Proposal Penelitian MPTHP
-
Upload
fitra-jaya-burnama -
Category
Documents
-
view
322 -
download
11
Transcript of Proposal Penelitian MPTHP
Proposal Penelitian
PENGHILANGAN BAU PRENGUS (ANYIR) PADA SUSU KAMBING
PASTEURISASI DENGAN PENAMBAHAN ANEKA REMPAH
Oleh :
FITRA JAYA BURNAMA0705105010056
JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA
DARUSSALAM – BANDA ACEH
2011
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kambing perah merupakan komoditas baru di Indonesia yang memiliki prospek
pengembangan yang baik. Kambing perah dapat berperan ganda sebagai penghasil susu dan
daging. Selain itu, ditinjau dari kebutuhan investasi, usaha kambing perah memerlukan investasi
jauh lebih kecil dibandingkan dengan sapi perah (Saragih, 1998).
Di Indonesia, hampir 90 % kambing dipelihara untuk tujuan menghasilkan daging.
Tentunya, kenyataan ini sangat ironis dengan fakta bahwa di negeri ini populasi peranakan
kambing etawa termasuk terbesar di dunia, dan seperti diketahui kambing etawa adalah kambing
penghasil susu yang cukup potensial.
Menurut Sodiq (2002), susu kambing mempunyai manfaat antara lain membantu
memulihkan kondisi orang yang baru sembuh dari sakit, mengontrol kadar kolesterol dalam
darah, meningkatkan kesehatan kulit terutama bagian wajah, meningkatkan pertumbuhan bayi
dan anak-anak, membantu keseimbangan proses metabolisme, mendukung pertumbuhan tulang
dan gigi, serta membantu pembentukan sel darah merah dan jaringan tubuh. Bagi wanita dewasa,
susu kambing bermanfaat untuk mengembalikan zat besi setelah haid, kekurangan darah
(anemia), kehamilan serta pendarahan setelah melahirkan. Kandungan mineral pada susu
kambing juga dapat memperlambat proses osteoporosis (keropos tulang).
Salah satu tempat pemerahan susu kambing di Provinsi Aceh berada di Desa Lamtui
Kecamatan Jaya Kabupaten Lamno-Aceh Jaya. Peternakan kambing perah ini didukung oleh
Yayasan Jembatan Masa Depan, suatu lembaga pemberdayaan masyarakat non profit yang
terdaftar di Indonesia, yang berfokus pada bidang peternakan, pertanian, dan pendidikan.
Koperasi peternakan kambing perah yang memproduksi susu segar pasteurisasi yang
dikelola oleh suatu Yayasan Jembatan Masa Depan. Koperasi peternakan kambing perah Lamtui
ini berdiri sejak tahun 2007 dan terus mengalami perkembangan serta memiliki karyawan
sebanyak 3 orang. Sampai tahun 2010, Koperasi peternakan kambing perah Lamtui memiliki
kambing sebanyak 120 ekor, dimana kambing betina yang produktif sebanyak 85 ekor sehingga
menghasilkan susu perahan rata-rata sebanyak 35 liter susu per hari. Akan tetapi, susu kambing
yang diperoleh hanya diolah menjadi susu segar pasteurisasi. Namun permintaan susu tersebut
kurang diminati konsumen. Untuk itu, perlu dilakukan penambahan aneka rempah.
Pemilihan jenis rempah harus mampu menutupi bau prengus (anyir) pada susu kambing
sampai tingkat tertentu. Selain itu, aneka jenis rempah yang dicampurkan dengan susu
pasteurisasi diharapkan akan menghasilkan warna dan citarasa yang khas. Pada penelitian ini
digunakan aneka rempah yaitu cengkeh, kayu manis, kapulaga dan pala dengan berbagai variasi
persentase untuk mendapatkan formulasi yang tepat dalam menghilangkan bau prengus (anyir)
pada susu kambing.
B. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk :
1. Menghilangkan bau khas dari susu kambing dengan kombinasi penambahan aneka
rempah.
2. Mendapatkan formulasi produk susu kambing beraroma rempah yang disukai oleh
konsumen.
C. Hipotesis Penelitian
Penambahan aneka rempah pada berbagai formulasi diduga berpengaruh terhadap
citarasa susu kambing yang dihasilkan.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini bermanfaat untuk meningkatkan daya terima produk susu kambing. Selain
itu, dapat menjadi sumber informasi bagi peternak susu kambing di Desa Lamtui. Penelitian ini
juga dapat menjadi bahan rujukan bagi penelitian selanjutnya.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Susu Kambing
Susu adalah cairan berwarna putih yang disekresikan oleh ambing pada binatang mamalia
betina, untuk bahan makanan dan sumber gizi bagi anaknya (Winarno, 1993). Susu adalah cairan
yang bernilai gizi tinggi, baik untuk manusia maupun hewan muda dan cocok untuk media
tumbuh mikroorganisme karena menyediakan berbagai nutrisi (Susilorini dan Sawitri, 2006).
Susu segar yang berkualitas baik mempunyai ciri-ciri tidak memiliki aroma yang kuat,
ada sedikit rasa manis dari laktosa (gula susu), warnanya putih sampai sedikit kekuningan (akibat
larutan zat karoten dalam lemak susu), belum terpisahnya lemak dengan bagian susu yang lain,
tidak terdapat lendir, serta tidak ada penggumpalan protein susu yang sering terjadi jika susu
mulai mengalami proses pengasaman (Gaman dan Sherrington, 1992).
Susu kambing tidak mengandung kuman TBC (tuberkulosis) dan bahan allergen sehingga
lebih aman penggunaannya sebagai bahan makanan, pengganti ASI (air susu ibu). Produksi susu
kambing lebih cepat diperoleh dimana kambing telah dapat berproduksi pada usia 1.5 tahun,
sedangkan sapi baru dapat berproduksi pada usia 3 - 4 tahun (Susilorini dan Sawitri, 2006).
Berdasarkan hasil Penelitian United States Departement of Agriculture (USDA),
perbandingan komposisi susu segar antara susu kambing, susu sapi dan ASI dapat dilihat pada
Tabel 1. Sedangkan berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Indonesia komposisi susu
kambing dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 1. Perbandingan komposisi kimia susu segar pada susu kambing, susu sapi dan air susu ibu (ASI)
Komposisi Kambing Sapi Air Susu IbuProtein (g) 3.6 3.3 1.0Lemak (g) 4.2 3.3 4.4Karbohidrat (g) 4.5 4.7 6.9Kalori (cal) 69 61 70Fosfor (g) 111 93 14Kalsium (g) 134 19 32Magnesium (g) 14 13 3Besi (g) 0.05 0.05 0.03Natrium (g) 50 49 17Kalium (g) 204 152 51Vitamin A (IU) 185 126 241Thiamin (mg) 0.05 0.04 0.014Riboflavin (mg) 0.14 0.16 0.04Niacin (mg) 0.28 0.08 0.18Vitamin B6 (mg) 0.05 0.04 0.01
Sumber: USDA, (1976).
Tabel 2. Komposisi kimia susu kambingKomposisi Kimia Susu KambingAir (g) 83 – 87.5Protein (g) 3.3 – 4.9Lemak (g) 4 – 7.3Karbohidrat (g) 4.6Kalori (cal) 67Fosfor (g) 106Kalsium (g) 129Besi (g) 0.05Vitamin A (IU) 185Niacin (mg) 0.3Vitamin B1 (mg) 0.04Vitamin B2 (mg) 0.04Vitamin B12 (mg) 0.07
Sumber: Sodiq, (2002).
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Dumas et al, disimpulkan bahwa struktur
molekuler susu kambing berbeda dengan susu sapi, demikian juga dengan kasein susunya.
Dinyatakan bahwa selain laktalbumin, berbagai fraksi protein susu kambing berbeda dengan susu
sapi (Ernawani, 1991). Susu kambing juga memiliki ”curd tension” yang lebih rendah jika
dibandingkan dengan susu sapi perah (Moeljanto dkk., 2002).
Susu kambing biasanya memberikan aroma prengus (anyir). Susu kambing beraroma
khas kambing dipengaruhi oleh lemak, Selain itu, aroma susu kambing juga dipengaruhi oleh
sebab fisiolgis seperti makanan ternak, kinerja enzim lipase, oksidasi lemak, mikroorganisme,
dan sifat susu kambing yang mudah menyerap flavor asing dari sekitarnya (Azizah, 1986).
Menurut Sodiq dan Abidin (2002), faktor - faktor yang mempengaruhi komposisi susu
kambing diantaranya:
Variasi antar jenis kambing, dengan aneka karakteristik yang berbeda satu dengan
lainnya maka akan terdapat variasi dalam jumlah produksi susunya.
Variasi inter jenis kambing, setiap individu dari jenis/ bangsa yang sama memiliki
variasi dalam jumlah susu yang dihasilkan walaupun jenis atau bangsa sama, tetapi jika
umur dan masa laktasi berbeda maka jumlah produksi susu juga berbeda.
Musim, hasil penelitian menunjukkan bahwa kambing yang beranak pada musim gugur
memiliki tingkat produksi yang lebih tinggi dibanding kambing yang beranak musim
panas.
Umur produksi, susu kambing meningkat seiring bertambahnya umur dan mencapai
puncak pada saat berumur 5 - 7 tahun, yakni pada masa laktasi ke-3 atau ke-5.
selanjutnya produksi susu akan menurun.
Lama masa laktasi, dalam satu jenis atau bangsa kambing perbedaan lama masa laktasi
menyebabkan perbedaan jumlah total produksi susu selama masa laktasi. Semakin lama
masa laktasi akan semakin banyak total produksi susu yang dihasilkan.
Faktor perawatan dan perlakuan, suasana kandang yang nyaman sangat mendukung untuk
berproduksi secara optimal.
Frekuensi pemerahan, berdasakan hasil penelitian kambing yang diperah 2 kali sehari
total produksi susunya lebih tinggi daripada kambing yang diperah 1 kali sehari.
Jumlah anak dalam sekali melahirkan, produksi susu kambing perah yang beranak 2 ekor
dalam 1 kali melahirkan biasanya 20 - 30 % lebih tinggi dari kambing perah yang hanya
beranak 1 ekor penyebabnya adalah rangsangan menyusui dari anak kambing yang
dilahirkan.
Pergantian pemerah, kambing termasuk hewan yang tidak terlalu mudah beradaptasi pada
kondisi lingkungan yang berubah drastis. Pergantian pemerah akan menyebabkan
kambing mengalami stres.
Faktor hormonal, hormon yang berperan dalam produksi susu adalah laktogen,
Penyuntikan hormon ini pada saat laktasi menyebabkan produksi susu meningkat.
Faktor pakan, produksi susu akan mencapai optimal jika pakan yang diberikan dan
dikonsumsi oleh kambing jumlah dan kualitasnya cukup. Komposisi hijauan dan
konsentrat harus seimbang.
Pengaruh penyakit, kambing perah yang sedang laktasi produksi susunya akan menurun
jika terserang penyakit, bahkan bisa langsung terhenti. Efek obat yang diberikan juga
akan berpengaruh terhadap produksi dan kualitas susu yang dihasilkan.
B. PASTEURISASI
Pasteurisasi adalah proses memanaskan makanan dengan tujuan membunuh
mikroorganisme patogen (dapat menyebabkan penyakit) seperti bakteri, kapang, khamir virus
dan protozoa. Tujuan dari pasteurisasi yaitu untuk mengurangi jumlah mikroorganisme hidup
hingga tidak lagi berisiko menyebabkan penyakit atau pembusukan dengan asumsi produk yang
telah dipasteurisasi akan disimpan dalam keadaan dingin dan dikonsumsi sebelum tanggal
kadaluarsa (Sumudhita, 1986).
Menurut Muchtadi dan Sugiono (1992), pasteurisasi juga bertujuan untuk menginaktifasi
enzim dan membunuh mikroba pembusuk. Pemilihan proses ini didasarkan pada sifat produk
yang relatif asam sehingga mikroba menjadi lebih sensitif terhadap panas. Selain itu, penggunaan
panas yang tidak terlalu tinggi juga dapat mengurangi resiko rusaknya beberapa zat gizi seperti
vitamin C.
Pasteurisasi disebut juga perlakuan panas yang diberikan pada bahan baku dengan suhu
di bawah titik didih. Teknik ini digunakan untuk mengawetkan bahan pangan yang tidak tahan
suhu tinggi, misalnya susu. Pasteurisasi tidak mematikan semua mikroorganisme, tetapi hanya
yang bersifat patogen dan tidak membentuk spora. Proses ini sering diikuti dengan teknik lain
misalnya pendinginan atau pemberian gula dengan konsentrasi tinggi (Celly, 1996).
Berdasarkan suhu dan waktu pemanasan, pasteurisasi dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu
pasteurisasi lama (low temperature long time), pasteurisasi singkat (high temperature short
time), dan pasteurisasi dengan Ultra High Temperature (UHT). Pasteurisasi lama adalah
pemanasan yang dilakukan pada temperatur yang tidak begitu tinggi dengan waktu yang relatif
lama (pada temperatur 62 - 65 °C selama 0.5 - 1 jam). Pasteurisasi singkat (high temperature,
short time) yaitu pemanasan yang dilakukan pada temperatur tinggi dengan waktu yang relatif
singkat (pada temperatur 85 - 95 °C selama 1 - 2 menit saja). Sedangkan pasteurisasi UHT yaitu
pemanasan yang dilakukan pada temperatur sangat tinggi (135 – 145 ºC) dalam waktu yang
sangat singkat (2 - 5 detik).
Pasteurisasi dapat dilakukan dengan beberapa cara, baik secara kontinyu maupun tidak
kontinyu (batch). Pasteurisasi secara batch dilakukan dengan memanaskan bahan pangan pada
suhu dan waktu pasteurisasi tertentu, selanjutnya dikemas dalam kemasan steril dengan teknik
pengisian hot filling. Sedangkan pasteurisasi kontinyu dilakukan dengan menggunakan pelat
pemindah panas (plate heat exchanger) dan proses berlangsung tanpa terputus, dimana bahan
yang telah dipasteurisasi langsung dibawa ke tahap pendinginan serta langsung dikemas. Selain
itu, cara kontinyu menggunakan suhu yang lebih tinggi dengan waktu proses yang lebih singkat
dibandingkan metode batch (Muchtadi dan Sugiyono, 1992).
Pada koperasi peternakan kambing perah di Desa Lamtui metode pasteurisasi yang digunakan
adalah metode batch dengan suhu sebesar 65 oC selama 30 menit. Pasteurisasi dimulai dengan
proses pemanasan air di dalam pasteurizer. Apabila suhu dari pasteurizer telah mencukupi yang
suhu optimal waktu pengoperasian ditunjukkan oleh termometer yang berada di pasteurizer
dengan kapasitas 30 liter dan sudah tergolong semi-otomatis.
C. Aneka Rempah
1. Kapulaga (Amomum cardamomum)
Menurut Syukur dan Hernani (2001), di Indonesia dikenal ada dua spesies kapulaga,
yaitu kapulaga Lokal dan kapulaga Sabrang. Jenis kapulaga lokal merupakan tumbuhan asli
Indonesia yang banyak dibudidayakan di Jawa, Sumatera, dan Semenanjung Malaya. Sementara
kapulaga sabrang datang ke Indonesia dibawa dari India sejak pertengahan abad ke-18. Dalam
perdagangan internasional, kapulaga lokal dikenal sebagai false cardamon dan kapulaga sabrang
dikenal sebagai true cardamon. Perbedaan penyebutan ini didasarkan karena perbedaan
kandungan minyak atsiri. Kapulaga sabrang mengandung 3.5 - 7 % minyak atsiri, sedangkan
kapulaga lokal hanya 2.4 %. Dari kedua jenis kapulaga tersebut, kapulaga sabrang mempunyai
nilai ekonomis lebih tinggi. Berikut gambar kapulaga dapat dilihat pada gambar 1.
Gambar 1. Kapulaga
Tanaman ini termasuk dalam suku jahe-jahean atau zingiberaceae. Kapulaga
mengandung minyak atsiri (sineol, terpineol, borneol) protein, gula, lemak (Tjirosoepomo,
2005). Sedangkan menurut Syukur dan Hernani (2001), kandungan kimia dalam buahnya adalah
minyak astiri (sineolterpen dan terpineol), minyak lemak, pigmen, protein, selulosa, gula, pati,
silika, kalium oksalat, dan mineral. Komponen terbesar buahnya adalah pati, dan kulitnya
mengandung serat kasar (dapat mencapai 31 %).
Kapulaga adalah sejenis buah yang sering digunakan sebagai rempah (bumbu) untuk
masakan tertentu dan juga untuk campuran jamu. Biji kapulaga dapat digunakan sebagai
aromatik dan bumbu dalam berbagai masakan (Tjirosoepomo, 2005). Biji kapulaga memiliki
efek melancarkan dahak (ekspektoran), mengatasi tenggorokan gatal-gatal, influenza, mengatasi
radang amandel serta radang lambung, memperlancar pengeluaran gas dari perut (karminatif),
mencegah masuk angin, penambah aroma, menyembuhkan encok, mencegah mual dan
mengurangi demam, lelah serta kejang otot (Majalah flona, 2005).
2. Cengkeh (Syzygium aromaticum)
Cengkeh merupakan tanaman rempah yang termasuk dalam komoditas hasil perkebunan
yang mempunyai peranan cukup tinggi antara lain penyumbang pendapatan petani dan sebagai
sarana untuk pemerataan wilayah pembangunan serta turut serta dalam pelestarian sumber daya
alam dan lingkungan (Agribisnis Kaniskus, 2006).
Cengkeh dalam bahasa inggris disebut cloves, adalah tangkai bunga kering beraroma dari
keluarga tanaman berupa pohon yang termasuk dalam famili jambu–jambuan atau Myrtaceae.
Cengkeh termasuk jenis tumbuhan perdu yang memiliki batang pohon besar dan berkayu keras,
cengkeh mampu bertahan hidup puluhan bahkan sampai ratusan tahun, tingginya dapat mencapai
20 - 30 meter dan cabang-cabangnya cukup lebat (Aksan, 2008).
Pada mulanya, bagian dari tanaman cengkeh yaitu bunga cengkeh hanya digunakan
sebagai obat terutama untuk kesehatan gizi. Akan tetapi, menurut Chaniago (1980), sejak tahun
22 sebelum masehi, cengkeh digunakan sebagai industri rempah-rempah. Pemakaian cengkeh
dalam industri tersebut diatas terutama karena cengkeh memiliki aroma yang enak yang berasal
dari minyak atsiri yang terdapat dalam jumlah yang cukup besar, baik dalam bunga (10 – 20 %),
tangkai (5 – 10 %), maupun daun (1 – 4 %) (Kemala, 1988).
Bunga cengkeh kering mengandung minyak atsiri, fixed oil (lemak), resin, tannin,
protein, selulosa, pentosan dan mineral. Karbohidrat terdapat dalam jumlah dua per tiga dari
berat bunga. Komponen lain yang paling banyak adalah minyak atsiri yang jumlahnya bervariasi
tergantung dari banyak faktor diantaranya jenis tanaman, tempat tumbuh, dan cara pengolahan
(Purseglove et al., 1981).
Disamping sebagai sumber bahan flavour alami, cengkeh juga mengandung unsur–unsur
nutrisi lain seperti protein, vitamin, mineral seperti terlihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Komponen nutrisi dalam 100 g bunga cengkeh
Komponen USDA (Bubuk) BubukAir (g) 6.86 5Food energy (Kkal) 323 430Protein (g) 5.98 6.0Lemak (g) 20.06 14.5Karbohidrat (g) 61.22 68.8Abu (g) 5.88 5.0Ca (g) 0.646 0.7P (mg) 105 110Na (mg) 243 250K (mg) 1 102 1.200Fe (mg) 8.68 9.5Thiamin (mg) 0.115 0.11Riboflavin (mg) 0.267 -Niacin (mg) 1.458 1.5Asam Askorlat 80.81 81Vitamin A (IU) 53 53
Sumber : Aksan, (2008).
Keuntungan dari penggunaan cengkeh bubuk adalah lebih tahan terhadap panas selama
proses pengolahan. Menurut Moyler (1977) penggunaan cengkeh rata-rata sebagai penambah
cita rasa pada industri minuman sebanyak 0.06 %.
3. Pala (Myristica fragrans Houtt)
Tanaman pala adalah tanaman asli Indonesia yang berasal dari Pulau
Banda. Tanaman ini merupakan tanaman keras yang dapat berumur panjang
hingga lebih dari 100 tahun. Tanaman pala tumbuh dengan baik di daerah
tropis, selain di Indonesia terdapat pula di Amerika, Asia dan Afrika. Pala
termasuk famili Myristicaceae yang terdiri atas 15 genus (marga) dan 250
species (jenis). Dari 15 marga tersebut 5 marga di antaranya berada di
daerah tropis Amerika, 6 marga di tropis Afrika dan 4 marga di tropis Asia
(Rismunandar 1990).
Pala dikenal sebagai tanaman rempah yang memiliki kegunaan dan nilai ekonomis karena
setiap bagian tanaman dapat dimanfaatkan dalam berbagai industri. Biji, fuli dan minyak pala
merupakan komoditas ekspor dan digunakan dalam industri makanan dan minuman.
Komposisi buah pala terdiri atas daging buah, biji (nuts), fuli (mace), minyak pala
(nutmeg oil), lemak pala (oleoresin), dan minyak atsiri (volatile) yang terdiri atas terpenoid dan
senyawa aromatik. Komposisi kimia daging buah pala segar dalam 100 g bahan dapat dilihat
pada Tabel 4.
Tabel 4. Komposisi kimia daging buah pala segar dalam 100 gram bahan
Komponen JumlahAir (%) 89Protein (%) 0.3Lemak (%) 0.3Minyak Atsiri (%) 1.1Pati (%) 10.9Serat Kasar (%) TadAbu (%) 0.7Vitamin A (IU) 29.5Vitamin C (mg) 22.0Vitamin B1 SedikitCa (mg) 32.2P (mg) 24.0Fe (mg) 1.5
Sumber : Rismunandar, (1990)Keterangan: tad = tidak ada atau kecil sekali
4. Kayu Manis (Cinnamomum burmanni)
Tanaman kayu manis merupakan dua jenis tanaman berumur panjang yang tumbuh liar di
hutan-hutan dan baru dalam masa penjajahan budidaya tanaman ini dilaksanakan dalam bentuk
perkebunan. Cinnamomum menghasilkan kulit yang dinamakan kayu manis yang dalam
perdagangan internasional dikenal Cassiavera (Rismunandar, 1989).
Tanaman Cassiavera mempunyai peluang untuk dikembangkan karena di Indonesia
banyak daerah-daerah yang mempunyai kesesuaian lingkungan yang dikehendaki tanaman ini.
Cassiavera merupakan kebanggaan Indonesia karena Indonesia merupakan salah satu produsen
dan pengekspor cassia terbesar di dunia (±85 %). Komposisi kimiawi Cinnamomum menurut
Gillifer didalam Rismunandar (1989) dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Komposisi Kimiawi Kayu Manis
Karakteristik KomposisiKadar Air 7.9%Minyak Atsiri 3.4%Alkohol Ekstrak 8.2%Abu 4.5%Abu larut air 2.23%Abu tidak larut air 0.013%Serat kasar 29.1%Karbohidrat 23.2%Ether ekstrak yang tidak terbang 4.2% (non volatil)Zat nitrogen 0.66%Bj rata-rata 1.02 – 1.07
Sumber : Rismunandar, (1989).
Susunan kadar-kadar kimiawi dari Cinnamomum menurut Rismunandar (1989) adalah
sebagai berikut :
Dalam kulit tersbut masih banyak komponen-komponen kimiawi misalnya: dammar,
pelekat, tannin (zat penyamak), gula, kalsium, oksalat, dua jenis insektisida cinnzelanin
dan cinnzelanol, cumarin dan sebagainya.
Minyak atsiri yang berasal dari kulit ini komponen terbesarnya ialah cinnaldehida 60 - 75
% ditambah dengan eugenol, beberapa jenis aldehida, benzoate, dan lainnya. Kadar
eugenolnya rata-rata 66 - 80 %.
Sifat dari kayu manis mengandung sejumlah besar komponen volatile yang memberikan
sifat aroma dan flavor, komponen penting itu adalah cinnamaldehida dan eugenol.
Kayu manis memiliki sifat antioksidan dan membuat rasa menjadi lebih nikmat. Kayu
manis juga dimanfaatkan untuk penambah cita rasa pada minuman, seperti kopi, teh atau cokelat
hangat.Wangi dan rasa manisnya membuat perasaan lebih rileks dan nyaman. Wangi kayu manis
juga banyak dimanfaatkan untuk benda-benda perawatan tubuh seperi sabun, pelembab kulit dan
juga minyak esensial aromaterapi (Rismunandar, 1989).
III. METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Industri, Laboratorium
Analisis Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, serta Laboratorium Analisis Kimia
Jurusan Kimia Fakultas MIPA Universitas Syiah Kuala pada bulan April 2011.
B. Bahan dan Alat Penelitian
1. Bahan-bahan yang Digunakan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu susu kambing pasteurisasi,
kapulaga, cengkeh, pala, dan kayu manis. Susu kambing pasteurisasi berasal dari peternakan
kambing perah di provinsi di Desa Lamtui Kecamatan Jaya Kabupaten Lamno-Aceh Jaya,
Sedangkan aneka rempah yang diperoleh dari pasar peunayong Banda Aceh.
Bahan-bahan analisis yang digunakan adalah aquadest, larutan pH 4, 7, dan 9, NaOH 0,1
N, phenolptalein, alkohol, larutan buffer, K2SO4, H2SO4, NaOH-Na2S2O3, HCl 0.02 N, H2BO3,
batu didih, bubuk kaca, petroleum eter, NA (Nutrient Agar Oxoid code CMOOO3).
2. Alat-alat yang digunakan
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah gelas ukur, termometer, gelas
plastik, corong, panci, sebuah pemanas kompor dengan menggunakan gas elpiji, refrigant dan
sebuah freezer, panci, pengaduk, kulkas, kertas tisu, labu kjedahl, alat destilasi, erlenmeyer,
kondensor, oven, alat soxhlet, desikator, cawan pengabuan, inkubator.
C. Rancangan Penelitian
Berdasarkan hasil observasi pada peternakan susu kambing di Desa Lamtui terdapat 20
orang pekerja. Para pekerja tersebut akan dijadikan panelis susu kambing pasteurisasi beraroma
rempah dengan berbagai formulasi yang berbeda (Tabel 6). Susu kambing beraroma rempah
dilakukan sebanyak 3 kali ulangan dimana susu kambing yang diambil berasal dari batch yang
berbeda. Susu kambing beraroma rempah akan dianalisis organoleptik (hedonik). Formulasi susu
kambing beraroma rempah yang paling disukai selanjutnya akan dianalisis proksimat, kimia, dan
mikrobiologisnya.
Tabel 6. Komposisi bahan yang digunakan dalam 100 mlKombinasi Perlakuan
Kayu Manis (%)
Kapulaga (%)
Cengkeh (%)
Pala(%)
Kontrol Tanpa Penambahan Aneka Rempah1 0.1 0.1 0.1 0.12 0 0.1 0.1 0.23 0 0.1 0.2 0.14 0 0.2 0.1 0.15 0.1 0 0.1 0.26 0.1 0 0.2 0.17 0.2 0 0.1 0.18 0.1 0.1 0 0.29 0.1 0.2 0 0.110 0.2 0.1 0 0.1
D. Prosedur Penelitian
1. Penelitian Pendahuluan
Penelitian pendahuluan bertujuan untuk melihat berapa persentase rempah yang cocok
digunakan untuk menghilangkan bau prengus (anyir). Akan tetapi citarasa susu tetap ada.
Rempah yang digunakan adalah bumbu spekuk (merk nilawaty).
- Tahapan prosedur penelitian pendahuluan yaitu sebagai berikut:
1. Susu kambing dipasteurisasi pada suhu 65 OC selama 30 menit dengan menggunakan
panci pemanas.
2. Selanjutnya susu kambing yang telah dipasteurisasi sebanyak 200 ml dimasukkan ke
dalam gelas plastik yang telah berisi bumbu spekuk sebanyak 5 %, 1 %, dan 0.4 %.
3. Diaduk hingga rata dan berdasarkan penelitian pendahuluan, penggunaan 5 % dan 1
% bumbu spekuk menghasilkan susu kambing dengan aroma rempah yang sangat
kuat. Oleh karena itu, pada penelitian utama, persentase yang akan digunakan adalah
0.4 %. Dari hasil penampakan susu tersebut tidak larut sempurna, akibat dari rempah
bubuk yang digunakan tingkat kehalusannya kurang seragam.
2. Penelitian Utama
a. Persiapan Aneka rempah menjadi bubuk (Sunanto, 1993)
1. Kayu manis terlebih dahulu dilakukan pengecilan ukuran agar memudahkan
proses selanjutnya secara manual.
2. Kemudian pala dipisahkan dari kulitnya secara manual sehingga menghasilkan
daging biji pala tanpa kulit.
3. Selanjutnya kapulaga, kayu manis, cengkeh, dan pala disangrai pada suhu 80 oC
dengan waktu 15 menit secara terpisah.
4. Aneka rempah yang telah disangrai tersebut dihaluskan menggunakan mesin
penggiling dan disaring dengan ayakan 30 mesh. Sehingga dihasilkan rempah
yang halus berbentuk bubuk.
5. Rempah bubuk tersebut masing-masing dibungkus dengan wadah plastik kedap
udara agar aroma khas dari tiap rempah tetap ada.
b. Pembuatan Susu Kambing Pasteurisasi Beraroma Rempah.
1. Susu kambing segar sebanyak 2 800 liter di bagi sebanyak 14 kali perlakuan
masing – masing 200 ml tiap perlakuan dimasukkan ke dalam botol.
2. Selanjutnya timbang rempah bubuk dengan formulasi konsentrasinya dapat dilihat
pada Tabel 6.
3. Campurkan 4 jenis aneka rempah dalam setiap kombinasi perlakuan dan tanpa
penambahan rempah (kontrol).
4. Dimasukkan campuran rempah kedalam susu kambing yang masih segar dalam
botol.
5. Panaskan susu kambing dengan penambahan rempah dan tanpa penambahan
rempah (kontrol) pada suhu 65 OC selama 30 menit.
6. Diaduk hingga rata.
7. Selanjutnya dilakukan 3 kali ulangan tiap perlakuan.
E. Analisis Data
Produk susu pasteurisasi penambahan aneka rempah yang dihasilkan dianalisis meliputi
analisis kadar air, kadar lemak, kadar protein, kadar abu, total cell count, uji organoleptik yaitu
uji hedonik. Prosedur analisis produk dapat dilihat pada Lampiran 3.
DAFTAR PUSTAKA
Arbianto, 1976. Kumpulan Kuliah-Kuliah Analisa dan Teknologi Bahan Makanan. ITB, Bandung.
Astawan M. W. dan M. Astawan, 1989. Teknologi Pengolahan Pangan Hewani Tepat Guna. Akademi Presindo, Jakarta.
Azizah, Drs. 1986. Pengetahuan Bahan Makanan. FKIP-UNSYIAH, Banda Aceh.
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, Pusat Penelitian Dan Pengembangan Peternakan Bogor (1996). Informasi Teknologi Budidaya, Pasca Panen dan Analisis Usaha Ternak Kambing Perah. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Buckle. K. A., Edwards. R. A., Fleet. G. H., Wotton. M., 1987. Ilmu Pangan. UI-Press, Jakarta.
Celly H. Sirait, 1996. Pengujian Mutu Susu. Balai Penelitian Ternak. Ciawi, Bogor.
Crowther. J. 1996. HACCP Module Training. Pros. Seminar Sehari Pengamanan Hasil Peternakan untuk Meningkatkan Daya Saing Pasar. Jakarta, Januari 1996.
Davendra, C., 1980. Milk Production in Goat Compated to Buffalo and Cattle in Humid Tropic. J. Dairy Sci.
Ernawani, 1991. Pengaruh Tatalaksana Pemerahan Terhadap Kualitas Susu Kambing. Media Peternakan. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor.
FAO. 1990. The Technology of Traditional Milk Products in Developing Countries. FAO Animal Production and Health Paper 85.
Gaman, P. M., dan K. B. Sherrington. 1992. Ilmu Pangan Pengantar Ilmu Pangan, Nutrisi dan Mikrobiologi. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Hadiwiyoto, S., 1994. Pengujian Mutu Susu dan Hasil Olahannya. Penerbit Liberty, Yogyakarta.
James Blakely. David H. Bade. 1991. Ilmu Peternakan. Indonesian Edition. Gadjah Mada University Press.
Madjo Indo, A.B.D., 1993. Kapulaga: Budidaya, Pengolahan dan Pemasaran. Penebar Swadaya, Jakarta. 128 hlm.
Moeljanto, Rini Damayanti dan Wiryanta, B. T. Wahyu. 2002. Khasiat dan Manfaat Susu Kambing. Agromedia Pustaka, Depok.
Rismunandar. 1987. Budidaya Kayu Manis. Sinar Baru. Yakarta
Rismunandar, 1990. Budidaya dan Tataniaga pala. PT. Penebar Swadaya. Jakarta. Cetakan kedua.
Sediaoetama, A. D., 1999. Ilmu Gizi. Dian Rakyat, Jakarta.
Sodiq, A. dan Abidin, Z., 2002. Kambing Peranakan Etawa; Penghasil Susu Berkhasiat Obat. Agromedia Pustaka, Depok.
Soewedo Hadiwiyoto, 1982. Teknik Uji Mutu Susu dan Hasil Olahannya. Penerbit Liberty, Yogyakarta.
Sudiarto, A. Ruhnayat dan H. Muhammad. 1989. Tanaman Kayu Manis. Jurnal Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. Bogor
Sudono, A., IK. Abdulgani, H. Najib dan Ratih, A. M., 1999. Penuntun Praktikum Ilmu Produksi Ternak Perah. Jurusan Ilmu Produksi Ternak. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Sumudhita Mekir, 1986. Air Susu dan Penanganannya. Program Studi Ilmu Produksi Ternak Perah. Fak. Peternakan Universitas Udayana.
Sunanto, H. 1993. Budi Daya Pala Komoditas Ekspor. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.
Susilorini, T. E dan M. E. Sawitri. 2006. Produk Olahan Susu. Penebar Swadaya, Depok.
Syarief, R. dan A. Irawati. 1988. Pengetahuan Bahan untuk Industri Pertanian. PT Mediyatama Sarana Perkasa, Jakarta.
US Departement of Agriculture, ”Composition of food : Dairy and Egg Product”, Agriculture Handbook No. 8-1, Agriculture Research Service, Washington DC, 1976.
Winarno, F. G., 1993. Pangan Gizi, Teknologi dan Konsumen. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Winarno. F. G., 1982. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia, Jakarta.
Winarno, F. G., 1996. Daging dan Susu Sebagai Sumber Gizi Prima. Jurnal Peternakan dan Lingkungan. Fakultas Peternakan Universitas Andalas, Padang.
Lampiran 1. Tahap persiapan aneka rempah menjadi bubuk
CengkehKapulagaKayu ManisPala
Dipisahkan kulit
Disangrai (T = 80 oC;
t = 15 menit)
Bubuk
Dilakukan pengecilan ukuran
Dihaluskan mesin penggiling
Biji pala
Diayak dengan ..mesh
Lampiran 2. Tahap pembuatan Susu Pasteurisasi dengan penambahan Aneka rempah
2 800 liter Susu Kambing segar
Dibagi 14 perlakuan masing-masing 200 ml
Dimasukkan susu kambing penambahan rempah dan
kontrol kedalam botol
Dipasteurisasi suhu 650C selama 30
menit
Diaduk hingga rata
Susu Pasteurisasi aroma rempah
Analisis :- Kadar Air- Kadar Protein- Kadar Lemak- Kadar Abu- Total Cell Count (TCC)- Uji Organoleptik (Uji Hedonik)
Dilakukan 2 kali ulangan tiap perlakuan
Ditimbang masing-masing rempah, konsentrasinya dapat dilihat pada Tabel 6.
Lampiran 3. Prosedur analisis
1. Penentuan Kadar Air dengan Metode Oven (Apriyantono et al., 1989)
Sebanyak 1 gram sampel dikeringkan dalam oven pada suhu 100-102 0C sehingga
diperoleh berat yang konstan. Perhitungan nilai kadar air :
Perhitungan : Kadar air =
A−BA x 100 %
Keterangan:
A = Berat bahan awal (g)
B = Berat bahan setelah dikeringkan (g)
2. Kadar Protein (Apriyanto et al., 1989)
a. Sampel ditimbang sebanyak 0,25 g dan dipindahkan ke labu kjedahl 30 ml.
b. Ditambahkan 1,9 g K2SO4 dan 2 ml H2SO4.
c. Ditambahkan beberapa batu didih dan sampel dididihkan selama 1-1,5 jam sampai warna
sampel menjadi jernih.
d. Didinginkan dan ditambahkan 1 ml air secara perlahan-lahan dan didinginkan.
e. Isi labu dipindahkan kedalam alat destilasi, dicuci dan dibilas labu sebanyak 5-6 kali
dengan 1-2 ml air. Air cucian dipindahkan ke dalam alat distilasi.
f. Diletakkan Erlenmeyer 125 ml yang berisi 5 ml larutan H2BO3, diteteskan indicator 2-4
tetes dan diletakkan dibawah kondensor (ujung tabung kondensor harus terendam
dibawah larutan H2BO3).
g. Ditambahkan 8-10 ml larutan NaOH-Na2S2O3 kemudian dilakukan destilassi dengan
erlenmeyer sampai tertampung kira-kira 15 ml destilat.
h. Tabung kondensor dibilas dengan air dan air bilasannya ditampung dalam erlenmeyer
yang sama.
i. Diencerkan isi erlenmeyer sampai kira-kira 50 ml, kemudian dititrasi dengan HCl 0,02 N
sampai terjadi perubahan warna menjadi abu-abu. Penetapan larutan blanko juga
dilakukan.
Perhitungan kadar protein
Keterangan:
N = normalitas larutan HCl yang digunakan
Fk = factor konversi (susu dan produk-produk susu = 6,38)
3. Lemak (Modifikasi Sudarmadji et al., 1884)
a. Sampel sebanyak 5 ml dan bubuk kaca sebanyak 5 g dikeringkan dalam oven 100°C
sampai beratnya konstan.
b. Dimasukkan kedalam selongsong dari kertas saring dan dimasukkan ke dalam alat
soxhlet yang berisi pelarut petroleum eter.
c. Diekstrak selama 3 jam lalu selongsong dengan bahan dikeringkan dalam oven selama 45
menit dan dimassukkan ke dalam desikator selama 15 menit.
d. Ditimbang sampai beratnya seimbang.
e. Perbedaan berat sebelum dan sesudah ekstraksi per berat sampel merupakan persentase
lemak yang terekstraksi.
Kadar lemak =
Keterangan:
a = berat kering sebelum ekstraksi (g)
b = berat kering setelah ekstraksi (g)
4. Kadar Abu (Sudarmadji et al., 1884)
a. Disiapkan cawan pengabuan (krus porselin), dikeringkan dalam oven pada suhu 100°C-
105°C, didinginkan dalam desikator dan ditimbang.
b. Ditimbang sampel yang sudah dihaluskan sebanyak 3-5 g, kemudian dibakar dalam tanur
pengabuan sampai didapatkan abu bewarna abu-abu atau sampai beratnya konstan.
Pengabuan dilakukan dalam dua tahap. Pertama pada suhu sekitar 400°C dan kedua pada
suhu 550°C
c. Didinginkan dalam desikator selama 15 menit kemudian ditimbang. Dimasukkan kembali
dalam tanur pengabuan selama 30 menit, lalu didinginkan dalam desikator, dan
ditimbang. Perlakuan diulang sampai diperoleh berat konstan.
5. Total Cell Count (Lay, 1994)
a. Media dibuat dengan menimbang 25 g NA (Nutrient Agar) dan dilarutkan ke dalam
aquades 500 ml dan disterilkan. Kemudian disimpan dalam oven pada suhu 46°C.
b. Diambil 1 g sampel dan dimasukkan ke dalam 9 ml larutan pengencer (buffer fosfat). Lalu
divorteks hingga menjadi homogeny. Selanjutnya dibuat hingga pengenceran 10-3.
c. Dari pengenceran 10-3, diambil 1 ml suspense dan dilakukan pemupukan ke dalam cawan
petri kemudian ditambah 18 ml media cair dan digoyang secara rotasi sehingga media
merata dan dibiarkan sampai media mengumpal.
d. Diinkubasi di dalam incubator pada suhu 37°C (cawan petri diletakkan secara terbalik).
e. Dihitung jumlah koloni yang tumbuh setelah 48 jam masa inkubasi.
Karena TCC terlalu besar, TCC dinyatakan dengan log CFU/ml. Misalnya bila jumlah koloni per
ml = 1.000.000 CFU/ml, maka:
TCC = log CFU/ml = 6
6. Uji Organoleptik Penampakan, Bau, Warna, dan Rasa (Soekarto, 1985)
Uji organoleptik dilakukan untuk mengetahui tingkat penerimaan panelis terhadap
penampakan, rasa, aroma, dan warna. Para panelis tersebut merupakan para penyuka susu
kambing pasteurisasi. Pengujian oleh 20 orang panelis ini dilakukan dengan member nilai yang
dinyatakan dalam bentuk angka (skala numerik) terhadap tingkat kesukaan (skala hedonik)
sampel yang disajikan. Dalam penelitian, skala numerik yang digunakan berkisar dari 1-5.
Penentuan uji organoleptik dilakukan dengan cara sampel yang diuji diacak dengan
memberikan kode pada bahan. Penilaian dilakukan berdasarkan kriteria seperti pada Tabel 7 dan
lembar uji organoleptik dapat dilihat pada Lampiran 3.
Table 7. Skala uji hedonikSkala Hedonik Skala Numerik
Sangat sukaSuka Biasa Tidak sukaSangat tidak suka
54321