquades sampai tanda.

    - Ambil 10 ml dari larutan ini dan masukkan ke dalam labu Kjehdahl 500 ml

    dan tambahkan 10 ml H2SO4 (93-98% bebas N). Tambahkan 5 gr campuran

    Na2SO4 HgO (20:1) untuk katalisator.

  • - Didihkan sampai jernih dan lanjutkan pendidihan 30 menit lagi. Setelah

    dingin, cucilah dinding dalam labu Kjehdahl dengan aquades dan didihkan

    lagi 30 menit.

    - Setelah dingin tambahkan 140 ml aquades dan tambahkan 35 ml larutan

    NaOH - Na2S2O3 dan beberapa butiran zink.

    - Kemudian lakukan destilasi, destilat ditampung sebanyak 100 ml dalam

    erlenmeyer yang berisi 25 ml larutan jenuh asam borat dan beberapa tetes

    indikator metil merah / metilen biru

    - Titrasilah larutan yang diperoleh dengan 0,02 HCl.

    - Hitung total N atau protein dalam contoh.

    - Perhitungan jumlah total N

    Jumlah total N = x 14,0 08 x f mg/ml

    f = faktor pencerahan, dalam contoh petunjuk ini besarnya f = 10

    b. Analisis Kadar Serat Kasar

    Proses analisis dilakukan dengan penambahan Asam Sulfat pekat (H2SO4)

    sambil dipanaskan selama 30 menit, kemudian didinginkan selama 30 menit

    dengan penambahan Sodium Hidroksida (NaOH) (Kartadisastra, 1997).

    Cara kerja :

    - Sampel ditimbang sebanyak 3 g.

    - Sampel diekstrasi dengan cara soxlet untuk membebaskan lemak selanjutnya

    sampel dikeringkan dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer 500 ml.

    - Kemudian ditambahkan 50 ml H2SO4 1,25% dan didihkan selama 30 menit

    dengan menggunakan pendingin tegak.

    - Tambahkan 50 ml NaOH 3,25% dan didihkan lagi selama 30 menit.

    - Larutan dalam keadaan panas, disaring dengan corong Bucher yang berisi kertas

    saring tak berabu Whatman 54,41 atau 541yg telah dikeringkan dan diketahui

    bobotnya.

    - Endapan dicuci dengan H2SO4 1,25% panas, air panas dan etanol 96%.

    Ml HCl x NHCl

    Ml larutan contoh

  • - Endapan dan kertas saring dimasukkan ke dalam kotak timbang yang telah

    diketahui bobotnya selanjutnya dikeringkan pada suhu 1050 C, dinginkan dan

    timbang sampai berat tetap.

    - Abukan kertas saring beserta isinya, timbang sampai berat tetap.

    Perhitungan :

    % Serat Kasar = %1002

    1 xw

    ww

    Keterangan :

    w = bobot sampel, dalam g

    w1 = bobot abu, dalam g

    w2 = bobot endapan pada kertas saring, dalam g

    c. Analisis terhadap Kecernaan Bahan Kering (Kc BK) dan Bahan Organik

    (Kc BO)

    Kecernaan bahan kering dan bahan organic diuji secara in vitro

    menggunakan metode Tilley dan Terry (1970). Prosedur analisis dalam

    menentukan kecernaan bahan kering dan bahan organik secara in vitro dibagi

    dalam dua tahap yaitu: tahap fermentatif oleh mikrooragnisme dan tahap

    enzimatik (digesti proteolitik) oleh pepsin HCl dilakukan di dalam tabung

    fermentor.

    1. Tahap fermentative menggunakan inokulum mikrooragnisme dari cairan rumen

    dan larutan penyangga (Mc Dougall).

    - Penangas air dipersiapkan dengan temperature 39 oC,

    - Kemudian memasukkan sampel seberat 0,55-0,56 g ke dalam tabung fermentor

    dan ditambah dengan 40 ml penyangga Mc Dougall dan 10 ml cairan rumen.

    Blangko dilakukan tanpa penambahan sampel ke dalam tabung.

    - Tabung fermentor di flushing (dimasuki) gas CO2 selama 15 detik.

    - Tabung selanjutnya diinkubasi ke dalam penangas air yang bersuhu 38-39 oC

    sebagai inkubator dan setiap 6 jam sekali dilakukan penggojogan.

  • - Setelah 48 jam fermentasi dihentikan dengan cara menambah aquades

    sebanyak 25 ml.

    - Tabung fermentasi selanjutnya disentrifuse selama 8-10 menit dengan

    kecepatan 3000 rpm.

    2. Tahap enzimatik (digesti proteolitik) oleh pepsin HCl dilakukan di dalam

    tabung fermentor.

    - Cairan dipisah dengan endapan sampel, kemudian endapan ditambah dengan

    larutan pepsin HCl sebagai enzim proteolitis sebanyak 50 ml dan dimasukkan

    penangas air dengan suhu 39 oC selama 48 jam dengan penggojogan lagi setiap

    6 jam.

    - Setelah inkubasi selama 48 jam, residu (sisa pencernaan) disaring dengan

    kertas saring Whatman no. 41 dengan bantuan pompa vakum dan dicuci

    dengan aquades secukupnya.

    - Hasil saringan dimasukkan ke dalam cawan porselin, kemudian dimasukkan ke

    dalam oven pada suhu 105-119 oC selama 12 jam kemudian didinginkan di

    dalam eksikator selama15 menit dan ditimbang serta dihitung kecernaan bahan

    keringnya.

    - Selanjutnya bahan dalam cawan porselin dipijarkan atau diabukan di dalam

    tanur listrik selama 6 jam pada suhu 600 oC dan ditimbang untuk mengetahui

    kadar bahan organik (BO). Blanko: residu asal fermentasi tanpa sampel bahan

    pakan diperlakukan sama seperti kedua bahan di atas. Perhitungan kecernaan

    bahan kering dan bahan organic dilakukan dengan rumus sebagai berikut:

    Kc BK = BK sampel (BK residu BK Banko) x 100%

    BK sampel

    Kc BO = BO sampel (BO residu BK Banko) x 100%

    BO sampel

    Keterangan:

    Kc Bk / Kc BO = Kecernaan bahan kering / kecernaan bahan organic (%)

  • BK / BO = Bahan Kering / Bahan Organik (g)

    BK / BO residu = Bahan Kering / Bahan Organik residu (g)

    BK / BO blanko = Bahan Kering / Bahan Organik blanko (g)

    5.2.2. Variabel yang diamati

    Variabel yang diamati adalah:

    1. Kadar Protein Kasar

    2. Kadar Serat Kasar

    3. Kecernaan Bahan Kering (Kc BK)

    4. Kecernaan Bahan Organik (Kc BO)

    5.2.3. Rancangan Percobaan Dan Pengolahan Data

    Rancangan percobaan yang dipakai adalah Rancangan Acak Kelompok

    (RAK) dengan 8 perlakuan dan 4 ulangan. Perlakuan yang diuji terdiri atas

    sebagai berikut:

    T0 = rumput meksiko segar

    T1 = silase rumput meksiko yang dibuat dengan lama pemotongan 20 hari

    T2 = silase rumput meksiko yang dibuat dengan lama pemotongan 30 hari

    T3 = silase rumput meksiko yang dibuat dengan lama pemotongan 40 hari

    T4 = silase rumput meksiko yang dibuat dengan lama pemotongan 50 hari

    T5 = silase rumput meksiko yang dibuat dengan lama pemotongan 60 hari

    T6 = silase rumput meksiko yang dibuat dengan lama pemotongan 70 hari

    T7 = silase rumput meksiko yang dibuat dengan lama pemotongan 80 hari

    Model matematik untuk nilai pengamatan adalah :

    Yijk = + i + j + ij

    Keterangan :

    Yij : nilai pengamatan pada perlakuan silase yang dibuat dengan lama

    pemotongan ke-i dan pada kelompok ke-j

    : pengaruh nilai rata-rata umum perlakuan

  • i : pengaruh perlakuan silase yang dibuat dengan lama pemotongan ke-i (i=

    1, 2, 3, 4, 5, 6, 7)

    j : pengaruh kelompok ke-j (j = 1, 2, 3)

    ijk : pengaruh galat yang timbul secara acak pada perlakuan silase yang dibuat

    dengan lama pemotongan ke-j pada kelompok ke-j

    Data PK, SK dan Kc BK serta Kc BO yang telah terkumpul kemudian di

    analisis ragam untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh perlakuan. Selanjutnya

    dilakukan uji wilayah ganda Duncan untuk mengetahui perbedaan diantara

    perlakuan (Steel dan Torrie, 1995).

    Tabel 1. Tabulasi Data Hasil Penelitian

    Perlakuan Kelompok perlakuan (Yi.)

    1 2 3 4

    T0

    T1

    T2

    T3

    T4

    T5

    T6

    T7 Yij

    Total Y..

    Tabel 3. Analisis Variansi

    Sumber

    variasi JK DB KT F hitung

    F tabel

    0.05 0.01

  • Kelompok JKK 3 KTK KTK/KTG

    Perlakuan JKP 6 KTP KTP/KTG

    Galat JKG 18 KTG = ...

    Total JKT 27 KK = ...

    VI. JADWAL PELAKSANAAN

    No Kegiatan Bulan ke -

    I II III IV V VI VII VIII IX

    1. Persiapan

    a. Penataan lahan

    b. Penanaman rumput

    c. Pemotongan paksa

    2. Pelaksanaan

    a. Pembuatan silase

    b. Analisis laboratorium

    3. Pelaporan

    a. Analisa data

    b. Penyusunan

    laporan

    VII. PERSONALIA PENELITIAN

    a. Ketua Peneliti :

    a. Nama lengkap : Sugiyono, S.Pt

    b. Jenis Kelamin : Laki-laki

    c. NPP : 0077

    d. Disiplin Ilmu : Peternakan

    e. Pangkat/Golongan : Penata Muda /IIIa

  • f. Jabatan fungsional : Asisten Ahli

    g. Fakultas/Jurusan : Peternakan / Nutrisi dan Makanan Ternak

    h. Waktu penelitian : 20 jam/minggu

    b. Anggota Peneliti :

    a. Nama lengkap : drh. Ayu Astuti Edy Putranti

    b. Jenis Kelamin : Perempuan

    c. NPP : 0128

    d. Disiplin Ilmu : Peternakan

    e. Pangkat/Golongan : -

    f. Jabatan fungsional : -

    g. Fakultas/Jurusan : Peternakan / Nutrisi & Makanan Ternak

    h. Waktu penelitian : 20 jam / minggu

    VIII. PERKIRAAN BIAYA PENELITIAN

    IX. LAMPIRAN LAMPIRAN

    a. Daftar Pustaka

    b. Riwayat Hidup Ketua dan Anggota Peneliti

    DAFTAR PUSTAKA

    Agus. 1983. Hijauan Makanan Ternak. Kanisius, Yogyakarta.

    Anggorodi, R. 1994. Ilmu Makanan Ternak Umum. Gramedia, Jakarta.

    Dasuki, I., Sumitro, M. Susanto dan I. Haryono. 1989. Rumput Raja (Pennisetum

    Purpureophoides). Balai Pembibitan Ternak dan Hijauan Makanan

    Ternak Baturraden. Direktorat Jendral Peternakan, Jakarta.

  • Departemen Pertanian. 1985. Bahan Makanan Penguat (Konsentrat). Departemen

    Pertanian, Jakarta.

    Departemen Pertanian. 1992. Petunjuk Budidaya Hiajauan Makanan Ternak.

    Direktorat Bina Produksi Peternakan. Direktorat Jendral Peternakan

    Departen Pertanian, Jakarta.

    Ella, A., Pandjaitan, M dan C.N. Jacobsen. 1989. Pengaruh Umur Tanaman pada

    Saat Pemotongan I terhadap Hijauan dari Empat Jenis Leguminosa

    Pohon. Dalam : Pertemuan Ilmiah Ruminansia. Jilid I. Departemen

    Pertanian, Cisarua Bogor.

    Erwanto. 1984. Pengaruh Interval dan Intensitas Pemotongan Terhadap Produksi

    dan Kualitas Hijauan Pertanaman Campuran Antara Rumput Setaria

    dengan Tiga Jenis Kacang-kacangan. Thesis. Fakultas Peternakan IPB

    Bogor.

    Gohl, B. 1975. Tropical Feed. Feed Information Summaries and Nutritive

    Value. FAO of The United Nation, Rome.

    Kartadisastra, H. R. 1997. Penyediaan dan Pengolahan Pakan Ternak Ruminansia.

    Kanisius, Yogyakarta.

    Kipps, M. S. 1970. Production of Fild Crops. 6th

    ed. Mc Graw-Hill Publishing

    Company, Bombay, New Delhi.

    Komar, A. 1984. Teknologi Pengolahan Jerami sebagai Makanan Ternak.

    Yayasan Dian Grahita Indonesia, Bandung.

    Kristanto, B. A. dan Karno. 1981. Pertumbuhan Kembali Hijauan Pakan Ternak

    pada Beberapa Tinggi Devoliasi dan Pemupukan. Fakultas Peternakan

    Undip, Semarang

    Kristanto, B.A. dan Karno. 1991. Pertumbuhan Kembali Rumput Raja

    (Pennisetum Purpureophoides) pada Beberapa Tinggi Pemotongan dan

    Pemupukan N. Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro, Semarang.

    Mcllory, R.J. 1976. Pengantar Budidaya Padang Rumput Tropika. Pradnya

    Paramita, Jakarta. (Diterjemahkan oleh S. Susetyo, Soedarmadji, I.

    Kismomo, S. Harini).

    Osman, F. 1986. Memupuk Padi dan Polowijo. Penebar Swadaya, Jakarta.

    Pearson. L.C. 1967. Principles of Agronomy. Reinhold Publishing Co., New

    York.

  • Prawiranata, W., S. Harran dan Tjondronegoro. 1981. Dasar-dasar Fisiologi

    Tumbuhan. Fakultas Pertanian IPB, Bogor.

    Prawirokusumo, S. 1994. Ilmu Gizi Komparatif. Cetakan Pertama. BPFE,

    Yogyakarta.

    Ramelan. 1996. Pengaruh Umur dan Tinggi Pemotongan Terhadap Pertumbuhan

    dan Produksi bahan Kering Hijauan Rumput Raja. Skripsi. Fakultas

    Peternakan Universitas Diponegoro, Semarang.

    Reksohadiprodjo. 1994. Produksi Tanaman Hijauan Makanan Ternak Tropik.

    BPFE Gajah Mada, Yogyakarta.

    Rinsema, W.T. 1986. Pupuk dan Pemupukan. Bhratara Karya Aksara, Jakarta.

    Santoso, U. 1989. Limbah Bahan Ransum Unggas yang Rasional. PT. Bharata

    Karya Aksara, Jakarta.

    Sarief, E.S. 1986a. Ilmu Tanah Pertanian. CV. Pustaka Buana, Bandung.

    Sarief, E.S.1986b. Kesuburan dan Pemupukan Tanah Pertanian. CV. Pustaka

    Buana, Bandung.

    Setyati, S. H. 1984. Pengantar Agronomi.. PT. Gramedia, Jakarta.

    Setyamidjaja, D. 1986. Pupuk dan Pemupukan. CV. Simplex, Jakarta.

    Sitompul, S. M. dan Guritno. 1995. Analisis Tumbuhan. Gajah Mada University

    Press, Yogyakarta.

    Sosrosoedirdjo, R. S. dan Rifai, B. 1986. Ilmu Memupuk. CV. Yasa Guna,

    Jakarta.

    Steel, R.G.D. dan J.H. Torrie. 1995. Prinsip dan Prosedur Statistika Suatu

    Pendekatan Biometrik. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

    (Diterjemahkan oleh B. Sumantri).

    Sudarmadji, S., R. Kasmidjo, Sardjono, D. Wibowo, S. Margino dan E. S.

    Rahayu. 1989. Mikrobiologi Pangan. Universitas Gajah Mada,

    Yogyakarta.

    Susetyo, S., I. Kismono dan B. Suwardi. 1969. Hijauan Makanan Ternak.

    Direktorat Jendral Peternakan. Departemen Pertanian, Jakarta.

  • Susetyo, S. 1980. Pengelolaan dan Potensi Hijauan Untuk Produksi Ternak

    Daging. Fakultas Peternakan ITB, Bogor.

    Tillman, A., D. Hartadi, H. S. Reksohadiprodjo, S. Prawirokusumo dan s.

    Lebdosoekojo. 1986. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gajah Mada University

    Press, Yogyakarta.

    Tisdale, S.L. dan W.L. Nelson. 1979. Soil Fertility and Fertilizers. 3rd

    Ed.

    MacMillan Publishing Co., New York.

    Wahyu, J. 1997. Ilmu Nutrisi Unggas. Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.

    Wolfe, K. T. dan M. S. Kipps. 1959. Production of Field Crops. Mc. Graw-Hill

    Book Co. Inc. New York.

    Harrison, J. H., R. Blauwiekel and M. R. Stokes. 1994. Fermentation and

    Utilization of Grass Silage (Review). Journal of Dairy Science, 77(10),

    3209 3235.

    Regan, C.S. 1997. Forage Concervation in The Wet/ Dry Tropics for Small

    Landholder Farmers. Thesis. Faculty of Science, Nothern Territory

    University, Darwin Austalia.

    Spitaleri, R. F., L. E. Sollenberger, C. R. Staples and S.C. Schank. 1995. Harvest

    Management Effect on Ensiling Characteristic and Nutritive Value of

    Seeded Pennisetum Hexaploid Hybrids. Postharvest Biology and

    Technology (5) 335 362.