Proposal Penelitian MPTHP

43
Proposal Penelitian PENGHILANGAN BAU PRENGUS (ANYIR) PADA SUSU KAMBING PASTEURISASI DENGAN PENAMBAHAN ANEKA REMPAH Oleh : FITRA JAYA BURNAMA 0705105010056 JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA DARUSSALAM – BANDA ACEH

Transcript of Proposal Penelitian MPTHP

Page 1: Proposal Penelitian MPTHP

Proposal Penelitian

PENGHILANGAN BAU PRENGUS (ANYIR) PADA SUSU KAMBING

PASTEURISASI DENGAN PENAMBAHAN ANEKA REMPAH

Oleh :

FITRA JAYA BURNAMA0705105010056

JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA

DARUSSALAM – BANDA ACEH

2011

Page 2: Proposal Penelitian MPTHP

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kambing perah merupakan komoditas baru di Indonesia yang memiliki prospek

pengembangan yang baik. Kambing perah dapat berperan ganda sebagai penghasil susu dan

daging. Selain itu, ditinjau dari kebutuhan investasi, usaha kambing perah memerlukan investasi

jauh lebih kecil dibandingkan dengan sapi perah (Saragih, 1998).

Di Indonesia, hampir 90 % kambing dipelihara untuk tujuan menghasilkan daging.

Tentunya, kenyataan ini sangat ironis dengan fakta bahwa di negeri ini populasi peranakan

kambing etawa termasuk terbesar di dunia, dan seperti diketahui kambing etawa adalah kambing

penghasil susu yang cukup potensial.

Menurut Sodiq (2002), susu kambing mempunyai manfaat antara lain membantu

memulihkan kondisi orang yang baru sembuh dari sakit, mengontrol kadar kolesterol dalam

darah, meningkatkan kesehatan kulit terutama bagian wajah, meningkatkan pertumbuhan bayi

dan anak-anak, membantu keseimbangan proses metabolisme, mendukung pertumbuhan tulang

dan gigi, serta membantu pembentukan sel darah merah dan jaringan tubuh. Bagi wanita dewasa,

susu kambing bermanfaat untuk mengembalikan zat besi setelah haid, kekurangan darah

(anemia), kehamilan serta pendarahan setelah melahirkan. Kandungan mineral pada susu

kambing juga dapat memperlambat proses osteoporosis (keropos tulang).

Salah satu tempat pemerahan susu kambing di Provinsi Aceh berada di Desa Lamtui

Kecamatan Jaya Kabupaten Lamno-Aceh Jaya. Peternakan kambing perah ini didukung oleh

Yayasan Jembatan Masa Depan, suatu lembaga pemberdayaan masyarakat non profit yang

terdaftar di Indonesia, yang berfokus pada bidang peternakan, pertanian, dan pendidikan.

Page 3: Proposal Penelitian MPTHP

Koperasi peternakan kambing perah yang memproduksi susu segar pasteurisasi yang

dikelola oleh suatu Yayasan Jembatan Masa Depan. Koperasi peternakan kambing perah Lamtui

ini berdiri sejak tahun 2007 dan terus mengalami perkembangan serta memiliki karyawan

sebanyak 3 orang. Sampai tahun 2010, Koperasi peternakan kambing perah Lamtui memiliki

kambing sebanyak 120 ekor, dimana kambing betina yang produktif sebanyak 85 ekor sehingga

menghasilkan susu perahan rata-rata sebanyak 35 liter susu per hari. Akan tetapi, susu kambing

yang diperoleh hanya diolah menjadi susu segar pasteurisasi. Namun permintaan susu tersebut

kurang diminati konsumen. Untuk itu, perlu dilakukan penambahan aneka rempah.

Pemilihan jenis rempah harus mampu menutupi bau prengus (anyir) pada susu kambing

sampai tingkat tertentu. Selain itu, aneka jenis rempah yang dicampurkan dengan susu

pasteurisasi diharapkan akan menghasilkan warna dan citarasa yang khas. Pada penelitian ini

digunakan aneka rempah yaitu cengkeh, kayu manis, kapulaga dan pala dengan berbagai variasi

persentase untuk mendapatkan formulasi yang tepat dalam menghilangkan bau prengus (anyir)

pada susu kambing.

B. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk :

1. Menghilangkan bau khas dari susu kambing dengan kombinasi penambahan aneka

rempah.

2. Mendapatkan formulasi produk susu kambing beraroma rempah yang disukai oleh

konsumen.

Page 4: Proposal Penelitian MPTHP

C. Hipotesis Penelitian

Penambahan aneka rempah pada berbagai formulasi diduga berpengaruh terhadap

citarasa susu kambing yang dihasilkan.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini bermanfaat untuk meningkatkan daya terima produk susu kambing. Selain

itu, dapat menjadi sumber informasi bagi peternak susu kambing di Desa Lamtui. Penelitian ini

juga dapat menjadi bahan rujukan bagi penelitian selanjutnya.

Page 5: Proposal Penelitian MPTHP

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Susu Kambing

Susu adalah cairan berwarna putih yang disekresikan oleh ambing pada binatang mamalia

betina, untuk bahan makanan dan sumber gizi bagi anaknya (Winarno, 1993). Susu adalah cairan

yang bernilai gizi tinggi, baik untuk manusia maupun hewan muda dan cocok untuk media

tumbuh mikroorganisme karena menyediakan berbagai nutrisi (Susilorini dan Sawitri, 2006).

Susu segar yang berkualitas baik mempunyai ciri-ciri tidak memiliki aroma yang kuat,

ada sedikit rasa manis dari laktosa (gula susu), warnanya putih sampai sedikit kekuningan (akibat

larutan zat karoten dalam lemak susu), belum terpisahnya lemak dengan bagian susu yang lain,

tidak terdapat lendir, serta tidak ada penggumpalan protein susu yang sering terjadi jika susu

mulai mengalami proses pengasaman (Gaman dan Sherrington, 1992).

Susu kambing tidak mengandung kuman TBC (tuberkulosis) dan bahan allergen sehingga

lebih aman penggunaannya sebagai bahan makanan, pengganti ASI (air susu ibu). Produksi susu

kambing lebih cepat diperoleh dimana kambing telah dapat berproduksi pada usia 1.5 tahun,

sedangkan sapi baru dapat berproduksi pada usia 3 - 4 tahun (Susilorini dan Sawitri, 2006).

Berdasarkan hasil Penelitian United States Departement of Agriculture (USDA),

perbandingan komposisi susu segar antara susu kambing, susu sapi dan ASI dapat dilihat pada

Tabel 1. Sedangkan berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Indonesia komposisi susu

kambing dapat dilihat pada Tabel 2.

Page 6: Proposal Penelitian MPTHP

Tabel 1. Perbandingan komposisi kimia susu segar pada susu kambing, susu sapi dan air susu ibu (ASI)

Komposisi Kambing Sapi Air Susu IbuProtein (g) 3.6 3.3 1.0Lemak (g) 4.2 3.3 4.4Karbohidrat (g) 4.5 4.7 6.9Kalori (cal) 69 61 70Fosfor (g) 111 93 14Kalsium (g) 134 19 32Magnesium (g) 14 13 3Besi (g) 0.05 0.05 0.03Natrium (g) 50 49 17Kalium (g) 204 152 51Vitamin A (IU) 185 126 241Thiamin (mg) 0.05 0.04 0.014Riboflavin (mg) 0.14 0.16 0.04Niacin (mg) 0.28 0.08 0.18Vitamin B6 (mg) 0.05 0.04 0.01

Sumber: USDA, (1976).

Tabel 2. Komposisi kimia susu kambingKomposisi Kimia Susu KambingAir (g) 83 – 87.5Protein (g) 3.3 – 4.9Lemak (g) 4 – 7.3Karbohidrat (g) 4.6Kalori (cal) 67Fosfor (g) 106Kalsium (g) 129Besi (g) 0.05Vitamin A (IU) 185Niacin (mg) 0.3Vitamin B1 (mg) 0.04Vitamin B2 (mg) 0.04Vitamin B12 (mg) 0.07

Sumber: Sodiq, (2002).

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Dumas et al, disimpulkan bahwa struktur

molekuler susu kambing berbeda dengan susu sapi, demikian juga dengan kasein susunya.

Dinyatakan bahwa selain laktalbumin, berbagai fraksi protein susu kambing berbeda dengan susu

Page 7: Proposal Penelitian MPTHP

sapi (Ernawani, 1991). Susu kambing juga memiliki ”curd tension” yang lebih rendah jika

dibandingkan dengan susu sapi perah (Moeljanto dkk., 2002).

Susu kambing biasanya memberikan aroma prengus (anyir). Susu kambing beraroma

khas kambing dipengaruhi oleh lemak, Selain itu, aroma susu kambing juga dipengaruhi oleh

sebab fisiolgis seperti makanan ternak, kinerja enzim lipase, oksidasi lemak, mikroorganisme,

dan sifat susu kambing yang mudah menyerap flavor asing dari sekitarnya (Azizah, 1986).

Menurut Sodiq dan Abidin (2002), faktor - faktor yang mempengaruhi komposisi susu

kambing diantaranya:

Variasi antar jenis kambing, dengan aneka karakteristik yang berbeda satu dengan

lainnya maka akan terdapat variasi dalam jumlah produksi susunya.

Variasi inter jenis kambing, setiap individu dari jenis/ bangsa yang sama memiliki

variasi dalam jumlah susu yang dihasilkan walaupun jenis atau bangsa sama, tetapi jika

umur dan masa laktasi berbeda maka jumlah produksi susu juga berbeda.

Musim, hasil penelitian menunjukkan bahwa kambing yang beranak pada musim gugur

memiliki tingkat produksi yang lebih tinggi dibanding kambing yang beranak musim

panas.

Umur produksi, susu kambing meningkat seiring bertambahnya umur dan mencapai

puncak pada saat berumur 5 - 7 tahun, yakni pada masa laktasi ke-3 atau ke-5.

selanjutnya produksi susu akan menurun.

Lama masa laktasi, dalam satu jenis atau bangsa kambing perbedaan lama masa laktasi

menyebabkan perbedaan jumlah total produksi susu selama masa laktasi. Semakin lama

masa laktasi akan semakin banyak total produksi susu yang dihasilkan.

Page 8: Proposal Penelitian MPTHP

Faktor perawatan dan perlakuan, suasana kandang yang nyaman sangat mendukung untuk

berproduksi secara optimal.

Frekuensi pemerahan, berdasakan hasil penelitian kambing yang diperah 2 kali sehari

total produksi susunya lebih tinggi daripada kambing yang diperah 1 kali sehari.

Jumlah anak dalam sekali melahirkan, produksi susu kambing perah yang beranak 2 ekor

dalam 1 kali melahirkan biasanya 20 - 30 % lebih tinggi dari kambing perah yang hanya

beranak 1 ekor penyebabnya adalah rangsangan menyusui dari anak kambing yang

dilahirkan.

Pergantian pemerah, kambing termasuk hewan yang tidak terlalu mudah beradaptasi pada

kondisi lingkungan yang berubah drastis. Pergantian pemerah akan menyebabkan

kambing mengalami stres.

Faktor hormonal, hormon yang berperan dalam produksi susu adalah laktogen,

Penyuntikan hormon ini pada saat laktasi menyebabkan produksi susu meningkat.

Faktor pakan, produksi susu akan mencapai optimal jika pakan yang diberikan dan

dikonsumsi oleh kambing jumlah dan kualitasnya cukup. Komposisi hijauan dan

konsentrat harus seimbang.

Pengaruh penyakit, kambing perah yang sedang laktasi produksi susunya akan menurun

jika terserang penyakit, bahkan bisa langsung terhenti. Efek obat yang diberikan juga

akan berpengaruh terhadap produksi dan kualitas susu yang dihasilkan.

B. PASTEURISASI

Pasteurisasi adalah proses memanaskan makanan dengan tujuan membunuh

mikroorganisme patogen (dapat menyebabkan penyakit) seperti bakteri, kapang, khamir virus

Page 9: Proposal Penelitian MPTHP

dan protozoa. Tujuan dari pasteurisasi yaitu untuk mengurangi jumlah mikroorganisme hidup

hingga tidak lagi berisiko menyebabkan penyakit atau pembusukan dengan asumsi produk yang

telah dipasteurisasi akan disimpan dalam keadaan dingin dan dikonsumsi sebelum tanggal

kadaluarsa (Sumudhita, 1986).

Menurut Muchtadi dan Sugiono (1992), pasteurisasi juga bertujuan untuk menginaktifasi

enzim dan membunuh mikroba pembusuk. Pemilihan proses ini didasarkan pada sifat produk

yang relatif asam sehingga mikroba menjadi lebih sensitif terhadap panas. Selain itu, penggunaan

panas yang tidak terlalu  tinggi juga dapat mengurangi resiko  rusaknya beberapa  zat gizi seperti

vitamin C.

Pasteurisasi disebut juga perlakuan panas yang diberikan pada bahan baku dengan suhu

di bawah titik didih. Teknik ini digunakan untuk mengawetkan bahan pangan yang tidak tahan

suhu tinggi, misalnya susu. Pasteurisasi tidak mematikan semua mikroorganisme, tetapi hanya

yang bersifat patogen dan tidak membentuk spora. Proses ini sering diikuti dengan teknik lain

misalnya pendinginan atau pemberian gula dengan konsentrasi tinggi (Celly, 1996).

Berdasarkan suhu dan waktu pemanasan, pasteurisasi dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu

pasteurisasi lama (low temperature long time), pasteurisasi singkat (high temperature short

time), dan pasteurisasi dengan Ultra High Temperature (UHT). Pasteurisasi lama adalah

pemanasan yang dilakukan pada temperatur yang tidak begitu tinggi dengan waktu yang relatif

lama (pada temperatur 62 - 65 °C selama 0.5 - 1 jam). Pasteurisasi singkat (high temperature,

short time) yaitu pemanasan yang dilakukan pada temperatur tinggi dengan waktu yang relatif

singkat (pada temperatur 85 - 95 °C selama 1 - 2 menit saja). Sedangkan pasteurisasi UHT yaitu

pemanasan yang dilakukan pada temperatur sangat tinggi (135 – 145 ºC) dalam waktu yang

sangat singkat (2 - 5 detik).

Page 10: Proposal Penelitian MPTHP

Pasteurisasi dapat dilakukan dengan beberapa cara, baik secara kontinyu maupun tidak

kontinyu (batch). Pasteurisasi secara batch dilakukan dengan memanaskan bahan pangan pada

suhu dan waktu pasteurisasi tertentu, selanjutnya dikemas dalam kemasan steril dengan teknik

pengisian hot filling.  Sedangkan pasteurisasi kontinyu dilakukan dengan menggunakan pelat

pemindah panas (plate heat exchanger) dan proses berlangsung tanpa terputus, dimana bahan

yang telah dipasteurisasi langsung dibawa ke tahap pendinginan serta langsung dikemas.  Selain

itu, cara kontinyu menggunakan suhu yang lebih tinggi dengan waktu proses yang lebih singkat

dibandingkan metode batch (Muchtadi dan Sugiyono, 1992).

Pada koperasi peternakan kambing perah di Desa Lamtui metode pasteurisasi yang digunakan

adalah metode batch dengan suhu sebesar 65 oC selama 30 menit. Pasteurisasi dimulai dengan

proses pemanasan air di dalam pasteurizer. Apabila suhu dari pasteurizer telah mencukupi yang

suhu optimal waktu pengoperasian ditunjukkan oleh termometer yang berada di pasteurizer

dengan kapasitas 30 liter dan sudah tergolong semi-otomatis.

C. Aneka Rempah

1. Kapulaga (Amomum cardamomum)

Menurut Syukur dan Hernani (2001), di Indonesia dikenal ada dua spesies kapulaga,

yaitu kapulaga Lokal dan kapulaga Sabrang. Jenis kapulaga lokal merupakan tumbuhan asli

Indonesia yang banyak dibudidayakan di Jawa, Sumatera, dan Semenanjung Malaya. Sementara

kapulaga sabrang datang ke Indonesia dibawa dari India sejak pertengahan abad ke-18. Dalam

perdagangan internasional, kapulaga lokal dikenal sebagai false cardamon dan kapulaga sabrang

dikenal sebagai true cardamon. Perbedaan penyebutan ini didasarkan karena perbedaan

kandungan minyak atsiri. Kapulaga sabrang mengandung 3.5 - 7 % minyak atsiri, sedangkan

Page 11: Proposal Penelitian MPTHP

kapulaga lokal hanya 2.4 %. Dari kedua jenis kapulaga tersebut, kapulaga sabrang mempunyai

nilai ekonomis lebih tinggi. Berikut gambar kapulaga dapat dilihat pada gambar 1.

Gambar 1. Kapulaga

Tanaman ini termasuk dalam suku jahe-jahean atau zingiberaceae. Kapulaga

mengandung minyak atsiri (sineol, terpineol, borneol) protein, gula, lemak (Tjirosoepomo,

2005). Sedangkan menurut Syukur dan Hernani (2001), kandungan kimia dalam buahnya adalah

minyak astiri (sineolterpen dan terpineol), minyak lemak, pigmen, protein, selulosa, gula, pati,

silika, kalium oksalat, dan mineral. Komponen terbesar buahnya adalah pati, dan kulitnya

mengandung serat kasar (dapat mencapai 31 %).

Kapulaga adalah sejenis buah yang sering digunakan sebagai rempah (bumbu) untuk

masakan tertentu dan juga untuk campuran jamu. Biji kapulaga dapat digunakan sebagai

aromatik dan bumbu dalam berbagai masakan (Tjirosoepomo, 2005). Biji kapulaga memiliki

efek melancarkan dahak (ekspektoran), mengatasi tenggorokan gatal-gatal, influenza, mengatasi

radang amandel serta radang lambung, memperlancar pengeluaran gas dari perut (karminatif),

mencegah masuk angin, penambah aroma, menyembuhkan encok, mencegah mual dan

mengurangi demam, lelah serta kejang otot (Majalah flona, 2005).

2. Cengkeh (Syzygium aromaticum)

Cengkeh merupakan tanaman rempah yang termasuk dalam komoditas hasil perkebunan

yang mempunyai peranan cukup tinggi antara lain penyumbang pendapatan petani dan sebagai

Page 12: Proposal Penelitian MPTHP

sarana untuk pemerataan wilayah pembangunan serta turut serta dalam pelestarian sumber daya

alam dan lingkungan (Agribisnis Kaniskus, 2006).

Cengkeh dalam bahasa inggris disebut cloves, adalah tangkai bunga kering beraroma dari

keluarga tanaman berupa pohon yang termasuk dalam famili jambu–jambuan atau Myrtaceae.

Cengkeh termasuk jenis tumbuhan perdu yang memiliki batang pohon besar dan berkayu keras,

cengkeh mampu bertahan hidup puluhan bahkan sampai ratusan tahun, tingginya dapat mencapai

20 - 30 meter dan cabang-cabangnya cukup lebat (Aksan, 2008).

Pada mulanya, bagian dari tanaman cengkeh yaitu bunga cengkeh hanya digunakan

sebagai obat terutama untuk kesehatan gizi. Akan tetapi, menurut Chaniago (1980), sejak tahun

22 sebelum masehi, cengkeh digunakan sebagai industri rempah-rempah. Pemakaian cengkeh

dalam industri tersebut diatas terutama karena cengkeh memiliki aroma yang enak yang berasal

dari minyak atsiri yang terdapat dalam jumlah yang cukup besar, baik dalam bunga (10 – 20 %),

tangkai (5 – 10 %), maupun daun (1 – 4 %) (Kemala, 1988).

Bunga cengkeh kering mengandung minyak atsiri, fixed oil (lemak), resin, tannin,

protein, selulosa, pentosan dan mineral. Karbohidrat terdapat dalam jumlah dua per tiga dari

berat bunga. Komponen lain yang paling banyak adalah minyak atsiri yang jumlahnya bervariasi

tergantung dari banyak faktor diantaranya jenis tanaman, tempat tumbuh, dan cara pengolahan

(Purseglove et al., 1981).

Page 13: Proposal Penelitian MPTHP

Disamping sebagai sumber bahan flavour alami, cengkeh juga mengandung unsur–unsur

nutrisi lain seperti protein, vitamin, mineral seperti terlihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Komponen nutrisi dalam 100 g bunga cengkeh

Komponen USDA (Bubuk) BubukAir (g) 6.86 5Food energy (Kkal) 323 430Protein (g) 5.98 6.0Lemak (g) 20.06 14.5Karbohidrat (g) 61.22 68.8Abu (g) 5.88 5.0Ca (g) 0.646 0.7P (mg) 105 110Na (mg) 243 250K (mg) 1 102 1.200Fe (mg) 8.68 9.5Thiamin (mg) 0.115 0.11Riboflavin (mg) 0.267 -Niacin (mg) 1.458 1.5Asam Askorlat 80.81 81Vitamin A (IU) 53 53

Sumber : Aksan, (2008).

Keuntungan dari penggunaan cengkeh bubuk adalah lebih tahan terhadap panas selama

proses pengolahan. Menurut Moyler (1977) penggunaan cengkeh rata-rata sebagai penambah

cita rasa pada industri minuman sebanyak 0.06 %.

3. Pala (Myristica fragrans Houtt)

Tanaman pala adalah tanaman asli Indonesia yang berasal dari Pulau

Banda. Tanaman ini merupakan tanaman keras yang dapat berumur panjang

hingga lebih dari 100 tahun. Tanaman pala tumbuh dengan baik di daerah

tropis, selain di Indonesia terdapat pula di Amerika, Asia dan Afrika. Pala

termasuk famili Myristicaceae yang terdiri atas 15 genus (marga) dan 250

Page 14: Proposal Penelitian MPTHP

species (jenis). Dari 15 marga tersebut 5 marga di antaranya berada di

daerah tropis Amerika, 6 marga di tropis Afrika dan 4 marga di tropis Asia

(Rismunandar 1990).

Pala dikenal sebagai tanaman rempah yang memiliki kegunaan dan nilai ekonomis karena

setiap bagian tanaman dapat dimanfaatkan dalam berbagai industri. Biji, fuli dan minyak pala

merupakan komoditas ekspor dan digunakan dalam industri makanan dan minuman.

Komposisi buah pala terdiri atas daging buah, biji (nuts), fuli (mace), minyak pala

(nutmeg oil), lemak pala (oleoresin), dan minyak atsiri (volatile) yang terdiri atas terpenoid dan

senyawa aromatik. Komposisi kimia daging buah pala segar dalam 100 g bahan dapat dilihat

pada Tabel 4.

Tabel 4. Komposisi kimia daging buah pala segar dalam 100 gram bahan

Komponen JumlahAir (%) 89Protein (%) 0.3Lemak (%) 0.3Minyak Atsiri (%) 1.1Pati (%) 10.9Serat Kasar (%) TadAbu (%) 0.7Vitamin A (IU) 29.5Vitamin C (mg) 22.0Vitamin B1 SedikitCa (mg) 32.2P (mg) 24.0Fe (mg) 1.5

Sumber : Rismunandar, (1990)Keterangan: tad = tidak ada atau kecil sekali

4. Kayu Manis (Cinnamomum burmanni)

Page 15: Proposal Penelitian MPTHP

Tanaman kayu manis merupakan dua jenis tanaman berumur panjang yang tumbuh liar di

hutan-hutan dan baru dalam masa penjajahan budidaya tanaman ini dilaksanakan dalam bentuk

perkebunan. Cinnamomum menghasilkan kulit yang dinamakan kayu manis yang dalam

perdagangan internasional dikenal Cassiavera (Rismunandar, 1989).

Tanaman Cassiavera mempunyai peluang untuk dikembangkan karena di Indonesia

banyak daerah-daerah yang mempunyai kesesuaian lingkungan yang dikehendaki tanaman ini.

Cassiavera merupakan kebanggaan Indonesia karena Indonesia merupakan salah satu produsen

dan pengekspor cassia terbesar di dunia (±85 %). Komposisi kimiawi Cinnamomum menurut

Gillifer didalam Rismunandar (1989) dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Komposisi Kimiawi Kayu Manis

Karakteristik KomposisiKadar Air 7.9%Minyak Atsiri 3.4%Alkohol Ekstrak 8.2%Abu 4.5%Abu larut air 2.23%Abu tidak larut air 0.013%Serat kasar 29.1%Karbohidrat 23.2%Ether ekstrak yang tidak terbang 4.2% (non volatil)Zat nitrogen 0.66%Bj rata-rata 1.02 – 1.07

Sumber : Rismunandar, (1989).

Susunan kadar-kadar kimiawi dari Cinnamomum menurut Rismunandar (1989) adalah

sebagai berikut :

Dalam kulit tersbut masih banyak komponen-komponen kimiawi misalnya: dammar,

pelekat, tannin (zat penyamak), gula, kalsium, oksalat, dua jenis insektisida cinnzelanin

dan cinnzelanol, cumarin dan sebagainya.

Page 16: Proposal Penelitian MPTHP

Minyak atsiri yang berasal dari kulit ini komponen terbesarnya ialah cinnaldehida 60 - 75

% ditambah dengan eugenol, beberapa jenis aldehida, benzoate, dan lainnya. Kadar

eugenolnya rata-rata 66 - 80 %.

Sifat dari kayu manis mengandung sejumlah besar komponen volatile yang memberikan

sifat aroma dan flavor, komponen penting itu adalah cinnamaldehida dan eugenol.

Kayu manis memiliki sifat antioksidan dan membuat rasa menjadi lebih nikmat. Kayu

manis juga dimanfaatkan untuk penambah cita rasa pada minuman, seperti kopi, teh atau cokelat

hangat.Wangi dan rasa manisnya membuat perasaan lebih rileks dan nyaman. Wangi kayu manis

juga banyak dimanfaatkan untuk benda-benda perawatan tubuh seperi sabun, pelembab kulit dan

juga minyak esensial aromaterapi (Rismunandar, 1989).

Page 17: Proposal Penelitian MPTHP

III. METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Industri, Laboratorium

Analisis Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, serta Laboratorium Analisis Kimia

Jurusan Kimia Fakultas MIPA Universitas Syiah Kuala pada bulan April 2011.

B. Bahan dan Alat Penelitian

1. Bahan-bahan yang Digunakan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu susu kambing pasteurisasi,

kapulaga, cengkeh, pala, dan kayu manis. Susu kambing pasteurisasi berasal dari peternakan

kambing perah di provinsi di Desa Lamtui Kecamatan Jaya Kabupaten Lamno-Aceh Jaya,

Sedangkan aneka rempah yang diperoleh dari pasar peunayong Banda Aceh.

Bahan-bahan analisis yang digunakan adalah aquadest, larutan pH 4, 7, dan 9, NaOH 0,1

N, phenolptalein, alkohol, larutan buffer, K2SO4, H2SO4, NaOH-Na2S2O3, HCl 0.02 N, H2BO3,

batu didih, bubuk kaca, petroleum eter, NA (Nutrient Agar Oxoid code CMOOO3).

2. Alat-alat yang digunakan

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah gelas ukur, termometer, gelas

plastik, corong, panci, sebuah pemanas kompor dengan menggunakan gas elpiji, refrigant dan

Page 18: Proposal Penelitian MPTHP

sebuah freezer, panci, pengaduk, kulkas, kertas tisu, labu kjedahl, alat destilasi, erlenmeyer,

kondensor, oven, alat soxhlet, desikator, cawan pengabuan, inkubator.

C. Rancangan Penelitian

Berdasarkan hasil observasi pada peternakan susu kambing di Desa Lamtui terdapat 20

orang pekerja. Para pekerja tersebut akan dijadikan panelis susu kambing pasteurisasi beraroma

rempah dengan berbagai formulasi yang berbeda (Tabel 6). Susu kambing beraroma rempah

dilakukan sebanyak 3 kali ulangan dimana susu kambing yang diambil berasal dari batch yang

berbeda. Susu kambing beraroma rempah akan dianalisis organoleptik (hedonik). Formulasi susu

kambing beraroma rempah yang paling disukai selanjutnya akan dianalisis proksimat, kimia, dan

mikrobiologisnya.

Tabel 6. Komposisi bahan yang digunakan dalam 100 mlKombinasi Perlakuan

Kayu Manis (%)

Kapulaga (%)

Cengkeh (%)

Pala(%)

Kontrol Tanpa Penambahan Aneka Rempah1 0.1 0.1 0.1 0.12 0 0.1 0.1 0.23 0 0.1 0.2 0.14 0 0.2 0.1 0.15 0.1 0 0.1 0.26 0.1 0 0.2 0.17 0.2 0 0.1 0.18 0.1 0.1 0 0.29 0.1 0.2 0 0.110 0.2 0.1 0 0.1

D. Prosedur Penelitian

1. Penelitian Pendahuluan

Page 19: Proposal Penelitian MPTHP

Penelitian pendahuluan bertujuan untuk melihat berapa persentase rempah yang cocok

digunakan untuk menghilangkan bau prengus (anyir). Akan tetapi citarasa susu tetap ada.

Rempah yang digunakan adalah bumbu spekuk (merk nilawaty).

- Tahapan prosedur penelitian pendahuluan yaitu sebagai berikut:

1. Susu kambing dipasteurisasi pada suhu 65 OC selama 30 menit dengan menggunakan

panci pemanas.

2. Selanjutnya susu kambing yang telah dipasteurisasi sebanyak 200 ml dimasukkan ke

dalam gelas plastik yang telah berisi bumbu spekuk sebanyak 5 %, 1 %, dan 0.4 %.

3. Diaduk hingga rata dan berdasarkan penelitian pendahuluan, penggunaan 5 % dan 1

% bumbu spekuk menghasilkan susu kambing dengan aroma rempah yang sangat

kuat. Oleh karena itu, pada penelitian utama, persentase yang akan digunakan adalah

0.4 %. Dari hasil penampakan susu tersebut tidak larut sempurna, akibat dari rempah

bubuk yang digunakan tingkat kehalusannya kurang seragam.

2. Penelitian Utama

a. Persiapan Aneka rempah menjadi bubuk (Sunanto, 1993)

1. Kayu manis terlebih dahulu dilakukan pengecilan ukuran agar memudahkan

proses selanjutnya secara manual.

2. Kemudian pala dipisahkan dari kulitnya secara manual sehingga menghasilkan

daging biji pala tanpa kulit.

Page 20: Proposal Penelitian MPTHP

3. Selanjutnya kapulaga, kayu manis, cengkeh, dan pala disangrai pada suhu 80 oC

dengan waktu 15 menit secara terpisah.

4. Aneka rempah yang telah disangrai tersebut dihaluskan menggunakan mesin

penggiling dan disaring dengan ayakan 30 mesh. Sehingga dihasilkan rempah

yang halus berbentuk bubuk.

5. Rempah bubuk tersebut masing-masing dibungkus dengan wadah plastik kedap

udara agar aroma khas dari tiap rempah tetap ada.

b. Pembuatan Susu Kambing Pasteurisasi Beraroma Rempah.

1. Susu kambing segar sebanyak 2 800 liter di bagi sebanyak 14 kali perlakuan

masing – masing 200 ml tiap perlakuan dimasukkan ke dalam botol.

2. Selanjutnya timbang rempah bubuk dengan formulasi konsentrasinya dapat dilihat

pada Tabel 6.

3. Campurkan 4 jenis aneka rempah dalam setiap kombinasi perlakuan dan tanpa

penambahan rempah (kontrol).

4. Dimasukkan campuran rempah kedalam susu kambing yang masih segar dalam

botol.

5. Panaskan susu kambing dengan penambahan rempah dan tanpa penambahan

rempah (kontrol) pada suhu 65 OC selama 30 menit.

6. Diaduk hingga rata.

7. Selanjutnya dilakukan 3 kali ulangan tiap perlakuan.

E. Analisis Data

Page 21: Proposal Penelitian MPTHP

Produk susu pasteurisasi penambahan aneka rempah yang dihasilkan dianalisis meliputi

analisis kadar air, kadar lemak, kadar protein, kadar abu, total cell count, uji organoleptik yaitu

uji hedonik. Prosedur analisis produk dapat dilihat pada Lampiran 3.

DAFTAR PUSTAKA

Arbianto, 1976. Kumpulan Kuliah-Kuliah Analisa dan Teknologi Bahan Makanan. ITB, Bandung.

Astawan M. W. dan M. Astawan, 1989. Teknologi Pengolahan Pangan Hewani Tepat Guna. Akademi Presindo, Jakarta.

Azizah, Drs. 1986. Pengetahuan Bahan Makanan. FKIP-UNSYIAH, Banda Aceh.

Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, Pusat Penelitian Dan Pengembangan Peternakan Bogor (1996). Informasi Teknologi Budidaya, Pasca Panen dan Analisis Usaha Ternak Kambing Perah. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Buckle. K. A., Edwards. R. A., Fleet. G. H., Wotton. M., 1987. Ilmu Pangan. UI-Press, Jakarta.

Celly H. Sirait, 1996. Pengujian Mutu Susu. Balai Penelitian Ternak. Ciawi, Bogor.

Crowther. J. 1996. HACCP Module Training. Pros. Seminar Sehari Pengamanan Hasil Peternakan untuk Meningkatkan Daya Saing Pasar. Jakarta, Januari 1996.

Davendra, C., 1980. Milk Production in Goat Compated to Buffalo and Cattle in Humid Tropic. J. Dairy Sci.

Ernawani, 1991. Pengaruh Tatalaksana Pemerahan Terhadap Kualitas Susu Kambing. Media Peternakan. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Page 22: Proposal Penelitian MPTHP

FAO. 1990. The Technology of Traditional Milk Products in Developing Countries. FAO Animal Production and Health Paper 85.

Gaman, P. M., dan K. B. Sherrington. 1992. Ilmu Pangan Pengantar Ilmu Pangan, Nutrisi dan Mikrobiologi. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Hadiwiyoto, S., 1994. Pengujian Mutu Susu dan Hasil Olahannya. Penerbit Liberty, Yogyakarta.

James Blakely. David H. Bade. 1991. Ilmu Peternakan. Indonesian Edition. Gadjah Mada University Press.

Madjo Indo, A.B.D., 1993. Kapulaga: Budidaya, Pengolahan dan Pemasaran. Penebar Swadaya, Jakarta. 128 hlm.

Moeljanto, Rini Damayanti dan Wiryanta, B. T. Wahyu. 2002. Khasiat dan Manfaat Susu Kambing. Agromedia Pustaka, Depok.

Rismunandar. 1987. Budidaya Kayu Manis. Sinar Baru. Yakarta

Rismunandar, 1990. Budidaya dan Tataniaga pala. PT. Penebar Swadaya. Jakarta. Cetakan kedua.

Sediaoetama, A. D., 1999. Ilmu Gizi. Dian Rakyat, Jakarta.

Sodiq, A. dan Abidin, Z., 2002. Kambing Peranakan Etawa; Penghasil Susu Berkhasiat Obat. Agromedia Pustaka, Depok.

Soewedo Hadiwiyoto, 1982. Teknik Uji Mutu Susu dan Hasil Olahannya. Penerbit Liberty, Yogyakarta.

Sudiarto, A. Ruhnayat dan H. Muhammad. 1989. Tanaman Kayu Manis. Jurnal Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. Bogor

Sudono, A., IK. Abdulgani, H. Najib dan Ratih, A. M., 1999. Penuntun Praktikum Ilmu Produksi Ternak Perah. Jurusan Ilmu Produksi Ternak. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Sumudhita Mekir, 1986. Air Susu dan Penanganannya. Program Studi Ilmu Produksi Ternak Perah. Fak. Peternakan Universitas Udayana.

Page 23: Proposal Penelitian MPTHP

Sunanto, H. 1993. Budi Daya Pala Komoditas Ekspor. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.

Susilorini, T. E dan M. E. Sawitri. 2006. Produk Olahan Susu. Penebar Swadaya, Depok.

Syarief, R. dan A. Irawati. 1988. Pengetahuan Bahan untuk Industri Pertanian. PT Mediyatama Sarana Perkasa, Jakarta.

US Departement of Agriculture, ”Composition of food : Dairy and Egg Product”, Agriculture Handbook No. 8-1, Agriculture Research Service, Washington DC, 1976.

Winarno, F. G., 1993. Pangan Gizi, Teknologi dan Konsumen. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Winarno. F. G., 1982. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia, Jakarta.

Winarno, F. G., 1996. Daging dan Susu Sebagai Sumber Gizi Prima. Jurnal Peternakan dan Lingkungan. Fakultas Peternakan Universitas Andalas, Padang.

Page 24: Proposal Penelitian MPTHP

Lampiran 1. Tahap persiapan aneka rempah menjadi bubuk

CengkehKapulagaKayu ManisPala

Dipisahkan kulit

Disangrai (T = 80 oC;

t = 15 menit)

Bubuk

Dilakukan pengecilan ukuran

Dihaluskan mesin penggiling

Biji pala

Diayak dengan ..mesh

Page 25: Proposal Penelitian MPTHP

Lampiran 2. Tahap pembuatan Susu Pasteurisasi dengan penambahan Aneka rempah

2 800 liter Susu Kambing segar

Dibagi 14 perlakuan masing-masing 200 ml

Dimasukkan susu kambing penambahan rempah dan

kontrol kedalam botol

Dipasteurisasi suhu 650C selama 30

menit

Diaduk hingga rata

Susu Pasteurisasi aroma rempah

Analisis :- Kadar Air- Kadar Protein- Kadar Lemak- Kadar Abu- Total Cell Count (TCC)- Uji Organoleptik (Uji Hedonik)

Dilakukan 2 kali ulangan tiap perlakuan

Ditimbang masing-masing rempah, konsentrasinya dapat dilihat pada Tabel 6.

Page 26: Proposal Penelitian MPTHP

Lampiran 3. Prosedur analisis

1. Penentuan Kadar Air dengan Metode Oven (Apriyantono et al., 1989)

Sebanyak 1 gram sampel dikeringkan dalam oven pada suhu 100-102 0C sehingga

diperoleh berat yang konstan. Perhitungan nilai kadar air :

Perhitungan : Kadar air =

A−BA x 100 %

Keterangan:

A = Berat bahan awal (g)

B = Berat bahan setelah dikeringkan (g)

2. Kadar Protein (Apriyanto et al., 1989)

a. Sampel ditimbang sebanyak 0,25 g dan dipindahkan ke labu kjedahl 30 ml.

b. Ditambahkan 1,9 g K2SO4 dan 2 ml H2SO4.

c. Ditambahkan beberapa batu didih dan sampel dididihkan selama 1-1,5 jam sampai warna

sampel menjadi jernih.

d. Didinginkan dan ditambahkan 1 ml air secara perlahan-lahan dan didinginkan.

e. Isi labu dipindahkan kedalam alat destilasi, dicuci dan dibilas labu sebanyak 5-6 kali

dengan 1-2 ml air. Air cucian dipindahkan ke dalam alat distilasi.

Page 27: Proposal Penelitian MPTHP

f. Diletakkan Erlenmeyer 125 ml yang berisi 5 ml larutan H2BO3, diteteskan indicator 2-4

tetes dan diletakkan dibawah kondensor (ujung tabung kondensor harus terendam

dibawah larutan H2BO3).

g. Ditambahkan 8-10 ml larutan NaOH-Na2S2O3 kemudian dilakukan destilassi dengan

erlenmeyer sampai tertampung kira-kira 15 ml destilat.

h. Tabung kondensor dibilas dengan air dan air bilasannya ditampung dalam erlenmeyer

yang sama.

i. Diencerkan isi erlenmeyer sampai kira-kira 50 ml, kemudian dititrasi dengan HCl 0,02 N

sampai terjadi perubahan warna menjadi abu-abu. Penetapan larutan blanko juga

dilakukan.

Perhitungan kadar protein

Keterangan:

N = normalitas larutan HCl yang digunakan

Fk = factor konversi (susu dan produk-produk susu = 6,38)

3. Lemak (Modifikasi Sudarmadji et al., 1884)

a. Sampel sebanyak 5 ml dan bubuk kaca sebanyak 5 g dikeringkan dalam oven 100°C

sampai beratnya konstan.

Page 28: Proposal Penelitian MPTHP

b. Dimasukkan kedalam selongsong dari kertas saring dan dimasukkan ke dalam alat

soxhlet yang berisi pelarut petroleum eter.

c. Diekstrak selama 3 jam lalu selongsong dengan bahan dikeringkan dalam oven selama 45

menit dan dimassukkan ke dalam desikator selama 15 menit.

d. Ditimbang sampai beratnya seimbang.

e. Perbedaan berat sebelum dan sesudah ekstraksi per berat sampel merupakan persentase

lemak yang terekstraksi.

Kadar lemak =

Keterangan:

a = berat kering sebelum ekstraksi (g)

b = berat kering setelah ekstraksi (g)

4. Kadar Abu (Sudarmadji et al., 1884)

a. Disiapkan cawan pengabuan (krus porselin), dikeringkan dalam oven pada suhu 100°C-

105°C, didinginkan dalam desikator dan ditimbang.

b. Ditimbang sampel yang sudah dihaluskan sebanyak 3-5 g, kemudian dibakar dalam tanur

pengabuan sampai didapatkan abu bewarna abu-abu atau sampai beratnya konstan.

Pengabuan dilakukan dalam dua tahap. Pertama pada suhu sekitar 400°C dan kedua pada

suhu 550°C

Page 29: Proposal Penelitian MPTHP

c. Didinginkan dalam desikator selama 15 menit kemudian ditimbang. Dimasukkan kembali

dalam tanur pengabuan selama 30 menit, lalu didinginkan dalam desikator, dan

ditimbang. Perlakuan diulang sampai diperoleh berat konstan.

5. Total Cell Count (Lay, 1994)

a. Media dibuat dengan menimbang 25 g NA (Nutrient Agar) dan dilarutkan ke dalam

aquades 500 ml dan disterilkan. Kemudian disimpan dalam oven pada suhu 46°C.

b. Diambil 1 g sampel dan dimasukkan ke dalam 9 ml larutan pengencer (buffer fosfat). Lalu

divorteks hingga menjadi homogeny. Selanjutnya dibuat hingga pengenceran 10-3.

c. Dari pengenceran 10-3, diambil 1 ml suspense dan dilakukan pemupukan ke dalam cawan

petri kemudian ditambah 18 ml media cair dan digoyang secara rotasi sehingga media

merata dan dibiarkan sampai media mengumpal.

d. Diinkubasi di dalam incubator pada suhu 37°C (cawan petri diletakkan secara terbalik).

e. Dihitung jumlah koloni yang tumbuh setelah 48 jam masa inkubasi.

Karena TCC terlalu besar, TCC dinyatakan dengan log CFU/ml. Misalnya bila jumlah koloni per

ml = 1.000.000 CFU/ml, maka:

TCC = log CFU/ml = 6

Page 30: Proposal Penelitian MPTHP

6. Uji Organoleptik Penampakan, Bau, Warna, dan Rasa (Soekarto, 1985)

Uji organoleptik dilakukan untuk mengetahui tingkat penerimaan panelis terhadap

penampakan, rasa, aroma, dan warna. Para panelis tersebut merupakan para penyuka susu

kambing pasteurisasi. Pengujian oleh 20 orang panelis ini dilakukan dengan member nilai yang

dinyatakan dalam bentuk angka (skala numerik) terhadap tingkat kesukaan (skala hedonik)

sampel yang disajikan. Dalam penelitian, skala numerik yang digunakan berkisar dari 1-5.

Penentuan uji organoleptik dilakukan dengan cara sampel yang diuji diacak dengan

memberikan kode pada bahan. Penilaian dilakukan berdasarkan kriteria seperti pada Tabel 7 dan

lembar uji organoleptik dapat dilihat pada Lampiran 3.

Table 7. Skala uji hedonikSkala Hedonik Skala Numerik

Sangat sukaSuka Biasa Tidak sukaSangat tidak suka

54321