Proposal Penyuluhan Skizofrenia

44
SATUAN ACARA PENYULUHAN I. Identitas Topik : Skizofrenia Subtopik : Mengenal lebih dalam tentang Skizofrenia Hari/Tanggal : , Juni 2014 Waktu : 08.00 – 08.30 WIB Sasaran : Pasien dan Keluarga Pasien Rawat Jalan Tempat : Ruang RSJI Klender II. Tujuan Instruksional Umum Setelah dilakukan penyuluhan kesehatan tentang pentingnya mengetahui apa itu Skizofrenia, diharapkan warga sekitar yang merupakan sasaran dari penyuluhan ini memahami apa itu Skizofrenia III. Tujuan Instruksional Khusus Setelah dilakukan penyuluhan selama 30 menit diharapkan para peserta dapat: 1. Memahami tentang Skizofrenia 2. Memahami maksud dan pentingnya pemeriksaan dari Skizofrenia IV. Materi (Terlampir) V. Media 1. Laptop 2. LCD 1

description

proposal penyuluhan

Transcript of Proposal Penyuluhan Skizofrenia

SATUAN ACARA PENYULUHAN

I. IdentitasTopik: SkizofreniaSubtopik: Mengenal lebih dalam tentang SkizofreniaHari/Tanggal: ,Juni 2014Waktu: 08.00 08.30 WIBSasaran: Pasien dan Keluarga Pasien Rawat JalanTempat: Ruang RSJI Klender

II. Tujuan Instruksional UmumSetelah dilakukan penyuluhan kesehatan tentang pentingnya mengetahui apa itu Skizofrenia, diharapkan warga sekitar yang merupakan sasaran dari penyuluhan ini memahami apa itu Skizofrenia

III. Tujuan Instruksional KhususSetelah dilakukan penyuluhan selama 30 menit diharapkan para peserta dapat: 1. Memahami tentang Skizofrenia2. Memahami maksud dan pentingnya pemeriksaan dari Skizofrenia

IV. Materi (Terlampir)

V. Media1. Laptop2. LCD3. Microphone4. Leaflet

VI. Metode1. Ceramah2. Diskusi3. Tanya jawab

BAB IPENDAHULUAN

Kata skizofrenia atau dalam bahasa Inggrisnya schizophrenia ternyata sudah terlahir sejak kurang lebih 150 tahun yang lalu. Penyakit ini pertama kali diidentifikasi sebagai penyakit mental diskrit oleh Dr Emile Kraepelin pada tahun 1887. Skizofrenia sendiri dapat ditelusuri pada zaman Firaun Mesir kuno. Depresi, demensia, serta gangguan berpikir yang khas dalam skizofrenia dijelaskan secara rinci dalam Kitab Hati (Book of Hearts). Manusia pada zaman tersebut mempercayai bahwa penyakit fisik berhubungan dengan racun dan iblis.Sebuah studi terbaru dalam sastra Yunani dan Romawi kuno menunjukkan bahwa meskipun masyarakat umum (mungkin) memiliki kesadaran mengenai gangguan psikotik, namun tidak ada satu pun yang akan memenuhi criteria atas diagnosa skizofrenia. Di sisi lain, orang yang dianggap abnormal, (baik karena sakit mental, keterbelakangan mental, atau cacat fisik) sebagian besar diperlakukan sama.Teori awal mengatakan bahwa penyakit gangguan mental disebabkan oleh bagian jahat yang dimiliki oleh tubuh, dan tindakan atau perlakuan yang tepatlah yang kemudian dapat mengusir bagian jahat ini. Tindakan tersebut dapat melalui berbagai cara, mulai dari perawatan berbahaya (seperti mengekspos pasien untuk jenis musik tertentu) dan kadang-kadang mematikan (misalnya seperti melepaskan roh-roh jahat dengan melubangi di tengkorak pasien).Salah satu yang pertama untuk mengklasifikasikan gangguan mental ke dalam kategori yang berbeda adalah seorang dokter yang berasal dari Jerman, Emile Kraepelin. Dr Kraepelin menggunakan dementia praecox istilah untuk individu yang memiliki gejala yang sekarang kita kaitkan dengan skizofrenia. Konsep nonspesifik kegilaan telah ada selama ribuan tahun dan skizofrenia hanya diklasifikasikan sebagai gangguan mental yang berbeda oleh Kraepelin pada tahun 1887. Dia adalah orang pertama yang membuat sebuah perbedaan dalam gangguan psikotik antara apa yang disebut dementia praecox dan depresi manik. Kraepelin percaya bahwa dementia praecox utamanya adalah penyakit otak, dan khususnya bentuk dari singkat akal. Kraepelin menamakan dementia praecox (gangguan awal demensia/singkat akal/kemunduran mental) untuk membedakannya dari bentuk-bentuk demensia (singkat akal/kemunduran mental seperti penyakit Alzheimer) yang biasanya terjadi pada akhir usia. Dia menggunakan istilah ini karena studinya difokuskan pada orang dewasa muda dengan demensia/singkat akal/kemunduran mental.Psikiater Swiss, Eugen Bleuler, menciptakan istilah, skizofrenia pada tahun 1911.Dia juga orang pertama yang menggambarkan gejala-gejala sebagai positif atau negatif.Bleuler mengganti namanya menjadi skizofrenia karena jelas bahwa nama yang diberikan oleh Krapelin itu menyesatkan, karena penyakit itu bukan suatu demensia/singkat akal/kemunduran mental (hal itu tidak selalu menyebabkan kemunduran mental) dan kadang-kadang dapat terjadi juga di awal kehidupan. Kata skizofrenia berasal dari akar Yunani orang yg menderita skizofrenia (split) dan phrene (pikiran) untuk menggambarkan pemikiran terfragmentasi orang dengan gangguan tersebut. Istilahnya tidak dimaksudkan untuk menyampaikan gagasan kepribadian ganda atau multiple, yang umum disalahpahami oleh masyarakat luas. Sejak zaman Bleulers, definisi skizofrenia terus berubah, sebagai ilmuwan mencoba untuk lebih akurat melukiskan berbagai jenis penyakit mental. Tanpa mengetahui penyebab pasti dari penyakit ini, para ilmuwan hanya dapat mendasari klasifikasi mereka pada pengamatan bahwa beberapa gejala cenderung terjadi bersamaan.Baik Bleuler dan Kraepelin membagi skizofrenia ke dalam beberapa kategori, berdasarkan gejala menonjol dan prognosis. Selama bertahun-tahun, mereka yang bekerja di bidang ini terus mencoba untuk mengklasifikasikan jenis skizofrenia. Lima jenis yang dimaksud dalam DSM-III: tidak terorganisir, katatonik, paranoid, residu, dan tidak dibedakan. Tiga kategori pertama awalnya diusulkan oleh Kraepelin. Klasifikasi ini, sementara masih bekerja pada DSM-IV, tidak terbukti membantu dalam memprediksi hasil dari gangguan, dan jenis tidak andal didiagnosis. Banyak peneliti menggunakan sistem lain untuk mengklasifikasikan jenis gangguan tersebut, berdasarkan dominan positif vs negatif gejala, perkembangan dari gangguan dalam hal jenis dan keparahan gejala dari waktu ke waktu, dan kejadian yang tidak disengaja lain atas gangguan mental dan sindrom. Dengan membedakan jenis skizofrenia berdasarkan gejala klinis, diharapkan akan membantu untuk menentukan etiologi yang berbeda atau penyebab gangguan tersebut.Bukti bahwa skizofrenia adalah penyakit biologis berbasis otak mempunyai perkembangan pesat selama dua dekade terakhir. Bukti baru-baru ini telah juga telah didukung dengan sistem pencitraan otak dinamis yang sangat tepat menunjukkan gelombang pengalihan jaringan yang terjadi di otak yang menderita skizofrenia.

BAB IIPEMBAHASAN

1. KONSEP SKIZOFRENIA 1.1. Definisi Skizofrenia Skizofrenia adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan suatu gangguan psikiatrik mayor yang ditandai dengan adanya perubahan pada persepsi, pikiran, afek, dan perilaku seseorang. Kesadaran yang jernih dan kemampuan intelektual biasanya tetap terpelihara, walaupun defisit kognitif tertentu dapat berkembang kemudian (Sadock, 2003). Gejala skizofrenia secara garis besar dapat di bagi dalam dua kelompok, yaitu gejala positif dan gejala negatif. Gejala positif berupa delusi, halusinasi, kekacauan pikiran, gaduh gelisah dan perilaku aneh atau bermusuhan. Gejala negatif adalah alam perasaan (afek) tumpul atau mendatar, menarik diri atau isolasi diri dari pergaulan, miskin kontak emosional (pendiam, sulit diajak bicara), pasif, apatis atau acuh tak acuh, sulit berpikir abstrak dan kehilangan dorongan kehendak atau inisiatif.

1.2. Epidemiologi Skizofrenia dapat ditemukan pada semua kelompok masyarakat dan di berbagai daerah. Insiden dan tingkat prevalensi sepanjang hidup secara kasar hampir sama di seluruh dunia. Gangguan ini mengenai hampir 1% populasi dewasa dan biasanya onsetnya pada usia remaja akhir atau awal masa dewasa.Pada laki-laki biasanya gangguan ini mulai pada usia lebih muda yaitu 15-25 tahun sedangkan pada perempuan lebih lambat yaitu sekitar 25-35 tahun. Insiden skizofrenia lebih tinggi pada laki-laki daripada perempuan dan lebih besar di daerah urban dibandingkan daerah rural (Sadock, 2003)

Pasien skizofrenia beresiko meningkatkan risiko penyalahgunaan zat, terutama ketergantungan nikotin. Hampir 90% pasien mengalami ketergantungan nikotin. Pasien skizofrenia juga berisiko untuk bunuh diri dan perilaku menyerang. Bunuh diri merupakan penyebab kematian pasien skizofrenia yang terbanyak, hampir 10% dari pasien skizofrenia yang melakukan bunuh diri (Kazadi, 2008).

Menurut Howard, Castle, Wessely, dan Murray, 1993 di seluruh dunia prevalensi seumur hidup skizofrenia kira-kira sama antara laki-laki dan perempuan diperkirakan sekitar 0,2%-1,5%. Meskipun ada beberapa ketidaksepakatan tentang distribusi skizofrenia di antara laki-laki dan perempuan, perbedaan di antara kedua jenis kelamin dalam hal umur dan onset-nya jelas. Onset untuk perempuan lebih rendah dibandingkan laki-laki, yaitu sampai umur 36 tahun, yang perbandingan risiko onsetnya menjadi terbalik, sehingga lebih banyak perempuan yang mengalami skizofrenia pada usia yang lebih lanjut bila dibandingkan dengan laki-laki (Durand, 2007).

1.3. EtiologiTerdapat beberapa pendekatan yang dominan dalam menganalisa penyebab skizofrenia, antara lain : 1.3.1. Faktor Genetik Menurut Maramis (1995), faktor keturunan juga menentukan timbulnya skizofrenia. Hal ini telah dibuktikan dengan penelitian tentang keluarga-keluarga penderita skizofrenia terutama anak-anak kembar satu telur. Angka kesakitan bagi saudara tiri ialah 0,9 - 1,8%; bagi saudara kandung 7 15%; bagi anak dengan salah satu orangtua yang menderita skizofrenia 7 16%; bila kedua orangtua menderita skizofrenia 40 68%; bagi kembar dua telur (heterozigot) 2 -15%; bagi kembar satu telur (monozigot) 61 86%. Skizofrenia melibatkan lebih dari satu gen, sebuah fenomena yang disebut quantitative trait loci. Skizofrenia yang paling sering kita lihat mungkin disebabkan oleh beberapa gen yang berlokasi di tempat-tempat yang berbeda di seluruh kromosom. Ini juga mengklarifikasikan mengapa ada gradasi tingkat keparahan pada orang-orang yang mengalami gangguan ini (dari ringan sampai berat) dan mengapa risiko untuk mengalami skizofrenia semakin tinggi dengan semakin banyaknya jumlah anggota keluarga yang memiliki penyakit ini (Durand & Barlow, 2007). 1.3.2. Faktor BiokimiaSkizofrenia mungkin berasal dari ketidakseimbangan kimiawi otak yang disebut neurotransmitter, yaitu kimiawi otak yang memungkinkan neuron-neuron berkomunikasi satu sama lain. Beberapa ahli mengatakan bahwa skizofrenia berasal dari aktivitas neurotransmitter dopamine yang berlebihan di bagian-bagian tertentu otak atau dikarenakan sensitivitas yang abnormal terhadap dopamine. Banyak ahli yang berpendapat bahwa aktivitas dopamine yang berlebihan saja tidak cukup untuk skizofrenia. Beberapa neurotransmitter lain seperti serotonin dan norepinephrine tampaknya juga memainkan peranan (Durand, 2007).Dalam hipotesis dopamine yaitu pada skizofrenia terdapat hiperaktivitas sistem dopamine pada jaras mesolimbik dan hipoaktivitas sistem dopamin pada jaras mesocortical. Terdapat lima jaras dopamine pada otak yang dapat dilihat dalam gambar berikut ini :

Gambar: 5 Jaras Dopamine pada Otak(sumber gambar: bahan kuliah psikiatri)

1.3.3. Faktor Psikologis dan SosialFaktor psikososial meliputi adanya kerawanan herediter yang semakin lama semakin kuat, adanya trauma yang bersifat kejiwaan, adanya hubungan orang tua anak yang patogenik, serta interaksi yang patogenik dalam keluarga (wiraminaradja & sutardjo, 2005).Banyak penelitian yang mempelajari bagaimana interaksi dalam keluarga mempengaruhi penderita skizofrenia. Sebagai contoh, istilah schizophregenic mother kadang-kadang digunakan untuk mendeskripsikan tentang ibu yang memiliki sifat dingin, dominan, dan penolak, yang diperkirakan menjadi penyebab skizofrenia pada anak-anaknya (Durand & Barlow, 2007). Menurut Coleman dan Maramis (1994 dalam Baihaqi et al, 2005), keluarga pada masa kanak-kanak memegang peranan penting dalam pembentukan kepribadian. Orangtua terkadang bertindak terlalu banyak untuk anak dan tidak memberi kesempatan anak untuk berkembang, ada kalanya orangtua bertindak terlalu sedikit dan tidak merangsang anak, atau tidak memberi bimbingan dan anjuran yang dibutuhkannya.

1.4. Perjalanan PenyakitPerjalanan penyakit skizofrenia sangat bervariasi pada tiap-tiap individu. Perjalanan klinis skizofrenia berlangsung secara perlahan-lahan, meliputi beberapa fase yang dimulai dari keadaan premorbid, prodromal, fase aktif dan keadaan residual (Sadock, 2003; Buchanan, 2005). Pola gejala premorbid merupakan tanda pertama penyakit skizofrenia, walaupun gejala yang ada dikenali hanya secara retrospektif. Karakteristik gejala skizofrenia yang dimulai pada masa remaja akhir atau permulaan masa dewasa akan diikuti dengan perkembangan gejala prodromal yang berlangsung beberapa hari sampai beberapa bulan. Tanda dan gejala prodromal skizofrenia dapat berupa cemas, gundah (gelisah), merasa diteror atau depresi. Penelitian retrospektif terhadap pasien dengan skizofrenia menyatakan bahwa sebagian penderita mengeluhkan gejala somatik, seperti nyeri kepala, nyeri punggung dan otot, kelemahan dan masalah pencernaan (Sadock, 2003). Fase aktif skizofrenia ditandai dengan gangguan jiwa yang nyata secara klinis, yaitu adanya kekacauan dalam pikiran, perasaan dan perilaku. Penilaian pasien skizofrenia terhadap realita terganggu dan pemahaman diri (tilikan) buruk sampai tidak ada. Fase residual ditandai dengan menghilangnya beberapa gejala klinis skizofrenia. Yang tinggal hanya satu atau dua gejala sisa yang tidak terlalu nyata secara klinis, yaitu dapat berupa penarikan diri (withdrawal) dan perilaku aneh (Buchanan, 2005).Fase residual ditandai dengan menghilangnya beberapa gejala klinis skizofrenia. Yang tinggal hanya satu atau dua gejala sisa yang tidak terlalu nyata secara klinis, yaitu dapat berupa penarikan diri (withdrawal) dan perilaku aneh (Buchanan, 2005). Fase ini memiliki gejala-gejala yang sama dengan Fase Prodromal tetapi gejala positif/psikotiknya sudah berkurang. Di samping gejala-gejala yang terjadi pada ketiga fase di atas, penderita skizofrenia juga mengalami gangguan kognitif berupa gangguan berbicara spontan, mengurutkan peristiwa, kewaspadaan dan eksekutif (atensi, konsentrasi, hubungan sosial) (Luana, 2007). Perjalanan penyakit skizofrenia yang umum adalah memburuk dan remisi. Setelah sakit yang pertama kali, pasien mungkin dapat berfungsi normal untuk waktu lama (remisi), keadaan ini diusahakan dapat terus dipertahankan. Namun yang terjadi biasanya adalah pasien mengalami kekambuhan. Tiap kekambuhan yang terjadi membuat pasien mengalami deteriorasi sehingga ia tidak dapat kembali ke fungsi sebelum ia kambuh. Kadang, setelah episode psikotik lewat, pasien menjadi depresi, dan ini bisa berlangsung seumur hidup. Seiring dengan berjalannya waktu, simtom positif hilang, berkurang, atau tetap ada, sedangkan simptom negatif relatif sulit hilang bahkan bertambah parah.Faktor-faktor resiko tinggi untuk berkembangnya skizofrenia adalah mempunyai anggota keluarga yang menderita skizofrenia, terutama jika salah satu orang tuanya/saudara kembar monozygotnya menderita skizofrenia, kesulitan pada waktu persalinan yang mungkin menyebabkan trauma pada otak, terdapat penyimpangan dalam perkembangan kepribadian, yang terlihat sebagai anak yang sangat pemalu, menarik diri, tidak mempunyai teman, amat tidak patuh, atau sangat penurut, proses berpikir idiosinkratik, sensitive dengan perpisahan, mempunyai orang tua denga sikap paranoid dan gangguan berpikir normal, memiliki gerakan bola mata yang abnormal, menyalahgunakan zat tertentu seperti amfetamin, kanabis, kokain, Mempunyai riwayat epilepsi, memilki ketidakstabilan vasomotor, gangguan pola tidur, kontrol suhu tubuh yang jelek dan tonus otot yang jelek.1.5. Tipe-Tipe SkizofreniaDiagnosa Skizofrenia berawal dari Diagnostik and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM) yaitu: DSM-III (American Psychiatric Assosiation, 1980) dan berlanjut dalam DSM-IV (American Psychiatric Assosiation,1994) dan DSM-IV-TR (American Psychiatric Assosiation,2000). Berikut ini adalah tipe skizofrenia dari DSM-IV-TR 2000. Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala yang dominan yaitu (Davison, 2006) :

1.5.1. Tipe Paranoid Skizofrenia paranoid merupakan salah satu dari beberapa jenis skizofrenia, yaitu suatu penyakit mental yang kronis di mana seseorang kehilangan kontak dengan kenyataan/ realitas (psikosis). Skizofrenia paranoidadalah skizofrenia yang terdiri dari kelainan psikosis yang berkembang perlahan lahan di tandai dengan waham yang menetap, tidak bisa berubah, sistematis dan mempunyai alasan alasan yang tidak masuk akal.Penderita dengan skizofrenia paranoid, kemampuan mereka dalam berpikir dan berfungsi dalam kehidupan sehari-hari mungkin lebih baik dibandingkan dengan jenis lain dari skizofrenia. Mereka mungkin tidak memiliki banyak masalah dengan emosi, ingatan, konsentrasi. Namun, skizofrenia paranoid merupakan suatu kondisi serius, dialami seumur hidup yang dapat menyebabkan banyak komplikasi termasuk perilaku bunuh diri. Meskipun demikian, dengan pengobatan yang efektif mereka dapat mengelola gejala skizofrenia paranoid dan bekerja untuk menjalani hidup sehat dan bahagia.Tanda skizofrenia paranoid antara lain: Halusinasi pendengaran, seperti mendengar suara-suara Delusi, seperti percaya rekan kerja ingin meracuni Anda kegelisahan kemarahan emosi datar kekerasan Banyak berargumentasi (berdebat) Merasa diri penting atau memandang orang lain rendah. Pikiran dan perilaku bunuh diriDengan skizofrenia paranoid, mereka cenderung akan terpengaruh oleh masalah mood (perasaan) atau masalah dengan pemikiran, konsentrasi dan perhatian.Gejala gejala menurut PPDGJ III : Proses pikir diluar sentral cukup baik. Struktur kepribadianya yang retak Gerakan cukup harmonis Keadaan efektif umumnya stabil, bila ada perubahan di dahului perubahan waham.

Gejala kunci:Delusi (waham) dan halusinasi adalah gejala yang membuat skizofrenia paranoid paling berbeda dari jenis lain dari skizofrenia. Delusi. Pada skizofrenia paranoid, delusi yang umum adalah bahwa mereka sedang dipilih untuk sesuatu hal yang terkait dengan sesuatu yang berbahaya. Misalnya, mereka mungkin percaya bahwa pemerintah mengawasi setiap langkah yang mereka lakukan atau bahwa ada rekan kerja yang meracuni makan siangnya. Mereka juga mungkin memiliki waham kebesaran (delusi keagungan) keyakinan bahwa mereka bisa terbang, bahwa mereka terkenal atau bahwa mereka memiliki hubungan dengan orang terkenal, misalnya. Mereka berpegang pada keyakinan palsu meskipun tidak ada bukti. Delusi dapat mengakibatkan agresi atau kekerasan jika mereka percaya mereka harus bertindak membela diri terhadap orang orang yang ingin mencelakai mereka. Halusinasi suara. Sebuah halusinasi pendengaran adalah persepsi suara suara dimana tidak ada orang lain yang ikut mendengar. Suara mungkin suara tunggal atau suara banyak orang. Suara-suara mungkin berbicara baik kepada mereka atau satu sama lain. Suara-suara tersebut biasanya tidak menyenangkan. Suara suara tersebut dapat membuat kritik berkelanjutan dari apa yang penderita pikirkan atau lakukan, atau membuat komentar kejam tentang kesalahan nyata atau kesalahan khayalan dari penderita. Suara juga dapat memerintahkan penderita melakukan hal-hal yang dapat membahayakan diri sendiri atau orang lain. Bila seseorang memiliki skizofrenia paranoid, suara-suara tampak nyata. Penderita mungkin berbicara atau berteriak pada suara tersebut.

Etiologi Skizofrenia paranoid Ambisi yang besar, tetapi tidak mampu mencapai frustasi. Ingin mencapai kepribadian dari kecenderungan dan impuls yang tidak disukai Adanya rasa bersalahBiasanya sering terjadi pada keluarga dengan salah satu orang tua yang bersikap otoriter keras. Hal ini menimbulkan kebencian terhadap orang tua yang otoriter dan identitas yang berlebihan dari orang tua lainya. Timbulnya rasa bersalah yang diatasi dengan cara rasionalisasi. Ide paranoid bervariasi luar, primer ditentukan oleh kebutuhan utama pemuasan diri dan sekunder ditentukan oleh tipe rasionalisasi. Pasien seringkali khawatir kalau kalau wahamnya diragukan orang. Tipe lainya mempunyai waham kebesaran dimana pasien berubah menjadi tuhan, atau nabi- nabi, serta mempunyai kekuatan supranatural atau menjadi pemimpin untuk memperbarui dunia. Pada tipe erotic pasien menjadi percaya banyak orang yang mencintai dirinya.Paranoid sering terjadi pada pasien dengan intelegensi yang tinggi, tetapi energi tidak dipergunakan secara baik. Mungkin hal ini disebabkan karena pasien menemukan bahwa mekanisme pertahanan rasionalisasi dan proyeksi merupakan mekanisme pertahanan yang memuaskan.Psikoterapi yang paling baik biasanya bersifat suportif dan redukatif, dengan tidak mengkritik waham secara langsung, memperkuat kepuasannya atas kesehatan kerja yang dilakukan dalam batas batas kemampuanya, membantu adaptasi sosial yang memuaskan.

1.5.2. Tipe Disorganized (tidak terorganisasi) Bentuk Hebefrenik skizofren yang dikemukakan Kraeplin disebut skizofrenia disorganisasi dalam DSM-IV-TR. Skizofrenia tipe disorganisasi mulai dikenal sekitar 150 tahun yang lalu. Carson dan Butcher (1992) mengemukakan bahwa gangguan skizoprenia tipe ini biasanya muncul pada usia muda dan lebih awal jika dibandingkan dengan gangguan-gangguan skizoprenia lainnya; tampilannya pun berupa disintegrasi kepribadian yang lebih parah. Cara bicara mereka yang mengalami disorganisasi sulit dipahami oleh pendengar. Pasien berbicara secara tidak runut, menggabungkan kata-kata yang terdengar sama dan bahkan menciptakan kata-kata baru. Seringkali disertai kekonyolan atau tawa. Ia dapat memiliki afek datar atau terus menerus mengalami perubahan emosi, yang dapat meledak menjadi tawa atau tangis yang tidak dapat dipahami. Perilaku pasien secara umum tidak terorganisasi, aneh (bizzare) dan tidak bertujuan. Disorganisasi Pembicaraan atau biasa disebut dengan gangguan berfikir formal, yaitu disorganisasi pembicaraan merujuk pada masalah dalam mengorganisai berbagai pemikiran dan dalam berbicara sehingga pendengar tidak dapat memahaminya. Contoh mengenai disorganisasi pembicaraan:Pewawancara : Apakah anda merasa gugup atau tegang dalam beberapa waktu terakhir ini?Pasien : Tidak, saya memiliki kepala selada.Pewawancara : Anda memiliki kepala selada? Saya tidak mengerti.Pasien : Yah itu hanya kepala selada.Pewawancara : Ceritakan kepada saya tentang selada. Apa maksud anda?Pasien : Yah.. selada merupakan transformasi seekor puma mati yang kambuh dicakar singa. Dan ia menelan singa itu kemudian terjadi sesuatu.Disorganisasi perilaku aneh (bizarre) dapat terwujud dalam banyak bentuk. Pasien dapat meledak dalam kemarahan atau konfrontasi singkat yang tidak dapat dimengerti, memakai pakaian yang tidak biasa bertingkah laku seperti anak-anak atau dengan gaya yang konyol, menyimpan makanan, mengumpulkan sampah, atau melakukan perilaku seksual yang tidak pantas seperti melakukan mastrubasi di depan umum, mereka tampak kehilangan kemampuan untuk mengatur perilaku mereka dan menyesuaikannya dengan berbagai standar masyarakat. Mereka juga sulit melakukan tugas-tugas sehari hari dalam hidup.Pasien dengan tipe ini, gejala-gejala psikotiknya sering terlihat nyata dibandingkan dengan pasien skizofrenia yang lainnya. Contohnya : pasien melilitkan pita ke ibu jari atau bergerak tanpa henti, menunjuk ke berbagai objek tanpa alasan yang jelas. Pasien kadang kala mengalami kemunduran sampai ke titik yang tidak pantas, buang air besar dimana saja dan kapan saja. Cara bicara terganggu karena satu hal yang disebut asosiasi longgar atau keluar jalur (derailment). Dalam hal ini pasien dapat lebih berhasil dalam berkomunikasi dengan seorang pendengar tetapi mengalami kesulitan untuk tetap pada satu topik. Ia tampak seolah terbawa oleh aliran asosiasi yang muncul dalam pikiran yang berasal dari suatu pemikiran sebelumnya. Para pasien memberikan deskripsi atas kondisi tersebut. Pikiran saya kacau. Saya mulai berpikir atau berbicara tentang sesuatu, namun saya tidak pernah bisa menyampaikannya. Bahkan, saya berputar-putar kearah yang salah dan berhadapan dengan hal-hal yang ingin saya sampaikan, namun dengan cara yang tidak bisa saya jelaskan. Orang-orang yang mendengarkan pembicaraan saya lebih tidak mengerti dibanding saya sendiri. Masalahnya terlalu banyak yang saya pikirkan. Anda dapat berpikir tentang sesuatu, misalnya asbak itu dan hanya berpikir, o ya, itu tempat untuk meletakkan rokok saya, namun saya akan berpikir tentang itu dan kemudian saya akan berpikir tentang selusin hal lain yang berhubungan dengannya dalam waktu bersamaan (McGhie & Chapman, 1961, hlm. 108) .Gangguan dalam pembicaraan pernah dianggap sebagai symptom klinis utama skizofrenia, dan tetap merupakan salah satu kriteria diagnosis. Namun, bukti mengindikasikan banyak cara bicara pasien skizofrenia tidak mengalami disorganisasi, dan terjadinya disorganisasi bicara tidak membedakan dengan baik antara skizofrenia dengan psikosis lain. Perilaku yang disorganisasi adalah perilaku yang tidak lazim. Untuk mendiagnosa seseorang skizofrenia, seseorang harus menunjukkan 2 atau lebih gejala positif, negatif, atau disorganisasi dengan porsi yang besar selama paling sedikit 1 bulan. Tanda awal skizofrenia seringkali terlihat saat kanak-kanak. Tanda-tanda tersebut perlu untuk diketahui untuk membedakan gejala skizofrenia pada anak dengan proses belajar anak yang masih dalam bentuk bermain. Anak seringkali berimajinasi tentang peran-peran baru dalam permainannya, namun hal tersebut bukanlah sebuah gangguan. Indikator premorbid (pra-sakit) pada anak pre-skizofrenia antara lain:1. Ketidakmampuan anak mengekspresikan emosi (wajah dingin, jarang tersenyum, tak acuh)2. Penyimpangan komunikasi (anak sulit melakukan pembicaraan terarah)3. Gangguan atensi (anak tidak mampu memfokuskan, mempertahankan,serta memindahkan atensi). Adapun gejala awal yang terlihat pada tahap-tahap tertentu dalam perkembangan adalah sebagai berikut:Pada anak perempuan, tampak sangat pemalu, tertutup, menarik diri secara sosial, tidak bisa menikmati rasa senang, dan ekspresi wajah sangat terbatas. Pada anak laki-laki, sering menantang tanpa alasan jelas, dan mengganggu.

1.5.3. Tipe Katatonik Skizofrenia katatonik adalah salah satu jenis skrizofrenia dimana pasien sering kehilangan kesadarannya terhadap realita (psikosis). Ciri utama skizofrenia tipe katatonik menurut DSM-IV adalah gangguan pada psikomotor yang dapat meliputi:1. Ketidakbergerakan motorik seperti katalepsi yaitu posisi kaku tidak bergerak untuk jangka waktu yang lama (seringkali berhari-hari atau minggu,bahkan lebih), waxy flexibility (keadaan dimana pasien dapat diubah posisi tubuhnya oleh orang lain (seakan mereka terbuat dari lilin) dan pasien dapat mempertahankan posisi tubuh tersebut dalam jangka waktu yang lama) , dan stupor yaitu pasien tidak menunjukan perhatiannya sama sekali terhadap lingkungan sekitarnya.2. Gaduh gelisah katatonik yang merupakan aktivitas motorik yang berlebihan (excessive motor activity) tanpa disertai emosi dan rangsangan dari luar.3. Negativism yang ekstrim, yaitu ketidakinginan untuk mengikuti instruksi atau melakukan kebalikan dari instruksi yang diberikan.4. Rigidity yaitu tetap mempertahankan postur tubuh kaku walaupun diubah postur tubuhnya. 5. Mutism yaitu sama sekali tidak mau berbicara dan beromunikasi.6. Keanehan dalam sikap tubuh (bizarre posture), gerakan tubuh dan melakukan gerakan-gerakan yang tidak terkendali.7. Echolia (mengulang ucapan orang lain) dan echopraxia (mengikuti tingkah laku orang lain).Selain itu, ciri pada pasien skizofrenia katatonik dapat berupa excitement yaitu kondisi riang berlebihan sehingga dapat berteriak dan berbicara tanpa henti, tidak runut, serta selalu bergerak dengan cepat dan penuh semangat. Pasien skizofrenia katatonik juga biasanya memiliki mimik muka yang datar, pandangan kosong ataupun tidak biasa seperti meringis.

1.5.4. Tipe Undifferentiated Skizofrenia yang termasuk kategori undifferentiated merupakan skizofrenia yang mempunyai karakteristik dari simptom positif dan negatif dari skizofrenia namun tidak memenuhi kriteria spesifik untuk dikategorikan sebagai salah satu dari subtipe skizofrenia paranoid, disorganized, maupun katatonik. Simptom dari seseorang dapat berfluktuasi di berbagai titik dalam satu waktu, yang menimbulkan ketidakpastian untuk mengategorisasikan dalam subtipe yang sesuai. Para orang lain dapat menunjukan gejala yang stabil sepanjang waktu namun masih tetap tidak cocok pada salah satu subtipe yang khas dari skizofrenia. Diagnosis dari subtipe undifferentiated dapat digambarkan sebagai sindrom klinis campuran (Bengston, 2006).Diagnosis dari skizofrenia undifferentiated sulit dibuat karena tergantung pada pembentukan perkembangan progresif yang lambat dari simptom karakteristik negatif tanpa riwayat halusinasi, delusi, atau manifestasi lain dari episode psikotik sebelumnya, dan dengan perubahan yang signifikan dalam perilaku pribadi, yang dimanifestasi dengan hilangnya minat, kemalasan, dan penarikan sosial (Bengston, 2006).Tipe Undifferentiated merupakan tipe skizofrenia yang menampilkan perubahan pola simptom-simptom yang cepat menyangkut semua indikator skizofrenia. Misalnya, indikasi yang sangat ruwet, kebingungan (confusion), emosi yang tidak dapat dipegang karena berubah-ubah, adanya delusi, referensi yang berubah-ubah atau salah, adanya ketergugahan yang sangat besar, autisme seperti mimpi, depresi, dan sewaktu-waktu juga ada fase yang menunjukkan ketakutan.

1.5.5. Tipe Residual

Menurut DSM IV, tipe residual ditandai oleh bukti-bukti yang terus menerus adanya gangguan skizofrenik, tanpa adanya kumpulan lengkap gejala aktif atau gejala yang cukup untuk memenuhi tipe lain skizofrenia. Penumpulan emosional, penarikan social, perilaku eksentrik, pikiran yang tidak logis, dan pengenduran asosiasi ringan adalah sering ditemukan pada tipe residual. Jika waham atau halusinasi ditemukan maka hal tersebut tidak menonjol dan tidak disertai afek yang kuat. Tipe ini merupakan kategori yang dianggap telah terlepas dari skizofrenia tetapi masih memperlihatkan gejala-gejala residual atau sisa, seperti keyakinan-keyakinan negatif, atau mungkin masih memiliki ide-ide tidak wajar yang tidak sepenuhnya delusional. Gejala-gejala residual itu dapat meliputi menarik diri secara sosial, pikiran-pikiran ganjil, inaktivitas, dan afek datar.Untuk suatu diagnosis yang meyakinkan, persyaratan berikut ini harus dipenuhi :a. Gejala negative dari skizofrenia yang menonjol misalnya perlambatan psikomotorik, aktivitas menurun, afek yang menumpul, sikap pasif dan ketiadaan inisiatif, kemiskinan dalam kuantitas atau isi pembicaraan, komunikasi non-verbal yang buruk seperti dalam ekspresi muka, kontak mata, modulasi suara, dan posisi tubuh, perawatan diri dan kinerja sosial yang buruk;b. Sedikitnya ada riwayat satu episode psikotik yang jelas di masa lampau yang memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofenia;c. Sedikitnya sudah melampaui kurun waktu satu tahun dimana intensitas dan frekuensi gejala yang nyata seperti waham dan halusinasi telah sangat berkurang (minimal) dan telah timbul sindrom negative dari skizofrenia;d. Tidak terdapat dementia atau penyakit / gangguan otak organik lain, depresi kronis atau institusionalisasi yang dapat menjelaskan disabilitas negative tersebut.

1.6. PenatalaksanaanPenatalaksanaan pada pasien skizofrenia dapat berupa terapi bilogis, dan terapi psikososial.1.6.1. Terapi BiologisPada penatalaksanaan terapi biologis terdapat dua bagian yaitu terapi dengan menggunakan obat antipsikosis dan terapi elektrokonvulsif.1. Terapi Obat-ObatanFenothiazin merupakan obat antipsikotik yang paling banyak digunakan. Obat ini menjadi perhatian setelah ditemukannya antihistamin yang mengandung nucleus fenothiazin. Fenothiazin ini memiliki efek terapeutik dengan menghambat berbagai reseptor dopamine dalam otak sehingga mengurangi pengaruh dopamine pada pikiran, emosi, dan perilaku. Terapi dengan penggunaan obat antipsikosis dapat meredakan gejala-gejala skizofrenia. Obat-obat lain yang digunakan adalah chlorpromazine (thorazine) dan fluphenazine decanoate (prolixin). Kedua obat tersebut termasuk kelompok obat phenothiazines, reserpine (serpasil), dan haloperidol (haldol). Obat ini disebut obat penenang utama. Obat tersebut dapat menimbulkan rasa kantuk dan kelesuan, tetapi tidak mengakibatkan tidur yang lelap, sekalipun dalam dosis yang sangat tinggi (orang tersebut dapat dengan mudah terbangun). Obat ini cukup tepat bagi penderita skizofrenia yang tampaknya tidak dapat menyaring stimulus yang tidak relevan (Durand, 2007). Ada pula obat-obatan tambahan yang dapat digunakan, diantaranya adalah lithium, antidepresan, antikonvulsan, serta obat penenang. Obat-obatan yang digunakan tersebut hanya dapat mengurangi symptom- simptom positif skizofrenia, namun berefek sedikit pada symptom negative. Obat-obatan ini dapat menimbulkan rasa kantuk dan kelesuan, tapi tidak tertidur lelap sekalipun dengan dosis yang tinggi.Bukti menunjukkan bahwa obat antipsikotik ini bekerja pada bagian batang otak, yaitu system retikulernya, yang selalu mengendalikan masukan berita dari alat indera pada cortex cerebral. Obat-obatan ini tampaknya mengurangi masukan sensorik pada system retikuler, sehingga informasi tidak mencapai cortex cerebral. Obat-obat antipsikotik ini memiliki efek samping yang umum dilaporkan seperti mulut kering, pusing, penglihatan kabur, sulit berkonsentrasi, tidak bisa tenang, dan disfungsi social. Selain itu juga terdapat dampak sampingan yang lebih serius dalam beberapa hal, misalnya tekanan darah rendah dan gangguan otot yang menyebabkan gerakan mulut membuat gerakan menghisap, bibir mengecap, dan dagu bergerak kekanan dan kiri yang tidak dapat dikendalikan yang disebut dyskinesia tardif, biasanya gangguan ini terjadi pada pasien yang berusia lanjut. Terdapat pula sekumpulan efek samping yang mengganggu yang disebut efek samping ekstra piramidal yang berakar dari berbagai disfungsi batang syaraf yang menjulur dari otak ke neuro motoric pada tulang belakang. Efek ini mirip dengan symptom penyakit Parkinson.2. Terapi Elektrokonvulsif (ECT)Terapi Elektrokonvulsif juga dikenal sebagai terapi electroshock pada penatalaksanaan terapi biologis. Pada akhir 1930-an, electroconvulsive therapy (ECT) diperkenalkan sebagai penanganan untuk skizofrenia.Tetapi terapi ini telah menjadi pokok perdebatan dan keprihatinan masyarakat karena beberapa alasan. ECT ini digunakan di berbagai rumah sakit jiwa pada berbagai gangguan jiwa, termasuk skizofrenia. Di masa lalu ECT ini dianggap sebagai pengalaman yang sangat menakutkan pasien. Pasien seringkali tidak bangun lagi setelah aliran listrik dialirkan ketubuhnya dan mengakibatkan ketidaksadaran sementara, serta seringkali menderita kerancuan pikiran dan hilangnya ingatan setelah itu. Adakalanya intensitas kekejangan otot yang menyertai serangan otak mengakibatkan berbagai cacat fisik. Namun pasien yang menggunakan terapi ini sekarang diberi obat bius ringan terlebih dahulu dan kemudian disuntik dengan penenang otot. Aliran listrik yang sangat lemah dialirkan keotak melalui kedua pelipis atau pada pelipis yang menganding belahan otak yang tidak dominan. Hanya aliran ringan yang dibutuhkan untuk menghasilkan serangan otak yang diberikan, karena serangan itu sendiri yang bersifat terapis, bukan aliran listriknya. Penenang otot mencegah terjadinya kekejangan otot tubuh dan kemungkinan luka. Pasien bangun beberapa menit dan tidak ingat apa-apa tentang pengobatan yang dilakukan. Kerancuan pikiran dan hilang ingatan tidak terjadi, terutama bila aliran listrik hanya diberikan kepada belahan otak yang tidak dominant (non dominant hemisphere). Empat sampai enam kali pengobatan semacam ini biasanya dilakukan dalam jangka waktu 2 minggu. Akan tetapi, ECT ini tidak cukup berhasil untuk penyembuhan schizophrenia, namun lebih efektif untuk penyembuhan penderita depresi tertentu (Atkinson, et al.,1991).Menurut Fink dan Sackeim (1996) antusiasme awal terhadap ECT semakin memudar karena metode ini kemudian diketahui tidak menguntungkan bagi sebagian besar penderita skizofrenia meskipun penggunaan terapi ini masih dilakukan hingga saat ini. Sebelum prosedur ECT yang lebih manusiawi dikembangkan, ECT merupakan pengalaman yang sangat menakutkan pasien. Pasien seringkali tidak bangun lagi setelah aliran listrik dialirkan ke tubuhnya dan mengakibatkan ketidaksadaran sementara, serta seringkali menderita keracunan pikiran dan hilangnya ingatan setelah itu. Adakalanya, intensitas kekejangan otot yang menyertai serangan otak mengakibatkan berbagai cacat fisik (Durand, 2007).

1.6.2. Terapi Psikososial

Gejala-gejala gangguan skizofrenia yang kronik mengakibatkan situasi pengobatan di dalam maupun di luar Rumah Sakit Jiwa (RSJ) menjadi monoton dan menjemukan. Secara historis, sejumlah penanganan psikososial telah diberikan pada pasien skizofrenia, yang mencerminkan adanya keyakinan bahwa gangguan ini merupakan akibat masalah adaptasi terhadap dunia karena berbagai pengalaman yang dialami di usia dini. Pada terapi psikososial terdapat dua bagian yaitu terapi kelompok dan terapi keluarga (Durand, 2007).

a. Terapi KelompokBanyak masalah emosional menyangkut kesulitan seseorang dalam berhubungan dengan orang lain, yang dapat menyebabkan seseorang berusaha menghindari relasinya dengan orang lain, mengisolasi diri, sehingga menyebabkan pola penyelesaian masalah yang dilakukannya tidak tepat dan tidak sesuai dengan dunia empiris. Dalam menangani kasus tersebut, terapi kelompok akan sangat bermanfaat bagi proses penyembuhan klien, khususnya klien schizophrenia.Terapi kelompok merupakan salah satu jenis terapi humanistik. Pada terapi ini, beberapa klien berkumpul dan saling berkomunikasi dan terapis berperan sebagai fasilitator dan sebagai pemberi arah di dalamnya. Para peserta terapi saling memberikan feedback tentang pikiran dan perasaan yang dialami. Peserta diposisikan pada situasi sosial yang mendorong peserta untuk berkomunikasi, sehingga dapat memperkaya pengalaman peserta dalam kemampuan berkomunikasi.

b. Terapi KeluargaPada terapi keluarga merupakan suatu bentuk khusus dari terapi kelompok. Terapi ini digunakan untuk penderita yang telah keluar dari rumah sakit jiwa dan tinggal bersama keluarganya. Keluarga berusaha untuk menghindari ungkapan-ungkapan emosi yang bisa mengakibatkan penyakit penderita kambuh kembali. Dalam hal ini, keluarga diberi informasi tentang cara-cara untuk mengekspresikan perasaan-perasaan, baik yang positif maupun yang negatif secara konstruktif dan jelas, dan untuk memecahkan setiap persoalan secara bersama-sama. Keluarga diberi pengetahuan tentang keadaan penderita dan cara-cara untuk menghadapinya. Dari beberapa penelitian, seperti yang dilakukan oleh Fallon (Davison, et al., 1994; Rathus, et al., 1991) ternyata campur tangan keluarga sangat membantu dalam proses penyembuhan, atau sekurang-kurangnya mencegah kambuhnya penyakit penderita, dibandingkan dengan terapi-terapi secara individual.

2. KEKAMBUHAN KEMBALI (RELAPS)Kekambuhan pasien skizofrenia adalah istilah yang secara relatif merefleksikan perburukan gejala atau perilaku yang membahayakan pasien dan atau lingkungannya. Tingkat kekambuhan sering di ukur dengan menilai waktu antara lepas rawat dari perawatan terakhir sampai perawatan berikutnya dan jumlah rawat inap pada periode tertentu (Pratt, 2006). Keputusan untuk melakukan rawat inap di rumah sakit pada pasien skizofrenia adalah hal terutama yang dilakukan atas indikasi keamanan pasien karena adanya kekambuhan yang tampak dengan tindakan seperti ide bunuh diri atau mencelakakan orang lain, dan bila terdapat perilaku yang sangat terdisorganisasi atau tidak wajar termasuk bila pasien tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar berupa makan, perawatan diri dan tempat tinggalnya. Selain itu rawat inap rumah sakit diperlukan untuk hal-hal yang berkaitan dengan diagnostik dan stabilisasi pemberian medikasi (Durand, 2007). Perawatan pasien skizofrenia cenderung berulang (recurrent), apapun bentuk subtipe penyakitnya. Tingkat kekambuhan lebih tinggi pada pasien skizofrenia yang hidup bersama anggota keluarga yang penuh ketegangan, permusuhan dan keluarga yang memperlihatkan kecemasan yang berlebihan. Tingkat kekambuhan dipengaruhi juga oleh stress dalam kehidupan, seperti hal yang berkaitan dengan keuangan dan pekerjaan. Keluarga merupakan bagian yang penting dalam proses pengobatan pasien dengan skizofrenia.Keluarga berperan dalam deteksi dini, proses penyembuhan dan pencegahan kekambuhan. Penelitian pada keluarga di Amerika, membuktikan bahwa peranan keluarga yang baik akan mengurangi angka perawatan di rumah sakit, kekambuhan, dan memperpanjang waktu antara kekambuhan.Meskipun angka kekambuhan tidak secara otomatis dapat dijadikan sebagai kriteria kesuksesan suatu pengobatan skizofrenia, tetapi parameter ini cukup signifikan dalam beberapa aspek. Setiap kekambuhan berpotensi menimbulkan bahaya bagi pasien dan keluarganya, yakni seringkali mengakibatkan perawatan kembali/rehospitalisasi dan membengkaknya biaya pengobatan.

3. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KETIDAKPATUHAN MINUM OBATFaktor yang paling penting sehubungan dengan kekambuhan pada skizofrenia adalah ketidakpatuhan meminum obat. Salah satu terapi pada pasien skizofrenia adalah pemberian antipsikosis. Obat tersebut akan bekerja bila dipakai dengan benar tetapi banyak dijumpai pasien skizofrenia tidak menggunakan obat mereka secara rutin. Kira-kira 7% orang-orang yang diberi resep obat-obat antipsikotik menolak memakainya (Hoge, 1990). Penelitian tentang prevalensi ketidakpatuhan menunjukkan bahwa sebagian besar penderita skizofrenia berhenti memakai obat dari waktu ke waktu. Sebuah studi follow-up sebagai contoh menemukan bahwa selama kurun waktu dua tahun, tiga diantara empat pasien yang diteliti menolak memakai obat antipsikotiknya selama paling tidak seminggu (Durand, 2007).Menurut Tambayong (2002) faktor ketidakpatuhan terhadap pengobatan adalah kurang pahamnya pasien tentang tujuan pengobatan, tidak mengertinya pasien tentang pentingnya mengikuti aturan pengobatan yang ditetapkan sehubungan dengan prognosisnya, sukarnya memperoleh obat di luar rumah sakit, mahalnya harga obat, dan kurangnya perhatian dan kepedulian keluarga yang mungkin bertanggung jawab atas pembelian atau pemberian obat kepada pasien. Terapi obat yang efektif dan aman hanya dapat dicapai bila pasien mengetahui seluk beluk pengobatan serta kegunaannya.Menurut Siregar (2006) ketidakpatuhan pemakaian obat akan mengakibatkan penggunaan suatu obat yang berkurang. Dengan demikian, pasien akan kehilangan manfaat terapi yang diantisipasi dan kemungkinan mengakibatkan kondisi yang diobati secara bertahap menjadi buruk. Adapun berbagai faktor yang berkaitan dengan ketidakpatuhan, antara lain :

3.1. PenyakitSifat kesakitan pasien dalam beberapa keadaan, dapat berkontribusi pada ketidakpatuhan. Pada pasien dengan gangguan psikiatrik, kemampuan untuk bekerja sama, demikian juga sikap terhadap pengobatan mungkin dirusak oleh adanya kesakitan, dan individu-individu ini lebih mungkin tidak patuh daripada pasien lain. Berbagai studi dari pasien dengan kondisi seperti pasien skizofrenia telah menunjukkan suatu kejadian ketidakpatuhan yang tinggi. Pasien cenderung menjadi putus asa dengan program terapi yang lama dan tidak menghasilkan kesembuhan kondisi.Apabila seorang pasien mengalami gejala yang signifikan dan terapi dihentikan sebelum waktunya, ia akan lebih memperhatikan menggunakan obatnya dengan benar. Beberapa studi menunjukan adanya suatu korelasi antara keparahan penyakit dan kepatuhan, hal itu tidak dapat dianggap bahwa pasien ini akan patuh dengan regimen terapi mereka. Hubungan antara tingkat ketidakmampuan yang disebabkan suatu penyakit dan kepatuhan dapat lebih baik, serta diharapkan bahwa meningkatnya ketidakmampuan akan memotivasi kepatuhan pada kebanyakan pasien.Permasalahan yang lain adalah model kepercayaan pasien tentang kesehatannya, dimana menggambarkan pikiran pasien tentang penyebab dan keparahan penyakit mereka. Banyak orang menilai bahwa skizofrenia adalah penyakit yang kurang penting dan tidak begitu serius dibandingkan penyakit penyakit lain seperti diabetes, epilepsi dan kanker. Jadi jelas bahwa jika mereka mempercayai penyakitnya tidak begitu serius dan tidak penting untuk diterapi maka ketidakpatuhan dapat terjadi. Begitu juga persepsi sosial juga berpengaruh. Jika persepsi sosial buruk maka pasien akan berusaha menghindari setiap hal tentang penyakitnya termasuk pengobatan. Sikap pasien terhadap pengobatan juga perlu diperhitungkan dalam hubungannya terhadap kepatuhan pasien terhadap pengobatan. Sangatlah penting untuk mengamati, berdiskusi dan jika memungkinkan mencoba untuk merubah sikap pasien terhadap pengobatan. Pada pasien skizofrenia sikap pasien terhadap pengobatan dengan antipsikotik bervariasi dari yang sangat negatif sampai sangat positif.

3.2. Regimen Terapi3.2.1. Terapi Multi ObatPada umumnya, makin banyak jenis dan jumlah obat yang digunakan pasien, semakin tinggi resiko ketidakpatuhan. Bahkan, apabila instruksi dosis tertentu untuk obat telah diberikan, masalah masih dapat terjadi. Kesamaan penampilan (misalnya, ukuran, warna, dan bentuk) obat-obat tertentu dapat berkontribusi pada kebingungan yang dapat terjadi dalam penggunaan multi obat. 3.2.2. Frekuensi Pemberian Pemberian obat pada jangka waktu yang sering membuat ketidakpatuhan lebih mungkin karena jadwal rutin normal atau jadwal kerja pasien akan terganggu untuk pengambilan satu dosis obat dan dalam banyak kasus pasien akan lupa, tidak ingin susah atau malu berbuat demikian. Sikap pasien terhadap kesakitan dan regimen pengobatan mereka juga perlu diantisipasi dan diperhatikan. Dalam kebanyakan situasi adalah wajar mengharapkan bahwa pasien akan setuju dan lebih cenderung patuh dengan suatu regimen dosis yang sederhana dan menyenangkan. 3.2.3. Durasi dan Terapi Berbagai studi menunjukkan bahwa tingkat ketidakpatuhan menjadi lebih besar, apabila periode pengobatan lama. Seperti telah disebutkan, suatu risiko yang lebih besar dari ketidakpatuhan perlu diantisipasi dalam pasien yang mempunyai penyakit kronik, terutama jika penghentian terapi mungkin tidak berhubungan dengan terjadinya kembali segera atau memburuknya kesakitan. Ketaatan pada pengobatan jangka panjang lebih sulit dicapai. Walaupun tidak ada intervensi tunggal yang berguna untuk meningkatkan ketaatan, kombinasi instruksi yang jelas, pemantauan sendiri oleh pasien, dukungan sosial, petunjuk bila menggunakan obat, dan diskusi kelompok.3.2.4. Efek MerugikanPerkembangan dari efek suatu obat tidak menyenangkan, memungkinkan menghindar dari kepatuhan, walaupun berbagai studi menyarankan bahwa hal ini tidak merupakan faktor penting sebagaimana diharapkan. Dalam beberapa situasi adalah mungkin mengubah dosis atau menggunakan obat alternatif untuk meminimalkan efek merugikan. Namun, dalam kasus lain alternatif dapat ditiadakan dan manfaat yang diharapkan dari terapi harus dipertimbangkan terhadap risiko. Penurunan mutu kehidupan yang diakibatkan efek, seperti mual dan muntah yang hebat, mungkin begitu penting bagi beberapa individu sehingga mereka tidak patuh dengan suatu regimen. Kemampuan beberapa obat tertentu menyebabkan disfungsi seksual, juga telah disebut sebagai suatu alasan untuk ketidakpatuhan oleh beberapa pasien dengan zat antipsikotik dan antihipertensi. Bahkan, suatu peringatan tentang kemungkinan reaksi merugikan dapat terjadi pada beberapa individu yang tidak patuh dengan instruksi. 3.2.5. Pasien Asimtomatik (Tidak Ada Gejala) atau Gejala Sudah Reda Sulit meyakinkan seorang pasien tentang nilai terapi obat, apabila pasien tidak mengalami gejala sebelum memulai terapi. Pada suatu kondisi dimana manfaat terapi obat tidak secara langsung nyata, termasuk keadaan bahwa suatu obat digunakan berbasis profilaksis. Dalam kondisi lain, pasien dapat merasa baik setelah menggunakan obat dan merasa bahwa ia tidak perlu lebih lama menggunakan obatnya setelah reda. Situasi sering terjadi ketika seseorang pasien tidak menghabiskan obatnya ketika menghabiskan obatnya selama terapi antibiotik, setelah ia merasa bahwa infeksi telah terkendali. Praktik ini meningkatkan kemungkinan terjadinya kembali infeksi dan pasien wajib diberi nasihat untuk menggunakan seluruh obat selama terapi antibiotik.3.2.6. Harga Obat Walaupun ketidakpatuhan sering terjadi dengan penggunaan obat yang relatif tidak mahal, dapat diantisipasi bahwa pasien akan lebih enggan mematuhi instruksi penggunaan obat yang lebih mahal. Biaya yang terlibat telah disebut oleh beberapa pasien sebagai alasan untuk tidak menebus resepnya sama sekali, sedang dalam kasus lain obat digunakan kurang sering dari yang dimaksudkan atau penghentian penggunaan sebelum waktunya disebabkan harga. 3.2.7. Pemberian/Konsumsi Obat Walau seorang pasien mungkin bermaksud secara penuh untuk patuh pada instruksi, ia mungkin kurang hati-hati menerima kuantitas obat yang salah disebabkan pengukuran obat yang tidak benar atau penggunaan alat ukur yang tidak tepat. Misalnya, sendok teh mungkin volumenya berkisar antara 2mL sampai 9mL. Ketidakakurasian penggunaan sendok teh untuk mengkonsumsi obat cair dipersulit oleh kemungkinan tumpah apabila pasien diminta mengukur dengan sendok teh. Walaupun masalah ini telah lama diketahui, masih belum diperhatikan secara efektif dan pentingnya menyediakan mangkok ukur bagi pasien, sempril oral atau alat penetes yang telah dikalibrasi untuk penggunaan cairan oral adalah jelas. Akurasi dalam pengukuran obat, harus ditekankan dan apoteker mempunyai suatu tanggung jawab penting untuk memberikan informasi serta jika perlu, menyediakan alat yang teoat untuk memastikan pemberian jumlah obat yang dimaksudkan.3.2.8. Rasa Obat Rasa obat-obatan adalah yang paling umum dihadapi dengan penggunaan cairan oral. Oleh karena itu, dalam formulasi obat cair oral, penambah penawar rasa, dan zat warna adalah praktik yang umum dilakukan oleh industri farmasi untuk daya tarik serta pendekatan formulasi demikian dapat mempermudah pemberian obat kepada pasien.

DAFTAR PUSTAKA

1. Bengston, M. (2006). Undifferentiated Schizophrenia.Psych Central. Retrieved on October 14, 2013, from http://psychcentral.com/lib/undifferentiated-schizophrenia/0001502. Djopie. (2012). Skizofrenia Paranoid. http://kesehatan-tips.blogspot.com/2012/04/skizofrenia-paranoid.html. Diunduh tanggal 14 Oktober 2013 pukul 10.203. Jiwo, Tirto. (2013). Skizofrenia Paranoid: Pengertian dan Gejala. http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:icB3MIlROeEJ:tirtojiwo.org/%3Fp%3D1238+&cd=6&hl=id&ct=clnk. Diunduh tanggal 14 Oktober 2013 pukul 09.454. http://kesehatan.kompasiana.com/kejiwaan/2013/01/26/disorganized-skizofrenia-528798.html diakses pada tanggal 14 Oktober pukul 11.055. https://psikologiabnormal.wikispaces.com/Skizofrenia+Disorganized diakses pada tanggal 14 Oktober 2013 pukul 10.356. ebook: Kesehatan Mental 1 oleh Drs. Yustinus Semium, OFM.7. http://books.google.co.id/books?id=buwj_j_4mukC&pg=PA34&lpg=PA34&dq=skizofreniform+adalah&source=bl&ots=LR0LX33cVA&sig=BmA8Joe3B-8E1nTyxeAYtEIwywI&hl=en&sa=X&ei=vlFaUvb0LcuVrgfX04HQBA&redir_esc=y#v=onepage&q=skizofreniform%20adalah&f=false8. http://psychcentral.com/lib/catatonic-schizophrenia/000147 diunduh tanggal 11 Oktober 20139. http://psikologiabnormal.wikispaces.com/Skizofrenia+Katatonik diunduh tanggal 11 Oktober 201310. www.dmacc.edu/instructors/tkwilson2/AbSchizophreniaDSM.pdf11. diunduh tanggal 11 Oktober 201312. http://www.schizophrenia.com13. http://www.vdshared.com/index.php/alam-54/34-dunia-manusia/110-gejala-skizofrenia pada tanggal 14 Oktober 2013 pukul 20.3714. http://dona_eka_p.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/32806/09+Pertemuan+Ke-9+Skizofrenia.ppt diunduh pada tanggal 14 Oktober 2013 pukul 20.1215. http://yumizone.wordpress.com/2009/01/10/skizofrenia/ pada tanggal 14 Oktober 2013 pukul 20.04 16. http://www.mdguidelines.com/psychotic-disorder-unspecified pada tanggal 15 Oktober 2013 pukul 07.4017. http://ikextx.weebly.com/uploads/4/6/9/3/469349/presentation_psikosis_akut.ppt18. (1.Psikologi Abnormal Edisi ke-9 : Gerald C Davidson, John M. Neale, Ann M Kring :2006) http://abnormalpsychologyschizophrenia.blogspot.com/2011/08/jenis-penanganan-skizofrenia.html19. http://indrasagita.blogspot.com/p/terapi-skizofrenia.html20. Sumber : http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/32883/4/Chapter%20II.pdf

28