Proposal Penelitian

37
PROPOSAL PENELITIAN HUBUNGAN MEDIA AUDIO VISUAL MOTORIK KASAR DAN HALUS DENGAN MOTOR ABILITY PADA ANAK TUNAGRAHITA A. Latar Belakang Masalah Perkembangan motorik kasar merupakan kemampuan anak dalam melakukan gerakan yang melibatkan bagian tubuh tertentu yang dilakukan oleh gerakan tangan atau kaki dan diperlukan koordinasi yang cermat, misalnya mengambil melompat, berjingkrak, menendang, melempar benda dan mengangkat tangan dan kaki. Gerak dasar tersebut dikelompokkan menjadi tiga, yaitu lokomotor, non lokomotor, dan manipulatif (Nurhasan, 2003:28). Gerak dasar ini, biasanya sudah dapat dikuasai oleh anak-anak normal usia 6 tahun (Hurlock, 1978) tapi tidak demikian dengan anak

description

HUBUNGAN MEDIA AUDIO VISUAL MOTORIK KASAR DAN HALUS DENGAN MOTOR ABILITY PADA ANAK TUNAGRAHITA

Transcript of Proposal Penelitian

PROPOSAL PENELITIAN

HUBUNGAN MEDIA AUDIO VISUAL MOTORIK KASAR DAN HALUS DENGAN MOTOR ABILITY PADA ANAK TUNAGRAHITAA. Latar Belakang Masalah

Perkembangan motorik kasar merupakan kemampuan anak dalam melakukan gerakan yang melibatkan bagian tubuh tertentu yang dilakukan oleh gerakan tangan atau kaki dan diperlukan koordinasi yang cermat, misalnya mengambil melompat, berjingkrak, menendang, melempar benda dan mengangkat tangan dan kaki.Gerak dasar tersebut dikelompokkan menjadi tiga, yaitu lokomotor, non lokomotor, dan manipulatif (Nurhasan, 2003:28). Gerak dasar ini, biasanya sudah dapat dikuasai oleh anak-anak normal usia 6 tahun (Hurlock, 1978) tapi tidak demikian dengan anak tunagrahita ringan dengan usia yang sama (Delphie, 1996).Anak tunagrahita ringan memiliki masalah dalam keterampilan gerak dasar/motorik kasar (lokomotor, non lokomotor, manipulatif) (Delphie, 1996; Saputra, Y., 2005; Sunardi dan Sunaryo, 2006).Kondisi Anak Tunagrahita ringan mengalami hambatan perkembangan intelektual. Intelegensinya di bawah rata-rata normal antara 50-75. Keterampilan motoriknya lebih rendah dari anak normal sehingga akan menimbulkan permasalahan yang dihadapi Anak Tunagrahita Ringan dalam menyelesaikan suatu kegiatan.

Anak Tunagrahita Ringan mempunyai kebutuhan dasar yang sama dengan anak pada umumnya, dalam hal mengembangkan fisik, sosial, intelektual, pendidkan dan pekerjaan. Ketidakberhasilan Anak Tunagrahita Ringan dalam menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan disebabkan kemampuannya tidak sesuai untuk menyelesaikan tugas tersebut.

Sebagaimana dikemukakan oleh Delphie (2009:32) bahwa pada umumnya Anak Tunagrahita mempunyai kelemahan, seperti : dalam keterampilan gerak dan fisik, fisik yang kurang sehat, koordinasi gerak, kurangnya perasaan dirinya terhadap situasi dan keadaan sekelilingnya, keterampilan gross motor yang kurang.

Tujuan khusus pendidikan anak Tunagrahita ringan mengacu pada KTSP tahun 2011 2012, yaitu sebagai berikut :

1. Membentuk kepribadian yang mandiri.

2. Menumbuhkan rasa percaya diri dengan bekal keterampilan yang dimilikinya dalam bidang pertanian.

3. Mempersiapkan peserta didik untuk mengikuti atau melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Berdasarkan hasil observasi di sekolah Terutama pada Pelajaram Penjas keterampilan motorik kasar dan halus Anak Tunagrahita Ringan SDLB di SLB Budi Bhakti I Kawali Kabupaten Ciamis sangat kurang sekali. Kelemahan pada gerakan tangan dan kaki menyebabkan kurang optimal dalam melakukan kegiatan memegang benda, meremas, menjepit, menggenggam, di mana kemampuan tersebut sudah dimiliki pada anak normal berusia 15 bulan.

Kelemahan dalam kemampuan motorik halus pada anak Tunagrahita Ringan kelas SDLB dapat terlihat pada waktu kegiatan belajar di kelas misalnya menulis, menggambar, menggunting. Dikarenakan kondisi tangan kanannya yang lemas dan tidak dapat melakukan kegiatan di kelas maupun pada waktu bermain, akibatnya akan menimbulkan kepribadian Anak yang cenderung kurang percaya diri, mudah frustasi, cepat bosan, pasif . Sehingga akan berpengaruh pada hasil belajarnya.

Melihat kenyataan permasalahan yang ada di lapangan maka perlu adanya berbagai upaya dilakukan guru untuk memberikan pelayanan yang tepat sehingga memperoleh hasil belajar yang optimal.

Untuk dapat meningkatkan kemampuan anak dalam motorik kasar dan halus, maka diperlukan latihan dalam pelajaran penjas yang lebih menarik, yaitu dengan penggunaan media audio visual dalam latihan motorik kasar dan halus.secara terstruktur dan konsisten. Alasan pemilihan media audio visual dalam latihan motorik halus dan kasar ini adalah untuk meningkatkan motivasi belajar dan agar pembelajarannya lebih menarik, dengan demikian media audio visual diharapkan akan dapat membantu anak tunagrahita dalam latihan meningkatkan keterampilan motorik kasar dan halus, terutama dalam latihan gerakan kelincahan gerak.Kelincahan gerak (motor ability) anak tunagrahita lebih rendah dibandingkan dengan anak normal pada umumnya, sehingga diperlukan latihan yang maksimal dalam rangka meningkatkan motrik kasar dan halus.Berdasarkan pemikiran di atas, maka perlu dilakuan penelitian tentang : hubungan media audio visual motorik kasar dan halus dengan motor ability pada anak tunagrahita di SLB Budi Bhakti I Kecamatan Kawali Kabupaten Ciamis.B. Identifikasi MasalahPermasalahan yang muncul dari latar belakang di atas maka diidentifikasi masalah sebagai berikut.

1. Kemampuan motorik kasar dan halus anak tunagrahita ringan2. Terbatasnya anak tunagrahita ringan dalam kemampua motorik kasar dan halus.3. Meningkatkan keterampilan motorik kasar dan halus anak Tunagrahita dapat dilakukan melalui media Audio Visual.4. Hubungan media audio visual motorik kasar dan halus dengan motor ability pada anak tunagrahita.C. Batasan Masalah

Agar penelitian ini tidak terlalu meluas, penulis membatasi pada masalah sebagai berikut.

1. Apakah terdapat hubungan media audio visual motorik kasar dan halus dengan motor ability pada anak tunagrahita.2. Seberapa besar hubungan media audio visual motorik kasar dan halus dengan motor ability pada anak tunagrahita.D. Rumusan Masalah

Berdasarkan hal-hal yang telah dipaparkan sebelumnya, dan agar penelitian memiliki sasaran yang jelas, peneliti merumuskan masalah sebagai berikut.

Apakah Terdapat Hubungan media audio visual motorik kasar dan halus dengan motor ability pada anak tunagrahita ringan kelas SDLN di SLB Budi Bhakti I Kawali Ciamis?E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan

a. Tujuan umum

Tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah mengetahui peningkatan kemampuan motorik kasar dan halus dalam latihan senam melalui media audio visual pada anak tunagrahita ringan.a. Tujuan Khusus

1) Untuk mengetahui kondisi awal kemampuan motorik kasar dan halus anak tunagrahita dalam dalam kemampuan motor ability (kelincahan gerak) sebelum menggunakan media audio visual.2) Untuk mengetahui kemampuan motorik kasar dan halus anak tunagrahita ringan dalam kemampuan motor ability (kelincahan gerak) pada saat menggunakan media audio visual.

3) Untuk mengetahui hubungan media audio visual motorik kasar dan halus dengan motor ability pada anak tunagrahita.b. Kegunaan Penelitian

Selain memiliki tujuan, penulis juga berharap agar penelitian ini memiliki manfaat dan kegunaan. Kegunaan yang diharapkan penelitian ini adalah :

a. Kegunaan TeoritisSecara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang objektif mengenai hubungan media audio visual motorik kasar dan halus dengan motor ability pada anak tunagrahita.b. Kegunaan Praktis1). Bagi penulis diharapkan penelitian ini dapat menjadi sebuah pengalaman serta wawasan untuk mengetahui hubungan media audio visual motorik kasar dan halus dengan motor ability pada anak tunagrahita.2). Bagi sekolah serta guru diharapkan penelitian ini menjadi pilihan alternatif untuk meningkatkan kemampuan motorik kasar dan halus siswa tungarahita ringan terutama dalam keterampilan kelincahan gerak motor ability.F. Definisi Oprasional Variabel1. Variabel Bebas variabel bebas dalam penelitian ini adalah media audio visual motorik kasar dan halus. Media audio visual adalah media yang dapat mengeluarkan suara dan dapat menampilkan gambar atau film, yang dapat di lihat melalui layar atau media TV. Manfaat media audio visual ini diharapkan akan memudahkan guru/instruktur senam dalam membantu siswa tunagrahita rinngan dalam latihan motorik halus dan kasar.2. Variabel Terikat

Variabel terikat (target behavior) dalam penelitian ini adalah Kelincahan gerak (motor ability), yang dimaksud kelincahan gerak disini adalah lari zig zag dengan rute yang telah ditandai dengan panah. Sehingga siswa berlari mengikuti arah tanda panah dengan dihitung kecepatan berlarinya mulai dari start sampai finis. Sebagian besar pada anak tunagrahita ringan gerakan motoriknya mengalami hambatan, seperti berlari kurang lincah, melompat terlihat kaku, dan gerak anggota tubuh yang lain juga kurang lincah.KAJIAN TEORITISANAK TUNAGRAHITA RINGAN

A. Konsep Dasar Anak Tunagrahita 1. Pengertian Anak Tunagrahita

Mereka yang tergolong tunagrahita akan terlihat jelas apabila dihadapkan pada mata pelajaran yang bersifat akademis. Definisi American Association On Mental Deficiency (AAMD) Grossman,1983 (Delphie,B 2009:8) menyatakan bahwa : Mental retardation refers to significantly general intellectual functioning resulting in or associated with concurrent impairment in adaptive behavior and manifested during developmental period. Definisi AAMD tersebut mengisyaratkan ada tiga hal pokok yang perlu mendapatkan perhatian sebagai hal penentu 1) kemampuan kecerdasan anak tunagrahita berada di bawah rata rata normal, 2) anak tunagrahita mengalami hambatan dalam prilaku adaptif ( adanya ketidakmampuan dalam menyesuaikan diri dengan norma dan tuntutan yang berlaku di masyarakat), 3) terjadi dalam mas perkembangan.Selain itu menurut Amien (1995:11), Anak tunagrahita adalah anak yang memiliki kecerdasan di bawah rata-rata, mengalami keterbelakangan dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan.

Definisi di atas jelas bahwa dalam menentukan anak tunagrahita tidak hanya terbatas pada fungsi intelektual yang jauh di bawah rata-rata secara signifikan tetapi selalu bersamaan dengan adanya hambatan pada perilaku adaptif, serta muncul pada masa perkembangan atau muncul pada usia 18 tahun.

Dalam penelitian ini, anak yang akan dibahas adalah anak tunagrahita ringan, sehingga akan membahas lebih dalam mengenai anak tunagrahita ringan.

Anak tunagrahita ringan adalah anak yang memiliki tingkat kecedasan di bawah anak normal. Anak tunagrahita ringan dapat dipahami sebagai keterbatasan fungsi intelektual umum yang ditandai dengan rentangan IQ 69-52 menurut binet dan 69 55 menurut skala Weschler (WISC). Anak tunagrahita2. Klasifikasi Anak Tunagrahita

Agar lebih mudah dalam pemberian layanan pendidikan bagi anak tunagrahita, perlu adanya klasifikasi sesuai dengan taraf kemampuannya.Klasifikasi berdasarkan skor IQ definisi AAMD (1983) yaitu :

Tunagrahita ringan atau mild mental retardation IQnya 70-55, tunagrahita sedang atau moderate mental retardation IQnya 55-40, tunagrahita berat atau severe mental retardation IQnya 40-25, tunagrahita berat sekali atau profound mental retardation IQnya 25 ke bawah (Astati 2010:16).

Berdasarkan tingkat intelegensinya Grossman (1983) dalam Amin (1995:24) dengan skala binet membagi ketunagrahitaan dalam klasifikasi sebagai berikut, mild metal retardation (50-55), moderate mental retardation (30-40) sampai 50-55, severe mental retardation (20-25 sampai 35-40), profound mental retardation di bawah 20 atau 25.

3. Karakteristik Anak Tunagrahita

Berdasarkan klasifikasinya anak tunagrahita dibagi menjadi tiga kelompok, secara umum karakteristik anak tunagrahita berdasarkan adaptasi dari Page (Astati, 2010:6) sebagai berikut :

a. Akademik

Kapasitas belajar anak tunagrahita sangat terbatas terutama dalam hal yang abstrak. Mereka belajar dengan membeo (rote learning), bukan dengan pengertian.

b. Sosial Emosional

Dalam pergaulan mereka tidak dapat mengurus, memelihara, dan memimpin diri. Mereka bermain dengan teman yang lebih muda darinya. Setelah dewasa kepentingan ekonominya sangat tergantung pada orang lain, Tanpa bimbingan dan pengawasan mereka mudah terjerumus ke dalam tingkah laku yang terlarang.

c. Fisik/Kesehatan

Baik struktur maupun fungsi tubuh pada umumnya anak tunagrahita kurang dari anak normal. Mereka baru dapat berjalan pada usia yang yang lebih tua dari anak normal. Sikap dan gerakannya kurang indah.

Secara khusus karakteristik Anak Tunagrahita Ringan adalah : mereka banyak yang lancar berbicara tetapi kurang perbendaharaan kata-katanya. Mereka mengalami kesukaran berfikir abstrak, tetapi mereka masih dapat mengikuti pelajaran akademik baik di sekolah biasa maupun di sekolah khusus. Pada umur 16 tahun baru mencapai umur kecerdasan yang sama dengan anak umur 12 tahun (Amin M, 1995:37).Di samping itu mereka menunjukkan keterbatasan lingkup perhatian, mudah terganggu perhatian, hiperaktif dan pasif. Dalam penyesuaian sosial mereka dapat bergaul. Menyesuaikan diri di dalam lingkungan yang lebih luas dan kebanyakan dari mereka dapat berdiri sendiri. Anak tunagrahita ringan memiliki kepribadian yang kurang percaya diri, merasa rendah diri, mudah frustasi, keterampilan motorik anak tunagrahita ringan lebih rendah dari anak normal, akan tetapi dalam kemampuan bekerja, anak tunagrahita ringan dapat melakukan pekerjaan yang sifatnya semi skilled dan pekerjaan yang sifatnya sederhana (Astati 2001 : 7).

Namun kondisi di lapangan ada beberapa anak tunagrahita ringan yang mengalami hambatan dalam perkembangan motorik, kurang mampu dalam belajar menulis, menggambar dan ketika melakukan pekerjaan seperti mengancing baju, menalikan tali sepatu, menarik sleting, memegang sendok dan garpu. Kondisi ini disebabkan karena adanya hambatan mental, lingkungan, fisik. Sebagaimana dikemukakan Hurlock (1978:150). Seandainya tidak ada gangguan lingkungan atau fisik atau hambatan mental yang mengganggu perkembangan motorik, secara normal anak yang berumur 6 tahun akan siap menyesuaikan diri dengan tuntutan sekolah dan berperan serta dalam kegiatan bermain teman sebaya

B. Pendidikan Anak Tunagrahita Ringan 1. Tujuan Pendidikan Anak Tunagrahita

a. Tujuan Umum Pendidikan Anak Tunagrahita

Dalam Undang-undang Republik Indonesia No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab 2 Pasal 4 tercantum pendidikan nasional sebagai berikut :

Pendidikan Nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, sehat jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.b. Tujuan Khusus Pendidikan Anak Tunagrahita

1) Dapat mengembangkan potensi dengan sebaik-baiknya

Mengusahakan agar anak tidak hanya sekedar memiliki potensi saja, tetapi juga mengembangkan sehingga menjadi kecakapan yang berarti.

2) Dapat menolong diri, berdiri sendiri dan berguna bagi masyarakat.

Yang dimaksud menolong diri ialah berbuat untuk kepentingan sendiri, seperti : makan, mandi, berpakaian dan sebagainya.

Sedangkan berdri sendiri ialah mandiri secara ekonomi mempunyai penghasilan sendiri, seperti : bertani, berjualan, bekerja di pabrik dan sebagainya, berdiri sendiri secara kesusilaan ialah dapat memutuskan apakah sesuatu perbuatan termasuk baik atau tercela dan sebagainya.

3) Memiliki kehidupan lahir batin yang layak.

Anak tunagrahita dipupuk supaya percaya diri sendiri, mempunyai hobi yang sesuai dengan kemampuan, berteman dengan orang. Mereka juga memerlukan kehidupan lahir yang layak. Mereka hendaknya berpakaian yang baik, perilaku yang baik dan sebagainya.(Amin M, 1995 : 157).c. Tujuan Khusus Pendidikan Anak Tunagrahita Ringan.

Mengacu pada rumusan Kirk 1979 dalam Astati (2001:13) tujuan khusus pendidikan anak tunagrahita ringan meliputi :

1) Mengembangkan keterampilan dasar belajar di sekolah meliputi : membaca, manulis, matematika

2) Mengembangkan kebiasaan hidup sehat.3) Mengembangkan kemampuan sosialisasi.4) Mengembangkan kemampuan emosional dan rasa aman baik di sekolah maupun di rumah.5) Mengembangkan kemampuan untuk menggunakan waktu luang.6) Mengembangkan kemampuan keterampilan melalui latihan vokasional.7) Mengembangkan kemampuan menolong diri sendiri dalam beberapa kegiatan yang sifatnya produktif.2. Program Pendidikan Anak Tunagrahita Ringan

Sesuai dengan Kurikulum PLB 1994 dalam Astati (2001: 15) bahwa program pendidikan anak tunagrahita ringan mencakup : Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Pendidikan Agama, Bahasa Indonesia, Berhitung, IPA, IPS, Pendidikan Jasmani dan Kesehatan, Bahasa Inggris, dan Program Pilihan (Paket Keterampilan). Mata pelajaran keterampilan mencakup : rekayasa, pertanian, usaha dan perkantoran, kerumahtanggaan, kesenian. Bobot dari mata pelajaran keterampilan lebih banyak jika dibandingkan dengan bobot bidang pelajaran lainnya. Ini menunjukkan besarnya peranan dan pentingnya mata pelajaran pada jenjang tersebut.

3. Pengelolaan Kelas Anak Tunagrahita Ringan

Pengelolaan kelas yang efektif merupakan salah satu aspek penting dalam proses pembelajaran. Usaha seorang guru dalam membantu siswa belajar adalah menciptakan situasi kelas yang hangat, aman, sehat dan menciptakan, memelihara, mengembangkan iklim belajar yang kondusif.Seperti yang dikemukakan oleh Winzer-Winzer dalam Winataputra (1997:97) menyatakan bahwa pengelolaan kelas adalah : cara yang ditempuh guru dalam menciptakan lingkungan kelas agar tidak terjadi kekacauan dan memberi kesempatan kepada siswa untuk mencapai tujuan akademi dan sosial. Pengelolaan kelas bertujuan menciptakan dan memelihara kondisi kelas yang memungkinkan berlangsungnya proses pembelajaran yang efektif.Lingkungan belajar yang dominan bagi anak adalah sekolah, karena sekolah terdiri dari beberapa kelas yang mana di dalamnya terdapat segala aspek pendidikan dan pengajaran berpadu dan mengalami proses interaksi antara kemampuan guru, latar belakang siswa yang berbeda, program kegiatan belajar dan mengajar, bahan pelajaran dan sarana penunjang. Semua ini berpadu menjadi suatu lingkungan yang dapat mendukung tercapainya pendidikan di sekolah. Maka dapat disimpulkan bahwa lingkungan belajar adalah suatu lingkungan yang diciptakan untuk mewujudkan suasana kegiatan belajar mengajar yang efektif dan menyenangkan serta dapat memotivasi anak didik yang tunagrahita ataupun yang normal untuk belajar sesuai minat, bakat dan kemampuannya (Amin M, 1995 : 176). Bagi anak tunagrahita dalam pendidikannya disesuaikan dengan kebutuhannya. Mereka yang termasuk dalam katagori anak tunagrahita ringan dapat dididik di sekolah biasa atau sekolah khusus. Dalam lingkungan belajar di sekolah khusus untuk anak tunagrahita ringan guru tidak perlu membimbing untuk mengambil dan mempergunakan benda-benda tertentu, melainkan anak sendirilah yang memilih suatu benda dan mempergunakannya sesuai dengan daya kreasinya.Lingkungan belajar anak tunagrahita menurut Amin (1995:177) adalah :

a. Lingkungan Belajar yang Baik bagi Anak Tunagrahita dan Asas Didaktiknya

Menciptakan lingkungan belajar yang disesuaikan dengan minat, bakat dan kemampuan anak didik. Penataan lingkungan belajar anak tunagrahita menggunakan bahan yang disesuaikan dengan kondisi anak dalam melakukan kegiatannya, misalnya : mengubah suasana kelas menjadi rumah-rumahan yang dilengkapi dengan peralatan rumah tangga, mandi, masak, makan yang berukuran kecil dan ringan.Dengan terciptanya lingkungan yang disesuaikan dengan kebutuhan anak tunagrahita, maka mereka akan berkembang dan tumbuh.

b. Organisasi Kelas

Pada kelas-kelas anak tunagrahita terdapat perbedaan dalam hal kemajuan anak, antara anak satu dengan yang lainnya memiliki kemampuan yang berbeda.Akibat perbedaan individual tersebut maka guru dalam membuat persiapan mengajar, pencatatan kemajuan dan laporan kemajuannya dibuat masing-masing anak.

c. Persyaratan Ruang Belajar

1) Ruang belajar tidak terlalu besar.2) Lantai diberi alas yang lembut untuk menghindari benturan apabila anak terjatuh.3) Sudut kelas jangan terlalu runcing supaya anak tidak terbentur kepalanya.4) Kelas harus cukup terang tetapi tidak silau, warna lantai, dinding dan atap hendaknya polos. Rangsangan yang mengganggu anak, misalnya : bau kurang enak, ruang tembus pandang menyebabkan anak tidak berkonsentrasi.

5) Perabotan di kelas harus disesuaikan dengan ukuran badan anak. Misalnya rak mainan. Lemari yang penyimpanannya disesuaikan dengan ukuran tinggi anak agar anak mudah untuk menyimpan mainannya setelah dipakai.

6) Halaman sekolah dibuat taman dan tiap bagian taman itu dipercayakan kepada masing-masing kelas untuk bertanggung jawab memeliharanya. Sebaiknya halamannya rata dan disediakan terowongan, tangga, gunung-gunungan ini berguna untuk bermain, melatih kemampuan fisik dan sarana kreativitas.

C. Konsep Kemampuan Motorik 1. Pengertian Kemampuan MotorikBahwa semakin matangnya perkembangan sistem syaraf yang mengatur otot memungkinkan berkembangnya kompetisi atau keterampilan motorik anak. Keterampilan motorik itu dibagi dua jenis yaitu : (a) keterampilan atau gerakan kasar seperti berjalan, berlari, melompat, naik turun tangga, dan (b) keterampilan motorik halus atau keterampilan manipulasi seperti menulis, menggambar, memotong, melempar dan menangkap bola, serta memainkan benda-benda atau alat-alat mainan.

Pendapat yang sama dikemukakan oleh Hurlock (1978:150) bahwa selama 4 atau 5 tahun pertama kehidupan pasca lahir anak dapat mengendalikan gerakan yang kasar. Gerakan tersebut melibatkan bagian badan yang luas yang digunakan dalam berjalan, berlari, melompat, berenang dan sebagainya. Setelah berumur 5 tahun terjadi perkembangan yang besar dalam mengendalikan koordinasi yang lebih baik yang melibatkan kelompok otot yang lebih kecil yang digunakan untuk menggenggam, melempar, menangkap bola, menulis dan menggunakan alat.

Dengan terus bertambahnya berat badan dan kekuatan badan, maka selama masa pertengahan dan akhir, anak ini perkembangan motoriknya menjadi lebih halus dan lebih terkoordinasi dibandingkan dengan awal masa anak-anak. Sejak usia 6 tahun koordinasi antara mata dan tangan yang dibutuhkan untuk membidik, menyepak, melempar dan menangkap juga bekerja.Faktor yang mempengaruhi perkembangan motorik, adalah :

a. Minat Anak

Anak yang memiliki minat yang tinggi untuk bereksplorasi akan mempunyai kesempatan lebih banyak untuk mengembangkan kemampuan motorik kasar dan halus.

b. Stimulasi Belajar

Anak yang mendapatkan stimulasi atau rangsangan belajar secara proposional dari lingkungan yang kondusif, akan memiliki kesempatan lebih luas untuk mengembangkan kemampuannya.

c. Gangguan perkembangan

Adanya gangguan perkembangan dapat mempengaruhi perkembangan motoriknya.

2. Tahapan Perkembangan Anak

Perkembangan koordinasi mata dan tangan pada anak usia 4-6 tahun (Amin , 1995 : 104) :a. Anak umur 4 tahun

1) Menangkap bola yang dilemparkan kepadanya.2) Menggunting menurut garis.3) Memegang sikat dengan posisi yang benar.4) Menghitung empat mata uang.5) Menghitung tiga benda dengan menunjukkannya.6) Menjodohkan hingga 10 bentuk, seperti : jajaran genjang, segi empat, segi tiga dan sebagainya.7) Mengenal 5 hingga 7 bentuk bidang datar dengan sentuhan. Yang paling mudah lingkaran, bintang; yang paling sukar jajaran genjang dan hecabon

b. Anak umur 5 tahun

1) Lebih banyak menggunakan tangan daripada lengan pada waktu menangkap bola kecil walaupun sering gagal.2) Mengenal 7 sampai 8 bentuk dengan sentuhan.3) Menerangkan jumlah jari pada setiap tangan.4) Memberi nama beberapa pecahan uang.5) Gemar meniru bentuk-bentuk sederhana.6) Menggambar I lantai dan pada kertas.7) Membuat jalan dan rumah dengan pasir.8) Membuat benda-benda dengan plastisin.9) Menyusun balok-balok : membuat jalan, bangunan dan sebagainya

c. Anak umur 6 tahun

1) Memegang dan mencoba menggunakan alat dan bahan.2) Memerlukan bantuan daam menyelesaikan sesuatu, mengawali sesuatu dengan baik.3) Lebih sungguh-sungguh dalam melakukan sesuatu, kadang-kadang kaku.4) Memotong dan merekat kertas, membuat buku dan dus.5) Senang menggunakan pita.6) Menjahit dengan jarum besar.7) Menjiplak gambar-gambar, mengenal pola lingkaran, garis potong, segi empat.8) Mengenal 9 bentuk bidang datar.9) Desain balok.10) Menjodohkan benda-benda berdasarkan gunanya, misalnya bola dengan gasing, mobil dengan motor.

3. Kemampuan Motorik Halus Anak Tunagrahita RinganHasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat kesegaran jasmani anak terbelakang mental atau anak tunagrahita yang memiliki MA 2 tahun sampai dengan 12 tahun ada dalam kategori kurang. Dengan demikian, tingkat kesegaran jasmani anak tunagrahita ringan setingkat lebih rendah dibandingkan dengan anak normal pada umur yang sama (Somantri, 2006:108).

Akibat dari keterlambatan itu anak tunagrahita sulit untuk melakukan aktifitas yang membutuhkan kemampuan motorik halus di mana anak akan mengalami kesulitan pada saat belajar menulis, menangkap bola, menggenggam, melempar, menggunakan alat yang membutuhkan keterlibatan otot-otot kecil jari tangannya.

Anak tunagrahita memiliki keterbatasan dalam kemampuan motorik halusnya. Oleh karena itu, untuk mengatasi motorik halusnya diberikan pembelajaran keterampilan motorik yang dapat meningkatkan kemampuan motorik halusnya dengan baik. Keterampilan yang dipelajari dengan baik akan berkembang menjadi kebiasaan, misalnya melalui belajar keterampilan motorik yang dilakukan secara berkesinambungan dan berulang-ulang akan menghasilkan kemampuan dalam menggenggam dan menjepit benda dengan semua jari, maka anak tersebut siap untuk mempelajari keterampilan memegang pinsil.

METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Dalam suatu penelitian dibutuhkan pemilihan metode yang tepat yang digunakan dalam suatu penelitian. Metode korelasional meneliti hubungan atau pengaruh sebab akibat. Keuntungan metode ini adalah kemampuannya memberikan bukti nyata mengenai hubungan sebab akibat yang langsung bisa dilihat (Kriyantono, 2006: 62).

Penelitian yang dirancang untuk menentukan tingkat hubungan variabel-variabel yang berbeda dalam suatu populasi disebut metode korelasional. Perbedaan utama dengan metode lain adalah adanya usaha untuk menaksir hubungan dan bukan sekedar deskripsi (Umar, 2002: 45). Peneliti dapat mengetahui berapa besar kontribusi variabel-variabel bebas terhadap variabel terikat serta besarnya arah hubungan yang terjadi

Metode penelitian yang digunakan adalah metode korelasional. Metode ini digunakan untuk meneliti bagaimana hubungan media audio visual motorik kasar dan halus dengan motor ability pada anak tunagrahita.

B. Instrumen PenelitianInstrumen dalam penelitian ini yaitu menggunakan Barrow ability tes, dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keterampilan gerak motorik kasar, dan mengukur keterampilan kelincahan dan keseimbangan.

Dalam Barrow ability tes ini banyak jenisnya, maka dalam penelitian ini akan diambil salah satu jenis tes, yaiitu Zig zag run dengan tujuan untuk mengukur kelincahan bergerak, sedangkan alat yang dipakai adalah tonggak, stop watch, dan diagram.Agar lebih jelas dalam instrumen penelitian ini maka dapat diuraikan sebagai berikut :

1. Jenis Tes

Zig zag run

Tujuan

:Mengukur Kelincahan bergerakAlat/Fasilitas:

Tonggak, stop watch, dan diagram

2. Pelaksanaan Tesa. Testee berdiri dibelakang garis start,

b. Bila ada aba aba Ya,testee lari secepat mungkin mengikuti arah panah sesuai dengan diagram sampai batas finish

c. Testee diberi kesempatan melakukan tes sebanyak 3 kali

3. PeraturanTes gagal apabila :

Menggeserkan tonggak

Tidak sesuia pada diagram tes

4. Teknik Penskoran

Catat waktu tempuh yang terbaik dari tiga kali percobaan ,dan di catat sampai 1/10 detik

DAFTAR PUSTAKA

Alisyahbana, A ( ). Pedoman Tumbuh Kembang Anak. Bandung : Yayasan Surya Kanti. Amin, M. (1995). Pendidikan Anak Tunagrahita. Bandung : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Astati. (2010). Bina Diri Untuk Anak Tunagrahita. Bandung : CV Catur catur Karya Mandiri.

Astati. (2001). Persiapan Pekerjaan Penyandang Tunagrahita. Bandung : CV Pendawa.

Delphie, B. (2009). Bimbingan Perilaku Adaptif. Klaten : PT Intan Sejati.

Hurlock, E. (1978). Child Development Sixth Edition. McGraw Hill, Inc. alih bahasa oleh : Med Meitasari Tjandrasa dan Muslichah Zarkasih.

Rumini, S dan Sundari, S. (2004). Perkembangan Anak dan Remaja. Jakarta : PT Rineka Cipta.

Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung : Alfabeta.

Sutjihati Somantri, T. (2006) psikologi Anak Luar Biasa. Bandung : PT Refika Aditama.

Winataputra, U. (1997). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Proyek Peningkatan Mutu Guru Kelas SD Setara D-II.

Yusuf, S. (2011). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.