proposal penelitian

21
EFEKTIFITAS PENAMBAHAN DEKOMPOSER Lumbricus rubella PADA SERESAH TANAMAN MANGIUM (Acacia mangium Willd) TERHADAP PRODUKTIFITAS TANAMAN KEDELAI PADA TANAH ALFISOL Usulan Penelitian Untuk Skripsi Diajukan kepada : Jurusan/Program Studi Agroteknologi Oleh : Rahadhian Tegar Taufani H0708037

description

jos

Transcript of proposal penelitian

Page 1: proposal penelitian

EFEKTIFITAS PENAMBAHAN DEKOMPOSER Lumbricus rubella PADA SERESAH TANAMAN MANGIUM (Acacia

mangium Willd) TERHADAP PRODUKTIFITAS TANAMAN KEDELAI PADA TANAH ALFISOL

Usulan Penelitian Untuk Skripsi

Diajukan kepada :Jurusan/Program Studi Agroteknologi

Oleh :Rahadhian Tegar Taufani

H0708037

FAKULTAS PERTANIANUNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

MARET, 2011

Page 2: proposal penelitian

EFEKTIFITAS PENAMBAHAN DEKOMPOSER Lumbricus rubella PADA SERESAH TANAMAN MANGIUM (Acacia

mangium Willd) TERHADAP PRODUKTIFITAS TANAMAN KEDELAI PADA TANAH ALFISOL

Usulan Penelitian Untuk Skripsi

Oleh :Rahadhian Tegar Taufani

H0708037

Telah disetujui

Pembimbing Pendamping I :Dr. Ir. Widyatmani Sih Dewi ________ ______NIP. 19631123 198703 2 002 Tanggal :

Pembimbing Pendamping II :Ir. Djoko Mursito, MP __________________NIP. 19790115 200501 1 001 Tanggal :

Surakarta, Mengetahui,

Komisi SarjanaJurusan/Program Studi Agroteknologi

Ketua,

Prof. Dr. Ir. Bambang Pujiasmanto, MSNIP. 195602251986011001

Page 3: proposal penelitian

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembangunan pertanian Indonesia merupakan tumpuan pertumbuhan

ekonomi riil yang vital dan strategis di saat ini maupun di masa depan. Karena

penduduk Indonesia sebagian besar masih dan bahkan akan terus

mengandalkan sektor pertanian secara makro (sarana, produksi, perdagangan,

dll) sebagai tumpuan ekonominya. Perkembangan pertanian saat ini sudah

maju begitu pesatnya, namun kemajuan tersebut belum mencapai batas

optimal. Hal ini dilihat dari tingkat pencapaian produktivitas di Indonesia dan

dibandingkan dengan potensi produktivitas yang dimungkinkan maupun

dibandingkan dengan negara lainnya masih relatif rendah.

Kedelai merupakan komoditas strategis di Indonesia. Oleh karena itu,

upaya untuk berswasembada kedelai tidak hanya bertujuan untuk memenuhi

kebutuhan pangan, tetapi juga untuk mendukung agroindustri dan menghemat

devisa serta mengurangi ketergantungan terhadap bahan pangan impor

(Baharsjah, 2004). Menurut Rasahan (1999), ketergantungan kepada bahan

pangan dari luar negeri dalam jumlah besar akan melumpuhkan ketahanan

nasional dan mengganggu stabilitas sosial, ekonomi, dan politik.

Keberadaan kedelai nasional mengalami suatu kondisi yang

memperhatinkan dengan produksi nasional baru dapat mencukupi sekitar 40 %

dari kebutuhan nasional, sedangkan sekitar 60 % masih diimport dari luar

negeri. Awal Juli, BPS memperkirakan produksi kedelai tahun 2010

berdasarkan Angka Ramalan II- mencapai 92738 ribu-ton. Jumlah setara

dengan 40% dari kebutuhan nasional (2,2 juta ton). Artinya 60% masih

tergantung impor (BPS, 2011). Sementara itu, tahun 2014 Indonesia

ditargetkan harus mencapai swasembada kedelai. Kondisi tersebut merupakan

suatu pemborosan devisa negara dan yang lebih mengawatirkan lagi yaitu

ketergantungan pangan dari negara lain. Padahal kebutuhan kedelai bagi

bangsa Indonesia masih menjadi sumber protein utama untuk gizi masyarakat

banyak.

Page 4: proposal penelitian

Salah satu latar belakang timbulnya masalah itu adalah kemampuan

lahan yang mulai merosot sehingga tidak mampu lagi untuk memenuhi

kebutuhan hara bagi tanaman kedelai. Tanah Alfisol adalah salah satu jenis

tanah yang banyak terdapat di Indonesia. Alfisol atau tanah Mediteran

merupakan kelompok tanah merah yang disebabkan oleh kadar besi yang

tinggi disertai kadar humus yang rendah (Wirjodihardjo 1963). Warna tanah

Alfisol pada lapisan atas sangat bervariasi dari coklat abu-abu sampai coklat

kemerahan (Tan, 2000). Lahan usahatani yang sudah lama dimanfaatkan tanpa

usaha pengawetan, dapat mengalami penurunan kesuburan kimiawi dan fisik

tanah, sehingga produktivitasnya rendah.

Alfisol memiliki kondisi geografis dan agroklimat yang mendorongnya

untuk menjadi tanah marjinal. Tanah marjinal sangat beragam

permasalahannya, dari terlalu basa (pH>7) hingga masam (pH<5), solum

dangkal, bahan organik rendah, kahat hara makro (N, P, K, Mg, dan S) dan

mikro (Fe dan Zn), daya simpan air rendah, dan drainase tanah buruk. Oleh

karena itu untuk pengelolaan tanah marjinal perlu penanganan khusus sesuai

dengan masalah yang terdapat di lapang (Sudaryono, 1988). Lebih lanjut Tan

(2000) mengemukakan bahwa tanah-tanah Alfisol yang telah mengalami erosi,

kurang menguntungkan bagi pertumbuhan tanaman. Hal ini disebabkan

horison argilik akan terekspos ke luar menjadi lapisan atas, lapisan ini dapat

menghambat pertumbuhan tanaman, terutama pertumbuhan akar.

Sebenarnya Alfisol merupakan tanah yang relatif muda, masih banyak

mengandung mineral primer yang mudah lapuk, mineral liat kristalin dan kaya

unsur hara (Hardjowigeno, 1993). Kondisi demikian, diperlukan penanganan

khusus untuk membuat tanah tersebut menjadi tanah yang produktif kembali.

Salah satu cara untuk memulihkan kondisi tersebut adalah dengan

menambahkan pupuk organik hasil dari dekomposisi bahan organik melalui

pemanfaatan biota tanah dekomposer.

Page 5: proposal penelitian

B. Rumusan Masalah

Penggunaan pupuk organik yang tepat dapat membantu pertumbuhan

dan perkembangan tanaman. Hal ini sangat penting terlebih lagi digunakan

pada tanah yang kurang produktifitasnya.

Berdasarkan uraian diatas, maka masalah yang diangkat dalam

penelitian adalah :

a. Komposisi mangium dan dekomposer Lumbricus rubella yang tepat dalam

pembuatan pupuk organik

b. Dosis pupuk organik yang tepat untuk peningkatan produktifitas tanaman

kedelai

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini antara lain:

1. Mengetahui komposisi mangium dan dekomposer Lumbricus rubella yang

tepat dalam pembuatan pupuk organik

2. Mengetahui dosis pupuk organik yang tepat untuk peningkatan

produktifitas tanaman kedelai

Page 6: proposal penelitian

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Pustaka

Menurut Sharma (1993), tanaman kedelai diklasifikasikan sebagai

berikut:

Kingdom : Plantae

Divisio : Spermatophyta

Subdivisio : Angiospermae

Class : Dicotyledoneae

Ordo : Polypetales

Family : Leguminosae

Genus : Glycine

Species : Glycine max (L.)

Kedelai merupakan komoditas strategis di Indonesia. Oleh karena itu,

upaya untuk berswasembada kedelai tidak hanya bertujuan untuk memenuhi

kebutuhan pangan, tetapi juga untuk mendukung agroindustri dan menghemat

devisa serta mengurangi ketergantungan terhadap bahan pangan impor

(Baharsjah, 2004).

Menurut Rasahan (1999), ketergantungan kepada bahan pangan dari

luar negeri dalam jumlah besar akan melumpuhkan ketahanan nasional dan

mengganggu stabilitas sosial, ekonomi, dan politik.

Produktivitas kedelai dipengaruhi oleh jenis tanah, kualitas benih,

varietas, pengelolaan tanaman, takaran pupuk, pengendalian hama dan

penyakit, waktu tanam dan panen, teknologi yang digunakan, dan interaksi

semua faktor tersebut (Saleh et al., 1999).

Bahan organik mencakup semua bahan yang berasal dr jaringan

tanaman dan hewan, baik yang hidup maupun yg telah mati, pada berbagai

tahana (stage) dekomposisi (Miller, 1955).

Stevenson (1982) menyajikan proses dekomposisi BO dg urutan sbb:

1. Fase perombakan bahan organik segar. Proses ini akan merubah

ukuran bahan menjadi lbh kecil.

Page 7: proposal penelitian

2. Fase perombakan lanjutan, yang melibatkan kegiatan enzim

mikroorganisme tanah. Fase ini dibagi lagi menjadi beberapa

tahana:

a. Tahana awal: dicirikan oleh kehil scr cpt bhn-bhn yg mudah

terdekomposisi sbg akibat pembafaatan BO sbg sumber

karbon dan energi oleh m.o. tnh, terutama bakteri. Dihslkan

sejmlh seny sampingan (by products) spt: NH3, H2S, CO2,

as organik dll.

b. Tahana tengah: terbent seny organik tengahan/antara

(intermediate products) dan biomasa baru sel organisme)

c. Tahana akhir: dicirikan oleh terjadinya dekomposisi scr

berangsur bag jaringan tnm/hewan yg lbh resisten (mis:

lignin). Peran fungi dan Actinomycetes pd tahana ini sangat

dominan

BO jg dpt membentuk kompleks dg unsur2 hara mikro shg dpt

mencegah kehilangan lewat pelindihan, serta kurangi timbulnya keracunan

unsur hara mikro. BO jg mampu melepaskan P yg disemat oleh oksida2 (Fe,

Al) dlm tanah (Sanchez, 1976).

Bahan organik yang dapat digunakan sebagai sumber pupuk organik

dapat berasal dari limbah/hasil pertanian dan nonpertanian (limbah kota dan

limbah industri) (Kurnia et al., 2001).

Bahan organik yang ditambahkan ke dalam tanah menyediakan zat

pengatur tumbuh tanaman yang memberikan keuntungan bagi pertumbuhan

tanaman seperti vitamin, asam amino, auksin dan giberelin yang terbentuk

melalui dekomposisi bahan organik (Brady, 1990).

Bahan organik yang ditambahkan ke dalam tanah mengandung karbon

yang tinggi. Pengaturan jumlah karbon di dalam tanah meningkatkan

produktivitas tanaman dan keberlanjutan umur tanaman karena dapat

meningkatkan kesuburan tanah dan penggunaan hara secara efisien. Selain itu

juga perlu diperhatikan bahwa ketersediaan hara bagi tanaman tergantung

Page 8: proposal penelitian

pada tipe bahan yang termineralisasi dan hubungan antara karbon dan nutrisi

lain (misalnya rasio antara C/N, C/P, dan C/S) (Delgado et al., 2002).

Penggunaan bahan organik telah terbukti banyak meningkatkan

pertumbuhan tanaman. Hasil penelitian Duong et al. (2006) yang memberikan

kompos berupa jerami pada tanaman padi sudah memberikan pengaruh setelah

30 hari diaplikasikan. Selain itu, juga ditemukan dampak positif lain seperti

meningkatkan ketersediaan makro dan mikronutrien bagi tanaman

(Aguilar et al., 1997).

Menurut Brady (1990), gula, protein sederhana adalah bahan yang

mudah terdekomposisi, sedangkan lignin yang akan lambat terdekomposisi.

Secara urutan, kemudahan bahan yang untuk terdekomposisi adalah sebagai

berikut:

1. Gula, zat pati, protein sederhana mudah terdekomposisi

2. Protein kasar

3. Hemiselulosa

4. Selulosa

5. Lemak

6. Lignin, lemak, waks, dll

Mangium (Acacia mangium Willd) merupakan salah satu tanaman

penting yang banyak diusahakan pada Hutan Tanaman Industri (HTI),

terutama untuk menghasilkan bahan kertas (pulp) dan bahan bangunan.

Kelebihan jenis ini adalah bentuk batangnya lurus, cepat tumbuh, dan dapat

tumbuh baik pada tanah yang relatif kurang subur. Namun, mangium

mempunyai masalah penting, yaitu menghasilkan banyak serasah di lantai

hutan yang sulit terdekomposisi (Musyafa, 2005).

Serasah mangium dari tegakan umur 2 sampai 8 tahun mencapai

64.449-129.446 g/m2/bl (Kesmayanti, 1999). Ini menunjukkan bahwa laju

penumpukan serasah lebih tinggi daripada laju dekomposisinya, sehingga

serasah menumpuk sangat tebal.

Bastoni (1999) melaporkan bahwa ketebalan serasah pada tegakan umur

9 tahun sekitar 10,51 cm. Pada ketebalan tersebut 0,67 cm serasah mempunyai

Page 9: proposal penelitian

tingkat kematangan saprik (>2/3 bagian terdekomposisi), 4,17 cm mempunyai

kematangan hemik (antara 1/3 – 2/3 bagian sudah terdekomposisi), dan

sisanya setebal 5,67 cm mempunyai kematangan fibrik (>2/3 bagian belum

terdekomposisi). Ini membuktikan bahwa serasah mangium sangat lambat

terdekomposisi.

Tingginya laju dekomposisi mangium di awal mungkin diakibatkan

oleh aktivitas organism tingkat tinggi (makrofauna). Makrofauna tanah,

seperti serangga dan cacing tanah, mengubah serasah menjadi fragmen kecil-

kecil dan feses, meningkatkan luas permukaan bahan, sehingga mudah

dikolonisai oleh bakteri (Parkinson, 1998).

Bahkan menurut Oyum et al. (2006) keadaan seperti ini lebih tampak

jika bahannya berkualitas rendah, seperti serasah mangium. Pada fase

berikutnya, ketika proses dekomposisi berjalan lambat, maka pengaruh

pemberian aktivator mulai tampak.

Peranan cacing tanah sangat penting dalam proses dekomposisi bahan

organik tanah. Bersama-sama mikroba tanah lainnya terutama bakteri, cacing

tanah ikut berperan dalam siklus biogeokimia. Cacing tanah memakan seresah

daun dan materi tumbuhan yang mati lainnya, dengan demikian materi

tersebut terurai dan hancur (Schwert, 1990).

Parmelee et al. (1990), cacing tanah juga berperan dalam menurunkan

rasio C/N bahan organik dan mengubah nitrogen tidak tersedia menjadi

nitrogen tersedia setelah dikeluarkan berupa kotoran (kascing).

Terdapat interaksi antara pemberian bahan organik dan cacing tanah

terhadap status hara tanah terutama N dan K dan pemberian inokulan cacing

tanah juga berpengaruh sangat nyata terhadap peningkatan P tersedia pada

tanah (Anwar, 2007).

Parmelee et al. (1990) dan Listyawan et al. (1998) cacing tanah

memakan bahan organik setiap hari setara berat berat tubuh. Di pihak lain,

Scheu (1991) melaporkan bahwa pelepasan C-organik harian melalui ekskresi

mucus dari permukaan tubuh dan pada kotoran cacing tanah adalah 0,2 – 0,5

% dari total biomasa cacing tanah.

Page 10: proposal penelitian

Peranan Lumbricus sp. dapat menekan proses dekomposisi lebih lanjut

oleh mikroba terhadap vermikompos, sehingga har yang tersedia dalam

vermikompos daat dipertahankan dan tidak dipergunakan terus-menerus oleh

mokroba untuk keperluan hidup dan pertumbuhannya (Schewert, 1990).

Peranan Lumbricus sp. sendiri mendepositkan hara relatif jauh lebih

rendah dibandingkan dengan dekomposisi oleh mikroba atau mikroba

bersama-sama cacing tanah. Hal ini menunjukkan bahwa Lumbricus sp.

menggunakan sebagian hasil proses dekomposisi untuk keperluan hidupnya,

sehingga sebagian besar tersimpan dalam tubuh cacing tanah dan akan dirilis

kembali ke dalam tanah setelah cacing tanah mati.

Pengomposan dari bahan tanaman lebih lama dibandingkan dari kotoran

hewan. Kotoran hewan banyak mengandung selulosa yang lebih mudah

terdekomposisi, sedangkan sisa tanaman walaupun juga mengandung selulosa

namun juga mengandung lignin maupun polifenol yang lebih sulit

terdekomposisi (Brady, 1990).

Beberapa manfaat pupuk organik adalah dapat menyediakan unsur hara

makro dan mikro, mengandung asam humat (humus) yang mampu

meningkatkan kapasitas tukar kation tanah, meningkatkan aktivitas bahan

mikroorganisme tanah, pada tanah masam penambahan bahan organik dapat

membantu meningkatkan pH tanah, dan penggunaan pupuk organik tidak

menyebabkan polusi tanah dan polusi air (Novizan, 2007).

Pengomposan bahan organik secara aerobik merupakan suatu proses

humifikasi bahan organik tidak-stabil (rasio C/N >25) menjadi bahan organik

stabil yang dicirikan oleh pelepasan panas dan gas dari substrat yang

dikomposkan (Diaz et al., 1993).

Page 11: proposal penelitian

B. Kerangka Berpikir

C.

D. Hipotesis

Dugaan kesimpulan dari penelitian adalah :

1. Komposisi 2 kg dekomposer Lumbricus rubella dan 1 kw mangium yang

paling baik dalam pembuatan pupuk organik

2. Dosis pupuk organik 1,5 kg/polibag yang paling tepat untuk peningkatan

produktifitas tanaman kedelai

TANAMAN KEDELAI

2,5Kg/Kw

PRODUKTIFITAS MENINGKAT

PENAMBAHAN Lumbricus rubella

PRODUKTIFITAS KURANG

ALFISOLS KAHAT HARA

PEMUPUKAN BO

2Kg/Kw1Kg/Kw 1,5Kg/Kw

PERLAKUAN DOSIS

IMPOR SEKITAR 60 %

SERESAH MANGIUM

PUPUK ORGANIK

KOMPOSISI TEPAT

1Kg/polibag

1Kg/polibag

1Kg/polibag

1Kg/polibag

1Kg/polibag

DOSIS TEPAT

Page 12: proposal penelitian

III. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan mulai bulan April 2011 sampai bulan

November 2011 bertempat di belakang Gedung D dan di dalam Rumah Kaca

Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.

B. Bahan dan Alat Penelitian

1. Bahan penelitian

a. Seresah tanaman mangium

b. Lumbricus rubella

c. Bibit tanaman kedelai

d. Tanah Alfisol

e. Beberapa chemikalia untuk uji kandungan hara

2. Alat penelitian

a. Polibag

b. Cangkul

c. Sabit

d. Penggaris

e. Alat tulis

f. Timbangan

g. Kamera digital

h. Cetok

i. Pisau

j. Label

k. Peralatan lab

C. Cara Kerja Penelitian

1. Rancangan penelitian

Rancangan penelitian yang digunakan adalah menggunakan Rancangan

Acak Lengkap (RAKL) dengan menggunakan lima perlakuan yaitu :

P1 : 1 kg pupuk organik per polibag

Page 13: proposal penelitian

P2 : 1,5 kg pupuk organik per polibag

P3 : 2 kg pupuk organik per polibag

P4 : 2,5 kg pupuk organik per polibag

P5 : 3 kg pupuk organik per polibag

Masing – masing perlakuan diulang sebanyak 5 kali.

2. Pelaksanaan Penelitian

1) Pembuatan pupuk organik

Pembuatan dilakukan di depan rumah kaca dengan membuat

lubang sedalam 1 m panjang 1 m dan lebar 1 m sebanyak 4 lubang.

Seresah mangium dimasukkan ke dalam lubang dengan perlakuan

penambahan Lumbricus rubella pada masing-masing lubang dengan

ketentuan 1 kg cacing / kw seresah, 1,5 kg cacing / kw seresah, 2 kg

cacing / kw seresah, 2,5 kg cacing / kw seresah. Dipanen pada usia 3-4

bulan dan dipilih hasil terbaik dengan kriteria tekstur, struktur, warna,

kandungan hara.

2) Penanaman

Bibit ditanam pada polibag yang berisi tanah Alfisol dengan

penambahan perlakuan pupuk organik yang telah ditetapkan

sebelumnya.

3) Pemeliharaan

Pemeliharaan yang dilakukan meliputi penyiraman setiap hari

sekali serta penyiangan gulma

4) Pemanenan

Pemanenan dilakukan diakhir penelitian kemudian dilanjutkan

dengan analisis data

3. Variabel Penelitian

1) Tinggi tanaman

Pengamatan dilakukan setiap hari

2) Diameter batang

Pengamatan dilakukan setiap hari

Page 14: proposal penelitian

3) Jumlah polong

Dilakukan saat panen

4) Jumlah biji per polong

Dilakukan saat panen

5) Berat segar tanaman

Berat segar tanaman merupakan indikator yang digunakan untuk

mengetahui seberapa besar pengaruh perlakuan terhadap pertumbuhan

tanaman. Berat segar tanaman diperoleh pada akhir pengamatan dengan

cara membongkar dan menimbang stek tersebut

6) Berat brangkasan

Indikator berat brangkasan digunakan untuk mengetahui seberapa besar

kemampuan akar dalam menyerap unsur hara. Berat brangkasan

diperoleh pada saat akhir pengamatan dengan cara membongkar

tanaman stek tersebut, lalu mengovennya pada suhu 80°C sampai

hingga mencapai berat konstan.

4. Analisis data

Data hasil penelitian dianalisis menggunakan analisis ragam. Untuk

membandingkan antara rataan perlakuan digunakan analisis / uji Beda

Nyata Jujur (BNJ) pada taraf 5%.