Proposal Penelitian Uji Toksisitas Ekstak Eceng-eceng terhadap Mortalitas Keong Mas

40
UJI TOKSISITAS EKSTRAK ECENG ECENG (Monochoria vaginalis) SEBAGAI MOLUSKISIDA NABATI TERHADAP MORTALITAS KEONG MAS (Pomaceae canaliculata L.) PROPOSAL SKRIPSI Oleh : Krisna Bagus Andrian NIM. 091510501018

description

Gagasan awal mengenai penggunaaan pestisida nabati dalam upaya pengendalian hama.

Transcript of Proposal Penelitian Uji Toksisitas Ekstak Eceng-eceng terhadap Mortalitas Keong Mas

Page 1: Proposal Penelitian Uji Toksisitas Ekstak Eceng-eceng terhadap Mortalitas Keong Mas

UJI TOKSISITAS EKSTRAK ECENG ECENG (Monochoria vaginalis)

SEBAGAI MOLUSKISIDA NABATI TERHADAP MORTALITAS

KEONG MAS (Pomaceae canaliculata L.)

PROPOSAL SKRIPSI

Oleh :

Krisna Bagus Andrian

NIM. 091510501018

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS JEMBER

2013

Page 2: Proposal Penelitian Uji Toksisitas Ekstak Eceng-eceng terhadap Mortalitas Keong Mas

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Padi merupakan bahan makanan yang menghasilkan beras. Bahan

makanan ini merupakan makanan pokok bagi sebagian besar penduduk Indonesia.

Meskipun padi dapat digantikan oleh makanan lainnya, namun padi memiliki nilai

tersendiri bagi orang yang biasa makan nasi dan tidak dapat dengan mudah

digantikan oleh bahan makanan yang lain. Padi adalah salah satu bahan makanan

yang mengandung gizi dan penguat yang cukup bagi tubuh manusia, sebab

didalamnya terkandung bahan yang mudah diubah menjadi energi. Oleh karena itu

padi disebut juga makanan energy (Aak, 1990).

Produksi padi tahun 2011 (ARAM III) diperkirakan sebesar 65,39 juta

ton Gabah Kering Giling (GKG), mengalami penurunan sebanyak 1,08 juta ton

(1,63 persen) dibandingkan tahun 2010. Penurunan produksi diperkirakan terjadi

karena penurunan luas panen seluas 29,07 ribu hektar (0,22 persen) dan

produktivitas sebesar 0,71 kuintal/hektar (1,42 persen). Penurunan produksi padi

tahun 2011 sebesar 1,08 juta ton tersebut terjadi pada subround Mei−Agustus

sebesar 1,14 juta ton (5,16 persen) dan perkiraan subround September−Desember

sebesar 1,26 juta ton (8,44 persen), sedangkan pada subround Januari−April

terjadi peningkatan sebesar 1,32 juta ton (4,52 persen) dibandingkan dengan

produksi pada subround yang sama tahun 2010 (year-on-year) (BPS, 2011).

Selain masalah penurunan luas lahan, faktor penghambat produktivitas

padi adalah adanya serangan hama dan penyakit. Seperti yang terjadi di beberapa

daerah di Indonesia, beberapa kasus ledakan hama ataupun penyakit mampu

menyebabkan kerusakan yang signifikan. Salah satu hama yang kini menjadi

permasalahan adalah hama keong mas. Keong mas mempunyai kebiasaan

memakan berbagai tanaman yang lunak termasuk padi yang masih muda.

Biasanya keong mas memarut pangkal batang yang berada dibawah air dengan

lidahnya hingga patah, kemudian patahan tanaman yang rebah tersebut dimakan.

Bila populasi keong mas tinggi dan air selalu tergenang, bisa mengakibatkan

rumpun padi mati, sehingga petani harus menyulam atau menanam ulang.

Page 3: Proposal Penelitian Uji Toksisitas Ekstak Eceng-eceng terhadap Mortalitas Keong Mas

Kerusakan yang ditimbulkannya dapat mencapai intensitas 13,2 – 96,5% (Pitojo,

1996).

Hingga tahun 2004, luas serangan hama ini di seluruh Indonesia telah

mencapai lebih dari 16.000 ha (Badan Litbang Pertanian, 2007a). Untuk

mengendalikan serangan keong mas, petani umumnya masih mengandalkan

penggunaan pestisida sintetis. Namun penggunaan pestisida sintetis yang kurang

bijaksana, seperti yang sering dipraktekkan para petani di negara-negara

berkembang (Wilson and Tisdell, 2001), dapat mengganggu kesehatan petani

(Dasgupta et al.. 2007), konsumen dan kehidupan organisme-organisme bukan

sasaran lainnya (Giacomazzi and Cochet, 2004). Oleh karena itu, cara

pengendalian yang relatif murah, praktis dan dapat mengurangi pencemaran

lingkungan saat ini sangat diperlukan (Fernandez et al..2001; Schmidt et al..

1991).

Di Jember, pada sekitar tahun 2011, di daerah Kencong dan Gumuk mas ada

sekitar ratusan hektar sawah yang terserang oleh keong mas. Kerusakan yang

ditimbulkan hampir menyebabkan gagal panen. Hal ini disebabkan hujan terus

menerus yang mengakibatkan sawah tergenang air cukup tinggi sehingga

perkembangan keong mas menjadi cepat.Irigasi yang ada, kurang efektif dan tidak

bisa maksimal digunakan untuk mengurangi air yang berlebih di sekitar sawah

yang tergenang. Pengendalian menggunakan pestisida juga tidak efektif karena

tiap hari jumlah keong mas semakin bertambah, mengingat tingkat

perkembangbiakan keong mas yang sangat cepat (Aziz,2011).

Seperti permasalahan keong mas di daerah kecamatan Tanggul, Jember,

hingga saat ini masih menjadi kendala dan belum ditemukan solusi yang tepat

untuk menanggulangi serangan keong mas ini. Tingkat kerusakan yang

ditimbulkan mengakibatkan hampir sebagaian besar tanaman padi yang masih

muda menjadi rusak, dan harus ditanami lagi atau disulam. Pengendalian

menggunakan moluskisida kimia sudah dilakukan, tetapi hasil yang didapatkan

kurang maksimal. Penggunaan tanaman sebagai atraktan juga sudah, tetapi hanya

mengurangi sebagian kecil saja dari sebagian besar keong mas yang ada di lahan.

Irigasi yang ada juga kurang bisa maksimal menggiring keong mas untuk tidak

Page 4: Proposal Penelitian Uji Toksisitas Ekstak Eceng-eceng terhadap Mortalitas Keong Mas

memasuki areal persawahan. Hal itulah yang mendasari adanya upaya

penggunaan pestisida nabati, mengingat potensi dari lingkungan sekitar yang

sangat mendukung untuk dilakukannya pengendalian secara hayati karena bahan-

bahan yang diperlukan tersedia cukup melimpah.

Sebagai upaya untuk mewujudkan pertanian yang ramah lingkungan, dan

dengan berdasarakn beberapa literatur dari berbagai sumber, salah satu contoh

alternatif pengendalian dengan menggunakan pestisida yang dapat dilakukan

adalah dengan menggunakan Eceng eceng (Monochoria vaginalis), yang mana

Eceng eceng ini dibuat dalam bentuk ekstrak untuk kemudian diaplikasikan ke

sawah. Eceng eceng ini diduga memiliki suatu senyawa yang bersifat toksik

terhadap keong mas. Senyawa ini diduga dapat menyebabkan penurunan aktivitas

makan dari keong mas, bahkan dalam konsentrasi tertentu dapat mengakibatkan

mortalitas pada keong mas. Hal inilah yang melatarbelakangi untuk melakukan

penelitian ini, guna mengetahui tingkat toksisitas dari ekstrak Eceng eceng

sebagai salah satu alternatif pengendalian Keong mas di lahan sawah. Dengan

harapan, pestisida ini mampu secara efektif mengendalikan keong mas, dan dapat

mengurangi dampak buruk dari penggunaan pestisida atau moluskisida kimiawi.

Dengan harapan, gangguan akibat keong mas dapat ditekan seminimal mungkin,

dengan tanpa dampak buruk bagi lingkungan sekitar.

1.2 Rumusan Masalah

Salah satu kendala dalam usaha budidaya tanaman padi di lahan sawah

adalah adanya gangguan dari Keong mas (Pomaceae canaliculata L). Keong mas

menyerang pada tanaman padi usia muda, yaitu awal pembibitan hingga usia

tanam 2-3 minggu. Penggunaan pestisida sintetik selama ini yang dilakukan

petani dalam penanggulangan Keong mas telah banyak mengakibatkan berbagai

dampak negatif terhadap lingkungan, antara lain timbulnya residu dan masih

belum optimalnya upaya pengendalian secara kimiawi dikarenakan adanya faktor

resistensi. Dalam penelitian ini diupayakan memberikan salah satu alternatif

pengendalian dengan menggunakan moluskisida nabati dengan Eceng eceng,

dengan harapan dapat mengendalikan Keong mas secara efektif, tanpa harus

mengakibatkan dampak negatif terhadap lingkungan. Eceng eceng ini diduga

Page 5: Proposal Penelitian Uji Toksisitas Ekstak Eceng-eceng terhadap Mortalitas Keong Mas

memiliki suatu senyawa yang disinyalir dapat mengakibatkan penurunan aktivitas

makan dari keong mas, dan bahkan dalam konsentrasi tinggi dapat menyebabkan

mortalitas terhadap keong mas. Yang mana senyawa yang diperkirakan saponin

ini mampu mengurangi tingkat serangan keong mas dan tingkat keefektifannya

tidak berbeda dengan moluskisida sintetis niklosamida. Senyawa ini juga aman

bagi tanaman padi, dan organisme lain non sasaran, juga sama sekali tidak

menimbulkan residu terhadap keong mas. Dengan begitu, pengendalian

menggunakan Eceng eceng dalam bentuk ekstrak ini dapat menjadi salah satu

upaya yang menjanjikan untuk mengendalikan keong mas yang hingga saat ini

masih belum bisa dikendalikan secara efektif dan efisien. Dengan begitu, maka

usaha untuk meningkatkan produktivitas padi dapat diwujudkan, karena salah satu

faktor penghambat bisa dikendalikan dan mampu untuk diminimalisir dampak

buruk yang ditimbulkan. Mengingat, saat ini pengendalian hayati atau

penggunaan pestisida nabati merupakan pengendalian yang sedang dikembangkan

di masyarakat untuk menggantikan pengendalian kimiawi, yang banyak

mengakibatkan dampak buruk bagi keseimbangan ekosistem, dan sangat

menimbulkan resistensi. Sehingga, upaya peningkatan produktivitas padi secara

efisien dapat dilakukan secara ramah lingkungan.

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.3.1 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui tingkat toksisitas dari ekstrak

Eceng eceng (Monochoria vaginalis) sebagai salah satu alternatif pengendalian

hayati yang dapat menyebabkan mortalitas terhadap hama Keong mas (Pomaceae

canaliculata).

1.3.2 Manfaat Penelitian

Hasil Penelitian dapat digunakan sebagai alternatif pengendalian keong mas

secara ramah lingkungan, dan menghindari dampak buruk penggunaan

moluskisida sintetik di lapang.

Page 6: Proposal Penelitian Uji Toksisitas Ekstak Eceng-eceng terhadap Mortalitas Keong Mas

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sejarah Keong mas

Keong mas (Pomacea canaliculata Lamarck) diperkenalkan ke Asia pada

tahun 1980an dari Amerika Selatan sebagai makanan potensial bagi manusia.

Sayangnya, kemudian keong mas menjadi hama utama padi yang menyebar ke

Filipina, Kamboja, Thailand, Vietnam, dan Indonesia. Proses perkembangan

keong mas di beberapa Negara juga sama dengan di Indonesia. Di Jepang pada

tahun 1982, hama keong mas merusak 17.000 ha tanaman di lahan sawah dan

meningkat menjadi 151.000 ha pada tahun 1986. Filipina mendatangkan keong

dari Taiwan untuk dipelihara sebagai sumber protein, ternyata kecepatan

perkembangan hama ini melebihi permintaan. Filipina merupakan negara yang

tanaman padinya terluas diserang keong mas dan terus meningkat dari 300 ha

pada tahun 1986 menjadi 326.000 ha pada tahun1998 kemudian meningkat lagi

menjadi 800.000 ha pada tahun 1995 (Cagauan dan Joshi, 2004). Negara lain yang

tanaman padinya terserang keong mas adalah Vietnam, Thailand, Sabah, Laos

PDR, dan Kamboja. Di Hawai keong mas menyerang perkebunan tanaman talas

(Joshi, 2006).

Perkembangan dan penyebaran ini akan terus meningkat karena ditunjang

oleh mobilitas keong mas yang tinggi, baik secara pasif dengan mengikuti aliran

air irigasi dan sarana transportasi air maupun pergerakan aktif dari keong itu

sendiri, sehingga menyebabkan semakin sulit pengendalian kepadatan populasi

dan penyebaran keong mas. Kini keong mas termasuk spesies asing yang

berkembang dan paling merugikan. Kerugian yang disebabkan oleh keong mas

bukan hanya turunnya hasil panen padi, tetapi juga bertambahnya biaya

pengendalian. Tambahan biaya untuk menanam ulang atau menyulam akan

mengurangi keuntungan petani (Suharto, 2006).

2.2 Biologi dan Morfologi Keong mas

Keong mas satu famili dengan keong lokal, yaitu keong gondang Pila

ampullaceae (Marwoto, 1997), famili Ampullariidae yang merupakan siput air

tawar. Siput ini berbentuk bundar atau setengah bundar. Rumah siput berujung

Page 7: Proposal Penelitian Uji Toksisitas Ekstak Eceng-eceng terhadap Mortalitas Keong Mas

pada menara pendek dengan 4-5 putaran kanal yang dangkal. Pada mulut rumah

siput terdapat penutup mulut yang disebut operculum yang kaku. Keluarga siput

Ampullaridae berukuran besar, rumah siput bias mencapai 100 mm.

Keong mas sebagai fauna pendatang mudah dibedakan dari keong gondang,

baik dari bentuk maupun ukuran rumah siput dan warna kelompok telur.

Persamaan antara keong gondang dengan keong mas adalah pada bentuk rumah

siput dan kelompok telur. Kelompok telur keong mas berwarna merah muda yang

diletakkan diatas permukaan air, sedangkan kelompok telur keong gondang

berwarna putih yang diletakkan di bibir permukaan air. Telur keong gondang

lebih besar dari keong mas, tetapi jumlah telur untuk tiap kelompok sedikit. Satu

kelompok telur keong gondang hanya terdiri atas 15-35 butir (Djayasasmita,

1987).

Marwoto (1997) melaporkan tiga spesies Pomaceae di Indonesia, yaitu

Pomaceae canaliculata, P. insularum, dan P. paludosa. Menurut Cowie et al.

(2007). Pomacae canaliculata Lamarck sama dengan P. insularum. Penamaan

yang berbeda dari spesies yang sama terebut karena P. canaliculata banyak

ditemukan pada lahan yang tergenang, sedangkan P. insularum banyak ditemukan

pada air dengan arus yang mengalir. Berdasarkan contoh keong mas yang diambil

dari beberapa negara di Asia Tenggara, keong mas termasuk P. canaliculata

Lamarck berasal dari beberapa daerah di Amerika Selatan, termasuk Argentina

(Cowie et al.., 2006). P. paludosa di Amerika Serikat diperdagangkan sebagai

hiasan aquarium. Di Indonesia, P. paludosa yang ada saat ini bisa saja

didatangkan untuk keperluan hiasan aquarium.

Keong mas termasuk:

Filum : Molluska

Kelas : Gastropoda

Ordo : Mesogastropoda

Famili : Ampullaridae

Genus : Pomacea

Spesies : Pomacea canaliculata Lamarck

Page 8: Proposal Penelitian Uji Toksisitas Ekstak Eceng-eceng terhadap Mortalitas Keong Mas

P. canaliculata Lamarck secara morfologi ditandai oleh karakteristik

sebagai berikut: rumah siput bundar dan menara pendek; rumah siput besar, tebal,

lima sampai enam putaran didekat menara dengan kanal yang dalam, mulut besar

dengan bentuk bulat sampai oval, operculum tebal rapat menutup mulut, berwarna

cokelat sampai kuning muda, bergantung pada tempat berkembangnya, dagingnya

lunak berwarna putih krem atau merah jambu keemasan atau kuning orange.

Operculum betina cekung dan tepi mulut rumah siput melengkung kedalam,

sebaliknya operculum jantan cembung dan tepi mulut rumah siput melengkung

keluar. Mulut keong mas berada diantara tentakel bibir dan memiliki radula, yaitu

lidah yang dilengkapi dengan beberapa baris duri yang tiap baris terdiri atas tujuh

duri. Radula memarut jaringan tanaman pada perbatasan permukaan air, sehingga

tanaman patah dan kemudian dimakan. Keong mas merupakan hewan nokturnal

yang sangat rakus, terutama pada malam hari dan makan hampir semua tumbuhan

dalam air yang masih lunak. Keong mas makan berbagai tumbuhan seperti

ganggang, azola, Eceng eceng, padi, dan tumbuhan sukulen lainnya. Jika makanan

dalam air tidak ada atau tidak cukup, keong mas naik kedaratan untuk mencari

makanan.

2.3 Siklus Hidup

Siklus hidup keong mas bergantung pada temperatur, hujan, atau

ketersediaan air dan makanan. Pada lingkungan dengan temperatur yang tinggi

dan makanan yang cukup, siklus hidup pendek, sekitar tiga bulan, dan

bereproduksi sepanjang tahun. Jika makanan kurang, siklus hidupnya panjang dan

hanya bereproduksi pada musim semi atau awal musim panas (Estebenet dan

Cazzaniga, 1992). Di daerah subtropis (Buenos Aires), keong aktif dan

bereproduksi dari awal musim semi (Oktober) sampai akhir musim panas (Maret

atau April). Selanjutnya keong mengubur diri dalam tanah yang lembab, dan aktif

lagi pada saat temperatur air naik pada musim semi (Estebenet dan Cazzaniga,

1992). Di daerah tropis, keong aktif dan bertelur sepanjang tahun. Keong yang

berukuran 2,5 cm sudah mulai bertelur. Jika makanan cukup dan lingkungan

mendukung, setelah satu sampai dua kali bertelur, ukuran keong bertambah besar.

Keong mas dan juga famili Ampullaridae yang lain bersifat amfibi, karena

Page 9: Proposal Penelitian Uji Toksisitas Ekstak Eceng-eceng terhadap Mortalitas Keong Mas

mempunyai insang dan paru-paru. Paru-paru tertutup jika sedang tenggelam dan

terbuka setelah keluar dari air. Keong mas juga mempunyai sifon pernafasan

untuk bergerak sambil mengambang. Semua kelebihan tersebut berguna untuk

mekanisme survival. Pada musim kemarau keong berdiapause pada lapisan tanah

yang masih lembab, dan muncul kembali jika lahan digenangi air. Jika hidup pada

tanah kering, keong mas akan ganti bernafas dari aerobik menjadi anaerobik.

Indera yang paling aktif adalah penciuman yang bisa mendeteksi makanan dari

lawan jenis.

Keong mas sanggup hidup 2-6 tahun dengan keperidian yang tinggi. Telur

diletakkan dalam kelompok pada tumbuhan, pematang, ranting, dan lain-lain,

beberapa cm di atas permukaan air. Pada umumnya telur berwarna merah muda,

dengan diameter telur berkisar antara 2,2-3,5 mm, tergantung pada lingkungan.

Telur diletakkan berkelompok sehingga menyerupai buah murbei. Warna

kelompok telur berubah menjadi agak muda menjelang menetas. Pada temperatur

32-36ºC dengan kelembaban 80-90% pada pk. 8.00 dan pada temperatur 42-44ºC

dengan kelembaban 76-80%. Tiap kelompok telur keong mas berisi 235 hingga

860 butir. Daya tetas berkisar antara 61-75%. Telur menetas setelah 8-14 hari .

Page 10: Proposal Penelitian Uji Toksisitas Ekstak Eceng-eceng terhadap Mortalitas Keong Mas

Pada temperatur 23-32ºC, dalam sebulan seekor keong mas dapat bertelur 15

kelompok yang terdiri atas 300 sampai 1.000 butir tiap kelompok (Hatimah dan

Ismail, 1989). Ukuran keong yang baru menetas 2,2-3,5 mm dan menjadi dewasa

dalam 60 hari atau lebih, bergantung pada lingkungan. Mortalitas keong sangat

rendah, dalam stadia juvenile selama 30 hari survival dari juvenile yang

berdiameter 0,5 cm antara 95 sampai 100% (Kurniawati dkk, 2009).

2.4 Habitat, penyebaran dan daya rusak Keong mas pada kolam, rawa, dan lahan yang selalu tergenang termasuk

sawah, didaerah tropik dan subtropik dengan temperatur terendah 10˚C. Hewan

ini mempunyai insang dan organ yang berfungsi sebagai paru-paru yang

digunakan untuk adaptasi di dalam air maupun di darat. Paru-paru merupakan

organ tubuh yang penting untuk hidup pada kondisi yang berat. Gabungan antara

operculum dengan paru-paru merupakan daya adaptasi untuk menghadapi

kekeringan. Jika air berkurang dan tanah atau lumpur menjadi kering, keong mas

membenamkan diri ke dalam tanah, sehingga metabolisme berkurang dan

memasuki masa diapause. Fungsi paru-paru bukan hanya untuk bernafas tetapi

juga untuk mengatur pengapungan. Keong mas dapat hidup pada lingkungan yang

berat, seperti air yang terpolusi atau kurang kandungan oksigen.

Introduksi keong mas dari habitat aslinya di Amerika Selatan ke beberapa

negara untuk berbagai keperluan menyebar dengan cepat. Habitat yang kondusif

bagi keong mas di daerah yang baru mmenyebabkan populasi meningkat dan

menjadi hama baru bagi tanaman padi. Keong mas salah satu dari 100 spesies

biota di tempat hidup yang baru dan paling merugikan (Joshi, 2005). Invasi keong

mas berkaitan dengan daya reproduksi yang tinggi, kemampuan beradaptasi yang

cepat dengan lingkungan, dan rakus makan pada kondisi tanaman inang yang

beragam, sehingga dapat mengalahkan perkembangan siput atau keong lokal.

Keong mas yang ada di Indonesia berasal dari Argentina . Pada tahun 1980-

an keong mas menyebar dengan cepat beberapa negara di Asia, atas campur

tangan manusia. Secara biologi mustahil keong mas dapat menyeberang dari

Amerika selatan ke Asia . Awal introkduksi ke negara-negara di Asia, keong mas

digunakan untuk bermacam-macam tujuan. Di Filipina, misalnya, Keong mas

Page 11: Proposal Penelitian Uji Toksisitas Ekstak Eceng-eceng terhadap Mortalitas Keong Mas

digunakan sebagai bahan makanan, sementara di Indonesia dijadikan sebagai

hewan hias pada aquarium.

Sampai tahun 1987, di Indonesia masih ada keinginan untuk

mengembangbiakkan keong mas sebagai komoditas ekspor. Semula hewan ini

dianggap tidak merugikan. Kemudian muncul polemik tentang kemungkinan

keong mas berkembang menjadi hama tanaman. Kenyataannya keong mas telah

menyebar luas di Sumatera (Bengkulu, Jambi, Lampung, Pariaman, Riau), Papua

(Biak dan Wamena), Sulawesi (Bone, Makasar Manado, Maros, Palu dan

Pangkep), Kalimantan (Balikpapan dan Samarinda), Buton, Jawa, Bali, dan

Lombok (Hendarsih et al.., 2006). Di Jawa Barat sampai tahun 1992 tidak

ditemukan keong mas di sawah dan hanya dipelihara di kolam. Sejak tahun 1996,

hama ini ditemukan menyerang tanaman padi pada lahan di 12 kabupten dan pada

tahun 1999 berkembang menjadi 16 kabupaten (Hendarsih, 2002). Luas areal

pertanaman padi sawah yang terserang keong mas baru tercatat secara resmi pada

tahun 1997, yaitu 3.630 ha. Pada tahun 2003 luas serangan keong mas mencapai

lebih dari 13.000 ha dan meningkat menjadi 22.000 ha pada tahun 2007 (Tabel 1).

Penyebaran invasi keong mas tidak merata antar lokasi, serangan yang

selalu luas (lebih dari 500 ha) terjadi di Nangroe Acah Darussalam, Sumatera

Utara, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Sulawesi Selatan, dan Sulawesi

Tenggara, sedangkan di Kalimantan Tengah dan Maluku tidak ada laporan

(Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan, 2008). Tanaman padi rentan terhadap

Page 12: Proposal Penelitian Uji Toksisitas Ekstak Eceng-eceng terhadap Mortalitas Keong Mas

serangan keong mas sampai 15 hari setelah tanam untuk padi tanam pindah dan 30

hari setelah tebar untuk padi sebar langsung. Tingkat kerusakan tanaman padi

sangat bergantung pada populasi ukuran keong, dan umur tanaman. Tiga ekor

keong mas per m2 (Sinarta, 2009).

2.5 Pengendalian

Penggunaan pestisida kimia di Indonesia telah memusnahkan 55% jenis

hama dan 72% agen pengendali hayati. Oleh karena itu diperlukan pengganti

pestisida yang ramah lingkungan. Salah satu alternatif pilihannya adalah

penggunaan pestisida hayati tumbuhan. Pestisida nabati adalah salah satu pestisida

yang bahan dasarnya berasal dari tumbuhan. Tumbuhan sendiri sebenarnya kaya

akan bahan aktif yang berfungsi sebagai alat pertahanan alami terhadap

pengganggunya. Bahan pestisida yang berasal dari tumbuhan dijamin aman bagi

lingkungan karena cepat terurai ditanah (biodegradable) dan tidak membahayakan

hewan, manusia atau serangga non sasaran (Dishut, 2009).

Dalam mengendalikan hama keong mas, umumnya para petani memilih

menggunakan moluskisida sintesis yang berharga mahal, berspektrum luas, dan

mengganggu organisme nontarget dan juga manusia untuk mengendalikan hama

keong mas. Secara kimia yaitu pemberantasan hama keong mas dilakukan dengan

menggunakan moluskisida yang berbahan aktif niclos amida dan pestisida botani

seperti lerak, deris, dan saponine. Aplikasi moluskisida dapat dilakukan di sawah

yang tergenang di caren atau di cekungan-cekungan yang ada airnya tempat keong

mas berkumpul.

Moluskisida sintetis sebagai langkah dalam menanggulangi keong mas

sering digunakan para petani. Padahal, penggunaan moluskasida sintetis seperti

Brestran (trifenil-tin asetat) dan Dimotrin (hidroklorida) dalam pemakaiannya

dapat mencemari lingkungan, sehingga penggunaanya perlu dibatasi. Tetapi, para

petani banyak menggunakan moluskisida sintetik tersebut dalam penanggulangan

hama keong mas (Pomacea canaliculata) yang berkembang biak secara cepat di

area pesawahan dan merusak atau memakan batang padi ketika masa awal tanam

(padi muda). Dengan demikian keong mas ini selalu muncul tiap tahun, terutama

ketika masa tanam padi di sawah yang mengakibatkan para petani akan

Page 13: Proposal Penelitian Uji Toksisitas Ekstak Eceng-eceng terhadap Mortalitas Keong Mas

mengalami gagal panen. Moluskisida sintetik ini cukup berbahaya terutama yang

mengandung senyawa metaldehida. Oleh karena itu, banyak dilakukan penelitian

terhadap beberapa tanaman (botani) yang mempunyai sifat moluskisida, sebagai

upaya pengganti moluskisida sintetik tersebut. Sebagai contoh diantaranya adalah

daun tanaman sembung (Blumea balsamifera), akar tuba (Derris elliptica) dan

patah tulang (Ephorbia tirucalli) (Soenaryo Et Al., 1989; Maini dan Rejesus,

1993).

Dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 6 tahun 1995 pasal 3 ditetapkan

bahwa perlindungan tanaman dilaksanakan melalui sistem Pengendalian Hama

Terpadu (PHT); selanjutnya dalam pasal 19 dinyatakan bahwa penggunaan

pestisida dalam rangka pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman (OPT)

merupakan alternatif terakhir dan dampak yang ditimbulkan harus ditekan

seminimal mungkin. Oleh karena itu, perlu dicari cara pengendalian yang efektif

terhadap hama sasaran namun aman terhadap organisme bukan sasaran dan

lingkungan. Salah satu golongan pestisida yang memenuhi persyaratan tersebut

adalah pestisida yang berasal dari tumbuh-tumbuhan (pestisida nabati). Beberapa

bahan nabati pun bisa digunakan sebagai pestisida nabati atau moluskisida untuk

keong mas. Saponin, rerak, pinang, tembakau dan daun sembung cukup efektif

sebagai moluskisida nabati. Penggunaan bahan nabati dianjurkan dilakukan

sebelum tanam, karena pada saat itu keong akan terganggu daya makannya,

sehingga kurang merusak padi yang baru tanam. Pestisida nabati merupakan salah

satu sarana pengendalian hama alternatif yang layak dikembangkan, karena

senyawa pestisida dari tumbuhan tersebut mudah terurai dilingkungan dan relatif

aman terhadap mahkluk bukan sasaran (Martono, dkk, 2004).

2.6 Biologi dan Morfologi Eceng eceng

Nama umum

Indonesia: Eceng padi, wewehan (Jawa), eceng leutik (Sunda)

Pilipina:Gabing-uak

Klasifikasi

Kingdom: Plantae (Tumbuhan)

Subkingdom: Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)

Page 14: Proposal Penelitian Uji Toksisitas Ekstak Eceng-eceng terhadap Mortalitas Keong Mas

Super Divisi: Spermatophyta (Menghasilkan biji)

Divisi: Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)

Kelas: Liliopsida (berkeping satu / monokotil)

Sub Kelas: Liliidae

Ordo: Liliales

Famili: Pontederiaceae

Genus: Monochoria

Spesies: Monochoria vaginalis (Burm.F.) Presi

Monochoria vaginalis merupakan tumbuhan tahunan berdaun lebar,

ditemukan di sawah. Daunnya pada waktu muda berbentuk panjang dan sempit,

kemudian berbentuk lanset, sedangkan yang sudah tua berbentuk bulat telur-bulat

memanjang/ jantung yang mengkilap, bunga berwarna biru keunguan dengan

kedudukan yang berlawanan dengan kedudukan daun. M. vaginalis merupakan

tumbuhan tahunan dengan tinggi 10 – 50 cm, tumbuh tegak dengan rimpang yang

pendek. Daunnya pada waktu muda berbentuk panjang dan sempit, kemudian

berbentuk lanset, sedangkan yang sudah tua berbentuk bulat telur-bulat

memanjang. Bunganya biasanya sebanyak 3 – 25, terbuka secara serentak.

Perhiasan bunga panjang 11 – 15 cm, tangkai bunga 4- 25mm. Buah M. vaginalis

mempunyai diameter kurang lebih 1 cm. Tempat tumbuhnya di tanah berawa

terutama di sawah-sawah. Berkembang biak dengan stolon (vegetatif) dan juga

generatif. Perkembangbiakan secara vegetatif memegang peran penting dalam

pembentukan koloni. Eceng eceng hampir tiap tahun berbunga, dan setelah 20 hari

terjadi penyerbuhan buah masak, lepas dan pecah, biji masuk ke dasar air (biji 5-6

ribu per tanaman dengan masa hidup ± 15 tahun). Tempat tumbuhnya di tanah

berawa terutama di sawah-sawah. Sering menghasilkan bobot basah yang lebih

tinggi disawah daripada spesies gulma lain. Namun gulma ini pendek, dan

akarnya hanya dekat permukaan tanah dan tidak dapat bersaing dengan gulma lain

untuk mendapatkan sinar matahari dan hara tanah (Sundaru et al.., 1976).

Eceng eceng termasiuk perennial yang dapat mengapung bebas bila air

dalam dan berakar di dasar bila air dangkal. Eceng eceng dapat melindungi

permukaan air, menjadi gelap dan tidak disukai oleh keong mas. Selain itu, Eceng

Page 15: Proposal Penelitian Uji Toksisitas Ekstak Eceng-eceng terhadap Mortalitas Keong Mas

eceng mengandung komponen kimia yang larut ke dalam air dan berdampak

negatif terhadap keong mas. saponin, flavonoid, folifenol, asam sianida,

triterpenoid, alkaloid, dan kaya kalsium. Eceng eceng merupakan tumbuhan yang

mengambang di permukaan air (gulma), memiliki daun yang tebal dan

“gelembung” yang membuatnya mengapung. Gangguan yang diakibatkan oleh

tanaman Eceng eceng ini antara lain adalah Eceng eceng dapat menyebar di area

yang luas dan menutupi permukaan air, dapat mengurangi cahaya yang masuk ke

dalam badan air, yang mengakibatkan berkurangnya kandungan oksigen terlarut

yang dalam air. Gangguan lain berupa pendangkalan akibat Eceng eceng yang

mati dan mengendap di dasar badan air, meningkatkan persaingan dengan

tumbuhan lain. Selain itu juga mengurangi keindahan (Muladi, 2001).

2.7 Pemanfaatan ekstrak Eceng eceng sebagai moluskisida nabati

Dari sekian banyak dampak buruk yang dimiliki oleh Eceng eceng ini, tetapi

ada beberapa sisi positif yang dapat diperoleh. Salah satunya adalah dapat

digunakan sebagai pestisida nabati untuk mengendalikan Keong mas yang kini

menjadi salah satu hama penting di lahan sawah basah. Bagian tumbuhan seperti

daun, bunga, buah, biji, kulit, batang dan sebagainya dapat digunakan dalam

bentuk utuh, bubuk ataupun ekstrak (air atau senyawa pelarut organik). Senyawa-

senyawa bioaktif pada umumnya dapat diklasifikasikan berdasarkan pada struktur

kimianya maupun pada bentuk aktivitasnya. Secara kimiawi senyawa-senyawa

bioaktif pada umumnya dapat diklasifikasikan sebagai (A) hidrokarbon, (B) asam-

asam organik dan aldehid, (C) asam-asam aromatik, (D) lakton-lakton tidak jenuh

sederhana, (E) kumarin, (F) kuinon, (G) flavonoid, (H) tanin, (I) alkaloid, (J)

terpenoid dan steroid dan (K) Macam-macam senyawa lain dan senyawa-senyawa

yang tidak dikenal (Hidayat, 2001).

Saat ini pengendalian yang cukup prospektif untuk dikembangkan adalah

penggunaan pestisida nabati. Pestisida ini mengandung bahan aktif yang berasal

dari tumbuhan sehingga relatif mudah dibuat dan mudah terurai (Regnault-Roger

2005; Ujvary 2001), dan toksisitasnya rendah sehingga relatif lebih aman terhadap

kehidupan (Regnault-Roger 2005). Selain itu pestisida nabati tidak menyebabkan

resistensi karena bahan aktifnya tersusun dari kompleks campuran bahan aktif

Page 16: Proposal Penelitian Uji Toksisitas Ekstak Eceng-eceng terhadap Mortalitas Keong Mas

yang berbeda-beda (Regnault-Roger 1997). Pemanfaatan pestisida nabati di

Indonesia memiliki prospek yang cukup baik karena Indonesia memiliki berbagai

macam flora yang sangat beragam dan banyak di antaranya merupakan sumber

bahan baku pestisida. Selain daripada itu, sumber daya manusia mengenai

pestisida nabati sudah berkembang, mulai dari masyarakat pengguna di lapang,

sampai pada kelompok-kelompok peneliti di laboratorium, serta lembaga-lembaga

yang terkait dengan pestisida nabati (Prijono, 2007).

Pestisida nabati adalah produk alam berasal dari tanaman yang mempunyai

kelompok metabolit sekunder yang mengandung beribu-ribu senyawa bioaktif

seperti alkaloid, terpenoid, fenolik dan zat-zat kimia sekunder lainnya. Senyawa

bioaktif tersebut apabila diaplikasikan ke tanaman yang terinfeksi berpengaruh

terhadap sistem saraf otot, keseimbangan hormon, reproduksi, perilaku berupa

penolak, penarik, “anti makan” dan sistem pernafasan OPT. Senyawa bioaktif ini

dapat dimanfaatkan seperti layaknya sintetik, perbedaannya bahan aktif pestisida

nabati disintesa oleh tumbuhan dan jenisnya dapat lebih dari satu macam

(campuran) (Hidayat, 2001).

Oleh karena itu, beberapa tahun terakhir banyak dikembangkan pestisida

nabati antimoluska. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak

tanaman ada yang bersifat toksik terhadap hama. Eceng eceng mengandung

komponen kimia yang larut ke dalam air dan berdampak negatif terhadap keong

mas. saponin, flavonoid, folifenol, asam sianida, triterpenoid, alkaloid, dan kaya

kalsium. Senyawa kimia tersebut seperti saponin, alkaloid, dan flavonoid juga

ditemukan pada tanaman mindi, nimba, biji teh, dan pada tahun 2005 telah diteliti

penggunaanya yang dapat menyebabkan mortalitas terhadap keong mas

(Kardinan, 2005).

Beberapa jenis tanaman yang telah diteliti efektif terhadap keong mas

adalah kemalakian (Croton tiglium) (Yuningsih et al..2005), gugo (Entada

phaseikaudes), sembung (Blumea balsamifera), Eceng eceng (Monochoria

vaginalis), tembakau (Nicotiana tabacum), jeruk calamansi (Citrus microcarpa),

makabuhay (Tinospora rumphii), cabe merah (Capsicum annum), starflower

Page 17: Proposal Penelitian Uji Toksisitas Ekstak Eceng-eceng terhadap Mortalitas Keong Mas

(Calotropis gigantis), nimba (Azadirachta indica), asyang (Mikania cordata), dan

rerak (Sapindus rarak).

Ekstrak tumbuhan merupakan pestisida nabati yang kaya akan bahan aktif

yang berfungsi sebagai alat pertahanan alami terhadap Organisme Pengganggu

Tanaman (OPT). Penggunaan bahan nabati sebagai salah satu upaya pengendalian

secara hayati sangat dianjurkan dilakukan sebelum tanam, karena pada saat itu

keong akan terganggu daya makannya, sehingga kurang merusak padi yang baru

tanam. Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan nilai

tambah dari tanaman yang selama ini hanya dianggap sebagai gulma dan tidak

meimiliki nilai ekonomis untuk digunakan sebagai salah satu alternatif

mengendalikan hama utama tanaman pertanian, khususnya keong mas guna

menunjang teknologi yang diperlukan masyarakat petani menuju pertanian

organik khususnya pada tanaman padi. Oleh karena itu hasil penelitian ini

diharapkan mampu untuk dikembangkan menjadi pestisida nabati antimoluska

yang bisa mengendalikan populasi keong mas ini tetapi tetap ramah lingkungan,

dan ekstrak Enceng gondok menjadi salah satu solusi yang bisa diterapkan sebagai

alternatif dari penggunaan moluskisida sintetik.

2.8 Hipotesis

Berdasarkan latar belakang dan tinjauan pustaka tersebut diatas, maka dapat

diambil hipotesis sebagai berikut:

1. Terdapat senyawa bahan aktif yang bersifat toksik terhadap Keong Mas

(Pomaceae canaliculata) dari ekstrak Eceng eceng (Monochoria vaginalis).

2. Bahan aktif yang terkandung di dalam ekstrak Eceng eceng (Monochoria

vaginalis) tersebut mampu menyebabkan mortalitas terhadap Keong Mas

(Pomaceae canaliculata).

Page 18: Proposal Penelitian Uji Toksisitas Ekstak Eceng-eceng terhadap Mortalitas Keong Mas

BAB 3. METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Greenhouse Fakultas Pertanian, dan

Laboratorium Pengendalian Hayati Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan

Fakultas Pertanian Universitas Jember. Penelitian ini dilakukan mulai bulan Mei

sampai dengan selesai.

3.2 Bahan dan Alat

3.2.1 Bahan

Bahan yang digunakan dalam percobaan diantaranya ialah Keong mas, air,

Daun talas (Colocasia giganteum Hook), methanol 96%, tanaman eceng-eceng

(Monochoria vaginalis).

3.2.2 Alat

Alat yang digunakan dalam percobaan diantaranya Toples kaca, rotavator,

kertas saring, spatula, penggiling, mortar, kertas label, timbangan, kamera.

3.3. Metode Penelitian

Penelitian menggunakan metode perendaman (Putkome et al.. 2008)

dengan pola faktorial, rancangan dasar acak kelompok. Faktor pertama adalah 3

tingkat lama perendaman yaitu 5, 10, dan 20 jam sedang faktor kedua adalah

konsentrasi bahan ekstrak. Untuk mendapatkan faktor yang ke-2 ini, diperlukan

adanya uji pendahuluan untuk menentukan range dari komposisi bahan ekstrak

yang akan digunakan. Hal ini berkaitan dengan efesiensi penggunaan bahan

ekstrak, dan untuk mengetahui sampel ekstrak yang tepat dalam pengambilan

faktor kedua yang akan digunakan dalam pola faktorial sampel agar data yang

nantinya diperoleh dapat dipertanggung jawabkan secara pasti. Dengan adanya uji

pendahuluan sebelum pengambilan sampel, akan dapat menjamin keakuratan data

dari hasil penelitian yang akan dilakukan, sehingga data yang dihasilkan dapat

mengetahui pengaruh ekstrak eceng gonok tersebut terhadap keong mas.

Page 19: Proposal Penelitian Uji Toksisitas Ekstak Eceng-eceng terhadap Mortalitas Keong Mas

3.4 Pelaksanaan Penelitian

3.4.1 Persiapan dan Pengambilan Sampel

Tumbuhan Eceng eceng (Monochoria vaginalis) diperoleh dari sungai di

sekitar daerah UNEJ, Antirogo, dan daerah sekitar Sumbersari. Eceng eceng yang

diambil adalah Eceng eceng yang masih segar dan secara fisik masih utuh dan

baik. Bagian yang akan digunakan sebagai bahan ekstraksi adalah semua bagian

dari Eceng eceng, meliputi akar, batang, dan daun. Eceng eceng yang digunakan

diiusahakan yang belum masuk masa generatif. Sedangkan Keong mas sendiri

diambil juga dari daerah sekitar UNEJ, antirogo, Sumbersari, atau daerah

persawahan yang banyak terserang oleh keong mas. Keong mas yang diambil

adalah yang secara fisik memiliki ukuran yang sama, tingkat pertumbuhan baik,

masih sehat dan aktif. Sebagai makanan, disiapkan juga beberapa rumpun padi

yang masih muda atau daunt alas (Colocasia giganteum Hook) , agar keong mas

tidak mati karena tidak tersedianya makanan.

3.4.2 Uji Pendahuluan

Uji pendahuluan ini dilakukan dengan teknik sederhana, yaitu dengan

melakukan ekstraksi menggunakan alat penghalus biasa (blender) untuk kemudian

dilakukan penyaringan hasil ekstrak, penyimpanan selama 1 malam di tempat

gelap, dan kemudian diaplikasikan terhadap keong mas. Komposisi bahan ekstrak

yang nantinya didapatkan, akan dijadikan dasar penentuan faktor kedua sebagai

pola faktorial sampel penelitian yang akan dilakukan. Secara keseluruhan, faktor

lama perendaman ada 3 taraf perlakuan yaitu 5, 10, 20 jam yang dapapt

dinyatakan sebagai A1 A2 A3 ; dan untuk faktor kedua yaitu komposisi bahan

ekstrak ada 4 taraf perlakuan yaitu B1 B2 B3 B4 yang akan didapatkan setelah uji

pendahuluan. Yang mana nanti kombinasi akan dilakukan secara faktorial setelah

semua taraf perlakuan sudah diketahui.

3.4.3 Prosedur ekstraksi tanaman

Ekstraksi dilakukan berdasarkan metode yang telah dikembangkan oleh

Yuliani dan Rusli (2003). Sebanyak 1 kg bahan dijemur selama 4-5 hari kemudian

digiling dengan penggiling Reisch Mühle buatan Karl Kolb (Dreieich, Jerman)

Page 20: Proposal Penelitian Uji Toksisitas Ekstak Eceng-eceng terhadap Mortalitas Keong Mas

dengan ukuran 3 mm. Hasilnya dimasukkan dalam methanol (96%) dengan

perbandingan 1:5 (w/v) dan diaduk selama 3 jam pada kecepatan 500 rpm

menggunakan pengaduk elektrik yang dibuat oleh Karl Kolb (Dreieich, Jerman).

Setelah itu, campuran didiamkan selama 24 jam dan diletakkan ditempat yang

gelap agar tidak terdegradasi akibat terkena cahaya matahari, pada suhu 28 ± 1°

C. Kemudian larutan disaring dengan menggunakan kertas saring Whatman No 91

dan ampasnya direndam dan diaduk kembali selama 2 jam dalam 1 liter metanol.

Selanjutnya larutan ke dua disaring kembali dengan kertas saring baru. Hasil

saringan pertama dan kedua dicampur. Metanol diuapkan dengan menggunakan

rotavapor pada suhu 45° C selama 3 jam. Ekstrak yang dihasilkan dipindahkan ke

dalam botol gelas warna gelap dan disimpan pada suhu 20° C sampai saat

digunakan.

3.4.4 Metode Pengujian

Penelitian menggunakan metode perendaman (Putkome et al.. 2008).

Penelitian mula-mula dilakukan dengan melarutkan 5% tween 80 di dalam air.

Setelah itu ke dalam 1 liter larutan tersebut dimasukkan 5 g ekstrak yang akan

diuji sehingga konsentrasi ekstrak di dalam larutan yang akan diuji adalah 0,5%.

Setelah itu keong mas dimasukkan ke dalam larutan dan diberi makan daun talas

(Colocasia giganteum Hook). Pada perlakuan kontrol keong mas hanya direndam

di dalam air yang mengandung 5% tween 80. Perendaman dilakukan selama 5, 10,

dan 20 jam di dalam stoples kaca berdiameter 9x15 cm2. Setelah direndam

selanjutnya keong dipindahkan ke dalam botol pemeliharaan yang berisi air bersih

lalu diberi daun talas berukuran 100 cm2 sebagai makanannya. Setiap perlakuan

menggunakan 10 ekor keong uji dan diulang sebanyak 3 kali. Pengamatan

dilakukan pada 1, 2, dan 3 hari setelah aplikasi terhadap mortalitas keong mas

dengan menghitung jumlah keong uji yang mati setelah perlakuan (Wiratno, et al..

2011). Persentase penghambatan makan dihitung dengan rumus sebagai berikut :

Page 21: Proposal Penelitian Uji Toksisitas Ekstak Eceng-eceng terhadap Mortalitas Keong Mas

Luas daun yang

dimakan keong

mas

Penghambatan makan = x 100%

Luas daun yang

diberikan

sebagai pakan

3.4.5 Parameter Penelitian

Dalam penelitian ini dapat diambil parameter sebagai berikut:

1. Persentase penghambatan makan dari keong mas

2. Keong mas yang mati (tidak aktif atau mengambang)

3. Berat daun yang digunakan sebagai pakan

Page 22: Proposal Penelitian Uji Toksisitas Ekstak Eceng-eceng terhadap Mortalitas Keong Mas

DAFTAR PUSTAKA

AAK., 1990. Budidaya Tanaman Padi. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Aziz. 2011. Diserbu Keong Mas, Petani Gagal Tanam. JurnalBesuki.com. http: // jurnalbesuki.com/2- pasien -HIV/ index.php? option=com_content &task= view&id=4545&Itemid=42. Diakses tanggal 22 Maret 2013.

Badan Litbang Pertanian. 2007a. Petunjuk Teknis Lapang PTT Padi Sawah Irigasi; Kumpulan Informasi Teknologi Pertanian Tepat Guna.

BPS. 2011. Berita Resmi Statistik : Produksi Padi, Jagung, Dan Kedelai (Angka Ramalan III Tahun 2011), No. 69/11/Th. XIV, 1 November 2011. Jakarta

Cagauan, A.G. and R.C. Joshi. 2004. “Golden Apple Snail (Pomacea spp) in the Philippine”. In Wada, T. (Ed.), Procceeding of the Special Working Group on the Golden Apple Snail (Pmacea spp.) at the Seventh International Congress on Medical and Applied Malacology (7th ICMAM), Los BAnos Laguna S EARCA, Philippines. October 2002. P. 1-36.

Cowie RH, Hayes KA, & Thiengo SC. 2006. What are apple snails? Confused taxonomy and some preliminary resolution, p. 3-24. In : Joshi RC, Sebastian LS (eds.) Global advances in ecology and management of golden apple snails. Phil Rice, Ingeneria, FAO. Manila, Filiphina.

Cowie RH, Hayes KA, & Thiengo SC. 2007. What are Apple Snails Confused Taxonomy and Some Preliminary Resolution. In Joshi. R.C. and L.S. Sebastian (Ed.), Global Advances in Ecology and management of Golden Apple Snail. PhilRice, Ingnieria DICTUC and FAO. 3-23.

Dasgupta, S., Meisner, C., Wheeler, D., Xuyen, K., and Thi Lam, N. 2007. Pesticide poisoning of farm workersimplications of blood test results from Vietnam. International Journal of Hygiene and Environmental Health 210 : 121-132.

Djayasasmita, M. 1987. “Keong Gondang Pila ampullaceal: Makanan dan Reproduksinya (Gastropoda: Ampullariidae)”. Berita Biologi, 397. Okt.:342-346.

Direktoreat Perlindungan Tanaman Pangan. 2008. “Luas Serangan Siput Murbai pada Tanaman PAdi Tahun 1997-2006, Rerata 10 Tahun dan Tahun 2007”. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan.Jakarta.

Page 23: Proposal Penelitian Uji Toksisitas Ekstak Eceng-eceng terhadap Mortalitas Keong Mas

Dishut, 2009. Penggunaan Pestisida Nabati Dalam Bidang Kehutanan. http://www.dishut.jabarprov.go.id/data/arsip/piertrum.doc. Diakses tanggal 9 Mei, 2013.

Estebenet, A.L. and N.J. Cazzaniga. 1992. “Growth and Demography of Pomacea canaliculata (Gastropoda: Ampullariidae) under Laboratory Conditions”. Malacological Review, 25(1-2):1-12.Hendarsih-Suharto dan N. Kurniawati. 2002. “Prospek Moluskisida Nabati dalam Pengendalian Siput Murbai”. Berita Puslitbangtan 24.:11-12.

Fernandez, C., Rodriguez-Kabana, R., Warrior, P., and Kloepper, J.W. 2001. Induced soil suppressiveness to a root-knot nematode species by a nematicide. Biological Control 22: 103-114.

Giacomazzi, S. and Cochet, N. 2004. Environmental impact of diuron transformation : a review. Chemosphere 56 : 1021-1032.

Hatimah, S and W. Ismail. 1989. Penelitian pendahuluan budidaya siput emas (Pomaceae sp.). Buletin Penelitian Perikanan Darat 8 (1): 37-48.

Hendarsih-Suharto. 2002. “”Golden Apple Snail Pomacea canaliculata (Lamarck) in Indonesia”.In Wada,T.et al. (Ed), Proceeding of the Special Working Group on the Golden Apple Snail (Pomacea spp.) at the Seventh International Congress on Medical and Apliied Malacology (7th ICMAM), Los Banoos Laguna SEARCA, Philippines. October 2002.

Hendarsih-Suharto dan N. Kurniawati. 2006. “The Golden Apple Snail Pomacea spp. In Indonesia”. In Joshi. R.C. and L.S. Sebastian (Ed), Global Advances in Ecology and Management of Golden Apple Snail. PhilRice, Ingnieria DICTUC and FAO. P:231-242.

Hendarsih-Suharto dan N. Kurniawati. 2002. “Prospek Moluskisida Nabati dalam Pengendalian Siput MUrbai”. Berita Puslitbangtan 24.:11-12.

Hidayat, A, 2001. Metoda Pengendalian Hama. Departemen Pendidikan Nasional Proyek Pengembangan Sistem dan Standar Pengelolaan SMK Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan Jakarta, 2001. http://202.152.31.169/pertanian/budidaya-tanaman/metoda-pengendalian-hama.pdf. Diakses tanggal 2 Agustus, 2008.

Joshi, R.C. 2005. “Managing Invasive Alien Mollusc Species in Rice”. Mini review. IRRN, 2:5-13.

Joshi, R.C. 2006. “Golden Apple Snail Recipes”. In Joshi. R.C. and L.S. Sebastian (Ed.), Global Advances in Ecology and management of Golden Apple Snail. PhilRice, Ingnieria DICTUC and FAO, p. 121-132.

Page 24: Proposal Penelitian Uji Toksisitas Ekstak Eceng-eceng terhadap Mortalitas Keong Mas

Kardinan, A. 2005. Pestisida nabati ramuan dan aplikasinya. P.T. Penebar Swadaya. Jakarta.

Kurniawati, Nia. Hendarsih Suharto. 2009. Keong Mas dari Hewan Peliharaan Menjadi Hama Utama Padi di Sawah. Artikel. Balai Besar Penelitian Padi.

Maini, P.N. dan B. M. Rejesus. 1993. Molluscicidal activity of Derris elliptica (Fam. Leguminosae). Phill. J. Sci. 122(1): 61–74.

Martono B, E. Hadipoentyanti, dan L. Udarno. 2004. Plasma Nutfah Insektisida Nabati. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. http://www.balitro.go.id/index.php?pg=pustaka&child=tro&page=lihat&tid=6&id=35. Diakses tanggal 13 Mei 2013.

Marwoto, R.M. 1997. “Keong Mas atau Keong Murbei (Pomacea spp)di Indonesia”. Prosiding III. Seminar Nasional Biologi XV. Perhimpunan Biologi Indonesia Cabang Lampung dan Universitas Lampung. P. 935-955.

Muladi, S. 2001. Kajian Eceng eceng sebagai Bahan Baku Industri dan Penyelamat Lingkungan Hidup di Perairan. Prosiding Seminar Nasional IV Masyarakat Peneliti Kayu Indonesia (MAPEKI). Samarinda.

Putkome, S., Cheevarporn, V., and Helander HF. 2008. Inhibition of Acetylcholinesterase activity in the golden apple snail (P. canaliculata) exposed to chlorpyrifos, dichlorvos or carbaryl insecticides. Environment Asia 2 : 15-20.

Pitojo, S., 1996. Petunjuk Pengendalian dan Pemanfaatan Keong Mas. Trubus Agriwidya. Jakarta. 106 h.

Prijono, D. 2007. Magang Pengembangan dan Pemanfaatan Pestisida Nabati. Departemen Proteksi Tanaman IPB. Bogor. PRRI. 2008. Opsi-opsi Pengendalian Siput Murbai:http://pestalert.applesnail.net/management_guide/pest_management_indonesia.php#biological_control.Dikutip pada : 10 Maret,2013.

Regnault-Roger, C. 1997. The potential of botanical essential oils for insect pest control. Integrated Pest Management Reviews 2 : 25-34.

Regnault-Roger, C. 2005. New insecticides of plant origin for the third millenium. In: Regnault_Roger BJR, Philogene C, Vincent. C, editors. Biopesticides of plant Origin: Lavoisier.

Page 25: Proposal Penelitian Uji Toksisitas Ekstak Eceng-eceng terhadap Mortalitas Keong Mas

Schmidt, G.H., Risha, E.M., and El-Nahal, A.K.M. 1991. Reduction of progeny of some stored-product Coleoptera by vapours of Acorus calamus oil. J. of Stored Products Research 27 : 121-127.

Sinarta, P. 2009. Pengaruh Kepadatan Populasi Keong Emas (Pomacea sp.) Terhadap Tanaman Padi (Oryza sativa L.) di Lapangan. Departemen Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Soenaryo, E., P. Panuju Dan M. Syam. 1989. Siput murbei: Siput indah yang dapat menimbulkan malapetaka bagi pertanaman padi sawah. Warta Penelitian dan pengembangan Pertanian, Deptan RI XI(5): 1–4.

Suharto, H., dan N. Kurniawati. 2006.Keong Mas dari Hewan Peliharaan Menjadi Hama Utama Padi Sawah. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, Bogor.

Sundaru, M. Syam, M. Bakar, J. 1976. Beberapa Jenis Gulma Padi Sawah. Lembaga Pusat Penelitian Pertanian Bogor, Buletin Tehnik No. 1.

Ujvary, I. 2001. Pest control agents from natural products, Handbook of Pesticide Toxicology. Krieger R, editor. San Diego : Academic Press. San Diego.

Wilson, C. and Tisdell, C. 2001. Why farmers continue to use pesticides despite environmental, health and sustainability costs. Ecological Economics 39 : 449-462.

Wiratno, Molide Rizal, dan I Wayan Laba. 2011. Potensi Ekstrak Tanaman Obat dan Rematik Sebagai Pengendali Keong Mas. Bul. Littro. Vol. 22 No.1, 2011, hal. 54-64. Balai Penelitian Tanaman Obat dan Rematik. Bogor.

Yuliani, S. dan Rusli, S. 2003. Prosedur ekstraksi : Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. Bogor. 17 hlm.

Yuningsih, R. Damayanti dan R. Firmansyah. 2005. Efektivitas Ekstrak Biji Tanaman Kemalakian (Croton tiglium) terhadap Keong Mas (Pomacea canaliculata) sebagai Moluskisida Botani dalam Upaya Pengganti Moluskisida Sintetik. Prosiding Seminar Teknologi Peternakan dan Veteriner. Tersedia : http://peternakan.litbang. deptan.go.id/?q=node/272.