Proposal presepsi penggelapan pajak

35
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERSEPSI WAJIB PAJAK BADAN USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH ATAS PERILAKU PENGGELAPAN PAJAK Disusun Oleh: Bena Johanna 115020307111005 Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Pembimbingan Skripsi Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang

description

presepsi wajib pajak terhadap perilaku penggelapan pajak

Transcript of Proposal presepsi penggelapan pajak

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERSEPSI WAJIB PAJAK BADAN USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH ATAS PERILAKU PENGGELAPAN PAJAK

Disusun Oleh:

Bena Johanna115020307111005

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Pembimbingan Skripsi

Jurusan AkuntansiFakultas Ekonomi dan BisnisUniversitas BrawijayaMalang2014

BAB IPENDAHULUAN1.1 Latar BelakangPajak merupakan salah satu potensi penerimaan dalam negeri yang menjadi protitas utama karena mampu mendominasi penerimaan negara. Pajak sendiri bersifat wajib untuk seluruh warga Negara di Indonesia apabila masuk dalan kriteria sebagai wajib pajak. Pajak bertujuan meningkatkan kesejahteraan seluruh rakyat melalui perbaikan dan penambahan pelayanan publik, pajak dialokasikan kepada seluruh rakyat Indonesia baik yang membayar pajak maupun yang tidak membayar pajak. Disisni dapat dilihat bahwa pajak memiliki funsi Budgetair yakni sebagai sumber penerimaan pemerintah untuk membiayai pengeluaran baik rutin maupun pembangunan. Pajak juga mempunyai fungsi Regularend yakni mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang social dan ekonomi, serta mencapai tujuan- tujuan tertentu di luar bidang keuangan (Resmi,2011:3). Salah satu pendapatan pajak Negara yakni pajak yang dibayarkan oleh usaha mikro, kecil dan menengah. Perekonomian Indonesia sesungguhnya secara riil digerakkan oleh para pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM). Kelompok usaha ini telah terbukti mampu memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) nasional dan ekspor. Kontribusinya secara total dalam PDB sebesar 55,6%, mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 96,18% dengan nilai investasi 52,9% dan kinerja ekspor non migas mencapai 20,2% (Mutiara mutiah dan gita arrasi, 2009). Tapi sayangnya dengan semakin banyak jumlah UMKM yang bertumbuh jumlah pendapatan pajak tidak mengalami banyak peningkatan (DJP, 2009). Banyak cara yang dilakukan pemerintah untuk meningkatkan pendapatan pajak dari sektor UMKM, salah satunya perubahan lapisan pajak. Undang- Undang PP No. 46 Tahun 2013 adalah peraturan baru yang dikeluarkan oleh pemerintah untuk memberikan kemudahan bagi wajib pajak orang pribadi dan wajib pajak badan yang memiliki penghasilan bruto tertentu. Peraturan Pemerintah No.46 Tahun 2013 ditetapkan pada 1 Juli 2013. Pengenaan Pajak Penghasilan yang bersifat final tersebut ditetapkan berdasarkan pada pertimbangan perlunya kesederhanaan dalam pemungutan pajak, berkurangnya beban administrasi baik bagi Wajib Pajak maupun Direktorat Jenderal Pajak, serta memperhatikan perkembangan ekonomi dan moneter. Tujuan pengaturan ini adalah untuk memberikan kemudahan kepada Wajib Pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan dari usaha yang memiliki peredaran bruto tertentu, untuk melakukan penghitungan, penyetoran, dan pelaporan Pajak Penghasilan yang terutang. Walaupun demikian Dirjen Pajak masih belum dapat memenuhi target hingga saat ini yang ditargetkan Rp 1.142 triliun.Penghindaran pajak merupakan hal yang umum di Indonesia bahkan di Negara- Negara lain. Hampir setiap wajib pajak akan berusahan untuk menghindar dari pembayaran pajak. Tax Avoidance adalah arrangement of a transaction in order to obtain a tax advantage, benefit, or reduction in a manner unintended by the tax law (Brown, 2012). Tax avoidance tidak melanggar peraturan yang berlaku oleh karena itu pemerintah tidak dapat memberikan sanksi kepada mereka. Tetapi tetap saja perilaku ini tidak baik untuk dilakukan karena dapat mengurangi pendapatan Negara yang nantinya akan disalurkan kepada masyarakat itu sendiri, sehingga secara otomatis diartikan sebagai pembatasan terhadap hak- hak setiap warga Negara yang membutuhkan dana tersebut. Menurut Direktorat Jendrak Pajak faktor pendapat terbesar merupakan pajak dari UMKM, banyak UMKM yang tidak membayar pajaknya (DJP, 2014). Dari latar belakang tersebut memberikan motivasi untuk dilakukannya penelitian mengenai pemahaman mengenai peraturan dengan judul Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Persepsi Wajib Pajak Badan Usaha Mikro Kecil dan Menengah Atas Perilaku Penggelapan Pajak

1.2 Rumusan MasalahAdapun tujuan dari pelaksanaan penelitian ini adalah:1. Apakah tingkat pemahaman perpajakan, pelayanan, dan sanksi perpajakan berpengaruh secara signifikan terhadap perilaku penggelapan pajak pengusaha UMKM?2. Variabel manakah yang paling dominan mempengaruhi perilkau penggelapan pajak pengusaha UMKM?

1.3 Manfaat PenelitianHasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi berbagai pihak anatara lain:1. Bagi MahasiswaDapat menambah pengetahuan mengenai pengaruh tingkat pemahaman perpajakan, pelayanan, dan ketegasan sanksi terhadap perilaku penggelapan pajak pengusaha UMKM.2. Bagi PembacaPenelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai sumber informasi mengenai atau referensi bagi pembaca atau peneliti yang tertarik pada topik yang sama.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

Pada bagian tinjauan pustaka berisi landasan teori yang digunakan dan juga dikemukakan kerangka pemikiran teoritis dan hipotesis yang melandasi penelitian.2.1 Landasan TeoriLandasan teori berisi penjelasan mengenai teori-teori dan variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini.2.1.1 Teori PersepsiUntuk memahami persepsi terhadap perilaku penggelapan pajak, terlebih dahulu akan diterangkan beberapa konsep mengenai persepsi menurut ahli. Menurut Ensiklopedi Umum (2000), yang dimaksud dengan persepsi adalah:Proses mental yang menghasilkan bayangan pada diri individu, sehingga dapat mengenal suatu obyek dengan jalan asosiasi terhadap ingatan tertentu, baik secara indera penglihatan, indera perabaan, dan sebagainya sehingga bayangan itu dapat disadarinya.

Secara sempit persepsi adalah sebagai suatu tangkapan rangsang dari luar oleh panca indera. Sedangkan persepsi secara luas adalah sebagai suatu pengertian, pemahaman, penafsiran terhadap suatu obyek tertentu. Dalam hal ini persepsi individu terhadap perilaku penggelapan pajak adalah proses individu dalam menerima, mengorganisasikan serta mengartikan praktik penggelapan pajak yang dipengaruhi oleh lingkungan sosial yang melingkupi individu tersebut. Semakin banyak informasi yang diterima, maka akan semakin luas wawasan individu tentang etika penggelapan pajak, dimana hal ini akan mendorong individu berperilaku positif (proaktif) terhadap proses pelaksanaan perpajakan. Oleh karena itu, persepsi merupakan respons dari penerimaan kesan melalui penglihatan, sentuhan atau melalui indera lainnya, yang kemudian ditafsirkan berdasarkan pengalaman yang berbeda dari tiap individu, sehingga menghasilkan perilaku yang berbeda pula. Kaitannya dengan penelitian ini maka variabel pemahaman perpajakan, variabel pelayanan dan variabel sanksi perpajakan diturunkan dari variabel psikologis, dimana individu atau tiap pribadi (wajib pajak) secara psikologis, memiliki kecenderungan melakukan tindakan atau perilaku yang didasari pemahaman yang cukup, memanfaatkan keadaan lingkungan sekitar dan dipersepsikan oleh kelompok-kelompok individu yang lebih luas.2.1.2 EtikaSecara etimologis, etika berasal dari kata Yunani, yang berarti adat istiadat atau kebiasaan. Dalam pengertian ini etika berkaitan dengan kebiasaan hidup yang baik, baik pada diri seseorang maupun pada suatu masyarakat atau berkelompok. Etika juga berperan menentukan apa yang harus dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan seorang individu.Penilain etika didalam setiap individu berbeda satu dengan yang lainnya, hal ini dapat saja terjadi karena pengalaman yang berbeda pula yang terjadi antara individu, sehingga pengalaman-pengalaman wajib pajak dapat menimbulkan kepatuhan ataupun ketidakpatuhan dalam melaksanakan ketentuan perpajakan. Dengan demikian tindakan penggelapan pajak akan dipersepsikan sebagai tindakan yang tidak etis dan wajib pajak cenderung menghindari perilaku tersebut. 2.1.3 Penggelapan Pajak (Tax Evasion)Menurut Resmi (2009), upaya menghindari pajak dengan cara ilegal adalah penggelapan pajak. Tindakan ini termasuk perbuatan kriminal, karena menyalahi aturan yang berlaku dan mencakup perbuatan sengaja tidak melaporkan secara lengkap dan jelas objek pajak. Menurut Nurmantu (2003) dalam Murni, Tarjo dan Muhammad (2013) kecenderungan wajib pajak melakukan kecurangan dikarenakan:1. Tingginya pajak yang harus dibayar. Semakin tinggi jumlah pajak yang harus dibayar oleh wajib pajak, semakin tinggi kemungkinan wajib pajak berperilaku curang.2. Makin tinggi uang sogokan yang harus dikeluarkan oleh wajib pajak, maka makin kecil kemungkinan wajib pajak melakukan kecurangan.3. Makin tinggi kemungkinan terungkap apabila melakukan kecurangan, maka makin rendah kecenderungan wajib pajak berlaku curang.4. Makin besar ancaman hukuman dan sanksi yang diterapkan kepada pelaku kecurangan, maka semakin kecil kecenderungan wajib pajak melakukan kecurangan.Dengan demikian penggelapan pajak dapat didefinisikan sebagai suatu upaya atau tindakan yang merupakan pelanggaran terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan seperti berikut (Brotoharjo (2007) dalam Prasetyo, 2010) :1. Tidak dapat memenuhi pengisian Surat Pemberitahuan tepat waktu.2. Tidak dapat memenuhi pembayaran pajak tepat waktu.3. Tidak dapat memenuhi pelaporan dan pengurangannya secara lengkap dan benar.4. Tidak dapat memenuhi kewajiban memelihara pembukuan.5. Tidak dapat memenuhi kewajiban menyetorkan pajak penghasilan para karyawan yang dipotong dan pajak-pajak lainnya yang telah dipungut.6. Tidak dapat memenuhi kewajiban membayar taksiran pajak terutang.7. Tidak dapat memenuhi permintaan fiskus akan informasi pihak ketiga.8. Pembayaran dengan cek kosong bagi negara yang dapat melakukan pembayaran pajaknya dengan cek.9. Melakukan penyuapan terhadap aparat perpajakan dan atau tindakan intimidasi lainnya.2.1.4 Pemahaman PerpajakanPemahaman akan peraturan perpajakan erat kaitannya dengan pembayaran pajak. Resmi (2009) mengatakan bahwa pengetahuan dan pemahaman akan peraturan perpajakan adalah proses dimana wajib pajak memahami tentang perpajakan dan menerapkan pengetahuan itu untuk membayar pajak. Syarat-syarat untuk melakukan pembayaran pajak adalah (1) wajib pajak harus memiliki NPWP dan (2) wajib pajak harus melaporkan SPT.Syarat-syarat tersebut dapat dijadikan indikator kemauan membayar pajak oleh wajib pajak dikarenakan, pertama, wajib pajak apabila ada wajib pajak baru yang akan membayar pajak, harus mendaftarkan diri terlebih dahulu agar mendapatkan NPWP. Selanjutnya wajib pajak lama yang telah memiliki NPWP harus memperbarui kepemilikan tersebut agar dapat membayar pajak secara berkelanjutan. Kedua, kepemilikan NPWP selanjutnya harus ditindaklanjuti dengan melaporkan SPT oleh wajib pajak (Waluyo, 2007).Secara psikologis dan sadar hukum, Wajib Pajak yang melakukan penggelapan pajak umumnya bertujuan untuk menghindari jumlah pajak terutang yang harus disetorkan ke kas negara. Resmi (2009) menyatakan bahwa sosialisasi akan Undang-Undang Perpajakan dan sanksi yang dikenakan apabila melanggar ketentuan perpajakan, diharapkan dapat menjadi solusi atas kasus- kasus penggelapan pajak. Ditambah dengan sistem perpajakan yang sederhana dan mudah dipahami, akan memudahkan wajib pajak dalam menghitung beban pajak yang harus dibiayai, sehingga akan memberikan dampak positif bagi para wajib pajak untuk meningkatkan pemahaman perpajakan dan kesadaran dalam membayar pajak. Sebaliknya, jika sistem pemungutan pajak rumit, orang akan semakin enggan membayar pajak (Resmi, 2009).

2.1.5 Pelayanan FiskusPelayanan dapat diartikan sebagai cara melayani seseorang, dimana mereka akan membantu mengurus setiap kebutuhan yang diperlukan. Sementara itu, fiskus merupakan petugas pajak. Sehingga, pelayanan fiskus dapat diartikan sebagai cara petugas pajak dalam membantu, mengurus, atau menyiapkan segala keperluan yang dibutuhkan seseorang yang dalam hal ini adalah wajib pajak.( Jatmiko (2006) dalam Arum (2012).Sebuah pelayanan dapat meningkatkan kualitasnya apabila harus diproses secara terus menerus mengikuti jarum jam, yaitu dimulai dari apa yang yang dilakukan, menjelaskan bagaimana mengerjakannya, memperlihatkan bagaimana cara mengerjakan, diakhiri dengan menyediakan pembimbing dan mengoreksi, sementara mereka mengerjakan. Tujuan dari pelayanan pajak dan sekaligus pemeriksaan pajak sendiri berdasarkan UU Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan pasal 29 ayat (1), antara lain:1. Pemberian Nomer Pokok Wajib Pajak secara jabatan;2. Penghapusan Nomer Pokok Wajib Pajak;3. Pengukuhan atau pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak;4. Wajib Pajak mengajukan keberatan;5. Pengumpulan bahan guna penyusunan Norma Perhitungan Penghasilan Netto;6. Pencocokan data atau alat keterangan;7. Penentuan Wajib Pajak berlokasi di daerah terpencil;8. Penentuan satu atau lebih tempat terutang Pajak Pertambahan Nilai;9. Pemeriksaan dalam rangka penagihan pajak;10. Penentuan saat mulai beroperasi sehubungan dengan fasilitas perpajakan; dan atau11. Pemenuhan permintaan informasi dari negara mitra Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda.Berdasarkan Undang-Undang Nomer 28 Tahun 2007 dalam Resmi (2009) tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Direktorat Jenderal Pajak berwenang melakukan pelayanan dan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Pelayanan yang prima menurut adalah pelayanan yang dapat memberikan kepuasan kepada wajib pajak dan tetap dalam batas memenuhi standar pelayanan yang dapat dipertanggung jawabkan dan dilakukan secara terus menerus. Dalam hal ini tugas pemeriksaan dan memberikan pelayanan pajak dilakukan oleh Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak Departemen Keuangan yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melakukan pemeriksaan pajak dan penyidikan tindak pidana perpajakan.Parasuraman et al. dalam Rachmadi (2014) mengemukakan lima dimensi yang digunakan untuk menilai kualitas pelayanan yang diberikan, yaitu:1. Kehandalan (Reliability)Kehandalan berkaitan dengan kemampuan aparat pajak untuk memberikan pelayanan yang akurat sejak pertama kali tanpa membuat kesalahan apapun dan menyampaikan hasil pelayanan sesuai waktu yang telah disepakati.2. Daya Tanggap (Responsiveness)Daya tanggap berkenaan dengan kemampuan dan kesediaan aparat pajak untuk membantu wajib pajak dan merespon permintaan dari wajib pajak, serta menginformasikan kapan pelayanan akan diberikan dan kemudian memberikan pelayanan secara cepat.3. Jaminan (Assurance)Jaminan yaitu tumbuhnya kepercayaan dan rasa aman dari wajib pajak terhadap aparat pajak. Jaminan dapat juga didefinisikan bahwa aparat pajak selalu bersikap sopan dan menguasai pengetahuan dan ketrampilan yang dibutuhkan untuk menangani pertanyaan dan masalah wajib pajak.4. Empati (Emphaty)Empati berarti aparat pajak memahami kendala wajib pajak dan bertindak demi kepentingan wajib pajak, serta memberikan perhatian personal terhadap masalah perpajakan yang dialami wajib pajak.5. Bukti Fisik (Tangibles)Berkaitan dengan daya tarik fasilitas secara fisik, perlengkapan dan material yang digunakan aparat pajak, serta penampilan aparat pajak.2.1.6 Sanksi PerpajakanSanksi perpajakan merupakan jaminan bahwa ketentuan peraturan perpajakan (norma perpajakan) akan dipatuhi, atau dengan kata lain sanksi perpajakan merupakan alat pencegah (preventif) agar Wajib Pajak tidak melanggar ketentuan perpajakan (Mardiasmo (2009) dalam Rachnadi (2014)). Dalam Undang-Undang Perpajakan dikenal dua macam sanksi perpajakan yaitu, sanksi administrasi dan sanksi pidana. Sanksi administrasi merupakan pembayaran kerugian negara, khususnya yang berupa denda, bunga dan kenaikan. Sanksi pidana merupakan sanksi berupa kurungan.Menurut Jatmiko (2006) Wajib Pajak akan memenuhi kewajiban perpajakannya bila memandang bahwa sanksi perpajakan akan lebih banyak merugikannya. Muliari dan Setiawan (2009) dalam Rachmadi 2014 mengemukakan indikator sanksi perpajakan sebagai berikut:1. Sanksi pidana yang dikenakan bagi pelanggar aturan perpajakan memberatkan.2. Sanksi administrasi yang dikenakan bagi pelanggar aturan pajak memberatkan.3. Pengenaan sanksi yang cukup berat merupakan salah satu sarana untuk mendidik Wajib Pajak.4. Sanksi pajak harus dikenakan kepada pelanggar aturan perpajakan tanpa terkecuali.Walaupun Wajib Pajak tidak mendapatkan penghargaan atas kepatuhan dalam melakukan kewajiban perpajakan, Wajib Pajak akan dikenakan banyak hukuman apabila alfa atau sengaja tidak melakukan kewajiban perpajakannya (Jatmiko, 2006). Oleh karena itu, diperlukan sosialisasi yang lebih baik lagi ke masyarakat, sebagai wajib pajak, akan kegunaan dari uang pajak yang disetorkan kepada negara dan sanksi apabila melanggar kewajiban perpajakan.

2.2 Kerangka PemikiranDalam penelitian ini yang dimaksud persepsi sendiri adalah sudut pandang Wajib Pajak dalam memandang tindakan penggelapan pajak sebagai perilaku yang etis atau tidak etis untuk dilakukan. Variabel perilaku penggelapan pajak yang dipersepsikan dalam penelitian ini diduga dipengaruhi oleh variabel pemahaman Wajib Pajak tentang perpajakan, tingkat pelayanan aparat pajak dalam memberikan pelayanan perpajakan, dan pengetahuan Wajib Pajak terkait sanksi perpajakan. Adapun model kerangka pemikiran yang dimaksud sebagaimana gambar 2.2 berikut ini:

Gambar 2.2Kerangka Pemikiran

Pemahaman Perpajakan(X1)

Presepsi atas perilaku penggelapan pajak (Y)Pelayanan Aparat(X2)

Sanksi Pajak(X3)

2.3 Pengembangan Hipotesis2.3.1 Pengaruh Pemahaman Perpajakan Terhadap Persepsi Wajib Pajak Atas Perilaku Penggelapan PajakPemahaman pajak yang diambil disini adalah pengetahuan yang dimiliki oleh wajib pajak mengenai perpajakan yang ada di Indonesia dan untuk wajib pajak UMKM tentu pengetahuan tentang pemungutan pajak dari penghasilan mereka. Pemahaman yang diambil disni adalah apakah mereka memahami hak dan kewajiban mereka sebagai wajib pajak, apakah mereka memahami mengenai tarif pajak yang berlaku saat ini, serta apakah mereka memahami peraturan perpajakan yang sedang berlaku saat ini termasuk pengenaan sanksi, pengisian SPT, dan cara pelaporannya. Beberapa penelitian mengatakan bahwa semakin baiknya pemahaman yang dimiliki oleh wajib pajak maka akan semakin patuh wajib pajak tersebut, dan apabila wajib pajak semakin patuh perilaku penggelapan pajak tentu akan dipandang sebagai sesuatu yang tidak pantas untuk dilakukan atau tidak etis untuk dilakukan. Oleh karena itu mereka (wajib pajak) memilih untuk bertindak patuh, karena berdasarkan pemahaman yang mereka miliki bahwa melakukan penggelapan pajak merupakan sesuatu yang bertentangan dengan hukum yang berlaku di negara ini. Sehingga dapat dikatakan pemahaman yang dimiliki wajib pajak dapat mempengaruhi tingkat kesadaran mereka untuk memenuhi kewajiban perpajakan.Hardiningsih (2011) mengatakan bahwa wajib pajak yang tidak memahami peraturan perpajakan secara jelas akan cenderung menjadi wajib pajak yang tidak patuh. H1 : Persepsi Wajib Pajak tentang pemahaman perpajakan berpengaruh signifikan terhadap perilaku penggelapan pajak.2.3.2 Pengaruh Pelayanan Aparat Pajak Terhadap Persepsi Wajib PajakPelayanan aparat yang dimaksud disini adalah penilaian pelayanan aparat apakah para aparat pajak ini memang benar- benar dapat membantu wajib pajak untuk memenuhi kewajiban pajak mereka, apakah memang aparat perpajakan dapat membimbing mereka untuk dapat melaporkan serta membayarkan pajak mereka. Disamping hal- hal tersebut pelayanan juga mencakup kesediaan aparat perpajakan apabila terdapat permasalahan dalam pembayaran pajak misal pengajuan keberatan atau banding dari wajib pajak, apakah masalah yang dihadapai oleh wajib pajak memang ditanggapi dengan serius atau tidak.Sehingga dapat dilihat apabila pelayanan aparat semakin baik maka perilaku penggelapan pajak akan dinilai tidak pantas atau tidak etis dilakukan karena dengan pelayanan yang dinilai baik maka tidak sepantasnya wajib pajak melakukan perilaku tersebut. Begitupun sebaliknya apabila aparat perpajakan dinilai tidak ahli atau tidak cakap dalam membantu wajib pajak untuk memenuhi kewajiban perpajakan mereka, atau dapat juga aparat pajak dinilai tidak respek terhadap permasalahan yang dihadapi wajib pajak. Hal ini akan menimbulkan keraguan pada wajib pajak, sehingga akan membuat mereka berpikir bahwa membayar pajak hanya akan merugikan mereka terlebih mereka akan merasa bahwa pemerintah saja tidak peduli mereka membayar pajak atau tidak, apabila dilihat dari pelayanan buruk yang diberikan. Dari pemikiran diatas, hipotesis kedua yang diusulkan adalah:H2 : Persepsi wajib pajak tentang pelayanan aparat pajak berpengaruh signifikan terhadap perilaku penggelapan pajak.2.3.3 Pengaruh Sanksi Perpajakan Terhadap Persepsi Wajib Pajak Atas Perilaku Penggelapan PajakSanksi perpajakan dibuat untuk mencegah wajib pajak untuk melakukan tindakan yang akan merugikan negara. Oleh karena itu pengenaan sanksi yang tinggi diharapkan akan menimbilkan efek takut pada wajib pajak sehingga mereka akan cendrung untuk mendisiplinkan diri merekasehingga melaporkan serta membayar pajak dengan patuh. Walaupun begitu dapat saja terjadi sebaliknya dimana pengenaan sanksi yang tinggi justru malah membuat wajib pajak semakin merasa enggan untuk terlibat dalam perpajakan. Mereka mungkin saja berpikir akan lebih baik tidak terlibat sama sekali dengan pajak daripada membayar pajak yang justru akan mengancam pendapatan mereka, yang akan berujung pada kerugian si wajib pajak. Sehingga mereka justru lebih memilih untuk tidak sama sekali melaporkan usaha mereka atau juga memalsukan jumlah pendapatan yang diterima, sehingga apabila dikenakan sanksi wajib pajak tidak akan rugi sepenuhnya. Akan tetapi hasil penelitian dari Jatmiko (2006) dan Arum (2012) menunjukkan fakta yang berbeda. Kedua penelitian tersebut menunjukkan bahwa sanksi perpajakan merupakan alat pencegah agar wajib pajak tidak melanggar norma perpajakan. Berdasarkan pemikiran di atas, maka dikemukakan hipotesis ketiga yang diuji sebagai berikut:H3 : Persepsi wajib pajak tentang sanksi perpajakan yang berat berpengaruh positif terhadap perilaku penggelapan pajakBAB IIIMETODOLOGI PENELITIAN

3.1 Ruang Lingkup PenelitianPenelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh tingkat pemahaman, kepatuhan dan ketegasan sanksi perpajakan terhadap perilaku penghindaran pajak yang dilakukan oleh pengusaha UMKM. Populasi penelitian ini adalah para pengusaha yang mempunyai perusahaan kecil dan menengah yang terletak di Kota Malang.

3.2 Definisi Operasional dan Pengukuran VariabelVariabel dependen dalam penelitian ini adalah persepsi Wajib Pajak atas perilaku penggelapan pajak, sedangkan variabel independen dalam penelitian ini adalah pemahaman perpajakan, pelayanan aparat pajak dan sanksi perpajakan. Definisi dari masing-masing variabel tersebut akan dijelaskan sebagai berikut:3.2.1 Pemahaman PerpajakanMenurut Syahril (2013) pemahaman perpajakan meliputi pemahaman tentang perpajakan, pengisian SPT dengan benar, penghitunan pajak yang sesuai dengan pajak yang terutang, penyetoran pajak secara tepat waktu sesuai dengan waktu yang ditemtukan dan pelaporan atas pajaknya ke kantor pajak. Pemahaman wajib pajak dalam penelitian ini akan diuji dengan pertanyaan yang dikembangkan oleh Najib (2013) terkait sistem, ketentuan dan tata cara perpajakan yang berlaku di Indonesia. Variabel ini akan diukur dengan skala likert dengan skala 5 point pada setiap pertanyaan.

3.2.2 Pelayanan Aparat PajakKualitas pelayanan berpusat pada upaya pemenuhan kebutuhan dan keinginan pelanggan serta ketepatan penyampaiannya untuk mengimbangi harapan pelanggan. Dengan kata lain ada dua faktor utama yang mempengaruhi kualitas pelayanan, yaitu pelayanan yang diharapkan (expected service) dan pelayanan yang diterima atau dirasakan (perceived service). Apabila pelayanan yang diterima atau yang dirasakan sesuai dengan yang diharapkan, maka kualitas pelayanan dipersepsikan baik dan memuaskan. Jika pelayanan yang diterima melampaui harapan pelanggan, maka kualitas pelayanan dipersepsikan sangat baik. Namun, apabila pelayanan yang diterima dan dirasakan oleh wajib pajak lebih rendah daripada yang diharapkan, maka kualitas pelayanan tergantung pada kemampuan Ditjen Pajak dalam memenuhi harapan pelanggannya secara konsisten. Kualitas pelayanan perpajakan dalam penelitian ini dilihat dari pendapat wajib pajak tentang pelayanan yang diberikan oleh instansi perpajakan terkai dan akan diuji dengan menggunakan pertanyaan yang dikembangkan oleh Christine Natalina (2010) terkait 5 dimensi kualitas pelayanan yaitu bukti fisik, keandalan, ketanggapan, jaminan, dan empati. Variabel ini akan dikukur dengan skala likert dengan skala 5 point pada setiap pertanyaan.3.2.3 Sanksi Perpajakan Sanksi pajak merupakan jaminan ketentuan peraturan perpajakan akan dituruti dengan kata lain, idealnya sanksi perpajakan merupakan alat pencegah supaya wajib pajak tidak melanggar ketentuan perpajakan. Semakin tinggi atau beratnya sanksi maka wajib pajak akan semakin merasakan kerugian, sehingga harapannya wajib pajak tidak melakukan tindakan ilegal yang melanggar aturan perpajakan (Jatmiko, 2006). Variabel pelaksanaan sanksi pajak dalam penelitian ini diuji dengan menggunakan pertanyaan yang dikembangkan oleh Najib (2013) terkait pendapat dan tindakan wajib pajak terhadap pelaksanaan sanksi pajak yang dikenakan kepada wajib pajak apabila tidak mematuhi peraturan perpajakan yang berlaku. Varianel ini akan diukur dengan skala likert dengan skala 5point pada setiap pertanyaan.3.2.4 Persepsi Atas Perilaku Penggelapan PajakMardiasmo (2009) mendefinisikan penggelapan pajak (tax evasion) Adalah usaha yang dilakukan oleh wajib pajak untuk meringankan beban pajak dengan cara melanggar undang-undang. Dikarenakan melanggar undang-undang, penggelapan pajak ini dilakukan dengan menggunakan cara yang tidak legal. Para wajib pajak sama sekali mengabaikan ketentuan formal perpajakan yang menjadi kewajibannya, memalsukan dokumen, atau mengisi data dengan tidak lengkap dan tidak benar.Etika pajak adalah peraturan dalam lingkup dimana orang per orang atau kelompok orang yang menjalani kehidupan dalam lingkup perpajakan, bagaimana mereka melaksanakan kewajiban perpajakannya, apakah sudah benar, salah, baik ataukah jahat. Etika penggelapan pajak dalam hal ini menjelaskan konteks pengaruh terhadap variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini. Pengukuran variabel ini menggunakan instrumen yang dikembangkan oleh Suminarsasi (2011) dan Nickerson, et al (2009). Variabel ini diukur dengan berdasarkan aspek keadilan, sistem perpajakan, diskriminasi dan kemungkinan terdeteksi kecurangan serta diukur dengan menggunakan skala likert.

3.3 Metode Penentuan SampelSampel adalah bagian dari populasi yang akan diteliti, untuk itu sampel yang diambil dari ppopulasi harus betul- betul dapat mewakili. Teknik yang digunakan dalam penarikan sampel adalah teknik nonprobability sampling. Teknik ini berarti tidak memberikan kesempatan yang sama bagi setiap anggota populasi untuk dipilih sebagai anggota sampel. Jenis nonprobability sampling yang digunakan adalah teknik Purposive/Judgemental. Purposive sampling adalah teknik penentuan sampel untuk tujuan tertentu saja dan dilakukan berdasarkan kriteria tertentu yang ada pada responden. Kriteria responden yang ditentukan penelitan dalam penelitian ini, yaitu Wajib Pajak Usahawan yang memiliki peredaran bruto tidak melebihi Rp 4.800.000.000,- (empat miliar delapan ratus juta) dan responden tersebut merupakan para pengusaha dan akuntan perusahaan kecil dan menengah, karena mereka memiliki informasi yang lengkap dan menyeluruh untuk mengelola usaha mereka yang berada di wilayah mereka.

3.4 Metode Pengumpulan DataDalam memperoleh data-data pada penelitian ini, maka peneliti menggunakan dua cara yaitu penelitian pustaka dan penelitian lapangan.1. Penelitian Pustaka (Library Research)Kepustakaan merupakan bahan utama dalam penelitian data sekunder (Indriantoro dan Supomo, 2002). Peneliti memperoleh data yang berkaitan dengan masalah yang sedang diteliti melalui buku, jurnal, skripsi, tesis, internet dan perangkat lain yang berkaitan dengan judul penelitian.2. Penelitian Lapangan (Field Research)Data utama penelitian ini diperoleh melalui penelitian lapangan, peneliti memperoleh data langsung dari pihak pertama (data primer). Pada penelitian ini, yang menjadi subyek penelitian adalah pengusaha UKM yang mempunyai perusahaan. Peneliti memperoleh data dengan mengirimkan kuesioner kepada 50 pengusaha UKM secara langsung ataupun melalui perantara.3.5 Metode Analisi Data3.5.1 Uji Kualitas Data3.5.1.1 Uji ValiditasPengujian validitas dilakukan untuk membuktikan sejauh mana data yang terdapat dalam kuesioner dapat mengukur senyatanya (actually) dan seakuratnya (accurately) apa yang harus diukur dari konsep, sehingga pengujian validitas berhubungan dengan ketepatan alat ukur untuk melakukan tugasnya mencapai sasarannya dan keberhasilan dari pengujian ini ditentukan oleh proses pengukuran yang akurat. Suatu kuesioner dikatakan valid jika pertanyaan pada kuesioner mampu untuk mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut.3.5.1.2 Uji ReliabilitasRealibilitas menunjukkan akurasi dan ketepatan dalam pengukurnya. Realibilitas berhubungan dengan akurasi dan konsistensi dari pengukurnya, dikatakan konsisten jika beberapa pengukuran terhadap subyek yang sama diperoleh hasil yang tidak berbeda (terdapat kesamaan data dalam waktu yang berbeda). Uji reliabilitas hanya dapat dilakukan setelah suatu instrumen telah dipastikan validitasnya. Suatu kuesioner dikatakan reliabel atau handal jika jawaban seseorang terhadap pernyataan adalah konsisten atau stabil dari waktu ke waktu. Uji reliabilitas digunakan untuk mengukur bahwa variabel yang digunakan benar-benar bebas dari kesalahan sehingga menghasilkan hasil yang konsisten meskipun diuji berkali-kali.3.5.2 Uji Asumsi Klasik3.5.2.1 Uji NormalitasTujuan dari uji normalitas data ini adalah untuk mengetahui apakah data dalam model regresi terdistribusi secara normal atau tidak. Untuk mengujinya dapat dilakukan dengan melihat normal probability plot yang membandingkan distribusi komulatif dari data sesungguhnya dengan distribusi komulatif dari distribusi normal, dimana data dikatakan normal jika data menyebar di sekitar garis diagonal dan penyebarannya mengikuti arah garis diagonal (Ghozali, 2005).3.5.2.2 Uji MultikoloniaritasUji multikoloniaritas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antara variabel bebas (independen). Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi antara variabel independen. Untuk mendeteksi ada atau tidaknya multikoloniaritas di dalam model regresi dapat dilihat dari:1. Nilai tolerance atau lawannya.2. Variance Inflation Factor (VIF)Nilai tolerance yang rendah sama dengan nilai variance inflation factor (VIF) tinggi. Nilai cut off yang umum dipakai untuk menujukkan adanya multikoloniaritas adalah nilai tolerance 100 (Ghozali, 2005)3.5.2.3 Uji HeteroskedastisitasUji heteroskedastisitas adalah asumsi dalam regresi di mana varians residual tidak sama untuk satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Salah satu cara mendeteksi adanya gejala heterokedastisitas untuk sampel besar disarankan untuk digunakan uji Park (Idris, 2010:87). Uji Park dilakukan dengan meregresikan variabel-variabel bebas terhadap nilai logaritma residualnya (Gozali, 2003). Sebagai pengertian dasar, residual adalah selisih antara nilai obeservasi dengan nilai prediksi dan absolut adalah nilai mutlak. Gangguan heterokedastisitas terjadi jika terhadap pengaruh yang signifikan antara varibel bebas terhadap terhadap absolut residualnya. Dalam uji ini, apabila koefisien parameter beta dari persamaan regresi tersebut tidak signifikan secara statistik, maka tidak terdapat heteroskedastisitas, model yang baik adalah tidak terjadi heteroskedastisitas.3.5.3 Uji HipotesisUji hipotesis dalam penelitian ini menggunakan analisis regresi berganda, uji koefisien determinasi, uji statistik t dan uji statistik F. Persamaan regresi bertujuan untuk memprediksi besar variabel terikat yaitu, penghindaran pajak pengusaha UKM dengan menggunakan data variabel bebas yaitu, tingkat pemahaman, ketegasan sanksi perpajakan dan teknologi dan informasi. Persamaan regresi yang digunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut:Y= a + 1X1 + 2X2 + 3X3 + eKeterangan: Y : Presepsi Penggelapan Pajak Pengusaha UKMa : Konstanta : Koefisien RegresiX1 : Tingkat Pemahaman Perpajakan X2 : Pelayanan Aparat Perpajakan X3 : Sanksi Pajake: Eror 3.5.3.1 Uji koefisien determinasi (R)Koefisien determinasi digunakan untuk mengetahui seberapa besar hubungan dari beberapa variabel dalam pengertian yang lebih jelas. Koefisien determinasi akan menjelaskan seberapa besar perubahan atau variasi suatu variabel bisa dijelaskan oleh perubahan atau variasi pada variabel yang lain (Santosa&Ashari, 2005:125).Nilai koefisien ini antara 0 dan 1, jika hasil lebih mendekati angka 0 berarti kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel amat terbatas. Tapi jika hasil mendekati angka 1 berarti variabel-variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen.3.5.3.2 Uji FUji F digunakan untuk mengetahui apakah variabel-variabel independen secara simultan berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen. Derajat kepercayaan yang digunakan adalah 0,05. Apabila nilai F hasil perhitungan lebih besar daripada nilai F menurut tabel maka hipotesis alternatif, yang menyatakan bahwa semua variabel independen secara simultan berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen.3.5.3.3 Uji tUji t digunakan untuk mengetahui apakah variabel-variabel independen secara parsial berpengaruh nyata atau tidak terhadap variabel dependen. Derajat signifikansi yang digunakan adalah 0,05. Apabila nilai signifikan lebih kecil dari derajat kepercayaan maka kita menerima hipotesis alternatif, yang menyatakan bahwa suatu variabel independen secara parsial mempengaruhi variabel dependen.