Proposal Penelitian Warna

download Proposal Penelitian Warna

If you can't read please download the document

Transcript of Proposal Penelitian Warna

1

BAB I PENDAHULUAN

Latar Belakang Setiap orang mengalami sesuatu yang disebut stres sepanjang kehidupannya. Stres dapat memberi stimulus terhadap perubahan dan perkembangan, dan dalam hal ini sesuatu stres adalah positif dan bahkan diperlukan. Namun demikian, terlalu banyak stres dapat mengakibatkan penyesuaian yang buruk, penyakit fisik, dan ketidakmampuan untuk mengatasi atau koping terhadap masalah (Potter and Perry, 2005: 476). Stres dapat dialami oleh siapapun,

kapanpun,dimanapun dan dalam keadaan apapun sehingga sulit bagi peneliti untuk mengetahui prevalensi kejadian stres karena memang stress bukanlah penyakit yang bisa diukur tingkat kejadianya.

Stress adalah segala situasi di mana tuntutan non-spesifik mengharuskan seseorang individu untuk berespon atau melakukan tindakan. (Selye, 1976 dalam Potter and Perry, 2005: 476). Dengan demikian stres pada seseorang dapat menimbulkan respon baik fisiologis maupun psikologis yang ditunjukan karena adanya stimulasi pada otak untuk mensekresi hormon-hormon stres yang dapat mempengaruhi sistem tubuh. Hal ini diperkuat dengan adanya sebuah penelitian yang telah dilakukan yang menunjukan adanya suatu hubungan antara peristiwa yang menegangkan atau penuh stres dengan berbagai kelainan fisik dan psikiatrik (Yatkin & Labban, 1992 dalam Potter and Perry, 2005: 476). Adapun tanda-tanda fisiologis pada seseorang yang mengalami stres umumnya

ditunjukan dengan meningkatnya denyut jantung, tekanan darah, dan gangguan

gastrointestinal, peningkatan frekuensi napas, sakit kepala, ketegangan otot, gangguan tidur, dan lain sebagaianya.

Perubahan dalam lingkungan internal dan eksternal dapat mengganggu fungsi suatu organisme dan hal ini penting bagi organisme untuk mengadaptasikan stresor sehingga organisme tersebut dapat bertahan. (Claude Bernard, 1897 dalam Potter and Perry, 2005: 476). Seseorang yang sakit dan dirawat di Rumah Sakit secara langsung mengalami perubahan lingkungan, yang tadinya tinggal di lingkungan yang ia kenal seperti rumahnya sendiri sekarang harus pindah ke lingkungan baru sehingga dapat menjadi stresor yang dapat mengakibatkan adanya ketidaknyamanan karena adaptasi terhadap lingkungan yang baru dan menimbulkan ketegangan yang menyebabkan pasien stres yang dapat mempengaruhi perkembangan penyakit pasien.

Rumah sakit merupakan tempat pelayanan kesehatan untuk manusia yang memiliki kekhususan dalam melayani manusia yang membutuhkan

pemeliharaan, pelayanan, dan penyembuhan baik fisik maupun mental. Manusia yang demikian tentunya memiliki tempramen khusus yang penuh emosional (Darmaprawira, 2002: 135). Telah umum diketahui bahwa piramida lima kebutuhan dasar manusia yang dikenalkan Maslow merupakan kebutuhan dasar yang harus terpenuhi salah satunya kebutuhan rasa aman nyaman, seorang pasien rumah sakit yang mengalami stres dapat dipasti kebutuhan rasa aman nyamanya tidak terpenuhi sehingga sudah menjadi tugas perawat untuk membantu pasien dalam memenuhi kebutuhan dasarnya tersebut yaitu dengan melakukan relaksasi sebagai salah satu tindakan keperawatan manajemen stres.

3

Sudah umum diketahui bahwa warna dapat mempengaruhi jiwa manusia dengan kuat atau dapat mempengaruhi emosi manusia. (Darmaprawira, 2002: 30). Warna mempunyai sifat-sifat fisikalis yang dapat ditentukan dengan kriteria panjang gelombang warna, intensitas sinar, intensitas/ kejenuhan warna. (Darmojuwono,1989: 33). Adanya sifat fisikalis yang dimiliki warna mengakibatkan timbulnya gelombang-gelombang warna dari hasil pantulan dari specktrum cahaya sehingga dapat dipersepsikan oleh setiap manusia yang tidak mengalami kecacatan indera penglihatan sehingga akan timbulnya reaksi yang menyeluruh pada tubuh. Dengan demikian warna digunakan sebagai media salah satu pengobatan alternatif yang digunakan didunia kesehatan untuk penyembuhan berbagai penyakit yang sudah diperkenalkan sejak berabad-abad yang lalu yang dikenal dengan nama terapi warna atau Color therapy yang dikenal dengan istilah kromaterapi.

Dalam aktifitas manusia, warna membangkitkan kekuatan perasaan untuk bangkit atau pasif, baik dalam penggunaan interior Maupun untuk berpakaian, mulai dari kegairakan sampai kepada yang santai. Birren melaporkan hasil penelitiannya bahwa warna mempengaruhi detak jantung, aktivitas otak, pernafasan, dan tekanan darah (Darmaprawira, 2002: 38).

Warna yang digunakan dalam terapi warna untuk menangani stres pada pasien rawat inap ini menggunakan warna-warna psikologis kelompok sejuk yang cocok untuk metode relaksasi yaitu keluarga hijau kebiruan dan biru kehijauan. Terapi warna yang dilakukaan bertujuan untuk relaksasi sehingga dapat menciptakan mood yang baik pada pasien sehingga dengan adanya mood yang

baik dapat mempengaruhi sistem imun pasien, karena reaksi organisme manusia terhadap warna adalah suatu kejadian yang amat kompleks yang memasuki segenap fisik secara menyeluruh (Darmaprawira, 2002: 35) sehingga dengan adanya respon yang diberikan tubuh diharapkan dapat mempercepat proses penyembuhan klien. Dalam hal ini pemberian warna adalah dalam rangka membantu usaha pemeliharaan, pelayanan, dan penyembuhan baik fisik maupun mental (Sulasmi Darmaprawira, 2002: 135).

Masalah Penelitian Stres merupakan suatu keadaan ketika seseorang tidak mampu memenuhi tuntutan atau tekanan yang dihadapinya. Stres dapat dialami oleh setiap orang sehingga tidak menutup kemungkinan stres juga dapat dialami pada pasien yang dirawat di rumah sakit juga dapat terjadi karena kondisi penyakit, perubahan lingkungan yang baru, dampak masuk rumah sakit, perubahan fungsi perannya, dan lain sebagainya yang umum dirasakan pasien yang dirawat di rumah sakit. Situasi tersebut dapat memperlambat proses penyembuhan penyakit yang diderita karena dampak stres yang dapat menurunkan sistem imun dalam tubuh.

Dampak stres yang dialami dapat berdampak secara sistemis sehingga perlu adanya tindakan keperawatan yang berfungsi untuk membantu pasien dalam manajemen stres salah satunya dengan memberikan stimulus pada otak pasien dengan memasang warna-warna psikologis yang biasa digunakan untuk memberikan efek relaksasi dengan kekuatan dan intensitas yang sesuai pada satu titik yang bisa diperhatikan oleh pasien. Dengan demikian, melalui terapi warna dapat dipersepsikan otak sebagai media relaksasi.

5

Pertanyaan Penelitian Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan sebelumnya, rumusan permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah terapi warna efektif terhadap stres pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Islam Jakarta?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan sebelumnya, tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut ini. Tujuan Umum Tujuan dari penelitian ini adalah untuk meneliti efektifitas terapi warna terhadap stres pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Islam Jakarta?

Tujuan Khusus Mengetahui tingkat stres yang dialami oleh pasien rawat inap Rumah Sakit Islam Jakarta. Mengetahui keefektifan terapi warna dalam mengatasi stres pada pasien rawat inap Rumah Sakit Islam Jakarta.

Manfaat Penelitian Adapun hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk semua pihak, yaitu: Institusi Pelayanan Kesehatan Penelitian ini diharapkan menjadian salah satu pilihan tenaga kesehatan terutama perawat sebagai teknik relaksai stres yang dialami oleh pasien

rawat inap yang umumnya terjadi akibat berbagai macam faktor yang dapat memberikan pengaruh besar terhadap perkembangan penyakit yang diderita pasien tersebut. Tindakan yang sederhana dengan menempatkan atau mengatur tata ruang dengan warna yang sesuai untuk relaksasi tersebut dapat membantu meringankan pekerjaan perawat dalam merawat pasien rawat inap. Pemasangan warna tersebut dapat memberikan stimulus pada pasien melalui penggunaan warna tertentu dalam design material rumah sakit sehingga dapat mengurangi terjadinya stres. Efek dari pemancaran warna yang digunakan sebagai terapi tersebut juga dapat memerikan pengaruh pada perawat yang bekerja diruangan perawatan sehingga dengan relaksasi stres yang secara tidak disadari dilakukan ini dapat membantu perawat dalam meningkatkan kualitas asuhan keperawatan yang diberikan.

Institusi Pendidikan Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan mengenai manfaat terapi warna sebagai salah satu teknik relaksai stres yang dapat dilakukan dalam penggulangan stres pada pasien rawat inap dalam pengembangan ilmu keperawatan.

Peneliti Penelitian ini bermanfaat bagi dalam mengetahui manfaat terapi warna sebagai salah satu terapi manajemen stres.

Klien Mengurangi stres yang dialami sehingga diharapkan dapat mempercepat

7

penyembuhan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Stres Pengertian Stress merupakan istilah yang berasal dari bahasa latin stingere yang berarti keras (stricus). Istilah ini mengalami perubahan seiring dengan perkembangan penelaahan yan berlanjut dari waktu ke waktu dari straise, strest, stresce, dan stress. Pada abad ke-17 istilah stress diartikan sebagai kesukaran, kesusahan, kesulitan, atau penderitaan. Pada abad ke-18 istilah ini ditunjukan dengan lebih menunjukan kekuatan, tekanan, ketegangan, atau usaha yang keras berpusat pada benda dan manusia, terutama kekuatan mental manusia (Yosep, 2010: 45).

Stres adalah suatu reaksi tubuh yang dipaksa, di mana ia boleh menganggu equilibrium (homeostasis) fisiologi normal (Julie K., 2005).

Stress adalah respon adaptif, dipengaruhi oleh karakteristik individual dan/atau proses peikologis, yaitu akibat tindakan, situasi, atau kejadian eksternal yang menyebabkan tuntutan fisik dan/ atau psikologis terhadap seseorang. (Ivancevich dan Matteson, 1980 dalam Alimul H, 2009: 10)

Stres adalah reaksi/respons tubuh terhadap stresor psikososial (tekanan mental/beban kehidupan). Stres dewasa ini digunakan secara bergantian

untuk menjelaskan berbagai stimulus dengan intensitas berlebihan yang tidak disukai berupa respons fisiologis, perilaku, dan subjektif terhadap stres; konteks yang menjembatani pertemuan antara individu dengan stimulus yang membuat stres; semua sebagai suatu sistem (WHO, 2003).

Claude Bernand, 1867 (dalam Potter and Perry, 1997) adalah seorang psikolog pertama yang mengakui adanya dampak positif yang ditimbulkan stress. Menurutnya, perubahan dalam lingkungan internal dan eksternal dapat mengganggu fungsi organisme sehingga pentiung bagi organisme tersebut untuk beradaptasi terhadap stresor agar dapat bertahan. Stresor merupakan stimuli yang mengawali atau memicu perubahan yang menimbulkan stres. Stresor mewakili kebutuhan yang tidak terpenuhi, bisa berupa kebutuhan fisik, psikologis, sosial, lingkungan, spiritual, dan sebagainya.

Mc Nerney dalam Grenberg (1984), menyebutkan stres sebagai reaksi fisik, mental, dan kimiawi dari tubuh terhadap situasi yang menakutkan, mengejutkan, membungungkan, membahayakan, dan merisaukan seseorang.

Hans Selye, 1976 (dalam Alimul H, 2009: 10) menyatakan bahwa stress adalah situasi dimana suatu tuntutan yang sifatnya tidak spesifik dan mengharuskan seseorang memberikan respons atau mengambil tindakan.

Walter Cannon, 1920 (dalam Potter and Perry, 2005: 476), mempelajari respon fisiologis terhadap naiknya emosi dan menekankan fungsi adaptif

9

dari reaksi fight-or-flight (menghadapi atau lari dari stres). Sumber Stres Sumber stres atau penyebab stres dikenali sebagai stresor. Antara penyebabnya adalah, fisik, psikologis, dan sosial. Stresor fisik berasal dari luar diri individu, seperti suara, polusi, radiasi, suhu udara, makanan, zat kimia, trauma, dan latihan fisik yang terpaksa. biasanya yang bersifat negatif seperti frustasi, kecemasan (anxiety), rasa bersalah, kuatir berlebihan, marah, benci, sedih, cemburu, rasa kasihan pada diri sendiri, serta rasa rendah diri, sedangkan stresor sosial yaitu tekanan dari luar disebabkan oleh interaksi individu dengan lingkungannya. Banyak stresor sosial yang bersifat traumatic yang tak dapat dihindari, seperti kehilangan orang yang dicintai, kehilangan pekerjaan, pension, perceraian, masalah keuangan, pindah rumah dan lain-lain. (Nasution I. K., 2007)

Stresor secara umum dapat diklasifikasikan sebagai internal atau eksternal (Potter & Perry, 2005: 476). Adapun stresor tersebut antara lain: Internal Faktor internal stres bersumber dari diri sendiri. Stresor individual dapat timbul dari tuntutan pekerjaan atau beban yang terlalu berat, kondsi keuangan, ketidakpuasan dengan fisik tubuh, penyakit yang dialami, masa pubertas, karakteristik atau sifat yang dimiliki, dan sebagainya (Alimul H, 2009: 10)

Eksternal Faktor eksternal stres dapat bersumber dari keluarga, masyarakat, dan

lingkungan. Stresor yang berasal dari keluarga disebabkan oleh adanya perselisihan dalam keluarga, perpisahan orang tua, adanya anggota keluarga yang mengalami kecanduan narkoba, dan sebagainya. Sumber stresor masyarakat dan lingkungan dapat berasal dari lingkungan pekerjaan, lingkungan sosial, atau lingkungan fisik (Alimul H, 2009: 10) . Respon terhadap segala bentuk stresor bergantung pada fungsi fisiologis, kepribadian, dan karakteristik perilaku, seperti juga halnya sifat dari stresor yang mencakup faktor-faktor sebagai berikut: Intensitas Cakupan Durasi Jumlah dan sifat dari stresor

Gejala Stres

Gambar : signs of stress by the American Institute of Stress

11

Gejala psikologi Gejala psikologi yang dialami seseorang yang mengalami stres antara lain; kecemasan, ketegangan, kebingungan dan mudah tersinggung, perasaan frustrasi, rasa marah, dan dendam (kebencian), sensitif dan hyperreactivity, memendam perasaan, penarikan diri depresi,

komunikasi yang tidak efektif, perasaan terkucil dan terasing, kebosanan dan ketidakpuasan kerja, kelelahan mental, penurunan fungsi intelektual, dan kehilangan konsentrasi, kehilangan spontanitas dan kreativitas serta menurunnya rasa percaya diri.

Gejala fisiologis Gejala-gejala fisiologis yang utama dari stres adalah meningkatnya denyut jantung, tekanan darah, dan kecenderungan mengalami penyakit kardiovaskular, meningkatnya sekresi dari hormon stres (contoh: adrenalin dan noradrenalin), gangguan gastrointestinal (misalnya gangguan lambung), meningkatnya frekuensi dari luka fisik dan kecelakaan, kelelahan secara fisik dan kemungkinan mengalami sindrom kelelahan yang kronis (chronic fatigue syndrome), gangguan

pernapasan, termasuk gangguan dari kondisi yang ada, gangguan pada kulit, sakit kepala, sakit pada punggung bagian bawah, ketegangan otot, gangguan tidur, rusaknya fungsi imun tubuh, termasuk risiko tinggi kemungkinan terkena kanker.

Gejala prilaku Gejala-gejala perilaku dari stres adalah: menunda, menghindari pekerjaan, dan absen dari pekerjaan, menurunnya prestasi (performance) dan produktivitas, meningkatnya penggunaan minuman keras dan obatobatan, perilaku sabotaj dalam pekerjaan, perilaku makan yang tidak normal (kebanyakan), mengarah ke obesitas, perilaku makan yang tidak normal (kekurangan) sebagai bentuk penarikan diri dan kehilangan berat badan secara tiba-tiba, kemungkinan berkombinasi dengan tanda-tanda depresi, meningkatnya kecenderungan berperilaku beresiko tinggi, seperti menyetir dengan tidak hati-hati dan berjudi, meningkatnya agresivitas, vandalisme, dan kriminalitas, menurunnya kualitas

hubungan interpersonal dengan keluarga dan teman serta kecenderungan untuk melakukan bunuh diri.

Jenis Stres Quick dan Quick (1984) dan Hans Selye dalam Girdano (2005) mengatakan bahwa terdapat dua jenis stres, yaitu eustres dan distres. Eustres, yaitu hasil dari respon terhadap stres yang bersifat sehat, positif, dan konstruktif (bersifat membangun). Hal tersebut termasuk kesejahteraan individu dan juga organisasi yang diasosiasikan dengan pertumbuhan, fleksibilitas, kemampuan adaptasi, dan tingkat performance yang tinggi. Ini adalah semua bentuk stres yang mendorong tubuh untuk beradaptasi dan meningkatkan kemampuan untuk beradaptasi. Ketika tubuh mampu menggunakan stres yang dialami untuk membantu melewati sebuah hambatan dan meningkatkan performa, stres tersebut bersifat positif, sehat,

13

dan menantang (Walker.J, 2002). Distres, yaitu hasil dari respon terhadap stres yang bersifat tidak sehat, negatif, dan destruktif (bersifat merusak). Hal tersebut termasuk konsekuensi individu terhadap penyakit sistemik dan tingkat ketidakhadiran (absenteeism) yang tinggi, yang diasosiasikan dengan keadaan sakit, penurunan, dan kematian. Distres adalah semua bentuk stres yang melebihi kemampuan untuk mengatasinya, membebani tubuh, dan menyebabkan masalah fisik atau psikologis. Ketika seseorang mengalami distres, orang tersebut akan cenderung bereaksi secara berlebihan, bingung, dan tidak dapat berperforma secara maksimal (Walker.J, 2002).

Ditinjau dari penyebabnya, stres dapat dibedakan ke dalam beberapa jenis, yaitu: Stres fisik, merupakan stres yang disebabkan oleh keadaan fisik, serperti suhu yang terlalu tinggi atau terlalu rendah, suara bising, sinar matahari yang terlalu menyengat, dan lain-lain Stres kimiawi, merupakan stres yang disebabkan oleh pengaruh senyawa kimia yang terdapat pada obat-obatan, zat beracun asam, basa, faktor hormon atau gas, dan lain-lain Stres mikrobiologis, mrupakan stres yang dissebabkan oeh kuman, seperti virus, bakteri atau parasit. Stres fisiologis, merupakan stres yang disebabkan oleh gangguan fungsi organ tubuh, antara lain gangguan struktur tubuh, fungsi jaringan, organ, dan lain-lain. Stres proses tumbuh kembang, merupakan stres akibat proses tumbuh

kembang seperti pada masa pubertas, pernikahan, dan pertambahan usia. Stres psikologis atau emosional, merupakan stres yang disebabkan oleh gangguan situasi psikologis atau ketidakmampuan kondisi psikologis untuk menyesuaikan diri, misalnya dalam hubungan interpersonal, sosial budaya, atau keagamaan.

Respon Terhadap Stres

Tahapan Stres Gangguan stres biasanya timbul secara lamban, tidak jelas kapan mulainya dan seringkali tidak disadari, Robert J. Van Amberg, 1976 (dalam Dadang Hawari, 2001) mengemukakan adanya enam tahap stres, yaitu: Stres tingkat I Stres ini merupakan tahap stres yang paling ringan, menyenangkan, lalu orang bertambah semangat, tanpa disadari cadangan energinya sedang menipis, dan biasanya disertai dengan perasaan sebagai berikut ; Semangat besar Penglihatan tajam ridak sebagaimana biasanya Merasa mampu menyelesaikan pekerjaan lebih dari biasanya (namun tanpa disadari cadangan energi dihabiskan dan timbulnya gugup berlebihan).

Stres tingkat II

15

Dalam tahapan ini dampak stres yang menyenangkan mulai menghilang dan timbul keluhan-keluahan dikarenakan cadangan energi tidak lagi cukup sepanjang hari. Keluhan yang sering dikemukakan sebagai berikut; Merasa letih sewaktu bangun pagi dalam kondisi normal badan seharusnya merasa segar Merasa lelah sesudah makan siang Cepat merasa lelah menjelang sore hari Sering mengeluh lambung atau perut tidak nyaman Kadang-kadang jantung berdebar-debar Perasaan tegang pada otot-otot punggung dan tengkuk (belakang leher) Perasaan tidak bisa santai

Stres tingkat III Pada tahap ini keluhan keletihan semakin nampak disertai dengan gejala-gejala: Gangguan usus lebih terasa (sakit perut, mulas, sering ingin ke belakang/diare) Otot-otot terasa lebih tegang Perasaan tegang yang semakin meningkat Gangguan pola tidur (sulit untuk mulai tidur, terbangun tengah malam dan sukar tidur kembali, atau bangun terlalu pagi dan tidak dapat tidur kembali) Tubuh terasa lemah seperti tidak bertenaga Badan terasa oyong, rasa-rasa mau pingsan (tidak sampai jatuh

pingsan).

Pada tahapan ini penderita harus sudah konsultasi pada dokter, kecuali kalau beban stres atau tuntutan-tuntutan dikurangi, dan tubuh mendapat kesempatan untuk beristirahat atau rekreasi, guna memulihkan suplai energi.

Stres tingkat IV Tahap ini sudah menunjukan keadaan lebih buruk yang ditandai dengan: Untuk bisa bertahan sepanjang hari terasa sangat sulit Kegiatan-kegiatan yang awalnya menyenangkan kini terasa sulit Kehilangan kemampuan untuk menghadapi situasi, pergaulan sosial, dan kegiatan-kegiatan rutin lainya terasa berat karena perasaan bosan Tidur semakin sukar, mimpi-mimpi menegangkan, dan sering terbangun dini hari Kehilangan semangat Terlalu lelah karena gangguan pola tidur Perasaan negativistik Kemampuan mengingat dan berkonsentrasi menurun tajam Perasaan takut dan cemas yang tidak dapat dijelaskan, tidak mengerti mengapa Stres tingkat V Tahapan ini merupakan keadaan yang lebih mendalam dari tahapan IV

17

di atas, yaitu: Keletihan yang mendalam (physical and psychological exhaustion) Untuk pekerjaan-pekerjaan yang sederhana saja terasa kurang mampu Gangguan sistem pencernaan (sakit maag dan usus) lebih sering, sukar buang air besar atau sebaliknya feses cair dan sering ke belakang. Perasaan takut yang semakin menjadi, mirip panik

Stres tingkat VI Tahapan ini merupakan tahapan puncak yang merupakan keadaan gawat darurat. Tidak jarang penderita ini dibawa ke ICCU. Gejala pada tahap ini cukup mengerikan, yaitu: Debar jantung terasa amat keras, hal ini disebabkan zat adrenalin yang dikeluarkan, karena stres tersebut cukup tinggi dalam peredaran darah. Nafas sesak, megap-megap Badan gemetar, tubuh dingin, keringat bercucuran Tenaga untuk hal-hal ringan sekalipun tidak kuasa lagi atau collaps.

Pada tahap stres ini menunjukan manifestasi di bidang fisik dan psikis. Bidang fisik berupa kelelahan, sedangkan dibidang psikis berupa kecemasan dan depresi. Hal ini disebabkan karena penyediaan energi fisik maupun mental yang mengalami defisit terus-menerus. Sering buang air kecil dan sukar tidur meerupakan pertanda dari deptesi.

Model Stres

Akar dan dampak stres dapat dipelajari dari sisi medis dan model teori prilaku. Model stres ini dapat digunakan untuk membantu pasien mengatasi respons yang tidak sehat dan tidak produktif terhadap stresor. Model Berdasarkan Respon Model ini mengidentifikasikan stress sebagai respon individu terhadap stresor yang diterimanya. Selye, 1982 menguraikan model stres yang menyatakan bahwa stres sebagai respon yang non spesifik yang timbul terhadap tuntutan lingkungan. Stres ditunjukan oleh reaksi fisiologis tertentu yang disebut sindrom adaptasi umum (general adaptation syndrome--GAS) dan dibagi dalam tiga fase; fase sinyal atau alarm, fase perlawanan, dan fase keletihan. Reaksi alarm merupakan respon siaga (fight or flight) yang menimbulkan adanya peninglatan cortical hormone, emosi, dan ketegangan. Fase perlawanan (resistance) terjadi jika respon adaptif tidak mengurangi persepsi terhadap ancaman, yang ditandai cortical hormone tetap tinggi. Usaha fisiologis untik mengataasi stres mencapai kapasitas penuh, dan perlawanan melalui mekanisme pertahanan diri dan strategi mengatasi stress. Fase kelelahan yaitu perlawanan stres yang berkepanjangan mulai menurun, fungsi otar terhantung oleh perubahan metabolisme, sistem kekebalan tubuh menjadi kurang efisien dan penyakit yang serius mulai timbul pada saat kondisi menurun.

Model Berdasarkan Adaptasi Mechanic, 1962(dalam Potter & Perry, 2005: 477) mengemukakan empat faktor yang menentukan apakah suatu situasi menimbulkan stres

19

atau tidak, yaitu: Kemampuan untuk mengatasi stres, bergantung pada pengalaman seseorang dalam menghadapi stres serupa, sistem pendukung dan dan persepsi keseluruhan terhadap stres. Praktik dan norma dari kelompok atau rekan-rekan pasien yang mengalami stres. Jika kelompoknya menganggap wajar untuk membicarakan stresor, maka pasien dapat mengeluhkan atau mendiskusikan hal tersebut. Respon ini dapat membantu proses adaptasi terhadap stres. Pengaruh lingkungan sosial dalam membantu seseorang menghadapi stresor. Sumber daya yang dapat digunakan untuk mengatasi stresor. Misalnya seorang pasien yang kurang mampu dalam hal keungan dapat

memperoleh bantuan tunjangan Askes dari perusahaan tempatnya bekerja, hal ini dapat mempengaruhi cara pasien untuk

mendapatkan akses ke sumber daya yang dapat membantunya mengatasi stresor fisiologis.

Model Berdasarkan Stimulus Model ini berfokus pada karakteristik yang bersifat mengganggu (disruptif) di dalam lingkungan (Potter & Perry, 2005: 478). Sebuah riset klasik yang mengidentifikasi stres sebagai stimulus telah menghasilkan perkembangan dalam skala penyesuaian sosial, yang mengukur efek peristiwa besar dalam kehidupan terhadap penyakit

(Holmes & Rahe, 1976 dalam Potter & Perry, 2005; 478). Hooke menyatakan model stimulus berdasarkan analogi hukum elastisitas yang menjelaskan bagaimana beban dapat menimbulkan kerusakan. Jika strain yang dihasilkan stres berada pada batas elastisitas dari material tersebut akan kembali ke kondisi semula, tapi jika strain yang dihasilkan melampaui batas elastisitasnya maka akan terjadi kerusakan.

Pada pendekatan model stimulus ini menganggap stres sebagai ciri-ciri dari stimulis lingkungan yang dalam beberapa hal dianggap mengganggu atau merusak. Model yang digunakan pada dasarnya adalah stresor eksternal akan menimbulkan strain dalam diri individu. Pendekatan stres ini menempatkan stres sebagai sesuatu yang dipelajari dan menekankan pada stimulus apa yang merupakan diagnosa stres. Kelemahan dari model stimulus ini adalah kegagalanya dalam memperhitungkan cara orang menyatakan realita dari stimulus lingkungan terhadap respon.

Model Berdasarkan Transaksi Lazarus dan Folkman (1984) mengembangkan model transaksional dan menganggap stresor sebagai respon perseptual seseorang yang berakar dari proses psikologis dan kognitif. Karakteristik pribadi yang sama alaminya dengan peristiwa lingkungan perlu dipertimbangkan (Lazarus & Forlkman, 1984). Stres berasal dari hubungan antara manusia dan

21

lingkungan dalam hubungan yang dinamis, resiprokal, dan interaktif. Antar variabel lingkungan dan manusia terdapat penilaian kognitif (cognitive apprasial) yang menjadi mediatornya. Studi yang

berdasarkan pendekatan ini menyimpukan bahwa kita tidak akan dapat memprediksikan penampilan seseorang hanya dengan mengenali stimulus, individu bervariasi dalam menyesuaikan diri dengan lingkunganya yaitu dengan melakukan koping terhadap beberapa tuntutan.

Stres sebagai proses yang meliputi stresor dan strain dengan menambahkan dimensi hubungan atara individu dan lingkungan. Interaksi manusia dengan lingkungan yang saling mempengaruhi disebut sebagai hubungan transaksional. Stres bukan hanya suatu stimulus atau sebuah respon saja, tetapi juga suatu proses ketika seseorang adalah perantara (agent) yang aktif yang kognitif, dapat dan

mempengaruhi stresor melalui emosional.

strategi perilaku,

Tiga tahap dalam mengukur potensial yang mengandung stres yaitu pengukuran suatu situasi potensial mengandung stres, yaitu: Pengukuran primer Pengukuran dilakukan dengan menggali persepsi individu terhadap masalah saat ia menilai tantangan atau tuntutan yang menimpanya Pengukuran sekunder Pengukuran dilakukan dengan mengkaji kemampuan seseorang

atau sumber-sumber tersedia diarahkan untuk mengatasi masalah Pengukuran tertier Pengukuran berfokus pada perkiraan keefektifan perilaku koping dalam mengurangi dan menghadapi ancaman.

Cara Menilai Stres Menilik sulitnya mendefinisikan stres secara tepat, tidak mengherankan bila pengukuran stres juga merupakan hal yang sulit. Penelitian mengenai efek stres terhadap kesehatan manusia berupaya mengukur jumlah stres kehidupan yang dialami seseorang kemudian mengkorelasikan pengukuran tersebut dengan penuyakit. Adapun skala pengukuran stres ada

dikembangkan ada dua, yaitu; Skala Rating Penyesuaian Sosial (Social Read Justment Rating Scale--SRRS) yang disebut dengan Skala Holmes dan Rahe dan Miller dan Smith.

Skala Holmes dan Rahe, 1967 Skala ini menghitung jumlah stres yang dialami seseorang dengan cara menambahkan nilai relatif stres, yang disebut Unit Perubahan Hidup (life change unites--LCU), untuk berbagai peristiwa yang dialami seseorang. Pada akala tersebut terdapat sejumlah peristiwa yang dialami 12 bulan terakhir. Nilai-nilai seluruh peristiwa yang benar-benar dialami kemudian dijumlahkan dan menghasilkan skor Unit Perubahan Kehidupan (Life Change Unites--LCU) yaitu pembobotan semua peristiwa.

23

Tabel 1. Skala Rating Penyesuaian Sosial

Urutan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 Perceraian

Peristiwa Kehidupan Kematian pasangan hidup Berpisah dengan suami/istri Dipenjara Kematian anggota keluarga dekat Kecelakaan atau jatuh sakit Menikah Dipecat dari pekerjaan Rujuk dalam pernikahan Pensiun Perubahan status kesehatan salah satu anggota keluarga Kehamilan Masalah seksual/kesulitan seksual Kelahiran Penyesuaian pekerjaan/ bisnis Perubahan kondisi keuangan Kematian sahabat dekat Pindah ke jalur kerja yang berbeda Konflik dengan pasangan Pinjaman dalam jumlah besar Penyitaan/pelunasan utang/hipotek Perubahan tanggung jawab dalam pekerjaan Anak meninggalkan rumah (untuk hidup terpisah) Masalah dengan mertua, ipar, menantu Prestasi yang luar biasa Pasangan mulai/berhenti bekerja Permulaan atau penyelesaian masa sekolah Perubahan kondisi tempat tinggal Perubahan kebiasaan pribadi (diet, merokok) Masalah dengan atasan Perubahan jam atau kondisi kerja Pindah rumah Pindah sekolah Perubahan pola rekreasi Perubahan aktivitas ibadah Perubahan aktivitas sosial Pinjaman dalam jumlah kecil Perubahan kebiasaan tidur Perubahan jumlah pertemuan dengan keluarga Perubahan pola makan Berlibur ke luar kota/ ke luar negri

Nilai Rata-rata Skala 100 73 65 63 63 53 50 47 45 45 44 40 39 39 39 38 37 36 35 31 30 29 29 29 28 26 26 25 24 23 20 20 20 19 19 18 17 16 15 15 13

42

Sendiri dihari libur/ natal

12

43 Pelanggaran hukum ringan 11 Sumber : Holmes dan Rahe, 1967 (dalam Gerald C. Davison, John M. Neale, Ann M. Kring, 2006)

Tingkat stres: Tidak signifikan Rendah Sedang Tinggi < 149

= 150-200 = 200-299 > 300

Skala Miller dan Smith, 1985 Beberapa aspek tertentu dari kebiasaan, gaya hidup, dan lingkungan seseorang dapat menjadikanya lebih kebal atau lebih rentan terhadap dampak negatif stres. Tingkat ketahanan dan kekebalan terhadap stres ini diukur dengan mengisi daftar pernyataan berikut:

Tabel 2. Skala Miller dan Smith

Saya makan makanan yang hangat dan berimbang 1 sedikitnya satu kali sehari Saya tidur 7-8 jam sedikitnya empat malam dalam 1 seminggu Saya memberi dan menerima kasih sayang secara 1 teratur Saya memiliki sedikitnya satu orang kerabat yang 1 dapat diandalkan dalam jarak 75 km Saya melakukan olah tubuh hingga berkeringat 1 sedikitnya dua kali seminggu Saya merokok kurang dari setengah bungkus sehari 1 (bukan perokok = hampir selalu) 2 3 4 5 2 3 4 5 2 3 4 5 2 3 4 5 2 3 4 5 2 3 4 5

25Saya minum kurang dari lima gelas minuman beralkohol dalam seminggu (bukan peminum = hampir selalu) Berat badan saya seimbang dengan tinggi badan Saya memiliki penghasilan cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok Saya memperoleh kekuatan dari agama/ keyakinan 1 saya Saya menghadiri kehiatan klub atau sosial secara 1 teratur Saya mempunyai jaringan teman dan kenalan Saya mempunya sedikitnya satu orang sahabat yang bisa dipercaya dalam hal-hal yang bersifat pribadi Kesehatan saya baik(termasuk mata, telinga, dan gigi) Saya dapat berbicara secara terus terang mengenai perasaan saya disaat marah atau gelisah Saya bercakap-cakap secara teratur dengan orangorang yang tinggal bersama saya mengenai urusan rumah, seharu-hari dan masalah keuangan Saya melakukan sesuatu untuk bersenang-senang 1 sedikitnya sekali seminggu Saya mampu mengelola waktu dengan efektif Saya minum kurang dari tiga cangkir kopi (atau minuman lain yanng mengandung kafein) sehari Saya mengalokasikan waktu untuk berdiam diri dalam 1 sehari. Keterangan : 1 = Hampir selalu, 2 = Biasanya, 3 = Kadang-kadang, 4 = Hampir tidak pernah, 5 = Tidak pernah Total Skor = ................. 20 = .................. poin Skor Ketahanan Stres: 0-10 poin = Memiliki ketahanan luar biasa terhadap stres 11-30 31-50 51-74 = Tidak terlalu rentan terhadap stres = Cukup rentan terhadap stres = Rentan terhadap stres 2 3 4 5 1 1 2 2 2 3 3 3 4 4 4 5 5 5 1 2 3 4 5 1 1 1 1 2 2 2 2 2 3 3 3 3 3 4 4 4 4 4 5 5 5 5 5 2 3 4 5 1 2 3 4 5

1 1

2 2

3 3

4 4

5 5

75-80 = Sangat rentan terhadap stres Sumber : Gerald C. Davison, John M. Neale, Ann M. Kring, 2006

Adaptasi Terhadap Stres Gambar 1. Proses Terjadinya Stres Secara Fisiologis

0100090000038500000002001c0000000000040000000301080005000 0000b0200000000050000000c02ff06de0a040000002e0118001c000000 fb02a4ff0000000000009001000000000440002243616c6962726900000 000000000000000000000000000000000000000000000040000002d01 0000040000002d010000040000002d010000040000000201010005000 0000902000000020d000000320a570000000100040000000000dd0afc0 620003600050000000902000000021c000000fb021000070000000000b c02000000000102022253797374656d0075a8b87200282b3d00efdd157 580011a75a0435405342b3d00040000002d010100040000002d0101000 30000000000

Pada saat seseorang mengalami stres maka dia akan menggunakan energi fisiologis, psikologis, dan spiritual untuk beradaptasi. Jumlah energi yang dibutuhkan dan efektivitas upaya adaptasi tersebut bergantung pada intensitas, lingkup, dan jangka waktu stresor lainya. Adaptasi Fisiologis Sebuah riset klasik yang dilakukan oleh Selye, 1876 (dalam Potter and Perry, 1997) membagi adaptasi fisiologis menjadi sindrom adaptasi lokal (Local Adaltation Syndrome--LAS) dan sinsrom adaptasi umum (General Adaptation Syndrome--GAS). LAS (Local Adaltation Syndrome)

27

LAS merupakan proses adaptasi yang bersifat lokal, misalnya ketika daerah tubuh atau kulit terkena infeksi, maka daerah sekitar kulit tersebut akan mengalami kemerahan, bengkak, terasa nyeri, panas, kram, dan lain-lain. Ciri-ciri LAS adalah sebahai berikut: Bersifat lokal, yaitu tidak melibatkan keseluruhan sistem tubuh Bersifat adaptif, yaitu diperlukan stresor untuk menstimulasikan Bersifat jangka pendek, yaitu tidak berlangsung selamanya Bersifat restoratif, yaitu membantu memperbaiki homeostasis daerah atau bagian tubuh.

Terdapat dua respon setempat, yaitu respon terhadap nyeri dan respon terhadap inflamasi. Respon terhadap nyeri, adalah respon setempat dari sistem saraf pusat terhadap nyeri. Respon ini adalah respon adaptif dan melindungi jaringan dari kerusakan lebih lanjut. Respon melibatkan reseptor sensoris, saraf sensoris yang menjalar ke medulla spinalis, neuron penghubung dalam medulla spinalis, saraf motorik yang berjalan dari medulla spinalis, dan otot efektif (Potter & Perry, 2005: 480). Respon terhadap inflamasi, ini diselimuti oleh trauma atau infeksi. Respon ini memusatkan inflamasi, sehingga dengan demikian menghambat penyebaran inflamasi dan meningkatkan

penyembuhan. Respon ini dapat menghasilkan nyeri setempat, pembengkakan, panas, kemerahan, dan perubahan fungsi. Respon ini terbagi menjadi tiga fase. Fase pertama mencakup

perubahan dalam sel-sel dan sistem sirkulasi. Pada awalnya terjadi penyempitan pembuluh darah daerah cedera untuk mengendalikan perdarahan, kemudian pelepasan histamin dan peningkatan produksi sel darah putih untuk menghindari infeksi dan pelepasan kinin untuk meningkatkan permebealitas

kapilersehingga memungkinkan masuknya protein, cairan dan leukosit di tempat cedera untuk melawan infeksi. Fase kedua ditandai dengan adanya pelepasan kesudat dari luka. Eksudat adalah kombinasi dari cairan, sel-sel dan bahan lainya yang dihasilkan di tempat cedera. Fase terakhir adalah perbaikan jaringan oleh regenerasi atau pembentukan jaringan parut. Selama adaptasi, respon inflamasi melindungi tubuh dari infeksi dan meningkatkan penyembuhan (Potter & Perry, 2005: 480-481).

GAS (General Adaptation Syndrome) GAS adalah respon fisiologis dari seluruh tubuh terhadap stres (Potter & Perry, 2005: 481).

GAS adalah proses adaptasi yang bersifat umum atau sistemik. Misalnya, apabila reaksi lokal tidak dapat diatasi, maka timbul gangguan sistem atau seluruh tubuh lainya berupa panas di seluruh tubuh, berkeringat, dan lain-lain. GAS terdiri atas tiga tahap, yaitu: Tahap reaksi alarm Tahap reaksi alarm merupakan tahap awal dari proses adaptasi,

29

yaitu tahap dimana individu siap menghadapi stresor yang akan masuk ke dalam tubuh. Tahap ini dapat diawali dengan kesiagaan pengeluaran yang ditandai oleh dengan perubahan fisiologis dapat

hormon

hipotalamus,

yang

menyebabkan kelenjar adrenal mengeluarkan adrenalin, yang selanjutnya memacu denyut jantung dan menyebabkan pernapasan hipotalamus menjadi cepat dan dangkal. hormon Kemudian, ACTH

mengeluarkan

(Adenokortikutropik Hormon) yang dapat merangsang adrenal untuk mengeluarkan kortikoid yang akan mempengaruhi berbagai fungsi tubuh. Aktivitas hormonal yang ekstensif tersebut mempersiapkan seseorang untuk fight or flight. Tahap resistensi Pada tahap ini tubuh sudah mulai stabil, tingkat hormon, tekanan darah, dan output jantung kembali ke normal. Individu berupaya beradaptasi dengan stresor. Jika stres dapat diselesaikan, tubuh akan memperbaiki kerusakan yang mungkin telah terjadi. Namun jika stresor tidak hilang, maka ia akan memasuki tahap ketiga. Tahap kelelahan Tahap ini ditandai dengan terjadinya kelelahan karena tubuh tidak mampu lagi menanggung stres dan habisnya energi yang diperlukan untuk beradaptasi. Tubuh tidak mampu melindungi dirinya sendiri menghadapi stresor, regulassi fisiologis menurun, dan jika stes terus menerus dapat menyebabkan kematian.

Gambar : Sindrom adaptasi umum (GAS), (dalam Potter & Perry, 2005: 481).

Adaptasi Psikologis Adaptasi ini merupakan proses penyesuaian secara psikologis dengan cara melakukan mekanisme pertahanan diri yang bertujuan melindungi atau bertahan dari serangan atau hal yang tidak menyenangkan. Adaptasi psikologis bisa bersifat konstruktif atau destruktif. Perilaku yang konstruktif membantu individu membantu individu menerima

tantangan untuk memecahkan konflik. Bahkan rasa cemas pun bisa menjadi konstruktif, jika dapat memberi sinyal adanya suatu ancaman sehingga individu dapat mengambil langkah-langkah untuk mengurangi dampaknya. Perilaku destruktif tidak membantu individu mengatasi stresor. Bagi sebagian orang orang, penggunaan alkohol dan obatobatan mungkin nampak seperti perilaku adaptif, namun kenyataanya, justru menambah dan bukanya mengurangi stres.

Perilaku adaptasi psikologi jika mengacu pada mekanisme koping (coping mechanism), yang berorientasi pada tugas (task oriented) dan mekanisme pertahanan diri (ego oriented).

Koping adalah segala usaha untuk mengurangi stres, yang merupakan proses pengaturan atau tuntutan (eksternal maupun intternal) yang dinilai sebagai beban yang melampaui kemampuan seseorang (Lazarus

31

& Folkman, 1984).

Definisi lain menyatakan koping sebagai proses dimana individu melakukan usaha untuk mengatur (management) situasi yang

dipersepsikan adanya kesenjangan antara usaha (demand) dan kemampuan (resources) yang dinilai sebagai pengebab munculnya situasi stres (dalam Sarafino, 1998).

Usaha koping sangat bervariasi dan tidak selalu dapat membawa pada solusi dari suatu masalah yang menimbulkan situasi stres. Individu melakukan proses koping terhadap stres melalui proses transaksi dengan lingkungan, secara perilaku dan kognitif (Sarafino, 1998).

Proses koping terhadap stres memiliki dua fungsi utama yang terlihat dari bagaimana gaya menghadapi stres, yaitu: Emotion-Focus Coping Koping yang bertujuan untuk melakukan kontrol terhadap respon emosional terhadap situasi penyebab stres, baik pendekatan secara behavioral maupun kognitif. Lazarus & Folkman (1984)

mengatakan bahwa individu cenderung menggunakan EmotionFocus Coping ketika individu memiliki persepsi bahwa stresor yang ada tidak dapat diubah maupun diatasi.

Problem-Focus Coping

Koping yang bertujuan untuk mengurangi dampak dari situasi stres atau memperbesar sumber daya dan usaha untuk menghadapi stres. Lazaruz & Forlkman (1984) mengemukakan bahwa individu cenderung menggunakan problem-focus coping ketika individu memiliki persepsi bahwa stresor yang ada dapat diubah (Sarafino, 1998).

Greenberg (2002) mengutip bahwa ketika problem-focus coping telah dilakukan dan mengakibatkan kelelahan karena tugas yang diselesaikan terlalu berat, manusia bisa saja melakukan emotionalfocus coping untuk membuat perasaan dirinya menjadi lebih baik ketika mengerjakan tugas-tugas dan kembali melakukan problemfocus coping yang telah dilakukan.

Adapun perilaku adaptasi psikologi yang berorientasi pada tugas dan pertahanan diri, yaitu : Reaksi yang berorientasi pada tugas Reaksi ini melibatkan penggunaan kemampuan kognitif untuk mengurangi stres dan memecahkan masalah. Terdapat tiga jenis perilaku yang umum, yaitu: Menyerang, yaitu bertindak menghilangkan, mengatasi stresor, atau memenuhi kebutuhan, misalnya berkonsultasi dengan orang yang ahli. Menarik diri dari stresor secara fisik maupun emosi. Berkompromi, yaitu mengubah metode yang biasa digunakan,

33

mengganti tujuan, dan sebagainya.

Reaksi yang berorientasi pada ego Reaksi ini dikenal sebagai mekanisme pertahanan diri secara psikologis untuk mencegah gangguan psikologis yang lebih dalam. Mekanisme pertahanan diri tersebut adalah: Rasionalisasi. Berusaha memberikan alasan yang rasional

sehingga masalah yang dihadapinya dapat teratasi Pengalihan. Upaya untuk mengatasi masalah psikologis dengan melakukan pengalihan tingkah laku pada objek lain, contohnya jika seseorang terganggu akibat situasi gaduh yang disebabkan oleh temanya, maka ia berupaya menyalahkan temanya tersebut. Kompensasi. Mencari masalah dengan mencari kepuasan pada keadaan lain. Misalnya seseorang memiliki masalah karena menurunya daya ingat, maka disisi lain ia berusaha menonjolkan bakat melukis yang dimilikinya. Identifikasi. Meniru perilaku orang lain dan berusaha mengikuti sifat, karakteristik, dan tindakan orang tersebut. Represi. Mencoba menghilangkan pikiran masalalu yang nuruk dengan melupakan atau menahanya di alam bawah sadar dan sengaja melupakanya. Supresi. Berusaha menekan maslah yang secara sadar tidak diterima dan tidak memikirkan hal-hal yang kurang

menyenangkan.

Penyangkalan.

Upaya

mempertahankan

diri

dengan

cara

menyangkal masalah yang dihadapi atau tidak mau menerima kenyataan yang dihadapinya.

Adaptasi Sosial Budaya Adaptasi sosial budaya merupakan cara untuk mengadakan perubahan dengan melakukan proses penyesuaian perilaku yang sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat, misalnya seseorang yang tinggal dalam lingkungan masyarakat dengan budaya gotong royong akan berupaya beradaptasi dengan lingkungan tersebut.

Adaptasi Spiritual Proses penyesuaian diri dengan melakukan perubahan perilaku yang didasarkan pada keyakinan atau kepercayaan yang dimiliki sesuai dengan agama yang dianut. Misalnya apabila mengalami stres, seseorang akan giat melakukan ibadah, seperti rajin sembahyang, berpuasa, dan sebagainya.

Manajemen Stres Manajemen stres adalah serangkaian teknik untuk membantu orang-orang yang jarang dirujuk sebagai pasien (a.l., karyawan rumah sakit, pekerja pabrik, mahasiswa) untuk menghadapi berbagai tantangan hidup. Manajemen stres merupakan upaya mengelola stres dengan baik, bertujuan mencegah dan mengatasi stres agar tidak sampai ke tahap stres yang paling berat.

35

Beberapa manajemen stres yang dapat dilakukan adalah: Mengatur diet dan nutrisi Pengaturan diet dan nutrisi merupakan cara yang efektif dalam mengurangi atau mengatasi stres. Mengkonsumsi makanan yang bergizi sesuai dengan porsi dan jadwal yang teratur. Konsumsi makanan yang mengandung teanin dalam teh hijau, kacang kedelai, mineral tinggi, vitamin B kompleks, ginseng, dll. Istirahat dan tidur Istirahat dan tidur yang cukup merupakan obat yang baik dalam mengatasi stres karena dapat memulihkan keletihan fisik, kebugaran tubuh, dan memperbaiki sel-sel yang rusak. Olahraga teratur Olahraga yang teratur merupakan salah satu cara meningkatkan daya tahan dan kekebalan fisik maupun mental. Olahraga sederhana seperti jalan pagi atau lari pagi yang dilakukan paling tidak dua kali seminggu, diamkan tubuh yang berkeringat sejenak lalu mandi untuk memulihkan kesegaran. Berhenti merokok Rokok banyak mengandung zat toksik yang membahayakan tubuh dan berdampak buruk, berhenti merokok merupakan bagian dari cara menanggulangi stres karena dapat meningkatkan status kesehatan serta menjaga ketahanan dan kekebalan tubuh. Menghindari minuman keras Minuman keras merupakan faktor pencetus yang dapat mengakibatkan terjadinya stres. Dengan menghindari minuman keras individu dapat

terhindar dari banyak penyakit yang disebabkan oleh pengaruh minuman keras yang mengandung alkohol. Mengatur berat badan Berat badan yangtidak seimbang (terlalu gemuk maupun terlalu kurus) merupakan faktor yang dapat menyebabkan timbulnya stres. Keadaan tubuh yang tidak seimbang akan menurunkan ketahanan dan kekebalan tubuh terhadap stres. Mengatur waktu Pengaturan waktu yang tepat dapat mengurangi terjadinya stres, karena hal yang dapat mengakibatkan kelelahan fisik dapat dihindari. Terapi psikofarmaka Obat antidepresi maupun obat anticemas seringkali digunakan untuk mengatasi stres, penggunaan obat-obatan dialami melalui pemutusan jaringan atara psiko, neuro, dan imunologi sehingga stresor psikososial yang dialami tidak mempengaruhi fungsi kognitif afektif atau psikomotor yang dapat mengganggu sistem tubuh lain. Terapi somatik Terapi dilakukan hanya pada gejala yang ditimbulkan akibat stres yang dialami sehingga diharapkan tidak mengganggu sistem tubuh yang lain. Psikoterapi Terapi yang menggunakan teknik yang disesuaikan dengan kebutuh seseorang yang meliputi psikoterapi suportif yang memberikan motivasi dan dukungan agar pasien memiliki percaya diri, yang kedua adalah psikoterapi reedukatif yang dilakukan dengan memberikan pendidikan secara berulang, yang ketiga adalah psikoterapi rekonstruktif dengan

37

cara memperbaiki kepribadian yang mengawali goncangan dan yang keempat adalah psikoterapi kognitif dilakukan dengan memulihkan fungsi kognitif pasien (kemampuan berfikir rasional). Terapi psikoreligius Terapi yang dilakukan menggunakan pendekatan agama dalam mengatasi permasalahan psikologis, terapi ini diperlukan karena dalam mengatasi dan mempertahankan kehidupan, karena seseorang harus sehat secara fisik, psikis, sosial, maupun spiritual.

Terapi Warna Pada abad ke-15, lama sebelum para ilmuan memperkenalkan warna, Leonardo da Vinci menemukan warna utama yang fundamental yang kadang-kadang disebut warna psikologis yaitu merah, kuning, hijau, biru, hitam dan putih. Kini ilmuan memperkenalkan keterlibatan warna terhadap cara otak menerima serta cara otak menginterpretasikan warna. Para ilmuan yakin bahwa persepsi visual terutama tergantung kepada interpretasi otak terhadap suatu rangsang yang dterima oleh mata. Warna menyebabkan otak bekerja sama dengan mata dalam membatasi dunia eksternal (Darmaprawira, 2002: 30). Namun demikian warna buukan sekedar unsur visual yang biasa dipergunakan oleh seniman-seniman lukis dari zaman purba sampai sekarang, tapi warna merupakan salah satu fenomena alam yang dapat diteliti dan dikembangkan lebih jauh dan mendalam.

Setiap manusia yang tidak memiliki kecacatan pada indera penglihatanya mempunyai kemampuan melihat warna dan kemudian dipersepsikan masingmasing dengan bantuan pantulan dari cahaya. Warna bukan hanya berperan

dalam hal memperindah sesuatu agar lebih variatif namun warna juga dapat digunakan sebagai metode penyembuhan.

Manusia yang sehat berasal dari kelompok etnis maupun juga secara biologis memiliki indera yang berkemampuan sama untuk melihat benda-benda dan peristiwa di alam nyata. Manusia mampu membedakan 7. 500. 000 jenis rangsangan warna tetapi jumlah kosa kata warna dalam berbagai bahasa berbeda. Manusia akan melihat warna jika indera mata melihat gelombang warna yang ter;etak antara 390-790 nm dengan frekwensi antara 3,8.104 sampai 3,8.104 (Darmojuwono,1989: 34). Kemampuan manusia dalam melihat warna tidak lain karena warna mempunyai sifat-sifat fisikalis yang dapat ditentukan dengan kriteria panjang gelombang warna, intensitas sinar, intensitas/ kejenuhan warna. (Darmojuwono,1989: 33). Secara fiksikalis gelombang-gelombang warana ini bersifat universal, artinya semua orang yang tidak cacat organ tubuhnya yang berkaitan dengan persepsi warna mampu melihat gelombang-gelombang warna tersebut tanpa perbedaan (Kay, Mc. Danel dan Chard, 1978:611, dalam Darmojuwono,1989: 35).

Kehidupan induvidu tidak dapat lepas dari lingkungannya, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosialnya. Sejak individu dilahirkan secara langsung individu tersebut berhubungan dengan dunia sekitanya dan mulai menerima stimulus dari luar dirinya yang kemudin berbaitan dengan persepsi. Pantulan cahaya berupa warna yang dilihatnya merupakan stimulus akan menjalani proses sensori seperti halnya yang dijelaskan oleh Branca, 1964; Woodworth dan Marquis, 1957 bahwa stimulus akan diterima melalui alat indra seperti mata,

39

telinga, hidung, lidah dan telapak tangan kemudian diorganisasikan dan diinterpretaasikan oleh individu sehingga individu menyadari, mengetahui tentang apa yang diindrakan, dan proses ini disebut persepsi. Alat indra tersebut merupakan alat penghubung antara individu dengan dunia luarnya. Oleh karena itu proses persepsi tidak terlepas dari proses pengindraan, dan proses pengindraan merupakan proses pendahuluan dari proses persepsi. Persepsi merupakan suatu proses yang didahului oleh proses pengindraan, yaitu merupakan proses diterimanya stimulus oleh individu melalui alat indra atau juga disebut proses sensori.

Persepsi merupakan proses yang integrated dalam diri individu terhadap stimulus yang diterimanya (Moskowitz dan Orgel, 1969).

Keluabiasaan warna terletak dalam hal kesederhanaan dan kesenangan emosional, bukan renungan rasional, kenyataan, dan fakta-fakta yang disederhanakan, dikebiri atau dihilangkan sama sekali (Darmaprawira, 2002: 34). Dengan kata lain persepsi yang dihasilkan otak setelah menerima stimulus cahaya berupa warna dapat mempengaruhi reaksi kimia dalam otak dalam menghasilkan hormon-hormon psikologis. Hal ini diperkuat dengan sebuah hasil penelitian Rosch di bidang Neurofisiologis tentang kaitan antara sprektum warna dan indera manusia (Kay/Mc. Daniel/Chad, 1978: 611, dalam

Darmojuwono,1989: 36). Dengan demikian warna sering dimanfaatkan untuk menciptakan mood dan suasana tertentu dalam suatu ruangan. Secara tidak langsung mood yang dibentuk oleh warna dapat digunakan sebagai terapi dalam perawatan medis. Terapi warna merupakan salah satu pengobatan alternatif.

Terapi warna atau color therapy dikenal juga dengan istilah chromotherapy atau kromaterapi.

Definisi Chromotherapy adalah metode pengobatan yang menggunakan spektrum terlihat (warna) dari radiasi elektromagnetik untuk menyembuhkan penyakit (Samina T. Yousuf Azeemi * dan S. Mohsin Raza, 2005).

Chromotherapy adalah ilmu yang menggunakan warna untuk mengubah atau untuk menjaga getaran tubuh dalam frekuensi yang menghasilkan kesehatan, kesejahteraan, dan keharmonisan (Gabriela Kulaif).

Kromaterapi merupakan salah satu bentuk terapi medis melalui warna dengan menggunakan alat moderen yang bernama bioptron. Adapun penggunaan warna sebagai terapi dapat dilakukan dengan cara sederhana misalnya, dengan memasang lampu berwarna tertentu didalam ruang terapi dalam waktu tertentu. Cara lain adalah dengan meminum air yang dituangkan pada gelas yang berwarna warni, yang sebelumnya telah dijemur sebentar di bawah sinar matahari. Bahlan dengan memakan sayuran atau buah-buahan dengan warna tertentu juga bisa dilakukan. Selain itu penggunaan aksesoris, batu mulia, pakaian atau pengaplikasian dekorasi ruangan dengan warna tertentu. Sejarah terapi warna Menurut catatan sejarah, terapi warna diperkirakan berasal dari tradisi India kuno, yang diajarkan dalam Aryuveda. Aryuveda didasarkan pada ide bahwa

41

setiap individu mengandung 5 elemen dasar dari alam semesta yaitu : bumi, air, udara, api dan ruang hampa. Ketika elemen ini hilang keseimbangan akibat gaya hidup yang tidak sehat dan faktor lain dari luar, maka penyakit akan muncul. Masyarakat India sudah mempraktikkan terapi tersebut sejak ribuan tahun silam. Sumber sejarah lain menyebutkan, terapi ini berasal dari tradisi Cina dan Mesir kuno. Dijelaskan bahwa orang Mesir kuno telah membangun solarium, sejenis kamar, yang dipasangi dengan kaca jendela berwarna. Matahari akan bersinar melalui kaca dan pasien dibanjiri dengan warna. Terapi serupa telah dipraktikkan oleh dokter Muslim pada abad ke-10 M. Tokoh Islam yang memperkenalkan kromoterapi adalah Ibnu Sina (980 M-1037 M), yang dikenal oleh masyarakat Barat dengan nama Avicenna. Kurang lebih sembilan abad sebelum orang Barat mengenal kromoterapi, Ibnu Sina sudah menggunakan warna sebagai salah satu sarana penting dalam mendiagnosa (mengenali) penya kit dan untuk pengobatan. Di dalam adikaryanya yang berjudul Al-Qanun fi At-Thibb (The Canon of Medicine), Ibnu Sina mengungkapkan bahwa warna merupakan gejala yang nampak dalam penyakit. Ia juga telah berhasil mengembangkan grafik hubungan antara warna dengan suhu tubuh dan kondisi fisik tubuh. Ibnu Sina juga melakukan klasifikasi warna dan fungsi-fungsinya dalam proses

penyembuhan si sakit. Ia mengemukakan bahwa warna merah memindahkan darah, biru atau putih mendinginkan, dan kuning mengurangi rasa sakit pada otot dan radang mata. Ibnu Sina adalah orang pertama yang membuktikan bahwa warna yang salah yang digunakan untuk terapi dapat menyebabkan tidak adanya respons dalam penyakit yang spesifik. Warna yang salah selama proses terapi tidak akan mendapat respons dari penyakit tertentu,

ujarnya dalam Al-Qanun fi At-Thibb. Diceritakan oleh Samina T. Yousuf Azeemi dan S. Mohsin Raza dalam A Critical Analysis of Chromotherapy and Its Scientific Evolution, Ibnu Sina suatu saat mengamati orang yang mimisan/hidung berdarah. Menurutnya, orang yang mimisan seharusnya tidak melihat warna merah yang mencolok dan tidak boleh terkena sorot lampu merah. Warna merah akan mendorong cairan sanguin (sanguineous humor). Orang mimisan, menurut Ibnu Sina, harus melihat warna biru. Berbeda dengan warna merah, warna biru akan meringankan dan mengurangi aliran darah. Islam mewariskan khazanah ilmu pengetahuan yang sangat kaya kepada peradaban modern. Berbagai macam penemuan para ilmuan Islam mulai dari bidang pertanian, pertambangan, kesenian, ilmu-ilmu sosial, kedokteran, hingga manajemen pelayanan pos, merupakan tindak lanjut dari warisan Islam. Di bidang kedokteran, banyak dokter Muslim berhasil menciptakan metode-metode pengobatan. Mereka berhasil menemukan aneka terapi untuk menyembuhkan ragam jenis penyakit. Salah satunya adalah terapi warna atau lebih dikenal kromoterapi. Terapi ini merupakan terapi suportif yang dapat mendukung terapi utama. Menurut praktisi kromoterapi, penyebab dari beberapa penyakit dapat diketahui dari pengurangan warna-warna tertentu dari sistem dalam tubuh manusia. Seorang dokter (praktisi terapi) yang terlatih dalam kromoterapi dapat menggunakan warna dan cahaya untuk menyeimbangkan energi dalam tubuh seseorang yang mengalami kekurangan baik fisik, emosi, spiritual, maupun mental. Terapi cahaya terbukti dapat meringankan penyakit depresi yang tinggi. Ahli kromoterapi menyatakan, mereka melakukan praktik sesuai dasar ilmiah. Menurut hasil penelitian mereka, warna membawa reaksi

43

emosional manusia. Dalam sebuah artikel yang ditulis Michelle Caldwel, Smallpox: Is the Cure Worse Than the Disease?, disebutkan pada akhir abad ke-19 M, penderita penyakit cacar di Eropa dirawat di ruang yang ditutupi dengan kain berwarna merah untuk menyembuhkan pasien (Abu Nasar, 2011).

Warna yanng digunakan untuk cromatherapi Terapi ini bekerja seperti metode penyembuhan holistik yang befokus pada pencarian akar masalah dan mencoba untuk mencegah sehingga tidak terjadi lagi.

Gambar : Warna dan Kromaterapi Terapi ini seringkali dipadukan dengan perubahan gaya hidup seperti diet dan olahraga. Terapi ini bisa digunakan sebagai pengobatan konvensional tetapi belum mengalami pengurangan gejala. Metode terapi ini cukup

sederhana, bisa memulai dengan mengubah warna di rumah atau ruangan. Para pakar meyakini kalau cara ini lebih menguntungkan. Berikut tujuh warna pelangi dan representasinya masing-masing: Ungu Warna ini melambangkan pencerahan dan kebangkitan spiritual. Pakar holistik terapi menggunakan warna ungu untuk menenangkan organorgan, merilekskan otot-otot dan menenangkan sistem saraf. Nila Nila bersifat menenangkan dan menyamankan. Warna ini bisa mempertajam intuisi. Nila berfungsi dalam mengontrol perdarahan dan pembengkakan. Biru Biru merepresentasikan komunikasi dan ilmu pengetahuan. Warna ini berfungsi menghilangkan racun-racun dan digunakan dalam mengobati kelainan hati dan penyakit kuning. Hijau Sesuai dengan lokasinya yang berada di tengah spektrum, warna hijau dikaitkan dengan keseimbangan. Hijau bersifat menenangkan dan digunakan oleh terapis untuk meredakan radang lambung. Warna ini diyakini mengandung antiseptik, zat pembunuh kuman dan pembunuh bakteri. Kadang-kadang warna ini digunakan untuk mengatasi infeksi bakteri. Kuning Kuning berfungsi sebagai stimulus sensori yang dikaitkan dengan kebijakan dan kejelasan. Warna ini diyakini mengandung zat

45

penghilang rasa sakit dan zat antibakteri. Warna ini berfungsi untuk menstimulus sistem pencernaan dan sistem limfe. Orange Orange menghadirkan sensasi gembira, antusiasme dan stimulus seksual. Para praktisi aryuvedic meyakini kalau antibakteri dalam warna ini berfungsi meredakan masalah sistem pencernaan. Merah Merah menghadirkan energi, kekuatan dan stimulus. Secara fisik, warna ini diyakini bisa memperbaiki sirkulasi dan menstimulus produksi sel darah merah.

Sifat warna digolongkan menjadi dua golongan ekstrem yaitu warna panas dan warna dingin. Yang termasuk pada warna panas adalah keluarga merah/ jingga yang memiliki sifat dan pengaruh hangat, segar, menyenangkan, merangsang dan bergairah. Yang termasuk warna dingin adalah kelompok biru/hijau yang memiliki pengaruh sunyi, tenang, makin tua, dan makin gelap serta arahnya makin menambah tenggelam dan depresi (Darmaprawira, 2002: 33).

Hasil penelitian menurut Maitland Graves dari bukunya yang berjudul The Art of Color and Design menerangkan yang termasuk pada warna panas/hangat adalah keluarga kuning, jingga, dan merah yang bersifat positif, agresif, aktif, merangsang dan yang termasuk pada warna dingin /sejuk yaitu keluarga hijau, ungu, dan biru yang bersifat negatif, mundur, terang, tersisih, aman (Darmaprawira, 2002: 33).

Menurut Hering yang kemudian terkenal dengan teori Hering terdapat enam warna pokok yaitu merah, hijau, kuning, biru, putih dan hitam (Collins dan Drever, 1952). Dari enam warna ini menjadi tiga pasang yaitu merah-hijau, biru-kuning, dan hitam-putih (Collins dan Drever, 1952; Harriman, 1958)

Menurut Young retina mempunyai kemampuan untuk mengadakan tiga macam warna pokok, yaitu merah, hijau, dan biru (Harriman, 1958). Dan teori ini diperkuat oleh Helmholtz sehingga terkenal dengan teori Young Helmholtz.

Kedua teori ini terkenal sebagai dua teori yyang besar dalam masalah warna (two major theories).

Penggunaan warna di Rumah Sakit Ada beberapa kegunaan warna di rumah sakit yang perlu jadi bahan pertimbangan dalam perencanaan, yaitu yang tidak ada hubunganya dengan emosi pasien. Syarat lain penggunaan warna di rumah sakit adalah tempat tidur pasien perlu diletakan dekat jendela walaupun harus ada jarak (Darmaprawira, 2002: 136)

Berikut ini adalaah warna-warna yang disarankan untuk perancangan rumah sakit yaitu warna hangat adalah nada koral (M.8/4), nada warna buah persik (J.8/4), kuning (K.9/4), sedangkan warna sejuknya adalah rentangan warna hijau terang (KH.9/2), aqua (BH.9/2), warna sejuk cocok untuk pasien

47

kronis. Ruangan-ruangan yang bersifat pribadi bisa diberi warna merah muda (M.7/4), hijau kolonial (H.7/2), di kamar bedah misalnya biru tosquoise cocok karena kontras dengan warna darah atau jaringan tubuh yang kemerahan, dan untuk ruangan perawatan bisa menggunakan warna koral (Darmaprawira, 2002: 136-137).

Rumus sebuah dimensi warna menurut Munsell/Hue, Value, dan Khroma atau H.V/Ch.

= CH

Keterangan : H V Ch : Hue (Warna) : Value (Nilai) : Chroma (Intensitas)

Sebagai contoh warna hijau muda akan ditulis: H. 8/1 berarti hijau dengan nilai 8 tingkat intensitas 1.

BAB IIIKERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN DEFINISI OPERASIONAL

Tidak dilakukanTerapi warna atau kromoterapi

at Inap di Rumah Sakit Islam Jakarta Dilakukan Terapi warna atau kromoterapi Stres Planning Terstruktur Kerangka Konsep Berdasarkan tinjauan yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, maka variabel yang diukur dalam penelitian ini adalah: Variabel bebas (Dependent Variable) Variable bebas dalam penelitian ini adalah terapi warna yang dibagi dalam 2 kelompok, yaitu kelompok intervensi yang diberikan terapi warna saat klien dirawat di rumah sakit dan kelompok kontrol yang tidak diberikan terapi warna oleh peneliti.

Variabel Bebas (Independent Variable) Variabel terikat pada penelitian ini adalah stres pada pasien rawat inap.

Hubungan antar variabel tersebut dapat digambarkan dalam skema sebagai berikut : Kelompok Intervensi

Kelompok Kontrol

at Inap di Rumah Sakit Islam Jakarta

Stres

49

Hipotesis Warna merupakan sebuah pantulan spectrum cahaya yang dapat menstimulus otak setelah ditangkap oleh indra penglihatan. Warna merupakan salah satu media relaksasi dengan pancaran gelombang tertentu dan setiap besaran gelombang tersebut bermakna berbeda sehingga pemahaman mengenai warna diperlukan untuk relaksasi tersebut. Dengan demikian pengaruh warna yang dapat menstimulasi sistem saraf dapat membantu dalam menejemen stres sehingga dengan terapi warna yang dilakukan akan menunjukan adanya perbedaan tingkat stres pada pasien rawat inap di rumah sakit islam jakarta antara yang dilakukan intervensi dengan yang tidak dilihat dari perkembangan fisik pasien.

Definisi Operasional Tabel. Definisi Operasional Variabel Penelitian

No.

Identifikasi Variabel

Definisi Operasional Stres adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami ketidak mampuan memenuhi tuntutaan atau yang ada sehingga timbulnya pengaruh terhadap kelainan tubuh.

Alat Ukur

Cara Ukur

Skala Ukur

Hasil Ukur Memiliki ketaha nan luar biasa terhada p stres Tidak terlalu rentan terhadp stres Cukup rentan terhada p stres Rentan terhada p stres Sangat rentan terhada p stres.

1

Stres

Format skala pengukuran stres dari Miller and Smith

Wawancar a

Rasio

Terapi merupakan sebuah

warna

metode

pengobatan alternatif mengobati berbagai 2 Terapi warna penyakit dengan menggunakan warna psikologis yang disesuaikan dengan kerusakan bagian dengan tubuh warna Gorden berwarna hijau, biru dan ungu Observasi tanda-tanda stres nominal untuk TD : 110/70 120/80 mmHg RR : 16 24x/menit N : 60 80x/menit Tidur 68 jam/hari

cakra teretntu.

51

BAB IVMETODOLOGI PENELITIAN Desain Penelitian Desain penelitian ini adalah eksperimen semu (quasi experiment) dengan jenis statistic-group comparison design, yaitu penelitian yang bertujuan untuk menentukan pengaruh dari suatu tindakan pada kelompok subjek yang mendapat perlakuan, kemudian dibandingkan dengan kelompok subjek yang tidak mendapat perlakuan (Nursalam, 2008:86). Penelitian ini menggunakan dua kelompok, yaitu kelompok intervensi dan kelompok kontrol yang bertujuan untuk mengetahui perbedaan tingkat keberhasilan terapi warna dalam menanggulangi stres pada pasien rawat inap.

Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di ruang rawat inap Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih, yaitu di ruang ...

Waktu Penelitian Penelitian akan dilakukan pada bulan Februari 2012--Maret 2012

Populasi dan Sampel Populasi Populasi penelitian yang diambil adalah pasien yang dirawat di rumah sakit dengan posisi tempat tidur di samping jendela.

Sampel Sampel pada penelitian ini dipilih dengan rancangan purposive sampling, yaitu teknik penetapan sampel dengan cara memilih sampel diantara populasi sesuai dengan yang dikehendaki oleh peneliti, sehingga sampel tersebut dapat mewakili karakteristik populasi yang telah ditentukan sebelumnya yang dimasukkan dalam kriteria inklusi (Nursalam, 2008: 94). Karakteristik sampel yang dimasukkan dalam kriteria inklusi adalah: Pasien yang dirawat di Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih pada bulan Maret 2012. Hasil pengukuran ketahanan terhadap stres 31-80 poin Jenis kelamin laki-laki atau perempuan. Kesadaran kompos mentis, kooperatif, dan tidak menderita buta warna. Bersedia menjadi responden penelitian ini.

Alat Pengumpulan Data Alat yang digunakan selama pengumpulan data adalah format ketahanan stres skala Miller dan Smith, Spigmomanometer, gorden warna ...

Prosedur Pengumpulan Data Peneliti telah mengumpulkan data dari responden melalui prosedur sebagai berikut: Mengurus izin penelitian kepada pihak terkait, yaitu Institusi PSIK FKK UMJ dan Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih sebagai tempat penelitian. Peneliti melakukan intervensi langsung terhadap responden dan bekerja sama dengan staf yang bekerja di Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih

53

untuk memudahkan dalam pengambilan data. Menentukan responden yang memenuhi kriteria sampel, kemudian ditentukan sebagai kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Memberikan penjelasan kepada responden dan keluarga mengenai tujuan dan prosedur pelaksanaan penelitian yang akan dilakukan. Jika responden bersedia menjadi subjek penelitian, maka ia harus mengisi lembar persetujuan untuk ditandatangani. Setelah responden setuju, maka peneliti akan melakukan pengkajian tingkat ketahanan stres kepada kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Menentukan jadwal untuk pelaksanaan intervensi yang akan dilakukan. Intervensi dilakukan selama minimal tiga hari perawatan sampai dengan 5 hari perawata kepada masing-masing klien pada kelompok intervensi. Evaluasi tindakan dilakukan setiap hari dengan mengobservasi perkembangan pasien kelompok interervensi maupun kelompok kontrol.

Etika penelitian Etika penelitian merupakan prinsip-prinsip etika dalam pengelolaan penelitian, mulai dari penetapan topik dan masalah penelitian sampai pengambilan hasil penelitian, Etika penelitian ini berisi penjelasan tentang tujuan, manfaat, dan jaminan kerahasiaan. Prinsip primer yang mendasari etika penelitian, yaitu beneficence (bebas dari kerugian, bebas dari eksploitasi dan manfaatnya lebih tinggi daripada risikonya), memperhatikan hak-hak individu (hak untuk menentukan dan hak untuk mendapatkan penjelasan yang transparan tentang riset yang dilakukan), prinsip keadilan (hak untuk mendapatkan perlakuan yang sama dan hak untuk mendapatkan privasi) (Polit dan Hungler, 1999 dalam

Listianingsih, 2011: 42).

Adapun m asalah etika yang harus diperhatikan antara lain: Informed Consent (Persetujuan Menjadi Responden) Informed Consent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dan responden peneliti dengan memberikan lembar persetujuan. Informed consent tersebut diberikan sebelum penelitian dilakukan dengan memberikan lembar persetujuan untuk menjadi responden. Tujuan informed consent adalah agar responden mengerti maksud dan tujuan peneliti, serta mengetahui dampaknya. Jika responden bersedia, maka mereka harus menandatangani lembar persetujuan. Jika responden tidak bersedia, maka peneliti harus menghormati hak responden. Beberapa informasi yang harus ada dalam informed consent tersebut antara lain partisipasi klien, tujuan dilakukannya tindakan, jenis data yang dibutuhkan, komitmen, prosedur pelaksanaan, potensial masalah yang akan terjadi, manfaat, kerahasian, informasi yang mudah dihubungi, dan lain-lain (Listianingsih, 2011: 44).

Anonymity (Tanpa Nama) Masalah etik keperawatan merupakan masalah yang memberikan jaminan dalam penggunaan subjek penelitian dengan cara tidak memberikan atau mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur dan hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data atau hasil penelitian yang disajikan (Listianingsih, 2011: 44).

55

Confidentiality (Kerahasiaan) Masalah ini merupakan masalah etika dengan memberikan jaminan kerahasian hasil penelitian, baik informasi maupun masalah-masalah lainnya. Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaannya oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan pada hasil riset (Listianingsih, 2011: 44).

Pengolahan Data Setelah dilakukan pengumpulan data menggunakan alat pengumpulan data format ketahanan stres skala Miller dan Smith, Spigmomanometer, gorden warna hijau kebiru-biruan atau biru kehijau-hijauan, kemudian peneliti melakukan pengolahan data melalui 4 tahapan, yaitu: Editing, yaitu melakukan pemeriksaan, kelengkapan, kejelasan, dan kesesuaian data dari pengkajian, penilaian yang dilakukan. Coding, yaitu pengkodean yang dilakukan terhadap kelompok intervensi dan kelompok kontrol agar memudahkan peneliti dalam pengolahan data. Kelompok intervensi diberikan kode 1 dan kelompok kontrol diberikan kode 2. Processing, yaitu memproses data yang dilakukan dengan cara meng-entry data dari format hasil observasi harian dengan metode komputerisasi, yaitu SPSS. Cleaning, yaitu kegiatan pengecekan kembali data yang sudah di-entry apakah ada kesalahan atau tidak.

Analisa Data Analisa data yang dilakukan dengan program komputerisasi dengan analisa univariat dan bivariat, yaitu : Analisa Univariat Analisa univariat menggunakann distribusi frekuensi untuk melihat besarnya proporsi menurut berbagai karakteristik variabel yang diteliti, baik variabel independen maupun variabel dependen.

Analisa Bivariat Digunakan untuk mengetahui hubungan dua variabel, yaitu variabel independen dan variabel dependen. Uji bivariat menggunakan analisa statistik dengan uji Chi Square dengan derajat kepercayaan 95%. Dari hasil perhitungan statistik dapat menunjukkan ada tidaknya hubungan yang signifikan antara variabel independen dan variabel dependen, yaitu dengan melihat P bila dari hasil perhitungan statistik diperoleh hasil P< 0,05 maka hasil perhitungan statistik bermakna, yang berarti terdapat hubungan yang signifikan antara variabel independen dan variabel dependen. Sebaliknya bila dari perhitungan statistik nilai P> 0,05 maka hasil perhitungan statistik tidak bermakna atau tidak ada hubungan yang signifikan antara variabel independen dan variabel dependen. Rumus Uji t-test satu sample:

57

DAFTAR PUSTAKA

Alimul H, A. Aziz. (2009). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia Aplikasi Konsep dan Proses Keperawatan. Salemba Medika; Jakarta Dalami, Ermawati. (2010). Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Trans Info Media; Jakarta Devison, Gerald C,. Neale, John M,. Kring, Ann M,. (2006). Psikologi Abnormal (Edisi ke-9). Raja Grafindo Persada; Jakarta Nursalam. (2009). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan, Pedoman Sripsi, Tesis, dan Instrumen Penelitian Keperawatan Edisi 2. Salemba Medika; Jakarta Setiadi. (2007). Konsep dan Penulisan Riset Keperawatan Edisi Pertama. Graha Ilmu; Yogyakarta Yosep, Iyus. (2010). Keperawatan Jiwa (Edisi Revisi). Refika Aditama; Bandung Kandasami, K. (2011). Bab II Tinjauan Pustaka. Dikutip dari www.usu.ac.id. Diunduh pada 17 Januari 2012 http://akperunipdu.blogspot.com/2008/05/stress-dan-adaptasi.html. (2008). diunduh pada 17 Januari 2012 http://www.signs-of-stress.com/symptoms-of-stress.html. diunduh pada 18 Januari 2012 Tarigan, Ikarowina. (2009). Terapi Warna. http://qieay.student.umm.ac.id. diunduh Symptoms of Stress.

pada 18 Januari 2011 Mansur, Abu Nasr. (2011). Terapi Warna. http://ipmmojokerto.wordpress.com. diunduh pada 18 Januari 2012 Swasty, Wirania. (2010). A-Z Warna Interior: Rumah Tinggal. Depok; Niaga Swadaya. http://books.google.co.id. Diunduh pada 16 Januari 2012 Walgito, Bimo. (2003). Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta; Andi Kulaif, Gabriela. http://www.reikimassage.la/chromotherapy.htm. Chromotherapy. diunduh pada diunduh pada 19 Januari 2012 Azeemi, Samina T. Yousuf ., Raza, S. Mohsin .(2005). A Critical Analysis of Chromotherapy and Its Scientific Evolution.

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1297510/. diunduh pada diunduh pada 19 Januari 2012 Darmojuwono, Setiawati. 1989. Pengaruh Klasifikasi Semantis Bidang Warna kepada Persepsi Manusia dalam Linguistik Indonesia tahun 7 No. 14 hlm. 3344.

59

PROPOSAL PENELITIANEFEKTIFITAS TERAPI WARNA TERHADAP STRES PADA PASIEN RAWAT INAP (STRES HOSPITALISASI) DI RUANG RAWAT INAP RUMAH SAKIT ISLAM JAKARTA

OLEH : WIWIT DWI RAHMAH APRILLIA NPM : 2008720031

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA

2012LEMBAR PERSETUJUAN

PROPOSAL PENELITIANEFEKTIFITAS TERAPI WARNA TERHADAP STRES PADA PASIEN RAWAT INAP (STRES HOSPITALISASI) DI RUANG RAWAT INAP RUMAH SAKIT ISLAM JAKARTA

Jakarta, 23 Januari 2012

Menyetujui,

Dosen Mata Ajar Metodologi Riset

(Muhammad Hadi, SKM., M.Kes)

Mengetahui,

Ka. Program Studi Ilmu Keperawatan FKK-UMJ

(Muhammad Hadi, SKM., M.Kes)

CURICULUM VITAE

Nama NPM Tempat/ Tanggal Lahir Jenis Kelamin Agama

: Wiwit Dwi Rahmah Aprillia : 2008720031 : Kuningan, 22 April 1990 : Perempuan : Islam

Alamat: Jln. Makmur RT 03 RW 04 No. 46 Kelurahan Susukan Kecamatan Ciracas Jakarta Timur No. Telepon : 085 7111 64206 Riwayat pendidikan :

SD Negeri Widarasari, lulus tahun 2002 SMP Negeri 5 Kuningan, lulus tahun 2005 SMK Bhakti Indonesia, lulus tahun 2008 Mahasiswa (Program A) Program Studi Ilmu Keperawatan FKK-UMJ, angkatan tahun 2008 sampai dengan sekarang

KATA PENGANTAR Bismillahirrahmaanirrohiim,61

Segala puji dan syukur bagi Allah SWT peneliti panjatkan yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya serta nikmat sehat, iman, ilmu dan waktu sehingga proposal penelitian ini dapat saya selesaikan dengan judul Efektifitas Teapi Warna Terhadap Stres Pada Pasien Rawat Inap (Stres Hospitalisasi) di Ruang.... Rumah Sakit Islam Jakarta. Salawat dan salam senantiasa dilimpah curahkan kepada Nabi besar Muhammad SAW, kepada para keluarganya, dan sahabatnya. Adapun penyusunan proposal penelitian ini dimaksudkan untuk memenuhi tugas mata ajar Metodologi Riset sebagai Ujian Akhir Semester 7.

Dalam penyusunan usulan penelitian ini, peneliti banyak mendapatkan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, peneliti mengucapkan terimakasih kepada: Bapak Muhammad Hadi, SKM, M.Kes selaku Ka. Program Studi Ilmu Keperawatan FKK-UMJ, sekaligus selaku dosen mata ajar Metodologi Riset yang telah banyak memberi bimbingan dan pengarahan dalam penyusunan usulan penelitian ini. Bapak Ucu Rustamin dan Ibu Enno Sri Kasri selaku orangtua peneliti, Pitria Dara Rusmawati selaku kakak kandung peneliti, Reza Firdaus Tri Nugraha selaku adik kandung peneliti dan seluruh keluarga yang telah banyak memberikan doa dan dukungan dalam penyusunan proposal penelitian ini. Teman-teman seperjawat angkatan 2008 Program Studi Ilmu Keperawatan FKKUMJ yang selalu kompak dan saling memberikan dukungan satu sama lain. Seluruh pihak terkait yang tidak dapat disebutkan satu-persatu.

Peneliti menyadari bahwa penyusunan proposal penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu bantuan berupa kritik dan saran dari berbagai pihak

yang sifatnya membangun akan sangat membantu untuk perbaikan di masa mendatang.

Peneliti berharap semoga proposal penelitian ini dapat bermanfaat bagi berbagai pihak. Akhir kata, peneliti mengucapkan terimakasih.

Jakarta, 23 Januari 2012

Peneliti

DAFTAR ISI LEMBAR PERSETUJUAN................................................................................................... CURICULUM VITAE............................................................................................................ KATA PENGANTAR............................................................................................................. 63

DAFTAR ISI...........................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN A. B. C. D. Latar Belakang......................................................................................... Rumusan Masalah.................................................................................... Pertanyaan Penelitian............................................................................... Tujuan Penelitian..................................................................................... 1. Tujuan Umum...................................................................................... 2. Tujuan Khusus..................................................................................... E. Manfaat Penelitian...................................................................................

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. B. Stress Terapi Warna

BAB

III

KERANGKA

KONSEP,

HIPOTESIS

DAN

DEFINISI

OPERASIONAL A. B. C. Kerangka Konsep..................................................................................... Hipotesis................................................................................................... Definisi Operasional................................................................................

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN A. B. C. D. Desain Penelitian...................................................................................... Tempat Penelitian.................................................................................... Waktu Penelitian...................................................................................... Populasi dan Sampel................................................................................

E. F. G. H. I.

Alat Pengumpulan Data........................................................................... Prosedur Pengumpulan Data.................................................................... Etika Penelitian........................................................................................ Pengelolahan Data.................................................................................... Analisa Data............................................................................................

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN Lampiran 1: LEMBAR PERSETUJUAN PENELITIAN Lampiran 2: LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

65